Pengukuran Risiko Sistemik Institusi Keuangan di Indonesia dengan Pendekatan Capital Shortfall Arief Karna Miharja, Irwan Adi Ekaputra Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected],
[email protected]
Measurement of Systemic Risk of Financial Institutions in Indonesia using Capital Shortfall Method Abstract This research measures systemic risk of financial institutions listed in Indonesia Stock Exchange on period of 2006 – 2010, including financial crisis period in 2008, using capital shortfall method and SRISK risk measure. SRISK is capital shortage experienced by financial institution on condition of market return drop within a certain period. SRISK is a function of leverage, size, and Marginal Expected Shortfall (MES) of financial institution. MES is equity return drop of financial institution on condition of market return drop within a certain period. Research result shows that banking sub-sector is the highest contributor for systemic risk of financial sector. Keywords: Capital shortfall, financial crisis, financial institution, marginal expected shortfall, systemick risk
Pendahuluan Seiring dengan laju globalisasi dan semakin terintegrasinya sektor keuangan, pada tingkat domestik, maupun internasional, maka sektor keuangan dihadapkan pada risiko yang semakin kompleks. Krisis keuangan global tahun 2008 menunjukkan bahwa kejutan (shock) pada satu sub-sektor keuangan dapat merembet pada sub-sektor keuangan lainnya. Demikian pula kegagalan (default) pada beberapa institusi keuangan dapat menyebabkan kejatuhan pasar keuangan secara keseluruhan. Lebih jauh, kegagalan pada institusi keuangan dapat merembet dari satu pasar keuangan ke pasar keuangan lainnya. Krisis keuangan tahun 2008 di Indonesia ditandai dengan jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan turun tangannya Pemerintah Indonesia memberi dana talangan (bailout) kepada salah satu bank karena dikhawatirkan berdampak sistemik pada sistem perbankan dan pasar keuangan secara keseluruhan. Krisis keuangan tahun 2008 merupakan bukti bahwa risiko sistemik pada suatu pasar keuangan adalah salah satu risiko yang harus dihadapi oleh institusi keuangan dan oleh pasar keuangan secara keseluruhan (Departemen Keuangan, 2010).
Konsep dan pengertian risiko sistemik awalnya lebih terkait dengan kegagalan sistem perbankan (bank runs), namun saat ini risiko sistemik juga dikaitkan dengan komponen sistem keuangan lainnya, baik pada level suatu negara, regional atau global. Hal ini dipicu oleh pengalaman berbagai negara pada krisis keuangan tahun 2007 – 2009, terutama Amerika Serikat (Billio et al, 2012). Risiko sistemik merupakan bidang penelitian yang masih terus berkembang sampai saat ini, selain belum terdapat kesepakatan mengenai definisimya, berbagai pendekatan, metode, dan ukuran risiko sistemik juga masih terus berkembang dan masih berada dalam tahap eksplorasi. Salah satu definisi risiko sistemik yang diterima saat ini tidak hanya mencakup sistem perbankan, tapi diperluas mencakup sistem keuangan, yaitu sekumpulan institusiinstitusi keuangan yang saling terhubung melalui hubungan bisnis yang saling menguntungkan satu sama lain. Keterkaitan institusi-institusi keuangan ini menyebabkan cepat merambatnya iliquidity, insolvency, dan kerugian dari satu institusi ke institusi lainnya (Billio et al, 2012). Dengan demikian, ukuran risiko sistemik menurut definisi ini lebih terkait dengan aspek keterkaitan (connectedness) antara institusi-institusi keuangan. Definisi risiko sistemik lainnya tidak hanya mencakup aspek keterkaitan, tapi aspek-aspek lainnya, yang disebut “Empat L” dari risiko sistemik, yaitu: liqudity, leverage, linkages, dan losses (Billio et al, 2012). Dengan definisi risiko sistemik ini, aspek keterkaitan antara institusi-institusi keuangan dicakup oleh linkages. Ketiga komponen lainnya dari “Empat L” mempunyai beberapa ukuran risikonya masing-masing yang diajukan oleh berbagai penelitian. Standar acuan yang digunakan Pemerintah Indonesia dalam menentukan risiko sistemik suatu bank adalah standar yang digunakan negara-negara Uni Eropa mulai tanggal 1 Juni 2008, yaitu MoU on Cooperation between the Financial Supervisory Authorities: On Cross Border Financial Stability. Dalam MoU ini terdapat 4 (empat) aspek sebagai dasar penentuan dampak sistemik, yaitu perburukan institusi keuangan, perburukan pasar keuangan, perburukan sistem pembayaran, dan perburukan sektor riil (Departement Keuangan, 2010). Per akhir Q1 2013, sub-sektor perbankan mendominasi sektor keuangan di Indonesia dengan proporsi aset 75,8% (Bank Indonesia, 2013). Di sisi lain, jumlah bank relatif sedikit dibandingkan jumlah seluruh institusi keuangan, yaitu 120 bank, namun masing-masing mempunyai aset yang besar dan mempunyai keterkaitan dengan institusi keuangan lainnya sehingga dibutuhkan tingkat kehati-hatian (prudence) yang tinggi.
Dengan proporsi aset yang tinggi 75,8% dari sektor keuangan per akhir Maret 2013, maka sub-sektor perbankan mempunyai proporsi aset signifikan pada sektor keuangan di Indonesia. Jika digunakan asumsi Too Big Too Fail (TBTF) dari Property Casualty Insurers Association of America (PCI), maka sub-sektor perbankan merupakan sektor yang penting secara sistemik atau Systemically Important Sector, dan bank-bank dengan aset besar di dalamnya menjadi institusi-institusi keuangan yang penting secara sistemik atau Systemically Important Financial Institutions (SIFI). Dari 120 bank yang beroperasi di Indonesia, 32 bank listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mempunyai proporsi aset yang dominan, yaitu sekitar 77,69% dari keseluruhan aset sub-sektor perbankan atau 58,42% dari keseluruhan aset sektor keuangan (per September 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur risiko sistemik institusi-institusi keuangan serta mengidentifikasi institusi-institusi keuangan di Indonesia yang bersifat SIFI, dengan menggunakan metode yang berbasis data pasar (market-based). Asumsi pengukuran risiko sistemik yang digunakan adalah asumsi Too Big Too Fail (TBTF), yaitu dengan memperhatikan aspek ukuran (size) dari institusi keuangan. Indikator pasar diwakili oleh pergerakan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang merupakan market value weighted index (Indonesia Stock Exchange, 2013), sehingga dapat menggambarkan pergerakan saham berkapitalisasi besar di BEI. Tinjauan Literatur Ukuran risiko sistemik mencakup aspek-aspek “Empat L”, yaitu: liqudity, leverage, linkages, dan losses (Bilio et al, 2012). Ukuran risiko sistemik dapat dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek “empat L” yang diukur dan metode yang digunakan, yaitu: probabilities of loss, default likelihood, liquidity, network effects, dan kondisi makroekonomi (Bisias et al, 2012). Ukuran probability of loss merupakan salah satu ukuran paling langsung terhadap risiko sistemik, yaitu joint distribution of negative outcomes dari sekumpulan institusi keuangan SIFI. Beberapa ukuran turunan dan metode pengukuran yang termasuk dalam kelompok ini misalnya co-dependence measure (CoVaR) dari Adrian dan Brunnermeier (2010) dan Marginal Expected Shortfall (MES) dari Acharya et al (2010), yang semuanya didasarkan pada joint distribution dari imbal hasil aset. MES selanjutnya dikembangkan oleh Brownlees dan Engle (2012) menjadi risk measure SRISK. MES bertitik tolak dari risk measure Value at Risk (VaR) dan Expected Shortfall (ES), yang mengukur potensi kerugian (loss) yang dapat dialami suatu perusahaan pada suatu kejadian
ekstrem. VaR adalah potensi kerugian maksimal dengan tingkat kepercayaan 1 - , yaitu (
)
. Sedangkan expected shortfall (ES) adalah expected loss dengan
kondisi kerugian lebih besar dari VaR, yaitu: ,
-
(1)
Perbedaan lainnya, ES adalah ukuran risiko yang bersifat koheren, sedangkan VaR bukan ukuran risiko yang bersifat koheren (Artzner, et al, 1999; Inui & Kijima, 2005). Misal imbal hasil R dari institusi keuangan merupakan penjumlahan imbal hasil ri dari setiap unit bisnis i, yaitu:
∑
, dengan yi adalah bobot uniti dari keseluruhan portofolio. Dari
definisi ES, didapat: ∑
,
-
(2)
Sehingga sensitivitas keseluruhan risiko terhadap exposure yi dari setiap unit i adalah: ,
-
(3)
MESi menyatakan marginal expected shortfall (MES) dari unit bisnis i. MES mengukur kontribusi risiko unit bisnis i terhadap keseluruhan risiko dari institusi keuangan. Suatu sistem keuangan terdiri dari sejumlah institusi keuangan, analog dengan suatu institusi keuangan terdiri dari sejumlah unit bisnis. ES dari keseluruhan sistem keuangan secara teoretis dapat ditentukan dengan R menyatakan imbal hasil agregat dari seluruh sub-sektor pada sistem keuangan. Kontribusi risiko setiap institusi keuangan kepada risiko secara keseluruhan dari sistem keuangan dapat diukur dengan MES-nya. Misal suatu sistem ekonomi mempunyai N institusi keuangan (“institusi”), dengan indeks i = 1, ..., N dan periode dua-waktu t = 0, 1. Setiap institusi i mengalokasikan dana sejumlah untuk diinvestasikan pada aset j = 1, ..., J untuk mendapatkan aset sejumlah: ∑
(4)
Investasi tersebut dapat dibiayai dengan hutang atau dengan saham. Diasumsikan pemilik dari insitusi i mempunyai dana awal (initial endowment) ̅̅̅̅, dengan
disimpan di bank
dalam bentuk modal saham, dan sisanya dibayar sebagai deviden. Institusi keuangan juga
dapat memperoleh dana hutang dengan penjumlahan saham
. Dengan demikian, jumlah seluruh aset
dan hutang
harus sama
, yaitu: (5)
Pada waktu t = 1, aset j memberi pendapatan sebesar
per 1 satuan mata uang (misal dollar)
yang diinvestasikan oleh institusi i, sehingga imbal hasilnya adalah ̂
keseluruhan pendapatan dari institusi i pada waktu t = 1 adalah
- 1. Jumlah , dengan
menyatakan biaya untuk financial distress dan ̂ adalah pendapatan pre-disttress, yaitu: ̂
∑
(6) ∑
Misalkan
adalah jumlah agregat aset di sistem dan
∑
adalah jumlah
agregat modal sistem keuangan yang harus ditopang pada waktu t = 1. Expected capital shortfall (
) pada kondisi default dari institusi keuangan didefinisikan sebagai berikut: ,
-
(7)
Krisis sistemik terjadi ketika jumlah agregat modal W1 pada sistem keuangan jatuh di bawah suatu fraksi z dari aset A. Acharya et al (2010) mengajukan systemic expected shortfall ( yaitu saham institusi keuangan senilai dari aset
),
yang jatuh di bawah level targetnya, yaitu fraksi z
pada saat krisis sistemik, yaitu ketika modal agregat sistem keuangan W1 lebih
kecil dari z dikalikan dengan jumlah agregat aset A, yaitu: ,
-
(8)
Brownlees dan Engle (2012) mengembangkan metode pengukuran risiko sistemik yang diajukan Acharya et al (2010) dengan penerapan model dinamik untuk MES. Misalkan untuk setiap institusi
dan
masing-masing menyatakan nilai buku hutang (book debt value)
dan nilai pasar dari ekuitas (market capitalization) . Diasumsikan bahwa saham untuk setiap institusi keuangan akan mempunyai nilai minimal sama dengan fraksi k dari nilai asetnya. Capital buffer dari suatu institusi keuangan pada waktu t adalah: ( Market capitalization
)
(9)
merupakan nilai pasar dari jumlah saham (outstanding shares)
institusi keuangan i pada waktu t. Sedangkan fraksi k dapat ditentukan sebesar 8%, sesuai dengan persyaratan minimum rasio kecukupan modal (capital adequcy ratio, CAR) pada
Basel II (Basel Committee, 2004; Basel Committee, 2005). Capital buffer tersebut merepresentasikan working capital dari perusahaan. Jika buffer ini bernilai negatif maka perusahaan mengalami kekurangan modal yang dapat mengancam kelangsungan perusahaan. Jika hal ini berlangsung pada saat kondisi keseluruhan perekonomian sedang berada dalam tekanan (distress), maka eksternalitas negatif akan dikirimkan ke seluruh perekonomian. Kondisi distress perekonomian tersebut merupakan suatu kejadian sistemik dan pada model yang diajukan Brownlees dan Engle (2012) didefinisikan sebagai jatuhnya imbal hasil pasar di bawah suatu nilai batas (threshold) C pada suatu periode waktu h. Kondisi yang digunakan adalah C = -2% sebagai threshold jatuhnya imbal hasil pasar dalam 1 (satu) hari. Misalkan menyatakan imbal hasil pasar di antara periode t dan t+h, maka kejadian sistemik adalah *
+, sehingga expected capital shortage adalah: (
)
(
)
(
) (
)
Diasumsikan bahwa dalam suatu kondisi sistemik hutang tidak dapat dinegosiasikan, sehingga
)
( (
Dengan
)
. Dengan menggunakan asumsi ini didapat: (
(
)
(10)
) adalah tail expectation dari imbal hasil saham
institusi keuangan, conditional terhadap kejadian sistemik. Indeks risiko sistemik untuk institusi i didefinisikan sebagai: (
)
(11)
dan dalam prosentase dinyatakan sebagai: ∑ Jumlah keseluruhan risiko sistemik (agregat) pada perekonomian adalah: ∑ SRISK merupakan fungsi dari hutang (D) atau leverage, ukuran institusi keuangan (W), dan MES. Dengan demikian, perhitungan SRISK membutuhkan data mengenai hutang, ekuitas atau saham, dan MES dari setiap institusi keuangan. Data nilai hutang dan jumlah saham telah tersedia, sedangkan MES harus diestimasi. Estimasi MES yang diajukan Brownlees dan Engle
(2012) menggunakan teknik time series, yaitu meng-estimasi capital shortfall pada suatu periode yang cukup panjang (misal enam bulan). Misalkan
dan
masing-masing menyatakan log imbal hasil (log return) dari institusi i
dan pasar pada hari t, maka bivariate process untuk imbal hasil institusi dan pasar dapat dinyatakan sebagai berikut (Brownlees dan Engle, 2012):
√ (
dengan
(12)
)~F
adalah conditional standard deviation dari imbal hasil pasar,
conditional standard deviation dari imbal hasil institusi i, dari pasar/ institusi keuangan, dan ( Shocks (
adalah
adalah conditional correlation
) adalah shocks yang mempengaruhi sistem.
) bersifat independent and identically distributed (i.i.d) dan mempunyai mean
nol, unit variance¸ serta covariance nol. Berdasarkan deskripsi bivariate process tersebut, MES satu periode dapat dinyatakan secara langsung sebagai fungsi dari volatilitas, korelasi, dan tail expectations sebagai berikut:
=
( )
( |
(
√ .
|
) ) /
√
(
)
(13)
MES multi periode (periode panjang) tidak dapat diperoleh dalam bentuk tertutup (closed form) dan harus dilakukan simulasi untuk menyusun forecast ataupun metode estimasi lainnya. Acharya, Engle dan Richardson (2012) mengajukan bahwa MES periode panjang (Long Range Marginal Expected Shortfall, LRMES) untuk suatu institusi keuangan sampai dengan periode 6 (enam) bulan ke depan dengan kondisi imbal hasil pasar jatuh sebesar -40%, dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan berikut: (14) Volatilitas institusi keuangan atau pasar pada persamaan (13) diestimasi dengan menggunakan metode TARCH (Rabemanjara and Zakoian, 1993) karena kemampuannya untuk menangkap leverage effect, yaitu kecenderungan bertambahnya volatilitas karena
adanya berita negatif. Sedangkan korelasi di antara volatilitas imbal hasil institusi keuangan dengan volatilitas imbal hasil pasar diestimasi dengan menggunakan metode DCC (Engle 2002; Engle, 2009). Selanjutnya dilakukan estimasi terhadap Tail expectations berikut pada persamaan (13): (
) dan
(
)
dengan menggunakan estimasi kernel non-parametrik, yaitu: ( )
( )
∫
dengan ( ) adalah suatu fungsi kernel dan h adalah suatu lebar celah (bandwidth) positif. Bentuk umum kernel estimatoradalah sebagai berikut (Rosadi, 2012; Hansen, 2009): ̂( )
∑
(
)
maka: ̂ (
∑
)
(
)
(15)
( ̂ )
dan ̂ (
∑
)
(
)
(16)
( ̂ )
dengan ∑
̂
(
Karena shocks (
)
) bersifat i.i.d dengan mean 0, unit variance, dan covariance 0, maka
untuk fungsi kernel dapat digunakan fungsi kernel normal Gaussian yang merupakan fungsi standar normal density function (Benoit et al, 2013), yaitu: ( )
(
√
Kernel estimator
)
( ) untuk fungsi kernel normal Gaussian adalah fungsi standar normal
cummulative distibution function (CDF) yaitu: (
)
∑
(
)
Nilai bandwith h dapat ditentukan dengan metode Silverman, yaitu
̂
⁄
, dengan n
menyatakan banyaknya data dan ̂ menyatakan estimator volatilitas (Rosadi, 2012; Hansen, 2009). Untuk ̂ diambil nilai 1, karena shocks (
) bersifat i.i.d (Benoit et al, 2013).
Metode Penelitian Pada penelitian ini diukur kontribusi risiko sistemik institusi keuangan di Indonesia pada periode 2006 - 2010, dengan menggunakan asumsi kondisi krisis di pasar modal. Kemudian dihitung besaran capital shortage pada masing-masing sub-sektor keuangan, dan selanjutnya ditentukan urutan SIFI pada masing-masing sub-sektor keuangan.
Karena metode yang
digunakan bersifat market-based, maka institusi-institusi keuangan yang menjadi obyek penelitian adalah institusi-institusi keuangan yang telah listed di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pembagian sektor keuangan mengikuti pembagian sektor di BEI, yaitu sektor perbankan, asuransi, pembiayaan, dan perusahaan efek atau sekuritas. Secara keseluruhan terdapat 77 institusi keuangan yang tercatat di BEI (per Desember 2014). Dari 77 insitusi keuangan tersebut, 12 di antaranya melakukan IPO pada periode setelah krisis keuangan tahun 2008, sehingga dikeluarkan dari sampel penelitian. Kemudian, terdapat 1 sampel dari sub-sektor sekuritas dengan data transaksi yang tidak lengkap, sehingga dikeluarkan juga dari sampel penelitian. Dengan demikian, jumlah sampel untuk penelitian adalah 64 institusi keuangan. Periode penelitian adalah periode 2 (dua) tahun pra krisis (Januari 2006 – Desember 2007), periode krisis (Januari – Desember 2008), dan periode 2 (dua) tahun pasca krisis (Januari 2009 – Desember 2010). Data yang digunakan pada penelitian adalah imbal hasil harian pasar (IHSG) dan imbal hasil harian saham institusi keuangan pada periode 2 (dua) tahun pra krisis, periode krisis, dan periode 2 (dua) tahun pasca krisis, data diambil dari Thomson – Reuters Datastream; serta nilai buku aset, nilai buku hutang, nilai buku ekuitas, outstanding share, periode per kuartal (quarterly), pada periode 2 (dua) tahun pra krisis, periode krisis, dan periode 2 (dua) tahun pasca krisis, data diambil dari Thomson – Reuters Eikon. Variabel pada penelitian ini adalah institusi keuangan i pada waktu t;
, nilai pasar dari ekuitas (market capitalization) , leverage dari institusi keuangan i pada waktu t;
, Long Range Marginal Expected Shortfall (LRMES) dari institusi keuangan i pada waktu t; dan
, Indeks risiko sistemik (SRISK) dari institusi keuangan i pada waktu t.
Besaran SRISK dieksplorasi dengan menggunakan kondisi MES dan LRMES yang sesuai dengan kondisi IHSG. Kondisi untuk MES adalah jatuhnya imbal hasil harian IHSG di bawah threshold C -2%. Kondisi ini valid untuk IHSG yang mempunyai imbal hasil harian rata-rata -0,27% pada periode krisis tahun 2008. Dengan kondisi ini, terdapat 44 hari pada tahun 2008
dengan imbal hasil harian IHSG lebih kecil dari -2%. Secara keseluruhan terdapat 98 hari pada periode 2006 – 2010 dengan imbal hasil harian IHSG lebih kecil dari -2%. Selanjutnya, kondisi untuk LRMES adalah jatuhnya imbal hasil IHSG kumulatif untuk waktu 6 (enam) bulan ke depan di bawah -40% pada periode 2006 – 2010. Kondisi ini juga valid untuk IHSG yang mempunyai imbal hasil kumulatif untuk 6 (enam) bulan ke depan rata-rata pada tahun 2008 sebesar -15,05%. Dengan kondisi ini, terdapat 67 hari pada tahun 2008 dengan imbal hasil IHSG kumulatif selama 6 (enam) bulan ke depan di bawah -40%. Sedangkan untuk tahun-tahun lainnya pada periode 2006 – 2010, tidak terdapat hari yang memenuhi kondisi LRMES ini, bahkan sampai periode 2010 – 2014. Nilai terbesar imbal hasil IHSG kumulatif selama 6 (enam) bulan ke depan adalah 89,25% pada tanggal 3 Maret 2009, sedangkan nilai terkecil adalah -53,16% pada tanggal 26 Mei 2008. Pembahasan IHSG menunjukkan tren pertumbuhan pada periode 2006 – 2007, dan kemudian mengalami tren penurunan tahun 2008. Pasar mulai pulih pada awal tahun 2009, dan selanjutnya kembali mengalami tren pertumbuhan pada periode 2009 – 2010. Pada tahun 2008, IHGS jatuh sebesar 60,73% (dari nilai tertinggi indeks 2830,26 pada tanggal 9 -11 Januari 2008 ke nilai terendah indeks 1111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008). Imbal hasil IHSG harian rata-rata pada tahun 2008 adalah -0,27%, dengan imbal hasil harian tertinggi sebesar 7,62% pada tanggal 23 Januari 2008 dan imbal hasil harian terendah sebesar -10,95% pada tanggal 8 Oktober 2008. Hal yang sama dialami sektor perbankan dan keuangan yang juga mengalami tren penurunan pada tahun 2008 dan mengalami tren pemulihan pada periode 2009 -2010. Pada periode krisis tahun 2008, semua sub-sektor keuangan mempunyai imbal hasil harian rata-rata negatif, dengan sub-sektor lain-lain mempunyai imbal hasil harian rata-rata terkecil pada median -0,2%, sedangkan sub-sektor lainnya berada di kisaran median -0,14% sampai -0,16%. Pada periode pasca krisis 2009 – 2010, imbal hasil harian rata-rata sektor keuangan kembali naik menjadi positif, dengan sub-sektor multi finance dan asuransi memimpin pertumbuhan dengan imbal hasil harian rata-rata masing-masing untuk tahun 2009 pada median 0,17% dan 0,19%. Volatilitas imbal hasil harian (unconditional) untuk sektor keuangan pada periode krisis tahun 2008 juga menunjukkan kenaikan dibandingkan periode 2 (dua) tahun sebelumnya, dan kemudian kembali turun pada period 2 (dua) tahun setelahnya. Sub-sektor perbankan mempunyai volatilitas tahunan imbal hasil harian (unconditional) untuk tahun 2006 dan 2007
masing-masing pada median 43,19% dan 40,94%, naik menjadi 53,09% pada tahun 2008, dan kembali turun menjadi 44,62% dan 46,84% pada tahun 2009 dan 2010.
CondVar_IHSG 0.0035
0.0030
0.0025
0.0020
0.0015
0.0010
0.0005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 1. Grafik Conditional Variance Imbal Hasil Harian IHSG Periode 2006 – 2010
CondVar_BANK ARTHA GRAHA INTSL.
CondVar_BANK BUKOPIN
0.02
0.010
0.01
0.005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2010
2011
0.0125 CondVar_BANK ICB BUMIPUTERA
CondVar_BANK NEGARA INDONESIA
0.020 0.0100
0.015
0.0075
0.010
0.0050
0.005
0.0025
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
2007
2008
2009
Gambar 2. Grafik Conditional Variance Imbal Hasil Harian Sampel Sektor Perbankan Periode 2006 – 2010
Grafik conditional variance (TARCH) untuk imbal hasil harian IHSG dan sampel sub-sektor perbankan pada periode 2006 – 2010 dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Variance IHSG dan
sub-sektor perbankan meningkat pada awal tahun 2008 dan mencapai puncaknya pada Q4 2008. Grafik korelasi DCC di antara volatilitas imbal hasil harian IHSG dengan imbal hasil harian sub-sektor perbankan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada umumnya korelasi bernilai positif, dan sub-sektor perbankan mempunyai korelasi paling tinggi dengan rata-rata korelasi 0,27.
0.8 CORR_IHSG_BANK ARTHA GRAHA INTSL.
CORR_IHSG_BANK BUKOPIN
0.3
0.7
0.6 0.2 0.5
0.4
0.1
0.3 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
CORR_IHSG_BANK ICB BUMIPUTERA
2007
2008
2009
2010
2011
2010
2011
CORR_IHSG_BANK NEGARA INDONESIA
0.75 0.1
0.50 0.0
0.25
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
2007
2008
2009
Gambar 3. Grafik Korelasi DCC di antara Volatilitas Imbal Hasil Harian IHSG dan Sampel Sektor Perbankan Periode 2006 – 2010
Selanjutnya, grafik MES periode pendek (1 hari) dengan C -2%, untuk sampel sub-sektor perbankan dapat dilihat pada Gambar 4. Empat sampel sub-sektor perbankan mengalami penurunan MES yang tajam pada paruh kedua tahun 2008, dan mencapai titik terendah pada Q4 2008. Bank ICB Bumiputera mengalami penurunan MES yang tajam pada awal Januari 2006 dan pada akhir Q2 2006. Pada tanggal 5 Januari 2006, MES Bank Bumiputera -13,35%, dan pada tanggal 30 Juni 2006 MESnya bernilai -3,95%. Hal ini sejalan dengan imbal hasil harian bank tersebut pada tanggal 5 Januari 2006 yang jatuh -13,36%. Kemudian imbal hasil kumulatif 3 bulan ke depan dari akhir Maret 2006 sampai dengan akhir Juni 2006 -27,78%. Pada akhir Januari 2006 terdapat berita mengenai kerugian yang dialami oleh Bank ICB Bumiputera tahun 2005 sebesar -77% (Detik, 26 Januari 2006). Sedangkan pada akhir Maret 2006 adalah periode penerbitan
laporan keuangan tahun 2005 dengan hasil bank ICB Bumiputera mengalami kerugian Rp 48 miliar (Detik, 1 April 2006).
0.00 0.000
MES_BANK_ARTHA_GRAHA_INTSL.
MES_BANK BUKOPIN
-0.05 -0.025
-0.10 -0.050 -0.15 -0.075 -0.20 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
MES_BANK ICB BUMIPUTERA
2007
2008
2009
2010
2011
2010
2011
MES_BANK NEGARA INDONESIA
0.00
0.00
-0.05 -0.05 -0.10
-0.15 -0.10 -0.20 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
2007
2008
2009
Gambar 4. Grafik MES (Marginal Expected Shortfall) Periode Pendek (1 hari) untuk Sampel Sektor Perbankan Periode 2006 – 2010
Gambar 5 memperlihatkan Grafik LRMES per kuartal sampai 6 (enam) ke depan dengan kondisi imbal hasil IHSG kumulatif jatuh -40% untuk sampel sub-sektor perbankan. Sampel sub-sektor perbankan memiliki LRMES negatif pada periode 2006 – 2010, mengalami tren penurunan pada pertengahan tahun 2008, dan mencapai titik terendah pada Q4 2008 atau Q1 2009. Sampel sub-sektor multi finance, asuransi dan sub-sektor lain-lain menunjukkan kondisi yang sama pada tahun 2008 dengan sub-sektor perbankan, yaitu mengalami tren penurunan nilai LRMES, dan mencapai titik terendah pada periode Q3 - Q4 2008 atau Q1 – Q2 2009. Dengan menggunakan kondisi penurunan imbal hasil harian IHSG atau C -2%, rasio prudensial k 8%, dan penurunan imbal hasil IHSG untuk jangka waktu 6 (enam) bulan ke depan sebesar -40%, diperoleh SRISK (per kuartal) untuk institusi keuangan (Lampiran 1). Pada periode pra krisis 2006 – 2007, jumlah institusi keuangan dengan SRISK lebih besar dari 0 (nol) per kuartal pada kisaran 9–18, dan capital shortage pada kisaran 6.502.996.848.695 (Q4 2006) - 46.674.119.448.446 (Q3 2007). Jumlah ini bertambah pada periode krisis tahun 2008, yaitu pada kisaran 17 - 29 institusi per kuartal, dan capital shortage pada kisaran 53.298.534.570.602 (Q2 2008) - 172.578.736.517.029 (Q4 2008). Kemudian turun kembali pada periode pasca krisis, pada kisaran 8 – 22 institusi per kuartal, dan capital shortage berada pada kisaran 10.982.457.285.402 (Q4 2009) - 178.805.125.849.119 (Q1 2009).
0
0.0 BANK ARTHA GRAHA INTSL.
BANK BUKOPIN
-0.5 -1
-1.0
-2 -1.5
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2009
2010
2011
0 BANK ICB BUMIPUTERA
BANK NEGARA INDONESIA
-0.25
-1 -0.50
-2 -0.75
-3
-1.00 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2006
2007
2008
Gambar 5. Grafik LRMES (Long Range Marginal Expected Shortfall) (per Kuartal) untuk Sampel Sektor Perbankan Periode 2006 – 2010
Bank Mutiara konsisten muncul sebagai bank berdampak sistemik sejak Q1 2006 sampai Q4 2008. Mulai Q1 2009, Bank Mutiara dikeluarkan dari sampel karena posisi sahamnya yang di-suspend oleh BEI. Pada Q4 2008, estimasi capital shortage Bank Mutiara mencapai 569.705.120.000, sementara estimasi awal kebutuhan penyertaan modal sementara untuk menaikkan CAR bank menjadi 8% berdasarkan posisi keuangan per 31 Oktober 2008 adalah sebesar Rp 683 miliar (Tim Asistensi et al, 2010). Berdasarkan expected capital shortfall dan SRISK untuk institusi keuangan, diperoleh capital shortage untuk masing-masing sub-sektor (per kuartal) (Lampiran 2). Sub-sektor perbankan memberikan kontribusi terbesar risiko sistemik pada kisaran 87 – 99% (per kuartal), dan sektor non-perbankan memberikan kontribusi pada kisaran 0,01 – 12,56% (per kuartal). Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Dengan kondisi penurunan imbal hasil harian IHSG sebesar -2% dan rasio prudensial k 8%, MES periode pendek untuk sektor perbankan dan multi finance umumnya bernilai negatif sepanjang periode 2006 – 2010 dan mengalami penurunan tajam pada paruh kedua tahun 2008, kemudian mencapai titik terendah pada Q4 2008.
2)
Dengan kondisi imbal hasil IHSG kumulatif untuk periode 6 (enam) bulan ke depan jatuh -40%, LRMES umumnya bernilai negatif pada periode 2006 – 2010 dan mengalami tren penurunan pada pertengahan tahun 2008, kemudian mencapai titik terendah pada Q4 2008 atau Q1 2009.
3)
Dengan kondisi imbal hasil harian IHSG -2%, rasio prudensial k 8%, dan penurunan imbal hasil IHSG untuk waktu 6 (enam) bulan ke depan sebesar -40%, diperoleh SRISK per kuartal. Pada periode pra krisis 2006 – 2007, jumlah institusi keuangan dengan SRISK lebih besar dari 0 (nol) per kuartal pada kisaran 9 – 18. Jumlah ini bertambah pada periode krisis tahun 2008 pada kisaran 17 - 29 institusi per kuartal. Kemudian turun pada periode pasca krisis, pada kisaran 8 – 22 institusi per kuartal.
4)
Sub-sektor perbankan memberikan kontribusi terbesar risiko sistemik pada kisaran 87 – 99% (per kuartal). Sektor non-perbankan memberikan kontribusi pada kisaran 0,01 – 12,56% (per kuartal).
Saran Berikut adalah beberapa saran untuk pengembangan lebih lanjut dari penelitian ini: 1)
Melakukan sensitivity analysis untuk berbagai kondisi short term threshold dan long term threshold bagi imbal hasil pasar (IHSG).
2)
Membandingkan hasil yang diperoleh beberapa alternatif metode atau risk measure untuk risiko sistemik, misalnya membandingkan hasil dari metode CoVar (Adrian dan Brunnermeier, 2010) dan metode SRISK (Brownlees dan Engle, 2012).
3)
Membandingkan hasil yang diperoleh metode CES atau Component Expected Shortfall (Banulescu dan Dumitrescu, 2015) yang merupakan pengembangan dari metode SRISK (Brownlees dan Engle, 2012) untuk sampel dan periode yang sama.
Daftar Referensi Acharya,V., Pedersen, Lasse H., Philipon, T. (2010). Measuring Systemic Risk. Working Paper. New York University. Acharya, V., Engle, R., Richardson, M. (2012). Capital Shortfall: A New Approach to Ranking and Regulating Systemic Risks. American Economic Review, 102(3), 59-64. Adrian, T., Brunnermeier, M. (2011). CoVar. Working Paper. Princeton University and Federal Reserve Bank of New York. Aielli, G. (2006). Dynamic conditional correlations: On properties and estimation. Technical Report, Department of Statistics, University of Florence.
Aielli, G. (2009). Dynamic conditional correlations: On properties and estimation. Technical Report, Department of Statistics, University of Florence. Banulescu, G. D., Dumitrescu, E. I. (2015). Which Are the SIFIs? A Component Expected Shortfall (CES) Approach to Systemic Risk. Journal of Banking and Finance, 50, issue C, 575 – 588. Basel Commitee on Banking Supervision. (2004). International Convergence of Capital Requirement and Capital Standards. Bank for International Settlements. Basel Commitee on Banking Supervision. (2005). Amendment to the Capital Accord to incorporate market risks. Bank for International Settlements. Benoit, S., Colletaz, G., Hurlin, C., Perignon, C (2012). A Theoretical and Empirical Comparison of Systemic Risk Measure. Working Paper. University of Orleans. Bertsimas, D., Lauprete, G. J., Samarov, A. (2004). Shortfall as a Risk Measure: Properties, Optimization and Applications. Journal of Economic Dynamics & Contol, 28 (2004), 13531381. Billio, M., Getmansky, M., Lo, A.W., Pellizon, L. (2012). Econometric Measures of Connectedness and Systemic Risk in the Finance and Insurance Sector. Working Paper, MIT. Bisias, D., Flood, M., Lo, A.W., Valavanis, S. (2012). A Survey of Systemic Risk Analytics. Working Paper. Office of Financial Research, Department of Treasury. Brandtner, W., Kursten, W. (2015). Decision Making with Expected Shortfall and Spectral Risk Measures: The Problem of Comparative Risk Aversion. Journal of Banking and Finance, 58, 268 – 280. Brownlees, C.T., Engle, R. (2012). Volatility, Correlation, and Tails for Systemic Risk Measurement. Working Paper, New York University. Calistru, R. A. (2012). The Credit Derivative Market – A Threat to Financial Stability? 8th International Strategic Management Conference. Procedia Social and Behavioral Sciences, Vol. 58. Ding, Z., Engle, R. (2001). Large scale conditional covariance matrix modelling, estimation and testing. Technical report, NYU Stern School of Business. Engle, R., Sheppard, K. (2001). Theoretical and empirical properties of dynamic conditional correlation multivariate garch. Technical report, NBER. Engle, R. (2002). Dynamic conditional correlation: A simple class of multivariate generalized autoregressive conditional heterokedasticity models. Journal of Business & Economic Statistics, 20(3), 339 - 350. Engle, R., Manganelli, S. (2004). Asset allocation by variance sensitivity analysis. Journal of Business and Economics Statistics, 22, 367-381. Engle, R. (2009). Anticipating correlations: a new paradigm for risk management. Princeton University Press. Engle, R., Sheppard, N., and Sheppard, K. (2009). Fitting vast dimensional time varying covariance models. Technical report, NYU.
Financial System Stability Group, Department of Banking Research and Regulation, Bank Indonesia. (2012, September). Financial Stability Review, No.19. Hansen, B. E., (2009). Lecture Notes on Nonparametrics. University of Winconsin. Indonesia Stock Exchange. (2013). IDX Fact Book 2013. Inui, K., Kijima, M. (2005). On the significance of expected shortfall as a coherent risk measure. Journal of Banking & Finance, 29, 853-864. Markose, S., Giansante, S., Shaghaghi, A.R. (2012). „Too interconnected to fail‟ financial network of US CDS market: Topological fragility and systemic risk. Journal of Economic Behavior & Organization, Vol. 83. Mohamad, K. (2013, February). Bahaya Sistemik Konglomerasi Bank. Infobank, No. 407, halaman 14-23. Nijskens, R., Wagner, W. (2011). Credit Risk Transfer Activities and Systemic Risk: How Banks Become Less Risky Individually But Posed Greater Risks to the Financial System at the Same Time. Journal of Banking & Finance, Vol. 35. Pencadangan Naik Tiga Kali, Bank Bumiputera Rugi Rp 48 M. (2006, 1 April). Laman www.detik.com. Rabermananjara, R., Zakoian, J. M. (1993). Threshold ARCH models and assymetries in volatility. Journal of Applied Econometrics. 8(1), 31-49. Scaillet, O. (2004). Nonparametric Estimation and Sensitivity Analysis of Expected Shortfall. Mathematical Finance, Vol. 14, No. 1, 115-129. Scaillet, O. (2005). Nonparametric estimation of conditional expected shortfall. Insurance and Risk Management Journal, 74, 639-660. Terkena Inflasi dan PBI, Laba Bank Bumiputera Merosot 77%. (2006, 26 Januari). Laman www.detik.com. Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia. (2010, Januari). Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis: Buku Putih. 16 Bank Kuasai 60 Persen Aset. (2012, April 10). Harian Kompas.
Lampiran 1. SIFI dan SRISK (per Kuartal) Periode Krisis Tahun 2008 2008 Q1 Institusi Keuangan BANK RAKYAT INDONESIA BANK NEGARA INDONESIA BANK INTL.INDONESIA BANK CIMB NIAGA BANK DANAMON INDONESIA BANK PAN INDONESIA
SRISK
2008 Q2 SRISK (%)
67.743.594.439.778
53,51%
14.898.353.192.453
11,77%
11.586.257.369.307
9,15%
10.818.759.433.581
8,55%
4.728.963.176.473
3,74%
2.644.414.786.267
2,09%
BANK BUKOPIN
2.447.351.466.262
1,93%
PANIN FINANCIAL BANK ARTHA GRAHA INTSL.
2.090.223.184.363
1,65%
1.228.342.772.693
0,97%
BANK MANDIRI
1.196.372.286.314
0,95%
BANK MUTIARA SINAR MAS MULTIARTHA BANK CENTRAL ASIA CLIPAN FINANCE INDONESIA DANASUPRA ERAPACIFIC WAHANA OTTOMITRA MUH. TRIMEGAH SECURITIES BANK VICTORIA INTL. PANIN INSURANCE BANK ICB BUMIPUTERA BANK CAPITAL INDO. BANK HIMPUNAN SAUD.1906 BANK PUNDI INDONESIA MANDALA MULTIFINANCE
1.168.614.952.097
0,92%
1.073.235.007.095
0,85%
1.026.771.683.576
0,81%
1.010.781.687.176
0,80%
795.045.254.941
0,63%
704.990.937.994
0,56%
491.209.045.451
0,39%
279.421.306.100
0,22%
243.989.868.897
0,19%
97.618.030.235
0,08%
83.187.135.870
0,07%
70.773.669.226
0,06%
59.756.086.392
0,05%
39.857.755.389
0,03%
YULIE SEKURINDO ASURANSI MUAGUNA. ASURANSI HARTA AMAN PRA. KRESNA GRAHA SEKURINDO BANK WINDU KENTJANA
30.125.887.200
0,02%
12.905.174.405
0,01%
11.977.889.303
0,01%
9.084.192.178
0,01%
3.369.808.563
0,00%
Total
Institusi Keuangan BANK MANDIRI BANK RAKYAT INDONESIA BANK NEGARA INDONESIA MNC KAPITAL INDONESIA
100,00%
SRISK (%)
25.755.908.717.530
48,32%
12.388.458.624.449
23,24%
6.315.019.317.695
11,85%
2.550.782.834.513
4,79%
BANK BUKOPIN BANK DANAMON INDONESIA BANK ARTHA GRAHA INTSL. DANASUPRA ERAPACIFIC BANK VICTORIA INTL. BANK ICB BUMIPUTERA WAHANA OTTOMITRA MUH. BANK CAPITAL INDO. BANK PUNDI INDONESIA
2.280.743.876.392
4,28%
1.850.155.096.692
3,47%
623.780.045.292
1,17%
583.194.763.302
1,09%
301.385.858.112
0,57%
213.404.164.737
0,40%
209.608.705.501
0,39%
63.451.330.271
0,12%
63.225.893.602
0,12%
LIPPO SECURITIES
46.710.280.408
0,09%
PANIN INSURANCE EQUITY DEVELOPMENT INV.
30.174.715.957
0,06%
16.732.274.549
0,03%
YULIE SEKURINDO
5.798.071.600
0,01%
Total
126.595.347.479.578
SRISK
53.298.534.570.602
100,00%
Lampiran 1 (Sambungan) 2008 Q3 Institusi Keuangan BANK RAKYAT INDONESIA BANK INTL.INDONESIA BANK NEGARA INDONESIA BANK CIMB NIAGA SINAR MAS MULTIARTHA
SRISK
2008 Q4 SRISK (%)
40.782.289.955.198
27,94%
24.423.224.502.683
16,73%
21.410.002.089.812
14,67%
13.181.199.245.349
9,03%
11.387.005.621.863
7,80%
BANK MANDIRI BANK PAN INDONESIA BANK DANAMON INDONESIA BANK CENTRAL ASIA
10.252.235.599.770
7,02%
6.482.892.124.491
4,44%
6.305.675.819.795
4,32%
5.209.558.802.469
3,57%
BANK BUKOPIN BANK ARTHA GRAHA INTSL. PANIN INSURANCE CLIPAN FINANCE INDONESIA
2.336.872.607.445
1,60%
764.455.259.152
0,52%
509.912.432.877
0,35%
421.997.631.126
0,29%
BANK MUTIARA BANK ICB BUMIPUTERA WAHANA OTTOMITRA MUH.
400.594.628.867
0,27%
353.699.161.489
0,24%
329.718.937.186
0,23%
BANK BUMI ARTA EQUITY DEVELOPMENT INV. BANK VICTORIA INTL. DANASUPRA ERAPACIFIC
266.437.306.228
0,18%
255.979.024.591
0,18%
241.039.501.209
0,17%
225.821.013.075
0,15%
PANIN FINANCIAL BANK PUNDI INDONESIA BANK HIMPUNAN SAUD.1906 MANDALA MULTIFINANCE
147.823.299.578
0,10%
85.022.332.690
HD CAPITAL VERENA MULTI FINANCE ASURANSI MUAGUNA. BANK CAPITAL INDO. YULIE SEKURINDO Total
Institusi Keuangan BANK RAKYAT INDONESIA BANK NEGARA INDONESIA BANK CENTRAL ASIA
SRISK
SRISK (%)
63.573.596.370.525
36,84%
35.139.532.088.554
20,36%
19.424.745.636.334
11,26%
BANK CIMB NIAGA
16.133.045.461.417
9,35%
BANK MANDIRI BANK DANAMON INDONESIA BANK PAN INDONESIA
14.287.107.237.864
8,28%
11.266.561.683.106
6,53%
4.388.933.973.876
2,54%
BANK PERMATA
2.427.083.657.679
1,41%
BANK BUKOPIN SINAR MAS MULTIARTHA BANK ARTHA GRAHA INTSL.
1.934.575.231.390
1,12%
996.555.296.991
0,58%
582.603.481.746
0,34%
BANK MUTIARA
569.705.120.000
0,33%
PANIN INSURANCE BANK VICTORIA INTL. DANASUPRA ERAPACIFIC BANK ICB BUMIPUTERA WAHANA OTTOMITRA MUH. BANK HIMPUNAN SAUD.1906 BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL BANK PUNDI INDONESIA
549.096.159.245
0,32%
273.330.414.005
0,16%
257.873.712.327
0,15%
241.672.528.926
0,14%
157.550.600.540
0,09%
99.074.365.034
0,06%
91.268.119.002
0,05%
85.916.303.045
0,05%
34.773.870.333
0,02%
31.616.488.453
0,02%
0,06%
BANK BUMI ARTA MANDALA MULTIFINANCE BANK WINDU KENTJANA
31.183.247.838
0,02%
55.108.812.980
0,04%
YULIE SEKURINDO
1.335.468.800
0,00%
49.163.046.179
0,03%
33.736.799.724
0,02%
19.120.924.883
0,01%
15.451.693.380
0,01%
11.773.557.235
0,01%
3.285.348.160 145.961.097.079.486
0,00% 100,00%
Total
172.578.736.517.029
100,00%
Lampiran 2. Capital Shortage (per Kuartal) Periode Krisis Tahun 2008 Institusi Keuangan
Q1 2008
Bank
120.081.921.595.187
Multifinance
Q2 2008 94,85%
49.855.532.924.771
93,54%
2.550.675.635.500
2,01%
792.803.468.803
1,49%
Sekuritas
530.419.124.828
0,42%
5.798.071.600
0,01%
Asuransi
2.359.096.116.968
1,86%
30.174.715.957
0,06%
Lain-lain
1.073.235.007.095
0,85%
2.614.225.389.470
4,90%
Total
126.595.347.479.578
Institusi Keuangan
100,00%
53.298.534.570.602
Q3 2008
100,00%
Q4 2008
Bank
132.562.081.306.863
90,82%
170.584.708.790.672
98,84%
Multifinance
1.045.821.552.450
0,72%
447.040.801.320
0,26%
Sekuritas
37.022.147.884
0,03%
1.335.468.800
0,00%
Asuransi
673.187.425.836
0,46%
549.096.159.245
0,32%
Lain-lain
11.642.984.646.453
7,98%
996.555.296.991
0,58%
145.961.097.079.486
100,00%
172.578.736.517.029
100,00%
Total