DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL DEPAN......................................................................
ii
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ......................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN ..................
iv
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI .......................
v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................
vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................
vii
HALAMAN DAFTAR ISI ..............................................................................
x
ABSTRAK .......................................................................................................
xiii
ABSTRACT .....................................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................
6
1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................
7
1.4 Orisinalitas Penelitian ............................................................
7
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................
8
1.5.1 Tujuan Umum ............................................................
8
1.5.2 Tujuan Khusus ...........................................................
8
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................
8
1.6.1 Manfaat Teoritis .........................................................
8
1.6.2 Manfaat Praktis ..........................................................
9
1.7 Landasan Teoritis ...................................................................
9
BAB II
BAB III
1.8 Metode Penelitian ..................................................................
14
1.8.1 Jenis Penelitian ...........................................................
14
1.8.2 Jenis Pendekatan .......................................................
15
1.8.3 Sumber Bahan Hukum ...............................................
16
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .........................
16
1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ........
17
TINJAUAN
UMUM
TENTANG
PERKAWINAN
DAN
PERJANJIAN KAWIN ................................................
18
2.1 Perkawinan ....................................................................
18
2.1.1 Pengertian dan Sah nya Perkawinan ......................
18
2.1.2 Prinsip - prinsip Perkawinan .................................
19
2.1.3 Akibat Perkawinan................................................
21
2.2 Perjanjian Kawin ............................................................
22
2.2.1 Pengertian Perjanjian Kawin .................................
22
2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Kawin ...........................
26
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA MASINGMASING DALAM ADANYA PERJANJIAN KAWIN ..........
31
3.1 Perlindungan Hukum Terhadap Harta Masing – Masing Dalam Perjanjian kawin ....................................................................... 31 3.2 Kendala
–
Kendala
Dalam
Melaksanakan
Kawin............................................................................ BAB IV
Perjanjian 39
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN KAWIN ....................
44
4.1 Wewenang
Notaris
Dalam
Pembuatan
Akta
Perjanjian
Kawin .............................................................................. 44 ............................................................................... 4.2 Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian
BAB V
Kawin ..............................................................................
48
PENUTUP .....................................................................
52
5.1 KESIMPULAN ......................................................................
52
5.2 SARAN ..................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA RINGKASAN SKRIPSI
ABSTRAK
Perkawinan merupakan ikatan hidup dua pribadi, baik mental, rohaniah maupun bathiniah. Dengan berlangsungnya perkawinan antara seorang pria dan wanita, maka seketika itu harta yang mereka peroleh menjadi harta bersama. Pasal 35 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Namun apabila para pihak menginginkan harta tersebut dipisahkan satu sama lain, maka dapat dibuat suatu perjanjian yang dinamakan perjanjian kawin. Perjanjian perkawinan merupakan perjanjian yang dilakukan oleh calon suami dan calon istri sebelum melangsungkan perkawinan. Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang menyangkut tentang harta. Adapun bentuk perjanjian tersebut adalah secara tertulis, yang dibuat dihadapan Pegawai Pencatat Pernikahan. Peranan Notaris dalam pembuatan perjanjian perkawinan sangat diperlukan, karena dalam perjanjian perkawinan mengatur banyak hal, khususnya mengenai harta kekayaan. Akibat hukum yang timbul dari perjanjian perkawinan adalah apabila dikemudian hari mereka bercerai atau salah satunya meninggal dunia. Maka dengan adanya perjanjian kawin akan memudahkan dalam hal pembagian harta dan tidak menimbulkan perbedaan pendapat atau bahkan perkelahian yang dapat memecahkan keluarga dari kedua belah pihak (keluarga pihak istri dan keluarga pihak suami. Dimana didalam penulisan ini menggunakan metode pendekatan Normatif dengan Menggunakan data Sekunder. Adapun teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara study ke perpustakaan, data tersebut kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisa Nomatif Kualitatif. Hasil penelitian dengan adanya perjanjian kawin akan memberi perlindungan hukum terhadap harta masing-masing dalam perkawinan bagi suami istri. Dalam pelaksanaan perjanjian kawin ada kendala dalam memicu perselisihan bagi par a pihak. Wewenang dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta yang dibuatnya adalah sebatas isi perjanjian kawin yang telah memenuhi syarat sahnya perjanjian. Kata kunci : Perjanjian kawin, Harta perkawinan
ABSTRACT Marriage is a bond the two private life, mental, spiritual and bathiniah. With the ongoing marriage between a man and a woman, you instantly become the property they acquired joint property. Article 35 of Law No. 1 of 1974 states that property acquired during the marriage become community property, while the property inherited from their respective husbands and wives and property derived respectively as a gift or inheritance, is under the control of each long as the parties do not specify other. However, if the parties wanted the treasure they are separated from each other, it can be made an agreement, called the agreement mating. The marriage covenant is an agreement made by the future husband and wife candidates prior to mate. The marriage covenant is an agreement concerning the treasures. The form of the agreement is in writing, made before Employee Marriage Registrar. The role of the Notary in making the marriage covenant is essential, because in the marriage covenant are arranged many things, especially about wealth. Legal consequences arising from the marriage covenant is that if in the future they divorce or one of them died. So with the agreement mating will facilitate the division of property and does not cause disagreement or even a fight that can solve a family of both parties (the family of the wife and family of the husband. Where in this study using the approach Normative Using secondary data. The technical secondary data collection is done by way of study to the library, the data is then processed and analyzed using the methods of analysis Nomatif Qualitative. the results with their agreement to marry will give legal protection to the property of each in the marriage of husband and wife. in the implementation of the agreement to marry there constraints in triggering the dispute to the parties. the authorities and responsibilities of a notary in the deed that made the agreement is limited to mating qualified validity of the agreement. Keywords: Agreement mating, marriage Treasure
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis, suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara yang kompleks dan plural. Berbagai masyarakat ada disini. Namun Indonesia dikenal sebagai negara yang memegang teguh adat ketimuran yang terkenal sopan dan sifat kekeluargaan yang tinggi. Namun dengan bergulirnya zaman dan peradaban, kehidupan masyarakat kini semakin kompleks dan rumit. Manusia sebagai makhluk individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena manusia sejak lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia selalu di dalam lingkungan masyarakat dan menjadi kodrat manusia untuk hidup berdampingan dengan sesama manusia dan berusaha untuk meneruskan keturunan dengan cara melangsungkan perkawinan. Dalam lembaga perkawinan masyarakat kita sejak dahulu mengenal adanya pencampuran harta perkawinan. Para mempelai tidak pernah meributkan mengenai harta masing-masing pihak. Asas saling percaya dan memahami pasangan menjadi landasan dalam penyatuan harta perkawinan. Perlahan budaya asing yang dikenal bersifat individualistis dan materialistis masuk ke Indonesia melalui para penjajah. Setelah berabad-abad pola hidup mereka menurun pada generasi bangsa Indonesia. Dalam pandangan
masyarakat, perkawinan merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga sebagai dasar kehidupan masyarakat dan negara. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, perlu adanya landasan yang kokoh dan kuat sebagai titik tolak pada masyarakat yang adil dan makmur, hal ini dituangkan dalam suatu Undang-undang perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus juga merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggan.1 Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubunganhubungan keperdataan seperti hak dan kewajiban suami istri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seseorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sebelum diundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ketentuan, tata cara dan sahnya suatu
1
H. Hilman, Hadikusuma, 2007, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat dan Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, hal. B
perkawinan didasarkan pada hukum agama yang dianut para pihak maupun hukum adat yang berlaku pada daerah tertentu yang akan melangsungkan perkawinan, sehingga dapat ditemui bahwa tata cara suatu perkawinan akan berbeda menurut agama yang dianut masing-masing. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Dengan demikian Undang-undang perkawinan tersebut merupakan landasan untuk menciptakan kepastian hukum akibat dari suatu perkawinan baik dari sudut hukum keluarga, harta benda dan status hukumnya. Akibat perkawinan terhadap harta benda suami istri menurut KUHPerdata adalah harta campuran bulat dalam pasal 119 KUHPerdata harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan yaitu harta yang sudah ada pada waktu perkawinan, harta yang diperoleh sepanjang perkawinan. Perjanjian kawin harus dibuat dalam bentuk tertulis, dan dibuat sebelum perkawinan berlangsung, serta mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. Perjanjian itu dilekatkan pada akta nikah dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan surat nikah, dan perjanjian perkawinan dibuat atas persetujuan atau kehendak bersama, dibuat secara tertulis, disahkan oleh pegawai catatan sipil, serta tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan.2 Dalam Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974, perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29 ayat 4 dimana perjanjian perkawinan yang telah dibuat
2
Martiman Prodjohamidjojo, 2002, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal Centre Publishing, hal. 30.
dimungkinkan untuk diubah sepanjang tidak merugikan pihak ketiga. Berdasarkan Pasal 29 tersebut di atas, perjanjian kawin yang diadakan antara suami istri adalah perjanjian tertulis kecuali talik talak yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, apapun yang diperjanjikan asalkan tidak melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan, serta jika terjadi perjanjian perkawinan itu disahkan bukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan maka perjanjian itu tidak dapat dikatakan perjanjian perkawinan melainkan perjanjian biasa yang berlaku secara umum.3 Perjanjian kawin merupakan sarana untuk melakukan proteksi terhadap harta bawaan masing-masing. Apakah sejak awal ada pemisahan harta dalam perkawinan atau ada harga bersama namun diatur cara pembagiannya bila terjadi perceraian. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Perjanjian Kawin juga banyak dipilih calon pasangan yang salah satu atau keduanya punya usaha beresiko tinggi. Misalnya, sebuah usaha yang dikelola di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang memungkinkan banyak terjadinya hal yang tak terduga. Dalam pengajuan kredit, misalnya, bank menganggap harta suami istri adalah harta bersama. Jadi, utang juga jadi tanggungan bersama. Dengan perjanjian kawin, pengajuan utang jadi tanggungan pihak yang mengajukan saja, sedangkan pasangannya bebas dari
3
H.A. Damanhuri, 2007, Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Bandung: Mandar Maju, hal. 11
kewajiban. Lalu, kalau debitur dinyatakan bangkrut, keduanya masih punya harta yang dimiliki pasangannya untuk usaha lain di masa depan, dan untuk menjamin kesejahteraan keuangan kedua pihak, terutama anak-anak. Jadi, perjanjian kawin dalam hal ini banyak mengandung nilai positifnya. Dalam hubungan hukum, perjanjian kawin merupakan bagian dari hukum perjanjian terikat pada syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu: untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Sesuatu hal tertentu 4. Sesuatu sebab yang halal Pembuatan perjanjian kawin, dilakukan baik dalam bentuk tertulis atau akta, baik di bawah tangan maupun dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat segala peristiwa yang dijadikan dasar dari sesuatu hak atau perikatan, dan dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.4 Berkaitan dengan akta otentik dan kewenangan notaris selaku pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, dapat lebih jauh dilihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
4
106.
Sudikno Mertokusumo, 1986, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, hal.
Jabatan Notaris yaitu konsiderans butir b disebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Selanjutnya dengan telah dibuatnya perjanjian kawin harus didaftarkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri yang di dalam wilayah hukumnya perkawinan tersebut dilangsungkan. Tujuannya adalah memenuhi asas publisitas. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka timbul suatu permasalahan yang perlu penulis bahas lebih lanjut. Adapun permasalahan yang dimaksud adalah: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap harta suami - istri dengan adanya perjanjian kawin? 2. Bagaimana wewenang dan tanggung jawab Notaris atas akta perjanjian kawin yang dibuatnya? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Di dalam penulisan skripsi ini, agar pembahasannya tidak jauh menyimpang, maka masalah yang dibahas dibatasi ruang lingkupnya. Skripsi ini akan membahas tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap harta suami - istri dengan adanya perjanjian perkawinan dan juga akan membahas bagaimana wewenang dan tanggung jawab Notaris atas akta perjanjian kawin yang dibuatnya.
1.4 Orisinalitas Penelitian Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 2 (dua) skripsi ilmu hukum terdahulu melalui penulusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi penulisan dan untuk menghindari terjadinya plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini memang hasil karya dan pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang dimaksud adalah : No 1
Judul
Penulis
Penyelesaian Sengketa
Rabiatul
Harta Bersama dan
Adawiyah. K
Harta Bawaan
2
Kedudukan Perjanjian
Fitrianty
Perkawinan dan Akibat
Chuzaimah
Hukumnya Ditinjau dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kedudukan hukum dari harta bersama dan harta bawaan? 2. Bagaimanakah tata cara penyelesaian harta bersama yang bercampur dengan harta bawaan? 1. Bagaimanakah kedudukan perjanjian perkawinan dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan? 2. Bagaimanakah peran Notaris dalam pembuatan akta perjanjian Perkawinan? 3. Bagaimanakah akibat hukum yang timbul dari pelaksanaan perjanjian
perkawinan dan penyelesaiannya?
1.5 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini ada dua yaitu: 1.5.1
Tujuan Umum 1. Untuk menambah pengalaman di dalam membuat tulisan ilmiah 2. Untuk memenuhi persyaratan formal bagi semua mahasiswa tingkat akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
1.5.2
Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap harta masingmasing dalam perjanjian kawin. 2. Untuk mengetahui wewenang dan tanggung jawab Notaris atas akta perjanjian kawin yang dibuatnya.
1.6 Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya sehingga penelitian ini berm anfaat secara teoritis dan praktis. 1.6.1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu, khususnya
ilmu
hukum
tentang
masalah
hukum
keluarga,sehingga dapat menambah referensi ilmiah yang berguna untuk pengembangan ilmu hukum 1.6.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kepentingan negara, masyarakat, dan pembangunan khususnya bidang hukum perkawinan 1.7 Landasan Teoritis A. Teori Kepastian Hukum Dalam kaitannya dengan teori kepastian hukum ini O. Notohamidjojo mengemukakan berkenaan dengan tujuan hukum yakni : Melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat, melindungi lembaga-lembaga social dalam masyarakat (dalam arti luas, yang mencakup lembaga-lembaga social di bidang politik, social, ekonomi dan kebudayaan), atas dasar keadilan untuk mencapai keseimbangan serta damai dan kesejahteraan umum (bonum commune). 5 Selanjutnya dikemukakan : Hukum yang berwibawa itu ditaati, baik oleh pejabat-pejabat hukum maupun oleh justitiabelen yaitu orangorang yang harus menaati hukum itu. Hukum akan bertambah kewibawaannya, jika : 1. Memperoleh dukungan dari value sistem yang berlaku dalam masyarakat. Hukum salah satu jenis norma dalam value sistem yang berlaku akan lebih mudah ditopang oleh norma social lain yang berlaku.
5
O. Notohamidjojo,1970, Makna Negara Hukum, Jakarta, BPK, hal. 80-82.
2. Hukum dalam pembentukannya ordeningssubject atau pejabatpejabat hukum, tidak diisolasikan dari norma-norma sosial lain, bahkan disambungkan dengan norma-norma yang berlaku. 3. Kesadaran hukum dari para justitiabelen. Wibawa hukum akan bertambah kuat apabila kesadaran hukum yang baru. 4. Kesadaran hukum pejabat dari pejabat hukum yang dipanggil untuk memelihara hukum dan untuk menjadi penggembala hukum, pejabat hukum harus insaf dan mengerti bahwa wibawa hukum itu bertambah apabila tindakannya itu tertib menurut wewenanganya dan apabila ia menghormati dan melindungi tata ikatannya (verbandsorde). 6 Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja berkaitan dengan kepastian, beliau menyatakan sebagai berikut: Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakan adanya kepastian dalam pergaulan antarmanusia dalam masyarakat teratur, tetapi merupakan syarat mutlak bagi suatu organisasi hidup yang melampaui batas-batas saat sekarang. Karena itulah terdapat lembaga-lembaga hukum, seperti perkawinan, hak milik dan kontrak. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya manusia tak mungkin mengembangkan bakatbakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optima dalam masyarakat tempat ia hidup.7 Teori kepastian hukum oleh Gustav Radbruch menyatakan bahwa :”sesuatu yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”.8 Jadi, hukum dibuat
6
Ibid, hal. 83-84 Mochtar Kusuma atmadja, 1970, Fungsi dan perkembangan Hukum dalam pembangunan Nasional, Majalah Pajajaran, Bandung, No 1 jilid III, hal. 6 8 Muhamad Erwin, 2011, Filsafat Hukum: Refleksi krisis terhadap hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persad, hal. 123. 7
pun ada tujuannya, tujuannya ini merupakan suatu nilai yang ingin diwujudkan manusia, tujuan hukum yang utama ada tiga, yaitu: Keadilan Untuk Keseimbangan, Kepastian Untuk ketetapan, Kemanfaatan untuk kebahagian. Pemikiran para pakar hukum, bahwa wujud kepastian hukum pada umumnya berupa peraturan tertulis yang dibuat oleh suatu badan yang mempunyai otoritas. Kepastian hukum sendiri merupakan salah satu asas dalam tata pemerintahan yang baik, dengan adanya suatu kepastian Hukum maka dengan sendirinya warga masyarakat akan mendapatkan perlindungan Hukum. Suatu kepastian hukum mengharuskan terciptanya suatu peraturan umum atau kaidah umum yang berlaku secara umum, serta mengakibatkan bahwa tugas hukum umum untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia). Hal ini dilakukan agar terciptanya suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat luas dan ditegakkannya serta dilaksanakan dengan tegas.9 B. Teori keadilan Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum. Tujuan hukum memang tidak hanya keadilan, tetapi juga mengenai kepastian hukum dan kemanfaatannya. Pakar teori keadilan yaitu Aristoteles menyatakan bahwa kata adil mengandung lebih dari satu arti. Adil dapat berarti menuntut hukum, dan apa yang sebanding yaitu yang semestinya.10 Disini ditunjukan
9
Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bandung, Binacipta, Hal. 15. Darji Darmadiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum (apa dan bagaimana filsafat hukum Indonesia), Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Hal. 156 10
bahwa seseorang dikatakan berlaku tidak adil apabila mengambil bagian lebih dari bagian yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga tidak adil, karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat dianggap sebagai adil.11 Thomas Aquinas selanjutnya membedakan keadilan atas dua kelompok yaitu: keadilan umum (Justitia generalis) dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undangundang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum. Selanjutnya keadilan
khusus
adalah
keadilan
atas
dasar
kesamaan
atau
proporsionalitas. 12 Teori Rawls sendiri dapat dikatakan berangkat dari pemikiranpemikiran seperti Jeremy Bentham, J.S. Mill dan Hume. Rawls berpendapat perlu adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Hukum menurut Rawls persepsikan sebagai wasit yang memihak dan tidak bersimpati dengan orang lain melainkan hukum justru harus menjadi penuntut agar orang dapat mengambil posisi dengan tetap memperhatikan kepentingan individunya.13 Menurut Robert Nozick, keadilan bukan merupakan perhatian utama Nozick. Robert Nozaick lebih memperdebatkan pembatasan peran Negara bahwa Negara minimal (minimal state) dan hanya Negara minimal adalah satu-satunya yang bisa dijustifikasi. Keadilan kemudian muncul karena
11
Ibid. Ibid. 13 Ibid, hal. 161-162. 12
keadilan distributive seperti dibayangkan Rawls sering dianggap sebagai rasionalisasi bagi Negara yang lebih dari minimal, dalam upayanya menunjukkan bahwa keadilan distributif tidak menyediakan rasionalisasi yang kuat bagi Negara yang lebih dari minimal.14 Jika terjadi hak maka terdapat kewajiban, jadi hak dan kewajiban dapat terjadi bila diperlukan suatu peristiwa yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat. Demikian pula pendapat dari Soedjono Dirdjosisworo bahwa “hak dan kewajiban timbul bila adanya suatu peristiwa hukum”. 15 Peristiwa hukum adalah “semua peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan akibat hukum, antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum”. 16 C. Teori Perlindungan Hukum Perlindungan
hukum
bagi
warga
Negara
Indonesia
adalah
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Perlindungan Hukum diberikan kepada Warga Negara Indonesia sangat diperlukan demi terciptanya peraturan Umum dan Kaidah Hukum yang berlaku Umum. Demi terciptanya fungsi hukum sebagai masyarakat yang tertib diperlukan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan serta jaminan atas terwujudnya kaidah hukum dimaksud dalam praktek hukum
14
Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan, Six Theories of Justice, Bandung, Nusa Media, hal. 89 15 Soedjono Dirdjosisworo, 2000, Penghantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, cetakan keenam, hal. 130. 16 Ibid.
dengan kata lain adanya jaminan penegakan hukum yang baik dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan suku ras serta kedudukan sosialnya serta tidak membeda-bedakan gender.17 Teori Perlindungan Hukum juga dimaksudkan memecahkan masalah kedua, yaitu mengenai perlindungan hukum bagi wanita jika perkawinan yang dilakukan hanya dicatatkan saja tidak sesuai dengan perundang-undangan Perkawinan. Perlindungan hukum bagi wanita telah diatur dalam beberapa produk-produk ukum yang berkaitan dengan wanita. Dalam perlindungan hukum ada 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan, yaitu: 1.Mengenai kepastian hukum (Rechtssicherheit). 2.Mengenai Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) 3.Mengenai Keadilannya (Gerechtigkeit). 1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara hukum normatif. Yang dimaksud dengan penelitian secara hukum normatif adalah penelitian terhadap suatu masalah yang didasarkan pada aspek hukum dari masalah yang bersangkutan
dengan
mengacu
pada
ketentuan
perundang-
undangan yang berlaku. 18
17 Munir Fuady, 2003, Aliran Hukum Kritis (paradigm ketidak Berdayaan Hukum), Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, Cet. 1, hal. 40. 18 Amirudin dan H.zainal Asikin, 2004,Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.163.
1.8.2. Jenis Pendekatan Jenis Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian yang dilakukan secara hukum normatif dalam skripsi ini adalah jenis pendekatan yang lebih mengacu pada jenis pendekatan Perundang undangan (The Statue Approach). pendekatan dengan peraturan perundang-undangan. Jenis pendekatan Perundang - undangan adalah pendekatan dengan melakukan penelitian pada peraturan perundangundangan dan mengkajinya secara sistematika. Dimana peraturan perundang-undangan tersebut tidak hanya diteliti secara teknis saja, melainkan pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan tersebut.19 Disini penulis meneliti dan mengkaji yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris serta bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas oleh penulis. Penelitian dengan metode normatif ini diambil dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini dipandang cukup layak untuk diterapkan, karena dengan metode penelitian ini akan diperoleh bahan hukum dan informasi secara
19
Ibid, h.127.
menyeluruh yang bersifat normatif baik dari hukum primer maupun sekunder. 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain: 1.
Sumber bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
2.
Sumber bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku atau literatur, pendapat para ahli hukum dan pendapat para sarjana hukum, majalah-majalah hukum serta istilah dalam kamus hukum yang berkaitan dengan permasalahan hukum tersebut yang berguna untuk memberikan penjelasan terhadap sumber hukum primer.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum diperoleh dari bahan-bahan hukum kepustakaan dengan cara mencatat bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan akta perjanjian kawin dan perlindungan hukum terhadap harta perkawinan serta dari literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.
1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun teknik pengolahan dan analisis bahan hukum dalam hal ini yang akan penulis lakukan adalah dengan cara kualitatif yaitu bahanbahan hukum yang diperoleh dalam penelitian tersebut diolah serta di analisis secara kualitatif dan penyajian secara deskriptif analisis, yaitu penyajian dibuat dengan konsep menggambarkan secara lengkap tentang aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah yang kemudian di analisis keberadaannya. Penelitian ini dilakukan dengan mengkategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif, bersifat deskriptif maksudnya penelitian yang bertujuan untuk melukiskan keadaan obyek atau peristiwanya, dan kualitatif diartikan sebagai kegiatan menganalisa bahan hukum secara komprehensif, yaitu bahan hukum sekunder dari berbagai kepustakaan dan literatur baik yang berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, maupun teori yang dikemukakan oleh para sarjana yang berhubungan dengan masalah yang diangkat.