Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI INSTALASI RADIOMETALURGI SECARA PENYERAPAN DAN KONDISIONING Aisyah*, Herlan Martono*, Thamsil Laz** * Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ** Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI INSTALASI RADIOMETALURGI SECARA PENYERAPAN DAN KONDISIONING. Pengujian bahan bakar paska iradiasi di Instalasi Radiometalurgi (IRM) akan menimbulkan limbah radioaktif. Berdasarkan pendekatan perhitungan secara teoritis dan analisis di laboratorium, maka limbah IRM dikategorikan sebagai limbah aktivitas rendah – sedang yang terkontaminasi radionuklida berumur paro panjang yang memerlukan kondisioning dengan polimer. Limbah IRM berupa cairan, sehingga memerlukan penyerapan radionuklida yang terkandung dalam limbah sebelum proses kondisioning. Penyerapan dilakukan dengan resin penukar ion yang memiliki kapasitas tukar kation yang relatif besar. Resin yang telah jenuh dengan radionuklida kemudian dikondisioning dengan polimer. Dipelajari kemampuan polimer poliester sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah IRM simulasi. Percobaan dilakukan dengan kandungan limbah 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 % berat. Karakteristik polimer limbah hasil kondisioning dilakukan dengan menentukan densitas, kuat tekan dan laju pelindihannya. Densitas ditentukan dengan mengukur berat dan volume contoh polimer limbah hasil kondisioning, kuat tekan ditentukan dengan alat uji tekan Paul Weber, sedangkan laju pelindihan dilakukan dengan alat uji lindih soxhlet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi kandungan limbah, maka densitas, kuat tekan dan laju pelindihan akan semakin besar. Karakteristik polimer limbah hasil kondisioning yang optimum diperoleh pada kandungan limbah 20 % berat. Kandungan limbah yang lebih besar akan mengakibatkan laju pelindihan meningkat. Hal ini berarti potensi pelepasan nuklida yang telah terkungkung dalam poliester ke luar lingkungan cukup besar.
ABSTRACT PROCESSNG OF LIQUID WASTE FROM THE RADIOMETALLURGY INSTALLATION BY SORPTION AND CONDITIONING. The post-irradiation test of experimental fuels in a Radiometallurgy Installation (RMI) may produce radioactive waste. Based on analysis and empirical calculation, the waste produced from the installation is categorized as low- intermediate level waste that contaminated with long life radionuclide and it needs to be conditioned with polymer. The RMI waste is liquid state, therefore sorption of the radionuclide contained in the waste is necessary prior to conditioning. The sorption of radionuclide is made possible by means of ionic-resin exchanger that has relatively large cationic exchange capacity. The resin that is saturated by the radionuclide is then to be conditioned with polymer. The suitability of polyester as matrix material for conditioning of simulated of RMI waste was studied. The experiment was performed for waste loading of 0, 10, 20, 30, 40 and 50 weight-percent. The characteristic of the conditioned waste was determined by measuring density, compression strength and leaching rate. The waste density was determined by measuring weight and volume, the compression strength was determined by the Paul Weber Compression Test, while the leaching rate was determined by means of soxhlet. The result shows that the higher waste loading gives the higher density, compression strength and leaching rate. The best characteristic of the conditioned waste lays on 20 % waste loading. The higher waste loading results in the higher leaching rate that gives higher possibility of radio-nuclide to escape to the environment.
iradiasi yang diuji memiliki pengkayaan uranium 20 % dan diiradiasi dalam reaktor untuk jangka waktu yang lama, sehingga ditimbulkan limbah radioaktif yang mengandung campuran radionuklida hasil belah dan aktinida [1]. Hasil analisis laboratorium IRM menunjukkan bahwa limbah cair memiliki aktivitas total 122,608 Bq/ml, jumlah 2 liter dengan pH = 1, paparan gamma 174 μSv/jam dengan kandungan radionuklida seperti disajikan pada Tabel 1 [2].
PENDAHULUAN Efek samping dari pengembangan dan penerapan teknologi nuklir adalah timbulnya limbah radioaktif. Limbah radioaktif ditimbulkan dari operasi reaktor, fabrikasi elemen bakar nuklir, proses olah ulang bahan bakar bekas reaktor, pusat litbang (penelitian dan pengembangan) seperti litbang pada Instalasi Radiometalurgi (IRM), dan sebagainya. Kegiatan yang dilakukan di IRM antara lain adalah pengujian bahan bakar paska iradiasi. Bahan bakar paska
63
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Tabel 1. Limbah Cair dari IRM [2] No. Radionuklida 109
2.
144
Ce
1,20
3.
106
Ru
0,30
4.
134
2,60
5.
137
Cs
116,00
6.
60
Co
0,6
7.
57
Tidak terdeteksi
8.
237
9.
131
0,066
10.
226
Ra
0,042
11.
154
Eu
Tidak terdeteksi
12.
82
Br
Tidak terdeteksi
Cd
Cs
Co Np Ba
Aktivitas Total
yang terkandung dalam limbah sehingga akan diperoleh konsentrat limbah. Konsentrat limbah kemudian dikondisioning dengan polimer.
Limbah Cair Aktivitas (Bq/ml)
1.
ISSN 1410-6086
Banyak bahan yang dapat digunakan sebagai penyerap radionuklida seperti zeolit, bentonit, resin penukar ion dan sebagainya. Diantara bahan penyerap tersebut, resin merupakan bahan penukar ion yang memiliki kapasitas tukar kation yang lebih besar, sehingga memiliki kemampuan yang cukup besar dalam menyerap radionuklida yang terkandung dalam limbah.
1,80
Kondisioning adalah pemadatan limbah dengan bahan matriks tertentu agar terbentuk padatan yang monolith [3]. Polimer dipilih sebagai bahan matriks untuk limbah cair dari IRM karena polimer tahan dalam jangka lama dengan sifat kimia dan fisika yang baik. Semen tidak digunakan sebagai bahan matriks untuk limbah ini karena semen tidak tahan dalam jangka lama, padahal limbah IRM mengandung radionuklida yang berumur ribuan bahkan jutaan tahun. Gelas terlalu mahal jika digunakan sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah ini karena aktivitasnya tidak setinggi dengan limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) dari proses olah ulang [3,4].
Tidak terdeteksi
122,608
Dari Tabel 1 terlihat bahwa kandungan radionuklida hasil belah yang dominan adalah Cs sedangkan aktinida berumur paro panjang tidak terdeteksi. Kategori limbah dari IRM ditentukan berdasarkan pendekatan perbandingan perhitungan aktivitas secara teoritis dan analisis di laboratorium, seperti yang disajikan pada Gambar 1. Dari gambar tersebut tampak bahwa aktivitas limbah cair IRM hasil analisis meluruh lebih lama dengan λrerata sebesar 9,2245 x 10-4 /bulan (t1/2 = 62,580 tahun) dibandingkan dengan aktivitas Cs137 secara teoritis dengan λ sebesar 1,925 x 10-3 /bulan (t1/2 = 30 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa limbah IRM selain mengandung radionuklida Cs137 juga mengandung radionuklida lain dengan umur paro yang lebih panjang namun tidak terdeteksi. Oleh karena itu untuk lebih memperhatikan faktor keselamatan maka dalam penelitian ini limbah IRM dikategorikan sebagai limbah aktivitas rendah-sedang yang terkontaminasi radionuklida umur paro panjang yang memerlukan kondisioning dengan polimer.
Banyak jenis polimer yang telah dipelajari sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah IRM seperti resin epoksi, poliuretan, stiren divinil benzen, dan epoksi akrilat [5,6,7,8,9,10]. Pemilihan polimer sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah IRM salah satunya didasarkan pada sifat ketahanannya terhadap asam. Hal ini karena limbah IRM mengandung asam dengan pH=1. Resin poliester tak jenuh memiliki sifat kuat terhadap asam, tetapi lemah terhadap alkali. Itulah sebabnya maka polimer ini dipelajari sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah cair dari IRM Resin poliester tak jenuh termasuk polimer termosetting, berupa resin cair dengan viskositas relatif rendah yang dengan katalis akan mengeras pada suhu kamar. Secara luas bahan ini dikembangkan sebagai plastik penguat serat dengan menggunakan serat gelas. Resin poliester tak jenuh dalam kebanyakan hal disebut poliester saja, sehingga untuk selanjutnya dalam makalah ini resin poliester tak jenuh ditulis dengan poliester saja [11].
Masalah yang perlu diperhatikan bahwa limbah IRM berupa cairan dengan keasaman yang tinggi, yang jika dikondisioning langsung dengan polimer maka adanya cairan akan mengganggu reaksi polimerisasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan awal limbah tersebut sebelum proses kondisioning. Pengolahan awal dilakukan dengan proses penyerapan radionuklida
64
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Sintesis poliester (tak jenuh) di laboratorium dilakukan dengan reaksi kondensasi dari anhidrit tidak jenuh dengan glikol. Kondensat kemudian dicampur dengan monomer vinil yang reaktif (biasanya dipakai stiren) sehingga terbentuk ikatan silang yang mnemiliki kekuatan tinggi. Sebagai katalis digunakan metil etil keton peroksida (MEKPO) [12,13]. Sifat dari poliester dipengaruhi oleh parameter sintesis seperti pemilihan jenis reaktan dan perbandingannya, perbandingan antara anhidrit maleat dan anhidrit ftalat, propilen glikol dan etilen glikol ataupun propilen glikol dan dietil glikol. Karakteristik yang optimum diperoleh pada perbandingan 60 % anhidrit maleat dalam campuran anhidrit maleat dan anhidrit ftalit, atau 20 % etilen glikol dalam campuran propilen glikol dan
ISSN 1410-6086
etilen glikol. Tabel 2, 3 dan 4 menyajikan jenis alkohol dihidrat, asam dibasa dan monomer vinil yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat resin poliester [14,15,16]. Sesuai dengan Tabel 1 bahwa radionuklida dominan dalam limbah IRM adalah Cs sedangkan aktinida tidak terdeteksi, sehingga dalam penelitian ini dibuat limbah simulasi yang hanya mengandung radionuklida Cs. Karakterisasi hasil polimer limbah hasil kondisioning limbah IRM dilakukan dengan mengukur kuat tekan, densitas dan laju pelindihannya. Kuat tekan diukur dengan alat uji tekan Paul Weber, densitas ditentukan dengan pengukuran berat dan volume sedangkan uji pelindihan diukur dengan alat soxhlet [17].
1,900
ln A (uCi)
1,880 1,860 1,840 1,820 1,800 1,780 0
10
20
30
40
50
60
Waktu peluruhan (bulan) Peluruhan limbah cair IRM secara analitis Peluruhan Cs-137 secara teoritis Gambar 1. Aktivitas limbah cair IRM sebagai fungsi waktu peluruhan. Tabel 2. Alkohol dihidrat yang digunakan dalam sintesis poliester [14]
65
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Tabel 3. Asam dibasa yang digunakan dalam sintesis poliester [14]
Tabel 4. Monomer vinil yang digunakan dalam sintesis poliester [14]
66
ISSN 1410-6086
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
nuklida dengan poliester dalam perbandingan 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 % berat. Sebagai katalis digunakan MEKPO dalam perbandingan 1 % berat poliester. Komposisi campuran yang terdiri dari poliester, resin jenuh dan nuklida Cs dalam contoh disajikan padaTabel 5. Pencampuran dilakukan dalam tabung reaksi dengan waktu curing selama 30 menit. Polimer limbah yang telah kering dipotong-potong untuk dilakukan pengujian densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan.
TATA KERJA Bahan Dalam penelitian ini digunakan bahan: 1. Cesium Chlorida (CsCl) buatan Univar 2. Air bebas mineral 3. Resin Amberlit IR 120 Na dari Rohn and Haas France S, dengan rumus kimia [11,13]:
Pengujian [17] 1.
Pengukuran densitas dilakukan dengan mengukur volume dan berat contoh polimer-limbah yang berbentuk silinder dengan diameter 20 mm. Densitas polimer-limbah dihitung dengan persamaan:
Resin Amberlite IR 120 Na
ρ =
4. Polimer jenis Resin Poliester Tak Jenuh yang dibeli dari pasaran dengan merk dagang YUKATA C 2252 5. Katalis Methyl Ethyl Ketone Peroxide (MEKPO)
2.
Metode Limbah cair IRM simulasi dibuat dengan melarutkan CsCl dalam air bebas mineral dengan konsentrasi 2,5 g/l. Penyerapan dilakukan dengan cara penjenuhan resin dengan nuklida yang terkandung dalam limbah cair simulasi. Penjenuhan dilakukan dengan perhitungan bahwa kapasitas serap resin terhadap Cs adalah 1,5 meq/g. Resin yang telah jenuh dengan nuklida kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C.
m V
dimana ρ: berat jenis (gram cm-3), m: massa contoh (gram), v: volume contoh (cm3). Uji Tekan dilakukan dengan alat tekan Paul Weber. Contoh polimer-limbah yang berbentuk silinder dengan diameter 20 mm dilakukan penekanan sampai pecah. Kekuatan tekan polimerlimbah dihitung dengan persamaan:
σc =
Pmaks A
dimana σc kekuatan tekan (kN/cm2); Pmaks beban tekan maksimum (kN); A luas penampang mula-mula (cm2)
Proses kondisioning dilakukan dengan mencampur resin yang telah jenuh
Tabel 5. Komposisi polimer, resin dan nuklida Cs Kandungan Limbah (%) 0 10 20 30 40 50
Poliester (gram) 25 22,5 20 17,5 15 12,5
Resin Jenuh (gram) 0 2,5 5 7,5 10 12,5
67
Cs (gram) 0 0,499 0,997 1,496 1,995 2,494
Katalis (gram) 0,25 0,225 0,2 0,175 0,15 0,125
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
3.
Laju pelindihan dilakukan menurut Japan Industrial Standard (JIS) , yaitu laju pelindihan dipercepat dalam medium air. Contoh polimer-limbah dalam bentuk silinder dengan diameter 20 mm dimasukkan dalam basket dan dipasang pada alat soxhlet untuk direfluks dengan air bebas mineral pada suhu 100 0C selama 24 jam. Laju pelindihan dihitung berdasarkan berat contoh yang hilang dengan persamaan:
L=
ISSN 1410-6086
perbandingan, pada Gambar 2 juga disajikan penggunaan polimer resin epoksi pada kandisioning limbah IRM. Dari gambar tersebut tampak bahwa penggunaan poliester maupun resin epoksi mempunyai kecenderungan yang mirip satu sama lain, yaitu tampak bahwa semakin besar kandungan limbah maka semakin tinggi densitasnya. Hal ini karena semakin tinggi kandungan limbah, maka semakin banyak jumlah resin jenuh yang mengandung atomatom Cs dengan berat molekul yang tinggi yang terkandung dalam polimer limbah, sedangkan jumlah polimer semakin menurun. Struktur polimer sendiri tersusun dari atom-atom C dan H dengan berat atom yang lebih rendah, sehingga mengakibatkan densitas campuran polimer limbah hasil kondisioning menjadi semakin tinggi. Densitas polimer limbah hasil kondisioning dengan menggunakan poliester lebih besar dari pada menggunakan resin epoksi. Poliester merupakan polimer dengan berat molekul (Mw) yang tinggi yaitu sekitar 103, sedangkan resin epoksi merupakan polimer dengan berat molekul (Mw) yang rendah [11]. Untuk suatu volume yang sama maka polyester akan memiliki berat yang lebih besar. Hal ini terlihat pada Gambar 2 bahwa untuk kandungan limbah 0 % berat, maka densitas poliester lebih besar dari resin epoksi, sehingga dengan kenaikan kandungan limbah yang sama maka densitas polyester limbah akan tetap lebih besar dari resin epoksi limbah.
W0 − W S .t
dimana L laju pelindihan (g cm-2 hari-1), S luas permukaan contoh (cm2 g-1), W0 berat contoh sebelum dilindih (g), W: berat contoh sesudah dilindih (g), t: waktu pelindihan (hari) HASIL DAN PEMBAHASAN Dari semua contoh polimer limbah hasil kondisioning, secara fisik terlihat bahwa makin tinggi kandungan limbah maka warna polimer limbah berubah secara gradasi dari putih menjadi kuning. Hal ini karena adanya pencampuran resin yang telah jenuh dengan nuklida Cs yang berwarna kuning, sehingga semakin tinggi kandungan limbah, yang berarti semakin besar resin yang dikondisioning, maka warna polimer menjadi semakin kuning. Gambar 2 menyajikan pengaruh kandungan limbah terhadap densitas polimer limbah hasil kondisioning. Sebagai
Densitas (gcm-3)
1.2
1.1
1 polie s te r e pok s i [6,7,8]
0.9
0.8 0
10
20
30
40
50
Kandungan Limbah (% berat)
Gambar 2. Pengaruh kandungan limbah terhadap densitas polimer limbah hasil kondisioning
68
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Gambar 3 menyajikan pengaruh kandungan limbah terhadap kuat tekan polimer limbah hasil kondisioning dengan menggunakan poliester. Sebagai perbandingan pada Gambar 3 juga disajikan penggunaan resin epoksi dan semen pada kandisioning limbah IRM. Dari gambar tersebut tampak bahwa kondisioning menggunakan poliester menghasilkan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan resin epoksi dan semen. Poliester merupakan polimer dengan berat molekul yang tinggi yang mengeras dengan membentuk ikatan silang yang kuat. Makin besar kandungan limbah, makin besar kuat tekannya. Hal ini karena unsur-unsur limbah terkungkung diantara ikatan-ikatan dalam polimer sehingga merupakan filler. Pada kandungan limbah 20 % berat, kuat tekan polimer limbah hasil kondisioning menggunakan poliester mencapai maksimum. Untuk kenaikan kandungan limbah lebih lanjut maka kuat tekan akan menurun walaupun penurunan ini masih diatas kuat tekan polimer limbah dengan kandungan limbah 0 % berat. Hal ini karena kenaikan jumlah limbah sudah melebihi kapasitas ruang diantara ikatan-ikatan polimer.
ISSN 1410-6086
ikatan yang lebih kuat. Adanya prosentase kandungan limbah yang semakin besar, maka prosentase polimernya semakin sedikit. Adanya kenaikan kandungan limbah, berarti terdapat kenaikan jumlah bahan yang rapuh seperti Cs yang dengan polimer akan membentuk bahan komposit yang lebih rapuh sehingga kekuatan tekannya semakin turun. Penggunaan semen (campuran semen, pasir dan air dalam perbandingan tertentu) sebagai bahan matriks untuk kondisioning resin bekas yang mengandung limbah radioaktif seperti yang tampak pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semen limbah memiliki kuat tekan yang jauh lebih kecil, lebih rapuh dan mudah pecah dibandingkan dengan polimer limbah baik menggunakan polimer poliester maupun resin epoksi [18,19]. Biasanya untuk memperkuat kondisioning resin bekas dengan semen, maka perlu ditambah aditif. Banyak aditif yang bisa digunakan seperti kapur, vermikulit, silikat [19]. Ketahanan semen limbah maksimal 300 tahun sehingga semen tidak cocok sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah yang mengandung aktinida yang berumur paro panjang sampai jutaan tahun. Semen lebih cocok untuk kondisioning limbah aktivitas rendah dan sedang dengan radionuklida yang berumur paro pendek, sehingga pada saat semen limbah itu hancur radionuklida yang terkandung didalamnya sudah tidak berpotensi membahayakan lingkungan.
Penggunaan resin epoksi sebagai bahan matriks terlihat bahwa kenaikan kandungan limbah akan menurunkan kuat tekannya [7,8]. Hal ini terjadi karena resin epoksi merupakan polimer dengan ikatan linier, sehingga lebih rapuh dibandingkan dengan polimer dengan ikatan silang yang memiliki
14
Kuat Tekan (kNcm-2)
12 10 poliester
8
epoksi [6,7,8]
6
semen [18,19,20]
4 2 0 0
10
20
30
40
50
Kandungan Limbah (% be rat)
Gambar 3. Pengaruh kandungan limbah terhadap kuat tekan polimer limbah hasil kondisioning
69
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Pengaruh kandungan limbah terhadap laju pelindihan polimer limbah hasil kondisioning menggunakan poliester disajikan pada Gambar 4. Sebagai pembanding dalam Gambar 4 disajikan pula hasil penelitian menggunakan resin epoksi sebagai bahan kondisioning limbah IRM. Dari gambar tersebut tampak bahwa penggunaan poliester dan resin epoksi memiliki kecenderungan yang sama yaitu semakin besar kandungan limbah, maka laju pelindihan semakin besar. Hal ini karena konsentrasi radionuklida dalam rongga antara ikatan polimer semakin besar, sehingga perbedaan konsentrasi unsur dalam polimer dan air pelindih sebagai daya dorong proses difusi menjadi semakin besar. Bahkan pada kandungan limbah yang semakin besar, maka akan terjadi intrusi air pelindih kedalam polimer limbah. Adanya kontak air pelindih dengan resin yang telah mengikat radionuklida, maka resin akan mengembang (swelling), bahkan untuk kandungan limbah yang semakin besar, dalam pegujian polimer limbah pecah, sehingga dapat terjadi desorpsi dari nuklida yang telah terikat pada resin. Semakin banyak air pelindih kontak dengan resin, maka akan semakin banyak radionuklida yang mengalami desorpsi dan keluar ke dalam air pelindih. Pengukuran konsentrasi nuklida dalam air pelindih akan menunjukkan bahwa konsentrasi nuklida akan semakin besar.
ISSN 1410-6086
pelindihannya. Karakteristik kuat tekan diperlukan guna perhitungan kekuatan kemasan polimer limbah dalam menahan beban tumpukan. Semakin besar kuat tekan berarti kemasan limbah mampu menahan tumpukan yang lebih banyak. Hal ini berarti menghemat luasan lahan tempat penyimpanan limbah baik penyimpanan sementara maupun penyimpanan lestari, apalagi di negara-negara maju yang harga tanah cukup tinggi. Karakteristik laju pelindihan yang besar menunjukkan bahwa bahan matriks untuk kondisioning limbah kurang mampu menahan radionuklida yang berada di dalamnya. Radionuklida tidak terikat cukup kuat dengan matriksnya, sehingga suatu saat ada intrusi air masuk kedalam kemasan limbah maka ranuklida akan mudah keluar ke lingkungan dan ini cukup berbahaya bagi keselamatan manusia dan lingkungan. Untuk lebih memperbaiki karakteristik hasil kondisioning limbah dari IRM, maka dapat dilakukan dengan kalsinasi limbah cair tersebut hingga menjadi serbuk. Serbuk yang mengandung konsentrat radionuklida kemudian dikondisioning dengan poliester. Polimer limbah hasil kondisioning ini akan lebih kuat, karena tidak adanya cairan dalam proses kondisioning. Adanya cairan dalam proses kondisioning, yaitu cairan yang masih terikat dalam absorber resin akan mengganggu proses polimerisasi. Reaksi polimerisasi menjadi tidak sempurna sehingga menghasilkan polimer limbah yang tidak keras. Apalagi jika kandungan cairan dalam limbah cukup besar, maka setelah selesai proses curing akan dihasilkan polimer limbah yang lembek. Hal ini karena adanya sisa air yang yang tidak mampu bercampur dengan polimer keluar pada saat proses curing selesai.
Laju pelindihan hasil kondisioning menggunakan polimer epoksi memiliki laju pelindihan yang lebih besar dari penggunaan poliester sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah IRM [7,8]. Poliester merupakan polimer dengan ikatan silang yang kuat dibandingkan dengan resin epoksi yang memiliki ikatan linier. Polimer dengan ikatan silang yang kuat akan mengungkung nuklida di dalamnya dengan lebih kuat. Nuklida akan terikat dengan lebih kuat sehingga tidak mudah terlindi keluar Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka kondisioning limbah IRM menggunakan poliester memberikan karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan resin epoksi apalagi semen. Karakteristik hasil kondisioning dengan poliester terbaik dicapai pada kandungan limbah 20 % berat . Kandungan limbah yang lebih besar lagi akan mengakibatkan penurunan kuat tekan dan menaikkan laju
70
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
-2
-1
Laju Lindih (gcm hari )
0.12 0.1 0.08 polie s te r
0.06
e pok si [6,7,8]
0.04 0.02 0 0
10
20
30
40
50
Kandungan Limbah (% berat)
Gambar 4. Pengaruh kandungan limbah terhadap laju pelindihan polimer limbah hasil kondisioning PUSTAKA KESIMPULAN
1.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara fisik warna polimer limbah hasil kondisioning dengan poliester akan semakin kuning dengan naiknya kandungan limbah. Semakin besar kandungan limbah, maka densitas, kuat tekan dan laju pelindihan semakin besar. Untuk memperoleh kualitas hasil kondisioning yang optimum maka kandungan limbah maksimum 20 % berat. Kenaikan kandungan limbah yang lebih besar lagi akan mengakibatkan penurunan karakteristik polimer limbah hasil kondisioning, yaitu menurunnya kemampuan polimer limbah hasil kondisioning dalam mengikat radionuklida yang berada di dalamnya. Potensi radionuklida lepas ke lingkungan akan semakin besar. Dibandingkan dengan penggunaan resin epoksi ataupun semen sebagai bahan matriks untuk kondisioning limbah cair dari IRM, maka penggunaan poliester merupakan pilihan terbaik. Namun untuk lebih menaikkan karakteristik polimer limbah hasil kondisioning, dapat dilakukan dengan melakukan kalsinasi limbah hingga menjadi serbuk, baru kemudian dilakukan kondisioning serbuk dengan poliester. Tidak adanya cairan dalam proses kondisioning limbah dengan polimer, akan mennghasilkan polimer limbah yang lebih kuat.
2.
3.
4.
5.
71
G.BASABILVAZO, S. COUNTISS, et.all., “Technological Enhancements for Optimizing The TRU Waste Management System”, Waste Management ’02 Conference, Tucson, 2002. P2TBDU, “Laporan Analisis Radioaktivitas Unsur dari Radiometalurgi”, P2TBDU, Serpong, 2001. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, “Characterization of Radioactive Waste Form and Packages”, Technical Report Series No. 383, IAEA,Vienna,1997. MARZOLF, R. FOGLE, et.all, “Advanced Technology for Repackaging TRU Waste”, WSRC-MSWestinghouse Savanah River Company, USA, 2000. MARTONO H., “Imobilisasi Limbah Cair Transuranium Simulasi dengan Polimer Stiren Divinilbenzena”, Prosiding Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, BATAN, Yogyakarta,1995.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
13. JAMES E MARK , “Physical Properties of Polymers Handbook”, 2nd ed , New York, 2006. 14. TATA SURDIA M.S., SAITO SHINROKU, ”Pengetahuan Bahan Teknik”, PT. Pradya Paramita, Jakarta,1992. 15. V.E. GUL, N.S. MAIZEL, L.N. SEDOV, et.all., “Comparative Estimation of The Degree of Crosslinking of Styrene-Unsaturated Polyester Copolymers”, Journal Mechanics of Composite Materials, Vol.7, New York, 2004. 16. A.R. RAHMAT, R.J. DAY, “Curing Characteristies of Unsaturated Polyester/Aramid Reinforced Composite”, Jurnal Teknologi , No. 39(A), Universitas Teknologi Malaysia, 2003. 17. DAN CAMPHELL, RICHARD A. PETRICK, JUN R. WHITE, “Polymer Characterization: Physical Techniques”, 2nd ed., Oxford University Press, New York, 2000. 18. K.SAKR, et.all., “Immobilization of Radioactive Waste in Mixture of Cement”, Clay and Polymer, Journal of Radioanalytical and Nuclear Chemistry, vol.256 No.2, Cairo,2003. 19. ISMAN M.T., et.all., “Pengaruh Panas Terhadap Fungsi Kalsium Hidroksida Pada Imobilisasi Limbah Resin”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah PPNY-BATAN, Yogyakarta, 1995. 20. BAHDIR J., “Studi Penentuan Standar Kualitas Produk Sementasi Limbah Radioaktif”, Hasil Penelitian Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif Tahun 1997, PTPLRBATAN , Serpong, 1998.
6.
AISYAH, GUSTRI, MIRAWATY, “Pengolahan Limbah Transuranium Dari Instalasi Radiometalurgi Dengan Media Polimer Super Adsorben”, Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Volume 8 Nomor 1, P2PLR, Serpong, 2005. 7. ZAINUS S., “Imobilisasi Limbah Radioaktif Pemancar Alfa Dengan Matriks Plastik Polimer Epoksi”, Prosiding Seminar Nasional II Plastik Dan Lingkungan, Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet Dan Plastik,Yogyakarta, 1998. 8. SURYANTORO, HUSEN Z., SUMARBAGIONO, “Penggunaan Resin Epoksi Untuk Imobilisasi Limbah Cair Transuranium”, Hasil Penelitian Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif Tahun 1997, PTPLR, Serpong, 1998. 9. ROSS W.A., et.all., “A Comparative Assessment of TRU Waste Form and Immobilization Processes”, Science Basis for Nuclear Waste Management, Boston, 1998. 10. E.W.HOLTZCHEITER, JOHN R. HARBOW, “Immobilization and Waste Form Product Acceptance for Low Level and TRU Waste Forms”, Proceeding of International Conference on Decommissioning and Decontamination on Nuclear, Colorado, 1998. 11. JAMES E MARK, “Polymer Data Handbook”, Oxford University Press, New York, 1999. 12. NINETTE L. DOSS, et.all., “Synthesis, Crosslinking and Degradation of Some Unsaturated Polyester Resins”, Journal of Applied Polymer Science, vol.34, 2003.
72