L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
KARAKERISTIK BENTONIT BOYOLALI SEBAGAI LINER TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH Fahmi Hakim*, I Wayan Warmada, Wawan Budianta, Fraga Luzmi Fahmi, dan Dian Yesy F. Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia *email:
[email protected] Diterima Tanggal: 15 November 2013
Abstrak Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Salah satu aspek yang perlu didekati dalam pengelolaan persampahan adalah aspek teknik yaitu mengenai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ramah lingkungan, yaitu menggunakan metode sanitary landfill. Oleh karena itu dibutuhkan liner yang dapat mencegah terjadinya hal itu. Dalam penelitian ini, salah satu bahan liner yang murah dan banyak terdapat di alam adalah lempung, terutama dari jenis bentonit. Namun tidak semua lempung dapat digunakan sebagai liner. Oleh karena itu perlu dilakukan karakterisasi dari lempung tersebut. Sampel bentonit untuk penelitian diperoleh dari lima titik yang terletak di Boyolali, Jawa Tengah. Sampel penelitian terdiri dari 7 sampel bentonit dengan sifat fisik yang berbeda. Bentonit ini terdapat pada Anggota Banyuurip, Formasi Kerek. Berdasarkan hasil uji karakteristik geoteknik berupa uji plastisitaskompetensi, ukuran butir, dan permeabilitas, semua sampel bentonit ini memiliki nilai yang memenuhi syarat sebagai liner. Kemudian uji mineralogi yang dilakukan yaitu uji CEC dan XRD. Dimana dari hasil uji XRD, terdapat komposisi mineral lempung berjenis bentonit yang cukup dominan seperti nontronite dan stevensite, serta mineral lain berupa kaolinite, lizardite, carlosturanite, surite, kalsit dan kuarsa. Dari ketujuh sampel yang diuji sampel BL-007-A merupakan sampel yang cukup potensial dijadikan liner karena memiliki nilai permeabilitas yang paling rendah. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Bentonit Boyolali dari daerah Simo, Karanggede, dan Wonosegoro memiliki potensi yang baik sebagai liner tempat pembuangan sampah akhir.
Kata kunci: Landfill, Leachete, Liner, Bentonit Boyolali
Pendahaluan Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat tahun 2008, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2% yang dibakar sebesar 37,6%, yang dibuang ke sungai 4,9% dan tidak tertangani sebesar 53,3%. (Ditjen TPTP, Dep. Kimpraswil, 2001). Para ahli lingkungan merekomendasikan agar pengelolaan TPA menggunakan sistem sanitary landfill, namun demikian dari sekian banyak TPA yang ada di Indonesia, umumnya menggunakan sistem open dumping atau controlled dumping (JICA and PT. Arconin. Report on Solid Waste Data in Indonesia). Salah satu hasil dari dekomposisi sampah tersebut adalah leachate sampah yang berupa cairan. Apabila rembesan leachate sampai ke lapisan tanah dan mengalir masuk ke dalam air tanah maka akan mencemari kualitas air tanah. Padahal sebagian besar masyarakat kita 347
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
masih menggunakan air sumur (yang berasal dari air tanah) sebagai sumber air bersih. Oleh sebab itu, tindakan yang perlu dilakukan adalah bagaimana cara membuat TPA yang aman terhadap lingkungan. Sampah-sampah yang dibuang di TPA yang belum didesain yang aman terhadap lingkungan dapat menyebabkan leachate atau limbah cair yang dihasilkan dari sampah tersebut dapat langsung masuk ke air tanah yang kemudian akan membahayakan manusia dan makhluk hidup yang mengkonsumsi air tanah tersebut. Salah satu cara membuat TPA yang aman terhadap lingkungan adalah dengan mencegah merembesnya leachate ke air tanah, dengan cara dasar dari tempat pembuangan sampah harus dibuat kedap atau tidak tembus air. Konsep yang dinamakan sanitary landfill ini merupakan sistem TPA yang paling modern saat ini (Gambar 1). Sedangkan jenis lapisan yang umum dipakai sekarang ini pada sanitary landfill di negara maju adalah dengan menggunakan bahan geosintetik yang mahal, namun dalam hal ini perlu diteliti mengenai lempung lokal berjenis bentonit yang bisa dipakai sebagai clay liner. Lempung merupakan bahan yang murah, banyak terdapat dialam dan memiliki nilai permeabilitas rendah, sehingga cocok digunakan sebagai liner. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan potensi bentonit untuk menjadi clay liner tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dilihat dari karakteristik geoteknik dan komposisi mineralogi.
p e n go l a h a n c a i ra n d a n ga s t i mbun tanah d as ar an ung air ( b at u p a s i r )p i p a l i n e r l e m p s a mpa penyal ur l indi h ( l eac zona j enuh air h at e ) t a n a h ( a ku i f e r )
p e mu k i man pendu s u mduurk pendu duk
Gambar 1. Konsep sanitary landfill dengan menggunakan bentonit sebagai liner
Geologi Menurut Pringgoprawiro (1983), Stratigrafi daerah penelitian berada pada Zona Kendeng yang mana merupakan bagian dari Formasi Kerek. Formasi ini tersiri dari perselingan antara lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir tufaan. Berdasarkan fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Akhir (N10 – N18) pada lingkungan laut dangkal. Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Formasi ini terdiri dari 3 anggota: Anggota Banyuurip, Anggota Sentul dan Batugamping Formasi Kerek. Sedangkan daerah penelitian termasuk Anggota Banyuurip yang tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter (de Genevreye & Samuel, 1972). Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah 348
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
– atas). Pada daerah penelitian, perselingan antara napal lempungan, lempung dan batupasir tufaan dijumpai secara luas dengan ketebalan bervariasi ulai dari 5 cm hingga 50 cm (Gambar 2.a). Geomorfologi daerah penelitian merupakan daerah perbukitan landai dengan kontrol struktur geologi. Sungai merupakan salah satu agen dalam proses ekshumasi batuan yang berumur tua di daerah penelitian (Gambar 2.b). Jenis struktur yang banyak dijumpai struktur berupa sesar naik, sesar turun/ekstensional (Gambar 2.c), sesar geser mendatar, serta lipatan. Di bagian utara daerah penelitian (Gambar 2.d) ditemukan indikasi batuan telah terlipat dan mungkin terbalik dengan dijumpai dip batuan yang hampir tegak (90°).
Gambar 2. a. Perselingan antara napal lempungan, lempung dan batupasir tufaan pada B-01 b. Sungai (aliran air permukaan) sebagai agen ekshumasi batuan berumur tua pada B-03-04 c. Sesar ekstensional pada daerah penelitian pada B-03-04 d. Dip batuan yang hampir tegak pada Formasi Kerek di B-05
Metode Peneltian Dalam penelitian ini, jenis lempung yang ingin diketahui karakteristiknya diperoleh dari lima titik yang terletak di Kecamatan Simo, Karanggede, dan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Sampel penelitian terdiri dari 7 sampel lempung dengan sifat fisik yang berbeda. Dimana pada lokasi pengambilan sampel B-03-04 dan B-06-07 diambil 2 lempung sekaligus dalam satu lokasi namun dengan karakteristik berbeda. Jenis lempung yang dicari adalah yang memiliki swelling capacity yang baik yaitu dari jenis bentonit. Hampir di setiap lokasi pengambilan sampel dijumpai lempung dengan karakteristik yang serupa dengan bentonit. Lokasi Pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 3. 349
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Dalam penelitian ini sampel lempung yang diambil akan dilakukan 2 metode pengujian, yaitu uji karakteristik geoteknik dan uji komposisi mineralogi. Uji karakteristik geoteknik meliputi analisis distribusi ukuran butir, uji permeabilitas, serta uji plastisitas dan konsistensi. Sedangkan uji komposisi mineralogi meliputi uji CEC (Cation Exchange Capacity) dan analisis XRD (X-Ray Diffraction). Menurut Murray, et al, (1992), sampel yang layak menjadi liner adalah harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. koefisien peremeabilitas ≤ 1,0 × 10-9 m/s 2. persentase silt/clay >10% dan gravel <30% 3. memiliki nilai Liquid Limit (LL) ≤ 90% dan memiliki nilai Plasticity Index (PI) ≤ 65%
Gambar 3. Peta lokasi pengambilan sampel
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Geoteknik 1. Analisis Ukuran Butir Analisis ini dilakukan untuk mengelompokkan distribusi ukuran butir dari batuan yang di sampel. Menurut ASTM (1996), untuk butir penyusun tanah dan batuan dapat dibagi menjadi beberapa ukuran, dari lempung sampai kerikil. Untuk ukuran butir kasar, seperti pasir sampai kerikil, digunakan metode ayakan. Selanjutnya, butiran yang berukuran halus, seperti lanau sampai lempung akan diuji dengan metode hidrometer. Pada akhirnya, material sedimen yang berukuran lanau-lempung yang akan dimanfaatkan sebagai liner. Dengan menggunakan metode tersebut, maka dapat diketahui perbandingan ukuran butir tanah, mulai dari silt/clay yang paling kecil, hingga gravel yang paling besar. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, maka sampel diperoleh data distribusi ukuran 350
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
butir. Dari hasil tersebut, diperoleh persentase silt/clay yang cukup melimpah dan jauh diatas 10%, serta nilai gravel yang kurang dari 30%, maka seluruh sampel lempung dapat dikatakan baik dan layak digunakan sebagai liner berdasarkan kriteria oleh Murray,et al, (1992). 2. Koefisien Permeabilitas Karakteristik geoteknik yang kedua adalah koefisien permeabilitas. Koefisien permeabilitas dicari dengan melakukan pengujian permeabilitas untuk mengetahui sifat lempung dalam meloloskan air. Menurut Craig (1994), semua jenis tanah bersifat lolos air. Sedangkan lempung dalam praktek dianggap bersifat tidak lolos air atau secara garis besar koefisien permeabilitas lempung kecil. Berdasarkan Murray et al. (1992) syarat-syarat lempung yang baik untuk penggunaan liner dalam pengujian permeabilitas ini adalah yang memiliki nilai koefisien permeabilitas kurang atau sama dengan dengan 1,0 × 10-9 m/s. Dari ketujuh sampel yang diuji terlihat satu sampel yaitu BL-007 yang hampir memenuhi syarat dari Murray et al., (1992) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Penyebab yang diketahui adalah pada sampel BL-007 dijumpai campuran berupa mineral lempung berjenis kaolinite yang menurut beberapa penelitian jika tercampur dalam kondisi yang tepat mampu menurunkan koefisien permeabilitas dan swelling capacity bentonit. Tabel 1. Hasil uji distribusi ukuran butir dan uji permeabilitas Koefisien Debit rata-rata permeabilitas (q) (k20)
No. Sampel
Density (gr/cm3)
Gravel
Sand
Silt/Clay
BL-001-A
2,52
0,00 %
87,52 %
12,48 %
0,08667 cm3/s
4,6 x 10-7 m/s
BL-002-A
2,53
0,00 %
24,07 %
75,93 %
0,05600 cm3/s
4,2 x 10-8 m/s
BL-003-A
2,60
0,00 %
9,76 %
90,24 %
0,07333 cm3/s
9,7 x 10-8 m/s
BL-004-A
2,62
0,00 %
2,87 %
97,13 %
0,02667 cm3/s
1,4 x 10-8 m/s
BL-005-A
2,62
0,74 %
16,09 %
83,17 %
0,01600 cm3/s
2,1 x 10-8 m/s
BL-006-A
2,60
0,00 %
30,85 %
69,15 %
0,07200 cm3/s
7,6 x 10-8 m/s
BL-007-A
2,62
0,00 %
59,84 %
40,16 %
0,00333 cm3/s
1,8 x 10-9 m/s
3. Plastisitas dan Konsistensi Menurut Brand and Brenner (1981) dan Craig (1994), perubahan jumlah kandungan air pada lempung mempengaruhi perubahan plastisitas (pelunakan dan kekenyalan). Karakter plastisitas lempung dapat diidentifikasi dengan batas-batas konsistensi atau dikenal sebagai batas-batas Atterberg (Atterberg Limits). Atterberg memberikan cara dalam membagi kedudukan fisik lempung pada kadar air tertentu, dengan kadar air pada kedudukan padat, semi padat, plastis dan cair. Masing-masing kedudukan kadar airnya dipisahkan oleh batas susut, batas plastis dan batas cair. Uji batas cair (Liquid Limit (LL), yaitu dengan menguji nilai kadar air pada batas antara keadaan cair dan plastis. Jika kadar air terus berkurang, maka butiran-butiran menjadi mendekat satu sama lain sampai kedudukan pada batas plastis (Plastic Limit) (PL). Batas plastis merupakan kadar 351
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
air tanah pada kedudukan antara plastis dan semi padat. Pada pengurang kandungan air tanah selanjutnya akan dijumpai batas dimana butiran-butiran tidak dapat mendekat satu sama lain dan volume tidak terubah dan lempung menjadi retak-retak. Kadar air pada kedudukan ini disebut batas susut (Shrinkage Limit) (SL). Selisih antara LL dan PL disebut Plasticity Index (PI). Plasticity Index merupakan interval kadar air dimana lempung tetap dalam kondisi plastis. Berdasarkan Murray et al. (1992) syarat-syarat lempung yang baik untuk penggunaan liner dalam pengujian plastisitas dan konsistensi ini adalah yang memiliki nilai Liquid Limit (LL) ≤ 90% dan memiliki nilai PI ≤ 65%. Dari ketujuh sampel yang diuji hampir seluruhnya memenuhi syarat untuk digunakan sebagai liner tempat pembuangan sampah (Tabel 2). Karakteristik Mineralogi 1. Cation Exchange Capacity (CEC) Pengukuran CEC digunakan untuk penafsiran awal kandungan lempung yang mengembang dari tanah lempung. Nilai CEC yang tinggi menandakan persentase dari mineral lempung. Jika tanah lempung tersusun secara signifikan jenis lempung yang mengembang, maka akan menyebabkan penambahan atau pengurangan nilai konduktivitas hidraulik. Dari hasil uji CEC yang didapatkan maka kandungan mineral lempung yang hadir cukup banyak sekitar 23,47 - 47,78 (me/100g). Nilai CEC yang cukup tinggi menandakan bahwa sampel lempung pada daerah penelitian didominasi oleh mineral lempung berjenis bentonit/smektit. Tabel 2. Hasil uji plastisitas dan konsistensi serta uji CEC
No. Sampel
Liquid Limit (LL)
Plastic Limit (PL)
Plasticity Index (PI)
Natural Water Content (wN)
BL-001-A
-
-
-
-
-
47,78
BL-002-A
52,91 %
31,89 %
21,02 %
43,41 %
0,55
36,64
BL-003-A
52,51 %
29,76 %
22,75 %
26,86 %
-0,13
27,04
BL-004-A
51,57 %
23,23 %
28,34 %
25,75 %
0,09
23,47
BL-005-A
52,34 %
27,65 %
24,69 %
21,89 %
-0,23
31,51
BL-006-A
53,60 %
27,96 %
25,63 %
22,79 %
-0,20
33,98
BL-007-A
54,53 %
26,94 %
27,59 %
20,29 %
-0,24
30,13
Liquidity CEC Index (me/100 g) (LI)
2. X-Ray Diffraction (XRD) Disamping pengukuran CEC, perlu diketahui juga jenis-jenis mineral lempung terutama jenis bentonit pada sampel lempung. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui jenis minerla lempung ini adalah analisa XRD (X-Ray Diffraction). Analisa XRD (X-ray Diffraction) dilakukan pada sampel tidak terorientasi (keseluruhan batuan) dan sampel terorientasi (pecahan lempung). Dari hasil analisis XRD didapatkan bahwa jenis lempung yang selalu hadir pada setiap sampel adalah bentonit dengan jenis nontronite (Gambar 4 352
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
dan 5). Pada sampel BL-003 dijumpai juga bentonit berjenis stevensite (Gambar 4). Bentonit ini yang membuat nilai CEC pada sampel menjadi tinggi. Hal ini berarti kandungan bentonit sangat melimpah pada masing-masing sampel. Selain mineral lempung berjenis bentonit, dijumpai juga mineral lempung lain seperti kaolinite, lizardite, carlosturanite, dan surite. Mineral lain yang muncul adalah kuarsa dan kalsit yang merupakan mineral umum penyusun batuan sedimen.
Gambar 4. Grafik XRD dari sampel BL-003 dan BL-005 (bentonit yang dijumpai berjenis nontronite dan stevensite)
353
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 5. Grafik XRD dari sampel BL-006 dan BL-007 (bentonit yang dijumpai berjenis nontronite)
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis uji karakterstik geoteknik meliputi uji distribusi ukuran butir, uji koefisien permeabilitas, serta uji plastisitas dan konsistensi, sampel bentonit Boyolali 354
L02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
secara umum memiliki nilai koefisien permeabilitas yang kecil yaitu di kisaran 9,7x10-8 1,8x10-9 m/s, serta memiliki nilai Liquid Limit (LL) 51,57 - 54,53% dan nilai Plasticity Index (PI) 21,02-28,34 %. Sedangkan dari uji komposisi mineralogi uji CEC serta analsisis XRD, memperlihatkan bahwa seluruh sampel lempung Boyolali yang diteliti dalam penelitian ini didominasi oleh mineral lempung dengan nilai CEC 23,47 - 47,78 (me/100g). Sedangkan jenis lempung yang hadir merupakan grup smektit (bentonit) berjenis nontronite dan sedikit stevensite. Dari ketujuh sampel yang diuji sampel BL-007A merupakan sampel yang cukup potensial dijadikan liner karena memiliki nilai koefisien permeabilitas yang paling rendah (1,8x10-9 m/s). Secara umum seluruh sampel bentonit Boyolali ini layak dan baik untuk digunakan sebagai liner tempat pembuangan sampah. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari nilai koefisien permeabilitas yang lebih kecil ≤( 1,0 × 10-9 m/s) baik mengenai pencampuran yang tepat antara bentonit dengan material lain (misal kaolin) maupun dengan melakukan proses kompaksi.
Daftar Pustaka ASTM., 1996, Annual Book of ASIM Standards. Section 4, Volume 04.08. Soil and Rock: American Society for Testing and Materials. Brand, E.W. dan Brenner, R.P., 1981. Soft Clay Eng, Elsevier Scientific Publishing Company. Craig, R. F., 1994, Soil Mechanics, Fifth Ed., GB: Chapman and Hall Press. De Genevraye, P., dan Samuel, L., 1972. Geology of the Kendeng zone (Central and East Java). In: Proceedings of the Indonesian Petroleum Association, 1st Annual Convention, hal. 17–30. Ditjen TPTP, 2001, Data dan Informasi Umum, Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan, Jakarta: Ditjen TPTP, Dep. Kimpraswil. JICA dan PT. Arconin, 2008, Report on Solid Waste Data in Indonesia, JICA and PT. Arconin. Murray, E. J., Rix, D. W. dan Humphrey. R. D. 1992. Clay Linings to Landfill Sites. Quarterly Journal of Engineering Geology, 25, 3714176. Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleografi Cekungan Jawa Timur Utara-Suatu Pendekatan Baru-Abstrak Disertasi Doktor, ITB, Bandung (tidak dipublikasikan)
355