KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR
Oleh DWI CAHYO NUGROHO F34101040
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh DWI CAHYO NUGROHO F34101040
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Dwi Cahyo Nugroho F34101040
Dilahirkan pada tanggal 02 November 1983 di Purworejo
Tanggal Lulus : 26 September 2007
Disetujui, Bogor, 28 November 2007
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi Dosen Pembimbing II
3
DWI CAHYO NUGROHO. F34101040. Study on The Influences of Dextranase Dose and Incubation Time to The Degradation of Dextran in Delayed-Milling Cane Juice on Burnt-Cane Harvesting System. Under Supervision of Khaswar Syamsu and Titi Candra Sunarti. 2007.
ABSTRACT
More than 50% of sugar cane harvesting in the world still count on harvesting by burning. Sugar cane burning is an effective way in managing yields of manual cutting, machinery cutting, also clean sugar cane distribution to the mills. However, this harvesting system is known as the main cause of increasing amount of dextran in the cane juice. Dextran is a glucose polymer compound being resulted from sucrose synthesis by Leuconostoc mesenteroides bacteria. According to Cuddihy et al. (1999), the availability of dextran in the phase of sugar cane harvesting and in each parts of sugar production process has a potential to cause significant sucrose (sugar) loss. High dextran content may cause Rp 1.3 to 2.6 billions of financial loss in a factory with 4000 tons of cane milling capacity per day in 150 days processing season. According to Sumarno and Mochtar (1993), dextran may technically obstructs the extraction process, viscocity increasing of cane juice and cookings, obstruction on crystal formation and sedimentation, also abnormal crystal formation, i.e. elongated form. Unproportional sugar milling capacity with abundance amount of sugar cane has often delayed sugar cane milling period. This lateness of milling will add to decay of cane juice along with the increasing of dextran amount either on the field, on distribution or on production (Cuddihy et al., 1999). This research is aimed to study the influences of dextranase dose and incubation time to dextran degradation of delayed milling sugar cane juice in burnt cane harvesting system. The coverages of this study are characterization of delayed-milling burnt-cane juice, characterization of dextranase being used, and to determine the dextranase dose and incubation time on dextran degradation. The results of analysis on burnt-cane milling delayement (in 0, 12, 24, and 48 hours) signifies that cane juice has the juice volume yield about 48.46-39.34%, 2.5x104 57.5x104 colonies of bacteria, 177.14-284.29 ppm of dextran level, and mixed interaction pattern between growth of Leuconostoc mesenteroides bacteria and dextran formation. In 48 hours of milling delayement, dextran level has gone above the limit of allowance, i.e. 250 ppm. In this condition, cane juice has juice volume yield of 39.34±4.55%, dextran level of 284.29±2.02 ppm, 5.75x105 ± 1.344x105 colonies of bacteria, TSS 14.39±0.05 obrix at 25°C temperature, 1.41±0.02 cP viscocity, 207.84±19.00 mg/ml total amount of sugar, 14.15±0.29 mg/ml of reducing sugar, 193.70±15.33 mg/ml of sucrose level, 26±0.82°C temperature, and 5.4±0.01 pH level. The dextranase being used is endodextranase. The results of characterization has denoted that this dextranase has 248.66 UD/ml activity, specific activity of 73.13 UD/mg protein and optimum temperature of 50oC.
4
Degradation of dextran is undertaken by adding dextranase into burnt-cane juice at 48 hours of milling delayement by using dose of 0 UD/l juice, 80 UD/l juice, 100 UD/l juice, and 120 UD/l juice at 0, 30, 60, and 90 minutes incubation time. The combination of treatment yields about 13.784-13.352 mg/ml glucose of reducing sugar level, 0.037-9.31 mg/ml glucose of degraded dextran, 0.875-1.431 cP of viscocity, 13.25-14.45 obrix of TSS, 5.28-5.38 pH level, and 188.63-231.19 mg/ml glucose of total amount of sugar. The result of variance examination test signifies that combination of enzyme dose treatment and incubation time gives significant influence to reducing sugar, viscocity, and degraded sugar. Meanwhile there is no significant difference on TSS and pH level. The best dextran degradation treatment combination on burntcane juice at 48 hours of milling delayement is obtained by dose addition in the amount of 100 UD/l juice and in 60 minutes incubation time. The combination of treatment yields about 23.352 mg/ml glucose of reducing sugar and 9.311 mg/ml glucose of degraded dextran. The ratio of substrat-enzyme in this condition is 0.0014 ml enzyme/ppm of dextran.
5
DWI CAHYO NUGROHO. F34101040. Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu dan Titi Candra Sunarti. 2007.
RINGKASAN
Lebih dari 50% pemanenan tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran. Pembakaran tebu merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan penebangan mesin serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Namun, sistem penebangan ini diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada gula tebu. Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa hasil dari sintesis terhadap sukrosa oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides. Menurut Cuddihy et al. (1999), adanya dekstran pada tahap pemanenan tebu dan setiap bagian proses produksi gula berpotensi pada kehilangan sukrosa (gula) yang signifikan. Kandungan dekstran yang tinggi dapat menyebabkan kerugian keuangan mencapai 1.3 - 2.6 milyar pada pabrik berkapasitas giling 4000 ton/hari dengan masa giling 150 hari. Menurut Sumarno dan Mochtar (1993), secara teknis dekstran menyebabkan penghambatan proses ekstraksi, peningkatan viskositas nira dan masakan, penghambatan pembentukan dan pengendapan kristal, serta pembentukan kristal yang abnormal yaitu berbentuk memanjang. Kapasitas giling pabrik gula yang tidak sebanding dengan jumlah tebu yang melimpah seringkali menyebabkan terjadinya penundaan masa giling tebu. Keterlambatan penggilingan ini menambah kerusakan nira seiring dengan peningkatan jumlah dekstran selama di lahan, pengiriman dan produksi (Cuddihy et al., 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran dalam nira tebu tertunda giling pada sistem tebang tebu bakar. Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakterisasi nira tebu bakar tertunda giling, karakterisasi dekstranase yang digunakan, serta penentuan dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran. Hasil analisa pada penundaan giling tebu bakar (0, 12, 24, dan 48 jam) menunjukkan bahwa nira memiliki rendemen berkisar antara 48.46-39.34%, jumlah bakteri 2.5x104 57.5x104 koloni, kadar dekstran 177.14-284.29 ppm, dan pola hubungan yang terjadi antara pertumbuhan bakteri Leuconostoc mesenteroides dan pembentukan dekstran menunjukkan pola campuran. Pada masa tunda giling 48 jam kadar dekstran telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu sebesar 250 ppm. Pada kondisi tersebut nira memiliki rendemen 39.34±4.55%, kadar dekstran 284.29±2.02 ppm, jumlah bakteri 5.75x105 ± 1.344x105 koloni, TSS 14.39±0.05 obrix pada suhu 25°C, viskositas 1.41±0.02 cP, total gula 207.84±19.00 mg/ml, gula pereduksi 14.15±0.29 mg/ml, kadar sukrosa 193.70±15.33 mg/ml, suhu 26±0.82°C, dan pH 5.4±0.01. Dekstranase yang digunakan merupakan endodekstranase. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa dekstranase ini memiliki aktivitas 248.66 UD/ml, aktivitas spesifik 73.13 UD/mg protein dan suhu optimum 50oC.
6
Degradasi dekstran dilaksanakan dengan menambahkan dekstranase ke dalam nira tebu bakar tertunda giling 48 jam menggunakan dosis 0 UD/l nira, 80 UD/l nira, 100 UD/l nira, dan 120 UD/l nira dengan waktu inkubasi 0 menit, 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Kombinasi perlakuan tersebut menghasilkan kadar gula pereduksi berkisar 13.784-13.352 mg/ml glukosa, dekstran terdegradasi 0.037-9.31 mg/ml glukosa, viskositas 0.875-1.431 cP, TSS 13.25-14.45 obrix, pH 5.28-5.38, total gula 188.63-231.19 mg/ml glukosa. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi memberikan pengaruh nyata terhadap gula pereduksi, viskositas dan dekstran terdegradasi, sedangkan pada TSS dan pH tidak berbeda nyata. Kombinasi perlakuan terbaik degradasi dekstran pada nira tebu bakar tertunda giling 48 jam adalah dengan penambahan dosis sebesar 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit. Kombinasi perlakuan ini menghasilkan rata-rata kadar gula pereduksi sebesar 23.352 mg/ml dan dekstran terdegradasi sebesar 9.311 mg/ml. Perhitungan rasio enzim-subtrat pada kondisi ini sebesar 0.0014 ml enzim/ppm dekstran.
7
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul ”Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, November 2007
Dwi Cahyo Nugroho F34101040
8
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis bernama Dwi Cahyo Nugroho, dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 02 November 1983. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sugiyanto dan Ibu Siti Siyamsih. Pada tahun 19881989, penulis mengawali pendidikannya di TK Tunas Muda Purworejo, kemudian melanjutkan pendidikan formal di SD Negeri Lugu, Purworejo pada tahun 19891995. Penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 1 Kutoarjo pada tahun 19951998, kemudian melanjutkan sekolah ke SMU Negeri 2 Purworejo pada tahun 1998-2001. Pada tahun 2001, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB melalui jalur USMI. Selama kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) pada tahun 2001-2003, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) BKIM IPB pada tahun 2001-2003, dan DKM Al Fath Fateta pada tahun 2002-2006. Selain itu, penulis juga turut serta dalam kegiatan kepanitiaan baik lokal maupun nasional. Pada tahun 2004, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT Tonga Tiur Putra, Rembang
Jawa Tengah yang bergerak di industri pengolahan ikan.
Selama Praktek Lapang, penulis mengkaji aspek-aspek proses produksi pengalengan rajungan (Portunus pelagicus) di perusahaan tersebut. Pada tahun 2006-2007, penulis melaksanakan tugas akhir yang berupa penelitian di Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB di bawah bimbingan Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. Hasil penelitian tersebut ditulis dalam bentuk skripsi yang berjudul Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar .
9
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berbentuk skripsi. Shalawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Skripsi yang berjudul Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Selama penyelesaian tugas akhir, penulis menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing penulis selama kuliah hingga pelaksanaan tugas akhir. 2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan tugas akhir. 3. Ir. Faqih Udin, MSc. selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberi saran dan perbaikan dalam penulisan skripsi. 4. Kedua orang tua, kakak, dan Cahayaku tercinta yang telah memberikan motivasi dan doa selama penulis menempuh dan menyelesaikan masa belajar di IPB. Terima kasih atas tetesan air mata dalam doa malammu. 5. Seluruh staf pengajar, karyawan dan laboran departemen TIN, staf, karyawan IPB yang telah membantu selama pelaksanaan tugas akhir. 6. Keluarga besar TIN 38 atas kebersamaannya. Spesial untuk Wawan M., Anas B, Dhani S., Ardianto M., Winanda, dan Ria S. 7. The Gang (Abe Ngobrol Boy, Rifki Molor Boy, Firman.com), Wiwin, Seno Satrio, Hendro, Sita, Mbak Fitri, Fifi, dan Tarwin atas kebersamaan dalam berbagi suka dan duka selama penelitian di laboratorium.
8. Sahabatku (Adzwar, Azmidi, Asep Supriatna, Anang, Deni Ejar, dan Anas Khoir) dan Mas-mas (Choleed, Jamil, Aji Wijaya, Ihsan Big Tummy, dan Mas Roy) atas makna sebuah persaudaraan, R & J Crew (Rahmad, A_Soe Bani, Mr. Day_at, dan Huda) atas kebersamaan dalam griya asri, The Guru (Taqiyuddin An Nabhani, Ust. Anto, Rizal T., Fahrudin, Firdaus, dan Agung S.) atas sebuah perubahan, NC Crew (Lam She, Bambs, Pakde, Ariev, dan D Coy) sebagai sang pewaris, Nishya atas sebuah kenangan, Mbak Aris dengan nasehat malammu, eks GAMAPURI (Mb Ren C, Dian S, Anton, Purwo, Dika, Malik, Umam, Didik, Try Su, Fiena, Ririn, Iik, dan Adah), dan para pengusung Revolusi Putih. 9. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengharapkan masukan dan arahan dari semua pihak. Semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2007
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1 B. TUJUAN PENELITIAN ........................................................................ 3 C. RUANG LINGKUP............................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEBU ................................................................................................... 4 B. SISTEM TEBANG TEBU BAKAR ...................................................... 4 C. Leuconostoc mesenteroides ...................... .............................................. 6 D. DEKSTRAN.......................................................................................... 7 E. DEKSTRANASE................................................................................... 9
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................ 10 B. METODE PENELITIAN ...................................................................... 10 1. Karakterisasi Nira Tebu Bakar Tertunda Giling ................................. 10 a. Analisa Rendemen Nira ............................................................... 11 b. Analisa Pertumbuhan Bakteri (L. mesenteroides) ......................... 11 c. Kadar Dekstran (Dekstran yang Terbentuk) ................................. 11 2. Karakterisasi Dekstranase ................................................................. 11 a. Suhu Optimum ............................................................................. 11 b. Aktivitas Dekstranase................................................................... 11 c. Pendugaan Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase ...................... 12
3. Degradasi Dekstran Dalam Nira........................................................... 12 B. RANCANGAN PERCOBAAN ............................................................. 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK NIRA ..................................................................... 16 1. Rendemen Nira.................................................................................. 17 2. Pola Pertumbuhan Bakteri dan Kadar Dekstran ................................. 18 3. Nira Tertunda Giling ......................................................................... 22 B. KARAKTERISTIK DEKSTRANASE .................................................. 25 C. PENGARUH PENAMBAHAN DEKSTRANASE................................. 28 1. Gula Pereduksi .................................................................................. 29 2. Dekstran Terdegradasi....................................................................... 31 3. Viskositas ......................................................................................... 34 4. TSS (oBrix) ....................................................................................... 36 5. pH ..................................................................................................... 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ..................................................................................... 40 B. SARAN ................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42
LAMPIRAN .................................................................................................... 47
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur dekstran dengan ikatan ikatan -1,6, -1,4-glikosidik ........ 8 Gambar 2. Diagram alir penelitian..................................................... ................ 14 Gambar 3. (a) Proses pembakaran tebu; (b) Tebu bakar potong ........................ 16 Gambar 4. Perubahan rendemen nira tertunda giling ........................................ 17 Gambar 5. Pertumbuhan bakteri dalam nira tertunda giling .............................. 18 Gambar 6. Perubahan ukuran sel bakteri dalam nira tebu bakar tertunda giling 24 jam yang dikelilingi oleh dekstran pada : a. 0 menit, b. 5 menit, c. 10 menit, dan d. 15 menit. ......................................... 20 Gambar 7. Kurva hubungan pertumbuhan bakteri terhadap dekstran nira tertunda giling.......................................................................... 21 Gambar 8. Perubahan kadar dekstran nira tertunda giling ................................. 24 Gambar 9. Mekanisme degradasi dekstran tipe endodekstranase dan eksodekstranase (Larsson, 2000).................................................... 26 Gambar 10. Aktivitas enzim relatif (%) pada berbagai perlakuan suhu ............... 27 Gambar 11. Karakteristik degradasi dekstran T2000 pada berbagai kombinasi dosis dekstranase dan waktu Inkubasi.............................................. 28 Gambar 12. Perubahan gula pereduksi nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim............... 30 Gambar 13. Perubahan dekstran terdegradasi nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim.............................................................................................. 33 Gambar 14. Perubahan viskositas nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim........ ....... 35 Gambar 15. Perubahan TSS nira tebu bakar tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim............... 37 Gambar 16. Perubahan pH nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim ................................... 38
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi Nira Tebu.......................................................................... 4 Tabel 2. Pertumbuhan bakteri dan kadar dekstran nira tertunda giling 48 jam... 21 Tabel 3. Karakteristik nira tertunda giling 48 jam............................................. 23
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Prosedur penelitian......................................................................... 47 Lampiran 2. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan aktivitas dekstranase Pada berbagai perlakuan suhu ........................................................ 51 Lampiran 3. Perhitungan perubahan kadar dekstran selama degradasi dekstran T2000 (Sigma) menggunakan dekstranase........................ 52 Lampiran 4. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh dosis enzim danwaktu inkubasi terhadap persentase dekstran pada karakteristik dekstran T2000 ................................................ 53 Lampiran 5. Hasil analisa kadar gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi............................................................................... 55 Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi terhadap parameter uji gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH............................... 57 Lampiran 7. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh dosis dekstranase, lama waktu inkubasi, serta interaksi keduanya terhadap parameter uji gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH .............. 59 Lampiran 8. Hasil uji korelasi antar parameter uji gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH.............................. 63 Lampiran 9. Perhitungan rasio dosis enzim dengan kadar dekstran dalam nira ... 64
vii
I.
A.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Proses pembuatan gula dari tebu sering menghadapi beberapa kendala yang disebabkan oleh adanya dekstran dalam nira tebu (Murdiyatmo, 1993). Dekstran merupakan hasil sintesis terhadap sukrosa oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides. Menurut Cuddihy et al. (1999), gula tebu selama di lahan, pengiriman, dan produksi merupakan subyek yang mudah mengalami infeksi mikrobial, terutama oleh Leuconostoc mesenteroides. Adanya dekstran pada tahap pemanenan tebu dan setiap bagian proses produksi berpotensi pada kehilangan sukrosa (gula) yang signifikan. Lebih dari 50% pemanenan tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran (Meyer et al., 2005). Pembakaran tebu (burnt cane) merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan penebangan mesin serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Namun, sistem penebangan tebu bakar diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada nira tebu (Meyer et al., 2005). Dalam pengolahan gula tebu seringkali terjadi penundaan masa giling disebabkan oleh rendahnya kapasitas giling pabrik gula yang tidak sebanding dengan jumlah tebu yang melimpah. Keterlambatan penggilingan ini semakin menambah kerusakan nira tebu seiring dengan meningkatnya jumlah dekstran dalam nira (Cuddihy et al., 1999). Tingginya kadar dekstran dalam nira tebu sangat merugikan dalam industri gula baik secara teknis maupun ekonomis. Secara teknis adanya dekstran
menyebabkan terhambatnya
proses ekstraksi,
peningkatan
viskositas nira dan masakan, penghambatan proses pembentukan dan pengendapan kristal, serta pembentukan kristal yang abnormal yaitu berbentuk memanjang (Sumarno dan Mochtar, 1993). Peningkatan viskositas nira dan masakan akan sangat berpengaruh langsung terhadap
beban tenaga penggerak dan menurunkan kapasitas giling sampai 20-30%. Tingginya viskositas akan mempengaruhi semua bagian instalasi dalam industri gula (Mochtar, 2005). Kerugian keuangan yang disebabkan oleh kandungan dekstran yang tinggi dalam nira pada pabrik dengan kapasitas giling 4000 ton/hari dengan masa giling 150 hari dapat mencapai 1.3-2.6 milyar rupiah. Besarnya kerugian ini menunjukkan bahwa dekstran memiliki pengaruh dan resiko ekonomis yang tinggi, khususnya terhadap nilai rendemen dan kualitas gula (Mochtar, 1995). Metode fisik seperti ultrafiltrasi, dialisis dan reverse osmosis sangat berguna untuk mengatasi permasalahan ini, tetapi sampai saat ini teknologi tersebut belum dikembangkan untuk pengaplikasian secara ekonomis pada proses pengolahan gula.
Satu-satunya metode yang dapat diaplikasikan
sampai saat ini di industri gula adalah hidrolisis enzimatik dari dekstran (Jimenez, 2005). Dekstranase EC 3.2.1.11 ( -D-1,6-glukan-6-glukanohidrolase) adalah enzim yang menghidrolisis sebagian besar ikatan -1,6 pada polisakarida dekstran, memecah ikatan ini menjadi molekul oligosakarida yang lebih kecil (Jimenez, 2005). Secara khusus, dekstranase memecah dekstran dengan berat molekul yang tinggi menjadi lebih kecil sehingga mengurangi viskositas sirup, maskuit dan molases. Penggunaan dekstranase diharapkan dapat menurunkan viskositas nira sehingga mempercepat waktu pemasakan dan aliran produk yang melewati unit penguapan menjadi lebih lancar. Selain itu, kristal gula yang terbentuk menjadi lebih cerah dan tidak memanjang. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan rendemen dan kualitas gula. Penambahan dekstranase dilakukan ketika kadar dekstran dalam nira tebu mengganggu proses produksi. Untuk mendapatkan hasil terbaik dalam aplikasinya, maka perlu dikaji pengaruh dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran dalam nira tebu bakar tertunda giling.
2
B.
TUJUAN Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mengkaji pengaruh dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap kemampuan degradasi dekstran dalam nira tebu bakar tertunda giling.
C.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian yang dilaksanakan meliputi karakterisasi nira tebu bakar tertunda giling, karakterisasi dekstranase yang digunakan, serta penentuan dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran.
3
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
TEBU Tebu merupakan jenis tanaman unggulan dari genus Saccharum. Saccharum officinarum merupakan varietas yang dikembangkan untuk digunakan
pada
produksi gula
(sukrosa)
komersial.
Tebu
selain
mengandung sukrosa dan berbagai zat gula yang mereduksi, juga mengandung serat, zat bukan gula, dan air (Moerdokusumo, 1993). Komposisi nira tebu disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nira Tebu Komponen Nira Air Sukrosa Gula Pereduksi Zat Anorganik Zat Organik
Kadar (%) 77-88 8-21 0.3-3 0.2-0.6 0.5-1
(Goutara dan Wijandi, 1985) Pematangan tebu bisa didefinisikan sebagai akumulasi gula sejak tahap pertumbuhan yang digunakan untuk mendefinisikan sukrosa pada batang. Hal ini biasanya berhubungan dengan kemurnian sukrosa dan serat yang diikuti dengan menurunnya sukrosa serta meningkatnya keasaman pada sirup gula (Fauconnier, 1993). Menurut Moerdokusumo (1993), setelah ditebang sebaiknya tebu diangkut secepat mungkin ke pabrik untuk segera digiling dalam 24 jam, sebab bila ditahan lebih lama lagi akan menurunkan kualitas sejalan dengan aktifitas respirasi dan penguraian sukrosa yang berlanjut pada penurunan kandungan gulanya.
B.
SISTEM TEBANG TEBU BAKAR Menurut Mindrayani (2002), metode pelaksanaan penebangan tebu ikat terdiri dari penebangan tebu hijau (green cane) dan tebu bakar (burnt cane). Penebangan tebu hijau merupakan sistem tebang yang dilakukan tanpa perlakuan pendahuluan berupa pembakaran, sedangkan tebu bakar
merupakan metode tebang tebu yang diberi perlakuan pembakaran (pendahuluan) untuk memudahkan penebangan serta mengurangi sampah. Menurut Meyer et al. (2005), lebih dari 50% produksi tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran. Pembakaran tebu merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan penebangan mesin yang tinggi serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Bouvet et al. (1988) menyatakan bahwa metode paling baik dalam membersihkan sampah daun adalah dengan pembakaran. Di Indonesia pembakaran tebu merupakan sesuatu yang kontroversial, tetapi dalam pelaksanaannya pembakaran tebu menguntungkan. Menurut Richardson et al. (1914) keuntungan dari pembakaran tebu adalah secara keseluruhan biaya produksi lebih rendah, pemanenan di lapangan lebih efisien, mengurangi jumlah unit pengangkutan pada proses pengangkutan tebu ke pabrik untuk pengolahan, menurunkan jumlah material yang akan diolah di pabrik, dan mempercepat musim panen hingga 10%. Namun, banyak kerugian yang berhubungan dengan proses pembakaran, di antaranya polusi terhadap atmosfir, tanah dan hilangnya air. Pembakaran tebu menyebabkan kerusakan pada batang tebu dan mempercepat pembusukan batang tebu sehingga mempengaruhi kualitas gula. Menurut Meyer et al. (2005) sistem ini diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada gula tebu.
Menurut
Singleton (2005) adanya dekstran menunjukkan indikasi terjadinya kehilangan gula sukrosa. Pembakaran akan melelehkan lapisan lilin pada batang tebu. Pemanasan
yang
hebat
dapat
menyebabkan
kerusakan
jaringan
penyimpanan pada batang tebu. Suatu penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan batang mencapai 400ºC selama 3 detik dan 98ºC pada 1 mm di bawah permukaan batang yang diakibatkan oleh adanya pembakaran (ISSCT, 1997). Terjadinya kerusakan kulit batang tebu memungkinkan bakteri untuk menyerang batang, mendorong semakin cepatnya kerusakan dengan adanya dekstran dan alkohol. Keterlambatan pengiriman memperburuk masalah ini.
5
Jaringan yang hidup di dalam batang tebu mencegah atau menunda kerusakan manakala tebu dipanen tanpa membakar (ISSCT, 1997). Pusat penelitian FSC (Fiji Sugar Corporation) menunjukkan bahwa selama hampir 44 jam setelah pemanenan, mutu tebu hijau dan tebu bakar sama. Penundaan giling melewati 44 jam mempengaruhi kedua-duanya, tetapi setelah periode itu, kerusakan kualitas di dalam tebu bakar lebih cepat (Reddy, 2006). Menurut Lal (2006), pembakaran tebu merugikan pelaksanaan penggilingan dalam dua cara. Pertama, meningkatkan ketidakmurnian pada nira tebu. Kedua, menyebabkan beberapa permasalahan dalam pengolahan tebu, khususnya pada tahap klarifikasi dan tangki pemanasan.
C.
Leuconostoc mesenteroides Menurut Singleton (2005), bakteri memasuki tebu melalui jaringan yang rusak akibat proses penebangan menggunakan mesin, pemotongan, pembakaran, pertumbuhan, pendinginan, penyakit dan hama. Masa tunda dari proses penebangan hingga penggilingan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan peningkatan dekstran yang semakin tinggi, terutama pada kondisi tebu yang basah. Tebu selama di lahan, pengiriman dan produksi merupakan subyek yang mudah mengalami infeksi mikroba, terutama oleh Leuconostoc mesenteroides. Kondisi dingin dan tambahan waktu untuk tahap penyimpanan bisa meningkatkan proses infeksi dan penyusutan terhadap tebu. Adanya dekstran pada proses penebangan tebu menunjukkan potensi hilangnya sukrosa secara signifikan (Cuddihy et al., 1999). Dekstran diproduksi oleh mikroorganisme yang menginfeksi tebu atau hidup pada sukrosa, terutama bakteri dari jenis Leuconostoc dan bakteri lain yang tersebar di dalam tanah (Singleton, 2005). L. mesenteroides termasuk bakteri asam laktat, gram positif, tak berspora, serta merupakan bakteri anaerob fakultatif yang membutuhkan faktor tumbuh (growth factor) komplek meliputi asam amino, peptida, karbohidrat, vitamin dan ion logam (Lonvaud dan Funel, 2000). Sel bakteri ini lebih tahan terhadap keadaan fisik seperti panas, dingin atau radiasi dan bahan kimiawi yang tidak cocok
6
(Stainer et al., 1984) sehingga termasuk bakteri osmofilik yang toleran terhadap konsentrasi gula tinggi (Frazier dan Westhoff, 1978).
D.
DEKSTRAN Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa yang dibentuk, terutama oleh ikatan -1,6 glikosidik dan ikatan percabangan -1,4, -1,3 atau -1,2-glikosidik. Senyawa dekstran mempunyai berat molekul berkisar 105 - 107, larut dalam air, tidak larut dalam etanol lebih dari 50% serta menunjukkan perputaran spesifik ( ) di atas + 120o (Miswar, 1998). Menurut Maurice (1982), istilah dekstran umumnya digunakan untuk kelas D-glukosa polisakarida yang dihasilkan oleh bakteri yang tumbuh pada substrat sukrosa. Bakteri yang mensintesis dekstran terutama dari famili Lactobacteriaceae, genus Leuconostoc, spesies mesenteroides dan dextranicum, spesies ketiga adalah citrovorum tetapi tidak memproduksi dekstran. Tingkatan dekstran pada produksi sirup gula tebu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu (1) dekstran setelah penebangan, (2) dekstran yang terbentuk antara proses penebangan dan penggilingan (selama masa simpan dan tunggu di lahan tebu) serta (3) dekstran yang terbentuk pada proses penggilingan. Tingkat dekstran pada tebu dipengaruhi oleh perencanaan dari pengiriman tebu, kebersihan pada lahan tebu, penggiling dan proses produksinya. Meskipun begitu, ada saatnya masalah cuaca seperti badai dan musim dingin menyebabkan kerusakan pada tebu dan masa tunggu pengiriman yang tidak bisa dihindari. Pada kasus ini, infeksi dan tingkat dekstran semakin tinggi pada tebu sebelum mencapai proses produksi (Cuddihy et al., 1999). Beberapa organisme lain penghasil polisakarida semacam dekstran yaitu
:
Streptococcus
bovis,
Betabacterium
vermiforme,
dan
Streptobacterium dextranicum. Secara umum bakteri ini mempunyai satu karakteristik, yaitu bahwa hanya sukrosa yang cocok sebagai sumber karbohidrat bagi bakteri ini untuk menghasilkan polisakarida. Mekanisme
7
fermentasi dekstran dari sukrosa tidaklah sederhana, dan memungkinkan bermacam penjelasan yang mengemuka. Hasil secara teoritis adalah menjadi 47% dari kandungan sukrosa, akan tetapi dalam praktiknya hanya mencapai level 25-35% (Maurice, 1982). Dekstran biasanya terbentuk dari aksi enzim dekstransukrase pada sukrosa. Struktur dan komposisi dekstran sangat bervarisasi tergantung dari jenis mikroorganismenya dan juga ditentukan oleh kondisi kultivasi seperti konsentrasi sukrosa, pH, suhu dan aerasi (Cuddihy et al., 1999).
CH2
CH2 O
O O
OH
O
OH
CH2
Ikatan -1,6-glikosidik
CH2
OH
OH O OH
O O
CH2
OH
O
CH2
CH2
OH
OH
O
O
OH
O
OH
O
OH
O OH
O
O OH
OH
Ikatan -1,4-glikosidik
Gambar 1. Struktur dekstran dengan ikatan (Robyt, 1995)
-1,6,
-1,4-glikosidik
Dekstransukrase (1,6- -D-glukan-6-glukosil transferase atau 1,3- -Dglukan-3-D-glukosiltransferase atau D-fruktosa-2-glukosiltransferase) dapat mensintesis dekstran dari sukrosa, karena memiliki aktivitas glukotransfer. Aktifitas glukotransfer adalah kegiatan memindahkan gugus OH dengan membentuk glukosida, sehingga akan terbentuk polimer dekstran dengan membebaskan fruktosa (Hasan, 1999).
8
Menurut Hasan (1999), dekstransukrase adalah enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme dan dikeluarkan dari sel. Enzim ini dapat diperoleh dari hasil sentrifugasi, berupa supernatan yang telah dipisahkan dari endapan yang merupakan bagian sel bakteri dari fermentasi sukrosa. Dekstran disintesis dari sukrosa oleh mikroorganisme seperti Leuconostoc mesenteroides atau beberapa spesies Lactobacillus.
Pada
industri gula, dekstran merupakan hasil samping terbesar dari kerusakan tebu.
Dekstran dihasilkan oleh organisme selama waktu tunggu antara
penebangan dan penggilingan tebu. Keberadaan dekstran dalam kekentalan yang tinggi pada nira tebu menyebabkan permasalahan besar selama pengolahan gula, termasuk meningkatan viskositas aliran, menghalangi proses kristalisasi gula, dan menurunkan efisiensi proses klarifikasi (Tilbury dan French, 1974).
E.
DEKSTRANASE Dekstranase merupakan enzim yang secara khusus memecah dekstran dengan berat molekul yang tinggi menjadi lebih kecil di antaranya mengurangi viskositas sirup, maskuit dan molases. Penggunaan dekstranase untuk menurunkan viskositas menyebabkan waktu penguapan menjadi pendek dan aliran produk yang melewati unit penguapan menjadi lebih lancar. Dekstranase bisa sangat ekonomis untuk meringankan berbagai masalah produksi yang berhubungan dengan dekstran (Cuddihy et al., 1999). Enzim ini memotong ikatan-ikatan
-1,6 dari dekstran, dan
membebaskan sedikit isomaltosakarida, dan biasanya 3 sampai 5 unit glukosa. Penambahan dekstranase pada pengolahan gula mengurangi tingginya berat molekul dekstran menjadi molekul-molekul kecil dan tidak memberikan efek merusak (Fulcher dan Inkerman, 1976). Suhu dan pH merupakan faktor yang sangat menentukan aktivitas enzim. Dekstranase beberapa mikroorganisme paling aktif pada pH 4.5 6.5 (Miswar, 1998). Efek dekstranase optimum diperoleh pada suhu 50-60oC. Efisiensi enzim maksimal dengan kecepatan normal terjadi pada pH 5.0 6.0
9
dan terus menurun pada pH di bawah 4.5, terutama bila proses lebih dari 30 menit (CIC, 2002). Aplikasi dekstranase pada pabrik gula untuk mengurangi kandungan dekstran dalam nira memiliki kondisi optimum dekstranase yang sesuai dengan kondisi pH dan suhu nira mentah pabrik gula berkisar 5.0 5.5 dan 50oC (Murdiyatmo et al., 1997 ; Sumarno, 1994).
10
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah nira tebu berumur sekitar 10 bulan dengan sistem penebangan bakar yang berasal dari kebun rakyat di wilayah Bogor, Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan adalah dekstranase Purasil L Plus dari NOVO, Plate Count Agar (PCA), Dekstran p.a T2000 MW 2.000.000 dari bakteri Leuconostoc mesenteroides (SIGMA), bufer sitrat, Trichloro Acetic Acid (TCA), alkohol 96%, fenol, H2SO4 pekat, DNS (Dinitro Salisilic acid), NaOH, serta bahan kimia lainnya. Peralatan yang digunakan adalah mesin giling tebu, peralatan gelas, autoklaf, saringan 150 mesh, inkubator, Quebec colony counter, waterbath, pH-meter, mikropipet, sentrifus, Comecta SA Cannon-Fenske Routine viscometer, spektrofotometer HACH, refraktometer Abbe, serta peralatan lainnya.
B. METODE PENELITIAN 1. Karakterisasi Nira Tebu Bakar Tertunda Giling Tebu ditebang secara manual menggunakan pisau pada bagian bawah. Dalam keadaan utuh, tebu dibakar menggunakan kayu bakar atau daun kering.
Pembakaran dihentikan saat tujuan pembakaran tercapai yaitu
hilangnya sampah atau pengotor (trash) pada batang tebu.
Selanjutnya
dilakukan penundaan giling pada 0, 12, 24, dan 48 jam. Ekstraksi dilakukan di setiap penundaan giling (0, 12, 24, dan 48 jam) menggunakan mesin penggiling tebu. Tebu tertunda giling dipotong-potong menjadi pendek dan tipis untuk memudahkan penggilingan. Penggilingan dilakukan tanpa penambahan air. Selanjutnya nira disaring menggunakan saringan berukuran 150 mesh dan dilakukan analisa. Analisa utama yang dilakukan terdiri dari analisa rendemen, pertumbuhan bakteri (L. mesenteroides) dan kadar dekstran (dekstran yang terbentuk). Analisa saat penundaan giling 48 jam terdiri dari analisa TSS,
viskositas, kadar total gula, kadar gula pereduksi, kadar sukrosa, suhu, dan pH. Prosedur analisa lengkap disajikan pada Lampiran 1. a. Analisa Rendemen Nira Analisa rendemen nira dilakukan untuk mengetahui rendemen nira (b/b). b. Analisa Pertumbuhan Bakteri (L. mesenteroides) Pertumbuhan bakteri (L. mesenteroides) dihitung menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (Apriantono et al., 1989) terhadap sampel nira tebu bakar tertunda giling 0, 12, 24 dan 48 jam. Prosedur analisa pertumbuhan bakteri disajikan pada Lampiran 1. c. Kadar Dekstran (Dekstran Yang Terbentuk) Dekstran yang terbentuk diukur menggunakan metode kabut (Mochtar, 1995). Pengukuran dilakukan pada nira tebu bakar tertunda giling 0, 12, 24 dan 48 jam. Prosedur analisa dekstran disajikan pada Lampiran 1.
2. Karakterisasi Dekstranase a. Suhu Optimum Penentuan suhu optimum dekstranase dilakukan menggunakan metode uji aktivitas enzim yang dilakukan Madhu et al. (1984). Sebanyak 2 ml dekstran T2000 (SIGMA) konsentrasi 300 ppm di dalam bufer sitrat pH 5.4 diinkubasi bersama dengan 1 ml dekstranase pengenceran 500 kali selama 15 menit pada suhu 30, 40, 50, dan 60°C. Pengukuran gula pereduksi yang terbentuk dilakukan menggunakan metode DNS. Prosedur analisa kadar gula pereduksi disajikan pada Lampiran 1. b. Aktivitas Dekstranase Penentuan aktivitas dekstranase dilakukan menggunakan metode uji enzim yang dilakukan Madhu et al. (1984). Sebanyak 2 ml dekstran T2000 (SIGMA) konsentrasi 300 ppm di dalam bufer sitrat pH 5.4 diinkubasi bersama dengan 1 ml dekstranase pengenceran 500 kali selama 15 menit pada suhu optimum yang telah ditentukan. Pengukuran
12
gula pereduksi yang terbentuk dilakukan menggunakan metode DNS. Prosedur analisa kadar gula pereduksi disajikan pada Lampiran 1. Satu unit Dekstranase (UD) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang digunakan untuk membebaskan 1 µmol glukosa (gula pereduksi) dalam 1 menit. Aktivitas spesifik dekstranase didefinisikan dalam unit dekstranase per mg protein. Uji kadar protein dekstranase dilakukan menggunakan uji Bradford. Prosedur analisa Bradford disajikan pada Lampiran 1. c. Pendugaan Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Karakterisasi ini bertujuan mengetahui pola penurunan dekstran akibat proses degradasi dekstranase yang dianalisa menggunakan metode kabut (Hasan, 1999). Nilai pH yang digunakan adalah pH dekstran pada kisaran 5.0 5.5 yang sesuai dengan pH alami nira. Suhu yang digunakan adalah suhu optimum hasil tahap penentuan suhu optimum. Percobaan dilakukan dengan mendegradasi dekstran 1000 ppm menggunakan kombinasi perlakuan dosis dekstranase 0, 50, 75 dan 100 UD/l dekstran dan waktu inkubasi 0, 60, 120, dan 150 menit. Paramater yang digunakan untuk mengetahui kisaran dosis dekstranase dan waktu inkubasi optimum adalah dengan mengukur jumlah dekstran yang paling banyak terdegradasi. Jumlah dekstran diukur menggunakan metode kabut (Hasan, 1999). Prosedur analisa dekstran disajikan pada Lampiran 1.
3. Degradasi Dekstran Dalam Nira Setelah proses ekstraksi, nira dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 500 ml dalam tiap labu. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah dua faktor perlakuan yaitu dosis enzim (DE) dan waktu inkubasi (WI). Masing-masing faktor terdiri dari empat taraf perlakuan. Kondisi optimum degradasi dekstran sesuai dengan hasil tahap analisa karakterisasi dekstranase. Kondisi tersebut terdiri dari kisaran dosis dekstranase, waktu dan suhu inkubasi.
13
Dosis dekstranase yang digunakan yaitu 0, 80, 100, dan 120 UD/l nira. Setelah ditambahkan dekstranase, nira diinkubasi pada suhu 50oC. Suhu ini sesuai pula dengan suhu nira hasil ekstraksi di pabrik gula (Sumarno, 1994). Sampel diambil setiap perlakuan dosis dekstranase pada masing-masing perlakuan waktu inkubasi yaitu 0, 30, 60, dan 90 menit. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui perubahan penambahan dekstranase di setiap taraf perlakuan terdiri dari kadar gula pereduksi, kadar dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH nira. Pengukuran masingmasing parameter dilakukan sebanyak dua ulangan. Prosedur analisa kadar gula pereduksi, kadar dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH nira disajikan pada Lampiran 1.
14
C. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan disusun untuk mengetahui pengaruh perbedaan penggunaan dosis dan waktu inkubasi dekstranase pada nira. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial. Faktor DE adalah dosis enzim dan faktor WI adalah waktu inkubasi dekstranase. Masing-masing terdiri dari empat taraf faktor DE (DE0 = 0, DE1 = 80 , DE2 = 100 dan DE3 = 120 UD/l nira) dan empat taraf faktor WI (WI0 = 0, WI1 = 30, WI2 = 60, dan WI3 = 90 menit) dilakukan sebanyak dua ulangan, sehingga terdapat 32 unit percobaan secara duplo. Model matematis yang digunakan untuk rancangan tersebut adalah: Yijk = µ + DEi + WIj + (DE*WI)ij +
k(ij)
dengan i = 1,2,3,4 ; j = 1,2,3,4; dan k = 1,2 ; dimana : Yijk
: Parameter respon dari pengaruh taraf ke-i faktor A dan pengaruh taraf ke-j faktor B pada ulangan ke-k.
µ
: Pengaruh rata-rata
DEi
: Pengaruh taraf ke-i faktor A (faktor dosis enzim)
WIj
: Pengaruh taraf ke-j faktor B (faktor waktu inkubasi)
(DE*WI)ij : Pengaruh kombinasi faktor Adan B taraf ke ij (faktor kombinasi dosis enzim dan waktu inkubasi) (k)ij
: Pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k.
(Sudjana, 1992).
15
Gambar 2. Diagram alir penelitian
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK NIRA Proses pembakaran tebu dilakukan dengan cara menebang tebu terlebih dahulu kemudian dibakar menggunakan daun atau kayu kering. Hal ini dilakukan karena kendala teknis di lapangan yang menyulitkan pembakaran tebu dalam keadaan tegak. Pembakaran bertujuan untuk membersihkan bahan material yang tidak terpakai (trash) pada proses pengolahan tebu, sehingga pembakaran dihentikan ketika tujuan tersebut tercapai. Menurut Benjamin (2001), pembakaran tebu sebelum pemanenan dapat menghilangkan 30-50% dari sampah daun, yang merupakan 20-25% total berat tanaman. Suhu pembakaran tebu pada penelitian ini adalah kondisi yang tidak dapat dikontrol, begitu juga dengan lama waktu pembakaran. Menurut ISSCT (1997), penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan batang mencapai 400ºC selama 3 detik dan 98ºC pada 1 mm di bawah permukaan batang oleh adanya pembakaran. Pembakaran ini melelehkan lapisan lilin pada batang tebu. Pemanasan yang tinggi dapat menyebabkan jaringan penyimpanan dalam batang rusak dan menyebabkan bakteri mudah menginfeksi batang tersebut. Proses pembakaran dan tebu yang telah dipotong disajikan pada Gambar 3.
a
b
Gambar 3. (a) Proses pembakaran tebu; (b) Tebu bakar potong
Secara fisik tebu yang dibakar pada beberapa bagian batangnya terlihat gosong akibat pembakaran yang berlebih. Batang tebu yang dibakar mengeluarkan aroma wangi serta mengeluarkan cairan kental yang lengket.
1. Rendemen Nira Rendemen nira (% b/b) tebu diukur dengan membandingkan bobot nira dengan bobot awal keseluruhan batang tebu sesudah pembakaran. Dari hasil analisa diperoleh rendemen nira tertunda giling 48 jam sebesar 39.34%. Perubahan rendemen nira tertunda giling disajikan pada Gambar 4.
Rendemen (% b/b)
60 50 40 30 20 10 0 0
12
24
36
48
Waktu Tunda Giling (Jam)
Gambar 4. Perubahan rendemen nira tertunda giling Gambar 4 menunjukkan bahwa rendemen nira pada penundaan giling 0, 12, 24 dan 48 jam masing-masing sebesar 48.46%, 46.58%, 40.23% dan 39.34%. Nilai rendemen nira dapat dipengaruhi oleh kondisi penggilingan meliputi cuaca, teknis penggilingan, keadaan fisik batang, dan penanganan selama penundaan giling. Pembakaran dapat menyebabkan pengurangan kadar air dalam batang tebu yang menyebabkan turunnya rendemen nira. Menurut Jajang (2001), penurunan rendemen tebu bakar pada satu hari penundaan giling sebesar 17.46% dan pada dua hari penundaan giling sebesar 23.24%.
17
2. Pola Pertumbuhan Bakteri dan Kadar Dekstran Tingkat kerusakan nira secara umum dapat diketahui dengan menghitung pertumbuhan bakteri dan kadar dekstran yang terkandung pada nira. Pertumbuhan bakteri digunakan untuk mengetahui tingkat kontaminasi bakteri. Kadar dekstran diukur sebagai indikasi kehilangan sukrosa dalam nira. Pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya, biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel (pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan individu organisme (Pelczar, 2005). Pada umumnya bakteri mengalami 4 fase pertumbuhan yaitu fase lambat, fase log (logaritmik) atau eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian atau penurunan (Pelczar, 2005). Hasil
Log Bakteri ( Koloni/ml nira)
inokulasi nira tertunda giling disajikan pada Gambar 5. 7 6 5 4 3 2 1 0 0
12
24
36
48
Waktu Tunda Giling (jam)
Gambar 5. Pertumbuhan bakteri dalam nira tertunda giling Fase lambat pertumbuhan bakteri diduga terjadi pada saat proses pendinginan tebu dan selama pengangkutan. Pada jam ke-0 hingga jam ke24 terjadi fase eksponensional. Selanjutnya terjadi fase stationer pada jam ke-24 hingga jam ke-48. Alexander (1973) menyatakan bahwa proses pertumbuhan bakteri sudah terjadi sejak tebu ditebang dan selama masa tunda giling. Pembakaran menyebabkan jaringan pada batang tebu rusak, sehingga memudahkan bakteri masuk ke dalam jaringan batang tebu.
18
Menurut Singleton (2005), bakteri memasuki tebu melalui jaringan yang rusak akibat proses penebangan menggunakan mesin, pemotongan, pembakaran, pertumbuhan, pendinginan, penyakit dan hama. Bakteri L. mesenteroides tahan terhadap keadaan fisis seperti panas, dingin atau radiasi dan bahan kimiawi yang tidak cocok (Stainer et al., 1984). Sifat ini memungkinkan bakteri dapat bertahan hidup ataupun memasuki batang tebu secara cepat pada saat tebu didinginkan. Menurut Pelczar dan Chan (1986), waktu generasi suatu spesies bakteri tertentu tidak sama pada segala kondisi dan tergantung dari cukup tidaknya nutrisi dalam medium dan sesuai tidaknya kondisi fisik. Komposisi nira didominasi oleh kandungan sukrosa yang cocok untuk bakteri bersifat osmofilik seperti L. mesenteroides yang menurut Frazier dan Westhoff (1978) lebih toleran terhadap tingginya konsentrasi gula. Perbedaan konsentrasi nutrisi di dalam nira menyebabkan perbedaan ekspresi fisik bakteri yang diinokulasikan. Ekspresi fenotip sel ditentukan oleh lingkungannya (Pelczar dan Chan, 1986). Ekspresi bakteri pada semua perlakuan terlihat berbentuk bulat (coccus) seperti mukoid yang terdiri dari bulatan putih besar dan bulatan putih kecil. Menurut Stainer et al. (1984), pada media sukrosa dan glukosa L. mesenteroides menunjukkan bentuk yang berbeda. Pada media sukrosa bentuk mukoidnya lebih besar daripada bakteri yang tumbuh pada glukosa. Hal ini disebabkan oleh sintesis dan pengendapan dekstran secara besarbesaran di sekitar sel, sedangkan pada media glukosa masih terjadi pertumbuhan sel bakteri yang menghasilkan asam laktat dan bukan dekstran yang mukoid. Pada pembentukan dekstran dan levan, sintesis awal nukleotida gula mungkin dapat terjadi tanpa pemakaian energi. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan energi ikatan glikosidik dalam disakarida sebagai substratnya, sehingga perpanjangan rantai terjadi dengan transglikolasi. Dekstran dan levan tidak dapat dibentuk dengan menggunakan monosakarida bebas, dimana sukrosa merupakan substrat khusus untuk sintesisnya. Akibatnya,
19
bakteri penghasil dekstran dan levan membentuk bahan kapsul ketika ditumbuhkan pada medium berisi sukrosa (Stainer et al., 1984). Produksi tipe-tipe tertentu bahan-bahan kapsul dapat menambah kekentalan medium tempat organisme tersebut dibiakkan, menyebabkan gangguan seperti lendir yang menyumbat filter, membentuk lapisan pada pipa atau peralatan lain, serta mempengaruhi kualitas produk akhir (Pelczar dan Chan, 1986). Karakteristrik pembentukan dekstran pada nira didominasi oleh induser sukrosa dan memiliki kesamaan permasalahan dengan proses pembentukan kapsul. Diduga dekstran pada nira tebu merupakan bahan kapsul yang terbentuk untuk mengawetkan energi ikatan glikosidik dalam disakarida (sukrosa). Kapsul berfungsi sebagai pelindung dan gudang cadangan makanan bakteri (Pelczar dan Chan, 1986). Fungsi ini menunjukkan ketahanan bakteri terhadap keadaan fisis seperti panas, dingin atau radiasi, dan bahan kimiawi yang tidak cocok. a
b
d
c
Gambar 6. Perubahan ukuran sel bakteri dalam nira tertunda giling 24 jam yang dikelilingi oleh dekstran pada pengamatan : a. 0 menit, b. 5 menit, c. 10 menit, dan d. 15 menit. Untuk menduga adanya pembentukan dekstran dalam nira dilakukan pengamatan pembentukan dekstran pada nira tertunda giling 24 jam. Gambar 6 menunjukkan terjadinya perubahan ukuran sel bakteri pada pengamatan ke-0 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Sel dikelilingi
20
oleh dekstran hasil proses induksi yang dialami sel dengan adanya sukrosa (induser) menggunakan dekstransukrase yang diproduksi sel bakteri. Hasil pengamatan terhadap nira tertunda giling selama 48 jam menunjukkan terjadinya pertumbuhan bakteri dan pembentukan dekstran. Hasil pengamatan tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan Bakteri dan Kadar Dekstran Nira Tertunda Giling 48 jam Jumlah Bakteri Log Bakteri Kadar Dekstran Jam Ke(x 104 koloni/ml nira) Koloni/ml nira) (ppm) 0 2.51 4.40 177.14 12 21.15 5.32 182.86 24 60.50 5.78 204.29 48 57.50 5.76 284.29 Dengan
memperhatikan
pola
pertumbuhan
bakteri
dengan
pembentukan dekstran pada nira tertunda giling, maka dapat diketahui pola hubungan di antara keduanya. Pola hubungan tersebut disajikan pada Gambar 7. 7 6 250
5 4
200 3 2
150
1 100
Jumlah Bakteri (Log Koloni)
Kadar Dekstran (ppm)
300
0 0
12
24
48
Waktu Tunda Giling (Jam) Produksi Dekstran
Pertumbuhan Bakteri
Gambar 7. Kurva hubungan pertumbuhan bakteri terhadap kadar dekstran nira tertunda giling Pola hubungan yang terjadi adalah pola campuran. Menurut Mangunwidjaja
dan
Suryani
(1994),
ciri
pola
campuran
adalah
21
pertumbuhan bakteri dan pembentukan produk (dekstran) mempunyai hubungan sebanding sedangkan laju pembentukan produk berbanding lurus baik dengan konsentrasi sel maupun laju pertumbuhan. Pada jam ke-0 hingga ke-24 terjadi pola hubungan pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran yang berasosiasi. Peningkatan jumlah bakteri berbanding lurus dengan peningkatan kadar dekstran. Sementara pola hubungan tak berasosiasi terjadi pada jam ke-24 hingga ke-48 yang terlihat adanya hubungan berbanding terbalik antara pertumbuhan bakteri dengan kadar dekstran. Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (1994), ciri-ciri pola campuran umumnya terjadi pada beberapa fermentasi seperti asam laktat, pululan dan xanthan
yang
pertumbuhan
bakteri
dan
pembentukan
produknya
mempunyai hubungan sebagian. Menurut Lonvaud dan Funel (2000), pada media kultur kaya sukrosa, sebagian besar sukrosa dirubah di luar sel bakteri menggunakan dekstransukrase menjadi dekstran dan fruktosa yang tidak mendukung terhadap pertumbuhan bakteri. L. mesenteroides merupakan spesies bakteri asam laktat dengan hasil metabolit primernya berupa asam laktat dari glukosa, sedangkan dekstran dan manitol secara berurutan merupakan produk sekunder yang terbentuk karena adanya induser sukrosa dan fruktosa sebagai penerima elektron di dalam media nira. Produk asam laktat, dekstran dan manitol dihasilkan secara
proporsional
dan
terkadang
bersamaan
sesuai
kebutuhan
pertumbuhan dan energi dari sel.
3. Nira Tertunda Giling Waktu tunda giling mengakibatkan penurunan kualitas nira tebu bakar. Turunnya kualitas tebu berupa kehilangan sukrosa akibat tertundanya giling lebih besar dibandingkan kehilangan pada waktu pengolahan di pabrik (Mochtar, 1982). Menurut MRLI (1998), semakin lama tebu tertunda giling
dapat
menghilangkan
daya
tahannya
terhadap
serangan
mikroorganisme.
22
Padatan terlarut (TSS) dalam nira terdiri atas bahan gula dan non-gula (Purwono, 2003). Menurut AOAC (1990), TSS (°brix) adalah kadar total padatan yang terlarut di dalam bahan utama. Pada umumnya pabrik gula menggunakan TSS karena sifat pengukurannya yang mudah, namun pabrik gula selalu menggunakan nilai koreksi °brix. Adanya nilai koreksi merupakan kelemahan analisa TSS (°brix) untuk mengukur kadar gula sebagai padatan terlarut, karena TSS dalam nira bukan hanya kadar gula tetapi juga bahan terlarut bukan gula. Karakterisrik nira tertunda giling 48 jam disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Nira Tertunda Giling 48 Jam Karakteristik Rendemen nira (% b/b)
Nilai 39.34±4.55
TSS (°brix) (25°C) Viskositas (cp) Total Gula (mg/ml) Gula Pereduksi (mg/ml) Sukrosa (mg/ml) Dekstran (ppm)
14.39±0.05 1.41±0.02 207.84±19.00 14.15±0.29 193.70±15.33 284.29±2.02
Suhu (°C) pH
26±0.82 5.4±0.01
Nilai TSS nira tertunda giling 48 jam sebesar 14.39±0.05 °brix. Beberapa hasil pengukuran menunjukkan nilai yang berbeda Louisiana State University Agricultural Center (2003) sebesar 13 °brix, Iberia Sugar Cooperative (2006) sebesar 14.33 °brix, sedangkan Sabina (2002) sebesar 13-15 °brix. Viskositas nira sebesar 1.41±0.02 cP. Pengukuran terhadap viskositas dapat digunakan untuk mengetahui kandungan dekstran dalam nira. Dekstran yang terkandung dalam nira sebesar 284.29±1.30 ppm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar dekstran dalam nira tertunda giling mengalami peningkatan sebanding dengan waktu tunda gilingnya. Semakin lama waktu tunda gilingnya maka kadar dekstran dalam nira semakin tinggi. Kadar dekstran nira tertunda giling pada 0, 12, 24 dan 48 jam masingmasing adalah 177.14 ppm, 182.86 ppm, 204.29 ppm, dan 284.29 ppm.
23
Kadar dekstran sebesar 284.29 ppm telah melewati ambang batas jumlah dekstran yang diperbolehkan dalam nira yaitu sebesar 250 ppm. Menurut Cuddihy (1999), kadar dekstran dalam nira tebu tidak boleh melebihi ambang batas 250 ppm. Peningkatan kadar dekstran dalam nira secara cepat terjadi pada 12 sampai 48 jam setelah penebangan. Kandungan dekstran pada tebu yang dibakar di kebun mengalami peningkatan yang cepat dari 280 ppm pada hari ketiga setelah pembakaran menjadi 2900 ppm setelah satu minggu pembakaran. Perubahan kadar dekstran dalam nira disajikan pada Gambar 8. 300
Kadar Dekstran (ppm)
250 200 150 100 50 0 0
12
24
36
48
Waktu Tunda Giling (Jam)
Gambar 8. Perubahan kadar dekstran nira tertunda giling Kandungan gula pereduksi dalam nira tertunda giling 48 jam sebesar 14.15±0.29 mg/ml. Nilai ini lebih kecil dari kadar sukrosa sebesar 193.70±15.33 mg/ml, hal ini menunjukkan bahwa kondisi nira masih cukup baik. Namun kadar sukrosa ini dapat menjadi pembacaan semu dengan adanya kandungan dekstran. Dekstran dalam nira dapat terbaca dalam pengukuran sukrosa. Menurut Santoso dan Sumarno (1999), nira tebu bukan hanya mengandung sukrosa saja, tetapi terdapat juga gula pereduksi dan dekstran yang merupakan zat aktif optik selain sukrosa. Adanya zat aktif optik selain sukrosa ini menyebabkan penentuan kadar pol bias dari penentuan kadar sukrosanya. 24
Nira tertunda giling 48 jam memiliki pH sebesar 5.4±0.01. Nilai ini sesuai dengan pH nira tebu segar sebesar 5.3-5.5 (Prihanto, 2004). Stabilnya pH selama waktu tunda giling disebabkan oleh kondisi batang utuh dan sifat nira tebu yang mengandung bufer alami berasal dari sel hidup di dalamnya, termasuk dekstransukrase dari sel L. mesenteroides yang bercampur di dalam nira mentah. Menurut Suhartono (1989), enzim yang masih tercampur dengan komponen lain dari sel tempat asalnya, medianya mengandung bufer alami dari cairan di dalam sel. Suhu nira sebesar 26±0.82°C. Suhu tersebut lebih rendah dari suhu nira mentah di pabrik gula sebesar 50°C (Sumarno, 1994). Perbedaan suhu ini dapat diakibatkan oleh penambahan air imbibisi bersuhu 50°C (Purnama, 2006), sedangkan dalam penelitian ini tidak ditambahkan air imbibisi.
B. KARAKTERISTIK DEKSTRANASE Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa yang dibentuk terutama oleh ikatan -1,6 glikosidik dan ikatan percabangan -1,4, -1,3 atau -1,2 glikosidik (Miswar, 1998). Dekstranase ( -1,6-glukan-6-glukohidrolase, EC 3.2.1.11) adalah enzim ekstraselular yang dihasilkan mikroorganisme yang dapat memutus ikatan -1,6-glikosidik dari dekstran (Kubo et al., 1993). Kinetika reaksi dekstranase cukup kompleks karena sifat hidrolitiknya yang beraneka ragam terhadap dekstran. Pemutusan rantai dekstran dapat terjadi secara ekso maupun endohidrolitik (Okushima et al., 1991). Endodekstranase menghirolisa ikatan -1,6-glikosidik pada molekul dekstran dan melepaskan isomaltosakarida, terutama menjadi 3-5 unit glukosa secara memanjang, sedangkan eksodekstranase melepaskan satu persatu unit glukosa mulai dari ikatan terujung (luar) (Larsson, 2000). Dekstranase yang digunakan pada penelitian ini memiliki sifat lebih banyak melepaskan glukosa dibandingkan isomaltosa dan isomaltrotriosa. Pada penelitian ini pH optimum degradasi dekstran tidak ditentukan mengingat karakteristik nira tertunda giling 48 jam cenderung stabil pada pH 5.4 yang sesuai dengan penggunaan dekstranase Plus L yang aktif pada kisaran pH 5.06.0 (Sigma, 2007). Untuk mengetahui suhu optimum aktivitas dekstranase
25
dilakukan inkubasi dekstranase pada media dekstran. Mekanisme degradasi dekstran oleh dekstranase tipe endo dan ekso disajikan pada Gambar 9. CH2
ENDODEKSTRANASE
O
O CH2
OH CH2
O
CH2
O CH2
OH O OH
O O
OH
O
O OH
CH2
OH
CH2
OH O
OH CH2
O OH
OH
CH2
O
OH
CH2
O O
OH
O OH
O
O OH
OH
O OH
O O
OH
O
OH
O
OH
OH O OH
OH
OH
EKSODEKSTRANASE OH
Gambar 9.
Mekanisme degradasi dekstran tipe endodekstranase dan eksodekstranase (Larsson, 2000)
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap aktivitas dekstranase. Pada uji lanjut Duncan diperoleh suhu 40°C dan 50°C tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan suhu lainnya (Lampiran 2). Menurut Sigma (2007), penggunaan suhu optimum dekstranase pada 50°C sesuai dengan kisaran suhu 50-60°C pada aplikasinya. Definisi aktivitas enzim tergantung pada metode yang digunakan. Satu unit dekstranase (UD) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang setara dengan produk yang dihasilkan sebesar 1 µmol glukosa selama 1 menit (Madhu et al., 1984), sedangkan aktivitas spesifik enzim didefinisikan sebagai unit
26
dekstranase (UD) per mg protein enzim. Hasil karakterisasi terhadap dekstranase Plus L diperoleh aktivitas enzim sebesar 248.66 UD/ml enzim dan aktivitas spesifik sebesar 73.13 UD/mg protein enzim. Pengaruh perlakuan
Aktivitas Enzim Relatif (%)
suhu yang berbeda terhadap aktivitas dekstranase disajikan pada Gambar 10.
100 75 50 25 0 30
40
50
60
70
Suhu (oC)
Gambar 10. Aktivitas enzim relatif (%) pada berbagai perlakuan suhu Perhitungan perubahan kadar dekstran selama degradasi dekstran T2000 oleh dekstranase tersaji pada Lampiran 3. Analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap persentase dekstran. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa persentase jumlah dekstran terendah terjadi pada perlakuan dosis 100 UD/l substrat dengan waktu inkubasi 150 menit. Dosis 100 UD/l substrat digunakan sebagai batas tengah perlakuan dosis enzim pada penelitian utama, sehingga dosis perlakuannya yaitu 0 (kontrol), 80, 100 dan 120 UD/l substrat. Waktu inkubasi yang digunakan sebagai batas tengah perlakuan adalah pada saat mulai terjadi degradasi. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) waktu inkubasi 60 menit telah menunjukkan pengaruh yang nyata, sehingga waktu inkubasi yang digunakan pada penelitian utama yaitu 0 (awal), 30, 60 dan 90 menit.
27
4.00
Dekstran (%)
3.50 3.00
3.40 2.86 2.33
2.50
2.33 1.97
2.00
1.61
1.50
0.89 0.81 0.72
1.00 0.50 0.00 50
75
100
Dosis Enzim (UD/l substrat) 60 menit
120 menit
150 menit
Gambar 11. Karakteristik degradasi dekstran T2000 pada kombinasi dosis dekstranase dan waktu inkubasi.
berbagai
C. PENGARUH PENAMBAHAN DEKSTRANASE Hasil degradasi dekstran oleh dekstranase adalah glukosa yang merupakan gula pereduksi, sehingga analisa kadar gula pereduksi dapat digunakan untuk mengetahui kadar dekstran terdegradasi. Analisa ini merupakan metode pendekatan terhadap hasil (produk) yang terbentuk. Menurut Johnson (1991), aktivitas dekstranase dapat diuji dengan menentukan gula pereduksi yang dibebaskan selama inkubasi campuran reaksi. Aktivitas degradasi dekstran oleh dekstranase dapat pula diketahui dengan mengukur penurunan viskositas. Menurut Cuddihy et al. (1999), penambahan dekstranase dapat menurunkan viskositas nira. Analisa TSS (Total Soluble Solid) dalam °brix dilakukan untuk mengukur bahan gula nira yang terlarut dan padatan terlarut dari bahan nongula nira. Pengukuran pH perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya perubahan pH selama inkubasi dekstranase. Nira tertunda giling 48 jam dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 500 ml untuk masing-masing perlakuan. Dosis dekstranase yang ditambahkan yaitu 0 UD/l, 80 UD/l, 100 UD/l, dan 120 UD/l nira. Dosis 0 UD/l nira digunakan sebagai sampel kontrol.
28
Setelah ditambahkan dekstranase, diinkubasi pada suhu 50°C sesuai dengan suhu hasil karakterisasi dekstranase. Suhu ini sesuai pula dengan suhu nira hasil ekstraksi di pabrik gula (Sumarno, 1994). Sampel diambil setiap perlakuan dosis dekstranase pada masing-masing perlakuan waktu inkubasi yaitu 0, 30, 60, dan 90 menit. Hasil analisis kadar gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi disajikan pada Lampiran 5.
1. Gula Pereduksi Penglepasan gula reduksi dalam campuran dapat diukur menggunakan pereaksi asam 3,5 dinitrosalisilat (Khalikova et al., 2005). Penambahan dekstranase pada nira bertujuan untuk menghidrolisis dekstran di dalam nira menjadi gula pereduksi. Menurut Johnson (1991), aktivitas dekstranase dapat diuji dengan menentukan gula pereduksi yang dibebaskan selama inkubasi campuran reaksi. Dari analisa kadar gula pereduksi yang dilakukan, nilai rata-rata gula pereduksi pada nira dengan penambahan dosis enzim 100 UD/l nira memiliki nilai tertinggi sebesar 19.142 mg/ml, sedangkan nira tanpa penambahan enzim memiliki nilai terendah sebesar 14.236 mg/ml. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi yang terbentuk. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 7) pada pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi menunjukkan bahwa kombinasi terbaik adalah kombinasi perlakuan dosis enzim 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit dengan menghasilkan kadar gula pereduksi tertinggi yaitu sebesar 23.352 mg/ml. Penambahan dekstranase pada nira mempengaruhi terbentuknya gula pereduksi. Semakin tinggi dosis enzim dan waktu inkubasi maka kadar gula pereduksi yang terbentuk semakin banyak dan mengalami penurunan setelah mencapai kondisi optimalnya. Kondisi optimal ini berhubungan dengan kesesuaian rasio antara enzim-substrat (dekstran). Jika penambahan
29
dekstranase berlebih, maka memungkinkan dekstranase berikatan dengan senyawa inhibitor yang mampu menghambat aktivitasnya. Semakin lama degradasi dekstran, aktivitas dekstranase akan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh penurunan kerja sisi aktif dekstranase yang telah banyak berikatan dengan substrat (dekstran) dan inhibitor di dalam nira. Menurut Deerland-Enzymes (2005), dekstranase merk dagang dextranfree yang berasal dari Chaetomium erraticum terhambat oleh inhibitor ion logam Cu2+ dan Fe3+. Menurut Khalikova et al. (2005), dekstranase yang berasal dari C. gracile terhambat oleh inhibitor Hg2+,
Gula Pereduksi (mg/ml glukosa)
Cu2+, dan Fe3+. 26 24 22 20 18 16 14 12 10 0
30
60
90
Waktu Inkubasi (Menit) 0 UD/l nira
80 UD/l nira
100 UD/l nira
120 UD/l nira
Gambar 12. Perubahan gula pereduksi nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim Gambar 12 menunjukkan bahwa nira yang ditambahkan dekstranase memiliki kadar gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira). Sampel tanpa penambahan dekstranase memiliki kadar gula pereduksi berkisar antara 14.041-14.438 mg/ml glukosa. Perubahan kadar gula pereduksi pada sampel 0 UD/l nira disebabkan oleh degradasi mikroorganisme lain yang masih terdapat dalam nira secara alami setelah proses giling karena media nira sangat cocok sebagai nutrisi
30
mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan invertase akan mengubah sukrosa menjadi gula invert (gula pereduksi), sedangkan aktivitas bakteri pembentuk asam mengubah gula pereduksi menjadi asam. Menurut Suhartono (1989), umumnya sumber energi bagi mikroba industrial adalah gula murni seperti glukosa, fruktosa, sukrosa murni, atau gula yang berasal dari molases, pati, selulosa, gula bit, sirup jagung, tepung serelia, dan sebagainya. Penambahan dekstranase dengan dosis 80 UD/l nira menghasilkan kadar gula pereduksi berkisar 13.784-20.388 mg/ml, dosis 100 UD/l nira berkisar 14.137-23.352 mg/ml dan keduanya mencapai nilai tertinggi pada waktu inkubasi 60 menit. Penambahan dosis 120 UD/l nira menghasilkan kadar gula pereduksi berkisar 14.485-19.579 mg/ml dan mencapai nilai tertinggi pada waktu inkubasi 90 menit. Hasil uji korelasi (Lampiran 8) pembentukan gula pereduksi menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan kadar gula pereduksi dengan peningkatan kadar dekstran terdegradasi, penurunan viskositas dan penurunan TSS. Adanya korelasi ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar gula pereduksi sebagian besar merupakan hasil degradasi dekstran oleh dekstranase dengan kemampuan menghasilkan gula pereduksi yang cukup tinggi. Penurunan viskositas berhubungan dengan keberadaan dekstran penyebab tingginya viskositas telah terdegradasi menjadi gula pereduksi. Penurunan TSS disebabkan adanya peningkatan kadar gula pereduksi sebagai bahan terlarut dalam nira hasil degradasi dekstran oleh adanya penambahan dekstranase.
2. Dekstran Terdegradasi Pengukuran dekstran terdegradasi dilakukan dengan cara pendekatan perhitungan terhadap jumlah gula pereduksi yang terbentuk. Jumlah dekstran yang terdegradasi merupakan selisih antara kadar gula pereduksi yang terbentuk pada sampel nira yang ditambahkan dekstranase dengan kadar gula pereduksi pada dosis enzim 0 UD/l nira yang digunakan sebagai sampel kontrol di setiap perlakuan waktu inkubasi.
31
Dari analisa dekstran terdegradasi yang dilakukan, nilai rata-rata dekstran terdegradasi pada nira dengan penambahan dosis enzim 100 UD/l nira memiliki nilai tertinggi sebesar 4.956 mg/ml, sedangkan nira tanpa penambahan enzim memiliki nilai terendah sebesar 0 mg/ml. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar dekstran terdegradasi. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 7) pada pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi menunjukkan bahwa kombinasi terbaik adalah kombinasi perlakuan dosis enzim 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit dengan menghasilkan kadar dekstran terdegradasi tertinggi yaitu sebesar 9.311 mg/ml. Gambar 13 menunjukkan bahwa nira yang ditambahkan dekstranase memiliki kadar dekstran terdegradasi lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira). Nira tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira) memiliki jumlah dekstran terdegradasi 0 mg/ml glukosa. Penambahan dekstranase dengan dosis 80 UD/l nira menyebabkan dekstran terdegradasi berkisar 0.037-6.347 mg/ml, dosis 100 UD/l nira berkisar 0.155-9.311 mg/ml, dosis 120 UD/l nira berkisar 0.503-5.278 mg/ml glukosa. Nilai degradasi tertinggi dicapai pada waktu inkubasi 60 menit. Semakin tinggi dosis enzim dan waktu inkubasi maka semakin tinggi pula jumlah dekstran terdegradasi dan mengalami penurunan setelah mencapai kondisi optimalnya. Penurunan jumlah dekstran terdegradasi dapat terjadi karena penurunan kerja sisi aktif dekstranase yang telah banyak berikatan dengan substrat (dekstran) dan inhibitor di dalam nira. Selain itu, dapat terjadi karena aktivitas bakteri pembentuk asam. Perubahan dekstran terdegradasi pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi disajikan pada Gambar 13.
32
Dekstran Terdegradasi (equivalent mg/ml glukosa)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
30
60
90
Waktu Inkubasi (Menit) 0 UD/l nira
80 UD/l nira
100 UD/l nira
120 UD/l nira
Gambar 13. Perubahan dekstran terdegradasi nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim Adanya nutrisi dalam nira memungkinkan bagi bakteri mengkonsumsi gula pereduksi dengan menghasilkan produk berupa asam. Aktivitas bakteri ini menyebabkan penurunan gula pereduksi. Tilbury dan French (1974) telah mengisolasi lebih dari 200 mikroorganisme pada kasus penyusutan tebu di West Indies dan United Kingdom, diperoleh 80 bakteri yang merupakan bakteri asam laktat yang didominasi bakteri Leuconostoc mesenteroides, selain itu oleh bakteri Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus casei. Bakteri L. mesenteroides terkadang mampu bertahan menghasilkan dekstransukrase setelah tebu digiling atau saat degradasi dekstran berlangsung. Namun, bakteri ini terhambat dengan agitasi selama proses degradasi dan sel cenderung mengalami autolisis sehingga proses degradasi dekstran meningkat. Hamdy et al. (1954) melaporkan bahwa penurunan viskositas sebagai indikasi terdegradasinya dekstran ternyata masih terjadi, meski pada media yang didegradasi tersebut ditambahkan kultur L. mesenteroides-512.
33
Hasil uji korelasi (Lampiran 8) menunjukkan bahwa peningkatan dekstran terdegradasi mempunyai korelasi dengan peningkatan gula pereduksi serta penurunan viskositas. Hal ini menjadi bukti bahwa gula pereduksi yang terbentuk merupakan hasil degradasi dekstran oleh dekstranase. Peningkatan kadar gula pereduksi menyebabkan peningkatan jumlah dekstran terdegradasi dan penurunan viskositas. Meskipun menurut Cuddihy (1999) bahwa kadar dekstran dalam nira tebu tidak boleh melebihi 250 ppm, namun kadar dekstran dalam nira mentah tertunda giling sebesar 284.29 ppm diduga kurang optimal untuk dilakukan degradasi dekstran menggunakan dekstranase. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perbedaan gula pereduksi dan dekstran terdegradasi yang terbentuk antar level perlakuan (kombinasi dosis dan waktu inkubasi dekstranase) pada uji lanjut Duncan (Lampiran 7) masing-masing faktor parameter pengukuran yang menunjukkan perbedaan tidak begitu besar. Pada satuan proses produksi gula tebu dengan kadar dekstran sebesar 248.29 ppm, disarankan apabila penambahan dekstranase dilakukan pada kondisi nira pekat.
3. Viskositas Tingginya viskositas pada nira dan tingginya berat molekul dari dekstran di dalam nira bersama bahan tidak larut lainnya menyebabkan hambatan dari filter membuat kehilangan nira yang tidak dapat diperkirakan secara keseluruhan (Jimenez, 2005). Viskositas menurut Lees dan Jackson (1975) adalah ukuran hambatan cairan di dalam pergerakan. Menurut Johnson (1991) bahwa untuk mengetahui degradasi dekstran oleh dekstranase dapat melalui pengukuran penurunan viskositas. Dari analisa kadar viskositas yang dilakukan, nilai rata-rata viskositas pada nira dengan penambahan dosis enzim 80 UD/l nira memiliki nilai tertinggi sebesar 1.032 cP, sedangkan nira dengan penambahan enzim 120 UD/l nira memiliki nilai terendah sebesar 1.016 cP. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi berpengaruh nyata. Sedangkan perlakuan dosis enzim dan interaksi antara dosis enzim-
34
waktu inkubasi tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas. Hal ini berarti bahwa penambahan dekstranase ke dalam nira tidak akan mempengaruhi perubahan viskositas. Namun, penambahan waktu inkubasi menyebabkan penurunan viskositas nira. Penurunan
viskositas
ini
berhubungan
dengan
aktivitas
mikroorganisme dalam nira yang mampu mengubah molekul tertentu yang mempengaruhi viskositas. Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh suhu. Menurut Pandji (1986), penerapan suhu (udara) yang biasanya panas selama fermentasi bertujuan untuk menanggulangi hambatan transfer massa yang disebabkan oleh tingginya kekentalan. Menurut Said (1989), bila sumber karbon yang digunakan adalah suatu polimer, maka viskositas cairan fermentasi bakterial atau kapang menurun dengan meningkatnya fungsi waktu. Perubahan viskositas pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi ditunjukkan pada Gambar 14.
Viskositas (cp)
1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0
30
60
90
Waktu Inkubasi (Menit) 0 UD/l nira
80 UD/l nira
100 UD/l nira
120 UD/l nira
Gambar 14. Perubahan viskositas nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim Viskositas nira selama inkubasi dengan dosis 0 UD/l nira berkisar 0.907-1.373 cP, dosis 100 UD/l nira berkisar 0.881-1.416 cP, dosis 120 UD/l nira berkisar 0.875-1.431 cP. Viskositas terendah pada ketiga dosis ini 35
dicapai pada waktu inkubasi 90 menit. Viskositas nira dengan penambahan dosis 80 UD/l nira berkisar 0.892-1.404 cP dengan viskositas terendah nira tercapai pada waktu inkubasi 60 menit. Hasil uji korelasi (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penurunan viskositas nira mempunyai korelasi dengan peningkatan gula pereduksi dan peningkatan dekstran terdegradasi. Hal ini menunjukkan adanya penurunan viskositas pada nira dengan penambahan waktu inkubasi.
4. TSS (°Brix) TSS adalah kadar total padatan yang terlarut di dalam bahan utama (AOAC, 1990) dengan satuan °brix. Umumnya pabrik gula menggunakan TSS karena sifat pengukurannya yang mudah, namun pabrik gula selalu menggunakan nilai koreksi °brix. Pengukuran TSS dalam nira tidak hanya mengukur bahan terlarut gula tetapi juga bahan terlarut bukan gula. Dari analisa TSS yang dilakukan, nilai rata-rata TSS pada nira tanpa penambahan enzim memiliki nilai tertinggi sebesar 14.15 °brix, sedangkan nira dengan penambahan dosis 100 dan 120 UD/l nira memiliki nilai terendah sebesar 13.68 °brix. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap TSS nira. Hal ini berarti bahwa penambahan dosis dan penambahan waktu inkubasi tidak akan memberikan pengaruh terhadap nilai TSS nira tertunda giling. TSS nira selama inkubasi dengan dosis 0 UD/l nira berkisar 13.9514.45 °brix, dosis 80 UD/l nira berkisar 13.4-14.4 °brix, dosis 100 UD/l nira berkisar 13.25-14.35 °brix, dan dosis 120 UD/l nira berkisar 13.3-14.35 °brix. TSS terendah pada keempat dosis ini dicapai pada waktu inkubasi 90 menit. Hasil uji korelasi (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penurunan TSS (°brix) nira mempunyai korelasi dengan penurunan pH. Penurunan TSS (°brix) dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang mengubah gula pereduksi menjadi asam. Pembentukan asam akan menyebabkan penurunan pH pada nira. Perubahan TSS nira tertunda giling
36
48 jam pada berbagai kombinasi perlakuan dosis enzim dan lama inkubasi disajikan pada Gambar 15. 15
TSS (o brix)
14.5
14
13.5
13 0
30
60
90
Waktu Inkubasi (Menit) 0 UD/l nira
80 UD/l nira
100 UD/l nira
120 UD/l nira
Gambar 15. Perubahan TSS nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim
5. pH Menurut Suhartono (1989), semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi. Pada percobaan yang menggunakan enzim yang masih tercampur dengan komponen lain dari sel tempat asal enzim, atau lebih dikenal dengan istilah crude extract , biasanya media larutan tersebut sudah mengandung buffer alam yang berasal dari cairan di dalam sel. Dari analisa pH yang dilakukan, nilai rata-rata pH pada nira tanpa penambahan enzim dan 80 UD/l nira sebesar 5.32, sedangkan nira dengan penambahan dosis enzim 100 dan 120 UD/l nira memiliki pH sebesar 5.31. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap pH nira. Hal ini berarti bahwa penambahan dosis dan penambahan waktu inkubasi tidak akan memberikan pengaruh terhadap pH
37
nira. Perubahan pH selama proses degradasi dekstran dalam nira tertunda giling 48 jam pada berbagai kombinasi perlakuan dosis enzim dan lama inkubasi disajikan pada Gambar 16. 5.36
pH Nira
5.34 5.32 5.30 5.28 5.26 0
30
60
90
Waktu Inkubasi (Menit) 0 UD/l nira
80 UD/l nira
100 UD/l nira
120 UD/l nira
Gambar 16. Perubahan pH nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa penurunan pH mempunyai korelasi dengan TSS (°brix) (Lampiran 8).
nira
Penurunan pH
merupakan indikasi bahwa nira menjadi semakin asam. Penambahan asam dalam larutan akan menyebabkan pengendapan pada padatan terlarut pada larutan, sehingga akan mngurangi nilai TSS (°brix). Pengaruh
lama
inkubasi
ini
berhubungan
dengan
aktivitas
mikroorganisme yang meningkat. Kerusakan nira ditandai dengan rasa asam, berbuih putih dan berlendir yang terjadi karena aktivitas mikroorganisme terhadap kandungan sukrosa nira (Dachlan, 1984). Adanya nutrisi dalam nira memungkinkan bagi bakteri mengkonsumsi gula pereduksi dengan menghasilkan produk berupa asam. Aktivitas bakteri ini menyebabkan penurunan gula pereduksi. Tilbury dan French (1974) telah mengisolasi lebih dari 200 mikroorganisme pada kasus penyusutan tebu di India Barat dan Inggris, diperoleh 80 bakteri yang merupakan bakteri asam
38
laktat yang didominasi bakteri Leuconostoc mesenteroides, selain itu oleh bakteri Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus casei. Berdasarkan karakterisasi terhadap nira tertunda giling dan dekstranase diketahui bahwa kadar dekstran nira sekitar 284.29 ppm dan aktivitas enzim (dekstranase) sebesar 248.66 UD/ml enzim. Perhitungan rasio (perbandingan) dosis enzim dengan kadar dekstran (ml enzim/ppm dekstran) dalam nira mentah sebesar 0.0014 ml enzim/ppm dekstran. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar dekstran dalam nira mentah sebesar 1 ppm terdegradasi secara optimal dengan penambahan 0.0014 ml enzim (dekstranase Plus L). Nilai ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah dekstranase yang akan ditambahkan dalam jumlah tertentu konsentrasi dekstran di dalam nira mentah. Perhitungan rasio dosis enzim dengan kadar dekstran dalam nira disajikan pada Lampiran 9.
39
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Penebangan tebu sistem bakar dan penundaan masa giling dapat menyebabkan
peningkatan
pertumbuhan
bakteri
(L.
mesenteroides).
Penundaaan giling hingga 48 jam mengakibatkan pembentukan dekstran oleh aktivitas L. mesenteroides hingga konsentrasi dekstran sebesar 284.29 ppm. Nilai ini melebihi ambang batas konsentrasi dekstran dalam nira yang dianjurkan dalam produksi gula yaitu sebesar 250 ppm. Nira tebu bakar tertunda giling 48 jam memiliki rendemen 39.34±4.55%, kadar dekstran
284.29±2.02 ppm, jumlah bakteri 5.75x105 ± 1.344x105
koloni, TSS 14.39±0.05 % brix pada suhu 25°C, viskositas 1.41±0,02 cP, total gula 207.84±19.00 mg/ml, gula pereduksi 14.15±0.29 mg/ml, kadar sukrosa 193.70±15.33 mg/ml, kadar dekstran 284.29±2.02 ppm, suhu 26±0.82°C, dan pH 5.4±0.01. Pola hubungan yang terjadi antara dekstran dan pertumbuhan bakteri L. mesenteroides dalam nira selama penundaan giling tebu bakar selama 48 jam menunjukkan pola campuran.. Dekstranase Plus L (Novo) merupakan endodekstranase yang memiliki sifat lebih banyak melepaskan glukosa dibandingkan isomaltosa dan isomaltrotriosa. Dekstranase ini memiliki aktivitas 248.66 UD/ml, aktivitas spesifik 73.134 UD/mg protein, suhu optimum 50°C, dan pH optimum 5.5. Penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi menyebabkan peningkatan kadar gula pereduksi dan kadar dekstran terdegradasi, serta menurunkan viskositas nira tertunda giling 48 jam. Semakin banyak dosis dekstranase yang ditambahkan dan semakin lama waktu inkubasinya menyebabkan peningkatan kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi. Kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi mencapai nilai tertinggi pada kombinasi perlakuan dosis dan waktu inkubasi optimumnya, namun mengalami penurunan jika dosis dekstranase dan waktu inkubasinya berlebih. Berdasarkan peningkatan kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi maka kondisi optimum penambahan dekstranase adalah pada kombinasi
perlakuan dosis enzim 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit. Kombinasi perlakuan ini menghasilkan rata-rata kadar gula pereduksi sebesar 23.352 mg/ml dan dekstran terdegradasi sebesar 9.311 mg/ml. Perhitungan rasio enzim-subtrat pada kondisi ini sebesar 0.0014 ml enzim/ppm dekstran.
B. SARAN 1. Dapat dikaji lebih lanjut pengaruh penggunaan dekstranase terhadap kualitas kristal gula tebu. 2. Perlu dikaji lebih lanjut hasil degradasi dekstran berupa gula pereduksi yang berpotensi memberikan nilai tambah produktivitas pengolahan tebu. 3. Dianjurkan penambahan desktranase dilakukan pada kondisi nira pekat.
41
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, A. G. 1973. Sugarcane Physiology. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam-London-New York. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of official Analytical Chemistry. AOAC. Int., Washington D. C. ______. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of official Analytical Chemistry. AOAC. Int., Washington D. C. Apriantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Benjamin, L.L. 2001. Help the Sugarcane Industry and Reduce Smoke and Ash Problems. Louisiana State University Agricultural Center. USA. Bradford, M. M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for The Quantitation of Protein Utilizing The Principle of Protein-Dye Binding. J. Anal. Biochem. 72 : 248-254. Bouvet P.E dan Edi Purnomo. The Effect of Cane Cleaning on Cane Quality. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. Pasuruan 23-25 November 1988. P3GI ISRI Pasuruan. CIC. 2002. Talocide Cs. Cytec Industry Incorporation. www.cytec.com. Cuddihy J. A., F. Mendez, J. S. Rauh, dan C. Bernhard. 1999. Dextranase in Sugar Production : Factory Experience. Midland Research Laboratories, Inc. www.midlandresearchlabsinc.com/doclib/dexexper.pdf. Dachlan, M. A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Laporan Up-Grading Tenaga Pembina Gula Merah. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian, Bogor. Deerland-Enzymes. 2005. Fungal Dextranase for the Sugar Cane Industry. www.deerland-enzymes.com. Fauconnier, R. 1993. The Tropical Agriculturalist : Sugar Cane. Published by The Macmillan Press Ltd. Frazier, W. C. dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. McGraw Hill Inc, USA.
Fulcher, R. P. dan Inkerman, P. A. 1976. Dextranase 1. Characterization of The Enzyme for Use in Sugar Mills. Proc. Queensl. Soc. Sugar Cane Technol., 43rd Conference, Cairns, Australia, pp. 295 305. Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian IPB. Bogor. Hamdy, M. K, E. Gardner, G. L. Stahly, H. H. Weiser, dan Q. V. Winkle. 1954. Factor affecting Production and Clarification of Dextran. Departments of Bacteriology and Chemistry, The Ohio State University, Columbus 10. The Ohio Journal of Science, September 54(5): 317. Hasan, A. E. Z. 1999. Isolasi dan Karakterisasi Dekstransukrase dari Isolat Bakteri Batang Tebu. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Iberia Sugar Cooperative, Inc. Crop Year. 2006. Tuesday, November 28. ISSCT. 1997. The Effect of Field Mechanisation on Factory Performance, Workshop - Veracruz, Mexico - 24-28 November. pp. 35. International Society of Sugar Cane Technologists. Jajang, S. 2001. Pengelolaan Tebu di PT Gula Putih Mataram Lampung Dengan Studi Khusus Penurunan Kualitas Nira Tebu Bakar Yang Mendapat Perlakuan Zat Pemacu Pemasakan Setelah Mengalami Penundaan Giling. Jurusan Budi Daya Pertanian. Faperta IPB. Jimenez, E. R. 2005. The Dextranase Along Sugar Making Industry. División Química Física, Centro de Ingeniería Genética y Biotecnología, CIGB. Cuba. Johnson, I.H. 1991. Dextranase Activity of Streptococcal Isolat from Human Dental Plaques. J. Microbial. 65 : 155-167. Khalikova, E., P. Susi dan T. Korpela. 2005. Microbial Dextran Hydrolyzing Enzymes: Fundamentals and Applications. Microbiol. and Mol. Biol. Reviews. 69 : 306-325. Kubo, S., H Kubota., Y. Ohnishi, T. Morita, T. Matsuya, dan A. Matsushiro. 1993. Expression and Secretion of an Arthrobacter Dextranase in The Oral Bacterium Streptococcus gordonii. Infection and Immunity. J. American Society for Microbiology. 61: 4375 4381. Lal, P. 2006. Pacific Economic Bulletin. Volume 21 Number 2. Asia Pacific Press. Larsson, A. 2000. Protein Engineering of Recombinant Penicillium minioluteum dextranase. Master Degree Project. Molecular Biotechnology Program. Upsalla University School of Engineering. Upsalla, Swedia.
43
Lonvaud, A. dan Funel. 2000. Leuconostoc. Faculty of Ecology. University Victor Segalen. Academic Press., Bordeaux-Perancis. Lees, R. dan E.B. Jackson. 1975. Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Chemical Publishing Co. Inc., New York. Louisiana State University Agricultural Center. 2003. Audubon Sugar Institute Annual Report 2002 2003. South Stadium Drive Baton Rouge, LA 70803, USA. Madhu, G. L. Shukla, dan K. A. Prabhu. 1984. Application of Dextranase in The Removal of Dextran from Cane Juice. Int. Sugar. J. 86:136-138. Mangunwidjaja, D. dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Maurice, J. P. By Products of The Cane Sugar Industry. An Introduction to The Industrial Utilization. Sugar Series, 3. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam-Oxford-New York. 1982. Meyer, E., C.P. Norris, E. Jacquin, C. Richard dan J. Scandaliaris. 2005. The Impact Of Green Cane Production Systems On Manual And Mechanical Farming Operations. Silver Jubilee Congress Guatemala. www.issct.org\Plenary Abst Papers. html. 30 Januari- 4 February 2005. Mindrayani, H. 2002. Sistem Tebang Angkut Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di PT. Gula Putih Mataram Lampung : Studi Kasus Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mindland Research Laboratories, inc. 1998. Recovery of Additional Sucrose with An Integrated Program Using Biocide and Dextranase to Reduce Undetermined Losses. www.midlandresearchlabsinc.com/doclib/biodxtrn.pdf. Miswar. 1998. Karakterisasi Enzim dan Studi Pendahuluan Kloning Gen Dekstranase Dari Streptococcus sp. B1. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mochtar, M. 1982. Permasalahan Kualitas Gula Tebu Sebagai Bahan Dasar Pabrik Sehubungan dengan Teknologi Pemanenan, Angkutan dan Lain-lain. Majalah Gula Indonesia No.8. [Maret Juni 1982]. _________. 1999. Characterization of Polysaccharides of Indonesian Sugar Factory Products. Tesis. Universitas Brawijaya, Malang. Indonesia. _________. 1995. Pembentukan Dekstran Akibat dari Tebang/Angkut/ Proses. Gula Indonesia. 20 : 11-17.
Keterlambatan
44
Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Penerbit ITB Press, Bandung. MRLI. 1998. Recovery of Additional Sucrose with An Integrated Program using Biocide and Dextranase to Reduce Undetermined Losses. Midland Research Laboratories, Inc. Lenexa, Texas. Murdiyatmo, U.1993. Produksi Dekstranase dan Penggunaannya Untuk Menghilangkan Dekstran Dalam Nira Pekat. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan. P3GI. Pasuruan. Murdiyatmo, U., Miswar, Bintang, M., dan Hasyim. 1997. Karakterisasi Enzim Dekstranase dari Streptococcus sp. B1. Majalah Penelitian Gula. 23 : 1-7. Okushima, M., D. Sugino, Y. Kouno, S. Nakano, J. Miyahara, H. Toda, S. Kubo, dan A. Matsushiro. 1991. Molecular Cloning and Nucleotide Sequencing of the Arthrobacter Dextranase Gene and Its Expression in Escherichia coli and Streptococcus sanguis. Jpn. J. Genet. 66 : 173-187. Pandji, C. 1989. Industri Mikrobial. Depdikbud. Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor. Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1986. Microbiology Fundamentals. Edisi Terjemahan. Dasar-dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. UI-Press, Jakarta. Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 2005. Microbiology Fundamentals. Edisi Terjemahan. Dasar-dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. UI-Press, Jakarta. Prihanto, S. 2004. Mempelajari Aspek Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Gula Pasir di PT. Madu Baru, PG/PS Madukismo-Yogyakarta. Laporan Praktek Lapangan. Departemen TIN. Fateta Pertanian. IPB, Bogor. Purnama, A. A. 2006. Kajian Peningkatan Kinerja Industri Gula Tebu melalui Introduksi Pendekatan Produksi Bersih (Cleaner Production) Studi kasus PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh Majalengka-Jabar. Skripsi. FATETA. IPB, Bogor. Purwono. 2003. Penentuan www.rudyet.tripod.com.
Rendemen
Gula
secara
Cepat.
Reddy, M. 2006. Productivity and Efficiency Analysis of Fiji s Sugar Industry. School of Economics Faculty of Business and Economics University of the South Pacific Suva, Fiji.
45
Richardson, W. B. 1914. Issued in Furtherance of Cooperative Extension work, Acts of Congress of May 8 and June 30 1914, in cooperation with the United States Department of Agriculture Louisiana State University Agricultural Center, Chancellor. Louisiana Cooperative Extension Service. USA. Robyt, J. F. 1995. Mechanism the Glucansucrase Synthesis of Polysaccharides and Oligosaccharides from Sucrose. Academic Press Inc., Lowa. Sabina, M.A. 1998. Rum Aroma Descriptive Analysis. Submitted to the Graduate School Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College in partial fulfillment of the requirements of the degree of Master of Science in The Department of Food Science. Thesis. B.S., La Salle University, Mexico City. Said, E. G. 1989. Pengantar Bioindustri. Agroindustri Press Jurusan TIN. FATETA. IPB, Bogor. Santoso, B.E dan Sumarno. 1999. Preliming Nira di Stasiun Gilingan Pabrik Gula Mojopanggung Menggunakan Susu Kapur. Majalah Gula Vol. XXXV. Pasuruan. Sigma. 2007. Sigma Aldric : Dextranase Plus L. www.sigma-aldrich.com. Singleton, V., Jennifer H., Crish B. dan Max A. 2005. A New Polarimetric Method for The Analysis of Dextran and Sucrose. www.assct.org/ journal Stainer, R. Y., A. A. Edward, dan L. I. John. 1984. The World of Microba II. Terjemahan : Dunia Mikroba II. Penterjemah W. G. Agustin, S. L. Angka, K. G. Lioe, Hastowo, dan B. Lay. Penerbit Bharatara Karya Aksara. Jakarta. Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU Bioteknologi. IPB, Bogor. Sumarno. 1994. Rekayasa Instalasi Pemecah Dekstran Secara Enzimatis di Nira Mentah Pabrik Gula Cipinang. Penelitian Gula. 30 : 15-30. Sumarno dan H.M. Mochtar. 1993. Pemecahan Dekstran Dalam Nira Kental Memakai Dekstranase 50 L di PG. Bungamayang. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan I/1993. P3GI. Pasuruan. Tilbury, R. H. dan French, S. M. 1974. Further Studies on Enzymic Hydrolysis of Dextrans in Mill Juice by Dextranases and Amylases. Proc. Int. Soc. Sugar Cane Technol., 15th Congress, Townsville, Australia, pp. 1277 1287.
46
Lampiran 1. Prosedur Penelitian A. Analisa Komposisi Gula Tebu 1. Rendemen Nira Tebu bakar Rendemen nira merupakan perbandingan antara massa nira setelah digiling dengan massa tebu sebelum digiling. rendemen nira (% b / b) :
massa nira setelah giling x 100 % massa tebu sebelum giling
2. Pengukuran pH Sebanyak 50 ml sampel nira tebu bakar dimasukkan dalam tabung erlenmeyer. pH nira tebu bakar diukur menggunakan pH-meter. 3. Pengukuran Suhu Sebanyak 50 ml sampel nira tebu bakar dimasukkan dalam tabung erlenmeyer. Suhu nira tebu bakar diukur menggunakan termometer. 4. Uji Kadar Gula Pereduksi (Metode DNS) Pengukuran total gula pereduksi dilakukan menggunakan pereaksi dinitroacetid acid (DNS). a. Persiapan Pereaksi DNS Sebanyak 10.6 g asam 3,5-Dinitrosalisilat dan 19.8 g NaOH dilarutkan dalam 1416 ml air. Kemudian ditambahkan 306 g Na-K Tartarat dan 7.6 g fenol yang telah dicairkan pada suhu 50°C dan 8.3 g Nametabisulfit. Larutan diaduk rata, kemudian sebanyak 3 ml larutan dititrasi menggunakan HCl 0.1 N dengan indikator fenolftalein. b. Cara Kerja Sebanyak 1 ml sampel yang telah jernih dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan pereaksi DNS dan ditempatkan pada penangas air yang mendidih selama 5 menit. Larutan tersebut didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Bila diperlukan, maka dilakukan pengenceran sampel sampai pada kisaran 20%-80% T pada panjang gelombang 550 nm. Selanjutnya dibuat kurva standar menggunakan larutan glukosa standar pada kisaran 0.2-5 mg/ml.
5. Uji Viskositas Viskositas larutan gula diukur menggunakan viskosimeter Ostwald. Sebanyak 20 ml larutan sampel (nira) dimasukkan ke dalam tabung Ostwald. Kemudian nira tersebut dihisap menggunakan bulb hingga berada di atas batas tanda tera (I). Kemudian dihitung lama waktu turun nira dari batas atas (I) hingga tepat pada tanda tera batas bawah (II) tabung. Pengukuran dilakukan triplo untuk mendapatkan data yang homogen. Nilai viskositas dikonversi menggunakan standar lama waktu turunnya aquades berdasarkan nilai koreksi suhu yang digunakan pada sampel nira dengan rumus sebagai berikut: Viskositas ( cP) :
Waktu Turun Sampel x viskositas air (cp dengan koreksi suhu (t ) ) Waktu Turun Aquades
6. Uji TSS Di dalam AOAC (1990) brix disebutkan sebagai total padatan terlarut, dimana padatan yang dimaksud adalah kadar gula. Pengukuran kadar gula dilakukan menggunakan hand refractometer dengan meneteskan 2-3 nira tebu pada kaca sensor dan dibaca nilainya (% brix). 7. Analisa Total Gula Metode Fenol-Sulfat (Apriantono et al., 1989) Sampel sebanyak 2 ml ditambahkan dengan 1 ml larutan fenol dalam aquades [5% (b/v)], dikocok-kocok dengan vortex hingga homogen. Kemudian dilakukan penambahan 5 ml larutan H2SO4 pekat, secara langsung pada bagian permukaan larutan (tanpa menyentuh dinding tabung reaksi). Larutan didiamkan selama 10 menit, kocok lalu tempatkan dalam penangas air 15 menit. Pembacaan nilai absorbansi glukosa (heksosa) dilakukan setelah pengocokan pada 490 nm. Standar menggunakan glukosa untuk mendapatkan nilai pembacaan absorbansi antara 0.2-0.8 pada panjang gelombang 490nm. 8. Kadar Protein (Bradford, 1976) a. Persiapan Pereaksi Bradford Sebanyak 25 mg CoomasieBrilliant Blue G-250 dilarutkan ke dalam 12.5 ml etanol 95%, kemudian ditambahkan 25 ml asam fosfat 85% dan diencerkan dengan aquades hingga tanda tera pada labu takar 250 ml.
48
Kocok hingga homogen dan saring menggunakan kertas saring. Larutan Bradford dibuat hanya saat pengukuran akan dilakukan karena sifat bahan yang tidak tahan lama untuk ketelitian analisa. b. Pembuatan Standar Protein BSA (Bovine Serum Albumin) Larutan stok standar dibuat dengan melarutkan 100 mg BSA dalam 50 ml aquades. Reaksi dibiarkan tanpa dikocok, setelah larut sampel diencerkan pada labu takar 100 ml hingga tanda tera. Setelah itu dibuat larutan protein BSA pada kisaran 0-1 mg/ml melalui pengenceran seri. Pembacaan standar dilakukan dengan memasukkan 0.3 ml larutan protein BSA dengan konsentrasi yang berbeda serta 0.3 ml aquades dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 15 ml larutan Bradford dan dikocok selama 2 menit dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. 9. Total Plate Count (Apriantono et al., 1989) Pertumbuhan mikroorganisme dalam sampel dihitung menggunakan metode cawan terhadap sampel dengan variasi masa tunda (time delay) selama masa pra-giling yaitu 0, 12, 24 dan 48 jam setelah penebangan (t). Setelah perlakuan masa tunda (time delay) dan penggilingan, masingmasing sampel diencerkan menggunakan bufer fosfat pH 7.0 secara desimal (1:100) yaitu konsentrasi pengenceran 10-2, 10-4 dan 10-6. Setelah itu, dari masing-masing konsentrasi pengenceran sampel dipipet 0.1 ml ke permukaan agar (PCA) yang telah membeku di cawan petri dan ratakan dengan batang gelas lengkung (hockey stick) steril yang telah dicelupkan dalam alkohol 95%, dipijarkan dan didinginkan. Proses perataan ini dilakukan dengan memutar cawan petri di atas meja. Selanjutnya inkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam dan hitung jumlah bakteri menggunakan Quebec colony counter dan perhitungan total count. Setiap pengenceran sampel akan dilakukan secara duplo untuk ketelitian yang lebih tinggi. 10. Metode Kabut (Mochtar dalam Hasan, 1999) Produksi dekstran diamati melalui analisis dekstran menggunakan metode kabut. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml sampel kemudian ditambahkan 2 ml akuades dan 1 ml TCA 10% dan dikocok. Setelah
49
didiamkan selama 15 menit, larutan disentrifus selama 10 menit 1000 rpm. Kemudian sebanyak 3 ml supernatan ditambahkan 6 ml alkohol 70%, dikocok perlahan, didiamkan sekitar 20 menit dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 720 nm. Konsentrasi dekstran dihitung menggunakan bantuan kurva standar dekstran dari konsentrasi 0 ppm hingga 1000 ppm.
50
Lampiran 2. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan aktivitas dekstranase pada berbagai perlakuan suhu Daftar uji sidik ragam aktivitas dekstranase pada berbagai perlakuan suhu Jumlah Kuadrat Nilai F Nilai P Sumber Keragaman db Kuadrat Tengah Antar suhu 3 1.94E-05 6.46E-06 7.381* 0.042 Dalam suhu 4 3.50E-06 8.75E Total 7 2.29E-05 Keterangan : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan aktivitas dekstranase pada berbagai perlakuan suhu Dosis enzim (UD/l nira) Rata-rata Peringkat ( =0.05) 60 7.65E-02 A 30 7.70E-02 A 40 7.85E-02 A B 50 8.05E-02 B Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
51
Lampiran 3. Perhitungan perubahan kadar dekstran selama degradasi dekstran T2000 (Sigma) menggunakan dekstranase Dosis Enzim (UD/l substrat) 0 50 75 100
Keterangan Dekstran (ppm) Dekstran (%) Dekstran (ppm) Dekstran (%) Dekstran (ppm) Dekstran (%) Dekstran (ppm) Dekstran (%)
Waktu Inkubasi (Menit) 0 60 120 180 798.57 795.71 780.00 778.57 100.00 99.64 97.67 97.50 798.57 27.14 22.86 18.57 100.00 3.40 2.86 2.33 798.57 18.57 15.71 12.86 2.33 1.97 1.61 100.00 798.57 7.14 6.43 5.71 100.00 0.89 0.81 0.72
Perhitungan Kadar Dekstran (ppm) dilakukan menggunakan Metode Kabut pada tingkat absorbansi 720 nm yang dikonversi berdasarkan kurva standar dekstran T2000 kisaran 0-1000 ppm berikut ini : 0.8
Absorbansi (nm)
0.7 y = 0.0007x R2 = 0.9981
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000 1100
Dekstran (ppm)
52
Lampiran 4. Hasil uji sidik ragam dan uji Duncan pengaruh dosis enzim dan waktu inkubasi terhadap persentase dekstran pada karakterisasi Dekstran T2000 Uji sidik ragam pengaruh dosis enzim dan waktu inkubasi pada Dekstran T2000 F Tabel Sumber Jumlah Kuadrat db F hitung variasi Kuadrat Tengah 0.05 Rata-rata 1 63319.059 63319.059 7E+007 .000 DE 3 31367.183 10455.728 1E+007 .000 WI 3 32880.829 10960.276 1E+007 .000 DE*WI 9 10458.604 1162.067 1286718 .000 Galat 16 0.014 0.001 Total 32 138025.689 Uji sidik ragam pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi pada Dekstran T2000 F Tabel Sumber Jumlah Kuadrat db F hitung variasi Kuadrat Tengah 0.05 Rata-rata DE*WI Galat Total
1 15 16 32
63319.059 74706.615 0.014 138025.689
63319.059 4980.441 0.001
7E+007 5514675
.000 .000
Uji lanjut Duncan pengaruh dosis enzim terhadap persentase dekstran Dosis enzim Rata-rata Peringkat ( =0.05) (UD/l substrat) 0 98.702 A 50 27.147 B 75 26.477 C 100 25.603 D Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata Uji lanjut Duncan pengaruh waktu inkubasi terhadap persentase dekstran Waktu Inkubasi (menit) Rata-rata Peringkat ( =0.05) 0 100.000 A 60 26.565 B 120 25.826 C 150 25.540 D Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
53
Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap persentase dekstran Dosis enzim (UD/l substrat) - Waktu N Rata- rata Peringkat ( =0.05)* inkubasi (menit) 0-0 2 100.000 A 50-0 2 100.000 A 75-0 2 100.000 A 100-0 2 100.000 A 0-60 2 99.640 B 0-120 2 97.670 C 0-150 2 97.500 D 50-60 2 3.400 E 50-120 2 2.860 F 50-150 2 2.330 G 75-60 2 2.330 G 75-120 2 1.970 H 75-150 2 1.610 I 100-60 2 0.890 J 100-120 2 0.805 K 100-150 2 0.720 L Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
54
Lampiran 5. Hasil analisa kadar gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi Dosis Enzim (UD/l Nira)
Waktu Inkubasi (menit) 0
30 0 60
90
Ulangan 1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan
Total Rataan 80 0
30
60
90
55
Total Rataan
1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan
Gula Pereduksi (mg/ml glukosa) 13.902 14.470 14.186 13.683 14.877 14.280 13.401 14.681 14.041 14.309 14.568 14.438 14.236 13.025 14.544 13.784 15.186 15.667 15.427 19.855 20.921 20.388 19.683 21.052 20.367
Dekstran Terdegradasi (mg/ml glukosa)
Viskositas (cP)
6.484 5.929
0.904 0.883 0.894
TSS (% Brix) 15.50 13.40 14.45 14.90 13.40 14.15 14.70 13.40 14.05 14.60 13.30 13.95 14.15 15.40 13.40 14.40 15.20 13.30 14.25 14.40 13.10 13.75 14.00 12.80 13.40
0.000 0.000 0.000 0.000
1.378 1.368 1.373
17.491
3.365
1.032
13.95
0.000 0.000
0.914 0.913 0.914
0.000 0.000 0.000
0.921 0.897 0.909
0.000 0.000 0.000 0.000
0.920 0.894 0.907 1.026
0.000 0.074 0.037
1.423 1.384 1.404
1.504 0.790 1.147
0.950 0.926 0.938
6.454 6.240 6.347 5.373
0.891 0.892 0.892
pH 5.45 5.23 5.34 5.45 5.20 5.33 5.41 5.19 5.30 5.41 5.18 5.30 5.32 5.45 5.26 5.36 5.44 5.20 5.32 5.43 5.18 5.31 5.42 5.17 5.30 5.32
0
0
30 100 60
90
1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan
Total Rataan 0
30 120 60
90 Total Rataan
1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan 1 2 Rataan
13.495 14.779 14.137 15.938 16.638 16.288 22.925 23.779 23.352 22.017 23.563 22.790
0.000 0.309 0.155
1.433 1.398 1.416
2.256 1.761 2.008 9.525
0.890 0.890 0.890
19.142 13.495 15.476 14.485 16.032 18.961 17.497 18.696 19.942
9.097 9.311
0.882 0.884 0.883
7.708 8.995 8.351
0.879 0.882 0.881
4.956
1.018
-0.407 1.007 0.300 2.350
1.456 1.407 1.431
4.084 3.217
19.579
5.278 4.731 5.551 5.141
0.881 0.873 0.877 0.878 0.872 0.875
17.720
3.484
1.016
19.319 19.040 20.119
5.295 5.260
0.884 0.878 0.881
15.30 13.40 14.35 14.30 13.00 13.65 14.00 12.90 13.45 13.80 12.70 13.25
5.44 5.25 5.35
13.68 15.30 13.40 14.35 14.10 13.10 13.60 13.90 13.00
5.31
5.41 5.20 5.31 5.40 5.19 5.30 5.40 5.18 5.29 5.44 5.25 5.35 5.41 5.20 5.31
13.30
5.40 5.20 5.30 5.38 5.18 5.28
13.68
5.31
13.45 13.80 12.80
56
1
Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi terhadap parameter uji gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH Daftar uji sidik ragam gula pereduksi Jumlah Sumber Keragaman db Kuadrat Dosis Enzim 3 103.1840 Waktu Inkubasi 3 158.029 Interaksi 9 72.979 Kekeliruan 16 14.740 Total 31 348.933 Keterangan : * = berpengaruh nyata Daftar uji sidik ragam dekstran terdegradasi Jumlah Sumber Keragaman db Kuadrat Dosis Enzim 3 105.968 Waktu Inkubasi 3 147.164 Interaksi 9 70.040 Kekeliruan 16 4.334 Total 31 327.507 Keterangan : * = berpengaruh nyata
Kuadrat Tengah 34.394 52.676 8.108 0.921
Kuadrat Tengah 35.322 49.054 7.782 0.270
Nilai F
Nilai P
37.33 0.0001* 57.18 0.0001* 8.80 0.0001*
Nilai F
Nilai P
130.39 0.0001* 181.08 0.0001* 28.73 0.0001*
Daftar uji sidik ragam viskositas Jumlah Kuadrat Dosis Enzim 3 0.001 Waktu Inkubasi 3 1.567 Interaksi 9 0.008 Kekeliruan 16 0.003 Total 31 1.581 Keterangan : * = berpengaruh nyata Sumber Keragaman
db
Kuadrat Tengah 0.0004 0.5226 0.0009 0.0002
Nilai F
Nilai P
1.79 0.1890 2181.26 0.0001* 4.03 0.0075
Daftar uji sidik ragam TSS Jumlah Kuadrat Dosis Enzim 3 1.285 Waktu Inkubasi 3 3.707 Interaksi 9 0.522 Kekeliruan 16 17.460 Total 31 22.975 Keterangan : * = berpengaruh nyata Sumber Keragaman
db
Kuadrat Tengah 0.428 1.235 0.058 1.091
Nilai F 0.39 1.13 0.05
Nilai P 0.7601 0.3657 0.9999
57
Daftar uji sidik ragam pH Jumlah Kuadrat Dosis Enzim 3 0.0006 Waktu Inkubasi 3 0.0144 Interaksi 9 0.0006 Kekeliruan 16 0.3819 Total 31 0.3976 Keterangan : * = berpengaruh nyata Sumber Keragaman
db
Kuadrat Tengah 0.00022 0.00480 0.00006 0.02386
Nilai F 0.01 0.20 0.00
Nilai P 0.9987 0.8939 1.0000
58
Lampiran 7. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh dosis dekstranase, lama waktu inkubasi, serta interaksi keduanya terhadap parameter uji gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH a. Uji lanjut Duncan pengaruh dosis enzim Uji lanjut Duncan pengaruh dosis enzim terhadap kadar gula pereduksi Dosis enzim (UD/l nira) Rata-rata Peringkat ( =0.05) 100 19.1418 A 120 17.7201 B 80 17.4916 B 0 14.2364 C Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata Uji lanjut Duncan pengaruh dosis enzim terhadap dekstran terdegradasi Dosis enzim (UD/l nira) Rata-rata Peringkat ( =0.05) 100 4.9575 A 120 3.5350 B 80 3.3649 B 0 0.0000 C Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata b. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu inkubasi Uji lanjut Duncan pengaruh waktu inkubasi terhadap kadar gula pereduksi Waktu inkubasi (menit) Rata-rata Peringkat ( =0.05) 90 19.2939 A 60 19.2750 A 30 15.8728 B 0 14.1483 C Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata Uji lanjut Duncan pengaruh waktu inkubasi terhadap dekstran terdegradasi Waktu inkubasi (menit) Rata-rata Peringkat ( =0.05) 60 5.2343 A 90 4.8559 A 30 1.5930 B 0 0.1743 C Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
59
Uji lanjut Duncan pengaruh waktu inkubasi terhadap viskositas Waktu inkubasi (menit) Rata-rata Peringkat ( =0.05) 0 1.40588 A 30 0.90563 A 60 0.89013 B 90 0.88900 B Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata c. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi dosis dan waktu inkubasi dekstranase Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap kadar gula pereduksi Dosis (UD/l nira) - Waktu N Rata- rata Peringkat ( =0.05)* inkubasi (menit) 100-60 2 23.3520 A 100-90 2 22.7900 A 80-60 2 20.3880 B 80-90 2 20.3675 B 120-90 2 19.5795 B C 120-60 2 19.3190 B C 120-30 2 17.4965 C D 100-30 2 16.2880 D E 80-60 2 15.4265 D E F 120-0 2 14.4855 E F 0-90 2 14.4385 E F 0-30 2 14.2800 E F 0-0 2 14.1860 E F 100-0 2 14.1370 E F 0-60 2 14.0410 E F 80-0 2 13.7845 F Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
60
Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap kadar dekstran terdegradasi Dosis (UD/l nira) - Waktu N Rata- rata Peringkat ( =0.05)* inkubasi (menit) 100-60 2 9.3110 A 100-90 2 8.3515 A 80-60 2 6.3470 B 80-90 2 5.9285 B C 120-60 2 5.2775 B C 120-90 2 5.1410 C 120-30 2 3.2170 D 100-30 2 2.0085 E 80-30 2 1.1470 E F 120-0 2 0.5035 F 100-0 2 0.1545 F 80-0 2 0.0370 F 0-0 2 0.0000 F 0-30 2 0.0000 F 0-60 2 0.0000 F 0-90 2 0.0000 F Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
61
Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap viskositas Dosis (UD/l nira) - Waktu N Rata- rata Peringkat ( =0.05)* inkubasi (menit) 120-60 2 1.43150 A 100-30 2 1.41550 A 80-0 2 1.40350 A B 0-0 2 1.37300 B 80-30 2 0.93800 C 0-30 2 0.91350 C D 0-60 2 0.90900 C D E 0-90 2 0.90700 C D E 80-90 2 0.89350 D E 80-60 2 0.89150 D E D E 100-30 2 0.89000 D E 100-60 2 0.88300 D E 120-30 2 0.88100 D E 100-90 2 0.88050 D E 120-60 2 0.87700 120-90 2 0.87500 E Keterangan: Huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
62
Lampiran 8. Hasil uji korelasi antar parameter uji gula pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH
Parameter Uji
GP
Korelasi 1.000 P - Value 0.000 Korelasi 0.986 DT P - Value 0.000 Korelasi -0.567 V P - Value 0.001 Korelasi -0.567 TSS P - Value 0.001 Korelasi -0.310 pH P - Value 0.084 Keterangan : GP : Gula Pereduksi V : Viskositas pH : pH GP
DT
V
TSS
pH
0.986 -0.567 -0.567 -0.310 0.000 0.001 0.001 0.084 1.000 -0.542 -0.444 -0.171 0.000 0.001 0.011 0.350 -0.542 1.000 0.410 0.211 0.001 0.000 0.02 0.247 -0.444 0.0410 1.000 0.904 0.011 0.02 0.000 0.000 -0.171 0.211 0.904 1.000 0.350 0.247 0.000 0.000 DT : Dekstran Terdegradasi TSS : Total Suspended Solid
63
Lampiran 9. Perhitungan rasio dosis enzim dengan kadar dekstran dalam nira Dosis Enzim Kadar Dekstran Enzim Rasio Enzim/dekstran (UD/l Nira) (ppm/l Nira) (ml) (ml enzim/ppm dekstran) 0 284.29 0.000 0.0000 80 284.29 0.324 0.0011 100 284.29 0.405 0.0014 120 284.29 0.486 0.0017 Keterangan : perhitungan dilakukan berdasarkan aktivitas enzim sebesar 248.29 UD/ml enzim
64