JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Pengukuran Getaran Dengan Vibrometer Dan Akustik Pada Mesin Pendorong Pokok (MPK) KRI Pulau Rupat-712 Di Komando Armada RI Kawasan Timur Surabaya Elok Yudishtyra Arista, Dhany Arifianto1), Suyanto2) Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) 2) Bengkel Mesin, Fasharkan Surabaya, Lantamal V, Komando Armada RI Kawasan Timur Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] 1)
Untuk mendukung kinerja sebagai kapal pemburu ranjau maka peranan mesin pendorong pokok (MPK) sangatlah penting bagi KRI Pulau Rupat-712 pada misi pemburuan ranjau. Kondisi mesin dan masalah mekanikal yang terjadi pada mesin-mesin berputar dapat ditentukan dengan pengukuran karasteristik vibrasi. Untuk membuktikan apakah analisa sinyal akustik dan sinyal vibrasi itu sama, sehingga dilakukan perbandingan antara frekuensi sinyal akustik dan frekuensi sinyal vibrasi untuk deteksi dini kerusakan mesin berputar. Pengambilan data akustik dilakukan dalam medan dekat kurang dari 1 meter menggunakan 1 mikrofon XM1800S dan pengukuran vibrasi menggunakan vibrotest 60. Karena dalam daerah medan dekat, karakter bunyi yang dihasilkan dari MPK kapal lebih mencerminkan karakternya sendiri. Pengolahan data dilakukan dengan cara melihat hasil spektrum dan membandingkan nilai spektrum antara akustik dan vibrasi. Hasil dengan nilai vibrasi tertinggi pada tiga kali rpm dengan jenis kerusakan misalignment. Dapat disimpulkan bahwa analisa akustik dan vibrasi dengan nilai frekuensi yang sama memiliki nilai amplitudo yang berbeda. Sehingga belum dapat dikatakan bahwa sinyal akustik dapat menggantikan sinyal vibrasi dalam menganalisa kerusakan mesin berputar. Kata Kunci: Akustik, KRI Pulau Rupat-712, Mesin Pendorong Pokok (MPK), Vibrasi.
I. PENDAHULUAN
V
ibrasi atau getaran adalah gerak bolak balik suatu benda terhadap posisi stationernya. Vibrasi dapat terjadi karena adanya massa, kekakuan, dan gaya yang berasal dari dalam (gaya yang dihasilkan oleh mesin tersebut), serta gaya yang berasal dari luar masin. Pada suatu permesinan kapal, vibrasi yang berlebih disebabkan oleh gaya yang berubah baik besar maupun arahnya. Kondisi mesin dan masalah mekanikal yang terjadi pada mesin-mesin berputar dapat ditentukan dengan pengukuran karasteristik vibrasi. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh (Nur Hayati Dian 2011), yang membahas metode BSS model Independent Component Analysis (ICA) di riil plant yaitu di PT. Gresik Power Indonesia (The Linde Group) untuk mengetahui kinerja sesungguhnya yang ditunjukkan dengan nilai dari MSE untuk pemisahan sinyal suara [1]. (Permana Putra, Ricky 2012)
membahas performance dari metode pemisahan sinyal BSS model ICA di ruang mesin kapal dengan melakukan unjuk kerja dari metode BSS model ICA dalam memisahkan sinyal bunyi campuran yang diemisikan mesin penggerak di ruang mesin kapal. Dimana di ruang mesin kapal terdapat mesin pendukung lain yang juga beroperasi secara bersamaan dan noise background yang tinggi. Melalui perhitungan MSE bisa dievaluasi apakah penerapan metode ICA di ruang mesin kapal mengalami penurunan unjuk kerja dibandingkan di ruang kedap suara [3]. Adanya perubahan getaran menimbulkan perubahan terhadap suara yang di-emisikan mesin. Metode yang sering digunakan dalam proses ini adalah analisis getaran. Dengan kata lain, perubahan suara merupakan manifestasi adanya perubahan pola getaran mesin [1]. Analisis getaran menganalisa pola getaran berdasarkan parameter-parameter getaran seperti frekuensi, amplitudo dan phasa. Perubahan terhadap parameter tersebut menunjukkan adanya kelainan pada mesin yang dapat diidentifikasi sebagai kerusakan mesin [2]. Analisa getaran ini akan dibandingkan dengan analisa akustik. KRI Pulau Rupat memiliki dua buah Mesin Pendorong Pokok (MPK) sebagai penggerak utama kapal. Pada MPK memiliki getaran vibrasi yang dapat mengurangi kinerja dari mesin pendorong pokok tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga dapat dilakukan dengan menganalisa data sinyal suara dan sinyal getaran yang di hasilkan oleh mesin pokok (MPK). Dari kedua hasil metode analisa tersebut dapat dilakukan dengan melakukan perbandingan antara analisa suara akustik dan getaran vibrasi. Penelitian yang telah dilakukan oleh (Nurhayati Dian 2011) dan (Permana Putra, Ricky 2012) yang meneliti akustik dan vibrasi pada riil plant lapangan dan kapal niaga. Namun belum ada penelitian yang membandingkan antara analisa akustik dan vibrasi. Melalui penelitian ini penulis mencoba mengimplementasikan perbandingan antara analisa akustik dan vibrasi pada MPK. Untuk membuktikan apakah analisa sinyal akustik dan vibrasi sama. Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat memprediksi kerusakan mesin secara dini yang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
lebih akurat. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Penentuan Obyek Penelitian Obyek penelitian ini di ambil pada kapal perang jenis buru ranjau dengan type M.H yang mampu mencari, memburu dan menghancurkan berbagai jenis ranjau, antara lain ranjau kontak, akustik dan magnetik yaitu KRI Pulau Rupat dengan nomer lambung -712, dapat disebut juga dengan KRI Pulau Rupat-712. Mesin Pokok (MPK) merupakan mesin utama terdiri dari dua buah mesin pokok yaitu MPK kanan dan MPK kiri yang ada pada KRI Pulau Rupat dan berfungsi sebagai penggerak kapal. Karena fungsinya sebagai penggerak utama kapal dan mendukung proses penyapuan ranjau maka sangat penting dilakukan perbandingan antara suara dan vibrasi dari mesin kapal untuk mendeteksi secara dini kerusakan pada mesin pendorong pokok. Sehingga perlu adanya monitoring pada mesin pendorong pokok supaya mencegah terjadinya kegagalan pada saat beroperasi. Gambar KRI Pulau Rupat-712 tidak dapat ditampilkan karena bersifat rahasia. Data yang didapatkan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data bunyi mesin pada kondisi stasioner dan kondisi berlayar. Maksud dari stasioner adalah mesin sudah menyala namun belum dioperasikan untuk menggerakkan kapal, biasanya dilakukan pada saat pemanasan kapal dan berlayar artinya kapal telah beroperasi dalam. Pada proses pengambilan data dilakukan dengan dua cara yaitu pertama pada proses perekaman suaranya dilakukan dengan cara single channel untuk memperoleh sinyal baseline. Perekaman suara dilakukan dengan menggunakan1 mic. Kemudian yang kedua pada saat pengambilan data vibrasi dilakukan dengan menggunakan alat vibrotest 60. Gambar tidak dapat ditampilkan karena bersifat rahasia. 2.2 Penentuan Titik Pengukuran Penentuan titik pengukuran vibrasi dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku pada bengkel mesin Fasharkan Surabaya. Untuk penentuan titik pengukuran pada akustik ini yang dilakukan adalah pengukuran dalam medan dekat karena dalam daerah medan dekat ini karakter bunyi yang dihasilkan dari mesin penggerak kapal lebih mencerminkan karakternya sendiri. Pengambilan data dilakukan pada saat mesin dalam keadaan stationer dan berlayar menggunakan 1 mic, masingmasing dengan jarak 5 cm dari mesin. Pengambilan dilakukan pada posisi atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang MPK. Gambar 3.3 ini merupakan visualisasi gambar pos pengukuran vibrasi pada gambar 3.2. gambar visualisasi penentuan titik pengukuran akustik dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar. 1. Visualisasi penentuan titik pengukuran
2.3 Proses Perekaman Mesin Pendorong Pokok (MPK) Proses pengambilan data dilakukan dengan pengambilan background noise dan baseline. Pengambilan background noise dilakukan pada 3 mesin yaitu CWM, kompresor, dan diesel generator. Pengambilan tersebut dilakukan dengan langkah awal yaitu mengambil data pada saat mesin dalam keadaan stasioner menggunakan 1 mic, masing-masing dengan jarak 5 cm. Kemudian mengambil data pada saat mesin dalam keadaan berlayar menggunakan 1 mic, masing-masing dengan jarak 5 cm. Pengambilan data suara dengan jarak 5 cm merupakan medan dekat. Karena dalam daerah medan dekat, karakter bunyi yang dihasilkan dari mesin penggerak kapal lebih mencerminkan karakternya sendiri dan mencegah terjadinya aliasing. Pengambilan data vibrasi dilakukan berdasarkan titik pos pengukuran sesuai dengan standart yang telah ditentukan oleh bengel mesin fasharkan surabaya sebelumnya. Gambar tidak dapat ditampilkan karena bersifat rahasia. 2.4 Frekuensi Sampling Frekuensi sampling adalah jumlah data yang di cuplik per satuan waktu, dimana dengan mengambil sinyal secara periodik dengan periode sampling T. Perlu sebuah batasan tentang frekuensi sampling, supaya sinyal hasil sampling dapat dikembalikan ke sinyal analog tanpa ada perubahan frekuensi dengan kriteria Nyquist yaitu Fs ≥ 2 Fmax atau lebih aman jika Fs>2 Fmax. Menurut teorema Nyquist, frekuensi sampling minimum adalah dua kali bandwidth dari sinyal yang di sampling untuk mencegah terjadinya aliasing. Pada pemrosesan sinyal digital, ada suatu proses untuk mendapatkan data digital melalui proses pencuplikan, artinya sinyal analog dicuplik atau diambil secara diskrit dengan periode Ts atau frekuensi cuplik Fs. Supaya tidak terjadi kesalahan atau aliasing, Nyquist memberikan aturan bahwa frekuensi cuplik minimal harus dua kali lipat frekuensi maksimum yang dikandung sinyal tersebut. 2.5 Kondisi Mesin Stasioner Kondisi mesin dalam keadaan stasioner adalah ketika sebuah mesin sudah menyala namun belum dioperasikan untuk
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 menggerakkan kapal, biasanya dilakukan pada saat pemanasan kapal. Mesin Pendorong Pokok (MPK) dalam keadaan stasioner jika MPK sudar start dan mesin menyala kemudian masuk ke gearbox dimana nilai dari rpm mesin tetap sebesar 800 rpm. Namun kapal tidak bergerak maju karena sudut balingbaling nol. Standart yang digunakan untuk MPK pada saat kondisi stasioner dengan putaran biasa atau normal yaitu 800 rpm. Mesin stasioner adalah mesin yang tidak bergerak, dan digunakan sebagai sumber tenaga pompa air, generator, dan yang lainnya. 2.6 Kondisi Mesin Berlayar Kondisi mesin dalam keadaan berlayar adalah ketika sebuah mesin kapal yang telah beroperasi. Pada kondisi ini baling-baling berputar dengan masuk gear box, kemudian beban perlahan-lahan bertambah, as kanan dan kiri bergerak. Kemudian karena mengalami tekanan pada arus air maka putaran semakin cepat. Kapal berlayar biasanya dengan kecepatan kapal 8-9 knot setara dengan 14,4-16,2 km/jam dan balingan dari 900-1000 rpm. Kapal akan bergerak maju atau mundur, dan kecepatan kapal dapat diatur dengan menambah atau mengurangi rpm mesin yang di sesuaikan dengan kebutuhan. 2.7 B&K(Bruel & Kjaer) Vibrotest 60 Vibrotest 60 merupaka suatu alat ukur yang berfungsi untuk mengukur suatu getaran vibrasi yang ada pada mesin. Vibrotest 60 ini dapat digunakan untuk menentukan jenis kerusakan yang ada pada mesin kapal. Pengambilan data menggunakan vibrotest 60 ini dilakukan berdasarkan standart yang telah ditentukan oleh bengkel mesin fasharkan surabaya. Identifikasi kerusakan dapat dilihat pada hasil spektrum yang akan di olah dari data yang telah di ambil pada mesin yang telah di ukur sebelumnya. Spesifikasi alat virotest ini adalah absolute bearing vibrations, high pass: 1Hz to 10kHz, low pass adalah 10 Hz to 20 kHz, relative shaft vibrations high pass adalah 1Hz to 10kHz, low pass adalah 10 Hz to 20 kHz, bearing condition unit (BCU), process values, speed measurement, manual entry, band-pass measurement, high pass adalah 630 Hz to 16 kHz, low pass adalah 800 Hz to 20 kHz. Vibrotest 60 dapat dilihat pada gambar 2.
3
2.8 Single Mikrofon Single mikrofon adalah mikrofon yang digunakan untuk pengukuran menggunakan satu mic. Dimana pada saat pengambilan data, mic ini digunakan untuk merekam suara mesin MPK. Single mikrofon digunakan untuk menunjukkan sinyal suara asli dari mesin tersebut. Single mikrofon yang digunakan bertipe super cardioid (Behringer XM1800S) dengan spesifikasi mic dengan tipe dinamic, frekuensi respon 80 Hz-15kHz, polar super cardioid, impedansi yang dimiliki sebesar 600 ohm, memiliki sensitifitas -52 dBV (0dBV=1V/Pa), 25 mV/Pa, panjang kepala 57,5 mm, panjang utama 117,5 mm, total panjang 175 mm dan berat 230 g. M-Audio yang digunakan untuk melengkapi single mic adalah M-Audio bertipe tipe Fast Track Ultra dengan spesifikasi alat yang memiliki frekuansi respon 20 Hz to 22 kHz. M-Audio dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar. 3. Singgle Mikrofon
III. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab analisa data dan pembahasan berikut, akan dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menyajikan data yang didapat dari kamar mesin KRI Pulau Rupat-712 serta analisa data hasil perbandingan antara akustik atau suara dan getaran vibrasi. 3.1 Data Pengukuran Setelah melakukan percobaan didapatkan hasil data beberapa pengukuran akustik dan vibrasi serta hasil perbandingan antara pengukuran akustik dan vibrasi pada mesin pendorong pokok (MPK) 1 dan pendorong pokok (MPK) 2 dengan kondisi stasioner serta kondisi mesin berlayar. 3.1.1
Gambar. 2. B&K(Bruel & Kjaer) Vibrotest 60
Sinyal Akustik Sinyal pengukuran akustik pada mesin pendorong pokok (MPK) 1 dan pendorong pokok (MPK) 2 dengan kondisi stasioner serta kondisi mesin berlayar. Pada gambar 4 menunjukkan hasil perbandingan antara masing-masing sinyal akustik yang telah di ukur. Gambar 4 (a) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 1 posisi atas kondisi berlayar. Kemudian pada gambar 4 (b) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 1 posisi belakang kondisi stasioner. Kemudian pada gambar 4 (c) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 2 posisi atas kondisi stasioner. Serta pada
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1200
1200
Gambar 5 Perbandingan sinyal akustik domain FFT
1000
1000 400 600 800 Acoustical Signal (Hz) 200 0 0.01 0.005 0
0
x 10 4 2 0 0
-4
200
400 600 800 Acoustical Signal (Hz)
1000 400 600 800 Acoustical Signal (Hz) x 10
2 1 0
0
-3
200
400 600 800 Acoustical Signal (Hz) 200
Amplitudo Spectrum
0.04 0.02 0
Gambar 4 Perbandingan sinyal akustik wafeform
0 0.1 0 -0.1
0
0
x 10
5 0 -5 Amplitude,(c)
0.02 0 -0.02
1000
500 450 400 200 250 300 350 Acoustical Signal (mdet) 150 100 50
500 50
100
150
200 250 300 350 Acoustical Signal (mdet)
400
450
500 450 400 200 250 300 350 Acoustical Signal (mdet) 150 100 50
450 400 200 250 300 350 Acoustical Signal (mdet) 50
100
150
Acoustical Waveform
-3
Amplitude,(d)
Amplitude,(b)
0
|Y(f)|,(a)
0.5 0 -0.5
|Y(f)|,(b)
|Y(f)|,(c)
Amplitude,(a)
Sinyal pengukuran akustik pada mesin pendorong pokok (MPK) 1 dan mesin pendorong pokok (MPK) 2 dengan kondisi stasioner serta kondisi mesin berlayar domain FFT merupakan hasil sinyal dari sinyal suara asli yang telah di ubah dalam bentuk FFT untuk mengetahui frekuensi sinyal yang di hasilkan. Pada gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan antara masing-masing sinyal akustik yang telah di ukur. 5(a) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 1 posisi atas kondisi berlayar, pada gambar ini menunjukkan nilai puncak tertinggi sinyal berada pada x=204 dan y=0,0259. Kemudian pada gambar 5 (b) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 1 posisi belakang kondisi stasioner, pada gambar ini menunjukkan nilai puncak tertinggi sinyal berada pada x=256 dan y=0,019. Kemudian pada gambar 5 (c) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 2 posisi atas kondisi stasioner, pada gambar ini menunjukkan nilai puncak tertinggi sinyal berada pada x=112 dan y=0,022. Serta pada gamabar 5 (d) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 2 posisi atas kondisi berlayar pada gambar ini menunjukkan nilai puncak tertinggi sinyal berada pada x=314 dan y=0,055.
3.1.2
|Y(f)|,(d)
500
gamabar 4 (d) merupakan gambar pengukuran akustik pada MPK 2 posisi atas kondisi berlayar.
1200
1200
4
Perbandingan Sinyal Akustik dan Vibrasi Sinyal perbandingan antara sinyal akustik dan sinyal getaran vibrasi pada mesin pendorong pokok (MPK) 1 dan pendorong pokok (MPK) 2 dengan kondisi stasioner serta kondisi mesin berlayar. Sinyal akustik ketika pengukuran MPK 1 posisi atas pada saat kondisi mesin berlayar dapat dilihat pada gambar 4 (a). Pada gambar 6 menunjukkan gambar perbandingan sinyal akustik dan vibrasi yang telah di ukur dengan metode FFT. Gambar 6 (a) merupakan gambar pengukuran akustik dengan nilai puncak tertinggi berada pada x=204, y=0,0461. Pada gambar 6 (b) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi horizontal dengan hasil sinyal vibrasi x=40 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=1,8431 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 3xrpm yaitu misalignment. Pada gambar 6 (c) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi vertikal dengan x=40 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=2,788 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 3xrpm yaitu misalignment. Pada gambar 6 (d) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi aksial dengan x=40 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=1,286 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 3xrpm yaitu misalignment
0 0
5
0 0
5
10
0 0
5
0 0
1
Gambar 7 Sinyal Perbandingan Akustik dan Vibrasi MPK 1 Posisi Belakang Stasioner
100 30 40 50 60 70 Vibrational Signal Aksial (Hz) 20 10
20
10
10
20
30 40 50 60 70 Vibrational Signal Vertikal (Hz)
80
90
100 90
80 30 40 50 60 70 Vibrational Signal Horizontal (Hz)
80
90
100
1200 1000 400 600 800 Acoustical Signal (Hz) 200
Amplitudo Spectrum -3
x 10 2
80 30 40 50 60 70 Vibrational Signal Aksial (Hz) 0
1
2
0
10
20
30 40 50 60 70 Vibrational Signal Vertikal (Hz) 20 0
2
4
0
10
20 10 0
1
2
90
100 80
90
100 90 30 40 50 60 70 Vibrational Signal Horizontal (Hz)
80
1000 400 600 800 Acoustical Signal (Hz) 200 0 |Y(f)|,(b)
0
0 |Y(f)|(c)
0.02
|Y(f)|,(d)
Amplitudo Spectrum
100
|Y(f)|,(a)
Gambar 6 Sinyal Perbandingan Akustik dan Vibrasi MPK 1 Posisi Atas Berlayar (FFT)
|Y(f)|,(b)
|Y(f)|,(a)
Sinyal akustik ketika pengukuran MPK 1 posisi belakang kondisi mesin stasioner dapat dilihat pada gambar 4 (b). Pada gambar 7 menunjukkan gambar perbandingan sinyal akustik dan vibrasi yang telah di ukur dengan metode FFT. Gambar 7 (a) merupakan gambar pengukuran akustik dengan nilai puncak tertinggi berada pada x=256, y=0,0031. Gambar 7 (b) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi horizontal dengan hasil sinyal vibrasi dengan x=4 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=4,1775 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 0,5xrpm yaitu oil whirl. Pada gambar 7 (c) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi vertikal dengan x=4 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=3,545 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 0,5xrpm yaitu oil whirl. Pada gambar 7 (d) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi aksial dengan x=4 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=3,925 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 0,5xrpm yaitu oil whirl.
|Y(f)|,(c)
0.04
5
|Y(f)|,(d)
1200
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
Sinyal akustik ketika pengukuran MPK 2 posisi atas kondisi mesin berlayar dapat di lihat pada gambar 4 (d). Pada gambar 8 menunjukkan gambar perbandingan sinyal akustik dan vibrasi yang telah di ukur dengan metode FFT. Gambar 8 (a) merupakan gambar pengukuran akustik dengan nilai puncak tertinggi berada pada x=314, y=0,0095. Gambar 8 (b) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi horizontal dengan hasil sinyal vibrasi dengan x=26 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=4,2873 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 2xrpm yaitu mechanical looseness. Pada gambar 8 (c) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi vertikal dengan x=26 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=3.9729 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 2xrpm yaitu mechanical looseness. Pada gambar 8 (d) merupakan gambar pengukuran vibrasi pada posisi aksial dengan x=26 yang merupakan nilai frekuensi dalam satuan Hz, y=0,4558 yang merupakan ketinggian maksimum amplitudo dalam satuan mm/s. Analisa vibrasi pada grafik ini bahwa kerusakan mesin terjadi pada 2xrpm yaitu mechanical looseness.
Gambar 8 Sinyal Perbandingan Akustik dan Vibrasi MPK 2 Posisi Atas Berlayar (FFT)
100 80 70 60 50
Vibrational Signal Aksial (Hz)
40 30 20 10 0 1 0.5 0
10 0 0
5
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
90
100 90 80 70 60 50
Vibrational Signal Vertikal (Hz)
40 20
30 0
5
0
0
|Y (f )|, (c )
|Y (f )|, (b )
0.01 0.005 0
6
|Y (f )|, (d )
10
200
20
30
60 50 40
Vibrational Signal Horizontal (Hz)
600
Acoustical Signal (Hz)
400
Amplitudo Spectrum
800
70
80
1000
90
100
1200
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
|Y (f )|, (a )
3.2 Pembahasan Setelah dilakukan beberapa percobaan di dapatkan pembahasan sebagai berikut. Analisa perbandingan sinyal akustik pada grafik 4 di dapatkan bahwa sinyal yang di hasilkan berbeda. Hal ini dapat dikarenakan posisi pengambilan berada pada titik yang berbeda. Setelah dilakukan perbandingan antara sinyal akustik menggunakan metode FFT di dapatkan hasil sinyal dengan frekuensi tertinggi berada pada gambar grafik 4 (d). Hal ini terjadi karena pada saat posisi berlayar mesin bekerja secara maksimal. Sehingga susra yang di hasilkan pun semakin tinggi. Analisa vibrasi pada grafik grafik 6 di dapatkan bahwa kerusakan mesin terjadi pada 3xrpm yaitu misalignment. Hal ini dapat terjadi karena kombinasi dari misaligment dan celah axial yang berlebihan (looseness). Analisa vibrasi pada grafik grafik 7 bahwa kerusakan mesin terjadi pada 0,5xrpm yaitu jenis kerusakan oil whirl, karena mesin pada saat kondisi stasioner dan masih dalam batas toleransi. Analisa vibrasi pada grafik grafik 8 di dapatkan bahwa kerusakan mesin terjadi pada 2xrpm yaitu mechanical looseness. Hal ini dapat terjadi karena misaligment jika getaran axial tinggi, kekuatan balas atau gaya normal, dan terjadi resonansi. Hasil yang telah di dapatkan bahwa sinyal akustik dan vibrasi ketika pada frekuensi yang sama memiliki amplitudo yang berbeda. Sehingga belum dapat dikatakan bahwa sinyal akustik dapat menggantikan posisi sinyal vibrasi dalam pengukuran kerusakan mesin berputar.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa analisa akustik dan vibrasi pada FFT di dapatkan hasil pada puncak sinyal dengan nilai frekuensi yang sama memiliki nilai amplitudo yang berbeda. Sehingga belum dapat dikatakan bahwa sinyal akustik dapat menggantikan sinyal vibrasi dalam menganalisa kerusakan mesin berputar. Pengukuran akustik dan vibrasi sebaiknya dilakukan secara bersama-sama. Serta dapat dilakukan penganalisaan lebih jauh menggunakan metode ICA dengan multi mikrofon, serta membandingkan antara akustik dan vibrasinya. DAFTAR PUSTAKA [1] Hayati, Dian Nur,“Penerapan Independent Component Analysis (ICA) Untuk Pemisahan Sinyal Suara Mesin Berputar Di PT. Gresik Power Indonesia (The Linde Group)”, tugas akhir, Jurusan Teknik Fisika, ITS, Surabaya (2011). [2] Newland, D.E., “An Introduction to Random Vibrations, Spectral and Wavelet Analysis”, Dover Publishing Co., New York, (2005). [3] Permana P., Ricky,“Evaluasi Unjuk Kerja Independent Component Analysis (ICA) Untuk Mendeteksi Kerusakan Mesin Kapal Di PT.Dharma Lautan Utama Surabaya“,tugas akhir, Jurusan Teknik Fisika, ITS, Surabaya (2011). [4] Tri P., Agung,“Pembelajaran Vibrasi Bengkel Mesin Fasilitas Pemeliharaan Kapal Surabaya”,LANTAMAL V (2011). [5] Retnawati., Kompresi Audio Secara Terdistribusi Pada Microphone Array,” Tugas Akhir, ITS, 2011.