P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
ISSN 1979 - 7168
PENGUATAN SISTEM INFORMASI PARIWISATA BERBASIS DIGITAL: STUDI KASUS DI KABUPATEN WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA Oleh: ILHAM JUNAID Politeknik Pariwisata Makassar, Jl. Gunung Rinjani, Tanjung Bunga, Makassar Email:
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daya dukung daerah dalam mewujudkan atau mengimplementasikan sistem informasi pariwisata berbasis digital serta merekomendasikan langkah-langkah dalam mengoptimalkan atau mengimplementasikan sistem informasi pariwisata berbasis digital. Penelitian ini merupakan studi kasus di kabupaten Wakatobi dengan pengumpulan data melalui observasi partisipatif dan wawancara ke staf Dinas Pariwisata, masyarakat serta pemerhati pariwisata Wakatobi yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2016. Penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan akses internet menjadi salah satu kendala dalam implementasi sistem informasi pariwisata berbasis online dan digital. Destinasi Wakatobi perlu mengatasi masalah aksesibilitas internet serta pentingnya mendorong daya dukung dalam hal komunikasi dan informasi berbasis digital. Karena itu, upaya strategis perlu dilakukan untuk penguatan sistem informasi pariwisata berbasis digital yakni optimalisasi website pariwisata dengan fitur-fitur penting pelayanan ke wisatawan; pemanfaatan media sosial sebagai media promosi; jalinan kerjasama antara pemerintah daerah dengan penyedia layanan sistem aplikasi berbasis online; optimalisasi sistem (aplikasi) berbasis digital offline; dan penyedia pusat informasi pariwisata di lokasi-lokasi strategis dengan dukungan aplikasi digital. Kata kunci: Sistem informasi pariwisata, digital, Wakatobi, Sulawesi Tenggara Abstract This research aims at identifying the capacity of Wakatobi regency in implementing digitalbased tourism information system as well as proposing strategic efforts in optimising the tourism information system. This paper is based on a case study research through interviews and participant observation held in August 2016 in Wakatobi regency. The research reveals that lack of internet accessibility constraints the implementation of digital and online tourism information system. It is important to overcome such issues as well as the importance of encouraging the availability of the regional capacity in communication and technology for digital information system. Hence, strategic efforts are required including optimising the regional tourism website with features that support the tourists’ service; utilising social media for promotion purpose; strengthening partnership with provider of online-based application system; providing offline application system; and creating tourism information system located in strategic places in Wangi-Wangi supported with digital application system. Keywords: Tourism information system, digital, Wakatobi, South East Sulawesi Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57
44
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
PENDAHULUAN Sektor pariwisata dan perikanan laut menjadi prioritas utama pemerintah daerah Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Prioritas pengembangan daerah ini (khususnya pariwisata) menjadi pilihan mengingat wilayah geografis yang dimiliki merupakan mayoritas laut dan wilayah daratan merupakan tempat dimana masyarakatnya mendiami wilayah Wakatobi. Hal ini sejalan dengan program pemerintah pusat yang menjadikan Wakatobi sebagai salah satu destinasi di Indonesia dalam program sepuluh destinasi prioritas pengembangan (ten top priority destination). Hal ini menjadi pendorong bahwa pemilihan Wakatobi sebagai bagian dari prioritas tersebut perlu dibarengi dengan prioritas pemerintah daerah menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan dalam mengembangkan potensi daerah. Pemerintah pusat khususnya Kementerian Pariwisata sebagai penentu dan pembuat kebijakan (policy maker) bidang pariwisata nasional telah melaksanakan berbagai pendekatan dan upaya yang diharapkan mampu mendorong destinasi-destinasi di Indonesia untuk mengembangkan potensi daerah dalam konteks pariwisata. Program Go Digital misalnya, telah menjadi kebijakan Menteri Pariwisata (pemerintah pusat) dengan mendorong para pemangku kepentingan (stakeholder) pariwisata untuk mendukung program tersebut. Pemerintah meyakini bahwa program Go Digital dapat menjadi
ISSN 1979 - 7168
salah satu alat untuk mengajak publik internasional untuk memilih Indonesia sebagai destinasi wisata dengan informasi yang diperoleh secara digital. Strategi ini diadopsi untuk mendorong otoritas di daerah membuat langkah-langkah strategis dalam mengimplementasikan pengelolaan pariwisata berbasis digital. Tsiotsau dan Goldsmith (2012) berpandangan bahwa program Go Digital khususnya di Australia telah mampu menjadi jembatan dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan, suatu langkah yang memudahkan perjalanan wisatawan ke destinasi dan daya tarik wisata. Sebagai destinasi wisata baru dan kabupaten yang belum lama menjalankan pemerintahan secara administratif, Kabupaten Wakatobi memerlukan penyesuaian, sosialisasi dan pertimbangan apakah pariwisata berbasis digital dapat atau telah diimplementasikan di wilayah tersebut. Idealnya, program Kementerian Pariwisata harus sejalan dengan implementasi nyata program di daerah atau kabupaten. Kondisi geografis berupa pulaupulau dan daratan yang tidak terlalu luas dapat menjadi tantangan atau hambatan dalam mewujudkan program pariwisata berbasis digital. Pemanfaatan atau penggunaan teknologi sebagai basis utama pariwisata berbasis digital memerlukan identifikasi apakah sistem teknologi yang ada di daerah telah membantu dalam mewujudkan pariwisata berbasis digital tersebut. Destinasi Wakatobi memiliki potensi kebaharian (pariwisata bahari)
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 45
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
selain ditunjang dengan sumber daya pariwisata berbasis budaya. Potensi pariwisata ini tidak akan memberikan manfaat baik ke masyarakatnya maupun ke kabupaten itu sendiri jika informasi mengenai Wakatobi tidak dapat diakses oleh calon wisatawan. Pengembangan pariwisata dengan sistem digital dan dengan sistem informasi pariwisata yang modern menjadi keharusan jika Wakatobi dikembangkan sebagai ten top priority destination. Dengan kata lain, untuk meraih minat wisatawan berkunjung ke Wakatobi, maka sistem informasi yang mudah diakses menjadi prasyarat dalam mewujudkan ten top priority destination tersebut. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi daya dukung daerah dalam mewujudkan dan mengimplementasikan sistem informasi pariwisata berbasis digital 2) memberikan rekomendasi atau pendekatan yang dapat ditempuh dalam mengoptimalkan sistem informasi pariwisata daerah dalam konteks pariwisata berbasis digital. KAJIAN TEORETIS Sistem Informasi Pariwisata dan Pemenuhan Kebutuhan Wisatawan Wisatawan sebagai pelanggan (customer) dari suatu aktifitas pariwisata melakukan beberapa tahap atau proses sebelum mereka tiba atau berada di suatu destinasi. Terdapat tiga proses yang dilakukan wisatawan ketika menentukan perjalanan mereka untuk berwisata yakni sebelum pembelian (prepurchase), konsumsi (consumption) dan setelah konsumsi (postconsumption) (Engel, Blackwell
ISSN 1979 - 7168
dan Miniard, 1995). Pada proses pertama, (calon) wisatawan akan melakukan identifikasi dan evaluasi mengenai suatu produk pariwisata atau rencana paket perjalanan yang ditawarkan. Dari proses ini pula, mereka akan mencari berbagai hal yang berkaitan dengan produk dan layanan yang akan mereka dapatkan ketika akan melakukan perjalanan. Pada tahap ini, calon wisatawan tersebut akan mencari dan mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan mereka ketika memutuskan untuk menjadi wisatawan. Pada tahap kedua, wisatawan telah membeli paket pelayanan wisata berdasarkan informasi yang telah diperoleh tersebut (Kozak dan Decrop, 2009). Wisatawan akan mengalami atau memperoleh pengalaman akan aktifitas pariwisata di suatu destinasi wisata. Pada tahap ini, berbagai aktifitas dan event akan diikuti atau dialami oleh wisatawan yang merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan mereka sebagai wisatawan. Pada tahap ketiga, wisatawan telah selesai mengikuti aktifitasnya sebagai wisatawan dengan memulai proses evaluasi terhadap informasi yang diperoleh sebelum membeli produk atau layanan pariwisata. Tahap evaluasi ini sangat berkaitan dengan apakah wisatawan memperoleh layanan sesuai dengan apa yang telah disampaikan melalui pencarian informasi produk dan layanan. Kesan positif dan rekomendasi kepada keluarga atau kolega wisatawan akan diberikan ketika layanan pariwisata sesuai dengan informasi yang
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 46
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
diperoleh. Sebaliknya, kesan negatif dapat muncul ketika wisatawan memperoleh pengalaman yang kurang menyenangkan atau kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Ketiga proses di atas mengisyaratkan bahwa sistem informasi pariwisata yang tepat, cepat dan akurat dapat menjadi penentu apakah wisatawan membeli suatu produk wisata atau tidak. Hyde (2009) mengemukakan bahwa wisatawan akan mencari berbagai informasi yang berkaitan dengan perjalanan mereka khususnya yang berkaitan dengan transportasi, akomodasi, dan kegiatan selama berada di destinasi. Kenyataannya, di era teknologi informasi seperti sekarang ini, wisatawan akan memanfaatkan berbagai media termasuk media online untuk mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena itu, sistem informasi berbasis digital akan menjadi jembatan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan. Jika destinasi wisata yang potensial mampu memberikan informasi akurat dengan kemudahan pelayanan pariwisata dengan sistem digital, maka calon wisatawan dapat memutuskan untuk membeli produk dan menentukan pilihan tujuan perjalanannya. Ini berarti bahwa calon wisatawan atau customer saat ini lebih banyak memanfaatkan informasi berbasis digital untuk membeli produk wisata melalui website dan mempengaruhi keputusan mereka untuk menentukan rencana perjalanan mereka (Chiang dan Jang, 2006; Law dan Cheung, 2006; Law dan Hsu, 2006). Jadi, persepsi wisatawan akan
ISSN 1979 - 7168
dapat berubah ketika memperoleh informasi berbasis digital dan kemudahan sistem yang dapat membantu perjalanan mereka. Dalam hal memahami sistem informasi melalui website yang dikelola oleh suatu organisasi, Gruter (2010) dkk, mengusulkan suatu instrumen untuk memahami kesuksesan suatu website dengan mengemukakan model e-success atau kesuksesan elektronik dengan mengemukakan 6 (enam) kategori yakni kualitas informasi, kualitas sistem yang digunakan atau dijalankan, kualitas pelayanan atau layanan, maksud atau keinginan untuk digunakan, kepuasan users (pengguna), dan kemanfaatan jaringan (net benefits). Pentingnya Sistem Informasi Pariwisata Berbasis Digital Dalam Pengembangan Destinasi Tahun 1950-an merupakan awal mula pemanfaatan teknologi dalam mengembangkan pelayanan jasa. Menurut Kapiki dan Fu (2015), perusahaan penerbangan adalah institusi yang pertama kali memanfaatkan teknologi komputer dengan memanfaatkan sistem distribusi global (global distribution system) yang dilakukan pada sekitar tahun 1980-an. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi dengan inovasi-inovasi di bidang teknologi serta pemanfaatan internet semakin memudahkan industri pariwisata untuk bekerja dan memajukan pariwisata (Esparcia, 2014; Varra, Buzzigoli, dan Loro, 2012;). Saat ini, berbagai sistem
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 47
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
atau program yang bersifat digital dengan aplikasi online semakin dimanfaatkan untuk memasarkan produk-produk pariwisata suatu destinasi wisata. Menurut Ali dan Few (2014:8), di beberapa negara di dunia, beberapa alat, software atau sistem pengelolaan destinasi wisata telah digunakan antara lain “destination management system, intelligent transport sysem, environment management information system, location based services, global positioning system, geographical information system, community informatics, carbon calculators, virtual tourism dan computer simulation. Software atau sistem tersebut dapat diadopsi oleh suatu destinasi wisata untuk menyampaikan informasi pariwisata ke calon wisatawan. Selain software atau aplikasi yang berbasis online dan atau internet, pemanfaatan website dapat menjadi alat atau media penting untuk pengelolaan suatu destinasi dalam konteks pengelolaan sistem informasi pariwisata. Rencana perjalanan wisatawan didasarkan pada beberapa aspek. Survei yang dilakukan oleh komisi Eropa pada tahun 2013 mengenai rencana perjalanan wisatawan didasarkan pada lima kategori dan persentasi yakni rekomendasi dari teman, kolega atau keluarga (56 persen), informasi dari internet dan website (46 persen), pengalaman individu mengenai suatu destinasi (34 persen), informasi melalui agen perjalanan wisata atau kantor-kantor pariwisata (21 persen), informasi yang diperoleh dari brosur dan katalog
ISSN 1979 - 7168
pariwisata (11 persen) (Oliveira dan Panyik, 2015). Data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan internat dan website dalam pencarian informasi semakin dibutuhkan dan cenderung banyak dimanfaatkan oleh wisatawan. Kecenderungan data tersebut di atas semakin diperkuat dengan laporan tren perjalanan dunia oleh suatu organisasi yang berbasis di Berlin (ITB) bahwa 40 persen traveller berpendapat bahwa jaringan sosial mempengaruhi rencana perjalanan mereka, sementara 50 persen melakukan perjalanan berdasarkan rekomendasi dan pengalaman dari orang lain. Data ini menunjukkkan bahwa pengalaman wisatawan akan suatu destinasi sangat penting apalagi jika ditunjang dengan ketersediaan sistem informasi yang semakin memudahkan wisatawan merencanakan dan melakukan perjalanan. Sistem informasi pariwisata ini seharusnya memerhatikan prinsip kemudahan mengakses informasi dan kemudahan dalam pemanfaatan untuk kemudahan mengadakan perjalanan ke destinasi wisata. Dari uraian data tersebut di atas menunjukkan bahwa destinasi wisata yang ada di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dengan penyediaan sistem informasi. Pelayanan ke wisatawan tidak harus ketika mereka berada di destinasi wisata, tetapi pelayanan berupa ICT yang memudahkan rencana perjalanan wisatawan dapat memberikan kesan positif wisatawan akan suatu destinasi. Karena itu, penelitian tentang
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 48
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
bagaimana ketersediaan sistem informasi pariwisata yang diperuntukkan untuk wisatawan menjadi salah satu prasyarat dalam memberikan pelayanan yang maksimal ke wisatawan. Jika kebutuhan wisatawan dalam hal informasi belum terpenuhi, maka kemungkinan pengalaman wisatawan yang kurang menyenangkan dapat terjadi. Dengan kata lain, terdapat kecenderungan bahwa pengalaman wisatawan akan sangat tergantung dengan ketersediaan informasi yang relevan, up-to-date dan mudah diakses. Informasi daya tarik wisata atau moda transportasi misalnya, wisatawan akan melakukan perjalanan jika informasi yang berkaitan dengan sistem transportasi dan daya tarik wisata telah diperoleh. Industri pariwisata dan hospitaliti saat ini harus bekerja keras untuk memenangkan dunia persaingan dengan mempertahankan dan mengembangkan kualitas produk wisata yang mereka tawarkan (Chathoth, 2007; Ham, Kim dan Jeong, 2005; Law, Leung dan Buhalis, 2009). Sistem informasi pariwisata berbasis digital menjadi salah satu pilihan dalam meningkatkan daya saing industri pariwisata. Harapan atau permintaan (demand) wisatawan untuk mendapatkan informasi mengenai suatu produk wisata, destinasi wisata ataupun daya tarik wisata dapat terpenuhi salah satunya melalui penggunaan atau pemanfaatan sistem informasi pariwisata yang berbasis digital. Cakupan sistem informasi pariwisata berbasis digital adalah segala informasi, data atau pelayanan
ISSN 1979 - 7168
yang bersifat informatif kepada calon wisatawan maupun kepada stakeholder lainnya yang memanfaatkan informasi tersebut untuk tujuan informasi kegiatan kepariwisataan. Jadi, sistem informasi pariwisata menjadi alat utama menyampaikan informasi tersebut baik yang dikelola atau dilaksanakan secara online maupun yang tidak memanfaatkan jaringan internet. Penggunaan software dengan sistem online dan non-online (aplikasi) dapat menjadi salah satu cakupan dari sistem informasi pariwisata berbasis digital. Sistem inovasi dengan pemanfaatan teknologi (khususnya yang memanfaatkan jaringan internet) adalah salah satu contoh bagaimana sistem informasi pariwisata berbasis digital dimanfaatkan untuk kepentingan informasi ke wisatawan. Penggunaan website, media sosial (social media), aplikasi, serta informasi yang menggunakan peralatan elektronik merupakan cakupan atau contoh-contoh sistem informasi pariwisata berbasis digital. METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian, penulis melakukan penelitian dengan kunjungan ke destinasi Wakatobi pada bulan Agustus 2016. Pendekatan studi kasus (case study) menuntun peneliti dalam memahami kondisi faktual yang terjadi di Wakatobi khususnya yang menyangkut sistem informasi yang ada di wilayah tersebut. Menurut Yin (1994:14), studi kasus diartikan sebagai “an empirical inquiry that investigates a
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 49
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
contemporary phenomenon within its real life context, especially when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident”. Studi kasus diartikan sebagai upaya memahami atau meneliti fenomena kontemporer berdasarkan konteks sosial yang nyata. Pendekatan ini mencoba memahami realitas sosial yang ada di suatu wilayah penelitian dengan melihat batas-batas atau isu-isu yang ada antara fenomena dan konteks penelitian. Pendekatan studi kasus merupakan bagian atau feature dari penelitian kualitatif. Karena itu, metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipatif (participant observation) dimana penulis berkunjung ke Wakatobi sebagai wisatawan sekaligus mengumpulkan data penelitian. Dalam tahap ini, penulis mencatat hal-hal yang berkaitan dengan topik penelitian yang dan merupakan data primer atau data utama penelitian. Data primer juga dikumpulkan melalui wawancara ke staf Dinas Pariwisata kabupaten Wakatobi menyangkut bagaimana kondisi faktual yang terjadi khususnya yang menyangkut topik penelitian yang sedang diteliti. Wawancara ke wisatawan asing dan pemerhati pariwisata juga memberikan informasi mengenai kondisi pengembangan pariwisata di wilayah tersebut. Pengalaman para pemerhati pariwisata yang pernah melakukan penelitian di kabupaten Wakatobi juga menjadi informasi penting mengenai bagaimana mengoptimalkan sistem informasi pariwisata berbasisi digital
ISSN 1979 - 7168
daerah tersebut. Selanjutnya, data kualitatif tersebut dianalisis dengan menerapkan analisis tematik, suatu proses analisis data kualitatif dengan teknik atau proses pengkodean (coding) data (Junaid, 2016; Liamputtong, 2009). PEMBAHASAN Gambaran Singkat Pariwisata Wakatobi Pada tanggal 10-14 Agustus 2016, kabupaten Wakatobi mendapat kunjungan khusus dari wisatawan asing (internasional) untuk mengikuti kegiatan Fam Trips Wakatobi Diving tahun 2016. Kegiatan ini dilaksanakan oleh pemerintah pusat (Kementerian Pariwisata Republik Indonesia) yang menghadirkan wisatawan asing untuk melihat secara langsung potensi daya tarik wisata (khususnya wisata bahari) di Wakatobi. Dari kegiatan ini dapat dipahami bahwa pemerintah pusat dan daerah melakukan upaya dan sinergi mendatangkan wisatawan asing ke Wakatobi. Kunjungan ini diharapkan menjadi bahan promosi bagi Wakatobi dengan rekomendasi positif dari wisatawan tersebut ke calon wisatawan lainnya dari negara-negara di dunia. Pariwisata Wakatobi ditunjang dengan berbagai aktifitas yang diharapkan melibatkan masyarakat, industri pariwisata dan wisatawan itu sendiri. Pada tahun 2015 misalnya, Wakatobi melaksanakan berbagai event pariwisata sekaligus untuk memeriahkan hari ulang tahun daerah Wakatobi. Dengan tagline Wakatobi wave 2015, kegiatan seperti Wakatobi wonderful expo dan festival, lomba bahari pesona Wakatobi, lomba dan
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 50
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
workshop Photography, lomba bahari pesona Wakatobi, Parade budaya, pameran foto dan berbagai kegiatan lainnya diharapkan menjadi pendorong bagi pengembangan Wakatobi sebagai destinasi unggulan di Indonesia. Kegiatan pariwisata di Wakatobi dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi dengan visi utama “terwujudnya Wakatobi sebagai tujuan ekowisata dunia”. Potensi bahari yang dimiliki Wakatobi menjadi alasan mengapa jenis ekowisata menjadi prioritas pengembangan daerah tersebut. Penulis mendapat kesempatan berkunjung ke kantor Dinas Pariwisata dan melakukan wawancara informal mengenai kondisi faktual pengembangan pariwisata di Wakatobi. Pemerintah daerah berkomitmen untuk mengembangkan potensi pariwisata daerah dengan mendukung daerah-daerah seperti Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Secara administratif, Wakatobi terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dengan 100 desa dan kelurahan (25 kelurahan dan 75 desa). Di kecamatan Wangi-Wangi (ibukota Wakatobi), penulis melakukan kunjungan ke daya tarik wisata “Situs Budaya Benteng Kraton Liya”, situs yang menjadi daya tarik wisata unggulan daerah tersebut. Di daerah ini pula masyarakat mengembangkan pariwisata dengan konsep pariwisata berkelanjutan dimana masyarakat menjadi pemandu wisata bagi wisatawan yang ingin melakukan eksplorasi potensi pariwisata di Desa Liya Toga tersebut. Selain peluang bagi wisatawan untuk menikmati potensi bahari,
ISSN 1979 - 7168
wisatawan juga dapat memanfaatkan kolam alam yang berada di beberapa wilayah di Wangi-Wangi. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya dikelola secara maksimal untuk keperluan pariwisata mengingat kolam alami (misalnya kolam di Gang Te‟e Kosapi) tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk aktifitas mandi, berenang dan mencuci pakaian. Kolam ini sesungguhnya dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan mengingat keunikan air alam yang mampu menyerap air sabun dan tetap dapat dimanfaatkan untuk berenang tanpa konsekwensi negatif bagi penggunanya. Aksesibilitas ke Wakatobi telah ditunjang dengan eksistensi Bandara Matohara yang menjadi pintu gerbang bagi wisatawan untuk masuk ke Wakatobi. Aksesibilitas darat juga telah didukung dengan kendaraan pribadi yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan untuk mengeksplorasi wilayah tersebut. Beberapa hotel telah siap melayani wisatawan dengan varian harga yang terjangkau. Daya Dukung Daerah Dalam Penguatan Sistem Informasi Pariwisata Sistem informasi pariwisata di Wakatobi dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yakni informasi pariwisata berbasis online dan offline. Saat ini, pemerintah daerah Wakatobi telah memiliki website dengan fungsi utama memberikan informasi kepada public khususnya calon wisatawan mengenai apa dan bagaimana potensi pariwisata Wakatobi. Website ini telah
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 51
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
menawarkan informasi dalam dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Dapat dikatakan bahwa pariwisata Wakatobi telah didukung dengan sistem informasi pariwisata berbasis website meskipun sesungguhnya membutuhkan dukungan maksimal dalam bentuk penyediaan infrastruktur yang berkaitan dengan teknologi informasi. Ketika berada di Wangi-Wangi (ibukota Wakatobi), penulis mencoba memanfaatkan jaringan internet agar dapat mengeksplorasi lebih jauh mengenai daya tarik wisata yang dapat dikunjungi di destinasi tersebut. Sayangnya, kesulitan mengakses internet menjadi kendala dalam memperoleh informasi daya tarik wisata daerah tersebut. Beberapa informan mengungkapkan bahwa keterbatasan akses internet menjadi alasan pengunjung yang berada di Wakatobi sulit melakukan komunikasi melalui internet. Wakatobi sesungguhnya telah siap dalam hal infrastruktur pendukung implementasi sistem informasi pariwisata berbasis digital. Sistem komunikasi dan ketersediaan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pariwisata berbasis digital dapat menjadi peluang bagi pemerintah daerah untuk mendukung sistem berbasis online. Sistem komunikasi di Wakatobi telah berfungsi dengan baik dan wisatawan dapat memanfaatkan jaringan komunikasi tersebut. Sekilas Wakatobi merupakan daerah atau pulau dengan keterbatasan berbagai hal (misalnya transportasi,
ISSN 1979 - 7168
akomodasi, hiburan). Hal ini ditunjukkan dengan keterbatasan aktifitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan ketika berada di wilayah tersebut. Akan tetapi, Wakatobi dapat menjadi destinasi unggulan dengan dukungan pemerintah pusat dan komitmen pemerintah daerah membangun dan bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mewujudkan pariwisata berbasis digital. Dalam hal wawancara penelitian dengan wisatawan internasional, penulis mencatat bahwa sistem informasi pariwisata berbasis offline tidak dapat disepelekan. Ketika berkunjung ke kantor Dinas Pariwisata kabupaten Wakatobi, wisatawan tersebut mengharapkan mendapat informasi pariwisata atau brosur dalam bahasa Inggris. Sayangnya, brosur yang dimaksud sudah tidak tersedia dengan alasan telah habis dibagikan ke pihak-pihak terkait. Informasi pariwisata melalui brosur seperti ini sangat penting khususnya ketika wisatawan telah memanfaatkan kantor Dinas Pariwisata sebagai pusat informasi pariwisata. Keterbatasan informasi yang diperoleh dapat memberikan kesan yang kurang bagus mengenai suatu destinasi. Ketika Wakatobi menjadi destinasi unggulan, maka saat itu pula destinasi tersebut harus unggul dalam hal pemberian layanan informasi ke wisatawan. Optimalisasi Sistem Informasi Pariwisata Berbasis Digital Sebagai salah satu destinasi wisata yang mendapat prioritas
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 52
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
pengembangan, Wakatobi perlu segera melakukan langkah-langkah strategis dalam mendorong pengembangan pariwisata daerah. Sistem informasi pariwisata yang akurat, mudah diakses dan dengan informasi terbaru (up-todate) menjadi salah satu langkah yang harus segera dijalankan. Ketersediaan sistem informasi pariwisata ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah melalui peran Dinas Pariwisata tingkat kabupaten dan provinsi. Penguatan sistem informasi pariwisata dapat dikategorikan ke dalam dua bagian yakni sistem yang berbasis digital dan penyediaan informasi pariwisata berbasis manual. Dalam konteks penelitian ini, sistem informasi pariwisata berbasis digital dapat dilakukan secara online dengan pemanfaatan media online (misalnya website dan media sosial) dan sistem aplikasi yang berbasis online. Sistem informasi pariwisata digital berbasis aplikasi offline juga menjadi pilihan dalam mengoptimalkan informasi pariwisata bagi wisatawan. Selanjutnya, penyediaan informasi berbasis manual tetap menjadi kebutuhan dalam mendukung aktifitas wisatawan ketika berada di destinasi atau wilayah Wakatobi. Gambaran sistem informasi pariwisata yang dapat dikembangkan di Wakatobi dapat dilihat pada bagan berikut:
ISSN 1979 - 7168
SIP berbasis digital
SISTEM INFORMASI PARIWISATA (SIP)
SIP berbasis manual
Online (website, media sosial, aplikasi/s istem) Sistem/a plikasi offline (digital)
Pusat informasi pariwisata (TIC), brosur, pamflet, dll
Bagan 1. Sistem informasi pariwisata alternatif di Wakatobi Sumber: Penulis, 2017 Kondisi faktual di Wakatobi menjadi catatan atau informasi penting dalam merekomendasikan langkahlangkah yang harus segera diambil untuk mendukung program pemerintah pusat yakni „Go Digital”. Penelitian ini merekomendasikan beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengoptimalkan sistem informasi pariwisata berbasis digital sebagai berikut: Pertama, website pemerintah daerah yang berhubungan dengan kepariwisataan di Wakatobi telah memberikan informasi mengenai bagaimana potensi pariwisata serta aspek-aspek lain, misalnya akomodasi, sistem transportasi serta event dan
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 53
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
jenis pariwisata yang dapat diikuti atau dinikmati oleh wisatawan. Namun demikian, suatu website pariwisata diharapkan memberikan informasi ke wisatawan mengenai hal-hal yang dibutuhkan khususnya yang berhubungan dengan. Penelitian ini merekomendasikan website yang dapat menjadi contoh bagaimana mengelola sistem informasi pariwisata yang berbasis website. Website yang dikelola oleh otoritas di New Zealand (New Zealand Tourism Guide) dapat menjadi contoh bagaimana kelengkapan informasi serta akurasi informasi yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan sebelum melakukan perjalanan ke destinasi wisata (lihat gambar). Pada website tersebut, terdapat banyak fitur atau item-item informasi yang relevan dengan kegiatan pariwisata yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan, misalnya link antara penyedia jasa transportasi dan akomodasi dengan website tersebut (lihat http://www.tourism.net.nz/). Kedua, penggunaan media sosial seperti Twitter dan facebook dapat menjadi salah satu media ampuh dalam mempromosikan event atau kegiatan pariwisata yang ada di Wakatobi. Dalam implementasinya, dibutuhkan staf Dinas Pariwisata yang berperan sebagai operator pemberi informasi yang dapat menyebarluaskan informasi kepariwisataan dalam bahasa internasional (Bahasa Inggris) dan bahasa Indonesia. Sistem ini menjadi efektif jika operator tersebut betul-betul dapat memaksimalkan perannya sebagai pemberi informasi dan memperluas jaringan
ISSN 1979 - 7168
penyebarluasan informasi mengenai Wakatobi melalui media sosial. Program Go Digital Kementerian Pariwisata akan semakin terwujud jika pemerintah daerah (baik provinsi maupun kabupaten) menjalin kerjasama dengan penyedia (provider) layanan sistem aplikasi yang berbasis online tentang sistem informasi pariwisata. Sistem informasi pariwisata berbasis aplikasi digital dan online ini menjadi kebutuhan mendesak dalam menyampaikan potensi pariwisata daerah ke publik khususnya masyarakat internasional. Sistem ini sesungguhnya dapat dibuat secara mandiri oleh staf yang memiliki keterampilan dalam membuat aplikasi ataupun dilakukan dengan kerjasama saling menguntungkan antara penyedia program aplikasi dan pemerintah daerah sebagai penanggung jawab kegiatan kepariwisataan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah membuat suatu aplikasi informasi pariwisata melalui sisitem berbasis digital dan online. Hal ini dapat ditiru oleh pemerintah daerah di seluruh wilayah Indonesia dalam memperkuat sistem informasi pariwisata berbasis aplikasi digital online. Program ini menjadi strategi ketiga yang dapat dijalankan oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan pariwisata daerah dalam konteks pariwisata berbasis digital. Keempat, sistem atau aplikasi informasi pariwisata dapat dilakukan secara offline. Ketika penulis pertama kali tiba di bandara Matohara,
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 54
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
informasi pariwisata yang berbasis digital offline ini belum tersedia di bandara tersebut. Idealnya, wisatawan yang datang dapat mengakses informasi pariwisata di bandara mengingat wisatawan akan mencari dan menentukan dimana harus menginap dan jenis atau moda transportasi apa yang akan digunakan untuk menuju tempat akomodasi tersebut. Ketersediaan sistem informasi digital berbasis offline dapat menjadi basis utama dalam memberikan pelayanan informasi ke wisatawan. Aplikasi berbasis offline tersebut seharusnya tersedia di berbagai lokasi atau tempat-tempat yang strategis di kota (kecamatan) Wangi-Wangi. Kelima, sistem informasi berbasis manual masih sangat dibutuhkan untuk mendukung sistem informasi pariwisata berbasis digital tersebut. Dalam konteks Wakatobi sebagai destinasi prioritas, pemerintah daerah selayaknya menyediakan satu kantor atau lokasi pusat informasi pariwisata. Saat ini, Dinas Pariwisata kabupaten Wakatobi berperan sebagai pusat informasi pariwisata. Jika kantor ini tetap dipertahankan sebagai pusat informasi pariwisata, maka aspek pelayanan pemberi informasi (misalnya ketersediaan staf setiap waktu, aplikasi atau sistem offline yang tersedia, informasi dalam bahasa internasional) perlu menjadi prioritas daerah. Sebaliknya, pembentukan satu kantor atau pusat informasi pariwisata di lokasi yang sangat strategis akan memberikan nilai positif bagi pemberian layanan informasi ke
ISSN 1979 - 7168
wisatawan. Kantor ini semata-mata bertugas untuk memberikan layanan pariwisata sesuai dengan jadwal kerja dan pelayanan yang profesional. Ketersediaan brosur-brosur pariwisata akan menjadi keharusan dalam memperkuat sistem informasi pariwisata di Wakatobi. KESIMPULAN Kabupaten Wakatobi menjadi salah satu destinasi yang mendapat prioritas pengembangan khususnya di sektor pariwisata. Potensi pariwisata yang dimiliki menjadi pendorong perlunya mengelola Wakatobi sebagai destinasi unggulan khususnya dalam konteks pariwisata berbasis digital. Sebagai kabupaten yang belum lama mengembangkan pariwisata, dibutuhkan berbagai upaya untuk mendukung program pemerintah pusat yang selanjutnya ditindaklanjuti di tingkat kabupaten berupa sistem informasi pariwisata berbasis digital. Karena itu, daya dukung atau kesiapan daerah dalam mengimplementasikan program tersebut perlu dikaji untuk selanjutnya menghasilkan rekomendasi atau sarang yang bersifat upaya strategis yang dapat segera ditempuh oleh pemerintah daerah. Penelitian ini memandang bahwa destinasi Wakatobi memerlukan perhatian khusus dalam hal penyediaan infrastruktur pendukung implementasi sistem komunikasi dan teknologi. Jika dibandingkan dengan kota-kota besar di Indonesia, kota Wangi-Wangi di Wakatobi memang tidak dapat disamakan dalam hal sistem informasi dan komunikasi. Akan tetapi, pemerintah daerah harus bergerak
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 55
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
cepat memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan untuk segera merealisasikan sistem pariwisata berbasis digital guna tercapainya target pemerintah pusat (Kementerian Pariwisata), 20 juta kunjungan wisatawan asing ke Indonesia termasuk Wakatobi sebagai destinasi unggulan. Ketidaksiapan daerah dalam mendukung sistem informasi pariwisata berbasis digital dapat menjadi evaluasi apakah suatu daerah dapat dikategorikan sebagai destinasi unggulan. Kebijakan ten top priority destination oleh Kementerian Pariwisata merupakan rangkaian dari kebijakan atau program Go Digital. Karena itu, kedua kebijakan tersebut harus terimplementasikan di kabupaten Wakatobi. Berbagai langkah strategis yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah menjadi rekomendasi utama penelitian ini. Namun, pendekatan atau upaya lain dapat menjadi pilihan pemerintah daerah dengan melihat kapasitas atau kesanggupan daerah dalam melaksanakan berbagai rekomendasi tersebut. Sistem informasi pariwisata berbasis digital sesungguhnya bukanm tugas pemerintah daerah semata, para pemangku kepentingan (stakeholder) pariwisata di luar kabupaten Wakatobi dapat menjadi fasilitator, pendukung ataupun pelaksana yang secara langsung mengimplementasikan sistem informasi pariwisata berbasis digital guna mendukung eksistensi kabupaten Wakatobi sebagai destinasi unggulan di Indonesia.
ISSN 1979 - 7168
DAFTAR PUSTAKA Ali, A., dan Few, A.J. 2014. Technology innovation and applications in sustainable destination development, Sheffield Hallam University, Vol. 4, Hal. 265-290. Chathoth, P.K. 2007. The impact of information technology on hotel operations, service management and transaction costs: A conceptual framework for fullservice hotel firms. International Journal of Hospitality Management, Vol. 26, No. 2, Hal. 395-408. Chiang, C., dan J.S.C. 2006. The effects of perceived price and brand image on value and purchase intention: Leisure travelers‟ attitudes toward online hotel booking. Journal of Hospitality & Leisure Marketing, Vol. 15, No. 3, Hal. 49-69. Engel, J.F., Blackwell, R.D. & Miniard, P.W. 1995. Consumer behavior, 8th Edition, Florida: The Dryden Press. Esparcia, J. 2014. Innovation and networks in rural areas. An analysis from European innovative projects. Journal of Rural Studies, 34, 1-14. Ham, S., Kim, W.G., dan Jeong, S. 2005. Effect of information technology on performance in upscale hotels. International Journal of Hospitality Management, Vol. 24, No. 2, Hal. 281-294.
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 56
P3M Politeknik Pariwisata Makassar Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Hyde, K.F. 2009. Tourist information search. Dalam Kozak, M. dan Decrop, A. Editor. Handbook of tourist behavior. London: Routledge. Hal. 50-66. Junaid, I. 2016. Analisis data kualitatif dalam penelitian pariwisata. Jurnal Kepariwisataan, Vol. No. 1, Hal. 59-74. Kapiki, S.T., dan Fu, J. 2015. Ehospitality strategies enhancing competitiveness: Evidence from China and Central Macedonia, Greece. Dalam Collins, K.H. Editor. Handbook on tourism development and management. New York: Nova. Kozak, M. dan Decrop, A. 2009. Editor. Handbook of tourist behavior London: Routledge. Law, R., dan Cheung, C. 2006. A study of the perceived importance of the overall website quality of different classes of hotels. International Journal of Hospitality Management, Vol. 25, No. 3, Hal, 525-531. Law, R., dan Hsu, C.H.C. 2006. Importance of hotel website dimensions and attributes: Perceptions of online browsers and online purchasers. Journal of Hospitality & Tourism Research. Vol. 30, No. 3, Hal. 295-312. Law, R., Leung, R., dan Buhalis, D. 2009. Information technology applications in hospitality and tourism: A review of publications from 2005 to 2007. Journal of Travel & Tourism Marketing, Vol. 26, Hal. 599623.
ISSN 1979 - 7168
Liamputtong, P. 2009. Qualitative data analysis: conceptual and practial considerations. Health Promotion Journal of Australia. Vol. 20 No. 2, 133. Oliveira, E., dan Panyik, E. 2015. Content, context and co-creation: Digital challenges in destination branding with references to Portugal as a tourist destination. Journal of Vacation Marketing, Vol. 21, No. 1, Hal. 53-74. DOI: 10.1177/1356766714544235 Tsiotsou, R. H., dan Goldsmith, R.E. 2012. Target marketing and its application to tourism. Dalam Tsiotsou, R.H., dan Goldsmith, R.E. Editor. Strategic marketing in tourism services. Bingley: Emerald. Hal. 3-16. Varra, L., Buzzigoli, C., dan Loro, R. 2012. Innovation in destination management: social dialogue, knowledge management processes and servant leadership in the tourism destination observatories. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 4, Hal. 375-385. Yin, R.K. 1994. Case study research. Design and methods, 2nd ed. Sage Publications, Thousands Oaks, California.
Jurnal Kepariwisataan, Volume 11, No. 01 Februari 2017, Halaman 44-57 57