PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DI SMA NEGERI 15 MEDAN Sophie Devita Sihotang*, Nunung Febriany** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Phone: 085762548741 E-mail:
[email protected] Abstrak Anemia defisiensi besi adalah salah satu masalah gizi wanita hamil yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI). Dampak anemia defisiensi besi pada remaja adalah menurunkan imunitas, menurunkan konsentrasi, prestasi, serta produktivitas kerja, dan akibat jangka panjang jika remaja puteri nantinya hamil maka anemia ini dapat menyebabkan bayi lahir prematur, perdarahan, keguguran (abortus), komplikasi kehamilan, bahkan sampai kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja puteri di SMA Negeri 15 Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif, metode pengambilan data cross sectional, dengan menggunakan data primer hasil rekapitulasi kuesioner yang disebarkan kepada 94 orang remaja puteri di SMA Negeri 15 Medan. Analisa data bersifat deskriptif dengan mendeskripsikan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi mayoritas berada pada kategori pengetahuan cukup 73 responden (77,7%), kategori baik 18 responden (19,1%), dan kategori kurang 3 responden (3,2%). Sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi mayoritas berada pada kategori sikap cukup 56 responden (59,6%) dan kategori baik 38 responden (40,4%). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah agar memberikan pengarahan dan penjelasan tentang anemia defisiensi besi dan meningkatkan kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Kepada siswi/ remaja puteri lebih memperhatikan masalah kesehatan nya terutama anemia defisiensi besi dan dampaknya.
Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Anemia defisiensi besi, Remaja puteri. juta orang di negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang (Arisman, 2010). Di Indonesia sendiri menurut data Depkes RI (2006), prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja puteri yaitu 28% (Hayati, 2010), dan dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menyatakan bahwa prevalensi anemia defisiensi besi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri 10-18 tahun 57,1%, dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita memiliki resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri (Isniati, 2007). Remaja putri lebih rentan terkena anemia karena remaja berada pada masa
PENDAHULUAN Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Sudoyo, dkk, 2006). Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%. Angka tersebut terus membengkak di tahun 1997 yang bergerak dari 13,4% di Thailand ke 85,5% di India (Arisman, 2010). Tiga puluh enam persen (atau kira-kira 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800
40
pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat besi. Adanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab remaja putri mudah terkena anemia defisiensi besi. Selain itu, remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan terhadap makanan seperti pada diet vegetarian (Sediaoetama, 2006). Akibat jangka panjang anemia defisiensi besi ini pada remaja puteri adalah apabila remaja puteri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya serta pada masa kehamilannya anemia ini dapat meningkatkan frekuensi komplikasi, resiko kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal (Hayati, 2010). Sehingga untuk mencegah kejadian anemia defisiensi besi, maka remaja puteri perlu dibekali dengan pengetahuan tentang anemia defisiensi besi itu sendiri (Dharmadi, dkk, 2011). Hingga kini belum ada program yang dimasukkan dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk menanggulangi atau memberi pengetahuan mengenai anemia khususnya anemia defisiensi besi pada remaja putri di sekolah-sekolah. Program pemerintah baru ditunjukkan pada ibu hamil agar tidak melahirkan anak yang anemia. Padahal, jika mayoritas anak perempuan menderita anemia terutama anemia defisiensi besi, dampaknya akan berlanjut. Mengingat, mereka adalah para calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus. Jika tidak ditanggulangi, dikhawatirkan akan meningkatkan risiko perdarahan pada saat persalinan yang dapat menimbulkan kematian ibu. Calon ibu yang menderita anemia defisiensi besi bisa melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Anita, 2007). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan tahun 2012.
METODE Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pengambilan data dalam penelitian ini bersifat cross sectional. Sampel yang diteliti adalah remaja puteri yang bersekolah di SMA Negeri 15 Medan. Peneliti menentukan jumlah sampel sebesar 25% dari 375 siswi yaitu 94 siswi. Selanjutnya penarikan sampel terhadap populasi menggunakan teknik accidental sampling. Statistik pada penelitian ini adalah desciptif statistic serta hasil data yang sudah diolah dimasukkan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan N Sumber Frekuensi Persentase o Informasi (%) 1 Guru 2 Petugas Kesehatan 3 Teman 4 Keluarga 5 Media (cetak, elektronik, internet) Total
24 7
25,5 7,4
1 15 47
1,1 16,0 50,0
94
100
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa Sebanyak 24 responden (25,5 %) mendapat informasi tentang anemia defisiensi besi melalui guru, 7 responden (7,4 %) melalui petugas kesehatan, 1 responden (1,1 %) melalui teman, 15 responden (16,0 %) melalui keluarga, dan sebagian besar responden yaitu 47 responden (50,0 %) melalui media (cetak, elektronik, internet).
41
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan Kategori Frekuensi Persentase (%) Baik Cukup Kurang Total
18 73 3 94
dampaknya terhadap kesehatan reproduksi mayoritas berpengetahuan cukup. Pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja puteri tentang anemia defisiensi besi mayoritas diperoleh informasi dari media (elektronik, cetak, internet) (50%), dari guru (25,5%), dari keluarga (16%), dari petugas kesehatan (7,4%), dan dari teman (1,1%). Hal ini dapat dimaklumi karena sumber informasi berupa media massa adalah media informasi yang cukup berkembang dan mudah diakses sehinggan dapat kita lihat bahwa hampir sebagian masyarakat menggunakan media (elektronik, cetak, internet) sebagai sumber informasi. Selain itu, guru, keluarga dan teman merupakan orang terdekat bagi individu untuk mendapatkan informasi. Senada dengan Notoatmodjo (2005) yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri dan orang lain, dalam kaitannya dengan hal ini adalah guru, keluarga, teman dan petugas kesehatan. Pengetahuan sering diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain, pengetahuan yang baik akan mendorong seseorang untuk menampilkan sikap yang sesuai dengan pengetahuannya yang telah didapatkan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa mayoritas remaja putri berpengetahuan cukup (77,7%). Hal ini disebabkan karena masih kurangnya informasi yang diperoleh remaja putri tentang anemia defisiensi besi. Hal ini dapat dimaklumi karena memang di dalam kurikulum sekolah tidak terdapat topik yang membahas tentang anemia ataupun anemia defisiensi besi secara khusus. Faktor lain yang menyebabkan hal ini adalah faktor lingkungan dan pengalaman individu itu sendiri. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan
19,1 77,7 3,2 100
Tabel 2 menggambarkan bahwa mayoritas remaja puteri mempunyai pengetahuan cukup tentang anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 73 responden (77,7%), 18 responden (19,1%) berpengetahuan baik, dan hanya 3 responden (3,2%) berpengetahuan kurang. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap tentang Anemia Defisiensi Besi di SMA Negeri 15 Medan Kategori Frekuensi Persentase (%) Baik Cukup Total
38 56 94
40,4 59,6 100
Tabel 3 menggambarkan bahwa mayoritas remaja puteri mempunyai sikap cukup tentang anemia defisiensi besi yaitu sebanyak 56 responden (59,6%), dan bersikap baik sebanyak 38 responden (40,4%). Pembahasan Pengetahuan Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi mayoritas berada pada kategori pengetahuan cukup yaitu sebanyak 73 responden (77,7%), diikuti dengan kategori baik sebanyak 18 responden (19,1%), dan kategori kurang sebanyak 3 responden (3,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hayati (2010) di MAL IAIN Medan yang menyatakan bahwa pengetahuan remaja puteri tentang anemia defisiensi besi dan
42
adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Dari pengalaman individu akan belajar yang dapat mempengaruhi pengetahuan (Azwar, 2005).
menyampaikan informasi, media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, bila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah sikap. Walaupun pengaruh media massa tidak sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan terhadap anemia defisiensi besi tidak sama dengan sikap terhadap anemia defisiensi besi. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak, seperti halnya pada sikap. Pengetahuan mengenai suatu obyek baru menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesediaan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek itu (Purwanto, 1999). Pengetahuan yang baik akan mendorong seseorang untuk menampilkan sikap yang sesuai dengan pengetahuannya yang telah didapatkan. Berdasarkan teori yang ada bahwa pengetahuan dapat memengaruhi sikap seseorang, dengan pengetahuan yang baik maka akan terwujud sikap yang baik pula, demikian sebaliknya (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini diketahui bahwa mayoritas remaja putri memiliki sikap dalam kategori cukup. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan yang diperoleh remaja putri tentang anemia defisiensi besi. Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Jika seseorang telah mendengar tentang anemia defisiensi besi, maka pengetahuan ini akan membawa seseorang tersebut untuk berpikir dan berusaha untuk mencegah agar tidak terkena anemia defisiensi besi. Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang mana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden
Sikap Remaja Puteri tentang Anemia Defisiensi Besi Berdasarkan hasil penelitian ini, sikap responden mengenai anemia defisiensi besi adalah berkategori baik (40,4%), cukup (59,6%), dan tidak ada sikap responden yang berkategori kurang. Sikap remaja puteri ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hayati (2010) yang meneliti pengetahuan dan sikap remaja puteri dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan yang hasilnya adalah sikap remaja puteri mengenai anemia defisiensi besi yang mayoritas berkategori cukup (68%), berkategori baik (16%), dan masih adanya remaja puteri yang memiliki sikap berkategori kurang (14%). Hal ini sesuai dengan Purwanto (1999) yang menyatakan bahwa sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu. Sehingga berdasarkan hal ini sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas sumber informasi yang mereka dapatkan tentang anemia defisiensi besi bersumber dari media (cetak, elektronik, internet) sebanyak 47 responden (50%). Menurut Azwar (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, pendidikan, agama, dan media massa. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Sebagai tugas pokoknya dalam
43
berpengetahuan cukup (77,7%), dan mayoritas bersikap cukup pula (59,6%).
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan: teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi di SMA Negeri 15 Medan adalah dalam kategori cukup. Disarankan bagi pihak sekolah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Medan melalui Dinas Pendidikan Kota Medan menyelenggarakan kegiatan penyuluhan mengenai anemia defisiensi besi di sekolah-sekolah.
Hayati, R.,M (2010). Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN MEDAN Tahun 2009/2010. 20 September 2011. http://www.repository.usu.ac.id . Purwanto, H. (1999). Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
DAFTAR PUSTAKA Anita, K. (2007). Kurang Darah Menyerang Anak. 22 Oktober 2011. http://www.cyberwoman.cbn.net/k urang-darah-menyerang-anak.htm. Arisman (2010). Gizi dalam Kehidupan. Jakarta: EGC.
Daur
Azwar, S. (2005). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudoyo, dkk. (2006). Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: EGC. Isniati. (2007). Wanita Lebih Beresiko Terkena Anemia. 20 Oktober 2011. http://www.pemkomedan.go.id/wa nita-lebih-beresiko-terkenaanemia.htm. Sediaoetama, A.D. (2006). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi jilid II. Jakarta: Dian Rakyat. Dharmadi, M. dkk. (2011). Penyuluhan anemia Defisiensi Besi (ADB) pada remaja puteri di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bangli. 03 Oktober 2011. http://www.communityhealthy.co m/penyuluhan-anemia-defisiensibesi-pada-remaja-puteri-di-smaNegeri1-bangli.htm.
44
45