Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan dalam Pembentukan Ketahanan Nasional Rohmat ∗ Abstrak Usaha terpadu dan berkelanjutan dengan pendidikan berbasis kewirausahaan dalam sistem “tripusat” pendidikan dapat membentuk sumber daya manusia (SDM) untuk memperkuat ketahanan nasional. Semangat bekerja dengan keuletan, ketangguhan, percaya diri, jujur, silahturahmi, networking, sikap rasional dan proaktif terhadap peluang merupakan karakteristik wirausaha. Orientasi pertumbuhan ekonomi menuju kesejahteraan masyarakat harus terpatri dalam jiwa raga setiap diri warga negara, yaitu menjadi SDM wirausaha nasionalis yang memiliki kemampuan daya saing. Kata kunci: penguatan, pendidikan, kewirausahaan, ketahanan, nasional. A. Pendahuluan Pembangunan bidang pendidikan perlu mendapatkan perhatian serius semua pihak untuk menjadikan negara kuat dan maju yang dimulai dengan pendidikan untuk mencetak generasi bangsa yang berkualitas. Pendidikan merupakan bagian perjalanan hidup manusia yang diarahkan pada penguatan dan kemajuan setiap bangsa, termasuk bangsa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada dekade terkahir, kualitas pendidikan di Indonesia mengalami penurunan.1 Kondisi tersebut merupakan tanggungjawab bersama, bukan hanya tanggungjawab guru sebagai pendidik tetapi tentu saja pemerintah.2 Center For Moderate Muslim Indonesia menyatakan, bahwa di era globalisasi, Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibentuk dari pendidikan harus mempunyai kemampuan bersaing agar dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup.3 Dunia Barat menunjukkan bahwa kekuatan ilmu dan kualitas pendidikan telah menciptakan kemajuan, sehingga mengantarkannya sebagai kelompok negara maju yang disegani. World Competitiveness Yearbook melaporkan bahwa negara yang sedang membangun seperti Indonesia mempunyai daya saing yang rendah (3.86) ∗
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta. Imrofauzi, Tantangan Pendidikan Islam Di Indonesia, (WordPress.com, Juni 13, 2008), p. 1. 2 Widarso Pujianto EP., Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Lesson Study. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008). p. 1. 3 Center For Moderate Muslim Indonesia, (2005), p. 72. 1
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
946
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
dibandingkan dengan Thailand (4.66), Malaysia (5.22), Singapura (6.34), dan Taiwan (7.78). Jurang daya saing tersebut akan lebih nampak jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Syarikat (8.10).4 Menurut laporan Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Bidang Pendidikan (UNESCO), peringkat pendidikan Indonesia berada pada nomor 62 dari 130 negara di dunia. Education Development Index (EDI), menempatkannya di bawah Malaysia dan Brunei Darussalam (0,935; 0,945 dan 0,965),5 sementara menurut laporan Human Development Report tahun 2004, angka buta huruf dewasa (Adult Illiteracy Rate) di Indonesia mencapai 12,1 persen. Hal ini berarti setiap 100 orang Indonesia dewasa yang berusia 15 tahun ke atas terdapat 12 orang yang tidak bisa membaca. Angka itu relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara seperti, Thailand (7,4 persen), Brunei Darussalam (6,1 persen) dan Jepang (0,0 persen). Demikian pula UNDP tahun 2004 melaporkan bahwa kondisi Human Development Index (HDI), Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 175 negara. Posisi ini jauh dari negara–negara tetangga, seperti Malaysia (ke 59), Thailand (ke 76), dan Filipina (ke 83). Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati satu peringkat di atas Vietnam. Sementara data Trends International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) 2003, menunjukkan bahwa para siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Indonesia kelas dua menempati posisi ke 34. Peringkat ini jauh di bawah Singapura dan Malaysia yang masing-masing menempati urutan pertama dan ke sepuluh dalam hal penilaian kemampuan siswa bidang matematika. Demikian pula, Assosiation for Evaluation of Educational Achievement International (AAEI) melaporkan pula bahwa siswa Indonesia menempati urutan ke-36, di bawah Mesir dan Palestina. Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia menempati posisi pertama dan ke-20 dari 50 negara dalam aspek penilaian tentang penguasaan ilmu pengetahuan. Data-data di atas menunjukkan masalah pendidikan yang kompleks. Semua negara, baik negara maju sedang membangun maupun negara miskin mempunyai rancangan tersendiri tentang pembangunannya. Hall menunjukkan bahwa pembangunan kewirausahaan pada skala kecil dan menengah telah mendorong kemajuan pembangunan negara-negara seperti Amerika Syarikat, Jepang, Australia, Taiwan, Korea dan Thailand. Negara yang hendak maju, menurut Hall harus mempunyai nisbah lebih kurang 50 persen pada perekonomian kecil dan menengah untuk setiap 1000 penduduknya. Kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia, 4 World Competitiveness Yearbook, Lausanne. (Switzerland: IMD International, 2007), p. 13. 5 Jawa Pos, “Pemaparan laporan Human Development Report”, 12 Desember 2004.
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
947
mempunyai sektor usaha kecil dan menengah.6 Namun, banyak dari perekonomian tersebut yang menemui kegagalan pada tahun pertama beroperasi.7 Untuk membangun 50 persen perekonomian berskala kecil dan menengah tersebut, diperlukan grand desain dan pelaksanaan program pembangunan kewirausahaan melalui pendidikan. Pembangunan kewirausahaan melalui pendidikan akan memungkinkannya sebagai motor penggerak bagi tumbuh berkembangnya perkonomian. Dengan pertumbuhan ekonomi maka secara otomatis akan dapat memperkuat ketahanan nasional. Pendidikan berbasis kewirausahaan akan berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan SDM Indonesia. Pendidikan kewirausahan ini akan dapat mencetak SDM yang ulet, tekun, tidak mengenal lelah, kreatif, memiliki nilai juang dan kemandirian serta mampu bersaing secara global. Dalam usaha mencetak kualitas SDM seperti itu, maka program pembangunan nasional bidang pendidikan harus diarahkan pada model pendidikan berbasis kewirausahaan baik pada tingkat dasar dan menengah sampai tingkat pendidikan tinggi. Bahkan, pendidikan berbasis kewirausahaan ini dapat dimulai pula dari pendidikan anak usia dini atau pendidikan pra sekolah. B. Pendidikan SDM Penguat Ketahanan Nasional Tujuan utama pendidikan adalah perubahan tingkah laku.8 Aspek utama yang penting yaitu aspek kognitif, psikomotor, dan aspek afektif. Jalur pendidikan meliputi jenis pendidikan seperti pembelajaran formal, pembelajaran informal dan pembelajaran nonformal yang dilaksanakan, aspek kognitif, aspek psikomotor dan aspek afektifnya perlu diperhitungkan. Lans menyebutkan jenis pembelajaran meliputi formal, informal dan nonformal.9 Sedangkan CEC menyatakan tiga jenis
6 C. Hall, “Entrepreneurship at the Threshold of the 21st Century, Squeezing the Asian Entrepreneurial”, Paper to the ICSB 43rd World Conference, Singapore, (Singapore: 1998), tanggal 8-9, Jun. pp. 1-17. 7 D. Birch, A. Haggerty, & W. Persons, Corporate Demographics, (Cambridge: Mass Cognetics Inc., 1999), pp. 3-7. 8 H. Lobler, "Learning Entrepreneurship from a Constructivist Perspective", Technology Analysis & Strategic Management Journal, 18 (1), (2006), pp. 19-38. 9 T. Lans, R. Wesselink, H. J. A. Biemans, & M. Mulder, "Work-related Lifelong Learning for Entrepreneurs in the Agrifood Sector", International Journal of Training and Development 8 (1), (2004), pp. 73–89.
948
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
pembelajaran, yaitu pembelajaran formal, pembelajaran nonformal dan pembelajaran informal.10 Pertama, Pendidikan Formal menurut Pasal 28 Undang-undang No. 20 Tahun 2003, adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya, dengan arah dan jenjang yang jelas mulai dari jenjang dasar, menengah hingga tertinggi. Sekolah memiliki peranan penting dalam membentuk kepribadian, pemilihan dan penempatan tenaga kerja. Kedua, Pembelajaran Nonformal menurut The South East Asian Ministry of Education Organization, pembelajaran nonformal adalah setiap aktivitas pendidikan dalam arti luas yang kandungannya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal, sehingga seseorang atau kelompok mendapatkan informasi, latihan, dan bimbingan sesuai dengan peringkat usia dan keperluan hidupnya.11 Pembelajaran nonformal pada hakikatnya diadakan untuk memenuhi keperluan ahli masyarakat dalam bidang pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap dalam rangka mendukung program pendidikan sepanjang hayat. Selain itu, pendidikan nonformal juga berfungsi untuk meningkatkan potensi, dengan penekanan terhadap penguasaan pengetahuan, kemahiran, pengembangan sikap dan kepribadian profesional.12 Pembelajaran nonformal dimaksudkan sebagai usaha pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan secara teratur dan terarah, dilakukan di luar sistem pembelajaran formal secara independen untuk mengembangkan potensi individu menguasai pengetahuan, kemahiran dan berkepribadian profesional untuk mencapai kesuksesan. Ketiga, Pembelajaran Informal menurut UU Nomor 20 Pasal 28 Tahun 2003 pembelajaran informal adalah pendidikan yang tidak terstruktur.13 Demikian pula, CEC memposisikan sebagai pembelajaran yang tidak terstruktur, tidak dirancang dan tidak disengaja.14 Pembelajaran informal mengandung ciri-ciri; pertama, berlangsung sepanjang hayat; kedua, dilakukan terutama di kalangan keluarga secara independen; ketiga bertujuan 10 CEC, A Memorandum of Lifelong Learning, (Brussels: Communication of European Communities, 2000), p. 7. 11 SEAMEO, Pendidikan Nonformal Dalam Adendum Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: BP3K Dep. P & K, 1971), p. 3. 12Anwar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sisdiknas, Poksi VI FPG DPR RI, 2003), p. 22. 13 Undang-undang Republik Indonesia, No.20, Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta, 2003). 14 CEC, A Memorandum, p. 8.
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
949
membentuk sikap dan nilai untuk memberi bekal dan meningkatkan kemahiran serta pengetahuan berdasarkan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para usahawan dalam mencapai kesuksesan. C.
Pendidikan Berbasis Kewirausahaan dalam “Tripusat” Pendidikan Pembelajaran sepanjang hayat merupakan ajaran Islam. Rasulullah SAW. bersabda: “tuntutlah ilmu sejak dalam buaian sampai masuk ke liang kubur” (Uthlubul ’ilma minal mahdi ilallahdi), dan “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim lelaki dan perempuan” (Thalabul ’ilmi faridlatun ‘ala kulli muslimin wa muslimatin). Hadis Rasulullah tersebut membawa makna bahwa pembelajaran merupakan kewajiban bagi setiap manusia sepanjang hayatnya. Dalam kenyataannya, prinsip ini menjadi asas program pendidikan yang berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya beberapa istilah seperti “life long education, life long learning, continuing education, further education, learning needs” yang dijadikan asas pembelajaran sepanjang hayat dan merangkum berbagai jalur pembelajaran meliputi pembelajaran formal, pembelajaran nonformal dan pembelajaran informal. Pembelajaran sepanjang hayat untuk membina sikap luhur, memperoleh kemahiran dan ilmu pengetahuan merupakan proses yang tidak mengenal batas merupakan kewajiban bagi setiap manusia. CEC menekankan enam aspek asas pembelajaran sepanjang hayat, yakni kemahiran, sumber manusia, pembaharuan, nilai, pemikiran dan berkesinambungan.15 Sedangkan Lans menggariskan enam aspek, meliputi asas kemahiran untuk semua manusia, sumber daya manusia, inovasi dalam pembelajaran dan pengajaran, pembelajaran nilai-nilai kehidupan, bimbingan dan pengembangan pemikiran dan pembelajaran berkesinambungan, termasuk yang dilaksanakan dalam keluarga.16 Sebagai asas bagi semua manusia, maka kemahiran-kemahiran itu dapat dikembangkan melalui pembelajaran formal, nonformal maupun pembelajaran informal (tripusat) demi meningkatkan penguasaan pengetahuan agar berguna manfaat bagi kehidupan manusia. Manusia merupakan sumber utama dalam melakukan pembangunan, pengurusan dan pelaksanaan kegiatan kehidupan sesuai ajaran agama dan peraturan yang berlaku sedangkan alam raya merupakan sumber anugerah Tuhan yang harus dimanfaatkan secara optimal oleh manusia melalui pengkajian-pengkajian dalam pembelajaran formal, 15 16
89.
CEC, A Memorandum, p. 17. T. Lans, R. Wesselink, H. J. A. Biemans, & M. Mulder, "Work-related, pp.73–
950
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
nonformal maupun pembelajaran informal. Inovasi dapat menjadikan manusia lebih kreatif dalam pembentukan sikap, kemahiran dan pendalaman pengetahuan secara berkesinambungan. Inovasi juga dapat membuka peluang seluas-luasnya untuk mendalami nilai-nilai luhur etika dan ajaran agama seperti kejujuran, keadilan, tanggungjawab sosial, kerja sama, hingga sikap tidak angkuh dan tamak. Menurut Makino, setiap individu tidak dapat melepaskan diri dari proses pembelajaran sepanjang hayat, karena ia merupakan cara untuk membentuk sikap, memantapkan motivasi, meningkatkan kemampuan berdasarkan kemahiran dan pengetahuan yang didapatkan dari sekolah atau luar sekolah.17 Semakin kompleksnya permasalahan kehidupan dan semakin banyaknya orang yang berminat meningkatkan pembelajaran pada satu sisi, sementara kemampuan mendapatkan pendidikan formal dibatasi oleh ketidakmampuan ekonomi, maka proses pembelajaran nonformal dan informal merupakan solusinya.18 Di negara-negara maju pembelajaran nonformal kini merupakan pilihan utama masyarakat.19 Pilihan pada pendidikan nonformal karena jalur pendidikan ini diasaskan pada tiga faktor; para pelaku di masyarakat, para pengkritik pendidikan formal, dan para perancang pendidikan untuk pembangunan lintas bangsa.20 Pembelajaran informal mempunyai kelebihan yaitu sifat alamiah yang dimilikinya. Pembelajaran informal merupakan pendidikan yang berlangsung secara wajar karena proses pembelajarannya berasaskan “learning by doing”,21 disesuaikan dengan lingkungan masyarakat, maka proses pembentukan sikap dan nilai serta pembekalan kemahiran dan pengetahuan dapat dilaksanakan lebih mudah.22 Keluarga misalnya, memiliki dua kelebihan. Pertama, keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam kehidupan seseorang dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Kedua, orang tua telah berperan aktif secara langsung dalam melaksanakan proses pendidikan.23
17 A. Makino, Recent Development in Japan’s Lifelong learning society, http://eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmini.jsp?_nfpb=true&_& ERICExtSearch_SearchValue_0=ED411897&ERICExtSearch_SearchType_0=eric_accno&acc no=ED41189.(1997), p. 4. 18 Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), p. 26. 19 Ibid., p. 22. 20 Sudjana, Pendidikan Nonformal, (Bandung: Falah Production, 2004), p. 18. 21Ibid., p. 24. 22 Ibid., p. 21. 23 Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), p. 25.
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
951
Selain kekuatan kesinambungan tripusat pendidikan, juga mengedepankan keterpaduan berbagai pihak. Pihak pemerintah, masyarakat dan institusi keluarga harus bersatupadu untuk mengantarkan peserta didik agar memiliki sikap dan nilai yang unggul, serta kemahiran dan pengetahuan yang mantap. Cita-cita itulah yang dikandung dalam pendidikan berbasis kewirausahaan, yakni memiliki pengetahuan yang dalam dan luas, serta kemahiran keterampilan tertentu. Pendidikan formal, informal dan nonformal dengan demikian mengakumulasikan materi pelajaran secara holistik, termasuk materi kewirausahaan yang berkarakter pengetahuan, soft skill dan sikap santun. SDM generasi bangsa yang dibentuk bukan hanya bermutu dalam hal pengetahuan dan keterampilannya, melainkan juga bermutu dalam sikap kesantunannya yang berbalut akhlak karimah. D. SDM Wirausaha Penguat Ketahanan Nasional M. Scarborough dan Thomas W Zimmerer menetapkan delapan karakteristik SDMW dalam keterlibatan pembangunan bangsa sebagai berikut: 24 a. Desire for responsibility, memiliki rasa tanggungjawab atas usaha-usaha yang dilakukannya. Memiliki rasa tangungjawab dan selalu mawas diri. b. Preference formoderate risk, lebih memilih risiko yang moderat, yaitu menghindari risiko yang rendah maupun yang tinggi. c. Confidence in their ability to succsess, percaya akan kemampuan dirinya untuk berhasil. d. Desire for immediate feedback, selalu menghendaki umpan balik yang segera e. High level of energy, memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. f. Future orientation, berorientasi masa depan, berperspektif dan berwawasan jauh ke depan. g. Skill at organizing, memiliki keterampilan mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah. h. Value of achievement over money, lebih menghargai pencapaian prestasi dari pada pencapaian uang. Dari berbagai pandangan di atas jelas bahwa, SDM berkarakteristik wirausaha akan andil yang tidak kecil dalam pembangunan bangsa. Pendidikan tripusat berbasis kewirausaan diarahkan agar karakteristik SDMW tersebut dapat terpatri pada setiap warga negara dan mentradisi Norman Scarborough, Thomas N., W Zimmerer, Efective Snall Busineee Managemen. (NewYork: MacMillan Publishing Company, 1993), p. 5. 24
952
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
dalam budaya bangsa. Dengan demikian, karakteristik SDMW menjadi jati diri bangsa yang dierekspresikan pada semua bidang pembangunan bangsa sepanjang masa. Aktivitasnya SDMW pada dasarnya bertumpu pada life skill. Menurut Slamet PH, pendidikan kecakapan hidup mencakup basic skill dan instrumen skill.25 Kecakapan hidup merupakan keterampilan hidup yang harus dimiliki oleh setiap warga negara untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk pembangunan kehidupan berbangsa, dibutuhkan SDMW yang berorientasi karya usaha nyata dengan nafas nasionalisme. Karya usaha nyata bukan hanya berorientasi sesaat melainkan sepanjang hayat demi keberlangsungan pembangunan bangsanya. Seseorang yang berjiwa SDMW sekaligus harus memiliki jiwa nasionalisme, yaitu berani melakukan apapun untuk keberhasilan sebagai kiprah nyata, demi bakti nyata jiwa raga untuk prestasi bangsa. Kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan mental SDMW diabdikan demi mendukung perwujudan nasionalisme sebagai pemimpin. Era globalisasi sangat membutuhkan para pemimpin berjiwa SDMW pada satu sisi dan sekaligus berjiwa nasionalisme. Thomas N. Garavan dan Barra O’ Cinneide menjelaskan tiga ciri utama life social skill yaitu: knowledge, skill dan attitudes. Knowledge mendasari tindakan yang dilakukan dalam kegiatan sehingga menjadi kebiasaan menganalisa perkembangan kegiatan berbangsa. Skill menggambarkan perhatian yang lebih kuat pada apresiasi praktik riil berdasar keterampilan sesuai keahlian dalam pembangunan bangsa, dan attitude menekankan penyampaian keseluruhan dengan sikap perilaku untuk pembangunan bangsa.26 Sebagai muslim masih memerlukan kekuatan hakikat dimensi ajaran agama. Islam yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w. dalam melakukan dakwah telah mencerminkan kerja keras, sehingga berhasil mencapai kesuksesan. Menurut Buchari Alma, bekerja keras itu bukan hanya dilakukan pada saat memulai saja, akan tetapi terus dilakukan walaupun sudah berhasil, meakukan perbaikan terus-menerus atas apa yang telah dikerjakan dan jangan terlena karena capaian suatu keberhasilan.27
25 Slamet P. H, Pendidikan kecakapan hidup: konsep dasar. Jurnal Pusat Statistik Pendidikan Balitbang Depdiknas, (Jakarta: Depdiknas, 2001), pp. 1-16. 26 Thomas N. Garavan and Barra O’Cinneide, "Entrepreneurship Education and Training Programmes:A Review and Evaluation", Part 1, Journal of European Industrial Training, Volume, (Englend: European Press, 1995), pp. 1-15. 27 Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: CV.Alfabeta, 2000), p. 7.
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
953
Kemauan keras (azam) dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja secara sungguh-sungguh. Individu atau bangsa yang berhasil adalah mereka yang mau bekerja keras, tahan menderita, dan selalu berjuang memperbaiki nasibnya. Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 menegaskan ”Jika engkau telah berazam maka bertawakkallah kepada Allah s.w.t.” Selain itu, perintah-perintaah Allah s.w.t. dan Rasul-Nya tentang keharusan berupaya dan bekerja keras secara konkrit di antaranya sebagai berikut: a. Kewajiban memberi makan dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf (Q.S. Al Baqarah ayat 233). b. Carilah kebahagiaan yang telah disediakan Allah di akhirat kelak, dan jangan kalian melupakan kebahagiaan di dunia (Q.S. Al Qashas ayat 77). c. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kalian berusaha, maka oleh sebab itu hendaklah kalian berusaha (HR. Thabrani). d. Apabila kalian selesai shalat subuh, jangan kalian tidur dan malas mencari rizki (HR. Thabrani ). e. Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada umatku pada usaha yang dilakukannya di pagi hari (HR. Tirmidzi ). Berdasar ajaran-ajaran Islam tersebut, maka SDMW dapat dipatrikan kepada setiap sanubari warga negara Indonesia, karena SDMW secara hakiki merupakan implementasi ajaran Islam. SDMW berpeluang sebagai motor penggerak pembangunan bangsa, yaitu tercapainya tujuan pembangunan manusia seutuhnya. Implikasinya, SDMW nasionalis tidak hanya bertujuan menggapai kejayaan bangsa melainkan pembangunan materiil dan spiritual umat manusia secara seimbang. SDMW tersebut merupakan pembumian ajaran Islam dalam setiap jiwa manusia baik sebagai warga negara dan bangsa yang baik maupun sebagai hamba Allah s.w.t. yang shalih secara individual sekaligus shalih secara sosial. Keterpaduan pengetahuan, keterampilan dan perilaku luhur dalam jiwa SDMW pada hakikatnya merupakan aktualisasi khalifatullah fil ardhi. Strategi yang cocok diperlukan agar materi pemberdayaan yang dijalankan oleh para pemimpin bukan hanya bersifat teori, tetapi berangkat dari kebutuhan nyata masyarakat. Dengan strategi ini, masyarakat akan merasakan gerakan pemberdayaan sehingga mudah dirasakan dan berdaya guna untuk meningkatkan pembangunan yang berorientasi pendapatan asli daerah bagi kepentingan rakyat. Kemajuan bidang teknologi informasi mendorong perubahan sosial, interaksi sosial mendorong dinamika masyarakat. Hal ini menimbulkan konsekwensi logis seperti, meningkatnya tuntutan keterbukaan, desentralisasi, demokratisasi dan pergerakan mobilitas yang cepat dalam masyarakat.
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
954
Strategi pemahaman pemberdayaan masyarakat dengan karakteristik SDMW dilakukan untuk mengisi strategi pembangunan bangsa. Pemberdayaan individu, kelompok atau masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara-cara yang lebih bermakna, yaitu suatu pemberdayaan yang dapat menciptakan kemandirian ekonomi dan non ekonomi. Dalam aplikasinya, proses pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh dua faktor, eksogen dan endogen. Faktor Eksogen adalah factor-faktor yang berasal dari luar masyarakat seperti kebijakan pemerintah, block grant, bantuan tenaga honorer dan lain sebagainya. Faktor Endogen adalah factor-faktor dari dalam yang terkait tata nilai, adat kebiasaan, sikap mental dari masyarakat itu sendiri. Sadu Wasistiono menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat akan lebih cepat dilakukan melalui transformasi semangat kewirausahaan, yaitu mengubah sikap mental masyarakat. Titik terlemah pada masyarakat terletak pada sikap mentalnya.28 Transformasi semangat kewirausahaan dimaksudkan sebagai infiltrasi virus mental ke dalam setiap anggota masyarakat melalui berbagai cara seperti (a) melalui penyuluhan; (b) pemberian contoh nyata; (c) pemberian kesempatan dan melalui proses pembelajaran terus menerus melalui program pendampingan.29 Proses pemberdayaan yang efektif adalah model pemberdayaan yang berangkat dari sudut pandang dan kebutuhan riil masyarakat, dan bukan dari sudut pemerintah. Sepuluh sifat kepemimpinan wirausaha yaitu: (1) energi jasmaniah dan mental pemimpin memiliki daya tahan keuletan meliputi semangat, motivasi kerja, disiplin, kesabaran, daya tahan batin, kemauan yang luar biasa untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi; (2) Kesadaran terhadap tujuan dan arah, memiliki keyakinan teguh terhadap kebenaran dan kegunaan dalam mencapai tujuan yang terarah; (3) Antusiasme terhadap tujuan yang hendak dicapai akan memberikan harapan sukses dan membangkitkan semangat optimisme dalam bekerja; (4) Keramahan dan kecintaaan, sifat ramah memiliki kebaikan dalam mempengaruhi orang lain, sehingga menimbulkan kasih sayang, simpati, tulus, yang diikuti dengan kesediaan berkorban untuk mencapai kesuksesan; (5) Integritas, memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan dalam menjalankan kepemimpinannya; (6) Penguasaan teknis, menguasai suatu pengetahuan dan keterampilan teknis; (7) Ketegasan dalam mengambil keputusan, memiliki kecerdasan dalam mengambil keputusan sehingga mampu meyakinkan bawahan dan mendukung kebijakan yang telah diambil dalam Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Menejemen Pemerintahan Daerah, (Bandung: Fokus Media. Reference, 2003), p. 60. 29 Ibid., p. 61. 28
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
955
pelaksanaan; (8) Kecerdasan, kemampuan melihat dan memahami sebab akibat dari suatu gejala dan cepat menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan dengan cara yang efektif; (9) Keterampilan pembelajaran, yakni kemampuan mendidik, mengarahkan memotivasi untuk berbuat sesuatu yang menguntungkan dengan mengevaluasi pekerjaannya dan (10) Kepercayaan menumbuhkan kesenangan bawahan akan memunculkan kepercayaaan terhadap pimpinan.30 Menurut Sadu Wasistiono, kepemimpinan wirausaha merupakan pemimpin beretos kuat dengan ciri-ciri yaitu berorientasi masa depan, berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan, berani bertanggungjawab terhadap keputusan yang telah diambil, dan tidak melimpahkan kesalahan pada pihak lain, memegang teguh janji, penuh daya kreativitas dan inovatif, berkecenderungan berpikir positif, sangat menghargai waktu. 31 SDMW nasionalis mempunyai prospek positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Secara psikologis, terdapat tiga model untuk memperkuat prospek SDMW nasionalis dalam pembangunan ekonomi yaitu meliputi: model baku, model keperluan terhadap tujuan, dan model psikodinamik. Model baku menjelaskan kedalaman jati diri atau locus of control meliputi inisiatif, keberanian merancang dan pengambilan risiko peluang. Model keperluan pada kebutuhan menjelaskan kehendak pencapaian tertinggi dan pertanggung jawaban dalam usaha mandiri, sedangkan model psikodinamik menjelaskan kekuatan perjuangan “pendobrak kebekuan”, sehingga dapat merubah peluang kecil menjadi kemudahan-kemudahan dalam menggapai kesuksesan dalam hidupnya.32 Prospek SDMW nasionalis, dengan demikian perlu segera digerakkan secara serentak menjadi program nasional, sehingga dapat melahirkan kekuatan negara bangsa demi menggapai pembangunan kesejahteraan rakyat secara nyata dan utuh. E. Penutup Usaha terpadu dan berkelanjutan yang dilaksanakan dengan pendidikan berbasis kewirausahaan dalam sistem tripusat pendidikan, sangat strategis untuk diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, yaitu membentuk SDM Wirausaha sebagai penguat ketahanan nasional. Model pendidikan berbasis kewirausahaan ini, dapat Ibid., p. 62. Ibid. 32 Aziz Yusof, Prinsip Keusahawanan, (Kedah: Petaling Jaya Prentice Hall, 2003), p. 30 31
11.
956
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
diimplementasikan mulai pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Bahkan akan lebih baik pula, bila dimulai sejak pendidikan usia dini. Dengan model pendidikan ini, maka SDMW yang dihasilkan akan membawa dampak dan pengaruh positif terhadap penciptaan dan tumbuh berkembangnya dunia kewirausahaan. Dengan tumbuhnya kewirausahaan, maka secara otomatis akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terutama sektor ekonomi kecil dan menengah. SDM Wirausaha yang dicetak model pendidikan berbasis kewirausahaan memiliki karakteristik: (a) berorientasi masa depan; (b) berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan; (c) bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah diambil (d) memegang teguh janji; (e) kreatif dan inovatif; (f) berpikir positif dan (g) menghargai waktu (h) semangat bekerja tanpa mengenal waktu yang didominasi keuletan, ketangguhan, percaya diri, jujur, silaturrahmi, networking, rasional dalam menangkap peluang berorientasi pertumbuhan ekonomi menuju kesejahteraan masyarakat dan akan membentuk ketahanan nasional. Daftar Pustaka Anwar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Sisdiknas, Poksi VI FPG DPR RI. 2003. Aziz Yusof, Prinsip Keusahawanan, Petaling Jaya: Prentice Hall, 2003. Birch, D., Haggerty, A., & Persons, W., Corporate Demographics, Cambridge, Mass: Cognetics Inc.,1999. Bloom. B. M., Taxonomy of Educational Objectives, New York: David McKay, 1964. Buchari Alma, Kewirausahaan. Bandung : CV.Alfabeta, 2000. Center For Moderate Muslim Indonesia, 2005. CEC, A Memorandum of Lifelong Learning. Brussels: Communication of European Communities, 2000. Covin, J. G. & Slevin, D. P., "A Conceptual Model of Entrepreneurship as Firm Behavior", Entrepreneurship Theory and Practice, 16 (1), 7-25, 1991. Cropley, A. J., Lifelong Education and Stocktaking, Hamburg: UNESCO Institute for Education, 1983.
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
957
Hall, C, "Entrepreneurship at the Threshold of the 21st Century, Squeezing the Asian Entrepreneurial", Paper to the ICSB 43rd World Conference, Singapore, 8-9 Juni, 1998. Hendro, Mereposisi pendidikan nonformal, Sawangan, 2007. Imrofauzi, Tantangan Pendidikan Islam Di Indonesia, WordPress.com, Juni 13, 2008. Jawapos, Pemaparan laporan Human Development Report, 12 Desember tahun 2004. Kreiser, P. M., Marino, L., & Weaver, K. M, "Assessing the Relationship between Entrepreneurial Orientation, the External Environment, and Firm Performance, Frontiers of Entrepreneurship Research, 2003. Lans, T., Wesselink, R., Biemans, H. J. A., & Mulder, M., "Work-Related Lifelong Learning for Entrepreneurs in the Agrifood Sector", International Journal of Training and Development 8 (1), 2004. Lobler, H., Learning Entrepreneurship from a Constructivist Perspective", Technology Analysis & Strategic Management Journal, 18 (1), 2006. Lumkin, G.T., and Dess, G.G., "Linking Two Dimensions of Entrepreneurial Orientation to Firm Perfomance: The Moderating Role of Environment and Industry Life Cycle, Journal of Business Venturing, Volume 16, 2001. Makino, A., "Recent Development in Japan’s Lifelong Learning Society, ERIC Website:ttp://eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/det ailmini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED41189 7&ERICExtSearch_SearchType_0=eric_accno&accno=ED41189. 1997. Mary, H, Just do it: Literacies, Everyday Learning and the Irrelevance of pedagogy. Studies in the Education of Adults, 38 (2), 125-140, 2006. Miller, D., "Relating Porter’s Business Strategies to Environment and Structure: Analysis and Perfomance Implications, Academy of Management Journal. 1988. Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Menejemen Pemerintahan Daerah, Bandung: Fokus Media Reference, 2003. Scarborough, Norman M., Thomas W Zimmerer, Efective Snall Busineee Managemen, NewYork: MacMillan Publishing Company, 1993.
958
Rohmat: Penguatan Pendidikan Berbasis Kewirausahaan…
SEAMEO, Pendidikan Nonformal Dalam Adendum Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: BP3K Dep. P & K, 1971. Slamet, P. H., "Pendidikan Kecekapan Hidup: Konsep Dasar". Jurnal Pusat Statistik Pendidikan Balitbang Depdiknas, Jakarta: Depdiknas, 2001. Smith, M. K., Local Education: Community, Conversation, Praxis. Buckingham: Open University Press, 1994. Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Sudjana, Pendidikan Nonformal, Bandung: Falah Production, 2004. Thomas N. Garavan dan Barra O’Cinneid, "Entrepreneurship Education and Training Programmes:A Review and Evaluation", Part 1, Journal of European Industrial Training, 1995. Undang Undang Republik Indonesia, No.20, Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003. UNESCO, Learning To Be: The world of education today and tomorrow. Paris, UNESCO, 1972. Walton, J., Strategic Human Resources Development - Small and Medium Sized Enterprises and Human Resources Development, Harlow: Pearson Education,1999. Widarso Pujianto EP, Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Lesson Study, 2008. World Competitiveness International, 2007.
Yearbook,
Lausanne.
Switzerland:
IMD
Zahra, S.A., "Technology Strategy and Financial Perfomance: Examining the Moderating Role of the Firm’s Competitive Environment", Journal of Business Venturing, Volume11(3), 1996.