i
DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)
FEBRIANA ADIYA RANGKUTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Februari 2014
Febriana Adiya Rangkuti NIM H44090004
ii ABSTRAK FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. TPAS “Namo Bintang” merupakan salah satu TPAS di Kota Medan yang menerapkan sistem pengelolaan sampah open dumping. Pengelolaan sampah dengan menerapkan sistem tersebut mengakibatkan eksternalitas negatif berupa penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan sekitar. Di sisi lain, keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga memberikan dampak positif bagi masyarakat antara lain sebagai sumber pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan sampah. Berdasarkan hal tersebut diperlukan identifikasi terhadap persepsi masyarakat, estimasi dampak positif dan eksternalitas negatif, dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan yang timbul akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi terhadap kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) tergolong baik. Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos menggunakan Analisis Nilai Tambah Metode Hayami. Nilai tambah pupuk kompos bernilai sebesar Rp.100,546 yaitu 43,251% per kilogram bahan baku dan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.15,477 per kilogram bahan baku yang diolah sebesar 15,369%. Estimasi eksternalitas negatif diukur dari biaya kesehatan dengan pendekatan cost of illness dan biaya konsumsi air bersih dengan pendekatan replacement cost. Berdasarkan perhitungan, total biaya kesehatan sebesar Rp.56.249.600 per bulan dan biaya konsumsi air bersih sebesar Rp.108.350.792 per bulan, sehingga nilai eksternalitas negatif sebesar Rp.164.600.392 per bulan. Faktor–faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya konsumsi air bersih dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan lima variabel yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan yaitu tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan lingkungan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan untuk pengembangan pengelolaan dan pengolahan TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik. Kata kunci: Open dumping, Penurunan Kualitas Lingkungan, Pupuk Kompos, Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS), TPAS “Namo Bintang”
iii ABSTRACT FEBRIANA ADIYA RANGKUTI. The Impact of “Namo Bintang” Landfill to the Local Society (Case Study: Namo Bintang Village, Pancur Batu Sub-District, Deli Serdang Regency) Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI and NUVA. “Namo Bintang” landfill is located in Pancur Batu sub-district, Deli Serdang Regency. “Namo Bintang” landfill is one of the landfill in Medan that use the "open dumping" system. The open dumping waste management system usually affect more negative externalities such as reducing the level of health care and environmental deterioration. At the other side, it could also provides positive impact for the society such as a source of income and added value gathered from waste processing. Based on that problems, thus it’s important to identify society and labor perceptions, the estimation of positive impact and negative externalities, and factors that affect the environmental deterioration due to the existence of the “Namo Bintang” landfill. The result showed that respondents have good perceptions about the condition of natural resources and environmental. The positive impact that arising from the existence of the landfill are the absorption of labor and value added of trash into compost which is analyzed using Hayami Analysis Added Value Method. The added value of fertilizer compost is IDR 100,546 which is 43,251% per kilogram of raw material and produce a big profit IDR 15,477 per kilogram raw material that processed of 15,369%. The estimation of the negative externalities seen from the society expense for health care costs with approach of the cost of illness and clean water consumption with replacement cost approach. Based on the calculations, total calculation for health care IDR 56.249.600 per month and clean water consumption cost IDR 108.350.792 per month, so the negative externalities value are IDR 164.600.392 per month. The factors that affect the environmental deterioration cost measured from the cost of clean water consumption by using Multiple Linear Regression Analysis. Based on regression analysis, there are five variables that affect the expense which is income level, occupation, number of dependents, distance to “Namo Bintang” landfill, and the environmental clean. Therefore, the result of this research can be used as a consideration material for the government in Medan for the management development and for better cultivation in “Namo Bintang” landfill. Key words: Compost Fertilizer, Environmental Deterioration, Landfill, “Namo Bintang” Landfill, Open Dumping
iv
i
DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPAS) “NAMO BINTANG” TERHADAP MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)
FEBRIANA ADIYA RANGKUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
i Judul Skripsi
Nama NIM
: Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang) : Febriana Adiya Rangkuti : H44090004
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S Pembimbing I
Nuva, S.P, M.Sc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
iii
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang). Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Kedua orangtua tercinta yaitu Papa Eri Rangkuti, Mama Tengku Teviana, dan keluarga besar tercinta serta Hafizd Adityo yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi. 2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan K Putri, M.S dan Mba Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesakan skripsi dengan baik. 3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T selaku dosen penguji utama dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan skripsi ini. 4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB yang telah memberikan ilmu, dukungan, dan bantuan kepada penulis selama masa studi. 5. Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan, Bidan Desa Namo Bintang, Tenaga Kerja Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang, dan Masyarakat Desa Namo Bintang yang telah memberikan informasi selama pengambilan data. 6. Rekan-rekan satu bimbingan (Rahayu, Aisya, Agustina, Silmi, Laila, Hilman, dan Akmal) atas kerja sama, dukungan, dan saran selama pembuatan skripsi berlangsung hingga selesai.
iv 7. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB (Fernando, Yuki, Rizqiyyah, Khoirunissa, Citra, Charista, Charra, Resty, Sandra, Nita, Renita, Susan, Miranty, Reyna, Adina, Nur Cahaya, Intan, Nurul, Verry, Yulis, Annisa, Dear, Gugat, Laode, dan seluruh sahabat ESL 46) atas kebersamaan, bantuan, doa, dan dukungannya. 8. Sahabat-sahabat di dalam lingkungan Institut Pertanian Bogor (Wahid, Gradisny, Marsha, Nurhalimah, Nandha, Wilona, Karina, Bob, Winda, Rekha, Tantyna, Arsy, Anindila, Monika, Haifa, dan lain-lain) atas doa dan dukungannya. 9. Sahabat-sahabat di “Indonesian Youth Conference” (Adiyat Yori Rambe, Nidya Febriani, Afianka Maunaza, Nadia Tuscany, Izna Amalia, Dhimas Ibnu, Agung Ruswandi, Risang Condro, Shena Malsiana, dan lain-lain) atas doa dan dukungannya. 10. Erli Wahyuni, Aya Livia, Vidya Dwi Astari, Arindini Putri, Rinda Chindra, Nollie Filiza, dan sahabat-sahabat di Medan yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penulisan yang kebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor,
Februari 2014
Febriana Adiya Rangkuti
v
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. viii I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 5 II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6
2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) ...................... 6 2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah ....................................................... 7 2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 9 III KERANGKA PEMIKIRAN.................................................................................... 12
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 12 3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami...................................................... 12 3.1.2 Eksternalitas .................................................................................. 13 3.1.3 Averting Behavior Method ............................................................ 15 3.1.4 Model Regresi Linear Berganda ................................................... 16 3.2 Kerangka Operasional ............................................................................. 17 3.3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 20 IV METODE PENELITIAN......................................................................................... 21
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 21 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21 4.3 Metode Pengambilan Data ...................................................................... 21 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 22 4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap TPAS “Namo Bintang”......................................................................................... 22 4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ............................................ 24 4.4.2.1 Dampak Positif .................................................................. 24 4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah ........................................ 24 4.4.2.2 Eksternalitas Negatif ......................................................... 25
vi 4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) ....................... 26 4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost) .................. 26 4.5 Pengujian Parameter Regresi ................................................................... 29 V GAMBARAN UMUM ................................................................................................ 33
5.1 Karakteristik Lokasi ................................................................................ 33 5.2 Karakteristik Responden ......................................................................... 34 5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat ............................................ 34 5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja ......................................... 37 VI HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 40
6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ....... 40 6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang”............................................................................. 40 6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang”............................................................................. 42 6.2 Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ................................................................................................ 44 6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” .................... 44 6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat ........................................ 45 6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah ....................................................... 45 6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” ........... 48 6.2.2.1 Biaya Kesehatan................................................................ 48 6.2.2.2 Biaya Pengganti ................................................................ 50 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan ...... 52 6.4 Implikasi dan Rekomendasi .................................................................... 57 VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 59
7.1 Simpulan .................................................................................................. 59 7.2 Saran ........................................................................................................ 59 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 61 LAMPIRAN ..................................................................................................................... 65 RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... 78
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2011 ...... 2 2 Jumlah timbulan sampah Kota Medan tahun 2011-2012 ......................... 3 3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah ............................................ 10 4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif ................................ 11 5 Matriks metode analisis data .................................................................... 22 6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ...................................................................... 23 7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami ............................................... 25 8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” ............ 29 9 Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non pemulung TPAS “Namo Bintang”.......................................................... 35 10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” ................ 38 11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non pemulung terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ......................... 41 12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” ....................................................................................... 43 13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 ........................ 46 14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang” dan biaya kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang ............ 50 15 Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa Namo Bintang .......................................................................................... 50 16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang...................................................................................51 17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang .......................................................................................... 52 18 Hasil regresi linear berganda biaya pengganti terhadap biaya konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang .............................. 53
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Kurva eksternalitas negatif ..................................................................... 15 2 Diagram alur kerangka berpikir ................................................................. 19 3 Peta lokasi penelitian ................................................................................. 33
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Data rumah tangga, penduduk, dan rata-rata penduduk per rumah tangga di Kecamatan Pancur Batu tahun 2011 ......................................... 66
2
Biaya Kesehatan ....................................................................................... 67
3
Biaya konsumsi air bersih ......................................................................... 69
4
Rincian analisis nilai tambah pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 ...................................................................... 72
5
Hasil model regresi linear berganda ......................................................... 73
6
Dokumentasi penelitian ............................................................................ 77
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Indonesia yang terus meningkat terutama di daerah perkotaan dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Permasalahan lingkungan merupakan salah satu masalah yang sering terjadi dan cenderung sulit untuk diatasi, seperti adanya penumpukan sampah dan limbah hasil konsumsi masyarakat. Perubahan gaya hidup masyarakat secara tidak langsung juga berpotensi memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Kuantitas sampah terus bertambah seiring dengan penambahan jumlah penduduk, namun pengelolaan dan pengolahan sampah masih terbatas dan kurang efektif di beberapa daerah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan volume timbulan sampah. Peningkatan jumlah timbulan sampah secara tidak langsung menimbulkan eksternalitas negatif, namun jika sampah dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak positif seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pengelolaan sampah mendukung adanya penyerapan tenaga kerja, seperti terbukanya lapangan pekerjaan baru dan manfaat ekonomi dari pengolahan sampah serta perbaikan kualitas lingkungan yang secara tidak langsung terjadi. Pemanfaatan sampah skala besar juga bisa menghasilkan sumber listrik, seperti pengelolaan sampah di China, Swedia, dan Indonesia. Pemanfaatan sampah menjadi tenaga listrik di Indonesia telah diaplikasikan di Kota Bekasi, yang mampu menghasilkan listrik sebesar 26 MW oleh PT.Godang Tua Jaya sebagai pengelola TPST Bantar Gebang.1 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) adalah tempat pembuangan akhir sampah di suatu lokasi yang telah ditentukan oleh pemerintah (Perda Kota Medan No.8/2002, pasal 1 huruf y). Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) bukan solusi utama dalam penanggulangan permasalahan sampah, tetapi salah satu upaya untuk mengurangi eksternalitas negatif dari keberadaan sampah. 1
http://www.alpensteel.com/article/56-110-energi-sampah--pltsa/2588--sampah-di-bekasi-hasilkan-energilistrik-26mw diakses pada tanggal 9 November 2013
2 Sebagian besar TPAS di perkotaan belum menggunakan sistem pengelolaan sanitary landfill, seperti yang dipaparkan oleh Sudrajat (2009) bahwa mayoritas di kota-kota besar menerapkan sistem pengelolaan sampah tumpukan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan alat dan kondisi keuangan suatu kota serta kepedulian pemerintah daerah setempat akan kesehatan lingkungan. Menurut UU No. 18 Tahun 2008 Pasal 44, “Pemerintah daerah harus menutup TPAS yang menggunakan sistem open dumping paling lama lima tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang”. Keberhasilan pengelolaan sampah juga sangat ditentukan oleh faktor non teknis yang terdiri atas perilaku masyarakat, kelembagaan, regulasi, sistem keuangan, dan kemauan politik pemerintah (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011). Sistem pengelolaan sampah open dumping banyak diterapkan di TPAS perkotaan sebagai pengganti sistem pengelolaan sanitary landfill, dimana sistem ini memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya pencemaran lingkungan baik tanah, air, dan udara serta terganggunya kesehatan masyarakat (Dinas Kebersihan Kota Medan 2010). Kota Medan termasuk salah satu kota besar di Indonesia dengan kepadatan penduduk yang tinggi (Tabel 1). Hal tersebut merupakan penyebab utama peningkatan jumlah timbulan sampah di Kota Medan. Pemerintah Kota Medan dalam upaya mengatasi permasalahan sampah mendirikan TPAS “Namo Bintang” dan TPAS “Terjun”. TPAS “Namo Bintang” merupakan TPAS terbesar dan terluas di Kota Medan yang menerapkan sistem open dumping. Tabel 1 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Medan 2007-2012 Tahun
Luas Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
2007 2008 2009 2010 2011 2012
265,10 265,10 265,10 265,10 265,10 265,10
2 083 156 2 102 105 2 121 053 2 123 126 2 117 224 2 122 804
7.858 7.932 8.001 8 009 7.987 8 008
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan (2013)
TPAS “Namo Bintang” sudah tidak memadai untuk menampung dan mengelola sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Medan.2 Sistem pengelolaan sampah open dumping yang diterapkan di TPAS “Namo Bintang” 2
http://www.medanpunya.com/arsip/2424-sampah-terus-jadi-masalah-kota-medan diakses pada tanggal 30 November 2013
3 menimbulkan eksternalitas negatif dan dampak positif terhadap masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai dampak keberadaan dari TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat. 1.2 Perumusan Masalah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” merupakan TPAS terbesar di Kota Medan yang memiliki lahan seluas 176.392.m2. TPAS “Namo Bintang” melakukan pengoperasian sistem pengelolaan sampah sanitary landfill pada awal tahun 1987, namun sejak tahun 2010 hingga saat ini TPAS “Namo Bintang” beralih menerapkan sistem pengelolaan open dumping dikarenakan keterbatasan anggaran dana pengelolaan sampah Kota Medan. TPAS “Namo Bintang” menampung sampah dari tiga wilayah di Kota Medan (Tabel 2). Tabel 2 Jumlah timbukan sampah dan truk sampah Kota Medan berdasarkan wilayah Tahun 2011-2012 Wilayah Wilayah I Medan Area Polonia Maimun Kota Denai Johor Amplas Wilayah II Medan Barat Medan Baru Medan Tuntungan Medan Petisah Medan Sunggal Medan Selayang Medan Helvetia Wilayah III Medan Timur Medan Labuhan Medan Belawan Medan Marelan Medan Deli Medan Tembung Medan Perjuangan Total
2011 Rata-rata produksi sampah per hari (ton) 387,12 57,99 32,03 23,79 43,60 85,12 75,27 69,33 377,33 42,53 23,74 49,08 37,10 67,75 59,99 97,14 515,82 65,25 67,39 57,40 87,47 102,01 80,21 56,09 1 280,27
Truk (unit) 55 13 5 5 15 6 6 5 50 10 6 4 8 7 5 10 45 13 3 3 3 5 7 11 150
2012 Rata-rata produksi sampah per hari (ton) 531,46 99,65 38,33 45,99 114,98 81,76 89,43 61,32 490,56 76,65 45,99 61,32 61,32 81,76 61,32 102,20 518,67 76,65 45,99 45,99 61,32 91,98 89,43 107,31 1 540,69
Truk (unit) 60 13 5 6 15 8 7 6 54 10 6 6 8 8 6 10 47 10 3 3 4 6 7 14 161
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan (2012)
Pada akhir tahun 2010, jumlah penduduk Kota Medan meningkat hingga mencapai 2.123.126 jiwa (Tabel 1), sehingga menghasilkan volume sampah mencapai 5.666.m3 per hari sama dengan 1.417 ton per hari dengan ratio setiap jiwa menghasilkan sampah 0,60 kilogram sampah padat per hari. Setiap harinya
4 TPAS “Namo Bintang” hanya mampu menampung sampah sebanyak 4.020 m3 per hari sama dengan 1.050.ton per hari (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011). Peningkatan
pertumbuhan
penduduk
di
Kota
Medan
dan
urbanisasi
mengakibatkan adanya perubahan pola konsumsi dan produksi, sehingga volume timbulan sampah juga meningkat dan berakibat pada lahan TPAS yang semakin lama semakin sempit. Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat peningkatan rata-rata produksi sampah per hari dan jumlah truk pada wilayah I, II, dan III dari tahun 2011 sampai 2012. Terjadi penurunan rata-rata produksi sampah per hari pada tahun 2011 yang dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang juga menurun dan menghasilkan sampah sebanyak 1.280 ton setiap harinya yang di angkut dengan menggunakan 157 unit truk sampah.3 Keterbatasan akan lahan yang mengakibatkan kelebihan kapasitas tampung sampah di TPAS “Namo Bintang” menimbulkan eksternalitas negatif seperti penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan. Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar melalui kegiatan pemanfaatan sampah yang ada, seperti memilah sampah dan menjual kembali. Masyarakat sekitar dalam rangka mengurangi eksternalitas negatif melakukan pengolahan sampah dalam bentuk mengolah tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos yang menghasilkan suatu nilai tambah. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian dapat dirumuskan dengan beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”?
2.
Bagaimana dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari adanya TPAS “Namo Bintang”?
3.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”?
3 http://sumutpos.co/2012/04/31399/ketika-sampah-masih-dianggap-masalah diakses pada tanggal 30 Januari 2014
5 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dampak keberadaan TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat sekitar. Berdasarkan rumusan pertanyaan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian, yaitu: 1.
Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”.
2.
Mengestimasi dampak positif dan eksternalitas negatif yang timbul dari adanya TPAS “Namo Bintang”.
3.
Menganalisis
faktor-faktor
yang mempengaruhi penurunan kualitas
lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini fokus pada responden masyarakat yang tinggal di Desa Namo Bintang karena lokasi ini dekat TPAS “Namo Bintang”. Sampel penelitian yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja di kantor TPAS “Namo Bintang”, supir Dinas Kebersihan Kota Medan, dan masyarakat yang bekerja baik sebagai pemulung dan non pemulung. Dampak positif dapat dilihat adanya sumber pendapatan rumah tangga di TPAS “Namo Bintang” dan adanya nilai tambah dari hasil pengolahan sampah, sedangkan eksternalitas negatif dapat dilihat dari penurunan kualitas lingkungan seperti biaya pengobatan, biaya pengganti, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan yang diukur dari biaya pengganti responden masyarakat terhadap air bersih akibat tercemarnya air sumur dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”.
6
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa “Sampah adalah sisa kegiatan seharihari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”. Berdasarkan definisi sampah di atas maka dapat dikatakan bahwa sampah adalah bahan-bahan hasil dari kegiatan masyarakat yang tidak digunakan lagi dan umumnya berupa benda padat, baik yang mudah membusuk maupun yang tidak mudah membusuk, kecuali kotoran yang keluar dari tubuh manusia, yang ditinjau dari segi sosial ekonomi sudah tidak berharga, dari segi keindahan dapat mengganggu dan mengurangi nilai estetika dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian lingkungan. Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria, yaitu: ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan, mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah, dan aman terhadap lingkungan sekitarnya (Sudrajat 2009). Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan salah satu program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat penampungan akhir sampah. UU No 18 Tahun 2008 menyatakan pada BAB XVI Ketentuan Peralihan Pasal 44 bahwa “Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini”. Hal ini mengakibatkan masing-masing kota atau kabupaten wajib untuk merencanakan TPA yang berbasiskan sanitary landfill atau controlled
7 landfill terhitung 1 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan (Undang-undang No. 18, 2008). Mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh adanya tempat pembuangan akhir sampah maka tempat tinggal penduduk harus memliki jarak tentu ke TPA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BKLH mengenai AMDAL bahwa tidak ada pemukiman penduduk yang boleh berjarak kurang dari satu kilometer (Bujangusti 2009). Dinas Kebersihan Kota Medan memaparkan bahwa dalam menciptakan kualitas kebersihan kota memiliki kendala dalam pelaksanaan operasional sampah seperti meningkatnya volume timbulan sampah, dimana setiap tahunnya volume sampah Kota Medan mengalami peningkatan. Banyak fasilitas perumahan/ pemukiman di Kota Medan yang tidak dilengkapi dengan TPS. Adanya tong sampah komunal karena tidak tertibnya masyarakat dalam pembuangan sampah lewat dari jadwal yang telah ditentukan (Dinas Kebersihan Kota Medan 2010). 2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Sudrajat (2009) menjelaskan model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Urugan atau model buang dan pergi merupakan cara yang paling sederhana dengan membuang sampah di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan, umunya dilakukan untuk kota yang menghasilkan volume sampah tidak terlalu besar. Pengelolaan sampah yang kedua yang biasanya diterapkan di kota besar, yaitu tumpukan yang perlu dilakukan secara lengkap dengan teknologi aerobik yang memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas: 1.
Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2.
Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya.
3.
Sampah spesifik meliputi:
8 a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun. c. Sampah yang timbul akibat bencana. d. Puing bongkaran bangunan. e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. Sampah yang timbul secara tidak periodik (Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah). Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar 1990). Sudradjat (2009) menjelaskan bahwa pengolahan sampah di TPA yang ada di kota-kota besar mengalami masalah keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial, dan lain-lain, sehingga harus memenuhi prasyarat seperti memanfaatkan lahan TPA yang terbatas dengan efektif, memilih teknologi yang mudah, murah, dan ramah lingkungan. Hal itu juga didukung dengan pemilihan teknologi yang dapat memberikan produk yang dapat dijual dan memberi manfaat yang besar kepada masyarakat. Naria (1999) menyatakan pengelolaan sampah semakin berkembang seiring dengan perkembangan terhadap jenis sampah yang akan dikelola. Terdapat beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan oleh masyarakat, seperti pengomposan, pembakaran, penghancuran, pemanfaatan ulang, controlled landfill, sanitary landfill, dan open dumping. Metode open dumping adalah metode yang melakukan penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasi teknologi yang memadai. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi atau cairan yang timbul karena pembusukan sampah, melalui kapiler-kapiler air dalam tanah hingga mencemari sumber air tanah terlebih pada saat musim hujan.4 4
http://kompasiana.com/metode-pengelolaan-sampah-kota diakses tanggal 9 November 2013
9 (SNI 19-2454-2002) tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan menyatakan bahwa metode controlled landfill merupakan sistem penimbunan dan pengalihan open dumping dan sanitary landfill dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah yang dilakukan setelah TPA penuh hingga mencapai periode tertentu, sedangkan metode sanitary landfill adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian di tutup dengan tanah sebagai lapisan penutup yang dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi. Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah-sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya (Deddy 2005). Bintoro (2008) menyatakan salah satu sistem pengomposa adalah sistem anaerob dimana pengolahan kompos mirip dengan sistem penambangan dan sistem aerob. Persamaannya membuat tumpukan sampah (pile), perbedaannya pile-pile tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada proses pembalikan pile. Dikarenakan tidak ada pembalikan, maka dekomposisi berlangsung lama dengan suhu pile maksimum 40° C, sehingga benih-benih gulma tidak mati. Setelah matang, kompos diayak. Dalam keadaan anaerob, gas yang keluar adalah gas methane. 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai dampak keberadaan TPAS, analisis nilai tambah, dan eksternalitas negatif sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu dibagi menjadi dua bagian, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Maimun (2009), Yusuf (2012), dan Fazaria (2013) yang berkaitan dengan nilai tambah dan penelitian yang dilakukan oleh Suhan (2009), Tampubolon (2011), dan Sandjoyo (2013) yang berkaitan dengan eksternalitas negatif (Tabel 3 dan 4). Penelitian ini memiliki perbedaan dari penelitian terdahulu yang menjadi referensi. Perbedaan terletak pada lokasi penelitian yang dilakukan di TPAS “Namo Bintang”. Input yang digunakan dalam analisis nilai tambah, menggunakan tanah endapan sampah yang menghasilkan pupuk kompos dengan metode anaerob.
Tabel 3 Penelitian terdahulu mengenai nilai tambah No 1
2
3
Nama Maimun (2009)
Yusuf (2012)
Fazaria (2013)
Judul Penelitian Analaisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh)
Analisis Nilai Tambah Pengolahan Sampah Organik Menjadi Pupuk Kompos (Studi Kasus: Rumah Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kota Bogor)
Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika organik dan non organik berdasarkan penerimaan petani dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. 2. Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peran dari setiap lembaga yang terlibat. 3. Menganalisis efesiensi pemasaran kopi arabika organik dan non organik dengan menghitung marjin dan farmer’s share. 4. Menganalisis nilai tambah bubuk organik dan non organik industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng. 1. Mengidentifikasi pola operasional pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Rumah Kompos Griya Melati. 2. Menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan sampah padat organik menjadi pupuk kompos.
Metode Penelitian Analisis Pendapatan
Analisis Deskriptif
Analisis Marjin
Metode Hayami Analisis Deskriptif
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Analisis Deskriptif
3.
Mengkaji perangkat kebijakan yang dimiliki
4.
pemerintah untuk keberlangsungan usaha pengelolaan sampah. Menganalisis karakteristik dari usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan non plasma B. Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan plasma B. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan oleh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan non plasma B.
1.
2.
3.
Analisis Deskriptif
Hasil Penelitian Pendapatan usahatani kopi arabika organik sebesar Rp.30.450.000, sedangkan kopi arabika non organik sebesar Rp.24.375.000 dimana kopi arabika organik lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik, sehingga lebih menguntungkan. Memiliki satu saluran dan lembaga pemasaran yang sama antara kopi arabika organik dan non organik. Berdasarkan dari biaya saluran pemasaran kopi arabika non organik lebih efisien. Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan kopi non organik, sedangkan farmer’s share kopi arabika non organik lebih besar. Nilai tambah bubuk kopi arabika lebih besar dibandingkan kopi non organik. Industri bubuk kopi Ulee Kareng ada industri padat modal dilengkapi oleh mesin-mesin produksi mekanis yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak. Pola operasional pengelolaan sampah telah sesuai dengan standar tata cara pengelolaan sampah di pemukiman. Pengelolaan sampah organik menjadi kompos memberikan nilai tambah yang tinggi sebesar 499.17 atau 95.08% per kg bahan baku dan keuntungan sebesar 435.89 per kg atau 83.03% per kg bahan baku yang diolah. Perangkat kebijakan pemerintah mendukung keberlangsungan usaha pengelolaan sampah dalam bentuk peraturan perundang-undang tentang pengelolaan sampah dan program bentuk nyata. Pemerintah Daerah Kota Bogor memberikan alat-alat kompos seperti pengayak, mesin pencacah sampah, dan motor bak. Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log termasuk ke dalam usaha mikro. Pemasaran langsung kepada konsumen. Unit usaha non plasma B lebih menguntungkan daripada non plasma A.
Analisis Pendapatan Usaha dan Nilai Tambah Dengan Metode Hayami
Nilai tambah limbah serbuk gergaji unit usaha non plasma A lebih besar dibandingkan non plasma B sebesar Rp.1.716.19 per kg serbuk gergaji.
Rumus Pertumbuhan Dari Perubahan Kesempatan Kerja (HOK)
Unit usaha non plasma B memberikan manfaat tidak langsung brupa penyerapan tenaga kerja lebih besar dibandingkan non plasma A, dimana non plasma B mampu menyerap tenaga kerja sebesar 234 HOK/bulan yang setara dengan Rp.6.060.559 per bulan
10
10
11 Tabel 4 Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas negatif No 1
2
3
Nama Suhan (2009)
Tampubolon (2011)
Sandjoyo (2013)
Judul Penelitian Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan Terhadap Harga Lahan Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat
Tujuan Penelitian 1. Deskripsi kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden.
Metode Analisis deskriptif
2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung. 3. Estimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung.
Analisis regresi logistik dengan Microsoft Office Excel dan SPSS 16 Metode dose-respon
Analisis Willingness To Accept Masyrakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)
1. Mengkaji dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat penambangan batu gamping.
Analisis deskriptif kualitatif
2. Mengkaji peluang kesediaan menerima dana kompensai. 3. Menghitung nilai WTA masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batu gamping. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA.
Analisis logistik dengan SPSS 15.0 CVM
1. Menginterpretasikan persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung. 2. Mengestimasi nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di TPAS Cipayung. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengganti pembelian air minum di sekitar TPAS Cipayung.
Analisis deskriptif
Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok
Analisis regresi dengan SPSS 15.0
berganda
Cost of illness Replacement cost Analisis berganda
regresi
dan
linear
Hasil Penelitian Masyarakat sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan dan responden mengalami beberapa dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung adalah jarak tempat tinggal, biaya kesehatan, luas bangunan, status lahan. Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung sebesar Rp.97.870.215 setiap bulan, tetapi belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan. Eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden sebesar Rp.137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA sebesar Rp.447.975.000. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta. Masyarakat sekitar menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan. Perubahan yang paling dirasakan oleh responden yaitu pencemaran udara dan kesulitan mendapatkan air bersih. Total nilai penurunan kualitas lingkungan dari adanya biaya kesehatan dan biaya pengganti air minum sebesar Rp.2.496.632.904 per tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata yaitu tingkat pendapatan, jumlah kebutuhan air, dan jarak tempat tinggal.
11
12
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini meliputi konsep nilai tambah dengan Metode Hayami, teori eksternalitas, teori Averting Behavior Method (ABM), dan analisis regresi linear berganda. Teori-teori ini dijadikan sebagai landasan dalam menjawab tujuan-tujuan penelitian. 3.1.1 Nilai Tambah Metode Hayami Metode Hayami merupakan alat analisis yang umum digunakan untuk mengestimasi besaran nilai tambah yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Penggunaan Metode Hayami (Hayami et al 1987) bertujuan untuk memperoleh informasi berupa: a.
Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp);
b.
Rasio nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai produk yang dihasilkan (%) menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk;
c.
Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh tenaga kerja langsung;
d.
Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah;
e.
Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha (pengolah) karena menanggung resiko usaha;
f.
Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%) menunjukkan presentase keuntungan terhadap nilai tambah;
g.
Marjin pengolah (Rp) menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi;
h.
Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%);
i.
Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%);
j.
Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%). Analisis nilai tambah terbagi atas tiga komponen pendukung, yaitu faktor
konversi dimana menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan
13 input, sedangkan faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Adapun analisis lain merupakan seluruh korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai output selain bahan baku dan tenaga kerja langsung. Korbanan tersebut mencangkup modal berupa biaya penolong dan biaya overhead pabrik lainnya yakni upah tenaga kerja tidak langsung. Metode Hayami memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki Metode Hayami adalah dapat mengetahui besarnya nilai tambah, nilai output, produktivitas serta besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi. Selain itu dapat diterapkan pula untuk subsistem lain diluar pengolahan seperti dalam kegiatan pemasaran. Adapun kekurangan dari Metode Hayami seperti ketidaktepatan dalam pendekatan rata-rata apabila diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produksi dari satu jenis bahan baku, tidak dapat menjelasnya produk sampingan, dan sulit untuk menentukan pembanding agar dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi tersebut layak atau tidak layak. 3.1.2 Eksternalitas Eksternalitas adalah pengaruh/dampak/efek samping yang diterima oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain. Eksternalitas bersifat menguntungkan/positif (positive externalities) atau merugikan/negatif (negative externalities). Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada pihak lain (Sankar 2008). Eksternalitas terjadi jika ada kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak dinginkan dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak (Fauzi 2010). Friedman dalam Fauzi (2010) menyatakan eksternalitas dan barang publik merupakan dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah yang sama. Eksternalitas positif melahirkan barang publik, sementara eksternalitas negatif
14 melahirkan barang publik yang negatif. Artinya jika eksternalitas negatif tidak diproduksi, maka akan menghasilkan barang publik. Mangkoesoebroto (1993) menyatakan eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut. Adanya eksternalitas yang ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat diterima lingkungan. Biaya tambahan tersebut disebut biaya eksternal. Biaya eksternal dapat berupa biaya restorasi (biaya perbaikan) dan biaya kompensasi. Biaya restorasi merupakan biaya perbaikan kerusakan akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan, seperti biaya perbaikan memproses limbah hingga mencapai ambang batas limbah sehat. Biaya kompensasi merupakan biaya dana kompensasi yang diberikan oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas terhadap pihak yang terkena eksternalitas. Eksternalitas akan menimbulkan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang yang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga dan akan mencapai efisiensi apabila semua dampak positif maupun negatif dimasukkan perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Mangkoesoebroto (1993) menyatakan efisiensi terjadi pada saat: MSC = MPC + MEC MSB = MPB + MEB Efisiensi ekonomi terjadi apabila MSC.=.MSB, namun adanya eksternalitas produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini yang menyebabkan kecenderungan produksi memproduksi pada tingkat yang cukup besar, sehingga perhitungan biaya menjadi sangat murah dibandingkan dengan biaya yang dirasakan oleh masyarakat. Gambar 1 menunjukkan kurva eksternalitaas negatif. Tingkat output yang optimum terjadi pada tingkat produksi sebesar 0Q1 dengan tingkat harga di H1. Produsen menetapkan tingkat produksi sebesar 0Q2 dengan tingkat harga di H2 dimana MSB memotong MPC yang menunjukkan bahwa jumlah produksi terlalu banyak dibandingkan dengan tingkat produksi yang optimum. Apabila dalam melakukan kegiatan produksi timbul suatu eksternalitas negatif, maka
15 MEC.>.0.dan
MEB.=,0.
Jadi
disimpulkan
bahwa
MPC.<.MSC
dan
MSC.=.MPC.+.MEC.> MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi mencapai optimum. Rp MSC = MPC + MEC MPC
H1 H2
MEC
MSB 0
Q1
Q2
Jumlah Produksi
Sumber: Mangkoesoebroto (1993)
Gambar 1 Kurva eksternalitas negatif keterangan: MSC = Marginal Social Cost MPC = Marginal Private Cost MEC = Marginal External Cost MSB = Marginal Social Benefit MPB = Marginal Private Benefit MEB = Marginal External Benefit 3.1.3 Averting Behavior Method Pendekatan Averting Behavior Method (ABM) ini digunakan untuk mengestimasi biaya yang dikeluarkan oleh responden dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak dari adanya degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). Metode ini menggunakan biaya dari pembelian produk tertentu untuk menilai kualitas lingkungan. Pendekatan ini terbagi menjadi tiga teknik, yaitu: 1.
Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) Metode untuk mengestimasi biaya pengeluaran langsung yang dilakukan
oleh masyarakat dengan tujuan usaha pencegahan atau pengurangan dampak degradasi
lingkungan
dan perlindungan rumah tangga dari penurunan
kesejahteraan. Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam penilaian ekosistem yang menyediakan perlindungan dalam bentuk alami (Jones et al. 2000).
16 2.
Biaya Pengganti (Replacement Cost) Metode untuk mengestimasi kerusakan lingkungan berdasarkan biaya yang
dikeluarkan oleh masyarakat untuk menggantikan manfaat dan jasa lingkungan yang hilang atau rusak dengan nilai jasa lingkungan yang tidak mengalami kerusakan ataupun hilang (Jones et al. 2000). 3.
Biaya Substitusi (Subtitute Cost) Metode untuk mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk
mensubtitusi barang dan jasa yang hilang akibat dari degradasi lingkungan yang dapat dilakukan menggunakan teknologi (Jones et al. 2000). 3.1.4 Model Regresi Linear Berganda Gujarati (2007) menjelaskan model regresi dua variabel dimana variabel tak bebas merupakan fungsi dari hanya satu variabel penjelas (variabel bebas). Dalam analisis ini menggunakan metode kuatdrat terkecil biasa ((Ordinary Least Squares) (OLS)). Penaksir OLS yang disebut sebagai penaksir tak bias linear terbaik ((Best Linear Unbiased Estimators) (BLUE)) memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1).Penaksiraan OLS tidak bias, 2) Penaksiran OLS memiliki varian yang minimum, 3) Konsisten, 4) Efisien, dan 5) Linear (Gujarati 2003). Firdaus (2004) menyatakan asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam model regresi linear berganda adalah: 1.
E ( ) = 0 untuk setiap i.
2.
Cov (
) = 0, i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya
korelasi berurutan atau tidak ada korelasi. 3.
Var ( ) =
, untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi
homoskedastisitas atau varians sama. 4.
Cov (
) = Cov (
) = 0, artinya kesalahan pengganggu
dan
variabel bebas X tidak berkorelasi. 5.
Tidak ada multikolinearitas yang berarti tidak terdapat hubungan linearitas yang pasti di antara variabel bebas. Secara umum (model populasi) menurut Juanda (2009), persamaan model
regresi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut:
17 Jika semua pengamatan
bernilai 1, maka model diatas menjadi:
keterangan: Y = Peubah tak bebas i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi)/ n (sampel) = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas = Intersep = Parameter penduga = Pengaruh sisa (error term) 4.4 Kerangka Operasional Jumlah dan aktifitas penduduk Kota Medan yang cenderung terus mengalami peningkatan akan berdampak terhadap jumlah konsumsi dan produksi. Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan semakin banyak volume sampah yang dihasilkan.Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” ditunjuk sebagai salah satu TPAS wilayah Kota Medan yang memiliki lahan cukup luas. Permasalahan yang terjadi pada TPAS “Namo Bintang” adalah penurunan kualitas lingkungan akibat dari keberadaan TPAS. Peningkatan volume sampah yang semakin hari terus bertambah, sehingga diperlukan perluasan pada TPAS “Namo Bintang” dan pengelolaan serta pengolahan sampah yang lebih baik. Keberadaan
TPAS
“Namo
Bintang”
mengakibatkan
timbulnya
permasalahan, baik dampak positif dan eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar. Dampak positif dari keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat berupa manfaat yang menjadikan TPAS sebagai sumber pendapatan dan adanya pengolahan sampah yang menghasilkan nilai tambah. Saat ini di TPAS “Namo Bintang” banyak terdapat pemulung dan pengepul sampah. Eksternalitas negatif dari keberadaan TPAS yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan seperti adanya pencemaran air, udara, lingkungan dan tingkat kesehatan yang menurun. Hal ini dipengaruhi dari meningkatnya aktifitas pengangkutan sampah di Kota Medan, sehingga volume timbulan sampah juga meningkat. Lingkungan yang tidak bersih, air dan udara yang tercemar mempengaruhi masyarakat tersebut secara tidak langsung.
18 Guna mengetahui persepsi masyarakat sekitar dari adanya keberadaan TPAS “Namo Bintang” dengan mengambil sampel dari data deskriptif kualitatif. Estimasi dampak positif yang dilihat nilai tambah dari pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos di TPAS “Namo Bintang” menggunakan Metode Hayami. Estimasi eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” terdiri dari adanya biaya pengobatan yang diestimasi dengan pendekatan Cost of Illness dan biaya pengganti dari konsumsi air bersih dengan pendekatan Replacement Cost. Setelah mengestimasi eksternalitas negatif yang ada, perlu menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih akibat adanya TPAS “Namo Bintang”. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan menggunakan alat analisis regresi linear berganda. Hasil analisis tersebut dapat menunjukkan seberapa pentingnya biaya konsumsi air bersih untuk digunakan sehari-hari. Penelitian ini memberikan rekomendasi dan diharapkan dapat memberikan informasi besarnya penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”, sehingga dapat digunakan sebagai rekomendasi yang dapat diambil oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam meminimalisir eksternalitas negatif yang timbul untuk pengembangan pengelolaan TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik. Berdasarkan uraian pemikiran di atas, maka dapat digambarkan alur kerangka berpikir yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan penelitian yang ditampilkan pada Gambar 1.
19
Peningkatan Jumlah dan Aktifitas Penduduk di Kota Medan
Peningkatan Jumlah Konsumsi
Peningkatan Jumlah Produksi Peningkatan Volume Sampah TPAS “Namo Bintang”
Permasalahan dari TPAS “Namo Bintang” - Sumber Pendapatan - Nilai Tambah dari Pengelolahan Sampah - Tingkat Kesehatan Menurun - Penurunan Kualitas Lingkungan
Dampak Positif
Eksternalitas Negatif
- Tingkat Kesehatan Menurun - Penurunan Kualitas Lingkungan
- Sumber Pendapatan - Nilai Tambah dari Pengolahan Sampah
Estimasi Dampak Positif dari Adanya TPAS “Namo Bintang”
Persepsi Masyarakat dari Adanya TPAS “Namo Bintang”
Analisis Nilai Tambah dengan Metode Hayami
Analisis Deskriptif Kualitatif
Estimasi Eksternalitas Negatif dari Adanya TPAS “Namo Bintang”
Cost of Illness dan Replacement Cost
Pengelolaan dan Pengolahan Sampah di TPAS “Namo Bintang” yang Lebih Baik
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Analisis Regresi Linear Berganda
Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir
keterangan:
Aliran Batasan penelitian
20
4.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah: 1.
Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.
2.
Kualitas lingkungan yang menurun akibat dari beroperasinya TPAS “Namo Bintang” antara lain kualitas udara dan kualitas air yang tercemar.
3.
Kesehatan masyarakat Desa Namo Bintang yang mengalami gangguan yang diakibatkan dari penurunan kualitas lingkungan.
4.
Adanya sumber pendapatan di TPAS “Namo Bintang” dan adanya nilai tambah dari pengolahan sampah.
5.
Penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya pengganti untuk konsumsi air bersih dengan menganalisis faktor-faktor terhadap variabel seperti umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, persepsi terhadap kebersihan lingkungan tempat tinggal, kualitas air, dan tingkat kesehatan.
21 IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang”, Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dikarenakan TPAS “Namo Bintang” adalah TPAS terbesar di Kota Medan yang memiliki lahan yang cukup luas, memiliki jumlah timbulan sampah yang banyak yang dapat dilihat pada Tabel 2, dan terdapat masyarakat yang mengolah sampah. Proses pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Februari 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data cross section yang didapat dari hasil wawancara kepada responden yang akan dipergunakan sebagai data utama. Adapun responden dalam penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS “Namo Bintang” dan tenaga kerja yang terkait pada TPAS “Namo Bintang”. Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori yaitu pemulung dan non pemulung. Data sekunder didapatkan dari data-data yang terkait dengan penelitian, seperti Dinas Kebersihan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, jurnal, buku, internet, dan penelitian terdahulu untuk mendukung data primer. 4.3 Metode Pengambilan Data Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik nonprobability sampling, artinya teknik yang tidak memberi peluang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono 2012). Penelitian ini menggunakan salah satu metodenya dengan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi responden mengetahui permasalahan yang terjadi di dalam topik (Martono 2010).
22 Pertimbangan pemilihan responden dalam penelitian ini berdasarkan keterkaitan masyarakat dengan pekerjaan yang berkaitan dengan TPAS, yaitu masyarakat pemulung dan non pemulung. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 90 responden yang terdiri dari 51 responden masyarakat pemulung, 32 responden masyarakat non pemulung, dan tujuh responden tenaga kerja. Pemilihan jumlah sampel didasarkan pada kaidah rata-rata sampel dari besaran sampel sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati normal (Gujarati 2007a). 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer seperti Microsoft Office Word dan SPSS 16. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Matriks metode analisis data No 1
2
3
Tujuan Penelitian Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap TPAS “Namo Bintang” Mengestimasi eksternalitas positif dan negatif yang timbul dari adanya TPAS “Namo Bintang” Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Sumber Data Data primer: Wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner Data primer: Wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner Data primer: Wawancara kepada responden dengan meggunakan kuesioner
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis Nilai Tambah Metode Hayami, Pendekatan Cost of Illness, Replacement Cost Analisis Regresi Linear Berganda
4.4.1 Identifikasi Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Identifikasi persepi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” meliputi kebersihan lingkungan tempat tinggal, kualitas air, kualitas udara, tingkat kesehatan, jenis penyakit, dan tingkat keamanan. Persepsi dari masyarakat dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan cara memberikan pertanyaan yang ada dalam kuesioner, terkait dengan lingkungan tempat tinggal dengan kebradaan TPAS “Namo Bintang” kepada responden. Nazir (2011) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
23 pemikiran pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, 23ndicat dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Beberapa kategori dan indikator dalam mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat dilihat pada Tabel.6. Tabel 6 Kategori dan indikator persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” No 1
Kategori Kebersihan lingkungan
Indikator Sangat Baik
Sehat
Keterangan Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah tertata rapi, tidak berbau Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah tertata rapi, agak berbau Tidak terdapat sampah di halaman rumah, sampah tidak tertata rapi, agak berbau Terdapat sampah di halaman rumah, sampah tidak tertata rapi, agak berbau Banyak sampah di halaman rumah, tidak tertata rapi, berbau Tidak berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa, dapat dikonsumsi Tidak berwarna, agak berbau, tidak memiliki rasa, dapat dikonsumsi Sedikit berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak dapat dikonsumsi Berwarna, berbau, tidak memiliki rasa, tidak dapat dikonsumsi Berwarna, berbau, memiliki rasa, tidak dapat dikonsumsi sama sekali Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas, tidak tercium bau sampah sama sekali Tidak berdebu, tidak panas, segar saat bernafas, tercium bau sampah Tidak berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas, tercium bau sampah Berdebu, tidak panas, tidak segar saat bernafas, tercium bau sampah Berdebu, panas, tidak segar saat bernafas, sangat tercium bau sampah Tidak terserang penyakit, jarang berobat ke Bidan
Tidak Sehat
Terserang penyakit, rutin berobat ke Bidan
Sangat Aman
Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, memiliki kerjasama yang baik Tidak ada kriminalitas, hidup rukun, kurang adanya kerjasama yang baik Tidak ada kriminalitas, hidup kurang rukun, kurang adanya kerjasama yang baik Pernah terjadi kriminalitas, hidup kurang rukun, kurang adanya kerjasama yang baik Sering terjadi kriminalitas, hidup kurang rukun, tidak ada kerjasama yang baik
Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik 2
Kualitas Air
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
3
Kualitas Udara
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
4
5
Tingkat Kesehatan Tingkat Keamanan
Aman Cukup Aman Kurang Aman Tidak Aman
24 Wardhana (1995) menyatakan bahwa pengamatan indikator pencemaran air lingkungan dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimiawi, dan biologis. Pengamatan terhadap komponen pencemaran air juga dikelompokkan dari bahan buangan padat, organik, anorganik, olahan bahan makanan, cairan minyak, zat kimia. Pengamatan yang dapat dilakukan di sekitar TPAS Namo Bintang adalah pengamatan secara fisis berdasarkan tingkat kejernihan air, perubahan rasa, dan warna air, sedangkan komponen pencemaran air dibuktikan dari seluruh kelompok yang dipaparkan. 4.4.2 Estimasi Dampak Positif dan Eksternalitas Keberadaan TPAS “Namo Bintang”
Negatif
Akibat
Estimasi dampak positif dan eksternalitas negatif akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh baik keuntungan maupun kerugian yang dirasakan oleh masyarakat atas keberadaan TPAS. 4.4.2.1 Dampak Positif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Dampak positif diestimasi dengan nilai tambah dari pupuk kompos yang dilakukan oleh tiga responden pemulung yang menggunakan Metode Hayami. Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga menjadikan sumber pendapatan rumah tangga masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”. 4.4.2.1.1 Analisis Nilai Tambah Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos menghasilkan suatu besaran nilai tambah. Analisis nilai tambah ini menggunakan Metode Hayami. Perhitungan nilai tambah menggunakan satuan berat yang sudah dikonversi. Penelitian ini menggunakan analisis nilai tambah dengan Metode Hayami. Menjadikan sampah organik menjadi pupuk kompos yang menghasilkan besaran nilai tambah. Perhitungan nilai tambah menggunakan satuan berat yang sudah dikonversi menjadi kilogram dan data yang digunakan adalah data produksi dalam satu bulan.
25 Analisis nilai tambah terdiri dari tiga komponen yang terkait, yaitu faktor konversi untuk menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, koefisien tenaga kerja yang menunjukkan tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai output atau produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai faktor konversi untuk mengetahui berapa banyak output yang dihasilkan dari setiap pengolahan bahan baku satu kilogram tanah endapan. Perhitungan nilai tambah dari pupuk kompos dengan Metode Hayami disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Perhitungan nilai tambah Metode Hayami No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
Variabel Output, Input dan Harga Pupuk kompos yang dihasilkan (kg/hari) Tanah endapan yang digunakan (kg/hari) Tenaga kerja (HOK) Faktor konversi (1/2) Koefisien tenaga kerja (3/2) Harga pupuk kompos (Rp/kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) Pendapatan dan keuntungan Harga tanah endapan (Rp/kg bahan baku) Sumbangan input lain (Rp/kg output) Nilai pupuk kompos (4 x 6) (Rp) a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp) b. Tingkat Keuntungan ((13a/11a) x 100%) Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi Marjin (10 – 8) (Rp) a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) b. Sumbangan input lain ((9/14)x 100 %) c. Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%)
Nilai A B C D = A/B E = C/B F G H I J=DxF K=J–H–I 1 (%) = (K/J) x 100% M=ExG N (%) = (M/K) x 100% O=K–M P (%) = (O/K) x 100% Q=J–H R (%) = (M/Q) x 100% S (%) = (I/Q) x 100% T (%) = (O/Q) x 100%
Sumber : Hayami et al. (1987)
4.4.3 Eksternalitas Negatif Akibat Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Eksternalitas negatif diestimasi dari biaya yang dikeluarkan responden terhadap penurunan tingkat kesehatan dan kualitas lingkungan. Penurunan tingkat kesehatan diestimasi dengan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang dilihat dari biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh responden. Penurunan kualitas lingkungan diestimasi dengan pendekatan biaya pengganti (replacement cost) dari biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh responden.
26 4.4.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) Biaya kesehatan diestimasi dari biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh responden untuk kunjungan ke bidan bagi responden itu sendiri ataupun keluarga yang menjadi tanggungan responden per bulannya. Rata-rata biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh responden dihitung dengan persamaan berikut: ̅̅̅̅
∑
keterangan: ̅̅̅̅ = Rata-rata biaya pengobatan (Rp/bulan) BOi = Biaya pengobatan responden i (Rp/bulan) n = Jumlah responden (orang) i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n) ̅̅̅̅ keterangan: = Total biaya pengobatan (Rp/bulan) = Jumlah rumah tangga (KK) 4.4.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost) Biaya pengganti dari konsumsi air bersih merupakan biaya yang dikeluarkan untuk air galon isi ulang dan PAM. Penggunaan air bersih dihitung berdasarkan dari konsumsi responden setiap bulan. Responden masyarakat non pemulung menggunakan air PAM untuk konsumsi sehari-hari, sedangkan responden masyarakat pemulung tidak menggunakan air PAM hanya menggunakan air galon isi ulang. Biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh responden dihitung dengan persamaan berikut: ̅̅̅̅
∑
keterangan: ̅̅̅̅ = Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan) BAi = Biaya konsumsi air galon isi ulang responden i (Rp/bulan) n = Jumlah responden (orang) i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n) ̅̅̅̅ keterangan:
27 ̅̅̅̅
̅̅̅̅
= Total biaya air galon isi ulang (Rp/bulan) = Rata-rata biaya air galon isi ulang (Rp/bulan) = Jumlah rumah tangga (KK) ∑
keterangan: ̅̅̅̅ = Rata-rata biaya PAM (Rp/bulan) BPi = Biaya konsumsi PAM responden i (Rp/bulan) n = Jumlah responden (orang) i = Responden ke-i (1, 2, 3, …., n) ̅̅̅̅ keterangan: = Total biaya PAM (Rp/bulan) ̅̅̅̅ = Rata-rata biaya PAM (Rp/bulan) = Jumlah rumah tangga (KK) 4.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan Penurunan kualitas lingkungan diukur dari adanya biaya pengganti terhadap pembelian air bersih oleh responden masyarakat akibat dari air sumur yang tercemar dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Adapun analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penurunan kualitas lingkungan dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Fungsi analisis regresi linear berganda sebagai berikut: Ln Y = ln
+ X8 +
lnX1 +
lnX2 +
lnX3 +
X4 +
lnX5 +
X9 +
keterangan: Ln = Log-linear Y = Biaya konsumsi air bersih (Rp/bulan) = Intersep = Koefisien regresi = Umur (tahun) = Tingkat pendapatan (Rp/bulan) = Tingkat pendidikan (tahun) = dummy Pekerjaan (1=pemulung; 0=non pemulung) = Jumlah tanggungan (orang) = Jarak tempat tinggal (meter) = dummy Kualitas air (1=baik; 0=tidak baik) = dummy Kualitas lingkungan (1=baik; 0=tidak baik) = dummy Tingkat kesehatan (1=sehat; 0=tidak sehat) = Pengaruh sisa (error term)
lnX6 +
X7 +
28 Nilai estimasi yang diharapkan (hipotesis):
Variabel tidak bebas (dependent variable) terdiri dari biaya konsumsi air bersih. Variabel bebas (independent variable) yang digunakan meliputi variabel umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan. Variabel umur berpengaruh positif dengan masyarakat semakin tua umur seseorang, semakin lama tinggal di sekitar TPAS, maka biaya konsumsi air bersih meningkat. Variabel tingkat pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap biaya konsumsi air bersih. Tingginya tingkat pendapatan responden maka semakin besar pengeluaran terhadap biaya konsumsi air bersih. Variabel tingkat pendidikan juga diduga berpengaruh positif untuk mengeluarkan biaya konsumsi air bersih karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih sehingga biaya konsumsi air bersih meningkat. Variabel dummy pekerjaan diduga berpengaruh negatif terhadap biaya konsumsi air bersih karena pekerjaan sebagai pemulung akan mengeluarkan biaya lebih sedikit dibandingkan pekerjaan sebagai non pemulung. Variabel jumlah tanggungan diduga berpengaruh positif terhadap biaya konsumsi air bersih, semakin banyak jumlah tanggungan seseorang maka dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Variabel jarak tempat tinggal ke lokasi TPAS diduga berpengaruh negatif karena semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, semakin kecil eksternalitas negatif yang dirasakan, maka biaya konsumsi air bersih jadi menurun. Variabel dummy kualitas air diduga berpengaruh negatif, semakin kurang baik kualitas air, maka akan lebih besar
biaya konsumsi air bersih yang
dikeluarkan. Variabel dummy kebersihan lingkungan tempat tinggal diduga berpengaruh negatif, semakin kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal seseorang, maka biaya konsumsi air bersih akan lebih besar. Variabel dummy tingkat kesehatan diduga berpengaruh positif, semakin lebih baik tingkat kesehatan seseorang, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih. Beberapa variabel dan indikator dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
29 penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Variabel dan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” No 1
Variabel Y
Keterangan Variabel Biaya Pengeluaran (Rp/bulan)
2
X1
Umur (tahun)
3
X2
Tingkat Pendapatan (Rp/bulan)
4
X3
Tingkat Pendidikan (tahun)
5
X4
Pekerjaan (dummy)
6
X5
Jumlah Tanggungan
7
X6
Jarak Tempat Tinggal (meter)
8
X7
Kualitas Air (dummy)
9
X8
10
X9
Kebersihan Lingkungan (dummy) Tingkat Kesehatan (dummy)
Cara Pengukuran Biaya pengganti konsumsi air bersih setiap bulannya Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu: a. 20 – 35 b. 36 – 50 c. > 50 Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu: a. ≤ 1.200.000 b. 1.200.001 – 2.100.000 c. 2.100.001 – 3.000.000 d. > 3.000.000 Dibedakan menjadi lima kelas, yaitu: a. Tidak Sekolah b. Sekolah Dasar (SD) c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) d. Sekolah Menengah Atas (SMA) e. Perguruan Tinggi Merupakan variabel peubah boneka (dummy) yang dibedakan menjadi “1=pemulung; 0=bukan pemulung” Dibedakan menjadi empat kelas, yaitu: a. Tidak Memiliki b. 1-2 c. 3-4 d. > 4 Dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu: a. < 1 000 b. 1 001 – 2 000 c. > 2 000 Merupakan variabel peubah boneka (dummy) yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik” Merupakan variabel peubah boneka (dummy) yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik” Merupakan variabel peubah boneka (dummy) yang dibedakan menjadi “1=baik; 0=tidak baik”
4.5 Pengujian Parameter Regresi Dalam regresi linear berganda perlu dilakukan uji parameter untuk mengetahui apakah fungsi permintaan layak atau tidak. Uji parameter tersebut antara lain adalah uji statistik dan uji ekonometrika. Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara: 1.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien R2 disebut sebagai koefisien determinasi (sampel) untuk
mengukur kecocokan dan kesesuaian dari suatu garis regresi. Rumus untuk menentukan koefisien determinasi (R2), yaitu:
30
keterangan: = Koefisien Determinasi JKR =Jumlsh Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadarat Total Secara verbal, R2 mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh model regresi. Ada dua sifat R2, pertama R2 bukan merupakan besaran negatif, kedua besaran selang nilai adalah 0 < R2<1. Apabila nilai R2 sebesar 1 berarti seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh regresi, sedangkan nilai R2 sebesar.0 berarti tidak ada hubungan sama sekali anatara Y dan X. Model yang baik adalah model yang memiliki nilai R2 tinggi karena variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen (Gujarati 2007a). 2.
Uji F Juanda (2009) menjelaskan uji F digunakan untuk mengetahui apakah
variabel-variabel independen yang digunakan dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ⁄ ⁄
…………………………………………………………(11)
keterangan: JKK = jumlah kuadrat nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat n
= jumlah sampel
k
= jumlah peubah
Kriteria keputusan sebagai berikut: Fhitung> Ftabel (k-1; n-k) maka tolak H0 Fhitung< Ftabel (k-1; n-k) maka terima H0 Jika tolak H0, maka model tersebut memiliki minimal satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dan sebaliknya jika terima H0, maka tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap output.
31 3.
Uji-t Juanda (2007) menjelaskan bahwa uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel bebas yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel tidak bebas. Uji-t dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ̂ ̂
…………………………………………..……….(12)
keterangan: ̂ ̂
= nilai koefisien regresi dugaan = simpangan baku koefisien dugaan
Hipotesis yang digunakan, yaitu: thitung> ttabel (α; n-k) atau p-value< α maka tolak H0 thitung< ttabel (α; n-k) atau p-value> α maka terima H0 Jika tolak H0 maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas, sedangkan jika terima H0 maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Pengujian secara ekonometrika terhadap model juga dapat dilakukan. Suliyanto (2005) menjelaskan model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa ((Ordinary Least Square) (OLS)) yang merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linear tidak bias yang terbaik ((Best Linear Unbias Estimator) (BLUE)) yang terjadi jika dipenuhi dengan beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik sebagai berikut: 1.
Uji Normalitas Uji untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau
tidak. Nilai residual berdistribusi normal merupakan kurva yang berbentuk lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga dan dikatakan menyebar dengan normal apabila nilai Kolmogorov-Smirnov.Z ≤ Z tabel; atau nilai asymp.sig. (2-tailed) > α dan distribusi tidak normal karena terdapat nilai ekstrem dalam data yang diambil (Suliyanto 2005). 2.
Uji Multikolinearitas Adanya korelasi (mendekati sempurna) antarvariabel bebas, jika pada model
terdapat persamaan regresi yang mengandung gejala multikolinearitas dengan
32 melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Gujarati (2007b) menjelaskan bahwa nilai VIF yang tidak lebih dari sepuluh (VIF < 10), maka model tersebut tidak mengandung masalah multikolinearitas yang artinya tidak ada hubungan antar variabel bebas. 3.
Uji Heteroskedastisitas Uji ini untuk mengetahui model tersebut ada heteroskedastisitasnya atau
tidak, jika terdapat heteroskedastisitas artinya ada varian variabel dalam model yang tidak sama (konstan) (Gujarati 2007b). Mendeteksi gejala heteroskedastisitas ini ada atau tidak, dapat dideteksi dengan melihat pola yang terdapat pada grafik, apabila sebaran titik-titik tidak mengumpul pada satu titik maka dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model (Lind et al.) 4.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak ada korelasi
antara residual dengan residual lain. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak adanya autokorelasi (Firdaus 2004).
33
V GAMBARAN UMUM 5.1 Karakteristik Lokasi Desa Namo Bintang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Luas desa secara keseluruhan sebesar 495,2 hektar yang terdiri dari 50 hektar daerah pemukiman, 35 hektar daerah pertanian sawah, 200 hektar daerah perladangan, dan 150 hektar daerah perkebunan, serta 60,2 hektar untuk fasilitas umum dan lain-lain. Secara administratif Desa Namo Bintang berbatasan dengan Kota Medan di sebelah Utara, Desa Namo Simpur Kecamatan Pancur Batu di sebelah Selatan, Desa Durin Tonggal Kecamatan Pancur Batu di sebelah timur dan berbatasan dengan Desa Baru Kecamatan Pancur Batu di sebelah Barat.
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2012)
Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian keterangan:
Lokasi TPAS Namo Bintang
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terletak di sebelah Utara Desa Namo Bintang dan memiliki luas sebesar 176,392 m2. Jarak dari Kotamadya Medan ke TPAS “Namo Bintang” berkisar 17 km. Areal TPAS
34 “Namo Bintang” ini mulai dioperasikan sejak 5 Juli 1987 dan menggunakan sistem pemusnahan open dumping (Dinas Kebersihan Kota Medan 2011). Saat ini jarak antara TPAS dengan lokasi tempat tinggal masyarakat terdekat adalah 300 meter, dimana masyarakat yang mendiami lokasi tersebut adalah masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai pemulung. 5.2 Karakteristik Responden Responden utama dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tenaga kerja. Karakteristik responden diuraikan berdasarkan jenis kelamin, umur, status, jumlah tanggungan,
tingkat
pendidikan
formal,
pekerjaan,
pendapatan,
sumber
pendapatan lain, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal ke lokasi TPAS. 5.2.1 Karakteristik Responden Masyarakat Responden masyarakat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pemulung dan non pemulung. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masyarakat pemulung berjenis kelamin laki-laki sebanyak 29 responden (56,86%), sedangkan responden masyarakat non pemulung memiliki jumlah yang sama antara laki-laki dan perempuan sebesar 16.responden (50,00%). Kondisi di lapang menjunjukkan di lokasi TPAS Namo Bintang yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak laki-laki karena mengeluarkan tenaga yang cukup banyak, sedangkan yang bukan non pemulung cendrung merata karena kebanyakan memiliki usaha milik sendiri seperti warung. Karakteristik umur responden Desa Namo Bintang dibagi berdasarkan umur produktif dan umur tidak produktif. Umur produktif berada antara umur 20 tahun hingga 50 tahun, sedangkan umur tidak produktif berada diatas umur 50 tahun. Tabel 8 menunjukkan responden masyarakat pemulung umur 20 tahun hingga 35 tahun sebanyak 27 responden (52,94%) dan responden masyarakat non pemulung sebanyak 16 responden (50,00%). Hal ini menunjukkan bahwa responden Desa Namo Bintang berada pada umur produktif. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata responden berstatus sudah menikah baik responden masyarakat pemulung dan non pemulung sebanyak 43 responden (84,31%) dan 31 responden (96,88%).
35 Begitupun dalam jumlah tanggungan, 23 responden masyarakat pemulung (45,10%) dan 20 responden masyarakat non pemulung (62,50%) memiliki tanggungan sebanyak satu hingga dua orang. Berikut merupakan data karakteristik responden masyarakat yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
Karakteristik responden masyarakat pemulung dan non pemulung TPAS “Namo Bintang” Pemulung
No. 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Karakteristik Jenis Kelamin a. Laki – Laki b. Perempuan Total Umur (Tahun) a. 20 - 35 b. 36 - 50 c. > 50 Total Status a. Belum Menikah b. Sudah Menikah Total Jumlah Tanggungan a. Tidak Memiliki b. 1 – 2 c. 3 – 4 d. > 4 Total Tingkat Pendidikan Formal a. Tidak Sekolah b. Sekolah Dasar (SD) c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) d. Sekolah Menengah Atas (SMA) e. Perguruan Tinggi Total Pekerjaan (Sumber Pendapatan Utama) a. Buruh b. Pedagang c. Pemulung d. Lainnya Total Pendapatan (Rp/bulan) a. ≤ 1 200 000 b. 1 200 001 – 2 100 000 c. 2 100 001 – 3 000 000 d. > 3 000 000 Total Sumber Pendapatan Lain a. Tidak Memiliki b. Memiliki Total Lama Tinggal (Tahun) a. ≤ 20 b. 21 – 40 c. 41 – 60 d. > 60 Total Jarak (Meter) < 1000 1001 – 2000 > 2000 Total
Non Pemulung
Σ
%
Σ
%
29 22 51
56,86 43,14 100,00
16 16 32
50,00 50,00 100,00
27 15 9 51
52,94 29,41 17,65 100,00
16 12 4 32
50,00 37,50 12,50 100,00
8 43 51
15,69 84,31 100,00
1 31 32
3,13 96,88 100,00
11 23 15 2 51
21,57 45,10 29,41 3,92 100,00
2 20 9 1 32
6,25 62,50 28,13 3,13 100,00
4 24 13 9 1 51
7,84 47,06 25,49 17,65 1,96 100,00
3 9 13 5 2 32
9,38 28,13 40,63 15,63 6,25 100,00
0 0 51 0 51
0,00 0,00 100,00 0,00 100,00
3 12 0 17 32
9,38 37,50 0,00 53,13 100,00
30 17 3 1 51
58,82 33,33 5,88 1,96 100,00
7 17 2 6 32
21,88 53,13 6,25 18,75 100,00
34 17 51
66,67 33,33 100,00
29 3 32
90,63 9,38 100,00
18 25 8 0 51
35,29 49,02 15,69 0,00 100,00
12 16 3 1 32
37,50 50,00 9,38 3,13 100,00
37 10 4 51
72,55 19,61 7,84 100,00
7 20 5 32
21,88 62,50 15,63 100,00
36 Tingkat pendidikan formal dibagi menjadi lima kategori, yaitu tidak sekolah, tingkat sekolah dasar, tingkat sekolah menengah pertama, tingkat sekolah menengah atas, dan tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan data yang dipaparkan pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa masyarakat yang tinggal berdekatan dengan lokasi TPAS baik pemulung dan non pemulung memiliki tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi. Mayoritas responden masyarakat pemulung menyelesaikan tingkat pendidikan di bangku sekolah dasar, yaitu sebanyak 24 responden (47,06%) dan responden masyarakat non pemulung menyelesaikan tingkat pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama sebanyak 13 responden (40,63%). Hal ini menunjukkan bahwa responden masyarakat pemulung tidak memiliki biaya untuk melanjutkan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan memilih untuk menjadi sebagai pemulung karena rendahnya tingkat pendidikan tidak membutuhkan persyaratan lulus sekolah, sedangkan responden masyarakat non pemulung merasa menyelesaikan wajib sembilan tahun sudah cukup. Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar TPAS “Namo Bintang” juga merefleksikan jenis pekerjaan sebagai sumber pendapatan utama dan pendapatan yang diperoleh. Responden masyarakat pemulung bekerja sebagai pemulung di TPAS “Namo Bintang” sebagai sumber pendapatan utama dengan penghasilan mayoritas lebih kecil atau sama dengan Rp.1.200.000 per bulan sebanyak 30 responden (58,82%), tetapi adapula masyarakat pemulung yang memiliki sumber pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhannya. Sebanyak 17 responden (33,33%) masyarakat pemulung memiliki sumber pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhannya. Sumber pendapatan lain diantaranya beternak, mengompos, buruh, pegawai, pendaur ulang bola lampu, dan penjual stek mangga. Responden pendaur ulang bola lampu hanya memulung bola lampu ataupun alat elektronik yang tidak dipergunakan lagi, dengan keahliannya responden dapat mendaur ulang kembali menjadi bola lampu yang dapat berfungsi seperti layaknya bola lampu yang baru dengan daya tahan yang lebih lama dari bola lampu baru pada umumnya. Begitupun dengan penjual stek mangga yang hanya memulung bekas biji mangga yang ada di TPAS “Namo Bintang” dan diperbaharui menjadi stek biji mangga yang dapat dijual menggunakan polybag (kantongan tanaman plastik). Responden masyarakat non pemulung mayoritas
37 memiliki sumber pendapatan utama dari usaha sendiri, sebanyak 17 responden (53,13%) memiliki pendapatan dari Rp.1.200.001 hingga Rp.2.100.000 per bulan. Usaha yang terdapat di sekitar TPAS “Namo Bintang” adalah warung, tukang jahit, dan penjual sayur. Hal tersebut adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat non pemulung. Berdasarkan hasil penelitian yang terkait dengan lama tinggal, responden masyarakat pemulung sebanyak 25 responden (49,02%) dan non pemulung 16.responden (50,00%) sudah tinggal selama 21 hingga 40 tahun di lingkungan sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dikarenakan rata-rata responden masyarakat pemulung dan non pemulung merupakan penduduk asli setempat. Adapun alasan responden masyarakat pemulung dan non pemulung yang baru tinggal di Desa Namo Bintang dikarenakan untuk mencari pekerjaan ataupun karena ikut dengan suami atau istri yang sudah berstatus penduduk asli Desa Namo Bintang. Jarak lokasi TPAS ke tempat tinggal dibedakan menjadi tiga zona, yaitu zona pertama yang berjarak kurang dari satu kilometer, zona kedua berjarak satu hingga dua kilometer, dan zona ketiga berjarak lebih dari dua kilometer dari pusat TPAS “Namo Bintang” dimana pembagian jarak mengacu pada penelitian Bujangusti yang didasari oleh penelitian BKLH (Bujangusti 2009). Responden masyarakat pemulung mayoritas tinggal dijarak yang tidak selayaknya yaitu lebih kecil dari 1000 meter sebanyak 37 responden (72,55%), sedangkan responden masyarakat non pemulung banyak yang tinggal pada jarak antara 1001 hingga 2000 meter dari lokasi dengan jumlah 20 responden (62,50%). Berdasarkan hasil penelitian jarak tempat tinggal masyarakat terdekat dengan jarak 300 meter, kondisi ini terjadi karena mereka sudah tinggal sebelum dari adanya TPAS dibangun. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal yang memiliki jarak dekat dari TPAS tidak dijadikan suatu masalah bagi masyarakat pemulung. 5.2.2 Karakteristik Responden Tenaga Kerja Responden tenaga kerja terdiri dari koordinator kantor dan lapang TPAS “Namo Bintang”, pegawai kantor TPAS “Namo Bintang”, mandor, dan supir Dinas Kebersihan Kota Medan, serta hansip mandor angkutan/retribusi. Data
38 karakteristik responden tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 10. Responden tenaga kerja hanya diambil tujuh sampel dan seluruh tenaga kerja di kantor TPAS “Namo Bintang” berjenis kelamin laki-laki. Umur dari responden tenaga kerja berdasarkan umur produktif dan umur tidak produktif, dimana responden berumur 36 hingga 50 tahun sebanyak lima responden (71,43%) masih tergolong umur produktif dengan berstatus sudah menikah sebanyak tujuh responden. Tabel 10 Karakteristik responden tenaga kerja TPAS “Namo Bintang” No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Karakteristik Jenis Kelamin a. Laki – Laki b. Perempuan Total Umur (Tahun) a. 20 – 35 b. 36 – 50 c. > 50 Total Status a. Belum Menikah b. Sudah Menikah Total Jumlah Tanggungan (Orang) a. Tidak Memiliki b. 1 - 2 c. 3 - 4 d. > 4 Total Tingkat Pendidikan Formal a. Tidak Sekolah b. Sekolah Dasar (SD) c. Sekolah Menengah Atas (SMA) d. Sekolah Menengah Pertama (SMP) e. Perguruan Tinggi Total Pekerjaan (Sumber Pendapatan Utama) a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) b. Tenaga Harian Lepas (THL) Total Pendapatan (Rp/bulan) a. ≤ 1 200 000 b. 1 200 001 – 2 100 000 c. 2 100 001 – 3 000 000 d. > 3 000 000 Total Sumber Pendapatan Lain a. Tidak Memiliki b. Memiliki Total Lama Bekerja (Tahun) a. 1 - 10 b. 11 - 20 c. > 20 Total
Σ
%
7 0 7
100,00 0,00 100,00
1 5 1 7
14,29 71,43 14,29 100,00
0 7 7
0,00 100,00 100,00
0 3 2 2 7
0,00 42,86 28,57 28,57 100,00
0 2 3 0 2 7
0,00 28,57 42,86 0,00 28,57 100,00
2 5 7
28,57 71,43 100,00
0 5 2 0 7
0,00 71,43 28,57 0,00 100,00
6 1 7
85,71 14,29 100,00
2 3 2 7
28,57 42,86 28,57 100,00
39 Pengelompokan jumlah tanggungan dibedakan atas tenaga kerja yang tidak memiliki anak, satu hingga dua orang, tiga hingga empat orang, dan lebih dari empat orang. Responden memiliki tanggungan sebesar satu hingga dua orang sebanyak tiga responden (42,86%) dengan alasan responden mengikuti kegiatan keluarga berencana. Tingkat pendidikan formal responden tenaga kerja berada pada tingkat sekolah menengah atas sebanyak tiga responden (42,86%). Tenaga kerja dalam penelitian ini merupakan orang yang ikut serta di dalam kantor TPAS “Namo Bintang” yang menjadi bagian dari sumber daya manusia dinas kebersihan Kota Medan. Tenaga kerja ada yang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga Harian Lepas (THL). Tenaga kerja PNS adalah koordinator lapang yang mengawasi bagian lapang di TPAS “Namo Bintang” dan koordinator kantor TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja THL adalah tenaga kerja harian lepas seperti melati (penyapu jalan), bestari (beca/gerobak sampah), supir/kenek, mekanik, petugas TPAS, hansip mandor angkutan/retribusi. Rata-rata upah THL sudah berada diatas upah minimum kabupaten (UMK) sebesar 0,76% dengan jumlah Rp.1.300.000.5 Responden tenaga kerja memiliki pekerjaan sebagai tenaga harian lepas (THL) sebanyak lima responden (71,43%) dan koordinator bagian lapang dan kantor sebanyak dua responden (28,57%). Tingkat pendapatan tenaga kerja mayoritas berkisar antara Rp.1.200.001 hingga Rp.2.100.000 per bulan sebanyak lima responden (71,43%) dan hanya satu responden (14,29%) yang memiliki sumber pendapatan lain. Lamanya bekerja sebagai tenaga kerja dinas kebersihan antara 11 hingga 20 tahan sebanyak tiga responden (42,86%) dan satu hingga 10 tahun dan lebih dari 20 tahun memiliki proporsi masing-masing dua responden (28,57%).
5
http://medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/umk-deli-serdang-naik-10,25% diakses tanggal 11 Desember 2013
40
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Responden terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Persepsi responden merupakan penilaian atau pendapat yang diberikan masyarakat dan tenaga kerja akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” baik dari kebersihan lingkungan, kualitas air, kualitas udara, kesehatan, jenis penyakit yang diderita, dan keamanan lingkungan. Pada penelitian ini persepsi responden dilihat berdasarkan keterkaitan antara pekerjaan dengan tempat tinggal, seperti masyarakat pemulung, masyarakat non pemulung, dan tenaga kerja guna untuk mengetahui pengaruh dari adanya keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Persepsi dari masyarakat dan tenaga kerja dapat dijadikan masukan untuk pengelola TPAS “Namo Bintang” dalam pengembangan konsep pengelolaan TPAS yang lebih baik dan terpadu. 6.1.1 Persepsi Responden Masyarakat terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Responden masyarakat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pemulung dan non pemulung, dimana responden tersebut merupakan masyarakat yang berdomisili disekitar TPAS “Namo Bintang”. Persepsi responden masyarakat pemulung terhadap kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal adalah baik yang dinilai oleh 35 responden (68,63%) dengan alasan karena selalu dibersihkan dan sudah terbiasa dengan lingkungannya tersebut. Responden masyarakat non pemulung juga menyatakan kebrsihan lingkungan baik, yaitu sebanyak 17.responden (53,13%) dengan alasan lingkungan tempat tinggal setiap harinya selalu dibersihkan dan keberadaan sampah di TPAS
“Namo Bintang” tidak
terlihat mempengaruhi kebersihan lingkungan secara langsung. Penilaian responden masyarakat pemulung terhadap kualitas air di sekitar TPAS “Namo Bintang” adalah kualitas air dengan kondisi baik sebanyak 34.responden (66,67%). Sumber air pada 51 responden berasal dari galian sumur. Masyarakat pemulung lebih memilih untuk menggunakan air sumur karena mengurangi biaya pengeluaran mereka, tetapi air sumur tidak digunakan untuk air minum yang digantikan dengan air galon isi ulang. Berbeda dengan masyarakat
41 non pemulung yang menggunakan PAM untuk kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 24 responden (75,00%) memiliki kualitas air yang baik karena air tidak tercemar oleh
keberadaan
TPAS
“Namo
Bintang”.
Masyarakat
non
pemulung
menggunakan PAM karena mereka merasa air sumur sudah tercemar dengan air lindi/limbah sampah. Tabel 11 Persepsi responden masyarakat pemulung dan non pemulung terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” No 1
2
3
4
5
6
Karakteristik Kebersihan Lingkungan a. Sangat Baik b. Baik c. Cukup Baik d. Kurang Baik e. Tidak Baik Total Kualitas Air a. Sangat Baik b. Baik c. Cukup Baik d. Kurang Baik e. Tidak Baik Total Kualitas Udara a. Sangat Baik b. Baik c. Cukup Baik d. Kurang Baik e. Tidak Baik Total Kesehatan a. Sehat b. Tidak Sehat Total Penyakit a. Sakit Kepala b. Diare c. Demam d. ISPA Total Keamanan a. Sangat Aman b. Aman c. Cukup Aman d. Kurang Aman e. Tidak Aman Total
Pemulung
Non Pemulung Σ %
Σ
%
0 35 14 2 0 51
0,00 68,63 27,45 3,92 0,00 100,00
3 17 9 3 0 32
9,38 53,13 28,13 9,38 0,00 100,00
0 34 12 5 0 51
0,00 66,67 23,53 9,80 0,00 100,00
2 24 0 6 0 32
6,25 75,00 0,00 18,75 0,00 100,00
1 37 10 3 0 51
1,96 72,55 19,61 5,88 0,00 100,00
0 25 2 2 3 32
0,00 78,13 6,25 6,25 9,38 100,00
20 31 51
39,22 60,78 100,00
25 7 32
78,13 21,88 100,00
2 9 5 15 31
6,45 29,03 16,13 48,39 100,00
2 2 3 0 7
28,57 28,57 42,86 0,00 100,00
51 0 0 0 0 51
100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00
18 14 0 0 0 32
56,25 43,75 0,00 0,00 0,00 100,00
Penilaian kualitas udara juga memiliki indikator yang dapat dipilih oleh responden, yaitu kualitas udara tidak baik hingga sangat baik. Mayoritas responden masyarakat pemulung menyatakan bahwasannya kualitas udara di sekitar pemukiman mereka adalah baik. Bagi 37 responden masyarakat pemulung (72,55%) kualitas udara dinilai baik karena responden tersebut sudah terbiasa
42 akan bau yang timbul dari sampah. Selanjutnya 25 responden masyarakat non pemulung (78,13%) juga menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden tergolong baik. Hal ini dikarenakan jarak tempat tinggal masyarakat tersebut tidak terlalu dekat dengan TPAS “Namo Bintang”, walaupun bau yang ditimbulkan oleh TPAS juga mengganggu responden masyarakat tersebut. Bau terutama berasal dari truk pengangkut sampah serta bau yang timbul pada saat musim hujan. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sebanyak 31 responden masyarakat pemulung (60,78%) mengalami gangguan kesehatan, berbanding terbalik dengan masyarakat
non
pemulung. Sebanyak 25 responden (78,13%) tidak mengalami gangguan kesehatan terkait dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Responden masyarakat pemulung menyatakan bahwa sudah terbiasa akan adanya sampah karena keberadaan tempat tinggal responden juga di sekitar TPAS “Namo Bintang”, sehingga penyakit jarang menghampiri tubuh responden. Penyakit yang diderita adalah sakit kepala, diare, demam, dan infeksi saluran pernapasan (ISPA). Mayoritas masyarakat pemulung mengalami penyakit ISPA sebanyak 15 responden (48,39%). Berdasarkan hasil penelitian terhadap 51 responden (100%) masyarakat pemulung dan 18 responden (56,25%) masyarakat non pemulung menyatakan keamanan Desa Namo Bintang sangat aman. Hal ini menunjukkan lingkungan sekitar TPAS “Namo Bintang” sangat aman karena tidak pernah terjadi kejahatan, kriminalitas, memiliki kerja sama yang baik dalam menjaga keamanan Desa Namo Bintang, dan memiliki hubungan sosial yang erat. 6.1.2 Persepsi Responden Tenaga Kerja terhadap Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Responden tenaga kerja yang bekerja di kantor TPAS “Namo Bintang” memiliki persepsi terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Tenaga kerja tidak bertempat tinggal di sekitar TPAS “Namo Bintang”, tetapi keseharian tenaga kerja tidak terlepas dari TPAS. Persepsi responden tenaga kerja dipaparkan pada Tabel.12. Responden tenaga kerja menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di
43 kantor TPAS. Penilaian tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” tidak berpengaruh. Sebanyak lima responden (71,43%) yang merasa TPAS “Namo Bintang” sangat tidak mengganggu dengan alasan tempat tinggal sangat jauh. Responden tenaga kerja merasakan eksternalitas negatif dari keberadaan TPAS “Namo Bintang”, yaitu pencemaran air dan udara. Air dikonsumsi oleh mereka sehari-hari ketika berada di kantor, tetapi tidak untuk dikonsumsi untuk diminum. Dari lima responden (71,43%) menilai kualitas air cukup baik dan dua responden (28,57%) menilai kualitas air kurang baik. Begitupun dengan kualitas udara yang dirasakan oleh seluruh responden tenaga kerja yang beranggapan kualitas udara cukup baik. Keamanan sekitar TPAS “Namo Bintang” menurut responden tenaga kerja juga terbilang aman karena masyarakat TPAS “Namo Bintang” memiliki kerjasama yang baik dan tidak pernah terjadi kriminalitas di Desa Namo Bintang. Tabel 12 Persepsi responden tenaga kerja terhadap keberadaan TPAS “Namo Bintang” No 1
2
3
4
5
Karakteriskik Keberadaan TPA a. Sangat Tidak Mengganggu b. Tidak Mengganggu c. Biasa Saja d. Mengganggu e. Sangat Mengganggu Total TPA berdampak negatif a. Ya b. Tidak Total Kualitas Air a. Sangat Baik b. Baik c. Cukup Baik d. Kurang Baik e. Tidak Baik Total Kualitas Udara a. Sangat Baik b. Baik c. Cukup Baik d. Kurang Baik e. Tidak Baik Total Keamanan a. Sangat Aman b. Aman c. Cukup Aman d. Kurang Aman e. Tidak Aman Total
Σ
%
5 2 0 0 0 7
71,43 28,57 0,00 0,00 0,00 100,00
7 0 7
100,00 0,00 100,00
0 0 5 2 0 7
0,00 0,00 71,43 28,57 0,00 100,00
0 0 7 0 0 7
0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 100,00
0 7 0 0 0 7
0,00 100,00 0,00 0,00 0,00 100,00
44 Tenaga kerja menyatakan bahwa keberadaan TPAS “Namo Bintang” tidak mengganggu kepada aktivitas keseharian mereka. Responden tenaga kerja juga memahami arti penting keberadaan TPAS “Namo Bintang” terhadap masyarakat pemulung sebagai sumber penghasilan utama. Selain itu, adanya TPAS “Namo Bintang” akan membuka peluang pekerjaan yang dapat mengurangi tingkat pengangguran. Terkait dengan permasalahan kualitas lingkungan yang timbul karena adanya TPAS “Namo Bintang”, para pekerja menyatakan bahwa hal ini salah satunya dapat diatasi dengan peningkatan penghijauan agar dapat meminimalisasi pencemaran udara. 6.2
Dampak Positif dan Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Keberadaan TPAS “Namo Bintang” menimbulkan dampak positif dan
eksternalitas negatif. Adanya sumber pendapatan rumah tangga yang didapat dari sampah dan nilai tambah dari hasil olahan sampah memberikan keuntungan bagi masyarakat. Kerugian juga dirasakan oleh masyarakat yang diestimasi dari biaya pengeluaran untuk pengobatan dan konsumsi air bersih. 6.2.1 Dampak Positif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Dampak positif dalam penelitian ini dijadikannya TPAS “Namo Bintang” sebagai sumber penghasilan utama bagi masyarakat pemulung. Terdapat nilai tambah yang diperoleh tiga responden masyarakat berupa pengolahan tanah endapan menjadi pupuk kompos. Berbeda dengan biasanya, mengompos yang terjadi di TPAS “Namo Bintang” hanya dengan menggunakan sistem anaerob yang menggunakan tanah endapan yang awalnya tertimbun oleh sampah organik dan anorganik. Sampah organik terurai secara langsung tanpa ada pengolahan tertentu, sehingga menjadi tanah endapan dan menghasilkan nilai tambah. Mayoritas dari responden menyatakan bekerja sebagai pemulung adalah pekerjaan yang menyenangkan, tidak memiliki tekanan serta perintah dari siapapun, tidak membutuhkan sikap disiplin akan waktu, dan dapat bereksplor dengan sendirinya.
45 6.2.1.1 Sumber Pendapatan Masyarakat Adanya TPAS “Namo Bintang” dijadikan suatu sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar TPAS “Namo Bintang”. Hal ini dijelaskan dari hasil penelitian, bahwa mayoritas masyarakat Desa Namo Bintang memanfaatkan keberadaan TPAS dengan bekerja sebagai pemulung, adapula yang bekerja sebagai pengepul sampah dan pengolah sampah. Masyarakat pemulung bekerja setiap harinya tanpa ada penentuan waktu, mayoritas masyarakat berangkat ke lokasi TPAS di pagi hari. Setiap harinya memilah sampah yang diinginkan seperti sampah plastik es, plastik atom, kaleng bekas, alumunium, kaca, dan lain-lain yang dikonsumsi oleh manusia pada umumnya. Sampah yang paling banyak dicari oleh responden adalah sampah plastik atom karena harga sampah plastik atom sebesar Rp.2.500 per kg. Pendapatan dengan nominal besar atau kecil, tergantung dari usaha per individu setiap hari. Rata-rata pendapatan yang diperoleh responden berkisar antara Rp.20.000 hingga Rp.75.000 per hari. Pendapatan diperoleh dari hasil memulung yang dijual kepada pengepul, ada pula yang tidak menjual hasil memulung setiap hari. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang bekerja sebagai pengepul, pendapatan yang dihasilkan sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap hari atau setiap minggu masyarakat pemulung menjual hasil mulungnya kepada masyarakat pengepul, dimana masyarakat pengepul akan menjual kembali sampah yang telah dipilah tersebut. Biasanya dibeli oleh pabrik-pabrik besar yang menghasilkan pendapatan yang tinggi. Sampah di TPAS “Namo Bintang” juga dimanfaatkan oleh tiga responden masyarakat pemulung dengan mengolah tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos. Selain berguna untuk mengurangi timbulan sampah yang ada di TPAS dan pengolahan tersebut juga menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. 6.2.1.2 Analisis Nilai Tambah Proses pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos berimplikasi pada adanya nilai tambah produk tersebut, sehingga harga jual pupuk kompos menjadi lebih tinggi daripada harga jual tanah endapan itu sendiri.
46 Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah, imbalan tenaga kerja, imbalan bagi modal dari sampah yang diolah menjadi pupuk kompos. Pengolahan kompos pada penelitian ini dilakukan pada tiga responden masyarakat pemulung dan perhitungan nilai tambah untuk empat kali produksi dalam satu bulan. Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah menjadi pupuk kompos menggunakan Metode Hayami dapat dilihat pada Tabel.13. Tabel 13 Perhitungan nilai tambah pengolahan tanah endapan sampah di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
Variabel Output, Input, dan Harga Output yang dihasilkan (kg/bulan) Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) Tenaga kerja (HOK/bulan) Faktor konversi (1/2) Koefisien tenaga kerja (3/2) Harga output (Rp/kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input) Harga bahan baku (Rp/kg input) Sumbangan input lain (Rp/kg output) Nilai output (4x6) (Rp/kg input) a. Nilai tambah (10-9-8) (Rp/kg input) b. Rasio nilai tambah ((11a/10)x100%) a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp/kg input) b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) a. Keuntungan (11a-12a) (Rp/kg input) b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi Marjin (10-8) (Rp/kg) a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) b. Sumbangan input lain ((9/14)x100% c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%)
Perhitungan A B C D = A/B E = C/B F G
Nilai 13 333,333 15 333,333 26,667 0,866 0,002 266,667 50 000,000
H I J=DxF K=J–H–I L = K/J M=ExG N = M/K O=K–M P=O–J
50,000 80,704 231,250 100,546 43,251 85,069 84,631 15,477 15,369
Q=J–H R = M/Q S = I/Q T = O/Q
181,250 46,809 44,672 8,519
Bahan baku utama adalah tanah endapan sampah dan rata-rata penjualan pupuk kompos sekitar Rp.266,667 per kilogramnya. Pembuatan pupuk kompos di TPAS Namo Bintang menggunakan sistem anaerob yang membutuhkan waktu kurang lebih lima hingga enam jam per hari dengan syarat cuaca panas. Setiap bulannya responden menggunakan rata-rata tanah endapan sebanyak 13.333,333 kilogram. Tanah endapan sampah yang masih tercampur dengan sampah anorganik tersebut dapat menghasilkan rata-rata kompos sebanyak 15.333,33 kilogram dengan rata-rata faktor konversi sebesar 0,866, yang artinya satu kg tanah endapan sampah dapat menghasilkan rata-rata 0,866 kilogram pupuk kompos.
47 Tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali pengolahan hanya menggunakan tenaga kerja orang kerja yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sistem upah di TPAS “Namo Bintang” dibayarkan dengan upah sebesar Rp 50.000 per HOK. Responden membutuhkan waktu tujuh hingga delapan jam dalam satu hari untuk mengolah pupuk kompos. Tenaga kerja memaksimalkan waktu sebaik mungkin karena pada kondisi hujan tidak dapat melakukan kegiatan mengolah pupuk kompos. Disela-sela waktu pengolahan pupuk kompos, responden memanfaatkan waktu dengan melakukan kegiatan memulung sampah sembari mengeringkan tanah endapan yang sudah diayak. Pemasaran akan pupuk kompos dilakukan ke gudang penjualan kompos dan sudah dipasarkan penjualan ke luar daerah seperti Aceh, Riau, dan Batam. Rata-rata perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) sebesar 26,667 dengan ratarata koefisien tenaga kerja sebesar 0,002 yang didapat dari pembagian jumlah HOK dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Nilai koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa jumlah HOK dari tanah endapan sampah sebesar 0,002 HOK. Rata-rata harga jual pupuk kompos sebesar Rp.266,667 per kilogram. Adapun tanah endapan sebagai bahan baku senilai Rp.50 per kilogram. Nilai sumbangan input lain merupakan pembagian setiap bahan dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Rata-rata sumbangan input lain sebesar Rp.80,704, yaitu harga lahan, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan dari peralatan yang digunakan. Rata-rata nilai tambah merupakan pengurangan dari nilai pupuk kompos sebagai output dengan sumbangan input lain dan harga tanah endapan sampah sebagai bahan baku utama per kilogram dibagi dengan jumlah pengolah yang mendapatkan hasil pengolahan produk dengan jumlah sebesar Rp.100,546 per kilogram sama dengan rasio nilai tambah sebesar 43,251%. Rata-rata imbalan tenaga kerja diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK sebesar Rp.85,069 per kg. Bagian tenaga kerja adalah 84,631% yang merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih dari penjualan pupuk kompos yang didapatkan oleh pelaku usaha sebesar sebesar Rp.15,477 per kg dengan tingkat keuntungan adalah 15,369% yang menunjukkan dari harga jual merupakan keuntungan yang
48 diterima responden. Marjin berguna untuk menunjukkan kontribusi fakor-fakor produksi selain bahan baku. Besaran marjin dapat dilihat balas jasa terhadap fakor produksi yang terdiri dari balas jasa tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Pembuatan pupuk kompos sebagian besar marjin yang diterima unit usaha didistribusikan pada keuntungan unit usaha. Pendapatan tenaga kerja sebesar 46,809 yang menjelaskan seberapa besar imbalan untuk tenaga kerja dengan marjin yang dihasilkan. Adanya keuntungan dari nilai sumbangan input lain yang digunakan sebesar 44,672, dihasilkan dari keuntungan yang didapat dari hasil pengolahan tanah endapan. Sebanyak 8,519 keuntungan yang didapat oleh pemilik usaha pupuk kompos. Hasil produksi total pupuk kompos dari tiga responden masyarakat pemulung sebesar 40.000 kg per bulan. Pengolahan tanah endapan menjadi pupuk kompos menghasilkam nilai tambah, sehingga diestimasi total nilai manfaat ekonomi yang diperoleh setiap bulannya sebesar Rp.628.852 dalam tahun 2013. Nilai tersebut didapat dari perkalian jumlah produksi setiap bulan dengan keuntungan per kg bahan baku. Terdapat potensi untuk peningkatan nilai tambah dari sampah-sampah yang terdapat di TPAS “Namo Bintang”. 6.2.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPAS “Namo Bintang” Keberadaan TPAS “Namo Bintang” juga memiliki eksternalitas negatif seperti penurunan kualitas lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat pemulung dan non pemulung. Kualitas lingkungan yang tercemar dari adanya TPAS “Namo Bintang” menyebabkan kualitas air dan udara serta lingkungan sekitar menurun, sehingga masyarakat mengeluarkan biaya pengobatan dan biaya konsumsi air bersih. Biaya konsumsi air bersih dapat dilihat dari biaya air galon isi ulang dan PAM. 6.2.2.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) Responden masyarakat pemulung menyatakan bahwa TPAS “Namo Bintang” tidak memberikan eksternalitas negatif apapun karena responden menjadikan sampah di TPAS sebagai sumber penghasilan. Banyak masyarakat
49 pemulung yang membawa anak berumur satu tahun kebawah, ke TPAS “Namo Bintang” yang sangat mengganggu pada kesehatan bayi. Hal itu tidak dapat dipungkiri dengan adanya dampak dari keberadaan TPAS “Namo Bintang” secara tidak langsung. Terlihat dari tingkat kesehatan yang terganggu bagi responden masyarakat
pemulung
sebanyak
31.responden
(60,78%)
dimana
harus
mengeluarkan biaya kesehatan setiap bulannya. Sebagian responden pemulung terganggu kesehatannya, akan tetapi mereka tidak menganggap hal tersebut suatu masalah yang serius. Berdasarkan hasil penelitian, bagi responden masyarakat non pemulung kesehatan tidak terlalu terganggu sebanyak 25 responden (78,13%), sedangkan tujuh responden (21,88%) mengalami gangguan kesehatan. Responden non pemulung mengatakan bahwa sangat tidak nyaman dengan adanya keberadaan TPAS yang mengganggu penciuman terhadap udara di lingkungannya, tetapi disisi sosial responden melihat adanya TPAS “Namo Bintang” adalah tempat dimana masyarakat pemulung mencari kehidupan. TPAS dapat merubah pendapatan masyarakat pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan air juga menjadi buruk, maka dari itu responden non pemulung baik yang memiliki jarak jauh dari lokasi, tetap menggunakan air yang bersumber dari PAM. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat penurunan kualitas lingkungan yang disebut juga eksternalitas negatif dari adanya TPAS “Namo Bintang”. Berdasarkan keterangan dari Bidan Desa Namo Bintang, penyakit yang mayoritas diderita pada tahun 2012 adalah demam, diare, ISPA, dan sakit kepala, namun demam dan sakit kepala bukan penyakit yang diakibatkan oleh keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Tabel 14 hanya mencantumkan penyakit diare dan ISPA karena berkaitan langsung dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Biaya kesehatan dihitung per kepala keluarga yang didapatkan dari hasil wawancara terhadap responden berkunjung untuk berobat dan membeli obat setiap bulannya. Menurut responden, penyakit ini bukan penyakit parah dan tidak mengganggu mereka dalam bekerja, sehingga tetap mendapatkan penghasilan.
50 Tabel 14 Daftar penyakit yang diderita akibat TPAS “Namo Bintang” dan biaya kesehatan responden masyarakat Desa Namo Bintang Nama Penyakit Diare ISPA Total
Jumlah Responden (orang) 11 15 26
Total Biaya Pengobatan (Rp/bulan) 375.000 540.000 915.000
Pada Tabel 14 terdapat biaya kesehatan yang terkait dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang” yang dikeluarkan oleh responden masyarakat, yaitu diare dan ISPA. Penyakit yang banyak diderita adalah ISPA (Infeksi Saluran Penapasan) sebanyak 15 responden. Total biaya pengobatan ISPA terbesar karena responden yang menderita juga banyak. Jika dilihat dari rata-rata per responden pun biaya yang terbesar adalah ISPA sebesar Rp.36.000 karena pengeluaran akan obat yang dibutuhkan lebih banyak. Biaya kesehatan tidak terlalu mahal karena jarak yang tidak jauh dan masyarakat cenderung berobat ke bidan ataupun klinik di Desa Namo Bintang dikarenakan letak puskesmas yang terlalu jauh. Biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh seluruh responden sebesar Rp 915.000 per bulan dari 26.orang. Rata-rata biaya yang dikeluarkan responden sebesar Rp.35.200 per bulan sehingga didapat total biaya pengobatan yang dikeluarkan masyarakat di Desa Namo Bintang sebesar Rp.56.249.600 per bulan atau Rp.674.995.200 per tahun dari total rumah tangga sebanyak 1.598 KK dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15
Total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Desa Namo Bintang
Hal Total biaya pengobatan (Rp/bulan) (A) Jumlah responden (orang) (B) Rata-rata biaya pengobatan (Rp/bulan) (C=A/B) Jumlah rumah tangga (KK) (D) Total biaya pengobatan (Rp/bulan) (E=CxD)
Nilai 915.000 26 35.200 1.598 56.249.600
6.2.2.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost) Biaya pengganti responden dilihat dari biaya konsumsi air bersih yang digunakan. sebagai air galon isi ulang. Bagi masyarakat pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masih menggunakan air sumur yang terdapat dalam rumah masing-masing, sedangkan masyarakat non pemulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menggunakan air PAM. Masyarakat Namo Bintang ada yang mengkonsumsi air galon isi ulang dan air galon kemasan bermerk. Berdasarkan Tabel.16 hampir keseluruhan masyarakat Namo Bintang
51 membeli air minum pada pengecer dengan sistem air galon isi ulang dengan harga yang bervariasi sekitar Rp.3.000 hingga Rp.6.500 per galon. Sebanyak 83 responden melakukan pembelian air galon dengan sistem air galon isi ulang. Dapat dilihat rata-rata responden membeli air galon isi ulang yang seharga Rp.4.000 per galon sebanyak 35 responden, tetapi jika dilihat dari jumlah konsumsi banyak yang mengkonsumsi air galon dengan harga Rp.5.000 sebanyak 191 galon. Hal ini dikarenakan banyak responden yang membeli air galon di kelas tengah dan harga masih terjangkau. Tabel 16 Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang Harga Air Galon (Rp) 3.000 3.500 4.000 5.000 6.000 6.500 Total
Jumlah Responden (orang) 4 3 35 30 8 3 83
Jumlah Konsumsi Air Galon (Galon/bulan)
Total Biaya Pengeluaran (Rp/bulan)
16 10 140 191 53 6 416
48.000 35.000 560.000 955.000 318.000 39.000 1.955.000
Biaya pengganti konsumsi air galon isi ulang dari 83 responden untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama satu bulan dapat dihitung dari jumlah konsumsi air galon dikalikan dengan harga air galon tersebut. Total biaya pengeluaran air galon isi ulang masyarakat Desa Namo Bintang sebesar Rp.23.554 per bulan. Biaya konsumsi air bersih masyarakat di Desa Namo Bintang tidak hanya dari pembelian air galon isi ulang, tetapi juga pengeluaran terhadap PAM. Rata-rata biaya pengeluaran PAM sebesar Rp.44.250. Biaya pengeluaran PAM hanya dikeluarkan oleh responden masyarakat non pemulung karena masyarakat non pemulung khawatir untuk menggunakan air sumur yang ada di sekitar TPAS Namo Bintang. Berdasarkan Tabel.17 diketahui total biaya konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang sebesar Rp.108.350.792 per bulan atau Rp.1.300.209.504 per tahun yang diperoleh dari penjumlahan biaya pengeluaran air galon isi ulang dan PAM. Data mengenai total biaya pengganti konsumsi air bersih di Desa Namo Bintang dapat dilihat pada Tabel 17.
52 Tabel 17 Total biaya pengganti konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang Jenis Sumber Air
Jumlah Total Biaya Rata-rata Biaya Jumlah Responden Pengeluaran Pengeluaran Rumah (orang) (Rp/bulan) (Rp/bulan) Tangga (KK) (A) (B) (C=B/A) (D) Air Galon Isi Ulang 83 1.955.000 23.554 1.598 PAM 32 1.416.000 44.250 1.598 Total Biaya Konsumsi Air Bersih yang Dikeluarkan Masyarakat (Rp/bulan)
Total Biaya Pengganti (Rp/bulan) (E=CxD) 37.639.292 70.711.500 108.350.792
Biaya yang harus dikeluarkan oleh responden masyarakat pemulung dan non pemulung adalah biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih. Estimasi total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat sebanyak Rp.164.600.392 per bulan atau Rp.1.975.204.704 per tahun. Hasil tersebut didapat dari penjumlahan biaya pengobatan dan biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih dikalikan dengan jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Namo Bintang. 6.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan Keberadaan TPAS “Namo Bintang” mengakibatkan adanya pencemaran
terhadap air sumur, sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Pada penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan diukur dari biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Fungsi penurunan kualitas lingkungan sebagai variabel tidak bebas (dependent variable), yaitu biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih yang diduga berpengaruh terhadap variabel bebas (independent variable), yaitu umur (X1), tingkat pendapatan (X2), tingkat pendidikan (X3), dummy pekerjaan (X4), jumlah tanggungan (X5), jarak tempat tinggal (X6), dummy kualitas air (X7), dummy kebersihan lingkungan (X8), dan tingkat kesehatan (X9). Berdasarkan hasil persamaan model regeresi linear yang disajikan pada Tabel 18 sebagai berikut: Ln Y = 10,337 – 0,039 ln X1 + 0,107 ln X2 + 0,006 ln X3 – 1,690 X4 (dummy) + 0,017 ln X5 – 0,074 ln X6 – 0,066 X7 (dummy) – 0,200 X8 (dummy) + 0,001 X9 (dummy)
53 Tabel 18
Hasil regresi linear berganda terhadap biaya konsumsi air bersih masyarakat Desa Namo Bintang
Model (Constant) X1 (Umur) X2 (Tingkat Pendapatan) X3 (Tingkat Pendidikan) X4 (Pekerjaan) (dummy) X5 (Jumlah Tanggungan) X6 (Jarak) X7 (Kualitas Air) (dummy) X8 (Kebersihan Lingkungan) (dummy) X9 (Tingkat Kesehatan) (dummy) R-square R-square adj. Durbin Watson Sig. F Asymp. Sig. (2-tailed)
keterangan: **** *** ** *
Unstandardized Coefficients B 10,337 -0,039 0,107 0,006 -1,690 0,017 -0,074 -0,066
Collinearity Statistics VIF
t 11,016 -0,373 2,013 0,804 -25,361 2,866 -1,321 -0,689
Sig 0,000 0,711 **0,049 0,425 *0,000 *0,006 ****0,191 0,493
-0,200
-1,563
***0,123
1,273
0,001
0,016
0,987
1,134
1,122 1,183 1,513 1,539 1,232 1,417 1,333
94,7% 93,9% 2,234 0,000a 0,485
nyata pada taraf α = 20% dan berpengaruh sebesar 80% nyata pada taraf α = 15% dan berpengaruh sebesar 85% nyata pada taraf α = 5% dan berpengaruh sebesar 95% nyata pada taraf α = 1% dan berpengaruh sebesar 99%
Berdasarkan hasil regresi, dilihat nilai R-square adj. yang dihasilkan sebesar 93,9% yang berguna untuk melihat keakuratan model. Dijelaskan bahwa 93,9% keragaman eksternalitas negatif dapat dijelaskan oleh variabel bebas (independent variable) yaitu umur, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, kualitas air, kualitas lingkungan, dan kesehatan, sedangkan 6,1% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Model regresi linear berganda yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi klasik, yaitu uji normalitas, tidak terdapat heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Hasil uji tersebut sebagai berikut: 1.
Uji Normalitas Uji normalitas dilihat dari kurva normal pada histogram yang tertera pada
Lampiran 5 dapat dikatakan bahwa model berdistribusi normal dengan mean sebesar 2,47 e-14. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual berada di sekitar nol dan dikatakan terstandarisasi menyebar secara normal. Lebih tepatnya dilakukan uji chi square atau Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan software SPSS.16 yang tertera pada Lampiran 5, untuk
54 menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,485, dimana nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari (α=0,20). Hal ini menunjukkan nilai residual menyebar secara normal. 2.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilihat dari sebaran pola yang ada pada scatterplot.
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas (Lampiran 5) terlihat tidak membentuk pola dan menyebar bebas. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pelanggaran heteroskedastisitas pada model regresi. 3.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF. Nilai VIF yang kurang dari
sepuluh (VIF<10) menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil regresi terhadap model tidak terdapat pelanggaran multikolinearitas karena dilihat dari masing-masing variabel memiliki VIF kurang dari sepuluh (VIF<10) yang terdapat pada Lampiran 5. 4.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson (DW). Firdaus
(2004) menyatakan nilai DW diantara 1,55 dan 2,46 menunjukkan tidak ada autokorelasi. Hasil pengolahan data diketahui nilai DW sebesar 2,234, hal ini membuktikan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi ini. Berdasarkan hasil model regresi tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik, hal ini menunjukan bahwa model layak untuk digunakan. Data pada Tabel 17 menjelaskan variabel-variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap model regresi pada α=1%, α=5%, α=15%, dan α=20% adalah variabel tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan lingkungan, sedangkan variabel lain yaitu umur, tingkat pendidikan, kualitas air, dan tingkat kesehatan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan). Variabel tingkat pendapatan (X2) memiliki P-value sebesar 0,049 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 5%. Koefisien variabel tingkat pendapatan bertanda positif (+) dan memiliki nilai sebesar 0,107. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingginya pendapatan yang diperoleh seseorang dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang sebesar 1% maka
55 diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat sebesar 0,107% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Responden yang memiliki pendapatan tinggi akan merasa berkecukupan untuk menanggulangi eksternalitas negatif yang ada dengan mengeluarkan biaya konsumsi air bersih. Variabel dummy pekerjaan (X4) memiliki P-value sebesar 0,000 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 1%. Koefisien variabel dummy pekerjaan bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -1,690. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa pekerjaan sebagai pemulung lebih sedikit mengeluarkan biaya konsumsi air bersih dibandingkan dengan pekerjaan sebagai non pemulung. Artinya besarnya biaya konsumsi air bersih terhadap pekerjaan sebagai pemulung lebih sedikit 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih pemulung lebih sedikit dibandingkan dengan pekerjaan sebagai non pemulung sebanyak 1,690% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini disebabkan masyarakat pemulung sudah terbiasa dengan keadaan disekitar sampah dan responden yang tidak bekerja sebagai pemulung mengeluarkan biaya pengeluarannya untuk air bersih. Variabel jumlah tanggungan (X5) memiliki P-value sebesar 0,006 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 1%. Koefisien variabel jumlah tanggungan bertanda positif (+) dan memiliki nilai sebesar 0,017. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka dapat meningkatkan besarnya pengeluaran konsumsi air bersih. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan seseorang sebesar 1% maka diduga besarnya pengeluaran untuk biaya konsumsi air bersih meningkat sebesar 0,017% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah tanggungan seseorang dalam satu keluarga akan membutuhkan air yang lebih banyak. Variabel jarak tempat tinggal (X6) memiliki P-value sebesar 0,191 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien variabel jarak tempat tinggal bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,074. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi TPAS, maka besarnya biaya konsumsi air bersih akan menurun. Artinya semakin jauh jarak tempat tinggal masyarakat ke lokasi
56 TPAS sebesar 1%, maka diduga besarnya biaya pengganti terhadap konsumsi air bersih akan menurun sebesar 0,074% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak tempat tinggal seseorang dari TPAS, menyebabkan air yang tercemar lebih kecil. Variabel dummy kebersihan lingkungan (X8) memiliki P-value sebesar 0,123 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 15%. Koefisien variabel dummy kebersihan lingkungan bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,200. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal seseorang, maka biaya konsumsi air bersih akan lebih besar. Artinya semakin kurang baik kebersihan lingkungan tempat tinggal sebesar 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih akan lebih besar 0,200% dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus). Variabel umur (X1) memiliki nilai P-value sebesar 0,711 yang artinya variabel tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien variabel umur bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,039. Tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tua umur seseorang, semakin lama tinggal di sekitar TPAS maka biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya semakin muda umur seseorang sebesar 1% dan baru tinggal di sekitar TPAS, maka diduga konsumsi air bersih menurun 0,039% dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus). Hal ini tidak sesuai karena berdasarkan keadaan di lapang umur responden tidak mencerminkan lama tinggal seseorang, tidak semakin tua umur responden semakin lama tinggal di sekitar TPAS tersebut. Variabel tingkat pendidikan (X3) memiliki nilai P-value sebesar 0,425 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien variabel tingkat pendidikan bertanda positif (+) dan memiliki nilai sebesar 0,006. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mengetahui akan pentingnya mengkonsumsi air bersih sehingga biaya konsumsi air bersih meningkat. Artinya semakin tinggi pendidikan seseorang sebesar 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih meningkat 0,006% dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus). Hal ini disebabkan karena pengetahuan seseorang tentang air bersih lebih tinggi, sehingga tidak masalah untuk mengeluarkan biaya konsumsi air bersih lebih banyak.
57 Variabel dummy kualitas air (X7) memiliki P-value sebesar 0,493 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien variabel kualitas air bertanda negatif (-) dan memiliki nilai sebesar -0,066. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin kurang baik kualitas air, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih yang dikeluarkan. Artinya semakin kurang baik kualitas air 1%, maka diduga biaya konsumsi air bersih lebih besar 0,066% dengan asumsi peubah lain tetap (cateris paribus). Variabel dummy tingkat kesehatan (X9) memiliki P-value sebesar 0,987 yang artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata (α) 20%. Koefisien variabel tingkat kesehatan bertanda positif (+) dan memiliki nilai sebesar 0,001. Sesuai dengan hipotesis awal bahwa semakin lebih baik tingkat kesehatan seseorang, maka akan lebih besar biaya konsumsi air bersih. Hal ini disebabkan karena tingkat kesehatan berpengaruh terhadap air yang dikonsumsi. 6.4 Implikasi dan Rekomendasi Pengelolaan sampah terkait Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 dalam Pasal 20 mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan kegiatan dalam menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap, memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan, memfasilitiasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang, dan memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. Selain itu, pada Pasal 26 dalam bagian kerjasama dan kemitraan dalam pengelolaan sampah, pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama antar pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. Hal ini berkaitan dengan Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berisi akan pemberian hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Berdasarkan peraturan pengelolaan sampah di atas dapat disimpulkan implikasi dari penelitian ini, yaitu mengadakan kerjasama antara Pemerintah Kota Medan, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dengan masyarakat untuk membuat suatu kelembagaan pengelolaan sampah seperti mengadakan sosialisai akan pengelolaan sampah yang lebih baik. Sosialisasi pengolahan sampah menjadi
58 kompos berupaya untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat memanfaatkan ekonomi langsung dari sampah yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan pemerintah. Selain dapat mengurangi jumlah sampah yang ada di TPAS “Namo Bintang”, pengolahan sampah menjadi kompos juga dapat memberikan insentif tambahan bagi masyarakat sekitar. Insentif tersebut berupa pemasukan dalam bentuk uang tunai yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menetapkan kebijakan yang lebih baik lagi dengan menetapkan peraturan jarak keberadaan tempat tinggal masyarakat terhadap lokasi TPAS “Namo Bintang”, demi terwujudnya lingkungan hidup yang baik dan sehat, sehingga masyarakat pemulung tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk membeli konsumsi air bersih.
59
VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1.
Persepsi mayoritas masyarakat pemulung maupun non pemulung terhadap kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” adalah baik. Bagi responden masyarakat pemulung, kualitas lingkungan dirasa baik karena sudah terbiasa dengan keberadaan TPAS “Namo Bintang”. Masyarakat non pemulung juga tidak terlalu merasakan gangguan akibat keberadaan TPAS “Namo Bintang” dan tidak merasakan masalah kesehatan.
2.
Keberadaan TPAS “Namo Bintang” memiliki dampak positif dan esternalitas negatif. Dampak positif yaitu adanya sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar dan adanya nilai tambah dari pengolahan pupuk kompos yang dilakukan oleh masyarakat pemulung. Rata-rata nilai tambah sebesar Rp.100,546 dengan presentase sebesar 43,251%. Hal ini juga ditunjukkan dari tingkat keuntungan yang dihasilkan sebesar Rp 15,477 per kilogram bahan baku yang diolah dengan presentase sebesar 15,639%. Selain memiliki dampak positif, juga memiliki eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif dapat dilihat dari adanya biaya pengobatan dan adanya biaya pengganti akan konsumsi air bersih.
3.
Variabel-variabel dalam faktor-faktor penurunan kualitas lingkungan yang berpengaruh secara nyata adalah tingkat pendapatan, pekerjaan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, dan kebersihan lingkungan. 7.2 Saran
1.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola TPAS “Namo Bintang” dan Dinas Kebersihan Kota Medan untuk pengelolaan dan pengolahan sampah di TPAS “Namo Bintang” yang lebih baik.
2.
Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat pemulung untuk dapat terlibat langsung dalam kegiatan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos dengan menjalin kerjasama antara pihak TPAS “Namo Bintang”, Pemerintah
60 Daerah dengan masyarakat untuk mengadakan pelatihan pembuatan pupuk kompos agar pengurangan sampah bertahap dapat berjalan dan adanya insentif dari tambahan bagi masyarakat sekitar serta berkurangnya penurunan kualitas lingkungan yang ada. 3.
Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai faktorfaktor penurunan kualitas lingkungan dengan menggunakan variabel tingkat pengetahuan masyarakat dalam tingkat pemilahan sampah rumah tangga.
61
DAFTAR PUSTAKA Azwar A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta (ID): Mutiara Sumberwidya. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Biro Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang. Sumatera Utara (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Biro Pusat Statistik Kota Medan. Sumatera Utara (ID): Badan Pusat Statistik. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan. Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum. Bintoro HMH. 2008. Sampah Kota, Kompos dan Banjir. Bogor (ID): IPB Press. Bujangusti Y. 2009. Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Deddy A. 2005. Peluang Pasar Kompos Hasil Pengomposan Sampah Pasar Prosiding Lokakarya Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. 2005 Feb 17; Bogor (ID): Fakultas Pertanian IPB. Dinas Kebersihan Kota Medan. 2002. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan. Dinas Kebersihan Kota Medan. 2010. Manajemen Pengelolaan Persampahan Kota Medan. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan 2010. Dinas Kebersihan Kota Medan. 2011. Laporan Akuntabilitas Dinas Kebersihan Kota Medan 2010. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan 2011. Dinas Kebersihan Kota Medan. 2012. Jumlah Timbulan Sampah Kota Medan 2011-2012. Medan (ID): Dinas Kebersihan Kota Medan. Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Fazaria DA. 2013. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Garrod G, Kenneth GW. 1999. Economic Valuation of the Environment Methods and Case Studies. United Kingdom (UK): Edward Elgar Publishing. Gujarati DN. 2003. Basic Econometric 4th edition. New York (USA): Mc Graw Hill-Irvine. Gujarati DN. 2007a. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid I. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
62 Gujarati DN. 2007b. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor (ID): CGPRT Centre. Jones GE, Ben D, Salman H. 2000. Ecological Economic an Introduction. England (UK): Blackwell Science Ltd Oxford. Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Profil Kota Medan. http://ciptakarya.pu.go.id/profil/barat/sumut/medan.pdf diakses tanggal 29 Juni 2013. Lind DA, William GM, Samuel AW. 2008. Teknik-teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global Edisi 13 Buku 2. Jakarta (ID): Salemba Empat. Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mangkoesoebroto G. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Marimin, Maghfiroh N. 2011. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Martono N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada. Naria E. 1999. Insektisida Nabati untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan Masyarakat Vol. IX No. 1. Medan (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Nazir M. 2011.Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Notoatmodjo. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta Sandjoyo AB. 2013. Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sankar. 2008. Environmental Externalities. Chennai (IN): Madras School of Economics. Sudradjat HR. 2009. Mengelola Sampah Kota. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung (ID): Alfabeta.
63 Suhan YG. 2009. Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Tampubolon BA. 2011. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Wardhana WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Yogyakarta (ID): Andi Offest. Yusuf R. 2012. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Sampah Organik Menjadi Pupuk Kompos (Studi Kasus di Rumah Kompos Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
64
65
LAMPIRAN
66 Lampiran 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Data rumah tangga, penduduk, dan rata-rata penduduk per rumah tangga di Kecamatan Pancur Batu tahun 2011 Desa
Bintang Meriah Sugau Tiang Layar Salam Tani Namo Riam Durin Simbelang A Durin Tunggal Pertampilen Hulu Namo Simpur Namo Bintang Simalingkar A Perumnas Simalingkar Baru Lama Kampung Tengah Namorih Durian Jangak Tuntungan II Tuntungan I Gunung Tinggi Sei Gelugur Suka Raya Tanjung Anom Sembahe Baru
Rumah Tangga (RT) 292 335 392 365 414 639 664 363 915 325 1.598 849 1.665 1.659 1.353 531 306 499 1.144 845 436 1.461 983 2.341 797
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang 2012
Penduduk
Rata-rata/RT
1.126 1.229 1.386 1.337 1.592 2.483 2.557 1.497 3.813 1.229 6.180 3.469 7.307 6.901 5.555 2.472 1.189 1.856 4.580 3.427 1.611 6.099 3.921 9.918 3.000
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4
67 Lampiran 2 Biaya kesehatan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Kesehatan 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Jenis Penyakit Demam Diare Demam Diare Demam Tidak Ada ISPA Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada ISPA Diare ISPA Diare Tidak Ada ISPA Tidak Ada Demam Tidak Ada Tidak Ada ISPA ISPA Tidak Ada Tidak Ada ISPA ISPA Tidak Ada Diare Tidak Ada ISPA Demam Tidak Ada ISPA Diare ISPA ISPA Tidak Ada Sakit Kepala Sakit Kepala Diare Diare
Biaya Berobat (Rp/bulan) 20 000 50 000 15 000 25 000 20 000 0 25 000 0 0 0 30 000 30 000 50 000 50 000 0 35 000 0 35 000 0 0 50 000 40 000 0 0 35 000 30 000 0 40 000 0 40 000 25 000 0 40 000 30 000 40 000 25 000 0 35 000 20 000 25 000 30 000
68 Lampiran 2 Lanjutan Responden Kesehatan Jenis Penyakit 42 1 Tidak Ada 43 1 Tidak Ada 44 1 Tidak Ada 45 0 ISPA 46 0 ISPA 47 0 ISPA 48 1 Tidak Ada 49 1 Tidak Ada 50 1 Tidak Ada 51 0 Diare 52 1 Tidak Ada 53 1 Tidak Ada 54 1 Tidak Ada 55 1 Tidak Ada 56 1 Tidak Ada 57 1 Tidak Ada 58 1 Tidak Ada 59 1 Tidak Ada 60 1 Tidak Ada 61 0 Diare 62 0 Demam 63 0 Diare 64 1 Tidak Ada 65 1 Tidak Ada 66 1 Tidak Ada 67 1 Tidak Ada 68 1 Tidak Ada 69 1 Tidak Ada 70 0 Demam 71 1 Tidak Ada 72 1 Tidak Ada 73 0 Sakit Kepala 74 1 Tidak Ada 75 1 Tidak Ada 76 1 Tidak Ada 77 1 Tidak Ada 78 1 Tidak Ada 79 0 Sakit Kepala 80 0 Demam 81 1 Tidak Ada 82 1 Tidak Ada 83 1 Tidak Ada Biaya Pengobatan (Rp/bulan) Responden (Orang) Rata-rata Biaya Pengobatan (Rp/bulan) Populasi Rumah Tangga (KK) Total Biaya Pengobatan (Rp/bulan)
Biaya 0 0 0 35 000 25 000 40 000 0 0 0 20 000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 45 000 25 000 30 000 0 0 0 0 0 0 25 000 0 0 15 000 0 0 0 0 0 20 000 25 000 0 0 0 915 000 26 35 200 1 598 56 249 600
69 Lampiran 3 Biaya pengganti konsumsi air bersih Responden
JT (Orang)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
3 5 3 2 0 3 0 2 4 3 4 2 3 4 2 0 2 3 2 1 0 1 0 3 0 3 5 0 2 2 0 3 2 4 1 0 0 0
Harga Air Galon (Rp) 5 000 5 000 5 000 4 000 4 000 3 000 4 000 4 000 4 000 3 500 4 000 4 000 5 000 4 000 4 000 4 000 4 000 3 000 5 000 4 000 4 000 4 000 5 000 5 000 4 000 5 000 5 000 4 000 4 000 4 000 4 000 5 000 5 000 4 000 4 000 4 000 4 000 4 000
Konsumsi (Galon) 3 5 3 2 2 4 2 2 5 4 5 2 3 5 2 2 2 4 2 2 2 2 2 3 2 3 5 2 2 2 2 3 2 5 2 2 2 2
Biaya Air Galon (Rp/bln) 15 000 25 000 15 000 8 000 8 000 12 000 8 000 8 000 20 000 15 000 20 000 8 000 15 000 20 000 8 000 8 000 8 000 12 000 10 000 8 000 8 000 8 000 10 000 15 000 8 000 15 000 25 000 8 000 8 000 8 000 8 000 15 000 10 000 20 000 8 000 8 000 8 000 8 000
PAM (Rp/bln)
Total Biaya (Rp/bln)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 000 25 000 15 000 8 000 8 000 12 000 8 000 8 000 20 000 15 000 20 000 8 000 15 000 20 000 8 000 8 000 8 000 12 000 10 000 8 000 8 000 8 000 10 000 15 000 8 000 15 000 25 000 8 000 8 000 8 000 8 000 15 000 10 000 20 000 8 000 8 000 8 000 8 000
70 Lampiran 3 Lanjutan Responden
JT (Orang)
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
2 1 2 1 2 1 1 2 3 2 1 2 3 2 3 0 0 4 4 6 4 1 1 2 2 1 1 1 1 2 3 3 2 1 1 2 2 1
Harga Air Galon (Rp) 5 000 4 000 5 000 4 000 5 000 4 000 4 000 5 000 5 000 5 000 6 500 4 000 3 000 6 000 5 000 5 000 6 000 5 000 5 000 6 000 5 000 6 500 5 000 6 000 5 000 6 000 5 000 5 000 5 000 6 500 4 000 5 000 5 000 4 000 5 000 4 000 6 000 4 000
Konsumsi (Galon) 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 5 3 4 2 2 5 5 7 5 2 2 3 3 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2
Biaya Air Galon (Rp/bln) 10 000 8 000 10 000 8 000 10 000 8 000 8 000 10 000 15 000 10 000 13 000 12 000 15 000 18 000 20 000 10 000 12 000 25 000 25 000 42 000 25 000 13 000 10 000 18 000 15 000 6 000 10 000 10 000 10 000 13 000 12 000 15 000 15 000 12 000 15 000 8 000 18 000 8 000
PAM (Rp/bln)
Total Biaya (Rp/bln)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 38 000 45 000 40 000 33 000 30 000 35 000 33 000 30 000 80 000 50 000 57 000 60 000 45 000 40 000 45 000 35 000 55 000 40 000 55 000 40 000 35 000 45 000 65 000 35 000 30 000
10 000 8 000 10 000 8 000 10 000 8 000 8 000 10 000 15 000 10 000 13 000 12 000 15 000 56 000 65 000 50 000 45 000 55 000 60 000 75 000 55 000 93 000 60 000 75 000 75 000 51 000 50 000 55 000 45 000 68 000 52 000 70 000 55 000 47 000 60 000 73 000 53 000 38 000
71 Lampiran 3 Lanjutan Responden
JT (Orang)
Harga Air Galon (Rp) 4 000 6 000 3 500
Konsumsi (Galon)
Biaya Air Galon (Rp/bln) 16 000 12 000 10 500
PAM (Rp/bl n) 45 000 35 000 40 000
77 3 4 78 1 2 79 2 3 80 2 3 000 3 9 000 47 000 81 2 3 500 3 10 500 38 000 82 3 4 000 5 20 000 55 000 83 3 6 000 4 24 000 60 000 Responden Konsumsi Air Galon Isi Ulang (Orang) Total Biaya Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) Rata-rata Biaya Konsumsi Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) Populasi Rumah Tangga (KK) Total Biaya Pengganti Air Galon Isi Ulang (Rp/bulan) Responden Konsumsi PAM (Orang) Total Biaya PAM (Rp/bulan) Rata-rata Biaya Konsumsi PAM (Rp/bulan) Populasi Rumah Tangga (KK) Total Biaya Pengganti PAM (Rp/bulan) Total Biaya Pengganti terhadap Konsumsi Air Bersih (Rp/bulan)
Total Biaya (Rp/bln) 61 000 47 000 50 500 56 000 48 500 75 000 84 000 83 1 955 000 23 554 1 598 37 639 292 32 1 416 000 44 250 1 598 70 711 500 108 350 792
72
Lampiran 4 Rincian Analisis Nilai Tambah Pupuk Kompos di TPAS “Namo Bintang” pada Januari-Februari 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
Uraian Output, input dan harga Output yang dihasilkan (Kg/bulan) Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) Tenaga kerja (HOK/bulan) Faktor konversi (1/2) Koefisien tenaga kerja (3/2) Harga output (Rp/kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input) Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) Sumbangan input lain (Rp/kg output) Nilai output (4 x 6) (Rp/kg) a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg) b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100% a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg) b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi Marjin (10-8) (Rp/kg) a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%)
1
2
3
Rata-rata
14 000,000 16 000,000 25,000 0,875 0,002 250,000 50 000,000
16 000,000 18 000,000 37,500 0,889 0,002 300,000 50 000,000
10 000,000 12 000,000 17,500 0,833 0,001 250,000 50 000,000
13 333,333 15 333,333 26,667 0,866 0,002 266,667 50 000,000
50,000 78,585 218,750 90,165 41,218 78,125 86,647 12,040 13,353
50,000 93,103 266,667 123,564 46,336 104,167 84,302 19,397 15,698
50,000 70,422 208,333 87,911 42,197 72,917 82,944 14,994 17,056
50,000 80,704 231,250 100,546 43,251 85,069 84,631 15,477 15,369
168,750 46,296 46,569 7,135
216,667 48,077 42,971 8,952
158,333 46,053 44,477 9,470
181,250 46,809 44,672 8,519
73 Lampiran 5 Hasil Model Regresi Linear Berganda Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model
B
1 (Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
10,337
0,938
X1
-0,039
0,103
X2
0,107
X3
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
Tolerance VIF
11,016
0,000
-0,012
-0,373
0,711
0,891 1,122
0,053
0,065
2,013
**0,049
0,846 1,183
0,006
0,008
0,029
0,804
0,425
0,661 1,513
X4
-1,690
0,067
-0,934
-25,361
*0,000
0,650 1,539
X5
0,017
0,006
0,094
2,866
*0,006
0,812 1,232
X6
-0,074
0,056
-0,047
-1,321 ****0,191
0,706 1,417
X7
-0,066
0,095
-0,024
-0,689
0,493
0,750 1,333
X8
-0,200
0,128
-0,052
-1,563
***0,123
0,786 1,273
X9
0,001
0,056
0,001
0,016
0,987
0,882 1,134
a. Dependent Variable: Y keterangan: **** nyata pada taraf α = 20% dan berpengaruh sebesar 80% *** nyata pada taraf α = 15% dan berpengaruh sebesar 85% ** nyata pada taraf α = 5% dan berpengaruh sebesar 95% * nyata pada taraf α = 1% dan berpengaruh sebesar 99%
Uji F H0: Semua variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas H1: Semua variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel bebas Sig. (P-value) (,000a) < (α=0,20) maka tolak H0, artinya semua variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (model signifikan). ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
52,071
9
5,786
2,908
60
0,048
54,979
69
F 119,359
Sig. 0,000a
a. Predictors: (Constant), X9, X8, X2, X5, X1, X6, X7, X3, X4 b. Dependent Variable: Y Uji Normalitas H0: Data residual berdistribusi normal H1: Data residual tidak bersdistribusi normal Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,458 > (α=0,20), maka asumsi nilai residual menyebar normal terpenuhi.
74 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
70 0,0000000 0,20530524 0,100 0,100 -0,064 0,837 0,485
a. Test distribution is Normal
Nilai mean = 2,47 e-14 dimana mendekati nol yang artinya normal.
75 Uji Heteroskedastisitas Dapat dilihat dari scatterplot, plot tidak berpola atau tidak membentuk pola apapun dengan kata lain menyebar bebas, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran heteroskedastisitas pada model.
Uji Multikolinearitas Berdasarkan hasil regresi semua variabel bebas memiliki nilai VIF kurang dari 10 (VIF < 10), artinya tidak terdapat pelanggaran multikolinearitas. Coefficientsa Collinearity Statistics Model
Tolerance
VIF
1 (Constant) X1
0,891
1,122
X2
0,846
1,183
X3
0,661
1,513
X4
0,650
1,539
X5
0,812
1,232
X6
0,706
1,417
X7
0,750
1,333
X8
0,786
1,273
X9
0,882
1,134
a. Dependent Variable: Y
76 Uji Autokorelasi Hasil regresi memiliki nilai Durbin-Watson 2,234 yang menunjukkan tidak terjadi pelanggaran autokorelasi karena berada pada selang antara 1,55 dan 2,46 (Firdaus 2004). Model Summaryb Model
R
1
0,973a
R Square 0,947
Adjusted R Square 0,939
Std. Error of the Estimate 0,2201653
a. Predictors: (Constant), X9, X8, X2, X5, X1, X6, X7, X3, X4 b. Dependent Variable: Y
DurbinWatson 2,234
77 Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
Gambar 1 TPAS “Namo Bintang”
Gambar 3 Pengayakan tanah endapan sampah
Gambar 5 Keadaan tempat pengomposan di TPAS “Namo Bintang”
Gambar 2 Tumpukan sampah plastik es
Gambar 4 Penjemuran tanah endapan sampah
Gambar 6 Hasil pupuk kompos yang sudah dikemas
78
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Februari 1992 dan putri satusatunya dari pasangan Eri Rangkuti dan Tengku Teviana. Penulis memulai pendidikan di TK Sarah School Medan pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Harapan 1 Medan tahun 1997, selanjutnya di SMP Negeri 1 Medan pada tahun 2003, dan SMA Negeri 1 Medan pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti organisai kemahasiswaan di IPB seperti Himpunan Mahasiswa Profesi (HIMPRO) Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai staff Divisi Campus Social Responsibility (CSR) tahun 2010-2011 dan aktif mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam kampus IPB. Penulis juga bergabung di Indonesian Youth Conference (IYC) tahun 2012.