PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN MENGGUNAKAN CAN-ORDERING POLICY STUDI KASUS : PT. PJB UPGRESIK Irfan Ardiana Putra, I Nyoman Pujawan Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email :
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK PT PJB UP Gresik adalah salah satu pembangkit listrik negara yang terhubung dengan interkoneksi Jawa-Bali. Pasokan listrik ke sistem ini akan tetap stabil apabila PLTU tetap beroperasi dan salah satu faktor penting agar tetap beroperasi adalah keandalan mesin produksi. Oleh karena itu perawatan mesin sangat penting guna tetap tersedianya pasokan listrik. Dalam melakukan perawatan diperlukan adanya spare part dimana spare part adalah komponen pendukung dari mesin utama. Setiap kali mesin tersebut mengalami kerusakan maka ketersediaan spare part adalah hal yang penting. Permasalahan yang terjadi di PJB yaitu pemesanan spare part dilakukan secara masing – masing dimana pemesanan dilakukan setiap persediaan spare part untuk masingmasing item sudah melewati batas reorder point sehingga dalam melakukan pemesanan part dibutuhkan biaya yang besar. Simulasi Monte Carlo dilakukan untuk memberi gambaran kondisi persediaan suku cadang dan juga sebagai parameter untuk melakukan pemodelan dengan menggunakan Can-order, dimana dalam melakukan pemodelan dilihat dari ketersediaaan spare part dan biaya yang terkait dalam penelitian ini. Model yang dihasilkan oleh simulasi Monte Carlo ini diharapkan dapat merancang sistem persediaan Can-Ordering untuk dapat memberikan perbaikan terhadap permasalahan yang terjadi. Kata Kunci : spare part, Monte Carlo, Can-Order ABSTRACT PT PJB UP Gresik is one of the state power that is connected with the Java-Bali interconnection. The electricity supply to this system will remain stable if the steam power constantly operate and one of the important factors in order to remain in operation is the reliability of the production machine. Therefore, engine maintenance is very important to keep the availability of electricity supply. In doing maintenance of spare parts where necessary spare part is a supporting component of the main engine. Every time the machine is corrupt, the availability of spare parts is essential. The problems that occurred in the SPA that is done booking each spare part - where reservations were made every spare part inventories for each of the items had crossed the line so that the reorder point in making reservations entail large part. Monte Carlo simulation is performed to describe the condition of inventories of spare parts and also as a parameter to do the modeling using the Can-orders, where in doing modeling viewed from availability spare parts and associated costs in this study. Models generated by Monte Carlo simulation is expected to design systems Can-Ordering supplies to be able to provide improvements to the problems that occur. Keywords: spare part, Monte Carlo, Can-Order 1.
Pendahuluan Inventory atau persediaan merupakan aset yang sangat penting, baik dilihat dari jumlahnya maupun dilihat dalam kegiatan perusahaan. Dalam pengelolaan persediaan barang, jika pengendaliannya kurang baik maka akan menimbulkan kondisi yang menyebabkan peningkatan biaya dalam
organisasi perusahaan. Jika barang yang tersedia terlalu banyak maka perusahaan akan mengalami kerugian karena harus menanggung biaya kerusakan dan penyimpanan, biaya dari bunga yang tertanam dalam persediaan, biaya gudang, biaya perawatan, administrasi, asuransi, dan lainlain. Jika barang yang tersedia hanya sedikit 1
juga akan menimbulkan kerugian dikarenakan kehilangan kepercayaan pelanggan, proses produksi akan berhenti, dan mengakibatkan tidak mendapatkan keuntungan. PT PJB UP Gresik merupakan salah satu pembangkit listrik negara yang terhubung dengan interkoneksi Jawa-Bali. Pasokan listrik ke sistem ini akan tetap stabil apabila PLTU tetap beroperasi dan salah satu faktor penting agar tetap beroperasi adalah keandalan mesin produksi. Oleh karena itu perawatan mesin sangat penting guna tetap tersedianya pasokan listrik. Dalam melakukan perawatan diperlukan adanya spare part dimana spare part adalah komponen pendukung dari mesin utama. Setiap kali mesin tersebut mengalami kerusakan maka ketersediaan spare part adalah hal yang penting. Persediaan spare part biasanya terdiri dari banyak jenis, sama halnya Unit Pembangkit 1 dan 2 pada PLTU di PJB dimana jumlah spare part sendiri berjumlah ribuan spare part yang pengendaliannya dikelompokkan dalam dua kategori yaitu non stocked item dan stocked item. Spare part yang non stocked item yaitu spare part yang permintaannya rendah, sedangkan spare part stocked item yaitu spare part yang permintaannya tinggi sehingga diperlukan kebijakan untuk dilakukan stock. Permasalahan yang terjadi di PJB yaitu pemesanan spare part dilakukan secara masing – masing dimana pemesanan dilakukan setiap persediaan spare part untuk masingmasing item sudah melewati batas reorder point sehingga dalam melakukan pemesanan part dibutuhkan biaya yang besar. PT.PJB dalam pembelian spare part tidak terlalu sering menggunakan sistem tender. Hal ini dikarenakan dalam sistem tender pembelian spare part lebih baik dalam jumlah besar sehingga biaya pemesananny menjadi lebih murah. Namun dikarenakan pembelian spare part di PT. PJB rentang waktunya tidak sama hal ini yang mengakibatkan pembelian spare part menjadi masing- masing. Hal ini berbanding terbalik dengan tujuan dari PJB sendiri, dimana dari pihak PJB ingin menurunkan biaya total persediaan. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian persediaan yang baik yang bertujuan menghemat biaya atau menyederhanakan pengendalian tersebut dengan bentuk pengendaliannya adalah koordinasi pemesanan berupa sistem Can-order. Hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya keterkaitan antar
item yang satu dengan yang lain. Sistem Canorder merupakan salah satu kebijakan dalam pengendalian pemesanan yang mengakomodasi keterkaitan antar item tersebut. Secara spesifik sistem Can-order bertujuan untuk menghasilkan penghematan biaya tetap dalam melakukan order yang cukup tinggi. Pengendalian yang dilakukan dalam sistem ini didasarkan pada suatu joint parameters yang dikenal dengan sistem (s,c,S).
2.
Sistem Persediaan Dengan Kebijakan Koordinasi Pemesanan Kebijakan ini berkaitan dengan sistem perseidaan dimana terdapat beberapa macam item yang berbeda dan hanya terdapat satu supplier. Untuk persediaan yang demikian maka suatu koordinaasi perlu dilakukan agar lebih efisien dalam hal biaya. Biaya pemesanan nantinya terdiri dari suatu biaya pemesanan major dan biaya dependen minor masing-masing item yang disertakan dalam pemesanan. Dalam berbagai literatur inventory permasalahan ini dikenal dengan “ The Joint Replenishment Problem” (JRP). 3.
Keuntungan dan Kekurangan Koordinasi Pemesanan Ada beberapa alasan yang melandasi perlunya dilakukan pemesanan dalam pengendalian sistem persediaan multi-item: Menghemat biaya pembelian per unit. Jika suatu kelompok item diorder dari supplier yang sama, maka dapat diperoleh suatu potongan harga (discount) apabila jumlah pemesanan mencapai sutau ukuran tertentu. Menghemat biaya transportasi. Konsepnya sama seperti sebelumnya, jika terdapat sekelompok item maka dapat diperoleh potongan (discount) biaya transportasi seperti misalnya suatu carload. Menghemat biaya pemesanan. Dalam kasus dimana suatu biaya tetap melakukan pemesanan relatif tinggi, maka cukup beralasan untuk mengelompokkan beberapa item ke dalam suatu pemesanan (single order) untuk mengurangi total biaya tetap pemesanan per tahun. Memudahkan penjadwalan. Pengelolaan pemesanan secara 2
terkoordinasi akan memberikan kemudahan penjadwalan waktu pemesanan, tugas penerimaan, inspeksi, dan sebagainya. Dalam kenyataannya, secara umum seorang manajer pembelian cenderung untuk berfikir secara vendor/ supplier daripada membeli dalam ukuran unitunit tersendiri. Sebaiknya beberapa kelemahan yang menjadi kekurangan dari kebijakan koordinasi pemesanan ini yaitu: Meningkatnya biaya rata-rata persediaan. Hal ini terjadi karena akan ada beberapa item yang dipesan lebih awal daripada jika dikendalikan secara tersendiri. Meningkatnya biaya pengendalian sistem. Secara konseptual masalah pengendalian yang dikoordinasikan lebih kompleks sifatnya. Oleh karena itu dengan pengendalian yang terkoordinasi biaya peminjaman, perhitungan dan sebagainya akan lebih tinggi Mengurangi fleksibilitas. Karena tidak dikendalikan secara tersendiri, maka akan mengurangi fleksibilitas perusahaan dalam menghadapi situasi yang tidak biasa. 4. Kebijakan Can-Order Kebijakan can-order merupakan salah satu kebijakan yang terdapat dalam sistem koordinasi pemesanan (joint replenishment problem). Kebijakan can-order adalah kebijakan untuk bisa melakukan pemesanan apabila suatu item i sudah berada atau dibawah tingkat c (tingkat untuk bisa melakukan pemesanan). Kebijakan can-order pertama kali diperkenalkan oleh Balintfy (1964), kebijakan tersebut bisa ditinjau dengan peninjauan persediaan kontinu atau dengan peninjauan persediaan periodik. Kebijakan can-order yang akan ditinjau disini adalah kebijakan can-order dengan peninjauan persediaan periodik dimana proses melakukan order ketika item i sudah mencapai atau dibawah titik s, dan item lain yang berada pada tingkat can-order(c) juga diikutsertakan dalam pemesanan dilakukan setiap periode peninjauan setiap periode peninjauan persediaan hingga persediaan mencapai titik S. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kebijakan Can-Order
Penyelesaian permasalahan persediaan dengan kebijakan can-order adalah dengan memformulasikan masalah sebagai n-dimensi rantai Markov, dan menggunakan iterasi algoritma untuk mendapatkan kebijakan joint replenishment (pemesanan bersama) yang optimal. Ohno et al (1984) memperkenalkan perhitungan untuk mendapatkann hasil optimal dengan menggunakan algoritma policyiteration, akan tetapi perhitungan ini hanya bisa digunakan untuk semua persediaan dengan 2-4 item saja. Silver (1974) memperkenalkan prinsip dekomposisi untuk memodelkan hubungan antar item. Dasar dari penelitian ini adalah untuk memecahkan permasalahan sistem persediaan menjadi n subpermasalahan, masing-masing n mewakili satu item. Item i memiliki kesempatan pemenuhan persediaan (replenishment) hingga mencapai titik S dengan biaya pemesanan major dan minor yaitu K + ki yang timbul ketika tingkat persediaan mencapai titik s, dan dengan adanya kesempatan diskon maka item lain yang sudah mencapai titik c ikut dalam pemesanan dan berbagi dalam biaya pemesanan yaitu biaya pemesanan minor ki, hal ini akan menyebabkan permasalahan kesempatan diskon menjadi kompleks, sehingga Silver menyarankan untuk memperkirakan proses kesempatan diskon ini sebagai proses Poisson dengan rata-rata µi, dan diasumsikan bersifat independen. Nilai µi didapatkan dengan melakukan perhitungan rata-rata jumlah item lain yang diikutkan dalam pemesanan (βj). Pada pendekatan kontinu, memodelkan kesempatan diskon dengan n-1 proses poisson yang juga merupakan proses poisson dengan nilai Pada peninjauan kontinu Silver (1974) mengasumsikan permintaan juga dengan proses Poisson, sedangkan Federgiven, Groenevelt & Tijms (1984) mengasumsikan permintaan sebagai compound poisson dan menggunakan algoritma policy-iteration untuk 3
mendapatkan kebijakan can-order. Schultz & Johansen (1999) melakukan penelitian dan menunjukkan bahwa dekomposisi bisa dikembangkan dengan mengasumsi bahwa waktu antar kedatangan kesempatan diskon berdistribusi Erlang. Prinsip dekomposisi merupakan agloritma yang dikembangkan oleh Melchiors (2001). Pada model dengan peninjauan periodik beberapa item bisa menyebabkan terjadinya pemesanan pada satu waktu yang bersamaan, dan pendekatan yang digunakan untuk memodelkan kesempatan diskon adalah dengan proses Bernoulli, yaitu apabila keluaran bernilai 1 maka terdapat kesempatan diskon, sedangkan apabila keluaran bernilai 0 maka tidak dapat kesempatan diskon pada masa lalu, hal ini menunjukkan bahwa proses ini bisa dianggap sebagai versi diskrit dari proses poisson. Pada suatu sistem persediaan, memiliki sejumlah n item, dengan model periodik dimana setiap periode merepresentasikan fungsi waktu untuk melakukan peninjauan. Model persediaan disini merupakan model stokastik statis, dengan Di menotasikan permintaan dan LTDi adalah permintaan selama lead time. Permintaan yang tidak dapat dipenuhi adalah backorder, memiliki tingkat biaya penalti (pi) yang selanjutnya akan mempunyai biaya tetap sebesar πi tiap unit backorder. Pada akhir setiap periode akan timbul biaya penyimpanan (holding cost / hi) untuk tiap unit item yang disimpan dan biaya penalti (pi) untuk setiap item yang melakukan backorder. Lead time (Li) konstan untuk setiap item i. Biaya tetap pemesanan akan terdiri dari biaya major (K) ditambah dengan biaya minor (ki) untuk setiap item i yang diikutkan dalam pemesanan item lain. βj merupakan fraksi waktu, dimana item j memiliki tingkat persediaan dibawah titik sj. Proses pemesanan item i independen dengan proses pemesanan item j, untuk semua j ≠ i. Dengan melakukan perhitungan rata-rata keuntungan untuk tiap kesempatan diskon (δj) untuk setiap item j, maka besar biaya pemesanan major yang harus dikeluarkan item i menjadi K - ∆i, dimana : .....................................………… …….Persamaan (1)
Ψi merupakan bilangan random yang menotasikan jumlah item (tidak termasuk item i) dengan tingkat persediaan dibawah titik s (titik must order), sehingga probabilitas paling sedikit ada satu item yang diikutkan dalam pemesanan selain item i adalah:
.......................Persamaan (2) 5. Model Single Item Pada awal periode sistem persediaan, akan datang pemesanan (order), dan permintaan yang tidak bisa dipenuhi dengan segera adalah backorder. Pada akhir periode, biaya-biaya akan ditimbulkan oleh jumlah persediaan secara fisik dan jumlah biaya karena backorder. Pada suatu keadaan xn yang merupakan keadaan persediaan pada akhir periode n. Dibawah kebijakan can-order{xn}n ≥ 0 merupakan sebuah rantai Markov dengan regenerasi poin S, dan siklus persediaan merupakan waktu diantara dua titik S (titik regenerasi). Pada suatu titik x dimana tidak dilakukan pemesanan, maka posisi persediaan akan menjadi x-j, dengan probabilitas Poisson untuk setiap j ≥ 0 , akan tetapi bila dilakukan pemesanan maka posisi persediaan akan berada di titik S. C(x) merupakan biaya yang terjadi pada suatu periode, dan perhitungannya dipengaruhi oleh lead time permintaan dengan probabilitas ø(j) :
Pada akhir periode, terdapat tiga pilihan tindakan yang dapat diambil yaitu: melakukan pemesanan, ikut dalam item lain (joint order) atau membiarkan posisi persediaan tetap tidak berubah. Dengan probabilitas µ, item yang lain telah melakukan pemesanan, dan mengikuti dalam pesanan (joint order) bisa dilakukan jika . Sebaliknya, jika dan tidak terdapat kesempatan potongan harga, maka pemesanan 4
dilakukan dan jika , serta tidak terdapat kesempatan potongan harga maka pemesanantidak dilakukan. Ketika mengikutkan dalam pemesanan maka biaya pemesanan adalah . Pada kedua pilihan ini posisi persediaan akan kembali berada pada titik S. Hal yang harus dispesifikasikan adalah hal yang terjadi ketika x ≤ s, dan item lain melakukan pemesanan. Apabila item lain melakukan pemesanan maka dapat diikutkan dalam pemesanan (joint order)dan beban biaya pemesanan yang dikeluarkan hanya biaya pemesanan minor k. Biaya minor (spesifik item) pemesanan tiodak dibagi, akan tetapi apabila terdapatr kesempatan diskon maka jumlah biaya pemesanan major menjadi K - ∆. Jumlah item yanng akan membagi biaya pemesanan major (K) apabila dilakukan pemesanan adalah E(Ψ/Ψ ≥ 0) + 1, karena sedikitnya ada satu item yang melakukan pemesanan, dan dengan mengkondisikan Ψ bernilai nol atau positif, maka biaya pemesanan yang diharapkan ketika x < s adlaah : k+(K-∆)0 dimana :
Biaya harapan hingga mencapai titik regenerasi berikut adalah z(x), yang bisa dicari secara rekursif dengan menggunakan formula :
.............................................................. .......persamaan (5) Waktu harapan untuk mencapai titik regenerasi adalah y(x). Nilai y(x) dicari secara rekursif denga n menggunakan formula :
Untuk mendapatkan kebijakan canorder yang near-optimal maka digunakan algoritma tailor- made policy iteration yaitu :
Kebijakan optimal adalah dengan biaya sistem yang paling minimal, dan bisa didapatkan dengan menyelesaikan persamaan optimalisasi biaya, yaitu : =
.............................................................. .......persamaan (8) Dengan :
Inisialisasi nilai g bisa didapatkan dengan melakukan evaluasi pada kebijakan yang telah ada. Pada saaat iterasi, digunakan nilai g untuk mendapatkan pengembangan kebijakan dengan menyelesaikan persamaan v(x) dan S. Nilai g’ adalah biaya kebijakan yang baru setelah dilakukan tindakan minimalisasi. Apabila g’= g... maka persamaan (7) telah terselesaikan dan kebijakan near optimal telah tercapai. Tindakan v(S) = 0 dan perhatikan must-order point s. Untuk nilai x yang sangat kecil maka akan selalu optimal apabila melakukan pemesanan, sehingga hal yang perlu dilakukan adalah mendapatkan nilai x yang sangat kecil dimana tidak dilakukan pemesanan (posisi x + 1), sehingga didapatkan must-order point s adalah :
........................................................................... ....persamaan (6) Sehingga biaya rata-rata kebijakan can-order adalah :
untuk
5
Dengan menggunakan v(x) =v1 untuk semua x ≤ s. Tetapkan x = s, hingga v(x) > v3(g,x). Nilai x ditambahkan dengan satu dan menghitung nilai v(x) = v2(g,x). Untuk mendapatkan nilai c maka dilakukan perhitungan posisi persediaan pada titik dimana tidak dilakukan ikut melakukan pemesanan apabila ada kesempatan diskon, dengan menggunakan :
Untuk melakukan pemesanan optimal hingga mencapai titik S maka perlu dilakukan minimalisasi nilai relatif untuk tiap titik (state), sehingga dipilih S sedemikian hingga v(S) adalah minimal. Dengan enumerasi untuk mendapatkan nilai S dengan minimal v(S) yaitu :
Kemudian hitung nilai y(x) dengan persamaan (5) untuk kebijakan yang diperoleh dan biaya g’ dapat diperoleh dengan :
Jika v (S) = 0, dan g’=g, maka telah terselesaikan (7), dengan kebijakan optimal ditentukan dengan persamaan (8),(9), dan (10)......, sebaliknya bila g’
0 m(x) bisa didapatkan secara rekursif dengan persamaan :
Untuk x=c,c-1,...,s+1
Dan untuk x ≤ s adalah :
Jumlah harapan pemesanan untuk setiap periode adalah jumlah tingkat persediaan berada pad titik x pada suatu siklus persediaan dengan x ≤ s, dibagi dengan panjang siklus y(S) :
Suatu item mendapatkan keuntungan dari kesempatan diskon, yang terjadi ketika posisi persediaan berada dibawah titik c. Nilai harapan untuk berada pada titik x adalah v(x). Apabila terdapat kesempatan diskon,dan sistem persediaan berada pada titik x dan x ≤ c, maka kesempatan tersebut akan diambil dan posisi persediaaan akan berada pada titik S. Nilai relatif untuk titik S adalah nol, dan keuntungan dari kesempatan diskon adalah v(x)-k, ilustrasi dapat dilihat dalam Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Nilai Relatif V(x) Untuk Kebijakan Optimal
Apabila x > c, maka tidak diikutkan dalam pemesanan, sehingga keuntungannya adalah nol, asumsi kesempatan diskon adalah independen, sehingga keuntungan harapan untuk tiap siklus persediaan bisa didapatkan dengan mengkondisikan persediaan berada pada titik x. Jumlah periode berada pada titik x adalah m(x), sehingga keuntungan yang diharapkan untuk tiap siklus adalah :
6
Keuntungan dari siklus, kesempatan diskonnannya didapatkan dari satu kesempatan diskon untuk tiap siklus, sehingga untuk mendapatkan keuntungan harapan (δ) dari kesempatan diskon untuk tiap kesempatan diskon, adalah dibagi dengan µy(S), sehingga jumlah kesempatan diskon harapan untuk tiap siklus adalah :
Studi Kasus : PJB Studi kasus pada penelitian ini adalah bagaimana merencanakan dan mengendalikan sistem persediaan untuk beberapa macam spare part dengan mengatur koordinasi antar item, dan dapat memberikan saran perbaikan terhadap penurunan biaya total persediaan di perusahaan. Batasan yang digunakan dalam Studi Kasus ini adalah penelitian hanya dilakukan terhadap spare part yang tergolong stocked item dalam Unit Pembangkit 1 dan 2. Asumsi yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah lead time pengiriman part bersifat tetap.
dapat dilihat aspek biaya- biaya terkait seperti holding cost, order cost, dan stock out cost. Dengan menggunakan metode (s,c,S) dapat ditentukan kombinasi untuk parameter (S) dan (s) untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari segi biaya dan ketersediaan barang. Seperti terlihat pada gambar 3.2.
6.
7.
Pengolahan Can-Order Pengolahan data dilakukan dengan pengembangan model dan penyelesaiannya. Model yang dibuat berdasarkan struktur distribusi yang terjadi di lapangan. Pada tahap ini terdapat langkah-langkah sistematis pengolahan data. Adapun langkah-langkah yang terdapat dalam tahap ini adalah : 1. Klasifikasi Spare part terpilih dengan menggunakan metode ABC Metode ABC analisis digunakan untuk memetakan part mana yang memerlukan perhatian lebih dengan kata lain part yang penting, disebut dengan kelompok A, dan untuk kelompok B tingkat kepentingan dibawah kelompok A, sedangkan untuk kelompok C dapat dikatakan tidak menjadi fokus perhatian utama. 2. Penentuan parameter dengan menggunakan Simulasi Monte Carlo Dengan konsep Monte Carlo dapat disimulasikan tingkat persedian di gudang berdasarkan parameter tertentu, dan
Gambar 3.2 Flowchart Simulasi 1. Setting Input Simulasi Pada tahap setting parameter input ini parameter awal sebagai acuan, yakni dengan pendekatan EOQ. Parameter adalah Max Stock, Min Stock, Safety Stock dan probability stockout. 2. Generate Data Random Pada tahap ini membuat data random yang menyerupai data historis dengan menggunakan simulasi. Tahap pertama adalah denga probabilitas jumlah penggunaan data historis. Setelah itu mengetahui probabilitas jumlah penggunaan, maka nilai-nilai tersebut digunakan sebagai input-an dalam mengenerate bilangan acak. Langkah-langkahnya sebagai berikut: Menentukan distribusi jumlah dan waktu antar kedatangan Memodelkan perilaku acak dari jumlah maupun waktu antar kebutuhan Men-generate data-data jumlah dan waktu antar kebutuhan Menggunakan data tersebut untuk melakukan simulasi 7
8.
Hasil Simulasi dan Pembahasan Dalam penelitian ini simulasi dilakukan dengan menggunakan data-data hasil pengolahan sebelumnya sebagai input. Simulasi ini memiliki tujuan untuk memperoleh output berupa parameter join ordering (s,c,S) dan biaya total pengendalian. Parameter-parameter join ordering (s,c,S) dicari dengan melakukan perhitungan mencari nilai s dan S, yang kemudian dilanjutkan mencari nilai c yang optimal dengan menggunakan kombinasi. Perhitungan dengan Spreedshet ini dilakukan untuk mencari biaya total per periode yang paling minimum. Pada penelitian ini tidak semua spare part dilakukan perhitungan, namun hanya akan dipilih beberapa spare part saja. Pemilihan spare part ini berdasarkan dengan kesamaan dalam tempat pembelian part tersebut sehingga dalam pemesanannya dapat dilakukan join order. Dari data-data yang didapat sebelumnya kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan software excel. Dengan mengunakan monte carlo, 8 part disimulasikan. Duapuluh empat data pertama untuk demand merupakan data asli yaitu penggunaan part selama dua tahun, selanjutnya 120 data demand di-generate berdasarkan distribusi poisson. 9.
Hasil Simulasi Pembelian Part pada Supplier 1 Dalam simulasi pembelian part pada Supplier 1, disini menggunakan 5 part untuk dilakukan penghitungan. Setelah didapat nilai (s,S) dari masingmasing part kemudian dibuat kombinasi c yang sesuai dimana nilai c berada diantara s dan S. Berikut nilai s dan S dari masingmasing part seperti ditunjukkan pada tabel 4.10 Tabel 4.10 Nilai s dan S dari masingmasing part Part
s
S
572172
1
2
584128
2
3
285460
2
4
790865
1
4
788786
1
3
Kombinasi yang didapat dari nilai s dan S pada tabel 4.10 diatas berjumlah 2 kombinasi untuk nilai c, yaitu sebagai berikut: 12322, dan 12332. Dari kombinasi tersebut dihitung biaya total yang terjadi selama 10 tahun berikutnya, kemudian dibandingkan biaya total dengan perhitungan biasa tanpa menggunakan metode can order. Setelah dilakukan perhitungan can order diperoleh total biaya dari simulasi dengan kombinasi 12322 yaitu sebesar Rp1,221,003,084,-. Untuk mengetahui apakah metode can order diperoleh perbaikan terhadap sistem yang ada, maka perlu dibandingkan dengan total biaya dari sistem yang ada di perusahaan. Perhitungan total biaya dari sistem di perusahaan dapat dilihat pada lampiran C. Hasil dari perbandingan total biaya yang terjadai antara total biaya yang ada di perusahaan dan total biaya dengan menggunakan metode can order dengan kombinasi dapat dilihat pada tabel 4.12. Tabel 4.12 Total biaya simulasi pada Supplier 1
Total cost Normal Can Order
Rp1,215,983,084 12322
Rp1,221,003,084
12332
Rp1,221,294,084
Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa total biaya yang terjadi menggunakan sistem yang ada di perusahaan sebesar Rp1,215,983,084,-. Sedangkan dengan mengunakan metode can order dengan kombinasi yang ada dapat dilihat bahwa dengan menggunakan metode can order tidak lebih baik dengan yang terjadi pada perusahaan untuk pembelian part pada supplier 1 Pada simulasi ini dibandingkan penghematan antara kombinasi-kombinasi yang terjadi dengan perhitungan dengan sistem yang ada di perusahaan. Didapatkan bahwa dengan menggunakan kombinasi nilai c 12322 biaya penghematan yang didapatkan perusahaan sebesar (-) Rp 5.020.000,- seperti terlihat pada gambar 5.1.
8
Gambar 5.1 Penghematan pada supplier 1 Seperti terlihat pada gambar 5.1 diatas penggunaan metode can order untuk penghematan pada Supplier 1 tidak lebih baik dengan perhitungan dengan system di perusahaan . Hal ini dikarenakan barang yang terdapat pada Supplier 1 tingkat permintaanya rendah sehinga dalam pembelian tidak dilakukan terlalu banyak.
yang ada, maka perlu dibandingkan dengan total biaya dari sistem yang ada di perusahaan. Perhitungan total biaya dari sistem di perusahaan dapat dilihat pada lampiran D. Hasil dari perbandingan total biaya yang terjadai antara total biaya yang ada di perusahaan dan total biaya dengan menggunakan metode can order dengan kombinasi dapat dilihat pada tabel 4.18. Tabel 4.18 Total biaya hasil simulasi Supplier 2
Total cost Normal
Can Order
10. Hasil Simulasi Pembelian Part pada Supplier 2 Dalam simulasi pembelian part pada Supplier 2, disini menggunakan 3 part untuk dilakukan penghitungan. Setelah didapat nilai (s,S) dari masingmasing part kemudian dibuat kombinasi c yang sesuai dimana nilai c berada diantara s dan S. Berikut nilai s dan S dari masingmasing part seperti ditunjukkan pada tabel 4.16. Tabel 4.16 Nilai s dan S dari masingmasing part Part
s
S
586412
2
4
601161
2
5
207688
2
6
Kombinasi yang didapat dari nilai s dan S pada tabel 4.16 diatas berjumlah 6 kombinasi untuk nilai c, yaitu sebagai berikut: 333, 343, 334, 344, 335, dan 345. Dari kombinasi tersebut dihitung biaya total yang terjadi selama 10 tahun berikutnya, kemudian dibandingkan biaya total dengan perhitungan biasa tanpa menggunakan metode can order. Setelah dilakukan perhitungan can order diperoleh total biaya dari simulasi dengan kombinasi 333 yaitu sebesar Rp2.033.456.743,-. Untuk mengetahui apakah metode can order diperoleh perbaikan terhadap sistem
Rp2.038.168.309 333
Rp2.033.456.743
343
Rp2.036.748.651
334
Rp2.033.988.325
344
Rp2.036.917.754
335
Rp2.035.542.461
345
Rp2,038,618,862
Dari tabel 4.18 dapat dilihat bahwa total biaya yang terjadi menggunakan sistem yang ada di perusahaan sebesar Rp2.038.168.309,-. Sedangkan dengan mengunakan metode can order dengan kombinasi yang optimal dapat dilihat pada kombinasi 333 sebesar Rp2.033.456.743,-. Pada simulasi ini dibandingkan penghematan antara kombinasi-kombinasi yang terjadi dengan perhitungan dengan sistem yang ada di perusahaan. Didapatkan bahwa dengan menggunakan kombinasi nilai c 333 biaya penghematan yang didapatkan perusahaan sebesar Rp 4.711.565,- seperti terlihat pada gambar 5.2.
Gambar 5.2 Penghematan pada supplier 2 Seperti terlihat pada gambar 5.1 diatas dengan menggunakan metode can order perusahaan dapat menghemat hingga Rp.5.000.000,-. Walaupun dengan nilai c yang berbeda-beda namun dengan nilai c 333 penghematan lebih optimal.
9
11. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik berkaitan dengan koordinasi pemesanan dengan menggunakan metode can order antara lain: 1. Spare part yang dapat dilakukan pemesanan dengan menggunakan metode can order ialah sapare part yang pemesanannya dalam satu tempat dapat memenuhi bermacammacam spare part. 2. Total biaya dengan menggunakan metode can order lebih efisien dibandingkan dengan total biaya pada sisitem yang dilakukan di PT. PJB. 3. Pada supplier 1 penggunaan metode can order untuk penghematan tidak lebih baik dengan perhitungan menggunakan sistem di perusahaan. 4. Penghematan yang paling besar diperoleh pada item yang dibeli pada supplier 2 yaitu dengan mengguanakan metode can order dengan kombinasi nilai c 333 yaitu sebesar Rp 4.711.565,-. 12. Saran Saran yang dapat diberikan dalam penelitian berdasarkan kesimpulan yang ada yaitu metode ini baik untuk digunakan dalam mengendalikan sistem persediaan yang ada di PT.PJB. Hal ini cukup beralasan dikarenakan metode ini mampu menghasilkan penghematan biaya persediaan yang cukup besar. Persediaan dengan menggunakan software dapat lebih memudahkan dalam melakukan pengerjaan menggunakan metode can order.
Lukito,
Hanny K. (2007). Penentuan Kebijakan Replenishment dengan Pendekatan (S,Q) dan Statistical Process Control (SPC) untuk Meminimalkan Biaya Persediaan. Surabaya. Tugas Akhir ITS
Muga,
Efraim Crhisacsensio. (2002). Koordinasi Pemesanan Pada Persediaan Spare part Dengan Menggunakan Can-Ordering Policy (Studi Kasus PT. United Tractors Tbk. Cabang Subaraya). Surabaya. Tugas Akhir ITS
Penangsang, Wirawan Aditya S. (2010). Pengendalian Persediaan Spare Part dengan Pendekatan Periodic Review (R,s,S) Sistem. Surabaya. Tugas Akhir ITS Pujawan, I Nyoman. (2005). Supply Chain Management. Surabaya, Guna Widya Silver, E. A., Pyke; David F; Peterson, Rein (1998). Inventory Management and Production Planning and Scheduling. New York, John Wiley & Sons Tersine, R J (1994). Principles of Inventory and Material Management. New Jersey. Prentice Hall International Edition Waters, C D J (1992). Inventory Control and Management. John Wiley & Sons
13. Daftar Pustaka Enis
Kayis, Taner Bilgic, dan Deniz Karabulut. (2002). A Note on The Can-orderPolicy for The Two-Item Stochastic Joint-Replenishment. IIE Transactions, 40: 1, 84 — 92
Johansen, SG dan Melciors P. (2003). CanorderPolicy for The Periodic-review Joint Replenishment Problem. Journal of the Operational Research Society 54, 283-290
10