INSTITUT
PENGUKURAN D AN PERHITUNGAN KESETIMBANGAN CAIR--CAIR SISTEM MINYAK NABATI-ASAM LEMAK BEBAS-METANOL
TESIS MAGISTER
Oteh: SILVIANA NIM: 23099039
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI BANDUNG 2001
ABSTRAK Minyak nabati, seperti minyak sawit mentah, merupakan bahan dasar pembuatan bahan kimia oleo (oleochemicals) yang dapat menggantikan peran bahan kimia petro (petrochemicals) di masa mendatang. Salah satu jembatan penghubung industri minyak nabati dan oleokimia adalah konversi minyak nabati menjadi metil ester asam lemak Akan tetapi, proses konversi tersebut sangat terganggu oleh keberadaan asam lemak bebas dalam minyak nabati. Salah satu cara untuk menyingkirkan asam lemak bebas dari minyak nabati adalah dengan ekstraksi menggunakan metanol sebagai pelarut. Cara ini tidak saja dapat mengurangi kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati tetapi juga dapat meningkatkan produksi metil ester asam lemak melalui esterifikasi dari ekstrak yang diperoleh. Penelitian ini bertujuan menghasilkan data kesetimbangan caircair sistem minyak nabati-asam lemak-metanol. Data kesetimbangan diperoleh melalui pengukuran menggunakan sel Smith-Bonner pada temperatur 40 - 50 °C dan tekanan atmosfer. Sebagai tambahan, perhitungan data komposisi kesetimbangan melibatkan metode UNIFAC jug& dilakukan untuk mengkaji kemampuan UNIFAC dalam memprediksi kelakuan cair-car sistem minyak nabati-asam lemak bebas-metanoi. Kurva binodal yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan temperatur maka leas daerah dua fasa semakin sempit. Koefisien distribusi asam lemak bebas berkisar antara 0,06 - 0,4 pada temperatur 40 dan 45 °C, sedangkan pada temperatur 50 °C berkisar antara 1,1 - 2,7. Perhitungan komposisi kesetimbangan cair-cair menggunakan metode UNIFAC dengan parameter VLE dan LLE masing-masing menghasilkan kesalahan yang besar, yaitu: 57% dan 52%. Perhitungan ekstraksi secara grafik menunjukkan bahwa jumiah tahap yang diperlukan untuk mencapai kadar 0,5% berat asam lemak bebas berkisar antara 2 - 6, tergantung pada rasio umpan terhadap pelarut dan temperatur
r
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN LEMBAR PENGESAHAN KATA MIJTIARA KATA PENGANTAR ABSTRCK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR SEVfHOL
Hal. i ii iii iv v vi vii a aiii avi
BABI
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Perumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Batasan Masalah
1 1 4 5 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Nabati 2.1.1. Sumber Minyak Nabati 2.1.2. Komposisi Minyak Nabati 2.1.3. Kegunaan Minyak Nabati 2.2. Kesetimbangan Cair-Cair 2.3. Estimasi Koefisien Aktifitas 2.4. Diagram Fasa 2.5. Pengaruh Temperatur 2.6. Ekstraksi Cair-Cair 2.7. Perhitungan Jumlah Tahap 2.7.1. Ekstraksi Satu Tahap (SingleStage) 2.7.2. Ekstraksi Multi Tahap 2.7.3. Perhitungan Kebutuhan Pelanrt Minimum pada Operasi Multi Tahap Berlawanan Arah
6 6 6 6 7 8 9 15 20 21 23 23
vii
26 29
BAB III
BAB IV
BAB V
RANCANGAN PENELTTIAN 3.1. Metodologi Penchtian 3.2. Pengukuran Kesetimbangan Cair-Cair 3.2.1. Bahan 3.2.2. Alat 3.2.3. Variabel Percobaan 3.2.4. Prosedur Percobaan 3.3. Perhitungan Kesetimbangan Cair-fair 3.3.1. Sistem Persamaan 3.3.2. Model Minyak Sawit 3.3.3. Grup dan Parameter 3.3. Algoritma Perhitungan 3.4. Perhitungan Kebutuhan Pelarut pada Operasi Ekstraksi Tahap Tunggal 3.5. Perhitungan Jumlah Tahap pada Operasi Ekstraksi Tahap Tunggal
31 31 33 33 33 34 35 39 39 40 41 43
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Awal Alat Kesetimbangan 4.2. Kesetimbangan Cair-Cain Sistem CPO Asam Stearat - Metanol 4.3. Kesetimbangan Cair-fair Sistem CPO Asam Oleat - Metanol 4.3.1. Kurva Binodal Sistem CPO-Asam Oleat Metanol 4.3.2. Tie Line Sistem CPO-Asam Oleat-Metanol 4.4. Perhitungan Kesetimbangan Cair-fair 4.5. Perhitungan Kebutuban Pelarut pada Operasi Ekstraksi Tahap Tunggal 4.6. Perhitungan Jumlah Tahap pada Ekstraksi Multi Tahap KESE"ULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
45 45
DAFTAR PUSTAKA
44 44
47 49 49 52 57 75 76 79 79 79 81
viii
LAMPIRAN A KARAKTERISTIK MINYAK SAWTr KOMPOSISI, DAN SIFAT FISIK MINYAK NABATI A.1. Karakteristik Minyak Sawit A3. Komposisi N4myak Sawit A2. Sifat Fisik Minyak Nabati LAMPIRAN B PROSEDUR PENGUKURAN BERAT JENIS DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS B.1. Pengukuran Berat Jenis B.2. Pengukuran Kadar Asam Lemak Bebas LAMPIRAN C METODA UNIFAC DAN ALGORITMA PERHTTUNGAN KEBUTUHAN PELARUT DAN TAHAP PersamaanUNIFAC C.I. C.2. Parameter UNIFAC Algoritma Perhitungan Kebutuhan Pelarut C.3. dan Jumlah Tahap LAMPIRAN D PROGRAM PERHI'TUNGAN LAMPIRAN E ATURAN PENGUNGKTT (Lever Rule) LAMPIRAN F KARAKTERISTIK BAHAN LAMPIRAN G DATA ANTARA G.1. Data Pengukuran Kesetimbangan Cair-fair Sistem CPO-Asam Stearat-Metanol G.2. Data Pengukuran Kesetimbangan Cair-fair Sistem CPO-Asam Oleat-Metanol G3. Data Pengukuran Kesetimbangan Cair-Cair Sistem CPO-Asam Oleat-Metanol Temperatur 50°C (Martinez4loreno,1949)
ix
83 83 87 88
91 91 92 95
95 96 98 102 107 111 114 114 117
117
DAFTAR GAMBAR hal. Gambar 2.1 Gambar 2.2 Crambar 2.3 Crambar 2.4 Crambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Crambar 2.11 Gambar 3.1 Crambar 3.2 Gambar 3.3 Crambar 3.4 Crambar 4.1 Gambar 4.2 Crambar 4.3 Crambar 4.4
Diagram teeter tipe 1, pada tekanan dan temperatur tertentu. Diagram teeter tipe II pada tekanan dan temperatur tertentu. Kurva kelarutan asam lemak jenuh dalam metanol Kurva kelarutan asam oleat vs temperatur Penganrh temperatur terhadap kurva kelarutan sistem terner dengan adanya padatan Skema sederhana ekstraksi satu tahap (single stage) Profil komposisi dalam diagram terner Skema proses ekstraksi multi tahap searah Skema proses ekstraksi multi tahap berlawanan arah Ekstraksi multi tahap berlawanan arch Perhitungan pelarut minimum ekstraksi multi tahap berlawanan arch Diagram alir metodologi penelitian Rangkaian alat percobaan Profil titrasi dalam diagram terner Algontma perhitungan komposisi kesetimbangan cair-cair Kurva bnodal sistem aseton-air-benzen temperatur 30 °C Kurva binodal sistem aseton-air-benzen temperatur 45 °C Kurva kesetimbangan sistem CPO-asam stearatmetanol Kurva distribusi sistem terner (cair-au padat)
X
16 17 19 20 21 24 26 27 27 29 30 32 34 36 43 45 46 47 49
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LatarBelakang Industri mnyak kelapa sawit merupakan hasil perkebunan terpenting di Indonesia. Keragaman kegunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan memungkinkan prospelmya lebih cerah dibandmgkan kopi dan karet olahan. Secara nominal, Produk Domestik Bruto (PDB) kelapa sawit meningkat: tahun 1994 sekitar Rp. 2,64 triliun (27,9% dari sektor perkebunan), tahun 1997 meningkat menjadi Rp. 3,33 triliun (32,3% dari sektor perkebunan). Meskipun ada peningkatan, namun produktivitas kelapa sawit di Indonesia masih rendah dibandingkan Malaysia. Produktivitas kelapa sawit di Indonesia seldtar 2,6 - 3,4 ton CPO/ha/tahun, sedang Malaysia dapat mencapai rata-rata 3,5 - 4,2 ton CPO/ha/tahun [Tim Penulis, 19991. Kelebihan minyak kelapa sawit dibandingkan dengan sumber minyak lainnya (kedelai, bunga matahari, zaitun, dan kelapa) adalah produktivitas yang tinggi, rata-rata 3,14 ton/ha (kedelai 0,34 ton/ha, bunga uptahari 0,53 ton/ha), merupakan tanaman musiman dan juga kera~gaman kegunaan minyalmya (interchangeable) sangat menonjol. Pemasaran komoditas perkebunan kelapa sawit masih berkisar pads upaya ekspor bernpa minyak kelapa sawit mentah. Mengingat persaingan perdagangan dunia semakin ketat, upaya demikian memiliki kelemahan sehingga perlu upaya pengembangan yang lain. Upaya yang dilakukan untuk memngkatkan nilai ekspor buah kelapa sawit adalah
i
2
dengan jalan mengubahnya dalam bentuk produk lain, khususnya menjadi produk oleokimia. Industri oleokimia didefinisikan sebagai industri k,mia yang menggunakan bahan baku minyak/lemak nabati maupttn hewani. Dalam dunia perdagangan terdapat dua jenis oleokimia, yaitu oleok,n ia alam (natural) yang diperoleh dari bahan baku minyak/lemak nabat, atau hewam dan oleokimia buatan yang diperoleh dan minyak bum, sepert, propilen dan etilenIndustri mimak nabati dan industri oleokimia dapat dihubungkan melalw dua jalan, yaitu konversi minyak nabati menjad, metil ester asam lemak dan konversi minyak nabati menjadi asam lemak. Produksi utama mnyak yang dapat digolongkan dalam oleokimia dasar (basic oleochemicals) adalah asam lemak, metil ester asam lemak, lemak alkohol, asam amino, dan gliserin. Jalan pertama dalam konversi minyak nabati menjadi metil ester asam lemak lebih memil,ld keuntungan. Sebagai bahan dasar oleokimia, metil ester asam lemak lebih mudah ditangani karena titik lelehnya relatif rendah sehingga akan letap dalam bentuknya, stabil pads waktu penyimpanan dan fraksionasi metil ester asam lemak lebih hemat energi karena titik didihnya yang rendah. Di santping An, meth ester asam lemak juga merupakan pengganti minyak diesel yang dikenal sebagai biodiesel (Othmer, 1992 dan PT. ICBS, 1997].
3
- OOC-R,Konversi minyak nabati menjadi meth ester asam lemak dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi. Trigliserida, komponen utama mnyak nabati, duvaksikan dengan metanol mengikuti persamaan reaksi berikut H2 H - OOC-R2 + 3 CH30H "-'10 H2 - OOC-R3 metanol trigliserida
CH3 - OOCR, H2C-0H CH3 - OOCR2 + H i -0H CH3- OOCR3 H2C-0H metil ester gliserol asam lemak
Reaksi tang terjadi merupakan proses transesterifikasi dengan menggunakan NaOH sebagai katalis. Keberadaan asam lemak bebas (free fatty acid) dalam minyak nabati ternyata menghambat reaksi di atas karma asam lemak bebas dapat mengikat Na + sehingga keefektifan NaOH sebagai katalis berkurang. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: RCOOH + NaOH -o RCOONa + H2O Minyak nabati umumnya mengandung 5-8% best asam lemak bebas. Pasaran dime mensyaratkan maksimum 4% berat [Setiadi, 1999] dan Standar Nasional Indonesia maksimum 5% berat [SNI, 1992]. Untuk menghmdan deaktifasi katalis dalam proses konversi mnyak nabati menjadi metil ester asam lem* asam lemak bebas dalam minyak nabati hams disingkirkan lebih dahulu hmgga mencapai kadar 0,5% berat. Salah sate cara yang dipilih adalah ekstraksi asam lemak bebas dengan pelanrt tertentu. Dari sejumlah pelarut yang ada, metanol merupakan salah sate alternatif karena ekstrak yang diperoleh (terdin
4
dari metanol dan asam lemak bebas) dengan penambahan katalis asam dapat dike= re " esterifikasi amok menghasilkan metil ester asam lemak Sedangkan rafinat dengan kadar 0,5°/. berat asam lemak bebas dapat langsung dike= reaksi transesterifikasi. Cars ini akan meningkatkan produksi metil ester asam lemak. Perumusan Masalah Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa kandungan asam lemak bebas dalam minyak nabati dapat mengganggu reaksi transesterifikasi sehingga perlu disingkirkan terlebih dahulu. Telah diungkapkan pula bahwa alternatif yang cocok berkenaan dengan pemngkatan produk metil ester asam lemak adalah ekstraksi dengan pelanrt metanol. Keberhasilan alternatif ini sangat tergantung pads kemampuan metanol melarutkan asam lemak bebas dalam mnyak nabati. Sehubungan dengan hal tersebut, pengukuran data kesetimbangan cair-cair sistem terner perlu dilakukan. Sebagai tambahan, untuk perancangan dan evaluasi proses ekstraksi, maka diperlukan perhitungan model matematik kesetimbangan cair-air, perhitungan jumlah tahap dan kebutuhan pelanit. Perhitungan model kmetimbangan cair-cair dapat dikatakan handal, jika model matematik kesetimbangan cair-cair dikembangkan berdasarkan teori-teori termodinamika. 1.2.
5
1.3.
Tujuan Penelitian Berlatar belakang masalah yang disampaikan, secara umum penelitian ini bertujuan membahas kesetimbangan cair-cair sistem mnyak nabati-asam lemak bebas-metanol. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah sebagm berikut 1. Mengukur data kesetimbangan cair-cair sistem minyak nabatiasam lemak bebas-metanol. 2. Mengkaji perhitungan model matematik komposisi kesetimbangan cair-cair yang didasarkan pada teori termodinamika. 3. Menghitung jumlah tahap dan kebutuhan pelarut dalam proses ekstraksi asam lemak bebas dengan pelarut metanol hingga berkadar 0,5% berat. 1.4.
Batasan Masalah Kajian kesetimbangan cair-cair dalam penelitian ini dibatasi ketiga hal berikut 1. Sebagai minyak nabati digunakan minyak sawit, mengingat minyak sawit diproduksi dalam jumlah besar di Indonesia. 2. Asam stearat dan asam oleat digunakan sebagai asam lemak bebas, masmg-masmg mewakili asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. 3. Pengukuran data kesetimbangan Lair-fair dilakukan pada tekanan atmosferik dan pads temperatur 40 - 50 °C karena ekstraksi umumnya dilakukan pada rentang temperatur ini.