LANDASAN TEORI Metodologi Produksi Bersih Pengkajian pada produksi bersih berupa suatu metodologi untuk mengidentifikasi tahap-tahap yang tidak efisien dalam penggunaan bahan baku dan manajemen penanganan limbah yang tidak baik dengan memfokuskan pada aspek lingkungan sehingga berdampak pada kegiatan proses suatu industri. Berbagai organisasi telah menghasilkan pedoman yang menjelaskan metodologi yang digunakan untuk produksi bersih, walaupun secara prinsip metodologi yang dikemukakan memiliki kesamaan satu dengan lainnya.
Prinsip dasar dari semua
metodologi tersebut adalah memusatkan perhatian pada proses produksi yang dilakukannya dengan tujuan untuk mengidentifikasi bagian atau tahap yang mempunyai kemungkinan untuk diefisienkan penggunaan bahan baku, dikurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dan limbah yang dihasilkan (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE and DEPA 2000).
Metodologi-metodologi yang dihasilkan
oleh beberapa organisasi dan umum digunakan dalam pengujian produksi bersih disajikan pada Tabel 4. Van Berkel (1995) menyatakan bahwa kajian produksi bersih difokuskan pada proses produksi yang menghasilkan limbah sehingga perlu dilakukan pengujian dan re-evaluasi pada tahapan proses produksi tersebut.
Kegiatan
re-evaluasi adalah sebagai berikut. 1. Identifikasi
sumber
(source
identification)
yang
dilakukan
dengan
inventarisasi material yang masuk dan keluar dari proses yang berkaitan dengan biaya sehingga dihasilkan suatu diagram alir proses yang memungkinkan untuk identifikasi semua sumber limbah dan emisi yang dihasilkan. 2. Evaluasi penyebab (cause evaluation) berupa penyelidikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan komposisi limbah dan emisi yang dihasilkan dan selanjutnya daftar kemungkinan penyebab limbah dan emisi digunakan untuk menguji semua kemungkinan faktor penyebab yang mempengaruhi volume dan atau komposisi limbah dan emisi.
20 3. Perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option generation) yang dilakukan
untuk
menghilangkan
dihasilkannya limbah dan emisi. teknik-teknik
pencegahan
dalam
atau
mengontrol
setiap
penyebab
Pendekatan produksi bersih atau konteks
menghasilkan pilihan-pilihan produksi bersih.
konsep
digunakan
untuk
Pada saat pilihan produksi
bersih teridentifikasi, maka selanjutnya dilakukan evaluasi seperti layaknya suatu investasi atau inovasi. Tabel 4
Metodologi-metodologi yang digunakan dalam pengkajian produksi bersih
Organisasi UNEP (1996)
Dokumen Guidance Materials for National UNIDO/UNEP Cleaner Production Center
UNEP (1991)
Audit and Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes. Technical Report Series no. 7 Dutch PREPARE Manual for the Ministry of Prevention of Wastes and Emissions Economic Affairs (1991) USEPA (1992) Facility Pollution Prevention Guides
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2.
Sumber:
Metodologi Perencanaan dan organisasi Pra pengkajian Pengkajian Evaluasi dan studi kelayakan Implementasi dan kontinyuitas Pra pengujian Neraca material Sintesis Perencanaan dan organisasi Pengkajian Studi kelayakan Implementasi Pengembangan program pencegahan polusi Pengkajian pendahuluan
UNEP DTIE dan DEPA (2000)
Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP (Guidance Materials for UNIDO/UNEP National Cleaner Production Center) Metodologi yang terdapat pada dokumen Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP, secara garis besar disajikan pada Gambar 5.
21
Fase 1: Perencanaan dan organisasi • • • •
Mendapatkan komitmen pihak manajemen Menetapkan anggota tim Mengembangkan kebijakan, tujuan, dan target Merencanakan pengkajian produksi bersih
Fase 2: • •
•
Deskripsi dan bagan alir perusahaan Inspeksi Menetapkan fokus
Fase 3: • • • •
• Gambar 5
Evaluasi dan Studi Kelayakan
Evaluasi pendahuluan Evaluasi teknis Evaluasi ekonomis Evaluasi lingkungan Pemilihan pilihan-pilihan yang layak
Fase 5: • • •
Pengkajian (kajian kuantitatif)
Pengumpulan data-data kuantitatif Pembuatan neraca material Mengidentifikasi peluang penerapan produksi bersih Mendata dan mengurutkan pilihan-pilihan
Fase 4: • • • • •
Pra pengkajian (kajian kualitatif)
Implementasi dan kontinyuasi
Persiapan rencana implementasi Implementasi pilihan-pilihan terpilih Memonitor kinerja Menjaga keberlangsungan aktivitas produksi bersih
Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).
1. Perencanaan dan organisasi Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan komitmen terhadap kegiatan produksi bersih, menciptakan sistem, mengalokasikan sumber daya, dan merencanakan secara detil kegiatan yang akan dilakukan. Perencanaan dan organisasi dijabarkan dalam (1) organisasi proyek; (2) kebijakan lingkungan yang meliputi strategi, tujuan, dan target; dan (3) rencana kerja (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).
22 2.
Pra pengkajian (kajian kualitatif) Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum perusahaan yang antara lain meliputi aspek produksi dan lingkungan.
Kajian
terhadap proses produksi yang dihasilkan dari fase ini dijabarkan dalam bentuk diagram alir yang memberikan informasi tentang masukan-masukan yang digunakan (inputs), keluaran-keluaran yang dihasilkan (outputs), dan masalah lingkungan yang ditimbulkan. Fase pra pengkajian ini terdiri dari (1) deskripsi dan diagram alir perusahaan yang menggambarkan kegiatan dalam perusahaan yang antara lain terdiri dari kegiatan pembersihan, penyimpanan dan penanganan bahan, ancillary operations (kondisi dingin, uap, dan gas yang dihasilkan), perawatan dan perbaikan peralatan, bahan-bahan yang sulit dikenali pada aliran keluaran seperti pelumas, katalis, dan lain-lain, hasil samping yang dilepaskan ke lingkungan berupa emisi; (2) inspeksi terhadap proses produksi yang dimulai dari awal proses produksi hingga proses berakhir dan difokuskan pada bagian dihasilkannya produk, limbah, dan emisi dengan dilakukan wawancara dengan operator untuk mendapatkan masukan dan dapat menjadi sumber ide untuk mendapatkan peluang produksi bersih; dan (3) penetapan fokus produksi bersih pada n bagian-bagian proses yang penting untuk dikaji lebih dalam dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu menghasilkan limbah dan emisi dalam jumlah yang besar, menggunakan atau menghasilkan bahan dan bahan kimia berbahaya, menyebabkan kerugian finansial yang besar, mempunyai keuntungan dari penerapan produksi bersih yang besar; dan (e) dianggap menjadi masalah oleh semua pihak yang terlibat (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). 3.
Pengkajian (kajian kuantitatif) Tujuan dari fase ini adalah untuk mengumpulkan data dan mengevaluasi kinerja lingkungan dan efisiensi produksi dari suatu perusahaan.
Data yang
terkumpul tentang aktivitas manajemen dapat digunakan untuk memonitor dan mengontrol efisiensi proses secara keseluruhan, menentukan target dan menghitung indikator bulanan atau tahunan.
23 Fase pengkajian terdiri dari (1) pengumpulan data kuantitatif yang antara lain berupa data tentang jumlah bahan yang digunakan dan limbah serta emisi yang dihasilkan per skala produksi berdasarkan data dari perusahaan atau pengukuran langsung; (2) neraca material untuk menghitung bahan baku dan jasa atau tenaga kerja yang digunakan selama proses, dan kehilangan, limbah dan emisi yang dihasilkan dengan mengikuti prinsip “yang masuk ke dalam pabrik atau proses harus sama dengan yang keluar” (what comes into a plant or process must equal what comes out); (3) identifikasi peluang penerapan produksi bersih yang ditentukan oleh pengetahuan dan kreativitas dari para anggota tim dan staf perusahaan dan diskusi (brainstorming)
dengan melakukan tukar pikiran
antar bagian yang berbeda dalam suatu
organisasi dan sumber lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan peluang-peluang penerapan produksi bersih adalah buku pedoman yang digunakan, pihak luar industri atau konsultan, asoasiasi perdagangan, akademisi, pusat inovasi, lembaga penelitian, badan pemerintah, pemasok peralatan, pusat informasi, seperti UNEP atau UNIDO, pustaka dan basis data elektronik; dan (4) mencatat dan mengurutkan pilihan-pilihan untuk menentukan peluang yang dapat langsung diterapkan atau memerlukan pengkajian lebih lanjut (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). 4.
Fase evaluasi dan studi kelayakan Tujuan dari fase ini adalah untuk mengevaluasi peluang-peluang produksi bersih yang diajukan dan untuk memilih peluang yang layak untuk diterapkan berdasarkan (1) evaluasi ekonomi yang bertujuan untuk mengevaluasi kefektifan biaya dari suatu peluang produksi bersih dengan kriteria yang digunakan adalah
payback period, net present value, atau
internal rate of return (IRR); (2) evaluasi teknis yang bertujuan untuk mengetahui dampak potensial produk, proses produksi, dan keamanan yang ditimbulkan dari perubahan akibat penerapan peluang produksi bersih; (3) evaluasi aspek lingkungan yang bertujuan untuk menentukan dampak negatif atau positif dari penerapan peluang produksi bersih antara lain berkurangnya jumlah bahan berbahaya yang digunakan dan atau jumlah limbah dan emisi yang dihasilkan, perubahan jumlah dan toksisitas dari limbah dan emisi yang
24 dihasilkan, perubahan konsumsi energi, perubahan konsumsi material, perubahan tingkat penguraian limbah atau emisi, perubahan penggunaan bahan baku yang terbarukan, perubahan penggunaan kembali aliran limbah dan emisi, dan perubahan pengaruh lingkungan dari produk; dan (4) penentuan
pilihan
menggunakan
metode
analisis
peringkat
atau
pembandingan untuk penentuan prioritas peluang yang akan diterapkan (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). 5.
Fase implementasi dan keberlanjutan Tujuan dari fase terakhir dalam produksi bersih ini adalah untuk memastikan
pilihan
yang
dihasilkan
dari
fase-fase
sebelumnya
diimplementasikan dan menghasilkan pengurangan penggunaan sumber daya dan limbah yang dihasilkan dimonitor secara terus menerus yang dijabarkan dalam (1) mempersiapkan rencana implementasi berupa pembuatan detil aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan, cara aktivitas tersebut dilakukan, sumberdaya
yang
bertanggung
jawab
dibutuhkan
untuk
terhadap
aktivitas
pelaksanaannya, yang
personal
dilakukan,
dan
yang jadwal
pelaksanaannya; (2) menerapkan pilihan produksi bersih terpilih yang kemungkinan berupa modifikasi prosedur dan atau proses dan kemungkinan memerlukan peralatan baru; dan (c) pemantauan kinerja secara priodik dari penerapan kegiatan produksi bersih terpilih terhadap pengurangan limbah dan emisi yang dihasilkan per unit produksi, pengurangan konsumsi sumberdaya, termasuk energi, per unit produksi, dan peningkatan keuntungan yang dihasilkan (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri (Audit and Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes) Metodologi ini terdiri dari 3 fase utama yaitu Analisis Pendahuluan (Preliminary Analysis), Pembuatan Neraca Material (Material Balancing), dan Sintesis (Synthesis) (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). ini disajikan pada Gambar 6.
Diagram alir metodologi
25
Pengkajian Produksi Bersih Fase 1 Analisis Pendahuluan QuickScan
Keputusan: analisis lebih lanjut
Pengkajian Produksi Bersih Fase 2 Pembuatan neraca bahan Analisis kondisi terkini
Pengkajian Produksi Bersih Fase 3 Sintesis Evaluasi terhadap hasil pengukuran dan persiapan suatu rencana tindakan Keputusan: implementasi
Penyelesaian Proyek Implementasi Upaya perbaikan diterapkan dan efisiensinya dikaji Gambar 6 Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri. Technical Report Series no. 7 (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). 1.
Analisis Pendahuluan Fase ini merupakan suatu cara sistematis untuk mempersempit kemungkinan atau pilihan yang penerapan produksi bersih yang potensial dengan metode QuickScan.
Hasil yang diperoleh dari analisis pendahuluan
adalah teridentifikasi bagian dari proses produksi yang berpotensi untuk diterapkan prinsip produksi bersih dan cakupan untuk analisis lebih lanjut (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). QuickScan merupakan kajian awal tentang proses produksi dari suatu perusahaan yang dilanjutkan dengan analisis singkat serta menjadi indikator
26 dari potensi penerapan produksi bersih (Buser dan Walder 2002).
Prinsip
dasar dari metode QuickScan adalah telaah secara cepat aliran material dari suatu perusahaan atau industri untuk mengkaji cakupan dari kegiatan pencegahan pencemaran dengan perusahaan atau industri yang dikaji berperan pasif.
Pada banyak kasus, data didapatkan dari hasil kunjungan berupa
penilaian pakar yang berkompeten dan dikombinasikan dengan data yang diperoleh dari perusahaan. Keluaran dari metode Quick Scan adalah gambaran tentang aliran material secara keseluruhan dan hal-hal yang dapat menjadi kajian yang lebih spesifik untuk potensi penerapan produksi bersih dan pencegahan pencemaran. Metode QuickScan membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu berkisar antara 0,5 – 3 hari dan lebih singkat dibandingkan dengan metode lain, seperti PRISMA (Project Industriële Successen Met Afvalpreventie) (de Bruijn dan Hofman 2001; Buser dan Walder 2002). Metode QuickScan yang digunakan pada analisis pendahuluan memberikan jawaban antara lain terhadap 1) sumber-sumber utama penyebab polusi lingkungan dan biaya produksi; 2) kuantitas material dan atau energi yang digunakan; 3)
limbah atau cemaran dan emisi yang dihasilkan; dan 4)
proses penyimpanan dan transportasi dilakukan secara terorganisir (FHBB 2005). De Bruijn dan Hofman (2000) menyimpulkan bahwa metode QuickScan merupakan metode yang relatif murah untuk diterapkan, membutuhkan sedikit keterlibatan perusahaan, dan difokuskan pada pemetaan potensi pencegahan pencemaran.
Metode QuickScan secara rinci disajikan pada Gambar 7.
Tahap persiapan dalam QuickScan berupa kajian pustaka yang sesuai dengan industri yang dikaji dan pengalaman-pengalaman sebelumnya tentang produksi bersih pada industri yang sejenis.
Tahap ini menghasilkan
pengetahuan dasar tentang produksi bersih pada industri yang bersangkutan (FHBB 2005). Prosedur yang digunakan pada QuickScan adalah berupa wawancara dan peninjauan terhadap fasilitas produksi bersama dengan manajer produksi industri tersebut untuk mendapatkan data-data operasional yang penting dan
27 untuk pembuatan checklist.
Tahap ini menghasilkan suatu gambaran
tentang aliran proses dan data-data serta informasi yang diperlukan selanjutnya.
(FHBB
2005). QuickScan Fase 1 1.
Persiapan
Perolehan informasi
QuickScan Fase 2 2.
Prosedur
Wawancara dan kunjungan pabrik
QuickScan Fase 3 3.
Evaluasi
Analisis data dan evaluasi
QuickScan Fase 4 4.
Laporan singkat
Hasil dan aktivitas
Diskusi tentang pengujian produksi bersih
Gambar 7
Metode QuickScan (FHBB 2005).
Tahap evaluasi dalam QuickScan dilakukan dengan mengkaji proses, material, dan energi yang digunakan dengan bantuan diagram alir proses produksi yang digunakan pada industri yang bersangkutan. Analisis secara sistematik dapat dilakukan dengan bantuan piranti lunak antara lain EcoInspector.
Hasil dari tahap ini adalah pilihan produksi bersih yang
potensial diterapkan teridentifikasi dan teruji (FHBB
2005).
28 Laporan singkat QuickScan berupa kesimpulan dari data-data yang terkumpul dan hasil evaluasinya.
Diskusi dilakukan dengan pihak
manajemen tentang pilihan penerapan produksi bersih yang potensial dan rekomendasinya jika pengkajian produksi bersih perlu dilanjutkan (FHBB 2005). 2. Pembuatan neraca material Fase ini dilakukan dengan melakukan analisis mendalam terhadap bagian dari proses produksi yang terpilih dari hasil analisis pendahuluan. Bagian proses produksi yang terpilih untuk dikaji diilustrasikan dalam bentuk diagram yang menyajikan secara detil tentang aliran material dan energi sehingga dihasilkan data tentang masukan, keluaran, emisi, limbah, dan biaya. Fase ini menghasilkan gambar terkini tentang proses produksi dan teridentifikasi kelemahan atau kekurangannya (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). 3. Sintesis Fase ini dilakukan dengan melakukan evaluasi teknis, ekonomis, ekologis, dan kriteria organisasi
(kondisi TARGET).
Hasil dari fase ini
adalah prioritas-prioritas untuk kegiatan implementasi berdasarkan hasil perhitungan terkoreksi dan rencana tindakan (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). Metode Pengambilan Keputusan Interpretative Structural Modelling (ISM) Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) yaitu menghasilkan model-model struktural guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat.
Teknik ISM merupakan salah satu teknik
permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menetapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif (Marimin 2004). Metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub-elemen.
Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di
29 dalam suatu sistem yang memberikan manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan (Eriyatno 1999).
Menurut Hill
dan Wartfield (1972) dalam Saxena et al. (1992), program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yaitu 1. sektor masyarakat yang terpengaruhi; 2. kebutuhan dari program; 3. kendala utama; 4. perubahan yang dimungkinkan; 5. tujuan dari program; 6. tolok ukur untuk menilai setiap tujuan; 7. aktivitas yang dibutuhkan guna merencanakan tindakan; 8. ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas; 9. lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Metodologi ISM yang dikembangkan oleh Saxena et al. (1992) diarahkan untuk memperoleh struktur hirarki sub-elemen di dalam elemen-elemen sistem berdasarkan hubungan kontekstual dalam bentuk hubungan V, A, X, O yang kemudian dikenal dengan istilah ISM VAXO.
Hubungan kontekstual anatar
sub-elemen di dalam ISM VAXO menunjukkan hubungan yang bersifat langsung dan tidak menunjukkan hubungan antara sub-elemen yang bersifat tidak langsung. Simbol VAXO antar sub-elemen pada matriks SSIM akan tergantung dari sifat hubungan antara elemen tersebut yaitu V adalah eij = 1 dan eji = 0 A adalah eij = 0 dan eji = 1 X adalah eij = 1 dan eji = 1 O adalah eij = 0 dan eji = 0 dengan simbol angka 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual dan simbol 0 menunjukkan tidak terdapat hubungan kontekstual antar sub-elemen.
SSIM
selanjutnya ditrasformasi menjadi RM yang merupakan matriks bilangan biner. Saxena et al. (1992) juga mengembangkan metode klasifikasi sub-elemen yang distrukturisasi berdasarkan tingkat driver power dan dependence serta menentukan elemen kunci dari sistem yang dikaji. menjadi empat struktur yaitu
Klasifikasi sub-elemen dibagi
30 1. sektor 1: weak driver – weak dependent variables (autonomous) yang berisi peubah yang umumnya tidak berkaitan dengan sistem dan mungkin mempunyai hubungan yang kecil walaupun dapat saja hubungan tersebut kuat; 2. sektor 2: weak driver – strongly dependent variables (dependent) yang berisi peubah tidak bebas; 3. sektor 3: strong driver – strongly dependent variables (linkage) yang berisi peubah yang harus dikaji secara hati-hati karena hubungan antar peubah yang tidak stabil dan setiap tindakan pada peubah ini dapat memberikan dampak terhadap peubah lainnya dan umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak; 4. sektor 4: strong driver – weak dependent variables (independent) yang berisi bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sistem Pakar Sistem pakar menurut Hart (1986) didefinisikan sebagai program komputer yang memiliki basis pengetahuan yang luas dalam domain yang terbatas dan menggunakan penalaran yang kompleks untuk menjalankan tugas yang biasa dilakukan oleh seorang ahli. Sistem pakar bersifat interaktif dan mempunyai kemampuan untuk menjelaskan hal yang ditanyakan oleh pengguna. Struktur dasar sistem pakar tersusun atas tiga komponen utama yaitu sistem berbasis pengetahuan, mekanisme inferensi, dan struktur penghubung antara pengguna dan sistem (Lyons 1994).
Basis pengetahuan
Mekanisme inferensi
Struktur penghubung
Gambar 8 Struktur dasar sistem pakar (Lyons, 1994)
Pengguna
31 Aktivitas pengembangan sistem pakar terdiri dari beberapa unsur yang saling berinteraksi yaitu ahli (pakar), knowledge engineer, alat pengembang sistem pakar, dan pengguna (Waterman 1986). Pakar adalah seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dan berfungsi sebagai penyedia informasi, pemecah masalah, dan pemberi penjelasan jika informasi yang diberikan kurang dipahami (Hart 1986). Knowledge engineer adalah orang yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang komputer dan kecerdasan buatan serta mengerti cara pengembangan sistem pakar.
Alat pengembang sistem pakar
merupakan bahasa pemrograman yang dibuat oleh programmer sehingga menjadi perangkat lunak yang bersifat interaktif dan dapat digunakan oleh pengguna dan knowledge engineer (Waterman 1986). Sistem pakar yang dibentuk menggunakan bahasa komputer sangat perlu untuk mengerti bahasa manusia.
Masalah yang timbul adalah terdapat banyak
keambiguan dalam bahasa manusia sehingga tidak dapat diselesaikan dengan logika
biasa
sehingga
memerlukan
perangkat
logika
yang
mampu
mengekspresikan keambiguan tersebut (Marimin 2004). Untuk mengatasi hal tersebut maka pada pengembangan sistem pakar dapat menggunakan logika fuzzy yang pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965.
Logika fuzzy merupakan bagian dari logika boolean
yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran, yaitu nilai kebenaran antara benar dan salah. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan verbal. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then, serta proses inferensi fuzzy (Marimin 2004).
Neraca Massa dan Neraca Energi Neraca Massa Neraca massa atau neraca berat (weight balance) seringkali disebut sebagai neraca material dalam industri kimia. Suatu neraca massa dapat bermakna tanpa adanya neraca energi, tetapi sebaliknya suatu neraca energi membutuhkan pengetahuan tentang massa dan komposisi dari semua aliran yang ada dalam neraca.
Kombinasi dari neraca massa dan neraca energi merupakan suatu alat
32 yang penting untuk evaluasi yang efektif terhadap proses rutin suatu industri kimia (Clausen dan Mattson 1978). Neraca massa dibuat berdasarkan konsep hukum kekekalan (konservasi) materi yang menyatakan bahwa atom-atom tidak dapat diciptakan atau dihancurkan.
Atom-atom yang masuk ke dalam suatu sistem terakumulasi dalam
sistem atau meninggalkannya (Clausen dan Mattson 1978). Hal ini dinyatakan dalam persamaan berikut: Akumulasi dari atom j dalam sistem =
total atom j yang memasuki sistem -
total atom j yang meninggalkan sistem (1)
Dengan menjumlahkan seluruh atom yang masuk dan meninggalkan sistem, total neraca material yang dihasilkan menjadi: Total akumulasi dalam sistem =
total massa total massa memasuki sistem - meninggalkan sistem …(2)
Jika tidak terjadi akumulasi dalam sistem maka persamaan 2 direduksi menjadi sebagai berikut: total massa memasuki sistem =
total atom massa meninggalkan sistem
…………....
(3)
Neraca massa dibuat berdasarkan beberapa tahap yaitu 1. Menggambarkan aliran proses yang telah disederhanakan dalam bentuk diagram; 2. Menempatkan data-data yang tersedia pada aliran proses yang telah dibentuk dalam suatu diagram menggunakan satuan unit tertentu (metric system atau the American engineering system); 3. Membuat semua persamaan kimia untuk reaksi kimia yang terjadi di dalam proses; dan 4. Memilih basis yang digunakan untuk perhitungan (Clausen dan Mattson 1978). Neraca Energi Neraca energi dibuat berdasarkan hukum termodinamika pertama tentang kekekalan energi.
Hukum termodinamika pertama diterapkan dalam bentuk
neraca energi dengan persamaan sebagai berikut:
33 Energi yang terakumulasi = energi yang – energi yang dalam sistem masuk keluar
…. ……
(4)
Neraca energi dibuat dengan tahapan yang sama seperti pembuatan neraca massa dan semua jenis energi yang terdapat dalam sistem harus diekspresikan dalam satuan unit yang sama (metric system atau the American engineering system). Jenis-jenis energi yang digunakan dalam neraca energi adalah energi potensial, energi kinetik, energi termal (thermal energy), energi kerja (work energy), dan energi dalam (internal energy) (Clausen dan Mattson 1978). Energi yang merupakan salah satu input dalam proses produksi pertanian memiliki beberapa bentuk, antara lain energi langsung, energi tidak langsung, dan energi biologis.
Energi yang digunakan dalam proses produksi dan pengolahan
karet remah dapat dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu energi langsung dan energi tidak langsung. Energi langsung adalah bentuk energi yang digunakan secara langsung dalam proses produksi yang antara lain berupa energi bahan bakar dan energi manusia. Energi tidak langsung adalah energi yang digunakan untuk membentuk barang atau memberikan masukan atau energi yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi yang antara lain berupa energi biomassa dan energi alat mesin.
Jumlah energi langsung dan tidak langsung yang telah
digunakan dalam memproduksi suatu barang disebut embodied energy (Abdullah 1987) Evaluasi Ekonomis Pilihan Produksi Bersih Evaluasi ekonomis terhadap pilihan produksi yang dihasilkan ditentukan menggunakan instrumen berupa pemulihan modal dengan rangkaian pembayaran berjumlah sama (Thuesen dan Fabrycky 2002).
Hal ini dinyatakan dengan
(1 + i)n - 1 P=A
………………………………… (5) n
i(1 + i) Keterangan: P A i n
: : : :
investasi atau biaya yang harus dikeluarkan penyusutan suku bunga (persen) umur ekonomis alat (tahun)
34 Persamaan di atas menggambarkan biaya yang harus dibayarkan apabila terjadi suatu penerapan teknologi baru atau penghematan yang terjadi dengan berkurangnya investasi yang harus dikeluarkan pada tingkat suku bunga tertentu yang berlaku, selama umur ekonomisnya, dan pada satu satuan produk yang dihasilkan. Parameter Mutu Lingkungan Limbah Cair Industri Karet Remah Industri karet remah mempunyai potensi mencemari lingkungan karena mengandung bahan organik berupa senyawa karbon, nitrogen, dan ortofosfat yang relatif tinggi sehingga berpotensi menyebabkan proses eutrofikasi dan dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang secara cepat (Metcalf dan Eddy 1991). Karakteristik kimiawi dan baku mutu limbah cair industri karet remah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5
Karakteristik kimiawi efluen industri karet remah Parameter
Kisaran
Partikel kasar (kg/ton produk) Partikel terapung (kg/ton produk) TSS (ppm) BOD (ppm) COD (ppm) Nitrogen amonia (NH3-N) (ppm) Nilai pH Jumlah limbah (m3/ton produk) Transparansi (cm)
175 25 300-700 300-600 600-900 8-30 5.5-6.5 40 3-7
Baku mutu (Revisi Kep. MenLH 51/MenLH/10/1995 Kadar maks. Beban maks. (kg/ton karet kering) 100 4,0 60 2,4 200 8,0 5 0,3 6,0-9,0 40 -
Sumber: Tunas (2002) Total Suspended Solid (TSS) TSS atau total zat padat tersuspensi diklasifikasikan menjadi zat padat terapung yang bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya.
Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumenya yang
disebut dengan analisis volume lumpur (sludge volume) dan dapat melalui
35 beratnya yang disebut dengan analisis lumpur kasar atau umumnya disebut zat padat terendap (settleable solids) (Alaerts dan Santika
1984).
Chemical Oxygen Demand (COD) COD atau kebutuhan oksigen secara kimia adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam 1 liter sampel air atau limbah cair dengan K2Cr2O7 digunakan sebagai oksidator (oxidizing agent) (Alaerts dan Santika
1984; APHA 1992).
Analisis COD
berbeda dengan analisis BOD namun perbandingan antara nilai COD dan nilai BOD5 dapat ditetapkan seperti yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air Jenis air Air buangan domestik (penduduk) Air buangan domestik setelah pengendapan primer Air buangan domestik setelah pengolahan biologis Air sungai Sumber: Alaerts dan Santika (1984)
BOD5/COD 0,40 – 0,60 0,60 0,20 0,10
Zat organik yang terdapat dalam air dan limbah cair tidak semuanya dapat dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD5.
Tabel 7 menunjukkan
jenis zat organik dan anorganik yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD5. Tabel 7
Jenis zat-zat yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD Jenis zat organik/anorganik Dapat dioksidasi melalui uji COD BOD5 Zat organik yang biodegradable (protein, gula, dan sebagainya) x x Selulosa dan sebagainya x N organik yang biodegradable (protein dan sebagainya) x x N organik yang non-biodegradable x (NO2- , Fe2+, S2+, Mn3+) xa NH4 bebas (nitrifikasi) xb Hidrokarbon aromatik dan rantai Sumber: Alaerts dan Santika (1984) a mulai terjadi setelah 4 hari dan dapat dicegah dengan penambahan inhibitor b dapat dioksidasi dengan adanya katalisator Ag2SO4
36 Nitrogen amonia (NH3-N) Nitrogen amonia merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah dan disebut amonium.
Amonia dalam permukaan air berasal dari air seni
dan tinja serta berasal dari oksidasi zat organik (HaObCcNd) secara mikrobiologis dengan persamaan reaksi sebagai berikut. CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 -3c/4) O2 bakteri zat organik oksigen
nCO2 + (a/2 – 3c/2)H2 + cNH3 ...(8)
Zat organik yang mengandung nitrogen diubah menjadi amonia dan kemudian amonia tersebut dianalisis melalui analisis N amonia.
Nitrogen
amonia dapat ditentukan dengan dan tanpa didahului oleh proses destilasi. Apabila destilasi tidak dilakukan, nitrogen amonia ditentukan langsung dengan analisis Nessler atau melalui titrasi.
Destilasi tidak dilakukan apabila sampel
cukup jernih yaitu tidak melebihi batas kekeruhan 10 NTU dan batas kadar warna 5 mg Pt-Co/l.
Keadaan seperti ini ditemui pada air PAM, air sungai jernih, air
sumur jernih, dan efluen sistem pengolahan air buangan yang jernih sedangkan apabila air atau sampel keruh dan mengandung warna maka diperlukan proses destilasi (Alaert dan Santika 1984). Parameter Mutu Bahan Olah Karet Parameter mutu bahan olah karet dalam bentuk slab dan lump yang dikaji pada penelitian ini menurut SNI 06-2047-2002 adalah kadar ketebalan maksimum (cm), kadar pengotor atau kadar kotoran (%), dan jenis koagulan yang digunakan. Kadar kotoran Kadar kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh.
Kotoran dalam konsentrasi yang tinggi dalam bokar dan
karet remah dapat mengurang sifat dinamika yang unggul dari vulkanisasi karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya.
Kotoran yang
terdapat pada karet mengganggu proses pembuatan vulkanisat tipis (Suwardin 1990).