Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015
PENGARUH PENAMBAHAN ANTIINVERSI DAN SUHU IMBIBISI TERHADAP TINGKAT KESEGARAN NIRA TEBU Effect of Concentration of Anti-inversion and Temperature of The Water Imbibition to The Freshness of Sugarcane Ellen Demi Winata1*, Wahono Hadi Susanto1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, email:
[email protected] ABSTRAK Kehilangan sukrosa selama proses pengolahan gula diakibatkan oleh reaksi inversi. Penghambatan reaksi inversi diperlukan supaya laju hidrolisa sukrosa oleh enzim dapat diturunkan. Hal ini dilakukan dengan memberikan suhu ekstrim dan penambahan antiinversi. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh konsentrasi antiinversidan suhuimbibisi terhadap tingkat kesegaran nira tebu. Rancangan percobaan menggunakan RAK faktorial. Faktor I adalah konsentrasi antiinversi yang dilarutkan dalam air imbibisi terdiri dari 3 level (400 ppm, 500 ppm, 600 ppm) dan faktor II adalahsuhu air imbibisi yang terdiri dari 3 level (700C, 800C, 900C). Analisa yang dilakukan yaitu sukrosa, gula invert, pH, TPC, rendemen, dankadar nira tebu. Data dianalisa secara statistik dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA),Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruhnyata antara konsentrasi antiinversi dan suhu imbibisi pada kadar sukrosa, kadar gula invert, pH, rendemen dan jumlah mikroba. Suhu imbibisi memberikan pengaruh nyata tterhadap kadar nira tebu (KNT). Hasil penghambatan efektifyang dicapai yaitu 500 ppm dan suhu 800C. Kata kunci: Antiinversi, Imbibisi,Inversi ABSTRACT The problem that often appears in the factory is the inversion process. Inhibition of inversion reaction can be done by providing temperature and giving anti-inversion. This study aims to determine the effect of concentration of anti-inversion and temperature of the water imbibition to the freshness of sugarcane. The experimental design that used was a two factorial RAK. The first factor is the concentration of the anti-inversion that dissolved in water imbibition consists of 3 levels (400 ppm, 500 ppm, 600 ppm)and the second factor is the temperature of the water imbibition which consists of 3 levels (700C, 800C, 900C). Analysis of the observation consist of pH analysis, invert sugar, sucrose levels, TPC, sucrose content, and the sap content of the cane. The data obtained were analyzed statistically using ANOVA.The results showed that the real influence appears on concentration and temperature of imbibition to level of sucrose, invert sugar, pH, yield and number of microbes. Imbibition temperature levels give the real influence to sugar cane (KNT). The best results is 500 ppm and 800C. Keywords: Anti-inversion, Imbibition, Inversion PENDAHULUAN Kondisi industri gula di Indonesia dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal tersebut dapat terlihat dari produksi gula nasional yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Sementara kebutuhan konsumsi gula dalam negeri semakin meningkat karena jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. 271
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 Kebutuhan gula nasional Indonesia sebesar 3.2 juta ton per tahunnya sementara produksi dalam negeri sekitar 2 juta ton [1]. Hal ini merupakan suatu kemunduran bagi bangsa Indonesia karena pada tahun 1975-1995, produksi gula nasional Indonesia bisa mencapai sekitar 2.5 juta ton. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jumlah produksi gula tebu harus ditingkatkan kembali dengan memperbaiki faktor-faktor yang terkait dalam produksi gula tebu yaitu peningkatan produksi di bagian on farm dan off farm. Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula di Indonesia rendah adalah reaksi inversi. Kehilangan gula (sukrosa) menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya dapat mengganggu proses kristalisasi, sehingga dapat menurunkan rendemen gula sukrosa [2]. Permasalahan ini dapat diatasi dengan pemilihan kondisi proses pengolahan yang tepat dan dapat juga ditambahkan pengawet yang bersifat inhibitor enzim atau antimikrobial ke dalam nira tebu [3] Beberapa penelitian yang telah dilakukan, lebih banyak membahas mengenai penghambatan degradasi sukrosa dengan menggunakan akar kawao (Milletia sericea) [2] ; menggunakan tembaga sulfat (CuSO4) [4] ; serta penyemprotan buffer sucrose pada ujung batang tebu [5]. Kekurangan dari penelitian terdahulu adalah tidak adanya pembahasan mengenai penambahan antiinversi yang dilarutkan dalam air imbibisi untuk menghambat hidrolisa sukrosa. Penelitian ini dilakukan penghambatan aktivitas invertase sehingga hidrolisa sukrosa dapat dikontrol dengan memberikan kondisi suhu imbibisi ekstrim dan penambahan inhibitor bagi reaksi hidrolisis oleh invertase. Bahan inhibitor yang aman untuk nira tebu adalah antiinversi berupa karboksil benzena dan pottasium sorbat. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tebu varietas BL berumur 12 bulan yang diperoleh dari Kebun Glanggang Pakisaji Malang. Bahan-bahan untuk analisis kimia meliputi Antiinversi (merk Bufferos) yang didapatkan dari Kantor Pusat Buferos Malang, dinitrosalisilat, glukosa anhidrat, agar PCA, aquades, Pb-asetat, Alumunium Foil dan NaOH 0,1 N. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi Juice Cane Extraction, timbangan, termometer, spektrofotometer (panjang gelombang 330-1000 nm, 2D plus, merk Labomed, Inc), timbangan analitik (ketelitian 0.10 mg), pHmeter (merk Hanna), laminer air flow, colony counter, autoklaf, lemari pendingin, labu ukur (volume 25, 50, 100, dan 250 ml), erlenmeyer (volume 50, 100, dan 250 ml), beaker glass 500 ml, gelas ukur 100 ml, botol semprot 500 ml, pipet ukur 1 ml, pipet ukur 10 ml, pipet tetes, mikropipet, mikrotip, spatula, tabung reaksi, kompor, bunsen, rak tabung reaksi, dan cawan petri. Tahapan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan variasi perlakuan konsentrasi antiinversi. Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara suhu air imbibisi dengan konsentrasi antiinversi. Penelitian lanjutan dilakukan dengan langkah sebagai berikut 1. Pengambilan sampel di lahan perkebunan tebu. 2. Pemilihan tebu secara acak setelah di tebang. 3. Penyiapan larutan antiinversi yang telah ditentukan tiap konsentrasinya. 4. Penyimpanan tebu dalam kondisi terbuka selama 12 jam 5. Lalu tebu diekstraksi berdasarkan perlakuan 6. Ditambahkan antiinversi yang dilarutkan dalam air imbibisi pada proses penggilingan terakhir lalu diambil niranya dan dilakukan analisa untuk masing-masing perlakuan. 272
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 Metode Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor I adalah suhu air imbibisi yang terdiri dari 3 level dan faktor II adalah konsentrasi larutan antiinversi terdiri dari 3 level. Faktor I adalah konsentrasi antiinversi(K) di dalam air imbibisi (400 ppm, 500 ppm, 600 ppm) dan faktor II adalah suhu imbibisi (S) (70 oC, 80 oC, 90 oC) Prosedur Analisis Analisa dilakukan setiap 6 jam sekali selama 24 jam yang meliputi analisa pH, analisa kadar sukrosa, analisa gula invert / pereduksi, analisa total mikroba, rendemen dan kadar nira tebu. Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara statistik dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA), jika tidak terjadi interaksi antara kedua perlakuan dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf 5% dan jika terdapat perbedaan nyata pada interaksi kedua perlakuan maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Nilai pH Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan merupakan penelitian awal dalam menentukan konsentrasi antiinversi yang akan digunakan sebagai faktor penentu tingkat kesegaran nira. Antiinversi yang digunakan berupa karboksil benzene dan potassium sorbat (PUFA) dengan tingkat kemurnian 60%. Antiinversi dilarutkan dalam air imbibisi dengan rentang konsentrasi yang diberikan yaitu 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, dan 1500 ppm. Hasil penelitian pendahuluan dalam analisa pH nira mentah menggunakan berbagai konsentrasi antiinversi bisa dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Analisa pH Nira Berbagai Konsentrasi Antiinversi Berdasarkan Gambar 1 nira mentah tanpa pemberian antiinversi menunjukkan penurunan pH yang cukup signifikan di atas jam ke-6 hingga jam ke-24. Pemberian antiinversi konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm dan 400 ppm masih menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme yang cukup tinggi. Berbeda dengan pemberian antiinversi dengan konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm dan 1500 ppm. Ketiga konsentrasi ini sedikit mengalami penurunan pada jam ke-18 hingga jam ke-24. Penelitian ini diberikan perlakuan penambahan antiinversi agar pH mendekati netral. Nira mentah dengan pH netral dapat mengakibatkan kerusakan struktur protein enzim invertase sehingga hidrolisis sukrosa dapat diminimalisir. Kerusakan struktur enzim dapat disebabkan terganggunya ikatan kovalen dalam kerangka polipeptida, yaitu ikatan hidrogen antara gugus R-residu. Perubahan struktur dan fungsi enzim dapat mempengaruhi aktivitas enzim [2]. Berdasarkan penelitian pendahuluan ini didapatkan 3 konsentrasi antiinversi yaitu 400 ppm, 500 ppm dan 600 ppm. Tujuannya untuk mengetahui konsentrasi optimal yang mampu menjaga kestabilan pH nira mentah. Selanjutnya dilakukan pemilihan suhu yang didasarkan pada studi literatur tentang suhu optimal penghambatan aktivitas invertase. Invertase memiliki aktivitas optimal pada suhu 600C [6], sehingga suhu yang dipilih adalah suhu di atas 600C. Suhu yang dipilih dalam penelitian ini yaitu 70°C, 80°C dan 90°C mengingat pada suhu tersebut aktivitas enzim dan mikroorganisme menurun. Penggunaan suhu tinggi 273
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 berfungsi menginaktivasi enzim seperti invertase yang aktivitasnya terhenti dengan pemanasan selama 2 menit pada suhu 90° C [7]. 2. Kadar Sukrosa Kadar sukrosa merupakan parameter yang berkaitan langsung pada pengujian kerusakan dalam nira tebu. Sukrosa merupakan faktor penentu jumlah rendemen akhir dalam proses pengolahan gula kristal [8]. Hasil pengukuran kadar sukrosa pada penelitian ini bervariasi antara 19 % - 21 %. Selama 24 jam, penambahan antiinversi dan suhu imbibisi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sukrosa. Gambar 2 menunjukkan pengaruh penambahan konsentrasi antiinversi dan suhu imbibisi terhadap kadar sukrosa selama 24 jam.
Gambar 2. Kadar Sukrosa Selama 24 Jam Penurunan terendah diperoleh pada nira kontrol. Semakin lama maka penurunan sukrosa semakin cepat. Sedangkan perlakuan konsentrasi antiinversi 400 ppm; 700C kadar sukrosa cenderung menurun lebih landai. Berbeda dengan konsentrasi 500 ppm dan 600 ppm, keduanya belum memberikan dampak penghambatan inversi yang maksimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keduanya mampu menghambat terjadinya inversi yang ditandai dengan sedikitnya penurunan kadar sukrosa selama 24 jam. Berdasarkan analisa keragaman penambahan konsentrasi antiinversi 500 ppm dan 600 ppm tidak berbeda nyata. Suhu imbibisi 800C dan 900C juga tidak berbeda nyata. Sehingga dapat dikatakan konsentrasi 500 ppm dan suhu 800C sudah efektif dalam penghambat inversi. Penurunan sukrosa disebabkan oleh terjadinya inversi yaitu adanya enzim invertase yang memecah sukrossa menjadi gula-gula invert. Antiinversi mampu menginaktifkan enzim yang sudah terbentuk dengan cara mengikat gugus -SH pada enzim invertase dan membuat enzim menjadi inaktif. Sehingga sukrosa tidak dapat dipecah karena keterbatasan enzim sehingga metabolisme mikroba akan terhambat karena nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolismenya tidak terpenuhi [9]. 3. Kadar Gula Invert Gula invert mempunyai gugus aldehid atau keton bebas yang dalam suasana basa dapat mereduksi logam-logam [10]. Selain itu gula invert juga bisa mengalami oksidasi menjadi asam-asam (asam aldonat, asam uronat, dan asam ketonat). Keberadaan gula invert tersebut menandakan adanya hidrolisa sukrosa yang tidak dikehendaki dalam nira tebu. Reaksi inversi merupakan reaksi hidrolisis irreversible yang dapat dipercepat oleh suhu tinggi dan optimal pada suhu 550C. Reaksinya adalah indotermik dengan energi aktivasi 25.90 kilokalori per mol pada 20°C. Reaksi ini dapat juga melalui katalisis biokimia dengan beberapa enzim, khususnya invertase [11][12]. Rerata produksi gula invert dalam penelitian ini berkisar 0.3% - 0.7%. Sedangkan kadar gula invert nira tebu berkisar 0.3% – 3% [13]. Hal ini berarti jumlah gula invert cukup rendah karena adanya perlakuan penghambatan dengan menggunakan antiinversi. Pengolahan nira tebu menjadi gula tidak 274
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 menghendaki adanya gula invert karena merupakan indikasi hidrolisa sukrosa yang dapat mengganggu proses kristalisasi sukrosa. Kadar gula invert di awal inkubasi dalam nira kontrol adalah 0,38 %. Jam ke 24 kadar gula invert mencapai jumlah yang maksimal pada masing-masing perlakuan yaitu 0.74 % pada nira kontrol. Sedangkan pada sampel yang lain menunjukkan adanya penghambatan terbentuknya gula invert. Peningkatan terbentuknya gula invert yang paling landai terdapat pada sampel 600 ppm; 900C. Sedangkan peningkatan terbentuknya gula invert yang paling curam terdapat pada sampel kontrol.
Gambar 3. Grafik Peningkatan Kadar Gula Invert Selama 24 jam Gambar 3 menunjukkan peningkatan kadar gula invert secara terus menerus. Selang waktu antara jam ke 0 – 10 terjadi peningkatan kadar gula invert yang lebih landai daripada peningkatan kadar gula invert antara jam ke 10 – 24 [3]. Peningkatan kadar gula invert yang landai pada jam ke 0 hingga jam ke 10 menggambarkan bahwa reaksi inversi masih berjalan lambat. Namun tanpa penambahan antiinversi, nira tebu kurang dapat dipertahankan kualitasnya karena tidak ada penghambatan terhadap reaksi inversi sehingga kadar gula invert yang terbentuk terus meningkat. Peningkatan kadar gula invert yang sedikit lebih curam antara jam ke 12 hingga jam ke 24 menunjukkan bahwa antiinversi mulai berkurang jumlahnya sehingga penghambatan reaksi inversi berikutnya mulai kurang maksimal. Seiring dengan peningkatan jumlah mikroba yang mampu bertahan hidup maka pembentukan sel yang baru semakin sedikit dan kemampuan memecah substrat menjadi sumber karbon akan semakin tinggi. Ketersediaan sumber karbon yang terbatas akan menghambat perkembangbiakan mikroba. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan [14] yang menyebutkan bahwa potassium sorbet pada antiinversi dapat menurunkan tingkat penggunaan karbon dari beberapa substrat termasuk glukosa. 4.
Nilai pH Penurunan nilai pH berarti menunjukkan peningkatan ion H+ yang dihasilkan dari peningkatan kadar asam dalam larutan nira. Peningkatan kadar asam dalam larutan menunjukan adanya aktivitas degradasi lanjut sukrosa baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun enzim [3]. Antiinversi mengandung komponen kimia yang bersifat sebagai antimikroba, yaitu karboksil benzena yang bekerja dengan cara merusak dinding sel. Sehingga dinding sel tidak dapat menyaring zat-zat yang keluar masuk. Efek antimikrobial karboksil benzena dalam medianya disebabkan karena bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi terdifusi secara bebas melalui membran sel. Lalu terionisasi dalam sel menghasilkan ion hidrogen yang akan menambah keasaman protoplasma sehingga menyebabkan terjadinya denaturasi protein enzim. Sehingga dapat mengakibatkan terganggunya proses metabolisme mikroba dan mikroba akan mati [15]. Berikut grafik penurunan pH nira tebu selama 24 jam yang bisa dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, nilai pH semakin turun. Hal ini disebabkan karena adanya mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam-asam organik. Penurunan pH dalam nira yang lebih curam menunjukan bahwa aktivitas mikroorganisme yang mengkontaminasi nira tersebut lebih tinggi daripada yang mengkontaminasi nira tebu dengan penambahan antiinversi. Hal ini disebabkan karena 275
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 adanya komponen antimikroba dalam bahan antiinversi. Penurunan pH nira mentah yang tercuram terdapat pada nira dengan penambahan antiinversi 0 ppm (kontrol) dimana nilai pH pada jam ke-0, ke-6, ke-12, ke-18 dan ke-24 berturut-turut sebesar 5.57; 4.88; 4.43; 3.81; dan 3.63. Sedangkan penurunan pH nira yang terlandai terdapat pada tebu dengan penambahan antiinversi 600 ppm (900C) dimana nilai pH pada jam ke-0, ke-6, ke-12, ke-18 dan ke-24 berturut-turut sebesar 6.24; 6.22; 6.22; 6.17; dan 5.17. Adanya sedikit penurunan pH pada nira dengan perlakuan antiinversi 600 ppm dan suhu 900C dikarenakan masih ada sedikit mikroba yang bertahan hidup dan menghasilkan asam-asam organik.
Gambar 4. Grafik Penurunan pH Nira 24 jam Nilai pH nira merupakan faktor yang perlu dipertahankan dalam pengolahan nira tebu menjadi gula agar tidak mengalami inversi yang berkelanjutan. Namun nilai pH juga tidak boleh terlalu tinggi karena juga dapat menyebabkan kerusakan berupa hidrolisa gula invert, khususnya fruktosa menjadi senyawa lebih sederhana (aldehid) sehingga nira tebu mengalami pencoklatan. Nilai pH di industri gula dinaikan dengan penambahan kapur hingga mencapai nilai 7.3 - 7.8 untuk memisahkan gula invert, kemudian nira dipertahankan nilai pHnya antara 7.0 – 7.4 [16]. 5. Total Mikroba Mikroba merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya inversi. Selama proses penggilingan enzim invertase yang dihasilkan oleh mikroba akan terus bekerja aktif menghidrolisa sukrosa. Mikroba menyumbang sebagian besar enzim invertase yang mampu memecah sukrosa menjadi gula invert yaitu glukosa dan fruktosa. Sehingga perlu ditambahkan inhibitor berupa antimikroba yang mampu menghambat partumbuhan mikroba [5]. Analisa log mikroba pada setiap perlakuan dari waktu ke waktu terus meningkat selama 24 jam yang bisa dilihat pada Gambar 5. Log mikroba terbesar terdapat pada nira kontrol dimana dari jam ke-0, ke-6, ke-12, ke-18 dan ke-24 secara berturut-turut sebesar 6.47; 6.81; 7.27; 7.54 dan 8.77. Log mikroba terkecil terdapat pada tebu yang dihambat dengan antiinversi 600 ppm; 900C dimana dari jam ke-0, ke-6, ke-12, ke-18 dan ke-24 secara berturut-turut sebesar 4.07; 4.34; 4.52; 5.71 dan 5.87.
Gambar 5. Grafik Rerata Log Mikroba 24 jam
276
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 Adanya peningkatan log jumlah mikroba pada nira disebabkan masih ada mikroba yang bertahan hidup dan mempu menghidrolisis sumber karbon meskipun jumlahnya terbatas [17]. Namun semakin tinggi konsentrasi antiinversi maka log jumlah mikroba semakin rendah. Hal ini dikarenakan jumlah mikroba yang mati semakin banyak, sehingga pembentukan sel yang baru semakin sedikit dan kemampuan memecah substrat menjadi sumber karbon akan semakin rendah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan [14] yang menyebutkan bahwa potassium sorbat (PUFA) pada antiinversi dapat menurunkan tingkat penggunaan karbon dari beberapa substrat. Jenis mikroorganisme yang sering dijumpai dalam nira tebu sebagai pemicu terjadinya reaksi inversi adalah Saccharomices cereviceae dan Leuconostoc mesenteroides. Bakteri Leuconostoc merupakan bakteri heterofermentatif yang memfermentasi larutan gula dengan produksi pertumbuhan dekstran berlendir [17]. Leuconostoc mesenteroides dapat mendegradasi sukrosa dengan sangat cepat (8.05 g/l/jam pada suhu 25ºC and 8.46 g/l/jam pada suhu 30ºC) selama 6 jam [5]. Proses fermentasi ini berarti terjadi kehilangan 59 % sukrosa pada suhu 25ºC dan 62% pada suhu 30ºC sedangkan pada suhu yang lebih tinggi (37ºC dan 40ºC) persentase konsumsi sukrosa dapat menurun menjadi 47% dan 27% [5]. Peningkatan mikroorganisme penghasil asam pada akhirnya akan menyebabkan penurunan bahkan kematian pada mikroorganisme tersebut karena peningkatan jumlah asam dalam media pertumbuhannya yang menjadi penghambat pertumbuhannya sendiri. [12]. 6. Kadar Nira Tebu Kadar nira tebu (KNT) merupakan kadar nira dalam tebu yang bisa diekstrak. Kadar nira tebu yang terbaik adalah 83% [19]. Nira tebu hasil ekstraksi menggunakan Juice Cane Extractor rata-rata sebesar 70 %. Grafik kadar nira tebu bisa dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Grafik Kadar Nira Tebu Gambar 6 menunjukkan bahwa kadar nira terendah terdapat pada perlakuan 600 ppm; 700C sebesar 73%, sedangkan perlakuan 400 ppm; 900C merupakan kadar nira tertinggi yaitu sebesar 80%. Berdasarkan analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan suhu imbibisi memberikan pengaruh yang nyata sedangkan konsentrasi antiinversi tidak berpengaruh nyata. Semakin tinggi suhu imbibisi maka semakin banyak nira tebu yang dihasilkan. Sebab semakin tinggi suhu imbibisi maka gula semakin encer sehingga sukrosa mudah berdifusi keluar dan nira yang dihasilkan semakin banyak. Suhu imbibisi dapat mempengaruhi tingkat kelarutan sukrosa pada kondisi panas. Dinding sel mempunyai daya semi permeabel, dimana gula tidak dapat menerobos keluar sel ampas selama selnya masih hidup, Pemberian air imbibisi yang panas akan mempercepat pemecahan dinding sel sehingga sukrosa bisa berdifusi keluar. Tujuan pemberian imbibisi dengan suhu tinggi antara lain sedikit membantu ekonomi bahan bakar, mempercepat reaksi pemecahan sel-sel karena panas. Pemberian imbibisi merupakan salah satu upaya menekan kehilangan gula yang tertinggal di ampas [20]. 7. Rendemen Sementara Rendemen adalah ratio perbandingan antara banyaknya tebu yang digiling dengan gula yang dihasilkan. Bila dikatakan rendemen tebu 10 % berarti dari 100 kg tebu diperoleh gula sebanyak 10 kg [19]. Rendemen sementara yang digunakan untuk perhitungan bagi hasil gula, namun sifatnya masih sementara. Penelitian ini melakukan perhitungan rendemen sementara untuk mengetahui ratio perbandingan antara banyaknya tebu yang 277
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 digiling dengan gula yang dihasilkan dalam nira. Selama 24 jam waktu inkubasi terjadi penurunan rendemen yang cukup signifikan. Gambar 7 menunjukkan adanya penurunan rendemen dari waktu ke waktu. Rendemen cenderung dapat dipertahankan seiring dengan meningkatnya konsentrasi antiinversi dan suhu imbibisi, sebaliknya rendemen akan menurun seiring dengan rendahnya penggunaan antiinversi dan suhu imbibisi. Penurunan terendah diperoleh pada perlakuan tanpa antiinversi dan tanpa imbibisi. Nira kontrol mulai jam 6 ke atas sudah tidak dapat dianalisa rendemen karena pembacaan % pol bernilai minus. Hal ini disebabkan karena lendir yang dihasilkan oleh mikroba dapat mengganggu pembacaan pol. Bakteri penghasil lendir dalam larutan gula adalah Leuconostoc mesenteroides [13]. Bakteri ini mampu menghasilkan dekstran yang memberikan efek menyulitkan proses kristalisasi [21].
TRACE
Gambar 7. Rendemen selama 24 Jam Semakin lama waktu simpan maka penurunan rendemen semakin tinggi. Perlakuan konsentrasi antiinversi 400 ppm; 700C rendemen cenderung menurun lebih landai. Penurunan terjadi pada jam-6 ke atas karena banyaknya mikroba yang tumbuh dan mulai memasuki fase log.Semakin banyak mikroba maka semakin banyak sukrosa yang hilang sehingga rendemen menurun. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan antiiversi dan suhu imbibisi mampu menghambat laju inversi. Jika dibandingkan dengan sampel kontrol, semua perlakuan masih bisa dilakukan analisa rendemen sedangkan sampel kontrol hanya mampu bertahan selama 6 jam. 8. Perlakuan Terbaik Uji perlakuan terbaik penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai terbaik dari perlakuan yang diberikan. Hasil uji perlakuan terbaik menunjukkan bahwa konsentrasi antiinversi 600 ppm dengan suhu imbibisi 900C merupakan perlakuan terbaik untuk menghambat reaksi inversi dalam nira tebu. Namun pada perlakuan 600 ppm; 900C menghasilkan kadar sukrosa 20.7 %, gula invert 0.27 %, pH 6.24, jumlah log mikroba 4.07 dan rendemen 11.68 %. Namun, ditinjau dari analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan 500 ppm; 800C tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 600 ppm; 900C terhadap kadar sukrosa, kadar gula invert dan pH. Hal ini berarti perlakuan 500 ppm; 800C sudah efektif menghambat terjadinya reaksi inversi selama 24 jam. Selebihnya jika ditinjau dari segi ekonomi, untuk mendapatkan suhu 900C dengan penambahan konsentrasi 600 ppm, membutuhkan energi yang tinggi dan meningkatkan biaya produksi pada industri gula. Oleh karena itu dipilih perlakuan penambahan antiinversi konsentrasi 500 ppm dengan suhu 800C karena hasilnya sama efektifnya dengan perlakuan 600 ppm; 900C. Perlakuan konsentrasi antiinversi 500 ppm; 800C menghasilkan kadar sukrosa 20.53 %, gula invert 0.29 %, pH 6.11, jumlah log mikroba 4.27, rendemen 11.3% dan kadar nira tebu 76 %. SIMPULAN
278
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 Antiinversi dapat diaplikasikan pada proses ekstraksi tebu dengan menambahkannya pada air imbibisi. Tujuannya untuk menghambat reaksi inversi pada nira tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi antiinversi dan suhu imbibisi berpengaruh nyata terhadap rendemen, nilai pH, total mikroba, kadar sukrosa, kadar gula invert. Suhu imbibisi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar nira tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi antiinversi dan semakin tinggi suhu imbibisi maka kadar sukrosa dan pH lebih stabil. Sedangkan jumlah mikroba dan gula invert akan semakin meningkat selama 24 jam. Hasil perlakuan terbaik dicapai dengan menggunakan konsentrasi antiinversi terbesar yaitu 600 ppm namun tidak berbeda nyata dengan penghambatan dengan menggunakan konsentrasi antiinversi 500 ppm. Pemberian antiinversi dengan konsentrasi 500 ppm sudah efektif untuk membunuh mikroba dan menginaktifkan enzim dalam nira tebu. Suhu imbibisi yang terbaik adalah 900C tetapi tidak berbeda nyata dengan suhu 800C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 500 ppm dengan suhu 800C sudah efektif menghentikan reaksi inversi dan menjaga tingkat kesegaran nira. DAFTAR PUSTAKA 1) Soewandi R.M.S. 2004. Menperindag Akan Revitalisasi Pabrik Gula. http://www.agroindonesia.com. Diakses tanggal: 11/09/2013 2) Rachma, Annisa, 2006. Kajian Pengaruh pH, Waktu, dan Konsentrasi Inhibitor Akar Kawao (Milletia Sericea) pada Degradasi Sukrosa oleh Enzim Invertase. SKRIPSI. IPB. Bogor 3) Filianty, Fitry. 2007. Teknik Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu (Saccharum officinarum) Menggunakan Akar Kawao (Millettia sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana). SKRIPSI. IPB. Bogor 4) Hafidiana, Rheni. 2006. Inhibisi Aktivitas Invertase Pada Sukrosa Dengan Menggunakan Tembaga Sulfat. SKRIPSI. IPB. Bogor 5) Untara, Bayu, 2011. Pengaruh Carboxyl Benzene dan Monounsaturated Fatty Acid terhadap Jumlah Mikroorganisme dan Aktivitas Enzim Invertase Selama Penyimpanan Tebu Pasca Panen (Kajian Lama Penundaan Dan Konsentrasi Buffer Sucrose). SKRIPSI. Universitas Brawijaya. Malang 6) Mahbubur Rahman, S. M. M., Palash Kumar Sen dan M. Fida Hasan. 2004. Purification and Characterization of Invertase Enzyme from Sugarcane. Pakistan. J Biological Sciences 7(3): 340-345 7) Vorster, Darren J. dan Frederik C. Botha. 1998. Partial Purification and Characterization of Sugarcane Neutral Invertase. J Phytochemistry 49(3): 651-655 8) Hendrawan. Febri. 2010. Pengham-batan Inversi pada Penyimpanan Pasca Panen Tebu dengan Natrium Benzoat. SKRIPSI. Universitas Brawijaya. Malang 9) Tranggono dan Sutardi. M. 1990. Bahan Tambahan Makanan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta 10) Kuswurj, Risvank. 2009. Kerugian yang Ditimbulkan oleh Inversi Sukrosa. www.risvank.com. Diakses tanggal: 29/12/2013 11) Pennington, N.L and Charles W. Baker.1990. Sugar A User’s Guide to Sucrose. Van Nostrand Reinhold. New York 12) Wang, Nam Sung. 2004. Enzyme Kinetics of Invertase Via Initial Rate Determination. Department of Chemical Engineering. University of Maryland. Collage Park MD 207422111 13) Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor 14) Sofos, J. N. and Busta, F. F. 1981. Antimicrobial Activity of Sorbate. J. FoodProt. 44:614 15) Branen, A. L. and D. M. Davidson. 1983. Antimicrobial in Food. Marcel Dekker Inc.New York 16) Moerdokusumo, A. 1993. Penga-wasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Penerbit ITB. Bandung 279
Tingkat Kesegaran Nira Tebu – Winata, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.271-280, Januari 2015 17) Casas. E. 2003. Pentadiene Production from Pottasium Sorbate. Osmotolerant Yeasts. Departamento de Microbiolog a III. Madrid. Spain 18) Mathlouthi, Mohamed. 2000. Highlights of The Twentieth Century Progress in Sugar Technology and The Prospects for The 20st century. www.google.com Diakses tanggal: 25/12/2013 19) Winata, E.D. 2013. Pengendalian Mutu Proses Pengolahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Rendemen di PG. Djatiroto – Lumajang. Universitas Brawijaya. Malang. 20) Mardhia, Yeni. 2008. Pengaruh Jumlah Penambahan Air Imbibisi pada Stasiun Gilingan terhadap Kehilangan Gula dalam Ampas di Pabrik Gula Kwala Madu PTPN II. SKRIPSI. Universitas Sumatera Utara. Medan. 21) Sulaiman, S. 2009. Efisiensi Pabrik Gula Mini.http://pabrikgulamini.com. Diakses tanggal 24/12/2013.
280