6
PENGERINGAN SLUDGE LIMBAH CAIR DARI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH SECARA ELEKTROOSMOSIS PADA SKALA SEMI LAPANG
FAQIHNA PIDIN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
6
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengeringan Sludge Limbah Cair dari Tempat Pembuangan Sampah Secara Elektroosmosis pada Skala Semi Lapang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013 Faqihna Pidin NIM A14080020
6
ABSTRAK FAQIHNA PIDIN. Pengeringan Sludge Limbah Cair dari Tempat Pembuangan Sampah Secara Elektroosmosis pada Skala Semi Lapang. Dibimbing oleh DARMAWAN dan DYAH TJAHYANDARI S. Pengelolaan limbah cair pada suatu Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) juga masih menghasilkan residu berupa endapan semi padatan yang sering dikenal dengan lumpur (sludge). Karena bentuknya bahan semi padat dan berasal dari berbagai campuran limbah membuat sludge menjadi sulit ditransportasikan dan masih mengandung bahan-bahan berbahaya bagi lingkungan. Oleh sebab itu perlu teknologi untuk mengurangi kadar air dalam sludge agar mudah ditransportasikan serta mengurangi kadar bahan berbahaya di dalamnya. Salah satu metode yang dapat menjadi pilihan adalah elektroosmosis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas dari aplikasi pengeringan elektroosmosis endapan lumpur dari pengelolaan limbah cair dalam skala lapang dan mengetahui pengaruh elektroosmosis terhadap penurunan logam berat pada endapan lumpur (sludge) dari pengelolaan limbah cair. Penelitian pengeringan dengan teknik elektroosmosis ini menggunakan sludge IPAL TPS Bantar Gebang. Penelitian ini didesain pada skala semi lapang. Alat yang digunakan terdiri dari: (1) kotak bak dari bahan plastik ukuran panjang, lebar dan tinggi 100 x 50 x 40 cm dengan tebal 0,5 mm, (2) elektroda positif dari bahan grafit dan negatif dari bahan tembaga, (3) kabel penghubung arus listrik dan (4) power supply sebagai sumber listrik searah dengan voltase 30 V. Sludge ditempatkan pada kotak tersebut. Setelah perlakuan elektroosmosis selesai, sludge diambil secara horizontal antara anoda dengan katoda setebal 5 cm untuk dianalisis. Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa proses pengeringan dengan elektroosmosis dapat dilakukan pada tipe sludge TPA. Elektroosmosis dapat menurunkan kadar air sludge dari 1700% menjadi sekitar 1300-1000% pada sludge dalam kurun waktu 17610 menit (293,5 jam) dengan menggunakan voltase sebesar 30 V. Proses dewatering atau pengeringan belum berjalan efektif karena berbagai hambatan seperti terputusnya arus listrik pada power supply. Pengeringan secara elektroosmosis menyebabkan perubahan sifatsifat kimia sludge yaitu pH dan dapat menurunkan kadar logam berat di daerah dekat dengan anoda dan meningkat serta terakumulasi di katoda. Kata kunci : elektroosmosis, sludge, pengeringan
7
ABSTRACT FAQIHNA PIDIN. Drying of Sludge from Landfill Wastewater by Electroosmosis in Semi-Field Scale. Supervised by DARMAWAN and DYAH TJAHYANDARI S. Wastewater treatment in a IPAL produces a semi-solid residue known as sludge. As a semi-solid material and derived from a variety of mixed waste, the sludge is difficult to be transported and still contains harmful substances to the environment. Therefore, a technology needed to reduce the water content in sludge so it can be easily transported and the amount of the harmful substances can be reduced. One method that has been introduced is electroosmosis. This study aims to test the effectiveness of the electroosmosis sludge drying technique at semi field scale and to know the influence of electroosmosis on heavy metal reduction in sludge from liquid waste management. This research use sludge from IPAL TPA Bantar Gebang and was designed on a semi-field scale. The device was made from: (1) plastic box which has 100 x 50 x 40 cm for length, width and height and 0.5 mm thickness, (2) the positive electrode which is made from graphite and the negative one which is made from copper, (3) electrical current connecting cable (4) a 30 V voltage power supply. After the electroosmosis process is completed, a five centimeters thick sludge taken horizontally between anode and cathode. This study shows that drying process by electroosmosis can be done with TPS sludge type. Electroosmosis can reduce the moisture content of the sludge from 1700% to about 1300-1000% of in 17610 minutes (293.5 hours) using 30 V voltage. The drying or dewatering process still not done effectively because some problems such as electricity cut out in the power supply. Electroosmosis drying changes the chemical properties of the sludge, such as pH and can lower the concentration of heavy metals in the area near to anode and also increases and accumulates the metals at the cathode. Keyword: electro-osmosis, sludge, drying
6
PENGERINGAN SLUDGE LIMBAH CAIR DARI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH SECARA ELEKTROOSMOSIS PADA SKALA SEMI LAPANG
FAQIHNA PIDIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
7
Judul Skripsi : Pengeringan Sludge Limbah Cair dari Tempat Pembuangan Sampah Secara Elektroosmosis pada Skala Semi Lapang Nama : Faqihna Pidin NIM : A14080020
Disetujui oleh,
Dr Ir Darmawan, MSc Pembimbing I
Dr Ir Dyah Tjahyandari S, MApplSc Pembimbing II
Diketahui oleh Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr Ir Syaiful Anwar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Kelulusan
:
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengeringan Sludge Limbah Cair dari Tempat Pembuangan Sampah Secara Elektroosmosis pada Skala Semi Lapang”. Berbagai dukungan serta doa dari banyak pihak jugalah yang mendukung penulis menyelesaikan tulisan ini. Kepada mereka penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr Ir Darmawan, MSc dan Dr Ir Dyah T Suryaningtyas, MApplSc, yang telah memberikan bimbingan, masukan, informasi, curahan waktu dan pikiran dalam pembuatan skripsi ini dan sabar menghadapi permasalahan yang dialami penulis. 2. Dr Ir Suwardi, MAgr selaku dosen penguji atas segala kritikan dan masukannya guna memperbaiki penulisan skripsi ini. 3. Ayahanda Apandi dan Ibunda Suyanti, serta Aulia Dinika Nur Afyan (adik), Anisa Rumawar Solehah (adik) dan Araisy Beben Royana (adik) atas kasih sayang dan doa yang senantiasa menyertai penulis. 4. DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Fundamental. 5. Pimpinan dan staf TPA Bantar Gebang Bekasi atas bantuan dan fasilitas yang diberikan dalam penelitian ini. 6. Staf Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB yang telah membantu penulis dalam melakukan kegiatan penelitian. 7. Semua pihak yang telah berperan dalam selesainya tugas akhir ini yang tidak dapat dituliskan satu persatu. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
Bogor, Juni 2013
Faqihna Pidin
viii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
I
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan
2
1.3 Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Limbah Cair
2
2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) TPA Bantar Gebang
3
2.3 Sludge
4
II
2.3.1 Jenis dan Karakteristik Sludge
4
2.3.2 Teknologi Pengelolaan Sludge
5
2.4 Elektrokinetik dan Pemanfaatannya
5
2.4.1 Elektrokinetik
5
2.4.2 Pemanfaatan Elektrokinetik
6
2.4.2.1 Pemanfaatan Elektrokinetik untuk Pengeringan (dewatering) Sludge
6
2.4.2.2 Pemanfaatan Elektrokinetik untuk remediasi tanah
7
2.4.2.3 Pemanfaatan Elektrokinetik Untuk Mengurangi Kadar Logam Berat
7
2.4.2.4 Pemanfaatan Elektrokinetik di Bidang Teknik Sipil
8
III BAHAN DAN METODE
8
3.1 Kerangka Penelitian
8
3.2 Waktu dan Tempat
8
3.3 Alat dan Bahan
9
3.4 Tahapan Penelitian
10
3.4.1 Pengambilan Sample Sludge
10
3.4.2 Analisis Karakteristik Awal dari Sludge
10
3.4.3 Perlakuan Elektroosmosis pada Sludge
10
ix
3.4.4 Analisis Kimia Sludge di Akhir Elektroosmosis IV HASIL DAN PEMBAHASAN
V
11 12
4.1 Karakteristik Sludge
12
4.2 Perubahan Arus Listrik Selama Elektroosmosis
13
4.2.1 Percobaan Pertama
13
4.2.2 Percobaan Kedua
13
4.2.3 Percobaan Ketiga
14
4.3 Perubahan Kadar Air
15
4.3.1 Perubahan Kadar Air dengan Teknologi Elektroosmosis
15
4.3.2 Perubahan Kadar Air dengan Pengeringan Udara
17
4.4 Volume Air yang Keluar karena Proses Elektroosmosis
17
4.5 Karakteristik Sludge Setelah Elektroosmosis
18
4.6 Karakteristik Efluen
23
SIMPULAN DAN SARAN
24
5.1 Simpulan
24
5.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
33
x
DAFTAR TABEL 1
Perpindahan logam berat pada tanah liat secara elektrokinetik
2
Metode analisis sludge
10
3
Karakteristik awal sludge TPA bantar Gebang
12
4
Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge
23
8
DAFTAR GAMBAR 1
Proses IPAL TPA Bantar Gebang, Bekasi
4
2
Skema teknologi elektrokinetik untuk remidiasi tanah
7
3
Alat elektroosmosis : (a) tembaga, (b) grafit, (c) kotak bak sedang, (d) kotak bak besar dan (e) power supply
9
(a) Model rangkaian elektroosmosis, (b) Rangkaian perlakuan elektroosmosis
11
5
Grafik perubahan arus listrik pada percobaan pertama
13
6
Grafik perubahan arus listrik pada percobaan kedua
14
7
Grafik perubahan arus listrik pada percobaan ketiga
14
8
Perubahan kadar air setelah elektroosmosis
16
9
Perubahan kadar air secara pengeringan udara dengan metode elektroosmosis
16
10 Jumlah volume air yang keluar dari kotak bak sludge karena proses elektroosmosis
17
11 Perubahan pH setelah proses elektroosmosis pada kedalaman yang berbeda
19
12 Perubahan EC setelah proses elektroosmosis pada kedalaman yang berbeda
20
13 (a) Perubahan kadar Ca, (b) Perubahan kadar Mg, (c) Perubahan kadar K, dan (d) Perubahan kadar Na
21
14 (a) Perubahan kadar Fe, (b) Perubahan kadar Mn, (c) Perubahan kadar Cu, dan (d) Perubahan kadar Zn
22
15 (a) Perubahan kadar Pb terekstrak HCl 25% dan (b) Perubahan kadar Cd terekstrak HCl 25%
22
4
xi
DAFTAR LAMPIRAN 1
Perubahan arus listrik pada percobaan pertama selama 7 jam
27
2
Perubahan arus listrik pada percobaan kedua selama 3 jam
28
3
Perubahan arus listrik pada percobaan ketiga selama 11 hari
29
4
Perubahan kadar air sludge
30
5
Perubahan kadar air dengan pengeringan uadara dan elektroosmosis
30
6
Perubahan pH setelah proses elektroosmosis
30
7
Perubahan EC setelah proses elektroosmosis
30
8
Kandungan basa-basa total (Ca, Mg, K, Na) terekstrak air setelah proses elektroosmosis
31
Unsur-unsur mikro (Fe, Zn, Cu, Mn) terekstrak air setelah proses elektroosmosis
31
10 Kandungan logam berat (Pb, Cd) terekstrak HCL 25% setelah proses elektroosmosis
32
11 Nilai Ksp (konstanta kesetimbangan)
32
9
1
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Limbah merupakan masalah lingkungan yang harus ditangani. Pengelolaan terhadap limbah perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan mudah bahkan dapat dimanfaatkan. Salah satu limbah yang perlu penanganan khusus ialah limbah cair. Kegiatan yang menghasilkan limbah cair harus dikelola terlebih dahulu dalam suatu sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebelum dikembalikan ke lingkungan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 Pasal 8 tentang baku air limbah domestik. Hal tersebut juga yang harus dilakukan pada limbah cair di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi. Pengelolaan limbah cair TPA Bantar Gebang dapat meninggalkan residu yang berupa endapan semi padat atau sedimen lumpur (sludge) yang biasanya hanya dibiarkan menumpuk tanpa pengelolaan. Sludge ini juga diproduksi setiap harinya sehingga diperlukan pengelolan lebih lanjut yang lebih cepat dan efektif. Fakta dilapangan karena produksinya sangat banyak sehingga melebihi volume baknya dan sludge langsung di buang ke saluran pembunganan tanpa pengelolaan terlebih dahulu. Sludge sangat mungkin mengandung senyawa-senyawa berbahaya baik yang terdapat pada padat kelolaan itu sendiri maupun yang berupa residu cairannya. Sludge bersifat semi padat dan memiliki kadar air tinggi sehingga sulit untuk ditransportasikan dan ditumpuk di tempat akhir. Oleh sebab itu, sludge perlu diolah terlebih dulu untuk membersihkan atau setidaknya menurunkan kadar senyawa berbahaya sebelum dipindahkan, serta mengeringkannya agar volumenya susut dan lebih mudah diangkut. Tujuan utama dari proses pengeringan ialah untuk mengurangi kadar air dalam sludge, namun efektivitas dari pengeringan sludge sangat ditentukan oleh sifat kimia dan fisik dari sludge tersebut (Lucache et al., 2008). Beberapa teknik pengeringan sudah diterapkan seperti sentrifusi, pengepresan, penyaringan, dan pembakaran. Metode-metode ini hanya mengeringkan saja tetapi tidak dapat mengurangi kandungan-kandungan berbahaya dalam sludge tersebut. Saat ini perlu dikembangkan suatu teknologi pengeringan yang murah dan ramah lingkungan. Salah satu teknologi yang dapat dijadikan alternatif ialah elektroosmosis. Teknologi ini mampu menurunkan kadar air suatu media di bawah pengaruh arus listrik (Reddy, 2005). Prinsip dasar dari teknologi ini adalah memberi arus listrik pada suatu media yang jenuh air, sehingga akan menarik molekul-molekul air yang menjadi mantel pada kation pada media tersebut ke arah kutub yang berlawanan. Proses pengeringan yang terjadi ditunjukkan dengan semakin turunnya kadar air pada sistem. Keunggulan lain dari teknologi ini adalah mampu menurunkan kadar-kadar bahan berbahaya seperti logam berat yang terdapat di dalam sistem, sehingga dapat lebih aman bagi lingkungan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sariningpuri (2012), pada skala meja (bench scale) rancangan sistem dewatering secara elektroosmosis yang paling efisisen adalah menggunakan pasangan elektroda grafit dan tembaga serta pasangan
2
elektroda grafit dan stainless steel dengan tegangan 30 volt, karena mampu menurunkan kadar air paling maksimal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini merupakan lanjut pada skala yang lebih besar lagi (scale up) dari teknik ini.
1.2
Tujuan
1. Untuk menguji efektifitas dari aplikasi pengeringan elektroosmosis endapan lumpur (sludge) dari pengelolaan limbah cair dalam skala semi lapang. 2. Mengetahui pengaruh elektroosmosis terhadap penurunan logam berat pada endapan lumpur (sludge) dari pengelolaan limbah cair.
1.3
Hipotesis
Sistem dewatering secara elektroosmosis dapat menurunkan kadar air, pH pada sisi anoda dan menaikan pH pada sisi katoda, serta mampu menurunkan kadar logam berat pada sludge tersebut.
II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Limbah cair
Menurut PP No 82 tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis sumber yaitu limbah rumah tangga (limbah cair domestik) dan industri. Setiap limbah cair wajib melalui pengelolaan sehingga kandungan berbahaya di dalamnya dapat diminimalisasi terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan, sebab zat-zat berbahaya tersebut dapat mematikan fungsi mikroorganisme yang berfungsi menguraikan senyawa-senyawa dalam air limbah. Penanganan limbah cair biasanya dilakukan secara kimiawi, fisik, dan biologi untuk mengeliminasi zat-zat yang berbahaya (Santi, 2004). Limbah cair yang berasal dari limbah kegiatan rumah tangga dan ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lebih dikenal dengan air lindi (leachate). Limbah yang dibuang ke TPA sebagian besar terdiri atas komponen sampah organik dan sebagian kecil anorganik. Sampah organik akan mengalami proses penguraian atau dekomposisi, yang menghasilkan bahan padat dan gas antara lain CO₂, CH₄, dan sebagian kecil H₂S. Hasil penguraian sampah lainnya adalah berupa asam-asam organik. Asam ini dapat mempengaruhi proses mineralisasi atau penguraian logamlogam yang ada dalam sampah. Asam-asam organik ini dapat terbawa oleh air hujan
3
menjadi air lindi yang akan tertampung dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Nuryani et al., 2003).
2.2
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) TPA Bantar Gebang
Tujuan utama pengolahan air limbah sampah ialah untuk mengurangi kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme di alam. Proses IPAL yang dilakukan di TPA Bantar Gebang meliputi beberapa tahapan antara lain: pengolahan awal (Pretreatment), tahap ini bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam tanah. Tahap kedua adalah pengolahan tahap pertama (Primary Treatment), tahapan ini tidak jauh berbeda dengan tahap awal hanya saja pada tahap ini mulai dilakukan netralisasi, penambahan bahan kimia untuk koagulasi, pemisahan serta sedimentasi. Tahapan berikutnya ialah pengolahan tahap kedua (Secondary Treatment), pengolahan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat terlarut yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Pengolahan ini menggunakan alat rotary biological contactor. Setelah air sampah diolah dalam rotating biological contractor air kemudian dipisahkan dengan lumpur melalui alat yang disebut clarifier biologi yang kemudian diproses secara kimia untuk proses koagulasi dan flokulasi. Proses ini, lumpur (sludge) yang terpisah akan disalurkan pada kolam penampung sludge, sedangkan airnya akan dialirkan ke kolam clean water treatment yang kemudian dialirkan kembali ke sungai setelah memenuhi baku mutu COD sebesar 300mg/l dan BOD sebesar 150 mg/l, serta setelah pH mencapai 6-7 (Anonim, 2012).
4
Keterangan: (1) Bak equalisasi 1 dan 2; (2) bak fakultatif; (3) Rotary biological denitrification; (4) bak aerasi; (5) clarifier kimia; (6) polishing pond; (7) bak pengendapan; (8) clarifier biologi; (9) clean water outlet; (10) bak penampung sludge
Gambar 1 Proses IPAL TPA Bantar Gebang, Bekasi.
2.3
Sludge
Pengelolaan limbah cair di Indonesia sudah diberlakukan bagi setiap industri, sedangkan untuk limbah cair domestik belum berlaku secara menyeluruh (Hidayat, 2008). Hasil residu IPAL (sludge) mungkin mengandung unsur-unsur dalam jumlah yang cukup tinggi, selain itu sludge juga sangat mungkin mengandung senyawasenyawa yang berbahaya. Hasil penelitian Marinova (2005) menunjukan keberadaan unsur hara makro dalam sludge, seperti N, P, dan K. Hal tersebut menjadi dasar untuk memanfaatkan sludge dalam bidang pertanian sebagai pupuk dengan mengelolanya (mengurangi kadar air) terlebih dahulu. 2.3.1 Jenis dan Karakteristik Sludge Berdasarkan sumbernya, sludge terdiri dari dua jenis yaitu : a. Sludge dari limbah rumah tangga Jenis sludge ini berasal dari kegiatan dan sanitasi dalam rumah tangga. Sumber dari sludge ini adalah limbah dari kegiatan rumah tangga membuat karakteristik dari sludge ini memiliki kandungan bahan-bahan organik yang cukup tinggi. Limbah rumah tangga dikelola dengan ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir untuk kemudian diproses lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan Marinova
5
(2005) tentang pemanfaatan sludge untuk pertanian menunjukan bahwa sludge dari limbah rumah tangga memiliki kadar unsur-unsur hara seperti N, P,dan K yang tinggi. Namun, selain unsur-unsur hara, di dalam sludge juga ditemukan kadar logam berat seperti Pb, Cd, Cu, dan Cr. b. Sludge dari limbah industri Limbah cair dari kegitan industri harus dikelola dalam IPAL. Sludge limbah cair industri sangat sering menimbulkan masalah seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan moluska, terutama bila limbah cair tersebut mengandung As, CN, Cr, Cd, Cu, Fe, Hg, Pb, dan Zn (Anonim, 2013). 2.3.2 Teknologi Pengelolaan Sludge Karakteristik sludge yang memiliki kadar air yang tinggi membuat sludge lebih sulit untuk dikelola. Beberapa teknik pengeringan sudah diterapkan seperti sentrifusi, pengepresan, penyaringan, dan pembakaran. Pengelolaan lain ialah inaktivasi unsur atau senyawa berbahaya melalui penambahan bahan-bahan yang mampu merubah bentuk persenyawaan penyusun sludge menjadi bahan yang tidak berbahaya, inaktif, atau imobil (Liang, 1976). Selain itu, ada satu teknologi yang dapat dijadikan alternatif yaitu elektrokinetik.
2.4
Elektrokinetik dan Pemanfaatannya
2.4.1 Elektrokinetik Salah satu metode pengeringan media jenuh air adalah dengan teknologi elektrokinetik. Prinsip dasar teknik elektrokinetik adalah menyalurkan arus searah (DC) melalui elektroda (anoda dan katoda) dengan voltase rendah sebagai media porous dan lembab sehingga terjadi pergerakan massa di bawah medan listrik. Berdasarkan fenomena bahwa kontaminan yang bersifat mobil dapat bergerak melalui pergerakan massa di bawah pengaruh medan listrik, maka teknik elektrokinetik dapat digunakan untuk meremediasi tanah yang tercemar (Acar dan Alshawabkeh, 1993). Metode ini menggunakan arus listrik yang dialirkan pada dua kutub elektroda, yaitu anoda dan katoda. Pada saat kedua elektroda ini ditanam di dalam proses tanah dan diberi beda potensial, maka akan terjadi proses (a) elektroosmosis, (b) elektrolisis, (c) elektromigrasi, dan (d) elektroforesis. a. Elektroosmosis Elektroosmosis adalah pergerakan air di bawah pengaruh potensial listrik yang berubah dari anoda ke katoda dan terutama dipengaruhi oleh porositas tanah dan zeta potensial dari media tanah (Pamukcu, 1997). Pergerakan air seperti ini tidak disebabkan secara langsung karena kekuatan listrik menggerakan air, melainkan akibat terdorongnya molekul air oleh ion-ion positif maupun negatif yang bergerak menuju kutub berlawanan selama ada aliran listrik. Dalam sistem berpori dan lembab
6
air mengisi pori-pori dan di dalam larutan pori tersebut jika terdapat ion-ion maka jika dialiri listrik akan bergerak menuju kutub yang sesuai, pada saat itu masa air terdorong mengikuti gerakan ion tersebut. Jika ion yang lebih banyak adalah kation dan karena kation tersebut terhidrolisis atau dikelilingi mantel air maka setiap kation akan menarik secara langsung sejumlah molekul air ke arah katoda dan pergerakan kation-kation bermantel air secara bersamaan dan akumulatif akan menghasilkan flux air secara net ke arah katoda b. Elektrolisis Selama proses elektrokinetik berlangsung terjadi juga proses elektrolisis dengan persamaan sebagai berikut : Anoda : 2H₂O O₂ + 4H⁺ + 4e⁻ Katoda : 4H₂O + 4e⁻ 2H₂ + 4OH⁻ Proses elektrolisis ini dapat mengakibatkan perubahan pH di elektroda. Hal tersebut disebabkan oleh proses oksidasi air yang terjadi di anoda dan menghasilkan ion-ion hidrogen (H⁺). Ion-ion H⁺ tersebut berpindah menuju katoda dan mengakibatkan penurunan pH. Sebaliknya, penurunan air terjadi pada katoda dan menghasilkan ion-ion hidroksil (OH⁻) yang kemudian berpindah ke arah anoda sehingga mengakibatkan kenaikan pH (Reddy, 2005). c. Elektromigrasi Elektromigrasi merupakan pergerakan kation dan anion karena pengaruh sifat listrik yang dihasilkan sistem tersebut pada tanah. Kation (ion bermuatan +) cenderung untuk berpindah ke arah katoda bermuatan negatif dan anion (ion bermuatan -) berpindah ke arah anoda bermuatan positif (Acar dan Alshawabkeh, 1993). d. Elektroforesis Elektroforesis merupakan perpindahan dari partikel-partikel koloid di bawah pengaruh arus listrik (Shenbagavalli, 2010). Ketika arus listrik searah (DC) dialirkan pada suatu media, akan terjadi pergerakan partikel-pertikel koloid secara elektrik ke arah elektroda yang berlawanan dengan muatan partikel. Partikel yang bemuatan positif (kation) akan bergerak ke arah katoda, sedangkan partikel bermuatan negatif (anion) akan bergerak ke arah anoda (Ahmad, 2004). 2.4.2 Pemanfaatan Elektrokinetik 2.4.2.1 Pemanfaatan Elektrokinetik untuk Pengeringan (dewatering) Sludge Penelitian Ma et al (2011) dengan menggunakan teknologi elektroosmosis dengan menggunakan voltase 10 V, 20 V, 30 V dapat menurunkan kadar air sludge dari awalnya 77 % (b/b) sampai 60% (b/b) dengan konsumsi power yang digunakan 25 kWh/t, 41 kWh/t, 53 kWh/t dengan lama pemprosesan masing-masing 4.5 menit,
7
1.5 menit dan 0.8 menit. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Sariningpuri (2012), pada skala meja (bench scale) rancangan sistem dewatering secara elektroosmosis yang paling efisisen adalah menggunakan pasangan elektroda grafit dan tembaga serta pasangan elektroda grafit dan stainless steel dengan tegangan 30 volt, karena mampu menurunkan kadar air paling maksimal. 2.4.2.2 Pemanfaatan Elektrokinetik untuk Remediasi tanah Berbagai teknologi remidiasi tanah dapat dilakukan untuk perlakuan tanah dan air tanah terkontaminasi yang dibagi menjadi teknologi ex-situ dan in-situ (Reddy et al., 1999). Teknologi ex-situ dilakukan pada tanah dan atau air tanah yang terkontaminasi setelah kontaminan dipindahkan dari permukaan, sedangkan teknologi in-situ dilakukan di dalam permukaan tanah yang terkontaminasi. Teknologi in-situ lebih banyak dipilih karena secara umum teknologi ini sedikit mengalami gangguan, sedikit menimbulkan pencemaran lingkungan, tingkat kerumitan yang kecil serta lebih ekonomis. Teknologi in-situ yang dapat dilakukan untuk remediasi tanah meliputi pencucian tanah, oksidasi kimia, pembakaran, bioremidiasi, elektrokinetik, dan phytoremidiasi. Salah satu teknologi yang banyak memberi keuntungan adalah elektrokinetik (Reddy, 2002).
Gambar 2 Skema teknologi elektrokinetik untuk remediasi tanah (Reddy, 2002) 2.4.2.3 Pemanfaatan Elektrokinetik Untuk Mengurangi Kadar Logam Berat Pencemaran tanah pada site-site tertentu di daerah industri dan pertambangan biasanya terjadi pada tingkat pencemaran yang tinggi, sehingga tidak dapat dibiarkan.
8
Salah satu teknik yang dikembangkan untuk mengatasinya adalah teknik elektrokinetik (Reddy dan Parupudi, 1997). Keberadaan logam berat menyebar pada berbagai polusi yang terdapat di beberapa daerah perkotaan. Banyak penelitian yang dikembangkan untuk remediasi tanah dari logam berat dengan teknologi elektrokinetik. Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa ion Cadmium (Cd²⁺), Timbal (Pb²⁺), dan Zinc (Zn²⁺) dapat dipindahkan secara elektrokinetik pada tanah liat. Perpindahan ion ini ditunjukan pada Tabel 1. Hal tersebut menunjukan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di bawah pengaruh pemberian arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat diturunkan sebesar 50-90%. Tabel 1 Perpindahan logam berat pada tanah liat secara elektrokinetik (Korolev, 2006) Jumlah ion (%) Dipindahkan dari tanah dengan filtrasi Mengendap di elektroda Dalam larutan Dalam pertukaran kompleks Total
Mg 20.5 0.003 10.5 69.0 100
Zn 0.001 81.8 12.8 94.6
Pb 41.2 4.5 34.3 20.0 100
Cd 42.3 1.6 24.1 32.0 100
2.4.2.4 Pemanfaatan Elektrokinetik di Bidang Teknik Sipil Rahim et al. (2012) menunjukkan bahwa metode elektroosmosis pulsa mampu mengurangi keberadaan air terperangkap dalam medium batu candi yang disususn bertumpuk. Demikian pula untuk pengeringan badan urugan jalan dan dasar bangunan (Pamukcu, 1997).
III
BAHAN DAN METODE
3.1
Kerangka Penelitian
Penelitian ini terdiri atas perlakuan pemberian arus listrik searah (DC) dengan voltase rendah pada sludge untuk menurunkan kadar air sludge dan melihat karakteristik kimia khususnya logam berat dari sludge setelah dialiri arus listrik. Perlakuan dilakukan dalam skala semi lapang dengan dimensi besar 1,5 x 1 x 0,6 m dan dimensi sedang sebesar 1 x 0,5 x 0,4 m.
3.2
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Desember 2012. Pengambilan sludge dilakukan di IPAL 3 TPA Bantar Gebang, Bekasi. Sedangkan perlakuan elektroosmosis dan analisis dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya
9
Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
3.3
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan lumpur (sludge) dari hasil pengolahan air lindi di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 3 TPA Bantar Gebang, Bekasi, serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis sifat-sifat kimia dari sludge. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dalam pengambilan sampel di lapang, alat untuk perlakuan elektroosmosis yang terdiri atas kotak bak yang terbuat dari bahan plastik; elektroda positif dari bahan grafit dan negatif dari bahan tembaga. Peralatan laboratorium terdiri dari Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), spektrofotometer, pH meter, EC meter, CNS analyzer, dan peralatan lainnya.
(a)
(b)
(c)
(d) (e) Gambar 3 Alat elektroosmosis : (a) tembaga, (b) grafit, (c) kotak bak sedang, (d) kotak bak besar dan (e) power supply.
10
3.4
Tahapan Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini adalah (1) pengambilan sampel sludge, (2) analisis karakteristik awal dari sludge, (3) perlakuan elektroosmosis pada sludge, serta (4) analisis karakterisitik sludge setelah elektroosmosis. Tahapan penelitian secara detil akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut di bawah ini. 3.4.1 Pengambilan Sample Sludge Sampel sludge diambil di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 3 TPA Bantar Gebang, Bekasi. Sampel sludge TPA diambil dari proses pemisahan air dan sludge dalam proses clarifier kimia. 3.4.2 Analisis Karakteristik Awal dari Sludge Parameter yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Table 1 Metode analisis sludge Parameter pH H2O Electrical Conductivitiy Ca dan Mg total K dan Na total C-total N-total (%) P-total Logam berat (Pb, Cd, Cu) Sulfur Unsur mikro (Fe, Mn, Zn) Asam Humik
Metode Elektroda Elektroda Ekstrak air Ekstrak air CNS analyzer CNS analyzer Vanado Molibdate HCl 25% CNS analyzer Ekstrak air Pengendapan asam
Alat pH meter EC meter AAS Flame photometer CNS analyzer CNS analyzer Spectrophotometer AAS CNS analyzer AAS
3.4.3 Perlakuan Elektroosmosis pada Sludge Alat untuk menjalankan proses pengeringan elektroosmosis didesain pada skala semi lapang. Perlakuan elektroosmosis ini delakukan dengan tiga kali percobaan. Percobaannya antara lain: (1) Percobaan pertama perlakuan elektroosmosis dilakukan pada bak besar yang berukuran panjang 1,5 meter, lebar 1 meter dan tinggi 0,5 meter dengan menggunakan power supply 5 Ampere, (2) Percobaan kedua perlakuan elektroosmosis dilakukan pada bak sedang yang berukuran panjang 1 meter, lebar 0.5 meter dan tinggi 0,4 meter dengan menggunakan power supply 10 Ampere, dan (3) Percobaan ketiga perlakuan elektroosmosis dilakukan pada bak sedang yang berukuran panjang 1 meter, lebar 0.5 meter dan tinggi 0,4 meter dengan menggunakan power supply 25 Ampere. Percobaan perlakuan elektroosmosis ini menggunakan voltase tetap yaitu 30 volt.
11
Elektroda yang digunakan dari bahan grafit dan tembaga dengan ketebalan diameter 0,8 mm, alat multimeter, kabel penghubung arus listrik dan power supply sebagai sumber listrik searah (power supply). Sludge ditempatkan pada kotak tersebut. Selanjutnya pada sisi ujung kiri sludge ditancapkan elektroda grafit sebagai anoda dan pada ujung sebaliknya ditancapkan elektroda tembaga (katoda). Kedua elektroda dihubungkan dengan sumber arus listrik searah DC dari power supply (Gambar 4). Arus listrik searah dengan voltase 30 volt dialirkan selama periode tertentu tergantung reaksi yang terjadi yaitu hingga kadar air berkurang, pH menurun, serta sudah tidak ada lagi arus listrik yang mengalir. Terputusnya arus listrik pada sludge mengharuskan pergeseran pada bagian anoda ke sludge yang masih basah mendekati katoda.
(a)
(b)
Gambar 4 (a) Model rangkaian elektroosmosis, (b) rangkaian perlakuan elektroosmosis.
3.4.4 Analisis Kimia Sludge di Akhir Elektroosmosis Setelah proses pengeringan dengan elektroosmosis selesai, sludge diambil sesuai pergeseran masing-masing anoda secara vertikal setebal 5 cm kemudian dianalisis karakteristik kimia sludge. Parameter yang digunakan dalam analisis ini sama seperti parameter yang digunakan pada karakteristik awal sludge. Efluen yang keluar dari sludge selama proses ini juga dianalisis sesuai dengan parameter yang ada.
12
III
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sludge
Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 49.94% dengan kadar abu sebesar 61.51%. Hal ini dapat disebabkan oleh sumber sampah yang terdapat di TPA Bantar Gebang berasal dari limbah rumah tangga, dimana limbah rumah tangga sebagian besar mengandung senyawa-senyawa organik. Parameter lain yang ditetapkan dalam menentukan karakteristik sludge adalah electroconductivity (EC). EC sludge TPA Bantar Gebang bernilai 3.32 mS/cm, hal tersebut menunjukkan bahwa sludge yang digunakan banyak mengandung unsur dan senyawa ionik. Tabel 3 Karakteristik awal sludge TPA Bantar Gebang Parameter KA (%)
Sludge TPA 1743
Parameter Fe (ppm)
Sludge TPA 185.49
pH
7.5
Mn (ppm)
165.36
EC (mS/cm)
3.32
Zn (ppm)
13.53
C (%)
44.94
Ca (%)
1.11
N (%)
1.62
Mg (%)
0.49
S (ppm)
1.12
K (%)
3.88
Pb (ppm)
4.38
Na (%)
0.72
Cd (ppm)
0.15
P (%)
6.36
Cu (ppm)
6.49
Kadar abu (%)
61.51
Sludge TPA Bantar Gebang juga memiliki kandungan unsur-unsur hara mikro yaitu Fe sebesar 185.49ppm, Zn sebesar 13.53ppm, Mn sebesar 165.36ppm, dan Cu sebesar 6.49ppm. Kandungan basa-basa total yaitu Ca, Mg, K dan Na untuk sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar secara berurutan sebesar 1.11%, 0.49%, 3.88%, dan 0.72%. Parameter lain yang diukur ialah kandungan logam berat Pb dan Cd yang terkandung pada sludge. Sludge memiliki kandungan logam Pb sebesar 4.38 ppm, dan Cd bernilai 0.15 ppm. Dalam sludge ini juga terkandung kadar P. Kadar P menjadi penting diukur sebab tingginya P dalam suatu media dapat menyebabkan eutrofikasi. Kadar P total dalam sludge ini sebesar 6.36%.
13
4.2
Perubahan Arus Listrik Selama Elektroosmosis
4.2.1 Perubahan Arus Listrik pada Percobaan Pertama Perubahan arus terjadi selama proses elektroosmosis berlangsung pada percobaan pertama. Pengaliran arus listrik ini berlangsung selama 7 jam (Lampiran 1) tetapi tidak terlihat terjadi gejala-gejala reaksi elektrolisis yang ditandai dengan adanya gelembung pada sekitar grafit (anoda) dan tembaga (katoda). Ampere yang terbaca pada awal penyetruman hanya 0,11 ampere, nilai ampere ini terlalu kecil artinya arus listrik terlalu lemah. Percobaan ini terjadi reaksi elektroosmosis tetapi sangat kecil yang ditandakan dengan adanya air yang keluar melalui outlet pada percobaan ini setelah penyetruman selama 7 jam. Ampere turun hingga 0,09 ampere dan power supplynya mengalami overheat sehingga meledak, hal ini dikarenakan beban arus listrik terlalu besar. Air yang keluar selama 7 jam tersebut sebesar 1208 ml. Grafik perubahan arus listrik pada percobaan pertama dapat dilihat pada Gambar 5.
Perubahan Arus arus (ampere)
0.15 0.1 0.05
ampere
0 0
100
200
300
400
500
waktu (menit)
Gambar 5 Grafik perubahan arus listrik pada percobaan pertama 4.2.2 Perubahan Arus Listrik pada Percobaan Pertama Percobaan Kedua Perubahan arus terjadi selama proses elektroosmosis berlangsung pada percobaan kedua. Pengaliran arus listrik pada percobaan yang kedua ini berlangsung selama 3 jam. Nilai ampere yang terbaca pada awal dialiri arus listrik sebesar 4,5 ampere dan setelah 10 menit reaksi disekitar anoda dan katoda dapat terlihat. Selama 3 jam dialiri arus listrik (Lampiran 2) ternyata power supply ini juga mengalami overheat dan meledak. Arus terakhir yang terbaca sebesar 4,4 ampere serta air keluaran yang diperoleh pada percobaan ini hanya 40 ml. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan penurunan dan kenaikan arus listrik selama 3 jam.
14
arus (ampere)
Perubahan Arus 6 5
ampere
4 3 0
100
200
300
waktu (menit)
Gambar 6 Grafik perubahan arus listrik pada percobaan kedua 4.2.3 Perubahan Arus Listrik pada Percobaan Pertama Percobaan Ketiga
arus (ampere)
Percobaaan yang ketiga menggunakan power supply yang nilai amperenya lebih besar yaitu 25 ampere dengan menggunakan ukuran bak dan voltase yang sama pada percobaan yang kedua. Percobaan ini berlangsung selama 17000 menit (11 hari) (Lampiran 3). Proses elektroosmosis dikatakan selesai saat arus sudah tidak mengalir lagi pada jarak antar elektroda yang paling dekat (anoda sudah tidak dapat digeser mendekati katoda). Perubahan arus listrik pada elektroda dapat dilihat dari Gambar 7.
Perubahan Arus
8 7 6 5 4 3 2 1 0
ampere
0
5000
10000 15000 waktu (menit)
20000
Gambar 7 Grafik perubahan arus listrik pada percobaan ketiga Gambar 7 juga memberikan informasi adanya kenaikan dan penurunan arus setiap menitnya. Seiring dengan berjalannya waktu, arus listrik mengalami penurunan bahkan dapat mencapai nol selama proses elektroosmosis. Pada saat itu arus akan berhenti mengalir, sehingga diperlukan pergeseran anoda ke arah mendekati katoda agar proses pengeringan dengan elektroosmosis dapat terjadi kembali. Terputusnya arus ini disebabkan oleh kadar air yang semakin menurun pada sekitar anoda sehingga menyebabkan volume sludge yang semakin menyusut dan mengkerut yang menyebabkan rekahan antara permukaan batang anoda dengan permukaan sludge. Bersamaan dengan itu, kation-kation yang terdorong ke arah katoda menyebabkan menurunnya electroconductivity (EC) pada anoda sehingga arus terputus pada bagian
15
ini. Batangan grafit sebagai anoda harus digeser ke sludge yang lebih basah dan mendekati katoda agar elektroosmosis dapat terjadi kembali. Pergeseran elektroda dilakukan sebanyak tiga kali dengan jarak setiap 20 cm. Perubahan arus yang fluktuatif terjadi selama proses elektroosmosis berlangsung. Perubahan arus ini dapat disebabkan jarak antara anoda dan katoda dan nilai EC yang bervariasi. Arus maksimum yang dicapai sebesar 6.8 A pada 13320 menit. Pengamatan terputusnya arus menjadi hal penting yang harus diperhatikan selama proses elektroosmosis karena mempengaruhi efesiensi waktu pengeringan dengan elektroosmosis. Oleh sebab itu, saat arus sudah mendekati nol diperlukan pengamatan yang lebih intensif pada bagian anoda. Pengamatan seperti ini menjadi kelemahan dari proses pengeringan sludge dengan elektroosmosis, karena belum ada waktu pasti yang dapat ditentukan untuk menggeser anoda ke arah katoda. Percobaan ketiga terjadi reaksi elektroosmosis dan memberikan hasil yang terbaik dilihat dari efektivitas waktu pengeringan serta arus maksimum yang dicapai.
4.3
Perubahan Kadar Air
4.3.1 Perubahan Kadar Air dengan Teknologi Elektroosmosis Proses pengeringan dengan teknologi elektroosmosis dapat terjadi pada tipe sludge TPA sehingga kadar air pada sludge ini dapat menurun. Kadar air pada sludge diukur saat arus listrik terputus sesaat setelah pemindahan elektroda anoda mendekati elektroda katoda, untuk mengetahui kemampuan pengeringan secara elektroosmosis yang terjadi sampai arus terputus. Kemampuan dewatering secara elektroosmosis ditunjukan dengan penurunan kadar air selama proses elektroosmosis. Kadar air awal ditunjukkan grafik garis berwarna biru, dimana pengukurannya dilakukan pada sampel sludge di kotak perlakuan sebelum diberi perlakuan elektroosmosis. Penurunan kadar air selama elektroosmosis ditunjukkan oleh grafik batang berwarna merah dan hijau yang diukur pada bagian yang paling dekat dengan anoda sampai yang paling dekat dengan katoda. Perubahan kadar air ini disajikan pada Gambar 8 berikut ini.
16
% Kdara Air (b/b)
Perubahan Kadar Air 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 250 0
kadar air permukaan lumpur kadar air kedalaman 10 cm kadar air awal katoda
anoda
Gambar 8 Perubahan kadara air setelah elektroosmosis Gambar 8 menunjukkan perubahan kadar air (Lampiran 4) pada kedalaman yang berbeda yaitu pada permukaan lumpur dan pada kedalaman 10 cm, serta terjadi pemindahan elektroda grafit (anoda) kearah katoda sebayak 4 kali sejauh 20 cm mendekati katoda pada setiap pemindahan. Kadar air awal sludge sebesar 1700% menjadi sekitar 1364-1009% (b/b) pada sludge pada permukaan lumpur. Penurunan kadar air pada lapisan permukaan mencapai kisaran antara 19.8 - 40.6%. sedangkan pada kedalaman 10 cm yang kadar awal sludge sebesar 1700% turun menjadi sekitar 1487-1136% (b/b). Penurunan kadar air pada kedalaman 10 cm mencapai 12.5 33.2%. Kedua gambar ini menunjukan bahwa dari yang paling dekat dengan anoda sampai yang paling dekat dengan katoda mengalami penurunan baik pada lapisan permukaan ataupun pada lapisan pada kedalaman 10 cm. Namun jika dibandingkan antara kedalaman penurunan kadar air terbesar terdapat pada permukaan sludge karena pada permukaan sludge dapat dipengaruhi dari faktor lingkungan seperti penguapan. Perbedaan penurunan antara kadar air dipermukaan dengan kadar air pada kedalaman 10 cm dapat mencapai 8%. Arus yang terputus disebabkan oleh arus listrik yang mengakibatkan terdorongnya kation-kation kearah mendekati katoda sehingga electroconductivity pada anoda akan semakin menurun sehingga arus lebih cepat terputus. Arus yang terputus pada saat dewatering secara elektroosmosis tersebut menjadi penghambat penurunan kadar air yang lebih maksimal pada proses ini. Penurunan kadar air pada sludge juga terlihat secara visual dari menyusutnya volume sludge serta keluarnya efluen (leachate), namun penurunan kadar air yang lebih maksimal dengan elektroosmosis terhambat karena arus yang terputus. Menurunnya kadar air selama elektroosmosis menunjukan bahwa elektroosmosis dapat diterapkan pada sludge yang mengandung bahan organik tinggi, memiliki EC tinggi serta mengandung banyak kation.
17
4.3.2 Perbandingan Antara Perubahan Kadar Air Secara Pengeringan Udara dengan Metode Elektroosmosis Perubahan kadar air dengan pengeringan udara pada Gambar 9 (dengan data pada lampiran 5) secara alami ini juga dilakukan agar dapat dibandingkan dengan perubahan kadar air dengan teknologi elektroosmosis. Pengeringan secara konvensional ini dilakukan dengan menggunakan ember dengan kedalaman yang sama pada kotak bak percobaan dengan elektroosmosis yaitu 40 cm. Gambar 9 menunjukkan bahwa untuk menurunkan kadar air dari 1783% sampai 1165% (penurunan kadar air mencapai 53% dari kadar awal) membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 42 hari. Jika dibandingkan dengan menggunakan pengeringan udara, teknologi elektroosmosis hanya membutuhkan waktu sekitar 11 hari yang awalnya kadar air 1700% sampai turun hingga 1000% (penurunan kadar air mencapai 70% dari kadar awal).
% kadar air (b/b)
Kadar Air 2000 1500 kadar air pengeringan udara
1000 500
kadar air dengan elektroosmosis
0 0
20
40
60
hari ke
Gambar 9 Perubahan kadar air secara pengeringan udara dengan metode elektroosmosis
4.4 Volume Air yang Keluar Karena Proses Elektroosmosis (Efluen) Proses penurunan volume sludge pada saat proses elektroosmosis diikuti dengan keluarnya air dalam kotak bak sludge, hubungan volume air yang keluar dengan penyusutan sludge atau pengurangan kadar air dalam sludge bisa diakibatkan adanya air yang keluar dalam kotak bak tersebut. Besarnya volume air yang keluar dapat dilihat dari gambar 10.
18
Jumlah Air Keluar jumlah air (ml)
8000 6000 3408
4000 2000
3435
2861
jumlah air yang keluar (ml) jumlah total air
610
0 3800
8910
13290
17610
waktu (menit)
Gambar 10 Jumlah volume air yang keluar dari kotak bak sludge karena proses elektroosmosis Gambar 10 dapat dilihat bahwa volume air yang keluar dari bak sludge elektroosmosis pada daerah yang paling dekat dengan anoda cenderung lebih kecil volume air yang keluar. Hal ini dapat disebabkan tegangan yang diberikan nilainya lebih kecil dibandingkan di daerah yang paling dekat dengan katoda sehingga volume air yang keluar juga akan berbanding lurus dengan tegangan yang diberikan. Semakin besar tegangan yang digunakan pada elektroosmosis akan semakin cepat terjadi penurunan yang terjadi dan semakin dekat jarak antara anoda dan katoda, maka semakin cepat pula penurunan yang terjadi karena air yang keluar pun semakin meningkat (Siong dan Agustino, 2004).
4.5 Karakteristik Sludge setelah Elektroosmosis Sludge yang telah diberi perlakuan elektroosmosis diukur karakteristik kimianya untuk mengetahui sifat-sifat kimia sludge setelah proses elektroosmosis. Karakteristik kimia sludge awal ditunjukkan oleh grafik garis berwarna biru, dimana pengukurannya dilakukan satu kali pada sludge yang belum diberi perlakuan elektroosmosis. Perubahan karakteristik sludge setelah elektroosmosis ditunjukkan oleh grafik batang berwarna merah dan hijau, dimana pengukurannya dilakukan setiap pergeseran anoda pada sludge untuk mengetahui pergerakan unsur-unsur selama proses elektroosmosis berlangsung. Perubahan pH (Lampiran 6) setelah proses elektroosmosis ditunjukkan pada Gambar 11. Menunjukkan nilai pH pada sludge paling dekat dengan anoda menurun hingga pH 4.3 dari pH awalnya 7.5 dan meningkat di sludge paling dekat dengan katoda hingga pH 9.4 pada kedalaman 5 cm, sedangkan pada kedalaman 15 cm pH yang paling dekat dengan sisi anoda turun sampai sebesar 6.4 dan pada sisi yang paling dekat dengan katoda meningkat sampai 9.4. Penurunan pH di bagian anoda dan kenaikannya di bagian katoda disebabkan oleh proses elektrolisis yang terjadi selama proses elektroosmosis dengan reaksi sebagai berikut:
19
Anoda : 2H₂O – 4e⁻ Katoda : 2H₂O + 2e⁻
O₂+ 4H+ H⁺ + 2OH⁻
Di anoda, terjadi oksidasi H₂O menghasilkan oksigen dan H⁺ yang bergerak menuju katoda. Ion H⁺ yang dihasilkan pada bagian inilah yang membuat pH turun pada bagian dekat dengan anoda. Sebaliknya di katoda, hidrogen meningkat secara bertahap dan menghasilkan ion hidroksil (OH⁻) yang sehingga pH pada bagian paling dekat katoda naik secara signifikan. Fenomena ini mempengaruhi aliran elektroosmotik (Shapiro dan Probstein, 1993). ketika sebuah medan listrik dipengaruhi pada sludge basah, pH sludge akan mengalami perubahan-perubahan untuk sementara waktu yang disebabkan oleh elektrolisis. Perubahan pH pada kedalaman 5 cm terlihat lebih besar dibandingkan kedalaman 15 cm karena proses tersebut.
Nilai pH
10
pH
8
pH pada kedalaman 5 cm
6
pH pda kedalaman 15 cm
4
pH awal
2 0 katoda
anoda
Gambar 11 Perubahan pH setelah proses elektroosmosis pada kedalaman yang berbeda. Proses elektroosmosis akan terjadi proses elektromigrasi yaitu pergerakan kation dan anion karena pengaruh listrik pada sistem tersebut (Acar dan Alshawabkeh, 1993). Ion positif (kation) akan bergerak ke katoda dan ion negatif (anion) akan bergerak kearah anoda. Perpindahan kation maupun anion ini akan mempengaruhi EC pada sludge. Perubahan ini ditunjukkan pada Gambar 11. Nilai EC pada sludge (Lampiran 7) mengalami penurunan di setiap segmen pada sludge. Hal tersebut disebabkan terdorongnya kation-kation ke arah katoda sehingga jumlah kation pada bagian anoda berkurang. Nilai EC pada segmen yang paling dekat dengan katoda meningkat, bahkan mendekati atau melewati nilai EC awal yaitu mencapai 3.32 mS/cm. EC secara umum semakin menurun dibandingkan dengan EC awal kecuali pada sisi paling dekat dengan katoda yang meningkat tajam mendekati bahkan melewati nilai EC awal. Peningkatan EC pada katoda disebabkan terjadinya bloking antara ion H⁺ dan OH⁻ sehingga unsur-unsur yang lain tidak dapat bergerak keluar sistem pada segmen ini, dimana pada segmen ini jarak antara elektroda anoda dan katoda berada pada jarak terdekat. Perubahan penurunan nilai EC pada kedalaman 5 cm dan 15 cm, kadar air pada bagian yang lebih dekat dengan
20
permukaan lebih kecil sehingga kandungan garam-garam terlarutnya pun kecil yang akan mengakibatkan nilai EC pun akan kecil pula kerena sludge kering daya hantar listriknya akan semakin kecil dan begitupun sebaliknya.
Nilai EC
5
nilai EC pada kedalaman 5 cm (mS/cm)
mS/cm
4 3
nilai EC pada kedalaman 15 cm(mS/cm)
2 1 0 anoda
katoda
Gambar 12 Perubahan EC setelah proses elektroosmosis pada kedalaman yang berbeda Gambar 13 menunjukkan penurunan kadar Ca, Mg, K, dan Na dalam sludge (Lampiran 8) di akhir proses elektroosmosis. Secara umum kandungan Ca, Mg, K dan Na menurun dari kadar awalnya. Kadar Ca, Mg, K, dan Na yang terukur menunjukan kandungan unsur-unsur tersebut pada sludge larut air. Nilai Ca, Mg, K, dan Na mengalami penurunan selama proses elektroosmosis. Proses elektroosmosis menyebabkan pada kation-kation (Ca, Mg, K, dan Na) yang ada di daerah anoda akan bergerak ke arah katoda. Proses ini menyebabkan kation-kation seperti Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+ pada sisi anoda akan bergerah kerah katoda lalu berikantan dengan OHdan mengendap sebagai hidroksida seperti Ca(OH) 2, Mg(OH)2, KOH dan NaOH. Ketika diekstrak dengan air, KOH dan NaOH akan mudah larut dengan air sehingga nilai yang terbaca pada pengukuran akan tinggi pada sisi katoda. Sedangkan untuk Ca(OH)2, dan Mg(OH)2 nilainya masih fluktuatif, hal ini dikarenakan Ca(OH) 2, dan Mg(OH)2 ketika diekstrak sukar larut dalam air sehingga nilai yang terbaca lebih kecil pada saat pengukuran pada sisi katoda. Peristiwa di atas juga dapat disebabkan kerena nilai Ksp (lampiran 11)dari KOH dan NaOH lebih besar dari pada nilai Ksp dari Ca(OH)2, dan Mg(OH)2 (Holtzclaw et al., 1991).
Mg
Ca 7500
ca
10000
Ca awal
5000
mg/Kg
mg/Kg
15000
Mg
5000
Mg awal
2500
0
0 katoda
anoda
(a)
katoda
anoda
(b)
21
Na
K K
50000
K awal
25000
mg/Kg
mg/Kg
75000
0 anoda
katoda
10000 7500 5000 2500 0
Na Na awal
anoda
katoda
(c)
(d)
Gambar 13 (a) Perubahan kadar Ca, (b) Mg, (c) K, dan (d) Na terektrak air Penurunan juga terjadi pada unsure Fe, Mn, Zn dan Cu. Secara umum (Lampiran 9) kandungan Fe, Mn, Zn dan Cu menurun dari kadar awalnya setelah proses elektroosmosis. Perubahan kadar unsur-unsur dianoda dan katoda berkaitan dengan proses elektrolisis pada masing-masing sisi tersebut. Proses elektrolisis akan mendorong kation Fe, Mn, Zn dan Cu dari anoda menuju ke katoda lalu akan diikat dengan OH- sebagai hidroksida dan mengendap seperti Fe(OH)3, Mn(OH)2, Zn(OH)2 dan Cu(OH)2. Penurunan kadar pada Mn dan Zn lebih fluktuatif dibanding penurunan pada Fe dan Cu. Pengukuran unsur ini dilakukan dengan pengekstrak air. ketika diekstrak oleh air nilai Mn dan Zn lebih fluktiatif, hal ini disebabkan hidroksida Mn(OH)2, Zn(OH)2 ini sukar larut oleh air sehingga menyebabkan niai yang terbaca sangat variasi. Sedangkan pada Cu nilainya sangat tinggi pada sisi katoda karena pada katoda menggunakan tembaga (Cu) untuk elektrodanya sehingga nilai Cu sangat tinggi karena adanya korosi pada elektroda tersebut dibagian ini. Penurunan kadar unsur-unsur tersebut disajikan pada Gambar 14.
Fe
Mn 200
150
Fe
100
Fe awal
mg/Kg
mg/Kg
200
150
Mn
100
Mn awal
50
50
0
0
katoda
anoda
(a)
katoda
anoda
(b)
50 40 30 20 10 0
Zn
Cu Cu
Cu awal
katoda
mg/Kg
mg/Kg
22
anoda
15 12 9 6 3 0
Zn Zn awal
anoda
katoda
(c)
(d)
Gambar 14 (a) Perubahan kadar Fe, (b) Mn, (c) Cu, dan (d) Zn terekstrak air Keuntungan lain dari teknologi ini adalah mampu menurunkan kadar logam berat. Logam berat non esensial meliputi beberapa logam berat yang belum diketahui kegunaannya, maupun yang dalam jumlah relatif sedikit dapat menyebabkan keracunan, misalnya Hg, Pb, Cd, dan As (Darmono, 1995). Perlakuan elektroosmosis terbukti mampu menurunkan kadar logam-logam berat pada sludge TPA Bantar Gebang (Lampiran 10). Perubahan kadar logam berat Pb dan Cd terekstrak HCl 25% ditunjukkan pada Gambar 15.
Cd 0.400
5 4 3 2 1 0
Pb Pb Awal
mg/Kg
mg/Kg
Pb 0.300
Cd
0.200
Cd Awal
0.100 0.000
anoda
katoda
(a)
anoda
katoda
(b)
Gambar 15. (a) Perubahan kadar Pb terekstrak HCl 25% dan (b) Perubahan kadar Cd terekstrak HCl 25% Gambar 15 menunjukkan kandungan Pb dalam sludge menurun dibandingkan dengan sludge awal. Kandungan unsur Cd masih terlihat menumpuk pada sisi katoda (ekstrak HCl 25%). Hal tersebut dikarenakan pada sisi katoda Cd terdorong secara elektroosmosis dan mengendap sebagai hidroksida pada sisi yang paling dekat dengan katoda (Suryaningtyas et al., 2005). Hidroksida Pb(OH)2 lebih sukar larut dari pada hidroksida Cd(OH)2 sehingga pada saat dialiri listrik nilai Pb masih besar pada setiap pengukurannya karena nilai Ksp Pb(OH)2 lebih kecil dari Cd(OH)2 sehingga lebih mudah mengendap dan sukar bergerak kearah katoda (Holtzclaw et al., 1991).
23
Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa ion Cd, Pb, dan Zn dapat dipindahkan dengan elektrokinetik pada tanah liat yang menunjukkan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di bawah pengaruh arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat diturunkan sebesar 50-90%. Kandungan senyawasenyawa yang mengendap sebagai hidroksida pada sisi katoda menjadi fenomena baru yang muncul akibat elektroosmosis, sebab pada bagian ini unsur-unsur (baik yang dibutuhkan tanaman ataupun yang dapat meracuni tanaman) menumpuk dan mengendap sebagai hidroksida akibat kenaikan pH dari proses elektrolisis yang terjadi. Oleh sebab itu penanganan sludge pada sisi katoda masih perlu diteliti dan ditangani lebih lanjut agar sludge memiliki kadar yang aman untuk dilepas ke lingkungan.
4.6
Karakteristik Efluen
Remediasi limbah dari IPAL yang berupa sludge dengan elektroosmosis ternyata masih meninggalkan residu (efluen) berupa air leachate. Efluen ini keluar dari outlet yang terletak pada ujung bak sludge di bagian paling dekat dengan katoda. Efluen yang keluar dari sludge kemudian dianalisis kimia untuk mengetahui besarnya unsur-unsur yang mampu dipindahkan dari pengeringan secara elektroosmosis. Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge Parameter pH Besi (Fe) Mangan (Mn) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Kalium (K) Natrium (Na) Asam Humik
Satuan ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm % % %
Konsentrasi 12 11.98 0.07 0.24 0.05 0.05 0.02 0.23 0.01 0.83 0.66 0.43
Nilai maksimala 5-9 2 0.2 2 1 0.01 60 -
Keterangan (a) : Ambang batas maksimal air limbah domestik untuk kebutuhan pertanian menurut PP No 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air
Efluen memiliki pH yang sangat tinggi yaitu 12. Tingginya pH pada efluen sludge disebabkan oleh peristiwa elektrolisis yang terjadi pada bagian katoda sludge sehingga menyebabkan kenaikan pH pada bagian ini akibatnya efluen yang keluar
24
dari sludge juga memiliki pH yang tinggi. Ion-ion yang tidak mengendap pada bagian katoda kemudian keluar bersama efluen (leachate). Secara umum, unsur-unsur yang terdorong secara elektroosmosis pada efluen lebih kecil jika dibandingkan kandungan yang terdapat pada sisi yang paling dekat dengan katoda. Hal tersebut disebabkan unsur-unsur pada proses elektroosmosis sebagian besar mengendap pada bagian katoda karena pada bagian ini terjadi kenaikan pH sludge akibat peristiwa elektrolisis sehingga unsur-unsur tersebut banyak yang mengendap pada bagian ini dan tidak keluar ke efluen. Keberadaan unsur-unsur dalam efluen memberi informasi mengenai ketersediaannya dalam efluen untuk aplikasi pada lingkungan. Mengacu pada PP No 20 Tahun 1990 Tentang Pencemaran Air, kandungan ion yang terdapat dalam efluen secara umum masih di bawah ambang batas. Hal tersebut menunjukkan bahwa efluen hasil elektroosmosis cukup aman untuk aplikasi ke lingkungan dengan memperhatikan kontrol pH yang cukup tinggi pada efluen. Didukung dengan keberadaan asam humik sebesar 0.43% dalam efluen menunjukkan efluen dapat dijadikan alternatif untuk bahan pupuk cair. Asam humik merupakan bagian dari asam humat yang tidak larut dalam pengendapan dengan larutan asam. Keberadaan asam humik memiliki peranan penting dalam tanah antara lain dapat menggemburkan tanah, perantara transportasi nutrisi mikro dari tanah ke tanaman, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, meningkatkan pertumbuhan kecambah, dan mampu menjadi bahan stimulan berkembangnya mikroflora dalam tanah (Mendez et al., 2004).
V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1
Simpulan
1. Proses dewatering atau pengeringan secara elektroosmosis ini belum berjalan efektif karena arus listrik terputus sehingga harus dilakukannya pergeseran pada sisi anoda. 2. Pengeringan secara elektroosmosis menyebabkan perubahan sifat-sifat kimia sludge yaitu pH dan dapat menurunkan kadar logam berat di daerah dekat dengan anoda dan meningkat serta terakumulasi di katoda.
5.2
Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi pengeringan dengan elektroosmosis dengan memperbesar skalanya sehingga lebih mudah diterapkan di lapang. Pemanfaatan lebih lanjut hasil pengeringan sludge untuk pertanian seperti untuk bahan amelioran ataupun sebagai pupuk. Penanganan lebih lanjut untuk sludge di sisi katoda dengan penekanan pada netralisasi pengaruh hidroksil untuk aplikasi sludge hasil elektroosmosis pada lingkungan.
25
VI
DAFTTAR PUSTAKA
Acar YB and AN Alshawabkeh. 1993. Principles of electrokinetic remediation. J Environ Sci Technol. 27:2638-2647 Ahmad H. 2004. Evaluation an Enhancement of Electrokinetic Technology for Remediation of Chromium Copper Arsenic from Clayey Soil. [Disertation]. Florida: Florida State University Anonim. 2012. Pengoprasian instalasi pengolahan air sampah (IPAS). [diunduh 2012 Des 20]. Tersedia pada: http://www.tpstbantargebang.com/. Anonim. 2013. Limbah cair industri. [diunduh tanggal 2013 Jan 23]. Tersedia pada: http://diglib.itb.ac.id/. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press. Jakarta. Hidayat W. 2008. Teknologi pengolahan air limbah. [diunduh 2011 Des 23]. Tersedia pada: http://majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-air-limbah/. Holtsclaw, Robinson, Odom. 1991. General Chemistry With Qualitative Analysis. Lexington: D.C Heath and Company. Korolev. 2006. Electrokinetic remediation of a contaminated land in cities. IAEG paper 134 Liang L. 1976. Electroosmotic Dewatering of Wastewater Sludges [Disertation]. Massachusetts of Technology Lucache D, Bulgaru A, and Ioachim. 2008. Electroosmotic in dewatering of pulp and paper waste sludge. J Electrical Engineering. 32:1842-4085 Ma DG, Pei YG, Yu XY, Zhang SL, Li ZY. 2011. The electro-dewatering of sludge using adsorptive material. IPCBEE vol.17. IACSIT Press. Singapura Marinova S. 2005. Characteristic of the sludge from the wastewater treatment plants near Varna city and possibilities for use in agriculture. J Water Science and Technology. 4(11):79-85 Mendez EM, H Josef, and P Jiri. 2004. Humic subtances – compounds of still unknown structure: application in agriculture, industry, environment, and biomedicine. J. Appl. Biomed. 3: 13-24, 2005. Nuryani S, M Azwar, Y Nasih, K Siti, K Ruly. 2003. Kondisi tanah dan prediksi umur tempat pembuangan akhir sampah TPA Bantar Gebang. J Ilmu Tanah dan Lingkungan. 4(1):55-63 Pamukcu S. 1997. Electro-chemical technologies for in-situ restoration of contaminated subsurface soils. EJGE paper 9703 Rahim AR, Hasani A, Detiza, Triyana K. 2012. Optimasi Sistem Elektroosmosis dengan Variasi Pola Pulsa pada Proses Pengurangan Kandungan Air untuk Pelestarian Cagar Budaya [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada Reddy KR, and US Parupudi. 1997. Removal of chrommium,nikel and cadmium from clays by in-situ electrokinetic remidiation. J Soil Contamination. 6(4):391-407 Reddy KR, Donahue, MJ Saichek, and Sasaoka, R. 1999. Preliminary assessment of electrokinetic remediation of soil and sludge contamined with mixed waste. J Air and Waste Management Association. 49:174-181
26
Reddy KR. 2002. Effects of soil moisture and heavy metal concentrations on electrokinetic remidiations. J Geotechnical. 32(2) Reddy KR. 2005. Electroosmotic dewatering of degred sediments: Bench-scale investigation. J Environmental Management. 78:200-208 Santi D. 2004. Pengelolaan Limbah Cair pada Industri Penyamakan Kulit Industri Pulp Dan Kertas Industri Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara: Sumatra Utara. Sariningpuri JM. 2012. Penerapan Elektroosmosis untuk Pengeringan Sludge Air Lindi dari Sampah dan Lumpur Endapan Pengolahan Air Minum [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian bogor. Shapiro AP, and Probstein RF. 1993. Removal of contaminants from saturated clay by eleectroosmosis. Environ. Sci. technol. 27(2). 283-292 Shenbagavalli S. 2010. Electrokinetic remediation of contaminated habitats. J Environmental Science and Technology. 4(13):930-935 Siong I, dan Agustino A. 2004. Penerapan Elektroosmosis Terhadap Kecepatan Penurunan Tanah [Skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Kristen Petra. Suryaningtyas DT, Firosya A. dan Darmawan. 2005. Pemanfaatan air asam tambang dalam teknik elektrokinetik untuk menurunkan kadar logam berat bahan timbunan bekas tambang. Reaktor, 9(2):00-106
27
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perubahan arus listrik pada percobaan pertama selama 7 jam Waktu ( menit ) 0 10 55 90 105 120 130 150 165 180 195 210 225 240 255 270 285 300 315 330 345 360 375 390 405 420
Arus (A) 0.110 0.100 0.100 0.099 0.090 0.095 0.094 0.101 0.104 0.100 0.101 0.104 0.103 0.102 0.101 0.103 0.105 0.102 0.116 0.104 0.100 0.100 0.110 0.100 0.099 0.098
28
Lampiran 2 Perubahan arus listrik pada percobaan kedua selama 3 jam Waktu (menit) 0 2 4 7 35 60 90 97 130 270
Arus (A) 4.5 4.0 4.4 4.0 3.9 4.2 4.4 4.4 4.4 4.4
29
Lampiran 3 Perubahan arus listrik pada percobaan ketiga selama 11 hari Waktu (menit) 0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 630 660 1080 1275 1335 1380 1470 1560 1620 1680 1740 1845 2505 2540 2600 2700 2760 3315 3385
Arus (A) 1.8 2.0 1.8 2.0 2.0 2.0 2.0 1.9 1.9 1.9 1.7 1.9 2.0 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.2 1.0 1.0 0.8 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1
Waktu (menit) 3460 3680 3735 3800 3870 3903 4320 4380 5460 5520 5580 5640 5700 5760 5850 6885 6960 7040 7100 7160 7220 7280 7510 8260 8580 8760 8910 8970 9360
Arus (A) 0.1 0.1 0.1 0.2 4.8 3.6 3.8 3.8 2.9 2.8 2.8 2.8 2.5 2.4 2.4 1.0 0.8 0.8 0.8 0.6 0.6 0.6 0.4 0.1 0.1 0.1 0.1 5.2 3.3
Waktu (menit) 10060 10200 10320 10440 10560 10687 10780 11420 11540 11760 11880 12090 13290 13320 13440 13680 14355 14720 14790 15760 15860 16080 16150 16380 17610
Arus (A) 3.0 3.2 2.7 2.5 2.3 2.0 2.0 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.05 6.8 3.6 3.2 3.0 2.2 2.0 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0
30
Lampiran 4 Perubahan kadar air sludge JAE (cm)
kadar air awal (%)
20 40 60 80
1743 1743 1743 1743
kadar air akhir permukaan (%) 1009 1095 1208 1364
kadar air akhir kedalaman 10 cm (%) 1136 1273 1303 1487
Lampiran 5 Perubahan kadar air secara pengeringan uadara dan elektroosmosis Hari ke 1 42
kadar air pengeringan udara (%) 1783 1165
Hari ke 1 11
kadar air dengan elektroosmosis (%) 1743 1009
Lampiran 6 Perubahan pH setelah proses elektroosmosis JAE (cm)
pH awal
10 20 40 60 80
7.5 7.5 7.5 7.5 7.5
pH akhir kedalaman 5 cm 9.4 6.0 5.3 4.3 5.2
pH akhir kedalaman 15 cm 9.4 8 6.9 6.5 6.4
Lampiran 7 Perubahan EC setelah proses elektroosmosis JAE (cm)
EC awal (ms/cm)
10 20 40 60 80
3.32 3.32 3.32 3.32 3.32
EC kedalaman 5 cm (ms/cm) 3.880 1.006 1.596 1.217 2.230
EC kedalaman 15 cm (ms/cm) 2.990 1.450 1.868 1.727 2.050
31
Lampiran 8 Kandungan basa-basa total (Ca, Mg, K, Na) terekstrak air setelah proses elektroosmotik JAE (cm) 10 20 40 60 80
Ca awal (mg/Kg) 11137.89 11137.89 11137.89 11137.89 11137.89
Ca sludge (mg/Kg) 390.55 11802.02 11388.65 6112.57 8851.50
Mg awal (mg/Kg) 4992.37 4992.37 4992.37 4992.37 4992.37
Mg sludge (mg/Kg) 385.61 3588.49 3685.64 1284.72 1685.11
K awal (mg/Kg) 38779 38779 38779 38779 38779
K sludge (mg/Kg) 58537 5387 13621 2852 6137
Na awal (mg/Kg) 7191.39 7191.39 7191.39 7191.39 7191.39
Na sludge (mg/Kg) 8035.82 1240.19 3401.80 702.74 1426.70
Zn awal (mg/Kg) 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83
Zn sludge (mg/Kg) 0.12 0.8 0.53 0.46 0.54
Lampiran 9 Kandungan unsure-unsur mikro (Fe, Zn, Cu, Mn) terekstrak air setelah proses elektroosmotik JAE (cm) 10 20 40 60 80
Fe awal (mg/kg) 185.49 185.49 185.49 185.49 185.49
Fe sludge (mg/Kg) 81.66 128.46 119.12 122.27 116.67
Mn awal (mg/Kg) 10.16 10.16 10.16 10.16 10.16
Mn sludge (mg/Kg) 5.14 12.77 8.25 1.22 5.29
Cu awal (mg/Kg) 6.49 6.49 6.49 6.49 6.49
Cu sludge (mg/Kg) 46.92 5.56 5.46 0.99 2.18
32
Lampiran 10 Kandungan logam berat (Pb, Cd) terekstrak HCL 25% setelah proses elektroosmotik
JAE (cm) 10 20 40 60 80
Pb awal (mg/Kg) 4.38 4.38 4.38 4.38 4.38
Ekstrak HCL 25% Pb sludge Cd awal (mg/Kg) (mg/Kg) 0.15 2.50 0.15 3.86 0.15 3.15 0.15 1.42 0.15 4.19
Lampiran 11 Nilai Ksp (Konstanta Kesetimbangan) Rumus Cd(OH)2 Ca(OH)2 Cu(OH)2 Fe(OH)3 Pb(OH)3 Mg(OH)2 Mn(OH)2 Zn(OH)2
Ksp 2.5 x 10-14 5.5 x 10-6 2.2 x 10-20 4 x 10-38 1.2 x 10-15 1.8 x 10-11 1.9 x 10-13 1.2 x 10-17
Sumber : Holtzclaw, General Chemistry With Qualitative Analysis (1991)
Cd sludge (mg/Kg) 0.31 0.11 0.06 0.08 0.08
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta Timur, DKI Jakarta pada tanggal 4 Februari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Apandi dan Suyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Wijaya Kusuma, Bekasi Utara pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN VII Teluk Pucung, Bekasi Utara dari tahun 1996-2002, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Mutiara 17 Agustus, Bekasi Utara. Penulis melanjutkan studinya ke SMA Negeri 22 Jakarta dan telah menyelesaikannya pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama studinya di Institut Pertanian Bogor penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) di divisi Biro Lingkungan AZIMUT sampai sekarang serta dalam Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Survai Tanah dan Evaluasi Lahan pada tahun 211, Pengantar Ilmu Tanah, serta Morfologi dan Klasifikasi Tanah pada tahun 2012.