EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT) SUPITURANG KOTA MALANG Steffie Starina1, Riyanto Haribowo2, Tri Budi Prayogo2 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya e-mail:
[email protected]
ABSTRAK IPLT Supiturang adalah instalasi pengolahan air limbah yang dirancang untuk mengolah lumpur tinja sebanyak 7-8 truk tinja yang berukuran 3-5m3 dalam satu hari. Sehingga menghasilkan limbah cair yang cukup besar yaitu 40 m3/hari. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan grab sampling menggunakan botol bl 1000ml. Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan untuk parameter BOD dan COD dengan metode volumetri, pH dengan menggunakan alat ukur horiba, TSS menggunakan alat ukur TSS analyzer, Minyak dan lemak dengan metode gravimetri, serta E. Coli dengan metode mpn didapatkan hasil yang hampir semua dari parameter tersebut tidak memenuhi standar baku mutu air yang ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kinerja dari unit IPLT dalam mengolah limbah. Tahapan pengolahan yang dibutuhkan pada unit IPLT ini adalah bak Solid Separation Chamber (SSC), Anaerobic Baffled Reactor (ABR), Bak Fakultatif, Bak Maturasi dan Sludge Drying Bed (SDB). Dari proses pengolahan tersebut akan didapatkan effluent yang mampu memenuhi baku mutu sehingga layak dibuang ke badan air. Dengan perkiraan effluent hasil pengolahan sebesar BOD5 = 29.5 mg/L dengan efisiensi sebesar 94,54%, COD = 41.7 mg/L dengan efisiensi sebesar 94,54%, TSS = 49.4 mg/L dengan efisiensi sebesar 98,72%, pH = 6.3 dengan efisiensi sebesar 12,38%, minyak dan lemak = 9.5 mg/L dengan efisiensi sebesar 90,50%, serta E. Coli = 504 mg/L dengan efisiensi sebesar 72%. Kata kunci: Lumpur tinja, IPLT, baku mutu, Kinerja, Effluent. ABSTRACT Supiturang Faecal Sludge Treatment Instalation (FSTI) is a wastewater treatment plan that is designed to receive and process the sludge as many as 7-8 trucks which load 35m3 in one day. Therefore, it produces large wastewater that is 40 m3/day. The method used in the sampling of this research os grab sampling method using bl bottle 1000ml. Based on laboratory test for BOD and COD with volumetry method, pH measured by horiba, TSS measured by TSS analyzer, Oils and fats with gravimetry method, also E. Coli with mpn method almost all of the parameters are far from the quality standards specified. The objective of this study is to determine the effectiveness of the performance of waste treatment plan in the waste processing unit. Stages of processing required on the unit are Solid Separation Chamber (SSC), Anaerobic Baffled Reactor (ABR), Facultative tub, Maturation tub, and Sludge Drying Bed (SDB). Of the processing will be obtained effluent that is able to meet the quality standards so that proper discharge into the river. With the results of estimated effluent process are BOD5 = 29.5 mg/L with an efficiency of 94,54%, COD = 41.7 mg/L with an efficiency of 94,54%, TSS = 49.4 mg/L with an efficiency of 98,72%, pH = 6.3, oils and fats = 9.5 mg/L with an efficiency of 90,50%, and E. Coli = 504 mg/L with an efficiency of 72%. Keywords: Faecal Sludge, FSTI, Quality Standart, Performance, Effluent.
PENDAHULUAN Kota Malang telah mempunyai Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang terletak di Dusun/Kampung Supiturang, Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kotamadya Malang. IPLT Supiturang dibangun pada tahun 1998 dan mulai beroperasi pada tahun 2001. Unit IPLT ini melayani 5 kecamatan yang terdapat di Kotamadya Malang. Limbah yang masuk pada unit IPLT sebanyak 7-8 truk tinja yang berukuran 3-5m3 dalam satu hari. Sehingga menghasilkan limbah cair yang cukup besar yaitu 40 m3/hari. IPLT adalah seperangkat bangunan yang digunakan untuk mengolah tinja yang berasal dari suatu bangunan pengolah air limbah rumah tangga individual maupun komunal yang diangkut dengan mobil tinja (Direktorat PPLP, 2015). Unit IPLT Supiturang dinilai belum efektif dikarenakan adanya bangunan yang belum bekerja secara optimal dan hasil laboratorium yang belum memenuhi standar baku mutu. Limbah membutuhkan pengolahan apabila ternyata mengandung senyawa pencemar yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau berpotensi menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat lebih dahulu dengan mengidentifikasikan sumber pencemaran, sistem pengolahan, banyaknya buangan dan jenisnya, serta kegunaan bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik (Ginting, 2007). Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah evaluasi kinerja pada IPLT tersebut untuk mengoptimalkan kinerja dari IPLT untuk mendapatkan hasil buangan yang memenuhi standar baku mutu. Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah yang terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan konsentrasinya, menunjukkan semakin kecilnya peluang
untuk terjadinya pencemaran lingkungan (Kristanto, 2004). Air limbah banyak mengandung nutrien yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme dengan komposisi air limbah pada umumnya 99,9% air dan 0,1% padatan. Padatan yang terdapat dalam limbah cair terdiri dari 70% padatan organik dan 30% padatan non-organik (Sugiharto, 1987). Limbah lumpur tinja jika tidak diolah dengan benar dapat menghasilkan kontaminan yang berpotensi mencemari badan air dan belum memenuhi standar baku mutu air karena masih mengandung kadar BOD, COD, TSS, pH, minyak dan lemak, serta Escherichia Coli yang masih tinggi. Menurut Moertinah (2010), kandungan BOD yang tinggi dapat menyebabkan turunnya oksigen perairan, keadaan anaerob (tanpa oksigen), sehingga dapat mematikan ikan dan menimbulkan bau busuk. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18(b) Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun bahwa dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkat pula jumlah limbah yang di hasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Pembangunan IPLT merupakan salah satu upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan. Tujuan dari studi ini untuk mengevaluasi kinerja IPLT sehingga diperoleh sistem operasi IPLT yang efektif dan effluent yang dihasilkan sesuai dengan baku mutu air yang telah ditentukan, sehingga air limbah yang dibuang dapat diterima oleh badan air. Hal tersebut juga berguna untuk menganalisa kinerja masing-masing bangunan dan menentukan dimensi IPLT yang tepat berdasarkan pasokan lumpur tinja yang masuk.
METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) ini terletak di Dusun/Kampung Supiturang, Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kotamadya Malang, Provinsi Jawa Timur. IPLT ini mampu melayani dan menampung 5 kecamatan yang ada di Kotamadya Malang.
2.2.2. Analisa Kualitas Air Limbah Analisa ini dilakukan untuk memperoleh kualitas air limbah buangan domestik. Penentuan parameter uji didasarkan pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Tabel 1. Parameter dan metode uji. 1 2 3 4 5 6
Parameter BOD5 COD TSS pH Minyak dan Lemak E. Coli
Satuan (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
Metode Uji Volumetri Volumetri TSS Analyzer pH meter
-
Gravimetri
CFU/100ml
MPN
Sumber: Hasil analisa. Gambar 1. Lokasi penelitian 2.2. Pengambilan Sampel dan Analisa Kualitas Air Limbah 2.2.1. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel menggunakan metode Grab Sampling dengan satu kali pengulangan, yang dilakukan langsung pada 3 titik sumber limbah (Gambar 2) yaitu dengan menggunakan botol sampel BL 1000 ml. 1
Inlet
2
3
4
Outlet ABR
Keterangan: 1 = Truk Tinja 2 = Inlet 3 = Bak Sedimentasi Primer/Solid Separation Chamber (SSC) 4 = Bak Anaerobic Baffled Reactor (ABR) 5 = Bak Sedimentasi Sekunder/Bak Fakultatif 6 = Bak Maturasi 7 = Bak Pengeringan/Sludge Drying Bed (SDB) 8 = Kebun Tebu 9 = Outlet
5
Outlet SDB
7
6
8
9
Gambar 2. Titik pengambilan sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Evaluasi Kinerja Unit IPLT 3.1.1. Solid Separation Chamber (SSC)
Gambar 3. Bak SSC Bak SSC sangat berperan penting dalam proses pengolahan air limbah untuk menguruangi parameter-parameter pencemar seperti BOD, COD, dan TSS. Fungsi utama pada bak ini adalah proses pemisahan lumpur dengan air. Akan tetapi pemisahan yang terjadi belum maksimal karena filter penyaring lumpur yang ada pada bak SSC berukuran terlalu besar untuk menyaring lumpur, sehingga pasir dan tanah yang halus tidak dapat tersaring oleh filter tersebut.
3.1.2. Filter penyaring lumpur pada bak SSC
hanya kandungan air pada limbah. Sementara itu juga waktu tinggal yang relatif singkat membuat limbah tidak dapat diolah secara maksimal. 3.1.4. Sludge Drying Bed (SDB)
Gambar 4. Bak SDB Bak SSC tidak dapat memisahkan lumpur dengan baik. Sekat-sekat yang dimiliki oleh bak SSC pada setiap kompartemen menggunakan batako yang memiliki ukuran filter yang cukup besar untuk meloloskan pasir atau lumpur yang lewat. Sehingga hanya padatan yang berukuran cukup besar yang tertahan, diantaranya seperti sampah plastik makanan, gelas plastik, pembalut, dan lain sebagainya. 3.1.3. Anaerobic Baffled Reactor (ABR)
Gambar 6. Bak SDB Bak SDB yang ada pada unit IPLT sudah bagus kinerjanya, akan tetapi karena limbah yang dipisahkan pada bak SSC kurang maksimal, mengakibatkan lumpur yang diendapkan terlalu banyak mengandung air sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pengeringannya.
3.1.5. Saluran dari bak ABR ke bak SDB
Gambar 5. Bak ABR
Gambar 7. Saluran yang meluber
Bak ABR yang bekerja dalam unit pengolah limbah dinilai belum efektif. Karena lumpur dengan air yang belum sepenuhnya terpisah pada bak sebelumnya. Sedangkan pada bak ini proses yang seharusnya dilakukan yaitu
Saluran yang menyalurkan limbah dari bak ABR menuju bak SDB terlalu banyak mengandung air, seharusnya dibuat saluran khusus yang hanya menyalurkan lumpur ke bak SDB dari bak SSC, sedangkan kandungan air
yang telah dipisahkan tidak perlu melewati bak SDB akan tetapi langsung diproses ke unit pengolah selanjutnya setelah melalui bak ABR. Luberan dari saluran ini tidak diolah oleh unit IPLT akan tetapi langsung dialirkan ke ladang jagung yang terdapat di belakang lokasi IPLT. 3.1.6. Bak Fakultatif
3.2. Pengukuran Debit Air Limbah Perhitungan debit harian digunakan untuk mendapatkan debit keluaran dari limbah IPLT Supiturang dalam waktu satu hari selama waktu masuknya limbah ke IPLT. Maka debit harian limbah IPLT: V. influen = Banyak tangki maks x V. maks tangki = 8 x 5 m³ = 40 m³ Qharian = 40 m3/hari = 0,463 l/dt Sehingga debit harian keluaran untuk limbah lumpur tinja sebesar 40 m3/hari. 3.3. Spesifikasi Bangunan IPLT dan Perencanaan Saluran Baru 3.3.1. Sludge Drying Bed (SSC)
Gambar 8. Bak Fakultatif Bak Fakultatif yang ada pada unit IPLT tidak berfungsi kinerjanya dikarenakan ada kerusakan pada dinding bak, sehingga harus dilakukan pemugaran atau perbaikan. Akan tetapi karena proses perijinan yang begitu rumit membuat bak ini fakum hampir 3tahun lamanya. 3.1.7. Bak Maturasi
Gambar 9. Bak Maturasi Bak Maturasi yang ada pada unit IPLT juga tidak berfungsi kinerjanya, sama halnya dengan bak fakultatif dikarenakan adanya kerusakan pada dinding bak yang mengakibatkan bak tersebut berhenti bekerja.
Gambar 10. Desain SSC Pada bak SSC ini dalam satu bangunan terdapat 4 buah bagian (kompartemen) didalam bangunan tersebut dan memiliki ukuran yang sama. Terdapat sekat (filter) pada masingmasing kompartemen dan terdapat pula zona lumpur saat lumpur mengendap pada bak ini. Dimensi dan Volume bak: V kompartemen I – IV= p x l x t =4,5mx3,3mx1,8m = 26,730 m³ Vol. maks = 4 x 26,730 = 106,920 m³ Masa tinggal: Td = Vol maks / Q inlet = 106,920 m3 / 40 m3/hari = 2,7 hari = 64,152 jam
3.3.2. Anaerobic Baffled Reactor (ABR)
Gambar 11. Desain ABR Tahapan pengolahan selanjutnya setelah bak SSC adalah pada bak ABR. Sebetulnya pada bak ini material yang diproses adalah material yang mengandung air saja, sedangkan kandungan lumpurnya akan diproses pada bak SDB. Akan tetapi, kinerja pemisahan lumpur pada bak SSC yang kurang efisien membuat kandungan limbah yang masuk ke ABR menjadi tercampur sehingga lumpur dan air diolah secara bersamaan. Dimensi dan Volume bak: V kompartemen I - IV = p x l x t =2mx2,45mx2,1 m = 10,290 m³ Volume komp.V = p x l x t =2,5mx2,45mx2,1m = 12,863 m³ Volume total =(Vol.kompI – IV)4 + Vol. kompV = (10,290)4 m + 12,863 m = 54,023 m³ Masa tinggal: Td = Vol maks / Qeff SSC = 54,023 / 39,947 = 1,352 hari = 32,46 jam 3.3.3. Bak Fakultatif 9.95 m 1.0 m
A
B
A
6.88 m 1.0 m
0.2 m
B
Gambar 12. Desain Bak Fakultatif Bak fakultatif disebut juga sebagai bak sedimentasi sekunder. Bak ini berfungsi untuk mengurangi parameter
limbah yang mengandung BOD, COD, TSS dan E. Coli. Pada bak ini direncanakan juga terdapat ikan sebagai indikator hidup dari proses pengolahan lumpur tinja ini. Dimensi dan Volume bak: V = pxlxh = 9,98 x 6,88 x 2 = 136,912 m3 Masa tinggal: Td = Vol maks / Q eff ABR = 136,912 / 39,97 = 3,43 hari = 82,3 jam 3.3.4. Bak Maturasi
B
11.2 m
2.0 m
0.5 m
2.0 m
A
A
11.0 m
B Gambar 13. Desain Bak Maturasi Bak maturasi adalah bak paling terakhir dalam unit pengolahan IPLT. Bak ini berfungsi untuk menampung limbah sebelum akan dibuang ke sungai. Sama halnya dengan bak fakultatif, cara kerja bak ini menggunakan energi surya dalam pengolahan limbahnya. Dimensi dan Volume bak: V = pxlxh = 5,6 x 5,52 x 1 = 30,912 m3 Masa tinggal: Td = Vol maks / Q eff ABR = 30,912 / 39,97 = 0,77 hari = 18,56 jam
Gambar 15. Desain Saluran Baru
3.3.5. Sludge Drying Bed (SDB)
Perbedaan saluran yang lama dengan yang baru hanya pada perbedaan dimensinya saja. Saluran ini dibuat karena tidak adanya saluran lumpur yang langsung dialirkan ke bak SDB dari bak SSC sehingga air dan lumpur tercampur dan akhirnya meluber pada saluran tersebut. Seharusnya saluran lumpur yang menuju ke bak SDB dan saluran air yang menuju ke bak ABR terpisah agar tidak terjadi peluberan. Dimensi saluran: Panjang = 30 m Lebar = 0,5 m H saluran = 0,6 m
Gambar 14. Desain SDB Bak SDB adalah satu-satunya bak yang mengolah kandungan lumpur pada limbah tinja. Pada proses ini limbah yang masuk didiamkan dengan cara diendapkan dan dikeringkan menggunakan bantuan matahari. Jika musim kemarau waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan limbah sekitar 25-30 hari sedangkan saat musim penghujan waktu yang dibutuhkan sekitar 30-40 hari. Terdapat 6 buah bak SDB dengan ukuran yang sama pada setiap kompartemennya. Dimensi dan Volume bak: Volume = p x l x t = 5 m x 3,5 m x 1,7 m = 29,750 m³ Vol. maks = 6 x 29,750 = 178,50 m³ Masa tinggal: Td = 25-40 hari (tergantung musim) 3.3.6. Desain Saluran Baru
0.6 m
0.5 m
DESAIN SALURAN BARU Skala 1 : 100
3.4. Hasil Pengolahan (Effluent) Setelah tahap perencanaan selesai maka dapat diperkirakan kualitas effluent yang akan dihasilkan dari proses pengolahan lumpur tinja yang telah direncanakan. Pada bak SSC parameter BOD, COD dan TSS sebesar 60%, serta Minyak lemak sebesar 10%. Pada bak ABR parameter BOD dan COD sebesar 75%, sedangkan TSS sebesar 60% dan minyak lemak sebesar 70%. Pada bak Fakultatif Untuk BOD dan COD sebesar 75%, TSS 20% dan E. Coli sebesar 30%. Pada bak Maturasi COD sebesar 75%, sedangkan TSS sebesar 20%. Pada kualitas effluent ini diperkirakan semua parameter telah memenuhi baku mutu air limbah berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Tabel 2). Lebih jelasnya lagi untuk perkiraan hasil effluent dari proses pengolahan lumpur tinja yang ada di Supiturang dapat dilihat pada Tabel 3. Dan dari proses pengolahan mulai tahap awal hingga tahap akhir pada unit instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) dapat dilihat melalui skema dari perencanaan IPLT pada Gambar 16.
Gambar 16. Skema perencanaan IPLT Tabel 2. Perbandingan effluent dengan baku mutu air limbah. Analisa Analisa No Parameter Satuan I II
Analisa III
Baku Mutu
1
BOD₅
mg/L
540
421
261
30**
2
COD
mg/L
764
516
376
50**
3
pH
-
6,26
6,62
7,19
(6-9)**
4
TSS
mg/L
1400
3850
27
50**
5
Minyak dan Lemak
mg/L
100
100
100
10**
>1800
>1800
>1800
2000*
6 Escherichia Coli CFU/100ml Sumber: Hasil Rekapitulasi.
*) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 **) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013
Tabel 3. Perkiraan hasil effluent dan efisiensi Parameter Satuan
Hasil uji Lab
Baku Mutu
Perkiraan hasil Effluent
Efisiensi (%)
BOD
mg/L
540
30
29.5
94.54
COD
mg/L
764
50
41.7
94.54
7.19
6-9
6.3
12.38
pH TSS
mg/L
3850
50
49.4
98.72
Minyak dan Lemak
mg/L
100
100
9.5
90.50
1800
2000
504
72.00
Escherichia CFU/100ml Coli Sumber: Hasil Rekapitulasi.
KESIMPULAN Kinerja IPLT Supiturang pada kondisi eksisting dinilai belum efektif. IPLT Supiturang mengalami penurunan kinerja unit pengolah limbahnya dikarenakan terdapat bangunan yang tidak berfungsi akibat kerusakan pada dinding bangunan. Selain itu kurang maksimalnya unit pengolah limbah dalam bekerja sehingga effluent limbah tidak diolah secara maksimal dan menghasilkan parameter yang belum memenuhi baku mutu air. Desain perencanaan pada unit IPLT Supiturang tidak mengubah kondisi bangunan yang sudah ada. Karena setelah diteliti, bangunan yang terdapat pada IPLT sudah bagus dan dari segi dimensinya pun cukup. Akan tetapi karena sistem operasi dan pemeliharaan yang kurang baik maka limbah lumpur tinja tidak dapat diolah secara efektif. Agar IPLT dapat bekerja secara efektif maka harus segera menyelesaikan perbaikan bangunan bak fakultatif dan juga bak maturasi. Selain itu, diharapkann agar pengelola IPLT Supiturang dapat memperhatikan sistem operasi dan pemeliharaan sehingga akan didapatkan hasil effluent yang efektif dan sesuai dengan perkiraan dan layak dibuang ke badan air. DAFTAR PUSTAKA Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama Widya. Gubernur Jawa Timur. 2013. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Surabaya : Gubernur Jawa Timur. Kristianto. (2004). Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi. Moertinah, Sri. 2010. Kajian Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Organik Tinggi. Dalam Jurnal Riset Teknologi Pencegahan dan Pencemaran Industri Vol.1 No. 2. Semarang: Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri Semarang. Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Lembaga Negara RI Tahun 2001 Nomor 153. Jakarta : Sekretariat Negara. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta : UI-Press. Direktorat PPLP, 2015. Petunjuk Teknis – Tata Cara Pengoperasian IPLT Sistem Kolam. Jawa Tengah: PPLP Direktorat Jendral Cipta Karya dan Pekerjaan Umum.