PROSI DI NG DI SKUSIPANELNASI ONAL
PENDI DI KAN KEWI RAUSAHAAN
Prosiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PROSIDING DISKUSI PANEL NASIONAL PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
Penyunting Leonard Ahmad Kosasih Tjipto Djuhartono Siti Jubei Hilda Hilaliyah
Copyright © 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved
- Jakarta : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Indraprasta PGRI 1 jil. 21 x 29,7 cm, 300 hal Cetakan Pertama, Juli 2017
ISBN : 978-602-50181-0-7
Diterbitkan oleh : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Indraprasta PGRI Jl. Nangka No. 58 C Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12530 Telp. (021) 78835283 – 7818718 website : lppm.unindra.ac.id, email :
[email protected]
i
Prosiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PROSIDING DISKUSI PANEL NASIONAL PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
Penanggung jawab Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Pimpinan Redaksi Asep Setiadi
Penyunting Leonard Ahmad Kosasih Tjipto Djuhartono Siti Jubei Hilda Hilaliyah
Desain & Tata Letak : Ahmad Faiz Muntazori Puput Irfansyah Syahid
Diterbitkan oleh : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Indraprasta PGRI Jl. Nangka No. 58 C Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12530 Telp. (021) 78835283 – 7818718 website : lppm.unindra.ac.id, email :
[email protected]
ii
Prosiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, atas perkenannya kami dapat menyajikan buku Prossiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan Tahun 2017 dengan tema “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”. Buku Prosiding ini memuat hasil-hasil kegiatan, daftar pemakalah lengkap yang diseminarkan dalam kegiatan Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan UNINDRA 2017 yang berlangsung pada 29 Juli 2017. Kegiatan ini yang pertama kali diselenggarakan atas kerjasama Universitas Indraprasta PGRI melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dengan Pusat Studi Pendidikan Kewirausahaan dan Panitia Semarak Tiga Belas (SEMESTA 13) dalam rangka hari jadi (Dies Natalis) Universitas Indraprasta PGRI yang ke-13. Sejumlah MAKALAH yang diterima Panitia telah dilakukan validasi panitia dan tim reviewer Universitas Indraprasta PGRI. Berdasarkan tujuan dan sasaran, diskusi panel ini dimaksudkan sebagai wadah bagi para peneliti, dosen pengampuh dan pemerhati pendidikan kewirausahaan baik perguruan tinggi negeri dan swasta nasional. Sejumlah makalah yang telah diseminarkan diikuti 15 Perguruan Tinggi, 5 lembaga peneliti atau instansi serta sekolah. Adapun sebaran daerah pemakalah meliputi wilayah Indonesia seperti: DKI Jakarta, Palembang, Bengkulu, Bandung, Banten, Yogyakarta, Pontianak, Semarang, Surabaya, Bali dan Kupang. Besar harapan kami buku Prosiding ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar dan bahan penelitian lebih lanjut bagi para dosen pengampuh mata kuliah Kewirausahaan di Perguruan Tinggi masing-masing. Dalam kesempatan ini, panitia mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu atas terselenggaranya Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan UNINDRA tahun 2017. Lebih khusus ucapan terima kasih kepada Pimpinan Universitas Indraprasta PGRI; para narasumber; para sponsor; media Suara Guru, Majalah Gema dan RRI, TVRI serta tim panitia yang telah bekerja keras mensukseskan Diskusi Panel Nasional ini Demikian buku prossiding ini kami sajikan, semoga bermanfaat bagi seluruh peserta dalam mengemban amanah mencerdaskan generasi bangsa Indonesia ke depan dan sukses menjalankan tigas di perguruan tinggi masing-masing.
Jakarta, 29 Juli 2017 Panitia Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan Universitas Indraprasta PGRI
iii
Prosiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
DAFTAR ISI EDITORIAL …………..............……………………………………..………................ i Kata Pengantar ...……............…………………………….……..………...........… iii Daftar Isi ……………………………………………….....................….... iv Diskusi Makalah Utama 1.
“Strategi Pendidikan Kewirausahaan di Lingkungan Perguruan Tinggi” Yuyun Wirasasmita
1–2
2.
“Implementasi Kewirausahan dalam meningkatkan daya saing Perkoperasian dan UMKM di Indonesia” Dedi Purwana
3-13
Makalah Paralel 1.
“Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Mendukung Pembangunan Nasional Melalui Kewirausahaan” Maskarto Lucky Nara Rosmadi
14-22
2.
“Edupreneurship sebagai Pemerkaya Kompetensi dan Memperkuat Daya Saing Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia” Wiriadi Sutrisno
23-36
3.
“Transformasi Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi” Andriani Prieteedjo
37–46
4.
“Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga dan Modal Sosial Pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan Dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa yang Tergabung dalam Inqubator Kewirausahaan STIE IPWIJA” Siti Mahmudah
47-59
5.
“Peranan Pendidikan Kewirausahaan dalam Meningkatkan Motivasi Berwirusaha bagi Mahasiswa” Rita Ningsih
60-69
6.
“Kiat Wirausahawan yang Sukses Terhadap Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha” Tedy Ardiansyah, Prasetio Ariwibowo dan Khoirul Umam
70-95
7.
“Preferensi Selera Profil Usaha (Business Profile Appetite) pada Program Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus pada Mahasiswa di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta)” Sri Hermuningsih, Retno Widiastuti, V. Reza Bayu Kurniawan
iv
96-106
Prosiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
8.
“Efektivitas Standar Proses Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah” Rambat Nur Sasongko
107-116
9.
“Tingkat Adversity Quotient Terhadap Motivasi Kewirausahaan Mahasiswa” Dwi Rorin Mauludin Insana dan Yuliana Ambarsari
117-128
10.
“Peningkatan Hasil Belajar Kewirausahaan dengan Metode Reword di Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas PGRI Palembang” Neta Dian Lestari
129-137
11.
“Pengembangan Kreativitas Wirausaha Mahasiswa Melalui Komunitas Penulis” Dina Purnama Sari
138-149
12.
“Alternatif Industri Kreatif Berbasis Bahasa dan Sastra Indonesia” Hilda Hilaliyah dan Ahmad Khoiril Anam
150-159
13.
“Social Media dan Social Shooper Pengaruhnya Terhadap Motivasi Wirausaha pada Mahasiswa” Indah Purnama Sari dan Siska Maya
160-170
14.
“Evaluasi Efektivitas Business Plan Training untuk Guru Dalam Rangka Meningkatkan Edupreneurship di SMK Bisnis dan Teknologi Bekasi” Deddy Dariansyah dan Tjipto Djuhartono
171-180
15.
“Prinsip dan Penerapan Berwirausaha yang Beretika dalam Perspektif Ekonomi Syariah” Lindiawatie
181-196
16.
“Optimalisasi Media Sosial Sebagai Sarana Promosi Bisnis Online bagi Ibu Rumah Tangga untuk Meningkatkan Perekonomian Keluarga” Della Mila Vernia
197-206
17.
“Evaluasi Dampak Penerapan Sistim Informasi Pemasaran pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Indah Yuliasari
207-215
18.
“Peran Buzz Marketing dalam Menjaring Siswa Baru di Bimbingan Belajar Alumni Yogya Khoirul Umam dan Fadilah Hisyam
216-227
19.
“Kampung Batik Palbatu: Upaya Penguatan Ekonomi Masyarakat Kota Berbasis Etnik” Ahmad Kosasih
228-246
20.
“Analisis Overload Standard Akuntansi Keuangan (SAK) untuk
247-255
v
Prosiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Pengembangan Penerapan Akuntansi pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Depok” Ai Annisa Utami 21.
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus di KPP Pratama Kalideres Jakarta Barat) Dessy, Anisa Windarti dan Cut Dhien Nourwahida
256-269
22.
“Implementasi Software Akuntansi dalam Meningkatkan Akuntabilitas Laporan Keuangan pada Koperasi Pasar Jaya Jakarta – Depok” Lindiawatie, Wening Estiningsih dan Anita Ria
270-282
23.
“Pengaruh Penempatan Pegawai dan Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Perusahaan” Masayu Endang Apriyanti dan Deddy Dariansyah
283–290
24.
“Pengaruh Kinerja Karyawan pada Usaha Bengkel Mobil dengan Menggunakan Business Model Canvas” * Hugo Aries Suprapto dan Tjipto Djuhartono
291–297
25.
“Analisis Kelayakan Investasi Pembelian Mesin Filter Press untuk Pengurangan Limbah SLUDGE” Muhammad Fidiandri Putra, Rimsa Rusmiland dan Ridwan Usman
298–301
26.
“Pengaruh Partisipasi Anggota terhadap Pertumbuhan Koperasi” Zainal Arifin H. Masri
302-312
vi
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
STRATEGI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA (RINGKASAN) Oleh : Prof. Dr. Yuyun Wirasasmita, M.Sc.
1. Kewirausahaan sudah diakui sebagai ilmu sama dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti manajemen keuangan, pemasaran dan lain-lain. Kewirausahaan sebagai ilmu sering tumpang tindih dengan ilmu-ilmu lain, yaitu bagian dari kewirausahan yang juga menjadi bahasan dari ilmu lain. 2. Memang masih ada pandangan bahwa kewirausahaan itu merupakan keturunan, sehingga orang yang tidak memiliki keturunan kewirausahaan tidak dapat menjadi wirausaha. 3. Dalam perkembangan ilmu kewirausahaan, keturunan itu dianggap salah satu faktor lingkungan saja, memahami kewirausahaan sebagai ilmu lebih kuat dalam memfasilitasi untuk menjadi wirausaha. 4. Sebelum kita menyusun strategi pendidikan kewirausahaan, perlu memahami pengertian kewirausahaan. 5. Perlu difahami karena fenomena kewirausahaan itu masih terus berkembang tidak ada definisi yang sama tentang kewirausahaan dan wirausaha. 6. Definisi yang sering dianggap umum, kewirausahaan adalah proses mengidentifikasi peluang, dan mewujudkan peluang itu dengan menghimpun sumber-sumber menjadi usaha yang tumbuh dan menghasilkan laba. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki hasrat untuk mencari peluang-peluang baru dan mempunyai kemampuan untuk membangun usaha yang menghasilkan manfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain. 7. Seorang wirausahawan selain mengejar kesejahteraan untuk pribadi, akan tetapi keberadaannya juga sangat bermanfaat untuk masyarakat : sebagai pencipta lapangan kerja baru, penghasilan baru, sebagai pembayar pajak baru, penghasil produk-produk/jasa yang mempunyai keunggulan kompetitif, pencipta corporate social responsibility. 8. Tujuan pendidikan kewirausahaan agar para mahasiswa memahami kewirausahaan sebagai ilmu, akan tetapi disamping itu agar para mahasiswa mau memilih kariernya sebagai wirausaha pencipta lapangan kerja bukan pencari kerja. 9. Untuk tercapainya tujuan tersebut perlu adanya perubahan visi dan misi perguruan tinggi sebagai “Teaching Institution/University, Research University dan Entrepreneurial University. Untuk dapat menghasilkan wirausaha-wirausaha baru diantara para mahasiswa universitasnya harus menjadi Entrepreneurial University, yaitu universitas yang memanfaatkan hasil-hasil penelitiannya untuk dunia usaha. 10. Dalam Entrepreneurial University merupakan keharusan didirikan incubator bisnis yang berfungsi untuk membimbing para mahasiswa mendirikan perusahaan sampai berhasil. 11. Dalam rangka menyusun strategi pendidikan kewirausahaan perlu disiapkan dosendosen kewirausahan dan pembicara tamu para pengusaha.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
1
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
12. Strategi pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi mengikuti model/proses kewiraushaan yaitu dimulai dengan tahap inkubasi diteruskan dengan tahap startup, development, growth dan ekspansi. 13. Dalam tahap inkubasi materi perkuliahn dititikberatkan kepada penguatan motivasi dan karakteristik kewirausahaan, seperti cita-cita untuk mandiri, meningkatkan kesejahteraan, membantu keluarga dan lain-lain. Sifat kewirausahaan ditingkatkan yaitu selalu berfikir optimis, memanfaatkan pengalaman-pengalaman, belajar secara mandiri/learning by doing, dan lain-lain. 14. Tahap berikutnya materi perkuliahan berisi bagaimana dapat mengidentifikasi peluang, yaitu dengan mengamati perkembangan ekonomi, teknologi dan celah pasar. 15. Setelah dapat mengidentikasi peluang yang paling potensial untuk dijadikan usaha, materi perkuliahan diteruskan dengan penyusunan rencana usaha, yaitu merencanakan produk yang akan dihasilkan, rencana pemasaran, rencana keuangan, dan lain-lain. 16. Seterusnya materi perkuliahan mengenai start-up. Dititik beratkan kepada kebijakan untuk mencapai titik-impas, yaitu pemasaran, pengelolaan biaya yang efisien, dan lain-lain. 17. Setelah tahap start-up materi perkuliahan dilanjutkan kepada development/pertumbuhan. Materi perkuliahan dititik beratkan kepada manajemen laba dan sumber-sunber dana dari luar untuk meningkatkan kapasitas produksi. 18. Setelah tahap development materi perkuliahan dilanjutkan kepada growth. Dalam tahap growth materi perkuliahan dititik beratkan kepad kreativitas dan inovasi untuk menghasilkan produk-produk baru. 19. Tahap ekspansi atau perluasan usaha. Materi perkuliahan dititik beratkan kepada bagaimana cara-cara untuk ekspansi yaitu mendirikan usaha ditempat lain termasuk di negara lain, membeli perusahaan-perusahaan lain dan waralaba. Hal-hal yang penting dalam ekspansi kemampuan menilai perusahaan sendiri/apakah sudah pantas untuk ekspansi dan faktor-faktor eksternal dalam menjalankan startegi ekspansi, termasuk didalamnya peraturan-[eraturan pemerintah. 20. Kesimpulan : menyusun strategi pendidikan kewirausahaan memerlukan kebijakan penyusunan prasarana dan sarana yang mendukung, yang harus dipersiapkan oleh perguruan tinggi. Materi-materi yang akan diberikan harus dirinci sehingga dapat difahami. Harus ada evaluasi tentang kebijakan yang telah dilaksanakan, yang dimanfaatkan untuk perbaikan baik prasarana dan sarana dan perbaikan materi perkuliahan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
2
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
IMPLEMENTASI KEWIRAUSAHAAN DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA1 Dr. Dedi Purwana ES, M.Bus Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
[email protected] Pendahuluan Indonesia, sampai saat ini dikenal sebagai negara besar dengan sumber daya alam melimpah, serta jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Kedua faktor produksi tersebut mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga Indonesia masuk ke jajaran kelompok Negara G-20—kelompok negara dengan nilai Product Domestic Bruto (PDB) terbesar di dunia. Fakta ini juga yang membuat bangsa Indonesia masuk ke jajaran middle income countries. Di sisi lain, berdasarkan profil kependudukan, Indonesia diprediksi akan memanen bonus demografi pada tahun 2035. Bonus demografi adalah proporsi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar secara signifikan dibandingkan jumlah penduduk usia muda dan usia lanjut. Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun). Bonus demografi ini, tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Dari aspek sosial, angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif. Sedangkan dari aspek ekonomi, melimpahnya jumlah penduduk usia produktif akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Dampak lanjutannya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun demikian, kondisi menguntungkan ini dapat berbalik arah menjadi bencana, bila negara ini tidak siap menyambut kedatangannya. Permasalahan yang paling krusial adalah ketersediaan lapangan pekerjaan, penyediaan layanan kesehatan dan akses terhadap pendidikan (Purwana, 2015). Jika kita kalkulasikan besaran jumlah usia produktif dengan ketersediaan lapangan kerja masih ada kesenjangan tinggi. 1% pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi kurang lebih 400.000 orang. Bisa dibayangkan berapa persen pertumbuhan ekonomi yang diperlukan untuk menyerap semua penduduk usia produktif agar memiliki pekerjaan. Pemerintah tidak akan sanggup menanggung beban ini. Pemerintah dan masyarakat dituntut untuk mencari alternatif solusi. Salah satu solusi ampuh adalah dengan memasyarakatkan sekaligus mengoptimalisasi gerakan kewirausahaan. Bonus demografi yang akan dirasakan bangsa ini beberapa dekade mendatang memberikan peluang bertambahnya kelas menengah di Indonesia. Besarnya jumlah penduduk usia produktif tentu berpotensi meningkatkan pula jumlah wirausaha. Namun demikian, bangsa ini harus mengantisipasi gejala ekonomi makro berupa middle income 1
Disampaikan Dalam Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan di Universitas Indraprasta, Jakarta 29 Juli 2017 PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
3
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
trap. Jebakan ini biasanya ditandai dengan rasio investasi yang rendah, pertumbuhan industri manufaktur yang lambat, industri yang kurang terdiversifikasi dan kondisi pasar tenaga kerja yang buruk. Pemerintah harus memiliki strategi jitu untuk menghindarinya. Penciptaan lapangan kerja, investasi bidang infrastruktur, dan penyiapan SDM berkualitas agar pembangunan berkelanjutan tetap terjaga. Di sini pemerintah punya andil besar untuk memperkuat pendidikan kewirausahaan. Berdasarkan data BPS 2015, jumlah wirausaha di Indonesia tergolong minim sekali, sekira 1,65% dari total penduduk Indonesia. Data tahun 2017 cukup melegakan karena ratio wirausaha di tanah air naik menjadi 3,1%. Namun demikian, ratio tersebut itu masih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia 5 persen, China 10 persen, Singapura 7 persen, Jepang 11 persen maupun AS yang 12 persen, demikian klaim Kemenkop dan UKM (http://www.depkop.go.id/content/read/ratio-wirausaha-indonesianaik-jadi-31-persen/). Minimnya jumlah wirausaha di tanah air tidak terlepas dari aspek sosial budaya masyarakat. Kultur priyayi yang ditanamkan oleh penjajah bangsa ini menyebabkan masyarakat lebih bersikap apatis terhadap wirausaha. Mereka beranggapan bahwa menjadi wirausaha identik dengan resiko tinggi. Masyarakat lebih senang dengan kemampanan dan tanpa resiko. Orang tua mendidik anaknya agar kelak mereka dapat bekerja di perusahaan bergengsi dengan gaji besar. Hampir bisa dipastikan pola asuh semacam ini akan mencetak mindset anak untuk menjadi job seeker, bukan sebagai job creator (Fadiati dan Purwana; 2011) Menumbuhkan kembangkan minat dan semangat kewirausahaan bukan persoalan mudah. Rendahnya kreatifitas dan inovasi masih melekat di setiap aspek kehidupan bangsa ini. Padahal dalam pespektif kewirausahaan, kreatifitas dan inovasi merupakan kata kunci menjadi wirausaha unggul. Kondisi demikian masih diperparah dengan model pendidikan di sekolah hingga Perguruan Tinggi yang tidak memberikan ruang tumbuhnya kreativitas dan inovasi—kompetensi inti yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha. Kalaupun saat ini kita berwirausaha, tidak lebih karena kondisi terpaksa akibat PHK atau sebagai usaha sampingan untuk mendapatkan tambahan penghasilan (Purwana; 2015). Makalah ini memaparkan strategi program kewirausahaan di perguruan tinggi dalam meningkatkan daya saing koperasi dan UMKM di tanah air. KUMKM: Realita dan Tantangan Pertambahan penduduk yang besar setiap tahun menjadi permasalahan tersendiri bagi penyediaan lapangan pekerjaan. Usaha berskala besar selama ini belum sanggup menyerap semua pencari pekerjaan. Ketidaksanggupan tersebut lebih disebabkan karakteristiknya yang relatif padat modal. Sementara UMKM relatif padat karya. Disamping itu perusahaan skala besar umumnya membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja yang cukup, sedangkan UMKM sebagian pekerjanya berpendidikan rendah. Peningkatan jumlah wirausaha menjadi solusi atasi pengangguran. Wirausaha bergerak diberbagai sektor usaha termasuk Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat jumlah koperasi di Indonesia per maret 2017 sebanyak 208.373 unit. Dari jumlah tersebut, koperasi yang aktif sebanyak 151.56 unit (70,28%) dan tidak aktif sekira 62.197 unit (29,72%). Data menunjukkan bahwa hingga tahun 2015, pelaku UMKM mencapai 59,2 juta, sedangkam usaha besar hanya 4.987 unit usaha. Kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 61,41%, Penyerapan tenaga kerja pada sektor ini terbilang signifikan sebesar 96,71 %. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
4
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Pengembangan kinerja usaha mikro masih membutuhkan kerja keras, hal ini penting karena pertumbuhan unit usaha dan tenaga kerja yang rendah. Padahal usaha mikro masih dominan yaitu 98,8 persen unit usaha dengan menampung 92,8 persen tenaga kerja. 2 Jujur harus kita akui bahwa industri UMKM masih memiliki berbagai kelemahan. Kelemahan utama UMKM kita terletak pada ketidakmampuan memasarkan produk, kualitas manajemen bisnis rendah, dan pengelolaan keuangan secara konvensional. Untuk itu, Pemerintah seyogianya terus menerus meningkatkan daya saing sektor UMKM. Selain fokus pada peningkatan jumlah pelaku usaha, juga kualitas UMKM agar mampu bersaing pada tataran regional. Pemberdayaan UMKM merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian rakyat. Sudah sepantasnya Pemerintah memberdayakan UMKM secara terencana, sistematis dan menyeluruh melalui: Pertama, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi. Perijinan usaha dibuat semudah mungkin baik proses, biaya maupun waktunya. Kedua, pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif, terutama sumber daya lokal yang tersedia. Ketiga, pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM. Keempat, pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak di sektor informal, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Kelima, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil. Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan daya saing UMKM yaitu perlunya keterpaduan program dan kegiatan mulai dari hulu sampai hilir. Akselerasi peningkatan kapasitas UMKM juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam memanfaatkan peluang usaha yang diciptakan dari pertumbuhan ekonomi, perdagangan yang semakin terbuka, dan peningkatan investasi. Kedua upaya tersebut sangat penting bagi UMKM terutama dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin tinggi, termasuk terkait mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil. 2
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=section&id=17:dataumkm&Itemid=93 PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
5
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Perguruan tinggi dapat mengambil peran strategis dalam pemberdayaan UMKM di tanah air dengan menerapkan program kewirausahaan pro koperasi dan UMKM. Namun perlu disadari bahwa pendidikan kewirausahaan dapat dilaksanakan secara baik apabila penyelenggara PT pun memiliki budaya yang memungkinkan semangat kewirausahaan bertumbuhkembang secara terintegrasi. Pada tataran praxis, PT diharapkan dapat mengejawantahkan praktik kewirausahaan dalam pengelolaan pendidikan. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi wirausaha yang diperoleh selama proses pendidikan. Menurut pandangan penulis (Purwana; 2015), beberapa tantangan dalam mengembangkan model pendidikan kewirausahaan sebagai berikut: Pertama, tenaga pendidik tidak memiliki kompetensi dan pengalaman sebagai entrepreneur sehingga konsep yang diajarkan terlalu fokus pada bagaimana merintis dan mengelola usaha – aspek kognitif. Seharusnya mereka memberikan porsi yang lebih besar pada pembimbingan peserta didik untuk mampu menggali potensi diri sebagai wirausaha. Revolusi mental diperlukan untuk merubah mindset peserta didik dari mental pegawai menjadi wirausaha. Kedua, pendidikan kewirausahaan tidak diajarkan secara integratif dan tematik. Artinya, mata pelajaran/kuliah kewirausahaan diajarkan terpisah. Seharusnya filosofi dan nilai-nilai kewirausahaan diintegrasikan pada apapun mata pelajaran/ kuliah secara tematik sebagai bagian dari pendidikan karakter. Contoh sederhana, misalnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia pada jenjang awal pendidikan dasar, seyogianya lebih banyak memberikan contoh kalimat yang menanamkan nilai-nilai dan memotivasi peserta didik untuk menjadi manusia produktif, bukan sebaliknya. Ketiga, pimpinan satuan pendidikan tidak selalu memberikan ruang gerak bagi suburnya benih-benih kewirausahaan. Mindset mereka sebagai birokrat sering kali menutup rapat potensi kreativitas dan inovasi warga belajar. Satuan pendidikan seharusnya menjadi hidden curriculum bagi pendidikan kewirausahaan. Manajemen satuan pendidikan berorientasi entrepreneurial merupakan satu dari sekian banyak komponen hidden curriculum yang akan menumbuhkan atmosfir kewirausahaan bagi warga belajar. Keempat, pendidikan kewirausahaan saat ini belum mampu dijadikan landasan bagi penguatan ketrampilan hidup (life skills) bagi anak. Melek finansial, misalnya masih dipandang bukan sebagai ketrampilan hidup yang diperlukan sehingga tidak perlu diajarkan sejak usia dini. Orang tua atau pendidik seringkali menganggap tabu membicarakan segala sesuatu tentang uang kepada anak berusia dini. Cara pandang seperti ini harus diubah. Penting memberikan pemahaman bagaimana mengelola uang secara bijak sejak dini. Kita tentu tidak ingin menambah problema sosial semakin banyaknya korban penipuan investasi bodong atau terlilit hutang kartu kredit akibat penggunaannya secara tidak bijak. Kelima, pada jenjang PT masih minim jumlah perusahaan yang mau bermitra dengan lembaga pendidikan tinggi untuk mencetak wirausaha baru melalui pendirian inkubator bisnis. Hal ini tentu dapat dipahami karena memang pemerintah hingga saat belum memberikan insentif menarik bagi perusahaan, misalnya dalam bentuk keringanan pajak. Program Pengembangan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi Pemerintah tentu berharap PT dapat berperan aktif menciptakan wirausahawirausaha baru. Peran aktif PT diarahkan untuk membantu fungsi pemerintah dalam memfasilitasi pertumbuhan sektor swasta, khususnya koperasi dan UMKM demi terbangunnya ekonomi rakyat yang tangguh. Selain itu, usaha pemberdayaan ekonomi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
6
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
rakyat ke arah pencapaian keunggulan bersaing (competitive advantage) dan keunggulan komparatif (comparative advantage) mencerminkan kekuatan fundamental ekonomi bangsa dan kesiapan bersaing, setidaknya dalam menghadapi ASEAN Economy Community (AEC) 2015. Pertumbuhan kelompok wirausaha baru dari kalangan PT secara integral tidak terlepas dari lingkungan PT itu sendiri. Jika lingkungan PT tersebut kurang atau tidak mendorong tumbuhnya kelompok wirausaha baru, maka perkembangan kewirausahaan akan meniscaya. Wirausaha akan tumbuh jika lingkungan PT menghargai orang-orang yang kreatif dan menyediakan sarana dan prasarana agar kreativitas itu dapat wujud guna memenuhi kebutuhan masyarakat lingkungan. Secara ekonomi, wirausaha adalah seorang yang berkemampuan mengkomparasi “sumberdaya” untuk menghasilkan suatu output bernilai tambah ekonomi. Kelompok wirausaha dapat memberikan multiplier effect bagi lingkungannya, karena seorang wirausaha senantiasa memberdayakan (empowerment) lingkungan dalam setiap aktivitas yang dilakukannya. Tantangan pengembangan program kewirausahaan di perguruan tinggi masih sangat besar. Tantangan terbesar masih terletak pada mutu kurikulum dan tenaga kependidikan. Kurikulum umumnya belum menemukan standar aspek psikomotorik untuk mengikuti perkembangan iptek dan permintaan industri atau masyarakat. Tenaga kependidikan, khususnya dosen, umumnya memiliki kemampuan terbatas sebagai entrepreneur. Pendidikan kewirausahaan mesti berjalan secara berkesinambungan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses pendidikan di perguruan tinggi. Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dapat dilaksanakan secara baik apabila penyelenggara perguruan tinggi memiliki budaya yang memungkinkan semangat kewirausahaan bertumbuhkembang. Pada tataran praxis, PT diharapkan dapat mengejawantahkan praktik kewirausahaan dalam pengelolaan pendidikan. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi wirausaha yang komprehensif diperoleh selama proses pendidikan kewirausahaan di PT tersebut. Pada saat yang sama, PT mampu mengupayakan self-income generating melalui ventura-ventura bisnis yang dikembangkan. Sehingga kemandirian pendanaan operasional pendidikan dapat terwujud, tanpa selalu menggantungkan subsidi penyelenggaraan dari pemerintah. Inilah yang menjadi filosofi dasar entreprenerurial university. Pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi setidaknya harus memiliki 6 tujuan: 1) Meningkatkan daya saing dan kemandirian nasional, 2) Peningkatan relevansi hasil riset dan kewirausahaan, 3) Peningkatan kapasitas SDM, Inovasi dan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi, 4) Meningkatkan kerja sama perguruan tinggi dengan dunia usaha, 5) Meningkatkan knowledge based entrepreneurship di Perguruan Tinggi, 6) Mempromosikan Teaching University – Research University – Entrepreneurial University dengan mengembangkan pusat kewirausahaan, inkubator bisnis dan teknologi serta technopark atau science park. Sejak tahun 2009, Direktorat Jenderal Dikti mulai menggulirkan kebijakan positif dalam upaya pengembangan kewirausahaan di PT. PT diarahkan untuk membangun kemitraan dengan UMKM dengan pola simbiosis mutialism. Mahasiswa yang mengikuti program kewirausahaan selain mendapatkan pendidikan kewirausahaan, juga diarahkan untuk menggunakan kesempatan magang di sektor UMKM. Pengalaman praktis selama magang di UMKM merupakan modal pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam merintis usaha baru seperti digambarkan dibawah ini.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
7
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Gambar 1. Model Pengembangan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi dikembangkan oleh Ditjen Dikti3 Konsep ideal menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di PT sebagaimana telah dipaparkan tidak sederhana. PT selalu menghadapi berbagai kendala dalam menciptakan kultur kewirausahaan. Keterbatasan sumberdaya manusia menjadi faktor penghambat dalam merumuskan strategi membangun PT berorientasi kewirausahaan. Permodalan juga menjadi kendala berikutnya dalam mendirikan unit-unit usaha dibawah pengelolaan PT. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kewirausahaan di PT mencakup 4 strategi berikut. Pertama, pelatihan dosen kewirausahaan secara intensif. Bagaimanapun juga variasi, di antara dosen kewirausahaan sangatlah tinggi, dari ilmu alam (ilmu teknik, kesehatan, MIPA/Pertanian), humaniora (hukum, ekonomi, sosial, politik, agama), atau seni (sastra, musik, tari, rupa). Pelatihan bertujuan untuk mengurangi variasi kemampuan dengan materi internalisasi nilai-nilai kewirausahaan. Materi lanjutan adalah peningkatan ketrampilan (transfer knowledge) dalam aspek pemasaran, finansial, dan teknologi. Output pelatihan adalah kemampuan dosen dalam menyusun studi kelayakan usaha dan business plan. Kedua, pengembangan kelembagaan menuju entrepreneurial university (Purwana dan Widiastuti; 2017). Langkah ini ditujukan untuk membangun budaya kewirausahaan dikalangan sivitas akademika, sekaligus sebagai hidden curriculum dalam pendidikan kewirausahaan. PT diharapkan mampu melaksanakan layanan tri darma dengan pendekatan kewirausahaan. Kebutuhan sumberdaya manusia, anggaran dan penunjang diorganisasikan mengikuti kaidah-kaidah corporate di perguruan tinggi. Perguruan tinggi, misalnya dapat mendirikan lembaga (kajian) kewirausahaan dan atau inkubator bisnis sebagai tempat bagi mahasiswa merencanakan dan melaksanakan proyek bisnis bermitra dengan UMKM di wilayah dimana PT berada. Perguruan tinggi yang lembaga bisnisnya maju menurunkan kompetensinya kepada PT yang sedang berkembang. Disini dibentuk forum dosen kewirausahaan untuk mengembangkan komunikasi dan sharing manfaat di antara dosen PT tersebut. Ketiga, pengembangan produk iptek. Perguruan tinggi yang menghasilkan produk akademik unggulan dan marketable memiliki modal kuat untuk berbisnis. Produk paten atau hak kekayaan intelektual dapat dikembangkan; atau dipasarkan kepada industri; 3
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Panduan Program Wirausaha Mahasiswa (PMW), Jakarta: 2010, p.7
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
8
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
sehingga menghasilkan income bagi perguruan tinggi. Disinilah nyata-nyata terbangun entrepreneurial university (Clark;1998). Keempat, ketersediaan anggaran. Pengembangan bisnis perlu modal. Dirjen Dikti, kemdikbud telah menyusun Program Mahasiswa Wirausaha atau PMW (Student Entrepreneur Program) dalam bentuk hibah kepada mahasiswa yang menjalankan dunia bisnis riil dibawah bimbingan dosen kewirausahaan dan bermitra dengan UMKM. Perguruan tinggi juga dapat mengalokasi anggarannya untuk hal yang sama. Anggaran sesungguhnya tidak menjadi masalah manakala penguasaan iptek dosen telah mengikuti kebutuhan industri atau masyarakat. Modal akan datang mengikuti insentif dari usaha bisnis tersebut. Dalam merancang strategi dan program pengembangan kewirausahaan, PT harus melaksanakannya sebagai sebuah siklus berkesinambungan. Program ini mencakup beberapa tahapan berikut; Tahap pertama, analisis kebutuhan (need analysis) dengan tujuan memetakan potensi awal warga belajar terkait bidang usaha yang akan dirintis. Perlu disusun standar instrumen pemetaan kebutuhan sebagai acuan perencanaan program kewirausahaan secara komprehensif dan berkesinambungan. Langkah-langkah yang harus dilaksanakan pada tahapan ini, mencakup: PT/ Fakultas melalui inkubator bisnis melakukan pemetaan peluang usaha berdasarkan potensi ekonomi wilayah; Menganalisis aspek produk, pemasaran, sumberdaya manusia, sumberdaya permodalan sebagai pendukung keberhasilan usaha baru yang akan dilakukan oleh warga belajar; Mengidentifikasi kemitraan usaha dengan pihak ekternal sebagai upaya untuk menjamin keberhasil kelompok usaha; Menyusun rencana aksi berikut indikator kinerja sebagai acuan mengukur keberhasilan program. Tahap kedua, pembentukan inkubator bisnis. Pola penciptaan new entrepreneur dan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui inkubator bisnis dilakukan dengan cara pembinaan terintegrasi di bawah satu atap (in-wall) dan secara pembinaan terpisah (out-wall). Selanjutnya, kedua pola tersebut disebut sebagai model penciptaan dan pembinaan inkubator bisnis. Model yang pertama bersifat klasikal, yaitu kegiatan pelatihan, pemagangan, sampai dengan perintisan usaha produktif dilakukan di dalam satu unit gedung. Setiap peserta/anggota (tenant) melakukan aktivitasnya di dalam ruangan masing-masing yang telah disediakan oleh inkubator bisnis. Sementara, pada model inkubator yang kedua, kegiatan/aktivitas usaha ekonomi produktif tidak dilakukan dalam satu atap, melainkan secara terpencar di luar pusat manajemen inkubator bisnis. Hal tersebut dimungkinkan karena pada model kedua ini wujud dan kegiatan usaha sudah berjalan, inkubator bisnis berfungsi sebagai konsultan, pendamping, dan pembina kegiatan usaha. Sehingga, pada model yang kedua ini lebih cenderung menyerupai jaringan kerja (business networking) (Novel;1999). Inkubator bisnis dapat menjalankan program-program sebagai berikut: 1. Pelatihan kewirausahaan bagi dosen, mahasiswa dan mitra UMKM. Program ini bagi dosen dan mahasiswa untuk meningkatkan kapasitas sikap, pengetahuan dan ketrampilan sebagai wirausaha. Sementara itu, program ini bagi UMKM bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas para pelaku UMKM dalam mengembangan usaha mereka.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
9
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
2. Riset Pasar. Program ini bertujuan menganalisis peluang dan potensi pasar dalam rangka penciptaan dan pengembangan usaha bagi wirausahawan dan UKM & K. Penelitian dilakukan untuk menentukan kelayakan dan prilaku pasar dalam konteks supply & demand. Penelitian pasar melalui inkubator bisnis memberikan hasil yang obyektif. 3. Pengembangan Kerjasama antarlembaga. Program ini bertujuan menciptakan solusi imbal-balik (win-win solution), yang prosesnya memanfaatkan keunggulan strategik bagi usaha-usaha yang saling terkait untuk bekerjasama. Prinsip saling butuh akan tercipta antar-organisasi yang pada akhirnya menghasilkan nilai tambah (value added) dan manfaat ekonomis. 4. Konsultansi perintisan usaha/ bisnis. Program ini bertujuan mengarahkan dan membimbing proses penyelenggaraan usaha/ unit usaha dari suatu organisasi bisnis yang dibentuk. Bentuk teknisnya adalah pendampingan, konsultansi terstruktur (periodical) dan insidential yang terselenggara atas dasar kebutuhan / permintaan. 5. Pengembangan Kapasitas wirausaha. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangan pasar bagi wirausahawan dan UKMK yang telah settle dalam suatu usaha. Bentuk pengembangan dapat berwujud restrukturisasi, rekayasa, produk, pasar, dan manajerial. Tahap ketiga, pembelajaran kewirausahaan dengan tujuan membekali pengelola dan mahasiswa agar mampu merintis usaha individu atau kelompok; Tahapan ini dilaksanakan sebagai upaya untuk penguatan kemampuan manajerial mahasiswa baik secara individu maupun berkelompok dalam merintis, mengelola dan mengembangkan usaha mandiri. Program ini bertujuan membentuk dan mengembangkan sikap dan prilaku ‘entrepreneur’, yang mampu berkreasi, menciptakan inovasi, dan proaktif dalam menghadapi perkembangan lingkungan. Bentuk teknis pembelajaran yang diterapkan adalah classical, studi kasus, diskusi, dan simulasi. Selain itu proses pembelajaran selanjutnya adalah pemagangan yang bertujuan melatih diri untuk mengaplikasikan keterampilan di tempat praktik, mengetahui dan menyesuaikan keterampilan yang dimiliki dengan kondisi nyata dalam praktik, sehingga dapat diketahui kendala / kesulitan yang ditemukan dalam praktik kerja. Pada prinsipnya magang merupakan bentuk bekerja dan belajar. Bentuk teknis dari pemagangan yang diterapkan adalah pengiriman individu dan/atau kelompok pada usahausaha kecil, menengah dan koperasi yang sudah bersumberdaya, baik lokal maupun antardaerah. Tujuan pembelajaran wirausaha, terutama menumbuhkembangkan potensi pada peserta belajar untuk mengembangkan kemampuan dan memupuk kemampuan wirausaha sebagai wujud pengembangan potensi dasar yang dimiliki peserta belajar. Cara belajar yang umum dipergunakan belajar sambil bekerja, belajar dari pengalaman dan belajar kreatif. Untuk menjadi seorang wirausahawan dibutuhkan pendampingan baik dari lingkungan pendidikan tinggi maupun dunia usaha dan industri. Penilaian dan evaluasi ditujukan pada perubahan sikap, nilai dan keterampilan yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas perorangan maupun kelompok. Proses dalam pembelajaran kewirausahaan meliputi perencanaan, peserta belajar, tanggungjawab dalam pembelajaran, sumber belajar, hubungan antara lembaga dengan lingkungan kerja, pengetahuan-keterampilan dan sikap yang dibutuhkan, tujuan pembelajaran, cara belajar, pendampingan, penilaian dan evaluasi. Dalam perencanaan yang harus diperhatikan yaitu penetapan tujuan pembelajaran dalam kewirausahaan, kerangka kerja, sumber dan kondisi belajar. Adapun peserta belajar yaitu perorangan atau PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
10
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
kelompok yang mengikuti pembelajaran kewirausahaan. Tanggung jawab peserta belajar mulai dari mengembangkan suasana, pengembangan struktur belajar, penetapan tujuan, perencanaan, implementasi dan penilaian hasil belajar. Semua arah dari tanggungjawab diarahkan untuk: a. Para peserta belajar mengambil peran aktif dalam pembelajaran mereka dalam sebuah proyek yang merupakan tanggung jawab utama mereka b. Peserta belajar memiliki komitmen untuk melakukan kegiatan c. Setiap peserta belajar berkontribusi dalam peran mereka berdasarkan kepentingan dan profil kewirausahaan dan dalam setiap peran menunjukkan autonomi, tanggung jawab dan solidaritas d. Peserta belajar menentukan bagaimana proyek akan dilaksanakan e. Evaluasi berkelanjutan oleh pelatih dan oleh teman-teman sekelasnya dan evaluasi diri mendukung pengembangan kompetensi f. Pelaksanaan proyek ini didukung oleh organisasi yang memperhatikan aspek kesulitan g. Fleksibilitas dalam menyelesaikan masalah adalah tanggung jawab peserta belajar dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan h. Kesuksesan atau kegagalan proyek menentukan apakah peserta belajar telah mengembangkan kompetensi yang ditetapkan i. Peserta belajar harus dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari dari satu proyek (tentang profil mereka dan mengembangkan proyek) untuk proyek berikutnya mereka Tahap keempat, Pemberian bantuan modal usaha bagi kelompok mahasiswa dan penyelenggara inkubator bisnis; Bagi mahasiswa, bantuan modal usaha harus bersifat modal bergulir dan bukan merupakan bantuan hibah, sedangkan bagi inkubator bisnis dapat berbentuk hibah yang dikompetisikan melalui pengajuan proposal. Modal bergulir dimaksudkan bahwa modal usaha harus dikembalikan sesuai dengan periode waktu pengembalian yang sudah disepakati. Selanjutnya modal yang telah kembali digunakan untuk pembiayaan usaha ataupun kelompok lainnya yang akan memulai usaha. Nilai pembelajaran yang ingin ditanamkan dengan konsep modal bergulir adalah kedisiplinan dan tanggungjawab dalam penggunaan dana tersebut. Agar bantuan permodalan ini dapat diberikan tepat sasaran, perlu disusun pedoman bantuan pengembangan Kewirausahaan pada PT tersebut. Tahap kelima, Pendampingan kelompok usaha mahasiswa dan inkubator bisnis dengan tujuan menjaga kelanjutan usaha yang sudah dirintis. Program ini juga dilaksanakan untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh hasil binaan sehubungan dengan usaha/ bisnisnya. Pendampingan dilaksanakan secara berkelanjutan untuk menjamin keberlanjutan usaha yang sedang dirintis. Pendampingan berupa konsultasi bisnis, bantuan pemasaran produk/ jasa, akses terhadap sumber pembiayaan, dan sebagainya. Pendampingan harus melibatkan berbagai pihak, diantaranya perguruan tinggi, BUMN/ BUMD, UMKM yang telah berhasil, KUD, dan lain sebagainya. Tahap keenam, Monitoring dan Evaluasi program. Tahapan ini dilaksanakan untuk menjamin proses pelaksanaan program kewirausahaan berjalan sesuai dengan harapan sekaligus sebagai umpan balik bagi perbaikan kualitas program. Untuk menjamin efektifitas monitoring dan evaluasi, perlu disusun pedoman yang mengatur mekanisme pelaksanaan dan rumusan indikator keberhasilan program kewirausahaan. Strategi dan program pengembangan kewirausahaan di atas dapat menumbuhkan berbagai pusat pengembangan kewirausahaan termasuk di dalamnya inkubator bisnis di perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta. Pusat pengembangan kewirausahaan di PT PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
11
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
dimaksudkan agar institusi itu bisa jadi inspirator, katalisator, dan agen perubahan untuk membangun dan memperluas masyarakat usahawan di Indonesia dengan cara berjejaring dan saling belajar di antara pusat kewirausahaan dan individu pendidik kewirausahaan di seluruh Indonesia. Dengan demikian, pendidikan tinggi mampu menjadi penyumbang terhadap peningkatan jumlah wirausahawan baru dan sekaligus memperkuat kapasitas Koperasi dan UMKM di Indonesia. Penutup Keberhasilan pengembangan kewirausahaan di Perguruan Tinggi dipengaruhi ketersediaan hidden curriculum sebagai penunjang program kewirausahaan. PT - sebagai organisasi – harus mampu menciptakan lingkungan kondusif bagi tumbuhkembangnya semangat kewirausahaan sivitas akademika dengan memposisikan dirinya sebagai entrepreneurial university. Kurikulum pendidikan kewirausahaan harus didesain sedemikian rupa agar dapat melahirkan wirausaha baru terdidik. Kurikulum tersebut akan tepat sasaran bila diikuti dengan penciptaan Inkubator bisnis sebagai wahana praktik kewirausahaan bagi dosen. Mahasiswa dan mitra khususnya Koperasi dan UMKM. Inkubator bisnis sebagai wadah pembentuk dan pengembang kewirausahaan di perguruan tinggi akan memposisikan lembaga pendidikan pada ranah pencipta, pendorong motivasi, penggerak pertumbuhan ke arah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang mampu membangun dan mengembangkan diri dan lingkungannya. Integrasi antar-organisasi atau segmen masyarakat yang terbentuk oleh inkubator bisnis dengan ide intelektual akademik niscaya memberdayakan seluruh potensi sumberdaya manusia dan organisasi, yang menciptakan sistem pasar dinamis, yang pada akhirnya inkubator bisnis menciptakan jenjang nilai ekonomi derivatif yang merambah keseluruh lapisan masyarakat, sehingga terbangunnya ekonomi kerakyatan. DAFTAR PUSTAKA Clark, Burton R (1998), Creating Entrepreneurial Universities: Organizational Pathway of Transformation Oxford: IAU Press Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2010, Panduan Program Wirausaha Mahasiswa (PMW) Fadiati, Ari dan Dedi Purwana, (2011), Menjadi Wirausaha Sukses. Bandung: PT Rosda Karya http://www.depkop.go.id/content/read/ratio-wirausaha-indonesia-naik-jadi-31-persen/ Novel, Dean, 1999, Makalah Seminar Inkubator Bisnis: Menciptakan Wirausahawan Unggul melalui Lembaga Inkubator Bisnis, Disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Center for Entrepreneurship Development and Studies Universitas Indonesia, Jakarta. Purwana, Dedi (2010). Kewirausahaan. Jakarta: UNJ Press. Purwana, Dedi (2015) “Revolusi Kewirausahaan.” Koran Jakarta, Edisi Kamis, 1 Oktober. Purwana, Dedi (2015). “Desa Lumbung Wirausaha.” Koran Seputar Indonesia, Edisi Rabu, 11 Nopember.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
12
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Purwana, Dedi dan Agus Wibowo (2017) Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi: Strategi Sukses Membangun Karakter dan Kelola Usaha. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Purwana, Dedi dan Umi Widiastuti (2017), Does Entrepreneurial University Support Entrepreneurship Education, Asian Journal of Social Sciences and Management Studies Vol 4, No 2 (2017) Page: 70-75
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
13
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN NASIONAL MELALUI KEWIRAUSAHAAN Maskarto Lucky Nara Rosmadi Dosen STIE Kridatama Bandung email:
[email protected] Abstract; Indonesia's current national development does not have to rely on macroeconomic and micro sectors alone, but explores and develops the potential that exists throughout Indonesia by developing creative industries through entrepreneurship. Entrepreneurship activities will greatly support the economic development of a nation if entrepreneurs in a country are at least 2% of the population. Therefore, to support sustainable national economic development requires human resources that have quality in accordance with their respective areas of expertise. The research method used in this paper is using qualitative research method with descriptive research type, while the data collection technique consists of primary data and secondary data (bibliography). To get quality human resources of course must get support from all parties, especially from the government. In printed new entrepreneurs in addition to government support through various activities and regulations in marketing the products must also be supported by other institutions, especially the banking sector in providing capital. With the support of various parties, both stakeholders and shareholders, then in implementing the national development of Indonesia will not give priority to the industrial and manufacturing sectors but the entrepreneurship sector will be a attractiveness of the economy for the achievement of equality of development and welfare of all Indonesian people. Keywords: Quality, Human Resources, National Development, and Entrepreneurship. Abstrak ; Pembangunan nasional dewasa ini tidak harus bertumpu pada sektor ekonomi makro dan mikro saja, akan tetapi menggali dan mengembangkan potensi yang ada di seluruh wilayah Indonesia dengan mengembangkan industri kreatif melalui kewirausahaan. Kegiatan kewirausahaan akan sangat mendukung pembangunan ekonomi suatu bangsa jika pelaku wirausaha dalam suatu negara berjumlah minimal 2% dari jumlah penduduk. Oleh karena itu untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kualitas sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, sedangkan teknik pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder (kepustakaan). Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas tentunya harus mendapat dukungan dari semua pihak terutama dari pemerintah. Dalam mencetak wirausaha baru selain didukung pemerintah melalui berbagai macam kegiatan dan regulasi dalam memasarkan hasil produksi juga harus didukung oleh institusi lain terutama sektor perbankan dalam menyediaan permodalan. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, baik stakeholder maupun shareholder, maka dalam melaksanakan pembangunan nasional Indonesia tidak akan mengutamakan sektor industri dan manufaktur tetapi sektor kewirausahaan akan menjadi daya tarik perekonomian demi tercapainya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Kata kunci: Kualitas, Sumber Daya Manusia, Pembangunan Nasional, dan Kewirausahaan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
14
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan pulau dan bermacam-macam suku bangsa, agama dan budaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari CIA World Factbook bulan Juli 2015 jumlah penduduk Indonesia berjumlah 255.993.674 jiwa dan menduduki peringkat ke-4 dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. (https:// www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, diunduh pada Tanggal 11 Juli 2017). Dengan jumlah populasi yang besar, tentunya membawa dampak yang cukup besar bagi bangsa Indonesia terutama dalam mensejahterakan masyarakat dan pemerataan pembangunan. Berkaitan dengan hal di atas, Basir Barthos (2004:2), berpendapat bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang yang sedang menghadapi permasalahan-permasalahan besar dalam mencapai kemajuan bangsa, khususnya di bidang ekonomi yang masih terpendam serta sumber-sumber daya manusia berupa penduduk yang jumlahnya besar. menurut UNDP (2016), Human development focuses on the richness of human lives rather than on the richness of economies (Perkembangan manusia berfokus pada kekayaan manusia hidup bukan di kekayaan ekonomi). Adapun peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dikawasan Asean terlihat dalam tabel 1. Tabel 1. Peringkat IPM Beserta Komponen Penyusunannya Negara di Kawasan Asean
Tahun 2014 Peringkat Negara Rangking Skor Rata-rata waktu IPM IPM sekolah (Thn) 1 Singapura 11 0,912 10,6 2 Brunei D. 31 0,856 8,8 3 Malaysia 62 0,779 10,0 4 Thailand 93 0,726 7,3 5 Indonesia 110 0,684 7,6 6 Filipina 115 0,668 8,9 7 Vietnam 116 0,666 7,5 8 Timor Leste 133 0,595 4,4 9 Laos 141 0,575 5,0 10 Kamboja 143 0,555 4,4 11 Myanmar 148 0,536 4,1 Sumber: Laporan Tahunan UNDP Tahun 2015 (data diolah)
Angka harapan hidup (Thn) 83,0 78.8 74,7 74,4 68,9 68,2 75,8 68,2 66,2 68,4 65,9
Dari data di atas, diketahui bahwa dengan adanya arus globalisasi khususnya di bidang ekonomi yang begitu cepat menuntut setiap negara khususnya di kawasan Asean untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas dalam judul “Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Mendukung Pembangunan Nasional Melalui Kewirausahaan”. Adapun tujuan dari makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam era globalisasi pasca berlakunya MEA Tahun 2015. 2. Untuk mengetahui dukungan pemerintah dalam bidang kewirausahaan terutama dari instansi dan departemen terkait. 3. Untuk mengetahui sumbangsih sektor kewirausahaan dalam menunjang pembangunan nasional Indonesia.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
15
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PEMBAHASAN Manajemen Ilmu manajemen sebetulnya sama usianya dengan kehidupan manusia, mengapa demikian karena pada dasarnya manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip manajemen, baik langsung maupun tidak langsung. Ilmu manajemen ilmiah timbul pada sekitar akhir abad ke 20 di benua Eropa Barat dan Amerika. Dimana di negara-negara tersebut sedang dilanda revolusi yang dikenal dengan nama revolusi industri, yaitu perubahan-perubahan dalam pengelolaan produksi yang efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah semakin maju dan kebutuhan manusia sudah semakin banyak dan beragam jenisnya. Sekarang timbul suatu pertanyaan “siapa sajakah yang sebenarnya memakai manajemen“ apakah hanya digunakan di perusahaan saja atau apakah di pemerintahan saja. Manajemen diperlukan dalam segala bidang. Dimana orang-orang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan manajemen, Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2007:8) menjelaskan bahwa manajemen adalah proses mengoordinasikan aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Namun, tidaklah cukup sekedar menjadi efisien, manajemen juga memfokuskan pada efektivitas dalam menyelesaikan aktivitas-aktivitas sehingga sasaran organisasi dapat tercapai. Sedangkan John D. Millet yang dikutip Siswanto (2007:1) membatasi manajemen menjadi “Management is the process of directing and facilitating the work of people organizad in formal groups to achive a desire goal” (manajemen adalah suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan). Kualitas Sumber Daya Manusia Manusia merupakan sumber utama dalam dibutuhkan oleh organisasi bisnis (perusahaan) yang kedudukannya tidak mungkin tergantikan oleh apapun meskipun dengan teknologi yang mutakhir. Oleh karena itu, manusia (karyawan) dalam organisasi harus diperhatikan dan dikelola dengan baik agar kompetensi maupun keahliannya dapat ditingkatkan demi kelangsungan dan perkembangan organisasi secara keseluruhan. Gronroos (1999:12), menyatakan bahwa kualitas terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu: 1. Technical quality; berkaitan dengan kualitas dari hasil (output) yang dipersepsikan pelanggan. 2. Functional quality; berkaitan dengan kualitas dalam menyampaikan jasa (hasil pekerjaan). 3. Corporation image; berkaitan dengan citra, reputasi dan daya tarik perusahaan secara umum. Kualitas sumber daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya berdasarkan latar belakang pendidikan, pelatihan yang diperoleh, pemahaman tentang tugasnya, kesiapan dalam melaksanakan perubahan dalam cara kerja dan penguasaan teknologi dan kesehatan yang prima. (Trihapsoro, 2015) Kwik Kian Gie sebagaimana dikutip Ika Ruhana (2012), menekankan perlunya Indonesia memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia. Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara Indonesia juga untuk meletakkan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin kelangsungan demokrasi jangka panjang. Kwik berkesimpulan, bahwa pemerintah harus lebih banyak berinvestasi pada program pembangunan manusia untuk meningkatkan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
16
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Sejalan dengan Kwik Kian Gie, Kesuma et. Al. (2014) berpendapat bahwa sumber daya manusia yang tepatlah yang akan menjadi aset berharga dalam organisasi. Oleh karena itu dengan tersedianya tenaga kerja yang berkualitas, produktif, dan memiliki daya saing yang tinggi, maka dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya: 1. Pengembangan standarisasi dan sertifikasi kompetensi. 2. Peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi pelatihan kerja melalui pembinaan dan perberdayaan lembaga pelatihan kerja. 3. Pemasyarakatan nilai dan budaya produktif, pengembangan kader dan tenaga ahli produktivitas. (Subandi, 2012:110) Pembangunan Nasional Fenomena pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan tingkat pengangguran yang tinggi menunjukkan bahwa terjadi kegagalan pemerintah dalam menjalankan pembangunan ekonomi pasca reformasi. Struktur ekonomi mengarah ke ekonomi jasa, yang seharusnya terjadi pada waktu pendapatan perkapita sudah lebih dari US $ 9000 seperti yang terjadi di negara negara Eropa. Dengan demikian sudah terjadi deidustrialisasi prematur, artinya peranan sektor jasa dalam struktur ekonomi jauh lebih tinggi dari sektor industri. Pada tingkat pendapatan perkapita yang masih pada kisaran US$ 3000 seharusnya program pembangunan ekonomi lebih menekankan pada pembangunan sektor pertanian dan pembangunan sektor industri. Dua sektor ini akan mampu menyerap tenaga kerja yang masih melimpah sebagai akibat dari berkurangnya peranan sektor pertanian. (Harjanto, 2014:75) Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tap MPR RI) Nomor IV/MPR/1999, ditegaskan bahwa pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam mengimplementasikan pembangunan nasional senantiasa mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kokoh, baik kekuatan moral maupun etika bangsa Indonesia. Oleh karena itu dalam merencanakan pembangunan nasional dan peningkatan kualitas manusia Indonesia memerlukan strategi tertentu agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Strategi pembangunan dimaksudkan untuk memajukan proses pembangunan, karena itu strategi pembangunan memiliki dua komponen, yaitu tujuan (pembangunan) dan alat (strategi). (Sulistiowati, 2008:486) Adapun teori pembangunan modern sejak awalnya adalah normatif dan instrumental yang berarti, bahwa: 1. Para teoritikus memiliki berbagai pandangan tentang bagaimana pembangunan yang seharusnya. 2. Ada anggapan, bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang dapat dikendalikan dan dikemudikan oleh para pelaku, yaitu negara. Kewirausahaan Kewirausahaan merupakan jiwa yang bisa dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan, umumnya memiliki potensi menjadi pengusaha tetapi bukan jaminan menjadi pengusaha, dan pengusaha umumnya memiliki jiwa kewirausahaan. Ciri penting dari seseorang yang memiliki jiwa entrepreneurship adalah kemampuan memimpin, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
17
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
kemandirian, kerjasama dalam tim, kreativitas dan inovasi, serta keberaniannya dalam menghadapi dan mengambil resiko terhadap keputusan yang dibuat yang mendasari tindakan riil yang dilakukan. (Suratna, 2010:2) Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya: mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberi pelayanan yang lebih baik dan keuntungan yang lebih besar. Sedangkan menurut Leonardus Saiman (2009:42-43) berpendapat, bahwa berkewirausahaan adalah hal-hal atau upaya-upaya yang berkaitan dengan penciptaan kegiatan atau usaha atau aktivitas bisnis atas dasar kemauannya sendiri dan mendirikan usaha atau bisnis dengan kemauan dan kemampuan sendiri. Suryana (2006:3) mengemukakan pendapatnya, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa kewirausahaan seseorang, diantaranya: 1. Percaya diri (keyakinan). 2. Optimisme. 3. Disiplin. 4. Komitmen. 5. Inisiatif. 6. Motivasi. 7. Jiwa kepemimpinan. 8. Suka tantangan. 9. Bertanggung jawab. dan 10. Human relationship. Kewirausahaan Mandiri Dalam Mendukung Pembangunan Nasional Indonesia Yang Berkelanjutan (Sustainable National Development) Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak disertai dengan infrastruktur yang memadai terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan khususnya di bidang industri dan manufaktur dalam skala besar. Terbatasnya lapangan kerja berdampak pada meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Tabel 2. Jumlah Pengangguran di Indonesia (dalam jutaan) PENGANGGURAN % Dari Total Tenaga Kerja
2012
2013
2014
2015
6,1
6,2
5,9
6,2
Agustus 2016 6,99
Februari 2017 7,01
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (data diolah) Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data tersebut merupakan jumlah keseluruhan dari total tenaga kerja Indonesia. Sedangkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis oleh Kementerian Tenaga Kerja RI, menyatakan bahwa jumlah lulusan perguruan tinggi yang bekerja adalah 12,24 persen. Jumlah tersebut setara 14,57 juta dari 118,41 juta pekerja di seluruh Indonesia. Sementara pengangguran lulusan perguruan tinggi mencapai PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
18
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
11, 19 persen atau setara 787 ribu dari total 7,03 orang yang tidak memiliki pekerjaan. (http://www.harnas.co/2016/11/17/kemenaker-jumlah-pengangguran-sarjana-meningkat, diunduh pada Tanggal 20 Juli 2017) Untuk menekan jumlah pengangguran tentunya memerlukan perhatian dari semua pihak baik stake holder maupun shareholder. Selain itu peran pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru yang bersifat pengembangan potensi wilayah dan masyarakat di seluruh Indonesia salah satunya adalah dengan menggalakkan program kewirausahaan mandiri. Tabel 3. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah Tahun 2012-2013 Tahun 2012**) No
Indikator
Satuan Jumlah
1
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro - Usaha Kecil - Usaha Menengah
2
Pangsa (%)
Tahun 2013***) Jumlah
Perkembangan Tahun 2012-2013
Pangsa (%)
Jumlah
(%)
Unit
56.534.592
99,99
57.895.721
99,99
1.361.129
2,41
Unit
55.856.176
98,79
57.189.393
98,77
1.333.217
2,39
Unit
629.418
1,11
654.222
1,13
24.803
3,94
Unit
48.997
0,09
52.106
0,09
3.110
6,35
110.808.154
97,16
114.144.082
96,99
6.486.573
6,03
Tenaga kerja - Usaha Mikro
Orang
107.657.517
90,12
104.624.466
88,90
4.764.949
4,77
- Usaha Kecil
Orang
4.535.970
4,09
5.570.231
4,73
1.034.262
22,80
- Usaha Menengah
Orang
3.262.023
2,94
3.949.385
3,36
687.363
21,07
Keterangan:
**) ***)
Angka sangat sementara Angka sangat-sangat sementara
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (data diolah) Dari tabel 3 di atas, dapat terlihat bahwa jumlah pelaku wirausaha di Indonesia masih jauh untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. Hal tersebut dikemukakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono, bahwa untuk menjadi bangsa yang maju, sedikitnya dibutuhkan 2% penduduk Indonesia yang menjadi entrepreneur (pelaku wirausaha). Data hingga april 2014, jumlah entrepreneur hanya sebesar 1,65% dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini masih jauh dari angka yang ideal, dan masih kalah dengan negaranegara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. (https://ekbis.sindonews.com/read/912556/34/jumlah-entrepreneur-2-bisa-jadi-negaramaju-1413543310. Diunduh tanggal 17 Juli 2017) Kendala utama kurangnya minat untuk berwirausaha dari generasi muda Indonesia adalah umumnya mereka bercita-cita untuk menjadi seorang karyawan maupun menjadi pegawai negeri (PNS). Pola pikir (mindset) inilah yang harus dirubah agar pelaksanaan pembangunan nasional dapat berjalan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, agar generasi muda Indonesia memiliki minat yang besar untuk mejadi pelaku wirausaha, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi bagian yang terpenting bagi pelaku wirausaha adalah seperti tabel berikut:
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
19
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 4. Profil seorang wirausahawan
Karakteristik profil
Ciri wirausahawan yang menonjol Mereka lebih suka bekerja dengan para ahli untuk Berprestasi tinggi memperoleh prestasi Mereka tidak takut mengambil resiko tetapi akan menghindari Pengambil resiko resiko-resiko tinggi apabila dimungkinkan Mereka tanggap mengenali dan memecahkan masalah yang Pemecah masalah dapat menghalangi kemampuannya mencapai tujuan Mereka tidak memperkenankan kebutuhan terhadap status Pencari status mengganggu misi usahanya Tingkat energi tinggi Dedikasi dan workhooic demi wujudnya sukses Percaya diri Tingkat confident yang tinggi Ikatan emosi Memisahkan antara hubungan emosional dengan karier Menyukai kompleksitas tinggi dengan formalisasi yang Kepuasan pribadi rendah Sumber: David, E Rye (1996) Kendala lain dari kurang diminatinya bidang kewirausahaan adalah kurangnya dukungan dari berbagai pihak, terutama yang berkaitan dengan: 1. Keterampilan yang harus dimiliki. 2. Permasalahan permodalan. 3. Pelatihan untuk pengembangan usaha. 4. Dukungan pemerintah daerah (birokrasi). 5. Pemasaran produk maupun jasa. Ditengah persaingan ekonomi global yang semakin ketat dan telah berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Tahun 2015, tentunya Indonesia harus segera mengoptimalkan peran industri kecil dan menengah serta mengoptimalkan generasi muda untuk bersama-sama dalam membantu pemerintah mencetak lapangan kerja dengan mengutamakan potensi yang ada ditiap-tiap daerah demi keberlangsungan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kapasitas wirausaha dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam kewirausahaan dengan tiga tahap, yaitu pembibitan, penempaan, dan pengembangan. Dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha ditegaskan, bahwa sasaran pengembangan inkubator wirausaha adalah: 1. Penumbuhan wirausaha baru dan penguatan kapasitas wirausaha pemula (start-up) yang berdaya saing tinggi. 2. Penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi. 3. Peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Peningkatan aksesibilitas, wirausahawan atau calon wirausahawan untuk mengikuti program inkubasi. 5. Peningkatan kemampuan dan keahlian pengelola inkubator wirausaha untuk memperkuat kompetensi inkubator wirausaha. 6. Pengembangan jejaring untuk memperkuat akses sumber daya manusia, kelembagaan, permodalan, pasar, informasi, dan teknologi. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
20
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Oleh karena itu kurang berkembangnya minat untuk berwirausaha terutama di kalangan generasi muda karena ketidakmampuan untuk bersaing (memiliki daya saing) serta rendahnya tingkat pengelolaan lembaga (usaha) agar dapat berkembang menuju kemandirian usaha. Faktor lain yang dibutuhkan adalah adanya pertumbuhan usaha kecil yang didasari pada nilai-nilai kewirausahaan dan jiwa kewirausahaan dengan harapan dapat membentuk perilaku usaha kecil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional demi tercapainya pemerataan dan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia. PENUTUP Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan tidak akan terwujud apabila hanya mengandalkan industri makro sebagai tulang punggung pembangunan perekonomian nasional. Krisis ekonomi dunia serta persaingan global membawa dampak yang sangat signifikan bukan saja pada industri besar dan manufaktur, tetapi juga berimbah pada industri skala menengah. Bercermin pada krisis moneter Tahun 1998, Indonesia dapat segera bangkit dari keterpurukan ekonomi dengan mengedepankan industri kecil dan menengah (UMKM). Pemberdayaan usaha kecil dan menengah dengan mengelola jiwa kewirausahaan diharapkan mampu menciptakan pelaku usaha kecil yang mandiri dan tangguh dalam menghadapi persaingan usaha, terutama dari produk-produk global khususnya dari negara China. Keterlibatan pemerintah pusat dan daerah harus terlibat secara langsung terutama dalam memberdayakan keahlian pelaku usaha kecil melalui pelatihan untuk produk-produk yang memerlukan ketrampilan khusus seperti desain batik dan kerajinan sehingga akan menghasilkan produk yang berkualitas serta mempunyai daya saing tinggi. Kemandirian usaha kecil memerlukan perlindungan pengelolaan usaha agar dapat dengan mudah untuk menjalankan bisnis, oleh karena itu dibutuhkan peran serta pemerintah daerah, perguruan tinggi dan stakeholders untuk mewujudkan adanya peraturan daerah tentang pengelolaan usaha kecil yang dapat melindungi pelaku usaha kecil. DAFTAR PUSTAKA Argo Trihapsoro, 2015, Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Pada SKPD Kabupaten Boyolali), Universitas Muhammadiyah Surakarta, Publikasi Ilmiah. Barthos, Basir. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia: Permasalahan Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Aksara. CIA World Factbook. 2015. https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/id.html. diunduh pada Tanggal 11 Juli 2017. David, E. Rye. 1996. Tool for Executif: The Vest Poket Entrepreneur, Alih bahasa: Hadyana. Jakarta Prenhallindo. Gronroos, C. 1998. Service Management and Marketing, Managing the Moment. New Jersey. Prestice-Hall International Edition. Harjanto, Totok. Pengangguran dan Pembangunan Nasional. Jurnal Ekonomi. Volume 2 Nomor 2. April 2014. Hlm. 67-77. Ika Ruhana. Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia vs Daya Saing Global. Jurnal Profit. Volume 6 Nomor 1. Juni 2012. Hlm. 50-56. Kementerian Tenaga Kerja RI. 2016. Jumlah Pengangguran Sarjana Meningkat. http:// www.harnas.co/2016/11/17/kemenaker-jumlah-pengangguran-sarjana-meningkat, diunduh pada Tanggal 20 Juli 2017.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
21
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Kesuma, I., Nadirsyah, dan Darwanis. 2014. Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Peran Internal Auditor dan Aktivitas Pengendalian Terhadap Nilai Informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara). Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Volume 3 Nomor 1. Hlm. 73- 82. Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter, 2007, Manajemen, edisi 8 Julid 1, Jakarta, Indeks. Saiman, Leonardus. 2009. Kewirausahaan Teori, Praktek, dan Kasus-kasus. Jakarta. Salemba Empat. Siswanto, HB. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta. Bumi Aksara. Sri Sultan Hamengkubuwono. Jumlah Entrepreneur 2% Bisa Jadi Negara Maju. https://ekbis.sindonews.com/read/912556/34/jumlah-entrepreneur-2-bisa-jadinegara-maju-1413543310. Diunduh tanggal 17 Juli 2017 Subandi. 2012. Ekonomi Pembangunan. Bandung. alfabeta. Sulistiowati, Rahayu. 2008. Globalisasi Teori Pembangunan dan Pengaruhnya Terhadap Strategi Pembangunan Nasional di Indonesia (Kajian Teoritis Terhadap Pemikiran Bjorn Hettne). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan. Volume 2 Nomor 5. Hlm. 482-494. Suratna. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Melalui Inkubator Bisnis. Jurnal Administrasi Bisnis. Volume 6 Nomor 2. Januari 2010. Hlm. 1-16. Suryana. 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses Menuju Sukses. Jakarta. Salemba Empat. UNDP, 2015. Human Development Report. hdr.undp.org/sites/default/files/2015_ human_ development_ report.pdf, diunduh pada Tanggal 15 Juli 2017.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
22
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
EDUPRENEURSHIP SEBAGAI PEMERKAYA KOMPETENSI UNTUK MEMPERKUAT DAYA SAING LULUSAN PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA Wiriadi Sutrisno Dosen Prodi Pendidikan Ekonomi FIPPS, UNINDRA email:
[email protected], Cell: 081377530589 Abstract; Indonesian university graduates are experiencing a dilemma, where as their achievement not a guarantie to get a job, such, the more of increasing of ILPT yearly, the more increasing of educated unemployment level. Then, due the graduan failed being absorbed by the industries. The role of Higher Education Institutions are very important in solving the problems, especially in facing the chalenges in the free trade era which requires LPT to have a strong competitiveness. This is in line with the objectives of educational services , as reflected in the National Education System Act (USPN) no. 20 of 2003 which drive individuals to be able to build their self potential through the learning process. This research aims to enlighten all education stakeholders that stronger LPT competitiveness , is main issues in order to compete in labor market . LPT should be equipped with intensive training that’s capable to develop self potential as in edupreneurship model. The study was conducted by scientific literature sourced from the library, formal documents, working papers studies , as well as expert achievement results studies both within and outside country. The sample used is selected sampling and uses Qualitative Descriptive Analisis. Keywords: Edupreneurship, Competence, Competitiveness, Self Potency and Descriptive Analysis Abstrak; Kondisi lulusan perguruan tinggi di Indonesia saat ini, mengalami dilema, karena gelar kesarjanaan yang mereka peroleh tidak jadi jaminan untuk mendapat pekerjaan. Hal ini disebabkan meningkatnya lulusan perguruan tinggi di Indonesia dari tahun ketahun, justru disertai dengan semangkin meningkat pula tingkat pengangguran terdidik. Peran lembaga Perguruan Tinggi (L-PT) sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, terutama dalam menghadapi tantangan kebutuhan SDM di era perdagangan bebas yang menuntut LPT memiliki daya saing (competitiveness) yang tinggi. Hal ini sesuai dengan tujuan dari kegiatan pendidikan, yang tercermin pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) No. 20 Tahun 2003 yang mengarahkan pendidikan untuk mengembangkan individu agar mampu membangun self potency mereka melalui proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mencerahkan kepada seluruh pemangku kepentingan dunia pendidikan bahwa untuk meningkatkan daya saing para LPT, agar mampu bersaing di pasar tenaga/Industri. LPT harus dilengkapai dengan pelatihan yang mampu mengembangkan potensi diri, kreativitas, soft skill, seperti yang terkandung dalam edupreneurship. Penelitian dilakukan dengan melakukan kajian literatur ilmiah yang bersumber dari Perpustakaan, Dokumen Formal berupa kertas kerja, dan Hasil Kajian Para Ahli baik dari dalam dan luar negeri. Sampel yang digunakan adalah selected sampling dan menggunakan Anaisis Diskriptif Kualitatif. Kata Kunci: Edupreneurship, Kompetensi, Competitiveness, Self Potency dan Analisis Diskriptif
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
23
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Perguruan Tinggi di Indonesia dari tahun ketahun terus menghasilkan lulusan, namun kondisi ini menjadi dilema bagi para sarjana. Hal ini disebabkan gelar kesarjanaan dan ijazah yang mereka raih tak lagi jadi jaminan untuk mudah mendapat pekerjaan. Disatu sisi angka pengangguran terdidik terus mengalami peningkatan akibat tidak terserap dunia kerja Alam, 2015. Menurut BPS (2016), pengangguran “terdidik” di Indonesia, sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 mengalami fluktuasi dan yang cendrung meningkat pada tahun 2016, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tingkat Pengangguran Terdidik Di Indonesia Tahun 2012 2013 2014 2015 Keterangan Tingkat Pengangguran 8,7 8,36 9,5 5,34 Terdidik (%) (*) Sumber BPS (2016)
2016 6,22
Hal ini disebabkan para lulusan tidak memiliki kompetensi yang diinginkan industri. Bahan ajar yang disajikan maupun kompetensi yang diperoleh mahasiswa tidak berhubungan (link) dan sesuai (match) dengan kebutuhan industri , (Riyanto, 2017). Sehingga para LPT gagal pada saat seleksi penerimaan karyawan, karena kompetensi yang dimiliki tidak selaras (match) dengan kompetensi yang dibutuhkan industri, meskipun petanyaan yang diajukan berhubungan erat dengan bidang studi yang didalami para LPT. Kompetensi lulusan yang merupakan salah satu pilar dasar Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) merupakan salah satu penentu kualitas perguruan tinggi yang dilihat dari para alumnus dan masa tenggang pasca lulus. Dalam mengantisipasi semangkin tingginya tingkat pengangguran, khususnya pada sektor pengangguran terdidik, peran L-PT sangat penting, khususnya dalam menghadapi tantangan era perdagangan bebas/MEA, dengan mempersiapkan lulusannya memiliki kompetensi yang mampu bersaing di pasar bebas, khususnya pada industri yang memiliki standar kebutuhaan SDM tinggi. Hal ini sesuai dengan tujuan dari kegiatan pendidikan, yakni untuk meningkatkan potensi manusia melalui proses pembelajaran terpadu. Juga tercermin pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan upaya perhatian untuk mengembangkan individu agar mampu membangun self potency mereka melalui proses pembelajaran. Self potency yang dimaksud adalah karakter yang penuh kemandirian dan kreaktif yang terkandung dalam edupreneurship, menempatkan konsep dan sikap kewirausahaan dalam dunia pendidikan, Edupreneurship adalah program pelatihan bagaimana mengenalkan konsep-konsep entrepeneurship yang dilengkapi dengan berbagai contoh aplikasinya melalui proses pendidikan.menggunakan berbagai strategi bisnis, bergantung pada sifat produk dan segmen pasar yang telah mereka pilih untuk dilayani. Konsekuensi dari keikut sertaan Indonesia dalam MEA akan mempertajam tingkat persaingan dan bebasnya pergerakan arus barang dan jasa, investasi dan modal, serta tenaga kerja terdidik-terampil, dan dinamika budaya-politik, diantara sesama negara Asean. Hal tersebut perlu disikapi secara positif, bahwa Indonesia perlu meningkatkan dayasaing (competitivenes) dalam berbagai bidang, khususnya penyiapan SDM, untuk mencegah banjirnya tenaga terampil dari berbagai negara, sebagai jawaban dari kesiapannya menghadapi era globalisasi tersebut.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
24
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Hatten (2000:5), mengatakan bahwa salah satu yang perlu mendapat dukungan besar dalam menguatkan daya saing adalah adalah tersedianya tenaga trampil, dalam kadar yang memadai, agar masyarakat mampu meningkatkan kreativitasnya. Pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tuntutan bersaing dalam kehidupan global mutlak diperlukan. Penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kekayaan negara, menjadi sesuatu yang sangat penting, dalam kaitannya sebagai pengganti sumber-sumber alam (renewable resources) yang dimiliki negara. Karenanya, daya saing merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menciptakan suatu produk barang dan jasa yang memenuhi kriteria tertentu (internasional), dan kemampuan mewujudkan tingkat pendapatan yang tinggi secara berkelanjutan, serta meraih peluang kerja. Dalam konteks kekinian, daya saing menggambarkan kemampuan suatu bangsa dalam menghadapi tantangan masa depan, dan kesiapannya untuk berinteraksi dengan bangsa lain. TINJAUAN PUSTAKA Edupreneurship (Pendidikan Kewirausahaan) Konsep edupreneurship memungkinkan lembaga pendidikan di banyak negara berobah menjadi edupreneur (Pengusaha Edukasi atau Pengusaha Pendidikan), mengacu pada prinsip prnsip perusahaan yang "mengembangkan produk dan layanan inovatif untuk mengisi peluang yang belum disentuh oleh sekolah yang dikelola pemerintah " (Lips, 2000:.2 dalam Tryono , 2015). Istilah Edupreneurship terdiri dari dua kata, yakni Education yang berarti pendidikan dan enterpreneurship yang bermakna kewirausahaan atau kewiraswastaan. Selain dari itu enterpreneurship juga berasal dari bahasa Perancis, entreprendre yang berarti wirausaha/kewirausahaan yang juga diartikan sebagai entreprise yang berarti menyambut tantangan Fadhilah, (2011:75). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa edupreneurship adalah pendidikan yang mencetak peserta didik yang kreatif inovatif, pencipta peluang yang handal, dan pemberani melangkah menyambut tantangan kehidupan. Edupreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship yang unik di bidang pendidikan. Dimana Entrepreneurship sendiri merupakan usaha kreatif atau inovatif dengan melihat atau menciptakan peluang dan merealisasikannya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah (ekonomi, sosial, dll). Oleh karenanya definisi Entrepreneurship berkembang sesuai bidang yang dikembangkan. Seperti pengembangan entrepreneurship dibidang sosial disebut sosiopreneurship, dan pengembangan di bidang edukasi disebut edupreneurship., Demikian pula pengembangan yang terjadi di internal perusahaan disebut interpreneurship, sedangkan di bidang bisnis teknologi disebut teknopreneurship (Ikhwan Alim, 2009). Lebih lanjut Oxford Project, (2012) menjelaskan edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan dan keunggulan baru. Dua pengertian tersebut mengandung makna yang berbeda. Dalam pengertian pertama, edupreneurship lebih banyak berorientasi pada profit yang banyak memberi keuntungan finansial. Definisi kedua lebih umum yaitu semua usaha kreatif dan inovatif sekolah yang berorientasi pada keunggulan. Konsep edupreneurship dalam kajian ini ditekankan pada usaha kreatif atau inovatif yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh prestasi dan menambah income. Prestasi sekolah/universitas mungkin tidak langsung membuahkan keuntungan finansial tetapi sekolah/universitas yang berprestasi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
25
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapat penghargaan, bantuan, dan input siswa yang lebih baik. Dengan modal prestasi ini, sekolah sedikit demi sedikit akan mengalami kemajuan sampai menjadi sekolah unggul. Dalam konteks ini, unggul tidak memberi dampak finansial secara langsung tetapi merintis masa depan yang lebih sukses. Setelah menjadi sekolah unggul, peluang dan kesempatan untuk mencari tambahan income semakin mudah didapatkan. Edupreneurship ingin menempatkan konsep-konsep dan sikap kewirausahaan dalam dunia pendidikan, bukan bertujuan menjadikan mahasiswa sebagai pengusaha, namun lebih pada pembentukan karakter edupreneur dalam bidang pendidikan”. Edupreneurship adalah program pelatihan bagaimana mengenalkan konsep-konsep entrepeneurship yang dilengkapi dengan berbagai contoh aplikasinya melalui proses pendidikan.menggunakan berbagai strategi bisnis, bergantung pada sifat produk dan segmen pasar yang telah mereka pilih untuk dilayani. Kompetensi Lulusan Perguruan Tinggi (LPT) Perguruan tinggi merupakan lembaga/ institusi yang sangat bertanggung jawab terhadap kemajuan dan kepandaian bangsanya agar mampu bersaing dengan bangsa lain. Sistem pendidikan/ pengajarannya pun harus secara rutin dilakukan evaluasi dengan mengacu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta perkembangan global dalam masyarakat dunia. Sistem pendidikan di perguruan tinggi yang hanya mengarah pada produk lulusan tanpa melihat proses pencapaian hasil pendidikan perlu dikalukan evaluasi. Dengan adanya sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam Depdiknas. (2002) yang saat ini sedang dalam proses sosialisasi dan implementasi di semua perguruan tinggi negeri maupun swasta, yang merupakan salah satu jawaban agar para lulusan perguruan tinggi tersebut mampu bersaing dengan para lulusan dari perguruan tinggi dari luar negeri maka untuk mengukur keberhasilan sistem KBK tersebut perlu adanya suatu Standar Kompetensi Lulusan (Permendikbud No. 54 tahun 2013 ) ini bukan merupakan suatu patokan yang berharga mati akan tetapi juga tidak terlalu longgar sehingga tujuan dari sistem KBK tersebut tidak tercapai. Selain dari pada itu dalam SKL ini masih memberikan tempat dimana perguruan tinggi dapat mengembangkan potensi yang sesuai dengan kompetensi masing masing. Tujuan utama dari kegiatan perguruan tinggi adalah untuk dapat mempersiapkan para lulusan dapat langsung bekerja yang sesuai dengan bidangnya, mampu mengimplementasikan ilmunya serta mampu menegembangkan diri untuk menjawab tantangan yang baru dan berpikiran untuk belajar selama hidupnya. Dengan kondisi global yang saat ini kita hadapi bersama mengakibatkan persaingan yang sangat ketat akan dialami para lulusan di dalam dunia usaha. Hal tersebut juga membawa dampak pada adanya perubahan persyaratan kerja yang juga sangat ketat. Persyaratan kerja ini tidak hanya menekankan pada kualitas lulusan yang tidak hanya menekankan pada penguasaan hard skills (kemampuan teknis dan akademis) akan tetapi juga penguasaan soft skills. Di dalam usaha pemenuhan kebutuhan industri kerja tersebut, tentu akan berakibat pada perubahan paradigma (pola pikir) dalam proses pembelajaran. Perubahan pola pikir yang dapat memenuhi proses pembelajaran, dapat menghasilkan mutu lulusan sebagaimana yang diharapkan oleh pasar kerja sebagai user. Mereka akan menuntut para lulusan mampu meresapi arti dari kompetensi dalam pedidikan yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Untuk menghasilkan kondisi seperti diatas perlu adanya persyaratan yang harus dipenuhi mulai dari sistem pendidikan , kurikulum , dosen dan fasilitas yang secara terintegrasi mengarah pada keberhasilan sistem KBK tersebut. Oleh karena itu salah satu acuan yang harus ada adalah Standar Kompetensi Lulusan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
26
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Perguruan Tinggi (SKL – PT ) agar pola evaluasi dan monitoring atas keberhasilan sistem KBK ini dapat dilakukan. SKL – PT ini didesain cukup longgar sehingga mampu mengadopsi kebutuhan dunia pendidikan saat ini dan mengantisipasi perkembangan di masa depan. Daya Saing Lulusan Perguruan Tinggi Konsep daya saing mulai populer digunakan ketika ahli ekonomi Amerika Paul Krugman memperdebatkannya dalam teorinya tentang perdagangan, dan karena itu pula konsep daya saing ini digunakan secara luas dalam bidang ekonomi dan manajemen bisnis (Wikipedia, 2008). Selanjtnya Michel E. Porter dalam Sumihardjo (2008: 8) menyebutkanbahwa: istilah daya saing sama dengan competitiveness atau competitive. Sumihardjo (2008: 8), memberikan penjelasan tentang istilah daya saing ini, yaitu; “Kata daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu”. Selanjutnya Muhardi (2007: 35) menjelaskan bahwa daya saing adalah efektivitas suatu organisasi di pasar persaingan, dibandingkan dengan organisasi lain yang menawarkan produk atau jasa-jasa yang sama atau sejenis. Mohammad Imam Farisi dan Kisyani (2008) mengartikan daya saing adalah kemampuan, kinerja, talenta, atau prestasi yang dimiliki dan ditunjukkan oleh seseorang/perusahaan/produk melebihi yang lain . Wahono (2007) menyusun peringkat perguruan tinggi dapat dilihat dari penilaian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tertentu. Salah satu lembaga yang menilai peringkat perguruan tinggi adalah Academic Ranking of World Universities (ARWU). ARWU adalah sistem perangkingan yang dilakukan oleh Institute of Higher Education, Shanghai Jiao Tong University (IHE-SJTU) Cina. Rangking yang ditentukan oleh ARWU dihitung berdasarkan 6 faktor utama, yaitu: a. Alumni: Total jumlah alumni yang mendapatkan penghargaan nobel (Nobel rize) di bidang fisika, kimia, ekonomi dan kedokteran serta meraih Field Medal di bidang matematika. Digunakan hitungan bobot (weight) berdasarkan kebaruan tahun mendapatkan penghargaan tersebut. Semakin lama mendapatkan penghargaan, semakin kecil bobot prosentase nilainya. b. Award: Total jumlah staff saat ini yang mendapatkan penghargaan nobel (Nobel Prize) di bidang fisika, kimia, ekonomi dan kedokteran serta meraih Field Medal di bidang matematika. Perhitungan bobotnya sama dengan Alumni. c. HiCi: Jumlah peneliti (Dosen) yang mendapatkan nilai citation tinggi (high cited researcher) alias penelitiannya banyak dikutip oleh peneliti lain, dalam 20 kategori subyek berdasarkan publikasi resmi d. PUB: Jumlah artikel yang diindeks oleh Science Citation Index-Expanded dan Sosial Science Citation Index. e. TOP: Prosentase artikel yang dipublikasikan dalam top 20% journal internasional dari berbagai bidang ilmu. Penentuan top 20% journal adalah berdasarkan nilai impact factors dari Journal Citation Report, f. Fund: Jumlah total anggaran biaya penelitian dari sebuah universitas. Mohammad Ali, (2009: 180) menguraikan bahwa .Lembaga lain yang mengumumkan peringkat perguruan tinggi adalah The Times Higher Educatian PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
27
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Supplement (THES). THES menggunkan 4 kriteria utama dalam penilaian kualitas dan penentuan skor/rengking perguruan tinggi, yaitu: a. Kualitas penelitian dengan skor 60%. Kualitas penelitian ini diukur berdasarkan 2 indikator, yaitu hasil peer review (40%) dan citations per faculty (20%). b. Kesiapan kerja dengan skor 20%. Kesiapan kerja diukur dengan indikator penilaian recruiter review. c. Pandangan internasional dengan skor 10%. Pandangan internasional ini dapat diukur melalui indikator jumlah fakultas yang menyelenggarakan kelas internasional dan jumlah mahasiswa internasional. d. Kualitas pengajaran dengan skor 20%. Indikator penilaiannya adalah rasio jumlah mahasiswa dan fakultasnya Berkaitan dengan penentuan peringkat diperguruan tinggi, Brodjonegoro (2011:5) menyebutkan bahwa untuk meningkatkan daya saing dan mutu perguruan tinggi, maka perlu diupayakan adanya indikator kinerja perguruan tinggi. Indikator kinerja perguruan tinggi tersebut terdiri dari: a. Kuantitas dan kualitas serta relevansi lulusan, b. Kuantitas dan kualitas serta relevansi hasil penelitian dan pengembangan, c. Kuantitas dan kualitas serta relevansi kegiatan pengabdian pada masyarakat Permendiknas No 41 tahun 2007, menyatakan bahwa daya saing merupakan competitive yang memiliki kekuatan untuk berusaha menjadi unggul yang dilakukan seseorang/institusi di pasar persaingan yang menawarkan produk atau jasa-jasa yang sama, dimana kelompok/institusi memiliki kemampuan, kinerja, talenta, atau prestasi untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna dari seseorang/institusi lain. Mengacu pada salah satu indikator kinerja perguruan tinggi yang diungkapkan oleh Brodjonegoro (2011) yaitu kuantitas dan kualitas serta relevansi lulusan, maka berikut ini pengembangan kriteria penilaian daya saing lulusan perguruan tinggi.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
28
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 2. Indikator dan Kriteria Penilaian Daya Saing LPT, No Indikator Penilaian Kriteria Penilaian 1 Kuantitas lulusan a. Jumlah lulusan yang bekerja b. Masa tunggu memperoleh pekerjaan 2 Kualitas lulusan a. Prestasi selama bekerja Peningkatan kinerja/jenjang karir b. secara kontinyu 3 Relevansi pekerjaan Kesesuaian pekerjaan dengan kemampuan dengan bidang ilmu yang dimiliki keilmuan Sumber : Brodjonegoro (2011) Dengan menggunakan kriteria penilain daya saing di atas, maka dapat ditentukan posisi daya saing lulusan perguruan tinggi. Kemudian Michael E. Porter (2007: 461), membuat kriteria dengan membagi posisi daya saing ke dalam tiga katagori, yaitu: tinggi, rendah, dan sedang. PEMBAHASAN Edupreneurship Sebagai Pemerkaya Kompetensi LPT Jenis-jenis Kegiatan Edupreneurship Deborah Salas. (2012) dalam Endang, dkk (2014), menjelaskan jenis-jenis kegiatan edupreneusrship, seperti: Usaha Jasa Akademis, Usaha Jasa Non Akademis, Produksi, Perdagangan dan Business Center. Sebagai gambaran tentang kegiatan edupreneurdhip adalah seperti yang dicanangkan Kemenristek DIKTI, tentang Program Kreativitas Mahasiswa PKM), dengan mengembangkan kegiatan edupreneurship, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan unit produksi, untuk melatih kemampuan mahasiswa, seperti: PKM-M : PKM Pengabdian Kepada Masyarakat, PKM-P : PKM Penelitian, PKM-K : PKM , Kewirausahaan, PKM-T : PKM Teknologi, PKM-KC : PKM Karsa Cipta, PKM-GT : PKM Gagasan Tertulis PKM-AI : PKM Artikel Ilmiah Kurikulum dalam memperkaya Kompetensi Kurikulum memiliki peran konservatif dan rekonstrukstif. Konservatif dimaksudkan kurikulum memuat nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, agar nantinya ketika kembali pada lingkungan masyarakat, mereka dapat menempatkan dirinya pada peran mereka serta memiliki nilai dan norma yang baik. Dalam peran rekonstruktif dimaksudkan bahwa penyusunan kembali kurikulum perlu memperhatikan, kebutuhan stakeholder (pemangku kepentingan), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan sisi praktis, yaitu ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan global. Dalam prakteknya, kurikulum juga membutuhkan daya dukung (guru, sarana prasarana, dan lingkungan) guna perbaikan kualitas pembelajarankedepan. Sehingga kurikulum PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
29
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
yang baik adalah kurikulum yang dirancang sesuai dengan modal sosial dan modal kultural yang dimiliki bangsa ini. Perubahan kurikulum merupakan hal yang wajar sebagai sebuah dinamika antisipasi terhadap perkembangan dan tuntutan jaman. John Dewey dalam Eakin (2000), mengemukakan bahwa pendidikan adalah kehidupan, maka pendidikan selayaknya dapat memberikan panduan kepada manusia dalam kehidupannya. Oleh sebab itu ketika tuntutan kualitas dalam segala hal tidak bisa dielakkan, maka pendidikan perlu merancang kurikulum sesuai dengan tuntutan itu. Dalam hal kurikulum sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan, Beane (1986) membagi kurikulum dalam empat jenis, yaitu: 1) kurikulum sebagai produk, 2) kurikulum sebagai program, 3) kurikulum sebagai hasil belajar yang diinginkan, dan 4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi siswa. Dalam hal kurikulum sebagai program merupakan jawaban atas tuntutan kualitas pendidikan, oleh sebab itu sebagai program, kurikulum harus mampu merancang dan mengantisipasi kebutuhan jaman, termasuk di dalamnya kualitas pendidikan dan daya saing. Kurikulum sebagai hasil belajar yang diinginkan, memiliki makna bahwa kurikulum menjadi arah tercapainya tujuan pembelajaran. Kunci utama dan majunya pembangunan pendidikan di suatu negara dipengaruhi oleh ketepatan kurikulum dalam mengantisipasi masa depan. Standarisasi kurikulum dan standarisasi kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang lulusan perguruan tinggi perlu mendapatkan perhatian. Kurikulum berbasis Edupreneurship Upaya melakukan kualifikasi terhadap lulusan perguruan tinggi di Indonesia, pemerintah menerbitkan Perpres No. 08 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan PeraturanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 73 Tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi. Kerangka ini menjadi acuan dalam penyusunan capaian pembelajaran lulusan setiap jenjang pendidikan secara nasional. Namun demikian, dengan segala upaya yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan kompetensi, baik melalui KBK maupun KKNI, Tingkat pengangguran Terdidik (TPT) masih menunjukkan angka yang relatif tinggi. Ironisnya dari TPT termasuk didalamnya pengangguran dari lulusan pendidikan vokasional yang sudah dipersiapkan sejak awal, mahasiswa dilatih bekerja sesuai dengan bidang kejuruan masing masing. Namun lulusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan user. Ternyata kurikulum, materi dan pelatihan yang diberikan di Perguruan Tinggi (PT), tidak berhubungan dan selaras (link and match) dengan kebutuhan user (industri). Kurikulum berbasis edupreneurship akan menjadi solusi dalam mengatasi gap (kesenjangan) antara LPT dengan user (industri) sebagai pengguna LPT. Direktorat Pendidikan Tinggi, (2013), menjelaskan bahwa dalam Kurikilum berbasis edupreneurship, selain membangun keseelasaran antara perguruan tinggi dengan dunia kerja, mahasiswapun perlu diberikan bekal yang cukup sebagaimana karakter pendidikan tinggi yang diharapkan oleh pemerintah; (1) jujur; (2) cerdas; (3) tangguh; dan (4) peduli Selain itu, kemampuan dan keterampilan akademik serta lifeskills perlu ditanamkan secara maksimal sehingga setiap lulusan perguruan tinggi siap mengahadapi dunia kerja. Academic skills yang berhubungan langsung dengan bidang ilmu yang ditekuni di perguruan tinggi. Generic / lifeskills yang merujuk pada serangkaian dan jenisjenis keterampilan yang diperoleh selama menempuh pendidikan yang dapat diaplikasikan di lapangan kerja serta mencakup banyak hal seperti kemampuan berpikir kritis, kreatif, pemecahan masalah, komunikasi, negosiasi, kerja dalam tim, dan kepemimpinan. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
30
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Technical skills yang berkaitan dengan profesi spesifik yang mensyaratkan pengetahuan dan keahlian agar berkinerja bagus pada suatu bidang pekerjaan. Edupreneurship Sebagai Pemerkuat Daya Saing LPT Tantangan Terhadap Daya Saing LPT Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkat peran serta manusia sebagai tokoh utama. Man behind the gun, secanggih apapun teknologi yang digunakan atau sepesat apapun kemajuan zaman, ketika Sumber Daya Manusia belum siap untuk menerima hal tersebut manfaat dari kecanggihan atau kemajuan zaman tidak akan pernah terasa. Faktor inilah salah satunya yang membawa Indonesia pada peringkat 34 dunia (Klaus Schwab , 2015) dalam World Economic Forumn (WEF), Menurut World Economic Forum terdapat 12 faktor yang mempengaruhi daya saing suatu negara; (1) kelembagaan; (2) infrastruktur; (3) lingkungan makro ekonomi; (4) pendidikan dasar dan kesehatan; (5) pendidikan tinggi dan pelatihan; (6) efisiensi pasar barang; (7) efisiensi tenaga kerja; (8) pengembangan pasar keuangan; (9) kesiapan teknologi; (10) ukuran pasar; (11) kecanggihan bisnis; dan (12) inovasi. Dari kedua belas faktor tersebut, terdapat 2 faktor yang berhubungan langsung dengan Kemenristekdikti; pendidikan tinggi dan pelatihan (poin 5) serta inovasi (poin 12). Melihat kedua belas faktor tersebut, Kemenristekdikti sebagai kementerian baru tentu memiliki sejumlah tantangan untuk mengantarkan Indonesia pada persaingan tingkat dunia. Mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 2015 – 2019 tantangan yang dihadapi Indonesia dari sisi pendidikan tinggi diantaranya, Tantangan Pertama Supporting Element yang terdiri dari lembaga dan sumber daya berkualitas. Perguruan Tinggi selaku salah satu lembaga pendidikan tinggi memiliki peran yang sangat penting, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi masyarakat mengekpektasikan perguruan tinggi sebagai berikut; (1) agent of education; (2) agent of research; (3) agent of culture, knowledge, technology transfer; dan (4) agent of economic development. Melalui lembaga inilah dicetak produk-produk unggul yang siap bersaing di kancah nasional maupun internasional. Disadari ataupun tidak kualitas lulusan setiap perguruan tinggi mencerminkan kualitas dan mutu perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh sebab itu, standar mutu suatu lembaga pencetak lulusan menjadi nilai mutlak. Lembaga lainnya adalah penelitian dan pengembangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa bersatunya Kementerian Ristek dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menjadi suatu kementerian baru (Kemenristekdikti), mengharuskan penjembatanan hilirisasi produk-produk hasil riset, membuat koneksi yang selaras antara lembaga litbang dengan perguruan tinggi, dan konektivitas antara perguruan tinggi dengan industri. Isu yang cukup mendasar dalam konteks kelembagaan Iptek adalah revitasisasi kelembagaan khususnya dalam upaya membangun fleksibilitas kelembagaan iptek dan mendorong lembaga litbang untuk menjadi pusat unggulan atau center of exellence. Selanjutnya adalah sumber daya yang berkualitas, sumber daya yang dimaksud disini adalah dosen, peneliti, dan perekayasa. Dosen adalah komponen paling strategis dalam lingkungan pendidikan. Seorang dosen dapat mempengaruhi mutu suatu pendidikan tinggi, menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas, menghasilkan lulusan yang berkualitas, yang akhirnya meningkatkan daya saing suatu bangsa. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 dibawah ini.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
31
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Sumber: ..................
Tantangan kedua adalah indirect core element yang terdiri dari penelitian dan pengembangan. Faktor ini berkaitan dengan paten dan publikasi ilmiah. Indonesia termasuk salah satu negara yang kurang produktif dalam hal paten dan publikasi ilmiah. Menurut WIPO (2013), ranking Indonesia terkait paten masih berada dibawah negara tetangga kita, Malaysia (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Permintaan Paten antara Negara-Negara ASEAN dan Jepang
Sedangkan menurut Scientific Journal Ranking (SJR) dalam BPPN (2014), Indonesia berada pada peringkat ke-61 dengan H-index sebesar 112. H-index merupakan index komposit dari 5 indikator; (1) jumlah dokumen (publikasi) dari tahun 1996-2007; (2) jumlah publikasi yang layak dikutip (citable documents); (3) jumlah kutipan (citations); (4) jumlah kutipan sendiri (self citation); dan (5) jumlah kutipan per dokumen (citations per document). Peringkat Indonesia berdasarkan publikasi ilmiah dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Publikasi Ilmiah Beberapa Negara
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
32
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Pemerintah terus berupaya untuk menggairahkan para peneliti, perekayasa dan juga para dosen untuk melakukan penelitian yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga hasil dari penelitian tersebut dapat termanfaatkan dengan baik, tidak hanya berakhir sebagai prototype di laboratorium atau sekedar jurnal internasional yang pada akhirnya disebut sebagai “kekayaan intelektual yang tidak bernilai”, yang seharusnya dapat dapat bernilai tinggi jika hasil penilitian ini dapat diterapkan dengan hilirisasi hasil penelitian atau bekerjasama dengan industri berbasis teknologi untuk pengembangan atau pemasaran produk-produk penelitian tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Tantangan ketiga adalah direct core element, yang terdiri dari inovasi dan tenaga kerja terampil pendidikan tinggi. Sampai dengan saat ini isu tentang keselarasan antara program studi yang disediakan oleh perguruan tinggi dengan dunia usaha atau industri masih sering diperbincangkan, hal ini dikarenakan peningkatan jumlah lulusan tidak sebanding dengan pertumbuhan pasar kerja. Pemetaan program studi unggulan yang diminati dan dibutuhkan pada masa 5 sampai 10 tahun kedepan perlu dilakukan, perencanaan pendidikan yang baik terutama pemetaan program studi dapat berkontibusi menekan jumlah pengangguran di Indonesia. Edupreneurship Pemerkuat Daya Saing LPT Perguruan Tinggi (PT) memiliki peran yang besar dalam perwujudan daya saing bangsa, karena PT merupakan pusat penggerak inovasi dan aplikasi teknologi, baik secara entrepreneuship maupun technopreneurship. PT menjadi motor penggerak inovasi dan kreativitas guna menembus persaingan, membangun kerjasama dengan berbagai industri, dan berinisiatif mondorong mahasiswa untuk melakukan usaha dan berdiri sebagai wirausaha, membangun kompetisi dan meningkatkan daya saing dengan negara-negara lain. Peran PT yang besar ini tidak akan menghasilkan outcome yang besar jika tidak disertai dengan penerapan kurikurum berbasis edupreneurship dan dukungan semua pemangku kepentingan (Pemerintah, Pengusaha dan PT). Jika bauran antara pendidikan berbasis edupreneurship dan peran aktif para Pemangku Kepentingan bersinergi dengan baik maka dipastikan Indonesia akan mampu menghadapi tantangan masa depan di era global, diantaranya adalah : 1) Berlakunya pasar bebas (WTO, AEC, APEC, CAFTA) 2) kemajuan teknologi informasi, 3) konvergensi ilmu pengetahuan dan teknologi, 4) ekonomi berbasis pengetahuan, 5) pergeseran kekuatan ekonomi dunia, 6) mutu, relevansi, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
33
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
daya saing dan transformasi sector pendidikan. Oleh sebab itu, LPT dengan kompetensi yang diperkaya dengan edupreneurship akan mampu memperkuat daya saing Bangsa melalui kuatnya daya saing LPT yang kuat. SIMPULAN Dari uaraiaan diatas, penulis membuat beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Untuk bisa bersaing di pasar tenaga kerja, baik nasional maupun internasional perlu kompetensi yang kaya dan daya saing yang kuat pada diri LPT. 2. Kurikulum dan pelatihan yang sudah ada saat ini tidak membekali para LPT untuk mampu bersaing di pasar tenaga kerja, karena antara model pendidikan dan apa yang dibutuhkan industry tidak berkaitan (link) dan selaras (match). Gap inilah yang menyebabkan LPT tidak terserap di pasar tenaga kerja/industri 3. Upaya peningkatan daya saing, baik melalui paket KBK dan KKNI belum berhasil menghambat laju kenaikan TPT (BPS, 2016). Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang mengacu pada kebutuhan industri (drived demand) 4. Diperlukan out box thingking, dengan melakukan perubahan model pendidikan dengan menerapkan kurikulum berdasarkan edupreneruship dengan mengacu good practice yang sudah ada pada negara ASEAN (Singapore, Malaysia dan Thailand) dan Non ASEAN yakni pola Jerman dan Finlandia dan Taiwan dalam menjalankan program pendidikan tinggi. 5. Perlu penelitian yang mendalam, komprehensif, tentang penerapan pembelajaran bebasi edupreneurshi di Indonesia, agar memperkaya kompetensi dan memperkuat daya saing para LPT. SARAN Saran saran yang penulis sajikan pada dunia pendidikan di Indonesia adalah: 1. Perlu kerjasama yang kuat dan terkoordinasi dengan baik antar sesama pemangku kepentingan dunia pendidikan, yakni Pemerintah cq Operator pendidikan setempat (Ka Dinas di setiap daerah), pengusaha dan pengelola pendidikan tinggi 2. Perlu kreativitas para penyelenggara pendidikan yang mengacu pada perkembangan dan kebutuhan industri. Kreativitas dan inovasi para pengelola merupakan aspek penting dalam memperkaya kompetensi dan memperkuat daya saing LPT 3. Pengelola pendidikan harus meningkatkan kompetensi para dosen dan trainer agar mahasiswa mmemperoleh ilmu dan pengalaman lebih yang bisa dijadikan modal dalam menghadapi persaingan di pasar tenaga kerja. 4. Dalam proses PBM di kampus, harus diterapkan secara bertahap apa yang menjadi pilar dari edupreneurship, seperti soft skill, kreativitas dan inivasi. 5. Perlu segera membuat desain penelitian tentang penerapan pembelajaran berbasis edupreneur di Lembaga Pendidikan Tinggi agar mampu memperkarya dan memperkuat daya saing LPT. DAFTAR PUSTAKA Alam, Hermansyah, (2016), Angka-pengangguran-terdidik-meningkat, Institut Teknologi Medan (ITM), Jalan Gedung Arca Medan, http://beritasore.com/2016/06/27/diakses27 Juni 2017 Beane, A. James., et al (1986), Curriculum Planning and Development, Boston: Allyn and Bacon. BPPN (2014), Peringkat Indikator, SJR, Scimago Journal & Country Rank BPS (2016), Perkembangangan Pengangguran Terdidik Di Indonesia Tahun 2016 PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
34
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Brodjonegoro , Satryo Sumantri (2015), “Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Di Perguruan Tinggi”, MAKALAH pada Teaching Improvement Workshop. Direktorat Pendidikan Tinggi (2013), Naskah Akademik Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Eakin, Sl. (2000). “Giants of American Education : John Dewey, the Education Philosopher”. Jurnal. Technos : Quartely for Education and Technologym, Winter. Fadhilah, (2011:75) Pendidikan Entrepreneurship Berbasis islam dan Kearifan Lokal, Jakarta: DIadit Media Press, 2011 Hatten,KJ dan Rosental 2001. Reaching for The Knoledge Edge. New York. American Management Assosiation. http://www.hdr.undp.org/en/. 20 November 2013. Ikhwan Alim, (2010), “Peranan ITB dalam Pengembangan Kewirausahaan”, Pengembangan Kemahasiswaan Kabinet KM ITB 20092010. Diperoleh dari http://ikhwanalim.wordpress.com diakses 27 Juni 2017 Menurut WIPO (2013), Ranking Indonesia Terkait Paten, Kantor Pengelola Paten Malaysia Mohammad Imam Farisi dan Kisyani. (2008) “Peningkatan Daya Saing Lulusan Universitas Terbuka (UT) Melalui Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Jarak Jauh (PPTJJ) yang Berkualitas Internasional” MAKALAH dalam Seminar Nasional “Membangun Daya Saing Bangsa melalui PTJJ Berkualitas Internasional”. Makalah. Jakarta:UPBJJ-UT Surabaya.http://utsurabaya.files.wordpress.com/2010/07/daya-sainglulusan-ut1.pdf,diakses Juli 2017 Mulyatiningsih, Endang dkk (2014), Pengembangan Edupreneurship sekolah Kejuruan, FT Univeritas Negri Yogyakarta, 2014 Oxford Project, (2012) Leading Through Edupreneurship.Copyrighted to Oxford Community Schools, Oxford, UK. Permendikbud Republik Indonesia No. 54/2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Permendikbud Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) Permendikbud Republik Indonesia No. 73 Tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualiikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi Permendiknas No 41 tahun 2007, tentang Standar Proses Utuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Perpres No. 08 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Riyanto, Agus (2017 Kesenjangan antara perguruan tinggi dengan dunia industri http://www.koran-jakarta.com/industri-keluhkan-kompetensi-lulusanperguruan-tinggi/ di akses Juli 2017 Romi Satria Wahono, (2007) , Teknik Perankinggan Universitas http://romisatriawahono.net/2007/09/26/teknik-perangkingan-universitasala-webometrics/ diunduh Juli 2017 Salas., Deborah (2012)., Parent / Student Handboo k : A Guide for Parents and Students . EduPreneurship Student Center Schwab, Klaus (2015) ,Global Competitiveness Report (GCR) , World Economic Forum, 2015. ISBN-10: 92-95044-99-1 Switzerland Sumiharjo, Tumar. (2008). Daya Saing Berbasis Potensi Daerah. Bandung : Puskomedia.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
35
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tryono, M. Bruri, dkk (2015), Model Edupreneurship Pelopor SMK Techno, Teacher, And Schoolpreneur (Tahun Ke 1) Universitas Negeri Yogyakarta Oktober Tahun 2015 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Wikipedia, (2008) Daya Saing, https://id.wikipedia.org/wiki/Paul_Krugman, diakses Juli 2017
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
36
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
TRANSFORMASI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI Andriani Prieteedjo Program Studi Manajemen NIBA Business School
[email protected]
Abstrak; Jumlah wirausaha di Indonesia tergolong rendah dibandingkan jumlah wirausaha di Negara Asia Tenggara lainnya. Sampai tahun 2016, Biro Pusat Statistik, mencatat hanya 7,8 juta jiwa penduduk yang berprofesi sebagai wirausaha non pertanian, walaupun jumlah ini sudah menunjukan kenaikan sebesar 3,1%. Seharusnya jumlah yang minim tidak terjadi, meningat sejak zaman sejarah, masuknya Islam ke Indonesia atau sekitar abad 5 Masehi, profesi wirausaha sudah dikenal masyarakat Indonesia melaui profesi sebagai pedagang di pasar tradisional. Seiring berjalannya waktu selama berabad-abad mind power sebagai wirausaha beralih menjadi pegawai kantoran, walaupun pemerintah, perusahaan dan dunia pendidikan sudah berusahaan mengembalikan mind power masyarakat Indonesia sebagai wirausaha, tetapi tujuan menciptakan wirausaha yang berkualitas dan terdidik, sehingga mampu bersaing di era free trade area. Dalam penelitian ini penyebab masalah rendahnya transformasi ke dunia kewirausahaan coba diidentifikasi dengan menggunakan roof of causes diagram agar mampu dipecahkan akar masalah yang terjadi sehingga dapat disusun langah-langkah strategis untuk mengembangkan program kewirausahaan di perguruan tinggi. Kata kunci : wirausaha, free trade area, root of causes diagram; perguruan tinggi
Abstract; Indonesia has a productive age population of 15-34 years totaling 258 million people, until 2016, according to the Central Bureau of Statistics, only 7.8 million people living as non-agricultural entrepreneurs, although this number has shown an increase of 3.1% . The number of entrepreneurs in Indonesia is relatively low compared to the number of entrepreneurs in other Southeast Asian countries. Should the minimal number does not occur, remember since the time of history, the entry of Islam to Indonesia or around the 5th century AD, entrepreneurial profession has been known to the Indonesian community through the profession as a trader in traditional markets. Over time for centuries Mind Power as an entrepreneur turned into an office employee, although the Government, the Company and the World of Education has been in the business of restoring the Mind Power of Indonesian society as an entrepreneur, but the goal of creating a qualified and educated entrepreneur, so as to compete in the era of Free Trade Area . Not reached fully. In preparing a paper for a panel discussion on the theme of entrepreneurship advancement, the researcher looks for the cause of the problem by using Roof of Causes Diagram to solve the root of the problem so that strategic steps can be formulated to solve the problem. Keywords: entrepreneurship, free trade area, root of causes diagram; higher education
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
37
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang kaya, baik dari jumlah sumber daya manusia maupun.sumber daya alam. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2016, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 258 juta orang. Proporsi penduduk ini terdiri dari laki-laki sebanyak 129,98 juta orang dan penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 128,71 juta orang. Menurut data Biro Pusat Statistik, populasi penduduk Indonesia saat ini lebih didominasi oleh kelompok umur produktif yakni antara 15-34 tahun Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia tengah memasuki era bonus demografi, dimana kelebihan penduduk usia produktif bisa dimanfaatkan untuk peningkatan pembangunan. Diperkirakan, era bonus demografi ini akan mencapai puncaknya pada periode 2025–2030. (http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/24) Dari 250 juta jiwa penduduk usia produktif, hanya 3,1 % dari total penduduk. Mengutip pernyataanb dari Menkop Puspayoga menjelaskan, berdasarkan data BPS 2016 dengan jumlah penduduk 252 juta, jumlah wirausaha non pertanian yang menetap mencapai 7,8 juta orang atau 3,1 persen. Dengan demikian tingkat kewirausahaan Indonesia telah melampaui 2 persen dari populasi penduduk, sebagai syarat minimal suatu masyarakat akan sejahtera. Menkop mengakui, ratio wirausaha sebesar 3,1 persen itu masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia 5 persen, China 10 persen, Singapura 7 persen, Jepang 11 persen maupun AS yang 12 persen. "Namun setidaknya sudah diatas batas minimal 2 persen dan itu akan terus berkembang," katanya (http://www.suara.com/bisnis/2017/01/15) Jika diteliti lebih mendalam rendahnya minat masyarakat Indonesia menjadi wirausaha terkait dengan sejarah masa lalu. Selama 350 tahun bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda. Menurut catatan sejarah, pada awalnya keberadaan sekolah yang didirikan oleh Belanda betujuan untuk memenuhi membutuhkan pegawai. Sekolah-sekolah yang ada dianggap belum cukup memenuhi kebutuhan. Itulah sebabnya maka usaha mencetak calon-calon pegawai melalui pendirian sekolah-sekolah baru melalui adalah pemeliharaan sekolah-sekolah yang ada dengan lebih baik atau perluasan sekolah-sekolah baru. Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan: 1. Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah colonial, karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat. 2. Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata, sehingga mereka berendapat bahwa pengjaran bukan hanya lapisan atas saja. 3. Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisa bawah. (http://zafar14.wordpress.com/2010/04/15/pendidikan-di-indonesia-pada-masapenjajahan-belanda/#_ftn2) Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumi putra, keluarlah indisch staatsblad 1893 nomor 125 yang membagi sekolah bumi putra menjadi dua bagian: a. Sekolah-sekolah Kelas I untuk anak-anak priyai dan kaum terkemuka, lama bersekolah 5 tahun. Mata pelajarannya yang diajarkan, antara lain membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam, menggambar, dan ilmu ukur. Tujuan pendirian sekolah Kelas I adalah memenuhi kebutuhan pegawai pemerintah, perdagangan dan perusahaan. b. Sekolah-sekolah kelas II untuk rakyat jelata. Lama sekokah 3 tahun, Mata paelajaran yang diajarkan, antara lain membaca, menulis dan berhitung. Sekolah Kelas II PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
38
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
memliki ujuan untuk memenuhi kebutuhan pengajaran di kalangan rakyat umum. (http://zafar14.wordpress.com/2010/04/15/pendidikan-di-indonesia-pada-masapenjajahan-belanda/#_ftn3) Pada dasarnya kemunculan wirausaha di Indonesia sudah ada sejak pada abad ke -5 Masehi atau pada masa Kerajaan Kutai. Keberadaan mereka dimulai dari barter barang kebutuhan sehari-hari dengan para pelaut dari negri tirai bambu. Masyarakat mulai menggelar dagangannya dan terjadilah transaksi jual beli tanpa mata uang hingga digunakan mata uang yang berasal dari negri Cina. Kondisi ini digambarkan di beberapa relief candi nusantara walau tidak secara detail. Pasar di jamannya juga dijadikan sebagai tempat pertemuan dari segenap penjuru desa dan juga digunakan sebagai alat politik untuk bertukar informasi penting di jamannya. Pada saat masuknya peradaban Islam di tanah air pada abad 12 Masehi, pasar digunakan sebagai tempat berdakwah. Para wali mengajarkan tata cara berdagang yang benar menurut ajaran Islam. Sejak tahun 1980an, keberadaan pasar tradisional di Jakarta sudah diganti dengan pasar moderen Pasar tradisional, kalah bersaing dengan pasar moderen dari aspek kenyamanan, pelayanan, kebersihan dan keamanan, sehingga dapat dikatakan bahwa pasar tradisional di Indonesia tinggal kenangangan dan bagian dari sejarah masa lalu. Berbeda dengan kondisi dibeberapa negara lain seperti negri Jiran – Malaysia dan Singapore, pasar tradisional dijadikan tujuan wisata. Pasar tradisional dikelola dengan professional dan bersih sehingga pengunjung juga merasa nyaman dan senang berbelanja. Di Thailand, pasar apungnya bahkan menjadi tujuan utama turis asing yang berkunjung. Pasar tradisional di Turki, Jepang dan Korea juga dikelola secara professional dan menjadi tujuan wisata. Berdasarkan fenomena di atas, diketahui masalah yang selama ini dipecahkan, bukan merupakan akar permasalahan, tetapi hanya memecahkan masalah yang tampak di permukaan saja. Sehubungan dengan masalah tersebut, penelitian bertujuan memecahkan akar masalah atau root of causes dengan menggunakan teori Fishbone Digram. Dengan cara ini, realitas sumber daya manusia Indonesia yang mencoba mengembalikan Mind Power sebagai wirausaha, karena Indonesia butuh dan mampu menciptakan wirausahawirausaha baru yang berkualitas dan terdidik terutama dari kalangan mahasiswa, sehingga akan mampu menghadapi persaingan yang semakin yang semakin sengit di era Free Trade Area. TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini teori Fisbone Diagram yang merupakan perangkat/tools yang digunakan untuk melakukan analisa hubungan sebab dan akibat yang muncul dari suatu permasalahan. Diagram Fishbone ini diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli statistik Quality Control dari Jepang yang juga merupakan lulusan dari Universitas Tokyo. Dikutip dari buku yang ditulis Brady Orand (2011), menyatakan bahwa “Ishikawa diagram (also referred to as Fishbone Diagrams) analyze the cause and effect of events leading to a problem”. Diagram Fishbone dapat menunjukkan faktor-faktor yang menjadi sebab dan akibat dari permasalahan, sehingga dengan diagram ini memungkinkan dapat mendeteksi permasalahan hingga ke akarnya, mampu memunculkan ide-ide baru untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan dapat membantu menemukan fakta-fakta yang berkaitan dengan masalahan yang dihadapi. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
39
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Langkah-Langkah Pembuatan Fishbone Diagram Langkah 1: Menyepakati pernyataan masalah 1. Sepakati sebuah pernyataan masalah (problem statement). Pernyataan masalah ini diinterpretasikan sebagai “effect”, atau secara visual dalam fishbone seperti “kepala ikan”. Langkah 2: Mengidentifikasi kategori-kategori 1. Kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian rupa sehingga masuk akal dengan situasi. Kategori-kategori ini antara lain: 2. Kategori 6M yang biasa digunakan dalam industri manufaktur: a. Machine (mesin atau teknologi), b. Method (metode atau proses), c. Material (termasuk raw material, consumption, dan informasi), d. Man Power (tenaga kerja atau pekerjaan fisik) / Mind Power (pekerjaan pikiran: kaizen, saran, dan sebagainya), e. Measurement (pengukuran atau inspeksi), dan f. Milieu / Mother Nature (lingkungan). Langkah 3: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara brainstorming 1. Saat sebab-sebab dikemukakan, tentukan bersama-sama di mana sebab tersebut harus ditempatkan dalam fishbone diagram, yaitu tentukan di bawah kategori yang mana gagasan tersebut harus ditempatkan, misal: “Mengapa bahaya potensial? Penyebab: Karyawan tidak mengikuti prosedur!” Karena penyebabnya karyawan (manusia), maka diletakkan di bawah “Man”. Langkah 4: Mengkaji dan menyepakati sebab-sebab yang paling mungkin 1. Kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab yang tampaknya paling memungkinkan) dan tanyakan , “Mengapa ini sebabnya?” 2. Pertanyaan “Mengapa?” akan membantu kita sampai pada sebab pokok dari permasalahan teridentifikasi. 3. Tanyakan “Mengapa ?” sampai saat pertanyaan itu tidak bisa dijawab lagi. Kalau sudah sampai ke situ sebab pokok telah terindentifikasi
METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2012: 15) bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah ekperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Terdapat tiga tahap utama dalam penelitian kualitatif, yaitu: 1. Tahap deskripsi atau tahap orientasi. Pada tahap ini, Peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. 2. Tahap reduksi. Pada tahap ini, Peneliti mereduksi segala informasi yang diperoleh pada tahap pertama untuk memfokuskan pada masalah tertentu. 3. Tahap seleksi. Pada tahap ini, Peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci kemudian melakukan analisis secara mendalam tentang fokus masalah. Hasilnya adalah tema yang dikonstruksi berdasarkan data yang diperoleh menjadi suatu pengetahuan, hipotesis, bahkan teori baru. (Sugiyono, 2012: 43) PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
40
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam bentu wawancara, observasi dan dokumentasi. Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data Sedangkan triangulasi digunakan untuk menguji dan menganalisis lebih lanjut dari data yang diperoleh. Norman K. Denkin (....) mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Teknik Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari kemudian m/embuat kesimpulan (Sugiyono, 2012 : 244). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan FGD (Focus Disscusion Group) dengan mahasiswa peserta kuliah Wirausaha I dan Wirausaha II untuk mengetahui root of causes dari sudut pandang peserta didik matakuliah Wirausaha atau para mahasiswa yang kelak menjadi wirausaha-wirausaha baru. HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah-Langkah Pembuatan Fishbone Diagram a. Langkah 1: Menyepakati pernyataan masalah : masih minimnya jumlah wirausaha di Indonesia, karena banyak bermunculan wirausaha baru yang masih berusia muda sekitar usia 20 tahunan, tetapi cepat pula mereka menutup usahanya dengan alasan tidak mampu bersaing. b. Langkah 2-3: Mengidentifikasi kategori-kategori dan Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara brainstorming a) Machine (mesin atau teknologi) : minimnya pengetahuan peserta didik mata kuliah Wirausaha, perihal specification mesin yang digunakan untuk memproduksi produk yang akan dijual. Mereka beranggapan mesin tersebut hanya digunakan saat ini untuk pemenuhan nilai kelulusan mata kuliah Wirausaha I dan Wirausaha II b) Method (metode atau proses) : metode lebih meneliti pada SAP atau……mata kuliah Wirausaha yang lebih mengajarkan teori tentang kewirausahaan dibandingkan praktik-prraktik saat menjadi wirausaha, seperti jenis dokumen yang harus dipersiapkan dan cara pengurusannya, minimnya diberi rangsangan keuntungan sebagai wirausaha, yang hanya mereka ketahui sebatas memperoleh penghasilan sendiri yang jumlahnya pun belum maksimal karena keterbatasan jumlah pembeli yang mengkonsumsi produk mereka. c) Material (termasuk raw material, consumption, dan informasi). Sangat dibutuhkan peran dosen sebagai fasilitator, penyampai berita dari HIPMI dan dari Pemerintah perihal kemudahan- kemudahan yang diberkan untuk wirausaha. d) Man Power (tenaga kerja atau pekerjaan fisik) / Mind Power (pekerjaan pikiran: kaizen, saran, dan sebagainya), Mengembalikan jembali pola piker sebagai wirausaha yang dapat dilakukan melalui aktivitas harian yang mendukung mental seorang wirausaha. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
41
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7 e)
f)
Measurement (pengukuran atau inspeksi). Banyaknya usaha-usaha baru yang tidak mampu bersaing, karena dalam perjalanan bisnisnya, mereka tidak di damping wirausaha yang lebih senior atau suddah berpengalaman yyang berperan sebagai couch. Couch berperan untuk memberikan pengarahan, contoh atas usaha yang mereka jalani, Sehingga selama proses bisnis berjalan, para wirausaha selalu mendapat evaluasi dan umpan balik atas bisnis yang dijalankan. Milieu / Mother Nature (lingkungan).Kembali melihat latar belakang sejarah, masyarakat Indonesia lebih suka menjadi karyawan dibandingkan menjadi pengusaha. Menjadi karyawan, mereka rutin mendapat gaji bulanan yang sudah pasti jumlahnya dibandingkan menjadi pengusaha yang nilai perolehan tergantung dari hasil penjualan. Kondisi ini juga ialami oleh mayoritas mahasiswa, dimana mereka kuliah sembari bekerja di kantor. Ada juga segelintir mahasiswa yang memilih profesi sebagai wirausaha, karena dirinya beserta adik-adiknya dibiayai oleh oleh tua yang berprofesi sebagai pemilik warung sembako. Bahkan saat in, sang mahasiswa mengembangkan usaha orang tuanya dengan sistem penjualan sembako on line
c. Langkah 4: Mengkaji dan menyepakati sebab-sebab yang paling mungkin Berdasarkan pengumpulan data hasil Focus Disscussion Group kedumudian dilakukan analisa yang lebih mendalam untuk ditemukan akar masalah atau root of causes seperti yang diutarakan dalam tabel, antara lain Tabel 1. Hasil Brainstorming Root of Causes No Kategori Penjelasan Machine (mesin atau Mahasiswa hanya tahu 1 teknologi) sebatas mengoperasikan mesin produksi tapi tidak tahu maintenance mesin tersebut, karena pembuatan tugas hanya bertujuan untuk mendapat nilai kelulusan mata kuliah kewirausahaan Saran
2
Method (metode atau proses)
Root of Causes Belum memiliki mind power sebagai entrepreneur, karena 40% mahasiswa juga berprofesi sebagai karyawan/ karyawati
Perlu menumbuhkan mental kewirausahaan, seperti kemandirian, kreativitas dan inovasi yang dilakukan melalui pemberian tugas yang bersifat praktika, seperti mahasiswa diminta mengundang nara sumber. Mata kuliah kewirausaat saat Metode pengajaran harus ini lebih banyak bersifat dan lebih bersifat aplikatif mengajarkan teori, sedangkan sehingga lebih bermanfaat mahasiswa lebih untuk mempersiapkan membutuhkan praktik-praktik mahasiswa menjadi lapangan yang berhubungan wirausaha, seperti
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
42
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
langsung dengan profesi sebagai wirausaha kelak. Saran
3
Material (termasuk raw material, consumption, dan informasi).
Saran
4
Measurement (pengukuran atau inspeksi)
Saran
5
Milieu / Mother Nature (lingkungan)
presentasi proyek wirausaha Penyusunan RPS harus sesuai dengan trend bisnis dan kebutuhan saat ini maupun kebutuhan yang akan datang untuk dunia bisnis Minimnya minat masyarakat Belum ada komunitas terhadap profesi wirausaha, yang menampung dan karena minimnya informasi menyebar luaskan yang diterima masyarakat, informasi kepada perihal cara menjadi masyarakat yang wirausaha serta keuntungan merupakan calon yang diperoleh wirausaha baru. Dunia pendidikan harus bekerja sama dengan Pemerintah dan Pengusaha melalui HIPMIatau organissasi pengusaha lainnya, sehingga dapat saling bertukar informasi. Para wirausaha baru dalam Belum ada tim khusus proses menjalankan bisnisnya yang melakukan tidak ada yang memantau pendampingan kepada perkembangan usahanya dan wirausaha pemula dan memberikan umpan balik melakukan atas kegiatan atas usaha yang telah wirausaha yang dilakukan. dilakukan. Perlu dibentuk tim khusus yang bertugas melakukan evaluasi terhadap usaha yang dijalankan wirausaha baru. Tim tersebut sebaiknya terdiri dari perwakilan Pemerintah, perwakilah pengusaha dan dosen mewakili dunia pendidikan. Profesi orang tua sebagai Belum adanya pendidikan karyawan mempengaruhi kewirausahaan secara pola pikir anak terhadap formal dan non formal pemilihan profesi pekerjaan secara terus menerus dan kelak, setelah lulus. berkelanjutan, terutama pendidikan mental dan mendidik tidak melulu melakukan tindakan
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
43
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Saran
konsumtif, sehingga anak terbiasa menjadi creator. Perlu kerja sama antara orang tua dengan dunia pendidikan dalam menciptakan wirausaha baru, dimana sekolah memberikan kesempatan lebih luas kepada anak untuk memamerkan kemampuan yang dimiliki melalui pentas seni atau memamerkan hasil karyanya, sehingga secara pribadi kemampuan anak dikenal luas dan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi anak. Karakter ini yang dibutuhkan oleh para calon wirausahawan.
Deskrifsi Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan di PT Pembahasan dibuat berdasarkan data yang telah terkumpul, baik berupa data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber media, data primer berdasarkan hasil focus discussion grup peneliti dengan mahaiswa pesera mata kuliah wirausaha dan observasi peneliti perhadap RPS mata kuliah kewirausahaan di beberapa perguruan, tinggi dan diperoleh hasil, antara lain : 1. Pembelajaran kewirausahaan di tingkat perguruan tinggi hendaknya lebih bersifat aplikatif dan merupakan kelanjutan dari pembelajaran wirausahaan di Sekolah Tingkat Atas/ SMA atau SMK. 2. Untuk lebih mensukseskan program penciptaan wirausaha baru melalui pendidikan tinggi khususnya melalui Perguruan Tinggi perlu kerja sama antara masing-masing pihak yang berkepentingan yaitu kerja sama antara Perguan Tinggi dengan HIPMI atau asosiai pengusaha lainnya serta Pemerintah. 3. Dosen lebih berperan sebagai Fasilitator. 4. Perguruan Tinggi sebagai wadah untuk menciptakan wirausaha-wirausaha baru, hendaknya benar-benar diketahui, dimengerti dan dipecahkan roof of causes minimnya jumlah baru /yang muncul. Dalam penelitian ini, Peneliti mencoba mencari roof of causes melai FGD dengan mahasiswa peserta mata kuliah kewirausahaan. 5. Kegiatan kewirausahaan yang dicanangkan akan lebih berjalan efektif dan efisien jika, masing-masing perguruan tinggi membuat kelompok–kelompok kecil di masingmasing fakultas dan masing-masing fakuktas memiliki bisnis yang sesuai dengan core competence, misalnya fakultas sei rupa dan desain membuat usaha pengolahan barang bekas menjadi barang seni yang memiliki nilai jual. Prinsipnya adalah menjalankan ekonomi kreatif. 6. Para mahasiswa juga harus dilengkapi dengan pengetahuan dan kemampuan membuat Bussiness Plan sebugai pedoman menjalanjan usaha saat ini dan masa mendatang. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
44
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
7. Kegiatan kewirausahaan harus di evaluasi setiap akhir semester yang juga merupakan bagian dari mata kuliah kewirausahaa. Produk atau jasa yg dihasilkan oleh peserta wirausaha, harus memenuhi standar yang sesuai yang diberlakukan oleh Pemerintah, sehingga mahasiwa harus mengetahui peraturan dan perundangan - undangan serta tata cara pengurusannya di lembaga terkait, seperti untuk produk makanan yang dihasilkan harus lulus uji tes BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) serta memiliki label halal atau penguruan surat-surat yang harus dilengkapi saat mendirikan perusahaan, seperti SIUP (Surat Ijin Pendirian Usaha) dan TDP (Tanda Daftar Peruahaan). 8. Kegiatan penjualan produk atau terima order pesanan tetap dilakukan,baik secara direct selling ataupun on line dan tetap dipantau oleh tim khusus yang bertugas untuk memberi umpan balik atas semua kegiatan yang dijalan dan terutama menjaga konsistensi atas usaha yang dijakankan. 9. Pada tahap berikutnya, mahasiwa mulai mencari pabrik sebagai sumber bahan baku,membuat surat pembelian bahan baku, negosiasi harga dengan pihak pabrik setelah sebelumnya para mahasiwa mengumpulkan data harga produk bahan baku yang akan dibelinya. Mahasiswa juga mulai mencari maklon agar produk yang dihasilkan lebih banyak. 10. Mahasiswa mengadakan pameran hasil wirausaha masing-masing fakultas dan mengundang pengunjung mulai dari end user maupun industri. Setiap akhir semester, mahasiwa mencari informasi terbaru untuk pengembangan desain yang akan dilakukan. Hasil temuan kemudian didiskusikan dalam Focus Discussion Group (FGD) dan mengaplikasikan karyanya dalam bentuk produk jadi yang akan dijual. 11. Kegiatan kewirausahaan ini, terus dievaluasi dan dijaga konsistensi,sehingga kegiatan yang rutin dilakukan akan menjadi kebiasaan. Satu fakultas sebagai pilot project akan dikuti fakultas lainnya, sehingga menjadi satu universitas yang akan diikuti universitas lainnya 12. Untuk menjaga konsistensi universitas sebagai pelopor kegiatan wirausaha, perlu dibentuk lembaga yang melakukan evalusi, menjaga konsistensi dan selalu melakukan pelatihan– pelatihan kewirausahaan, baik secara internal maupun mengirim perwakilan mahasiswa dan dosen mengikuti workshop atau seminar wirausaha ke luar kota ataupun ke luar negeri. DAFTAR PUSTAKA Adhitya Himawan, 2017, “HIPMI: Jumlah Pengusaha Baru 1,6 Persen dari Jumlah Penduduk RI” dalam http://www.suara.com/bisnis/2017/01/15/160506/hipmijumlah-pengusaha-baru-16-persen-dari-jumlah-penduduk-ri Dr, Prof, H. Afifuddin,.. Sejarah Pendidikan, (bandung: Prosfect, 2007), hlm. 36 Dr. Prof. H. Afifuddin, Sejarah Pendidikan, (bandung: Prosfect, 2007), hlm. 37 Orand, B. Foundation of IT Service Management with ITIL 2011. USA: ITILYaBrady, USA. DR, Prof, Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012. DR, Prof, Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif: Dilengkapi Contoh Proposal dan Laporan Penelitian, Alfabeta, 2013 Usia Produktif Dominasi Penduduk Indonesia 2016, 2016, http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/24/bonus-demografi-2016jumlah-penduduk-indonesia-258-juta-orang, diunduh Sabtu, 24 September 2016 unduh Minggu, 15 Januari 2017 | 16:05 WIB PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
45
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Mudjia
Rahardjo, Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif, http:// mudjiarahardjo.com/artikel/270.html?task=view, diunduh tanggal 17 November 2012 http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/24/bonus-demografi-2016-jumlahpenduduk-indonesia-258-juta-orang) (http://www.suara.com/bisnis/2017/01/15/160506/hipmi-jumlah-pengusaha-baru-16persen-dari-jumlah-penduduk-ri
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
46
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN, LINGKUNGAN KELUARGA DAN MODAL SOSIAL PENGARUHNYA TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA DAN DAMPAKNYA PADA KINERJA KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA YANG TERGABUNG DALAM INKUBATOR KEWIRAUSAHAAN STIE IPWIJA Siti Mahmudah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Jakarta Email:
[email protected] Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan variabel-variabel yang mempengaruhi minat berwirausaha dan kinerja kewirausahaan mahasiswa yang tergabung dalam Inkubator Kewirausahaan STIE IPWIJA. Dengan menganalisis Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, dan Modal Sosial pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa yang tergabung dalam Inkubator Kewirausahaan STIE IPWIJA yaitu 207 orang. Sampel penelitian dengan teknik sensus yaitu mengambil sampel berdasarkan jumlah populasi yang ada. Hasil penelitian menunjukkan pada hipotesis pertama terdapat pengaruh Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, dan Modal Sosial pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa, pengujian dilakukan dengan melihat nilai Koefisien Determinasi (Squared Multiple Correlations) pada Structural Equation Model Pertama. Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini di tunjukkan dengan nilai Squared Multiple Correlations yaitu sebesar 0,722. Hal ini dapat diartikan bahwa Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, dan Modal Sosial pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa sebesar 72,2% sedangkan sisanya sebesar 27,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Dengan kata lain hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, dan Modal Sosial pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa dapat diterima, karena didukung oleh data empiris. Hipotesis kedua penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha. Berdasarkan hasil perhitungan program Amos diketahui nilai estimasi sebesar -0,132 dengan nilai C.R. sebesar -2,1055 < -1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,020 < 0,05. Dengan tingkat alpha 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Kewirausahaan, sehingga hipotesis kedua dapat diterima. Hipotesis ketiga penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Minat Berwirausaha. Nilai estimasi sebesar 0,321 dengan nilai C.R. sebesar 2,102>1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,000< 0,05. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha, sehingga hipotesis ketiga dapat diterima. Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Modal Sosial terhadap Minat Berwirausaha. Hasil perhitungan program Amos diketahui nilai estimasi sebesar 0,109 dengan nilai C.R. sebesar 1,109< 1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,271> 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa Modal Sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap Minat Berwirausaha, sehingga hipotesis keempat tidak dapat diterima atau ditolak. Hipotesis kelima yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Minat Berwirausaha terhadap Kinerja Kewirausahaan. Hasil perhitungan program Amos diketahui nilai estimasi sebesar 0,307 dengan nilai C.R. sebesar 2,114 > 1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,003 < 0,05. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa Minat Berwirausaha berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Kewirausahaan sehingga hipotesis kelima dapat diterima.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
47
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dianggap sebagai sumber penting dalam penciptaan kesempatan kerja dan motor penggerak utama pembangunan ekonomi daerah di pedesaan. Namun, pada era globalisasi saat ini dan mendatang, peran keberadaan UMKM semakin penting yakni sebagai salah satu sumber devisa ekspor nonmigas Indonesia (Tambunan, 2002 dalam Prasetyo, 2008) data akhir tahun 2011, diketahui jumlah pelaku UMKM mencapai 55,2 juta unit, dari data tersebut menunjukkan bahwa UMKM merupakan pelaku ekonomi yang dominan karena mencapai 99,99% dari seluruh pelaku ekonomi nasional. Kondisi ini menggambarkan bahwa peluang dan potensi UMKM sangat strategis yang sebagian besar kapasitas SDMnya adalah dengan kelas menengah ke bawah dan latar belakang pendidikan rendah. Kondisi lingkungan bisnis yang dinamis dan semakin kompleks seperti ini, tentunya peran UMKM mempunyai peran strategis dan penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kewirausahaan secara umum diterima menjadi fenomena kontekstual, terpengaruh oleh, lingkungan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang terjadi (Stearns dan Hills, 1996; Lumpkin dan Dess, 1996). Hal ini tentunya akan merambah pada semua lini termasuk dalam membangun kewirausahaan di dunia pendidikan. Kampus merupakan salah satu tempat strategis dalam menciptakan wirausaha-wirausaha yang tangguh dan handal. Membangun kewirausahaan di kampus merupakan hal yang urgen karena dari kampuslah akan lahir intelektual dan pionir-pioner yang handal, sehingga dengan adanya pendidikan kewirausahaan akan menumbuhkembangkan generasi penerus yang mandiri. Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi telah difasilitasi oleh Dikti sejak tahun 1997 dengan adanya program pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi yang menawarkan berbagai kegiatan yaitu Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK), dan Inkubator Wirausaha Baru (INWUB). Dalam perkembangannya Dikti menawarkan program yang dikemas sebagai program kreativitas mahasiswa (PKM) yang memfasilitasi mahasiswa untuk berkreasi dalam berbagai bidang meliputi bidang penelitian, pengabdian kepada masyarakat, penerapan teknologi, artikel ilmiah, gagasan tertulis, karsa cipta, dan kewirausahaan. Kampus merupakan tempat pembelajaran bagi mahasiswa dalam membentuk dirinya berwirausaha, walaupun pengaruh lingkungan keluarga juga mempengaruhi dirinya dalam membangun dunia usaha. Lingkungan keluarga akan memiliki dampak yang luar biasa bagi mahasiswa dalam membangun jiwa kewirausahaannya. Walaupun tidak selamanya keluarga yang bergerak di usaha maka generasi penerusnya akan memiliki usaha. Namun upaya ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa berwirausaha dapat dari semua lingkungan keluarga; baik keluarga yang berbisnis maupun keluarga yang tidak memiliki bisnis. Bangunan bisnis atau usaha menjadi hal yang penting dari waktu ke waktu karena kondisi Indonesia yang semakin bertambah tahun bukannya jumlah yang berwirausaha bertambah tapi pada titik stagnan sehingga kuantitas dan kualitaspun harus terus ditingkatkan. Dengan minat yang tinggi untuk berwirausaha sebenarnya menjadi hal yang penting karena minat merupakan modal yang kuat dalam menjalankan usaha. Adanya minat tersebut akan menumbuhkembangkan keinginan yang kuat sehingga mahasiswa terus semangat menjalankan usahanya. Modal sosial merupakan modal dalam bersinergitas dengan siapapun, dalam berwirausaha ini sangat penting karena membangun jejaring dengan modal sosial yang dimilikinya. Modal sosial yang semakin tinggi dan meluas yang dimiliki mahasiswa, ini memberikan kekuatan bagi mahasiswa untuk terus menjalankan bisnisnya. Dengan modal PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
48
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
sosial yang ada akan dapat melebarkan sayap bisnisnya ke manapun sehingga tataran kedekatan dengan teman akan membangun bisnis yang luar biasa. Kekuatan modal sosial merupakan modal yang tinggi nilainya sehingga harus dipelihara dan dikelola dengan baik. Atas dasar inilah, maka peneliti memaparkan bangunan pendidikan kewirausahaan, lingkungan keluarga, modal sosial minat berwirausaha dan kinerja kewirausahaan diharapkan dapat membangun modal sosial yang lebiih meluas. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah gambaran Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, Modal Sosial terhadap Minat Berwirausaha dan Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa yang tergabung dalam Inkubator Kewirausahaan STIE IPWIJA? b. Bagaimanakah pengaruh Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, Modal Sosial terhadap Minat Berwirausaha dan Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa yang tergabung dalam Inkubator Kewirausahaan STIE IPWIJA? TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan Kewirausahaan Perguruan tinggi memiliki pemahaman bahwa pendidikan kewirausahaan bukanlah pendidikan usaha, sehingga dapat dipelajari oleh semua mahasiswa dari berbagai bidang ilmu. Pendidikan kewirausahaan merupakan pendidikan dan pelatihan yang memungkinkan mahasiswa untuk mengembangkan dan menggunakan kreativitas mereka, mengambil inisiatif, tanggung jawab dan risiko. Dengan demikian, pendidikan kewirausahaan bukan pendidikan usaha (enterprise education) sehingga pendidikan kewirausahaan tidak hanya berfokus pada bisnis (UNESCO, 2008). Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi di Indonesia sangat bervariasi, demikian juga pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi-perguruan tinggi di beberapa negara. Pendidikan kewirausahaan di Singapore dikembangkan dalam menghadapi globalisasi knowledge economy, dengan menggunakan strategi knowledge-based pada pertumbuhan ekonominya. Melalui strategi ini terjadilah transisi dari investment-driven economy menuju innovation-driven economy, dengan menekankan pada pembangunan intellectual capital dan komersialisasinya untuk menciptakan value dan pekerjaan. Pada masa transformasi ekonomi ini peran perguruan tinggi semakin nyata dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi melalui penelitian yang relevan dengan kebutuhan industri, komersialisasi teknologi, mengembangkan high-tech, menarik individu berbakat dari luar negeri, dan menanamkan mindset kewirausahaan kepada para sarjana (Wong, Ho and Singh, 007). Pendidikan kewirausahaan diawali dengan pembentukan pola pikir wirausaha dilanjutkan dengan pembentukan perilaku kreatif dan inovatif agar dapat berkreasi. Kreasi-kreasi yang dapat dihasilkan wirausaha meliputi creation of wealth, enterprise, innovation, change, employment, value dan growth (Morris, Lewis dan Sexton, 1994:22) Lingkungan Keluarga Menurut Syamsu Yusuf (2012) “lingkungan adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu” Gunarsa dalam Roy Manihai (2009) bahwa lingkungan keluarga merupakan “lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi anak”.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
49
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Sebuah keluarga adalah kelompok utama yang membutuhkan "orang-orang yang intim dan telah sering wajah-to-face kontak dengan satu sama lain, memiliki norma-norma (yaitu, harapan mengenai bagaimana para anggota dalam kelompok harus bersikap) kesamaan dan berbagi saling bertahan dan ekstensif pengaruh. Dengan demikian, anggota keluarga sebagai anggota dari kelompok primer memiliki pengaruh ekstrim pada satu sama lain. Konsep kedua dalam definisi keluarga melibatkan "kewajiban satu sama lain." Kewajiban menyangkut komitmen dan tanggung jawab untuk anggota lain dalam sistem keluarga bersama. Konsep ketiga dalam definisi memerlukan "tempat tinggal umum." Artinya, sampai batas tertentu, anggota keluarga hidup bersama (Zastrow, 2014). Faktor keluarga adalah seseorang yang sudah terbiasa dengan dunia perdagangan karena mempunyai latar belakang keluarga yang sudah memiliki bisnis sendiri (Leon et al., 2007). Seseorang yang berasal dari keluarga dengan latar belakang bisnis atau sudah mempunyai bisnis sendiri maka orang tersebut akan mengobservasi proses wirasusaha ayah dan ibunya. Hal ini akan menjadikan orang tersebut lebih tertarik dengan pekerjaan yang mempunyai tingkat fleksibilitas dan independen yang tinggi (Brockhause, Hisrich & Brush, dalam Leon et al.,2007). Gray dalam Routamaa & Risman (2003) menyatakan orang-orang yang mempunyai dukungan keluarga yang kuat akan siap menghadapi kemampuan dan sumber daya yang diperlukan dalam berwirausaha. Seseorang yang sebelumnya telah terbentuk di lingkungan keluarga yang memiliki bisnis akan mempengaruhi perilaku seseorang untuk menjadi seorang pengusaha (Krueger, dalam Basu & Virick, 2007). Lingkungan keluarga adalah penting bahwa anak-anak diajarkan apa jenis transaksi dianggap tepat. Mereka belajar untuk membentuk hubungan, menangani daya, menjaga batas-batas pribadi, berkomunikasi dengan orang lain dan merasa bahwa mereka adalah bagian penting dari sistem seluruh keluarga. Mereka yang telah berpengalaman dalam bisnis keluarga lebih memiliki persepsi desirability (yaitu keinginan yang kuat dalam memulai bisnis) dan persepsi feasibility (yaitu kepercayaan diri seseorang jika ia mampu dan akan berhasil dalam menjalankan suatu bisnis). Ketika seseorang telah memiliki pengalaman dalam berwirausaha yang didapatkan dari keluarganya maka ia akan lebih mengetahui kesulitan apa yang akan dihadapi dalam berwirausaha. Selain itu kegagalan orang tua dalam berbisnis dan bergantiganti bisnis berpengaruh positif terhadap sikap individu yang mengarah kepada kewirausahaan (Drennan, Kennedy & Renfrow, dalam Basu & Virick, 2007). Modal Sosial Menurut (Coleman, 1998) modal sosial adalah inherently functional dimana apa saja yang memungkinkan orang atau institusi bertindak. Portes (1998) melihat ini sebagai sebuah langkah vital dalam evaluasi dan pengembangan (proliferation) ide modal sosial. Modal sosial adalah sebuah sumber daya yang dimiliki atau gagal dimiliki oleh individu atau sekelompok orang (Portes 1998; Portes dan Landolt 1996). Menurut Tonkiss (2000), modal sosial barulah bemilai ekonomis kalau dapat membantu individu atau kelompok untuk mengakses sumber-sumber keuangan, mendapatkan informasi, menemukan pekerjaan, merintis usaha, dan meminimalkan biaya transaksi. Pada kenyataannya janngan sosial, sebagai bagian dari modal sosial, tidaklah cukup karena belum mampu menciptakan modal fisik dan modal fmansial yang dibutuhkan. Modal sosial berperan sebagai perekai yang mengikat semua orr-ng dalam masyarakat. Agar modal sosial tumbuh baik dibutuhkan adanya "nilai saling berbagi" . (shared values) serta pengorganisasian peran (rules) yang diekspresikan dalam hubungan personal (personal relationships), kepercayaan (irusi)* dan common sense tentang tanggung jawab bersama. Menurut (Putnam, 1993) modal sosial adalah: "similar to the PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
50
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
notions of physical an human capital, the , ; in social capital refers to featurs of social organization such as network, norms', and trust that increase a society's productive potential". Dengan defins; n$ trust, network dan civil society adalah sesuatu yang lahir dari adanya modal sosial, bukan modal sosial itu sendir. Secara umum ada delapan elemen yang berbeda yang harus ada untuk mewujudkan modal sosial, yaitu partisipasi pada komunitas sosial, pro aktif dalam konteks sosial, perasaan trust dan safety, hubungan ketetanggaan (neighborhood connection), hubungan kekeluargaan dan pertemanan (family and friends connection), toleransi terhadap perbedaan (tolerance of diversity), berkembangnya nilai-nilai kehidupan (value of life), dan adanya ikatan-ikatan pekeijaan (work connection) (Putnam, 1993). Modal sosial umumnya dilihat sebagai modal bersifat positit yang dapat dimanifestasikan dalam bentuk "norma dan jejaring atau hubungan yang memungkinkan setiap orang didalamnya untuk bertindak secara kolektif (Woolcock dan Narayan, 2000) atau "melekat dalam norma dan jejaring masyarakat" dan kepercayaan semacam ini terbukti muncul dalam suatu masyarakat atau komunitas" (Putnam, 1993). Burt (1992) memandang modal sosial sebagai asset individual yang digunakan oleh wirausahawan (khususnya manajer perusahaan atau yang dianggap sebagai pemain utama) untuk meningkatkan posisi mereka dalam perusahaan, sekaligus memberikan kendali akan hubungan pertukaran yang terjadi, dan meningkatkan kontribusi terhadap kinerja perusahaan. Kepercayaan adalah hal penting dalam suatu hubungan karena kepercayaan memungkinkan mereka untuk menjadi pengganti yang efektif atas instilusi formal yang tidak memadai. Barr (1998) meneliti hubungan an tar jejaring sosial perusaiiaan dan modal sosial yang terbentuk diantara para pengusaha inanufaktur di Ghana. Hasil temuan menunjukkan sebuah perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari penggunaan jejaring untuk meningkatkan inovasi. Modal sosial telah didefinisikan sebagai "jumlah dari sumber daya aktual dan potensial tertanam dalam dan berasal dari jaringan hubungan yang dimiliki oleh sebuah unit individu" (Nahapiet dan Ghoshal, 1998). Hal ini mengacu pada "goodwill tersedia bagi individu atau kelompok" yang bisa dimobilisasi untuk memfasilitasi interaksi untuk mendapatkan sumber daya dan peluang (Adler dan Kwon, 2000) Modal sosial tidak hanya meliputi barang dan jasa tetapi juga dukungan sosial, keamanan fisik dan sosial, kebebasan berekspresi, dan kesempatan untuk pengembangan diri (Inkeles, 2000). Prinsip dasar yang mendasari teori modal sosial adalah hubungan jaringan yang dapat merupakan sumber daya berharga untuk orang-orang dan kelompok. Modal sosial adalah akumulasi dari kewajiban yang timbul dari perasaan syukur, rasa hormat, dan persahabatan, dari keanggotaan dalam keluarga atau organisasi, melalui kontak tidak langsung dan koneksi (misalnya, "teman dari teman"), dan melalui partisipasi dalam jaringan tertentu (Boissevain, 1974; Bordieu. 1986; D'Aveni dan Kesner, 1993). Kinerja Kewirausahaan Istilah kewirausahaan berasal dari terjemahan entrepreneurship yang dapat diartikan sebagai ‘the backbone of economy” yaitu syaraf pusat perekonomian atau sebagai ‘tailbone of economy’ yaitu pengendali perekonomian suatu bangsa (Soeharto Wirakusumo dalam Suryana, 2006). Secara epistemologi, kewirausahaan merupakan nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha atau proses dalam mengerjakan suatu yang baru dan berbeda. Gedeon (2010) menunjukkan bahwa kewirausahaan istilah (atau yang adalah seorang pengusaha) tidak memiliki definisi yang seragam dan diterima tunggal. Literatur penuh dengan kriteria mulai dari kreativitas dan inovasi untuk sifat-sifat pribadi seperti penampilan dan gaya (Fernald et al. 2005). Wirausaha (entrepreneur) menurut Skinner (dalam Ranto, 2007) didefinisikan sebagai seseorang yang mengambil risiko yang PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
51
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
diperlukan untuk mengorganisasi dan mengelola suatu bisnis dan menerima imbalan atau balas jasa berupa keuntungan (profit) dalam bentuk finansial maupun non finansial. Keberhasilan kewirausahaan adalah setidaknya sebagian, disebabkan kemampuannya untuk menjadi fleksibel, mudah beradaptasi dan cocok diri dan keadaan (Anderson, 2000). Kewirausahan adalah proses melakukan sesuatu yang baru dan atau berbeda untuk menciptakan kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan nilai tambah bagi masyarakat (Kao,Kao & Kao, 2002). Kinerja menurut Gibson, Ivancevich dan Donnelly (2012) merupakan serangkaian kegiatan manajemen yang memberikan gambaran sejauhmana hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam bentuk akuntabilitas publik baik berupa keberhasilan maupun kekurangan yang terjadi. Kinerja merupakan job performance, adanya semangat kerja dimana didalamnya termasuk beberapa nilai keberhasilan baik bagi organisasi maupun individu. Kinerja dapat diklarifikasikan sebagai kinerja manusia, kinerja mesin dan kinerja perusahaan atau organisasi. Pengertian kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya yang dicapai seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004). Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 2001). Kinerja kewirausahaan merupakan sebuah konsep multidimensional dan hubungan antara orientasi wirausaha dan kinerja dapat tergantung pada indikator-indikator yang digunakan untuk mengakses kinerja (Lumpkin & Dess, 2001). Hoque dan James (2000) menemukan lima dimensi kinerja yaitu nilai ROI atau nilai return atas investasi, margin penjualan, kapasitas penggunaan, kepuasan konsumen dan kualitas produk. Pengukuran kinerja kewirausahaan yang tepat memang tidak ada standar baku yang menjadi tolok ukurnya karena berbagai pandangan yang berbeda. Penilaian kinerja kewirausahaan dapat dilihat dari berbagai aspek dan sifatnya meluas. Moores dan Yuen (2001) dalam menilai kinerja kewirausahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan, arus kas operasional, nilai ROI/ ROA dan laba bersih sebelum pajak terhadap penjualan. Sedangkan menurut Ferdinand (2003) kinerja perusahaan sesungguhnya akan mencerminkan kinerja berbagai manajemen fungsional yang berfungsi dengan baik dalam perusahaan (UKM) seperti manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, manajemen pemasaran, manajemen operasional. Kinerja kewirausahaan untuk UKM memang tidaklah mudah apabila dikaitkan dengan aspek keuangan dibandingkan dengan informasi data kinerja subyektif (Safienza, Smith dan Gannon dalam Gin Chong, 2008). Hal ini dapat dipahami karena banyak aspek yang menyebabkan kinerja dilihat dari aspek keuangan sulit karena banyak pengusaha UKM yang tidak melakukan pembukuan keuangan dengan baik. Apalagi membuat laporan keuangan secara terprogram, banyak yang belum menyadari atau bahkan belum memahami pentingnya pembukuan atau pencatatan keuangan secara terprogram. Hasil Penelitian Terdahulu 1) Shane, 2003, Faktor-faktor tersebut meliputi kurangnya kredit, tabungan, pendidikan atau pelatihan, dan modal sosial berpengaruh terhadap kinerja kewirausahaan perempuan berwirausaha.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
52
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
2) Krauss et al (2005). Orientasi entrepreneur memiliki pengaruh positip dan signifikan terhadap tingkat pertumbuhan usaha, jumlah tenaga kerja dan eksternal success evaluation yang merupakan ukuran kinerja perusahaan. 3) Tonoyan, Budig dan Strohmeyer (2010). Perempuan yang termotivasi untuk menekuni wirausaha karena alasan lingkungan keluarga, motivasi internal sehingga menumbuhkan orientasi kewirausahaan dan hal ini yang memutuskan untuk mengambil keputusan ini. 4) Susilaningsih, 2015, Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi: Pentingkah untuk Semua Profesi? Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi berkaitan dengan membangun karakter wirausaha, pola pikir wirausaha, dan perilaku wirausaha yang selalu kreatif dan inovatif, menciptakan nilai tambah atau nilai-nilai baik (values), memanfaatkan peluang dan berani mengambil risiko. Model Penelitian Gb. 1. Model penelitian PK
H1 H4 H2
H5
LK
H7 KK
H3 MS
H6
Hipotesis Penelitian Berdasarkan model di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1) H1: Pendidikan Kewirausahaan (PK) berpengaruh terhadap Minat Berwirausaha (MB) 2) H2: Lingkungan Keluarga (LK) berpengaruh terhadap Minat Berwirausaha (MB) 3) H3: Modal Sosial (MS) berpengaruh terhadap Minat Berwirausaha (MB) 4) H4: Pendidikan Kewirausahaan (PK) berpengaruh terhadap Kinerja Kewirausahaan (KK) 5) H5: Lingkungan Keluarga (LK) berpengaruh terhadap Kinerja Kewirausahaan (KK) 6) H6: Modal Sosial (MS) berpengaruh terhadap Kinerja Kewirausahaan (KK) 7) H7 : Minat Berwirausaha (MB) berpengaruh terhadap Kinerja Kewirausahaan (KK) METODE Teknik Pengumpulan Data
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
53
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik observasi dan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Inkubator Kewirausahaan STIE IPWIJA. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 207 orang, dengan teknik sensus yaitu mengambil sampel berdasarkan jumlah populasi yang ada. Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji SEM (Structural Equation Model) program Lisrel 9.1. Namun sebelum dilakukan uji SEM ada asumsi yang perlu dipenuhi yaitu uji normalitas, outlier, multikolinearitas dan singularitas. Uji Asumsi SEM 1) Uji Normalitas Metode yang digunakan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak adalah menggunakan uji critical ratio dari skewness dan kurtosis dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jika nilai critical ratio yang diperoleh melebihi rentang ± 2,58 atau p value ˂ α = 0,05 maka distribusi tidak normal b. Jika nila critical ratio yang diperoleh berada pada rentang 2,58 atau p value ˃ α = 0,05 maka distribusi adalah normal (Ferdinand, 2002:139-140). 2) Outlier Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat. Uji Outlier adalah nilai ambang batas dari z score berada pada rentang 3. Olehkarena itu apabila ada observasi-observasi yang memiliki z score ≥ 3,0 akan dikategorikan sebagai outlier (Ferdinand,2006:353) b. Uji outlier multivariate Uji terhadap multivariate dilakukan dengan menggunakan kriteria jarak Mahaalanobis pada tingkat p < 0,001. Apabila nilai jarak Mahalanobisnya lebih besar dari nilai chi square table atau nilai p1 ˂ 0,001 dikatakan observasi adalah outlier multivariate (Ferdinand, 2006:353). 3) Multikolinearitas dan Singularitas Multikolinearitas atau singularitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil (di bawah nol) memberi indikasi adanya problem multikolinearitas atau singularitas dan sebaliknya jika nilai determinan matriks kovarians yang sangat besar (di atas nol) memberi indikasi tidak adanya problem multikolinearitas atau singularitas (Tabanick & Fidel, 1998:716, dalam Ferdinand, 2002:108-109). 4) Validitas dan Reliabilitas Ferdinand (2002:187-193) menyatakan bahwa uji validitas dan reliabilitas dalam SEM adalah sebagai berikut: 1. Convergent Validity Validitas konvergen dapat dinilai dari pengukuran model yang dikembangkan dalam penelitian dengan menentukan apakah setiap indikator yang diestimasi secara valid mengukur dimensi dari konsep yang diujinya. Sebuah indicator dimensi menunjukkan validitas konvergen yang signifikan apabila koefisien variabel indikator itu lebih besar dari dua kali standar errornya. Bila setiap indikator memiliki kritikal rasio yang lebih besar dari dua kali standar errornya, hal ini menunjukkan bahwa indikator itu secara valid mengukur apa yang seharusnya diukur dalam model yang disajikan. 2. Reliabilitas konstruk dinilai dengan menghitung indeks reliabilitas konsumen yang digunakan (composite reliability) dari model SEM yang dianalisis. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung reliabilitas konstruk ini adalah sebagai berikut: Uji reliabilitas, dimana nilai reliabilitas yang diterima adalah 0,7 Uji reliabilitas dalam SEM dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut : Variance Extract, dimana nilai yang dapat diterima adalah 0,50 rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
54
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Construct Reliabilit y
Variance Extract
( Std.Loading ) 2
StdLoading . j 2
Std.Loading 2 Std.Loading 2 . j
Sumber: Ghozali, 2011 Measurement error adalah sama dengan 1 reliabilitas indikator yaitu pangkat dua dari standardized loading setiap indikator yang dianalisis. Nilai reliabilitas di atas 0,60 dapat diterima dalam model yang baik (Ghozali, 2008:137). Berstein (1994) dalam Ferdinand (2005:311) memberikan pedoman untuk menginterpretasikan indeks reliabilitas antara 0,5 – 0,6 sudah cukup untuk menjustifikasi sebuah hasil penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Normalitas Dalam teknik análisis SEM, normalitas memegang peranan penting, karena merupakan suatu distribusi data pada suatu variabel metrik tunggal dalam menghasilkan distribusi normal. Berdasarkan 21 indikator yang digunakan, terdapat 18 indikator yang memenuhi asumsiunivariate normality, karena memiliki nilai p pada kolom Skewness and Kurtosis yang signifikan atau lebih kecil (< 0,05). Suatu data dikatakan terbebas dari univariate normality jika memiliki nilai p pada kolom Skewness and Kurtosis yang tidak signifikan atau lebih besar dari 0,05 (> 0,05). Multivariate Normality Pengujian multivariate normality jauh lebih penting dari pada pengujian univariate normality, karena multivariate normality menguji keseluruhan indikator secara simultan. Berdasarkan lampiran dapat diketahui hasil pengujian multivariate normality menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan variabel tidak mengikuti fungsi distribusi normal, dengan p-value yaitu 0,000, yang berarti nilaip-value < 0,05. Pengujian univariate normality dan multivariate normality, menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal, sehingga dalam pengujian normalitas data ini, menggunakan asymptotic covarian matrix, dimana estimasi parameter berserta goodness of fit statistics akan dianalisis berdasarkan pada keadaan data yang tidak normal (Ghozali dan Fuad, 2005: 38). Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Uji Validitas Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan di dalamnya mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Berdasarkan pengujian validitas dalam penelitian ini, menggunakan analisis faktor konfirmatori, dengan syarat loading factor memiliki nilai ≥ (lebih besar sama dengan) 0,5. Uji Reliabilitas Metode yang digunakan untuk menghitung reliabilitas instrumen dengan menggunakan construct reliability. Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
55
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
tingkat reliabilitas adalah 0,7. Tetapi menurut Nunanlly dan Bernstein (1994), dalam Ferdinand (2002:193) menyatakan reliabilitas antara 0,5 – 0,6 sudah cukup untuk menjustifikasi sebuah hasil penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel eksogen dan variabel endogen memiliki nilai lebih dari 0,70, yang berarti semua indikator variabel yang ada memiliki konsistensi yang cukup tinggi (reliabel) untuk mengukur setiap konstruk. Selain dari nilai CR, reliabilitas juga dapat dilihat dari nilai VE (Variance Extracted), variabel penelitian dinyatakan reliabel apabila memiliki nilai > 0,5. Nilai VE untuk variabel memiliki nilai VE ≤ 0,5, yang berarti reliabilitas indikator untuk mengukur variabel tersebut tidak reliabel. Meskipun nilai VE masingmasing variabel tidak reliabel, namun nilai CR (Construct Reliability berarti reliabel, sehingga penelitian selanjutnya dapat dilakukan. Uji Goodness of Fit Model Hasil pengujian goodness of fit modelnya yaitu Tabel 2. Goodness of Fit Goodness of Fit Cut off Value Hasil Analisis Measure NFI 0,8 < NFI < 0,9 0,85 IFI > 0,9 0,94 RFI 0,8 < RFI < 0,9 0,86 CFI > 0,9 0,93 GFI > 0,9 0,92 AGFI > 0,9 0,93 RMSEA 0,05 – 0,08 0,06 Sumber: Hasil Pengolahan, 2017
Evaluasi Model Good Fit Good Fit Good Fit Good Fit Good Fit Good Fit Good Fit
Berdasarkan hasil pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa kriteria yang digunakan untuk menilai layak/tidaknya suatu model ternyata menyatakan baik. Hal ini dapat dikatakan bahwa model dapat diterima, yang berarti ada kesesuaian antara model dengan data. Structural Model Fit Evaluasi terhadap model struktural berkaitan dengan pengujian hubungan antar variabel yang dihipotesiskan dalam penelitian ini. Berdasarkan lampiran out put SEM dan lampiran gambar hasil analisis jalur dapat diketahui pengaruh langsung, tidak langsung dan pengaruh total antara variabel laten. Tabel.3. Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total Antar Variabel Variabel Direct Effect Indirect Effect Total Effect PK MB - 0,22 0 0,24 LK MB 0,42 0 0,47 MS MB -0,035 0 -0.048 PK KK 0,37 0 0,37 LK KK 0,42 0 0,42 MS KK -0,48 0 0,75 MB KK 0,35 0 -0,38 Sumber: Hasil Olahan, 2017
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
56
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Variabel laten Pendidikan Kewirausahaan (PK) menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Pendidikan Kewirausahaan (PK) terhadap Minat Berwirausaha (MB) dan Kinerja Kewirausahaan (KK) adalah -0,22 dan 0,24. Variabel laten Lingkungan Keluarga (LK) menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Lingkungan Keluarga (LK) terhadap Minat Berwirausaha (MB) dan Kinerja Kewirausahaan (KK) sebesar 0,52 dan 0,28. Variabel laten Modal Sosial menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Modal Sosial terhadap Minat Berwirausaha dan Kinerja Kewirausahaan sebesar -0,048 dan 0,75. Variabel laten Minat Berwirausaha menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Minat Berwirausaha terhadap Minat Berwirausaha dan Kinerja Kewirausahaan sebesar 0,35 dan -0,38. Berdasarkan konstruk model teoritis maka persamaan struktural sebagai berikut: Structural Equation/Persamaan Estimate yaitu MB = -0,22 PK+ 0,52 LK - 0,048MS KK = 0,24 PK+ 0,28LK+ 0,75MB Hasil penelitian menunjukkan pada hipotesis pertama terdapat pengaruh Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, dan Modal Sosial pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa, pengujian dilakukan dengan melihat nilai Koefisien Determinasi (Squared Multiple Correlations) pada Structural Equation Model Pertama. Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini di tunjukkan dengan nilai Squared Multiple Correlations yaitu sebesar 0,722. Hal ini dapat diartikan bahwa Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, dan Modal Sosial pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa sebesar 72,2% sedangkan sisanya sebesar 27,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Dengan kata lain hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh Pendidikan Kewirausahaan, Lingkungan Keluarga, dan Modal Sosial pengaruhnya terhadap Minat Berwirausaha dan dampaknya pada Kinerja Kewirausahaan Mahasiswa dapat diterima, karena didukung oleh data empiris. Hipotesis kedua penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha. Berdasarkan hasil perhitungan program Amos diketahui nilai estimasi sebesar -0,132 dengan nilai C.R. sebesar -2,1055 < -1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,020 < 0,05. Dengan tingkat alpha 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Kewirausahaan, sehingga hipotesis kedua dapat diterima. Hipotesis ketiga penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Minat Berwirausaha. Nilai estimasi sebesar 0,321 dengan nilai C.R. sebesar 2,102>1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,000< 0,05. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan Lingkungan Keluarga terhadap Minat Berwirausaha, sehingga hipotesis ketiga dapat diterima. Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Modal Sosial terhadap Minat Berwirausaha. Hasil perhitungan program Amos diketahui nilai estimasi sebesar 0,109 dengan nilai C.R. sebesar 1,109< 1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,271> 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa Modal Sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap Minat Berwirausaha, sehingga hipotesis keempat tidak dapat diterima atau ditolak. Hipotesis kelima yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat pengaruh Minat Berwirausaha terhadap Kinerja Kewirausahaan. Hasil perhitungan program Amos diketahui nilai estimasi sebesar 0,307 dengan nilai C.R. sebesar 2,114 > 1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,003 < 0,05. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa Minat Berwirausaha berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Kewirausahaan sehingga hipotesis kelima dapat diterima. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
57
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1) Variabel laten Pendidikan Kewirausahaan (PK) menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Pendidikan Kewirausahaan (PK) terhadap Minat Berwirausaha (MB) dan Kinerja Kewirausahaan (KK) adalah -0,22 dan 0,24 dengan nilai estimasi sebesar -0,132 dengan nilai C.R. sebesar -2,1055 < -1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,020 < 0,05. Dengan tingkat alpha 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Kewirausahaan, sehingga hipotesis kedua dapat diterima. 2) Variabel laten Lingkungan Keluarga (LK) menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Lingkungan Keluarga (LK) terhadap Minat Berwirausaha (MB) dan Kinerja Kewirausahaan (KK) sebesar 0,52 dan 0,28. Nilai estimasi sebesar 0,321 dengan nilai C.R. sebesar 2,102>1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,000< 0,05. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan Lingkungan Keluarga terhadap Minat Berwirausaha, sehingga hipotesis ketiga dapat diterima. 3) Variabel laten Modal Sosial menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Modal Sosial terhadap Minat Berwirausaha dan Kinerja Kewirausahaan sebesar -0,048 dan 0,75 dengan nilai estimasi sebesar 0,109 dengan nilai C.R. sebesar 1,109< 1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,271> 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa Modal Sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap Minat Berwirausaha, sehingga hipotesis keempat tidak dapat diterima atau ditolak. 4) Variabel laten Minat Berwirausaha menunjukkan bahwa pengaruh langsung variabel Minat Berwirausaha terhadap Minat Berwirausaha dan Kinerja Kewirausahaan sebesar 0,35 dan -0,38 dengan nilai estimasi sebesar 0,307 dengan nilai C.R. sebesar 2,114 > 1,96 dan probabilitas kesalahan sebesar 0,003 < 0,05. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa Minat Berwirausaha berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Kewirausahaan sehingga hipotesis kelima dapat diterima. Saran-saran 1) Pendidikan Kewirausahaan yang diterapkan di kampus harus dikelola dengan tepat dan benar diharapkan dapat memberikan masukan besar dan menyemangati mahasiswa untuk terus membangun dan meningkatkan kualitas kewirausahaannya sehingga mahasiswa lulus diharapkan mampu berwirausaha dengan berkualitas. Apabila melalui Inkubator Kewirausahaan Kampus berarti harus diupgrade kembali kurikulum Inkubator Kewirausahaan Kampus sehingga menjadi nilai manfaat yang besar bagi mahasiswa. 2) Modal sosial sebagai perluasan jejaring bagi mahasiswa dalam memperluas pemasaran produknya, ini menjadi aspek penting karena bagaimanapun juga pemasaran menjadi titik akhir sebuah produk sehingga modal sosial harus terus dikembangkan sehingga perluasan pemasaran dapat terwujud. Selain itu inovasi produk harus terus dilakukan secara terus menerus, apalagi dengan proaktif memiliki pengaruh secara langsung terhadap modal sosial tentunya akan memberikan dampak untuk terus meningkatkan diri dalam berwirausaha. Kampus harus mampu memberikan fasilitas untuk membangun jejaring pemasaran baik yang sifatnya offline maupun online. DAFTAR PUSTAKA Anderson, Alistair., El Harbi, Sana dan Brahem, Meriam. 2013. Enacting Entrepreneurship in ‘Informal’ Business. Entrepreneurship and Innovation Vol. 14 No.3 pp 137-149.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
58
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Charan, R., & Lafley, A. G. 2008. The Game Changer: How you can drive revenue and profit growth with innovation. New York, New York: Crown Publishing Group, a division of Random House, Inc. ISBN 978-0-307-38173-6. Dooley, L., & O’Sullivan, D. 2001. Structuring innovation: A conceptual model and implementation methodology. Enterprise and Innovation Management Studies, 2(3), 177-194. Hunger, J. David & Thomas L. Wheelen. 2003, Manajemen Strategis, Yogyakarta: Penerbit Andi. Input-Output Perspective. Sam Advanced Management Journal, Winter: 21 – 31. Morris, M.H, Lewis, P.S. & Sexton, D.L. 1994. Reconceptualizing Entrepreneurship: An Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan Peraturan Pemerintah, 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 Tentang Prahalad, C. K., & Ramaswamy, V. 2003, Summer. The New Frontier of Experience Innovation [Electronic version]. MIT Sloan Management Review. Reprint 4442. Stewart, W. H., & Roth, P. L. 2001. Risk propensity differences between entrepreneurs and managers: A meta-analytic review. Journal of Applied Psychology, 86(1), 145-153. Sugidarma, I Putu. (2004). “Analisis Tipe Strategi Industri Kecil Dan Menengah Di Kawasan Sarbagita Bali”. Thesis. Malang: Universitas Brawijaya. Susilaningsih. 2015. Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi: Pentingkah untuk semua Profesi?, Prosiding Seminar Nasional. UNESCO, 2008. Inter-Regional Seminar on Promoting Entrepreneurship Education in Secondary School. Thailand: UNESCO. Wong, Poh-Kam, Ho, Yuen-Ping, Singh, Annette. 2007. Towards an “Entrepreneurial University” Model to Support Knowledge-Based Economic Development: The Case of the National University of Singapore. World Development, 35 (6): 941 – 958
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
59
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PERANAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA BAGI MAHASISWA Rita Ningsih Program Studi Pendidikan Matematika, FTMIPA, UNINDRA
[email protected] Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peranan pendidikan kewirausahaan dalam meningkatkan motivasi berwirausaha di kalangan mahasiswa. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian literatur atau kajian pustaka. Keterbatasan lapangan pekerjaan yang memadai di Indonesia masih menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini. Guna memberi solusi untuk permasalahan tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) menggalakan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Program yang dibuat sebagai langkah untuk terus memajukan jumlah wirausaha yang ada ini diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan keterbatasan lapangan pekerjaan di Indonesia. Terkait hal tersebut, maka disinilah peranan pendidikan kewirausahaan harus dapat dimaksimalkan guna meningkatkan motivasi mahasiswa untuk memiliki niat, tekad dan kemampuan untuk menjadi wirausaha. Kata Kunci: pendidikan kewirausahaan, motivasi, wirausaha Abstract. This study aims to examine the role of entrepreneurship education in improving entrepreneurship motivation among students. The research method used in this paper is literature research or literature review. Limited employment in Indonesia is still a problem faced today. In order to provide solutions to these problems, the Government of Indonesia through the Ministry of Cooperatives and SMEs (Kemenkop) promote the National Entrepreneurship Movement (GKN). The program was created as a step to improve the number of entrepreneurs, hopefully it could be a solution of limited employment in Indonesia. Related to this, then this is where the role of entrepreneurship education should be maximized in order to increase student motivation to have the intention, determination and ability to become entrepreneur. Keywords: entrepreneurship education, motivation, entrepreneurship PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, jumlah penduduk Indonesia per 30 Juni 2016 adalah 257.912.349 jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, keterbatasan lapangan pekerjaan menjadi permasalahan yang tidak dapat dielakan. Laporan International Labor Organization (ILO) mencatat jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah 9,6 juta jiwa (7,6%), dan 10% diantaranya adalah sarjana (Nasrun dalam Suharti dan Sirine, 2011:124). Data serupa juga di keluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa sampai dengan Agustus 2010 jumlah penganggur yang telah menamatkan pendidikan diploma dan sarjana telah mencapai 1,1 juta jiwa (BPS, 2011).
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
60
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, baik oleh pemerintah, dunia pendidikan, dunia industri maupun masyarakat. Salah satunya adalah menumbuhkan jiwa kewirausahaan terutama merubah pola pikir kaum muda yang selama ini hanya mencari pekerjaan setelah lulus sekolah atau kuliah. Hal ini menjadi tantangan bagi pihak sekolah dan perguruan tinggi sebagai lembaga yang mencetak lulusan untuk dapat memberikan motivasi kepada kaum muda untuk menjadi seorang wirausaha (entrepreneur). Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih menyebutkan bahwa untuk menjadi negara industri yang maju, syaratnya jumlah wirausaha harus ada dua persen dari populasi penduduk (Kompas.com:2017). DirjenIKM Kemenperin menargetkan akan menciptakan 5.000 wirausaha baru dan pengembangan 1.200 sentra IKM pada tahun 2017. Sedangkan target pada tahun 2019 akan terdapat 20.000 wirausaha baru. Selain itu, upaya lain juga dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) yaitu dengan menggalakan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Sekretaris Menteri Koperasi dan UKM Agus Muharam mengatakan dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan kewirausahaan, pemerintah sejak tahun 2011, hingga saat ini sedang dan akan terus melaksanakan program Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN), yang melibatkan seluruh stakeholders baik di pusat maupun daerah. (Edunews.id:2017) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) juga tidak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan guna mendorong mahasiswa untuk memiliki motivasi dan kreativitas berwirausaha, diantaranya melalui Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K). Pemerintah menyediakan sejumlah dana bagi mahasiswa terbaik yang berhasil membuat proposal PKMK dengan ide kreatif dan orisinil, dimana dana tersebut dapat digunakan sebagai modal awal bagi mereka dalam menjalankan usaha dan juga pengembangan usahanya. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan tingkat akhir yang ada di Indonesia telah memasukkan mata kuliah kewirausahaan ke dalam kurikulum sebagai salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh semua mahasiswa. Salah satu capaian pembelajaran yang harus dimiliki oleh seorang sarjana sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) pada Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT) Perpres 08/2012 adalah mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama, maka tepat sekali jika kewirausahaan dijadikan sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya memberikan teori mengenai konsep kewirausahaan tetapi juga membentuk sikap, perilaku dan pola pikir entrepreneur. Pendidikan kewirausahaan dapat membantu mahasiswa mempersiapkan diri untuk memulai suatu bisnis. Pembekalan keterampilan, pengetahuan penting dan integrasi pengalaman dapat membantu mengembangkan dan memperluas bisnis mereka nantinya. Pendidikan kewirausahaan juga dapat meningkatkan minat para mahasiswa untuk memilih wirausaha sebagai salah satu pilihan karir selain menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selama ini menjadi pilihan favorit. Pendidikan kewirausahaan dapat mengarahkan sikap, perilaku, minat dan motivasi serta pola pikir mahasiswa menjadi seorang entrepreneur sejati. Mahasiswa merupakan calon lulusan terdidik (intelektual) yang perlu didorong dan ditumbuhkan niat serta motivasi untuk berwirausaha (entrepreneurial intension) mengingat persaingan dunia bisnis saat ini dan masa mendatang lebih mengandalkan pengetahuan (knowledge). PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
61
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Zimmerer dalam Suharti dan Sirine (2011:125) menyatakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan di suatu negara terletak pada peranan universitas melalui penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Pihak universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan wirausaha kepada para lulusannya dan memberikan motivasi untuk berani memilih berwirausaha sebagai karir mereka. Hal tersebut diperkuat pendapat Yohnson 2003, Wu & Wu 2008 dalam Suharti dan Sirine (2011:125) menyebutkan pihak perguruan tinggi perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan yang konkrit berdasar dengan pengetahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat mahasiswa untuk berwirausaha. Sehingga perguruan tinggi dituntut peranannya dalam menghasilkan lulusan berkualitas dalam bidang kewirausahaan. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka pada penelitian ini akan mengkaji peranan pendidikan kewirausahaan dalam meningkatkan motivasi berwirausaha bagi mahasiswa. Bagaimana menumbuhkan motivasi berwirausaha di kalangan mahasiswa, faktor apa saja yang dapat meningkatkan motivasi atau niat mahasiswa untuk berwirausaha setelah mereka lulus menjadi sarjana. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan kerangka pembelajaran pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi agar dapat mendorong lahirnya kaum-kaum intelektual yang memilih karir sebagai seorang wirausaha (entrepreneur). Pada akhirnya, dengan semakin bertambah jumlah sarjana yang memilih menjadi entrepreneur, maka permasalahan keterbatasan lapangan pekerjaan dapat diurai, sehingga diharapkan perkembangan perekonomian di Indonesia akan semakin meningkat dan maju. Permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini sebagai berikut. (1) Apakah yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaa? (2) Apakah yang dimaksud dengan motivasi wirausaha? (3) Bagaimana peranan pendidikan kewirausahaan dalam meningkatkan minta wirausaha? HASIL DAN PEMBAHASAN Pendidikan Kewirausahaan Kewirasusahaan merupakan suatu sikap dan kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru yang memiliki nilai guna baik buat dirinya maupun orang lain. Menurut Hakim (2012), “kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya.” Sehingga kewirausahaan memiliki peranan penting dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi wirausahawan. “Faktor internal yang berasal dari dalam diri wirausahawan dapat berupa sifat-sifat personal, sikap, kemauan dan kemampuan individu yang dapat memberi kekuatan individu untuk berwirausaha. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri pelaku entrepreneur yang dapat berupa unsur dari lingkungan sekitar seperti lingkungan keluarga, lingkungan dunia usaha, lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi dan lain-lain (Suharti dan Sirine 2011:125)”. Hal tersebut melandasi materi kewirausahaan masuk ke dalam materi ajar di pendidikan formal baik sekolah maupun perguruan tinggi. Oleh karena itu, di satuan pendidikan formal khususnya perguruan tinggi terdapat materi pendidikan kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan sudah mulai masuk ke dalam dunia pendidikan, diintegrasikan dengan kurikulum di sekolah maupun perguruan tinggi. Hakim (2012) menyatakan, “pendidikan kewirausahaan juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari”. Pendidikan Kewirausahaan adalah usaha terencana dan aplikatif untuk meningkatkan pengetahuan, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
62
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
intensi atau niat dan kompetensi peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dengan diwujudkan dalam prilaku kreatif, inovatif dan berani mengelola resiko. Suyitno (2013) menyebutkan pendidikan kewirausahaan merupakan kajian internasional terkini dan terus diteliti dan dikembangkan secara dinamis di seluruh belahan dunia. Pendidikan kewirausahaan dilakukan mulai dari Universitas, Sekolah Menengah, Sekolah dasar hingga ada playgroup of entrepreneurship untuk anak-anak. Namun permasalahannya, pendidikan kewirausahaan di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Maraknya pendidikan kewirausahaan di seluruh dunia ini tidak lain karena semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya karakter kewirausahaan pada generasi muda yang kreatif, inovatif dan berani mengelola resiko serta pentingnya kedudukan seorang entrepreneur bagi motor pergerakan perekonomian suatu negara. Suatu negara dikatakan maju dan makmur dilihat dari jumlah wirausaha atau enterpreunernya. Hal ini sesuai pendapat McClelland dalam Suyitno (2013) bahwa “negara akan makmur jika entrepreneur dalam suatu negara mencapai 2 % dari keseluruhan penduduknya.” Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) Kemristekdikti sangat sadar akan pentingnya pendidikan kewirausahaan bagi kemajuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk menjawab tantangan masa depan. Oleh karena itu, Ditjen Belmawa mempunyai program-program unggulan untuk melaksanakan pendidikan kewirausahaan diantaranya program kreativitas mahasiswa kewirausahaan (PKM-K). Hal ini semua dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, niat dan motivasi aktivitas kewirausahaan di kalangan mahasiswa. Selain itu, mata kuliah kewirausahaan merupakan salah satu mata kuliah wajib yang dipelajari di perguruan tinggi. Suyitno (2013) menjelaskan “banyak wirausaha sukses yang tidak kuliah karena mereka orang yang giat dan mencari sendiri bagaimana menjadi wirausaha melalui pengalaman. Namun hal ini memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, dalam pendidikan kewirausahaan harus mengakselerasi pengalaman dan pola pikir. Dalam pendidikan kewirausahaan yang diberikan adalah menularkan pola pikir dan prilaku seorang wirausaha pada peserta didik hingga dia berperilaku dan berwirausaha. Pola pikir tersebut akan terlihat dari sikap dan mental terkait pemahaman berwirausaha. Menurut Wibowo dalam Wahyono (2014) “pendidikan kewirausahaan merupakan upaya menginternalisasikan jiwa dan mental kewirausahaan baik melalui institusi pendidikan maupun institusi lain seperti lembaga pelatihan, training dan sebagainya”. Artinya dalam pendidikan kewirausahaan ditekankan pada kegiatan menghayati dan menanamkan suatu sikap atau mental kewirausahaan melalui pendidikan formal maupun non formal. Sedangkan Lo Choi Tung dalam Wahyono (2014) mengatakan bahwa pendidikan kewirausahaan adalah “The process of transmitting entrepreneurial knowledge and skills to students to help them exploit a business opportunity” (proses transmisi pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan kepada siswa untuk membantu mereka dalam memanfaatkan peluang bisnis). Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewirausahaan adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menginternalisasi mental kewirausahaan, mentransmisi pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan kepada peserta didik melalui lembaga pendidikan formal (sekolah dan perguruan tinggi) maupun lembaga non formal (lembaga pelatihan) dalam upaya memanfaatkan peluang bisnis. Kegiatan pendidikan kewirausahaan dilakukan secara terprogram dan kontinu. Sehingga peserta didik menguasai secara teori dan praktek tentang kewirausahaan. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
63
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Motivasi Wirausaha Motivasi adalah kemauan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan, impuls. Motivasi seseorang tergantung kepada kekuatan motifnya. Motif dengan kekuatan sangat besar menentukan perilaku seseorang. Menurut Budiati, dkk. (2012:91), “motivasi seseorang menjadi wirausaha dibedakan dalam tiga, yaitu ambisi kemandirian, realisasi diri dan faktor pendorong, dengan masing-masing indikator sebagai berikut: Ambisi Kemandirian Aktivitas lebih bebas, Keinginan memiliki usaha sendiri, Keinginan menjadi lebih dihormati, Keinginanan menrapkan ide baru, Ingin mengembangkan hobi dalam bisnis Realisasi Diri, Saya ingin memperoeh posisi yang lebih baik di lingkungan, Saya ingin memotivasi dan memimpin orang laian, Saya ingin melanjutkan tradisi keluarga, Saya ingin mengimplementasikan ide atau berinovasi Faktor Pendorong, Ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik, Ingin menjadi seorang wirausaha jika terkena PHK.” Teori motivasi lain yang sangat populer adalah teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow (1970). Maslow dalam Supriyadi (2013) berpendapat bahwa hirarki kebutuhan manusia dapat dipakai untuk melukiskan dan meramalkan motivasinya. Selanjutnya Maslow dalam Supriyadi (2013) berpendapat terdapat lima kategori kebutuhan manusia, yaitu: physiological needs (fisiologis), safety (keamanan), social (sosial), esteem (penghargaan), dan self actualization (aktualisasi diri). Bila satu tingkat kebutuhan sudah terpenuhi, maka akan muncul tingkat kebutuhan yang lebih tinggi. Namun ini tidak berarti tingkat kebutuhan yang lebih rendah harus terpenuhi semuanya secara memuaskan. Bisa saja kebutuhan lebih rendah belum dapat memuaskan sama sekali, tetapi sudah muncul tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan fisiologis : makanan, udara,istirahat, sex, rumah, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya dan perlindungan dari unsur-unsur itu Kebutuhan keamanan : bebas dari rasa takut, perlindungan Kebutuhan sosial : afiliasi, asosiasi, diterima dalam persahabatan, kasih sayang Kebutuhan penghargaan : prestasi tinggi, kompetensi, kreativitas, dan kemandirian pribadi Kebutuhan perwujudan diri : prestasi tinggi, eksistensi dalam bidang yang digeluti atau peran yang dilakukan Sedangkan menurut Hasibuan (2007), motivasi adalah daya penggerak yang menimbulkan kegairahan kerja pada seseorang untuk dapat efektif dan terintegrasi dalam mencapai kepuasan. Artinya motivasi merupakan suatu dorongan yang mampu menimbulkan gairah kerja seseorang agar lebih efektif dan terintegrasi dalam mencapai suatu tujuan yang dapat memberikan kepuasan kepada orang tersebut. Motivasi secara umum dipengaruhi beberapa faktor baik dari dalam diri maupun dari luar diri. Lukiastuti dalam Sari (2013:7), menyatakan bahwa faktor dominan motivasi mahasiswa berwirausaha adalah faktor kesempatan, faktor kepuasan, dan faktor kebebasan. Selanjutnya menurut Sari (2013:6), “terdapat faktor-faktor yang dapat memotivasi mahasiswa berwirausaha diantaranya adalah keberhasilan diri, toleransi akan risiko, dan kebebasan dalam bekerja. Ketiga faktor ini menjadi penting untuk diteliti kembali karena dalam penelitian terdahulu, terbukti ketiga faktor ini signifikan mempengaruhi motivasi mahasiswa untuk berwirausaha”. Menurut Kreuger dalam Suharti dan Sirine (2011:126) bahwa “niat kewirausahaan mencerminkan komitmen seseorang untuk memulai usaha baru dan merupakan isu sentral yang perlu diperhatikan dalam memahami proses kewirausahaan pendirian usaha baru”. Motivasi wirausaha terkait dengan komitmen seseorang dalam mencoba suatu usaha baru. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
64
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Komitmen tersebut harus benar-benar yakin kemudian dilaksanakan secara terencana dan kontinu sehingga upaya membuka usaha sendiri dapat terwujud. Hal ini deperkuat pendapat Lee & Wong dalam Suharti dan Sirine (2011:126), “entrepreneurial intention atau niat kewirausahaan dapat diartikan sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang”. Banyak faktor yang mendukung motivasi seseorang atau mahasiswa untuk berwirausaha. Budiati, dkk. (2012:97) menyatakan bahwa beberapa motivasi mahasiswa beriwirausaha didorong oleh ambisi kemandirian berupa keinginan membuka usaha sendiri dan suka akan kebebasan dalam beraktivitas. Hal ini menjelaskan bahwa mahasiswa dapat memiliki motivasi wirausaha disebabkan ingin menunjukkan kemandirian kepada orangtua, teman, atau orang lain sehingga dapat dianggap sebagai manusia yang sukses. Selain itu, jiwa mahasiswa secara umum memiliki jiwa kebebasan dalam beraktivitas. Artinya mahasiswa ingin melakukan suatu kegiatan sesuai dengan keinginan sendiri. Sehingga pada masa-masa ini, mahasiswa banyak sekali aktivitas yang dilakukan dalam upaya menunjukan jati dirinya melalui ikut organisasi atau komunitas. Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi wirausaha adalah daya penggerak yang menjadikan seseorang untuk melakukan usaha baru yang bersifat jangka panjang. Daya penggerak tersebut dapat berasal dari dalam diri berupa niat maupun dari luar diri berupa saran dan masukan. Peranan Pendidikan Kewirausahaan dalam Motivasi Wirausaha Pendidikan kewirausahaan dan motivasi berwirausaha merupakan kedua aspek yang saling berkaitan atau berhubungan. Bicara tentang peranan pendidikan kewirausahaan terhadap motivasi berwirausaha, maka tidak luput dari faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berwirausaha. Adapun faktor yang mempengaruhi motivasi berwirausaha menurut Tuskeroh (2013) adalah sebagai berikut: 1. Rasa percaya diri, yaitu memiliki keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya sendiri. 2. Inovatif, merupakan suatu kreativitas yang diimplementasikan dan memberikan nilai tambah atas sumber daya yang kita miliki dan kreatif merupakan hal-hal yang belum terpikirkan oleh orang lain. 3. Memiliki jiwa kepemimpinan, yang mana sebagai faktor penting dalam mempengaruhi kinerja. 4. Efektif dan efesien, efektif adalah suatu pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat waktu, sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan .dengan perkataan lain, efektif adalah sampai tingkat apakah tujuan itu sudah dicapai dalam arti kualitas dan kuantitas. Efisien adalah perbandingan yang tebaik antara input dan output, antara daya usaha dan hasil usaha ,atau antara pengeluaran dan pendapatan dengan perkataan lain, efesien adalah segala sesuatu yang dikerjakan dengan berdaya guna atau segala sesuatunya dapat diselesaikan dengan tepat, cepat, hemat dan selamat. 5. Berorientasi masa depan, atinya mampu melihat peluang. Individu demikian selalu melihat kedepan dan tidak akan mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, malainkan lebih mempersoalkan apa yang akan dikerjakan besok. Priyanto dalam Mopangga (2014) mengatakan bahwa pada dasarnya pembentukan jiwa kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal dan kontekstual. Faktor internal berasal dari dalam diri dapat berupa sifat-sifat personal, sikap, kemauan dan kemampuan individu yang dapat memberi kekuatan individu untuk berwirausaha. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri pelaku entrepreneur seperti keluarga,
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
65
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
masyarakat, lingkungan usaha, dan lingkungan sosial ekonomi lainnya. Faktor-faktor tersebut berperan dalam menumbuhkan motivasi kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan dapat menumbukan motivasi wirausaha pada peserta didik. Hal ini didukung pendapat Aprilianty (2012:322), “pengetahuan kewirausahaan secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap minat wirausaha.” Terlihat bahwa motivasi wirausaha dapat dikembangkan melalui pendidikan kewirausahaan yang dilaksanakan di pendidikan formal baik sekolah maupun perguruan tinggi. Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu faktor kontekstual menjadi bagian yang sangat penting. “Faktor-faktor kontekstual, yaitu academic support dan social support terbukti berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap niat kewirausahaan mahasiswa. (Suharti dan Sirine, 2011:132).” Faktor kontekstual yang dimaksud peneliti adalah pendidikan kewirausahaan, dukungan akademik, dukungan sosial, dan kondisi lingkungan usaha. Penelitian yang dilakukan Gerry et al. (2008) dalam Suharti dan Sirine (2011:132) terhadap 640 mahasiswa di Portugis yang menemukan bahwa pelatihan kewirausahaan berpengaruh secara siginifikan dan positif terhadap niat mahasiswa untuk mendirikan usaha setelah mereka lulus dari perguruan tinggi. Seiring berkembangnya program kewirausahaan nasional, banyak pihak yang menyelenggarakan seminar, workshop maupun pelatihan dan pengembangan motivasi berwirausaha dikalangan mahasiswa. Tujuannya untuk mendorong para mahasiswa untuk menciptakan lapangan pekerjaan bukan mencari pekerjaan. Untuk menumbuhkan motivasi berwirausaha dibutuhkan informasi mengenai keuntungan dalam berwirausaha, agar para pencari kerja mengubah pola pikirnya untuk membuka lapangan kerja. Berikut beberapa keuntungan yang dapat memotivasi Anda untuk memulai bisnis : 1. Memiliki kebebasan untuk mencapai tujuan yang diimpikan. Kebebasan untuk mencapai tujuan yang diimpikan, dapat didapatkan saat kita memilih untuk berwirausaha. Kebebasan untuk menentukan tujuan bisnis, kebebasan untuk mengatur rencana jenis bisnis Anda, kebebasan untuk mengatur jadwal operasional usaha Anda, termasuk kebebasan untuk menentukan besar laba yang ingin Anda peroleh. Jika memilih berwirausaha, Anda akan menjadi bos bagi usaha sendiri. 2. Laba yang bisa melebihi gaji sebagai pegawai Jika para pegawai harus pada demo untuk kenaikan gaji mereka, para pengusaha bisa menentukan sendiri laba atau keuntungan yang ingin diraihnya. Dengan wirausaha bukan hanya laba materi yang diperoleh, tapi juga memperoleh pengakuan atas keberhasilan usaha yang dijalankannya. 3. Kepuasan akan potensi dirinya Kebanyakan para pegawai merasa bosan atau jenuh dengan pekerjaan yang sama setiap harinya. Tapi bagi pengusaha, rasa bosan atau jenuh jarang ditemui. Karena menjalankan sebuah usaha selalu memberikan tantangan yang dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri seseorang. Kreatifitas, semangat kerja, dan impian yang akan dituju selalu memberikan sensasi menyenangkan dalam menjalankan usaha. 4. Terbuka peluang peluang baru Dengan membuka suatu usaha, banyak peluang peluang baru bagi para pengusaha. Misalnya saja peluang menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar, peluang mengembangkan usaha dengan membuka cabang di berbagai kota, serta peluang untuk mencoba usaha baru yang masih berhubungan dengan induk usaha Anda. 5. Menciptakan lapangan kerja yang bermanfaat Kelebihan berwirausaha juga bermanfaat bagi masyarakat, karena secara otomatis Anda membantu para pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Hal itu juga akan memberikan keuntungan sosial bagi Anda, karena masyarakat yang telah Anda bantu PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
66
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
mendapatkan lapangan kerja akan menghargai keberadaan peran Anda sebagai seorang pengusaha, bukan hanya sebagai mahasiswa biasa yang sering dipandang sebelah mata. Henri Suhardianto Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan wirausaha sudah menjadi hal penting dikampus IPB."Jika 10 tahun lalu, mahasiswa ingin cepat lulus atau cepat menikah, sekarang ingin punya usaha sendiri dulu," katanya.IPB kini sudah ada direktorat pengembangan karir dan wirausaha sebagai sarana belajar wirausaha mahasiswa."Saat ini 5 persen lulusan IPB jadi wirausahawan," tambahnya (Kemenkop, 2017). Artinya terlihat bahwa wawasan dan paradigma mahasiswa sudah baik terkait minat wirausaha. Mahasiswa sebelum lulus berupaya memiliki usaha sendiri. Hal tersebut mendukung pengurangan angka pengangguran di Indonesia. Data terakhir capaian Pemerintah dibantu peran serta masyarakat berhasil menekan angka pengangguran di Indonesia. Data Sakernas BPS Februari 2016 mencatat jumlah pengangguran pada 2016 mencapai 5,5 persen atau sekitar 7,02 juta orang atau lebih rendah dibanding 2015 yakni sebesar 5,81 atau setara dengan 7,45 juta orang. Jumlah pengangguran di Indonesia pada 2016 dinilai mencapai titik terendah sejak 1998 (Agung, 2016). Berkat sinergi yang luar biasa antara pemerintah dan masyarakat, dalam hal ini khususnya dunia pendidikan, Indonesia berhasil menelurkan usaha-usaha baru sehingga rasio jumlah wirausaha non pertanian yang menetap dapat menembus 3,1 persen. Hal ini sesuai penjelasan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop) Puspayoga , berdasarkan data BPS 2016 dengan jumlah penduduk 252 juta, jumlah wirausaha non pertanian yang menetap mencapai 7,8 juta orang atau 3,1 persen. Dengan demikian tingkat kewirausahaan Indonesia telah melampaui 2 persen dari populasi penduduk, sebagai syarat minimal suatu masyarakat akan sejahtera. Menkop mengakui, ratio wirausaha sebesar 3,1 persen itu masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia 5 persen, China 10 persen, Singapura 7 persen, Jepang 11 persen maupun AS yang 12 persen. "Namun setidaknya sudah diatas batas minimal 2 persen dan itu akan terus berkembang," katanya.Bertumbuhnya wirausaha tak lepas dari peran masyarakat bersama pemerintah yang terus mendorong, juga swasta dan kalangan mahasiswa atau kampus. (Kemenkop, 2017). Menurut Siswoyo (2009:116), bahwa “terdapat dua besaran sumbangsih wirausaha terhadap pembangunan bangsa, antara lain sebagai berikut. (1) Sebagai pengusaha: memberikan sumbangsih dalam melancarkan proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Ikut mengatasi kesulitan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat. (2) Sebagai pejuang bangsa dalam bidang ekonomi, meningkatkan ketahanan nasional, mengurangi ketergantungan kepada bangsa asing.” Terlihat bahwa peranan wirausaha sangat penting bagi pembangunan nasional. Semakin banyak wirausaha di suatu negara, maka semakin maju dan makmur negara tersebut. Selain itu, terbuka dan tercipta lapangan kerja yang banyak dan bervariasi sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam rangka upaya mengurangi angka pengangguran. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewirausahaan memiliki peranan dalam meningkatkan minat wirausaha mahasiswa. Sehingga perlu dikembangkan lebih baik lagi program atau kegiatan pendidikan kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Khususnya di lembaga pendidikan formal seperti perguruan tinggi, pendidikan kewirausahaan tidak hanya diberikan teori kewirausahaan saja tetapi diberikan pula aplikasi atau praktik berwirausaha. Sehingga mahasiswa memiliki pengetahuan dan bekal untuk membuka usaha baru baik saat masih menjadi mahasiswa maupun setelah lulus.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
67
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENUTUP Simpulan Berdasarkan uraian pada pendahuluan dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. (1) Pendidikan kewirausahaan adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menginternalisasi mental kewirausahaan, mentransmisi pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan kepada peserta didik melalui lembaga pendidikan formal (sekolah dan perguruan tinggi) maupun lembaga non formal (lembaga pelatihan) dalam upaya memanfaatkan peluang bisnis. (2) Motivasi wirausaha adalah daya penggerak yang menjadikan seseorang untuk melakukan usaha baru yang bersifat jangka panjang. Daya penggerak tersebut dapat berasal dari dalam diri berupa niat maupun dari luar diri berupa saran dan masukan. (3) Pendidikan kewirausahaan memiliki peranan dalam meningkatkan minat wirausaha mahasiswa. Sehingga perlu dikembangkan lebih baik lagi program atau kegiatan pendidikan kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyatakan beberapa saran yaitu : (1) bagi peneliti lain, diupayakan dilakukan kajian lebih mendalam terkait peranan pendidikan kewirausahaan dalam meningkatkan motivasi wirausaha, (2) bagi institusi pendidikan, diupayakan lebih meningkatkan program kegiatan dan materi pendidikan kewirausahaan agar mampu meningkatkan motivasi wirausaha. DAFTAR PUSTAKA Agung D.H. 2016. Jumlah Pengangguran Indonesia 2016 Capai 7,02 Juta Orang. https://tirto.id/jumlah-pengangguran-indonesia-2016-capai-702-juta-orang-bW8T. Diunduh tanggal 22 Juli 2017. Aprilianty, Eka, 2012. Pengaruh Kepribadian Wirausahaan, Pengetahuan Kewirausahaan, dan Lingkungan terhadap Minat Berwirausaha Siswa SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(3) : 311-324. Budiati, Yuli; Yani, Tri Endang; dan Universari, Nuria. 2012. Minat Mahasiswa Menjadi Wirausaha (Studi pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Semarang) Jurnal Dinamila Sosbud, 14(1) : 89 - 101. Hakim, Dhikrul. 2012. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan Karakter Bangsa. Prosiding Seminas Competitive Advantage. 1(2). http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/view/179/126. Diunduh 22 Juli 2017. Kemenkop. 2017. Rasio Wirausaha Indonesia Naik Jadi 3,1 Persen. http://www.depkop.go.id/content/read/ratio-wirausaha-indonesia-naik-jadi-31-per sen. Diunduh tanggal 22 Juli 2017. Mopangga, Herwin. 2014. Faktor Determinan Minat Wirausaha Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo. Jurnal Trikonomika, 13 (1) : 78-90 Sari, Indah Purnama. 2013. Pengaruha Keberhasilan Diri, Toleransi akan Resiko, dan Kebebasn dalam Bekerja terhadap Motivasi Berwirausaha pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Bangkalan. Jurnal Ekonomi Kependidikan dan Kewirausahaan, 1(1) : 5-13. Siswoyo, H. Bambang Banu. 2009. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa. Jurnal Ekonomi Bisnis, 14(2) : 114-123. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
68
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Suharti, Lieli dan Sirine, Hani. 2011. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Niat Kewirausahaan (Entrepreneurial Intention) (Studi Terhadap Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga) Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 13(2) : 124-134. Supriyadi. 2013. Materi Kewirausahaan : Motivasi Wirausaha. http://pai-umy.blogspot.co.id/2013/03/materi-pendidikan-kewirausahaan_25.html. Diunduh tanggal 20 Juli 2017. Suyitno, Ade. 2013. Pendidikan Kewirausahaan : Teori dan Praktik. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Tuskeroh. 2013. Pengaruh Motivasi Dan Mental Berwirausaha Pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Maritim Raja Ali Haji. http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/Tuskeroh-090462201367.pd f. Diunduh tanggal 23 Juli 2017. Yunal, Vivin Oblivia dan Indriyani, Ratih. 2013. Analisis Pengaruh Motivasi Berwirausaha dan Inovasi Produk terhadap Pertumbuhan Usaha Kerajinan Gerabah di Lombok Barat. Jurnal AGORA 1(1). Wahyono, Budi. 2014. Pengertian Pendidikan Kewirausahaan. http://www.pendidikanekonomi.com/2014/07/pengertian-pendidikan-kewirausaha an.html. Diunduh tanggal 23 Juli 2017.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
69
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
KIAT WIRAUSAHAWAN YANG SUKSES TERHADAP PELUANG MAHASISWA UNTUK BERWIRAUSAHA Tedy Ardiansyah; Prasetio Ariwibowo dan Khoirul Umam Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Bahasa Inggris, FIPPS & FBS, UNINDRA Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak; Kegiatan UMKM memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan perekonomian karena sektor ini telah teruji memiliki daya tahan terhadap krisis ekonomi. UMKM menyediakan lapangan kerja yang luas yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun kenyataan tersebut diatas ternyata tidak semudah dibayangkan UMKM juga memiliki beberapa permasalahan, dimana Usaha kecil sering menghadapi ujian-ujian alam dengan berbagai kesulitan, seperti kendala modal, sumber daya manusia, sikap pemerintah yang berubah-ubah, lokasi usaha, persaingan, perkembangan teknologi, dan sebagainya. Hal tersebut diatas setali tiga uang dengan halnya Wirausahawan, Menjadi Usahawan yang sukses tidak mudah untuk diwujudkan, banyak hal yang perlu dipelajari hingga dapat membuka wawasan, tidak cukup hanya dengan pengalaman tetapi juga harus dilengkapi dengan keahlian, Kerja keras tanpa keuletan akan menjadi hampa dan termasuk tahan terhadap godaan yang mengganggu dalam kegiataan usaha. Tentunya hal tersebut diatas harus mempunyai trik atau kiat-kiat sehingga tujuan dalam berwirausaha menjadi berhasil. Hal tersebut diatas tentunya mempunyai pengaruh kepada orang lain yang ingin tentunya maju dalam berwirausaha. Mahasiswa merupakan cikal bakal yang mempunyai potensi yang baik dalam mewujudkan kegiatan kewirausahaan. Kiat Wirausahaan sukses menjadi faktor penentu dalam memotivasi mahasiswa dalam berwirausaha. Kata Kunci : Wirausaha, Kiat, Kewirausahaan,UMKM
PENDAHULUAN Dalam lima tahun belakangan ini usaha-usaha kecil mendapat perhatian yang sangat besar. Mereka memiliki daya survival yang sangat tinggi dan terbukti mampu mengatasi pengangguran serta berperan besar dalam perekonomian indonesia. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan statistik tahun 2012 menyangkut UMKM, dimana jumlah UMKM 56, 5 Juta dengan pertumbuhan jumlah UMKM 2.41%, sedangkan jumlah tenaga kerja UMKM yang mana menciptakan lapangan kerja adalah 107, 6 juta dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja UMKM adalah 5,83%, sumbangan PDB UMKM 1,504 Milyar dengan pertumbuhan sumbangan PDB UMKM adalah 9,90% dan terakhir Nilai ekspor UMKM adalah 208 Milyar dengan pertumbuhan nilai ekspor UMKM 11% Usaha-usaha mikro dan kecil ini secara kasat mata dapat kita lihat. Mereka ada di perumahan, dibangun dari garasi atau dapur rumah, tampak di tepi-tepi jalan, mulai dari kuliner sampai bengkel mobil dan sepeda motor, dari tape ketan sampai garam dapur, dari batik sampai kain bordir, dari barang-barang kerajinan sampai mikrohidro. Usaha-usaha kecil ini memiliki daya survival tinggi karena mereka tumbuh secara alamiah. Ibarat pohon di dalam hutan, akarnya menghunjam dalam ke tanah dan batangnya kokoh menjulang kelangit. Walaupun bisnisnya overcrowded, tapi pohon-pohon ini mengakar dan hidup berdampingan dengan ekosistem di sekitarnya. Mereka saling memberi kehidupan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
70
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 1 Perkembangan UMKM dari data BPS No.
Indikator
1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah UMKM Pertumbuhan Jumlah UMKM Jumlah Tenaga Kerja UMKM Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja UMKM Sumbangan PDB UMKM (harga konstan) Pertumbuhan sumbangan PDB UMKM Nilai Ekspor UMKM Pertumbuhan Nilai Ekspor UMKM
Satuan Unit Persen Orang Persen Rp. Miliar Persen Rp. Miliar Persen
2012 56 534 592 2,41 107 657 509 5,83 1 504 928,20 9,90 208 067,00 11,00
Sumber : Badan Pusat Statistik (2016) Usaha kecil juga menghadapi berbagai permasalahan, seperti kendala modal, sumber daya manusia, sikap pemerintah yang berubah-ubah, lokasi usaha, persaingan, perkembangan teknologi, dan sebagainya. Persaingan dapat dipandang sebagai pengelolaan sumber daya sedemikian rupa sehingga melampaui kinerja. Untuk melaksanakannya, pendidikan tinggi perlu memiliki keunggulan kompetitif alternatif yaitu keilmuan kewirausahaan yang dapat menjadi pembuluh nadi kinerja pendidikan tinggi dalam sebuah pasar yang kompetitif. Porter (1985) menyatakan bahwa untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan potensi keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan, diperlukan suatu alat analisis yang disebut konsep community development sebagai suatu metode memecah tanggung jawab (responsibility), dari dalam organisasi sampai ke luar organisasi pada aktivitas-aktivitas strategis yang relevan untuk memahami perilaku 71ating dan lingkungan. Karena suatu aktivitas biasanya hanya merupakan bagian dari kesatuan aktivitas yang lebih besar dari suatu 71ating yang menghasilkan nilai (Shank dan Govindarajan, 1997). Dari hal kendala tersebut, langkah demi langkah dijalankan dan dilalui sehingga seluruh rintangan dapat dilalui dan kesuksesan pun didapat, hal inilah yang menjadi bagian kesuksesan dari wirausahawan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penting bagi peneliti untuk mengetahui dan mengidentifikasikan 71ating-faktor yang mempengaruhi hubungan kiat pelaku usaha yang sukses terhadap motivasi mahasiswa berstrategi wirausaha, dengan analisis community development, sehingga diharapkan akan dapat menjelaskan di mana posisi kiat-kiat pelaku usaha yang sukses dapat ditingkatkan karena pengelolaan community development dan membangun kemitraan yang efektif dan berkesinambungan memungkinkan mahasiswa untuk memiliki keunggulan kompetitif yang didukung dengan pembelajaran mata kuliah kewirausahaan sehingga mampu bersaing di pasar global. Adapun permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah “bagaimana hubungan Kiat pelaku usahawan yang sukses terhadap motivasi mahasiswa khususnya mahasiswa Sekolah tinggi Manajemen Asuransi Trisakti berwirausaha”. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan dan permasalahan yang telah disebutkan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kiat pelaku usahawan yang sukses 2. Mengetahui adanya hubungan kiat pelaku usahawan sukses terhadap motivasi mahasiswa berwirausaha.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
71
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
TINJAUAN PUSTAKA Hal yang paling dasar adalah memahami dahulu arti dari kewirausahaan, Menurut Robert D. Hisrich yang sudah diterjemahkan (2008: 10), Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko 72ating yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan, serta kepuasan dan kebebasan pribadi. Definisi ini menekankan empat aspek dasar dari menjadi seorang pengusaha. Pertama, Kewirausahaan melibatkan proses penciptaan-menciptakan suatu nilai baru. Penciptaan haruslah mempunyai nilai bagai pengusaha dan bagi pelanggan untuk siapa citptaan tersebut dikembangkan. Pelanggan dapat berupa (1) pasar pembeli organisasi untuk inovasi bisnis, (2) administrasi rumah sakit untuk prosedur atau peranti lunak baru, (3) calon murid untuk sebuah kursus baru atau bahkan kuliah kewirausahaan, atau (4) pengguna untuk jasa baru yang disediakan oleh sebuah badan nirlaba. Kedua, Kewirausahaan menuntut sejumlah waktu dan upaya yang dibutuhkan. Hanya mereka yang melalui proses kewirausahaan yang menghargai sejumlah besar waktu serta upaya yang dibutuhkan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan menjadikannya beroperasi. Ketiga dari definisi tersebut melibatkan penghargaan menjadi seorang pengusaha. Penghargaan yang paling penting adalah kebebasan, lalu kepuasan pribadi. Bagi seorang pengusaha pencari laba, penghargaan moneter adalah juga penting. Bagi beberapa pengusaha pencari laba, uang menjadi 72ating72e72 tingkat sukses yang dicapai. Menanggung risiko yang dibutuhkan adalah aspek akhir dari kewirausahaan. Karena tindakan membutuhkan waktu, sedangkan hasil di masa yang akan 72ating tidak dapt diprediksi, maka hasil dari tindakan tersebut mengandung ketidakpastian. Lebih jauh lagi, ketidakpastian ini kemudian dieprkuat dengan sifat dasar yang khas dalam tindakan wirausahawan, seperti penciptaan produk baru, jasa baru, usaha baru dan lain sebagainya. “Pengusaha harus memutuskan untuk bertindak bahkan ketika menghadapi ketidakpastian rentang hasil dari indkannya. Selanjutnya Pengusaha akan merespons dan menciptakan perubahan melalui tindakan kewirausahaan (entrepreneurial action), sedangkan tindakan wirausaha mengacu pada perilaku sebagai bentuk tanggapan atas keputusan yang didasarkan pada pertimbangan ketidakpastian mengenai peluang yang mungkin untuk mendapatkan keuntungan”. . Menjadi Usahawan yang sukses tidak mudah untuk diwujudkan, banyak hal yang perlu dipelajari hingga dapat membuka wawasan, tidak cukup hanya dengan pengalaman tetapi juga harus dilengkapi dengan keahlian, Kerja keras tanpa keuletan akan menjadi hampa dan termasuk tahan terhadap godaan yang mengganggu dalam kegiataan usaha. Tentunya hal tersebut diatas harus mempunyai trik atau kiat-kiat sehingga tujuan dalam berwirausaha menjadi berhasil. Pendapat Rhenald Kasali (2012:17-22) Kiat-kiat pelaku usahawan yang dapat diambil secara empiris adalah 1. Usaha apa pun selalu menghadapi perubahan-perubahan yang bersifat evolusioner dan revolusioner. Yang kerap ditakuti adalah perubahan yang rvolusioner karena sering kali terjadi secara mendadak. Padahal, perubahan yang revolusionerlah yang sering kali membuka mata kita. Semua pelaku usaha takut pada perubahan yang sifatnya revolusioner, yaitu perubahan yang berjalan sedikit demi sedikit, karena tidak disadari. Perubahan itu terjadi dari hari ke hari, tiba-tiba kita mendapati diri kita, usaha kita, hidup kita ,sudah tertinggal jauh di belakang karena tidak menyesuaikan diri. Supaya berhasil, maka para pelaku usaha harus 72ating72e72 terhadap perubahan apa pun yang terjadi di luar dirinya dan jangan hanya terpaku mengurusi operasional usaha. Dengan kata lain, pergaulan, membaca berita, mengikuti perkembangan, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
72
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
berdialog dengan pelaku usaha lainnya, membangun hubungan dengan dunia perbankan dan para pemasok teknologi, merupakan harga mutlak yang harus sering dilakukan. Inilah yang disebut dengan membuka jendela. Pendapat serupa dari Thomas W. Zimmerer et al. (2005) Dalam Leonardus Saiman (2014 ; 44) Mengenai perubahan dimana diambil dari rumus manfaat berkewirausahaan yaitu Memberi peluang untuk melakukan perubahan : Semakin banyak pebisnis yang memulai usahanya karena mereka dapat menangkap peluang untuk melakukan berbagai perubahan yang menurut mereka sangat penting. Mungkin berupa penyediaan perumahan sederhana yang sehat dan layak pakai untuk keluarga atau mendirikan program daur ulang limbah untuk melestarikan sumber daya alam yang terbatas, pebisnis kini menemukan cara untuk mengkombinasikan wujud kepedulian mereka terhadap berbagai masalah ekonomi dan 73ating dengan harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Pendapat lain dari Hendro (2011: 28-29) mengenai Perubahan, ada beberapa 73ating yang menstimulus spirit of entrepreneurship, yaitu: a. Evolusi Produk, Perubahan produk akan menimbulkan perubahan kebutuhan yang memunculkan sebuah peluang baru. b. Evolusi Ilmu Pengetahuan, Perubahan ilmu pengetahuan akan menimbulkan inspirasi produk baru dan begitu seterusnya. c. Perubahan Gaya hidup, selera dan hobi, Perubahan gaya hidup akan menimbulkan keinginan akan produk yang berbeda. d. Perubahan Teknologi, Berkembangnya teknologi dan semakin canggihnya teknologi akan menciptakan produk, suasana dan gaya hidup yang berbeda. e. Perubahan Budaya, Berkembangnya gaya hidup, pendapatan, selera, teknologi dan sebagainya akan mengubah budaya seseorang, sehingga hal ini mempengaruhi kebuuthan akan produk yang berbeda di setiap tempat. f. Perubahan Struktur pemerintahan dan politik, Perubahan politik akan mempengaruhi perubahan struktur pemerintahan yang berujung pada perubahan peraturan, kebijkan dan arah perekonomian sehingga munculah gap kebutuhan akan produk yang lalu dan pasca perubahan. g. Intrapreneurship, Kemampuan Intrapreneurship (entrepreneurship di dalam sebuah perusahaan internal) yang semakin baik dan kuat akan memunculkan gairah entrepreneur. Hal ini disebabkan karena kreativitas, inovasi, ketatnya persaingan, hasrat ingin tantangan yang lebih baru, perubahan organisasi, dan lain-lain. Jadi, Organisasi secara tidak langsung mengembangkan jiwa entrepreneurship seseorang. Ditambahkan pula Justin G. Longenecker (2001 : 15 & 18) konteks berubahnya bisnis berskala kecil, menghadirkan tantangan antara lain: 1. Pertumbuhan superstore, Jika anda memiliki toko yang kecil dan dimasuki oleh superstore modern, tak perlu berpikir panjang untuk menyadari bahwa anda berada dalam masalah besar. Meskipun perubahan dunia bisnis menancam kehidupan perusahaan dan bahkan menghancurkan, bisnis berskala kecil saat ini harus menghadapi tantangan yanga ada dengan semangat wirausaha. Banyak perusahaan bertahan hidup jika mereka tampil bersaing. 2. Perluasan teknologi informasi dan internet 3. Timbulnya perekonomian global 2. Pentingnya Regenerasi. Para pelaku UKM selalu mengandalkan keluarga sebagai sumber penerus usaha. Keluarga yang dimaksud tentu saja buka hanya hubungan keluarga secara vertikal antara orngatua dan anak, tetapi juga antara paman dengan keponakan. Ini berarti sesungguhnya sumber daya untuk pengembangan usaha keluarga atau usaha kecil sangat terbatas. Karena terbatas itulah maka para pelaku PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
73
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
UKM harus sudah memikirkan proses transfer kepemimpinan sedari awal. Mengapa demikian ? sebab tidak semua keturunan ingin melanjutkan usah tersebut. Sebab, semakin tinggi seorang penerus disekolahkan, semakin besar kemungkinan sesorang ingin meninggalkan dunia usaha kecil. Kalau mereka mau menjadi pengusaha, mereka bisa saja gemas ingin membesarkannya, tapi kalau tidak, mereka pun ingin membunuhnya. Maka alaternatifnya, kalau mereka dibimbing dengan baik, mereka dapat menjadi sumber transformasi perusahaan yang dapat diandalkan. Menurut pendapat John E.Schoen dan Justin G. (1978;1-6), “Management Succession in the Family Business” bahwa pentingnya regenerasi atau melakukan suksesi, dilakukan secara terencana dengan baik sehingga perpindahan tampuk pimpinan dapat berjalan dengan baik antara orang tua dan anak, dimana langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Tahap prabisnis, dalam tahap I, seoarngan pengganti yang berpotensi diperkenalkan dengan bisnis sebagai bagian yang sedang berkembang. Tidak ada perencanaan formal untuk mempersiapkan anak dalam memasuki bisnis pada tahap awal ini. Ini semata-mata membentuk fondasi bagi tahap lebih lanjut dari proses yang terjadi ditahun selanjutnya. b. Tahap pengenalan, dalam tahap II, juga meliputi pengalaman yang terjadi sebelum sipengganti tersebut cukup umur untuk memulai kerja paruh waktunya dalam bisnis keluarga. Ini berbeda dari Tahap 1. c. Tahaap Pengenlan Fungsi, dalam tahap III, anak-anak sering mulai berfungsi sebagai karyawan paruh waktu, selama liburan atau seusai sekolah. Pada tahap ini anak-anak mengembangkan pengalamannya dengan beberapa orang penting yang bekerja diperusahaan. d. Tahap Pelaksanaan Fungsi, Tahap IV, dimulai ketika pengganti yang potensial tersebut menjadi karyawan tetap. Biasanya sesuai dengan pendidikan formalnya. Awalnya untuk memasuki posisi manajemen, bekerja sebagai seorang akuntan penjual atau sejenisnya. e. Tahap Pengembangan Fungsi, Tahap V, begitu pengganti yang berpotensi tersebut memikul tugas sebagai pengamat. Dia mulai memasuki tahap pengembangan fungsi. Posisi manajemen pada tingkat ini melibatkan pengarahan kerja orang lain, tapi tidak mengelola keseluruhan perusahaan. f. Tahap Pergantian awal, dalam tahap VI, anak-anak disebut presiden atau general manager bisnis. Di dalam perusahaan, dia adalah kepala bisnis, tapi orang tua masih mengamati. g. Tahap Kedewasaan pengganti, Tahap VII, dicapai ketia porses transisi dilengkapi. Pengganti tersebut memimpin perusahaan sesuai dengan jabatan yang aada padanya. Hal ini serupa juga diberikan pendapat oleh Desi Masitah dan M. Edwar (2013: 13) melalui penelitian yang dilakukan secara kuantitatif empiris, bahwa Varibel peran keluarga dan praktik kewirausaahan secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kewirausahaan (uji F) dan Variabel yang paling berpengaruh dalam sikap kewirausahaan adalah 74ating74e praktek aplikasi kewirausahaan (Uji t), sehingga hal ini menjadikan pokok bagian penting untuk: a. Peran keluarga dan praktik kewirausahaan harus lebih ditekankan secara intensif b. Praktik kewirausahaan memberikan pengaruh yang paling dominan dan berpengaruh signifikan terhadap sikap kewirausahaan c. Interaksi dan memperoleh wawasan pengalaman dari keluarga hal yang menjadi penting PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
74
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Sependapat juga dikemukakan oleh Wasty Soemanto (1992, 96), agar orang tua dapat mendidik anaknya sebagai regenerasi yang mempunyai jiwa wiraswasta berhasil, maka kepada orang tua dituntut untuk memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Orang tua hendaknya mengenal arti dan ciri-ciri manusia wiraswasta b. Orang tua hendaknya mengenal perkembangan jiwa dari masing anak-anaknya c. Orang tua hendaknya menciptakan situasi belajar kewiraswataan dilingkungan keluarga adalah penempaan nilai-nilai kepribadian pada anak-anak d. Orang tua sebaiknya mempunyai bekal pengetahuan minimal mengenai usaha wiraswasta 3. Usaha kecil menghadapi ancaman yang sangat besar dari pelaku usaha-usaha besar. Para pelaku usaha besar ini memiliki skala ekonomis yang juga besar sehingga mereka memiliki efisiensi. Kalau produk usaha kecil ini tidak dapat dijadikan produksi massal, maka masa depan mereka sangat terancam. Seperti yang terjadi dalam industri kecap dalam botol. Dulu, hampir setiap kota kecil di Indonesia selalu memiliki merekmerek lokal. Berikut ini adalah nama-nama merek kecap yang mungkin dulu begitu akrab di lidah anda; kecap Udang Sari dan kecap Sindang Sari (Cirebon), kecap Kuda Jempol (kediri), kecap Sulang (Rembang), kecap Sukasari (Semarang), kecap Korma (Jakarta), kecap Zebra (Bogor), kecap Kunci (Karawang), kecap Benteng (Tangerang), kecap Kenarie (Surabaya), kecap Maja Menjangan (Majalengka), kecap Jamburi (Blitar), dan seterusnya. Kemana mereka sekarang ?. Untuk mendukung hal tersebut, serupa disampaikan oleh Rambat Lupiyoadi (2007: 48) Hal-hal yang mempengaruhi kegagalan Usaha Kecil, paling tidak ada empat faktor yang ikut mendorong gagalnya suatu bisnis kecil. Pertama, banyak usaha kecil yang dikelola oleh manajer yang kurang mampu dan kurang berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. Kedua, kurangnya dukungan dari pihak yang berhubungan. Sering setelah peresmian usaha dilakukan banyak wirausaha yang mendapat tawaran untuk menjalankan usaha baru, sehingga perhatiannya tidak dipusatkan pada usaha tersebut. Ketiga, masih lemahnya sistem kontrol/ pengawasan, dimana sistem pengontrolan yang lemah cenderung akan menyebabkan kerugian dan penggunaan sumber daya-sumber daya yang berlebihan. Terakhir adalah masalah kurangnya modal untuk menjalankan usahanya. Hal serupa juga disampaikan oleh Tulus T.H. Tambunan (2002: 81) bahwa hasil survey BPS terhadap wirausaha menunjukan bahwa masalah yang paling sering disebut adalah keterbatasan modal dan kesulitan dalam pemasaran. Salah satu hal yang menarik dari hasil survey ini adalah bahwa keterbatasan SDM dan teknologi modern ternyata tidak merupakan masalah yang serius bagi banyak wirausahawan. Dalam perkataan lain, kebanyakan dari mereka tidak merasa bahwa kualitas pekerja dan tingkat teknologi dalam bentuk jenis mesin dan alat-alat produksi yang mereka miliki sebagai penghambat perkembangan usaha mereka. Padahal sering dikatakan bahwa keterbatasan akan dua 75ating penting tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya kinerja atau daya saing UKM. Namun demikian secara tidak langsung, kesulitan dalam pemasaran dapat juga dilihat sebagai salah satu akibat dari rendahnya kualitas dari produk yang dibuat, dan hal terakhir ini ada kaitannya dengan rendahnya kualitas pekerja dan pengusaha serta keterbatasan teknologi modern dalam bentuk mesin-mesin atau alat-alat produksi yang digunakan kebanyakan dari kategori sederhana. 4. Pentingnya entrepreneurship. Entrepreneurship adalah sebuah cara berpikir dan bertindak yang didasari oleh kemampuan melihat dan menangkap peluang. Suatu peluang hanya dapat ditangkap oleh mereka yang mempersiapkan diri pada bidang tersebut. Orang-orang yang mempersiapkan diri adalah orang yang mua bekerja keras PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
75
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
dan membangun hubungan yang sangat luas. Hubungan harus dibangun dengan mendatangi pintu-pintu, baik yang sudah terbuka, setengan terbuka, maupun tertutup sama sekali. Seorang pengusaha harus berani bergerak dan mengetuk pintu dan membuat pemilik pintu membukakannya untuk mereka. Dari situlah ia akan mendapatkan pengtahuan dan kesempatan-kesempatan baru di masa depan. Entrepreneurship itulah yang menentkan apakah pengusaha kecil mampu tumbuh menjadi perusahaan kelas menengah atau tetap kecil dan makin terpuruk. Hal ini juga diungkapkan oleh Eddy Soeryanto Soegoto (2009: 8-9), entrepreneurship atau kewirausahaan adalah usaha kreatif yang dibangun berdasarkan inovasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru, memiliki nilai tambah, memberi manfaat, menciptakan lapangan kerja dan hasilnya berguna bagi orang lain. Entrepreneurship adalah segala sesuatu yang penting mengenai seorang wirausaha, yakni orang yang memiliki sifat bekerja keras dan berkorban, memusatkan segala daya dan berani mengambil risiko untuk mewujudkan gagasannya. Dari segi kemampuannya, mampu dan peka melihat peluang bisnis. Dari tindakannya, yang menonjol adalah mengambil langkah nyata menggabungkan atau mengkombinasikan sumber daya, baik yang telah atau belum edimili untuk mewujudkan gagasannya membangun bisnis baru. Dari karyanya terlihat dengan munculnya perusahaan-perusahaan baru dengan produkproduk baru, teknologi baru dan lapangan kerja baru. Hakikat entrepreneurship dibagi menjadi: a. Entrepreneurship adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis. b. Entrepreneurship adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha c. Entrepreneurship adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih d. Entrepreneurship adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda e. Entrepreneurship adalah suatu proses penerapan kreativitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupa usaha. f. Entrepreneurship adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Permodalan. Tak dapat disangkal bahwa usaha kecil di Indonesia mengalami kendala permodalan. Tetapi, kendala ini lebih disebabkan oleh cara berpikir dan ketidakmengertian dalam berhubungan dengan 76ating-sektor keuangan atau para pemilik modal. Untuk mendapatkan modal, diperlukan pencatatan yang dapat dipertanggungjawabkan dan disiplin dalam pengembalian. Ketidakpahaman inilah yang membuat banyak usaha kecil yang terkunci di dalam ruang usaha yang kecil dan gelap. Padahal dengan membuka sedikit jendela, mereka 76ati mendapatkan bimbingan yang membuat hidup usaha mereka berubah. Maka kepada usaha-usaha kecil di mana pun mereke berada, dianjurkan agar mereka membuka pintu terhadap lembaga keuangan daa mendalogkan persoalan-persoalan yang dihadapi dengan eksekutif perbankan. Dengan kata lain, jangan hanya 76ating pada mereka ketika anda sedang membutuhkan dana karena terlibat masalah. Tapi, datanglah untuk mengembangkan usaha anda. Menurut pendapat Kasmir (2006: 94-95), beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan apabila untuk memperoleh suatu modal adalah sebagai berikut: PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
76
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
a. Tujuan perusahaan Perusahaan perlu mempertimbangkan tujuan penggunaan pinjaman tersebut, apakah untuk modal investasi atau modal kerja, apakah sebagai modal utama atau hanya sekedar modal tambahan, apakah untuk kebutuhan yang mendesak atau tidak b. Masa pengembalian modal Dalam jangka waktu tertentu pinjaman tersebut harus dikembalikan ke kreditor (bank). Bagi perusahaan jangka waktu pengembalian investasi juga perlu dipertimbangkan, sehingga tidak menjadi beban perushaan dan tidan mengganggu cash flow perushaan. Sebaiknya jangka waktu pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. c. Biaya yang dikeluarkan Faktor biaya yang harus dikeluarkan harus dipertimbangkan secara matang, misalnya biaya bunga, biaya administrasi, provisi dan komisi atau biaya lainnya. Hal ini penting karena biaya meruapakan komponen produksi yang akan menjadi beban perusahaan dalam menentukan harga jual dan laba. Besarnya tingkat suku bungan dan biay lain yang dibebankan bank atas lembaga keuangan kepada nasabah berbeda-beda antara satu dengan lainnnya. Sebaiknya dipilih bank yang mampu memberikan biaya (bunga dan biaya lainnya) yang paling rendah (kompetitif) bagi perusahaan. Sekali lagi besarnya biaya yang dibebankan akan berakibat pada meningkatnya biaya operasi dan pada akhirnya dapat mengurangi keuntungan. d. Estimasi keuntungan Besarnya keuntungan yang akan diperoleh pada masa-masa yang akan 77ating perlu menjadi pertimbangan. Estimasi keuntungan diperoleh dari selisih pendapatan dengan biaya dalam suatu periode tertentu. Besar kecil keuntungan sangat berperan dalam pengembalian dana suatu usaha. Oleh karena itu, perlu dibuatkan estimsi pendapatan dan biaya sebelum memperoleh pinjaman modal. Estimasi pendapatan yang akan diperoleh di masa yang akan 77ating perlu diperhatikan secara teliti dan cermat dengan membandingkan data dan informasi yang ada sebelumnya. Estimasi biaya-biaya yang akan dikeluarkan selam periode tertentu, termasuk jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan pun perlu dibuat serinci mungkin. 5. Sumber godaan. Semua usah kecil indonesia diabad 21 ini menghadapi godaan besar dari sektor politik. Mereka akan mendapatkan tawaran untuk menjadi anggota atau pengurus partai politik, ikut dalam kompetisi untuk memperebutkan jabatan sebagai pejabat publik, baik mereka sendiri maupun keturunannya. Usaha yang sudah dirintis dengan sangat baik hendaknya jangan sampai terganggu oleh keinginan anada untuk mendaptakan kehormatan dalam jabatan-jabatan politik baik dipusat maupun di daerah terpencil. Bila ingin menjadi politisi, serahkanlah usaha yang sudah terbangun kepada orang yang dapt anda percaya. Namun jika tetap ingin berusaha, lupakanlah kesempatankesempatan yang justru dapat membuat bisnis anda terganggu. Politik memiliki DNA yang berbeda dengan DNA pengusaha. Walaupun benar bahwa belakangan ini banyak orang menggunakan politik untuk memperkaya diri, tetapi pengusaha sejati tidak akan mengotori tangannya dengan cara-cara yang tidak jujur, tidak adil, dan menghalalkan segala cara. Modal utama seorang pengusaha adalah kepercayaan dan integritas. 6. Sifat usaha yang membentuk Cluster. Dimana-mana diseluruh dunia, usaha itu bersifat berkumpul. Seperti usaha penjualan tape singkong (tape gantung) di Purwakarta, mainan berbentuk buah-buahan di Cianjur, colenak di Pasar Lembang, sepatu di PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
77
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Cibaduyut, usaha bordir di Tasik, dodol di Garut, tahu di Sumedang, genteng di Jatiwangi, dan seterusnya. Di luar negeri pun demikian. Industri film di Amerika adanya di Hollywood sedangkan di India berkumpul di Bollywood. Demikian juga bisnis teknologi informasi, adanya di Silicon Valley, sementara kain sutra di Thailand. Ada gunanya juga pengusaha kecil memulai usahanya di tengah-tengah cluster yang sudah terbentuk, karena dari situlah mereka akan mendapatkan tenaga kerja yang terampil, akses terhadap baha baku, dan segal informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha. Konsumen pada dasarnya juga senang untuk mendatangi pusat-pusat keramaian. Jadi, di pusat keramaian itu anda bisa mendapatkan efisiensi dan keunggulan daya saing, serta pasar. Hal ini sama seperti yang diungkapkan Mukhammad K. Mawardi (2010: 1), pentingnya strategi kluster dalam pengembangan UKM, bahwa dengan sistem klustering, UKM akan dapat beroperasi secara efisien dan mendapat kemudahan dalam penguatan permodalan dari perbankan dan akhirnya memiliki daya saing tinggi, nilai strategisnya pendekatan kluster dalam mendongkrak nilai tambah UKM di pasar. Penyaluran dana yang bersumber dari program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Coorporate Social Responsibility) dari BUMN/BUMD kepada sentra industri akan mampu meningkatkan kapasitas UKM. Disamping itu Kluster UKM berpotensi untuk menghasilkan efek pengganda (multiple effect) dalam jangka panjang dengan menciptakan pekerjaan sekunder disekitar kluster . Hal serupa diungkapkan Putri Wahyuningrum (2014:2), pengembangan UKM ke arah industri kreatif, yaitu salah satunya pengembangan Cluster. Salah satu Cluster yang fokus dikembangkan adalah kluster kerajinan karena memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian di kota, dimana menjadi pemasukan nomor dua Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) 7. Keuletan. Modal utama seorang pengusaha kecil selain keujuran dan integritas adalah keuletan dan kerja keras. Hampir semua pengusaha yang kami temui memiliki selfdiscipline yang sangat kuat sehingga mereka percaya bahwa mereka harus bangun lebih cepat daripada matahari dan baru beristirahat setelah matahari terbenam. Mereka memiliki disiplin alamiah yang melekat dalam DNA mereka. Bahkan kerja keras itu dimiliki tanpa mengenal usia pensiun. Dalam hal tertentu, ini bisa menjadi sumber bagi pengembangan usaha, tapi sekaligus bisa menjadi penghambat bagi kemajuan usaha. Dapat menjadi sumber kemajuan, karena membuat timbul. Tetapi, juga dapt menjadi hambatan kalau hal ini membuat mereka asyik dengan diri mereka sendiri sehingga lupa untuk bekerja dengan membangun sumber daya dari tenaga-tenaga di luar dirinya. 8. Peluang Berwirausaha Sering kita menghadapi permasalahan atau problema yang kadang-kadang kita meraasa tidak sanggup melaksanakannya. Namun sebenarnya bila kita tinjau lebih jauh direnungkan. Di balik permasalahan tersebut semua ada kemudahan atau peluang. Hanya saja yang harus kita sikapi, apakah kita memandang satu keadaan sebagai suatu masalah yang harus dihindari dan dijauhi atau sebagai peluang untuk dikejar dan ditangkap. Salah satu strategi untuk menemukan peluang adalah melalui inspirasi yang original dan inspirasi dipengaruhi karena adanya insting dan intuisi. Insting adalah sautu naluri menganalisis suatu kejadian yang pernah dialami seseorang untuk memperedisi kejadian yang akan datang. Sednagn intusi adalah memprediksi kejadian yang belum dialami. Inspirasi diawali dengan pola pikir kreatif yang kuat dan semakin kuat pola kreatifnya maka semakain berkualitas kreativitas yang dihasilkan. Untuk menjadi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
78
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
wirausahawan yang sukses diperlukan kreativitas dan inovasi. Inovasi tercipta karena adanya daya kreativitas yang tinggi. Kreativitas merujuk kepada penemua ide dan gagasan baru, sedangkan inovasi merujuk kepada bagaimana menggunakan ide dan gagasan baru tersebut sehingga menghasilkan uang. Sukses dalam mengubah peluang menjadi sebuah peluang emas. Harus memulai dari Minat anda. Dengan memiliki Minat di sektor bisnis yang tepat dengan Industri maka itulah yang disebut Bisnis. Kemudian harus menguasai Pangsa pasar agar peluang memiliki nilai juala yagn tinggi guna memenuhi kebutuahan pasar yang kosong. Langkah Pertama: TENTUKAN DARI MANA ANDA MULAI MENEMUKAN SEBUAH SUMBER PELUANG Bahwa sumber peluang yang paling potensial Adalah diri anda dan salah satu pijakan awalnya adalah Minat anda. Setelah anda mengetahui pijakan awal Maka mulailah melakukan riset dan trail untuk menemu Kan kekeuatan peluang disegmen yang tepat Langkah Kedua : TEMUKAN DI SEKTOR MANA ANDA MASUK Kekuatan peluang itu bertumpu pada kekuatan sektor Bisnis yang tepat sehingga, harus benar memilih yang Sesuai dengan minat dan kekeuatan sebuah bisnis yang Tepat adalah kekosongan pasar Langkah Ketiga : BERDAYAKAN KEKUATAN PRODUK ANDA GUNA MEMPUNYAI NILAI JUAL Jika peluang yang bagus dan tepat untuk mengisi Kekosongan pasar tidak mempunyai nilai jual yang Tinggi, maka peluang itu hanyalah sekedar mimpi. Mengapa?, karena produk itu tidak akan lakuk dipasar Hal ini merupakan proses yang sangat penting dari Tahapan diatas. Langkah Keempat : EVALUASI DAN BERDAYAKAN PELUANG ANDA MENJDADI PRODUK (BISNIS) Sebagai langkah terakhir untuk memanfaatkan peluang Yaitu dengan mengevaluasi dan menganalisa faktor Keberhasilan dan faktor kegagalan peluang bisnis dan Kembangkan menjadi sebuah produk untuk memulai Bisnis yang potensial
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
79
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Gambar 1. Peluang berwirausaha Sumber: ...
METODE Metode penelitan yang digunakan adalah metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa kuesioner dimana alat yang digunkan berupa angket. Variabel yang akan dijelaskan adalah Kiat pelaku usahawan UMKM sukses dan peluang usaha mahasiswa berwirausaha Teknik sampling yang digunakan adalah Probability sampling yaitu Simple random sampling. Dimana jumlah sampel yang diberikan sebanyak 60 Mahasiswa dengan dilakukan taraf kesalahan 5%. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kuesioner, berupa pertanyaan-pertanyaan yang disusun untuk diisi oleh responden. Maksudnya adalah untuk memperoleh data primer berupa informasi secara tertulis langsung dari reponden mengenai variabel yang diteliti 2. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan informasi dengan mempelajari sumber data tertulis untuk memperoleh data sekunder mengenai latar belakang dan data tertulis lainnya yang mendukung penelitian ini. Skala pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel penelitian ini yaitu menggunakan skala likert yang menggunakan data interval penilaian untuk setiap jawaban PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
80
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
responden adalah 1 sampai 5. Interval jawaban respondan akan disesuaikan dengan pertanyaan yang diajukan. Menurut Sugiyono (2013: 168-172), skala likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak senang dan baik-tidak baik. Pengolah data akan dilakukan dengan metode statistik sederhana yait menggunakan distribusi frekuensi. Insturmen penelitian terdiri beberapa aspek antara lain sebagai berikut: 1. Instrumen untuk mengukur Kiat Pelaku Usahawan UMKM sukses. Kiat Pelaku Usahawan suskes merupakan penilaian berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman mahasiswa secara empiris. Dimensi yang diukur adalah meliputi pengalaman dan pengamatan mahasiswa terhadap Kiat Pelaku Usahawan UMKM sukes. 2. Insturmen untuk mengukur Peluang Usaha mahasiswa berwirausaha. Motivasi mahasiswa berwirausaha adalah penilaian berdasarkan hasil penterjemahan para mahasiswa didalam proses motivasi dalam melakukan berwirausaha. Dimensi yang diukur adalah Proses motivasi mahasiswa dalam melakukan kegiatan berwirausaha Data yang dihasilkan akan diolah denegan menggunakan metode deskriptif dan asosiatif untuk menggambarkan dan menganalisis hubungan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Adapun urutan dalam analisis data adalah sebagai berikut: 1. Mentabulasi jawaban responden 2. Mengkategorikan jawaban responden baik aspek Kiat Pelaku Usahawan sukses maupun askpek Motivasi mahasiswa berwirausaha dalam kategori sangat kurang, kurang, sedang baik dan sangat baik 3. Melakukan uji hipotesis asosiatif HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 64 Angket disebar secar acak kepada mahasiswa Sekolah Tinggi Manajeman Asuransi Trisakti (STMAT) Jakarta dan Universitas Thamrin Jakarta, Setiap Responden mengisi angket dengan benar dimana total yang terkumpul untuk angket sebanyak 64 sesuai dengan jumlah responden. Tabel 2 memperlihatkan dari 2 kampus yang berbeda dimana untuk STMAT mempunyai jumlah responden untuk Laki-laki sebanyak 47,06% dan Perempuan sebanyak 52,95% sedangkan untuk Universitas Thamrin dimana Laki-laki sebanyak 36,67% dan Perempuan sebanyak 63,33% Tabel 2. Karakteristik Responden Karakteristik Responden Jumlah Responden STMAT Jakarta Laki-laki (L) 16 Perempuan (P) 18 Universitas Thamrin Jakarta Laki-laki (L) 11 Perempuan (P) 19
Presentase 47,06% 52,94% 36,67% 63,33%
VALIDITAS STMAT Jakarta Uji Validitas dilakukan untuk mengatahui kemampuan indikator penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur. Analisis uji validitas dilakukan dengan cara membandingkan nilai signifikansi dari Pearson Correlation antara masing-masing skor
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
81
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
indikator dengan total skor konstruk. Kriteria suatu pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai siginifaksi korelasi tersebut ≤ 0,05. Tabel 3 menunjukan hasil uji validitas indikator kiat wirausaha yang sukses dengan menggunakan Pearson Correlation. Hasil uji validitas menunjukan bahwa pada indikator K2 (Regenerasi dengan mengandalkan keluarga) nilai signifikannya lebih dari 0,05 sehingga dinyatakan tidak valid sama halnya dengan K7 (memulai usaha di tengah cluster yang sudah terbentuk) Tabel 3. Uji Validitas Kiat Wirausahawan yang sukses STMAT
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
82
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 4. Uji Validitas Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha STMAT
Tabel 4. Menunjukan hasil validitas indikator Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha dengan menggunakan Pearson Correlation . Hasil Uji Validits menunjukkan bahwa semua indikator memiliki nilai signifikan kurang dari 0,05 sehingga dinyatakan valid dalam mengukur Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha. UJI Validitas Universitas Thamrin Jakarta Sama dengan halnya STMAT Jakarta, pada Tabel 5 menunjukan hasil uji validitas indikator kiat wirausaha yang sukses dengan menggunakan Pearson Correlation. Hasil Uji Validitas menunjukan bahwa semua indikator memiliki nilai signifikan kurang dari 0.05 sehingga dinyatakan valid dalam mengukur Kiat wirausahawan yang sukses
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
83
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 5. Uji Validitas Kiat Wirausahawan yang sukses Universitas Thamrin
Tabel 6. Menunjukan hasil validitas indikator Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha dengan menggunakan Pearson Correlation . Hasil Uji Validits menunjukkan bahwa semua indikator memiliki nilai signifikan kurang dari 0,05 sehingga dinyatakan valid dalam mengukur Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
84
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 6 Uji Validitas Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha Universitas Thamrin
Uji Reliabilitas STMAT Jakarta Hair et al (2010) mendefinisikan reliabilitas sebagai penilaian dari tingkat konsistensi antra beberapa pengukuran variabel. Penelitian ini menilai konsistensi seluruh skala dengan alpha Cronbach dan keandalan keseluruhan dari setiap indikator. Pada tabel 7. Terlihat tingkat keandalan berdasarkan nilai alpha Cronbach, dimana tertampil dari Kurang andal sampai dengan Sangat andal, terlampir pada tabel 7. Dibawah: Tabel 7. Tingkat keandalan Berdasarkan Nilai Alpha Cronbach Nilai alpha Cronbach Tingkat Keandala 0,9 – 0,20 Kurang Andal >0,20 – 0,40 Agak Andal >0,40 – 0,60 Cukup Andal PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
85
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
>0,60 -0,80 >0,80 – 1,00
Andal Sangat Andal
Variabel Kiat Wirausaha yang sukses diperoleh nilai alpa Cronbach sebesar 0,691 Pada Tabel 8, jika dilihat pada Tabel 7, nilai tersebut masuk dalam kategori Andal, jadi dapat disimpulkan bahwa variabel Kiat Wirausaha yang Sukses reliabel. Tabel 8. Reliability Kiat Wirausaha yang sukses STMAT
Sama dengan halnya padaTabel 9. Peluang mahasiswa berwirausaha masuk dalam kategori Sangat Andal, jadi dapat disimpulkan bahwa Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha reliabel Tabel 9. Reliability Peluang Mahasiswa untuk Berwirausha STMAT
Uji Reliabilitas Universitas Thamrin Jakarta padaTabel 10. Kiat Wirausaha yang sukses masuk dalam kategori Sangat Andal, jadi dapat disimpulkan Kiat Wirausaha yang sukses reliabel dan Juga untuk Tabel 11. Peluang Mahasiswa untuk Wirausaha 0,871 masuk dalam kategori Sangat Andal, jadi dapat disimpulkan bahwa Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha Reliabel Tabel 10. Reliability Kiat Wirausaha yang sukses Univeristas Thamrin Jakarta
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
86
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 11. Reliability Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha Universitas Thamrin Jakarta
Hubungan Antara Kiat Wirausahawan yang sukses terhadap peluang mahasiswa untuk Berwirausaha STMAT Analisis dari Correlations pada Tabel 12 dibawah. Menghasilkan point-point seperti berikut: 1).Tabel descriptive dibawah dapat dianalisis Dati tabel tersebut diatas menunjukan bahwa jumlah responden sebanyak 34. Nilai ratarata Kiat kewirausahaan yang sukses sebesar 31,64 dan Nilai rata-rata peluang usaha sebesar 34,22 2).Tabel Correlations Dari tabel Correlations menunjukan bahwa hubungan (korelasi) antara Kiat Wiruusahawan yang sukses terhadap Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha Kuat Positif, yaitu 0,691, arti positif adalah hubungan antara Variabel X dan Y searah, maksudnya searah disini adalah Semakin lama hubungan Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha, maka semakin besar Peluanga Mahasiswa untuk berwirausaha. Begitu Juga sebaliknya semakin rendah hubungan Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha, maka semakin kecil juga Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha. a).Membuat hipotesis dalam uraian kalimat
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
87
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
H0: Tidak terdapat yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha Ha: Ada hubungan yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha b).Keputusan Kriteria keputusan yang diambil berdasarkan nilai probabilitas, jika probabilitas (sig)>α , maka H0 diterima, dari tabel Correlations nilai sig sebesar 0,00. Pada kasus ini nilai α = 0,05 Dari hasil perbandingan antara nilai Sig dan α diperoleh bahwa, hasil Sig=0,00 < α = 0,001, sehingga keputusannya H0 ditolak yaitu ada hubungan yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha Tabel 12. Korelasi Kiat kewirausahaan yang sukses dengan peluang mahasiswa berwirausaha STMAT
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
88
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 13. Korelasi Kiat kewirausahaan yang sukses dengan peluang mahasiswa berwirausaha Universitas Thamrin
Hubungan Antara Kiat Wirausahawan yang sukses terhadap peluang mahasiswa untuk Berwirausaha Universitas Thamrin Analisis dari Correlations pada Tabel 13 diatas. Menghasilkan point-point seperti berikut: 1).Tabel descriptive dibawah dapat dianalisis Dati tabel tersebut diatas menunjukan bahwa jumlah responden sebanyak 30. Nilai ratarata Kiat kewirausahaan yang sukses sebesar 32,3 dan Nilai rata-rata peluang usaha sebesar 36,9 2).Tabel Correlations Dari tabel Correlations menunjukan bahwa hubungan (korelasi) antara Kiat Wiruusahawan yang sukses terhadap Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha Sangat Kuat Positif, yaitu 0,810, arti positif adalah hubungan antara Variabel X dan Y searah, maksudnya searah disini adalah Semakin lama hubungan Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha, maka semakin besar Peluanga Mahasiswa untuk berwirausaha. Begitu Juga sebaliknya semakin rendah hubungan Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha, maka semakin kecil juga Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha. a).Membuat hipotesis dalam uraian kalimat H0: Tidak terdapat yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha Ha: Ada hubungan yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha b).Keputusan
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
89
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Kriteria keputusan yang diambil berdasarkan nilai probabilitas, jika probabilitas (sig)>α , maka H0 diterima, dari tabel Correlations nilai sig sebesar 0,00. Pada kasus ini nilai α = 0,05 Dari hasil perbandingan antara nilai Sig dan α diperoleh bahwa, hasil Sig=0,00 < α = 0,001, sehingga keputusannya H0 ditolak yaitu ada hubungan yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha Pengaruh Efektif (Regresi) Kiat Wirausahawan yang sukses terhadap peluang mahasiswa Berwirausaha STMAT Salah satu alat yang dapat digunakan dalam mempredeksi permintaan di masa akan datang berdasarkan data masa lalu atau untuk mengetahui pengaruh satu variabel bebas (independent) terhadap satu variabel tak bebas (dependent) adalah menggunakan Regresi Linier, Regresi Linier hanya untuk satu variabel bebas (independent) dan satu variabel tidak bebas (dependent) sedangkan tujuan penerapan ini adalah untuk meramalkan atau memprediksi besaran nilai variabel tak bebas (dependent) yang diperngaruhi oleh variabel bebas (independent). Tabel 14. Regresi (Anova dan Coefficients) Kiat Wirausahawan yang sukses terhadap peluang mahasiswa Berwirausaha STMAT
Dari tabel Anova (b) atas dapat dianalisis 1). H0: model rgresi linier sederhana tidak dapat digunakan untuk memprediksi Kiat kewirausahaan yang sukses terhadap peluang mahasiswa untuk berwirausaha Ha: model rgresi linier sederhana dapat digunakan untuk memprediksi Kiat kewirausahaan yang sukses terhadap peluang mahasiswa untuk berwirausaha 2). Kaidah pengujian a).Berdasarkan perbandingan antara F hitung dan Ftabel, maka PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
90
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
jika Fhitung > Ftabel, maka H0 diterima Jika Fhitung < Ftabel maka H0 ditolak Dimana Nilai Fhitung dari Tabel Anova sebesar 29,235 dan nilai Ftabel = 4,08 b).Berdasarkan nilai Probabilitas Jika Probabilitas (sig)>α maka H0 diterima Jika Probalbilitas (sig)<α maka H0 ditolak Dimana Dari tabel Anova nilai probabilitas (Sig)=0,00 dan nilai taraf sign α= 0,05 3).Membanding Ftabel dari Fhitung serta sig dan α, Ternyata Fhitung =29,235 > Ftabel= 4,08 maka Ho ditolak, ternyata 0,00 < 0,05 maka H0 ditolak 4).Keputusannya Model regresi linier sederhana dapat digunakan untuk memprediksi Peluang mahasiswa untuk berwirausaha yang dipengaruhi oleh Kiat kewirausahaan yang sukses Dari Tabel Coefficients diatas dapat dianalisis Tabel Coefficients (a) menunjukan bahwa model persamaan regresi untuk memperkirakan Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dipengarui Kiat Wirausahawan yang sukses adalah Y=8,488+0,818x, dimana Y adalah Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dan X adalah Kiat Wirausahawan yang sukses. Persmaan regresi Y=8,488+0,818x yang digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dipengarui Kiat Wirausahawan yang sukses dan akan diuji mengenai ke validitasannya Untuk menguji ke validitasan persamaan regesi digunakan dua cari yaitu, berdasarkan uji t dan berdasarkan teknik probabilitas. Namun saat ini yang digunakan hanyalah Uji t saja. Langkah-langkahnya adalah a).Hipotesis H0: Tidak terdapat pengaruh antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses Ha: Terdapat pengaruh antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses b).Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik H0:p = 0 Ha:p ≠ 0 c).Kaidah pengujian nya, adalah Jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima, sebalikna jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak Dari tabel Coefficients (a) diperoleh nilai t hitung = 5,407 Nilai t tabel = 1,697 d).Membandingkan t tabel dan t hitung Ternyata t hitung 5,407 > t tabel = 1,697 maka H0 ditolak Hasil tersebut diatas bahwa menyimpulkan atau keputusan bahwa Terdapat pengaruh yang siginifikan antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
91
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Tabel 15. Regresi (Anova dan Coefficients) Kiat Wirausahawan yang sukses terhadap peluang mahasiswa Berwirausaha Universitas Thamrin
Dari tabel Anova (b) atas dapat dianalisis 1). H0: model rgresi linier sederhana tidak dapat digunakan untuk memprediksi Kiat kewirausahaan yang sukses terhadap peluang mahasiswa untuk berwirausaha Ha: model rgresi linier sederhana dapat digunakan untuk memprediksi Kiat kewirausahaan yang sukses terhadap peluang mahasiswa untuk berwirausaha 2). Kaidah pengujian a).Berdasarkan perbandingan antara F hitung dan Ftabel, maka jika Fhitung > Ftabel, maka H0 diterima Jika Fhitung < Ftabel maka H0 ditolak Dimana Nilai Fhitung dari Tabel Anova sebesar 5,146 dan nilai Ftabel = 4,17 b).Berdasarkan nilai Probabilitas Jika Probabilitas (sig)>α maka H0 diterima Jika Probalbilitas (sig)<α maka H0 ditolak Dimana Dari tabel Anova nilai probabilitas (Sig)=0,00 dan nilai taraf sign α= 0,05 3).Membanding Ftabel dari Fhitung serta sig dan α, Ternyata Fhitung =5,146 > Ftabel= 4,17 maka Ho ditolak, ternyata 0,00 < 0,05 maka H0 ditolak 4).Keputusannya Model regresi linier sederhana dapat digunakan untuk memprediksi Peluang mahasiswa untuk berwirausaha yang dipengaruhi oleh Kiat kewirausahaan yang sukses
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
92
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Dari Tabel Coefficients diatas dapat dianalisis Tabel Coefficients (a) menunjukan bahwa model persamaan regresi untuk memperkirakan Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dipengarui Kiat Wirausahawan yang sukses adalah Y=20,957+0,451x, dimana Y adalah Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dan X adalah Kiat Wirausahawan yang sukses. Persmaan regresi Y=8,488+0,818x yang digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dipengarui Kiat Wirausahawan yang sukses dan akan diuji mengenai ke validitasannya Untuk menguji ke validitasan persamaan regesi digunakan dua cari yaitu, berdasarkan uji t dan berdasarkan teknik probabilitas. Namun saat ini yang digunakan hanyalah Uji t saja. Langkah-langkahnya adalah a).Hipotesis H0: Tidak terdapat pengaruh antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses Ha: Terdapat pengaruh antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses b).Membuat hipotesis dalam bentuk model statistik H0:p = 0 Ha:p ≠ 0 c).Kaidah pengujian nya, adalah Jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima, sebalikna jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak Dari tabel Coefficients (a) diperoleh nilai t hitung = 2,269 Nilai t tabel = 1,701 d).Membandingkan t tabel dan t hitung Ternyata t hitung 2,269 > t tabel = 1,701 maka H0 ditolak Hasil tersebut diatas bahwa menyimpulkan atau keputusan bahwa Terdapat pengaruh yang siginifikan antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil Uji Validitas Untuk Kiat Kewirausahaan yang sukses di STMAT menunjukkan bahwa semua indikator memiliki nilai signifikan kurang dari 0,05 sehingga dinyatakan valid Terkecuali pada indikator K2 (Regenerasi dengan mengandalkan keluarga) nilai signifikannya lebih dari 0,05 sehingga dinyatakan tidak valid sama halnya dengan K7 (memulai usaha di tengah cluster yang sudah terbentuk) 2. Hasil Uji Validitas menunjukkan bahwa semua indikator memiliki nilai signifikan kurang dari 0,05 sehingga dinyatakan valid dalam mengukur Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha di STMAT 3. Hal serupa Hasil Uji Validitas untuk Kiat kewirausahaan yang sukses dan Peluang Mahasiswa untuk Berwirausaha di Universitas Thamrin menunjukkan bahwa semua indikator memiliki nilai signifikan kurang dari 0,05 sehingga dinyatakan valid
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
93
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
4. Variabel Kiat Wirausaha yang sukses diperoleh nilai alpa Cronbach sebesar 0,691, nilai tersebut masuk dalam kategori Andal, demikian juga dengan. Peluang mahasiswa berwirausaha di STMAT masuk dalam kategori Sangat Andal, dengan nilai Cronbach sebesar 0,863 sehingga dapat disimpulkan dua (2) variabel tersebut reliabel. 5. Di Univeristas Thamrin Jakarta Kiat Wirausaha yang sukses masuk dalam kategori Sangat Andal, dengan nilai alpa croncbach sebesar 0.888 dapat disimpulkan Kiat Wirausaha yang sukses reliabel termasuk juga. Peluang Mahasiswa untuk Wirausaha 0,871 masuk dalam kategori Sangat Andal, disimpulkan bahwa Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha Reliabel 6. 6.Dari hasil perbandingan antara nilai Sig dan α diperoleh bahwa, hasil Sig=0,00 < α = 0,001, sehingga keputusannya H0 ditolak yaitu ada hubungan yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha di STMAT 7. Kriteria keputusan yang diambil berdasarkan nilai probabilitas, jika probabilitas (sig)>α , maka H0 diterima, dari tabel Correlations nilai sig sebesar 0,00. Pada kasus ini nilai α = 0,05. Dari hasil perbandingan antara nilai Sig dan α diperoleh bahwa, hasil Sig=0,00 < α = 0,001, sehingga keputusannya H0 ditolak yaitu ada hubungan yang signifikan hubungan antara Kiat Kewirausahaan yang sukses dengan Peluang Mahasiswa untuk berwirausaha di Universitas Thamrin Jakarta 8. Hasil t hitung 5,407 > t tabel = 1,697 maka H0 ditolak, Hasil tersebut diatas bahwa menyimpulkan bahwa Terdapat pengaruh yang siginifikan antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses di STMAT 9. Hasil t hitung 2,269 > t tabel = 1,701 maka H0 ditolak. Hasil tersebut diatas bahwa menyimpulkan atau keputusan bahwa Terdapat pengaruh yang siginifikan antara Peluang mahasiswa untuk berwirausaha dengan Kiat Wirausahawan yang sukses di Universitas Thamrin 10. Bila dilihat dari 2 sample tersebut untuk validitas dan realibilats Universitas Thamrin mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan Sekolah Tinggi Manajeman Asuransi Trisakti (STMAT) kebalikannya untuk menjawab hipotesis baik itu korelasi dan regresi STMAT lebih baik nilainya dibandingakn dengan Universitas Thamrin Jakarta 11. Jawaban hipotesis dari dua (2) sample tersebut sama – sama menghasilkan bahwa Kiat Wirausahawan yang sukses mempunyai hubungan dengan peluang mahasiswa untuk berwirausaha SARAN 1. Merekomendasikan agar dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan menambah variabel penelitian untuk penyempurnaan hasil penelitian dan meningkatkan daya guna 2. Variabel peneliitan yang direkomendasikan adalah implementasi kewirausahaan beserta hasil yang memberikan kesejahteraan bagi mahasiswa 3. Instrumen penelitian diharapkan akan menggunakan Teknologi sehingga hasil yang diharapkan cepat dan akurat
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
94
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
DAFTAR PUSTAKA Dewi Masitah dan M. Edwar, (2013), Pengaruh peran keluarga dan praktik kewirausahaan dalam membentuk sikap kewirausahaan mahasiswa pendidikan ekonomi angkatan tahun 2009-2010 fakultas ekonomi, Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Pendidikan tata niaga, (JPTN), Vol 1. No.3 Fadianti, Ari dan Dedi Purnama, (2011), Menjadi Wirausaha Sukses, Bandung, PT Remaja Rosdakarya Hendro, (2011), Dasar-dasar Kewirausahaan, Jakarta, Erlangga John E. Schoen and Justin G.,1978, Management Succession int the Family Business, Journal of Small Business Management, Vol. 16 Juli 1978 Justin G. Longenecker, Carlos W. Moore dan J. William Petty, (2001), Kewirausahaan, Manajemen Usaha Kecil, Jakarta, Salemba Empat Kasmir SE, MM, (2011) Kewirausahaan, Jakarta, Rajagrafindo Pesada Leonardus Saiman, (2014) Kewirausahaan: Teori, Praktik, dan Kasus-kasus, Edisi 2, Jakarta, Salemba Empat Mukhammad K. Mawardi, (2010), Kluster Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia, [Online] tersedia : http://emkamawardi.blogspot.com/2010/12/kluster-usaha-kecilmenengah-ukm-di.html (3 Maret 2016) Putri Wahyuningrum, Anggraini Sukmawati dan Lindawati Kartika, (Agustus 2014), Peningkatan kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kluster Kerajinan di kota depok menggunakan The House Model, Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol.V, No.2 Robert D. Hisrich, Michael P. Peters, Dean A. Shepherd, (2008), Entrepreneurship Kewirausahaan, Edisi 7, Jakarta, Salemba Empat Rambat Lupiyoadi, (2007), Entrepreneurship, form mindset to strategy, Jakarta, FE UI Rhenald Kasali, (2012), Cracking Entrepreneurs, inilah para crackers lokal yang tak ada matinya, Jakarta, Gramedia Sugiyono, (2013), Metode Penelitian Manajemen, Bandung, Alfa Beta Tulus T.H. Tambunan, (2002), Usaha kecil dan Menengah di Indonesia, beberapa isu penting, Jakarta, Salemba Empat. Wasty, Soemanto, (1992), Pendidikan Wiraswasta, Jakarta, Bumi Aksara
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
95
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PREFERENSI SELERA PROFIL USAHA (BUSINESS PROFILE APPETITE) PADA PROGRAM KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA) Sri Hermuningsih1, Retno Widiastuti2, V. Reza Bayu Kurniawan3
[email protected];
[email protected];
[email protected] 1 Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 2,3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Abstrak; Tujuan pada penelitian ini adalah mengetahui selera profil usaha mahasiswa di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) dan mengidentifikasi faktor yang berpengaruh. Secara signifikan hasil penelitian ini digunakan untuk evaluasi gap antara kebutuhan dan kompetensi wirausaha dan perumusan pendidikan kewirausahaan di UST. Obyek pada penelitian ini adalah usaha kelompok mahasiswa UST yang telah mendapatkan pendanaan awal (seed funding) sebanyak 21 kelompok yang terdiri dari 12 usaha kelompok kuliner,7 usaha kerajinan, 1 usaha fashion dan 1 usaha teknologi manufaktur. Pada tahap awal akan diidentifkasi faktor yang berpengaruh dalam menentukan profil usaha di tiap kelompok. Selanjutnya, faktor akan dianalisa menggunakan statistik deskriptif untuk mengetahui pengaruh dan matriks perbandingan berpasangan untuk mengetahui prioritas faktor. Pada penelitian ini, tiga faktor yang berpengaruh pada penentuan profil usaha mahasiswa adalah referensi dan jaringan (91.43%), kemudahan adopsi dan modifikasi (85.7%) dan ketersediaan modal (85.7%). Sementara, faktor prioritas yang harus dipertimbangkan secara berurutan meliputi potensi pasar (0.308), kompetensi (0.219), ketersediaan modal (0.157), ketertarikan dan minat (0.114), kemudahan adopsi dan modifikasi (0.077), referensi dan jaringan (0.056), ketersediaan faktor kunci (0.040), dan kondisi eksternal (0.029). Berdasarkan hasil penelitian ini, potensi pasar dan kompetensi merupakan dua faktor utama yang diprioritaskan, sementara referensi dan jaringan memiliki peran paling signifikan terhadap profil usaha mahasiswa UST. Kata kunci: faktor pengaruh dan prioritas, usaha mahasiswa Abstract; This study aims to determine business profile appetites of UST students and identify factors which impact the business profile. Significant result of this study is used to evaluate the gap between entrepreneurial needs and competencies, and to formulize UST entrepreneurship education. This study involved 21 business group from UST students who granted seed funding. The 21 student business groups are 12 culinary businesses, 7 craft businesses, 1 fashion business and 1 manufacturing technology. Affecting factors has been identified in the early stage. The factors furthermore will be analyzed using descriptive statistical method to determine the effects and pairwise comparison matrix to describe priorities. Three factors which affects a group determines business profile are reference and network (91.43%), ease of adoption and modification (85.7%) and capital availability (85.7%). Meanwhile, priority factors are market potential (0.308), competencies (0.219), capital availability (0.157), area of interest (0.114), ease of adoption and modification (0.077), reference and network (0.056), key factors availability (0.040), and external conditions (0.029). The study concludes that market potential and competencies are two main factors that should be considered, while reference and network has the most significant role to UST student business profile. Keywords: affecting and priority factors, student business
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
96
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Kewirausahaan (entrepreneurship) memiliki pengaruh signifikan dalam pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Hafer (2013) dari hasil studinya menjelaskan bahwa kebijakan negara untuk meningkatkan aktivitas kewirausahaan yang lebih produktif berpengaruh positif terhadap peningkatan ekonomi. Miguel dkk.. (2013) menganalisa hubungan antara inovasi dan pertumbuhan ekonomi melalui pertimbangan aktivitas kewirausahaan. Hasil studi Miguel dkk. (2013) menunjukkan bahwa kewirausahaan adalah sarana yang memicu teknologi baru untuk menghasilkan inovasi. Dampak peningkatan inovasi memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Kewirausahaan tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, melainkan juga berperan signifikan dalam mewujudkan kualitas diri masyarakat dan bangsa (Frinces, 2010). Sosiolog David McClelland mengatakan bahwa suatu negara dapat dinyatakan sebagai negara makmur apabila memiliki jumlah wirausaha setidaknya 2% dari total penduduk negara tersebut. Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (2016) menunjukkan bahwa saat ini jumlah wirausaha non-pertanian di Indonesia telah mencapai 7.8 juta orang atau 3.1% dari 252 juta jiwa populasi penduduk di Indonesia. Presentase jumlah wirausaha di Indonesia meningkat signifikan karena pada tahun 2013/2014 jumlah wirausaha di Indonesia hanya 1.67%. Namun, jumlah tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dengan komposisi jumlah wirausaha 5%, china 10%, Singapura 7%, Jepang 11%, dan Amerika Serikat 12%. Berdasarkan data historis, jumlah wirausaha di Indonesia diprediksi akan terus berkembang. Perkembangan ini tentunya membutuhkan peran dan sinergi dari berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah, swasta dan universitas. Sulastri dan Dilastri (2015) menjelaskan pola interaksi triple helix (Etzkowitz dan Leydesdorf, 2000, O’Shea et al, 2005, Schutte 1999) yang menekankan sinergi tiga kutub yaitu akademisi, bisnis, dan pemerintah. Sinergi ketiga entitas ini memunculkan ruang pengetahuan, ruang konsensus dan ruang inovasi yang memicu realisasi bisnis, produk, dan dukungan pemerintahan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kuntadi (KADIN DKI Jakarta) dalam paparannya terkait peranan pengusaha daerah dalam menghadapi MEA 2015 juga menekankan sinergi antara pelaku pengusaha dan stakeholder dalam mendorong pengembangan kewirausahaan untuk keberlanjutan ekonomi nasional seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Peran pembangunan ekosistem dan strategi stakeholder untuk keberlanjutan ekonomi nasional (sumber: KADIN DKI Jakarta) Stakeholder Pembangunan Ekosistem Stakeholder Strategi Pemerintah Membangun basic Pemerintah Kerangka kebijakan nasional Pusat dan infrastructure yang mendorong daya saing global Mengembangkan regulasi Daerah yang mendukung Kebijakan daerah yang harmonis-inovatif-pro iklim Menyederhanakan proses usaha perijinan Perlindungan dunia usaha nasional Bank Dunia Menyediakan Penguatan strategi Usaha pembiayaan penguasaan domestik dan Nasional ekspansi wilayah bisnis di Sebagai match maker ASEAN antara perusahaan besar PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
97
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Stakeholder
Pembangunan Ekosistem dan early entrepreneurs Mempromosikan kewirausahaan
Stakeholder
Perusahaan Menengah & Besar
Kalangan Sebagai mentor bagi Pekerja wirausaha Sebagai guard father bagi early entrepreneurs
Universitas
Memodifikasi metode dan kurikulum pengajaran untuk mendorong kewirausahaan Mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi siswa dan wirausaha untuk berinteraksi Membawa best pratices dari negara lain ke Indonesia Mengubungkan early enrepreneurs di Indonesia dengan partner global
LSMs atau Global Partner
Dunia Akademik
Masyarakat Umum
Strategi UMKM tingkatkan kapasitas dan kualitas produk-jasa serta manfaatkan TI-modalSDM-bahan baku Ubah budaya kerja, pertajam kompetensi, spesialisasi keahlian dan dorong produktivitas ASEAN sebagai pasar kerja potensial & basis pengembangan karir Sistem menghasilkan manusia Indonesia optimiskreatif-dinamis-berdaya saing Kembangkan tenaga vokasi handal-berkemampuan internasional Proaktif meningkatkan pemahaman tentang MEA dalam melihat peluang yang ada Aktif menggunakan produk dan jasa asli Indonesia
Berdasarkan Tabel 1, salah satu sektor yang diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan jumlah wirausaha adalah sektor pendidikan. Pada sektor ini, pendidikan kewirausahaan disusun dan dirumuskan dengan harapan akan muncul wirausaha muda baru baik dari tingkat menengah atas, pendidikan vokasi hingga pendidikan tinggi. Universitas sebagai salah satu entitas dalam sektor pendidikan memiliki pengaruh kuat dalam meningkatkan aktivitas kewirausahaan. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam hal ini memiliki peran sentral untuk mensinergikan praktik pendidikan dengan kewirausahaan. Salah satu program yang disediakan untuk mencetak wirausaha muda baru adalah IPTEK bagi Kewirausahaan atau yang diperbaharui menjadi Program Pengembangan Kewirausahaan (PPK). Program Pengembangan Kewirausahaan adalah salah satu skema program penelitian dan pengabdian masyarakat yang disediakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk menghasilkan wirausaha muda dari kampus. Secara bertahap dalam jangka waktu 3 tahun (multiyears), Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) akan melaksanakan program ini untuk menghasilkan wirausaha baru. Selain itu, program ini merupakan pilot project untuk menyusun pendidikan kewirausahaan di UST sesuai dengan karakteristik, profil lulusan yang diinginkan, stakeholder maupun kompetensi yang dibutuhkan. Perumusan pendidikan kewirausahaan di UST akan dilaksankan melalui tahapan awal yaitu identifikasi kompetensi mahasiswa PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
98
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
UST dan ketertarikan dalam merancang profil usahanya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selera profil usaha mahasiswa di UST dan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhinya. Secara signifikan hasil penelitian ini digunakan untuk evaluasi gap antara kebutuhan dan kompetensi mahasiswa calon wirausaha muda UST dan perumusan pendidikan kewirausahaan di UST. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian terkait implementasi pendidikan kewirausahaan di tingkat universitas maupun identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap profil kewirausahaan di kalangan mahasiswa telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Farhangmehr dkk. (2016) melakukan suatu studi yang bertujuan untuk mengetahui faktor pendorong yang berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha di kalangan mahasiswa. Selain itu, studi ini juga menganalisa efek pendidikan kewirausahaan pada motivasi berwirausaha melalui pengetahuan dan kompetensi. Hasil dari studi ini adalah kompetensi merupakan prediktor motivasi berwirausaha. Sementara, pendidikan kewirausahaan tidak memiliki pengaruh pada peningkatan motivasi mahasiswa untuk menjadi wirausaha. Motivasi mahasiswa dalam berwirausaha juga dipengaruhi oleh pengembangan psikologis dan keterampilan sosial mencakup dimensi emosi dan kemampuan berpikir kritis yang diwujudkan melalui pengajaran kewirausahaan. Selanjutnya, Ping Ho dkk. (2014) dalam studinya menginvestigasi secara empiris hubungan antara program pendidikan wirausaha dan perilaku kewirausahaan mahasiswa. Fokus studi ini adalah mengidentifikasi perbedaan penerapan program berbasis pengalaman dan berbasis kelas. Hasil studi yang dilakukan di 836 mahasiswa di National University of Singapore (NUS) ini menunjukkan bahwa program pembelajaran berbasis pengalaman memiliki pengaruh yang signifikan dalam keikutsertaan mahasiswa. Studi ini juga mendorong bahwa dampak pendidikan berwirausaha dapat diwujudkan melalui langkah-langkah nyata oleh mahasiswa melalui penciptaan usaha. Studi yang sebelumnya dilakukan oleh Farhangmehr dkk. (2016) dan Ping Ho dkk.. (2014) menekankan perbaikan pendidikan berwirausaha melalui berbagai praktik dan pembentukan atribut mahasiswa. Farhangmehr dkk. (2016) menyatakan bahwa pengembangan karakter melalui pengembangan psikologis dan keterampilan sosial dapat meningkatkan motivasi berwirausaha di kalangan mahasiswa. Sementara Ping Ho dkk. (2014) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis pengalaman memberikan dampak positif terhadap peningkatan keikutsertaan mahasiswa untuk mengikuti program kewirausahaan. Raposo dkk. (2008) juga melakukan studi terkait profil wirausaha mahasiswa dengan mempertimbangkan atribut personal dan motivasi. Studi ini berhasil mengidentifikasi 6 variabel yang berpengaruh meliputi leadership dan self-confidence, economic ambition, optimism, independence dan autonomy, dedication to work dan work conditions. Studi yang dilakukan oleh Raposo dkk. (2008) ini dapat digunakan untuk mendorong kewirausahaan dalam sistem pendidikan melalui variabel-variabel yang telah diidentifikasi. Penelitian yang dilakukan oleh Farhangmehr dkk. (2016), Ping Ho dkk. (2014), dan Raposo dkk. (2008) telah mengidentifikasi faktor-faktor dari sudut pandang yang berbeda yang mempengaruhi motivasi dan keterlibatan mahasiswa dalam berwirausaha melalui program pendidikan kewirausahaan. Sementara, studi-studi yang telah dilakukan tersebut belum menghubungkan secara spesifik faktor-faktor yang telah diidentifikasi terhadap jenis penciptaan bisnis di kalangan mahasiswa. Jenis penciptaan bisnis di kalangan mahasiswa/profil bisnis mahasiswa sangat penting untuk dikaji karena dapat merepresentasikan portofolio dan karakteristik universitas maupun fokus bidang usaha. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengisi gap tersebut. Penelitian ini akan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
99
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi profil usaha mahasiswa dan prioritas faktor yang harus dipertimbangkan oleh penyelenggara pendidikan kewirausahaan untuk merancang program kewirausahaan dengan lebih efektif. METODE Obyek pada penelitian ini adalah usaha kelompok mahasiswa UST yang telah mendapatkan pendanaan awal (seed funding) sebanyak 21 usaha kelompok. Komposisi ke21 usaha kelompok mahasiswa UST yang mendapatkan pendanaan awal ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi usaha kelompok mahasiswa UST No Jenis Usaha Jumlah 1 Kerajinan 7 2 Fashion 1 3 Kuliner 12 4 Teknologi Manufaktur 1 Total 21 Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2, profil usaha kelompok mahasiswa UST yang dominan adalah jenis usaha kuliner dengan jumlah 12 usaha kelompok. Selanjutnya berturut-turut adalah kerajinan berjumlah 7 usaha kelompok, fashion dan teknologi manufaktur masing-masing 1 usaha kelompok. Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi selera profil usaha pada usaha kelompok mahasiswa di UST. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi selera profil usaha pada usaha kelompok mahasiswa di UST diidentifikasi melalui eksplorasi faktor melalui kajian penelitian terkait. Tahap selanjutnya adalah pengambilan data menggunakan kuesioner yang disebar ke masing-masing kelompok terkait faktor-faktor yang telah diidentifikasi. Faktor-faktor yang berpengaruh diinterpretasikan melalui rating scale dan dihitung dengan menggunakan analisa deskriptif. Analisa menggunakan statistik deskriptif akan mendeskripsikan bobot faktor yang mempengaruhi keputusan penentuan profil usaha pada usaha kelompok mahasiswa UST. Tahap terakhir adalah memprioritaskan faktor-faktor yang berpengaruh menggunakan matriks perbandingan berpasangan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Eksplorasi Faktor Eksplorasi faktor dilakukan melalui kajian penelitian terkait. Hasil eksplorasi faktor adalah teridentifikasinya faktor-faktor yang menentukan preferensi profil usaha pada usaha kelompok mahasiswa di UST. Hasil eksplorasi faktor ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil eksplorasi faktor dan deskripsi faktor Faktor Deskripsi Passion Ketertarikan dan semangat dalam berwirausaha (entrepreneurial passion) memberikan dorongan untuk berinovasi dan mencapai kesuksesan puncak (Cardon dkk., 2017). Kompetensi yang Kompetensi kewirausahaan dibutuhkan dalam merumuskan dimiliki pendidikan kewirausahaan (Mojab dkk., 2010). PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
100
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Kemudahan adopsi dan modifikasi Kekuatan modal/kapital
Referensi dan jaringan Potensi pasar
Ketersediaan faktor kunci Kondisi eksternal
Wirausaha adalah suumber daya yang vital sehingga kompetensi kunci perlu diidentifikasi untuk menentukan profesi kewirausahaan (Robles dkk., 2015). Dimensi ide kewirausahan (value, content, number, dan novelty of idea) berpengaruh terhadap niat berwirausaha bagi mahasiswa dengan gaya kognitif-intuitif dan analitik (Molaei dkk., 2014). Kapital merupakan faktor utama yang mempengaruhi keterlibatan dalam berwirausaha. Struktur pembiayaan wirausaha start-up didominasi melalui love capital (simpanan keluarga atau pribadi), studi kasus di Rusia (Gudov, 2013). Aspek sosial (berjejaring) meningkatkan kesuksesan berwirausaha (Leyden dkk., 2014). Kolaborasi meningkatkan efektifitas dalam berwirausaha. Kewirausahaan berhubungan kuat dengan orientasi pasar (Benito, 2008). Kewirausahan dan pemasaran menciptakan pengembangan dalam pemasaran (Hultman dan Hills, 2011). Faktor kunci yang mendukung model bisnis seperti key resources, key activities, dan key partners (Osterwalder dan Pigneur, 2012) Faktor eksternal mempengaruhi niat dalam berwirausaha, studi kasus di sektor pertanian (Ridha dkk., 2017). Kondisi kestabilan politk mempengaruhi laju berwirausaha dan penciptaan kekayaan (Dutta dkk., 2013).
Hasil identifikasi eksplorasi faktor didapatkan 8 faktor kunci yang meliputi passion, kompetensi yang dimiliki, kemudahan adopsi dan modifikasi, kekuatan modal/kapital, referensi dan jaringan, potensi pasar, ketersediaan faktor kunci, dan kondisi eksternal. Kedelapan faktor kunci tersebut merupakan faktor-faktor yang diidentifikasi dapat mempengaruhi keputusan suatu individu atau kelompok dalam menentukan profil usaha. Kedelapan faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yang meliputi sumber daya manusia (passion, kompetensi, dan kemudahan adopsi dan modifikasi), internal (kekuatan modal/kapital, referensi dan jaringan), dan eksternal (potensi pasar, ketersediaan faktor kunci, dan kondisi eksternal). Kedelapan faktor kunci yang digolongkan dalam 3 kelompok faktor selanjutnya akan dianalisa faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan terbesar suatu kelompok menentukan ide bisnisnya dan faktor apa saja yang harus dipertimbangkan apabila UST ingin menerapkan pendidikan kewirausahaan sesuai dengan profil dan portofolio kelembagaan. Tabel 4. Kelompok faktor pengaruh preferensi profil usaha kelompok mahasiswa di UST Sumber Daya Manusia Passion X1 Kompetensi yang dimiliki X2 Kemudahan adopsi dan modifikasi X3 Internal Kekuatan modal/capital X4 Referensi dan jaringan X5 PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
101
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Eksternal Potensi pasar X6 Ketersediaan faktor kunci X7 Kondisi eksternal (politik, sosial, budaya) X8 B. Analisa Pengaruh Faktor Kedelapan faktor pengaruh akan diinterpretasikan dalam rating scale yang selanjutnya dianalisa menggunakan analisa deskriptif. Hasil analisa deskriptif adalah presentase faktor-faktor dalam mempengaruhi keputusan usaha kelompok mahasiswa di UST dalam menentukan profil usaha. Hasil analisa deskriptif faktor-faktor yang berpengaruh ditampilkan pada Grafik 1 berikut.
Grafik 1. Diagram presentase pengaruh faktor Hasil analisa deskriptif yang ditunjukkan pada grafik 1 menunjukkan bahwa referensi dan jaringan (X5) memiliki pengaruh yang signifikan kepada usaha kelompok mahasiswa di UST dalam menentukan ide usaha/profil usahanya. Sementara kondisi eksternal (politik, sosial, budaya) memiliki pengaruh yang kecil dalam penentuan profil usaha (67.143%). Secara detail presentase masing-masing faktor ditampilkan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Presentase faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan profil usaha mahasiswa UST Faktor Presentase (%) Sumber Daya Manusia 81.43 X1 Passion 77.14 X2 Kompetensi yang dimiliki 85.71 X3 Kemudahan adopsi dan modifikasi Internal 85.71 X4 Kekuatan modal/kapital PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
102
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
X5 Referensi dan jaringan Eksternal X6 Potensi pasar X7 Ketersediaan faktor kunci X8 Kondisi eksternal
91.43 88.57 78.57 67.14
Berdasarkan Tabel 5, faktor kemudahan adopsi dan modifikasi (X3) dan kekuatan modal/kapital (X4) memiliki presentase yang sama sebesar 85.71%. Hal ini berarti bahwa kekuatan modal/kapital (X4) tidak menjadi isu utama kelompok mahasiswa di UST dalam menentukan profil usaha. Sedangkan faktor kemudahan dan modifikasi (X3) memiliki peranan yang cukup signifikan dalam menentukan preferensi profil usaha kelompok mahasiswa di UST. Keadaan ini juga diperkuat dengan presentase faktor kompetensi yang dimiliki (X2) sebesar 77.14% yang menunjukkan bahwa faktor kompetensi (X2) tidak berpengaruh signifikan dalam penentuan profil usaha sehingga faktor kemudahan adopsi dan modifikasi (X3) menjadi faktor yang lebih unggul yang berpengaruh dalam penentuan profil usaha. Sesuai dengan komposisi ke-21 usaha kelompok mahasiswa UST bahwa jenis usaha kuliner merupakan jenis usaha yang paling banyak dipilih oleh usaha kelompok mahasiswa UST. Usaha kuliner adalah usaha yang memiliki tingkat adopsi dan modifikasi yang tinggi untuk dikembangkan menjadi suatu ide atau produk yang baru. Faktor potensi pasar (X6) merupakan faktor dengan presentase tertinggi kedua (88.57%) yang mempengaruhi penentuan profil usaha. Sementara faktor ketersediaan faktor kunci (X7) memiliki pengaruh yang tidak terlalu signifikan (78.57%) dalam menentukan profil usaha. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor referensi dan jaringan (X5) yang sangat signifikan membuat usaha kelompok mahasiswa di UST kurang mempertimbangkan ketersediaan faktor kunci (X7) dalam menentukan profil usaha. C. Penentuan Prioritas Faktor Penentuan prioritas faktor merupakan tahap akhir dalam penelitian ini. Faktor yang diprioritaskan berdasarkan bobot akan menunjukkan pertimbangan utama terhadap kebijakan pendidikan kewirausahaan di UST. Hal ini juga secara simultan dipertimbangkan dengan visi misi UST, profil lulusan UST yang diharapkan, serta kapabilitas UST yang salah satunya ingin menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan. Kedelapan faktor yang telah diidentifikasi sebelumnya akan diprioritaskan sesuai dengan bobot yang dihasilkan. Bobot prioritas dihitung dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Hasil urutan prioritas faktor ditunjukkan pada Tabel 6. Hasil urutan prioritas faktor pada Tabel 6 yang perlu dipertimbangkan oleh UST dalam mendukung implementasi pendidikan kewirausahaan secara berturut-turut adalah potensi pasar, kompetensi yang dimiliki, kekuatan modal/kapital, passion, kemudahan adopsi dan modifikasi, referensi dan jaringan, ketersediaan faktor kunci, dan kondisi eksternal.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
103
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
X6 X2 X4 X1 X3 X5 X7 X8
Tabel 6. Urutan prioritas faktor Faktor Potensi pasar Kompetensi yang dimiliki Kekuatan modal/kapital Passion Kemudahan adopsi dan modifikasi Referensi dan jaringan Ketersediaan faktor kunci Kondisi eksternal
Bobot 0.308 0.219 0.157 0.114 0.077 0.056 0.040 0.029
Potensi pasar (X6), kompetensi yang dimiliki (X2), dan kekuatan modal/kapital (X3) merupakan faktor-faktor yang harus diprioritaskan untuk merumuskan startegi pengembangan kewirausahaan bagi usaha kelompok mahasiswa di UST. Intervensi pada faktor kompetensi kewirausahaan dalam bentuk pelatihan dan pembinaan secara terpadu dapat mengubah komposisi peta profil usaha mahasiswa UST. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kompetensi yang dimiliki (X2) berpengaruh kurang signifikan untuk mahasiswa UST dalam menentukan profil usahanya sehingga usaha kelompok mahasiswa UST lebih mempertimbangkan faktor kemudahan adopsi dan modifikasi (X3) dalam mengembangkan produk. Salah satu bentuknya adalah komposisi usaha kelompok mahasiswa yang memilih profil usaha kuliner lebih besar dibanding profil usaha lainnya seperti kerajinan, teknologi manufaktur, dan fashion. Usaha kuliner merupakan usaha yang memiliki tingkat kemudahaan adopsi dan modifikasi yang tinggi. Prioritas pertimbangan pada faktor kompetensi diharapkan dapat mengubah komposisi profil usaha kelompok mahasiswa UST ke profil-profil usaha yang lebih beragam seperti jasa, teknologi, dan fashion yang mendukung sektor industri kreatif dan memiliki potensi pasar yang terus berkembang. Intervensi faktor kekuatan modal/kapital juga menjadi prioritas yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Dukungan modal/kapital baik berupa dana stimulus, hibah, atau dana pinjaman dari institusi ke usaha kelompok mahasiswa di UST dapat mengembangkan inovasi produk yang dihasilkan. Inovasi produk yang semakin meningkat akan memberikan model bisnis yang baru dari profil-profil usaha mahasiswa UST yang telah dibentuk saat ini. SIMPULAN DAN SARAN Mayoritas usaha kelompok mahasiswa di UST adalah usaha dibidang kuliner. Beberapa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan penentuan profil usaha kelompok mahasiswa di UST adalah referensi dan jaringan (91.43%), potensi pasar (88.57%), dan kemudahan adopsi dan modifikasi (85.714%). Sementara prioritas faktor yang dipertimbangkan untuk mengembangkan profil usaha kelompok mahasiswa di UST secara berurutan meliputi potensi pasar (0.308), kompetensi (0.219), ketersediaan modal (0.157), ketertarikan dan minat (0.114), kemudahan adopsi dan modifikasi (0.077), referensi dan jaringan (0.056), ketersediaan faktor kunci (0.040), dan kondisi eksternal (0.029). Intervensi pada faktor pasar, kompetensi, dan ketersediaan modal sesuai kapabilitas yang dimiliki oleh UST dalam menyelenggarakan Program Pengembangan Kewirausahaan (PPK) dapat mengembangkan inovasi produk dan penciptaan usaha yang lebih beragam dan lebih baik. Penelitian yang telah dilakukan ini meneliti pada universitas yang belum memiliki kekhasan fokus penciptaan usaha mahasiswa dan cenderung menerapkan pendidikan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
104
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
kewirausahaan sebagai pilot project. Kesempatan penelitian masih dapat dikembangkan untuk subyek universitas yang telah memetakan posisi profilnyanya secara lebih spesifik seperti bidang teknologi dan informasi maupun bidang industri kreatif. Pada subyek tersebut faktor kompetensi akan lebih relevan dipertimbangkan karena pendidikan kewirausahaan yang diberikan kepada mahasiswa lebih terfokus dan melibatkan berbagai sumber daya yang memiliki kapasitas komprehensif dalam bidang spesifik. DAFTAR PUSTAKA Cardon, M.S., Glauser, M., dan Mumieks, C.Y., 2017, Passion for what? Expanding the domains of entrepreneurial passion, Journal of Business Venturing Insights 8 (2017) 24-32. Dutta, N., Sobel, R.S., dan Roy, S., 2013, Entrepreneurship and political risk, Journal of Entrepreneurship and Public Policy Vol. 2 Iss 2 pp.130-143. Farhangmehr, M., Gonçalves, P., dan Sarmento, M., 2016, Predicting entrepreneurial motivation among university students: The role of entrepreneurship education, Education + Training, Vol. 58 Iss 7/8. Frinces, Z.H., 2010, Pentingnya Profesi Wirausaha di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan Vol. 7 No. 1 April 2010. Gudov, A., 2013, Combining formal dan informal financial sources, Journal of Chinese Entrepreneurship, Vol. 5 Iss 1 pp. 39-60. Hafer, R.W., 2013, Entrepreneurship and state economic growth, Journal of Entrepreneurshop and Public Policy, Vol. 2 Iss 1 pp.67-79. Hultman, C.M., dan Hills, G.E., 2011, Influence from entrepreneurship in marketing theory, Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship, Vol. 13 Iss 2 pp.120-125. Kuntadi, E.,-, Slide paparan Peranan Pengusaha Daerah Dalam Menghadapi MEA 2015, KADIN DKI Jakarta Leyden, D.P., Link, A.N., dan Siegel, D.S., 2014, A theoretical analysis of the role of social networks in entrepreneurship, Research Policy 43 (2014) 1157-1163. Miguel, Galindo, A., María, Méndez, T., Picazo, 2013, Innovation, entrepreneurship and economic growth, Management Decision Vol. 51 Iss 3 pp. 501-514. Mojab, F., Zaefarian, R., dan Azizi, A.H.D., 2011, Applying Competency based Approach for Entrepreneurship education, Procedia Social and Behavioral Sciences 12 (2011) 436-447. Molaei, R., Zali, M.R., Mobaraki, M.H., dan Farsi, J.Y., 2014, The impact of entrepreneurial ideas and cognitive style on students entrepreneurial intention, Journal of Entrepreneurship in Emerging Economies, Vol. 6 Issue: 2, pp.140-162. Osterwalder, A., dan Pigneur, Y., 2012, Business Model Generation, Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Ping Ho, Y., Low, P.C., dank am Wong, P., 2014, Do University Entrepreneurship Programs Influence Students’ Entrepreneurial Behaviour? An Empirical Analysis of University Students in Singapore, Innovative Pathways for University Entrepreneurship in the 21st Century, Advances in the Study of Entrepreneurship, Innovation and Economic Growth, Vol. 24, 65-87. Raposo, M., Paço, A., dan Ferreira, J., 2008, Entrepreneur’s profile: a taxonomy of attributes and motivations of university students, Journal of Small Business and Enterprise Development Vol. 15 No. 2 pp. 405-418.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
105
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Ridha, R.N., Burhanuddin, dan Wahyu, B.P., 2017, Entrepreneurship intention in agricultural sector of young generation in Indonesia, Asia Pasific Journal of Innovation and Entrepreneurship Vol. 11 Issue: 1, pp. 76-89. Robles, L., Zárraga, M., dan Rodriguez, 2015, Key Competencies for Entrepreneurship, Procedia Economics and Finance 23 (2015) 828-832. Sulastri, R.E., dan Dilastri, N., 2015, Peran Pemerintah dan Akademisi dalam Memajukan Industri Kreatif Kasus Pada UKM Kerajinan Sulaman di Kota Pariaman, Prosiding Seminar Nasional Ekonomi Manajemen dan Akuntansi (SNEMA) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, ISBN: 978-602-17129-5-5.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
106
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
EFEKTIVITAS STANDAR PROSES PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI SEKOLAH (Studi Evaluatif di Beberapa SMA Negeri di Provinsi Bengkulu) Rambat Nur Sasongko Program Studi Magister Administrasi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu E-mail:
[email protected] HP: +6281367354770 Abstrak; Pendidikan kewirausahaan telah diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) secara bervariasi. Proses pembelajaran pun diduga kurang sesuai dengan standar proses, sehingga banyak siswa yang tidak melanjutkan ke bangku pendidikan tinggi tidak memiliki kesiapan untuk berwirausaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pendidikan kewirausahaan di SMA dilihat dari standar proses. Metode penelitian menggunakan studi evaluatif dengan pendekatan kualitatif pada pendidikan kewirausahaan. Subyek penelitian yaitu kepala sekolah, guru, siswa, dan alumni SMAN di beberapa wilayah provinsi Bengkulu. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Teknik pengolahan data dilakukan dengan analisis evaluatif dari standar proses. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan di sekolah dilihat dari standar proses belum berjalan secara efektif. Terdapat sejumlah faktor yang perlu dipenuhi agar pendidikan kewirausahaan di sekolah berjalan secara efektif, yakni kebijakan akademik yang berpihak pada pendidikan kewirausahaan, pembenahan manajemen pembelajaran, penyiapan sumber daya yang memadai, dan jadwal khusus praktik pendidikan kewirausahaan. Kata kunci: Pendidikan kewirausahaan, standar proses, SMA Abstract; Entrepreneurship education has been applied variously in Senior High School (SMA). The learning process was allegedly less appropriate with the standard process, so that many students who do not continue to the bench of higher education does not have readiness to entrepreneurship. This study aims to evaluate the effectiveness of entrepreneurship education in SMA seen from the standard process. The research method uses evaluative study with qualitative approach to entrepreneurship education. The research subjects are principal, teachers, students, and alumni of SMAN in some areas of Bengkulu province. Technique of collecting data by interview, observation, and study of documentation. The data processing technique is done by evaluative analysis of process standard. The results show that entrepreneurship education in schools seen from the standard process has not been run effectively. There are a number of factors that need to be met in order for entrepreneurship education in schools to run effectively, namely academic policies in favor of entrepreneurship education, improvement of learning management, adequate resource preparation, and a specific schedule of entrepreneurship education practices. Keywords: Entrepreneurship education, process standard, Senior High School (SMA)
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
107
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Pendidikan kewirausahaan sesungguhnya telah dilaksanakan di berbagai jenjang sekolah, mulai dari bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Pelaksanaan pun telah diselenggarakan sejak lama. Misalnya pada kurikulum sekolah tahun 1960 terdapat mata pelajaran Prakarya yang memberikan berbagai macam keterampilan untuk berwirausaha, seperti keterampilan membuat aneka kerajinan tangan, keterampilan membuat kue, keterampilan membuat tas, keterampilan ketukangan, dan sebagainya. Berbagai macam keterampilan tersebut merupakan dasar sebagai mata pencaharian dalam kehidupannya. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan Kurikulum 2013 telah menempatkan pendidikan kewirausahaan sebagai muatan lokal di sekolah. Pendidikan kewirausahaan memperoleh porsi sebagai subyek mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh siswa. Sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan mata pelajaran tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan, sumber daya, harapan masyarakat, dan prospek ekonomi ke depan (Sasongko dan Sahono, 2016). Sebelum Kurikulum 2013 (K-13) diberlakukan, pendidikan kewirausahaan telah diterapkan sebagai mata pelajaran tersendiri maupun dipadukan dengan mata pelajaran yang lainnya. Demikian pula pada K-13 telah memuat mata pelajaran prakarya sebagai mata pelajaran wajib. Pemberlakuan mata pelajaran ini dapat mempunyai dampak positif bagi peserta didik utamanya tingkat capaian pembelajaran yang menghasilkan jiwa wirausaha. Hal itu dapat terwujud jika mata pelajaran pendidikan kewirausahaan tersebut benar-benar diselenggarakan secara efektif sesuai dengan standar yang ditetapkan (Burton, 2009 dan Lumpkin and Dress, 2001). Esensi pendidikan kewirausahaan sesungguhnya merupakan pembinaan sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain di masa depan. Melalui pendidikan kewirausahaan dapat melahirkan sikap mental dan jiwa aktif, kreatif, berdaya, bercipta, berkarya, bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usaha yang dilakukannya. Luaran dari pendidikan kewirausahaan yaitu terwujudnya wirausahawirausaha baru. Wirausaha merupakan orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya (Kemdiknas, 2010; dan Kholifah dan Nurtanto, 2016). Pendidikan kewirausahaan yang diselenggarakan di sekolah diharapkan agar menghasilkan karakter siswa yang mampu berusaha. Siswa seyognyanya mampu melihat peluang kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses. Sebagai seorang wirausaha hasil dari pendidikan kewirausahaan seorang peserta didik memiliki karakter berusaha, kreatif, inovatif, dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan tersebut sebagai mata pencaharian dalam hidupnya (Kholifah dan Nurtanto, 2016). Begitu urgen pendidikan kewirausahaan bagi bekal kehidupan siswa di masa depan, maka pendidikan kewirausahaan ini amat penting penekanannya di selenggarakan di bangku SMA. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa alumni SMA yang tidak melanjutkan ke bangku pendidikan tinggi, akan terjun ke masyarakat. Boleh jadi alumni siswa SMA tersebut masuk ke dunia kerja menjadi karyawan, menciptakan lapangan kerja sendiri, atau yang lebih parah menjadi penganggur. Disinilah letak posisi strategis pendidikan kewirausahaan dipertaruhkan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
108
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sudah jelas orientasi lulusannya kompetensi kejuruan yang dapat diterapkan di dunia kerja. Namun bagi alumni SMA yang merupakan sekolah umum, maka orientasi kompetensi yang tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi sudah barang tentu difokuskan menjadi wirausaha baru. Hal ini agar alumni SMA tidak menjadi beban negative bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah. Mereka yang tidak tertampung pada dunia kerja, setidaknya mampu mengamalkan ilmu yang diperoleh dari mata pelajaran pendidikan kewirausahaan di SMA menjadi wirausaha baru dan menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri sebagai mata pencaharian yang dijadikan sumber kehidupannya. Menurut Kholifah dan Nurtato (2016) bahwa pendidikan kewirausahaan belum memperoleh perhatian yang mencukupi. Terdapat sejumlah pendidik yang kurang memperhatikan pertumbuhan karakter dan perilaku wirausaha peserta didik, baik di sekolah umum maupun sekolah kejuruan. Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja dan bukan mengubah manusia menjadi manusia yang memiliki karakter atau perilaku wirausaha (Napitupulu, 2013). Peserta didik kurang dibekali dengan perilaku wirausaha yang tangguh, mandiri dan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri sebagai mata pencaharian yang tidak membebani masyarakat dan Negara. Berdasarkan studi pendahuluan di SMA provinsi Bengkulu menunjukkan sejumlah kelemahan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di SMA, yakni terlalu banyak teori dan kurangnya praktik, kurangnya lab kewirausahaan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung pendidikan kewirausahaan, kurangnya siswa memperoleh kesempatan menciptakan lapangan kerja sebagai mata pencaharian, kurangnya guru yang mempunyai kualifikasi pendidikan kewirausahaan, dan sebagainya. Mengingat betapa pentingnya pendidikan kewirausahaan ini di bangku SMA, maka perlu juga dibenahi dari sudut standar proses. Standar proses ini menyangkut pembenahan dari segi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pengawasan proses pembelajaran. Dengan pembenahan dari segi standar proses ini, maka diharapkan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana amanat dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), khususnya Permendiknas No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permasalahan penelitiannya yaitu apakah standar proses ini sudah berjalan efektif pada pendidikan kewirausahaan di SMA? Penyelenggaran pendidikan kewirausahaan dikatakan efektif, jika telah memenuhi unsur standar proses. Fokus penelitian berupaya mengungkapkan apakah pendidikan kewirausahaan ini memenuhi standar perencanaan pembelajaran?, apakah pendidikan kewirausahaan ini memenuhi standar pelaksanaan proses pembelajaran?, apakah pendidikan kewirausahaan ini memenuhi standar penilaian hasil belajar?, dan apakah pendidikan kewirausahaan ini memenuhi standar pengawasan proses pembelajaran? Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas standar proses pada mata pelajaran pendidikan kewirausahaan di SMA. Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini yakni dapat dijadikan dasar untuk perbaikan dan peningkatan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di SMA, meningkatkan standar proses pada SNP di SMA, meningkatkan kinerja guru pendidikan kewirausahaan, dan mengungkap fenomena baru tentang efektivitas standar proses pendidikan kewirausahaan di SMA.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
109
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
TINJAUAN PUSTAKA Pemerintah telah menetapkan standar nasional pendidikan melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan ini kemudian direvisi melalui Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan (SNP) ini merupakan merupakan kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional dan harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP No.19 Tahun 2005 dan PP No. 32 Tahun 2013). Fungsi dari SNP yaitu sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Adapun tujuannya untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. SNP terdiri atas delapan standar yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan, standar pengelolaan, dan standar penilaian. Delapan SNP ini merupakan satu kesatuan yang harus diterapkan oleh satuan pendidikan agar terjamin mutu penyelenggaraan pendidikan (Kemdiknas, 2011, Sasongko, 2011; Sasongko dan Sahono, 2006). Pendidikan yang bermutu adalah yang sesuai dengan SNP (Burton, 2009). Burton memberikan ilustrasi di Amerika bahwa negara-negara bagian hampir seluruhnya telah sesuai dengan SNP yang ditetapkan pemerintah. Hal ini memberikan manfaat bagi masyarakat tidak ragu-ragu atas pendidikan anak-anaknya dan penyelenggaraan pendidikan pada setiap satuan pendidikan telah benar-benar sesuai dengan kebijakan pemerintah. Penerapan SNP merupakan suatu kewajiban. Hal ini didasarkan atas rasional jika SNP tidak diterapkan di sekolah, maka sekolah tersebut tentu tidak standar. Dampaknya berupa rendahnya prestasi belajar, tingkat kelulusan rendah, sekolah kurang mampu berkomptetisi dengan sekolah lain, dan image dan trust (citra dan kepercayaan) masyarakat terhadap sekolah kurang. Kondisi ini bisa menyebabkan sekolah gulung tikar (Bandur; 2009, Burton, 2009; Sasongko dan Sahono, 2016). Salah satu standar yang tak kalah penting untuk diimplementasikan yakni standar proses. Standar proses juga telah diatur dalam Permendiknas No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permen ini pun kemudian direvisi kembali menjadi Permendikbud No. 22 Tahun 2016. Permen ini merupakan kriteria pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Proses pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah dilakukan secara interaktf, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi pembentukan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Standar proses meliputi standar perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pengawasan proses pembelajaran. Melalui pengaturan standar proses ini diharapkan layanan akademik yang dilaksanakan oleh guru dapat mencapai kompetensi lulusan secara efektif (Sasongko, 2015; Sasongko dan Sahono, 2016). Penerapan standar proses dilakukan pada semua mata pelajaran. Tak terkecuali pada pendidikan kewirausahaan di sekolah. Pendidikan kewirausahaan merupakan pembinaan sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain di masa depan (Lumpkin and Dress, 2001 dan Sasongko dan Sahono, 2016). Pendidikan kewirausahaan dapat melahirkan sikap mental dan jiwa aktif, kreatif, berdaya, bercipta, berkarya, bersahaja dan berusaha dalam rangka PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
110
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usaha yang dilakukannya. Hasil dari pendidikan kewirausahaan yaitu siswa mampu menjadi wirausaha baru. Wirausaha merupakan orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan dapat meningkatkan kehidupannya (Kemdiknas, 2011; dan Kholifah dan Nurtanto, 2016). Pendidikan kewirausahaan di sekolah ditujukan agar siswa memiliki karakter berusaha yang mandiri (Rohmat, 2010; dan Subijanto, 2012). Siswa diharapkan mampu melihat peluang kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses dalam kehidupan. Alumni sekolah yang telah memperoleh pendidikan kewirausahaan memiliki karakter berusaha, kreatif, inovatif, bertanggung jawab, dan mampu mengaplikasikan hakikat kewirausahaan tersebut sebagai mata pencaharian dalam hidupnya (Kartiawan, 2016; dan Kholifah dan Nurtanto, 2016). Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di sekolah baik dalam kurikulum KTSP maupun K-13 mempunyai porsi tersendiri. Di SMA pendidikan kewirausahaan diaplikasikan secara terpadu dengan mata pelajaran yang lainnya, utamanya nilai-nilai kewirausahaan tersebut. Pada KTSP memuat mata pelajaran keterampilan sebagai muatan lokal, dalam bentuk pertanian, perikanan, industri, bisnis, koperasi, dan sebagainya. Demikian pula pada K-13 memuat mata pelajaran prakarya. Esensi mata pelajaran tersebut yakni menanamkan karakter berwirausaha. Pembelajaran pendidikan kewirausahaan yang efektif dilakukan melalui tahapan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengawasan pembelajaran yang sesuai dengan ketetapan (Kemdiknas, 2011 dan Bandur, 2009). Dalam dimensi implementasi SNP, penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan hendaknya dilaksanakan secara efektif sesuai dengan standar proses pada ketentuan SNP (Permendikbud No. 22/2016; dan Sasongko dan Sahono, 2016). METODE Penelitian ini menggunakan metode evaluatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian bermaksud mengukur seberapa jauh ketercapaian program yang telah ditetapkan yang dipaparkan secara naratif dan kontekstual (Burn, 2009 dan Miles and Huberman, 2007). Implementasi dalam penelitian ini yaitu mengukur keterlaksanaan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di SMA, dilihat dari standar proses SNP yang terdiri atas standar perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pengawasan proses pembelajaran. Analisis efektivitas dilakukan membandingkan antara keterlaksanaan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan dengan standar proses pada SNP. Subyek penelitian terdiri atas kepala sekolah, guru, siswa, dan alumni SMA Negeri di beberapa wilayah Bengkulu. Subyek dan responden penelitian dipilih secara bertujuan (purposive sampling) dengan mempertimbangkan keterwakilan institusi dan jenis data yang dikumpulkan (Burn, 1995). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan responden yang menjadi subyek penelitian, observasi dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan berkali-kali hingga data dan informasi benar-benar tuntas menjawab permasalahan penelitian. Demikian pula observasi dan studi dokumentasi dijadikan sebagai pendukung pengumpulan data dan informasi wawancara. Dari berbagai teknik pengumpulan data tersebut, data dan informasi dihimpun, digali, didalami, dan diramu menjadi satu kesatuan pernyataan yang bermakna. Bisa jadi pernyataan tersebut
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
111
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
merupakan fenomena baru, gejala baru, teori lapangan baru (grounded theory), atau tesis yang benar-benar orisinil (Miles and Huberman, 2007). Analisis data dilakukan secara evaluatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif (Burn, 1995 dan Miles and Huberman, 2007). Evaluatif dilakukan dengan mengukur keterlaksanaan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di SMA dilihat dari standar proses. Tekniknya melalui pembandingan antara standar proses yang ditetapkan SNP dengan kondisi nyata penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan dikatakan efektif, jika sesuai dengan standar proses yang ditetapkan pemerintah. Kesesuaian tersebut dapat menggambarkan efektivitas standar proses pendidikan kewirausahaan di sekolah. Teknik untuk meningkatkan keabsahan data dilakukan melalui cek-recek (mengecek kembali ke responden berkali-kali), trianggulasi (menanyakan dari berbagai sumber minimal tiga sumber), peer debriefing (mengkaji data dan informasi dari rekan sebaya responden), analisis kasus negative (mengecek mengapa diperoleh data yang nyeleneh), dan audit trail (melakukan mengecekan catatan lapangan) (Miles and Huberman, 2007). Demikian pula dilakukan teknik untuk meningkatkan kredibilitas penelitian melalui uji obyektivitas (kejujuran pengumpulan data dan informasi), transfermabilitas (keterpakaian dan kesesuaian hasil penelitian), dependabilitas (ketidakberpihakan peneliti), dan auditabilitas (pengecekan hasil kembali) (Miles and Huberman, 2007). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di SMA Negeri provinsi Bengkulu amat bervariasi. Antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya berbeda. Keberbedaan ini memang merupakan amanat dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan potensi lingkungan dan budaya daerah masing-masing. Pendidikan kewirausahaan tidak secara gamblang memiliki nama mata pelajaran tersebut, namun esensinya adalah pendidikan kewirausahaan itu sendiri. Terdapat sekolah yang mengajarkan pendidikan kewirausahaan dalam mata pelajaran ekonomi dan koperasi yang di dalamnya terdapat materi kewirausahaan. Terdapat sekolah yang mengembangkan muatan lokal dengan mata pelajaran kewirausahaan secara berdiri sendiri, seperti keterampilan, prakarya, ekonomi dan bisnis, prakarya dan kewirausahaan, pertanian, peternakan, teknologi terapan, dan ekonomi dan perdagangan. KTSP memberi porsi pendidikan kewirausahaan dengan nama mata pelajaran keterampilan (2 jam), K-13 dengan mata pelajaran prakarya (2 jam) sebagai mapel wajib. Terdapat juga sekolah yang mengeluarkan kebijakan bahwa nilai-nilai kewirausahaan harus diajarkan pada semua mata pelajaran di sekolah. Apapun nama mata pelajaran tersebut kepala sekolah dan guru mempunyai komitmen bahwa pendidikan kewirausahaan amat penting diberikan kepada siswa. Melalui berbagai mata pelajaran yang esensinya adalah pendidikan kewirausahaan tersebut mengharapkan siswa mempunyai kemampuan berwirausaha, mandiri, dan mampu mengembangkan usaha kelak dikemudian hari sebagai mata pencaharian dalam kehidupannya. Sungguh pun sekolah amat padat dengan berbagai mata pelajaran yang lainnya, pihak sekolah tetap mempunyai komitmen yang tinggi agar siswa-siswinya berhasil dalam kehidupannya. Penyelenggaran pendidikan kewirausahaan di SMA menurut penuturan kepala sekolah dan guru cukup efektif. Hal itu didasarkan atas terselenggaranya pembelajaran mata pelajaran kewirausahaan (keterampilan, prakarya, muatan lokal, dan nama yang PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
112
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
lainnya) yang terlaksana sesuai dengan standar proses. Para siswa telah diberikan pembelajaran dengan materi teori dan praktik keterampilan yang mencukupi. Namun menurut siswa dan alumni berbeda dengan pendapat tersebut. Mereka memberikan klarifikasi bahwa pendidikan kewirausahaan kurang cukup untuk membekali mereka menjadi mandiri, menjadi wirausaha baru, dan sebagai mata pencahariannya. Mereka harus berjuang dalam kehidupan yang cukup berat ini dan harus menyesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan dunia kerja. Implementasi standar perencanaan pada mata pelajaran pendidikan kewirausahaan sudah dilakukan sesuai dengan ketetapan dalam standar proses tersebut. Pendidikan kewirausahaan yang dilaksanakan di SMA telah mempunyai silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang disusun oleh guru dari MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan pengawas sekolah. Penyusunan rencana telah memenuhi prinsip perbedaan individu, keaktivan siswa, keterpaduan dengan faktor lain, dan menggunakan teknologi informasi. Selain hal tersebut bahan ajar disusun sesuai dengan RPP, cukup luas, dan variatif. Menurut pengakuan guru maupun kepala sekolah perencanaan dalam pembelajaraan pendidikan kewirausahaan cukup efektif sesuai dengan standar proses. Implementasi standar pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan ketentuan, seperti memenuhi persyaratan rombongan belajar yang tidak terlalu besar, didukung dengan bahan ajar dari guru dan buku teks, dan pengelolaan kelas yang kondusif dan memadai. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah kegiatan pembukaan yang membangkitkan semangat, kegiatan inti yang menjelaskan materi dengan berbagai peragaan praktik, dan penutup yang berisi rangkuman dan tugas. Tahapan tersebut sesuai dengan RPP yang telah disusun. Hanya saja pembelajaran lebih banyak teorinya daripada praktik. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan laboratorium praktik, pembiayaan pembelian bahan praktik, waktu yang kurang memadai, dan pertimbangan ekonomi siswa. Implementasi pada standar penilaian pada pendidikan kewirausahaan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Penilaian dilakukan untuk mengukur apa yang telah disampaikan dalam proses pembelajaran sesuai dengan RPP. Penilaian dilakukan secara komprehensif, yakni ada penilaian awal, proses, dan akhir, Terdapat penilaian dari segi kognitif, dan keterampilan menghasilkan produk. Penilaian ini tidak mengungkap bagaimana siswa mendesain usaha ketika kelak tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dari segi prestasi belajar siswa menunjukkan rata-rata belajar dengan angka 7,2 (tujuh koma dua) atau dengan kategori baik. Pada penerapan standar pengawasan pendidikan kewirausahaan menunjukkan belum sesuai dengan ketentuan. Pemantauan yang secara khusus untuk mata pelajaran pendidikan kewirausahaan jarang dilaksanakan baik oleh kepala sekolah maupun pengawas. Namun kepala sekolah melakukan kegiatan supervisi akademik untuk membina guru mata pelajaran pendidikan kewirausahaan mengenai silabus, RPP, bahan ajar, dan penilaian hasil belajar. Pengawas pada mata pelajaran ini diserahkan kepada pengawas pembina yang pelaksanaan supervisi akademiknya kurang memahami esensi mata pelajaran ini. Guru kurang memperoleh pembinaan tentang pembelajaran pendidikan kewirausahaan. Dengan demikian pada implementasi standar pengawasan mata pelajaran pendidikan kewirausaan kurang efektif dilaksanakan. Pembahasan Efektivitas standar proses pada pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewirausahaan dapat dikur dari indikator perencanaan, pelaksanan pembelajaran, penilaian, dan pengawasan (Permendiknas No. 22/2016). Ketika butir-butir standar proses pada SNP tersebut kurang dapat dipenuhi secara menyeluruh, maka dapat digolongkan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
113
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
bahwa penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan berjalan kurang efektif. Demikian pula sebaliknya (Burton, 2009 dan Sasongko, 2009). Sebagaimana hasil penelitian yang menunjukkan bahwa antara pandangan kepala sekolah dan guru berbeda dengan pandangan siswa dan alumni. Kepala sekolah dan guru merupakan unsur pengelola dan pelaksana pembelajaran. Dengan demikian jika ditanyakan tentang efektif tidaknya, maka akan menjawab sangat efektif. Namun jika ditanyakan kepada siswa dan alumni sebagai subyek pendidikan, maka mereka menjawab apa adanya, seingatnya dan sesuai dengan kesan saat memperoleh mata pelajaran pendidikan kewirausahaan tersebut. Kenyataannya pandangannya bertolak belakang dengan kepala sekolah dan guru. Kondisi ini memang akan terjadi dalam praktik penelitian yang sifatnya kualitatif (Burn, 1995 dan Miles and Huberman, 2007). Dalam kondisi yang demikian peneliti perlu mengambil makna dari gejala tersebut secara obyektif (Burn, 1995). Secara umum dapat dikatakan bahwa penerapan standar proses pada pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewirausahaan belum berjalan secara efektif. Terdapat sejumlah indikator belum efektifnya implementasi standar proses ini, antara lain proses pelaksanaan pembelajaran yang terlalu banyak teorinya dan kurang praktik, guru yang mengajarnya tidak sesuai dengan bidang keahliannya, kurang didukung dengan sumber daya yang memadai utamanya lab praktik dan bahan praktik, dan jadwal khusus praktik yang kurang memadai. Demikian pula halnya dengan pengawasan pada mata pelajaran ini kurang dilakukan secara periodik, sehingga guru kurang merasakan pembinaan akademik yang memadai. Kekurang sesuaian standar proses ini menyebabkan siswa merasakan kurang memiliki keterampilan yang memadai untuk menciptakan usaha baru. Kondisi kurang efektivan ini bisa jadi disebabkan oleh sistem penyelenggaraan pendidikan yang cenderung rutin (Bandur, 2009) dan guru kurang didorong untuk menyesuaikan dengan standar yang ditetapkan sekolah (Sasongko, 2015; Sasongko dan Sahono, 2016). Agar penyelenggaraan pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewirausahaan di sekolah berjalan secara efektif, maka dibutuhkan kebijakan akademik yang berpihak pada pendidikan kewirausahaan (Rochmat, 2010), pembenahan manajemen pembelajaran (Bandur, 2009), penyiapan sumber daya yang memadai (Bandur, 2009 dan Lumpkin and Dress, 2001), jadwal khusus praktik pendidikan kewirausahaan (Sasongko dan Sahono, 2016), dan praktik mendesain rancangan bisnis dan ekonomi ke depan (Lumpkin and Dress, 2001). Implementasi standar perencanan pembelajaran, pelaksanan proses pembelajaran, dan penilaian pembelajaran yang diklaim guru sudah efektif, ternyata tidak dirasakan oleh siswa dan alumninya. Siswa yang hanya bebarapa bulan menerima materi pelajaran mengatakan lupa terhadap materi yang diterimanya. Apa lagi alumni yang telah lama memperoleh materi tersebut. Kepala sekolah dan guru hanya berusaha membela diri bahwa pembelajarannya telah terlaksana sesuai rencana. Mereka tidak berusaha mengukur daya serap siswa yang telah menerimanya, baik secara teori, praktik nyata, maupun rancangan usaha setelah selesai studi (Lumpkin and Dress, 2001). Berdasarkan atas berbagai kajian sebagaimana di atas dapat disintesiskan bahwa implementasi standar proses pada pembelajaran pendidikan kewirausahaan di SMA provinsi Bengkulu secara umum belum efektif. Pada standar perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran dapat dikatakan efektif menurut kaca mata kepala sekolah dan guru. Namun dari pandangan siswa dan alumni belum cukup efektif, karena mereka berpandangan sebaliknya dan kurang mampu serta masih bingung menciptakan lapangan kerja sebagai lahan mata pencaharian dalam kehidupannya. Pada butir standar pengawasan pembelajaran kurang berjalan efektif,
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
114
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
karena pengawasan baik oleh kepala sekolah dan pengawas kurang dilaksanakan secara terprogram. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di beberapa SMA Negeri provinsi Bengkulu dilihat dari standar proses belum berjalan secara efektif. Hal ini berarti bahwa implementasi standar proses berdasarkan Permendiknas No. 22/2016 tentang Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah belum sepenuhnya dilaksanakan pada penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan kewirausahaan. Dengan kata lain bahwa pendidikan kewirausahaan di SMA belum standar. Implementasi standar perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran dapat dikatakan efektif menurut kaca mata kepala sekolah dan guru. Namun dari pandangan siswa dan alumni belum cukup efektif, karena mereka berpandangan sebaliknya. Mereka kurang mampu dan masih bingung menciptakan lapangan kerja sebagai mata pencaharian dalam kehidupannya. Demikian pula halnya pada butir standar pengawasan pembelajaran kurang berjalan efektif, karena pengawasan kurang dilaksanakan secara terprogram. Saran dari hasil penelitian ini yaitu agar penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat berjalan efektif sesuai dengan standar proses, maka perlu penerbitan kebijakan akademik yang berpihak pada pendidikan kewirausahaan, pembenahan manajemen dan pengawasan pembelajaran, penyiapan sumber daya yang memadai, jadwal khusus praktik pendidikan kewirausahaan, dan praktik mendesain usaha setelah selesai studi. DAFTAR PUSTAKA Bandur, Agustinus. 2009. The Implementation of School Based Management in Indonesia: Creating Conflict in Regional Level. Journal of NTT Studies, Vol. 1, No. 1, 1627 Burn, Robert B. 1995. Introduction to Research Methods. Sidney: Longman Burton, Paul. 2009. National Education Standards: Getting Beneath the Surface. New Jersey: Policy Information Center. https://www.ets.org/Media/Research/pdf/PICNATEDSTAND.pdf (Diunduh 2 Maret 2016) Kartiawan, Ridwan. 2016. Pendidikan Kewirausahaan Siswa SMA Menuju Kemandirian Hidup di Tengah Masyarakat. Jurnal Kornal. https://kornal.id/2016/11/pendidikan-kewirausahaan-siswa-sma-menujukemandirian-hidup-di-tengah-masyarakat/ (Diunduh 15 Juli 2017) Kementrian Pendidikan Nasional. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Materi Pelatihan Peningkatan Kemampuan Kepala Sekolah Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Kholifah, Nur dan Nurtanto, M. 2016. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Dalam Menanamkan Nilai-nilai Entrepeneurship Untuk Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ (Diunduh 15 Juli 2017) Lumpkin, GT and Dress, GG. 2001. Linkin Two Dimensions of Enterpreneurial Orientation to Form Performance. Journal of Business Venturing, Vol. 16, No. 5, pp 429-451
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
115
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Miles, MS and Huberman, AM. 2007. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Method. http://www.ed.gov/databased/qualidata.Ed54673534 (Diunduh 3 Mei 2012) Napitupulu, EL. 2013. Wajib, Pendidikan Kewirausahaan di SMA. Kompas.com – 27 Februari 2013 http://edukasi.kompas.com/read/2013/02/27/08461982/ (Diunduh 15 Juli 2017) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Rohmat, H. 2010. Impresi Moderasi Jalur Pembelajaran Dengan Proses Belajar Kewirausahaan Terhadap Persepsi Keberhasilan Usahawan Surakarta. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol. 16, No.2. Maret 2010. h. 131-145 Sasongko, Rambat Nur. 2011. Model Manajemen Pendidikan Berbasis Solusi Untuk Mengatasi Sekolah Miskin. Jurnal Kependidikan: Jurnal Ilmiah Penelitian Pendidikan. Vol. 41, No. 2, November 2011, Hal. 127-134 Sasongko, Rambat Nur. 2015. Strategi Mengatasi Madrasah Miskin Melalui Pengembangan Model Manajemen Berbasis Kolaborasi (Penelitian Tindakan Kependidikan di Berbagai Jenjang Madrasah Provinsi Bengkulu). Madania: Jurnal Kajian Keislaman. Vol. 19, No.2, Desember 2015. Hal. 185-194 Sasongko, Rambat Nur dan Sahono, Bambang. 2016. Desain Inovasi Manajemen Sekolah. Jakarta: Shany Publisher Subijanto. 2012. Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, No. 2, Juni 2012,
http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk/article/viewFile/78/75 (Diunduh 15 Juli 2017)
TERIMA KASIH Apresiasi dan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah membiayai kegiatan penelitian kompetitif nasional Penelitian Tim Pascasarjana (PTP) Tahun 2017 dengan judul: “Percepatan Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan Melalui Pengembangan Model Pembinaan Sekolah Berbasis Audit Kinerja”. Terima kasih juga kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Bengkulu yang telah membantu kegiatan penelitian ini melalui Kontrak Penelitian No. 982/UN30.15/LT/2017, tanggal 6 April 2017.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
116
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA Dwi Rorin Mauludin Insana dan Yuliana Ambarsari Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta Selatan
[email protected] Abstrak; Adversity Quotient (AQ) adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ menilai kemampuan seseorang untuk mengatasi kesulitan dalam situasi apapun. Motivasi didefinisikan sebagai keadaan dalam diri individu yang menyebabkan mereka berperilaku dengan cara yang menjamin tercapainya suatu tujuan. Motivasi menerangkan mengapa orang-orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. wirausahawan mengandung arti secara harfah, wira berarti berani dan usaha berarti daya upaya atau dengan kata lain wirausaha adalah kemampuan atau keberanian yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih kesuksesan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkorelasikan bagaimana kemampuan bertahan (Adversity Quotient / AQ) yang terhubung dengan hasil penilaian motivasi kewirausahaan. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa semester delapan sebagai sampel sebanyak 39 orang yang dilakukan dengan sengaja. Penelitian menggunakan kombinasi antara kualitatif dengan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara nilai Adversity Quotient dengan motivasi kewirausahaan mahasiswa semester 8 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Indraprasta PGRI. Semakin rendah motivasi kewirausahaan, semakin rendah pula AQ level dari mahasiswa, sebaliknya semakin tinggi AQ maka semakin tinggi nilai motivasi kewirausahaannya. Nilai AQ yang rendah menentukan motivasi kewirausahaan seorang mahasiswa, sedangkan nilai AQ yang tinggi masih tidak pasti menentukan nilai motivasi kewirausahaan mahasiswa. Kata kunci: adversity quotient, motivasi; kewirausahaan. PENDAHULUAN AQ atau adversity quotient adalah salah satu kecerdasan yang ada dalam diri manusia. AQ adalah suatu pondasi dasar dalam menentukan sukses seseorang. AQ adalah suatu kerja kerangka konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan (Stoltz:2004, 9). AQ atau kemampuan bertahan tercipta dari suatu rangsangan tantangan untuk bertahan yang harus dilakukan dalam situasi tertentu, seperti kesakitan, keagalan, kesulitan, dll. AQ, menurut stoltz, dalah imun dari kesengsaraan. AQ adalah suatu pohon sukses yang terdiri dari genetik, pendidikan dan motivasi. AQ bisa membangun karakter, membuat orang sehat, membangun bakat, intelegensi dan motivasi. Stoltz telah menginvestigasi AQ level pada ribuan karyawan, sehingga ia merumuskan skor AQ dari distribusi normal 7500 responden, seperti terlihat dalam gambar berikut (Stoltz:2004,138).
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
117
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Gambar 1. Skor AQ
AQ Low 0-59
AQ Average 95-134
AQ High 166-200
Pada gambar 1 di atas terlihat bahwa skor terkecil AQ adalah 0-59. Skor menengahnya adalah 95-134 dan skor tingginya adalah 166-200. Beberapa penelitian juga dilakukan oleh para ahli dalam bidang pendidikan. D’Souza melakukan penelitian dan menemukan bahwa AQ mempunyai potensialitas dalam membangun kemampuan bertahan siswa dalam belajar. Penelitiannya menyimpulkan bahwa AQ bisa menjadi suporter dalam keberhasilan belajar selain EQ dan IQ (2006). Seperti halnya D’Souza, tiga peneliti, Matore, Khairani and Razak (2009), menemukan bahwa AQ sangat berperan besar dalam meningkatkan kemampuan akademis siswa. Penelitian mereka dilakukan dalam 5 tempat berbeda yakni 5 daerah berbeda di negaranya yaitu bagian utara, selatan, barat, utara dan Borneo. Menurut mereka AQ merupakan salah satu kecerdasan (IQ, EQ, SQ, PQ) yang mendukung keberhasilan belajar siswa. Sangat mungkin pula, selain berpengaruh pada keberhasilan belajar mahasiswa bahasa Inggris Universitas Indraprasta PGRI, AQ juga berpengaruh hasil akhir proses belajar kewirausahaan. Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 1995, pemerintah mendefinisikan kewirausahaan sebagai berikut : ‘Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar”. Peggy A. Lambing & Charles R. Kuehl dalam bukunya yang berjudul Entrepreneurship (1999) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak. Mereka juga menyatakan bahwa setiap wirausahawan yang sukses memiliki empat unsur pokok, yaitu : 1. Kemampuan (berhubungan dengan IQ & skill) Kemampuan dalam membaca peluang usaha, dalam berinovasi atau melahirkan produk ataupun jasa yang benar-benar baru dan bukan modifikasi terhadap produk ataupun jasa yang sudah ada, dalam mengelola usaha, dalam menjual produk ataupun jasa yang ditawarkan 2. Keberanian (berhubungan dengan EQ & mental) Keberanian dalam mengatasi dan menaklukkan rasa takutnya, dalam mengendalikan risiko usaha dan berani untuk bisa keluar dari zona kenyamanan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
118
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
3. Keteguhan Hati (berhubungan dengan motivasi) Keuletan dan kegigihan, keteguhan atas keyakinan, kekuatan pikiran yang menyatakan bahwa anda juga pasti bisa melakukannya 4. Kreativitas dalam menelurkan suatu inspirasi sebagai cikal bakal ide untuk menemukan peluang berdasarkan intuisi Seorang wirausahawan sejati harus bisa melihat peluang dari kacamata yang berbeda dari orang lain, atau yang tidak terpikirkan oleh orang lain yang kemudian diwujudkan menjadi sebuah value. Berdasarkan beberapa pola pemikiran beberapa ahli tentang kewirausahaan, maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kewirausahaan itu adalah tingkah laku, gairah, semangat, dorongan, kreativitas dan kemampuan seseorang yang ditumbuhkembangkan secara optimal. METODE Menurut Lazaraton (2005:219) ”...combining approaches is not only visible but also benificial in revealing different aspects of reality.” Penelitian ini merupakan jenis penelitian kombinasi antara penelitian kualitatif dengan kuantitatif. Penelitian kualitatif digunakan untuk menganalisis secara deskriptif data hasil observasi dan hasil angket untuk menentukan nilai AQ dan nilai motivasi kewirausahaan. Kemudian dianalisis secara deskriptif hubungan antara nilai AQ dengan nilai motivasi kewirausahaan. Adapun penelitan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survey korelasional. Alwi (2012:22) menjelaskan penelitian koreasional sebagai berikut: “Penelitian korelasional bertujuan mendeteksi sejauh mana variasi-variasi suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasi”. Model analisis korelasional digunakan untuk menjawab indikator hubungan antara Adversity Quotient dengan motivasi kewirausahaan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara Adversity Quotient dengan motivasi kewirausahaan. Adapun sampel yang diambila adalah sebanyak 39 orang dengan pengambilan sampel secara sengaja pada kelas kewirausahaan program studi Pendidikan Bahasa Inggris semester 8. Pengumpulan data untuk Adversity Quotient dan motivasi kewirausahaan diperoleh melalui angket atau questionnaire. Kisi-kisi instrumen Adversity Quotient adalah soal berupa angket atau questionnaire yang berisikan 30 pertanyaan atau pernyataan yang sudah diuji validitasnya untuk mengukur bagaimana orang merespons kesulitan dan merupakan peramal kesuksesan yang ampuh (Stolt: 2004,120). Sedangkan angket motivasi kewirausahaan berbentuk skala Likert dengan rentangan angka 1 sampai angka 5 untuk pernyataan negatif dan angka 5 sampai angka 1 untuk pernyataan positif (Alma:2009,278). Teknik analisis data merupakan rancangan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan dari sumber-sumber baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Adapun tahapan-tahapan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: Teknik analisis data kualitatif digunakan untuk menganalisis secara deskriptif data hasil observasi dan hasil angket untuk menentukan nilai AQ dan nilai motivasi kewirausahaan. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan dianalisis secara deskriptif hubungan antara nilai AQ dengan nilai motivasi kewirausahaan. Sedangkan untuk teknik analisis data kuantitatif, data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi untuk masing-masing variable penelitian. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
119
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Kemudian data akan diolah dan dianalisis ukuran pemusatan dan letak seperti mean, modus, median dan simpangan baku, setelah itu dibuat grafik histogram. Selain itu dilakukan uji normalitas dan uji linearitas yang dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas x terhadap variabel terikat y. Uji Normalitas dengan mengunakan uji Chi Kuadrat bertujuan untuk menguji, dependent variable dan independent variable keduanya mempunyai hubungan distribusi normal atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas x terhadap variabel terikat y. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan melakukan uji koefisien korelasi menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson, kemudian untuk mengetahui besarnya perubahan variabel terikat yang disebabkan oleh variabel bebas dilakukan uji koefisien determinasi dan pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan “uji-t” dengan taraf signifikan sebesar 0,05 dengan ketentuan jika < , maka hipotesis nol (Ho) diterima atau korelasinya tidak signifikan, jika
>
, maka hipotesis nol (Ho)
ditolak atau korelasinya signifikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kualitatif Dari sampel yang diambil sebanyak 39 orang, diperoleh nilai AQ dan nilai motivasi kewirausahaan sebagai berikut. Tabel 1. Nilai AQ dan motivasi kewirausahaan mahasiswa No Nama Nilai AQ Nilai Motivasi Kewirausahaan 1. Risca A 107 64 2. Jenny W 101 53 3. Bayu H 120 79 4. Maria T 116 62 5. Siti W 145 65 6. Pedro 149 72 7. Agnes K 133 77 8. Tuti R 110 65 9. Rifdatul M 123 75 10. Gloria J 132 69 11. Hana K 161 78 12. Nurahmah Y 136 80 13. Daniel J 135 72 14. Heni D 135 70 15. Rosintan P 154 64 16. Tika D 132 70 17. Syatia P 122 72 18. Aziza A 140 74 19. Pratiwi 132 79 20. Sri W 146 78 21. Rapido 137 72 22. Nuke 110 68 23. Sukmo AW 127 79 24. M. Januri 121 71 PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
120
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Khairunnisa Dian A Furqonudin Z Nandini O Imas R Prastiatun A Nantika F Lutpita Rizki P Fidia F Sumaya Yuniarti Dani R Irena R Pujiati
132 130 129 112 116 118 149 124 117 143 125 112 144 156 120
72 65 73 76 59 67 76 66 48 89 66 77 66 93 81
Kebanyakan dari mereka memiliki nilai diantara ‘sedang dan tinggi. Oleh karena itu, diambillah masing-masing 3 orang mahasiswa yang mempunyai nilai motivasi kewirausahaan terendah dan tertinggi. Berikut adalah list nilai AQ dan motivasi kewirausahaan mereka. Tabel 2. Nilai motivasi kewirausahaan mahasiswa dari yang terendah sampai yang tertinggi The lowest entrepreneurship score The highest entrepreneurship score N NAMA Motivasi AQ NO NAMA Motivasi AQ O KWU KWU 1 Jenny W 53 101 1 Nurahmah Y 80 136 2 Imas R 59 116 2 Fidia F 89 143 3 Rizki P 48 117 3 Irena R 93 156 Berikut adalah gambaran kesetaraan nilai motivasi kewirausahaan dan AQ keenam mahasiswa tersebut. Gambar 2. Hubungan Nilai Motivasi kewirausahaan Terendah dengan AQ
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
121
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Gambar 3. Hubungan Motivasi kewirausahaan tertinggi dengan AQ
Setelah dianalisis, nilai AQ dan motivasi kewirausahaan berbanding lurus. Untuk melihat kemungkinan lain, maka peneliti melihat dari arah yang berbeda, yaitu dari arah AQ. Berikut adalah gambarannya: Tabel 3. Nilai AQ terendah ke nilai AQ tertinggi The lowest AQ score The highest AQ score NO NAMA AQ Motivasi NO NAMA AQ Motivasi KWU KWU 1 Jenny W 101 53 1 Rosintan P 154 64 2 Risca A 107 64 2 Irena R 156 93 3 Nandini O 112 76 3 Hana K 161 78 Gambar 4. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
122
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Hubungan nilai AQ terendah dengan motivasi kewirausahaan mahasiswa
Gambar 5. Hubungan nilai AQ tertinggi kepada motivasi kewirausahaan mahasiswa 180 160 140 120 100
Mentalitas kewirausahaan
80
AQ
60
40 20 0
Rosintan P
Irena R
Hana K
Ada dua arah yang dianalisis dari penelitian ini. Yang pertama adalah dari arah motivasi kewirausahaan, dan yang kedua adalah dari Adversity Quotient.. 2 chart kedua adalah diambil dari arah pertama, yaitu motivasi kewirausahaan kepada AQ. Dua chart selanjutnya diambil dari arah AQ ke motivasi kewirausahaan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
123
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Dapat dilihat bahwa motivasi kewirausahaan berbandig lurus dengan nilai AQ. Jika motivasi kewirausahaannya tinggi, maka hal yang pasti bahwa nilai AQ atau kemampuan bertahan mahasiswa tersebut juga tinggi. Tetapi karena adanya faktor pendukung lain yang biasanya datang dari lingkungan, biasanya kemampuan bertahan (AQ) tidak memainkan perannya dalam diri seorang mahasiswa. Hal ini terjadi juga dengan mahasiswa Hana. Ketika kemampuan bertahan (AQ) mahasiswa yang lain berbanding lurus dengan motivasi kewirausahaan, Hana sebaliknya. Kemampuan bertahannya sangat berbanding terbalik dengan tingginya mentalas kewirausahaan yang ia punyai. Ketika kuesioner tambahan dilayangkan kepadanya, Ia berpendapat bahwa, ia tidak terlalu menyukai kewirausahaan. Ia suka tantangan, tapi bukan hal-hal seputar kewirausahaan yang ia senangi. Kewirausahaan bukanlah suatu ilmu yang disukai semua orang. Ada yang sangat suka melakukannya, ada yang sangat menghindarinya. Untuk dosen kewirausahaan, sangat pasti dalam hal ini bahwa, tidak hanya mengajar ilmu kewirausahaan yang perlu dilakukan, melainkan pembangunan motivasi yang perlu dilakukan secara individu (personal approach). Ketika dosen kewirausahaan bisa menanamkan kepercayaan dalam diri mahasiswa bahwa kewirausahaan adalah hal yang sangat menyenangkan untuk dilakukan, maka mahasiswa yang sudah mempunyai kemampuan bertahan bisa mengembangkan keahlian kewirausahaannya dengan membangun motivasi kewirausahaan yang dalam dirinya. Analisis Kuantitatif Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa skor terendah untuk nilai Adversity Quotient adalah 101, skor tertinggi adalah 161, dan skor rata-rata adalah 129,46. Hal ini menunjukan rata-rata mahasiswa memiliki nilai AQ berada di level menengah atau ratarata. Tabel distribusi frekuensi dan Histogram nilai AQ bisa dilihat pada tabel 4 dan gambar 6. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Nilai Adversity Quotient No 1 2 3 4 5 6 7
Kelas 101109 110118 119127 128136 137145 146154 155163
f
xi
xi2
f.xi
f.xi2
2
105
11025
210
22050
8
114
12996
912
103968
8
123
15129
984
121032
10
132
17424
1320
174240
5
141
19881
705
99405
4
150
22500
600
90000
2
159 25281 924 124236
318 5049
50562 661257
39
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
124
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Gambar 6. Histogram Nilai Adversity Quotient
NILAI ADVERSITY QUOTIENT 12 10
Frekwensi
101-109 8
110-118 119-127
6
128-136
4
137-145 2
155-163
0
146-154 1 Kelas Interval
Sedangkan untuk nilai motivasi kewirausahaan diperoleh skor terendah adalah 48, skor tertinggi adalah 93, dan skor rata-rata adalah 71,81. Hal ini menunjukan rata-rata motivasi kewirausahaan cukup baik. Tabel distribusi frekuensi dan Histogram bisa dilihat pada tabel 5 dan gambar 7. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Nilai Motivasi Kewirausahaan No 1 2 3 4 5 6
Kelas 48-55 56-63 64-71 72-79 80-87 88-95
f 2 2 14 17 2 2 39
xi 51,5 59,5 67,5 75,5 83,5 91,5 429
xi2 2652,25 3540,25 4556,25 5700,25 6972,25 8372,25
f.xi 103 119 945 1283,5 167 183 2800,5
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
f.xi2 5304,5 7080,5 63787,5 96904,25 13944,5 16744,5 203765,8
125
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Gambar 7. Histogram Nilai Motivasi Kewirausahaan
Uji Normalitas dengan mengunakan uji Chi Kuadrat bertujuan untuk menguji, dependent variable dan independent variable keduanya mempunyai hubungan distribusi normal atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan normalitas maka diperoleh data untuk Adversity Quotient X hitung = 3,47, Xtabel = 12,06, karena < maka Ho diterima, berarti dapat dikatakan bahwa sebaran data berdistribusi normal. Begitupun dengan nilai motivasi kewirausahaan dari hasil perhitungan normalitas maka diperoleh data untuk Xhitung = 13,16, Xtabel = 16,7, karena < maka Ho diterima, berarti dapat dikatakan bahwa sebaran data berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan regresi sederhana variable x dan y maka diperoleh model persamaan garis regresinya : Y=36,33+0,27x. Selanjutnya dilakukan uji Model Regresi dalam rangka pengujian keberartian dan kelinieran regresi. Tabel 5. Tabel ringkasan ANAVA untuk menguji keberartian dan linearitas regresi Sub Varians Total Regresi (a) Regresi (b/a) Residu Tuna Cocok Kesalahan (Error)
Dk 1 1 1 37 28
JK 201270 198449,33 585,72 2234,95 2152,45
RJK 198449,33 585,72 60,40 76,87
9
82,50
9,17
Berdasarkan data pada Tabel 5 diketahui
Fhitung Ftabel
9,69
4,10
8,39
1,83
(regresi) = 9,69, sedangkan
untuk dk 1:37 untuk taraf signifikansi 5 % = 4,20. Hal ini berarti
> harga
, sehingga hipotes nol (Ho) ditolak dan hipotes alternative (Ha) diterima, sehingga F regresi adalah signifikan. Dengan demikian terdapat hubungan fungsional yang signifikan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
126
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
antara variabel Adversity Quotient dengan motivasi kewirausahaan. Sedangkan (tuna cocok) = 8,39, sedangkan untuk dk 9:28 untuk taraf signifikansi 5 % = 2,24. Hal ini berarti > harga , dengan demikian hubungan antara variabel Adversity Quotient dengan motivasi kewirausahaan adalah tidak linier. Setelah dilakukan perhitungan dengan Teknik Korelasi Sederhana Product Moment maka diperoleh nilai Koefisien Korelasi rxy = 0,46, sedangkan Koefisien Determinasi = 20,77%. Dalam pengujian signifikansi korelasi diperoleh = 3,11. Dengan dk = n – 2 = 39-2 = 37 dan α = 0,05 didapat
sebesar 2,00. Kesimpulannya, karena
=
3,11 > = 2,00, maka Ho ditolak atau korelasinya signifikan. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara Advesity Quotient dengan motivasi kewirausahaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara nilai Adversity Quotient dengan motivasi kewirausahaan mahasiswa semester 8 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Indraprasta PGRI. Semakin rendah motivasi kewirausahaan, semakin rendah pula AQ level dari mahasiswa, sebaliknya semakin tinggi AQ maka semakin tinggi nilai motivasi kewirausahaannya. Nilai AQ yang rendah menentukan motivasi kewirausahaan seorang mahasiswa, sedangkan nilai AQ yang tinggi masih tidak pasti menentukan nilai motivasi kewirausahaan mahasiswa. Saran Perlu adanya upaya-upaya untuk meningkatkan motivasi kewirausahaan mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan praktek wirausaha dan kunjungan lapang, sehingga nilai Adversity Quotient akan semakin memperkuat nilai motivasi mahasiswa untuk berwirausaha. DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari. 2009. Kewirausahaan. Bandung. Alfabeta. Alwi, Idrus. 2012. Statistika untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta : Saraz. Baehr, T.( 2009). Stalking the Wild Gerbil: Experiments in Living. Stone Bear Publishing. Canivel, LD. (2010) Principal’s Adversity Quotient: Styles, Performance and Practices. Thesis. University of Philipinnes. D’Souza, R. (2006). A Study of Adversity Quotient of Secondary School Students in Relation to Their School Performance and the School Climate (Master’s Thesis, University of Mumbai, Mumbai, India). Retrieved from http:/www.peaklearning.com/documents/PEAK_GRI_dsouza.pdf Hendro. 2011. Dasar-dasar Kewirausahaan. Jakarta. Penerbit Erlangga. Kasmir. 2013. Kewirausahaan. Jakarta: Rajawali Pers. Matore, MEEM. et al. (2015) The Influence of AQ on the Academic Achievement among Malaysian Polytechnic Student. (p.69-74). International Education Studies, Vol.8 No.6 ISSN 1913-9020 E-ISSN 1913-9039. Canadian Center of Science and Education PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
127
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN. 978-602-50181-0-7
Mudjiarto dan Wahid, Aliaras. 2008. KEWIRAUSAHAAN: Motivasi dan Prestasi dalam karier Wirausaha. Jakarta. Penerbit UIEU-University Press. Stoltz, P.G. (2000). Adversity Quotient at Work: Make Everyday Challenges the Key to Your Success. Putting the Principles of AQ into Action. New York: Morrow. Stoltz, Paul G. (2004). Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Faktor Paling Penting dalam Meraih Sukses. Jakarta: Grasindo. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
128
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENINGKATAN HASIL BELAJAR KEWIRAUSAHAAN DENGAN METODE REWORD NETA DIAN LESTARI Program Studi pendidikan Akuntansi, FKIP Universitas PGRI Palembang E-mail:
[email protected] HP: 082182715650 Abstrak; Penelitian ini dlidasarkan pada pentingya belajar kewirausaaan dan bagaiman cara meningkatkan hasil belajar kewirausahaan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi. Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian ini adalah bagaimana cara meningkatan hasil belajar kewirausahaan mahasiswa dengan metode reward di program studi Pendidikan Akuntansi Universitas PGRI PALEMBANG. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), dengan menggunakan empat langkah yaitu: 1) perencanaan (plan), 2) tindakan (act) 3).pengamatan (observe), 4) refleksi (reflect). Empat tahap tersebut dilakukan dengan dua siklus penelitian. Berdasarkan hasil penelitian selama dua siklus menunjukan, adanya peningkatan hasil belajar kewirausahaan mahasiswa dalam mebuat produk kreatif dan menyelesaikan soal yang diberikan kepada 28 mahasiswa. Hasil analisis data selama siklus I dan II dapat disimpulkan: (1) siklus pertama jumlah mahasiswa yang mempunyai kreatifitas berdasrkan observasi 70% yaitu sebanyak 19 mahasiswa dan pada (2) siklus ke dua meningkat menjadi 90% yaitu sebanyak 25 mahasiswa. Hasil belajar dari tes kewirausahaan mahasiswa (1) siklus pertama jumlah mahasiswa yang menjawab benar 70% yaitu sebanyak 22 mahasiswa dan pada siklus ke dua (2) meningkat menjadi 92% yaitu sebanyak 26 mahasiswa. kata kunci : Kewirausahaan; hasil belajar, metode reward, penelitian tindakan kelas (PTK)
PENDAHULUAN Latar Belakang Kewirausahaan merupakan suatu proses dimana seseorang ataupun suatu kelompok individu menggunakan upaya yang terorganisir dan sarana untuk mencari sebuah peluang dan menciptakan suatu nilai yang tumbuh dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui sebuah inovasi dan keunikan, tidak mempedulikan apapun sumber daya yang digunakan pada saat ini (Robbin dan Coulter). Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan adalah seorang yang memiliki kemampuan kreatifitas dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang. Sesuatu yang baru dan berbeda adalah nilai tambah barang yang menjadi sumber keunggulan untuk dijadikan peluang. Untuk meningkatkan motivasi belajar pada mata pelajaran Kewirausahaan pada mahasiswa perlu dicarikan solusi untuk mengatasi berbagai kesulitan mahasiswa seperti kejenuhan pada saat belajar. Dosen harus mencari strategi atau inisiatif agar mahasiswa dapat tertarik dan lebih bersemangat untuk mempelajari Kewirausahaan. Salah satu cara yang dapat mendorong dan merangsang untuk lebih semangat dalam belajar yaitu dengan memberikan reward pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Menurut kamus bahasa Inggris reward berarti penghargaan atau hadiah. “Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan” (Shoimin, 2014:157). Pemberian
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
129
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
reward yang diberikan oleh penulis pada penelitian ini berupa piala yang bentuknya tidak mudah rusak. Mahasiswa yang memiliki semangat dalam belajar kemungkinan akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik pula artinya semakin tinggi semangatnya, semakin tinggi intensitas usaha atau upaya yang dilakukan, maka semakin tinggi hasil belajar yang diperolehnya. Pemberian reward Dosen kepada mahasiswa dalam proses pembelajaran sebagai salah satu syarat pencapaian hasil belajar mahasiswa, hal tersebut merupakan prakondisi yang harus ada pada diri sendiri dalam usaha untuk memotivasi mahasiswa dalam belajar. Adanya pemberian reward dapat mendorong mahasiswa untuk belajar, yang selanjutnya berimplikasi pada hasil belajar, hal ini berarti bahwa adanya pengaruh penerapan reward terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan latar belakang, maka penulis dalam penelitian ini menetapkan judul penelitian : “Peningkatan Hasil Belajar Kewirausahaan Dengan Metode Reword di Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas PGRI Palembang”. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : Bagaimana Peningkatan Hasil Belajar Kewirausahaan Dengan Metode Reword di Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas PGRI Palembang? TINJAUAN PUSTAKA Peningkatan Hasil Belajar “Peningkatan adalah proses, cara, perbuatan untuk menaikkan sesuatu atau usaha kegiatan untuk memajukan sesuatu ke suatu arah yang lebih baik lagi dari pada sebelumya”(Adi D: 2001). Sedangkan dalam kamus bahasan Indonesia peningkatan berasal dari kata tingkat yang berarti berlapislapis dari sesuatu yang tersususun sedemikian rupa, sehingga membentuk suatu susunan yang ideal, sedangkan peningkatan adalah kemajuan dari seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan adalah suatu upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam proses belajar mengajar dalam meningkatkan hasil belajar nya menjadi lebih baik. Pembelajaran dikatakan meningkat apabila adanya suatu perubahan dalam proses pembelajaran, hasil pembelajaran dan kwalitas pembelajaran mengalami perubahan secara berkwalitas. Menurut Mudjiono (2009:3), “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.”. Sedangkan Menurut Sudijarto (1993) dalam (Khodijah, 2014:189), “Hasil belajar adalah tingkat pernyataan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Karenanya, hasil belajar siswa mencakup tiga aspek, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor Berdasarka pendapat diatas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar harus mencakup tiga aspek pendidikan yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Keberhasilan belajar dapat dikategorikan menjadi empat taraf yaitu istimewa, baik sekali, baik, dan kurang. Mata Kuliah Kewirausahaan Tujuan umum mata kuliah : 1. Mahasiswa berpikir kritis, kreatif, sistemik , ilmiah, berwawasan luas,dan memiliki etos kerja. 2. Mahasiswa memiliki semangat berwirausaha dan jiwa bisnis.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
130
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
3.
Mahasiswa memliki kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan untuk memulai dan mengembangkan bisnis. 4. Mahasiswa memiliki kesadaran untuk merubah budaya mencari kerja menjadi budaya menciptakan kerja dan menciptakan lapangan kerja. 5. Mahasiswa memiliki kesadaran untuk melakukan perubahan dengan melahirkan kemampuan dan memiliki cita-cita yang tinggi. Tujuan Khusus Mata kuliah Kewirausahaan 1. Supaya mahasiswa memiliki minat kemauan dan kemampuan menjadi wirausahawan 2. Supaya mahasiswa termotivasi untuk mendirikan usaha, terutama usaha kecil dan menengah 3. Supaya mahasiswa memahami teknik untuk mendirikan usaha, cara membaca peluang usah dan menjalankan usaha secara profesional 4. Mahasiswa mampu merancang rencana wirausaha kedepan dimulai dari sekarang. Kompetensi Dasar dari Mata Kuliah Kewirausahaan 1). Menjadi ilmuwan dan profesional yang berfikir kritis,kreatif,inovatif,sistemik dan ilmiah 2). Menjadi wirausahawan yang berbasis ilmu pengetahuan,dengan modal “bisnis”. (sumber: Kurikulum Program studi Pendidikan Akuntansi Univ. PGRI Palembang) Metode Reward Reward merupakan sesuatu yang menyenangkan dan digemari oleh orang. Reward diberikan kepada siapa saja yang memenuhi harapan yakni memperoleh keberhasilan atau prestasi yang baik. Menurut Djamarah (2008:160), “Reward adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan/cinderamata.” . Sedangkan menurut Sadirman (2011:92), “Reward dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian, karena hadiah untuk suatu pekerjaan mungkin tidak akan menarik bagi seorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.”. Sedangkan menurut Shoimin (2014:157), “Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan.” Muliawan (2016:243-244) menjelaskan langkah kerja reward yaitu sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan materi pelajaran yang akan diberikan pada peserta didik. 2) Guru memberikan penjelasan materi pelajaran tersebut kepada peserta didik. 3) Ditengah-tengah penjelasan materi, pendidik menyelipkan pertanyaanpertanyaan latihan soal sesuai dengan materi pelajaran yang sedang diberikan. 4) Bagi peserta didik yang aktif menjawab dengan benar mendapat hadiah tertentu seperti alat tulis belajar dan kebutuhan belajar lainnya. Berdasarkan pendapat diatas Reward adalah alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang baik atau dapat menjawab pertanyaan dengan baik, telah berhasil mencapai sebuah tahap perkembangan tertentu, atau tercapainya sebuah target.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
131
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),” Penelitian Tindakan adalah sutu proses yang dilalui oleh perorangan atau kelompok yang menghendaki perubahan dalam situasi tertentu untuk menguji prosedur yang diperkirakan akan menghasilkan perubahan tersebut dan kemudian, setelah sampai pada tahap kesimpulan yang dapat di pertanggung jawabhakan, melaksanakan prosedur tersebut.” (Riduan, 2015:52). Sedangkan menurut, Arikunto (2008:3) “Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkana dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.” Penelitian ini pihak yang melakukan tindakan dan pengamatan adalah peneliti sebagai Dosen mata kuliah kewirausahaan untuk mahasiswa semester enam. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart, yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Menurut Kemmis dan Taggart ada beberapa tahapan dalam penelitian ini (Wiriaatmadja, 2005:66) yaitu: (1) Perencanaan (plan); (2) Tindakan (act); (3) Pengamatan (observe) dan (4) Refleksi (reflect) Suyanto (dalam Depdiknas, 2006) menyatakan, “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajarandi kelas secara professional”. Sedangkan Hopkins (1993) dalam Zainal Aqib, (2006:17) ada 6 prinsip dalam PTK yaitu : 1. Pekerjaan utama pengajar adalah mengajar, dan apa pen metode PTK yang diterapkannya seyogyanya tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar. 2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari pengajar sehingga berpeluang mengganggu pembelajaran. 3. Metodologi yang digunakan harus reliabel, sehingga memungkinkan pengajar mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat dikembangkan di kelas, serta memperoleh data yang dapat menjawab hipotesis yang digunakan 4. Masalah program yang diusahakan oleh pengajar merupakan masalah yang merisaukan, dan bertolak dari tanggung jawab. 5. Dalam melaksanakan PTK pengajar harus konsisten menaruh kepedulian yang tinggi terhadap proses dan prosedur dengan pekerjaannya. 6. Dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan class room exerding perspektive, dalam arti permasalan tidak hanya terletak pada kontek kelas dan mata pelajaran tertentu, tapi perespektif sekolah secara keseluruhan. Penelitian ini dilaksanakan di program studi pendidikan akuntansi FKIP Universitas PGRI Palembang. Waktu Penelitian dilakukan selama satu semester, kurang kebih lima bulan yaitu bulan Maret 2017 sampai dengan bulan Juli 2017. Subjek penelitian ini yaitu mahasiswa program studi pendidikan akuntansi FKIP Universitas PGRi Palembang. Mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester 6, kelas 6.A sebanyak 28 orang terdiri atas 3 mahasiswa laki-laki dan 25 mahasiswa perempuan. Rancangan Penelitian Penelitian tindakan ini menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Rancangan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) meliputi empat tahap dalam setiap siklusnya dan ada lima siklus yaitu: Siklus 1 dan 2
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
132
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
a) Perencanaan; pada tahap perencanaan, peneliti merancang tindakan yang akan dilakukan antara lain: (1)Mengembangkan dan mempersiapkan Satuan Acara Perkuliahan (SAP), Mata kuliah Kewirausahaan dengan mengoptimalisasi satuan pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang akan digunakan disusun oleh peneliti dan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Dosen penanggung jawab matakuliah, kewirausahaan. (2)Model pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar mata kuliah kewirausahan ini adalah Reward. (3)Membuat kontrak perkuliahan dan membagi Mahasiswa menjadi enam kelompok. (4)Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi mahasiswa,serta menyusun lembar wawancara. Lembar observasi digunakan ketika tindakan dilakukan, perilaku dan aktivitas mahasiswa yang terlihat dicatat sesuai dengan format observasi. (5)Mempersiapkan alat untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan pada saat pembelajaran berlangsung. (6)Pada tahap perencanaan tindakan siklus pertama dan kedua, peneliti memperhatikan hasil refleksi pada siklus pertama dan siklus kedua. (7)Mempersiapkan Reward berbentuk piala bagi kelompok yang kreatif dalam ngelola limbah menjadi produk kreatif ke pada 3 kelompok yang kreatif. (a) Tindakan; Pada tahap tindakan, dosen memperhatikan setiap kreativitas produk kelompok dan keaktifan mahasiswa secara individu di dalam proses pembelajaran. (b)Observasi digunakan untuk pemberian reward kepada mahasiswa yang kreatif dan aktif dalam proses pembelajaran. (c) Test digunakan untuk mengetahui hasil belajar mata kuliah kewirausahaan mahasiswa program studi pendidikan akuntansi universitas PGRI Palembang. (d)Refleksi; Pada tahap ini peneliti menganalisis data yang diperoleh selama observasi, yaitu meliputi data dari lembar observasi dan mengenai hasil pengamatan yang dilakukan baik kekurangan maupun ketercapaian dalam pembelajaran. Refleksi bertujuan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan maupun kelebihan-kelebihan yang terjadi selama proses pembelajaran. Refleksi merupakan kegiatan kelompok dalam mengelola limbah menjadi produk kreatif. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penilitian ini adalah (1) Dokumentasi; “Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda san sebagainya” (Arikunto, 2014:274). Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil observasi,tes, foto dan laporan (2) Observasi; “Observasiyaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat ddari dekat kegiatan yang dilakukan” (Riduwan, 2015:76). Observasi adalah digunakan untuk melihat dan mengamati semua kegiatan yang berlangsung sesuai dengan keadaan sebenarnya dan memungkinkan memahami situasi yang rumit. Hasil pengamatan / observasi dituliskan pada lembar observasi yang telah dipersiapkan dan di analisis dalam bentuk catatan lapangan. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
133
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
kekompakan, keratifitas dan kerjasama kelompok dalam menciptakan produk keratif. (3) Tes; “Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok” (Arikunto, 2014:193). Tes digunakan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa tentang materi yang telah dipelajari. Tes dikerjakan oleh mahasiswa secara individual setelah mahasiswa mempelajari materi, tes berupa soal sebanyak 10 pertanyaan tentang mata kuliah kewirausahaan. (4) Wawancara ; “Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.”(Riduwan, 2015:74). Wawancara dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang ada pada masing-masing kelompok. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil observasi terhadap mahasiswa dan guru, catatan lapangan, angket kreativitas mahasiswa dan angket respons guru tentang kreativitas mahasiswa, data hasil wawancara yang dilakukan pada akhir tindakan, hasil tes, juga dilengkapi dengan dokumentasi yang berupa foto. Analisis Data Observasi Analisis hasil observasi yaitu menilai hasil kreatifitas setiap kelompok dengan memberikan reward berupa piala untuk tiga kelompok yang memiliki tingkat kreatifitas tertinggi. TABEL 1 Pedoman Penskoran observasi kreatifitas setiap kelompok Nama mahasiswa Skor Jawaban TK KK K SK 1 2 3 4 Keterangan: SK : Sangat Kreatif KK : Kurang Kreatif K : Kreatif TK : Tidak Kreatif Hasil observasi dengan Reward yaitu menilai hasil kreatifitas setiap kelompok dianalisis melalui langkah-langkah sebagai berikut : a. Setiap pertemuan peneliti mengobservasi dan mereview hasil karya produk kreatif yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok dari limbah rumah tangga. b. Masing-masing butir dihitung jumlah skornya sesuai dengan aspek-aspek yang diamati. Cara menghitung persentase angket sebagai berikut: R P (%) SK Keterangan : R : Jumlah Skor Keseluruhan Pada Setiap Indikator SK : Skor Maksimal
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
134
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
TABEL 2 Kategori Persentase observasi Kreatifitas Mahasiswa Persentase Kategori Tidak Kreatif Persentase 40% Kurang Kreatif 40% persentase 60% Kreatif 60% persentase 85% Sangat Kreatif persentase 85% (Sutama: 2012) Analisis Data Hasil Tes Data yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian hasil belajar mahasiswa yaitu dengan memberikan 10 pertanyaan kepada mahasiswa program studi pendidikan akuntansi matakuliah Kewirausahaan. Cara menghitung persentase hasil tes sebagai berikut: R P (%) SK Keterangan : R : Jumlah Skor Keseluruhan Pada Setiap Indikator SK : Skor Maksimal (Sutama: 2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hasil Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua siklus. yang masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan. Dengan alokasi waktu tiap siklusnya yaitu Dua SKS pelajaran atau 2 x 50 menit. hasil penelitian pada siklus adalah sebagai berikut : a. Perencanaan Pada tahap perencanaan hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Membuat Satuan Acara Perkuliahan (SAP) sesuai dengan materi yang diajarkan yaitu mata kuliah yang akan deiberikan yaitu Kewirausahaan. 2) Menyiapkan media yang akan digunakan. Media yang akan digunakan dalam pembelajaran ini adalah modul. 3) Menyiapkan soal tes. Tes akan diberikan pada setiap akhir siklus untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif mahasiswa. 4) Menyiapkan dan menyusun lembar observasi mengenai pembelajaran yang dilakukan. Lembar observasi terhadap mahasiswa Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan dan Hasil Observasi Tindakan Pelaksanaan tindakan merupakan penerapan rancangan tindakan yang telah disusun oleh peneliti yang sudah disetujui. Selama tindakan berlangsung, peneliti dibantu oleh tiga orang pengamat lain melakukan pengamatan langsung terhadap pembelajaran. Peneliti dan tiga orang pengamat lain membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran. Data yang disajikan merupakan hasil pengamatan dan di analisis dalam bentuk catatan lapangan. Pengamatan meliputi aktivitas keberanian mahasiswa dan keterlaksanaan pembelajaran dengan mengoptimalisasi satuan pembelajaran. Pelaksanaan ini peneliti melakukan sesuai SAP yaitu ada tiga kegiatan, yaitu PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
135
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Hasil observasi kreatifitas (pemberian Reward) mahasiswa setiap kelompok dalam membuat karya produk kreatif. TABEL 3 Hasil Observasi terhadap Pemberian Reward Mahasiswa setiap Siklus Siklus Nilai Rata-rata siswa yang Kreatif Kategori 1 70% Baik 2 90% Sangat Baik Rerata 80% Baik c. Pelaksanaan Tes Tes dilaksanakan pada setiap siklus, ketika dosen mengumumkan bahwa pada pertemuan selanjutnyan akan diadakan tes, dengan hasil setiap siklus memiliki kemajuan. TABEL 4 Hasil Tes Mahasiswa setiap Siklus Siklus Nilai Rata-rata Katagori 1 78% Baik 2 92% Sangat Baik Rerata 85% Sangat Baik d. Refleksi Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan peneliti akhir siklus, secara umum pembelajaran sudah berjalan secara lancar dan sesuai dengan reward yang telah dibuat. Meskipun demikian terdapat banyak permasalahan-permasalahan yang muncul pada saat pembelajaran. Permasalahan-permasalahan itu antara lain : 1) Pada saat proses pembelajaran berlangsung hanya 70 % yang kreatif yaitu sebanyak 19 mahasiswa, sehingga dosen melanjutkan kesiklus berikutnya sampai menemukan skor 80% tingkat kreatifitas mahasiswa. 2) Ada kelompok yang mendapatkan reward dari hasil produk kreatif nya namun ada mahasiswa yang tidak membantu kelompoknya dalam pembuatan produk kreatif. 3) Kurangnya kerjasama dalam mengelolah produk kreatif. 4) Minimnya alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan produk kreatif. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian selama dua siklus menunjukan, adanya peningkatan kreatifitas kewirausahaan mahasiswa dalam mebuat produk kreatif dan menyelesikan soal yang diberikan oleh dosen. hasil analisis data selama siklus I dan II dapat disimpulkan : siklus pertama (1) jumlah mahasiswa yang mempunyai kreatifitas sebanyak 70% yaitu dari 19 mahasiswa,danpada siklus ke dua (2) meningkat menjadi 90% yaitu 25 mahasiswa. hasil belajar dari tes kewirausahaan mahasiswa (1) jumlah mahasiswa yang menjawab benar sebanyak 70% yaitu 22 mahasiswa dan pada siklus ke dua (2) meningkat menjadi 92% yaitu 26. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan secara umum bahwa hasil belajar mahasiswa dengan metode reward mengalami peningkatan yang sangat
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
136
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
significan terbukti dengan nilai tes rata-rata sebesar 85% dan nilai observasi terhadap kreatifitas (pemberian mahasiswa bernilai rata-rata 80%, selama dilakukan 2 siklus. Saran Dengan memperhatikan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Pemberian Reward, sebaiknya dilaksanakan oleh semua tenaga pengajar, dan Pemberian Reward ini sebagai srategi dosen dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa dalam hal ini mata kuliah kewirausahaan. 2. Setiap Mahasiswa hendaknya memiliki kesadaran yang tinggi akan arti pentingnya peningkatan hasil belajar di setiap semester, bukan hanya pada mata kuliah kewirausahaan saja namun pada mata kuliah yang lain, walaupun metode Reward tidak digunakan oleh pengajar/ dosen lain. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto. Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. PT. Rineka Cipta. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Aqib, Zainal, (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Untuk : Guru. Bandung: Yrama Widia Departemen Pendidikan Nasional. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Empat. Jakarta: Gramedia Pustaka Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Khodijah, Nyayu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Mudjiono dan Damayanti. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta Muliawan, Jasa Ungguh. 2016. 45 Model Pembelajaran Spektakuler. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Riduan. 2015. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru dan Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Sutama. 2010. Penelitian Tindakan Teori dan Praktek dalam PTK, PTS dan PTBK. Semarang: Citra Mandiri Utama. Sutama. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, PTK dan R & D.Kartasura: Fairus Media. Sadirman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. ______.2014. Kurikulum Program studi Pendidikan Akuntansi Univ. PGRI Palembang
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
137
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENGEMBANGAN KREATIVITAS WIRAUSAHA MAHASISWA MELALUI KOMUNITAS PENULIS Dina Purnama Sari Bahasa Inggris, Akademi Bahasa Asing BSI Jakarta E-mail :
[email protected] HP: 087881530152
Abstrak; Keterampilan menulis merupakan kemampuan mengolah kata yang dituangkan dalam ragam tulis. Dengan keterampilan menulis, maka mahasiswa dapat mengembangkan bakat serta minatnya menjadi seorang writerpreneurship, untuk berbagai macam tujuan, seperti skripsi, tugas kuliah, artikel, opini, feature, puisi, cerpen, novel, dan naskah drama. Writerpreneurship merupakan penulis yang berprofesi tak hanya menulis tapi mampu menjual tulisannya melalui berbagai media, salah satunya dapat dikembangkan melalui komunitas penulis. Tujuan penelitian yang didasarkan pada hasil kajian pustaka dengan pendekatan deskiptif ini, di mana obyek yang diteliti berkaitan dengan komunitas penulis, diharapkan dapat menjawab pertanyaan hubungan pengembangan kreativitas wirausaha mahasiswa dalam menulis (writerpreneurship) dengan keberadaan komunitas penulis saat ini. Diharapkan, dengan bergabungnya mahasiswa di komunitas penulis, dapat mengembangkan minat dan bakat menulisnya serta menghasilkan kreativitas wirausaha sebagai writerpreneurship. Kata Kunci: wirausaha mahasiswa, writerpreneurship, kreativitas
Abstract; Writing is a word-processing skill set forth in various writing styles. These skills are owned by students for various purposes, such as thesis, college assignments, articles, opinions, features, poems, short stories, novels, and drama script. With the writing skills, the students can develop the talent and interest to become a writerpreneurship. Writerpreneurship is a writer who works not only writing but able to sell his writings through various media, one of them through the author community. The purpose of this paper is based on the results of a literature review with the approach qualitative descriptively titled "Development of Entrepreneurship Student Creativity Through Community of Writers" and published on the National Panel Discussion Entrepreneurship Education "Advancing Entrepreneurship in Effort to Build Indonesia", Saturday, July 29, 2017 in Jakarta Unindra and e- Proceedings. Objects studied are related to the community of writers who can develop the creativity of writing into writerpreneurship. Hopefully, with the joining of students in the community of writers, can develop interest and talent to write it as well as generate entrepreneurial creativity as writerpreneurship. Writing is a word-processing skill set forth in various writing styles. These skills are owned by students for various purposes, such as thesis, college assignments, articles, opinions, features, poems, short stories, novels, and drama script. With the writing skills, the students can develop the talent and interest to become a writerpreneurship. Writerpreneurship is a writer who works not only writing but able to sell his writings through various media, one of them through the author community. The purpose of this paper is based on the results of a literature review with the approach qualitative descriptively titled "Development of Entrepreneurship Student Creativity Through Community of Writers" and published on the National Panel Discussion Entrepreneurship Education "Advancing Entrepreneurship in Effort to Build Indonesia", Saturday, July 29, 2017 in Jakarta Unindra and eProceedings. Objects studied are related to the community of writers who can develop the creativity of writing into writerpreneurship. Hopefully, with the joining of students in the community of writers, can develop interest and talent to write it as well as generate entrepreneurial creativity as writerpreneurship. Keywords: student entrepreneur, writerpreneurship, creativity
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
138
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Menulis merupakan keterampilan yang dapat dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan, salah satunya adalah mahasiswa. Keterampilan tersebut dilatih melalui berbagai macam kegiatan, seperti laporan tugas akhir, skripsi, proposal, dan makalah. Adapun, penulisannya sesuai dengan genrenya, yaitu fiksi atau nonfiksi. Jadi, keterampilan menulis seorang mahasiswa tidak hanya dipengaruhi bakat tetapi juga latihan menulis. Oleh karena itu, agar keterampilannya meningkat, bergabung dengan komunitas penulis merupakan salah satu pilihan untuk mengembangkan hal tersebut. Diharapkan, dengan bergabung komunitas penulis, mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan menulis serta kreativitasnya. Kreativitas tersebut tak hanya mengolah kalimat tapi juga memasarkan dan menjual produknya yang berupa naskah. Saat ini, komunitas penulis beraneka ragam, baik online maupun offline. Selain itu, anggotanya pun terdiri dari berbagai usia dan disesuaikan dengan minat anggotanya. Keanggotaan bisa diatur sesuai dengan kesepakatan bersama atau berdasarkan pendirinya yang disetujui oleh para anggota lainnya. Untuk mengetahui keberadaaan komunitas tersebut, mahasiswa dapat memanfaatkan jaringan di dunia maya, seperti media sosial, blog, vblog, media massa online, pertemanan di kampus, dan media literasi lainnya. Media literasi merupakan salah satu media yang mampu mengakomodasi kebutuhan penggunanya. Media literasi terdiri dari media cetak dan elektronik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menulis dapat dijadikan profesi kemudian berkembang menjadi writerpreneurship. Kemampuan memasarkan dan menjual karya tulisan kepada orang lain tak hanya diperoleh melalui komunitas penulis. Pengalaman dan pengetahuan lainnya diperoleh melalui mata kuliah kewirausahaan di perguruan tinggi. Secara umum, mata kuliah tersebut diharapkan menghasilkan generasi cerdas yang mandiri, kreatif, inovatif dan mampu menciptakan berbagai peluang pekerjaan (usaha). Oleh sebab itu, mahasiswa yang memperoleh pendidikan kewirausahaan mampu memajukan kewirausahaan dalam upaya membangun Indonesia. Agar tujuan tersebut tercapai, maka diperlukan peran aktif dari pihak lembaga pendidikan. Pihak lembaga pendidikan dapat melakukan banyak hal, di antaranya penyusunan kurikulum, meningkatkan sumber daya insani (dosen, staf, dan mahasiswa), membentuk entrepreneurship center, kerja sama dengan dunia usaha dan instansi pemerintah serta institusi atau lembaga lain yang berkaitan dengan kewirausahaan, dan memberikan penghargaan kewirausahaan. Selain itu, mahasiswa juga berperan aktif memajukan usahanya melalui kegiatan lain di luar kampus, seperti bergabung dengan komunitas penulis. Adapun, tujuan penulisan ini dibuat berdasarkan hasil kajian pustaka dengan pendekatan deskiptif kualitatif yang berjudul “Pengembangan Kreativitas Wirausaha Mahasiswa Melalui Komunitas Penulis” dan dipublikasikan pada Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”, Sabtu 29 Juli 2017 di Unindra Jakarta serta e-prosiding. Obyek yang diteliti berkaitan dengan komunitas penulis yang dapat mengembangkan kreativitas menulis menjadi writerpreneurship. Komunitas tersebut yang dijadikan bahan kajian pustaka adalah Forum Lingkar Pena dan beberapa komunitas penulis lainnya.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
139
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PEMBAHASAN Pengembangan Kreativitas Wirausaha Mahasiswa Melalui Komunitas Penulis Mengapa menulis? Menulis merupakan pekerjaan profesional yang dibutuhkan penerbit, institusi, perusahaan, organisasi, atau lainnya (Kang Arul, 2010: 3). Menulis merupakan keterampilan berbahasa setelah membaca. Di dalamnya, diperlukan kemampuan berbahasa yang baik dan benar sesuai dengan peruntukannya. Yaitu, menguasai tata bahasa dan pembahasan isi di dalamnya. Oleh karena itu, untuk menghasilkan tulisan yang baik dan benar, penulis perlu membaca banyak referensi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menulis dapat dikembangkan menjadi writerpreneurship dengan beberapa penguasaan ilmu lainnya. Komunitas penulis Merujuk pada penjelasan Tonnies dalam bukunya Community and Asociation yang terbit tahun 1955, komunitas terbagi dua, yaitu Gemeinschaft dan Gesellschaft (Rulli Nasrullah, 2010: 141 – 143). Gemeinschaft merujuk pada jenis komunitas yang berkarakter dimana setiap individu maupun aspek sosial yang ada pada komunitas tersebut berinteraksi secara vertikal dan horizontal, berjalan dengan stabil dalam waktu yang lama, adalah hasil dari adanya pertukaran ritual maupun simbol-simbol sebagaimana yang terjadi dalam interkasi sosial secara nyata yang dibangun face-to-face interaction. Pada pemahaman ini, komunitas tradisional. Gesellschaf kebalikan gemeinschaft, disebabkan oleh semakin banyaknya urbanisasi di kota-kota besar, Tonnies menjelaskan bahwa jenis komunitas ini memiliki kepentingan yang berbeda-beda, komitmen yang berbeda, dan tidak adanya ikatan antar individu juga norma dan nilai-nilai yang menjadi pengikatnya, hubungan antar individu sangat dangkal dan lebih bersifat instrumen formal belaka. Kata community menurut Syahyuti dalam Karlina M. Sari (lib.ui.ac.id/file?file=digital/126796-RB13K38p-Peran%20Library-Literatur.pdf diunduh Jumat, 27 Agustus 2017), berasal dari bahasa Latin, yaitu “Cum” yang mengandung arti together (kebersamaan) dan “Munus”, yang bermakna the gift (memberi) antara satu sama lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunitas merupakan sekelompok orang yang saling berbagi dan mendukung antara satu dengan yang lainnya. Secara umum, definisi komunitas, yaitu pertama, terbentuk dari sekelompok orang; kedua, saling berinteraksi secara sosial di antara anggota kelompok itu; ketiga, berdasarkan adanya kesamaan kebutuhan atau tujuan dalam diri mereka atau di antara anggota kelompok yang lain; dan keempat, adanya wilayah-wilayah individu yang terbuka untuk anggota kelompok yang lain, misalnya waktu (Karlina M. Sari, lib.ui.ac.id/file?file=digital/126796-RB13K38p-Peran%20Library-Literatur.pdf diunduh Jumat, 27 Agustus 2017). Berdasarkan bentuk dan karakteristiknya (Etienne Wenger, dalam Karlina M. Sari, lib.ui.ac.id/file?file=digital/126796-RB13K38p-Peran%20Library-Literatur.pdf diunduh Jumat, 27 Agustus 2017): a. Besar dan kecil, dapat dilihat berdasarkan jumlah anggota yang bisa mencapai 1000 anggota. Jika anggotanya banyak, maka biasanya dibagi menjadi sub divisi berdasarkan wilayah sub tertentu. b. Terpusat dan tersebar untuk wilayahnya baik satu domisi maupun berbeda. c. Berumur panjang atau berumur pendek, bisa tahunan atau pun kurang lebih dari jangka tersebut, d. Internal atau eksternal. Sebuah komunitas dapat bertahan sepenuhnya dalam unit bisnis atau bekerja sama dengan organisasi yang berbeda. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
140
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
e. Homogen atau heterogen dari latar belakang keanggotaannya. f. Spontan atau disengaja untuk pendirian dan pengembangannya. g. Tidak dikenal atau dibawahi sebuah institusi. Ada beberapa alasan mengapa seseorang bergabung dengan komunitas penulis, di antaranya, yaitu (Dina Purnama Sari, 2017: 11). a. Mengisi waktu luang. Biasanya, hal ini dilakukan karena seseorang memiliki banyak waktu senggang sehingga memutuskan untuk bergabung dengan komunitas penulis. b. Mewujudkan cita-cita sebagai penulis, penerjemah, dan hal-hal terkait dengan tulismenulis. Biasanya, hal ini merupakan salah satu alasan yang diberikan oleh peserta seminar atau workshop kepenulisan. Mereka berharap dapat mewujudkan citacitanya sebagai penulis, penerjemah, atau pun profesi lainnya di bidang tulismenulis. Secara umum, peserta yang memiliki alasan ini memiliki kemampuan dasar menulis yang cukup baik sehingga perlu dikembangkan. c. Memperluas jaringan pertemanan dan rekan bisnis. Alasan ketiga dilatarbelakangi oleh keperluan memperluas jaringan pertemanan dan rekan bisnis. Dengan mendapatkan jaringan pertemanan, maka akan memudahkan peserta menjadi penulis baik hobi maupun profesi. Adapun, rekan bisnis diperoleh melalui komunitas penulis agar memudahkan mencari team atau rekan bisnis dalam proses naskah. Keterampilan menulis untuk alasan ketiga bukan merupakan hal utama yang dimiliki oleh peserta. d. Menyalurkan hobi menulis. Alasan keempat dilatarbelakangi oleh pengembangan bakat dan minat menulis peserta seminar atau workshop tulis-menulis. e. Sebatas tertarik karena pertemanan. Alasan kelima dilatarbelakangi oleh ketertarikan menulis karena pertemanan yang diawali tawaran salah seorang anggota komunitas penulis kepada temannya yang diluar komunitas tersebut untuk bergabung sebagai anggota. Perekrutan dilakukan saat penerimaan anggota baru di komunitas penulis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunitas penulis adalah sekelompok orang yang saling berbagi dan mendukung antara satu dengan yang lainnya serta saling berkomunikasi berkaitan dengan dunia tulis-menulis untuk mencapai tujuan komunitas tersebut. Kreativitas Definisi kreatif menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Kang Arul (2010: 22-23), yaitu (1) memiliki daya cipta; hasil daya khayal (penyair, komponis, pelukis, dan sebagainya) dan (2) ciptaan buah pikiran atau kecerdasan akal manusia. Secara etimologi, kreativitas merujuk pada makna kemampuan untuk mencipta atau daya cipta (Kang Arul, 2010: 23). Lebih lanjut, Kang Arul (2010: 23) menyimpulkan bahwa penulis atau calon penulis sebaiknya memiliki kemampuan untuk mencipta naskah yang layak diterbitkan. Kelayakan tersebut tidak hanya berkaitan dengan ketaatan pemakaian tanda baca, kelengkapan kalimat, tapi juga faktor judul, keunikan penyajian tema atau sesuai dengan moment penerbitan naskah. Kreativitas wirausaha mahasiswa di bidang tulis-menulis, salah satunya dilakukan melalui perencanaan promosi (Kang Arul, 2010: 87 – 90). Perencanaan promosi ini berkaitan dengan pendekatan komunitas, pameran, bedah buku, maupun kegiatan promosi lainnya. Hal utamanya adalah membuat segmentasi pasar dan menyusun cara untuk menembus pasar tersebut. Kemudian, dipilih sesuai dengan jenis bukunya sehingga dapat dirancang teknik promosi dan penyebaran buku sebelum diterbitkan. Selain itu, promosi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
141
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
dilakukan berdasarkan latar belakang penulis, sasaran pembaca, sumber daya manusia, ketersediaan infrastruktur pemasaran, diferensiasi naskah, pengemasan naskah hingga menarik minat pembaca, publishing policy, editorial policy, dan dana yang diperlukan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan suatu karya. Karya itu diperoleh melalui hasil kecerdasan akal manusia, hasil daya khayal, dan sebagainya. Writers marketing Menurut Kang Arul (2010, 1-8), Writers Marketing merupakan salah satu pemahaman yang dapat dilakukan agar sukses menulis, memasarkan, dan menjual naskah. Writers Marketing merupakan perpaduan antara kemampuan menulis (writing) dan aspek menjual (marketing) yang dikombinasikan dengan kemampuan berkomunikasi (communication), dan melakukan promosi (promotion). Writing adalah setiap orang yang memutuskan menjadi penulis, ia harus mampu dan ahli tentang menulis, baik menulis fiksi maupun nonfiksi. Hal ini merupakan syarat mutlak bagi seorang penulis. Marketing merupakan kemampuan untuk menjual naskah yang dihasilkan penulis. Kemampuan ini penting karena penerbitan dan media merupakan industri bisnis sehingga penulis diharapkan mampu memilih penerbit dan media yang sesuai dengan genrenya atau mampu memenuhi harapan penerbit dan media. Communication merupakan aspek penting bagi penulis untuk menjalin hubungan dengan penerbit, media, institusi, atau user sebagai (calon) klien. Aspek ini berkaitan dengan bagaimana membuka hubungan baik dengan klien, menjaga dan mengelola tugastugas yang diberikan, serta memastikan bahwa klien puas dengan hasil yang dikerjakan. Promotion merupakan kemampuan penulis untuk melakukan promosi terhadap brand atau keberadaan penulis itu sendiri. Dengan demikian, klien akan mengetahui kemampuan penulis dan menggunakan kemampuannya tersebut. Kang Arul (2010: 5 – 33) mendefinisikan writers marketing sebagai puzzle yang membentuk penulis menjadi penulis professional dengan delapan kata kunci, yaitu culture, concept, consistency, creativity, competency-credibility, client focus, dan client networking. Culture berkaitan dengan mengelola waktu, serta membiasakan diri untuk menulis dan membaca. Consistency berkaitan dengan konsistensi menghasilkan karya, seperti komitmen, kedisiplinan, dan niat. Concept berkaitan dengan konsep yang dapat dipilih, yaitu apakah menulis merupakan pilihan menjadi profesi atau mengisi waktu luang. Creativity berkaitan dengan menghasilkan karya yang bagus, pengelolaan tema yang unik, menciptakan jaringan ke penerbit, melakukan promosi, menerapkan marketing communication, dan mengetahui serta memanfaatkan naskah di berbagai penerbit dan media. Competency-credibility berkaitan dengan kompetensi yang memadai serta bertanggung jawab untuk menulis dan menghasilkan sebuah naskah berdasarkan sumber ilmu yang sesuai dengan genre-nya. Client focus dan client networking berkaitan dengan penulis mampu menjalin kerja sama dengan pihak redaksi atau penerbit sebagai pihak yang akan membantu proses naskah yang dihasilkan. Ilmu lainnya berkaitan dengan writers marketing adalah katalog (Kang Arul, 2010: 94 – 95). Yaitu, pertama, kontak penerbit. Katalog seharusnya terdiri dari informasi alamat perusahaan penerbitan dan nomor telepon dan e-mail yang bisa dihubungi. Dengan menggunakan informasi tersebut, penulis mudah untuk menghubungi penerbit. Untuk mendapatnya, penulis dapat mengembangkan networking (jaringan) baik online maupun offline. Kedua, tema buku. Membaca katalog berarti membaca tema buku apa saja yang diterbitkan penerbit tersebut. Dengan mengetahui tema-tema tersebut, penulis mengirimkan naskah sesuai dengan yang dibutuhkan penerbit. Ketiga, yang belum PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
142
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
diterbitkan. Katalog yang dikumpulkan adalah dokumentasi buku-buku yang pernah diterbitkan oleh penerbit. Dengan demikian, penulis mengetahui topik naskah yang akan ditulisnya atau yang telah ditulisnya apakah sudah pernah diterbitkan oleh penerbit tersebut ataukah belum pernah diterbitkan. Berkaitan dengan writers marketing, dapat disimpulkan bahwa penulis tidak hanya mampu menghasilkan karya tulisannya di media literasi, tapi juga mampu mempromosikan dan menjualnya. Kemampuan tersebut dapat dikuasai melalui kemampuan menulis, berkomunikasi, menjual dan promosi sehingga akan menghasilkan wirausaha mahasiswa di bidang penulis, yaitu writerpreneurship. Writerpreneurship memerlukan keterampilan khusus agar berhasil. Oleh karena itu, diharapkan penulis mampu menjaga stamina menulisnya dengan catatan harian, bersosialisasi dengan penulis, rajin membaca tulisan orang lain, dan selalui berinovasi sehingga kreativitas sebagai penulis akan berkembang. Social marketing Hal lain berkaitan dengan kreativitas wirausaha mahasiswa di bidang penulis adalah social entrepreneurship (Alex Nicholls, 2006:7),”Social entrepreneurs have a vision of the future come true. It is up to us to help them succeed in order to ensure that the failures of the past do not become the failures of the future, and to build a world where all the people, regardless of geography, background, or economic status, enjoy and employ the full range of their talents and abilities.” Artinya, seorang wirausahawan sosial memiliki visi masa depan yang akan diwujudkan menjadi kenyataan. Hal tersebut membantu mereka untuk berhasil dalam rangka pemahaman bahwa kegagalan masa lalu tidak menjadi kegagalan masa depan sehingga hal tersebut dibangun untuk semua orang tanpa dipengaruhi oleh geografis, sosial, dan ekonomi dengan menggunakan berbagai bakat dan kemampuan mereka sehingga dapat dinikmati. Wirausahawan sosial merupakan salah satu pemahaman kewirausahaan baik teori maupun aplikasi pelaksanaannya dan dimanfaatkan bagi instansi, akademisi, ataupun legislator. Wirausahawan sosial dapat dipergunakan pada negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia. Hal tersebut karena dipengaruhi perkembangan komunikasi global dan teknologi. Perubahan yang cukup pesat dengan tumbuhnya perusahaan multinasional mengakibatkan lahirnya wirausahawan sosial. Sebagai mahasiswa yang sedang berwirausaha, hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya di bidang penulis. Perusahaan multinasional memerlukan penulis untuk mempromosikan produk mereka di berbagai media melalui tulisan. Hal ini dapat dimanfaatkan maksimal oleh mahasiswa sebagai individu dengan kreativitasnya sebagai wirausaha. Selain itu, mahasiswa dapat melakukannya dengan teman-teman dengan bekerja sama sebagai satu kelompok atau team di komunitas penulis untuk berkreativitas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wirausahawan sosial merupakan teori dan praktik yang dapat dilakukan oleh mahasiswa di bidang penulis. Wirausahawan sosial dipengaruhi perkembangan komunikasi dan teknologi dan berdampak pada perubahan yang positif. Yaitu, pengaruh perubahan perilaku yang baik untuk skala publik. Hal tersebut disebabkan oleh hubungan baik organisasi nirlaba. Beberapa komunitas penulis offline dan online Berdasarkan data Jumlah ISBN yang diterbitkan 2010 – 2015, diperoleh minat baca dan menulis di Indonesia cukup rendah. Akan tetapi, data tersebut berdasarkan jumlah ISBN (International Standar Book Number). Berikut adalah datanya:
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
143
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan jumlah minat membaca dan menulis seseorang tidak terlalu menggembirakan bagi pihak penerbit. Akan tetapi, walaupun demikian, beberapa orang yang bergabung dalam komunitas penulis terus berupaya untuk meningkatkan minat baca dan menulis. Beberapa di antaranya, yaitu sebagai berikut. a.Forum Lingkar Pena (FLP) terdiri dari para penulis produktif yang berusia muda dan produktif, pembaca karya anak bangsa, dan pecinta dunia literasi yang berdiri sejak tahun 1997. FLP merupakan salah satu organisasi penulis muslim yang banyak tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan di luar negara Indonesia. Sebagai organisasi, FLP menjadi bagian dari unit sosial yang terstruktur dan ter-manage untuk mencapai tujuan bersama. (Forum Lingkar Pena. 2013. “Profil” http://flp.or.id/profil/. diunduh Jumat, 28 Juli 2017). FLP dikritik sebagai pabrik penulis produktif namun minim kualitas. Hal tersebut dilatarbelakangi mayoritas anggota FLP yang merupakan penulis pemula, berusia muda— bahkan juga anak-anak sehingga mereka masih berproses belajar dalam tulis-menulis dengan ilmu yang minim. Hal itulah yang menyebabkan karya-karya anggota FLP masih perlu banyak perbaikan. Walaupun demikian, sebagian karya anggota FLP telah mendapatkan penghargaan baik tingkat nasional maupun internasional (Forum Lingkar Pena. 2013. “Profil” http://flp.or.id/profil/. diunduh Jumat, 28 Juli 2017). Adapun, visi dan misi FLP adalah sebagai berikut (Forum Lingkar Pena. 2013. “Profil” http://flp.or.id/profil/. diunduh Jumat, 28 Juli 2017). Visi Organisasi yang memberikan pencerahan melalui tulisan. Misi 1. Meningkatkan mutu dan produktivitas karya anggota sebagai sumbangsih berarti bagi masyarakat. 2. Membangun jaringan penulis yang menghasilkan karya-karya berkualitas dan mencerdaskan. 3. Meningkatkan budaya membaca dan menulis di kalangan masyarakat. 4. Memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi penulis.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
144
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
FLP sebagai komunitas penulis memiliki beberapa program kerja, yaitu internal, eksternal, dan 10 program unggulan (Forum Lingkar Pena. 2013. “Program Kerja” http://flp.or.id/program-kerja/. diunduh Jumat, 28 Juli 2017). Eksternal 1. Aktif memberikan sumbangan karya di dunia literasi Indonesia dengan karya yang bermutu, mencerahkan, dan memiliki nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alaminserta meluaskan pengaruh karya FLP di ranah internasional. 2. Memperjuangkan agar karya-karya FLP menjadi referensi dan arus utama dunia literasi di Indonesia. 3. Aktif terlibat dalam pengembangan minat membaca dan menulis masyarakat Indonesia. 4. Meluaskan jejaring dan bersinergi dengan berbagai organisasi dan instansi yang memiliki kesamaan visi dan misi dengan FLP, baik dalam maupun luar negeri, swasta maupun pemerintah. Internal 1. Terbentuknya sistem pengaderan yang menghasilkan penulis yang memiliki kemampuan mupuni dalam kepenulisan, keorganisasian, dan keislaman. 2. Tercapainya kemandirian finansial organisasi. 3. Terbentuknya tata kelola organisasi yang modern, efisien, dan transparan. 10 Program Unggulan Untuk mencapai tujuan tersebut, Badan Pengurus Pusat FLP 2013-2017 membuat 10 Program Unggulan yakni CAHAYA PELITA BERSAMA*: CAHAYA PELITA BERSAMA akan menjadi bingkai kerja BPP FLP 2013-2017 yang akan hingga ke wilayah-wilayah, cabang-cabang, dan ranting-ranting, baik di Indonesia maupun mancanegara. Apa penjabaran dari program tersebut? 1. Rumah Cahaya. Merupakan akronim dari “Rumah Baca dan Hasilkan Karya.” Rumah Cahaya akan dikelola secara modern, bukan sekadar ruang perpustakaan dan sekretariat FLP, tapi juga menjadi tempat berkarya, tempat mencurahkan ide, dan juga menjadi ujung tombak program-program FLP yang berhubungan dengan masyarakat. 2. Agen Perubahan. Pengaderan di FLP tidak semata mencetak seseorang yang memiliki kekuatan dalam karya, tapi juga mahir berorganisasi dan memiliki pemahaman keislaman yang baik. Diharapkan dari “kawah candradimuka” kaderisasi FLP, akan terbentuk stok pemimpin berkualitas, yang siap menjadi agen perubahan di tengah masyarakat. 3. 100 Buku Per tahun. FLP adalah komunitas penulis yang bertujuan membangun Indonesia Membaca dan Menulis. Setiap pengurus di tingkat pusat, wilayah, cabang hingga ranting akan berkompetisi dalam kebaikan untuk menghasilkan buku setiap tahun. 4. Pondok Pena Karya. FLP akan mengembangkan sentra pembelajaran terpadu yang meliputi kepenulisan, jurnalistik, sinematografi, kepemimpinan, writerpreneurship, serta keislaman yang moderat. 5. Portal Literasi. Menyadari kemajuan dunia teknologi informasi dan perubahan cara masyarakat dunia dalam mengakses informasi, FLP akan merancang portal literasi dalam tiga bahasa yakni Indonesia, Inggris, dan Arab, yang aktif dan interaktif. 6. Jurnal Literasi FLP. Dokumentasi karya akan digencarkan melalui penerbitan jurnal dan atau majalah yang terbit secara berkala. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
145
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
7.
Transliterasi Karya FLP. Sumbangan karya anggota FLP seyogyanya tidak hanya bisa dinikmati masyarakat Indonesia, etapi juga masyarakat dunia. Dalam kepengurusan ini, karya-karya FLP akan mulai diupayakan diterjemahkan ke dalam bahasa asing, bekerjasama dengan penerbit-penerbit di luar negeri. 8. Bisnis Barakah. FLP menyadari bahwa salah satu mesin penggerak organisasi adalah dana. Untuk itu FLP akan mengelola bisnis-bisnis yang barakah, transparan, dan berlandaskan syariat-Nya sebagai sumber pemasukan dana. 9. Soliditas Organisasi. Dunia literasi bukan hanya kerja individual, tapi juga kerja komunal. FLP akan mengupayakan tata kelola organisasi yang modern, egaliter, dan mengedepankan kepentingan umat dan organisasi di atas kepentingan individu. 10. Islam Rahmatan Lil ‘alamin. FLP akan berupaya penuh menjadi organisasi yang membawa rahmat bagi semesta alam. FLP bukan organisasi yang menggunakan alatalat kebencian, fitnah, dan adu domba sebagai senjata. Karya-karya FLP memberikan hiburan sekaligus pencerahan, memberikan solusi serta mengeratkan kebersamaan, memilih arus literasi yang santun, bijak, dan sesuai budaya Indonesia. Sehubungan dengan FLP sebagai komunitas penulis, mahasiswa dapat mengembangkan kreativitas wirausahanya di bidang tulis-menulis. Pada profil FLP melalui website resminya, dapat diketahui keanggotaan dan hal lainnya berkaitan FLP atau pun dunia tulis-menulis. Sebagai organisasi besar dengan struktur cabang, wilayah, dan pusat, maka sebagai writerpreneurship, mahasiswa dapat bergabung menjadi anggota aktif di dalamnya. Tahapan pertama adalah mendaftar keanggotaan kemudian mengikuti kegiatan perekrutan di dalamnya. Aturan keanggotaan FLP diatur dalam AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) yang dipatuhi oleh anggotanya. AD/ART dapat diperbaharui sesuai kesepakatan pada Musyawarah Nasional yang diselenggarakan lima tahun sekali. Kreativitas menulis dalam menuangkan ide dengan genre yang sesuai target pembaca dapat disalurkan melalui FLP. Selain itu, menulis dikembangkan tak hanya sebatas hobi namun juga profesi. Pengembangannya dapat menerapkan ilmu writer marketing. Yaitu, aktif menulis di berbagai media, misalnya mengikuti perlombaan menulis, mengirimkan tulisan ke media massa, menulis naskah buku, dan skenario. Selain itu, aktif mengikuti kegiatan FLP karena dengan aktif dalam keanggotaan FLP, akan memperluas jaringan, akses komunikasi global, serta memudahkan memasarkan dan menjual karya tulisan kepada sesama anggota atau dibantu oleh anggota untuk dijual kembali kepada pihak lain di luar anggota. Untuk mengetahui genre tulisan apa saja yang terdapat pada FLP, dapat dilihat pada link berikut: http://flp.or.id/ atau b. http://komunita.id/. Berikut adalah profilnya (tentang”. http://komunita.id/tentang/): Tentang Komunitas Indonesia Sejak awal berdirinya, ide negara Indonesia -yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan ribuan pulau- bermula dari berbagai komunitas dan ikatan sosial yang bersatu. Dalam perjalanannya, gagasan tersebut pun mengalami banyak ujian, namun hebatnya selalu dapat bertahan. Selama ini komunitas dikenal sebagai ikatan sosial yang berfungsi untuk mendapat dan menyebarkan informasi, serta membangun kesatuan untuk mencapai tujuan bersama. Ikatan sosial antarindividu dalam komunitas dan antara komunitas yang satu dengan yang lainnya lah yang hingga kini membentuk jati diri Indonesia.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
146
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Pertumbuhan komunitas di Indonesia sendiri mengalami ledakan di tahun 2009 hingga 2010, seiring dengan kemunculan media sosial dan mobile devices. Namun seiring berjalannya waktu, gempita komunitas di Indonesia seakan berkurang dan mulai meredup gaungnya. Informasi lengkap seputar komunitas pun tak mudah dijumpai, terlebih karena tak ada platform digital yang mengkhususkan diri di pengembangan komunitas di Indonesia. Bangkit Komunitas 2016 Hal itulah yang melatar belakangi SEBANGSA untuk menggagas sebuah gerakan bernama “Bangkit Komunitas 2016”. Di dalamnya terdapat 3 elemen pendukung, yaitu Kamar Penasihat Komunitas, Situs Online Komunitas (www.komunita.id), dan SEBANGSA sendiri sebagai Media Sosial yang bertujuan membangun komunitas. Pusat Informasi Komunitas KOMUNITA.ID hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi mengenai komunitas-komunitas di Indonesia. Mulai dari direktori komunitas, liputan acara, profil komunitas, profil penggagas komunitas, hingga tips ala komunitas pun tersaji dengan lengkap. Situs ini diharapkan dapat menjadi media informatif dan interaktif yang sanggup menghubungkan komunitas satu dengan yang lainnya, termasuk orang-orang yang memiliki minat untuk berkomunitas. KOMUNITA.ID juga akan menyediakan informasi tentang pengembangan komunitas, berupa panduan, tips dan juga lesson learned dalam berkomunitas dengan harapan komunitas Indonesia dapat tumbuh lebih bermanfaat lagi bagi masyarakat Indonesia. Untuk saran, kritik, dan penawaran kerja sama (media partnership, sponsorship, community partnership) kirim ke:
[email protected] Komunita. id merupakan portal berita yang menyebarkan informasi berkaitan kegiatan aneka komunitas, salah satunya komunitas penulis, yaitu dengan mengacu pada link http://komunita.id/?s=kepenulisan&post_type=listing. Dengan adanya pilihan direktori komunitas kepenulisan pada website http http://komunita.id/, maka mahasiswa dapat mengembangkan writerpreneurship. Penguasaan keterampilan menulis, teknologi, komunikasi, pemasaran, serta penjualan merupakan modal dasar yang dapat dikembangkan oleh mahasiswa. https://www.goodreads.com/ . Berikut adalah profilnya (Goodreads. 2007. “about us”. https://www.goodreads.com/about/us. diunduh Jumat, 28 Juli 2017.) Who We Are Goodreads is the world’s largest site for readers and book recommendations. Our mission is to help people find and share books they love. Goodreads launched in January 2007. Our Team » A Few Things You Can Do On Goodreads See what books your friends are reading. Track the books you're reading, have read, and want to read. Check out your personalized book recommendations. Our recommendation engine analyzes 20 billion data points to give suggestions tailored to your literary tastes. Find out if a book is a good fit for you from our community’s reviews. A Message From Our CEO and Co-Founder When I was in second grade, I discovered the Hardy Boys series. Ever since, I've loved to read — both for fun and to improve my mind. And I'm always looking for the next great book.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
147
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
One afternoon while I was scanning a friend's bookshelf for ideas, it struck me: when I want to know what books to read, I'd rather turn to a friend than any random person or bestseller list. So I decided to build a website – a place where I could see my friends' bookshelves and learn about what they thought of all their books. Elizabeth, my co-founder (and now my wife) wrote the site copy and I wrote the code. We started in my living room, motivated by the belief that there was a better way to discover and discuss good books, and that we could build it. Goodreads is that site. It is a place where you can see what your friends are reading and vice versa. You can create "bookshelves" to organize what you've read (or want to read). You can comment on each other's reviews. You can find your next favorite book. And on this journey with your friends you can explore new territory, gather information, and expand your mind. Knowledge is power, and power is best shared among readers. Otis Chandler CEO and Co-Founder Komunitas goodreads merupakan komunitas pembaca buku dari beberapa genre. Sebagai penulis, diperlukan referensi yang cukup sebagai bahan tulisan. Referensi tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara, misalnya membeli di toko buku, meminjam di perpustakaan, memfotokopi beberapa halaman penting, dan meminjam kepada teman atau kerabat dan keluarga. Perolehan referensi dapat dilakukan baik online maupun offline. Dengan demikian, kreativitas wirausaha mahasiswa di komunitas penulis tak hanya bergabung menjadi anggota kemudian memasarkan hasil tulisannya, tetapi juga menambah referensi yang sesuai dengan kebutuhannya. Pada komunitas goodreads, anggotanya dapat membaca referensi sesuai genre yang disukai atau diperlukan sebagai tambahan informasi. Kemudian, mereka akan diminta memberikan rating pada referensi yang dipilih. Para anggota juga dapat mengetahui referensi apa saja yang telah dibaca oleh anggota lain melalui website goodreads setelah terdaftar resmi dalam keanggotaannya. Pemanfaatan komunitas ini dapat meningkatkan kreativitas wirausaha mahasiswa. Dengan semakin banyak membaca, maka katalog bacaan mahasiswa pun semakin banyak dan mumpuni sehingga dapat dijadikan sebagai landasan ide menulis dan membuka wawasan keilmuan. Pemanfaatan jaringan dapat dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya oleh wirausaha mahasiswa. Pengamalan wirausaha sosial juga turut berperan aktif di dalamnya karena keanekaragaman keanggota pada komunitas goodreads. Pada komunitas goodreads, tak hanya sebatas membaca dan memberikan rating, namun juga diberikan aneka kuis, trivia, goodreads choice awards, dan penjualan buku online. Hal tersebut memudahkan anggotanya untuk menambah wawasan keilmuan kepenulisan baik fiksi maupun nonfiksi. PENUTUP Berdasarkan hasil kajian pustaka yang telah penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa menulis dapat dijadikan profesi dan menghasilkan keuntungan jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di antara kedua keuntungan tersebut dapat dikembangkan oleh wirausaha mahasiswa melalui pendidikan kewirausahaan, kreativitas, dan aktif sebagai anggota komunitas penulis. Dengan demikian, menjadi writerpreneurship merupakan salah
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
148
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
satu hasil dari proses pendidikan kewirausahaan sebagai upaya memajukan kewirausahaan dalam upaya membangun Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Forum Lingkar Pena. 2013. “Profil” http://flp.or.id/profil/. diunduh Jumat, 28 Juli 2017. Forum Lingkar Pena. 2013. “Program Kerja” http://flp.or.id/program-kerja/. diunduh Jumat, 28 Juli 2017. Goodreads. 2007. “about us”. https://www.goodreads.com/about/us. diunduh Jumat, 28 Juli 2017. Kang Arul. 2010. A Complete Guide for Writerpreneurship. Yogyakarta: Citra Media. Kuswara, Heri. “Strategi Perguruan Tinggi Mewujudkan Entrepreneurial Campus”. dalam http://www.dikti.go.id/strategi-perguruan-tinggi-mewujudkan-entrepreneurialcampus/ diunduh pada Jumat 28 Juli 2017. Dikti, 3 Feb 2012. Media Lintas Komunitas Indonesia. 2016. “komunitas kepenulisan”. http://komunita.id/?s=kepenulisan&post_type=listing. Diunduh Jumat, 28 Juli 2017. Media Lintas Komunitas Indonesia. 2016. “tentang”. http://komunita.id/tentang/. Diunduh Jumat, 28 Juli 2017. Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antarbudaya di era Budaya Siber. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Nicholls, Alex, edit. 2006. Social Entrepreneurship. New Models of Suistanable Social Change. USA: Oxford University Press. Sari, Dina Purnama. 2017. “Pemanfaatan Komunitas Kepenulisan sebagai Literasi Media”. Dipresentasikan pada Jumat Ilmiah, 9 Juli 2017, BSI Kampus Cabang Ciledug (G2). Sari, Karlina M. 2009. “Bab 2 Tinjauan Literatur”. dalam lib.ui.ac.id/file?file=digital/126796-RB13K38p-Peran%20LibraryLiteratur.pdf diunduh Jumat, 27 Agustus 2017. Wright, Mike. dkk., 2007. Academic Entrepreneurship in Europe. USA: Edward Elgar Publishing Limited. Zain, EM. 2014. “BAB II Kajian Teori”.digilib.uinsby.ac.id/181/6/Bab%202.pdf. Diunduh 4 Juni 2017. Halaman Persembahan Karya ilmiah ini saya persembahkan kepada kedua orangtua (H. Drs., Achmad Chotibudin, M.M., dan Hj. Titin Ida Priatni); suami (Ali Basauli Hasibuan S.E., M.M.,) dan almarhum kakak saya (Ahmad Zaen Muarif S.E.,) yang meninggal dunia pada Rabu, 19 Juli 2017. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
149
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
ALTERNATIF INDUSTRI KREATIF BERBASIS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Hilda Hilaliyah Ahmad Khoiril Anam Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Indraprasta PGRI hilda.unindra@gmail .com;
[email protected] Abstrak; Perhatian masyarakat Indonesia, baik pada kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa, terhadap bahasa Indonesia rendah. Akan tetapi, perhatian masyarakat tentang perniagaan atau kewirausahaan cukup tinggi.Hal itu membuktikan bahwa perhatian masyarakat pada perniagaan lebih tinggi daripada bidang kebahasaan. Oleh karena itu, kesadaran dan perhatian masyarakat atas bahasa Indonesia perlu ditingkatkan. Sebagai upaya untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap bahasa Indonesia penulis mencoba melakukan kolaborasi antara kedua hal tersebut, yaitu memanfaatkan kewirausahaan sebagai sarana untuk mempropagandakan nilai-nilai kebahasaan, khususnya bahasa Indonesia. Adapun bidang kewirausahaan yang dipilih adalah industri kreatif berbasis bahasa dan sastra. Industri kreatif berbasis bahasa dan sastra dapat berbentuk kaus, tas, stiker, topi, dan sweter yang di dalamnya berisi olah kata dan sastra. Olah kata tersebut dapat berupa kata baku dan tidak baku, kata bermotivasi, puisi, dan pantun. Alternatif tersebut dipilih sebagai salah satu bentuk usaha yang dapat dijadikan sarana untuk menyosialisaskan nilai-nilai bahasa dan sastra di dalamnya.Bahkan, dapat dijadikan sebagai salah satu industri kreatif yang dapat dikembangkan.Dengan demikian, alternatif industri kreatif berbasis bahasa dan sastra dirasakan sangat berpotensi menumbuhkan kesadaran masyarakat mencintai dan melestarikan bahasa Indonesia, terutama bagi penuturnya. Kata kunci: Industri Kreatif, Bahasa, Sastra Abstract; The attention of Indonesian societies, in which of children, teens, or adults, towards Indonesian language is in the low level. In the other hand, their attention to commerce and entrepreneurship issues tends to be high. It means that the attention towards commerce and entrepreneurship is higher than the one of language focus. Hence, it is necessary to increase society's attention to get involved actively with Indonesian language. As an effort, the writer tries to collaborate between those two issues, that is, to benefit the entrepreneurship as a media to proclaim language values, particularly of Indonesian language. As for the chosen entrepreneurship is creative industry that has language and literature basis. These can be in the form of shirt, bag, sticker, hat, and sweater in which language and literature are involved. That language involvement can be released in formal and in informal varieties, motivated words, poetry, and poem. That alternative is selected as one of the efforts which can be employed as the media to socialize language and literature values. Moreover, it can be also employed as one of the creative industries which can be developed. Therefore, the alternative of language and literature used in creative industry seems to potentially increase society's consciousness as well as to live and to preserve Indonesian language, particularly for its interlocutor. Key words: creative industry, language, literature PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
150
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Perhatian masyarakat Indonesia, baik pada kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa, terhadap bahasa Indonesia sangat rendah. Akan tetapi, perhatian masyarakat tentang perniagaan atau kewirausahaan sangat tinggi.Hal itu membuktikan bahwa perhatian masyarakat pada perniagaan lebih tinggi daripada pada kebahasaan. Oleh karena itu, kesadaran dan perhatian masyarakat atas bahasa Indonesia perlu ditingkatkan. Di samping itu, perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia terdapat fenomena baru di bidang ekonomi, industri, usaha, teknologi, informasi, dan sebagainya.Fenomena itu merupakan tantangan bagi bidang-bidang lainnya, khususnya ilmu kebahasaan, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia.Hal ini dapat dilakukan mengingat bahasa dapat masuk ke semua bidang ilmu dan semua sendi kehidupan, tak terkecuali bidang perekonomian industri kreatif. Sebagai upaya untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap bahasa Indonesia penulis mencoba melakukan kolaborasi antara kedua hal tersebut, yaitu memanfaatkan kewirausahaan sebagai sarana untuk mempropagandakan nilai-nilai kebahasaan, khususnya bahasa Indonesia. Adapun bidang kewirausahaan yang dipilih adalah industri kreatif berbasis bahasa dan sastra. Industri kreatif berbasis bahasa dan sastra dapat berbentuk kaus, tas, stiker, topi, dan sweter yang di dalamnya berisi olah kata dan sastra. Olah kata tersebut dapat berupa kata baku dan tidak baku, kata bermotivasi, puisi, dan pantun. Alternatif tersebut dipilih sebagai salah satu bentuk usaha yang dapat dijadikan sarana untuk menyosialisaskan nilai-nilai bahasa dan sastra di dalamnya. Artikel ini bertujuan memberikan gambaran tentang alternatif bentuk usaha yang dapat dijadikan sarana untuk menyosialisaskan dan mempropagandakan nilai-nilai bahasa di dalamnya. Di samping itu, penikmat industri kreatif seperti kaus, tas, stiker, topi, dan sweter semancam ini didominasi oleh kaum remaja. Usia remaja merupakan tahapan usia yang haus akan ilmu pengetahuan. Selain itu, orang di berbagai usia akan lebih tertarik ketika membaca bacaan-bacaan dari media kreatif yang digunakan. Oleh karena itu, alternatif ini dirasa sangat berpotensi menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap bahasa Indonesia dengan memanfaatkan kewirausahaan. Artikel ini bermanfaat untuk semua pihak, khususnya bidang kebahasaan, dalam hal ini bahasa Indonesia, dan bidang kewirausahaan, khususnya industri kreatif.Artikel ini secara tidak langsung memberikan alternatif bagi pengembang industri kreatif dan pengembang bahasa dalam menggerakkan dan memanfaatkan perkembangan perekonomian di Indonesia. Dengan demikian, industri kreaif berbasis bahasa Indonesia bermanfaat bagi perkembangan perekonomian serta pengembangan dan penyebaran bahasa Indonesia yang baik dan benar. PEMBAHASAN Kebangkitan Industri Kreatif Kebahasaan Keterbukaan pasar bagi berbagai industri memberikan peluang kreativitas olah piker dan keterampilan untuk mencapai berbagai produk dalam upaya memasuki pasar terbuka pada tingkat nasional ataupun regional (Masarakat Ekonomi ASEAN).Di samping itu, kemudahan transportasi dan teknologi informasi serta media promosi serba cepat dan canggih pada era sekarang ini sungguh memberikan peluang besar bagi upaya penggalian dan pengembangan industri kreatif (Sugono dan Tasai, 2010). Penggalian berbagai potensi industri kreatif kebahasaan di berbagai ranah kehidupan bermasyarakat dan penggarapan berbagai potensi itu akan menjadi industri kreatif. Selain sebagai basis industri kreatif, bahasa Indonesia juga mempunyai posisi sebagai medium dalam industri kreatif kebahasaan tersebut. Industri kreatif desain, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
151
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
fotofrafi, musikl, pertunjukan, kerajinan, arsitektur, dan kuliner tidak berbasis bahasa Indonesia. Namun, bahasa Indonesia itu tetap memainkan perannya dalam proses olah pikir, rasa, imajinasi, dan renungan untuk memberikan nama, informasi, propmosi, atau iklan pada industrikreatif tersebut. Selain itu, merek dagang, usaha/jasa, bangunan, permukiman, petunjuk lalu lintas, wisata, dan graffiti tidak terlepas dari peran bahasa sebagai medium industri kreatif (Sugono, 2012). Industri Kreatif Berbasis Bahasa Masyarakat dalam kehidupan masa kini memerlukan media, seperti iklan (tulis, audio, dan audio visual), olah kata, papan nama, spanduk, petunjuk (lalu lintas, jalan, wisata), peringatan, imbauan untuk melancarkan tujuan industrinya. Semua itu disajikan dengan medium bahasa.Hal itu disebut industri kreatif berbasis bahasa Indonesia (Sugono, 2014: 6). Industri kreatif berbasis bahasa dalam iklan mengalami perkembangan yang luar biasa, terutama iklan elektronik, baik televisi, radio, maupun internet.Kecerdasan memilih dan mengolah kata serta merangkai kata-kata sehingga terciptanya pesan promosi barang yang diiklankan merupakan aktivitas olah pikir dan kreativitas berbasis bahasa.Selain periklanan, ada juga industri kreatif berbasis bahasa lainnya, yaitu berupa olah kata.Industri ini betul-betul merupakan industri kreatif yang menjadikan bahasa sebagai basis kreativitas dalam memasyarakatkan, mengangkat, dan memberdayakan kearifan lokal untuk memotivasi, mendorong, mengkritik, mengingatkan, meminta, mengimbau, dan sebagainya dalam wujud ekspresi tertulis.Ekspresi tersebut dapat dituangkan pada kaus, topi, sandal, stiker, sweter, gantungan kunci, serta asesoris lainnya. Sebagai contoh pada kaus, misalnya meletakan kata baku dan tidak baku, idiom, peribahasa, pantun, serta kutipan puisi di bagian depannya. Selain itu pada stiker, olah kata dapat dieksperikan dalam bentuk kebahasaan yang beraneka ragam, mulai dari kata baku dan tidak baku hingga pantun jenaka, begitu pula pada asesoris lainnya. Berikut ini beberapa alternatif industri kreatif berbasis bahasa dan sastra yang dapat dikemas dengan berbagai produk. 1. Kaus Kata Baku
Gambar 1.Contoh altenatif kaus kata baku Sumber: https://tees.co.id/public/uploads/images PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
152
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
2. Kaus Berpantun
Gambar 2. Contoh altenatif kaus berpantun Sumber: Jurnal Desain Vol. 1 No.1 2013
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
153
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
3. Kaus Berpuisi
Gambar 3. Contoh altenatif kaus berpuisi Sumber:https://scontent-sjc2-1.cdninstagram.com
4. Kaus Motivasi
Gambar 4. Contoh altenatif kaus motivasi Sumber:https://3.bp.blogspot.com
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
154
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
5. Tas Berpantun
Gambar 5. Contoh altenatif tas berpantun Sumber:Jurnal Desain Vol. 01 No.01 2013 6. Stiker
Gambar 6. Contoh stiker berpantun Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 7. Contoh stiker berpantun Sumber: dokumentasi pribadi
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
155
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
7. Topi Berpantun
Gambar 8. Contoh altenatif topi berpantun Sumber: Jurnal Desain Vol. 01 No.01 2013 8. Sweter Berpantun
Gambar 9. Contoh altenatif sweter berpantun Sumber: Jurnal Desain Vol. 01 No. 01 2013 Industri Kreatif Berdaya Dukung Bahasa Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahasanya, baik bahasa nasional/negara, maupun bahasa daerahnya. Selain kekayaan bahasa, negara kepulauan ini memiliki kergaman budaya.Dalam keragaman budaya itu tersimpan berbagai potensi untuk dijadikan industri kreatif.Industri dalam kategori ini meliputi alih bahasa dan alih media (Sugono, 2012).Industri alih bahasa mencakup penerjemahan dan sulih suara. Pada pertemuan-pertemuan formal di Indonesia warga negara ataupun warga negara asing diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya, sesuai dengan undang-undang yang mengatur kebahasaan. Dalam PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
156
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
pertemuan tersebut, tidak semua warga negara asing mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Hal ini membuktikan bahwa alih bahasa, dalam hal ini adalah layanan penerjemahan untuk peserta tersebut sangat dibutuhkan.Selain itu, pengumuman atau iformasi di tempat-tempat umum perlu disertai terjemahan bahasa asing, baik lisan maupun tulisan. Tentu peletakan bahasa Indonesia harus berada di atas bahasa asing tersebut. Begitu pula sebaliknya, semua produk luar negeri (bahasa asing) yang masuk ke wilayah Indonesia, perlu penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia, baik informasi produk maupun petunjuk penggunaannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2009). Selain penerjemahan, industri kreatif berdaya dukung bahasa itu mencakup sulih suara. Penayangan film, sinetron, berita, dan bentuk lainnya yang menggunakan bahasa asing melalui media elektronik membutuhkan sulih suara ke dalam bahasa Indonesia atau minimum menyertakan teks tertulis di bagian bawah layar. Hal ini dilakukan agar masyarakan awam dapat memahami pesan dari film atau acara tersebut.Selain itu, industri kreatif, seperti mainan (basis kertas maupun elektronik) perlu digunakan sulih suara semacam ini juga. Pertumbuhan Ekonomi Kreatif Kebahasaan Kegiatan industri kreatif berbasis bahasa Indonesia ataupun berdaya dukung bahasa Indonesia menggunakan tenaga kerja professional di sejumlah keahlian (perancang, tim kreatif, pemasaran, peneliti, penerjemah, penyulih suara, editor/penyunting), tenaga lapangan, dan sebagainya. Kebutuhan tenaga-tenaga professional di bidang-bidang itu melahirkan pusat-pusat pelatihan tenagaindustri kreatif tersebut.Selain itu, penggalian potensi dan pengembangan industri kretif tersebut memerlukan tenaga-tenaga praktisi sehingga diperlukan pusat-pusat pelatihan tenaga terampil di bidang-bidang tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan industri kreatif dapat menggerakkan pengusaha kecil dan menengah.Sementara itu, pengusaha besar ikut berpartisipasi sebagai pemodal ataupun sebagai penyuluh bagi industri kreatif tersebut.Selain menggerakkan ekonomi kelas bawah dan menengah, kebangkitan industri kreatif kebahasaan tersebut turut member kontribusi bagi pengenalan identitas bangsa, baik pada tingkat nasional—terutama generasi muda—maupun pada tingkat internasional (Sugono, 2012). Bagaimanapun kebangkitan industri kreatif tersebut digerakkan juga oleh kekuatan bahasa Indonesia di dalamnya. Peran dan Kekuatan Bahasa Indonesia Di Indonesia ada tiga kelompok bahasa yang saling terjalin, yaitu (1) bahasa nasional, (2) bahasa daerah, dan (3) bahasa asing (Alwi dan Sugono, 2000). Bahasa daerah dan bahasa asing berperan sebagai pemerkaya bahasa Indonesia itu sendiri. Sebagai bahasa ibu atau B-1, bahasa daerah turut membentuk keperibadian anak suku bangsa bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sedangkan bahasa asing dimanfaatkan untuk sarana pergaulan dan akses dunia internasional (Sugono, 2010: 111—118). Bahasa Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, memainkan peran sebagai sarana penguasaan ilmu, teknologi, dan seni, serta pemerkukuh rasa nasionalisme dan persatuan bangsa.Selain itu, dalam perjalanan sejarah kehidupan masyarakat Indonesia telah memainkan peran sejak masuknya Islam di Nusantara. Pedagang-pedagang muslim dari timur tengah menggunakan bahasa Indonesia (bahasa Melayu) sebagai bahasa pengantar mereka dengan masyarakat Indonesia. Puncaknya, pengukuhan bahasa Indonesia terjadi pada peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang salah satu isi dari Sumpah Pemuda itu adalah pengukuhan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan negara Indonesia.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
157
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Kekuatan Bahasa Indonesia dalam Industri Kreatif Pascakemerdekaan, bahasa Indonesia makin memainkan peran strategis. Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara telah menjadikan bahasaIndonesia memasuki berbagai ranah kehidupan kebangsaan. Penggunaan bahasa Indonesia tidak hanya dalam menjalankan pemerintahan, tetapi juga telah meluas ke berbagai ranah kehidupan, antara lain dalam organisasi politik, perhubungan nasional, pergaulan antaretnis, perdagangan, dan perindustrian (Sugono, 2005). Pemerian merek dagang, nama usaha, tempat perdagangan, nama industri, nama produk, dan lain sebagainya menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah kehidupan itu telah membangkitkan rasa kebanggaan sebagai identitas kebangsaan satu kesatuan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia (Sugono, 2012). Kekuatan bahasa Indonesia sangat memengaruhi kehiduoan masyarakat dalam bertutur kata dan bertindak.Peribahasa sekalih kayu dayung, dua tiga pulau terlampaui dan sambil menyelam minum air mengingatkan masyarakat untuk berlaku efisien dan efektif dalam setiap menjalani aktivitas.Sementara itu, sikap kehati-hatian dapat dilihat pada berkata pelihara lidah, berjalan pelihara kaki. Sikap kehati-hatian itu dalam bertutur kata bertujuan agar tidak salah atau tidak menyinggung perasaan orang lain dan dalam berbuat agar tidak salah dalam melangkah. Sikap kecermatan dalam berbuat atau dalam melakukan sesuatu tampak pada peribahasa biar lambat, asal selamat.Sikap kehatian-hatian itu tidak mengutamakan keterlambatan, melainkan mengutamakan ketercapaian kehendak.Oleh karena itu, ungkapan bahasa jawa alon-alon waton kelakon, aja kliwat lebih tepat karena mengutamakan ketercapaian kehendak walaupun memakan waktu yang lebih lama.Namun, diingatkan aja kliwat, jangan pula terlalu cepat sehingga terlewat dari sasaran yang seharusnya dicapai. Masih dalam bahasa Jawa, ungkapan aja mung nyatur alaning liyan, ‘jangan hanya membicarakan kejelekan orang lain’ member peringatan tentang kebiasaan membicarakan kekurangan atau kejelekan orang lain (Sugono, 2008). Kekuatan bahasa dalam membentuk sikap bijak tersebut menjadi perhatian tim kreatif oleh kata sebagai bentuk alternatif industri kreatif. Kami memanfaatkan kekuatan bahasa untuk memengaruhi masyarakat agar menjani kehidupan ini dengan menjaga hubungan dengan sesama dan hubungan dengan Tuhan Sang Pencipta.Industri kreatif olah kata mengangkat kearifan lokal ang tersimpan di masyarakat ke dalam kehidupan kekinian, tertama di kalangan muda. Hal ini dibuktikan pada pemanfaatkan indutri kreatif oleh kata yang memanfaatkan kaus oblong, topi, tas, stiker, gantungan kunci dan lain sebagainya (Sugono, 2010). Sasaran ditujukan kepada kaum muda karena merekalah pelaku kehidupan banhsa ini ke depan. Pembelajaran peribahasa Indonesia sejak abad lalu tidak membawa hasil maksimal karena ungkapan-ungkapan tersebut hanya dilafalkan bedasarkan susunan kalimat dan artinya dalam sebuah buku pelajaran, buka diterapkan pada kehidupan sehari-hari.Tanpa disadari para pemakai kaus oblong dari industri kreatif, unsur kebahasaan telah mengingatkan orang yang membaca untuk melakukan kebaikan dan menjauhi larangan. Memberikan ilmu kebahasaan berupa kata baku dan tidak baku, diksi, pantun, puisi, dan unsure kebahasaan lainnya merupakan salah satu dari perbuatan baik dan pastinya bermanfaat untuk orang lain. Seseorang yang menjalankan dan mengamalkan kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain akan terkembang DNA positif pada dirinya. Sebaliknya sesorang yang melakukan kejahatan akan terkembang DNA negative pada dirinya (Murakami, 2012).
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
158
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENUTUP Kehidupan masyarakat Indonesia memiliki berbagai potensi besar di bidang industri kreatif.Bahasa Indonesia memiliki peranan penting, baik sebagai unsur utama maupun sebagai meduimnya saja. Oleh karena itu, pemilihan industri kreatif berbasis bahasa Indonesia sangat perlu dilakukan mengingat peluangnya sangat besar. Selain itu, nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya pun sangat banyak.Penggarapan potensi industri kreatif berbasis bahasa ini dilakukan melalui gerakan kolaborasi lembaga pengelola kebahasaan dengan para pengusaha industri kreatif di tanah air. Industri kreatif kebahasaan sangat strategis dimanfaatkan sebagai medium pemasyarakatan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Dengan demikian, keberhasilan semua itu turut menggerakan ekonomi masyarakat kelas bawah dan kelas menengah. Sebagai insan yang berkecimpung di dalam ilmu kebahasaan, khususnya bahasa Indonesia, penulis berharap kepada semua pihak untuk memanfaatkan industri kreatif sebagai sarana untuk menyampaikan ilmunya masing-masing, baik dalam bidang sains, sosial, seni, maupun bidang kebahasaan. Mengingat kebangkitan indsutri kreatif di zaman sekarang sangat pesat.Oleh karena itu pemanfaatan industri semacam ini terbuka lebar untuk bidang ilmu apapun. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2000. Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Undang-Undang No. 24 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Mega dan Nurhablisyah. 2013. “Memopulerkan Pantun Betawi Melalui Produk Distro” Jurnal DesainVol. 01 No.01 2013: 45-60 Murakami, Kazuo. 2012. Misteri DNA. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugono, Dendy. 2012. “Pengembangan Industri Kreatif Daya Dukung Bahasa”. Seminar Pengembang Industri Kreatif Berbasis Media, Teknologi dan Iptek, Yogyakarta. Sugono, Dendy. 2012. “Pengembangan Industri Kreatif Fisik dan Nonfisik. Seminar”. Seminar Pengembang Industri Kreatif, Yogyakarta, 19—20 November 2012. Sugono, Dendy. 2011. “The Language Attitude of Border People Insular Riau, West Kalimantan, East Kalimantan, North Sulawesi, and the Eastern Sunda Island”. Wacana, Volume 13, No. 1 April 2011, hlm. 166—184. Sugono, Dendy dan Amran Tasai. 2010. Peribahasa Indonesia: Kearifan Lokal Budaya Bangsa. Jakarta: Pusat Bahasa. Sugono, Dendy. 2010. “Pemertahanan Bahasa Nusantara”. Seminar Nasional Pascasarjana Universitas Diponogoro, Semarang, 6 Mei 2010. Sugono, Dendy. 2010. “Arah Pengembangan Bahasa Indonesia”. Kandai, Jurnal Bahasa dan Sastra, Volume 6.No. 2.Hlm. 111—118. Kendari: Bahasa Sulawesi Tenggara. Sugono, Dendy. 2010. “Industri Olah Kata Joger: PMDN dan PMA”. Jakarta: Pusat bahasa. Sugono, Dendy. 2008. “Olah Kata Dagadu: Industri Kebahasaan”. Jakarta: Pusat Bahasa. Sugono, Dendy. 2005. “Membangun Identitas Bangsa Melalui Bahasa dan Sastra Indonesia”. Seminar Nasional Bahasa dan Sastra, Jakarta, 30 Maret 2005. https://tees.co.id/public/uploads/imagesdiunduh 18 Juli 2017 https://scontent-sjc2-1.cdninstagram.com diunduh 19 Juli 2017 https://3.bp.blogspot.com diunduh 19 Juli 2017
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
159
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
SOCIAL MEDIA DAN SOCIAL SHOOPER TERHADAP MOTIVASI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA Indah Purnama Sari dan Siska Maya Program Studi Pendidikan Ekonomi, FIPPS Universitas Indraprasta PGRI Email :
[email protected] Abstrak; Pengangguran merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Indonesia. Salah satu diantara kompleksitas permasalahan pengangguran yang perlu diwaspadai adalah menjamurnya pengangguran terdidik. Pengangguran terdidik dimaknai sebagai pengangguran dengan latar belakang pernah mengenyam pendidikan tinggi. Perguruan tinggi sebagai lumbung angkatan kerja terdidik, perlu memikirkan upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran terdidik. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mengembangkan sikap mental, motivasi, dan pengetahuan kewirausahaan mahasiswa. Peneliti merumuskan permasalahan penelitian bagaimana pengaruh social media terhadap motivasi wirausaha pada mahasiswa, bagaimana pengaruh social shooper terhadap motivasi wirausaha pada mahasiswa, dan bagaimana pengaruh social media dan social shooper secara bersama-sama terhadap motivasi wirausaha pada mahasiswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara proportionate stratified random sampling. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa sosial media berpengaruh terhadap motivasi wirausaha pada mahasiswa sedangkan social shooper tidak berpengaruh terhadap motivasi wirausaha, namun secara simultan menunjukkan adanya pengaruh antara variabel independen yaitu sosial media dan social shooper terhadap variabel dependen yaitu motivasi wirausaha pada mahasiswa. Kata kunci : social media, social shooper, motivasi wirausaha Abstract; Unemployment is a serious problem faced by Indonesia. One of the complexities of unemployment issues that need to be watched is the proliferation of educated unemployment. Educated unemployed is interpreted as unemployed with a background of high education. The college as the gateway of the educated workforce needs to think about efforts to reduce the number of educated unemployed. Universities have a strategic role in developing students' mental attitude, motivation, and entrepreneurial knowledge. Researcher formulates research problem how social media influence to entrepreneur motivation to the student, how to influence social shooper to entrepreneurship motivation at the student, how influence social media and social shooper together to motivation of entrepreneur to the student. The method used in this research is quantitative method. The sampling technique was done proportionate stratified random sampling. This research get the result that social media influence to entrepreneur motivation at the student while social shooper does not have an effect to entrepreneur motivation, but simultaneously this research shows the influence between an independent variable that is social media and social shooper to a dependent variable that is entrepreneurship motivation in the student. Keyword : social media, social shooper, motivation of entrepreneur
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
160
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENDAHULUAN Salah satu masalah serius yang dihadapi Indonesia saat ini adalah pengangguran. Pengangguran disebabkan beberapa hal, seperti pemutusan hubungan kerja oleh beberapa industri padat karya sebagai dampak krisis ekonomi beberapa waktu lalu. Selain itu, trend dunia kerja (industri) saat ini adalah menggunakan pihak ketiga (outsourching) dalam hal pengelolaan sumber daya manusia. Hal ini menyebabkan peluang seseorang untuk menjadi karyawan tetap semakin kecil, karena umumnya seseorang yang bekerja melalui pihak outsourching berstatus karyawan kontrak yang harus siap untuk tidak diberdayakan kembali sewaktu-waktu. Pemicu pengangguran yang lain adalah lemahnya daya kompetisi angkatan kerja di Indonesia, kurangnya lapangan kerja dan lain sebagainya. Diantara kompleksitas permasalahan pengangguran yang perlu diwaspadai adalah menjamurnya pengangguran terdidik. Pengangguran terdidik dimaknai sebagai pengangguran dengan latar belakang pernah mengenyam pendidikan tinggi. Dari perspektif sosiologis, maraknya pengangguran terdidik menimbulkan persoalan baru yang lebih rumit dan membahayakan. Hal ini karena mereka rentan melakukan berbagai tindak kriminal menggunakan kemampuan intelektualitasnya, misal mencuri data-data penting milik sekolah melalui internet kemudian menggunakan data tersebut untuk tindak kriminal seperti penipuan berkedok informasi perolehan beasiswa. Tentu masih banyak contoh kejahatan lainnya yang dilakukan oleh orang-orang dengan kecerdasan intelektual yang tinggi. Perguruan tinggi sebagai lumbung angkatan kerja terdidik, perlu memikirkan upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran terdidik. Tidak dapat dipungkiri bahwa para alumni yang tidak mampu berkompetisi, tidak memiliki keterampilan lain diluar bidangnya, diperparah tidak proporsionalnya antara jumlah lapangan kerja dengan angkatan kerja, akan menyebabkan diantara para alumni ini kemudian berstatus sebagai pengangguran terdidik. Salah satu upaya mengatasi alumni menganggur, perguruan tinggi mewajibkan mata kuliah kewirausahaan dalam kurikulum semua program studi. Bahkan di beberapa kampus, seperti Universitas Indraprasta PGRI mewajibkan mahasiswa untuk mengampu mata kuliah kewirausahaan hingga dua semester yaitu Kewirausahaan I di semester 7 dan Kewirausahaan II di semester 8. Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mengembangkan sikap mental, motivasi, dan pengetahuan kewirausahaan mahasiswa. Melalui kurikulum yang memuat mata kuliah kewirausahaan perguruan tinggi memiliki harapan dan tujuan agar lulusannya tidak bingung dan canggung untuk terjun di masyarakat. Pada akhirnya, para lulusan akan memiliki mental sebagai seorang wirausaha, memahami dunia wirausaha, dan motivasi yang tinggi untuk berwirausaha sehingga tidak lagi menyalahkan perguruan tingginya yang menghasilkan lulusan menganggur (Sari, 2013). Pembelajaran kewirausahaan yang efektif dan fokus pada pengembangan soft skill akan membantu keberhasilan mahasiswa kelak. Hal ini mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan di Havard University bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja, karena kemampuan teknis (hardskill) hanya menentukan kesuksesan sebanyak 20%, sisanya ditentukan oleh softskill (Wibowo, 2011). Kewirausahaan akan membentuk pribadi unggul yang layak diteladani karena memiliki karakteristik seperti kreatif, jujur, berani menghadapi risiko, berani mengambil peluang, hidup tidak merugikan orang lain, dan sebagainya Pertumbuhan dan perkembangan motivasi wirausaha dalam pendidikan di perguruan tinggi menjanjikan harapan cerah bagi terciptanya sumber daya manusia yang mandiri dalam berpikir dan bertindak serta mampu menerapkan ilmu yang dipahaminya untuk kesejahteraan diri dan masyarakat. Keberhasilan perguruan tinggi dalam meningkatkan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
161
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
motivasi berwirausaha pada mahasiswa akan mendorong lahirnya wirausaha baru yang akan menerapkan keilmuwannya dalam menjalankan aktivitas wirausaha. Dengan demikian, perguruan tinggi perlu mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi wirausaha pada mahasiswa. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi wirausaha pada mahasiswa diantaranya adalah keberhasilan diri, toleransi akan risiko, dan kebebasan dalam bekerja (Sari, 2013). Ketiga faktor ini ada dalam diri seseorang, sehingga dapat dikatakan sebagai faktor instrinsik (internal). Selain faktor instrinsik terdapat faktor ekstrinsik (eksternal) yaitu lingkungan (Basrowi, 2011). Faktor lingkungan yang menjadi isu saat ini diantaranya adalah euforia penggunaan social media (Facebook, WhatsApp, Twitter, Instagram, Path, Telegram, Imo, Lindphone, dan lain-lain) yang mempengaruhi perilaku interaksi dan komunikasi dalam masyarakat. Pertumbuhan pengguna social media memberi peluang baru bagi inovasi pemasaran dan bisnis. Hasil riset Markplus Inc menunjukkan bahwa ada kecenderungan perilaku baru orang dalam berbelanja secara online yang sekarang lebih dikenal dengan social shooper (Indoworo, 2016). Fenomena social shooper juga membuka peluang bisnis khususnya yang berbasis online. Dengan demikian, kajian “Social Media dan Social Shooper terhadap Motivasi Wirausaha pada Mahasiswa” menjadi penting untuk dilaksanakan demi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Wirausaha Banyak sekali konsep dari para ahli tentang kewirausahaan, salah satunya adalah kewirausahaan merupakan suatu nilai sekaligus proses penciptaan dan penerapan kreativitas dan inovasi menangkap suatu peluang untuk memenangkan persaingan (Sunarya, Sudaryono, & Saefullah, 2011). Wirausaha tidak selalu identik dengan kepemilikan usaha. Wirausaha juga merupakan suatu jiwa dan nilai-nilai yang sangat mempengaruhi perilaku suatu individu. Pelaku kewirausahaan adalah seseorang yang memiliki jiwa wirausaha, mereka disebut sebagai wirausahawan (wirausaha). Seorang wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya. Ciri-ciri dan sifat wirausaha ini mudah dikenali melalui sikap dan perbuatan seseorang yang mencerminkan profil wirausaha. Beberapa ciri yang melekat pada seorang wirausaha adalah: percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi pada masa depan (Meredith, 2000). Seseorang yang telah memutuskan untuk menjadi pelaku usaha walaupun dalam skala kecil dapat disebut sebagai wirausahawan. Seorang wirausahawan perlu mengembangkan jiwa kewirausahaan seperti yang dikemukakan di atas. Beberapa kualitas wirausaha agar dapat berhasil menurut Rye adalah: seseorang yang berprestasi tinggi, pengambil risiko, pemecah masalah, pencari status, memiliki tingkat cadangan energy yang tinggi, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, menghindari ikatan emosi, memerlukan kepuasan pribadi (Sunarya, Sudaryono, & Saefullah, 2011). Menurut Zimmerer et al, kewirausahaan memberikan sejumlah manfaat diantaranya memberi peluang untuk mencapai potensi diri sepenuhnya (Sunarya, Sudaryono, & Saefullah, 2011). Motivasi Seorang wirausaha tidak terlepas dari motivasi. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti suatu keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong individu tersebut untuk melaksanakan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (Basrowi, 2011). Teori PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
162
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
motivasi pertama kali dikemukakan oleh Abraham Maslow yang popular dengan sebutan teori Motivasi Hierarki Kebutuhan Maslow. Maslow berpendapat bahwa hierarki kebutuhan manusia dapat dipakai untuk melukiskan dan meramalkan motivasinya (Sari, 2013). Menurut Maslow, kebutuhan manusia bertingkat sesuai dengan tingkatan pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Sunarya, Sudaryono, & Saefullah, 2011). Teori motivasi yang berikutnya adalah Teori Motivasi Berprestasi McClelland. Menurut McClelland dalam (Alma, 2009) pada dasarnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga kebutuhan, yaitu need for power (kebutuhan akan kekuasaan), need for affiliation (kebutuhan akan affiliasi), dan need for achievement (kebutuhan akan keberhasilan). Selanjutnya, terdapat teori dorongan dan tarikan (Push Theory dan Pull Theory) dari Gilad dan Levine (Widhari & Suarta, 2012). Menurut Push Theory, setiap individu didorong untuk menjadi wirausahawan oleh faktor-faktor eksternal yang bersifat negatif, seperti ketidakpuasan kerja, kesulitan mendapatkan pekerjaan, gaji yang tidak memadai, atau jadwal kerja yang tidak fleksibel. Sebaliknya, Pull Theory berargumentasi bahwa orang tertarik untuk menjadi wirausahawan karena hasrat akan kemandirian, kebebasan, aktualisasi diri, keberasilan, kekayaan, atau hal lainnya yang cenderung bersifat positif. Dalam perkembangannya, riset empiris membuktikan bahwa motivasi kewirausahaan lebih diakibatkan oleh faktor tarikan daripada faktor dorongan (Koesworo, Sina, & Nugeraheni, 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi seseorang untuk menjadi wirausahawan antara lain: kebebasan, impian personal, dan kemandirian (Saiman, 2009). Dalam kajian ini peneliti ingin membuktikan apakah social media dan social shopper sebagai faktor lingkungan memberi pengaruh terhadap motivasi mahasiswa untuk berwirausaha? Social Media Menurut Safko dan Brake “Social media mengacu pada kegiatan dan perilaku kalangan komunitas orang-orang yang bertemu secara online untuk berbagi informasi, pengetahuan, dan pendapat menggunakan media percakapan (Hariningsih, 2016). Media percakapan pada social media dilengkapi dengan aplikasi berbasis web yang memungkinkan seseorang dapat dengan mudah mengirimkan konten pesan baik berupa gambar, kata-kata, video, maupun audio. Social media merupakan media komunikasi yang interaktif Di era web 2.0 ini, para pengguna dunia digital internet mendapatkan cara untuk berhubungan satu sama lain. Cara baru tersebut dilakukan dengan hadirnya social media dalam bentuk blog, micro-blog (misal: Twitter), jaringan sosial (misal: Facebook, Instagram), upload video/ foto (misal Youtube, Flickr), dan lain-lain (Hariningsih, 2016). Menurut Sri Widowati, Country Director Facebook Indonesia, angka pengguna aktif bulanan jejaring sosial Facebook kini (di kuartal kedua 2016) sudah mencapai angka 88 juta di Indonesia. Jumlah ini mengalami kenaikan dibandingkan angka sebelumnya sebesar 82 juta pengguna pada kuartal ke-empat 2015. Raksasa jejaring sosial ini juga memilliki sejumlah layanan lain yang sama-sama memiliki basis pengguna yang besar, yakni layanan chatting WhatsApp dengan 1 miliar pengguna, Messenger juga mencapai 1 miliar pengguna, serta layanan photo sharing Instagram sebanyak 500 juta pengguna (Yusuf, 2016). Angka tersebut di atas adalah angka yang sangat potensial sebagai peluang bisnis. Sebagaimana hasil temuan literasi dari Hariningsih (Hariningsih, 2016) bahwa “Social media telah banyak dipelajari lebih dari 5-7 tahun karena potensinya untuk dapat PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
163
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
menjadikan bisnis mendunia (Piskorsi dan McCall, 2010). Kebanyakan literatur yang ada mengungkap penggunaan teknologi web 2.0 dan sosial media untuk tujuan periklanan word of mouth (Jansen, et al. 2009) dan viral marketing (Leskovec, et al. 2007). Sedangkan Gilfoil dan Jobs (2012) menemukan penggunaan platform social media untuk kesatuan komunitas, mendapatkan prospek, dan konsumen akhir baik secara aktif maupun pasif”. Dalam suatu kegiatan bisnis penggunaan social media adalah untuk komunikasi personal dengan konsumen, pemasaran dan iklan, mendata kebutuhan konsumen, memberikan respon pada konsumen, membantu pengambilan keputusan dan sebagai forum diskusi dengan konsumen. Berdasarkan penelitian penggunaan social media dapat meningkatkan penjualan hingga lebih dari 100% apabila perusahaann melakukan update informasi secara konsisten melalui media (Purwidiantoro, Kristanto S.W, & Widiyanto, 2016). Social Shooper Tingginya jumlah netizen (orang yang mengakses dan menggunakan internet) yang menggunakan social media berimbas pada aktivitas pembelian. Kemudahan akses internet menyebabkan perilaku konsumen berubah. Konsumen cenderung mencari kemudahan untuk mencari produk menggunakan fasilitas internet. Berdasarkan hasil riset Markplus Inc, ada kecenderungan perilaku baru seseorang dalam berbelanja secara online yang sekarang lebih dikenal dengan istilah social shooper (Indoworo, 2016). Perilaku baru yang dimaksud adalah: a. Hunt Deals Agar tidak salah beli, konsumen perlu melakukan justifikasi misalnya dengan cara masuk pada komunitas tertentu terkait produk yang akan mereka beli. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi/ rekomendasi dari layanan social media. Jika menggunakan Facebook, konsumen dapat menjustifikasi melalui tombol Like. Semakin banyak Like, berarti semakin terekomendasi. Konsumen juga bisa masuk ke forum-forum pendapat konsumen seperti Kaskus. Hal ini akan terus dilakukan oleh konsumen hingga ia memiliki keyakinan terhadap suatu produk tertentu dan melakukan keputsan pembelian secara tepat. b. Dare to Buy Menurut survey dari Nielsen, Indonesia menduduki posisi ke 3 dari 56 negara pada Consumer Confidance Index (CCI). Konsumen Indonesia menyatakan bahwa keuangan mereka pada posisi yang sangat baik selama 12 bulan kedepan. Biasanya konsumen yang memiliki CCI bagus adalah konsumen kelas menengah yang saat ini keberadaannya sedang tumbuh di Indonesia. Mereka adalah golongan eksekutif muda yang pada dasarnya merupakan pengguna layanan social media yang loyal. c. I want it know Saat ini media massa konvensional seperti koran, majalah, radio dan TV mulai kurang diminati konsumen. Sebagian besar orang lebih menyukai mencari berita melalui headline di Twitter. Mereka mengikuti trending topics dari komunitas mereka seperti teman, artis, politikus, ustadz dan lain lain. d. I do care Banyak pengguna social media ingin menujukkan sosialitas mereka dengan terlibat pada aksi-aksi penggalangan sosial melalui jejaring social media. e. Share Aktivitas berbagi informasi saat ini cenderung lebih terbuka. para pengguna social media cenderung terbuka dalam menyampaikan informasi bahkan lebih cenderung terbuka dibanding dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
164
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah suatu metode penelitian dimana data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2010). Berdasarkan tingkat eksplanasi, penelitian ini termasuk penelitian asosiatif. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Universitas Indraprasta PGRI yang berstatus aktif pada semester Genap tahun akademik 2016/2017. Berdasar data dari laman forlap.dikti.go.id total populasi pada penelitian ini sebanyak 32.616 orang mahasiswa (DIKTI, 2017). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara proportionate stratified random sampling. Hal ini karena populasi memiliki unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Berdasarkan Tabel Penentuan Jumlah Sampel dari Isacc dan Michael (Sugiyono, 2010) untuk jumlah populasi 32.616 (dianalogikan 40.000) orang, maka untuk signifikansi 5% jumlah sampel yang ditentukan sebanyak 345 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan memberikan seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden (Sugiyono, 2010). Kuesioner diberikan kepada 345 responden. Dalam penyebaran kuesioner peneliti melakukan kontak langsung dengan responden sehingga diharapkan responden dengan sukarela akan memberikan data yang obyektif dan cepat, mengisi kuesioner dengan jawaban yang sesungguhnya, serta untuk memastikan kuesioner kembali kepada peneliti dan meminimalkan ketidak kembalian kuesioner. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang dilakukan untuk menggali data atau informasi yang dianggap penting untuk dikaji lebih mendalam dalam penelitian ini. Studi dokumentasi juga dilakukan dalam penelitian ini dengan melakukan pengkajian terhadap sejumlah literatur atau kajian empiris yang relevan dengan tema penelitian. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner disusun berdasarkan indikator dari tiap variabel penelitian. Adapun skala pengukuran terhadap instrument menggunakan skala likert dengan rentang skor mulai dari 1 sampai dengan 5. Instrumen akan diuji dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha untuk mendapatkan instrument yang valid dan reliable. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif deskriptif dengan menggunakan alat bantu SPSS 23.0 for windows. Teknik analisis data yang digunakan adalah : Uji validitas dan uji realibilitas, Regresi linier berganda, Goodness of fit model regresi meliputi uji t, uji F, dan uji koefisien determinasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 345 kuesioner yang disebar, total kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 314 responden. Adapun gambaran tentang keadaan diri pada responden berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki sebanyak 44,90% dan perempuan 55,10%. Data responden berdasarkan usia adalah 95,86 % berada pada selang usia 18-25 tahun. Adapun berdasarkan semester yang ditempuh, 37,26% semester 4, 28,98% semester 6, 25,89% semester 2, dan selebihnya adalah semester 8 serta diatas semester 8. Data responden berdasarkan pengalaman menempuh mata kuliah Kewirausahaan adalah 83,44% belum menempuh/ belum mendapatkan mata kuliah Kewirausahaan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
165
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Regresi Linier Berganda Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan SPSS didapatkan data sebagai berikut. Tabel 1. Regresi Linier Berganda
Sumber : Data primer yang diolah, 2017 Model persamaan regresi yang didapat dari tabel 1 dalam bentuk persamaan regresi adalah sebagai berikut : Y = 49,357 + 0,383 X1+ 0,006 X2 Diperoleh bahwa kedua variabel bebas memiliki koefisien regresi dengan arah positif. Hal ini berarti bahwa peningkatan aktivitas di social media dan aktivitas social shooper akan meningkatkan motivasi kewirausahaan dalam diri mahasiswa. Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan hasil perhitungan dengan SPSS, didapatkan data sebagai berikut. Tabel 2. Koefisien Determinasi
Sumber : Data primer yang diolah, 2017 Dari Tabel 2 diketahui bahwa determinasi (adjusted R2) yang diperoleh sebesar 0,024. Hal ini menunjukkan 2,4% variabel terikat motivasi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variabel bebas yaitu social media dan social shooper. Dengan demikian hal ini juga menunjukkan bahwa motivasi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variabel lain sebesar 97,6 %. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t) Berdasarkan hasil perhitungan dengan SPSS, didapatkan data sebagai berikut.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
166
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Tabel 3. Uji t
Sumber : Data primer yang diolah, 2017 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa untuk variabel social media memiliki t hitung sebesar 2,942 dan signifikansi 0,004. Adapun variabel social shooper memiliki t hitung sebesar 0,111 dan signifikansi 0,912. Nilai t tabel untuk sampel sejumlah 314 dengan signifikansi 5% adalah 1,960. Dengan demikian karena t hitung variabel social media lebih besar dari t tabel maka dapat dikatakan variabel social media berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Demikian juga jika ditinjau dari signifikansi variabel social media kurang dari 0,05, menunjukkan bahwa variabel social media berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Adapun variabel social shooper memiliki t hitung sebesar 0,111 dan signifikansi 0,912. Dengan demikian karena t hitung variabel social shooper lebih kecil dari t tabel maka dapat dikatakan variabel social shooper tidak berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Demikian juga jika ditinjau dari signifikansi variabel social shooper lebih besar dari 0,05, menunjukkan bahwa variabel social shooper tidak berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Uji Signifikansi Pengaruh Bersama-sama (Uji F) Berdasarkan hasil perhitungan dengan SPSS, didapatkan data sebagai berikut. Tabel 4. Uji F
Sumber : Data primer yang diolah, 2017 Hasil uji F berdasarkan uji ANOVA atau uji statistic F, model menunjukkan nilai F sebesar 4,283 dengan probabilitas sebesar 0,009. Angka ini kemudian dikoreksi pada angka F Tabel yaitu 3,00. Karena F hitung (4,283) nilai lebih besar dari F tabel (3,00) dan nilai signifikansi tersebut (0,009) lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa motivasi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variabel social media dan social shooper secara bersama-sama atau semua variabel bebas secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
167
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Pengujian Hipotesis Pengujian Hipotesis 1 : Diduga social media berpengaruh signifikan dan positif terhadap motivasi berwirausaha. Berdasarkan pengujian SPSS diperoleh hasil pengujian pengaruh social media terhadap motivasi bewirausaha menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,942 dan signifikansi 0,004. Karena t hitung variabel social media lebih besar dari t tabel (1,960) maka dapat dikatakan variabel social media berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Adapun jika ditinjau dari signifikansi variabel social media kurang dari 0,05, menunjukkan bahwa variabel social media berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Dengan demikian hipotesis 1 diterima. Pengujian Hipotesis 2 : Diduga social shooper berpengaruh signifikan dan positif terhadap motivasi berwirausaha. Berdasarkan pengujian SPSS diperoleh hasil pengujian pengaruh social shooper terhadap motivasi bewirausaha menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,111 dan signifikansi 0,912. Karena t hitung variabel social shooper lebih kecil dari t tabel (1,960) maka dapat dikatakan variabel social shooper tidak berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Adapun jika ditinjau dari signifikansi variabel social shooper lebih dari 0,05, menunjukkan bahwa variabel social shooper tidak berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha. Dengan demikian hipotesis 2 ditolak. Pengujian Hipotesis 3 : Diduga social media dan social shooper secara bersama-sama berpengaruh signifikan dan positif terhadap motivasi berwirausaha. Hasil uji F berdasarkan uji ANOVA atau uji statistic F, model menunjukkan nilai F sebesar 4,283 dengan probabilitas sebesar 0,009. Karena F hitung (4,283) nilai lebih besar dari F tabel (3,00) dan nilai signifikansi tersebut (0,009) lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa motivasi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variabel social media dan social shooper secara bersama-sama atau semua variabel bebas secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. Dengan demikian hipotesis 3 diterima. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berikut ini akan dipaparkan simpulan berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan: 1. Social media memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap motivasi berwirausaha pada mahasiswa. Pengetahuan dan aktivitas di social media yang dilakukan oleh mahasiswa dapat meningkatkan jiwa wirausaha dalam diri mahasiswa. 2. Social shooper tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi berwirausaha pada mahasiswa. 3. Social media dan social shooper secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap motivasi berwirausaha pada mahasiswa. Semakin tinggi pengetahuan dan aktivitas di social media dan social shooper akan mendorong motivasi mahasiswa untuk berwirausaha. Saran Saran-saran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
168
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
1. Berkaitan dengan aspek social media, nampaknya umumnya responden masih menggunakan social media untuk mencari informasi, bukan untuk berbisnis. Penekanan pengetahuan tentang nilai manfaat yang lebih dari social media yang diaplikasikan dalam kurikulum mata kuliah Kewirausahaan diharapkan dapat meningkatkan motivasi serta keberanian mahasiswa untuk terjun ke dalam dunia wirausaha. 2. Berkaitan dengan aspek social shooper, diduga ada beberapa faktor yang menyebabkan minimnya pengetahuan dan aktivitas mahasiswa dalam melakukan hal pembelian online. Salah satunya adalah kurangnya atau minimnya informasi tentang keuntungan yang didapatkan konsumen ketika berbelanja online, serta lemahnya factor kepercayaan untuk melakukan transaksi online, mengingat ada beberapa pelaku online shoop yang melakukan kecurangan atau penipuan. Dalam hal ini dunia pendidikan harus segera mengambil peran, setidaknya untuk menanamkan dan membentuk pola perilaku atau sikap sebagai pelaku bisnis online yang jujur dan bertanggung jawab pada diri mahasiswa. Hal ini karena dengan semakin banyaknya wirausahawan online yang jujur dan bertanggung jawab, tentu akan meningkatkan faktor kepercayaan pada masyarakat untuk melakukan transaksi online, dengan demikian arus peredaran uang dan barang di dunia maya akan mengalami peningkatan yang signifikan dan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. UCAPAN TERIMA KASIH Dana penyelenggaraan penelitian ini dibantu oleh Universitas Indraprasta PGRI Jakarta melalui LPPM sesuai dengan kontrak Program Penelitian Nomor :0377/KP/LPPM/UNINDRA/V/2017. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM khususnya, dan Universitas Indraprasta PGRI yang telah menetapkan penulis sebagai penerima Hibah Penelitian DIPA UNINDRA. DAFTAR PUSTAKA Alma, B. (2009). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta. Basrowi. (2011). Kewirausahaan untuk Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia. DIKTI. (2017). Profil Perguruan Tinggi. Retrieved Maret 25, 2017, from forlap.dikti.go.id: forlap.dikti.go.id Hariningsih, E. (2016). kerangka Kerja Pengukuran Social Media Return on Investmen. JBMA Volume 3 Nomor 1 Maret , 19-31. Indoworo, H. E. (2016). Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Melalui peran Sosial Media. Jurnal Informatika UPGRIS Volume 2 Nomor 1 Juni , 45-55. Koesworo, Y., Sina, S. S., & Nugeraheni, D. ( 2007). Motivasi Berwirausaha di Kalangan Mahasiswa: aplikasi Theory of Planned Behavior. Jurnal Ekuitas Volume 11 Nomor 2 Maret , 269-291. Meredith, G. G. (2000). Kewirausahaan. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Piskorski, M., & McCall, T. (2010). Vision Statement: Mapping the Social Internet. Harvard Business Review , 7-8. Purwidiantoro, M. H., Kristanto S.W, D. F., & Widiyanto, H. (2016). Pengaruh Penggunaan Media Sosial terhadap Pengembangan Usaha Kecil Menengah . Jurnal Eka Cida Volume 1 Nomor 1 Maret , 30-39. Saiman, L. (2009). Kewirausahaan Teori, Praktik, dan Kasus-kasus. Jakarta: Salemba Empat. Sari, I. P. (2013). Pengaruh Keberhasilan Diri, Toleransi akan Risiko, dan Kebebasan dalam Bekerja terhadap Motivasi Berwirausaha pada Mahasiswa Program Studi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
169
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Bangkalan. Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan Volume 1 Nomor 1 April , 5-13. Sugiyono. (2010). Metode Peneitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta. Sunarya, P. A., Sudaryono, & Saefullah, A. (2011). Kewirausahaan. Yogyakarta: ANDI. Wibowo, A. (2011). Pendidikan Kewirausahaan (Konsep dan Strategi). Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR. Widhari, C. I., & Suarta, I. K. (2012). Analisis Faktor-faktor yang Memotivasi Mahasiswa Berkeinginan menjadi Wirausaha. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan Volume 8 Nomor 1 Maret , 54-63. Yusuf, O. (2016, Oktober 20). Jumlah Pengguna Facebook di Indonesia Terus Bertambah. Retrieved Maret 24, 2017, from tekno.kompas.com: http://tekno.kompas.com
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
170
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
EVALUASI EFEKTIFITAS BUSSINES PLAN TRAINING UNTUK GURU DALAM RANGKA MENINGKATKAN EDUPREUNERSHIP DI SMK BISNIS DAN TEKNOLOGI BEKASI Deddy Dariansyah dan Tjipto Djuhartono, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Email :
[email protected] Abstrak; Sebuah institusi pendidikan harus maju dan berkembang mengikuti perkembangan global, tidak terkecuali untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Salah satu hal yang harus dikembangkan sekolah menuju konsep kemandirian global adalah menciptakan lingkungan sekolah yang berkarakter edupreneur. Penelitian ini merupakan bagian dari riset kualitatif yang dilakukan di SMK Bisnis dan Teknologi dengan tujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian edupreneurship melalui kegiatan Bussines Plan Training yang dilakukan pada guru-guru di sekolah tersebut. Adapun yang menjadi objek riset ini adalah para peserta training yaitu seluruh guru yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, baik itu guru mata pelajaran kewirausahaan maupun guru non kewirausahaan. Model evaluasi yang dikembangkan untuk mengukur efektifitas pelaksanaan training menggunakan model Tyler. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan berdasarkan hasil evaluasi adalah pembuatan bussines center di sekolah menjadi bagian dari learning by doing bagi para guru maupun siswa sebagai action langsung atas bussines plan yang telah dibuat, selain itu rekomendasi dari riset ini juga menggambarkan bahwa kemampuan konsep dalam membuat bussines plan ternyata bukan hal yang utama, hal lain yang lebih penting dalam mengembangkan kondisi edupreuneurship di sekolah adalah digital age literacy, inventive thinking, effective communication, dan high productivity dalam berbisnis. Kata kunci : Edupreneurship, Sekolah Menengah Kejuruan, Bussnines Plan, PENDAHULUAN SMK sebagai bagian dari sekolah vokasional sangat berperan penting dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah Vokasional semakin meningkat, hal ini ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan SMK dari tahun ke tahun sangat signifikan, baik dilihat dari sisi perkembangan jumlah sekolah, kuantitas guru, maupun jumlah peminat siswa. Dibawah ini menunjukkan data terbaru terkait dengan kenaikan jumlah SMK yang ada di Indonesia mulai dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 yang bersumber dari badan pusat statistic nasional. Tabel 1.1 Perkembangan kuantitas SMK (Sekolah, Guru, Siswa) Sekolah
Guru
Siswa
Provinsi Pulau Sumatera Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau
2012/2013
2013/2014
2012/2013
2013/2014
2012/2013
2,170
2,274
39,845
42,157
806,668
822,148
51
50
973
1086
19995
20536
66
72
1091
1290
21399
21951
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
2013/2014
171
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Timur Pulau Kalimantan Pulau Sulawesi Indonesia
615
592
11,037
11,379
226,294
235,857
1,898
2,288
23,986
24,315
770,982
748,265
1,300
1,444
25,847
26,416
641,129
618,640
1,513
1,648
24,844
25,517
670,865
698,550
152
160
3,393
3,580
78,619
79,815
166
227
3388
3,614
75058
74,236
586
641
10125
11460
182120
185765
908
997
13377
14906
295864
296574
10,673
11,726
176,856
186,401
4,189,519
4,199,657
Sumber ; BPS data diolah Sejalan dengan perkembangan SMK yang semakin maju, pendidikan abad 21 mengalami perubahan ke arah globalisasi informasi dan teknologi. Agar para peserta didik di SMK mampu menjadi pemenang pada era global maka diperlukan beberapa kompetensi yang relevan dengan tuntutan kompetensi abad 21. Salah satu kompetensi yang perlu dimiliki oleh siswa sebagai peserta didik adalah kemampuan enterpreuner. Selain itu. karakter enterpreuner mampu membangun dan membuka lapangan kerja yang produktif, berdasarkan data dari BPS tahunn 2016 angka pengangguran mencapai 7.024.172. Kondisi ini semakin problematik dengan angka kewirausahaan di Indonesia yang masih rendah, Indonesia berada pada score 21,2 atau berada di urutan ke 90 dari 137 negara (The Global Entrepreneurship & Development Index 2017). Fakta ini menunjukkan pentingnya semangat kewirausahaan dalam mengatasi pengangguran dan produktifitas kerja bagi para lulusan sekolah, terutama Sekolah Menengah Kejuruan. Mengingat pendidikan SMK menjadi alternatif dalam mencetak sumberdaya manusia (SDM) yang handal dan mampu bersaing di era global. Pendidikan SMK jangan sampai menjadi sumber masalah akan tetapi diharapkan menjadi sumber penyelesaian masalah, sehingga ikut memecahkan masalah yang dihadapi bangsa dan negara, salah satunya adalah ikut berperan dalam mengurangi pengangguran yang semakin tinggi SMK diharapkan mampu menjadi solusi melalui penanaman pendidikan kewirausahaan yang dapat membangun etos dan daya saing SDM perlu ditumbuhkembangkan secara cepat dan terencana dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun SMK yang kompetitif dengan internalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam proses pembelajaranya. Melalui SMK para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan sesuai dengan bidangnya. SMK juga memberikan pendidikan kewirausahaan yang sejalan dengan kompetensi yang ada. Pendidikan kewirausahaan ini bertujuan untuk melatih siswa-siswi SMK untuk memiliki jiwa wirausaha, sehingga nantinya mereka dapat membuat lapangan pekerjaan sendiri setelah lulus (Abdul,2013). Harapan yang tinggi pada pendidikan SMK menjadi pemikiran bersama untuk mewujudkan pendidikan yang mampu bersinergi dengan kebutuhan dunia industri maupun menyiapkan lulusanya dengan sikap enterpreneurship yang baik. Pemikiran ini tidak lepas kondisi SMK yang masih dihadapkan pada permasalahan, sisi lain menjadi sekolah yang diharapkan mampu mengatasi berbagai macam pengangguran, namun pada sisi yang berbeda PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
172
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
SMK belum siap dalam berbagai aspek, hal ini terlihat dari permasalahan SMK sebagai berikut; sarana dan prasarana dalam mendukung praktik kerja yang masih minim, proses menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan masih bersifat instant tanpa proses yang tersusun baik dalam kurikulum yang memadai, masih dijumpai lulusan SMK yang belum mampu membangun usaha sendiri dan masih banyak lulusan SMK yang menganggur. Tingkat pengangguran tertinggi justru pada lulusan sekolah menengah kejuruan yaitu 9,84%, kompetensi lulusan SMK dengan permintaan dunia usaha dan industri belum sesuai (Tempo, 2016) Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan SMK belum mampu memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholder) dan lulusan SMK cenderung menjadi para pencari kerja dan masih banyak yang belum mampu untuk berwirausaha untuk mengembangkan dan mengimplementasikan keahlian yang didapat di SMK (Subijanto, 2012) Langkah awal pengembangan edupreneurship adalah menyiapkan guru yang mampu membimbing siswa agar mereka memiliki jiwa entrepreneur. Jika sumberdaya guru sudah siap, kebijakan peningkatan mutu dan budaya edupreneurship akan mendapat dukungan. Edupreneurship membutuhkan dukungan dari pendidik yang memiliki jiwa teacherprebeur. Pendidik yang memiliki jiwa teacherpreuners adalah pendidik yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan, menguasai banyak strategi mengajar yang inovatif, mempunyai gagasan dan strategi agar sekolah dapat meraih sukses yang tinggi, memiliki keterampilan dan komitmen untuk menyebarluaskan keahliannya kepada orang lain. Teacherpreuner merupakan bagian dari profesi yang melekat pada guru untuk mengembangkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak dimasa depan (Brinckmann J. (2007)) Ada banyak metode yang dapat dilakukan untuk mendukung dan meningkatkan karakter Teacherpreuner pada guru yaitu sebagai berikut : (a) Fasilitasi pelatihan dan peningkatan kualitas guru SMK; (b) Meningkatkan standar kualifikasi berbasis KKNI bagi lulusan SMK; (c) Melatih "guru dengan double kompetensi“; (d) Memberlakukan peraturan keharusan praktek pengalaman kerja bagi guru SMK; Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses pelatihan bussines plan terhadap guru SMK Bisnis dan Teknologi di Bekasi. Di dalam pelatihan ini diberikan berbagai kompetensi bagiamana membuat rencana bisnis atau bussines plan yang baik, sehingga mendorong semangat terbentuknya karakter edupreneurship. Business plan adalah dokumen tertulis yang disiapkan oleh wirausaha yang mengambarkan semua unsur-unsur yang relevan baik internal, maupun eksterhal mengenai perusahaan untuk memulai sewaktu usaha. Isinya Bering merupakan perencanaan terpadu menyangkut pemasaran, permodalan, manufaktur dan sumber daya manusia. Pelatihan yang diberikan kepada para guru SMK Bisnis dan Teknologi tentang kompetensi pembuatan rencana bisnis yang baik, perlu di evaluasi keberhasilannya dalam mencapai edupreneurship, alat evaluasi yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan model tyler. Model ini merupakan suatu proses evaluasi untuk menentukan sejauh mana keberhasilan suatu program mencapai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan. Proses evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, dan memeriksa sejauh mana tujuan tercapai dalam proses pelaksanaan pelatihan TINJAUAN PUSTAKA Kompetensi Kewirausahaan Kompetensi kewirausahaan (entrepreneurship) terbentuk dari sikap dan perilaku yang berasal dari pengalamannya sehari-hari. Seorang wirausahawan telah memiliki minat, bakat PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
173
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
dan perhatian pada pekerjaan tertentu dan mengerjakan pekerjaan secara profesional sehingga dapat memberi keuntungan dan kepuasan. Pengalaman sukses dan memperoleh keuntungan dapat menumbuhkan rasa percaya diri terhadap pekerjaan. Seorang wirausahawan selalu bersemangat ingin sukses, mau bekerja keras, cermat dengan tiap langkah kerja dan pengeluaran biaya, mencari peluang dan kesempatan untuk menciptakan pekerjaan dan mencari pengguna/pembeli tanpa mengenal waktu dan tidak pernah putus asa. Wickham, (2006:100) menyatakan bahwa untuk menjadi entrepreneur diperlukan kombinasi beberapa keterampilan antara lain pengetahuan industri yang sesuai, keterampilan manajemen umum dan motivasi pribadi'. Le Deis dan Winterton (2005) mengelompokkan 4 tipologi kompetensi yaitu kompetensi kognitif, fungsional, sosial dan meta-kompetensi. Kompetensi kognitif menggambarkan kemampuan di bidang pengetahuan dan pemahaman. Kompetensi fungsional berkaitan dengan keterampilan kerja. Kompetensi sosial berhubungan dengan perilaku dan sikap. Meta-kompetensi adalah dimensi keempat dan lebih kompleks, dalam hal ini berkaitan dengan 'memfasilitasi akuisisi kompetensi substantif lain. Edupreneurship Edupreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship yang unik di bidang pendidikan. Entrepreneurship adalah usaha kreatif atau inovatif dengan melihat atau menciptakan peluang dan merealisasikannya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah (ekonomi, sosial, dll). Entrepreneurship di bidang sosial disebut sosiopreneurship, di bidang edukasi disebut edupreneurship, di internal perusahaan disebut interpreneurship, di bidang bisnis teknologi disebut teknopreneurship (Ikhwan Alim, 2009). Oxford Project, (2012) menjelaskan edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi yang bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan baru dan keunggulan. Dua pengertian tersebut mengandung makna yang berbeda. Dalam pengertian pertama, edupreneurship lebih banyak berorientasi pada profit yang banyak memberi keuntungan finansial. Definisi kedua lebih umum yaitu semua usaha kreatif dan inovatif sekolah yang berorientasi pada keunggulan Kerangka Konsep Edupreneurship Pengembangan edupreneurship merupakan sebuah gagasan menyeluruh tentang bagaimana menyiapkan lulusan yang kompeten serta berjiwa wirausaha. Peta konsep yang ditawarkan untuk mengembangkan edupreneurship diilustrasikan pada gambar sebagai berikut:
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
174
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Edupreneurship
METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Didalam pelaksanaan penelitian ini, metode yang digunakan peneliti adalah metode deskritif yang bersifat follow up study . Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskritif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki ( Sugiyono, 2007 : 11 ). Beberapa fenomena yang dilihat hubungannya adalah pemberian training binis plan sebagai bagian dari strategi untuk menciptakan edupreneurship PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
175
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
di SMK Bisnis dan Teknologi Bekasi. Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1). Wawancara dalam bentuk in–depth interview. (2). Observasi dalam bentuk participant observation dan (3). Focus Group Discussion (FGD HASIL DAN PEMBAHASAN Lembaga pendidikan dinyatakan unggul jika mampu memberdayakan pendidik dan peserta didik untuk menjadi orang sukses dan menyumbang kesuksesan pada lembaganya. Kesuksesan lembaga pendidikan kejuruan dinilai dari seberapa besar lulusannya dapat terserap di dunia kerja atau berwirausaha. Untuk menjadi lembaga yang unggul, SMK diharapkan mampu menyiapkan siswanya agar memiliki kompetensi kerja sesuai tuntutan dunia industri atau memberi berbagai macam bekal pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi seorang wirausaha (entrepreneur) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diharapkan mampu membentuk karakter lulusannya supaya menjadi seorang entrepreneur. Untuk mewujudkan hal tersebut maka SMK juga diharapkan mampu memberi contoh pengembangan usaha kreatif dan inovatif yang berpotensi menambah income dana pendidikan. Lembaga pendidikan yang mengembangkan usaha kreatif dan inovatif pada sektor pendidikan diberi nama `EduPreneur` atau Pengusaha Pendidikan (Reena Agrawal, 2013).Sekolah Menengah Kejuruan memiliki potensi untuk mengembangkan edupreneurship. Jenis usaha yang mendukung prestasi akademik lembaga pendidikan menjadi unggul sekaligus membawa keuntungan finansial antara lain industri kreatif dan industri yang berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based industry). Industri kreatif merupakan industri yang berlandaskan pada kreasi intelektual yang cepat berubah, berinovasi tinggi, beresiko tinggi, memiliki keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru (Renstra Kemdag, 2010-2015). Jenis usaha yang termasuk ke dalam industri kreatif antara lain: arsitektur, periklanan, barang seni (lukisan, patung), kerajinan, disain, mode/fashion, musik, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, layanan komputer dan piranti lunak (software), radio dan televisi, riset dan pengembangan, kerajinan, serta film-video-fotografi. Industri berbasis ilmu pengetahuan adalah industri yang memperlakukan teknologi dan/atau sumber daya manusia sebagai input dari keberlangsungan suatu industri. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diarahkan untuk membangun kewirausahaan pendidikan (edupreneurship). Hal ini penting karena biaya penyelenggaraan praktik pendidikan kejuruan sangat mahal. Agar pendidikan kejuruan dapat membiayai sendiri tanpa mengandalkan bantuan pemerintah maka lembaga pendidikan kejuruan harus mengembangkan kewirausahaan berbasis pendidikan berdasarkan potensi yang dimilikinya . Berdasarkan alasan tersebut, diperlukan pemikiran mendasar tentang SMK yang mampu bersinergi dalam mewujudkan lulusan yang siap kerja dan memiliki sikap kemandirian yang dapat diandalkan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun edupreneurship dalam rangka menumbuhkan jiwa kewirausahaan. Edupreneurship yaitu melaksanakan kewirausahaan di bidang pendidikan merupakan kegiatan yang ditekankan pada usaha kreatif atau inovatif yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh prestasi sekolah dan menambah income.(Adi 2011) Edupreneurship membutuhkan sosok teacherpreneur yang memiliki budaya kerja ulet, tekun, rajin, kreatif dan inovatif. Teacherpreneur adalah seorang guru yang unggul dalam proses belajar mengajar, tanpa mengenal lelah dan tanpa pamrih mendidik para siswanya untuk menjadi seorang yang kreatif dan kompetitif dalam era global. Guru mengakui bahwa masalah kelas sebagai peluang untuk inovasi dalam proses belajar mengajar, dan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
176
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
menunjukkan kemauan untuk mengambil risiko melalui instruksi inovatif dan penggunaan teknologi instruksional (Oxford Project, 2012). Teacherpreneur adalah seorang guru atau dosen yang sangat famililier dengan masalah di bidang pendidikan. Mereka menggunakan kompetensinya (pengetahuan, keterampilan, sikap dan keahlian) untuk mengelola sebuah usaha mengatasi masalah pendidikan agar peserta didiknya memperoleh hasil akademik yang lebih baik. Teacherpreneurs adalah individu yang berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui kegiatan berikut: (a) innovation, (b) leadership; (c) publishing; (d) policy; (e) research dan (f) entrepreneurship (Kkohl. Edublogs.org, 26 Januari 2014). Peran teacherpreuner sangat tergantung dukungan lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat. Beberapa lembaga pendidikan memanfaatkan pendidik yang berpotensi menjadi teacherpreuner sebagai pengembang materi kurikulum, mentor, penyusun rencana strategis, menghasilkan pola-pola kerjasama dengan lembaga lain, dsb Usaha pendidik (guru dan dosen) sebagai seorang teacherpreneur tidak menyimpang dari pendidikan. Teacherpreneur selalu melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kegiatan penelitian dan perumusan kebijakan. Dia menjadi pemimpin (leader) bagi peserta didiknya. Usaha yang telah dilakukan kemudian dipublikasikan untuk menambah skor prestasinya. \ Ada berbagai peluang usaha yang dapat dilakukan oleh guru sebagai teacherpreuner antara lain: (1) menjadi penulis tidak tetap dari berbagai media publikasi; (2) berinteraksi dengan pasar global untuk menjual kecerdasan dan idenya sebagai ahli pendidikan dan peneliti; (3) pengembang produk pendidikan kreatif seperti media, buku, modul, alat laboratorium dan perangkat pembelajaran; (4) mengembangkan bakat pedagogis, menjual keahliannya dengan menjadi narasumber atau tenaga ahli di mana-mana; dan (5) menjadi inovator untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi peserta didik. Ada banyak metode yang dapat dilakukan untuk mendukung dan meningkatkan karakter Teacherpreuner pada guru salah satunya adalah dengan proses pemberdayaan melalui kegiatan pelatihan / training. Dalam kontek manusia sebagai makhluk individu pemberdayaan mengandung pengertian sebagai sarana yang memungkinkan individu untuk membuat keputusan (Bowen dan Lawler, 1992) dan sebagai fenomena pribadi di mana individu mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri (Phelan, C. & Sharpley, R. (2012). Menurut Baker, Gary. (2000) pemberdayaan adalah suatu proses sosial multi-dimensi yang membantu orang mendapatkan kontrol atas kehidupan mereka sendiri atau proses menumbuhkan daya (yaitu, kemampuan untuk melaksanakan) pada orang, untuk digunakan dalam kehidupan mereka sendiri, komunitas mereka, dan dalam masyarakat mereka. Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan merupakan usaha untuk membuat seseorang menjadi berdaya atau memiliki kemampuan menggunakan sumberdaya yang dimiliki dalam mencapai tujuan atau menghasilkan produk yang diinginkan. Pemberdayaan guru dalam proses training ini berfokus untuk tujuan pembuatan bisnis center di sekolah. Business center adalah pusat kegiatan bisnis atau pusat kegiatan ekonomi yang bertujuan mencari keuntungan. Business center adalah nama lain dari unit produksi. Biaya pendidikan di SMK mahal, oleh sebab itu SMK disarankan memiliki program untuk mencari keuntungan melalui kegiatan pengadaan barang, jasa, dan fasilitas lain yang dapat dijual atau disewakan. Tema bisnis plan dalam menciptakan teacherpreunership menjadi isu utama dalam proses pelatihan yang dilakukan selama 3 hari. Efektifitas proses pelatihan di ukur dengan model evaluasi Tyler. Model ini, merupakan suatu proses evaluasi untuk menentukan sejauh mana keberhasilan suatu program mencapai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang sudah PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
177
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
ditetapkan. Proses evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, dan memeriksa sejauh mana tujuan tercapai dalam proses pelaksanaan program. Tyler Evaluation Model, Prinsip dasarnya adalah kecocokan antara tujuan/tujuan atau sasaran-sasaran yang ditetapkan, dengan hasil-hasil capaian (outcomes) secara actual dari program tersebut. Kriteria yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan adalah sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam desain program. Temuan perbedaan atau kesenjangan antara data objektif dengan criteria yang ditetapkan, akan digunakan untuk memperbaiki kekurangan / kesalahan program. Berikut ini adalah hasil evaluasi pelatihan Bisnis Plan kepada guru SMK Biinis dan Teknologi dalam menciptakan edupreneurship dengan menggunakan model evaluasi Tyler Tabel 3 Tyler Evaluation Model Bussines Plan Training Tujuan Pelaksanaan Bussines Plan Training Pemberdayan guru menuju teacherpreneurs hip sehingga mendukung pencapaian tujuan sekolah kejuruan yang Edupreneurship
Dimensi
Perancangan Produk / Jasa
Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Training Terbangun identitas di benak guru untuk membuat bisnis dengan produk/ jasa dengan positioning tertentu di sesuaikan dengan karakter sekolah SMK Bistek
Hasil-hasil Capaian Pelaksanaan Training
Rekomendasi
Belum terbangun positioning untuk product / jasa yang akan di rancang untuk bisnis yang akan dijalankan, yang terbentuk baru jenis produk yang kan dibuat dalam bisnis belum kea rah target positioning
Membuat Bussines Center di Sekolah dan menciptakan gambaran positioning baik untuk produk maupunn jasa
Perceptual map untuk Kelayakan Usaha
Terbentuk peta persepsi peserta pelatihan/guru terhadap posisi bisnis yang akan dijalankan yang didasarkan pada atribut kelayakan usaha misalnya tingkat IRR, Payback Period, NPV
Peta persepsi peserta pelatihan belum terlihat batas yang jelas antara satu alat analisis kelayakan bisnis dengan alat yang lainnya
Membuat simulasi dengan menghadirkan pelaku bisnis yang sesungguhnya, serta mendemonstrasikan metode paling sederhana dalam mengukur tingkat kelayakn bisnis, dan berbagai resiko yang melekat didalmmnya jika setiap studi analisi tidak terpenuhi pada sat akan memulai bisnis.
Kreatifitas dan Inovasi
Bisnis yang dijalankan mampu meningkatkan income bagi sekolah
Output bisnis plan yang dihasilkan pasca pelatihan mayoritas berfokus pada bisnis kuliner yang belum terbangun inovasi dan kreatifitas, konteks pemasaran produk yang dibuat oleh peserta pelatihan juga masih
Beberapa teknik pemasran online menjadi solusi untuk pemasaran produk bisnis plan para guru sehingga mendorong teerciptanya edupreunership yang sesuai harapan
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
178
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Study Oriented
Bisnis yang dijalankan di Sekolah sebagai bagian dari Edupreunership tetap berfokus pada proses pembelajaran, artinya tidak menggangu proses kegiatan belajar dan mengajar .
konvensional belum mendongkrak terciptanya edupreunership Belum mengarah pada peningkatan prose pembelajaran kewirausahaan dikelas
Membentuk system schedule dengan time line yang jelas dalm bisnis plan yang telah dibentuk, disesuikan dengan kalender pendidikan sekolah
SIMPULAN Simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) perlu membangun kewirausahaan pendidikan (edupreneurship) yang inovatif dan kreatif 2. Pemberdayaan guru menjadi salah satu langkah utama untuk mencapai teacherpreneurship yang mengarah pada edupreneurship 3. Bussnies Plan Training untuk para guru bagian dari strategi menuju edupreneurship perlu dievalusi efektifitas ketercapaian tujuan program pelatihan tersebut, salah satunya dengan model evaluasi tyler. 4. Rekomendasi hasil evaluasi pelatihan model Tyler menyebutkan bahwa pembuatan Bussines Center di Sekolah dapat membantu menciptakan gambaran positioning baik untuk produk maupunn jasa yang akan dibuat DAFTAR PUSTAKA Abdul Haris. (2013). Peranan Pendidik dalam Pembelajaran Berbasis Teaching Factory di Sekolah Menengah Kejuruan. Kiat BISNIS Volume 5 Nomor 2 Juni 2013 Adi, A. S. (2011, April 4th). Membangun Jiwa Wirasusah Siswa SMK. Retrieved October 14, 2015, from aniesmedia.blogspot.co.id: Baker, Gary. (2000). Marketing Management. Twelved Edition. New York: MC Graw Hill, Inc Brinckmann J. (2007) Competence of top management teams and success of new technologybased firms: a theoretical and empirical analysis concerning competencies of entrepreneurial teams and the development of their ventures, Wiesbaden: DUVInternational Commission on Education for the 21st Century: (2012). Developing 21st Century Competencies: An International Concern. http: www.unesco.org. Ikhwan Alim. (2010). Peranan ITB dalam Pengembangan Kewirausahaan. Menteri Koordinator Kkohl. Edublogs.org (26 Januari 2014) Welcome to Teacherpreneurship! Provided by WPMU DEV -The WordPress Experts Majalah tempo tahun 2016 artikel bebas , “ SMK dan Dunia Pengangguran” Halaman 24-25
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
179
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Oxford Project. (2012). Leading through Edupreneurship. Copyrighted to Oxford Community Subijanto. (2012). Analisis Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuaruan. JurnalPendidikan dan Kebudayaan, Vol.18, NO. 2 , 164. Pengembangan Kemahasiswaan Kabinet KM ITB 2009-2010. Diperoleh dari http://ikhwanalim. wordpress.com/ Pengembangan edupreneurship di SMK Phelan, C. & Sharpley, R. (2012) Exploring Entrepreneurial Skills and Competencies in Farm Tourism . C.J.
[email protected] School of Sport, Tourism & The Outdoors, University of Central Lancashire Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. (Edisi Revisi). (Cetakan ke 15). Bandung; Alfabeta. Wickham P. A. (2006) Strategic Entrepreneurship, Harlow: Pearson Education. Winterton J., Le Deist F. D. and Stringfellow E. (2006) Typology of knowledge, skills and competences: clarification of the concept and prototype, Luxembourg: The EU Centre for the Development of Vocational TrainingSchools,
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
180
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PRINSIP DAN PENERAPAN BERWIRAUSAHA YANG BERETIKA PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH Lindiawatie Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Email :
[email protected] Abstract; In the real life, We often found someone ignores the role of ethics in
entrepreneurship. Various entrepreneurship are not ethical among others not transparent in delivering information products that result in consumer harm and others. Principles and ethical values which should be held in entrepreneurship. This article was created to expose the principle and the application of ethical entrepreneurship not only refers to the positive law but also refers to the rules of the Shariah Economy. Method of article is the qualitative by study of literature is through data capture-data derived from regulatory legislation, the Quran and the Hadith, the research journals and textbooks that support the writing of it. Then analyzed and taken his conclusion.In fact the role of ethics in entrepreneurship very important standard, reference and basic grounding. Because entrepreneurship who ignore ethics will harm its business rapidly or slowly. Entrepreneurship that run in unethical will reduce consumer confidence and ultimately reduce sales and profits. Therefore very important implementing the principle and the application of ethical entrepreneurship refers to provisions of the regulators as well as the principles and rules of Islamic economy that was substantially is universal. Keywords : Entrepreneurship, Ethic, Shariah Economy
PENDAHULUAN Pekerjaan dan usaha apa saja yang dijalani oleh setiap orang hendaknya dilaksanakan secara benar dan profesional, termasuk berwirausaha. Tidak semua orang memiliki keinginan berwirausaha karena berwirausaha membutuhkan niat, ketekunan, kesabaran, ilmu pengetahuan serta kerja keras yang berproses secara kontinu. Wirausaha merupakan upaya seseorang untuk menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri bekerja sama dengan orang lain menciptakan dan menawarkan barang dan jasa. Berwirausaha adalah keputusan yang mulia karena membantu orang lain memperoleh pekerjaan. Pada awalnya berwirausaha dapat dilakukan secara individu melalui jenis usaha-usaha tertentu yang berskala rumah tangga yang bersifat usaha ultra mikro (10 juta Rupiah) atau usaha mikro (kurang dari 50 juta Rupiah), misalnya pembuatan kue skala mikro. Jika ditekuni dengan kesabaran dan terus-menerus berinovasi serta pantang menyerah maka peluang usaha sekecil apa pun dapat menjadi besar. Namun tidak semua orang mampu melakukannya. Kebanyakan orang tidak sabar, mudah menyerah dan malas berinovasi karena kurang pengetahuan yang menyebabkan kegiatan usahanya kurang berkembang dan tidak maju. Pada hakikatnya berwirausaha merupakan kegiatan ekonomi yang sangat besar manfaatnya untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu perlu diciptakan aturan yang memudahkan setiap orang untuk berwirausaha dan kondisi lingkungan yang mendorong persaingan usaha yang sehat. Pada kenyataannya tidaklah PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
181
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
mudah berwirausaha di tengah lingkungan masyarakat yang tidak menciptakan persaingan yang sehat, sehingga muncullah sikap dan perilaku wirausaha yang cenderung mengabaikan nilai etika dan moral baik hukum positif dan agama. Persaingan yang tidak sehat dalam menjalankan usaha akan mendorong mereka yang tidak sabar mengambil jalan pintas yang relatif cenderung melanggar hukum dan agama. Berbagai macam kasus banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan mulai dari rakyat biasa hingga korporasi seperti penimbunan BBM dan barang-barang kebutuhan pokok dengan tujuan untuk menaikkan harga, menjual produk oplosan, iklan yang menipu, kredit fiktif, investasi palsu, vaksin kesehatan palsu dan mengandung babi dan lain sebagainya. Akibat persaingan yang tidak sehat tersebut menyebabkan jenis usaha yang berada di tingkatan mikro (aset kurang dari 50 juta rupiah) atau pemula dalam berwirausaha relatif sulit maju dan berkembang karena selalu kalah dalam dunia usaha yang berlaku hukum rimba. Kendala klasik masalah permodalan menjadi alasan bagi pemula kesulitan mengembangkan jaringan bisnisnya. Akhirnya kegiatan usaha tersebut hanya bisa naik satu tingkat dari usaha mikro menjadi tingkatan usaha kecil (aset 50 – 500 juta Rupiah) dan beruntung bisa naik tingkatan menjadi usaha menengah (500 juta – 10 Milyar atau 50 Milyar Rupiah). Butuh waktu bertahun-tahun merintis usaha menuju tingkatan atas atau posisi puncak piramida yaitu jenis usaha skala besar dengan tingkatan konglomerasi (holding). Proses tahap demi tahap mencapai tingkatan-tingkatan dalam berwirausaha mulai dari tahap ultra mikro, mikro, kecil, menengah dan atas membutuhkan ekstra kesabaran, ketekunan, dan semangat pantang menyerah menyikapi keadaan dunia usaha yang cenderung berlaku hukum rimba, dimana jenis usaha yang kuat dari segala aspek mulai dari permodalan, jaringan bisnis, kemampuan lobi dan kolusi baik dengan penguasa, regulator, serta aparat keamanan, penguasaan dan kedalaman ilmu pengetahuan, teknologi dan berhimpun dalam asosiasi bisnis atau kartel (mafia), maka jenis usaha yang demikian pada era modern ini cenderung relatif akan lebih mudah bertahan di tengah lingkungan persaingan yang semakin ketat. Oleh sebab itulah selain diperlukan kesabaran, ketekunan dan kerja keras, seiring dengan proses yang berjalan, dalam berwirausaha pun juga dibutuhkan sikap dan tindakan yang berlandaskan nilai-nilai etika, moral, susila, hukum dan agama.Berdasarkan permasalahan tersebut, Penulis terdorong keinginannya untuk berbagi ilmu pengetahuan mengenai bagaimana berwirausaha yang beretika sesuai aturan dalam pandangan ekonomi syariah. Atas dasar itulah artikel ini ditulis. Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pemula dalam berwirausaha untuk memahami secara mendalam aspek etika baik secara hukum dan agama yang harus dijadikan landasan dasar dalam menjalani proses usaha. Prinsip dan penerapan berwirausaha yang beretika diambil dari sudut pandang ekonomi syariah. Mengapa penulis tertarik menggali prinsip dan penerapan berwirausaha yang beretika dari sudut pandang ekonomi syariah? Karena pengetahuan yang terdapat dalam ilmu ekonomi syariah bersifat sangat komprehensif yang menjangkau aspek materi dan non materi.Artinya berwirausaha dalam pandangan ekonomi syariah tidak semata-mata mencari profit dengan landasan nilai etika (akhlak) dan moral saja tetapi terdapat kekuatan tauhid (invisible hand) yang menjadi landsan utama, akar dan fondasi yang sangat kuat dalam menjalankan wirausaha sehingga lebih mampu bertahan di tengah persaingan yang tidak sehat. Keadaan ini sulit dijumpai pada lingkungan persaingan bisnis di era modern ini. Ada pun, kerangka berpikirnya adalah sebagai berikut:
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
182
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Persaingan usaha yang tidak sehat
Hukum rimba dunia bisnis (kapitalisme)
1. Mengabaikan nilai etika, moral, hukum dan agama 2. Melanggar hukum dan agama
Menghambat usaha menjadi maju dan berkembang
Prinsip dan penerapan berwirausaha yang beretika Menurut perspektif ekonomi syariah
Gambar 1. Kerangka Berpikir
TINJAUAN PUSTAKA a. Wirausaha Menurut Winarno (2011), “wirausaha adalah seseorang yang mampu menghasilkan atau menciptakan nilai tambah melalui pematangan ide-idenya dan menyatukan sumber daya yang dimilikinya serta mewujudkannya”. Kasmir (2013), “wirausah aadalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan”. Sementara itu, Ating Tedjasutisna (2004) mengemukakan bahwa: ”Wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumbersumber data yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan tindakan yang tepat guna dalam memastikan kesuksesan”. b. Etika Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etika adalah ilmu tentang baik dan buruk dan tentang kewajiban hak dan moral (akhlak). Menurut Velasquez (2005) , meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas, etika adalah semacam penelaahan sedangkan moralitas merupakan subjek. Arti moral dalam KBBI adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Moral merupakan ajaran budi pekerti, akhlak atau susila. Etika menurut Keraf (1991) dalam Sofyan (2011), memberikan ruang untuk melakukan kajian dan analisis kritis terhadap nilai dan norma moral yang mengatur perilaku hidup manusia baik pribadi maupun kelompok. Etika adalah upaya untuk menegakkan realitas. Sofyan (2011) sebagaimana mengutip dari Fisher dan Lovell (2003), Etika dekat dengan nilai, tetapi keduanya memiliki perbedaan. Etika adalah bidang ilmu yang harus dipelajari, sedangkan nilai adalah perasaan yang datang dengan sendirinya dan merupakan keyakinan tentang benar dan salah yang selalu mengarahkan perilaku kita PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
183
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
pada perbedaan. Etika diambil dari buku dan diskursus soal teori dan filosofi tentang benar dalam kehidupan sehari-hari. Nilai diperoleh dari interaksi dengan keluarga, teman sekerja atau organisasi. Nilai tidak dipelajari tetapi dipahami melalui interaksi. Menurut Sofyan (2011), karena etika menyangkut tentang hal baik dan buruk, mau tidak mau etika berhubungan dengan dengan agama dan hukum. Agama merupakan sumber moral atau sumber nilai yang menentukan baik dan buruk bahkan memaksa manusia mengamalkan tingkah laku yang baik dan menghindari yang buruk. Sementara hukum merupakan norma yang ditetapkan negara dan adat untuk memaksa manusia mengikutinya dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya agar tercipta ketentraman dan ketenangan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kesadaran moral berada di hati nurani sehingga penerapan etika sangat berhubungan dengan hati nurani. c. Ekonomi Syariah Chapra (2000) menyatakan bahwa Islam adalah keimanan universal yang sederhana, mudah dimengerti dan dinalar. Ia didasarkan pada 3 prinsip fundamental yaitu tauhid (keesaan), khilafah (perwakilan) dan ‘adalah (keadilan). 1. Tauhid mengandung arti bahwa alam semesta didesain dan diciptakan secara sadar oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, yang bersifat esa dan ia tidak terjadi karena kebetulan. Segala sesuatu yang diciptakannya memiliki tujuan. 2. Khilafah Manusia adalah khalifah-Nya atau wakil-Nya di bumi. Ia telah dibekali dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta materiil untuk memungkinkannya hidup dan mengemban misinya secara efektif. Dalam kerangka kekhalifahannya, ia bebas dan mampu berpikir dan menalar untuk memilih mana yang baik, yang buruk, jujur atau tidak jujur dan mengubah kondisi kehidupannya, masyarakat dan perjalanan sejarah. Secara fitrah, ia baik dan mulia. Konsep khilafah memiliki implikasi persaudaraan universal, sumber-sumber daya di muka bumi adalah amanat, sikap dan gaya hidup sederhana, prinsip kebebasan manusia (sesama manusia tidaak bisa memperbudak sesamanya). 3. ‘Adalah Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan. Penegakan keadilan dan penghapusan semua bentuk ketidakadilan telah ditekankan dalam Alquran sebagai misi utama para Rasul Allah. Keadilan merupakan bentuk ketaqwaan. Komitmen Islam terhadap persaudaraan universal dan keadilan menuntut semua sumber-sumber daya di tangan manusia sebagai suatu titipan dari Allah dan harus direalisasikan dan dimanfaatkan untuk tujuan syariah (maqashid syariah). Ilmu ekonomi Islam menurut Mannan (1997), adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Permasalahan dasar ilmu ekonomi antara ekonomi modern dengan ekonomi Islam adalah sama yaitu sama-sama mencari solusi atas kelangkaan sumber daya. Perbedaan antara keduanya terletak pada aspek spiritualnya. Ilmu ekonomi Islam memandang manusia sebagai makhluk sosial religius yang dikendalikan oleh nilai-nilai Islam (menjunjung tinggi sikap spiritual), sedangkan ilmu ekonomi modern memandang manusia sebagai makhluk sosial yang mementingkan kepentingan individu dan tidak mempermasalahkan pertimbangan nilai-nilai (mengabaikan sikap spiritual) Menurut Nasution et al (2007), Ilmu ekonomi Islam memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Harta kepunyaan Allah dan manusia adalah khalifah atas harta tersebut b. Ekonomi terikat dengan akidah, syariah dan akhlak PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
184
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
c. d. e. f. g. h. i.
Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan Keseimbangan antara kepentingan umum dengan kepentingan individu. Jaminan kebebasan individu Negara berhak mengatur kegiatan perekonomian Bimbingan dalam perilaku konsumsi, produksi dan investasi Pengeluaran zakat Larangan riba
METODE Paper ini ditulis dengan metode studi literatur. Sumber data-data yang digunakan adalah sumber-sumber literatur yang mendukung penulisan paper ini yaitu dengan mempelajari berbagai literatur yang terkait dengan penelitian meliputi buku-buku, artikelartikel, hasil penelitian dan kajian, jurnal dan lain-lain.Terkait dengan judul artikel ini yang menjadikan ekonomi syariah sebagai acuan dalam berwirausaha yang beretika maka Penulis lebih banyak mengambil sumber referensi dari buku-buku yang bertemakan ekonomi syariah. Penulis akan lebih banyak mengkaji prinsip dan penerapan berwirausaha yang bersumber dari Sumber hukum Islam Alquran dan Hadist yang merangkum garis besar pemahaman Islam sehingga muncullahprinsip-prinsip ekonomi syariah secara umum. Kemudian menghubungkan prinsip-prinsip ekonomi syariah tersebut dengan bagaimana seharusnya seorang pemula dalam berwirausaha menerapkannya dalam kehidupan nyata. Pada akhirnya terwujudlah bagaimana berwirausaha yang beretika sesuai aturan ekonomi syariah.Teknik analisis pustakanya dengan cara mengumpulkan referensi, menganalisa, dan menarik kesimpulan. Secara umum gambaran kerangka teknik analisis pustakanya seperti berikut ini:
Alquran
Tauhid
Prinsip Ekonomi syariah
Khilafah
Penerapan dalam berwirausaha
Berwirausaha yang beretika
Hadist Keadilan (keseimbangan)
Gambar 2. Teknik Analisis Pustaka
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
185
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Prinsip Ekonomi Syariah dalam Berwirausaha Seorang pemula dalam berwirausaha ataupun mereka yang sudah menjalani wirausaha perlu menyadari akan pentingnya berwirausaha yang beretika. Berwirausaha memang tidak mudah dijalani karena pasti akan menemukan banyak persoalan demi persoalan untuk dapat meningkatkan kapasitas dan tingkatan usahanya dari skala paling mikro sampai menuju puncak piramida usaha (konglomerasi). Meskipun terkadang terdapat beberapa wirausaha yang mengalami kesulitan untuk mencapai satu tingkat di atasnya, akan tetapi masih lebih baik usaha tersebut tetap bertahan di tengah-tengah kondisi persaingan yang menjurus kepada persaingan tidak sehat. Sering pelaku usaha kurang menyadari bahwa kelangsungan usaha mereka (sustainable) dapatbertahan bahkan dapat berlanjut menuju tingkatan usaha yang lebih tinggi apabila mereka menjalani secara komprehensif bagaimana berwirausaha yang beretika dengan berlandaskan pada fondasi yang paling prinsipil yaitu prinsip-prinsip berwirausaha yang mengacu kepada prinsip-prinsip yang berasal dari keyakinan agama. Penulis mengacu kepada prinsip-prinsip berwirausaha yang beretika berdasarkan sudut pandang ekonomi syariah, karena substansi ekonomi syariah pada dasarnya bersifat universal yang bermakna substansi tersebut dapat diterima oleh agama berbeda. Substansi tersebut adalah nilai-nilai kejujuran (transparansi), keadilan, tanggungjawab sosial lingkungan dan lain-lain. Oleh sebab itulah penting bagi wirausahawan untuk memahami prinsip-prinsip berwirausaha yang berlandaskan keyakinan agama. Dan bagi seorang muslim penting memahami prinsip-prinsip berwirausaha yang mengacu pada prinsipprinsip ekonomi syariah yang pastinya bersumber dari Alquran dan Hadist Nabi Muhammad Saw. Berdasarkan penelusuran studi literatur dari beberapa pustaka, maka Penulis mendapatkan alur pemikiran bahwa apabila penerapan dari prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam berwirausaha dijalani secara menyeluruh dari berbagai segi mulai dari segi manajemen organisasi dan budaya, pemasaran, produksi, keuangan, SDM serta tanggungjawab sosial terhadap lingkungan sekitar yang terdiri dari lingkungan masyarakat dan lingkungan fisik (tanah, udara, sungai, dan sebagainya), maka usaha tersebut relatif lebih mudah bertahan bahkan dapat berlanjut sampai tingkatan di atasnya (sustainable). Ekonomi syariah menyatakan usaha yang berkelanjutan adalah usaha yang barakah/berkah. Usaha yang berkah adalah cerminan usaha yang sukses meraih kemenangan (falah) dunia dan akhirat. Skema alur pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3. Penjelasan Alur pemikiran penerapan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam berwirausaha adalah sebagai berikut: Terdapat 3 prinsip-prinsip yang harus menjadi landasan bagi seorang wirausahawan baik pemula atau yang sudah menjalani usahanya yaitu prinsip keesaan terhadap sang pencipta (tauhid), prinsip keadilan (‘adalah) dan prinsip khilafah/khalifah (manusia sebagai pemimpin di muka bumi). 1. Prinsip pertama;adalah prinsip tauhid. Prinsip ini adalah prinsip yang paling fundamental dan sangat prinsipil. Prinsip ini bersifat absolut berupa keyakinan yang mendalam akan keesaan Sang pencipta yaitu Allah swt. Prinsip ketauhidan akan melahirkan pemikiran yang selalu positif, yakni berupa keyakinan bahwa rezeki telah digariskan oleh-Nya. Tetapi prinsip ini tidak menyebabkan seseorang pasrah melainkan akan mewujudkan kesabaran, ketekunan, pantang menyerah dalam meraih kesuksesan (falah) dunia akhirat serta selalu berusaha berinovasi dengan menambah ilmu pengetahuan. Sikap ini akan memunculkan rasa tidak khawatir akan persaingan dunia usaha di era modern yang cenderung menjurus pada persaingan hukum rimba (Darwinisme sosial). Sikap ini juga selalu PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
186
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
menjalankan usahanya dengan menjaga kehalalan usahanya. Usaha yang halal baik produk maupun tekniknya adalah kunci usaha yang berkelanjutan (sustainable) karena mendapat ridho-Nya. 2. Prinsip kedua; adalah prinsip keadilan (‘adalah). Perwujudan dari prinsip ketauhidan akan menimbulkan perilaku adil atau keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani, antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Prinsip keadilan ini akan melahirkan kepentingan mendahulukan hak Allah Swt selaku Sang Pencipta (al-Khalik) berupa shalat tepat waktu, kewajiban zakat, bersedekah dan wakaf. Prinsip ini pun akan melahirkan sikap pelayanan prima terhadap konsumen atau pembeli berupa sikap mempermudah bukan mempersulit. Jadi sikap adil merupakan sikap yang menempatkan segala sesuatu sesuai porsi atau yang telah menjadi ketentuan yang berlaku. 3. Prinsip khilafah/khalifah;adalah prinsip yang menyatakan bahwa manusia adalah pelaku yang menjalankan kehidupan di muka bumi. Manusia adalah khalifah atau pemimpin yang bertugas menjalani kemakmuran di muka bumi. Prinsip ini akan mewujudkan kesejahteraan bersama. Prinsip ini akan melahirkan perilaku tidak egois tidak serakah, kepedulian terhadap sesama dan lingkungan fisik di sekitarnya. Kepedulian terhadap sesama terwujud dalam kepedulian berbagi atas hasil usahanya dengan melakukan tanggungjawab sosial baik berupa pemberian bantuan beasiswa penndidikan, bantuan kesehatan, bermitra dengan usaha kecil, memberikan pendampingan dan pelatihan terhadap usaha yang lemah dan lain-lain. Kepedulian terhadap lingkungan dengan melaksanakan ekonomi hijau (green economy) dan ekonomi biru (blue economy).
Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah
Meraih kemenangan atau sukses (falah) dunia dan akhirat
Tauhid Keadilan Khilafah
Usaha yang berkah/berkelanjutan (sustainable)
Penerapan: -Manajemen dan budaya organisasi -Pemasaran -SDM -Keuangan -Produksi - Tanggungjawab sosial/lingkungan
Terwujudnya harmonisasi : -Allah -Sesama manusia -Lingkung sekitar (hewan, tumbuhan, tanah, udara, sungai, hutan dan lain-lain)
Gambar 3. Alur Pemikiran Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Syaraih dalam Berwirausaha
Perwujudan prinsip-prinsip ekonomi syariah tersebut hendaknya dilakukan secara komprehensif dan tidak parsial, artinya perwujudan prinsip-prinsip tersebut meliputi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
187
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
segenap aspek mulai dari manajemen dan budaya organisasi, pemasaran, SDM, keuangan, produksi dan tanggunjawab terhadap sesama serta lingkungan sekitar (hewan, tumbuhan, hutan, udara, tanah, sungai, laut, dan danau). Implikasi dari penerapan secara menyeluruh terhadap semua aspek tersebut akan menyebabkan terwujudnya harmonisasi hubungan dengan Sang Pencipta Allah, sesama manusia dan lingkungan sekitar. Makna harmonisasi ini sangat mendalam yang berarti bahwa kegiatan wirausaha yang dijalani mendapat restu atau ridho-Nya, bermanfaat buat sesama dan menjaga kelestarian lingkungan. Wirausaha yang demikian pada akhirnya akan melahirkan kegiatan usaha yang mampu bahkan naik menuju tingkatan di atasnya. Wirausaha yang demikian dalam istilah ekonomi syariah adalah wirausaha yang mendapatkan barakah/berkah (sustainable). Konsep barakah menurut Ahmad (1995) adalah sesuatu yang diberkati oleh tangan tak terlihat (Barakah is an invisible blessing). Konsep barakah adalah sesuatu yang tidak berwujud tetapi terlihat secara kasat mata. Konsep barakah meliputi seluruh aspek perilaku kehidupan manusia. Konsep barakah tidak bisa diukur dengan satuan uang. Konsep barakah sebenarnya berkaitan dengan perwujudan perilaku etis atau tidak etis yang telah dilakukan seseorang. Konsep barakah akan akan melahirkan perilaku yang berbeda. Dengan kata lain Semakin baik dan benar perilaku seseorang maka semakin hadir keberkahan (barakah). Sebaliknya semakin buruk perilaku seseorang menandakan ketidakhadiran keberkahan dalam hidupnya. Secara lebih spesifik konsep Barakah mengandung sebuah jaminan terhadap kesuksesan dan penghargaan (reward) bagi seseorang yang berperilaku baik dan benar, seseorang akan mendapatkannya baik secara langsung atau tidak langsung atas jerih payahnya berusaha. Seperti firman Allah dalam Quran surat 129 ayat 7-8 yang menyatakan: “Barang siapa yang berbuat kebaikan walau sebesar zarrah pasti akan memperoleh kebaikan, dan barang siapa yang berbuat keburukan walau sebesar zarrah, akan mendapat balasan.” Wirausaha yang dijalankan dengan menjaga dan mengedepankan perilaku etis yang akan mendapatkan keberkahan/kesuksesan.Dengan menjalankan wirausaha yang berkah maka tujuan akhir dari kehidupan di muka bumi tercapai yaitu meraih kemenangan atau kesuksesan yang tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Itulah arti kebahagiaan yang hakiki yaitu meraih kemenangan (falah) dunia dan akhirat.Secara ringkas gambaran ketiga prinsip tersebut diperlihatkan pada Tabel .1 berikut ini: Tabel 1. Garis Besar Perwujudan Sikap Penerapan Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah dalam Berwirausaha No
Prinsip
Perwujudan Sikap
1.
Ketauhidan
Bersikap sabar dan tekun; pantang menyerah; kreatif berinovasi;menjalankan usaha halal (produk, teknik dsb); berpikir positif terhadap-Nya; dan lain-lain
2.
Keadilan
Menjaga sholat tepat waktu; menunaikan zakat, sedekah dan wakaf; pelayanan prima terhadap konsumen, tidak mempersulit konsumen tetapi mempermudah; transparansiproduk dan keuangan; memperlakukan pekerja dengan adil; menjaga hubungan baik dengan mitra bank dan pemasok; mematuhi undang-undang regulator dan lain-lain, menjauhi riba, maysir, israf, gharar
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
188
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
3.
Khilafah
dsb Tidak egois; tidak serakah; berbagi dan membantu sesama dengan melakukan tanggungjawab terhadap masyarakat melalui bantuan beasiswa pendidikan; bantuan kesehatan; pendampingan dan pelatihan terhadap usaha lemah; melaksanakan green dan blue economy yaitu kegiatan usaha yang berwawasan dan peduli terhadap kesehatan dan kenyaman lingkungan.
Adapun penjabaran secara terperinci dari prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini: 1. Penerapan Prinsip Ketauhidan dalam Berwirausaha Prinsip pertama yang paling fundamental dan sangat prinsipil adalah prinsip ketauhidan. Prinsip ini harus dijaga kontinuitasnya dan merupakan persyaratan mutlak dalam kesuksesan usaha dunia dan akhirat. Prinsip ketauhidan pada intinya adalah berusaha menjaga harmonisasi atau hubungan baik dengan Sang Pencipta alam semesta yaitu Allah SWT. Hubungan baik dengan Sang Pencipta tidak hanya sekedar bersaksi mengucapkan syahadat “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Saw Utusan-Nya,” tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengaplikasiannya dalam kehidupan nyata khususnya berwirausaha. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan Allah Sang Pencipta dengan menjalankan Rukun Islam (Syahadat, Sholat, Puasa wajib dan sunnah, Sedekah wajib dan sunnah (ziswaf) dan menunaikan haji) dan meyakini Rukun Iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Nabi dan Rasul, Kitab-kitab-Nya, Hari akhir/kiamat dan Qadha/Qadar). Penerapan prinsip ketauhidan dalam berwirausaha ini diperlihatkan pada Tabel. 2 di bawah ini: No 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7. 8.
Tabel 2. Penerapan Prinsip Ketauhidan dalam Berwirausaha Aspek-aspek Penerapan Manajemen dan budaya Menjaga sholat tepat waktu dengan berhenti organisasi beraktivitas saat jam sholat; budaya mengucapkan salam dan senyum terhadap sesama karyawan dan konsumen; mengadakan majelis tausiyah untuk pekerja (kultum); menyediakan ruang sholat yang memadai; selalu menjaga kebersihan pakaian, ruangan dan lingkungan sekitar Pemasaran Menjalankan pola pemasaran yang syariah melalui teknik dan produk yang halal Sumber Daya Manusia (SDM) Memberikan reward perjalanan umroh/haji bagi pekerja yang berprestasi; membudayakan puasa sunnah Mitra Menjaga dan menjalin ukhuwah; selalu mempererat silaturahim Keuangan Menggunakan aplikasi akuntansi syariah berupa aplikasi yang membuat laporan keuangan yang transparan dan akuntabel Produksi Menggunakan bahan baku halal, teknik produksi halal baik substansi maupun aplikasinya Tanggungjawab sosial Menunaikan kewajiban zakat; sedekah sosial Tanggungjawab lingkungan Melaksanakan hak lingkungan berupa aplikasi
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
189
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
green dan blue economy
2. Penerapan Prinsip Keadilan dalam Berwirausaha Prinsip ketauhidan merupakan prinsip yang berusaha menjaga hubungan yang harmonis dengan Sang Pencipta Allah swt, sedangkan prinsip keadilan adalah prinsip yang berusaha menjaga harmionisasi hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. Seseorang yang menjalankan prinsip keadilan artinya dia mampu menempatkan segala sesuatu sesuai porsi atau ketentuan yang seharusnya dijalankan. Keadilan ini bermakna universal yang berarti nilai keadilan diterimaa semua manusia dari suku, agama dan ras apa pun. Semua manusia berhak diperlakukan dengan adil. Keadilan tidak hanya mencakup keadilan untuk manusia tetapi juga keadilan untuk lingkungan sekitarnya juga perlu dijaga. Keadilan adalah fitrah semua manusia, hak asasi setiap individu. Penerapan prinsip keadilan sesuai ekonomi syariah diperlihatkan pada Tabel 2. Berikut ini: Tabel 3. Penerapan Prinsip Keadilan dalam Berwirausaha No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Aspek-aspek Manajemen dan organisasi
Penerapan Budaya tepat waktu mengawali dan mengakhiri aktivitas, disiplin dan bekerja, menjaga kinerja tetap positif Pemasaran Memenuhi hak-hak konsumen seperti menawarkan produk dan pelayanan yang berkualitas, pengantaran tepat waktu, jujur dalam menimbang Sumber Daya Manusia (SDM) Membayar gaji tepat waktu; memberikan insentif, bonus terhadap karyawan. Memberikan perlindungan/jaminan kesehatan dan tenaga kerja; jaminan hari tua; tidak membebani pekerja di luar kapasitasnya; mempekerjakan sesuai pengetahuan dan kapasitasnya, memberikan pelatihan karyawan Keuangan Menjalankan transparansi keuangan, kejujuran dalam pencatatan, mengikuti pedoman sesuai ketentuan akuntansi yang berlaku Mitra (bank, regulator, investor, Membayar pinjaman tepat waktu, mematuhi pemasok) undang-undang regulator, membagi dividen sesuai hak pemegang saham, tidak melakukan riba terhadap investor Produksi Tidak berlebih-lebihan (israf) menggunakan bahan baku. Menggunakan bahan baku yang aman dikonsumsi dan halal. Tanggungjawab sosial Merekrut pekerja yang berasal dari masyarakat sekitar; memberikan bantuan sosial kepada` masyarakat sekitar, menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar Tanggungjawab lingkungan Mengikuti prosedur AMDAL, daur ulang (recycle), menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan yang mudah didaur ulang, tidak merusak hutan dan berburu hewan-hewan yang dilindungi, melakukan reboisasi, melaksanakan budaya
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
190
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
prinsip zero waste (blue economy)
3. Penerapan Prinsip Khilafah dalam Berwirausaha Prinsip khilafah merupakan prinsip amanah/mandat yang diberikan dari Sang Pencipta Allah SWT kepada manusia supaya manusia melaksanakan kemakmuran secara bersama-sama. Implikasinya adalah terwujudnya kesejahteraan sosial masyarakat yang berkelanjutan (pembangunan berkelanjutan) dan melestarikan lingkungan fisik. Prinsip khilafah ini menuntut tanggungjawab manusia terhadap sesama dan lingkungannya tentang bagaimana caranya setiap individu di masyarakat dapat hidup berdampingan secara harmonis dari aspek sosial ekonomi. Dimana yang kaya membantu yang lemah, seperti pepatah “berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Prinsip ini membuahkan kepedulian sosial yaitu prinsip yang melahirkan pemikiran bagaimana membantu yang lemah berdaya secara ekonomi dan sosial. Penjabaran prinsip khilafah dalam berwirausaha diuraikan pada Tabel berikut: Tabel 4. Penerapan Prinsip Khilafah dalam Berwirausaha No 1.
Aspek-aspek Manajemen dan organisasi
2.
Pemasaran
3.
Sumber Daya Manusia (SDM)
4.
Keuangan
5.
Mitra (bank, regulator, investor, pemasok)
6.
Produksi
7.
Tanggungjawab sosial
8.
Tanggungjawab lingkungan
budaya
Penerapan Membudayakan salam, kepemimpinan demokratis, mengatasi konflik secara musyawarah dan kekeluargaan, saling menghargai dan menghormati, membudayakan saling membantu meringankan kesulitan baik karyawan sesama karyawan atau manajemen terhadap karyawan, menjaga solidaritas sesama Bersaing secara sehat, tidak beriklan bohong dan memojokkan pesaing, menjual produk dengan jujur, bermitra dengan pesaing, Membagikan bonus/jasa produksi (surplus profit) terhadap pekerja, mengadakan family gathering, mempermudah urusan pekerja seperti promosi kepangkatan/jabatan Mempublikasi laporan keuangan kepada publik/masyarakat mengenai laba rugi, kas masuk dan keluar; tidak korupsi/manipulasi data keuangan Membagi keuntungan sesuai proporsinya;menjaga komitmen dengan bank; mematuhi undang-undang regulator; membayar pajak sesuai proporsinya dan tepat waktu melaporkan SPT pajak Memproduksi barang-barang halal yang baik dan bermanfaat tidak hanya mendatangkan profit tetapi bermanfaat buat masyarakat, bukan barang-barang yang merusak atau jasa palsu (investasi palsu) Memberdayakan kehidupan ekonomi masyarakat sekitar (menjalin kerjasama usaha); membantu usaha ekonomi lemah Green dan Blue Economy (kegiatan usaha yang
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
191
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
tidak merusak lingkungan dan membuat limbah menjadi nol) seperti sistem perkebunan atau pertanian tumpang sari, menggunakan limbah untuk produk bermanfaat misalnya ampas ikan menjadi menjadi pupuk organik, green product, green tourist, industri berwawasan lingkungan.
Penerapan Etika Nabi Muhammad SAW dalam Berwirausaha Sumber utama pengambilan hukum dalam ekonomi syariah adalah AlQuran kemudian Hadist Nabi Muhammad Saw. Tuntunan yang berasal dari Nabi Muhammad Saw merupakan teladan yang menjadi panutan bagi umat Islam. Nabi Muhammad Saw adalah referensi yang menjadi sumber acuan dalam setiap aspek kehidupan termasuk kegiatan berwirausaha. Antonio (2011), memaknai bahwa hakikat berdagang Nabi Muhammad Sawtidak hanya menjual produk tetapi juga menjual nilai-nilai. Rasulullah Saw melakukan perniagaan dengan Allah artinya beliau menjadikan aktivitas berdagang sebagai bagian dari beribadah kepada-Nya yang semata-mata mengharapkan keridhaanNya. Secara ringkas hakikat Berwirausaha Nabi Muhammad Saw diuraikan pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Hakikat Berwirausaha Nabi Muhammad Saw
Menjual Produk Produk yang halal dan dibutuhkan oleh masyarakat banyak Produk tersebut diperoleh secara haq (benar caranya) Jelas kadar sifat dan jenis produk yang ditawaarkan (transparan/kejujuran)
Menjual Nilai-nilai Sopan saat bersikap, santun kala berucap Jujur saat menjelaskan sifat/karakter suatu produk Proporsional dalam menentukan laba dari setiap produk Memberikan kelonggaran pembayaran kepada pelanggan yang tidak mampu Berlaku adil dan transparan terhadap pelanggan atau mitra bisnis
Sumber : Antonio (2011)
Penerapan etika Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha merupakan perwujudan dari sifat-sifat beliau yaitu siddiq, amanah, fatanah dan tabligh. Sebagaimana Antonio (2011) menjabarkan profesionalisme beliau dalam berniaga adalah sebagai berikut: 1. Karakter Siddiq (Kejujuran) Kejujuran adalah prinsip dan dan nilai dasar yang sangat dipegang oleh Beliau karena bersikap tidak jujur sama dengan mengkhianati atau membohongi pelanggan. Penerapan karakter jujur Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha adalah sebagai berikut: a. Tidak mengingkari janji yang telah disepakati b. Tidak menyembunyikan cacat atas transaksi c. Tidak mengelabui harga pasar 2. Karakter Amanah (Terpercaya) Amanah berarti dapat dipercaya. Dalam konteks berwirausaha berarti tidak mengurangi atau menambah sesuatu dari yang seharusnya atau dari yang telah disepakati. Penerapan sifat amanah yang dilakukan oleh beliau dengan jalan selalu PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
192
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
memberikan hak pembeli dan orang-orang yang mempercayakan modalnya kepada beliau. 3. Karakter Fatanah (Cerdas) Fatanah berarti cerdas atau cakap. Di dunia bisnis yang penuh persaingan syarat cerdas dan cakap mutlak diperlukan bagi sesesorang yang akan berwirausaha. Penerapan sifat ini adalah sebagai berikut: a. Mengadministrasikan dokumen transaksi b. Menjaga profesionalisme atau kualitas layanan c. Selalu kreatif dan inovatif d. Selalu tanggap terhadap perubahan yang terjadi baik di pasar, produk, teknologi, harga atau pun persaingan 4. Karakter Tabligh Arti tabligh adalah menyampaikan. Dalam konteks bisnis artinya seseorang pebisnis harus mampu berargumentasi dan menjalin komunikasi dengan pelanggan dan mitra usaha. Pebisnis harus mampu menyampaikan produknya dengan transparan. Sangat penting bagi seorang pebisnis memiliki sifat komunikatif. Secara ringkas karakter Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha terangkum dalam Tabel 6 berikut ini sebagaimana dikutip dari Antonio (2011) : Tabel 6. Perwujudan Karakter Nabi Muhammad Saw dalam Berwirausaha No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Karakter Jujur Berpikiran maju Memberi inspirasi Kompeten Cerdas Adil Berpandangan luas
8.
Selalu Mendukung
9. 10.
Terus terang Dapat diandalkan
11. 12.
Mudah Kerjasama Tegas
13
Berdaya imajinasi
14. 15.
Berambisi Berani
16. 17. 18. 19.
Dewasa Setia Perhatian Mampu mengontrol diri sendiri 20. Mandiri Sumber : Antonio (2011)
Perwujudan Jujur dalam berniaga Membantu paman beliau (Abu Talib) ikut berniaga saat belia Diikuti oleh seluruh umat Islam Ahli berniaga Mampu menjual barang tanpa menzhalimi orang lain Tidak pernah mengurangi takaran dan timbangan Jeli melihat peluang, selalu memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dan mitra bisnis Selalu mendukung sahabat-sahabatnya untuk mencari karuniaNya Tidak menyembunyikan cacat barang Menjalankan tugas dengan profesional, selalu memberi keuntungan pada mitranya Mampu bekerjasama dengan baik dengan pemodal Menolak keras menjual barang-barang yang diharamkan Menolak keras transaksi bisnis yang merugikan seperti riba, gharar, judi. Tadlis dsb Mampu menghitung atau mengetahui kira-kira keuntungan yang akan diperoleh ketika bekerjasama dengan pemodal Memiliki motivasi tinggi untuk meningkatkan taraf ekonominya Tidak takut dengan risiko kerugian jika ditipu orang/dirampok dsb Dewasa dalam berpikir dan bertindak Amanah mengelola modal orang lain Menaruh perhatian terhadap hak-hak pembeli dan mitranya Tidak tergoda dengan perilaku hidup mewah, berlebih-lebihan (hedonisme) Dapat hidup mandiri dan teguh terhadap kebenaran
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
193
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Hubungan Wirausaha Beretika dengan Barakah-Nya Berwirausaha yang menjalankan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam semua aspek (manajemen, budaya organisasi, pemasaran, SDM, keuangan, produksi, tanggungjawab sosial lingkungan dan mitra) serta mengikuti tauladan Nabi Muhammad Saw akan mendatangkan kesuksesan yang dalam istilah ekonomi syariah adalah barakah. Barakah merupakan penghargaan dari Allah Swt atas kerja keras seseorang yang dilandasi prinsip-prinsip ekonomi syariah dan mengikuti cara Nabi Muhammad berwirausaha. Apabila seseorang berwirausaha dengan cara-cara demikian pada dasarnya menyebarkan harmonisasi atau hubungan harmonis dengan Sang Pencipta, Allah Swt, sesama manusia dan lingkungan sekitar (tanah, udara, air, hewan, hutan, tumbuhan dan sebagainya). Menurut pandangan Penulis, konsep barakah ini sama dengan konsep energi positif yang dikemukakan oleh Poniman, dkk (2014). Energi posuitif ini merupakan energi kebaikan atau manfaat yang telah dilakukan oleh seseorang untuk Sang Pencipta, dirinya, sesamanya dan lingkungannya. Sebagaimana pandangan Poniman dkk (2014), Manusia mengeluarkan energi dalam hidupnya. Energi yang dikeluarkan oleh manusia tersebut bersifat kualitatif, artinya besarannya tidak konstan (E = MC2). Nilainya berubah tergantung jenis usahanya, kualitas usahanya baik atau buruk. Apabila seseorang melakukan kebaikan maka kebaikan itu akan kembali kepadanya (positif energi), demikian pula apabila seseorang mengeluarkan keburukan pun akan kembali kepadanya dalam bentuk keburukan/negatif energi. Kenyataan tersebut sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi (HKE) yang menyatakan bahwa: “ Energi di dunia ini bersifat tetap dan tidak akan diciptakan lagi, tidak akan pernah hilang, yang ada hanyalah perubahan bentuk energi.” Selain itu menurut Poniman dkk (2014), siklus energi manusia itu bersifat tertutup, artinya energi yang dikeluarkan pasti akan kembali pada orang yang sama, cepat atau lambat. Kebaikan akan berbuah kebaikan sebagaimana keburukan akan berbuah keburukan. Pada alam semestalah energi tersebut dititipkan. Bahwa barakah seseorang diperoleh dari perilaku alam sebagaimana dinyatakan oleh Ahmad (1995). Pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad (1995) memperkuat pandangan Poniman dkk (2014) bahwa Tuhan menciptakan alam semesta untuk kepentingan manusia semata-mata. Alam semesta menyediakan energi untuk manusia, dan pada alam semesta manusia menitipkan energi tersebut. Karena tabungan energi tidak bisa dibawa ke akhirat, maka energi tersebut akan dicairkan oleh alam baik berupa kebaikan apabila seseorang berwirausaha secara baik dan benar atau keburukan apabila berwirausaha secara buruk dan merugikan pelanggan. Berwirausaha secara baik dan benar sesuai prinsip-prinsip ekonomi syariah serta mengikuti tauladan Nabi Muhammad Saw selain akan mengeluarkan kebaikan yang akan kembali kepada orang tersebut, maka akan menghasilkan harmonisasi hubungan dengan Sang Pencipta, Allah Swt. Menurut Poniman dkk (2014), energi Tuhan hanya memancarkan energi positif (kebaikan). Tidak pernah memancarkan kemubaziran, kesiasiaan apalagi energi negatif. Tuhan adalah sumber energi utama bagi makhluk-Nya. Jumlahnya sangat berlimpah dan dibagikan kepada seluruh makhluk-Nya. Oleh sebab itulah seseorang yang berwirausaha sangat penting menjalankan wirausaha yang beretika sesuai prinsip-prinsip dan tauladan Nabi Muhammad Saw karena energi Tuhan hanya memancarkan energi positif yang akan diterima oleh seseorang yang mengeluarkan energi positif atau manfaat bagi sesama dan lingkungannya. Alamlah yang akan berperan untuk mencairkannya. Energi Tuhan yang positif hanya akan mengalir melalui perantara yang positif pula. Itulah yang dinamakan ilmu, hikmah dan hidayah-Nya. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
194
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Mengapa seseorang perlu menyerap energi positif dari Tuhan-Nya? Menurut Poniman dkk (2014), ada beberapa alasan mengapa manusia perlu menjadi perantara penerimaan energi positif dari Tuhan, yaitu: a. Menaikkan tingkatan usaha seseorang menjadi lebih baik; usaha yang baik akan mendatangkan hasil usaha yang baik pula. Dalam konteks wirausaha kenaikan tingkatan usaha yang dimaksud adalah jenis usaha mikro naik tingkat menjadi usaha kecil lalu usaha kecil menjadi usaha menengah dan seterusnya. Dengan menjalankan wirausaha yang beretika sesuai prinsip-prinsip ekonomi syariah dan tauladan Nabi Muhammad Saw itu sama saja seseorang melakukan atau menanam kebaikan/manfaat. Kebaikan atau manfaat positif itulah yang menyebabkan energi Tuhan mengalir kepada seseorang tersebut. Itulah barakah. Artinya Tuhan ridha dengan orang tersebut. b. Perjalanan hidup akan terjaga; dalam konteks wirausaha, itu artinya perjalanan usaha tersebut akan senantiasa berkelanjutan (sustainable). Usaha yang dijalani akan tetap bertahan jika seseorang konsisten mempertahankan prinsip-prinsip ekonomi syariah dan tauladan Nabi Muhammad Saw. Kekonsistenan tersebut itulah yang menyebabkan energi positif dari Tuhan akan selalu bersama orang tersebut. c. Dipenuhi dengan keberuntungan; Tuhan hanya mengalirkan energi positif kepada seseorang yang selalu menjalani wirausaha yang penuh dengan nilai-nilai positif, seperti kejujuran, kesederhanaan, amanah dan sebagainya. Energi positif yang diberikan sangat berlimpah. d. Mampu menembus semua keterbatasan; Kesulitan demi kesulitan mampu dilewati karena keyakinan yang mendalam akan keberadaan Sang Pencipta yang selalu membantu di balik kesulitan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulannya bahwa apabila seseorang menjalankan wirausaha yang beretika maka usaha yang dijalaninya akan mampu naik tingkatan menjadi lebih baik, tetap bertahan di tengah persaingan dunia usaha yang ketat, selalu meraih profit dan mampu bangkit dari keterpurukan usaha.Wirausaha yang demikian hanya dapat diperoleh apabila seseorang mendapatkan energi positif Sang Pencipta yang hanya akan dikeluarkan melalui seseorang yang menjalankan prinsip-prinsip ekonomi syariah dalam berwirausaha serta meneladani perilaku Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha.Itulah jenis berwirausaha yang mendapat barakah/kesuksesan (falah) dunia dan akhirat. SIMPULAN DAN SARAN Wirausaha yang barakah hanya dapat diperoleh seseorang apabila seseorang dalam berwirausaha konsisten menjalankan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ekonomi syariah serta berusaha meneladani Nabi Muhammad saw dalam berwirausaha. Barakah dalam berwirausaha ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: usahanya naik menuju tingkatan di atasnya (dari mikro menjadi usaha kecil dan seterusnya); usaha tetap berlanjut (sustainable), selalu memperoleh profit; jika terpuruk akan cepat bangkit. Tujuan berwirausaha yang barakah dapat dijalankan dengan syarat selalu menjaga harmonisasi hubungan dengan Tuhan Sang Pencipta, sesama manusia dan lingkungan alam sekitarnya (tanah, air, udara, hutan, dan sebagainya). Karena kebaikan/manfaat wirausaha positif yang dijalani seseorang akan kembali kepada orang tersebut. Energi positif Tuhan hanya akan mengalir melalui kegiatan wirausaha yang bermanfaat positif. Maka bagi seorang pemula atau yang telah menjalani wirausaha sangat penting menjadikan prinsipPROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
195
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
prinsip ekonomi syariah dan meneladani Rasulullah Saw sebagai landasan dalam berwirausaha yang beretika.
DAFTAR PUSTAKA AlQuranul Karim Ahmad, Mushtaq. 1995. Business Ethics in Islam. Academic Disertation. International Institute of Islamic Thought and International Institute of Islamic Economic. Islamabad. Pakistan. Antonio, Muhammad Syafi’i. 2010. Bisnis dan Kewirausahaan. Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad Saw “The Super Leader Super Manager”. Tazkia Publishing. Jakarta. Chapra, Umer. 2000. Islam dan Tantangan Ekonomi. Edisi Terjemahan. Gema Insani Press bekerjasama dengan Tazka Institute. Jakarta. Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. asmir, 2013. Kewirausahaan.Edisi revisi . Penerbit Grafindo. Jakarta. Mannan, Abdul. M, Prof. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. PT. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta. Nasution, Mustafa Edwin et al. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Edisi Kedua. Penerbit Kencana Prenada Media group. Jakarta. Poniman, dkk. 2014. Kubik Leadership Solusi Esensial Meraih Sukses dan Hidup Mulia. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tedjasutisna, Ating. 2004. Memahami Wirausaha. Penerbit Armico. Bandung. Velasquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis Konsep dan Kasus. Penerbit Andi. Yogyakarta. Winarno. 2011. Pengembangan Sikap Entrepreneurship dan Intrapreneurship. Penerbit Indeks Jakarta. Internet: Situs http: www.kbbi.web.id. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses pada 22 Juli 2017. Ucapan Terima Kasih Karya ini kepersembahkan untuk Allah SWT, Almarhumah Ibunda Marhamah, Ayahanda Muhamad Manaf dan suami Indiyanton Agus bWibowo serta Anak-anakku tercinta Tazkya Kamila, Tahrir Thariq dan Tsabit Hamdan. Terima kasih atas dukungannya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
196
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
OPTIMALISASI MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA PROMOSI BISNIS ONLINE BAGI IBU RUMAH TANGGA UNTUK MENINGKATKAN PEREKONOMIAN KELUARGA DELLIA MILA VERNIA Universitas Indraprasta PGRI ( UNINDRA )
[email protected] Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan media sosial, peranan media sosial sebagai upaya pemasaran bisnis online, motivasi bisnis para ibu rumah tangga, manfaat bisnis online bagi ibu rumah tangga untuk meningkatkan perekonomian keluarga, optimalisasi media sosial sebagai strategi bisnis ibu rumah tangga, kendala ibu rumah tangga dalam optimalisasi media sosial untuk bisnis online. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan literature study. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada penggunaan internet di Indonesia setiap tahunnya meningkat, dan ada 3 media sosial yang sering dikunjungi yaitu facebook, instagram dan youtube. Dalam pemasaran online, media sosial memiliki beberapa peranan penting diantaranya sebagai branding dan promosi yang efektif. Ada banyak faktor yang memotivasi para ibu rumah tangga memulai bisnis diantaranya yaitu menyalurkan hobi dan mengisi waktu luang, adapun manfaat bisnis online bagi ibu rumah tangga untuk perekonomian keluarga yaitu memperoleh penghasilan untuk penunjang kebutuhan keluarga. Optimalisasi media sosial sebagai strategi bisnis ibu rumah tangga diantaranya yaitu konsisten untuk mengerjakan bisnis setiap harinya untuk mendapatkan hasil maksimal. Sedangkan kendala yang dihadapi para ibu rumah tangga dalam optimalisasi media sosial untuk bisnis online adalah minimnya pelatihan untuk penggunaan media sosial bagi para ibu rumah tangga. Kata kunci: sosial media, bisnis online, media sosial, bisnis ibu rumah tangga, wirausaha Abstract; This study aims to determine the development of social media, the role of social media as an online business marketing efforts, business motivation of housewives, the benefits of online business for housewives to improve the family economy, social media optimization as a business strategy housewife, Ladder in the optimization of social media for online business. The method used is descriptive qualitative with literature study. Based on the results of research indicate that there is internet usage in Indonesia every year increase, and there are 3 social media that often visited that is facebook, instagram and youtube. In online marketing, social media has several important roles such as branding and effective promotion. There are many factors that motivate the housewives to start a business such as channeling hobbies and filling free time, as for the benefits of online business for housewives for the family economy that is earning income to support the needs of the family. Optimization of social media as a business strategy of housewives among them is consistent to do business every day to get maximum results. While the obstacles faced by housewives in the optimization of social media for online business is the lack of training for the use of social media for housewives. PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang dinamis dan terus menunjukkan kemajuan begitu pesat dalam segala aspek bidang kehidupan, seperti pada era sekarang yang disebut sebagai era kekinian atau modern telah banyak menyebabkan perubahan-perubahan sosial yang terjadi dikalangan masyarakat. Pengaruh teknologi menjadikan orang-orang begitu bergantung PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
197
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
akan kehadirannya, terlebih setelah kemunculan internet, orang-orang dengan mudah memperoleh beragam informasi. Teknologi informasi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dalam kurun waktu tersebut ditemukan sebuah platform yang memungkinkan orang diseluruh dunia untuk terhubung satu sama lain yang disebut media sosial. Facebook dan Twitter merupakan 2 buah media sosial yang mengalami perkembangan paling pesat dan mempunyai anggota terbanyak hingga saat ini. Kedua media sosial tersebut sudah mulai banyak dimanfaatkan untuk mempromosikan sebuah produk dan dijadikan salah satu strategi bisnis oleh beberapa pelaku bisnis. Sejalan dengan perkembangan tersebut, pelaku bisnispun banyak bermunculan, salah satunya dari para perempuan, yakni para ibu rumah tangga. Hal ini terjadi dikarenakan dorongan akan kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin tinggi sehingga para ibu rumah tangga mencari solusi untuk membantu perekonomian keluarga. Bisnis bisa dijalankan dengan mengoptimalkan media sosial yang dimiliki. Dan peran ganda pun dijalankan, sebagai ibu rumah tangga sekaligus wirausaha atau entrepreneur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Media Sosial Banyaknya pengguna media sosial merupakan suatu fenomena tersendiri di era digital ini. Setiap orang selalu ingin terhubung satu sama lain. Hingga (Kartajaya, 2008) punya jargon tersendiri bagi penikmat media sosial, “mangan ora mangan sing penting CONNECT” yang artinya walaupun tidak makan yang penting selalu terhubung. Menurut Kartajaya (2008) menjelaskan bahwa media sosial adalah perpaduan sosiologi dan teknologi yang mengubah monolog (one to many) menjadi dialog (many to many) dan demokrasi informasi yang mengubah orang-orang dari pembuka konten menjadi penerbit konten. Media sosial telah menjadi sangat populer karena memberikan kesempatan orang-orang untuk terhubung di dunia online dalam bentuk hubungan personal, politik dan kegiatan bisnis. Media Sosial merupakan layanan aplikasi berbasis internet yang memungkinkan konsumen untuk berbagi pendapat, pemikiran, cara pandang dan pengalaman (Kaplan & Haenlein, 2010). Sedangkan menurut pendapat ahli lainnya, media sosial mampu memenuhi kebutuhan konsumen atas informasi dengan menawarkan informasi yang faktual, spesifik, berbasis pengalaman dan bersifat non-komersial, yang dapat diperoleh dan diakses melalui sumber-sumber informasi diluar batasan lingkar kehidupan sosial konsumen tersebut ( Yoo & Gretzel, 2011). Media sosial merupakan salah satu media yang mempermudah komunikasi interaktif antara pengusaha dengan siapapun, termasuk konsumen, dan berbagai pihak yang berkepentingan, kapanpun dan dimanapun. Media sosial sangat membantu sebagai penghubung informasi dan komunikasi dari produsen ke konsumen dimanapun mereka berada dan berapapun jaraknya. Media sosial merupakan media yang sangat berpotensial untuk menemukan konsumen serta membangun image tentang merk suatu produk (Merry, 2011) Ada 6 jenis media sosial (Kaplan dan Haenlein, 2010), yaitu: a. Proyek kolaborasi sebuah website yang mengizinkan usernya mengubah, menambah, membuang konten-konten yang berada di website, contohnya wikipedia. b. Blog dan Microblog yaitu user bebas mengekspresikan sesuatu seperti curhat/kritik terhadap kebijakan tertentu, contohnya Twitter PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
198
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
c. KONTEN yaitu user dan pengguna website untuk saling share konten seperti video, gambar, suara, contohnya Youtube. d. Situs Jejaring Sosial yaitu sebuah aplikasi yang mengizinkan user saling terhubung dengan orang lain dan berisikan informasi pribadi dan dapat dilihat orang lain, contohnya Facebook e. Virtual Game World yaitu dunia virtual yang menggunkaan teknologi 3D, dimana user berbentuk avatar dan berinteraksi dengan orang lain, contohnya Games Online f. Virtual Social World yaitu dunia virtual yang user merasa hidup di dunia maya berinteraksi dengan yang lain, contohnya Second Life. Dalam media sosial ini orang tidak hanya bertukar informasi saja, namun juga gambar, foto ataupun video, bahkan tidak jarang digunakan sebagai media untuk berbisnis bagi penggunanya. Bagi pihak penjual, perdagangan elektronik melalui media sosial akan membantu untuk memperluas daerah pemasaran produk yang akan dijualnya, sedangkan bagi pembeli, akan mempermudah mendapatkan dan membandingkan informasi tentang produk yang akan dibelinya. Pengertian Promosi Promosi berasal dari bahasa Inggris, promote yang berarti meningkatkan atau mengembangkan. Menurut Zimmerer : 2008 promosi adalah segala macam bentuk komunikasi persuasi yang dirancang untuk menginformasikan pelanggan tentang produk atau jasa dan untuk mempengaruhi mereka agar membeli barang atau jasa tersebut mencakup publisitas, penjualan perorangan dan periklanan. Sedangkan menurut Buchari Alma (2006) promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan dan meyakinkan calon konsumen mengenai barang dan jasa dengan tujuan untuk memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan dan meyakinkan calon konsumen. Pengertian Bisnis Bisnis Online terdiri dari dua suku kata, yakni bisnis dan online. Para ahli mendefinisikan bisnis dengan cara berbeda. Bisnis merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industri yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan dan mempertahankan serta memperbaiki standar kualitas hidup mereka. Raymond (Umar, 2009). Pendapat lain menyatakan bahwa bisnis merupakan organisasi yang menyediakan barang atau jasa untuk dijual dengan maksud mendapatkan laba (Griffin dan Ebert, 2007). Sedangkan Online adalah sebuah kegiatan yang menggunakan fasilitas jaringan internet untuk melakukan segala kegiatan yang dapat dilakukan secara online seperti halnya bisnis, daftar kuliah, searching, stalking, mencari berita dan lain sebagainya (Kurniawan : 2010). Bisnis Online merupakan bisnis yang bersifat mobile artinya kegiatan bisnis dapat diakses kapan saja dan darimana saja, pembeli dapat memesan produk atau barang online dengan menggunakan media seperti smartphone, laptop, notebook, komputer dan lain sebagainya. Pengertian Perekonomian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan dan keinginan manusia semakin beragam. Untuk itu, semakin berkembang pula aktivitas manusia untuk mengelola sumber daya yang ada dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya yaitu melalui fakor perekonomian. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
199
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Perekonomian merupakan suatu bentuk sistem yang berfungsi untuk mengatur serta menjalin kerjasama dalam bidang ekonomi, dilakukan melalui hubungan antar manusia dan kelembagaan (Dumairy, 2002). Pengertian Keluarga Keluarga adalah bentuk terkecil dari sebuah masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal bersama dalam satu tempat dengan keadaan bergantung sama lain. Menurut Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, sebuah keluarga diartikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya (duda); atau ibu dan anaknya (janda). METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana studi penelitian didasarkan pada literature study. Ada hal yang menjadi fokus bahasan yaitu tentang perkembangan media sosial, peranan media sosial sebagai upaya pemasaran bisnis online, motivasi bisnis para ibu rumah tangga, manfaat wirausaha bagi ibu rumah tangga untuk meningkatkan perekonomian keluarga, motivasi bisnis para ibu rumah tangga, optimalisasi media sosial sebagai strategi bisnis ibu rumah tangga, kendala ibu rumah tangga dalam optimalisasi media sosial untuk bisnis online. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Media Sosial di Indonesia Perkembangan media saat ini memberikan berbagai opsi kepada masyarakat untuk menikmati informasi dengan cara yang beragam. Hal ini pula yang mendorong perkembangan sebuah media baru yang dari tahun ke tahun semakin terasa efeknya. Awalnya, kata media sosial bahkan tidak dikenal. Yang dikenal hanyalah jaringan sosial untuk berkomunikasi antar teman kerabat dan keluarga. Kata dari jaringan sosial tersebut diperkenalkan di dunia maya sekitar tahun 1995. Perkembangan jejaring sosial sebagai media komunikasi telah menjalar keseluruh dunia. Banyak kemudahan yang ditawarkan oleh media komunikasi baru ini, pengguna jejaring sosial yang dikenal dengan user dapat menyebarkan maupun mencari pesan atau informasi dengan cepat, memberitakan kegiatan yang dilkuakan sehari-hari kepada orang lain dapat dilakukan dengan mudah, berkumpul dengan teman atau kolega tanpa harus tatap muka hingga mencari teman dan kolega baru melalui situs jejaring sosial tersebut. Kemudahan yang ditawarkan jejaring sosial inilah yang menyebabkan perkembangan penggunaannya meningkat pesat. Perkembangan pengguna jejaring sosial ini diikuti dengan perkembangan jejaring sosial itu sendiri. Tahun 2002, muncul Friendster sebagai situs anak muda pertama yang yang semula disediakan untuk tempat pencarian jodoh. Kejayaan Friendster dimulai dari penyediaan fasilitas berupa informasi pengguna hingga berita-berita dunia yang dapat diulas oleh seluruh pengguna. Tetapi kemudian Friendster digantikan Facebook pada tahun 2004, Mark Zuckerberg, pendiri dari Facebook menawarkan fitur –fitur yang lebih fresh dalam berkomunikasi hingga mendapatkan perhatian dimata dunia, termasuk di Indonesia. Di tahun 2006, diluncurkan Twitter oleh Jack Dorsey, yang berfungsi menyebarkan berita berupa pesan pendek dan tampilannya juga tak kalah menarik. Twitter adalah layanan blog micro yang memungkinkan penggunanya menulis apa yang mereka lakukan atau ingin ditulis dalam teks sepanjang 140 karakter. Kemudian di tahun 2010, muncul media sosial lainnya, Instagram, dengan pendirinya adalah Kevin Systrom dan Mike Krieger, instagram merupakan sebuah aplikasi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
200
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial. Dan pada tanggal 9 April 2012, diumumkan bahwa Facebook setuju mengambil alih Instagram dengan nilai sekitar $1 Miliar. Ditahun yang sama, 2010, diluncurkan layanan jejaring sosial terbaru dikenal dengan Path, sebagai tempat berbagi foto dan pesan. Hampir sama dengan facebook, tetapi konsep path lebih ramping, minimalis, dan personal. Jumlah teman yang bisa ditambahkan di Path saja dibatasi maksimal 150 orang dan kemudian diperluas menjadi 500 kontak, jadi isinya harus benar-benar orang yang sangat personal. Dari data statistik, pengguna situs jejaring sosial secara global terus meningkat. Pada tahun 2010, pengguna media sosial diseluruh dunia tercatat di angka 970 juta pengguna, jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi 1.22 miliar pengguna di tahun 2011, naik lagi menjadi 1.4 miliar di tahun 2012. Tahun 2013 jumlah pengguna media sosial kembali mengalami kenaikan menjadi 1.59 miliar pengguna. Tren kenaikan terus berlanjut, di akhir 2014, jumlah pengguna tercatat naik menjadi 1.79 miliar dan di tahun 2015 menyentuh angka 1.96 miliar pengguna. Menurut Survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) ada 3 media sosial yang paling banyak dikunjungi pada 2016 yaitu, facebook berada di posisi pertama, dengan 71,6 juta pengguna, kemudian instagram berhasil merebut hati para pengguna internet Indonesia dengan jumlah pengguna 19,9 juta, dan media sosial berikutnya yang paling dikunjungi pengguna internet Indonesia adalah Youtube dengan jumlah 8,5 juta pengguna. Layanan berbagi video tersebut mengantongi 14,5 juta. Sedangkan pengguna internet terbanyak berprofesi sebagai pekerja/wiraswasta sebesar 82,2 juta atau 62%. Urutan pengguna internet berikutnya berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebesar 22 juta atau 16,6% dan diurutan ketiga ada mahasiswa sebesar 10,3 juta atau 10%. Paling banyak pengguna internet menggunakan komputer atau smartphone sebesar 67,2 juta atau 50,7%, urutan kedua menggunakan smartphone sebesar 63,1 juta atau 47,6%. dan menggunakan komputer sebesar 2,2 juta atau 1,7%. Dari data statista 2016, Indonesia merupakan negara dengan pengguna aktif twitter ketiga terbesar di dunia. Dalam rilis statista disebutkan pengguna aktif mencapai 24,34 juta. Sementara itu, pengguna twitter paling banyak berasal dari Amerika Serikat dengan jumlah pengguna aktif mencapai 67, 54 juta. Selanjutnya, India berada di urutan kedua dengan jumlah 41, 19 juta akun twitter aktifnya. Sedangkan pengguna facebook dunia, Indonesia menduduki peringkat keempat dengan jumlah pengguna aktif sebanyak 60,3 juta. Diurutan ketiga ada Brazil dengan pengguna aktif 70,5 juta pengguna. Urutan kedua ada India dengan 108,9 juta aktif pengguna dan Amerika Serikat diurutan pertama dalam penggunaan facebook dengan 151,8 juta aktif pengguna. Data statistik ini menjadi sangat penting bagi pebisnis, pengusaha atau para pemilik jualan online untuk menentukan target calon konsumennya. Peranan Media Sosial Sebagai Upaya Pemasaran Bisnis Online Dalam era jejaring sosial seperti saat ini, telah terjadi pergeseran paradigma pemasaran, dari pemasaran tradisional (offline) ke pemasaran modern (online). Salah satu media pemasaran online adalah melalui media sosial. Media sosial sebagai bagian dari internet telah membawa perubahan kepada komunitas sosial Indonesia, tidak terkecuali komunitas bisnis Indonesia. Berikut adalah peranan media sosial dalam pemasaran bisnis online: a. Keuntungan membangun kesadaran brand atau merek melalui media sosial dapat membuat orang semakin mengetahui atau mengenal produk. Brand awareness atau kesadaran konsumen terhadap produk tersebut dari jumlah fans atau followers dan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
201
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
b.
c.
d.
e.
berapa kali brand di mention dalam suatu periode di media sosial. Salah satu cara membangun brand awareness dengan menggunakan search engine optimization (SEO) Media sosial sebagai sarana mencari potential buyer, dimulai dari menggunakan jejaring sosial sebagai sarana pertemanan sekaligus berbisnis. Menentukan target berdasarkan area, umur, gender, pekerjaan dan lainnya membantu untuk membidik pasar yang tepat. Media sosial telah membuka pintu bagi pebisnis online untuk menemukan pasar yang tepat sebagai target penjualan produknya. Dekat dengan konsumen, artinya media sosial mengubah cara perusahaan berkomunikasi yang semula satu dan dua arah menjadi segala arah. Selain itu, media sosial menjadi bauran penting bagi retailer untuk berhubungan dengan opini konsumen dan crowdsource ( salah satu cara mengajak khalayak umum berpartisipasi memecahkan masalah) mengenai produk dan layanan baru. Ditambah dengan memberikan respon yang cepat terhadap potential buyer, tentu saja membuat calon pembeli lebih tertarik dengan produk yang ditawarkan. Media sosial menjadi salah satu media promosi yang efektif dan langsung ke sasaran, sehingga konsumen akan mendapatkan informasi yang seluas-luasnya. Berkat media sosial, konsumen juga mendapatkan informasi bukan hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Dengan memberikan informasi yang luas, konsumen akan merasa terbantu dengan adanya pengetahuan baru akan suatu produk atau jasa, dan menjadi nilai lebih dari usaha online yang dijalankan. Media sosial bisa menggali informasi dari konsumen dan calon konsumen, dengan cara melakukan polling atau survey tentang seberapa sadar konsumen akan produk yang dimiliki, seberapa besar minat pasar, dan mencari informasi tentang kompetitor utama bagi bisnis.
Motivasi Bisnis Para Ibu Rumah Tangga Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dewasa ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat. Semakin lama biaya hidup semakin meningkat, baik biaya hidup sehari-hari, biaya kesehatan hingga biaya pendidikan. Oleh karena itu untuk menyikapi biaya hidup yang semakin tinggi ini seseorang harus memiliki penghasilan yang relatif besar agar mampu menutupi kebutuhan hidupnya. Dalam sendi kehidupan, peranan seorang ayah adalah mencari nafkah sedangkan seorang ibu adalah mendidik dan mengurus anak dirumah. Kenyataannya, dewasa ini sebagai seorang wanita juga menjalankan peran dan tanggung jawab sebagai pencari nafkah. Hal ini terjadi diantaranya karena adanya kebutuhan akan sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat dihindari. Seiring dengan perkembangan massa, setiap individu sulit untuk menghindari kebutuhan sekunder ataupun tersier sehingga pemenuhan kebutuhan pokok saja tidaklah cukup. Saat ini banyak perempuan yang memerankan peran ganda dalam kehidupannya, yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita bekerja. Hal ini didasari akan adanya sebuah motivasi yang menjadi sebuah dorongan awal bagi langkah setiap ibu rumah tangga untuk memulai bisnisnya. Ada berbagai macam motivasi yang melatar belakangi seorang ibu rumah tangga akhirnya memutuskan untuk memiliki usaha. Motivasi bisnis para ibu rumah tangga diantaranya: 1. Membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga Walapun mencari nafkah untuk keluarga merupakan tanggung jawab seorang suami, namun pada kenyataanya banyak para perempuan, khususnya ibu rumah tangga turut serta mencari nafkah untuk keluarga. Hal ini didasari karena kasih PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
202
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
sayang pada keluarga sehingga ingin meringankan beban suami dalam mencari nafkah 2. Mengisi waktu luang Peluang bisnis yang dijalani pada umumnya dilakukan ketika waktu senggang, yakni biasanya pada tengah hari setelah segala aktivitas para ibu rumah tangga sudah selesai. Di saat waktu luang itu banyak yang dimanfaatkan untuk mengisinya dengan kegiatan bermanfaat, salah satunya dengan kegiatan yang menghasilkan uang yaitu berbisnis. 3. Menyalurkan hobi Setiap manusia yang dilahirkan ke bumi memiliki keunikan tersendiri, hal ini bisa terlihat dari perbedaan hobi yang dimiliki oleh setiap orang. Beberapa orang bahkan memiliki hobi unik yang ternyata memiliki nilai jual. Pada saat ini sudah banyak para pelaku bisnis yang telah merasalakan kesuksesan dengan cara mengubah hobinya menjadi sebuah peluang bisnis baru yang bisa mendatangkan penghasilan setiap bulannya. 4. Adanya keinginan untuk berprestasi Memiliki karier yang bagus dan cemerlang adalah impian semua orang, termasuk wanita. Namun pada saat sudah berkeluarga, dilema akan muncul dalam diri, sehingga harus diambil sebuah keputusan tetap bekerja diluar rumah atau mengurus keluarga. Atas dasar keinginan untuk memiliki sebuah prestasi bahkan bisa menghasilkan uang membuat para ibu rumah tangga mengambil jalan tengah tas dilema yang dihadapi yaitu dengan cara memulai bisnis. Manfaat Bisnis Online Bagi Ibu Rumah Tangga Untuk Meningkatkan Perekonomian Keluarga Dengan adanya kesetaraan gender dewasa ini tak jarang para wanita, khususnya ibu rumah tangga menjadi tulang punggung keluarga. Tujuannya tentu saja untuk memperbaiki perekonomian keluarga. Untuk mengatasi hal ini para ibu rumah tangga memulai langkahnya dengan menjalankan sebuah bisnis, diantaranya bisnis online. Memutuskan untuk memiliki bisnis online didasari karena bisnis online merupakan bisnis yang bisa dikerjakan dimana saja dan kapan saja yang dilengkapi dengan fasilitas internet. Ada beberapa pilihan bisnis online yang bisa dijalankan diantaranya: 1. Menjadi seorang penulis lepas. Memiliki bakat dan minat dibidang penulisan bisa menjadi sumber penghasilan setiap bulannya, contohnya seorang freelance writer yait seorang penulis lepas diberbagai situs market place yang menawarkan pekerjaan di bidang penulisan. 2. Menjadi seorang reseller atau dropshipper Bisnis ini bisa dijalankan tanpa membutuhkan produk yang diproduksi sendiri, caranya yaitu dengan menjadi seorang reseller atau dropshipper pada setiap produk-produk yang ditawarkan melalu media sosial, kemudian mencari keuntungan dari setiap produk yang dijual tanpa harus stok barang yang banyak dirumah. 3. Membuka usaha kue kering atau makanan Bagi ibu rumah tangga yang memiliki hobi memasak atau membuat kue bisa memulai memasarkan hasil masakannya dengan cara dijual secara online melalui media sosial. Jangkauan konsumen menjadi lebih luas, karena bukan hanya untuk lingkungan sekitar tapi juga menjangkau lebih luas. 4. Membuat kerajinan tangan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
203
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Memiliki keahlian dalam merangkai bunga atau ide kreatif lainnya juga bisa menjadi lahan bisnis rumahan yang menghasilkan. Dengan adanya jaringan internet, cara memasarkan hasil kerajinan tangan juga jadi lebih mudah karena bisa dipasarkan melalui akun media sosial pribadi para ibu rumah tangga 5. Penerjemah online Para ibu rumah tangga yang memiliki kemampuan berbahasa asing bisa menjadi seorang penerjemah online. Terutama para ibu rumah tangga yang memiliki kemampuan bahasa yang jarang dikuasai oleh orang lain seperti bahasa Rusia, bahasa Turki, bahasa Swedia dan lainnya. Dengan beberapa pilihan profesi tersebut, ada beberapa manfaat bisnis online yang didapatkan untuk meningkatkan perekonomian keluarga, yaitu: 1. Memperoleh penghasilan untuk penunjang kebutuhan keluarga Dengan memiliki bisnis online, para ibu rumah tangga bisa menjadi penunjang penghasilan bagi keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarganya seperti kebutuhan pokok seperti sandang (pakaian), pangan dan papan (tempat tinggal). 2. Sumber dana untuk kebutuhan masa depan Kebutuhan masa depan adalah kebutuhan yang tidak mendesak, tidak harus dipenuhi saat ini namun tetap harus disediakan guna kepentingan masa yang akan datang. Kebutuhan ini seperti tabungan pendidikan anak, tabungan hari tua, asuransi kesehatan. Dengan memiliki penghasilan dari bisnis online para ibu rumah tangga bisa mengalokasikan penghasilan bulanan untuk kebutuhan masa depan. Optimalisasi Media Sosial Sebagai Strategi Bisnis Ibu Rumah Tangga Media sosial semakin banyak digunakan oleh para ibu rumah tangga selain untuk menghubungkan teman dan relasi yang jauh juga dimanfaatkan sebagai media untuk mengembangkan bisnisnya. Pada era teknologi ini, internet merupakan salah satu media komunikasi yang dapat dikatakan murah dan bisa diakses secara mobile. Aktif di media sosial adalah salah satu cara dalam membangun hubungan baik dengan konsumen dalam rangka mempertahankan bisnis agar semakin besar. Selain itu, melalui media sosial akan dengan mudah dan cepat mendapatkan feedback dan komunikasi dari pelanggan serta partner bisnis. Untuk itu diperlukan suatu cara untuk mengoptimalkan media sosial dalam pengembangan bisnis yaitu dengan cara sebagai berikut: 1. Konsistensi Gunakan waktu setiap hari untuk mengerjakan bisnis secara konsisten di media sosial. Jadikan media sosial tampil menarik dan bermanfaat sehingga para konsumen menjadi tertarik untuk mencari lebih jauh tentang bisnis yang dijalankan. 2. Fokus pada salah satu media Ada banyak sosial media yang bisa digunakan untuk memulai bisnis. Namun, akan lebih baik jika memanfaatkan satu media sosial saja. Pilih media sosial yang dirasakan cocok dan bisa digunakan serta diakses oleh para konsumen. 3. Beri sentuhan personal pada setiap konten media sosial Setiap orang memiliki karakter khas, begitupun dengan para ibu rumah tangga yang memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini sangat diperlukan dalam membangun branding usaha. Ciri khas yang diberikan pada setiap konten yang ada menjadikan pengguna media sosial mengenali pemilik bisnis, sehingga para konsumen pun merasa dekat dan percaya dengan pemilik bisnis. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
204
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Kendala Ibu Rumah Tangga Dalam Optimalisasi Media Sosial Untuk Bisnis Online Memulai suatu usaha atau bisnis memang tidak mudah. Ada berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi. Beberapa kendala yang dihadapi para ibu rumah tangga dalam optimalisasi media sosial untuk bisnis online yang dijalankan antara lain: 1. Minimnya pengetahuan Pendidikan formal para ibu rumah tangga secara tidak langsung mempengaruhi tingkat pengetahuannya dalam mengembangkan bisnis. Namun, untuk mengatasi hal tersebut, harus ditunjang dengan adanya sarana pelatihan dari berbagai lembaga informal. Kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pelatihan berpengaruh terhadap minimnya jaringan informasi untuk pemasaran dan distribusi produk. 2. Keterbatasan dalam budaya Hingga saat ini, masyarakat masih berpendapat bahwa peran perempuan sebatas lingkungan domestik, yaitu mengurus rumah dan keluarga. Pandangan ini secara tidak langsung akan membatasi gerak para ibu rumah tangga dalam memulai bisnis untuk membantu perekonomian keluarga. Dengan adanya perkembangan dibidang teknologi, para ibu rumah tangga bisa menjalankan usaha dirumah tanpa mengorbankan keluarga 3. Kurangnya akses ke layanan pinjaman Bisnis tidak akan bisa dijalankan tanpa adanya modal. Hal ini juga menjadi kendala besar bagi ibu rumah tangga dalam memulai usahanya. Kurangnya akses ke layanan pinjaman membuat para ibu rumah tangga menjadi terbatas ruang geraknya. Untuk mengatasi hal ini, bisa dengan cara mengajukan pinjaman modal usaha ke bank atau koperasi yang memiliki bunga rendah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perkembangan internet di Indonesia membuat perkembangan media sosial juga bergerak cepat. Ada 3 media sosial yang berkembang, yaitu facebook, instagram dan youtube. Tahun 2016, ada 132, 7 juta pengguna internet di Indonesia. Dalam era jejaring sosial sekarang ini terjadi pergeseran dari pemasaran offline ke pemasaran online. Salah satunya melalui media sosial. Hal ini dimanfaatkan oleh para ibu rumah tangga untuk mendapatkan penghasilan. Saran Para ibu rumah tangga yang menggunakan media sosial untuk mengembangkan bisnis usahanya harus meningkatkan pengetahuannya agar bisa memasarkan produknya lebih luas. Selain itu para ibu rumah tangga harus bisa membuktikan paradigma bahwa perempuan tidak bisa memiliki penghasilan dari bisnis adalah suatu hal yang keliru. Paradigman ini bisa dibuktikan jika ada lebih banyak lagi ibu rumah tangga yang memilih wirausaha sebagai sumber penghasilan dalam keluarga. DAFTAR PUSTAKA Buchari Alma, 2006. Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Alfabeta, Bandung Dumairy, Perekonomian Indonesia, Jakarta, Erlangga, 2002. Griffin, Ricky W dan Ronald J. Ebert, Bisnis. Edisi Bahasa Indonesia. Edisi kedelapan. Jilid 2. Alih Bahasa: Sita Wardhani. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. Kartajaya, Hermawan. 2008. New Wave Marketing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Hutama PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
205
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Kaplan, A.M & Haenlein, M. 2010. Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons Kurniawan, 2010. Membangun Bisnis Sekolah Online. PT Media Komputindo Merril, T., Latham, K. Santalesa R, Navetta, D, 2011. Social Media: The Business Benefit May Be Enermous, But Can The Risks-Reputation, Legal, OperationalBemitigated Information Law Group, Apr Umar, Husein, Studi Kelayakan Bisnis. 2009. PT Gramedia Pustaka Utama Yoo, K. H & Gretzel, U. 2011. Creating More Credible and Persuasive Recommender Systems: The Influence of Source Characteristics on Recommender System Evaluations. Recommender Systems Handbook, Vienna, Austria: Springer Zimmerer, T.W., Scarborough, N.M., Wilson D. 2008. Essentials of Entrepreneurship and Small Business Management, 5th Ed., New Jersey: Pearson
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
206
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
EVALUASI DAMPAK PENERAPAN SISTEM INFORMASI PEMASARAN PADA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) (studi pada UKM Produk Olahan Ikan di Kabupaten Gresik) Indah Yuliasari FTMIPA, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta (
[email protected]) Hp.085732798678 Abstrak; Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan oleh pemerintah dan swasta terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) industi produk Olahan Ikan . Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dampak kegiatan pembinaan dan pengembangan tersebut terhadap peningkatan kinerja UKM dengan menggunakan indikator kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, dan kerjasama. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan pedoman wawancara dan telaah dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Lokasi penelitian ini adalah di UKM industri produk Olahan Ikan di Kabupaten Gresik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan terhadap UKM industri produk Olahan ikan di kabupaten Gresik oleh pemerintah dan swasta dilakukan melalui tiga cara yaitu kegiatan bimbingan dan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, dan bantuan pengembangan berupa modal atau peralatan. Ketiga bentuk bantuan ini sangat bermanfaat bagi UKM dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Secara umum pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan pada UKM industri produk olahan ikan di kabupaten Gresik tidak mengalami hambatan yang berarti. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan berdampak signifikan terhadap peningkatan kinerja UKM. Kualitas produksi menunjukkan peningkatan karena materi yang diperoleh diikuti dengan praktek dan bantuan pengembangan. Peningkatan kuantitas produksi juga terjadi karena tercipta perluasan pemasaran baik berupa mitra baru dan penguasaan teknologi (internet). Pembinaan dan pengembangan juga meningkatkan pemahaman pengusaha mengenai pentingnya kepuasan pelanggan, terutama dalam memperhitungkan waktu pelayanan agar memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini juga membawa dampak yang baik terhadap peningkatan kerja sama dengan beberapa pihak baik konsumen maupun mitra baru. Kata kunci : Informasi Pemasaran, UKM Abstract; This research is a qualitative descriptive research. The purpose of this research is to know the implementation of development and development activities by government and private to small and medium enterprises (UKM) industry of Processed Fish products. This study also aims to determine the impact of development and development activities on improving the performance of SMEs by using indicators of quality, quantity, timeliness, and cooperation. Data collection techniques were conducted through interviews using interview guides and study documents related to the research. The location of this research is in UKM Fish Processed product industry in Gresik Regency. The results showed that the development and development of UKM fish product industry in Gresik regency by the government and private sector is done through three ways: guidance and counseling activities, education and training, and development assistance in the form of capital or equipment. These three forms of assistance are very useful for UKM in improving their knowledge and skills. In general, the implementation of development and development activities for UKM of the processed fish products industry in Gresik Regency did not PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
207
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
experience significant obstacles. The results of this study also indicate that coaching and development have a significant impact on improving the performance of UKM. Production quality shows improvement because the material obtained is followed by practice and development assistance. Increased quantity of production also occurs due to the creation of a marketing expansion both in the form of new partners and mastery of technology (internet). Guidance and development also enhances the entrepreneur's understanding of the importance of customer satisfaction, especially in calculating the service time to meet customer needs. It also has a good impact on improving cooperation with several parties, both consumers and new partners. Keywords : Information Marketing, UKM PENDAHULUAN Percepatan pembangunan yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya akibat krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa Indonesia sekitar tujuh tahun yang lalu terus dilakukan. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan ruang gerak yang proporsional kepada para pengusaha kecil dan menengah (UKM) sekaligus memberdayakannya. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa sektor riil yang dikuasai oleh perusahaan konglomerasi yang tidak didukung oleh kinerja yang baik, menyebabkan mereka menjadi bangkut akibat krisis, yang selanjutnya dalam skala yang lebih luas menjadikan negara Indonesia terpuruk karena jumlah mereka yang sedikit ternyata menguasai sebagian besar perekonomian nasional. Di sisi lain, perusahaan kecil dan menengah (UKM) yang jumlahnya sangat banyak namun mempunyai porsi peranan yang kecil dalam perekonomian nasional, ternyata mampu bertahan dalam situasi krisis. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan perekonomian nasional Indonesia sesungguhnya berada pada UKM yang secara masal merupakan skala ekonomi kerakyatan. Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil berkaitan dengan masalah kemampuan manajemen atau pengelolaan yang kurang profesional. Hal ini disebabkan pengetahuan yang dimiliki sangat terbatas. Masalahmasalah manajemen ini meliputi, masalah struktur permodalan, personalia dan pemasaran. Selain masalah di atas, ada juga masalah teknis yang sering dijumpai yaitu : masalah belum dimilikinya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik, karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dengan keluarga, masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memeperoleh pinjaman baik dari Bank maupun modal ventura, karena kebanyakan usaha kecil mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakain ketat, masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah, masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaiangan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualiatas rendah, dan tingginya harga bahan baku, masalah inovasi dan perbaikan kualitas barang dan efisiensi. Pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan ekonomi telah berusaha mengembangkan dan memberdayakan usaha kecil dan menengah sebagai penopang bagi perekonomian nasional, baik sebagai penyedia lapangan kerja, lapangan usaha maupun penghasil devisa negara. Hal ini dapat dilihat dari data BPS tahun 2000 yang menyebutkan bahwa Sektor Koperasi dan UKM mampu menyerap tenaga kerja secara nasional sebesar 99,47%. Dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), sektor Koperasi dan UKM memberikan kontribusi sebesar 41,32% dan 16,38%. Dalam kegiatan usaha, sektor UKM dan Koperasi memberikan kontribusi sebesar 99% dari total unit usaha. Sektor UKM dan Koperasi tumbuh sebesar 276 % dalam kegiatan ekspor nasional. Dengan melihat kinerja UKM di PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
208
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
atas, sebenarnya UKM tidak membutuhkan dukungan yang berlebihan dari pemerintah, karena mereka dapat bekerja secara mandiri. Hal terpenting yang dibutuhkan oleh UKM adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Kemajuan suatu usaha ditentukan oleh entrepreneur yang secara sistematik tumbuh pesat dan mempunyai dasar pengetahuan (knowledge base) dimana kecepatan, gerak serta inisiatif menjadi inti kesuksesan. Entrepreneur adalah seseorang yang kreatif dan inovatif , yang dapat menangkap peluang usaha serta memiliki visi pengembangan usaha. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat berperan bagi setiap perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan yang semakin ketat. Demikian juga di bidang pemasaran, kebijakan sistem informasi ditetapkan untuk meraih peluang-peluang pasar yang selama ini tidak dapat diraih dengan sistem yang lama atau ditemukannya banyak kelemahan pada sistem yang lama. Misalkan : peluang pasar baru yang dapat diraih dengan sistem pemasaran melalui internet, mengetahui jumlah permintaan konsumen secara akurat, atau mengetahui jumlah pesaing yang ada untuk merumuskan strategi pemasaran yang tepat. Usaha kecil dan menengah (UKM) sudah waktunya memikirkan bagaimana untuk mengatur dan mengelola informasi yang sesuai dengan misi, visi, dan kekhasan manajemen. Suatu sistem informasi pemasaran (SIP) terdiri dari orang-orang, peralatan, dan prosedurprosedur untuk mengumpulkan, menyortir, menganalisis, mengevaluasi dan mendistribusikan informasi yang tepat waktu, akurat, dan dibutuhkan kepada pembuat keputusan pemasaran (Kotler, 1995; 143). Pengembangan sistem informasi berarti menyusun suatu sistem yang baru untuk mengganti sistem yang lama atau memodifikasi sistem yang sudah ada. Aktivitas untuk memodifikasi atau bahkan pembuatan sistem informasi baru mensyaratkan keterlibatan pihak pemakai dan pihak manajemen. Entrepreneur yang berbasis pengetahuan, akan dapat menciptakan ide-ide baru, menangkap peluang-peluang yang ada sekaligus dapat meningkatkan akselerasi usahanya dengan basis keunggulan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah profil UKM industri produk olahan ikan yang ada di Kabupaten Gresik dilihat dari sistem informasi pemasaran yang digunakan ? 2. Permasalahan dan kendala apakah yang dihadapi UKM industri produk ikan olahan di kabupaten Gresik dalam penerapan sistem informasi pemasaran? 3. Sejauh manakah peran pemerintah daerah mengembangkan UKM industri produk olahan ikan di kabupaten Gresik ? 4. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan pengembangan sistem informasi pemasaran bagi UKM industri produk olahan ikan di kabupaten Gresik ? Dalam penelitian ini dibatasi pada objek penelitian yaitu UKM yang bergerak dibidang industri produk olahan ikan yang ada di Kabupaten Gresik, karena industri tersebut banyak tersebar di Kabupaten Gresik dan banyak menyerap tenaga kerja. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Usaha Kecil Pengertian usaha kecil di Indonesia masih sangat beragam. Menurut Departemen Perindustrian dan Bank Indonesia (1990) mendefinisikan usaha kecil berdasarkan nilai asetnya, yaitu suatu usaha yang asetnya (tidak termasuk tanah dan bangunan) bernilai kurang dari Rp.600 Juta. Sedangkan departemen Perdagangan mendefinisikan usaha kecil sebagai usaha yang modal kerjanya kurang dari Rp.25 Juta. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), industri kecil adalah usaha industri yang melibatkan tenaga kerja antara 5 sampai dengan 19 orang. Sedangkan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
209
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
industri rumah tangga adalah usaha industri yang memperkerjakan kurang dari 5 orang. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, yang dimaksud dengan usaha kecil adalah : a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200 Juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 Miliar c. Milik Warga Negara Indonesia, d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tak langsung dengan usaha menengah dan besar, e. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum, termasuk koperasi. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa usaha kecil adalah suatu usaha yang bercirikan: a. kegiatan usahanya tidak formal serta mempunyai struktur organisasi yang sederhana b. jumlah tenaga kerja terbatas, berkisar antara 2 sampai dengan 25 orang c. manajemen dan sistem pencatatannya sangat sederhana d. skala ekonomi kecil dan daerah pemasarannya terbatas Berbagai pihak termasuk Pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat perlu memberdayakan usaha kecil dan menengah melalui upaya penumbuhan iklim usaha yang kondusif, pembinaan dan pengembangan sehingga usaha kecil dan menengah mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan besar. Pemberdayaan usaha kecil bertujuan untuk (Undang-undang RI Nomor 9 tahun 1995): a. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi Usaha Menengah, b. Meningkatkan peranan Usaha Kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional. Pemerintah berusaha menumbuhkan iklim usaha bagi Usaha Kecil Menengah melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan melalui aspek: a. Pendanaan; b. Persaingan; c. Prasarana d. Informasi e. Kemitraan; f. Perizinan usaha; dan g. Perlindungan. Dari aspek pendanaan, pemerintah menetapkan kebijakan untuk memperluas sumber pendanaan, meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan, memberikan kemudahan dalam pendanaan. Dari aspek persaingan, pemerintah menetapkan kebijakan untuk meningkatkan kerja sama sesama Usaha Kecil dalam bentuk koperasi, asosiasi, dan himpunan kelompok usaha untuk memperkuat posisi tawar Usaha Kecil, mencegah struktur pasar yang dapat melahirkan persaingan yang tidak wajar dalam bentuk monopoli, oligopoli, dan monopsoni yang merugikan usaha kecil, serta mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorang atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Kecil. Dari aspek prasarana, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan Usaha Kecil, dan memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Kecil. Dari aspek PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
210
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
informasi, pemerintah menetapkan kebijakan untuk membentuk dan memanfaatkan bank data dan jaringan informasi bisnis serta mengadakan dan menyebarkan informasi mengenai pasar, teknologi, desain dan mutu. Dari aspek kemitraan, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mewujudkan kemitraan dan mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar. Dari aspek perizinan usaha, pemerintah menetapkan kebijakan untuk menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan terwujudnya pelayanan sistem satu atap dan memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan. Dari aspek perlindungan, pemerintah menetapkan kebijakan untuk menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan; rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima serta lokasi lainnya, mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai nilai seni budaya yang bersifat khusus dan turun temurun; mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan Usaha Kecil melalui pengadaan secara langsung dari Usaha Kecil; mengatur penagadaan barang dan jasa dan pemborongan kerja pemerintah; serta memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan. Upaya pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil diarahkan pada bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Upaya pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dari bidang produksi dan pengolahan, dengan cara meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan; meningkatkan rancang bangun dan rekayasa; serta memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong dan kemasan. Upaya pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dari bidang pemasaran, dengan cara melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran; menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji coba pasar; mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi; serta memasarkan produk Usaha Kecil. Upaya pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dari bidang sumber daya manusia, dengan cara memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan; meningkatkan ketrampilan teknis dan manajerial; membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan dan konsultasi Usaha Kecil; serta menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan Usaha Kecil. Upaya pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dari bidang teknologi, dengan cara meningkatkan kemampuan di bidang penelitian teknologi produksi dan pengendalian mutu; meningkatkan kemampuan di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru; memberikan insentif kepada Usaha Kecil yang menerapkan teknologi baru dan melestarikan lingkungan hidup; meningkatkan kerja sama dan alih teknologi; menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan di bidang desain dan teknologi bagi Usaha Kecil. Untuk meningkatkan kemampuan usaha, para pelaku Usaha Menengah dan Usaha Besar diharapkan dapat melaksanakan hubungan kemitraan dengan Usaha Kecil, baik memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha. Kemitraan dilaksanakan dengan pola : inti-plasma, subkontrak, dagang umum, waralaba, keagenan dan bentuk-bentuk lainnya, disertai dengan upaya pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil. Usaha kecil yang merupakan bagian integral dari dunia usaha secara umum di Indonesia, mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Konsep dan Karakteristik Entrepreneur.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
211
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
William D. Bygrave (1996) menyatakan bahwa seorang wirausahawan (entrepreneur) adalah seseorang yang memperoleh peluang dan menciptakan organisasi untuk mengejarnya. Proses kewirausahaan (entrepreneurship) menyangkut segala fungsi, aktifitas, dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi untuk mengejarnya. Seorang entrepreneur memperoleh ide melalui pengalaman masa lalu atau pekerjaannya saat ini. Pengalaman masa lalu dapat diperoleh dari latar keluarga atau pengalaman diri sendiri atau dalam interaksinya dengan orang lain. Lebih lanjut William D. Bygrave (1996) menggambarkan sifat-sifat entrepreneur yang sukses, yaitu: 1. Entrepreneur memiliki visi atas masa depan dan sekaligus mempunyai kemampuan untuk mengimplimentasikannya. 2. Entrepreneur dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tegas, mereka dapat menangkap peluang dengan cepat dan mengelola waktu dengan baik. 3. Entrepreneur melakukan tindakan dengan cepat dan konsisten. 4. Entrepreneur mengimplementasikan usaha mereka dengan komitmen total. Mereka jarang meyerah, bahkan pada saat menjumpai kesulitan yang tampaknya tak mungkin diatasi. 5. Entrepreneur berdedikasi total terhadap bisnisnya dan bekerja keras. 6. Entrepreneur mencintai apa yang dikerjakannya, sehingga tidak cepat merasa bosan terhadap apa yang dilkerjakannya. 7. Entrepreneur harus menguasai rincian (detail) yang bersifat kritis dari suatu uasaha yang dilakukannya. 8. Entrepreneur bertanggung jawab atas nasibnya sendiri (Destiny) daripada bergantung pada orang lain. 9. Entrepreneur tidak pernah menganggap uang adalah segalanya, namun hanyalah sebuah kompensasi terdadap apa yang telah dikerjakannya. 10. Entrepreneur akan mendistribusikan dan mendelegasikan pekerjaanya sekaligus mendistribusikan pendapatannya kepada karyawannya. Mc. Clallend dalam Arman Hakim dkk.(2001) mengajukan konsep need for achievement yang selanjutnya diartikan sebagai virus kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat lebih baik dan terus maju, selalu berpikir untuk maju, dan memiliki tujuan yang realistik dengan mengambil risiko yang benar-benar telah diperhitungkan. Selanjutnya Mc. Clelland merinci karakteristik mereka yang memiliki sifat need for achievement sebagai berikut; a. lebih menyukai pekerjaan dengan risiko yang realistik b. bekerja lebih giat pada tugas-tugas yang memerlukan kemampuan mental c. tidak bekerja menjadi lebih giat dengan adanya imbalan uang d. ingin bekerja pada situasi yang dapat diperoleh pencapaian pribadi e. menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam kondisi yang memberikan umpan balik yang jelas dan positif f. cenderung berpikir ke masa depan dan memiliki pemikiran jangka panjang. Ukuran need for achievement dapat menunjukkan bagaimana jiwa entrepreneur seseorang. Semakin tinggi nilai need for achievement seseorang, semakin besar pula bakat potensialnya untuk menjadi wirausahawam yang sukses. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) Tumbuh dan berkembangnya jiwa wirausaha sangat ditentukan oleh faktor intern atau faktor bawaan dan faktor ekstern atau faktor lingkungan, sebagaimana perkembangan jiwa
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
212
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
manusia itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa wirausaha (entrepreneur) adalah (Arman Hakim dkk; 2001): a. Inteligensia, yaitu kemampuan individu secara sadar untuk menyesuaikan pemikirannya terhadap tuntutan baru, yaitu kemampuan menyesuaikan mental terhadap masalah dan keadaan baru. Inteligensia berkaitan dengan pemecahan masalah, perencanaan dan pengejaran prestasi yang sangat berarti dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan. b. Latar belakang budaya, secara tidak langsung, tingkah laku manusia dibatasi oleh norma atau nilai budaya setempat. Kebudayaan adalah cara manusia membentuk dan melihat lingkungannnya dan sebaliknya, budaya adalah hasil dari perilaku manusia sekaligus membentuk dan menentukan perilakunya sendiri maupun kelompok. c. Tingkat pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan seseoarang , makin luas wawasan dan pengetahuan seseorang dan makin mudah menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. d. Usia, dimana kepribadian manusia bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Makin berumur seseorang diharapkan makin mampu mengendalikan emosinya, dan sifat-sifat lainnya yang menunjukkan kematangan intelektual dan psikologinya. e. Pola asuh keluarga, juga sangat mentukan jiwa wirausaha bagi anaka-anak mereka. Anak-anak yang dididik mandiri, bekerja keras dan pantang menyerah semenjak kecil, akan memberikan pengalaman dan ketrampilan yang berharga bagi mereka kelak di kemudian hari. Sistem Informasi Pemasaran Menurut Kotler (1995), sistem informasi pemasaran terdiri dari orang, peralatan, dan prosedur untuk mengumpulkan, mensortir, menganalisis, mengevaluasi dan mendistribusikan informasi yang diperlukan, tepat waktu, dan akurat untuk pembuat keputusan pemasaran. Sedangkan fungsi sistem informasi pemasaran adalah : a. Menilai Kebutuhan Informasi. b. Mengembangkan Informasi yang Diperlukan. c. Mendistribusikan Informasi. Konsep dan Komponen Sistem Informasi Pemasaran (Kotler, 1995): Ke Manajer pemasaran pu tu sa Manajer pemasaran Manajer n pemasaran Mengembangkan Informasi pe m Analisis Informasi as Database Imternal ar an Inteligen Pemasaran Riset Pemasaran da n Lingkungan Pemasaran ko m un ik PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia” as i
213
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mencari gambaran tentang karakteristik populasi yang diteliti. Jenis Data yang Dibutuhkan : 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau belum melalui proses pengumpulan dan pengolahan dari pihak lain, misalnya data hasil wawancara dari responden yang berkaitan dengan spirit entrepreneurship yang dimilkinya. 2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain, misalnya data dari BPS dan Deperindag mengenai jenis dan jumlah UKM produk ikan olahan yang ada di Kabupaten Gresik. Data primer maupun data sekunder diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan survey di lapangan. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh pelaku UKM yang ada di Kabupaten Gresik, khususnya pada industri produk olahan ikan . Menurut catatan dari Kantor Departemen Koperasi dan PPK Kabupaten Gresik, jumlah industri kecil tangguh sebanyak 630 orang. Sedangkan jumlah sampel dalam penelitian diambil 10% dari jumlah populasi. Jadi jumlah sampel ditentukansebanyak 63 perusahaan kecil. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Sampling Untuk mengambil sampel sebagai nara sumber akan digunakan metode purposive sampling. Sampel diambil berdasarkan karakteristik industri produk olahan ikan, karena industri tersebut merupakan perusahaan manufakturing yang menyerap banyak tenaga kerja.Definisi Operasional Variabel Sistem informasi yang digunakan oleh para manajer / pengelola perusahaan dimulai dari sistem pencatatan internal. Adapun variabelvariabel yang diteliti meliputi: a. Sistem Pesanan sampai Pembayaran; meliputi informasi dari tenaga penjualan, pedagang perantara / agen, dan konsumen yang mengirimkan pesanan kepada perusahaan. Indikatornya: Bagaimana UKM dapat mengidentifikasikan seluruh kebutuhan konsumen / pesanannya, dan Pencatatan pesanan barang, pengiriman barang, dan cara pembayarannya. b. Sistem Pelaporan Penjualan; sebuah historikal catatan penjualan perusahaan dari waktu ke waktu. Indikator: Identifikasi pihak-pihak yang membutuhkan informasi penjualan, dan Penjualan, Daerah Penjualan dan Pemasaran. c. Sistem Intelijen Pemasaran; serangkaian prosedur dan sumber yang digunakan manajer untuk memperoleh informasi harian tentang perkembangan lingkungan pemasaran. d.Sistem Riset Pemasaran; upaya yang dilakukan oleh manajer dalam menganalisis dan menginterpretasikan fenomena yang muncul di dalam perusahaan maupun perubahan lingkungan pemasarannya. Metode Analisis Data Analisis Statistik Deskriptif, dengan menggunakan distribusi frekuensi untuk menjelaskan gambaran secara umum tentang profil UKM industri produk olahan ikan yang ada di Kabupaten Gresik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Agar informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat berguna bagi manajamen, maka analis sistem harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan informasi yang dibutuhkannya, yaitu dengan mengetahui kegiatan-kegiatan untuk masing-masing tingkat (level) manajemen dan tipe keputusan yang diambilnya. Dan dalam menata dan mengembangkan kapabilitas lokal untuk mentransfer teknologi dan inovasi, dibutuhkan kolaborasi, jaringan, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
214
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
dan klaster-klaster. Kemungkinan perusahaan UKM untuk memperhitungkan tingkat resiko dan biaya, dalam mengakses pasar, baik yang terkait dengan perusahaan kecil, sedang (menengah), dan besar, juga dalam konteks tukar-menukar informasi (sebagai contoh, dalam hal pengembangan teknologi dan pemasaran produk-produk alami) serta hubungan komersial. Dengan demikian, sesungguhnya UKM amat potensial untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pasar internasional yang demikian kompetitif. Saran Sistem informasi manajemen masih belum tertata dengan baik di Indonesia.Karena ruang lingkup untuk usaha kecil dan menengah (UKM) tidak banyak menggunakan metode insourcing, cosourcing, danoutsourcing. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya tersendiri, sehingga tidak ada metode yang mutlak lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya. Perencanaan dan pengendalian dapat digunakan untuk aktivitas pembelian, penjualan, dan persediaan. DAFTAR PUSTAKA Arman Hakim dkk, 2001. Membangun Spirit Enterpreneur Muda; Suatu Pendekatan Praktis. Penerbit PT Elex Komputindo, Jakarta. Deborah V. Brazeal dan Theodore T. 1999. The Genesis of Entrepreneurship. Entrepreneurship Theory and Practice, Baylor University, Vol. 23 p. 319-334. Fandy Tjiptono, 1998. Strategi Pemasaran, Edisi Pertama, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Freddy Rangkuti, 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Penerbit Gramedia, Jakarta. Jess H. Chua dkk. 1999. Defining the Family Business by Behavior. Entrepreneurship Theory and Practice. Baylor University. Vol. 23. No.4 Philip Kotler, 1997. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan Implementasi dan Control, Penerbit Prehalindo, Jakarta. Philip Kotler, dan Gary Amstrong, 1997. Prinsip-Prinsip Pemasaran, Penerbit Erlangga, Jakarta. Swastha Basu dan Irawan, 1997 Manajemen Pemasaran Modern, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Warren J. Keegan. 1996. Manajemen Pemasaran Global, Edisi V, Penerbit Prehalindo, Jakarta. William F. Glueck dan Lawrence R. Jauch, 1996. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, Penerbit Erlangga, Yogyakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Biodata Penulis : Nama : Indah Yuliasari Pekerjaan : Dosen tempat dan tanggal lahir : Gombong, 22 Juli 1976 pendidikan S-1: UNIKA Soegijapranata Semarang lulus tahun 1999 pendidikan S-2 : UNIKA Soegijapranata Semarang lulus tahun : 2012 alamat kantor :Jl. Nangka No.58C Tanjung Barat Jagakarsa Jakarta Selatan alamat rumah lengkap untuk surat-menyurat : Viola B-12 Graha raya Bintaro Tangerang Selatan
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
215
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PERAN BUZZ MARKETING DALAM MENJARING SISWA BARU di BIMBINGAN BELAJAR ALUMNI JOGJA Khoirul Umam dan Fadillah Hisyam Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Sosial Universitas Indraprasta PGRI
[email protected] atau
[email protected] Abstrak; Bimbingan belajar merupakan sebuah entitas bisnis yang bergerak di bidang jasa dan berorientasi profit. Terkait eksistensinya, sekolah merupakan mitra bisnis utama yang berkontribusi kepada perolehan siswa sebagai end user dari produk bimbel tersebut. Persoalan belajar siswa di sekolah merupakan target utama bimbel dalam memasarkan produk layanan belajarnya. Tantangan yang dihadapi bimbel selain menjadi support system dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, juga berhadapan dengan persaingan bisnis riil pada bimbel sejenis. Sehingga bimbel harus menemukan strategi efektif dalam promosi untuk meningkatkan perolehan siswa yang mendaftar, salah satu cara yang digunakan adalah Buzz Marketing. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif eksplanatif yang menjelaskan apakah ada peran dan hubungan antara Buzz Marketing terhadap perolehan siswa? Bahkan apakah Buzz Marketing merupakan faktor penentu utama dari perolehan siswa di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA? Hasil penelitian menjelaskan bahwa dari 100% faktor-faktor yang menyebabkan siswa mendaftar, sebesar 49,54% siswa mendaftar karena rekomendasi dari pertemanan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Q Sorting dengan menggunakan kuesioner kepada 109 siswa yang belajar dengan teknik pengolahan dan peenyajian data dalam bentuk tabulasi. Kata Kunci: Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA, Bimbel, Buzz Marketing, siswa PENDAHULUAN Bimbingan belajar merupakan sebuah entitas bisnis yang bergerak di bidangjasa. Sebagai lembaga pendidikan informal, bimbingan belajar (bimbel) memiliki peran dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan, yaitu mendukung program belajar nasional dan berupaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan kata lain, bimbingan belajar merupakan sebuah entitas bisnis berorientasi profit (profit oriented) dengan jasa konsultasi belajar sebagai produk utamanya. Sekolah, di sisi lain, merupakan mitra bisnis yang memiliki hubungan saling menguntungkan (Symbiosis mutualism) kepada bimbel dalam hal memberikan kontribusi terhadap perolehan siswa untuk mendaftar di bimbel tersebut. Sehingga hubungan ini begitu erat dan saling mempengaruhi dalam eksistensi bimbel dalam kegiatan bisnisnya secara keseluruhan.Sekolah merupakan mitra kerjasama utama bagi bimbel yang dapat memberikan akses, mengakomodir, memfasilitasi bimbel untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi lebih dekat dengan siswa dalam konteks mensosialisasikan program belajar yang ditawarkan kepada siswa. Siswa merupakan enduser dari produk bimbel, yaitu jasa konsultasi belajar. Sebagai enduser, siswa/pelajar merupakan pangsa pasar utama bagi bimbel. Sehingga produk-produk yang ditawarkan kepada siswa adalah jasa pelayanan konsultasi dan bimbingan belajar. Hasil pengamatan penelitimenunjukkan bahwa pembelajaran di kelas yang monoton, rutinitas tugas yang menumpuk yang kerap kali diberikan kepada siswa, metode PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
216
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
belajar konvensional yang sering kali diterapkan oleh guru-guru yang kurang mau mengembangkan diri dalam mengajar, antara lain merupakan faktor penyebab siswa kerap kali menghadapi kendala dalam belajar dan memahami pelajaran. Sehingga siswa sering mengeluh dalam belajar disebabkan oleh faktor siswa tidak mengerti pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah. Ditambah lagi dengan tekanan-tekanan psikologis dalam belajar yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar di kelas, membuat tingkat stressing belajar siswa cukup tinggi. Sehingga wajar jika tidak sedikit siswa yang ditemui mengalami kelelahan psikologis dalam belajar yang berdampak kepada prestasi belajarnya. Tingkatkelulusan dan ketidaklulusan siswa setiap tahun di sisi lain, yang cukup signifikan juga menjadikan bimbel sebagai alternatif partner belajar siswa. Jika melihat data dari Ujian Nasional 2010/2011 (dirangkum dari berbagai sumber), kelulusan peserta Ujian Nasional SMA/MA secara nasional mencapai 99,22 persen atau dari sebanyak 1.461.941 peserta UN SMA/MA jumlah peserta yang lulus sebanyak 1.450.498 siswa sedangkan yang tidak lulus 11.443 siswa atau 0,78 persen. Sementara tingkat ketidaklulusan terjadi pada provinsi lain yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan ketidaklulusan 1.813 siswa dari 32.532 peserta UN atau 5,57 persen, Bangka Belitung 250 siswa tidak lulus dari 6.035 siswa (4,14 persen), Kalimantan Tengah 595 siswa tidak lulus dari 14.880 peserta (4persen). Selanjutnya, Papua 430 siswa tidak lulus dari 13.090 peserta (3,38 persen), Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 1.701 siswa tidak lulus dari 53.387 peserta (3,19 persen), Sumatra Barat 1.167 tidak lulus dari 43.211 peserta (2,7 persen), dan Sulawesi Tengah 487 siswa tidak lulus dari 19,071 peserta (2,55 persen) (http://kampus.okezone.com/read/2011/05/16/373/457446/tujuh-provinsi-terburuk-un2011). Dari sisi tersebut sekolah melirik bimbel sebagai mitra pendidikan yang dapat memberikan variasi dan penyegaran dalam pembelajaran di kelas terhadap siswa didiknya. Bimbel dianggap dapat memberikan suasana belajar yang berbeda kepada siswa dari kekakuan dan metode pembelajaran yang monoton di sekolah selama ini dan memberikan metode-metode pembelajaran unik (misalnya dengan rumus praktis) yang dapat membantu siswa lebih paham pada materi pelajaran yang diajarkan. Rutinitas guru terhadap administrasi sekolah, jadwal belajar yang begitu padat, target-target materi pelajaran yang harus dicapai oleh guru bidang studi, jadwal ujian nasional dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang seringkali berubah-ubah, merupakan sekelumit persoalan yang dihadapi sekolah setiap hari dalam sepanjang tahun ajaran pendidikan, yang menyebabkan sekolah seringkali tidak memiliki tenaga dan waktu yang cukup dalam memberikan tambahan belajar siswa di kelas. Dengan durasi waktu per mata pelajaran sebesar 2 (dua) jam (@ 45 menit), serta jumlah siswa per kelas rata-rata sekitar 30-40 orang, membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif dan akan mempersulit proses transfer ilmu dari guru terhadap siswa. “Ketidakmampuan” sekolah dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa inilah yang kemudian dijadikan peluang emas oleh bimbel untuk membantu sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa didiknya sekaligus peluang bisnis yang menguntungkan dan memiliki prospek masa depan cerah dalam bidang pendidikan. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, ketimpangan sistem dan struktur pendidikan nasional ternyata telah membawa berkah tersendiri bagi dunia bisnis per-bimbel-an. Gap yang terjadi pada pendidikan nasional ini telah menjadikan dunia pendidikan sebagai lahan subur bagi bimbel untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Sehingga tak heran jika prospek dunia usaha di bidang pendidikan ini banyak dilirik dan dimanfaatkan oleh sebagian pihak pemodal untuk mendirikan usaha bimbel dengan mengusung berbagai PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
217
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
metode dan program belajar yang unik. Hasilnya, dapat dilihat maraknya bimbel-bimbel (mulai dari bimbel gurem sampai bimbel resmi) bertebaran hampir di setiap wilayah kota. Dengan kata lain, persaingan bimbel dalam dunia pendidikan saat ini cukup ketat. Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Bersama Nasional (UAS-BN), merupakan ladang emas bagi bimbel untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis pendidikan ini. Ketakutan siswa dan orang tua siswa terhadap ketidaklulusan pada UN & UASBN, mengakibatkan kepanikan sekaligus memunculkan kebutuhan yang tinggi terhadap pelajaran tambahan, kondisi tersebut belum ditambah lagi dengan minat siswa yang selalu tinggi setiap tahunnya untuk masuk perguruan tinggi negeri favorit. Seperti gayung bersambut, bimbel melihat kebutuhan tersebut sebagai bisnis yang menguntungkan. Di sisi lain, seiring dengan meningkatnya kesadaran orang tua siswa akan pentingnya pendidikan bagi anaknya. Orangtua kemudian mendaftarkan anaknya untuk mengikuti program belajar di bimbel tertentu dengan ragam fasilitas dan kualitas program belajar yang ditawarkan. Berdasarkan kondisi di atas, tanpa disadari telah merangsang pertumbuhan jumlah bimbel. Banyak bimbel kemudian bermunculan dengan berbagai nama yang mengusung beragam variasi program belajar dengan berbagai metode belajar yang ditawarkan. Sebut saja seperti Primagama dengan mengusung metode belajar SMART Solution-nya, Ganesha Operation dengan mengusung program belajar The King Of The Fastest Solution,Bimbingan Tes Alumni Group yang lebih konsern kepada program belajar untuk SNMPTN. Pada akhirnya hal ini akan memunculkan persaingan di antara bimbel-bimbel tersebut dalam perolehan konsumen (siswa). Dalam rangka menarik minat siswa untuk mendaftar, banyak bimbel melakukan promosi dan strategi pemasaran lainnya demi memperoleh target jumlah siswa baru yang mendaftar di bimbel bersangkutan. Sebagian bimbel melakukan promosi dengan menggunakan media-media promosi secara konvensional seperti spanduk, brosur, pamphlet, iklan di internet, dan sejenisnya. Sebagian lainnya melakukan dengan cara menyelenggarakan seminar-seminar, try out di sekolah, menyelenggarakan olimpiade sains yang bekerjasama dengan sekolah serta lembaga sponsor lainnya, hingga membeli durasi acara di sebuah stasiun televisi. Dari kondisi ketatnya persaingan dunia usaha di bidang pendidikan tersebut, bimbel perlu melakukan komunikasi pemasaran yang efektif dalam rangka menjaga kualitas produk dan meningkatkan pelayanan kepada konsumen, salah satunya melalui iklan. Berdasarkan pengamatan pengamatan penulis, rata-rata bimbel menyampaikan pesan-pesan iklannya secara monoton dan tradisional. Sehingga seringkali konsumen (siswa) tidak memahami pesan promosi yang disampaikan lewat media promosi yang digunakan. Hal ini terlihat mulai dari desain media iklan, pemilihan kata dan kalimat, pemilihan jenis huruf yang tidak sesuai, komposisi warna, foto dan simbol yang terkadang kurang pas terhadap pesan yang disampaikan atau momen pesan yang disampaikan. ALUMNI JOGJA, adalah bimbingan belajar yang bergerak di bidang pendidikan dan konsultasi belajar. Sejak berdirinya pada Mei 2008, ALUMNI JOGJA telah bekerjasama dalam mendukung program belajar dengan 49 sekolah se-Jabodetabek. Saat ini ALUMNI JOGJA telah memiliki satu cabang dan satu kantor pusat. Sejak berdirinya, ALUMNI JOGJA mengusung tema-tema khusus dan unik dalam setiap pesan promosinya. Slogan utama dalam logo ALUMNI JOGJA adalah “PINTAR GAYA JOGJA”. Selain itu ALUMNI JOGJA juga mengusung slogan-slogan tambahan seperti BELAJAR LEBIH MENYENANGKAN, dan PARTNER SETIA BELAJAR SISWA dalam setiap brosur dan spanduknya. Tujuan dari pencitraan tersebut adalah
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
218
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
menjadikan ALUMNI JOGJA di benak siswa sebagai tempat kedua (setelah sekolah) mereka untuk belajar. Namun begitu, ada beberapa hal yang penulis temukan dalam penelitian terhadap ALUMNI JOGJA terkait dengan penyampaian pesan-pesan iklannya di media iklan kepada konsumen, antara lain adalah pertama, slogan utama yang diusungnya yaitu PINTAR GAYA JOGJA terkesan tidak jelas. Hal ini dapat terlihat dari maksud dan tujuan dari kata PINTAR GAYA JOGJA tersebut yang dalam praktik kegiatan sehari-hari tidak mencerminkan metode pembelajaran seperti apa yang ingin diciptakan oleh ALUMNI JOGJA, dan seperti apakah metode pembelajaran siswa di Jogjakarta sehingga mereka menjadi pintar yang dalam hal ini akan diadopsi oleh bimbel ALUMNI JOGJA. Kecuali meja belajar lesehan yang ditemukan di setiap kelas (identik dengan nuansa Jogjakarta), pembelajaran yang dilakukan tidak berbeda dengan pembelajaran klasikal lainnya. Padahal, slogan merupakan janji ALUMNI JOGJA dalam memberikan pelayanan optimalnya kepada konsumen. Kedua, desain, pemilihan warna, kalimat dan kata-kata, penempatan posisi huruf, icon yang digunakan yang tercantum dalam brosur dan spanduk ALUMNI JOGJA terlihat kurang komunikatif dan kurang informatif. Sehingga tidak jarang menimbulkan kebingungan konsumen dalam membaca dan menangkap pesan yang disampaikan. Logo dicantumkan dengan komposisi yang kurang proporsional dengan tulisan lain dalam media brosur dan spanduk. Seringkali logo lebih besar ukurannya ketimbang ukuran huruf dari pesan iklannya. Begitu juga komposisi pemasangan foto dan pemilihan foto sebagai endorser, sebagian besar menggunakan siswa level SMP, padahal siswa yang belajar di ALUMNI JOGJA terdiri dari level kelas SD, SMP dan SMA. Tentunyaakan memunculkan kesan bahwa Bimbel ALUMNI JOGJA hanya berfokus pada segmen pasar SMP, padahal segmen pasar ALUMNI JOGJA terdiri dari SD, SMP dan SMA. Ketiga, Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA menerapkan metode promosi yaitu member get member kepada siswa, yaitu setiap siswa yang sudah belajar di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA, berhak memperoleh fee dari setiap teman yang berhasil diajaknya per orang untuk mendaftar dan menjadi siswa di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA. Selain itu, Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA juga melakukan presentasi produk ke kelas-kelas secara langsung. Namun kedua hal tersebut masih memiliki kendala pada rekomendator dan presenter yang harus memilik kecakapan dalam merayu calon konsumennya. Berdasarkan persoalan yang dihadapi di atas, maka dapatlah diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Tingkat kelulusan siswa pada Ujian Nasional yang cukup signifikan setiap tahun telah memunculkan kebutuhan siswa akan pelajaran tambahan di luar sekolah yang kemudian kondisi ini merupakan peluang emas bagi tumbuh suburnya bimbingan belajar. 2. Pertumbuhan usaha bimbingan belajar tersebut ternyata memunculkan persaingan bisnis yang pada akhirnya membutuhkan strategi komunikasi pemasaran yang jitu dan efektif untuk dapat memenangkan persaingan bisnis. 3. Banyak faktor yang berperan terhadap keputusan siswa untuk mendaftar menjadi peserta di ALUMNI JOGJA. Seperti pengaruh orang tua, lingkungan, teman, dan sebagainya. Buzz Marketingmerupakan faktor diantaranya yang berperan terhadap keputusan tersebut. Namun begitu, perlu diidentifikasi media mana (selain Buzz Marketing) yang lebih berperan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
219
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Pemasaran Duncan (2002: p. 214) menyebutkan bahwa marketing communication is the collective term of all the communication functions used in marketing a productadvertising, public relations, direct-response marketing, sales promotion and so on. Lebih lanjut Tom Duncan mengatakan bahwa tujuan dari komunikasi pemasaran adalah menambah nilai tambah sebuah produk di antara pelanggan dan perusahaan. Shimp (2007:42) mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai the collection of all elements in a brand’s marketing mix that facilitate exchanges by targeting the brand to a group of customers, positioning the brand as somehow distinct from competitive brands and sharing the brand’s meaning –its point of difference – with the brand’s target audience. Tujuan Komunikasi Pemasaran Varey (2002:290) mengatakan tentang tujuan komunikasi pemasaran sebagai berikut, when efforts to communicate are directed towards the accomplishment of marketing objectives, the process is termed a campaign. The marketing communication campaign may have one or several objectives, such as to:
create awareness of the company and its products inform and educate consumers and buyers encourage a preference for the company’s products over those of competing providers (a brand specifies the product and the provider) encourage product trial among potential new customers boost sales in the short term by stimulating action reassure customers and reinforce their particular desirable buying behaviour generate information from customers create sales leads
Periklanan (Advertising) Menurut Jeffkins (1995:51), periklanan menjadi penting ketika terdapat jarak antara pelanggan potensial dengan perusahaan (pabrik atau produsen) yang memiliki skala usaha yang besar dan menguasai pangsa pasar yang luas dalam penyediaan produknya. Hal ini berbeda dengan perusahaan atau produsen yang memiliki skala usaha kecil yang dapat menjual produknya secara langsung kepada pelanggan. Untuk perusahaan jenis ini tidak membutuhkan periklanan sama sekali. Fungsi Periklanan Menurut Farbey (2002:7), periklanan memiliki fungsi sebagai berikut: a. To create awareness. It can helps to makes things known. On the hole, people do not deal with things they have never heard of, or they prefer not to. b. To create or develop favourable attitudes. It can help to foster a positive view of the product or services. c. To develop a brand identity. Advertising can help invest a product with a special image or characteristic. d. To position a product in a market. Where a market is segmented, advertising can help position a product with a particular segment and identify with it.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
220
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
e. f. g. h.
i.
j.
k. l.
m. n.
To sustain relationships. It is a force to build and strengthen producer-customer relationships over time. To persuade. Advertising puts up the case for the customer to be attracted to the product on over. To create demand. Häagen Dazs or McDonald’s. communication makes the product seem desirable, worthwile and attainable. To build up enquiries. Often advertising is a bridge between the product and a sales call. Its function to obtain enquiries, for a sales call, or for literature, or for a sample, or for a price estimate. To support distributors. Where there is a distributive chain, the distributor may require reinforcement in the local marketplace. Advertising is the one of the forces that can supply this. To sustain the organization. A company may need to consolidate, or re-establish, or explain or reposition or rebuild relationships. It wishes to strengthen old friends or build new ones. Here advertising may a strong corporate role. To launch new products. Advertising is the key weapon in the battery of services use to launch products into the market place. To offset competition. One characteristic of the recent past has been the growth of the market concept. Another is the growth of the brand. A third feature is the growth of competitive activity. Farbey menambahkan bahwaadvertising helps meet competitors and match competitors, by persuading the customer or providing a counter-claim. In an increasingly competitive world, suppliers must advertise to protect themselves against primary competition, and sometimes against other categories of product too. To help provide a point of difference: people do not favour ‘me-too’ products. To help reach people: in some cases, an organisation may need to reach an important contact group, but finds it cannot do so directly, not effectively or economically.
Buzz Marketing Buzz Marketing merupakan pengembangan konsep word of mouth dari komunikasi pamasaran. Terdapat perbedaan spesifik antara Buzz Marketing dengan Word of Mouth dalam hal target audien yang menyasar pada kalangan muda serta kebutuhan perusahaan yang lebih spesifik untuk mengomunikasikan produknya kepada target konsumen melalui pembuktian produk dengan uji coba dan rekomendasi dari orang yang pernah mencoba produk tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Percy (2008: 142) bahwa buzz marketing is the term given to a newtrend in word-of-mouth brand communication that emerged in the mid2000sin an effortto better reachyounger consumers. Companies werecreatedto actively enlist the help of ‘ordinarypeople ’in talking aboutspecificbrands. Patrick (2001: 248) menjelaskan kebutuhan akan buzz marketing secara spesifik daripada word of mouth itu sendiri bahwa Word-of-mouth has always been important in steering the behaviour of people, but ithas become increasingly important also in people’s buying behaviour. More than two-thirds of all consumer buying behaviour is influenced by word-of-mouth advertising. Advertisers and advertising agencies have reacted by means of ‘hiding’ commercial messages in media content. Product placement in movies and shows on television is one example. And even in books this is practiced: Fay Weldon got a lot of criticism because she was paid to mention the luxury brand Bulgari in one of her books.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
221
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
But of course, people notice these tactics, and some of them will probably feel cheated and will not regard it as the honest communication they prefer. Lebih lannjut Patrick mengatakan bahwa People look for others they can relate and aspire to. Traditionally, media figures, celebrities,sports heroes, etc. play an important role in commercial communication. But recently, consumers seem to relate more to ‘ordinary’ people than to celebrities. This is the origin of buzzmarketing. The essence of buzz marketing is the fact that the spontaneous networks that makeup our society constitute the most effective way to meaningfully reach people and influenceconsumers. Buzz marketing is aimed at spreading the message through the personal networkof consumers. It is ‘organised-word-of-mouth’. Buzz marketing works on the basis of theprinciple ‘give them something to talk about’. It works on the basis of individuals who like toreceive messages and like to spread the word. The leaders of the process are called ‘alphas’,the followers are ‘bees’ Buzz is not something that just happens to companies; it can be organised. A typical example of buzz marketing is blogging (weblogging), individuals who give their opinion in realtime on internet diaries. Blogs are important for companies: they are an invaluable source of information, give reliable feedback on company activities, they are often an outlet for satisfied as well as dissatisfied customers, they constitute a reality check of marketing plans, and they enable companies to reach a relevant public. But buzz marketing can also be organised off-line. Watch out if someone offers you a fancy drink in a trendy bar. There is a good chance that they are paid by the manufacturer. This technique is called ‘Roach bait’. By means of ‘product seeding’ a manufacturer sends samples of a new product to ‘ideal consumers’ who then talk about it to their friends. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif eksplanatif karena metode ini berupaya menjelaskan realitas yang dipandang sebagai sesuatu yang konkrit dan saling mempengaruhi, dapat diamati dengan panca indera, dapat dikategorikan menurut jenis, bentuk, warna dan perilaku, tidak berubah, dapat diukur dan diverifikasi. Irawan (2000:61) mengatakan bahwa dengan metode eksplanatif, seorang peneliti tidak hanya bisa menjawab “apakah A berkorelasi dengan B?” (metode deskriptif), tetapi ia berusaha menjawab “Apakah A mempengaruhi B?”, dan lebih jauh “apakah A menyebabkan terjadinya B?”. inilah pertanyaan paling mendalam yang dapat diajukan seorang peneliti di dalam penelitiannya. Kerangka berfikir yang digunakan adalah positivisme yang berorientasi pada objek databerupa angka dan analisis menggunakan statistik yang hanya terdapat di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian adalah di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA yang terletak di Jalan Raya Bogor Km. 31, Cimanggis, Depok. Adapun gedung yang digunakan oleh Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA ini merupakan suatu workshop (outlet) yang terdiri dari tiga lantai yang memiliki empat ruang kelas dengan daya tampung masingmasing kelas sekitar 10 sampai dengan 12 orang dan kantor yang terdiri dari satu ruang resepsionis, dan satu ruang akademik. Di workshop tersebut terletak di pinggir jalan raya bogor dengan lokasi strategis dan akses transportasi angkutan umum dua puluh empat jam.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
222
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Populasi Dalam penelitian ini terdapat populasi siswa yang terdaftar di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA sebesar 109 siswa. Peneliti melakukan penelitian kepada 109 siswa objek penelitian keseluruhan tanpa menggunakan sampel. Instrumen Penelitian Dalam menggunakan instrument penelitian, peneliti akan menguji instrument tersebut melalui beberapa metode pengujian.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan QSorting. Menurut Thomas dan Watson (2002:153), Q-sorting consists of “a modified rank ordering procedure in which stimuli are placed in an order that is significant from the standpoint of a person operating under specified conditions. It results in the captured patterns of respondents to the stimulus presented, a topic on which opinions vary. Q-sorting can help provide the group-specific subjective understanding upon which the interpretive sits, confirm or disconfirm predictions of subjective reality in a specific group, support reformulation of the interpretive understanding of a specific group when called for by positivist disconfirmationQ-sorting consists of “a modified rank-ordering procedure in which stimuli are placed in an order that is significant from the standpoint of a person operating under specified conditions. Menurut Kerlinger (1990: 895), Metodologi Q digunakan untuk menandai sehimpunan gagasan filosofis, psikologis, statistik dan psikometris yang diorientasikan pada penelitian mengenai individu HASIL DAN PEMBAHASAN Persoalan Yang Dihadapi Siswa Dalam Belajar Tabel 1 menunjukkan beberapa persoalan yang dihadapi oleh siswa dalam belajar sehingga sebagian dari persoalan tersebut menjadi faktor hambatan terhadap prestasi belajar siswa. Faktor-faktor ini pula yang menjadikan alasan bagi siswa, salah satunya, untuk belajar di ALUMNI JOGJA. Berdasarkan tabel dan grafik tersebut, menunjukkan bahwa dari sekian banyak persoalan yang dihadapi siswa, faktor psikis menunjukkan prosentase terbesar dari sekian banyak faktor yang menjadi kendala siswa dalam belajar yaitu sebesar 88,07%. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki kendala dalam hal psikis (mental) yang tinggi terhadap berbagai persoalan yang mereka hadapi baik yang berkaitan dengan belajar dan sekolah maupun di luar hal itu. Tingkat stressing yang tinggi dalam menghadapi persoalan menjadi salah satu faktor penyebab terbesar yang dialami siswa sehingga hal ini berpengaruh terhadap prestasi belajarnya secara signifikan. Sebagian besar siswa yang menghalami hal itu mengeluhkan seperti malas, cepat lupa pada pelajaran yang baru saja diajarkan, galau, gundah, dan sebagainya. Berikutnya adalah faktor fisik, yaitu sebesar 67,89%. Bentuk kendala dari faktor fisik adalah kelelahan siswa secara jasmaniah. Siswa seringkali merasa lelah secara fisik, seperti mengantuk pada saat belajar, pusing, mual, disebabkan jadwal kegiatan sekolah dan aktifitas yang begitu padat setiap hari, sehingga mengakibatkan siswa kurang memiliki waktu istirahat yang cukup. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa itu dalam belajar. Pergaulan, lingkungan, keluarga dan sejenisnya adalah salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, yaitu sebesar 41,28%. Berdasarkan hasil penelitian, siswa seringkali terpengaruh oleh ajakan teman-teman untuk bermain dan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
223
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
melupakan belajar, atau teman kerapkali mengganggu konsentrasi siswa bersangkutan pada saat ia belajar di kelas. Sehingga seringkali siswa tidak paham pada materi pelajaran yang diberikan hanya karena perhatian siswa untuk belajar teralihkan oleh pengaruh teman. Faktor keluarga juga punya peranan penting terhadap prestasi belajar siswa. Seringkali siswa merasa terbebani dalam belajar disebabkan oleh keinginan orang tuanya untuk memilih jurusan di sekolah atau sekolah yang tidak disukainya. Dorongan orang tua untuk memasukkan anaknya ke bimbingan belajar dan beberapa lembaga kursus lainnya merupakan salah satu yang menyebabkan siswa terbebani dalam belajar. Beberapa orang tua memiliki obsesi tinggi terhadap pendidikan anaknya sehingga hal inilah yang salah satunya menyebabkan siswa mengalami tekanan dalam belajar dan berdampak kepada penurunan prestasi akademisnya di sekolah. Siswa merasa menjadi terbebani oleh tuntutan orang tua yang menginginkan si anak untuk mengikuti keinginan orang tuanya. Fasilitas teknologi dan informasi, jadwal tugas di sekolah yang padat, juga memberikan pengaruh kendala kepada siswa dalam hal belajar sebanyak 35,78%. Teknologi informasi dan media jejaring sosial saat ini, ternyata dapat mempengaruhi siswa dalam belajar. Black Berry Massenger, Facebook, Twitter, dan komunitas sosial lainnya seringkali membuat siswa kecanduan dan pada akhirnya melupakan tanggung jawab utamanya yaitu belajar. Baik dalam peningkatan prestasi maupun penurunan prestasi belajarnya. Namun berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebanyak 64,22% dari 109 siswa menjawab bahwa teknologi informasi dan jejaring sosial (social community and network), serta jadwal tugas di sekolah yang padat tidak menjadi kendala bagi siswa bersangkutan. Artinya, sebagian besar siswa menganggap bahwa hal tersebut justru mendorong siswa untuk dapat lebih berprestasi. Kendala berikutnya yang dihadapi siswa adalah metode pembelajaran di sekolah. Dari 109 siswa, sebanyak 30,28% menilai bahwa metode pembelajaran di sekolahnya tidak cukup membuat siswa faham pada pelajaran. Berdasarkan penelitian, dari 30,28% siswa yang mnegalami kendala tersebut mengatakan bahwa kendala yang mereka dihadapi dalam metode pembelajaran di sekolah adalah cara penyampaian materi yang dilakukan oleh guru bidang studi bersangkutan yang seringkali membingungkan siswa. Siswa tidak puas pada cara penyampaian materi pelajaran yang dilakukan oleh gurunya di sekolah sehingga seringkali mengalami kesulitan terhadap pelajaran bersangkutan. Namun di sisi lain, sebanyak 69,72% siswa justru menganggap bahwa tidak ada kendala bagi mereka terhadap metode pembelajaran di sekolahnya. Artinya, sebanyak 69,72% siswa dapat dikatakan faham terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru bidang studi bersangkutan Tabel 1. Faktor Yang Menjadi Kendala Siswa dalam Belajar FAKTOR YANG MENJADI KENDALA SISWA DALAM BELAJAR Fisik Psikis Metode pembelajaran di sekolah Pergaulan, lingkungan, keluarga, dll Fasilits teknologi & informasi, jadwal tugas yang padat, dsb
MENJADI KENDALA (%) 67.89 88.07 30.28
TIDAK MENJADI KENDALA (%) 32.11 11.93 69.72
41.28
58.72
35.78
64.22
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
224
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Tabel 2 menunjukkan faktor yang menjadi alasan siswa untuk mendaftar menjadi siswa ALUMNI JOGJA. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dari 109 siswa responden, sebanyak 79,82% memberikan pendapat bahwa yang menyebabkan siswa tersebut mendaftar sebagai peserta belajar di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA adalah waktu belajar yang fleksibel, suasana belajar yang menyenangkan dan fasilitas serta pelayanan terhadap siswa yang ramah dan familiar. Siswa dapat menentukann pilihan jam dan hari belajarnya sendiri dari jadwal belajar yang sudah disediakan ALUMNI JOGJA, atau dapat menentukan jadwal sendiri sesuai dengan kebutuhan siswa bersangkutan, misalnya, para siswa dapat membuat jadwal belajar eksklusifnya sendiri dengan syarat minimal satu kelas terdiri 10 siswa. Berdasarkan penelitian tersebut pula, menyatakan bahwa siswa merasa nyaman dengan suasana belajar di ALUMNI JOGJA yang ramah dan kekeluargaan. Ajakan dari teman, rekomendasi dari orang tua, guru dan pihak lain yang dekat dengan siswa ternyata juga dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan siswa mendaftar menjadi peserta Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA, yaitu sebesar 67,89%. Minat dan keputusan siswa untuk mendaftar menjadi peserta belajar di ALUMNI JOGJA seringkali dipengaruhi oleh faktor pertemanan. Sebagian siswa peserta ALUMNI JOGJA yang mendaftar dikarenakan oleh banyaknya teman-teman si siswa yang juga mendaftar di ALUMNI JOGJA. Lokasi yang strategis, terletak di Jalan Raya Bogor Km. 31 dengan akses transportasi 24 jam menjadi salah satu faktor pendukung alsan siswa untuk menmdaftar di ALUMNI JOGJA, yaitu sebesar 58,72%. Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA yang berada pada lokasi strategis tersebut memang sangat menguntungkan. Secara geografis, lokasi ALUMNI JOGJA tidak terlalu jauh letaknya dari sekolah dan rumah siswa bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu keuntungan bagi ALUMNI JOGJA dikarenakan konsumen dan calon konsumen tidak terlalu sulit untuk menemukan lokasi ALUMNI JOGJA. Metode pembelajaran di ALUMNI JOGJA yang menarik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan siswa mendaftar, yaitu sebesar 50,46%. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian siswa mengatakan bahwa pengajar ALUMNI JOGJA sering menggunakan rumus praktis dan ilmiah untuk bekal siswa agar lebih cepat mengerjakan dalam waktu singkat yang tidak ditemukan siswa di sekolah. Menurut siswa bahwa metode pembelajaran tersebut telah membantu siswa memahami pelajaran yang menurut siswa dianggap sulit. Selain itu, pembelajaran yang mengedepankan serius tapi santai (sersan), merupakan tema pembelajaran yang diusung oleh ALUMNI JOGJA yang menjadikan siswa merasa nyaman dalam belajar. Berikutnya adalah faktor biaya yang murah. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 24,77% dari 109 siswa mengatakan bahwa biaya bimbingan di ALUMNI JOGJA relatif terjangkau dengan fasilitas yang cukup baik (seperti soft drink setiap kali belajar, outbond, modul, souvenir) jika dibandingkan dengan pesaing sejenis. Artinya, sebanyak 24,77% siswa berpendapat bahwa faktor biaya merupakan alasan utama bagi siswa untuk menjadi peserta bimbingan belajar ALUMNI JOGJA. Faktor biaya inilah salah satunya yang menjadikan ALUMNI JOGJA sebagai salah satu referensi utama siswa dalam belajar. Tabel 2 Faktor yang Menjadi Alasan Siswa untuk Belajar di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA KETERANGAN MENJADI TIDAK PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
225
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Metode pembelajaran di ALUMNI JOGJA yang menarik Biaya bimbingan yang terjangkau Pengaruh dari pihak lain Lokasi Waktu belajar, suasana belajar, fasilits & pelayanan
ALASAN (%)
MENJADI ALASAN (%)
50.46
49.54
24.77 67.89 58.72 79.82
75.23 32.11 41.28 20.18
Berdasarkan Tabel 3, maka dapat ditinjau bahwa di antara faktor-faktor yang berperan dalam menjaring siswa mendaftar di ALUMNI JOGJA, jika dibandingkan terhadap faktor lain yang berperan dalam menjaring siswa, presentasi yangdilakukan oleh Personil ALUMNI JOGJA memiliki peran terbesar dan berpengaruh besar terhadap keputusan siswa untuk mendaftar di ALUMNI JOGJA, yaitu sebesar 49,54%. Sementara faktor pertemanan dan referensi atau bujukan dari teman dan komunits pertemanan juga memiliki peran cukup besar yaitu 20,18%, dan sisanya adalah faktor keluarga dan saran dari sekolah terhadap siswa itu sendiri masing-masing sebesar 9,17%. Artinya, Buzz Marketing yang dilakukan oleh siswa memiliki peran cukup kuat dalam menarik minat siswa lain untuk mendaftar sebagai siswa baru di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA, setelah presentasi yang dilakukan oleh personil Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA itu sendiri. Dengan kata lain, Buzz Marketing memiliki dampak yang hampir setara dengan word of mouth yang dilakukan oleh personil Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA itu sendiriunutk menciptakan preferensi dan referensi siswa baru. Tabel 3. Faktor yang Berperan dalam Menjaring Siswa Mendaftar di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA KETERANGAN PROSENTASE Brosur 10.09 Spanduk 1.83 20.18 Teman Keluarga 9.17 Sekolah 9.17 Personil ALUMNI JOGJA 49.54 TOTAL 100 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor dominan yang menyebabkan kendala belajar pada siswa lebih didominasi kepada faktor internal siswa yang bersangkutan yaitu fisik dan psikis, sementara faktor lain tidak berperan signifikan sebaai beban bagi belajar siswa 2. Alasan paling dominan bagi siswa memutuskan untuk mendaftar di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA adalah waktu belajar yang fleksibel, ajakan dari orang lain dan metode belajar yang diterapkan di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA menarik bagi siswa itu sendiri. Dalam hal ini waktu belajar di Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA dapat selalu menyesuaikan kebutuhan belajar siswa tanpa siswa harus ketinggalan materi pelajarannya
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
226
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
3. Dalam kegiatan promosi yang dilakukan, ternyata metode promosi yang memiliki dapak signifikan kepada minat siswa untuk mendaftar adalah ajakan teman (20,18%) dan Presentasi Peorsonil ALUMNI JOGJA (49,54%). Artiya, kedua metode promosi tersebut merupakan cara paling efektif yang dilakukan oleh Bimbingan Belajar ALUMNI JOGJA dan memunculkan preferensi kuat bagi siswa untuk mendaftar DAFTAR PUSTAKA Duncan, Tom, IMC: Using Advertising and Promotion to Build Brands, The McGraw Hill Companies Inc., New York, USA, 2002 Farbey A. D., How to Produce Successful Advertising: A Guide to Strategy, Planning and Targeting, 3rd edition, Kogan Page, USA, 2002 Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara Press, Indonesia, 2000 Jefkins, Frank, Advertising, 3rd edition, Pitman Publishing, London, 1995 Kerlinger, Fred N., Asas-Asas Penelitian Behavioral, Edisi Ketiga, Penerjemah: Drs. Landung R. Simatupang, Editor: Drs. H. J. Koesoemanto, Gadjah Mada University Press, Indonesia, 1986 Patrick De Pelsmaker, M. J. (2007). Marketing Commmunications: A European Perspective. Court Road London: Prentice Hall. Percy, L. (2008). Strategic Integrated Marketing Communications. Burlington, USA: Elsevier. Shimp, Shimp A., Advertising, Promotion and Other Aspects of Integrated Marketig Communication, 7th edition, Thomson South Western, USA, 2007 Thomas, Dominic M., and Richard T. Watson, Q-Sorting and MIS Research: A Primer, Communications of the Associoation for Information Systems (vol. 8: 2002) 141-156 Varey, Richard J., Marketing Communication: Principles and Practice, Routledge, London, 2002
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
227
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
KAMPUNG BATIK PALBATU - TEBET, JAKARTA SELATAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KOTA BERBASIS ETNIK Ahmad Kosasih Program Studi Pendidikan Sejarah FIPPS Universitas Indraprasta PGRI
[email protected] Abstrak; Kehadiran Kampung Batik Palbatu di tengah kehidupan kota Jakarta menjadi bukti kehidupan ekonomi masyarakat kota yang mencirikan kekuatan etnik dan budaya. Penelitian ini bertujuan menggali informasi dan kemudian menggambarkan bagaiman sejarah dan keberadaan Kampung Batik Palbatu menjadi solusi bagi industry kreatif masyarakat yang dikembangkan serta melibatkan keseluruhan unsure masyarakat setempat. Dari potret gambaran diketahui bahwa kehadiran Kampung Batik Palbatu selain membangkitkan ekonomi masyarakat setempat, dengan berbagai jenis batik Indonesia yang dikembangkan dan ragam batik yang bervariasi. PENDAHULUAN Di Indonesia, batik memiliki sejarah dan riwayat yang panjang. Di setiap wilayah di Nusantara, batik memiliki perkembangan dan kisah yang spesifik. Keberadaan kerajaan Majapahit sebagai kerajaan yang besar, makmur, dan mengalami masa kejayaan selama berabad-abad telah membuat tradisi dan kebudayaanya mengakar kuat di wilayah Nusantara, termasuk diantaranya seni batik. Sampai saat ini, sebenarnya kapan batik mulai tercipta masihlah menjadi tanda tanya. Namun, motif-motif batik di Indonesia dapat ditemukan pada beberapa artefak budaya seperti pada candi-candi. Contohnya motif dasar ceplok ditemukan pada pakaian patung Ganesha di Candi Banon dekat Candi Borobudur (Wulandari, 2011: 11). Sewan Susanto dalam buku “Seni Kerajinan Batik Indonesia”, mengemukakan bahwa pada tahun 1400 Masehi mulai terjadi perubahan dan pengaruh Islam di Jawa meluas, akibatnya perkembangan batik di Jawa menjadi bebas dan berdiri sendiri, dengan kata lain sebagai langkah permulaan bahwa batik Jawa menjadi seperti sekarang ini, sedangkan coraknya sama dengan corak dari daerah India Selatan. Pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa batik Jawa berasal dari India banyak disanggah, antara lain seperti alasan yang dikemukakan oleh Prof. Dr. R. M. Sucipto Wiryosuprapto dalam bukunya “Bunga Rampai Sejarah Kebudayaan Indonesia”, dijelaskan bahwa bangsa Indonesia sebelum bertemu kebudayaan India telah mengenal aturan-aturan untuk menyusun syair mengenai teknik untuk membuat batik, mengenal industri logam, menanam padi di sawah dengan jalan pengairan dan pemerintahan yang teratur. Batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, khususnya masyarakat di Jawa sejak zaman dahulu. Batik merupakan bahan kain yang digunakan untuk membuat pakaian, baik berupa baju maupun kain kebaya yang digunakan oleh kaum wanita. Para wanita Jawa zaman dulu menjadikan keterampilan membatik sebagai mata pencaharian yang eksklusif kala itu. Oleh karena itu batik menjadi kain yang sangat populer. Batik Indonesia sudah banyak berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan desain model. Namun perkembangan tersebut tidak menghilangkan ciri utama batik PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
228
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
yang mempunyai nilai filosofi sangat mendalam, serta tidak menghilangkan keunikan batik sebagai kain yang cocok dikenakan semua orang. Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembang bersamaan dengan perkembangan batik di daerah-daerah lainnya, yaitu pada akhir abad ke-19. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta diantaranya terdapat di sekitar Tanah Abang, yaitu di daerah Karet, Bendungan Hilir, Kebayoran Lama, dan Tebet. Membatik merupakan keterampilan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Seni mendekorasi kain dengan teknik rintang warna ini tidak sulit dipelajari. Belajar batik tidak hanya mengasah kemampuan artistik, tetapi juga sebagai sarana untuk melatih konsentrasi, kesabaran dan ketekunan. Kampung Batik Palbatu berada di lokasi Jalan Palbatu IV No.17 Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Sahardjo Tebet, Jakarta Selatan. Sejak tahun 2011 lalu, Jalan Palbatu muncul sebagai jalan yang memiliki nuansa batik dengan hiasan setiap sudut jalan tersebut. Dengan menyusuri jalan maupun gang-gang sempit di jalan Palbatu, Anda bisa menikmati berbagai motif batik yang terlukis indah di dinding, pagar rumah, pot bunga dan lain sebagainya. Berbekal kemampuan membatik, warga jalan Palbatu pun kemudian mulai melukiskan kemahiran membatiknya dengan berbagai macam media seperti, dinding, pagar rumah hingga pot-pot bunga yang ada di jalan Palbatu. Berbagai penghargaan pun diraih warga kampung batik Palbatu di mana salah satunya berasal dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Dua rekor MURI sudah di dapat kampung batik ini. Pertama, rekor memiliki jalan terpanjang dengan motif batik (133,9 m) serta rekor memiliki jumlah rumah warga yang paling banyak di cat dengan motif batik. Dengan adanya Kampung Batik Palbatu, maka masyarakat di Jakarta dan sekitarnya tidak perlu lagi jauh-jauh untuk mengunjungi sentra rumah batik untuk belajar dan mendapat pengetahuan tentang batik. Selayaknya batik harus tetap dipelihara dan dikembangkan agar budaya warisan nenek moyang ini tidak punah dan menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Sebagai hasil karya bangsa Indonesia maka batik harus tetap dimanfaatkan secara baik, agar bangsa ini mampu menampilkan batik sebagai karya yang adiluhung di kancah internasional. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah kemunculan dan perkembangan Kampung Batik Palbatu dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya melalui batik tulisnya serta pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat di wilayah Tebet – Jakarta Selatan pada umumnya. Urgensi penelitian ini nampak pada fenomena kehadiran Kampung Batik Palbatu Tebet, Jakarta Selatan, di satu sisi keberadaannya di tengah kota Jakarta yang metropolis, kampung batik ini hadir untuk mendekatkan masyarakat kota kepada nilai-nilai tradisi yang lebih aktual dan praksis. Di sisi lain manfaat keberadaan Kampung Batik Palbatu, Tebet – Jakarta Selatan banyak memberikan nilai tambah pada pola kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya. Batik, Sejarah Dan Keberadaannya Di Masyarakat Sejarah dan Keberadaan Batik Batik merupakan salah satu dari kebudayaan Indonesia yang berupa kain yang bermotif atau bergambar yang dibuat dengan teknik rintang warna. Bahan perintang yang digunakan adalah malam (lilin). Teknik rintang warna ini dilakukan dengan cara menorehkan malam panas menggunakan canting pada kain untuk menggambar. Bagian yang di tutup malam ini pada saat proses pewarnaan tidak akan terkena warna, sehingga PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
229
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
pada saat dilorod bagian ini tetap berwarna putih dan membentuk motif pada kain batik (Gratha, 2012: 4). Pada dasarnya, batik merupakan seni lukis yang menggunakan canting sebagai alat untuk melukisnya. Canting sendiri merupakan sebuah alat berbentuk mangkuk kecil yang terbuat dari tembaga dan memiliki carat dengan tangkai dari bambu yang dapat diisi malam sebagai bahan untuk melukis canting ini dapat membuat kumpulan garis, titik yang pada akhirnya membentuk pola-pola. Pola-pola inilah yang kemudian menjadi ragam hias dalam kesenian batik. Membatik telah diwariskan secara turun-temurun hingga saat ini. Dengan pola tradisional ini, sejak dahulu masyarakat menuangkan imajinasi melalui gambar pada batik. Masyarakat juga telah mengenal seni pewarnaan tradisional dengan bahan-bahan alami sebelum mengenal pewarnaan dengan bahan kimia (Marijan, 2014: 89). Batik ialah suatu kegiatan yang berawal dari menggambar suatu bentuk misalnya ragam hias diatas sehelai kain dengan menggunakan malam (lilin) batik, kemudian diteruskan dengan pemberian warna (Karmila, 2010: 9). Batik merupakan salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain batik bisa mengacu pada dua hal, yaitu : 1. Teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai waxresist dyeing. 2. Kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motifmotif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia sebagai keseluruhan dari teknik, teknologi dan pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangiable Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009 (Prasetyo, 2010: 1-2). Batik adalah hasil karya kerajinan tangan masyarakat Indonesia yang sudah berumur ratusan tahun. Beberapa referensi buku mengatakan bahwa seni batik sudah dikenal sejak nenek moyang kita pada abad 16M. Kerajinan batik merupakan karya yang dituangkan dalam selembar kain yang dibuat dengan cara di batik menggunakan malam (lilin), kemudian di proses menjadi lembaran kain yang mempunyai corak khas. Karena batik merupakan hasil kerajinan tangan, maka hampir seluruh proses pembuatannya secara tradisional. Kain batik sudah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan tempo dahulu. Hal ini bisa dilihat dari pakaian para raja atau petinggi kerajaan yang selalu menggunakan kain batik sebagai pakaian kebesarannya. Setiap acara kebesaran ketika menghadap raja, para permaisuri, patih, para bangsawan dan para petinggi kerajaan akan menggunakan pakaian resmi, yaitu jarik yang terbuat dari batik. Kain batik juga dipakai oleh para abdi dalem kerajaan yang selalu berpakaian beskap yaitu pakaian tradisional Jawa dengan mengenakan jarik, baju beskap dan blangkon. Jadi batik mempunyai sejarah yang panjang di bumi Nusantara ini. Di masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, batik tumbuh subur sebagai hasil kerajinan yang mempunyai nilai seni tinggi. Kain batik saat ini dipakai sebagai lambang status sosial bagi pemakainya. Pada saat itu, kain batik hanya dipakai sebagai bahan untuk jarik, yang dipakai oleh para ibu dan bapak yang menggunakan beskap. Batik saat itu juga dipakai oleh ibu sebagai selendang dalam melengkapi pakaian kebayanya sekaligus alat untuk menggendong. Pada saat itu orang yang menggunakan kain batik dalam berpakaian akan menunjukkan status sosial yang tinggi di dalam masyarakat. Banyak ibu mempunyai banyak kain batik dan menganggapnya sebagai barang berharga. Kain batik bisa digunakan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
230
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
untuk jaminan pinjaman uang, karena batik mempunyai nilai jual atau komersil yang cukup tinggi. Kain batik merupakan pakaian kebesaran yang dipakai oleh raja dan para bangsawan, masyarakat memandang bahwa orang yang bisa mempunyai atau memakai kain batik akan dipandang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu banyak masyarakat, terutama ibuibu berusaha memiliki kain batik. Kain batik yang mempunyai nilai tinggi adalah kain batik tulis, yaitu kain batik yang seluruh proses pembuatannya memakai coretan atau tulisan tangan manusia. Dengan demikian batik adalah salah satu kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, khususnya masyarakat Jawa sejak zaman dahulu. Para wanita Jawa pada masa lalu menjadikan keterampilan membatik sebagai mata pencaharian dan menjadi pekerjaan. Wanita yang bisa membatik akan sangat dihargai oleh masyarakat, setelah adanya batik cap maka pekerjaan ini kemudian dimasuki oleh kaum pria dengan keahlian ngecap batik. Meski demikian, kaum perempuan masih tetap mengerjakan batik karena batik tulis masih menjadi hasil karya yang dihargai oleh sebagian besar kaum masyarakat. Namun yang berada di daerah pesisir selain kaum wanita yang bekerja sebagai pembatik, juga beberapa kaum pria mengerjakan membatik, tetapi hanya untuk motif tertentu saja, seperti motif Mega Mendung dari Cirebon. Kerajinan membatik sebagian besar merupakan usaha yang telah dilakukan secara turun-temurun, dimana keluarga yang telah mempunyai usaha batik akan mewariskan usaha kepada anak-anaknya. Maka para pengusaha batik yang berada di beberapa daerah terkadang melakukan pertalian hubungan di antara mereka para pengusaha batik. Tradisi membatik merupakan tradisi turun-temurun, kita dapat mengenal dari mana motif suatu batik berasal. Pengrajin batik biasanya juga membuat kain batik dengan corak tertentu yang dapat menunjukkan status sosial bagi pemakainya. Pada zaman dahulu, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga Keraton Surakarta dan Yogyakarta, sedangkan kalangan masyarakat biasa tidak boleh mengenakan motif tersebut. Namun seiring perkembangan zaman, hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Beberapa kota yang pada waktu itu menjadi sentra pembuatan batik adalah Solo, Yogya dan Pekalongan. Kain batik yang pada mulanya hanya berbentuk batik untuk kebaya dan selendang, tetapi lama-kelamaan dikembangkan menjadi bahan baju, pakaian wanita dan lain-lain. Saat ini kain batik sudah menjadi pakaian resmi dalam tata berpakaian nasional. Batik adalah hasil kerajinan tangan yang rumit, harganya pun menjadi mahal. Untuk membuat pakaian dari bahan kain batik memerlukan biaya yang cukup tinggi, padahal keinginan masyarakat untuk memakai pakaian batik sangat tinggi. Oleh karena itu dibuatlah kain batik cap dan kain yang bermotif batik (Lisbijanto, 2013: 1-5). Batik sebagai Bagian Kehidupan Masyarakat Arif Murtadlo (2013) dengan penelitiannya berjudul upaya pengembangan usaha pengrajin batik Malangan berkesimpulan perkembangan budaya dan fashion dapat berdampak positif bagi pengembangan batik Malangan. Batik telah mampu menjadi warisan budaya yang digemari, menjadi trend, berkembang pesat, dimodifikasi, dikembangkan dan disebarluaskan sehingga menjadi budaya yang tidak pernah punah oleh perkembangan zaman. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
231
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Selanjutnya adalah Reni Pratiwi Prabaningrum (2013) dengan penelitiannya yang berjudul kontribusi komunitas pembatik setapak Jakarta dalam pembentukan watak anak usia 9-11 tahun memalui pembelajaran membatik berkesimpulan komunitas pembatik setapak adalah fenomena pembelajaran membatik yang dilakukan oleh individu-individu terkait dengan seni batik dengan seni batik dari asal kampung halamannya. Meskipun di kota besar seperti Jakarta yang kompleks namun tetap bisa eksis. Sanggar setapak dijadikan tempat berkumpul dan berkomunikasi sesama anggota sambil mengajarkan batik kepada anak-anak di lingkungan Kampung Batik Palbatu, Tebet. Misi utamanya adalah memasyarakatkan batik dan membentuk aktivitas positif pada anak di tengah hiruk pikuknya kemajuan teknologi yang menjadi pilihan umum anak-anak di Jakarta. Batik merupakan bahan kain yang sangat erat dengan nilai budaya masyarakat, sehingga batik tidak saja sebagai hasil produksi semata, tetapi juga merupakan hasil budaya dari suatu masyarakat (Lisbijanto, 2013: 7). Sehelai kain batik adalah suatu karya urunan dari begitu banyak penggiat batik yang telah menekuni keahliannya masing-masing secara turun-temurun, selama ratusan tahun, di dalam tradisi dan budaya asli setempat (Yudhoyono, 2010: 7). METODE Untuk menyelesaikan penelitian ini berdasarkan lokasi sumber data primer dan dokumen dilakukan dibeberapa tempat yaitu: a. Kampung Batik Palbatu, Jl. Palbatu IV No.17 Sahardjo Tebet, Jakarta Selatan. b. Perpustakaan Indraprasta PGRI, Jl. Nangka, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. c. Perpustakaan Nasional, Jl. Salemba Raya Jakarta Pusat. d. Perpustakaan Indonesia, Kampus UI, Depok Jawa Barat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk meneliti tidak hanya masalahnya sendiri, tetapi juga variabel-variabel lain yang berhubungan dengan masalah itu yang lebih terperinci karena variabel-variabel tersebut diuraikan atas faktor-faktornya. (Gulo, 2010:19). Metode yang dipilih adalah metode sejarah, dimana dalam penelitian sejarah dimaksud mengacu pada perspektif teori dan relevansi bahasan tentang sejarah lahirnya Kampung Batik Palbatu. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembuatan batik tulis secara tradisional di Jakarta secara sistematis dan obyektif yang didasarkan pada fakta-fakta yang didapat pada sumbersumber literatur yang dianggap relevan serta didukung pengetahuan pelaku dan saksi sejarah. Metode sejarah adalah suatu rangkaian sistematis yang dimulai dari usaha pencarian dan pengumpulan sumber-sumber penelitian sejarah masa lampau, kemudian diikuti dengan usaha melakukan kritik dan terinterpretasi sumber sehingga menghasilkan sebuah narasi sejarah yang dapat dikisahkan dan diceritakan sebagai hasil karya sejarah. Empat tahap atau fase yang harus dilalui dalam metode sejarah secara berurutan mulai dari tahap heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Objek penelitian ini adalah pelaksanaan masyarakat Kampung Batik Palbatu yang noetebene ikut mengenali dan merasakan perubahan sosial ekonomi yang terjadi. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah informan kunci dan informan inti. Sebagai penguatan informasi sejarah dan fenomena dinamika sosial ekonomi, sumber data didasarkan kajian pustaka dan dokumen yang relevans.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
232
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Teknik Kalibrasi Keabsahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi guna memeriksa keabsahan data dalam penelitian. Teknik ini digunakan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data dan analisis data sekaligus dalam sebuah penelitian, termasuk menggunakan informan sebagai alat uji keabsahan dan analisis hasil penelitian. (Bungin, 2009:252)
Perbandingan keabsahan data dapat dilakukan dengan menganalisa hasil pengamatan terhadap masalah yang terjadi, hasil wawancara dari informan kunci dan inti serta menganalisa dokumen yang diperoleh. kemudian peneliti dapat melihat perbandingan dan keterkaitan antara fenomena yang terjadi dengan hasil wawancara para informan dan dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa data yang dilakukan melalui tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. (Miles dan Huberman, 1992:16). Pertama, reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam kegiatan ini, peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan yang telah dilakukan di kelompok pelaku usaha Batik di Kampung Palbatu. Setelah mendapatkan data dari pengamatan dalam bentuk catatan lapangan, wawancara dalam bentuk rekaman, dan dokumen. Data yang sudah didapatkan pun diseleksi. Kedua, penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Setelah data selesai direduksi, lalu data disajikan dalam bentuk penulisan yang naratif, sehingga mempermudah dalam melakukan penarikan kesimpulan. Ketiga, penarikan kesimpulan atau verifikasi, setelah data selesai direduksi dan disajikan dalam bentuk penulisan yang naratif, dapat ditarik suatu kesimpulan dari penelitian mengenai proses perkembangan dan dinamika sosial ekonomi pembentukan Kampung Batik Palbatu. Setelah penarikan kesimpulan, lalu dapat diverifikasi melalui peninjauan kembali catatan lapangan mengenai pengaruh yang ditimbulkan dengan perubahan masyarkat tersebut. PEMBAHASAN A. Batik : Pola, Ragam, Corak, Budaya dan Teknik Batik 1. Pola batik Detail ukiran kain yang dikenakan Prajnaparamita, arca yang berasal dari Jawa Timur abad ke-13. Ukiran pola lingkaran dipenuhi kembang dan sulur tanaman yang rumit ini mirip dengan pola batik tradisional Jawa. Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
233
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik. G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal. Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, who serasah itu ditafsirkan sebagai batik. Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman. Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Wilayah Persekutuan Malaysia juga membawa Batik bersama mereka. Sekarang batik sudah berkembang di beberapa tempat di luar Jawa, bahkan sudah ke mancanegara. Di Indonesia batik sudah pula dikembangkan di Aceh dengan batik Aceh, Batik Cual di Riau, Batik Papua, Batik Sasirangan Kalimantan, dan Batik Minahasa. 2. Budaya batik Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
234
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB. 3. Corak batik Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga bendabenda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing. 4. Ragam Hias Batik Ragam hias batik pada umumnya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor lainnya, yaitu : Letak geografis daerah pembuat batik bersangkutan. Sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan. Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan. Keadaan alam sekitarnya, termasuk flora dan fauna. Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan. Sejak jaman penjajahan Belanda pengelompokkan batik ditinjau dari sudut daerah pembatikan dan ciri khasnya, dibagi dalam 2 kelompok besar : a. Batik Vorstenlanden (Batik Solo dan Yogya) Batik Vorstenlanden memiliki ragam hias bersifat simbolis berlatarkan budaya Hindu-Budha dan memiliki warna sogan, indigo (biru), hitam dan putih. Batik Jawa (Batik Solo dan Yogya) merupakan batik yang sarat makna perlambangan atau simbol-simbol. Karena batik yang berkembang di daerah Vorstenlanden ini sangat erat kaitannya dengan tata kehidupan keraton. Batik Jawa berkaitan dengan falsafah kebudayaan Jawa yang bersumber pada suatu pandangan alam pikiran asli pribumi Jawa yang disebut Kejawen. Kejawen adalah falsafah asli pribumi Jawa yang tidak tersentuh oleh pengaruh-pengaruh Barat maupun Arab. Kejawen merupakan “seni’ menjadi manusia Jawa seutuhnya, yaitu ajaran yang terbentuk dari kebatinan, suatu sinkretisme antara kepercayaan asli Jawa dengan Hinduisme, Budhisme dan Islam. Batik keraton dalam kehidupan orang Jawa memiliki kandungan rohaniah, karena dianggap sebagai media perenungan dan meditasi. Kegiatan membatik menjadi media dalam mendekatkan diri pada Tuhan yang Maha Kuasa. Aturan penggunaan ragam hias batik disesuaikan dengan tingkat kenigratan atau kebangsawanan, yaitu hak penggunaan sekelompok corak yang terbatas untuk raja dan keluarga dekatnya. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
235
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Corak-corak tersebut disebut dengan corak larangan yang artinya masyarakat umum yang bukan ningrat tidak diperbolehkan memakainya. b. Batik Pesisir (Batik Indramayu, Garut, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Madura dan Jambi) Batik Pesisir memiliki ragam hias bersifat naturalistis dan dipengaruhi berbagai kebudayaan asing (misalnya Cina) dan memiliki warna beraneka ragam. Misalnya di Garut usaha batik tulis telah tumbuh pada masa Kolonial Belanda, tetapi usaha ini pernah terhenti pada masa menjelang kemerdekaan Indonesia sekitar tahun 1940, karena situasi tidak memungkinkan. Pada tahun 1656, urusan VOC datang ke Ibukota Mataram. Disana terdapat kegiatan kerajinan sperti tenun, menjahit dan membatik. Pada tahun 1915 dibentuk komisi untuk industrialisasi, tetapi komisi itu lebih banyak menggarap bahan mentah menjadi bahan jadi untuk pemerintah penjajahan (menurut laporan Van Der Kamp). Pada tahun 1918, bagian kerajinan dibentuk di bawah Departemen Pertanian, beberapa kerajinan yang mendapat perhatian antara lain: pertenunan, keramik dan bata merah serta perkulian. Setelah pemerintahan Republik Indonesia berdiri, maka pada sekitar tahun 1949 usaha pembatikan di kabupaten Garut tumbuh kembali dan dikerjakan oleh beberapa keluarga pengrajin. Batik garutan berkembang pesat, sehingga pada tahun 1960-an jumlah pengrajin batik di kabupaten Garut mencapai kurang lebih 30 unit usaha yang menyerap 300 tenaga kerja. Fungsi kain batik Garutan awalnya sebagai kain panjang yang dipakai dengan kebaya, sebagai penggendong barang. Pada perkembangannya batik Garutan berfungsi sebagai bahan tekstil untuk busana dan sebagai bahan untuk membuat pelengkap busana seperti dasi ( Karmila, 2010 : 12-21). Batik motif parang yang dipakai Kartini adalah pola untuk para bangsawan. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia khususnya daerah Jawa. Wanita Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif wanita sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya pria dalam bidang membatik ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum pria. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun-temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status sosial seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga Keraton Yogyakarta dan Surakarta (Prasetyo, 2010: 4-5). 4. Jenis batik a. Menurut teknik Batik tulis adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan. Batik cap adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
236
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih. b. Menurut asal pembuatan Sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbedabeda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarenakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo. 5. Busana Batik Ada berbagai tradisi dalam mengenakan, melipat, dan membuat batik yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan takhayul setempat. Banyak provinsi di Indonesia memiliki warna dan ragam hias batik yang khas. Batik dari daerah pesisir utara Jawa, misalnya, berwarna cerah dan biasanya bermotifkan bunga, burung, dan binatang lainnya. Tetapi, batik dari Jawa bagian tengah, pewarnaannya lebih sederhana, dan biasanya memiliki pola yang berulang. Ada sekitar 3.000 pola batik yang tercatat. Batik dalam bentuk selendang biasanya dikenakan oleh para wanita. Itu juga digunakan untuk menggendong bayi atau membawa belanjaan dari pasar. Selendang pun dipakai sebagai penutup kepala di hari yang panas. Para pria memakai blangkon, atau ikat kepala, dari batik. Kain batik diikatkan di kepala membentuk semacam serban. Ikat kepala dianggap sebagai bagian dari busana resmi untuk berbagai upacara. Busana populer lainnya yang berbahan batik adalah sarung. Sarung batik dililitkan di pinggang sebagai bawahan, mirip rok panjang. Sarung bisa dikenakan oleh pria maupun wanita. Kain batik dipakai untuk hampir semua gaya busana, mulai dari celana panjang santai hingga gaun yang anggun. Kain batik juga digunakan sebagai lukisan, hiasan dinding, serbet, seprai, dan sebagainya. Para wisatawan yang melancong ke pasar-pasar di Indonesia bisa jadi menemukan tas, sandal, kap lampu, dan bahkan sarung laptop dari batik. Penggunaannya hampir tak terbatas. B. Kampung Batik Palbatu 1. Sejarah Lahirnya Kampung Batik Palbatu Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembang bersamaan dengan perkembangan batik di daerah-daerah lainnya, yaitu pada akhir abad ke 19. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar di sekitar Tanah Abang, yaitu di daerah Karet, Bendungan Hilir, Kebayoran Lama, dan Tebet. Berawal dari rasa keprihatinan tiga orang pemuda yang kreatif, Bimo, Iwan dan Harry atas tidak adanya kampung batik atau area pembatikan di wilayah Jakarta, maka dengan adanya modal niat yang nekat. Harry sebagai pelaksana langsung melakukan gagasan atau ide yang brilian itu dengan mendirikan Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu, Sahardjo Tebet, Jakarta Selatan, walau sebenarnya saat itu belum ada satupun orang yang bisa membatik. Pada tahun 2011 atas nama Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu, mereka mulai berani mengadakan acara Kampoeng Batik Palbatu pada tanggal 2122 Mei yang mengundang 18 pengrajin batik dari daerah wilayah Jawa agar datang ke Jakarta untuk memberikan pelajaran membatik kepada warga di jalan Palbatu dan sekitarnya dengan tujuan untuk melestarikan budaya batik dengan tindakan nyata. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
237
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Banyak program kerja nyata yang sudah mereka lakukan, misalnya dengan mengadakan acara : 1. Kampoeng Batik Palbatu pada tanggal 21-22 Mei 2011, 2. Jakarta Batik Festival tanggal 5-6 Mei 2012, 3. Ngebatik Sekampung tanggal 2-6 Oktober 2013, Kampung Batik Palbatu yang sejak tahun 2010 telah secara intens mengajak warganya untuk melestarikan dan mengembangkan batik melalui beragam kegiatan, secara konsisten setiap tahunnya berupaya mengajak semakin banyak orang untuk turut terlibat dan berpartisipasi memberikan edukasi dan inspirasi kepada seluruh warga, khususnya Jakarta, agar semakin mencintai batik dan memanfaatkannya untuk berbagai hal. Melalui kreatifitas seni dan budaya, tahun ini, bertepatan dengan Hari Batik Nasional, Kampung Batik Palbatu kembali mengajak segenap warganya dan juga warga Jakarta serta sekitarnya untuk mengambil bagian dalam pelestarian dan pengembangan batik. Kegiatan tahun ini yang kami beri nama ”Ngebatik Sekampung” yang diharapkan dapat menjadi ajang inspiratif bagi Jakarta dan sekitarnya, sehingga batik akan semakin dicintai dan lestari adanya. 2. Jakarta Batik Carnaval/ Palbatu Art Festival tanggal 3-4 Mei 2014, Kampoeng Batik Palbatu senantiasa berupaya untuk mendorong partisipasi warga Jakarta untuk turut berperan serta dalam melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya Indonesia melalui berbagai kegiatan positif. Melalui Palbatu Art Festival 2014, Kampng Batik Palbatu mencoba untuk memberikan media bagi warga Jakarta dan sekitarnya untuk berinteraksi secara positif melalui berbagai kegiatan kreatif seni dan budaya. Palbatu Art Festival 2014 berusaha untuk dapat memberikan inspirasi terbaik dan sekaligus menginisiasi warga Jakarta untuk mau berbuat dan bekerjasama dengan sesama warga dalam mewujudkan perekonomian daerahnya masing-masing melalui berbagai kegiatan usaha kecil yang kreatif. Penyelenggaraan Palbatu Art Festival 2014 mendatang akan menghadirkan beragam kegiatan kreatif, diantaranya adalah karnaval budaya yang akan diikuti oleh para pelajar SMA dan SMK se-Jakarta. Karnaval kali ini akan menampilkan karya-karya kreatif para pelajar yang diantaranya adalah peserta lomba rancang busana kostum karnaval yang diselenggarakan sebagai salah satu mata acara Palbatu Art Festival 2014. Kegiatan lainnya yang juga akan memeriahkan Palbatu Art Festival 2014 adalah lomba fotografi yang akan mengangkat tema tentang batik dan kawasan wisata Kampung Batik Palbatu sebagai salah satu destinasi wisata terbaru di Jakarta, melengkapi destinasidestinasi yang sudah ada sebelumnya. Kegiatan workshop dan talk show juga akan memperkaya khazanah kegiatan dalam penyelenggaraan Palbatu Art Festival 2014, yang akan menghadirkan beragam topik dan tema menarik seputar seni budaya dan dipadukan dengan dunia entrepreneur. Kampung Batik Palbatu berharap penyelenggaraan kegiatan Palbatu Art Festival 2014 dapat memperoleh dukungan dari semua pihak, baik dari masyarakat, pemerintah daerah dan juga pihak swasta, sehingga kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi warga masyarakat Jakarta pada khususnya dan juga masyarakat sekitarnya pada umumnya. Dengan bertujuan untuk mengenalkan budaya membatik kepada warga jalan Palbatu, khususnya dan kepada masyarakat di luar Palbatu umumnya, Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu juga bertujuan untuk mengedukasi dan merubah pola pikir masyarakat untuk lebih sadar budaya dan dapat menjadikan kegiatan membatik ini menjadi salah satu peluang usaha untuk membantu memperbaiki atau meningkatkan perekonomian keluarga secara personal. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
238
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Saat itu Harry sebagai motivator atau penggerak dari Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu lebih mengedepankan konsep pengenalan mengenai pernak-pernik perlengkapan dalam membatik, misalnya canting, malam (lilin yang sudah dilumerkan), bahan kain, dan lain-lain terlebih dahulu, baru nanti dilanjutkan dengan program penyuluhan mengenai berbagai manfaat dari kegiatan membatik tersebut. Banyak para warga di jalan Palbatu baik pemuda-pemudi maupun kaum ibu yang awalnya belum bisa membatik, sekarang sudah mulai bisa membatik dengan membuat beberapa motif batik sesuai kreasi masing-masing, bahkan anak-anak kecilpun sudah bisa membatik. Banyak hal dari kegiatan yang dapat kita ambil manfaatnya secara pribadi, salah satunya adalah dengan membatik, kita berlatih untuk lebih bisa bersabar dan mengasah kepribadian kita menjadi pribadi yang telaten, ikhlas dan terus berusaha melakukan hal yang terbaik dalam kehidupan kita. Banyak filosofis budaya Nusantara yang sangat kental makna terdapat dalam budaya membatik. Rasa ketidakpercayaan diri dari pribadi secara personal warga yang merasa tidak akan mampu membatik terkadang membuat rasa enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan membatik ini yang merupakan pekerjaan rumah atau tugas besar dari pengurus Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu untuk bisa lebih melakukan pendekatan yang persuasif kepada masyarakat sekitar untuk membangkitkan semangat belajar membatik. Berharap pemerintah daerah setempat, khususnya pejabat-pejabat kelurahan dan kecamatan setempat untuk bisa lebih fokus terhadap keberadaan komunitas Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu dengan cara lebih memaksimalkan perhatian mereka dengan cara membantu memberikan sarana dan prasarana terhadap program kegiatan mereka yang gaungnya sudah sampai tingkat nasional. Perhatian dan kerjasama dari pemerintah daerah terkait amat sangat dibutuhkan guna menunjang segala bentuk aktivitas dan kreativitas dari komunitas Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu bersama masyarakat Palbatu dan sekitarnya. Saat ini memang sudah ada bentuk perhatian dari Pemda setempat, namun dirasa kurang maksimal dan belum seperti yang diharapkan. Mengingat kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu ini amat sangat positif bagi masyarakat, maka diperlukan upaya-upaya aparat Pemda setempat untuk lebih menyinergikan program kerja mereka dengan program kerja nyata yang dilakukan oleh komunitas Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu. Dengan beberapa penghargaan yang telah diraih dan beberapa acara yang sifatnya berskala nasional yang telah dilakukan harusnya pemerintah setempat ikut berbangga hati terhadap apa yang sudah dilakukan oleh komunitas Forum Pengembangan Kampung Batik Palbatu tersebut (Wawancara Bapak Harry, 4 Juni 2015). 3. Motif-Motif Batik Palbatu Seperti diketahui bahwa batik sejak awal munculnya di dalam masyarakat Indonesia telah mengalami perkembangan dengan dipengaruhi oleh perkembangan zaman, kebudayaan, teknologi serta lingkungan sekitarnya. Batik yang ada saat ini, khususnya di Pulau Jawa sebenarnya dapat memberikan gambaran tentang asal-usul, pengguna batik, arti dan makna di balik motif batik tersebut. Dengan demikian perkembangan batik dapat dipilah menjadi beberapa jenis, yaitu : a. Jenis Batik Keraton
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
239
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Batik Keraton adalah batik yang dibuat dan diciptakan dengan motif tradisional yang mengacu pada budaya Keraton. Polanya merupakan perpaduan antara seni, adat, budaya, kepercayaan, pandangan hidup dan watak dari pencipta batik tersebut. Batik Keraton ini merupakan batik yang dikhususkan bagi para raja maupun bangsawan Keraton. Batik ini dikenakan pada upacara-upacara Keraton yang dinilai sakral atau suci. Jenis Batik Keraton ini hidup dan berkembang di lingkungan kerajaan Jawa yang mempunyai sejarah budaya yang sudah mengakar didalamnya. Di masing-masing Keraton berkembang pola batik yang mempunyai ciri khas sesuai dengan adat dan budaya dilingkungannya. Misalnya Batik Keraton Solo. b. Jenis Batik yang Dipengaruhi oleh Keraton Jenis batik ini sebenarnya bukan berasal dari lingkungan Keraton, tetapi merupakan karya masyarakat sekitar Keraton yang dipengaruhi oleh pola batik dari batik Keraton. Batik jenis ini tidak berani melanggar kaidah-kaidah yang telah dibuat oleh Keraton dan lebih banyak mengadopsi budaya masyarakat setempat. Yang termasuk jenis ini adalah Batik Indramayu, Batik Garut dan Batik Banyumas. Pola yang ada menggambarkan ragam budaya masyarakat yang ada di wilayah tersebut. c. Jenis Batik Saudagar. Jenis batik saudagar adalah jenis batik yang dihasilkan oleh para saudagar yang hidup di lingkungan masyarakat. Karena status sosial mereka yang lebih tinggi dibanding masyarakat biasa, para saudagar ini membuat pola batik yang mendekati pola batik Keraton, dengan tujuan agar status sosial mereka berada di bawah para bangsawan saat itu. Pola batik saudagar ini mempunyai ciri ada pada pola larangan, di mana hiasan utama dan isen matinya di ubah sedemikian rupa, sehingga tidak sama dengan batik Keraton. Salah satu contoh batik saudagaran adalah Batik Tiga Negeri, yang mempunyai ciri khas seperti yang dikehendaki oleh para saudagar. d. Jenis Batik Petani Jenis batik petani merupakan jenis batik yang mengadopsi keinginan kaum petani atau masyarakat biasa agar dapat diterima di lingkungan masyarakat lainnya. Batik petani juga disebut batik pedesaan ini yang biasa digunakan oleh kaum petani atau masyarakat biasa dalam suatu keperluan. Batik ini mempunyai pola yang lain dengan batik Keraton, di mana motif yang digunakan sebagian besar berkisar pada gambar alam sekitar, seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dengan demikian pola tersebut menggambarkan lingkungan masyarakat umum yang PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
240
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
ada di pedesaan. Yang termasuk dalam jenis ini antara lain: 1. Batik Bayat dari Klaten, 2. Batik Wijirejo dari Bantul, 3. Batik Imogiri dari Yogya, 4. Batik Indramayu dan lain sebagainya. e. Jenis Batik Belanda Yang dimaksud dengan jenis Batik Belanda adalah batik yang dipengaruhi oleh budaya Belanda. Jenis ini banyak terdapat di daerah pesisir, karena pada zaman dahulu merupakan daerah perdagangan yang banyak berhubungan dengan warga Belanda. Jenis batik ini sebagian besar berupa kain sarung. Pola batik ini banyak menampilkan motif bunga, kupu-kupu dan burung. Namun ada juga jenis batik yang bermotif tentang kisah cerita yang tumbuh di dalam masyarakat Barat. Yang termasuk jenis Batik Belanda ini yaitu Batik Semarangan. f. Jenis Batik Rifa’iyah Jenis batik Rifa’iyah adalah salah satu jenis batik yang mempunyai corak islami di mana pola yang dipakai oleh pola-pola yang mengandung unsur agama Islam. Jenis batik ini banyak diproduksi oleh warga keturunan Arab. Jenis batik ini juga digemari oleh masyarakat karena nuansa religi yang kental. Ciri utama dari pola batik jenis ini adalah tidak ada motif yang berkaitan dengan gambar-gambar dari benda bernyawa. g. Jenis Batik Cina Jenis batik Cina merupakan batik yang dipengaruhi oleh orang-orang Cina atau keturunannya. Pola yang dipakai dalam jenis batik ini sebagian besar menampilkan satwa yang menjadi mitos masyarakat Cina seperti naga, kilin, burung hong dan binatang lainnya yang dianggap memberi pengaruh pada penggunannya. Jenis ini sangat digemari oleh masyarakat keturunan Tionghoa. Batik ini banyak dijumpai di Pekalongan, Lasem, Cirebon, Demak, Kudus dan daerah lain yang dahulu menjadi pusat perdagangan orang-orang Tionghoa. h. Jenis Batik Jawa Hokokai Jenis batik Jawa Hokokai merupakan jenis batik yang menjadi perpaduan antara budaya Cina dan Jawa. Pola ini digunakan dalam batik yang selalu berlainan antara satu sisi dengan sisi lainnya. Pola ini sering disebut “Pagi Sore”. Jenis batik ini banyak diproduksi oleh perusahaan batik milik warga Tionghoa yang ada di Pekalongan dan sekitarnya. Jenis batik ini sangat terkenal pada zaman kependudukan Jepang di Indonesia. Batik jenis ini mempunyai ciri yang terletak pada pinggiran kain yang dihias dengan bunga dan kupu-kupu menyerupai kimono.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
241
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
i. Jenis Batik Pengaruh India Jenis batik ini banyak berkembang di lingkungan masyarakat Jambi. Pola batik ini banyak menggunakan hiasan sembagi dan pantola dari India. Jenis batik ini ukuran diminati oleh masyarakat karena kurang sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia. Salah satu produk batik jenis ini adalah Batik Nitik yang dalam lingkungan masyarakat Jambi dikenal dengan nama Kain Bang Biru. j. Jenis Batik Cap Kombinasi Tulis Jenis batik ini merupakan kombinasi tulis dan cap. Sebenarnya jenis ini merupakan batik cap di mana proses kedua atau sebelum di soga dilakukan proses pembatikan dengan canting sehingga kelihatan seperti ditulis. Jenis batik ini dapat lebih cepat waktu pembuatannya dan biaya produksi juga lebih murah, sehingga bisa dijangkau pembeli. Bagi orang yang tidak tahu tentang batik, jenis batik ini seperti batik tulis. k. Jenis Batik Sogan Pekalongan Jenis Batik Sogan Pekalongan ini merupakan jenis batik yang cara pembuatannya dengan dua kali proses. Proses pertama dengan latar putih kadang ada coletan, dan untuk proses kedua, batik ditanahi penuh atau ornamen plataran berupa titik halus baru setelah itu disoga. Jenis batik soga ini terlihat klasik dan banyak diminati para penggemar . l. Jenis Batik Tribusana Jenis batik ini merupakan batik gaya baru dimana cara pembuatan mulai dua proses dan berisi motif-motif lajuran. Jenis batik ini baik untuk bahan busana modern dan bukan untuk kain kebaya. m. Jenis Batik Coletan Jenis batik coletan ini merupakan kain batik yang pewarnaan disebagian tempat menggunakan sistem colet dengan kuas dan bukan dengan menggunakan canting. Proses pencelupan pun hanya dilakukan sekali, kecuali warna soga. Sedangkan warna-warna lain diproses dengan cara colet. Dengan demikian motif yang dipakai jenis ini adalah motif gaya baru. n. Jenis Batik Kemodelan Jenis batik kemodelan adalah jenis batik klasik dari gaya Yogya maupun gaya Solo, yang dimodifikasi dengan komposisi baru dan pewarnaan ala Pekalongan, sehingga kelihatan modern dan menarik. Jenis batik ini populer pada masa pemerintahan Soekarno. o. Jenis Batik Osdekan Jenis batik ini merupakan modifikasi dari jenis batik yang sudah ada. Perbedaan pada jenis ini adalah pada proses pewarnaan. Kain batik yang sudah mempunyai warna dasar akan di batik lagi dengan warna lagi, yang berupa warna tua muda atau warna lain. Dengan demikian warna pada kain batik tersebut lebih hidup dan seperti ada bayangbayang atau gradasi warna. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
242
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
p. Jenis Batik Indonesia Jenis batik ini merupakan perpaduan antara pola tradisional Batik Keraton dan Batik Pesisiran. Pola yang ditampilkan dipengaruhi oleh selera kebanyakan masyarakat. Jenis batik ini memang tidak mempunyai pakem yang baku dalam pembuatannya, namun ciri utama sebagai batik yang dapat menonjolkan karakteristik dari daerah tertentu. Bila jenis batik ini diproduksi suatu daerah maka ciri utama daerah tersebut akan tergambar dengan jelas, sehingga orang mengetahui bahwa batik tersebut berasal dari daerah tertentu. Sebagian besar pola batik jenis ini adalah mengadopsi ciri dari berbagai daerah sehingga mencerminkan ciri keIndonesiaannya. Contoh jenis batik ini antara Batik Terang Bulan dan Batik Wonogiren yang sudah banyak dikenal masyarakat. q. Jenis Batik Modern Jenis batik ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan batik lainnya, tetapi pola dan warna yang ada pada jenis batik ini cukup beragam. Jenis batik ini tidak terikat dengan motif batik yang baku tetapi merupakan motif yang dapat mengekspresikan jiwa pembuatnya, sehingga jenis batik ini sering disebut sebagai batik lukis. Dalam hal cara pembuatannya pun tidak mengacu pada kebiasaan dalam membuat kain batik, tetapi menurut kehendak pembuatnya, seperti pewarnaan. Jenis batik ini mengenal teknik pewarnaan gradasi dan batik faktal, dengan tidak meninggalkan identitas batik itu sendiri. Bila dilihat dari wilayah perkembangan batik di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa maka perkembangan batik sejak zaman Kerajaan Mataram sampai saat ini mengalami perkembangan yang pasang surut, tidak di semua daerah yang berada di Pulau Jawa dapat mempunyai perkembangan yang cukup baik bagi perkembangan batik (Lisbijanto, 2013: 33-43). Motif adalah kerangka gambar yang menjadi acuan dalam pembuatan karya batik. Motif-motif hias batik yang terdapat atau dihasilkan di Rumah Batik Palbatu ada tiga jenis, yaitu : a. motif Burung Gelatik, b. motif Topeng Betawi, dan c. motif Kembang Api. a. Motif Burung Gelatik Batik Palbatu dengan motif Burung Gelatik Rambutan adalah merupakan hasil karya ibu-ibu warga Kampoeng Batik Palbatu. Melalui bimbingan Bapak Mustofa dan istrinya, Ibu Wati, ibu-ibu warga Kampoeng Batik Palbatu mulai dapat membuat kain batik bermotif khas Palbatu. Melalui kegiatan ini, para ibu-ibu warga Kampoeng Batik Palbatu berupaya terus untuk belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam membuat batik. Motif ini adalah merupakan permintaan dari Ibu Walikota Jakarta Selatan yang rencananya akan dipergunakan untuk para pejabat dan pegawai dilingkungan Pemerintah Daerah Jakarta Selatan. b. Motif Topeng Betawi Dalam proses penciptaan karya-karya motif batik, Kampoeng Batik Palbatu menghadirkan Motif Batik Topeng Betawi. Motif batik ini berupaya menampilkan topeng betawi sebagai salah satu kekayaan seni dan budaya yang ada di tanah Betawi. Kehadiran motif ini memperkaya khazanah kekayaan motif batik Jakarta.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
243
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
c. Motif Kembang Api Kampung Batik Palbatu menghadirkan motif batik Kembang Api sebagai upaya memperkaya khazanah motif di tanah Betawi. Motif ini menggambarkan kemeriahan dan juga sukacita, dimana kembang api biasa digunakan dalam berbagai perayaan sebagai penanda kemeriahan dan kegembiraan. 4. Perkembangan Palbatu dengan adanya kampung Batik Palbatu Kehadiran kampung pengrajin batik di Palbatu, semula merupakan impian dan gagasan seorang pemuda pecinta batik bernama Budi Darmawan yang dikenal dengan panggilan Iwan. Ia bersama teman-temannya mencanangkan adanya kampung batik di Jakarta. Tujuan awalnya, Iwan ingin adanya kampung pengrajin batik di Palbatu. Harapan Iwan adalah dalam 1 RW ada 15 RT, maka setiap 1 RT ada gerai dan workshop/galeri untuk membatik tapi karena warganya masih ada yang lebih terfokus dengan pekerjaan mereka sendiri. Oleh karena itu, Iwan berfokus dan mendirikan Rumah Batik Palbatu sebagai pusat Kampung Batik Palbatu di Jalan Palbatu 4 No.17 sebagai tempat bagi siapapun yang mau belajar batik. Jalan Palbatu, sangatlah strategis seperti jalur sutra, karena letaknya yang berada di Jakarta Selatan yang berdekatan dengan Jalan Casablanca dan jalur ke Tanah Abang. Maka Dari itulah, lokasi Kampung Batik Palbatu sangat potensial untuk mengembangkan dan mengedukasi tentang batik Palbatu (Wawancara Ibu Yuyun, 4 Juni 2015). Masyarakat yang ada di Palbatu ikut mendukung Rumah Batik Palbatu dalam melestarikan budaya batik di Jakarta dengan cara ikut dalam kegiatan membatik dan belajar membatik sebagai pengetahuan mempelajari budaya. Bahkan warga yang telah tekun belajar batik, kini telah menjadi pengajar batik karena keterampilannya dalam membatik. Keterampilan ini dapat mendukung dan membantu perekonomian warga Palbatu dengan menjual batik hasil karyanya sebagai batik tulis asli karya warga sendiri (Wawancara Ibu Ani, 4 Juni 2015). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Batik merupakan karya anak bangsa Indonesia yang patut dilestarikan. Hasil karya anak bangsa ini sudah merupakan kebudayaan yang lahir sejak zaman dahulu. Saat UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Oranization) memasukkan batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda atau Intangible Cultural Heritage bersama 76 warisan budaya dunita takbenda lainnya. Sebagai perayaan dan penghormatan, warga Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 serempak memakai batik, yang akhirnya ditetapkan setiap tanggal 2 Oktober menjadi Hari Batik Nasional. Pengakuan UNESCO ini, bisa meredam negara tetangga untuk mengklaim batik sebagai warisan budaya mereka. Warisan budaya berdasarkan definisi yang diberikan UNESCO berarti diwariskan dari generasi ke generasi, terus dicipta ulang dan memaknai identitas yang berkelanjutan.pengakuan ini yang pada akhirnya menuntut pemerintah dan masyarakat untuk melakukan promosi dan proteksi terhadap hasil budaya batik Indonesia. Batik menjadi sesuatu yang menarik jika ditempatkan sesuai porsinya. Mengetahui bagaimana menonjolkan keberadaan batik dalam busana. Agar batik dapat selalu dilestarikan oleh masyarakat. Yang menariknya adalah hasil motif batik khas Betawi sampai saat sekarang memang masih ada yang diproduksi oleh pengrajin-pengrajin daerah PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
244
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
tapi bukan oleh pengrajin-pengrajin batik dari Jakarta yang dahulu di lakukan di perkampungan daerah Karet Semanggi, Setia Budi dan Tanah Abang Melihat sekelumit masalah batik di atas maka berawal dari rasa keprihatinan tiga orang pemuda kreatif, Bimo, Iwan dan Harrry atas tidak adanya kampung batik di wilayah Jakarta, maka dengan modal niat yang nekat, Harry sebagai eksekutor langsung mengimplementasikan gagasan yang brilian itu dengan mendirikan Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu di wilayah Jalan Palbatu, Sahardjo, Tebet, Jakarta Selatan. Yang bertujuan untuk mengedukasi dan merubah mind set/ pola pikir masyarakat untuk lebih sadar budaya dan dapat menjadikan kegiatan membatik ini menjadi salah satu peluang usaha untuk membantu memperbaiki atau meningkatkan perekonomian keluarga secara personal. Motif khas yang ada di Palbatu adalah motif Kembang api, Topeng dan Burung Gelatik yang diambil karena jalan Palbatu berada di wilayah Jakarta Selatan. Banyak hal dari kegiatan membatik yang bisa kita ambil manfaatnya secara pribadi, salah satunya adalah dengan membatik, kita berlatih untuk lebih bisa lebih bersabar, dan akan bisa mengasah kepribadian kita menjadi pribadi yang telaten, ikhlas dan terus berusaha melakukan hal yang terbaik dalam kehidupan kita. Banyak filosofis budaya nusantara yang sangat kental makna terdapat dalam budaya membatik. Kampung Batik Palbatu membuka cakrawala bahwa di tengah Ibukota, budaya unik masih bisa hidup serta memiliki identitas sebagai Kampung yang kreatif yang dapat membentuk masyarakatnya untuk mencintai dan melestarikan budaya Indonesia melalui batik Palbatu. Saran Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, berikut ini penulis memberikan saran yang diharapkan bermanfaat dalam rangka melestarikan budaya Indonesia. dengan membangun rasa cinta hasil karya anak bangsa dalam hal ini kerajinan batik dan sebagai generasi selanjutnya, kita tidak boleh melupakan sejarah sebagai bagian dari Indonesia sekarang ini. DAFTAR PUSTAKA Beritajakarta.com. (2014) http://beritajakarta.com oleh REPORTER : YANCE WIRATMAN | EDITOR : ERIKYANRI MAULANA | MINGGU, 18 MEI 2014 14:07 WIB diunduh pada 3 Maret 2014. Bimo, Ismoyo. (2014) http://kampoengbatikpalbatu.com/profile-kampoeng-batik-palbatu oleh Senin, 4 April 2011 diunduh pada 3 Maret 2014 Bungin, M. Burhan. (2009) Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2009), Emzir. (2014) Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers,
Ghony, M.Djunaidi & Fauzan. (2012) Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: ArRuzz Media. Gratha, Benny. (2012) Panduan Mudah Belajar Membatik. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka. Hamzuri. (1985) Batik Klasik. Jakarta: Jambatan. Karmila, Mila. (2010) Ragam Kain Tradisional Nusantara (Makna, Simbol dan Fungsi). Jakarta: Bee Media Indonesia. Kusumawardhani, Reni. (2012) How To Wear Batik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
245
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Lisbijanto, Herry. (2013) Batik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Marijan, Kacung. 2014. 77 Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Majalah Kebudayaan. I (01):8-9. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, (1992) (terj.) Tjetjep Rohendi Rohidi, Analisa Data Kualitatif (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992), hlm. 16
Mulyadi, Dedi. (2009) Batik, Citra Tradisi Indonesia. Kumpulan Motif Batik Tradisional Yogyakarta Dan Solo. Yogyakarta: Departemen Perindustrian RI Balai Besar Kerajinan Dan Batik. Prasetyo, Anindito. (2010) Batik Karya Agung Warisan Budaya Dunia Cetakan Ke-1. Jogjakarta: Pura Pustaka. Riyanto, Didik. (1993) Proses Batik: Batik Tulis-Batik Cap-Batik Printing; Dari Awal Persiapan Bahan dan Alat, Mendesain Corak Sampai Finishing. Surakarta: CV. Aneka. Sugiyono. (2009) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Umar, Sucipto. (2009) Inskripsi Batik Indonesia Oleh UNESCO. Apa Langkah Selanjutnya?. Jurnal Wastraprema, I (15): 10. W. Gulo, (2010) Metodologi Penelitian (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 19
Wulandari, Ari. (2011) Batik Nusantara Makna Filosofis, Cara Pembuatan dan Industri Batik. Yogyakarta: CV. Andi. Yudhoyono, Ani Bambang. (2010) Batikku Pengabdian Cinta Tak Berkata. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
246
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
ANALISIS OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) UNTUK PENGEMBANGAN PENERAPAN AKUNTANSI PADA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KOTA DEPOK Ai Annisaa Utami Universitas Indraprasta PGRI Email :
[email protected] Abstrak; Pencatatan dan pelaporan keuangan sangat berguna untuk proses pengambilan keputusan suatu bisnis untuk melanjutkan usaha mereka.Walaupun akuntansi menyediakan informasi keuangan yang penting bagi kesuksesan UMKM tetapi sampai saat ini masih banyak UMKM yang belum menerapkan akuntansi dalam usahanya. Sebagian besar pengusaha tidak mengetahui laba yang didapatkan, mereka menjawab bukan dengan nominal angka rupiah melainkan dengan benda-benda berwujud seperti motor, rumah, atau mobil. Jawaban tersebut tidak menggambarkan laba yang sebenarnya didapatkan oleh perusahaan karena itu merupakan salah satu penggunaan dana yang mungkin didanai dari laba atau justru dari utang ataupun pengambilan modal pemilik. Karena hal itulah penulis ingin meneliti tentang penerapan akuntansi pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya UMKM yang terdapat di Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan mengambil sampel sebanyak 62 pelaku UMKM di Kota Depok. Data dikumpulkan berdasarkan hasil survey dilapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pencatatan transaksi usaha yang dilakukan oleh UMKM Kota Depok sebesar 97 %, namun disayangkan prosedur akuntansi yang dilakukan masih sederhana, jenis pelaporan keuangan yang dibuat belum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Kata Kunci : UMKM, Standar Akuntansi Keuangan, Laporan Keuangan PENDAHULUAN Pemerintah memberi perhatian yang sangat besar terhadap perkembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM). Bertahannya UMKM terhadap krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 menjadi alasan utama mengapa pemerintah harus menaruh perhatian yang besar. Sejak krisis yang terjadi pada tahun 1998, hampir 80% usaha besar mengalami kebangkrutan dan banyak melakukan PHK. UMKM sangat berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran. Oleh karena itu, keberhasilan UMKM mampu meningkatkan perekonomian Indonesia karena kegiatan operasional UMKM dapat mandiri dan tidak menanggung beban besar akibat krisis tersebut. Dan yang membuat UMKM lebih tangguh lagi karena tingkat resiko yang dimiliki lebih kecil dalam menyalurkan dan memanfaatkan dana perbankan. Informasi Akuntansi dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. Namun praktek akuntansi keuangan pada Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) masih rendah dan memiliki banyak kelemahan (Suhairi, 2004; Raharjo & Ali, 1993; Benjamin, 1990; Muntoro, 1990). Pihak bank dan fiskus seringkali mengeluhkan ketidakmampuan dan atau kelemahan-kelemahan UMKM dalam menyusun laporan keuangan. Benjamin (1990) berpendapat bahwa kelemahan UMKM dalam penyusunan laporan keuangan itu antara lain disebabkan rendahnya pendidikan dan kurangnya pemahamam terhadap Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan Muntoro (1990) berpendapat bahwa rendahnya penyusunan laporan keuangan disebabkan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan bagi UMKM. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
247
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Standar akuntansi keuangan yang dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan harus diterapkan secara konsisten. Namun karena UMKM memiliki berbagai keterbatasan, kewajiban seperti itu diduga dapat menimbulkan biaya yang lebih besar bagi UMKM dibandingkan dengan manfaat yang dapat dihasilkan dari adanya informasi akuntansi tersebut (cost-effectiveness). Di samping itu, tersedianya informasi yang lebih akurat melalui informasi akuntansi yang dihasilkan diduga tidak mempengaruhi keputusan atas masalah yang dihadapi manajemen (relevance). Salah satu kelemahan Usaha Kecil Menengah dan koperasi adalah kemampuan permodalan. Oleh karena itu, membantu akses ke sumber permodalan atau pemberi/penyedia kredit akan memecahkan sebagian masalah kebutuhan permodalan perusahaan. Dalam kenyataannya banyak UKM memerlukan dana dari sumber permodalan, di lain pihak sumber permodalan memiliki cukup dana untuk disalurkan kepada UKMK, akan tetapi terjadi suatu gap sehingga kedua kutub tersebut tidak pernah ketemu sehingga tidak terjadi transaksi. Kendala-kendala yang menjadi penyebab sulitnya UKMK mengakses sumber permodalan antara lain : tidak saling mengenal antara sumber permodalan dengan UKMK, adanya perbedaan kebiasaan dimana para pengusaha UKMK tidak terlalu akrab dengan pembukuan sementara di lain pihak perbankan sangat akrab dengan pembukuan, ketidakmampuan menyusun kelayakan usaha termasuk sulitnya memenuhi persyaratan administratif yang diminta pihak pemilik dana. Usaha kecil seringkali tidak melakukan pembukuan atau membuat pembukuan yang sangat sederhana, dimana berbagai biaya tidak diperhitungkan dengan jelas seperti : tidak dilakukan penyusutan terhadap aktiva tetap, tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja pribadi atau keluarga, dan tidak memisahkan asset perusahaan dengan kekayaan pribadi. Kondisi ini akan menimbulkan kesulitan kepada pihak pemilik dana untuk melakukan kelayakan usaha. Kelayakan dari usaha yang akan dibiayai merupakan suatu pegangan bagi sumber permodalan ( pemilik modal ) untuk menentukan apakah akan mendanai usaha tersebut atau tidak. Oleh karena itu kemampuan menyusun studi kelayakan menjadi sangat penting, sebab mungkin saja sebenarnya usaha yang akan dibiayai itu sangat potensil dan akan mampu memberikan keuntungan yang besar, akan tetapi karena penyajian dalam studi kelayakannya tidak menggambarkan potensi ril kalau usaha itu dibiayai, maka sumber permodalan tidak mau memberikan pendanaan. Dengan perkataan lain walaupun usaha itu akan memberikan keuntungan yang besar, tapi kalau kelayakan usahanya tidak mampu meyakinkan sumber permodalan, maka usaha itu tidak akan didanai. Penelitian ini mencoba mengkaji dan menganalisis penggunaan dan penerapan prosedur akuntansi yang dilakukan oleh UMKM yang terdapat di Kota Depok. Mengingat jumlah UMKM yang berkembang di Kota Depok sangat signifikan untuk di teliti. Berikut ini adalah paparan data jumlah UMKM aktif di Kota Depok tahun 2012 berdasarkan klasifikasi jenis usaha.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
248
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Inisiatif utama dalam pengelolaan dana adalah mempraktikan akuntansi dengan baik. Dengan akuntansi yang memadai maka UMKM dapat memenuhi persyaratan dalam pengajuan kredit berupa laporan keuangan, mengevaluasi kinerja, mengetahui posisi keuangan dan menghitung pajak. (Warsono, 2010). Masalah keuangan terkait dengan UMKM sedikit berbeda dengan usaha berskala besar. Pada usaha berskala besar umumnya menggunakan metode akrual dalam pencatatan akuntansinya, sedangkan pada UMKM umumnya menggunakan metode berbasis kas yang mengakui pendapatan dan beban ketika kas diterima atau dikeluarkan. Salah satu UMKM yang membutuhkan akuntansi adalah usaha pertokoan. Akuntansi yang diperlukan pada usaha pertokoan meliputi pencatatan dan pelaporan keuangan. Melalui pencatatan dan pelaporan keuangan dapat mengetahui posisi usahanya, jumlah piutang, hutang, persediaan, penjualan, dan laba tiap periode. Pencatatan dan pelaporan keuangan sangat berguna untuk proses pengambilan keputusan suatu bisnis untuk melanjutkan usaha mereka.Walaupun akuntansi menyediakan informasi keuangan yang penting bagi kesuksesan UMKM tetapi sampai saat ini masih banyak UMKM yang belum menerapkan akuntansi dalam usahanya. Sebagian besar pengusaha tidak mengetahui laba yang didapatkan, mereka menjawab bukan dengan nominal angka rupiah melainkan dengan benda-benda berwujud seperti motor, rumah, atau mobil. Jawaban tersebut tidak menggambarkan laba yang sebenarnya didapatkan oleh perusahaan karena itu merupakan salah satu penggunaan dana yang mungkin didanai dari laba atau justru dari utang ataupun pengambilan modal pemilik. Karena hal itulah penulis ingin meneliti tentang penerapan akuntansi pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya UMKM yang terdapat di Kota Depok. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana gambaran umum prosedur akuntansi yang telah dilaksanakn oleh UMKM di Kota Depok\. (2) Bagaimana deskripsi proses pencatatan transaksi yang dilaksanakan oleh UMKM di Kota Depok (3) Bagaimana pelaporan keuangan yang dilakukan oleh UMKM di Kota Depok TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Kriteria UMKM Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) didefinisikan sebagai berikut : 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaiamana di atur dalam Undang-Undang ini. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
249
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini Teknik dan Proses Akuntansi Praktek penyusunan laporan keuangan di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam akhir tahun 50-an, dengan diperkenalkannya sistem akuntansi yang merupakan produk Amerika. Sebelumnya, di Indonesia dikenal sistem Tata Buku yang merupakan produk Belanda guna menyusun laporan keuangan. Perubahan ke sistem akuntansi disebabkan beberapa keungulan yang dimiliki, khususnya penyusunan laporan keuangan dengan sistem akuntansi tersebut jauh lebih mudah, akurat, dan cepat. Namun sistem akuntansi ini sedikit memberatkan bagi UKM karena dibutuhkan sumberdaya yang lebih besar; kemampuan dan biaya yang lebih besar. Oleh sebab itu, sampai saat ini, praktek pembukuan pada UKM masih banyak yang menggunakan sistem Tata Buku sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Akhir-akhir ini, praktek penyusunan laporan keuangan dengan menggunakan pola Belanda ini juga telah mengalami perubahan pada sektor pemerintahan. Sistem lama yang menggunakan single entry digantikan dengan sistem akuntansi yang double entry. Akan tetapi perancangan sistem double entry di sektor pemerintahan tersebut tetap terpengaruh oleh sistem single entry yang selama ini digunakan. Khususnya, dapat dilihat dalam penggunaan basis akuntansi. Jika pada masa lalu pada sektor pemerintahan digunakan basis kas, dan dalam akuntansi bisnis digunakan basis akrual, maka dalam sektor pemerintahan saat ini digunakan basis kas dan basis akrual, atau dalam Kepmen 29 tahun 2002 disebut basis modifikasi kas. Pembahasan alternatif penyusunan laporan keuangan yang dapat diterapkan pada UKM, dikembangkan berdasarkan pertimbangan praktek sektor pemerintahan yang saat ini dikembangkan pemerintahan Indonesia. Proses Akuntansi Proses pencatatan transaksi yang terjadi dapat dilakukan dengan cara yang sangat sederhana ke cara yang lebih komplit. Cara atau metode mana yang akan dipilih akan dipengaruhi oleh skala usaha. Jika penerapan akuntansi tersebut masing untuk usaha yang berskala kecil, maka metode yang paling praktis adalah dengan menggunakan persamaan akuntansi dalam bentuk kolom-kolom. Tetapi metode seperti ini tidak praktis jika frekuensi dan jenis transaksi demikian banyak. Metode pencatatan transaksi berikutnya adalah dengan menggunakan jurnal umum dan dengan jurnal khusus. Penggunaan jurnal umum dan jika dilakukan secara manual akan sangat memberatkan, terutama dalam proses pemindahbukuan (posting) ke buku besar. Hal ini disebabkan karena setiap transaksi yang terjadi harus dipindahbukuan ke buku besarnya, mungkin bisa berjumlah ratusan atau ribuan transaksi setiap hari. Metode pencatatan yang lebih praktis adalah dengan menggunakan jurnal khusus. Jika PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
250
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
menggunakan jurnal khusus, pemindahbukuan untuk pos-pos tententu (terutama kas) dapat dilakukan jumlah kumulatif penerimaan kas dalam suatu periode tertentu. Dengan demikian, metode dengan menggunakan jurnal khusus jauh lebih praktis. Jurnal khusus yang biasanya digunakan terdiri dari: 1. Jurnal penerimaan kas 2. Jurnal pengeluaran kas 3. Jurnal penjualan 4. Jurnal pembelian 5. Jurnal umum METODE Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian survey. Sebagaimana menurut Kerlinger dalam Sugiyono (2008:7) menegaskan bahwa “Penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan kejadian-kajian relative, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosilogis maupun psikologis. Teknik yang dipakai oleh penyusun dalam pengumpulan data adalah dengan cara : Observasi,wawancara. kuesioner, studi dokumentasi, Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM yang terdapat di Kota Depok yang berjumlah 8676 jenis Usaha. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 60 toko Teknik analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan tipe deskriptif. Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Mengklasifikasikan data berdasarkan pencatatan akuntansi, pelaporan akuntansi dan kendala bisnisnya yang menghambat UMKM dalam penerapan akuntansi yang sudah diperoleh melalui wawancara semi terstruktur dan kuesioner. 2. Mengidentifikasikan pencatatan dan pelaporan akuntansi dari setiap klasifikasi. 3. Menganalisis kendala-kendala yang dihadapi UMKM dalam penerapan akuntansi. 4. Mengolah data dan membuat kesimpulan secara menyeluruh berdasarkan data yang diperoleh. PEMBAHASAN Usaha Micro Kecil dan Menengah (UMKM) harus diakui sebagai kekuatan strategis dan penting untuk mempercepat pembangunan daerah, oleh karena pertumbuhan Usaha Mikro kecil dan Menengah setiap tahun mengalami peningkatan, dimana jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 48,9 Juta unit, dan terbukti memberikan kontribusi 53,28% terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) dan 96,18% terhadap penyerapan tenaga kerja. Selain itu, selama 2005-2008, laju pertumbuhan PDB UMKM dengan minyak dan gas (Migas) dan tanpa migas ternyata tidak berbeda jauh, hanya pada PDB tanpa migas agak tertarik ke atas.. Obyek dalam penelitian ini adalah UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang terdapat di Kota Depok. Dari 60 toko yang disurvey, 6 toko menolak melakukan wawancara dan kuesioner, 3 toko datanya tidak valid sehingga 51 toko yang memenuhi kriteria akan diteliti secara lebih lanjut. Sebagian besar usaha pertokoan di UMKM Kota Depok didominasi oleh usaha kecil (64.71%). Usaha kecil tersebut sebagian besar dikelola sendiri (84,3%) dengan latar belakang pendidikan pengelola sebagian besar merupakan lulusan tingkat Sekolah Menengah Atas (37%). Penerapan akuntansi yang dilakukan meliputi pencatatan dan pelaporan akuntansi. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
251
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Berikut ini adalah sebaran data yang diperoleh peneliti dari responden berdasarkan pencatatan transaksi yang dilakukan oleh para pelaku UMKM di Kota Depok. Dari tabel 1 menunjukan bahwa sebagian besar para pelaku UMKM di Kota Depok melakukan pencatatan terhadap kas masuk dan kas keluar (78,43%). Sebagian besar yang hanya mencatat kas masuk dan kas keluar saja memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (40%) dan Sekolah Menengah Atas sampai dengan Sarjana (60%) . Sebagian besar (80,49%) yang hanya mencatat kas masuk dan kas keluar usahanya dikelola sendiri.
Berdasarkan infromasi data di atas, ada 11 responden (21,57%) melakukan pencatatan transaksi penjualan, pembelian, persediaan dan biaya. Hanya 8 responden (19,51%) yang mencatat penjualan, pembelian, biaya, gaji dan usahanya dikelola sendiri. Dengan anggapan bahwa mencatat transakti penjualan, pembelian, persedian, dan biaya dapat mengetahui lebih jelas laba atau rugi usahanya. Sebagian besar yang melakukan pencatatan penjualan, pembelian, persediaan dan biaya memiliki latar belakang pendidikan diatas Sekolah Menengah Pertama (70%). Pada pencatatan gaji, dari 51 responden terdapat 8 responden yang tidak memiliki karyawan (15,7%). Dari 43 responden yang memiliki karyawan, hanya 24 responden (53,33%) yang mencatat gaji, yang memiliki karyawan tetapi tidak mencatat gaji beranggapan bahwa gaji sudah dimasukan didalam kas keluar. Ada 9 responden (17,65%) yang sistem pencatatannya terkomputerisasi. Pengelola yang sistem pencatatannya terkomputerisasi memiliki latar belakang pendidikan diatas Sekolah Menengah Pertama. Para pengelola memiliki anggapan bahwa dengan menggunakan sistem terkomputerisasi akan dapat mengurangi resiko kesalahan perhitugan persediaan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
252
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Dari gambar diatas nampak bahwa kesadaran para pelaku UMKM terhadap proses pencatatan penjualan, Pembelian, Persediaan, Kas Masuk, Kas Keluar, biaya dan gaji hampir mencapai 80 % dari total responden yang berjumlah 60 responden. Beberapa reponden memberikan sinyal yang baik terhadap kebutuhan akan pelaporan dan pencatatan akuntansi. Ada 10 responden (19,6%) yang tidak hanya mencatat kas masuk dan kas keluar, maupun hanya mencatat penjualan, pembelian, biaya dan gaji. Menurut pendapat pengelola, mereka hanya mencatat kas masuk dan kas keluar saja sudah cukup memadai untuk menjalankan usahanya. Apabila kas masuk lebih besar daripada kas keluar berarti laba.
Berdasarkan informasi dari tabel 2 menunjukan bahwa sebagian besar responden membuat laporan penjualan (66,67%) dan laporan pembelian (52,94%). Hal itu dikarenakan adanya anggapan bahwa kegiatan utama dalam usaha pertokoan adalah pada penjualan dan pembelian. Sebagian besar yang membuat laporan penjualan dan pembelian memiliki latar belakang pendidikan Sekolah menengah Atas. Semua responden yang membuat laporan persediaan pasti membuat laporan penjualan dan laporan pembelian. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
253
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Menurut anggapan pengelola usaha pertokoan laporan persediaan dapat dibuat apabila ada laporan penjualan dan pembelian. Dengan menghitung jumlah persediaan awal ditambah dengan pembelian dikurang dengan jumlah barang terjual diketahui sisa barang yang dapat dijual. Sebagian besar responden (60,78%) tidak membuat laporan gaji. Para pengelola yang memiliki karyawan dan membuat laporan gaji ada 21 responden (46,67%). Dari 24 responden yang melakukan pencatatan gaji, 21 responden (87,5%) tersebut juga melakukan pelaporan gaji. Ada 6 responden (11,76%) yang tidak mempunyai karyawan, jadi secara langsung juga tidak melakukan pencatatan gaji dan tidak membuat laporan penggajian. Para pengelola usaha pertokoan beranggapan bahwa dengan adanya laporan penggajian akan memudahkan dalam pengambilan keputusan apakah akan menambah atau mengurangi jumlah karyawan. Sebagian besar pengelola usaha membuat laporan penjualan, pembelian dan persediaan setiap hari. Ditunjukan pada usaha bisnis handphone, dari 10 responden 7 (70%) diantaranya mencatat laporan penjualan setiap harinya, 4 responden (40%) membuat laporan pembelian dan laporan persediaan setiap harinya. Untuk laporan gaji, dari 20 responden yang membuat pelaporan gaji, 17 (85%) diantaranya melakukan pelaporan gaji setiap bulan. Sebagian besar tujuan pelaporan yang dilakukan oleh UMKM di Kota Depok adalah untuk pengelolaan usaha (66.67%). Masih cukup banyak yang tidak membuat pelaporan usaha (15.69%). Yang tidak membuat pelaporan usaha, sebagian besar hanya melakukan pencatatan kas masuk dan kas keluar saja. Menurut pendapat dari 7 responden (13,52%), pelaporan akuntansi tidak diperlukan untuk usaha yang sistem penjualannya tidak ada kepastian harga jualnya, kalau ada selisih dari kas masuk dan kas keluar berarti ada laba usaha. Ada 6 responden (11,76%) yang melakukan pelaporan penjualan pajak, 4 diantaranya (66,67%) masuk karegori usaha menengah. Dari seluruh pengelola usaha, mereka sudah mempunnyai catatan dan laporan, tetapi belum ada yang sampai membuat laporan laba rugi, perubahan modal dan neraca. Selama ini para pengelola mengetahui adanya laba atau rugi diperoleh dari selisih antara harga penjualan dan harga pembelian. Jika selisih dari harga penjualan dan harga pembelian positif menunjukan laba, jika selisih dari harga penjualan dan harga pembelian negatif menunjukan rugi, kalau ada laba berarti modal bertambah dan seandainya kalau rugi maka modal berkurang, para pengelola tidak mempunyai neraca, tetapi mengetahui kekayaan hanya pada kas dan laporan persediaan. Dari penelitian ini kendala yang dihadapi UMKM dalam penerapan akuntansi adalah kemampuan dan latar belakang pendidikan serta keahlian yang dimiliki oleh pemilik atau pengelola kurang memadahi, sehingga kurangnya pemahaman akan pentingnya akuntansi dalam pengelolan usaha. Hal itu ditunjukan dari sebagian besar pengelola usaha (37,25%) pada tingkat Sekolah Menengah Atas dan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (25,49%). Sebagian besar pengelola usaha pertokoan (94.12%) tidak pernah ikut pelatihan akuntansi. Dan sebagian kecil (5,88%) yang pernah mengikuti pelatihan akuntansi adalah berasal dari SMK, terutama bidang Akuntansi. Sebagian besar (90,20%) pemilik atau pengelola toko tidak membutuhkan pelatihan akuntansi. Hanya sebagian kecil pemilik saja (9.80%) yang merasa butuh akan akuntansi dikarenakan adanya keinginan untuk memajukan usahanya. Dari segi pengelola sebagian besar dikelola oleh pemilik sendiri (84,3%) dan pengalaman lama yang menunjukan meskipun tidak menggunakan akuntansi usaha dapat berjalan. Pemilik menganggap bahwa penerapan akuntansi hanya diperlukan untuk usaha yang tidak dikelola sendiri. Menurut 26 responden (50,98%) yang usahanya sudah berdiri lebih dari 10 tahun menunjukan meskipun tidak menggunakan akuntansi, tetapi usaha dapat berjalan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
254
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa pencatatan yang dilakukan meliputi pencatatan penjualan (66,67%), pembelian (64,70%), persediaan (52,94%), kas masuk (78,43%), kas keluar (78,43%), biaya (60,78%) dan gaji (47,06%). Pelaporan akuntansi dilakukan hanya sebatas untuk kepentingan pengelolaan usaha. Sebagian besar laporan yang dibuat oleh pengelola usaha adalah Laporan penjualan (66,67%), laporan pembelian (52,94%), laporan persediaan (45,10%) dan laporan gaji (41,18%). Saran Keterbatasan penelitian ini adalah tentang keakuratan data. Karena tidak ada data yang jelas tentang aset operasional yang digunakan, umumnya para pemilik hanya menggunakan patokan aset dengan rata - rata aset operasional yang digunakan oleh usaha sejenis yang dilakukan oleh toko lain. Perhitungan aset hanya diperkirakan oleh pemilik atau karyawan pengelola toko saja. Para pemilik toko yang tidak mengijinkan penulis melakukan survey juga membatasi kelengkapan data yang dibutuhkan dan adanya subyektivitas dari penulis. DAFTAR PUSTAKA Horngren, Harrison, Robinson & Secokusumo, Akuntansi di Indonesia, 1997, Penerbit Salemba Empat. Warrent, Reeve and Fess, Accounting, 21th ed. South Weatern Publishing. Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan. Firdaus A. Dunia, Ikhtisar Lengkap Pengantar Akuntansi, Edisi ketiga, 2010, lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Parker, Niswonger, Fess, Accounting Principles, Second Edition, Toronto Ontario Canada. Al Haryono Jusup, Dasar-dasar Akuntansi Jilid-1, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yogyakarta.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
255
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (STUDI KASUS DI KPP PRATAMA KALIDERES JAKARTA BARAT) Dessy, Anissa Windarti dan Cut Dhien Nourwahida Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta E-mail:
[email protected] Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Dalam kaitannya dengan penelitian ini faktor-faktor yang dimaksud adalah (1) hukum perpajakan, (2) sanksi perpajakan, (3) tarif pajak, (4) manfaat NPWP, (5) pemahaman Wajib Pajak, (6) pengetahuan dasar perpajakan, (7) kesadaran Wajib Pajak, (8) tingkat pendidikan, (9) kualitas pelayanan pajak, (10) reformasi administrasi perpajakan, (11) modernisasi sistem administrasi perpajakan, (12) penerapan E-Filing, (13) pengawasan Account Reprsentative, (14) biaya kepatuhan, (15) sosialisasi pajak, dan (16) tingkat pendapatan. Responden dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Kalideres. Penelitian ini menggunakan metode system random sampling dalam penentuan sampel dengan jumlah responden 100 orang.Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket yang berhubungan dengan kepatuhan wajib pajak.Hasil analisis faktor menunjukkan empat faktor yang terbentuk ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Faktor-faktor ini muncul dengan nama baru yang ditentukan dengan nilai tertinggi, yaitu faktor pertama pengetahuan dasar perpajakan dengan nilai 0,764, faktor kedua penerapan e-filing dengan nilai0,944, faktor ketiga tingkat pendapatan dengan nilai 0,809 dan faktor keempat tingkat pendidikan dengan nilai 0,753. Kata kunci : kepatuhan wajib pajak, analisis faktor PENDAHULUAN Suatu Negara akan berjalan dengan baik ketika sumber keuangan negara stabil ataupun kuat. Sumber penerimaan dana untuk Negara di dominasi oleh pajak. Pajak memiliki peran yang sangat besar untuk kepentingan pembangunan Negara dan pengeluaran pemerintah.Pajak dari persepektif ekonomi dapat dipahami sebagai beralihnya sumber dari kepada sektor publik.Pemahaman ini memberi gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Dapat disimpulkan pengertian pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan yang dimiliki Wajib Pajak ke kas Negara yang sifatnya memaksa. Pajak memiliki peranan penting dalam sebuah negara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak memiliki fungsi Penerimaan(Budgetair) yaitu untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Fungsi Pengatur (Regulerend) sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan ditengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
256
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
ekonomi (Siti Resmi, 2011).Fungsi ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial.Usaha memaksimalkan penerimaan pajak harus lebih mengarah pada upaya meningkatkan penerimaan dengan berbagai macam program.Upaya memaksimalkan penerimaan pajak juga tidak dapat hanya mengandalkan peran dari Direktorat Jendral Pajak maupun petugas pajak, tetapi dibutuhkan juga peran aktif dari para wajib pajak itu sendiri. Reformasi sistem perpajakan sudah dilakukan pemerintah, sistem perpajakan dari Official Assessment menjadi Self Assessment, Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Hal ini menjadi dasar kepatuhan dan kesadaran wajib pajak dan menjadi faktor yang sangat penting dalam hal untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak. Dianutnya Self Assessment System membawa misi dan konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary compliance). Pada kenyataannya sistem yang telah dianut di Indonesia masih belum bisa dikatakan berjalan dengan baik, meskipun penerimaan pajak terus meningkat tiap tahun tetapi kepatuhan pajak di Indonesia masih dikatakan rendah, karena masih banyak warga negara Indonesia yang belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Marvina Ramdhan (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh hukum pajak dan sanksi administrasi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan hasil penelitian bahwa hukum perpajakan dan sanksi pajak memberikan pengaruh besar terhadap kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian Masruroh (2013) mengenai pengaruh kemanfaatan NPWP, pemahaman wajib pajak, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dengan jumlah responden sebanyak 100 wajib pajak dengan hasil penelitian bahwa pemahaman wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan kemanfaatan NPWP, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian dari Nova Kristanty, Siti Khairani dan Icha Fajriana yang meneliti tentang pengaruh pengetahuan wajib pajak, tarif pajak, dan penyuluhan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan di kantor pelayanan pajak madya Palembang. Hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan wajib pajak, tarif pajak, dan penyuluhan wajib pajak memiliki pengaruh yang signifikan sebesar 36,6% terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan di kantor pelayanan pajak madya Palembang. Penelitian lain oleh Berly Angkoso (2010) adalah pengaruh reformasi administrasi perpajakan, pengetahuan dasar wajib pajak tentang perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada kantor pelayanan pajak pratama Jakarta Selatan, penelitian ini dilakukan pada 6 kantor pelayanan pajak pratama di wilayah Jakarta Selatan dengan hasil penelitian reformasi administrasi perpajakan, pengetahuan dasar wajib pajak tentang perpajakan dan kesadaran perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian Sandi (2010) pengaruh pelayanan, konsultasi, dan pengawasan Account Representative terhadap kepatuhan wajib pajak yang menyatakan pelayanan dan pengawasan account representative berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan konsultasi tidak berpengaruh secara signifikan. Secara simultan variabel pelayanan, konsultasi dan pengawasan account representative berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
257
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Ernawati (2014) juga melakukan penelitian dengan judul pengaruh tingkat pendidikan, pendapatan dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak di kantor pelayanan pajak pratama Bulukumba dengan hasil tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Agus Nugroho Jatmiko (2013) meneliti pengaruh sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan menggunakan metode regresi berganda memiliki hasil bahwa sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hasil penelitian di atas, ditemukan banyak sekali faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Oleh sebab itu, penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor terbesar yang dominan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. TINJAUAN PUSTAKA Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai penerima pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak (Waluyo, 2011).Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan Undang-Undang perpajakan dipatuhi atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegahan agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Pada saat ini wajib pajak berpikir bahwa sanksi perpajakan yang diberlakukan tidak menakutkan.Di masa sekarang ini bahkan wajib pajak tidak segan untuk menyuap aparat pajak agar dapat terbebas dari sanksi.Padahal pengenaan sanksi perpajakan bertujuan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri ke kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Adanya NPWP berfungsi tanda pengenal diri dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Pemahaman yang dimaksud adalah mengerti dan paham tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan tentang bagaimana cara membayar pajak, melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan), mengetahui dimana tempat membayar pajak, mengetahui kapan batas waktu pembayaran atau pelaporan SPT dan mengetahui sanksi yang akan didapatkan jika tidak membayar pajak. Pemahaman wajib pajak akan memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak. Wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas akan cenderung menjadi wajib pajak yang tidak patuh. Demikian pula sebaliknya, semakin wajib pajak paham mengenai peraturan perpajakan, maka wajib pajak akan cenderung menjadi wajib pajak yang patuh. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman dapat dijadikan dugaan sebagai pengaruh dalam kepatuhan wajib pajak. Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka.Perilaku yang didasari pengetahuan bersifat lama. Pengetahuan dasar perpajakan adalah pemahaman wajib pajak mengenai hukum Undang-undang, tata cara perpajakan yang benar. Pengetahuan akan peraturan perpajakan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
258
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Pengetahuan perpajakan dalam sistem perpajakan yang baru, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak tidak dapat dijaring.Artinya jika kesadaran masyarakat masih rendah, maka tingkat kepatuhan wajib pajak juga masih dikatakan rendah.Kesadaran wajib pajak atas perpajakan sangat diperlukan dengan tujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak. Tingkat Pendidikan yang semakin tinggi akan meyebabkan masyarakat lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Tingkat Pendidikan yang rendah akan berpeluang wajib pajak malas melaksanakan kewajiban perpajakan karena kurangnya pemahaman mereka terhadap sistem perpajakan yang telah diterapkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan menjadikan seseorang tersebut lebih mudah untuk memahami dan mengerti segala hal, dalam hal perpajakan seseorang akan mampu memahami tata cara ketentuan perpajakan dan Undang-Undang yang berlaku. Sedangkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang kemungkinan besar akan mempersulit orang tersebut memahami sesuatu dan memungkinkan wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak karena kurangnya pemahaman terhadap sistem perpajakan yang diterapkan, dan kurangnya pemahaman cara membayar pajak. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan.Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak untuk membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya.Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara terusmenerus.Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Pelayanan Prima yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak secara tidak langsung akan dapat menamankan citra positif. Konsep pelayanan prima merupakan pelayanan ideal, yang mengadopsi pelayanan terbaik dan universal yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Disadari sepenuhnya bahwa proses tersebut tidak memberikan hasil dalam waktu singkat, namun demikian diharapkan kepatuhan sukarela akan terbentuk, dengan sinergi dalam pelayanan dan kehumasan dan ditambah komunikasi internal dan eksternal, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Direktorat Jenderal Pajak. Kualitas pelayanan pajak berhubungan erat dengan kepatuhan wajib pajak. Jika pelayanan yang dilakukan aparat pajak baik dan memberikan kesan baik terhadap wajib pajak ada kemungkinan wajib pajak akan rajin dalam melaporkan SPT dan membayar pajak, begitu pun sebaliknya jika pelayanan tidak baik akan ada kemungkinan hal tersebut yang dapat membuat wajib pajak malas untuk melaporkan atau membayar pajak. Dengan demikian kualitas pelayanan pajak diprediksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Administrasi pajak sebagai sistem adalah seperangkat unsur yang saling berkaitan yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan suatu tugas PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
259
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
tertentu.Sebagai lembaga administrasi pajak merupakan salah satu Direktorat pada Departemen Keuangan.Reformasi administrasi perpajakan bertujuan untuk mencapai administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.Pembaharuan perpajakan memerlukan pembenahan administrasi perpajakan secara menyeluruh, baik menyangkut prosedur maupun tata kerja dan peralatan yang memadai.Administrasi perpajakan harus berfungsi secara efisien dan efektif, segera tanggap atas perkembangan dalam masyarakat.Modernisasi perpajakan adalah bagian dari reformasi perpajakan.Ada nuansa tersendiri yang membuatnya menjadi lebih teknis, fokus, dan dinamis sejalan dengan reformasi perpajakan itu sendiri. Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak adalah dengan adanya sistem administrasi perpajakan yang lebih modern. Direktorat Jenderal Pajak memanfaatkan teknologi yang ada saat ini, dan akan terus mengembangkannya sejalan dengan teknologi yang terus maju. Penerapan teknologi komunikasi dalam organisasi Direktorat Jenderal Pajak menggunakan sistem komputerisasi yang dapat memproses informasi dengan efisien dan efektif sehingga dapat mendukung modernisasi adminsitrasi perpajakan. E-Filing adalah penyampaian SPT Tahunan melalui internet, setelah sebelumnya Wajib Pajak mendapatkan nomor e-FIN. Nomor e-FIN sendiri dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan ke Kantor Pelayananan Pajak terdekat atau langsung melalui website. Manfaat e-Filing bagi Wajib Pajak yang telah memiliki e-FIN tidak perlu lagi bersusah payah antri berjam-jam di Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan SPT Tahunan-nya.Alasan dibalik diadakannyae-Filing ini karena dilihat masih rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dibandingkan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar. Namun, pemerintah optimis rendahnya cost of compliance e-Filing ini ditargetkan akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Karena jika dilihat dari segi waktu jauh lebih efisien jika menggunakan e-Filing, Wajib Pajak pun dapat melaporkan SPT kapan saja dan di mana saja, tidak harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang selama ini dilakukan. Selain itu tidak memerlukan ongkos untuk melaporkan SPT, baik ongkos yang dikeluarkan untuk mencetak SPT Tahunan ataupun untuk transportasi yang harus dikeluarkan ketika melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat. Account Representative (AR) pajak adalah aparat pajak yang berada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang telah melaksanakan sistem administrasi modern dan bertugas untuk memberikan pelayanan, pengawasan dan pengarahan secara langsung kepada sejumlah wajib pajak tertentu yang telah ditugaskan kepada Account Representative (AR) tersebut. Setiap Account Representative (AR) pajak melayani beberapa wajib pajak yang harus diawasi dan diarahkan. Penugasan Account Representative (AR) pajak dilakukan berdasarkan jenis usaha sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja serta profesionalisme karena pelaksanaan pekerjaan lebih terfokus. Salah satu ciri khas Kantor Pelayanan Pajak modern adalah adanya Account Representative (AR) yang melaksanakan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban oleh wajib pajak dan melayani penyelesaian hak wajib pajak.Juga untuk konsultasi, jika wajib pajak memerlukan informasi atau hal lainnya terkait pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya. Sehingga Account Representative berfungsi sebagai jembatan atau mediator antara wajib pajak dengan Kantor Pelayanan Pajak. Sasaran perencanaan pajak bukan hanya meminimalisasi beban pajak, tetapi juga menekan biaya perpajakan secara umum.Karena itu, kita perlu memahami arti dari biaya perpajakan. Besarnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dalam berbagai literatur disebut compliance cost. Compliance Cost yang akan timbul dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah Direct PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
260
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Money Cost, yaitu seluruh biaya yang dapat diukur dengan nilai uang yang dikorbankan wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban pepajakan. Misalnya, gaji pegawai bagian pajak, honor konsultan jika menggunakan jasa konsultan, biaya transportasi ke kantor pajak, biaya pengadaan dokumen perpajakan. Time Cost, yaitu biaya berupa waktu yang dikorbankan untuk menuntaskan hak dan kewajiban perpajakan. Misalnya, waktu mengisi formulir perpajakan, waktu menyiapkan surat pemberitahuan, waktu untuk memenuhi panggilan kantor pajak. Psychological Cost, yaitu rasa stres dan berbagai rasa takut dan cemas karena melakukan tax evasion. Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan informasi, pengertian, dan pembinaan kepada masyarakat khususnya wajib pajak mengenai perpajakan dan Undang-Undang Perpajakan.Penyuluhan merupakan salah satu bentuk sosialisasi yang dilakukan melalui berbagai media baik elektronik maupun cetak. Terkadang dilakukan langsung ke daerah, daerah yang potensi pajaknya besar dan membutuhkan banyak informasi mengenai perpajakan. Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Dalam pajak, aturan yang berlaku adalah Undang-Undang Perpajakan. Jadi, kepatuhan pajak merupakan kepatuhan seseorang, dalam hal ini adalah wajib pajak, terhadap peraturan atau Undang-Undang Perpajakan.Kepatuhan pajak adalah kesediaan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman, dalam penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.Kepatuhan pajak (tax compliance) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman, dalam penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Dalam masalah pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan yang ada dalam Undang-Undang perpajakan.Jadi pengertian kepatuhan pajak adalah suatu hal yang berhubungan dengan ketaatan, ketaatan dalam melakukan sesuatu dengan ketentuaanketentuan atau aturan-aturan pajak yang berlaku dan wajib dilaksanakan.Kepatuhan perpajakan merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. METODE Data Responden Berdasarkan data yang telah berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini dengan cara menyebarkan kuesioner yang berjumlah 100 buah kepada wajib pajak berdasarkan data Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Kalideres. Jumlah responden di KPP Pratama Kalideres Jakarta barat berdasarkan jenis kelamin, responden jenis kelamin laki-laki berjumlah 57% atau 57 orang sedangkan wanitanya berjumlah 43 orang atau 43%. Artinya responden dalam penelitian ini lebih banyak didominasi oleh laki-laki.Berdasarkan usia, responden dalam penelitian ini 63% mendominasi di umur 20 - 30 tahun, yang berumur kurang dari 20 tahun hanya 4 orang atau 4%, yang berumur 31 - 40 tahun hanya 19%, yang berumur 41 - 50 tahun 13% dan yang berumur lebih dari 50 tahun hanya 1%. Jika berdasarkan jenjang pendidikan terakhir di dominasi pada pendidikan tingkat SMA/Sederajat yaitu sebanyak 58%, sedangkan responden yang pendidikan terakhir perguruan tinggi meliputi Diploma (D1, D2, D3), S1, S2, dan S3 berjumlah 48%.Kondisi ini menggambarkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Kalideres sebagian besar pendidikan terakhirnya SMA/Sederajat. Uji Validitas PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
261
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan Pearson correlation perhitungan mengunakan SPSS versi 23.0, uji validitas dikatakan valid jika tingkat signifikan dibawah 0.05 maka butir pernyataan tersebut dikatakan valid.Pernyataan dikatakan valid juga apabila r hitung lebih besar dari r tabel.Hasil pengujian validitas kuesioner pada penelitian ini dapat dilihat bahwa semua pernyataan pada masing masing pernyataan dari setiap variabel dikatakan valid karena setiap pernyataan memiliki hasil yang signifikan dibawah 0,05, dan juga dikatakan valid karena nilai rhitung lebih besar dari r tabel. Uji Reliabilitas Pengukuran reliabilitas dilakukan menggunakan uji statistik Cronbach Alpha (α).Jika suatu konstruk atau variabel memiliki nilai Cronbach Alpha > 0.70 maka dapat dikatakan bahwa konstruk atau variabel tersebut reliabel. Uji Normalitas Uji Normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji normalitas Kolmogorovsmirnov.Uji Kolmogorov smirnov merupakan pengujian normalitas yang sering dipakai setelah adanya program statistik yang beredar. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data dengan distribusi normal baku. Pada penelitian ini nilai Asymp.Sig (2-talied) bernilai 0,200 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal. Uji Homogenitas Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang homogeni atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan pada penelitian ini adalah One Way Anova (Analisis of Varians) dengan alat bantu SPSS 23, dengan kriteria nilai sig. < 0,05 maka dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah tidak sama dan apabila sig. > 0,05 maka dikatakan bahwa varian dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama. Dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) terhadap ke enam belas variabel X dikatakan homogen, dikarenakan semua nilai signifikan di atas 0,05 Hampir semua variabel dikatakan sangat homogen karena memiliki nilai yang cukup tinggi dari 0,05 kecuali pada variabel sanksi pajak (X2) yang nilai signifikannya hanya 0,16 dan tetap dikatakan homogen, HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis faktor dalam penelitian ini menggunakan metode Kaiser-Meiyer-Olkin (KMO) yang dimana hasil uji nya harus lebih dari 0,5 dan menggunakan metode pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Untuk melakukan proses ekstraksi dalam penelitian ini menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA). Proses seleksi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Uji Kaiser-Meiyer-Olkin (KMO) dan Barlett’s Test Uji KMO dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor dalam penelitian itu valid atau tidak. Angka KMO dan Barlett’s Test harus diatas 0,5. Kriteria KMO adalah : 1) Jika probabilitas angka sig <0,05 maka variabel penelitian dapat dianalisis lebih lanjut 2) Jika probabilitas angka sig >0,05 maka variabel penelitian tidak dapat dianalisis lebih lanjut. b. Anti Image Matrics PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
262
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Anti Image Matrics digunakan untuk melihat variabel-variabel mana saja yang layak dibuat analisis faktor, serta untuk mengetahui faktor analisis tersebut memiliki korelasi yang kuat atau tidak dengan nilai yang lebih besar atau sama dengan 0,05. Pada bagian Anti Image Matrics yang pertama kali harus dikeluarkan adalah variabel yang tidak memenuhi kriteria atau variabel yang memiliki nilai MAS paling kecil dan kurang dari 0,5. Angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) berkisar 0 sampai 1. c. Eigenvalue Digunakan untuk menganalisis layak atau tidaknya sutau faktor, dengan mengacu pada angka lebih dari 1 atau sama dengan 1 maka faktor tersebut dapat digunakan, sedangkan jika eigenvalue kurang dari 1 maka faktor tersebut akan dikeluarkan atau tidak digunakan. Dalam penelitian ini tahap pertama yang dilakukan dalam analisis faktor adalah menilai 30 pernyataan yang terbentuk dari 16 variabel, yaitu Hukum Perpajakan (X1), Sanksi Perpajakan (X2), Tarif Perpajakan (X3), Manfaat NPWP (X4), Pemahaman Wajib Pajak (X5), Pengetahuan Dasar Perpajakan (X6), Kesadaran Wajib Pajak (X7), Tingkat Pendidikan (X8), Kualitas Pelayanan Pajak (X9), Reformasi Administrasi Perpajakan (X10), Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan (X11), Penerapan E-Filing (X12), Pengawasan Account Representative (X13), Biaya Kepatuhan (X14), Sosialisasi Perpajakan (X15), dan Tingkat Pendapatan (X16).Variabel ini terdiri dalam beberapa itemitem pernyataan. Data ini diolah menggunakan software SPSS 23,0. Ke-16 variabel ini telah diuji serta dianggap valid dan reliabel, setelah itu dimasukkan kedalam analisis faktor untuk diuji apakah nilainya lebih besar dari nilai KMO dan Barlett’s Test yang nilianya 0,5. Berikut ini adalah tabel dari KMO dan Barlett’s Test. Tabel 1 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of .829 Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Approx. Chi760.990 Sphericity Square Df 120 Sig. .000 Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Dilihat dari hasil statistik KMO pada tabel 1 menunjukan bahwa hasil KMO adalah 0,829 dan tingkat signifikasinya adalah 0,000. Hasil KMO yang sudah memenuhi syarat yaitu di atas 0,5, begitu juga dengan Barlett’s Test yang juga signifikan pada 0,05, menunjukan bahwa variabel-variabel tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis faktor. Dalam tabel Anti Image Matrices dapat dilihat bahwa masing-masing variabel memiliki nilai MSA sebesar 0,836 untuk Hukum Perpajakan (X1), 0,905 untuk Sanksi Perpajakan(X2), 0,911 untuk Tarif Pajak (X3), 0,839 untuk Manfaat NPWP (X4), 0,904 untuk Pemahaman Wajib Pajak (X5), 0,803 untuk Pengetahuan Dasar Perpajakan (X6), 0,815 untuk Kesadaran Wajib Pajak (X7), 0,719 untuk Tingkat Pendidikan (X8), 0,819 untuk Kualitas Pelayanan Pajak (X9), 0,845 untuk Reformasi Administrasi Perpajakan (X10), 0,782 untuk Modernisasi Sistem Perpajakan (X11), 0,700 untuk Penerapan E-Filing (X12), 0,845 untuk Penerapan Account Representative (X13), 0,905 untuk Biaya Kepatuhan (X14), 0,902 untuk Sosialisasi Perpajakan (X15) dan 0,757 untuk Tingkat Pendapatan (X16). Berdasarkan hasilnya nilai Measure of Sample Adequacy (MSA) secara
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
263
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
keseluruhan nilainya sudah di atas 0,5 dengan tingkat signifikan jauh dibawah 0,05. Maka keseluruhan variabel dapat dianalisis lebih lanjut. Pada dasarnya communalities adalah proporsi dari varian suatu item pengubah yang dapat dijelaskan oleh faktor utamanya. Nilai terbesar dimiliki oleh variabel penerapan efiling yaitu sebesar 0,914 yang berarti 91,4% varian dari penerapan e-filing dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang terbentuk. Sedangkan nilai terkecil dimiliki oleh variabel biaya kepatuhan yaitu sebesar 0,400 yang berarti 40% varian dari biaya kepatuhan juga dapat dijelaskan oleh faktor-faktor terbentuk. Semakin besar nilai communalities semakin erat hubungannya dengan faktor terbentuk. Tabel 2 Nilai Communalities
Selanjutnya, pada tahap ini dilakukan pengujian Total Variance Explained.Total Variance Explained menggambarkan jumlah faktor yang terbentuk.Untuk melihat faktor yang terbentuk dapat dilihat pada kolom eigenvalue.Nilai eigenvalue harus berada di atas satu (1) jika dibawah satu (1) maka tidak bisa dijadikan faktor terbentuk.Jumlah eigenvalue susunannya selalu diurutkan dari nilai yang terbesar sampai yang terkecil. Tabel 3 Susunan Jumlah Eigenvalue
Dari tabel 3 bisa dilihat bahwa dari ke-16 variabel yang dianalisis ternyata hasil ekstraksi kepatuhan wajib pajak menjadi 4 faktor yang terbentuk, hal ini dikarenakan keempat faktor tersebut telah memenuhi syarat dengan nilai eigenvalue-nya lebih dari 1, tetapi untuk keduabelas faktor nilai eigenvalue-nya kurang dari 1, yaitu 0,899 dan yang PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
264
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
terkecil dengan nilai 0,093. Sehingga proses factoring hanya terbentuk pada 4 faktor saja. Faktor 1 mampu menjelaskan 39,66% variasi, faktor 2 mampu menjelaskan 10,70% variasi, faktor 3 mampu menjelaskan 7,22% variasi, dan faktor 4 hanya mampu menjelaskan 6,55% variasi, keempat faktor keseluruhan mampu menjelaskan 64,14% variasi. Tabel 4 MatriksKomponen
Setelah diketahui bahwa keempat faktor adalah jumlah yang paling optimal, tabel Component Matrix menunjukan distribusi ke enam belas variabel tersebut pada empat faktor.Angka-angka yang ada pada tabel tersebut adalah factor loading.Angka-angka tersebut menunjukan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor 1, faktor 2, faktor 3 dan faktor 4. Proses penentuan variabel mana yang akan masuk ke faktor yang mana dilakukan dengan melihat perbandingan besar korelasi tiap baris. Pada variabel tingkat pendidikan, korelasi antara variabel dengan keempat faktor sama-sama memiliki nilai korelasi yang rendah, sulit menentukan masuk ke dalam faktor yang mana variabel tingkat pendidikan, karena masih ada variabel yang belum jelas dimasukkan ke dalam faktor 1, faktor 2, faktor 3 atau faktor 4 maka diperlukan proses rotasi. Tabel 5 MatriksKomponen Rotasian Rotated Component Matrixa Component 1 2 3 4 Hukum Perpajakan .525 .326 .223 .435 Sanksi Perpajakan .219 .141 .749 .090 Tarif Perpajakan .239 .291 .555 .128 Manfaat NPWP .655 .168 .178 .054 Pemahaman Wajib Pajak .301 .323 .379 .535 Pengetahuan Dasar .764 .032 .167 -.085 Perpajakan Kesadaran Wajib Pajak .271 .127 .777 -.021 Tingkat Pendidikan .196 .391 .146 -.753 Kualitas Pelayanan Pajak .433 .199 .496 .114 Reformasi Administrasi .610 .325 .267 .329 Perpajakan Modernisasi Sistem .226 .856 .188 .042 Administrasi Perpajakan
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
265
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Penerapan e-filing .115 .944 .057 -.075 Pengawasan Account .238 .806 .274 -.020 Representative Biaya Kepatuhan .523 .204 .262 .128 Sosialisasi Perpajakan .714 .132 .205 -.137 TIngkat Pendapatan .129 .044 .809 -.059 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a a. Rotation converged in 7 iterations. Setelah itu untuk memberikan kepastian variabel mana yang akan masuk ke dalam masing masing faktor dilanjutkan dengan rotasi komponen matrix dengan menggunakan rotasi varimax. Mekanisme rotasi varimax adalah dengan membuat korelasi variabel yang hanya dominan pada satu faktor.Caranya dengan membuat korelasi variabel mendekati nilai mutlak 1 dan 0 pada setiap faktornya. Dapat dilihat bahwa yang mengelompok pada faktor 1 adalah Hukum Perpajakan (X1), Manfaat NPWP (X4), Pengetahuan Dasar Perpajakan (X6), Reformasi Administrasi Perpajakan (X10), Biaya Kepatuhan (X14) dan Sosialisasi Perpajakan (X15). Pada faktor 1 nilai terbesar ada pada variabel Pengetahuan Dasar Perpajakan yaitu dengan nilai 0,764.Pada faktor 2 adalah Modernisasi Sistem Perpajakan (X11), Penerapan E-Filing (X12) dan Pengawasan Account Representative (X13).Nilai terbesar pada fakor 2 ada pada variabel Penerapan E-Filing dengan nilai 0,944. Yang termasuk dalam faktor 3 adalah Sanksi Perpajakan (X2), Tarif Perpajakan (X3), Kesadaran Wajib Pajak (X7), Kualitas Pelayanan Pajak (X9), dan Tingkat Pendapatan (X16). Nilai terbesar pada faktor ini ada pada variabel Tingkat Pendapatan yaitu 0,809.Selanjutnya pada faktor 4 adalah , Pemahaman Wajib Pajak (X5) dan Tingkat Pendidikan (X8).Nilai terbesar pada faktor ini adalah variabel Tingkat Pendidikan. Selanjutnya melakukan pemberian nama baru untuk setiap faktor, biasanya pemberian nama baru untuk masing-masing faktor bersifat subyektif, terkadang nilai factor loading tertinggi digunakan untuk memberi nama faktor. Dalam penelitian ini memberikan nama untuk faktor baru dengan menggunakan nilai factor loading tertinggi. Berikut ini nama baru untuk setiap faktor : 1. Faktor 1 nilai tertinggi ada pada Pengetahuan Dasar Perpajakan dengan nilai 0,764 maka dari itu nama untuk faktor 1 adalah “Pengetahuan Dasar Perpajakan”. 2. Faktor 2 nilai tertinggi ada pada Penerapan E-Filing dengan nilai 0,944 maka dari itu nama untuk faktor 2 adalah “Penerapan E-Filing”. 3. Faktor 3 nilai tertinggi ada pada Tingkat Pendapatan dengan nilai 0,809 maka dari itu nama untuk faktor 3 adalah “Tingkat Pendapatan”. 4. Faktor 4 nilai tertinggi ada pada Tingkat Pendidikan dengan nilai -0,753 maka dari itu nama untuk faktor 4 adalah “Tingkat Pendidikan”. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan data berupa kuesioner yang telah dikumpulkan dari 100 responden wajib pajak yang terdaftar di KPP Kecamatan Kalideres dan pengujian yang dilakukan terhadap permasalahan yang menggunakan analisis faktor, maka dapat diambil kesimpulan faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi terdiri dari empat faktor terbentuk dengan menggunakan uji kelayakan dengan metode Rotated Component Matrix, faktor tersebut adalah : 1. Faktor Pertama, terdiri dari Hukum Perpajakan 0,525, Manfaat NPWP 0,655,
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
266
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Pengetahuan Dasar Perpajakan 0,764, Reformasi Administrasi Perpajakan0,610, Biaya Kepatuhan 0,523, dan Sosialisasi Perpajakan 0,714. 2. Faktor kedua, terdiri dari Modernisasi Sistem Perpajakan 0,856, Penerapan EFiling 0,944, dan Pengawasan Account Representative 0,806. 3. Faktor ketiga, terdiri dari Sanksi Perpajakan 0,794, Tarif Perpajakan 0,555, Kesadaran Wajib Pajak 0,777, Kualitas Pelayanan Pajak 0,496, dan Tingkat Pendapatan 0,809. 4. Faktor keempat, terdiri dari Pemahaman Wajib Pajak 0,535 dan Tingkat Pendidikan 0,753. Faktor-faktor ini muncul dengan nama baru yang ditentukan dengan nilai tertinggi, yaitu faktor pertama pengetahuan dasar perpajakan dengan nilai 0,764, faktor kedua penerapan e-filing dengan nilai0,944, faktor ketiga tingkat pendapatan dengan nilai 0,809 dan faktor keempat tingkat pendidikan dengan nilai 0,753. Implikasi Implikasi dari penelitian ini adalah kesadaran bagi wajib pajak untuk mematuhi kepatuhan wajib pajaknya sangat erat dengan persepsi masyarakat itu sendiri mengenai pajak. Kantor Pelayanan Pajak harus memperbaiki kinerjanya untu kedepannya agar masyarakat lebih percaya untuk membayar pajaknya. Perilaku patuh atau tidaknya wajib pajak sangat dipengaruhi oleh individu masyarakat dan juga pelayanan dari Kantor Pelayanan Pajak yang dalam penelitian ini dalam penerapan e-Filing memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, yang artinya masyarakat sekarang lebih menyukai sesuatu yang mudah dan cepat, diharapkan pemerintah ataupun aparat pajak mampu meningkatkan lagi dalam memberikan kepada masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan yang penting bagi Direktorat Jenderal Pajak mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan pajaknya. Hal ini dikarenakan peran dan partisipasi seluruh masyarakat Indonesia sangatlah dibutuhkan dalam kelancaran reformasi perpajakan dan meningkatkan pencapaian target penerimaan negara dari sektor pajak. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti mengemukakan beberapa saran, yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian berikutnya sebaiknya menambahkan variabel lain yang sesuai dengan kepatuhan wajib pajak. 2. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus lebih meningkatkan lagi kualitas-kualitas pelayanan yang lebih mudah diaplikasikan pada masyarakat, agar memberikan kepuasan bagi wajib pajak sehingga memberikan kecenderungan untuk melakukan pembayaran pajak tepat pada waktunya. 3. Pada saat ini penerimaan yang berasal dari pajak terus mengalami peningkatan dikarenakan sistem administrasi perpajakan yang semakin baik. Diharapkan aparat pajak selalu meningktakan sistem administrasi untuk yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA A T, Salamun. Pajak, Citra dan Upaya Pembaharuannya. Jakarta: PT. Bina RenaPariwara. 1991. Anggadewi, Anissa. Pengaruh Pemahaman Pajak dan Biaya Kepatuhan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi. Universitas Widyatama. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
267
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
2015. Arum, Harjanti Puspa. "Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi di Wilayah KPP Pratama Cilacap)". Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro. 2012. Ernawati. "Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pendapatan, dan Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak". Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin Makasar. 2014. Faisal, Gatot SM. How To Be Smarter Taxpayer. Jakarta:Grasindo. 2009. Fuad, M. Pengantar Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Gayatri, Intan. "Pengelolaan Data Wajib Pajak Melalui Program Profiling Wajib Pajak Dalam Rangka Modernisasi Administrasi Perpajakan". Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. 2009. Gozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivarietedengan Program IBM SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2016. Hardiningsih, Pancawati. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak. Program Studi Akuntansi, Universitas Stikubank, Dinamika Keuangan dan Perbankan, Vol. 3, No. 1, Hal: 126–142. Jatmiko, Agus Nugroho. "Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Aparat pajak dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Semarang)". Tesis. Program S2 Magister Akuntansi Universitas Diponegoro. 2006. John M.Ivanceich, Robet Kanopaske, dan Michael T. Mattesons, Perilaku dan Manajemen Organisasi,Diterjemahkan oleh : Gina Gania. Jakarta. Penerbit Erlangga,2006. Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi Offset. 2008. Masruroh, Siti. "Pengaruh Manfaat NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Pada WP OP di Kabupaten Tegal)". Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.2013. Nova Kristanty, Siti Khairani, dan Icah Fajriana. Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak, Tarif Pajak, dan Penyuluhan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Madya Palembang. Jurnal Akuntansi STIE MDP Palembang. Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Granit. 1994. Pandiangan, Liberti. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan berdasarkan UU terbaru.Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia 79/PMK.01/2015. Prastowo, Yustinus. Manfaat dan Risiko Memiliki NPWP. Jakarta: Raih Asa Sukses. 2009. Putri, Rolalita Lukmana. "Pengaruh Motivasi Membayar Pajak dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kepatuhan WajibPajak Orang Pribadi". Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. 2015. Republik Indonesia, 2016 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A Tentang Pajak dan Pungutan Lain yang Bersifat Memaksa untuk Keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang. Republik Indonesia, 2016 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
268
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Republik Indonesia, 2016 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Resmi, Siti. Perpajakan :Teori dan Kasus Edisi 6. Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2011. Saipul, Asep. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan, Yogyakarta : Deepublish. 2014. Santoso. Statistik Multivariat. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. 2011 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2014. Sumarsan, Thomas. Perpajakan Indonesia Edisi2 :Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru. Jakarta : PT. Indeks. 2012. Sunaryo. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. Supramono dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia-Mekanisme dan Perhitungan.Yogyakarta : Andi Offset. 2010. Susilawati, Evi dan Ketut Budiarthi, Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Pada Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 2013. Waluyo. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.2011. Yogatama, Arya. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis,Universitas Diponegoro. 2014. Zaini, Paisal Amir. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. Website ___________.http://www.kemenkeu.go.id/apbn2016. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016. ___________.http://www.pajak.go.id/blog-entry/kp2kpngabang/pelayanan-prima- salahsatu-kunci-sukses-penerimaan-pajak. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016. Dewi Damiyanti, "Biaya Kepatuhan E-Filing Rendah, Benarkah?", http://www.pajak.go.id/content/article/biaya-kepatuhan-e-filing-rendahbenarkah. Di akses pada tanggal 12 Juli 2016 pukul 20.15 Delia Davina, "Kinerja Account Representative",http://www.kompasiana.com/davina16/hubungan-antara-kinerjaaccount-representative-dengan-penerimaan-pajak. Diakses pada tanggal 10 Juli 2016 pukul 22.10.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
269
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
IMPLEMENTASI SOFTWARE AKUNTANSI DALAM MENINGKATKAN AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN PADA KOPERASI PASAR JAYA JAKARTA – DEPOK Lindiawatie1), Wening Estiningsih2), Anita Ria3) 1,2,3 Program Studi Pendidikan Ekonomi, FIPPS Universitas Indraprasta PGRI Email:
[email protected] Abstract; This research is intended to provide the implementation of the cooperative PD Pasar Jaya to be able to use the technology in the presentation of financial statements that are more accountable and minimal errors. The hypothesis in this study was "the result of the recording of the cooperative financial reports using accounting software will be more accountable as compared with the results of the financial statements with recording system Manual". Research methods in this study is the method deskritif which is the follow up study. This methods allows to do the relationships between variables, hypothesis testing, develop generalizations, and developed a theory that has universal validity. While the follow up study or studies conducted by the researchers of the continuation to determine the status of the respondent after some period of time obtaining treatment. The form of treatment that is given in this research is the use of accounting software in the activity of creating the financial statements and the financial report of management strategies for getting good results and accountable so that there arose the belief of the members of the cooperative against the management of the financial reports made by the administrators of the cooperative PD Pasar Jaya. Keywords: Accounting Sofware, Accountability, Financial Statement, Cooperative
PENDAHULUAN Kontribusi koperasi dalam menciptakan tingkat kestabilan ekonomi secara makro, bukanlah hal yang perlu diragukan.Mulai dari pengurangan tingkat kemiskinan, serapan tenaga kerja secara nasional, kontribusi terhadap PDB, mensejahterakan anggota serta masyarakat pada umumnya, sehingga memperkokoh perekonomian negara secara nasional. Menurut Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 Pasal 5 tentang Prinsip Koperasi, angka 4: “Otonomi dan kemandirian. Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri yang di awasi oleh anggotanya.Dalam setiap perjanjian dengan pihak luar ataupun dalam, syaratnya harus tetap menjamin adanya upaya pengawasan demokratis dari anggota dan tetap mempertahankan otonomi koperasi.”Dalam hal tersebut diatas berarti koperasi memiliki kewenangan untuk otonomi kegiatan dan mandiri dalam setiap kegiatannya.Hal ini juga termasuk dalam hal pengelolaan modal dan keuangan koperasi. Kemudian disebutkan lagi pada Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 Pasal 5 tentang Prinsip Koperasi, angka 5 yaitu: “Pendidikan, Pelatihan, dan Informasi. Tujuannya adalah agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif bagi perkembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi kepada masyarakat umum, mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi” Perkembangan teknologi dan informasi membawa dampak bagi kehidupan manusia terutama dunia usaha pada saat ini.Penggunaan multimedia, informasi dan teknologi secara tepat membutuhkan keterampilan/ kemampuan profesional dalam aspek kognitif, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
270
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
performance, serta pengalaman tertentu yang memadai. Untuk itu diperlukan pemantapan kemampuan yang baik bagi pelaku dan pengelola koperasi untuk dapat menyajikan laporan keuangan dan informasi yang baik, akuntabel dan terbuka. Pada kenyataannya masih sering ditemukan pengelolaan pencatatan keuangan koperasi yang bersifat manual. Hal tersebut akan memungkinkan risiko kesalahan catat ataupun kekeliruan penyajian informasi keuangan terutama pada koperasi primer ataupun koperasi simpan pinjam Pasar Jaya di wilayah Jakarta dan Depok. Penyajian informasi laporan keuangan koperasi yang dilakukan dalam sistem pencatatan manual, dikhawatirkan kurang akuntabel dan terdapat banyak kesalahan pencatatannya. Koperasi yang memilik modal dari para anggotanya sudah sepantasnya menyajikan laporan yang akurat, sehingga kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan keuangan anggota dapat dihindari semaksimal mungkin. TINJAUAN PUSTAKA Koperasi Berikut ini merupakan definisi-definisi koperasi dari berbagai pendapat: 1) ILO (International Labour Organization, 1966) Cooperative defined as an association of person usually of limited means, who have voluntarily joined together to achieve a common economic end trough the formation of a democratically controlled business organization, making equitable contribution to the capital required and accepting a fair of the risk and benefits of the undertaking. (Koperasi adalah suatu kumpulan orang, biasanya memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan). 2) Muhammad Hatta (dalam bukunya Koperasi Membangun dan Membangun Koperasi) Koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum lemah untuk membela keperluan hidupnya.Mencapai keperluan hidupnya dengan ongkos yang semurah-murahnya, itulah yang dituju.Pada koperasi didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan. 3) UU RI No. 12 Tahun 1967 Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social dan beranggotakan orang-orang, badan-badan hokum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 4) UU RI No. 25 Tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hokum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. 5) UU RI No. 17 Tahun 2012 Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Menurut UU RI No. 25 Tahun 1992, koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Apabila dirinci maka hakikatnya koperasi memiliki nilai-nilai keutamaan yang melandasi tumbuh berkembangnya idealism koperasi lebih dari sekedar motif ekonomi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
271
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
seperti yang ditegaskan oleh Muhammad Hatta yang menegaskan bahwa idealism koperasi mengandung nilai-nilai rasa solidaritas, menanam sifat individialita (tahu akan harga diri), menghidupkan kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri dalam persekutuan untuk melaksanakan self-help dan autoaktiva guna kepentingan bersama,mendidik cinta kepada masyarakat yang kepentingannya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri atau golongan sendiri, dan menghidupkan rasa tanggung jawab moral dan sosial. Menurut Kasmir (2008: 288) jenis-jenis koperasi yang ada dan berkembang saat ini adalah: 1. Koperasi simpan pinjam Koperasi ini melayani para anggotanya untuk menabung dengan mendapatkan imbalan jasa. Bagi anggota yang memerlukan dana dapat meminjam dengan memberikan jasa kepada koperasi dengan mengangsur. 2. Koperasi produksi Koperasi jenis ini melakukan atau menghasilkan barang.Barang-barang yang dijual di koperasi adalah hasil produksi anggota koperasi.Bagi para anggota yang memiliki usaha, dapat memasok hasil produksinya ke koperasi.Misalnya, berupa hasil kerajinan, pakaian jadi, dan bahan makanan. 3. Koperasi konsumsi Koperasi ini menyediakan semua kebutuhan para anggota dalam bentuk barang antara lain berupa bahan makanan, pakaian, alat tulis atau peralatan rumah tangga. 4. Koperasi serba guna Koperasi ini menyediakan semua kebutuhan para anggota dan menjalankan berbagai jenis usaha perekonomian. 5. Berdasarkan Jenis Anggota (profesi anggota) a) Koperasi Karyawan (Kopkar) b) Koperasi Pedagang Pasar (Koppas) c) Koperasi Angkatan Darat (Primkopad) d) Koperasi Mahasiswa (Kopma) e) Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) f) Koperasi Pramuka (Koppram) Dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas keuangan Koperasi Pasar Jaya yang sering dijumpai masih ada dijumpai pengelolaan keuangan dengan sistem pencatatan akuntansi yang manual. Sedangkan pengelolaan kebijakan simpan pinjam sering dijumpai peraturan sebagai berikut: a. Biaya bunga yang dibebankan kepeminjam akan menjadi keuntungan para anggota. b. Biaya administrasi setiap kali transaksi, akan menjadi keuntungan koperasi yang utama, setelah itu anggota. c. Hasil Investasi didalam kegiatan koperasi. d. Usaha menjual bahan kebutuhan pokok, makanan, minuman dan perlengkapanperlengkapan. Pengertian Akuntansi Menurut Rudianto (2012; 4). ”Akuntansi adalah sistem informasi yang menghasilkan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi suatu perusahaan dan hasil dari proses akuntansi disebut dengan laporan keuangan. Informasi yang dihasilkan tersebut harus dapat menjawab kebutuhan umum para pemakainya”
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
272
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Menurut American Acounting Association (AAA) dalam Soemarso S.R (1996:5) “Mendefinisikan akuntansi sebagai proses pengidentifikasian, pengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan mereka yang menggunakan informasi tersebut”. Menurut Warren dkk (2005:10): “Akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi kondisi perusahaan. Artinya akuntansi adalah sebuah informasi untuk mereka pihak-pihak yang bersangkutan atas suatu transaksi tersebut agar dapat melihat kondisi suatu perusahaan. Seperti halnya bidang-bidang kegiatan yang lain, akuntansi juga memiliki bidangbidang khusus sebagai akibat dari perkembangan zaman. Kecenderungan untuk spesialisasi disebabkan oleh perkembangan perusahaan, timbulnya sistem perpajakan baru dan bertambahnya pengaturan-pengaturan oleh pemerintah terhadap kegiatan perusahaan.Faktor-faktor tersebut bersama-sama dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat telah mengharuskan akuntan untuk memperoleh keahlian yang tinggi dalam spesialisasi tertentu. Kegunaan informasi akuntansi bagi pemakainya adalah sebagai berikut: 1. Akuntansi Keuangan adalah sistem akuntansi yang pemakai informasinya adalah pihak eksternal organisasi perusahaan, seperti kreditor, pemerintah, pemegang saham, dan investor. 2. Akuntansi Manajemen adalah sistem akuntansi yang pemakai informasinya adalah pihak internal organisasi perusahaan, seperti manajer produksi, manajer keuangan, manajer pemasaran dan sebagainya. Sebagaimana mempelajari bidang ilmu yang lain, mempelajari dan memahami akuntansi terdiri dari serangkaian tahap yang saling terkait satu dengan lainnya. Setiap tahap akan menjadi pondasi bagi tahap berikutnya. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini maka, menyajikan laporan keuangan koperasi melalui software akuntansi akan lebih mudah, akurat dan akuntabel dibandingkan dengan menyajikan laporan keuangan secara manual. Hal ini sebagai aplikasi dari pencatatan akuntansi secara manual yang memerlukan pencatatan yang begitu panjang dan memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan menggunakan software akuntansi bagian keuangan/ accounting hanya penginputan data transaksi kemudian software sudah dapat memberikan dan menyajikan laporan keuangan yang akurat memadai dan lebih akuntabel.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
273
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Tabel 1 Perbedaan Sistem Komputerisasi dan Sistem Manual Sistem Komputerisasi
Sistem Manual
1. Dimulai dari nilai sisa awal dalam akun yang terdapat dalam buku besar. 2. Melakukan analisa dan penggolongan transaksi usaha menurut jenisnya. 3. Secara otomatis, komputer akan memindahbukukan transaksi perkelompok (batch) atau pada saat terjadinya (on-line) 4. Setelah pemindahbukuan dilakukan, secara otomatis akan terdapat nilai sisa yang belum disesuaikan untuk setiap akun. 5. Jika diperlukan, neraca sisa dapat dicetak sebagai suatu laporan. 6. Masukkan dan pindah bukukan ayat jurnal penyesuaian. Cetak laporan keuangan. Seelah membuat back up untuk data akuntansi periode ini, lakukan posedur penutupan secara otomatis. 7. Nilai sisa awal untuk periode berikutnya otomatis akan muncul sebagai akibat dari proses penutupan tadi.
1. Sama 2. Melakukan analisa dan penjurnalan transaksi pada saat terjadinya. 3. Memindahbukukan jurnal kedalam akun yang ada pada buku besar. 4. Pada setiap periode akuntansi dilakukan penghitungan nilai sisa yang belum disesuaikan untuk setiap akun. 5. Masukkan neraca sisa kedalam neraca lajur, dan selesaikan neraca lajur. 6. Susun laporan keuangan, lakukan penjurnalan dan pemindahbukuan jurnal penyesuaian, lakukan penjurnalan dan pemindahbukuan jurnal penutupan. 7. Susun neraca sisa yang telah disesuaikan. Neraca sisa ini akan menjadi dasar dalam tahap 1 untuk periode berikutnya.
Berdasarkan perbedaan tersebut kita dapat mengidentifikasikan bahwa dalam sistem informasi akuntansi terdiri dari 3 komponen utama, ketiga komponen sistem fungsi/subsistem adalah input proses output, fungsi ini juga menunjukkan bahwa sistem sebagai proses tidak bisa berdiri sendiri, harus ada input, proses, dan output.Ada beberapa contoh sistem software akuntansi yang sudah berkembang di Indonesia, diantaranya adalah: 1) Accurate Accounting Software Merupakan suatu sistem akuntansi perusahaan yang dikembangkan untuk pencatatan dan pengelolaan data keuangan pada setiap perusahaan yang dibuat secara terpadu (integrated software), Modul-modul tersebut bekerja secara terpadu (integrated) dengan tingkat koordinasi yang sangat tinggi sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh suatu bagian akan berpengaruh ke bagian lain. 2) DacEasy and Payroll 95 DacEasy accounting and Payroll 95 adalah suatu software yang digunakan untuk mengelola data akuntansi yang terdapat pada suatu entitas serta menampilkan laporan keuangan berdasarkan data akuntansi tersebut.Selain itu software ini dapat juga digunakan untuk mengolah data penggajian (payroll).DacEasy accounting & Payroll dibuat oleh DacEasy Inc. untuk platform (sistem informasi) windows 95. 3) Myob Accounting Software Myob merupakan kependekan dari Manage Your Own Bussnines, merupkan salah satu jenis software yang berhubungan dengan perhitungan akuntansi modern yang dapat mempermudah anda dalam menjalankan bisnis. Sejak pertama kali dirilis pada tahun 1991, Myob Accounting Software buatan Australia ini cukup banyak diminati di kalangan dunia usaha.Salah satu keungulan sekaligus daya tarik Myob adalah kemudahan dalam penggunaan (user friendly).Selain itu, Myob mempunyai fasilitas yang cukup lengkap dan terintegrasi.Dipasaran beredar bebrapa versi Myob, seperti Myob Accounting, Myob Accounting Plus, dan Myob Primer.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
274
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
METODE Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15).Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Didalam pelaksanaan penelitian ini, metode yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif yang bersifat follow up study.Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskritif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki ( Sugiyono, 2007 : 11 ). Beberapa fenomena yang dilihat hubungannya adalah penggunaan software akuntansisebagai alat pembuatan laporan akuntansi yang lebih akuntaabel. Sedangkan follow up study atau studi kelanjutan dilakukan oleh peneliti untuk menentukan status responden setelah beberapa periode waktu tertentu memperoleh perlakuan. Bentuk perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah penggunaan softwareakuntansi dalam kegiatan membuat laporan keuangan serta strategi pengelolan laporan keuangan tersebut untuk mendapatkan hasil yang baik dan akuntabel sehingga timbul kepercayaan dari anggota koperasi terhadap pengelolaan laporan keuangan yang dibuat para pengurus koperasi PD. Pasar Jaya. Teknik Pengumpulan Data Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Wawancara dalam bentuk in–depth interview, Observasi dalam bentuk participant observation dan Focus Group Discussion (FGD) Tahapan dan Alur Penelitian Secara umum langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan Implementasi Software Akuntansi dalam Meningkatkan Akuntabilitas Laporan Keuangan pada Koperasi Pasar Jaya Jakarta – Depok sebagai berikut: Analisis koperasi pasar potensial 2 wilayah Analisis Penerapan program yang diterapkan OutcomeTeknologi tepat guna untuk membuat laporan keuangan koperasi yang akuntabel
Pembuatan Cluster koperasi pasar Pendampingan penggunaan Teknologi software akuntansi
Treatment masingmasing Cluster
Evaluasi dan Redefinisi Program
Gambar 1. Alur Penelitian Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membidik Pengurus Koperasi Pasar yang potensial di masing-masing objek wilayah penelitian yaitu Jakarta PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
275
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
dan Depok . Bantuan database dari Kecamatan masing-masing daerah menjadi acuan utama dalam mempertimbangkan dan memilih koperasi pasar yang potensial yang akan di bina. Beberapa atribut yang digunakan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan dalam pembuatan laporan keuangan yang baik dan akuntanbel sehingga dapat menyerap lebih banyak anggota koperasi yang berasal dari pedagang. 2. Perbandingan antara pembuatan laporan keuangan koperasi yang manual dengan yang menggunakan bantuan software akuntansi. 3. Potensi pengembangan usaha dan pengembangan produk yang dihasilkan koperassi untuk menambah pendapatan anggota koperasi. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah pembuatan cluster untuk setiap objek yang telah dipilih berdasarkan potensi masing-masing objek. Tujuan utama pembuatan cluster ini adalah membedakan treatment antara satu cluster dengan cluster yang lainnya, sesuai dengan karakteristik masing-masing cluster. Treatment dilakukan dengan proses umpan balik sebagai bahan evaluasi, sampai titik puncak penelitian bahwa outcome dari penelitian ini adalah teknologi tepat guna berupa software akuntansi sehingga dapat digunakan oleh koperasi pasar dalam pembuatan laporan keuangan yang lebih akurat, terpecaya dan akuntabel. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.Analisis deskriptif digunakan untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil temuan treatment untuk masing-masing cluster. Analisis data hasil perumusan, implementasi, dan evaluasi yang disesuiakan dengan temuan dilapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dari hasil observasi di lapangan, peneliti mendapat gambaran awal mengenai transaksi umum yang terjadi di Koperasi Pasar di Jakarta – Depok.Transaksi umum yang terjadi meliputi simpanan atau tabungan dari anggota, penarikan tabungan, dan pinjaman oleh anggota. Transakasi-transaksi itu di-input secara manual oleh bendahara melalui sistem komputer dengan format excel. Pencatatan secara manual hanya mengikuti kaidah tahapan dalam siklus akuntansi, sebagai berikut: Tahap dan Siklus Akuntansi Dalam kegiatan akuntansi kita akan melalui berbagai proses didalamnya mulai dari transaksi keuangan hingga pembukuan/penyusunan laporan keuangan. Kegiatan yang terus-menerus diulang itulah yang disebut dengan siklus akuntansi. Siklus akuntansi bersifat akuntabel serta harus dapat dipertanggung jawabkan isinya, karena disusun dengan kaidah dan prinsip akuntansi.Hasil akhir dari siklus akuntansi adalah laporan keuangan. Hasil laporan keuangan inilah yang akan menjadi pijakan utama untuk menentukan keputusan/strategi untuk masa depan perusahaan. Dalam proses akuntansi dapat kita bagi menjadi 3 tahap. Ketiga tahap tersebut meliputi: 1. Tahap Pencatatan dan Penggolongan Untuk memulai semua proses tentu saja kita membutuhkan data secara otentik dan akuntable, karena itulah pada tahap pertama kita harus mencatat setiap transaksi
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
276
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
keuangan yang terjadi, pencatatan yang detail akan sangat memudahkan menganalisa arus kas perusahaan. Setelah data-data kita catat berdasarkan bukti transaksi berupa nota atau tanda transaksi lain maka tahap selanjutnya adalah menggolongkan transaksi tersebut. Tujuan penggolongan aalah untuk memudahkan menganalisa data keuangan. Tahaptahap pencatatan serta penggolongan transaksi keuangan tersebut antara lain: 1.) Pembuatan/penyusunan bukti transaksi, baik internal maupun eksternal perusahaan. 2.) Pencatatan setiap transaksi pada jurnal (jurnal umum atau khusus). 3.) Posting hasil pencatatan di jurnal ke laporan buku besar. 2. Tahap Peringkasan Laporan Keuangan (Pengikhtisaran) Tujuan peringkasan laporan keuangan adalah untul memudahkan dalam menganalisis data.Semakin ringkas dan jelas maka semakin bagus. Pada tahap peringkasan ada beberapa langkah berikut ini: 1) Merancang neraca saldo, datanya berasal dari saldo-saldo di buku besar. 2) Menyusun jurnal penyesuaian, bertujuan untuk menyesuakian atau menyelaraskan fakta/keadaan sesungguhnya di akhir periode. 3) Pembuatan jurnal penutup, bertujuan mengetahui tingkat laba dan rugi perusahaan (neraca keseimbangan) serta untuk menutup perkiraan. 4) Membuat neraca saldo setelah penutupan, bertujuan untuk mengecek pencatatan kembali pada periode selanjutnya. 5) Menggunakan informasi dari data tersebut untuk pengambilan keputusan/kebijakan. 6) Menyusun jurnal pembalik, berfungsi untuk mengantisipasi kesalahan pencatatan pada periode selanjutnya. 3. Tahap Laporan Keuangan atau Financial Statements Tahap akhir dari suatu siklus akuntansi adalah pembuatan/perumusan laporan keuangan.Laporan tersebut merupakan hasil dari analisis ditahap kedua. Ada beberapa tahap untuk melakukan analisa lapoaran keuangan, yaitu: 1) Laporan Neraca (Balance Sheets) Adalah laporan keuangan untuk menunjukkan posisi asset atau aktiva, liabilities atau hutang, serta equity atau modal. 2) Laporan Rugi Laba (Income Statements) Adalah laporan keuangan yang terdiri dari seluruh beban pengeluaran serta pendapatan/income sehingga diperoleh nilai laba dan rugi. 3) Laporan Perubahan Modal Adalah inti dari laporan keuangan yang berisi informasi tentang perubahan modal perusahaan, misalnya jumlah modal disetor di awal, saldo laba periode berjalan, tambahan modal disetor, serta saldo laba ditahan. 4) Laporan Arus Kas Adalah bagian dari laporan keuangan dalam periode tertentu yang berisi aliran dana kas baik masuk maupun keluar. Biasanya digolongkan berdasarkan arus kas dari aktivasi pendanaan. 5) Catatan atas Laporan Keuangan Adalah laporan tambahan yang berisi catatan informasi yang lebih detail tentang akun tertentu sehingga memberikan nilai yang lebih komprehensif dari suat laporan finansial perusahaan.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
277
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Gambar 2. Siklus Akuntansi Software Akuntansi yang Ditawarkan Dalam penelitian ini peneliti mencoba menawarkan software akuntansi “Zahir Accounting”.Sistem ini mulai dikembangkan pada tahun 2006.Didasari oleh maraknya penggunaan software atau perangkat lunak akuntansi, pengembang software pun berlombalomba untuk menyediakan software yang terbaik untuk menunjang operasional perusahaan baik perusahaan besar maupun kecil.Peran vital Software Akuntansi yaitu sebagai sistem informasi yang mampu mencatat dan mengolah transaksi bisnis menjadi laporan keuangan perusahaan dan laporan pendukungnya . Transaksi bisnis berupa pembelian-penjualan, hutang-piutang, pembayaran beban opeasional dan lainnya, akan lebih mudah diolah menggunakan teknologi informasi ini. Informasi yang real time dalam system ini membantu operasional bergerak lebih efektif dan efisien. Zahir Accounting merupakan salah satu software akuntansi keuangan terbaik, penuh inovasi yang sangat berbeda dengan software akutansi lain. Zahir Accounting Software disebut “business management software.” Beberapa keunggulan Zahir Accounting diantaranya : 1. Harga software ini dipasaran terjangkau dan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menjadi pelanggan Zahir mencapai 60.000 perusahaan. 2. Mampu mencatat nilai transaksi perusahaan sampai 15 digit atau setara dengan Rp 920 trilyun. 3. Mudah digunakan oleh non akuntan karena sudah disediakan formulir khusus untuk menginput semua transaksi umum dalam perusahaan seperti transaksi keluar atau masuk kas, pembelian, penjualan, piutang dan sebagainya. 4. Desain user interface (tampilan) menarik dan mudah dipahami karena struktur menu dan icon berupa gambar yang sederhana dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
278
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
5. Faktur dan laporan dapat didesain sesuai dengan keinginan dan kebutuhan perusahaan serta disertakan berbagai variabel data dan fungsi matematika yang dapat digunakan langsung. 6. Laporan dapat dikirim via email dan dieksporke berbagai format. Mengirim laporan menggunakan email sangan mudah, cukup membuka laporan yang diinginkan kemudian klik tombol Send Email. Zahir Accounting juga dapat mengexport data dengan tampilan yang sama persis dengan tampilan pada Zahir Accounting. 7. Memudahkan dalam pengambil keputusan bisnis karena dilengkapi berbagai analisa laporan keuangan perusahaan seperti analisis rasio, break even point analysis, berbagai grafik serta laporan interaktif yang menarik dan terintegrasi. Pembahasan Sistem kerja manual memang terasa mudah dilakukan karena tidak memerlukan keahlian khusus dan kecakapan dalam pengoperasian software akuntansi.Accounting hanya perlu mengerti dasar-dasar akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.Akan tetapi di masa sekarang, sistem manual sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan jaman dan teknologi.Sekarang kita dituntut untuk bekerja lebih cepat, memberikan informasi keuangan yang dibutuhkan perusahaan secara lebih cepat dan akurat sehingga dibutuhkan teknologi yang mendukung. Berikut penjelasan perbandingan cara kerja pembuatan laporan keuangan dengan sistem manusal dengan sistem akuntansi sebagai berikut: 2. Perbandingan Cara Kerja Manual dengan Sistem Akuntansi a. Cara Kerja 1) Skema Penyusunan Laporan Keuangan Secara Manual JURNAL
NERACA PEMBUATAN
PENCATATA N
BUKU BESAR
SALDO
LAPORAN
JURNAL
KEUANGA
PENUTU
N
IKHTISAR
P Gambar 3.Skema Penyusunan Laporan Keuangan Manual Dalam sistem manual, semua tahapan akuntansi dikerjakan satu-persatu.Mulai dari penginputan transaksi, penjurnalan, posting ke buku besar hingga sampai ke tahap penyusunan laporan keuangan dikerjakan secara bertahap oleh seorang akunting. Tahapan-tahapan itu tidak bisa dikerjakan secara bersama-sama sehingga untuk menyusun sebuah laporan keuangan memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini mengakibatkan manajemen perusahaan tidak dapat mengetahui posisi keuangan perusahaan secara cepat.
2) Skema Penyusunan Laporan Keuangan Dengan Sistem Akuntansi PENCATATAN
Proses akuntansi
LAPORANK EUANGAN
secara otomatis
NN Gambar 4. Skema Penyusunan Laporan Keuangan Dengan Sistem Akuntansi
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
279
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Sistem akuntansi dirancang untuk membantu memudahkan kinerja akuntan dalam sebuah perusahaan.Dalam sistem akuntansi, proses kerja manual hanya terjadi di awal, yaitu pada tahap penginputan transaksi keuangan.Untuk tahap-tahap selanjutnya, mulai dari penjurnalan, posting buku besar, sampai ke laporan keuangan dikerjakan secara otomatis oleh sistem. Jadi ketika ada transaksi yang di input secara otomatis akan terjadi proses penyusunan laporan keuangan. Hal ini akan sangat membantu perusahaan dalam mengontrol posisi keuangan, karena laporan keuangan terkini dapat dilihat setiap saat. b. Hasil Kerja Secara umum hasil kerja menggunakan sistem manual dan sistem akuntansi sama, yaitu sebuah laporan keuangan. Yang membedakan adalah prosesnya. Untuk perbandingan hasil kerja antara sistem manual dan sistem akuntansi dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2 Perbandingan Hasil Kerja Sistem Manual dan Software Akuntansi No 1.
2.
Manual Kemungkinan kesalahan bisa terjadi di setiap tahapan akuntansi sehingga hasil laporan kurang akurat Waktu pengerjaan laporan keuangan lebih lama karena semua tahapan akuntansi dikerjakan secara manual
Software Akuntansi Kemungkinan kesalahan hanya terjadi pada proses penginputan sehingga hasil laporan lebih akurat Waktu pengerjaan laporan keuangan lebih singkat karena setelah data di input, proses selanjutnya terjadi secara otomatis
Kelebihan Sistem Manual 1) Accounting tidak perlu melakukan trining sistem akuntansi yang digunakan. 2) Tidak memerlukan maintenance terhadap software sistem akuntansi. Kelemahan Sistem Manual 1) Membutuhkan biaya besar karena selain beban gaji staf accounting, perusahaan juga harus membayar jasa auditor untuk memeriksa laporan keuangan. 3) Pencatatan laporan keuangan manual sulit di akses, sehingga pimpinan tidak dapat mengetahui kondisi keuangan sewaktu-waktu. 4) Tingkat pengawasan yang relatif rendah karena data keuangan hanya dipegang oleh satu orang atau satu departemen sehingga pimpinan kesulitan untuk mengontrol keuangan perusahaan. Kelebihan Software Akuntansi 1) Proses pengolahan data yang cepat sehingga penerima informasi dapat segera mengambil keputusan atau menetukan kebijakan perusahaan. 2) Memiliki tingkat informasi yang tinggi sehingga dapat dijadikan referensi dalam pengambilan kebijakan perusahaan. 3) Efisiensi sumber daya manusia karena didalam pengoperasian sistem informasi akuntansi hanya dibutuhkan satu orang entri data dan proses selanjutnya akan terjadi secara otomatis. 4) Kemudahan akses, sehingga pimpinan perusahaan dapat mengetahui posisi keuangan kapan saja dan dimana saja.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
280
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Kelemahan Software Akuntansi 1) Kesalahan berantai, merupakan efek domino dari kesalahan-kesalahan di setiap tahapan akuntansi. Karena proses setiap tahap akuntansi terjadi secara otomatis maka apabila terjadi kesalahan pada proses input berakibat pada kesalahan di tahap selanjutnya. 2) Memerlukan maintenance apabila terjadi gangguan pada sistem yang diterapkan. Sistem informasi software akuntansi hadir untuk mendukung kinerja akuntan. Software akuntansi ini memberikan kemudahan dalam pengerjaan laporan keuangan, mambuat proses penyusunan laporan menjadi lebih cepat dan hasil yang lebih akurat. Namun demikian sistem informasi software akuntansi yang diterapkan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan koperasi agar sistem tersebut dapat diaplikasikan secara maksimal sehingga sehingga kinerja perusahaan menjadi betul-betul efisien.Dari hasil pembahasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penggunaan sistem informasi akuntansi dapat meningkatkan akuntabilitas laporan keuangan pada Koperasi Pasar Jaya Jakarta – Depok. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat beberapa kelompok koperasi yang masih menggunakan sistem pencatatan manual yang dibuat melalui program sederhana excel. Namun terdapat pula beberapa kelompok koperasi yang menggunakan sistem akuntansi yang menggunakan sofware tertentu. Berdasarkan perbandingan kedua kelompok koperasi tersebut diperoleh gambaran tentang cara kerja dalam pembuatan laporan keuangan koperasi bahwa terdapat kelompok koperasi yang menggunakan sistem pencatatan manual dalam akan menghasilkan laporan keuangan yang kurang akurat dan akuntanbel sedangkan pada kelompok koperasi yang menggunakan sistem akuntansi yang menggunakan sofware akuntansi terbukti menghasilkan laporan keuangan yang transparan, akurat dan akuntabel. Dengan demikian akan memudahkan pengelola koperasi mempertanggungjawabkan kepemilikan modal serta arus kas keluar masuk kepada pemilik dan anggota koperasi. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dijumpai di lapangan terhadap koperasi pasar wilayah Jakarta-Depok maka Peneliti memberikan saran-saran terhadap kelompok koperasi yang masih menggunakan sistem pencatatan manul supaya beralih kepada penggunaan teknologi sofware akuntansi yang akan membuat kinerja keuangan koperasi menjadi lebih baik. Terhadap kelompok koperasi yang menggunakan sofware akuntansi supaya selalu tanggap terhadap perubahan sistem teknologi akuntansi yang lebih bervariasi jenisnya, sebaiknya memilih jenis sofware akuntansi yang lebih praktis, memudahkan cara kerja serta efisien. DAFTAR PUSTAKA Ardana, I Cenik dan Hendro Lukman.(2016). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: Mitra Wacana Media. Arikunto, S. (2008).Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhineka Cipta. Dokumen.tips/documents/efisiensi-kerja-html. Diakses pada tanggal 3 November 2016 pukul 11.00 WIB.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
281
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Gayatri, Askardiya Mirza, Heri Nurranto & Haryanto.(2016). Perkoperasian dan UMKM. Jakarta: Unindra Press. Hansen, Don R & Maryanne M. Mowen. (2012). Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat. Hedisasrawan.blogspot.co.id/2014/01/25PengertianSistemMenurutParaAhli.html.Diakses pada tanggal 3 November 2016 pukul 11.15 WIB. Indralesmana, Kadek Wahyu dan I.G.N. Agung Suryana.(2014). Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Terhadap Kinerja Individu Pada Usaha Kecil dan Menengah di Nusa Penida. Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi 2008. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA. Krismiaji.(2015). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Kusdyah, Ike Rahcmawati. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Andi Nugraha, Walid Adhy. (2012). Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Bank Perkreditan Rakyat di Kota Semarang). Panggeso, Novia Fabiola. (2014). Efektivitas Penggunaan dan Kepercayaan Atas Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Kinerja Karyawan Bank Sulselbar di Makasar. Pengertianakuntansimenurut10paraahli.blogspot.com. Diakses pada tanggal 3 November 2016 pada pukul 13.00 WIB. Perdanawati, Luh Putu Vira Indah. (2014). Pengaruh Unsur-Unsur Kepuasan Pengguna pada Efisiensi dan Efektivitas Kerja Pengguna Aplikasi Sistem Akuntansi di Satuan Kerja Pendidikan Tinggi di Provinsi Bali. Puspitawati, Lilis & Sri Dewi Anggadini.(2011). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rudianto. 2012. Pengantar Akuntansi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Soemarso.(2004). Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat. Subandi.(2015). Ekonomi Koperasi. Bandung: Alfabeta. Sugiono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sujarweni, V. Wiratna.(2015). Sistem Akuntansi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Undang-Undang Republik Indonesia No 25 Tahun 1992.Perkoperasian Indonesia. Widjajanto, Nugroho. (2001). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Erlangga. www.academia.edu/7534109/Pengertian-Sistem-Menurut-Jogiyanto-H.M.html. Diakses pada tanggal 7 November 2016 pukul 09.30 WIB www.dosenpendidikan.com/12-Pengertian-dan-Fungsi-Sistem-Menurut-Para-Ahli.html. Diakses pada tanggal 7 November 2016 pukul 09.45 WIB. Zahir Accounting. 2013. Buku Panduan Zahir Accounting. Jakarta. Unindra Press Zamzami, Faiz, Nabella Duta Nusa & Ihda Arifin Faiz. (2016). Sistem Informasi Akuntansi:Penggunaan Teknologi Informasi Untuk Meningkatkan Kualitas. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Zeinora dan Ahmad Nizar. 2015. Akuntansi 1. Jakarta: Mitra Wacana Media. Zeinora dan Desy Septariani. 2015. Akuntansi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
282
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS PERUSAHAAN Masayu Endang Apriyanti dan Deddy Dariansyah Dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Unindra PGRI Jl. Nangka 58 Tanjung barat, Jakarta Selatan, Indonesia
[email protected] Abstract; This research aimed at analyzing the correlation employee placement and work motivation to company productivity. The population was swasta employee. The sample taken by random sampling technique, involved 85 employees. The instruments were in the forms of questionaires, the data were analyzed using multiple regression. The findings showed that : 1).Employee placement & Motivation had significant simultaneous impact on company productivity 2).Employee placement had significant impact on company productivity 3).Work Motivation had significant impact on company productivity. Keywords : Employee Placement, Work Motivation and Company Productivity Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh penempatan pegawai dan motivasi kerja dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Penelitian ini adalah penelitian survei korelasional dengan populasi pegawai perusahaan swasta PT. Dharma Krida Satria dan PT. Tidie Pratama di Bekasi, Sampel diambil dengan tekhnik random sampling sejumlah 85 pegawai. Instrumen yang digunakan adalah questioner. Analisis data menggunakan regresi berganda. Dari pengolahan data diperoleh hasil : 1). Terdapat pengaruh sangat signifikan penempatan pegawai dan motivasi kerja secara bersama-sama dalam meningkatkan produktivitas perusahaan 2). Terdapat pengaruh yang signifikan penempatan pegawai terhadap produktivitas perusahaan 3). Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi kerja terhadap produktivitas perusahaan. Kata Kunci : Penempatan pegawai, motivasi kerja, Produktivitas perusahaan. PENDAHULUAN Produktivitas kerja adalah tantangan yang harus ditangani dengan baik, karena menciptakan produktivitas yang tinggi bagi perusahaan bukan hal yang mudah, misalkan saja penempatan pegawai yang tidak tepat berakibat kehancuran bagi perusahaan, Demikian juga dalam hal motivasi kerja yang tidak tepat sasaran akan berpengaruh terhadap prestasi kerja para pegawai yang nantinya akan berdampak menyeluruh pada produktivitas perusahaan. Namun pada realitanya, masing-masing perusahaan memiliki aturan kebijakan yang berbeda dalam hal penerapan penempatan pegawai dan pemberian motivasi kerja, hal itu wajar saja khususnya untuk perusahaan yang dimiliki oleh keluarga (turun temurun/warisan) hanya saja jika strategi yang dilakukan salah dalam penempatan dan motivasi maka dapat berakibat pada bangkrutnya suatu usaha yang dijalankan. Sampai saat ini masih banyak terjadi diperusahaan swasta praktik penempatan pegawai tanpa seleksi ketat dari pihak manajemen, misalkan saja karena faktor titipan atau balas budi, namun hal tersebut sebenarnya tidak menjadi masalah selama orang tersebut mampu dan berkompeten untuk posisi yang diembannya sehingga operasional perusahaan PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
283
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
dapat berjalan kondusif. Demikian juga dalam hal motivasi, sering kali pihak manajemen kurang memperhatikan sesuai kebutuhan para pegawainya, padahal sesungguhnya pemberian motivasi yang efektif adalah dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang, seperti berdasarkan tipe pegawai tersebut, jabatan / posisinya, status sosialnya, karakternya, dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur signifikansi pengaruh penempatan pegawai dan motivasi kerja terhadap produktivitas perusahaan. Objek penelitian ini adalah perusahaan swasta yang usahanya bergerak pada bidang jasa pelayanan konsumen (SPBU) yang terdapat di Kota Bekasi dan Jakarta. Fedback dari penelitian ini diharapkan menjadi umpan balik bagi para pengusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepuasan konsumen sehingga pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan omzet penjualan dan peningkatan nilai margin yang didapatkan. Sasaran yang akan dicapai pada penempatan pegawai adalah suatu rekomendasi atau keputusan untuk mendistribusikan para calon pada pekerjaan yang berbeda-beda berdasarkan suatu ramalan tentang kemungkinan-kemungkinan dari calon untuk berhasil pada setiap pekerjaan yang berbeda (Yayan Sudrajat, 2013:78). Penempatan suatu jabatan tidak hanya dilaksanakan untuk pegawai baru masuk, bisa juga penempatan posisi baru untuk pegawai lama, karena tujuan pelaksanaan penempatan pegawai adalah menilai sepenuhnya pegawai guna mencocokkan kualifikasi mereka dengan persyaratan yang ditetapkan dari setiap pekerjaan yang tersedia. Penempatan karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan calon karyawan yang diterima pada jabatan/pekerjaan yang dibutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority kepada orang tersebut” (Melayu S.P Hasibuan, 2008:32). Pada prinsipnya dalam pelaksanaan rekrutmen dan seleksi, hendaknya manajemen perlu memegang falsafah mengenai “the right man in the right place”, karena bagi karyawan yang bertalenta tinggi dan hasrat prestasi tinggi, bila diberikan pekerjaan yang terlalu sederhana, akan membuat karyawan tersebut mengalami demotivasi, dan sebaliknya pimpinan tidak dapat mempercayakan pekerjaan yang melebihi kapasitas karyawan jika menginginkan karyawan tersebut berkinerja optimal (Sudaryono, 2015:130). Motivasi merupakan hal atau sesuatu yang mendorong seseorang berbuat suatu dan keduanya mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan prestasi kerja (Pandji Anoraga, 2011:22). Seseorang yang memiliki motivasi kuat akan memiliki kekuatan penuh untuk berperilaku sesuai prosedur dan selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam berprestasi kerja. Pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri sendiri secara objektif sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami keberadaan dirinya (Pandji Anoraga, 2011:231). Motivasi selalu dibutuhkan oleh semua orang dimana saja ia berada, demikian juga didalam perusahaan / dunia kerja, pemberian motivasi tidak boleh berhenti, karena banyak sekali manfaat yang muncul dengan diberikannya motivasi untuk para pegawai. Individu yang memiliki motivasi merupakan individu yang selain memiliki dorongan kuat serta usaha keras, juga memiliki komitmen, inisiatif dan sikap optimis terhadap aktivitas yang dilakukannya (Moh Alifuddin, 2015:98). Motivasi sebagai alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa terpanggil dengan segala senang hati untuk melakukan suatu kegiatan (Almasdi Yusuf, 2000:73). Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuan (Deddy Mulyadi, 2015:48) maka, setiap individu yang memiliki motivasi kuat, memiliki arah yang jelas mencapai tujuan, sabar dan tekun penuh perjuangan sampai menggapai tujuan yang diharapkannya.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
284
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Tinggi atau rendahnya produktivitas perusahaan dapat dilihat dari output (hasil) yang diraih dan input (masukan) yang digunakan, artinya produktivitas dapat dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, atau keterampilan tenaga kerjanya, yang semuanya tidak terlepas dari sumber daya manusia ya ng handal dan mumpuni. Sikap dan perilaku produktif adalah cara pandang dan perilaku kita untuk memanfaatkan seluruh aset diri dan terus menciptakan hasil karya yang dapat menambah etos bagi diri sendiri dan lingkungan (Farid Poniman, 2014:279). Sedangkan Produktivitas adalah interaksi antar 3 fasilitator yang mendasar yaitu investasi, manajemen dan pegawai (Deddy Mulyadi, 2015:246). Artinya, produktivitas tinggi dapat tercipta jika 3 unsur tersebut bersinergi penuh. METODE Penelitian menggunakan penelitian kuantitatif survei terhadap 85 pegawai sebagai responden sebagai sampel penelitian, dengan mengambil pengumpulan data menggunakan instrumen (Questioner) yang telah divalidasi tanpa perlakuan terhadap subjek penelitian. Data yang terkumpul di analisis untuk menyelesaikan permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk rumusan masalah. Masalah penelitian digambarkan dalam gambar hubungan antar variabel sebagai berikut :
X1 X2
Y
Gambar 1. Desain Penelitian Keterangan : X1 = Penempatan Pegawai X2 = Motivasi Kerja Y = Produktivitas Perusahaan Sampel yang digunakan sebanyak 85 pegawai, tekhnik sampling responden, menggunakan instrumen angket skala likert untuk mengukur penempatan pegawai motivasi kerja dan produktivitas perusahaan. Instrumen divalidasi secara empiris dengan uji coba instrumen pada responden lain yang tidak dijadikan sampel. Dimana data dianalisis terlebih dahulu dengan uji persyaratan yaitu uji normalitas, uji linearitas dan multikolinearitas. Berdasarkan keterpenuhan kriteria dalam uji persyaratan analisis data, dilakukan analisis inferensial untuk pengujian hipotesis penelitian. Analisis inferensial menggunakan tekhnik analisis korelasi dan regresi berganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Secara deskriptif, data penelitian dapat dinyatakan dalam tabel 1. Tabel 1. Hubungan antara Penempatan Pegawai, Motivasi Kerja dan produktivitas perusahaan. Statistik Penempatan Motivasi Produktivitas
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
285
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Deskriptif Pegawai Kerja Perusahaan Maksimum 50 51 100 Minimum 25 22 75 Rata-rata 35,33 36,05 87,87 Median 33,00 35,00 88,00 Modus 40 35 90 Std.Deviasi 7,276 6,621 6,203 Sumber : Data Primer yang diolah Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Penempatan pegawai, Motivasi kerja dan Produktivitas perusahaaan tergolong cukup tinggi karena masing-masing nilai mean, median dan modus mendekati skor maksimal yang mungkin dicapai variabel penempatan pegawai 50, variabel motivasi kerja 51 dan variabel produktivitas perusahaan yaitu 100. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, harus dilakukan pengujian asumsi yaitu uji persyaratan analisis data yang meliputi : uji normalitas, uji linearitas dan uji multikolinearitas. Pengujian normalitas dapat dilihat dari gambar diagram scatter plot untuk mengetahui distribusi data setiap variabel yang diteliti normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi software SPSS 20.
Gambar 2. Scatter Plot Diagram Pencar Pada gambar tersebut menunjukan bahwa pada data analisis tidak ada pola yang sitematis dari Z resid, berapapun nilai Z Pred, menunjukan bahwa analisis data ini tidak terdapat pola heterokedastisitas, sehingga asumsi data yang diolah adalah data homogen terpenuhi dan distribusi sebaran data pada keadaan normal. Pengujian korelasi atau signifikan atas variabel penempatan pegawai memiliki nilai thitung = 11,620 > ttabel 1,662978 dan sig. 0,000 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan variabel bebas penempatan pegawai (X1) terhadap produktivitas perusahaan (Y). Pengujian korelasi atas variabel motivasi kerja memiliki nilai t hitung = 2,458 > ttabel 1,662978 dan sig. 0,016 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan variabel bebas motivasi kerja (X2) terhadap produktivitas perusahaan (Y). Dan hasil SPSS 20, menunjukan perolehan t hitung (X1) = 11,620 dan thitung (X2) = 2,458 menggambarkan adanya pengaruh penempatan pegawai (X1) dan motivasi kerja (X2) secara bersama-sama terhadap produktivitas perusahaan (Y), dimana besaran koeffisien regresi dan tingkat signifikansi penempatan pegawai lebih besar daripada motivasi belajar. Tabel 2. Ringkasan hasil uji korelasi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
286
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Variabel Skor p Keterangan X1 y thit = 11,620 0,801 Signifikan X2 y thit = 2,458 0,642 Signifikan Sumber : data primer yang diolah Uji Multikolinearitas menggunakan koefisien VIF (Variation Inflation Factor) untuk menguji hubungan antar variabel bebas atas ada atau tidaknya hubungan yang kuat antara variabel penempatan pegawai dan motivasi kerja. Pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20,00 berdasarkan dengan kriteria pengujian jika VIF > 10 atau tolerance menjauhi angka 1, maka terdapat masalah multikolinieritas dan sebaliknya jika VIF < 10 atau Tolerance mendekati angka 1 berarti tidak terdapat masalah multikolinieritas. Pada tabel ini, menunjukan VIF 1,008 < 10 dan Tolerance sebesar 0,992 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinieritas. Tabel 3. Hasil Uji Multikolinieritas Variabel Tol VIF Keterangan Motivasi belajar 0,992 1,008 Tidak terjadi &kecerdasan masalah multiInterpersonal kolinearitas Sumber : Data primer yang diolah. Dari pengolahan data diperoleh besar koeffisien korelasi sebesar 0,801 ; nilai ini mengindikasikan adanya korelasi yang sangat kuat antara penempatan pegawai dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap produktivitas perusahaan. Karena mereka memberi pengaruh sebesar 80,1 % terhadap produktivitas perusahaan, dimana sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Persamaan regresi yang terbentuk adalah 59,159 + 0,657X1 + 0,153X2, Hal ini diartikan bahwa jika penempatan pegawai diabaikan maka produktivitas perusahaan 59,159 ; dimana setiap penambahan 1 point pada penempatan pegawai akan menambah produktivitas perusahaan sebesar 0,657 ; dan setiap penambahan 1 point pada motivasi kerja maka akan menambah produktivitas perusahaan sebesar 0,153. Hasil uji signifikansi koeffisien regresi diperoleh nilai Fhitung = 73,561 dengan p = 0,000 ; koeffisien regresi yang terbentuk signifikan menunjukan bahwa secara bersama-sama penempatan pegawai dan motivasi kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas perusahaan. Pembahasan Penelitian ini menemukan dan berhasil mengkonfirmasi bahwa penempatan pegawai dan motivasi kerja memberikan dampak yang baik dan berarti bagi peningkatan produktivitas perusahaan, khususnya dalam meningkatkan omzet dan penjualan perusahaan. Walau dalam perspektif kognitif, penempatan pegawai lebih signifikan bagi perusahaan dibandingkan variabel motivasi kerja. Dan kedua variabel bebas ini secara bersama-sama akan mampu mendorong peningkatan produktivitas perusahaan secara signifikan, sehingga semua target tujuan perusahaan dapat terealisasi dengan baik.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
287
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Tabel 4.7
Model 1 (Constant)
Tabel Koefisien korelasi Zero Order, Partial, dan Part Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Correlations Std. B Error Beta Zero-order Partial Part
59,159 X1 0.657 X2 0.153 a. Dependent Variable: Y
2,897 0.057 0.062
0.771 0.163
0.785 0.230
0.789 0.262
0.768 0.162
Jika kita memperhatikan dari data tabel hasil penelitian dalam tabel koeffisien Diatas, maka hitungannya adalah sebagai berikut RY-X1 = Beta X1 x Zero-order X1 = 0,771 x 0.785 = 0,605235 RY-X2 = Beta X2 x Zero-order X2 = 0,163 x 0,230 = 0,03749 RY-X1X2 = RY-X1 + RY-X2 = 0,605235 + 0,03749 = 0,642725 Jika dilihat dari tiap-tiap variable, maka untuk variable penempatan pegawai terhadap produktivitas perusahaan mempunyai pengaruh sebesar 60,52 % sedangkan untuk variable motivasi kerja terhadap produktivitas perusahaan mempunyai pengaruh sebesar 3,749 %. Sumbangan efektif masing-masing variable dapat dihitung sebagai berikut : 𝑅 0,605235 𝑅𝑋1_𝑒𝑓𝑓 = 𝑅 𝑌−𝑋1 = 0,642725 = 0,941670 𝑅𝑋2_𝑒𝑓𝑓 =
𝑌−𝑋1𝑋2 𝑅𝑌−𝑋2
𝑅𝑌−𝑋1𝑋2
=
0,03749 0,642725
= 0,058330
Dari perhitungan di atas diperoleh bahwa, penempatan pegawai memberikan sumbangan efektif sebesar 94,17 % dan motivasi kerja memberikan sumbangan efektif sebesar 5,83 % . Perpaduan penempatan pegawai yang tepat dengan motivasi kerja yang kuat terhadap produktivitas perusahaan akan mewujudkan peningkatan kualitas diri, kualitas dan kuantitas output perusahaan, karena para pegawai menjalankan tugas dan kewajibannya sepenuh hati dan menjalankan tanggungjawa secara maksimal, sehingga operasional berjalan kondusif efektif dan efisien, sehingga menciptakan produktivitas tinggi demi kelangsungan hidup masa depan perusahaan dan kepentingan bersama seluruh pihak terkait. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertama, terdapat pengaruh penempatan pegawai terhadap produktivitas perusahaan, yang diartikan semakin tinggi poin (baik dan tepat) penempatan pegawai, maka semakin baik produktivitas perusahaan. Kedua, terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap produktivitas perusahaan, yang diartikan semakin tinggi motivasi kerja yang dimiliki pegawai, maka semakin tinggi hasil produktivitas perusahaan. Ketiga, terdapat pengaruh penempatan pegawai dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
288
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
produktivitas perusahaan yang diartikan semakin tinggi (tepat) penempatan pegawai dan motivasi kerja pegawai secara bersama-sama, maka semakin baik produktivitas perusahaan tersebut. Saran Dari hasil penelitian ini, maka penulis berusaha memberikan beberapa saran sebagai berikut :
Pemerintah, sebaiknya memberikan kontribusi dan perhatiannya kepada para pengusaha dan masyarakat perusahaan dengan membuat kebijakan dan peraturan yang adil dan bijak secara menyeluruh untuk berbagai pihak (pemerintah, perusahaan dan pegawai) sehingga pihak perusahaan dapat melaksanakan manajemennya dengan baik dan benar, sehingga mampu berproduktivitas secara optimal dan berkualitas tinggi untuk keberhasilan dan kesejahteraan bersama. Perusahaan, hendaknya melaksanakan seluruh peraturan yang berlaku dengan melaksanakan kewajiban sebaik mungkin dan tidak bertindak semena-mena, misalkan saja dalam hal menempatkan pegawai diposisi tertentu dan pemberian motivasi kerja, karena dengan manajemen perusahaan yang bijak, penuh keterbukaan dan saling jujur untuk saling mendukung di setiap lini, akan memberikan situasi kondusif dan kenyamanan dilingkungan perusahaan sehingga kerjasama yang solid dapat terwujud guna meraih keberhasilan bersama dimasa depan dalam jangka panjang. Pegawai, hendaknya terus berusaha memperbaiki kualitas diri (pengembangan diri) dan melakukan seluruh tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan sepenuh hati agar hasil prestasi kerja yang diciptakan berkualitas dan optimal, karena segala sesuatu hal yang dikerjakan sepenuh hati akan memberikan hasil terbaik, dimana dengan pelaksanaan tugas sebaik mungkin akan menciptakan kelancaran operasional perusahaan yang pada akhirnya akan berdampak pada hasil produktivitas suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Pandji Anoraga, 2011, “Pengantar Bisnis – Pengelolaan bisnis dalam era globalisasi”, Rineka Cipta, Jakarta. Mohammad Alifuddin, Mashur Razak, 2015, “Strategi membangun kerajaan bisnis”, Magna Script Publisher, Jakarta. Farid Poniman, Kubik Leadership, 2014, “Solusi Essensial meraih sukses dan hidup mulia”, Gramedia, Jakarta Deddy Mulyadi, 2015, “Perilaku organisasi dan kepemimpinan pelayanan”, Alfabeta, Bandung Abdurahmat Fathoni, 2009, “Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia”, Rineka Cipta, Jakarta. Yayan Sudrajat, 2013, “Berwirausaha dengan kecerdasan hati”, Pustaka Mandiri Jakarta. Norman Vincent Peale, 2015, “The Power of positive thinking”, Mic Publishing, Jakarta Basrowi, 2015, “Kewirausahaan untuk perguruan tinggi”, Ghalia Indonesia, Jakarta. Suit-almasdi Yusuf, 2000, “Aspek sikap mental dalam manajemen sumber daya manusia” Ghalia Indonesia, Jakarta. Sudaryono, 2015, “Pengantar bisnis teori dan contoh kasus”, PT. Andi, Yogyakarta.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
289
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Melayu S.P Hasibuan, 2008, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Bumi Aksara, Jakarta Riduwan, 2007, “Skala Pengukuran Variabel-variabel penelitian”, Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2008, “Metode Penelitian Pendidikan”. Bandung : Alfabeta. Tim Penyusun Program Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI, 2014, “Buku Panduan Penulisan Tesis”, Jakarta, UNINDRA. Winardi. 2001, “Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen”. Jakarta : PT Raja Gravinda Persada. Suparman Ibrahim Abdullah, 2013, “Aplikasi Komputer Dalam Penyusunan Karya Ilmiah”, Jakarta, PT. Pustaka Mandiri.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
290
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENGARUH KINERJA KARYAWAN PADA USAHA BENGKEL MOBIL DENGAN MENGGUNAKAN BUSINESS MODEL CANVAS Hugo Aries Suprapto1), Tjipto Djuhartono2)
[email protected] Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta Abstract. This study is based on the absence of Standard Operating Procedures and would like to see the effect of business model canvas on employee performance. The type of research using explanatory research (explanatory research) with a quantitative approach, simple regression. By using purposive sampling technique. Technique of data analysis using descriptive analysis and data collection method used is questioner. Population in this research is employees of car cv. Service self-service solar in South Cilandak Selatan, totaling 14 people and implemented from May 2017 until July 2017. The hypothesis testing technique uses prerequisite test: normality test and homogeneity test. Results of data processing t arithmetic> t table (4,848> 1,120). So it can be concluded that, the free variable business model canvas (X) partially has a positive and significant relationship to employee performance (Y). The result of t test is in line with sig 0.000 which is much smaller than alpha 0.05 so it is concluded that X has significant influence to Y. Keywords : Employee performance; Business Model Canvas Abstrak. Penelitian ini didasari oleh tidak adanya Standar Operasional Prosedur dan ingin melihat pengaruh business model canvas terhadap kinerja karyawan. Jenis penelitian menggunakan explanatory research (penelitian penjelasan) dengan pendekatan kuantitatif, regresi sederhana. Dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan metode pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan mobil cv. surya mandiri service di Cilandak Timur Jakarta Selatan yang berjumlah 14 orang dan dilaksanakan dari bulan Mei 2017 s.d Juli 2017. Teknik pengujian hipotesis menggunakan uji prasyarat: uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil pengolahan data t hitung > t tabel (4,848 > 1.120). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, variabel bebas business model canvas (X) secara parsial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y). Hasil uji t ini sejalan dengan sig 0.000 yang jauh lebih kecil dari alpha 0.05 sehingga disimpulkan bahwa X memiliki pengaruh signifikan terhadap Y. Kata Kunci : Kinerja Karyawan; Business Model Canvas. PENDAHULUAN Semakin mudahnya orang untuk memiliki mobil dan mengkredit mobil menjadikan pertumbuhan jumlah mobil di Indonesia semakin meningkat dari hari ke hari, selain itu dengan pesatnya perkembangan industri otomotif menjadikan Usaha Bengkel Mobil terus berkembang. Selain menopang pertumbuhan ekonomi, otomotif juga menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 1,3 juta orang. Indonesia adalah negara dengan penjualan mobil tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara (Tahun 2015, mencapai 1,01 juta unit atau 33% dari total penjualan mobil di Asean, untuk penjualan LCGC tahun 2016 meningkat sebesar 127%, Data Gaikindo 2016 mobil LCGC terjual 233.561). Seiring dengan perkembangan dan kemajuan perekonomian Indonesia yang pesat saat ini tidak hanya didominasi industri manufaktur, tetapi juga diikuti oleh industri otomotif. Hal ini ditunjukkan dengan bergesernya angka kenaikan penjualan mobil yang PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
291
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
terus meningkat dari tahun ke tahun. Menyebabkan sektor jasa yang bergerak dibidang perawatan kendaraan berlomba-lomba melakukan inovasi, meningkatkan produksi dan membangun hubungan yang baik, hal tersebut tak lepas dari kinerja karyawan yang baik. Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010:71). Peranan karyawan sangat penting menunjang keberhasilan setiap perusahaan terutama perusahaan yang bergerak di sektor jasa. Alasannya karena karyawan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi pembeli. Karyawan merupakan bagian dari jasa itu sendiri, sehingga bagi pelanggan, karyawan berfungsi sebagai komunikator sekaligus wakil dari citra perusahaan. Kegagalan karyawan menyampaikan citra yang baik kepada pelanggan, hanya akan memberikan dampak buruk terhadap persepsi mereka kepada perusahaan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas. Penilaian kinerja merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan perusahaan. Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang obyektif. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan tujuan penelitian “Pengaruh Kinerja Karyawan Pada Usaha Bengkel Mobil CV. Surya Mandiri Service Dengan Menggunakan Business Model Canvas”. Dengan menganalisa model bisnis pada Usaha Bengkel Mobil ini, menggunakan metode Business Model Canvas, diharapkan kinerja karyawan pada usaha bengkel mobil ini dapat meningkat, yang inovatif untuk bersaing dan mengembangkan usahanya menjadi lebih baik lagi. TINJAUAN PUSTAKA Bisnis Model Canvas Bisnis Model Mendeskripsikan dasar pemikiran bagaimana organissi diciptakan, disampaikan dan ditangkap nilainya (Osterwalder & Pigneur, 2010:14). Bisnis Model Canvas memberikan step-step yang memfasilitasikan tentang membuat bisnis secara detail. Untuk kelangsungan bisnis itu, kinerja karyawan terutama yang berhubungan dengan penerimaan transaksi harus baik. Menurut Osterwalder & Pigneur (2010:138-139) ide inovatif dalam bisinis model berasal dari mana saja. Sembilan building blocks adalah titik awal dari bisnis itu sendiri. Berikut adalah penjelasan mengenai sembilan bisnis blocks yang diterapkan pada bisnis bengkel mobil CV. Surya Mandiri Service. 1. Value Proposition Didefinisikan seberapa jauh produk atau layanan yang ditawarkan mempunyai nilai yang tinggi menurut target pelangganya (Osterwalder & Pigneur, 2010:22). 2. Customer Segment Sebuah bisnis model akan menetapkan satu atau banyak costumer segment. 3. Comunication And Distribution Channels Channel ialah media dari sebuah perusahaan dalam berkomunikasi dengan pelanggannya untuk menyampaikan nilai dari proporsinya. 4. Customer Relationship PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
292
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
5. 6. 7.
8.
9.
Dibangun sesuai customer segment, karena setiap segmentasi memiliki karakteristik yang berbeda. Revenue Stream Bagaimana sebuah perusahaan memperoleh cash dari setiap segmen pelanggan. Key Resources Yaitu: physical, intellectual, human and finansial. Key Activities Mendeskripsikan aktivitas penting yang harus dilakukan perusahaan agar bisnis modelnya berjalan dengan baik. Key Parthnership Kesepakatan dan kerjasama antara dua belah pihak untuk mencapai suatu kepentingan bersama. Cost Structure Seluruh biaya yang muncul dalam menjalankan suatu bisnis model.
Kinerja Mangkunegara (2009:9) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pada dasarnya kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya. Ukuran kinerja atau prestasi kerja secara umum yang kemudian diterjemahkan kedalam penilaian perilaku secara mendasar menurut Hadi Sutrisno (2009 : 167) meliputi: hasil kerja, pengetahuan pekerjaan, inisiatif, kecekatan mental, sikap dan disiplin. Menurut Sedarmayanti, (2010:260) Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen. Penilaian kerja merupakan faktor kunci dalam mengembangkan potensi pegawai secara efektif dan efisien karena adannya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada di dalam suatu organisasi. METODE Jenis penelitian menggunakan explanatory research (penelitian penjelasan) dengan pendekatan kuantitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Bengkel CV. Surya Mandiri Service – yang beralamat di Jalan Madrasah Raya No. 6A Cilandak Timur. Jakarta Selatan. Jumlah populasi yang digunakan sebanyak 14 orang responden, yaitu karyawan yang melakukan perawatan dan perbaikan mobil di CV. Surya Mandiri Service dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan metode pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner. Di dalam penelitian ini terdapat variabel terikat (dependent variable) yaitu kinerja karyawan (Y) dan satu variabel bebas (independent variable) yaitu business model canvas (X) disebut dengan regresi linier sederhana. Diduga antar variabel bebas dan variabel terikat tersebut ada hubungan sebab akibat serta saling mengadakan perubahan. Gambar 2. Konstalasi Penelitian
X
Y
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
293
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Keterangan : X = business model canvas Y = kinerja karyawan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Perhitungan SPSS Versi 20. Pengaruh Kinerja Karyawan Pada Usaha Bengkel Mobil CV. Surya Mandiri Service Dengan Menggunakan Business Model Canvas. Model Summaryb Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 ,814 ,662 ,634 5,48301 a. Predictors: (Constant), Business Canvas b. Dependent Variable: Kinerja Karyawan Interpretasi A. Korelasi Berdasarkan hasil analisis seperti yang ditampilkan Tabel di atas (Tabel Model Summary) diketahui bahwa korelasi parsial antara kepuasan kerja dan kinerja pegawai dengan korelasi product moment by Pearson. Hasil korelasi parsial didapat nilai r hitung sebesar 0,814. Nilai korelasi ini tergolong kuat (> 0,500) dan memiliki nilai positif sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara business model canvas dan kinerja Karyawan adalah searah. Artinya, semakin tinggi business model canvas maka kinerja karyawan pun akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin rendah business model canvas maka kinerja karyawan-pun akan semakin rendah. Koefisien determinasinya (KD) menunjukkan nilai sebesar 0,662 atau sebesar 66% dari hasil (r2 x 100%). Artinya variasi perubahan kinerja dipengaruhi oleh business model canvas sebesar 66% dan sisanya 34% dipengaruhi faktor lain selain business model canvas.
Model
ANOVAa df
Sum of Squares Regression 706,453 1 1 Residual 360,761 12 Total 1067,214 13 a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan b. Predictors: (Constant), Business Canvas
Model
Mean Square 706,453 30,063
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 11,987 14,590
(Constant) 1 Business 1,016 ,210 Canvas a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan
F
Sig.
23,499
t
,000b
Sig.
,822
,427
,814 4,848
,000
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
294
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
B. Regresi Dari Tabel Coefficients diperoleh persamaan : Y = 11.987 + 1,016 X Konstanta sebesar 11.987 menyatakan bahwa jika variabel business model canvas bernilai nol, maka kinerja karyawan adalah sebesar 11.987 satuan. Koefisien regresi sebesar 1,016 pada variabel kepemimpinan, maka akan menyebabkan kenaikan sebesar 1.016 satuan pada kinerja. Selanjutnya, apakah model yang terjadi tersebut telah memenuhi asumsi normalitas? Berdasarkan hasil uji terlihat bahwa Grafik Histogram memperlihatkan sebaran data menyebar ke seluruh daerah kurva normal, sehingga dapat dinyatakan bahwa data mempunyai distribusi normal. Sementara hasil uji menggunakan P-P Plot menunjukkan bahwa data mengikuti garis diagonal sehingga dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.
C. Uji Hipotesis Dari hasil perhitungan didapat kesimpulan bahwa business model canvas (X) memiliki hubungan yang siginifikan dengan kinerja. Hasil uji t (Tabel Coefficients) diperoleh nilai t hitung sebesar 4.848. Sedangkan statistik tabel (t tabel) diperoleh dari Tabel t (terlampir) sebesar 1.120 artinya t hitung > t tabel (4,848 > 1.120). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, variabel bebas business model canvas (X) secara parsial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y). Hasil uji t ini sejalan dengan sig 0.000 yang jauh lebih kecil dari alpha 0.05 sehingga disimpulkan bahwa X memiliki pengaruh signifikan terhadap Y. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa uji hipotesis diterima . Hipotesis pertama menyebutkan bahwa variabel business model canvas (X) berpengaruh positif secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan (Y). Penelitian yang relevan dengan jurnal ini adalah Jurnal Teknik Industri, ISSN: 1411-6340 Jurnal: Penggunaan Business Model Canvas Sebagai Dasar Untuk Menciptakan Alternatif Strategi Bisnis Dan Kelayakan Usaha (Oleh; Wisnu Sakti Dewobroto. 21 Dua Satu Motor adalah badan usaha yang begerak di bidang jasa jual beli mobil dan bisnis salon mobil. Perbedaan dengan bengkel mobil CV. Surya Mandiri Service adalah selain menawarkan jasa salon mobil, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
295
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
karyawannya juga handal merevarasi dan menservice kendaraan mobil dengan harga bersaing. Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya. Keikut sertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh karyawan dan atasan. Hasil ini mendukung dari temuan Darmawan (2004) dan Ferrinadewi dan Djati (2004) di Surabaya. Temuannya menyebutkan bahwa dimensi-dimensi kualitas jasa (reliability, responsiveness, assurance, empathy) berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan konsumen.Penelitian ini dan kedua penelitian lainnya yang telah disebutkan, mendukung model SERVQUAL dari Parasuraman dan kawan-kawan (1988).Pada penelitian ini, responden menilai sejauh mana kinerja karyawan ikut menentukan sejauh mana tingkat kepuasan mereka. Para pengecer mempercayakan citra mereka kepada karyawan sehingga pelanggan dapat menilai melalui kinerja karyawan. Semakin baik kinerja karyawan, maka semakin besar kemungkinan pelanggan untuk puas. Pada pengecer produk elektronik dan kendaraan bermotor (sepeda motor dan mobil), persepsi konsumen tertuju pada kinerja para wiraniaga. Sedangkan pada jenis hypermarket, persepsi konsumen tertuju pada kinerja kasir dan pelayanan. Responden menyatakan puas, jika para pengecer yang di wakili oleh karyawan mereka dapat memberikan layanan sesuai dengan harapan pelanggan. Karyawan merupakan aset yang penting bagi perusahaan jasa oleh karena kemampuan elemen ini untuk menciptakan perbedaan yang dapat membentukkepuasan dan kesetiaan pelanggan. Kinerja karyawan terutama karyawan front-stage sangat menentukan bagaimana proses pertukaran atau penambahan nilai tersebut berlangsung. Ketanggapan, empati, jaminan, dan kehandalan karyawan selama prosestransfer menjadi stimulus bagi pembentukan persepsi konsumen terhadap kinerja jasa (Djati dan Ferrina dewi, 2004). Sesuai dengan pembuktian hipotesis pertama, kepuasan pelanggan terbentuk, jika karyawan di setiap pengecer tersebut berkinerja tinggi untuk memenuhi berbagai tingkatan kebutuhan pelanggan. Optimalnya kinerja karyawan sangat dipengaruhi oleh kepuasan kerja karyawan. Kepuasan karyawan berpengaruh terhadap komitmen karyawan, serta prestasi kerja karyawan (Djati dan Khusaini, 2003). Selain itu, karyawan yang puas sangat menguntungkan perusahaan sehingga mereka harus diberikan insentif-insetif yang dapat memicu semangat kerja serta membentuk kepuasan dalam bekerja. Karyawan yang tidak puas akan menyebabkan kekecewaan, hilangnya motivasi kerja, penurunan prestasi kerja, atau berujung karyawan meninggalkan pekerjaannya. Dampaknya adalah perusahaan diharuskan mengeluarkan biaya untuk melakukan proses rekruitmen karyawan baru. Kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan berawal dari komitmen perusahaan memperlakukan karyawannya secara baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Secara parsial, terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan antara variabel bebas business model canvas (X) terhadap kinerja karyawan pada bengkel mobil CV. Surya Mandiri Service di Cilandak Timur, Jakarta Selatan. 2. Hasil pengolahan data, statistik tabel (t tabel) diperoleh dari Tabel t (terlampir) sebesar 1.120 artinya t hitung > t tabel (4,848 > 1.120). Hasil uji t ini sejalan dengan sig 0.000
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
296
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
3.
yang jauh lebih kecil dari alpha 0.05 sehingga disimpulkan bahwa X memiliki pengaruh signifikan terhadap Y. Penelitian ini juga menemukan adanya peluang yang sangat tinggi pada building block value propositions dan ancaman yang tinggi pada building block key resources dan key activities.
Saran 1. Pelatihan sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan agar menjamin kualitas aktivitas dan menghasilkan customer relationship yang kuat. 2. Dengan manajemen bisnis yang baik, dan komunikasi yang baik di dalam mengelola tata laksana bisnis, akan semakin meningkatkan jumlah pelangganm DAFTAR PUSTAKA Anwar Prabu Mangkunegara. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Solo: Tiga Serangkai. Bela Dwi, Srikandi Kumadji, Kadarisma Hidayat. 2106. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan (Survei Pada Pelanggan Bengkel PT. Astra International. Tbk.-Daihatsu Malang) Jurnal: Administrasi Bisnis (JAB). 36/1. Djati, S.Pantja, & M.Khusaini, 2003, “Kajian terhadap Kepuasan Kompensasi,Komitmen Organisasi, dan Prestasi Kerja”, Jurnal Kewirausahaan dan Manajemen, Vol.5 No.1, 25-41 Djati, S.Pantja, & Erna Ferrinadewi, 2004, “Pentingnya Karyawan dalam Pembentukan Kepercayaan Konsumen terhadap Perusahaan Jasa (Suatu Kajian dan Proposisi)”, Jurnal Kewirausahaan dan Manajemen, Vol.6 No.2, 114-122 Ghozali. Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP-UNDIP. Nurlaila. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia . Penerbit: Lepkhair. Osterwalder, A., Pigneur, Y. (2010). Business model generation: a handbook for visionaries, game changers, and challengers. New Jersey: John Wiley & Sons.Inc Ratnasari, Ririn Tri dan Mastuti Aksa. 2011.Teori dan Kasus Manajemen Pemasaran Jasa. Bogor: Ghalia Indonesia. Sedarmayanti. 2010. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:Mandar Maju. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-10. Bandung: Alfabeta. Suparman I.A. 2012. Aplikasi Komputer Dalam Penyusunan Karya Ilmiah. Tangerang: Pustaka Mandiri. Sutrisno, Hadi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset. Wisnu Sakti Dewobroto. 2012. Penggunaan Business Model Canvas Sebagai Dasar Untuk Menciptakan Alternatif Strategi Bisnis Dan Kelayakan Usaha. ISSN: 1411-6340.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
297
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PEMBELIAN MESIN FILTER PRESS UNTUK PENGURANGAN LIMBAH SLUDGE Muhammad Fidiandri Putra, Rimsa Rusmiland, dan Ridwan Usman Program Studi Teknik Industri, FT-MIPA Universitas Indraprasta PGRI
[email protected],
[email protected] ,
[email protected] Abstrak; PT. Mustika Ratu, Tbk merupakan produsen pembuatan produk kosmetik dan jamu tradisional di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1981. Perusahaan membagi 3 (tiga) group bisnis untuk proses produksi yaitu; kosmetik cair, kosmetik padat dan jamu.Salah satu produk yang dihasilkan adalah bedak, lisptik, masker, minyak zaitun, body splash cologne, shampoo, roll on dan lainnya dengan Total Produksi pada tahun 2016 sebesar 26.330.695 unit. Dalam keberlangsungan proses produksi tersebut perusahaan melakukan kegiatan pencucian mesin produksi setelah selesai proses, dimana air dari hasil pencucian mesin tersebut dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) setiap hari sebanyak 17-34 m3. Pada proses bak kimia atau proses penjernihan air dan kenormalan pH (6 s/d 9) dengan penambahan tawas dan kapur. Dampak dari proses penjernihan dengan kapur ini menghasilkan endapan berupa lumpur atau sludge. Selama ini proses pengeringan sludge masih menggunakan metode Drying Bed yaitu, menggunakan pengeringan dengan pasir, koral dan ijuk. Kelemahan metode ini adalah hanya mengandalkan panas matahari, apabila musim hujan tiba bisa membuat proses pengeringan memerlukan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu diperlukan suatu pemikiran untuk melakukan pembelian mesin filter press untuk mempercepat proses waktu pengeringan dan mengurangi jumlah volume sludge dan periode waktu pembuangan ke PPLi (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Volume limbah sludge yang dihasilkan setiap bulan rata-rata sebanyak 8 ton per bulan dengan biaya pemusnahan + sebesar Rp. 6.000.000,- apabila diakumulasikan selama 1 (satu) tahun sebesar Rp. 8.400.000,- dan apabila diakumulasikan selama 10 tahun sebesar Rp. 84.000.000,-. Sedangkan dari 8 ton yang dibuang ke PPLi sebesar 30-40% masih mengandung air. Nilai Investasi Pembelian Mesin Filter Press sebesar Rp. 170.000.000,- bunga 13%/tahun, nilai present value per tahun Rp. 93.600.000,- diperoleh payback periode selama 22 bulan (1,83 tahun), nilai NPV sebesar Rp. 897.593.492,- dan nilai Profitability Index (PI) sebesar 6,3. Maka disimpulkan proyek pembelian mesin ini adalah layak. Kata Kunci : Investasi, pembelian mesin, kelayakan PENDAHULUAN PT. Mustika Ratu, Tbk merupakan produsen pembuatan produk kosmetik dan jamu tradisional di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1981.Perusahaan membagi 3 (tiga) group bisnis untuk proses produksi yaitu; kosmetik cair, kosmetik padat dan jamu.Salah satu produk yang dihasilkan adalah bedak, lisptik, masker, minyak zaitun, body splash cologne, shampoo, roll on dan lainnya denganTotal Produksi pada tahun 2016 sebesar 26.330.695 unit. Dalam keberlangsungan proses produksi tersebut perusahaan melakukan kegiatan pencucian mesin produksi setelah selesai proses, dimana air dari hasil pencucian mesin tersebut dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) setiap hari sebanyak 17-34 PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
298
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
m3. Pada proses bak kimia atau proses penjernihan air dan kenormalan pH (6 s/d 9)dengan penambahan tawas dan kapur. Dampak dari proses penjernihan dengan kapur ini menghasilkan endapan berupa lumpur atau sludge. Selama ini proses pengeringan sludge masih menggunakan metode Drying Bed yaitu, menggunakan pengeringan dengan pasir, koral dan ijuk. Kelemahan metode ini adalah hanya mengandalkan panas matahari, apabila musim hujan tiba bisa membuat proses pengeringan memerlukan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu diperlukan suatu pemikiran untuk melakukan pembelian mesin filter press untuk mempercepat proses waktu pengeringan dan mengurangi jumlah volume sludge dan periode waktu pembuangan ke PPLi (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Volume limbah sludge yang dihasilkan setiap bulan rata-rata sebanyak 8 ton per bulan dengan biaya pemusnahan + sebesar Rp. 6.000.000,- apabila diakumulasikan selama 1 (satu) tahun sebesar Rp. 8.400.000,- dan apabila diakumulasikan selama 10 tahun sebesar Rp. 84.000.000,-. Sedangkan dari 8 ton yang dibuang ke PPLi 30-40% nya masih mengandung air.Oleh karena itu diperlukan studi kelayakan investasi untuk menilai benefit/keuntungan dari pembelian mesin filter press ini dengan mengetahui berapa biaya dan waktu pengembalian investasinya dengan metode Net Present Value (NPV) dan Profitability Index (PI). METODE Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah PT. Mustika Ratu, Tbk, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Kosmetika dan Jamu Tradisional dimana dalam pengelolaan limbah cair melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) menghasilkan sludge/lumpur dari proses kimia dengan tawas, kuriflok dan kapur. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Adapun jenis dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa data perkiraan cashflow alternatif penggantian komponen rusak dan data perkiraan cashflow alternatif pembelian mesin filter press baru dalam 10 tahun dengan tingkat bunga 15 %. Metode Analisis Data Adapun metode analisis data menggunakan alat analisis kelayakan investasi, yaitu : Metode PP (Payback Period) Metode Payback Period (PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Jumlah investasi x 12 bulan = Payback Period = Aliran Kas Bersih. Kriteria penilaian pada payback period adalah : a. Jika Payback period-nya < waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut dapat diterima. b. Jika Payback period-nya > waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut ditolak. Metode NPV (Net Present Value) Merupakan metode analisis keuangan yang memperhatikan adanya perubahan nilai uang karena faktor waktu; proyeksi arus kas dapat dinilai sekarang (periode awal investasi) melalui pemotongan nilai dengan faktor pengurang yang dikaitkan dengan biaya modal (persentase bunga). NPV = Total PV Aliran Kas Bersih – Total PV Investasi PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
299
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Kriteria penilaian NPV adalah : a. Jika NPV > 0, maka investasi diterima. b. Jika NPV < 0, maka investasi ditolak. 3. Metode PI (Profitabilitas Indeks) Indeks profitabilitas adalah rasio atau antara jumlah nilai sekarang arus kas selama umur ekonomisnya dan pengeluaran awal proyek. Total PV Kas Bersih PI = Total Investasi Kriteria untuk Profitabilitas Indeks : a. Proyek dinilai layak jika PI >1,00 sebaliknya b. Proyek dinilai tidak layak jika Pi < 1,00 HASIL DAN PEMBAHASAN Rencana pembelian mesin filter press mempertimbangkan dengan asumsi bunga 13% dengan metode Pay back Periode, NPV dan Profitability Index. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Tabel.3.1 Jumlah Kas Present Value Bersih Periode EAIT Discount PV Kas bersih (Rp.) Factor (Rp.) (13%) 0 170.000.000 1 93.600.000 0.885 82.831.858 2 93.600.000 1.668 156.134.388 3 93.600000 2,361 221.003.883 4 93.600.000 2,974 278.410.516 5 93.600.000 3,517 329.212.846 PV 468.000.000 1.067.593.492 Payback Periode (PP) = Rp. 170.000.000 x 12 bulan = 22 bulan = 1,83 Rp. 93.600.000 Net Present Value (NPV) = Total PV Kas Bersih – Total PV Investasi = Rp. 1.067.593.492 – Rp. 170.000.000 = Rp. 897.593.492 Profitability Index (PI) = Total PV Kas Bersih x 100% = 6,3 Total PV Investasi
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
300
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Tabel 3.2 Hasil Pengukuran PP, NPV dan PI No Alat Ukur Hasil Rata-rata Industri Pengukuran 1 Payback 1,83 Tahun 3 Tahun Periode (PP) 2 Net Present Rp. 897.593.492 Rp. 500.000.000 Value (NPV) 3 Profitability 6,3 1,1 Index (PI)
SIMPULAN DAN SARAN simpulan Pembelian mesin filter press sludge sebagai pengganti mesin sludge drying bed (SBD) sangat layak dengan nilai pay back periode 1,83 tahun masih jauh dari nilai ratarata industry sebesar 3 tahun pengembalian investasinya, Nilai Net Present Value (NPV) positif sebesar Rp. 897.593.492 dan Nilai Profitability Index sebesar 6,3. Dengan demikian proyek pembelian mesin press ini adalah layak (feasible). Saran Perlu dipertimbangkan faktor lainnya, seperti dalam pencataatan pemakaian listrik dengan menyediakan 1 (satu) panel khususl dan pembuatan schedule pemeliharaan mesin untuk menyediakan sprapart pendukungnya. DAFTAR PUSTAKA Jurnal Teknik Industri Undip, Vo VIII, No.1, Januari 2013 Abdul, Halim. 2005, Analisis Investasi. Edisi Kedua, Jakarta, Salemba Empat. Afandi, 2009, Analisis Studi Kelayakan Investasi Pengembangan Usaha Distribusi PT Aneka Andalan Karya Proceeding PESAT Vol. 3 Oktober 2009 Arthur J Keown, Johnd D Martin, J William Pretty, David P Scott JR, 2008, Manajemen Keuangan : Prinsip dan Penerapan (edisi 10 jilid 1), PT. Macanan Jaya Cemerlang. Husein Umar, 2005;Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Kasmir dan Jakfar, 2007. Studi Kelayakan Bisnis, Kencana, Jakarta Shapiro, 2005, Modern Corporate Finance, Macmillan Publishing Company, Maxwell Macmilan International, Editor L New York.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
301
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
PENGARUH PARTISIPASI ANGGOTA TERHADAP PERTUMBUHAN KOPERASI Zainal Arifin H. Masri, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial Universitas Indraprasta PGRI Email :
[email protected] Abstract; This study aims to determine: (1) the influence of the participation of members of the cooperative growth, (2) the influence of the participation of the member. This research was conducted in KPSBU (Dairy Cows Cooperative North Bandung) Lembang. The necessary operational variables in this study are: (1) Growth is measured from SHU KPSBU Lembang obtained KPSBU Lembang (Y). (2) the participation of members of KPSBU Lembang (X) is measured: total financial contributions to the members of KPSBU Lembang (X1) and. (3) The total value of transactions utilization of services by members KPSBU Lembang (X2). Methods of data analysis are: multiple regression analysis, correlation analysis, t test and F test results obtained: Y = - 4660034327 + 0,862X1 0,007X2,: rx1y = 0.927, rx2y = 0.511, rx1x2 = 0,296; thitung: TX1 = 7.646, tx2 = 2.335, Fhit = 40.814. Keywords: participation of members, members of the financial contributions, utilization of services, KPSBU. Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) pengaruh partisipasi anggota terhadap pertumbuhan koperasi, (2) besarnya pengaruh partisipasi anggota tersebut. Penelitian ini dilakukan di KPSBU (Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara) Lembang. Variabel operasional yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : (1) Pertumbuhan KPSBU Lembang diukur dari SHU yang diperoleh KPSBU Lembang (Y). (2) partisipasi anggota KPSBU Lembang (X) diukur dari : total kontribusi keuangan anggota terhadap KPSBU Lembang (X1) dan. (3) total nilai transaksi pemanfaatan jasa pelayanan KPSBU Lembang oleh Anggota (X2). Metode analisis data adalah : analisis regresi berganda, analisis korelasi, uji t dan uji F. Hasil yang diperoleh : Y = - 4.660.034.327 + 0,862X1 + 0,007X2, : rx1y = 0,927, rx2y = 0,511, rx1x2 = 0,296; thitung : tx1 = 7,646, tx2 = 2,335, Fhit = 40,814. Kata Kunci : partisipasi anggota, kontribusi keuangan anggota, pemanfaatan jasa pelayanan, KPSBU, . PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 4 menyatakan : “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Dimana penjelasan Pasal 33 menyatakan : “bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Koperasi merupakan bangun usaha yang sesuai dengan amanat UUD 1945. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional sehingga koperasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam tata perekonomian nasional. Koperasi mempunyai peran yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan ekonomi kerakyatan yang memiliki karakter khas Indonesia yaitu demokratis, PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
302
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Pembangunan koperasi sebagai soko guru kegiatan perekonomian rakyat diarahkan agar koperasi memiliki kemampuan untuk menjadi badan usaha yang efisien dan menjadi gerakan ekonomi rakyat yang tangguh dalam masyarakat. Koperasi sebagai badan usaha yang mandiri harus bisa memajukan kesejahteraan ekonomi anggotanya. Keberhasilan suatu koperasi sangat tergantung pada kualitas dan partisipasi anggotanya. Partisipasi anggota sangat berpangaruh dan menentukan keberhasilan koperasi, karena partisipasi anggota merupakan unsur utama dan paling penting dalam mencapai keberhasilan koperasi.. Hal ini disebabkan oleh kedudukan anggota yang merupakan pemilik dan sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi (UU No. 25/1992, Pasal 26 ayat 1). Pemilik koperasi adalah anggota oleh karena itu manajemen organisasi koperasi berbeda dengan manajemen organisasi bangun usaha lainnnya. Manajemen organisasi dilaksanakan oleh anggota, dari anggota dan untuk anggota. Anggota koperasi mempunyai kewajiban untuk melakukan pemupukan modal untuk membiayai seluruh kegiatan koperasi. Anggota koperasi juga merupakan konsumen terbesar buat koperasi. Kebutuhan hidup dan usahanya sebagian besar diperoleh dari koperasi. Oleh karena itu keberlangsungan hidup dan usaha koperasi tergantung seberapa besar anggota koperasi memanfaatkan layanan usaha koperasi. Keberhasilan usaha koperasi ditunjukkan dengan semakin tumbuh dan berkembangnya usaha koperasi dan partisipasi anggota merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha koperasi. Semua usaha dan kegiatan yang dilakukan koperasi ditujukan sebesar-besarnya untuk dapat memenuhi kebutuhan anggota koperasi. Usaha dan kegiatan koperasi harus dapat memberikan manfaat ekonomi maupun non ekonomi kepada anggota koperasi sehingga partisipasi anggota kepada koperasi akan meningkat, baik partisipasi dalam manajemen organisasi, pemupukan modan dan anggota akan lebih sering melakukan transaksitransaksi ekonomi di koperasi. Untuk meningkatkan partisipasi anggota, pengurus dan manajer serta karyawan koperasi herus berusaha memberikan pelayanan yang baik yang mendatangkan kepuasan dan kebanggaan kepada anggota. Program kerja koperasi senantiasa disosialisasikan kepada anggota, tidak hanya pada saat rapat anggota tetapi setiap waktu dan kesempatan, sehingga anggota mengetahui dan memahami dan berusaha meningkatkan partisipasinya untuk mencapai keberhasilan usaha koperasi. Menurut Yordan Kafomai (2005) ada beberapa cara meningkatkan partisipasi anggota, yaitu secara materi dan non materi. Peningkatan partisipasi anggota yang dilakukan secara materi yaitu dengan cara memberi bonus, tunjangan, komisi dan insentif lainnya. Sedangkan peningkatan partisipasi anggota yang dilakukab secara non materi yaitu dengan cara memberikan motivasi kepada semua unsur yang ada terutama dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan, karena dengan melibatkan semua unsur akan menghasilkan suatu perencanaan dan keputusan yang lebih baik dalam menentukan arah dan tujuan koperasi selanjutnya. Pada sebuah koperasi kontribusi keuangan dari anggota sangat berpengaruh dalam mengembangkan koperasi terutama digunakan untuk pembiayaan pertumbuhan dan perkembangan koperasi (Annisa Aini dan Achma Hendra Setiawan, 2006). Kontribusi keuangan anggota akan menjadi modal usaha bagi koperasi. Kewajiban membayar kontribusi keuangan ditentukan dalam anggaran dasar, yang jumlah minimumnya sama bagi semua anggota dan biasanya ditentukan sesuai kondisi keuangan anggota yang terlemah dari koperasi tersebut. Kontribusi keuangan yang wajib dibayar oleh anggota adalah Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal. Untuk mengembangkan koperasi, maka anggota sebagai pengguna jasa koperasi harus memanfaatkan setiap pelayanan yang diberikan oleh koperasi. Semakin banyak PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
303
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
anggota memanfaatkan pelayanan koperasi dengan cara sesering mungkin melakukan transaksi dengan koperasi semakin besar partisipasi anggota kepada koperasi, juga semakin besar manfaat yang diperoleh anggota tersebut. Para anggota koperasi disamping wajib memberikan kontribusi modal berupa Setoran Pokok dan Sertifikat Modal koperasi, anggota koperasi juga wajib memanfaatkan semua kegiatan koperasi (Andjar Pachta, 2005). TINJAUAN PUSTAKA Koperasi merupakan badan usaha yang unik dan khas, dimana anggota merupakan pemilik sekaligus konsumen terbesar koperasi. Sebagai pemilik dan konsumen koperasi anggota mempunyai hak dan kewajiban untuk menumbuh kembangkan koperasi. Kewajiban anggota kepada koperasi adalah ikut serta dalam manajemen organisasi dan usaha koperasi serta dalam usaha pemupukan modal koperasi. Sedangkan haknya sebagai anggota adalah mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya, dimana koperasi harus dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. Anggota harus berpartisipasi penuh untuk menjalankan kewajibannya dan untuk mendapatkan haknya. Husni Syahrudin (2003) menyatakan bahwa partisipasi anggota adalah semua tindakan yang dilakukan oleh anggota dalam melaksanakan kewajiban dan mendapatkan hak-haknya sebagai anggota koperasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa partisipasi aggota koperasi merupakan keikut sertaan anggota secara penuh dalam berbagai kegiatan dan usaha koperasi baik yang menyangkut kewajiban maupun hak-haknya sebagai anggota. Kegiatan dan usaha yang dilakukan koperasi sangat membutuhkan partisipasi anggota agar koperasi dapat tumbuh dan berkembang menjadi badan usaha yang besar. Semua kegiatan dan usaha yang dilakukan koperasi ditujukan untuk memenuhi semua kebutuhan anggota, terlebih lagi mengingat anggota merupakan pemilik sekaligus pelanggan koperasi. Kegiatan dan usaha koperasi dilakukan oleh anggota dari anggota dan untuk anggota. Apabila anggota koperasi kurang berpartisipasi atau bahkan tidak berpartsipasi sama sekali dalam kegiatan dan usaha yang dilakukan koperasi, maka kegiatan dan usaha yang dilakukan koperasi menjadi mangkrak dan sia-sia belaka. Kegiatan dan usaha koperasi tanpa partisipasi anggota menjadi kurang atau tidak bernilai ekonomis. Dengan kata lain partisipasi anggota sangat diperlukan dalam semua kegiatan dan usaha yang dilakukan koperasi. Tumbuh kembangnya koperasi atau bahkan matinya koperasi sangat ditentukan oleh partisipasi anggota dalam mendukung setiap kegiatan dan usaha koperasi. Keberhasilan usaha koperasi agar menjadi badan usaha yang besar dan mampu bersaing dengan badan usaha lainnya mutlat diperlukan serta sangat menentukan adanya partisipasi anggota. Menurut Hanel (1989) partisipasi anggota koperasi berdasarkan prinsip identitas anggota dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, partisipasi para anggota adalah: a. memberikan kontribusi keuangan terhadap pembentukan modal koperasi seperti membayar setoran pokok, setoran wajib, setoran sukarela sebagai penyertaan modal, dan pembentukan cadangan); b. ikut serta dalam menetapkan tujuan, pembuatan/pengambilan keputusan dan kebijakan, serta pengawasan yang dilakukan dalam rapat-rapat koperasi 2. Dalam kedudukannya sebagai pengguna/pelanggan, partisipasi anggota adalah : a. memanfaatkan berbagai potensi dan layanan koperasi dalam menunjang kepentingan/ kebutuhannya. Ropke (1995) membagi dan membedakan dimensi partisipasi anggota menjadi tiga, yaitu : (1) partisipasi anggota dalam memberikan kontribusi dan menggerakkan sumber PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
304
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
daya; (2) partisipasi anggota dalam memanfaatkan pelayanan; dan (3) partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan. Lebih lanjut Ropke (1997) menjelaskan bahwa partisipasi anggota merupakan perpaduan atau gabungan dari tiga variabel utama, yaitu : the members of beneficiaries, the management of organization, and the program. Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa inti sari dari partisipasi anggota koperasi menyangkut tiga aspek, yaitu : 1. Partisipasi anggota yang menyangkut manajemen organisasi, misalnya penetepan tujuan, penyususnan program kerja, pengamblan keputusan dan kebijakan serta pengawasan dan pengendalian usaha koperasi. Dalam manajemen organisasi koperasi partisipasi anggota dapat diwujudkan melalui rapat-rapat yang melibatkan anggota. Dalam rapat-rapat koperasi inilah anggota dapat berpartisipasi dengan cara menyampaikan aspirasinya kepada pengurus koperasi tertama yang berkaitan dengan opersional usaha koperasi. Partisipasi anggota dalam hal penyampaian aspirasi juga dapat dilakukan secara tertulis yang kemudian dimasukkan ke dalam kotak saran yang disediakan pengurus koperasi dan dibuka secara rutin. 2. Partisipasi anggota yang berkaitan dengan pembentukan modal, dapat dilakukan dengan memberikan kontribusi keuangan baik yang diwajibkan oleh anggaran dasar koperasi maupun yang bersifat sukarela. Kontribusi keuangan yang bersifat wajib misalnya simpanan pokok, simpanan wajib. Sedangkan yang bersifat sukarela misalnya simpanan sukarela, penyertaan modal dan lain sebagainya. 3. Partisipasi anggota yang berkenaan dengan pemanfaatan jasa pelayanan usaha koperasi. Partisipasi anggota dapat diwujudkan melalui transaksi-transaksi ekonomi yang dilakukan anggota pada koperasi. Semakin seraing anggota melakukan transaksi ekonomi dan semakin besar nilai transaksinya menunjukkan semakin besar tingkat partisipasi anggota kepada koperasi. Untuk itu manajemen harus dapat meningkatkan kualitas pelayanannya kepada anggota sehingga anggota dalam memenhi kebutuhannya senantiasa melalui koperasi tidak ke tempat lainnya. Peningkatan kualitas pelayanan kepada anggota dapat dilakukan misalnya dengan memberikan harga yang kompetitif dibandingkan usaha lainnya, memberikan kemudahan dalam cara pembayaran, tempat usaha yang nyaman dan aman, komoditas yang lebih lengkap dan senantiasa selalu tersedia pasokannya. Manajemen harus dapat memberikan kepuasan kepada anggota, menumbuhkan kebanggan anggota untuk melakukan transaksi ekonomi di koperasi dan manfaat yang lebih baik jika dibandingkan dengan apabila anggota melakukan transaksi ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhannnya di tempat usaha lainnya. Partisipasi anggota yang berkaitan dengan manajemen organisasi pada hakekatnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Ropke (1997) mutu partisipasi anggota ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: (1) manfaat yang diterima atau dirasakan anggota dari koperasi; (2) pemahaman anggota tentang koperasi dan manajemen organisasi koperasi; dan (3) program atau rencana kerja yang dilakukan koperasi yang berkaitan dengan pelayanan usaha koperasi, dalam rangka memenuhi kebutuhan anggota. Fakta dilapangan pada banyak koperasi, partisipasi anggota terhadap koperasi agar koperasi dapat tumbuh dan berkembang menjadi badan usaha yang besar, yang dapat bersaing dengan badan usaha lainnya masih sangat rendah. Hal ini ditentukan oleh banyak faktor antara lain : 1. Rendahnya pemahaman anggota tentang perkoperasian dan manfaat koperasi, sehingga anggota tidak tahu harus berbuat apa untuk menumbuh kembangkan koperasi agar menjadi badan usaha yang besar dan mampu bersaing dengan badan usaha lainnya.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
305
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
2.
Rendahnya Mutu pelayanan manajemen dan usaha koperasi kepada anggota. Pelayanan koperasi pada umumnya masih memprihatinkan, misalnya tempat usaha kurang memadai, kurang nyaman, serta komoditas yang kurang lengkap, tidak selalu ada ketersediaannya dan bahkan harganya pun cenderung lebih mahal dari umum). Hal ini menjadikan pelayanan usaha koperasi kurang/tidak menjamin kepuasan anggota sebagai pelanggan. 3. Rendahnya manfaat koperasi yang dirasakan oleh anggota, baik manfaat ekonomi maupun non-ekonomi. Anggota merasa hanya dibebani dengan setoran-setoran kepada koperasi. Berdasarkan kenyataan diatas, maka ketiga aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari pengelola koperasi. Pemahaman anggota tentang perkoperasian dan manfaatnya dapat ditingkatkan dengan cara lebih sering melakukan sosialisasi program kerja koperasi kepada anggota khususnya dan kepada masyarakat umumnya. Pemahaman anggota tentang perkoperasian dan manfaatnya juga dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pendidikan dan pelatiahan tentang perkoperasian, dimana pendidikan dan pelatihan tersebut dapat dilakukan bekerja sama dengan Dinas Koperasi wilayah setempat ataupun dengan pihak perguruan tinggi. Peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara memenuhi semua kebutuhan anggotanya sehingga memberikan kepuasan kepada anggota dan anggota merasakan manfaat baik ekonomi maupun non ekonomi dengan menjadi anggota koperasi dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan dan usaha koperasi. Ropke (1997) menyatakan bahwa partisipasi anggota juga dipengaruhi oleh manajemen organisasi koperasi. Manajemen koperasi bersifat terbuka dilakukan dari anggota, oleh anggota, untuk anggota dan manajemen itu ditujukan untuk kepentingan/kebutuhan anggota. Manajemen organisasi koperasi harus direncanakan untuk mendukung kepentingan atau kebutuhan anggota, dan bisa dipahami oleh anggota. Apabila anggota dapat memahami manajemen organisasi koperasi tersebut, maka anggota akan mengetahui keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari koperasi serta kerugiankerugian yang mungkin diderita dengan tidak adanya partisipasi mereka dalam koperasi. Pemahaman anggota terhadap manajemen organisasi koperasi ini selanjutnya akan mempengaruhi sikap anggota terhadap koperasi, apakah ia mau berpartisipasi pada koperasi atau tidak berpartisipasi. Dengan demikian, pemahaman anggota tentang manajemen organisasi koperasi (tentang keberadaan koperasi pada umumnya) pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat partisipasinya dalam kegiatan koperasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota dalam koperasi menurut Ropke (1997) adalah program kerja yang dijalankan koperasi. Program kerja utama yang dilakukan oleh setiap koperasi adalah kegiatan pelayanan usaha untuk memenuhi kebutuhan anggota. Kegiatan ini merupakan tugas pokok koperasi. Setiap anggota pasti menghendaki pelayanan usaha koperasinya dapat memenuhi kebutuhannya (sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya). Apabila pelayanan usaha koperasi mampu memenuhi harapan kepentingan anggota, niscaya anggota koperasi tersebut akan lebih banyak melibatkan dirinya dalam kegiatan koperasi tersebut, terutama dalam memanfaatkan layanan usaha koperasi. Menurut Hanel (1989) dalam Hendar dan Kusnadi (1999), peningkatan pelayanan yang efektif dan efisien melalui penyediaan barang dan jasa oleh koperasi akan memotivasi anggota untuk turut serta berpartisipasi bagi pembentukan, pertumbuhan dan perkembangan koperasi Oleh karena itu, mutu pelayanan usaha koperasi pasti akan memberikan pengaruh terhadap partisipasi anggota dalam kegiatan koperasi.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
306
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan usaha koperasi berkaitan dengan partisipasi anggotanya. Semakin efisien dan efektif serta sesuai dengan kepentingan anggota (semakin tinggi mutu pelayanan koperasi), maka akan semakin tinggi partisipasi anggota tersebut dalam kegiatan koperasi yang bersangkutan, atau sebalikya. Berdasarkan pendapat Ropke tersebut jelaslah bahwa partisipasi anggota terhadap koperasi dipengaruhi oleh manfaat yang diperoleh anggota dari koperasi, baik manfaat ekonomi maupun non-ekonomi. David Korten dalam Ropke (1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan keefektifan partisipasi anggota adalah anggota yang menerima manfaat dari koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat yang diterima anggota dari koperasi ikut menentukan partisipasinya dalam koperasi. Semakin tinggi manfaat koperasi yang diterima anggota, akan semakin efektif partisipasi anggota tersebut. Sementara itu Yuyun Wirasasmita dalam Rusidi (1992) mengemukakan bahwa partisipasi anggota ditentukan oleh kemampuan koperasi untuk memberikan manfaat khusus yang mungkin tidak dapat diperoleh dari lembaga bukan koperasi. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut jelaslah bahwa partisipasi anggota dalam kegiatan koperasi dipengaruhi oleh manfaat yang dapat diperoleh anggota dari koperasi tersebut. Aspek manfaat ini kiranya merupakan faktor yang sangat dominan pengaruhnya terhadap partisipasi anggota koperasi. Semakin banyak manfaat ekonomi yang diperoleh anggota dari koperasi, niscaya akan semakin tinggi pula partisipasi anggota dalam kegiatn koperasi, atau sebaliknya. Oleh karena itulah usaha koperasi harus mampu menjamin diperolehnya manfaat ekonomi bagi anggotanya, sehingga partisipasi anggota dalam kegiatan koperasi bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Dalam konteks koperasi sebagai suatu badan usaha, keberhasilan usahanya dapat diukur dengan sisa hasil usaha (SHU)nya. Disman dalam Kasmawati (2003: 59) menetapkan ada lima indikator untuk menilai keberhasilan usaha koperasi, yaitu: (1) besarnya volume usaha atau omset usaha, (2) jumlah SHU yang dicapai, (3) ratio layanan kepada anggota dan bukan anggota, (4) deversifikasi usahanya, dan (5) jumlah modalnya. Berdasarkan pendapat di atas, untuk mengukur keberhasilan usaha koperasi pada dasarnya dapat digunakan lima indikator yang merupakan indikator ekonomi. Kelima indikator tersebut adalah sebagai berikut: (1) rasio jumlah SHU dan jumlah modal yang disebut rentabilitas usaha, (2) rasio SHU dan omset usaha (3) rasio omset usaha dan jumlah modal yang disebut turn over of capital, (4) rasio omset usaha dan jumlah anggota, serta (5) jumlah modal rata-rata per anggota. Di sisi lain, kelima indikator tersebut dipandang sangat erat hubungannya dengan peningkatan kemkamuran/kesejahteraan anggota koperasi. Di dalam organisasi koperasi, partisipasi anggota menjadi sangat penting, karena pada dasarnya anggota merupakan pemilik yang sekaligus sebagai pelanggan koperasi. Ini berarti ketergantungan koperasi terhadap partisipasi anggota menjadi sangat tinggi, karena sebagai pemilik, anggota harus mendukung ketersediaan fasilitas (materiil maupun nonmeteriil) untuk penyelenggaraan organisasi dan usaha koperasi, sedangkan sebagai pelanggan, anggota harus memanfaatkan potensi dan layanan usaha koperasi. Oleh karena itu, partisipasi anggota mutlak diperlukan dalam manajemen organisasi dan usaha koperasi Meskipun koperasi telah memberikan layanan ekonomi bagi anggota, namun apabila anggota tidak/kurang berpartisipasi dalam kegiatan koperasi tersebut, maka layanan koperasi menjadi tidak/kurang berarti. Ropke dalam Husni Syahrudin (2003) menjelaskan bahwa keberadaan koperasi sebagai organisasi swadaya sangat tergantung dari partisipasi para anggotanya. Sementara itu Hendar dan Kusnadi (1999) mengemukakan bahwa seorang pemimpin dalam tugas-tugasnya akan lebih berhasil apabila pemimpin tersebut PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
307
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
mampu meningkatkan partisipasi semua komponen yang ada dalam organisasinya. Hal ini disebabkan partisipasi yang berhasil akan dapat meningkatkan harga diri dan menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap organisasi bagi para partisipan yang terlibat. Harga diri dan rasa memiliki ini selanjutnya akan menimbulkan semangat kerja dan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi. Apabila penjelasan atau pendapat tersebut diaplikasikan dalam koperasi, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kerberhasilan koperasi akan tergantung pada tingkat partisipasi anggotanya. Hanel dalam Hendar dan Kusnadi (1999), dengan teorinya “Tri-angel Identity of Cooperative” menjelaskan bahwa dalam koperasi, kedudukan anggota adalah sebagai pemilik, sekaligus pelanggan (anggota = pemilik = pelanggan). Selanjutnya dikatakan: sukses-tidaknya, berkembang-tidaknya, bermanfaat-tidaknya, dan maju-mundurnya suatu koperasi akan sangat tergantung pada partisipasi aktif dari para anggotanya. Tanpa partisipasi aktif dari anggotanya, koperasi tidak akan dapat bekerja secara efisien dan efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Ropke (1997) yang menyatakan bahwa tanpa partisipasi anggota, kemungkinan atas rendahnya/menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai kinerja koperasi akan lebih besar. Apabila dilihat dari pendapat Hanel dan Ropke tentang jenis-jenis partisipasi anggota yang meliputi partisipasi dalam manajemen, permodalan, serta pemanfaatan potensi dan layanan usaha koperasi, jelaslah bahwa anggota memiliki peran strategis terhadap kelangsungan hidup koperasi. Partisipasi anggota dalam manajemen akan memberikan arah organisasi koperasi sesuai dengan kehendak anggota sebagai pemilik sekaligus pelanggan koperasi. Partisipasi anggota dalam permodalan akan mendukung penyelenggaraan organisasi usaha koperasi. Sementara itu partisipasi anggota dalam pemanfaatn potensi dan layanan usaha koperasi akan menjamin kelangsungan hidup usaha koperasi. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya keberhasilan usaha suatu organisasi termasuk koperasi sangat ditentukan oleh partisipasi seluruh komponen yang ada, termasuk anggota koperasi tersebut. Kesimpulan ini kiranya cukup rasional, karena sebagai lembaga swadaya, penyelenggaraan layanan usaha koperasi lebih banyak didukung oleh anggota dan diarahkan/ditujukan kepada anggota. (Ingat bahwa anggota merupakan pemilik sekaligus sebagai pelanggan utama koperasi). Melihat kedudukan anggota yang sangat strategis dalam manajemen organisasi, permodalan dan keuangan koperasi, serta usaha koperasi, maka sangatlah logis apabila dikatakan bahwa keberhasilan koperasi sangat ditentukan oleh partisipasi anggotanya. Dengan kata lain, partisipasi anggota dalam kegiatan koperasi akan nenentukan keberhasilan usaha koperasi tersebut. Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir mengenai partisipasi anggota diatas maka diajukan beberapa hipotesis yang perlu diuji lagi kebenarannya. Uji hiotesis dilakukan dengan taraf signifikansi sebesar 5%. Hipotesis-hipotesis tersebut adalah : 1. Ho1 : tidak ada pengaruh yang signifikan kontribusi keuangan anggota kepada koperasi terhadap SHU koperasi Ha1 : ada pengaruh yang signifikan kontribusi keuangan anggota kepada koperasi terhadap SHU koperasi dengan kriteria pengujuian : terima Ho1 jika thitung < ttabel ; dan tolak Ho1 jika thitung > ttabel 2. Ho2 : tidak ada pengaruh yang signifikan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota koperasi terhadap SHU koperasi
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
308
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
Ha2 : ada pengaruh yang signifikan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota koperasi terhadap SHU koperasi dengan kriteria pengujuian : terima Ho1 jika thitung < ttabel ; dan tolak Ho1 jika thitung > ttabel 3. Ho3 : tidak ada pengaruh yang signifikan kontribusi keuangan anggota kepada koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota koperasi secara bersama-sama terhadap SHU koperasi Ha3 : ada pengaruh yang signifikan kontribusi keuangan anggota kepada koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota koperasi secara bersamasama terhadap SHU koperasi dengan kriteria pengujuian : terima Ho1 jika Fhitung < Ftabel ; dan tolak Ho1 jika Fhitung > Ftabel METODE PENELITIAN Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari narasumber yang diperlukan yaitu pengurus, pengawas, manager dan anggota KPSBU Lembang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi lapangan dan dokumentasi. Variabel operasional yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pertumbuhan koperasi (Y). Pertumbuhan koperasi diukur dari besarnya SHU yang diperoleh oleh koperasi. 2. Partisipasi Anggota Koperai (Y). Partisipasi anggota koperasi adalah tindakan yang dilakukan secara sukarela oleh anggota koperasi terhadap koperasinya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung kinerja koperasi. Partisipasi anggota koperasi diukur dari : a. Kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi (X1). Kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi adalah penyertaan modal anggota kepada koperasi. Kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi diukur berdasarkan nilai nominal penyertaan modal di atas nilai nominal penyertaan modal yang diwajibkan oleh anggaran dasar koperasi. b. Pemanfaatan Jasa Pelayanan (X2). Pemanfaatan jasa pelayanan adalah pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota untuk memenuhi kebutuhan usahanya/hidupnya. Pemanfaatan jasa pelayanan koperasi diukur dengan besarnya nilai nominal transaksi keuangan yang dilakukan anggota kepada koperasi. Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh partisipasi anggota KPSBU terhadap pertumbuhan koperasi adalah analisis regresi berganda dan analisis korelasi yang penghitungannya menggunakan SPSS. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan dari suatu variabel independen terhadap variable dependennya. Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen baik secara parsial secara bersamaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis persamaan regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui berapa besar perubahan SHU akibat perubahan kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota. Hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 20 diperoleh persamaan regresi linear berganda : Y = 4.660.034.327 + 0,862 X1 + 0,007 X2. Apabila kontribusi keuangan anggota terhadap PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
309
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
koperasi tidak ada dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota juga tidak ada maka KPSBU Lembang akan mengalami kerugian sebesar Rp 4.660.034.327,-. Perubahan kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi sebesar Rp 1,- akan menyebabkan perubahan SHU sebesar Rp 0,862,- dan perubahan pemanfaatan jasa pelayanan koprasi oleh anggota sebesar Rp 1,- akan menyebabkan perubahan SHU sebesar Rp 0,007,-. Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan pertumbuhan koperasi dengan partisipasi anggota . Pertumbuhan koperasi ditunjukkan dengan besarnya SHU koperasi. Sedangkan partisipasi anggota adalah kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi. Hasil pengolahan data diperoleh hubungan yang sangat kuat antara kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dengan SHU koperasi dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,927. Hubungan yang sangat kuat antara kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dengan SHU koperasi merupakan suatu yang wajar. Kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dapat dijadikan modal untuk membiayai semua aktifitas usaha koperasi, baik modal investasi maupun modal kerja koperasi. Semakin besar kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi makin banyak aktifitas koperasi yang bisa dilaksanakan yang memberikan keuntungan bagi koperasi. Hubungan pemanfaatan jasa koperasi oleh anggota dengan SHU koperasi adalah sedang dengan nilai r sebesar 0,511. SHU koperasi tidak hanya ditentukan oleh nilai transaksi (nilai nominal pemanfaatan jasa koperasi oleh anggota) dan seringnya anggota melakukan transaksi (pemanfaatan jasa koperasi oleh anggota) tetapi juga oleh efektifitas dan efisiensi usaha yang dilakukan oleh koperasi. Efektifitas dan efisiensi usaha koperasi ditunjukan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh koperasi. Hubungan kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dengan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota lemah ditunjukkan dengan nilai r sebesar 0,296. Pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota tidak ditentukan oleh besarnya kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi, tetapi lebih ditentukan kepada pemenuhan kebutuhan anggota. Semakin banyak kebutuhan anggota yang dapat dipenuhi oleh koperasi semakin besar pemanfaatan pelayanan koperasi oleh anggota, demikian juga sebaliknya. Secara bersama-sama kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan SHU koperasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R 0,959. Kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perolehan SHU koperasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien determninasi (KD) pada KPSBU Lembang sebesar 85,93%. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perolehan SHU adalah : pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota, efektifitas dan efisiensi usaha dan lain sebagainya. Kontribusi pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota memberikan pengaruh perolehan SHU yang kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai KD 25,11%. Hal ini menunjukkan bahwa volume usaha/nilai transaksi ekonomi yang tinggi jika tidak diimbangi dengan efektifitas dan efisiensi usaha yang baik, tidak akan memberikan peroleha SHU yang tinggi. Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh secara parsial (masing-masing) kontribusi keuangan anggota kepada koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota koperasi terhadap SHU koperasi. Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh secara bersamasama kontribusi keuangan anggota kepada koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota koperasi terhadap SHU koperasi Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 20 diperoleh nilai-nilai thitung dan Fhitung sebagai berikut : PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
310
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
1. thitungx1 = 7,646; ttabel = 2,365; karena t hitung > ttabel maka Ho1 ditolak dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan antara kontribusi keuangan anggota kepada koperasi terhadap SHU koperasi. 2. thitungx2 = 2,335; ttabel = 2,365; karena t hitung < ttabel maka Ho2 diterima dengan demikian tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota terhadap SHU koperasi. 3. Fhitung = 40,814; Ftabel = 4,474; karena Fhitung > Ftabel maka Ho3 ditolak dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara kontribusi keuangan anggota kepada koperasi dan pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota terhadap SHU koperasi. Menarik untuk dicermati hasil pengolahan, dimana diperoleh bahwa ada hubungan yang sedang antara pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota terhadap SHU koperasi. Namun demikian pemanfaatan jasa pelayanan koperasi oleh anggota tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perolehan SHU koperasi. Hal ini mengingat masih tingginya biaya operasional yang dikeluarkan oleh KPSBU Lembang. SIMPULAN Hubungan kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dengan SHU koperasi sangat kuat. Hal ini wajar mengingat kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi merupakan modal investasi dan modal kerja bagi koperasi untuk melakukan semua aktifitas usahanya. Pembentukan modal koperasi oleh anggota ada yang diwajibkan dalam Anggaran Dasar koperasi. Kontribusi keuangan anggota kepada koperasi merupakan nilai nominal diatas nilai nominal modal sendiri yang diwajibkan oleh Anggaran dasar koperasi. Hubungan pemanfaatan jasa koperasi oleh anggota dengan SHU koperasi cukup atau sedang sedang saja SHU tidak hanya ditentukan oleh besarnya nilai transaksi dan seringnya anggota melakukan transaksi tetapi juga oleh efektifitas dan efisiensi usaha yang dilakukan koperasi. Biaya-biaya operasional yang dikeluarkan oleh koperasi sangat berpengaruh terhadap perolehan SHU koperasi. Hanya terdapat pengaruh kontribusi keuangan anggota terhadap SHU dan tidak ada pengaruh pemanfaatan jasa pelayanan koperasi kepada anggota. Terdapat pengaruh kontribusi keuangan anggota terhadap koperasi dan pemanfaatan jasa koperasi oleh anggota secara bersama-sama terhadap SHU. DAFTAR PUSTAKA Aini, Annisa, Achmad Hendra setiawan, 2006, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Anggota Koperasi Serba Usaha (KSU) Unit Usaha Simpan Pinjam (USP) Karyawan Pemerintah Daerah Kota Semarang, Semarang, Dinamika Pembangunan, Volume 3. No.2./Desember 2006 : 184 – 195. Anonimous, 2006, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-35, Tahun Buku 2006, Lembang - Bandung, KPSBU Jawa Barat. _________, 2007, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-36, Tahun Buku 2007, Lembang - Bandung KPSBU Jawa Barat. _________, 2008, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-37, Tahun Buku 2008, Lembang - Bandung, KPSBU Jawa Barat. _________, 2009, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-38, Tahun Buku 2009, Lembang – Bandung, KPSBU Jawa Barat.
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
311
Diskusi Panel Nasional Pendidikan Kewirausahaan LPPM Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 29 Juli 2017 ISBN : 978-602-50181-0-7
_________, 2010, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-39, Tahun Buku 2010, Lembang – Bandung, KPSBU Jawa Barat. _________, 2011, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-40, Tahun Buku 2011, Lembang – Bandung, KPSBU Jawa Barat. _________, 2012, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-41, Tahun Buku 2012, Lembang – Bandung, KPSBU Jawa Barat. _________, 2013, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-42, Tahun Buku 2013, Lembang – Bandung, KPSBU Jawa Barat. _________, 2014, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-43, Tahun Buku 2014, Lembang – Bandung, KPSBU Jawa Barat. _________, 2015, Murni Koperasinya Murni Susunya Laporan Tahunan Ke-44, Tahun Buku 2015, Lembang – Bandung, KPSBU Jawa Barat. Hanel, 1989, Pokok-pokok Pikiran Mengenai Organisasi Koperasi dan Kebijaksanaan Pembangunan di Negara Berkembang, Bandung, Universitas Pajajaran Hendar dan Kusnadi, 2005, Ekonomi Koperasi (Untuk Perguruan Tinggi), Jakarta, Fakultas Ekonomi UI Husni Syahrudin, 2003, Hubungan antara Manfaat Koperasi dengan Partisipasi Anggota, Tesis, Bandung, UNPAD. Kapomai, Yordan, 2005, Studi Tingkat Partisipasi dan Motivasi Anggota pada Koperasi ”Kopma UGM”, Skripsi, Yogyakarta, Universitas Atmajaya. Kasmawati, 2003, Pengaruh Kewirausahaan Manajer terhadap Keberhasilan Usaha KUD di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, Tesis, Bandung, UNPAD. Pachta, Andjar, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, 2005, Hukum Koperasi Indonesia, Pemahaman, Regulasi,Pendirian, dan Modal Usaha, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Penerbit Kencana. Ropke, 1997, Ekonomi Koperasi (Teori dan Manajemen), Terjemahan Sri Djatnika S. Arifin, Jakarta, Penerbit Salemba Empat. ________, 1995, The Economic Theory of Cooperatives Enterprise in Developing Countries with Special Reference of Indonesia, Germany, University of Marburg. Rusidi dan Maman Suratman, 1992, Pokok-pokok Pikiran Tentang Pembangunan Koperasi, Bandung, IKOPIN. Undang – Undang No. 25 Tahun 1992, Tentang Perkoperasian, Jakarta, Penerbit Sinar Grafika
PROSIDING 2017 “Memajukan Kewirausahaan dalam Upaya Membangun Indonesia”
312