Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Intan Relita Foloria Giawa*, Kartini Hutagaol, dan Horasdia Saragih Abstrak Kemampuan komunikasi matematis yang merupakan titik berat dalam pembelajaran matematika pada siswa SMP saat ini masih tergolong rendah. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk dapat mengatasinya. Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Dengan cara mendengarkan, berbicara, menggunakan kemampuan berpikir serta melakukan pengulangan pada model pembelajaran AIR akan membuat pembelajaran lebih efektif. Penelitian terhadap hal ini telah dilakukan pada siswa SMPN 1 Parongpong Bandung Barat sebagai sampel. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol di mana siswa diberi perlakuan pembelajaran biasa dan kelompok eksperimen di mana siswa diberi perlakuan model pembelajaran AIR. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji-t pada tingkat signifikansi =0,05 diperoleh bahwa pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran AIR menghasilkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran biasa. Mengacu kepada hasil ini, disimpulkan bahwa pembelajaran model AIR lebih tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan matematis siswa dibanding dengan pembelajaran biasa. Kata-kata kunci: model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR), Kemampuan Komunikasi Matematis, Siswa SMP Pendahuluan Pengetahuan yang dimiliki siswa tentang berbagai konsep dalam sebuah pembelajaran biasanya tidak sempurna dengan tingkat yang berbeda-beda dan mendalam. Hal tersebut ditandai dengan adanya ketidakjelasan mengenai tingkat keberhasilan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran [6]. Dalam pelajaran matematika, rendahnya kemampuan komunikasi menjadi salah satu penyebab banyaknya siswa yang berjuang merasa tidak puas karena menghadapi hambatan perkembangan kemampuan matematika. Padahal dalam pedagogi yang efektif, kemampuan komunikasi matematis menjadi bagian untuk mematahkan pola-pola negatif [4]. [7] melaporkan bahwa proses pengajaran dapat didasarkan pada beberapa representasi dan transformasi fleksibel di antara siswa. Sebuah tindakan komunikatif yang baik diperlukan untuk dapat menghasilkan pemahaman yang baik terhadap pembelajaran. Oleh karena itu rendahnya kemampuan komunikasi matematis perlu ditingkatkan dan dikembangkan oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran dewasa ini. Desain model pembelajaran menjadi acuan dalam mengatasi rendahnya kemampuan siswa. Dalam penelitian ini model yang diterapkan adalah model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) dengan tujuan mengetahui
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 175
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
pengaruh model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Sebagai bahan pertimbangan, terdapat hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model pembelajaran AIR yaitu [11] yang meneliti tentang eksperimentasi model pembelajaran AIR terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari karakter belajar siswa. Teori Literatur pendidikan matematika menggambarkan bahwa kelas yang mempunyai komunikasi yang baik adalah kelas di mana guru sebagai fasilitator berfokus pada pemikiran siswa dan mendorong adanya dialog sehingga siswa mampu menyampaikan pemahaman matematika. Guru yang menggunakan logika ini menyadari bahwa komunikasi adalah proses penyampaian yang dinamis, di mana pemikiran siswa, situasi dan tujuan guru semua harus diperhitungkan [2]. Salah satu cara untuk dapat mendorong siswa berinteraksi dan berkomunikasi adalah dengan melakukan diskusi kelompok [3]. Dalam [8], kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan ide matematis kepada orang lain dengan cara berbicara mengemukakan pendapat dengan bahasa sendiri dan menyusun suatu argumen, kemudian menuangkan ide-ide atau mengekspresikan konsep matematika ke dalam tulisan dengan memberikan jawaban dalam bentuk pengulangan. Standar komunikasi matematis yang merupakan program pengajaran matematika memungkinkan siswa untuk mampu: a) mengorganisir dan mengkonsolidasi pemikiran matematis mereka melalui komunikasi; b) mengkomunikasikan pemikiran matematis secara koheren (tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain; c) menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis dan strategis dari orang lain; d) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara tepat. Kemampuan komunikasi siswa dapat diukur melalui beberapa aspek yang diungkapkan [1] yaitu: a) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukisnya secara visual dalam tipe yang berbeda; b) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual; c) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) merupakan model yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Model pembelajaran ini menganggap suatu pembelajaran akan lebih efektif apabila menekankan tiga hal, yaitu Auditory Intellectually dan Repetition. Auditory merupakan pembelajaran melalui mendengar. [10] melaporkan pengolahan pendengaran mengacu pada kemampuan otak untuk menghadiri, memahami dan mengkodekan informasi dari pendengaran. Intellectually bermakna bahwa belajar harus menggunakan kemampuan berpikir. Pertumbuhan intelektual harus diikuti dengan rasa percaya diri untuk jujur dan benar-benar terlibat dalam berpikir serta memiliki rasa penasaran sehingga memberi inisiasi untuk berinteraktif [5]. Repetition diartikan sebagai pengulangan. Sebuah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang lebih cepat diingat dalam otak. Dengan melakukan pengulangan dan latihan dapat membangun dan memperkuat ingatan [9].
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 176
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Parongpong, Bandung Barat dengan cara eksperimental yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII D (sebagai kelompok eksperimen) dan kelas VII E (sebagai kelompok kontrol). Jumlah siswa pada kelas VII D adalah 34 orang dengan 16 orang laki-laki dan 18 perempuan, sedangkan jumlah siswa pada kelas VII E adalah 37 orang dengan 19 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen penelitian, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja Siswa) dan materi ajar yaitu persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel. Instrumen dibuat untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan tujuan mengukur peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari lima soal uraian yang sudah diuji kevaliditasannya terlebih dahulu kepada siswa yang bukan merupakan sampel penelitian, sebelum instrumen tersebut diberikan kepada seluruh sampel penelitian. Kedua kelompok sampel diberikan tes sebelum pembelajaran dimulai yang disebut pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dalam hal ini kemampuan yang dimaksud ialah kemampuan komunikasi matematis. Kemudian kedua kelompok sampel diberi perlakuan, di mana kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran AIR dan kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran biasa. Pada pembelajaran terakhir, diberikan tes akhir yang disebut posttest kepada kedua kelompok sampel. Terhadap semua hasil yang diperoleh, maka dilakukan perhitungan statistik. Model Pembelajaran AIR Pada kelompok sampel yang diberi perlakuan model pembelajaran AIR, siswa diberikan penjelasan mengenai materi ajar terlebih dahulu. Selama pembelajaran berlangsung, siswa diberi kesempatan untuk aktif dalam mendengarkan, berargumen, bertanya maupun memberikan pendapat. Setelah itu, siswa dibagi kepada beberapa kelompok yang kemudian diberikan masalah untuk diselesaikan. Siswa diberikan kesempatan untuk berpikir dan mengkonstruk penyelesaian masalah. Kemudian untuk melatih pemahaman, siswa diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikannya kepada teman satu kelompok ataupun di depan kelas. Dan pada akhir pembelajaran siswa diberikan pengulangan berupa kuis atau tugas untuk mengingatkan kembali akan pembelajaran yang telah dilakukan. Analisis Statistik Seluruh informasi data yang diperoleh, diolah dan dianalisisi. Dari data pretest dan posttest diperoleh gain ternormalisasi dari kedua kelompok untuk mengetahui peningkatan nilai masing-masing kelompok sampel terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas untuk mengetahui data terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Kemudian dilakukan uji yang terakhir yaitu uji-t pada tingkat signifikansi = 0.05 untuk melihat perbedaan dua rata-rata signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 177
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Hasil dan Diskusi Tabel 1. Deskripsi statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Descriptive Statistics
Kelompok Kontrol Gain Pre Post Ternormali test test sai
Mean
11.1
49.89
0.4385
Std. Error of Mean Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Minimum Maximum
0.9 5.7 32.35 0.5 0.4 -0.9 0.8 2 22
3.07 18.6 347.8 0.35 0.39 -0.4 0.76 22 94
0.0329 0.1998 0.040 0.527 0.388 -0.263 0.759 0.17 0.93
Kelompok Eksperimen Gain Pre Post Ternor test test malisasi 0.58424 10.4 61.76 1 1.2 4.04 0.04184 7.1 23.6 0.24398 50.8 555.6 0.060 1.3 0.06 0.168 0.4 0.40 0.403 1.8 -1.37 -1.399 0.8 0.79 0.788 0 22 0.22 32 98 0.98
Tabel tersebut menunjukkan perubahan nilai siswa pada kedua kelompok sampel. Berdasarkan hasil, dilihat dari rata-rata nilai pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada gain ternormalisasi, ditunjukkan rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Gambar 1 menyajikan diagram yang menunjukkan perbedaan peningkatan pada kelompok ekperimen dan kontrol sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
Gambar 1. Perbedaan nilai siswa sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Data gain ternormalisasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak dan apakah data memiliki varians yang homogen atau tidak dengan uji normalitas dan homogenitas. Hipotesis pada uji normalitas adalah H0 : data berdistribusi normal, akan ditolak apabila sig = 0.05. Sedangkan hipotesis pada uji homogenitas adalah H0 : data memiliki varians yang homogen, akan ditolak apabila sig. = 0.05. Tabel 2 menunjukkan hasil dari uji normalitas dan homogenitas.
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 178
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
Tabel 2. Uji normalitas dan uji homogenitas data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. KolmogorovSmirnov df Sig. 37 0.173 34 0.118
Kelompok Kontrol Eksperimen
Levene's Test for Equality of Variances F Sig. 3.197
0.078
Signifikansi data yang diperoleh dari kedua kelompok sampel pada uji normalitas dan homogenitas adalah besar dari = 0.05, sehingga H0 dari uji normalitas dan uji homogenitas diterima. Dengan kata lain, data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran AIR memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah dengan menggunakan uji-t. Hal ini dilakukan karena data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen. Hipotesis pada uji-t yaitu H0 : model pembelajaran AIR tidak memberikan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dari pada model pembelajaran biasa. H0 akan ditolak apabila sig. = 0.05. Hasil uji-t pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil t-test t-test for Equality of Means Gain T df. Sig. (2 Tailed) Mean Difference Std. Error Difference
Equal Variances assumed -2.762 69 0.007 -0.14572091 0.05275225
Signifikansi yang diperoleh adalah kecil dari = 0.05, sehingga H0 dari hasil uji-t tersebut ditolak. Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) memberikan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP. Referensi [1] C. Greenes dan L. Schulman, “Communication Processes in Mathematical Explorations and Investigation”. Dalam Elliott, P. C. dan Kenney, M. J., “Communication in Mathematics, K-12 and Beyond”. Virginia: NCTM (1996) [2] D. B. Forrest, “Communication Theory Offers Insight into Mathematics Teachers’ Talk”, The Mathematics Educator 18(2), 23-32(2008) [3] E. Zakaria, T. Solfitri, Y. Daud, dan Z. Z. Abidin, “Effect of Cooperative Learning on Secondary School Students’ Mathematics Achievement”, Journal of Creative Education 4(2), 98-100(2013)
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 179
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) 2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia [4] G. Anthony dan M. Walshaw, “Characteristics of Effective Teaching of
[5]
[6]
[7]
[8] [9]
[10]
[11]
Mathematics: A View from the West”, Journal of Mathematics Education 2(2), 147-164(2009) M. Noonan, “An Inclusive Learning Initiative at Nui Maynooth: The Search for a Model of Best Practice for Integrating Students With Intellectual Disabilty”, The Irish Journal of Adult and Community Education 107-114(2012) M. Voskoglou, “Application of the Centroid Technique for Measuring Learning Skills”, Journal of Mathematical Sciences & Mathematics Education 8(2), 3445(2013) M. Voskoglou dan G. Kosyvas, “Analyzing students’ difficulties in understanding real numbers”, Journal of Research in Mathematics Education 1(3), 301336(2012) National Council of Teacher of Mathematics, Principles and Standards for School Mathematics, Reston, 2000 N. Cabaroglu, S. Basaran, J. Roberts, “A Comparison Between The Occurrence of Pauses, Repetitions and Recasts Under Conditions of Face-To-Face and Computermediated Communication: A Preliminary Study”, The Turkish Online Journal of Educational Technology 9(2), 14-23(2010) S. Anthony, J. Kleinow dan J. Bobiak, “Narrative Ability Under Noisy Conditions in Children With Low-Normal Auditory Processing Skills”, Contemporary Issues in Communication Science and Disorders 36, 5-13(2009) Q. Ainia, N. Kurniasih dan M. Sapti, “Eksperimentasi Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Karakter Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri Se-Kecamatan Kaligesing Tahun 2011/2012”, Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa 9-13(2012) ISBN: 978-979-163538-7
Intan Relita Foloria Giawa* Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia
[email protected] Kartini Hutagaol Faculty Education of Mathematics Universitas Advent Indonesia
[email protected] Horasdia Saragih Faculty of Sciences Universitas Advent Indonesia
[email protected] *
Corresponding author
ISBN 978-602-19655-5-9
Hal. 180