PENGERTIAN AUDIT Secara umum dapat dikatakan bahwa audit adalah pemeriksaan oleh orang(-orang) yang kompeten dan independen terhadap unit/kegiatan tertentu, dengan maksud untuk mengetahui apakah segala sesuatunya telah dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya, dan hasil evaluasi tersebut dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi kegiatan utama audit tersebut hakekatnya adalah memeriksa dan mengumpulkan bukti yang ada di lapangan (keadaan yang sebenarnya) dan membandingkannya dengan keadaan yang seharusnya (standar/ kriteria/ aturan/ kebijakan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi). Kalau hanya dilihat dari “tindakan membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya”, sesungguhnya tindakan semacam ini sudah lazim dilakukan pada kegiatan sehari-hari. Sebagai contoh, seorang ibu rumah tangga memeriksa apakah pintu-pintu dan jendela-jendela rumah (kenyataannya) sudah terkunci pada malam hari (seperti yang seharusnya). Seorang guru menguji muridmuridnya (mengumpulkan bukti dengan berbagai cara: pengamatan/tanya-jawab/ tes/ ujian) dengan maksud membandingkan hasil pengujian itu dengan yang seharusnya (bahwa murid sudah paham materi pembelajaran). Seorang pemilik toko, mungkin segera setelah toko tutup perlu memeriksa catatan-catatan penjualan dan mencocokkan penerimaan uang hari ini. Pada tingkat perusahaan, pimpinan (manajemen) perlu memeriksa dan meyakini bahwa catatan pembukuan dan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan telah diselenggarakan dengan seksama; bahwa semua transaksi telah dicatat, bahwa tidak terjadi kesalahan (misalnya pelanggan yang utang dianggap tunai), tidak terjadi kesalahan pelaporan, dan tidak terjadi kesalahan/ penyalahgunaan atau kelalaian/ penyelewengan. Lebih lanjut, jika pengurus organisasi tersebut bukan pemilik, maka pemilik juga harus yakin bahwa pengelola organisasi telah melaporkan dengan cara yang benar, dan isi laporannya benar. Contoh di atas sudah barang tentu tidak dapat dikatakan kegiatan audit. Ibu rumah tangga tidak memerlukan kompetensi tertentu untuk memeriksa pintu, dan ia bertindak atas-nama serta untuk kepentingannya sendiri (aspek independen menjadi tidak relevan). Demikian juga pada contoh guru, pemilik toko, dan pimpinan perusahaan yang melakukan pemeriksaan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (tidak terkait independensi) serta tidak ada “tuntutan/ukuran minimal kompetensi (kecakapan)” dalam melakukan pemeriksaan, mengikuti prosedur pemeriksaan yang benar, menggunakan teknik-teknik pemeriksaan, dan sebagainya, sebagaimana dituntut oleh standar profesional pemeriksaan. Dalam melaksanakan audit, auditor harus orang yang kompeten (ukuran mutu minimal profesionalisme untuk melakukan pemeriksaan diatur dalam standar profesional yang disusun oleh ikatan profesi), mampu mengumpulkan bukti audit dan membandingkannya dengan standar tertentu (misalnya standar akuntansi keuangan), atau kriteria/ aturan/ kebijakan perusahaan. Selain itu auditor harus independen. Memang sebetulnya kata Audit itu sendiri berasal dari Bahasa Latin Audire yang dalam Bahasa Inggris berarti to hear. Makna yang dimaksud di sini adalah pemilik perusahaan mendengarkan (“hearing about the account’s balances”) kepada pihak ketiga netral (tidak ada vested interest) mengenai catatan keuangan (saldo) perusahaan yang dikelola oleh orang-orang bukan pemilik. Pihak ketiga netral (independen) itulah yang kemudian kita kenal sebagai pihak yang kompeten dan independen (akuntan, auditor eksternal independen yang bekerja di kantor akuntan publik, KAP). Di pihak lain, ketika organisasi perusahaan makin besar dan pekerjaan makin banyak, maka tidak mungkin pimpinan perusahaan memeriksa sendiri sistem pembukuan/ keuangan, dan oleh karenanya memerlukan staf yang dipercayainya (dan bekerja atas namanya) untuk memeriksa pembukuan perusahaan. Tugas inilah yang kemudian menjadi fungsi audit internal yang semula sebagai petugas cek/verifikasi dokumen transaksi keuangan dan pembukuan book-keeping. Dalam perkembangannya lebih lanjut, pada akhir-akhir ini tugas pokok/ fungsi audit internal telah mencakup bidang yang semakin luas
dan menyeluruh ke semua aspek operasional perusahaan, dan karenanya banyak yang memilih istilah operational audit karena tugasnya telah meluas ke seluruh operasi organisasi, termasuk keuangan). Selain istilah audit kita mengenal pula istilah pengawasan. Yang dimaksud dengan pengawasan ialah langkah-langkah untuk mendapatkan keyakinan apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Di sini dilakukan usaha untuk memantau keadaan yang tejadi dibandingkan dengan tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Pengertian pengawasan tidak selalu harus merupakan tindakan aktif, sebab pengawasan dapat juga dilakukan secara pasif, misalnya: pengawasan melalui laporan tertulis. Dalam hal pengawasan, tidak sekaligus terdapat pengertian adanya langkah-langkah tindak lanjut. Apabila pengawasan dilakukan bersama-sama dengan usaha tindak lanjut, maka hal tersebut dinamakan pengendalian. Dengan kata lain pengendalian adalah langkah-langkah untuk mendapatkan keyakinan apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan tujuan atau rencana yang ditetapkan dan diikuti dengan langkah-langkah tindak lanjut apabila tidak terdapat kesesuaian. Audit melakukan pemeriksaan apakah mekanisme/sistem pengendaliannya sudah baik. Perlu diketahui bahwa auditor atau pengawas tidak selalu mempunyai kewenangan melakukan tindak lanjut. Pihak yang melakukan pengawasan (controlling) yang mempunyai posisi hirarkis, sekaligus mempunyai wewenang tindak-lanjut adalah manajer. Pengawas yang tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindak lanjut disebut auditor atau pengawas fungsional. Bahkan auditor atau pengawas fungsional tersebut sebenarnya tidak boleh melakukan tindak lanjut, sebab apabila demikian maka ia sudah mencampuri urusan pelaksanaan. Hal ini sejalan dengan kedudukan para auditor atau pengawas fungsional sebagai orang-orang yang menjalankan fungsi staf dan bukan fungsi lini (pelaksanaan).
PERKEMBANGAN AUDIT Audit mempunyai sejarah yang panjang dan telah dikenal oleh manusia sejak jaman kuno. Sampai saat ini tidak ada dokumentasi yang dapat digunakan untuk mengetahui ataupun mengukur kapan accounting dan auditing tersebut dikenal. Perlu diketahui, bahwa sebenarnya audit bukan merupakan bagian dari akuntansi, tetapi memang harus diakui bahwa perkembangan auditing tidak terlepas dengan perkembangan akunting. Barangkali dalam bentuk yang masih “primitif” keduanya sudah dikenal sejak the invention of writing + 8.500 tahun sebelum Masehi (Cangemi, 2003, p.6). Dari peninggalan barangbarang pada zaman Mesopotamia yang meliputi periode 3600-3200 tahun Sebelum Masehi, didapati tanda-tanda di sekitar angka-angka yang menunjukkan bahwa audit telah dilakukan terhadap angka-angka tersebut. Di negeri Mesir Kuno diketahui adanya dua orang pejabat terpisah yang ditugaskan melakukan penerimaan negara, sedangkan pejabat yang ketiga memeriksa pekerjaan itu. Tulisan-tulisan pada zaman Romawi menunjukkan bahwa bangsa Romawi telah menjalankan hal yang serupa. Pada zaman Romawi dahulu, seorang kaisar melaksanakan pemerintahan secara absolut, dan dalam pelaksanaan tugasnya mengangkat pembantu-pembantu yang dipercayainya untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Salah satu tugas yang seringkali dilakukan oleh kaisar sendiri adalah mendengarkan laporan atau keluhan dari para pembantunya, atau dari para utusan daerah-daerah yang ditaklukkannya. Dalam hubungan ini laporan dari pimpinan daerah yang ditaklukkannya dapat berupa masalah keamanan atau pemungutan pajak setempat. Di sini kita melihat tindakan kaisar mendengarkan laporan dari utusan tadi, dalam bahasa latin mendengarkan disebut Audere. Kalau pada mulanya tindakan mendengarkan ini dilakukan secara pasif, artinya tidak diikuti dengan langkah-langkah tertentu untuk meyakinkan apakah yang dilaporkan sudah benar atau tidak, maka lama kelamaan tindakan mendengarkan ini sudah mengalami perubahan-perubahan: kaisar melakukan usahausaha untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan yang disampaikan sudah mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Kaisar kemudian mengangkat pembantu-pembantunya untuk memastikan bahwa apa yang dilaporkan tadi sudah sesuai dengan kenyataannya. Tindakan ini masih tetap dinamakan audere walaupun sudah merupakan tindakan audit secara yang dijalankan secara aktif. Setelah lewat kurun waktu panjang, istilah audere diadopsi ke bahasa Inggris, disebut Audit (Audit adalah dari kata audere, atau audio yang berarti pendengaran atau mendengarkan, tapi kemudian berkembang istilah audit berarti mendengarkan, namun juga mempunyai arti memeriksa). Di lingkungan perguruan tinggi dikenal arti audit yang menunjukkan status mahasiswa tertentu yang hanya mempunyai hak mendengarkan kuliah tanpa mempunyai hak mengikuti ujian dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sedangkan istilah audience adalah pendengar sesuatu acara musik, ceramah atau pidato. Berkaitan dengan akuntansi, salah satu data/dokumentasi terkait yang ditemukan ialah peninggalan keluarga Medici, Florence, Italia, pada tahun 1397. Keluarga ini sudah melakukan “sistem akuntansi” (tanda petik di sini menyatakan bahwa sebenarnya akuntansi belum merupakan sistem) dalam mencatat kegiatan dagangnya. Akuntansi sebagai suatu sistem dianggap diperkenalkan melalui tulisan seorang rahib ordo Franciscan, yaitu Luca Pacioli, dalam bukunya yang berjudul: Summa de Arithmetica Geomeria, Proportioni et Proportionalita pada tahun 1494. Dari bukunya tersebut kita mengenal konsep double entry, tahun buku, konsep organisasi dan kerjasama kepemilikan usaha. Suatu kata-kata sederhana namun indah dari buku itu ialah yang termuat dalam bab de Compotis et Scriptus (Akuntansi Indonesia, LP3ES, 2003, h.50), bila diterjemahkan sebagai berikut: ”Adalah baik menutup buku setiap tahun, khususnya jika Anda dalam kerjasama dengan orang lain. Akuntansi membuat persahabatan berlangsung lama”.
Publikasi pertama di bidang akuntansi ini menjadikan Pacioli dianggap father of accounting. Sebagai seorang rahib pada abad ke-15 Pacioli seorang intelektual yang memberikan pengajaran dan pencerahan berbagai bidang untuk kesejahteraan umat manusia. Ia mengajarkan berbagai hal, termasuk arithmetic dan accounting. Sebenarnya yang ia lakukan adalah menjelaskan tentang prinsip-prinsip pencatatan/ administrasi keuangan (akuntansi) yang perlu diketahui. Dasar-dasar yang diletakkan oleh Pacioli tersebut kemudian ternyata menjadi batu penjuru bagi perkembangan akuntansi selanjutnya hingga ke zaman modern accounting saat ini. Pada saat ini perkembangan akuntansi sudah sedemikian rupa, dan sistem akuntansi sebagai suatu sistem informasi sekarang dianggap merupakan salah satu subset sistem informasi terintegrasi/terpadu (integrated information systems) yang seyogyanya dimiliki oleh setiap organisasi. Akan halnya auditing, seperti telah disinggung di depan adalah merupakan salah satu bidang profesi the oldest profession in the world. Menurut Zenon Papyri (Cangemi, 2003, p.6) kegiatan yang dapat dikatakan sebagai audit telah dikenal pada Egyptian Estate pada saat Yunani memerintah pada + 500 tahun sebelum Masehi. Beberapa orang penulis dahulu kala dari Yunani dan Romawi telah menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan akuntansi, auditing, auditor, dan ruang untuk audit. Akuntan publik yang bertindak sebagai auditor ekstern independen yang pertama yang dikenal ialah Charles Snell pada tahun 1720 (Cangemi, 2003, p.6) sebagai akibat dari skandal South Sea Buble di Inggris. Memang dari sejarahnya (dan akan menjadi sejarah panjang) bahwa sebagain besar auditing events, standard, dan penyempurnaan/ perkembangannya tidak terlepas dari skandal. Dari adanya skandal dirasakan perlunya aktualisasi audit/ penyempurnaan standar, terjadi skandal lagi, perubahan/perkembangan audit, dan seterusnya. Skandal dimulai dari South Sea Buble, Ultra Mares, sampai ke Enron, Worldcom, Adelphia, dan sebagainya sampai ke reaksinya dalam bentuk SarbanesOxley Act. Sayang di Indonesia belum ada reaksi signifikan terhadap skandal Komisi Pemilihan Umum, khususnya Mulyana W. Kusuma dengan si whistle blower Kariansyah Salman. Suksesnya revolusi Industri di Inggris dan semakin berkembangnya dunia usaha makin mendorong dirasakannya audit sebagai suatu kebutuhan, bahkan suatu kewajiban. Oleh karena itu dengan the British Companies Act of 1844 audit ditetapkan Pemerintah Inggris menjadi suatu kewajiban (mandatory). Hal ini menjadi peluang bagi para akuntan untuk makin berperan. Pada tahun 1853 dibentuk organisasi profesi chartered accountants di Skotlandia, dan pada tahun 1880 bersama lima organisasi akuntan lain membentuk the Institute of Chartered Accountants of England and Wales (ICAEW) yang terkenal sampai saat ini. Perkembangan akuntansi dan audit di Amerika Serikat sebenarnya justru diawali dari Inggris. Perusahaan-perusahaan di Inggris mengirimkan auditornya untuk melakukan pemeriksaan cabang perusahaannya yang ada di Amerika. Salah satunya adalah Price Waterhouse mengirimkan auditornya ke Amerika pada sekitar tahun 1873. Selanjutnya, kantor cabang the British firm Price Waterhouse di New York, Peat Marwick & Company, dan Arhur Young & Company merupakan cikal-bakal perkembangan profesi audit di Amerika Serikat. Pada tahun 1887 dibentuk AICPA (the American Institute of Certified Public Accountans), dan pada tahun 1896 mulai dikeluarkan sertifikasi CPA (Certified Public Accountant). Dalam perkembangannya, audit yang tadinya dilakukan dengan sederhana dan tidak sistematis, kemudian berkembang menjadi suatu ilmu dengan berbagai aspek kegiatannya yang sangat luas. Selain itu makin banyak pula orang yang terlibat di dalam pekerjaan audit fungsional, sehingga seakan-akan ada kesan bahwa audit itu adalah pekerjaan yang hanya dilakukan oleh auditor fungsional. Sejak abad ke-19 dan lebih-lebih pada abad ke-20, ilmu audit telah berkembang dengan sangat cepat dan diperdalam oleh berbagai disiplin. Para akuntan publik umpamanya mengembangkan ilmu audit yang berkaitan dengan audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Demikian juga para auditor intern di lingkungan perusahaan dan instansi pemerintah telah mengembangkan teknik-teknik audit yang sangat sistematis mengenai caracara mengaudit kegiatan di lingkungan organisasi masing-masing. Bahkan kitapun mengenal istilah oditur
sebagai penuntut di dalam proses pengadilan di masa yang lampau atau oditurat yang berarti bagian tertentu dari suatu organisasi yang melakukan audit. Di perguruan tinggi, ilmu audit ini sudah diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri. Jurusan akuntansi pada Fakultas Ekonomi mewajibkan para mahasiswanya belajar ilmu Auditing, baik yang bersifat keuangan maupun operasional. Pada Akademi Kepolisian diajarkan ilmu yang berkaitan dengan teknik-teknik penyidikan dan pengusutan. Juga pada jurusan tertentu dari Fakultas Hukum. Di lingkungan Kepolisian, Kejaksaan maupun badan-badan intelejen telah pula dikembangkan berbagai teknik pemeriksaan yang sebagian bersifat sangat teknis serta rumit dan sebagian lagi membutuhkan kewenangan hukum istimewa untuk melaksanakannya. Di lingkungan perusahaan industri, biasanya terdapat bagian pengendalian mutu (quality control), yang tugasnya memeriksa hasil produksi sebelum hasil produksi tersebut dipasarkan. Demikian pula usaha-usaha penelitian dan pengembangan di bidang audit sudah banyak dilakukan terbukti dari banyaknya tulisan pada berbagai majalah profesi dan buku-buku teks yang menyinggung mengenai masalah audit.
Start
Preliminary audit work
Obtain understanding of control structure
Assess control risk
Rely on controls ?
No
Yes Test of controls
Reassess control risk
Still rely on controls ?
Extended substantive testing
No
Yes Yes
Increase reliance on controls ?
No
Limited substantive testing
Form audit opinion and issues report
Stop
Start
Persiapan Kerja Audit
Memahami Pengendalian Internal
Menaksir Resiko Pengendalian
Tergantung kontrol?
Tidak
Ya Melakukan tes kontrol
Menaksir ulang Resiko
Masih Tergantung kontrol?
Melakukan Tes Substantif
Tidak
Ya Ya
Meningkatkan ketergantungan Kontrol
Tidak
Tes Substantif terbatas
Memberikan Opini dan Laporan Audit
Stop