PENGORGANISASIAN DAN PELAYANAN SOSIAL MELALUI PANTI ASUHAN ANAK Dr. Budiharjo, Bsc., Msi.
PENGORGANISASIAN DAN PELAYANAN SOSIAL MELALUI PANTI ASUHAN ANAK Copyright © Penulis Penulis: Dr. Budiharjo, Bsc., Msi.
ISBN: xxxxxxxxxxxxxxx Profile: 16 x 24 cm, v + 139 hlm Cetakan Pertama, Oktober 2015 Pra Cetak: Hatib Rahmawan Lay out: Abou Al-Fatih Cover: Pramartha Diterbitkan oleh: Semesta Ilmu Alamat: Ds. Sanggrahan Rt.03, Rw.08, No.05 Tegaltirto-Berbah Sleman Yogyakarta Email:
[email protected] HP/WA: 085725465542 PIN BB: 53BCBABA
All right reserved. Semua hak cipta © dilindungi undang-undang. Tidak diperkenankan memproduksi ulang, atau mengubah dalam bentuk apapun melalui cara elektronik, mekanis, fotocopy, atau rekaman sebagian atau seluruh buku ini tanpa ijin tertulis dari pemilik hak cipta.
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami sampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak atas penulisan dan penyusunan buku ini. Dikarenakan jarang sekali ada buku yang membahas mengenai pelayanan sosial maka penulis memberanikan diri menulis mengenai hal tersebut. Buku ini membahas mengenai pengorganisasian dan manajemen pelayanan sosial memalui panti asuhan anak. Salah satu bentuk penyantunan sosial yang kita kenal dan kita laksanakan sejak dahulu hingga sekarang adalah Panti Asuhan. Meskipun perawatan dalam panti pada masa akhir-akhir ini banyak mendapat tantangan, namun hingga kini dunia masih mengakui jasa dan berkat yang dibawa oleh sistem ini dan belum ada bukti yang meyakinkan bahwa perawatan di luar panti mutlak lebih baik. Buku ini dimaksud meninjau peri kehidupan Panti Asuhan tersebut, baik dari segi teoritis dan dasar-dasar alasan eksitensinya maupun peri kehidupan praktisnya yang dapat kita lihat, kita renungkan dan kita hayati sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari sumber primer maupun sekunder yang ada pada jangkauan penyusun. Buku ini juga memuat hal-hal teknis pengorganisasian dan manajemen dalam mengelola panti asuhan. Semoga dengan disajikannya hal-hal tersebut sangat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya para pelaku dan penyantun panti asuhan. Buku ini tentu ada kelemahan di beberapa sisi, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami tunggu. Semoga bermanfaat.
Jakarta, Oktober 2015 Hormat saya Penulis iii
DAFTAR ISI
PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv BAB I PENDAHULUAN 1 A. Umum 1 B. Latar Belakang 6 C. Tujuan dan Sasaran 7 D. Landasan Hukum 8 E. Pengertian 10 F. Cakupan Isi Buku 11 BAB II BUDAYA ORGANISASI 13 A. Penggerak dan Pengendali Perubahan 13 B. Perlunya Pemetaan Profil Budaya orrganisasi 13 C. Perpektif Budaya Organisasi 14 D. Pengertian Budaya Organisasi Fungsi Budaya Organisasi 16 E. Karakteristik Budaya Organisasi 22 BAB III KESEJAHTERAAN ANAK SEBAGAI INVESTASI SUMBER DAYAM ANUSIA 27 A. Kesejahteraan Anak 27 iv
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
B. Masalah Anak Terlantar 30 C. Berbagai Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Anak 34 BAB IV PELAYANAN SOSIAL TERHADAP ANAK-ANAK TERLANTAR 37 A. Masalah dalam Pelayanan Sosial Anak-anak 38 B. Panti Sosial 46 BAB V PANTI ASUHAN 49 A. Pengertian 49 B. Tujuan 49 C. Sifat Pelayanan Panti Asuhan 50 D. Fungsi Pelayanan Panti Asuhan 54 E. Prinsip-prinsip Pelayanan Panti Asuhan 57 F. Pelaksanaan Panti Sosial 59 G. Menegement Panti Asuhan 68 H. Panti Asuhan dalam Kenyataan 85 BAB VI PENINGKATAN PANTI ASUHAN 93 A. Peningkatan Manegement Panti Asuhan 94 B. Peningkatan Fungsi Panti Asuhan 98 C. Peningkatan Kerjasama Panti Asuhan 99 BAB VII BEBERAPA MODEL PANTI SUHAN 101 BAB VIII PENUTUP 139
v
vi
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
BAB I
PENDAHULUAN
A. UMUM Undang-undang Dasar R.I tahun 1945 pasal 34 berbunyi “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Pasal ini merupakan dasar hukum bagi Negara R.I. dalam mengatur usaha kesejahteraan sosial bagi warga negaranya. Khususnya fakir miskin dan anak-anak terlantar. Pasal ini tekad dari para pendiri Republik Indonesia untuk menjawab amanat penderitaan rakyat yang terjajah selama tiga setengah abad. Oleh Pemerintah penjajahan baik Belanda maupun Jepang rakyat Indonesia yang hampir semuanya papa sengsara (dengan standar hidup segobang atau dua setengah sen sehari) dibiarkan hidup dalam kemiskinan, kebodohan, berpenyakitan, kotor dan hidup acuh tak acuh. Dalam masalah kesejahteraan sosialnya, maka pemerintah belanda dalam masa kehidupan “politik balas jasanya” menelurkan suatu ordonasi yang seolah-olah memperhatikan secara detail dan baik nasib sengsara masyarakat yang papa tersebut, namun karena tak lain hanyalh pernyataan ketidakmauan Pemeritah Kolonial untuk mengurusi dan bertanggung jawab atas golongan papa sengsara tersebut sehingga ordonansi tersebut hanyalah akal dan tipu muslihat penjajah untuk membujuk bangsa Indonesia agar jangan berontak terhadap Pemerintah Jajahan. Dalam ordonansi tersebut usaha kesejahteraan sosial diserahkan kepada swasta, dan kalau Pemerintah terlibat, hanyalah pada hal sekecil-kecilnya dan hanya bersifat bantuan saja. Pasal 34 UUD RI 1945 dengan tepat menjawab tantangan itu. Ini wajar sekali karena para pendiri Republik kita adalah mereka yang menghayati, merasakan dan sangat terlibat dengan kepapaan hidup terjajah, dan secara obyektif masyarakat Indonesia waktu itu adalah masyarakat sengsara semuanya, 1
Bab I Pendahuluan
karena yang tidak sengsara hanya mereka yang menjajah dan penguasa yang sangat kecil jumlahnya. Penekanan pasal 34 pada fakir miskin dan anak-anak terlantar juga tepat karena anak terlantar adalah bagian dari golongan anak-anak pada umunya. Sebagai bagian dari keseluruhan warga negara, golongan ini merupakan golongan yang sangat vital dalam pembentukan suatu bangsa karena golongan inilah yang akan melanjutkan kelangsungan eksentitas bangsa dan Negara Republik Indonesia yang telah kita perjuangkan dengan darah dan nyawa. Dewasa ini bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan, tak terkecuali dalam bidang kesejahteraan sosial. Berbagai kejahteraan sosial sedang, dan dalam berbagai kegiatan telah mengarah kepada penggunaan prinsip-prinsip pekerjaan sosial, dengan kemajuan teknologi dan pengembangan kebutuhan manusia, maka makin dituntut penggunaan prnsip-prinsip ilmiah dalam tiap usaha pembangunan, dengan sendirinya juga termasuk usaha kesejahteraan sosial ini. Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang telah dilaksanakan meliputi segala segi, baik pencegahan, penyantunan, perbaikan, pengembangan maupun pembangunan kesejahteraan sosial. Bidang yang telah diliputi oleh usaha kesejahteraan sosial inipun makin luas, sesuai kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Seperti yang sekarang dihadapi adalah kemiskinan, keterlantaran, ketunaan, kecacatan dan paling penting sebagai tantangan adalah perubahan tata nilai, yakni dari tata nilai yang tidak mendorong pembangunan kearah terbentuknya nilai yang supportif terhadap pembangunan, khususnya perwujudan kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial anak merupakan salah satu kegiatan usaha sosial yang mencakup berbagai aspek sekaligus. Penggarapan masalah kesejahteraan sosial anak mempunyai makna ganda. Didalamnya mengandung segi pencegahan baik pencegahan primer, sekunder maupun tertier penyantunan, perbaikan, pengembangan maupun perubahan nilai. Dengan menggarap masalah anak, tergarap juga orang-orang tuanya, dan dengan prinsip penggarapan atas satu unit keluarga akan berpengaruh juga atas keluarga tetangganya dan demikian seterusnya, sehingga perubahan yang terjadi pada satu keluarga akan mengubah juga lingkungan lebih luas. 2
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Salah satu bentuk penyantunan sosial yang kita kenal dan kita laksanakan sejak dahulu hingga sekarang adalah Panti Asuhan. Meskipun perawatan dalam panti pada masa akhir-akhir ini banyak mendapat tantangan, namun hingga kini dunia masih mengakui jasa dan berkat yang dibawa oleh sistem ini dan belum ada bukti yang meyakinkan bahwa perawatan diluar panti mutlak lebih baik. Buku ini dimaksud meninjau peri kehidupan Panti Asuhan tersebut, baik dari segi teoritis dan dasar-dasar alasan eksitensinya maupun peri kehidupan praktisnya yang dapat kita lihat, kita renungkan dan kita hayati sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari sumber primer maupun sekunder yang ada pada jangkauan penyusun. Buku ini disusun dalam lima Bab yang pada pokoknya membahas tentang kesejahteraan anak sebagai kegiatan investasi sumber daya manusia, pelayanan sosial terhadap Anak-anak terlantar, peningkatan Panti Asuhan itu sendiri, dan terakhir penutup. Bab pertama merupakan pendahuluan yang anda baca sekarang ini. Baik dalam teori, sejarah maupun kenyataan biologik ekologik dapat kita lihat dan saksikan bahwa generasi muda yang terdiri mulai dari anak-anak bagi sampai pemuda-pemuda adalah merupakan kekayaan sumber daya manusia yang sangat penting, yang tidak ternilai harganya. Konon adalah sebab ini yang membawa Hitler sampai pada keputusan menghapuskan bangsa yahudi dari muka bumi, karena keinginan yang mendera dalam dada Hitler untuk mengadakan pemurnian generasi mudanya kelak dari orang-orang tua yang berdarah non aria murni, dan tidak ingin kelak bangsanya terdiri dari turunan yang bercampur baur darahnya, apalagi bercampur dengan darah yahudi yang menurut pandangannya dianggap sebagai bangsa licik, biadab dan tak kenal moral. Bicara tentang “partifikasi etnis” adalah bicara tentang masa datang, bicara tentang generasi muda. Jadi jelas pembinaan generasi muda adalah suatu prasyarat mutlak, bagi terbentuknya masyarakat bangsa yang sehat rohani dan jasmaninya, cerdas otaknya, tinggi moralnya, besar kesadaran dan tanggung jawab nasional dan sosialnya, rajin, tekun dan sadar akan kehadirannya sebagai hamba tuhan. Dari pada itu kita melihat kenyataan obyektif yang ada disekitar yang kita yakni banyaknya golongan anak-anak yang tidak mempunyai 3
Bab I Pendahuluan
kesempatan untuk hidup sama dengan anak-anak lain karena berbagai sebab. Karena kemiskinan yang menimpa orang tuanya, karena tidak mempunyai orang tua sama sekali, karena lingkungannya yang sangat buruk sehingga menghambat perkembangan kepribadiannya karena kecacatannya dan lain sebagainya, sehingga menimbulkan berbagai masalah sosial baik bagi dirinya, keluarganya, lingkungannya bahkan tata kehidupan pada umumnya. Masalah ini jelas bukan masalah sederhana, bukan masalah sektoral suatu Departemen saja, tetapi adalah masalah nasional yang harus ditangani secara bersama-sama dan terpadu. Kalau tidak demikian maka efektifitas dari efesiensi dari penangan tersebut dapat menjadi tumpang tindih, tidak merata, tetapi mungkin ada yang tidak terjangkau sama sekali sehingga justru menimbulkan permasalahan yang lain. Berbagai upaya telah banyak diusahakan untuk menanggulangi berbagai masalah anak-anak, bahkan usaha pembinaan kesejahteraan anak umum juga telah meningkat jauh dari pada sebelum kemerdekaan, bahkan juga sebelum Orde Baru. Upaya-upaya peningkatan kesejahteraan anak umum seperti pemeliha-raan kesehatan dengan berbagai cabang spesialisasinya, pengadaan fasilitas dan pembinaan pendidikan, pembinaan olahraga dan kehidupan seni budaya dan lain-lain sebagainya menunjukan betapa pemerintah sangat serius dalam pembiaan kesejahteraan anak tersebut. Alokasi biaya pendidikan dalam Rencana Pendapatan dan Belanja Negara untuk sektor pendidikan yang berjumlah lebih dari satu trilyun rupiah menunjukan keseriusan ini. Meskipun persi biaya untuk anak-anak terlantar dan terhambat tidak kelihatan nyata dalam gambaran itu, tetapi dilihat dari segi pencegahan, maka peningkatan kesejahteraan anak akan mencegah perluasan dan tumbuhnya masalah sosial anak-anak yang baru, lansung maupun tidak, kecil maupun besar. Dalam masalah anak-anak terlantar dan terhambat (seperti kepada anak yatim piatu terlantar, anak-anak cacat dan lain-lain) pemerintah telah juga banyak mengusahakan berbagai pelayanan dan penyantunan, rehabilitasi serta pengembangan kehidupan sosial anak-anak. Penyantunan anak-anak dalam panti-panti asuhan, Bantuan dan Penyantunan Anak Terlantar, Korban Narkotik. keluarga miskin, pengadaan pendidikan dan latihan khusus untuk anak-anak cacat, Pembentukan Karang Taruna, Panti Karya Taruna dan lain4
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
lain merupakan jaringan yang saling mendukung dari pada sistem usaha kesejahteraan anak-anak. Itulah yang dibahas dalam Bab II. Pada Bab III akan dibahas lebih mendalam mengenai pelayanan sosial terhadap terhadap anak-anak terlantar. Ternyata, bahwa dalam pelayanan ini tidak begitu saja dapat disimpulkan dengan cepat apa yang harus disediakan untuk anak-anak tersebut. Banyak pilihan yang seimbang nilainya, sehingga merupakan dilema-dilema yang harus dipecahkan secara bijaksana. Kita semua paham bahwa sumber dana dan daya kita untuk pelayanan kesejahteraan sosial sangat terbatas, sementara itu masalah kesejahteraan sosial menggunung. Mana yang harus digarap dahulu; masalah orang dewasakah yang jelas segera memberikan output produktif dalam waktu singkat atau masalah anak-anak yang hasilnya harus ditunggu bertahun-tahun. Mana yang baik merawat anak dalam panti atau merawatnya dalam keluarga-keluarga titipan atau memberikan saja bantuan kepada keluarganya yang melarat. Itulah beberapa dilemma yang harus dipertimbangkan denagn cermat, sebelum suatu jumlah dana dikeluarkan. Dalam hidup kita, kita memang harus memilih. Dalam sejarah pelayanan kesejahteraan sosial dinegeri kita, kita telah mengenal adanya lembaga yang disebut Panti Asuhan. Meskipun ia bukan orisinal Indonesia. Dan dalam banyak hal tidak sesuai dengan kultur Indonesia, namun ternyata cukup bertahan lama dan telah menjadi bagian dalam hidup masyarakat kita. Itu berarti ada faedah dan kegunaan serta nilai-nilai positif yang ada didalamnya, yang patut kita pertimbangkan untuk dipilih sebagai alternatif yang akan digunakan dalam menanggulangi masalah anak terlantar. Agar kita dapat menimbang-nimbang dengan baik, maka dalam bab itu juga digambarkan profil Panti Asuhan, baik yang dicita-citakan sebagai type maupun yang nyata-nyata ada. Dapat diduga bahwa antara cita-cita dan kenyataan sering berbeda dan kadang-kadang berbeda cukup jauh. Namun demikian hal itu tidak boleh menyebabkan kita priori menolaknya, bahkan dengan perbedaan tersebut yang kadang-kadang jauh dibawah cita-cita justru dicambuk untuk memperbaikinya. Kata perbaikan juga sebenarnya kurang kena disini, tetapi lebih kena disebut peningkatan, karena berbagai hal. Pertama, Panti Asuhan sendiri belum pernah mencapai status idealnya, karena selalu lahir dari keadaan darurat. 5
Bab I Pendahuluan
Kedua, apa yang disebut ideal selalu merupakan hasil penilaian dari suatu masa pengalaman tertentu yang kemudian dinilai dari segi teori yang didatang dari bermacam pandangan professional. Ketiganya, belum ada suatu sistem ataupun disiplin tertentu yang mengkhususkan diri dalam dunia per Panti Asuhan. Selanjutnya maka Panti Asuhan sebagaimana halnya lembaga sosial lain hidup dalam arus perubahan yang biasanya cukup cepat, sehingga sangat singkatlah momentum yang disebut stabil. Segalanya cepat berubah, baik idealnya, populasinya, sikap pendukungnya, kebutuhannya dan selanjutnya, yang pada akhirnya menyebabkan Panti Asuhan selalu ketinggalan dari modus pemikiran yang sedang hidup dalam masyarakatnya. Hal inilah yang menyebabkan komunikasi antara panti asuhan dengan masyarakat pendukungnya terputus, padahal antara Panti Asuhan dengan masyarakat laksana ikan dengan air, dimana kelangsungan hidup Panti Asuhan tergantung banyak dari kesediaan masyarakatnya untuk menunjang hidupnya sehari-hari dan menerima “produk jasanya” yakni menerima kembali anak-anak asuhnya untuk kembali menjadi anggota masyarakat biasa yang valid sepenuhnya. Dengan bekal-bekal pemikiran itulah buku ini tersusun, semoga dapat menambah bahan-bahan pemikiran dan renungan untuk kepentingan kesejahteraan anak yang kita dambakan sejak dahulu dan sampai akhir zaman. B. LATAR BELAKANG Persoalan-persoalan sosial anak yang menonjol, seperti anak yang mengalami gizi buruk, perilaku anak yang menyimpang, anak yang mengalami hambatan belajar, putus sekolah, penganiayaan, eksploitasi, kekerasan dan keterlantaran anak semakin menunjukan kompleksitas. Pada tahun 2004 jumlah anak terlantar yang terdata sebanyak 3.308.642 anak dan anak korban tindak kekerasan dan perlakuan salah pada tahun 2004 mencapai 48.526 kasus (Depsos RI, 2004). Panti Asuhan Petirahan Anak (PSPA) yang diinisiasi sejk tahun 1971, mempunyai perhatian dan komitmen untuk merespon permasalahan-permasalahan tersebut diatas, melalui upaya pemberian pelayanan kepada anak yang mengalami hambatan fungsi social pada tingkat pendidikan dasar. 6
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Undang-undang Nomor 23 tahun 202 tentang Perlindungan Anak, Deklarasi dalam “A world Fit For Children” dan Tujuan Pembangunan dalam “Millennium Devloment Goals” (MDGs) memprioritaskan focus penangan pada peningkatan gizi anak, dan peningkatan perlindungan terhadap anak dari penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan, mendorong Deprtemen Sosial Anak terutama Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA) untuk turut menangani anakanak yang membutuhkan perlindungan khusus. Peningkatan fungsi PSPA untuk turut menangani anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, setidaknya dilandasi pertimbangan: pertama, jumlah anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus dari waktu ke waktu cenderung meningkat. Kedua, pengalaman-pengalaman PSPA dalam menangani anak-anak tingkat pendidikan dasar yang memiliki prmasalahan, baik masalah prilaku dan masalah social psikologis serta masalah sosial ekonomi atau gizi maupun masalah sosial lainya, yang didukung oleh sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang mencakupi dan terlatih, mampu merubah sikap dan prilaku anak-anak yang tertirah kearah yang lebih baik, yang dapat membantu kemajuan proses belajarnya. Dengan dukungan pengalaman tersebut PSPA tidak hanya menangani anak yang tetirah, tetapi juga dipandang mampu untuk menangani anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus. C. TUJUAN DAN SASARAN 1. Tujuan Tujuan penerbitan buku adalah: a. Tersedianya informasi umum pelayanan Panti Sosial Anak. b. Diperolehnya kesamaan pemahaman tentang penyelenggaraan pelayanan. c. Meningkatnya pemahaman dan komitmen para pengelola dan pelaksana dalam memberikan pelayanan perlindungan sosial anak. d. Terlaksananya pelayanan sosial anak oleh para petugas dan pekerja sosial.
7
Bab I Pendahuluan
2. Sasaran Sasaran pengguna buku pedoman umum ini adalah: a. Pimpinan, pekerja social fungsional, petugas structural Panti Sosial b. Aparat instasi terkait di tingkat propinsi dan kabupaten / kota. c. LSM/Orson/Yayasan yang menangani masalah anak. d. Instasi yang menjadi rujukan seperti Kepolisian, LBH, Rumah Sakit, Panti Sosial Anak dan lainnya. D. Landasan Hukum 1. Undang-undang Dasar 1945; a. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 28 B ayat 2). b. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara (pasal 34 ayat 1) 2. Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak; 3. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2005 tentang Pemerintah-an Daerah; 4. Undang-undang Nomor 1 tahun 200 tentang ratifikasi Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan segera untk penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak; 5. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak a. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 4). b. Pemerintah dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secaraekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalah gunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), anak korban 8
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
6. 7. 8.
9.
penculikan, penjualan, dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran (pasal 59). c. Anak dalam situasi darurat sebagaimana simaksud dalam pasal 59 terdiri atas :(a) anak yang menjadi pengungsi; (b) anak korban kerusuhan; (c) anak korban bencana alam ; dan (d) anak dalam situasi konflik bersenjata (pasal 60) UU no 11 Tahun 2000 tentang kesejahteraan sosial Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga-kerjaan; Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1998 tentang Usaha Kesejahteraan bagi Anak yang Bermasalah; a. Anak yang mempunyai masalah adalah anak yang antra lain tidak mempunyai orang tua, anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan dan anak cacat (pasal 1 ayat 1); b. Usaha kesejahteraan social yang dilakukan pemerintah dan atau masyarakat ditujukan terutama kepada anak yang mempunyai masalah adalah anak yang antara lain tidak mempunyai orang tua, anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan dan anak cacat (pasal 4 ayat 1); c. Usaha sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan pemeliharaan, perlindungan, asuhan, perawatan, dan pemulihan kepada anak yang mempunyai masalah agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. (pasal 4 ayat 1); d. Pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi dilaksanakan dalam bentuk asuhan, bantuan dan pelyanan khusus (pasal 5 ayat 2). Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Rights of the Child (konvensi tentang hak-hak Anak);
9
Bab I Pendahuluan
10. Keputusan Presiden RI Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak; 11. Keputusan Presiden RI Nomor 87 tahun 2002 tentang RAN penghapusan eksploitasi seksual komersial anak; 12. Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002 tentang RAN penghapusan perdagangan (trafficking) perempuan dan anak; 13. Surat kesepakatan bersama (SKB) antara menteri social RI Nomor : 75/HUK/2002, Menteri Kesehatan Nomor : 1329 / Menkes/SKB/X/2002, Menteri Negara Pemberdayaan Perem-puan RI Nomor : 14 / MenPP / Dep.V / X/2002, dan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor :B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. 14. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial dilingkungan Departemen Sosial. 15. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: 40/huk/2004 Tentang Prosedur Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial. E. Pengertian Beberapa pengertian istilah yang digunakan dalam buku pedoman ini adalah: 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1) 2. Anak yang membutuhkan perlindungan khusus adalah anak dalam situasi darurat; anak yang berhadapan dengan hukum; anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; dan anak tereksploitasi’ yang mencangkup eksploitasi ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psokotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan / atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban 10
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
3.
4.
5.
6.
7.
perlakuan dalah penelantaran (UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 59) Panti Sosial Anak adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Sosial RI atau Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemerintah Daerah propinsi yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Dektorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI dan/atau Pemerintah Daerah Propinsi. Panti Sosial Petirahan Anak adalah lembaga sosial yang melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial bagi anak yang mengalami masalah prilaku dan hambatan penyesuaian diri disebabkan adanya hambatan keberfungsian sosial dan masalah sosial, ekonomi, psikologis dan atau budaya keluarga. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi (UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1). Rumah Perlindungan Sosial Anak adalah unit pelayanan perlindungan lanjutan dari Temporary Shelter yang berfungsi memberikan perlindungan, pemulihan, rehabilitasi, advokasi, dan reunifikasi bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus agar anak dapat tumbuh kembang secara wajar. Temporary Shelter adalah unit pelayanan perlindungan pertama yang bersifat responsive dan segera bagi anak-anak yang mengalami tindak kekerasan dan perlakuan salah, atau yang membutuhkan perlindungan khusus.
F. Cakupan Isi Buku Buku pedoman ini mencakup substansi tentang isu-isu yang bersifat umumdan khusus tentang penanganan anak melalui Panti Sosial Petirahan Anak. Bab I mencakup latar belakang, tujuan dan sasaran, landasan hukum dan 11
Bab I Pendahuluan
pengertian. Bab II meliputi gambaran umum pelayanan yang berisi kebijakan, strategi dan program, metode pelayanan, prinsip pelayanan, tugas dan fungsi. Bab III berisi mengenai kegiatan pelayanan, baik pelayanan petirahan maupun pelayanan perlindungan anak. Bab IV membahas tentang manajemen pelayanan, baik komponen sarana prasarana, struktur organisasi dan sumber daya manusia serta adanya pemantauan dan evaluasi. Bab V merupakan penutup dari buku pedoman ini.
12
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
BAB II
BUDAYA ORGANISASI
A. Penggerak dan Pengendali Perubahan Dengan semakin ketatnya persaingan didalam atau diluar organisasi, kehidupan kian egois, silahturahmi tidak terjaga, nilai dan prinsip hidup tidak dapat tepat, karena selalu merasa dikejar oleh tuntutan perubahan berkepanjangan. Agar lebih cepat tumbuh dan berkembang, ratusan organisasi telah melakukan merger/mengakusisi per tahun, namun hasilnya tidak menggembirakan. Dari hasil penelitian 90% gagal memenuhi harapan, terutama konflik budaya. Hasil riset lain juga menyebutkan bahwa 74% organisasi mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan faktor budaya seperti nilai-nilai organisasi. Tata nilai organisasi berperan sebagai sumber kekuatan penting yang diyakini dan dianut secara luas menghadapi tantangan perubahan lingkungan. Umumnya proses perubahan tidak mudah terjadi kecuali jika kegiatan memetakan Profil Budaya Organisasi (PBO) tersedia fasilitasnya sebagai acuan vital kepentingan manajemen puncak dalam menggerakan dan mengendalikan arah perubahan. B. Perlunya Pemetaan Profil Budaya Organisasi Dari hasil pengamatan berbagai organisasi yang sukses, dapat diidentifikasi suatu jenis budaya yang cenderung paling ditekankan didalam organisasinya, Jika ditelaah bagaimana organisasi tersebut sukses? Jawabannya singkat, yaitu budaya organisasi yang kuat dan sesuai tuntutan cirinya adalah sebagai berikut: • Nilai inti organisasi yang dianut kuat 13
Bab II Budaya Organisasi
• • • • •
Persepsi umum yang diyakini dan dijunjung oleh para anggota Sumber kekuatan penting dan berharga Diatur dengan baik Diterima dan dirasakan bersama secara luas Merasa terikat kepada nilai inti tersebut.
C. Perspektif Budaya Organisasi Pilihan kegiatan perubahan dapat dilaksanakan melalui perspektif organisasi, sistem atau perspektif orang. Dari pengalaman, ternyata cara memandang hanya dengan ketiga perspektif tersebut saja, banyak mengandung kelemahan, terlebih setelah melihat akibat krisis identitas dan moral organisasi yang dialami kehidupan kemanusiaan akhir-akhir ini. Untuk mengatasinya diperlukan adanya suatu pandangan lebih, yang dilakukan melalui pendekatan sIstem total, baik tangible/visible maupun intangible/hidden yang dapat menyumbang anggapan dasar yang benar atas segalanya. Anggapan dasar ini terbentuk karena implementasi realistik yang dapat diteladani dari perspektif nilai dan keyakinan budaya organisasi. Budaya organisasi ini amat berpengaruh dalam membentuk dan member arti kepada anggota organisasi untuk berprilaku dan bertindak, yang diturunkan dari satu generasi kegenarasi berikutnya sebagai karakter organisasi. Perspektif nilai termasuk dalam implementasi kegiatan diagnostic budaya dan tindaklanjutnya, sehingga merupakan persoalan yang seharusnya diselaikan paling awal. Ketika suatu permasalahan atau penyimpangan terjadi pada diri kita, perlu segera dikaitkan penilaian & pemecahannya, yang berasal dari suara hati kita sendiri yang bersifat universal. Tentunya hal ini harus diawali dan telah terjadi penjernihan pikiran dan hati. Jika tata nilai inti dan keyakinan bersama (shared beliefs & values) sudah tidak lagi menjadi identitas & karakter organisasi sebagai jiwa pilihan penerapan segalanya, alokasi pembebanan dan penyesaiannya dilakukan melalui perspektif budaya, yang diawali dengan mengdiagnosis culture (budaya). Kegiatan mengdiagnosis budaya seharusnya diselesaikan paling awal karena 14
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
sangat mendasari ketiga perspektif lain; yaitu perspektif organisasi, sistem, atau orang. Tujuan yang hendak diraih adalah tercapainya keharmonisan sistem secara utuh, yang memiliki arti dan makna bagi kemaslahatan kehidupan manusia dan hubungan antar manusia, sesuai dengan keseimbangan sistem semesta alam. Istilah values (tata nilai) menunjukan pedoman prinsip dan/atau perilaku untuk mewujudkan bagaimana organisasi dan anggotanya diharapkan untuk bertindak. Didalam organisasi, tata nilai (values) merupakan sumber kekuatan, energi dan motivasi dalam berprilaku terhadap apa yang penting, berharga dan dijunjung oleh seseorang. Tata nilai (values) merefleksikan dan memperkuat budaya organisasi yang diinginkan. Tata nilai (values) mendukung dan mengarahkan pembuatan keputusan dari setiap anggota organisasi, membantu organisasi dalam mencapai visi dan menjalankan misi. Dipahaminya values diri sendiri dan orang lain akan membantu dan memudahkan dalam memimpin diri sendiri dan orang lain. Semakin dilibatkan personil dalam menciptakan values suatu organisasi, semakin mereka merasa memilikinya. Selanjutnya semakin sederhana, langsung dan mudah dipahami values yang diciptakan dan dibangun tersebut serta dimotivasi dan diorganisasikan melalui shared values maka semakin mempunyai keunggulan kompetitif yang lebih baik. Para pemimpin tidak hanya mengkomunikasikan komitmennya terhadap values yang telah dibangun dan dimiliki bersama, tetapi values tersebut memaksa orang menggunakannya setiap hari dalam pekerjaan. Sukses yang sesungguhnya tidak datang dari pernyataan values, namun dari pelaksanaan values tersebut secara terus-menerus. Tujuan penghayatan nilai adalah diperolehnya kemampuan untuk membimbing jajaran organisasi agar mereka mengubah keyakinannya sendiri serta mengidentifikasi dan membangun tata nilainya. Keyakinan dan tata nilai yang tertanam pada dirinya akan menjadi sumber kekuatan yang mendasari motivasi dan prilakunya dalam bertindak.
15
Bab II Budaya Organisasi
D. Pengertian Budaya Organisasi 1. Dari Perspektif Hirarki Budaya Organisasi Cummings dan Worley (2005) menjelaskan hirarki budaya organisasi sebagai berikut: pra anggapan dasar/basic assumpitions; merupakan level yang paling dalam, dan berada di alam bawah sadar; values; merupakan level kepedulian berikutnya tentang sebaiknya menjadi apa didalam organisasi; norma; memberitahukan anggota apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya untuk melakukan dibawah keadaan tertentu; artifacts; merupakan wujud konkrit seperti system, prosedur, peraturan, struktur dan aspek fisik dari organisasi; 2. Dari Perspektif Budaya Organisasi Organisasi (Robbins, 1994) adalah suatu entitas social yang terkoordinasi secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih dengan batasan yang relative teridentifikasi, yang berfungsi secara berkelanjutan untuk mecapai seperangkat sasaran bersama; Organisasi didefinisikan sebagai suatu sistem peran, aliran aktivitas dan proses (menunjukan proses organisasi atau disebut system/pola hubungan kerja) dan melibatkan beberapa orang sebagai pelaksana tugas/aktivitas, yang dirancang untuk melaksanakan tujuan bersama; Menurut Keegan (1995) dalam buku Manajemen Pemasaran Global, budaya meripakan cara hidup yang dibentuk oleh sekelompok manusia termasuk nilai yang disadari dan tidak disadari, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya; Budaya adalah norma-norma perilau yang dalam waktu dan tempat tertentu disepakati oleh kelompok orang untuk bertahan hidup dan berada bersama (Elashmawi & Harris1999); Budaya perusahaan dan kemimpinan merupakan kunci untuk mengeksekusi dan membangun strategi yang efektif. Thompson 16
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
dan Strickland (2001) budaya menunjukan nilai perusahaan, beliefs, prinsip bisnis, tradisi, cara beroperasi perusahaan dan lingkungan kerja internal; Budaya organisasi (Robbins 2005) merupakan suatu sistem dari makna/arti bersama yang dianut oleh para anggotanya yang membedakan organisasi dari organisasi lainnya, menurut Werther (1996) adalah produk dari semua fitur/karakteristik organisasi, para anggotanya, kesuksesan dan kegagalan. Menurut Kreitner & Kinicki (2007) budaya organisasi adalahnilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi; Menurut Amstrong (2005), budaya organisasional atau korporat adalah pola nila, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang bisa sudah tidak diartikualasikan, namun membentuk dan menentukan cara orang (people) berkelakuan dan menyelesaikan sesuatu; Budaya organisasi merupakan keyakinan, tata nilai dan persepsi umum yang dianut secara luas dalam membentuk dan memberi arti kepada prilaku pegawai sehingga menjadi kebiasaan yang relative sulit diubah; Tingkat organisasional, budaya merupakan seperangkat asumsiasumsi, keyakinan-keyakinanm nilai-nilai, dan persepsi yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok dalam suatu organisasi, yang membentuk dan mempengaruhi sikap, prilaku, serta petunjuk dalam memecahkan masalah (Gibson, Ivanicevic & Donelly, 2000); Menurut Fred Luthans (2007) budaya organisasi adalah tata nilai & norma yang menuntun perilaku jajaran organisasi; Budaya organisasi (Glinow & McShane, 2007) terdiri dari nilai dan asumsi bersama didalam organisasi; Wujud budaya menurut Koentjaraningrat didalam buku Nevizond Chatab, setidaknya dapat dilihat dari 3 wujud, yaitu wujud ideal/gagasan, wujud kelakuan dan wujud fisik. 17
Bab II Budaya Organisasi
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa budaya merupakan pengendali sosial dan pengatur jalannya organisasi atas dasar nilai dan keyakinan yang dianut bersama, sehingga menjadi norma kerja kelompok, dan secara operasional disebut budaya kerja karena merupakan pedoman dan arah perilaku kerja karyawan. 3. Fungsi Budaya Organisasi Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai: Identitas, yang merupakan ciri atau karakter organisasi Social cohesion atau pengikat/ pemersatu seperti bahasa sunda yang bergau dengan orang sunda, sama olahraganya Sources, misalnya inspirasi Sumber penggerak dan pola perilaku Kemampuan meningkatkan nilai tambah, seperti adanya aqua sebagai teknologi baru Pengganti formalitas, seperti olah raga rutin jumat yang tidak dipaksa Mekanisme adaptasi terhadap perubahan seperti adanya rumah susun Orientasinya seperti konteks tinggi (kata-kata menjadi jaminan), konteks rendah (tertulis menjadi penting) dan konteks rendah (karena diikuti tertulis) dengan subkonteks tinggi (perintah lisan). Menurut Luthans (2007), beberapa karakteristik penting budaya organisasi mencakup sebagai berikut: Keteraturan perilaku yang dijalankan; seperti pemakain bahasa atau terminology yang sama; Norma; seperti standar perilaku yang ada pada suatu organisasi atau komunitas; Nilai yang dominant; seperti mutu produk yang tinggi, efesiensi yang tinggi; Filosofi; seperti kebijakan bagaimana pekerja diperlakukan; 18
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Aturan; seperti tuntunan bagi pekerja baru untuk bekerja didalam organisasi; Iklim organisasi; seperti cara para anggota organisasi berinteraksi dengan pelanggan internal dan eksternal atau pengaturan tat letak bekerja (secara fisik). Menurut Kreitner & Kinicki (2007) didalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior fungsi budaya organisasi mencakup sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar, Fungsi Budaya Organisasi Identitas Organisasi
Alat yang pemberi Pengertian
Budaya
Komitmen
organisasi
Kolektif
Stabilitas Sisitem Sosial
4. Proses Budaya Organisasi Proses budaya organisasi dapat dipandang dari terbentuknya/ terciptanya, dipertahankan/dipeliharanya dan diubah/dikembangkannya budaya organisasi. Sedangkan untuk menghadapi tantangan perubahan budaya, diperlukan adaptasi proses budaya. a. Pembentukan/Menciptakan Budaya Terbentuknya budaya terutama karena adanya para pendiri, yaitu orang berpengaruh yang dominant atau kharismatik yang memperagakan bagaimana organisasi seharusnya bekerja dalam 19
Bab II Budaya Organisasi
menjalankan misi guna meraih visi yang ditetapkan. Selanjutnya diseleksi orang yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, kepemimpinan dan keteladanan untuk melanjutkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kaidah dan norma dari para pendirinya. Komitmen manajemen puncak yang dipergakan amat menentukan implementasi perubahan budaya organisasi. Wujudnya dapat berupa penetapan keputusan yang terkait dengan pembentukan budaya baru, tindakan& kterlibatan pimpinan puncak dan besarnya dukungan sumber daya yang di alokasikan, kegiatan manajemen ini menjadi semakin penting karena dipandang sebagai aktivitas yang bertanggung jawab atas penciptaan, pertumbuhan dan kelangsungan organisasi. Organisasi agar selalu mengsosialisasikan program kegiatan dengan berbagai metode sosialisasi dan sesuai dengan tata nilai budaya, selama karir bekerja dari anggotanya. Pembentukan budaya digambarkan seperti terlihat pada gambar. Bagaimana Organisasi Membentuk Budaya Menejemen Puncak Filosofi Para Pendiri Organisasi
Kriteria Seleksi
Budaya Organisasi Sosialisasi
b. Pemeliharaan/Mempertahankan Budaya Jika dampak organisasi terhadap keefektifan atau kinerjanya positif maka tetap perlu keteladanan pimpinan puncak, praktek seleksi (terhadap pilihan para anggota organisasi) dan metode sosialisasi yang diterapkan. Metode sosialisasi ini diperlukan untuk penyebarluasan kepada para anggota organisasi dan internalisasi diri (menambah 20
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
keyakinan) kepada individu yang bersangkutan, misalnya dengan ceramah berulang kali. Sumber yang paling cocok dan awal dalam menciptakan budaya, adalah para pendirinya. Langkahnya harus dimulai dari: Berbagi pengetahuan Praktek atau amalkan pengetahuannya Kembangkan ketrampilan dan kemampuan yang sesuai Miliki sikap yang konsisten dalam menanggapi berbagai hal Pupuk kebiasaan Tampilkan karkter sesuai kebiasaan pada berbagai kesemapatan Untuk mempretahankan budaya sedikitnya terdapat 3 kekuatan berikut, yang memainkannya secara khusus, yaitu: Tindakan dan keterlibatan manajemen puncak; Komitmen manajemen puncak yang diperagakan amat menentukan implentasi perubahan budaya organisasi. Wujudnya dapat berupa penetapan keputusan yang terkait dengan pembentukan budaya baru, tindakan & keterlibatan pimpinan puncak dan besarnya dukungan sumber daya yang dialokasikan. Prakek seleksi Direkrut dan diseleksi orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan kepemimpinan dan keteladanan unutk mempertahankan budaya sesuai dengan kaidah dan norma dari tata nilai dari budaya organisasi. Metode dan keefektifan penerapan sosialisasi-sosialisasi Organisasi agar selalu mensosialisasikan program kegiatan dengan berbgai metode sosialisasi dan sesuai dengan tata nilai budaya, selama karir bekerja dari anggotanya. Sedangkan bagaimana dampak budaya terhadap kinerja dan kepuasan dapat dilihat pada gambar. 21
Bab II Budaya Organisasi
Dampak Budaya terhadap Kinerja dan Kepuasan Tata Nilai
Kekuatan
Ciptakan Budaya
Ciptakan Budaya
T Kode Tingkah Laku (Code of Conduct)
i n g g i
Budaya Organisasi
Ciptakan Budaya
Ciptakan Budaya
Pertahankan Budaya R e
E. Karakteristik Budaya Organisasi n d Karakteristik budaya organisasi dapat dipandang menurut hirarki basic a assumptions values, norms, dan artifacts seperti dipergakanh pada gambar. Hirarki Budaya Korporat Artifacts
Norms
Values
Basic Assumtions (Subconscious Individual)
22
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Pembagian ini sebagai sarana dalam membantu para anggota organisasi memahami dengan yang umum (common perception) dari organisasinya. Ini terkait dengan bagaimana pekerjaan dilakukan dan dievaluasi, dan bagaimana para pekerja yang berhubungan dengan pekerja lainnya dan kepada pihak penting yang lain seperti pelanggan, pemasok dan pemerintah. Pembagiannya adalah sebagai berikut; a. Basic Assumption/Anggapan Dasar Kepedulian budaya pada tingkat yang paling dalam ini adalah pra anggapan dasar di bawah sadar dan sekaligus keadaan yang diterima tentang bagaimana persoalan keorganisasian (organizational) seharusnya dipecahkan. Basic Assumption ini memberitahu para anggota organisasi bagaimana para anggota organisasi/pegawai merasakan, berpikir dan adanya sentuhan tentang banyak hal di dalam organisasi. b. Values Level kepedulian berikutnya mencakup values tentang sebaiknya menjadi apa didalam organisasi. Values memberitahu para anggota apa yang penting dan berharga si salam organisasi dan apa yang mereka butuhkan untuk member perhatian (pay attention). Values merupakan keyakinan dasar yang berperan sebagai sumber inspirasi kekuatan, motivasi dan pendorong seseorang dalam mengambil sikap, tindakan dan keputusan, serta bahkan dalam menggerakan dan mengendalikan perilaku seseorang dalam upaya pembentukan Corporate Culture. Contoh: value IBM yang paling penting adalah customer sevice dan karenanya anggota organisasi member perhatian yang kuat/lebih penting bagaimana pelanggan diperlakukan dengan baik. c. Norms/Norma Para pegawai jangan mengkritik bosnya didepan public! Mengapa? Jawabnya adalah Norma. Peran norma adalah menuntun bagaimana para anggota organisasi seharusnya 23
Bab II Budaya Organisasi
berkelakuan didalam situasi tertentu. Hal ini menggambarkan peraturan yang tidak tertulis (tidak harus tertulis) dari perilaku. Setiap kelompok menetapkan norma sendiri, yaitu standar perilaku yang dapat diterima, yang dibagi dengan para anggotanya. Norma memberitahukan para anggota apa yang sebaiknya dan tidak sebaikny untuk melakukan dibawah keadaan tertentu. Ketika disetujui dan diterima oleh kelompok, norma bertindak sebagai sarana mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan minimum pengendalian dari eksternal. Norma berbeda diantara kelompok, komunitas ataupun organisasi. Norma yang diformalkan, ditulis didalam SOP atau peraturan agar para pegawai mengikutinya, sejauh ini mayoritas norma didalam organisasi adalah informal. Norma yang sesuai dapat menjadi sangat kuat didalam organisasi sehingga meningkatkan produktivitas. Contoh pada IBM, Norma memerintahkan bahwa para anggota organisasi seharusnya dengan aktif mendengar dan merespons permintaan pelanggan. d. Artifacts Ini merupakan wujud kongkrit seperti system, procedures, sistem kerja, peraturan, struktur dan aspek fisik dari organisasi. Istilah sistem kerja atau work systems menunjukan bagaimana pekerjaan dari suatu organisasi dilaksanakan. e. Berdasarkan karakteristik budaya tersebut, mendiagnosis budaya organisasi, dapat dilakukan melalui pendekatan: Perilaku; terkait dengan pola perilaku yang memproduksi hasil bisnis atau kegiatan.pendekatan ini menggambarkan secara spesifik tentang bagaimana tugas atau job menunjukan tanggung jawab, wewenang, dan tugas individu. Nilai Bersaing; terkait dengan penekanan tentang apa yang penting dan berarti bagi organisasi, yang dipandang dari preferensi dan tata nilai dari para anggotanya 24
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Asumsi Mendalam; terkait dengan penekanan penting yang paling dalam pada organisasi, umunya tidak dapat ditelaah, namun terdapat asumsi bersama dan sama-sama tahu bagaimana menuntun perilaku para anggotanya.pendekatan ini sering memiliki dampak yang perkasa bagi keefektifan organisasi. Sedikitnya terdapat 3 persoalan sulit untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan, yaitu; o Budaya mencerminkan asumsi bersama yang banyak atau kurang, tentang apa yang penting, bagaimana menyelesaikannya dan bagaimana banyak orang seharusnya berperilaku didalam organisasi. o Beberapa nilai dan keyakinan yang menyertai banyak orang, bisa memiliki sedikit hubungannya dengan pihak lain, namun pihak lain ini sesungguhnya menganut dan menjungjungnya. Banyak orang enggan mengakui ketidaksesuaian ini. o Organisasi yang heterogen dan besar, mungkin memiliki beberapa sub budaya, dan karenanya relative sulit diperoleh keserasiannya secara keseluruhan.
25
Bab II Budaya Organisasi
26
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
BAB III
KESEJAHTERAAN ANAK SEBAGAI INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA
Bagi sistem ekonomi agraris, banyak berarti berkah karena tenaga kerjanya bertambah besar. Dalam agama islam kehidupan di akhirat nanti tidak ditentukan oleh ketinggian kedudukan dan pangkat serta besarnya harta kekayaan didunia, tetapi hanya pada tiga factor saja yakni ilmu yang diamalkannya, harta yang diamal jariahkan serta anak yang shaleh yang mau mendoakan orang tuanya. Orang jawa mempunyai pribahasa yang sangat erat dengan pandangannya tentang anak seperti “anak polabapak kepradah” (bila anak berbuat, orang tua menanggung akibatnya), “kencana wingka” (biarpun hanya pecah gerabah, tetapi kalau itu menyangkut anak berarti emas jua). Laksamana Sudomo pernah mengemukakan pepatah tuanya “if the son does not turn better than the father, both have failed”. Dan sudah barang tentu masih banyak sekali pepatah petitih yang hidup dinegerinya, yang tak dapat dikemukakan semuanya disini. Namun yang pasti ialah, bahwa semuanya menganggap anak itu penting, dan kesejahteraan anak merupakan dambaan yang selalu dikejar. Sampai dimana kesungguhan melaksanakan keinginan tersebut, itulah yang menjadi persoalan. A. Kesejahteraan Anak adalah condition sine qua non dalam pembentukan generasi muda yang mantap dan berkualitas. Sebagai makhluk biologis kehidupan manusia tidak berbeda dengan makhluk lain. Ia membutuhkan zat asam untuk bernafas membutuhkan makanan untuk pertumbuhannya, membutuhkan papan dan sandang untuk 27
Bab III Kesejahteraan Anak sebagai Investasi Sumber Daya Manusia
keamanan fisknya. Sandang, pangan dan papan inilah yang merupakan titk pangkal kesejahteraan seorang manusia. Tanpa ketiganya seorang bayi takkan survive dan berkembang menjadi anak, dan seorang anak takan berkembang menjadi dewasa. Sebagai makhluk sosial psikologis ia membutuhkan bebagai kepuasan rohani, baik ketenangan suasana untuk menghayati kehidupan rokhaniah maupun pengisian dan peningkatan kualitas kehidupan rokhaniahnya. Jadi seseorang anak perlu merasa aman, merasa diterima oleh seorang lebih baik orang tuanya sendiri, temantemannya, guru atau siapa saja. Juga perlu pendidikan untuk meningkatkan kemampuan inteleknya agar cakrawata kehidupannya menjadi semakin luas. Arah perkembangan generasi muda Indonesia telah ditentukan bahwa; “pengembangan generasi muda diarahkan untuk mempersiapkan kader perjuangan Bangsa dan pembangunan Nasional dengan memberikan bakal keterampilan, kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotism, idealism, kepribadian dan budi pekerti yang luhur”. Untuk memperoleh generasi muda yang berkualitas demikian, maka jelas dibutuhkan anak-anak yang sehat, cerdas, lincah, berkemauan keras, berbudi pekerti. Dalam pada itu kita mengetahui bahwa kondisi kesejahteraan anak, baik sebagai kondisi maupun sebagai program belum merata. Masih banyaknya anak-anak yang tidak dapat mengenyam kehidupan sejahtera. Bahkan untuk kebutuhan primer sekalipun masih terasa adanya kekurangan yang kadang-kadang jauh dibawah kewajaran. Anak-anak yang secara fisik terlantar mempunyai peluang terbesar untuk mengalami keterlantaran pada bidang lain, meskipun harus diakui bahwa tidak semua anak terlantar dalam bidang lain tersebut datang dari anak-anak yang terlantar secara fisik. Keterlantaran anak dibidang gizi bisa menjadi pangkal tolak hambatan perkembangan intelektual, sosial maupun spiritual lebih lanjut. Apalagi keterlantaran gizi/fisik tersebut sejak awal telah dibarengi dengan ketrlntaran emosional dan keterlantaran sosial yang disebabkan oleh lingkungan sosial, khususnya oleh kehidupan orang tua yang tidak memuaskan. 28
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Dalam skala prioritas, golongan anak-anak diatas itulah yang kiranya harus memperoleh perhatian terlebih dahulu. Disamping golongan tersebut terdapat juga golongan anak-anak lain yang tidak kurang pentingnya untuk diamati dan diperhatikan kesejahteraannya, khususnya kesejahteraan sosialnya. Sebagi contoh yang akan dibahas lebih lanjut dalam kesem-patan berikutnya adalah anak-anak yang tidak nyata-nyata terlihat tidak terlantar secara fisik, namun kehidupan batiniah dan sosial-nya dalam keadaan rawan. Tanpa menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak-anak tersebut maka akan selalu terdapat suatu ketimpangan dalam kehidupan keselurahan anak-anak, khususnya dan generasi muda pada umumnya, sehingga dapat mengidap permasalahan akut yang bisa menjadi eksplosif pada suatu saat dimasa mendatang. Singkatnya, kesejahteran anak yang memadai adalah suatu condition sine quo non, suatu keadaan yang ada, bagi terbentuk-nya suatu generasi muda yang akan menjadi bangsa yang kuat, sehat, cerdas pokoknya berkualitas sebagaimana yang telah menjadi ketetapan rakyat Indonesia seluruhnya. Kesejahteraan anak-anak yang memadai adalah suatu investasi sumber daya manusia yang harus dirasakan sebagai hak dan kewajiban suci membina bangsa, bukan suatu beban tugas yang terpaksa dilaksanakan karena suruhan orang lain, karena secara individual hal itu akan berarti anak kita sendiri. Kualitas bangsa lebih menentukan kejayaan suatu negra dari pada kekayaan lain apapun, oleh karena itu investasi dibidang manusia tidak pernah akan merugikan dan seyogyanyalah diberikan prioritas utama. Bukti-bukti yang dialasi oleh manusia dimuka bumi ini telah mempunyai apapun selain puing-puing negaranya yang habis kalah perang ternyata mampu berkembang maju melampaui negara-negara lainnya yang jauh lebih kaya dan memenangkan perang tidak lebh dari satu generasi masa hidup. 29
Bab III Kesejahteraan Anak sebagai Investasi Sumber Daya Manusia
B. Masalah Anak Terlantar Seperti digambarkan diatas maka keterlantaran anak-anak dapat berbentuk macam-macam, dan disebabkan oleh berbagai hal. Keberagaman jenis dan keanekaragaman sebab memperjelas hakekat dari pada masalahnya sebagai masalah sosial, yang selalu besar dan kompleks. Oleh karenanya, meninjau masalah anak-anak terlantar tidak dapat tidak harus meninjau juga masalah lain, karena terdapat kaitan yang tidak dapat dipisahkan. Penekatan masalah keterlantaran anak-anak paling jelas dan mudah adalah pendekatan dari segi kebutuhan anak sendiri. Dengan pendekatan ini dapat dikatakan bahwa anak-anak yang tidak dapat memperoleh kepuasan atas kebutuhannya secara memadai adalah termasuk kekurangan, dan mereka yang oleh berbagai sebab terhalang untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan yang demikian dalam jangka waktu lama adalah termsuk anak terlantar. Disamping kebutuhan pokoknya yang banyak ragamnya, setiap manusia mempunyai ragam kebutuhan yang berlainan dengan manusia lainnya, dan car memenuhinya pun berbeda-beda. Karena sulitnya membuat daftar kebutuhan manusia yang seragam, maka seorang ahli Ilmu Jiwa bernama A.H Maslow mencoba menggolongkan kebutuhan pokok manusia itu berdasarkan pada kekuatan potensi dan desakan argensinya. Golongan kebutuhan yang kekuatan potensi dan desakan argensinya lebih kuat ditempatkan pada deretan paling atas. Menurut Maslow tingkat kebutuhan manusia dapat digolongkan sebagai berikut: a. Kebutuhan-kebutuhan pokok manusia sehari-hari untuk makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, bercampur dan kebutuhankebutuhan yang tergolong kebutuhan fisik lainnya (physical needs). b. Kebutuhan-kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman-ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup dan kehidupannya dengan segala aspeknya (safety needs). 30
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
c. Kebutuhan-kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan menyenangi, dicintai dan mencintai, kebutuhan bergaul dan berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi anggot dari kelompok besar yang lebih besar (social needs). d. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan (need for esteems). e. Kebutuhan-kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kekaguman dan kemasyuran sebagai seorang yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (needs for self actualization). Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas tidak dapat dipenuhi maka dapat menimbulkan masalah sosial. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan bagi seorang manusia dialiminya praktis sejak ia dilahirkan didunia. Dia akan mengalami bagaimana cepatnya ia memperoleh pertolongan dari bidang maupun dokter pada saat bergelut untuk survive setibanya ia didalam fana ini. Dalam perkem-bangan selanjutnya iapun akan dihadapkan pada banyak pengalaman tentang bagaimana kebutuhan-kebutuhannya dapat terpenuhi. Dari seorang ibu yang ia kenali sebagai mekhluk pertama yang menyediakan hubungan mesra dan kasih saying tak pernh habis-habisnya ia mengalami bagaimana enaknya memperoleh puting susu ibunya begitu ia menangis untuk pertama kalinya, sebaliknya ia bisa mengalami kejasian yang sebaliknya yakni pengalaman yang mungkin ia alami sepanjang masa bagaimana ia hanya dapat terpenuhi keinginannya untuk menyusu hanya dengan perjuangan sangat keras yakni harus menangis sampai merah biru. Pengalaman-pengalaman itulah yang secara akumulatif membentuk pola sikap dan kepribadian seorang anak. Pada umumnya, manusia dewasa yang normal berkembang dari anak yang berkembang juga. Anak yang normal bisanya mempunyai pengalaman yang tenang, tidak terlampau bergejolak ekstrim, dan kebutuhankebutuhannya dapat terpenuhi secara wajar pula. Unsur pemenuhan kebutuhan sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Salah satu kebutuhan yang sangat tetapi tidak terlihat adalah 31
Bab III Kesejahteraan Anak sebagai Investasi Sumber Daya Manusia
cinta kasih. Cinta kasih alami yang tak pernah habis dan selalu tersedia setiap diperlukan adalah cinta kasih orang tua, khususnya ibu. Oleh karenanya anak-anak yang tidak mempunyai orang tua, baik ibunya ataupun ayahnya (lebih-lebih keduanya) mempunyai kecendrungan terbesar untuk mengalami kekurangan dalam masalah emosional. Demikian juga kekurangan material menghambat terpenuhinya kebutuhan fisik. Pemenuhan kebutuhan yang baik adalah yang seimbang dan selaras dan berkesinambungan sehingga semua unsur saling mengisi dan berintegrasi secara utuh. Keseimbangan, keselarasan dan kesinambungan inilah yang tidak terjamin pada golongan penderita masalah sosial. Beberapa masalah sosial yang kita kenali pada dewasa ini adalah antara lain: a. Kemiskinan. b. Keterlantaran, ketunaan sosial dan kecacatan. c. Korban bencana alam dan bencana sosial lainnya. d. Sistem nilai yang berada dalam transisi,yang belum mendukung pembangunan sehingga membuat suatu daerah atau sekelompok masyarakat menjadi rawan, terbelakang, baik dari segi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya maupu keamanan dan ketertiban. Anak-anak terlantar merupakan salah satu masalah sosial yang perlu mendapat prioritas penanggulangan. Keterlantaran anak disebabkan oleh berbagai hal, terutama terhambat perkembangan fisk, psikis, dan sosialnya. Apabila kita tinjau lebih lanjut maka penggolongan anak bermasalah social dapat kita jelaskan sebagai berikut: a. Terhambat asuhannya antara lain anak yang mengalami hal-hal sebagai berikut: Anak tak punya orang tua/meninggal dunia salah satu atau keduanya. Anak yang terlantar (tidak terurus oleh orang tuanya). Anak yang orang tuanya tidak mampu secara material. b. Terhambat kemampuan fisik atau mentalnya, karena kekurangan atau kecacatan tertentu yang dialaminya (anak cacat tubuh, cacat netra, bisu tulis, cacat mental). 32
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
c. Terhambat penyesuaian dirinya dengan lingkungan sosialnya antara lain : Anak-anak yang mengalami masalah tingkah laku, Anak-anak yang melanggar hukum atas putusan hakim. d. Terhambat karena menghadapi ancaman bahaya atau tekanan dari kondisi lingkungan yang tidak sehat, antara lain: Anak-anak yang hidup dalam lingkungan daerah kejahatan, Anak-anak yang hidup dalam daerh pelacuran. Permasalahan anak terlantar di daerah pedesaan tidak begitu terasa menimbulkan masalah, karena disamping ras gotong royong atu kekeluargaan masih sangat tebal, juga system kehidupan social ekonomi agraris trasional didaerah pedesaan mengakibatkan jarang adanya anakanak menganggur, hamper semuanya dapat membantu dan dibutuhkan untuk membantu orang tuanya masing-masing. Akan tetapi lain halnyadengan anak-anak dikota-kota, terutama dikota besar. Dengan sistem kehidupan sosekbudnya yang non agraris dimana terbatasnya lapangan kerja untuk semua anggota keluarga dalam rumah tangga, sarana kegiatan terbatas serta banyaknya waktu terluang yang tidak dapat terisi dengan baik. Bahkn waktu luang yang banyak kadang-kadang diisi dengan hal-hal yang tidak produktif dan kurang terarah bahkan cenderung pada perbuatan negative. Dengan demikian maka jelas bahwa masalah anak terlantar merupakan tantangan yang sangat kompleks, karena berbagai alas an kait mengkait menimbulkan komplikasi masalah. Oleh karena itu, pendekatan penyelesaiannya harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Suatu program yang berjangka panjang yang menyeluruh dan terpadu merupakan pilihan yang rasnya dapat diterima oleh semua pihak, baik secara politis, etis, ilmiah maupun professional, karena sesungguhnya pembangunan manusia seutuhnya memang tidak dapat dilakukan secara sepotongpotong. 33
Bab III Kesejahteraan Anak sebagai Investasi Sumber Daya Manusia
Wajar bangsa Indonesia yang telah berusaha secara mendasar memprogramkan Pembangunan Nasional yang bertahap, simana semua unsur kebutuhan manusia Indonesia setahap demi setahap diperhatikan dan diberikan alokasi yang wajar. Kebutuhan fisik seperti sandang, pangan, sumber pendapat, kesempatn kerja, kesehatan, pendidikan, seni budaya pembinaan generasi muda, pembinaan wanita, industry, perdagangan, kesejahteraan sosial dan lain-lain secara menyeluruh telah memperoleh pertihatian. Hal itu menunjukan bahw masala-masalah social memang merupakan tantangan nasional yang mempunyai banyak segi dan kaitan ganda, yang penanggulangannya harus dilaksanakan secara demikian juga. C. Berbagai Upaya Mewujudkan Kesejaheraan Anak Sesuai dengan pokok permasalahannya, maka perwujudan kesejahteraan anak tidak dapat diwujudkan oleh satu kegiatan tunggl apalagi oleh satu instansi saja. Tugas pelaksanaan usaha kesejahteraan anak harus merupakan program makro yang meliputi berbagai aspek dan memenuhi segala kebutuhan anak untuk berkembang. Program-program khusus yang berbentuk mikro seperti Panti Asuhan dan lain-lain hendaknya merupakan unsur yang tak terlepas dari pada usaha makro tersebut, sehingga hasil akhir dari segala usaha tersebut benar-benar berwujud kesejahteraan anak secara kuat. Suatu upaya perwujudan kesejahteraan anak yang berorientasi pada kebutuhan anak dapat kita simak dalam wujud usaha pemerintah maupun swasta dalam bidang kesejahteraan anak ini. Pemerintah melalui berbagai kementriannya telah mengusahakan berbagai pelayanan kesejahteraan anak. Pelayanan ini mencakup tenggang waktu yang sangat panjang, yakni menjangkau jauh sebelum seorang anak dilahirkan. Kita lihat bahwa dengan program Keluarga Berencana dilengkapi dengan Balai Kesehatan Ibu dan Anak telah menggarap kesejahteran khususnya segi kesehatan anak semenjak anak didalam keadaan konsepsi. Titik pusat issuenya adalah tiap anak yang lahir haruslah anak yang diinginkan, jai bukan anak yang tidak diidamkan oleh orang tuanya, bukan 34
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
anak yang lahir tidak sengaja. Hal ini sangat penting, karena akan mempengaruhi pembentukan jiwa dan kepribadian anak apabila dasar kehadirannya adalah bukan atas kehendak dan keinginan orang tuanya. Pelayanan kesehatan bagi anak-anak yang belum lahir, dilanjutkan sampai setelah lahir disediakan pelayanan Kesehatan serba guna berupa PUSKESMAS dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan pendidikan, agama, sosial, Nakertrans dan lain-lain mengadakan usaha-usaha pembinaan Kesejahteraan Anak dalam bentuk pembinaan Generasi Muda. Melayani kebutuhn persekolahan, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar sampai Universitas. Demikian juga Agama menjaga perkembangan Anak dalam segi kehidupan rohaninya, dengan menyelenggarakan Pendidikan Agama berupa Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah dampai Perguruan Tingginya,disamping pengadaan dan pembinaan kegiatan beragama baik Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan lain-lain diseluruh Indonesia. Pelayanan sosial bergerak dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak-anak yang mengalami masalah sosial, seperti anak-anak terlantar, anak-anak cacat, serta pembinaan generasi muda dengan fokus khusus pembinaan kesadaran dan tanggung jawab sosial. Berbagai uapaya kesejahteraan sosial untuk melayani kebutuhan anak-anak tersebut terwujud dengan kegiatan Panti Asuhan, Panti Penitipan Anak, Panti Sasana Rehabilitas Penyandang Cacat, Panti Sasana Rehabilitas Cacat Mental, Panti Sasana Rehabilitas Cacat Tubuh, Bina Karya Lika Karang Taruna, pengadaan Pekerja Sosial Sukarela, untuk Kesejahteraan anak, dan lain-lain. Disamping lembaga-lembaga pelayanan tersebut juga dilaksanakan program-program lain seperti Bimbingan dan pengembangan Kesejahteraan Masyarakat, Pembinaan Pebimbing Sosial Masyarakat. Pembinaan Swadaya Sosial Masyarakat, Pembinaan Peranan dan Fungsi Wanita, Bantuan Penyantunan Sosial Anak dan Taruna, Pembinaan Karang Taruna, Bantuan dan Penyantunan Anak Terlantar, Bantuan dan Penyantunan Keluaraga dan Remaja, Bantuan Penyantunan Para Cacat, Bantuan Penyantunan Korban Narkotik, Bantuan dan Penyantunan Bekas Hukuman, dan lain-lain sebagainya, satu dan lain sangat erat hubungannya 35
Bab III Kesejahteraan Anak sebagai Investasi Sumber Daya Manusia
dengan upaya peningkatan kemampuan berfungsinya keluarga untuk mencapai taraf hidup yang lebi baik bagi golongan keluarga miskin sehingga dengan demikian dapat membantu anak-anaknya mencapai perkembangan kepribadiannya yang wajar. Khususnya mengenai sarana Panti Asuhan sebagai slah satu cara mewujudkan usaha kesejahteraan social anak-anak terlantar akan dibicarakan dalam Bab selanjutnya. Panti Asuhan dapat dikatakan sebagai salah satu cara, karena memang banyak cara-cara yang dapat ditempuh dalam upaya perwujudan kesejahteraan nak disamping Panti tersebut. Cara-cra lain yang kenal sampai sekarang adalah penitipan anak (day care centre), penitipan/ asuhan anak dalam keluarga-keluarga asuh, penitipan anak dalam keluarga asalnya (home care).
36
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
BAB IV
PELAYANAN SOSIAL TERHADAP ANAK-ANAK TERLANTAR
Seseorang anak dapat dikatan terlantar bila kebutuhan pokoknya tidak dapat dipenuhi dengan memuaskan sedemikian rupa sehingga menggangu tumbuh kembangnya anak mencapai kedewasaan kepribadiannya. Anak terlantar yang demikian menjadi kewajiban begara, baik pemerintah maupun masyarakat sendiri. Dalam masyarakat Indonesia yang berazaskan jiwa keagamaan dan sikap kegotong royongan, praktek pemberian bantuan kepada anak-anak terlantar dan kaum fakir miskin telah berlangsung sejakdahulu kala dan masih berlaku sampai saat ini, meskipun dalam kadar dan bentuk yang berbeda-beda. Pola perkembangan kegiatan pemberian bantuan kepada anak-anak maupun orang –orang dewasa terlantar berjalan spontan, seolah-olah tanpa suatu konsepsi yang digariskan sebelumnya. Hal ini ada benarnya pada kebanyakan kegiatan masyarakat. Sedangkn kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah agak berbeda. Samapi sat ini, pola kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagian besar masih bersifat karitas, dimana dasar berpijaknya adalah pemenuhan kewajiban agama dari pihak pemberinya. Dalam kegiatan yang bersifat karits ini orang bekerja tas dasar panggilan kewajiban agama dari para pelaksananya. Jadi motivasinya adalah tercapainya ganjaran dialami kelanggengan, yakni masa setelah meninggal dunia. Ganjaran tersebut dapat berupa pengakuan keimanan seseorang, perasaan terbebas dar ancaman hukuman akhirat, terbebas dari api neraka, maupun ganjaran kehidupan sorgawi yang didambakan oleh setiappemeluk agama. Di dunia, ganjaran terbesar tercapainya kepuasan batin. Terbebas dari mental atas 37
Bab IV Pelayanan Sosial Terhadap Anak-anak Terlantar
kewajiban keagamaan, pengakuan sosial yang diterimanya didunia sebagai pemeluk agama tertentu. Oleh karena itu, tujuan obyektif dari bantuan yang diberikan tidak selalu konsisten dan obyektif dipandang dari sudut sipenerima bantuan. Bagi suatu kegiatan yang berdasarkan karitas, semata-mata, maka bukan penyelesaian masalah dari si tertolong yang penting dan menempati urutan prioritas utama, tetapi adalah hasil pertolongan tersebut bagi peningkatan nilai si pemberi pertolongan (dihadapan tuhan) lah yang menjadi prioritas utama. Apakah suatu pertolongan akan dapat meningkatkan kemandirian seseorang dihari depannya, apakah suatu pertolongan bahkan akan merusak akhlak sipenerima bukanlah soal yang utama. Pokok utama ialah bagaimana seseorang dapat terbebas dari kewajiban keagamaan untuk memberi sedekah kepada sesama umat. Hal inilah yang sering kita lihat akibatnya pada anak-anak kecil yang pada hari-hari tertentu berbondong-bondong mengemis secara rutin tanpa perubahan apapun selama bertahun-tahun sereka jalankan pekerjaan tersebut. Namun beruntunglah kita, bahwa kegiatan yang pada mulanya benyak berdasarkan kertas semata-mata lambat laun dapat ditingkatkan menjadi kegiatan sosial yang berdasarkan pada prinsip-prinsip pekerjaan sosial, yakni yang utama menolong orang lain untuk emnolong dirinya sendiri berkat adanya berbagai penyuluhan dan bimbingan social yang diberikan secara periodic tersebar luas keseluruh wilayah R.I. Memang tidak mudah melaksanakan usaha kesejahteraan social yang sebaik-baiknya. Kita selalu harus memilih diantara berbagai situasi dan tantangan yang dihadapi baik berupan tantangan fisik maupun non fisik. Tergantung pada kemampuan kita memilih yang tepat itulah yang membuat kita berhasil atau tidak dalam suatu pekerjaan. A. Masalah dalam Pelayanan Sosial Anak-Anak Dalam usaha apapun manusia harus memilih, karena didepan kita terbentang demikian banyak pilihan yang tersedia. Demikian banyak pilihan yang tersedia, demikian banyak pula batas-batas seseorang boleh memilih. Dalam usaha kesejahteraan sosial, hal itupun terjadi. Sosialkah kita bila memberikan uang kepada mengemis dipinggir jalan? Tak diberi, ia mungkin 38
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
kelaparan dan bisa mati, diberi mungkin menyebabkan sipengemis menjadi keenakan dan selalu mengulangi perbuatannya, membuatnya malas bekerja dan tergantung kepada pemberian orang sehingga melanggar tujuan pekerjaan sosial sendiri. Dalam hal ini boleh dikatakan bahwa banyak dilemma dalam usha kesejahteraan sosial, dan juga denagn juga sendirinya dalam usaha kesejahteraan anak. Menurut Kadushin, suatu dilemma timbul oleh karena adanya kebutuhn untuk memilih satu dari dua buah alternatif yang sama-sama seimbang, sama-sama menarik atau sama-sama tidak menarik. Memilih yang satu berarti menyingkirkan yang lain. Memuaskan alternatif pertama mengandung arti menolak yang lain. Kita pun tak mungkin tidak memilih, kita harus menentukan dan bertindak atas sebuah alternatif yang manapun juga. Sebagaimana telah disinggung dalam permulaan bab ini di atas maka kita harus menentukan sikap member pertolongan atau tidak, menjaga mutu atau jumlah, menurut hati nurani atau etik profesi, dan lain-lain. Masalah dilemma dalam usaha kesejahteraan anak dalam berbgai bentuk. 1. Dilemma umum: Dilemma umum timbul karena kenyataan bahwa kita, lebih sering, tak dapat berbuat satu macam perbuatan saja, dalam mengerjakan sesuatu yang menurut pendapat kita perlu, kita temukan bahwa kita, tanpa dihindari, mengerjakan hal lain yang sebenarnya tidak kita maksudkan ataupun yang sebenarnya tidak sengaja hendak kita kerjakan. Banyak akibat-akibat yang merusak dan tak terpekirakan sebelumnya yang terjadi merupakan hal-hal yang tak terpisahkan dari pada paket tugas tersebut. Mengerjakan sesuatu yang baik berarti bersedia menerim yang buruk sebagai resiko sosial yang diperhitungkan. 2. Dilemma antara hak-hak orang tua dengan hak anak-anak. Dilemma yang terjadi antara memenuhi hak-hak anak-anak dan hakhak orang tua secara adil makin mendesak. Kita mengenal juga hak anak-anak untuk memperoleh asuhan yang berkesinambungan dalam situasi telah terjalinnya hubungan psikologis yang memuaskan antara anak dengan orang tua angkat. Apabila hak 39
Bab IV Pelayanan Sosial Terhadap Anak-anak Terlantar
anak ini dipenuhi, maka ada kemungkinan merugikan hak orang tua kandung, karena meskipun ia menyerahkan anaknya untuk dirawat oleh orang lain pada waktu keadaannya melarat dan tak berdaya, namun sekarang keadaannya sehat, memungkinkan dan bersedia dengan sepenuh hati untuk merawat anaknya kembal. Sama halnya dengan hak anak adopsi untuk memperoleh informasi tentang orang tua kandungnya. Ini akan merugikan hak orang tua kandung (yang telah dengan susah payah merelakan anaknya untuk diadopsi), dari gangguan yang datang dari anaknyatersebut. Demikianlah sama halnya dengan hak kelompoknya dengan cara member prioritas penempatan dalam kelompoknya terlebih dahulu, sehingga memperlambat hak anak untuk memproleh penempatan permanen sedini mungkin. 3. Dilemma antara hak-hak anak dengan kebutuhan anak. Dilemma yang timbul di sini ialah bahwa kita dalam memenuhi hak-hak anak melalaikan kebutuhan-kebutuhanya. Contohnya adalah dalam Panti Asuhan, sebagaiman yang ditulis oleh Mayer dan Pearson. Bagaimana, seandainya, untuk pertumbuhan seorang anak remaja yang baik membutuhkan lingkungan yang baik pula. Tetapi si anak menolak lingkungan tersebut, dan memilih lingkungan lainnya yang lebih ia sukai. Bila kita turuti si anak (dengan tujuan memenuhi haknya) berarti melalaikan kebutuhannya akan lingkungan pertumbuhan yang baik untuk kepentingannya, sebaliknya memaksaan lingkungan yang baik kepadanya berarti memperkosa hak-haknya. Demikianlah timbul masalah yang sama antara hak anak-anak secara individual dengan hak anak secara kelompok, antara hak masyarakat dengan hak anak (bolehkah anak dimasukkan ke dalam sekolah paksa karena dikhawatirkan mengganggu masyarakat atau berkembang menjadi anak delinkuen) dan lain-lain.
40
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
4. Dilemma antara stabilitas dan inovasi. Anak-anak memerlukan stabilitas dalam lingkungan hidupnya. Mereka perlu jaminan rasa aman, bahwa apa yang terjadi besok kurang lebih sama dengan apa yang ada sekarang. Namun stabilitas sering segera menjadi kolot, prosedur yang ada dan telah lama berjalan tidak lagi mampu menjawab persoalan yang timbul, sekarang. Karenanya perlu perubahan, perlu ketidak stabilan. Dilemma yang timbul dalam pengasuhan anak-anak adalah bagaimana kita menjaga agar kondisi lingkungan tetap stabil, tetapi juga dapat berubah menurut keinginan kita; jadi ditambahkan dengan sengaja perubahan-perubahan berencana sebagai tambahan dari pada perubahan-perubahan yang terjadi secara tidak berencana. 5. Dilemma antara individualisasi dengan standardisasi. Agar dapat beroprasi secara efektif, maka tiap fasilitas asuhan anak perlu standardisasi, betapapun kecilnya fasilitas tersebut. Sifat anarki dari suatu individulisasi berlawanan dengan sifat organisasi manapun. Karenanya, tiap standardisasi umum, apa yang mungkin paling baik untuk individu. Waktu tidur, bangun pagi, makan bersama, peraturan menggunakan pesawat TV, dan lain-lain semuanya merupakan pembatasanpembatasan umum terhadap keinginan-keinginan, naluri dan pilihanpilihan individual. Ada dilemma dalam memenuhi kebutuhan perorangan dalam konteks situasi dimana dibutuhkan suatu uniformitas. 6. Dilemma antara pelaksana yang efesien dan pelaksana yang selektif. Dilemma ini masih terkait dengan ukuran. Selektif optimum mengandung arti bahwa asuhan anak hanya mengambil anak-anak yang mempunyai sfat-sifat sesuai dengan persyaratan dan program lembaga. Seleksi yang demikian dapat mengakibatkan kosongnya tempat dan mengurangi pendapatan, dilihat dari biaya tetap yang harus terus menerus dikeluarkan. Pelaksana tugas yang tidak efisien mengundang kritik dari 41
Bab IV Pelayanan Sosial Terhadap Anak-anak Terlantar
pada donor. Menerima anak-anak yang tidak memenuhi persyaratan berarti melawan ketentuan yang telah digariskan namun hal itu memenuhi persyaratan efisiensi. 7. Dilemma antara efisiensi dan keadilan. Kita selalu dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber bantuan. Akhir-akhir ini kita mulai menerima kenyataan ini sebagai kebenaran. Hal ini menimbulkan dilemma antara pelaksana yang efesien dengan pelaksanaan yang memenuhi rasa keadilan. Ada pilihan antara menyediakan pelayanan kepada semua tanpa memperdulikan kemampuanmereka untuk menggunakan bantuan tersebut sebaikbaiknya, atau memilih klient yang menampakkan tanda-tanda yang menjamin bahwa bantuan tersebut akan membawa perubahan yang baik. Untuk menerima seluruhnya dapat berarti bahwa pada akhirnya sedikit saja manfaat yang memadai dari pada pelaksanaan tugas tersebut. Intake yang selektif dapat meniadakan secara tidak adil pelayanan bagi seseorang yang membutuhkan, sekedar untuk menjamin dilaksanakannya pelayanan yang efektif bagi sejumlah orang-orang lain secara terbatas. 8. Dilemma antara kuantitas dan kualitas Apabila kita menentukan standard terlampau tinggi dalam melaksanakan pekerjaan, apabila kualifikasi yang diminta untuk memperoleh izin bagi suatu lembaga terlalu berat, maka akan sulitlah bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang dibutuhkan. Penerapan atas standard asuhan keluarga yang tinggi dengan cara yang kaku dapat menimbulkan akibat terlampau sedikitnya keluarga asuhan yang bersedia. Ragam studi kasus intendif yang dikehendaki dari karya professional yang baik dapat ditangani. Menawarkan pelayanan yang lebih intensif bagi seorang klien dapat berarti mengingkari hak klien lain untuk memperoleh pelayanan yang dibutuhkan.
42
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
9. Dilemma antara anak-anak secara menyeluruh dengan keahlian yang dispesialkan. Ada satu dilemma antara kebutuhan untuk memberikan pelayan kepada seorang anak secara menyeluruh atas segala permasalahan yang dialaminya dengan kebutuhan untuk memberikan pelayanan keahlian yang bersifat spesialisasi bila seseoarng menghendaki ketrampilan pelayanan yang paling baik. Pandangan keseluruhan atau pandangan generalist menganggap seorang pekerja social harus mengerti serba sedikit tentang keseluruhan tugas dan kebutuhan sosial seseorang dan mampu serba sedikit menangani tugas yang berbeda beda dengan berbagai ketrampilan yang berbeda. Untuk memenuhi semua atau sebagian besar kebutuhan-kebutuhan anak suatu badan sosial harus mempunyai sumber bantuan yang cukup luas ragamnya. Tetapi untuk mempelajari bermacam-macam prosedur yang berbeda-beda berarti seseorang tak dapat diharapakan mampu melaksanakannya dengan suatu keahlian yang tak terbantah; waktu yang dilimpahkan untuk berbagai macam masalah berarti seseorang hanya diberi kesempatan terbatas untuk menggunakan keseluruhan ilmunya pada suatu bidang tertentu. Untuk menjadi case worker, groupworker dan community organizer pada suatu saat yang bersamaan dengan bergitu banyak teknik intervensi seperti yang ada sekarang ini memungkinkan suatu pendekatan komprehensif, tetapi hal itu berarti bahwa mau tidak mau harus diterima bahwa orang tersebut lebih kurang trampil pada tiap satusatu pendekatan dari pada seseorang yang mengabdukan seluruh waktunya pada suatu pendekatan tetentu saja. Masalahnya berasal dari pandangan bahwa segala sesuatu saling berhubungan. Seseorang anak diletakan dalam satu matrik sosial yang komplek, yang seluruh unsur-unsurnya menyangkut dirinya. Suatu keahlian siminta untuk mengambil salah satu unsur dari matrik tersebut untuk diperhatikan khusus. Meskipun gejala ini adalah multidimensional, keahlin meminta untuk lebih bersifat dimensi tunggal. Dan kita dorong kepada keahlian ini tidak hanya oleh tuntutan profesionalisme (bahwa kita lebih tahu dari orang lain manapun tentang beberapa aspek keadaan 43
Bab IV Pelayanan Sosial Terhadap Anak-anak Terlantar
manusia dan dapat berintervensi secar lebih kompeten dari pada siapapun untuk mengerjakan suatu keadaan disfungsi pada keadaan manusia) tetapi oleh kebutuhan akan pertanggung jawaban yang terusmenerus. Pertanggungan jawab dan keahlian adalah merupakan antiteti dari pandangan holistik yang menerima tanggung jawab atas ank secara keseluruhan. 10. Dilemma antara memenuhi kebutuhan bagian-bagian kelompok konsumen dengan kebutuhan sistem asuhan anak terpadu. Adalah suatu keluhan yang masuk akal bahwa system kesejahteraan anak merupakan suatu satuan kecil, otonom, yang disusun sepotong-sepotong dan menjengkelkan serta sekaligus membingungkan. Ada juga keluhan bahwa banyak daerah tidak terjangkau pelayanan ini karena tak ada badan yang melaksanakan-nya. Di A.S ada badan-badan sosial untuk katolik, protestan, dan yahudi, sedangkan dibutuhkan juga badan sosial yang dapat melayani golongan kulit hitam, Indian, turunan Spanyol, dan lagi diharapkan agar semua badan sosial yang melayani golongan tersebut dapat beroperasi menurut standard dan prosedur yang memungkinkan diperhatikannya kepentingan khusus golongan-golongan tersebut. Kedua keluhan terebut tentang perbedaan dan pelayanan yang tidak mencukupi bagi golongan etnis dan ras dapat dibenarkan. Namun, sukar untuk melihat bagaimana sulitnya bergerak kearah yang satu akan berarti bila hal ini kegagalan menyelesaikan kesulitan pada arah lain. 11. Dilemma antara hak memperoleh informasi dengan janji kerahasiaan. Lebih dari yang sudah-sudah terdapat konsesus bahwa klien mempunyai hak untuk melihat rekaman kasusnya sendiri. Sekolah, dan badan sosial dan lembaga asuhan anak, bila ditantang, dapat diminta untuk membolehkn anak atau keluarganya membaca rekaman kasusnya. Pada pihak lain, kita meminta dengan hormat segala bentuk komunikasi dari para ahli tentang persepsi dan assesmen mereka terhadap klien kita 44
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
suatu komunikasi yang sebelumnya terjamin kerahasiaannya. Jaminan kerahasiaan menghilangkan keraguan para ahli bukan saja untuk berbagai penemuannya-penemuannya dengan kita, tetapi juga kejeliannya, intuisinya dan tebakan-tebakannya yang telah terlatih dan mengalami pendidikan secara profesional sering berguna dalam mengubah kita kearah apa yang kita inginkan untuk menolong klien. Menghapuskan janji kerahasiaan mengijinkan kita memuaskan tuntutan klien yang benar untuk memperoleh informasi hal itu juga membuat komunikasi kurang berguna dan kurang menolong karena para ahli menjadi lebih berhati-hati dalam apa yang ia lihat. Bila kita lihat apa yang disekitar kita sekarang, maka kiranya dilemma yang telah disebutkan diatas juga sepenuhnya benar dalam situasi kita. Bahkan kitapun dapat menambah beberapa dilemma yang juga memaksa kita untuk berfikir lebih keras, yakni apakah kita dahulukan upaya pembangunan menyeluruhdari pada kesejahteraan anak atau menolong mereka yang sementara ini benar-benar dalam keadaan membutuhkan pertolongan; apakah kita mendahulukan daerah perkotaan yang lebih menantang keadaannya atapun pedesaan dimana sebagian masyarakat Indonesia justru hidup didalamnya; apakah kita tumpahkan bagian anggaran yang besar kepada usaha pertolongan kepada mereka yang termasuk golongan menderita yang belum tentu jelas kelanjutannya, atau untuk emndirikan sekolah-sekolah keahlian lebih dahulu yang jelas akan menghasilkan secara konkritdimasa datang. Apabila kita bertemu dengan dilemma yang demikian, maka kita harus kembali kepada falsafah hidup kita, yakni pancasila beserta peraturan perundang-undanganyang berlaku dalam masyarakat kita. Hal ini sangat perlu karena apapun dan bagaimanapun segala perilaku dan perbuatan kita harus bersumber dan mendasar diri pada warna dasar sosial budaya masyarakat kita,kepada siapa segala pelayanan social kita tujukan. Di sinilah perlunya kita mempunyai gagasan dan pemikiran yang cukup jauh jangkauannya disamping juga harus dapat menyaring suatu gagasan smpai sejauh mana gagasan tersebut dapat berlaku dalam konteks sosial budaya kita. 45
Bab IV Pelayanan Sosial Terhadap Anak-anak Terlantar
B. Panti Sosial: Suatu Pilihan Karena Sejarah, Kebutuhan dan KeterBatasan Alternatif Panti Sosial adalah suatu nama kelompok bagi segala Panti yang tujuan dan fungsinya menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial bagi golongan yang bermasalah sosial. Hal itu penting untuk membedakannya dari panti-panti non sosial seperti Panti Wisata, Panti Kesehatan, Panti Busana, Panti Hias, Rias, Pnti Pijat Tradisional, dan lain-lain. Adapun sebagai nama kelompok, Panti Asuhan dapat diperinci lebih lanjut dalam jenis-jenisnya menurut sifat dan fungsinya yang disandangnya seperti Panti Wreda untuk kaum wrea (lanjut usia), Panti Asuhan untuk anak-anak terlantar Panti Rehabilitasi untuk para cacat ataupun para tuna sosial dan lainlain. Dalam metode pelayanan sosial kita dapat bedakan antara pelayanan dalam Panti dan pelayanan diluar Panti atau pelayanan non panti. Panti Sosial mulai berfungsi di Amerikan pada abad ke 18 pada masa terjadinya industrialisasi yang berbuntut kemelaratan pada buruh-buruhnya sebagai salah satu akibat buruk sistem pengupahan yang tidak merata. Untuk mengatasi kemelaratan, dan orang-orang yang tak mapu karena berbagai sebab diadakanlah “almshouse” atau rumah miskin, yang sesuai dengan pola Inggris merupakan poros usaha kesejahteraan sosial pda masa itu. Untuk beberapa dasarwasa rumh-rumah miskin ini tetap menjadi urusan pemerintah local, otonom, dan tidak mengenl differensiasi, tetapi karena makin lama makin nyata bahwa beberapa pelayanan menjadi terlampau mahal maka dibentuklah lembaga-lembaga negara untuk bertanggung jiwab atas golongan penduduk yang “mengalami ketergantungan, delinkuen dan kriminal” Negara bagian Virginia mendirikan Rumah Sakit untuk orang gila pada tahun 1773, Kentucky rumah untuk bisu tuli 1822, Ohio rumah tuna netra 1837 dan Massachusetts rumah untuk anak-anak delinkuen dan terbelakang pada 1848. Di Indonesia, khususnya Jakarta, Panti Sosial tertua barangkali adalah Panti Asuhan Pa V/d Steur, menyusul kemudian St.Vincentius. dari golongan islam, Panti Asuhan muslim didirikan pada tahun dan Panti Asuhan yang sifatnya umum adalah Putra Setia. Panti-Panti Asuhan tersebut didirikan pada zaman 46
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
penjajahan belanda. Setelah masa indonesi merdek banyak lagi Panti-Panti Sosial berdiri baik Panti Asuhan, Panti Werda maupun Panti-Panti Khusus yang merawa dan merehabilitasi golongan masyarakat yang menderita. Karena sejarah yang lama itulah, yang ternyata paling berkesan bagi masyarakat karena kejelasan eksistensinya, kemudahan manajementnya, kedekatan kontrolnya dan faktor lainnya, maka Panti Sosial tetap merupakan salah satu pilihan yang tidak mudah terhapus oleh sistem yang lain. Panti Sosial juga merupakan kebutuhan yang relatif paling mudah didapat. Untuk masyarakat awam Panti Sosial bukan barang yang terlampau asing. Bagi mereka komplikasi prosedur dalam memperoleh suatu bantuan merupakan hal yang paling tidak disukainya. Pengalaman mereka dengan Panti biasanya memenuhi hasrat kemudahan ini, terutma di Jakarta. Bagi masyarakat menyelenggarakan Panti Asuhan bukan masalah yang terlampau sulit, karena biasanya tidak ada satupun pihak yang kontra terhadap ide diadakannya Panti Sosial didaerah, bahkan biasanya mereka mendapat dorongan yng lumayan besar. Mereka dapat mulai dengan sebuah pondok yang kecil, dengan penghuni beberapa orang dan dengan dapat barangkali untuk sementara bisa disatukan dirumah pengurus. Bahkan kadang-kadang samapi timbul anggapan bahw pekerjaan sosial identik dengan Panti, tanpa Panti gerak usaha pekerjaan Sosial tidak kelihatan. Sejarah dari pekerjaan sosial selalu terkait dengan masalah kemiskinan. Kemiskinanlah yang telah membesarkan pekerjaan sosial, sehingga manjadi suatu profesi yang diakui oleh dunia. Ini tidak berarti bahwa pekerjaan sosial tidak berusaha menghilangkan kemiskinan, tetapi berarti bahwa eksistensinya pekerjan sosial selalu menolong orang yang sedang menderita. Penderitaan yang kelihatan adalah pnderitan fisik. Penderita fisik inilah yang paling terasa dan terlihat dimata umum, karena dengan penderita tersebut masyarakat akan dinilai kemampuannya dalam kesadaran dan tanggung jawabnya terhadap warga. Bagi kelompok masyarakat yang menjaga gengsi sosialnya, maka akan berusaha turut sert membantu penanggulangan masalah sosial tersebut dengan berbagai upaya. Upaya yang paling mudah dan paling dibutuhkan untuk orangorang yang sedang menderia secara fisik adalah memberikan penampungan 47
Bab IV Pelayanan Sosial Terhadap Anak-anak Terlantar
dan makan dalam suatu tempat inilah yang selanjutnya berkembang menjadi Panti. Adapun kegiatan usaha kesejahteraan sosial lainnya seperti konsultasi kunjungan sakit, pemberian stimulans, beasiswa dan lain-lain belum begitu terkenal dan belum begitu terasa kebutuhan dikalangan awam, meskipn dalam perkembangan masyarakat yang nantinya tidak lagi terjerat dalam kekurangan fisik usaha-usaha kesejahteraan sosialseperti itu merupakan porsi pekerjaan yang justru lebih besar.
48
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
BAB V
PANTI ASUHAN
A. Pengertian Salah satu dilemma yang timbul dalam masalah pelayanan anak-anak terlantar adalah dengan cara apa pelayanan akan diwujudkan. Dengan cara perpantiankah (institutional care) atau non pantiankah (non institutional care). Untuk mengkaji kedua caraterebut baiklah kita lihat komponen masng-masing dan dengan membandingkan keduanya kita akan sampai pada kesimpulan yang mana diantaranya yang bisa kita pilih sebagai alternatif terbaik pada saat dan kondisi sekarang ini. Pengertian Panti Asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam menemukan kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak-anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi, perkembangankepribadiannya sesuai dengan yang diharapakan. B. Tujuan Tujuan Panti Asuhan ialah memberikan pelayan berdasarkan pada profesi pekerjaan sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka kearah perkembangan pribadi yang wajar serta kemampuan ketrampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang hidup layak penuh tanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya maupun masyrakat. Jadi Panti Asuhan adalah suatu tempat untuk memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerjaan sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka kearah perkembangan pribadi yang wajar, 49
Bab V Panti Asuhan
sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab dalam lingkungannya. C. Sifat Pelayanan Panti Asuhan Pengertian mengasuhdan membina untuk ewujudkan suatu pribadi sebagaimana yang disebutkan dalam tujuan Panti Asuhan mengandung artian yang sangat luas, karena aspek kepribadian seorang manusia mempunyai banyak muka. Apabila tugas Panti Asuhan demikian luasnya, maka merupakan suatu tugas yang sangat berat. Padahal Panti Asuahn biasanya hanya merupakan suatu sarana oengganti orang tua yang secara alamiah merupakan yang bertanggung jawab atas tumbuh kembangnya kepribadian seorang anak, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Singgih Gunarsa, “orang tualah yang bertanggung jawab memperkembangkan keseluruhan eksistensi si anak”. Panti Asuhan hadir karena adanya suatu gangguan dalam mekanisme pengembangan anak dengan cara yang normal dan ideal ini. Gangguan tersebut bisa berupa hilangnya sama sekali kedua orang tua atau salah satunya dari anak tersebut, ketidak mampuan orang tua karena berbagai sebab untuk mengasuh anak, atau hal-hal lain sehingga si anak terpaksa mengalami keterlantaran baik dari pemeliharaan fisik, emosional maupun sosial. Kehadiran Panti Asuhan memang sebagai salah satu jawaban terhadap masalah kesejahteraan yang sudah lama menjadi perhatian manusia. Dalam Agama Islam kita mengenal kewajiban untuk memelihara anak yatim piatu bahkan memprioritaskannya dari masalah lain. Dalam surat Al Mau’n ayat 1, 2 dan 3 menggambarkan konsep kesejahteraan islam yang praktis: “apakah engkau mengetahui orang-orang yang mendustakan agama? Jika engkau belum mengetahuinya maka itulah orangorang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan menusia untuk memberikan makan kepada orang yang miskin” jelas disitu disebut bahwa perilaku memperhatikan atau tidak terhadap anak yatim menjadi ukuran keimanan seseorang. Karena keadaan itulah maka fungsi Panti Asuhan pun harus dapat menggantikan fungsi orang tuanya sendiri, umpamanya fungsi pelayanan fisik, permakanan, kelengkapan rumah tangga, pendidikan formal dan displinnya. Namun pada segi-segi lain mungkin kurang yakin pada hal-hal yang menuntut hubungan emosional individual yang intensif. 50
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Sehubungan dengan sifat-sifat perawatan yang menjadi tugas Panti Asuhan maka dapat dikatakan bahwa sifat tugas Panti Asuhan hendaknya mencerminkan segala kepentingan. Kepentingan-kepentingan yang harus terwakili adalah kepentingan anak-anak sebagai titik sentra, kepentingan masyarakat dan bangsanya sebagai pemberi amanah dan kepentingan badan sosial yang menjadi sumber bantuan Panti Asuhan itu senridi. Ketiga kepentinga tersebut hendaknya dapat terwadahi secara terpadu, sehingga pada pelaksana asuhan yang riil tidak lagi terlihat sama sekali kepentingan siapakah yang saat itu sedang dipenuhi. Kepentingan anak yang dimaksud di atas ialah; pemeliharan tubuh dan jiwanya dari kerusakan karena keterlantarannya, pengembangan jiwa dan inteleknya serta ketrampilannya, sert kebutuhan emosionalnya. Kepentingan masyarakat menyangkut perlunya anak dikenalkan dan dibiasakan hidup dalam norma-normasosial yang benar, sopan, dan sosial. Kepentingan Badan Sosial diwujudkan dalam tat administrasi yang rapih dan cermat serta benar, sikap management yang kompak, supel dan hemat. Mengingat bahwa sifat keterlantaran dari si anak umumnya sangat komplek maka sifat pelayanannyapun seyogyanya bersifat pelayanan ganda (multiple services) sesuai dengan tingkat keterlantaran dan penyebabnya. Dengan itu dimaksudkan bahwa sifat pelayanan dalam panti seyogyanya mengandung sifat: 1. Preventif. 2. Rehabilitative, kuratif, depresif. 3. Supportif. 4. Promotif, developmental. 1. Pelayanan preventif disini simaksudkan agar pemantian seorang anak juga sekaligus bisa mencegah meningkatkan dan berkembangnya masalah itu, sehngga anak terhindar dari komplikasi lebih jauh. Disamping itu juga mencegah kerusakan keluarga dari lingkungan anak dari kesulitan-kesulitan lebih lanjut. 2. Pelayanan kuratif dan rehabilitative depresif akan meliputi kegiatan untuk mengusahakan penyembuhan dan pemecahan masalah yang dialami anak 51
Bab V Panti Asuhan
asuh dimana dalam pelaksanaannya semaksimal mungkin anak diikut sertakan dalam proses pemecahan masalah, khususnya bagi anak yang sudah dapat serta diajak berunding. Hal ini semata-mata dimaksud agar keputusan yang diambil dalam pemecahan masalahnya, anak dapat ikut bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam langkah langkah usaha pemecahan masalahnya. 3. Supportif, yakni kegiatan-kegiatan atau aktivitas Panti sengan memperkuat karakter anak, membantu pemulihan vitalitas keluarga untuk mengurus anak-anaknya, dan lain-lain sehingga dapat meningkatkan mutu atau kwalitas pelayanannya; 4. Promotif developmental (pengembangan yakni kegiatan atau aktivitas Panti yang bertujuan membentuk dan membangun anak menjadi manusia berkepribadian mantap sesuai dengan nilai-nilai hidup pancasila. Selain itu mengembangkan menggali sumber baik didalam maupun diluar Panti Asuhan semaksimal mungkin dalam jangka yang lebih luas yakni sebagai bagian dari kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial. Setelah kita ketahui sifat pelayanan Panti maka selanjutnya perlu diketahui sistem usaha dan sistem pelayanannya. Berdasarkan pengalaman selama ini maka sistem pelayanan Panti Asuhan dapat diklafikasikan ke dalam tiga macam golongan yakni. a. Sistem asuhan berbentuk asrama (dormitory). b. Sistem asuhan berbentuk keluarga (cottage). c. Sistem asuhan semi cottage (semi keluarga). a. Sistem asuhan berbentuk asrama (dormitory). Panti Asuhan dengan sistem asrama ini berarti anak-anak asuh dikelompokan dalam jumlah yang besar dan mereka di tempatkan pada satu bangunan berbentuk asrama. Di dalam asrama ini tokoh ayah dan ibu diwakili oleh satu atau beberapa petugas yang berfungsi sebagai tokoh orang tua. Dalam sistem ini memang mengandung beberapa kelemahan antara lain kurang intensifnya serta kurang meratanya pengawasan dan 52
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
bimbingan individual yang diberikan kepada anak anak sehingga dapat mengurangi identitas kepribadian anak. Dengan demikian situasi kekeluargaan juga kurang efektif akan tetapi keuntungan dari pada sistem asuhan ini antra lain: 1) Daya tamping anak cukup banyak. 2) Staff dan keluarga asuh tidak terlalu banyak diperlukan. 3) Biaya relative murah. b. Sistem asuhan berbentuk keluarga (Cottage). Panti asuhan sebagai lembaga yang berfungsi memberikan pelayanan pengganti, akan selalu berusaha agar tercapai tingkat pewajaran arti diusahakan sedemikian rupa sekaligus akan mendekati suasana keluarga, sehingga anak asuh akan merasa sebagai anak yang tinggal dalam kehidupan keluarga sendiri. Dalam pemikiran inilah maka dapat dikembangkan sistem asuhan berbentuk asrama menjadi sistim keluarga asuh (Sistem Cottage). Dari sistem ini diharapkan anak asuh dapat menerima perhatian dan kasih saying secara wajar dari keluarga asuh dengan harapan peran sosialnya dapat dijalankan dengan baik, anak bergaul dengan teman dengan rasa aman tanpa adanya rasa rendah diri demikian pula pergaulan dengan masyarakat sekitarnya dapat berjalan dengan wajar. Dalam pelaksanaannya selama ini beberapa anak asuh (8 sampai 10 tahun) ditempatkan pada keluarga asuh dalam sebuah rumah (Cottage) tersendiri, dikelola oleh keluarga yang berfungsi sebagai pengganti orang tuannya. c. Sistem Asuhan Semi Cottage. Sistem ini pada hakekatnya merupakan penggabungan antara sistem asuhan berbentuk keluarga dengan sistem asuhan berbentuk asrama. Dalam realisasinya dilaksanakan dengan mempertimbangkan segi keterbatasan biaya dan sarana fasilitas disatu segi, sedang disegi lain tetap diusahakannya tujuan Panti Asuhan sebagai pengganti orang tua anak asuh. Artinya dalam hal-hal tertentu digunakan sistem keluarga 53
Bab V Panti Asuhan
misalnya pada kegiatan belajar, tidur, pendekatan anak, sedangkan dalam soal mandinya, makannya, cucinya masih dengan sistem asrama. Pelaksanaan sistem pelayanan panti asuhan selama ini dapat digolongkan kedalam dua jenis. 1) Panti Asuhan dengan sistem pelayan tertutup (Closed system type). 2) Panti Asuhan engan sistem terbuka (Opened System type). Dalam sistem pelayanan tertutup maka pelayanan hanya diberikan kepada anak asuh dan sama sekali tidak diberikan kesempatan kepada masyarakat, demikian pula pergaulan dengan masyarakat dibatasi dimana partisipasi warga masyarakat sekitarnya dalam kegiatan pelayanan panti asuhan tidak Nampak, kalaupun ada sangat terbatas. Artinya semua fasilitas pelayanan panti asuhan hanya diberikan/diperuntukan bagi anak asuhan dari panti yang bersangkutan saja. Dengan kata lain sistem ini kurang memberikan kebebasan kepada anak asuh dalam hal pergaulannya dengan masyarakat. Dalam sistem pelayanan terbuka ini dimungkinkan pertisipasi secara timbalbalik dengan masysrakat sekitarnya baik dalam hal penggunaan fasilitas maupun sistem pelayanan yang diberikan saling mengisi. Sehingga si anak tidak merasa terasing dengan masyarakat sekitarnya, demikian pula masyarakat tidak begitu asing dengan panti asuhan dan anaknya. D. Fungsi Pelayanan Panti Asuhan Pada hakekatnya Panti Asuhan dalam prakteknya mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Sebagai Pusat Pelayanan Kesejahteraan Anak. 2. Sebagai Pusat Informasi dan Bimbingan Kesejahteraan Anak. 3. Sebagai Pusat Pengembangan Ketrampilan.
54
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
1. Sebagai Pusat Kesejahteraan Anak Menurut fungsi Panti Asuhan sebagai Pusat Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak adalah sebagai berikut: a. Pengembangan Fungsi menitik beratkan pada keefektifan pelaksanaan peranan anak asuh, tanggung jawabnya kepada anak asuh dan atau orang lain, kepuasan yang diperolehnya karena kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Pendekatan ini lebih menekankan pada pengembangan anak potensi dan kemampuan anak asuh untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan situasi dan kondisi serta norma-norma hidup masyarakat lingkungannya. b. Perlindungan Fungsi perlindungan ditujukan untuk menghindarkan anak dari keterlantaran, perlakuan kejam, dan eksploitasi orang tua. Fungsi perlindungn ini juga diarahkan kepada keluarga-keluarga dalam rangka peningkatan kemampuan keluarga untuk mengasuh anak dan melindungi keluarga dari kemungkinan perpecahan. c. Pemulihan/penyantunan Fungsi pemulihan/penyantunan ditujukan untuk mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak asuh. Fungsi ini mencakup suatu kombinasi dari berbagai keahlian, teknik dan fasilitas-fasilitas khusus yang ditujukan guna tercapainya pemeliharaan fisik, penyesuaian sosial dan psikologis, penyuluhan dan bimbingan pribadi maupun kerja, latihan kerja serta penempatannya. d. Pencegahan Fungsi pencegahan ini ditekankan pada intervensi terhadap lingkungan sosial anak asuh yang bertujuan disatu pihak dapat menghindarkan anak dari pola-pola tingkah laku yang sifatnya menyimpang dilain pihak mendorong lingkungan sosial untuk mengembangkan pola-pola tingkah laku yang wajar. 55
Bab V Panti Asuhan
2. Sebagai Pusat Informasi dan Bimbingan Kesejahteraan Anak Dalam jangka panjang Panti Asuhan diharapkan berfungsi sebagai Pusat Informasi dan Bimbingan Kesejahteraan Sosial Anak yang akan melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pengumpulan Data: Yakni berbagai kegiatan yang dilakukan untuk menentukan, menemukan, menghimpun, mengklasifikasikan dan menyimpan secara sistematik yang berkaitan dengan kebutuhankebutuhan masalah-masalah, kemampuan dan peranan-peranan anak dan remaja (yang mengalami keterlantaran). b. Aktif ikut serta membantu pemecahan masalah kerawanan-kerawanan sosial yang terjadi dalam lingkungannya melalui pertemuan kasus didalam maupun diluar panti, seminar-seminar, loka karya dan sebagainya. c. Penyebaran informasi yang berhubungan erat dengan usaha kesejahteraan anak, terutama yang berhubungan erat dengan usaha kesejahteraan anak, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pelayanan dan sumber-sumber pelayanan yang terdapat didalam masyarakat dimana Panti Asuhan tersebut berada. Penyebaran informasi ditujukan untuk: Penyempurnaan kebijakan-kebijakan dan program-program bidang pelyanan kesejahteraan anak. Penyempurnaan pelaksanaan kesejahteraan anak, baik didalam maupun diluar panti. Pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesejahteraan anak terutama perguruan-perguruan tinggi (penelitian-penelitian ilmiah, penyusunan skripsi dan sebagainya). Peningkatan kesadaran, tanggung jawab, dukungan dan kesempatan bersama warga masyarakat terhadap usaha-usaha kesejahteraan anak, baik secara perorangan, berkelompok maupun melalui organisasi-organisasi soSial. 56
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
3. Sebagai Pusat Pengembangan Ketrampilan Juga dalam jangka panjang Panti Asuhan diharapkan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi keluarga dan masyarakat dalam perkembangan kepribadian anak dan remaja. Sebagai lembaga yang memberikan pelayanan kepada anak dan remaja melalui pelayanan pengganti, Panti Asuhan melaksanakan: a. Pendidikan dan latihan ketrampilan didalam dan diluar Panti. b. Pengembangan yang bertujuan untuk menumbuhkan usaha ekonomis produktif secara embrional. Pengembangan ketrampilan bagi anak dan remaja ditekankan kepada peningkatan penghargaan terhadap kerja, kepercayaan pada siri sendiri dan kreaivitas. E. Prinsip-prinsip Pelayanan Panti Asuhan Di dalam rangkaian usaha pertolongan dan perlindungan menuju kesejahteraan soSial, kesejahteraan anak-anak telah menjadi bagian yang penting. Mengapa? Karena anak-anak pada hakekatnya adalah sumber potensi manusia untuk meneruskan kelestarian suatu bangsa generasi demi generasi. Dengan demikian, usaha kesejahteraan anak-anak adalah bagian yang cukup menentukan dalam pengadaan generasi-genarasi penerus yang berkualitas. Oleh karena itu, setiap usaha kesejahteraan anak harus berfokuskan pada kepentingan anak dan kepentingan bangsa secara keseluruhan, dan pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip yang telah diakui secara universal. Prinsip-prinsip termaksud adalah: Prinsip-prinsip Umum: 1. Bahwa setiap anak pada hakekatnya mempunyai hak untuk hidup (the Declaration of Human Right). 2. Bahwa anak adalah makhluk sosial, oleh karena itu segala bentuk pelayanan terhadap anak harus sesuai dengan norma-norma dan kaidah-kaidah kemanusiaan. 57
Bab V Panti Asuhan
3. Bahwa dalam rangka usaha pelayanan kesejahteraan anak perlu diperhatikan maksud dan tujuan pelayanan anak melalui Panti Asuhan. 4. Setiap usaha pelayanan anak perlu memahami dan mengerti masalahmasalah yang dihadapi yakni latar belakang anak yang diasuh/dilayani. 5. Setiap usaha pelayanan sosial anak perlu mempelajari terlebih dahulu situasi dan kondisi lingkungan dimana Panti Asuhan itu akan didirikan, karena faktor lingkungan juga ikut berperan dalam proses pencapaian tujuan Panti Asuhan. 6. Bahwa setiap usaha pelayanan sosial anak perlu diperhitungkan sarana-sarana/fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk mencapai tujuan Panti Asuhan itu sendiri. 7. Bahwa faktor manusia pelaksana usaha-usaha pelayanan anak merupakan faktor penentu dama pencapaian tujuan Panti Asuhan oleh karenanya perlu diperhatikan persyaratan bagi petugas pelayanan sosial anak. 8. Bahwa pelayanan dalam Panti Asuhan adalah merupakan pelayanan pengganti yang seharusnya diapat oleh anak-anak dikeluarganya, oleh karennya pelayanan Panti Asuhan semaksimal mungkin harus diusahakan sama atau mendekati pelayanan dalamkeluarga, terutama dalam segi hubungan orang tua dengan anak. 9. Bahwa Panti Asuhan adalah Badan Sosial yang tidak mencari keuntungan material, akan tetapi lebih dititik beratkan pada keuntungan-keuntungan yang adil an makmur. Prinsip-prinsip Khusus Disamping prinsip-prinsip umum diatas, maka perlu juga dikenal adanya prinsip-prinsip khusus yang langsung berkaitan dengan kebutuhan anak yang dilayani dalam Panti Asuhan. 1. Setiap anak memerlukan makan, pakaian, perlindungan, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, bermain, bergaul dan bersenang-senang. 2. Setiap anak memerlukan pemenuhan kebutuhan emosional seperti; kebutuhan akan kasih saying, perasaan aman, perasaan dihargai dan diterima. 58
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
3. Setiap anak memerlukan bentuan sosialisasi yang merupakan suatu proses pengenalan dan internalisasi nilai-nilai hidup kemasyarakatan kedalam diri si anak. 4. Setiap anak memerlukan pemenuhan kebutuhan dan pengembangan intelektual, spiritual dan sosial secara wajar. 5. Setiap anak memerlukan acuan dan pengembangan pola-pola sikap dan tingkah laku, dan terlindung dari sikap dan tingkah laku yang merugikan. 6. Setiap anak membutuhkan identitas, harga diri pribadinya dalam hubungannya dengan orang lain, dan tahu tempatnya dalam masyarakat. 7. Setiap anak memerlukan bantuan untuk melaksanakan interrelasi dengan orang lain baik dengan lingkungan keluarganya, kerabat serumah, teman sebaya, dalam sekolah, ketetanggaan maupun dalam masyarakat secara menyeluruh; sehingga mampu mejadikan dirinya manusia sosial. Setelah kita kenali berbagai komponen dari pada Panti Asuhan yang kurang lebih ideal, maka baik kiranya kita menengok pada keadaan yang sebenarnya, yakni situasi dan kondisi Panti Asuhan yang ada pada saat sekarang ini. Dengan demikian kita dapat menilai hal-hal apakah yang perlu dikembangkan dan hal apa yang harus ditinggalkan, agar ideal type dari Panti Asuhan kita nanti benar-benar bercermin pada kebutuhan dan kepribadian kita sendiri serta berdasarkan pada kemampuan riil kita. F. Pelaksanaan Panti Sosial Dalam bab terdahulu kita telah bahas mengenai gagasan dan kerangka teoritis mengenai pelayanan sosial kepada anak-anak terlantar, khususnya pelyann pelayanan melalui Panti Asuhan. Demikian juga telah dikemukakan tentang tujuan, sifat serta fungsi Panti Asuhan disamping juga prinsip-prinsip umum dan khusus yang perlu diperhatikan.
59
Bab V Panti Asuhan
Dalam sub bab ini akan kita bahas bagaimana pelaksanaan dari pelayanan sosial melalui Panti Asuhan diwujudkan, khususnya mengenai syaratnya dan pengorganisasiannya. Tentang dua hal tersebut, maka pedoman Panti Asuhan dari Departemen Sosial memberikan petunjuk sebagai berikut: 1. Tentang Syarat-syarat Mendirikan Panti Asuhan Persyaratan pendirian Panti Asuhan sebagai lembaga kesatuan kerja dibidang kesejahteraan sosial meliputi: a. Pembentukan, pendirian, penyelenggaraan harus memper-hatikan dan melaksanakan ketentuan yang ada serta peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Memiliki sumber dana untuk membiayai kehidupan panti. c. Penyelenggaraan Panti Asuhan oleh swasta harus berada dibawah lingkup organisasi/badan sosial yang bergerak didalam usahausaha kesejahteraan sosial dan terdaftar pada Departemen Sosial. d. Sesuai dengan fungsinya sebagai Panti Asuhan maka pelayanan yang diberikan harus bersifat kontinyu, berencana dan teratur sesuai dengan sasarannya. e. Mempunyai kelengkapan untuk keperluan akomodasi, perkantoran, pendidikan/latihan, tempat ibadah yang memenuhi syarat kesehatan serta memiliki peralatan untuk keperluan itu. f. Mengusahakan adanya tenaga tehnis menurut lingkup kegiatannya antara lain yang terdiri dari tenaga ahli dibidang pekerjaan sosial, psikologi, paedagogi, psikologi dan kesehatan. g. Mengasuh sekurang-kurangnya 30 orang anak terlantar,hal ini terutama bagi Panti Asuhan swasta yang ingin mengjukan subsidi kepada pemerintah. Perbandingan banyaknya petugas : a. Untuk petugas tehnis sekurang-kurangnya berbanding 1 (satu) tenaga dengan 10 (sepuluh) anak asuh (1:10) b. Untuk kegiatan-kegiatan administrasi jumlah petugas disesuaikan dengan kebutuhan. 60
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
c. Didalam rangka usaha pembinaan Panti Asuhan diwajibkan mengirimkan laporan secara kontinyu kepada departemen sosial. 2. Pengorganisasian Panti Asuhan Kalau kita ingin melihat Panti Asuhan sebagai suatu lembaga kesejahteraan yang berhasil, maka sangat diperhatikan suatu organisasi yang jelas dan baik. Beberapa pertanyaan operasional perlu dijabarkan secara jelas, antara lain: a. Apa tujuan mendirikan Panti Asuhan? b. Apa tugas pokok Panti Asuhan? c. Apa fungsi Panti Asuhan? d. Bagaimanakah menjabarkan fungsi-fungsi tersebut kedalam suatu struktur organisasi kerja? e. Bagaimanakah hubungan kerja antara fungsi tersebut? f. Bagaimanakah personalia dan perlengkapan disusun? g. Bagaimanakah anggaran untuk melaksanakan kegiatan tersebut disusun? a. Tujuan Panti Asuhan: Tujuan melalui Panti Asuhan adalah untuk memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerjaan sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka kearah perkembangan pribadi yang wajar serta kemampuan ketrampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat. b. Tugas Pokok: Tugas pokok Panti Asuhan adalah melindungi anak-anak yang terlantar dari keterlantaran selanjutnya dan merehabilitasi anak terlantar yang disebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan baik fisik, psikologik, maupun sosialnya disebabkan oleh berbagai faktor. 61
Bab V Panti Asuhan
c. Fungsi Panti Asuhan: Fungsi panti asuhan ialah memberikan pelayanan dan asuhan pengganti orang tua/keluarga, oleh karena orang tua/keluarga aslinya tidak ada atau tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pelindung dan pengasuh anak-anak tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. d. Struktur Organisasi: Setelah fungsi tersebut jelas, perlu disusun pembagian tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh Panti Asuhan dalam suatu struktur organisasi dengan memperhatikan tujuan, tugas pokok dan fungsi tersebut diatas. Dalam penyusunan struktur organisasi tersebut perlu pula diperhitungkan beban kerja, volume kegiatan dan kesinambungan kegiatan itu sendiri. Adapun stuktur organisasi Panti Asuhan menurut pedoman Panti Asuhan dari Departemen Sosial adalah sebagai berikut: 1. Kepala. 2. Urusan Tata Usaha. 3. Urusan Teknis, terdiri dari: a. Unit identifikasi/pemeliharaan, b. Unit asuhan, c. Unit penyaluran. Yang tugas dan tnaggung jawabnya adalah sebagai berikut: a. Kepala: panti bertanggung jawab atas terselenggaranya pelayanan sosial dalam panti. b. Urusan Tata Usaha bertanggung jawab untuk melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, urusan keuangan serta urusan dalam. c. Unit Identifikasi bertugas menyusun perencanaan pelayanan dan pemeliharaan fisik, d. Unit Asuhan bertugas melaksanakan asuhan, pendidikan, pembinaan mental spiritual dan latihan ketrampilan. 62
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
e. Unit penyaluran melaksanakan kegiatan penyaluran dalam masyarakat baik penyaluran kerja maupun penyauran lain. e. Personalia: Dalam melaksanakan tugas-tugas dan fungsi Panti Asuhan diperlukan tenaga-tenaga: 1. Struktural, 2. Non sturktural (staff), 3. Fungsional. Tenaga struktural adalah pejabat/petugas yang akan melaksanakan tugas-tugas pimpinan unit-unit organisasi dalam panti seperti tersebut diatas. Tenaga fungsional adalah tenaga-tenaga professional yang bertugas melaksanakan fungsi-fungsi bimbingan dan pembinaan serta ketrampilan kerja anak asuh antara lain pengasuh, pekerja sosial, pendidik dan sebagainya. Sedoman Panti Asuhan memberikan petunjuk-petunjuk singkat tentang syarat-syarat tenaga pengasuh/keluarga asuh sebagai berikut: 1) Keluarga lengkap terdiri dari sepasang suami istri yang terikat pada perkawinan yang sah dan mempunyai keturunan. 2) Jumlah anak kandung yang tinggal didalam panti asuhan maksimal sebanyak 3 (tiga) orang sedangkan jumlah anggota keluarga seluruhnya maksimal sebanyak 7 (tujuh) orang. 3) Ayah atau ibu sebagai kepala keluarga pengasuh/keluarga asuh berpendidikan minimal Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP). 4) Telah memiliki pengetahuan dasar maupun pengalaman dibidang pekerjaan sosial. 5) Memiliki, sikap, tingkah laku yang mendukung kegiatan pelayanan dalam Panti Asuhan serta memiliki dedikasi (pengabdian) terhadap anak. 6) Mengetahui dan memahami seluk beluk penanganan terhadap anak terlantar. 63
Bab V Panti Asuhan
7) Memahami betul tugas dan kewajiban sebagai pengasuh / keluarga asuh. 8) Sehat jasmani dan rohani. 9) Menandatangani dan mentaati perjanjian sebagai keluarga asuh dengan pihak penyelenggata/pimpinan Panti Asuhan. Ini berlaku bagi Panti Asuhan Pemerintah yang menyelenggarakan sistem asuhan cottage. Adapun tugas dan kewajiban pengasuh/keluarga asuh adalah: 1) Bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial bagi anak. 2) Memahami masalah-masalah yang dialami anak asuh dan berusaha memberikan bantuan pemecahannya dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia baik didalam maupun diluar Panti Asuhan. 3) Memahami proses pelayanan anak dalam Panti Asuhan sebaga suatu totalitas dan mampu menggunakan keahliannya untuk meningkatkan kesejahteraan anak asuh. 4) Mampu menggunakan secara maksimal segala fasilitas yang diterimanya sebagai keluarga asuh untuk peningkatan pelayanan anak. 5) Melaksanakan berbagai jenis pencatatan yang berhubungan dengan proses pelayanan anak asuh. 6) Mengikuti kegiatan-kegiatan rutin maupun insedental naik didalam mapun diluar Panti Asuhan yang berkembang dengan pelayanan anak. 7) Mengatur kehidupan seluarga sedemikian rupa sehingga anak asuh dapat merasa aman tentram didalam tanggung jawab asuhnya. f. Sarana, Peralatan, dan Perlengkapan: Setelah kita mengetahui persyaratan & personalia bagi petugas Panti Asuhan maka perlu pula diperhitungkan sarana-sarana atau perlatan yang diperlukan bagi terselenggaranya Panti Asuhan. 64
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Adapun besarnya, jumlanya dan macamnya sarana yang diperlukan tergantung pada beberapa faktor antara lain: 1) Jumlah anak asuh yang akan diasuh. 2) Jenis Panti Asuhan yang didirikan. 3) Kemampuan finansil/dana yang tersedia. 4) Tujuan yang ingin dicapai. Menurut Pedoman Panti Asuhan yang diterbitkan oleh Departemen Sosial, maka untuk 30 orang anak adalah sebagai berikut: Sarana 1. Tanah: 1 ha 2. Pembangunan untuk Panti Asuhan yang melaksanakan sistem asuhan berbentuk asrama dengan kapasitas 30 orang anak diperlukan bangunan sebagai berikut: a. Asrama seluas 240 m2 b. Kantor seluas 80 m2 c. Lokal kegiatan 120 m2 d. Gedung serba guna (Aula) 150 m2 e. Rumah Pimpinan (type C) 70 m2 f. Rumah penjaga (type D) 36 m2 g. Dapur dan ruang makan 120 m2 h. Garasi 20 m2 i. Tempat ibadah 64 m2 j. Gardu jaga 25 m2 k. Gudang 48 m2 l. Rumah pengasuh 50 m2
65
Bab V Panti Asuhan
Bangunan untuk Panti Asuhan yang melaksanakan sistem cottage dengan kapasitas 30 orang anak diperlukan jumlah bangunan sebagai berikut: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis Bangunan Gedun Kantor Gedung Serba Guna/Aula Lokal pendidikan Cottage Rumah type D. Rumah Type C. Rumah Type E. Tempat Ibadah Garasi Gudang Peralatan Gardu Jaga Lapangan Olahraga
Jumlah 1 1 1 3 1 1 4 1 1 1 1
Luas (m2) 120 250 100 120 50 70 36 50 40 36 4
Keterangan Gedung Kantor Berukuran 120 m2 meliputi a). Ruang Pimpinan b). Ruang Pekerja Sosial c). Ruang Petugas Tehnis d). Ruang Petugas Administrasi F). Ruang Sidang/Opration room G). Ruang Gudang i) . Kamar Mandi (WC) j). Dapur Lapangan olahraga: bulu tangkis, basket, volley ball kalau mungkin sepak bola. Rumah type D, E untuk petugas panti; rumah type C untuk pimpinan
Keterangan: Saran tersebut diatas diperuntukan bagi Panti asuhan pemerintah sedangkan bagi panti asuhan swasta disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah/lingkungan setempat serta kemampuan pengurus/penyelenggara. (Contoh daerah bangunan dapat dilihat pada lampiran V). Prasarana Prasarana suatu Panti Asuhan terdiri dari: 1. Peralatan, meliputi: a. Peralatan kantor. b. Peralatan asrama. c. Peralatan pendidikan, olah raga, kesenian dan rekreasi. d. Mobilitas. e. Peralatan tempat ibadah. f. Papan nama. 2. Fasilitas lain: a. Air. b. Penerangan. c. Telepon. 66
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
d. Exterior (jalan lingkungan, taman, saluran airdan lainlain). Keterangan: Jenis prasarana tersebut diatas sangat ideal untuk suatu panti asuhan baik yang menggunakan sistem asrama maupun sistem cottage. Untuk Panti Asuhan Pemerintah pelaksaannya diarahkan kepada tercapainya kelengkapan tersebut sedangkan bagi Panti Asuhan pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat serta kemampuan penyelenggara. g. Pembiayaan. a. Sumber pembiayaan P.A pemerintah: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. b. Sumber pembiayaan P.A Swasta : 1. Dari Yayasan/Organisasi penyelenggara. 2. Subsidi baik dari pemerintah Pusat maupun Daerah. 3. Bantuan dari donator tetap maupun insidentil. 4. Hasil-hasil usaha Panti Asuhan sendiri. 5. Bantuan pihak-pihak lain yang tidak mengikat. h. Anggaran/Pembiayaan: Langkah selanjutnya yajni masalah anggaran/pembiayaan. Dalam masalah pembiayaan penyelenggaraan Panti Asuhan beberapa elemen penting perlu diperhatikan antara lain: 1) Dana yang tersedia harus mencukupi peling tidak untuk waktu 1 tahun hal ini penting jangan sampai mendirikan Panti Asuhan akan tetapi untuk member makan anak-anak saja masih harus mencari, hal ini akan dapat menimbulkan keterlantaran yang lebih parah lagi bagi si anak yang diasuh apabila dana yang tersedia tidak mencukupi. 2) Adapun biaya-biaya yang diperlukan akan menyangkut aspek antara lain: a) Sarana bangunan. b) Sarana keperluan air, listrik/penerangan, dan lain-lain. 67
Bab V Panti Asuhan
c) Sarana pengasramaan yakni makan, pakaian, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain. d) Sarana pendidikan, baik disekolah maupun luar sekolah. e) Sarana kegiatan-kegiatan pengisian waktu terluang seperti: Kesenian Olahraga Ketrampilan Kesehatan f) Sarana pembinaan mental spiritual. g) Sarana personil/karyawan termasuk gaji & jaminannya. h) Kegiatan lain-lain yang diprogramkan. 3) Sumber Pembiayaan: a) Sumber pembiayaan P.A Pemerintah adalah Anggaran Pendapat dan Belanja Negara yang setiap tahun diterbitkan sebagai Undang-undang; atau anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bagi P.A. Pemerintah Daerah. b) Sumber Pembiayaan P.A. Swasta,didapat dari: Dari Yayasan/Organisasi penyelenggara. Subsisdi baik dari pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Bantuan dari Donatur tetap maupun insdental. Hasil-hasil usaha Panti Asuhan sendiri. Bantuan pihak-pihak lain yang tidakmengikat. G. Management Panti Asuhan Management Panti Asuhan sebagai suatu ketrampilan dalam melaksanakan kegiatan pencapaian tujuan perlu diterapkan. Dengan semakin berkembangnya dan kompleksitasnya kegiatan Panti Asuhan dengan berbagai macam jenis permasalahan yang digarapnya maka diperlukan adanya management yang baik. 68
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Untuk dapat melaksanakan management Panti Asuhan perlu kiranya dimengerti terlebih dahulu pengertian management itu sendiri beserta fungsinya. 1. Pengertian Management Pengertian Management secara umum adalah kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggerakan orang lain didalam organisasi. Dari pegertian tersebut diatas apabila kita teliti maka akan terdapat paling tidak Lima implikasi dalam praktek antara lain: a. Pada dasarnya didalam organisasi terdapat dua kelompok manusia yakni para karyawan yang bertugas melaksanakan kegiatankegiatan operasional dan kelompok pimpinan. b. Kedua, bahwa didalam organisasi semakin tinggi kedudukan dalam suatu organisasi maka seseorang semakin menjadi generalis, sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi ia akan menjadi spesialis. c. Ketiga, semakin tinggi kedudukan seseorang semakin dituntut kemampuan berfikir secara konsepsional strategis, dan makro. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang didalam organisasi akan dituntut kemampuan berfikirsecara operasionaltaktis-mikro. d. Keempat apabila dilihat dari segi produktifitas, maka semakin tinggi kedudukan seorang dalam organisasi, maka semakin sukar untuk mengukur produktifitas, oleh karena teoritas semakin banyak menggunakan waktu untuk berfikir bukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional. e. Kelima, seorang manager yang baik ia akan gembira apabila bawahannya lebih mampu dari padanya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional oleh karena dengan demikian ia akan dapat lebih memusatkan perhatian pikiran dan tenaga serta kemampuannya pada hal-hal yang menuntun kemam-puan konsepsional yang tinggi. 69
Bab V Panti Asuhan
Selanjutnya apabila ingin kita tinjau lebih jauh pengertian management didalam operasionalnya, maka dapat terlihat apakah lihat ada tidaknya ciri-ciri sebagai berikut: a. Organised activities: terdapat adanya kegiatan-kegiatan yang diorganisasikan. b. Good/Objectives: terdapatnya tujuan yang jelas. c. The pattern of author and responsibility artinya pola wewenang atau tanggung jawab. d. Adanya hubungan kerja baik yang bresifat human maupun non human. e. Adanya dacis on makin atau pengembalian keputusan. f. Adanya kegiatan-kegiatan melalui orang lain. g. Adanya Lendership yakni terdapatnya kemungkinan yang jelas. Dari penjelasan tersebut di atas kiranya sudah jelas apa yang dimaksud dengan management. Selanjutnya yang menjadi masalah ialah apakah fungsinya management pada Panti Asuhan? Mengenai fungsi management ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 2. Fungsi Management Panti Asuhan: Guna dapat mengarahkan dan mengendalikan sekelompok orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja sama untuk mencapai suatu tujuan-tujuan yang telah ditentukan dengan berbagai persyaratan, prinsip dan norma-normanya, maka setiap orang yang memimpin atau melaksanakan management harus melakukan fungsi-fungsi tertentu. Sedangkan fungsi-fungsi management dapat dibedakan antara fugnsi yang bersifat organik dan fungsi yang bersifat pelengkap. Fungsi organic adalah fungsi yang mutlak harus dilaksanakan, artinya apabila fungsi-fungsi ini tidak dilaksanakan, maka pencapaian tujuan dari organisasi itu tidak akan tercapai atau hasilnya tidak atau kurang sesuai dengan tujuan semula atau gagal. Sedangkan fungsi pelengkap adalah fungsi atau kelompok kegiatan pendukung yang kalau tidak dilaksanakan, maka hasil yang dicapai 70
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
akan kurang sempurna tetapi bila dilaksanakan akan lebih meningkatkan efesiensi dan efektifitas contohnya misalnya penyediaan ruang kerja, pembinaan pembibingan dan lain-lain. Mengenai fungsi-fungsi management ini berbagai sarjana memberikan pengertiannya yang berbeda-beda antara lain: HENRY FAYOL : Planning, organizing, commanding, coordinating, dan controling KOONTZ : Planning, organizing, staffing, directing, control. TERY : Planning, organizing, actuating, control. Luther Gulsch : Terkenal dengan POS CORS (Planning, Organizing, Staffing, Directing Coordinating, Reporting and Budgeting). Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan perumusannya, namun apabila dipelajari hal itu tidaklah bersifat prinsipil karena dalam asensinya tidak ada perbedaan dengan kata lain dari berbagai rumusan dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya setiap aktivitas management akan selalu terdapat fungsfungsi antara lain: a. Perencanaan: yaitu pemikiran rasional berdasarkan faktor-faktor atau pembinaan-pembinaan yang mendekati kebenaran sebagai persiapan untuk tindakan-tindakan kemudian. b. Pengorganisasian yakni pembagian tugas/kerja dan wewenang. c. Penggerakan yakni kegiatan-kegiatan untuk membuat orangorang supaya suka dan dapat bekerja. d. Pengawasan yaitu kegiatan-kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki kemudian dan mencegah terulangnya kembali kesalahan-kesalahan, begitu juga mencegah sehingga pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan. Selanjutnya setelah kita ketahui fungsi-fungsi management baik yang bersifat organik/pokok maupun fungsi pelengkap maka persoalanselanjutnya ialah bagaimanakah penerapan fungsi-fungsi management tersebut dalam pelaksanaannya untuk Panti Asuhan. 71
Bab V Panti Asuhan
Panti Asuhan sebagai badan sosial/organisasi sosial yang merupakan kesatuan kerja mempunyai struktur organisasi, status fungsi, tujuan, program kerja dan anggaran rumah tangga serta memiliki ciri-ciri umum organisasi sosial sebagai berikut: 1) Tidak bersifat komersil. 2) Merupakan suatu organisasi formil. 3) Dibutuhkan masyarakat. 4) Bukan merupakan usaha pribadi. 5) Berorientasi untuk kesejahteraan manusia. Sesuai dengan sifatnya, maka Panti Asuhan bertujuan mendapatkan nilai-nilai sosial (sosial values) sengan demikian jelas Panti Asuhan tidak bersifat komersil. Selain hal tersebut diatas perlu pula diketahui bahwa apabila kita perhatikan maka latar belakang pendirian Panti Asuhan, maka akan didapatkan spesifikasi Panti Asuhan. Spesifikasi yang dimaksud adalah Panti Asuhan yang didirikan oleh Pemerintah Struktur Organisasinya berdasarkan pada peraturanperaturan tertentu dan dilaksanakan bahwa wewenang pemerintah baik pemerintah pusat, Daerah maupun pemerintah setempat sedangkan pembinaannya dipikul oleh pemerintah yang diambil dari keuangan Negara yang diantaranya didapat dari berbagai macam pajak. Sedangkan Panti Asuhan yang didirikan oleh masyarakat atau swasta biasanya didirikan oleh berbagai macam perkumpulan, organisasi, panitia-panitia, yang biasanya terdiri dari kaum agama, dermawan dan sebagainya. Pada umumnya bukan dari perorangan-perorangan meskipun ada pula satu-dua badan sosial yang didirikan oleh perorangan, tetapi penyelenggaraannya ada ditangan sebuah dewan pimpinan, pengurus atau semacam dengan ini. Pembiayannya dipikul organisasi atau kelompok yang mendirikan badan sosial ini yang pada umumnya didapat dari iuran, donasi, dana atau pendapatan-pendapatan lain secara suka rela dari masyarakat seperti sedekah, derma dan lain-lain. 72
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Setelah diketahui hal-hal tersebut maka fungsi-fungsi management Panti Asuhan dalam realisasinya adalah sebagai berikut. 3. Perencanaan Perencanaan Panti Asuhan pada hakekatnya meliputi berbagai hal. a) Perencanaan menyeluruh yang menjadi tugas dan wewenang Badan yang mengelola Panti Asuhan tersebut. b) Perencanaan terbatas (partial) yang menjadi tugas dari seorang Pimpinan Panti. Perencanaan terbatas pada hakekatnya adalah penyusunan proses maka yang menjadi tujuannya ialah bagaimana mewujudkan cita-cita yang ditetapkan oleh organisasi atasannya (misalnya Pemerintah/ Pemda, Yayasan Sosial, dan lain-lain). Perencanaan ini meliputi hal-hal antara lain sebagai berikut: a) Tujuan yang ingin dicapai dengan memperhatikan: Jenis dan jumlah anak yang akan diasuh. Kemampuan dana yang tersedia. b) Tenaga pelaksana. c) Sarana atau fasilitas yang diperlukn. d) Biaya yang harus diselesaikan. e) Tehnik dan metode yang akan ditetapkan. Perencanaan terbatas ini merupakan penyusunan program berkala, baik harian, bulanan, tahunan maupun lima tahunan. Dalam jangka waktu tertentu selalu harus dievaluasi dibuat penyesuaian yang perlu, sesuai dengan perkembangan yang dialami. Bila seorang merencanakan pembuatan Panti Asuhan, maka disamping harus memperhatikan persyaratan yang telah dikemukakan di muka perlu juga diingat berbagai hal sebagai berikut: a) Sebelum mendirikan, mengelola atau menyelenggarakan Panti Asuhan harus terlebih dahulu diketahui, ipahami dan dihayati terhadap maksud dan tujuan Panti Asuhan, falsafah Panti Asuhan atau hakekat yang sebenarnya dari kehadiran Panti Asuhan itu sendiri. 73
Bab V Panti Asuhan
b) Memahami dan mengerti masalah-masalah yang dihadapi yakni latar belakang anak-anak yang akan diasuh. c) Perlu diperhitungkan sarana-sarana atas fasilitas-fasilitas serta biaya-biaya yang harus diselesaikan untuk terselenggaranya Panti Asuhan secara kontinyu dan tercapainya tujuan Panti Asuhan itu sendiri. d) Perlu mengetahui situasi-situasi dan kondisi-kondisi lingkungan dimana Panti Asuhan itu akan didirikan karena faktor-faktor lingkungan juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan Panti Asuhan. e) Masalah fasilitas tenaga pelaksana harus benar-benar diseleksi, karena akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya mission dari Panti Asuhan. Langkah-langkah yang perlu direncanakan dengan matang adalah: a) Anak-anak yang bagaimana yang akan diasuh dan Panti Asuhan ini. Anak terlantar, Anak yatim piatu, yatim, piatu, cacat, cacat ganda, atau anak-anak yang oleh orang tuanya dititipkan sementara karena dianggap nakal? Berapa akan menampung?. b) Dimana dan apa-apa yang harus disiapkan untuk tempat tinggal Panti Asuhan ini serta lingkungan yang bagaimana yang cocok untuk kehidupan anak. c) Peralatan apa saja yang harus disediakan untuk dapat berlngsungnya kehidupan Panti Asuhan. d) Orang-orang atau tenaga-tenaga pelaksana yang bagaimana yang dianggap sesuai untuk menangani tugas-tugas ini. e) Apabila dilihat dari jenis masalah anak yang akan diasuh maka timbul masalah, macam tugas dan fungsi-fungsi apa saja yang harus dilakukan. f) Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi atau dilengkapi agar Panti Asuhan dapat berfungsi sebagai pengganti sementara orangtua atau keluarga atau anak. g) Bagaimana cara-carapengaturan pemberian pelayanan kepada anak baik untuk makan, pakaian, tidur, pendidikan, rekrasi, 74
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
kedejahteraan, ketrampilan, pergaulan dan pengisian waktu luangnya. h) Siapa-siapa yang akan dijadikan Bapak dan Ibu bagi anak-anak asuhnya serta bagaimana syarat-syarat Bapak/Ibu. i) Masalah pembiayaan melihat dari fungsi dan tugas serta peranan keluarga harus diterapakan di Panti Asuhan, maka akan jelas bahwa segi-segi pembiayaan akan menyangkut semua aspek kebutuhan terhadap keluarga antara lain meliputi biaya-biaya perumahan, makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, jasmaniah dan rohaniah, rekreasi dan pengisian waktu luang. Setelah kita melakukan kegiatan tersebut maka langkah selanjutnya adalah pengorganisasian. 4. Pengorganisasian Pengorganisasian untuk menggerakan, membagi pekerjaan/tugas kepada setiap petugas atau pengurus panti asuhan dengan demikian penggerakan selalu bersangkutan dengan manusia oleh karena itu penggerkan menghendaki kemampuan mengerahkan tenaga, membangkit-kan antusiasme dan membimbing pegawai kearah tujuan yang hendak dicapai oleh Panti Asuhan. Dalam ini kiranya perlu diketahui tujuan panti asuhan itu sendiri dimana tujuan Panti Asuhan itu sendiri yakni mempersiapkan anak-anak agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dapat menghidupi dirinya sendiri dan menjadi anggota masyarakat yang hidup layak dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat dan bangsanya. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari kita dalam hal penyusunan tugas/pembagian fungsi kegiatan harus disesuaikan antara lain dengan: a) Mission/tujuan yang harus selau menjadi pedoman bagi suatu Panti Asuhan itu harus jelas. b) Tugas pokok. c) Pembagian fungsi kegiatan seperti antara lain: 75
Bab V Panti Asuhan
1) Fungsi pengasuh. 2) Fungsi pendidikan. 3) Fungsi penyaluran. 4) Fungsi pembinaan lebih lanjut (after care). d) Beban kerja yang perlu diperhitungkan. e) Prinsip-prinsip organisasi harus diperhatikan antara lain: 1) Prinsip kesatuan tujuan artinya setiap kegiatan harus ditujukan untuk mencapai satu tujuan yang sama. 2) Prinsip efesiensi, yakni bahwa segenap aktifitas harus diusahakan seefesien mungkin dalam arti angka minimal dengan hasil yang maksimal. 3) Prinsip span of management yakni bahwa setiap terbatas Pimpinan jumlah orang yang dapat dipimpin. 4) Prinsip Scalar, yakni bahwa sesuatu wewenang itu dimulai pada suatu tingkatan dan dari sini kemudian dilimpahkan ketingkat lebih bawah. 5) Prinsip pertanggung jawab, yakni bahwa seseorang wajib bertanggung jawab kepada orang/pejabat yang melimpahkan wewenang kepadanya dan bahwa orang yang melimpahkan tidak bisa bebasdari pertanggung jawab terhadp segenap tindakan yang dijalankan oleh orang yang bawahannya dalam hubungan dengan wewenang tersebut. 6) Prinsiparitas pertanggung jawab dengan wewenang yakni bahwa berat pertanggung jawab dengan wewenangnya harus seimbang. 7) Prinsip kesatuan komando, yakni bahwa setiap orang harus menerima perintah dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan perintah kepada satu orang yang sama sehingga terjalin satu komando. 8) Prinsip tingkatan wewenang (authery level), yakni bahwa keputusan-keputusan harus diambil pada satu tingkatan 76
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
tertentu itu harus diteruskan ketingkatan lebih atas untuk diambil keputusan. 9) Prinsip difinisi fungsional, yakni bahwa setiap jabatan jelas tugasnya, baik jelas terhadap jabatan tersebut maupun jelas dalam hubungannya dengan jabatan lamanya. 10) Prinsip balans, yakni bahwa setiap tindakan-tindakan harus selalu serasi/seimbang dalam hubungan dengan keseluruhan efektivitas dari organisasi. 11) Prinsip-prinsip stabilitas, yakni bahwa organisasi harus selalu flexible/menyesuaikan diri berkenaan dengan perubahan-perubahan dari kondisi dan situasi. 12) Prinsip habis tugas, yakni bahwa dalam setiap organisasi maka semua tugas harus berbagai habis serta terampung dalam semua unit-unit kerja. 13) Prinsip kontinuitas, bahwa suatu unit organisasi harus diusahakan adanya kontiunitas kegiatan-kegiatan dengan memperhatikan beban kerja dan volume kegiatan secara rutin. 5. Penggerakan (Actuating). Penggerakan adalah kegiatan management untuk membuat orangorang lain suka dan dapat berkerja. Untuk dapat menggerakan management harus mampu dan trampil menggerkan orang lain. Kemampuan untuk menggerakan orang lain dinamakan kepimpinan (leardership). Kegiatan actuating berarti pula melakukan kegiatan-kegiatan seperti: Motivating : Mengerakan orang dengan member alasan-alasan. Directing : Menggerakan orang dengan memberikan petunjuk-petunjuk dan pengarahan. Leading : Menggerakan orang dengan member contoh-contoh. 77
Bab V Panti Asuhan
Commanding
: Menggerakan orang dengan disertai faktor paksa. Sasaran untuk menggerakan orang antara lain: a. Untuk mendapatkan ketaatan, kepatuhan dan kesedihan untuk mengerjakan tugas-tugas yang dilimpahkan kepada seseorang. b. Didalam pelaksanaan kegiatan Panti Asuhan maka setiap pimpinan asuhan dituntut kemampuannya untuk dapat menggerakan para pengasuh dan petugas lainnya agar apa yang menjadi tujuan Panti Asuhan dapat direalisir dengan sebaik-baiknya. Demikian pula kemampuan setiap pengasuh/ petugas untuk dapat menggerakan/ memotivasi anak-anak asuhnya agar dapat mengikuti pembinaan dan pengarahan serta pendidikan yang seharusnya dimiliki sehingga tujuan dimasukannya ke Panti Asuhan dapat tercapai. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiata management yang menyangkut kegiatan actuating perlu juga diperhatikan adanya sinkronisasi antara tujuan organisasi sebagai keseluruhan serta tujuantujuan pribadi dari para anggota organisasi dalam hal ini para petugas/pengasuh dan Pimpinan Panti Asuhan serta Pimpinan Yayasan maupun anak-anak asuhnya harus sinkron dengan tujuan Panti Asuhan itu sendiri. Mengingat bahwa petugas/pengasuh adalah juga manusia, maka seyogyanya perlu pula diperhatikan kebutuhan para pengasuh sebagai faktor manusia khususnya kebutuhan-kebutuhannya sehingga para pengasuh akan dapat dengan tenang melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada dasarnya kebutuhan setiap manusia menurut Abraham Maslow meliputi beberapa kegiatan antara lain: 1) Kebutuhan Fisciologis (Physciological Neds) antara lain seperti sandang, pangan, dan papan burfat primer. 2) Kebutuhan keamanan (Safety Needs) antara lain meliputi 2 hal : Kebutuhan keamanan jiwa. Kebutuhan keamanan harta. 3) Kebutuhan-kebutuhan sosial (Sosial Needs) antara lain meliputi: 78
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Kebutuhan perasaan diterima. Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal. Kebutuhan akan perasaan dihormati. Kebutuhan akan perasaan ikut serta. 4) Kebutuhan akan prestise. 5) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi bagi para petugas/pengasuh, maka sedikit banyak akan mempengaruhi ketekunan, ketenangan dan prestasi kerja para petugas atau pengasuh dalam menjalankan tugasnya betapapun sulitnya dalam menghadapi anakanak asuhan. 6. Pengawasan Langkah selanjutnya dalam memanage Panti Asuhan setelah dilaksanakan kegiatan-kegiatan Panti Asuhan, maka perlu pula dilakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan dalam pelaksanaan Panti Asuhan diperlukan supaya semua kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan Panti Asuhan tercapai secara efektif dan efesien. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pengawasan diperlukan adanya rencana sebagai ukuran, pedoman dan standard dalam kegiatan pengawasan. Disamping itu perlu adanya perintah pelaksanaan/tugas yang dibuat baik oleh Yayasannya maupun Pimpinan Panti Asuhan, dimana sasaran pengawasan adalah pencegahan dan perbaikan terhadap ketidak sesuaian-sesuaian, perbedaan-perbedaan, kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan dari suatu pelaksanaan tugas. Sedangkan hasil yang ingin dicapai dari pengawasan ialah adanya ketertiban, kerpihan, kebenaran, dan kedinamisan serta tercapainya tujuan/atau rencana yang telah ditetapkan secara efektif dan efesien. Sebagai contoh misalnya suatu ukuran berhasil tiddaknya Panti Asuhan ditentukan dari indicator sebagai berikut: 79
Bab V Panti Asuhan
1) Anak-anaknya mendapat makan, pakaian, tempat tinggal, perawatan dan pendidikan yang cukup menurut tingkat umurnya. 2) Panti asuhan sebagai suatu sarana bangunan tempat anak-anak diasuh di pelihara secara baik, bersih, teratur, nyaman sebagai tempat tinggal, indah sebagai lingkungan hidup. 3) Terdapat nya hubungan yang erat/hangat antara sesama anak dan pimpinan, pengasuh dan anak. 4) Terdapat hubungan yang baik dengan masyarakat lingungannya. 5) Ditata dengan teratur, murah dan menyenangkan. 6) Tidak menangung kesukaran bagi anak-anak yang keluar dari Panti Asuhan sesudah selesai masa asuhannya dan kembali kemasyara-kat. 7) Mempunyai tata tertib dan norma-norma yang ditaati oleh semua pihak bagi anak-anak asuhannya, pengasuh maupun pengurusya. 8) Dan lain-lain. Fungsi pengawasan sendiri adalah antara lain: Mencegah penyimpangan-penyimpangan. Memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan. Mendimanisir organisasi serta segenap kegiatan management lainnya. Mempertebal rasa tanggung jawab. Mendidik tenaga-tenaga pelaksana. Apabila kita teliti lebih lanjut maka ada 2 (dua) prinsip pokok pengawasan, kedua pokok prinsip tersebut ialah: 1) Adanya rencana tertentu (Baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang). 2) Adanya pemberitaan intruksi (Perintah serta wewenang kepada bawahan). Di dalam pengawasan perlu memperhatikan rencana oleh karena rencana merupakan salah satu pegangan atau pedoman dalam pengawasan untuk pekerjaan atau program kegiatan yang sedang dilaksanakan. 80
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Sedangkan fungsi pemberian perintah berhubungan erat dengan fungsi pengawasan, oleh karena pengawasan itu merupakan follow up dari perintah yang dikeluarkan. Apa yang sudah diperintahkan harus diawasi, agar apa yang diperintahkan benar-benar dilaksanakan, pengawasan dapat pula diartikan suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, memulainya dan mengoreksi dengan maksud upaya dilaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Tujuan utama dari pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang di rencanakan menjadi kenyataan. Misalnya dalam panti asuhan merencanaka mengeluarkan 10 anak untuk tiap tahun yang sudah siap kembali ke masyarakat dalam arti dapat berdikari, maka pengawasan mengusahakan agar apa yang menjadi rencana Panti Asuhan itu benar-benar dapat terealisir. Untuk dapat merealisir tujuan utama tersebut pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang sudah dikeluarkan. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan rencana, berdasarkan penemuanpenemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu atau untuk waktu-waktu yang akan datang. Sedangkan prinsip-prinsip lainnya dalam pengawasan antara lain: 1) Dapat mereflektir sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi. 2) Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan. 3) Flexible. 4) Dapat mereflektir pola organisasi. 5) Hemat. 6) Dapat menjamin diadakannya tindakan korektif. Tiap-tiap kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu, misalnya dalam Panti Asuhan, pengawasan terhadap kegiatan pendidikan, pembinaan jasmani dan rohani, pengisian waktu luang dan 81
Bab V Panti Asuhan
lain-lain, masing-masing diperlukan teknik dan sistem pengawasan tertentu. Suatu sistem pengawasan yang efektif harus dapat segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan, sehingga berdasarkan penyimpangan-penyimpangan tersebut dapat diambil tindakan untuk pelaksanaan selanjutnya, agar pelaksanan dalam keseluruhan benarbenar dapat sesuai atau mendekati dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Suatu sistem pengawasan itu efektif, apabila sistem pengawasan itu memenuhi prinsip flexibilitas, artinya bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat digunakan meskipun terjadi perubahan-perubahan diluar dugaan. Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab manusia itula yang melakukan kegiatan-kegiatan dalam badan atau organisasi dalam hal ini organisasi sosial Panti Asuhan. Untuk dapat mengetahui kesalahan-kesalahan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi, sistem pengawasan yang efektif harus dapat segera melaporkan kegiatan-kegiatan yang salah, dimana kesalahankesalahan itu terjadi dan siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan tersebut. Dalam pelaksanaan pengawasan terdapat 4 (empat) dasar penggolong-an jenis pengawasan antara lain: 1) Waktu. 2) Obyek. 3) Subyek. 4) Carapengumpulan faktor-faktor guna pengawasan. Waktu Pengawasan Dapat dibedakan pengawasan prefentif dan pengawasan refrensif. 1) Yang dimaksud pengawasan prefentif ialah pengawasan yang dilakukan sebelum terjadi penyelewengan-penyelewengan atau definition. Jadi diadakan tindakan pencegahan, agar jangan terjadi kesalahan-kesalahan dikemudian hari. 82
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
2) Yang dimaksud dengan pengawasan refrensif ialah pengawasan setelah rencana berjalan. Hasil yang dicapai diukur dengan alat pengukur atau standard yang telah ditentukan terlebih dahulu. Obyek Pengawasan Dalam hal ini obyek pengawasan dapat dibedakan dalam bidang: 1) Hasil. 2) Keuangan. 3) Waktu. 4) Manusia dengan kegiatan-kegiatannya. 5) Dalam bidang pengawasan dapt ditujukan terhadap kwantitas atau kwalitas hasil kegiatan suatu Panti Asuhan. 6) Dalam bidang keuangan, pengawasan dapat ditujukan pada besarnya uang yang dikeluarkan untuk membiayai anak asuh dengan besarnya jumlah anak yang dihasilkan. 7) Dalam bidang manusia dan kegiatan-kegiatannya pengawasan dimaksud untuk mengetahui apakah semua kegiatan Panti Asuhan dilaksanakan sesuai dengan intruksi dan rencana kerja atau tidak. Subyek Pengawasan Artinya harus ada ketentuan-ketentuan siapa-siapa yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk pengawasan, dalam hal ini ada 2 (dua) arah kegiatan pengawasan, yakni: 1) Pengawasan bagi kegiatan-kegiatan interenr Panti Asuhan. 2) Pengawasan bagi kegiatan-kegiatan exterent Panti Asuhan. 3) Pengawasan interen. Yakni pengawasan yang dilakukan oleh pengurus Yayasan terhadap Pimpinan Panti dan Pimpinan Panti terhadap petugaspetugasnya yakni para pengasuh dan pelaksana lainnya. Sifat pengawasan ini formil dan vertikal. 4) Pengawasan extern. Yakni pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang diluar organisasi yang biasa sifatnya informal dalam bentuk sosial kontrol. 83
Bab V Panti Asuhan
Cara pengumpulan fakta-fakta guna pengawasan pengumpulan fakta dapat dilakukan melalui: 1) Observasi. 2) Laporan lisan. 3) Laporan tertulis. 4) Laporan dan pengawasan hal-hal yang bersifat istemewa. 5) Wawancara. 7. Teknis Membuat Laporan Dalam usaha pelaporan sosial melalui program kegiatan Panti Asuhan. Maka masalah pengawasan dan evaluasi program dan proses kegiatan secara terus-menerus merupakan hal yang penting dalam memenuhi tujuan-tujuan badan sosial seperti Panti Asuhan ini. Masalah pengawsan dan evaluasi terhadap program kegiatan Panti Asuhan serta hasil-hasil yang diawasi akan ada manfaatnyadan ada artinya apabila kesemuanya dapat direkam dengan baik dan rekamannya dilaporkan untuk dapat dipakai sebagai pedoman, standard bahkan pengembang dan peningkat kegiatan maupun penyempurnaan-penyempurnaan kegiatan yang akan datang. Dalam hal ini laporan hal terpenting yang dibutuhkan adalah catatan tentang fakta dan data informasi yang obyektif dimana laporan tentang pendapat tidak boleh mendahului kepentingan fakta dan data. Laporan tersebut akan menjadi bahan perbandingan yakni perbandingan antara rencana dengan hasil pelaksanaan. Antara komponen kegiatan satu dengan kegiatan yang lain, antara satu periode kerja dengan periode kerja yang lain bahkan antara badan sosial yang satu dengan badan sosial yang lain. Untuk itulah sebaiknya indicator yang digunakan bagi penyelenggaraan kegiatan Panti sebaiknya diseragamkan termasuk keseragaman bentuk. Waktu pelaporan dan keseragaman metode pengumpul datanya. Dalam hal ini menyusun terdapat 5 pedoman dalam menyusun laporan yakni: 84
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
1) Periksalah semua fakt-fakta yang dibutuhkan sebelum membuat laporan. 2) Aturlah keterangan-keterangan itu sebaik mungkin. 3) Laporan harus singkat tetapi lengkap. 4) Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. 5) Cantumkan bahan-bahan yang dapat membantu atasan untuk mendapat gambar yang lebih jelas. Dalam penulisan laporan hendaknya perlu diperhatikan hal-hal seperti: 1) Jelas. 2) Lengkap. 3) Ringkas. 4) Sopan. 5) Tulus. 6) Mengadung kepribadian. 7) Teliti. Selanjutnya unsur penting dari suatu laporan antara lain: 1) Judul. 2) Daftar isi. 3) Tubuh laporan. 4) Ringkasan. 5) Apendix H. Panti Asuhan dalam Kenyataan Dalam kenyataannya, Panti Asuhan berkembang dengan berbagai car dan gaya secara individual. Perkembangan masing-masing banyak dipengaruhui oleh faktor-faktor dorongan kelahirannya, sponsornya, tujuam dan peruntukannya, falsafah yang mendasarinya, dan juga kemampuan sosial ekonominya, kemampuan pimpinan dan staf pekerjaannya serta faktor-faktor lain yang mendukung eksistensi suatu Panti Asuhan. Idealisme yang tergambar dalam deskripsi dimuka belum tentu cocok dengan keadaan yang sebenarnya, dan dalam banyak hal masih berada dalam taraf kurang dari pada ideal type yang digambarkan. Hal ini mudah dimengerti, karena dalam segala hal masyarakat Indonesia masih taraf belajar dan mencari 85
Bab V Panti Asuhan
pengalaman, apa lagi dalam hal-hal yang berkenaan denagn pekerjaan sosial dengan model barat, dimana orang tidak cukup dengan kaulifikasi kasar yakni dalam istilah baik buruk saja, tetapi harus mulai dengan kualifikasi yang lebih terperinci, lebihdetail dan halus telah dialami oleh penulis Carol H.Mayer (1976) yang menyatakan bahwa “salah satu kualitas pekerjan sosial yang terpenting adalah bahwa, barang kali lebihdari pada praktek-praktek bidang lain, ia secara sistematis terhubungkan dengan landscape sosial yang ada. Ia merupakan refleksi dari kekuatan-kekuatan tersebut berpandangan maju, begitulah pekerjaan sosial. Tentu daja kalau kekuatan-kekuatan sosial berbalik arah menjadi reaksioner, pekerjaan sosial sebagai salah satu lembaga masyarakat cenderung akan mengikuti arah itu.” (Carol H.Mayer; SOSIAL WORK PRACTICE; The Changing Landscape, The Free Press N.Y. 1976 (2nd ed) p2). Namun demikian masih beruntunglah kita, bahwa tujuan utama Panti Asuhan telah tercapai yakni membantu anak-anak yang terlantar dari penderitaan berkelanjutan, khususnya dalam bidang pemeliharaan fisik. Menurut observasi selama ini, secara singkat dapat digambarkan situasi Panti Asuhan yang sampai sekarang ini berjalan, sebagaimana dalam uraian lebih lanjut. 1. Dalam hal Pendirian suatu Panti Asuhan PENDIRIAN Panti-Panti Asuhan di Jakarta tidak seragam. Banyak yang didirikan dengan proses yang teratur, dalam arti langkah-langkah persiapannya secara berurutan dipenuhi tahap demi tahap, tetapi juga ada yang tidak. Yang dimaksud sesuai dengan proses adalah mempunyai Badab Sosial terlebih dahulu yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Panti, kemudian menunjuk kelompok pengurus tertentu yang terpisah dan independent untuk mengelola Panti tersebut, dan seterusnya. Tidak seragamnya proses pendirian karena desakan keadaan dan situasinya. Umumnya kehadiran suatu Panti Asuhan didorong oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan ini dapat berupa kenyataan akan banyaknya anak terlantar disuatu daerah sehingga perlu suatu usaha penampungan, karena suatu kelompok masyarakat merasa punya kewajiban untuk berbuat sesuatu yang bersifat pertolongan kepada anak yatim, atau suatu kelompok lainnya membutuhkan suatu 86
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
pengukuhan sosial akan kehadiran dan kedermawanannya sehingga membutuhkan sarana penyalurannya, dan pertibangan-pertimbangan lain. Sehingga ada suatu Panti (biasanya Panti yang demikian tidak terdaftar) yang mengkalin mempunyai puluhan anak tetapi tidak pernah punya pengurus kecuali seorang atau dua orang, tidak punya anggaran dasar, dan atribut lain, tetapi kenyataannya memang member penampungan, perawatan, asuhan dan pendidikan. Hal ini mungkin juga dikarenakan pengertian masyarakat secara detail tentang syaratsyarat pendirian suatu Panti Asuhan belum merata. Ketiganya, masyarakat merasa kesulitan memenuhi persyaratan itu sedangkan kebutuhan sudah mendesak. Kemungkinan lain adalah sikap praktis masyarakat sendiri, yang tidak terlampau memperhatikan masalah formalitas sebelum yang tidak bersangkutan membutuhkan sesuatu dari Inatansi Pemerintah. Jelasnya, mereka baru berusaha memenuhi formalitas setelah berhadapan dengan Inatansi Pemerintah karena akan meminta ijin, subsidi, atau rekomendasi. 2. Tentang Usaha Anak. Bagi sebagaian sosiawan yang bergerak dalam Panti Asuhan, maka pengertian dasar tentang kebutuhan anak akan asuhan telah dimiliki dengan baik. Timbulnya keinginan untuk mengasuh anak bukan saja terdorong oleh rasa wajib, tetapi juga sedikit banyak oleh pengertian mereka tentang peruses pendewasaan anak. Hanya saja pengertian mereka mungkin belum seragam, terutama bila pengasuhan anak menjadi suatu bentuk rangkaian tugas yang harus dipikul bersama, bukan mengasuh anak sendiri, dan yang diasuh banyak dan datang dari berbagai tingkat kehidupan sosial budaya. Ada pimpinan Panti Asuhan yang merasa selesai tugasnya setelah dapat memberikan makan dan pakaian serta menyekolahkan anakanaknya sampai batas waktu yang ditentukan. Tetapi ada juga yang selaluberusaha untuk menyalurkan sampai tuntas anak-anaknya setelah mereka selesai menjalani masa asuhannya. 87
Bab V Panti Asuhan
Kehidupan Panti Asuhan yang berbentuk asrama mau tidak mau membuat suasana menjadi massal. Anak-anak menjadi eksemplar dari suatu kelompok besar Panti Asuhan. Sebagai konsekwensinya maka pertumbuhan kemandirian pribadi anak kurang berkembang. Ada pimpinan Panti yang memandang perlunya asuhan yang formal sebaiknya ada yang menganggap formalitas dalam hubungan antara Pimpinan dengan anak-anak hanya akan menjauhkan anak saja. Ada Pimpinan yang bersikap sebagai kepala kantor dan menyerahkan segala urusan asuhan kepada anak buahnya, tetapi ada juga pimpinan yang langsung melibatkan diri bersama anak istrinya dalam kehidupan Panti, sehingga secara serius mengusahakan tumbuhnya masa kekeluargaan yang wajar. Ada Panti Asuhan yang lengkap personalnya, tetapi ada Panti Asuhan yang personalnya pas-pasan sehingga pekerjaan banyak yang dirangkap. Ada juga Panti Asuhan yang pengurusnya merupakan juga pengurus badan sosial yang mengelolanya. Ada Panti Asuhan yang mempunyai sekolah didalamnya, ada juga yang menyekolahkan anaknya diluar. Pendeknya bermacam-macam kenyataan dan cara mengasuh anakanak dalam Panti Asuhan. 3. Tentang Fungsi Pengganti Orang Tua Meskipun esensi dari Panti Asuhan adalah menggantikan asuhan yang hilang dari orang tuanya, jadi mengantikan tugas-tugas orang tua, namun kenyataan hal ini sulit dicapai secara memuaskan. Hal ini disebabkan karena banyaknya anak yang harus dirawat, sedikitnya pengasuh yang khusus memperhatikan anak selama 24 jam terus menerus, jadwal sekolah anak yang tidak sama, kedaan-keadaan mendeak yang lebih nyata harus diatasi. Keadaan mendesak tersebut addalah kebutuhan perlindungan dan keamanan fisik anak berupa tempat tinggal, makan dan pakaian. Pada beberapa Panti Asuhan orng tua pengganti yang semestinya ayah dan ibu sulit dipenuhi. Ada Panti yang hanya mempunyai tokoh ayah, sebaliknya hanya mempunyai 88
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
tokoh ibu. Ada yang punya tokoh ayah dan tokoh tersebut mempunyai istri, tetapi istrinya tidak dapat banyak membantu karena bukan termasuk pegawai atau pengasuh disitu. Bahkan ada Pimpinan Panti yang tidak tinggal dalam Panti sehingga tidak dapat sepenuhnya mengawasi dan membimbing Panti tersebut. Oleh karena itu, tokoh ayah dan ibu biasanya diperankan oleh pengsuh-pengasuh bawahan yang memang khusus diberi tugas mengasuh, atau orang-orang dapat langsung oleh anak-anak dirasakan sebagai orang tua yang bertingkah laku seperti ibu karena mempersiapkan makanan mereka. Atau dalam kenyataan penokohan ayah dan ibu diperankan secara kolektif oleh seluruh staff Panti yang ada. Karena itu, maka produknya pun menjadi kolektif, sianak merasa hidup kalau berada dalam kebersamaan tetapi akan segera merasa kecil sewaktu ia harus hidup sendiri. Dari serangkaian tugas-tugas orang tua yang disubsitusikan kepada Panti Asuhan, yang tersulit nampaknya adalah tugas-tugas yang melibatkan kebutuhan emosi dan cinta kasih orang tua, terutama dari pihak ibu. Kadang-kadang tokoh ibu diperankan oleh banyak orang berganti-ganti, atau dalam suatu masa tertentu tokoh ibu berganti dengan orang-orang baru, sehingga tak ada kesinambungan dalam proses sambung rasa antara anak dengan orang tua. Dengan sendirinya, perhatian individual kepada tiap anak yang berbeda juga tidak dukup, karena banyaknya anak dan keragamannya yang tidak memungkinkan berbuat demikian. Apalagi pengasuh sendiri mempunyai anak-anak kandung yang tinggal dalam Panti. 4. Tentang management Panti. Bagaimanapun juga Panti Asuhan adalah suatu lembaga formal yang perlu dikelola secara formal pula. Umumnya perhatian para pimpinan Panti harus tersebar mencakup pengelolaan administrasi, pengelolaan fisik, pembinaan staff, pengasuh anak, pengembangan dan pemantapan hubungan keluar sebagai usaha integrasi dan resosialisasi anak-anaknya dan lain-lain. Tugs ini jelas berat dan memakan energy yang tidak sedikit. Godaan umum yang terlihat ialah bahwa gaya managemenyang dilaksanakan sering tergelincir menjadi berat sebelah. 89
Bab V Panti Asuhan
Ada pimpinan Panti yang menitik beratkan managemennya pada manajemen kantornya, dimana tata ruang, kerapihan letak meja kursi, peralatan kantor dan lain-lainnya merupakan sasaran utama dan seolah-olah tujuan akhir, dengan tidak memberikan kelonggaran atau akomodasi atas kemungkinan ketidak rapihan karena ulah anak secara individual. Dengan kat lain ia akan puas bila kantornya rapih, kendati harus memperlakukan anak secara kers dan semacam orang hukuman. Unsur-unsur perbedaan individual anak-anak karena umurnya, latar belakang sosialnya, perkembangan jiwa dan perasaan anak terlepas dari perhatian pimpinan. Pokoknya sistem pendidikan Spartan mau tidak mau harus berlakukan demi keseragaman anak. Dipihak lain ada pimpinan Panti yang tidak terlampau peduli akan tata ruang kantor, kerapihan penampilan, baik secara fisik maupun dalam perilaku anak-anaknya. Yang menjadi perhatiannya adalah meneladani anak-anak secara individual menurut pembawaan dan bakat masingmasing, memperkembangkan kepribadiannya dalam arah yang konfrom dengan norma sosial tetapi toh dengan gaya individualisasi yang tetap ada pada tiap anak. Kelompok lain adalah para Pimpinan Panti Asuhan yang berada diantara kedua ekstrim tersebut, yakni yang secara minimal mengelola tata usahanya menurut garis-garis yang diinginkan oleh badan yang membawahinya/pemerintah dan yang secara nominal melaksanakan asuhan menurut versi yang dikenalnya. Mana yang terbaik, belum dapat dikatakan karena secara minimal ketiganya mencapai tujuan utamana yakni menolong anak dari keterlantaran, sedangkan nilai lebih yang diinginkan setelah itu tercapai masih harus dikaji bersama. Barangkali sudah saatnya kita mengadakan penilaian atas hasil jerih payah kita selama ini, karena bagaiman pun kita makin berkepentingan atas peningkatan sistem dan metode pelaksanaan usaha kesejahteraan yang kita laksanakan, agar titik keuntungan tertinggi dapat kita raih dari setiap rupiah yang kita bayarkan untuk kegiatan kita tersebut. Benar apa yang dikatakan Meyer bahwa : 90
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
“Tujuan-tujuan praktek pekerjaan sosial mungkin adalah yang lebih penting diketahui dari pada tekniknya itu sendiri, karena teknik-teknik yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak jelas atau tujuan-tujuan yang tidak relevan tidak dapat mencapai maksud sosial apapun, dan cepat atau lambat akan membahayakan yakni menjadikan teknik itu sendiri sebagai tujuan”, namun dalam usaha kita meningkatkan hasil usaha kita maka Teknik-teknik tersebut merupakan rangkaian sistem dan metodologi perlu kita kuasai dan tingkatkan. Dari ketiga kelompok gaya kepimpinan Panti Asuhan diatas dapat dipradugaan bahwa ketiganya mengandung kelebihan maupun kekurangannya. Pada kelompok pertama Panti Asuhan akan terlihat rapih selalu disiplin. Anak-anaknya seragam, dan akan dapat mencapai prestasi tinggi dalam kegiatan-kegiatan bersama. Namun diragukan apakah internalisasi individual atas norma-noram dan nilai hidup sosial menurut realitas yang ada diluar tembok Panti dapat dihayati dan berkembang dalam dirinya anak-anak secara perseorangan. Apakah anak-anak secara individual mampu bersaing dalam perebutan nasib dimasyarakat ramai tanpa kawalan pendamping. Pada kelompok kedua kira-kira akan keluar gambaran seperti ini. Panti Asuhannya tidak angker, kantor mungkin seperti ruang tamu biasa, mungkin juga tk ada seragam anak-anak, anak-anaknya bertingkah laku bebas sendirisendiri, ada yang sedang makan, sedang bermain, sedang belajar dan lain-lain dengan situasi yang sedemikian rupa sehingga terlihat semrawut. Namun demikian, mungkin dalam kesemrawutannya itu ada hubungan batin timbale balik yang cukup mesra antar anak maupun antara anak-anak dengan pimpinannya beserta saffnya, sehingga karenanya mereka saling mengawasi dirinya dengan caranya sendiri, tanpa bentuk-bentuk formal yang kaku. Semoga demikian keadaannya sehingga ada segi positif dalam kesemrawutan itu. Yang paling tidak kita inginkan adalah suatu gaya kepimpinan panti yang tidak konsisten, yakni bersifat berubah-ubah atas angin-anginan dari pihak pimpinan maupun staff. Pada suatu saat bertindak Spartan, 91
Bab V Panti Asuhan
pada saat lain terlalu bebas. Hali itu akan mengacaukan penilaian sianak atas perilaku yang bagaimana yang sebenarnya dikehendaki oleh pimpinan. Pola reaksi yang harus diperlihatkan oleh anak-anak Panti Asuhan hendaknya kondidten, dan hal ini perlu juga diarahkan oleh pimpinan. Bila tidak terjadi ketidak sinambungan itu maka hasilnya adalah kerugian besar, karena anak tidak menjadi disiplin dan akan tidak menghargai lagi segala petunjuk dan perintah yang dikeluarkan oleh otoritas Panti. 5. Panti Asuhan dalam kenyataan Apabila kita nilai hasil panti asuhan selama ini rata-rata dari sudut pandangan tujuan dan cita-cita lembaga itu sendiri, maka dapat dikatakan bahwa Panti Asuahn belum mencapai tujuannya. Banyak hal yang menyebabkan hal-hal tersebut, dan untuk itu tidak usah kita salingmencari kesalahan tetapi bagaimana usaha perbaikan kita laksanakan.
92
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
BAB VI
PENINGKATAN PANTI ASUHAN
Dalam konteks pekerjaan sosial di Indonesia, diman Panti Asuhan merupakan salah satu wahana menuju kesejahteraan sosial khususnya dikalangan anak-anak, maka kedudukan Panti Asuhan tidak hanya sebagai tempat penampungan dan membesarkan anak-anak saja, tetapi jauh dari pada itu. Sebagai wahana yang langsung berada ditengah-tengah kehidupan masyarakat maka ia diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengejawantahkan kebijaksanaan sosial yang hidup di Negara ini. Beberapa hal yang pokok adalah bahwa suatu lembaga kemayarakatan yang bergerak dibidang sosial hendaknya dapat menghayati kehendak dan kebijaksanaan rakyat yang tercermin dalam dkebijaksanaan pemerintah. Beberapa butir yang kira-kira perlu diingat adalah: 1. Panti Asuhan pertama-tama dan yang utama ialah lembaga penyantunan sosial anak, sehingga seluruh kegiatan yang ada didalamnya DISELENGGARAKAN DEMI KEPENTINGAN ANAK, bukan kepentingan siapapun juga yang lainnya, 2. Bahwa dalam pnyelenggaraan Panti Asuhan kit mempunyai komitmen nasional, ialah menjadikan anak-anak manusia dewasa yang pancasialis dan yang mempunyai kesadaran serta tanggung jawab sosial yang tinggi. 3. Bahwa dalam pelaksanaan pemantian tersebut kita tidak hanya terikat oleh kewajiban kuratif rehabilitative saja, tetapi harus mengutamakan sifat perfentif dan pengembangan. Disamping itu kita pun mempunyai komitmen untuk tidak menggunakn paksaan dan kekerasan, melainkan bujukan dan kelembutan. 93
Bab VI Peningkatan Panti Asuhan
4. Bahwa dalam melaksanakan pemantian kita wajib mengaitkannya dengan kepentingan lebih luas yakni masyarakat sekitarnya, sehingga kegiatan kita didalam Panti selalu akan mempunyai dampak positif terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat sekitarnya. 5. Bahwa Panti sebagai lembaga kemasyarakatan yang hidup dan berkembang dari dana-dana dan daya yang terkumpul dari masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menunjukan hasil karyanya secara tertib, cermat dan benar. Ini hanya bisa terlaksana bila kita dapat mewadahinya dalam suatu rekaman kegiatan yang teratur dan bersistem, yang pada akhirnya dapat kita jadikan laporan. Atas dasar beberapa hal diatas itulah kami usulkan beberapa peningkatan Panti Asuhan. A. Peningkatan Management Panti Asuhan Peningkatan Panti Asuhan yang kami pandang paling dekat dengan jangkauan kita ialah perbaikan menejemen. Berpangkal dari komitmen kita bahwa mengelola Panti Asuhan berarti mengambil tanggung jawab penuh perkembangan anak baik secara fisik, mental spiritual maupun sosial anak secara bulat, maka segala usaha kita harus secara maksimal ditujukan kepada terwujudnya kesejahteraan anak sekarang dan terlebih-lebih nanti setelah mereka kita tinggalkan untuk hidup dalam masyarakatnya tanpa pengawasan kita. Oleh karena itu menejemen panti asuhan harus selalu berpedoman pada kebutuhan normative anak-anak dan tujuanidealistis dari pada pendidikan dan pembinaan kita sebagai pemegang amanat bangsa serta prinsip menejemen yang mengutamakan efisiensi dan efektifitas. Meskipun diatas dikatakan peningkatan menejemen, tetapi yang dimaksudkan hanyalah keinginan sederhana bagaimana peningkatan “penanganan” Panti Asuhan sehingga dapat mencapai tujuan dengan lebih cepat, lebih murah, lebih banyak manfaat dan lebih sedikit menimbulkan korban dan biaya. Hal ini perlu dikemukakan karena rata-rata dari Panri yang ada sekarang sedang berjalan, sehingga kita tidak bekerja dari nol tetapi berangkat dari keadaan yang kurang lebih berdifat rutin. Peningkatan menejemen yang kami maksud adalah perubahan cara kerja sehingga 94
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
mendekati kesesuaian dengan prinsip-prinsip menejemen yang dikemukakan pada pelaksanaan Panti Asuhan. Kita sadari bahwa hal itu tidak mudah, namun harus diusahakan kalau kita ingin memperoleh kemajuan. Sekedar sebagai contoh, maka beberapa butir kegiatan dapat usahakan sebagai titik mula perbaikan dimaksud. 1. Bidang Organisasi; meskipun Panti Asuhan yang kita tangani kecil saja, umpamanya hanya menampung 10 anak namun jangan menganggap bahwa pengorganisasian tidak penting. Pengorganisa-sian tetap harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan kesengajaan, dengan kata lain direncanakan dengan baik. Bila dalam Panti Asuhan tersebut hanya terdapat 3 orang tenaga, yakni seorang pemimpin, seorang pengasuh yang merangkap tenaga administrasi dan seorang lagi petugas dapur yang berfungsi juga sebagai ibu rumah tangga, maka status dan fungsi masing-masing harus jelas. Kejelasan ini tidak hanya perlu bagi pemimpin, tetapi terlebih-lebih bagi petugas yang bersangkutan dan bagi anak-anak asuh maupun orang luar. Harus diadakan pembagian kerja yang jelas dan rapih, sehingga tidak seorang pun diantara 3 orang itu ragu atas tugas yang harus dilaksanakannya. Setelah itu laksanakan tugas tersebut secara konsekwen, jangan ada lagy keraguan dan sifat-sifat inkonsisten dalam pelaksanaannya. Kalau mungkin maka ushakan agar masing-masing petugas dengan sifat khasnya memperoleh keahlian dengan cara mengikut sertakan mereka dalam latihan-latihan yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Pembagian kerja mengandung arti pembagian tanggung jawab, dan sama dengan pembagian kerja itu maka tanggung jawab pun harus dibagi habis diantara tiga orang tersebut. Dengan pelimpahan kepercayaan dan tanggung jawab yang penuh maka para petugas akan merasa berhrga dan akan bekerja sesuai dengan harga diri yang dipunyinya. Dengan demikian maka kesungguhan dan tanggung jawab akan terwujud. 95
Bab VI Peningkatan Panti Asuhan
Disamping pengaturan kedalam, maka pengaturan keluarpun harus dibenahi. Sudah pasti tanggung jawab keluar berada ditangan pemimpin Panti, namun sebagai pemimpin Panti ia harus mampu memobilisasikan semua daya dan dana yang ada untuk mewujudkan kebulatan Panti. Dengan kata lain meskipun tanggung jawab formal ada ditangan Pemimpin, namun pemenuhannya merupakan kewajiban bersama seluruh petugas dan juga anak-anak. 2. Bidang Pelaksanaan Asuhan Anak; Tugas pokok Panti Asuhan adalah mengasuh anak. Ini harus dijadikan focus kegiatan utama. Asuhan mengandung arti menampung, memelihara, mendidik sekaligus. Pendek kata tugas orang tua ditumpahkan pelaksanaannya kepada Panti. Untuk memenuhi tugas tersebut maka ada beberapa pokok saran yang ingin dikemukakan disini. Perlakukan anak-anak secara wajar dan biasa. Jangan dibedakan mereka karena asalnya (asal gelandangan, asal dari keluarga terhormat, asal anak “baik” dan “jelek”) karena pembedaan secara sengaja akan membawa penilaian diri yang tidak menguntungkan anak. Tanpa pembedaan ini pun mereka merasa berbeda, sehingga perasaan rendah dirinya tak usah diperbesar lagi. Hindarkan penggunaan kekerasan dan tekanan-tekanan untuk membuat anak menuruti kemauan kita, karena ia akan menurut selama tekanan itu ada, tetapi segera akan membangkang secapat tekanan itu hilang. Bel mandi, bel makan, bel tidur adalah simbolsimbol tekanan yang sebaiknya diganti dengan pembiasaan dari dalam. Jadi biasakanlah mereka bangun pagi karena kesadarannya, makan karena haknya dan segala sesuatunya dilaksanakan secara sukarela dengan pengertian dan kecintaan akan keidupan kelompok. Dengan cara ini maka disiplin terbentuk dengan mendasar tanpa paksaan, dan akan langgeng sifatnya. Lebih dari itu, maka pola pikiran dan sikap hidup mereka akan terbawa samapi dewasa sehingga ia akan menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dalam hal ini maka petugas dan peranan para pengasuh Panti Asuhan adalah meperkenalkan nilai dan norma96
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
norma hidup yang terpuji untuk kehidupannya sehari-hari dan selanjutnya, memberikan contoh-contoh konkrit tentang adanya kontrol sosial seperti dalam sistem hadiah dan hukuman, serta menunjukan keinginan masyarakat terhadap calon-calon warganya. Hindarkan adanya standar rangkap dalam pola tingkah laku petugas. Tiap tingkah laku yang berstandar dobel adalah munafik, dan kemunafikan jelas sekali dirasakan oleh anak. Lebih baik mengaku salah dihadapkan anak bila kita keliru dari pada dicap munafik oleh mereka. Kalau kita meratelah berbuat munafik dan terlihat anak-anak sudah tahu, maka lebih baik kita ganti tempat atau tugas sebelum anak-anak kehilangan kepercayaan akan Panti Asebagai lembaga, dimana kita mempersonifikasikan diri. Apabila dalam Panti Asuhan ada anak-anak yang berasal dari satu keluarga, maka jangan pisahkan mereka, usahakan agar mereka tetap kompak sebagai unit keluarga, dan bebaskan mereka mencari tambahan teman menurut pilihan mereka sendiri. Berikan mereka uang saku yang tetap menurut tingkat-tingkat kebutuhannya. Uang adalah simbol sosial seseorang. Tanpa uang barang seratus rupiah disaku seorang anak SMA, maka ia kemungkinan akan merasa tidak berharga dan adalah satu dari pada penyesalan diri yang bisa berkembang lebih lanjut. Usahakan anak-anak mempunyai minat yang berkobar-kobar untuk memiliki ketrampilan dan keahlian khusus yang dapat menunjang hidupnya secara merdeka, dan dberminat pula untuk terlepas dari ketergantungannya. Jangan biarkan anak tidur dengan perut kosong, tetapi jangan pula sebaliknya. Kekurangan makan membuat anak nggragas dan ringas, sehingga akan mungkin kehilangan rasa malu untuk meminta makanan kepada orang lain, sifat perwira perlu ditanamkan pada anak sehingga pada umur dewasanya nanti akan menjadi manusia yang pandai mengendalikan nafsunya. 97
Bab VI Peningkatan Panti Asuhan
Jangan biarkan anak menjadi boss yang minta diladeni, berikan mereka kesibukn rutin membantu rumah tangga. 3. Bidang Administrasi dan Keuangan; Administrasi dan keuangan merupakan komponen yang penting juga dalam pengelolaan Panti Asuhan. Administrasi yang baik harus merupakan administrasi yang sulit. Keteraturan, kejelasan, ketepatan, kecermatan, ketelitian dan berdaya guna. Dikalangan Panti Asuhan maka administrasi yang penting harus ada adalah antara lain buku induk penghuni. Buku harian, buku harian keuangan, buku inventaris, buku catatan perorangan, buku laporan, minute rapat-rapat yang kesemuanya harus dipelihara dengan baik. Sebagai dokumen sangat enting maka buku-buku catatan tersebut pada tiap saat mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok sebagai berikut; Sejak kapan Panti Asuhan tersebut dibangun, dan sejak kapan ditempati? Sudah berapa orangkah sampai sekarang mengasuh anak-anak? Berapa orangkah dari padanya yang merupakan penghun ulangan, artinya pernah dirawat pada saat yang lalu, keluar lalu kembali lagi? Bagaimana cirri-ciri anak yang pernah dirawat disini? Berapa biaya yang digunakan untuk tiap keperluan selama periode tertentu?, dari mana didapat dan dengan cara apa? Dengan adanya buku-buku dan laporan ini maka kontak antara Panti dengan penyumbang akan baik, dukungan pemerintah akan makin mantp dan anak-anak asuhan tidak akan mencurigai pengurusnya. Demikianlah beberapa perbaikan praktis yang mungkin ada gunanya bagi Panti-Panti yang masih tersendat perkembangannya. B. Peningkatan Fungsi Panti Asuhan; Disamping peningkatan manajemen kiranya tentang fungsipun masih ada yang belum sepenuhnya terpenuhi. Sesuai dengan kebijakansanaan pemerinah maka Panti Asuhan diharapkan juga berfungsi ganda, yakni 98
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
sebagai wahana pencapaian kesejahteraan anak terlantar dan stimulator pengembangan kesejahteraan anak masyarakat sekitarnya. Contoh konkritnya, penggunaan lapangan olah raga yang ada diPanti Asuhan dapat diatur bersama dengan masyarakat sekitarnya, sepanjang tidak merugikan Panti. Demikian juga sumber-sumber bantuan yang ada dalam masyarakat perlu juga dimanfaatkan dalam proses asuhan. Umpama saja anak-anak dapat berlibur malam minggu dirunah suatu keluarga sehari semalam penuh hingga anak tersebutdapat melihat dan merasakan bagaimana suatu kehidupan suatu keluarga yang alami. Panti Asuhan dapat menjadi pusat penelitian da percontohan apa saja yang cocok sesuai dengan lokasi dan fasilits yang dipunyainya. Untuk Panti Asuhan yang mempunyai halaman da pekarangan luas maka ia dapat menjadi laboratorium penyelidikan tanaman tertentu, untuk panti yang mempunyai percetakan dan usaha grafika dapat menjadi pusat latihan dan pengembangan usaha grafika rakyat. Dan lain-lain. Kesemuanya akan menambah income panti dan menambah kegairahan kerja anak-anak, karena anak memperoleh lapangan percobaan yang setengah mainan, tetapi memenuhi hasrat keinginan tahu yang sedang berkembang dalam umur-umur anak Panti umumnya. Fungsi-fungsi lain seperti fungsi pencegahan dan rehabilitas juga selalu terbuka untuk dikembangkan, tidak usah ambisius, tetapi sesuai dengan prinsip da kondisi dan situasi setempat. C. Peningkatan Kerjasama Panti Asuhan: Kerja sama merupakan kewajiban dalam setiap usaha kesejahteraan sosial. Kerjasama suatu keharusan, baik kedalam maupun keluar panti. Kerjasama kedalam adalah kerjasama antara pimpinan dengan staff, antar staff, antara staff dengan anak-anak, antar anak-anakdan selanjutnya. Kerjasama kedalam sangat dibutuhkan untuk mempertebal saling kepercayaan, saling saying menyayangi dan mempertajam rasa tanggap atas kehendak dan bahasa masing-masing. Dengan peningkatan pemahaman dan penghayatan atas masing-masing partner makan hubungan sosial yang 99
Bab VI Peningkatan Panti Asuhan
terjadi akan makin kokoh dan makin kompak. Dengan kekompakan ini tak ada masalah yang tak terselesaikan. Kerja sama dengan pihak luar Panti Asuhan dapat berupa kerja sama dengan Badan atau Organisai Sosial yang “membawahinya”, dapat juga dengan pemerintah, atau dengan perorangan atau kelompok luar baik yang terorganisasikan maupun yang tidak. Peningkatan kerjasama dengan instansi luar mengandung arti memperbesar sumbe bantuan yang ada dimasyarakat. Untuk mencapai efektifitas dan efesiensi pengasuhan maka mutlak diperlukan adanya sumber-sumber bantuan yang banyak. Sumber bantuan sangat berguna padasaat mengadakan/membutuhkan perijinan, dispensasi, rekomendasi, rujukan, pencaharian dana, penyaluran dan pembinaan lanjut. Tugas-tugas panti asuhan akan sangat terbantu bila terdapat kerja sama yang baik. Dengan kerjasama ini pula fungsi Panti Asuhan dapat ditingkatkan, yakni untuk menggerakan proses getok tular dalam usaha pembangunan kesejahteraan wilayah, dimana Panti Asuhan itu berada. Demikianlah sekedar sebagai contoh.
100
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
BAB VII
BEBERAPA MODEL PANTI ASUHAN
Dalam rangka memberikan motivasi kepada masyarakat, beberapa model panti asuhan untuk diketahui masyarakat. Mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan soaial dengan mengindahkan garis kebijaksanan dan ketentuanketentuan yang berlaku sebagaimana ditetapkan dengan peraturan perundangundangan. Sesungguhnya belum ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas menyebutkan model panti asuhan. Walaupun demikian bukan berarti motivasi kepada masyarakat tidak dapat diberikan dalam hal model panti asuhan. Berdasarkan pendekatan yang dilaksanakan Dinas sosial atas Panti Asuhan yang telah ada, dapat digambarkan beberapa model Panti Asuhan yang disesuaikan dengan kondisi wilayah D.K.I Jakarta. Idealnya Panti Asuhan dapat dikelompokan atas 2 sistem utama yakni sistem barak dan system cottage. Masing-masing dapat dikelompokan lebih lanjut dalam 4 tipe. 1) Tipe A. dengan kapasitas minimal 100 anak, 2) Tipe B. dengan kapasitas antara 70-100 anak, 3) Tipe C. dengan kapasitas antara 40-70 anak, 4) Tipe D, dengan kapasitas antara 20-40 anak, Persyaratan minimal untuk mendirikan sebuah Panti Asuhan adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai sarana fisik dan personil yang cukup untuk tiap tipe yang diinginkan. (lihat daftar terlampir). 2. Memenuhi syarat khusus untuk tiap tipe. 101
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
1. Tipe A. LUAS TANAH 5.000.M2 keatas Dari luas tanah tersebut yang dapat dibangun adalah ½ dari luasnya, sedang yang ½ lagi merupakan pekarangan di depan, ditengah dan dibelakang, sekaligus untuk menjadi tempat olah raga, taman serta tempat praktek bertani dan praktek lainnya. Anak-anak yang diasuh berjumlah 100 anak lebih/keatas. Mampu menampung anak asuhan putra dan putrid dengan perbandingan 60 : 40 atau 50 : 50. 2. Tipe B Panti Asuhan dengan tipe B perlu memenuhi persyaratan atau unsur-unsur sebagai berikut: Luas tanah 3.000.M2------------------- 4.999.M2. Dari luas tanah tersebut yang dapat dibangun adalah ½ sedang yang ½ lagi adalah untuk pekarangan, lapangan olah raga, tempat praktek anak asuhan. Anak yang diasuh sejumlah 70-90 orang. Mampu menampung anak asuhan putra dan putrid dengan perbandingan 60 : 40 atau 50 : 50. 3. Tipe C Panti Asuhan Tipe C pada hakekatnya perlu memenuhi persyaratan sebagai berikut: Luas tanah 2.000 M2----------------- 3.000 M2. Luas tanah yang dapat dibangun adalah ½ dan ½ lagi adalah merupakan pekarangan, taman, tempat, tempat olah raga, maupun tempat melatih ketrampilan. Anak yang diasuh berkisar antara40-70 anak asuhan. Mampu menampung anak asuhan putra dan putrid dengan perbandingan 60;40 atau 50 : 50. 102
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
4. Tipe D Panti asuhan dengan tipe D harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Luas tanah 1.000M2-------------------- 1.999M2 Dari luas tanah tersebut yang dapat dibangun ½, sedang 1/2 lagi adalah untuk pekarangan, taman, tempat olah raga dan tempat latihan ketrampilan. Anak yang diasuh berjumlah 20-40 anak asuhan. Mampu menampung anak asuhan putra dan putrid dengan perbandingan 60 : 40 atau 50 : 50. Bila ratio pada a, b, c, d, butir-butir tanahnya tidak mencukupi maka dapat diusahakan bangunan bertingkat. SYARAT UMUM: 1) Untuk membiayai panti dan anak asuhan serta pengurusnya, sudah mempunyai sumber yang tetap, termasuk untuk membiayai sekolah anak asuhan tersebut. 2) Mempunyai perlengkapan sesuai dengan kebutuhan yang meliputi perlengkapan kantor, kamar tidur, ruang belajar, dapur, kamar makan, kamar mandi, aula olah raga, ketrampilan, gudang dan lain-lainnya 3) Batas umur anak asuhan paling tinggi 18 tahun, atau telah lulus S.L.T.A. 4) Anak asuhan harus dipersiapkan untuk hidup bermasyarakat dan harus meningglkan Panti Asuhan bila telah lulus SLTA atau sudah berumur 18 tahun.
103
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
104
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
PEDOMAN MENU MAKANAN UNTUK KEBUTUHAN 1 HARI/ORANG PAGI : Beras 100 gram Tempe 25 gram Bayam 50 gram SIANG : Beras 150 gram Ikan Segar 25 gram Kacang Kedelai 45 gram Kangkung 50 gram Papaya 100 gram MALAM : Beras 150 gram Ikan Teri 15 gram Tahu 25 gram Daun Singkong 50 gram Pisang 100 gram Agar menu makanan setiap hari bervariasi/ bermacam-macam maka bahan makanan diatas dapat diganti dengan bahan makanan lain yang sama nilai gizinya, seperti yang tercantum dalam daftar dibawah/berikut dengan keterangan bahwa sebagai contoh adalah sebagai berikut: 50 gram beras nilai gizinya sama dengan 50 gram biskuit, juga sama dengan 400 gram bubur beras, dan juga sama dengan 100 gram ubi kayu (singkong), demikian dan seterusnya Demikian pula dengan lauk pauk, misalnya 25 gram daging sapi nilai gizinya sama dengan 25 gram daging sapi, yang sama juga dengan daging ayam 25 gram ikan segar dan demikian seterusnya. Selanjutnya lihat daftar Bahan Makanan Pengganti (Penukar) pada halaman berikut:
105
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
CONTOH VARIASI SUSUNAN MENU SEHARI-HARI UNTUK PANTI ASUHAN No Pagi I. Nasi Urap Sayuran
II.
Nasi Sambal goreng Tempe
III. Nasi Dadar telur Sambal kecap
IV. Nasi Pecel
V. Nasi Goreng
VI. Nasi Dendeng Sambel Kecap 106
Siang 1. Nasi 2. Ikan laut goreng 3. Sayur lodeh 4. Bubuk kacang kedele 1. Nasi 2. Sambel goring daging 3. Sayur bayem 4. Krupuk 5. Pisang 1. Nasi 2. Tahu pedas 3. Prekedel jagung 4. Sayur sop 5. Nanas 1. Nasi 2. Sambal tempe 3. Ikan asin 4. Sayur asem 5. Pisang 1. Nasi 2. Opor ayam 3. Bubuk kedele 4. Oseng-oseng sawi 5. Sawo 1. Nasi 2. Sambel goring teri 3. Tagu goreng 4. Sayur bayem
Sore 1. 2. 3. 4.
Nasi Ikan laut goring Tumis kangkung Bubuk kacang kedele 1. Nasi 2. Sambel goreng daging 3. Tumis daun singkong 1. 2. 3. 4.
Nasi Tahu telur Sayur buncis Sambal tomat
1. 2. 3. 4.
Nasi Ikan asin Urap sayur Krupuk
1. 2. 3. 4.
Nasi Terik tempe Sambel tomat Sayur campur
1. 2. 3. 4.
Nasi Sambel goreng teri Goreng tempe Sayur buncis
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
VII. Nasi Sambel kacang tanah Krupuk
VIII. Nasi Abon Sambel kecap
IX. Nasi Dadar telur isi wortel
X. Nasi Prekedel tahu
5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5.
Jambu Nasi Opor daging Bubuk kedele Tumis kacang panjang Papaya Nasi Opor daging Bubuk kedele Tumis kacang panjang Pepaya Nasi Botok teri Tahu goreng Sayur asem Nanas 1. Nasi 2. Semur telur 3. Sayur kacang merah 4. Krupuk 5. Pepaya
1. Nasi 2. Gado-gado 3. Emping
1. 2. 3. 4.
Nasi Oncom goreng Sayur gambas Sambel
1. 2. 3. 4.
Nasi Botok teri Tempe goreng Sayur kare 1. Nasi 2. Dadar telur 3. Sop kacang hijau 4. Sambel tomat 5. Krupuk
Catatan: 1. Susunan menu semacam ini diperuntukkan bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan sekitar umur 5-15 tahun. 2. Dapat mempergunakan bahan makan pengganti yang nilai gizinya sama sesui dengan daftar terlampir. 3. Bahan makanan yang digunakan disesuaikan dengan keadaan daerah setempat.
107
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
DAFTAR BAHAN MAKANAN PENGGANTI (PENUKAR) No Nama Bahan Makanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 108
Berat
I. Bahan Makanan Pokok Beras 50 gram Biskuit 50 gram Bubur beras 400 gram Jagung 50 gram Kentang 400 gram Roti putih 80 gram Ubi kayu (singkong) 100 gram Tepung beras 50 gram Tepung gaplek 60 gram Ubi jalar 150 gram II. Lauk Pauk Daging sapi 25 gram Daging ayam 25 gram Babat 30 gram Usus sapi 40 gram Telur mata sapi 35 gram Telur bebek 30 gram Ikan segar 25 gram Ikan asin 15 gram Ikan teri 15 gram Udang basah 25 gram III. Kacang-kacangan Kacang hijau 25 gram Kacang kedelai 15 gram Kacang merah (tolong) 25 gram Akcang kupas 20 gram Oncom 50 gram Tahu 75 gram Tempe kedelai 25 gram
Ukuran Rumah Tangga ½ 4 1½ 5 5 4 1 12 10 1
gelas buah gelas buah besar buah sedang iris potong sendok sendok makan buah sedang
1 1 1 4 1 ½ 1 1 1 1
potong kecil potong kecil potongan sedang bulatan butir butih potong kecil potong kecil sendok makan sendok makan
2½ 1½ 2½ 2 2 1 2
sendok makan sendok makan sendok makan sendok makan potong sedang biji sedang potong sedang
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
IV. Sayuran Bayam Daun kacang panjang Daun ketela rambat Daun labu Daun melinjo Daun papaya Daun singkong/ubi Daun kangkung Daun kelor Daun tales V. Buah Pepaya Pisang ambon Jambu biji Jeruk bali Jeruk garut Jambu monyet Manga Nanas Sawo manila Rambutan
100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 gram 100 300 50 100 100 25 100 150 150 100
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang mangkok sedang
1 3 1 2 2 1 2 1/3 3 10
potong sedang buah besar buah besar buah sisir besar buah sedang buah sedang buah sedang buah sedang buah sedang biji
109
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
DAFTAR KEBUTUHAN SARANA MINIMAL PANTI ASUHAN DENGAN SISTIM COTTAGE MAUPUN SEMI COTTAGE DALAM WILAYAH DKI JAKARTA A. Full Cottage 1) Tiap cottage merupakan keluarga sendiri-sendiri. Kantor Panti sebagai basis kerja pimpinan menjadi pusat kegiatan penyusunan program, kebijaksanaan, koordinasi dan pengawasan dari seluruh kegiatan yang terjadi dalam cottage. 2) Tiap cottage dikelola oleh Ibu dan Bapak Kepala Keluarga, yang mengambil peran sebagai house keeper dan pengasuh sekaligus. Orang lain yang membantu kerja adalah seorang pembantu yang memimpin pekerjaan memasak dan mencucisebagai mana layak- nya sebuah rumah tangga. Cara hidup masing masing cottage independent dari cottage lainnya, dan dipersilakan mengembang- kan caranya seefektif mungkin. Kegiatan makan dan latihan kerja dikerjakan dalam cottage dengan instruktur keliling yang memberikan petunjuk kepada masingmasing cottage. 3) Tiap keluarga bertanggung jawab kepada Pimpinan Panti dan secara seragam mengikuti peraturan dasar yang berlaku,yakni tentang plafond anggaran, sistim pendidikan dan latihan kerja, hubungan keluarga dan lain-lain 4) Fasilitas bersama yang diperlukan diluar Cottage adalah perpusta- kaan Panti, aula dan lapangan sport serta alat mobilitas B. Semi Cottage 1) Butir satu disini sama dengan butir satu pada I, tetapi bobotnya lebih berat kepada dalam sistim asrama dalam arti pelaksanaan tehnis cottage tetap dibina oleh pimpinan. 2) Latihan kerja disentralisir, kadang-kadang juga makan dijadikan satu dapur. Cottage hanya dijadikan tempat tidur dan belajar malam. 110
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
3) Fasilitas yang diperlukan adalah aula, ruang makan, ruang kegiatan pendidikan dan latihan kerja. C. Kebutuhan Fasilitas 1) Kebutuhan Fisik, standarnya sama dengan pada sistim asrama hanya saja design fisiknya harus kompak dan merupakan unit bulat untuk tiap cottage yang ada. Tiap cottage untuk 8-12 orang. 2) Pada full cottage tenaga house keeper merangkap pengasuh dan juga instruktur, sehingga dwifungsi bahkan multifungsi pada cottage maka house keeper hanya berfungsi sebagai kepala keluarga bukan pengada makanan. 3) Pada full cottage instruktur disentralisir dan berkeliling ke cottage, sedangkan dalam semi cottage maka kegiatan di sentralisir sepenuhnya. Ratio instruktur maupun pengasuh lebih kurang sama.
111
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
112
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
113
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
114
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
115
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
DATA DASAR DAN FORMULIR PANTI ASUHAN
I. IDENTITAS 1. Nama Panti : ………………………………………………………………………………… 2. Alamat Kantor : ………………………………………………………………………………… 3. Alamat Asrama : ………………………………………………………………………………… 4. S t a t u s : Swasta/Swasta Bersubsidi/Pemda/Pemerintah Pusat 5. Badan yang menjadi induk organisasi/yang membawahi: a. Nama Badan : ………………………………………………………………………………… b. Pimpinan Badan : ………………………………………………………………………………… c. Alamat Kantor : ………………………………………………………………………………… 6. Nama Pimpinan Panti : ………………………………………………………………………………… Alamat : ………………………………………………………………………………… 7. Dasar Pendirian : ………………………………………………………………………………… 8. Didirikan pada tahun : ………………………………………………………………………………… 9. Menghuni tempat ini sejak thn: …………………………………………………………………………….. II. KEADAAN FISIK 1. Luas tanah yang digunakan panti: a. Asrama b. Kantor & sarana lain c. Kegiatan Penghuni Jumlah 2. Luas bangunan: a. Kantor b. Ruang tidur c. Dapur d. Gudang e. Ruang utk belajar f. Ruang makan g. Poliklinik h. Aula/Serba guna i. Ruang olah raga j. Ruang linen 116
: …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2
: …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2 : …………………………………… m2
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
k. Ruang cuci, wc, kamar mandi : …………………………………… m2 l. Lain-lain : …………………………………… m2 Jumlah : …………………………………… m2 3. Adakah tambahan bangunan baru selama 10 tahun? (sejak 1970)-ada/tidak. Kalau ada ruang apa (a-1) …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………dan berapa luasnya…………………………………………….. dibangun oleh siapa ……………………………………………………………………………………………….. dari anggaran siapa ………………………………………………………………………………………………… 4. Adakah tempat lain semacam “Kelas Jauh” (Filial) dari pada Panti ini? Ada/tidak Kalau ada di mana …………………………………………dan namanya apa ………………………… ………………………………………………..buatlah data dasar tersendiri. III. KEADAAN PETUGAS 1. Pimpinan : ada/tidak …………………………………………….orang. 2. Wakil Pimpinan : ada/tidak …………………………………………….orang. 3. Penanggungjawab klien : ada/tidak …………………………………………….orang. 4. Pejabat Keuangan : ada/tidak …………………………………………….orang. 5. Pejabat Adminisitrasi Umum : ada/tidak …………………………………………….orang. 6. Pejabat Pendidikan : ada/tidak …………………………………………….orang. 7. Pejabat Rumah Tangga : ada/tidak …………………………………………….orang. 8. Guru : ada/tidak …………………………………………….orang. 9. Pengasuh : ada/tidak …………………………………………….orang. 10. Pekerja sosial : ada/tidak …………………………………………….orang. 11. Pembantu-pembantu : ada/tidak …………………………………………….orang. Tukang Cuci : ada/tidak …………………………………………….orang. Tukang Kebun : ada/tidak …………………………………………….orang. Tukang Masak : ada/tidak …………………………………………….orang. Sopir : ada/tidak …………………………………………….orang. Montir : ada/tidak …………………………………………….orang. IV. KEMAMPUAN ASUH 1. Maksimal : …………………………………………….orang. 2. Minimal : …………………………………………….orang.
117
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
V. KEADAAN ANAK 1. Jumlah terkecil tahun lalu : Bulan …………………………………….19…………. Laki-laki : ……………………………….orang Perempuan : ……………………………….orang Jumlah : ……………………………….orang 2. Jumlah tertinggi tahun lalu : Bulan …………………………………….19…………. Laki-laki : ……………………………….orang Perempuan : ……………………………….orang Jumlah : ……………………………….orang 3. Keadaan anak awal tahun ini : Laki-laki : ……………………………….orang Perempuan : ……………………………….orang Jumlah : ……………………………….orang 4. Perincian anak menurut golongan umur, jenis dan lain-lain isilah pada daftar terlampir. 5. Keadaan anak menurut pendidikan. No Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Belum sekolah …………orang …………orang ………orang 2. TK …………orang …………orang ………orang 3. SD …………orang …………orang ………orang 4. Sekolah Lanjutan Pertama a. Sekolah Teknik …………orang …………orang ………orang b. SKKP …………orang …………orang ………orang c. SMP …………orang …………orang ………orang d. SMEP …………orang …………orang ………orang e. Lain-lain …………orang …………orang ………orang
118
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
5. Sekolah Lanjutan Atas a. SMA b. PGA c. STM d. SKKA e. SPG f. SPMA g. SAA h. SPSA i. SMEA j. Sekolah Bidan k. Kursus/Sebutkan: a. ……………………………… b. …………………………….. c. …………………………….. 6. Lain-lain sebutkan: a. …………………………………. b. …………………………………. c. …………………………………. Jumlah
…………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang
…………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang …………orang
………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang ………orang
…………orang …………orang …………orang …………orang
…………orang …………orang …………orang …………orang
………orang ………orang ………orang ………orang
VI. KEGIATAN PANTI Adakah kegiatan-kegiatan yang diprogramkan dari pada serangkaian kegiatan di bawah ini: Kalau Ya No Jenis Kegiatan Ya Tidak Ket Frekwensi Jumlah Peserta
1. 2. 3. 4.
Pend. Agama Pramuka Olah raga ……………………………..
VII. KEGIATAN SOSIAL 1. Bilamanakah Panti terlibat dalam kegiatan masyarakat sekitarnya? a. Kunjungan anak ek orang tua/keluarga. Frekwensi kunjungan terkecil : ………….orang…………….x/bulan Frekwensi kunjungan terbanyak : ………….orang…………….x/bulan b. Kunjungan orang tua/keluarga pada anak. 119
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
2. Bagaimanakah hubungan anak-anak dengan orang tua/keluarganya di rumah? 3. Hubungan antara anak ex Panti dengan Panti. Beri lingkaran bila ada! a. Ada paguyuban/persatuan ex anak panti. b. Ada reuni berkala. c. Ada kunjungan tetap ke Panti secara terorganisir. d. Kunjungan insidentil dari ex anak asuhan secara perorangan. e. Tak ada hubungan setelah diasuh. f. Hubungan korespondensi. VIII. KESULITAN YANG DIRASAKAN PADA TAHUN YANG LALU a. Dalam soal organisasi intern Panti. b. Dalam pengolahan Panti. c. Dalam mengasuh anak. d. Dalam hubungan antar instansi dan badan lain. e. Dalam usaha penyaluran. f. Dalam tindak lanjut. 1. Sebutkan cara yang anda gunakan dalam mengatasi masalah tersebut: a. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. b. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. c. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. d. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. 120
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
e. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. f. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. 2. Saran-saran anda berhubung dengan kesulitan dan usaha tersebut di atas a. ……………………………………………………………………………………………………………………….. b. ……………………………………………………………………………………………………………………….. c. ……………………………………………………………………………………………………………………….. d. ……………………………………………………………………………………………………………………….. e. ……………………………………………………………………………………………………………………….. IX. RENCANA KERJA TAHUN YANG AKAN DATANG a. Jangka panjang (10 Tahun) ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. b. Jangka Pendek (1 Tahun yang akan datang) ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………….. Jakarta, …………. Pimpinan Panti Asuhan ………………………… (………………………..)
121
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
MUTASI YANG TERJADI PADA TAHUN LALU No
Pemasukan
Diterima
Ditolak
L 3
P 4
L 5
P 6
L 7
P 8
9
Permohonan
Ket
1
2
1. 2. 3. 4.
Langsung dari masyarakat Dari lembaga/Badan Sosial Dari Dinas Sosial/Kanwil Dari Instansi Pemerintah dan Instansi Sosial Jumlah
…… …… ……
…… …… ……
…… …… ……
…… …… ……
…… …… ……
…… …… ……
…… …… ……
…… ……
…... ……
…… ……
…… ……
…… ……
…… ……
…… ……
Pengeluaran
L
P
L
P
L
P
Ket
5
6
7
8
No 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
2
Pulang ke orangtua/keluarga
Tersalur kerja. Pindah panti Meneruskan sekolah Lari Meninggal Lain-lain Jumlah Dari instansi
3
4
…… …… …… …… …… …… …... …… Pindah
…… …… …… …… …... …… …… ……
…… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… …… ……. ……. …… …… ……. ……. …… …… …… …… Meneruskan Sekolah
Perincian isi blangko terlampir. 7. Jumlah anak yang disusulkan memperoleh subsidi: a. Dari Dep. Sosial : ……………………………….. anak b. Dari Pemda : ……………………………….. anak c. Dari lain-lain (sebutkan) : ……………………………….. anak Jumlah : ……………………………….. anak Yang tidak memperoleh subsidi : ……………………………….. anak Yang membayar/tak disusulkan subsidi : ……………………………….. anak Jumlah : ……………………………….. anak
122
9
…… …… …… …… …… ……. …… ……
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
8. Sebutkan lima jenis penyakit yang terbanyak yang dialami anak-anak setahun yang lalu: Ada Jenis Jumlah Penderita Pengobatan Ket Kematian No Penyakit yang terkena Ya Tidak Sendiri RS/Opn RS/Jln
Jumlah
123
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
LAPORAN VI LAPORAN UMUM TRIWULAN PANTI ASUHAN PEMERINTAH NAMA PANTI ASUHAN : …………………………………………. ALAMAT : …………………………………………. KECAMATAN : …………………………………………. KABUPATEN : …………………………………………. PROPINSI : …………………………………………. KAPASITAS : ………………………… orang anak PENGHUNI : ………………………… orang anak TRIWULAN KE : …………………. Tahun ….. (KEADAAN PADA AKHIR BULAN………..) I. ANAK ASUHAN A. SITUASI ANAK 1. Jumlah anak asuh pada triwulan yang lalu 2. Penerimaan anak asuh 3. Penyaluran 4. Jumlah anak asuh pada akhir triwulan ini
: : : :
………………. Orang anak ………………. Orang anak ………………. Orang anak ………………. Orang anak
B. PENDIDIKAN 1. Sekolah: a. Belum sekolah : ……………… orang anak b. Sekolah Taman Kanak-kanak : ……………… orang anak c. Sekolah Dasar : ……………… orang anak d. Sekolah Lanjutan Tk. Pertama : ……………… orang anak e. Sekolah Lanjutan Tk. Atas : ……………… orang anak f. Akademi/ Perguruan Tinggi : ……………… orang anak g. Sekolah Lanjutan Lain : ……………… orang anak (di luar klasifikasi tersebut di atas) 2. Di luar sekolah: No Jenis kegiatan/ Peserta Frekwensi Kursus-kursus
Keterangan
Jenis kegiatan atau kursus misalnya: Menjahit, montir, mengetik, bahasa, dan sebagainya
124
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
II. PETUGAS 1. Status Pegawai Organik 2. Status Pegawai Honorair 3. Tenaga Bantuan Jumlah Tenaga yang ada III. KEGIATAN 1. KEGIATAN PRODUKTIF No Jenis 1. Pertanian 2. Perkebunan
: : : :
……………………………. orang ……………………………. orang ……………………………. Orang ……………………………. Orang
Jumlah Peserta
Frekwensi
Keterangan
2. KEGIATAN PEMBINAAN MENTAL/ ROKHANI DAN REKREATIF No Jenis Jumlah Peserta Frekwensi 1. Pendidikan Agama 2. Pramuka 3. Olah raga 4. Kesenian 5. Darmawisata 6. Berkemah 7. …………………. 8. …………………. IV. KESEHATAN No Jenis Penyakit
Jumlah Penderita
Usaha Mengatasi
Keterangan
Keterangan
* Sebutkan jenis penyakit yang menjangkit pada masa kini (wabah) dan berapa penderitanya
125
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
V. SUMBER PEMBIAYAAN 1. A.P.B.N A.P.B.D 2. Hasil Usaha Panti 3. Sumbangan-sumbangan Jumlah
: Rp. ……………… : Rp. ……………… : Rp. ……………… Rp. ……………...
VI. PERMASALAHAN YANG TIMBUL …………………………………………………………………………………………......................................................................... …………………………………………………………………………………………......................................................................... …………………………………………………………………………………………......................................................................... VII. RENCANA KERJA Jangka Pendek : ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………… Jangka Panjang : ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………
VIII. SARAN-SARAN : ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………. ,19 ….. Pimpinan Panti Asuhan ( ……………………………… )
126
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
LAPORAN BULANAN Biaya Eksploitasi Panti Asuhan Pemerintah Bulan ………………………………..tahun ……… Nama Panti : Alamat : Kecamatan : Kabupaten : Propinsi : Kapasitas Tampung : Jumlah Anak Asuh : Jumlah tenaga : Jumlah hari perawatan dalam bulan ini A. Jumlah Pengeluaran No 1 2
3 4 5 6
Uraian Biaya kantor (alat tulis menulis Biaya Inventaris a. Kantor b. Asrama/ Cottage Penerangan Listrik Air Telepon Biaya lauk-pauk : a. Beras b. Lauk-pauk c. Bahan makanan lain d. Makanan extra
: Banyaknya Uang Rp. …………………
Jumlah Keseluruhan Rp. …………………
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
………………… ………………… ………………… ………………… …………………
Rp. Rp. Rp. Rp.
Rp. Rp. Rp. Rp.
………………… ………………… ………………… …………………
Rp. …………………
Keterangan
………………… ………………… ………………… …………………
Rp. ……………….. 7 8
Biaya bahan-bahan (pakaian dinas petugas) Biaya lain-lain : a. Pendidikan : Uang Sekolah Alat-alat sekolah Pakaian sekolah Pakaian biasa Alat-alat pendidikan Alat-alat olah raga Rekreasi
Rp. …………………
Rp. …………………
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Rp. ………………… Rp. …………………
b. Kesehatan : Obat-obatan Alat kebersihan badan dan pakaian Alat-alat kebersihan asrama
Rp. …………………
………………… ………………… ………………… ………………… ………………… ………………… …………………
Rp. ………………… Rp. …………………
Rp. …………………
Rp. …………………
Rp. …………………
c. Upah tenaga (tenaga honor) 127
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
9
10
Biaya Pemeliharaan a. Pemeliharaan gedung Kantor b. Pemeliharaan gedung panti c. Pemeliharaan inventaris Biaya Perjalanan Jumlah Keseluruhan
Rp. Rp. Rp. Rp.
……………….. ……………….. ……………….. …………………
B. Jumlah Penerimaan Dalam Bulan ini 1. Dari Kanwil Dep. Sos Propinsi : Sesuai dengan D.I.K. tahun : …………….. Rp. Mata anggaran : …………….. Rp. …………….. Rp. ………………Rp. Jumlah Rp. 2. Sumbangan-sumbangan: Berupa Uang Barang (dinilai uang) Jumlah seluruhnya
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
………………… ………………… ………………… ………………… …………………
…………………. …………………. …………………. …………………. …………………..
Rp. ………………….. Rp. ………………….. Rp. …………………..
C. Jumlah penerimaan seluruhnya Rp. …………………… Jumlah pengeluaran seluruhnya Rp. ………………….. Sisa Rp. ……………………… Pimpinan Panti Asuhan
( …………………………… )
128
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
DAFTAR PANTI ASUHAN TRIWULAN
No
Nama
Jenis Kel. Lk Pr
: NAMA-NAMA ANAK ASUH : ……………………………………. : …………….. TAHUN ………… (DIISI AKHIR BULAN ……………)
Tempat Tgl. Lahir/umur
Pend
Tanggal masuk panti
Ket
Sebutkan keterlantaran anak, misalnya: yatim terlantar, piatu terlantar, yatim piatu terlantar, anak terlantar ………………………….., Pimpinan Panti Asuhan ………………………. Tanda Tangan/Cap ( ……………………………….. ) KEADAAN ANAK ASUH 129
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
PANTI ASUHAN TRIWULAN I.
: …………………………………………………………… : ……………………………………………………………
KATEGORI NANAK ASUH MENURUT UMUR 0 – 16 th 7 – 12 th 13 – 18 th 19 – 21 th Lk
Pr
Lk
Pr
Lk
Pr
Lk
II. JUMLAH PENYALURAN ANAK ASUH : No Sebab keluar dari P. 0–16 th 7–12 th Asuhan Lk Pr Lk Pr 1. Bekerja sendiri 2. Membuka usaha sendiri Dikembalikan ke 3. orangtua Dilimpahkan ke panti 4. sosial lain Melarikan diri 5. Meninggal dunia 6.
130
Pr
Jumlah keseluruhan Lk Pr
13–18 th
19–21 th
Lk
Lk
Pr
Keterangan
Jumlah Ket keseluruhan Pr Lk Pr
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
KEADAAN PENGAWAS / TENAGA PANTI ASUHAN : ………………………………………………. TRIWULAN : ………………………………………………. No
Nama
Status* Pegawai
Jabatan Penddidikan /Tugas Terakhir
Golongan (PGPS)
Mulai Bekerja
Keterangan
* Status Pegawai: Organik, Honorair, tenaga bantuan lain-lain
……………..………………………………… PANTI ASUHAN ………………………. Tanda tangan/ cap,
( ………………………………………….. ) 131
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
DINAS SOSIAL DAERAAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA JALAN GUNUNG SAHARI II/6. JAKARTA
DAFTAR PERINCIAN MUTASI PENGHUNI
NAMA PANTI ALAMAT BULAN
0
1-4
: …………………………………… : …………………………………… : ……………………………………
5-6
7-9
10-12 13-14 15-19
20+
No Golongan
Jumlah Mutasi
Ket
L P L P L P L P L P L P L P L P L P Jml 1
2
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Yatim Piatu Yatim Piatu Orangtua miskin Orangtua sekitar Keluarga retak Anak terlantar Anak titipan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jumlah Yatim Piatu Yatim Piatu Orangtua miskin Orangtua sekitar Keluarga retak Anak terlantar Anak titipan
Jumlah Jakarta, ………………………….,20 ……… Pimpinan Panti Asuhan …………………………………..
( …………………………………. )
132
22
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
133
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
134
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
135
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
136
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
137
Bab VII Beberapa Model Panti Asuhan
138
Pengorganisasian dan Pelayanan Sosial Melalui Panti Asuhan Anak
Bab VIII
PENUTUP
Meskipun panti asuhan adalah lembaga bantuan sosial yang sudah cukup tua, dan di Indonesia sudah sejak sebelum perang dunia II, namun kehadiranya masih belum dapat digantikan oleh lembaga lain secara mutlak. Karena sifatnya maka disana masih bias diharapkan adanya pencapaian tujuan untuk orang bnyak dengan pembiayan yang serba sedikit. Maksudnya adalah bahwa dengan cara akumulatif, perawatan terhadap banyak anak meringankan bebab perorangan bila diperinci pembiayaan masing-masing . Demikian juga keuntungan suatu keluarga besar dapat diterapkan dalam pengelolaan Panti Asuahn, sehingga suatu Panti Asuhan tidak usah harus menanggung keburukan dari suatu sistem pendidikan regimental bila para pengurusnya memang berniat untuk itu. Namun pengelolaan yang bersifat kekeluargaan tersebut jangan sampai menggelincir kepada kelonggaran yang indisipliner, sehingga menjadikan suatu Panti Asuhan semraut. Nah menjaga keseimbangan inilah merupakan tugas pokok seorang menejer panti. Apabila buku ini ada kebaikannya, maka hal itu semata-mata karena berkah Tuhan Yang Maha Esa saja, yang telah membukakn para pembaca untuk menerima kebaikan-baikanNya, tetapi bila terdapat kekurangan dan ketidak baikan buku ini maka adalah tanggung jawab team penyusun yang serba terbatas pengetahuan, pengalaman dan referensinya. Dengan terbitnya buku ini semoga menambah khasanah kepustakaan kita tentang kesejahteraan anak, khususnya mengenai Panti Asuhan.
139
Bab VIII Penutup
140