POTENSI PENDAPATAN RETRIBUSI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA DI IPLT TALANG BAKUNG, KOTA JAMBI, PROVINSI JAMBI (Potential Revenue Septage Treatment in IPLT Talang Bakung, Jambi, Jambi Province) Tibin Ruby Prayudi
Pusat Litbang Permukiman, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum Jalan Panyaungan, Rancaekek Kabupaten Bandung Email:
[email protected] Tanggal diterima : 16 Mei 2014; Tanggal disetujui: 2 Juni 2013
ABSTRACT The Talang Bakung Septic Sludge Treatment Plan with the treated capacity of 80 m/m3 is provided to treat the septic sludge of the Community of Jambi City. The Septic Treatment that is operatied since 1996 has not properly functions. This research is aimed to assess the potential benefit of retribution from the financial, economic and environmental aspects. This income retribution is calculated based on desludged eKKiciency of 30%, 50%, 60% and 100% of the treatment capacity of the two yearly desluging Septic Tank. The research concluded that the potential income retribution with 30%-100% desludging efeiciency is IDR 683.341.200 up to IDR 2.127.804.000. Based on that income potential, the desludging tariKK is IDR 136.300 per m3 of desludged sludge. Meanwhile, the existing tariKK is IDR 100.000 per m3 of desludged sludge. This situation causing lost of environmental economic value that is equal to 0,5% of the existing Bank interest rate of 18%/year. Keywords : septage sludge, septic sludge treatment plan, revenue potential, tariff retribution, environmental economic value
ABSTRAK Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Talang Bakung yang berkapasitas 80 m3/hari disediakan untuk mengolah lumpur tinja masyarakat Kota Jambi. IPLT yang dioperasikan sejak tahun 1996 tidak berfungsi dengan sempurna. Penelitian ini ditujukan untuk menilai potensi manfaat retribus bila ditinjau dari segi financial, ekonomi dan lingkungan. Potensi pendapatan retribusi dihitung berdasarkan tingkat efektivitas pengumpulan lumpur tinja sebesar 30 %, 50 %, 60 %, dan 100 % dari kapasitas IPLT yang dipasok dari hasil pengurasan Tangki Septik setiap dua tahun sekali. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa potensi retribusi untuk tingkat efisiensi pengurasan sebesar 30%-100% adalah Rp 683.341.200,- sampai Rp. 2.127.804.000,-. Berdasarkan potensi pendapatan tersebut, biaya pengurasan per m3 lumpur adalah sebesar Rp 136.500,-. Sementara itu, tarip yang berlaku adalah Rp.100.000,-/m3. Keadaan ini menimbulkan kehilangan nilai ekonomi lingkungan yang setara sebesar 0,5 % bunga bank yang berlaku yaitu 18,0%/tahun. Kata Kunci : lumpur tinja, IPLT, potensi pendapatan, tarif retribusi, nilai ekonomi lingkungan
PENDAHULUAN Air limbah dalam proses pembusukannya akan menguraikan zat organik yang dikandungnya dan menghasilkan gas yang berbau yang menimbulkan polusi bagi lingkungan. Selain itu air limbah mengandung berbagai mikroorganisme patogen yang berasal dari sistem pencernaan manusia, juga mengandung nutrisi yang dapat merangsang pertumbuhan tumbuhan air, dan mungkin mengandung senyawa beracun, sehingga air limbah perlu segera dipindahkan dari sumber di mana limbah dihasilkan agar tidak mengganggu lingkungan dan diikuti dengan pengolahan,
pemanfaatan kembali, atau membuangnya secara aman ke lingkungan penerima untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan (Metcalf & Eddy 2003).
World Bank (2013) menyatakan bahwa dari sebanyak 134 IPLT di 134 Kota/Kabupaten di Indonesia, kurang dari 10 persen dari total IPLT tersebut yang berjalan secara optimal, baik dilihat dari aspek teknis maupun non teknisnya. Dari berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya menyimpulkan bahwa keberhasilan penerapan sistem pengelolaan lumpur tinja
129
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.6 No.2, Juli 2014, hal 78-139
bergantung pada kondisi daerah setempat mulai dari sistem pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhirnya (Ingallinella dkk 2002; Luthi 2011). Perhatian penanganan masalah IPLT umumnya diarahkan terhadap aspek terhadap fisik infrastruktur IPLT baik oleh pemerintah maupun perorangan seperti yang diteliti oleh Irawan (2009), Sudarno (2006), Kone (2010), Wiharyanto & IB Priyambada (2007), Dwi & Helmi (2013), Desy & Gogh (2013), Rahayu & Putri (2010). Namun, sebagian penelitian lain merekomendasikan bahwa perbaikan sistem pengolahan lumpur tinja tidak cukup hanya terarah pada fisik infrastruktur saja tetapi perlu juga melakukan kajian dan perbaikan terhadap organisasi, pembiayaan, peraturan dan kerjasama antar pemangku kepentingan pengelolaan tersebut. Seperti penelitian mengenai Studi Kelayakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Kota Salatiga yang membahas kelayakan pembangunan IPLT Kota Salatiga dari aspek teknis, finansial, sosial ekonomi, lingkungan dan regulasi. Aspek finansial dihitung IPLT layak atau tidak secara aspek finansial, akan dianalisa dengan menggunakan 3 metode, yaitu pacback period, internal rate of return (Nasrullah 2007). Aspek pembiayaan sangat bergantung pada potensi lumpur tinja yang akan diolah. Evaluasi antara rencana dan realisasi pengangkutan lumpur tinja ke IPLT saat ini perlu dilakukan untuk mengetahui sebab lain selain kurangnya lumpur tinja yang diolah di IPLT misalnya aspek retribusinya. Potensi lumpur tinja dapat diperkirakan dari pertambahan jumlah penduduk atau rumah tangga per tahun, sehingga bisa diperkirakan volume lumpur tinja yang akan diolah di IPLT, dan potensi pendapatan retribusinya.
Potensi lumpur tinja dan potensi pendapatan retribusi menjadi variable yang dibahas dalam tulisan ini karena keterbatasan data yang diperoleh dari pengelola IPLT, seperti data teknis dan biaya konstruksi, serah terima aset, dan kualitas air hasil olahan IPLT.
Salah satu tujuan pengolahan lumpur tinja adalah untuk melindungi lingkungan dari pencemaran akibat pembuangan langsung tinja ke badan air penerima atau lahan setempat. Upaya untuk melindungi lingkungan bisa didekati dari kajian atau analisis manfaat dan biaya. Setiap proyek,program atau kebijakan yang diusulkan oleh masyarakat akan selalu mengarah pada aspek manfaat dan biaya dengan tolok ukur pada nilai moneter (Maynard M.Hufschmidt 1992). Menurut Maynard, individu akan mendiskonto manfaat yang akan dating dan menilai lebih besar manfaat yang diperoleh sekarang. Kota Jambi sebagai ibu kota Provinsi Jambi dalam perkembangannya mengalami peningkatan jumlah penduduk, sehingga akan meningkatkan produksi air limbah rumah tangga. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Talang Bakung adalah instalasi yang mengolah limbah tinja masyarakat Kota Jambi, yang proses pengolahannya dilakukan secara biologis, yang dibangun pada tahun 1996, dengan bantuan anggaran dari Direktorat Cipta Karya.
IPLT Talang Bakung dioperasikan oleh Dinas Kebersihan,Pertamanan dan Permakaman, Kota Jambi, melalui Unit Pelayanan Teknis Daerah IPLT Talang Bakung. Kapasitas IPLT Talang Bakung direncanakan beroperasi sebesar 80 m3, dengan melayani penduduk sekitar 308.544 jiwa.
Pada saat survey lapangan pada Oktober tahun 2013, operasi IPLT Talang Bakung tidak berfungsi dengan sempurna, karena rusaknya beberapa unit instalasi pengolahan. Kuantitas limbah tinja yang diolah IPLT tergantung pada pasokan oleh mobil penguras tangki septik milik Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman yang membuang limbah tinja ke IPLT Talang Bakung. Lokasi Talang Bakung, tercantum pada gambar 1.
Gambar 1: Peta Lokasi Talang Bakung, Kec. Jambi Selatan, Kota Jambi.
130
Potensi Pendapatan Retribusi Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi Tibin Ruby Prayudi Jumlah penduduk Kota Jambi yang terus bertambah setiap tahunnya, menyebabkan jumlah tangki septik juga akan bertambah, begitu pun dengan penyedotan tangki septik. Potensi volume lumpur dari tangki septik akan mengestimasi potensi retribusi yang dapat dicapai, sehingga perlu diteliti, besaran potensi retribusi yang akan dicapai berdasarkan potensi jumlah tangki septik dan mengestimasi perbandingan antara potensi limbah tinja tangki tangki septik dengan kapasitas rencana pengolahan IPLT Talang Bakung. Dari latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai potensi volume dan potensi pendapatan retribusi, sehingga IPLT Talang Bakung akan beroperasi secara optimal, serta menghitung besarnya manfaat terhadap lingkungan akibat adanya IPLT. Rumusan permasalahan yang diajukan sebagai berikut :
1. Bagaimana potensi pendapatan retribusi penyedotan lumpur tangki septik yang akan diolah IPLT Talang Bakung, Kota Jambi ? 2. 3.
Bagaimana kinerja kapasitas rencana IPLT Talang Bakung dalam mengolah potensi lumpur tinja dari tangki septik ? Bagaimana manfaat IPLT ditinjau dari aspek lingkungan dan ekonomi berdasarkan asumsi bunga diskonto ?
Penelitian ini lebih menyoroti aspek penggalian potensi IPLT apabila dilakukan pengelolaan yang lebih baik. Makalah ini membahas tentang potensi manfaat dan kerugian pengelolan IPLT ditinjau dari aspek teknis, keuangan, dan ekonomi lingkungan
KAJIAN PUSTAKA Pengertian IPLT
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan salah satu upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah unsur/komponen sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi mengolah lumpur tinja (faecal sludge/septage) yang berasal dari tangki septik, sehingga hasil olahannya tidak mencemari lingkungan, jadi bahan baku IPLT adalah lumpur tinja yang terakumulasi di cubluk dan tangki septik yang secara reguler dikuras atau dikosongkan kemudian diangkut ke IPLT dengan menggunakan truk tinja. Proses penguraian lumpur tinja menggunakan proses biologis yang berlangsung dalam kondisi anaerobik (tanpa udara).
Penentuan Kapasitas (Debit) IPLT Kapasitas IPLT ditentukan dengan menghitung jumlah sarana tangki septik yang berada di daerah pelayanan. Data ini dapat diperoleh dari puskesmaspuskesmas ataupun dinas kesehatan yang berada di dalam wilayah terkait. Bila data jumlah tangki septik sulit didapat atau diinventarisasi, maka dapat digunakan pendekatan (50-60) % dari jumlah penduduk yang ada di dalam daerah layanan memiliki tangki septik. Selanjutnya, perhitungan kapasitas IPLT juga memerlukan informasi perkiraan jumlah penghuni atau pengguna tangki septik dan periode pengurasan lumpur dari tangki septik. Kapasitas (debit) IPLT selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Debit lumpur tinja = persentasi pelayanan x jumlah penduduk daerah layanan x laju timbulan lumpur tinja
Debit lumpur tinja dalam liter/hari adalah jumlah lumpur yang akan masuk dan diolah di IPLT setiap harinya
Mengacu pada Pedoman Sanimas (2008), laju timbulan lumpur tinja dapat menggunakan pendekatan 0,5 liter/orang/hari. Komponen sistem yang mempengaruhi IPLT
Komponen sistem yang mempengaruhi keberhasilan beroperasinya IPLT, menurut Nasrullah (2007), dapat dianalisis dari aspek teknis, finansial, sosial ekonomi, lingkungan dan regulasi. Menurut R.Pamekas (2006), kelangsungan operasional IPLT dipengaruhi oleh komponen masing masing sub sistem pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan serta pemanfaatan kembali lumpur tinja. Unsurunsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengumpulan lumpur tinja meliputi : (i) keberadaan dan jumlah serta sebaran fasilitas sanitasi setempat (cubluk, tangki septik),
(ii) kemampuan fasilitas sistem sanitasi setempat(on-site system) mengolah beban cemaran, (iii) waktu dan pengurasan, (iv)
frekuensi
penyedotan
atau
kemauan dan kemampuan masyarakat membayar tarif penyedotan dan pengangkutan serta pengolahan lumpur tinja.
Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengangkutan (transportasi) lumpur tinja meliputi : i.
volume truk pengangkut lumpur tinja,
131
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.6 No.2, Juli 2014, hal 78-139
ii.
iii.
jarak dan waktu tempuh serta frekuensi atau ritasi pengangkutan lumpur tinja, kepadatan lalu lintas,
iv. organisasi pengelola lumpur tinja,
jasa
pengangkutan
v.
tarif pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja di IPLT.
i.
tepat atau tidaknya disain IPLT dengan kualitas lumpur tinja yang akan diolah,
Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengolahan lumpur tinja meliputi : ii.
kemampuan IPLT mengolah lumpur tinja
iii kemampuan operator mengoperasikan dan memelihara IPLT, iv. v.
alokasi biaya pengoperasian dan pemeliharaan IPLT, dan
kemampuan operator memanfaatkan kembali produk IPLT misalnya pupuk, biogas, pakan ikan. Teknologi dalam Pengolahan Air Limbah Teknologi dalam pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan pengguna fasilitas tersebut yaitu pengolahan air limbah domestik individual dan pengolahan air limbah domestik komunal. Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Individual
Teknologi pengolahan air limbah domestik individual yang biasa digunakan adalah tangki septik (septic tank). Tangki septik adalah suatu ruangan kedap air yang terdiri dari kompartemen ruang yang berfungsi menampung/mengolah air limbah rumah tangga dengan kecepatan alir yang sangat lambat sehingga member kesempatan untuk terjadinya pengendapan terhadap suspense bendabenda padat dan kesempatan dekomposisi bahanbahan organik oleh mikroba anaerobik. Proses ini berjalan secara alamiah yang sehingga memisahkan antarapadatan berupa lumpur yang lebih stabil serta cairan (supernatant). Proses anaerobik yang terjadi juga menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan. Cairan yang terolah akan keluar dari tangki septik sebagai efluen dan gas yang terbentuk akan dilepas melalui pipa ventilasi. Sementara lumpur yang telah matang (stabil) akan mengendap didasar tangki dan harus dikuras secara berkala setiap 2-5 tahun bergantung pada kondisi. (SNI 03-2398-2002). Pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan IPLT
Hampir seluruh kota di Indonesia, penanganan lumpur tinja dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Materi
132
diseminasi keteknikan bidang air limbah, Prosedur Standar Sistem Operasi dan Pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan IPLT (2011), menyebutkan bahwa pengolahan lumpur tinja merupakan salah satu dari bidang penanganan sarana umum yang termasuk ‘cost recovery’ melalui retribusi yang dibebankan kepada masyarakat pelanggan atas jasa pengolahan lumpur. Proses pengolahan lumpur tinja adalah menyedot lumpur tinja dari tangki septik yang selanjutnya diolah di IPLT. Dengan demikian atas jasa di dalam pengolahan IPLT tersebut, dapat dipungut biaya retribusi yang ditetapkan per-m3 lumpur yang diangkut ke IPLT, biaya retribusi yang dikenakan disesuaikan dengan jenis pelanggan, tingkatan pendapatan dan fasilitas bisnis maupun fasilitas sosial. Selisih antara retribusi dengan biaya operasi dan pemeliharaan merupakan keuntungan bagi pengelola. Agar keuntungan yang diperoleh ataupun kerugian yang diderita oleh pihak pengelola dapat dioptimalkan maka salah satu upaya adalah membuat suatu perencanaan biaya operasi dan pemeliharaan secara matang sebagai pedoman sehingga realisasi dapat dicapai seefisien mungkin, berdasarkan persamaan berikut dapat dilihat bahwa: Laba/rugi = Pendapatan Retribusi (R) - Biaya Operasi dan Pemeliharaan (C)
Biaya operasi dan pemeliharaan IPLT yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan dan merawat seluruh armada penyedotan dan pengangkutan tinja serta peralatan dan bangunan di lokasi IPLT. Biaya operasi dan pemeliharaan meliputi:
a) Biaya personil (upah dan gaji)
b) Biaya operasi (bahan bakar, sampling dan pemeriksaan laboratorium, bahan kimia, pelumas, dan listrik) c)
Biaya pemeliharaan (penyediaan, perbaikan dan penggantian suku cadang)
d) Biaya perlindungan (kesehatan, pakaian, perlengkapan K3 dan asuransi) e) Biaya penunjang komunikasi)
(ATK,
keamanan
dan
Biaya pemeliharaan bangunan IPLT meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memelihara dan mempertahankan agar bangunan IPLT selalu siap untuk dioperasikan.(Sudarno 2006)
Menurut Irawan Wisnu (2009), sebagai perkiraan besarnya biaya pemeliharaan IPLT, biasanya ditetapkan sebesar persen tertentu dari nilai anggaran. Biaya ini harus disusun sesuai
Potensi Pendapatan Retribusi Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi Tibin Ruby Prayudi dengan kondisi peralatan dan bangunan serta petunjuk pabrik untuk perawatan.
Menurut Priyatni Soewondo (2009), kapasitas IPLT dengan jumlah pemakai lebih dari 50 jiwa, memerlukan biaya operasi Rp. 100.000 per m3 sedangkan untuk biaya investasinya Rp.400.000 per m3.
Retribusi
Retribusi menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Jenis pos retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi : Retribusi Jasa Umum, Retribusi jasa Usaha, Retribusi Jasa Usaha dan Perizinan. Retribusi Pengolahan Limbah Cair, termasuk pada Retribusi Jasa Umum. Dari Kota Jambi Dalam Angka, pendapatan retribusi penyedotan kakus/tangki septik pada tahun 2009, sebesar Rp. 131.070.000,- dan pada tahun 2011 mencapai Rp. 434.805,000, sehingga dalam waktu dua tahun dicapai peningkatan pendapatan retribusi penyedotan kakus/tangki septik sebesar 331,73 % dari pendapatan tahun 2009. Teknik Penilaian Ekonomi
Salah satu teknik penilaian dalam ekonomi lingkungan adalah analisis manfaat dan biaya, karena kegiatan yang yang menyumbang pada peningkatan secara positif kesejahteraan ekonomi masyarakat harus dapat diukur dengan nilai moneter barang dan jasa yang masyarakat bersedia melepaskannya sebagai gantinya. Anggapan dasar yang dipakai dalam analisis manfaat dan biaya adalah tingkat kepuasan atau tingkat kesejahteraan ekonomi yang dialami individu, diukur berdasarkan harga yang mereka siap bayar dalam mengkonsumsi barang dan jasa. (Maynard 1992) Rumusan untuk mendiskontokan manfaat yang akan datang dan menilai manfaat yang diperoleh sekarang, dengan tingkat bunga diskonto : n
NBt
PV = ∑ ---------t=0 (1+r)t
dimana : PV = nilai sekarang
NBt = manfaat neto pada waktu t r
= tingkat bunga diskonto
Menurut Idris (2002), manfaat dapat diukur sebagai kesediaan membayar seseorang terhadap perbaikan lingkungan yang diperoleh secara tidak langsung atau biaya untuk mengganti aktiva produktif yang rusak sebagai akibat dampak terhadap lingkungan dapat ditentukan sebagai ukuran kemampuan membayar seseorang. Pendapat tersebut didukung oleh peneliti lain seperti penelitian Hala Abou-Ali (2003), menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara kemampuan membayar seseorang dengan pengurangan resiko penyakit. Amondo Emily, dkk (2013), bahwa 93 % responden menyatakan mampu untuk membayar perlindungan mata air di Kenya, Nairobi.
Hasil penelitian David Hensher dkk (2005) menyatakan bahwa estimasi kemampuan membayar dari konsumen air minum tidak hanya membiayai investasi dan perawatan jangka menengah tetapi juga memberi masukan dalam pengaturan tingkat pelayanan dan tarif. Dari berbagai pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa manfaat dari perbaikan lingkungan di nilai dari kemampuan membayar seseorang untuk perbaikan lingkungan, yang direalisasikan dalam bentuk kemampuan untuk membayar tarif pengolahan lumpur tinja. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi IPLT, menggunakan asumsi seperti yang termuat di Special Report Provincial Project Implementation Support (PPIS), Second Sulawesi Urban Development Project IBRD Loan No 4105-IND-Central Sulawesi, 1999.
Asumsi yang digunakan bahwa nilai ekonomi yang dihitung sebagai opportunity cost of capital, dengan asumsi yang dihitung meliputi biaya investasi,operasi, dan manfaat nilai bersih, yang dihitung pada nilai sekarang dengan waktu investasi dan faktor suku bunga yang tertentu. Menurut M.Awallutfi (2013), bahwa Opportunity cost of capital atau total manfaat harus menghasilkan tingkat pengembalian (dalam persentase) yang lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku. i.
ii.
Manfaat yang diperoleh meliputi : Penerimaan retribusi
Pengelolaan tinja dapat mengurangi penyakit, dengan asumsi hanya 15 - 50 % dari penduduk yang mempunyai tangki septik teknis. Besarnya biaya berobat diasumsikan sama
133
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.6 No.2, Juli 2014, hal 78-139
dengan tarif retribusi. Rumusannya adalah persentase jumlah penduduk yang dilayani x tarif retribusi/biaya pengurasan tangki septik.
iii. Pencemaran lainnya seperti pencemaran bau akibat pembuangan tinja tidak ke dalam tangki septik, diasumsikan biayanya maksimal 10 % dari biaya investasi.
Total biaya manfaat = penerimaan retribusi + biaya mengurangi penyakit + pencemaran lainnya.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif yaitu untuk mengukur potensi volume lumpur adalah dengan menghitung potensi jumlah tangki septik dikalikan laju timbulan lumpur tinja dengan satuan liter/orang/tahun dan periode waktu pengura-san tangki septik setiap dua tahun.
Rumusan perhitungan laju timbulan lumpur per tahun = laju timbulan lumpur tinja (liter/orang/ hari) x 365 hari. Rumusan perhitungan volume tangki septik dipakai oleh satu rumah tangga dengan empat jiwa per tahun, = laju timbulan lumpur x 4 orang.
Rumusan perhitungan total volume lumpur/ tahun = Jumlah tangki septik x volume tangki septik. Untuk pengurasan setiap dua tahunan, maka rumusan volume lumpur yang dihasilkan = 2 x total volume lumpur/tahun.
Rumusan perhitungan potensi pendapatan retribusi = potensi volume lumpur yang akan diolah di IPLT x tarif/m3
Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dengan Kepala UPTD dan observasi IPLT di lapangan, pada bulan Oktober 2013, data primer seperti jumlah konsumen yang dilayani, biaya konstruksi IPLT, serah terima aset, biaya operasi dan pendapatan dari retribusi IPLT,tidak bisa penulis dapatkan. Data sekunder yang dikumpulkan bersumber dari BPS Kota Jambi, tahun 2012, SNI dan aturan lain yang terkait dengan pembahasan masalah. Analisis data dilakukan dengan proses analisis data kuantitatif, dengan cara menghitung potensi pendapatan dan potensi biaya operasi pada tahun 2011. Rumusan perhitungan manfaat lingkungan = penerimaan retribusi + biaya mengurangi penyakit + pencemaran lainnya.
134
Rumusan untuk mendiskontokan manfaat yang akan datang dan menilai manfaat yang diperoleh sekarang, dengan tingkat bunga diskonto : n
NBt
PV = ∑ ---------t=0 (1+r)t
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Pendududuk dan Tangki Septik Kota Jambi Pada tahun 2011, penduduk kota Jambi berjumlah 540.258 jiwa, dengan rata-rata jumlah jiwa dalam satu rumah tangga 4 jiwa. (Kota Jambi Dalam Angka 2012).
Menurut hasil Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) kota Jambi, (2007) sekitar 83 % dari 80.450 rumah tangga, yaitu 66.774 rumah tangga sudah menggunakan tangki septik dengan leher angsa, tetapi hanya sembilan persen dari 66.774 tangki septik yang sudah mengikuti standar teknik, yaitu 6010 tangki septik. Pada tahun 2011, Memorandum Program Sektor Sanitasi Kota Jambi, melaporkan bahwa hanya sekitar 16 % dari 91.084 tangki septik yang dikategorikan memenuhi standar teknik, yaitu 14.574 tangki septik. Potensi Volume Lumpur Tangki Septik
Direncanakan laju timbulan lumpur tinja 0,5 liter/orang/hari, maka laju timbulan lumpur tinja/ orang /tahun, sekitar 0,5/1000 liter x 365 hari = 0,1825 m3/orang/tahun.
Satu tangki septik dipakai oleh satu rumah tangga dengan empat jiwa, maka dalam satu tahun terkumpul lumpur tinja sebanyak 4 orang x 0,1825 m3 = 0.73 m3/tahun/tangki septik. Total volume lumpur/tahun = 14.574 tangki septik x 0.73 m3 = 10.639.02 m3.
Untuk pengurasan setiap dua tahunan, maka volume lumpur yang dihasilkan = 2 tahun x 10.639,02 m3 = 21.278,04 m3.
Direncanakan pelayanan penyedotan tidak langsung semua tangki septik dikuras, diasumsikan sekitar 30, 50, dan 60 % dari tangki septik yang akan dikuras setiap 2 tahunan Jadi lumpur yang akan diolah di IPLT, direncanakan berdasarkan persentase volume lumpur tangki septik yang akan dikuras. Masing-masing persentase potensi volume lumpur seperti tertulis di tabel 1.
Potensi Pendapatan Retribusi Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi Tibin Ruby Prayudi Tabel. 1. Persentase Potensi Volume Lumpur yang akan diolah di IPLT.
Po ten si Vo lu me Lu m pu r 100 % 21.27 8,04
60 % 12.766,8
(m 3
50 % 10.6 39,0 2
) 30 % 6.383 ,4
Tabel. 2. Potensi Pendapatan Retribusi Penyedotan Tangki Septik (Rp/ m 3 ) Tarif
1 00.00 0 1 00.00 0 1 00.00 0 1 00.00 0
Vo lum e Lum p ur (m 3 ) 2 .127,804 1 .276,680 1 .063,902 38,341,2
Po tensi P en dap atan (x Rp. 1.000) 2.12 7.804,00 0 1.27 6.680,00 0 1.06 3.902,00 0 38.341,200
Tarif Retribusi Pengurasan Tangki Septik Retribusi penyedotan kakus atau tangki septik, didasarkan pada Peraturan Daerah Kota Jambi, Nomor 02 Tahun 2012, tentang Retribusi Jasa Umum, tanggal 7 Mei 2012. Di Peraturan tersebut tarif untuk penyedotan kakus/tangki septik untuk pelayanan rumah tangga sebesar Rp. 200.000 per 2 m3.
Potensi Pendapatan Retribusi
Berdasarkan tarif retribusi yang berlaku untuk penyedotan kakus/tangki septik untuk pelayanan rumah tangga sebesar Rp. 200.000 per 2 m3, maka untuk satu m3, sebesar Rp.100.000,-
Potensi pendapatan dari retribusi penyedotan tangki septik, tertulis seperti di tabel 2. Biaya Operasi IPLT dan Potensi Laba/Rugi
Data operasi IPLT Talang Bakung, tidak dapat disampaikan oleh UPTD IPLT Talang bakung, maka untuk menghitung biaya operasi IPLT digunakan data sekunder Rp. 100.000 per m3 di tahun 2009 (Prayatni Soewondo). Untuk mendekati biaya operasi tahun 2011, digunakan angka indeks nilai inflasi, dengan tahun dasar 2009. Data inflasi tahun 2009 dan 2011, yang diterbitkan Kementerian Keuangan, tahun 2009 = 2,78, dan tahun 2011 = 3,79, angka indeks nilai = 3,79/2,78 x 100 % =136,3 %, sehingga biaya operasi IPLT tahun 2009 sebesar Rp. 100.000 per m3, maka di tahun 2011 sebesar Rp.136.300 per m3. Biaya operasi Rp. 136.300 per m3 berada di atas biaya tarif pengurasan tangki septik Rp. 100.000 per m3 jadi tarif yang dibebankan kepada konsumen masih belum menutup biaya operasi IPLT.
Tabel. 3. Potensi Laba/Rugi Pengelolaan IPLT (x Rp.1000) Persen tase P oten si Lu mp u r (1 )
P oten si Pen d apatan (2)
Po tensi Biaya Op erasion al (3 )
Po ten si Lab a/Rugi (4)=(2)-(3)
10 0
2.1 27.80 4
2.900.1 96,8 52
-77 2.392,852
60
1.2 76.68 0
1.740.1 14,8 40
-46 3.434,840
50
1.0 63.90 2
1.450.0 98,4 26
-38 6.196,426
870.057,420
-23 1.716,220
30
638.341,2
Dari persentase potensi lumpur dapat dihitung potensi biaya operasional, sehingga potensi pengelolaan IPLT dapat dihitung laba/ruginya. Potensi laba/rugi pengelolaan IPLT Talang Bakung, tercantum pada tabel 3.
Dari tabel 3, potensi pengelolaan IPLT, mengalami kerugian, walaupun 100 % potensi lumpur diolah, pengelolaan akan rugi sebesar Rp.772.392.852. Untuk mengatasi kerugian tersebut, perlu upaya menaiKKan biaya tarif pengurasan lumpur di atas biaya operasi, Rp.136.300 per m3. Realisasi Kapasitas Pengolahan IPLT
Realisasi pengolahan kapasitas IPLT, dihitung berdasarkan perbandingan antara kapasitas rencana dengan kapasitas pengolahan setiap hari. Pada tahun 1996, kapasitas IPLT direncanakan mengolah lumpur tinja 80 m3 per hari. Pada tahun 2011, berdasarkan pendapatan retribusi penyedotan Rp.434.805.000 (Kota Jambi Dalam Angka 2011), dengan tarif retribusi Rp. 100.000 per m3, maka kapasitas yang diolah di tahun 2011 sebesar Rp. 434.805.000 per tahun : Rp 100.000/m3 = 4348.05 m3/tahun atau 11.9 m3/ hari. Jadi kapasitas pengolahan di tahun 2011, baru direalisasikan sekitar 14,9 % dari kapasitas perencanaan. Berdasarkan perhitungan potensi volume lumpur yang akan masuk ke IPLT dengan periode pengurasan tangki septik setiap dua tahun, dengan 100 % diolah, sebesar 21.278,04 m3/tahun, atau 58.296 m3/hari, jadi pada saat 14.574 tangki septik dikuras seluruhnya selama tahun 2011, kapasitas pengolahan IPLT baru dimanfaatkan sekitar 73 % dari kapasitas rencana pengolahan 80 m3/hari. Jadi pada saat penyedotan 14,574 tangki septik, kapasitas IPLT Talang Bakung masih mampu mengolah lumpur tinja yang masuk ke IPLT Talang Bakung. Biaya Investasi IPLT
Data biaya investasi pembangunan IPLT Talang Bakung tidak dapat diperoleh, sehingga digunakan pendekatan biaya investasi dari proyek IPLT
135
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.6 No.2, Juli 2014, hal 78-139
Talise, Kota Palu, yang tahun kontruksi dan unit pengolahan serta fasilitas lainnya tidak berbeda dengan IPLT Talang Bakung. IPLT Talise dibangun tahun 1994, sistem pengolahannya menggunakan sistem kolam, dengan kapasitas 24 m3/hari, dan biayanya Rp. 491,753,000. Dari data tersebut, biaya investasi per m3 sebesar Rp.20,489,708,-
Kapasitas pengolahan IPLT Talang Bakung 80 m3 per hari, sehingga diasumsikan biaya investasinya = 80 m3 x Rp.20,489,708,- = Rp.1,639,176,666,. Pada tahun 2011, diperkirakan nilai investasi tersebut menjadi Rp.1,639,176,666,-.x 136,3 %, = Rp. 2,234,197,795,Biaya Operasi
Biaya operasi dihitung dari kapasitas yang diolah di tahun 2011 sebesar 4348.05 m3 x Rp.136.300 = Rp. 592.639.215,Biaya Manfaat Mengurangi Penyakit Karena Pencemaran Tinja Biaya manfaat untuk mengurangi penyakit karena pencemaran tinja dihitung melalui jumlah tangki septik x jumlah pemakai x biaya penyedotan tangki septik = 14,574 tangki septik x 4 jiwa x Rp.100.000 x 14,9 % = Rp.868.610.400,-
Biaya Manfaat Mengurangi Pencemaran Udara Karena Bau Biaya manfaat untuk mengurangi pencemaran karena bau dari tinja diasumsikan 5 % dari biaya investasi, yaitu 5 % x Rp 2,234,197,795,- = Rp. 111.709.889,Total Biaya Manfaat
Total biaya manfaat dari IPLT = realisasi biaya retribusi tahun 2011 + biaya manfaat mengurangi penyakit + biaya manfaat mengurangi pencemaran udara. Total biaya manfaat = Rp. 434.805.000 + Rp.868.610.400,- + Rp. 111.709.889,- = Rp. 1.415.125.289,Opportunity Cost of Capital/ Biaya Peluang Modal
Metode yang digunakan adalah tingkat suku bunga pengembalian modal atau lebih dikenal dengan Internal rate of return (IRR).
Syarat kelayakannya apabila IRR > suku bunga pasar. Untuk menghitung IRR digunakan cara cobacoba (interpolasi) dengan rumusan IRR = i1 – NVP1(i2 – i1)/NPV2 – NPV1), dimana :
Tabel 4. Nilai NPV1 dengan Suku Bunga 18 % (dalam jutaan rupiah) Tah un
Investasi
O p erasi
M anfaat
Bersih
Df
0
2 .234,1
PV
1
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .8475
697.1
2
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .7182
590.7
3
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .6086
500.6
4
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .5158
424.2
5
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .4371
359.5
6
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .3704
304.7
7
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .3139
258.2
8
592,6
1,415.1
8 22,5
0 .2660
218.8 1.119,8
(2.234)
Tabel 5. Nilai NPV2 dengan Suku Bunga 19 % (dalam jutaan rupiah) Tah un 0 1 2 3 4 5
136
6 7
Inv es tas i 2.234,1
o pe ra si
Ma nfaa t
Be rsih
Df
PV (2.234)
592,6
1,415.1
822,5
0,5263
432,8
592,6
1,415.1
822,5
0,0767
63,1
592,6 592,6 592,6 592,6 592,6
1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1
822,5 822,5 822,5 822,5 822,5
0,2770 0,1458 0,0403 0,0212 0.0111
227,8 120,0 33,2 17,5 9,2
Potensi Pendapatan Retribusi Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT Talang Bakung, Kota Jambi, Provinsi Jambi Tibin Ruby Prayudi i1 = suku bunga ke 1 12 = suku bunga ke 2 NPV1 = net present value pada suku bunga ke 1 NPV2 = net present value pada suku bunga ke 2
NPV2 harus menghasilkan nilai negatif. Menghitung biaya peluang modal diasumsikan waktu investasi = 8 tahun, dengan tingkat suku bunga ke 1 = 18 %. Hasil perhitungan NPV1 tercantum di tabel 4.
Menghitung biaya peluang modal diasumsikan waktu investasi = 8 tahun dengan tingkat suku bunga ke 2 = 19 %. Hasil perhitungan NPV2 tercantum di tabel 5. IRR interpolasi = i1 – NVP1(i2 – i1)/(NPV2 – NPV1),
= 18 % - 1.119,8 (19 % - 18 %)/(-1.325,6 – 1.119,8) = 18 % + 0,5 (1 %) = 18,5 %
Biaya peluang modal secara ekonomis mendapat manfaat dengan bunga yang lebih besar dari bunga yang berlaku, yaitu 18,5 %. Jadi dengan adanya IPLT, memberi manfaat sebesar 0,5 % terhadap lingkungannya.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
Secara teknis, potensi volume lumpur yang dapat dikumpulkan dengan tingkat efisiensi penyedotan dua tahunan sebesar 30, 50, 60, dan 100 % adalah 6.383,4 m3, 10.639,02 m3, 12.766,8 m3 dan 21.278,04 m3.
Secara finansial, potensi pendapatan retribusi yang dapat diperoleh adalah Rp.638.341.200, Rp.1.063.902.000, Rp. 1.276.680.000 dan Rp. 2.127.804.000,-. Realisasi kinerja pemanfaatan IPLT tahun 2011 baru mencapai 14,9% dari kapasitas terpasang. Sementara itu, kinerja terhadap 14,574 tangki septik mencapai 73 % dari kapasitas rencana pengolahan 80 m3/hari. Ditinjau dari aspek tarif pengurasan tangki septik penerimaan retribusi Rp. 136.300 per m3 belum dapat menutup biaya operasi IPLT, sehingga pengelolaan IPLT mengalami kerugian ekonomi lingkungan sebesar 0,5% dari bunga Bank yang berlaku yaitu 18%. Saran yang disampaikan adalah merencanakan kembali target pengurasan tangki septik, berdasarkan potensi jumlah tangki septik.
Mengevaluasi kembali biaya operasi pengo lahan lumpur tinja dan tarif pengurasan tangki septik, agar pengelolaan IPLT tidak rugi.
Hasil penelitian potensi pendapatan dari retribusi pengurasan tangki septik, perlu ditindaklanjuti dengan meneliti variable seperti kemampuan dan kemauan konsumen untuk membayar tarif retribusi pengurasan tangki septik.
DAFTAR PUSTAKA
BPS .2012. Kota Jambi Dalam Angka.Jambi. SNI 03-2398-2002. Kriteria Disain Tangki Septik Bappeda Kota Jambi, Pokja Sanitasi. 2007. Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kota Jambi. Bappeda Kota Jambi. 2011. Memorandum Program Sektor Sanitasi Kota Jambi Direktorat Pengembangan PLP. 2011. Prosedur Standar Sistem Operasi dan Pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan IPLT. Direktorat PLP Sub Bidang Air Limbah dan Pelaksanaan Sanimas 2008. Pedoman Sanimas. Emil, A., GeoKKrey Kironchi and Sabina Wangia. 2013.Willingness to Pay for Improved Water Supply Due to Spring Protection in Emuhaya District Kenya. International Journal of Education and Research 1(7) Hala Abou-Ali.2003. Water and Health In Egypt. : An Empirical Analysis. Thesis PhD. Gothenburg University. Sweden Hensher David, Nina Shore, Kenneth Train. 2005. Household’s Willingness to Pay for Water Service Attributes. Environmental and Resource Economics 32: 509 – 531 Hufschimdt Maynard M, et al. 1992. Enviromental, Natural Systems, and Development, An Economic Valuation Guide. The Johns Hopkins University Press. Idris. 2002. Analisis Kebijakan Pengembangan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Danau (Studi Kasus Di danau Singkarak Provinsi Sumatera Barat). Tesis Doktoral. Program Pascasarjana Institute Pertanian Bogor. Ingallinella A.M, Sanguinetti, G. Koottatep, T. Strauss M. 2002. The Challenge of Faecal Sludge Management in Urban areas- Strategies, Regulations and treatment Options. Water Science and Technology 46 (10): 285-294. Irawan Wisnu Wardhana, Wina Karunia. 2009. Evaluasi Dan optimalisasi Instalasi Pengolahan Limbah Tinja Kota Pekalongan. Jurnal Presipitasi 7 (2)
137
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.6 No.2, Juli 2014, hal 78-139
Kone, D. 2010. Making Urban Excreta and Wastewater Management Contribute to Cities. Economic Development- A Paradigm Shift. Water Policy 12 (4): 602-610. Luthi C. Panesar A, et al. 2011. Sustainable Sanitation in Cities : A Framework for Action. Sustainable Sanitation Alliance. International Forum on Urbanism. Rijswijk: Papiroz Publishing House. . Metclaf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering: Treatment, and Reuse, 4th edition, India: McGraw Hill. Nasrullah. 2007. Studi Kelayakan IPLT. Jurnal Presipitasi 3 (2): 16-24 Pamekas, R. 2006. Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis Ekosanita-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya Di DAS Citarum Hulu). http// w w w. re p o s i to r y. i p b . a c . i d / b i t s t re a m / handle/123456789/47122/2006rpa.pdf. (diakses 3 Januari 2013) Priyatni Soewondo. 2009. Konsep Pengelolaan Limbah Cair Domestik, Prodi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil & Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Provincial Project Implementation Support For Central Sulawesi. 1999. Special Report Second Sulawesi Urban Development Project IBRD Loan No 4105-IND-CENTRAL Sulawesi, Palu Putra, M.A.,Christiono Utomo, dan Cahyono Bintang Nurcahyo. 2013. Analisa Pembiayaan Investasi Proyek Apartemen Puncak Kertajaya. Jurnal Teknik Pomits 2 (1) Sudarno, Dian Ekawati. 2006. Analisis Kinerja Sistem Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Kota Magelang. Jurnal Presipitasi 1(1) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
138