PENGENALAN WAYANG KULIT SEBAGAI STIMULUS AWAL MEWUJUDKAN GENERASI CINTA BACA SEJAK DINI DI TAMAN KANAK-KANAK Oleh M. Muttaqwiati, S.Pd. Guru TK IslamTerpadu Asy-syafa’ah Karangjati, Ngawi, Jawa Timur
PENGANTAR Taman kanak-kanak merupakan jalur pendidikan formal yang menangani anak usia 4-6 tahun yang secara terminologi sebagai masa usia prasekolah. Masa ini merupakan masa peka pada diri anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Anak sensitif menerima berbagai upaya pengembangan seluruh potensinya sehingga merupakan masa penting dalam mengembangkan kemampuan fisik, motorik, bahasa, sosial emosional juga penanaman nilai-nilai agama, moral dan kemandirian. Oleh karenanya dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Kesalahan dalam penanganan pembelajaran bisa menjadikan anak terhambat pencapaian tingkat perkembangannya, bahkan bisa-bisa mematikan potensi anak. Menurut para ahli psikologi, usia dini (0-8 tahun) sangat menentukan bagi anak dalam mengembangkan potensinya. Usia ini sering disebut “usia emas” (the golden age) yang hanya datang sekali dan tidak dapat diulang lagi, yang sangat menentukan untuk pengembangan kualitas manusia selanjutnya. Keith Osborn, Bruton I, White dan Benyamin S. Blomm (1993) dalam Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Kognitif menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya perkembangan intelektual anak sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Sayangnya di lapangan pemahaman semacam ini kadang tidak diperhatikan sehingga di awal-awal tahun kehidupan anak, upaya perangsangan kecerdasan tidak dilakukan secara optimal.
Sebagai pendidik, dibutuhkan sebuah upaya kegiatan pembelajaran yang menyenangkan melalui kegiatan bermain sebagaimana tertuang dalam PP nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bahwa pembelajaran di TK dilakukan melalui bermain. Bermain adalah fenomena alami, dan bagi anak bermain adalah belajar. Hal penting yang perlu dipahami adalah bermain memperkaya dua sisi otak, kanan dan kiri. Dengan bermain anak akan mengumpulkan pengalaman yang penting bagi perkembangan mental mereka sepenuhnya. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang tidak bermain dan jarang disentuh, otaknya 20 – 30 % lebih kecil dari otak normal anak seusia mereka. Para peneliti menemukan bahwa mainan menstimulasi sinapsis pada setiap neuron atau sel otak 25 % lebih banyak. Di samping nuansa bermain yang kental, pendidik perlu melakukan pembelajaran berbasis PAIKEM. PAIKEM adalah sebuah istilah untuk menggambarkan sebuah
proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan peserta didik, mengembangkan inovasi dan kreativitas sehingga pembelajaran efektif dalam suasana
menyenangkan.
Pembelajaran
seperti
ini
dikenal
juga
sebagai
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau biasa disebut CTL.
MASALAH “Anak-anak kita mengalami yang namanya tragedi nol buku,” kata Retno Lestyarti, Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia dalam diskusi bertajuk “Riset Struktur Kabinet Indonesia Berdikari” di Fx Senayan, Jakarta Selatan, Selasa 9,September 2014. “Unesco telah melakukan survei tingkat minat baca anak dengan melihat jumlah bacaan buku referensi (bukan buku paket sekolah) di seluruh negara di dunia. Rupanya, berdasarkan hasil survei itu anak-anak Indonesia hanya membaca 27 halaman buku per-tahun, dengan kata lain, anak-anak usia sekolah di Indonesia hanya mampu membaca satu halaman buku selama 15 hari,” Lanjutnya. Sebuah kondisi yang membuat orang tua, pendidik dan pengelola pendidikan perlu mencari cara agar cinta baca merupakan budaya bangsa dan ini harus ditumbuhkan sejak dini.
Kondisi memprihatinkan juga disampaikan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan pada 25 Maret 2015 (Kompas), kemampuan logika peserta didik Indonesia tiga tahun tertinggal jika dibandingkan dengan negaranegara anggota Organization for Economic Cooperation and Development. Kemampuan
logika
ini dilihat
dari kemampuan
membaca
dan
berhitung.
Kemampuan logika hadir bukan dari bisa membaca saja, tapi dari memahami bacaan. Karena itu, anak-anak tidak seharusnya dipaksa untuk bisa membaca namun diajari untuk cinta membaca. Di banyak Taman Kanak-Kanak kita jumpai banyak sekali lembaga yang melakukan aktivitas baca bagi anak didik mereka dengan beragam hal yang melatar belakanginya. Ada yang disebabkan oleh ketatnya kompetisi antar lembaga dengan fokus orang tua murid pada hasil belajar anak didik apakah mereka sudah bisa membaca atau belum selepas TK. Permintaan secara langsung para wali murid agar putra putri mereka bisa membaca sebelum masuk SD. Rasa bangga ketika anak didik atau putra putri mereka sudah bisa membaca di usia TK. Diselenggarakannya tes masuk SD dengan kemampuan membaca sebagai point diterima. Bahkan di beberapa sekolah para guru mengadakan les membaca setelah sekolah usai. Pembelajaran membaca yang kurang tepat ini masih ditambah dengan tugas menulis yang dibebankan kepada anak didik dengan mencontoh berbaris tulisan di papan tulis atau memberikan PR menulis kepada anak didik. Ada pula yang menjadikannya sebagai bentuk hukuman bagi anak didik karena sebuah kesalahan yang dilakukannya. Kondisi seperti ini tentu sangat memprihatinkan mengingat pembelajaran di taman kanak-kanak seharusnya dilakukan dengan bermain. Menanamkan kecintaan terhadap aktivitas membaca perlu dilakukan sedini mungkin. Lembaga-lembaga PAUD baik itu Kelompok Bermain, Taman KanakKanak, Satuan PAUD Sejenis, Taman Posyandu dan lembaga-lembaga sejenis lainnya perlu memulai dan mencari bentuk kegiatan yang menyenangkan. Bagi anak usia dini yang perlu dilakukan adalah pembiasaan yang nantinya membuat anak memiliki minat dan kecintaan terhadap aktivitas membaca. Bukan anak bisa membaca sebagaimana motivasi yang sering ada pada orang tua maupun guru. Sungguh satu bentuk kerugian bagi sebuah bangsa yang memiliki generasi bisa membaca di usia dini tetapi tidak memiliki minat dan rasa cinta pada kegiatan ini. Minat dan cinta membuat seseorang akan melakukan secara terus menerus, tetapi
jika tarjetnya bisa, setelah bisa belum tentu anak akan menjadikan membaca sebagai kebiasaan dan kegemarannya. Bahkan kalau kita melakukan secara tidak tepat, bisa-bisa anak tidak menyukai kegiatan membaca. Hal ini tentu sangat merugikan. Minat
dalam
kamus
besar
bahasa
Indonesia
diartikan
sebagai
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat baca sesungguhnya menujukkan minat belajar pada diri anak untuk membaca. Minat belajar merupakan aktualisasi motif yang potensial. Muhammad Arni dalam macam-macam minat belajar (1999: 33) membagi minat belajar menjadi dua yakni: 1) minat belajar instrinsik, jika minat belajar berasal dari lingkungan di dalam dirinya sendiri, dan 2) minat belajar ekstrinsik, apabila berasal dari lingkungan di luar dirinya sendiri. Dari kedua jenis minat belajar tersebut instrinsik lebih besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Masih dalam macam-macam minat belajar (1999: 35), Muhammad Arni membedakan dua jenis minat belajar. 1. Minat belajar positif, adalah suatu proses mempengaruhi orang lain atau individu agar mau melakukan apa yang diinginkan, dan jika orang yang berminat belajar dapat melakukan pekerjaannya dengan prestasi yang baik maka diberikan imbalan atau penghargaan. 2. Minat belajar negatif adalah dorongan untuk melakukan sesuatu pekerjaan bukan untuk kepentingannya akan tetapi atas dasar rasa takut terhadap ancaman yang diberikan. Bentuk minat belajar ini mengandung unsur paksaan untuk belajar. Hal ini bisa berakibat tidak baik karena apa yang dilakukan tidak menumbuhkan kecintaan dan akan berhenti jika yang memaksa juga berhenti menyuruh. Mencintai
merupakan
perasaan
yang
dimiliki
oleh
seseorang
yang
menunjukkan rasa suka yang sangat, yang tentu saja diawali dengan adanya minat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suka sekali, sayang benar. Orang yang mencintai memiliki berbagai ciri diantaranya rela berkorban. Jika ini dikaitkan dengan membaca, maka orang yang mencintai kegiatan ini, ia rela menggunakan waktunya untuk membaca, rela menggunakan uang tabungan atau jajannya untuk membeli buku, rela antri meminjam buku, dan sebagainya. Cinta juga memiliki ciri adanya kerinduan. Kerinduan terhadap membaca, membuatnya ingin segera bertemu dengan buku-buku bacaannya sehingga ia bisa menikmatinya. Jika anak-anak, khususnya anak Taman Kanak-Kanak sudah mencintai aktivitas ini,
maka jalan menuju bisa membaca, memiliki banyak pengetahuan, mendapatkan stimulus kreativitas, terbuka lebar. Dengan demikian, motivasi anak bisa membaca di usia dini baik oleh orang tua maupun guru perlu diubah menjadi anak berminat (dalam hal ini minat positif) dan cinta baca.
PEMBAHASAN DAN SOLUSI Berdasarkan permasalahan di atas, maka ada beberapa solusi yang bisa diterapkan di Taman Kanak-kanak: A. Bagi Pendidik Agar pendidik memiliki pemahaman yang tepat tentang bagaimana menyikapi tuntutan orang tua/wali murid dan memilih kegiatan yang menyenangkan terkait dengan pembelajaran membaca maka, 1. Perlu diberikan masukan baik melalui membaca buku , diskusi dan pemberian materi di lembaga setempat, gugus, PKG, IGTKI, Himpaudi, atau organisasi-organisasi sejenis tentang psikologi anak. 2. Mengikuti pelatihan tentang pembuatan permainan edukatif. 3. Menstimulasi kreatifitas para pendidik untuk membuat alat permainan edukatif, menerapkan dan memilih model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, terkait dengan stimulasi kepada anak didik
agar
memiliki
kecintaan
terhadap
aktivitas
membaca
dengan
memberikan reward dan penghargaan. 4. Saling belajar antar guru. 5. Studi banding ke Taman Kanak-Kanak lain. B. Bagi Orang tua/ Wali Murid Agar terdapat pemahaman yang sama antara pihak sekolah dan orang tua/wali murid, maka bisa dilakukan kegiatan: 1. Sosialisasi pembelajaran yang diterapkan di sekolah dalam rangka mewujudkan anak-anak yang cinta baca.
2. Melakukan kegiatan parenting secara rutin dengan rencana materi yang sudah diprogramkan secara jelas. Misalnya terkait dengan kegiatan membaca bisa dipilih tema memiliki anak cinta baca adalah cita. C. Bagi Anak Didik 1. Membacakan Buku Cerita di Awal atau di Akhir Pembelajaran
Penelitian dari Stiftung Lesen (Jerman) yang melibatkan 3000 anak dan orang tua mereka menyatakan bahwa: 1. Anak yang terbiasa dibacakan cerita di rumah akan merasa senang membaca. 2. Anak yang terbiasa dibacakan cerita di rumah akan lebih percaya diri saat belajar di sekolah. Penelitian yang disebutkan di atas adalah pembiasaan membaca buku cerita di rumah, akan tetapi tidak salah jika hal ini diterapkan di sekolah. Cerita bagi anak-anak merupakan aktivitas yang menyenangkan dan merangsang daya imajinasi. Kemampuan berimajinasi sangat penting bagi penulisan fiksi juga bagi penemuan-penemuan baru yang berguna bagi kehidupan. Selain itu dengan cerita bisa memicu keluarnya zat serotonim dalam otak. Yakni zat kimia yang menciptakan rasa senang. Rasa senang sangat berpengaruh pada optimalisasi kerja otak. 2.
Menggunakan Media Wayang atau Produk Budaya Yang Lain Yang Sesuai
Wayang merupakan produk budaya yang perlu dikenalkan kepada anakanak sehingga anak memiliki kecintaan terhadap tanah air dan bangga sebagai bangsa Indonesia dengan berbagai hasanah budaya yang dimiliki. Dengan menggunakan media ini dalam pembelajaran maka seperti pepatah, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Anak-anak mengenal budaya bangsa, merangsang anak untuk mencintai aktivitas membaca, dan anak bisa belajar tentang tema Aku yang di dalamnya terdapat pengenalan diri, berbagai anggota tubuh, kesukaanku dan lain-lain. Penggunaan media ini sebagai sarana menanamkan kecintaan anak terhadap aktivitas membaca dapat dilakukan dengan menempel tulisan nama tokoh wayang pada media tersebut, kemudian guru memainkan cerita wayang. Ini sangat menarik bagi anak-anak apalagi jika guru piawai memainkannya dengan suara dan kisah yang mampu menyedot perhatian anak. Dengan cara yang sama guru bisa menerapkannya pada media lain dengan tema yang lain pula. 3. Menyediakan Taman Bacaan/Perpustakaan di Sekolah
Penyediaan buku-buku bacaan di perpustakaan sekolah akan mendorong anak untuk terbiasa akrab dengan buku, membuka-buka buku, melihat-lihat gambar, minta dibacakan, bahkan pada akhirnya mereka memilih buku bacaan sendiri dan membacanya sendiri. Penelitian Sénéchal dan Fevre (2002) menyatakan bahwa semakin anak berteman dengan buku maka akan semakin kuat kemampuan bacanya. 4. Menggunakan Kartu Kata/Suku Kata Setelah anak-anak akrab dengan buku, ada baiknya ketika orang tua maupun pendidik mengharapkan anak-anak mampu membaca, diawali dulu dengan bermain kartu kata. Ini seperti metode Gland Domen mengajari bayi membaca. Hanya saja tidak harus menggunakan ukuran seperti bayi karena kemampuan anak-anak melihat sudah semakin berkembang. Anak-anak bisa diajak bermain tebak kartu dengan menerbangkannya kemudian anak-anak disuruh menebak kata pada kartu yang tertutup dilanjutkan dengan kartu yang terbuka dalam suasana gembira. Jangan lupa memberikan reward kepada anak-anak yang bisa menebak dengan benar. Bisa dengan pujian, kalimat-kalimat penyemangat, pelukan, ciuman, tepuk tangan, bintang atau hadiah-hadiah berupa barang. Selain itu bisa juga dengan bermain meronce kartu suku kata, yang diambil dari suku kata yang ada dalam nama-nama wayang yang diajarkan. Contohnya bermain meronce kartu suku kata dalam tema Aku dengan media wayang kulit. Cara permainannya: a. Wayang yang akan dimainkan ditempeli kartu kata sesuai dengan nama tokoh wayang tersebut. b. Memainkan wayang kulit. Selama permainan, nama tokoh dan tulisannya dikenalkan pada anak-anak. c. Setelah permainan wayang selesai, anak-anak diajak bermain meronce suku kata sehingga menjadi nama wayang yang dikenalkan atau kalau ingin mengenalkan suku kata bisa juga meronce suku kata yang diambil dari suku kata yang ada pada tokoh-tokoh wayang yang dimainkan. Melalui permainan ini kita bisa bermain pola A-B A-B, atau A-B-C A-B-C -
Benang dan kartu suku kata diletakkan di empat titik.
-
Empat anak berdiri di tempat yang lain untuk berlomba mengambil kartu dan adu cepat meronce dengan benar.
-
Anak yang mampu menyelesaikan paling cepat dan benar mendapatkan reward.
-
Anak-anak yang belum mendapatkan giliran bermain kartu bisa diberi tugas menebalkan kata.
Adu cepat mengambil kartu sukukata
Memberikan reward bagi yang paling cepat meronce dan benar
Meronce kartu suku kata
Menebalkan kata bagi yang belum mendapatkan giliran meronce
Pendidik bisa menggunakan permainan yang serupa dengan media, tema dan kata yang berbeda. 5. Memilih Buku Panduan Membaca Yang Sesuai Dengan Usia Anak
Jika anak sudah tertarik dengan buku, sudah mulai akrab dengan tulisan, ada baiknya anak mulai diajak belajar membaca buku. Ada hal yang perlu diperhatikan ketika orang tua/pendidik mulai mengajak anak belajar membaca yakni memilih buku panduan membaca yang sesuai. Hendaklah dipilih buku dengan tulisan yang tidak terlalu kecil, gambarnya menarik, kata yang ada menunjukkan hal yang konkrit karena anak belajar dari yang konkrit menuju abstrak. 6. Mengajak Anak Membaca Secara Individu
Mengajari anak-anak belajar membaca secara individu, tidak klasikal akan memudahkan pendidik dalam mengukur tingkat keberhasilan anak. Di samping itu bagi anak juga tidak membosankan apalagi jika kegiatan ini dilakukan di sela-sela bermain sehingga menjadi bagian yang menyatu dari bermain. Waktu yang dibutukan pun sangat sebentar. Kira-kira hanya butuh waktu sekitar 5 menit bahkan kurang untuk satu anak. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran membaca secara individu ini adalah:
a. Ajaklah anak membaca dengan situasi yang asyik dan menyenangkan layaknya bermain. b. Awalilah dengan menggunakan kartu lebih dahulu agar anak tertarik dengan tulisan. c. Berhenti membaca sebelum anak bosan. d. Beri hadiah dengan kehangatan, pujian atau hadiah jika anak membaca dengan suka hati. e. Berilah anak hadiah jika lancar membaca. f. Besarkan hati dan hargai jika anak masih mengulang atau belum lancar. g. Jangan paksa anak untuk membaca jika ia tidak ingin melakukannya. h. Cinta dan kasih sayang besar pengaruhnya bagi keberhasilan anak membaca. 6. Menstimulasi Anak Yang Sudah Bisa Membaca dan Menulis Untuk Menuangkan Ide dan Imajinasinya Dalam bentuk Tulisan Kebiasaan
dan
kecintaan
anak
terhadap
aktivitas
membaca
akan
memudahkan anak bisa membaca. Jean Gross seorang pakar pendidikan anak dari Inggris mengatakan bahwa kemampuan membaca tidak ditentukan oleh kecerdasan anak tetapi oleh kebiasaan mereka. Jika anak sudah terbiasa, anak mencintai dunia membaca, maka menjadikan anak bisa membaca hanya tinggal memetik buah saja. Setelah itu, orang tua dan pendidik tinggal menyeimbangkan dengan ketrampilan menulis. Jika kemampuan menulis sudah dimiliki dan membaca pun sudah dikuasai maka stimulasi untuk menuangkan atau menuliskan apa yang ada dalam pikiran telah menunjukkan jalannya sendiri. Bahkan beberapa anak tertarik dengan sendirinya pada ketikan di komputer sehingga kalaupun perkembangan motorik halusnya tidak berjalan beriringan dengan kemampuan membaca, tidak ada halangan bagi mereka untuk menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Pendidik dan orang tua tinggal mengasah dan melejitkannya dengan berbagai dorongan, latihan dan bimbingan.
Stimulasi bisa dilakukan dengan - Membacakan karya entah berupa puisi atau cerita lebih dahulu sebelum anakanak mulai menulis karyanya sendiri. - Anak-anak diajak melihat-lihat sekitar entah itu tanaman, binatang, lalu-lalang kendaraan di jalan raya dan sebagainya kemudian diminta menuliskan apa yang dilihatnya. - Anak diminta untuk menuliskan hal menarik yang dialami. - Biarkan anak menulis bebas dan tidak diberikan batasan-batasan. - Pada saat tertentu tidak ada salahnya pendidik menyuruh anak-anak menulis sesuai dengan tema yang ditentukan. Sungguh, kadang kemampuan menuliskan apa yang ada dalam lintasan berpikir mereka, jauh dari yang para pendidik duga. Mereka ternyata mampu dan bisa. Kuncinya adalah jadikan mereka anak-anak yang mencintai dunia membaca. Emilie Buchwald, seorang penulis, mengatakan bahwa anugrah terbesar adalah cinta membaca.
7. Membuat Buku Dari Barang Bekas Bagi anak-anak yang sudah mulai bisa membaca dan menulis, bisa diajak bermain barang bekas dengan mengkreasikannya menjadi sebuah buku atau lembar cerita. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut: a. Mengumpulkan kardus makanan ringan yang bergambar atau majalah bekas b. Memilih gambar yang ada untuk digunting sesuai ide anak. Misalnya akan membuat buku cerita, buku kumpulan buah, binatang, bunga dan lain-lain. c. Menggunting dan menempelkan di kertas karton yang sudah dilobangi pinggirnya (untuk pembuatan buku) atau di lembar karton untuk lembar cerita d. Menuliskan judul buku / judul lembar cerita
e. Menuliskan nama buah, bunga, binatang atau gambar lain sesuai yang dibuat anak. f. Menuliskan cerita sederhana jika merupakan buku cerita g. Menjahit lobang karton sesuai urutan cerita/gambar yang dibuat anak dengan menggunakan pita. h. Menjadi sebuah buku / lembar cerita.
Contoh montase hasil karya anak dengan beberapa tulisan sederhana
KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS Dari permasalahan yang sudah dipaparkan, pembahasan dan solusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Motivasi orang tua dan guru yang menginginkan anak didik di Taman Kanakkanak sudah bisa membaca haruslah dirubah menjadi anak didik yang cinta membaca. 2. Untuk mewujudkan generasi yang cinta membaca di Taman Kanak-kanak, bisa dilakukan dengan : a. Membacakan buku cerita di awal atau di akhir pembelajaran b. Menggunakan media wayang atau produk budaya yang lain yang sesuai dengan tema yang sedang dibahas, dengan menyertakan tulisan dalam bentuk kata atau kalimat sederhana.
c. Menyediakan taman bacaan/perpustakaan di sekolah d. Menggunakan kartu kata/suku kata e. Memilih buku panduan membaca yang sesuai dengan usia anak f. Menstimulasi anak yang sudah bisa membaca dan menulis untuk menuangkan ide dan imajinasinya dalam bentuk tulisan g. Membuat buku cerita dari barang bekas. Dengan karya tulis ini penulis berharap: 1. Apa yang sudah penulis lakukan yang kemudian penulis tuangkan dalam karya tulis ini bisa diterapkan di Taman Kanak-Kanak yang lain dan menjadi inspirasi bagi para pendidik untuk mengembangkannya lebih lanjut. 2. Masyarakat di Indonesia tidak lagi menjadi masyarakat yang nol buku sebagaimana disampaikan oleh Retno Lestyarti, Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia di atas. 3. Membiasakan anak akrab dengan buku 4. Mewujudkan anak bangsa yang cinta baca yang dimulai sejak dini.
DAFTRA PUSTAKA
-
Arni, Muhammad. 1999. Macam-Macam Minat Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
-
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Bidang Pendidikan TK, SD dan Pendidikan Khusus. 2010. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
-
Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya. 2010. Modul Pembelajaran PAIKEM.
-
Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya. 2010. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Kognitif.
-
Kompas 25 Maret 2015.
-
Penelitian: Sénéchal dan LeFevre (2002), "Parental Involvement in the Development of Children's Reading Skill: a Five-year Longitudinal Study" dalam Child Development Vol. 73, No. 2 (Maret/April 2002).
-
http://m.metrotvnews.com/…/ternyata-siswa-indonesia-hanya-s…