PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI
TEUKU IKHSAN AZMI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Penghambatan Degradasi Sokrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2008 Teuku Ikhsan Azmi F351040031
ABSTRAK T. IKHSAN AZMI. Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi. Dibimbing oleh ANI SURYANI, PRAYOGA SURYADARMA dan SAPTA RAHARJA. Degradasi sukrosa yang terkandung dalam nira tebu selama pengolahan disebabkan oleh reaksi inversi enzimatis dan aktivitas mikroba. Inversi sukrosa disebabkan oleh waktu tunggu (dowmtime) karena kerusakan peralatan pada saat proses berlangsung. Proses penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu dapat dilakukan dengan gelembung gas inert menggunakan reaktor venturi bersirkulasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan teknologi penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan laju alir nira pada 25 l/min, 20 l/min, dan 15 l/min, dengan kecepatan aliran gas nitrogen antara 0,02 m/det sampai 0,6 m/det menggunakan ukuran nozel 5 mm, 6 mm, dan 8 mm. Hasil penelitian menunjukkan gas hold-up yang terbentuk sangat baik untuk penghambatan degradasi sukrosa, dan menunjukkan adanya korelasi linier antara penghambatan sukrosa dengan gas hold-up. Laju penghambatan degradasi sukrosa pada laju alir nira 25 l/min dan kecepatan aliran gas nitrogen 0,6 m/det menggunakan ukuran nozel 6 mm dan suhu reaktor 70 oC memberikan penghambatan sebesar 4,2 %. Proses penghambatan degradasi sukrosa dengan menggunakan gelembung gas nitrogen dipengaruhi oleh gas hold-up dan ukuran gelembung yang terbentuk. Kata kunci: nira tebu, sukrosa, reaktor venturi bersirkulasi, gas hold-up, laju alir.
ABSTRACT T. IKHSAN AZMI. Inhibition Process on Sucrose Degradation in Sugar Cane Juice by Nitrogen Gas Bubbling Using Loop-Venturi Reactor. Under direction of ANI SURYANI, PRAYOGA SURYADARMA and SAPTA RAHARJA. Degradation of sucrose in sugar cane juice in sugar processing caused by inversion enzymatic reaction and microorganisms activities. Sucrose degradation caused by downtime of machine or maintenance of equipment. The inhibition process on sucrose degradation was done by inert gas bubbling using loop-venturi reactor. The objective of the research is to find the inhibition technology of sucrose degradation in sugar cane juice by nitrogen gas bubbling using loopventuri reactor. The research used variation of flow rate of sugar cane juice, at 25 l/min, 20 l/min and 15 l/min, nitrogen gas velocity ranging from 0,02 to 0,6 m/s and nozzle diameters were 5 mm, 6 mm, and 8 mm. The result showed that the gas hold-up could be effectively for inhibition process on sucrose degradation, and showed significantly linear correlation between inhibition process and gas hold-up. At optimum condition (flow rate sugar cane juice 25 l/min and gas velocity 0,6 m/s using nozzle diameter 6 mm and reactor temperature of 70oC), the inhibition rate of sucrose degradation was 4,2%. The inhibition process of sucrose degradation with gas nitrogen bubbling was affected by gas hold-up and size of bubble gas nitrogen. Keyword: sugar cane juice, sucrose, loop-venturi reactor gas hold-up, flow rate.
RINGKASAN T. IKHSAN AZMI. Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi. Dibimbing oleh ANI SURYANI, PRAYOGA SURYADARMA dan SAPTA RAHARJA. Industri gula yang ada sekarang tidak mungkin lagi dapat memenuhi kebutuhan gula nasional yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaaan ini disebabkan oleh penurunan areal tanaman tebu yang terus terjadi. Kemunduran produksi gula nasional juga disebabkan oleh kondisi pabrik gula yang telah tua. Sekitar 68 % jumlah pabrik gula yang ada telah berumur 75 tahun lebih serta kurang mendapat perawatan yang memadai (Mardianto 2005). Rendahnya produktivitas dan rendemen gula yang dihasilkan oleh pabrik gula dalam negeri merupakan akibat dari teknologi produksi yang belum baik, efisiensi mesin yang terus menurun dan produktivitas lahan yang menurun. Salah satu faktor yang menyebabkan degradasi sukrosa adalah adanya kerusakan gula pada saat alat-alat pengolahan gula mengalami penghentian proses produksi (down time), yang disebabkan oleh kerusakan mesin atau pemeliharaan mesin. Pada saat tersebut, nira tebu menunggu untuk dilakukan pengolahan selanjutnya. Lamanya waktu tunggu tersebut menyebabkan terjadinya degradasi gula (sukrosa) yang disebabkan oleh enzim invertase yang dihasilkan mikroba dalam nira. menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya. Penghambatan degradasi sukrosa dalam nira dapat dilakukan dengan cara kimia dan fisika. Secara kimia penghambatan biasanya dilakukan dengan penambahan bahan pengawet atau inhibitor kedalam nira tebu. Secara fisik penghambatan aktivitas enzim dapat dilakukan dengan menggunakan gelembung gas inert (nitrogen). Penghambatan dilakukan dengan memberikan gelembunggelembung gas nitrogen ke dalam larutan enzim, sehingga terbentuk gas-liquid interfaces. Penghambatan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas, waktu dan luas antarmuka kontak gas-cairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengaruh laju alir nira dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap gas hold-up dan pengaruh gas hold- up dalam sistem reaktor venturi bersirkulasi terhadap konsentrasi sukrosa dalam nira tebu. Pengaruh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap pembentukan gas hold-up dilakukan dengan inkubasi larutan nira dalam reaktor venturi bersirkulasi Pengujian faktor yang berpengaruh meliputi: laju alir cairan nira, kecepatan aliran gas nitrogen, dan ukuran nozel. Laju alir cairan nira yang digunakan adalah 25 l/min, 20 l/min dan 15 l/min. Sedangkan kecepatan aliran gas nitrogen antara 0,02 m/det, 0,1 m/det, dan 0,6 m/det. Tiap perlakuan percobaan digunakan reaktor venturi bersirkulasi dengan distributor cairan menggunakan nozel dengan ukuran 5 mm, 6 mm dan 8 mm dan lama inkubasi selama 420 menit. Pengaruh gas hold-up dan pola aliran dalam reaktor venturi bersirkulasi terhadap degradasi sukrosa dilakukan dengan inkubasi larutan nira dalam reaktor venturi bersirkulasi. Hasil penelitian menunjukkan gas hold-up dipengaruhi oleh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas nitrogen. Pada
laju alir cairan yang sama gas hold-up dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas nitrogen dan bentuk geometri venturi serta sifat fisik cairan dan gas. Semakin besar kecepatan aliran gas nitrogen secara umum meningkatkan gas hold-up. Pada laju alir cairan 25 l/min dengan ukuran nozel 6 mm peningkatan kecepatan aliran gas nitrogen dari 0,1 m/det sampai 0,6 m/det meningkatkan gas hold-up. Peningkatan gas hold-up menunjukkan konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan dalam nira tebu semakin tinggi. Rejim aliran yang terbentuk dalam venturi juga mempengaruhi jumlah sukrosa yang dapat dipertahankan. Rejim aliran gelembung memberikan penghambatan sukrosa yang lebih besar. Penurunan konsentrasi sukrosa pada penghambatan menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi menggunakan gelembung gas nitrogen dengan inkubasi sampai 30 menit dapat memberi penghambatan 4,2 % pada laju alir nira 25 l/min, kecepatan aliran gas nitrogen 0,6 m/det dan ukuran nozel 6 mm. Penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu dengan menggunakan gelembung gas nitrogen dipengaruhi oleh gas hold-up dan ukuran gelembung gas. Gas hold-up yang tinggi dan ukuran gelembung gas yang kecil memberikan penghambatan degradasi sukrosa yang tinggi. Gelembung gas yang kecil memperbesar luas antarmuka kontak cairan dan gas, dan akan meningkatkan penghambatan sukrosa dalam nira tebu.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI
TEUKU IKHSAN AZMI
F 351040031
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NIM
: Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi : Teuku Ikhsan Azmi : F351040031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Ketua
Prayoga Suryadarma, STP, MT Anggota
Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian : 6 Maret 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2006 sampai Januari 2007, bertempat di Laboratorium
Teknologi
Industri
Pertanian
(TIP)
IPB
dengan
judul
”Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran, selaku ketua program studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis selama pendidikan di program studi Teknologi Industri pertanian IPB. 2. Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA serta Bapak Prayoga Suryadarma, STP, MT sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, masukan, saran dan kritik yang sangat berarti bagi penulis selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. 3. Dr. Ir Liesbetini Hartoto, MS, atas kesediaanya sebagai dosen penguji luar komosi dan atas segala saran dan masukan untuk kelengkapan penulisan tesis ini. 4. Kepada seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. 5. Rekan-rekan mahasiswa program studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2004, atas segala dukungan dan kebersamaan selama pendidikan di Pascasarjana IPB. 6. Rekan-rekan mahasiswa IKAMAPA Aceh-Bogor atas kebersamaan dan sukaduka selama pendidikan di Pascasarjana IPB. 7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pendidikan di SPs-IPB hingga selesainya penulisan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2008 Teuku Ikhsan Azmi RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan di Aceh Besar pada tanggal 25 April 1974 dari Ayah T. Husin (Alm) dan Ibu Ainol Mardhiah (Alm). Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Darussalam Banda Aceh. Pendidikan sarjana strata satu (S-1) penulis tempuh pada Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Universitas Jabal Ghafur Sigli, Aceh. Tahun 2004
penulis mendapat kesempatan melanjutkan
pendidikan dan diterima pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian (TIP) Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari BPPS Dirjen Dikti Depertemen Pendidikan Nasional.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xv
DAFTAR GLOSARI .................................................................................
xvi
PENDAHULUAN ..................................................................................... Latar Belakang .................................................................................... Tujuan ................................................................................................ Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. Manfaat Penelitian ..............................................................................
1 1 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ Karakterisasi Nira Tebu ..................................................................... Komponen Gula Tebu ......................................................................... Sukrosa ............................................................................. Glukosa ............................................................................ Fruktosa ............................................................................ Degradasi Sukrosa dalan Nira Tebu..................................................... Reaksi Enzimatis.................................................................................. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim ..................................... Penghambatan Reaksi Enzimatis ........................................................ Pengaruh suhu dan Tekanan Terhadap Aktivitas Enzim Invertase .... Penggunaan Reaktor Venturi Bersirkulasi untuk Penghambatan Degradasi Sukrosa ..............................................................................
6 6 10 10 13 14 15 16 17 20 21
METODE PENELITIAN .......................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. Tahapan Penelitian ............................................................................... Karakterisasi Nira Awal .................................................... Penentuan Pengaruh Laju Alir Cairan, dan Kecepatan Aliran Gas Terhadap gas hold-up ..................................... Penentuan Pengaruh Gas hold-up dan Rejim Aliran dalam Venturi Terhadap Degradasi Sukrosa ................................ Penentuan Degradasi Sukrosa Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi .......................................................................
31 31 31 32 33
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. Karakterisasi Nira Tebu ....................................................................
36 36
22
34 35 35
Hubungan Laju Alir Cairan dan Kecepatan Aliran Gas Terhadap Gas Hold-up ......................................................................................... Hubungan Gas Hold-up dan Rejim Aliran dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi Terhadap Konsentrasi Sukrosa dalam Nira Tebu .......... Hubungan Rejim Aliran Terhadap Degradasi Sukrosa........................ Hubungan Gas Hold-up Terhadap Degradasi Sukrosa ........................ Pencegahan Degradasi Sukrosa Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi .............................. Perubahan Konsentrasi Sukrosa ....................................... Pembentukan Gula Pereduksi ........................................... Perubahan pH Nira dan Pembentukan Asam-asam Organik............................................................................... Kelayakan Teknis Penggunaan RVB pada Industri Gula ....................
37 43 45 48 49 51 52 54 56
SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... Simpulan ........................................................................................... Saran ..................................................................................................
58 58 58
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
59
LAMPIRAN .............................................................................................
63
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jam henti giling beberapa pabrik gula tahun 2006 di lingkungan PTPN IX .............................................................................................. 2. Kandungan gula dan zat bukan gula dalam nira ................................ 3. Kandungan senyawa bukan gula dalam nira ...................................... 4. Kemanisan relatif beberapa pemanis .................................................. 5. Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis....................... 6. Karakteristik nira ........... ....................................................................
2 6 9 11 18 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Reaksi hidrolisis sukrosa...................................................................... 12 2. Ikatan enzim dengan substrat pada pembentukan produk ................. 16 3. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim .............................................. 18 4. Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif enzim invertase dari gula tebu 21 5. Pegaruh tekanan dan suhu terhadap waktu paruh Kluyveromyces lactis lactase ................................................................................................. 22 6. Reaktor venturi bersirkulasi ................................................................. 23 7. Profil tekanan sepanjang venturi.......................................................... 24 8. Mekanisme pembentukan gelembung gas ........................................... 25 9. Pembentukan gelembung gas pada laju alir cairan 2 m3/jam dan kecepatan aliran gas 1,29 x 10-4 m3/det................................................ 26 10. Bentuk dan ukuran geometri venturi ................................................... 27 11. Pola gelembung aliran pada berbagai rejim aliran .............................. 28 12. Rangkaian peralatan penelitian ........................................................... 32 13. Diagram alir penelitian ........................................................................ 33 14. Pengukuran gas hold-up....................................................................... 34 15. Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 5 mm........................................................................................... 38 16. Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 6 mm........................................................................................... 40 17. Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 8 mm........................................................................................... 42 18. Jenis rejim aliran yang terbentuk dalam reaktor venturi bersirkulasi berdasarkan hubungan rasio kecepatan aliran gas dan cairan dengan bilangan weber .................................................................................... 44 19. Hubungan gas hold-up dengan konsentrasi sukrosa pada rejim aliran yang berbeda ............................................................................ 47 20. Hubungan gas hold-up dengan konsentrasi sukrosa .......................... 48 21. Konsentrasi sukrosa sisa setelah perlakuan.......................................... 49 22. Laju penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi dan reaktor tangki berpengaduk ........................... 50 23. Hubungan ∆[sukrosa] dengan penghambatan dan tanpa penghambatan ..................................................................................... 51 24. Pembentukan gula pereduksi pada nira................................................ 53 25. Perubahan pH nira................................................................................ 55 26. Perubahan persentase asam organik pada nira .................................... 55
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5.
Prosedur analisis sampel gula .............................................................. Geometri reaktor, sifat fisik cairan nira dan gas ................................. Data gas hold-up dan konsentrasi sukrosa .......................................... Data perubahan konsentrasi sukrosa, pH dan pesentase asam ............. Kebutuhan energi pada reaktor venturi bersirkulasi .............................
63 66 67 68 69
DAFTAR GLOSARI A dc dG djet dN dM Eo g hf hl hm hm K Km LM Ljet LD LT Lv Pa Pb Ql Qg Ug Ul Ug/Ul V We Wpŋ Zb αg µl ρl σl µg ρg ∆G ∆H ∆PN ∆PG ∆S
= luas area pipa/nozel, m2 = diameter kolom, m = diameter lubang masuk gas, mm = diameter jet, m = diameter nozel, m = diameter leher venturi, m = energi aktivasi = grafitasi, m/s2 = faktor gesekan pompa, J/kg = tinggi cairan nira sebelum diberikan gas nitrogen, mm = tinggi cairan nira setelah diberikan gas nitrogen, mm = tinggi efektif kolom, m = konstanta reaksi, mmol/l = konstanta Michaelis-menten = panjang leher venturi, m = panjang jet cairan dalam venturi, m = panjang bagian difuserI, m = panjang draft tube, m = panjang venturi, m = tekanan bagian isapan pompa, N/m2 = tekanan bagian keluaran pompa, N/m2 = laju alir cairan, l/min atau m3/det = laju alir gas, l/min atau m3/det = kecepatan aliran gas, m/det = kecepatan aliran cairan, m/det = nisbah kecepatan aliran gas dan cairan = kecepatan reaksi, mmol/ min = bilangan weber = kerja pompa, J/kg = tinggi keluaran cairan dari pompa, m = fraksi gas (gas hold-up) = viskositas cairan, kg/m.dt = densitas cairan, kg/m3 = tegangan permukaan cairan , N/m2 = viskositas gas, kg/m.dt = densitas gas, kg/m3 = perubahan energi bebas, kJ/mol = perubahan entalpi, kJ/mol = perbedaan tekanan cairan melewati nozel, N/m2 = perbedaan tekanan campuran cairan-gas dalam leher venturi, N/m2 = perubahan entropi, kJ/mol
PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan gula secara nasional diperkirakan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman. Indonesia sebagai negara berpenduduk besar amat berpotensi menjadi salah satu konsumen gula terbesar di dunia.
Kebutuhan gula nasional
Indonesia sebesar
3,2 juta ton pertahun
sementara produksi dalam negeri sekitar 2 juta ton (Mardianto 2005). Ketergantungan pada impor gula
dapat mengancam kemandirian Indonesia,
selain dapat menguras devisa negara yang diperlukan untuk pembangunan. Kondisi ini menunjukkan Indonesia harus meningkatkan produksi gula tebu dengan memperbaiki faktor-faktor yang terkait dengan penurunan produktivitas gula. Menurut Sekretariat Dewan Gula Indonesia (2004), rendemen gula dalam kurun waktu 1993-2004 rata-rata 7,24% dengan produktivitas 5,12 ton/hektar, keadaan ini jauh lebih rendah dibandingkan 10 tahun sebelumnya (1983 sampai 1992) yang mencapai rendemen 9,8%. Kondisi ini disebabkan oleh produktivitas lahan yang terus menurun. Kemunduran produksi gula nasional juga disebabkan oleh kondisi pabrik gula yang telah tua. Sekitar 68% jumlah pabrik gula yang ada telah berumur 75 tahun lebih serta kurang mendapat perawatan yang memadai (Mardianto 2005). Hal ini menyebabkan tingkat efisiensi menurun, sehingga perlu dilakukan revitalisasi dan perbaikan teknologi proses produksi pabrik gula. Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendahnya rendemen gula dilihat dari proses dan efisiensi mesin adalah adanya penghentian proses produksi sementara (downtime). Downtime dapat terjadi akibat
adanya penyetelan
(setting), penyesuaian (adjustment), pemeliharaan atau akibat terjadinya kerusakan peralatan pada sistem produksi. Jam henti giling beberapa pabrik gula selama masa giling tahun 2006 disajikan pada Tabel 1. Pada saat downtime nira menunggu untuk dilakukan pengolahan selanjutnya.
Lamanya waktu tunggu
tersebut menyebabkan degradasi gula (sukrosa) menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya.
Tabel 1 Jam henti giling beberapa pabrik gula tahun 2006 di lingkungan PTPN IX Nama pabrik Kapasitas Hari giling Jam henti giling 3 gula (m ) (hari) (jam) PG. Sragi 28.830 113 233 PG. Rendeng 24.872 120 191 PG. Mojo 22.661 128 220 PG. Sumberharjo 16.239 158 312 Sumber: PTPN IX Degradasi sukrosa dalam proses pengolahan nira tebu menjadi gula dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu reaksi enzimatis, reaksi mikrobiologis dan kondisi proses yang secara tidak langsung mempercepat reaksi enzimatis dan mikrobiologi, seperti pH dan suhu. Kerusakan sukrosa pada saat down time dan selama pengolahan dapat diminimalkan dengan menghambat aktivitas enzim dan mikroba yang menyebabkan terjadinya hidrolisis sukrosa. Penghambatan dapat dilakukan dengan menggunakan inhibitor atau mengkondisikan proses seperti dengan pengaturan pH dan suhu. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu (Hartoto & Sailah 1992). Dengan mempelajari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap enzim, dapat dipelajari sifat-sifat enzim secara khusus. Sebagai contoh, dengan mengkombinasikan konsentrasi substrat dan produk dapat dipelajari mekanisme reaksi enzimatis, yaitu bagaimana tahap terjadinya pengikatan substrat oleh enzim maupun pelepasan produknya. Pengetahuan mengenai pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap enzim diperlukan pula dalam menentukan suatu media atau lingkungan buatan yang dapat memaksimumkan, atau meniadakan/menghambat aktivitas enzim (Suhartono 1989). Penghambatan degradasi sukrosa dalam nira dapat dilakukan dengan cara kimia dan fisika. Secara kimia penghambatan dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet atau inhibitor dalam nira tebu. Pada reaksi enzimatis inhibitor dapat merupakan hasil dari reaksi enzimatis, sehingga produk yang dihasilkan menghambat reaksi enzimatis selanjutnya. Aktivitas reaksi inversi sukrosa yang disebabkan enzim invertase dipengaruhi oleh
pH dan suhu
(Rahman et al. 2004). Reaksi inversi sukrosa dengan katalis invertase dapat
dihambat oleh substrat (sukrosa) dan produk (fruktrosa dan glukosa). Reaksi ini termasuk reaksi inhibisi model non-kompetitif (Filho dan Ribero 1999). Substrat sukrosa dapat menghambat reaksi invertase pada konsentrasi 80% (b/v), sedangkan penghambatan oleh produk glukosa dan fruktosa masing-masing sebesar 27% dan 37% (Vorstex dan Frederik 1998). Akumulasi glukosa dan fruktosa dalam pengolahan gula tidak dikehendaki, karena gula pereduksi dapat menghambat proses kristalisasi sukrosa, sehingga penghambatan dengan produk (glukosa dan fruktosa) tidak diinginkan. Penghambatan inversi sukrosa dalam nira tebu secara kimia dapat juga dilakukan dengan penambahan inhibitor dalam nira. Beberapa jenis garam terutama HgCl2, FeCl2, CuCl2 dan CdCl2 dapat menghambat aktivitas enzim invertase (Rahman et al. 2004). Mikroba dalam nira
seperti Leuconostoc
mesenteroides dapat mengkonversi sukrosa menjadi fruktosa dan dekstran. Mikroba juga dapat menyebabkan pembentukan asam-asam organik, sehingga pH nira turun. Nilai pH yang rendah dan keberadaan asam-asam organik memicu terjadinya degradasi sukrosa lebih lanjut. Kerusakan sukrosa
akibat mikroba
dapat dilakukan dengan cara penambahan bahan antimikroba. Penambahan bahanbahan pengawet seperti garam-garam klorida dan bahan antimikroba dalam nira tebu dapat menimbulkan permasalahan isu kesehatan, sehingga perlu dicari suatu teknik penghambatan yang aman bagi kesehatan dengan biaya yang lebih ekonomis. Penghambatan aktivitas enzim
secara fisik dapat dilakukan dengan
menggunakan gelembung gas inert (nitrogen). Penghambatan dilakukan dengan cara memberikan gelembung-gelembung gas nitrogen ke dalam enzim dengan menggunakan reaktor bubble column, sehingga terbentuk gas-liquid interfaces. Penghambatan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas, waktu dan luas antarmuka gas-cairan (Causette et al. 1998). Perlakuan tekanan dan temperatur tinggi juga dapat menghambat aktivitas reaksi enzimatis (Cavaille & Combes 1998). Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan perlakuan tekanan tinggi, seperti penggunaan karbon dioksida bertekanan tinggi (Watanabe et al. 2003). Mekanisme Penghambatan enzim dengan gelembung gas adalah karena terjadi adsorpsi gas oleh enzim yang membentuk suatu formasi mikromolekul.
Gas akan berdifusi pada antarmuka substrat, sehingga menghambat reaksi enzimsubstrat (Kulys 2003). Penghambatan enzim dengan gelembung gas inert dapat dilakukan dalam suatu reaktor yang mampu mendistribusikan fase gas secara efektif ke dalam fase cairan, dengan memberikan luas antarmuka gas-cair yang besar. Reaktor bubble column tidak dapat menghasilkan luas antarmuka gascairan yang besar, hal ini menyebabkan penghambatan dengradasi sukrosa tidak efektif. Luas antarmuka gas-cairan yang besar dapat diperoleh dengan menggunakan reaktor venturi bersirkulasi (Zahradnik 1997). Luas antarmuka yang besar dihasilkan oleh gelembung-gelembung gas yang kecil. Geometri venturi menghasilkan laju geser (shear rate) yang tinggi sehingga dapat menghasilkan gelembung gas berukuran kecil. Pembentukan gelembung gas dipengaruhi oleh laju alir cairan, kecepatan aliran gas, ukuran nozel serta geometri venturi yang digunakan. Penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu dipengaruhi oleh fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran dari gelembung gas. Nira akan didistribusikan melalui venturi dan gas akan ikut terbawa ke dalam venturi karena adanya perbedaan tekanan. Kontak antara gas dan nira akan terjadi secara efektif dalam venturi yang dilanjutkan dalam tabung reaktor. Penentuan laju alir nira tebu dan kecepataan gas nitrogen yang optimal untuk pembentukan gelembung gas perlu dipelajari. Selain itu pemilihan kondisi proses yang optimal menggunakan reaktor venturi bersirkulasi juga dibutuhkan untuk aplikasi proses penghambatan kerusakan sukrosa dalam nira tebu.
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu teknik proses penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi (RVB). Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan hubungan pengaruh laju alir nira dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap gas hold-up dalam reaktor venturi bersirkulasi
2. Mendapatkan hubungan pengaruh gas hold-up dan rejim aliran yang terbentuk dalam sistem reaktor venturi bersirkulasi terhadap konsentrasi sukrosa dalam nira tebu 3. Menghasilkan teknik penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan reaktor venturi bersirkulasi
Ruang Lingkup Penelitian Studi penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu ini dibatasi dengan lingkup bahasan pada (1) karakterisasi nira tebu (2) melakukan inkubasi nira tebu dalam reaktor venturi bersirkulasi dengan laju alir nira tebu 25 l/min, 20 l/min dan 15 l/min dengan kecepatan aliran gas nitrogen 0,02 m/det sampai 0,6 m/det. Variasi antara laju alir nira tebu dan kecepatan aliran gas nitrogen dilakukan untuk mendapatkan pengaruh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap gas hold-up dan pengaruh gas hold-up pada rejim aliran dalam venturi terhadap konsentrasi sukrosa nira tebu (3) melakukan inkubasi nira tebu dalam reaktor venturi bersirkulasi dengan laju alir nira 25 l/min, kecepatan aliran gas nitrogen 0,6 m/det, tekanan reaktor 0,5 kg/cm2 dan suhu 70 oC untuk menentukan penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dan (4) melakukan analisis kelayakan teknologi penggunaan reaktor venturi bersirkulasi untuk penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu.
Manfaat Penelitian Penelitian ini terutama ditujukan untuk penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu pada saat pengolahan. Secara khusus keluaran penelitian ini diharapkan dapat : 1. Mendapatkan suatu teknologi penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu di industri gula. 2. Memberikan alternatif penggunaan reaktor venturi bersirkulasi
dalam
industri gula sebagai salah satu cara penghambatan degradasi sukrosa.
TINJAUAN PUSTAKA Karakterisasi Nira Tebu Setelah ditebang tebu harus secepat mungkin diangkut ke pabrik untuk segera digiling. Kualitas nira akan menurun karena proses respirasi berjalan terus atau terjadi penguraian sukrosa. Hasil dari proses ekstraksi tebu diperoleh cairan yang biasa disebut nira. Nira tebu merupakan cairan yang mengandung sukrosa yaitu karbohidrat yang tergolong disakarida dan terdiri dari dua komponen monosakarida, Dglukosa dan D-fruktrosa. Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai gula pereduksi juga mengandung serat,
zat bukan gula dan air. Dalam proses
pembuatan gula putih dari tebu, sukrosa harus dipisahkan dari zat dan ikatan bukan gula dalam serangkaian tahapan proses produksi. Nira tebu dengan kandungan sukrosa 14% memiliki densitas pada 20 oC sebesar 1053,873 kg/m3 dengan viskositas rata-rata 15,43 cp (Pancoast 1980). Nira mengandung gula dan zat bukan gula seperti disajikan dalam dalam Tabel 2. Tabel 2 Kandungan gula dan zat bukan gula dalam nira No. Komponen
Persentase (% tebu)
1
Gula sukrosa
11 – 14
2
Gula pereduksi
0,5 – 2,0
3
Zat anorganik
0,5 – 2,5
4
Zat organik
0,15 – 0,20
5
Sabut
10,0 – 15,0
6
Zat warna, malam
7,5 – 15,0
7
Air
60,0 – 80,0
Sumber: Moerdokusumo (1993) Nira tebu berdasarkan sifat fisik dan kimianya terdiri dari tiga macam bahan, yaitu:
1. Bahan kasar yang terdispersi (lebih besar dari 0,0001 mm) yang berupa tanah, ampas tebu (serat). Jumlah bahan tersebut dapat mencapai 5 persen dari berat nira dan dapat dihilangkan dengan penyaringan. 2. Bahan koloid (butir antara 0,0001 – 0,000.001 mm) yang berupa butiran tanah, lilin, lemak, protein, getah (gum), pektin, tanin dan zat warna. Jumlah bahan tersebut adalah 0,05 sampai 0,30 persen, bahan tersebut dapat merangsang pertumbuhan mikroba. 3. Molekul dan ion yang terdispersi (butir lebih kecil dari 0,000.001 mm), yaitu gula dan unsur yang terdapat dalam abu. Penyimpanan tebu juga mempengaruhi pengurangan sukrosa dalam nira. Tebu yang disimpan dalam ruangan dan ditumpuk akan menyebabkan suhu dalam tumpukan
naik
yang
mengakibatkan
inversi
sukrosa
dan
merangsang
pertumbuhan mikroba. Pengangkutan yang jaraknya terlalu jauh dari pabrik dan sinar matahari juga menyebabkan turunnya kadar sukrosa. Nira merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak karena kontaminasi dengan mikroba. Kerusakan nira sebenarnya sudah dimulai sejak awal penggilingan tebu. Infeksi mikroba ke dalam nira terjadi akibat kontak antara batang tebu dengan pisau atau tanah. Mikroba yang terbanyak menyerang tebu adalah Leuconostoc mesenteroides yang berasal dari tanah. Sukrosa terhidrolisis dengan adanya mikroba yang menghasilkan asam atau enzim dalam nira, sehingga terjadi pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (gula invert). Proses hidrolisis sukrosa dengan katalis invertase disajikan dalam Persamaan 1. Pada tebu inversi sukrosa maksimal terjadi pada pH 7,2 dan suhu 60 oC (Rahman et al. 2004). C12H22O11 + H2O Sukrosa
C6H12O6 + C6H12O6 ........................... Persamaan (1) Glukosa Fruktosa
Selanjutnya glukosa dan fruktosa hasil inversi akan terfermentasi oleh khamir Saccharomyces ellipsoides menghasilkan alkohol seperti disajikan
pada
Persamaan 2. fermentasi terutama terjadi karena adanya enzim zimase yang dikeluarkan oleh khamir. Fermentasi berjalan baik pada suhu 30 oC sampai 35 oC dengan konsentrasi gula pereduksi antara 5 % sampai 20 %. (Wijandi 1985). C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoides Glukosa/Fruktosa
2C2H5OH + CO2 .......Persamaan (2) Etanol
Persamaan 3 menyajikan reaksi oksidasi etanol oleh bakteri Acetobacter aceti menjadi asam asetat. C2H5OH + O2 + Acetobacter aceti Etanol
CH3COOH + H2O ............Persamaan (3) asam asetat
Gula invert dapat juga terfermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri Bacillus lactis acidi pada suhu 45 oC sampai 55 oC selama 3 sampai 6 hari. Reaksi-reaksi diatas dapat menyebabkan kadar sukrosa menurun dan kadar asam meningkat sehingga pH cenderung menurun. Menurut Wijandi (1985), bakteri yang dapat tumbuh pada nira tebu dapat digolongkan : 1. Bakteri pembentuk lendir “gum”, terutama Leuconostoc mesenteroides dan sedikit Leuconostoc dextranicum serta Betacoccus arabinosaceus yang menghasilkan dekstran dari glukosa. Dekstran adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa dan merupakan lendir gum. Bakteri tersebut sangat baik pertumbuhannya pada pH 7-8 dan suhu kamar. Selain itu Bacillus subtilis, Bacillus mesentericus, Bacillus vulgatus dan Bacillus levaniformans juga menghasilkan levan yang berupa lendir gum, tetapi lebih sedikit
jika
dibandingkan dengan Leuconostoc sp. Lendir gum yang terbentuk dalam nira tebu dapat menimbulkan beberapa masalah seperti: -
Penyumbatan pada pipa, saringan dan pompa pengolahan gula
-
Kesalahan pada penilaian polarisasi karena dekstran mempunyai rotasi spesifik antara 195-200
-
Dekstran
akan
meningkatkan
viskositas
larutan,
sehingga
hasil
kristalisasinya rendah -
Asam yang ditimbulkan bakteri akan menyebabkan terjadinya inversi sukrosa
2. Bakteri aerob pembentuk spora, yaitu Bacillus
subtilis, Bacillus cereus,
Bacillus megatherium, Bacillus aterrimus dan Bacillus mesentericus. 3. Bakteri aerob tidak membentuk spora, yaitu spesies Micrococcus seperti Flavobacterium, Achomabacterium dan Escherichia. Kerusakan nira ditandai dengan rasa yang asam, adanya buih dan lendir. Kerusakan terjadi karena aktifitas mikroba dalam nira. Kerusakan
nira tebu
(sukrosa) baik sebelum dan sesudah diolah sangat tergantung pada pH nira dan
suhu pemurnian nira. Pada pH yang rendah sukrosa akan terinversi menjadi glukosa dan fruktosa. Selain komponen gula dan asam-asam organik terdapat komponen lain dalam nira yang mempengaruhi proses pembuatan gula. Komponen tersebut harus dihilangkan, terutama dalam proses pemurnian karena komponen-komponen tersebut dapat mempengaruhi proses kristalisasi serta produk yang dihasilkan, misalnya warna gula yang merah. Komposisi senyawa zat bukan gula dalam nira dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kandungan senyawa bukan gula dalam nira No. 1
2
3
Bahan bukan gula Karbohidrat (tidak termasuk gula) Hemiselulosa dan pentosa (xylan)
8,5
Pektin
1,5
Senyawa nitrogen organik Protein tinggi (albumin)
7,0
Protein sederhana (albuminosa dan peptosa)
2,0
Asam amino (glisin, asam aspartat)
9,5
Asam amida (asparagin, glutamin)
15,5
Asam organik (tidak termasuk amino) Akotinat, oksalat, suksinat, glikolat, malat
4
17,0
Lilin, lemak dan sabun Lilin tebu
6
13,0
Zat warna Khlorofil, anthocyanin, saccharetin, tannin
5
Jumlah (%)
17,0
Garam anorganik Fosfat, khlorida, sulfat, silikat,nitrat dari Na, K, Ca,
7
Mg, Al, dan terutana Fe
7,0
Silika
2,0
Sumber: Wijandi (1985)
Komponen Nira Tebu Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan, karena gula mudah dicerna dalam tubuh sebagai sumber kalori. Selain sebagai bahan makanan gula juga digunakan sebagai bahan pengawet dan bahan percampur obat-obatan. Gula termasuk golongan karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air serta mempunyai sifat aktif optis yang dijadikan ciri khas untuk mengenal setiap gula. Sukrosa Sukrosa merupakan disakarida yang mempunyai rumus kimia C12H22O11, dan terdiri dari dua komponen monosakarida yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Sukrosa terbentuk dari karbohidrat dari hasil proses asimilasi pada tanaman. Sukrosa merupakan senyawa kimia yang paling banyak tersebar diseluruh bagian tanaman dan terdapat dalam cairan dari tanaman. Pada beberapa jenis tanaman seperti tebu, sukrosa disimpan dalam jumlah yang tinggi pada bagian batang. Sukrosa mempunyai nilai ekonomis karena kemurnian dan rasa manisnya. Sukrosa digunakan sebagai bahan makanan dan minuman atau digunakan dalam industri makanan dan farmasi. Sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, penggunaan sukrosa terus meningkat seiring peningkatan jumlah populasi manusia dan perkembangan peradaban manusia. Gula kristal mengandung 99,9% sukrosa. Kemanisan relatif sukrosa dibandingkan dengan jenis pemanis lainnya disajikan pada Tabel 4. Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan sangat larut dalam air. Dalam garam kelarutan sukrosa akan berubah yang tergantung pada jenis garam, konsentrasi garam, konsentrasi sukrosa dan suhu. Makin sedikit jumlah garam mengakibatkan makin rendah kelarutan sukrosa, sedangkan makin tinggi jumlah garam makin tinggi kelarutannya. Hal ini sangat penting pada teknologi gula karena mempengaruhi terjadi molases. Pada molases, 5 gram gula tidak akan mengkristal bila terdapat 1 gram garam organik, terutama senyawa nitrogen yang mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan.
Tabel 4 Kemanisan relatif beberapa pemanis Pemanis
Kemanisan relatif
Pemanis
Kemanisn relatif
Sukrosa
1
Xylosa
0,67
Fruktosa
1,2-1,8
Xylitol
0,85-1,20
Glukosa
0,60
Siklamat
30-50
Maltosa
0,50
Alitame
2.000
Laktosa
0,15-0,30
Acesulfame K
200
Galaktosa
0,32
Sukralosa
550-750
Manitol
0,40
Aspartam
120-200
Sorbitol
0,50
Sakarin
50-550
Sumber: Wijandi (1985) Molekul sukrosa mempunyai atom karbon yang tidak simetris, sehingga larutan sukrosa dapat memutar bidang polarisasi cahaya.
Sukrosa dapat
terhidrolisis dengan adanya ion hidrogen atau suatu ”ferment” (ragi) tertentu menjadi D-glukosa dan D-frkutrosa. Bila sukrosa murni dengan rotasi 100 oS dihidrolisa, maka rotasi bidang polarisasi cahaya menjadi -33 oS atau rotasi spesifik sukrosa dari +66o,5 ’(dekstro) menjadi -37 oS’ (levo). Perubahan rotasi spesifik dari kanan (dekstro) pada sukrosa menjadi kekiri (levo) dari campuran monosakarida akibat hidrolisa dinamakan inversi. Campuran D-glukosa dan Dfruktosa dalam jumlah yang sama disebut gula invert. Larutan sukrosa dengan adanya ion OH-
dan pemanasan, akan terjadi
dekomposisi serta terbentuk furfural, 5-hidroksil-metil-2-furfural, metil glioksil, gliseraldehida, diaksiaseton, aseton, asam asetat, asam trioksiglutarat, asam trioksibutirat, asam laktat, asam format dan CO2. Larutan sukrosa yang diberi kapur dan pH 12, bila dipanaskan selama 1 jam akan terjadi kehilangan sukrosa sebanyak 0,5 persen. Penguraian sukrosa biasanya diikuti dengan pembentukan sedikit suatu campuran yang dapat dikenal, tetapi memberikan warna coklat tua yang nyata sekali. Pembentukan warna coklat tua ini dikenal dengan reaksi browning. Makin tinggi jumlah dekomposisi sukrosa makin nyata warnanya. Akibat terbentuknya asam pada waktu dekomposisi sukrosa, pH larutan akan turun. Penurunan nilai pH karena pembentukan asam menyebabkan warna berkurang, tetapi sekitar pH netral akan mulai terjadi kehilangan sukrosa akibat
inversi. Dekomposisi sukrosa yang paling rendah terjadi pada pH 9, karena konsentarsi H+ (penyebab inversi) dan konsentrasi OH- (penyebab terbentuknya asam dan warna) sangat rendah sekali. Kehilangan sukrosa pada pH 9 dan tekanan normal kurang lebih sebanyak 0,05 persen. Sukrosa yang dipanaskan dibawah titik cair akan mengalami dekomposisi yang lambat, tetapi bila panasnya lebih tinggi lagi dekomposisi akan semakin cepat. Pada pemanasan di bawah suhu titik cair terjadi dekomposisi sukrosa menjadi D-glukosa dan D-fruktosan (D-fruktosa + 1 H2O) bila campuran tersebut dilarutkan dalam air, maka D-fruktosan akan menjadi D-fruktosa. Dekomposisi sukrosa juga dapat terjadi oleh asam mineral kuat seperti asam sulfat dan asam klorida. Sukrosa dengan hidrogen peroksida menghasilkan O2, H2, CO2, asam format serta asam dan aldehid lainya.
Sukrosa dapat tereduksi
dengan adanya katalis metal menghasilkan D-manitol, D-sorbitol, gliserol, propilen glikol, etilen glikol, dan senyawa lainya. Enzim yang dihasilkan oleh khamir dapat menghidrolisis sukrosa menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Reaksi hidrolisis sukrosa disajikan pada Gambar 1. Hidrolisis sukrosa dengan enzim antara lain oleh α-glukopianosidase (αglukosidase) dan ß-fruktrofuranosidase (ß-D-fruktosidase, invertase) akan menghasilkan gula invert dan kemudian difermentasikan menjadi alkohol, asam laktat, asam butirat dan asam asetat oleh ragi dan bakteri yang sesuai. Sukrosa dapat terdekomposisi oleh bakteri, khamir dan kapang. Aktivitasnya tergantung dari kemurnian sukrosa, suhu dan aw (water activity).
Gambar 1 Reaksi hidrolisis sukrosa. Sukrosa memiliki berat molekul 342,296 g/mol, dengan sistem kristalnya berbentuk kristal monoklin hemimorfik dan sangat bervariasi. Kemurnian sukrosa
mempengaruhi bentuk dan keadaan kristal.
Titik cair sukrosa antara 185 oC
sampai 186 oC. Kristal sukrosa murni tidak berwarna dan transparan. Kelarutan sukrosa dalam air dipengaruhi oleh suhu dan zat lain yang terlarut seperti garamgaram organik. Makin tinggi suhu dan jumlah garam dalam air, makin tinggi pula jumlah sukrosa yang larut. Bila larutan sukrosa jenuh diuapkan airnya atau didinginkan, maka akan diperoleh larutan sukrosa yang sangat jenuh. Larutan sukrosa sangat jenuh tersebut dapat berubah kestabilannya. Bahan bukan sukrosa yang diadsorpsi permukaaan kristal akan menghambat proses pertumbuhan kristal. Penambahan konsentrasi gula akan menambah viskositas larutan. Kenaikan suhu larutan akan menyebabkan penurunan viskositasnya. Bahan bukan sukrosa dalam larutan akan menyebabkan peningkatan atau penurunan viskositas larutan. Contohnya pembentukan gum oleh bakteri menyebabkan peningkatan viskositas larutan nira. Nira tebu mengandung senyawa yang mempunyai tegangan permukaan yang aktif, sedangkan larutan gula yang tidak murni mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah dari pada air. Makin tinggi konsentrasi sukrosa dalam larutan akan makin tinggi tegangan permukaannya.
Glukosa Glukosa adalah karbohidrat dengan rumus kimia C6H12O6 yang termasuk monosakharida heksosa atau aldoheksosa. Glukosa terdapat dalam bentuk Lglukosa dan D-glukosa. L-glukosa tidak terdapat di alam secara bebas. D-glukosa merupakan gula yang banyak terdapat dari alam dalam keadaan bebas misalnya dalam jaringan binatang dan dalam nira dari tanaman, dan dalam bentuk ikatan antara lain dalam glukosida tanaman, disakharida, trisakharida, selulosa, pati dan lain-lain. Glukosa dapat berbentuk kristal anhidrat dan kristal hidrat. Kristal hidrat diperoleh dari hasil mengkristalkan dalam air pada suhu dibawah 50 oC dan dapat dijadikan kristal anidrat dengan cara pemanasan pada lapisan tipis pada cawan yang mendatar. Anhidrat glukosa merupakan kristal halus berbentuk jarum dan mempunyai rumus β- D-glukopiranosa yang memiliki titik cair 146 oC-147 oC.
Kelarutan glukosa pada suhu
rendah
lebih kecil dari pada kelarutan
sukrosa. Garam atau asam yang terdapat dalam larutan akan mempercepat kelarutan glukosa, karena asam akan mempercepat reaksi mutarosasi atau isomerisasi yaitu reaksi kesetimbangan antara bentuk α- dan β-. Jumlah persen glukosa dalam larutan dapat diperoleh dari rotasi optiknya. Rotasi tetap dari glukosa anhidrat yaitu +52,5o, glukosa hidrat +48,2o ([α]D). Rotasi yang tinggi dapat mencapai +106o dan terendah +22,5o. Glukosa mempunyai sifat pereduksi, karena memiliki gugus keton atau aldehid dalam molekulnya. Sifat pereduksi ini digunakan untuk menetapkan adanya glukosa dan gula pereduksi lainnya. Penetapan ini didasarkan reduksi garam logam dalam larutan basa. Pada umumnya penetapan sifat dan jumlah gula reduksi dilakukan dengan menggunakan larutan garam CuSO4.5H2O dalam basa dengan katalis asam sitrat atau tartarat. Setiap gula memiliki daya reduksi yang berlainan, sehingga jumlah larutan garam yang digunakan juga berbeda. Glukosa
difermentasikan
menjadi
alkohol
oleh
beberapa
Saccharomyces, Mucor, Torula dan Mycoderma, (Wijandi
spesies
1985), seperti
disajikan pada Persamaan 4. C6H12O6 Æ CH3CH2OH + 2 CO2 ..................................................Persamaan (4) Dari 100 bagian glukosa akan terbentuk 51,11 bagian alkohol dan 48,89 bagian karbondioksida.
Fermentasi ini berjalan baik pada suhu 30oC sampai 35 oC
dengan konsentrasi glukosa 5 sampai 20 persen. Glukosa juga akan terfermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri Bacillus lactic acidi pada suhu 45 oC sampai 55 oC selama 3 atau 6 hari. Persamaan 5 menyajikan reaksi pembentukan asam butirat oleh bakteri Clostridium butyricum dalam larutan glukosa. C6H12O6 Æ CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2 ............................Persamaan (5) Suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 35 oC sampai 40 oC. Glukosa juga dapat terfementasikan menjadi asam glukonat, asam sitrat, asam oksalat dan ester, dengan adanya beberapa jenis bakteri.
Fruktosa Fruktosa merupakan karbohidrat dengan rumus kimia C6H12O6 yang termasuk monosaharida heksosa atau ketoheksosa. L-fruktosa tidak terdapat
dialam, tetapi D-fruktosa merupakan gula yang terdapat dalam keadaan bebas maupun dalam bentuk ikatan. D-fruktosa terdapat banyak dialam dalam bentuk bebas misalnya dalam nira tanaman dari buah, batang dan bunga. D-fruktosa dan D-glukosa biasanya terdapat hampir sama banyaknya dalam tanaman, karena keduanya kebanyakan hasil inversi sukrosa oleh enzim. Fruktosa mengkristal dalam bentuk D-fruktopiranosa yang dapat berupa kristal anhidrat dan kristal hidrat. Kristal fruktosa berbentuk jarum dengan titik cair 95 oC sampai 100 oC. Fruktosa dapat larut baik dalam air dingin, tetapi sedikit larut dalam alkohol.
Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu Degradasi sukrosa dalam nira tebu dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba melalui proses fermentasi. Salah satu jenis mikroba yang menyebabkan degradasi sukrosa dalam nira tebu adalah Leuconostoc mesenteroides yang menghasilkan enzim yang mendegradasi sukrosa menjadi fruktrosa dan dekstran. Dekstran dihasikan oleh enzim dextransucrase
dalam nira, yang dapat menghambat
kristalisasi sukrosa. Jenis mikroba lain dalam nira tebu adalah Flavobacterium ngenes, Brevibacterium
sulferes,
Flavobacterium
devoras,
Candida
pulchemma,
bactobacillus arabinosus, Saccharomyces lactis dan Saccharococcus sacchari yang dapat membentuk glikoprotein dalam batang tebu (Legaz et al. 2000). Degradasi sukrosa dalam nira tebu ditandai dengan rasa asam, berbuih dan berlendir. Beberapa mikroba dalam nira, seperti Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces carisbergensis dapat menghasilkan enzim invertase. Invertase dapat menyebabkan reaksi inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Invertase dalam tanaman tebu dapat berupa invertase netral (neutral invertase), invertase asam vakuola (vacuolar acid invertase), invertase asam yang terikat pada dinding sel (cell-wall bound acid invertase) dan invertase asam apoplastik terlarut (apoplastic soluble acid invertase) (Vorster & Botha 1998). Degradasi sukrosa pada nira tebu oleh enzim invertase (D-fructofuranoside fructrohydrolase, EC 3.2.1.26) disebut reaksi inversi. Reaksi inversi sukrosa
dalam nira tebu disajikan pada Persamaan 1 sampai 3. Mikroba dalam nira yang menghasilkan enzim invertase menyebabkan reaksi hidrolisis sukrosa menjadi gula pereduksi. Pada reaksi selanjutnya, gula pereduksi hasil reaksi hidrolisis dikonsumsi oleh mikroba dan difermentasi
menjadi alkohol dan selanjutnya
dioksidasi menjadi asam asetat. Asam yang terbentuk menyebabkan terjadi hidrolisis sukrosa lebih lanjut.
Reaksi inversi merupakan reaksi
hidrolisis
irreversible yang menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Reaksi inversi dipercepat dengan adanya panas.
Reaksi Enzimatis Enzim adalah suatu biokatalis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim mengandung protein dan berperan dalam berbagai reaksi yang terjadi dalam benda hidup. Pada reaksi substrat dengan katalis, enzim mula-mula akan terbentuk kompleks antara enzim dan substrat. Substrat tersebut terikat pada lokasi aktif yang dimiliki enzim. Hal tersebut mengakibatkan ikatan-ikatan di dalam substrat pecah dan sebagai akibatnya terbentuk produk baru, sedangkan enzim dilepaskan kembali untuk selanjutnya
berikatan dengan
substrat lain. Mekanisme reaksi substrat
membentuk produk dengan katalisis enzim disajikan dalam Gambar 2 (Hartoto & Sailah 1992). + Enzim
⇔ Substrat
Kompleks Enzim – Substrat
+ Enzim
Produk
Gambar 2 Ikatan enzim-substrat pada pembentukan produk. Sebagai biokatalisator enzim dapat dipakai berulang-ulang dan dalam banyak hal beberapa molekul enzim saja yang diperlukan untuk mengkatalisis sejumlah substrat. Molekul enzim berikatan dengan substrat dalam waktu singkat,
dan mengubahnya menjadi produk dan melepaskannya. Setelah bebas dari produk, enzim dapat digunakan lagi untuk mengikat molekul substrat yang lain. Enzim sebagai biokatalis mempunyai beberapa sifat yang khas seperti: 1. Merupakan katalis sejati yang tidak dipengaruhi oleh reaksi kimia yang dikatalisisnya 2. Enzim dapat aktif walaupun dalam jumlah yang sedikit 3. Walaupun enzim mempercepat reaksi secara keseluruhan, tetapi tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi 4. Aksi katalisisnya bersifat spesifik Enzim adalah protein, maka sifat protein juga berlaku pada enzim. Suhu yang terlalu tinggi akan merusak struktur tiga dimensi enzim dan aktivitasnya. Tekanan osmosis dan pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi juga akan mengurangi bahkan mengubah fungsi enzim. Enzim terdiri dari struktur asam amino yang tersusun dalam bentuk tiga dimensi yang kompleks, dan dari struktur tersebut hanya sebagian kecil yang berfungsi interaksi dengan substrat. Bagian kecil dari molekul enzim yang berinteraksi dengan substrat disebut sisi aktif enzim. Sebelum membentuk produk (P), enzim (E) berikatan dengan substrat (S) pada sisi aktifnya, membentuk kompleks enzim substrat (ES), seperti disajikan pada Persamaan 6. E + S ↔ ES → E + P ..........................................................Persamaan (6) Sisi aktif enzim hanyalah beberapa rangkaian asam amino diantara ratusan asam amino yang terdapat dalam konfigurasi enzim.
Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Pengetahuan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim diperlukan untuk mempelajari sifat-sifat enzim secara khusus. Pengaruh faktor-faktor tersebut perlu diketahui untuk menentukan suatu media atau lingkungan buatan yang dapat memaksimumkan atau menghambat aktivitas enzim. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis No
Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi Jenis
Faktor
Keterangan yang dapat diperoleh
1
Konsentrasi
Konsentrasi enzim, substrat, Mekanisme reaksi, produk, inhibitor, aktivator parameter kinetika (penentuan Km, V, K)
2
Faktor luar
Suhu pH
Parameter Termodinamika dan perubahannya (∆G, ∆H, ∆S, Eo) pH golongan fungsional yang penting dalam mengikat substrat
Struktur substrat, produk dan Sifat interaksi dengan aktivator enzim Golongan fungsional pada lokasi aktif enzim Sifat biologi enzim, asam Struktur enzim amino yang berperan pada sisi aktif Sumber: Suhartono (1989) 3
Faktor dalam
Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan suatu fenomena
yang
kompleks. Pengaruh suhu terhadap aktivitas reaksi enzimatis disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim. Peningkatan suhu sampai To terjadi kenaikan kecepatan reaksi enzimatis karena peningkatan energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi
enzim dan substrat, sehingga berpeluang untuk terjadinya ikatan enzim-substrat. Pada suhu di atas To, protein enzim mengalami perubahan konformasi. Pada suhu tinggi substrat juga mengalami perubahan konformasi, sehingga gugus reaktifnya mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim. Fungsi enzim adalah menurunkan energi aktivasi, sehingga reaksi antar reaktan dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah. Pembentukan kompleks enzim substrat (ES) membatasi kecepatan reaksi enzimatis, artinya kecepatan maksimum reaksi enzimatis dicapai pada tingkat konsentrasi substrat yang sudah mampu
mengubah seluruh enzim menjadi
kompleks enzim-substrat (ES) pada keadaan lingkungan yang memungkinkan. Dalam reaksi enzimatis molekul-molekul enzim (E) dan kompleks (ES) selalu berada pada kesetimbangan dinamis, artinya pada suatu waktu enzim (E) berubah menjadi kompleks (ES) dan pada waktu yang sama komplek (ES) terurai kembali menjadi molekul enzim (E) yang bebas sambil menghasilkan produk (P). Reaksi enzimatis juga dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi. Pada umumnya enzim aktif pada pH netral, tetapi kisaran keaktifan enzim dapat mencapai pH 5 sampai 9, atau pada konsentrasi ion hidrogen antara 10-9 sampai 10-5 m. Biasanya asam amino yang terdapat pada sisi aktif dan berpartisipasi dalam reaksi pengikatan antara enzim dan substrat
merupakan asam amino
dengan pH netral. Asam amino yang mempunyai pH jauh lebih rendah atau lebih besar dari 7 seperti aspartat dan lisin biasanya tidak berperan secara langsung pada reaksi katalisa substrat dan enzim. Menurut Suhartono (1989), reaksi enzimatis dipengaruhi kestabilan ikatanikatan yang ada pada molekul enzim, yaitu ikatan hidrogen antara atom-atom H, N dan S pada molekul asam amino penyusun. Kestabilan ikatan juga dipengaruhi oleh ikatan van der Waals, interaksi hidrofobik, dan gaya tarik-menarik listrik antara muatan yang berbeda. Kestabilan molekul enzim, dengan sendirinya mempengaruhi pengikatan enzim dan substrat, dengan demikian kecepatan reaksi enzimatis dipengaruhi oleh kekuatan ion dan kostanta dielektrik larutan dimana enzim bekerja.
Penghambatan Reaksi Enzimatis Jenis penghambatan enzim ada dua, yaitu reversibel dan irreversibel. Penghambatan reversibel adalah penghambatan aktivitas enzim yang dapat dikembalikan dan inhibitor berpartisipasi dalam pembentukan
kesetimbangan
reversibel dengan enzim atau kompleks enzim-substrat. Pada penghambatan irreversibel enzim menjadi tidak aktif secara permanen karena adanya komponen yang dapat memodifikasi
gugus fungsional secara kovalen dan permanen.
Mempelajari inhibitor enzim dapat diperoleh informasi tentang mekanisme dan katalisis enzim, spesifik enzim terhadap substrat, sifat-sifat fungsional sisi aktif enzim dan partisipasi gugus fungsional tertentu dalam mempertahankan konformasi sisi aktif enzim. Ikatan inhibitor dengan enzim dapat mengubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat dan karenanya mengubah kemampuan daya katalisator enzim. Hal tersebut disebabkan karena struktur enzim yang sudah berikatan dengan inhibitor mengalami perubahan fisik dan kimia sehingga aktivitasnya berbeda. Penghambatan aktivitas enzim ada tiga jenis, yaitu penghambatan kompetitif, non kompetitif dan unkompetitif. Inhibitor kompetitif umumnya mempunyai struktur yang serupa dengan substratnya, struktur yang serupa ini menyebabkannya dapat berikatan dengan sisi aktif pada enzim. Penghambatan oleh inhibitor kompetitif dapat diatasi dengan menambahkan konsentrasi substrat yang memperbesar peluang bagi substrat untuk berikatan dengan sisi aktif pada enzim. Pada penghambatan non kompetitif, inhibitor tidak mempunyai kesamaan struktur dengan substrat. Inhibitor berikatan dengan enzim diluar lokasi sisi aktifnya. Inhibitor mampu membentuk ikatan dengan kompleks enzim – substrat (ES) menyebabkan terbentuknya komplek enzim inhibitor (EI) dan enzimsubstrat-inhibotor (ESI) yang bersifat tidak produktif. Penambahan konsentrasi substrat pada penghambatan non-kompetitif ini tidak mengurangi hambatan. Penghambatan unkompetitif merupakan penghambatan dimana inhibitor berikatan secara reversibel pada molekul kompleks enzim-substrat membentuk komplek enzim-substrat-inhibitor (ESI) yang bersifat inaktif yang tidak menghasilkan produk. Inhibitor tidak berikatan dengan molekul enzim bebas (E), dan sering merupakan produk reaksi enzimatis itu sendiri. Pada beberapa enzim sering terjadi
penghambatan unkompetitif, dimana inhibitornya adalah substrat pada tingkat konsentrasi tinggi. Pada keadaan ini molekul substrat berinteraksi
dengan
senyawa kompleks enzim-substrat (ES) membentuk enzim-substrat-substrat (ESS) yang bersifat tidak produktif dan tidak dapat membentuk produk dan tidak terurai.
Pengaruh Suhu Dan Tekanan Terhadap Aktivitas Enzim Invertase Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan suatu fenomena yang kompleks.
Peningkatan
suhu
akan
mempercepat
reaksi
enzim
karena
bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan substrat, sehingga memperbesar peluang keduanya bereaksi. Tetapi pada suhu yang tinggi protein enzim mengalami perubahan konformasi yang bersifat detrimental. Pada suhu tinggi, substrat juga mengalami perubahan konformasi sehingga gugus aktifnya tidak lagi memasuki sisi aktif enzim, atau mengalami penghambatan. Tanaman tebu mengandung beberapa jenis enzim, salah satunya adalah enzim invertase yang berperan dalam reaksi inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Invertase pada tebu termasuk jenis glikoprotein dengan kadar gula 7,29% (Rahman et al. 2004). Invertase memiliki kisaran pH yang cukup besar yaitu
pH 3,5 sampai 5,5 dan optimum pada pH 4,5.
Aktivitas invertase
meningkat dengan peningkatan suhu sampai 60 oC, dan turun pada suhu diatas 60 oC. Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif invertase nira tebu selengkapnya
Aktivitas relatif (unit/ml)
disajikan dalam Gambar 4.
Suhu oC Gambar 4 Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif enzim invertase pada gula tebu Rahman et al. (2004).
Secara umum enzim lebih aktif pada suhu yang lebih rendah. Perubahan suhu akan mempengaruhi reaksi enzimatis dengan berbagai cara selain kestabilan enzim, yaitu perubahan kelarutan gas, pH buffer, afinitas enzim oleh aktivator atau inhibitor, ionisasi gugus prototropik sistem, kecepatan pemecahan kompleks enzim-substrat serta derajat asosiasi enzim. Sistem enzim-substrat melibatkan sejumlah reaksi kesetimbangan yang akan berubah dengan berubahnya suhu (Hartoto & Sailah 1992). Penelitian pengaruh tekanan terhadap penghambatan enzim pernah dilakukan oleh Cavaille dan Dider (1998), perlakuan tekanan dilakukan pada suhu kamar (25 ± 1 oC) pada enzim laktase dan invertase. Peningkatan tekanan yang tinggi di atas 50 Mpa yang diikuti dengan peningkatan suhu akan
Waktu paruh
menurunkan waktu paruh dari aktivitas enzim, seperti disajikan pada Gambar 5.
Suhu oC Gambar 5 Pegaruh tekanan dan suhu terhadap waktu paruh Kluyveromyces lactis lactase (Cavaille & Combes 1998).
Penggunaan Reaktor Venturi Bersirkulasi Untuk Penghambatan Degradasi Sukrosa Peranan inhibitor sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas enzim. Pengetahuan tentang inhibitor akan memberi informasi tentang mekanisme dan katalisis enzim, spesifik enzim terhadap substrat, dan sifat-sifat fungsional pada lokasi aktif enzim (Hartoto & Sailah 1992).
Penghambatan enzim menggunakan gelembung gas inert (nitrogen) pernah dilakukan oleh Causset et al. (1998), dengan larutan lysozyme. Penghambatan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen dalam larutan enzim menggunakan suatu reaktor bubble column. Pengaruh pembentukan gelembung gas terhadap penghambatan aktivitas enzim dilihat dari korelasi kecepatan aliran gas dengan aktivitas enzim. Penghambatan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas nitrogen dan ukuran gelembung gas yang terbentuk. Fase cair tetap berada dalam reaktor, sedangkan fase gas di alirkan dari bagian bawah kolom. Intentitas kontak zat cair dan gas ditentukan oleh kecepatan aliran gas dan lamanya waktu tinggal gas dalam cairan. Intentas kontak zat cair (larutan enzim) dan gas inert dapat ditingkatkan jika reaktor yang digunakan dilengkapi dengan venturi sebagai distributor cairan dan sirkulasi cairan ekternal yang memperbesar kuantitas pembentukan gelembung gas. Intentas kontak dan kuantitas pembentukan gelembung dapat ditingkatkan dengan penggunaan sistem reaktor venturi bersirkulasi. Reaktor ini dilengkapi dengan venturi yang mampu menghasilkan luas antarmuka gas-cair yang besar. Rangkaian reaktor venturi bersirkulasi (RVB) secara sederhana disajikan dalam Gambar 6. Reaktor venturi bersirkulasi merupakan sistem reakor yang cocok untuk reaksi gas-cair. Pada reaktor ini perpindahan massa antarmuka gas dan cair lebih besar.
cairan
Gambar 6 Reaktor venturi bersirkulasi.
Reaktor ini terdiri dari tangki, sistem sirkulasi cairan eksternal, dan venturi atau ejektor sebagai distributor gas. Sistem reaktor ini mampu menghasilkan luas antar muka gas-cair yang besar. Geometri venturi menghasilkan laju geser (shear rate) yang tinggi sehingga dapat meningkatkan perpindahan massa dengan menghasilkan gelembung-gelembung gas berukuran kecil. Penghambatan aktivitas enzim invertase dengan reaktor venturi bersirkulasi dilakukan dengan menggunakan gelembung gas nitrogen. Gas inert berkontak dengan larutan nira tebu dalam venturi dan reaktor. Cairan berkecepatan tinggi berdifusi dengan gas bertekanan dalam venturi. Penghambatan terjadi karena dispersi gelembung-gelembung gas nitrogen dalam larutan nira tebu membentuk lapisan antarmuka substrat nira dan gas nitrogen, enzim dengan gas nitrogen atau antara mikroba dan gas nitrogen. Prinsip dispersi gas dalam venturi adalah cairan yang keluar dari nozel akan dipercepat menjadi jet yang menyebabkan momentum cairan memasuki leher venturi atau tabung percampuran. Sepanjang venturi terjadi perubahan tekanan, sehingga cairan akan diekspansi di dalam nozel. Ekspansi cairan menyebabkan energi cairan diubah menjadi energi kinetik, sehingga cairan mengalami percepatan dan tekanannya menjadi lebih rendah pada saat keluar dari nozel. Perbedaan tekanan ini menyebabkan gas terisap dan bercampur dengan cairan di dalam leher venturi. Energi kinetik campuran gas cairan berubah kembali menjadi energi tekanan di dalam leher dan difuser. Profil perubahan tekanan sepanjang venturi disajikan pada Gambar 7. ∆PN merupakan beda tekanan cairan keluar nozel dan ∆PG adalah beda tekanan campuran fase gas-cairan dalam leher venturi dan bagian draft tube.
Tekanan
∆PN ∆PG
Gambar 7 Profil perubahan tekanan sepanjang venturi.
Venturi
dirancang untuk
membuat gesekan dinding minimum dan
mencegah pemisahan lapisan batas. Sudut pada bagian divergen dibuat kecil untuk mencegah pemisahan, sehingga bagian ini relatif lebih panjang. Bagian konvergen biasanya dibulatkan dan bisa saja pendek, karena pemisahan lapisan batas tidak terjadi dalam bagian konvergen. Tujuan penggunaan bagian konvergen pada venturi adalah untuk meningkatkan kecepatan aliran fluida dan menurunkan tekanan. Bentuk aliran dalam venturi berhubungan dengan luas penampang venturi, geometri venturi dan kecepatan aliran fluida yang melewatinya (McCabe et al. 1985). Beda tekanan dalam venturi
menunjukkan kemampuan hisap gas dan
muatan jet cairan yang dihasilkan
oleh nozel. Beda tekanan dalam venturi
menunjukkan peningkatan tekanan gas karena gas dikompresi. Muatan jet cairan yang dihasilkan oleh nozel dan peningkatan tekanan gas dalam venturi mempengaruhi pembentukan gelembung, karena energi dispasi dalam venturi merupakan energi kinetik cairan yang dihasilkan nozel dikurangi energi yang digunakan untuk mengkompresi gas. Jet cairan yang dihasilkan nozel menekan permukaan cairan ke dalam badan cairan, keadaan ini dipertahankan sampai jet terselimuti oleh gas. Skema pembentukan selimut jet disajikan pada Gambar 8. Pemecahan selimut jet ini menghasilkan gelembung berukuran kecil yang mengalir dalam gerombolan gelembung yang berbentuk cone. Aliran ini mencapai dinding ruang percampuran (leher venturi) sehingga olakan percampuran menjadi lebih sempurna.
Gambar 8 Mekanisme pembentukan gelembung gas.
Gas dan cairan bercampur secara intensif di dalam leher ejektor pada daerah mixing shock, dimana gas terdispersi dengan baik sebagai gelembung-gelembung yang sangat kecil. Campuran gas-cairan mengalir meninggalkan ejektor dan masuk ke dalam tangki. Di dalam tangki gas dan cairan mengalami dispersi gelembung-gelembung gas sekunder. Dispersi gas yang terjadi dalam ejektor dan tangki
menghasilkan
intetitas
kontak
antarmuka
yang
tinggi
sehingga
meningkatkan laju perpindahan massa. Contoh gelembung gas yang terbentuk dalam reaktor venturi bersirkulasi untuk sistem udara-air pada laju alir cairan 2 m3/jam dan laju aliran gas 1,29 x 10-4 m3/det disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Pembentukan gelembung gas pada laju alir cairan 2 m3/jam dan laju aliran gas 1,29 x 10-4 m3/det (Fadavi & Chisti 2005). Koefisien perpindahan massa gas-cairan dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas dan laju alir cairan. Koefisien perpindahan massa juga dipengaruhi oleh geometri dari ejektor atau venturi, yang mempengaruhi laju energi dispasi dalam ejektor atau venturi. Parameter geometri tersebut sebaiknya berada dalam batasan seperti disajikan pada Persamaan 7 sampai Persamaan 9 agar ejektor atau venturi mempunyai kinerja yang efisien (Zahradnik et al. 1997): - dM/dN = 1,5 – 5,4 ............................................................................Persamaan 7 - LM/dM = 5 – 8 .................................................................................Persamaan 8 - LD/dM = 8 – 12 ................................................................................Persamaan 9 Contoh geometri venturi yang sesuai dengan dengan batasan yang tersebut di atas disajikan pada Gambar 10.
LN
dM LM
LD
LT
Gambar 10 Bentuk dan ukuran geometri venturi. Rejim aliran yang terbentuk dalam ejektor atau venturi dapat dikelompokkan dalam empat aliran, yaitu: 1. Aliran slug Aliran slug terjadi jika kecepatan aliran cairan dan gas rendah, dimana dispersi gas terjadi dalam ruang percampuran. Aliran ini menghasilkan gelembung gas yang berukuran lebih besar dari leher ejektor. 2. Aliran anular Pada aliran ini terbentuk anulus dalam leher ejektor. Fase cair mengalir dalam anulus, sedangkan fase gas mengalir pada sumbu ejektor. Aliran ini terjadi pada kecepatan aliran cairan rendah tetapi kecepatan aliran gas cukup besar. 3. Aliran gelembung Pada aliran gelembung dispersi gas terjadi dalam leher ejektor. Aliran ini terjadi jika kecepatan aliran cairan lebih tinggi dari pada kecepatan aliran cairan pada aliran slug tetapi kecepatan aliran gas cukup rendah. Pembentukan gelembung-gelembung berukuran sangat kecil dalam fase cair secara terus menerus merupakan ciri khas aliran gelembung.
4. Aliran jet Aliran jet terbentuk jika dispersi fase gas atau percampuran terjadi dalam difuser atau draft tube. Pada rejim ini fase cair didorong sedemikian kuat melewati ruang percampur sehingga dispersi terjadi dalam difuser. Rejim aliran
mempengaruhi
distribusi
ukuran
gelembung.
Bentuk
gelembung pada berbagai jenis rejim aliran disajikan pada Gambar 11. Pada aliran slug dan anular peningkatan
nisbah kecepatan aliran gas dan cairan
menyebabkan distribusi ukuran gelembung bervariasi lebih lebar, yaitu kurang dari 1 mm sampai dengan 20 mm. Pada aliran gelembung dan jet peningkatan kecepatan aliran fase cair akan memperpendek distribusi ukuran gelembung, sedangkan perubahan nisbah
kecepatan aliran
gas dan cairan tidak
mempengaruhinya. Pada bilangan Froude antara 10 dan 70, gelembung berukuran kurang dari 5 mm, sedangkan pada bilangan Froude diatas 70, gelembung berukuran sekitar 1 mm sampai 2 mm (Otake et al. 1981).
Gambar 11 Pola gelembung aliran pada berbagai rejim aliran. Penghambatan aktivitas dengan reaktor venturi bersirkulasi juga dipengaruhi difusi gas ke dalam cairan. Difusi merupakan gerakan suatu komponen melalui suatu campuran yang berlangsung karena suatu rangsangan fisika. Driving force penyebab difusi adalah adanya gradien konsentrasi pada komponen yang terdifusi, yang menyebabkan gerakan komponen terdifusi ke arah yang menyamakan konsentrasi. Difusi dapat berlangsung terus-menerus jika gradien konsentrasi dapat dipertahankan dengan menambah komponen yang terdifusi secara terus-
menerus. Difusi dapat juga terjadi karena gradien tekanan, gradien suhu, atau difusi yang disebabkan oleh gaya dari luar yang disebut difusi paksa (Mc Cabe et al. 1985). Difusi antar fase gas dan fase cairan dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika fluida, serta kecepatan aliran dan posisi di dalam arus aliran. Difusi fase gas dalam cairan terjadi pada lapisan antarmuka antar kedua fase itu dan difusi hanya terjadi pada fase gas yang berpindah dari atau ke antarmuka campuran cairan-gas. Perpindahan massa dari fase gas dalam cairan yang demikian disebut difusi satu arah. Laju perpindahan massa dapat ditingkatkan jika aliran yang terjadi adalah aliran turbulen, dimana aliran ini membantu meningkatkan dispersi gas dalam cairan sehingga memberikan antarmuka yang lebih besar. Perpindahan massa ke antarmuka fluida sering bersifat unsteady-state dengan gradien konsentrasi yang selalu berubah. Perpindahan massa biasanya terjadi di dalam suatu lapisan batas (boundary layer) yang tipis
didekat permukaan dimana alirannya laminar.
Gradien kecepatan aliran pada lapisan batas tersebut linier dan kecepatan aliran pada permukaan adalah nol. Konsentrasi fase gas dan cairan pada lapisan batas tidak sama, walaupun kedua fase tersebut diasumsikan barada dalam kesetimbangan pada lapisan batas. Reaktor venturi bersirkulasi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan reaktor berpengaduk. Berikut beberapa kelebihan penggunaan reaktor tersebut untuk penghambatan enzim dengan penggunaan gelembung gas inert. 1. Menghasilkan dispersi gelembung-gelembung gas yang baik ke dalam cairan 2. Menghasilkan luas antar muka gas-cairan yang lebih besar, sehingga koefisien perpindahan massa gas-cairan lebih besar 3. Tidak membutuhkan pengadukan dan baffle 4. Dapat menggunakan penukar panas (heat Exchanger) di luar reaktor Reaktor venturi bersirkulasi dapat dianggap sebagai dua buah reaktor yang disusun seri, dimana percampuran pertama terjadi dalam venturi dan percampuran sekundernya berlangsung pada tangki utama setelah cairan keluar dari venturi. Perpindahan massa dalam venturi dipengaruhi oleh rejim aliran yang terbentuk, semakin banyak gelembung yang terbentuk dengan ukuran yang kecil maka luas antarmukanya lebih besar sehingga perpindahan massa yang terjadi juga besar.
Dispersi cairan yang terjadi dalam tangki utama
menyebabkan perpindahan
massa lebih lanjut dalam tangki utama ini. Daya yang diberikan oleh muatan jet kedua fase dari venturi tidak mempunyai pengaruh terhadap luas antar muka spesifik. Hal ini menujukkan bahwa perpindahan massa dalam tangki hanya dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas, sehingga bagian tangki utama sama dengan bubble column. Luas antarmuka spesifik tangki utama reaktor venturi bersirkulasi sistem down flow (termasuk bagian cairan jernih) dipengaruhi oleh volume cairan jernih yang berada di dalam tangki. Berkurangnya tinggi cairan jernih menghasilkan luas antarmuka spesifik lebih tinggi. Luas antarmuka spesifik tangki utama sebanding dengan energi kinetik yang dihasilkan oleh venturi dan kecepatan aliran gas superfisial. Bagian
yang terdispersi dalam tangki utama mempunyai luas
antarmuka yang lebih besar dari pada bubble column konvensional yang menggunakan sparge sebagai distributor gas.
METODE PENELITIAN Faktor utama yang mempengaruhi penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi adalah jumlah fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran gelembung. Ukuran gelembung gas yang kecil akan memperluas antarmuka gas-cairan. Ukuran gelembung gas yang kecil dan gas hold-up yang besar dapat diperoleh dengan menggunakan suatu sistem reaktor venturi bersirkulasi. Reaktor ini mampu menghasilkan luas antarmuka yang besar dalam bentuk gelembung-gelembung gas yang kecil dan banyak. Gas hold-up dipengaruhi oleh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas dalam venturi. Pengaruh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas terhadap gas hold-up dilakukan pada ukuran nozel yang berbeda dan pada berbagai laju alir cairan dan kecepatan aliran gas. Berdasarkan hubungan gas hold-up dan kecepatan aliran gas maka diperoleh informasi faktor yang mempengaruhi luas antarmuka gas-cairan. Rejim aliran yang terbentuk dalam venturi dibedakan berdasarkan hubungan antara nisbah kecepatan aliran gas dan cairan terhadap bilangan weber. Pengaruh gas hold-up terhadap degradasi sukrosa ditentukan berdasarkan perubahan konsentrasi sukrosa dalam reaktor venturi bersirkulasi.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioindustri Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Analisa sampel dilakukan di laboratorium Bioindustri Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dan Laboratorium Instrumentasi Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2006 sampai dengan Januari 2007. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah reaktor venturi bersirkulasi. Peralatan lain yang digunakan adalah pompa dengan daya ½ hp dan laju alir maksimal 0,08 m3/det. Laju alir cairan dan gas saat memasuki reaktor di ukur dengan flow meter yang dipasang pada sistem perpipaan. Gas nitrogen yang
digunakan dialirkan dari tabung gas yang dilengkapi dengan regulator tekanan. Reaktor juga dilengkapi dengan regulator pengukur tekanan dan sebuah safety valve untuk menjaga kelebihan tekanan. Rangkaian peralatan penelitian ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12 Rangkaian peralatan penelitian Selain itu alat analisa sampel yang digunakan adalah refraktrometer (Digital DE ABBE ”WYA-1S”), polarimeter dan HPLC (detector indeks refraksi model R40). Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tebu yang berasal dari kebun petani dari daerah Ciampea, Bogor. Bahan analisa yang dipakai adalah 3,5-dinitrosalisilat, NaOH, NaK-Tartarat, fenol, Na-metabisulfit, HCl, CaCO3, glukosa, fruktosa, sukrosa dan bahan-bahan pembantu lainnya. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu (1) karakterisasi awal nira, (2) penentuan pengaruh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas terhadap pembentukan gas hold-up, (3) penentuan pengaruh gas hold-up dan
rejim aliran dalam venturi terhadap konsentrasi sukrosa, (4) penentuan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi.
Tahapan penelitian
selengkapnya
ditunjukkan pada
Gambar 13. Mulai
Karakterisasi nira awal
Penentuan pengaruh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas nitrogen terhadap gas hold-up Penentuan pengaruh gas hold-up dan rejim aliran dalam venturi terhadap konsentrasi sukrosa Penentuan degradasi sukrosa nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi
Selesai
Gambar 13 Diagram alir penelitian. Karakterisasi Nira Awal Pada tahapan ini dilakukan identifikasi terhadap nira tebu awal. Karakterisasi tehadap nira ini meliputi pengukuran kandungan sukrosa, gula invert (glukosa dan fruktosa), total asam organik dan pH nira. Kadar sukrosa dan gula pereduksi (glukosa dan fruktrosa) diukur menggunakan HPLC, total asam diukur dengan metode titrasi dan nilai pH diukur dengan alat pH-meter. Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penentuan Pengaruh Laju Alir Cairan dan Kecepatan Aliran Gas Terhadap Gas Hold-up Penentuan pengaruh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas terhadap gas hold-up dilakukan pada suhu 70 oC.
Pemilihan suhu tersebut didasarkan pada
studi literatur tentang suhu optimal aktivitas relatif enzim invertase dari nira tebu yaitu 60 oC (Rahman et al. 2004). Selama inkubasi dilakukan pengujian terhadap kandungan sukrosa dan gula pereduksi. Suhu optimal yang diperoleh digunakan untuk penentuan pengaruh faktor laju alir cairan nira, kecepatan aliran gas nitrogen dan ukuran nozel terhadap penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu menggunakan reaktor venturi bersirkulasi. Pengaruh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas terhadap pembentukan gas hold up dilakukan dengan inkubasi larutan nira dalam reaktor venturi bersirkulasi.
Laju alir cairan nira yang digunakan adalah 25 l/min, 20
l/min dan 15 l/min, dengan kecepatan aliran gas nitrogen 0,02 m/det sampai 0,6 m/det pada berbagai ukuran nozel 5 mm, 6 mm dan 8 mm. Pemilihan ukuran nozel ini didasarkan pada studi literatur tentang hidrodinamika pembentukan gas hold-up dalam bubble coloumn (Shirsat et al. 2003).
hl
hm
Gambar 14 Pengukuran gas hold-up. Pengukuran terhadap pembentukan gas hold-up berdasarkan atas perubahan tinggi cairan nira dalam reaktor seperti disajikan pada Gambar 14. Tinggi cairan bersih (hl) merupakan tinggi larutan nira tebu sebelum dialirkan gas nitrogen, tinggi cairan nira dalam campuran gas nitrogen (hm ) adalah tinggi larutan nira
tebu pada saat pemberian gas nitrogen. Fraksi gas (αg) dalam cairan (gas holdup) dihitung dengan menggunakan Persamaan 10. αg =
hm − hl .............................................................................Persamaan (10) hm
Penentuan Pengaruh Gas hold-up dan Rejim Aliran Venturi Terhadap Degradasi Sukrosa Pengaruh gas hold-up dan rejim aliran venturi terhadap degradasi sukrosa dilakukan dengan inkubasi larutan nira dalam reaktor venturi bersirkulasi. Laju alir cairan nira yang digunakan adalah 25 l/min, 20 l/min dan 15 l/min, dengan kecepatan aliran gas nitrogen 0,02 m/det, 0,1 m/det dan 0,6 m/det pada ukuran nozel 5 mm, 6 mm dan 8 mm. Penelitian dilakukan dengan waktu kontak gas dan cairan selama 90 menit. Pengukuran gas hold-up menggunakan Persamaan 11. Rejim aliran dalam venturi ditentukan dengan grafik hubungan nisbah antara kecepatan aliran gas dan cairan terhadap bilangan weber. Setiap perlakuan dianalisa konsentrasi sukrosa sisa. Konsentrasi sukrosa dikelompokkan berdasarkan rejim aliran yang terjadi dan dibuat grafik hubungan konsentrasi sukrosa sisa dengan gas hold-up untuk setiap rejim aliran. Selain konsentrasi sukrosa juga dilakukan pengukuran gula invert,
pH dan total asam yang terbentuk. Prosedur analisa yang digunakan
disajikan pada Lampiran 1. Penentuan Degradasi Sukrosa Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi Penghambatan sukrosa nira tebu menggunakan reaktor venturi bersirkulasi dilakukan pada laju alir cairan nira 25 /min dan kecepatan aliran gas 0,6 m/det. Reaktor dioperasikan pada tekanan 0,5 kg/cm2 dan suhu 70 oC dengan ukuran nozel yang digunakan 6 mm. Inkubasi nira tebu dilakukan selama 240 menit. Untuk nira tebu tanpa penghambatan dengan gelembung gas nitrogen dilakukan inkubasi dalam reaktor tangki berpengaduk pada kondisi yang sama. Data yang diperoleh adalah perubahan konsentrasi sukrosa dalam nira selama waktu inkubasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai karakteristik nira, hubungan pengaruh laju alir nira dan kecepatan aliran gas terhadap gas hold-up serta pengaruh gas hold-up dan rejim aliran dalam venturi terhadap degradasi sukrosa menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi.
Bab ini juga akan
membahas degradasi sukrosa nira tebu menggunakan gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi yang dilanjutkan dengan analisa awal kelayakan teknis penggunaan reaktor venturi bersirkulasi untuk penghambatan degradasi sukrosa pada pengolahan gula.
Karakteristik Nira Tebu Tebu yang diperoleh dari kebun dibersihkan dari daun-daun kering dan kotoran-kotoran yang melekat sebelum digiling. Penggilingan dilakukan tanpa penambahan air imbibisi sehingga nira yang diperoleh memiliki konsentrasi yang tinggi. Nira yang baru digiling masih mengandung sejumlah pengotor, seperti tanah, ampas, kotoran tersuspensi seperti senyawa-senyawa organik, protein, lilin, getah dan bahan anorganik lainnya. Nira yang baru digiling berwarna coklat dan kuning kehijauan serta memiliki aroma yang khas.
Warna nira berasal dari
pigmen batang tebu dan kotoran-kotoran yang ikut terbawa bersama batang tebu saat penggilingan dilakukan. Nira yang telah di giling selanjutnya di saring dari kotoran-kotoran kasar. Hasil karakterisasi nira disajikan dalam Tabel 6. Hasil analisis kadar sukrosa pada nira tebu adalah sebesar 14,6%. Kadar sukrosa dipengaruhi oleh umur panen dan penanganan bahan setelah
panen.
Kadar sukrosa dalam tebu menurut Moerdikusumo (1993) berkisar antara 11 % sampai 14 %. Kadar gula pereduksi agak tinggi mencapai 1,64 %, hal ini sesuai dengan kisaran kadar gula pereduksi dalam nira tebu menurut Moerdikusumo (1993) yang berkisar antara 0,5 % sampai 2,0 %. Gula pereduksi ini oleh mikroba akan diubah menjadi asam-asam organik.
Tabel 6 Karakteristik nira Parameter 1. Nilai pH 2. Kandungan sukrosa (%)
Komposisi nira Hasil karakterisasi Literatur *) 5,4 5,5 – 6,0 14,6
11 – 14
3. Kandungan gula pereduksi (%) -
glukosa
0,675
0,5 – 2,0
-
fruktosa
0,965
0,5 – 2,0
4. Kandungan zat anorganik (%)
-
0,5 - 2,5
5. Kandungan zat organik (%)
-
0,15 – 0,20
0,0125
0,01543**)
1052,941
1053,873**)
4, 91 x 10-2
3 x 10-2 – 5 x 10-2
Coklat, kuning kehijauan
Coklat, kuning kehijauan
Manis
Manis
4. Viskositas (µl) (kg/m.det) 5. Densitas
(ρl) (kg/m3)
6. Tegangan permukaan(σl) (N/m2) 7. Warna 6. Rasa *) Moerdokusumo (1993) **
) Pancoast (1980) Pada proses pengolahan gula, kadar gula pereduksi yang tinggi akan
menyebabkan perkembangan pertumbuhan mikroba yang mendegradasi sukrosa dan menghambat proses kristalisasi sukrosa sehingga menurunkan rendemen gula. Pertumbuhan mikroba seperti bakteri pembentuk lendir (gum)
terutama
Leuconostoc mesenteroides dapat menyebabkan penyumbatan sistem perpipaan dan pompa pada proses pengolahan gula. Karakterisasi nira lainnya adalah pH. Nilai pH nira pada penelitian adalah 5,4
yang menunjukkan nira tebu berada dalam keadaan asam. Menurut
Moerdikusumo (1993) keasaman nira antara pH 5,5 – 6,0.
Hubungan Laju Alir Nira dan Kecepatan Aliran Gas Nitrogen Terhadap Gas hold-up Nira yang telah diekstrak dan disaring dari kotoran kemudian dimasukkan ke dalam reaktor venturi bersirkulasi dengan volume kerja 2 liter. Laju alir nira diatur pada 25 l/min, 20 l/min dan 15 l/min menggunakan flowmeter cairan.
Sebagai distributor cairan digunakan nozel dengan ukuran 5 mm, 6 mm dan 8 mm. Volume gas yang masuk dalam reaktor diukur menggunakan flowmeter gas. Tekanan reaktor diatur konstan pada 0,5 kg/cm2
menggunakan valve
pengatur tekanan pada bagian atas reaktor. Hubungan antara kecepatan aliran gas dan gas hold-up pada reaktor venturi bersirkulasi dengan ukuran nozel 5 mm disajikan pada Gambar 15. Pada laju alir 15 l/min, gas hold-up menurun seiring dengan peningkatan kecepatan aliran gas yaitu dari 0,02 m/det sampai 0,6 m/det. Penurunan
gas hold-up tersebut
menunjukkan fraksi gas dalam cairan berkurang dengan bertambahnya kecepatan aliran gas. Pada laju alir cairan nira rendah, energi kinetik yang dibangkitkan tidak mampu mendispersi gas nitrogen dengan baik dalam cairan nira. Energi tekanan cairan yang rendah menghasilkan beda tekanan kecil sehingga gas tidak terhisap sempurna ke dalam leher venturi. 0,06
Gas hold-up
0,04
0,02
0,00 0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
Kec. gas (m/dt)
Gambar 15 Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 5 mm dan laju alir nira 25, 20 dan 15 l/min. Pada laju alir cairan nira 20 l/min terjadi peningkatan gas hold-up pada kecepatan aliran gas dari 0,02 m/det sampai 0,1 m/det. Peningkatan kecepatan aliran gas dari 0,1 m/det sampai 0,3 m/det menyebabkan terjadi penurunan gas hold-up, selanjutnya peningkatan kecepatan aliran gas sampai 0,6 m/det menghasilkan gas hold-up relatif stabil. Peningkatan kecepatan aliran gas antara
0,3 m/det-0,6 m/det fraksi gas dalam cairan tidak berubah. Pada laju alir cairan nira 25 l/min, peningkatan kecepatan aliran gas dari 0,02 m/det sampai 0,1 m/det gas hold-up yang terbentuk relatif stabil, kemudian meningkat sampai dengan kecepatan aliran gas 0,6 m/det. Peningkatan gas hold-up pada kecepatan aliran gas rendah ( dibawah 0,1 m/det) pada laju alir cairan 20 l/min disebabkan oleh massa jet cairan menghisap gas lebih banyak sehingga membentuk jet cairan yang diselimuti oleh gas yang pada akhirnya akan pecah membentuk gelembunggelembung gas. Pada laju alir cairan tinggi (25 l/min dan 20 l/min) untuk nozel ukuran 5 mm, fase cairan didorong sedemikian kuat melewati ruang percampur sehingga dispersi massa gas ke dalam massa cairan terjadi pada bagian difuser atau draft tube. Massa cairan dengan kecepatan tinggi melewati venturi pada bagian poros leher venturi. Dispersi massa gas
pada bagian difuser ini tidak membentuk
selimut jet pada dinding venturi, sehingga pembentukan gelembung rendah. Menurut Shirsat et al. (2003), pada laju alir cairan tetap peningkatan kecepatan aliran gas memperkecil gas hold-up untuk ukuran nozel kecil (4 mm) dan peningkatan perbandingan laju alir gas dan laju alir cairan tidak meningkatkan gas hold-up. Gas hold-up pada ukuran nozel 5 mm relatif lebih rendah disebabkan pada ukuran nozel 5 mm energi kinetik cairan sewaktu keluar nozel terlalu besar sehingga cairan terdorong keluar melewati leher venturi. Gambar 15 menyajikan, peningkatan kecepatan aliran gas pada laju alir cairan tetap tidak mempengaruhi gas hold-up. Nozel ukuran 5 mm dispersi fase cairan-gas dan pembentukan gelembung gas efektif terjadi pada laju cairan nira 20 l/min dengan kecepatan aliran gas nitrogen dibawah 0,1 m/det. Hubungan antara kecepatan aliran gas dan gas hold-up pada reaktor venturi bersirkulasi dengan ukuran nozel 6 mm disajikan pada Gambar 16. Pada laju alir cairan nira 15 l/min dan 20 l/min peningkatan kecepatan aliran gas dari 0,02m/det sampai 0,05 m/det
gas hold-up meningkat. Peningkatan gas hold-up
menunjukkan fraksi gas dalam cairan bertambah. Pada laju alir 15 /min peningkatan kecepatan aliran gas lebih lanjut dari 0,05 m/det sampai 0,6 m/det gas hold-up relatif stabil, tetapi pada laju alir cairan nira 20 l/min gas hold-up
meningkat secara perlahan sampai kecepatan aliran gas 0,6 m/det. Pada laju alir cairan nira 25 l/min pada kecepatan aliran gas rendah (dibawah 0,05 m/det) gas hold-up tidak menunjukkan peningkatan. Pada kecepatan aliran gas ini volume gas yang terhisap ke dalam venturi terlalu kecil sehingga pembentukan gelembung gas tidak optimal Peningkatan kecepatan aliran gas dari 0,1m/det sampai 0,6 m/det gas hold-up yang terbentuk meningkat secara dratis.
G as hold-up
0,11
0,09
0,07 0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
Kec. gas (m/dt)
0,7
Gambar 16 Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 6 mm dan laju alir nira 25, 20 dan 15 l/min. Laju alir cairan 15 l/min dengan ukuran nozel 6 mm, energi tekanan cairan pada saat melewati nozel rendah, sehingga tidak mampu membangkitkan beda tekanan yang besar sehingga massa gas yang terhisap ke dalam venturi rendah. Pada laju alir cairan tersebut fraksi gas yang terperangkap dalam selimut jet cairan kecil dan gelembung gas yang terbentuk sedikit. Pada laju alir cairan 20 l/min dan 25 l/min untuk ukuran nozel 6 mm, energi tekanan cairan yang melewati nozel tinggi. Cairan mengalami percepatan sewaktu keluar nozel dan energi kinetiknya bertambah. Ekspansi cairan ke dalam leher venturi menyebabkan tekanan bagian leher venturi berkurang, sehingga gas terhisap ke dalam venturi. Massa gas yang terhisap akan terperangkap dalam
selimut jet cairan yang terbentuk sepanjang dinding venturi. Selimut jet cairan dan gas ini semakin besar dan pecah menghasilkan gelembung-gelembung gas yang bergerombolan dan meninggalkan venturi menuju tangki reaktor. Pada laju cairan tinggi menyebabkan gas terhisap ke dalam venturi, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Liu dan Evan (1990). Nozel ukuran 6 mm menghasilkan gas hold-up yang besar pada laju alir cairan nira 25 l/min. Pada laju cairan ini energi kinetik cairan mampu menghasilkan gelembung-gelembung gas yang banyak. Menurut Shirsat et al. (2003), nozel dengan diameter 6 mm memberikan kinerja yang lebih baik untuk menghasilkan gas hold-up pada reaktor bubble column. Penggunaan nozel yang lebih besar lagi menyebabkan penurunan energi kinetik dari cairan, sehingga massa cairan tidak bercampur efektif dengan gas. Hal ini disajikan pada Gambar 17, dengan ukuran nozel yang digunakan 8 mm. Pada laju alir cairan nira 15 l/min peningkatan kecepatan aliran gas 0,02 m/det sampai 0,1 m/det gas hold-up meningkat, peningkatan kecepatan aliran gas lebih lanjut dari 0,1 m/det sampai 0,6 m/det gas hold-up relatif stabil. Peningkatan kecepatan aliran gas (0,02 m/det sampai 0,6 m/det) pada laju alir cairan 25 l/min dan 20 l/min menurunkan gas hold-up secara dratis. Pada laju alir cairan nira 20 l/min dan 25 l/min energi kinetik cairan keluar nozel rendah dan beda tekanan cairan dalam nozel dan dalam leher venturi rendah sehingga gas tidak terhisap ke dalam venturi. Pada laju alir cairan ini massa gas yang membentuk selimut jet kecil dan gas tidak bercampur sempurna dengan fase cairan. Energi tekanan nozel yang rendah disebabkan oleh ukuran dari nozel relatif lebih besar, sehingga cairan tidak mengalami percepatan waktu keluar nozel. Pada ukuran nozel 8 mm menghasilkan gas hold-up yang besar pada laju alir cairan nira 15 l/min. Pada laju alir ini gelembung yang terbentuk lebih besar dari pada nozel ukuran 6 mm. Hubungan laju alir cairan dan kecepatan aliran gas (Gambar 15 sampai Gambar 17) menggambarkan bahwa gas hold-up dipengaruhi oleh laju alir cairan, kecepatan aliran gas dan ukuran nozel. Menurut Otake et al. (1981) gas hold-up dipengaruhi oleh laju alir cairan, kecepatan aliran gas dan perbandingan diameter nozel terhadap diameter laher venturi. Pada nozel 6 mm peningkatan
laju alir
cairan dan peningkatan kecepatan aliran gas akan memperbesar gas hold-up. Nozel 6 mm dengan laju alir nira 25 l/min memberikan energi kinetik cairan yang cukup untuk membentuk selimut jet cairan dan menghasilkan gas entertaiment yang besar sehingga massa cairan bercampur efektif dengan massa gas pada bagian leher venturi. 0,08
G a s h o ld - u p
0,07
0,06
0,05
0,04 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
kec. gas (m/dt) Gambar 17 Hubungan kecepatan aliran gas dengan gas hold-up pada diameter nozel 8 mm dan laju alir nira 25, 20 dan 15 l/min. Sifat fisik cairan dan gas seperti densitas dan viskositas juga mempengaruhi pembentukan gas hold-up. Menurut Shirshat, et al. (2003) pembentukan gas hold-up pada reaktor venturi bersirkulasi dapat dinyatakan sebagai fungsi dari laju alir cairan (Ql), laju alir gas (Qg), sifat fisik cairan (ρl, µl) dan gas (ρg, µg) serta bentuk geometri dari venturi (dc, dn, hc). Secara matematis dapat ditulis: αg = f (Ql, ρl, µl, Qg, ρg, µg, dc, dn, hc, g) Bentuk geometri dari venturi menentukan perubahan tekanan dalam venturi. Beda tekanan yang terjadi sepanjang venturi menunjukkan kemampuan isap gas dan muatan jet cairan yang dihasilkan oleh nozel. Muatan jet cairan yang dihasilkan nozel dan peningkatan tekanan gas dalam venturi mempengaruhi pembentukan
gelembung gas. Data geometri reaktor venturi bersirkulasi dan sifat fisik cairan nira dan gas nitrogen disajikan pada Lampiran 2.
Hubungan Gas hold-up dan Rejim Aliran dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi Terhadap Konsentrasi Sukrosa dalam Nira Tebu Rejim aliran yang terbentuk dianalisa dari bilangan weber, untuk kecepatan aliran cairan rendah pada bilangan weber lebih kecil
dari 500 ada tiga
kemungkinan rejim aliran, yaitu aliran gelembung, aliran slug dan aliran anular. Aliran anular terjadi pada nozel yang digunakan 6 mm dan 8 mm pada perbandingan kecepatan aliran gas dan cairan tinggi, pada laju cairan rendah tetapi kecepatan aliran gas cukup tinggi. Aliran anular pada Gambar 18 dapat dilihat berada pada garis paling atas dengan nisbah kecepatan aliran gas dan kecepatan aliran cairan lebih besar dari 1. Aliran slug terbentuk pada nozel yang digunakan 8 mm dan 6 mm, pada kecepatan aliran cairan dan kecepatan aliran gas relatif rendah, dispersi gas terjadi dalam leher venturi, sehingga gelembung yang dihasilkan lebih besar dari leher venturi. Dalam aliran anular dan aliran slug, energi kinetik cairan pada ujung nozel rendah sehingga venturi tidak mampu menggunakannya secara efektif untuk menghasilkan gelembung-gelembung kecil. Pada kecepatan aliran cairan tinggi dengan bilangan weber lebih besar dari 500, ada tiga kemungkinan rejim aliran, yaitu aliran gelembung, aliran anular dan aliran jet. Aliran jet terjadi pada nozel yang digunakan 5 mm pada kecepatan aliran cairan cukup tinggi dan kecepatan aliran gas rendah. Pada nozel dengan ukuran 5 mm, kecepatan aliran cairan didorong sedemikian kuat melewati ruang percampur sehingga dispersi terjadi dalam difuser atau draft tube. Pada aliran jet energi kinetik cairan terlalu besar sehingga cairan keluar melewati leher venturi dan tidak sempat membentuk selimut jet dengan massa cairan. Nozel dengan diameter 6 mm dan 8 mm tidak membentuk rejim aliran jet. Pada nozel ukuran tersebut, kecepatan aliran cairan pada nozel tidak terlalu besar, sehingga energi kinetik cairan pada ujung nozel rendah. Pada nozel dengan diameter 6 mm dan 8 mm rejim aliran yang terbentuk adalah aliran slug, anular
dan gelembung, aliran slug pada kecepatan aliran cairan rendah, atau aliran gelembung pada kecepatan aliran sedikit tinggi. Aliran gelembung dapat terbentuk pada bilangan weber lebih kecil dari 500 atau lebih besar 500, dengan perbandingan laju alir gas dan laju alir cairan rendah. Aliran gelembung dapat terjadi pada nozel yang digunakan 5 mm, 6 mm dan 8 mm dengan laju alir cairan tinggi dan laju alir gas rendah. Dalam aliran gelembung dipersi gas terjadi dalam leher venturi, energi kinetik cairan yang dihasilkan oleh nozel cukup untuk membentuk gelembung-gelembung kecil dalam leher venturi. Dispersi gas pada aliran gelembung terjadi dalam leher venturi. Nozel dengan ukuran 5 mm dan 8 mm dapat membentuk rejim aliran ini, jika kecepatan aliran cairan sedikit lebih tinggi dari aliran slug. Rejim aliran mempengaruhi distribusi ukuran gelembung. Pada aliran slug dan anular peningkatan nisbah laju alir gas dan laju alir cairan menyebabkan distribusi ukuran gelembung bervariasi lebih lebar. Pada aliran gelembung dan jet, peningkatan kecepatan aliran fase cairan akan memperkecil distribusi ukuran gelembung, sedangkan perubahan nisbah laju alir gas dan laju alir cairan tidak mempengaruhinya. Peningkatan bilangan weber untuk nisbah laju alir cairan dan gas rendah sangat baik untuk pembentukan gelembung, seperti disajikan pada Gambar 18. Pada laju alir gas yang tinggi gelembung-gelembung yang terbentuk lebih besar dan terjadi penggabungan gelembung-gelembung kecil. Pada nozel dengan ukuran 5 mm kemungkinan terbentuk aliran gelembung pada laju aliran rendah, tetapi jika laju alir cairan ditingkatkan akan berubah menjadi aliran jet. Perubahan ini karena laju alir cairan terlalu tinggi dan percampuran tidak lagi terjadi diruang percampuran. Nozel dengan diameter ukuran 6 mm memberikan aliran gelembung yang baik dengan ukuran gelembung lebih kecil dan seragam. Pembentukan aliran gelembung dengan ukuran gelembung yang kecil akan memperbesar luas antarmuka kontak cairan dan gas. Pembentukan aliran ini juga dipengaruhi oleh bentuk geometri dari venturi. Menurut Zahradnik (1997) venturi yang mempunyai kinerja yang baik dan efisien harus memiliki parameter geomeri dalam batasanbatasan seperti disajikan pada Persamaan 7 sampai Persamaan 9.
Gambar 18
Jenis rejim aliran yang terbenturk dalam reaktor venturi bersirkulasi berdasarkan hubungan nisbah kecepatan aliran gas cairan dengan bilangan weber.
Pada aliran gelembung, peningkatan kecepatan aliran gas menghasilkan gelembung gas nitrogen yang banyak tanpa meningkatkan diameter gelembung sehingga meningkatkan luas antarmuka spesifik. Peningkatan kecepatan aliran gas lebih tinggi lagi mengakibatkan pembentukan gelembung yang lebih besar dan terjadi pengabungan gelembung gas sehingga luas antarmuka spesifik turun dratis dan rejim aliran menjadi aliran jet. Pada Gambar 18 aliran jenis ini terjadi pada nozel 5 mm dengan bilangan weber lebih besar dari 500.
Hubungan Rejim Aliran Terhadap Degradasi Sukrosa Proses degradasi sukrosa oleh enzim invertase dan mikroba dalam nira dipengaruhi oleh suhu, pH dan kondisi proses pengolahan. Penggunaan gelembung gas nitrogen untuk penghambatan degradasi sukrosa dipengaruhi oleh laju alir cairan nira dan kecepatan aliran gas nitrogen yang membentuk gelembung gas dalam fase cair-gas. Lamanya inkubasi nira dalam reaktor yang diuji adalah 90 menit. Parameter yang diukur adalah konsentrasi sukrosa yang dapat
dipertahankan setelah waktu inkubasi. Kadar sukrosa merupakan parameter yang berkaitan langsung pada pengujian kerusakan nira tebu. Suhu yang digunakan dalam pengujian ini adalah 70 oC.
Menurunnya
tingkat degradasi sukrosa yang dihasilkan karena pengaruh suhu disebabkan aktivitas invertase yang menurun. Penurunan aktivitas enzim disebabkan terjadinya denaturasi protein pada enzim sehingga formasi struktur sisi aktif enzim berubah dan kemampuan biokatalis enzim
terhadap substrat hilang.
Menurut Vorster dan Federik (1998), pemanasan enzim invertase pada suhu 90 oC selama 2 menit akan mematikan aktivitasnya. Suhu dapat juga mempengaruhi perkembangan mikroba dalam nira. Suhu yang digunakan dalam percobaan ini dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba. Pada suhu tinggi menyebabkan membran penyusun sel mikroba menjadi lebih liquid hingga akhirnya sel dapat mengalami lisis (Paustin 2007). Gelembung gas nitrogen dapat menghambat degradasi sukrosa dalam nira dimana gas membentuk lapisan antarmuka pada permukaan enzim atau molekul sukrosa, sehingga mencegah interaksi antara molekul sukrosa dan enzim. Penghambatan juga dapat terjadi karena sisi aktif dari enzim diisi oleh gas nitrogen dan aktivitas invertase menjadi berkurang. Hubungan perubahan konsentrasi sukrosa pada rejim aliran yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 18. Bentuk dan ukuran gelembung yang terbentuk mempengaruhi konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan. Dalam cairan nira, gelembung gas nitrogen membentuk lapisan tipis sekeliling massa cairan sukrosa yang mencegah sukrosa berikatan dengan molekul enzim. Pada rejim aliran slug dan anular, konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan dari cairan nira lebih rendah dari pada aliran gelembung. Pada rejim aliran slug dan anular energi kinetik cairan pada ujung nozel rendah sehingga venturi tidak mampu menggunakannya secara efektif untuk menghasilkan gelembung. Rendahnya konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan pada aliran slug dan anular disebabkan laju alir gas dan kecepatan aliran gas relatif rendah, dispersi gas terjadi dalam leher venturi, sehingga menghasilkan gelembung gas lebih besar dari leher
venturi. Gelembung gas yang besar menurunkan luas antarmuka gas nitrogen dengan massa cairan nira. Pada rejim aliran jet, konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan juga relatif rendah. Pada aliran jet energi kinetik massa cairan nira terlalu besar sehingga massa cairan nira terdorong keluar melewati leher venturi tanpa mengalami percampuran yang sempurna dengan gas nitrogen. Dalam aliran gelembung, energi kinetik massa cairan nira yang dihasilkan oleh nozel cukup untuk membentuk gelembung-gelembung kecil dalam leher venturi, dimana intentitas percampuran antara cairan nira dan gas nitrogen besar. Peningkatan intentitas percampuran ini menyebabkan peningkatan luas antarmuka massa cairan nira dan gas nitrogen. Luas antarmuka spesifik gas-cairan menunjukkan besarnya luas permukaan molekul sukrosa atau molekul enzim yang tertutupi oleh gas nitrogen. Gas nitrogen yang menyelimuti permukaan molekul sukrosa akan menghambat degradasi sukrosa oleh enzim. Pada rejim aliran gelembung konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan lebih tinggi seperti disajikan pada Gambar 19. Rejim aliran gelembung menghasilkan percampuran gas-cairan yang tinggi dengan pembentukan lapisan antarmuka gas-cairan yang besar. Konsentrasi sukrosa sisa pada setiap laju alir cairan nira disajikan dalam Lampiran 3. 13,55
13,47
[Sukrosa] (%)
13,39
13,32
13,24
13,16
13,08
13,00 0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
Gas hold-up
Gambar 19
Hubungan gas hold-up dengan konsentrasi sukrosa dalam nira pada rejim aliran yang berbeda.
Rejim aliran yang terbentuk dalam reaktor venturi bersirkulasi dipengaruhi oleh laju alir cairan dan kecepatan aliran gas serta bentuk geometri dari venturi dan nozel. Rejim aliran yang berbeda menyebabkan distribusi dan pembentukan gelembung-gelembung gas nitrogen yang berbeda pula. Pola rejim aliran cairan nira yang terbentuk dapat digunakan untuk memprediksi laju cairan nira dan kecepatan aliran gas nitrogen yang optimal untuk menghasilkan luas antarmuka antara cairan nira dan gas nitrogen yang baik.
Hubungan Gas Hold-up Terhadap Degradasi Sukrosa Penghambatan degradasi sukrosa dalam nira dilakukan dalam reaktor venturi bersirkulasi yang dilengkapi pendistribusi gas nitrogen. Penghambatan sukrosa dalam nira dipengaruhi oleh jumlah fraksi gas (gas hold-up) dalam cairan nira dan ukuran gelembung gas nitrogen. Gas nitrogen yang terdispersi dalam massa cairan nira akan membentuk gelembung-gelembung kecil. Gelembung-gelembung gas nitrogen yang terbentuk akan membentuk lapisan film di sekeliling enzim, sehingga sisi aktif dari enzim tertutup oleh gas nitrogen. Semakin banyak lapisan antarmuka yang terbentuk sekeliling enzim, akan meningkatkan jumlah sukrosa yang terlindung dari enzim. Gas hold-up menggambarkan fraksi gas yang terlarut dalam fase cairan. Gas hold-up yang besar akan meningkatkan sukrosa yang tinggal dalam nira, seperti disajikan dalam Gambar 20. 13,5
[Sukrosa] (%)
13,4
13,3
13,2
13,1 0,00
0,02
0,04
0,06 Gas hold-up
0,08
0,10
0,12
Gambar 20 Hubungan gas hold-up dengan konsentrasi sukrosa.
Gas hold-up yang terbentuk mempengaruhi jumlah sukrosa yang dapat dipertahankan dalam nira. Semakin besar gas hold-up, konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan semakin tinggi. Gas hold-up ini menunjukkan jumlah gas nitrogen yang terdispersi dalam nira. Besarnya gas hold-up ini tergantung pada jenis rejim aliran yang terjadi dalam venturi. Luas antarmuka gas-cairan akan besar jika gelembung-gelembung gas yang terbentuk kecil, sehingga luas permukaan menjadi besar. Intentitas kontak gas-cairan menyebabkan permukaan aktif enzim tertutup dengan gas nitrogen. Sukrosa sisa dalam nira tebu yang diberi perlakuan dengan gelembung gas nitrogen disajikan pada Gambar 21.
% [sukrosa] terdegradasi
1.2 y = -1.9297x + 1.0162 R2 = 0.7462
1.0
0.8
0.6 0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
Gas hold-up
Gambar 21 Konsentrasi sukrosa sisa setelah perlakuan.
Pencegahan Degradasi Sukrosa Nira Tebu Menggunakan Gelembung Gas Nitrogen dalam Reaktor Venturi Bersirkulasi Menurut Causset et.al (1998), aktivitas enzim secara fisik dapat dihambat dengan menggunakan gas inert (nitrogen). Gas nitrogen dikontakkan dengan enzim dalam suatu reaktor tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan pendistribusi gas pada bagian bawah tangki. Gelembung-gelembung gas nitrogen dengan enzim membentuk lapisan antarmuka gas-cairan (gas-liquid interface). Penghambatan laju degradasi sukrosa dalam nira ditentukan dengan menggunakan reaktor venturi bersirkulasi dan gas nitrogen. Reaktor di operasikan
pada laju alir cairan nira 25 l/min dan kecepatan aliran gas nitrogen 0,6 m/det. Reaktor dikondisikan pada tekanan 0,5 kg/cm2 pada suhu 70oC dengan nozel yang digunakan 6 mm.
Pemilihan kondisi seperti ini didasarkan pada
pertimbangan pada laju alir cairan 25 l/min , dengan kecepatan aliran gas 0,6 m/det dan tekanan reaktor 0,5 kg/cm2
aliran yang terbentuk adalah aliran
gelembung yang memberikan luas antarmuka yang besar. Luas kontak antarmuka yang besar ditandai dengan gas hold-up yang besar dengan ukuran gelembung gas yang kecil. Perubahan
konsentrasi
sukrosa
dalam
reaktor
venturi
bersirkulasi
menggunakan gelembung gas nitrogen dan dalam reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan disajikan pada Gambar 22. Penurunan konsentrasi sukrosa nira sampai waktu inkubasi 30 menit menunjukkan penurunan yang dratis, penambahan waktu inkubasi diatas 30 menit relatif tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Penurunan konsentrasi sukrosa ini menunjukkan bahwa sampai waktu 30 menit degradasi sukrosa berlangsung cepat sehingga perlu dilakukan penghambatan degradasi dilakukan secepat mungkin. Data perubahan konsentarsi sukrosa persatuan waktu disajikan pada Lampiran 4. 16,0
[Sukrosa] (%)
Dengan penghambatan
Tanpa penghambatan
14,0
12,0
10,0 0
10
30
60
90
120
Lama inkubasi (menit)
240
Gambar 22 Laju penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi dan reaktor tangki berpengaduk Laju degradasi sukrosa dengan menggunakan reaktor venturi bersirkulasi lebih rendah. Pada kondisi operasi seperti ini gas hold-up lebih besar. Gas holdup yang besar dan ukuran gelembung yang kecil akan
memberikan luas
antarmuka yang lebih besar pula, sehingga intentitas kontak gas nitrogen dan enzim perusak sukrosa lebih besar.
Perubahan Konsentrasi Sukrosa Perubahan konsentrasi sukrosa selama proses penghambatan menggunakan gelembung gas nitrogen disebabkan oleh penghambatan aktivitas enzim dan mikroba. Penghambatan dipengaruhi oleh fraksi gas dalam cairan dan ukuran gelembung gas nitrogen yang terbentuk. Semakin kecil ukuran gelembung gas, luas antarmuka semakin besar. Gelembung-gelembung gas nitrogen yang terbentuk membentuk lapisan film sekeliling molekul enzim, sehingga enzim tidak dapat berinteraksi dengan substrat sukrosa. Penghambatan kemungkinan juga
disebabkan
karena
perkembangan
mikroba
pembentukan lapisan antarmuka gas nitrogen
yang
terhambat
oleh
sekeliling mikroba. Perubahan
konsentrasi sukrosa dalam nira selama inkubasi disajikan pada
Gambar 23.
Waktu inkubasi sampai 120 menit menunjukkan adanya perubahan konsentrasi sukrosa, tetapi setelah waktu inkubasi diatas 120 menit perubahan konsentrasi relatif tetap antara reaktor venturi bersirkulasi dengan penghambatan dan reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan. 2,0
∆[Sukrosa] %
1,5
1,375
1,0
0,62
0,5
0,3 0,23
0,065
0,095
0,0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
-0,5
Lama inkubasi (menit)
Gambar
23
Hubungan ∆[sukrosa] penghambatan.
dengan
penghambatan
dan
tanpa
Konsentrasi sukrosa yang tinggal hingga waktu inkubasi 120 menit pada penghambatan dengan gelembung gas nitrogen adalah 11,67% (Lampiran 4).
Degradasi sukrosa ini terjadi karena masih aktifnya sebagian enzim dan mikroba yang menyebabkan degradasi sukrosa. Degradasi menghasilkan
sukrosa dalam nira tebu disebabkan oleh mikroba yang enzim invertase. Saccharomyces cereviceae dan Leuconostoc
mesenteroides adalah mikroba penyebab degradasi sukrosa dalam nira tebu. Saccharomyces cereviceae umumnya bekerja pada pH 5 dan menghasilkan invertase jenis asam, sedangkan Leuconostoc mesenteroides berkembang baik pada kisaran pH netral. Mikroba ini akan menghasilkan enzim dekstransukrase yang dapat mengdegradasi sukrosa menjadi dekstran. Lamanya inkubasi nira mempengaruhi waktu interaksi antara mikroba, enzim dan sukrosa dalam nira tebu. Perkembangan mikroba penghasil asam dan invertase pada reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan menyebabkan sukrosa yang terdegradasi semakin banyak. Gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa oleh enzim, digunakan oleh mikroba untuk membentuk asam organik sehingga pada reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan
pH
larutan nira turun. Pada pH rendah dapat juga memicu terjadinya hidrolisis sukrosa lebih lanjut. Sirkulasi berulang cairan nira dengan gas nitrogen menyebabkan intentitas pembentukan lapisan film gas sekeliling enzim dan sukrosa banyak, sehingga sisi aktif enzim tidak dapat berinteraksi dengan molekul sukrosa. Keadaan ini tetap dapat dipertahankan selama sirkulasi cairan nira melewati reaktor dan aliran gas nitrogen dalam reaktor tetap. Pembentukan lapisan antarmuka cairan nira dan gas nitrogen juga dapat menghambat perkembangan mikroba dalam nira. Mikroba tidak dapat mengkonsumsi gula pereduksi secara maksimal, dan invertase yang dihasilkannya tidak dapat mengkatalisis reaksi inversi secara maksimal. Hal ini dikarenakan antara sukrosa, gula pereduksi dan mikroba terbentuk lapisan film gas yang mencegah interaksi substrat, mikroba dan gula invert.
Pembentukan Gula Pereduksi Sukrosa dalam nira tebu dapat terdegradasi menjadi monosakarida penyusunnya yaitu glukosa dan fruktosa melalui reaksi inversi dengan katalis invertase. Reaksi inversi merupakan reaksi hidrolisis irreversible yang dapat
dipercepat oleh suhu tinggi. Kadar gula pereduksi dalam nira tebu merupakan salah satu parameter kualitas sukrosa dalam nira. Selama proses penghambatan degradasi
sukrosa menggunakan reaktor
venturi bersirkulasi, juga terbentuk gula pereduksi. Gula invert ini terbentuk sebagai akibat dari aktifitas enzimatik dan mikroba dalam nira. Gula invert yang terbentuk selama proses penghambatan berlangsung, oleh aktivitas mikroba diubah menjadi asam-asam organik. Perubahan konsentrasi gula pereduksi di sajikan pada Gambar 24. Pola perubahan kadar gula pereduksi dalam nira tanpa penghambatan lebih kecil dari pada dengan penghambatan. Hal ini dikarenakan pada nira dengan penghambatan kadar gula pereduksinya akan terakumulasi. Akumulasi gula pereduksi ini disebabkan pada reaktor venturi bersirkulasi dengam penghambatan menggunakan gelembung gas nitrogen tidak terjadi perkembangan mikroba, sedangkan pada reaktor tanpa penghambatan gula pereduksi yang terbentuk akan digunakan oleh mikroba untuk membentuk asamasam organik. Hal ini dapat dilihat pada reaktor tanpa penghambatan kadar asamnya tinggi dan pH nira rendah, dibandingkan pada reaktor dengan penghambatan. Keadaan ini menunjukkan reaktor venturi bersirkulasi dapat menghambat pertumbuhan mikroba, penghambatan ini terjadi karena pengaruh suhu dan pembentukan gelembung gas nitrogen yang memungkinkan membentuk lapisan antarmuka antara fase cairan dan gas terhadap mikroba.
[Gula pereduk si] (% )
3,0
2,0
1,0
Dengan penghambatan
Tanpa penghambatan
0,0 0
120
240
360
480
600
Lama inkubasi (menit)
Gambar 24 Pembentukan gula pereduksi pada nira.
720
Pada reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan,
konsentrasi
fruktrosa dan glukosa pada waktu inkubasi 90 menit dan 120 menit berbeda (Lampiran 4). Demikian juga pada waktu inkubasi 240 menit, sedangkan konsentrasi sukrosa relatif sama. Perbedaan ini kemungkinan fruktrosa terbentuk oleh mikroba Leuconostoc mesenteroides yang berkemampuan menghasilkan enzim dekstransukrase yang menghidrolisis sukrosa menjadi fruktrosa dan dekstran. Kemungkinan lain fruktrosa atau glukosa berasal dari hirolisa pati yang ada dalam tebu. Keberadaan gula pereduksi menunjukkan degradasi sukrosa selama inkubasi. Pada pengolahan gula keberadaan gula pereduksi ini mengakibatkan terganggunya proses kristalisasi sukrosa. Lapisan antarmuka ini mencegah penggunaan gula pereduksi oleh mikroba. Gula invert pada awal inkubasi meningkat, tetapi seiring bertambahnya waktu inkubasi terjadi pengurangan gula invert. Suasana asam yang timbul akibat pembentukan asam ini memicu terjadinya hidrolisis sukrosa lebih lanjut.
Perubahan pH Nira dan Pembentukan Asam-asam Organik Nilai pH nira akan turun karena pembentukan asam-asam organik dari aktivitas mikroba. Selama proses penghambatan degradasi sukrosa ini, juga terjadi hidrolisis sukrosa menjadi komponen gula-gula sederhana yaitu glukosa dan fruktosa. Pembentukan gula invert ini akan menyebabkan pembentukan asamasam organik, sehingga pH nira turun. Pembentukan asam-asam
akan
mempercepat proses inversi sukrosa lebih lanjut. Perubahan pH dan pembentukan asam organik selama proses penghambatan degradasi sukrosa dapat dilihat pada Gambar 25. Kadungan asam dalam nira menunjukkan kualitas dari nira tersebut. Nira tebu yang terkontaminasi dengan mikroba dapat mengalami reaksi fermentasi. Mikroba menggunakan substrat gula pereduksi untuk pertumbuhan. Peningkatan persentase pembentukan asam dalam reaktor tanpa penghambatan lebih tinggi daripada dalam reaktor venturi bersirkulasi dengan penghambatan. Peningkatan ini disebabkan dalam reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan gas nitrogen, aktivitas enzim invertase dan mikroba lebih tinggi. Penggunaan gas
nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi dapat menekan pertumbuhan mikroba dan menghambat enzim yang mendegradasi sukrosa. Penghambatan ini ditandai dengan persentase pembentukan asam yang rendah. 6,0
pH
5,0
4,0 Dengan penghambatan
Tanpa penghambatan
3,0 0
60
120
180
240
300
360
420
Waktu (menit)
Gambar 25 Perubahan pH nira. Perubahan kadar asam dalam reaktor venturi bersirkulasi menggunakan gelembung gas nitrogen dan reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan disajikan dalam Gambar 26. 0,20
% Asam
0,15
0,10 Tanpa penghambatan
Dengan penghambatan
0,05 0
60
120
180
240
300
360
420
Waktu (menit)
Gambar 26 Perubahan persentase asam organik pada nira.
Kelayakan Teknis Penggunaan Reaktor Venturi Bersirkulasi pada Industri Gula Rendemen gula kristal yang rendah merupakan permasalah kompleks yang dihadapi oleh indutri gula nasional. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya rendemen gula, seperti
produktivitas lahan yang kurang sampai manajemen
pengelolaan produksi. Secara teknis produksi, rendemen gula dapat turun karena proses pengolahan yang tidak efisien, seperti downtime karena kerusakan peralatan pada saat produksi. Penghentian proses produksi pada saat downtime ini mengakibatkan nira tebu yang sedang diproses mengalami kerusakan secara enzimatis dan oleh mikroba. Penurunan rendemen gula juga terjadi selama proses pengolahan. Penghambatan degradasi sukrosa pada saat peralatan mengalami downtime atau waktu tunggu, salah satu alternatifnya dengan penggunaan gas nitrogen sebagai penghambat reaksi enzimatis sukrosa. Penghambatan dilakukan dengan mengontakan fase gas nitrogen dengan fase cairan nira dalam suatu reaktor venturi bersirkulasi. Venturi berfungsi sebagai pendispersi fase gas dalam fase cairan yang membentuk gelembung gas sebagai lapisan antarmuka fase cairan dan gas. Pembentukan lapisan antarmuka gas-cairan ini mencegah interaksi sukrosa dengan enzim. Penghambatan ini dipengaruhi oleh gas hold-up dan ukuran gelembung gas nitrogen. Pada pengolahan gula penghambatan laju degradasi sukrosa dalam nira dengan gelembung gas nitrogen, tidak harus menambahkan peralatan reaktor baru. Venturi sebagai distributor gas dapat juga diletakkan dalam jaringan perpipaan, sehingga pipa tersebut bisa dianggap sebagai suatu reaktor tersendiri. Penggunaan venturi pendistribusian gas nitrogen langsung pada sistem perpipaan akan menghemat biaya, dari pada harus menambahkan suatu reaktor baru. Untuk kondisi khusus penambahan reaktor baru mutlak diperlukan, tetapi biaya yang diperlukan untuk pengadaan sebuah reaktor harus dihitung terhadap jumlah sukrosa yang dapat di pertahankan dalam kondisi downtime. Penggunaan gas nitrogen
dalam sistem reaktor venturi bersirkulasi ini
optimal pada kecepatan aliran gas 0,3 m/det atau 850 ml/min seperti disajikan dalam Gambar 15. Jika diasumsikan semua gas terperangkap dalam fase cairan.
Maka untuk operasi selama 30 menit membutuhkan gas nitrogen sebesar 25,5 l gas nitrogen dengan massa cairan nira yang melewati reaktor venturi bersirkulasi sebanyak 750 liter. Perbandingan penghambatan dengradasi menggunakan reaktor venturi bersirkulasi dan tanpa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi dapat menghambat penurunan sukrosa sekitar 4,2%. Penggunaan reaktor venturi bersirkulasi untuk penghambatan degradasi sukrosa pada kondisi seperti ini dapat menghemat energi sebesar Rp. 27,88 per kilogram nira (Lampiran 5). Analisis energi yang dibutuhkan oleh suatu sistem reaktor venturi bersirkulasi tergantung pada jumlah nira yang diproses, karena hanya perlu penambahan pompa untuk mensirkulasi nira melewati venturi maka energi yang harus ditambahkan adalah energi untuk menjalankan pompa. Penggunaan pompa jika peralatan reaktor venturi bersirkulasi dipasang terpisah akan membutuhkan energi sebesar 840 J/kg nira, tetapi penggunaan reaktor venturi bersirkulasi langsung pada sistem perpipaan hanya membutuhkan tambahan energi sebesar 285 J/kg nira (Lampiran 5).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Semakin besar kecepatan aliran gas secara umum meningkatkan gas holdup. Pada laju alir cairan 25 l/min pada ukuran nozel 6 mm peningkatan kecepatan aliran gas dari 0,1m/det sampai 0,6 m/det meningkatkan gas hold-up. Pada nozel 5 mm gas hold-up pada laju alir cairan 20 l/min meningkatkan gas hold-up, tetapi menurun dengan peningkatan kecepatan aliran gas pada laju alir cairan 25 l/min dan 15 l/min. Nozel 8 mm pada laju alir cairan 20 l/min peningkatan kecepatan aliran gas menaikkan gas hold-up. 2. Peningkatan Gas hold-up akan memperbesar konsentrasi sukrosa yang dapat dipertahankan dalam nira tebu. Rejim aliran gelembung memberikan penghambatan sukrosa lebih besar. 3. Penurunan
kosentrasi
sukrosa
pada
penghambatan
menggunakan
gelembung gas nitrogen dalam reaktor venturi bersirkulasi lebih kecil daripada tanpa penghambatan. Lama inkubasi sampai 30 menit dapat memberi penghambatan 4,2% dengan menggunakan gelembung gas nitrogen pada laju alir nira 25 l/min dan kecepatan aliran gas 0,6 m/det dan ukuran nozel 6 mm. 4. Gas hold-up yang tinggi dan ukuran gelembung gas yang kecil memberikan
penghambatan
degradasi
sukrosa
yang
lebih
besar.
Gelembung gas yang kecil memperbesar luas antarmuka kontak cairan dan gas, sehingga mencegah kontak antara enzim dan sukrosa lebih baik, dan penghambatan sukrosanya lebih efektif.
Saran Untuk mendapatkan turbulensi yang besar sehingga percampuran gas dan cairan lebih sempurna dengan ukuran gelembung yang lebih kecil dapat dilakukan dengan modifikasi venturi dengan penambahan swirl.
DAFTAR PUSTAKA Aiba, S., A. E. Humprey and N. F. Millis. 1973. Biochemical Engineering. Academic Press. New York. Albertson, P. L and P. L. Christopher. 2004. The Effect Of Hexose Upon Pol, Brix And Calculated Ccs In Sugarcane: A Potential For Negative Pol Bias In Juice From Actively Growing Cane. J Amn Soc Sugar Cane Technologists 24:185-198. Almeida, A. C. S., Andrade and immobilized Electronik J
L. C. Araujo, A. M. Costa, C. A. M. Abreu, M. A. G. M. Palha. 2005. Sucrose Hydrolysis Catalyzed by AutoInvertase Into Intact cell of Cladosporium cladosporioides. Biotec 8 (1):55-60
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium, Analisis Pangan. IPB Press. Bogor. Bagatur, T and N. Sekerdag. 2002. Air-Entrainment Characteristics in Plunging Water Jet Sytem Using Rectangular Nozzles with Rounded Ends. Firat University, Elazig. Causset, M., A. Gaunand, H. Palanche, P. Mansan, and B. Lindet. 1998. Inactivation of Enzyme by Inert Gas Bubbling. A Kinetis Study. Ann New York Academy Sciences 864(14): 228-233. Cavaille, D and D. Combes. 1998. High Pressure and Temperature. How to Diactivate Enzymes in Two Different Ways. Ann New York Academy Sciences 864(14): 212-217. Debs-Louka, E., N. Laouka, G. Abraham, V. Chabot and K. Allaf. 1999. Effect of Compressed Carbon Dioxude on Microbial Cell Viability. Appl Enviro Microb 65(2): 626-631. Dewan Gula Indonesia. 2004. Restrukturisasi Gula Indonesia . Publikasi DGI dan Bahan Diskusi Reformasi Gula Indonisia. Jakarta. Dillow, K. A., F. Denghani, J. S. Hrkach, N. R. Foster and R. Langer. 1999. Bacterial Inactivation by Using Near and Supercritical Carbon Dioxide. Proc Natl Acd Sci USA 96:10344-10348. Ebel, C., H. Eisenberg, and R. Ghirlando. 2000. Interactions. Biophys J 78: 385-393.
Probing
Protein–Sugar
Eusebio, A., M. Mateus, L. Baetha, E. Almeida and J.C. Duarte. 2005. Micraflora Evaluation of Two Agro-industrial Effluents Treated by the JACTO Jet-Loop Type Reactor System. Water Sci Tech 51(1):107-112.
Fadavi, A and Y. Chisti. 2005. Gas-Liquid Mass Transfer in Novel Forced Circulation LoopReactor. Chem Eng J 112(2005):73-80. Fatt, I., C. J. Giasson and T. D. Mueler. 1998. Non-Steady-State Diffusion in a Multilayered Tissue Initiated by Manipulation of Chemical Activity at the Boundaries. Biophys J 74:475-486. Filho, U. C., C. E. Hori and E. J. Ribero .1999. Influence of the reaction product in the inversion of sucrose by invertase. Brazilian J Chem Eng 16(2). Geankoplish, C. J. 1983. Transport Processes and Unit Operations. Ally & Bacon, Massachusetts. Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Agro Industri Press. Jurusan Teknologi hasil Pertanian. FATEMETA. IPB. Bogor Haagsman, H. P. 1998. A Spreading Technique for Forming Film in a Captive Bubble. Biophy J 75:2229-2239. Hartoto, L dan I. Sailah. 1992. Sistem Bioreaktor. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB. Bogor. Jackson, E. B. 1995. Sugar Confectionery Manufacture. 2nd. Cambridge University Press. Cambridge James, C. P and M. Chen. 1985. Cane Sugar Handbook. John Wiley & Sons. New York. Kully, J. 2003. Modeling Enzymes Inhibition During Microparticles Formation. Nonlinear Analysis: Modeling and Control 8(2): 65–70. Legaz, M., A. Roberto, and V. Carlos. 2000. Binding of Soluble Glycoprotein from Sugarcane Juice to Cell of Acetobacter diazotrophicus. Int J Microbiol 3:177-182 . Lingle, S. E. 2004. Effect of Transient Temperature Change on Sucrose metabolism in Sugar Cane Internodes. J Am Soc Sugar Cane Technologist. Liu, G. and G. M. Evans. 2003. Gas Entrainment and Gas Holdup in Confined Plunging Liquid Jet Reactor. Dept. Chemical Engineering, University of Newcastle. Rahman, M. S. M. M., P. Kumar Sen, and M. F. Hasan. 2004. Purification and Characterization of Invertase Enzyme from Sugarcane. Pakistan J Bio Sci 7(3):340-345. Mangunwijaya, D. dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mardianto, S., P. Simatupang, P. U. Hadi, H. Mallian dan A. Susmiadi. 2005. Peta Jalan (Road Map) dan Kebijakan Pengembangan Industri Gula Nasional. Forum penelitian agro ekonomi 23(1):19-37. McCabe, W. L., J. C. Smith and P. Harriot. 1985. Operasi Teknik Kima. E Jasjfi. penerjemah; Jakarta, Erlangga. Terjemahan dari: Unit Operation of Chemical Engineering. Miller, G.L. 1959. Use of Dinitrosalycilic Acid Reagent for Determination Reducting Sugar. Anal Chem 31:426-428. Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Penerbit ITB. Bandung. Otake, T., S. Tone, R. Kuboy, Y. Yakashi and K. Nakao. 1981. Dispersion of gas by a Liquid-jet Ejector. Engineering International Chemical 21(1): 72-80. Palmer, T. 1985. Understanding Enzyme. Ellis Horwood. Chicheter. Pancoast, H. M. and W. R. Junk. 1980. Handbook of Sugar. AVI Publishing Company. Westport America. Paustian, T. 2007. Environmental effect on growth. The World of Microbes. www.google.com (25 Maret 2007). Perry’s. 1999. Chemical Engineering Handbook. Mc Graw Hill. Petruccioli, M., J. C. Duarte, A. Eusebio and F. Federici. 2002. Aerobic Treatment of Winery Wastewater Using a Jet-Loop Activated Sluge Reactor. Process Biochem 37: 821-829. Putz, G., M. Walch, M. Van Eijk and H. P. Haagsman. 1998. A Spreading Technique for Forming Film in a Captive Bubble. Biophys J 75:22292239. P3GI. 2001. Studi Konsolidasi Pergulaan Nasional. Kerja sama Ditjen Bina Produksi Perkebunan dengan P3GI. Pasuruan. Rodrigues, M. I., R. M. Filho, and F Maugeri. 1993. Optimization of a Process of Continous Enzyme Purification by Surface Response Analysis. Food Control 4(3). Schafer, E. W., J. M. Rohwer and F. Botha. 2004. A Kinetic Study of Sugarcane Sucrose Synthase. Evr J Biochem 271: 3971-3977. Shaper, R., A. B. de Haan and J. Smith. 2000. Temperature Effect on the Gas Hold-up in Agitated Vessel. University of Surrey, Guildford.
Shimoda, M, H. Kago, N. Kojima, M. Miyake, Y. Osajima and I. Hayakawa. 2002. Accelerated Death Kinetics of Aspergillus niger Spore Under Height-Pressure Carbonation. Appl Environ Microbiol 68(8):4162-4167. Shirsat, S., A. Mandal, G. Kundu and D. Mukherejee. 2003. Hydrodynimic Studies on Gas–Liquid Downflow Bubble Column with Non-Newtonian Liquids. Departement of Chemical Engineering, Indian Institute of Technology, Kharagpur. Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU IPB. Bogor. Vorster, D. J and F.C. Botha. 1998. Partial Purification and Characterization Sugarcane Neutral Invertase. J Phytochemistry 49(3): 651-655.
of
Watanabe, T., S. Furukawa, J. Hirata, T. Koyama, H. Ogihara and M. Yamasaki. 2003. Inactivation of Geobacilus Stearothermophilus Spore by HighPressure Carbon Dioxide Treatment. Appl Environ Microb 69(12): 7124-7129. Zahradnik, J., M. Fialova, V.Linek, J. Sinkule, J. Reznickova, and F. Kastanek. 1997 Dispersion Efficiency of Ejector-type Gas Distributors in Different Operating Modes. Chem Engin Sci 52(24):4499- 4510. Zhu, Y. J, E. Komor and P. H. Moore. 1997. Sucrose Accumulation in Sugarcane Stem is Regulated by the Different between the Activities of Soluble Acid Invertase and Sucrose Phosphate Synthase. J Plant Physiol 115: 609-616.
Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel Gula A. Penentuan Kandungan Sukrosa dan Gula Invert dengan HPLC (SNI 01-28921992) Analisa dengan HPLC menggunakan kolom radial-pak silica: Cartrigde (10 cm x 8 mm I.D) yang dikompresi dengan waters RCM – 100 (Radial Compression Module) 1. Dibuat larutan baku dari jenis gula yang akan dianalisis dengan konsentrasi 2% 2. Larutan baku diinjeksi dalam kolom lebih kurang 2 ml. 3. Dibuat pereaksi untuk mengkondisikan kolom silika dengan mencampurkan 5 vial (20 ml)pereaksi SAM i kedalam campuran asetonitril/air (385/15). 4. Fase bergerak dibuat dengan mencampurkan 1 vial pereaksi SAM I ke dalam campuran asetronitril/air (770/210). 5. Disiapkan beberapa standar gula dan dianalisis masing-masing senyawa untuk menetapkan waktu retensinya. 6. Kemudian dibuat suatu larutan baku campuran, campuran standar ini yang kemudian digunakan untuk keperluan analisa kuantitatif. 7. Sebelum diinjeksi ke dalam kolom, baik larutan baku maupun larutan contoh harus terlebih dahulu melalui penyaringan membran dengan ukuran 0,45 µm. 8. Kandungan gula dalam larutan contoh dihitung dengan cara membandingkan luas puncak masing-masing jenis gula yang dihasilkan oleh contoh terhadap luas puncak yang dihasilkan pada campuran standar. B. Nilai pH (Apriyantono 1989) Penguran pH dengan pH meter terlebih dahulu harus dilakukan standarisasi pH meter dengan menggunakan larutan buffer. Buffer yang digunakan untuk menstandarisasi tergantung pH sampel yang akan diukur. Setelah distandarisasi, nilai pH diukur dengan langkah-langkah: 1. Suhu nira diukur dan diset pengatur suhu pH-meter 2. pH meter dinyalakan dan biarkan stabil (15 - 30 menit) 3. Elektroda dibilas dengan sampel atau aquades dan dikeringkan
4. Elekktroda dicelupkan ke dalam sampel nira dan dibiarkan beberapa saat sampai pembacaan stabil 5. pH sampel nira dicatat C. Penentuan Polarisasi (%) dengan Polarimeter, (SNI 01-3140-2001) Polarisasi menunjukkan kadar sukrosa yang ada dalam nira, polarisasi diukur dengan polarimeter. Kadar Sukrosa (% polarisasi) terkoreksi pada suhu 20oC adalah P20: P20 =
( Pt − Po )Q20 {1 + c(t − 20) + 0,000144(t − 20)} (Qt − Po )
Pt = pembacaan polarimeter pada suhu ruangan Po = pembacaan polarimeter tabung polarimeter kosong pada suhu ruangan t oC Qt = pembacaan polarimeter dari kwarsa penguji pada suhu t oC Q20 = pembacaan polarimeter (sertifikat) dari kwarsa penguji pada suhu 20oC t
= suhu ruangan polarimeter
c
= faktor tabung polarimeter
1. 100 ml nira dipipet kemudian dimasukkan dalam labu takar 100 ml, ditambahkan kedalamnya 5 ml Pb asetat dan 5 ml aquades 2. Labu digoyang agar tercampur merata, kemudian disaring 3. Nira hasil saringan dimasukkan dalan tabung polarimeter dan dibaca skala pada sacharimeter 4. Dicatat pemutaran bidang polarisasi, dan dicocokkan dengan daftar briks. D. Total Asam (AOAC 940.15,1995) 1. 600 ml aquades ditempatkan pada beakerglass 800 ml, ditambahkan 1 ml indikator PP 2. Larutan dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berubah menjadi warna merah muda 3. Selanjutnya ditambahkan 5-20 ml contoh dan dititrasi dengan NaOH hingga berubah menjadi warna merah muda 4. Jumlah asam dihitung sebagai g/100 ml sampel.
E. Kadar Gula Pereduksi (DNS) ( Miller 1959) 1. 1 ml contah ditambahkan 3 ml DNS, kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 95oC selama 5
menit hingga menghasilkan warna merah
kecoklatan, kemudian dibiarkan dingin sampai suhu ruang. 2. Sampel diencerkan sampai bisa diukur pada kisaran 20%-80% T pada panjang gelombang 550 nm, menggunakan spektrofotometer. 3. Sebagai blanko digunakan air. 4. Konsentrasi gula pereduksi diperoleh dari kurva standar glukosa-fruktosa. F. Penentuan Sukrosa dengan Menggunakan Refraktometer (SNI 01-3140-2001) 1. Sebelum pengukuran, dialirkan air pengontrol pada suhu 20 oC melalui mantel prisma pada waktu ± 5 menit supaya terjadi kesetimbangan suhu. 2. Satu tetes air dipindahkan ke prisma refraktormeter, untuk menentukan titik nol. 3. Kemudian atur suhu sampel pada kisaran suhu 18 oC sampai 28 oC. 4. Nira diteteskan pada kaca prisma refraktometer dan dibiarkan menyebar, kemudian secepatnya prisma ditutup. 5. Alat diatur sehingga putaran skala brix berada pada batas gelap dan terang tepat pada perpotongan tanda silang. 6. Untuk mendapatkan pembacaan terkoreksi digunakan beberapa skala koreksi.
Lampiran 2 Data Geometri Reaktor, Sifat Fisik Nira Tebu dan Gas Nitrogen dM = hm = dc = dn = A = µl ρl σl g ρg µg
= = = = = =
diameter leher tinggi efektif kolom diameter kolom diameter nozel luas area nozel (inside cross sectional area) viskositas nira densitas nira tegangan permukaan nira ketetapan gravitasi densitas gas nirogen viskositas gas nitrogen
0,015 0,2 0,14 0,005
0,008 m 0,006 m 2 2,34E-03 m2 3,66E-05 m
4,62E-05
0,0125 1052,941 4,91 x10
-2
9,8 1,1375 0,000018
m m m m m2 kg/m.s kg/m3 N/m2 m/s kg/m3 kg/m.s
Dimensi geometris venturi LN
panjang venturi (LV)
= 255 mm
panjang leher venturi (LM) = 75 mm panjang difuser (LD) dM
panjang bagian akhir (LT) = 20 mm LM LD
LT
= 120 mm
diameter Leher (dM)
= 15 mm
diameter inlet gas (dG)
=
diameter nozel (dN)
= 5, 6, dan 8 mm
10 mm
Lampiran 3 Data Gas hold-up dan Konsentrasi Sukrosa dn = 5 mm
Parameter Del. hm hm hl Fraksi gas [sukrosa]
Laju alir cairan (l/min) 25 20 15 Laju alir gas N2 Laju alir gas N2 Laju alir gas N2 (l/min) (l/min) (l/min) 113 813 2406 113 813 2406 113 813 2406 1,3 1,1 1,2 1,3 1,3 1,1 0,6 0,3 0,1 28,3 28,1 28,2 28,3 28,3 28,1 27,6 27,3 27,1 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 0,047 0,040 0,043 0,045 0,044 0,040 0,021 0,009 0,002 13,32 13,28 13,28 13,32 13,28 13,24 13,28 13,2 13,2
dn = 6 mm
Parameter Del. hm hm hl Fraksi gas [sukrosa]
25 Laju alir gas N2 (l/min) 113 813 2406 2,3 2,9 3,1 29,3 29,9 30,1 27,0 27,0 27,0 0,078 0,096 0,102 13,18 13,4 13,4
Laju alir cairan (l/min) 20 15 Laju alir gas N2 Laju alir gas N2 (l/min) (l/min) 113 813 2406 113 813 2406 2,8 2,8 2,7 2,6 2,4 2,4 29,8 29,8 29,7 29,6 29,4 29,4 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 0,092 0,095 0,09 0,086 0,082 0,082 13,4 13,44 13,3 13,34 13,24 13,1
25 Laju alir gas N2 (l/min) 113 813 2406 2,3 1,8 1,2 29,3 28,8 28,2 27,0 27,0 27,0 0,077 0,062 0,043 13,3 13,3 13,2
Laju alir cairan (l/min) 20 15 Laju alir gas N2 Laju alir gas N2 (l/min) (l/min) 113 813 2406 113 813 2406 2,3 1,8 1,6 2,0 2,0 2,0 29,3 28,8 28,6 29,0 29,0 29,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 27,0 0,077 0,062 0,056 0,07 0,068 0,069 13,4 13,3 13,3 13,3 13,3 13,3
dn = 8 mm
Parameter Del. hm hm hl Fraksi gas [sukrosa]
Lampiran 4 Data Perubahan Konsentrasi Sukrosa, pH dan Persentase Asam Reaktor venturi bersirkulasi dengan penghambatan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (menit) 0 10 30 60 90 120 240 420
pH 5,4 5,2 5,0 4,8 4,8 4,6 4,6 4,6
Konsentrasi dalam % Fruktosa Glukosa Sukrosa 0,93 0,80 14,61 1,06 1,28 14,40 1,19 0,73 12,73 1,11 0,81 12,11 1,11 0,84 11,81 1,15 0,73 11,67 1,15 1,01 11,58 1,08 0,73 10,83
% asam 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11 0,12 0,12
Reaktor tangki berpengaduk tanpa penghambatan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (menit) 0 15 30 60 90 120 240 420
pH 5,4 5,2 4,5 4,3 4,3 4,3 3,8 3,8
Konsentrasi dalam % Fruktosa Glukosa Sukrosa 0,97 0,68 14,61 0,73 0,73 13,03 0,80 0,80 12,11 0,84 0,84 11,81 1,09 1,09 11,58 1,81 1,08 11,58 1,27 0,98 11,51 1,03 0,68 10,23
% asam 0,10 0,11 0,13 0,13 0,15 0,15 0,19 0,19
Lampiran 5 Kebutuhan Energi Pada Reaktor Venturi Bersirkulasi Jumlah venturi yang digunakan 5 buah dalam satu tangki Kapasitas nira 8000 kg Laju alir nira tiap venturi 25 l/min Laju alir total nira 125 l/min Luas area nozel 6 mm 0,0004 ft2 Untuk 5 buah venturi 0,002 ft2 Kecepatan alir nira 36,80 ft/det Asumsi: Pb = Pa hf = 0 Zb = 10 ft = 3 m (tinggi dari isapan pompa ke keluaran) Kerja pompa dihitung dengan persamaan Bernoulli:
Wpη =
Pb
ρ
+
gZ b α bVb2 P + + hf − a ρ gc 2 gc
Kerja pompa ( Wpη = ) Densitas nira Laju alir massa Daya pompa yang dibutuhkan
Untuk penghambatan selama 30 menit daya yang diperlukan Harga listrik per kWh Cost energi untuk tangki 8000 kg selama 30 menit Cost energi perkilogram nira Harga sukrosa (raw sugar) per kg Sukrosa yang dapat dihambat - Dengan penghambatan (RVB) - Tampa penghambatan (CSTR) Penghematan per kilogram nira Total penghematan setelah dikurangi energi Untuk 8000 kg nira
31,04 1052,8 65,67 4,86 0,46 0,5 0,37
ft-lbf/lb kg/m3 lb/ft3 lb/det 2,204106 hp hp kW
0,185 kW US$ 0,1 US$ Rp Rp Rp 12,73% 12,11% Rp
0,019 166,5 0,02 4500
$ $ Rp
27,90
Rp 27,88 Rp 223.040,00