PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES
RUSMAN EFENDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Rusman Efendi NIM I051060051
ABSTRACT RUSMAN EFENDI. Control of Blood Glucose Level by Green Tea and or Mulberry Leaf Tea on Diabetic Rats. Under direction of EVY DAMAYANTHI, LILIK KUSTIYAH, and NASTITI KUSUMORINI Diabetes mellitus is a degeneratif disease with high prevalence that happens in many countries. Several studies have been done to control diabetes by using such as green tea, mulberry leaf tea, and their mixture. The aim of this research are to analyze the influence of the administration green tea, mulbery leaf tea, and their mixture to blood glucose level of diabetic rats both during 120 minutes with interval each 30 minutes and 16 days after administration with interval each 4 days. This research consisted four phases, first determine the best mulberry leaf tea, second phases, determine turnover of blood glucose level on normal rats, third and fourth phases to observe the capability of green tea and or mulberry leaf tea to control of blood glucose level during 120 minutes and 16 days on diabetic rats. The result of research during 120 minutes have showed that blood glucose level on diabetic rats which were administered by green tea, mulberry leaf tea and their mixture is significantly difference (p<0.05) with diabetic rats which were administered by water. Blood glucose level at baseline increased at 30th minutes and showed the difference significantly (p<0.05) and then until 60th and 120th minutes and relatively stable. The result of research during 16 days have showed interaction during the experiment time and the administration of tea drink and it has significantly difference. During 120 minutes after feed consumption, inhibition of blood glucose level occured increasingly on diabetic rats which were administered by green tea, mulberry leaf tea, and their mixture compared to diabetic rats which were administered by water. Blood glucose level on diabetic rats, during 16 days attempt, which were administered by green tea, mulberry leaf tea, and their mixture compared to diabetic rats which were administered by water. Keywords : blood glucose, green tea, mulberry leaf tea, diabetic rats
RINGKASAN RUSMAN EFENDI. Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI, LILIK KUSTIYAH, dan NASTITI KUSUMORINI. Diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengendalikan diabetes mellitus, diantaranya dengan mengembangkan minuman fungsional yang mempunyai khasiat antidiabetes, salah satunya yang banyak diteliti adalah khasiat dari daun teh dan daun murbei. Tujuan dari penelitian ini adalah a) Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus selama 120 menit pengamatan dan b) Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus selama 16 hari pengamatan. Penelitian dibagi dalam empat tahapan penelitian: Tahap 1) Teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei dianalisa kandungan kimianya yang meliputi kadar air, ekstrak air, kadar abu, abu tak larut asam, abu larut dalam air, alkalinitas, kadar serat, teaflavin, tannin, dan kafein. Tujuan pada tahap ini adalah untuk mendapatkan bahan baku minuman yang terbaik. Tahap 2) Penetuan kurva turnover glukosa darah tikus normal. Sebanyak 5 ekor tikus normal dipuasakan selama 24 jam. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada 0 menit (baseline) 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135, dan 150 menit setelah mengkonsumsi ransum. Tahap 3) Sebanyak 20 ekor tikus diabetes mellitus, kemudian dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing dipuasakan selama 4 jam. Kelompok pertama sebanyak 5 ekor diberi air minum dalam kemasan; kelompok kedua sebanyak 5 ekor diberi teh hijau; kelompok ketiga sebanyak 5 ekor diberi teh daun murbei, kelompok keempat sebanyak 5 ekor diberi campuran teh hijau+teh daun murbei. Dosis yang diberikan: 1 ml/100g BB untuk setiap minuman yang diberikan dengan cara dicekok. masing-masing disertai pemberian ransum ad libitum. Waktu untuk pemeriksaan kadar glukosa darah tikus dilakukan berdasarkan hasil penelitian tahap kedua. Tahap 4) masingmasing kelompok tikus tetap diberi ransum sampai 16 hari. Pencekokan minuman dilakukan setiap hari. Pengukuran glukosa darah dilakukan setiap empat hari yaitu: pada hari ke 0, 4, 8, 12, dan 16. Pengukuran glukosa darah dilakukan sebelum pemberian cekok hari berikutnya. Setiap hari dilakukan penimbangan terhadap ransum dan dua kali sehari dilakukan penimbangan berat badan tikus. Tahap 3 dan 4 untuk melihat pengaruh minuman terhadap penurunan kadar glukosa darah. Analisis terhadap daun murbei menemukan bahwa daun murbei kanva (Morus kanva) mempunyai kandungan theaflavin, kafein, dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan murbei multikaulis (Morus multikaulis). Secara deskriptif terlihat bahwa daun murbei kanva lebih tinggi theflavin dan kafeinnya daripada daun murbei multikaulis. Pada uji kandungan kimia pada daun murbei dan campuran dengan teh hijau didapatkan bahwa dengan mempertimbangkan kandungan senyawa-senyawa yang terkandung dalam teh daun murbei dan teh daun murbei+teh Camellia sinensis, maka teh yang terbaik adalah teh daun murbei kanva dan teh murbei kanva+teh Camellia sinensis Gambung 7. Hasil analisis kadar glukosa darah pada tikus normal menunjukan bahwa
pada menit ke-15 dan 30 masih terjadi kenaikan kadar glukosa darah, sampai menit ke-45 peningkatan kadar glukosa darah cukup tinggi yaitu naik sekitar 77 mg/dl, kemudian pada menit ke-60 kadar glukosa darah tikus relatif stabil sampai menit ke-120 pada kisaran 109 dan 137 mg/dl. Sehingga dalam penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada menit ke30,60,90,dan 120. Analisis data terhadap pengaruh pemberian minuman teh terhadap kadar glukosa darah selama 120 menit menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang nyata antara perlakuan waktu baseline, menit ke-30, 60, 90, dan 120; dan perlakuan pemberian cekokan jenis minuman teh dan air minum dalam kemasan (kontrol); dan dari keduanya menunjukan tidak ada interaksi. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang diberi teh hijau secara statistik lebih rendah secara nyata dengan tikus diabetes kontrol. Begitu juga pemberian teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei menunjukan kadar glukosa darah lebih rendah secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada baseline, kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus berada pada level 207 mg/dl dan meningkat secara nyata pada menit ke 30, dan relatif stabil hingga menit ke-60, menit ke-60 sampai menit ke-120 juga relatif stabil, tetapi bila membandingkan antara menit ke-30 ke menit ke-90 dan 120 kadar glukosa darah meningkat, dan secara uji menunjukan perbedaan yang nyata. Tikus diabetes yang mendapat minuman teh hijau menunjukan pola peningkatan glukosa darah paling rendah dari waktu ke waktu, sedangkan yang mendapat perlakuan teh daun murbei pada menit ke-30, 60 dan 90 menunjukan pola peningkatan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dari pada teh hijau. Pada tikus yang mendapat perlakuan campuran teh hijau+teh daun murbei masih menunjukan penghambatan peningkatan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, tetapi kemampuannya lebih rendah bila dibandingkan dengan yang mendapat teh hijau atau teh daun murbei saja. Hasil penelitian selama 16 hari menunjukan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang nyata pada perlakuan waktu; dan pada perlakuan pemberian minuman; serta menunjukan adanya interaksi dari keduanya. Pada tikus yang mendapat air minum dalam kemasan kadar glukosa darahnya relatif sama selama 16 hari dan dengan uji statistik menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata selama 16 hari. Tikus yang mendapatkan teh daun murbei, teh hijau, dan campurannya menunjukan adanya penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-4, tetapi dengan pengujian statistik penurunan kadar glukosa darah dari baseline ke hari ke-4 hasilnya tidak menunjukan perbedaan yang nyata, sedangkan penurunan kadar glukosa darah dari baseline sampai hari ke-8, 12, dan 16 dengan uji statistik menunjukan perbedaan yang nyata. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terjadi penghambatan peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, selama 120 menit pengamatan. Terjadi penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, selama 16 hari pengamatan. Kata kunci : glukosa darah, teh hijau, teh daun murbei, tikus diabetes
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES
RUSMAN EFENDI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Judul Tesis
: Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh
Nama NIM
Daun Murbei pada Tikus Diabetes : Rusman Efendi : I051060051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS. Ketua
Dr.Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Anggota
Nastiti Kusumorini, Ph.D Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 20-08-2008
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Rimbawan.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini ialah minuman fungsional, dengan judul Pengendalian Kadar Glukosa Darah oleh Teh Hijau dan atau Teh Daun Murbei pada Tikus Diabetes. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS., Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi., dan Ibu Nastiti Kusumorini PhD. selaku pembimbing. Terimaksih juga saya sampaikan kepada Rektor dan staf UMMU (Universitas Muhammadiyah Maluku Utara) dan Dikti yang telah memberikan BPPS selama pelaksanaan pendidikan, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bagian proyek KKP3T dari Deptan yang telah memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian. Disamping itu, penghargaan disampaikan kepada ibu Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, MSc, dan Tim peneliti teh daun murbei dalam KKP3T, serta sahabatku Fahmi dan Pak Dian yang telah banyak membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tuaku, dan istriku tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008 Rusman Efendi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 18 April 1978 dari bapak Tarsim dan ibu Kartem. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Perawat Kesehatan Depkes RI, Tangerang. Tahun 1999 diterima di Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan
Masyarakat,
Universitas
Muhammadiyah
Jakarta.
Penulis
melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2006 mengambil program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Dirjen Pendidikan Tinggi (BPPS), Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara sejak tahun 2004 sampai sekarang. Bidang mata kuliah yang menjadi tanggung jawab di tempat bekerja adalah mata kuliah Gizi Kesehatan Masyarakat.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... ....... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................... ................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................... ........................... xiv PENDAHULUAN ........................................................................................ ... 1 Latar Belakang................................................................................... .... Tujuan Penelitian........................................................... ........................ Manfaat Penelitian.............................................................. ................... Hipotesis Penelitian..................................................... ..........................
1 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ ........ 4 Pengaturan Kadar Glukosa Darah........................................ ................. 4 Insulin............................................................................. ....................... 5 Diabetes Mellitus.................................................... ............................... 6 Teh.............................................................................................. ...........12 Murbei............................................................................................... .....15 Makanan/Minuman Fungsional............................................... ...............16 BAHAN DAN METODE............................................................................... ...18 Tempat dan Waktu Penelitian................................................................ .18 Bahan dan Alat......................................................... .............................18 Metode Penelitian............................................................... ...................19 Analisis Data........................................................................... ...............23 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... .....................24 Analisis kimia daun murbei dan kombinasi teh camellia sinensis+teh daun murbei................................................................................... ........24 Turnover Kadar Glukosa Darah Tikus Normal................................ ........29 Analisis Pengaruh Minuman Teh terhadap kadar glukosa darah............30 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... ...........42 DAFTAR PUSTAKA.................................................................. .....................43 LAMPIRAN ........................................................................... ........................48
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kandungan katekin pada teh hijau Camellia sinensis........................ .14 2. Konsentrasi asam fenol dan flavonoid pada produk teh.....................15 3. Karakteristik kimia daun murbei segar (% berat kering).....................24 4. Karakteristik kimia teh daun murbei dan kombinasi teh daun murbei dengan teh Camellia sinensis (% berat kering)............................ ............25 5. Produksi teh Camellia sinensis klon Gambung 6 – Gambung 11 selama tiga tahun di dua lokasi........................................................ ........29 6. Pertambahan berat badan dan jumlah konsumsi ransum pada tikus diabetes selama 16 hari................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Pengaturan glukosa darah secara normal.................................... ...... 5 2. Produksi Insulin........................................................................... ....... 7 3. Mediasi Insulin dalam proses uptake glukosa....................................11 4. Peralatan penelitian............................................... ............................18 5. Kadar glukosa darah tikus normal selama 150 menit.........................29 6. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus pada beberapa perlakuan minuman teh................................................ ...........................34 7. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus pada 120 menit pengamatan...................................................................................... .......35 8. Pola peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 120 menit...................................................... ..............................37 9. Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 16 hari pengamatan................................................................. ................38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Hasil Analisis Karakteristik Campuran Teh Murbei Kanva+Gambung 7 dan Teh Murbei Kanva+Gambung 9............................ ............................48 2. Hasil Analisis Berat Badan Tikus Selama 16 Hari..............................51 3. Hasil Analisis Konsumsi Ransum Tikus Selama 16 Hari....................52 4. Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah selama 120 Menit......................53 5. Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah selama 16 Hari..........................55
PENDAHULUAN Latar Balakang Pergeseran pola penyakit saat ini terus terjadi, dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus mencapai lebih dari 180 juta jiwa diseluruh dunia. Kejadian ini akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 (WHO 2006). Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Menurut data Depkes, jumlah pasien diabetes mellitus rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin (Depkes RI 2005). Jumlah orang yang menderita diabetes tipe 2 diperkirakan akan meningkat dengan cepat dalam 25 tahun, dengan perkiraan peningkatan sebesar 42 persen terjadi pada negara berkembang. Perkiraan ini didasarkan pada perubahan
demografi
pada
masyarakat,
tanpa
mempertimbangkan
perubahan gaya hidup. Di negara berkembang angka kejadian kelebihan berat badan dan kegemukan terus meningkat dengan cepat karena menurunnya aktivitas fisik dan banyak makan. Kejadian ini meningkat dengan cepat pada angka kejadian diabetes mellitus (Glumer et al. 2003). Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan mutu sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga pada sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita diabetes mellitus ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit diabetes mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf, hati, mata dan ginjal (Dirjen Bina Kesmas
2
Depkes RI 2003). Di Amerika Serikat sebagai cerminan negara maju, menurut data National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC) (2005a) angka kejadian diabetes mellitus mencapai 20.8 juta jiwa atau sekitar 7 persen dari seluruh populasi, dan yang terdiagnosa sebanyak 14.6 juta jiwa. Di Indonesia sebagai
negara
yang
sedang
berkembang,
Biro
Pusat
Statistik
memperkirakan pada tahun 2003 sudah terdapat 14 juta orang Indonesia yang mengidap diabetes mellitus. Oleh karena itu diabetes mellitus tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif (Rimbawan & Siagian 2004). Angka tersebut diprediksi akan terus melonjak hingga 51 juta pada tahun 2030, dengan tingkat prevalensi yang lebih besar pada penduduk yang tinggal di kawasan kota daripada di desa (Kementerian Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2007). Kemudian berdasarkan data Depkes RI angka kesakitan yang disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus pada tahun 2005 masih berada dalam urutan sepuluh besar, yaitu mencapai 338 056 (2.13 persen) jiwa. Di rumah sakit angka kematian yang terjadi akibat diabetes mellitus tahun 2005 mencapai 2 086 jiwa (Depkes RI. 2007). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengendalikan diabetes mellitus, diantaranya dengan mengembangkan minuman fungsional yang mempunyai khasiat antidiabetes, salah satunya yang banyak diteliti adalah khasiat dari daun teh dan daun murbei. Minum teh merupakan kebudayaan timur yang selayaknya terus dipertahankan, karena dari berbagai hasil penelitian teh terbukti mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup baik. Hal ini disebabkan oleh kandungan polifenol dalam teh hijau yang mampu menangkal radikal bebas dalam tubuh. Menurut Song et al. (2003) Polifenol terutama epigallocatechin gallat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel beta pankreas dari pengaruh oksidasi. Selain itu penelitian dengan pemberian teh hijau secara oral, menemukan bahwa pemberian teh hijau dapat menekan peningkatan kadar gula darah. EGCG pada teh hijau bekerja dengan cara menghambat transporters sodium-glucose pada mukosa. (Kobayashi et al. 2000; Maeda et al. 2005). Daun murbei telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati pengidap penyakit diabetes mellitus. Menurut Asano et al. (2001) penelitian pada daun murbei (Morus alba) telah berhasil mengisolasi
3
sekitar
limabelas
polyhydroxylated
alkaloids,
salah
satunya
yaitu
1-Deoxynojirimycin (DNJ) yang mempunyai potensi berfungsi menghambat alpha-glucosidase.
Alpha-glucosidase
merupakan
enzim
yang
mengkatalisis hidrolisis ikatan pada maltosa untuk menghasilkan dua molekul glukosa (Makfoeld et al. 2006). Teh hijau dan daun murbei dengan berbagai khasiatnya mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai minuman fungsional, sehingga teh tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk minuman teh yang biasa kita kenal. Apabila mengingat potensi teh yang ada di Indonesia demikian besar, maka kita bisa memanfaatkan produk/bahan kita sendiri dan tentunya akan lebih murah bila dibandingkan dengan produk/bahan impor. Berdasarkan informasi di atas, maka dalam penelitian ini akan diujicobakan seduhan teh hijau dan teh daun murbei serta campuran teh hijau+teh daun murbei yang diharapkan bisa menjadi minuman fungsional yang bermanfaat untuk penderita diabetes mellitus. Minuman ini diharapkan dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Tujuan Penelitian i.Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes selama 120 menit pengamatan. ii.Menganalisis pengaruh pemberian seduhan teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes selama 16 hari pengamatan. Manfaat Penelitian i.Membantu
para
penderita
diabetes
untuk
dapat
mengendalikan kadar glukosa darahnya. ii.Memberikan nilai secara ekonomis untuk pengembangan produk teh daun murbei. Hipotesis Penelitian iii.Seduhan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya dapat mencegah peningkatan kadar glukosa darah pada
4
tikus diabetes. iv.Seduhan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes.
TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah adalah suatu indikator dari kurang atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang dikeluarkan melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh makanan, kecepatan masuk ke dalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen dari glukosa oleh hati (Ganong 1999). Penyerapan beberapa monosakarida seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa terjadi dengan proses yang membutuhkan energi melibatkan inklinasi kimiawi Na+. Oleh karena mukosa intestin biasanya sebagian besar menyerap monosakarida dan disakarida, maka bila konsumsi glukosa jenis ini meningkat akan dengan cepat meningkatkan kadar glukosa, fruktosa, dan galaktosa plasma dengan secara nyata (Linder 2006). Pada Gambar 1 memperlihatkan akibat masuknya glukosa ke dalam darah, maka akan meningkatkan kadar glukosa darah sehingga menyebabkan tersekresinya insulin dari pankreas dan menurunnya sekresi glukagon. Selanjutnya akan terjadi peningkatan pengambilan glukosa oleh hati, otot dan jaringan lemak. Ketika proses penyerapan glukosa dari intestin berhenti, maka kadar glukosa darah mulai menurun, dan mengambil langkah kembali pada mekanisme sekresi hormon pankeas (Linder 2006). Menurut Guyton dan John (1997), mekanisme pengaturan kadar glukosa darah meliputi : a. Fungsi hati sebagai buffer glukosa, yaitu apabila glukosa darah meningkat setelah makan mencapai konsentrasi yang sangat tinggi, maka kecepatan sekresi insulin juga meningkat. Sebanyak dua pertiga glukosa diabsorpsi oleh usus dan segera disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen, apabila konsentrasi glukosa darah rendah dan kecepatan sekresi turun, maka hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah. b. Fungsi insulin dan glukagon sebagai umpan balik punya peran yang terpisah dan sangat penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang normal. c. Pada keadaan hipoglikemik, efek glukosa darah yang rendah pada hipotalamus akan merangsang susunan syaraf simpatis. Sebaliknya
5
epinefrin
yang
disekresikan
oleh
kelenjar
adrenal
menyebabkan
pelepasan glukosa lebih lanjut di hati. Hal ini untuk mengatasi hipoglikemia berat. d. Hormon pertumbuhan dan kortisol disekresikan pada respon terhadap hipoglikemia yang terus menerus, yang akan menurunkan kecepatan penggunaan glukosa oleh sebagian besar sel-sel tubuh.
Gambar
Pengaturan glukosa darah secara normal (Adaptasi dari Anonim
1
2006). Menurut Piliang dan Djoyosubagio (2006) dalam keadaan puasa, sebelum
makan pagi atau sekurang-kurangnya 12 jam sesudah makan, konsentrasi gula normal berada pada kisaran 70-100 mg/dL. Sesudah mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah akan meningkat sampai kira-kira 140 mg/dL dan turun mencapai kadar normal sesudah 1 atau 2 jam kemudian. Kadar glukosa darah 70-100 mg/dL (dalam keadaan puasa) disebut nomoglycemia (yaitu kadar glukosa darah normal). Insulin Insulin adalah hormon protein berantai ganda dan dibentuk dari pro insulin di sel beta pulau kecil pankreatik Langerhans, berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi glikogen (Silalahi 2006). Menurut Hardjasasmita (2000) Pro insulin merupakan suatu rantai polipeptida monomer, dimana rantai A dan rantai
6
B molekul insulin dihubungkan oleh suatu rantai polipeptida penghubung yang memiliki 33 molekul asam amino. Peranan insulin dalam pengaturan kadar glukosa darah tidak lepas dari pengaruh faktor lainnya juga, seperti (1) hati berperan sebagai glukostat, (2) kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon lain selain insulin yaitu glukagon, (3)
kelenjar
adenohipofisis
mensekresi
hormon-hormon
yang
bersifat
diabetogenik seperti ACTH, GH, TSH; (4) kelenjar adrenal yang mensekresi hormon epinefrin dari bagian medula dan glukokortikoid dari bagian kortek-nya, (5) kelenjar tiroid mensekresi hormon T3 dan T4 yang berperan terhadap metabolisme energi, serta (6) kerja fisik atau exercise yang bersifat memperkuat efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat (Hardjasasmita 2000). Diabetes Mellitus WHO (2006) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit kronis yang terjadi akibat dari ketidak mampuan pankreas untuk memproduksi insulin yang cukup, atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang diproduksinya dengan efektif. Menurut NDIC (2005b) diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme atau cara tubuh mencerna makanan menjadi energi. Menurut Media Informasi Peresepan Rasional bagi Tenaga Kesehatan Indonesia (2001) glukosa masuk ke dalam sel dapat melalui dua cara, yaitu secara difusi pasif dan transport aktif. Secara difusi pasif, masuknya glukosa tergantung pada perbedaan konsentrasi glukosa antara media ekstraseluler dan di dalam sel. Secara transport aktif, insulin berperan sebagai fasilitator pada jaringan jaringan tertentu. Insulin merupakan hormon anabolik utama yang meningkatkan cadangan energi. Pada semua sel, insulin meningkatkan kerja enzim yang mengubah glukosa menjadi bentuk cadangan energi yang lebih stabil (glikogen). Hiperglikemia pada diabetes mellitus merupakan hasil dari ketidak cukupan sekresi insulin oleh sel beta pulau Langerhans atau ketidak mampuan sekresi insulin untuk menstimulasi pengambilan gula darah seluler. Dengan demikian, diabetes mellitus merupakan hasil dari ketidaksesuaian sekresi atau kerja insulin (Wheatley 1993). American
Diabetes
Association
menggunakan
tiga
standar
untuk
menentukan diagnosa terjadinya diabetes mellitus, (1) konsentrasi glukosa plasma kausal lebih dari atau sama dengan 200 mg/dL atau 11.1 mmol/L, (2) glukosa plasma puasa lebih dari atau sama dengan 126 mg/dL atau 7 mmol/L,
7
puasa dilakukan selama 8 jam, (3) glukosa darah lebih dari atau sama dengan 200 mg/dL atau 11.1 mmol/L (Rimbawan & Siagian 2004; Rubin 2004). Sebelum terjadinya diabetes mellitus, biasanya diawali dengan prediabetes. Standar yang digunakan untuk mengetahui terjadinya prediabetes adalah bila gula darah sebelum makan mencapai 100-126 mg/dL atau 5.5-7 mmol/L dan glukosa darah setelah satu jam makan mencapai 140-199 mg/dl atau 7.8-11.1 mmol/L (Rubin 2004). Menurut Hartono (2006) kegagalan pengendalian gula darah terjadi karena dua hal: (1) produksi hormon insulin yang tidak memadai atau tidak ada. (2) penurunan sensitivitas reseptor insulin akibat sekresi insulin yang meningkat. Tidak
adanya
atau
tidak
memadainya
produksi
hormon
insulin
akan
mengakibatkan diabetes tipe 1, sedangkan bertambahnya penurunan sensitivitas reseptor insulin dengan penurunan kuantitas dan kualitas insulin menyababkan diabetes tipe 2. Pada Gambar 2 sebagai ilustrasi, besar anak panah menunjukan banyaknya jumlah pembentukan insulin yang normal (gambar kiri atas), dan pembentukan insulin pada penderita diabetes (gabar kanan bawah).
Gambar
Produksi Insulin (Medicastore 2004)
2 Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) adalah diabetes mellitus yang sehari-harinya membutuhkan terapi insulin untuk diet dan pengaturan aktivitas (Carolyn
2001). Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang
8
ditandai oleh tingginya level glukosa darah yang disebabkan oleh ketiadaan total hormon insulin. Diabetes tipe 1 terjadi ketika sistem imun tubuh menyerang sel beta yang menghasilkan insulin pada pankreas dan menghancurkannya (Jacquie et al. 2004). Pankreas kemudian hanya sedikit atau tidak menghasilkan insulin, sehingga gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin (Depkes RI 2005). Manifestasi klinik diabetes tipe 1 ditunjukkan dengan tahap akhir insulitis, sebab pada saat didiagnosa hanya sedikit sel β sehat yang memproduksi insulin. Kerusakan sel β secara agresif menyebabkan penyakit nampak dalam beberapa bulan pada anak yang masih muda, meskipun ada juga proses yang akan berlanjut dalam beberapa tahun, bahkan pada beberapa kasus ada yang berlanjut lebih dari 10 tahun (Virtanen & Mikael 2003). Gejala-gejala yang sering muncul pada penderita diabetes tipe 1 adalah sering kencing, sering merasa haus, terjadi penurunan berat badan, sering merasa lapar, dan merasa lemah (Rubin 2004). Gejala mungkin bisa terjadi secara tiba-tiba. Tanpa pemberian insulin, diabetes tipe 1 akan dengan cepat berakibat fatal (WHO 2006). Orang yang menderita diabetes tipe 1 tergantung pada injeksi insulin untuk mencegah hiperglikemia dan ketoacidosis. Jika penyuntikan insulin tidak cukup, seseorang dapat memasuki koma akibat dari ketoacidosis, ketidak seimbangan elektrolit, dan dehidrasi. Pada overdosis insulin juga dapat menyebabkan koma karena hipoglikemia (kadar glukosa darah dibawah normal) (Wheatley 1993). Diabetes tipe 2 Diabetes tipe 2 sering juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM), sebab tidak membutuhkan penambahan hormon insulin untuk mempertahankan keseimbangan glukosa darah (Carolyn 2001). Diabetes tipe 2 merupakan akibat dari lemahnya kemampuan pankreas guna mensekresikan insulin yang dikombinasikan dengan lemahnya aksi insulin, yang mana menjadi penyebab menurunnya sensitivitas insulin (Jacquie et al.
2004). Penurunan
sensitivitas insulin terjadi pada pintu masuk di permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor insulin; reseptor insulin akan memberikan signal pada glukosa transporter untuk memungkinkan lewatnya gula (glukosa) yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke dalam sel. Di dalam mitokondria, gula tersebut
9
kemudian akan digunakan untuk menghasilkan energi atau tenaga yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi setiap sel tubuh (Hartono 2006). Penyebab terjadinya penurunan sensitivitas insulin karena peningkatan kebutuhan sekresi insulin untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Meningkatnya sekresi insulin akan membawa pada kegagalan dari sel beta pankreas dalam menghasilkan insulin, yang merupakan inti dari ketidak normalan diabetes tipe 2 (Jacquie et al. 2004). Orang yang obesitas dan kurang olah raga mempunyai resiko terhadap penyakit diabetes tipe 2 dengan menunjukkan gejala penurunan sensitivitas insulin yaitu (1) jumlah insulin di dalam darahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, (2) penyuntikan insulin tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah pada keadaan menurunnya sensitivitas insulin (Rubin 2004). Penurunan berat badan dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Efek penurunan berat badan terhadap sekresi insulin pada penderita diabetes mellitus tergantung pada jumlah respon sekresi insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas. Sel beta pankreas pada awalnya meningkatkan sekresi insulin dan Cpeptida dengan jumlah yang cukup tinggi pada penderita obesitas, sebab pankreas harus mengganti bertambahnya penurunan sensitivitas insulin yang disebabkan oleh pengeluaran insulin yang berlebihan (Pi-Sunyer 1996). Menurut Media Informasi Peresepan Rasional bagi Tenaga Kesehatan Indonesia (2001) pada penderita diabetes tipe 2, terdapat tiga kondisi abnormal yang mungkin dimiliki. Pertama, mutlak kekurangan insulin dalam arti sekresi hormon insulin berkurang karena kerusakan sel-sel beta pankreas. Kedua, relatif kekurangan insulin dimana sekresi insulin tidak mencukupi dengan adanya kebutuhan metabolisme yang meningkat (misalnya pada pasien yang kelebihan berat badan). Ketiga, resisten terhadap insulin dan hiperinsulinemia karena penggunaan insulin perifer yang kurang sempurna. Gejala-gejala yang sering muncul pada diabetes tipe 2 adalah cepat lelah; sering kencing; sering lapar dan sering haus; penglihatan menjadi buram; lambatnya penyembuhan penyakit kulit, gusi dan infeksi saluran kencing; terasa gatal pada bagian kelamin; mati rasa pada kaki atau tungkai; dan penyakit jantung (Rubin
2004). Obesitas atau kelebihan simpanan lemak sering
mengiringi atau mendahului terjadinya penyakit diabetes tipe 2 (Carolyn 2001).
10
Penurunan sensitivitas insulin pada diabetes tipe 2 Penurunan sensitivitas insulin adalah kelainan metabolik yang dicirikan oleh menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin (Kendall & Harmel 2002). Menurut NDIC (2006) penurunan sensitivitas insulin adalah kondisi diam yang meningkatkan rantai perkembangan penyakit diabetes mellitus dan penyakit jantung. Penurunan sensitivitas insulin terjadi ketika jaringan gagal merespon insulin secara normal. Diabetes tipe 2 sering disertai oleh penurunan sensitivitas insulin pada organ sasaran yang mengakibatkan penurunan responsivitas, baik terhadap insulin endogenus maupun eksogenus (Rimbawan & Siagian 2004). Menurut Olefsky dan Nolan (1995) penurunan sensitivitas insulin mungkin terjadi pada banyak tahapan dalam aksi biologi insulin, dari awal telah terjadi pengikatan permukaan sel reseptor pada proses phosphorilasi yang dimulai oleh autophosphorilasi pada reseptor insulin. Penurunan sensitivitas insulin biasanya paling banyak ditemukan pada kegemukan dengan polycystic ovary syndrome (PCOS) pada wanita (65%), tetapi dapat juga ditemukan pada 20 persen dari lean PCOS pada wanita (Dale et al. 1998). Orang dengan diabetes tipe 2 mempunyai banyak insulin dalam tubuhnya (tidak seperti penyakit diabetes tipe 1), tetapi respon tubuhnya terhadap insulin dalam keadaan yang tidak normal. Orang yang menderita diabetes tipe 2 mengalami penurunan sensitivitas insulin, artinya tubuh resisten terhadap insulin dalam keadaan normal (Rubin 2004). Proses uptake glukosa yang dimediasi oleh insulin terlihat pada Gambar 3. insulin yang diproduksi pada sel beta pankreas akan menempati reseptornya, yang kemudian akan memberikan signal transduction pada glucose transporter untuk dapat melakukan penyerapan glukosa, sehingga glukosa yang beredar dalam darah akan masuk ke dalam sel. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) penurunan sensitivitas insulin pada penderita diabetes tipe 2 dapat disebabkan oleh kerusakan signal transduction. Kerusakan ini dapat dimulai dari insulin abnormal sampai kerusakan penerima insulin pada pengangkut glukosa. Hubungan langsung antara penurunan sensitivitas insulin dan kegemukan telah diketahui dengan baik, dan kegemukan adalah salah satu faktor penting untuk memprediksi diabetes tipe 2. Kegemukan berhubungan dengan lemahnya signal insulin, dan pola tertentu dari penyimpanan lemak (misalnya penyimpanan lemak dalam perut) lebih berhubungan dengan penurunan sensitivitas insulin. Meskipun otot rangka biasanya dianggap sebagai jaringan utama yang
11
menggunakan glukosa, pengambilan glukosa juga berhubungan dengan jaringan adipose (Sinaiko et al. 2005).
Gambar
Mediasi insulin dalam proses uptake glukosa (Adaptasi dari Cartailler
3
2004)
Gestational Diabetes Mellitus Gestational diabetes mellitus didefinisikan sebagai glucose intolerance yang pertama kali diketahui terjadi selama kehamilan (Godwin et al.
1999).
Gestational diabetes mellitus merupakan salah satu tipe diabetes yang banyak terjadi pada wanita selama kehamilan. Biasanya gejala ini menghilang setelah lahir. Ini terjadi karena perubahan hormonal pada kehamilan yang mana dapat merubah kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin. Insulin merupakan hormon yang penting untuk mempertahankan kadar glukosa darah yang sehat. Selama wanita-wanita mengalami perubahan hormon, hanya beberapa wanita yang berkembang mengalami gestational diabetes mellitus (NSW Health Department 2004) Angka kejadian gestational diabetes mellitus telah meningkat 50% dari sepuluh tahun yang lalu, dan peningkatan ini telah dicirikan oleh meningkatnya penderita obesitas di Amerika. Baru-baru ini, empat sampai delapan persen wanita hamil di Amerika menderita gestational diabetes mellitus (Jung 2007). Wanita dengan karakteristik klinik yang mempunyai resiko tinggi terserang gestational diabetes mellitus (GDM) adalah wanita yang mengalami kegemukan, mempunyai riwayat GDM, glycosuria, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit diabetes mellitus (ADA 2004)
12
Menurut Godwin et al. (1999) Pertambahan usia, obesitas, riwayat keluarga, status sosial ekonomi yang rendah, dan hipertensi pada saat hamil telah menunjukan sebagai faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian gestational diabetes mellitus. Dampak pada bayi, Gestational diabetes mellitus berhubungan dengan peningkatan kejadian kesakitan pada bayi, termasuk komplikasi yang angka kejadiannya sangat tinggi adalah macrosomatia (berat badan lahir lebih dari 4000g), hipoglikemia, hipokalcemia, hiperbilirubinemia, polycythemia, dan ketidak normalan kongenital yang serius (Godwin et al. 1999; Greene dan Solomon 2005). Perbedaan antara tanda diabetes tipe 1 dan tipe 2 Perbedaan antara tanda diabetes tipe 1 dan tipe 2 dapat dilihat dari tingkat usia, orang dengan diabetes tipe 1 biasanya lebih muda daripada tipe 2, tetapi peningkatan kejadian diabetes tipe 2 pada anak-anak yang kelebihan berat badan membuat perbedaan ini sulit dipisahkan antara tipe 1 dan tipe 2; berat badan, diabetes tipe 1 mempunyai berat badan yang kurus atau normal, sedangkan pada diabetes tipe 2 pada umumnya obesitas; tingkat glukosa, pada diabetes tipe 1 tingkat glukosa darah lebih tinggi (300-400 mg/dl) dari diabetes tipe 2, yang tingkat glukosa darahnya 200-250 mg/dl; tingkat keparahan, diabetes tipe 1 biasanya lebih parah, tetapi diabetes tipe 2 secara berangsurangsur menunjukkan gejala (Rubin 2004). Teh Minuman teh telah dikenal lebih dari 4000 tahun di Cina, tradisi pengobatan Cina telah merekomendasikan minuman teh hijau sebagai minuman untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit, termasuk penyakit sakit kepala dan saluran pencernaan. Minum teh juga dipercaya dapat memperbaiki fungsi imun, membantu detoksifikasi, dan memperpanjang umur, dan ini telah dianggap sebagai tradisi yang baik (Brannon 2007). Teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia sesudah air putih, dalam jumlah kira-kira 120 ml perkapita perhari. Ada dua bentuk teh yang banyak dikonsumsi, yakni teh hitam dan teh hijau. Teh hitam paling banyak dikonsumsi (80%), sedangkan teh hijau sekitar 20% saja. Teh hijau mengandung epikatekin sebagai komponen polifenol utama yang memiliki aroma khas teh hijau (Silalahi 2006). Menurut Bahruddin dan Asmawati (2005) teh hijau secara laboratoris telah terbukti memiliki anti bakteri dan efek anti radang. Dalam penelitiannya yang
13
dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang, Bahruddin dan Asmawati menemukan bahwa teh hijau mampu memperbaiki status jaringan periodontal pada penderita diabetes mellitus yang memiliki penyakit periodontal yang cukup parah. Menurut Brannon (2007) teh hijau merupakan minuman yang kaya akan kandungan phytochemicals salah satunya yang telah diketahui adalah polifenol, yang merupakan bagian dari flavonoid. Poliphenol adalah antioksidan yang sangat kuat, salah satu fungsinya dapat mengatasi radikal bebas yang merupakan molekul sangat tidak stabil yang berada di dalam tubuh. Pemberian polifenol teh hijau (500 mg/kg berat badan) pada tikus normal meningkatkan toleransi glukosa secara signifikan pada menit ke 60. Teh hijau polifenol juga ditemukan mengurangi level serum glukosa pada tikus diabetes mellitus yang diinduksi oleh alloksan dengan signifikan pada level dosis 100 mg/kg berat badan. Selanjutnya pemberian setiap hari selama 15 hari dari ekstrak 50, 100 mg/kg berat badan menghasilkan 29-44% pengurangan dari peningkatan level serum glukosa yang disebabkan oleh pemberian alloksan (Sabu et al.
2002). Menurut Maeta et al. (2007) polifenol terutama
epigallocatechin gallat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel beta pankreas dari pengaruh oksidasi. EGCG secara luas telah diketahui sebagai antioksidan, sebagai contoh EGCG mampu menangkal superoxide anion radicals, hydrogen peroxide, hydroxyl radicals, peroxyl radicals, singlet oxygen, dan peroxynitrite. Katekin yang diberikan pada tikus putih sebanyak 0.5 g per hari selama 3 minggu, dalam usus akan terfermentasi dalam jumlah sedikit dan kurang dari 5% dikeluarkan melalui feses dalam bentuk utuh. EC masuk dalam sirkulasi darah dalam bentuk terglukuronidasi, dan kemudian disulfatisasi dalam hati serta termetilasi dalam hati dan ginjal. Kemudian, bentuk senyawa terkonjugasi tersebut disekresi melalui feses dan urin (Hartoyo 2003). EGCG dalam tubuh sebagian diserap dalam bentuk utuh, terdeteksi dengan konsentrasi tertinggi pada serum manusia setelah 2 jam pemberian secara oral dan sebagian termetabolisme melalui proses dehidrogenasi dan dekarboksilasi EGCG, hingga membentuk produk P-I (theasinensin A), P-2 (senyawa baru), dan P-3 (theasinensin D. isomer dari P-I). Uniknya, ketiga produk
hasil
degradasi
tersebut
mempunyai
sifat
aktivitas
antioksidan
(menghambat Fe dan scavenger radikal Oksigen) yang lebih tinggi dibandingkan dengan EGCG sendiri dan lebih mudah diserap dibandingkan EGCG. Kemungkinan, ketiga produk hasil degradasi EGCG tersebut lebih cepat sampai
14
ke aliran darah dan memberikan aktivitas antioksidatifnya dalam organ dan jaringan (Hartoyo 2003). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung - Jawa Barat Indonesia menunjukkan bahwa kandungan polifenol pada teh Indonesia yang merupakan komponen aktif untuk kesehatan ± 1,34 kali lebih tinggi dibanding teh dari negara lain. Katekin merupakan senyawa polifenol utama pada teh sebesar 90% dari total kandungan polifenol. Rata-rata kandungan katekin pada teh Indonesia berkisar antara 7,02 - 11,60% b.k., sedangkan pada negara lain berkisar antara 5,06 - 7,47 b.k. Teh selain mengandung polifenol hingga 25-35%, juga mengandung komponen lain yang bermanfaat bagi kesehatan, antara lain : metilxantin, asam amino, peptides, karbonhidrat, vitamin (C, E dan K), karotenoid, mineral seperti kalium, magnesium, mangan, fluor, zinc, selenium, copper, iron, calcium, serta metilxantin dan alkaloid lain (PTPN VIII
2007). Menurut Bambang et al.
(1995;1996) yang dikutip oleh Mahmudatussaadah (2005) bahwa kandungan katekin pada teh hijau lokal sebanyak 10.81% berat kering dan pada teh hijau ekspor sebanyak 11.60% berat kering. Pada Tabel 1 terlihat kandungan katekin pada teh hijau Camellia sinensis klon Gambung. Tabel 1
Kandungan katekin pada teh hijau Camellia sinensis
Teh hijau Camellia sinensis
Total katekin (%)
Gambung 1 Gambung 2 Gambung 3 Gambung 4 Gambung 5 Gambung 6 Gambung 7 Gambung 8 Gambung 9 Gambung 10 Gambung 11 Sumber : Santoso et al. (2006)
16.70 16.00 14.60 17.10 15.50 16.00 15.90 14.90 17.00 16.80 13.90
Menurut Kustamiyati
(1978), katekin sesungguhnya adalah tanin yang
tidak mempunyai sifat menyamak atau menggumpalkan protein, sebagaimana tanin yang terdapat pada tumbuhan-tumbuhan umumnya. Katekin menyusun 2030% dari berat kering daun teh dan merupakan senyawa terpenting dalam menentukan perubahan rasa, warna dan aroma teh. Pada Tabel 2 terlihat unsur pokok fenol dalam teh hijau dan teh hitam.
15
Tabel 2
Konsentrasi asam fenol dan flavonoid pada produk teh Unsur pokok
Teh hijau (mg/g)
Flavanols 300 – 400 Epigalocatechin gallat 70 – 150 Epicathecin gallat 30 – 100 Epigalocathecin 30 – 100 Epicathecin 10 – 50 Flavonols 50 – 100 Flavandiols 20 – 30 Phenolic acids and depsides 30 – 50 Theaflavins Thearubigin Sumber : Dreosti (1996) dan Wildman (2001).
Teh hitam (mg/g) 50 – 100 40 – 50 30 – 40 10 – 20 10 – 20 60 – 80 100 – 120 30 – 60 300 – 600
Murbei Tanaman murbei dengan nama latin Morus alba L dan nama Cinanya Sang ye dikenal sebagai pakan ulat sutera dalam aktivitas persuteraan alam. Di lain pihak, daun murbei juga telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati berbagai penyakit, salah satunya diabetes mellitus. Menurut penelitian Kim et al. (2006) pemberian ekstrak daun murbei pada tikus diabetes mellitus, secara nyata dapat menurunkan kadar glukosa darah. Bahkan dalam studinya, penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus yang diberi ekstrak daun murbei bahkan lebih baik daripada “glibenclamide” (obat anti diabetes). Penelitian Enkhmaa et al. (2005), mendapati bahwa pemberian daun murbei pada tikus atherosklerosis selain mampu menurunkan kadar kolesterol total, juga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitiannya juga, menunjukan bahwa pemberian daun murbei dapat menghambat peningkatan berat badan pada tikus atherosklerosis dibandingkan dengan kontrol. Level glukosa plasma setelah makanan dipecah juga menurun pada tikus yang diberi daun murbei. Ini merupakan
efek
1-deoxynojirimycin,
relatif yang
dari
polyhydroxylated
mempunyai
kemampuan
alkaloids, menghambat
termasuk aktifitas
α-glucosidase. Penelitian
efek
penghambatan
dari
ekstrak
daun
murbei
pada
hiperglikaemia setelah makan malam yang menggunakan tikus normal, menunjukan dosis ekstrak daun murbei sebanyak 0.02-0.5 g/kg, mampu menghambat kenaikan glukosa darah sebesar 50 persen (Miyahara et al. 2004).
16
Penelitian pada tikus normal yang dipuasakan, yang diberi cekokan ekstrak daun murbei secara bersamaan dengan disakarida (sukrosa, maltosa, trehalosa, dan laktosa), dan penelitian pada usus halus manusia ternyata secara nyata mampu menghambat penyerapan dari sakarida. Kemampuan daun murbei dalam menghambat penyerapan sakarida sangat beragam, tergantung dari jenis, musim dan tempat tumbuhnya (Yatsunami et al. 2003; Oku et al. 2006) Studi yang dilakukan oleh Zhong et al. (2006) terhadap campuran ekstrak teh hijau (0.1 g), teh hitam (0.1 g), dan teh daun murbei (1.0 g), menemukan komponen 1-deoxynojirimycin 5 mg, epicatechin gallat 100 mg, epigalocatechin gallat 300 mg, dan theaflavin 100 mg. Senyawa 1-deoxynojirimycin merupakan zat aktif yang dari daun murbei. Epicatechin gallat dan epigalocatechin gallat merupakan polifenol yang terdapat dalam teh hijau. Sedangkan theaflavin merupakan kandungan yang berasal dari teh hitam. Penelitian kandungan pada murbei terus dikembangkan, pada akar tanaman murbei berhasil mengisolasi sebanyak delapan belas kandungan, termasuk tujuh diantanya terdapat dalam daun murbei. Kandungan itu adalah 1-deoxynojirimycin,
N-methyl-1-deoxynojirimycin,
fagomine,
3-epi-fagomine,
1,4-dideoxy-1,4-imino-D-arabinitol, 1,4-dideoxy-1,4-imino-D-ribitol, calystegin B2, calystegin C1, 1,4 - dideoxy - 1,4-imino - (2 - O - mallitus - D - glucopyranosyl) D-arabinito, dan sembilan macam glycosides (Asano 1994). Kandungan murbei tersebut mampu menurunkan level glukosa darah. Fagomine berfungsi meningkatkan level plasma insulin yang berkontribusi sebagai bagian dari aksi antihiperglikaemik (Bnouham et al. 2006;Yatsunami et al. 2003). Selain itu murbei telah menunjukan aktivitas antioksidan yang relatif tinggi. Makanan/Minuman Fungsional Menurut Goldberg (1994) konsep dan istilah makanan/minuman fungsional pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang Jepang pada pertengahan tahun 1980-an. Makanan fungsional digunakan dalam pencegahan penyakit pada tingkat awal, bukan sebagai usaha penyembuhan penyakit. Jepang adalah negara pertama yang mendefinisikan makanan fungsional, yaitu makanan olahan bergizi yang juga mengandung bahan atau unsur yang berperan untuk membantu fungsi tubuh tertentu. Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) (2005) pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan
17
bermanfaat bagi kesehatan. Makanan
fungsional
secara
penampilan
mirip
dengan
makanan
konvensional, tetapi makanan fungsional mempunyai keuntungan yang lebih luas daripada hanya sekedar kandungan zat gizi dasarnya. Sebagai contoh, dari beberapa studi yang telah dilakukan, bahwa makanan fungsional dapat mencegah osteoporosis, kanker, dan penyakit kardiovaskuler (Pierre & Onge 2005). Menurut Goldberg (1994) dan Silalahi (2006) Ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi, sehingga suatu pangan/minuman dapat dikategorikan sebagai pangan/minuman fungsional, yaitu sebagai berikut. 1. Merupakan makanan atau minuman (bukan kapsul, tablet, atau serbuk) yang mengandung senyawa bioaktif tertentu yang berasal dari bahan alami. 2. Harus merupakan bahan yang dikonsumsi dari bagian diet sehari-hari 3. Mempunyai
fungsi
meningkatkan
tertentu
mekanisme
setelah
dikonsumsi,
pertahanan
biologis,
seperti
misalnya
mencegah
dan
memulihkan penyakit tertentu, mengontrol fisik dan mental, dan memperlambat proses penuaan dini. Menurut Astawan (2005) dasar pertimbangan konsumen dalam memilih bahan pangan pada tahun 2005 dan masa-masa yang akan datang, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi akan bergeser pada pengutamaan khasiat dari setiap bahan terhadap kesehatan tubuh. Teh hijau telah dikenal sebagai minuman fungsional karena khasiat dari komponen aktif yang terkandung di dalamnya, terutama teh hijau yang kaya akan polifenol (Silalahi 2006). Selain itu, dalam beberapa studi daun murbei telah ditemukan mengandung sejenis flavonoid yang merupakan antioksidan yaitu: quercetin 3-glucoside (Q3G) (isoquercitrin), quercetin 3-(6-malonylglucoside) (Q3MG) dan kaempferol 3-glucoside (Enkhmaa et al. 2005).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung untuk membuat teh hijau dan teh daun murbei; dan menganalisis kimia teh daun murbei dan teh hijau+teh daun murbei. Kemudian dilanjutkan di Laboratorium Seafast Center, Institut Pertanian Bogor, untuk melihat pengaruh pemberian minuman teh terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes mellitus. Persiapan ransum dan analisis kadar air ransum dilakukan Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2007 sampai Juni 2008. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan utama, antara lain: Teh Camellia sinensis klon Gambung 7 dan 9. yang didapatkan dari laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung, daun murbei Morus kanva dan multikaulis yang didapatkan dari Lembaga Masyarakat Disekitar Hutan (LMDH) Sukamanah, Bandung., Alloksan dari Sigma (A7413-10G) untuk membuat tikus normal jadi diabetes. Peralatan yang digunakan adalah timbangan berat badan (BB) tikus, glukometer (One Touch Ultra) untuk pengukuran kadar glukosa darah, spuit untuk menyuntikan alloksan, dan Sonde untuk mencekokan minuman.
18
01000900000378000 00002001c00000000 00040000000301080 0050000000b020000 0000050000000c02b a076d03040000002e 0118001c000000fb02 1000070000000000b c0200000000010202 2253797374656d000 76d030000e00e0000 (a) (b) 783b120026e27405f 84c17000c02000004 0000002d0100001c0 00000fb029cff00000 00000009001000000 000440001254696d6 573204e657720526f 6d616e00000000000 (c) 00000000000000000 000000040000002d0 10100040000000201 01000500000009020 00000020d00000032 0a5a00ffff010004000 00000006b03bd0720 4d2d00040000002d0 10000030000000000 (d) Gambar 4. Peralatan penelitian (a) One Touch, (b) Alloxan Monohydrat, (c) Timbangan BB tikus, (d) spuit dan sonde. Metode Penelitian Penyiapan Bahan Uji Sebanyak 20 gram teh hijau, 20 gram teh daun murbei, dan 20 gram campuran teh hijau dan teh daun murbei (campuran 1:1), masing-masing bahan diseduh dengan cara direndam menggunakan air panas (70
0
C – 80 0C)
sebanyak 200 ml selama ±15 menit, kemudian disaring dan diambil filtratnya. Asumsi yang digunakan adalah teh hijau mengandung katekin 10% dari berat kering. Hewan Percobaan Sebanyak 30 ekor tikus putih jantan jenis Sprague Dawley umur 8 minggu digunakan dalam penelitian ini. Semua tikus dipelihara terlebih dahulu kurang
19
lebih 7 hari untuk penyesuaian lingkungan. Tikus dikandangkan dengan pengaturan suhu (220C) dan kelembaban (55%). Ruangan dikontrol dengan siklus 12 jam penerangan dan 12 jam gelap (Kim et al. 2006). Pembuatan Ransum Tikus diberi pakan standar laboratorium yaitu: protein (10% kasein), lemak (8% minyak jagung), mineral mix (5%), vitamin mix (1%), serat (selulosa 1%), dan karbohidrat (pati tapioka) sampai 100%. Air dan pakan diberikan ad libitum selama masa penelitian (AOAC 1990) Tikus dibuat menjadi Diabetes dengan Induksi Alloksan Setelah melewati masa adaptasi, sebanyak 20 ekor tikus dibuat menjadi diabetes dengan diinduksi menggunakan alloksan monohidrat, induksi dilakukan dengan injeksi secara intraperitonial, dosis alloksan yang digunakan sebanyak 120 mg/kg BB. Tikus yang diinduksi tetap diberi makan dan minuman ad libitum. Dua hari setelah penyuntikan, kadar glukosa darah tikus diukur. Tikus dengan kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl dikategorikan diabetes dan siap untuk digunakan dalam penelitian ini (Kim at al. 2006). Tingkat keberhasilan untuk membuat tikus normal menjadi diabetes dengan induksi alloksan ±80 persen. Bila 5 hari setelah disuntik belum terjadi diabetes maka dilakukan penyuntikan kembali.
Pengujian Pengaruh Minuman Teh Pengujian dibagi dalam empat tahapan penelitian yaitu: tahap pertama untuk penentuan bahan baku minuman teh yang terbaik, tahap kedua untuk menentukan turnover kadar glukosa darah tikus normal, tahap ketiga untuk melihat pengaruh minuman teh terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes selama 120 menit, dan tahap keempat untuk melihat pengaruh minuman teh terhadap kadar glukosa darah selama 16 hari. Tahap 1 Teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei (rasio 1:1) dianalisa kandungan kimianya yang meliputi kadar air, ekstrak air, kadar abu, abu tak larut asam, abu larut dalam air, alkalinitas, kadar serat, teaflavin, tannin, dan
20
cafein. Analisis tersebut dilakukan di Laboratorium PPTK Bandung. Pada tahap ini untuk mendapatkan bahan baku minuman yang terbaik. Tahap 2 Penentuan kurva turnover glukosa darah tikus normal. Setelah melewati masa adaptasi, sebanyak 5 ekor tikus normal dipuasakan selama 24 jam (Wapnir & Lifshitz 1977). Setelah itu diberi ransum ad libitum. Tikus dipuasakan bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah sampai pada kadar terendah, sehingga ketika diberi ransum akan terlihat pola peningkatan kadar glukosa darahnya. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada 0 menit (baseline) 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135, dan 150 menit setelah mengkonsumsi ransum. Tahap ini untuk menentukan waktu maksimal terjadinya penyerapan makanan, dengan indikator terjadinya peningkatan glukosa darah. Tahap 3 Dua puluh ekor tikus diabetes mellitus dan lima ekor tikus normal digunakan dalam penelitian tahap ini. Tikus diabetes mellitus dibagi dalam 4 kelompok masing-masing 5 ekor tikus. Selanjutnya tikus dipuasakan selama 4 jam. Setelah dipuasakan, kelompok pertama sebanyak 5 ekor diberi air minum dalam kemasan (K) sebagai kontrol; kelompok kedua sebanyak 5 ekor diberi teh hijau (T); kelompok ketiga sebanyak 5 ekor diberi teh daun murbei (M), kelompok keempat sebanyak 5 ekor diberi campuran teh hijau+teh daun murbei (TM), dan 5 ekor tikus yang normal diberi air minum dalam kemasan (KN) sebagai kontrol normal. Dosis yang diberikan: 1 ml/100g BB atau setara dengan polifenol 100 mg/kg BB untuk setiap minuman yang diberikan dengan cara dicekok. Masingmasing disertai pemberian ransum ad libitum. Setiap ekor tikus dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah. Waktu untuk pemeriksaan kadar glukosa darah tikus dilakukan berdasarkan hasil penelitian tahap kedua. Tahap ini untuk melihat pengaruh minuman terhadap penghambatan glukosa darah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing empat taraf dan lima taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) atau disebut juga uji lanjut Tukey. Perlakuan yang diberikan adalah : A. Pemberian cekok (air minum dalam kemasan (kontrol), teh hijau, teh daun murbei, dan campuran teh hijau+teh daun murbei). B. Waktu (baseline, menit ke-30, menit ke-60, menit ke-90, dan menit ke-
21
120) n = 5 kali ulangan. model linear yang digunakan adalah : Yijk = µ+α i+β j+(αβ ij)+ε ijk Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. µ = nilai rata-rata. αi = pengaruh pemberian cekok ke-i. βj = pengaruh waktu ke-j. αβij = pengaruh reaksi pemberian cekok ke-i dan reaksi waktu ke-j. εijk = galat error dari cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. Tahap 4 Setelah dilakukan penelitian tahap 3, masing-masing kelompok tikus tetap diberi ransum sampai 16 hari. Pencekokan minuman dilakukan setiap hari. Pengukuran glukosa darah dilakukan setiap empat hari yaitu: pada hari ke 0, 4, 8, 12, dan 16. Pengukuran glukosa darah dilakukan sebelum pemberian cekok hari berikutnya. Setiap hari dilakukan penimbangan terhadap ransum dan dua kali sehari dilakukan penimbangan berat badan tikus. Tahap ini untuk melihat pengaruh minuman terhadap penurunan kadar glukosa darah Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing empat taraf dan lima taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) atau disebut juga uji lanjut Tukey. Perlakuan yang diberikan adalah : A. Pemberian cekok (air minum dalam kemasan (kontrol), teh hijau, teh daun murbei, dan campuran teh hijau+teh daun murbei). B. Waktu (baseline, hari ke-4, hari ke-8, hari ke-12, dan hari ke-16) n = 5 kali ulangan. model linear yang digunakan adalah Yijk = µ+α i+β j+(αβ ij)+ε ijk Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. µ = nilai rata-rata.
22
αi = pengaruh pemberian cekok ke-i. βj = pengaruh waktu ke-j. αβij = pengaruh reaksi pemberian cekok ke-i dan reaksi waktu ke-j. εijk = galat error dari cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. Metode Analisa Kadar Glukosa Darah (Mahmudatussaadah 2005, yang dikutif dari Innan 1996) Pengukuran glukosa darah dengan glukometer menggunakan metode elektrokimia, yaitu berdasarkan pada pengukuran potensial (daya listrik) yang disebabkan oleh reaksi dari glukosa dengan bahan pereaksi glukosa pada elektroda strip. Strip uji mengandung bahan kimia: glukose oksidase 29.1 % b/b, heksasianoferat (III) 32.0% b/b dan bahan-bahan tidak reaktif 38.9% b/b. Prinsip kerjanya : sampel darah diserap masuk ke dalam ujung strip uji berdasarkan reaksi kapiler. Apabila darah mengisi ruangan reaksi pada strip uji, kalium ferisianida diuraikan dan glukosa sampel dioksidasi oleh enzim g!ukosa oxidase, menyebabkan penurunan bilangan oksidasi (kalium heksasianoferat (III) menjadi kalium heksasianoferat (II)). Aplikasi jumlah voltase yang konstan dari meteran mengoksidasi kalium heksasianoferat (II) kembali pada kalium heksasianoferat (III), dan memberikan elektron. Elektron yang dihasilkan untuk menimbulkan arus sebanding dengan kadar glukosa pada sampel. Setelah waktu 60 detik, konsentrasi glukosa dalam sampel ditayangkan pada layar monitor. Cara mengukur glukosa darah tikus percobaan: ekor tikus uji dihangati dengan air hangat, selanjutnya ditusuk dengan jarum dan darah yang menetes dikenakan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL.
Analisis Data Data hasil analisis karakteristik kimia daun murbei dan kombinasi teh daun murbei+teh hijau, yang bertujuan untuk mendapatkan produk teh yang terbaik diuji dengan uji t (t-tes). Hasil uji pengaruh teh hijau, teh daun murbei, dan kombinasi teh hijau+teh daun murbei terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes melitus diuji dengan uji Analisis of Varians (ANOVA). Data diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 12.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kimia daun murbei dan kombinasi teh hijau+teh daun murbei Analisis kimia yang dilakukan pada daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei untuk mendapatkan jenis daun murbei terbaik yang kemudian akan dijadikan sebagai minuman fungsional yang bermanfaat untuk penderita diabetes. Tabel 3 Karakteristik kimia daun murbei segar (% berat kering) Varietas Morus kanva Morus multicaulis *)
K. Air*) 69,58 68.92
Theaflavin 0,0690 0,0555
Tannin 0,229 0,451
Kafein 0,683 0,465
berat basah
Pada Tabel 3 terlihat daun murbei kanva (Morus kanva) mempunyai kandungan theaflavin (0.0690% bk), kafein (0.683% bk), dan kadar air (69.58% bb) yang lebih tinggi dibandingkan murbei multikaulis (Morus multikaulis). Kandungan theaflavin, tanin dan kafein merupakan zat yang bisa dijadikan standar untuk menentukan kualitas dari daun murbei yang akan dijadikan teh. Theaflavin merupakan hasil oksidasi dari katekin yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis. Kafein merupakan senyawa yang bisa memberikan rasa segar. Setelah melakukan uji kimia pada daun murbei segar, secara deskriptif terlihat bahwa daun murbei kanva lebih baik dari daun murbei multikaulis, maka kemudian terhadap daun murbei kanva dilakukan pengolahan untuk dijadikan teh (sebagai minuman) dikombinasikan dengan teh Camellia sinensis klon Gambung 7 dan Gambung 9 yang diolah secara non oksidasi enzimatis. Pengolahan daun murbei juga dilakukan secara non oksidasi enzimatis, agar zat-zat yang terkandung dalam daun murbei dan daun teh Camellia sinensis tidak banyak mengalami perubahan akibat oksidasi. Hasil dari analisis kimia terhadap daun murbei dan kombinasinya disajikan pada Tabel 4. Dari hasil uji statistik terhadap karakteristik kimia teh murbei kanva+teh Gambung
7 dan teh
murbei
kanva+Gambung
9 menggunakan
t-Test
menunjukkan bahwa tidak ada satu pun karakteristik kimia yang berbeda nyata (p<0.05) antara teh murbei kanva+teh Gambung 7 dengan teh murbei kanva+Gambung 9. Hasil uji terlihat pada Tabel 4 dan Lampiran 1. Tabel 4
Karakteristik kimia teh daun murbei dan kombinas tehi daun murbei
25
dengan teh Camellia sinensis (% berat kering) Peubah
Kadar Air Ekstrak Air Kadar Abu Abu tak Larut Asam Abu Larut Air Alkalinitas Kadar serat Theaflavin Tanin Kafein
Teh Murbei
Teh Murbei kanva
Teh Murbei kanva
kanva
+Gambung 7 (1:1)
+Gambung 9 (1:1)
3.2100 37.7500 13.422 1.2733 37.4400 2.62667 7.9417 0.07812 0.1920 0.23650
2.6733 a 41.7117 a 8.5450 a 0.9255 a 43.1683 a 2.3633 a 11.4167 a 0.4367 a 3.6950 a 1.1750 a
2.6150 a 41.4500 a 8.6883 a 0.9803 a 43.4983 a 2.3317 a 11.2950 a 0.4613 a 4.9733 a 1.2933 a
Keterangan : angka pada baris yang sama, yang diikuti superskrip yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (p>0.05)
Kadar air Dari hasil analisis kandungan kadar air, teh daun murbei kanva yang dibuat secara non oksidasi enzimatis menunjukkan kandungan kadar airnya paling tinggi (3.2100% bk), sedangkan antara daun murbei kanva+Gambung 7 (2.6733% bk) dan kanva+Gambung 9 (2.6150% bk) mempunyai kadar air yang hampir sama (lihat Tabel 4). Secara rata-rata bila dibandingkan dengan SNI teh, maka semua hasil olahan tesebut memenuhi persyaratan SNI teh yang mensyaratkan kadar air maksimal 8%. Kadar air pada teh daun murbei dan kombinasi teh hijau+teh daun murbei akan mempengaruhi tingkat kerusakan teh tersebut selama penyimpanan, agar kualitas teh tetap terjaga. Ekstrak air Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai rata-rata ekstrak air tertinggi dimiliki oleh kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 (41.7117% bk), sedangkan ekstrak air yang terendah terdapat pada teh daun murbei kanva (37.7500% bk). Ekstrak air menunjukkan banyaknya zat-zat kimia yang terkandung pada teh yang nantinya diharapkan memberi rasa segar dan khasiat menyehatkan bagi peminum teh. Kadar ekstrak air juga penting dalam memberikan cita rasa, untuk mendapat tanggapan indera pengecap maka suatu minuman harus bersifat dapat larut dalam air (Damayanthi et al. 2007). Tingginya kadar ekstrak air pada kombinasi teh daun murbei+Gambung 7 dan teh daun murbei+Gambung 9 mungkin lebih disebabkan oleh faktor teh Camellia sinensis. Eksrtak air pada minuman ini menunjukkan angka yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan persyaratan SNI teh yang menetapkan batasan minimum ekstrak air sebesar 32%.
26
Kadar abu Kadar abu pada Tabel 4 menunjukkan bahwa teh daun murbei kanva mempunyai kadar abu yang paling tinggi dibandingkan dengan kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 dan teh daun murbei kanva+Gambung 9 yang mempunyai kadar abu yang hampir sama. Bila dibandingkan dengan SNI teh (kadar abu minimal 4% dan maksimal 8%), maka teh daun murbei kanva (13.422% bk), kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 (8.5450% bk) dan teh daun murbei kanva+Gambung 7 (8.6883% bk) tidak ada yang memenuhi persyaratan SNI teh. Pengukuran kadar abu pada teh hijau dan teh daun murbei untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral pada minuman tersebut. Abu tak larut asam Dari hasil analisis menunjukkan bahwa teh daun murbei kanva mempunyai kadar abu tak larut asam yang paling tinggi (1.2733% bk) dibandingkan yang dikombinasi dengan teh Camellia sinensis Gambung 7 (0.9255% bk) dan Gambung 9 (0.9803% bk). Bila hasil analisis dibandingkan dengan SNI teh yang menetapkan batas maksimal kadar abu tak larut asam adalah sebesar 1% maka, kadar abu larut asam dalam teh daun murbei kanva yang tidak dikombinasi tidak memenuhi persyaratan SNI teh, karena melebihi ambang batas yang ditentukan yaitu kadar abu tak larut asam sebesar 1.3%. Menurut Damayanthi et al. (2007) tingginya kadar abu tak larut asam pada teh daun murbei kanva mencerminkan tingginya kandungan logam yang terkandung di dalamnya. Abu larut dalam air Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu yang larut dalam air pada teh daun murbei kanva jumlahnya paling sedikit (37.4400% bk) dibandingkan dengan teh daun murbei yang dikombinasi. Bila hasil analisis dibandingkan dengan SNI teh yang menetapkan batas maksimal kadar abu larut dalam air sebesar 45%, maka kesemuanya baik teh daun murbei kanva atau pun kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 dan teh daun murbei kanva+Gambung 9 telah memenuhi persyaratan SNI teh. Alkalinitas Hasil uji alkalinitas pada Tabel 4 menunjukkan bahwa teh daun murbei kanva mempunyai tingkat alkalinitas yang lebih tinggi (2.6266% bk), sedangkan teh daun murbei kanva+Gambung 9 mempunyai alkalinitas yang lebih rendah
27
(2.3317% bk). Bila hasil analisis alkalinitas dibandingkan dengan SNI teh yang menetapkan batas alkalinitas minimal 1% dan maksimal 3%, maka untuk alkalinitas ketiga jenis teh ini memenuhi ketentuan SNI teh. Kadar serat Pada Tabel 4 terlihat bahwa kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 mempunyai kadar serat yang paling tinggi bila dibandingkan dengan teh daun murbei kanva dan kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 9. Bila mengacu pada SNI teh yang menetapkan batas maksimal kadar serat 16.50%, maka kadar serat ketiga jenis teh ini telah sesuai dengan ketentuan SNI. Theaflavin Pada Tabel 4 terlihat bahwa kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 9 menunjukkan tingkat kandungan theaflavin yang lebih tinggi, bahkan kandungan theaflavin pada teh daun murbei kanva mencapai kurang dari seperempatnya. Theaflavin merupakan hasil oksidasi dari katekin selama proses fermentasi dari pembuatan teh. Walaupun theaflavin tidak termasuk dalam persyaratan SNI teh, jumlah kandungan theaflavin bisa mengindikasikan kualitas dari teh. Pada hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah theaflavin yang terkandung dalam kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 (0.43667% bk) dan Gambung 9 (0.46133% bk) lebih tinggi dibandingkan dengan yang terkandung pada teh daun murbei kanva tanpa dikombinasi (0.7812% bk). Tingginya theaflavin pada kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 dan Gambung 9 mungkin dipengaruhi oleh tingginya kandungan theaflavin pada teh Camellia sinensis. Tanin dan Kafein Pada Tabel 4 terlihat pola yang hampir sama antara kandungan tanin dan kafein
pada
teh
daun
murbei
dan
kombinasinya.
Teh
daun
murbei
kanva+Gambung 9 menunjukkan jumlah tanin (4.9733% bk) dan kafein (1.2933% bk) yang paling tinggi, dan yang paling rendah tanin dan kafeinnya adalah teh daun murbei kanva tanpa kombinasi teh (masing-masing adalah sebanyak 0.1920% bk dan 0.2365% bk). Tanin dan kafein adalah senyawa-senyawa utama penyusun zat padat terlarut. Dalam daun muda kandungan senyawa ini besar sedangkan pada pucuk yang tua yang kandungannya akan menurun. Pada hasil teh kering pada teh hitam kandungan tanin yang larut rendah karena selama fermentasi terjadi perubahan katekin menjadi theaflavin dan thearubigin.
28
Pembuatan teh hijau tidak melewati tahap fermentasi sehingga selama pengolahan tanin tidak banyak mengalami perubahan, sehingga kandungan taninnya relatif lebih tinggi. Hal ini menyebabkan teh hijau lebih pahit dan sepet dibandingkan dengan teh hitam. Senyawa tanin akan menyebabkan rasa teh menjadi sepet dan kafein akan menyebabkan teh menjadi memiliki rasa pahit baik pada teh hitam mau pun teh hijau. Kafein akan bereaksi dengan katekin atau hasil oksidasinya membentuk senyawa yang menentukan brightness dari seduhan teh (Kustamiyati 1978). Popularitas teh sebagian besar disebabkan oleh adanya alkaloid yang dikandungnya. Sifat penyegar teh berasal dari bahan tersebut yang menyusun 3-4% berat kering. Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, selain theobromin dan theofilin. Kafein tidak mengalami perubahan selama pengolahan teh hitam, tetapi dipandang sebagai bahan yang menentukan kualitas. Kafein akan bereaksi dengan katekin atau hasil oksidasinya membentuk senyawa yang menentukan brightness dari seduhan teh. Kafein dan tanin tersebut akan menentukan rasa pahit dari teh yang dihasilkan (Kustamiyati 1978). Dari hasil uji statistik karakteristik kimia teh murbei kanva+Gambung 7 dan teh murbei kanva+Gambung 9 menunjukan tidak adanya perbedaan karakteristik kimia yang berbeda nyata. Maka pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan campuran teh daun murbei+teh hijau adalah produktivitas dari teh hijau Gambung 7 dan Gambung 9. Berikut ini Tabel data produktivitas teh Camellia sinensis klon Gambung 6 – Gambung 11. Dari Tabel 5 terlihat bahwa produksi teh klon Gambung 7 di dua lokasi dari tahun ke tahun lebih tinggi dibandingkan dengan Gambung 9. Maka dalam penelitian selanjutnya menggunakan campuran teh murbei kanva+Gambung 7, teh daun murbei kanva, dan teh hijau Camellia sinensis Gambung 7. Untuk memudahkan penyebutan, selanjutnya dalam penelitian ini teh daun murbei kanva disebut teh daun murbei, dan teh Camellia sinensis Gambung 7 disebut teh hijau, dan campuran teh daun murbei kanva+teh Camellia sinensis Gambung 7 disebut campuran. Tabel 5 Produksi teh Camellia sinensis klon Gambung 6 – Gambung 11 selama tiga tahun di dua lokasi Klon Lokasi Pasir Sarongge Gambung Produksi (kg/ha) tahun ke Produksi (kg/ha) tahun ke I II III I II III Gambung 6 1.860 1.860 4.362 2.408 2.748 4.517
29
Gambung 7 2.075 Gambung 8 1.704 Gambung 9 1.222 Gambung 10 2.009 Gambung 11 1.748 Sumber : PPTK (2006)
2.730 1.434 1.903 2.070 2.280
5.768 4.034 4.730 4.084 5.495
2.374 1.903 2.115 2.102 2.887
3.228 2.694 3.204 3.182 3.566
5.391 4.154 4.485 4.813 5.032
Turnover Kadar Glukosa Darah Tikus Normal Analisa kadar glukosa darah dilakukan untuk mengetahui turnover kadar glukosa darah pada tikus normal, yang kemudin hasilnya akan dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian pada tahap selanjutnya. Hasil uji kadar glukosa darah pada tikus normal ditunjukkan pada Gambar 5.
160 140
137
133
120
119
124
115
125
120
109
100 80
72 61
60 40
42
20 0 Baseline
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
menit ke
Keterangan : ---- = kurva imaginer untuk memperlihatkan pola peningkatan glukosa darah tikus normal.
Gambar 5
Kadar glukosa darah tikus normal selama 150 menit
Dari Gambar 5 terlihat bahwa kadar glukosa akan terus meningkat sampai menit ke-45, selanjutnya kadar glukosa darah relatif stabil sampai menit ke-150. Sehingga dalam penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada menit ke-30,60,90,dan 120. Analisis Pengaruh Minuman Teh terhadap Kadar Glukosa Darah Hasil pengamatan terhadap tikus selama masa penelitian, terlihat bahwa setelah melewati masa adaptasi, kemudian tikus diinduksi alloksan, sampai tikus diberikan perlakuan minuman teh selama 16 hari, secara deskriptif menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan pada kondisi fisik tikus. Selama masa adaptasi tikus menunjukkan kondisi yang normal, dengan jumlah konsumsi pakan yang relatif sama. Setelah sebanyak 20 ekor tikus diinduksi alloksan, maka dalam dua
30
hari tikus tersebut mulai menunjukkan gejala banyak kencing dan banyak minum, serta kondisinya mulai melemah dan mengalami penurunan berat badan, setelah beberapa hari tikus menunjukkan gejala banyak makan, tetapi tidak diikuti dengan penambahan berat badan. Gejala ini sesuai dengan tanda-tanda penderita diabetes, yaitu banyak kencing, banyak makan dan banyak minum. Pertambahan Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum pada tikus diabetes selama 16 hari pengamatan Pengukuran berat badan tikus dilakukan setiap dua hari sekali sedangkan pengukuran sisa ransum tikus dilakukan setiap hari. Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan (kontrol) dan teh hijau mempunyai angka pertambahan berat badan yang negatif. Hal ini berarti bahwa kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan (kontrol) dan teh hijau mengalami penurunan berat badan selama perlakuan, sedangkan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei mengalami peningkatan berat badan. Walaupun kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan dan teh hijau sama-sama mengalami penurunan berat badan, tetapi dengan uji statistik menunjukkan penurunan berat badan antara kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan dan kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau berbeda nyata (p<0.05). Begitu juga terjadi perbedaan yang nyata antara berat badan dari kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei dengan kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan selama perlakuan. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau dengan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei mempunyai perbedaan pertambahan berat badan yang nyata, tetapi penurunan berat badan kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau dan peningkatan berat badan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei dengan peningkatan berat badan kelompok yang mendapat campuran teh hijau+teh daun murbei tidak berbeda nyata (Lampiran 2). Tabel 6
Pertambahan berat badan dan jumlah konsumsi ransum pada tikus diabetes selama 16 hari Perlakuan
Pertambahan Berat Badan (g)
Jumlah Konsumsi Ransum
Air minum dalam kemasan (tikus normal)
29.40±9.21
15.60±2.76
31
Air minum dalam kemasan (kontrol)
-35.00±8.04a
Teh hijau
-5.40±2.51b
16.80±3.34b
Teh daun murbei
8.40±4.45c
16.53±2.65b
Teh hijau+teh daun murbei
1.50±2.52bc
16.08±3.03b
19.29±3.18a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf superskrip yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan berbeda nyata (p<0.05) dan lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau, teh daun murbei, dan campuran keduanya menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Apabila dihubungkan dengan pertambahan berat badan, kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan mempunyai pertambahan berat badan yang negatif, tetapi jumlah konsumsi ransum relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok tikus mormal yang diberi air minum dalam kemasan, dimana tikus normal tersebut mempunyai pertambahan berat badan yang normal. Hal ini sejalan dengan ciri-ciri diabetes mellitus yaitu banyak makan, banyak minum, dan banyak kencing, tetapi berat badan menurun. Hal ini terjadi karena penderita diabetes merasa kekurangan energi, sehingga untuk memenuhi energinya penderita
diabetes
menjadi banyak
makan.
Padahal
adanya
perasaan
kekurangan energi pada penderita diabetes disebabkan oleh sumber energi (glukosa) dalam darah tidak dapat masuk ke jaringan dan tidak dapat diubah menjadi glikogen yang tersimpan didalam otot dan hati yang merupakan sumber tenaga yang paling cepat digunakan. Menurut Media Informasi Peresepan Rasional bagi tenaga Kesehatan Indonesia (2001), kekurangan insulin pada jaringan yang membutuhkannya (jaringan adipose, otot rangka, otot jantung, otot polos) dapat mengakibatkan sel kekurangan glukosa sehingga sel memperoleh energi dari asam lemak bebas dan menghasilkan metabolit keton (ketosis). Proses ini disebut juga glukoneogenesis yang menyebabkan tubuh menjadi kurus. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau walaupun konsumsi ransumnya tidak jauh berbeda dengan kelompok tikus normal yang diberi air minum dalam kemasan, tetapi berat badan kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau mengalami penurunan, sedangkan tikus normal mengalami peningkatan berat badan. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kandungan katekin dalam
32
teh hijau yang mempunyai kemampuan menghambat penyerapan karbohidrat. Salah satu keuntungan dari teh adalah dapat mempengaruhi penurunan berat badan. Teh telah dilakukan uji coba terhadap manusia, dan menunjukkan penurunan berat badan. Pada tikus yang diberi perlakuan ekstrak teh dengan diet tinggi lemak, peningkatan berat badannya lebih rendah dibandingkan dengan yang tanpa diberi ekstrak teh (Zhong et al. 2006) Bila kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei, walaupun keduanya memiliki kemampuan untuk menghambat penyerapan glukosa di usus, tetapi dalam dosis yang sama pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau mungkin lebih kuat daya hambatnya. Hal ini terlihat dari peningkatan kadar glukosa darah yang lebih rendah pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau bila dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yang diberi tah daun murbei. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi campuran teh hijau+teh daun murbei menunjukkan penambahan berat badan yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei mungkin dikarenakan pengaruh campuran dari teh hijaunya yang mempunyai daya hambat penyerapan glukosa yang lebih kuat dibandingkan dengan teh daun murbei. Pertambahan berat badan yang lebih rendah pada tikus diabetes yang diberi perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus normal, mungkin dikarenakan kondisi awal sampai hari ke-8 perlakuan, tikus diabetes tersebut masih dalam kondisi diabetes yang cukup parah, sehingga ketika karbohidrat dari ransum yang dikonsumsi masuk ke dalam tubuh dalam bentuk glukosa, tidak bisa dimanfaatkan secara efisien untuk digunakan atau disimpan (karena kekurangan insulin yang menyebabkan glukosa tidak bisa disimpan atau digunakan), bahkan glukosa tersebut cenderung dikeluarkan/dibuang lewat urin. Di sisi lain untuk memenuhi kebutuhan energi didalam sel tubuh melakukan proses glukoneogenesis pada simpanan lemak dalam tubuh. Pada hari ke-8 sampai hari ke-16 kadar glukosa darah sudah mulai stabil, sehingga terjadi penggunaan dan penyimpanan energi yang lebih baik bila dibandingkan hari sebelumnya. Pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan (kontrol), tidak mengalami perbaikan kadar glukosa darah yang relatif stabil sampai hari ke-16, sehingga kondisi seperti di ini terus berlangsung. Mungkin kondisi inilah yang menyebabkan perbedaan berat badan antara tikus yang mendapat perlakuan teh
33
hijau, teh daun murbei, dan campurannya, serta tikus diabetes yang mendapat air minum dalam kemasan dengan tikus normal. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Darah selama 120 Menit Penelitian tahap ini berlangsung selama 120 menit. Sebelum dilakukan pengambilan glukosa darah baseline dan pencekokan, tikus dipuasakan selama 4 jam untuk menurunkan kadar glukosa darah, dengan harapan ketika diberi perlakuan akan mudah terlihat peningkatan kadar glukosa darahnya, dan juga untuk meningkatkan rasa lapar pada tikus sehingga pada saat tikus diberi perlakuan mau mengkonsumsi ransum, yang kemudian dapat terlihat efek dari pemberian perlakuan cekokan terhadap ransum yang dikonsumsi. Hasil penelitian terlihat pada Lampiran 4. Hasil pengolahan data secara statistik dengan menggunakan analisis of varian (ANOVA) pada alfa<0.05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan waktu baseline, menit ke-30, 60, 90, dan 120; dan perlakuan pemberian cekokan air minum dalam kemasan, teh hijau (Camellia sinensis), teh daun murbei (Morus kanva), dan campuran antara teh hijau dan teh daun murbei; sedangkan antara perlakuan waktu dan perlakuan pemberian cekokan menunjukkan tidak adanya interaksi dari keduanya. Uji lanjut dengan menggunakan Tukey dilakukan pada perlakuan waktu dan perlakuan pemberian cekokan. Gambar 6 berikut ini menunjukkan hasil dari uji lanjut Tukey untuk perlakuan pemberian cekok. Dalam proses penyerapan glukosa di dalam tubuh banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Kobayashi et al. (2000) dan Maeda et al. (2005) bahwa senyawa bioaktif berupa katekin yang terkandung pada teh hijau mampu melakukan penghambatan penyerapan glukosa dengan cara menghambat transporters sodium-glucose di dalam mukosa usus. Menurut Sabu et al. (2002) polifenol pada teh hijau ditemukan mampuh mengurangi level serum glukosa pada tikus diabetes mellitus yang diinduksi oleh alloksan dengan nyata pada level dosis 100 mg/kg berat badan.
34
400
a
350 300
b
b
T
M
b
250 200 150 100 50 0 K
TM
minuman teh Keterangan:Diagram yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0.05), K : kelompok tikus diabetes mellitus yang dicekok air minum dalam kemasan, T : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (Camellia sinensis Gambung 7), M : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh daun murbei (Morus kanva), TM : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (Camellia sinensis Gambung 7)+ teh daun murbei (Morus kanva).
Gambar 6
Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus pada beberapa perlakuan minuman teh.
Zat bioaktif lainnya yang mampu menghambat masuknya glukosa ke dalam darah adalah senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Asano et al. (2001) mengatakan bahwa DNJ pada daun murbei mempunyai potensi dalam menghambat alpha-glucosidase. Menurut Enkhmaa et al.
(2005) yang
melakukan penelitian pada tikus bahwa daun murbei mampu menurunkan level glukosa plasma setelah makanan dipecah. Kim et al. (2006) dalam studinya, menemukan pemberian ekstrak daun murbei mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus secara lebih baik dibandingkan dengan “glibenclamide” (obat diabetes). Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus akibat induksi alloksan yang diberi perlakuan pemberian cekokan teh hijau, secara statistik berbeda nyata dengan tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan (kontrol). Perbedaan tersebut ada kemungkinan disebabkan oleh terjadinya penghambatan pada transporters sodium-glucose yang menyebabkan glukosa tidak bisa diserap secara optimal. Begitu juga dengan pemberian cekokan teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei secara uji statistik menunjukkan kadar glukosa darah yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan yang diberi cekokan air minum dalam kemasan (kontrol). Kemampuhan daun murbei dalam menghambat peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mungkin disebabkan oleh kandungan
35
senyawa DNJ yang mampu menghambat enzim alpha glucosidase, sehingga terjadi penghambatan dalam pemecahan karbohidrat menjadi bentuk yang paling sederhana yang bisa diserap oleh tubuh (glukosa). Kadar glukosa darah pada tikus diabetes selama 120 menit pengamatan terlihat pada Gambar 7, pada baseline yaitu waktu sebelum semua kelompok mendapat perlakuan cekok dan ransum, kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus berada pada level 207 mg/dl meningkat secara nyata pada menit
ke-30, kemudian pada menit ke-30 ke menit ke-60 kadar glukosa darah
relatif stabil, menit ke-60 sampai menit ke-120 juga relatif stabil, tetapi bila membandingkan antara menit ke-30 ke menit ke-90 dan 120 kadar glukosa darah meningkat secara nyata. 400
bc
350
c
c
90
120
b
300 250
a
200 150 100 50 0 Baseline
30
60 menit ke
Keterangan:Diagram yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0.05),
Gambar 7
Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 120 menit pengamatan.
Kadar glukosa pada baseline merupakan kadar glukosa darah tikus yang menderita diabetes mellitus, sebelum diberi perlakuan tikus dipuasakan selama 4 jam sehingga kadar glukosa darah tikus menjadi menurun dan relatif sama. Peningkatan kadar glukosa darah terjadi secara nyata pada menit ke-30, dan relatif stabil pada menit ke-60. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampai menit ke-30 belum terjadi penghambatan peningkatan glukosa darah oleh faktor pemberian cekokan. Pada menit menit ke-60 sampai menit ke-120 kadar glukosa darah tikus diabetes relatif stabil pada level gula darah antara 345 mg/dl dan 366 mg/dl.
36
Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang meninggalkan aliran darah, yang ditentukan oleh masuknya diet, kecepatan masuknya kedalam otot, jaringan lemak, dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen dari glukosa oleh hati (Ganong 1995) Di dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah. Di dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot dan hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (Irawan 2007) Cepat lambatnya peningkatan kadar glukosa darah tergantung pada indeks glikemik pangan yang dikonsumsi, beberapa faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dan amilopoktin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan (Rimbawan & Siagian 2004). Meningkatnya kadar glukosa darah secara nyata pada menit ke-30 pada tikus diabetes mellitus mungkin salah satunya disebabkan oleh ransum yang dikonsumsi
tikus
mempunyai
indeks
glikemik
yang
tinggi,
sedangkan
kemampuan perlakuan pemberian cekok dalam menghambat peningkatan kadar glukosa darah mulai terlihat pada menit ke-60 dan cenderung stabil sampai menit ke-120. sehingga dari baseline samapai menit ke-30 perlakuan pemberian cekok tidak mampu menghambat peningkatan glukosa darah dari tikus diabetes mellitus. Pola peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes selama 120 menit untuk pemberian minuman teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya terlihat pada gambar 8.
37
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Baseline
m enit ke-30
m enit ke-60
m enit ke-90 m enit ke-120
Waktu K
T
M
TM
Keterangan: K : kelompok tikus diabetes mellitus yang dicekok air minum dalam kemasan, T : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau, M : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh daun murbei, TM : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau + teh daun murbei.
Gambar 8
Pola peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 120 menit.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau menunjukkan pola peningkatan glukosa darah paling rendah dari waktu ke waktu, ini menunjukkan bahwa teh hijau mempunyai tingkat penghambatan penyerapan glukosa darah paling baik dibandingkan perlakuan minuman yang lain. Tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh daun murbei pada menit ke-30, 60 dan 90 menunjukkan pola peningkatan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dari pada teh hijau. Pada tikus yang mendapat perlakuan campuran teh hijau+teh daun murbei masih menunjukkan penghambatan peningkatan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, tetapi kemampuannya lebih rendah bila dibandingkan dengan yang mendapat teh hijau atau teh daun murbei saja. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Darah selama 16 Hari Penelitian tahap ini berlangsung selama 16 hari, pencekokan air minum dalam kemasan (kontrol), teh hijau, teh murbei, dan campuran teh hijau+teh daun murbei dilakukan setiap hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap 4 hari sebelum cekok hari berikutnya. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya yang meneliti kadar glukosa darah selama 120 menit. Hasil dari penelitian terlihat pada Gambar 9 dan Lampiran 5.
38
Hasil pengolahan data secara statistik dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) pada alfa<0.05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan waktu baseline (hari ke-0), hari ke-4, 8, 12, dan 16; dan perlakuan pemberian cekokan air minum dalam kemasan, teh hijau (Camellia sinensis), teh daun murbei (Morus kanva), dan campuran antara teh hijau dan teh daun murbei; begitu juga antara perlakuan waktu dan perlakuan pemberian cekokan menunjukkan adanya interaksi dari keduanya. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan uji Tukey. Pada Gambar 9 terlihat perbedaan hasil dari masing-masing kelompok perlakuan selama 16 hari. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan, kadar glukosa darahnya relatif sama selama 16 hari dan dengan uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata selama 16 hari perlakuan. Kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei, teh hijau dan campuran teh hijau+teh daun murbei menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-4, tetapi dengan pengujian statistik penurunan kadar glukosa darah dari baseline (hari ke-0) sampai hari ke-4 hasilnya belum menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan penurunan kadar glukosa darah dari baseline (hari ke-0) sampai hari ke-8, 12, dan 16 dengan uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata. 400 350
cd cd
d cd d
300
cd
cd
cd
bcd
bcd
250
bc
ab
200 150
a a
100
ab a a
a
a a
50 0 K
T
M
TM
perlakuan Baseline
hari ke-4
Hari ke-8
Hari ke-12
Hari ke-16
Keterangan:Diagram yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0.05), K : kelompok tikus diabetes mellitus yang dicekok air minum dalam kemasan, T : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (camellia sinensis Gambung 7), M : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh daun murbei (Morus kanva), TM : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (camellia sinensis Gambung 7)+ teh daun murbei (Morus kanva).
Gambar 9
Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 16 hari pengamatan.
39
Secara umum adanya penurunan kadar glukosa darah pada kelompok yang mendapatkan perlakuan cekok selain air minum dalam kemasan, mungkin dipengaruhi oleh adanya aktivitas antihiperglikemik/antidiabetes dan atau antioksidan dari bahan uji. Menurut Silalahi (2006) Antioksidan bekerja dengan tiga cara (1) mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak merugikan, (2) menangkap radikal bebas dan menghalangi terjadinya reaksi berantai, dan (3) memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas. Sedangkan antihiperglikemik/antidiabetes lebih cenderung pada proses penghambatan meningkatnya
kadar
glukosa
darah,
seperti
penghambatan
pada
alfa
glucosidase yang dapat menghambat proses pemecahan karbohidrat, dan penghambatan
transporters
sodium-glucose
yang
dapat
menghambat
penyerapan glukosa (Asano et al. 2001; Kobayashi et al. 2000; Maeda et al. 2005). Adanya glukosa darah yang tinggi pada diabetes mellitus dalam penelitian ini dikarenakan oleh induksi alloksan. Alloksan
dapat
merusak
dan
mengoksidasi sel β-pankreas sehingga tidak dapat secara maksimal menghasilkan insulin. Alloksan dapat meng-inaktivasi enzim glukokinase dan menimbulkan reaksi oksidasi pada sel β-pankreas (Szkudelski
2001).
Dengan berkurangnya insulin dalam darah menyebabkan glukosa dalam darah banyak yang tidak dapat memasuki sel, sehingga glukosa darah menjadi tinggi. Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dapat menimbulkan terjadinya perubahan tekanan osmotik dalam cairan ekstraseluler, dan dehidrasi seluler (Guyton
1997). Hormon insulin
mempercepat transpor glukosa ke dalam sel, sedangkan glukokinase berfungsi untuk mengikat glukosa yang sudah masuk ke dalam sel. Pada β-pankreas alloksan akan bereaksi dengan agen-agen yang memiliki gugus -SH (contoh: sistein, glukokinase, dan glutathion) sehingga menghasilkan radikal bebas anion superoksida dan hidrogen peroksida (Szkudelski 2001). Dengan adanya perlakuan teh hijau yang kaya akan antioksidan dapat mengurangi oksidasi pada pankreas. Senyawa bioaktif yang terkandung dalam teh hijau salah satunya adalah polifenol. Menurut Song et al. (2003) polifenol terutama epigallocatechin gallat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel beta pankreas dari pengaruh oksidasi. EGCG secara luas telah diketahui sebagai antioksidan, sebagai contoh EGCG mampu menangkal superoxide anion
40
radicals, hydrogen peroxide, hydroxyl radicals, peroxyl radicals, singlet oxygen, dan peroxynitrite (Maeta et al. 2007). Menurut Bahruddin dan Asmawati (2005) Teh hijau secara laboratoris telah terbuki memiliki anti bakteri dan efek anti radang. Dalam penelitiannya yang dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang, Bahruddin dan Asmawati menemukan bahwa teh hijau mampu memperbaiki status jaringan periodontal pada penderita diabetes mellitus yang memiliki penyakit periodontal yang cukup parah. Beberapa penelitian yang menggunakan model diabetes tipe 2, menemukan bahwa teh (Thea sinensis L.) mampu memperbaiki kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus dengan pengaruh resistensi insulin (Miura et al. 2005). Pada daun murbei, dari beberapa penelitian telah ditemukan berbagai senyawa bioaktif, selain mengandung polyhydroxylated alkaloids, pada daun murbei juga ditemukan senyawa antioksidan. Menurut Enkhmaa et al. (2005) murbei telah menunjukkan aktivitas antioksidan yang relatif tinggi. Pada beberapa studi telah ditemukan bahwa murbei mengandung sejenis flavonoid yang merupakan antioksidan, yaitu: quercetin 3-glucoside (Q3G) (isoquercitrin), quercetin
3-(6-malonylglucoside)
(Q3MG)
dan
kaempferol
3-glucoside
(astragalin). Seadangkan Polyhydroxylated alkaloids yang terkandung dalam daun murbei selain DNJ yang bersifat menghambat α-glucosidase, juga ada Fagomine yang berfungsi meningkatkan level plasma insulin dan berkontribusi sebagai bagian dari aksi antihiperglikaemik (Bnouham et al. 2006; Yatsunami et al.
2003).
Menurut
Kimura
et
al.
(2007)
penelitian
pada
manusia
mengindikasikan bahwa dengan pemberian tepung yang diperkaya DNJ pada dosis oral sebanyak 0.8 g dan 1.2 g secara nyata mampu menekan peningkatan kadar glukosa darah setelah makan malam. Studi ini yang mendorong dikembangkannya penambahan tepung DNJ untuk digunakan sebagai diet suplemen bagi pencegahan diabetes mellitus. Pemberian
teh
hijau
yang
dikombinasikan
dengan
daun
murbei
menggunakan dosis yang sama (1 ml/100 g BB) tidak menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang jauh berbeda dengan teh hijau saja atau teh daun murbei saja. Secara uji statistik kemampuannya tidak berbeda nyata dengan pemberian dosis tunggal dari teh hijau dan teh daun murbei. Dalam aktivitas penghambatan peningkatan kadar glukosa darah dan penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes, antara teh hijau dan teh daun murbei yang dikombinasikan
mungkin
berjalan
masing-masing
dan
tidak
saling
41
mempengaruhi, baik pengaruh positif yang dapat menguatkan daya hambat atau pun pengaruh negatif yang dapat melemahkan aktivitas dari keduanya. Ini bisa jadi disebabkan karena keduanya mempunyai cara kerja dan sasaran tempat penghambatan yang berbeda. Pada saat makanan masuk ke dalam organ pencernaan dan penyerapan makanan di usus, maka karbohidrat yang masih berbentuk polisakarida akan mengalami pemecahan menjadi oligosakarida, disakarida dan akhirnya menjadi bentuk yang paling sederhana yaitu monosakarida seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Penyerapan glukosa di usus terjadi secara aktif dengan bantuan pompa Na+. Glukosa akan diserap dengan bantuan transporter yang terbuka oleh pompa Na+, kemudian dialirkan ke organ-organ tubuh yang memerlukan (Linder 2006). Dengan pemberian minuman campuran antara teh daun murbei yang mampu menghambat enzim alfa glucosidase dan teh hijau yang mampu menghambat transporter sodium glucose, maka ada kemungkinan sebagian pemecahan karbohidrat akan mengalami hambatan oleh teh daun murbei, dan sebagian makanan yang bisa diserap melalui transporter juga diduga terhambat karena sebagian transporter sodium glucose-nya juga dihambat oleh teh hijau. Kemungkinan lain yang menjadi penyebab membaiknya kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang diinduksi alloksan adalah kemampuan zat aktif pada tah hijau dan teh daun murbei yang mungkin mampu mengoptimalkan atau memacu pankreas untuk dapat memproduksi hormon insulin lebih banyak sehingga cukup; atau ada kemungkinan zat aktif pada teh hijau atau teh daun murbei mempunyai kemampuan untuk mempertahankan umur insulin lebih lama, sehingga cukup untuk megendalikan kadar glukosa darah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terjadi penghambatan peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan (kontrol) selama 120 menit pengamatan. Terjadi penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan (kontrol) selama 16 hari pengamatan. Saran Penderita diabetes diduga dapat mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan mengkonsumsi teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya, serta tetap mengkonsumsi obat diabetes yang telah diresepkan oleh dokter. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut pada hewan percobaan terkait tingkat kerusakan pankreas setelah terjadinya diabetes dan sesudah perlakuan untuk mengetahui sejauh mana perlakuan dapat berpengaruh terhadap pankreas, dan lakukan juga pengukuran kadar glukosa di urin dan faeses.
LAMPIRAN
48
Lampiran 1 Hasil Analisis Karakteristik Campuran Teh Murbei Kanva+Gambung 7 dan Teh Murbei Kanva+Gambung 9 Group Statistics Jenis Teh Kadar Air Ekstrak Air Kadar Abu Abu Tak Larut Asam Abu Larut Air Alkalinitas Kadar Serat Theaflavin Tanin Kafein
N
Mean
Murbei Kanva+Gb 7
3
Murbei Kanva+Gb 9 Murbei Kanva+Gb 7
Std. Deviation
Std. Error Mean
2.6733
.64534
.37258
3
2.6150
.36650
3
41.7117
.12003
Murbei Kanva+Gb 9
3
41.4500
.11758
.06788
Murbei Kanva+Gb 7
3
8.5450
.22422
.12945
Murbei Kanva+Gb 9
3
8.6883
.32332
.18667
Murbei Kanva+Gb 7
3
.9255
.02825
.01631
Murbei Kanva+Gb 9
3
.9803
.16427
.09484
Murbei Kanva+Gb 7
3
43.1683
1.40116
.80896
Murbei Kanva+Gb 9
3
43.4983
.59064
.34101
Murbei Kanva+Gb 7
3
2.3633
.02309
.01333
Murbei Kanva+Gb 9
3
2.3317
.04537
.02619
Murbei Kanva+Gb 7
3
11.4167
.90078
.52007
Murbei Kanva+Gb 9
3
11.2950
.62847
.36285
Murbei Kanva+Gb 7
3
.4367
.02873
.01659
Murbei Kanva+Gb 9
3
.4613
.04819
.02782
Murbei Kanva+Gb 7
3
3.6950
.66432
.38355
Murbei Kanva+Gb 9
3
4.9733
.60501
.34930
Murbei Kanva+Gb 7
3
1.1750
.05074
.02930
Murbei Kanva+Gb 9
3
1.2933
.08949
.05167
.21160 .06930
49
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F
Sig.
t-test for Equality of Means t
Sig. (2tailed)
Df
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Kadar Air
Equal variances assumed
2.076
.223
Equal variances not assumed Ekstrak Air
Equal variances assumed
.026
.881
Equal variances not assumed Kadar Abu
Equal variances assumed
1.004
.373
Equal variances not assumed Abu Tak Larut Asam
Equal variances assumed
10.305
.033
Equal variances not assumed Abu Larut Air
Equal variances assumed
4.013
.116
Equal variances not assumed Alkalinitas
Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.466
.191
Upper
.136
4
.898
.05833
.42848
-1.13132
1.24798
.136
3.169
.900
.05833
.42848
-1.26514
1.38180
2.697
4
.054
.26167
.09701
-.00768
2.697
3.998
.054
.26167
.09701
-.00772
.53106
-.631
4
.562
-.14333
.22716
-.77404
.48737
-.631
3.562
.566
-.14333
.22716
-.80580
.51913
-.570
4
.599
-.05483
.09624
-.32202
.21236
-.570
2.118
.623
-.05483
.09624
-.44752
.33786
-.376
4
.726
-.33000
.87790
-2.76744
2.10744
-.376
2.689
.735
-.33000
.87790
-3.31585
2.65585
1.077
4
.342
.03167
.02939
-.04994
.11327
1.077
2.971
.361
.03167
.02939
-.06239
.12572
.53101
50
Kadar Serat
Equal variances assumed
.178
.695
Equal variances not assumed Theaflavin
Equal variances assumed
1.454
.294
Equal variances not assumed Tanin
Equal variances assumed
.120
.746
Equal variances not assumed Kafein
Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.181
.338
.192
4
.857
.12167
.63414
-1.63898
1.88231
.192
3.574
.858
.12167
.63414
-1.72488
1.96822
-.762
4
.489
-.02467
.03239
-.11460
.06527
-.762
3.262
.498
-.02467
.03239
-.12322
.07389
-2.464
4
.069
-1.27833
.51877
-2.71866
.16200
-2.464
3.966
.070
-1.27833
.51877
-2.72362
.16695
-1.992
4
.117
-.11833
.05940
-.28324
.04657
-1.992
3.166
.136
-.11833
.05940
-.30188
.06521
51
Lampiran 2 Hasil Analisis Berat Badan Tikus Selama 16 Hari Descriptives Pertambahan Berat Badan Tikus Std. Std. 95% Confidence Deviatio Error Interval for Mean n Lower Upper Bound Bound 2.510 1.122 -8.52 -2.28
N
Mean
Teh
5
-5.40
-9
-2
Murbei
5
8.40
4.450
1.990
2.87
13.93
5
15
teh+murbei
4
1.50
2.517
1.258
-2.50
5.50
-2
4
-35.00
8.042
4.021
-47.80
-22.20
-44
-25
18
-6.61
17.044
4.017
-15.09
1.86
-44
15
Air minum dalam kemasan Total
Minimum
Maximum
4
ANOVA Pertambahan Berat Badan Tikus
Between Groups
Sum of Squares 4620.878
Df 3
Mean Square 1540.293
Within Groups
317.400
14
22.671
Total
4938.278
17
F 67.940
Sig. .000
Pertambahan Berat Badan Tikus Tukey HSD Perlakuan
N
Subset for alpha = .05 1
Air minum dalam kemasan (kontrol) Teh
4
2
-35.00
5
-5.40
teh+murbei
4
1.50
Murbei
5
Sig.
3
1.50 8.40
1.000 .182 .182 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.444. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
52
Lampiran 3 Hasil Analisis Konsumsi Ransum Tikus Selama 16 Hari
Descriptives Konsumsi Std. 95% Confidence Error Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .363 16.08 17.52
N
Mean
Std. Deviation
Teh
85
16.80
3.344
Murbei
85
16.53
2.649
.287
15.96
teh+murbei
68
16.08
3.027
.367
15.34
68
19.29
3.184
.386
306
17.12
3.266
.187
Air minum dalam kemasan Total
Minimum
Maximum
8
23
17.10
8
23
16.81
7
23
18.52
20.06
10
16.75
17.48
7
23 23
ANOVA Konsumsi
Between Groups
Sum of Squares 431.873
Df 3
Mean Square 143.958
Within Groups
2822.145
302
9.345
Total
3254.018
305
F 15.405
Sig. .000
Konsumsi Tukey HSD Perlakuan
N
teh+murbei
68
1 16.08
Murbei
85
16.53
Teh
85
16.80
Air minum dalam kemasan (kontrol)
68
Sig.
Subset for alpha = .05 2
19.29 .464
1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 75.556. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
53
Lampiran 4 Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah Selama 120 Menit Kadar glukosa darah (µ±sd) tikus diabetes melitus setelah perlakuan selama 120 menit Perlakuan
Kadar Glukosa Darah (mg/dl), Menit ke :
Air minum dalam kemasan (kontrol) Teh hijau Teh daun murbei Teh hijau+teh daun murbei
Baseline
30
60
90
120
198±15
379±16
404±20
410±25
426±19
221±57
276±50
301±44
325±33
333±30
202±60
300±57
321±61
336±47
335±42
205±48
310±49
356±32
361±31
372±21
Descriptive Statistics Dependent Variable: Kadar Glukosa Darah Minuman Air minum dalam kemasan (kontrol)
Murbei
Teh
teh+murbei
Waktu (menit ke) 0 30 60 90 120 Total 0 30 60 90 120 Total 0 30 60 90 120 Total 0 30 60 90 120 Total
Mean
Std. Deviation
N
198.50
14.844
4
379.00 403.50 409.50 426.00 363.30 202.40 300.20 321.20 335.80 335.20 298.96 221.40 276.00 300.80 324.60 333.00 291.16 205.40 310.00 356.20 360.60 371.60 320.76
16.472 20.421 24.893 18.637 87.652 59.998 56.650 60.985 47.039 42.115 70.861 56.932 50.185 43.940 33.374 30.471 57.453 47.711 48.667 31.987 31.142 21.220 71.476
4 4 4 4 20 5 5 5 5 5 25 5 5 5 5 5 25 5 5 5 5 5 25
Tests of Between-Subjects Effects
54
Dependent Variable: Kadar Glukosa Darah Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 405343.589a
df 19
Mean Square 21333.873
F 12.217
Sig. .000
Partial Eta Squared .756
Intercept
9550203.955
1
9550203.955
5468.968
.000
.986
Minuman
67993.509
3
22664.503
12.979
.000
Waktu
320164.409
4
80041.102
45.836
.000
.710
minuman * waktu
28476.227
12
2373.019
1.359
.205
.179
Error
130969.000
75
1746.253
Total
10034012.000
95
.342
Corrected Total
536312.589 94 a R Squared = .756 (Adjusted R Squared = .694)
Kadar Glukosa Darah Tukey HSD N
Minuman Teh Murbei teh+murbei Air minum dalam kemasan (kontrol) Sig.
Subset 1 291.16 298.96 320.76
25 25 25 20
2
363.30 .080
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1746.253. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 23.529. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.
Kadar Glukosa Darah Tukey HSD Waktu (menit ke) N
Subset 1 207.37
2
3
0
19
30
19
313.00
60
19
342.37
90
19
354.89
120
19
363.32
Sig.
342.37
1.000 .204 .537 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1746.253. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 19.000. b Alpha = .05.
55
Lampiran 5 Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah Selama 16 Hari Kadar glukosa darah (µ±sd) tikus setelah perlakuan selama 16 hari Perlakuan
Kadar Glukosa Darah (mg/dl), Hari ke : Baseline 4 8 12
Air minum dalam kemasan (kontrol) Teh hijau Teh daun murbei Teh hijau+teh daun murbei
16
301±41
313±41
334±30
323±40
333±60
304±60
259±41
133±42
103±11
96±11
317±60
245±31
178±41
129±11
140±10
284±47
232±19
176±33
116±10
105±16
Descriptive Statistics Dependent Variable: Kadar Glukosa Darah Minuman Air minum dalam kemasan (kontrol)
Murbei
Teh
teh+murbei
Waktu (Hari ke) 0 4 8 12 16 Total 0 4 8 12 16 Total 0 4 8 12 16 Total 0 4 8 12 16 Total
Mean
Std. Deviation
N
301.25
41.412
4
313.25 333.75 323.25 332.75 320.85 317.00 245.40 177.60 129.20 139.60 201.76 303.80 259.00 133.00 102.60 96.00 178.88 284.25 231.75 176.25 116.50 105.25 182.80
40.672 30.292 39.861 59.713 40.618 60.316 30.851 41.428 11.009 9.762 79.209 60.384 41.207 42.456 11.283 11.467 94.363 47.190 19.085 32.572 10.472 15.650 74.192
4 4 4 4 20 5 5 5 5 5 25 5 5 5 5 5 25 4 4 4 4 4 20
56
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kadar Glukosa Darah Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 685342.172(a)
Df 19
Mean Square 36070.641
F 26.286
Sig. .000
Partial Eta Squared .877
Intercept
4344271.134
1
4344271.134
3165.846
.000
Minuman
281185.372
3
93728.457
68.304
.000
Waktu
249618.613
4
62404.653
45.477
.000
.722
minuman * waktu
124645.200
12
10387.100
7.569
.000
.565
Error
96056.150
70
1372.231
Total
5045053.000
90
.978 .745
Corrected Total
781398.322 89 a R Squared = .877 (Adjusted R Squared = .844)
Kadar Glukosa Darah Minuman*waktu Tukey HSD(a,b,c)
N
Subset
teh hari ke-16
5
1 96.00
teh hari ke-12
5
102.60
teh murbei hari ke-16
4
105.25
teh murbei hari ke-12
4
116.50
murbei hari ke-12
5
129.20
teh hari ke-8
5
133.00
murbei hari ke-16
5
139.60
teh murbei hari ke-8
4
176.25
176.25
murbei hari ke-8
5
177.60
177.60
teh murbei hari ke-4
4
231.75
231.75
murbei hari ke-4
5
245.40
245.40
245.40
teh hari ke-4
5
259.00
259.00
259.00
teh murbei hari ke-0
4
284.25
284.25
ADK hari ke-0
4
301.25
301.25
teh hari ke-0
5
303.80
303.80
ADK hari ke-4
4
313.25
313.25
murbei hari ke-0
5
317.00
317.00
ADK hari ke-12
4
323.25
323.25
ADK hari ke-16
4
332.75
ADK hari ke-8
4
333.75
Sig.
2
3
4
.140 .126 .050 .071 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1372.231. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.444. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05. keterangan : ADK = Air minum dalam kemasan