PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA SOSIAL TERHADAP KEMANDIRIAN LANSIA DALAM AKTIVITAS SEHARI-HARI DI PELAYANAN SOSIAL LANSIA BINJAI Ira Kristayani Saragih*, Ismayadi** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara Telp: 085761762053 E-mail:
[email protected] Abstrak Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Penelitaian ini penting sebab pengetahuan tidak secara langsung mempengaruhi sikap maupun tindakan seseorang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan sikap pekerja sosial terhadap kemandirian lansia dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari meliputi makan, mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah/bergerak, kontinensia (mengontrol BAB/BAK). Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan mengunakan kuesioner dengan 18 pertanyaan pengetahuan dan 18 pertanyaan sikap yang diberikan kepada 16 responden yang diambil secara total sampling pada pekerja sosial di di UPT (Unit Pelayanan Terpadu) Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan pada 21 Mei-1 Juni 2012. Selanjutnya data yang terkumpul diolah secara komputerisasi dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan pekerja sosial semua baik (100%) dan mayoritas bersikap cukup baik (75%). Pihak panti perlu memberikan informasi tentang memandirikan lansia dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari agar dapat meningkatkan perilaku pekerja sosial.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Pekerja Sosial, Aktivitas Sehari-hari mandiri pergi ke toilet dan berpindah masing-masing 36 orang (76,6%), mandiri mengontrol makan dan mengontrol Buang Air Besar/ Buang Air Kecil (BAB/BAK) masing-masing 44 orang (93,6%). Hal yang sama juga diperoleh dari penelitian Huda (2003) bahwa pada umumnya lansia yang di rawat di panti adalah lansia mandiri sehingga ia menyarankan agar lansia dapat mandiri tanpa bantuan orang lain perlu motivasi dari perawat dan keluarga pada klien lansia supaya klien bisa melakukannya sendiri sebab kenyataan yang ada di lapangan kebanyakan klien bisa melakukan aktivitas sendiri. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
PENDAHULUAN Aktivitas Kehidupan Sehari-hari adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh seseorang dalam penghidupannya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhannya (Kementerian Sosial RI, 2011). Kemampuan fungsional menurut indeks Katz yang mengukur aktivitas fungsional mencakup kemampuan aktivitas mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, kontinensia, dan makan (Stanley, 2006). Hasil penelitian Rahmayati di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan pada 47 orang lansia menunjukkan bahwa responden mandiri untuk makan sebanyak 38 orang (80,9%), mandiri untuk berpakaian sebanyak 40 orang (85,1 %), 12
objek tertentu. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku. Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial/ kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial. (Kepmensos No. 1/HUK/2007). Pengetahaun dan sikap pekerja sosial perlu diteliti sebab pekerja sosial merupakan ujung tombak pelayanan demi kesehatan pelayanan sosial. Hasil penelitian Delobelle (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara pendidikan dan training terhadap pengetahuan seseorang dan pengetahuan tersebut mempengaruhi sikap seseorang. Namun Nakahira et al (2010) menyebutkan bahwa masih perlu diteliti lebih lanjut bagaimana pengaruh pendidikan maupun pengetahuan mempengaruhi sikap seseorang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran pengetahuan dan sikap pekerja sosial terhadap kemandirian lansia
bekerja. Hasil pengetahuan dan sikap diolah dengan komputerisasi dan disajikan secara distribusi frekuensi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Demografi Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi (n=16). Karakteristik Usia 20-40 tahun 41-60 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Agama Islam Kristen Suku Batak Jawa Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Masa Kerja 1 tahun 1-5 tahun 5-10 tahun >10 tahun
METODE Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study (Arikunto, 2006). Penelitian menggunakan teknik sampling total sampling dimana seluruh populasi yang ada digunakan sebagai sampel penelitian yaitu semua pekerja sosial yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yaitu sebanyak 16 orang. Data dari setiap responden diolah secara komputerisasi oleh peneliti. Metode statistik data untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistika univariat. Statistika univariat digunakan untuk menyajikan data – data demografi pekerja sosial secara distribusi frekuensi meliputi jenis kelamin, umur, agama, suku, pendidikan, dan lama
Frekuen si
%
4 12
25% 75%
12 4
75% 25%
10 6
62.5% 37.5%
10 6
62.5% 37.5%
1 1 9 5
6.3% 6.3% 56.2% 31.2%
2 2 3 9
12.5% 12.5% 18.7% 56.3%
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa responden dalam penelitian ini berjumlah 16 orang yaitu pekerja sosial yang bekerja di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Balita Wilayah Binjai dan Medan. Responden 20-40 tahun sebanyak 12 orang (75%) responden 41-60 sebanyak 4 orang (25%). Responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (75%) dan responden laki-laki 4 orang (25%). Mayoritas responden beragama Islam 10 orang (62,5%). Responden mayoritas bersuku Batak 10 orang (62.5%). Responden berlatar belakang pendidikan SMA 9 orang (56,2%) diikuti Perguruan Tinggi 5 orang (31,2%) sedangkan SD dan SMP masing13
masing 1 orang (6,3%). Responden telah bekerja selama >10 tahun adalah 9 orang (56.3%), 5-10 tahun sebanyak 3 orang (18.7%) serta 1 tahun dan 1-5 tahun masing-masing 1 orang (12,5%).
manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo dan Soekidjo, 2003). Hasil penelitian Suominen et al (2010) mendukung pernyataan tersebut bahwa jenjang pendidikan berhubungan positif dengan pengetahuan. Pengetahuan pekerja sosial yang diteliti adalah semua informasi meliputi enam aspek Activity Daily Livings (ADLs) pada lansia menurut indeks Katz yaitu makan dan minum, mandi, berpakaian,berpindah/bergerak, kontinensia, pergi ke toilet. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden mengetahui tentang cara memandirikan lansia. Dapat dilihat dari distribusi jawaban bahwa pengetahuan pekerja sosial terhadap setiap kemampuan sudah baik, Hal ini dimungkinkan karena umumnya para pekerja sosial sudah bekerja dalam waktu yang cukup lama (9 orang bekerja >10 tahun). Namun demikian pengetahuan pekerja sosial terhadap kemampuan makan dan minum masih sangat kurang dibandingkan kemampuan lain. Secara umum pekerja sosial tidak mengetahui bahwa lansia yang tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulut dan menggunakan alat bantu makan adalah lansia yang mengalami ketergantungan (56,3%). Menurut asumsi peneliti hal ini mungkin disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh pekerja sosial terkait kemandirian lansia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pengetahuan pekerja sosial tentang pemenuhan kebutuhan berpakaian pada lansia terutama dalam hal mengajarkan lansia yang untuk berpakaian mayoritas sudah baik (75%) namun masih ada pekerja sosial yang tidak mengetahui bahwa lansia tetap harus diajarkan cara berpakaian jika ia tidak mampu. Notoadmodjo dan Soekidjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu mencakup: pendidikan, pekerjaan, umur. Dilihat dari segi tingkat pendidikan, jumlah terbanyak responden pada penelitian ini lebih dari separuh adalah memiliki pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 9 orang. Latar
Pengetahuan Pekerja Sosial Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pekerja Sosial terhadap Kemandirian Lansia dalam Aktivitas Sehari-hari (n=16). Pengetahuan Frekuensi % Baik
16
100
Jumlah
16
100
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan sebanyak 16 orang (100%) memiliki pengetahuan baik tentang kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas seharihari. Sikap Pekerja sosial Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap Pekerja Sosial terhadap Kemandirian Lansia dalam Aktivitas Sehari-hari (n=16). Sikap Cukup Baik Jumlah
Frekuensi 12 4 16
% 75 25 100
Berdasarkan tabel 3 hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh responden sebanyak 4 orang (25%) orang bersikap baik dan 12 (75%) orang bersikap cukup. Pembahasan Pengetahuan Pekerja Sosial tentang Kemandirian Lansia dalam Aktivitas Sehari-hari. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan 14
belakang pendidikan memungkinkan mayoritas pekerja sosial mengetahui cara pemenuhan berpakaian pada lansia. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa selain pendidikan lama bekerja seseorang dapat mempengaruhi pengetahuannya. Hal ini didasarkan dari pengalaman dan kematangan jiwa. Hal ini didukung oleh penelitian Yim et al (2010) bahwa pengalaman kerja yang sedikit berhubusngan dengan pengetahuan yang kurang. Walaupun beberapa penelitian terkait menyebutkan bahwa masa kerja atu pengalaman tidak berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang (Suominen et al, Delobelle et al). Pada tabel 5.1 dapat dilihat bahwa masa kerja responden mayoritas adalah >10 tahun sebanyak 9 orang (56,3%) sehingga masih bias untuk diasumsikan bahwa masa kerja memberikan pengalaman yang lebih banyak kepada pekerja sosial sehingga pengetahuannya cenderung lebih baik daripada pekerja sosial dengan masa kerja yang lebih singkat.
kesediaan pekerja sosial untuk mengajarkan lansia untuk membersihkan alat ekskresi sesudah BAB/BAK, mayoritas (36,7%) Pekerja sosial tidak setuju. Hasil penelitian Rahmayati menunjukkan bahwa kemandirian lansia untuk pergi ke toilet adalah mayoritas mandiri. Hal ini kemungkinan menjadi faktor yang membuat pekerja sosial merasa tidak perlu mengawasi maupun mengajarkan lansia. Padahal jika dicermati lebih lagi kebersihan diri dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Hasil penelitian sikap pekerja sosial dalam pemenuhan kebutuhan mandi pada lansia menujukkan bahwa mayoritas tidak bersedia membantu lansia yang tidak mampu menjangkau bagian punggung saat mandi (56,3%). Menurut asumsi peneliti ketidaksediaan pekerja sosial melakukan bantuan tersebut dikarenakan faktor umumnya lansia yang tinggal di panti adalah lansia sehat sehingga dianggap mampu dalam setiap aktivitas. Faktor lain mungkin adalah secara umum pekerja sosial di panti hanya bertugas mengawasi tanpa turut terlibat dalam perawatan lansia. Selain dua pemenuhan aktivitas di atas sikap pekerja sosial yang tidak sejalan dengan hasil pengetahuan yang diperoleh adalah terdapat persentase yang cukup besar (31,3%) pekerja sosial yang tidak bersedia mengajarkan lansia cara mengontrol BAB/BAK sekalipun lansia tersebut mengompol/beser di tempat tidur. Tidak dapat dipastikan faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut namun hal tersebut dapat mempengaruhi status kesehatan lansia. Dari hasil penelitian tersebut responden yang mempunyai sikap cukup baik merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek, secara manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Bila dikaitkan dengan pendapat Notoadmojo bahwa sikap yang baik disesuaikan dengan beberapa tingkatan hanya menerima, merespons, dan menghargai, tidak dapat bertanggung jawab. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain yaitu sikap akan
Sikap Pekerja Sosial terhadap Kemandirian Lansia dalam Aktivitas Sehari-hari. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek . Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo dan Soekidjo, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang (25%) orang bersikap baik dan 12 (75%) orang bersikap cukup baik. Jika dilihat dari hasil pengetahuan pekerja sosial yang sudah baik, cukup menjadi suatu pertanyaan jika sikap dari pekerja sosial mayoritas cukup baik. Pengetahuan lansia dalam pemenuhan kemampuan pergi ke toilet sudah baik namun sikap mereka tidak sebaik pengetahuan mereka. Dapat dilihat bahwa para pekerja sosial mayoritas setuju (50%) untuk mengingatkan lansia untuk BAB/BAK di toilet namun tanpa mengawasinya. Dan saat ditanyakan 15
terwujud dalam suatu tindakan tergantung saat situasi itu. Selain itu sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu pada pengalaman orang lain. Jika dikaitkan dengan dengan karakteristik pekerja sosial berdasarkan suku terdapat Batak 10 orang (62.5%) dan suku Jawa 6 (37.5%). Menurut Nakahira et al (2008) bahwa usia responden, pengalaman kerja, tingkat pendidikan berbuhungan dengan sikap. Seseorang yang lebih tua dan memiliki pengalaman cenderung memiliki sikap yang lebih positif daripada seseorang yang lebih muda dan belum berpengalaman. Sekalipun ia menyebutkan bahwa sikap negatif yang dihubungkan dengan tingkat pendidikan perlu diteliti lebih lanjut.
21 Nopember 2011 dari www.digilib.itb.ac.id. Kementerian Sosial RI. (2011). Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Mawas, Kerja Selaras dan Kerja Mawas Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Diakses pada 26 November 2011 dari www.depsos.go. id. Nakahira et al. (2008). Attitudes toward dementia- related aggression among staff in Japanese aged care setting. Journal of Clinical Nursing,18, 807816. Diakses pada 2 Juli 2012 dari www.ebscohost.com. Notoadmodjo & Soekidjo. (2003). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta. Stanley M, Patricia Gauntlett. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2, Jakarta: EGC. Suominem. (2010). Nurses Knowledges and Attitude to HIV/AIDS. International Journal of Nursing Practice 2010,16, 138-147. Diakses pada 6 Juni 2012 dari www.ebscohost. com. Yim et al. (2010). Knowledge of evidenced-based urinary catheter care practice recommendations. Journal of the American Geriatrics Society ,20, 1685-1695. Diakses pada 10 Juli 2012 dari www. ebscohost. com
SIMPULAN DAN SARAN Penelitian tentang pengetahuan dan sikap pekerja sosial terhadap kemandirian lansia dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan menghasilkan kesimpulan bahwa pengetahuan semuanya baik dan sikap pekerja sosial umumnya bersikap cukup baik. Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap Pekerja sosial serta pengaruhnya terhadap kemampuan fungsional lansia. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitan Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI, Jakarta: Rineka Cipta Delobelle et al. (2009). HIV/AIDS knowledge, attitude, practices and perception of rural nurses in South Africa. Journal of Advanced Nursing,1061-1073. Diakses pada 20 Juni 2012 dari www.ebcsohost.com. Huda, N. (2003). Tingkat Kemandirian Lansia dalam Memenuhi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari di BRSD Kepanjen Malang. Universitas Muhamadiyah. Diakses pada tanggal 16