-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
PENGOPTIMALAN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN AKTIF RESEPTIF DALAM PEMBELAJARAN SASTRA Sigit Arif Bowo Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret Sigit.ari
[email protected]
Abstract This study aims to describe and explain the active mapping capability receptive to learning literature class X and XI, and 2) to describe and explain the forms of assessment that corresponds to the active ability receptive to learning literature class X and XI. The form of this research is descriptive qualitative. Source of data in this study are documents Indonesian language learning in class X and XI and informants that teachers and students. Technical data collection techniques using content analysis and in-depth interviews. Test the validity of the source data using triangulation techniques, while data analysis techniques using interactive analysis techniques. Based on these results we can conclude (1) The ability to actively receptive to the learning experience the inequality literature, to the level of class X is only found in one material, namely text anecdotes. In the eleventh grade material that is contained in four short story Text, Text Pantun, re-biographical story text, and text movie or drama. (2) The form of assessment that can be used in the assessment of active ability receptive to learning literature is authentic assessment consisting of project appraisal, products, performance, portfolios, written tests, attitudes, and self-assessment. Keywords: active ability receptive, authentic assessment form
Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan serta menjelaskan pemetaan kemampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra kelas X dan XI, dan mendeskripsikan serta menjelaskan bentuk penilaian yang sesuai dengan kemampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra kelas X dan XI. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah dokumen pembelajaran bahasa Indonesia kelas X dan XI dan informan yaitu guru dan siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan teknis analisis konten dan wawancara mendalam. Uji validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber, sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan (1) kemampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra mengalami ketimpangan, untuk jenjang kelas X hanya terdapat dalam satu materi yaitu teks anekdot. Pada kelas XI terdapat dalam empat materi yaitu Teks Cerita pendek, Teks Pantun, teks cerita ulang biogra i, dan teks ilm atau drama. (2) Bentuk penilaian yang dapat digunakan pada penilaian kemampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra adalah penilaian autentik yang terdiri dari penilaian proyek, produk, unjuk kerja, portofolio, tes tertulis, sikap, dan penilaian diri. Kata kunci: kemampuan aktif reseptif, bentuk penilaian autentik
Pendahuluan Pembelajaran sastra dapat menumbuhkan pengetahuan dan mengembangkan apresiasi sastra siswa. Pembelajaran sastra dengan mengoptimalkan kegiatan apresiasi sastra akan membentuk peserta didik yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang baik. Endraswara (2003: 183-184) dengan menangkap muatan budi pekerti pada karya sastra, kegiatan pendidikan tidak hanya sekadar mengirim pengetahuan tetapi juga menyampaikan nilai-nilai (transfer of values). Pembelajaran sastra di Indonesia belum optimal. Ismail (2000) memaparkan hasil penelitiannya dari wawancara dengan 13 narasumber dari berbagai negara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa di negara maju siswa SMU diberikan tugas membaca buku sastra yang wajib dibaca sampai tamat, diresensi, dan diujikan. Hal tersebut berbeda dengan SMU di Indonesia yang tidak memiliki buku sastra wajib baca bagi siswanya. Paparan hasil wawancara tersebut, diwujudkan dalam tabel berikut. 503
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Tabel 1. Jumlah Buku Sastra yang Wajib Dibaca Siswa SMU No Nama sekolah Jumlah buku wajib dibaca 1. SMU Singapura 6 judul 2. SMU Malaysia 6 Judul 3. SMU Thailand Selatan 5 judul 4. SMU Brunei Darussalam 7 judul 5. SMU Jepang 15 judul 6. SMU Kanada 13 judul 7. SMU Amerika Serikat 32 judul 8. SMU Jerman 22 judul 9. SMU Internasional, Swiss 15 judul 10. SMU Rusia 12 judul 11. SMU Perancis 20-30 judul 12. SMU Belanda 30 judul 13. AMS Hindia Belanda 25 judul 14. SMU Indonesia 0 judul Kehadiran Kurikulum 2013 memberikan warna yang berbeda dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran berbasis teks sedikit mengaburkan fokus kegiatan pembelajaran yang terpaku pada buku teks. Hakikat pembelajaran ditujukan untuk memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa. Untuk mendukung pembelajaran yang bermakna, bentuk penilaian dalam kurikulum 2013 harus dioptimalkan. Bentuk inovasi dalam penilaian dilakukan dengan mengoptimalkan penilaian autentik (authentic assessment). Penilaian autentik sudah dikembangkan dan dilaksanakan pada KTSP. Penilaian autentik dapat dijadikan solusi atas permasalahan pembelajaran sastra khususnya pada ranah menyimak dan membaca (reseptif). Kemampuan reseptif kurang mendapat perhatian karena biasanya guru terfokus pada penilaian membaca dan menulis. Penelitian yang dilakukan Wibowo (2007) di SMA 109 Jakarta menunjukkan bahwa kemampuan mendengarkan siswa masih rendah. Hasil tes mendengarkan berita dan informasi serta penilaian penulisan fakta dan opini menunjukkan hasil yang belum optimal. Hasil pre-test mendengarkan diperoleh nilai rata-rata 61,6 (skala 100), sedangkan rata-rata post-test sebesar 68 (skala 100). Hasil tulisan fakta dan opini siswa menunjukkan rata-rata sebesar 35% amat baik, 11% baik, 35% sedang, sedangkan sisanya 19% kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak bisa mendengarkan dengan baik apalagi untuk menuliskannya. Hal serupa terjadi pada pembelajaran membaca. Suryaman (2010) menyatakan bahwa berdasarkan hasil laporan UNESCO pada tahun 2003 melalui Program for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa keterampilan membaca anak-anak Indonesia usia 15 tahun ke atas, berada pada urutan ke-39 dari 41 negara yang diteliti. Menghadapi berbagai permasalahan di atas, dibutuhkan bentuk penilaian yang tepat agar kegiatan pembelajaran sastra khususnya kemampuan reseptif dapat bermakna. Berdasarkan paparan tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1) Bagaimana pemetaan kemampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra kelas X dan XI? 2) Bagaimana pemetaan bentuk penilaian yang sesuai dengan kemampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra kelas X dan XI?
504
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Kajian Teori Untuk melakukan penilaian diperlukan alat. Menurut Suwandi (2010: 31) alat atau bentuk penilaian digunakan untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan tingkat keberhasilan siswa dalam penguasaan kompetensi dasar. Bentuk penilaian yang dimaksudkan adalah penilaian berbasis kelas. Menurut Suwandi (2010: 12) penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar yang dilakukan oleh guru untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang ditetapkan. Penilaian kelas bersifat leksibel karena dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Berikut paparan tujuh bentuk penilaian kelas. Pertama, penilaian unjuk kerja. Penilaian unjuk kerja Menurut Sufanti dan Rahmawati (2012: 21) digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam melakukan, mengerjakan, mendemonstrasikan perbuatan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan seperti membaca puisi, berpidato, dan diskusi. Instrumen penilaian dalam teknik unjuk kerja dapat dilakukan dengan daftar cek dan skala penilaian. Kedua, Penilaian Sikap. Penilaian sikap dalam proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap berbagai komponen pembelajaran. Suwandi (2010: 80-81) menyatakan bahwa sikap yang perlu dinilai antara lain: (a) sikap siswa terhadap materi pelajaran; (b) sikap siswa terhadap guru; (c) sikap siswa terhadap proses pembelajaran; (d) sikap siswa berkaitan dengan norma yang berhubungan dengan materi pelajaran. Ketiga, Penilaian Tertulis. Penilaian tertulis atau yang disebut juga tes tertulis merupakan tes yang soal dan jawabannya dalam bentuk tulisan. Puskur Depdiknas (dalam Sufanti dan Rahmawati, 2012 : 29) menyebutkan ada tes objektif yaitu (1) memilih jawaban yang terdiri dari pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, dan sebab-akibat; (2) menyuplai jawaban yang dibedakan menjadi isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian. Keempat, Penilaian Proyek. Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang dilaksanakan dalam suatu periode tertentu. Penilaian proyek dilakukan dari keseluruhan proses awal sampai akhir proyek. Kelima, Penilaian Produk. Penilaian produk merupakan penilaian terhadap proses pembuatan suatu produk. Menurut Sufanti dan Rahmawati (2012: 35) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, penilaian produk digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam berkarya menghasilkan sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan bersastra. Keenam, penilaian portofolio. Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam periode tertentu (Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Rahmawati, 2012: 38). Penilaian portofolio digunakan untuk menilai karya siswa secara individu pada periode tertentu sebagai dasar penilaian guru dalam menilai perkembangan peserta didik. Ketujuh, penilaian diri. Penilaian diri adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan meminta siswa untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajari (Suwandi, 2010: 114). Penilaian diri dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan guru. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Strategi yang digunakan menggunakan studi kasus terpancang (embedded case study research). Fokus penelitian ini pada bentuk penilaian pada jenjang SMA/SMK kelas X dan XI. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik analisis dokumen yang terdiri dari silabus, RPP, dan buku teks mata pelajaran bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik kelas X dan XI, dan wawancara mendalam dengan guru dan siswa. Untuk validasi data menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif. 505
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan telaah dokumen mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kurikulum 2013 pada jenjang SMA/SMK kelas X dan XI tidak ditemukan secara eksplisit bentuk pembelajaran sastra. Kegiatan pembelajaran terintegrasi dalam satu tema besar. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sainti ik (sainti ic approach) yang menerapkan prinsip 5M, mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Pelaksanaan pembelajaran tersebut, membuat bias terhadap pengajaran sastra khususnya kemampuan aktif reseptif. Akan tetapi jika ditelaah, ditemukan hampir semua KD yang bermuatan sastra mengarah pada pembelajaran sastra khususnya kemampuan aktif reseptif. Hal ini dikarenakan dalam setiap pembelajaran terdapat kegiatan mengamati, menalar, dan mencoba yang identik dengan kegiatan menyimak. Pada kelas X dan XI porsi untuk materi sastra bisa dikatakan kurang berimbang. Memang pada kenyataannya guru mempunyai kewenangan untuk mengembangkan materi ajar. Akan tetapi jika ditelaah dengan saksama buku teks yang dijadikan referensi guru Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan Akademik untuk kelas X dan XI cetakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bentuk pembelajaran sastra yang ditemukan dijabarkan dalam tabel berikut. Tabel 2. Pemetaan pembelajaran sastra kelas X dan X No Kelas Materi 1. X Teks Anekdot (TA) 2. XI Teks Cerita pendek (TCP) Teks Pantun (TP) Teks Cerita ulang Biogra i (TCUB) Teks Film atau drama (TFD) Berdasarkan tabel tersebut ditemukan ketimpangan materi yang cukup besar. Pada kelas X hanya terdapat satu tema yang membahas materi sastra. Sedangkan pada kelas XI, terdapat empat materi. Porsi yang berbeda tersebut perlu disikapi dengan bijak dan serius oleh guru khususnya guru yang mengajar kelas X. guru perlu mengembangkan penilaian yang autentik, sehingga dengan waktu yang terbatas, siswa masih dapat melakukan aktivitas yang menambah wawasan dan pengalamannya dengan karya sastra. Penilaian merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dari skema besar pembelajaran. Penilaian digunakan untuk mengukur dan mengetahui ketercapaian siswa terhadap kompetensi yang diajarkan. Penilaian yang sesuai dengan karakteristik materi dan berfokus pada pengembangan siswa akan memberikan hasil yang maksimal dan bermakna pada siswa. Berikut akan disajikan bentuk penilaian yang sesuai dengan KD pembelajaran sastra kemampuan aktif reseptif. Tabel 3. Pemetaan bentuk penilaian sesuai dengan KD yang relevan No Bentuk penilaian Kompetensi Dasar 1 Penilaian produk (TA, TCP, TCUB, TFD) KD 3.5 2 Penilaian proyek TA KD (3.3,3.4,3.5) TCUB KD (3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5) TFD KD (3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5) 3 Penilaian unjuk TA KD 3.1, 3.2, 3.3 kerja TCP KD 3.1, 3.2, 3.3 TCUB KD, 3.1, 3.2, 3.3
506
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
4 5 6 7
Penilaian portofolio TA pada KD (3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5) Penilaian Tes tertulis Dilakukan setelah semua KD selesai diajarkan. Sebagai bentuk pemahaman rangkaian KD dari awal-akhir. Penilaian sikap Dapat dilakukan pada semua KD Penilaian diri Dapat dilakukan pada semua KD
Berdasarkan tabel di atas pemberian kode pada kolom KD, hanya dituliskan kode KD 3, yaitu kode KD untuk kemampuan pengetahuan. Hal itu karena untuk KD 4, atau keterampilan secara otomatis mengikuti KD pengetahuan. Dalam artian jika dituliskan KD 3.1 otomatis KD 4.1 sudah termasuk di dalam rangkaian pembelajaran bersama KD 3.1. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran teks anekdot, guru bisa menggunakan semua teknik penilaian autentik. Guru dapat memulai penilaian portofolio sebagai langkah awal untuk memahamkan siswa terhadap konsep, struktur, dan ciri teks anekdot. Guru dapat memberikan tugas kepada siswa untuk membaca anekdot, kemudian menemukan ciri, struktur, dan kaidah bahasa yang digunakan dalam teks anekdot. Selain itu, bentuk penilaian proyek dapat dilakukan dengan memberikan rangkaian tugas bermakna secara bertahap kepada siswa. Guru bisa memulai dengan meminta siswa mencari contoh teks anekdot dari sumber yang berbeda. Misalnya dari majalah atau internet. Kemudian siswa diminta membandingkan dengan teks lain sehingga memperoleh pengetahuan tentang perbedaan teks anekdot dengan teks yang lain. Kegiatan penilaian proyek dapat diakhiri dengan meminta siswa membuat teks anekdot, atau mengonversinya ke dalam bentuk teks lain, puisi atau naskah drama. Penilaian produk bisa berdiri sendiri, atau menjadi bagian dari penilaian proyek. Jika berdiri sendiri guru dapat mengarahkan siswa untuk belajar secara mandiri. Siswa dapat diberi tugas untuk menampilkan teks anekdot yang telah dibuat atau dikonversi dalam bentuk sajian tampilan yang diabadikan atau direkam. Kemudian siswa diminta untuk mengumpulkan video tersebut dalam sebuah cakram CD. Penilaian unjuk kerja dapat digunakan untuk menyampaikan hasil diskusi. Berkenaan dengan kemampuan menyimak atau membaca, setelah guru menayangkan contoh video anekdot atau siswa membaca teks anekdot, siswa bisa diarahkan untuk berdiskusi, dan menyajikan hasil diskusi dalam bentuk presentasi. Dari kegiatan tersebut akan terlihat bagaimana respons siswa terhadap materi. Penguasaan siswa terhadap materi, cara menyampaikan, dan cara menanggapi bisa dijadikan aspek penilaian. Penilaian tes tertulis biasanya digunakan ketika suatu materi atau tema atau bab telah selesai diajarkan. Bentuk penilaian tes tertulis yang bisa digunakan adalah kombinasi tes objektif dan subjektif. Selain itu bisa digunakan bentuk menjodohkan. Porsi untuk tes subjektif perlu ditambah karena pada tes tersebut akan terlihat bentuk penalaran dan perkembangan siswa. Penilaian sikap juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Ranah sikap dan moral adalah elemen penting yang harus dimiliki seorang siswa. Penilaian sikap bisa dilakukan setiap pembelajaran dengan melakukan pengamatan terhadap respons siswa saat pembelajaran, maupun mengisi jurnal tentang perkembangan sikap positif dan negatif siswa. Penilaian diri perlu dilakukan agar siswa dengan jujur menilai dirinya berkenaan dengan proses pembelajaran. Kendala-kendala yang ditemui siswa bisa dijadikan pertimbangan guru dalam mengembangkan materi ajar. KD pada kelas XI juga bisa mengikuti seperti penilaian yang diterapkan pada materi anekdot. Sebenarnya hampir semua penilaian bisa diterapkan pada semua KD. Guru mempunyai kewenangan untuk menentukan bentuk penilaian mana yang akan digunakan. Intinya guru 507
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
harus mampu berinovasi dalam mengembangkan bentuk penilaian agar siswa mendapat pengalaman yang bermakna. Penutup Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Ke mampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra untuk jenjang kelas X terdapat dalam satu materi yaitu teks anekdot. Pada kelas XI terdapat dalam empat materi yaitu Teks Cerita pendek, Teks Pantun, teks cerita ulang biogra i, dan teks ilm dan drama. 2. Bentuk penilaian yang dapat digunakan pada penilaian kemampuan aktif reseptif pada pembelajaran sastra adalah penilaian autentik yang terdiri dari penilaian proyek, produk, unjuk kerja, portofolio, tes tertulis, sikap, dan penilaian diri.
Daftar Pustaka Endraswara, Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra: Sastra Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Ismail, Tau iq. 2000. “Pengajaran Sastra yang Efektif dan E isien di SLTA”. Widyaparwa. No 54, maret 2000. Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional. Sufanti, Main dan Laili Etika Rahmawati. 2012. Teori Evaluasi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: FKIP UMS. Suryaman, Maman. 2010. “Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Sastra”. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY Suwandi, Sarwiji. 2010. Model Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka Wibowo, Hari. 2007. “Peningkatan Kemampuan Menyimak melalui Pemberdayaan Sumber Belajar pada Pelajaran Bahasa Indonesia”. Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 2, A gustus 2007.
508