PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK
Oleh : BABAN SUBANDI A14105518
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN BABAN SUBANDI. PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS). Kebutuhan terhadap produk pangan di negara berkembang termasuk Indonesia semakin meningkat, sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan peningkatan produksi pangan melalui biogenitika transgenik. Produk transgenik oleh Negara pengembang di ekspor ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hadirnya Produk transgenik telah menimbulkan pro dan kontra, salah satu produk yang diduga mengandung transgenik adalah keripik kentang pringles. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dan keputusan pembelian keripik kentang Pringles serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan produk transgenik khususnya keripik kentang pringles. Penelitian ini dilakukan dilaksanakan di wilayah kota Bogor pada empat perumahan, yaitu Bogor Nirwana Residence, Villa Duta, Bukit Cimanggu Villa dan Taman Yasmin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2007Februari 2008. Data primer adalah informasi penelitian yang dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada 60 responden. Responden dibagi atas 30 responden yang mengkonsumsi keripik kentang pringles dan 30 responden yang tidak mengkonsumsi keripik kentang pringles. Pengambilan sample responden dilakukan dengan teknik purposive sampling yang memilih responden pada saat pengambilan sampel. Penelitian ini, digunakan metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif (regresi logistik). Berdasarkan hasil penelitian terhadap konsumen perumahan di empat perumahan mewah di Kota Bogor, diantaranya Villa Duta, Bogor Nirwana Residence, Bukit Cimanggu Villa dan Taman Yasmin diperoleh bahwa responden laki-laki lebih besar yakni sebesar 70%, hal ini disebabkan keberadaan laki-laki dalam menerima produk transgenik di keluarga perlu diperhitungkan. Kedudukan laki-laki sebagai kepala keluarga dapat mempengaruhi istri atau anggota keluarga yang lain. Berdasarkan usia diperoleh bahwa usia 36 sampai 45 tahun merupakan usia yang mapan dalam berusaha dan dapat dikatakan sebagai konsumen potensial. Mayoritas pekerjaan responden yang tinggal di perumahan adalah karyawan swasta, yaitu sebesar 78,33%. Sebagian besar responden perumahan tingkat pendidikannya adalah sarjana yaitu sebesar 86,67%, hal ini sebanding dengan pendapatan yang tinggi. Status pernikahan responden rata-rata sudah menikah sebesar 95%, memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi produk transgenik, karena adanya keberadaan anak di dalam keluarga yang berpeluang untuk mengkonsumsi makanan ringan. Tingkat pendapatan responden berada pada pendapatan Rp 5.000.000 sampai dengan Rp 10.000.000, hal ini menunjukkan bahwa responden dikatakan sebagai masyarakat menengah ke atas (50%). Pengeluaran responden untuk konsumsi bahan pangan antara 2 juta sampai 5 juta rupiah.
Berdasarkan hasil proses keputusan pembelian terhadap produk keripik kentang pringles diketahui bahwa pada tahap pengenalan kebutuhan produk manfaat utama mengkonsumsi pringles adalah sebagai pemenuhan gizi (48,33%). Alasan atau motivasi konsumen mengkonsumsi keripik kentang pringles adalah sebagai makanan selingan (40%). Tahap pencarian informasi dilakukan dengan mencari informasi dari tempat pembelian (28,33%). Informasi dari produk yang dipertimbangkan adalah informasi tentang kadaluwarsa produk pringles (45%). Responden mempertimbangkan atribut label produk (30%), karena menganggap labelisasi produk merupakan jaminan suatu produk. Tempat pembelian produk keripik kentang pringles adalah swalayan. Sebelum mengetahui produk transgenik, konsumen merasa puas dengan pringles (86,67%). Setelah mengetahui bahwa pringles mengandung transgenik, konsumen memilih untuk pindah ke produk sejenis non-transgenik, hal ini menunjukkan bahwa konsumen tidak loyal terhadap pringles. Tingkat pengetahuan dan responden terhadap produk transgenik dapat dilihat dari hubungan antara deskripsi profil responden dengan pengetahuannya. Berdasarkan uji chi-square diperoleh bahwa jumlah anggota keluarga merupakan variabel yang memiliki hubungan dengan pengetahuan, karena X2 hitung (7,119 ) lebih besar dari X2 tabel (5,991). Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga memberikan peranan yang besar terhadap pengetahuan produk, khususnya keripik kentang pringles. Hubungan antara tingkat penerimaan dengan profil responden yang memiliki hubungan di antara keduanya adalah variabel pendapatan dengan x2 hitung (17,423) lebih besar dari x2 tabel (5,991). Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk transgenik pringles adalah frekuensi pembelian (X5) dan informasi produk (X7), karena memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Nilai –p untuk kedua variabel tersebut 0,008 dan 0,014. Nilai rasio odds yang diperoleh sebesar 10,92 berarti bahwa semakin sering melakukan pembelian keripik kentang pringles, maka rasio peluang menerima produk transgenik pringles semakin besar dibandingkan dengan responden yang sedikit membeli. Variabel frekuensi pembelian berpengaruh positif (2,3906), berarti responden yang sering membeli maka akan semakin besar peluangnya untuk menerima produk transgenik. Pada selang kepercayaan 95 persen, variabel frekuensi pembelian responden memiliki batas bawah 1,87 dan batas atas 63,89. Angka tersebut menunjukkan bahwa peluang responden yang sering melakukan pembelian untuk menerima produk transgenik berkisar antara 1, 87 kali sampai 63,89 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang sedikit melakukan pembelian. Terdapat empat peubah bebas yang memiliki nilai koefisien positif, yaitu variabel pendapatan, frekuensi pembelian, harga produk dan informasi produk keripik kentang pringles. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum diperoleh bahwa konsumen akan beralih ke produk non-transgenik, bila pringles terbukti mengandung transgenik. Saran yang dapat diberikan adalah harus adanya labelisasi pada produk keripik kentang pringles dan pemerintah hendaknya memberikan jaminan keamanan dan kesehatan terhadap produk-produk yang mengandung transgenik.
PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK
Oleh : BABAN SUBANDI A14105518
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Pengetahuan dan Penerimaan Konsumen Berpendapatan Tinggi di Bogor Terhadap Keripik Kentang Pringles dan Produk Transgenik Nama : Baban Subandi NRP : A14105518
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus, PhD NIP. 132 158 758
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juni 2008
Baban Subandi A 14105518
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, 5 Maret 1982 sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara pasangan Bapak H. Ahmad Sanusi (Alm) dan Ibu Yoyoh (Alm). Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Cimande-Bogor pada tahun 1995, Kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Ciawi Bogor, hingga lulus tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ciawi Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis kemudian melanjutkan studi ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah ikut dalam organisasi DPM Fakultas, Famm Al-an’am, Savana Foundation dan organisasi EL sima. Penulis pernah bekerja di konsultan peternakan “Eka Matra” sebagai surveyor selama satu tahun dan terkahir bekerja di Bank Mandiri Cabang Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanain pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Topik skripsi ini adalah “Pengetahuan dan Penerimaan Konsumen Berpendapatan Tinggi di Bogor Terhadap Keripik Kentang Pringles dan Produk Transgenik. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak atas segala keritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnakan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca.
Bogor, Juni 2008
Baban Subandi A 14105518
2
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ridho-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapat sumbangan pikiran, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Muhammad Firdaus, PhD. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, masukan dan arahan dengan sabar dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Iwan Riswandi selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penelitian ini. 3. DR. Ir. Rita Nurmaliana sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan kritikan yang berharga. 4. Rahmat Yanuar, SP. MS sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan evaluasi dalam redaktur penulisan skripsi. 5. Kedua orang tua tercinta yang menjadi sumber inspirasi dan teladan hidup, Do’a dan pengorbananmu selalu terpatri dalam hati. Semoga surga selalu bersamamu. 6. Teh Nining yang menjadi orang tua kedua dikehidupanku dan seluruh kakakkakaku tersayang yang selalu memberikan do’a dan dukungan. 7. Bapak/Ibu pegawai developer di perumahan Villa Duta, Bukit Cimanggu Villa, Bogor Nirwana Residence dan perumahan Taman Yasmin serta seluruh responden di perumahan yang telah bersedia membantu dalam pengisian kuesioner.
8. Nola Nur’afni Riantari, Terima kasih atas dukungan dan semangatnya, yang tak pernah terlupakan sepanjang masa. 9. Echi, Tina, Vita, Desi, Sheput, Fatma (Adik kecilku) dan seluruh sahabatsahabat terbaik di AGP 39, yang memberikan dukungan dan motivasi, semoga kalian selalu sukses. 10. Sahabat-sahabatku yang selalu mendampingiku (Uda irwan, Sudarsono, Fajar, Restu, Heri, Sony, teh Rika, Dinar dan Haura Rental). 11. Sahabat terbaik yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi (Nde, Sari, Reni, Nisa, teh Irin, dan Endah) Terima kasih. 12. Seluruh masyarakat cimande beserta kadesnya Bapak Saripudin yang telah memberikan semangat dan do’a nya, khususnya keluarga besar Rais. 13. Seluruh keluarga besar Rulita 07 yang telah memberikan kesempatan tuk tinggal di negeri savana. 14. All member of C&L Bank mandiri Branch Bogor, terima kasih atas waktu dan bantuannya selama penulis turun lapang. 15. Seluruh staf program sarjana ekstensi manajemen agribisnis, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Juni 2008
Baban Subandi A 14105518
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................
1 4 7 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Rekayasa Genetika.......................................................... 2.2 Produk Transgenik ........................................................................... 2.3 Keripik Kentang Pringles ............................................................... 2.4 Kajian Penelitian Terdahulu .............................................................
9 9 10 11
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................... 3.1.1 Perilaku Konsumen ................................................................. 3.1.2 Preferensi dan Penerimaan Konsumen .................................... 3.1.3 Proses Keputusan Pembelian Konsumen ................................ 3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian ............. 3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Konsumen ............ 3.4. Persepsi Konsumen ......................................................................... 3.5. Kepercayaan Konsumen Terhadap Atribut Produk ........................ 3.6. Model Regresi Logistik .................................................................. 3.7. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................
15 15 15 16 22 26 29 30 31 31
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................
34 34 34 35
BAB V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian .................................................. 41 5.2 Gambaran Keripik Kentang Pringles ............................................... 42 5.3 Karakteristik Konsumen................................................................... 43
BAB VI. PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN KERIPIK KENTANG PRINGLES 6.1 Pengenalan Kebutuhan ..................................................................... 6.2 Pencarian Informasi ......................................................................... 6.3 Evaluasi Alternatif ........................................................................... 6.4 Proses Keputusan Pembelian ........................................................... 6.5 Proses Pasca Pembelian ...................................................................
50 52 54 56 57
BAB VII. PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDATAN TINGGI TERHADAP PRODUK TRANSGENIK 7.1 Deskripsi Karakteristik Responden Dihubungkan dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ...................... 60 7.2 Deskripsi Karakteristik Responden Dihubungkan dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ........................ 66 BAB VIII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN KONSUMEN PERUMAHAN TERHADAP PRODUK TRANSGENIK 8.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Konsumen Berpendapatan Tinggi Terhadap Produk Transgenik .... 73 8.1.1 Frekuensi Pembelian (X5) ...................................................... 76 8.1.2 Informasi Produk (X7) ............................................................ 76 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan .................................................................................... 8.2 Saran...............................................................................................
78 79
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
80
LAMPIRAN ...................................................................................................
82
xi
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman Persentase Pengeluaran Harian Per Kapita Untuk Konsumsi Pangan dan Non Pangan di Indonesia (Hasil SUSENAS Tahun 2002-2006).. .............................................................................
1
Persentase Tingkat Konsumsi Berdasarkan Distribusi Pendapatan yang di Golongkan atas Pendapatan Rendah, Menengah dan Tinggi Penduduk Indonesia(Hasil SUSENAS Tahun 2002-2006) ................ ...
4
Beberapa Jenis, Merek dan Produsen Serta Hasil Laboratorium Terhadap Produk Pangan yang Positif Mengandung Transgenik Menurut Penelitian YLKI Jakarta 2006 ..............................................
6
4.
Informasi Kandungan Nutrisi Keripik Kentang Pringles ....................
11
5.
Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Empat Perumahan di Kota Bogor ......................................................................................... 44
6.
Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Usia di Empat Perumahan di Kota Bogor ......................................................................................... 45
2.
3.
7. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan di Empat Perumahan di Kota Bogor ....................................................................... 46 8.
Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Empat Perumahan di Kota Bogor ...................................................................... 47
9.
Sebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahan di Empat Perumahan di Kota Bogor ...................................................................... 47
10. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Empat Perumahan di Kota Bogor ...................................................................... 48 11. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran di Empat Perumahan di Kota Bogor Tahun 2008 .................................................. 49 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Manfaat Utama Mengkonsumsi Keripik Kentang Pringles ...............................
51
13. Jumlah dan Persentase Responden Untuk Setiap Alasan/motivasi Pertama kali mengkonsumsi Pringles ..................................................
52
xii
14. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Keripik Kentang Pringles ......................................
53
15. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Informasi Produk yang Paling Diperhatikan oleh Responden .............
54
16. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Atribut yang Dianggap Penting Saat Memilih Produk Pringles ..............................
55
17. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tempat Pembelian Produk Pringles ..................................................................
56
18. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pemberi Pengaruh dalam Pembelian Pringles ...................................................
57
19. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Konsumen Pada Pringles ....................................................
58
20. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sikap Responden Setelah Mengetahui Produk pringles sebagai produk Transgenik ............................................................................................
58
21. Hubungan Karakteristik Umur dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ...............................................................
61
22. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ..........................................
62
23. Hubungan Karakteristik Pendapatan Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ..........................................
63
24. Hubungan Karakteristik Pengeluaran Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ..........................................
63
25. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ..........................................
64
26. Hubungan Tingkat Pendidikan Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ..........................................
65
27. Hubungan Karakteristik Pekerjaan Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ..........................................
66
28. Hubungan Karakteristik Umur dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ...............................................................
67
29. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ...............................................................
68
xiii
30. Hubungan Karakteristik Pendapatan Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ..............................
68
31. Hubungan Karakteristik Pengeluaran Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ...........................................
69
32. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ...........................................
70
33. Hubungan Tingkat Pendidikan Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ...........................................
71
34. Hubungan Karakteristik Pekerjaan Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik ..........................................
71
35. Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Konsumen Transgenik ...........................................................................................
74
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Halaman Model Perilaku Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ...............................................
17
2.
Proses Pencarian Internal ....................................................................
19
3.
Komponen Dasar Proses Evaluasi Alternatif .....................................
21
4.
Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................
33
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kuesioner Penelitian ...........................................................................
83
2.
Tabulasi Silang dan Uji Chi Square Pengetahuan dan Pengetahuan dan Penerimaan Terhadap Produk Transgenik ..............
88
Hasil Output Minitab 14.0 for windows model Regresi Logistik .......
96
3.
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan di negara berkembang seperti Indonesia diperkirakan setiap tahun akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk, hal ini didukung oleh kemajuan industri. Pesatnya teknologi mempengaruhi efisiensi dan produktivitas di segala bidang termasuk industri pangan dan industri non pangan. Pertumbuhan industri pangan terus menciptakan inovasi produk-produk baru, karena tingkat konsumsi masyarakat berubah-ubah. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) dari tahun 2002 sampai tahun 2006 rata-rata persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan adalah 54,86 persen, pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 51,37 persen. Hal ini terjadi karena pada tahun tersebut terjadi inflasi harga kebutuhan pokok. Sedangkan rata-rata persentase pengeluaran untuk produk non pangan adalah 45, 13 persen. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Persentase Pengeluaran Harian Per Kapita Untuk Konsumsi Pangan dan Non Pangan di Indonesia (Hasil SUSENAS Tahun 2002-2006) Pengeluaran untuk Non Tahun Pengeluaran Pangan untuk Pangan (%/tahun) (%/tahun) 2002 58,47 41,53 2003 2004 2005
56,89 54,59 51,37
43,11 45,42 48,63
2006 53,02 Rata-rata Konsumsi 54,86 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007
46,99 45,13
Inovasi produk sebagai jawaban atas kebutuhan pangan adalah dengan peningkatan produksi pangan melalui bioteknologi rekayasa genetika atau transgenik. Transgenik merupakan hasil organisme yang telah mengalami pemindahan atau transfer sebuah atau lebih gen antara spesies yang sama atau berbeda (Hartiko, et al. 1995). Produk transgenik telah berhasil dikembangkan oleh negara produsen seperti Amerika Serikat, Kanada, Argentina, dan Australia. Produk transgenik telah di ekspor ke seluruh negara dalam bentuk bahan baku industri dan bahan makanan kemasan. Menurut IDEF Foundation penjualan produk transgenik di dunia meningkat 13,8 persen per-tahun terutama kentang, sehingga perkembangan dan peningkatannya sangat cepat1. Hadirnya produk transgenik pada makanan dan minuman yang dikonsumsi penduduk Indonesia, menjadi berita yang menarik bagi media massa sejak beberapa tahun terakhir, salah satunya adalah makanan ringan pringles. Data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2006 memperlihatkan, selama tahun 1999-2004 sekitar 80 persen rumah tangga di Indonesia mengaku mengkonsumsi makanan ringan. Selama kurun waktu tersebut persentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk mengkonsumsi makanan ringan meningkat dari 10.9 persen pada tahun 1999 menjadi 12.4 persen pada tahun 2004. Sehingga perilaku mengkonsumsi makanan ringan termasuk produk Pringles cenderung lebih besar dilakukan di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Pada tahun 2004 ada 90 persen rumah tangga di perkotaan yang mengkonsumsi makanan ringan sementara di perdesaan hanya 78 persen. Jumlah yang mengkonsumsi makanan ringan di kota besar lebih banyak, hal ini terkait 1
www.idepfoundation.org. “Keterangan/ factsheet tentang Genetically Modified Organisms (GMO)
2
dengan semakin sempitnya waktu bagi keluarga di kota besar untuk menyiapkan makanan dan minuman sendiri. Berdasarkan data SUSENAS tahun 2004 persentase rumah tangga miskin di Indonesia paling rendah dibandingkan dengan persentase dari rumah tangga yang lebih sejahtera atau pendapatannya yang tinggi.
Semakin
sejahtera
sebuah
rumah
tangga
atau
semakin
tinggi
pendapatannya sebuah rumah tangga, semakin banyak yang mengkonsumsi makanan ringan. Persentase tertinggi ditemukan pada rumah tangga dengan tingkat pendapatan tinggi (kaya) yang mencapai 92 persen. Rumah tangga di perkotaan termasuk perumahan tidak hanya lebih banyak mengkonsumsi makanan ringan, tetapi mereka juga mengeluarkan lebih banyak uang untuk mengkonsumsi makanan ringan dibandingkan dengan rumah tangga dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah. Dilihat dari daerah tempat tinggal, makanan ringan merupakan makanan favorit di daerah perkotaan salah satunya adalah daerah perumahan, karena lebih dari separuh rumah tangga memilih makanan ringan sebagai jajanan. Konsumen
berpendapatan
tinggi
memiliki
peluang
besar
untuk
mengkonsumsi produk tersebut, karena berkaitan dengan tingkat pendapatannya yang tinggi. Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2007 pada Tabel 2, diperoleh data bahwa masyarakat dengan pendapatan tinggi cenderung lebih tinggi untuk mengkonsumsi produk pangan termasuk makanan ringan yakni 42,70 persen dibandingkan masyarakat berpendapatan rendah dan menengah masing-masing 20,17 persen dan 37,12 persen. Pada golongan berpendapatan tinggi, distribusi pendapatan tertinggi terhadap pengeluaran konsumsi pangan adalah pada tahun 2005, hal ini terjadi karena pada tahun tersebut terjadi inflasi dan yang mampu meningkatkan tingkat konsumsinya adalah pendapatan tinggi, sedangkan
3
golongan pendapatan rendah dan menengah cenderung turun. Adanya produk pangan impor yang mengandung transgenik masuk ke Indonesia dikhawatirkan telah dikonsumsi oleh masyarakat. Produk pangan impor lebih berpotensi mengandung produk transgenik dan konsumen berpendapatan tinggi memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi produk tersebut. Tabel 2. Persentase Tingkat Konsumsi Berdasarkan Distribusi Pendapatan Penduduk Indonesia (Hasil SUSENAS Tahun 2002 sampai Tahun 2006) Tahun Distribusi Pendapatan Distribusi Pendapatan Distribusi Pendapatan 40% Berpenghasilan 40% Berpenghasilan 20% Berpenghasilan Rendah (%) Menengah (%) Tinggi (%) 2002 20,92 36,89 42,19 2003 20,57 37,10 42,33 2004 20,80 37,13 42,07 2005 18,81 36,40 44,78 2006 19,75 38,10 42,15 20,17 37,12 42,70 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 1.2 Perumusan Masalah Produk transgenik (rekayasa genetika) berdasarkan hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah masuk ke Indonesia tanpa prosedur keamanan pangan rekayasa genetika, diantaranya adalah turunan kedelai, jagung dan kentang positif mengandung transgenik. Produk tersebut telah melanggar hak konsumen atas keamanan pangan dan hak atas informasi. Produk yang terindikasi mengandung transgenik bukan hanya produk tidak bermerek seperti tahu dan tempe yang positif mengandung transgenik, tetapi sejumlah produk pangan bermerek juga terbukti positif mengandung transgenik. Produk bermerek tersebut adalah keripik kentang merek ‘Pringles,’ keripik kentang merek Master Potato, Corn flakes, merek Petales De Mais Carrefour, tepung
4
jagung merek Honig Maizena Spesial, dan Soy Infant Formula merek Nutrilon Soya2. Produk kentang Pringles telah banyak beredar di pasaran dan dipastikan masyarakat tanpa sadar telah mengkonsumsinya. Keripik kentang pringles yang dinyatakan mengandung unsur rekayasa genetik oleh YLKI dapat dengan mudah didapatkan oleh konsumen, di supermarket. Walaupun sampai saat ini belum terdapat laporan ilmiah di Indonesia yang dapat membuktikan bahwa mengkonsumsi keripik kentang pringles menimbulkan bahaya selain reaksi alergis sehingga masih layak untuk dikonsumsi. YLKI sebagai pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang membantu konsumen dalam memecahkan masalahmasalah yang berhubungan dengan konsumen menentang adanya produk transgenik beredar di Indonesia. Makanan ringan Pringles kemungkinan besar mengandung transgenik, hal ini sesuai dengan hasil penelitian YLKI terhadap produk transgenik tanggal 26 Juli 2006 terdapat sepuluh produk pangan transgenik yang berbahaya dan telah masuk di pasaran. Produk pangan tersebut merupakan turunan dari kedelai, jagung dan kentang transgenik dan masuk ke Indonesia tanpa prosedur keamanan pangan rekayasa genetika. Sangat sulit bagi masyarakat awam membedakan produk makanan transgenik dan yang bukan, karena perbedaan tersebut hanya bisa dilihat melalui uji laboratorium. Informasi pemberitaan mengenai pro dan kontra keberadaan dan dampak yang ditimbulkan dari produk berbahan baku transgenik semakin beredar di masyarakat.
2
http//www.beritabumi.com/perlu kehati-hatian dengan resiko pangan transgenik bp.htm
5
Berdasarkan laporan Assessoria e Servico a Projectos em Agricultura Alternativa (AS-PTA) Brazil, gen transgenik telah masuk ke dalam benih, hasil panen dan produk pertanian di Brazil secara luas terutama produk kentang. ASPTA melaporkan bahwa hampir lebih separuh pertanian di Brazil mengandung transgenik dan lebih dari 90% produk kentang transgenik telah di ekspor ke negara-negara Eropa, Amerika dan Asia3. Kentang-kentang dari Brazil dipastikan digunakan sebagai bahan baku produk keripik kentang pringles. Sepuluh produk transgenik yang dinyatakan positif mengandung GMO (Genetically Modified Organism) berdasarkan rekomendasi YLKI tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3, dan salah satunya adalah keripik kentang Pringles. Tabel 3. Beberapa Jenis, Merek dan Produsen Terhadap Produk Pangan Transgenik Menurut Penelitian YLKI Jakarta Tahun 2006 No
Jenis
Merek
Produsen
1
Kentang
Pringles
The Protect & Gamble Co Indonesia
2
Jagung
Corn Flakes Simba
PT Simba Indo snack Makmur
3
Kedelai
4
Kedelai
5
Kedelai
Susu Formula PT Nutricia Nutrilon Soya Tahu Pong Halus PT Sari Lezat Poo Tofu Jepun PT Kong Kee Food
6
Kedelai
Susu Kedelai Coklat
PT Sarinah Food
7
Kedelai
Susu Kedelai Ohayo
PT Harum Sari Food
8
Kentang
PT Pacific Food Mister Potato Tepung Jagung 9 Jagung Honig 10 Kedelai Tempe Super PT Djimmy Sumber : YLKI, 26 Juli 2006 Kurangnya informasi dan peran serta pemerintah dalam menjamin dan melindungi konsumen dari produk transgenik termasuk keripik kentang pringles 3
http//www.beritabumi.com/ Transgenik Kontaminasi Pertanian di Brazil
6
membuat konsumen perumahan belum mendapatkan hak-hak konsumen secara baik, sehingga persepsi konsumen terhadap produk transgenik terbagi dua pendapat, yaitu pro dan kontra. Perbedaan pendapat ini semakin besar dan meluas dengan ikut berperannya media masa baik cetak maupun elektronik. Konsumen sebagai pengambil keputusan pembelian produk akan bersikap hati-hati, karena konsumen akan memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan hidup dan ancaman kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Berdasarkan pandangan yang berbeda di masyarakat khususnya konsumen, maka dapat dirumuskan permasalahan terhadap produk transgenik Pringles tersebut yaitu bagaimana karakteristik keputusan pembelian dan pengetahuan konsumen perumahan terhadap produk keripik kentang pringles transgenik selain itu faktorfaktor apa yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk transgenik keripik kentang pringles. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan karakteristik dan keputusan pembelian konsumen keripik kentang pringles. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk transgenik khususnya keripik kentang pringles. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui perilaku konsumen dan karakteristiknya dalam mengambil keputusan untuk menerima produk transgenik. Penelitian ini juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
7
penerimaan konsumen terhadap produk transgenik. Harapannya informasi ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam melindungi konsumen. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para mahasiswa yang akan meneliti produk transgenik lebih lanjut.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi Rekayasa Genetik Teknologi rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya yang dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Gen yang dipindahkan dapat berasal dari segala macam makhluk hidup, baik hewan dan tumbuhan atau organisme. Gen dalam teknologi transgenik ini berupa sepotong rangkaian molekul DNA penyandi protein (Muladno, 2003). Menurut IDEP Foundation rekayasa genetika merupakan proses bioteknologi modern dimana sifat-sifat dari suatu makhluk hidup dirubah dengan cara memindahkan gen-gen dari satu spesies makhluk hidup ke spesies yang lain, atau memodifikasi gen-gen dalam satu spesies. Teknologi rekayasa genetika, yang juga disebut bioteknologi modern merupakan suatu jenis teknologi yang baru dan tentu saja sangat berbeda dengan teknologi bioteknologi konvensional atau breeding tradisional yang diterapkan sebelumnya. Breeding tradisional hanya mampu melakukan penyilangan antar organisme sejenisnya, yaitu yang memiliki genetik yang serupa (Muladno, 2003). 2.2 Produk Transgenik Dalam pemasaran definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Produk identik dengan barang, kata produk digunakan untuk tujuan mempermudah pengujian pasar dan daya serap pasar berguna bagi tenaga pemasaran, manajer dan bagian
pengujian kualitas. Menurut Kotler (2000) ada tiga aspek produk diantaranya : 1) bertujuan pada manfaat, 2) visualisasi produk dan 3) menambah nilai produk. Istilah produk transgenik menurut Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) merupakan bahan pangan yang telah terintroduksi atau mengandung gen-gen hasil rekayasa genetika melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba atau virus. Produk transgenik masuk ke Indonesia secara bebas tanpa proses karantina, hal ini dapat dilihat dari jumlah impor produk makanan transgenik dari Amerika yang semakin meningkat. Produk transgenik tanpa disadari sudah menjadi makanan keseharian terutama makanan yang menggunakan bahan dasar kentang, jagung dan kedelai. 2.3 Keripik Kentang Pringles Keripik kentang adalah makanan yang dibuat dari kentang (solanum tuberosum Linn) segar berbentuk irisan tipis yang digoreng atau dipanggang secara kering dengan penambahan bahan makanan dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diijinkan (SNI 01-4031-1996). Keripik ini umumnya digunakan sebagai pembangkit selera atau makanan ringan. Jenis komersial umumnya dikemas dalam kantong atau wadah khusus untuk dijual, di negara barat keripik kentang merupakan produk pasar yang sangat potensial dan menjadi makanan selingan utama. Keripik kentang pringles merupakan salah satu inovasi produk berkualitas yang diproduksi oleh perusahaan asing yakni Procter & Gamble. Keripik pringles terdiri dari beberapa macam sesuai dengan rasa diantaranya : jalapeno pringles, original pringles, pizza pringles, sour cream & union pringles, spicy guacamole pringles, chili cheese pringles, cheedar pringles,
10
bacon ranch pringles dan barbeque pringles4. Berdasarkan hasil penelitian YLKI disebutkan bahwa keripik kentang pringles merupakan sepuluh produk yang positif mengandung rekayasa genetik. Informasi nutrisi yang terkandung dalam keripik kentang pringles dapat dilihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Informasi Kandungan Nutrisi Keripik Kentang Pringles Informasi Nutrisi Porsi Per 25 gram Per 100 gram Kandungan Energi 515 kj (123 kcal) 2061 kj (493 kcal) Protein 1,3 gram 5,3 gram Karbohidrat 15 gram 59 gram Pemanis 0,6 gram 2,4 gram Lemak 6,1 gram 24 gram Saturated 1,8 gram 7 gram Serat 0,74 gram 3,0 gram Sodium 0,19 gram 0,75 gram Sumber : pringles.com5
Petunjuk Harian 2000 kcal 45 kcal 230 kcal 90 gram 70 gram 20 gram 24 gram 2,4 gram
2.4 Kajian Penelitian Terdahulu 2.4.1 Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Suatu Produk Berdasarkan penelitian Aida (2007) tentang perilaku konsumen dalam proses keputusan pembelian minuman suplemen berserat diperoleh bahwa manfaat utama mengkonsumsi minuman suplemen berserat pada responden lakilaki adalah untuk manfaat utama melancarkan buang air besar yakni sebesar 48,7 persen. Sedangkan manfaat untuk menurunkan berat badan merupakan manfaat kedua (37,14 persen). Sedangkan pada responden perempuan manfaat utama dari minuman suplemen berserat adalah menurunkan berat badan yakni sebesar 38,46 persen. Alasan responden dalam mengkonsumsi minuman suplemen berserat adalah kesulitan buang air besar (48,57 persen) merupakan alasan yang cenderung diutamakan oleh responden laki-laki. Sedangkan manfaat untuk responden 4 5
http://www.pringles.com/pages/index.shtml http://www.pringles.com/page/67htm.
11
perempuan adalah untuk menurunkan berat badan (36,92 persen). Pencarian informasi mengenai minuman suplemen berserat terbesar dari media televisi (68,57 persen). Hal ini didukung oleh kebiasaan laki-laki yang mengisi waktu luangnya menonton televisi. Atribut informasi produk minuman suplemen berserat terbesar dari khasiat dan kegunaan sebesar 60 persen. Karena responden cenderung memperhatikan kegunaan dari suatu produk. Pertimbangan konsumen dalam pemilihan produk berserat adalah khasiat dari produk yakni 45,71 persen. Penelitian Wardhani (2005) tentang perilaku konsumen kerupuk udang di perumahan dumai indah menyebutkan bahwa alasan pertama konsumen membeli kerupuk udang adalah rasa yang enak sebesar 48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih mengutamakan cita rasa dari produk daripada perihal seperti kandungan gizi dalam produk udang. Manfaat yang dicari dari membeli kerupuk udang adalah sebagai pendamping makanan utama, hal ini terjadi karena responden menjadikan kebiasaan makanan kerupuk udang sebagai makanan pendamping utama. Responden memperoleh informasi mengenai kerupuk udang berasal dari keluarga yakni sebesar 34 persen. Alasan responden memilih membeli kerupuk udang daripada kerupuk lain adalah lebih bergizi (44 persen). Dalam membeli kerupuk udang yang memiliki peranan yang lebih besar adalah isteri (64 persen), hal ini terjadi karena biasanya isteri yang mendapatkan tugas berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan tingkat kepuasan responden diperoleh bahwa responden puas terhadap produk kerupuk udang, yaitu sebesar 100 persen, karena kerupuk udang yang responden konsumsi adalah sesuai dengan harapan konsumen.
12
Indrianti (2005) dalam penelitiannya membahas tentang perilaku konsumen dan tingkat pengetahuan konsumen dan pedagang terhadap aspek keamanan pangan produk saus cabai menyatakan bahwa responden konsumen tahu terhadap komposisi bahan baku (64 persen). Berdasarkan responden yang mengetahui komposisi saus cabai dihasilkan mayoritas responden 57,8 persen menjawab tidak percaya dengan komposisi yang tercantum di label botol. Tingkat pengetahuan konsumen terhadap bahan tambahan pangan masih relatif kurang karena yang tahu banyak terhadap penambahan bahan tambahan hanya 10 persen. Berdasarkan hasil analisis tentang keamanan produk, konsumen menyatakan tidak aman (51,7 persen). Mengenai bahan kimia berbahaya konsumen mayoritas mengetahuinya yakni sebesar 82 persen, hal ini dapat ditemukan oleh konsumen melalui berita di televisi, seperti boraks, pewarna tekstil dan formalin. Responden menyatakan bahwa ketiga jenis bahan tersebut berbahaya bagi kesehatan 97 persen. Penelitian tentang sikap konsumen dan pihak-pihak yang berkepentingan dilakukan oleh Mardiana (2002). Hasil penelitian tersebut merekomendasikan bahwa terdapat dua kelompok yang memiliki sudut pandang berbeda. Kelompok pertama memandang bahwa teknologi transgenik berpotensi sebagai ancaman terhadap ekologi, sosial, ekonomi, etika, budaya, dan kesehatan. Kelompok kedua memandang sebagai inovasi teknologi yang dapat menjadi alternatif untuk membantu memecahkan masalah pangan. 2.4.2 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan dan Pembelian Konsumen Terhadap Suatu Produk Penelitian Puteri (2007) dengan analisis regresi logistik tentang faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan pembelian tahu transgenik dan pengaruhnya
13
pada industri tahu menyebutkan bahwa faktor pendidikan, fokus membeli dan jumlah keluarga memberikan pengaruh yang nyata terhadap proses pembelian produk tahu transgenik. Nilai –p value pada variabel pendidikan sebesar 0,065 yang berarti bahwa peubah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Nilai 0,002 pada fokus membeli menunjukkan bahwa variabel fokus pembelian berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian. Variabel jumlah anggota keluarga sebesar 0,028 yang berarti bahwa peubah jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Model regresi logistik secara khusus dibahas dalam penelitian Megawati (2006), model regresi logistik terdiri dari dua kemungkinan dari kedua peubah bebasnya yaitu ya dan tidak. Berdasarkan penelitiannya tentang penyakit bronkitis kronis diperoleh hasil bahwa konsumsi rokok dan tingkat asap berpengaruh terhadap penyebab penyakit dengan nilai –p 0.1535.
14
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan (Engel et al, 1995). Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologis. Sedangkan menurut Umar (2002) perilaku konsumen terbagi atas dua bagian, yaitu perilaku yang tampak dan perilaku yang tidak tampak. Jumlah pembelian, waktu pembelian, karena siapa dan bagaimana konsumen melakukan pembelian merupakan variabel-variabel yang tampak. Perilaku yang tidak tampak variabelnya meliputi persepsi, ingatan terhadap informasi dan perasaan kepemilikan konsumen. Perilaku konsumen dipandang penting untuk dipahami karena jika suatu perusahaan bisnis telah memahami perilaku konsumennya maka dampaknya terhadap perusahaan adalah akan mampu mempertahankan konsumen yang sudah ada dan mampu bertahan di pasar. Penelitian perilaku konsumen merupakan alat perusahaan untuk meraih pasar dan memperluas pangsa pasarnya. 3.1.2 Preferensi dan Penerimaan Konsumen Preferensi konsumen didefinisikan sebagai suatu pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Menurut Kotler (2000), ada tiga komponen preferensi yang mempengaruhi
konsumen pangan dan semua komponen tersebut saling mempengaruhi dan saling berkaitan diantaranya : 1. Karakteristik individu meliputi : usia, jenis kelamin, pendapatan dan pengetahuan gizi. 2. Karakteristik produk meliputi : rasa, warna, aroma, kemasan dan tekstur. 3. Karakteristik lingkungan meliputi : jumlah keluarga, tingkat sosial, musim dan mobilitas. Teori preferensi digunakan untuk melihat dan menganalisis tingkat kepuasan konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi makanan menurut stare dan Mc Williams (1973) seperti dikutip oleh Melani (2003), yaitu : 1. Ketersediaan makanan di suatu tempat 2. Kesukaan makanan oleh anggota keluarga lain, khususnya orang tua. 3. Pembelian makanan dan penyediaannya yang mencerminkan hubungan kekeluargaan dan budaya, serta 4. Rasa makanan, tekstur dan tempat 3.1.3 Proses Keputusan Pembelian Konsumen Proses pengambilan keputusan pembelian konsumen terdiri dari pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, penentuan alternatif yang didasari pada pengalaman dan psikologi individu (Engel et al, 1995). Setelah proses pembelian dilakukan konsumen, tahap selanjutnya adalah tahapan evaluasi hasil dari evaluasi pembelian yang dilakukan. Evaluasi hasil diukur dari tingkat kepuasan konsumen berupa hasil yang sesuai dengan harapan, melebihi harapan atau di bawah harapan. Secara sederhana, proses pengambilan keputusan pembelian konsumen dapat dijelaskan pada Gambar 1.
16
PENGARUH LINGKUNGAN Budaya Kelas sosial Pengaruh pribadi Keluarga Situasi
PERBEDAAN INDIVIDU Sumberdaya konsumen Motivasi dan keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian dan Gaya hidup Demografi
PROSES KEPUTUSAN Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif pembelian Hasil
PROSES PSIKOLOGIS Pengolahan informasi pembelajaran Perubahan Sikap atau perilaku
STRATEGI PEMASARAN Produk Harga Promosi Tempat/Distribusi
Gambar 1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Sumber : Engel, et al., 1995) Tahapan evaluasi akan memberikan dampak pada proses pengalaman yang diperoleh konsumen setelah proses keputusan pembelian dilakukan. Pengalaman yang diterima konsumen akan mempengaruhi proses pengenalan kebutuhan, pencarian alternatif dan penentuan alternatif. Dari tahapan-tahapan tersebut konsumen dapat mengambil suatu keputusan berdasarkan sumberdaya informasi yang dimilikinya. Pengambilan keputusan konsumen terhadap suatu produk berbeda, hal ini dipengaruhi oleh keberadaan produk di pasar. 3.1.3.1 Tahap Pengenalan Kebutuhan Menurut Engel et al. (1995) dalam proses pembelian suatu produk dimulai ketika suatu kebutuhan dirasakan atau dikenali. Pada hakekatnya, pengenalan kebutuhan bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian antara keadaan yang dihadapi
sekarang
dan
keadaan
yang
17
konsumen
inginkan.
Konsumen
mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi yang memadai
untuk
membangkitkan
dan
mengaktifkan
proses
keputusan.
Pengambilan keputusan konsumen terhadap suatu produk berbeda, hal ini dipengaruhi oleh keberadaan produk di pasar. Produk yang baru dipasarkan cenderung akan menyesuaikan dengan keinginan konsumen sehingga butuh waktu untuk menstimuli ke dalam ingatan konsumen Pengenalan kebutuhan dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu informasi yang disimpan di dalam ingatan, perbedaan individual dan pengaruh lingkungan. Menurut Kotler (2000), pencetus kebutuhan adalah rangsangan internal maupun eksternal. Rangsangan internal merupakan kebutuhan dasar yang timbul dalam diri seseorang yang mencapai titik tertentu dan menjadi dorongan untuk memenuhi dorongan tersebut. Adapun rangsangan eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan oleh dorongan eksternal. 3.1.3.2 Pencarian Informasi Konsumen akan mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). Jika pencarian internal dirasakan sudah cukup, maka pencarian eksternal tidak lagi dilakukan. Namun bila pencarian internal tidak mencukupi maka konsumen akan mencari informasi tambahan dari lingkungan. Proses pencarian internal dapat dilihat pada Gambar 2.
18
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Internal
Pencarian Internal Berhasil
Lanjutkan dengan Keputusan
Jalankan Pencarian Eksternal
Gambar 2. Proses Pencarian Internal. Sumber : Engel, et al. (1995) Pencarian akan informasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor situasi, ciri-ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen itu sendiri (Engel et al. 1995) Sumber-sumber informasi konsumen menurut Kotler (2000) terdiri dari empat kelompok, yaitu : 1. Sumber pribadi
: keluarga, teman, tetangga dan kenalan.
2. Sumber komersil
: iklan, tenaga penjual, pedagang, kemasan dan pajangan di toko.
3. Sumber publik
: media massa dan organisasi penilaian konsumen.
4. Sumber percobaan : penanganan, pengujian dan penggunaan produk. Setiap sumber informasi tersebut memberikan fungsi yang berbeda-beda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber-sumber informasi yang berbeda dapat menuntun konsumen dalam setiap keputusan pembelian yang
19
berbeda. Sedangkan menurut Engel. et al. (1995) tahapan pemrosesan informasi terdiri dari : 1) Pemaparan (exposure), yaitu pencapaian kedekatan terhadap suatu stimulus sedemikian rupa sehingga muncul peluang diaktifkannya satu atau lebih dari kelima indera manusia. 2) Perhatian (attention), yaitu alokasi kapasitas pemrosesan untuk stimulus yang baru masuk. 3) Pemahaman, yaitu tafsiran atas stimulus. 4) Penerimaan, yaitu tingkat sejauh mana stimulus mempengaruhi pengetahuan dan atau sikap orang yang bersangkutan. 3.1.3.3 Evaluasi Alternatif Tahapan evaluasi akan memberikan dampak pada proses pengalaman yang diperoleh konsumen setelah proses keputusan pembelian dilakukan. Pengalaman yang diterima konsumen akan mempengaruhi proses pengenalan kebutuhan, pencarian alternatif dan penentuan alternatif. Dari tahapan-tahapan tersebut konsumen dapat mengambil suatu keputusan berdasarkan sumberdaya informasi yang dimilikinya. Menurut Engel et al. (1995), evaluasi alternatif merupakan proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen mengevaluasi pilihannya berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih. Tahapan evaluasi alternatif ini terdiri dari beberapa alternatif diantaranya adalah : (1) menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3)
20
menilai kinerja dari alternatif yang akan dipertimbangkan dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir. Komponen dasar evaluasi alternatif dapat dilihat pada Gambar 3.
Menentukan Alternatif Pilihan
Menentukan Kriteria Evaluasi
Menilai Kinerja Alternatif
Menetapkan Kaidah Keputusan Gambar 3. Komponen Dasar Proses Evaluasi Alternatif. Sumber : Engel, et al. (1995) 3.1.3.4 Keputusan Pembelian Tindakan pembelian merupakan tahap terakhir dalam model perilaku konsumen. Pembelian terjadi apabila konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. Konsumen harus mengambil keputusan mengenai kapan membeli, tempat pembelian dan cara pembayaran merupakan proses dari tahap pembelian. Faktor yang mempengaruhi tahap keputusan pembelian menurut Engel et al. (1995) adalah determinan niat pembelian dan pengaruh lingkungan atau perbedaan individu. Niat pembelian konsumen biasanya dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu (1) produk dan merek dan (2) kelas produk. Niat pembelian berdasarkan kategori produk dan merek umumnya dikenal dengan pembelian yang terencana sepenuhnya, karena pembelian terjadi sebagai hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas.
21
Apabila niat pembelian berdasarkan kategori kelas merek, maka dikatakan bahwa pembelian itu tidak terencana. Dalam melaksanakan niat pembelian, keputusan konsumen umumnya terbagi menjadi lima macam yaitu keputusan merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan keputusan metode pembayaran. 3.1.3.5 Evaluasi Pasca Pembelian Kepuasan dan ketidakpuasan merupakan indikator dari hasil evaluasi pembelian. Menurut Engel et al. (1995) fungsi dari kepuasan adalah sebagai pengukuhan loyalitas pembeli, sehingga jika konsumen merasa puas maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian, sementara ketidakpuasan konsumen dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum. Menurut Kotler (2000), kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. 3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Terdapat tiga faktor utama yang dapat
mempengaruhi keputusan
pembelian konsumen dalam melakukan keputusan pembelian suatu produk (Engel, et al. 1995) yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual serta proses psikologis. Pengaruh lingkungan dan perbedaan individu mempengaruhi tiap tahapan proses keputusan konsumen yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan hasil pembelian. Sementara proses psikologis pada proses keputusan pembelian lebih banyak terkait dengan tahapan pengenalan kebutuhan serta pencarian informasi.
22
3.2.1 Pengaruh Lingkungan Pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang diterima oleh konsumen individual akibat dari interaksi yang dilakukannya dengan individu lain di lingkungannya. Keputusan pembelian suatu produk dipengaruhi oleh lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan konsumen diantaranya : Faktor pertama budaya, pengaruh budaya mengacu pada nilai, gagasan, artefak dan simbol-simbol lain yang bermakna membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Faktor budaya terutama dalam keluarga, mempengaruhi nilai, persepsi, preferensi dan perilaku anggota keluarga. Faktor kedua kelas sosial, kelas sosial merupakan pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang dibagi atas nilai, minat dan perilaku yang sama. Individu ini dibedakan berdasarkan status sosial ekonomi yang kerap menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda (Engel et al, 1995). Kelas sosial
tidak hanya mencerminkan penghasilan namun juga
pekerjaan, pendidikan dan tempat tinggal. Pengaruh pribadi merupakan faktor ketiga dari faktor lingkungan dan berperan penting dalam pengambilan keputusan konsumen. Pengaruh pribadi dapat diekspresikan melalui kelompok acuan dan komunikasi lisan. Kelompok acuan didefinisikan sebagai orang atau kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu. Faktor Keempat adalah keluarga, pentingnya keluarga dalam studi perilaku konsumen adalah banyak produk dibeli konsumen ganda yang bertindak sebagai unit keluarga. Keluarga menurut Engel, et al (1995) adalah kelompok yang terdiri
23
dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama. Variabel yang berpengaruh dalam keluarga adalah usia kepala keluarga, status perkawinan, anak dan status pekerjaan. Faktor terakhir adalah situasi, pengaruh situasi dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. 3.2.2 Perbedaan Individu Perbedaan individu terdiri dari sumberdaya konsumen, keterlibatan, motivasi, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi (Engel et, al. 1995). Pengetahuan dan motivasi memiliki peranan yang besar dalam melakukan persepsi terhadap suatu produk baru dan cenderung dominan. Pengetahuan.
Pengetahuan
didefinisikan
sebagai
informasi
yang
disimpan di dalam ingatan (Engel et al, 1995). Dalam bidang pemasaran tipologi pengetahuan konsumen dibedakan dalam tiga bidang umum, yaitu : (1) pengetahuan produk (2) pengetahuan pembelian (3) pengetahuan pemakaian. Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran pengamatan (persepsi), konsep terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca indera. Pengetahuan Produk merupakan konglomerat dari banyak jenis informasi yang berbeda, pengetahuan produk mencakupi : 1. Kesadaran akan kategori dan merek produk di dalam kategori produk. 2. Terminologi produk 3. Atribut atau ciri produk 4. Kepercayaan tentang kategori produk secara umum dan mengenai merek spesifik.
24
Pengetahuan konsumen mengenai merek dan sajian yang kompetitif diperoleh melalui analisis kesadaran konsumen dan citra dari merek yang tersedia. Analisis kesadaran merupakan ancangan yang lazim untuk menilai kesadaran merek. Merek yang akrab dengan konsumen merupakan perangkat kesadaran dan dilakukan melalui media iklan. Analisis citra merupakan pemeriksaan pengetahuan konsumen mengenai sifat objek. Manfaat analisis citra berada di luar implikasi terhadap retensi pelanggan. Analisis ini membantu pengembangan perekrutan pelanggan. Pengetahuan harga merupakan salah satu aspek pengetahuan produk yang wajib dikhususkan. Pengetahuan pembelian meliputi potongan informasi yang dimiliki konsumen yang berhubungan erat dengan pemerolehan produk. Dimensi dasar dari pengetahuan pembelian melibatkan informasi tentang di mana produk dibeli dan kapan pembelian harus terjadi. Pengetahuan pemakaian mencakupi informasi yang tersedia di dalam ingatan mengenai suatu produk dapat digunakan dan apa yang digunakan apa yang diperlukan agar benar-benar menggunakan produk tersebut. 3.2.3 Proses Psikologis Faktor terakhir yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah proses psikologis. Proses psikologis terdiri dari pemrosesan informasi, pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku. Pemrosesan informasi mengacu pada proses stimulus yang diterima, ditafsirkan, disimpan di dalam ingatan dan belakangan diambil kembali. Pemrosesan informasi dapat dirinci menjadi lima tahap. Kelima tahap ini meliputi : (1) pemaparan, (2) perhatian, (3) pemahaman, (4) penerimaan dan (5) retensi.
25
Menurut Engel et al. (1995), pembelajaran merupakan suatu proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan sikap dan perilaku. Pembelajaran terdiri dari dua pendekatan, pertama yaitu pembelajaran kognitif yang dicerminkan melalui perubahan pengetahuan dan fokusnya adalah pada pengertian akan proses mental yang menentukan bagaimana orang mempelajari informasi. Pembelajaran yang kedua adalah pendekatan perilaku, dimana pendekatan ini hanya semata-mata berkenaan dengan perilaku yang diamati. Menurut Engel, et al. (1995) menyatakan bahwa pengulangan yang konstan akan mengukuhkan respon dan membina kebiasaan membeli. Perubahan sikap dan perilaku merupakan sasaran dari kegiatan pemasaran. Salah satu usaha pemasaran adalah dengan mempengaruhi perilaku adalah dengan menggunakan iklan. 3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Konsumen 3.3.1 Umur Perbedaan umur konsumen akan memiliki ciri perbedaan dalam hal melakukan proses pembelian. Perbedaan umur akan mempengaruhi selera dan kesukaan terhadap produk transgenik Menurut Kotler (2000), umur dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap beberapa barang dan jasa.
Umur
seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsinya dalam membuat keputusan untuk menerima produk, jasa dan ide sebagai sesuatu yang baru. Usia dapat menunjukkan jenis makanan yang dibutuhkan dan diinginkan sesuai dengan umur konsumen. Konsumen yang berusia produktif pada umumnya lebih memilih makanan yang banyak mengandung karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan energinya.
26
3.3.2 Tingkat Pendidikan Pendidikan yang dimiliki konsumen akan lebih baik dan responsif terhadap informasi, khususnya informasi produk transgenik. Konsumen dengan pendidikan yang lebih tinggi akan berpeluang lebih besar untuk memperhitungkan proses keputusan pembeliannya. Pendidikan mempengaruhi konsumen dalam pilihannya terhadap produk yang diinginkan karena tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berfikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu produk yang dikonsumsi. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi yang didapatnya. Hal ini diduga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang baik jumlah maupun kebiasaan dalam mengkonsumsi pringles. 3.3.3 Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan penghasilan yang diterima konsumen dari pekerjaan yang dilakukan. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli seseorang. Salah satu ukuran kesejahteraan suatu keluarga adalah tingkat pendapatan keluarga. Menurut konsep BPS (1997), pendapatan rumah tangga atau keluarga adalah seluruh penghasilan atau penerimaan berupa upah atau gaji, pendapatan dari usaha rumah tangga atau penerimaan lainnya. Pendapatan dalam perilaku konsumen merupakan pemberi pengaruh utama pada sikap dan penerimaan konsumen pada proses mengkonsumsi dan menerima produk transgenik. Hal ini dapat dilihat dari harga produk, apabila harga produk transgenik lebih mahal daripada produk non transgenik dan konsumen tetap membeli maka konsumen tersebut mencari kepuasan yang didukung oleh tingkat pendapatannya. Sehingga konsumen yang pendapatannya tinggi, cenderung
27
memiliki peluang yang lebih besar dalam mengkonsumsi dan menerima produk transgenik. Pendapatan seseorang juga berkaitan erat dengan kemampuan daya belinya. Biasanya tingkat pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli pada kebutuhan yang tidak pokok, tetapi tingginya pengeluaran belum tentu akan meningkatkan pembelian untuk kebutuhan pangan. 3.3.4 Sumber Informasi Sumber informasi tersedia bagi keluarga, baik dari pengalaman keluarga maupun dari informasi di lingkungan sekitar seperti media cetak, elektronik, dan lain-lain. Pencarian informasi berhubungan dengan tingkat pengetahuan, sehingga pada saat menginterpretasikan informasi yang diperoleh, mereka akan menambah pengetahuan, arti dan kepercayaan terhadap objek (Barus, 2005). 3.3.5 Atribut Produk Atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluasi selama pengambilan keputusan dimana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya (Engel, et al. 1995). Pelaku pasar (penjual) perlu mengetahui sikap konsumen yang mendukung atau tidak mendukung produk mereka. Pelaku penjualan perlu untuk mengerti alasan pada sikap ini, terutama pada atribut yang diinginkan konsumen seperti pada tipe ciri dan tipe manfaat. Atribut pada tipe ciri dapat berupa ukuran, atau karakteristik suatu produk (rasa, harga dan warna). Sementara manfaat dapat berupa kesenangan yang berhubungan dengan panca indera atau manfaat non material seperti kesehatan. Kotler (2000) menyatakan bahwa atribut produk adalah mutu ciri dan model produk.
28
Oleh sebab itu, preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk. Atribut fisik yang ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama yang dapat mempengaruhi konsumen. Penilaian terhadap produk menggambarkan sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat
mencerminkan
perilaku
konsumen
dalam
membelanjakan
dan
mengkonsumsi suatu produk. 3.4 Persepsi Konsumen Persepsi adalah pengorganisasian dan cara menginterpretasikan objekobjek, peristiwa-peristiwa maupun ciri-ciri di lingkungan melalui proses penginderaan dan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, sehingga individu dapat memberi arti terhadap lingkungan. Persepsi ditentukan oleh faktor-faktor dalam diri individu (faktor internal) meliputi kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Sedangkan faktor luar (faktor eksternal) meliputi pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar belakang sosial budaya. Elemen persepsi meliputi : (1) sensasi (2) ambang mutlak (3) ambang diferensial dan (4) persepsi subliminal. Sensasi merupakan jawaban atas tanggapan langsung dari organ sensorik seperti mata, telinga, mulut dan kulit terhadap stimuli yang sederhana. Ambang mutlak merupakan batas minimum yang menyebabkan konsumen dapat merasakan sensasi. Ambang diferensial adalah perbedaan minimum yang dapat dideteksi antara dua stimuli yang serupa. Sedangkan persepsi subliminal merupakan kondisi dimana stimuli berada di bawah ambang, sehingga menyebabkan tidak timbulnya sensasi secara optimal
29
bagi konsumen. Persepsi bergantung kepada individu dalam menerima suatu informasi, informasi yang diterima sangat bergantung pada tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pemikiran. 3.5 Kepercayaan Konsumen Terhadap Atribut Produk Semua pengetahuan yang dimiliki konsumen dan pengertian mengenai objek, atribut dan manfaat dimana keseluruhannya didasarkan pada pembelajaran kognitif dapat disebut kepercayaan konsumen (Mowen dan Minor dalam Setiawan 2006). Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan melalui konsep yang terkandung di dalamnya yaitu ; a. Objek yang mengacu pada produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu di mana konsumen memiliki kepercayaan dan sikap. b. Atribut adalah karakteristik yang dimiliki atau tidak dari suatu objek. c. Manfaat ialah hasil positif yang dihasilkan dari atribut dan dimiliki konsumen dari mengkonsumsi produk. Kepercayaan konsumen yang dibentuk terdiri dari : (1) kepercayaan objek atribut, yakni pengetahuan konsumen bahwa objek memiliki atribut tertentu, (2) kepercayaan atribut-manfaat, merupakan preferensi konsumen mengenai seberapa jauh atribut tertentu dari produk akan dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan (3) kepercayaan objek-manfaat, preferensi konsumen mengenai sejauh mana objek tertentu (produk, jasa atau individu) akan dapat memberikan manfaat tertentu (Mowen dan Minor dalam Setiawan, 2006).
30
3.6 Model Regresi Logistik Model regresi logistik atau model logit menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas dengan sejumlah variabel bebas yang mempengaruhinya. Dalam regresi logistik variabel bebas bersifat biner atau dikotomi yakni memiliki nilai 1 dan 0. Model logit merupakan model binary dalam pilihan kualitatif , yakni suatu model yang respon variabel terikat (Y) bersifat memihak kepada 1 dan 2 atau lebih pilihan yang ada. Analisis regresi logistik mengkaji hubungan pengaruh peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Peubah Y dapat berupa peubah kategorik, seperti dalam kajian mengenai pengaruh umur, jenis kelamin dan tingkat pendapatan terhadap membeli atau tidaknya seseorang terhadap suatu produk dengan harga tertentu. Analisis regresi logistik berdasarkan tipe peubah kategorik dibagi menjadi dua, yaitu regresi logistik biner dan regresi logistik ordinal. Hubungan antar peubah kategorik dikenal adanya ukuran asosiasi atau ukuran keeratan antar peubah kategori. Fungsi dari penduga parameter biasanya berasal dari ukuran asosiasi, sehingga dalam analisis regresi logistik diperoleh rasio odds. Rasio ini dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon. 3.7 Kerangka Pemikiran Operasional Produk pringles merupakan salah satu produk makanan ringan yang dinyatakan positif mengandung GMO atau transgenik oleh YLKI. Produk tersebut telah banyak beredar di pasaran dan dipastikan masyarakat tanpa sadar telah mengkonsumsinya. Pemilihan konsumen perumahan karena konsumen tersebut
31
rata-rata berpendapatan tinggi, sehingga memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi produk transgenik dalam bentuk makanan ringan khususnya pringles. Karakteristik konsumen berpendapatan tinggi dapat dilihat dengan melakukan analisis deskriptif. Kurangnya pengetahuan konsumen tentang produk transgenik disebabkan karena informasi yang diberitakan tidak seimbang, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Adanya pro dan kontra dari masyarakat terhadap produk transgenik akan menimbulkan sikap yang mendua dari konsumen, sehingga perlu dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk transgenik. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk transgenik dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil dari kedua analisis tersebut dapat digunakan untuk melihat karakteristik dan penerimaan konsumen terhadap produk transgenik khususnya pringles. Bagan alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini :
32
1. Kurangnya pengetahuan konsumen terhadap produk transgenik terutama pringles 2. Pro dan kontra terhadap produk transgenik
Karakteristik keputusan pembelian dan tingkat pengetahuan konsumen berpendapatan tinggi Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen berpendapatan tinggi terhadap produk transgenik
Analisis Deskriptif Chi-Square
Analisis Regresi Logistik
Pengetahuan dan Penerimaan Konsumen
Gambar 4, Kerangka Pemikiran Operasional.
33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat perumahan di kota Bogor. Perumahan yang dipilih adalah perumahan yang ditentukan berdasarkan kriteria pendapatan tinggi responden diantaranya Bogor Nirwana Residence, Villa Duta, Taman Yasmin dan Bukit Cimanggu Villa. Penentuan lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa responden memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi dan mengetahui produk transgenik. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan September 2007- Pebruari 2008. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan pedoman dan wawancara dengan kuesioner di lokasi penelitian dengan pihak konsumen. Data sekunder diperoleh dan dikumpulkan meliputi bahan pustaka, situs internet, literatur, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian dan instansi yang terkait, seperti Badan Pusat Statistik Kota Bogor, kantor pemasaran perumahan atau pihak pengembang. 4.3 Metode Pengumpulan Data Metode pemilihan sampel responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa responden perumahan sebagian besar merupakan responden berpendapatan tinggi dan memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi produk pringles lebih
besar. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 60 responden dengan pembagian 30 responden yang pernah mengkonsumsi dan 30 responden tidak pernah mengkonsumsi keripik kentang pringles. Responden diambil dari 4 perumahan yang diteliti, yaitu Villa Duta 15 responden, Bogor Nirwana Residence 15 responden, Bukit Cimanggu Villa 15 responden dan perumahan Taman Yasmin 15 responden. Pengambilan jumlah sampel responden yang diambil dari masingmasing perumahan berdasarkan kaidah pengambilan sampel, yakni minimum lima persen dan maksimum 30 persen
dari total populasi di tiap-tiap perumahan
(Mukhtar 2007). Dengan rincian bahwa jumlah sampel yang menerima produk transgenik adalah sebesar 26 responden dan yang tidak menerima produk transgenik sebesar 34 responden. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif disajikan dalam uraian atau deskriptif, sedangkan data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabulasi. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif, uji chi-square dan model regresi logistik. 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis ini digunakan untuk mengetahui karakteristik setiap variabel dalam sampel. Analisis tabulasi silang (cross tabulation) adalah analisa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang ada, yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas. Pada analisa ini dapat digunakan distribusi atau persentase
35
dari data yang ada pada sel-sel dalam tabel sebagai dasar untuk menyimpulkan hubungan dari variabel-variabel yang ada. Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai karakteristik umum responden dan pengetahuan responden terhadap produk transgenik. 4.4.2 Analisis Kuantitatif 4.4.2.1 Uji Chi-Square Uji chi kuadrat (Chi-Square) adalah salah satu uji non parametrik yang biasa diterapkan untuk pengujian data nominal atau data kategorik. Uji Chi-square dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas pada produk pringles terhadap pengetahuan konsumen. Uji chi square ini juga dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara yang diamati dengan yang diharapkan berdasarkan hipotesis nol. Nilai yang diharapkan dari frekuensi yang dihitung dengan menggunakan tabel kontigensi. Kegunaan metode chi square dalam penelitian ini adalah untuk melakukan test independensi, yaitu suatu pengujian untuk menentukan apakah ada hubungan antara dua variabel (dependen dan independen) yang telah ditentukan. Statistik uji chi-square dilambangkan dengan simbol x2, adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : r
χ2 = ∑ i =1
c
∑
(n
ij
j =1
− EIJ
)
Eij
dimana : χ2 = Chi-square nij = Banyaknya observasi pada sel ke-ij Eij = Frekuensi harapan di bawah Ho pada sel ke-ij
36
Contoh hubungan karakteristik profil responden terhadap tingkat pengetahuan responden : nij = Banyaknya responden pada sel ke-i karakteristik profil responden, pada sel ke-j terhadap tingkat pengetahuan. Eij = Frekuensi harapan pada sel ke-i karakteristik profil responden, pada sel ke-j terhadap tingkat pengetahuan. H0 menyatakan bahwa kedua variabel tidak ada hubungan satu dengan yang lain, H1 menyatakan bahwa kedua variabel ada hubungan yang signifikan satu dengan yang lain, untuk mendapatkan apakah Ho diterima atau ditolak maka x2 hitung dibandingkan dengan x2 tabel dengan selang kepercayaan 95% (taraf (α) 0.05), apabila x2 hitung lebih dari x2 tabel maka Ho ditolak. 4.4.2.2 Model Regresi Logistik Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk transgenik, maka akan digunakan model regresi logistik biner dengan menggunakan program komputer Minitab 14 for windows. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dan teori yang relevan maka model untuk penerimaan produk transgenik adalah sebagai berikut : Y(x) = β0 + β1 ln X1i + β2 ln X2i + β3 ln X3i + β4 ln X4i + β5 ln X5i + β6 lnX6i + β7 lnX7i + β8 lnX8i + β4D4i + εi Dimana : Y = 1: untuk konsumen yang menerima produk transgenik Y = 0: untuk konsumen yang tidak menerima produk transgenik Artinya bahwa konsumen yang menerima produk transgenik diberikan nilai 1 dan yang tidak menerima produk transgenik diberikan nilai 0. Konsumen
37
yang menerima produk adalah konsumen yang memiliki sikap yang menerima keberadaan transgenik. Peubah respon di dalam model regresi biner, ditentukan dengan peubah penjelas yang diduga mempengaruhi penerimaan produk transgenik adalah : X1 : pendapatan responden (skala ordinal) (X1 = 1 kurang dari Rp 2000.000, X1 = 2 Rp 2000.001-Rp 5.000.000, X1 = 3 Rp 5.000.001Rp 10.000.000, X1 = 4 Rp 10.000.001- 20.000.000 dan X5 = lebih dari Rp 20.000.000) X2 : Umur responden (skala ordinal) (X2 = 1 kurang dari 25 tahun, X2 = 2 26-35 tahun, X2 = 3 36-45 tahun, X2 = 4 46-55 tahun, X2 = 5 lebih dari 55 tahun) X3 : Jumlah anggota keluarga (orang) X4 : Tingkat pendidikan, (dummy) D1 : 1 = Sekolah lanjutan 0 = lainnya D2 : 1 = Akademi/Diploma 0 = lainnya SD3 : 1 = Sarjana (S1/S2/S3) 0 = lainnya X5 : dummy frekuensi pembelian (D5 = 1 sering membeli dan D5 = 0 sedikit membeli) X6 : dummy harga produk pringles (D6 = 1 jika Harga dianggap murah dan D = 0 Harga mahal) X7 : dummy sumber informasi yang diperoleh tentang produk pringles (D7 = 1 media cetak dan elektronik dan D7 = 0 non media cetak dan elektronik) X8 : jenis kelamin (X8 = 1 jika laki-laki dan X8 = 0 perempuan)
38
β0 : intersep εi : unsur galat 4.4.2.2.1 Pengujian Parameter Pengujian signifikansi model dan parameter dalam analisis fungsi logit perlu dilakukan. Beberapa pengujian yang dilakukan yaitu : Pengujian seluruh model (Uji – G ) Pengujian seluruh model menggunakan uji nisbah kemungkinan (Likehood
Ratio Test) yang merupakan pengujian terhadap parameter βj. Menurut Hosmer dan Lameshow (1989) pengujian parameter secara bersama dapat digunakan uji nisbah kemungkinan yaitu uji –G. Hipotesis : H0 : β1 = β2= .....= βP= 0 H1 : sekurang-kurangnya terdapat satu βj ≠ 0 Statistik uji yang digunakan adalah statistik G yaitu :
⎡ likehood (mod el B) ⎤ G = -2 ln ⎢ ⎥ atau G = -2 log likehood ⎣ likehood (mod el A ) ⎦ Di mana : Model B = model atau fungsi kemungkinan maksimum tanpa peubah penjelas Model A = model atau fungsi kemungkinan maksimum dengan peubah penjelas G berdistribusi khi kuadrat dengan derajat bebas p atau G ~ χ2p Kaidah pengujian : H0 ditolak jika G > G ~ χ2α,p dengan α : tingkat signifikansi. Bila Ho ditolak, artinya Model A signifikan pada tingkat signifikansi α.
39
Sedangkan untuk uji nyata parameter secara parsial dapat digunakan uji-
Wald. Taraf nyata yang digunakan dalam interpretasi data sebesar 5 persen. Statistik uji wald adalah : Wi =
βi SE ( β i )
Dengan βi = penduga βi SE (βi) = galat baku penduga βi
4.4.2.2.2 Nilai Rasio Odds
Pada model regresi logistik koefisien diinterpretasikan dalam bentuk rasio odds atau dalam adjusted probability (probabilitas terjadi). Nilai Rasio odds digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan tak bebas didapat dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (bi) atau exp (bj). Rasio odds mengindikasikan seberapa lebih mungkin munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya yang dapat dirumuskan dalam bentuk : Odds =
p 1− p Rasio odds menunjukkan perbandingan peluang Y = 1 (bila responden
menerima produk transgenik) dengan Y = 0 (bila responden tidak menerima produk
transgenik) dengan dipengaruhi variabel bebas tertentu. Rasio odds
sendiri dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon.
40
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Bogor Nirwana Residence (BNR) merupakan perumahan mewah di kota Bogor dengan PT Bakrie Land Development Tbk sebagai pihak pengembang. Lokasi BNR terletak di pusat kota di jalan dreded pahlawan Kecamatan Bogor Selatan dengan luas area 400 ha. BNR merupakan salah satu komplek hunian ekslusif dengan keindahan alam panorama gunung salak yang mulai dibangun pada tahun 1989. Penghuni BNR berasal dari Kota Bogor maupun luar Bogor. Sebagian besar menempati rumah di BNR sebagai hunian dan sebagai rumah peristirahatan. Dilihat dari nilai jual rumah dan daya beli konsumen, Penghuni BNR dapat dikategorikan dalam status menengah ke atas. Perumahan
Taman
Yasmin
merupakan
pemukiman
ideal
yang
mengutamakan keselarasan lingkungan dan kenyamanan tinggal. PT Inti Innovaco sebagai pihak pengembang perumahan terus melakukan pembangunan perumahan untuk kelas menengah atas. Perumahan Taman Yasmin terletak di kecamatan Bogor Barat dengan fasilitas umum RSU Karya Bhakti, Bogor Golf Club, Studio 21, pertokoan. Perumahan Taman Yasmin dirancang dengan arsitektur yang artistik dipadu dengan lingkungan yang dikombinasikan dengan konsep taman. Perumahan Villa Duta merupakan perumahan kelas atas di kota Bogor, hal ini ditunjukkan oleh nilai jual rumah yang tinggi dan pengamanan di perumahan yang cukup ketat. Sistem pengamanan dengan menggunakan perangkat militer membuktikan bahwa penghuni di Villa duta memiliki status kaya, sehingga perlu
di jaga harta bendanya. Lokasi Villa duta berada di kecamatan Bogor timur, dapat diakses dari jalan utama pajajaran selama lima menit. Bangunan rumah yang mewah dan tertutup dinding pagar memberikan kesan tertutup terhadap orang luar. Hubungan kekeluargaan yang mereka jalin hanya terjadi pada peristiwaperistiwa tertentu. Perumahan Bukit Cimanggu Villa berlokasi di jalan raya baru (Parung-Bogor) kecamatan Tanah Sareal. Perumahan ini dibangun oleh pengembang PT Gapura Prima. 5.2
Gambaran Keripik Kentang Pringles
Keripik kentang pringles, merupakan produk makanan ringan dari bahan baku kentang yang diproduksi pertama kali pada tahun 1967 di Amerika Serikat, tepatnya di Kota Cincinati. Pringles memiliki logo yang khas yakni seorang pria berkumis tebal dengan menggunakan dasi kupu-kupu berwarna merah. Pringles sangat terkenal di Amerika karena bentuk rancangan dari kemasan dan bentuk keripiknya. Rancangan kemasannya berbentuk tabung dari karton dengan lapisan alumunium di bagian dalamnya dan sebuah penutup tabung yang terbuat dari plastik. Bentuk keripiknya dibuat berbentuk pelana, hal ini memungkinkan keripik tersusun bertumpuk dengan sangat rapi sehingga keripik tidak mudah hancur pada saat terjadi guncangan. Dua keistimewaan dari produk pringles ini, banyak ditiru oleh para pesaingnya. Di Indonesia, produk pringles diimpor dan didistribusikan oleh PT. Procter & Gamble Home Products Indonesia. Produk keripik kentang pringles hanya tersedia di beberapa swalayan, dan sangat sulit untuk ditemukan di pasar tradisional. Di pasar swalayan pringles dijual dengan harga antara Rp. 13.000 sampai dengan Rp. 15.000. Pringles yang beredar di Indonesia kemasan yang
42
memuat informasi label kandungan gizi ditutupi oleh distributor dengan stiker yang sewarna dengan warna tabung. Pilihan rasa yang tersedia di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Original (Asin) 2. Sour Cream & Onion (Krim asam & bawang merah) 3. Pizza-Licious (Pizza) 4. Cheese Ums (Keju) 5. Cheddar Cheese (Keju) 6. Sweet Mesquite BBQ (Saus barbekiu manis) 7. Jalapeno (Cabai jalapeno) 5.3 Karakteristik Konsumen
Karakteristik konsumen merupakan sifat atau ciri konsumen yang sudah diberikan pertanyaan melalui kuesioner yang disajikan dari hasil survei. Karakteristik responden yang dijelaskan dan dibahas dalam penelitian ini meliputi variabel jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, jumlah anggota keluarga dan pendapatan 5.3.1 Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa responden terbanyak menurut karakteristik jenis kelamin adalah laki-laki yaitu sebesar 70 persen sisanya adalah perempuan sebesar 30 persen. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden laki-laki merupakan individu yang mempunyai pengaruh yang besar dalam keluarga. Sehingga laki-laki merupakan salah satu individu yang mempunyai peranan penting dalam penerimaan produk transgenik disamping perempuan. Jumlah responden terbanyak dengan jenis kelamin laki-
43
laki karena pada saat dilakukan penelitian ini, sebagian besar yang diwawancarai adalah laki-laki. Hasil perhitungan karakteristik responden menurut jenis kelamin disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Empat Perumahan yang Diteliti di Kota Bogor Tahun 2008 Karakteristik Responden Persentase Uraian Laki-Laki Perempuan Laki-laki Perempuan Villa Duta 12 3 20 5 BNR 9 6 15 10 Cimanggu 10 5 16,67 8,33 Yasmin 11 4 18,33 6,67 Total 42 18 70 30 Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa, jumlah responden laki-laki adalah sebesar 70 persen dari total responden, hal ini menunjukkan keberadaan laki-laki dalam penerimaan produk transgenik dalam keluarga perlu diperhitungkan. Di dalam keluarga laki-laki sebagai kepala keluarga dapat mempengaruhi isteri atau anggota keluarga yang lain. 5.3.2 Sebaran Responden Berdasarkan Usia
Usia sebagai karakteristik demografi yang dapat mempengaruhi preferensi seseorang dalam melakukan keputusan pembelian. Dalam pemasaran usia sebagai karakteristik demografi untuk memilah segmen pasar yang akan dimasuki. Produsen akan membuat desain produk berdasarkan pada segmen umur, sehingga karakteristik umur mempengaruhi proses keputusan pembelian. Penelitian ini di lakukan berdasarkan usia terendah kurang dari 25 tahun dan usia tertinggi lebih dari 55 tahun. Penelitian ini digolongkan menjadi lima kelompok usia seperti yang terlihat pada Tabel 6 berikut :
44
Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Usia di Empat Perumahan di Kota Bogor Tahun 2008 Jumlah Karakteristik Responden Orang Persentase (%) Kurang dari 25 tahun 26-35 tahun 8 13,33 36-45 tahun 28 46,67 46-55 tahun 22 36,67 Lebih dari 55 tahun 2 3,33 Total 60 100 Dari Tabel 6 di atas menjelaskan bahwa persentase golongan usia responden tersebar yang paling dominan adalah usia 36-45 tahun sebesar 46,67 persen. Persentase terendah pada usia kurang dari 25 tahun. Pada kelompok usia 36-45 individu laki-laki dan perempuan berada pada usia yang lebih mementingkan kebutuhan akan pangan sehingga merupakan usia yang produktif dalam memutuskan penerimaan suatu produk. Pada usia kurang dari 25 tahun, peneliti tidak menemukan responden, hal ini terkait dengan status pernikahan dan kepala keluarga. Semakin bertambah usia seseorang. Maka tingkat pengetahuan dan penerimaan tentang suatu produk akan semakin bertambah. 5.3.3 Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan yang dilakukan oleh responden sangat mempengaruhi gaya hidup mereka dan merupakan basis terpenting untuk menyampaikan pristise, kehormatan dan respek (Engel, et al 1994). Berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan, hasil survei menunjukkan responden terbesar adalah pegawai swasta sebesar 78,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di perusahaan swasta cenderung tertarik tinggal di perumahan, hal ini berkaitan dengan pendapatan responden yang tinggi. Data sebaran responden dapat dilihat pada Tabel 7.
45
Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan Di Empat Perumahan di Kota Bogor Tahun 2008 Jumlah Karakteristik Responden Orang Persentase (%) Pelajar/mahasiswa Pegawai Negeri Sipil 4 6,67 Karyawan Swasta 47 78,33 Wiraswasta 9 15 Lainnya Total 60 100 Berdasarkan data responden diperoleh pekerjaan wiraswasta menepati urutan kedua sebesar 15 persen, dari hasil penelitian di lapangan kebanyakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta adalah warga keturunan yang membuka usahanya di kota Bogor. Pegawai negeri sipil yang menjadi responden adalah pegawai yang memiliki jabatan dan posisi penting di tempatnya bekerja, sehingga ada hubungannya dengan penghasilan dan implikasinya terhadap tempat tinggalnya yang lebih layak. Hasil penelitian menunjukkan sebaran PNS di perumahan adalah sebesar 6,67 persen. 5.3.4 Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan ukuran seseorang dalam menentukan pilihan dan pertimbangan terhadap suatu produk. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin besar dan luas wawasannya dalam menerima suatu informasi produk. Tingkat pendidikan responden didominasi oleh responden yang masuk dalam kategori sarjana yaitu sebesar 86,67 persen. Dominasi responden yang berpendidikan sarjana disebabkan sebagian besar responden yang tinggal di perumahan merupakan responden yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di perumahan pada Tabel 8, tidak ditemukan responden dengan tingkat pendidikan
46
SD dan SLTP, hal ini disebabkan responden yang tinggal di perumahan rata-rata berpendidikan tinggi. Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Bogor Tahun 2008 Jumlah Karakteristik Responden Orang Persentase (%) SLTA 3 5 Akademi 5 8,33 Sarjana 52 86,67 Total 60 100
5.3.5 Sebaran Responden Menurut Status Pernikahan
Status pernikahan memberikan pengaruh yang besar terhadap proses penerimaan suatu produk. Menurut Kotler (2005) keluarga adalah sebuah organisasi pembelian yang paling penting dalam masyarakat, dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh dalam keputusan pembelian. Sebaran responden menurut status pernikahan di dominasi oleh responden yang sudah menikah yakni sebesar 95 persen. Responden yang sudah menikah memiliki kecenderungan untuk lebih banyak mengkonsumsi produk, karena keberadaan anak di tengah keluarga memberikan andil besar dalam mengkonsumsi produk transgenik salah satunya adalah produk keripik kentang, seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahan Responden Perumahan di Kota Bogor Tahun 2008 Jumlah Karakteristik Responden Orang Persentase (%) Menikah 57 95 Tidak Menikah 0 Janda/Duda 3 5 Total 60 100
47
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, responden yang belum menikah tidak memiliki nilai persentase, karena dalam proses wawancara di lapangan peneliti tidak menemukannya, karena proses wawancara lebih didominasi oleh kepala rumah tangga. Jumlah responden yang memiliki status duda atau janda adalah sebesar 5 persen dari total responden. 5.3.6 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan Konsumen Berpendapatan Tinggi
Tingkat pendapatan responden beragam, hal ini karena pekerjaan yang mereka kerjakan juga berbeda. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam Tabel, responden yang memiliki penghasilan 5 juta sampai dengan 10 juta sebesar 73,33 persen, hal ini menjadi indikasi bahwa responden yang tinggal di perumahan rata-rata memiliki pendapatan tinggi. Pendapatan responden yang tinggi akan memiliki peluang yang besar untuk menerima dan mengkonsumsi produk transgenik. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan, dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Responden di Empat Perumahan di Kota Bogor Tahun 2007 Jumlah Karakteristik Responden Orang Persentase (%) Rp 5.000.001-10.000.000 30 50 Rp 10.000.001-20.000.000 26 43,33 Rp ≥ 20.000.001 4 6,67 Total 60 100 Dari hasil penelitian tersebut, pendapatan rata-rata responden dapat dikategorikan sebagai orang kaya, yang memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi. Pendapatan responden dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan lamanya bekerja. Pendapatan terendah responden perumahan adalah berkisar Rp. 5 juta sampai dengan 10 juta rupiah.
48
5.3.7
Sebaran Responden Berpendapatan Tinggi
Berdasarkan
Pengeluaran
Konsumen
Tingkat pengeluaran responden beragam, hal ini karena pekerjaan yang mereka kerjakan juga berbeda. Pengeluaran responden diperlukan sebagai bahan pertimbangan konsumen dalam memutuskan proses keputusan pembelian, karena dalam melakukan pembelian dapat diketahui berapa biaya yang dikeluarkan oleh konsumen untuk membeli suatu barang. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam Tabel 11, responden yang memiliki penghasilan 5 juta sampai dengan 10 juta sebesar 96,67 persen, hal ini menjadi indikasi bahwa responden yang tinggal di perumahan rata-rata memiliki pendapatan tinggi. Pengeluaran responden yang tinggi akan memiliki peluang yang besar untuk menerima dan mengkonsumsi produk transgenik. Jumlah terbanyak kedua berada pada kelas tingkat pengeluaran antara Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000 yaitu sebesar 3,33 persen dari total responden yang menjawab. Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Konsumen di Empat Perumahan di Kota Bogor Jumlah Karakteristik Responden Orang Persentase (%) ≤ 1.000.000 Rp1.000.001-2.000.000 2 3,33 Rp2.000.001-5.000.000 58 96,67 Total 60 100
49
BAB VI PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN KERIPIK KENTANG PRINGLES
Proses keputusan pembelian dalam mengkonsumsi barang dan jasa ditentukan oleh perilaku konsumen yang bersangkutan. Perilaku proses keputusan selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan pasca pembelian (Engel et al, 1995). Proses keputusan pembelian yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dilakukan pada konsumen yang pernah mengkonsumsi keripik kentang Pringles yakni sebanyak 30 responden. Berikut tahapan proses keputusan pembelian yang dilakukan konsumen keripik kentang pringles : 6.1.
Pengenalan Kebutuhan
Perilaku proses keputusan pembelian dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai suatu persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses kebutuhan (Engel et al, 1994). Konsumen perlu mengetahui dan mengenali kebutuhan apa yang mendasar sebelum melakukan pembelian terhadap produk keripik kentang pringles yang mereka pilih. Kebutuhan terhadap keripik kentang pringles dimulai pada kesadaran konsumen terhadap manfaat utama mengkonsumsi pringles. Pada Tabel 12 digambarkan sebaran
jumlah
dan
mengkonsumsi pringles.
persentase
responden
berdasarkan
manfaat
utama
Tabel 12. No 1 2 3
Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Manfaat Utama Mengkonsumsi Keripik Kentang Pringles Manfaat Utama Jumlah Persentase (orang) (%) Sebagai makanan selingan 9 30 Pemenuhan gizi 17 56,67 Sebagai oleh-oleh 4 13,33 Jumlah 30 100
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa responden cenderung mengkonsumsi keripik kentang pringles untuk manfaat utama sebagai pemenuhan gizi sebesar 56,67 persen. Manfaat sebagai pemenuhan gizi karena pringles memiliki kandungan gizi yang lengkap seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan natrium yang baik bagi kesehatan sesuai yang tertera pada informasi produk. Sementara itu manfaat sebagai makanan selingan merupakan manfaat kedua terbanyak yang diungkapkan oleh responden yaitu sebesar 30 persen. Pringles yang dijadikan oleh-oleh konsumen hanya sebesar 13,33 persen. Faktor lain dalam menelaah perilaku mengenai alasan/motivasi dalam mengkonsumsi keripik kentang pringles. Tabel 13 mendeskripsikan alasan/ motivasi pertama kali responden dalam mengkonsumsi pringles, dalam hal ini responden boleh menjawab dari satu alasan. Hasil analisis pada Tabel 13 menunjukkan bahwa 40 persen konsumen keripik kentang pringles melakukan pembelian dengan alasan keripik kentang pringles sebagai makanan selingan karena konsumen melihat produk pringles memiliki rasa dan aroma yang khas. Alasan terbanyak kedua responden melakukan pembelian keripik kentang pringles sebanyak 26,67 persen adalah memiliki pengetahuan kegunaannya, hal ini menunjukkan bahwa konsumen membeli produk sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap produk melalui informasi yang diperolehnya.
51
Tabel 13. No 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah dan Persentase Responden Untuk Setiap Alasan/Motivasi Pertama Kali Mengkonsumsi Pringles Jumlah Persentase Alasan/Motivasi (orang) (%) Makanan selingan 12 40 Coba sesuatu yang baru 3 10 Memiliki pengetahuan kegunaannya 8 26,67 Sebagai perwujudan gaya hidup 1 3,33 Melihat orang lain membeli 3 10 Memiliki sumberdaya ekonomi yang cukup 1 3,33 Alasan lain 2 6,67 Jumlah 30 100
Alasan lainnya konsumen membeli keripik kentang pringles adalah mencoba sesuatu yang baru sebanyak 10 persen. Hal ini berkaitan dengan produk kentang pringles merupakan produk impor dari Amerika. Konsumen lainnya tertarik membeli keripik kentang pringles dengan alasan sebagai perwujudan gaya hidup dan melihat orang lain membeli keripik kentang pringles. 6.2.
Pencarian Informasi
Setelah mengenali kebutuhan konsumen terhadap keripik kentang pringles, konsumen termotivasi untuk membeli, sehingga tahap berikutnya yang dilakukan konsumen adalah melakukan pencarian informasi. Pencarian informasi yang dilakukan, baik pencarian internal (peneropongan ingatan) maupun pencarian eksternal (pengumpulan informasi dari pasar). Pencarian eksternal tidak perlu dilakukan jika suatu pencarian internal dari ingatan memberikan solusi yang memuaskan bagi masalah konsumsi. Berdasarkan pencarian informasi tersebut konsumen akan membuat pilihan konsumsi yang lebih baik dan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dimasa yang akan datang. Tahap ini dianalisis mengenai sumber informasi mengenai keripik kentang pringles. Proses perolehan informasi didapatkan konsumen dari berbagai media informasi sehingga
52
konsumen boleh menjawab lebih dari satu sumber informasi untuk keripik kentang pringles. Sumber informasi yang digunakan oleh konsumen berasal dari berbagai macam media, seperti berupa media cetak (koran/majalah), media elektronik (televisi
dan
radio)
dan
dari
perorangan
(anggota
keluarga/saudara,
teman/kenalan). Informasi mengenai sumber informasi yang diperoleh responden dideskripsikan pada Tabel 14. Tabel 14.
Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Keripik Kentang Pringles Jumlah Persentase Sumber Informasi (orang) (%) Media massa (koran/majalah) 4 13,33 Media elektronik (tv/radio/internet) 6 20 Anggota keluarga 7 23,33 Tempat membeli 9 30 Teman/kenalan 3 10 Alasan lainnya 1 3,33 Jumlah 30 100 Berdasarkan informasi pada Tabel 14, dapat diketahui bahwa responden
cenderung memperoleh informasi mengenai keripik kentang pringles melalui informasi di tempat pembelian sebesar 30 persen. Hal ini ditunjang oleh produk pringles yang diletakan di toko/supermarket yang menonjol dengan kemasan yang menarik sehingga konsumen tertarik untuk membelinya. Selain itu faktor informasi dari keluarga merupakan sumber informasi yang penting dalam melakukan keputusan pembelian sebesar 23,33 persen. Keluarga merupakan sumber informasi terdekat yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Sedangkan gabungan dari media massa dan elektronik memiliki persentase sebesar 33,33, hal ini terkait dengan tidak adanya iklan produk pringles di televisi dan surat kabar. Padahal dalam media promosi, iklan merupakan media yang
53
efektif dalam menumbuhkan brand awareness konsumen. Sehingga pada saat ini informasi yang digunakan dalam mempromosikan produk pringles cenderung lebih besar dari media non cetak dan elektronik. Informasi produk merupakan salah satu informasi yang melekat secara langsung pada produk, khususnya keripik kentang pringles. Informasi mengenai informasi produk yang diperhatikan oleh responden pada kemasan keripik kentang pringles digambarkan dalam Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Informasi Produk yang Paling Diperhatikan oleh Responden Jumlah Persentase Jenis Informasi Produk (orang) (%) Tanggal kadaluwarsa 14 46,67 Produk impor atau bukan 4 13,33 Komposisi produk 8 23,67 Tidak memperhatikan 3 10 Pusat informasi dan pelayanan keluhan 1 3,33 Jumlah 30 100 Berdasarkan informasi pada Tabel 15, terlihat bahwa tanggal kadaluwarsa adalah informasi produk yang paling banyak mendapatkan perhatian dari responden, yaitu sebesar 46,67 persen. Hal ini mencerminkan bahwa kadaluwarsa suatu produk makanan yang beredar di pasar sangat diperhatikan oleh konsumen karena menyangkut keamanan dan kesehatan. Jenis informasi lain yang diperhatikan dalam membeli pringles adalah komposisi produk sebesar 26,67 persen. Produk impor atau bukan dan pusat informasi pelayanan keluhan tidak begitu diperhatikan oleh konsumen. 6.3.
Evaluasi Alternatif
Setelah tahap pencarian informasi, tahap berikutnya adalah evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
54
alternatif dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan seseorang (Engel et al, 1995). Pada tahap ini, konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan melakukan pertimbangan sebelum melakukan keputusan pembelian. Kriteria alternatif yang digunakan untuk keripik kentang pringles penelitian ini adalah kandungan gizi dan bahan pengawet, harga produk, label produk, kemasan produk, rasa dan aroma produk, kehalalan produk dan keamanan produk. Pada Tabel 16, digambarkan atribut produk yang dipertimbangkan dalam melakukan proses keputusan pembelian pringles. Tabel 16. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Atribut yang Dianggap Penting Saat Memilih Produk Pringles Jumlah Persentase No Atribut Keripik Kentang Pringles (orang) (%) 1 Label produk 9 30 2 Keamanan produk 7 23,33 3 Kehalalan produk 6 20 4 Kandungan gizi dan bahan pengawet 3 10 5 Kemasan produk 3 10 6 Rasa dan aroma produk 2 6,67 Jumlah 30 100 Hasilnya
pada
Tabel
16,
memperlihatkan
bahwa
atribut
yang
dipertimbangkan dalam melakukan keputusan pembelian produk pringles adalah label produk yaitu sebesar 30 persen. Label produk merupakan sarat mutlak bagi sebuah produk yang harus ada sebelum diedarkan di pasar, karena dengan label produk dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat menjamin keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi produk. Label produk inilah yang diperdebatkan oleh para pemerhati konsumen khususnya YLKI dalam mengkritisi produk pringles yang termasuk dalam sepuluh makanan yang mengandung GMO. Atribut keamanan produk yang menjadi isu utama dipilih oleh responden sebesar
55
23,33 persen. Sedangkan atribut rasa dan aroma menjadi pertimbangan terakhir dengan jumlah 6,67 persen. 6.4
Proses Keputusan Pembelian
Tahap selanjutnya adalah tahap keputusan pembelian, tahap ini merupakan gambaran bagaimana konsumen mengambil keputusan pembelian. Dalam proses keputusan pembelian, konsumen harus mengambil keputusan mengenai tempat pembelian, frekuensi pembelian dan pihak yang mempengaruhi pembelian. Berikut adalah Tabel 17 yang menggambarkan sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan tempat pembelian keripik kentang pringles. Tabel 17. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tempat Pembelian Produk Pringles Jumlah Persentase No Atribut Keripik Kentang Pringles (orang) (%) 1 Pasar swalayan/supermarket 30 100 2 Toko/warung 3 Pasar tradisional Jumlah 30 100 Berdasarkan Tabel 17, sebagian besar responden cenderung biasa membeli keripik kentang pringles di supermarket dengan proporsi signifikan sebesar 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini penjualan pringles lebih efektif di pasar swalayan/supermarket. Toko dan pasar tradisional bukan merupakan tempat yang cocok dalam penjualan produk pringles, hal ini terkait dengan harga produk yang dianggap mahal oleh sebagian masyarakat. Setelah mengetahui tempat yang disukai oleh responden dalam pembelian pringles, selanjutnya konsumen dipengaruhi oleh beberapa pihak dalam melakukan keputusan pembelian. Informasi mengenai pihak yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian, dapat dilihat pada Tabel 18.
56
Tabel 18. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pemberi Pengaruh dalam Pembelian Pringles Jumlah Persentase No Pemberi Pengaruh (orang) (%) 1 Pribadi 23 76,67 2 Keluarga 7 23,33 3 Lainnya 0 0 Jumlah 30 100 Berdasarkan Tabel 18, terlihat bahwa faktor pribadi merupakan faktor yang paling mempengaruhi proses keputusan pembelian, yaitu sebesar 76,67 persen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen dalam melakukan proses pembelian tidak dipengaruhi oleh orang lain dan lebih dipengaruhi oleh dorongannya sendiri. Keluarga memberikan pengaruh terhadap beberapa konsumen sebesar 23,33 persen, karena dalam proses keputusan pembelian masih adanya keterlibatan keluarga. 6.5
Proses Pasca Pembelian
Setelah membeli keripik kentang pringles dan membandingkannya dengan kenyataannya awal maka akan terbentuk sikap tertentu terhadap produk. Hal ini akan mempengaruhi nilai pembelian selanjutnya di masa yang akan datang. Tanggapan konsumen terhadap keripik kentang pringles, dinyatakan dengan tingkat kepuasan yang mereka miliki setelah melakukan pembelian pringles. Berbagai tingkat kepuasan konsumen setelah membeli pringles digambarkan pada Tabel 19, terlihat bahwa sebagian besar responden menyatakan sikap puas terhadap produk pringles sebesar 86,67 persen. Konsumen yang menyatakan sikap puas menganggap bahwa produk pringles memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Sedangkan konsumen yang tidak puas dengan produk pringles sebesar 13,33 persen, alasannya karena konsumen harus memperoleh produk tersebut hanya di
57
supermarket yang jauh dari rumah. Sikap konsumen yang puas terhadap keripik kentang pringles ini karena konsumen tidak mengetahui bahwa produk tersebut mengandung transgenik. Berikut sebaran jumlah dan persentase konsumen berdasarkan tingkat kepuasan. Tabel 19.
Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Konsumen Pada Pringles Jumlah Persentase No Atribut Keripik Kentang Pringles (orang) (%) 1 Puas 26 86,67 2 Tidak puas 4 13,33 Jumlah 30 100 Kepuasan terhadap suatu produk, akan menimbulkan sikap terhadap
produk. Hal ini diketahui dari sikap konsumen ketika menghadapi masalah bahwa produk pringles mengandung transgenik. Pada Tabel 20 akan disajikan informasi tentang sikap responden setelah mengetahui produk pringles mengandung transgenik. Tabel 20. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sikap Responden Setelah Mengetahui Produk Pringles sebagai Produk Transgenik Jumlah Persentase No Tindakan Konsumen (orang) (%) 1 Akan tetap mengkonsumsi 2 Sama sekali tidak akan mengkonsumsi 3 10 3 Pindah ke produk nontransgenik 27 90 Jumlah 30 100 Setelah responden mengetahui bahwa produk pringles mengandung transgenik (penelitian YLKI) yang disampaikan melalui penelitian ini, dari 30 responden yang sebelumnya tidak mengetahui produk transgenik akan bersikap pindah ke produk non-transgenik sebanyak 27 orang responden ( 90 persen). Konsumen yang pindah ke poduk nontransgenik umumnya memilih produk
58
sejenis yang aman dari transgenik. Responden yang sama sekali tidak akan mengkonsumsi berjumlah 3 responden, sehingga sikap konsumen terhadap pringles dikatakan masih cukup rendah.
59
BAB VII
PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI TERHADAP PRODUK TRANSGENIK
7.1
Deskripsi Karakteristik Responden Dihubungkan dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik
Karakteristik responden yang dilihat dalam pengetahuan terhadap produk transgenik adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, frekuensi pembelian dan jenis kelamin. Dari hasil analisis tabulasi silang dapat diketahui hubungan dari variabel-variabel yang mempengaruhi pengetahuan responden terhadap produk transgenik. 7.1.1
Umur Responden Dihubungkan dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik
Tingkat pengetahuan responden terhadap produk transgenik pada karakteristik umur pada umumnya banyak yang menyatakan tidak mengetahui produk transgenik yakni sebesar 42 orang atau sekitar 70 persen. Responden terbanyak pada umur 36-45 tahun dengan perolehan 20 orang atau 47,62 persen. Sedangkan untuk perolehan responden yang mengetahui produk transgenik hanya sebesar 30 persen atau 18 orang responden. Responden yang mengetahui produk transgenik terkecil adalah pada usia di atas 55 tahun hanya 2 responden (4,76 persen). Hal ini terjadi karena istilah transgenik merupakan istilah baru bagi konsumen dan pengetahuan tentang transgenik sangat kurang di masa lalu. Untuk lebih jelasnya tabulasi silang antara karakteristik umur dengan tingkat pengetahuan terhadap transgenik dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini.
Tabel 21. Hubungan Karakteristik Umur dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Produk Transgenik Umur Mengetahui % Tidak Mengetahui % Responden 26-35 thn 3 16,67 6 14,28 36-45 thn 8 44,44 20 47,62 46-55 thn 7 38,88 15 35,71 > 55 thn 2 4,76 Total 18 100 42 100 X2hit =0,967 db = 3 α = 0.05 X2 tabel = 7,815
Dilihat dari hasil uji tersebut, dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik umur responden dengan tingkat pengetahuan, karena x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel. 7.1.2
Jenis Kelamin Dihubungkan dengan Tingkat Pengetahuan terhadap Produk Transgenik
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden terbesar yang tidak mengetahui produk transgenik adalah laki-laki yakni sebanyak 31 responden (73,81 persen) sedangkan jenis kelamin laki-laki yang mengetahui produk transgenik adalah sebesar 11 responden (61,11 persen). Tingkat pengetahuan terhadap produk transgenik paling kecil adalah 11 responden pada kelompok perempuan. Secara keseluruhan tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin terhadap produk transgenik adalah responden tidak mengetahui lebih banyak daripada yang mengetahui (42 berbanding 18). Dari hasil pengujian x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan terhadap produk transgenik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 22 mengenai tabulasi silang antara karakteristik jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan terhadap produk transgenik.
61
Tabel 22. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik Pengetahuan Responden Terhadap Produk Transgenik Jenis Tidak Kelamin Mengetahui % % Mengetahui Perempuan 7 38,89 11 26,19 Laki-laki 11 61,11 31 73,81 Total 18 100 42 100 2 2 X hit = 0,967 db = 1 α = 0.05 X tabel = 3,841
7.1.3
Pendapatan Dihubungkan dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik
Hasil x2 hitung yang lebih kecil dari x2 pada Tabel 23, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan pengetahuan. Tingkat pendapatan antara Rp 5-10 juta per bulan memiliki jumlah terbanyak yaitu 23 responden atau 76,67 persen tidak mengetahui produk transgenik, hal ini dikarenakan responden cenderung mengabaikan produk yang dikonsumsi. Responden yang tidak memiliki pengetahuan tentang produk transgenik terbesar pada tingkat pendapatan Rp 10-20 juta dengan jumlah 11 orang responden. Dari tabulasi silang tampak bahwa responden yang tidak mengetahui produk transgenik lebih banyak daripada yang mengetahui. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini.
62
Tabel 23.
Hubungan Karakteristik Pendapatan Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Produk Transgenik Pendapatan Tidak Mengetahui % % (juta/bulan) Mengetahui 5-10 7 38,89 23 54,76 10-20 11 61,11 15 35,71 > 20 0 0 4 9,53 Total 18 100 42 100 2 2 X hit = 4,225 db = 2 α = 0.05 X tabel = 5,991
7.1.4
Tingkat Pengeluaran Dihubungkan dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik
Dari hasil tabulasi silang Tabel 24, terlihat bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap produk transgenik masih rendah, hal ini terlihat bahwa 40 responden (95,23 persen) pada tingkat pengeluaran Rp 2-5 juta tidak mengetahui produk transgenik. Sedangkan yang mengetahui produk transgenik pada tingkat Rp 2-5 juta jumlahnya sebesar 18 responden (100 persen). Pada tingkat pengeluaran 1-2 juta/bulan responden tidak mengetahui produk transgenik sebesar 4,76 persen, dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24.
Hubungan Pengeluaran Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Produk Transgenik Pengeluaran Tidak Mengetahui % % (juta/bulan) Mengetahui 1-2 0 0 2 4,76 2-5 18 100 40 95,23 Total 18 100 42 100 X2hit = 0,887 db = 1 α = 0.05 X2 tabel = 3,841 Hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa x2 hitung lebih kecil dari x2
tabel, artinya bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengeluaran dengan pengetahuan terhadap produk transgenik.
63
7.1.5 Jumlah Anggota Keluarga Dihubungkan Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik
dengan
Tingkat
Berdasarkan hasil tabulasi silang diperoleh bahwa responden terbesar yang mengetahui produk transgenik adalah sebesar 12 responden (66,67 persen) dengan jumlah keluarga 3-6 orang, sedangkan responden terbesar yang tidak mengetahui produk transgenik adalah sebesar 39 responden (92,66 persen). Tingkat pengetahuan responden terhadap produk transgenik terendah adalah pada jumlah keluarga di atas 6 anggota keluarga, terdapat 5,55 persen yang tidak mengetahui produk transgenik. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 25. Hasil uji chi-square pada tabel 25, menunjukkan ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan pengetahuan produk transgenik, karena x2 hitung lebih besar dari x2 tabel. Hal ini menggambarkan bahwa besar-kecilnya keluarga mempengaruhi pengetahuan responden terhadap pengetahuan produk transgenik. Tabel 25. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik Jumlah Anggota Pengetahuan Responden Terhadap Produk Transgenik Keluarga Tidak Mengetahui % % Mengetahui 1-3 5 27,78 2 4,76 3-6 12 66,67 39 92,66 > dari 6 1 5,55 1 2,38 Total 18 100 42 100 2 2 X hit =7,119 db = 2 α = 0.05 X tabel = 5,991 7.1.6
Tingkat Pendidikan Dihubungkan dengan Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik
Pada profil responden tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan terbesar pada konsumen yang mengetahui produk transgenik adalah sarjana yakni sebesar 16 responden (88,89 persen), sedangkan pada konsumen yang tidak mengetahui produk transgenik sebesar 35 responden. Pada tingkat pendidikan sarjana
64
mencerminkan responden bisa memilih produk sesuai dengan ilmu yang diperolehnya. Secara keseluruhan, berdasarkan tingkat pendidikan diperoleh bahwa responden tidak mengetahui produk transgenik. Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan produk transgenik, karena x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 26 berikut. Tabel 26. Hubungan Tingkat Pendidikan Responden dengan Tingkat Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik Pengetahuan Responden Terhadap Produk Transgenik Tingkat Tidak Pendidikan Mengetahui % % Mengetahui SMU 0 0 3 7,14 Akademi 2 11,11 3 7,14 Sarjana 16 88,89 36 85,7 Total 18 100 42 100 X2hit = 1,538 db = 2 α = 0.05 X2 tabel = 5,991
7.1.7 Pekerjaan Responden Dihubungkan dengan Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik
Tingkat pengetahuan responden yang dihubungkan dengan tingkat pekerjaan diperoleh data bahwa 47 orang responden (78,33 persen) merupakan pegawai swasta dan 32 orang (76,19 persen) diantaranya tidak mengetahui produk transgenik. Tingkat pengetahuan responden yang mengetahui produk transgenik terendah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar dua responden. Hasil uji menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara ada tidaknya pengetahuan dengan pekerjaan, karena x2 hitung lebih kecil daripada x2 tabel. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 27 berikut.
65
Tabel 27.
Hubungan Karakteristik Pekerjaan Responden dengan Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik Pengetahuan Responden Terhadap Produk Transgenik Jenis Pekerjaan Mengetahui % Tidak Mengetahui % PNS 1 5,55 3 7,14 Pegawai Swasta 15 83,33 32 76,19 Wiraswasta 2 11,11 7 16,67 Total 18 100 42 100 X2hit = 0,389 db = 2 α = 0.05 X2 tabel = 5,991
7.2
Deskripsi Karakteristik Responden Dihubungkan dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik
Karakteristik responden yang dilihat dalam penerimaan terhadap produk transgenik adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, frekuensi pembelian dan jenis kelamin. Dari hasil analisis tabulasi silang dapat diketahui hubungan dari variabel-variabel yang mempengaruhi penerimaan responden terhadap produk transgenik. 7.2.1
Umur Responden Dihubungkan Terhadap Produk Transgenik
dengan
Tingkat
Penerimaan
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada karakteristik umur dengan tingkat penerimaan terhadap produk transgenik pada umumnya responden tidak menerima produk transgenik yakni sebesar 34 orang atau sekitar 56,67 persen. Responden terbanyak yang tidak menerima produk transgenik pada umur 36-45 tahun dengan perolehan 17 orang responden atau 50 persen. Perolehan responden yang menerima produk transgenik hanya sebesar 43,33 persen atau 26 orang responden. Tingkat umur responden terbanyak yang menerima produk transgenik adalah pada umur 36-45 tahun sebesar 42,31 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini.
66
Tabel 28. Hubungan Karakteristik Umur dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik Penerimaan Responden Terhadap Produk Transgenik Tingkat Umur Tidak Menerima % % Responden Menerima 26-35 thn 5 19,23 3 8,82 36-45 thn 11 17 42,31 50 46-55 thn 10 38,46 12 35,29 > 55 thn 0 0 2 5,88 Total 26 100 34 100 2 2 X hit = 2,953 db = 3 α = 0.05 X tabel = 7,815 Berdasarkan hasil uji chi-square dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik umur responden dengan tingkat penerimaan produk transgenik, karena x2 hitung (2,283) lebih kecil dari x2 tabel (7,815). 7.2.2 Jenis Kelamin Dihubungkan dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik
Berdasarkan hasil tabulasi silang responden terbesar yang tidak menerima produk transgenik adalah laki-laki yakni sebanyak 34 responden (56,67 persen) sedangkan yang menerima produk transgenik hanya sebesar 17 responden lakilaki. Pada kelompok perempuan jumlah responden yang menerima dan tidak menerima jumlahnya sama yakni 9 orang responden. Secara keseluruhan tingkat penerimaan berdasarkan jenis kelamin terhadap produk transgenik adalah responden tidak menerima lebih banyak daripada yang mengetahui (34 berbanding 26). Hasil pengujian chi-square x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel, menunjukkan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat penerimaan terhadap produk transgenik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 29 di bawah ini.
67
Tabel 29. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk transgenik Penerimaan Responden Terhadap Produk Transgenik Tingkat Umur Tidak Menerima % % Responden Menerima Perempuan 9 34,62 9 26,47 Laki-laki 17 25 65,38 73,53 Total 26 100 34 100 X2hit = 0,465 db = 1 α = 0.05 X2 tabel = 3,841
7.2.3
Pendapatan Dihubungkan dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik
Berdasarkan hasil tabulasi silang diperoleh bahwa tingkat pendapatan responden yang tidak menerima produk transgenik terbanyak yaitu pada tingkat pendapatan Rp 5- 10 juta/bulan sebesar 25 responden atau 73,53 persen. Responden yang paling sedikit menerima produk transgenik adalah dengan pendapatan diatas 20 juta dengan jumlah 3 responden (11,54 persen). Responden yang memiliki penerimaan tentang produk transgenik terbesar pada tingkat pendapatan Rp 10-20 juta/bulan dengan jumlah 18 orang responden (69,23 persen). Dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak menerima lebih banyak daripada yang menerima produk transgenik. Berikut disajikan tabulasi silang antara tingkat pendapatan dengan penerimaan pada Tabel 30 di bawah ini. Tabel 30. Hubungan Karakteristik Pendapatan Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik Penerimaan Responden Terhadap Produk Transgenik Tingkat Pendapatan Tidak Menerima % % (juta/bulan) Menerima 5-10 5 19,23 25 73,53 10-20 18 8 69,23 23,53 > 20 3 1 11,54 2,94 Total 26 100 34 100 2 2 X hit = 17,423 db = 2 α = 0.05 X tabel = 5,991
68
Berdasarkan hasil uji chi-square pada Tabel 30, diperoleh bahwa x2 hitung lebih besar dari x2 tabel, menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan penerimaan produk transgenik. 7.2.4
Tingkat Pengeluaran Dihubungkan dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 31, terlihat bahwa tingkat penerimaan responden terhadap produk transgenik masih rendah, hal ini terlihat bahwa 32 responden (94,12 persen) pada tingkat pengeluaran Rp 2-5 juta tidak menerima produk transgenik. Sedangkan yang menerima produk transgenik terbesar diperoleh pada tingkat Rp 2-5 juta dengan jumlah responden sebanyak 26 responden (100 persen). Pada tingkat pengeluaran Rp 1-2 juta/bulan responden lebih banyak tidak menerima produk transgenik (2 responden). Tabel 31. Hubungan Pengeluaran Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik Penerimaan Responden Terhadap Produk Transgenik Tingkat Pengeluaran Tidak Menerima % % (juta/bulan) Menerima 1-2 0 0 2 5,88 2-5 26 32 100 94,12 Total 26 100 34 100 2 2 X hit = 1,582 db = 1 α = 0.05 X tabel = 3,841 Berdasarkan hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa x2 hitung lebih kecil dari x2tabel, artinya bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengeluaran dengan penerimaan terhadap produk transgenik. 7.2.5
Jumlah Anggota Keluarga Dihubungkan dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik
Berdasarkan hasil tabulasi silang diperoleh bahwa responden terbesar yang menerima produk transgenik adalah sebesar 22 responden (84,62 persen) dengan jumlah keluarga 3-6 orang, sedangkan responden terbesar yang tidak menerima
69
produk transgenik adalah sebesar 29 responden (85,29 persen). Tingkat penerimaan responden terhadap produk transgenik terendah adalah pada jumlah keluarga di atas 6 anggota keluarga, terdapat 2 responden yang tidak menerima produk transgenik. Data tabulasi silang antara jumlah anggota keluarga dengan tingkat penerimaan produk dapat dilihat pada Tabel 32. Hasil uji chi-square pada Tabel 32, menunjukkan tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan penerimaan produk transgenik, karena x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel. Hal ini menggambarkan bahwa besar-kecilnya keluarga tidak mempengaruhi penerimaan responden terhadap pengetahuan produk. Tabel 32. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik Penerimaan Responden Terhadap Produk Transgenik Jumlah Anggota Tidak Keluarga Menerima % % Menerima 1-3 4 15,38 3 8,82 3-6 22 29 84,62 85,29 > dari 6 0 2 0 5,88 Total 26 100 34 100 X2hit = 2,074 db =2 α = 0.05 X2 tabel = 5,991
7.2.6
Tingkat Pendidikan Dihubungkan dengan Penerimaan Terhadap Produk Transgenik
Tingkat penerimaan produk transgenik terbesar pada konsumen dengan tingkat pendidikan adalah sarjana yakni sebesar 24 responden (92,31 persen), sedangkan pada konsumen yang tidak menerima produk transgenik sebesar 28 responden (82,36 persen). Responden dengan tingkat pendidikan sarjana mencerminkan responden bisa memilih produk sesuai dengan ilmu yang diperolehnya. Secara keseluruhan, berdasarkan tingkat pendidikan diperoleh
70
bahwa responden tidak menerima produk transgenik. Analisis chi-square menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan penerimaan produk transgenik, karena x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33 berikut . Tabel 33. Hubungan Tingkat Pendidikan Responden dengan Tingkat Penerimaan Terhadap Produk Transgenik Penerimaan Responden Terhadap Produk Transgenik Tingkat Tidak Pendidikan Menerima % % Menerima SMU 0 0 3 8,82 Akademi 2 3 7,69 8,82 Sarjana 24 28 92,31 82,36 Total 26 100 34 100 2 2 X hit = 2,485 db = 2 α = 0.05 X tabel = 5,991
7.2.7
Pekerjaan Responden Dihubungkan dengan Penerimaan Terhadap Produk Transgenik
Hasil uji chi-square pada Tabel 34, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara pekerjaan dengan penerimaan terhadap produk, karena x2 hitung lebih kecil daripada x2 tabel. Tabel 34. Hubungan Karakteristik Pekerjaan Responden dengan Penerimaan Terhadap Produk Transgenik Penerimaan Responden Terhadap Produk Transgenik Jenis Tidak Pekerjaan Menerima % % Menerima PNS 2 7,69 2 5,88 Pegawai 21 80,77 26 76,47 Swasta Wiraswasta 3 6 11,53 17,65 Total 26 100 34 100 2 2 X hit = 0,474 db =2 α = 0.05 X tabel = 5,991 Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat penerimaan responden dengan tingkat pekerjaan diperoleh data bahwa 47 orang responden (78,33 persen) merupakan pegawai swasta dan 34 orang (56,67 persen) diantaranya tidak
71
menerima produk transgenik. Tingkat penerimaan responden terhadap produk transgenik terendah yang tidak menerima produk transgenik adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dua responden
72
BAB VIII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK TRANSGENIK
8.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Berpendapatan Tinggi Terhadap Produk Transgenik
Konsumen
Peubah bebas yang diduga akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk transgenik adalah : pendapatan, umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan, frekuensi pembelian, harga, jenis kelamin, informasi dan atribut produk. Variabel respon yang akan dilihat terdiri dari dua kemungkinan, yaitu apakah responden akan menerima produk transgenik (Y=1) atau tidak menerima produk transgenik. Hasil model regresi logistik yang terbentuk yang menggambarkan penerimaan konsumen berpendapatan tinggi terhadap produk transgenik di empat perumahan di Kota Bogor adalah : g (x) = - 3,284 + 2,3906 (frekuensi pembelian) + 2,600 (informasi produk). Masing-masing variabel peubah bebas memberikan peluang yang berbeda terhadap penerimaan produk transgenik. Besarnya peluang dapat diketahui dengan menginterpretasikan nilai rasio odds pada masing-masing variabel dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen. Variabel yang signifikan dapat dilihat dari nilai p yang dibandingkan dengan nilai alpha (α), bila nilai p lebih kecil dari nilai alpha (α) 5% sebesar 0,05 maka variabel tersebut dikatakan berpengaruh nyata terhadap penerimaan konsumen (output dapat dilihat pada lampiran). Analisis regresi menghasilkan uji statistik –G sebesar 48,154 dengan nilai –p = 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa minimal ada satu slope (βi) model yang bernilai tidak sama dengan nol. Artinya bahwa minimal ada salah
satu variabel dari pendapatan, umur, jumlah keluarga, pendidikan, frekuensi pembelian, harga, jenis kelamin, informasi dan atribut yang berpengaruh nyata terhadap penerimaan produk transgenik. Dari hasil pengujian Goodness of Fit dengan uji Pearson, Deviance dan Hosmer-Lemeshow sebesar menunjukkan bahwa model sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai –p (0,653 dan 0,292) lebih besar dari α. Sedangkan uji pearson sebesar 0,006 lebih kecil dari α, artinya ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa bahwa model cukup baik dalam mengepas dengan data. Analisis regresi logistik biner dilakukan dengan pengujian satu persatu pada masing-masing variabel, sehingga diketahui apakah suatu variabel tersebut berpengaruh positif atau negatif terhadap penerimaan konsumen produk transgenik pringles dan seberapa besar tingkat signifikansinya. Hasil analisis regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 35 berikut. Tabel 35. Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Konsumen Transgenik Pringles Variabel Rasio Koefisien Z Hitung P Value odds Konstanta -3,284 -0,45 0,653 Pendapatan 1,334 3,80 1,15 0,249 Umur Responden -0,8812 0,41 -1,08 0,282 Jumlah Anggota Keluarga -0,706 0,49 -0,52 0,605 Pendidikan D1 -0,194 0,82 -0,09 0,605 Pendidikan D2 -1,547 0,21 -0,65 0,516 Frekuensi Pembelian 2,3906 10.92 2,65 0,008* Harga Produk 2,107 8,22 1,07 0,286 Informasi Produk 2,600 13,46 2,47 0,014* Jenis Kelamin -1,482 0,23 -1,20 0,231 Statistik –G = 48,154 Nilai –p = 0,000 *) Signifikan pada taraf α = 5 Sumber : Data primer
74
Berdasarkan nilai –p model, diketahui bahwa variabel independen yang secara signifikan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap penerimaan produk transgenik adalah frekuensi pembelian (X5) dan informasi produk (X7), karena memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Nilai –p untuk kedua variabel tersebut secara berturut-turut adalah 0,008 dan 0,014. Kedua variabel tersebut bisa digunakan sebagai dasar penentuan penerimaan terhadap produk transgenik. Sedangkan variabel independen yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan produk transgenik meliputi pendapatan, umur, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan harga produk, karena memiliki nilai –p lebih besar dari α. Besarnya peluang dapat diketahui dengan menginterpretasikan nilai rasio odds (exp B) pada masing-masing variabel independen. Pada Tabel 35 diketahui bahwa terdapat empat peubah bebas yang memiliki nilai koefisien positif, yaitu variabel pendapatan, frekuensi pembelian, harga produk dan informasi produk. Nilai koefisien positif pada peubah bebas ini menandakan bahwa peubah bebas tersebut berpengaruh positif terhadap penerimaan produk transgenik. Nilai ini menandakan bahwa odds rasio keempat variabel tersebut bernilai lebih dari satu. Variabel usia, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan jenis kelamin merupakan variabel yang memiliki koefisien negatif, artinya bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap penerimaan produk transgenik, sehingga pendugaan rasio odds variabel tersebut kurang dari satu. pendugaan rasio odds memiliki batas bawah dan batas atas pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa besar selang kemungkinan masing-masing independen dalam mempengaruhi penerimaan produk transgenik.
75
8.1.1
Frekuensi Pembelian (X5)
Nilai –p value pada variabel frekuensi pembelian adalah sebesar 0,008, menunjukkan bahwa variabel frekuensi pembelian berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan produk transgenik, karena nilai –p lebih kecil dari 0,05 (alpha). Nilai rasio odds yang diperoleh sebesar 10,92 berarti bahwa semakin sering melakukan pembelian produk, maka rasio peluang menerima produk transgenik semakin besar dibandingkan dengan responden yang sedikit membeli. Nilai rasio odds tersebut menggambarkan bahwa responden yang sering membeli produk transgenik 10,92 kali lebih besar dibandingkan responden yang sedikit membeli. Hal ini berarti bahwa peluang penerimaan responden terhadap produk transgenik pada responden yang sering membeli semakin besar. Variabel frekuensi pembelian berpengaruh positif (2,3906), berarti responden yang sering membeli maka akan semakin besar peluangnya untuk menerima produk transgenik. Pengaruh frekuensi pembelian sesuai dengan hipotesa awal penelitian, dimana semakin sering frekuensi pembelian responden, maka peluang penerimaan produk transgenik akan semakin besar. 8.1.2
Informasi Produk (X7)
Nilai –p value pada variabel informasi produk adalah sebesar 0,014, menunjukkan bahwa variabel informasi produk berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan produk transgenik, karena nilai –p lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin pentingnya informasi melalui media cetak dan elektronik, maka semakin besar pengaruhnya terhadap penerimaan produk transgenik. Sehingga variabel informasi produk sangat tepat jika digunakan sebagai dasar penerimaan produk transgenik. Nilai rasio odds yang diperoleh
76
sebesar 13,46 berarti bahwa peluang penerimaan produk transgenik melalui media cetak dan elektronik lebih besar dibandingkan peluang penerimaan produk transgenik melalui non media cetak dan elektronik. Variabel informasi produk berpengaruh positif terhadap penerimaan, hal ini dapat dilihat dari koefisien variabelnya yang bernilai positif (2,600). Nilai ini berarti informasi produk melalui media cetak dan elektronik akan semakin besar peluangnya untuk menerima produk transgenik dibandingkan dengan media cetak dan elektronik.
77
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Penelitian ini menghasilkan banyak informasi penting dalam pengetahuan dan penerimaan konsumen. Dari hasil analisis yang dilakukan, kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut : 1. Konsumen berpendapatan tinggi yang pernah mengkonsumsi pringles melakukan keputusan pembelian keripik kentang pringles dengan alasan bahwa produk tersebut merupakan makanan selingan. Informasi yang diperoleh berasal dari tempat pembelian dengan pertimbangan bahwa labelisasi produk merupakan atribut yang paling dipertimbangkan. Sebagian besar konsumen akan berpindah ke produk sejenis yang non-transgenik, bila pringles terbukti mengandung transgenik. 2. Tingkat pengetahuan konsumen memiliki hubungan dengan karakteristik konsumen yang pernah mengkonsumsi Pringles pada variabel jumlah anggota keluarga. Tingkat penerimaan variabel pendapatan merupakan variabel yang memiliki
hubungan
dengan
karakteristik
konsumen
yang
pernah
mengkonsumsi pringles. 3. Semakin sering konsumen melakukan (frekuensi) pembelian produk, maka semakin mempengaruhi tingkat penerimaannya terhadap produk transgenik. Tingkat penerimaan konsumen juga dipengaruhi oleh informasi yang diperolehnya, baik informasi melalui media cetak dan elektronik maupun non
cetak. semakin banyak informasi tentang produk transgenik semakin besar pengaruhnya terhadap penerimaan konsumen. 9.2
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan dan penerimaan terhadap keripik kentang pringles dan produk transgenik, saran yang dapat diberikan adalah : 1. Keripik kentang pringles harus mempunyai labelisasi yang jelas, apakah mengandung transgenik atau bukan dan mencantumkan label halal pada kemasan produknya, sehingga tidak membingungkan konsumen terutama untuk konsumen yang beragama muslim. 2. Pemerintah hendaknya memberikan jaminan keamanan dan memberikan perlindungan terhadap konsumen, khususnya pada produk-produk yang dianggap mengandung transgenik oleh YLKI.
79
DAFTAR PUSTAKA
Aida, N. 2007. Analisis Perilaku Konsumen Dalam Proses Keputusan Pembelian Minuman Suplemen Berserat (Studi Kasus di Perumahan Katulampa Bogor). Skripsi, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Barus. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Beberapa Sayuran Organik (Studi Kasus di PT Amani Mastra, Bekasi). Skripsi, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Engel, J.F. R.D. Blackwell, & P.W. Miniard 1995, Perilaku Konsumen Jilid 1 (6th ed). Jakarta: Binarupa Aksara. Hermawan, A. R. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembalian Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor Jawa Barat (Kasus BRI Unit Leuwiliang). Skripsi, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Hosmer, D. W. Dan Stanley L. 1989. Applied Logistic Regression. New York : John Wiley and Sons. Indrianti, H. 2005. Perilaku dan Pengetahuan Konsumen dan Pedagang Terhadap Aspek Keamanan Pangan Produksi Saus Cabai (Studi Kasus di Kota Bogor). Skripsi, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Kotler, P. 2000. Marketing Management, Analysis, Planning, Implementation Control (7th ed ) USA, Printice Hall Mardiana, R. 2002. Telaah Persepsi dan Sikap Pihak-Pihak Berkepentingan (Stakeholders) terhadap Bahan Pangan Transgenik. Skripsi, Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Megawati. 2006. Analisis Bronkitis Kronis Dengan Menggunakan Model Logit. Skripsi, Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor Melani. 2003. Analisis Penerimaan Konsumen Terhadap Pembelian Sayur Bayam Jepang (Horinzo) (Kasus di SOGO Supermarket Plaza Senayan). Skripsi, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
80
Mukhtar. 2007. Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah, Panduan Berbasis Kualitatif Lapangan dan Perpustakaan. Penerbit Gaung Persada. Jakarta. Muladno. 2003. Ternak Transgenik sebagai Pabrik Protein Manusia, Makalah disampaikan pada seminar Technology at Genetich Manipulation and Book Launching, Bogor 15 Mei 2003. Puteri, T. K. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Tahu Transgenik dan Pengaruhnya Pada Industri Tahu (Studi Kasus : Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor). Skripsi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setiawan, A. 2006. Analisis Persepsi dan Pilihan Konsumen Terhadap Produk Teh di Kota Bogor. Skripsi, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Umar. Syukur, et al. 2002. Tanaman Transgenik dan Persepsi Masyarakat, Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wardhani, E, D. 2005. Perilaku Konsumen Kerupuk Udang di Perumahan Dumai Indah, Kelurahan Klegen, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Jawa Timur. Skripsi, Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Winarno. dan Z Saidi 1993. Keamanan Pangan, Jakarta. Penerbit LIPI Persagi.
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan Hormat, Peneliti bernama Baban Subandi Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kuesioner ini digunakan dalam rangka penyusunan skripsi “ PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK”. Kuesioner ini murni bertujuan ilmiah dan menjamin kerahasiaan jawaban yang diberikan. Tidak ada jawaban yang bernilai benar atau salah, tetapi setiap jawaban yang anda berikan sangat membantu saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Terima kasih atas kesedianya mengisi kuesioner ini
No. Kuesioner :
Tanggal :
Lokasi :
A. Identitas Responden 1.
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
2.
Umur
: .................Tahun
3.
Alamat
:
4.
Status Pernikahan
: a. Menikah
5.
Pendidikan Terakhir :
Perempuan
b. Belum Menikah
a. SD
d. Diploma (D1/D2/D3)
b. SLTP
e. Sarjana (S1/S2/S3)
c. SLTA/SMK 5.
Jumlah anggota dalam keluarga a. 2 – 4 orang b. 5 – 7 orang c. lebih dari 7 orang
7.
c. Janda/duda
Jenis Pekerjaan Anda saat ini : a. Mahasiswa/Pelajar
d. Wiraswasta
b. Pegawai Negeri Sipil
e. Ibu Rumah Tangga
c. Pegawai Swasta
f. Lainnya
8. Pendapatan Anda perbulan : a. Kurang dari Rp. 2000.000
d. Rp. 10.000,001– Rp. 20.000.000
b. Rp. 2000.000 – Rp. 5.000.000
e. Lebih dari Rp.20.000.000
c. Rp. 5000.001 – Rp. 10.000.000 9. Berapa pengeluaran perbulan untuk produk makanan dan minuman : a. Kurang dari Rp. 1000.000
d. Rp. 5.000,001 – Rp. 10.000.000
b. Rp. 1000.000 – Rp. 2.000.000
e. Lebih dari Rp.10.000.000
c. Rp.2000.001 – Rp. 5.000.000
83
B. Pengukuran Pengetahuan Produk
I. Terminologi Produk Transgenik 1.
Menurut anda apakah yang dimaksud dengan transgenik? a. Proses bioteknologi modern dimana sifat-sifat dari suatu makhluk hidup dirubah dengan cara memindahkan gen-gen dari suatu spesies makhluk hidup ke spesies yang lain atau memodifikasi gen dalam satu spesies. b.
Proses pengkodean DNA pada sel makhluk hidup yang melibatkan beberapa asam amino di dalam tubuh.
2.
Makanan transgenik merupakan makanan yang terbuat dari tanaman transgenik yang telah dimodifikasi? a. Benar b. Salah
3.
Apakah benar keripik kentang pringles, merupakan produk pangan yang di impor dari luar negeri yang mengandung transgenik? a. Benar b. Salah
4.
Apakah GMO (Genetically Modified Organisms) merupakan istilah lain untuk tanaman transgenik. a. Benar b. Salah
II. Atribut Produk 1. Pertimbangan apa yang akan anda lakukan dalam memutuskan merek makanan, dalam hal ini keripik kentang pringles yang ingin anda beli (jawaban boleh lebih dari satu). a.
Kandungan gizi dan kandungan bahan pengawet
b. Harga Produk
2.
c.
Label Produk
a.
Kemasan produk yang menarik
b.
Rasa dan aroma produk
c.
Kehalalan produk
d.
Keamanan Produk
Apakah anda tahu, bahwa dalam bahan makanan dalam produk keripik kentang pringles mengandung bahan berbahaya ? a.
Ya, tahu
b.
Tidak tahu
III. Kesadaran Akan Merek 1.
Merek produk apa yang dapat anda ingat berikut ini, yang merupakan produk transgenik berdasarkan hasil penelitian YLKI.
2.
a.
Keripik kentang pringles
b.
Kripik kentang potatos
Apakah anda tahu bahwa produk keripik kentang pringles produksi P&G mengandung transgenik berdasarkan hasil penelitian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) pada bulan Juli 2006. a.
Tahu
b.
Tidak tahu
84
3.
Apakah anda akan menerima keripik kentang pringles sebagai produk transgenik untuk di konsumsi a.
Menerima
b.
Tidak menerima
4. Setelah Anda mengetahui bahwa keripik kentang pringles mengandung transgenik, apakah anda akan tetap mengkonsumsinya atau pindah ke produk lain yang sejenis a.
Akan tetap mengkonsumsi
b.
Pindah ke produk sejenis nontransgenik
c.
Sama sekali tidak akan mengkonsumsi
IV.
Kepercayaan Tentang Produk
1.
Manakah dari produk makanan berikut yang lebih enak rasa dan kualitas produknya?
2.
3.
4.
a.
Keripik kentang pringles
b.
Keripik kentang lain
Apakah anda akan beralih bila produk keripik kentang pringles tersebut ditarik dari pasaran? a.
Setuju
b
Tidak setuju
Apakah anda percaya, bahwa produk keripik kentang pringles mengandung bahan kimia berbahaya? a.
Ya
b.
Tidak
Apakah Anda percaya, bahwa produk keripik kentang pringles merupakan produk transgenik? a.
Percaya
b.
Tidak Percaya
C.
Pengukuran Pengetahuan Pembelian
I.
Kepercayaan Tentang Toko
1.
Dimana produk keripik kentang pringles di jual secara bebas dan mudah untuk didapatkan? a.
Supermarket
b.
Toko/warung
c.
Pasar Tradisional
II.
Pengaturan Waktu Pembelian
1.
Apakah anda melakukan pembelian keripik kentang pringles dilakukan setiap waktu? a.
Setiap hari
b.
Seminggu sekali
c.
Lebih dari seminggu sekali
d.
Tidak pernah
D.
Proses Keputusan Pembelian
I.
Pengenalan Kebutuhan
1.
Alasan utama anda menerima keripik kentang pringles a.
Makanan selingan
b.
Coba sesuatu yang baru
c.
Memiliki pengetahuan kegunaannya
d.
Sebagai perwujudan gaya hidup (prestise)
e.
Melihat orang lain membeli
f.
Memiliki sumber daya ekonomi yang cukup
g.
Alasan lain
85
2.
Manfaat apa yang anda peroleh dari menerima produk pringles a.
Sebagai makanan selingan
b.
Pemenuhan gizi
c.
Sebagai oleh-oleh
II.
Pencarian Informasi
1.
Sumber informasi yang anda peroleh tentang produk transgenik berasal darimana bila anda pernah mengetahuinya a.
2.
Media massa dan elektronik
b.
Anggota keluarga
c.
Tempat membeli
d.
Teman/kenalan
e.
Alasan lainnya
Informasi apa yang biasa anda cari dalam membeli keripik kentang pringles a.
Tanggal kadaluwarsa
b.
Produk impor atau bukan
c.
Komposisi produk
d.
Tidak memperhatikan
e.
Pusat informasi dan pelayanan keluhan
III
Evaluasi Alternatif
1.
Dalam menerima produk pringles, atibut produk apa yang anda pertimbangkan
IV 1.
2.
3.
a.
Kandungan gizi dan bahan pengawet
b.
Harga produk
c.
Label Produk
d.
Kemasan produk
e.
Rasa dan aroma produk
f.
Kehalalan produk
g.
Keamanan produk
Proses Keputusan Pembelian Dimana produk keripik kentang pringles di jual secara bebas dan mudah untuk didapatkan? a.
Pasar swalayan/supermarket
b.
Toko/warung
c.
Pasar Tradisional
Siapakah yang paling berpengaruh dalam pembelian produk pringles a.
Pribadi
b.
Keluarga
c.
Lainnya
Seberapa Sering anda melakukan pembelian produk transgenik keripik kentang pringles dalam sebulan a.
Satu kali/bulan
b.
2-3 kali/bulan
c.
3-5 kali/bulan
d.
Lebih dari 5 kali/bulan
86
4.
Berdasarkan tingkat harga, menurut anda produk keripik kentang pringles digolongkan pada tingkat apa? a.
Mahal
b.
Murah
V
Proses Pasca Pembelian
1.
Setelah anda mengkonsumsi pringles apakah anda merasa puas dengan produk keripik kentang pringles
2.
a.
Ya, puas
b.
tidak puas
Apakah sikap anda setelah mengetahui bahwa pringles merupakan salah satu produk transgenik berdasarkan hasil penelitian YLKI pada bulan juli 2006 a.
Akan tetap mengkonsumsi
b.
Sama sekali tidak akan mengkonsumsi
c.
Tidak tahu
d.
Pindah ke produk nontransgenik
87
Lampiran 2. Hasil Output Tabulasi Silang dan Uji Chi Square Pengetahuan dan Penerimaan Terhadap ProdukTransgenik 1. Tabulated Statistics: Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik dengan Usia Rows: Pengetahuan
Columns: Usia
2
3
4
5
All
0
6 14.29 75.00 10.00 6 5.60 0.17
20 47.62 71.43 33.33 20 19.60 0.09
15 33.33 66.67 23.33 15 14.70 -0.18
2 4.76 66.67 3.33 2 2.10 -0.07
42 100.00 70.00 70.00 42 42.00 --
1
3 11.11 25.00 3.33 3 2.40 -0.26
8 44.44 28.57 13.33 8 8.40 -0.14
7 38.89 33.33 11.67 7 6.30 0.28
0
0 0.90 0.11
18 100.00 30.00 30.00 18 18.00 --
9 13.33 100.00 13.33 9 8.00 --
28 46.67 100.00 46.67 28 28.00 --
21 35.00 100.00 35.00 21 21.00 --
2 5.00 100.00 5.00 2 3.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
All
-------
Chi-Square = 0.967, DF = 3
2. Tabulated Statistics: Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik dengan Jenis Kelamin Rows: Pengetah
0
1
Columns: Jenis Kelamin
0
1
All
11 26.19 61.11 18.33 11 12.60 -0.45 7 38.89 38.89 11.67 7 5.40 0.69
31 73.81 73.81 51.67 31 29.40 0.30 11 61.11 26.19 18.33 11 12.60 -0.45
42 100.00 70.00 70.00 42 42.00 -18 100.00 30.00 30.00 18 18.00 --
88
All
18 30.00 100.00 30.00 18 18.00 --
42 70.00 100.00 70.00 42 42.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
Chi-Square = 0.967, DF = 1, P-Value = 0.325
3. Tabulated Statistics: Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik dengan Pendapatan Konsumen Rows: Pengetah
Columns: Pendapatan
3
4
5
All
0
23 57.14 77.42 40.00 24 21.70 0.49
15 35.71 57.69 25.00 15 18.20 -0.75
4 7.14 100.00 5.00 3 2.10 0.62
42 100.00 70.00 70.00 42 42.00 --
1
7 38.89 22.58 11.67 7 9.30 -0.75
11 61.11 42.31 18.33 11 7.80 1.15
0
0 0.90 -0.95
18 100.00 30.00 30.00 18 18.00 --
30 51.67 100.00 51.67 31 31.00 --
26 43.33 100.00 43.33 26 26.00 --
4 5.00 100.00 5.00 3 3.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
All
----
Chi-Square = 4.225, DF = 2
4. Tabulated Statistics: Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik dengan Pengeluaran Konsumen Rows: Pengetah
0
Columns: Pengelua
2
3
All
2 38.10 64.00 26.67 2 17.50 -0.36
40 61.90 74.29 43.33 40 24.50 0.30
42 100.00 70.00 70.00 42 42.00 --
89
1
All
0 ------0 7.50 0.55 2 41.67 100.00 41.67 25 25.00 --
18 50.00 25.71 15.00 9 10.50 -0.46 58 58.33 100.00 58.33 35 35.00 --
18 100.00 30.00 30.00 18 18.00 -60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
Chi-Square = 0.887, DF = 1, P-Value = 0.391
5. Tabulated Statistics: Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik dengan Jumlah Aggota Keluarga Rows: Pengetah
Columns: J.keluar
1
2
3
All
0
2 4.76 28.57 3.33 2 4.90 -1.31
39 92.86 76.47 65.00 39 35.70 0.55
1 2.38 50.00 1.67 1 1.40 -0.34
42 100.00 70.00 70.00 42 42.00 --
1
5 27.78 71.43 8.33 5 2.10 2.00
12 66.67 23.53 20.00 12 15.30 -0.84
1 5.56 50.00 1.67 1 0.60 0.52
18 100.00 30.00 30.00 18 18.00 --
7 11.67 100.00 11.67 7 7.00 --
51 85.00 100.00 85.00 51 51.00 --
2 3.33 100.00 3.33 2 2.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
All
Chi-Square = 7.119, DF = 2
90
6. Tabulated Statistics: Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik dengan Tingkat Pendidikan Rows: Pengetah
0
1
2
3
All
3 7.14 100.00 5.00 3 2.10 0.62
3 7.14 60.00 5.00 3 3.50 -0.27
36 85.71 69.23 60.00 36 36.40 -0.07
42 100.00 70.00 70.00 42 42.00 --
0
0 0.90 -0.95
2 11.11 40.00 3.33 2 1.50 0.41
16 88.89 30.77 26.67 16 15.60 0.10
18 100.00 30.00 30.00 18 18.00 --
3 5.00 100.00 5.00 3 3.00 --
5 8.33 100.00 8.33 5 5.00 --
52 86.67 100.00 86.67 52 52.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
1 ----
All
Columns: Pendidikan
Chi-Square = 1.538, DF = 2
7. Tabulated Statistics: Pengetahuan Terhadap Produk Transgenik dengan Karakteristik pekerjaan Rows: Pengetah
Columns: pekerjaa
2
3
4
All
0
3 9.52 80.00 6.67 4 3.50 0.27
32 73.81 67.39 51.67 31 32.20 -0.21
7 16.67 77.78 11.67 7 6.30 0.28
42 100.00 70.00 70.00 42 42.00 --
1
1 5.56 20.00 1.67 1 1.50 -0.41
15 83.33 32.61 25.00 15 13.80 0.32
2 11.11 22.22 3.33 2 2.70 -0.43
18 100.00 30.00 30.00 18 18.00 --
4 8.33 100.00 8.33 5 5.00
47 76.67 100.00 76.67 46 46.00
9 15.00 100.00 15.00 9 9.00
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00
All
91
Chi-Square = 0.389, DF = 2, P-Value = 0.724 3 cells with expected counts less than 5.0
8. Tabulated Statistics: Penerimaan Terhadap Produk Transgenik dengan Usia Rows: Penerima
Columns: Usia
2
3
4
5
All
0
3 8.82 37.50 5.00 3 4.53 -0.72
17 50.00 60.71 28.33 17 15.87 0.28
12 38.24 61.90 21.67 13 11.90 0.32
2 2.94 33.33 1.67 1 1.70 -0.54
34 100.00 56.67 56.67 34 34.00 --
1
5 19.23 62.50 8.33 5 3.47 0.82
11 42.31 39.29 18.33 11 12.13 -0.33
10 30.77 38.10 13.33 8 9.10 -0.36
0
0 1.30 0.61
26 100.00 43.33 43.33 26 26.00 --
8 13.33 100.00 13.33 8 8.00 --
28 46.67 100.00 46.67 28 28.00 --
22 35.00 100.00 35.00 21 21.00 --
2 5.00 100.00 5.00 3 3.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
All
-------
Chi-Square = 2.953, DF = 3, P-Value = 0.516 4 cells with expected counts less than 5.0
9. Tabulated Statistics: Penerimaan Terhadap Produk Transgenik dengan Jenis Kelamin Rows: Penerimaan
Columns: JK
0
1
All
0
9 26.47 50.00 15.00 9 10.20 -0.38
25 73.53 59.52 41.67 25 23.80 0.25
34 100.00 56.67 56.67 34 34.00 --
1
9 34.62 50.00 15.00
17 65.38 40.48 28.33
26 100.00 43.33 43.33
92
All
9 7.80 0.43
17 18.20 -0.28
26 26.00 --
18 30.00 100.00 30.00 18 18.00 --
42 70.00 100.00 70.00 42 42.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
Chi-Square = 0.465, DF = 1, P-Value = 0.495
10. Tabulated Statistics: Penerimaan, Pendapatan Rows: Penerima
Columns: Pendapat
3
4
5
All
0
25 73.53 80.65 41.67 25 17.57 1.77
8 23.53 30.77 13.33 8 14.73 -1.75
1 2.94 33.33 1.67 1 1.70 -0.54
34 100.00 56.67 56.67 34 34.00 --
1
5 23.08 19.35 10.00 6 13.43 -2.03
18 69.23 69.23 30.00 18 11.27 2.01
3 7.69 66.67 3.33 2 1.30 0.61
26 100.00 43.33 43.33 26 26.00 --
30 51.67 100.00 51.67 30 31.00 --
26 43.33 100.00 43.33 26 26.00 --
4 5.00 100.00 5.00 4 3.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
All
Chi-Square = 17.423, DF = 2, P-Value = 0.001 2 cells with expected counts less than 5.0
11. Tabulated Statistics: Penerimaan Terhadap Produk Transgenik dengan Pengeluaran Konsumen Rows: Penerima
0
Columns: Pengeluaran
2
3
All
2 41.18 56.00 23.33 2 14.17 -0.04
32 58.82 57.14 33.33 32 19.83 0.04
34 100.00 56.67 56.67 34 34.00 --
93
1
All
0 ------0 10.83 0.05
26 57.69 42.86 25.00 26 15.17 -0.04
26 100.00 43.33 43.33 26 26.00 --
2 41.67 100.00 41.67 2 25.00 --
58 58.33 100.00 58.33 58 35.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
Chi-Square = 1.582, DF = 1, P-Value = 0.930
12. Tabulated Statistics: Penerimaan Terhadap Produk Transgenik dengan Jumlah Anggota Keluarga Rows: Penerima
Columns: J.keluar
1
2
3
All
0
3 8.82 42.86 5.00 3 3.97 -0.49
29 85.29 56.86 48.33 29 28.90 0.02
2 5.88 100.00 3.33 2 1.13 0.81
34 100.00 56.67 56.67 34 34.00 --
1
4 15.38 57.14 6.67 4 3.03 0.56
22 84.62 43.14 36.67 22 22.10 -0.02
0
0 0.87 -0.93
26 100.00 43.33 43.33 26 26.00 --
7 11.67 100.00 11.67 7 7.00 --
51 85.00 100.00 85.00 51 51.00 --
2 3.33 100.00 3.33 2 2.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
All
----
Chi-Square = 2.074, DF = 2 * WARNING * 1 cells with expected counts less than 1.0 * Chi-Square approximation probably invalid 4 cells with expected counts less than 5.0
13. Tabulated Statistics: Penerimaan Terhadap Produk Transgenik dengan Pendidikan Rows: Penerima
0
Columns: Pendidik
1
2
3
All
3
3
28
34
94
8.82 100.00 5.00 3 1.70 1.00
8.82 60.00 5.00 3 2.83 0.10
82.35 53.85 46.67 28 29.47 -0.27
100.00 56.67 56.67 34 34.00 --
0
0 1.30 -1.14
2 7.69 40.00 3.33 2 2.17 -0.11
24 92.31 46.15 40.00 24 22.53 0.31
26 100.00 43.33 43.33 26 26.00 --
3 5.00 100.00 5.00 3 3.00 --
5 8.33 100.00 8.33 5 5.00 --
52 86.67 100.00 86.67 52 52.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
1 ----
All
Chi-Square = 2.485, DF = 2, P-Value = 0.289 4 cells with expected counts less than 5.0
14. Tabulated Statistics: Penerimaan Terhadap Produk Transgenik dengan Karakteristik pekerjaan Rows: Penerima
Columns: pekerjaa
2
3
4
All
0
2 5.88 40.00 3.33 2 2.83 -0.50
26 76.47 56.52 43.33 26 26.07 -0.01
6 17.65 66.67 10.00 6 5.10 0.40
34 100.00 56.67 56.67 34 34.00 --
1
2 5.54 60.00 5.00 2 2.17 0.57
21 76.92 43.48 33.33 20 19.93 0.01
3 11.54 33.33 5.00 3 3.90 -0.46
26 100.00 43.33 43.33 26 26.00 --
4 8.33 100.00 8.33 4 5.00 --
47 76.67 100.00 76.67 47 46.00 --
9 15.00 100.00 15.00 9 9.00 --
60 100.00 100.00 100.00 60 60.00 --
All
Chi-Square = 0.474, DF = 2, P-Value = 0.627 3 cells with expected counts less than 5.0
95
Lampiran 3. Hasil Output Minitab 14,0 Model Regresi Logistik Binary Logistic Regression: Penerimaan versus Pendapatan, Usia, ... Step 0 1 2 3 4 5 6 7
Log-Likelihood -41.054 -20.732 -17.755 -17.062 -16.979 -16.977 -16.977 -16.977
Link Function:
Logit
Response Information Variable Penerima
Value 1 0 Total
Count 26 34 60
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Constant Pndapata Umur J.keluar Pendidik 1 Pendidik 1 Frk.pemb Harga JK Informas
Coef -3.284 1.334 -0.8812 -0.706
SE Coef 7.313 1.157 0.8190 1.366
-0.194
2.144
-1.547 2.3906 2.107 -1.482 2.600
2.380 0.9013 1.975 1.239 1.054
Z -0.45 1.15 -1.08 -0.52
Odds Ratio
P 0.653 0.249 0.282 0.605
-0.09 0.928 -0.65 2.65 1.07 -1.20 2.47
0.516 0.008 0.286 0.231 0.014
95% CI Lower Upper
3.80 0.41 0.49
0.39 0.08 0.03
36.65 2.06 7.18
0.82
0.01
55.08
0.21 10.92 8.22 0.23 13.46
0.00 1.87 0.17 0.02 1.71
22.61 63.89 394.42 2.57 106.14
Log-Likelihood = -16.977 Test that all slopes are zero: G = 48.154, DF = 9, P-Value = 0.000 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 59.194 31.181 9.624
DF 35 35 8
P 0.006 0.653 0.292
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group Value Total 1 Obs 26 Exp
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
0
0
0
2
5
6
5
5
3
0.0
0.1
0.3
0.8
1.9
3.7
4.8
5.6
5.8
3.0
96
0 Obs
8
7
6
6
4
1
0
1
1
0
Exp
8.0
6.9
5.7
5.2
4.1
2.3
1.2
0.4
0.2
0.0
Total
8
7
6
6
6
6
6
6
6
3
34
60 Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 836 44 4 884
Percent 94.6% 5.0% 0.5% 100.0%
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
97
0.90 0.90 0.45