EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK DAUN MURBEI (Morus multicaulis) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS DM
NUR RAHMI AMMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Murbei (Morus multicaulis) Terhadap Kadar Glukosa darah Tikus DM adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2008
Nur Rahmi Amma NIM I051060021
ABSTRAK NUR RAHMI AMMA. Hypoglicemic Effect of Extract Mulberry leaves (Morus multicaulis) in Blood Glucose Levels Diabetic Rats. Under direction of SRI ANNA MARLIYATI and AHMAD SULAEMAN.
Diabetes mellitus is one of health problems in community. The research was aimed to analys the hypoglycemic effect of extract Mullberry leaves in blood glucose levels diabetic rats. Completely Randomized Design was applied in this research. Fortyfive rats Sprague Dawley aged 70 days were administered alloxan by intraperitonially (125 mg/kg body weight) to induce diabet condition. Treatments were randomly assigned to: an extract water provided by ripe mulberry dry leaves (MKA), an extract water provided by green mulberry fresh leaves (MSA), an extract hexane provided by green mulberry fresh leaves (MSL), an extract water provided by green mulberry fresh leaves (TSA), an extract hexane provided by ripe mulberry fresh leaves (TSL), an extract hexane provided by ripe mulberry dry leaves (MKL), an extract hexane provided by ripe mulberry dry leaves) (TKL), an extract water provided by ripe mulberry dry leaves (TKA), and control without extract. Effect of extracts from nine treatments on blood glucose levels of diabetic rats was determined at various time interval for 1,3,5 hour after oral administration of the extract (0,01 mg dose /g body weight rat). The glucose levels of diabetic rats treated with extract mulberry leaves were significantly decreased, respectly, at 1h , 3 h and 5 h administration (p<0,05). The highest decrease of glucose levels was showed by MSA with value - 164,0 mg/dl (41,94 %). Keywords: extracts, diabetic rats, glucose levels, hypoglycemic, mulberry leaves.
RINGKASAN NUR RAHMI AMMA. Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Murbei (Morus multicaulis) Terhadap Kadar Glukosa darah Tikus DM. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI dan AHMAD SULAEMAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan hasil penelitian dan data dari poliklinik diabetes di seluruh Indonesia, diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 1994 adalah 2,5 juta jiwa dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 4 juta jiwa. Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) 2007 di Amerika Serikat diestimasi sekitar 23,6 juta penduduk atau 8% populasi menderita diabetes. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan terbesar dan 25% penderita meninggal setiap tahun akibat kegagalan ginjal. Penelitian di Jepang melaporkan bahwa daun murbei dapat menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes. Di Indonesia daun murbei telah digunakan sebagai campuran daun teh yang dikenal dengan teh daun murbei dan diyakini dapat mengobati diabetes, hipertensi dan gangguan pencernaan. Permasalahan yang dihadapi, belum diketahui jenis daun manakah yang dapat memberikan efek hipoglikemik yang terbaik, apakah daun muda atau daun tua, daun segar atau daun yang telah dikeringkan, selain itu perlu diketahui jenis pelarut yang digunakan, sehingga ekstrak daun murbei yang dihasilkan dapat memberikan efek hipoglikemik yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan : untuk mengetahui kandungan zat gizi yang terdapat dalam ekstrak daun murbei, dan menguji efek hipoglikemik dari beberapa jenis ekstrak daun murbei terhadap kadar glukosa darah tikus DM. Penelitian ini menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor dan masing-masing faktor terdiri dari empat taraf. Faktor satu yatiu daun muda terdiri dari: daun muda segar dengan pelarut air, daun muda kering dengan pelarut air, daun muda segar dengan pelarut hexane, daun muda kering dengan pelarut hexane, sedangkan faktor kedua yaitu daun tua terdiri dari : daun tua segar dengan pelarut air, daun tua kering dengan pelarut air, daun tua segar dengan pelarut hexane dan daun tua kering dengan pelarut hexane. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai Juni 2008. Bahan utama penelitian adalah daun murbei varietas Morus multicaulis berumur 80 hari yang diperoleh dari Kebun Percobaan IPB Desa Sukamantri Kabupaten Bogor. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan jenis Sprague Dawley berumur 70 hari dengan berat rata-rata 150-250 gram yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes Bogor. Penelitian dibagi dalam tiga tahapan yaitu pembuatan ekstrak daun murbei dengan metode maserasi dengan pelarut air dan hexane dilanjutkan dengan analisis proksimat, penginduksian aloksan pada tikus secara intraperitonial dengan dosis 125 mg/kg BB, dan uji hipoglikemik ekstrak daun murbei pada tikus DM yaitu pengukuran kadar glukosa darah sebelum dan 1, 3, 5 jam setelah perlakuan.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah dengan metode Glucose oxidase biosensor dan menggunakan alat “ One Touch Ultra” menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dalam penurunan kadar glukosa darah semua perlakuan jenis ekstrak dengan kontrol (p< 0,05), tetapi antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata(p>0,05). Efek hipoglikemik yang dihasilkan oleh ekstrak air yang berasal dari daun muda segar paling kuat dibandingkan dengan jenis ekstrak lainnya karena menunjukkan penurunan kadar glukosa darah sebesar -164,0 mg/dl.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK DAUN MURBEI (Morus multicaulis) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS DM
NUR RAHMI AMMA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis Nama NRP
: Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Murbei (Morus multicaulis) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus DM : Nur Rahmi Amma : I 051060021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.S Ketua
Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S.
Tanggal Ujian: 10 September 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan tesis yang berjudul Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Murbei (Morus multicaulis) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Hyperglikemik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya tesis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak dan untuk itu Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.S. ( Ketua Komisi Pembimbing) dan Bapak Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, M.S. (Anggota) yang sejak awal telah membimbing penulis secara intensif. Kesabaran dan ketelatenan Bapak dan Ibu dalam membimbing penulis sangat berguna dan merupakan pelajaran yang sangat berharga.
2.
Ayahanda H. Djafar Amma (Alm) dan Ibunda Rochani Gobel, beserta Kakak, Adik Tia dan Ria yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya.
3.
Ungkapan terima kasih yang mendalam dan tulus penulis sampaikan kepada suami tercinta Drs. Sofyan Ibrahim, yang dengan penuh cinta dan kasih sayang, pengertian serta kesabaran selalu memberikan dukungan dan semangat selama penulis menjalani tugas belajar. Juga terima kasih kepada kedua puteriku Miftahurrizky Adhawiyah dan Fathiyah Rahmania, yang penuh kesabaran dan
pengertian mendukung ibundanya yang sedang
menjalani tugas belajar. 4.
Kepada Kakakku Zulkifli Amma, adik-adikku Ir.Hj. Rachmatia Amma dan Chairul Barijah Amma, SH, serta keluarga besar Abdurrachman Amma – Gobel yang selalu memberikan dukungan semangat serta doa selama penulis mengikuti tugas belajar.
5.
Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Gorontalo Bapak Mohamad Anas Anasiru, SKM M.Kes yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar.
6.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo yang telah memberikan beasiswa selama penulis mengikuti tugas belajar di IPB.
7.
Rektor dan Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi yang telah memberikan bantuan pelayanan dan memberikan ilmu selama penulis kuliah di IPB.
8.
Kepala Teaching Farm Kebun Percobaan IPB Desa Sukamantri Kabupaten Bogor beserta stafnya yang telah memberi izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
9.
Bapak Drh. Endi Ridwan selaku Kepala Laboratorium Hewan Percobaan Badan Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen kesehatan Bogor, beserta Pak Pandi yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.
10.
Kepala Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Laboratorium Kimia Analisis Makanan GMK dan Laboratorium Kimia Pangan Fateta IPB yang juga telah memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.
11.
Teman-teman di Jurusan Gizi, Jurusan Kebidanan dan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Gorontalo, serta teman-teman di Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo yang telah memberikan bantuan dan semangat selama penulis melaksanakan tugas belajar di IPB.
12.
Teman-teman sejawat dan seperjuangan yang telah membagi suka dan duka pada program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Angkatan 2006 : Ibu Asih, Ibu Neneng, Mbak Ketut, Mbak Reni, Cica, Indah, Ririn, Rusman, Fahmi, Riska, Nunung, Devi, serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang tulus penulis ucapkan atas bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti tugas belajar di IPB.
13.
Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak/Ibu/Saudara/i.
Akhirul kalam, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amien.
Bogor, September 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gorontalo, pada tanggal 16 September 1960 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak H. Djafar Amma (Alm) dan Ibu Hj. Rochani Amma Gobel. Penulis menikah dengan Drs. Sofyan Ibrahim dan dikaruniai dua orang puteri bernama Miftahurrizki Adhawiyah dan Fathiyah Rahmania. Penulis lulus dari SMA Negeri
I Gorontalo, kemudian melanjutkan
pendidikan pada Diploma I Gizi di Makassar. Pada Tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan di Akademi Gizi Malang dan lulus tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Jurusan Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar dan lulus tahun 2000. Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan kembali meneruskan studi pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB dengan beasiswa dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Penulis mengawali karir sebagai staf Dinas Kesehatan Kotamadya Parepare Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 1987. Tahun 1997 penulis alih tugas pada Dinas Kesehatan Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Gorontalo.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xiii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiv PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1 Latar Belakang………………………………………………….. 1 Tujuan Penelitian ………………………………………………. 3 Hipotesis Penelitian ……………………………………………. 3 Manfaat Penelitian ……………………………………………... 4 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………
5
Murbei ………………………………………………………….
5
Diabetes mellitus ………………………………………………. 6 Klasifikasi Diabetes mellitus …………………………………… 7 Patofisiologis Diabetes mellitus ……………………………….. 8 Diagnosis Diabetes mellitus ……………………………………. 12 Pengobatan Diabetes mellitus ………………………………….. 13 Komplikasi Diabetes mellitus ………………………………….. 13 Pengobatan Diabetes mellitus ………………………………….. 13 Hewan percobaan ………………………………………………. 16 Aloksan …………………………………………………………. 17 Efek Hipoglikemik ……………………………………………... 19 BAHAN DAN METODE ……………………………………………….. 20 Waktu dan Tempat ……………………………………………... 20 Bahan dan Alat ………………………………………………… 20 Metode Penelitian ……………………………………………… 21
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………
33
Analisis Proksimat ……………………………………………… 33 Induksi Aloksan ………………………………………………… 34 Perubahan Berat Badan Tikus ………………………………….. 36 Kadar Glukosa Darah Tikus DM ………………………………. 38 Pengaruh Jenis Ekstrak Terhadap kadar Glukosa Darah ………. 40 SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………
43
SIMPULAN …………………………………………………..
43
SARAN ……………………………………………………….
43
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….
44
LAMPIRAN …………………………………………………………...
49
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi ransum standar tikus ………………………………………
31
2 Kandungan zat gizi ekstrak daun murbei …………………………….
33
3 Perubahan berat badan dan jumlah konsumsi ………………………...
37
4 Perubahan kadar glukosa darah tikus DM …………………………….
40
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman Murbei ………………………………………………………….5 2 Anatomi pulau Langerhans ……………………………………………….9 3 Regulasi normal kadar gula darah ………………………………………..10 4 Kemungkinan tahapan etiologi terjadinya DM tipe-1 ……………………11 5 Etiologi terjadinya penyakit DM tipe-2 …………………………………. 12 6 Struktur tetrasakarida acarbose dan monosakarida 1-deoxynojirimicin………………………………………………………..15 7 Mekanisme pembentukan senyawa oksigen reaktif dalam sel pancreas Tikus yang diinduksi Aloksan ………………………………………….. 18 8 Diagram alur proses pembuatan ekstrak daun murbei …………………. 23 9 Diagram tahapan alur penelitian penginduksian aloksan ……………… 27 10 Diagram tahapan alur penelitian uji hipoglikemik pada tikus DM ….. 30 11 Kadar glukosa darah sebelum dan setelah induksi aloksan ………….. 35 12 Pengaruh beberapa jenis ekstrak terhadap kadar glukosa ……………
38
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Murbei yang Diberikan pada Tikus ………49 2 Perubahan berat badan sebelum dan setelah perlakuan……… …………….. 50 3 Uji Regresi Perubahan Berat Badan dan Konsumsi ……………………… 50 4 Uji T Kadar Glukosa darah 0, 1, 3, 5 Jam Perlakuan ………………………..52 5 Uji ANOVA Kadar Glukosa darah 1 jam Perlakuan………………………
53
6 Gambar daun Murbei varietas Multi caulis ………………………………… 54
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan penelitian diabetes di Surabaya dan analisis data dari Poliklinik Diabetes di seluruh Indonesia, diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 1994 adalah 2,5 juta jiwa. Pada tahun 2000, penderita diabetes meningkat menjadi 4 juta jiwa. Pada tahun yang sama, paling sedikit 240 juta penduduk dunia menderita diabetes. Oleh karena itu Diabetes mellitus tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler (Tjokroprawiro 2001). Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) (2007) di Amerika Serikat diestimasi sekitar 23,6 juta penduduk atau
8% populasi menderita diabetes
dimana sebanyak 24% tidak terdiagnosa. Di Amerika
Serikat
penyakit ini
merupakan penyebab kebutaan terbesar dan sebesar 25 % meninggal setiap tahun akibat kegagalan ginjal.
Prevalensi diabetes di Amerika tahun 2005 sampai
dengan 2007 meningkat sebesar 13,5% . Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia hingga tahun 2000 didapatkan angka kejadian DM rata-rata 1,5 % kecuali di beberapa daerah mencapai angka 6,1 %. Berdasarkan angka ini diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita DM di Indonesia akan meningkat sebesar 86-136 % (Suyono 2002). Sama halnya dengan penyebab obesitas, kemajuan teknologi berperan pada meningkatnya kasus Diabetes mellitus. Kemudahan hidup akibat tersedianya produk teknologi yang membantu manusia, mengambil alih sebagian besar tenaga manusia, akibatnya manusia kurang bergerak atau kurang aktif. Selain itu perubahan perilaku hidup termasuk pola makan memberikan kontribusi besar pada peningkatan prevalensi Diabetes mellitus (Rimbawan dan Siagian 2004). Dalam pengelolaan diabetes, langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan secara non farmakologis yaitu perencanaan diet, aktivitas fisik, dan penyuluhan. Jika pengendalian kadar glukosa dengan cara ini tidak tercapai, maka langkah selanjutnya adalah pengelolaan farmakologis atau penggunaan obat (Hartono 2006).
2
Menurut Soegondo et al.
(1999) hampir 88 % penderita diabetes
dilaporkan menggunakan obat anti diabetik dalam terapinya. Dan dalam beberapa dasawarsa, di seluruh dunia ada kecenderungan meningkatnya penggunaan sediaan herbal untuk berbagai keperluan pemeliharaan kesehatan meskipun efektivitas pemanfaatannya masih perlu dibuktikan. Fakta epidemiologi invitro, invivo dan percobaan klinis menunjukkan bahwa diet yang kaya akan sayur-sayuran dan buah-buahan dapat menurunkan resiko penyakit degeneratif. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa di dalam diet nabati terdapat phytochemicals yaitu senyawa di dalam pangan nabati yang aktif secara fisiologis, bersifat antioksidan, serta mempengaruhi metabolisme tubuh manusia secara baik sehingga berpotensi meningkatkan kesehatan dan mencegah berbagai penyakit (Watzl 1996). Penelitian di Jepang melaporkan bahwa daun murbei mengandung senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ) yang dapat menghambat aktivitas enzim glukosidase yang berfungsi memecah senyawa polisakarida menjadi monomer-monomer gula (glukosa), sehingga dapat menurunkan kadar gula darah penderita diabetes (Sopian 2005). Daun murbei juga telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati pengidap penyakit diabetes. Hariana (2007) melaporkan bahwa, daun murbei mengandung beberapa bahan kimia diantaranya ecdysterone, inokosterone, lupeol, moracetin, soquesetin, scopoletin, sopolin, alfa dan beta-hexenal, eugenol, linalol, benzyl alkohol, butylamine, acetone, trigonelline, choline, adenin, asam amino, copper, zinc, vitamin A, vitamin B, vitamin C, karoten, asam klorogenik, asam fumarat, asam folat, formyltetrahydrofolik acid, mioinositol, dan phytoestrogen. Dikatakan pula daun murbei (sangye) digunakan untuk mengobati diabetes, hipertensi dan mengatasi gangguan pencernaan. Namun demikian, kajian ilmiah tentang khasiat antihiperglikemik daun murbei sejauh ini belum banyak dilaporkan. Untuk itu maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hipoglikemik ekstrak daun murbei terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes. Di Indonesia daun murbei telah digunakan sebagai campuran daun teh yang dikenal dengan teh daun murbei, dan diyakini dapat mengobati diabetes, hipertensi dan gangguan pencernaan. Untuk menjamin kebenaran khasiat, mutu dan keabsahannya serta ketepatan dan kerasionalan daun murbei sebagai
3
antihiperglikemik, perlu dilakukan penelitian terhadap daun murbei yang dibuat dalam bentuk ekstrak. Adapun permasalahan dan kendala yang dihadapi sebelum daun murbei menjadi salah satu bahan untuk makanan fungsional dan sebagai sediaan herbal yang dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah, belum diketahui jenis daun murbei yang dapat memberikan efek hipoglikemik yang terbaik, apakah jenis daun muda atau daun tua, daun segar atau daun yang telah dikeringkan? Disamping itu perlu diketahui jenis pelarut yang digunakan, sehingga ekstrak daun murbei yang dihasilkan dapat memberikan
efek
hipoglikemik yang lebih baik.
Tujuan Penelitian Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hipoglikemik beberapa jenis ekstrak daun murbei terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes. Tujuan khusus 1.
Mengetahui kandungan zat gizi yang terdapat dalam ekstrak daun murbei.
2. Menguji efek hipoglikemik ekstrak daun murbei muda dengan pelarut air dan pelarut hexane terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes. 3. Menguji efek hipoglikemik ekstrak daun murbei tua dengan pelarut air dan pelarut hexane terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh pemberian ekstrak daun murbei terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus diabetes. 2. Ada perbedaan penurunan kadar glukosa darah tikus diabetes berdasarkan jenis ekstrak.
4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi untuk bidang kesehatan dan gizi yang dapat dikembangkan menjadi bahan makanan fungsional bagi penderita diabetes. 2. Sebagai bukti ilmiah bagi industri farmasi untuk menambah sediaan obat antihiperglikemik. 3. Memberikan informasi mengenai nilai tambah tanaman murbei yang selama ini hanya digunakan sebagai pakan ulat sutera. 4. Memberikan informasi bagi petani untuk lebih meningkatkan pengembangan tanaman murbei dalam rangka peningkatan taraf hidup.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Murbei Murbei (Morus alba. L) termasuk marga morus dari keluarga Moraceae yang mempunyai nama asing mulberry (Inggeris), sangye (China) dan beberapa nama daerah seperti walot (Sunda), besaran (Jawa), malur (Batak), nagas (Ambon), tambara mrica (Makassar). Jenis-jenis murbei diklasifikasikan antara lain dari bentuk dan warna bunga, kuncup, tunas dan daun. Bentuk-bentuk yang khas dari daun adalah daun berlekuk, dan daun utuh. Daun-daun berlekuk selanjutnya diklasifikasikan dalam berbagai kategori, tergantung pada jumlah lekukan. Ada enam jenis murbei yang banyak ditanam dan daunnya digunakan sebagai pakan ulat sutera di Indonesia yaitu Morus nigra, Morus multicaulis, Morus australis, Morus alba, Morus alba var macrophylla, dan Morus bombycis. Dari keenam jenis murbei, jenis morus alba tidak digunakan untuk pakan ulat sutera, karena jenis ini umumnya ditanam untuk diambil buahnya disamping itu daun yang dapat dipungut sangat sedikit (Atmosoedarjo et al 2000; Hariana 2007).
Gambar 1. Tanaman murbei (Morus multicaulis)
6
Tanaman murbei dikenal sebagai pakan ulat sutera dalam aktivitas persuteraan alam. Di lain pihak, daun murbei juga telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati penyakit diabetes. Daun murbei juga mengandung asam amino, vitamin A, vitamin B, vitamin C, karoten, asam folat, mineral dan phytoestrogen. (Hariana 2007). Berbagai penelitian tentang alkaloid tanaman murbei yang diduga berkaitan erat dengan efek pengobatan diabetes telah dilakukan, akan tetapi tidak satupun yang dapat menjelaskan bagaimana mekanisme alkaloid-alkaloid tersebut dapat mengurangi kadar gula penderita diabetes tersebut. Penemuan tentang senyawa 1deoxynojirimycin (DNJ) yang berhasil diisolasi dari tanaman murbei dan ditemukan tepatnya terkandung didalam getah tanaman murbei, dimana senyawa acarbose yang glukosidase,
mirip dengan glukosa dapat menghambat aktivitas alfa
mengintervensi
proses
hidrolisis
karbohidrat,
menghambat
penyerapan glukosa dan monosakarida-monosakarida yang lainnya. Senyawa acarbose dan senyawa DNJ, kedua-duanya mempunyai mekanisme kerja yang sama dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes yaitu menghambat aktivitas enzim glukosidase yang berfungsi memecah senyawa polisakarida menjadi monomer-monomer glukosa. (Sofian 2005). Beberapa penelitian yang dilakukan di India melaporkan bahwa daun murbei mengandung banyak asam amino yaitu dopamine, DOPAC, kynurenine, norepinephrine, tryptophan, tyramine, tyrosine, HPAC-4 dan L-DOPA dan serat kasar yang cukup tinggi (Singhal et al 2001).
Diabetes Mellitus Menurut Hartono (2006) Diabetes mellitus merupakan kumpulan keadaan yang disebabkan oleh kegagalan pengendalian gula darah. Kegagalan ini terjadi karena dua hal yaitu produksi hormon insulin yang tidak memadai atau tidak ada dan resistensi insulin yang meningkat. Resistensi insulin terjadi pada pintu masuk di permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor insulin. Reseptor ini memungkinkan lewatnya glukosa yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke dalam sel. Tidak adanya atau tidak memadainya produksi hormon insulin akan
7
mengakibatkan diabetes melitus tipe 1, terutama ditandai dengan penurunan berat badan, gejala 3 p (polifagia, polidipsia, poliuria). Dan umumnya ditemukan pada usia anak-anak hingga remaja. Sedangkan peningkatan resistensi insulin dengan penurunan kuantitas insulin menyebabkan diabetes tipe 2, yang dicirikan oleh tubuh yang gemuk dan usia menengah keatas. Sedangkan menurut Poucell (1999) Diabetes mellitus (DM) merupakan sindroma multifaktor yang secara metabolik dikarakterisasi dengan terjadinya keadaan hiperglikemik kronik. Keadaan ini terjadi karena adanya gangguan terhadap sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Disamping itu ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta adanya gangguan hormonal lain seperti glukagon, kortisol dan hormon pertumbuhan.
Klasifikasi Badan kesehatan dunia (WHO), melalui laporan kedua Expert Committee on Diabetes mellitus mengelompokkan diabetes menjadi dua kelompok utama, yaitu Insulin-dependen diabetes mellitus (IDDM) dan Non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) (WHO 1980). Pada IDDM, pankreas tidak menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup, sedangkan NIDDM pankreas masih relatif cukup menghasilkan insulin, tetapi insulin yang ada tidak bekerja secara baik karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan (Dalimartha 2004). Pada tahun 1977, Expert Committee on the Diagnosis dan Classification of Diabetes Mellitus (ECDCDM) menyepakati klasifikasi baru diabetes mellitus, menjadi DM tipe-1 (yang sebelumnya disebut IDDM atau juvenil diabetes), tipe-2 (sebelumnya disebut NIDDM atau adult-onset) dan gestational diabetes (Foster-Powel et al. 2002; Rimbawan & Siagian 2004). Kelompok DM tipe-1 adalah penderita DM yang sangat tergantung pada suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda dan tidak gemuk. Gejalanya biasa timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil baliq (Dalimartha 2004). Sekitar 95 % penderita DM tipe-1 terjadi sebelum usia 25 tahun, dengan prevalensi kejadian yang sama pada pria dan wanita. Individu yang mengalami DM tipe-1 mempunyai ciri-ciri poliuria, polidipsia, dan poliphagia. Dalam pengujian glukosa darah, pasien yang mengalami tipe ini
8
apabila diberi 75 g glukosa secara oral dan sebelumnya telah melakukan puasa selama satu malam, konsentrasi gula darahnya akan meningkat lebih dari 200 md/dl. Sedangkan pada individu normal dengan perlakuan yang sama akan meningkatkan glukosa darahnya berkisar 140 mg/dl. Tingginya kandungan glukosa darah dalam tubuh, mengakibatkan laju filtrasi glomerulus terhadap glukosa menjadi berlebih dan urine akan mengandung banyak glukosa (Champe & Harvey 1994). Kelompok DM tipe-2 dicirikan oleh resistensi insulin pada jaringan perifer dan gangguan sekresi insulin dari sel-β pankreas. DM tipe-2 adalah jenis diabetes yang paling lazim dan berkaitan dengan riwayat diabetes keluarga, usia lanjut, obesitas, perubahan pola makan dan aktivitas fisik yang kurang (Willett et al. 2002). Resistensi insulin dan hiperinsulinemia akan menyebabkan kerusakan toleransi glukosa. Sel-β yang rusak akhirnya menjadi lemah, selanjutnya mendorong intoleransi glukosa dan hiperglikemia (Mayfield 1998). Gestational diabetes merupakan klasifikasi operasional, bukan klasifikasi berdasarkan kondisi fisologis. Diabetes yang diderita oleh wanita sebelum hamil (pregestational diabetes), wanita yang mengalami DM tipe-1 pada saat hamil, wanita dan penderita DM tipe-2 yang tidak terdiagnosis dikelompokkan menjadi gestational diabetes. Kebanyakan wanita penderita gestational diabetes memiliki homeostatis glukosa yang normal selama paruh pertama (sampai bulan kelima) masa hamil. Pada paruh kedua masa hamil (antara bulan keempat dan kelima) mengalami defisiensi insulin relatif. Pada umumnya kadar glukosa darah kembali normal setelah melahirkan (Lebovitz 1999).
Patofisiologis Diabetes mellitus Insulin yang disekresi oleh sel-sel β pulau Langerhans pankreas merupakan salah satu hormon terpenting yang berperan dalam pengaturan kadar glukosa dalam tubuh. Insulin merupakan suatu hormon polipeptida dan merupakan kelompok sel yang terdiri dari 1% massa pankreas. Insulin adalah salah satu hormon terpenting yang mengkoordinasikan penggunaan energi oleh jaringan. Efek metaboliknya ialah anabolik, seperti sintesis glikogen, triasilgliserol, dan protein (Champe dan Harvey 1994).
9
Pulau Langerhans merupakan suatu cluster dari kelenjar endokrin yang tersebar disepanjang eksokrin pankreas dan banyak dilalui kapiler-kapiler darah. Komposisi selular maupun ukuran dari pulau ini dalam satu pankreas tidak selalu sama. Pada mamalia, 70 sampai 80% tersusun atas sel-sel β yang mensekresikan insulin, 15-20% adalah sel-sel α yang memproduksi glukagon, sel δ yang mensekresikan somatostatin sebesar 5 hingga 10% serta terdapat sel-sel lain seperti sel PP yang menghasilkan polipeptida pankreatik (Gambar 2 dan 3). Jumlah maupun ukuran pulau Langerhans tidak selalu sama tergantung pada kebutuhan fungsional disetiap tingkat perkembangan individu. Perubahan dari embrio menjadi dewasa diikuti dengan meningkatnya jumlah dari pulau, tetapi volumenya relatif berkurang. Ketika terjadi perubahan baik jumlah maupun ukuran yang menyebabkan kebutuhan fungsional suatu individu tidak dapat terpenuhi maka akan menimbulkan keadaan diabetes (Bonner-Weir dan Smith 1994).
Gambar 2. Anatomi pulau Langerhans (Tortora 1996)
10
Gambar 3. Regulasi normal kadar gula darah (Tortora 1996)
Pada DM tipe-1 dicirikan dengan kekurangan insulin absolut akibat dari kerusakan sel-β. Kerusakan tersebut disebabkan oleh autoimmun sehingga terjadi peradangan (insulitis). Proses perusakan ini membutuhkan stimulan dari luar seperti infeksi virus, rubella atau toksin dan determinan genetik. T-lymphocyte teraktifkan dan merembes ke pulau Langerhans sehingga menyebabkan suatu keadaan yang disebut insulitis. Setelah beberapa tahun terserang autoimmun, terjadi penurunan perlahan-lahan jumlah sel-sel β. Gejala akan nampak secara tiba-tiba ketika 80-90% sel β telah rusak (Gambar 4). Pada keadaan ini, pankreas gagal merespon glukosa dari makanan. Terapi insulin dibutuhkan untuk mengembalikan pengendalian metabolik (Champe & Harvey 1994).
11
Pulau Langerhans Normal Infeksi (virus) pada sel-sel β Sekresi interferon α oleh sel-sel β Predisposisi genetik Insulitis Ekspresi MHC oleh sel-sel β Destruksi sel-sel β Induksi Autoimun Defisiensi insulin
Gambar 4. Salah satu kemungkinan tahapan etiologi terjadinya DM tipe-1 (Suyono 2002)
Resistensi insulin merupakan kelainan metabolik yang dicirikan oleh menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin (Kendall & Harmel 2002). Men urut Brody dan Saltiel (1999) resistensi insulin adalah keadaan dimana konsentrasi insulin yang dihasilkan normal, namun respon biologisnya rendah. Keadaan ini terjadi karena jaringan gagal merespon insulin secara normal. Pada DM tipe-2 sering disertai oleh resistensi insulin pada organ sasaran yang mengakibatkan penurunan responsivitas, baik terhadap insulin endogenous maupun eksogenous. Sebagai contoh resistensi insulin di hati menyebabkan produksi glukosa hepatik (glukoneogenesis) tidak terkendali. Pada otot dan jaringan adiposa, resistensi insulin mengakibatkan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan tersebut (Gambar 5). Resistensi insulin yang berkembang secara terus menerus akan mengakibatkan sekresi insulin oleh sel-β mengalami gangguan (Cefalu 2001)
12
Genetik
Resistensi Insulin
Didapat
Hiperinsulinemia
Resistensi Insulin Terkompensasi (Toleransi glukosa normal) Genetik
Didapat Toksisitas glukosa Asam lemak, dll
Kelelahan sel-sel-β
Diabetes mellitus tipe-2 Gambar 5. Etiologi terjadinya penyakit DM tipe-2 (Suyono 2002) Diagnosis Diabetes melitus Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut American Diabetes Association (ADA) 1998 adalah kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl. Diagnosa diabetes mellitus biasanya dibuat dengan mengukur kadar glukosa puasa (FPG = Fasting Plasma Glucose), kadang-kadang bersama dengan kadar glukosa setelah makan. Standar untuk glukosa darah puasa (FPG) meningkat pada semua penderita diabetes kecuali pada penderita diabetes dengan derajat yang sangat ringan. Kadar glukosa darah plasma yang normal adalah 70-115 mg/dl; diagnosa dibuat bila dalam 2 kali pemeriksaan yang berbeda ditemukan kadar glukosa darah puasa (FPG) lebih besar dari 140 mg/dl (kadar dalam darah kapiler dan darah adalah 120 mg/dl). Oral Glukosa Tolerance Test (OGTT) menunjukkan kemampuan tubuh menggunakan sejumlah glukosa dalam jangka waktu yang lama. Walaupun tes ini masih menjadi konteroversial yang disebabkan tes ini tidak terstandarisasi dengan baik, akan tetapi OGTT yang tepat dapat digunakan pada mereka dengan kadar glukosa puasa normal. Pemberian glukosa yang tepat adalah 1 gram/kg berat
13
badan untuk orang dewasa dengan dosis maksimum 100 gram, dan 1,75 gram/kg berat badan untuk anak-anak yang diberikan dalam bentuk minuman. Glukosa plasma kemudian diukur sebelum pemberian, kemudian 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 sampai 5 jam setelah pemberian glukosa. OGTT dapat digunakan untuk mendiagnosa diabetes bila kadar glukosa plasma pada saat pemberian glukosa dan 2 jam sesudah pemberian melebihi 200 mg/dl. (Mayfield 1998). Komplikasi Diabetes mellitus Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah meningkat atau menurun tajam dalam waktu relatif singkat. Pada komplikasi akut dapat terjadi hipoglikemia, yaitu suatu keadaan dengan kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl dan ketoasidosis diabetik yaitu kadar glukosa darah tinggi tetapi tidak dapat masuk ke dalam sel karena kekurangan insulin, sehingga kebutuhan energi tubuh dipenuhi
dengan
meningkatkan
metabolisme
lipid
yang mengakibatkan
menigkatnya asetil-CoA, yang selanjutnya meningkatkan pembentukan badan keton yang menyebabkan asidosis. Keadaan ini menyebabkan darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak sehingga pasien mengalami koma (Dalimartha 2004; Ganiswara 1999). Kondisi hiperglikemik kronis dapat mendorong produksi radikal bebas yang berlebihan dari proses auto-oksidasi glukosa, progresi protein dan terjadi perubahan keseimbangan oksidan dan antioksidan tubuh. Pembentukan radikal bebas yang berlebih pada penderita diabetes dapat memicu penurunan kandungan antioksidan enzimatik tubuh dan kerusakan jaringan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya atherosklerosis dan katarak (Szaleczky et al. 1999; Ferrari & Torres 2003). Pengobatan Diabetes mellitus Diabetes merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Untuk mengendalikan penyakit DM, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) menetapkan empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM, yang meliputi perencanaan diet, latihan jasmani, penyuluhan dan pemberian obat anti hiperglikemik atau pemberian insulin. Berdasarkan beberapa hasil penelitian Diabetes Control and Complication Trial ( DCCT) di Amerika dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) serta beberapa hasil penelitian
14
lain menunjukkan bahwa dengan pengendalian kadar glukosa darah yang baik maka resiko terjadinya komplikasi pada penderita DM dapat dicegah dan bahkan pada hewan percobaan pengendalian kadar glukosa mendekati normal dapat menghindari resiko terjadinya komplikasi (Hartono 2006). Untuk mencapai kadar glukosa darah yang mendekati normal langkah pertama dalam pengelolaan diabetes mellitus adalah perencanaan makan dan aktifitas fisik (pengelolaan non farmakologis), tetapi kedua hal ini sering gagal untuk menghasilkan kadar glukosa darah yang diinginkan. Apabila langkah ini tidak berhasil, dilanjutkan dengan penggunaan obat hipoglikemik (pengelolaan farmakologis). Ada dua macam obat hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang disebut obat hipoglikemik oral. A. Hipoglikemik oral (1) Golongan Sulfonilurea bekerja dengan cara merangsang sel-β pulau Langerhans untuk pankreas untuk mengeksresikan insulin. Obat golongan ini tidak berguna bila diberikan pada penderita DM tipe 1, karena pada penderita DM tipe 1 sel-β pulau Langerhans sudah rusak, sehingga tidak dapat memproduksi insulin. Obat golongan ini dapat berguna bila diberikan pada penderita DM tipe 2 (Ganiswara et al. 1999). Obat-obat yang
termasuk
golongan
sulfonilurea
adalah:
Tolbutamide,
Chlorpropamide, Tolazamide, Acetohexamide sebagai generasi pertama, sedangkan generasi kedua adalah: Glibenklamide, Glipizide, dan Glibonuride (Silva 2004). (2) Golongan Biguanid, derivat biguanid mempunyai mekanisme yang berlainan dengan derivat sulfonilurea, golongan obat-obat ini bekerja dengan cara mengurangi resistensi insulin sehingga glukosa dapat memasuki sel-sel hati, otot dan organ tubuh lainnya. Obat-obat yang termasuk golongan biguanid
adalah Metformin, Phenformin dan
Buformin (Silva 2004). (3) Golongan Thiazolidinedion, derivat thiazolidinedion bekerja dengan cara yang sama dengan derivat biguanid, yaitu dengan mengurangi resistensi insulin, sehingga glukosa dapat memasuki sel-sel hati, otot dan organ tubuh lainnya, obat yang termasuk golongan ini adalah Troglitazone.
15
(4) Golongan inhibitor α-Glukosidase, obat ini bekerja dengan cara menginhibisi secara reversibel kompetitif terhadap enzim hidrolase αmilase pankreatik dan enzim-enzim pencernaan di usus halus seperti isomaltase, sukrose dan maltase. Enzim-enzim ini berperan pada hidrolisis karbohidrat makanan menjadi glukosa dan monosakarida lainnya. Pada penderita DM, inhibisi terhadap enzim ini menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa sehingga menurunkan keadaan hiperglikemia setelah makan (postpandrial). Obat yang termasuk golongan ini adalah Acarbose yang dikenal dengan nama dagang Glucobay (Bayer 2004). Acarbose adalah suatu oligosakarida yang diperoleh dari proses fermentasi mikroorganisme Actinoplanes utahensis (Gambar 6). Acarbose juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang menghidrolisa tepung dalam usus halus sehingga menunda penyerapan karbohidrat. Acarbose dapat digunakan secara kombinasi dengan obat anti diabetik oral lainnya seperti sulfonilurea, metformin atau insulin untuk meningkatkan kontrol hiperglikemia, hal ini disebabkan karena acarbose memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan ketiga golongan antidiabetik oral lainnya (Bayer 2004).
Gambar 6. Struktur tetrasakarida acarbose dan monosakarida 1-deoxynojirimicyn (Kanai et al 2001)
16
B Insulin Insulin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel-β dari pulau Langerhans dan merupakan kelompok sel yang terdiri dari 1% massa pankreas. Insulin adalah salah satu hormon terpenting yang mengkoordinasikan penggunaan energi oleh jaringan. Secara fisiologis, fungsi utama insulin adalah menstimulasi masuknya glukosa ke dalam sel-sel otot dan hati untuk digunakan sebagai sumber energi atau disimpan dalam bentuk glikogen. Selain itu insulin juga berperan dalam sintesis protein dan lemak serta menekan produksi glukosa hepatik. Dalam pengelolaan DM, insulin digunakan untuk terapi penderita DM tipe-1 tetapi juga tidak jarang digunakan untuk penderita DM tipe-2. Mekanisme kerja insulin ialah insulin berikatan dengan reseptor spesifik yang memiliki reaktivitas tinggi pada mebran sel kebanyakan jaringan, termasuk hati, otot dan adiposa. Ini merupakan tahap pertama aliran reaksi yang akhirnya menuju kepada susunan aksi biologis yang beranekaragam. Pengikatan insulin menimbulkan aksi luas. Respon yang paling cepat ialah peningkatan transpor glukosa ke dalam sel yang terjadi segera setelah insulin berikatan dengan reseptor membran. Sesaat setelah glukosa terserap dan masuk ke dalam sistem peredaran darah, maka glukosa akan segera terdistribusi ke seluruh jaringan tubuh. Dampak tersebarnya glukosa ke seluruh jaringan tubuh akan meningkatkan keberadaan insulin pada jaringan tersebut. Mekanisme klasik kerja insulin ini ialah meningkatkan pemindahan glukosa darah menuju otot dan mencegah proses glikogenolisis, glukoneogenesis dalam hati dan lipolisis pada jaringan adiposa (Champe & Harvey 1994; Bessesen 2001).
Hewan Percobaan Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model untuk mempelajari berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Tikus putih telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, relatif sehat dan peka terhadap pengaruh perlakuan dalam komponen dietnya, sehingga
17
merupakan hewan yang cocok digunakan untuk berbagai penelitian. Galur tikus putih yang biasa digunakan untuk hewan percobaan di laboratorium adalah Long Evans, Osborne-Mendel, Sherman, Sparague Dawley, dan Wistar (Malole & Pramono 1989). Hewan percobaan untuk diabetes dapat terjadi secara spontan atau dari hasil induksi eksperimental. Tikus dan kelinci merupakan hewan percobaan yang paling banyak digunakan untuk maksud diatas. Beberapa strain tikus yang telah digunakan secara luas sebagai hewan percobaan spontan untuk IDDM diantaranya NOD (Non-Obes Diabetic) dan Wistar/BB (bio-breeding). Sedangkan hewan percobaan spontan untuk NIDDM adalah zuckher dan wistar Goto-kakisaki (Picarel-Blanchot et al. 1996,diacu dalam Andayani 2003). Diabetes eksperimental pada hewan percobaan dapat terjadi melalui beberapa cara diantaranya dengan pankreatektomi ataupun menggunakan bahan kimia diabetogenik seperti aloksan dan streptozotosin dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel beta pankreas sehingga menghasilkan hiperglikemik permanen yang merupakan salah satu etiologi dari DM tipe-1. Sifat diabetogenik aloksan ataupun streptozotosin dimediasi oleh senyawa oksigen reaktif yang terbentuk melalui cara yang berbeda pada kedua bahan tersebut (Rane dan Reddy 2000).
Aloksan Aloksan merupakan senyawa yang tidak stabil dan bersifat hidrofilik, waktu paruhnya hanya 1,5 menit pada pH netral dan temperatur 37˚C, dalam suhu lebih rendah waktu paruhnya menjadi lama. Mekanisme kerja aloksan pada prinsipnya terjadi melalui beberapa proses yang secara simultan menghasilkan efek kerusakan pada sel-sel β pankreas. Proses yang dimaksud diantaranya pembentukan
senyawa
radikal
bebas,
terjadinya
oksidasi
gugus-SH,
penghambatan glukokinase serta adanya gangguan homeostatis kalsium intraseluler (Szkudelski 2001 ). Mekanisme kerja aloksan diawali dengan ambilan aloksan ke dalam sel-sel beta pankreas dan kecepatan ambilan ini akan menentukan sifat diabetogenik aloksan. Ambilan ini juga dapat terjadi pada hati atau jaringan lain, tetapi jaringan
18
tersebut relatif lebih resisten dibanding pada sel-sel β pankreas. Sifat inilah yang melindungi jaringan terhadap toksisitas aloksan (Szkudelski 2001 ). Faktor lain yang sangat dominan menghasilkan sifat diabetogenik aloksan adalah pembentukan senyawa oksigen reaktif yang terjadi dalam sel-sel β pankreas. Beberapa penelitian melaporkan bahwa aloksan meningkatkan konsentrasi kalsium bebas sitosolik dalam sel-sel β pankreas akibat dari beberapa proses antara lain peningkatan infulk kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi intraseluler, maupun berkurangnya kalsium yang hilang dalam sitoplasma (Gambar 7). Aloksan lebih umum digunakan untuk menghasilkan model DM tipe-1. Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan percobaan dan status gizinya (Szkudelski 2001 ).
- SH HS – Gka
-S–SGki
HA •
Aloksan
Asam Dialurat
O2•
O2 O2•
Fe3+
+
O2•
H2 O2+ O2
Fe2+ OH •
Influk Ca2+ dari ekstraseluler Mobilisasi Ca2+ dari intraseluler
[ Ca2+ ]
Terbatasnya Ca2+ yang hilang dari sitoplasma Gambar 7. Mekanisme pembentukan senyawa oksigen reaktif dalam sel pankreas tikus yang diinduksi aloksan (Szkudelski 2001)
19
Keterangan: Gka dan Gki masing-masing glukokinase aktif dan inaktif. HA • radikal aloksan. [ Ca2+ ] konsentrasi kalsium intraseluler.
Efek Hipoglikemik Efek bahan aktif dari tanaman umumnya dihasilkan melalui proses ekstraksi dengan menggunakan beragam pelarut, mulai dari air hingga pelarut organik seperti heksana, etanol, kloroform, maupun metanol. Beberapa penelitian melaporkan bahwa bahan aktif yang telah berhasil diidentifikasi dari tanaman yang menunjukkan efek hipoglikemik antara lain asam 4-hidroksibensoat yang disarikan dari ekstrak air dalam akar pandanus odorus, laktusin-8-O-metilakrilat yang disari dari ekstrak kloroform buah Pamentiera edulis, senyawa steroid yang disarikan dari ekstrak kloroform biji Parkia speciosa (Perez et al 2000). Berdasarkan penelitian Andayani (2003), aktivitas antihiperglikemik ekstrak buncis dengan menggunakan pelarut alkohol dan kloroform menunjukkan efek hipoglikemik yang lebih kuat pada tikus diabetes induksi aloksan dibandingkan dengan pelarut lain, karena menghasilkan penurunan kadar glukosa darah yang cukup besar (45 %) yang terjadi satu jam setelah perlakuan. Hal ini diduga karena kerja bahan aktif melalui stimulasi pada sel-sel β pankreas yang masih tersisa akan meningkatkan kerja insulin terutama di jaringan periferal. Penelitian Ahmed et al (1998) yang menguji efek hipoglikemik pada tanaman pare (Momordica charantia) menduga, bahan aktif yang terkandung pada buah pare dapat meningkatkan jumlah sel-sel β pankreas. Sedangkan penelitian Sopian (2005) yang menemukan senyawa acarbose dan senyawa1-deoxynojirimycin (DNJ) yang mirip dengan glukosa menyatakan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase yang berfungsi memecah senyawa polisakarida menjadi monomer-monomer glukosa. Beberapa penelitian mengenai efek hipoglikemik tumbuhan yang diberikan dalam bentuk sediaan ekstrak menunjukkan adanya perbedaan pola respon terhadap kadar glukosa darah baik pada hewan maupun pada manusia. (Alarcon et al 2000).
20
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat Aromatik Bogor, Laboratorium Kimia Analisis Makanan GMK, Laboratorium Kimia Pangan Fateta Institut Pertanian Bogor, dan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan (Balitbang-Gizi) Departemen Kesehatan Bogor. Bahan dan Alat Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun murbei varietas Morus multicaulis berumur 80 hari dan diperoleh dari Teaching Farm Sutera Alam Kebun Percobaan IPB Desa Sukamantri Kabupaten Bogor. Hewan percobaan yang digunakan untuk pengujian efek hipoglikemik adalah tikus jantan jenis Sprague Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil, ekor lebih panjang daripada badan, dan berumur 70 hari dengan berat rata-rata berkisar antara 200-250 gram. Tikus tersebut diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan (Balitbang-Gizi) Departemen Kesehatan Bogor. Bahan-bahan yang digunakan pada analisis proksimat daun murbei adalah K2SO4, H2SO4, H3BO3 pekat, Hexane, Metilene merah, Metilene biru (Kanto Chemical, Jepang), NaOH-Na2S2O3, HCl, Etanol 95%, metanol p.a, air bebas ion, buffer asetat 100 mM (Merck, Jerman), DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (Sigma, USA), trolox® (Sigma, USA). Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk penginduksian tikus diabetes ialah Aloksan monohidrat 5 %, dan larutan Natrium klorida 0,9%. Alat Peralatan yang digunakan yaitu: glukometer, rotary evaporator (R110 Merck Buchi, Jepang),stirer (IKA Merck, Jerman), kertas saring kasar, penangas air, oven, hot plate, centrifuge, neraca analitik, alat-alat gelas, sonde, kandang tikus, botol minum dan wadah ransum. Peralatan yang digunakan dalam analisis sifat
21
kimia antara lain tabung reaksi, labu lemak, alat ekstraksi soxhlet, desikator, tanur, labu Kjeldahl, stop-watch, cawan petridish, pH-meter, alat destilasi, spektrofotometer (Spectronic 21, CAMAG), freeze drier, vortex.
Metode Penelitian Penelitian ini dibagi dalam tiga tahapan percobaan. Masing-masing tahapan percobaan, diuraikan sebagai berikut: Percobaan I. Penyiapan bubuk daun murbei, ekstraksi dan uji proksimat Daun murbei segar yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Teaching Farm Sutera Alam Kebun Percobaan IPB Desa Sukamantri Kabupaten Bogor yang berumur 60 sampai 90 hari. Daun murbei segar yang berasal dari daun muda dan daun tua disortir, ditimbang kemudian dicuci dalam air mengalir sebanyak dua kali dan dipotong-potong dengan panjang ± 1 cm. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan sinar matahari dan di oven dengan suhu 45˚C selama 5 jam hingga tercapai kadar air akhir 7%. Nilai ini mengacu pada SNI-013836-2000 dimana kadar air teh kering dalam kemasan adalah maksimal 8%. Daun murbei yang telah kering dihaluskan dengan blender untuk mendapatkan partikel yang relatif homogen dengan ukuran 32 mesh. Untuk pembuatan ekstrak daun segar, tidak dilakukan pengeringan, setelah daun disortir, ditimbang dan dicuci, daun langsung diblender. Penggunaan daun tua dan daun muda pada penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah kandungan senyawa aktif yang berperan sebagai inhibitor alfa-glukosidase yang terdapat pada daun murbei muda dan daun murbei tua sama kuatnya dalam menurunkan kadar glukosa darah. Selain itu belum ada penelitian daun murbei yang membandingkan penggunaan antara daun muda dan daun tua, walaupun secara empiris daun muda banyak digunakan sebagai lalap dan diyakini dapat menurunkan berat badan dan gula darah. Ekstrak daun murbei yang digunakan untuk menguji efek hipoglikemik dihasilkan melalui proses ekstraksi yang dilakukan secara maserasi yaitu proses ekstraksi dengan pengadukan secara terus menerus selama 5 jam, kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan. Untuk menghasilkan ekstrak kasar digunakan pelarut air dan pelarut hexane masing-masing dengan perbandingan
22
1:5. Setelah itu dilakukan penyaringan. Penguapan sisa pelarut menggunakan rotari evaporator (rotavapor) dan dipekatkan dalam penangas air pada temperatur 50˚C sehingga dihasilkan ekstrak daun murbei kental (Modifikasi Andayani, 2003). Tahapan alur proses pembuatan ekstrak daun murbei disajikan pada Gambar 8. Selanjutnya dilakukan analisis proksimat yang meliputi kadar air, lemak, kadar abu, protein,
karbohidrat dan serat kasar. Metode pemanasan
langsung digunakan untuk menentukan kadar air dan kadar abu, reaksi hidrolisis untuk menetapkan serat kasar, ekstraksi soklet untuk mengukur kadar lemak, metode Kjeldahl untuk menentukan kadar protein. Penentuan kadar karbohidrat dengan cara 100% dikurangi kadar air, abu, protein dan lemak (by difference). Penggunaan pelarut air dan pelarut hexane pada penelitian ini karena kedua jenis pelarut tersebut telah banyak digunakan untuk menguji aktivitas hipoglikemik pada berbagai jenis tanaman obat, seperti ekstrak hexane buah biji makassar (Brucea javanica), telaah kandungan kimia ekstrak hexane buah takokak (Solanum tarvum), kembang kol (Brassica oleraceae) dan umbi daun dewa (Gynum pseudochina).
Hasil uji fitokimia fraksi hexane dari ekstrak
tumbuhan menunjukkan adanya senyawa steroid, terpenoid dan flavonoid yang diketahui mempunyai kemampuan hipoglikemik, sedangkan fraksi air dari ekstrak tumbuhan umumnya menunjukkan aktivitas hipoglikemik yang lebih kuat (Sayekti et al 2003). Menurut Agusta dan Yuliasri (2006) pelarut hexane dapat mendeteksi 26 komponen kimia.
23
Daun murbei segar Daun murbei kering
Sortasi, penimbangan dan pencucian
Penghalusan dengan blender (32 mesh)
Maserasi (24 jam 25˚C)
Ekstraksi : Daun murbei: air = 1:5 Daun murbei: hexane = 1:5
Penyaringan dengan kertas saring
Penguapan dg rotavapor dipekatkan dlm pemanas air suhu 50˚C
Ekstrak daun murbei kental
Gambar 8. Diagram alur proses pembuatan ekstrak daun murbei
24
Analisis Proksimat dan Serat kasar Ekstrak Daun Murbei Kadar Air , Metode Oven (Apriyantono et al 1989; James 1995 ) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 5 g dalam cawan (B). Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven 100oC selama 4-6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C). Kadar air dihitung dengan rumus: B (C A) Kadar Air (% bb) = x100% B
Kadar Abu (Metode Total Abu) Cawan porselen yang telah diketahui bobot tetapnya (A) dimasukkan sampel yang telah ditimbang sebanyak 5 g (B). Sampel diarangkan di atas api bunsen dengan nyala api kecil hingga asapnya hilang, selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500-600oC sampai menjadi abu yang berwarna putih. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar abu dihitung dengan rumus:
Kadar Abu (% bb) = (C – A)/(B – A) x 100% Kadar Abu (% bk) = kadar abu (% bb)/(100-kadar air (% bb) x 100%
Kadar Karbohidrat (by difference) Karbohidrat ditentukan dengan metode Nelson-Somogy. Sampel dihidrolisis dengan larutan HCL 0,1 M dalam pemanas air, kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1 M. Protein diendapkan dengan menambahkan larutan ZnSO4 5 % dan Ba(OH)2
0,3 N, kemudian disaring. Supermatan ditambah dengan pereaksi
Nelson, dan kadar karbohidrat ditentukan dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 500 nm. Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus:
Kadar Karbohidrat (% bb) = 100% - (KA + A + P + L) Kadar karbohidrat (%bk) = 100 - %bk (A + P + L)
25
Dimana : KA = kadar air (% bb) A
= kadar abu (% bb)
P
= kadar protein (% bb)
L
= kadar lemak (%)
Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC 1995) Sampel sebanyak 0.5-3 g ditimbang (A) dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml lalu ditambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 kemudian didestruksi dengan pemanasan sampai larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10 ml. Destilat ditampung dalam 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol). Kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 50 ml destilat dalam erlenmeyer, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui, dan kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi. Kadar protein dihitung dengan rumus:
Total Nitrogen (%)
=
mlHCl mlblankoxN HCl x14.007 x100 A
Kadar Protein (%bb) = total nitrogen (%) x faktor koreksi (6.25) Kadar Protein (%bk) = kadar protein (%bb)/(100-kadar air %bb) x 100%
Kadar Lemak, Metode Ekstraksi Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak dikeringkan dalam oven (110oC selama 1 jam), kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap (A). Sampel sebanyak 5 g (B) dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam labu soxhlet kemudian dipasang alat kondensor. Pelarut hexana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan
26
ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai beratnya tetap lalu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan labu beserta lemaknya hingga diperoleh bobot yang tetap (C). Kadar lemak ditentukan dengan rumus: Kadar Lemak (% bb) =
CA x100% B
Kadar lemak (%bk) = kadar lemak (%bb)/(100-kadar air %bb) x 100%
Kadar Serat Kasar Sampel dihaluskan sehingga dapat melalui saringan diameter 1 mm dan diaduk merata.
Ditimbang 2 gram bahan, diekstraksi lemak sampel dengan
metode Soxhlet. Sampel dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 600 ml, serta jika ada ditambahkan juga 0,5 gram asbes yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih. Ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih dan ditutup dengan pendingin balik. Dididihkan selama 30 menit dengan kadang-kadang digoyang-goyangkan. Disaring suspensi dengan menggunakan kertas saring. Residu yang tertinggal dalam Erlenmeyer dicuci dengan air mendidih. Dicuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan spatula.
Sisanya dicuci lagi dengan 200 ml larutan NaOH
mendidih sampai semua residu masuk ke dalam Erlenmeyer. Dididihkan dengan pendingin balik sambil kadang-kadang digoyang-goyangkan selama 30 menit. Disaring kembali melalui kertas saring yang diketahui beratnya atau krus gooch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Kemudian residu dicuci lagi dengan air mendidih, lalu dengan sekitar 15 ml alkohol 95%. Dikeringkan kertas saring atau krus dengan isinya pada 110oC sampai berat konstan (1-2 jam), didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Jangan lupa untuk mengurangi berat asbes. Berat residu yang diperoleh sama dengan berat serat kasar. (Apriyantono, 1989).
27
Percobaan II. Penginduksian aloksan dan pengukuran glukosa darah Sebelum melakukan percobaan tikus dipelihara dalam kandang selama 7 hari untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya, makanan dan minuman diberikan
secara ad libitum. Kesehatan tikus dipantau setiap hari, dan berat
ditimbang setiap 2 hari sekali. Setelah masa adaptasi selama 7 hari, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah. Sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 10 jam. Induksi dilakukan dengan menggunakan 5 % larutan aloksan monohidrat dalam larutan NaCl 0,9% dengan dosis 125 mg/kg BB secara intraperitonial (Andayani 2003). Setelah hewan diinduksi, diberi makanan yang cukup (ad libitum) dan dalam waktu 24 jam pertama dalam air minumnya ditambahkan 5 % larutan D-glukosa monohidrat untuk mencegah terjadinya hipoglikemia yang fatal. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan 3 hari setelah induksi. Tikus dikatakan DM jika kadar glukosa darah puasa > 126 mg /dl atau kadar gula sesaat > 200 mg/dl. Tahapan alur penginduksian aloksan disajikan pada Gambar 9. Tikus diadaptasi selama 7 hari
Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
Induksi Aloksan monohidrat 5%
Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah induksi
Tikus DM dikelompokkan berdasarkan berat badan
Gambar 9. Diagram tahapan alur penelitian penginduksian aloksan
28
Percobaan III. Uji Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Murbei Setelah tikus hiperglikemik (kadar glukosa darah sesaat > 200 mg/dl), masing-masing tikus yang akan digunakan dalam penelitian, ditimbang dan dicatat berat badannya. Kemudian sebanyak 45 ekor tikus DM dibagi menjadi sembilan kelompok, masing-masing terdiri dari lima ekor tikus. Tikus yang mempunyai berat badan yang sama (selisih berat badan tidak lebih dari 10%) dijadikan satu kelompok. Untuk menentukan perlakuan yang akan diberikan kepada masing-masing kelompok tikus dilakukan secara acak. Kelompok tikus dalam percobaan ini diuraikan sebagai berikut: 1. Kelompok MKA, yaitu tikus yang diberi perlakuan ekstrak daun murbei muda kering dengan pelarut air. 2. Kelompok KSS, yaitu tikus yang hanya diberikan salin steril (kontrol) 3. Kelompok MSA, yaitu tikus yang diberi perlakuan daun muda segar dengan pelarut air. 4. Kelompok MSL, yaitu tikus yang diberi perlakuan ekstrak daun muda segar dengan pelarut hexane. 5. Kelompok TSA, yaitu tikus yang diberi ekstrak daun murbei tua segar dengan pelarut air. 6. Kelompok TSL, yaitu tikus yang diberi perlakuan ekstrak daun murbei tua segar dengan pelarut hexane. 7. Kelompok MKL, yaitu tikus yang diberi perlakuan ekstrak daun murbei muda kering dengan pelarut hexane. 8. Kelompok TKL, yaitu tikus yang diberi perlakuan daun murbei tua kering dengan pelarut hexane. 9. Kelompok TKA, yaitu tikus yang diberi perlakuan ekstrak daun murbei tua kering dengan pelarut air. Sebelum diberikan ekstrak daun murbei, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah (0 jam). Pemberian ekstrak daun murbei pada tikus dilakukan dengan menggunakan sonde. Penentuan dosis ekstrak yang dicekokkan ke tikus didasarkan pada pemakaian tradisional. Dalam penggunaannya sebagai obat tradisional untuk diabetes, sebanyak 2-3 lembar daun murbei direbus dengan 2 gelas air selama 15 menit, setelah dingin disaring. Air rebusan diminum dua kali
29
sehari pagi dan sore (Arisandi & Yovita 2006). Dalam penelitian ini digunakan dosis konversi yang setara dengan bobot ekstrak 3 lembar daun murbei untuk manusia dengan bobot badan 50 kg. Perhitungan dosis ekstrak daun murbei yang dicekokkan pada tikus dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebelum ekstrak diberikan, ekstrak dilarutkan dalam salin steril dan diberikan secara oral menggunakan sonde lambung dengan volume 1 ml sekali pemberian (Aybar 2001), dalam penelitian ini ekstrak diberikan sebanyak 5 kali dengan interval waktu 25 menit setiap pemberian. Pengukuran glukosa darah dilakukan 1 jam, 3 jam, dan 5 jam setelah perlakuan. Tahapan alur penelitian uji hipoglikemik pada tikus DM disajikan pada Gambar 10. Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus Percobaan Kadar glukosa darah ditentukan dengan metode glucose oxidase biosensor, menggunakan alat ”One Touch Ultra” (alat monitoring glukosa darah, diproduksi oleh Lifescan Johnson & Johnson Company 2002). Darah diambil dari bagian ekor tikus, dengan cara ekor tikus dibersihkan lalu dipijat atau diurut perlahanlahan, kemudian bagian ujung ditusuk dengan jarum (lancet). Darah yang keluar kemudian ditempelkan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terukur dan nampak pada layar glukometer setelah 5 detik, dinyatakan dalam mg/dl (Soemardji 2004).
30
Pemeriksaan kadar glukosa darah stlh induksi
Pembagian kelompok perlakuan pd tikus DM secara acak
Pemeriksaan kadar glukosa darah (0 jam sblm perlakuan)
Pemberian ekstrak daun murbei
pemeriksaan glukosa darah ( 1 jam stlh perlakuan)
pemeriksaan glukosa darah (3jam stlh perlakuan)
pemeriksaan glukosa darah (5jam stlh perlakuan)
Gambar 10. Diagram tahapan alur penelitian uji hipoglikemik pada tikus DM
Pembuatan ransum standar Pembuatan ransum tikus percobaan berdasarkan AOAC (1990) yang dimodifikasi oleh laboratorium Biokimia dan Fisiologi Gizi Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor. Ransum tikus yang digunakan adalah dalam bentuk bubuk. Komposisi ransum tikus tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
31
Tabel 1 Komposisi ransum standar tikus Bahan Tepung beras Tepung kedele Susu skim Minyak kelapa Mineral mix1 Vitamin2 Garam
Jumlah (gram) 250 gram 136 gram 250 gram 200 gram 60 gram ** 40 gram
Keterangan : 1
Campuran mineral per kilogram ransum, terdiri dari : 139,3 gram NaCl, 0,79 gram KI, 389 gram KH2PO4, 57,3 gram MgSO4, 381,4 gram CaCO3, 27 gram FeSO4, 4,01 gram MnSO4, 0,549 gram ZnSO4, 0,477 gram CuSO4, dan 0,023 gram CaCl2. 2 Campuran vitamin per kilogram ransum, terdiri dari : 6000 IU vitamin A, 400 IU vitamin D, 10 mg vitamin E, 1 mg vitamin K, 5 mg folat, 30 mg tiamin HCl, 20 mg riboflavin, 5 mg piridoksin HCl, 20 mg Ca pantotenat, 100 mg nikotinamida, dan 150 μg vitamin B12.
Pengukuran jumlah konsumsi ransum Pemberian ransum dilakukan setiap hari secara ad libitum, ransum dan sisa ransum ditimbang setiap hari dan dinyatakan dalam satuan gram untuk mengetahui apakah keadaan diabetes berpengaruh pada total konsumsi ransum tikus selama percobaan. Jumlah konsumsi ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang telah ditimbang. Pengukuran berat badan Pengukuran berat badan tikus dilakukan sebelum induksi aloksan, setelah induksi dan setelah pemberian ekstrak, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat perubahan berat badan tikus selama percobaan. Pengukuran berat badan tikus dilakukan menggunakan timbangan dan dinyatakan dalam satuan gram.
Analisis Data Analysis of variance (ANOVA) dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh dari masing-masing kelompok perlakuan dengan menggunakan program SPSS. Tingkat signifikasi dinyatakan dalam α = 5 % . Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial menggunakan dua faktor yaitu daun muda dan daun tua. Faktor daun muda terdiri atas empat taraf yaitu ekstrak daun muda segar dengan pelarut air, ekstrak daun muda segar dengan pelarut hexane, ekstrak daun muda kering dengan pelarut air, dan ekstrak daun muda kering dengan pelarut hexane. Sedangkan faktor daun tua terdiri dari empat taraf yaitu ekstrak daun tua segar dengan pelarut air, ekstrak daun tua segar
32
dengan pelarut hexane, ekstrak daun tua kering dengan pelarut air, dan ekstrak daun tua kering dengan pelarut hexane. Model matematik umum yang digunakan adalah: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εij Keterangan : Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k.
µ
= nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya)
αi
= pengaruh perlakuan faktor A pada taraf ke-i
βj
=
pengaruh perlakuan faktor B pada taraf ke-j
(αβ)ij =
pengaruh interaksi dari faktor A dan faktor B
εij =
pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2)
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara rerata kadar glukosa darah sebelum dan setelah perlakuan digunakan uji t (t test). Jika terjadi beda nyata pada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95 %, dilanjutkan dengan uji LSD.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Proksimat Ekstrak Daun Murbei Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan dan komposisi zat gizi yang terdapat dalam ekstrak daun murbei. Hasil analisis terhadap komposisi zat gizi daun murbei segar dan ekstrak daun murbei baik yang berasal dari daun muda maupun daun tua disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan zat gizi daun murbei Komposisi Kadar air
Karbohidrat
Lemak
Protein
Serat kasar
Kadar abu
(%bb)
(% bk)
(%bk)
(%bk)
(%bk)
(%bk)
83,29
12,16
0,64
3,53
7,72
0,38
78,53
14,75
0,60
5,89
6,48
0,23
MSA
59,03
33,99
0,61
6,32
7,84
0,05
TSA
47,66
45,49
0,60
6,21
8,37
0,04
MKA
57,94
0,55
5,53
10,60
0,30
TKA
53,61
39,96
0,73
5,44
7,96
0,26
MSL
57,22
36,79
0,64
5,28
7,75
0,07
TSL
44,06
50,53
0,60
4,76
7,29
0,05
MKL
37,40
57,86
0,61
4,08
10,40
0,05
TKL
34,97
58,07
0,58
6,31
9,72
0,07
Daun murbei muda segar Daun murbei tua segar
35,68
Keterangan: MSA (daun muda segar larut air);TSA (daun muda tua segar larut air);MKA (daun muda kering larut air);TKA (daun tua kering larut air);MSL (daun muda segar larut lemak);TSL (daun tua segar larut lemak);MKL (daun muda kering larut lemak);TKL (daun tua kering larut lemak).
Dari hasil analisis proksimat diketahui bahwa kandungan gizi ekstrak daun murbei cukup lengkap, karena mengandung karbohidrat, lemak, protein dan serat. Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak daun murbei baik yang berasal dari daun tua maupun daun muda kandungan karbohidrat, protein dan serat kasar lebih tinggi dibandingkan dengan daun murbei segar. Singhal et al (2001) melaporkan bahwa beberapa penelitian yang dilakukan di India menunjukkan daun murbei
34
mengandung banyak asam amino yaitu dopamine, DOPAC, kynurenine, norepinephrine, tryptophan, tyramine, tyrosine, HPAC-4, L-DOPA dan nilai serat kasar yang cukup tinggi. Menurut Almatsier (2003) bahan makanan yang banyak mengandung serat cenderung meningkatkan berat feses, memperpendek waktu transit di dalam saluran cerna dan dapat mengontrol metabolisme glukosa. Sedangkan menurut Sardesai (2003) berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa serat tanaman menghambat penyerapan karbohidrat dan menghasilkan postprandial glikemik yang rendah. Tingginya serat pangan di dalam diet berkaitan dengan reduksi resistensi insulin, sehingga bermanfaat bagi penderita diabetes. Daun murbei segar memiliki kandungan karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak daun murbei. Daun muda segar kandungan karbohidrat sebesar 12,16% sedangkan daun tua sebesar 14,75%. Menurut deMan (1997), karbohidrat yang terdapat di dalam tumbuhan adalah monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida.
Induksi Aloksan Hewan
percobaan
diabetes
mellitus
dapat
dipersiapkan
dengan
menggunakan bahan kimia diabetogenik, yaitu aloksan dan streptozotosin, dengan dosis tertentu aloksan dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas, sehingga menghasilkan keadaan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu ciri DM tipe-1. Menurut Ahmed et al (2001) streptozotosin merupakan bahan diabetogenik yang dapat menghasilkan keadaan diabetes tipe-1 maupun tipe-2. Winarto (2007) melaporkan bahwa berdasarkan pengamatan morfologi tehadap tingkat kerusakan sel-sel β pankreas menunjukkan bahwa tikus yang diinduksi dengan streptozotosin dengan dosis 60 mg/kg BB menghasilkan tikus dengan keadaan DM sedang karena masih terdapat sejumlah sel-sel β. Menurut Fukunaga et al (1997) sifat diabetogenik diduga terjadi karena kerusakan DNA dalam sel-sel β pankreas yang disebabkan oleh alkilasi DNA, disamping itu juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan dari nitrogen oksida (NO) yang bersumber dari streptozotosin.
35
Dosis aloksan optimum yang dapat menghasilkan kondisi hiperglikemia permanen tergantung dari jenis, umur dan kondisi hewan percobaan. Andayani (2003) melaporkan bahwa tikus putih berumur sekitar tiga bulan dengan berat badan 200-270 g yang diinduksi dengan aloksan 75 mg/kg berat badan hanya menghasilkan tikus dengan kadar glukosa darah sesaat 150-200 mg/dl sebanyak 25%, tetapi dalam waktu satu minggu kadar glukosanya kembali normal. Selanjutnya digunakan dosis 125 mg/kg berat badan untuk menghasilkan tikus DM sedang, ternyata dapat menghasilkan 80% tikus diabetes sedang dengan kadar glukosa darah 200-450 mg/dl. Pada penelitian ini digunakan aloksan dengan dosis Andayani (2003), dan pada dosis tersebut setelah tiga hari tikus yang mengalami hiperglikemia permanen (kadar glukosa darah sesaat lebih besar dari 200 mg/dl) lebih dari 90% dengan peningkatan kadar gula darah sebesar 386,7%. Karena sangat sulit mendapatkan variasi kadar glukosa darah antar tikus DM relatif kecil, oleh karena itu semua tikus DM dengan kadar glukosa darah sesaat lebih dari 200 mg/dl digunakan dalam penelitian ini. Rata-rata kadar glukosa darah setelah induksi masing-masing kelompok berkisar antara 200 mg/dl sampai 450 mg/dl (Gambar 11).
Gambar 11. Kadar glukosa darah sebelum dan setelah induksi aloksan
36
Induksi aloksan dilakukan secara intraperitonial dengan maksud untuk mempersingkat jalur induksi. Faktor yang sangat dominan untuk menghasilkan sifat diabetogenik aloksan adalah pembentukan senyawa oksigen reaktif yang terjadi dalam sel-sel β pankreas. Beberapa penelitian melaporkan bahwa aloksan meningkatkan konsentrasi kalsium bebas sitosolik dalam sel-sel β pankreas akibat dari beberapa proses antara lain peningkatan infulk kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi intraseluler, maupun berkurangnya kalsium yang hilang dalam sitoplasma. Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan percobaan dan status gizinya (Szkudelski 2001 ). Menurut Cooperstein dan Watkins (1981) diacu dalam Widowati 2007, berbagai penelitian menunjukkan bahwa induksi aloksan mempengaruhi kadar gula darah, dan apabila diplotkan dalam kurva terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama yaitu 1-4 jam setelah injeksi aloksan akan terjadi hiperglikemia, diikuti dengan fase hipoglikemia sekitar 6-12 jam pasca injeksi aloksan, dan fase ketiga (12-24 jam) terjadi hiperglikemia permanen. Kadang-kadang sebelum fase pertama, terjadi hipoglikemia singkat yaitu 15-30 menit setelah injeksi aloksan. Oleh karena itu seleksi tikus DM dalam penelitian ini dilakukan tiga hari setelah induksi aloksan.
Perubahan Berat Badan Tikus Perubahan berat badan merupakan salah satu ciri umum penderita diabetes. DM ditandai dengan poliurea, polidipsia, poliphagia dan penurunan berat badan serta lemah (Hartono 2006). Bila kadar glukosa darah naik diatas 180 mg/dl, ginjal tidak dapat menahan sehingga sebagian glukosa dibuang melalui urine, sehingga kadar glukosa urine tinggi dan menarik banyak air (daya osmotik gula). Akibat penarikan air yang terlalu banyak, volume urine berlebihan, oleh sebab itu penderita DM sering kencing (poliurea). Keadaan tersebut akan mengganggu neraca air di dalam tubuh, yang akhirnya dimanifestasikan oleh rasa haus terus menerus (polidipsia). Pada waktu yang bersamaan, meskipun kadar glukosa darah berlebih tetapi tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi sel (glucosestorred stat), sehingga tubuh menjadi lemah dan terjadi perasaan lapar yang
37
berlebihan (poliphagia). Untuk memenuhi kebutuhan energi, tubuh harus memecah lemak atau protein, akibatnya akan terjadi penurunan berat badan (Hartono 2006). Perubahan berat badan tikus bervariasi setelah mengalami DM (Lampiran 2). Rata-rata penurunan berat badan dalam penelitian ini sebesar 9,1%, hasil ini hampir sama dengan penelitian Takatori et al (2002) yang melaporkan bahwa hamster diabetes yang diinduksi dengan aloksan dan streptozotosin mengalami penurunan berat badan sebesar 9%, Sedangkan penelitian Widowati (2007) pada tikus diabetes induksi aloksan mengalami rata-rata penurunan berat badan sebesar 4,7%. Berdasarkan hasil uji regresi linier menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (p > 0,05) antara penurunan berat badan dengan konsumsi ransum tikus diabetes induksi aloksan (Tabel 3). Keadaan ini mungkin mengindikasikan bahwa tikus telah mengalami DM. Percobaan lebih lanjut diperlukan untuk membuktikan kemungkinan tersebut. Tabel 3 Perubahan berat badan tikus dan jumlah konsumsi ransum selama percobaan Kelompok perlakuan MSA TSA MKA TKA MSL TSL MKL TKL Kontrol
Perubahan berat badan (g) -27,8± 86,32 a -7,0 ± 5,0 a -1,6 ± 39,55 a 18, ± 25,07 a -7,8 ± 10,75 a -53,8 ± 4,91 a 60,0 ± 13,24 a -58,0 ± 77,65 a 5,0 ± 19,50 a
Jumlah konsumsi (g/hr) 8,72 ± 0,77 a 12,54 ± 1,10 a 11,60 ± 1,77 a 14,3 ± 0,66 a 11,28 ± 1,65 a 8,42 ± 0,83 a 13,68 ± 0,47 a 7,32 ± 0,21 a 13,38 ± 0,86 a
Keterangan: Angka yang diikuti huuruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P> 0,05). MSA (daun muda segar larut air); TSA (daun tua segar larut air); MKA (daun muda kering larut air); TKA (daun tua kering larut air); MSL (daun muda segar larut lemak); TSL (daun tua segar larut lemak); MKL (daun muda kering lemak); TKL(daun tua kering larut lemak).
Menurut Subekti (1999) pada penderita diabetes, walaupun kadar glukosa dalam darah tinggi tetapi sel tidak dapat memanfaatkan glukosa dalam darah sehingga untuk mempertahankan kehidupannya sumber tenaga diambil dari otot ataupun hati melalui proses glukoneogenesis sehingga keadaan ini menyebabkan berat badan menurun.
yang
38
Kadar Glukosa Darah Tikus DM Pemberian ekstrak daun murbei pada tikus dilakukan dengan menggunakan sonde. Penentuan dosis ekstrak yang dicekokkan ke tikus didasarkan pada pemakaian tradisional dan berdasarkan perhitungan, sehingga didapatkan dosis konversi yaitu 0,01 mg/g berat badan tikus. Hasil pengujian efek hipoglikemik ekstrak daun murbei terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes induksi aloksan sebelum dan 1 jam, 3jam dan 5 jam setelah diberi ekstrak daun murbei menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05) berdasarkan uji T (Lampiran 4). Penurunan kadar glukosa darah tikus
terlihat
sangat kuat terutama 1 jam dan 3 jam setelah perlakuan. Gambar 13 menunjukkan bahwa pada jam ke-1 dan jam ke-3 efek penurunan kadar glukosa darah untuk semua jenis ekstrak baik yang berasal dari daun muda segar dan kering ataupun daun tua segar dan kering dengan pelarut hexane dan pelarut air ini lebih kuat dibandingkan kelompok kontrol.
Pengaruh ekstrak terhadap kadar glukosa darah
kadar gula darah (mg/dL)
400 MKA
350
KSS
300
MSA 250
MSL
200
TSA TSL
150
MKL 100
TKL
50
TKA
0 0 jam
1 jam
3 jam
5 jam
waktu
Keterangan: MKA (daun muda kering larut air);KSS (kontrol);MSA (daun muda segar larut air); MSL (daun muda segar larut lemak); TSA (daun tua segar larut air); TSL (daun tua segar larut lemak); MKL (daun muda kering larut lemak); TKL (daun tua kering larut lemak); TKA (daun tua kering larut lemak).
Gambar 12. Pengaruh beberapa jenis ekstrak terhadap kadar glukosa darah Konsentrasi glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) pada penderita DM disebabkan oleh peningkatan produksi glukosa hati diiringi dengan penurunan pemanfaatan glukosa oleh jaringan perifer. Disamping gangguan metabolisme
39
karbohidrat, DM juga mempengaruhi metabolisme protein dan lemak. Asam amino terpaksa dikonversi menjadi glukosa. Ketosis merupakan salah satu gangguan metabolisme asam lemak. Ketosis terjadi dengan meningkatnya metabolisme trigliserida yang diikuti dengan kelebihan produksi keton bodies dan kolesterol (Brody 1999). Hasil penelitian di Jepang tahun 2005 melaporkan bahwa daun murbei mengandung senyawa deoxynojirimicyn (DNJ) dengan rumus kimia C6H13NO4, yaitu senyawa monosakarida yang secara terstruktur sangat mirip dengan glukosa monomer-monomer tetrasakarida pada acarbose. Acarbose sendiri sudah sangat dikenal sebagai obat oral-non insulin komersial bagi penderita penyakit diabetes yang dikenal dengan nama dagang Glucobay (Sofyan 2005). Mekanisme kerja acarbose dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes adalah menghambat aktivitas alfa glukosidase, menginversi proses hidrolis karbohidrat, menghambat penyerapan glukosa dan monosakaridamonosakarida lainnya. Senyawa DNJ mempunyai efek yang sama dengan acarbose
dalam
menghambat aktivitas
enzim glukosidase yang berfungsi
memecah senyawa polisakarida menjadi monomer-monomer glukosa (Peyrieras et al 1993). Secara tradisional daun murbei telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati penyakit diabetes (Arisandi & Yovita 2006). Walaupun sampai saat ini bukti ilmiah tentang khasiat tanaman murbei yang dapat menurunkan kadar glukosa darah yang telah dilaporkan masih sangat terbatas tetapi penelitian di Korea, Kim et al (2006) menguji efek dari empat jenis ekstrak tanaman obat yaitu Chrysanthinum coronarium, Morus alba, Dioscorea batatas, dan Citrus unshiu pada tikus diabetes induksi aloksan, ternyata Morus alba atau ekstrak murbei menghasilkan penurunan kadar glukosa darah hingga 35% dan sebanding dengan penurunan kadar glukosa darah yang ditunjukkan oleh obat anti diabetes Glibenclamide. Hasil penelitian ini membuktikan potensi daun murbei sebagai penurun kadar glukosa darah. Penelitian Sugiwati 2005 menunjukkan bahwa tikus diabetes yang diberi obat acarbose menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan kadar glukosa darah, hal ini diduga disebabkan obat acarbose yang berperan
40
sebagai inhibitor terhadap enzim sukrase sehingga kerja dari enzim ini akan dihambat secara reversible kompetitf, sehingga tidak semua sukrosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa dan terjadi penurunan absorbsi glukosa. Berdasarkan uraian diatas dapat diduga bahwa kemungkinan penurunan kadar glukosa darah tikus diabetes yang diberi ekstrak daun murbei disebabkan oleh
adanya senyawa deoxinojirimycin (DNJ) yang mempunyai kemiripan
dengan acarbose yang terkandung dalam daun murbei.
Pengaruh Jenis Ekstrak Terhadap Kadar Glukosa Darah Hasil uji statistik (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata perubahan kadar glukosa darah antar perlakuan pada 1 jam setelah diberi ekstrak, walaupun secara faktual kontrol menunjukkan kenaikan kadar glukosa darah sebesar 67,4 mg/dl. Ekstrak dengan pelarut air yang berasal dari daun muda segar (MSA) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah sebesar -164,0 mg/dl (41,94%) satu jam setelah perlakuan (Tabel 4). Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Kim (2006) yang menguji ekstrak Morus alba pada tikus diabetes induksi aloksan dan menghasilkan penurunan kadar glukosa darah sebesar 35%.
Tabel 4 Perubahan kadar glukosa darah tikus diabetes 1 jam setelah diberi ekstrak Kelompok Perubahan kadar glukosa perlakuan darah (mg/dl) MSA -164,0 a TSA -77,6 a MKA -72,2 a TKA -68,2 a MSL -107,6 a TSL -59,6 a MKL -56,2 a TKL -22,6 a Kontrol 67,4 a Keterangan: MSA (daun muda segar larut air); TSA (daun tua segar larut air); MKA (daun muda kering larut air); TKA (daun tua kering larut air); MSL (daun muda segar larut lemak); TSL (daun tua segar larut lemak); MKL (daun muda kering lemak); TKL(daun tua kering larut lemak).
Penelitian Sugiwati (2005) menunjukkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa dengan pelarut non polar (air) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus, hal ini diduga senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak buah mahkota dewa lebih banyak larut dalam air dibandingkan dengan jenis pelarut lainnya, sehingga
41
menyebabkan senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai inhibitor alfaglukosidase yang larut akan lebih banyak. Dalam keadaan diabetes ”sedang” dimana sel-sel β pankreas hampir mengalami kerusakan maka bahan aktif senyawa DNJ yang terdapat dalam ekstrak daun murbei akan menstimulasi sel-sel β pankreas yang masih tersisa atau bertindak sebagai insulin like atau insulin mimicking yang akan meningkatkan kerja insulin terutama di jaringan periferal, misalnya melalui peningkatan asupan glukosa ataupun melalui kerja enzim yang terlibat dalam metabolisme glukosa (Peyrieras et al 1993). Metode maserasi ataupun dekoksi merupakan metode ekstraksi yang umum digunakan untuk menghasilkan ekstrak bahan berkhasiat mulai dari pelarut air hingga berbagai pelarut organik. Beberapa efek antihiperglikemik yang dihasilkan ekstrak air misalnya pada Rhizoma Polygonati Odorati, daun Smallantus sonchifolius (Aybar et al 2001). Meskipun telah diketahui bahwa pelarut air dan alkohol digunakan untuk menghasilkan sediaan obat, tetapi beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut seperti kloroform dan hexane sering menghasilkan bahan-bahan yang berkhasiat sebagai antihiperglikemik. Seperti sifat antihiperglikemik yang berasal dari ekstrak kloroform Parkia speciosa (Jamaluddin et al, 1994). Yulinah et al (2001) melaporkan bahwa daun sambiloto yang diekstrak dengan pelarut hexane menunjukkan penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi dengan aloksan secara bermakna. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil yang dilaporkan Alarcon et al (2000) yang melaporkan bahwa ekstrak air dari akar P. decompocotum menunjukkan aktivitas antihiperglikemik yang lebih kuat dibanding ekstrak hexane maupun ekstrak metanol. Sementara itu pada tanaman petai yang diekstrak dengan berbagai pelarut seperti eter, kloroform, hexane, etilasetat, diklorometan dan metanol ternyata hanya ekstrak kloroform yang dapat menghasilkan efek antihiperglikemik. (Jamaludin & Mohamed 1993). Penelitian Sayekti et al (1994) yang menggunakan pelarut air dan hexane untuk mengekstrak daun salam dan herbalutung
melaporkan
bahwa
ekstrak
hexane
menunjukkan
aktivitas
hipoglikemik kuat sedangkan aktivitas hipoglikemik terkuat ditunjukkan oleh
42
ekstrak air, dan berdasarkan uji fitokimia dari ekstrak tersebut dengan fraksi hexane dan air menunjukkan adanya kelompok senyawa steroid, flavonoid dan tanin yang diketahui mempunyai kemampuan hipoglikemik. Perbedaan aktivitas ini sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan sifat dan peranan dari bahan aktif yang terkandung dalam tumbuhan. Beberapa hasil penelitian mengenai aktivitas antihiperglikemik tumbuhan yang diberikan dalam bentuk sediaan ekstrak menunjukkan adanya perbedaan pola respon terhadap kadar glukosa darah hewan maupun manusia. Platel & Srinivasan (1997) memperkirakan bahwa efek hipoglikemik beberapa tanaman yang diekstrak dengan beberapa jenis pelarut baik pelarut an organik seperti air maupun pelarut organik seperti kloroform, eter dan hexane yang mempunyai aktivitas hipoglikemik terjadi selain melalui stimulasi sekresi insulin diduga juga meningkatkan kerja enzim yang terlibat dalam metabolisme glukosa. Menurut Enkhmaa et al (2005) melaporkan dalam beberapa studi telah ditemukan bahwa daun murbei mengandung sejenis flavonoid yang merupakan antioksidan yaitu quercetin 3-glucoside (Q3G)(isoquercetin), quercetin 3-6 malony glucoside (Q3MG) ,kaempferol 3-glucoside dan fagomine yang berfungsi meningkatkan level
plasma
insulin
yang
berkontribusi
sebagai
bagian
dari
aksi
antihiperglikemik. Berdasarkan uraian diatas dapat diduga bahwa efek hipoglikemik dari ekstrak daun murbei baik daun muda maupun daun tua atau daun segar dan daun kering mengandung senyawa bahan aktif seperti steroid, flavonoid, dan tanin. Menurut Ivorra et al (1999)
senyawa bahan alam yang memiliki aktivitas
hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah yang sudah diketahui adalah golongan polisakarida dan protein, flavonoid, alkaloid, steroid dan terpenoid. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut tentang kandungan senyawa bahan aktif yang terkandung dalam daun murbei.
43
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak daun murbei mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap, karena mengandung karbohidrat, lemak, protein dan serat. Ekstrak daun murbei baik yang berasal dari daun tua maupun daun muda kandungan protein dan serat kasarnya lebih tinggi dibandingkan dengan daun murbei segar. Ekstrak daun murbei dapat menurunkan kadar glukosa darah dan berpengaruh nyata (p<0,05) dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes induksi aloksan. Tidak ada perbedaan yang nyata perubahan kadar glukosa darah (p>0,05) antara jenis ekstrak daun murbei, baik yang berasal dari daun muda, daun tua, daun segar maupun daun kering pada 1 jam setelah pemberian ekstrak. Tetapi ekstrak dengan pelarut air (MSA) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah paling tinggi yaitu sebesar – 164,0 mg/dl (41,94%). Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis dosis ekstrak daun murbei sehingga dapat diketahui dosis yang tepat yang dapat menurunkan kadar glukosa darah, selain itu perlu diisolasi jenis-jenis senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak daun murbei, khususnya senyawa deoxinojirimycin (DNJ)
yang
terkandung dalam tanaman murbei. Untuk mengetahui efektivitas kerja ekstrak dan toksisitas daun murbei perlu dilakukan penelitian efek hipoglikemik dengan waktu yang lebih lama dan pengaruh ekstrak terhadap organ pancreas hewan percobaan.
44
DAFTAR PUSTAKA
[ADA] American Diabetes Association. 2007. Diabetic Statistic in the U.S. for 2007. Diabetes Statistics Series. http://www.diabetes .org. [24 Juli 2008]. Ahmed, I, MS Lakhani, M.Gillet, A. John and H Raza. 2001. Hypotriglyceridemic and antihyperglycemic, and hypocholesterolemic Effect of anti-diabetic Momordica charantia (karela) fruit extract inStreptozotosin-induced diabetic rats. Diabetes Research and Clinical Practice. 51: 155-161 Alarcon-Aguilar, FL, M Jimenez-Estrada, R Reyes-Chilpa and R RomanRamos. 2000. Hypoglycmic effect of extract and fraction from Psacaliumdecompositum in healthy and alloxan-diabetic mice. Journal ofEthnopharmacology. 72: 21-27 Almatsier Sunita. 2003 Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Andayani Yayuk 2003. Mekanisme Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris) Pada Tikus Diabetes dan identiifikasi KomponenAktif [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington DC:AOAC. Arisandi Y dan Yovita Andriani. 2006. Khasiat berbagai Tanaman untuk Pengobatan. Jakarta: Eska media. Atmosoedarjo Soekirman, Junus K, Mien Kaomini, Wardono S, Wibowo M. 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Indonesia printer. Apriyantono A, et al. 1989. Analisis Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB Aybar JM, AN Sanchez Riera, A Grau, and SS Sanchez. 2001 Hypoglycemic effect ofwater extract of Smallantus sonchifolius (yacon) leaves in normal and diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology.74:125-132 Breitmeier D, et al. (1997) Acarbose and 1-deoxynojirimycin inhibit maltose and maltooligosaccharide hydrolysis of human small intestinal glucoamylasemaltase in two different substrate-induced modes. Archives Biochem. & Biophys., 346(1), 7-14. (em)
45
Bayer. 2004. Precose (Acarbose Tablets). http://www.drugs.com/PDR/Precose Tablets.html. [ 8 juli 2008 ]. Bessesen DH. 2001. The role of carbohydrate in insulin resistance. 131: 2782-2786.
J Nutr
Bonner-Weir S dan Smith FE. 1994. Islet of Langerhans: Morfologi and Its implication. Joslin’s Diabetes Mellitus, 13th Edition. Lea & Febiger. Filadelphia Halaman 22 Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. San Diego: Academic Press. Cefalu WT. 2001. Insulin resistance: Celluler and clinical concept. Exp Biol Med 226:13-26. Champe PC, Harvey RA. 1994. Lippincott’s Illustrated Reviews: Biochemistry. Ed ke-2. Philadelphia: J.B. Lippincott Co. Choi CW, SC Kim, SS Hwang, BK Choi, HJ Ahn, MY Lee, SH Park and SK Kim. 2002. Antioxidant activity and free radical scavenging capacity between Korean medicinal plants and flavonoids by assay-guided comparison. Plant Sci., 163:1161-1168. Dalimartha S. 2004. Ramuan tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya. Darfian Irpan, As’ari Nawawi, Daryono Hadi Tj. 2004. Pengaruh Lama Ekstraksi dan Jenis pelarut Terhadap kadar Sinensetin yang Terekstraksi dari Herba Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BL). Jurnal. Kimia 2(1):40-44 deMan JM. 1997. Kimia Makanan . Bandung: Penerbit ITB Enkhmaa B et al. 2005. Mulberry (Morus alba L.) leaves and Their Major Flavonol Quercetin 3-(6-Malonyglucoside) Attenuate Atherosclerotic Lesion Development in LDL Receptor-Deficient Mice. J. Nutr. 135:729734. Foster-Powell KF, Holt SHA, Miller JCB. 2002. International table of glycemic index and glycemic load. AmJ Clin Nutr 76:5-56. Ganiswara SG, editor 1999. Farmakologi dan terapi. Ed ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hariana Arief, 2007 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta: Penebar Swadaya.
46
Hartono Andry. 2006 Terapi Gizi dan Diet rumah Sakit. Buku Kedokteran Jakarta: ECG Ivorra MD; Paya M; Villar A. 1989. Review of Natural Products and Plants as Potential Antidiabetic Drugs. J. Ethnopharmacol 1989: 27: 243275. Jamaluddin, F and S. Mohamed. 1993. Hypoglycemic effect of extract of Petai papan (Parkia speciosa). Pertanika. J. Trop.Agric.Sci.16:161-165 Jamaludin F, S Mohamed and MN Lajis. 1994. Hypoglicemic effect of Parkia speciosa seed due to the synergistic action of sitosterol and stigmasterol. Food Chemistry. 49:339-345. Ji Su Kim, Jung Bong Ju , Chang Won Choi and Sei Chang Kim. 2006. Hypoglycemic and Antihyperlipidemic Effect of Four Korean Medicinal Plants in Alloxan Induced Diabetic Rats. Am Journal of Biochemistry Biotechnology 2 (4): 154-160 James CS. 1995. Analitycal chemistry of foods. Blackie Academic and Profesional. Chapman & Hall. Bishopbriggs.UK . Kanai R, et al. 2001. Crystal Structure of Cyclodextrin Glucanotransferase from Alkalophilic Bacillus sp. 1011 Comlexed with 1-Deoxynojirimycin at 2.0 A Resolution. J. Biochem 129:593-598. Lebovittz HE. 1999. Type 2 diabetes. [An overview]. Clin Chem 45:1339-1345. Malole MBM dan SU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan. Bogor : PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Mahmudatussaadah A. 2005. Pengaruh pemberian Seduhan Teh-Kayu ManisGum Arab terhadap kadar Glukosa darah Tikus Diabetes.[ Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut pertanian Bogor. Muhtadi A. 1987. Uji efek ekstrak kental buah Phaseolus vulgaris Linn terhadap kadar glukosa darah tikus. Abstrak. Penelitian tanaman obat di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Depkes RI. Jakarta Mayfield J. 1998. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus: New Criteria. Published by the American Academy of Family Physician. Peyrieras N, et al. 1993. Effects of the glucosidase inhibitors nojirimycin and deoxynojirimycin on the biosynthesis of membrane and secretory glycoproteins. EMBO J, 2(6), 823-832. (Abstrak dari Entrez PubMed). Perez R.M, C Perez, MA. Zavala, S Peres, H Hermandez and F Lagunes. 2000. Hypoglycemic effects of lactucin-8-O-methylacrylate of Parmtiera edulis fruit. Journal of Ethnopharmacology. 71:391-394
47
Platel K and K Srinivasan. 1997. Plant food in the management of diabetes mellitus: vegetable as potential hypoglycemic agent. Nahrung 41:68-74 Piliang GW dan Soewondo Dj. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 2. Bogor: IPB Poucel J. 1999. The physiologycal effect of exersice on the treatment of non insulin dependent diabetes. Student Physical Therapy Journal. University of Puget Sound, USA. 1: 1-7 Rane SG and EP Reddy. 2000. Cell cycle control of pancreatic beta cell proliferation. Frontier in Biosciense. 5: 11-19. Rimbawan dan Albiner Siagian. 2004 Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Sang Mi Han et al, 2002 Effect of Silkworm Extract on Streptozotosin-induced Diabetic Rats. Internasional, Journal of Industrial Entomologi . pp:201204. Sardesai VM. 2003. Introduction to Clinical Nutrition. Dekker Inc ., 339-554.
New York: Marcel
Sayekti Sujarwoto, Ahmad Muhtadi, Supriyatna 1994. Aktivitas Hipoglikemik Daun salam dan Herbalutung. Jatinangor Jabar: Jurusan farmasi Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Jabar. Silva ML da. 2004. Diabetes Means Siphon Insulin Comes from the islands. http://www.apol.net/dightonrock/diabetes history.htm. [ 8 Juli 2008]. Singhal BK et al, 2001. Comercial Sericultural by Product Various Valuble Products Emerging Bio Science. India: Regional research Laboratory, Council of Scientific and Industrial . Soegondo S, P Soewondo, S Waspadji, I Subekti, G Semiardji, M Oemardi, S Suyono dan Supartondo. 1999. Diabcare ASIA-Indonesia, 1998. Prosiding. Comprehensive Approaches in the management of diabetic complication. Jakarta. Soemardji AA. 2004. Penentuan kadar gula darah mencit secara cepat: untuk diterapkan dalam penapisan aktivitas anti diabetes in vivo Acta Pharmaceutical Indon. 29(3):115-116. Surono Ingrid S. 2004 Probiotik Susu Fermentasi Dan Kesehatan. Jakarta: Tri Cipta karya. Suyono, S. 2002. Prevention of Type 2 Diabetes. Is it a Reality ? Prosiding Jakarta Diabetes Meeting. Jakarta.
48
Szaleczky E, Prechl J, Feher J, Somogyi A. 1999. Alteration in enzymatic antioxidant defence diabetes mellitus [a Rational Approach]. Postgrad Med J 75:13-17. Szkudelski T. 2001. The mechanism of aloxan and streptozotosin action in B cell Of the rat pancreas. Physiol.Res. 50:536-546 Takatori A, Nishida E, Inenaga T, Horiuchi K, Kawamura S, Itagaki S, Yoshikawa Y. 2002. Functional and histochemical analysis on pancreatic islets of APA hamsters with SZ-induced hyperglycemia and hyperlipidemia Exp Anim 51(1):9-17 Sopian T 2005 Senyawa DNJ, Calon Obat Diabetes dari MurbeiHttp://www beritaiptek.com.[2 juni 2007] Tjokroprawiro A. 2001 Diabetes melitus: Klasifikasi,Diagnosis, dan Terapi. Edisi Ketiga Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tortora, Nicholas PA. 1996 Principles Of Anatomy And Physiology. New York: Harper And Row Publishers Wanasundara U, R Amarowicz, F Sahidi. 1994. Isolation and Identification of an Antioxidative Component in Canola Meal. J. Agric. Food Chem 42 : 1285-1290. Widowati Sri 2007. Pemanfaatan Ekstrak The Hijau (Camellia sinensis O. Kuntze) dalam Pengembangan Beras Fungsional Untuk Penderita Diabetes Melitus [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Willett W, Manson J, Liu S. 2002. Glycemic index, glycemic load and risk of type 2 diabetes. Am J Clin Nutr 76(1):274S-280S. Winarto 2007. Pengaruh Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Terhadap Gambaran Sel β Pankreas dan Efek Hipoglikemik Glibenklamid pada Tikus putih (Rattus narvegicus) jantan galur Wistar Diabetik. [Tesis] Jokyakarta: Program pascasarjana Kedokteran Dasar Biomedis Universitas Gajah mada Jokyakarta. Yulinah Elin, Sukrasno, Muha Anan Fitri 2001. Aktivitas Antidiabetika Ekstrak Etanol Herba sambiloto {Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae)} Bandung: Jurusan farmasi Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung
49
Lampiran 1 Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Murbei yang Diberikan pada Tikus DM Bobot rata-rata 3 lembar daun murbei adalah: (3,25 + 3,43 + 3,21) = 9,89/3 = 3,294 gr Rendemen ekstrak daun murbei = 16,25% Ekstrak daun murbei dari 3 lembar daun murbei = 3,296 x 16,25 = 0,5357 Bobot ekstrak yang dicekokkan adalah:
Bobot tikus x Bobot ekstrak 3 lembar daun murbei Bobot manusia (50 kg) Perhitungan untuk tikus dengan bobot 200 gr adalah: 0.200 kg -3
x 0,5357 gr = 2,1408 x 10 gr = 0,214 mg 50 kg Jadi bobot ekstrak yang dicekokkan per gr bobot badan tikus adalah: 0,214 = 0,0107 mg ekstrak/gr BB tikus. 200
50
Lampiran 2 Perubahan berat badan sebelum dan setelah perlakuan
Keterangan: KSS(kontrol)); MSA (daun muda segar larut air); TSA (daun tua segar larut air); MKA (daun muda kering larut air); TKA (daun tua kering larut air); MSL (daun muda segar larut lemak); TSL (daun tua segar larut lemak); MKL (daun muda kering lemak); TKL(daun tua kering larut lemak).
Lampiran 3 Uji Regresi Perubahan Berat Badan dan Konsumsi Ransum Deskriptif Perubahan berat badan Perlakuan
Rata-rata
St. Deviasi
N
MSA
-27,8
86,32
5
TSA
-7,0
5,0
5
MKA
-1,0
39,55
5
TKA
18,2
25,0
5
MSL
-7,8
10,75
5
TSL
-53,8
4,91
5
MKL
0,6
13,24
5
TKL
-58,0
77,65
5
Kontrol
5,0
19,5
5
51
Konsumsi ransum Perlakuan
Rata-rata
St. Deviasi
N
MSA
8,72
0,779
5
TSA
12,54
1,106
5
MKA
11,60
1,772
5
TKA
14,30
0,660
5
MSL
11,28
1,659
5
TSL
8,42
0,835
5
MKL
13,68
0,476
5
TKL
7,32
0,217
5
Kontrol
13,38
0,867
5
Hasil Uji Regresi
Kelompok MSA
R .101(a)
R kuadrat .010
Std. Error .895
TSA
.362(a)
.131
1.191
MKA
.507(a)
.257
1.764
TKA
.116(a)
.014
.756
MSL
.515(a)
.266
1.642
TSL
.394(a)
.156
.886
MKL
.477(a)
.228
.483
TKL
.692(a)
.479
.181
Kontrol
.390(a)
.152
.922
a Prediksi(konstanta), perubahan BB
52
ANOVA(b) Kelompok MSA TSA MKA TKA MSL TSL MKL TKL Kontrol
Jumlah kuadrat 0.025 0.640 3.223 0.024 2.923 0.434 0207 0.090 0,458
Kuadrat Tengah 0.025 0.640 3.223 0.024 2.923 0.434 0207 0.090 0,458
F .031 452 1.035 .041 1.085 .553 .884 2.757 .539
Sig. 0.871(a) 0.550(a) 0.384(a) 0,852(a) 0.374(a) 0.511(a) 0.416(a) 0.195(a) 0.516(a)
a Prediktors: (konstanta), PerubahanBB b Variabel dependen: Rata2Konsumsi
Koefisien(a)
Perlakuan MSA TSA MKA TKA MSL TSL MKL TKL Kontrol
Unkoefisien standar (B) (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB
Koefisien standar (Beta) 8,695 -0,01 13,100 0,080 11,564 -0,023 14,356 -0,03 10,660 -0,07 12,021 0,06 13,690 -0,01 7,432 0,00 13,293 0,01
t
Sig
20.438 -.176 13.247 .672 14.641 -1.018 32.953 -.203 11.279 -1.041 2.473 .743 63.235 -.940 70.589 1.661 30.993 .734
.000 .871 .001 .550 .001 .374 .001 .000 .001 .374 .090 .511 .000 .416 .000 .195 .000 .516
53
Lampiran 4 Uji T Kadar Glukosa Darah Sebelum dan 1 jam, 3 jam, dan 5 jam Setelah Perlakuan Uji T Variabel Kadar glukosa darah 0 jam 1 jam setelah perlakuan
Std. Deviasi
T
Sig
113.805
3.672
.001
Kadar glukosa darah 0 jam 3 jam setelah perlakuan
177.225
4.2
.000
Kadar glukosa darah 0 jam – 5 jam setelah perlakuan
187.001
4.4
.000
54
Lampiran 5 Uji ANOVA Perubahan Kadar Glukosa Darah (0- 1jam) Setelah Perlakuan
Deskriptif Perlakuan
Rata-rata
St. Deviasi
N
MSA
-164.0 (*)
199,145
5
TSA
-77,6
(*)
49,68
5
MKA
-72,2
(*)
102,58
5
TKA
-68,2
(*)
64,58
5
MSL
-107,6 (*)
142,57
5
TSL
-59,6
(*)
24,08
5
MKL
-56,2
(*)
23,95
5
TKL
-22,6
(*)
26,88
5
Kontrol
67,4
(*)
156,31
5
ANOVA Variabel
Jumlah kuadrat
Kuadrat Rata-rata
F
Sig
Antar kelompok
174595,756
174595,756
1.697
0,133
Dalam kelompok
156022,844
19502,856
Total
744461,000
55
Lampiran 6 Gambar Daun Murbei Varietas Multi caulis
Gambar 6.1 Daun murbei tua
Gambar 6.2 Daun murbei muda
Lampiran 7 Gambar Ekstrak Daun Murbei
56
Gambar 7.1 Ekstrak air daun murbei muda dan daun murbei tua
Gambar 7.2 Ekstrak hexane daun murbei muda dan daun murbei tua
Lampiran 1 Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Murbei yang Diberikan pada Tikus DM Bobot rata-rata 3 lembar daun murbei adalah: (3,25 + 3,43 + 3,21) = 9,89/3 = 3,294 gr Rendemen ekstrak daun murbei = 16,25% Ekstrak daun murbei dari 3 lembar daun murbei = 3,296 x 16,25 = 0,5357 Bobot ekstrak yang dicekokkan adalah:
Bobot tikus x Bobot ekstrak 3 lembar daun murbei Bobot manusia (50 kg) Perhitungan untuk tikus dengan bobot 200 gr adalah: 0.200 kg -3
x 0,5357 gr = 2,1408 x 10 gr = 0,214 mg 50 kg Jadi bobot ekstrak yang dicekokkan per gr bobot badan tikus adalah: 0,214 = 0,0107 mg ekstrak/gr BB tikus. 200
Lampiran 2 Perubahan berat badan sebelum dan setelah perlakuan
Keterangan: KSS(kontrol)); MSA (daun muda segar larut air); TSA (daun tua segar larut air); MKA (daun muda kering larut air); TKA (daun tua kering larut air); MSL (daun muda segar larut lemak); TSL (daun tua segar larut lemak); MKL (daun muda kering lemak); TKL(daun tua kering larut lemak).
Lampiran 3 Uji Regresi Perubahan Berat Badan dan Konsumsi Ransum Deskriptif Perubahan berat badan Perlakuan
Rata-rata
St. Deviasi
N
MSA
-27,8
86,32
5
TSA
-7,0
5,0
5
MKA
-1,0
39,55
5
TKA
18,2
25,0
5
MSL
-7,8
10,75
5
TSL
-53,8
4,91
5
MKL
0,6
13,24
5
TKL
-58,0
77,65
5
Kontrol
5,0
19,5
5
Konsumsi ransum Perlakuan
Rata-rata
St. Deviasi
N
MSA
8,72
0,779
5
TSA
12,54
1,106
5
MKA
11,60
1,772
5
TKA
14,30
0,660
5
MSL
11,28
1,659
5
TSL
8,42
0,835
5
MKL
13,68
0,476
5
TKL
7,32
0,217
5
Kontrol
13,38
0,867
5
Hasil Uji Regresi
Kelompok MSA
R .101(a)
R kuadrat .010
Std. Error .895
TSA
.362(a)
.131
1.191
MKA
.507(a)
.257
1.764
TKA
.116(a)
.014
.756
MSL
.515(a)
.266
1.642
TSL
.394(a)
.156
.886
MKL
.477(a)
.228
.483
TKL
.692(a)
.479
.181
Kontrol
.390(a)
.152
.922
a Prediksi(konstanta), perubahan BB ANOVA(b) Kelompok MSA TSA MKA TKA MSL TSL MKL TKL Kontrol
Jumlah kuadrat 0.025 0.640 3.223 0.024 2.923 0.434 0207 0.090 0,458
Kuadrat Tengah 0.025 0.640 3.223 0.024 2.923 0.434 0207 0.090 0,458
F .031 452 1.035 .041 1.085 .553 .884 2.757 .539
Sig. 0.871(a) 0.550(a) 0.384(a) 0,852(a) 0.374(a) 0.511(a) 0.416(a) 0.195(a) 0.516(a)
a Prediktors: (konstanta), PerubahanBB b Variabel dependen: Rata2Konsumsi Koefisien(a)
Perlakuan
Unkoefisien standar (B)
MSA
(Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB (Konstanta) PerubahanBB
TSA MKA TKA MSL TSL MKL TKL Kontrol
Koefisien standar (Beta) 8,695 -0,01 13,100 0,080 11,564 -0,023 14,356 -0,03 10,660 -0,07 12,021 0,06 13,690 -0,01 7,432 0,00 13,293 0,01
t
Sig
20.438 -.176 13.247 .672 14.641 -1.018 32.953 -.203 11.279 -1.041 2.473 .743 63.235 -.940 70.589 1.661 30.993 .734
.000 .871 .001 .550 .001 .374 .001 .000 .001 .374 .090 .511 .000 .416 .000 .195 .000 .516
Lampiran 4 Uji T Kadar Glukosa Darah Sebelum dan 1 jam, 3 jam, dan 5 jam Setelah Perlakuan Uji T Variabel Kadar glukosa darah 0 jam - 1 jam setelah perlakuan
Std. Deviasi
T
Sig
113.805
3.672
.001
Kadar glukosa darah 0 jam - 3 jam setelah perlakuan
177.225
4.2
.000
Kadar glukosa darah 0 jam – 5 jam setelah perlakuan
187.001
4.4
.000
Lampiran 5 Uji ANOVA Perubahan Kadar Glukosa Darah (0- 1jam) Setelah Perlakuan
Deskriptif Perlakuan
Rata-rata
St. Deviasi
N
MSA
-164.0 (*)
199,145
5
TSA
-77,6
(*)
49,68
5
MKA
-72,2
(*)
102,58
5
TKA
-68,2
(*)
64,58
5
MSL
-107,6 (*)
142,57
5
TSL
-59,6
(*)
24,08
5
MKL
-56,2
(*)
23,95
5
TKL
-22,6
(*)
26,88
5
Kontrol
67,4
(*)
156,31
5
ANOVA Variabel
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
Rata-rata
F
Sig
Antar kelompok
174595,756
174595,756
Dalam kelompok
156022,844
19502,856
1.697
744461,000 Total
Lampiran 6 Gambar Daun Murbei Varietas Multi caulis
Gambar 6.1 Daun murbei tua
0,133
Gambar 6.2 Daun murbei muda
Lampiran 7 Gambar Ekstrak Daun Murbei
Gambar 7.1 Ekstrak air daun murbei muda dan daun murbei tua
Gambar 7.2 Ekstrak hexane daun murbei muda dan daun murbei tua