PENGUKURAN TOTAL BIAYA PERSEDIAAN SPARE PART PADA MESIN ALUMINIUM EXTRUSION PRESS 2 MT 880T DI PT.SUPEREX RAYA ALUMUNIUM EXTRUDER Dr. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT
Chaerul Alam
Teknik Industri Universitas Mercu Buana Jakarta, Indonesia
Teknik Industri Universitas Mercu Buana Jakarta, Indonesia
[email protected]
ABSTRAK
Persediaan sangat besar pengaruhnya terhadap biaya dalam perusahaan. Jika dalam suatu perusahaan memiliki persediaan yang terlalu besar maka akan sangat merugikan karena akan membutuhkan biaya investasi yang besar, namun kurangnya persediaan juga akan berdampak pada tingkat layanan, sehingga dapat merugikan pihak perusahaan. Penelitiaan ini dilakukan pada PT. Superex Raya Alumunium Extruder dimana perusahaan ini bergerak dibidang manufacturing. Objek penelitian ini hanya berfokus pada kebutuhan spare part mesin Alumunium Extrusion Press MT 880T tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem persediaan serta total biaya persediaan spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880T. Berdasarkan tujuan tersebut dapat diketahui bahwa total biaya persediaan pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 343.477.647 juta dengan biaya pembelian spare part sebesar Rp 307.097.861 juta.
Faktor pemeliharaan alat dan fasilitas-fasilitas produksi merupakan bagian yang sama pentingnya dengan bagian lainnya yang terdapat dalam Masalah inventori pada system manufaktur lebih rumit bila dibandingkan dengan masalah pada system nonmanufaktur. Pada system manufaktur ada hubungan langsung antara tingkat inventori, jadwal produksi, demand konsumen. Oleh karena itu beberapa bentuk inventori, yaitu raw material inventori, barang setengah jadi dan barang jadi. B. Rumusan Masalah Dengan berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, perumusan masalah yang menjadi obyek kajian dalam laporan ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana, sistem persediaan bahan baku spare part pada mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T ?
2.
Berapa, total biaya persediaan spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880T ?
Kata kunci: Persediaan, Total Biaya Persediaan
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini persaingan di dunia industri semakin ketat mendorong perusahaan berpacu menarik minat pelanggan dengan menjual produk yang memuaskan. Hal yang dapat memuaskan pelanggan adalah kualitas produk yang baik, harga yang kompetitif dan delivery yang tepat waktu. Untuk mewujudkan hal diatas setiap perusahaan manufacture melakukan efisiensi sumber daya. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka efisiensi sumber daya adalah dengan pengendalian persediaan, baik persediaan bahan mentah, maupun persediaan barang jadi (finised good). Inventori adalah Idle Resources (sumber daya menganggur) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut tersebut misalnya adalah kegiatan produksi pada system manufaktur. Telah diketahui bahwa mengelola inventori dengan baik sangat penting.
C. Batasan Masalah Agar pembahasan terpusat dan terarah pada tema, maka dilakukan pembatasan masalah untuk memudahkan pemahaman, sehingga tujuan dari penulisan ini dapat tercapai dengan optimal. Pembatasan masalah pengendalian persediaan baku spare part hanya dilakukan pada mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah: 1.
Mengetahui sistem persediaan spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880T.
2.
Mengetahui total biaya persediaan bahan baku spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880T.
E. Metode Pengumpulan Data Adapun data yang digunakan pada penulisan adalah data primer yang diperoleh dari pengamatan secara langsung dan data sekuder yang diperoleh dari studi pustaka yang dilakukan oleh penulis dalam pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode yaitu : A. Metode Pengumpulan Data Primer Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang sebenarnya dalam riset atau pengamatan secara langsung yang telah dilaksanakan. Metode ini dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Observasi Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat dan mengadakan pengamatan secara langsung situasi area tempat produksi berlangsung. 2. Wawancara Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada pekerja tentang keluhan area tempat produksi. 3. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan untuk mengambil gambar lingkungan kerja yang mendukung kinerja perusahaan dalam memenuhi pelayanannya terhadap konsumen. B. Metode Pengumpulan Data Sekunder Metode ini digunakan untuk mendapatkan data atau informasi secara tidak langsung, antara lain : 1. Laporan Perusahaan. 2. Buku-buku yang berkaitan tema penelitian. II.
B. Lokasi Perusahaan PT. Superex berada di kawasan industri kota Tangerang, tepatnya di Jl. Raya Pembangunan 1 Km 23, Batu Jaya, Batu Ceper, Tangerang. Denah lokasi PT. Superex Raya Alumunium Extruder dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1 Lokasi Perusahaan
C. Produk Perusahaan Superex merupakan perusahaan produsen pembuatan alumunium, kerangka kusen alumunium dan berbagai macam produk berbahan dasar alumunium seperti Door Lock, Kunci, Tangga, Royal Sink, Royal Kitchen Set, Royal Kabinet, Tangga Lipat, Tangki Air, dan kusen alumunium dengan kualitas ekspor. Superex juga memproduksi berbagai macam kaca dengan ketebalan dan fungsi yang berbeda, mulai dari kaca biasa hingga kaca anti peluru. Gambar produk PT. Superex Alumunium Extruder dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.
GAMBARAN PERUSAHAAN
A. Profil Perusahaan PT Superex adalah perusahaan produsen aluminium terkemuka di Indonesia yang dikenal karena kualitas produk yang dimilikinya. Sebagian besar hasil produksinya untuk di jual kedalam negeri, PT Superex juga memasarkan produknya sebanyak 30% di pasar aluminum mancanegara seperti Singapura, Jepang, Malaysia, Italia, Hongkong, Australia dan masih banyak Negara lainnya dalam rangka menunjang ekspor non migas dan meningkatkan devisa Negara.
Gambar 2.2 Produk Perusahaan D. Visi dan Misi Perusahaan
PT Superex berdiri sejak tahun 1976 dengan badan hukum No.B411/1767/id/6/04/D/1976. Yang berlokasi di Jl. Raya Pembangunan 1, Batujaya, Batu Ceper, Tangerang, Banten. Awalnya PT Superex khusus memproduksi kunci regular dan profil alumunium solid berbagai bentuk yang digunakan sebagai komponen peralatan rumah tangga dan berbagai proyek pembangunan.
VISI
Menjadi produsen bahan bangunan logam nomor 1 di Indonesia,
1.
4.
MISI
Mengutamakan kepuasan pelanggan, pemakai dan pelanggan penyalur. 2. Meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan dengan mitra usaha (pemasok dan penyalur). 3. Mengembangkan sumber daya manusia dengan sistematis dan terencana sehingga menghasilkan karyawan yang berkualitas, saling menghargai, dan berintegritas tinggi. Melakukan kegiatan secara terus menerus dengan melibatkan seluruh karyawan guna mencapai produk yang
terbaik, harga yang kompetitif dan pengiriman yang tepat waktu dan jumlah. Menerapkan system manajemen mutu yang mengacu pada ISO 9001-2100 secara konsisten.
5.
III.
LANDASAN TEORI
A. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Persediaan Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan perdagangan ataupun pabrik selalu memerlukan persediaan. Beberapa pengertian mengenai peresediaan menurut para ahli sebagai berikut: 1. Pengertian persediaan menurut Stevenson (1996) adalah An inventory is a stock or store of goods. Artinya persediaan adalah suatu barang yang disimpan ataupun dijual. 2.
6. 7.
Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan, Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
Sedangkan jenis-jenis persediaan menurut Assauri (2008) adalah sebagai berikut : 1. Fluctuation stock, merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang, 2.
Anticipation stock, merupakan jenis persediaan untuk menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, misalnya pada musim permintaan tinggi, tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya proses produksi,
3.
Lot-size inventory, merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu,
4.
Pipeline inventory, merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ketempat dimana barang itu akan digunakan. Misalnya barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.
Persediaan (inventory) menurut Biegel (1981) didefenisikan sebagai berikut later use or sale”. Artinya persediaan didefenisikan sebagai suatu material yang disimpan di gudang untuk penggunaan selanjutnya, atau untuk dijual.
3.
Menurut Starr (1981) defenisi persediaan sebagai berikut “Inventory deals with the determination of optimal procedure for procuring stock of commodities to meet future demand“. Artiya persediaan berhubungan dengan penetuan prosedur yang optimal dalam pengadaan stok untuk permintaan masa yang akan datang. Sedangkan tujuan pengendalian persediaan bagi perusahaan menurut Assauri (2008), yaitu: 1. Menjaga supaya perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi, 2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang timbul akibat persediaan tidak terlalu besar, 3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. B. Fungsi dan Jenis Persediaan Beberapa fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan menurut Herjanto (1999) adalah sebagai berikut: 1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan, 2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik, sehingga harus dikembalikan, 3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi, 4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman, sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia dipasar, 5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas,
C. Sistem Persediaan Sistem persediaan merupakan suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus dipesan, dan berapa banyak pesanan yang harus dilakukan. Ada dua cara atau sistem yang umum dalam menentukan jumlah persediaan pada akhir suatu periode menurut Assauri (2008), yaitu dengan: 1. Periodic System, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik dalam menentukan jumlah persediaan akhir, 2. Perpetual system atau disebut juga book inventories yaitu sistem persediaan yang melakukan pemesanan pada saat persediaan berada pada reorder point.
3. D. Sistem Pemesanan (Order System) dalam Pengendalian Persediaan Secara umum ada dua sistem pemesanan yang biasa dipakai, yaitu: 1. Sistem ukuran pemesanan tetap (Fixed order quantity system). Pada sistem ukuran pemesanan tetap, jumlah barang yang dipesan setiap kali pesanan jumlahnya tetap, sedangkan waktu periode pemesanan bervariasi. Sistem ukuran pemesanan tetap sering disebut dengan Q sistem. Dikatakan metode Q karena variabel keputusan adalah Q (yang menotasikan kuantitas) pesanan. Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang minimal, 2. Sistem pemesanan interval tetap (Fixed order interval system), atau sering disebut dengan P sistem. Pada sistem pemesanan interval tetap, jumlah barang yang dipesan bervariasi, sedangkan periode pemesanannya tetap. Model P adalah suatu model persediaan yang variabel keputusannya adalah periode pemeriksaan persediaan (berapa hari/minggu/bulan/periode sekali pemeriksaan dilakukan pada persediaan). Dalam model ini, jumlah unit yang dipesan akan berubah-ubah tergantung sisa atau jumlah persediaan saat diperiksa. Besar kecilnya jumlah pemesanan akan berubahubah tergantung sisa, sementara variabel yang tetap adalah jarak waktu pemeriksaan. Pada pemecahan masalah persediaan menggunakan Q sistem. Beberapa alasan yang dijadikan dasar dalam memilih Q sistem adalah sebagai berikut : 1. Permintaan diketahui dengan pasti dan konstan selama periode persediaan, 2. Semua item yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap, 3. Jarak waktu sejak pesan sampai pesanan datang (lead time) pasti., 4. Semua biaya diketahui dan bersifat pasti, 5. Kekurangan persediaan (stock out) tidak diizinkan. Tidak ada diskon dalam tingkat kuantitas pesanan. Sedangkan model P berfungsi dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan model Q karena hal-hal berikut: 1. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan pada target persediaan, 2. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanannya akan bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan,
Dalam model P, interval pemesanannya tetap sedangkan kuantitas pesanannya berubah-ubah. Untuk lebih jelas, diagram sistem persediaan “Q” sistem dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram sistem persediaan (Herjanto 1999) E. Biaya-Biaya dalam Persediaan Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut adalah biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan. Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan menurut Herjanto (1999) adalah sebagai berikut : 1.
Biaya Pembelian (Purchasing cost) Biaya pembelian dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi perunit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan. Total biaya pembelian item-item selama satu periode pengendalian persediaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana: Tcp = Total biaya pembelian selama satu periode f = Frekwensi pembelian selama satu periode Cj = Biaya pembelian per unit pada pembelian ke-j Qj = Jumlah pemesanan setiap kali pemesanan ke-j
2. Biaya Pemesanan (Order cost) Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan barang, daru penempatan pesanan sampai tersedianya barang. Total biaya pemesanan selama satu periode pengendalian peresediaan dirumuskan sebagai berikut:
dimana : Tco = Total Biaya Pemesanan selama satu periode f = Frekwensi pembelian selama satu periode Aj = Biaya pemesanan ke-j Grafik biaya pemesanan dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Cs = Biaya per unit untuk pengadaan darurat stock out ke-j Zj = Waktu pemenuhan pada stock out ke-j Hubungan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (total biaya persediaan) dapat dilihat pada Gambar 3.4. Gambar 3.2 Grafik Biaya Pemesanan (Herjanto 1999) 3.
Biaya Penyimpanan (Holding cost)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain : 1. Biaya sewa gudang 2. Biaya administrasi pergudangan 3. Gaji pelaksana pergudangan 4. Biaya listrik 5. Biaya modal yang tertanam dalam persediaan 6. Biaya asuransi 7. Biaya kehilangan ataupun kerusakan dan penyusutan barang selama dalam penyimpanan Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari nilai rata-rata persediaan per tahun dan dalam bentuk rupiah per tahun per unit barang.
dimana : Tch = Total biaya penyimpanan selama satu periode l = Panjang satu periode pengendalian persediaan It = Jumlah persediaan pada waktu ke-t Ht = Biaya penyimpanan per unit barang per satuan waktu ke-t Grafik biaya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Grafik Biaya Penyimpanan Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage cost) Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Total biaya kekurangan persediaan selama satu periode dirumuskan sebagai berikut:
4.
dimana : Tcs = Total biaya kekurangan persediaan G = Frekwensi terjadinya stock out selama satu periode
Gambar 3.4 Grafik Rincian Jumlah Pesanan yang Ekonomis (Assauri 2008)
F. Model – Model Persediaan Ada beberapa model dari persediaan yang dapat dilihat dari sifatnya, antara lain : 1. Model persediaan berdasarkan sifat-sifat demand, terdiri dari : a. Static deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui dan konstan serta laju demand sama untuk tiap periodenya, b. Dynamic deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui dan konstan, tetapi laju demand untuk tiap periode bervariasi, c. Static probabilistic inventory models, dimana demand adalah variabel random berdistribusi probabilistic tergantung pada panjang periode. Distribusi probabilistic demand sama untuk tiap periode, d. Dynamic probabilistic inventory models, model ini sama dengan model c, tetapi pada distribusi probabilistic demand yang berbeda untuk masing-masing periode. 2. Model persediaan berdasarkan jenis kebijakan yang digunakan, terdiri dari: a. Periodic-Review Policy Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan ditinjau pada interval waktu yang sama (T). T merupakan lamanya periode pengamatan. Jika pada akhir dari periode T tingkat inventory lebih tinggi dari ukuran pemesanan kembali yang
b.
c.
d.
e.
ditetapkan tidak ada tindakan yang perlu dilakukan. Akan tetapi, bila tingkat inventory kurang atau sama dengan reorder level, perlu dilakukan pemesanan untuk mencapai tingkat persediaan yang maksimum. Order-Up to R Policy Berdasarkan kebijakan ini, reorder level (r) disesuaikan dengan ukuran R. Oleh karena itu ukuran order Qi = R – Li selalu dilaksanakan diakhir periode Ti. R dan T adalah dua parameter yang hanya diperlukan pada kebijakan ini. Continous-Review Policy Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan dipantau terus menerus dan ukuran order selalu dilakukan jik tingkat persediaan berada pada reorder level atau dibawahnya. Fixed-Reorder-Quantity Policy Kebijakan ini mirip dengan kebijakan peninjauan terus menerus, tetapi pada kebijakan ini jumlah unit dikeluarkan dari persediaan sekali pada suatu waktu, sehingga tingkat persediaan dapat ditinjau ketika persediaan berada tepat pada R. Oleh karena itu ukuran pemesanan yang tetap (Q) selalu dilakukan ketika Li = R. Base-Stock Policy Berdasarkan kebijakan ini, kita mengatur reorder level sama dengan R, dan order dilakukan setiap terjadi penarikan dari persediaan. Oleh karena itu jumlah stok yang ada dalam persediaan dan jumlah yang dipesan harus sama dengan R pada tiap waktu. Tingkat persediaan yang maksimum dianggap sebagai tingkat stok dasar (base-stock level).
G. Klasifikasi Suku Cadang Pengendalia persediaan suku cadang adalah bagian dari tugas manajemen logistik dalam suatu perusahaan. Menurut penggunaanya, suku cadang dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pembagian ini sangat berguna untuk membagi kebijakan penyimpanan dan pengisian kembali. Selain itu, untuk menentukan kebijakan dalam jenis dan jumlah penyimpanannya nanti, perlu juga diketahui perbedaan jenis
peralatannya dipandang dari fungsinya. Pembagian suku cadang dimaksud adalah: 1.
Suku cadang habis pakai (Consumable parts) Yaitu jenis suku cadang untuk pemakaian biasa, yaitu yang akan aus dan rusak karena gesekan, tegangan, kena panas dan sebagainya. Kerusakan suku cadang jenis ini dapat terjadi sewaktu-waktu, sehingga penggantiannya dapat pula sewaktu-waktu. Oleh karena itu pengaturannya haruslah sedemikian rupa sehingga sewaktu-waktu diperlukan haruslah selalu tersedia, atau dapat diadakan dalam waktu singkat sehingga tidak mengganggu jalannya peralatan. Suku cadang jenis ini misalnya seal, v-belt, dan oil filter. 2. Suku cadang pengganti (Replacement parts) Adalah jenis suku cadang yang penggantiannya biasanya dilakukan pada waktu overhaull, yaitu pada waktu diadakan perbaikan besar-besaran. Waktu overhaull ini biasanya dapat dijadwalkan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat peralatan tersebut. Oleh karena itu, biasanya jenis suku cadang ini tidak disimpan dalam persediaan, kecuali untuk peralatan yang bersifat vital. Suku cadang jenis ini misalnya gasket, piston dan piston rings. 3. Suku cadang jaminan (Insurance parts) Adalah jenis suku cadang yang biasanya tidak pernah rusak, tetapi dapat rusak juga, dan apabila rusak dapat menghentikan operasi dan produksi. Suku cadang jaminan ini biasanya bentuknya besar, harga mahal, dan waktu pembuatannya lama. Contohnya cylinder head, crankshaft, dan flywheel. H. Pengolahan Suku Cadang Suku cadang atau material merupakan bagian pokok yang perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap biaya perawatan. Biaya material dan suku cadang untuk perawatan biasanya berkisar antara 40 sampai 50 persen dari total investasi, termasuk adanya kerugiankerugian karena kerusakan. Dengan demikian, rata-rata perusahaan mengeluarkan sekitar 15 sampai 25 persen dari total biaya perawatan untuk suku cadang dan material. IV.
PEMBAHASAN DAN PENGUMPULAN DATA
A. Stasiun Produksi dan Mesin Produksi Stasiun yang menjadi objek penelitian adalah stasiun produksi yang memiliki beberapa mesin produksi diantaranya: mesin extrusion press 1, mesin extrusion press 2, sampai mesin extrusion press 4. Mesin produksi tersebut masingmasing memiliki exstrusion kapasitas yang berbeda-beda. Dalam penulisan laporan ini penulis mengambil objek penelitian pada mesin extrusion press 2. Mesin Extrusion Press 2 MT 880T ini berasal dari Negara China dimana mesin ini memiliki kapasitas extrusion sebesar 880T dengan panjang mesin berkisar + 5m dan lebar mesin berkisar + 2m. Gambar mesin Extrusion Press2 MT 880T dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini.
a.
b.
c.
d.
Gambar 4.1 Mesin Extrusion Prees2 Mesin Extrusion Press 2 MT 880 T terdiri dari: Billet Loader Fungsi: menampung billet yang telah siap dipanaskan dari oven billet dan kemudian memasukkannya ke dalam mesin ekstrusi untuk dapat dipress. As Billet Loader Fungsi: mengatur ketinggian dari billet loader untuk billet yang akan dipress, dimana posisi ketinggian diatur oleh besi as yang tersambung dengan limit switch. Run Out Tablet Fungsi: menjaga dan menampung profile yang siap dipress agar tetap pada posisinya (tidak bengkok) selama bagian billet masih dalam proses press. Cutting Profile Extrusion Fungsi: untuk memotong profile yang telah terbentuk dari billet yang telah siap di-press sesuai dengan ukuran profile yang diinginkan oleh konsumen.
B. Pengumpulan Data Seperti yang disebut pada bab sebelumnya bahwa untuk mendukung penulisan ini dibutuhkan data seperti data kebutuhan suku cadang spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T selama satu tahun di tahun 2014 seperti tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Daftar Kebutuhan Suku Cadang Spare Part Mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T
Sumber: Divisi maintenance PT. Superex Raya Alumunium Extruder Setelah data kebutuhan suku cadang mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T didapat maka selanjutnya adalah mencari tahu harga dari setiap suku cadang spare part. Karena harga spare part suku cadang berubahubah dan selalu mengikuti harga pasar maka dalam kasus ini penulis meminta daftar harga dari setiap suku cadang spare part pada divisi purchasing, untuk harga setiap masingmasing spare part dapat dilihat di tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Harga Setiap Suku Cadang Spare Part Mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa total harga untuk pembelian spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T selama periode 2014 adalah sebesar Rp. 307,097,861.
Sumber: Divisi Purchasing PT. Superex Raya Alumunium Extruder Selanjutnya adalah menjumlahkan setiap harga suku cadang spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T selama satu tahun, tabel 4.3 berikut adalah data kebutuhan spare part beserta harga selama satu tahun, sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Harga Suku Cadang Mesin Selama Satu Tahun
C. Biaya-Biaya Persediaan Biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan spare part adalah: 1. Biaya pemesanan spare part, biaya pemesanan spare part terdiri dari: a. Biaya administrasi = Rp 100.000 b. Biaya telepon = Rp 35.000 Biaya pemesanan = Rp 135.000 2. Biaya penyimpanan spare part Besar biaya penyimpanan bergantung pada jumlah barang yang disimpan, jika spare part yang disimpan semakin lama, maka biaya penyimpanan semakin besar, tetapi biaya pemesanan semakin kecil. Biaya penyimpanan suku cadang terdiri atas: a. Holding cost, yaitu biaya yang timbul akibat adanya modal yang tertanam dalam persediaan. Besarnya biaya ini disesuaikan dengan bunga uang yaitu 6 % per tahun. b. Insurance cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menjamin keselamatan barang dan pajak kekayaan. Jadi biaya penyimpanan adalah: 1) Holding cost =6% 2) Insurance cost =4% Biaya penyimpanan = 10 % 3. Biaya kekurangan persediaan Biaya kekurangan persediaan spare part mesin dianggap tidak ada karena perusahaan selalu mengantisipasi kekurangan-kekurangan persediaan, jadi biaya kekurangan persediaan adalah 0%. 4. Waktu ancang-ancang (lead time = L) Lead time adalah waktu antara pada saat pemesanan sampai diterimanya pesanan tersebut oleh perusahaan. Lead time untuk setiap pemesanan adalah 8 minggu. D. Total Cost Persediaan Setelah diketahui total harga masing-masing spare part selama satu tahun dan biaya-biaya persediaan maka selanjutnya adalah menghitung total cost persediaan masingmasing spare part. TC = (Harga x Jumlah Barang) + (Biaya Order x Frekuensi Pemesanan) + Biaya Penyimpanan Contoh: perhitungan item spare part kawat nikelin “khantal” afdia 3,5mm max 1450 C, sebagai berikut. TC = (Rp 575,000 x 30) + (Rp 135,000 x 1) + (10% x Rp 17,250,000) = Rp 17,250,000 + Rp 135,000 + Rp 1,725,000 = Rp 19,110,000
Sumber: Hasil Penjumlahan
Untuk penjumlahan total cost masing-masing spare part dapat dilihat di tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Perhitungan total cost masing-masing spare part
1.
2.
Perusahaan belum memiliki sistem persediaan yang pasti karena perusahaan tidak memiliki safety stock untuk beberapa item spare part, Kebutuhan bahan baku spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T di PT. Superex Raya Alumunium Extruder divisi maintenance membutuhkan 39 jenis suku cadang pada priode 2014. PT. Superex Raya Alumunium Extruder harus mengeluarkan biaya pembelian sebesar Rp 307.097.861 juta, sedangkan untuk total cost persediaan mempumyai nilai sebesar Rp 343.477.647 juta pada periode 2014. Untuk biaya yang berhubungan dengan persedian spare part PT. Superex Raya Alumunium Extruder harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 135.000, biaya pemesanan spare part ini terdiri dari, biaya administrasi sebesar Rp 100.000 dan biaya telepon sebesar Rp 35.000. Dengan waktu ancang-ancang (lead time) selama 8 minggu ditambah biaya penyimpanan 10% dari total harga spare part.
DAFTAR PUSTAKA Assauri, S. (1993). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. [2] Baroto, T. (2002). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. [1]
Berdasarkan tabel 4.4 di atas TC persediaan dalam setahun spare part mesin Aluminium Extrusion Press 2 MT 880 T adalah Rp 343,477,647 juta, untuk nilai terbesar adalah pada spare part kawat las gold weld 782 dia 3,2 mm yaitu sebesar Rp 61,816,257 dan untuk nilai terkecil adalah pada spare part gear rs 60-13/single sporoket yaitu sebesar Rp 185,600. Dengan mengetahui TC tersebut maka dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang model persediaan yang menghasilkan total cost persediaan minimum. E. Sistem Persediian di Perusahaan Karena perusahaan meng-order beberapa spare part sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dimana jika mesin mengalami kerusakan dan membutuhkan pergantiaan spare part maka pada saat itu juga perusahaan memesan spare part sedangkan jika tidak maka perusahaan tidak memesan spare part. Jadi, perusahaan tidak memiliki sistem persediaan yang pasti. V.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan adalah:
[3]
Biegel, J, E. (1981). Production Control a Quantitatif Approach. New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited. Second Edition.
[4]
Herjanto, E. (1955). Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.
[5]
Indrajit, R, E., dan Richardus, D. (2003). Manajemen Persediaan. Jakarta: Penerbit PT. Grasindo. Martin, K., and Starr. (1981). Inventory Control Theory and Practice. New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited.
[6] [7]
Rangkuti, F. (2004). Manajemen Persediaan. Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada.
[8]
Stevensoon, W, J. (1986). Production/Operation Management. Illinois: Penerbit United States Of America Homewood.