Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan? The Operation of The Treatment Plant Sludge : Economic benefit or Environmental Impact? Fitrijani Anggraini1 dan Reni Nuraeni2 Pusat Litbang Permukiman, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum Email:
[email protected] 2 Pusat Litbang Permukiman, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum Email:
[email protected]
1
Tanggal diterima: 21 April 2015 ; Tanggal disetujui: 27 Juni 2015
ABSTRACT The water pollution has become an integral part with the impact of global climate change issue. Triple too (little, dirty, much) is a phrase to describe the importance of the issue to be handled that have impact to environment such as physic, chemical, biologic and social economy. The provision of infrastructure sanitation aimed reducing the impact of the disposal of household waste into the cause of the biggest sources of water river pollution. The efforts become to prevention against disease which is transmitted through the medium of water. However, sanitation infrastructure investment costs are still facing obstacles. Because the lack of operational and maintenance costs as well as a lack of the public awareness importance of IPLT, most IPLT that has been built, the operation is not in accordance with the available capacity. This study aimed to describe the economic benefits and environmental impacts of the operation of IPLT in eight cities study. The primary data research in 2013 used a reference for the analysis of the economic benefits and environmental impact IPLT operation. The data is awoke IPLT capacity and used, pollution load entering (inlet) and pollution load exit (outlet). The number of households and the population served by the local system (onsite) and actual IPLT processing efficiency also collected for analysis and calculation of reference The study concluded that the City waste treatment plant capacity studies idle reached 75%. Operation IPLT provides economic benefits amounting to Rp. 112,000/m3/month or 7.2 times the cost of operation and maintenance needs of the average Rp. 17,000/m3/month. Increasing of the IPLT operation benefit is a potential rise the environmental impact as an equivalent with Rp. 43,800/m3/month. If the quality of processed IPLT improved so much smaller than the specified effluent quality standards, the environmental impacts turn into environmental benefits. Keywords: settlements, faucal sludge treatment installation, economic benefits, environmental impact, unit of pollution
ABSTRAK Pencemaran air sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan isu dampak perubahan iklim global. Triple too (too little, too dirty, too much) adalah ungkapan untuk menggambarkan betapa pentingnya isu tersebut untuk ditangani, yang berdampak pada lingkungan fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi. Penyediaan infrastruktur sanitasi ditujukan untuk mengurangi dampak pembuangan limbah rumah tangga yang menjadi sumber terbesar penyebab pencemaran air sungai. Upaya tersebut sekaligus menjadi upaya pencegahan terhadap timbulnya penyakit yang ditularkan melalui media air. Namun, investasi infrastruktur sanitasi masih menghadapi kendala biaya. Karena minimnya biaya operasional dan perawatan serta kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya IPLT, sebagian besar IPLT yang telah dibangun, pengoperasiannya belum sesuai kapasitas yang tersedia. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui gambaran manfaat ekonomi dan dampak lingkungan pengoperasian IPLT di 8 (delapan) kota studi. Data primer hasil penelitian tahun 2013 digunakan acuan untuk melakukan analisis manfaat ekonomi dan dampak lingkungan pengoperasian IPLT. Data tersebut adalah kapasitas IPLT terbangun dan IPLT terpakai, beban pencemaran inlet dan beban pencemaran outlet. Jumlah kepala keluarga dan penduduk yang dilayani sistem setempat (onsite) dan efisiensi pengolahan IPLT aktual juga dikumpulkan untuk acuan analisis dan perhitungan. Kajian ini menyimpulkan bahwa kapasitas IPLT kota studi yang menganggur (idle) mencapai 75%. Pengoperasian IPLT memberikan manfaat ekonomi sebesar Rp. 112.000,-/m3/bulan atau 7,2 kali dari kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan rata rata Rp. 17.000,-/m3/bulan. Peningkatan manfaat pengoperasian IPLT berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang besarnya setara dengan Rp. 43.800,-/m3/bulan. Apabila kualitas olahan IPLT ditingkatkan sehingga lebih kecil dari standar kualitas efluen yang ditetapkan, maka dampak lingkungan berubah menjadi manfaat lingkungan. Kata Kunci: permukiman, IPLT, manfaat ekonomi, dampak lingkungan, unit pencemaran
81
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
PENDAHULUAN Badan-badan air seperti danau, sungai, waduk yang berfungsi sebagai sumber air untuk keperluan air bersih, pertanian dan perikanan semakin sulit menyediakan air yang aman sesuai standar kualitas yang diinginkan. Beban cemaran air limbah yang masuk ke badan air penerima semakin besar sehingga mutu air semakin jauh dari standar kualitas yang diharapkan (Pujiastuti, 2013).
Oleh karena itu, berbagai upaya pengendalian pencemaran diperlukan untuk melestarikan kualitas sumber-sumber air. Penyehatan lingkungan permukiman melalui penyediaan dan pengoperasian infrastruktur air minum dan sanitasi yang baik termasuk upaya strategis karena sangat berdampak pada perekonomian nasional. Kerugian ekonomi akibat lingkungan permukiman yang buruk atau akibat kualitas air baku yang tidak memenuhi syarat sehingga menimbulkan kerugian lingkungan fisik, kimiawi, biologi, sosial dan ekonomi. Hal tersebut sesuai yang dikemukakan Pamekas (2013), dengan hanya mempertimbangkan tiga aspek, yaitu kesehatan rumah tangga, waktu produktif yang hilang, serta biaya yang dikeluarkan pemerintah, maka kerugian ekonomi yang berhubungan dengan persoalan kesehatan di Yogyakarta diperhitungkan mencapai Rp. 48,95 milyar/tahun atau sekitar Rp. 98.359,-/kapita/tahun pada tahun 2000. Persentase keluhan penyakit diare dan penyakit melalui air lainnya, tercatat sekitar 6,65% penduduk. Bila kontribusi sewerage berhubungan dengan keluhan tersebut, maka kontribusi terhadap kerugian ekonomi diperhitungkan sebesar 6,65% x Rp. 98.359,-/kapita/tahun = Rp. 6.540,87/kapita/ tahun. Pembangunan dan pengoperasian Instalasi Pengolahan Air (IPAL) yang menjamin terpenuhinya standar kualitas hasil olahan (effluent) seperti yang dievaluasi oleh Lestari (2011), merupakan salah satu upaya pengendalian pencemaran yang dibutuhkan. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk kategori sarana dan prasarana air limbah terdesentralisasi (decentralized system). IPLT melayani tangki septik yang dibangun di pekarangan pemiliknya. Tujuannya adalah sebagai sarana pemeliharaan tangki septik agar berfungsi maksimal yaitu menurunkan beban cemaran sebesar 30% sampai dengan 60% dari beban cemaran yang masuk. Tangki septik dengan IPLT digunakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia untuk mengolah air limbah rumah tangga. Penggunaan tangki septik sebagai sistem setempat (onsite system) dikarenakan layanan sistem terpusat (centralized system) di Indonesia masih sangat rendah yaitu kurang dari 2% penduduk perkotaan.
82
Oleh karena itu, peran dan kontribusi IPLT pada upaya pengendalian pencemaran air, tidak dapat diragukan lagi.
Tangki septik dan IPLT berkontribusi cukup penting dalam mengurangi beban cemaran, meningkatkan daya tampung lingkungan atau kemampuan lingkungan mengolah limbah secara alami. Peningkatan daya tampung lingkungan tersebut berdampak positif terhadap pengurangan timbulnya penyakit yang ditularkan melalui media air. Manfaat tidak langsungnya adalah meningkatnya kesehatan masyarakat karena kasus sakit yang diderita masyarakat berkurang. Berkurangnya kasus sakit, mengurangi pengeluaran untuk berobat ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya. Berkurangnya pengeluaran masyarakat tersebut dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga kemampuan membayar retribusi sarana air limbah dapat meningkat pula.
Karena minimnya biaya operasional dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya IPLT, sebagian besar IPLT yang telah dibangun, pengoperasiannya belum sesuai dengan kapasitas yang tersedia. Di sisi lain, volume limbah tinja yang harus diolah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pencemaran sumber-sumber air. IPLT yang tidak dioperasikan secara memadai menjadi faktor penyebab menurunnya kualitas olahan sehingga beban cemaran yang masuk ke badan air penerima juga meningkat. Meningkatnya cemaran berakibat semakin sulit memperoleh air baku yang aman bagi penyediaan air bersih masyarakat. Kelangkaan air baku yang aman berakibat semakin besarnya resiko timbulnya penyakit diare.
Persoalannya adalah bagaimana mengetahui manfaat IPLT secara ekonomi? Selain itu, bagaimana mengetahui dampak IPLT terhadap lingkungan perairan apabila IPLT tidak dioperasikan sesuai dengan kapasitas terbangun? Permasalahan IPLT yang kompleks tersebut menjadi latar belakang pelaksanaan penelitian terhadap kinerja IPLT, baik secara fisik dan non fisik. unsur non fisik berhubungan dengan manajemen IPLT, pengetahuan masyarakat mengenai hak dan kewajiban membayar retribusi pelayanan air limbah serta bisnis penyedotan lumpur tinja. Menurut Prayudi (2014), ditinjau dari aspek tarif pengurasan tangki septik penerimaan retribusi Rp. 136.300 per m3 belum dapat menutup biaya operasi IPLT Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi, sehingga pengelolaan IPLT mengalami kerugian ekonomi lingkungan sebesar 0,5% dari bunga bank yang berlaku yaitu 18%.
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan? Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni Oleh karena itu, tulisan ini ditujukan untuk mengetahui gambaran tentang kondisi IPLT, manfaat ekonomi pengoperasian IPLT dan potensi timbulnya dampak lingkungan apabila efisiensi, kapasitas operasional, kualitas olahan belum sesuai dengan yang direncanakan.
KAJIAN PUSTAKA
Minat penelitian terhadap masalah pencemaran tidak pernah surut karena pencemaran bersifat universal atau telah menjadi perhatian dunia. Penelitian di bidang infrastruktur sanitasi, umumnya berhubungan dengan pengembangan teknologi. Darwati (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemisahan urin dan kotoran tinja terhadap kinerja. Penelitian ini menyimpulkan bahwa 3 (tiga) model sistem terdesentralisasi yang diteliti termasuk kategori berbiaya rendah bila dibandingkan dengan model sejenis yang diterapkan di beberapa negara Asia. Hastuti et al., (2011) melakukan penelitian tentang aplikasi bioreaktor membran untuk mengolah efluen limbah dari tangki septik. Model sistem tersebut juga dinilai termasuk kategori berbiaya rendah karena menggunakan bahan lokal untuk media penyaringan secara anaerobik. Bahan lokal dimaksud adalah sabut kelapa, potongan pipa pralon yang tidak terpakai. Penelitian IPLT sistem kolam di Sukawinatan Palembang dilakukan oleh Oktarina (2013) menyimpulkan bahwa debit limbah tinja yang masuk IPLT hanya 2,8% dari volume bangkitan limbah tinja. Penelitian-penelitian tersebut memberi gambaran tentang aplikasi teknologi yang murah dan ramah lingkungan. Di sisi lain, penelitian tersebut juga memberi gambaran bahwa upaya pengembangan teknologi dan peningkatan kinerja pengolahan belum seimbang dengan proporsi bangkitan lumpur tinja yang diolah. Hasil penelitian terkait dengan biaya dan manfaat ekonomi dibahas oleh Tziakis et al., (2009). Pada penelitian tersebut selain penerapan metode analisis biaya dan manfaat penyediaan infrastruktur air minum dan sanitasi dibahas pula beberapa temuan yang penting. Ruang lingkup pembahasan meliputi skala global maupun regional, peluang atau potensi manfaat dan biaya pada masing masing unit sistem infrastruktur. Besaran nilai manfaat maupun biaya disajikan dalam $/bulan atau $/unit volume bangunan atau $/ton bahan konstruksi yang digunakan. Valuasi manfaat pengolahan dan penggunaan kembali limbah hasil olahan juga dibahas untuk memberi gambaran tentang kemauan masyarakat membayar tarif retribusi pengolahan. Valuasi manfaat tersebut dikaji dengan menggunakan contingent valuation methodology yang diintegrasikan dengan metode analisis biaya
dan manfaat. Pamekas, (2013), menilai keuntungan atau manfaat ekonomi dari sisi pengguna teknologi, aspek kesehatan keluarga, waktu produktif dan subsidi pemerintah daerah serta tarif retribusi. Keuntungan atau manfaat ekonomi diperoleh dari kesehatan keluarga yang terjaga, waktu produktif yang tidak hilang serta berkurangnya subsidi pemerintah daerah untuk sektor kesehatan. Dari sudut pandang tarif retribusi, manfaat ekonomi terindikasi dari meningkatnya rasio antara manfaat pengguna infrastruktur dengan beban tarif retribusi yang harus dibayar. Penelitian tentang dampak lingkungan dilakukan oleh Pijuan et al., (2010) dan Casermeiro et al., (2010). Kedua penelitian tersebut membahas dampak lingkungan untuk pemanfaatan lumpur tinja yang telah diolah untuk pertanian. Karakteristik dan sifat-sifat tanah serta kemampuan menerima hasil olahan menjadi objek penelitian tersebut. Evaluasi dilakukan dengan metode pembobotan dan pengembangan skala nilai. Perhitungan nilai manfaat pada kedua penelitian terindikasi dari perubahan indeks keberlanjutan pertanian. Pada penelitian ini, tidak membahas kelayakan pengembangan dan penerapan teknologi yang dikaji dengan metode analisis biaya dan manfaat tetapi lebih difokuskan pada evaluasi pengoperasian IPLT yang ditinjau dari aspek manfaat ekonomi maupun potensi timbulnya dampak lingkungan. Penelitian ini didasarkan pada konsep pemikiran bahwa manfaat adalah besarnya nilai potensi bangkitan beban pencemaran yang dapat dicegah dan atau dikurangi bebannya oleh IPLT. Sebaliknya, dampak lingkungan adalah potensi bangkitan yang belum dapat diolah sehingga memasuki lingkungan penerimanya. Analisis manfaat maupun dampak lingkungan tersebut menggunakan konsep satuan pengukur yang sama yaitu mengunakan nilai rupiah.
METODOLOGI
Data hasil penelitian tahun 2014 digunakan acuan untuk melakukan analisis manfaat ekonomi dan dampak lingkungan pengoperasian IPLT di 8 (delapan) kota studi kasus. Data tersebut adalah kapasitas IPLT terbangun dan IPLT terpakai, beban pencemaran masuk (inlet) dan beban pencemaran keluar (outlet). Jumlah kepala keluarga dan penduduk yang dilayani sistem setempat (onsite) dan efisiensi pengolahan IPLT aktual juga dikumpulkan untuk acuan analisis dan perhitungan. Perhitungan dan analisis manfaat pengoperasian IPLT menggunakan formula atau persamaan 1, berikut ini: M-Ekon = Q x Le x Eff x UP/(BL x 1000) ...…(1)
83
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Dimana:
Kapasitas operasional IPLT diukur dari volume harian rata-rata lumpur tinja yang dikirim oleh truk tinja setiap hari. Beban pencemaran diperoleh M-Ekon : Manfaat Ekonomi (Rp/hari) Q
: Kapasitas Operasional IPLT (m3/hari)
Eff
: Efisiensi Pengolahan (%)
Le
: Beban Pencemaran (mg/liter)
Nilai eff : antara 0,00-1,00 UP BL
: Unit Pencemaran (Kg). Nilai UP COD dan TSS = 50 Kg, sedangkan minyak dan lemak = 3 Kg (Permen LH no 7 tahun 2014).
: Biaya Lingkungan Rp/kg bahan cemaran. Biaya lingkungan = Rp. 24.750,-/Kg beban pencemaran (Permen LH no 7 tahun 2014)
dari hasil pemeriksaan kualitas limbah tinja yang terdiri dari baku limbah dan hasil olahan (effluent) IPLT. Efisiensi pengolahan dihitung dengan membandingkan antara beban cemaran terukur di outlet dibandingkan dengan beban cemaran terukur di inlet, lihat persamaan 2. Eff IPLT = (Lein-Leout)/Lein x 100% ……….. (2) Dimana:
Objek manfaat yang dianalisis meliputi manfaat untuk pengoperasian IPLT eksisting (actual), dan
Eff-IPLT : Efisieni IPLT (%) Q
: Kapasitas Operasional IPLT (m3/hari)
Le out
: Beban Pencemaran keluar (mg/liter)
Le in
: Beban Pencemaran masuk (mg/liter)
pada kondisi pengoperasian IPLT secara penuh sesuai dengan kapasitas yang telah dibangun.
Dampak lingkungan dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu apakah berdasarkan standar hasil olahan (effluent standard) atau standar badan penerima hasil olahan (stream standard). Pada penelitian ini tidak dilakukan observasi terhadap badan penerima hasil olahan IPLT. Oleh karena itu, analisis dampak lingkungan IPLT didasarkan pada standar hasil olahan. Untuk memperkirakan potensi dampak pengoperasian IPLT terhadap lingkungan keairan digunakan pendekatan atau persamaan 3 berikut ini:
84
DaL = Q x (BMEff -Leout) x UP/(BL x 1000) ……(3) Dimana:
Seperti halnya pada analisis manfaat ekonomi,
Dal
: Dampak Lingkungan (Rp/hari)
Le out
: Beban Pencemaran hasil olahan atau outlet IPLT (mg/Liter)
Q
: Kapasitas Operasional IPLT (m3/hari)
BMEff : Standar Baku Mutu Hasil Olahan (mg/ Liter) UP BL
: Unit Pencemaran (Kg)
: Biaya Lingkungan Rp/kg bahan cemaran
objek analisis dampak lingkungan meliputi analisis dampak pengoperasian IPLT eksisting (actual), dan pada kondisi pengoperasian IPLT secara penuh sesuai dengan kapasitas yang telah dibangun.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi IPLT di Kota Studi
Kapasitas IPLT delapan kota studi termasuk kapasitas sedang dan kecil (< 100 m3/m3) yang dibangun di kota sedang dan kecil. Dua kota yaitu IPLT Mojokerto dan IPLT Banda Aceh menerapkan sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR), sedangkan enam kota lainnya menerapkan sistem tangki Imhoff.
Sistem ABR dilengkapi dengan bak pengendap pendahuluan di bagian hulu ABR, kemudian unit bangunan Horizontal Gravel Filter (HGF) dibagian hilir ABR dan unit terakhir adalah kolam maturasi. Bak pengendap pendahuluan berfungsi mereduksi partikel tersuspensi, ABR berfungsi mereduksi cemaran dengan beban tinggi, HGF mereduksi beban cemaran sedang dan akhirnya kolam maturasi berfungsi membilas hasil olahan dari HGF sebelum dialirkan ke badan penerima hasil olahan. Sistem Imhoff dilengkapi tangki Imhoff pada bagian inlet IPLT, kemudian kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam maturasi. Tangki imhoff berfungsi mereduksi partikel tersuspensi dan mereduksi beban pencemaran sebesar 3060%. Kolam anaerobik berfungsi mereduksi beban cemaran berat, kolam fakultatif mereduksi beban cemaran sedang dan kolam maturasi berfungsi sebagai kolam sebelum hasil olahan dialirkan ke badan air penerima. Kolam-kolam tersebut didesain untuk mampu sampai 70%.
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan? Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni Sebagaimana tampak pada Gambar 1, kapasitas idle mencapai lebih dari 75% dari kapasitas IPLT
terbangun sehingga pemanfaatan IPLT di kota studi belum menggembirakan.
120% 100% Kapasitas (%)
80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% Idle Terpakai Terbangun
Tegal 8 9 17
Palu 19.5 4.5 24
Mojo 25.8 4.2 30
Banda 60 25 85
Tanger -47 117 70
Klung 25.4 2 27.4
Bulel 21 6 27
Kprogo 12 8 20
Kota Studi Sumber : Hasil Analisis, 2015
Gambar 1. Kondisi IPLT di Kota Studi
Hal tersebut terindikasi dari volume pasokan lumpur tinja yang masih lebih kecil daripada kapasitas yang terbangun, kecuali IPLT Tangerang yang melampaui kapasitas terbangun. Hal ini mencerminkan pemanfaatan kekayaan (asset) infrastruktur sanitasi yang rendah. IPLT Tangerang dioperasikan tidak sesuai dengan kriteria yang berlaku. Hal ini terindikasi dari kapasitas operasional IPLT Tangerang yang besarnya 1,67 kali atau 67% melebihi kapasitas terbangun atau melebihi beban rencana. Akibatnya, kemampuan mereduksi beban cemaran berkurang sehingga hasil olahan berpotensi menjadi lebih rendah dari baku mutu yang ditetapkan.
Analisis Manfaat Ekonomi Analisis manfaat ekonomi dinilai dari reduksi beban cemaran pasca pengoperasian IPLT eksisting dan pasca pengoperasian IPLT bila dioperasikan secara penuh. Sebagaimana tertera pada Tabel 1, bangkitan beban cemaran masing masing kota studi sangat bervariasi dari nilai terkecil 42 mg/ Liter sampai nilai terbesar 14.000 mg/Liter. Dengan efisiensi pengolahan rata rata sekitar 57% dan beban pencemaran yang berbeda, maka semakin besar beban pencemaran, semakin besar pula laju pengurangan beban dalam g/harinya dan semakin besar pula manfaat pengoperasian IPLT.
Tabel 1. Analisa Manfaat dan Kerugian Pengoperasian IPLT
Kota Studi Tegal Palu Mojokerto Banda Aceh Tangerang Klungkung Buleleleng Kulonprogo Total
Kapasitas IPLT (m3/hari) Terbangun
Terpakai
Beban Cemaran
17.0 24.0 30.0 85.0 70.0 27.4 27.0 20.0 300.4
9.0 4.5 4.2 25.0 117.0 2.0 6.0 8.0 175.7
51.74 97.67 241.34 93.70 466.30 528.30 42.00 14000.00 15521.1
Efisiensi 0.581 0.738 0.518 0.886 1.653 0.534 1.022 0.149 0.568 Kerugian %
Manfaat (Rp/Hari) Terpakai Terbangun 1353.57 1621.72 2622.93 10376.76 450902.22 2819.50 1287.89 83703.13 102497.61 452190.11 441%
2556.74 8649.16 18735.23 35280.99 114243.50 38627.16 3969.00 980000.00 1202061.78
Kenaikan 1.89 5.33 7.14 3.40 0.60 13.70 4.50 2.50 3.05
Sumber : Hasil Analisis, 2015
85
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Apabila nilai efisiensi lebih besar dari satu seperti yang terjadi pada IPLT Tangerang, maka sebenarnya yang terjadi adalah efisiensi semu atau laju beban cemaran negatif. Akibatnya, manfaat pengoperasian IPLT berkurang. Pengurangan manfaat tersebut dapat dikategorikan sebagai dampak pengoperasian IPLT.
Total manfaat pengoperasian dari 6 (enam) unit IPLT yang beroperasi normal dengan total kapasitas 52,7 m3/hari adalah sekitar Rp. 102.500,-/hari (seratus dua ribu lima ratus rupiah) atau sekitar Rp 37,41 juta/tahun atau Rp. 10.380,-/m3/bulan. Sementara itu, berdasarkan analisis biaya operasional IPLT Kabupaten Mojokerto, Kota Tegal dan Kabupaten Buleleng dapat diperhitungkan biaya rata-rata operasional IPLT sekitar Rp. 16.930,-/m3. Hal itu berarti bahwa manfaat ekonomi pengoperasian IPLT eksisting hanya sekitar 61% kebutuhan.
Apabila seluruh kapasitas yang idle sebesar 203,4 m3/hari dioperasikan, maka manfaat IPLT meningkat menjadi Rp. 114.280.000,-/ tahun. Sebaliknya, kerugian yang diakibatkan pengoperasian IPLT yang melebihi kapasitas diperhitungkan sebesar Rp. 165.050.000,-/tahun atau 4,4 kali lipat dari IPLT yang dioperasikan sesuai kapasitas. Hal tersebut dapat dimengerti karena volume IPLT yang dioperasikan melebihi kapasitas terbangun (70 m3/hari) dua kali lebih besar dari IPLT yang dioperasikan sesuai kapasitas terbangun (37,47 m3/hari). Namun, apabila seluruh IPLT dioperasikan sesuai kapasitas terbangun dan dengan efisiensi
pengolahan sebesar 70%, maka manfaat pengoperasian IPLT menjadi Rp. 1.200.000,-/hari atau Rp. 36.560.000,-/bulan atau Rp. 438.700.000,-/ tahun. Apabila diasumsikan seluruh kota studi mengoperasikan IPLT sesuai kapasitas terbangun, maka manfaat pengoperasian IPLT diperhitungkan sebesar Rp. 35.560.000,-/bulan/300 m3/hari = Rp. 121.000,-/m3/bulan. Oleh karena itu, rasio manfaat terhadap biaya operasi menjadi 121:16,93 atau 7,2:1. Analisis Potensi Dampak Lingkungan
Analisis potensi dampak IPLT terhadap lingkungan dilakukan terhadap IPLT eksisting dan IPLT dengan kapasitas maksimal sesuai dengan kapasitas terbangun. Sebagaimana tertera pada tabel 2, terdapat 4 (empat) IPLT yang memenuhi standar kualitas efluen dan 4 (empat) IPLT sisanya masih melebihi standar yang ditetapkan sebesar 100 mg/hari. Penetapan nilai standar mutu efluen tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa lingkungan keairan penerima beban cemaran tersebut dinilai masih mampu mengolahnya secara alami. Kemampuan tersebut dikenal dengan istilah daya tampung lingkungan. Pembangunan dan pengoperasian IPLT, pada dasarnya ditujukan untuk mengolah limbah tinja sehingga tidak mencemari lingkungan atau tidak melampaui daya tampung lingkungan tersebut. Selain itu, produk samping (by product) IPLT yang berbentuk lumpur kering organik, dapat dipakai untuk pupuk tanaman. Timbulnya potensi dampak terhadap lingkungan keairan dimungkinkan apabila hasil olahan masih melampaui standar mutu efluen yang ditetapkan.
Tabel 2. Analisa Manfaat dan Kerugian Pengoperasian IPLT Kapasitas IPLT (m3/hari)
Dampak Lingkungan
Terbangun
Terpakai
Beban Cemaran (mg/l)
Eksisting
Potensi
Tegal Palu Mojokerto Banda Aceh Tangerang Klungkung Bule Kulonprogo
17.0 24.0 30.0 85.0 70.0 27.4 27.0 20.0
9.0 4.5 4.2 25.0 117.0 2.0 6.0 8.0
51.74 97.67 241.34 93.70 466.30 528.30 42.00 14000.00
3146.43 628.28 -522.93 2123.24 -392402.22 -1819.50 1712.11 -79703.13
5943.26 3350.84 -3735.23 7219.01 -234770.56 -24927.16 7704.50 -199257.81
Total
300.4
175.7
15521.1
-466837.72
-438473.15
7610.06
24217.60
Kota Studi
Catatan : Standar Kualitas Olahan = 100 mg/L Sumber : Hasil Analisis, 2015
86
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan? Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni IPLT kota studi yang masih melampaui ketetapan standar efluen adalah IPLT Mojokerto, IPLT Tangerang, IPLT Klungkung dan IPLT Kulonprogo. Nilai dampak lingkungan potensial tersebut diperhitungkan sebesar Rp. 466.800,-/hari atau Rp. 14.010.000,-/bulan atau Rp. 168.060.000,-/ tahun. Apabila seluruh IPLT dioperasikan sesuai dengan kapasitas terbangun, maka dampak potensial tersebut menurun dari Rp. 168.060.000,-/ tahun atau Rp. 79.710,-/m3/bulan menjadi Rp. 157.850.000,-/bulan atau Rp. 43.000,-/m3/bulan. Potensi dampak lingkungan tersebut hanya ditinjau dari aspek fisik kimiawi saja yaitu dampak terhadap peningkatan beban cemaran fisik dan kimiawi yang terkandung di dalam air penerimanya. Dampak potensial tersebut berdampak lanjutan terhadap
para pengguna air misalnya penggunaan untuk sumber air minum, air irigasi, dan keperluan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, masih banyak potensi dampak tidak langsung lainnya yang belum diperhitungkan. Atas dasar hal tersebut, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan efisiensi pengolahan terhadap IPLT yang telah dibangun dan dioperasikan.
Hubungan Manfaat dan Dampak Lingkungan Potensial Berdasarkan data kapasitas IPLT terbangun dan IPLT terpakai serta manfaat pengoperasian IPLT tersebut, maka dapat dirumuskan hubungan linier antara manfaat dengan beban cemaran yang dapat direduksi (Gambar 2).
Gambar 2. Hubungan antara Beban Pencemaran, Manfaat Ekonomi dan Dampak Lingkungan
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Pada grafik tersebut “Y” adalah manfaat IPLT (Rpx1000/hari) dan “X” adalah beban cemaran yang tereduksi (kg/hari). Dengan menggunakan formula tersebut dapat diperkirakan manfaat IPLT untuk setiap g/hari reduksi beban cemaran. Apabila tidak ada peningkatan reduksi beban cemaran, maka manfaat IPLT adalah sebesar Rp. 18.200,-/ hari. Apabila reduksi beban cemaran ditingkatkan misalnya 10 g/hari, maka manfaat pengoperasian IPLT menjadi Rp. 25.400,-/hari dan potensi dampak lingkungan menurun sebesar Rp. 7.090,-/hari. Manfaat tersebut dapat terwujud apabila dilakukan peningkatan kinerja operasional di lapangan misalnya penyedotan termasuk pengiriman lumpur tinja ke IPLT dilakukan secara terjadwal, memperjelas pembagian tugas dan tanggungjawab pengelola IPLT, mempermudah akses ke Standar Operasi dan Prosedur (SOP) dan pemeliharaan unit-unit bangunan pengolahan secara lebih baik. Upaya tersebut, tentunya menambah kebutuhan biaya operasional. Namun, apabila dibandingkan
dengan manfaat terhadap pelestarian lingkungan, penambahan kebutuhan biaya operasi dinilai layak untuk dilaksanakan. Kelayakan tersebut terindikasi dari besarnya rasio manfaat terhadap biaya operasional.
Dampak lingkungan potensial berkorelasi negatif dengan manfaat ekonomi pengoperasian IPLT. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar manfaat ekonomi, maka semakin kecil pula potensi terjadinya dampak lingkungan akibat pengoperasian IPLT (Gambar 3). Secara matematis, hubungan manfaat dan dampak tersebut adalah: DaL = -0,8551 x M-ekon + 15,693 (R2=0,4035)
Berdasarkan rumusan tersebut, apabila tidak ada peningkatan manfaat ekonomi (M-ekon), maka besaran dampaknya (DaL) adalah Rp. 15.693,-/hari. Namun, ketika manfaat meningkat Rp. 20.000,-/ hari, maka dampak menurun sebesar Rp. 1.400,-/ hari atau manfaat bertambah Rp. 1.400,-/hari.
87
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.7 No.2, Juli 2015, hal 78-139
Gambar 3. Model Manfaat dan Dampak Pengoperasian IPLT
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Apabila dampak lingkungan tersebut dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan maka manfaat ekonomi pengoperasian IPLT semakin besar dan rasio manfaat dengan biaya operasional dapat lebih ditingkatkan lagi.
IPLT kota studi yang memiliki manfaat ekonomi tertinggi adalah IPLT Kulonprogo. IPLT Tangerang memiliki manfaat tertinggi kedua setelah IPLT Kulonprogo dan pemilik manfaat ekonomi tertinggi ketiga adalah IPLT Klungkung. Namun, potensi timbulnya dampak lingkungan oleh ketiga IPLT tersebut juga cukup besar meskipun peringkatnya berbeda dengan peringkat penerima manfaat ekonomi. IPLT Tangerang yang dioperasikan melebihi kapasitas terbangun berpotensi menimbulkan dampak lingkungan terbesar. IPLT Kulonprogo yang menerima beban cemaran terbesar dari ke delapan IPLT kota studi berpotensi menimbulkan dampak lingkungan terbesar kedua setelah IPLT Tangerang. IPLT Klungkung yang menerima beban cemaran
terbesar kedua setelah IPLT Kulonprogo meskipun kapasitas yang dioperasikan terkecil diantara ketiganya, berpotensi menimbulkan dampak lingkungan terbesar ketiga.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penentu peningkatan manfaat ekonomi adalah beban cemaran masuk, kapasitas operasional dan efisiensi IPLT. Semakin besar ketiga faktor tersebut, maka semakin besar potensi manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengoperasian IPLT. Faktor standar mutu hasil olahan ditambah ketiga faktor tersebut juga menjadi penentu timbulnya dampak lingkungan potensial.
Semakin besar laju beban pencemaran (kapasitas x beban cemaran) dan semakin kecil efisiensi pengolahan dan semakin ketat standar mutu hasil olahan (effluent), maka semakin besar potensi timbulnya dampak lingkungan. Apabila efisiensi pengolahan dapat ditingkatkan
Gambar 4. Kontribusi IPLT pada Pengendalian Dampak Lingkungan
Sumber : Hasil Analisis, 2015
88
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT): Manfaat Ekonomi atau Dampak Lingkungan? Fitrijani Anggraini dan Reni Nuraeni maka potensi dampak lingkungan menjadi semakin kecil. Hal tersebut sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Tsuzuki (2014) bahwa untuk mencapai daya reduksi beban cemaran yang tinggi, maka efisiensi pengolahan tidak boleh terlalu kecil (not too little), tetapi laju beban cemaran yang diolah tidak boleh terlalu besar (not too much). Peningkatan efisiensi tersebut dapat dilakukan misalnya dengan menambah komponen unit bangunan pengolahan yang mempunyai daya reduksi tinggi seperti jenis unit pengolahan yang menerapkan proses anaerobik. KESIMPULAN
Kapasitas IPLT kota studi yang menganggur (idle capacity) mencapai 75% dari kapasitas terbangun. Pada kondisi tersebut, manfaat ekonomi pengoperasian IPLT diperhitungkan sebesar Rp. 10.380,-/m3/bulan. Manfaat ekonomi tersebut hanya 61% dari kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan IPLT eksisting sebesar Rp. 16.930,-/ m3/bulan. Pada kondisi ini, potensi dampak lingkungan diperhitungkan setara dengan Rp. 71,700,-/m3/bulan atau 4,21 kali kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan IPLT eksisting. Apabila IPLT dioperasikan sesuai kapasitas terbangun, maka manfaat ekonomi meningkat menjadi Rp. 112.000,-/m3/bulan atau meningkat menjadi 7,16 kali kebutuhan. Pada kondisi ini, potensi dampak lingkungan dapat diturunkan menjadi Rp. 43.790,-/m3/bulan atau sekitar 2,58 kali kebutuhan biaya operasi. Oleh karena itu, apabila kapasitas olahan IPLT dapat diupayakan lebih kecil dari pada standar kualitas efluen yang ditetapkan, maka potensi terjadinya dampak lingkungan dapat semakin kecil sehingga manfaat bertambah. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum yang memberikan dukungan untuk melaksanakan penelitian “Pengkajian Prasarana Sanitasi Permukiman” dari APBN TA 2014 dan kepada Prof.(R) DR. Ir R. Pamekas, M.Eng yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penyusunan KTI ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya.
DAFTAR PUSTAKA Casermeiro M.A et al. 2010. A New Approach to Impact Assessment of the Use of Sludge in Agriculture. IAIA10 Conference Proceedings. The Role of Impact Assessment in transitioning
to the green economy, 30th Annual Meeting on the International Association for Impact Assessment 6-11 April 2010, International Conference Geneva– Switzerland. Darwati, Sri. 2007. Tinjauan Penerapan Sanitasi Berwawasan Lingkungan dengan Sistem Pemisahan Tinja dan Urin, Jurnal Permukiman 2 (3): 249-260. Oktarina, Dwi dan Helmi Haki. 2013. Perencanaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Sistem Kolam kota Palembang, Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan 1 (1) :74-79. Hastuti, Elis., Ida Medawati and R Pamekas. 2011. Application of Domestic Wastewater Treatment Using Fixed Bed Biofilm and Membran Bioreaktor for Water Use Urban Housing Area. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation 6 (3) :367-376. Tziakis, Ioannis et al. 2009. Valuing Benefits from Wastewater Treatment and Reuse Using Contingen Valuation Methodology. Desalination 237 : 117-125. Pijuan, Josep et al. 2010. Evaluating the Impact of Sewage Sludge Application on Agricultural Soils. XV Congreso Español Sobre Tecnologías y Lógica Fuz : 369-374. Pamekas, R. 2013. Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Permukiman. Bandung : Penerbit Balai Pustaka. Peni Pujiastuti, dan Bagus Ismail, Pranoto. 2013. Kualitas dan Beban Pencemaran Perairan Waduk Gajah Mungkur. Jurnal EKOSAINS 5(1): 59-75. Lestari, Riya Puji. 2011. Pengujian Kualitas Air Di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo Kota Surakarta. Tugas Akhir Program Diploma III Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Prayudi, Tibin Ruby. 2014. Potensi Pendapatan Retribusi Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi. Jurnal Sosek Pekerjaan Umum 6 (2):78-139. Tsuzuki, Yoshiaki. 2014. Not Too Little, Not Too Much and Shortcut: A Review on the Effectualness of Per Capita Pollutant Discharge Indicators. International Journal of Waste Resources 4(2): 3-6.
89