PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE
Oleh RIAN WIDIPRATOMO F34102096
2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh RIAN WIDIPRATOMO F34102096
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGGUNAAN AKAR KAWAO (Millettia sericea sp) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS INVERTASE
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh RIAN WIDIPRATOMO F34102096
Dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1983 di Bogor
Tanggal Lulus : 24 Agustus 2006
Disetujui Dosen Pembimbing, Bogor, Agustus 2006
Prayoga Suryadarma, STP, MT NIP. 132 240 362
iii
The Use of Kawao (Millettia sericea sp) root as Inhibitor on Invertase Activity Summary The hydrolysis of sucrose, especially the one that occurred in cane sugar industry, is a process of sugar degradation which needs to be avoided in sugar industry. However, the presence of invert sugar as a result of sucrose hydrolysis in mixtures causes the crystallization process inhibited and leads to decrease of sugar yield. On the other hand, the presence of free hemi acetal group in invert sugar is not only oxidize the structure of invert sugar into carboxylic acid, but also causes the decreasing in pH solution. Decreasing hydrogen ion concentration will, progressively, increase the sucrose degradation. Due to the related state, an effort is needed to avoid or at least to reduce the sucrose degradation, so the yield and the productivity of cane sugar industry can be improved. The use of natural compound as inhibitor of invertase is needed as being a convenient way than pressure and temperature treatment and the using of heavy metal ions as an inhibitor. In this research, a kawao (Millettia sencea sp) root was used as an inhibitor which could influence the invertase activity. The presence of kawao root will inhibit the invertase activity and reduce forming of invert sugar. The objective of this research were, (i) to determine the correlation between of substrate concentration, enzyme concentration, pH value, incubation temperature and heat treatment with the addition of the kawao root concerning to sucrose degradation; (ii) to determine the inhibition kinetics parameter (KM and Vmax) of the rate of sucrose degradation with the presence of kawao root. The whole research was using reducing sugar measurement methods as a result of sucrose hydrolysis using DNS (dinitrosalicylate). The influence in each of factors were determined by analysis of variance (ANOVA) and Duncan test. The most suitable model and parameter of inhibition kinetic were determined by using SigmaPlot software. Kawao root concentration, substrate concentration, enzyme concentration, pH value, incubation temperature and heat treatment are significantly influence reducing sugar as incubation product. Extract of kawao root, which was used as invertase inhibitor, showing a good result at concentration 5% (v/v). Increasment of reducing sugar occurred by the increasing of the enzyme concentration, and the inhibition caused by kawao root addition was started at 1.65 mg/l of enzyme concentration. Reducing sugar was also increased with the increasing of substrate concentration, with or without the presence of kawao root. Inhibition was started approximately at 7.5 g/l of substrate concentration. In pH factor, as the effect of kawao root addition, the maximum activity of invertase is reached on pH 4 and optimum temperature were changing to 60oC. The inhibition was activated in the range of pH between pH 4-7 and temperature between 0-60oC. The activity of invertase was only established until 10 seconds heating, then it would be decreased caused by the denaturation, it also happened in the process with the
iv
present of kawao root. But for the first 30 seconds the kawao root was still giving a good response of inhibition. The kinetic inhibition of sucrose degradation rate by kawao that has been conducted at pH 7 and three temperature treatment (30oC, 40oC, 50oC) resulting a different value of inhibition kinetics parameter (KM and Vmax). The sucrose degradation was getting faster due to the increasing temperature, but the presence of kawao root was still giving a good response of inhibition. The inhibition kinetics model of invertase has had no differences in each temperature. The best fit model was uncompetitive (partial) for all the temperature treatment. At the temperature of 30oC the value of inhibition kinetics parameters were KM 544.2 g/l; KM’ 10.67 g/l; Vmax 240.2 µM/min; Vmax’ 48.75 µM/min; Ki 0.002 g/l; and β 0.187. At the temperature of 40oC the value of inhibition kinetics parameters were KM 438.8 g/l; KM’ 40.61 g/l; Vmax 445.3 µM/min; Vmax’ 53.74 µM/min; Ki 0.01 g/l; and β 0.031. At the temperature of 50oC the value of inhibition kinetics parameters were KM 2105.3 g/l; KM’ 100.25 g/l; Vmax 1360.4 µM/min; Vmax’ 90.69 µM/min; Ki 0.005 g/l; and β 0.02.
v
Penggunaan Akar Kawao (Millettia sericea sp) sebagai Inhibitor Aktivitas Invertase
Ringkasan Hidrolisis sukrosa terutama yang terjadi pada industri gula tebu merupakan suatu proses kerusakan gula yang perlu dihindari pada produksi gula. Pembentukan gula invert hasil hidrolisis akan menghambat proses kristalisasi sukrosa dan mengurangi rendemen gula yang dihasilkan. Selain itu, terdapatnya gugus hemiasetal bebas pada gula pereduksi memicu terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi tersebut menyebabkan struktur gula pereduksi teroksidasi menjadi asam karboksilat dan mengakibatkan pH larutan menjadi asam serta semakin memicu kerusakan sukrosa lebih lanjut. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang dapat dilakukan agar kerusakan sukrosa semacam ini dapat dihindari atau minimal dapat dihambat sehingga nilai rendemen dan produktivitas industri gula dapat ditingkatkan. Penggunaan bahan alami dalam reaksi inhibisi invertase perlu dilakukan untuk menutupi kelemahan yang terdapat pada perlakuan tekanan dan suhu serta penggunaan logam berat sebagai inhibitor. Dalam penelitian ini, digunakan akar kawao (Millettia sericea sp) sebagai bahan inhibitor yang mampu mempengaruhi aktivitas invertase. Penambahan akar kawao mampu mencegah terbentuknya gula pereduksi yang sulit untuk dikristalkan, karena dapat menghambat aktivitas invertase dan juga sebagai anti mikroba penghasil invertase. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perubahan konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, suhu inkubasi dan lama pemanasan akibat penambahan ekstrak kawao pada laju degradasi sukrosa. Selain itu juga untuk menentukan parameter kinetika inhibisi laju degradasi (KM dan Vmaks) sukrosa akibat penambahan ekstrak kawao. Pada penelitian ini digunakan metode pengukuran gula pereduksi sebagai hasil dari hidrolisis sukrosa menggunakan DNS. Setiap perubahan faktor dilakukan uji ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. Model inhibisi yang paling sesuai dan nilai parameter kinetikanya ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak SigmaPlot. Perubahan faktor konsentrasi inhibitor (kawao), konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, suhu inkubasi dan lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap aktivitas invertase berdasarkan gula pereduksi yang dihasilkan. Ekstrak kawao yang digunakan sebagai inhibitor invertase memberikan hasil yang baik pada konsentrasi 5% (v/v). Peningkatan gula pereduksi terjadi seiring dengan meningkatnya konsentrasi enzim, inhibisi akibat penambahan kawao tercapai mulai konsentrasi enzim 1.65 mg/l. Gula pereduksi pun meningkat dengan kenaikan konsentrasi substrat, baik tanpa penambahan kawao maupun karena penambahan kawao. Inhibisi mulai terjadi pada konsentrasi substrat sekitar 7.5 g/l. Pada faktor perubahan nilai pH, akibat penambahan kawao, aktivitas invertase maksimum tercapai pH 4, dan suhu optimumnya bergeser di suhu 60oC. Inhibisi terjadi pada rentang pH 4-7 dan mulai suhu 0-60oC. Aktivitas invertase hanya
vi
mampu bertahan hingga 10 detik pemanasan, selanjutnya terjadi penurunan akibat mengalami denaturasi, demikian sama halnya dengan penambahan kawao, namun hingga 30 detik pertama masih memberikan respon inhibisi yang cukup baik. Kinetika inhibisi laju degradasi sukrosa dilakukan pada kondisi lingkungan pH 7, dengan tiga titik suhu pengamatan (30oC, 40°C, 50°C) menghasilkan nilai KM dan Vmaks yang berbeda seiring dengan peningkatan suhu. Kerusakan sukrosa semakin meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, namun penambahan kawao memberikan efek inhibisi yang cukup baik. Model inhibisi yang sesuai dengan data yang diperoleh pada suhu 30oC, 40oC dan 50oC ternyata memberikan hasil yang sama yaitu termasuk dalam model inhibisi un-kompetitif (partial). Nilai parameter kinetika inhibisi pada suhu 30oC berturut-turut, nilai KM 544.2 g/l, KM’ 10.67 g/l, Vmaks 240.2 µM/min, Vmax’ 48.75 µM/min, Ki 0.002 g/l dan beta 0.187. Nilai parameter kinetika inhibisi pada suhu 40oC yaitu, nilai KM 438.8 g/l, KM’ 40.61 g/l, Vmaks 445.3 µM/min, Vmax’ 53.74 µM/min, Ki 0.01 g/l dan beta 0.031. Nilai parameter kinetika inhibisi pada suhu 50oC yaitu, nilai KM 2105.3 g/l, KM’ 100.25 g/l, Vmaks 1360.4 µM/min, Vmax’ 90.69 µM/min, Ki 0.005 g/l dan beta 0.02.
vii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : “Penggunaan Akar Kawao (Millettia sericea sp) sebagai Inhibitor Aktivitas Invertase” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor,
Agustus 2006
Yang Membuat Pernyataan
Nama : Rian Widipratomo NRP
: F34102096
viii
BIODATA RINGKAS
Penulis dilahirkan di Bogor pada hari Jumat tanggal 15 Juli 1983. Penulis adalah anak ke-dua dari empat bersaudara, putra dari pasangan Sudarsih dan Sutomo. Pendidikan dasar penulis dimulai sejak tahun 1989 di Sekolah Dasar Negeri Perwira I Bogor, hingga selesai pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor hingga selesai pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO) hingga selesai pada tahun 2002. Pada tahun 2002, Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Alhamdulillah, pada tahun 2006 Penulis menyelesaikan pendidikan tinggi strata 1 dan meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif menjadi pengurus BEM FATETA-IPB sebagai Staf Departemen Politik dan Advokasi (2003-2004), sebagai asisten praktikum untuk mata kuliah Menggambar Teknik (2003), asisten praktikum Penerapan Komputer (2004), dan asisten praktikum Peralatan Industri Pertanian (2005). Penulis melaksanakan praktek lapang pada Tahun 2005 dengan topik “Penerapan Produksi Bersih pada Proses Produksi Biskuit Tim Tam di PT Arnott’ s Indonesia-Bekasi, Jawa Barat”.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah Azza Wa Jalla. Penulis memanjatkan rasa syukur ke hadirat-Nya atas segala rahmat, karunia, dan ridhaNya sehingga penulis dapat melakukan penelitian serta menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Akar Kawao (Millettia sericea sp) sebagai Inhibitor Aktivitas Invertase”. Selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, serta semangat dari berbagai pihak. Menyadari hal tersebut, dengan perasaan yang tulus pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prayoga Suryadarma, STP, MT., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan selama penulis menjalani kegiatan akademis dan penelitian di Departemen Teknologi Industri Pertanian. 2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi. dan Dr. Ono Suparno, STP, MT., selaku dosen penguji yang telah mengevaluasi dan memberikan saran serta masukan bagi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 3. Keluarga penulis yaitu Ibu, Bapak, serta saudara-saudaraku atas doa restu, semangat dan motivasi yang tiada henti menyertai diri penulis. 4. Rekan-rekan TIN angkatan 39, terutama rekan kerja penelitian (Rheni H., Annisa R., Fitri F., dan M. Ichsan) yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, semangat dan doa. 5. Para laboran di Departemen Industri Pertanian atas segala bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian. 6. Rekan, sahabat dan orang-orang yang mendukung kesuksesan penulis yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat terutama bagi rekan sejawat.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
x
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ............................................................................................... Ringkasan .............................................................................................................. Lembar Pernyataan ................................................................................................ Daftar Riwayat Hidup ............................................................................................ Kata Pengantar .......................................................................................................
iii iv viii ix x
Daftar Isi ................................................................................................................ Daftar Tabel ........................................................................................................... Daftar Gambar ....................................................................................................... Daftar Lampiran .....................................................................................................
xi xiii xiv xvi
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Tujuan Kegiatan ..............................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sukrosa ...........................................................................................
4
B. Akar Kawao ....................................................................................
5
C. Invertase ..........................................................................................
5
D. Aktivitas dan Stabilitas Enzim .........................................................
6
E. Faktor yang Mempengaruhi Laju Degradasi Sukrosa ....................... 1. Pengaruh konsentrasi substrat dan enzim ................................... 2. Pengaruh suhu dan tekanan ........................................................ 3. Pengaruh pH .............................................................................. 4. Pengaruh penambahan garam logam .......................................... 5. Perubahan kondisi lingkungan ...................................................
7 7 8 9 10 11
F. Kinetika Enzimatik .......................................................................... 1. Inhibisi kompetitif ...................................................................... 2. Inhibisi nonkompetitif ................................................................ 3. Inhibisi unkompetitif ..................................................................
11 14 14 15
III. METODOLOGI A. Alat
..............................................................................................
17
B. Bahan ..............................................................................................
17
C. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
17
D. Metode Penelitian ............................................................................ 1. Tahapan penelitian ..................................................................... 2. Prosedur percobaan ....................................................................
17 17 20
xi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Invertase ...........................................................................
24
B. Penentuan Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Kawao ...........................
25
C. Hubungan Pengaruh Perubahan Faktor terhadap Degradasi Sukrosa 1. Pengaruh konsentrasi enzim ....................................................... 2. Pengaruh konsentrasi substrat .................................................... 3. Pengaruh pH .............................................................................. 4. Pengaruh suhu ............................................................................ 5. Pengaruh lama pemanasan .........................................................
27 27 30 32 35 38
D. Kinetika Inhibisi Invertase ...............................................................
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .....................................................................................
45
B. Saran ..............................................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
47
xii
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Pengaruh jenis garam logam dan bahan kimia pada konsentrasi 0.005M terhadap aktivitas invertase ....................................................................
10
Tabel 2.
Hasil penentuan parameter kinetika .......................................................
44
Tabel 3.
Tabulasi data perbandingan volume pengaruh konsentrasi enzim ...........
52
Tabel 4.
Tabulasi data perbandingan volume pengaruh konsentrasi substrat .........
52
Tabel 5.
Tabulasi data perbandingan volume pengaruh pH ..................................
53
Tabel 6.
Tabulasi data perbandingan volume pengaruh suhu inkubasi ..................
53
Tabel 7.
Tabulasi data perbandingan volume pengaruh lama pemanasan ..............
54
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan invertase .................................................................................
4
Gambar 2. Akar kawao (Millettia sericea) ............................................................
5
Gambar 3. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari nira tebu .....................
8
Gambar 4. Pengaruh nilai pH terhadap aktivitas invertase dari nira tebu ................
9
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik
12
Gambar 6. Kurva Lineweaver-Burk ......................................................................
12
Gambar 7. Mekanisme inhibisi kompetitif ............................................................
14
Gambar 8. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif ...................................
14
Gambar 9. Mekanisme inhibisi nonkompetitif .......................................................
15
Gambar 10. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif .............................
15
Gambar 11. Mekanisme inhibisi unkompetitif ........................................................
16
Gambar 12. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi unkompetitif ..............................
16
Gambar 13. Diagram alir tahapan penelitian ...........................................................
18
Gambar 14. Kurva aktivitas invertase dengan nilai persamaan y = 3.2267 x dan koefisien regresi r2 = 0.9721..........................................................
24
Gambar 15. Kurva pengaruh konsentrasi kawao terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ...................................................................................
26
Gambar 16. Kurva pengaruh perubahan konsentrasi enzim terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ....................................................................
28
Gambar 17. Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada konsentrasi enzim yang berbeda .......................................................................................
29
Gambar 18. Kurva pengaruh perubahan konsentrasi sukrosa terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ............................................................
30
Gambar 19. Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada konsentrasi sukrosa yang berbeda .......................................................................................
31
Gambar 20. Kurva pengaruh perubahan pH terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ...................................................................................
33
Gambar 21. Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada pH yang berbeda ..............
35
Gambar 22. Kurva pengaruh perubahan suhu terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ...................................................................................
36
Gambar 23. Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada suhu yang berbeda ...........
37
Gambar 24. Kurva pengaruh lama pemanasan terhadap aktivitas konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ....................................................................
39
Gambar 25. Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada lama pemanasan yang berbeda .......................................................................................
40
xiv
Gambar 26. Kurva aktivitas invertase pada suhu 30oC yang ditunjukkan oleh hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ....................................................................
41
Gambar 27. Kurva aktivitas invertase pada suhu 40oC yang ditunjukkan oleh hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ....................................................................
42
Gambar 28. Kurva aktivitas invertase pada suhu 50oC yang ditunjukkan oleh hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan ....................................................................
42
Gambar 29. Kurva persamaan kinetika inhibisi invertase oleh kawao pada masing-masing suhu ............................................................................
43
Gambar 30. Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0011x - 0.0624 dan r2 = 0.9725 ....................................................................................
55
Gambar 31. Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0005x - 0.0530 dan r2 = 0.9735 ....................................................................................
57
Gambar 32. Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0005x - 0.0545 dan r2 = 0.9841 ....................................................................................
65
Gambar 33. Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0004x - 0.0218 dan r2 = 0.9797 ....................................................................................
76
Gambar 34. Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0004x - 0.0266 dan r2 = 0.9782 ....................................................................................
78
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur penelitian (tambahan) ...........................................................
50
Lampiran 2. Tabulasi data perbandingan volume masing-masing komponen pada pengujian faktor pengaruh aktivitas enzim ..........................................
52
Lampiran 3. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan ..........................
55
o
76
o
Lampiran 5. Data kinetika inhibisi suhu 40 C .........................................................
78
Lampiran 6. Data kinetika inhibisi suhu 50oC .........................................................
80
Lampiran 7. Data uji fitokimia akar kawao .............................................................
82
Lampiran 4. Data kinetika inhibisi suhu 30 C .........................................................
xvi
I. PENDAHULUAN
Hampir semua enzim dapat dihambat oleh senyawa kimia tertentu. Senyawa penghambat enzim sangat berguna dalam menjelaskan lintas metabolik di dalam sel. Lebih lanjut, beberapa obat yang bermanfaat di dalam dunia kedokteran nampaknya berfungsi karena senyawa ini dapat menghambat enzimenzim tertentu yang mengganggu kerja sel. Enzim telah menjadi alat praktis yang penting, bukan hanya dalam dunia kesehatan, tetapi juga dalam industri kimiawi, dalam pengolahan pangan, dan pertanian. A. Latar Belakang Sukrosa (glukosa-1,2-fruktosa) yang termasuk dalam golongan disakarida merupakan bahan pemanis yang umum digunakan untuk konsumsi manusia. Salah satu sumber alami sukrosa yang paling utama adalah tebu, yang mengandung hingga 20% sukrosa berdasarkan berat. Sukrosa bukanlah termasuk gula pereduksi, berbeda dengan monosakarida penyusunnya yakni glukosa dan fruktosa yang merupakan gula pereduksi. Hidrolisis sukrosa terutama yang terjadi pada industri gula tebu merupakan suatu proses kerusakan gula yang perlu dihindari. Pembentukan gula invert hasil hidrolisis akan menghambat proses kristalisasi sukrosa dan mengurangi rendemen gula yang dihasilkan. Faktor inilah yang menjadi salah satu penyebab produktivitas dan efisiensi industri gula menjadi rendah. Adanya kandungan gula pereduksi seperti fruktosa dan glukosa menyebabkan sulitnya proses kristalisasi sukrosa menjadi gula pasir. Selain itu, terdapatnya gugus hemiasetal bebas pada gula pereduksi memicu terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi tersebut menyebabkan struktur gula pereduksi teroksidasi menjadi asam aldonat dan mengakibatkan pH larutan menjadi asam serta semakin memicu kerusakan sukrosa lebih lanjut. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang dapat dilakukan agar kerusakan sukrosa semacam ini dapat dihindari atau minimal dapat dihambat sehingga nilai rendemen dan produktivitas industri gula dapat ditingkatkan. Kerusakan gula atau hidrolisis sukrosa dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang berada dalam nira, terutama yang menghasilkan
invertase, ataupun keberadaan invertase yang memang terdapat dalam nira. Keberadaan invertase terkait erat dengan keberadaan sukrosa, karena hampir di sebagian besar tanaman, sukrosa merupakan bentuk umum senyawaan karbon yang dimetabolisme oleh sel tanaman, dan invertase berperan dalam aktivitas metabolisme sukrosa tersebut. Selain itu perlakuan proses kimia (pengaruh asam, suhu tinggi) juga turut memicu terjadinya hidrolisis sukrosa. Secara kimiawi, penurunan aktivitas enzim sebagai upaya mengurangi kerusakan gula dapat dilakukan dengan pengendalian perlakuan proses atau penambahan garam logam. Namun, upaya tersebut perlu dikurangi pada proses industri pangan terutama terkait dengan isu kesehatan. Upaya lain adalah menurunkan aktivitas enzim, terutama invertase, baik yang terdapat dalam nira maupun hasil ekstraseluler mikroorganisme dengan cara penambahan bahan alami sebagai inhibitor yang mampu menghambat aktivitas enzim. Beberapa upaya penghambatan laju kerusakan sukrosa melalui penurunan aktivitas invertase telah dilakukan baik dengan perlakuan suhu, tekanan serta penambahan inhibitor. Causette et al. (1998) melakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan gelembung gas inert, menurutnya perlakuan suhu dan tekanan yang tinggi akan mempengaruhi kualitas produk (sukrosa) akibat terjadinya reaksi lain yang tidak diinginkan (lateral reaction). Cavaille dan Didier (1996) mengkombinasikan perlakuan tekanan tinggi dengan suhu untuk menginaktivasi invertase, sedangkan Trojanowicz et al. (2004) dan Pirvutoiu (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh keberadaan kation logam Hg (II) terhadap inhibisi invertase. Penggunaan bahan alami dalam reaksi inhibisi invertase perlu dilakukan untuk menutupi kelemahan yang terdapat pada perlakuan tekanan dan suhu serta penggunaan logam berat sebagai inhibitor. Hal tersebut seperti yang telah dilakukan oleh Ewing et al. (1977) dan Pressey (1966) serta Bracho (1990), mereka menggunakan umbi kentang (Solanum tuberosum L.) sebagai inhibitor invertase, hasil identifikasi menunjukkan adanya zat inhibitor di dalam umbi kentang tersebut. Studi lain juga telah dilakukan oleh Pressey (1994) dan Weil et al. (1994) dalam Greiner et al. (1998) serta Hothorn et al.
2
(2003) yang mengidentifikasi keberadaaan inhibitor invertase di dalam tembakau dan tomat. Dalam penelitian ini, digunakan akar kawao (Millettia sericea) sebagai bahan inhibitor yang mampu mempengaruhi aktivitas invertase. Akar kawao digunakan oleh petani gula aren dengan cara menambahkan tumbukan akar kawao seruas jari ke dalam bumbung tempat penyadapan nira. Penambahan akar kawao tersebut mampu mencegah terbentuknya gula pereduksi yang sulit untuk dikristalkan, karena dapat menghambat aktivitas invertase juga sebagai anti mikroba penghasil invertase. Selain itu, perlunya mengetahui perubahan faktor seperti pengaruh konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH lingkungan, suhu inkubasi dan lama pemanasan, sehingga dapat diketahui langkah yang tepat dalam upaya mengurangi kerusakan sukrosa. B. Tujuan Tujuan penelitian ini antara lain, 1. Menentukan hubungan perubahan konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, suhu inkubasi dan lama pemanasan akibat penambahan ekstrak kawao (Millettia sericea) pada laju degradasi sukrosa. 2. Menentukan parameter kinetika inhibisi (KM dan Vmax) laju degradasi sukrosa akibat penambahan ekstrak kawao (Millettia sericea).
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sukrosa Sukrosa, biasanya diketahui sebagai gula meja (table sugar), merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah molekul α-D-glukosa dan sebuah molekul β-D-fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,2-glikosidik. Ketika ikatan α-1,2-glikosidik terputus oleh reaksi hidrolisis, akan terbentuk campuran glukosa dan fruktosa. Campuran monosakarida tersebut dikenal sebagai gula invert (invert sugar), yang merupakan turunan dari sukrosa. Sukrosa (glukosa-1,2-fruktosa) merupakan bahan pemanis yang umum dan banyak digunakan dalam konsumsi hidup manusia, dan salah satu sumber penting penghasil sukrosa tersebut adalah gula tebu yang mengandung hingga mencapai 20% (w/w) sukrosa (Glazer dan Nikaido, 1995 dalam Filho et al., 1999). Degradasi sukrosa dapat pula terjadi melalui hidrolisis asam atau secara enzimatis menggunakan invertase (Monsan et al., 1984 dalam Filho et al., 1999). Demikian pula dengan Rahman et al. (2004) yang menyatakan bahwa sukrosa dapat dihidrolisis dengan bantuan enzim yaitu invertase atau sukrase. Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan invertase dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.
Reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan invertase (Chaplin, 2003).
4
B. Akar Kawao Kawao (Milletia sericea) merupakan tumbuhan perdu yang memanjat, cegak, panjang 10-30 m, banyak ditemukan di hutan dan tepi sungai mulai dari dataran rendah sampai ±1000 m dpl. Tumbuhan ini mudah tumbuh di tanah berlumpur seperti pinggir air tawar dekat pantai. Warna akarnya coklat kehitam-hitaman, gemangnya sebesar jari tangan, bagian teras berair, sebagian dari akar keluar di atas lumpur, digunakan untuk membius ikan. Orang Jawa memberikan sepotong akar dalam cairan nira yang masih segar agar cairan tersebut tidak menjadi asam (Heyne, 1987). Akar kawao diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Akar kawao (Millettia sericea)
C. Invertase Invertase, yang memecah molekul sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa merupakan salah satu enzim yang pertama ditemukan. Enzim ini diisolasi pada pertengahan kedua di abad 19, dan nama enzim tersebut ditentukan karena fungsinya yang menghasilkan gula invert, yaitu campuran 1:1 D-glukosa (dextrorotatory) dan D-fruktosa (levorotatory) (Alberto, et al., 2004). Sistem tata nama untuk invertase adalah beta-fructofuranosidase (EC 3.2.1.26), dan nomor klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa reaksi yang dikatalisasi adalah reaksi hidrolisis. Berbeda dengan enzim lainnya, invertase memiliki aktivitas yang tinggi pada nilai pH 3,5 – 5,5, dengan nilai optimum mendekati nilai pH 4,5. Aktivitas enzim mencapai nilai maksimum pada suhu 55oC. Nilai Michaelis-Menten untuk jenis enzim yang berbeda bervariasi, tetapi kebanyakan enzim memiliki nilai KM antara 2-5 mM (Wang, 2002). Reed (1966) dalam Pancoast (1980) menyatakan bahwa ragi Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces carlsbergensis merupakan
5
sumber utama penghasil invertase untuk aplikasi industri. Aspergillus orizae dan Aspergillus niger adalah fungi yang juga merupakan sumber invertase. Invertase sebagian besar digunakan dalam industri makanan di mana fruktosa lebih disukai dibandingkan dengan sukrosa sebab fruktosa lebih manis dan tidak mengkristal dengan mudah. Namun, penggunaan invertase agak terbatas sebab enzim yang lain yakni glukosa isomerase, dapat digunakan untuk mengkonversi glukosa menjadi fruktosa dengan murah, selain itu dengan alasan kesehatan dan pertimbangan rasa, penggunaannya di dalam industri makanan memerlukan invertase yang tinggi tingkat kemurniannya (Wang, 2002). D. Aktivitas Dan Stabilitas Enzim Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai satu mikromol (µmol; 10-6 mol), nanomol (nmol; 10-9 mol), atau pikomol (pmol; 10-12) substrat yang bereaksi atau produk yang dikatalisis setiap menit (Rodwell, 1981). Stabilitas dan aktivitas enzim ditentukan oleh konformasi tiga dimensinya. Aktivitas enzim pada suhu tinggi terjadi melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme intrinsik yaitu struktur enzim secara alamiah mendukung aktivitasnya yang dipengaruhi oleh faktorfaktor interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, kandungan asam amino alifatik, ikatan disulfida, dan kekompakan struktur. Ikatan hidrofobik akan semakin kuat pada suhu tinggi untuk enzim termostabil, sebaliknya akan semakin lemah untuk enzim termolabil karena terjadi denaturasi. Mekanisme ekstrinsik yaitu terjadinya stabilitas panas akibat adanya interaksi multipoint dengan komponen-komponen lain dan adanya faktor penstabil panas, yaitu pengikatan substrat dengan komponen berberat molekul rendah, kontak antara protein-protein, gugus prostetik, kation logam dan lain-lain (Nam-Soo dan Kim, 1991). Enzim merupakan salah satu jenis protein globular. Stabilitas dan aktivitas enzim ditentukan oleh konformasi tiga dimensinya yang dipengaruhi oleh struktur tertier protein. Terdapat empat jenis interaksi yang menstabilkan
6
struktur tersebut pada suhu, pH dan konsentrasi ion normal, antara lain ikatan hidrogen, gaya tarik ionik, interaksi hidrofobik dan jembatan kovalen (Lehninger, 1988). Aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, pH, dan suhu, selain itu memiliki aktivitas yang optimal pada nilai tertentu untuk setiap parameter tersebut. Konsentrasi substrat yang rendah menyebabkan daerah aktif pada enzim tidak semuanya terikat pada substrat. Terdapat suhu optimal dimana reaksi berlangsung sangat cepat. Ketika suhu di atas suhu optimal, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim sebagai protein akan terdenaturasi, sedangkan pada suhu terlalu rendah beberapa enzim tidak dapat bekerja. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi pH (Pelczar dan Chan, 1986). E. Faktor Yang Mempengaruhi Laju Degradasi Sukrosa Sukrosa mudah mengalami kerusakan atau degradasi.
Proses
degradasi sukrosa dapat disebabkan oleh reaksi enzimatis maupun kimiawi (Monsan et al., 1984 dalam Filho et al., 1999).
Banyak faktor yang
mempengaruhi kerusakan sukrosa, salah satunya adalah yang disebabkan oleh reaksi enzimatis (misal invertase). Reaksi enzimatis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu dan tekanan, pH, dan penambahan inhibitor (biasanya berupa garam logam atau senyawa kimia lainnya). 1. Pengaruh Konsentrasi Substrat dan Enzim Invertase dapat mengkatalisis sukrosa pada konsentrasi di atas 59% w/v. Peningkatan konsentrasi sukrosa lebih lanjut sampai 80% w/v menurunkan aktivitas enzim secara signifikan, mungkin disebabkan oleh konsentrasi air rendah, inhibisi oleh substrat atau agregasi substrat (Somiari dan Bielecki, 1995 dalam Filho et al, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Brown pada tahun 1902 tentang invertase, menyatakan bahwa bila konsentrasi sukrosa lebih tinggi daripada enzim, kecepatan reaksi menjadi tidak bergantung pada konsentrasi sukrosa (Pancoast, 1980). Aktivitas enzimatik akan menurun
7
pada konsentrasi substrat yang tinggi dan cenderung membentuk asimtot. Jenis penghambatan ini akan membentuk kompleks (dead end complex), satu sisi molekul substrat terikat pada enzim dan molekul substrat lain terikat pada sisi lain (sekunder) enzim (Suryani dan Mangunwidjaya, 2002). 2. Pengaruh Suhu dan Tekanan Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Peningkatan suhu dapat meningkatkan reaksi, akan tetapi peningkatan suhu yang tinggi akan menyebabkan denaturasi protein, sehingga akan menurunkan aktivitas enzim. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dapat dilihat pada Gambar 3 (Rahman et al., 2004).
Aktivitas relatif (%)
120 100 80 60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
o
suhu ( C)
Gambar 3.
Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari nira tebu (Rahman et al., 2004)
Berdasarkan Gambar 3, dapat diketahui bahwa faktor suhu berpengaruh terhadap aktivitas invertase.
Semakin tinggi suhu yang
diberikan akan meningkatkan aktivitas invertase.
Di lain pihak,
peningkatan suhu lebih lanjut (di atas 60oC) dapat menyebabkan penurunan aktivitas invertase.
Peingkatan suhu di atas 60oC dapat
menyebabkan denaturasi protein yang merupakan senyawa penyusun enzim. Selain suhu, tekanan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Peningkatan suhu pada reaksi enzim dapat meningkatkan laju reaksi, namun di sisi lain dapat menyebabkan inaktivasi enzim (Stauffer, 1989). Peningkatan tekanan di atas 50 Mpa dapat menurunkan aktivitas
8
enzim (Cavaille dan Didier, 1996). Perlakuan suhu dan tekanan yang tinggi dapat menurunkan aktivitas invertase, juga mempengaruhi kualitas produk (sukrosa) akibat terjadinya reaksi lain yang tidak diinginkan (lateral reaction) (Causette et al., 1998). 3. Pengaruh pH Nilai pH merupakan faktor yang juga berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Kebanyakan dari enzim tidak aktif atau infaktif pada nilai pH yang ekstrim.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh nilai pH yang
ekstrim dapat merusak protein yang merupakan komponen penyusun enzim. Pengaruh faktor nilai pH terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Gambar 4 (Rahman et al., 2004).
Aktivitas relatif (%)
120 100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
pH
Gambar 4.
Pengaruh nilai pH terhadap aktivitas invertase dari nira tebu (Rahman et al., 2004)
Aktivitas invertase dari nira tebu menurut Gambar 4 tersebut di atas dipengaruhi oleh faktor nilai pH. Peningkatan aktivitas enzim terlihat mulai dari nilai pH 2 sampai dengan pH 7. Namun, peningkatan pH di atas 7 menyebabkan aktivitas invertase menjadi menurun. Setiap enzim akan memberikan profil karakteristik yang spesifik pada rentang pH tertentu, nilai pH optimum diperoleh akibat interaksi struktur maupun kondisi ionik di antara enzim, substrat atau kofaktor yang terlibat. Stauffer (1989) menyatakan bahwa hubungan perubahan pH dengan laju reaksi enzim dapat disebabkan oleh tiga hal, yakni: a. Protonasi sisi aktif rantai asam amino pada kompleks enzim-substrat (ES) berubah, mengakibatkan perubahan kemampuan kompleks ES dalam menghasilkan produk.
9
b. Berubahnya muatan ion molekul substrat atau sisi aktif enzim sehingga mempengaruhi kecenderungan pembentukan kompleks ES. c. Pergeseran nilai pH dari kondisi netral dapat melemahkan stabilitas konformasi protein, menyebabkan terjadinya denaturasi enzim yang bersifat irreversible. 4. Pengaruh Penambahan Garam Logam Penambahan garam logam dan senyawa kimia lainnya dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan aktivitas enzim. Perubahan aktivitas enzim tersebut dipengaruhi oleh jenis garam logam ataupun senyawa kimia yang ditambahkan. Pada Tabel 1 diperlihatkan mengenai pengaruh penambahan beberapa jenis garam logam dan senyawa kimia lainnya terhadap aktivitas enzim. Tabel 1. Pengaruh jenis garam logam dan bahan kimia pada konsentrasi 0,005 M terhadap aktivitas invertase No. Garam/bahan kimia Aktivitas relatif (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tanpa bahan tambahan MgCl2 KCl NaCl MnCl2 CaCl2 HgCl2 CuCl2 FeCl2 ZnCl2 CdCl2 AgNO3 AlCl3 EDTA Glukosa Asam asetat
100,00 115,00 110,82 120,00 120,00 114,24 1,02 30,00 20,25 68,27 55,26 80,00 78,00 52,74 76,00 45,30
Sumber: Rahman et al. (2004)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa aktivitas invertase dapat dipengaruhi oleh keberadaan garam logam. Sebagian ada yang menghambat aktivitas enzim, namun sebagian lagi dapat meningkatkan aktivitas invertase yang berasal dari tanaman tebu. Kekuatan ikatan ion logam dengan protein tergantung pada muatan kation yang mengikatnya. Semakin tinggi muatan kation dari logam maka
10
semakin kuat ikatannya dengan protein, sehingga ikatan tersebut lebih stabil dan konstan (Darmono, 1995). 5. Perubahan Kondisi Lingkungan Perlakuan suhu yang tinggi dapat menginaktivasi enzim dan mikroorganisme, akan tetapi perlakuan suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan perubahan produk, sehingga kualitasnya menurun. Metode lain yang dapat digunakan untuk menurunkan aktivitas enzim dan mikroorganisme tanpa merusak produk yang diinginkan adalah dengan cara pemberian gelembung gas inert. Pemberian gelembung gas inert nitrogen mampu menurunkan aktivitas enzim (Causette et al., 1998). F. Kinetika Enzimatik Enzim merupakan katalisator sejati. Molekul ini dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa adanya enzim akan berlangsung lambat secara nyata. Terdapat dua cara umum dalam meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Pertama dengan meningkatkan suhu, yang mempercepat gerak termal molekul. Umumnya kecepatan reaksi kimia meningkat hingga kira-kira 2 kali dengan kenaikan suhu 10oC. Kedua, dengan menambahkan katalisator. Katalisator mampu menurunkan energi aktivasi, sehingga mempercepat reaksi kimia (Lehninger, 1988). Setiap enzim memiliki sifat yang khas, dinyatakan dalam suatu tetapan yaitu KM (tetapan Michaelis-Menten). Hampir semua enzim memiliki kurva kecepatan reaksi dengan bentuk umum yang hampir sama yaitu hiperbola. Michaelis-Menten mendefinisikan suatu tetapan untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatik. KM didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya. Persamaan Michaelis-Menten adalah: Vo =
Vmaks [S ] K M + [S ]
Keterangan: Vo
= kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S]
Vmaks
= kecepatan maksimum
11
KM
= tetapan Michaelis-Menten enzim pada substrat tertentu
[S]
= konsentrasi substrat
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik (lehninger, 1988)
Nilai KM dan Vmaks sulit untuk ditentukan secara tepat dari grafik sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 5, karena Vmaks hanya diduga dan tidak dapat diketahui nilai yang sebenarnya. Nilai KM yang lebih tepat dapat diperoleh dengan memetakan data yang sama dengan cara yang berbeda, yakni pemetaan kebalikan-ganda, didapat dari transformasi aljabar persamaan Michaelis-Menten. Hasil transformasi persamaan Michaelis-Menten dikenal dengan persamaan Lineweaver-Burk. K 1 1 1 = M + Vo Vmaks S Vmaks Selain dapat menentukan Vmaks secara lebih tepat,
persamaan ini
bermanfaat dalam menganalisa penghambatan enzim (Lehninger, 1988). Persamaan Lineaweaver-Burk menghasilkan kurva yang ditunjukkan pada Gambar 6. Nilai KM menunjukkan tingkat afinitas antara substrat dan enzim. Nilai KM yang rendah menunjukkan nilai afinitas yang tinggi (Lee, 2003).
Gambar 6. Kurva Lineweaver-Burk
12
Kinetika inhibisi enzim menyangkut penentuan fungsi laju reaksi terhadap konsentrasi substrat dengan inhibitor pada berbagai konsentrasi. Kurva Lineweaver-Burk memungkinkan untuk menentukan jenis inhibisi yang bersifat reversible, antara lain sebagai berikut. Banyak bahan mengubah aktivitas dari suatu enzim dengan menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat. Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim dengan cara ini dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor berupa bahan yang secara struktural menyerupai substrat enzimnya tetapi salah satunya tidak bereaksi atau bereaksi dengan sangat lambat dibandingkan dengan substrat. Inhibitor-inhibitor seperti ini pada umumnya digunakan untuk menyelidiki sifat kimia dan sifat konformasi alami dari suatu daerah (site) ikatan substrat sebagai bagian dari suatu usaha untuk mengelusidasi mekanisme katalisis enzim tersebut (Simanjuntak dan Silalahi, 2003). Ada berbagai mekanisme di mana inhibitor enzim dapat bekerja. Menurut (Birch, 2005), inhibitor enzim secara garis besar terbagi menjadi dua jenis: 1) Inhibisi tidak dapat balik (irreversible), yakni yang menyebabkan inaktivasi tidak dapat balik pada enzim. Biasanya disebabkan oleh modifikasi ikatan kovalen terhadap struktur enzim. Pengaruh kinetika pada inhibitor tidak dapat balik adalah menurunkan konsentrasi enzim aktif, juga menurunkan kemungkinan konsentrasi maksimum kompleks ES (enzim-substrat). Inhibitor tidak dapat balik umumnya merupakan racun dan tidak diperkenankan untuk tujuan pengobatan. 2) Inhibisi dapat balik (reversible), adalah in-aktivasi dapat balik pada enzim. Umumnya inhibitor dapat balik berikatan dengan enzim melalui gaya nonkovalen
dan
menjaga
kesetimbangan
dengan
enzim.
Konstanta
kesetimbangan disosiasi kompleks enzim-inhibitor dikenal dengan istilah Ki. Inhibisi jenis ini dikategorikan menjadi tiga macam, (a) inhibisi kompetitif, (b) inhibisi non-kompetitif, dan (c) inhibisi un-kompetitif.
13
1. Inhibisi Kompetitif Inhibitor pada model inhibisi ini bersaing dengan substrat untuk memasuki sisi aktif enzim. Struktur kimia inhibitor umumnya menyerupai substrat. Oleh sebab itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara reversible dengan enzim (Rodwell, 1981). Mekanisme inhibisi kompetitif dapat dilihat pada Gambar 7 .
Gambar 7. Mekanisme inhibisi kompetitif
Penyajian garis lurus pada kurva Lineweaver-Burk memotong sumbu ordinat pada titik yang sama. Vmaks tidak dipengaruhi oleh inhibitor (Suryani dan Mangunwidjaja, 2002). Kurva Lineweaver-Burk untuk model inhibisi kompetitif ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif
2. Inhibisi Nonkompetitif Model
inhibisi
nonkompetitif
tidak
menunjukkan
adanya
persaingan antara inhibitor dengan substrat. Struktur inhibitor biasanya tidak atau sedikit menyerupai struktur substrat. Inhibitor nonkompetitif menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah), tetapi biasanya tidak
14
mempengaruhi nilai KM, ditunjukkan oleh kurva Lineweaver-Burk pada Gambar 10. Mekanisme reaksi inhibisi nonkompetitif dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Mekanisme inhibisi nonkompetitif
Gambar 10. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif
3. Inhibisi Unkompetitif Inhibisi ini terjadi jika kompleks EI hilang, tetapi kompleks ESI terbentuk (Flickinger dan Drew, 1999). Inhibitor mengikat langsung pada kompleks enzim-substrat (ES), bukan pada enzim bebas. Mekanisme inhibisi unkompetitif ditunjukkan pada Gambar 11.
15
Gambar 11. Mekanisme inhibisi unkompetitif
Inhibitor yang bersifat unkompetitif akan mempengaruhi fungsi enzim, tetapi tidak terhadap ikatannya dengan substrat. Plot LineweaverBurk untuk inhibisi unkompetitif adalah linier dengan kemiringan atau slope KM/Vmaks seperti pada reaksi tanpa inhibitor, dapat dilihat pada Gambar 12 (Simanjutak dan Silalahi, 2003).
Gambar 12. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi unkompetitif
16
III. METODOLOGI
A. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan gelas (erlenmeyer, gelas piala, pipet tetes, corong, tabung reaksi); peralatan ukur (labu takar, gelas ukur, pipet volumetri, pipet mikro, termometer, spektrofotometer, stopwatch, buret, neraca); dan peralatan pendukung (penangas air, sentrifuge, mortar, pisau, vortex). B. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukrosa, invertase (Sigma-Aldrich 19253: pH 4.5, 55°C, 355 units/mg solid), dan akar kawao (Milletia sericea). Akar kawao (Millettia sericea) diperoleh dari perkebunan agropolitan daerah Leuwiliang Bogor. Bahan yang digunakan untuk analisa adalah NaOH 0.1 N dan HCl 0.1 N, indikator PP, glukosa, fruktosa, buffer pH 3-11, pereaksi DNS (dinitro salicylic acid) dan aquades. C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
dilakukan
di
laboratorium
bioindustri,
Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Pengujian secara spektrofotometri dilakukan di laboratorium genetika, Pusat Antar Universitas (PAU) IPB. Rentang waktu penelitian dimulai pada bulan Januari – Juni tahun 2006. D. Metode Penelitian Metode penelitian ini meliputi tahapan penelitian dan prosedur percobaan. Tahapan penelitian merupakan tahapan yang dilalui untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan prosedur percobaan merupakan urutan kegiatan dan tatacara yang secara teknis dikerjakan dalam setiap tahapan penelitian. 1. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) Penentuan aktivitas invertase, (2) Penentuan pengaruh konsentrasi inhibitor akar
17
kawao, (3) Penentuan hubungan perubahan faktor akibat penambahan kawao terhadap degradasi sukrosa, (4) Penentuan parameter kinetika (KM dan Vmaks) laju degradasi sukrosa akibat penambahan kawao. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram alir tahapan penelitian
a. Penentuan aktivitas invertase Aktivitas invertase ditentukan untuk mengetahui kondisi awal enzim yang akan digunakan. Aktivitas invertase diperoleh dengan memplotkan kurva hubungan antara waktu reaksi dengan konsentrasi produk yang terbentuk. Nilai slope yang diperoleh menunjukkan aktivitas invertase yang diukur. Aktivitas enzim diukur berdasarkan definisi satu unit aktivitas invertase, yaitu banyaknya invertase yang dapat membebaskan 1 mikromol gula pereduksi dari substrat sukrosa selama 1 menit pada kondisi percobaan. Kondisi yang digunakan yakni pada kondisi optimum invertase, pada suhu 55°C, di dalam larutan buffer asetat pH 4.5.
18
b. Penentuan pengaruh konsentrasi kawao Konsentrasi inihibitor akar kawao perlu ditentukan dan disesuaikan dengan komposisi campuran subtrat dan enzim yang akan digunakan, sehingga diperoleh batas konsentrasi optimum yang dapat terukur melalui kurva standar. Konsentrasi inhibitor yang diperoleh selanjutnya
digunakan
untuk
karakterisasi
invertase
dengan
penambahan inhibitor. Nilai gula pereduksi yang lebih rendah dari kontrol (perlakuan invertase tanpa inhibitor) menunjukkan terjadinya inhibisi. Pengaruh yang berbeda nyata diukur berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. c. Penentuan hubungan perubahan faktor akibat penambahan kawao terhadap degradasi sukrosa. Perubahan faktor yang dilakukan pada karakterisasi invertase meliputi pengaruh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, suhu, dan lama pemanasan dengan ditambahkan kawao. Hasil dari tahap ini didapatkan kurva profil pengaruh perubahan faktor akibat penambahan kawao terhadap aktivitas invertase. Pengaruh yang diidentifikasi adalah adanya kenaikan atau penurunan konsentrasi gula pereduksi pada setiap taraf yang diujikan berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan. d. Penentuan parameter kinetika (K M dan Vmaks) laju degradasi sukrosa akibat penambahan kawao. Penentuan parameter kinetika dilakukan pada tiga titik suhu yang berbeda (30oC, 40oC, dan 50oC) dan pada pH 7, di mana inhibisi akibat penambahan kawao masih terjadi. Model kinetika inhibisi diidentifikasi berdasarkan jenis perubahan nilai parameter kinetika (KM dan Vmaks) yang diperoleh dari plot Lineweaver-Burk. Pengolahan data sehingga diperoleh model inhibisi yang sesuai serta nilai parameter kinetika (KM dan Vmaks) dilakukan dengan menggunakan alat bantu
19
program SigmaPlot 2004 for Windows Version 9.01 dari Systat Software Inc. 2. Prosedur Percobaan Prosedur percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Penentuan aktivitas invertase Larutan kerja invertase 0.01 g/l (yang telah dibuat seperti pada Lampiran 1), disiapkan pada 8 buah tabung reaksi dengan volume masing-masing 1 ml. Secara terpisah, disiapkan pula larutan sukrosa 50 g/l pada 8 buah tabung reaksi berbeda, dengan volume masingmasing 0.5 ml sukrosa dan 0.5 ml air. Seluruh tabung reaksi tersebut yang berjumlah 16 buah, kemudian diinkubasi dalam penangas air yang bersuhu 55°C selama kurang lebih 5 menit. Selanjutnya secara berpasangan, tiap tabung yang berisi sukrosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi invertase, reaksi berlangsung pada kondisi suhu 55oC. Waktu reaksi (t) mulai diukur pada saat larutan sukrosa kontak dengan invertase. Reaksi dihentikan pada masing-masing waktu yang diujikan, yaitu 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300 (detik), dengan menambahkan 2 ml pereaksi DNS. Setelah itu dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 95 °C selama 10 menit. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. b. Penentuan konsentrasi inhibitor Persiapan
ekstrak
kawao
dilakukan
dengan
cara
mencampurkan satu bagian akar kawao dengan dua bagian air berdasarkan bobot, selanjutnya akar kawao ditumbuk dan cairan ekstrak dipisahkan hingga diperoleh ekstrak kawao. Ekstrak kawao yang diperoleh disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, lalu dibuat dalam beberapa konsentrasi, 0 – 25 % (v/v) ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung selanjutnya ditambahkan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dan divortex. Kemudian ditambahkan 1 ml invertase
20
0.01 g/l pada masing-masing tabung reaksi (waktu reaksi mulai dihitung, t = 0). Pada saat waktu reaksi 5 menit (t = 5 menit), reaksi dihentikan dengan penambahan pereaksi DNS. Prosedur penghentian reaksi dan pengukuran sesuai dengan prosedur sebelumnya pada penentuan aktivitas invertase. c. Penentuan pengaruh perubahan faktor Penentuan pengaruh perubahan faktor dilakukan pada kondisi dengan penambahan inhibitor kawao yang dibandingkan dengan perlakuan kondisi normal (tanpa penambahan inhibitor kawao). Prosedur yang dilakukan pada perlakuan tanpa inhibitor (normal) sama halnya dengan pengujian pada penambahan inhibitor, hanya saja tidak ditambahkan larutan kawao. Untuk setiap pengujian pengaruh perubahan faktor, digunakan ekstrak kawao yang segar dan bukan berasal dari larutan stok ekstrak kawao. Total volume larutan dalam setiap tabung reaksi pada pengujian tetap sama yakni 2 ml, sehingga volume yang ditambah atau dikurangi adalah aquades dan buffer. Secara tabulasi data perbandingan volume masing-masing komponen dapat dilihat pada Lampiran 2. 1. Pengaruh konsentrasi enzim Larutan kerja enzim invertase 0.01 g/l disiapkan pada rentang volume 0.0 - 0.83 ml yang kemudian volume larutan digenapkan dengan penambahan larutan buffer pH 7 hingga volumenya 1 ml. Kemudian ditambahkan larutan kawao sebanyak 0.1 ml pada masing-masing tabung reaksi. Selanjutnya larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 1 ml dimasukkan pada tiap-tiap tabung tersebut, dan mulai dihitung waktu reaksinya (t = 0 menit). Reaksi berlangsung pada suhu ruang (28 ± 2 oC), saat waktu reaksi 5 menit dimasukkan 2 ml pereaksi DNS untuk menghentikan reaksi. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10 menit. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
21
2. Pengaruh konsentrasi substrat Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang sebelumnya telah ditambahkan larutan sukrosa 50 g/l (pada rentang konsentrasi yang berbeda) dan larutan kawao sebanyak 0.1 ml. Kemudian aquades ditambahkan hingga volume campuran mencapai 2.0 ml. Waktu reaksi dihitung saat enzim mulai ditambahkan ke dalam larutan sukrosa, reaksi berlangsung pada suhu ruang (28 ± 2oC) selama 5 menit.
Pengukuran
reaksi
hidrolisis
mengikuti
prosedur
sebelumnya. 3. Pengaruh pH Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dilarutkan dengan menggunakan buffer pH yang bervariasi (pH 3 - 11) pada tabung
reaksi.
Selanjutnya
masing-masing
tabung
reaksi
ditambahkan larutan kawao sebanyak 0.1 ml dan 0.9 ml larutan sukrosa 50 g/l. Waktu reaksi dihitung saat sukrosa mulai ditambahkan ke dalam larutan enzim, reaksi berlangsung selama 5 menit pada suhu ruang (28 ± 2 oC). Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya. 4. Pengaruh suhu Disiapkan penangas air mulai suhu 0 - 90oC, dengan interval suhu 10oC. Pada setiap kelipatan suhu 10oC tersebut, diuji aktivitas invertase. Larutan kawao sebanyak 0.1 ml, 0.4 ml air dan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dimasukkan ke dalam tabung untuk setiap kelipatan suhu 10oC. Tabung reaksi selanjutnya dimasukkan ke dalam penangas air pada rentang suhu tersebut dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian ditambahkan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Waktu reaksi dihitung saat
enzim mulai
ditambahkan ke dalam larutan sukrosa, reaksi berlangsung selama 5 menit pada masing-masing suhu pengujian. Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya.
22
5. Pengaruh lama pemanasan Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah berisi air 0.4 ml, kemudian dipanaskan dengan waktu yang bervariasi yaitu 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 300 (detik). Setelah waktu yang diperlukan tercapai, tabung reaksi dikeluarkan dari penangas air dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan ke dalamnya larutan kawao sebanyak 0.1 ml dan terakhir ditambahkan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml. Waktu reaksi dihitung saat sukrosa mulai ditambahkan ke dalam larutan enzim, reaksi berlangsung selama 5 menit pada suhu ruang (28 ± 2 oC). Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya. d. Penentuan parameter kinetika Penentuan parameter kinetika inhibisi sama halnya dengan penentuan perubahan faktor seperti telah dijelaskan sebelumnya. Analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode DNS. Kondisi inhibisi invertase oleh kawao dilakukan pada pH 7 dan pada tiga titik suhu pengamatan (30oC, 40oC, dan 50oC) dengan berdasar pada perubahan konsentrasi substrat. Hasil yang diperoleh kemudian diplotkan pada kurva kinetika (Lineweaver-Burk), hubungan antara 1/V dan 1/[S]. Nilai KM dan Vmaks dapat diperoleh dari persamaan linier plot kurva LineweaverBurk. Slope yang diperoleh merupakan KM/Vmaks, sedangkan intersep menunjukkan 1/Vmaks. Bentuk kurva Lineweaver-Burk yang diperoleh menunjukkan model kinetika inhibisi. Penentuan model kinetika pada penelitian ini menggunakan alat bantu berupa program SigmaPlot 2004 for Windows Version 9.01 dari Systat Software Inc. Program ini akan menentukan model kinetika inhibisi yang paling tepat berdasarkan nilai r2 tertinggi yang diperoleh.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dikelompokkan sesuai dengan tahapan penelitian yang dilakukan. Penyajian grafik dalam bentuk garis dan batang, relatif lebih disukai untuk memudahkan dalam interpretasi data. Data-data pendukung lain yang bersifat teknis, dilampirkan pada akhir laporan ini. A. Aktivitas Invertase Aktivitas katalitik suatu enzim merupakan suatu karakterisasi yang diukur berdasarkan peningkatan laju reaksi konversi substrat menjadi produk pada suatu reaksi kimia spesifik oleh enzim tersebut. Hal ini merupakan karakterisasi kuantitas enzim secara umum, sedangkan secara khusus adalah penentuan aktivitas katalitik spesifik yang biasanya dilakukan pada pemurnian enzim, di mana aktivitas katalitik dibagi dengan massa protein. Penentuan aktivitas invertase penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan penurunan sukrosa (µmol) menjadi gula pereduksi setiap menit reaksi. Selain itu, nilai aktivitas enzim yang diketahui menunjukkan kemampuan enzim dalam mengkatalisis suatu reaksi. Aktivitas invertase terukur, digambarkan dalam bentuk kurva pada Gambar 14. 1200
konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
1000 800 600 400 200 0 0
60
120
180
240
300
360
lama reaksi (detik)
Gambar 14. Kurva aktivitas invertase dengan nilai persamaan y = 3.2267 x dan koefisien regresi r2 = 0.9721
Aktivitas invertase berdasarkan nilai slope yang diperoleh adalah sebesar 3.2267 µM/detik, yang berarti bahwa invertase mampu menghidrolisis 3.2267 µM sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dalam satu detik atau
24
perubahan 0.3872 µmol sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dalam satu menit pada total volume larutan 2 ml. Semakin besar nilai aktivitas yang diperoleh menunjukkan bahwa enzim yang dianalisa memiliki aktivitas yang tinggi pula, karena nilai tersebut menunjukkan banyaknya jumlah substrat yang dikatalisis oleh enzim dalam satu satuan waktu (menit). Kecepatan reaksi akan berlangsung lebih cepat, sehingga nilai Vmaks pun cepat tercapai. Nilai aktivitas yang diperoleh tersebut dapat dikatakan rendah, namun hal tersebut bukan merupakan permasalahan dalam pengujian hubungan pengaruh perubahan faktor terhadap aktivitas enzim akibat penambahan kawao. Respon yang diberikan pada pengaruh perubahan faktor masih dapat diukur, walaupun menggunakan invertase dengan aktivitas yang rendah. B. Penentuan Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Kawao Dalam penentuan pengaruh konsentrasi inhibitor, dilakukan penentuan rentang konsentrasi inhibitor yang mampu memberikan respon inhibisi atau daya hambat terhadap aktivitas invertase. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) yang dibandingkan dengan kondisi kontrol (tanpa kawao). Analisis sidik ragam pada Lampiran 3 bagian A, menunjukkan bahwa konsentrasi kawao yang diujikan memberikan pengaruh nyata terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan. Nilai konsentrasi gula pereduksi terendah adalah pada saat konsentrasi kawao 5% (v/v) yakni sebesar 103.727 µM, sedangkan konsentrasi gula pereduksi tertinggi adalah pada titik kontrol (tidak ada penambahan kawao) yakni sebesar 671 µM. Kurva pengaruh konsentrasi kawao terhadap aktivitas enzim invertase dapat dilihat pada Gambar 15.
25
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
800
600
400 200
0 0
2,5
5
10
15
20
25
Konsentrasi inhibitor (% v/v)
Gambar 15. Kurva pengaruh konsentrasi kawao terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
Berdasarkan hasil uji daya inhibisi, menunjukkan bahwa akibat penambahan kawao, gula pereduksi cenderung menurun, namun seiring dengan meningkatnya konsentrasi kawao hingga konsentrasi 25% (v/v), terlihat adanya peningkatan jumlah gula pereduksi, namun tidak melebihi nilai kontrol. Terlihat bahwa penambahan kawao mampu memberikan respon inhibisi aktivitas invertase dengan baik. Gula pereduksi secara signifikan menurun dengan penambahan kawao 2.5% (v/v), selanjutnya penurunan masih terlihat secara landai pada penambahan kawao 5% (v/v). Penambahan kawao lebih dari 5% (v/v) hingga 20% (v/v) meningkatkan gula pereduksi secara tidak signifikan, namun pada penambahan kawao 25% (v/v) terjadi peningkatan secara signifikan. Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian A. Peningkatan gula pereduksi terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi kawao yang ditambahkan, hal tersebut dapat diduga bahwa dalam kawao juga terdapat gula pereduksi ataupun golongan sakarida lain yang ikut terhidrolisis, dan perbandingannya dengan zat aktif inhibitor lebih besar. Pendugaan ini cukup beralasan karena hasil pengujian ekstrak kawao murni dengan pereaksi DNS tanpa adanya sukrosa dan invertase menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kawao, semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Selain itu, didukung pula oleh hasil uji fitokimia kawao pada Lampiran 7 yang menunjukkan nilai positif untuk pemeriksaan glikosida.
26
Pada penambahan inhibitor 5% (v/v) diperoleh nilai gula pereduksi terendah, sehingga untuk selanjutnya jumlah inhibitor yang terpilih adalah sebesar 5% (v/v) untuk volume total sampel sebanyak 2 ml. Hasil pengujian kawao menunjukkan bahwa aktivitas invertase mampu dihambat. Inhibisi terhadap aktivitas enzim invertase diduga disebabkan oleh golongan alkaloid yang memberikan aksi penghambatan kepada substrat untuk memasuki daerah katalitik enzim, karena pada ekstrak kawao melalui pengujian fitokimia secara kualitatif mengandung bahan aktif berupa alkaloid. Hasil pengujian fitokimia kawao dapat dilihat pada Lampiran 7. Trojanowicz et al. (2004) menyatakan bahwa selain ion-ion logam, terdapat bahan lain yang menjadi inhibitor bagi invertase, bahan tersebut antara lain adalah kelompok glikoprotein, polipeptida, dan alkaloid. C. Hubungan Pengaruh Perubahan Faktor Terhadap Degradasi Sukrosa Telah dieksplorasi bagaimana suatu senyawa kimia yang berbeda yang berikatan dengan enzim dapat mempengaruhi laju reaksi katalisa enzim. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas katalitik, baik dengan cara mengganggu bentuk enzim, atau secara ionisasi. Berikut merupakan faktor yang turut mempengaruhi aktivitas invertase antara lain konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, suhu inkubasi dan lama pemanasan. Jika faktor tersebut berubah, maka aktivitas enzim juga berubah. 1. Pengaruh Konsentrasi Enzim Kecepatan
reaksi
enzimatis turut ditentukan oleh konsentrasi
enzim yang berperan sebagai katalisator dalam suatu reaksi enzimatis. Peningkatan konsentrasi enzim umumnya akan meningkatkan konsentrasi produk. Hal ini juga terjadi pada pengaruh perubahan konsentrasi invertase terhadap peningkatan konsentrasi glukosa dan fruktosa akibat penambahan kawao. Konsentrasi invertase yang digunakan adalah 0 mg/l hingga 4.15 mg/l, dengan konsentrasi sukrosa yang digunakan sama, yakni 25 g/l. Hasil hidrolisis sukrosa menunjukkan bahwa nilai gula pereduksi semakin meningkat dengan kenaikan konsentrasi invertase, baik pada perlakuan
27
tanpa kawao (kontrol) maupun akibat penambahan kawao. Hasil perlakuan konsentrasi enzim ditunjukkan pada Gambar 16. 1800
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0
0,15
0,85
1,65
2,5
3,35
4,15
Konsentrasi invertase (mg/l) Perlakuan konsentrasi enzim tanpa kawao
Gambar 16.
Perlakuan konsentrasi enzim dengan penambahan kawao
Kurva pengaruh perubahan konsentrasi konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
Pembentukan
produk
semakin
meningkat
enzim
terhadap
seiring
dengan
peningkatan konsentrasi enzim, karena semakin banyak sisi aktif enzim yang berikatan dengan substrat. Reaksi akan berhenti atau menjadi stabil jika semua substrat telah dikatalisis oleh enzim. Namun apabila konsentrasi enzim jauh lebih rendah daripada substrat, maka kondisi tersebut menjadikan substrat sangat berlebih, sehingga dapat membatasi laju reaksi katalisis enzim (Suryani dan Mangunwidjaya, 2002). Peningkatan aktivitas pada perlakuan kontrol, terjadi pada rentang konsentrasi invertase 0 - 1.65 mg/l. Semakin banyak sisi aktif enzim yang berikatan dengan sukrosa sehingga semakin banyak gula pereduksi yang dihasilkan. Peningkatan masih terjadi hingga taraf konsentrasi enzim tertinggi yaitu 4.15 mg/l, baik pada perlakuan kontrol maupun dengan penambahan kawao. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim yang berperan sebagai katalisator di dalam suatu reaksi. Peningkatan konsentrasi enzim umumnya akan meningkatkan hidrolisis substrat menjadi produk (Simanjutak dan Silalahi, 2003). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi enzim yang diujikan menunjukkan
28
pengaruh yang berbeda nyata terhadap gula pereduksi yang dihasilkan. Hasil uji statistik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian B. 100
7 79,52
80 63,91
6 5 4
40
30,80
3
subset
kemampuan inhibisi (%)
60
-2,17
20
2 -7,56
-9,66
-10,50
0
0,15
0,85
0
1 1,65
2,5
-20
3,35
4,15 0
konsentrasi enzim (mg/l)
Gambar 17.
Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada konsentrasi enzim yang berbeda
Grafik batang pada Gambar 17 menunjukkan kemampuan inhibisi (%) akibat penambahan kawao pada rentang konsentrasi enzim yang berbeda. Grafik garisnya menunjukkan proyeksi uji beda pada selang konsentrasi enzim yang berdekatan, garis mendatar menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata, sedangkan pengaruh berbeda nyata ditunjukkan oleh garis yang meningkat. Inhibisi oleh kawao secara nyata terjadi pada saat konsentrasi enzim di atas 1.65 mg/l dan aktivitas penghambatan ini semakin meningkat secara nyata dengan konsentrasi enzim yang lebih tinggi, sedangkan pada konsentrasi enzim 0 – 1.65 mg/l belum terjadi inhibisi, terlihat persentase inhibisi menunjukkan angka negatif. Bahkan pada rentang konsentrasi tersebut, nilai gula pereduksi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa kawao. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi enzim rendah, efek inhibisi yang diberikan kurang dominan saat kuantitas enzim sangat rendah. Selain itu, seperti halnya pendugaan di awal bahwa pada kawao telah mengandung sejumlah kecil komponen gula sehingga nilai gula pereduksi pada rentang konsentrasi enzim 0 – 1.65 mg/l tampak lebih besar. Pada perbandingan jumlah enzim, substrat dan inhibitor yang tepat, maka efek inhibisi akan bekerja secara optimal. Hasil uji statistik persentase inhibisi dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian G.
29
2. Pengaruh konsentrasi substrat Selain konsentrasi enzim, umumnya konsentrasi substrat juga mempengaruhi aktivitas enzim. Semakin tinggi konsentrasi substrat, maka semakin meningkat pula konsentrasi produk yang dihasilkan. Hal ini juga terjadi pada pengaruh penambahan sukrosa terhadap aktivitas invertase yang ditunjukkan pada Gambar 18. 900
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
750 600 450 300 150 0 0
4,25
8,25
12,5
16,75
20,75
Konsentrasi sukrosa (g/l) Perlakuan konsentrasi substrat tanpa kawao Perlakuan konsentrasi substrat dengan penambahan kawao
Gambar 18.
Kurva pengaruh perubahan konsentrasi konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
sukrosa
terhadap
Konsentrasi akhir sukrosa yang diujikan pada percobaan ini adalah pada rentang 0 g/l hingga 25 g/l, dengan konsentrasi enzim yang sama, memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan. Peningkatan gula pereduksi pada perlakuan kontrol menurut hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan, secara signifikan meningkat pada setiap rentang konsentrasi, kecuali pada rentang konsentrasi 12.5 – 16.75 g/l. Peningkatan tersebut disebabkan karena dengan bertambahnya substrat, maka peluang substrat berikatan dengan sisi aktif enzim semakin besar, untuk selanjutnya menghasilkan produk.
30
40
5 21,72
30
23,08
26,22 4
20 6,91 -38,50
-18,15
0
4,25
3
0 -10
8,25
12,5
16,75
subset
kemampuan inhibisi (%)
10
20,75 2
-20 -30
1
-40 0
-50
konsentrasi sukrosa (g/l)
Gambar 19.
Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada konsentrasi sukrosa yang berbeda
Inhibisi terhadap aktivitas invertase secara signifikan meningkat mulai dari konsentrasi 0 – 12.5 g/l, sedangkan inhibisi pada konsentrasi substrat 12.5 – 20.75 g/l tidak berbeda secara nyata, seperti ditunjukkan oleh garis penghubung pada Gambar 19. Garis tersebut menunjukkan perbedaan tingkat signifikan perubahan dua titik konsentrasi yang berdekatan, gradien garis menunjukkan bahwa pada rentang yang diapit tersebut terjadi perubahan secara signifikan baik meningkat maupun menurun, sedangkan apabila mendatar menunjukkan tidak adanya perbedaan secara signifikan pada rentang tersebut. Kemampuan inhibisi (%) yang bernilai negatif menunjukan bahwa gula pereduksi yang dihasilkan lebih tinggi pada perlakuan kontrol dibandingkan dengan penambahan kawao, seperti dapat dilihat pada Gambar 18. Penjelasan untuk kondisi tersebut sama halnya dengan kondisi pada saat konsentrasi enzim rendah. Pada kondisi demikian, efek inhibisi yang terjadi belum optimal, proporsi gula pereduksi dalam larutan didominasi dari ekstrak kawao. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian C dan Lampiran 3 bagian H. Substrat yang masih ditingkatkan pada tingkat yang sudah stabil dapat menyebabkan penurunan aktivitas invertase karena substrat akan berubah menjadi inhibitor bagi aktivitas enzim. Somiari dan Bielecki (1995) dalam Filho et al. (1999) menyatakan bahwa invertase dapat
31
mengkatalisis sukrosa pada konsentrasi di atas 59% (w/v). Peningkatan konsentrasi sukrosa lebih lanjut sampai 80% (w/v) menurunkan aktivitas enzim secara signifikan, mungkin disebabkan oleh konsentrasi air rendah, inhibisi oleh substrat atau agregasi substrat. Studi lain menyatakan bahwa pada reaksi hidrolisis sukrosa, fruktosa merupakan inhibitor kompetitif bagi invertase, sedangkan glukosa merupakan inhibitor non kompetitif bagi invertase (Hsiao et al., 2002). Lehninger (1988) menambahkan bahwa seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, kecepatan reaksi akan meningkat. Namun pada akhirnya akan mencapai titik batas di mana dengan bertambahnya konsentrasi substrat kecepatan reaksi hanya meningkat sedemikian kecil. Pada batas ini disebut dengan kecepatan maksimum (Vmaks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak dapat berfungsi lebih cepat. 3. Pengaruh pH Penentuan pengaruh perubahan pH dilakukan dengan melarutkan invertase pada beberapa buffer pH yang berbeda mulai dari buffer pH 3 hingga pH 11, dengan konsentrasi invertase dan sukrosa sama pada setiap taraf, masing-masing 5 mg/l dan 25 g/l, sehingga masing-masing taraf bereaksi pada pH larutan yang berbeda. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa taraf perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian D. Konsentrasi gula pereduksi paling rendah pada perlakuan kontrol diperlihatkan pada 3 nilai pH terakhir yaitu pH 9, 10, dan 11 dan konsentrasi gula pereduksi tertinggi tercapai pada pH 5, sedangkan pada perlakuan akibat penambahan kawao, gula pereduksi terendah terjadi pada pH 9, dan tertinggi pada pH 4. Pengaruh perubahan nilai pH terhadap aktivitas invertase dapat dilihat pada Gambar 20. Kedua perlakuan baik kontrol maupun dengan penambahan kawao menunjukkan pola aktivitas yang hampir serupa. Aktivitas invertase tanpa inhibitor (kontrol) meningkat signifikan mulai dari pH 3 hingga titik optimum pada pH 5 dan kemudian aktivitasnya
32
menurun signifikan seiring dengan penurunan nilai pH hingga pH 8, selanjutnya perubahan nilai pH tidak berpengaruh secara nyata pada pembentukan gula pereduksi. 1800 1600
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0
2
4
6
Perlakuan pH tanpa kawao
Gambar 20.
pH
8
10
12
Perlakuan pH dengan penambahan kawao
Kurva pengaruh perubahan pH terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
Pada perlakuan akibat penambahan kawao, aktivitas invertase meningkat secara signifikan mulai pH 3 hingga mencapai titik optimum di pH 4, kemudian aktivitasnya menurun signifikan hingga pH 6, selanjutnya peningkatan pH larutan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Pergeseran nilai optimum yang diperoleh dibandingkan kontrol dapat disebabkan karena pengaruh perubahan pH terhadap muatan yang terdapat pada gugus fungsional enzim sebagai protein, denaturasi yang terjadi akibat perubahan pH tersebut, serta perubahan konformasi enzim. Aktivitas dan stabilitas invertase terlihat sangat rendah pada pH yang sangat asam (pH 3) dan basa tinggi (pH 8-11). Hal ini menunjukkan bahwa pada pH yang sangat asam, gugus fungsional pada sisi aktif enzim terganggu oleh adanya ion H+ yang berlebihan, sedangkan pada pH basa tinggi aktivitas invertase rendah karena ion OH- yang berlebihan, selain itu mungkin juga telah terjadi denaturasi enzim. Aktivitas invertase secara umum telah dipelajari, dan memiliki nilai yang bervariasi tergantung sumber perolehannya. Rahman et al. (2001) menyatakan bahwa invertase dalam buah mangga memberikan aktivitas maksimal pada pH sekitar 4.5. Nakanishi et al. (1991) dalam
33
Rahman et al. (2001) menemukan bahwa aktivitas invertase pada anggur adalah 2.5-8, dengan pH optimum adalah 4.0. Rahman et al. (2004) telah meneliti invertase dalam tebu memberikan aktivitas maksimum pada pH 7,2. Chungliang et al. (1999) dalam Rahman et al. (2004) menyatakan bahwa pH optimum invertase dari benih padi adalah 7,0. Aktivitas dan stabilitas invertase turun perlahan pada pH asam, tetapi turun secara cepat pada pH basa. Observasi ini menunjukkan bahwa enzim relatif stabil pada kisaran pH asam hingga pH netral (Rahman et al., 2004). Rodwell (1981) menyatakan bahwa perubahan pH yang tidak begitu besar mempengaruhi keadaan ion enzim dan juga ion substrat. Aktivitas optimum juga dinyatakan antara pH 5.0 hingga 9.0. Akan tetapi, beberapa enzim, misalnya pepsin, aktif pada nilai pH diluar batas tersebut. Chaplin (1990) menyatakan bahwa pada larutan basa (pH > 8), kemungkinan terjadi destruksi parsial (denaturasi), sedangkan pada larutan asam (pH < 4) dapat terjadi hidrolisis ikatan peptida yang labil. Stauffer (1989) menyatakan bahwa enzim terdenaturasi di suhu ruang pada pH tinggi atau rendah, sehingga enzim kehilangan aktivitasnya yang bersifat tidak dapat balik (irreversible). Profil inhibisi yang terjadi akibat penambahan kawao pada perubahan nilai pH dapat dilihat pada Gambar 21. Inhibisi akibat penambahan kawao terjadi mulai pH 4 hingga pH 7. Di luar rentang tersebut, penambahan kawao tidak memberikan respon inhibisi yang baik. Hal tersebut dapat disebabkan karena kondisi lingkungan baik bagi enzim maupun kawao yang tidak mendukung terjadinya inhibisi akibat stabilitasnya terganggu oleh pH ekstrim. Tingginya nilai gula pereduksi pada
pH
tinggi,
untuk
perlakuan
dengan
penambahan
kawao
dimungkinkan selain karena stabilitasnya yang terganggu juga karena adanya gula pereduksi yang berasal dalam kawao. Hasil uji statistik persentase inhibisi dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian I.
34
100
72,84 51,49
kemampuan inhibisi (%)
-234,96
-6,35
3
4
-131,88 -151,89 -156,60 5
6
7
8
9
10
-196,23 11
-50 -100
5
4
3
-150
subset
50 0
6
63,61
2
-200 1
-250 -300
0
pH
Gambar 21.
Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada pH yang berbeda
4. Pengaruh suhu Penentuan pengaruh perubahan suhu terhadap aktivitas invertase dilakukan pada suhu inkubasi mulai dari 0°C hingga 90°C selama 5 menit. Konsentrasi enzim dan sukrosa yang digunakan sama seperti pada penentuan pengaruh perubahan pH. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perubahan suhu tersebut berpengaruh nyata terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan. Hasil uji statistik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian E. Pengaruh perubahan suhu pada kondisi normal (kontrol) menghasilkan konsentrasi gula pereduksi tertinggi pada suhu 50°C, sedangkan perlakuan dengan penambahan kawao tercapai pada suhu 60oC. Kurva pengaruh perubahan suhu terhadap aktivitas invertase dapat dilihat pada Gambar 22.
35
3000
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
2500
2000 1500 1000
500 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
suhu (o C) Perlakuan suhu tanpa kawao
Gambar 22.
Perlakuan suhu dengan penambahan kawao
Kurva pengaruh perubahan suhu terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
Aktivitas invertase berdasarkan gambar di atas terlihat semakin meningkat seiring dengan kenaikan suhu hingga mencapai titik maksimum. Peningkatan suhu lebih lanjut setelah titik maksimum menyebabkan penurunan aktivitas invertase dalam menghidrolisis sukrosa. Kedua perlakuan terhadap invertase, baik kontrol maupun dengan penambahan kawao menunjukkan pola yang serupa. Webb (1963) menyatakan bahwa suhu pada saat aktivitas enzim maksimum disebut dengan suhu optimum. Meningkatnya aktivitas invertase pada awal peningkatan suhu terjadi karena peningkatan suhu menyebabkan peningkatan energi kinetik pada
molekul
enzim
dan
substrat.
Peningkatan
energi
kinetik
memungkinkan terjadinya tumbukan antara molekul tersebut semakin besar, sehingga berpeluang membentuk kompleks enzim-substrat secara optimal. Lehninger (1988) menyatakan bahwa kenaikan suhu akan mempercepat gerak termal molekul, dan laju reaksi akan mengalami peningkatan hingga kira-kira 2 kali setiap kenaikan suhu 10oC. Demikian pula Rodwell (1981) menambahkan, suhu merupakan faktor yang mempengaruhi reaksi kimia, termasuk reaksi katalisis enzim. Rahman et al (2004) menyatakan suhu optimum invertase pada tanaman tebu adalah 60° C, sedangkan Rahman et al (2001) menemukan suhu optimum invertase pada buah mangga adalah 75°C, sama seperti
36
pada buah anggur (Nakanishi et al., 1991), sedangkan menurut Wang (2002) aktivitas invertase maksimum dicapai pada saat suhu sekitar 55oC. Rodwell (1981) menjelaskan bahwa suhu optimum kebanyakan enzim adalah suhu sel atau di atas suhu sel tempat enzim-enzim berada. Kenaikan kecepatan aktivitas enzim di bawah suhu optimum disebabkan oleh kenaikan energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi. Akan tetapi apabila suhu tetap dinaikkan, energi kinetik molekul-molekul enzim menjadi demikian besar sehingga melampaui penghalang energi untuk memecahkan ikatan sekunder. Ikatan sekunder tersebut berfungsi untuk mempertahankan enzim dalam keadaan katalitik enzim aktif. Jika ikatan sekunder enzim tersebut pecah, struktur sekunder dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologis. Aktivitas invertase pada penelitian ini mengalami penurunan secara siginifikan setelah suhu optimum dan kemudian mengalami inaktivasi pada suhu yang lebih tinggi. 50
6
43,96 40,96
40
5 25,20
30 20
3,64
8,00
11,92
12,44
3
10 -3,52
-6,16
-12,72
70
80
90
subset
kemampuan inhibisi (%)
4
2
0 0
10
20
30
40
50
60
1
-10 -20
0 o
suhu ( C)
Gambar 23.
Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada suhu yang berbeda
Kawao menunjukkan inhibisi terhadap aktivitas invertase pada hampir di setiap selang suhu, kecuali di atas suhu 65oC, seperti terlihat pada Gambar 23. Pada suhu tersebut, stabilitas kawao menurun sehingga kemungkinan kandungan kawao telah rusak, hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya kandungan gula pereduksi yang dihasilkan. Peningkatan inhibisi secara signifikan terjadi pada rentang suhu 20 – 40oC,
37
pada rentang suhu 40 – 50oC secara statistik tidak berbeda nyata, kemudian di atas suhu 50oC terjadi penurunan inhibisi secara signifikan dan melandai pada suhu di atas 70oC. Webb (1963) menyatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi perubahan konfigurasi dari sisi aktif enzim. Jika sisi aktif enzim mudah mengalami perubahan struktur, fleksibilitas enzim akan berubah sehingga menyebabkan inhibitor lebih mudah atau lebih sulit untuk mengikat enzim. Perlakuan perubahan suhu menunjukkan inhibisi meningkat seiring dengan kenaikan suhu hingga mencapai optimum di suhu 50oC. Terlihat pula bahwa suhu optimum aktivitas enzim bergeser, yang semula di suhu 50oC menjadi 60oC. Pergeseran nilai tersebut terkait dengan struktur enzim yang dipengaruhi oleh nilai parameter termodinamika yaitu entropi ( yang menunjukkan derajat ketidakaturan suatu molekul, entalpi ( energi bebas (
S), H) dan
G). Nilai -nilai parameter ini berubah seiring dengan
berubahnya suhu dan terkait erat dengan stabilitas enzim (Eijsink, et al., 2004). Penambahan kawao diduga memberikan pengaruh terhadap perubahan parameter termodinamika tersebut,
yang
menyebabkan
terjadinya pergeseran nilai suhu optimum. Inhibisi menurun setelah suhu optimum masing-masing perlakuan terlampaui karena stabilitas invertase baik kontrol maupun dengan penambahan kawao telah mengalami denaturasi akibat pengaruh suhu (thermodenaturation). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kawao efektif dalam menghambat aktivitas invertase pada suhu di bawah 60oC, terutama pada suhu optimal enzim (50oC). Hasil uji statistik persentase inhibisi dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian J. Bailey dan Ollis (1988), menyatakan bahwa untuk kebanyakan denaturasi protein, mulai terjadi pada temperatur 45-50oC dan lebih menghebat pada temperatur 55oC. Denaturasi termal dari enzim bisa merupakan proses dapat balik maupun tidak dapat balik. 5. Pengaruh lama pemanasan Penentuan
pengaruh
lama
pemanasan
dilakukan
dengan
memanaskan invertase pada suhu 95°C dengan waktu pemanasan yang
38
berbeda, mulai dari 0 detik hingga 300 detik. Konsentrasi sukrosa dan invertase yang digunakan pada setiap taraf perlakuan sama seperti pada penentuan pengaruh pH dan suhu. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemanasan invertase yang dilakukan pada waktu yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan. Hasil uji sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian F. Konsentrasi gula pereduksi tertinggi pada perlakuan kontrol yakni pada saat lama waktu pemanasan 0 detik masih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penambahan kawao untuk lama waktu pemanasan yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi normal, respon inhibisi yang diberikan oleh kawao cukup tinggi. Pengaruh lama pemanasan terhadap aktivitas invertase dapat dilihat pada Gambar 24. 1400
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
1200 1000 800 600 400 200 0 0
10
20
30
40
50
60
300
-200
lama pemanasan (detik)
Perlakuan lama pemanasan tanpa kawao
Gambar 24.
Perlakuan lama pemanasan dengan penambahan kawao
Kurva pengaruh lama pemanasan terhadap aktivitas konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
Perlakuan
lama
pemanasan
ini
memberikan
pengaruh
penghambatan terhadap aktivitas invertase. Terlihat bahwa semakin lama waktu pemanasan maka aktivitas invertase semakin rendah. Invertase memberikan kestabilan terhadap panas pada waktu yang sangat singkat. Aktivitas enzim terus menurun secara signifikan seiring dengan menurunnya stabilitas hingga 30 detik pemanasan, kemudian menjadi inaktif pada waktu selanjutnya. Kedua perlakuan, baik dengan maupun
39
tanpa penambahan kawao menunjukkan pola penurunan aktivitas dan stabilitas yang sama. 4
80 71,97
68,98
60 3
21,78 2
20 -4,54
-13,35
-13,72
-15,50
-14,59
40
50
60
300
subset
kemampuan inhibisi (%)
40
0 0
10
20
30
1
-20
-40
0
lama pemanasan (detik)
Gambar 25.
Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada lama pemanasan yang berbeda
Pada gambar di atas, inhibisi oleh kawao terjadi pada lama pemanasan kurang dari 30 detik pertama. Penurunan inhibisi secara signifikan terjadi pada rentang lama pemanasan 20 – 30 detik. Lama pemanasan lebih dari 30 detik selanjutnya tidak memberikan efek inhibisi, karena perlakuan pemanasan sendiri telah memberikan pengaruh penghambatan akibat turunnya nilai stabilitas enzim maupun inhibitor itu sendiri. Pada Gambar 24, dapat dilihat bahwa nilai kandungan gula pereduksi setelah lebih dari 30 detik lama pemanasan, akibat penambahan kawao lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini dapat disebabkan karena kawao sebagai bahan alami mengalami destabilisasi dan penguraian komponennya akibat pemanasan, jumlah penguraian gula pereduksi akibat pemanasan jauh lebih banyak dibandingkan kontrol (tanpa kawao). Eijsink et al. (2005), menyatakan bahwa suhu, pH, pelarut, ikatan dengan ion logam atau kofaktor, dan keberadaan surfaktan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu enzim. Hasil uji statistik persentase inhibisi dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian K.
40
D. Kinetika Inhibisi Invertase Kinetika reaksi invertase pada penelitian ini diujikan pada kondisi suhu optimum inhibisi oleh kawao terjadi. Suhu yang diujikan adalah 30oC, 40°C, dan 50°C dengan tingkat pH yang sama, yakni pH 7, yang dipilih untuk mengetahui respon akibat penambahan kawao pada kondisi pH netral, sedangkan konsentrasi substrat (sukrosa) yang digunakan adalah pada rentang konsentrasi 0 g/l hingga 25 g/l. Pengolahan data kinetika reaksi inhibisi menggunakan alat bantu program SigmaPlot 2004 for Windows Version 9.01 dari Systat Software Inc. Persamaan Lineweaver-Burk menghasilkan nilai KM dan Vmaks yang berbeda pada berbagai suhu yang diujikan. Model inhibisi yang sesuai untuk tiga titik suhu pengamatan diperoleh hasil yang sama yaitu unkompetitif (parsial). Pada suhu 30oC respon inhibisi oleh kawao baru terlihat pada konsentrasi substrat 6.25 g/l, sedangkan pada suhu 40oC dan 50oC respon inhibisi mulai terlihat pada konsentrasi substrat 2.5 g/l. Kurva yang diperoleh ditunjukkan oleh Gambar 26, Gambar 27 dan Gambar 28. Kurva persamaan Michaelis-Menten dan Lineweaver-Burk yang diperoleh pada masing-masing suhu diperlihatkan pada Gambar 29.
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
700 600 500 400 300 200 100 0 0
2
4
6
8
10
12
14
Konsentrasi sukrosa (g/l) kontrol
Gambar 26.
penambahan kawao
Kurva aktivitas invertase pada suhu 30oC yang ditunjukkan oleh hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
41
1400
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
1200 1000 800 600 400 200 0 -200
0
2
4
6
8
10
12
14
Konsentrasi sukrosa (g/l) kontrol
penambahan kawao
Kurva aktivitas invertase pada suhu 40oC yang ditunjukkan oleh hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
Gambar 27.
1400
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
1200 1000 800 600 400 200 0 -200 0
2
4
6
8
10
12
14
Konsentrasi sukrosa (g/l) kontrol
Gambar 28.
penambahan kawao
Kurva aktivitas invertase pada suhu 50oC yang ditunjukkan oleh hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan
42
140
0,024 0,022
120
0,018
tanpa penambahan kawao
0,016
1/V (µM/min)
100
V (µM/min)
dengan pe nam bahan kawao
0,020
80
60
0,014 0,012 tanpa penambahan kawao
0,010 0,008
40
dengan penambahan kawao
0,006 0,004
20
0,002 0 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450 -0,008 500 550 -0,006
-0,004
-0,002
0,000
0,002
0,004
0,006
1/[S] (mg/mL)
[S] (mg/mL)
(a) Kurva Michaelis-Menten suhu 30oC
(b) Kurva Lineweaver-Burk suhu 30oC
300 0,025
dengan penambahan kawao
250
tanpa penambahan kawao
0,020
1/V (µM/min)
V (µM/min)
200
150
100
dengan penambahan kawao
0,015
tanpa penambahan kawao
0,010
0,005
50
0 0
100
200
300
400
500
600
-0,03
-0,02
-0,01
[S] (mg/mL)
0,00
(c) Kurva Michaelis-Menten suhu 40oC
0,02
(d) Kurva Lineweaver-Burk suhu 40oC 0,020
300
dengan penambahan kawao
0,018
tanpa penambahan kawao
250
0,01
1/[S] (mg/mL)
0,016 0,014
1/V (µM/min)
V (µM/min)
200
150
100
0,012 0,010 0,008 0,006
dengan penambahan kawao
tanpa penambahan kawao
0,004 50
0,002 0 0
100
200
300
400
500
600
-0,010
-0,005
(e) Kurva Michaelis-Menten suhu 50oC
Gambar 29.
0,000
0,005
0,010
0,015
1/[S] (mg/mL)
[S] (mg/mL)
(f) Kurva Lineweaver-Burk suhu 50oC
Kurva persamaan kinetika inhibisi invertase oleh kawao pada masingmasing suhu
Pada kurva persamaan Michaelis-Menten dan Lineweaver-Burk, masing-masing menunjukkan bahwa dengan penambahan kawao, laju pembentukan gula pereduksi menjadi rendah, nilai Vmaks dan KM menurun. Penurunan
parameter
tersebut
menunjukkan
telah
terjadinya
suatu
penghambatan yang dilakukan oleh kawao. Nilai parameter kinetika inhibisi pada masing-masing suhu secara ringkas diperlihatkan pada Tabel 2.
43
Tabel 2. Hasil Penentuan Parameter Kinetika Suhu
Model
(oC)
Inhibisi
Nilai Parameter kinetika R2
beta
0.002
0.993
0.187
53.74
0.010
0.998
0.031
90.69
0.005
0.993
0.020
KM
KM
Vmax
Vmax
Ki
(g/l)
(g/l)
(µM/min)
(µM/min)
(g/l)
544.2
10.67
240.2
48.75
438.8
40.61
445.3
2105.3
100.25
1360.4
Un 30
kompetitifpartial Un
40
kompetitifpartial Un
50
kompetitifpartial
Parameter kinetika kondisi normal dilambangkan dengan simbol KM, dan Vmaks, sedangkan parameter kinetika akibat penambahan kawao dilambangkan dengan simbol KM’ , dan Vmaks’ . Seiring dengan meningkatnya nilai suhu, untuk setiap parameter kinetika (KM, KM’ , Vmaks, dan Vmaks’ ) cenderung meningkat, kemudian akibat penambahan kawao, nilai parameter KM’ dan Vmaks’ lebih rendah dibandingkan kondisi normal (KM, Vmaks). Hal tersebut menunjukkan bahwa kecepatan reaksi mampu dihambat dengan penambahan kawao. Lee (2003) menyatakan bahwa nilai KM menunjukkan tingkat afinitas antara substrat dan enzim. Nilai KM yang rendah menunjukkan nilai afinitas yang tinggi. Artinya semakin rendah nilai KM, tingkat afinitas substrat dan enzim semakin tinggi, Vmaks lebih cepat tercapai pada konsentrasi substrat yang relatif rendah, demikian pula sebaliknya. Akibat penambahan kawao, nilai KM yang diperoleh pada masingmasing suhu semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa afinitas substrat dan enzim adalah tinggi, sehingga laju pembentukan kompleks enzim-substrat adalah tinggi. Namun, kompleks enzim-substrat tidak dapat terurai menghasilkan produk, karena terjadi inhibisi oleh kawao membentuk kompleks ESI (enzim-substrat-inhibitor), sehingga nilai konsentrasi produk yang dihasilkan adalah rendah. Inhibisi secara jelas terlihat pada plot Michaelis-Menten (Gambar 29), di mana nilai Vmaks yang diperoleh akibat penambahan kawao adalah rendah dibandingkan kondisi normal.
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Perubahan faktor konsentrasi inhibitor (kawao), konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH, suhu dan lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi yang dihasilkan. Akibat penambahan kawao, pada masing-masing perlakuan perubahan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, diperoleh bahwa nilai konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan kontrol (tanpa penambahan kawao). Hal tersebut menunjukkan bahwa kawao terbukti sebagai inhibitor aktivitas invertase. Konsentrasi inhibitor (kawao) terpilih adalah pada konsentrasi 5% (v/v) karena memberikan respon pembentukan gula pereduksi yang paling rendah. Inhibisi akibat penambahan kawao pada pengaruh perubahan konsentrasi enzim tercapai mulai konsentrasi enzim 1.65 mg/l. Pada pengaruh perubahan substrat, inhibisi mulai terjadi pada konsentrasi substrat sekitar 7.5 g/l. Pada faktor perubahan nilai pH, akibat penambahan kawao, aktivitas invertase maksimum tercapai pada pH 4, bergeser dari kondisi normal pada pH 5 dan suhu optimumnya bergeser pula dari 50oC menjadi 60oC pada faktor perubahan suhu. Inhibisi terjadi pada rentang pH 4-7 dan mulai suhu 0-60oC. Pada faktor lama pemanasan, inhibisi aktivitas invertase berlangsung pada 30 detik pertama dan memberikan respon inhibisi yang cukup baik. Kinetika inhibisi laju degradasi sukrosa oleh kawao yang dilakukan pada pH 7, dengan tiga titik suhu (30°C, 40°C, 50°C) menghasilkan nilai KM dan Vmaks yang berbeda. Akibat penambahan kawao, nilai parameter kinetika KM dan Vmaks inhibisi lebih rendah dibandingkan kondisi normal (tanpa penambahan kawao), efek inhibisi dengan jelas diperlihatkan pada kurva Michaelis-Menten di mana, nilai Vmaks inhibisi lebih rendah dibandingkan nilai Vmaks semula. Model kinetika inhibisi invertase oleh kawao pada ketiga suhu tersebut adalah sama yakni unkompetitif (parsial), seperti ditunjukkan pada kurva Lineweaver-Burk.
45
B. Saran Penambahan kawao terbukti memberikan pengaruh pada larutan simulasi sukrosa, selain itu telah diketahui pula bagaimana pengaruh penambahan kawao pada berbagai faktor perlakuan yang mempengaruhi aktivitas enzim. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian bagaimana pengaruh penambahan kawao pada larutan nira, sehingga dapat diketahui apakah penambahan kawao juga memberikan hasil yang baik untuk mengatasi kerusakan akibat aktivitas invertase. Selain itu dapat pula dilakukan penentuan bahan aktif inhibitor dari akar kawao serta proses pemurniannya, sehingga diperoleh bahan aktif inhibitor yang dapat langsung digunakan.
46
DAFTAR PUSTAKA
Alberto, F., C. Bignon, G. Sulzenbacher, B. Henrissat, M. Czjzek. 2004. The three-dimensional structure of invertase ( -fructosidase) from Thermotoga maritima reveals a bimodular arrangement and an evolutionary relationship between retaining and inverting glycosidases. Architecture et Fonction des Macromolécules Biologiques, CNRS and Université Aix-Marseille I & II. Perancis. Bailey, J. E., dan David F. Ollis. 1988. Dasar-Dasar Rekayasa Biokimia. Alih bahasa A. Aziz D., Liesbetini, Illah Sailah, Lien Herlina. Pusat Antar Universitas. IPB Bogor. Birch, Peter Dr. 2005. Enzyme Kinetics. Universitas Paisley. http://wwwbiol.paisley.ac.uk/kinetics/contents.html. Bracho, G. E. dan John R. Whitaker. 1990. Characteristics of the Inhibition of Potato (Solanum tuberosum) Invertase by an Endogenous Proteinaceous Inhibitor in Potatoes-Journal of Plant Physiology hlm 381-385. Causette, M., Alain, G., Henri, P., Pierre, M., dan Brigitte, L. 1998. Inactivation of Enzymes by Inert Gas Bubbling. Enzyme Engineering XIV. Vol. 864, New York. Cavaille, D. dan Didier, C. 1996. High pressure and temperature: How to diactivate enzymes in two different ways. Enzyme Engineering XIII. Vol. 799, New York. Chaplin, M.F., C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. New York. Chaplin, Martin. 2003. Enzymes and Enzyme Technology: Enzyme Kinetics Km and Vmax. http://www.lsbu.ac.uk/biology/enzyme/index.html. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta. Eijsink, Vincent G.H., A. Bjork, S. Gaseidnes, R. Sirevag, B. Synstad, B. van den Burg, G. Vriend. 2004. Rational engineering of enzyme stability. Journal of Biotechnology 113 (2004) hlm 105-120. Eijsink, Vincent GH., S. Gaseidnes, T. V. Borchert, B. van den Burg. 2005. Directed Evolution of Enzyme Stability. Journal of Biomolecular Engineering 22 (2005) hlm 21-30. Ewing, E. E., M. Devlin, Deborah A. Mcneill, M. H. McAdoo and Anne M. H.. 1977. Changes in Potato Tuber Invertase and Its Endogenous Inhibitor After Slicing, Including a Study of Assay Methods. Journal of Plant Physiology hlm 925-929.
47
Filho, U. C., C. E. Hori and E. J. Ribeiro. 1999. Influence Of The Reaction Products In The Inversion of Sucrose by Invertase. Journal. Braz. J. Chem. Eng. vol.16 n.2 São Paulo June 1999. http://www.scielo.br. Flickinger, M. C. dan S. W. Drew. 1999. Kinetics and Stoichiometry (Growth, Enzymes). Encyclopedia of Bioprocess Technology : Fermentation, Biocatalysis and Bioseparation. John Wiley and Sons, Inc. Glazer, A. N. and Nikaido, H., 1995. Microbial Technology Fundamentals of Applied Microbiology. W. H. Freeman and Company, New York. Greiner, S., S. Krausgrill dan T. Rausch. 1998. Cloning of Tobacco Apoplasmic Invertase Inhibitor. Journal of Plant Physiol. February 1;116(2):733-742. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Penerbit Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta. Hothorn, M., Igor D’ Angelo, Jose´ A. Marquez, S. Greiner, K. Scheffzek. 2003. The Invertase Inhibitor Nt-CIF from Tobacco: A Highly Thermostable Four-helix Bundle with an Unusual N-terminal Extension. Journal Molecular Biology (JMB). Hlm 987–995. Hsiao, C. C., R. H. Fu., Y. Sung. 2002. A Novel Bound of Plant Invertase in Rice Suspension Cells. Botanical Bulletin of Academia Sinica Vol 43: 115-122. Lee, Young H., 2003. Biosensors. Engineering Biotechnology Gateway Project. Drexel University. Lehninger.1988. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan. Penerjemah : Maggy Thenawidjaja. Erlangga. Jakarta. Monsan, P. dan D. Combess. 1984. Stabilization of Enzyme Activity. The Procedings of Biotechnology `84 Europe Online 1984. Published by online Publication, Ltd., London. Pancoast, H. M dan W. R. Junk. 1980. Handbook of Sugar. Second Edition. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Pelczar, MJ dan Chan CS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Edisi 1. Terjemahan. Penerjemah: S.R. Hadioetomo, Imas T, Angka L S. UI Press. Jakarta. Pirvutoiu, S., I. Surugiu, E. S. Dey, A. Ciucu, V. Magearu and B. Danielsson. 2001. Flow injection analysis of mercury(II) based on enzyme inhibition and thermometric detection. Journal Analyst. The Royal Society of Chemistry. Hlm 1612–1616. Pressey, Russell and Roy Shaw. 1966. Effect of Temperature on Invertase, Invertase Inhibitor, and Sugars in Potato Tubers. Journal of Plant Physiol. Hlm 1657-1661.
48
Rahman, M. H., A. H. Akand, T. Yeasmin, Md. S. Uddin dan M. Rahman. 2001. Purification and Properties of Invertase from Mango Fruit. Pakistan Journal of Biological Sciences 4 (10). Hlm 1271-1274. Rahman, S.M.M. Mahbubur, Palash K.S., Fida M.H., Sarnad M.A.M, and Habibur M.R. 2004. Purification and Characterization of Invertase Enzyme from Sugarcane. Pakistan Journal of Biological Sciences 7(3). Hlm 340-345. Rodwell, V. W. 1981. Kinetic Properties of Enzymes di dalam D. W. Martin, P. A. Mayes dan V. W. Rodwell. 1981. Harper’ s Review of Biochemistry. 18th ed. Lange Medical Publications. Los Altos, California. Simanjutak dan Silalahi. 2005. Biokimia. FMIPA USU, Medan. Stauffer, C. E. 1989. Enzyme Assays for Food Scientist. An AVI Book. Van Nostrand Reinhold. New York. Suryani, A dan D. Mangunwidjaya. 2002. Rekayasa Proses. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Trojanowicz, M., D. Compagnone, C. Gonçales, Z. Jonca, and G. Palleschi. 2004. Limitations in the Analytical Use of Invertase Inhibition for the Screening of Trace Mercury Content in Environmental Samples. Journal. Analytical Sciences, vol. 20. Hlm 899-904. Wang, N. S. 2002. Enzyme Kinetics of Invertase Via Initial Rate Determination. Department of Chemical Engineering, University of Maryland, College Park, Md 20742-2111, Ench 485. Webb, J. L. 1963. Enzyme and metabolic Inhibitors. Volume I. Academic Press. New York.
49
Lampiran 1. Prosedur penelitian (tambahan) A. Persiapan larutan buffer asetat 0.05 M, pH 4.5 1. Asam asetat 0.5 M sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam labu takar atau gelas piala 250 ml. 2. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 200 ml. 3. Natrium asetat trihidrat (136.08 g/mol) sebanyak 0.9567 g ditambahkan ke dalamnya, kemudian ditera dengan aquades hingga 250 ml. 4. Nilai pH buffer diukur menggunakan pH meter, dan dikoreksi dengan penambahan larutan HCl 0.1M atau NaOH 0.1M.
B. Persiapan larutan kerja invertase 1. Larutan baku invertase yang setara dengan konsentrasi invertase 1 g/l dengan aktivitas 32 unit/mg disiapkan dengan cara melarutkan 0.0009 g invertase (Sigma-Aldrich 19253: pH 4.5, 55°C, 355 units/mg solid) pada 10 ml buffer asetat pH 4.5. 2. Kemudian untuk membuat larutan kerja invertase, dilakukan pengenceran dari larutan baku invertase dengan perbandingan 1:100 menggunakan larutan buffer pH 4.5 sehingga diperoleh larutan kerja invertase dengan konsentrasi yang setara dengan 0.01 g/l aktivitas 32 unit/mg.
C. Pembuatan kurva standar 1. Kurva standar yang digunakan adalah kurva standar glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa masing-masing 0.0900 g dicampur dan dilarutkan ke dalam aquades, ditera dalam labu takar 100 ml. 2. Selanjutnya dibuat beberapa konsentrasi larutan glukosa dan fruktosa pada rentang konsentrasi 0 – 1500 µM (0, 150, 225, 375, 450, 600, 675, 750, 900, 1250, 1500) µM. 3. Pada masing-masing konsentrasi tersebut dimasukkan ke dalamnya DNS dengan perbandingan 1:1. 4. Larutan tersebut dipanaskan dalam waterbath 95°C selama 10 menit kemudian didinginkan dan diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm.
50
D. Penentuan konsentrasi inhibitor optimum 1. Bahan inhibitor akar kawao diiris dan dipotong kecil-kecil kemudian ditumbuk
untuk
diambil
ekstraknya.
Ekstrak
diperoleh
dengan
menambahkan air 1:2 (bobot) kemudian diperas. 2. Hasil ekstrak di-sentrifuge untuk mengendapkan padatan di dalamnya. 3. Selanjutnya ekstrak inhibitor disiapkan pada rentang konsentrasi yang telah ditentukan pada setiap tabung reaksi (0-0.5 ml). 4. Kemudian ditambahkan ke dalam setiap tabung larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dan divortex, volume larutan digenapkan menjadi 1 ml dengan penambahan aquades. 5. Selanjutnya ditambahkan 1 ml invertase 0,01 g/l pada masing-masing tabung reaksi (t = 0 menit). 6. Pada saat t = 5 menit, 2 ml pereaksi DNS dimasukkan untuk menghentikan reaksi. 7. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 95°C selama 10 menit. 8. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. 9. Berdasarkan data yang diperoleh, ditentukan batas konsentrasi optimum inhibitor yang memberikan respon inhibisi yang optimal.
51
Lampiran 2. Tabulasi data perbandingan volume masing-masing komponen pada pengujian faktor pengaruh aktivitas enzim.
Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi Enzim Tabung reaksi keA B C D E F G H A* B* C* D* E* F* G* H*
Larutan invertase 0.01 g/l (ml) 0.00 0.03 0.17 0.33 0.50 0.67 0.83 1.00 0.00 0.03 0.17 0.33 0.50 0.67 0.83 0.90
Larutan buffer pH 7 (ml) 1.00 0.97 0.83 0.67 0.50 0.33 0.27 0.00 0.90 0.87 0.73 0.57 0.40 0.23 0.17 0.00
Larutan sukrosa 50 g/l (ml) 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Larutan kawao (ml) 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
Konsentrasi invertase akhir (mg/l) 0.00 0.15 0.85 1.65 2.5 3.35 4.15 5.00 0.00 0.15 0.85 1.65 2.5 3.35 4.15 4.50
*) dengan penambahan kawao Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi Substrat Tabung reaksi keA B C D E F G A* B* C* D* E* F* G*
Larutan sukrosa 50 g/l (ml) 0.00 0.17 0.33 0.50 0.67 0.83 1.00 0.00 0.17 0.33 0.50 0.67 0.83 0.90
Aquades
(ml) 1.00 0.83 0.67 0.50 0.33 0.27 0.00 0.90 0.73 0.57 0.40 0.23 0.17 0.00
Larutan invertase 0.01 g/l (ml) 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Larutan kawao (ml) 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
Konsentrasi sukrosa akhir (g/l) 0.00 4.25 8.25 12.50 16.75 20.75 25.00 0.00 4.25 8.25 12.50 16.75 20.75 22.5
*) dengan penambahan kawao
52
Tabel 5. Pengaruh pH Tabung reaksi keA B C D E F G H I A* B* C* D* E* F* G* H* I*
Larutan invertase 0.01 g/l
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
(ml) (pH = 3) (pH = 4) (pH = 5) (pH = 6) (pH = 7) (pH = 8) (pH = 9) (pH = 10) (pH = 11) (pH = 3) (pH = 4) (pH = 5) (pH = 6) (pH = 7) (pH = 8) (pH = 9) (pH = 10) (pH = 11)
Larutan sukrosa 50 g/l (ml) 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90
Larutan kawao (ml) 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
*) dengan penambahan kawao
Tabel 6. Pengaruh Suhu Inkubasi Tabung reaksi keA B C D E F G H I J A* B* C* D* E* F* G* H* I* J*
Suhu (oC) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Larutan sukrosa 50 g/l (ml) 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
Larutan invertase 0.01 g/l (ml) 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Aquades
Larutan kawao
(ml) 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40
(ml) 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
*) dengan penambahan kawao
53
Tabel 7. Pengaruh Lama Pemanasan Tabung reaksi ke-
A B C D E F G H A* B* C* D* E* F* G* H*
Lama Pemanasan
(detik) 0 10 20 30 40 50 60 300 0 10 20 30 40 50 60 300
Larutan sukrosa 50 g/l (ml)
Larutan invertase 0.01 g/l (ml)
Aquades
Larutan kawao
(ml)
(ml)
0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40
0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
*) dengan penambahan kawao
54
Lampiran 3. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan
A. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan penentuan konsentrasi kawao Larutan baku standar glukosa+fruktosa 10mM, volume total 2ml. Volume ( µL) 0 30 45 75 105 135
[glu+fru] ( µM) 0 150 225 375 525 675
abs 0,000 0,260 0,388 0,472 0,687 0,798
0,9 0,8 0,7
abs
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
Gambar 30.
kons kawao, % (v/v) 0 2,5 5 10 15 20 25
Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0011x – 0.0624 dan r2 = 0.9725.
Abs 1 0,674 0,221 0,161 0,183 0,266 0,328 0,475
Abs 2 0,927 0,314 0,192 0,21 0,245 0,294 0,358
Kons 1
Kons 2
556,000 144,182 89,636 109,636 185,091 241,455 375,091
786,000 228,727 117,818 134,182 166,000 210,545 268,727
Kons ratarata 671,000 186,455 103,727 121,909 175,545 226,000 321,909
55
ANOVA INVERT Sum of Squares Between Groups 459831,5 Within Groups 37038,892 Total 496870,4
df 6 7 13
Mean Square 76638,580 5291,270
F 14,484
Sig. ,001
Between-Subjects Factors
KONS
Value Label 0 2.5 5 10 15 20 25
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
N 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: INVERT Type III Sum of Squares Source Corrected Model 459831,480 a Intercept 932458,525 KONS 459831,480 Error 37038,892 Total 1429328,896 Corrected Total 496870,371
df 6 1 6 7 14 13
Mean Square 76638,580 932458,525 76638,580 5291,270
F 14,484 176,226 14,484
Sig. ,001 ,000 ,001
a. R Squared = ,925 (Adjusted R Squared = ,862)
INVERT Duncan KONS 5 10 15 2.5 20 25 0 Sig.
a,b
N 2 2 2 2 2 2 2
1 103,72700 121,90900 175,54550 186,45450 226,00000
,159
Subset 2
3
175,54550 186,45450 226,00000 321,90900 ,099
671,00000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 5291,270. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
56
B. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi enzim Larutan baku standar glukosa+fruktosa 10mM, volume total 2ml. Volume (µL) 0 0 30 30 45 45 75 75 90 90 120
[glu+fru] (µM) 0 0 150 150 225 225 375 375 450 450 600
Volume (µL) 120 135 135 150 150 180 180 250 250 300 300
abs 0,034 0,033 0,034 0,033 0,035 0,037 0,098 0,091 0,124 0,134 0,210
[glu+fru] (µM) 600 675 675 750 750 900 900 1250 1250 1500 1500
abs 0,212 0,253 0,250 0,294 0,293 0,388 0,375 0,582 0,568 0,702 0,702
0,8 0,7 0,6
abs
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
Gambar 31.
Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0005x – 0.0530 dan r2 = 0.9735.
1. Kondisi tanpa penambahan kawao Kons enzim (mg/l) 0 0,15 0,85 1,65 2,5 3,35 4,15 4,5
Abs 1 0 0 0 0,068 0,296 0,591 0,744 0,898
Abs 2 0 0 0 0,058 0,31 0,587 0,764 0,885
Kons 1
Kons 2
106,000 106,000 106,000 242,000 698,000 1288,000 1594,000 1902,000
106,000 106,000 106,000 222,000 726,000 1280,000 1634,000 1876,000
Kons rata-rata 106,000 106,000 106,000 232,000 712,000 1284,000 1614,000 1889,000
57
ANOVA KONS Sum of Squares 4751799 1424,000 4753223
Between Groups Within Groups Total
df 6 7 13
Mean Square 791966,476 203,429
F 3893,094
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
ENZIM
Value Label 0 0.15 0.85 1.65 2.5 3.35 4.15
1 2 3 4 5 6 7
N 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Source Corrected Model Intercept ENZIM Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 4751798,857 a 4944457,143 4751798,857 1424,000 9697680,000 4753222,857
df
Mean Square F 6 791966,476 3893,094 1 4944457,143 24305,618 6 791966,476 3893,094 7 203,429 14 13
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = ,999)
KONS Duncan ENZIM 0 0.15 0.85 1.65 2.5 3.35 4.15 Sig.
a,b
N 2 2 2 2 2 2 2
1 106,000 106,000 106,000
2
Subset 3
4
5
232,000 712,000 1284,000 1,000
1,000
1,000
1,000
1614,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 203,429. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
58
2. Kondisi dengan penambahan kawao Kons enzim (mg/l)
Abs 1
0 0,15 0,85 1,65 2,5 3,35 4,15 4,5
Abs 2
0,054 0,073 0,073 0,075 0,084 0,131 0,185 0,230
Kons 1
0,054 0,065 0,077 0,082 0,082 0,134 0,187 0,222
Kons rata-rata
Kons 2
214,000 252,000 252,000 256,000 274,000 368,000 476,000 566,000
214,000 236,000 260,000 270,000 270,000 374,000 480,000 550,000
214,000 244,000 256,000 263,000 272,000 371,000 478,000 558,000
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 31. ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 102690,9 292,000 102982,9
df 6 7 13
Mean Square 17115,143 41,714
F 410,295
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
ENZIM
1 2 3 4 5 6 7
Value Label 0* 0.15* 0.85* 1.65* 2.5* 3.35* 4.15*
N 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Type III Sum Source of Squares Corrected Model 102690,857 a Intercept 1257601,143 ENZIM 102690,857 Error 292,000 Total 1360584,000 Corrected Total 102982,857
df
Mean Square F 6 17115,143 410,295 1 1257601,143 30147,973 6 17115,143 410,295 7 41,714 14 13
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,997 (Adjusted R Squared = ,995)
59
KONS a,b
Duncan
Subset ENZIM 0* 0.15* 0.85* 1.65* 2.5* 3.35* 4.15* Sig.
N
1 214,000
2 2 2 2 2 2 2
2
3
244,000 256,000
256,000 263,000
4
5
6
263,000 272,000 371,000
1,000
,106
,314
,206
1,000
478,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 41,714. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
C. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi substrat 1. Kondisi tanpa penambahan kawao Kons substrat (g/l) 0 4,25 8,25 12,5 16,75 20,75 25
Abs 1
Abs 2
0 0,35 0,668 0,849 0,986 1,068 1,138
Kons 1
0 0,348 0,689 0,946 0,938 1,024 1,168
0,000 261,455 550,545 715,091 839,636 914,182 977,818
Kons 2 0,000 259,636 569,636 803,273 796,000 874,182 1005,091
Kons rata-rata 0,000 260,545 560,091 759,182 817,818 894,182 991,455
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 30. ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1576790 6195,879 1582985
df 6 7 13
Mean Square 262798,258 885,126
F 296,905
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
SUKROSA
1 2 3 4 5 6 7
Value Label 0 4.25 8.25 12.5 16.75 20.75 25
N 2 2 2 2 2 2 2
60
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Source Corrected Model Intercept SUKROSA Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1576789,550 a 5241835,231 1576789,550 6195,879 6824820,660 1582985,429
df
Mean Square 6 262798,258 1 5241835,231 6 262798,258 7 885,126 14 13
F 296,905 5922,138 296,905
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,993)
KONS Duncan
a,b
Subset SUKROSA 0 4.25 8.25 12.5 16.75 20.75 25 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2
1 ,00000
2
3
4
5
6
260,54550 560,09050 759,18200 817,81800 894,18200 1,000
1,000
1,000
,089
1,000
991,45450 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 885,126. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
2. Kondisi dengan penambahan kawao Kons substrat (g/l) 0 4,25 8,25 12,5 16,75 20,75 25
Abs 1 0,139 0,168 0,204 0,217 0,242 0,266 0,276
Abs 2
Kons 1
0,14 0,168 0,181 0,219 0,239 0,260 0,271
Kons 2
384,000 442,000 514,000 540,000 590,000 638,000 658,000
386,000 442,000 468,000 544,000 584,000 626,000 648,000
Kons rata-rata 385,000 442,000 491,000 542,000 587,000 632,000 653,000
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 31. ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 118293,7 1208,000 119501,7
df 6 7 13
Mean Square 19715,619 172,571
F 114,246
Sig. ,000
61
Between-Subjects Factors
SUKROSA
Value Label 0* 4.25* 8.25* 12.5* 16.75* 20.75* 25*
1 2 3 4 5 6 7
N 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Type III Sum Source of Squares Corrected Model 118293,714 a Intercept 3979378,286 SUKROSA 118293,714 Error 1208,000 Total 4098880,000 Corrected Total 119501,714
df
Mean Square F 6 19715,619 114,246 1 3979378,286 23059,311 6 19715,619 114,246 7 172,571 14 13
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,990 (Adjusted R Squared = ,981)
KONS Duncan
a,b
Subset SUKROSA 0* 4.25* 8.25* 12.5* 16.75* 20.75* 25* Sig.
N
1 2 385,00000 2 2 2 2 2 2 1,000
2
3
4
5
6
442,00000 491,00000 542,00000 587,00000
1,000
1,000
1,000
1,000
632,00000 653,00000 ,154
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 172,571. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
D. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh pH 1. Kondisi tanpa penambahan kawao pH
Abs 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0,013 0,457 0,698 0,603 0,351 0,014 0 0 0
Abs 2 0,006 0,413 0,709 0,602 0,354 0,015 0 0 0
Kons 1
Kons 2
132,000 1020,000 1502,000 1312,000 808,000 134,000 106,000 106,000 106,000
118,000 932,000 1524,000 1310,000 814,000 136,000 106,000 106,000 106,000
Kons rata-rata 125,000 976,000 1513,000 1311,000 811,000 135,000 106,000 106,000 106,000
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 31.
62
ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 5387996 4234,000 5392230
df 8 9 17
Mean Square 673499,556 470,444
F 1431,624
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
PH
Value Label 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 2 3 4 5 6 7 8 9
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Type III Sum of Squares 5387996,444 a 5983493,556 5387996,444 4234,000 11375724,0 5392230,444
Source Corrected Model Intercept PH Error Total Corrected Total
df
Mean Square F 8 673499,556 1431,624 1 5983493,556 12718,810 8 673499,556 1431,624 9 470,444 18 17
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)
KONS a,b
Duncan PH 9 10 11 3 8 7 4 6 5 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 106,000 106,000 106,000 125,000 135,000
2
Subset 3
4
5
811,000 976,000 1311,000 ,246
1,000
1,000
1,000
1513,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 470,444. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
63
2. Kondisi dengan penambahan kawao pH
Abs 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Abs 2
0,152 0,466 0,311 0,121 0,107 0,105 0,081 0,085 0,106
0,159 0,464 0,317 0,129 0,082 0,102 0,08 0,081 0,102
Kons 1
Kons 2
410,000 1038,000 728,000 348,000 320,000 316,000 268,000 276,000 318,000
424,000 1034,000 740,000 364,000 270,000 310,000 266,000 268,000 310,000
Kons rata-rata 417,000 1036,000 734,000 356,000 295,000 313,000 267,000 272,000 314,000
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 31. ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1120410 1640,000 1122050
df 8 9 17
Mean Square 140051,222 182,222
F 768,574
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
PH
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Value Label 3* 4* 5* 6* 7* 8* 9* 10* 11*
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Source Corrected Model Intercept PH Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1120409,778 a 3562670,222 1120409,778 1640,000 4684720,000 1122049,778
df
Mean Square F 8 140051,222 768,574 1 3562670,222 19551,239 8 140051,222 768,574 9 182,222 18 17
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,997)
64
KONS Duncan
a,b
Subset PH 9* 10* 7* 8* 11* 6* 3* 5* 4* Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 267,000 272,000 295,000
2
3
4
5
6
295,000 313,000 314,000 356,000 417,000 734,000
,078
,211
1,000
1,000
1,000
1036,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 182,222. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
E. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh suhu Larutan baku standar glukosa+fruktosa 10mM, volume total 2ml. Volume (µL) 0 0 30 30 45 45 75 75 90 90 120
[glu+fru] (µM) 0 0 150 150 225 225 375 375 450 450 600
Volume (µL) 120 135 135 150 150 180 180 250 250 300 300
abs 0,02 0,02 0,021 0,02 0,035 0,041 0,113 0,105 0,147 0,146 0,245
[glu+fru] (µM) 600 675 675 750 750 900 900 1250 1250 1500 1500
abs 0,238 0,281 0,265 0,314 0,314 0,389 0,401 0,588 0,601 0,732 0,721
0,8 0,7 0,6
abs
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
Gambar 32.
Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0005x – 0.0545 dan r2 = 0.9841.
65
1. Kondisi tanpa penambahan kawao Suhu (oC)
Abs 1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Abs 2
0,106 0,195 0,313 0,585 0,923 1,232 1,084 0,257 0,138 0,135
0,118 0,191 0,341 0,586 0,946 1,204 0,826 0,265 0,167 0,135
Kons 1
Kons 2
321,000 499,000 735,000 1279,000 1955,000 2573,000 2277,000 623,000 385,000 379,000
345,000 491,000 791,000 1281,000 2001,000 2517,000 1761,000 639,000 443,000 379,000
Kons rata-rata 333,000 495,000 763,000 1280,000 1978,000 2545,000 2019,000 631,000 414,000 379,000
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 32. ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 12022988 139454,0 12162442
df
Mean Square 9 1335887,578 10 13945,400 19
F 95,794
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
SUHU
1 2
Value Label 0 10
N 2 2
3 4
20 30
2 2
5 6
40
2
7
50 60
2 2
8 9
70 80
2 2
10
90
2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Source Corrected Model Intercept SUHU Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 12022988,2 a 23488113,8 12022988,2 139454,000 35650556,0 12162442,2
df
Mean Square 9 1335887,578 1 23488113,80 9 1335887,578 10 13945,400 20 19
F 95,794 1684,291 95,794
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,989 (Adjusted R Squared = ,978)
66
KONS a,b
Duncan
Subset SUHU 0 90 80 10 70 20 30 40 60 50 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 333,000 379,000 414,000 495,000
2
3
379,000 414,000 495,000 631,000
4
5
6
495,000 631,000 763,000 1280,000 1978,000 2019,000
,229
,075
,055
1,000
,736
2545,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 13945,400. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
2. Kondisi dengan penambahan kawao Suhu (oC)
Abs 1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Abs 2
0,063 0,087 0,176 0,271 0,425 0,665 0,802 0,297 0,225 0,281
0,07 0,099 0,18 0,27 0,42 0,672 0,797 0,313 0,234 0,307
Kons 1
Kons 2
235,000 283,000 461,000 651,000 959,000 1439,000 1713,000 703,000 559,000 671,000
249,000 307,000 469,000 649,000 949,000 1453,000 1703,000 735,000 577,000 723,000
Kons rata-rata 242,000 295,000 465,000 650,000 954,000 1446,000 1708,000 719,000 568,000 697,000
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 32. ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 4062101 2644,000 4064745
df 9 10 19
Mean Square 451344,533 264,400
F 1707,052
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
SUHU
1 2
Value Label 0* 10*
N 2 2
3 4
20* 30*
2 2
5 6
40*
2
7
50* 60*
2 2
8 9
70* 80*
2 2
10
90*
2
67
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Type III Sum of Squares Source Corrected Model 4062100,800 a Intercept 11993907,2 SUHU 4062100,800 Error 2644,000 Total 16058652,0 Corrected Total 4064744,800
df
Mean Square F 9 451344,533 1707,052 1 11993907,20 45362,735 9 451344,533 1707,052 10 264,400 20 19
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999) KONS a,b
Duncan SUHU 0* 10* 20* 80* 30* 90* 70* 40* 50* 60* Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 242,000
2
3
4
Subset 5
6
7
8
9
295,000 465,000 568,000 650,000 697,000 719,000 954,000 1446,000 1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
,206
1,000
1,000
1708,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 264,400. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
F. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh lama pemanasan 1. Kondisi tanpa penambahan kawao Suhu (oC) 0 10 20 30 40 50 60 300
Abs 1 1,394 1,152 0,452 0,237 0,039 0,038 0,011 0,011
Abs 2 1,346 1,168 0,46 0,096 0,098 0,093 0,083 0,103
Kons 1
Kons 2
1210,545 990,545 354,182 158,727 -21,273 -22,182 -46,727 -46,727
1166,909 1005,091 361,455 30,545 32,364 27,818 18,727 36,909
Kons rata-rata 1188,727 997,818 357,818 94,636 5,545 2,818 -14,000 -4,909
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 30. ANOVA KONS Sum of Squares Between Groups 3364731 Within Groups 17627,686 Total 3382359
df 7 8 15
Mean Square 480675,908 2203,461
F 218,146
Sig. ,000
68
Between-Subjects Factors WAKTU
1 2 3 4 5 6 7 8
Value Label 0 10 20 30 40 50 60 300
N 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Type III Sum of Squares Source Corrected Model 3364731,354 a Intercept 1727193,325 WAKTU 3364731,354 Error 17627,686
df
Mean Square 7 480675,908 1 1727193,325 7 480675,908 8 16
Total 5109552,365 Corrected Total 3382359,040
F 218,146 783,855 218,146
Sig. ,000 ,000 ,000
2203,461
15
a. R Squared = ,995 (Adjusted R Squared = ,990)
KONS Duncan
a,b
Subset WAKTU 60 300 50 40 30 20 10 0 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2
1 -14,00000 -4,90909 2,81818 5,54545 94,63636
2
3
4
357,81818 997,81818 ,064
1,000
1,000
1188,727 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2203,461. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
2. Kondisi dengan penambahan kawao Suhu (oC) 0 10 20 30 40 50 60 300
Abs 1 0,184 0,09 0,017 0,015 0,015 0,015 0,017 0,015
Abs 2 0,176 0,109 0,014 0,016 0,015 0,016 0,015 0,017
Kons 1 477 289 143 139 139 139 143 139
Kons 2 461 327 137 141 139 141 139 143
Kons rata-rata 469 308 140 140 139 140 141 141
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 32.
69
ANOVA KONS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 210935,0 888,000 211823,0
df 7 8 15
Mean Square 30133,571 111,000
F 271,474
Sig. ,000
Between-Subjects Factors WAKTU
1 2 3 4 5 6 7 8
Value Label 0* 10* 20* 30* 40* 50* 60* 300*
N 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KONS Source Corrected Model Intercept WAKTU Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 210935,000 a 654481,000 210935,000 888,000 866304,000 211823,000
df 7 1 7 8 16 15
Mean Square 30133,571 654481,000 30133,571 111,000
F 271,474 5896,225 271,474
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,992)
KONS Duncan
a,b
WAKTU 40* 20* 30* 50* 60* 300* 10* 0* Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2
1 139,00000 140,00000 140,00000 140,00000 141,00000 141,00000
Subset 2
3
308,00000 ,862
1,000
469,00000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 111,000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
70
G. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi enzim terhadap persentase inhibisi. ANOVA PERSEN Sum of Squares Between Groups 17291,392 Within Groups 9,780 Total 17301,172
df 6 7 13
Mean Square 2881,899 1,397
F 2062,624
Sig. ,000
F 2062,624 4260,365 2062,624
Sig. ,000 ,000 ,000
Between-Subjects Factors ENZIM
Value Label 0 0.15 0.85 1.65 2.5 3.35 4.15
1 2 3 4 5 6 7
N 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PERSEN Type III Sum of Squares 17291,392 a 5952,582 17291,392 9,780 23253,754 17301,172
Source Corrected Model Intercept ENZIM Error Total Corrected Total
df 6 1 6 7 14 13
Mean Square 2881,899 5952,582 2881,899 1,397
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999) PERSEN Duncan
a,b
Subset ENZIM 0.85 0.15 0 1.65 2.5 3.35 4.15 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2
1 -10,5000 -9,6600
2
3
4
5
6
-9,6600 -7,5600 -2,1700 30,8000 63,9100
,500
,119
1,000
1,000
1,000
79,5200 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,397. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
71
H. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi substrat terhadap persentase inhibisi. ANOVA PERSEN
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6951,200 67,656 7018,856
df
Mean Square 1390,240 11,276
5 6 11
F 123,292
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
SUKROSA
1 2 3 4 5 6
Value Label 0 4.25 8.25 12.5 16.75 20.75
N 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PERSEN Source Corrected Model Intercept SUKROSA Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 6951,200 a 150,972 6951,200 67,656 7169,828 7018,856
df 5 1 5 6 12 11
Mean Square 1390,240 150,972 1390,240 11,276
F 123,292 13,389 123,292
Sig. ,000 ,011 ,000
a. R Squared = ,990 (Adjusted R Squared = ,982)
PERSEN Duncan
a,b
Subset SUKROSA 0 4.25 8.25 12.5 16.75 20.75 Sig.
N 2 2 2 2 2 2
1 -38,5000
2
3
4
-18,1455 6,9091
1,000
1,000
1,000
21,7182 23,0818 26,2182 ,243
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 11,276. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
72
I. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh pH terhadap persentase inhibisi. ANOVA PERSEN
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 235697,2 1340,040 237037,3
df 8 9 17
Mean Square 29462,151 148,893
F 197,874
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
PH
Value Label 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 2 3 4 5 6 7 8 9
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PERSEN Source Corrected Model Intercept PH Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 235697,212 a 105791,156 235697,212 1340,040 342828,408 237037,252
df 8 1 8 9 18 17
Mean Square 29462,151 105791,156 29462,151 148,893
F 197,874 710,516 197,874
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,994 (Adjusted R Squared = ,989) PERSEN a,b
Duncan PH 3 11 10 9 8 4 5 7 6 Sig.
N
1 2 -234,9640 2 2 2 2 2 2 2 2 1,000
2
Subset 3
4
5
-196,2264 -156,6038 -151,8868 -131,8810 -6,3545
1,000
,084
1,000
51,4874 63,6133 72,8447 ,128
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 148,893. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
73
J. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh suhu terhadap persentase inhibisi. ANOVA PERSEN
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6601,607 217,661 6819,268
df 9 10 19
Mean Square 733,512 21,766
F 33,700
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
SUHU
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Value Label 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PERSEN Source Corrected Model Intercept SUHU Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 6601,607 a 3061,328 6601,607 217,661 9880,595 6819,268
df 9 1 9 10 20 19
Mean Square 733,512 3061,328 733,512 21,766
F 33,700 140,647 33,700
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,939)
PERSEN Duncan SUHU 90 80 70 0 10 20 60 30 40 50 Sig.
a,b
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 -12,7200 -6,1600 -3,5200
2 -6,1600 -3,5200 3,6400
Subset 3
4
5
3,6400 8,0000 11,9200 12,4400 25,2000
,089
,072
,109
1,000
40,9600 43,9600 ,535
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 21,766. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
74
K. Data hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh lama pemanasan terhadap persentase inhibisi. ANOVA PERSEN Sum of Squares Between Groups 19953,504 Within Groups 173,920 Total 20127,425
df
Mean Square 2850,501 21,740
7 8 15
F 131,117
Sig. ,000
Between-Subjects Factors
WAKTU
Value Label 0 10 20 30 40 50 60 300
1 2 3 4 5 6 7 8
N 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PERSEN Source Corrected Model Intercept WAKTU Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 19953,504 a 2552,546 19953,504 173,920 22679,971 20127,425
df 7 1 7 8 16 15
Mean Square 2850,501 2552,546 2850,501 21,740
F 131,117 117,412 131,117
Sig. ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,991 (Adjusted R Squared = ,984) PERSEN Duncan
a,b
WAKTU 60 300 50 40 30 20 10 0 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2
1 -15,5000 -14,5909 -13,7182 -13,3455 -4,5364
Subset 2
3
21,7818
,061
1,000
68,9818 71,9727 ,539
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 21,740. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
75
Lampiran 4. Data kinetika inhibisi suhu 30oC Larutan baku standar glukosa+fruktosa 10mM, volume total 2ml. Volume ( µL) 0 0 30 30 45 45 75 75 90 90 120
[glu+fru] ( µM) 0 0 150 150 225 225 375 375 450 450 600
Volume ( µL) 120 135 135 150 150 180 180 250 250 300 300
abs 0,048 0,046 0,048 0,047 0,06 0,054 0,106 0,118 0,156 0,146 0,227
[glu+fru] ( µM) 600 675 675 750 750 900 900 1250 1250 1500 1500
abs 0,221 0,256 0,25 0,288 0,283 0,353 0,355 0,537 0,544 0,643 0,642
0,7 0,6 0,5
abs
0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
-0,1
konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
Gambar 33.
Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0004x – 0.0218 dan r2 = 0.9797.
Data hasil pengukuran kinetika inhibisi suhu 30oC (kontrol) Konsentrasi sukrosa akhir (g/l)
abs 1
abs 2
Kons 1 (µM)
Kons 2 (µM)
Kons rata-rata (µM)
0,00 6,25 8,25 10,00 11,25 12,50
0,000 0,121 0,159 0,172 0,192 0,200
0,000 0,121 0,162 0,231 0,189 0,201
0,000 357,000 452,000 484,500 534,500 554,500
0,000 357,000 459,500 632,000 527,000 557,000
0,000 357,000 455,750 558,250 530,750 555,750
76
Data hasil pengukuran kinetika inhibisi suhu 30oC (dengan penambahan kawao) Konsentrasi sukrosa akhir (g/l)
abs 1
abs 2
Kons 1 (µM)
Kons 2 (µM)
Kons rata-rata (µM)
0,00 6,25 8,25 10,00 11,25 12,50
0,063 0,071 0,075 0,065 0,081 0,070
0,068 0,068 0,082 0,065 0,083 0,068
212,000 232,000 242,000 217,000 257,000 229,500
224,500 224,500 259,500 217,000 262,000 224,500
218,250 228,250 250,750 217,000 259,500 227,000
Enzyme Kinetics Model Comparison inhibisi_30b_only.JNB 14/08/06 12:38:13 Study Type: Single Substrate - Single Inhibitor Number of Replicates: 2 Rank by R² Equation 1 Mixed (Partial) 2 Uncompetitive (Partial) 3 Uncompetitive (Full) 4 Mixed (Full) 5 Noncompetitive (Full) 6 Competitive (Partial) 7 Competitive (Full) 8 Noncompetitive (Partial)
R² AICc 0,99327 92,754 0,99327 88,578 0,99254 87,018 0,99250 90,738 0,99050 91,834 0,98747 100,992 0,98747 97,373 0,87855 146,427
Sy.x 7,39752 7,16262 7,31591 7,55999 8,25195 9,76908 9,47742 30,42028
Test pass pass pass pass pass pass pass pass
Runs Convergence Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes
*) Model terpilih berdasarkan nilai R2 tertinggi, AICc terendah, dan Sy.x terendah
Enzyme Kinetics Nonlinear Fit Results Uncompetitive (Partial) Number of Replicates: 2 Parameters Vmax Km Ki beta Goodness of Fit Degrees of Freedom AICc R² Sum of Squares Sy.x Runs Test p Value
Value 240,2418 544,2242 2,026e-3 0,1866
±Std. Error 60,3623 236,8557 1,380e-2 8,390e-2
16 88,578 0,993 820,849 7,163 0,188
95% Conf. Interval 112,2768 to 368,2069 42,1022 to 1.046,3462 -0,0272 to 0,0313 8,713e-3 to 0,3644 Data Number of x values Number of replicates Total number of values Number of missing values
10 2 20 0
77
Lampiran 5. Data kinetika inhibisi suhu 40oC Larutan baku standar glukosa+fruktosa 10mM, volume total 2ml. Volume (µL) 0 0 30 30 45 45 75 75 90 90 120
[glu+fru] (µM) 0 0 150 150 225 225 375 375 450 450 600
Volume (µL) 120 135 135 150 150 180 180 250 250 300 300
abs 0,043 0,043 0,042 0,042 0,051 0,047 0,111 0,103 0,141 0,136 0,204
[glu+fru] (µM) 600 675 675 750 750 900 900 1250 1250 1500 1500
abs 0,206 0,234 0,238 0,275 0,275 0,333 0,342 0,516 0,507 0,621 0,627
0,7 0,6 0,5
abs
0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
-0,1
Konsentrasi glukosa+fruktosa (uM)
Gambar 34.
Kurva standar glukosa+fruktosa, dengan nilai y = 0.0004x – 0.0266 dan r2 = 0.9782.
Data hasil pengukuran kinetika inhibisi suhu 40oC (kontrol) Konsentrasi sukrosa akhir (g/l)
abs 1
abs 2
Kons 1 (µM)
Kons 2 (µM)
Kons rata-rata (µM)
0,00 2,50 4,25 6,25 8,25 10,00 11,25 12,50
0,000 0,125 0,233 0,314 0,353 0,384 0,412 0,463
0,000 0,120 0,229 0,312 0,355 0,389 0,403 0,467
0,000 379,000 649,000 851,500 949,000 1026,500 1096,500 1224,000
0,000 366,500 639,000 846,500 954,000 1039,000 1074,000 1234,000
0,000 372,750 644,000 849,000 951,500 1032,750 1085,250 1229,000
78
Data hasil pengukuran kinetika inhibisi suhu 40oC (dengan penambahan kawao) Konsentrasi sukrosa akhir (g/l)
abs 1
abs 2
Kons 1 (µM)
Kons 2 (µM)
Kons rata-rata (µM)
0,00 2,50 4,25 6,25 8,25 10,00 11,25 12,50
0,050 0,056 0,056 0,062 0,067 0,067 0,077 0,078
0,049 0,054 0,058 0,062 0,070 0,066 0,077 0,082
191,500 206,500 206,500 221,500 234,000 234,000 259,000 261,500
189,000 201,500 211,500 221,500 241,500 231,500 259,000 271,500
190,250 204,000 209,000 221,500 237,750 232,750 259,000 266,500
Enzyme Kinetics Model Comparison inhibisi_40b_only.JNB 14/08/06 12:48:00 Study Type: Single Substrate - Single Inhibitor Number of Replicates: 2 Rank by R² Equation 1 Mixed (Partial) 2 Uncompetitive (Partial) 3 Uncompetitive (Full) 4 Mixed (Full) 5 Noncompetitive (Full) 6 Competitive (Full) 7 Competitive (Partial) 8 Noncompetitive (Partial)
R² 0,99849 0,99849 0,99847 0,99846 0,99624 0,99345 0,99345 0,73261
AICc 108,499 105,227 102,709 105,770 127,823 143,360 146,348 250,222
Sy.x 5,75533 5,63416 5,56688 5,68907 8,71721 11,50457 11,74180 75,04263
Test pass pass pass pass pass pass pass fail
Runs Convergence Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes
*) Model terpilih berdasarkan nilai R2 tertinggi, AICc terendah, dan Sy.x terendah
Enzyme Kinetics Nonlinear Fit Results Uncompetitive (Partial) Number of Replicates: 2 Parameters Vmax Km Ki beta Goodness of Fit Degrees of Freedom AICc R² Sum of Squares Sy.x Runs Test p Value
Value 445,2558 438,8324 1,030e-2 3,134e-2
±Std. Error 23,6357 42,2485 5,793e-3 4,155e-2
24 105,227 0,998 761,849 5,634 0,360
95% Conf. Interval 396,4731 to 494,0386 351,6340 to 526,0307 -1,657e-3 to 2,226e-2 -5,441e-2 to 0,1171 Data Number of x values Number of replicates Total number of values Number of missing values
14 2 28 0
79
Lampiran 6. Data kinetika inhibisi suhu 50oC Data hasil pengukuran kinetika inhibisi suhu 50oC (kontrol) Konsentrasi sukrosa akhir (g/l)
abs 1
abs 2
Kons 1 (µM)
Kons 2 (µM)
Kons rata-rata (µM)
0,00 2,50 4,25 6,25 8,25 10,00 11,25 12,50
0,000 0,137 0,114 0,267 0,373 0,428 0,435 0,499
0,000 0,135 0,119 0,270 0,349 0,432 0,434 0,483
0,000 409,000 351,500 734,000 999,000 1136,500 1154,000 1314,000
0,000 404,000 364,000 741,500 939,000 1146,500 1151,500 1274,000
0,000 406,500 357,750 737,750 969,000 1141,500 1152,750 1294,000
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 34.
Data hasil pengukuran kinetika inhibisi suhu 50oC (dengan penambahan kawao) Konsentrasi sukrosa akhir (g/l)
abs 1
abs 2
Kons 1 (µM)
Kons 2 (µM)
Kons rata-rata (µM)
0,00 2,50 4,25 6,25 8,25 10,00 11,25 12,50
0,070 0,076 0,077 0,096 0,109 0,128 0,119 0,130
0,060 0,078 0,078 0,095 0,106 0,126 0,127 0,131
241,500 256,500 259,000 306,500 339,000 386,500 364,000 391,500
216,500 261,500 261,500 304,000 331,500 381,500 384,000 394,000
229,000 259,000 260,250 305,250 335,250 384,000 374,000 392,750
Perhitungan konsentrasi mengacu pada persamaan kurva standar di Gambar 34.
Enzyme Kinetics Model Comparison inhibisi_50b_only.JNB 14/08/06 12:54:48 Study Type: Single Substrate - Single Inhibitor Number of Replicates: 2 Rank by R² Equation 1 Mixed (Partial) 2 Uncompetitive (Partial) 3 Uncompetitive (Full) 4 Mixed (Full) 5 Noncompetitive (Partial) 6 Noncompetitive (Full) 7 Competitive (Full) 8 Competitive (Partial)
R² 0,99354 0,99354 0,99335 0,99334 0,98880 0,98880 0,98720 0,98720
AICc 151,573 148,301 146,111 149,149 163,719 160,731 164,466 167,454
Sy.x 12,41999 12,15849 12,08383 12,34405 16,01235 15,68884 16,77081 17,11664
Test pass pass pass pass pass pass pass pass
Runs Convergence Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes
*) Model terpilih berdasarkan nilai R2 tertinggi, AICc terendah, dan Sy.x terendah
80
Enzyme Kinetics Nonlinear Fit Results Uncompetitive (Partial) Number of Replicates: 2 Parameters Value 1.360,4101 2.105,2999 5,061e-3 2,003e-2
Vmax Km Ki beta
Goodness of Fit Degrees of Freedom AICc R² Sum of Squares Sy.x Runs Test p Value
v max 1 + v= I + 1 + Ki 1 + v' = v 1 +
βI Ki I Ki
βI Ki KM S
±Std. Error 577,7290 1.062,4706 3,885e-3 1,804e-2
24 148,301 0,994 3.547,891 12,158 0,455
95% Conf. Interval 168,0123 to 2.552,8079 -87,5753 to 4.298,1751 -2,958e-3 to 1,308e-2 -1,721e-2 to 5,727e-2 Data Number of x values Number of replicates Total number of values Number of missing values
14 2 28 0
I 1 + KN 1 1 Ki = + ⋅ βI S βI v v max 1 + v max 1 + Ki Ki
KM ' 1 = I KM 1 + Ki
81