Pengesahan Norma Transnasional
17
PENGESAHAN NORMA TRANSNASIONAL SEBAGAI UPAYA HARMONISASI MASYARAKAT GLOBAL Eman Suparman'
The improvement of mutual Living in recent times has leaning into a borderless collnrries. Based on that matter, in solving various problems OCCllrs, then there would be managed agreements between states in which always be implemented III the forl1l of international treaty both in the form of bilateral and multilateral treaty. The consequences for the treaty thereof, the form of agreement or treaty alike as time goes by had become the most imparlance source of law. Th e problem thereto is because in time to time the arising transnational matter requires the regulation that would only be able to condua if there's international treaty iJlSrnollem as the tool to solve the problems arouse. Kata Kunci :
I.
Pengesahan . 'orma Transnasional, Harmonisasi
Norma
Hl!~um,
PENDAHULUA"
Perkembangan kehidupan bersama manusia dewasa ini cenderung semakin tidak mengenal batas negara. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi pun kesepakatan antar negara-negara senantiasa diruangkan dalam bentuk perjanjian internasional bail bilateral maupun multilateral. Akibatnya, bentuk kesepakatan semacam itu kian hari kian menjadi sumber hukum yang semakin penting. Penul is adal ah Staf Pengajar pada Fakulta s Hukum UNPAD Bandung. Doktor lImu
Hukum . A1umni Universitas Diponeg oro Semarang.
Nomor i Tahun XXXiV
Hukum dall Pemballgunan
18
Persoalannya , karena semakin banyak masalah transnasional yang memerlukan pengaturan yang jangkauannya hanya mungkin dilakukan dengan instrumen perjanjian internas ional. Hal itu disebabkan peljanjian internasional sudah berhasil menciptakan norma-norma hukum baru yang diperlukan untuk mengatur hubungan antar negara dan antar masyarakat negara-negara yang volumenya semakin besar , intensitasnya semakin kuat, dan materinya semakin kompleks.'
II.
PERMASALAHAN
Suasana perubahan menjadi global sebagaimana diuraikan di atas, menginspirasi penulis untuk mengkaji dua masalah berikut ini: Pertama, benarkah proses akseptasi kaidah transnas ional telah berlangsung di Indonesia) Kedua, bagaimanakah serra dalam konteks apakah proses akseptasi norma-norma hukum transnasional itu terjadi?
III.
KESEPAKATAN NEGARA-NEGARA (pengertian dan Macanmya)
Adalah suatu kelaziman bila negara-negara berdaulat menghendaki suatu persoalan diselesaikan melalui perangkat norma yang disusun alas dasar kesepakatan bersama dengan lujuan dan akibat-akibat huku m terrentu, maka secara formal lahir dalam bentuk perjanjian internasional. Kepustakaan hukum memandu pembacanya untuk memahami pengen ian p erj anj ian yang diadakan perjanj ian inrernasional sebagai berikut: amara anggora mas}arakar bangsa-bangsa dall benujuan /./l/I l1k mengakibatkan akibar-akibar hllkum lerrenfU. .' Dalam komeks seperti
yang dimaksud di atas, perjanjian imernasional d ibedakan ke dalam Liua golongan , yaitu : "law lIIaking rrearies· dan "creal } comracts" .' Lill at Mochd. Bu.-him Tsani. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta : Liberty. 1990. h. 8-9 .
,
- Lihat Mochlar Kusumaatmatlja , Pengantar Hukum Internasional Bandung: Binac ipta. 1978. h. I09. 3 Baik fri ll' makinJ.: I remy ll1ilUpUn rremy COII/rae!s kedua-duanya adalah suatu cOllt ract. yai tu "ualU peljanjian mau perselujuan anlara pihak-pihak yang meng
Januari - Marel 2004
I I)
Pellgesahan Norma Transllasional
"Law making lre(l{ies", adalah perJ3nj ian internas ional ya ng l11engandung kaida h-kaidah hukum ya ng dapal berlaku seeara uni versa l bagi
anggota
masyarakat
bangsa~bang sa:
sehingga
dengan
demikian
dikategorikan sebagai perj anjian-perjanjian imernasional yang berfungsi sebagai sumber langsung huku m imernas ional' Sedangkan perjanlian internasional ya ng digolongkan sebagai "1I'e(l{)' COlllraC[5" mengandllng kelentuan- kelentuan yang mengatur hu bungan-hubunga n atau persoalan-
khusus antara pihak yang mengadakannya saja. sehingga peljanjian internas ional semacam ini hanya be rlaku khusus bagi para
persoaian
peserta perjanjian. Oleh sebab ilU. perjanjian-perjanjian internasi(lnal ya ng tergo long treaty COlilmas tidak seeara langsllng menjadi sumber hukum internasional. Kecenderungan semakin pentingnya perjanjian imernasional dala m mengatur berbagai persoalan. lernyata tidak hanya berlangsung dalam hidang hllkum publi k inrernasional. melai nkan juga berl angs ung dalam bidang hukum perdara imernasional (HPI). Ini ditunju kkan ul11pal11allya o leh upaya yang dilakuka n sejumlah negara sejak akh ir abad ke 19 melalui penyelenggaraa n beberapa ko nperensi dalal11 bidang HPI ya ng diselenggaraka n di Den Haag, yang amara lain bertujuan lI111llk l11el11pers iapkan unifikasi kaidah-kaidah HPJ. 5 Seperti diketahui, setiap negara merdeka dan berdaulat memilik i s istem HP1-nya sendiri-sendi ri, sehingga norma HPI setiap negara itu tidak sama . Untuk mengatasi keslliil31l yang limbu l dalam hal rer jadi hukan saja lau makillK treaty. namun TreatY cmllrarls j uga !-Ieca!"a (ida k langsung. md:llui proses llu kul11 kehiasaan dapal Juga merupakan law mak ing. Lihat Moc licar
KuSUmaaltlladja. Ibid ., h. 114 dan 115: Bdgk . .I .G . 'starke, Introduction International Law. (Nimh edition). London: Buuerworths. 1984. h. 40-44.
to
Micke Komar. el al. SUQ{u COl(f{all leI/ifill;: Praktek Indonesia da/am /II/Iml/grlll dell!':flll Kom'cu.\'i Willa /969 !{'mal/X Pefjmljirfll Imemos;oJlol. Banda Aceh. SimposiullI Pilla Umu m Perencanaa ll Hukum dan Pe rumJang -undangan. 1976. h. 3.
4
5
Sellluia KOl1perensi J-Iuk um Perdata Internasional (HPI) di Den Haag itu lllerup;lkan konperen si diplomat;k antara Ilcga ra- negara Eropa (negara- nega ra Eropa kominelllal) dengtln tujuan Ill cnjajagi kelllu ngki nan lllcngallak<111 unifikasi kaidah -kttidah HPI. Aka n (cla pi kemudian pesenanya diperl ua s dengan masuknya Jepang (dari Asia lahun 19(4). Kemudian seusai Perang Dunia kc II keanggoratln konperensi lersehUl makin diperlms dt!llgan masuknya lnggr is (1951). Turki (1956). Israel dan RPA ([960). USA (1964). Canada (I %8). dan kcmudian diikuli pula oleh Ilega ra-nega ra dari kawasan Alllerika Larin. Lihat Sudargo Gaur<.lma. Ca pita Sclccta Huku111 Pcrdata Intcrnasional. Bandullg: Alum ni , 1983. h. 6 .
Nomor I Tahwl XXXIV
20
Hukul1l dan Pembangunan
persoalan yang melibatkan dua negara atau lebih. negara-negara mengadakan upaya kerj asa ma internasional dengan jalan mempersiapkan konvensi-konvensi yang be rtujuan terciptanya unifikasi di dalam biclang hukum, khususnya hukum perdata. Akan tetapi upa ya yang d il akukan itu bukan dimaksud kan umuk melakukan penyeragaman se luruh s istem hukum intern dari negara-negara peserta konpe rens i, me lainkan ha nya sekedar upaya melakukan penyeragaman at as kaidah-kaidah HPJ. Dengan demikian diharapkan ul1luk masalah-masalah hukum perdata te rtentu akan dapa t dicapai kesatuan dalam penyelesaian persoal an oleh badan-badan peradilan masing-masing negara pesena ./'
IV. MODEL PRANATA HUKUM YANG PERLU DIADAPTASIKAN Suasana perubahan ke arah kehidupan masyarakat bangsa-hangsa yang semakin menyatu dengan bermacam implikasinya seperti diuraikan di atas. tentu saja mempenga ru hi model pranata hukum yang harus dipersiapkan . Jika penyiapan pranata hukum yang dilakukan negara nasional seperti Indonesia semata-mata menggunakan model kodilikas i sehagaimalla he rlangsung seiaIna ini. dikhawatirkan model semacam itu akan sulit mengadaptasikan diri dengan berbagai proses perubahan yang herlangsung sangal cepat dalam arena masyarakat bangsa-bangsa. Proses-proses ekonomi yang semakin global disertai berbaga i bentuk aktivitas transnasionalnya akan terus berlangsung dan tida k mungkin dibendung. Disadari maupun tidak, aktivitas transnasional akan mempengaruhi arah dan perkembangan hukum nasional bangsa-bangsa . Pengaruh itu amara lain muncul dalam wujudnya : "'(il ken)'aJaan bahwa bidang hukum tra nsnasionaJ semaJtin mengaJami proses nasionaJisas i. (iiJ sebaliknya arena [ransnansional bagi prala:ik-pralaik hnkum sema kin [erhuka luas , dan (iii) seillakin terasa betapa kekuatan-kekuatan dan logika-Iogika yang bekerja dalam bidang ekonomi. negara, dan ta[anan internasional. telah berdampak pad a bidang hukum . Be rkaitan dengan hal ini. Satjipto Rahardjo , mcnunjuk Max Weber "sebagai perinti s y"ng
n S . Gautama. Capita .. Op _ C it.. h. 5.
Jallllari - Marel 2(1)4
Pengesahan Norma Tr(lllSllosional
~
I
melihat hubungan erat amara munculnya hukum modern ctell,!2_ an kapitalisme yang berarti bahwa Weber melihat kapitalisme itll sebagai sebab terjadin ya perubahan dalam tipe hukum dari tradisional menjadi modern" .7 Fenomena baru dimana kapitalisme relah dianggap sehasai penyebab berubah nya tipe hukum, tampak pu la di Indonesia. a ntara la in pada bidang hukum yang mengalami p roses nas io nalisasi terhadap kailiahkaidah hukum transnasional. Proses iIU herlangsung antara lain herupa akseptasi atas sej umlah kumpulan norma yang d iwujudkan me hlui kesepakatan negara-nega ra. baik yang bersifa t bilateral mau pun multil ate ral. Oi dalam hukum perjanjia n inte rnasi onal akseptasi semacam itll dikenal dengan istilah pengesahan arau ratifika si (ratificati on). Vi('} w COIlFel1fiol1 all rhe la w of Treari es 1969 me mberi arti pada ra tifi ka si sebagai berikut : "Ralificariol7s means ill each case Ihe imem aliollal aCi so Ham ed whereby a state establishes 011 rhe in rerl/oriol/aL pLans irs COliS ell/ (() he bound by a Ireary ", IAn 2 (! ) b/. Ratifik asi di sini merupakan tindakan suatu nega ra yang di pertcgas oleh pemberian persetujuan untuk diikat de ngan suatu per]3nl"'n inte rnasionaL Oleh karena itu. akseptasi norma-no nna hllku m transnasional dalam suatu negara pada dasamya merupakan suatu p roses masuk dan dite rimanya norma transnasionaJ ke dal am pranata huku m nasional suatu negara . Selanjutnya, nonna-nonna tersebut menjadi bagi an dari hukum positip negara tersebUi . Bagi Indonesia, memasuki ahad dimana batas negara nasional semakin imajiner, proses penyiapan norma hukum melalui model rati fi kasi rerhadap kumpulan norma transnasional di atas, menjadi condi rio sine qua 11011 . Hal itu mengingat Indonesia telah dengan berani dan tegas mendekl arasikan diri untuk bersama-sama negara lain memasuki arena kebidupan global pad a dasawarsa mendatang. Pada sisi lain. apa ya ng di atas d isebut sebagai arena transnasiol1al bagi praktik hukum juga telah tercipta. Sebagai contoh. mekani sme penyelesaian sengketa niaga yang melibatkan piha k-pihak multinasiona l. hampir dapat dipastikan sed ikit banyak telah me nggeserkan peran d an \com petensi pengadilan negeri. Ada gejala ke a rah pengesampingan caraSatjipto Rahardjo. ;'PemhUnf..?,lIf1WI /-IukulJl di Indonesia datam Konteks Sill/OS; (;10/)((/": dalam Khu dzaifah Dimyali et.al.. (elis) . Problema G lohalisasi Perspektif Sosiologi Hu kum, Ekonomi, & Agama. Surak arta: Muha mmati iyah University Press. 2000. h . .:+.
Nomor I Tahun XXXIV
22
Hukum dan PembaJlgwzan
cara konvensional untuk menyelesaikan konflik melalui institusi hukum negara yang bernama pengadilan negeri. Terlebih lagi untuk sengketasengketa dalam bidang perniagaan, yang melibatkan pihak-pihak multinasional. Para pelaku niaga Il1ultinasional yang bermitra dengan pelaku niaga Indonesia , sejak awal telah berasumsi bahwa menyelesa ikan konflik melalui institusi hukum negara acapkali lamban dan su lit memperoleh kepastian dan keadilan . Meski asumsi yang "lIlem;nOrkall" kinerja pengadilan negeri tersebut masih perlu dibuktikan lebih lanjut melalui penelitian yang akurat dan mendalam, namun dari fenomena yang herkembang telah memunculkan sebuah lembaga alternatif hag i penyelesaian sengketa. Bentuk Alternat; ve Dispute ResolllTioll (A DR) selanjutnya dianggap dapat lebih mengakomodasi kehendak dan tujllan para pihak dalam menyelesa ikan sengketa yang terjad i. Untuk menghadapi sena dalam rangka mengakomodasi rransfunnasi global semacam itu, Pemerimah Indonesia akhirnya menerbitkan UmlangUnda ng tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Nomor 30 Tahun 1999. Apa pun kesannya. langkah iru tentu saj a dimaksudk an sebagai salah salU upaya menjawab tulltutan akselerasi dan ciinamika masyarakat yang semakin kompleks. Tidak dapat dinafikan, jika munculnya Undang-undang tersebut merupakan dampak dari kekuatan uan logika eko nomi pada era kapitalisme yang sangat berpengaruh terhadap hukum . Logika ekonomi ya ng mengisyaratkan bahwa "kecepatan uan ketepatan memanfaatkan peluang berniaga herbanding lurus dengan keuntungan materi yang akan diperoleh", telah am at berimplikasi. Buktinya, pelaku maga yang memiliki kasus sengketa dengan mitra niaganya akan senantiasa berupaya untuk menyelesaikannya lewat jalur penyelesaian yang lebih cepat ketimbang melalui proses panjang lewat hadan peradilan negara. Oleh karena itu. lembaga konvensional yang hernama pengadilan negeri t1ianggap sanga! kurang akomodarif terhadap tuntutan mereka yang senanriasa meounrul segala sesuaru dengan serha cepat. Namun satu hal yang tidak boleh dilupakan, bahwa mcsk i kOlllpetensi pengadilan negeri umuk menyelesaikan berbagai sengketa niaga selllakin cenderung digeserkan oleh forum lain yang dianggap Icbih melllberikan percepatan, dalalll beberapa hal peran yang dimainkan pengadilan negeri masih cukup signifikan dan hampir tidak mudah umuk digeserkan oleh forum lain . Ulllpamanya saja, dalam hal putusan arbitrase \lQlI\( Ql1a\(sana\(an secara su'Kareia o)e)l para p'l)la"knya, ma"ka eksekusi
Jmwari - Mare! 2()04
Pengesahan Norma TransllosiollUI
23
putusan semacam itu akan kembal i menjadi kompetensi pengadilan negeri. Demikian pula putusan ya ng dijatuhkan oleh lembaga arbitrase di ILlar Indonesia . jika hendak dimintakan pengakuan dan pelaksanaannya di wilayah hukum Republik Indonesia , maka putusan semacam itu harus terlehih dahulu memperoleh exequClrur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pu sat. ' Disadari mau pun tidak, kondisi ohjektif ya ng dialami Indonesia Jari ha r i ke hari merupakan bukti bahwa sebagai anggota masyarakat bangsabangsa Indonesia semakin terkooprasi ke dalam kancah dan percaturall ekonomi global. Hingga mUlleul fenome na illStitusi hukum negaranya pLln sungguh sangat kena implikasi nya dalam ko nteks pereaturan internasiolla l. Pertanyaan penting yang mLlncul kemudian ada lah , upaya-upaya progrcs if apakah yang te lah da n akan dilakukan Indonesia menyo ngsong si ruasi global yang semakin kompleks mendatang? Satu hal saja misalnya, menghadapi kawasan Asia Pasifik sehagai wilayah perdagangan bebas mendarang, mau tidak mau Indo nesia harus men injau kembali pera ng kat norma hukum yang telah tersedia dan segera membenah i model pembentu kan pranata hukum seeara s istematis Jan berencana. HaJ itu menjadi mutlak perlu untuk dilakukan , mengingat di masa-masa mendatang timbulnya kas us-kasus sengkera niaga sebagai akibat berlangsungnya transaksi rriaga multinasional semakin ticlak mungkin dihinda rkan . Oleh karena iru. kbusus berkaitan dengan Hukum Aca ra Perdma untuk pengadilan negeri sang at mendesak untuk dilakukan pembaruan . Proses pembaruan dengan jalan menggantikan hel Herziene Indonesisch ReglemenI (HIR) oleh Undang- undang bart! masih be lum cukup. Dalam dmaran yang sama, mengadakan kesepakatan bilateral mallplln meratifikasi berbagai perjanjian internasional multilatera l menyangkut hu kum acara perdata untuk hadan perad ilan, adalah tindakan yang amat tepat. Mengapa hal itu menjad i semakin penting" Oleh ka rena kaslls-kasus ya ng muncul maup un putusan-pu1Usan ya ng dihasilkan tidak lagi hanya bernuansa lokal nasiona!. Subjek clan ohjck sengketa niaga ya ng akan terjadi akan melibatkan manusia (subjek hu kum lainnya) , barang, dan .I,,,a yang berasal dari berbagai negara dengan Jalar belakang sistem hukum • ang berlainan pula. Bahkan forum pe mulUsnya pun boleh jadi tidak
~ Lihat Pasal 66 huruf d Undang -U ndang NOlllor 30 Tahun 1999.
Nomor J Tahull XXXIV
Hukum dan Pembangunan
24
hanya t()rum-forum non-Iitigasi asing saja , melainkan mungkin juga berasal dari forum Iitigasi asing (baca: hakim pengadilan nasional negara lain) yang purusannya akan hadir di Indonesia dan meminta unruk die ksekusi karena objek sengkeranya memang berada di wilayah hukulll Republik Indonesia. Atas dasar pertimbangan pem ikiran selllacalll itu , maka meskipun model pe rjanjian internasional dalam bidang hukum acara perdata pada bada" peradilan. yang dikemukakan berikut ini sudah terb ilang kuno. llal11un sebagai
model pembentukan perangkat norma. ki ranya m:1sih relevan dijadikan rujukan. Beherapa conroh yang dikemukakan ini berasai uari kon vens i yang telah herha si l diruDl uskan oi dalam beberapa (T elll konperen s i internasio nal di Dell Haag . Mengapa model pembentukan perangkar norma selnacam ill! penulis anggap masih layak uirujuk'!
Sehah. lll asalahnya hukan terlela k p'l{.Ia lama atau barunya issue y: tIlg d imuat. melainkan pada fonnat yang dapat diruj uk sebaga i model fo rmal pembenrukannya. Oleh karena iru. fo rmat yang boleh dibilang univers al semacam itu dapat juga digunakan di berbagai kawasan negara-negara . selama memiliki tujuan yang sama yakni menciptakan harmonisasi sisrem hukum negara-negara. Harmonisasi antar sistem hukum negara-negara herdaulat tentu saja semakin urgen un mk dilakukan dalam konteks Illasyarakat global. Dengan demikian , masih cukup relevan kiranya Jika beberapa comoll konvensi di bawah ini disimak sebagai model fo rmat yang layak diperrimbang kan untuk diadopsi penyusunannya bagi kawasan ASEAN umpamanya_ I.
C(}II\ '~IIf;OIl r elating fO Civ;1 Procedure. 1954 . (Konvc ns i renrang hukum acara pe rda ra pada badan peradil an. ra hun 19541.
2. COllvellf;OI/ on the Sen-jee Abroad of' Jud;c;al alld E nmiudlna l D() CUIl1~IIfS ;11 Ch'il or COImllercial M aners. 1965. ( Konve ns i tentang penyampaian dolrumen resmi badan peradilan kepada para pihak yang berada di luar negen di daIam perkara perdara dan dagan g. tahun 1965). Konvensi ini pada dasamya merupakan hasil revisi dari Bab pertama Konvensi 1954. yang dilakukan pada Konperensi Den Haag ke 10 tahun 1964 . • ') Sclain tliikuli oleh keh;:lIlyakan negara civil law. konvensi Service Ahmad ini jug.a Id"h diratifikasi nleh AlIlcrika Serikal 124-8-1967) dan Kerajaan lnggris (l7-11-1967). ()leh karenil illl lHellurUL keatJaan langgill 1 Scplcmher 1985. lenlapat kira-kira 20 negitl";\ yallg telah lerikal okh Konvt:nsi illL yailu: Belgia (1970). Cyprus (1983). Chekoslovakia
lalll/ari - Maret 2004
15
Pellgesahan Norma Tral1sl1asiollal
3. The Hague Convention 011 {he Recognition and E1ltorcemelll ()t" Foreign Judgmenrs in Civil and Commercial Mauers, 1971. (Konvensi Den Haag tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Hakim Asing di dalam pe rkara Perdata dan Dagang. tahun 1971) l!>
Model konvensi-konvensi di atas. selain dimaksudkan untuk menyeragamkan kaidah-kaidah hukum perdata internasional di antara negara-negara peserta. juga dalam rangka melancarkan hubungan lalu linras internasional khususnya di dalam menyelesaikan kasus-kasus bidan!! hukum perdata dan hukum perniagaan. Hal itu dipandang penting mengingal dalam masyarakal internasional lidak lerdapat sualu penguasa yang berwenang menelapkan serta memaksakan ketenruan hukum . sepe rri halnya dalam suasana nasiona!.
V. AKSEPT ASI NORMA KENISCA YAAN
TRANSNASIONAL
SEBAGAI
Proses akseptasi atas norma-norma hukum transnasional di Indonesia pada dasarnya telah berlangsung sejak lama , setidaknya sejak Indonesia memperoleh kedaulatannya . Upaya tersebut dilakukan tentu saja dalam rangka beradaptasi dengan oorma-no rma yang ada clan berlaku dalam komunilaS masyarakat bangsa-bangsa. Meski bukan maksucl penulis ( 1982). Denma rk (1 969). Finland ia (1969). Mesir (1968). Penlllcis (1972). J t! !"IlI:tn l3aral ( 1979). Yunani (19 3). Isrdei (197 2). Itali .. ( 1981). Jepa ng (1970). Luxemhurg (1975) . I3danda (1975). Nlll"\\ egia ( 1969). P(ntugal (1( 73). Spanyol (pe nandatangana n 1(76). Swedi a (1969), Swi:;!> (pt::nandatanganan 19R5). lbl l Turki (1972). Lihat S. Gaulanta, Ibid., h. 246.
10 Konvensi ini me nu rul D . Kokkini-Iat ri uoll & J.P . Verheul. ".. lias ~1If~red illlo /lIrc(;' hetween tile Nelherlal1d.\· alld Jome olher com/fries IJIII Ira.'! 1/01 hecolIIC' operal;ve \;lIn' there are liS yet I/O complementary bUmeral Ireat;".\" i ll the sellse (~f i ts arflcle 21" MaksuunY<1 adalah. hahwa 1I1l1uk memperoleh pell~aku an dan pt:l~lksana.Ul putusa ll hakim dari sesa ma negara peserta The Hague Convention terseb ut. masih di syaratkan harm ildanyt.l perjanjian hi lateral dialHara Ilegara-negara reserta kOllvensi. :-.ehagainlana dilClltukan dalam rasal 2! kOllVt:Jlsi. Lihat R(!(,OKl1itio" and EI{ffJl"(,{!III(!11l (!! Foreign illdKJ}U! IIfS ill Cil'il and COlIJmercial Mallen: di dalam: Netherlands Reports to the twelfth Intel"llational Congress of Comparative Law. Sydney-Mel hour lit:: . 1986: TMC Asser Illslilule~The Ha gue. 1987. h. 004.
Nomor I TalulIl XXXIV
26
Hllkum dan Pembangul1an
untuk menyebutkan satu demi satu, namun beberapa di antaranya yang tampak sangat menonjol pad a bidang-bidang tertentu dapat kiranya dicontohkan. Semasa Orde Baru berkuasa tentu saja upaya akseptasi normanorma hukum transnasional menjadi hukum nasional dan dipositipkan oleh negara. telah banyak dilakukan. Bukan saja karena Orde Baru adalah rezim pemerintahan yang paling lama dan dominan berkuasa dalam kurun usia kemerdekaan Indonesia. akan tetapi memang ketika awal-awal Orde Baru itulah proses pembangunan ekonomi Indonesia dimulai dengan mengundang masuknya modal asing . Oleh karena itu. era kapitalisme di Indonesia secara formal boleh dikatakan dimulai ketika Undang-Undang Nomor I Tahun 1967 rentang Penanaman Modal Asing diundangkan. Menyusul tindakan pemerintah Orde Baru mengundang investor asing umuk menstimulasi upaya pembangunan ekonomi rakyat Indonesia. mulailah secara sisremaris da n berkelanj utan proses pengesahan kaidah hukum transnasional rerjad;. Mengawali proses pengesahan di atas. kaidah hukum transnasional yang rermasuk pertama kali menjadi kaidah hukum nasional positip di Indonesia adalah "Com'enrion on the Settlement of' Invesrlllellf Disputes Between StaTes alld Nationals of Other States". 'Konvensi mengenai Penyelesaian Sengkera amara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal' Ifll diakseprasi oleh Pemerintah Indo nes ia melalui instrumen rarifikasi berupa Undang-Undang Nomor 5 tahun 1968." Secara substansia!. Undang-undang NO.5 tahun 1968 hanya berisi 5 (l ima) pasa!. Ini berarti secara mareriil, substans i Ilorma yang berisi perintah. larangan. dan lain-lain yang berasal dari KO!lvensi internasi onal tersebur secara uruh diadopsi da n kemud ian menjadi bagian dari hukum posirip Indonesia. Sementara itu. Undang-undang o. 5 rahun 1968 secara formal maupull materiil fungsinya se013t3-mar.a sebagai instrumen yang d igunakan sehagai media untuk mende klarasikan sikap Pemerimab Indonesia. Dalam konteks pengesahan norma-nomla huianl1 rransttasional media deklarasi itu temu saja sangat penting dalam menerima segala bak da n kewajihan serta konsekuensi dari keseluru han nonna-norma huku m yang terllluat pada konvensi internasional tersebut . karena norma be rsangkutan kc1ak akan berlaku dan mengikar seluruh rakyar Indonesia.
" Lihat Sunaljati 1-larwllo. Bchcrapa Masalah Transnasional dalam I'cnanamal1 Modal Asing di Indonesia; (Dissenasi). Bamlung: Binac ip(iL 1972. h. 122.
Janflari - Mare! 2()04
Pengesa/ul1l Norma TrallslIasionai
n
Setelah melampaui satu c1asawarsa lebih usia Undang-unclang tentang Penanaman Modal Asing menjad i instrumen pembentukan e ra kapitalisme di Indonesia, agaknya imensiras hubungan niaga amar warga
negara asing dengan mitranya dari Indonesia juga secara simulran berJangsung timbal balik. Imensitas hubungan dagang antar mereka temu saja tidak selamanya mulus tanpa masalah. Munculnya frik si hingga sengkera yang lebih besar di anrara para pelaku niaga yang meillerlukan penyelesaian, agaknya su lit untuk dihinda ri. Akibatnya muncul tumuran baru dari mereka tatkala institusi hukum negara yang bernama pengadilan negeri kurang mampu menjawab harapan percepatan dalam menyelesaikan sengketa niaga eli anrara mereka. Saat iru Pemerinrah Indones ia kemha li dipaksa untuk menjawab lunrutan komuniras pelaku niaga. Manakala sengkera yang muncul di antara komuniras pelaku niaga iru ridak diselesaikan lewat insr itusi pengadilan negeri di Indonesia. arrinya dominasi negara dalam menyelesaikan sengketa relah digeserkan oleh forum yang dipilih para pihak. Forum itu bisa institusional. bisa juga ad hoc. Demikian pula halnya dengan kewarganegaraan forum tersebu t, hisa Indones ia atau mungkin juga berkewarganegaraan asing . Talkala permintaan pengakuan dan eksekusi alaS putusan arbitrase asing datang di Indonesia, 12 timbul persoalan barn mengenai instrumen dan norma manakah yang menjadi rnjukan untuk keperluan pengakuan dan eksekusi putusan semacam itu . Saal iru Mahkamah Agung berheda pendapal dengan Pengadilan Negeri Jakarta Pusa!. 13 Keputusan Presiden Nomor 34 lahun 1981 " lemang Pengesahan "Convel7liOIl on rhe Recognition alld Enforcemelll of Foreign Arbitral AlVards" dianggap oleh Mahkamah Agung masih memerlukan peraluran pelaksanaan. Akibatnya
12 Lihal Penelapan Pengadilan Nege !"i Jakarta Pusat Nomor 228 / 1979 langgal [O.luni [9 81 t1alam perkara alllara Navigarioll Maritime BufJtlm: (sehagai pemoholl eksekusi) alas PT Nizwar tli Jakarta (sehagai tennohon); dalam S. GaUlama. Indonesia dan Arhitnlse Internasional. Bandun!!: Alumni, 19X6. h. 70. U Mesk i PN hkarta Pusa! llleJa lu i pem.:lapallnya tli ,!las telah meng.abulkan Dt;:rrnohonan eksekusi alas pUlusan arhilrase London yang ll1enghukum PT N izwar tli labrta lIllIuk
memhayar jumlah le rtentu kepada Naviga ti on Maritime Bulgare. tcl
Nomor i Tahun XXXiV
28
Hukum dan PembanguJ1Gn
pUlusan arbilrase ya ng dijaluhkan di luar negeri lidak dapat dieksekusi ol eh Pengadilan Negeri di Indonesia . 15 Cukup lama dan berlarul-Iarul permasalahan sepurar pengakuan dan eks ekusi putusan arbitrase asing eli Indonesia. Penyebabnya amara lain s ikap dan pend iri an Mahkamah Agung sendiri yang selal u dilipuri keraguan. Bahkan selelah Peraturan Mahkamah Agung Nomor I lahun I 99(J '" dike luarkan. hal11pir lida k ada kasus permoho nan eksekusi putusan arhilrase asing di Ind ones ia yang dikabulkan. Mahkamah Agu ng selalu hersa nclar pad a persoalan " kelertiban umum". I-lingga lak saru pun putusan arhitrase asing yang dianggap lolos oleh Mahkamah Agung dan dianggap tidak herrentangan dengan kelertiban umUlll lndonesia. Terlepas dari permasalahan pengakuan dan eksekusi dengan herhagai liku-likunya , ya ng rel evan dan lllenarik unruk dikaj i dalalll kailan ini adalah l11asalah keherlakuan Konvensi yang disahkan dengan instrumen Keputusan Presiden Nomor 34 lahun 1981 di atas . Bila disimak seeara saksallla. pengesahan Konvensi yang disebut terakh ir ini pun merupakan salah satu wujud proses pengesahan lerhadap norma hukum transnasional di Indo nesia. Berapa tidak, ranpa harus me lalui perdebatan di parlelllen. substansi norma yang berasal dari Konvensi internasional di atas diterima seuluhnya hingga Illenjadi bagian dari norma hukum POSilip Indonesia. Bila d ikaji be rdasarkan penggolongan norma-no rma hukulll seeara konve nsional. lampaknya kedua konvensi ya ng menjad i bagian dari hukum nasional Indonesia melalui proses rarifikas i di alas berada pada ranah hukum formal publik _ YailU sekumpulan kaidah hukum ya ng berisi alura n renrant! hagaimana caranya menja lllin dilaalinya hukum materiil denga n pcramaraan lembaga (baca.- fo rum : bisa liligasi maupun lIoll-liligasi) da n proses (haca: heracara). Sememara ilU dari rata ran kaidah-ka idah hukum inre rnasi o nal l11aler iil juga lerjadi proses akseplasi. Beberapa ko nvensi dil11aksud le nnasuk insl rumen nasional ralifikasinya dapal diketahu i anra ra la in berikut ini :
15 Perik sa Putu!':ln MA No. 2944 /Pd1 / 1983. tilnggal 29 Novt!mber 19R4. Dalam S. Gau!allla. Op. Cit.. h. 71.
II> T l.! lIlang TalaL: ara Pclak sallila n Putus.1Il A rhitra sc Asing.
Jallllari - Marel 2(1)4
Pengesahan Norma TrallsnQsiollol
29
Pengesahan Konvensi Telekomunikas i Internasional (In/emotional Telecommunication Convention) Nai robi, 1982 , dengan instrumen nasional Undang-undang Nomor II tahun 1985; • Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tenrang Hukum Laut (United Nations COllvel1lion (he Law of the Sea) New York 1982. dengan instrumen nasional Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985; • Pengesahan Convention Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency, Washington DC. 1986. dengan instrumen ratifikasi Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 1986. •
Dikaji berdasarkan pihak-pihak yang mengadakannya. kon vensi di atas boleh digolongkan sebagai perjanjian multilateral, yakni perjanjian internasional yang dilakukan antara banyak pihak. Sedangkan berdasarkan substansinya. terkategorikan law making lreaties. Demikian kategorinya karena perjanjian inrernasional ilU melahirkan norma hukum inrernasional barn. sehingga meletakkan ketentuan-ketentuan atau ka idah-kaidah hukul11 bagi masyarakat internasional dalam arti keseluruhan .17 Sel11enrara itu. apabila d iamati berdasarkan negara pihak ketiga, " yakn i negara-negara yang tidak turut serra pad a perund ingan-perundingan ketika melahi rkan perjanjian tersebut, tal11paknya juga termasuk loll' making (rearies . Hal itu disebabkan konvensi semacam itu seWn terbuka bagi pihak lain yang semu latida k (Urnt serra daJam peljanjian karena yang dialur oleh perjanjian iru mernpakan rnasalab-masaIah umum yang bersangkut paUL dengan semua anggora masyarakat imemasiona!. 19 Boleh jadi sangat erat kaitannya antara pembentukan era kapitalisme dengan proses pengesahan atas kaidah transnasional , dan situasi global yang berimplikasi terhadap tipe hukum nasiona!. Dalam konteks ini relevan kiranya bila ungkapan dua tokoh berikut ini disinergikan dalam salU alur fikir. Wallerstein berujar, bahwa "globalisasi adalah proses pembentukan sistem kapitalis dunia ". Pada
\7
Moclar Kusumaatmadja, Op. Cit.. h. 114.
1M Yang dimaksud dengan negara- negara pihak keriga (lhird slare) dalam kaitan ini adalah negara- negara yang bukan peserta dari suatu perjanjian internasional. Lihat Article 2 ayat (1- h) yang menentukan: "third stale ' mellll S II stale lIot a party to the treat),. 19
Ibid .. h. 114.
Nomor I Tuhull XXXIV
30
Hukum dan Pembangunan
kesempatan la in, Weber mendeskripsikan hasil surveynya bahwa "kapitalisme itu sebagai sebab terjadin0i perubahan tipe hukum Jari tradisional menjadi modern". Walhasil~situasi global yang memunculkan sistem kapitalis dunia, telah begitu berimplikasi terhadap tipe hukum, dari tradisional menjadi modern. dari hukum lokal yang tidak tertulis menjadi hukum renulis , dan dari hukum nasional menjadi hukum transnas ional. Agaknya bagi negara yang te lah membiarkan dirinya terkooptasi oleh situasi global, sangat boleh jadi produk-produk hukumnya tidak cukup lagi jika semata-mata mengandalkan pranata hukum produk lokalnasional dalam wujud kodifikasi dari sekalian bahan hukum yang rlikerjakan oleh pariemen dan pemerintah, melainkan menjadi condirio sine '1"U 11011 untuk mengakseptasi produk hukum transnasional.
VI.
HARMONISASI KAIDAH HUKUM DI ANTARA NEGARANEGARA ASEAN SEBAGAI BENTUK KERJASAMA SEKAWASAN
Sudah temu akan lebih berdaya guna bagi Indonesia apabiia dapat mengoptimalkan upaya kerjasama. khususnya dalam bidang hukum di antara negara-negara anggota ASEAN. Kerjasama tersebut pada gilirannya
}ul111ori -
Mare' 2()04
Pellgesa/ullI Norma Transt1w'iol1a/
31
tidak begitu berbeda dalam penerapannya denga n ketentuan yang berlaku di Ile~ara lain . .!1
~ E. Saefullah" ll1engemukakan bahwa: Sebagai landasan ulltllk ll1elaksanakan kerjasama hukum amara negara-negara anggota ASEAN terdapat dalam rhe Ballgkok Dec/ararioll of 1967 sebagai dokllll1en resll1i yang ll1endirikan ASEAN. Pasal 2 sub 2 dari Oeklarasi ini ll1enyatakan bahwa maksud dan tujuall organisasi ini. antara lain. ".. 10 prOl1l0le regional peace alld srabiliry through abiding respect for justice and rhe rule of' lalV ill Ihe relarionship amollg cOllnrries of the rer;ioll lIlId adherence LO rhe principle of the Ullited Natiolls Charter ... ". Langkah ke arah keljasall1a yang ditempuh berikutnya antara lain KesepakawlI Bali ya ng dituangkan dalall1 ASEAN COli cord or 1976. Kesepakatan tersebut ll1enegaskan bahwa dalall1 pelaksanaan keljasall1a di "mara negara anggotanya. perlu ditetapkan ll1engenai "". sllldv 011 holl' fO develop judicial cooperarioll illcludillg rhe possibilil)' of' all ASEAN Errraditioll Treal)' ... "'J Namun realisas i kerjasama hukum unruk mencapai harmonisasi hukum di antara negara-negara anggota ASEAN itu memang tidak mudah . Oleh karena itu. setiap negara anggota ASEAN h"rus berusaha untuk saling ll1emahami bahwa kesepuluh negara anggota ASEAN itu memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar dilihat dari seg i latar belakangnya baik seja rah , hukum. maupun budayanya . Plura lisme sistem hukum d i kawasan ASEAN merupakan salah satu kendala dasa r. Oleh karena iru_ upaya- upaya dan perkembangan yang dica pai organisasi negara-negara ini rida k sece rah dan secepat yang dicita-citakan. Terdapatnya prinsip-prinsip yang sam a saja sudah merupakan keberhasilan. walaupun pelaksanaan pengaturannya masih bervarietas karena kondisi setempat. Berbagai upaya sebagai rindak lanjut dari berbagai kesepakatan di atas terus dilakukan. Oi anraranya. pertemuan para Menteri Kehakill1an
Lihat E, Saefu llah. "l-/anllolli,msi Hukum di alllara Negara·Ne;.:am AIIKKot(l ASEAN": Kertas Kerja pada Simposium Nasional Aspek-aspek Hukum Kcrjasama Ekonomi Antara Ncgara-Negara ASEAN dalam nmgka AFfA: Fakultas Hukulll llNPAD. BalH.lullg. I f-ehru;:tri 1993. h, I.
21
n Ibid., h. 3. D E. Sacfullah. Op. Cit.. h. 3.
Nomor 1 Tah1ln XXXIV
32
Hukul1l dan PemballgllJ1(ln
dan 1aksa Agung se-ASEAN di Bali pada tanggal 11-12 April 1986, relah menghasilkan dokumen ASEAN Ministerial Understanding on Ihe Organizational Arrangament for Cooperation in the Legal Field. Dari pertemuan ilU paling tidak telah dicapai tiga aspek kerjasama bidang hukum diamara nega ra-negara ASEAN. Ketiga aspek terse but adalah: (i) pertukaran bahan hukum; (ii) kerjasama di bidang peradilan; dan (iii) ke.jasama di bidang pendidikan hukum dan penelitian. Sehenarnya aspek ke.jasama yang kedua yakni kerjasama eli hidang peradilan telah lama dirintis oleh Indonesia dengan Kerajaan Tha iland dalam bentuk perjanjian bilateral. Kerjasama bi lateral dalam bidang peradilan antara antara Indonesia dengan Kerajaan Thailand telah dicapai jauh sebelum adanya dokumen ASEAN Mil1iterial Undersfandil1J; on Ihe OrJ;anizaliol1al Arrangemel1f for Cooperation in the Legal Field of 1986. yang antara lain menghasilkan tiga aspek kerjasama . Agreement on Judicial CooperaTion henveell Ihe Repllblic of Indonesia and the KinRrimn of Thailund of 1978. telah dicanangkan sebagai suatu model bagi kesepakatan berikutnya eli amara negara-negara anggota ASEAN lainnya.
VII.
PENUTUP
Mengakhiri tulisan ini, ada dua hal yang dapat dikemukakan berikut ini. Pertama, Disadari maupun tidak , era global yang sedang elilalui seluruh warga dunia ini telah menyebabkan fenomena dimana batas-batas teritorial suatu negara semakin imajiner. Oleh sebab itu , setiap negara titlak terkecuali Indonesia harns menyiapkan berbagai instrumen untuk lIlenelukung lancarnya interaksi 3m3r manusia di dalamnya. Tindakan ratifikasi rerhadap berbagai perjanjian imernasional multilateral maupun pembuatan perjanjian bilateral dengan negara-negara sahabat telah banyak dilakukan Indonesia dalam menyongsong masa-masa mendarang dengan permasalahan yang semakin kompleks. Perjanjian imernasional semacam itu eli harapkan akan mampu meminimalisasikan berbagai kese njangan. Kedua, Proses akseptasi kaidah hukum transnasional terjadi di Indonesia pada umumnya melalui tindakan ratifikasi atau pengesahan atas sejumlah konvensi imernasional multilateral menjadi bagian dari kaiclah hukum nasional. Di samping upaya lersebut. pembuatan perjanjian imernas ional bi lateral el engan nega ra-nega ra sallabal eli kawasan ASEAN
jalluari - MareT 2()04
Pengesahall Norma Transnasional
33
selallla ini juga telah dirinti s oleh Indones ia. Hal itu dilakukan antara lain dal alll rangka mela kukan ha rlllonisasi kaidah-kaidah hukulll di antara negara-negara dengan sistelll hukum yang berlainan menuju upaya Illewujudkan suatu konvensi ASEAN dalalll rangka Illenanggulangi masal ah-masalah hukulll bersallla sehubungan dengan efektifnya kesepakatan AFT A mendatang. Seandainya model Konvensi ASEAN dapat d iwujudkan , Illaka di harapkan dalam lingkup yang lebih luas juga akan dapat dilakukan. Menyiapkan penyusunan Konvensi APEC ada lah upaya lain yang lebih luas, kare na Illasalah yang akan muncul dalalll kerangka imeraksi di amara negara-nega ra yang berhilllpun da lalll kesepakatan Asia Pacific Ecollollli c Cooperation juga akan sa ngat kompleks.
Daftar Pus taka
GAUTAMA. Sudargo, Hukum Perdata dan Dagang Internasiona!. Bandung: Alumni , 1980. Capita Selecta Alunmi. 1983.
Hukum
Perdala
Internasional.
Bandung:
-------- , Huh'lll1l Perdata InternasionaJ Indonesia (Bukll K edelapan). Bandung: Alwnni, 1987. "Pemberian dan Perminraan Bantuan dalam Penyall1paiall Dokumen-Dokllmen Pengadilan serra Alar-A lar Bukri Perkara Perdata aleh Pihak Indonesia kepada Pengadilan Luar NeReri dall Sebaliknya "; Kertas Kerja pad a Lokakarya Hukum Acara
Perdata. BPHN, Jaka rta, 6-7 Desember 1984. halaman 8. HARTONO , Sunarjati. Beberapa MasalaJ1 Transnasional dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia ; (Di ssertasi). Bandung: Binacipta , 1972 IA TRI DOU , D . Kokini et aI., "Recognifioll and Enforcellleill 01' Foreign Judgments in Civil alld COJllmercial Malfers "; di clalam Netherlands Reports to the twelfth International Congress of
Nomor I Tailull XXXIV
Hukum dan Pembangullan
34
Comparative Law. Sydney-Melbourne. 1986; TMC Asser Institute, The Hague, 1987. KANTAATMADJA, Komar. "Hamwnisasi Hukum Negara-Negara ASEAN"; Kertas Kerja pada Simposium Nasional Aspek-aspek Hukum Keljasama Ekonomi antm'a Negara-negara ASEAN dalam raugka AFTA. Fakultas Hukum Unpad. Bandung. I Februari 1993. KOMAR. Mieke. Beberapa Masalah Pokok Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hllknlll Perjanjian Internasional. Bahan Pe/ajaran Hllkll/n Perjanjian /nlernasiona/, FH Unpad, Bandung. 1985. K USUM AA TM AD.! A . Moc hta r. Bandung : Binacipta, 1978 .
Pengantar
Hukulll
Internasional.
KUSUMOHAMIDJOJO . Budiono. Suatu Studi terhadap Aspel< Operasional Kom'ensi 'Vina tahun 1969 tentang Hulml11 Perjanjian lnternasional . Bandllng : Binacipta. 1986. RAHARDJO.
Satjipto,
" Pemballgw/Qn Hllkum di indonesia dalal1l Komeks Situasi Global "; dalam Kajian Masalah Hnknlll dan
Pelllbangunan PERSPEKTIF . Volume 2 Nomor 2 Tahun 1997, halaman r1-10].
Edisi .Iuli
SAEFULLAH,
E.. "Harmollisasi Hukum di amara Negara-Negara ollggOia ASEA N "; Kertas Kerja pada Simposiulll Nasional AspekAspek Hukum Keljasallla Ekonol11i antara Negara-Negara Anggota ASEAN dalam rangka AFTA. Fakultas Hllkum Unpad. I Fehruari 1993 .
ST ARKE. J .G.. Introduction to International Law (Ninth Edition). London: Butterworths. 1984. TSANI. Mohd. Burhan. HllkUIIl Yogyakarta: Liberty, 1990.
dan
Hllbungan
lnternasional.
]alluar; - Mare! 2004