1 Penggunaan Story Map dalam Pembelajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Volume …., Nomor …., Bulan dan Tahun
PENGGUNAAAN STORY MAP DALAM PEMBELAJARAN READING COMPREHENSION DI SEKOLAH DASAR Yuniani Daniyanti Winti Ananthia1 Husen Windayana2 PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru ABSTRAK
Latar belakang dari penelitian ini adalah kemampuan reading comprehension siswa sekolah dasar yang masih kurang. Siswa masih menggunakan sistem menterjemahkan kata dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia untuk memahami isi cerita. Salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu menggunakan story map. Strategi ini digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam merepresentasikan pemahamannya sebagai hasil dari kegiatan membaca. Tujuan dari artikel ini yaitu untuk mengetahui gambaran proses pembelajaran reading comprehension dengan menggunakan story map. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Cibiru 10 yang terdiri dari 33 siswa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas model Elliot. Pelaksanaan penelitian ini terbagi ke dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, lembar kerja siswa, evaluasi dan dokumentasi. Proses pembelajaran dalam penelitian dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap pre reading, while reading, dan post reading. Pada tahap pre reading, siswa melakukan kegiatan berupa mengamati gambar, menyaksikan video, dan bermain tebak kata untuk membangun pengetahuan awal. Pada tahap while reading, siswa membaca cerita menggunakan teknik
silent reading kemudian menuangkan hasil pemahamnnya terhadap cerita tersebut ke dalam story map. Story map ini berupa grafik yang harus diisi oleh siswa yang mencakup komponen-komponen cerita. Pada tahap post reading, siswa menceritakan kembali cerita yang dibaca dengan menggunakan story map yang telah diisi oleh siswa. Rerata nilai proses belajar siswa pada siklus I yaitu 59,69, siklus II sebesar 85,38, dan pada siklus III sebesar 85,5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan story map dapat meningkatkan proses pembelajaran reading comprehension siswa sekolah dasar. Dengan demikian penggunaan story map dapat digunakan oleh pendidik dalam pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan reading comprehension siswa. Kata kunci: Story Map, Reading Comprehension, Sekolah Dasar, bahasa Inggris, Indonesia
2 Penggunaan Story Map dalam Pembalajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Yuniani Daniyanti, Winthi Ananthia, Husen Windayana
USING STORY MAP IN READING COMPREHENSION LEARNING PROCESS IN ELEMENTARY SCHOOL ABSTRACT The background of this research is students’ reading comprehension ability in elementary school that quite low. The students used translation method about words in English to bahasa Indonesia for comprehend the content of story. One of strategy for solving the problem is using story map. This strategy facilitates the students to represent their comprehension as a result of reading activity. The aim of this article is to know description of reading comprehension learning process with using story map. The particpants of this research are 5th grade students of SD Negeri Cibriu 10 that consist 33 students. This research used action research method with Elliot
Design. The implementation of this research has been done in three cycles. Everycycle consists of three actions. Insturments of this research are observation sheets, interview sheets, field notes, worksheet, evaluation, and documentation. Learning process in this research has been done through three steps that are pre reading, while reading, and post reading. On pre reading, the students did activities such as observed pictures, watched a video, and played guess word game to construct their prior knowledge. On while reading, the students read the story using silent reading technique then told their comprehension about the story into story map. Story map is a graphic that should been filled by the students about components of the story. On post reading, the students retold story that have been read by them with using story map. The average of students’ learning process score in the first cycle is 59,96, second cycle is 85,38, and third cycle is 85,5. The result of this research shows that using story map can improve reading comprehension learning process for students of elementary school. Based on that, using story map can be implementated by the teacher to teach English for improve students’ reading comprehension ability. Key words: Story Map, Reading Comprehension, Elementary School, English, Indonesia.
Di tengah berkembangnya teknologi dan globalisasi, keterampilan dalam menggunakan bahasa Inggris diperlukan untuk mendapatkan informasi dari orang lain di berbagai negara. Sejalan dengan hal tersebut Brewster, Ellis, dan Girard (2002, hlm. 1) menyatakan, “English now has official status in sixty countries and a prominent position in twenty more countries”. Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa lebih dari enam puluh negara telah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dan lebih dari dua puluh negara telah menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa utama. Oleh karena itu, bahasa Inggris memiliki peranan global. Dalam pembelajaran bahasa Inggris ada empat aspek keterampilan dalam bahasa Inggris yang dikembangkan di sekolah yaitu keterampilan menyimak (listening), keterampilan membaca (reading), keterampilan berbicara (speaking), dan keterampilan menulis (writing). Salah satu keterampilan dalam berbahasa Inggris yaitu keterampilan membaca (reading). Pembelajaran reading mencakup reading aloud dan reading comprehension. Pembelajaran reading comprehension di sekolah, masih kurang
3 Penggunaan Story Map dalam Pembelajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Volume …., Nomor …., Bulan dan Tahun efektif. Hal tersebut ditunjukkan dengan kegiatan pembelajaran yang masih menggunakan sistem terjemahan untuk memahami suatu bacaan atau cerita yang disajikan oleh peneliti. Kasus tersebut terjadi pada proses pembelajaran reading di Kelas V SD Cibiru 10. Pada saat pembelajaran membaca cerita, siswa mencaritahu arti dari setiap kata untuk memahami maksud isi cerita. Hal tersebut menyebabkan siswa dituntut untuk mengetahui arti dari setiap kata dalam bahasa Inggris yang berhubungan dengan cerita. Pada dasarnya, reading comprehension atau membaca pemahaman adalah proses membaca untuk memperoleh informasi bacaan dari suatu teks bacaan. Menurut Abidin (2012, hlm. 59), membaca sebagai proses untuk mendapatkan informasi yang terkandung dalam teks bacaan yang tujuannya untuk mendapatkan pemahaman terhadap teks bacaan yang disebut sebagai membaca pemahaman.Anderson (Linse, 2005, hlm. 71), mengatakan, “The aim of reading is comprehension”. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari membaca adalah untuk pemahaman. Salah satu strategi yang bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan reading comprehension yaitu story map. Story map merupakan strategi pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan grafik. Story map merupakan bentuk representatif dari suatu cerita. Strategi ini termasuk ke dalam jenis graphic organizer. Story map dapat diartikan sebagai peta cerita. Davis dan McPherson (Kadri, 2010) mengatakan, “story map is the representation of some part of or the whole story and the relations of basic components of the story to each other in graphical form”. Story map merupakan bentuk representasi dari beberapa bagian atau keseluruhan cerita disertai dengan adanya hubungan antara komponen dasar dari
cerita yang satu ke komponen yang lain yang disajikan dalam bentuk grafik. Tujuan dari penggunaan story map yaitu untuk membantu siswa dalam mengonsep cerita berkaitan sengan komponen-komponen yang terdapat dalam cerita dalam pikiran siswa tanpa menggunakan materi pembelajaran secara visual. Story map dapat membantu mengembangkan cara berpikir siswa untuk memahami sebuah teks bacaan melalui cerita. Anak-anak pada usia sekolah dasar memiliki karakteristik aktif sehingga mereka lebih senang melakukan berbagai aktivitas, khusunya aktivitas yang sering dilakukan atau sudah menjadi rutinitas sehari-hari seperti kegiatan belajar di sekolah. Pinter (2009, hlm. 2) menyatakan bahwa anak-anak pada usia delapan sampai sepuluh tahun merasa nyaman dengan aktivitas sekolah yang rutin dilakukan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Cameron (2001, hlm. 1) mengemukakan bahwa anak-anak lebih sering merasa bersemangat atau antusias dan lincah jika sebagai pembelajar. Lebih lanjut Piaget (Cameron, 2001) menyatakan bahwa anak sebagai pembelajar yang aktif. Maksudnya adalah anak belajar mengenal dunianya sendiri melalui kegiatan yang terus menerus berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, untuk menunjang kegiatan belajar yang sesuai dengan karakteristik siswa diperlukan pembelajaran yang menyenangkan. Sebagaimana Halliwel (1994, hlm. 6) menyatakan bahwa anakanak memiliki ruang yang besar untuk menemukan pengetahuan dan membuatnya menjadi menyenangkan. Sehingga guru perlu menyajikan pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa nyaman terhadap kegitan pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran reading comprehension menggunakan story map meliputi tahap pre reading, while reading, dan post reading. Pada tahap pre reading,
4 Penggunaan Story Map dalam Pembalajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Yuniani Daniyanti, Winthi Ananthia, Husen Windayana peneliti menggunakan gambar, menayangkan video, dan permainan tebak kata yang dapat memotivasi siswa. Pada tahap while reading peneliti menunjukkan gambar yang berkaitan dengan cerita yang harus dibaca oleh siswa, kemudian siswa membaca cerita menggunakan teknik silent reading. Pada tahap post reading, siswa menceritakan kembali cerita yang telah dibaca siswa secara tertulis. Hasil belajar siswa berupa produk menceritakan kembali. Pavlou dan Georgiou (2003, hlm. 57) menyatakan, “Good readers enjoy reading, get better at it, read more, and consequently improve their reading skills and their general language ability”. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa untuk menilai seseorang telah membaca dengan baik hasilnya berupa peningkatan keterampilan membaca dan kemampuan bahasa secara umum. Lebih lanjut Pavlou dan Georgiou (2003, hlm. 57) menyatakan bahwa penilaian membaca dikemas dalam bentuk yang menarik, kontekstual, menyenangkan, dan otentik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mendapatkan penilaian hasil membaca pemahaman diperlukan kegiatan yang dapat menunjang siswa mengungkapkan pemerolehan informasi. METODE Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Elliot menyatakan, “Action research emerged as an aspect of the school-based-curriculum reforms in secondary modern school. Sejalan dengan pendapat tersebut Corey (Abidin, 2011) menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah proses yang dilakukan peneliti untuk mempelajari masalah keilmuan yang bertujuan untuk memandu, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan tindakan yang telah dilakukan. Desain penelitian yang digunakan yaitu Model Desain PTK yang dikembangkan oleh John Elliot. Tahapan
penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masalah melalui pengamatan proses pembelajaran, kemudian menganalisis masalah yang ditemukan. Tahan selanjutnya yaitu perencanaan secara umum. Perencanaan ini meliputi meminta perizinan kepada kepala sekolah yang bersangkutan untuk melakukan penelitian, melakukan konsultasi dengan guru kelas yang bersangkutan, menyusun perencanaan pembelajaran beradasarkan kurikulum, dan menyusun instrumen penelitian. Perencanaan pada siklus II, disusun atau direvisi berdasarkan refleksi dari pelaksanaan siklus I. Begitu pula dengan siklus III, perencanaan umum disusun atau direvisi berdasarkan refleksi dari pelaksanaan siklus II. Kemudian mengimplementasikan tindakan berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Selanjutnya mengumpulkan data dan menganalisisnya kemudian melakukan refleksi dengan mengidentifikasi hambatan yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan terhadap siswa kelas V SD Negeri Cibiru 10 yang berjumlah 33 siswa terdiri dari 13 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki. Peneliti memilih SD Negeri Cibiru 10 sebagai subjek penelitian karena sekolah ini memiliki permasalahan pembelajaran bahasa Inggris, yaitu siswa masih melakukan sistem terjemahan terhadap bacaan dalam pembelajaran reading comprehension. Siswa membutuhkan strategi pembelajaran lain yang dapat memfasilitasi siswa dalam memahami isi kandungan bacaan. Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan meliputi story map yang dikonsepsikan sebagai strategi pembelajaran dan pembelajaran reading comprehension untuk memfasilitasi siswa dalam kegiatan membaca guna meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami suatu bacaan. Pembelajaran reading comprehension dalam penelitian ini adalah kegiatan
5 Penggunaan Story Map dalam Pembelajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Volume …., Nomor …., Bulan dan Tahun membaca yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh pemahaman terhadap bahan bacaan. Selain itu termasuk pula hasil belajar reading comprehension, yaitu hasil belajar berupa pemahaman yang diperoleh siswa terhadap suatu bacaan setelah pembelajaran reading comprehension. Hasil belajar tersebut berupa produk menceritakan kembali secara tertulis. Instumen penelitian yang digunakan yaitu terdiri dari lembar observasi yang diisi oleh observer, lembar wawancara, catatan lapangan, worksheet (lembar kerja siswa), dan dokumentasi. Pengumpulan data selama penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, catatan lapangan, worksheet, evaluasi, dan dokumentasi. Sementara untuk teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis data kualitatif, kuantitatif, dan triangulasi. Data yang diperoleh untuk analisis data kualitatif berdasarkan pengumpulan data dari instrumen penelitian. Data yang dihasilkan berupa informasi mengenai gambaran pembelajaran sebagai bentuk jawaban dari rumusan masalah bagaimana proses pembelajaran reading comprehension dengan menggunakan metode story map di kelas V sekolah dasar. Teknik analisis data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk angka-angka. Pada teknik ini data yang diperoleh dari analaisis kuantitaif berdasarkan evaluasi yang dilakukan siswa berupa produk menceritakan kembali sebagai bentuk hasil belajar kelas V sekolah dasar pada pembelajaran reading comprehension dengan menggunakan metode story map. Triangulasi digunakan untuk mengetahui keabsahan data dari berbagai teknik pengumpulan data. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini di awali dengan perencanaan yaitu mempersiapkan berbagai perangkat pembelajaran dan perangkat penelitian. Hal-hal yang dipersiapkan meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), media pembelajaran, dan berbagai instrumen penelitian. Pelaksanaan siklus I terbagi ke dalam tiga tindakan. Tema pada siklus I yaitu holiday. Peneliti menggunakan media pembelajaran gambar berukuran kertas A4 dan video tentang binatang. Pada tindakan 1, bahan ajar yang digunakan yaitu cerita yang berjudul “Watching the Film”, cerita pada tindakan 2 berjudul “Let’s Go to the Zoo”, dan cerita pada tindakan 3 berjudul “Taman Lalu Lintas”. Secara esensial temuan pada siklus yaitu hanya beberapa siswa yang merespon greetings pada kegiatan awal pembelajaran. Ketika apersepsi dengan menyanyikan lagu dan mendengarkan instruksi dalam bahasa Inggris, siswa tidak langsung memahami. Hal ini mengakibatkan siswa banyak bertanya dan kebingungan sehingga pembelajaran menjadi kurang terkondisikan. Temuan selanjutnya, pada kegiatan ini siswa belum memahami instruksi dalam bahasa Inggris. Peneliti melakukan repetition dan mendemonstrasikan instruksi yang diberikan kepada siswa. Siswa tidak terbiasa menggunakan bahasa Inggris ketika pembelajaran berlangsung. Siswa masih sering menggunakan bahasa Indonesia sehingga peneliti melakukan recasting dalam merespon ucapan siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa masih belum terbiasa menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi. Siswa kurang memahami worksheet berupa story map yang terdiri dari baganbagan kosong dimana bagan-bagan tersebut harus disi oleh siswa sesuai cerita yang dibaca. Siswa mengisi bagan pada story map tidak sesuai dengan alur pada cerita, sehingga menyebabkan ketidaksesuaian antara alur cerita yang dibaca dengan story map pada worksheet. Dalam menceritakan kembali, beberapa siswa menuliskan cerita yang tidak sesuai dengan cerita yang dibaca, namun menuliskan cerita sesuai dengan imajinasi siswa sendiri.
6 Penggunaan Story Map dalam Pembalajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Yuniani Daniyanti, Winthi Ananthia, Husen Windayana Penilaian proses belajar siswa diperoleh dari worksheet mengisi story map di setiap tindakan. Pada tindakan 1, diperoleh rerata nilai proses sebesar 52.41; tindakan 2, sebesar 66.67; dan pada tindakan 3 sebesar 60. Dari data tersebut diperoleh rerata siklus I sebesar 59,69. Pelaksanaan siklus II merupakan perbaikan dan refleksi dari pelaksanaan penelitian pada siklus I. Tema pada siklus II yaitu animals. Media pembelajaran yang digunakan yaitu gambar kodok, kura-kura, ular, dan kupu-kupu. Ukuran gambar tersebut sebesar ukuran kertas A4. Pada tindakan 1, kegiatan yang dilakuakan diawali dengan permainan guess words. Kemudian membaca cerita dengan teknik silent reading dilanjutkan dengan mengerjakan worksheet berupa read and match. Pada tindakan 2, siswa membaca kembali teks cerita kemudian mengisi story map sesuai cerita yang dibaca. Pada tindakan 3, siswa mengerjakan worksheet menceritakan kembali. Siswa diberikan gambar dan kertas untuk menuliskan kembali cerita yang dibaca. Siswa menggunting gambar dan menempelkan pada kertas secara berurutan sesuai alur cerita. Selanjutnya siswa menuliskan cerita sesuai gambar yang ditempelkan pada kertas. Temuan pada siklus II yaitu meliputi sebagian siswa sudah memahami merespon salam dalam bahasa Inggris atau greetings. Melalui latihan dan pembiasaan sebelum pembalajaran, siswa terbiasa dengn penggunaan greetings dalam bahasa Inggris. Pada kegiatan inti siswa sudah mulai memahami instruksi dalam bahasa Inggris. Meskipun demikian, peneliti masih perlu melakukan repetition dan mendemonstrasikan instruksi kepada siswa. Sehingga siswa terbiasa mendengarkan instruksi dalam bahasa Inggris. Temuan berikutnya, siswa masih sering menggunakan bahasa Indonesia sehingga peneliti melakukan recasting dalam merespon ucapan siswa. Siswa masih membutuhkan bimbingan dalam
menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi di dalam kelas. Siswa sudah mulai menunjukkan motivasi dalam mengikuti pembelajaran dengan adanya reward berupa bintang. Namun masih terdapat siswa yang merasa kurang menyenangkan sehingga siswa kurang terkondisikan. Dalam pemahaman mengisi story map, siswa sudah mulai menunjukkan pemahamannya terhadap bagan-bagan story map. Siswa sudah mengisi bagan pada story map sesuai dengan alur pada cerita, sehingga terdapat kesesuaian antara alur cerita yang dibaca dengan story map pada worksheet. Penilaian proses belajar siswa diperoleh dari worksheet mencocokkan kalimat dengan gambar (read and match) dan mengisi story map. Pada tindakan 1, diperoleh rerata nilai proses sebesar 98,67 dan tindakan 2 sebesar 72,09. Berdasarkan data tersebut, diperoleh rerata nilai proses belajar pada siklus II yaitu 85.38. Data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa mengalami peningkatan. Pelaksanaann pembelajaran untuk penelitian pada siklus III secara umum tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan penelitian pada siklus II dan berdasarkan refleksi siklus sebelumnya. Tema yang digunakan pada siklus III yaitu activities at school. Media pembelajaran yang digunakan yaitu gambar siswa dan sekolah. Ukuran gambar tersebut sebesar ukuran kertas A4. Dalam pelaksanaannya siswa terlihat sudah terbiasa melakukan kegiatan dengan pennggunaan instruksi dalam bahasa Inggris. Hal ini ditunjukkan dengan siswa sudah mampu mengerjakan worksheet sesuai instruksi yang diberikan. Siswa sudah mampu menceritakan kembali cerita yang telah dibaca dengan cukup baik, meskipun masih ada siswa yang masih belum mampu menceritakan kembali sesuai dengan cerita yang dibaca. Siswa terlihat antusias dan bersemangat mengikuti pembelajaran
7 Penggunaan Story Map dalam Pembelajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Volume …., Nomor …., Bulan dan Tahun ketika menebak gambar yang ditunjukkan oleh peneliti dan banyak yang ingin menebak nama gambar tersebut. Pada saat siswa diminta untuk menebak cerita berdasarkan gambar yang ditunjukkan peneliti, siswa sudah dapat merespon peneliti. Penilaian proses belajar siswa diperoleh dari worksheet mencocokkan kalimat dengan gambar (read and match) dan mengisi story map. Pada tindakan 1, diperoleh rerata nilai proses sebesar 98,71 dan pada tindakan 2 sebesar 72,29. Berdasarkan peroleh rerata nilai proses pada tindakan 1 dan 2, maka penilaian proses belajar siswa pada siklus III mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu tinggi yaitu sebesar 85,5. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang baru bagi siswa sehingga kurang digunakan secara intensif dalam pembelajaran di dalam kelas. Slatettry dan Willis (2009) mengemukakan membantu siswa memperoleh kemampuan berbahasa Inggris maka perlu ditunjang dengan kegiatan berbicara menggunakan bahasa Inggris pada setiap kegiatan pembelajaran bahasa Inggris. Oleh karena itu, pada setiap kegiatan pembelajaran peneliti mengoptimalkan penggunaan bahasa Inggris dan sebisa mungkin menghindari penggunaan bahasa Indonesia. Pada awal kegiatan pembelajaran siklus I, siswa belum menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam kelas. Hal ini ditunjukkan dengan siswa tidak merespon guru ketika guru mengucapkan salam dalam bahasa Inggris atau greetings. Namun ada beberapa siswa yang merespon guru dengan benar karena siswa tersebut mengikuti kegiatan kursus bahasa Inggris di luar sekolah. Peneliti mengatasi hal tersebut dengan mengulang ucapan kemudian siswa mengulangi ucapan guru (repetition) disertai dengan demonstrasi. Sebagaimana Mooney (2000) menyatakan bahwa siswa belajar bahasa dengan baik melalui demonstrasi disertai dengan
pengulangan ucapan. Kegiatan tersebut dapat membantu siswa memahami maksud dari pengucapan guru. Selain itu, peneliti melakukan pembiasaan untuk membantu siswa menggunakan greetings secara rutin. Pinter (2006) menyatakan bahwa dalam membelajarkan bahasa guru dapat melakukan pembiasaan berupa pengulangan untuk membantu siswa memahami proses pembelajaran. Peneliti membiasakan siswa menggunakan greetings pada setiap kegiatan pembelajaran. Pada siklus II, siswa sudah terbiasa dengan penggunaan greetings dan dapat menggunakannya dalam setiap pembelajaran bahasa Inggris. Dalam memahami instruksi yang dijelaskan peneliti, siswa tidak dapat langsung mengerti maksud dari instruksi tersebut. siswa hanya terdiam tanpa memberikan respon. Peneliti menghadapi tantangang tersbut yaitu dengan memberikan instruksi disertai gerakan tubuh (gesture). Gesture tersebut berdasarkan instruksi yang dengan melibatkan siswa dan mendemonstrasikannya. Scott dan Yterberg (2003) menyatakan bahwa guru perlu menggunakan gesture untuk membantu siswa memahami bahasa Inggris dalam berkomunikasi. Pemahaman siswa yang kurang terhadap instruksi dalam bahasa Inggris menyebabkan siswa banyak bertanya khususnya ketika pemberian instruksi mengenai worksheet yang harus dikerjakan oleh siswa. Hal ini menyebabkan siswa kurang optimal dalam mengerjakan worksheet. Sehingga guru sering mengulang instruksi disertai gesture dan demonstrasi dengan melibatkan siswa. Sebagian siswa masih merespon dengan bahasa Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh peneliti yaitu peneliti yang berperan sebagai guru melakukan recasting terhadap respon siswa yang menggunakan bahasa Indonesia. Slattery dan Willis (2009) mengemukakan bahwa melakukan recasting dalam bahasa Inggris terhadap apa yang siswa katakan dengan bahasa ibu
8 Penggunaan Story Map dalam Pembalajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Yuniani Daniyanti, Winthi Ananthia, Husen Windayana mereka, dapat membantu siswa belajar bahasa Inggris. Dengan menggunakan recasting, siswa akan menambah pengetahuan tentang penggunanan bahasa Inggris sehingga dapat mendorong siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Scott dan Yterberg (2003) yang menyatakan bahwa recasting berguna untuk perolehan bahasa Inggris, karena siswa mendengar apa yang diucapkannya dalam bahasa ibu kemudian diucapkan ulang oleh guru menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, peneliti juga mengecek pemahaman siswa terhadap instruksi dengan bertanya secara berulang-ulang. Pada siklus II dan III, siswa mulai terbiasa dengan instruksi dalam bahasa Inggris sehingga dapat dikatakan bahwa siswa mengalami peningkatan dalam memahami instruksi yang diberikan oleh peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan semakin berkurangnya siswa yang bertanya dan mengerti cara mengerjakan worksheet dengan benar, meskipun masih ada beberapa siswa yang memerlukan bimbingan dari peneliti. Secara keseluruhan, pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti belum sepenuhnya menggunakan bahasa Inggris dalam setiap tahap kegiatan pembelajaran. Siswa masih menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di dalam kelas. Dalam hal ini, peneliti berperan sebagai guru yang dapat membantu mengembangkan keterampilan bahasa Inggris siswa. Siswa dapat mennggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya, namun peneliti tidak melarang siswa menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dalam kelas. Slattery dan Willis (2009) mengemukakan bahwa untuk membantu siswa belajar bahasa Inggris, biarkan siswa menggunakan bahasa ibu untuk berkomunikasi. Hal ini dapat dihadapi dengan melakukan recasting, sehingga siswa tidak merasa kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Lebih jauh Linse (2005) menyatakan bahwa guru perlu
menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh siswa. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa siswa tidak dilarang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dalam pembelajaran bahasa Inggris. Pemahaman penggunaan bahasa Inggris siswa mengalami peningkatan pada siklus III. Hal ini dikarenakan siswa sudah terbiasa dengan penggunanan bahasa Inggris dalam berkomunikasi di kelas, sehingga perolehan bahasa Inggris siswa bertambah beriringan dengan pembiasan yang diterapkan oleh peneliti. Siswa sudah terbiasa dengan penggunaan bahasa Inggris. Meskipun demikian, siswa masih memerlukan bimbingan dari guru secara khusus untuk menggunakan bahasa Inggris terutama untuk berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran pada penilitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pre reading, while reading, dan post reading. Menurut Brewster dkk, kegiatan pembelajaran reading dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pre-, while-, dan post-reading. Pada tahap pre reading, peneliti melakukan kegiatan berupa bernyanyi, permainan menebak kata, memberikan instruksi yang harus dilakukan oleh siswa, dan menyaksikan pemutaran video melalui proyektor. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Linse (2005), aktivitas seperti mengerjakan proyek seni dengan berbagai bentuk, mendengarkan dan menceritakn cerita, bermain kata, dan mempelajari simbol yang mewakili kata, membantu siswa belajar membaca. Pada siklus I kegiatan yang digunakan oleh peneliti berupa menyanyikan lagu “Good Morning”, menayangkan video tentang binatang, dan memberikan insruksi yang harus direspon oleh siswa dengan tepuk tangan. Kegiatan ini dapat membangkitkan dan motivasi siswa sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan semangatnya dalam menyanyikan lagu, mengikuti suara
9 Penggunaan Story Map dalam Pembelajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Volume …., Nomor …., Bulan dan Tahun yang terdengar dari penayangan video, dan merespon instruksi peneliti dengan tepuk tangan. Meskipun ada beberapa siswa yang kurang terlibat dalam kegiatan ini. Ketika ditanya alasannya, tidak mengerti karena menggunakan bahasa Inggris. Siswa terlihat antusias, terutama ketika penayangan video. Ketika peneliti menggunakan instruksi tepuk warna. Tepuk ini digunakan pula oleh peneliti untuk mengkondisikan siswa duduk dengan tertib. Pada siklus II, peneliti menggunakan kegiatan permainan menebak kata, mengingatkan kembali pembelajaran sebelumnya, dan memberikan insruksi yang harus direspon oleh siswa dengan tepuk tangan. Sama halnya yang terjadi pada siklus I, siswa terlihat bersemangat dan antusiaas mengikuti kegiatan ini. Namun pada saat siswa diminta untuk mengungkapkan kembali pembelajaran sebelumnya, sebagian siswa lupa. Peneliti mengatasi hal tersebut dengan menggunakan gesture dan menunjukkan gambar hewan. Sehingga siswa merespon peneliti dan mengemukakan pembelajaran sebelumnya. Pada siklus III, kegiatan yang digunakan oleh peneliti yaitu menyanyikan lagu “Hockey Pockey”, mengingatkan kembali pembelajaran sebelumnya, dan memberikan insruksi yang harus direspon oleh siswa dengan tepuk tangan. Pada saat menyanyikan lagu “Hockey Pockey”, siswa belum pernah mendengar lagu tersebut sebelumnya sehingga guru berulang-ulang memberi contoh lagu ini. Akan tetapi siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Pada tahap while reading, siswa membaca teks cerita dengan menggunakan teknik silent reading. Dari kegiatan membaca tersebut, siswa mengisi story map sesuai dengan cerita yang dibaca. Klinger, Vaughn, dan Bordman (2007, hlm. 11) menyatakan bahwa story map memuat karakter, seting, permasalahan, atau solusi yang terdapat dapat dalam suatu cerita narasi. Hal ini dilakukan untuk membantu
siswa dalam mengungkapkan pemahaman siswa terhadap cerita yang dibaca. Pada siklus II dan III kegiatan setelah membaca tidak hanya mengisi story map namun ditambahkan dengan kegiatan read and match. Tujuannya untuk membantu siswa memahami alur cerita secara visual karean pada kegiatan read and match terdapat gambar dan kalimat yang harus dipasangkan. Pada siklus I, tahap during reading meliputi kegiatan menebak cerita dengan gambar dan mengisi story map. Siswa mearasa kebingungan dalam mengisi story map dengan bagan-bagan yang harus diisi oleh siswa. Peneliti mengatasi hal tersebut dengan menjelaskan kembali cara mengisi bagan-bagan tersebut. Sebagian besar siswa masih kurang optimal dalam mengisi story map dan tidak sesuai dengan alur cerita. Pada siklus II dan III, digunakan bentuk story map yang berbeda dari bentuk story map pada siklus I dan ditambahkan dengan worksheet berupa read and match. Pada siklus II, siswa sudah cukup memahami dalam mengisi worksheet berupa read and match. Ketika penjelasan instruksi mengerjakan worksheet tersebut, sebagian siswa sudah mengerjakannya sehingga siswa yang lain terburu-buru untuk menyelesaikannya. Pada kegiatan ini, peneliti melakukan peer assessment terhadap worksheet tersebut yaitu dengan saling menukarkan worksheet dengan teman sebangkunya. Kemudian melakukan penilaian terhadap worksheet teman sebangkunya. Ketika mengisi story map, siswa terlihat kebingungan dengan bentuk story map yang berbeda dengan bentuk story map sebelumnya. Namun sebagian siswa sudah mengerti dengan instruksi mengisi story map tersebut. Pada siklus III, kegiatan yang dilakukan sama dengan kegiatan yang dilakukan pada siklus II yaitu mengerjakan worksheet berupa read and match dan mengisi story map. Kemudian menceritakan kembali dengan kegiatan menggunting gambar dan mengurutkannya.
10 Penggunaan Story Map dalam Pembalajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Yuniani Daniyanti, Winthi Ananthia, Husen Windayana Berdasarkan serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan, secara umum kemampuan siswa mengidentifikasi unsurunsur cerita melalui kegiatan mengisi story map dan mencocokkan kalimat dengan gambar melalui kegiatan read and match disajikan dalam grafik berikut. Grafik Rerata Nilai Proses Belajar Siswa Siklus I sampai Siklus III 85.38
120 100 80 60
98.67
85.5 98.71
59.69 72.09
72.29
59.69
40 20 0 Siklus I
Siklus II
Siklus III
Mencocokkan kalimat dengan gambar Mengidentifikasi unsur-unsur cerita
Berdasarkan diagram diatas, dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami peningkatan dalam mengidentifikasi unsurunsur cerita. Pada siklus I, rerata nilai siswa mengisi story map sebesar 59,59. Pada siklus II, rerata nilai siswa mengisi story map mengalami peningkatan yaitu sebesar 72,09. Pada tindakan III, rerata nilai siswa mengisi story map sebesar 72, 29. Pada tahap post reading, siswa menceritakan kembali. Menurut Brewster dkk (2002, hlm. 113), bentuk praktik dari kegiatan membaca dapat mendukung keterampilan menulis. Oleh karena itu, siswa menuliskan kembali ceirta yang telah dibaca sebagai bentuk hasil pemerolehan informasi. Pada tahap ini siswa difasilitasi menggunakan story map yang telah siswa isi sebelumnya. Pada siklus I, dalam menceritakan kembali siswa mengalami kesulitan. Sebagian siswa menuliskan cerita tidak sesuai dengan cerita yang dibaca. Siswa tersebut menuliskan cerita yang
berdasarkan imajinasi dan ide dari diri siswa sendiri. Hal ini menyebabkan hasil menceritakn kembali siswa menjadi kurang optimal dan tidak sesuai. Pada siklus II dan III, siswa menceritakan kembali cerita dengan kegiaan yang berbeda. Peneliti menyediakan ganmbar dan kertas berupa worksheet. Siswa menggunting gambar yang selanjutnya ditempelkan pada worksheet dengan urutan sesuai alur cerita. Kemudian siswa menuliskan cerita berdasarkan gambar yang telah ditempel dan diurutkan. KESIMPULAN Proses pembelajaran reading comprehension dengan menggunakan metode story map di kelas V sekolah dasar terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pre reading, while reading, dan post reading. Pada tahap pre reading, siswa menyanyikan lagu, menyaksikan video, dan bermain tebak kata yang berkaitan dengan tema pembelajaran. Tahap ini membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan awal. Pada tahap while reading, siswa membaca cerita menggunakan teknik silent reading kemudian menuangkan hasil pemahamnnya terhadap cerita tersebut ke dalam story map. Tahap ini merupakan tahap inti siswa mulai membangung pemahaman terhadap cerita yang dibaca. Story map yang digunakan berupa grafik yang harus diisi oleh siswa yang mencakup komponen-komponen dari cerita tersebut. Pada tahap post reading, siswa menceritakan kembali cerita yang dibaca dengan menggunakan story map yang telah diisi oleh siswa. Tahap ini merupakan tahapan untuk menguji kemampuan membaca pemahaman siswa dan dapat berguna pula untuk memantapkan hasil kegiatan membaca siswa. Nilai proses diperoleh dari worksheet mengisi story map dan read and match. Pada siklus I, rerata nilai proses belajar siswa sebesar 59,69; siklus II 85,38; dan siklus III 85,5.
11 Penggunaan Story Map dalam Pembelajaran Reading Comprehension di Sekolah Dasar Volume …., Nomor …., Bulan dan Tahun DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. (2011). Penelitian pendidikan dalam gamintan pendidikan dasar dan PAUD. Bandung: Rizqi Press. Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran membaca berbasis pendidikan karakter. Bandung: PT Refika Aditama. Brewster, J., Ellis, G., & Girard, D. (2002). The primary english teacher’s guide. London: Penguin English. Cameron, Lynne. (2001). Teaching languages to young leraners. Cambridge: Cambridge University Press. Elliot, John. (1991). Action research for educational change. Philadelpia: Open Univerity Press. Halliwel, Susan. (1992). Teaching English in the primary classroom. London: Longman. Kadri, Faruk. (2010). Investigation of the effectiveness of the story-map method on reading comprehension skills among students with mental retardation. Educational Sciences: Theory and Practice, 10 (3), hlm. 1512. Klinger, J.K., Vaughn,S., & Bordman A. (2007). Teaching reading comprehension to students with learning difficulties. New York: The Guilford Press. Linse,
Caroline T. (2005). Practical English language teaching: young learners. New Yor: McGraw-Hill.
Slattery, M, & Willis, Jane. (2009). English for primary teachers. New York: Oxford University Press.
Mooney, Carol Garhart. (2000). Theories of childhood. Manchester: Readleaf Press. Scott, Wendy A. & Ytreberg, Lisbeth H. 2003. Teaching English to children. New York: Longman Group. Pavlou, P. & Georgiou, S. L. (2003). Assessing young learners. New York: Oxfod University Press. Pinter, Annamaria. (2009). Teaching Young Language Learners. New York: Oxford University Press.