PENGGUNAAN LIMBAH SABUT KELAPA UNTUK KETAHANAN CAMPURAN ASPAL BETON TERHADAP DEFORMASI ALUR Roberto Colia, Sigit Pranowo Hadiwardoyo Program Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Fakultas Teknik Kampus UI Depok 16424 , Indonesia E-mail:
[email protected] 1 ;
[email protected] 2
Abstrak Perkerasan lentur merupakan jenis perkerasan yang banyak dipakai di Indonesia. Salah satu kerusakan yang sering terjadi pada perkerasan lentur ialah kerusakan alur roda. Jenis deformasi ini berupa perubahan bentuk permukaan jalan akibat beban roda kendaraan yang melintasi permukaan perkerasan jalan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif campuran beton aspal yang dapat mengurangi terjadinya deformasi tersebut. Limbah sabut kelapa ditambahkan pada aspal sehingga menjadi aspal berserat. Bahan tambah ini berupa serat halus berukuran 0,5mm-1,25mm dicampur dengan Aspal pen 60/70 dengan persentase 0%; 0,75% dan 1,5% terhadap berat aspal. Aspal berserat ini kemudian dicampur dengan aggregat menjadi campuran beton aspal AC-WC kemudian dilakukan pengujian dengan Wheel Tracking Machine pada suhu 30˚C, 45˚C dan 60˚C. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa penambahan limbah sabut kelapa lebih tahan terhadap pengaruh suhu dibandingkan dengan campuran aspal beton tanpa serat. Hasil pengujian Marshall dan Wheel Tracking Machine memperlihatkan terjadinya peningkatan stabilitas dan ketahanan terhadap nilai deformasi pada persentase limbah sabut kelapa 0,75%. Kata kunci: Perkerasan Lentur , Deformasi Alur , Limbah Serabut kelapa
Abstract Flexible pavement is a type of pavement that is widely used in Indonesia . One of damage that often occurs in flexible pavement damage is the wheel groove . Type of deformation is a change in shape of the road surface due to wheel loads of vehicles across the surface of the pavement . This study aimed to explore alternative asphalt concrete mixtures that can reduce the occurrence of such deformation. Coconut coir waste is added to the asphalt so that it becomes fibrous asphalt . The added material in the form of fine fibers measuring 0.5 mm – 1.25mm mixed with asphalt pen 60/70 with a percentage of 0 % , 0.75 % and 1.5 % of the weight of asphalt. Fibrous asphalt is then mixed with aggregate into asphalt concrete mix AC WC then testing the Wheel Tracking Machine at a temperature of 30˚C , 45˚C and 60˚C. The results of this study concluded that the addition of coconut coir waste is more resistant to the effects of temperature compared to asphalt concrete mixtures without fiber. The results of testing the Marshall Test and Wheel Tracking Machine reflects the increasing stability and resistance to deformation values on the percentage of waste coconut husks 0.75 %. Keyword: Flexible Pavement, Rutting Deformation , Waste Coconut fibers
1
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
1. PENDAHULUAN Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti (Silvia Sukirman, 2003). Kerusakan konstruksi jalan umumnya sering terjadi pada lapis permukaan jalan, pada lapisan aus dan lapisan perkerasan atau binder course. Persentasi kerusakan pada lapis permukaan lebih sering terjadi dibandingkan pada lapis pondasi atau lapis antara. Bentuk fisik kerusakan yang terjadi pada lapisan permukan ialah retak, deformasi, alur roda dan konsrtuksi yang berlubang (Ozgan, 2011). Sementara di Indonesia, kerusakan konstruksi jalan diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti faktor lingkungan, kelebihan kapasitas beban, dan proses pengerjaan konstruksi. Sulitnya memprediksi perbuhan cuaca dan hujan umunnya menjadi kedala factor lingkungan tersebut (Hadiwardoyo, 2013). Dalam waktu sekarang ini, banyak penelitian mulai disempurnakan dan dikembangkan kepada pengujian Wheel Tracking. Pengujian Wheel tracking bertujuan untuk mencari nilai deformasi suatu perkerasan jalan diteliti terhadap waktu saat konstruksi tersebut mengalami deformasi, dan juga untuk mengetahui ketahanan sebuah konstruksi perkerasan jalan terhadap deformasi. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya ditemukan permukaan konstruksi perkerasan jalan raya yang mengalami deformasi, baik itu dikarenakan tekanan roda kendaraan, suhu dan waktu. Dalam pengujian ini penulis melakukan pengujian karakteristik aspal pen 60/70 dengan tambahan campuran sabut kelapa dengan komposisi tertentu. Penambahan limbah serabut kelapa bertujuan untuk mencari alternatif bahan campuran aspal. Penamban limbah serabut kelapa terhadap campuran meningkatkan nilai modulus resilient sebesar 14% (Oda, 2012). Hasil penelitian tersebut menjadi dasar acuan untuk melakukan penelitian ini. Dimana secara teknis aspal dicampur dengan komposisi serabut kelapa sehingga menjadi aspal modifikasi serabut. aspal campuran tersebut digabung dengan agregat kasar, sedang dan halus untuk dijadidikan sampel pengujian. Pengujian dilakukan dengan metode wheel tracking.
2
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
2. TINJAUAN TEORITIS Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) ialah konstruksi yang dimana Aspal sebagai bahan pengikatnya. Sifat dari perkerasan Lentur ialah memikul beban dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting deformation (lendutan pada jalur roda). Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar ialah jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar). Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama terdiri atas bahan ikat dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir, kerikil, batu pecah/ agregat dan lain-lain. Sedang untuk bahan ikat untuk perkerasan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis perkerasan jalan yang akan dipakai. Bisa berupa tanah liat, aspal/ bitumen, atau kapur (Walker, 1998) Aspal Keras/Aspal Panas/Aspal Semen (Asphalt Cement), merupakan aspal yang digunakan dalam keadaan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan dalam temperatur ruang (25˚-30˚C). Merupakan jenis aspal buatan yang langsung diperoleh dari penyaringan minyak dan merupakan aspal yang terkeras. Berdasarkan tingkat kekerasan/kekentalannya, maka aspal semen dibedakan menjadi : AC 40-50, AC 60-70, AC 85-100, AC 120-150, AC 200-300 (Silvia Sukirman, 2007). Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% – 85% agregat berdasarkan persentase volume (Wasono, 2010). Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat. Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat halus sebagai bahan pembuat tali, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil dan papan hardboard. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Oda (2012) menyatakan bahwa penambahan serabut kelapa meningkatkan nilai modulus resilient sebesar 14%. Pengujian Wheel Tracking merupakan simulasi dari pembebanan roda kendaraan pada lapisan perkerasan beraspal, dimana beban roda bergerak maju mundur melintas diatas benda uji yang dibuat berupa lapisan perkerasan beraspal. Ketahanan suatu campuran perkerasan beraspal terhadap Deformasi Permanen berupa alur, dapat dievaluasi setelah
3
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
dilalui sejumlah lintasan atau laju deformasi (rate of deformation) dalam mm/menit (Shell 2003). Benda uji berbentuk persegi dengan ukuan 30 x 30 x 5 cm (Hadiwardoyo, 2013). dipadatkan hingga mencapai kepadatan yang diperoleh dari analisa Marshall pada kadar aspal optimum dengan toleransi ± 2 %. Pemadatan benda uji dilakukan dengan alat pemadat yang sesuai standar. Pengujian dilakukan dengan memberikan tekanan kontak roda pada permukaan benda uji seberat 4.4 kg/cm2 yang setara dengan beban standar sumbu tunggal roda ganda 8,16 ton. Setiap benda uji dilewati 1.260 siklus roda dalam 1 jam pada kecepatan 21 siklus (42 lintasan) per menit. 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan ialah merupakan Penggunaan Limbah Sabut Kelapa Untuk Ketahanan Campuran Aspal Beton Terhadap Terjadinya Deformasi Alur. Dalam penelitian ini penulis melekukan pengkajian terhadap limbah sabut kelapa yang akan digunakan sebagai bahan tambahan dalam desain aspal. a. Aspal dan Agregat Dalam melakukan proses penelitian ini, agregat dan aspal diperoleh dari PT Hutama Prima, Bogor. Aspal yang diperoleh merupakan aspal keras pen 60/70 dan agregat dengan gradasi yang baik. Berikut ini hasil pengujian gradasi agregat yang diperoleh dari hasil proses pengujian Tabel 1. Spesifikasi Aspal
Karakteristik Penetrasi (25˚C 5 detik); 100 gr; 5 Detik; 0,1mm Titik lembek Titik Nyala, ˚C Daktilitas (25˚C, 5 cm) Berat jenis (25˚C) kelarutan CCl4, %berat
Standar Pengujian SNI 06-2456-1991
Spesifikasi 60-70
Hasil 64,39
SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2441-1991 RSNI M-04-2004
48-58 Min 200 Min 100 Min1.0 Min 99
49 280 110 1,005 99,59%
4
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
Agregat Kasar
No saringan 3/4" 1/2" 3/8" no. 4 no.8 no. 16 no.30 no. 50 no.100 no.200 pan
Tabel 2 Gradasi Agregat Agregat Medium Agregat Halus
Filer
100%
15%
100%
26%
100%
57%
2%
100 % 84,79% 12,86% 0,85% 0,65%
15% 12,72% 1,93% 0,13% 0,10%
100% 97,74% 76,25% 20,93% 4,65% 1,41% 0,85%
26% 25,41% 19,83% 5,44% 1,21% 0,37% 0,22%
100% 100% 100% 98,40% 86,40% 57,00% 37,8% 24,3% 16% 8,50%
57% 57% 57% 56,09% 49,25% 32,49% 21,55% 13,85% 9,12% 4,85%
2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2%
Total 100% 97,13% 80,75% 63,66% 52,55% 34,86% 23,77% 15,85% 11,12% 6,85%
Spec Min
Max
100% 90% 72% 54% 39,1% 31,6% 23,1% 15,5% 9% 4%
100% 100% 92% 69% 53% 40% 30% 22% 15% 10%
Dalam memperoleh hasil pengujian gradasi agregat dengan menggunakan metode analisa saringan. Tabel 3 Spesifikasi Agregat
Karakteristik
Standar Pengujian
Spesifikasi 3
Kasar 2,52gr/cm3
Hasil Sedang 2,52 gr/cm3
Halus 2,53gr/cm3
Berat Jenis Bulk
AASHTO T-85-81
Min 2,5 gr/cm
Berat Jenis SSD
AASHTO T-85-81
Min 2,5 gr/cm3
2,58gr/cm3
2,59 gr/cm3
2,58r/cm3
Berat Jenis Semu
AASHTO T-85-81
Min 2,5 gr/cm
3
3
2,69 gr/cm3
2,66gr/cm3
Penyerapan air Abrasi dengan mesin Los Angeles Kelekatan Terhadap Aspal Impact Partikel pipih dan lonjong Material Lolos saringan no 200 Nilai Setara Pasir
SNI 1969 -1989- F
Maks 3%
2,4 %
2,4%
2,04 %
SNI 03-2417-1991
Maks 40%
18,82 %
22,12 %
SNI 03-2439-1991
Min 95 %
98 %
SNI 03-4426-1997
Maks 30%
18,56 %
ASTM D4791
Maks 10%
6,83 %
SNI 03-4142-1996 SNI 03-4428-1997
2,68gr/cm
0,9 % Min 50%
7,6% 66,38%
5
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
Gambar 1. Grafik Gradasi Agregat Campuran
b.
Properti Serabut Kelapa Serabut yang digunakan ialah limbah serabut industri. Lokasi dari industri di daerah Cilodong Depok. Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat halus sebagai bahan pembuat tali, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil dan papan hardboard. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat.
c.
Aspal Modifikasi Serabut Dalam penelitian ini serabut digunakan sebagai campuran aspal atau menjadi aspal modifikasi serabut, dengan kata lain komposisi berat aspal murni digantikan dengan serabut, rentang komposisi serabut yang dipakai untuk menggantikan aspal ialah sebesar 0,5%-1,5% terhadap berat aspal KAO campuran benda uji.
6
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
d.
Perencanaan Campuran Gradasi Agregat yang digunakan dalam campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) yang mengacu kepada Gradasi Spesifikasi Campuran Aspal Panas Departemen Pekerjaan Umum, 2010. Lalu dicari kadar aspal perkiraan (Pb) didapat dari persamaan berikut; Pb = 0.035 ( %CA) + 0.045 (%FA) + 0.18 (%FF) + K dimana : Pb
= Perkiraan bitumen
CA
= Course Agregate (Agregat Kasar)
FA
= Fine Agregat (Agregat Halus)
FF
= Fine Filler (Bahan Pengisi)
K
= Konstanta (0.5 sampai dengan 1)
Dari perhitungan tersebut kemudian di buat benda uji marshall yang akan di uji untuk mendapatkan kadar asphalt optimum (KAO). Setelah dilakukan perencanaan campuran, maka didapatlah KAO 6,36%. kemudian dibuatlah 6 benda uji. Dimana keenam benda uji tersebut menggunakan kadar aspal 6,36%, hanya saja 5 benda uji menggunakan aspal modifikasi serabut dengan kadar komposisi yang berbeda, dimulai dari 0,5%-1,5%. Sedangkan 1 benda uji menggunakan aspal murni pen 60/70. Berikut ini rincian benda ujinya: Aspal beton AC-WC dengan kadar serabut 0% (Aspal Murni). Aspal beton AC-WC modifikasi serabut 0,5%. Aspal beton AC-WC modifikasi serabut 0,75%. Aspal beton AC-WC modifikasi serabut 1%. Aspal beton AC-WC modifikasi serabut 1,25%. Aspal beton AC-WC modifikasi serabut 1,5%. Dalam penelitiian ini serabut digunakan sebagai campuran aspal atau menjadi aspal modifikasi serabut, dengan kata lain komposisi berat aspal murni digantikan dengan serabut, rentang komposisi serabut yang dipakai untuk menggantikan aspal ialah sebesar 0,5%-1,5% terhadap berat aspal KAO 6,36% didalam campuran benda uji. Dalam proses pembuatan aspal modifikasi serabut, pertama-tama proses yang dilakukan ialah proses pencampuran serabut dengan aspal. Dimana proses tersebut dilakukan pada suhu min 150˚C selama 5 menit. Proses pengadukan menggunakan mixer dengan besar RPM yang constant agar tidak terjadi penggumpalan dalam proses pencampuran. Setalah itu aspal modifikasi menjadi dingin dan keras dimana kemudian aspal modifikasi tersebut dapat dipakai dalam proses pencampuran. 7
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
Pengujian Wheel Tracking dilaksanakan di PUSJATAN Bandung. Dalam proses pembuatan benda uji Wheel Tracking, cetakan benda uji berbentuk persegi dengan ukuran 30cm x 30cm x 5 cm. Dengan volume 4500 cm3. Untuk menghitung kebutuhan benda uji dalam 1 cetakan, tidak hanya berdasarkan volume cetakan semata, tetapi besarnya volume benda uji harus dicari dengan rumus Volume benda uji
wheell
tracking x Marshall Density x Faktor koreksi. Proses pemadatan dilakukan dengan 37 lintasan. Sampai benda uji menjadi padat, kemudian proses pengujian dilakukan pada kondisi suhu 30˚C, 45˚C dan 60˚C. 4. Hasil Dan Pembahasan 4.1. Aspal Modifikasi Serabut Pengujian aspal kombinasi juga dilakukan untuk mengetahui karakteristik masing-masing campuran aspal yang telah di campur dengan serat serabut kelapa. Dalam penelitian ini serabut digunakan sebagai campuran aspal atau menjadi aspal modifikasi serabut, dengan kata lain komposisi berat aspal murni digantikan dengan serabut, rentang komposisi serabut yang dipakai untuk menggantikan aspal ialah sebesar 0.5%-1.5% terhadap berat aspal KAO 6,36% campuran benda uji. Berikut ini hasil pengujian karakteristiknya: Tabel 4. Hasil Pengujian Aspal Modifikasi Serabut
Kadar Komposisi Serabut Karakteristik
Spesifikasi 0%
0,75%
1,50%
Penetrasi (25˚C 5 detik); 100 gr; 5 Detik; 0,1mm
60-70
64,39
59,13
57,93
Titik lembek
48-58
49
52,87
54,2
Titik Nyala, ˚C
Min 200
280
289,83
247
Daktilitas (25˚C, 5 cm)
Min 100
110
56,99
27,42
Dari tabel 4 di atas dapat di lihat bahwa nilai untuk aspal serabut campuran 0,75% memiliki nilai penetrasi 0,08% lebih kecil di bandingkan aspal murni. Begitu pula untuk aspal campuran 1,5%, hal ini menunjukkan bahwa aspal campuran serabut memiliki sifat yang lebih keras di bandingkan aspal murni. Sedangkan untuk pengujian titik lembek 8
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
menunjukkan bahwa aspal dengan kadar serabut 0,75% memiliki nilai lebih besar 1,08 kali. Dari pengujian titik lembek tersebut dapat di lihat bahwa aspal dengan campuran serat serabut kelapa cenderung memiliki tingkat kekakuan yang lebih tinggi di bandingkan aspal murni. Dengan adanya penambahan serabut terhadap aspal, mengakibatkan volume berat aspal berkurang. Pengaruh berkurangnya berat aspal ini berakibat kepada berkurangnya lapisan film aspal. Karena aspal tidak hanya melapisi campuran tetapi juga harus melapisi serabut. Dimana hal ini terlihat pada pengujian Wheel Tracking pada suhu pengujian 60˚C. dimana aspal murni memperlihatkan ketahanan deformasi yang paling baik dibandingkan dengan aspal modifikasi serabut. 4.2. Hasil Pengujian Deformasi 1 Siklus Dalam pengujian Wheel tracking, benda uji yang telah dicetak dalam cetakan dilakukan pengujian dengan cara meletakkan sebuah roda yang bergerak melintasi benda uji. Pada saat roda melintasi benda uji, benda uji perlahan-lahan mengalami penurunan, yang dimana besarnya angka-angka penurunan dicatat terhadap jumlah lintasan yang telah dilakukan terhadap benda uji tersebut. Berikut ini hasil penurunan (deformasi) akibat lintasan yang telah dilakukan. 4.2.1. Pengujian Wheel Tracking pada Suhu 30˚C
Gambar 2. Hasil Pengujian Wheel Tracking Pada Suhu 30˚C
9
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
Dari data hasil pengujian pada gambar 2. diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada suhu pengujian 30˚C benda uji dengan aspal
modifikasi serabut 0,75% memiliki
ketahanan deformasi yang lebih baik pada daripada benda uji dengan komposisi aspal pen 60/70 murni maupun aspal modifikasi serabut 1,5%. Dari hasil pengujian yang terlihat dalam gambar 2. diatas, nilai ketahanan terhadap deformasi permanen campuran
modifikasi lebih tinggi dibanding menggunakan
campuran Pen 60/70. Pada lintasan ke 21 campuran modifikasi 0,75% terlihat mengalami deformasi 0,20 mm, campuran modifikasi 1,5% terlihat mengalami deformasi 0,32mm, sedangkan campuran Pen 60/70 deformasinya 0,44 mm, jika dibandingkan dengan Pen 60/70 terdapat selisih deformasi sebesar 54,54% lebih rendah campuran
modifikasi
0,75%. sementara dengan Pen 60/70 terdapat selisih deformasi sebesar 27,27% lebih rendah campuran modifikasi 1,5%. kemudian jika dibandingkan sama modifikasi 1.5% terdapat selisih deformasi sebesar 37,5% lebih rendah campuran modifikasi 0,75%. kesimpulannya ialah untuk pengujian Wheel Tracking pada suhu 30˚C campuran modifikasi 0,75% menunjukkan hasil yang paling baik. Jika dilihat pada lintasan 1260, deformasi permanen untuk campuran modifikasi 0,75% sebesar 0,66mm, modifikasi 1,5% sebesar 0,89mm, dan campuran Pen 60/70 deformasinya sebesar 1,13mm, selisihnya antara kedua campuran modifikasi 0,75% dengan Pen 60/70 yaitu 41,59%, kemudian selisih antara kedua campuran modifikasi 1,5% dengan Pen 60/70 yaitu 21,24%, dapat diambil kesimpulan bahwa deformasi permanen campura Pen 60/70 lebih besar dibanding campuran modifikasi. Jika mengacu kepada nilai Stabilitas Dinamis, campuran modifikasi 0,75% bernilai 9000 lintasan/mm, campuran modifikasi 1,5% bernilai 7000 lintasan/mm, dan campuran Pen 60/70 modifikasi 0% bernilai 105000 lintasan/mm, nilai tersebut memenuhi persyaratan Manual for Design and Construction of Asphalt Pavement-Japan Road Association, JRA (1980), yaitu >2500 lintasan/mm. nilai Campuran modifikasi 0,75% dan 1,5% lebih kecil daripada nilai Stabilitas Dinamis (DS) Pen 60/70. Untuk nilai Laju Deformasi (RD), campuran modifikasi 0,75% bernilai 0,0047 mm/mnt, campuran modifikasi 1,5% bernilai 0,006 mm/mnt, nilai Campuran modifikasi 0,75% dan 1,5% lebih besar daripada nilai Laju Deformasi (RD) Pen 60/70.
10
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
4.2.2. Pengujian Wheel Tracking pada Suhu 45˚C
Gambar 3. Hasil Pengujian Wheel Tracking Pada Suhu 45˚C
Dari gambar 3. hasil pengujian dan grafik diatas menggambarkan bahwa aspal AC-WC modifikasi serabut 0,75% memiliki ketahanan deformasi yang paling optimum pada suhu pengujian 45˚C. Pada lintasan ke 21 campuran AC-WC modifikasi 0,75 % terlihat mengalami deformasi 0,62 mm, campuran AC-WC modifikasi 1,5 % terlihat mengalami deformasi 1,39 mm, sedangkan campuran AC-WC Pen 60/70 deformasinya 0,84 mm. Jika dilihat pada lintasan 1260, deformasi permanen untuk campuran AC-WC modifikasi 0,75% sebesar 1,35 mm, AC-WC modifikasi 1,5% sebesar 2,25 mm, dan campuran ACWC Pen 60/70 deformasinya sebesar 1,76 mm, kesimpulannya ialah untuk pengujian Wheel Tracking pada suhu 45˚C campuran AC-WC modifikasi 0,75% menunjukkan hasil yang paling baik. Jika mengacu kepada nilai Stabilitas Dinamis, yaitu jumlah lintasan yang dibutuhkan untuk membentuk 1 mm kedalaman alur, campuran AC-WC modifikasi 0,75% bernilai 3937,5 lintasan/mm, campuran AC-WC modifikasi 1,5% bernilai 3937,5 lintasan/mm, dan campuran AC-WC Pen
60/70
3705,9 lintasan/mm, nilai tersebut memenuhi
persyaratan Manual for Design and Construction of Asphalt Pavement-Japan Road Association, JRA (1980), yaitu > 2500 lintasan/mm. hal tersebut dikarenakan bahwa suhu pengujian benda uji masih dibawah nilai titik lembek aspal. Sehingga nilai stabilitas dinamis masih berada dalam batas peryaratan. Untuk nilai Laju Deformasi (RD), campuran AC-WC modifikasi 0,75% bernilai 0,0107 mm/mnt, campuran AC-WC modifikasi 1,5% bernilai 0,0107 mm/mnt, Pen 60/70 yang bernilai 0,0113mm/mnt.
11
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
4.2.3. Pengujian Wheel Tracking pada Suhu 60˚C
Gambar 4. Hasil Pengujian Wheel Tracking Pada Suhu 60˚C
Dari gambar 4. hasil pengujian dan grafik diatas jika dibandingkan dengan AC-WC Pen 60/70 terdapat selisih deformasi sebesar 23,92% lebih tinggi campuran AC-WC modifikasi 0,75%. sementara dibandingkan Aspal murni Pen 60/70 dengan AC-WC modifikasi 1,5 % terdapat selisih deformasi sebesar 10,14 % lebih rendah Aspal murni Pen 60/70. kemudian jika dibandingkan sesama AC-WC modifikasi 1,5% dengan ACWC modifikasi 0,75% terdapat selisih deformasi sebesar 15,38% lebih rendah campuran AC-WC modifikasi 1,5%. Jika dilihat pada lintasan 1260, selisihnya antara kedua campuran AC-WC modifikasi 0,75% dengan AC-WC Pen 60/70 yaitu 3,34 %, kemudian selisih antara kedua campuran AC-WC modifikasi 1,5% dengan AC-WC Pen 60/70 yaitu 10,06 %. kesimpulannya ialah untuk pengujian Wheel Tracking pada suhu 60˚C campuran AC-WC modifikasi 1,5% menunjukkan hasil yang paling baik. Jika mengacu kepada nilai Stabilitas Dinamis, persyaratan Manual for Design and Construction of Asphalt Pavement-Japan Road Association, JRA (1980), yaitu > 2500 lintasan/mm. campuran AC-WC modifikasi 0,75% bernilai 463,2 lintasan/mm, campuran AC-WC modifikasi 1,5% bernilai 768.3 lintasan/mm, dan campuran AC-WC Pen 60/70 547.8 lintasan/mm, nilai tersebut tidak memenuhi persyaratan standar. Pengaruh suhu yang tinggi mengakibatkan benda uji dan campuran aspal telah mencapai nilai titik
12
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
lembek sehingga ketahanan campuran mengalami penurunan mengakibatkan benda uji lebih cepat mengalami deformasi. Hasil pengujian untuk nilai Laju Deformasi (RD) menyatakan, campuran AC-WC modifikasi 0,75% bernilai 0,0907 mm/mnt, campuran AC-WC modifikasi 1,5% bernilai 0,0547 mm/mnt, Pen 60/70 yang bernilai 0,0767mm/mnt. 4.3. Hasil Pengujian Deformasi 3 Cycle Pada pengujian ini, cara pengujian sama dengan pengujian Wheel Tracking sebelumnya. Hanya saja pengujian 3 Cycle ini dilakukan untuk mencari nilai deformasi yang lebih akurat lagi. Karena pada dasarnya penyusun berasumsi bahwa pengujian Wheel Tracking dengan 1cycle saja dirasa belum cukup. Oleh sebab itu dilakukanlah pengujian 3cycle ini. Cara pengujian sama dengan sebelumnya hanya saja pengujian ini dilakukan dengan terus menerus pada benda uji yang sama sebanyak tiga kali. Dan dilakukan pada suhu 30C dan 60 C untuk mengetahui kondisi yang paling buruk. 4.3.1. Pengujian Wheel Tracking pada Suhu 30˚C
Gambar 5. Rekapitulasi Nilai Deformasi Suhu 30˚C 3Cycle
Dari data hasil Gambar 5. diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada suhu pengujian 30˚C benda uji dengan aspal AC-WC modifikasi serabut 0,75% memiliki ketahanan deformasi yang lebih baik pada daripada benda uji dengan komposisi aspal pen 60/70 murni. Hal ini sebanding dari analisa hasil pengujian data pengujian Wheel tracking 1cycle suhu 30˚C. dimana benda uji dengan aspal AC-WC modifikasi serabut 0,75% 13
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
selalu memiliki nilai terkecil. Dari data hasil pengujian dan grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada suhu pengujian 30˚C benda uji dengan aspal modifikasi serabut 0,75% memiliki ketahanan deformasi yang lebih baik pada daripada benda uji dengan komposisi aspal pen 60/70 murni. Hal ini sebanding dari analisa hasil pengujian data pengujian Wheel tracking 1cycle suhu 30˚C. dimana benda uji dengan aspal modifikasi serabut 0,75% selalu memiliki nilai terkecil. Jika mengacu kepada nilai Stabilitas Dinamis, campuran
modifikasi 0,75% siklus
pertama sebesar 12600, kedua 15750 dan ketiga 31500. Campuran Pen pertama sebesar 10500, kedua 21000 dan ketiga 31500
60/70 siklus
pada suhu pengujian 30˚C
didapat bahwa semua nilai tersebut memenuhi persyaratan yaitu > 2500 lintasan/mm. 4.3.2. Pengujian Wheel Tracking pada Suhu 60˚C
Gambar 6. Rekapitulasi Nilai Deformasi Suhu 60˚C 3Cycle
Dari data hasil pengujian dan gambar 6. diatas, pada suhu pengujian 60˚C benda uji dengan aspal murni pen 60/70 memiliki ketahanan deformasi yang lebih baik pada daripada benda uji dengan komposisi aspal modifikasi serabut 0,75%. Hasil datatersebut sesuai dengan analisa hasil pengujian data pengujian Wheel tracking 1 siklus suhu 60˚C. dimana benda uji dengan aspal murni pen 60/70 selalu memiliki nilai terkecil.
14
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
Hal tersebut disebabkan oleh karena penambahan serabut terhadap aspal mengurangi komposisi aspal. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya lapisan film aspal sehingga pada saat pengujian suhu yang tinggi seperti suhu 60˚C benda uji yang memiliki komposisi aspal yang paling banyak seperti aspal murni pen 60/70 yang memiliki niai deformasi yang paling baik. Nilai Stabilitas Dinamis, campuran modifikasi 0,75% siklus pertama sebesar 440,6; kedua 456,5 dan ketiga 557,5. Campuran Pen
60/70 siklus pertama sebesar 488,4;
kedua 851,4 dan ketiga 1235,5 pada suhu pengujian 60˚C didapat bahwa semua nilai tersebut tidak memenuhi persyaratan yaitu > 2500 lintasan/mm. karena suhu pengujian berada diatas suhu titik lembek. Sehingga ketahanan benda uji terhadap pengujian deformasi semakin berkurang.
15
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
5. Kesimpulan Dalam penelitian jurnal ini panjang serabut yang dipakai berukuran 0,5mm-1,25mm. dengan persenatase 0% hingga 1,5% terhadap berat aspal. Berikut ini kesimpulan dari hasil pengujiannya 1. Penambahan limbah sabut kelapa terhadap aspal murni pen 60/70 memperlihatkan kenaikan nilai stabilitas Marshall. Dengan persentase sabut 0.75% yang mencapai nilai stabilitas paling optimum. 2. Dalam pengujian Wheel Tracking suhu 30˚C dan 45˚C, komposisi serabut 0,75% menunjukkan nilai ketahanan Deformasi yang paling optimum. Bahkan lebih baik daripada aspal murni. Karena limbah sabut kelapa kemungkinan mampu mengisi rongga VIM, VFB dan VMA. Sehingga agregat saling mengunci sehingga tidak terlalu besar mengalami pergeseran (penurunan) akibat beban roda. 3. Dalam pengujian Wheel Tracking 60˚C, komposisi serabut 1,5% menunjukkan nilai ketahanan Deformasi yang paling optimum. Karena komposisi serabut mampu meningkatkan ketahanan campuran aspal terhadap suhu pengujian 60˚C. 4. Hasil evolusi selisih deformasi pengujian Wheel Tracking suhu 30˚C, 45˚C dan 60˚C, pada lintasan 315 menuju 630 mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan susunan agregat kasar dalam campuran kemungkinan pada mulanya dalam posisi berdiri, akhirnya bisa menjadi miring atau rebah karena pengaruh VIM dan VMA campuran yang mengakibatkan posisi agragat bergeser. 5. Dalam pengujian Wheel Tracking 3Cycle suhu 30˚C, komposisi aspal AC-WC modifikasi serabut 0,75% menunjukkan nilai ketahanan deformasi yang paling baik. Karena komposisi serabut dapat mengurangi VIM
dalam campuran, sehingga
campuran semakin saling mengisi. 6. Dalam pengujian Wheel Tracking 3Cycle suhu 60˚C, komposisi aspal murni AC-WC pen 60/70 menunjukkan nilai ketahanan deformasi yang paling baik. Sementara Aspal serabut 0,75% dinilai kurang maksimal, Hal tersebut disebabkan oleh karena penambahan serabut terhadap aspal mengurangi komposisi aspal. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya lapisan film aspal sehingga pada saat pengujian suhu yang tinggi seperti suhu 60˚C benda uji yang memiliki komposisi aspal yang paling 16
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
banyak seperti aspal murni AC-WC pen 60/70 yang memiliki niai deformasi yang paling baik.
17
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013
Daftar Referensi Dwight Walker, Pam Turner, Mike Anderson (a998), Asphalt, Aspahalt Institute Summer/Spring, Vol. 12 No.2. Hadiwardoyo, S,P., (2013). Evaluation Of The Addition Of Short Coconut Fibers On The Characteristics of Aspahalt mixture. Hadiwardoyo, S,P., Fikri H. (2013). Use of Buton Asphalt Additive on Moisture Damage Sensitivity And Rutting Performance Of Asphalt mixtures. Ozgan E, (2011): Artificial nural network based modeling of the marshall Stability of Asphalt concrete. Expert Systems with Applications Vol. 38, p.6025-6030. Sandra Oda, José Leomar Fernandes Jr , Jesner Sereni Ildefonso.2010.Analysis of use of natural fibers and asphalt rubber binder in discontinuous asphalt mixtures. Journal of Construction and Building Materials. Shell Bitumen, 1991. The Shell Bitumen Handbook. UK, Eas Molesey Survey. Sukirman, S. 2007. Beton Aspal Campuran Panas. Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Sukirman, Silvia (2003), Perkerasan lentur Jalan Raya, Nova, Bandung. Wasono Budi Sapto, (2010). Penyelidikan Stabilitas Modifikasi Asbuton.
18
Penggunaan limbah..., Roberto Colia, FT UI, 2013