PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SEREAL BEKATUL DENGAN MENGGUNAKAN TWIN SCREW EXTRUDER
SKRIPSI
HASTI WIARANTI F24062144
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
BRAN CEREAL TECHNOLOGY DEVELOPMENT WITH TWIN SCREW EXTRUDER Hasti Wiaranti1, Slamet Budijanto1 1
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
ABSTRACT Breakfast cereal is food that common eaten as breakfast. Utilization of rice bran as raw material for the manufacture of breakfast cereals is required to utilize side product of rice milling. Breakfast cereal product development used twin screw extruder. The product called as "puffed cereal". The aim of research is develop bran breakfast cereal products (rice bran puffed cereals) that have physicochemical and sensory properties either by using twin screw extrusion technology. The selection of cereals formula with descriptive assessment by limited panelists based on shape and uniformity of product. The selected formula of bran cereal are formula of corn grits and stabilized rice bran (SRB) ratio of 85:15, the addition of water 11% and extruder temperature 1350C are called the Formula 1; formula of corn grits and SRB ratio of 80:20, the addition of water 5% and extrusion temperature 1350C are called Formula 2; formula of corn grits and SRB ratio of 80:20, the addition of water 8% and extrusion temperature 1350C are called Formula 3; and formula of corn grits and SRB ratio of 80:20, the addition of water 11% and extrusion temperature 1350C are called Formula 4. Cereal made with four Formulas are evaluated in the sensory testing to get the chosen formula. Furthermore, that formula was analyzed its physical properties and chemical content. The chosen formula is Formula 3. Based on physical properties, the formula 3 has a value of 31.51% gelatinization degree, the degree of development 149.77%; hardness of products 0.835 Kgf; crispiness of products 0.203 Kgf; WAI 4.670 g / ml; WSI 0.0144 g / ml; and resisten in milk 53 minutes 04 seconds. The water, protein, fat, ash, carbohydrate, and dietary fiber content of cereal from the chosen formula in wet basis were respectively 3,67%; 3,40%; 10,52%; 4,41%;77,99%; and 8,19%. Keyword : rice bran, breakfast cereal, extrusion
Hasti Wiaranti. F24062144. Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr.
RINGKASAN
Sereal sarapan (atau sereal) adalah makanan yang umumnya dimakan sebagai sarapan. Makanan ini umumnya dimakan dingin, dan dimakan bersama susu atau dimakan langsung. Beberapa jenis sereal, seperti havermut, dapat dipanaskan sehingga menjadi seperti bubur. Pemanfaatan bekatul sebagai bahan baku pembuatan sereal sarapan diperlukan untuk memanfaatkan hasil samping dari penggilingan padi. Pengembangan produk sereal sarapan dapat dilakukan dengan proses ekstrusi menggunakan ekstruder ulir ganda. Produk yang terbentuk berupa puffed cereal. Pemilihan formula dan kondisi proses ekstrusi yang tepat dalam pembuatan sereal akan membentuk sereal dengan bentuk yang diinginkan seperti bulat pipih dan mengembang. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk sereal sarapan bekatul (rice bran puffed cereal) yang mempunyai sifat fisikokimia dan sensori yang baik dengan menggunakan teknologi ekstrusi ulir ganda. Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan bahan, pemilihan formula dan pengujian formula terpilih. Penelitian diawali dengan tahap persiapan bekatul yaitu inaktivasi enzim lipase bekatul hasil penyosohan dengan proses ekstrusi tanpa die. Tahap pemilihan formula bertujuan untuk menentukan formula sereal bekatul berdasarkan penilaian deskriptif. Tahap pengujian formula terpilih adalah penelitian utama yang bertujuan untuk karakterisasi produk sereal bekatul meliputi analisis fisik, analisis kimia dan uji organoleptik. Analisis fisik meliputi derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur (kekerasan dan kerenyahan), indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA), dan uji ketahanan dalam susu. Analisis kimia meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan. Pemilihan formula sereal dilakukan dengan penilaian deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) berdasarkan parameter bentuk dan keseragaman produk yang dihasilkan. Formula sereal bekatul yang terpilih adalah formula grits jagung dan SRB (stabilized rice bran) dengan perbandingan 85:15, penambahan air 11% dan suhu ekstruder 1350C disebut Formula 1; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 5% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 2; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 8% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 3; dan formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 11% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 4. Hasil analisis fisik menunjukkan formula produk sereal bekatul berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur (kekerasan dan kerenyahan), IPA dan IKA. Berdasarkan hasil analisis fisik dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi bekatul maka semakin rendah nilai derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur kerenyahan dan IPA. Semakin tinggi penambahan air maka semakin tinggi derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur kerenyahan, IPA, dan ketahanan dalam susu.
Berdasarkan uji hedonik, formula sereal bekatul berpengaruh nyata terhadap parameter warna, rasa, dan kerenyahan sereal bekatul pada taraf signifikansi 0,05. Semakin tinggi konsentrasi bekatul akan menurunkan nilai kesukaan panelis terhadap parameter warna dan rasa. Berdasarkan uji peringkat hedonik, produk sereal bekatul formula 3 paling disukai oleh panelis. Berdasarkan analisis kimia, prduk sereal bekatul memiliki kadar air berkisar antara 2.89-3.67%, kadar protein 9.70-10.73%, kadar lemak 2.25-4.51%, kadar abu 2.79-3.40%, kadar serat pangan 7.26-8.19%, dan kadar karbohidrat 77.99-81.05%. Produk sereal bekatul terbaik yaitu produk sereal bekatul formula 3 yang memiliki nilai derajat gelatinisasi sebesar 31,51%; derajat pengembangan 149,77%; kekerasan produk 0,835 Kgf; kerenyahan produk 0,203 Kgf; IPA 4,670 g/ml; IKA 0,0144 g/ml; dan ketahanan dalam susu 53 menit 04 detik. Hasil analisis kimia dari formula 3 yaitu kadar air sebesar 3,67% (bb); kadar abu 3,40% (bb); kadar protein 10,52% (bb); kadar lemak 4,41% (bb); kadar karbohidrat 77,99% (bb); dan kadar serat pangan sebesar 8,19%.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SEREAL BEKATUL DENGAN MENGGUNAKAN TWIN SCREW EXTRUDER
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : HASTI WIARANTI F24062144
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder Nama
: Hasti Wiaranti
NIM
: F24062144
Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik,
(Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr.) NIP. 19610502.198603.1.002
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc) NIP. 19650814.199002.1.001
Tanggal Lulus : 15 Desember 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010 Yang membuat pernyataan
Hasti Wiaranti F24062144
© Hak cipta milik Hasti Wiaranti, tahun 2010 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Hasti Wiaranti, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1988. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan bapak Harno dan ibu Sri Winarni. Jenjang pendidikan formal penulis diawali dari tahun 1992 di TK Kartika Bhakti Jakarta Timur, kemudian pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Ciriung 02 Cibinong dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 5 Bogor, dan menyelesaikannya pada tahun 2003. Pada Tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 3 Bogor dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis berhasil mengambil
mayor di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai staf divisi kaderisasi dan organisasi MAX!!
(Music Agriculture Expression!!) sebagai anggota divisi musik serta berbagai kepanitian lainnya, seperti “Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR)” tahun 2008, “Masa Perkenalan Fakultas Teknologi Pertanian (TECHNO F)” tahun 2008, 2008, “Pelatihan ISO 9001 dan 22000” tahun 2009, “Album Kompilasi MAX!! Volume 2” tahun 2007, “MIXMAX!! Band Competition” tahun
2007, dan “Fieldtrip Together to Java and Bali ITP” tahun 2010. Untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul
dengan Menggunakan Twin Screw Extruder” dibawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto,M.Agr.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Technopark, IPB dengan judul “Pengembangan Teknologi Sereal Bekatul dengan Menggunakan Twin Screw Extruder”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang penulis sampaikan kepada: 1.
Bapak, Ibu, Mbak Jantu, Mbak Inti, Mbak Ikhen, Hizgil, Mimar, dan Bang Ical atas segala dukungan yang tidak ternilai harganya baik secara fisik dan moril, kasih sayang, pengertian dan cinta yang begitu besar, serta keluarga besar yang telah memberikan semangat bagi penulis.
2.
Dr. Ir Slamet Budijanto, M.Agr, selaku dosen pembimbing serta bimbingan dan nasehat dalam menyelesaikan studi di Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.
3.
Dr. Suliantari, MS dan Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr, atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta arahan dan nasehatnya.
4.
Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
5.
Lingga Bayu Saputra atas perhatian, dukungan, semangat, doa, motivasi dan waktunya.
6.
Laras, Henni, dan Mas Ubeth sebagai rekan satu bimbingan yang luar biasa, atas segala kebersamaan, dukungan, dan bantuannya selama penelitian.
7.
Teman-teman terbaikku di ITP, Yua, Bintang, Abe, Rina, Dewi, Roni, Arini, Kandi, Eneng, Widi, Ochi serta teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan, motivasi, dan nasehatnya.
8.
Pak Rozak, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Bu Antin, Pak Sidik, Mas Aldi, Pak Hendra, dan seluruh staf laboratorium atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.
iii
9.
Pegawai-pegawai UPT yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan kebutuhan administrasi.
10. Bapak-bapak PITP dan LSI yang setia melayani kebutuhan pustaka penulis untuk melengkapi bahan skripsi. 11. Teman-teman ITP 42, 44 dan HIMITEPA terimakasih banyak telah menjadi sahabat dan tim yang luar biasa 12. Tapupu dan popo, hamster kecilku yang selalu menghiburku dikala sedang lelah. Momo, mimi, snoopy, dan bola, boneka kesayanganku yang menemaniku selalu. 13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di Institut Pertanian Bogor yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan kalian. Amin.
Bogor, Desember 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................
iii
DAFTAR ISI ................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
A. Latar Belakang .................................................................................
1
B. Tujuan Penelitian ..............................................................................
2
C. Manfaat Penelitian ............................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
4
A. BAHAN DASAR .............................................................................
4
1. Bekatul .........................................................................................
4
2. Jagung ..........................................................................................
6
B. SEREAL SARAPAN ......................................................................
8
C. TEKNOLOGI EKSTRUSI ..............................................................
9
1. Proses Ekstrusi .............................................................................
9
2. Ekstruder ......................................................................................
11
D. PERUBAHAN KOMPONEN BAHAN ...........................................
14
1. Pati ................................................................................................
14
2. Protein ...........................................................................................
16
3. Lemak ...........................................................................................
16
4. Garam ...........................................................................................
17
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................
18
A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................
18
B. METODE PENELITIAN ..................................................................
18
1. Tahap Persiapan Bahan Baku.........................................................
19
2. Tahap Pemilihan Formula .............................................................
19
3. Tahap Pengujian Formula Terpilih ...............................................
21
3.1 Analisis Fisik ..........................................................................
21 v
Halaman a. Derajat Gelatinisasi ..........................................................
21
b. Derajat Pengembangan .....................................................
22
c. Tekstur (Kekerasan dan Kerenyahan) ...............................
23
d. IPA dan IKA .....................................................................
23
e. Ketahanan dalam Susu ......................................................
24
3.2 Analisis Kimia ........................................................................
24
a. Analisis Kadar Air ............................................................
24
b. Analisis Kadar Abu ..........................................................
25
c. Analisis Kadar Protein .....................................................
26
d. Analisis Kadar Lemak .....................................................
26
e. Analisis Kadar Karbohidrat .............................................
27
f. Analisis Kadar Serat Pangan ...........................................
27
3.3 Uji Organoleptik ....................................................................
29
3.4 Pembobotan.............................................................................
29
C. RANCANGAN PERCOBAAN.........................................................
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
32
A. PERSIAPAN BAHAN BAKU ........................................................
32
B. PEMILIHAN FORMULA ..............................................................
33
C. ANALISIS FORMULA TERPILIH ...............................................
37
1. Analisis Fisik ...............................................................................
37
a.
Derajat Gelatinisasi ...............................................................
37
b.
Derajat Pengembangan ..........................................................
39
c.
Tekstur (kekerasan dan kerenyahan) ......................................
41
d.
Indeks Penyerapan Air (IPA) .................................................
43
e.
Indeks Kelarutan Air (IKA) ...................................................
45
f.
Ketahanan dalam Susu ...........................................................
47
2. Uji Organoleptik ..........................................................................
48
3. Analisis Proksimat ........................................................................
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
53
A. Kesimpulan ...................................................................................
53
B. Saran .............................................................................................
54
vi
Halaman DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
55
LAMPIRAN ..................................................................................................
61
vii
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Komposisi kimia bekatul ……………..……………………..……...
5
2.
Setting Rheoner untuk pengukuran tekstur produk sereal ………....
23
3. Penilaian kepentingan setiap parameter…………………….............
30
4. Hasil pengamatan subyektif seleksi formula sereal bekatul…………
35
5.
Hasil uji ketahanan produk sereal bekatul dalam susu ……………...
47
6.
Hasil analisis proksimat formula terpilih .……………………………
51
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Skema morfologi gabah kering ………………………………….....
4
2. Struktur biji jagung …………………………………………………
7
3. Tipe ulir ektruder ulir ganda ………………………………………..
12
4. Mekanisme gelatinisasi butiran pati ………………………………..
15
5. Proses stabilisasi bekatul dengan ekstrusi tanpa die …...…………..
19
6. Proses pembuatan produk sereal bekatul mengembang/puffed dengan ekstruder ulir ganda ………….....……………………………………
21
7. Ekstruder ulir ganda ……………….…………..……………………
34
8. Tampak depan die dan pisau ekstruder ulir ganda ………………….
34
9. Produk sereal bekatul terpilih tampak depan……………..………….
36
10. Produk sereal bekatul terpilih tampak samping..................................
37
11. Hasil pengukuran derajat gelatinisasi sereal bekatul ..........................
38
12. Hasil pengukuran derajat pengembangan sereal bekatul ....................
40
13. Hasil pengukuran tekstur (kekerasan) sereal bekatul .........................
42
14. Hasil pengukuran tekstur (kerenyahan) sereal bekatul .......................
42
15. Hasil pengukuran indeks penyerapan air (IPA) sereal bekatul ...........
44
16. Hasil pengukuran indeks kelarutan air (IKA) sereal bekatul ..............
46
17. Uji peringkat hedonik sereal bekatul atribut keseluruhan (overall)…..
49
18. Uji hedonik sereal bekatul atribut rasa………… ….…………..………
49
19. Uji hedonik sereal bekatul atribut kerenyahan….………………..…….
50
20. Uji hedonik sereal bekatul atribut warna……………………………….
50
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Data hasil pengukuran kadar air bahan ….…………………..………
62
2.
Keterangan kode formula ……………………………………………
62
3.
Kuesioner penilaian deskriptif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi 1350C ……………………………………………………….
4.
Kuesioner penilaian deskriptif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi 1500C ……………………………………………………….
5.
63
64
Kuesioner penilaian deskriptif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi 1650C ……………………………………………………….
65
6.
Data hasil penilaian subyektif formula dengan parameter bentuk ….
66
7.
Data hasil penilaian subyektif formula dengan parameter Keseragaman…………………………………………………………
67
8.
Nilai rata-rata penilaian subyektif seleksi formula sereal bekatul ....
68
9.
Contoh perhitungan dengan metode pembobotan pada penentuan formula terpilih dengan penilaian subyektif.......................................
69
10. Data hasil analisis derajat gelatinisasi produk sereal bekatul terpilih
70
11. Data hasil analisis derajat gelatinisasi produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan …………………………………………
70
12. Data hasil analisis derajat pengembangan produk sereal bekatul terpilih.. 71 13. Data hasil analisis derajat pengembangan produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan …………………………………………
72
14. Data hasil analisis tekstur (kekerasan) produk sereal bekatul terpilih …
73
15. Data hasil analisis tekstur (kekerasan) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ……………………………………….... 16. Data hasil analisis tekstur (kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih
73 74
17. Data hasil analisis tekstur (kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan …………………………………………..
74
18. Data hasil analisis indeks penyerapan air (IPA) produk sereal bekatul terpilih ……………………………………………………………….
75
x
Halaman 19. Data hasil analisis indeks penyerapan air (IPA) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ……………………………………
75
20. Data hasil analisis indeks kelarutan air (IKA) produk sereal bekatul terpilih …………………………………………………………….....
76
21. Data hasil analisis indeks kelarutan air (IKA) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ……….………………………….
76
22. Grafik hasil pengukuran tekstur (kekerasan dan kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih …………………………………………….....
77
23. Kuesioner uji hedonik sereal bekatul ……………….………………
79
24. Data hasil uji hedonik atribut rasa sereal bekatul terpilih ……….…..
80
25. Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut rasa sereal bekatul terpilih ………..……………………….……..………………
81
26. Data hasil uji hedonik atribut kerenyahan sereal bekatul terpilih ..….
82
27. Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut kerenyahan sereal bekatul terpilih ………….…………..……………………..…
83
28. Data hasil uji hedonik atribut warna sereal bekatul terpilih ...............
84
29. Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut warna sereal bekatul terpilih ………………………………………………………. 30. Kuesioner uji sensori (peringkat hedonik) sereal bekatul …………….
85 86
31. Data hasil uji peringkat hedonik terhadap overall sereal bekatul terpilih ………………………………………………………………..
87
32. Data hasil uji peringkat hedonik metode Friedman’s atribut overall sereal bekatul ………………………………………………………...
88
33. Data hasil analisis kadar air produk sereal bekatul terpilih ……..…....
90
34. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar air produk sereal bekatul terpilih ……………………………………………………………….
90
35. Data hasil analisis kadar protein produk sereal bekatul terpilih ……..
91
36. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar protein produk sereal bekatul terpilih ……………………………………………………………….
91
37. Data hasil analisis kadar lemak produk sereal bekatul terpilih ………
92
xi
Halaman 38. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar lemak produk sereal bekatul terpilih ………………………………………………………………. 39. Data hasil analisis kadar abu produk sereal bekatul terpilih .………...
92 93
40. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar abu produk sereal bekatul terpilih ………………………………………………………………..
93
41. Data hasil analisis kadar serat pangan produk sereal bekatul terpilih ..
94
42. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar serat pangan produk sereal bekatul terpilih ………………………………………………………
94
43. Data hasil analisis kadar karbohidrat produk sereal bekatul terpilih ...
96
44. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar karbohidrat produk sereal bekatul terpilih ………………………………………………………
97
45. Syarat mutu makanan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)……………….
98
xii
I. A.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS, 2007), angka produksi padi mencapai 53,13 juta ton berupa gabah kering giling, 10 persen dari total produksi padi dapat menghasilkan bekatul, sehingga jika dikonversikan maka diperkirakan akan dapat menghasilkan 5,3 juta ton bekatul. Penanganan bekatul belum banyak dilakukan terutama sebagai produk pangan. Selama ini pemanfaatan bekatul terbatas sebagai pakan ternak. Bekatul atau disebut juga rice bran merupakan hasil samping dari penggilingan padi sebesar 5-8% dari total butir beras (da Silva et al., 2006). Bekatul memiliki nilai gizi yang sangat baik yaitu kaya akan protein, lemak, serat pangan (dietary fibers), dan komponen antioksidan seperti tokoferol, tocotrienol dan oryzanol. Bekatul sebagai sumber alami lemak, mengandung lebih dari 25% minyak terutama asam lemak tidak jenuh (da Silva et al., 2006). Pertimbangan ketersediaan yang cukup serta nilai gizi bekatul yang tinggi maka hasil samping itu cukup potensial untuk dikembangkan menjadi bahan pangan bernilai ekonomi tinggi. Kadar asam lemak bebas di dalam bekatul meningkat dengan cepat dari 1% sampai 3% menjadi 12-20% setelah 24 jam (Budijanto, 2010). Kandungan PUFA pada bekatul relatif tinggi sehingga dapat mempercepat kerusakan bekatul yaitu kerusakan hidrolitik dan kerusakan oksidatif. Bekatul yang telah mengalami kerusakan oksidatif tidak layak digunakan sebagai bahan pangan fungsional (Barnes dan Galliard, 1991). Oleh karena itu usaha untuk memanfaatkan bekatul sebagai bahan pangan harus diawali dengan inaktivasi enzim lipase. Upaya yang telah dilakukan meliputi inaktivasi secara fisik (Tao, 1993; Lakkakula et al., 2003; Astika, 2009), secara kimia dan secara enzimatis (Azizah et al., 1999, Rosmimik, et al., 1998). Ketiga kelompok inaktivasi tersebut, perlakuan fisik mempunyai peluang lebih baik untuk dapat diaplikasikan karena lebih praktis dan biaya lebih murah. Inaktivasi enzim bekatul pada penelitian ini dilakukan dengan teknologi no dye twin screw extrution. Salah satu alternatif bentuk pengolahan pangan yang dapat meningkatkan penerimaan dan keawetan bekatul adalah dengan teknologi ekstrusi. Keuntungan
1
proses ekstrusi antara lain produktivitas tinggi, bentuk produk yang sangat khas dan bervariasi, mutu produk tinggi. Pemasakan ekstrusi merupakan proses pemasakan yang menggunakan suhu tinggi dengan waktu yang singkat atau lebih dikenal sebagai proses HTST (High Temperature Short Time). Proses ini menimbulkan efek yaitu mikroba mati namun kerusakan gizi kecil (Riaz, 2001). Aplikasi suhu tinggi dengan waktu olah yang singkat menyebabkan kerusakan termal senyawa-senyawa gizi dapat diusahakan seminimal mungkin terutama untuk protein dan vitamin, sekaligus berkemampuan merusak senyawa-senyawa anti nutrisi dan senyawasenyawa toksik secara maksimal (Muchtadi et al., 1988). Salah satu produk ekstrusi yang dapat dikembangkan dari bekatul adalah sereal sarapan. Teknologi sereal sarapan berkembang dari prosedur pengolahan yang mudah. Hal ini sejalan dengan perilaku konsumsi pangan masyarakat saat ini yang menuntut penyajian secara cepat dan mudah. Saat ini, semakin pesatnya kebutuhan dan kegiatan manusia, membutuhkan sarapan yang cepat, bergizi, dan berenergi. Jenis produk sereal sarapan komersial telah banyak berkembang di masyarakat, seperti sereal yang terbuat dari beras, jagung, gandum, dan bahan serealia lainnya. Pemilihan sereal sarapan diharapkan dapat diterima oleh masyarakat karena sifatnya yang praktis, mudah disajikan dengan cita rasa yang enak. Selain itu dengan teknologi pelapisan
pasca ekstrusi dimungkinkan pengembangan aneka rasa
sehingga dapat memberikan variasi pilihan kepada konsumen. Penelitian ini akan mencoba memanfaatkan bekatul sebagai bahan untuk membuat sereal sarapan. Produk sereal ini diharapkan dapat memanfaatkan kelebihan dari bekatul untuk diformulasikan ke dalam sereal sarapan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan diversifikasi produk maka dikembangkan produk sereal sarapan bekatul.
B.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknologi pengolahan sereal
sarapan bekatul (rice bran puffed cereal) yang mempunyai sifat fisikokimia dan sensori yang baik dengan menggunakan teknologi ekstrusi ulir ganda.
2
C.
MANFAAT Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu formula sereal sarapan bekatul
yang memiliki sifat fisikokimia dan sensori yang paling baik. Hasil ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat terhadap manfaat bekatul dan meningkatkan produk olahan bekatul. Informasi dan data mengenai sereal sarapan bekatul diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. BAHAN DASAR 1.
Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi. Bekatul adalah bagian
luar dari butir beras yang dipisahkan dalam proses penyosohan dari beras pecah
kulit. Menurut Orthoefer (2001), selama proses penggilingan gabah kering dihasilkan bekatul 8%, sekam 20%, lembaga 2%, dan beras sosoh 70%. Komponen penyusun gabah kering dapat dilihat pada Gambar 1.
Lemma (sekam) Palea (sekam)
Pericarp Testa Beras Sosoh
Bekatul
Aleuron
Lembaga
Gambar 1. 1. Skema morfologi gabah kering (Champagne, 1994)
Umumnya masyarakat Indonesia mengenal bekatul sebagai dedak dan lebih banyak digunakan sebagai pakan ternak karena komponen silika yang tinggi. Bekatul merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi sehingga
bekatul berpotensi untuk diolah menjadi berbagai macam bahan makanan yang bergizi. Komposisi kimia bekatul sangat bervariasi tergantung kepada faktor agronomis padi, termasuk varitas padi dan proses pe penggilingannya nggilingannya. Komposisi
kimia bekatul dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Komposisi kimia bekatul Komposisi
Jumlah
Komponen Makro Protein (%N x 6.25, %)
12.0-15.6
Lemak (%)
15.0-19.7
Serat Kasar (%)
7.0-11.4
Karbohidrat (%)
34.1-52.3
Kadar abu (%)
6.6-9.9
Serat pangan (%)
20.0-32.0
Komponen Mikro Asam ferulat (mg/100 g)
0.2-0.3
Oryzanol (ppm)*
2200-3000
Tokoferol (ppm)*
220-320
Tokotrienol (ppm)*
336
Phytosterol (ppm)**
2230-4400
Karotenoid (ppm)**
0.9-1.6
Kalsium (mg/g)
0.3-1.2
Magnesium (mg/g)
5-13
Phospor (mg/g)
11-25
Phytin phosphor (mg/g)
9-22
Silika (mg/g)
6-11
Seng (µg/g)
43-258
Thiamin B1 (µg/g)
12-24
Riboflavin B2 (µg/g)
1.8-4.3
Luh (1991); * Anonimc (2006); ** Helal (2005) Bekatul mempunyai sifat fungsional sebagai penurun kolesterol dari status hiperkolesterolemik. Mekanisme yang mendasari penurunan kolesterol adalah kemampuan
serat
pangan
(dietary
fiber)
menyerap
lipid
pada
jalur
gastrointestinal dan peningkatan ekskresi asam empedu. Efek kesehatan ini menimbulkan keinginan untuk mengkomersialkan nilai tambah bekatul pada
5
produk-produk seperti sereal sarapan, extruded snack, roti dan lain-lain (Kahlon et al., 1994). Menurut Astawan (2009), kandungan karbohidrat dari bekatul merupakan bagian dari endosperma beras karena kulit ari sangat tipis dan menyatu dengan endosperma. Kandungan karbohidrat dalam bekatul digunakan sebagai sumber energi alternatif. Karbohidrat penyusun bekatul adalah selulosa, hemiselulosa, dan pati dalam jumlah kecil (Champagne, 1994). Bekatul merupakan sumber vitamin B kompleks dan vitamin E yang baik tetapi kandungan vitamin A, C atau D sangat sedikit (Hoseney, 1998). Kandungan protein bekatul masih lebih tinggi dibandingkan dengan jagung dan tepung terigu. Bekatul juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) yang sangat baik untuk memperlancar pencernaan. Bekatul juga mengandung zat anti gizi dan enzim yang sangat merugikan. Zat anti gizi dapat menghambat metabolisme tubuh sedangkan keberadaan enzim menyebabkan ketengikan pada bekatul. Menurut Luh (1991), zat anti gizi di dalam bekatul meliputi asam fitat, tripsin inhibitor, dan hemaglutinin. Bekatul juga mengandung senyawa saponin yang dapat menyebabkan rasa pahit. Zat anti gizi tersebut mempunyai aktivitas yang rendah dan dapat diinaktifkan melalui proses pemanasan. Menurut Kahlon et al. (1994), enzim lipase pada bekatul akan menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dengan cepat. Hal ini menyebabkan rasa bekatul tidak enak. Oleh karena itu, pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan memerlukan teknologi yang tepat sehingga menghasilkan produk dengan nilai gizi optimal serta dapat menghilangkan efek negatif dalam bekatul.
2.
Jagung Jagung adalah tanaman serealia yang tergolong jenis tanaman semusim.
Menurut sejarahnya tanaman jagung berasal dari Amerika dan menyebar ke daerah subtropis dan tropis termasuk Indonesia (Suprapto, 1998). Jagung sudah banyak dikonsumsi di wilayah Indonesia.
6
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu jenis tanaman padi-padian dengan spesies mays (mahiz) dan merupakan sumber kalori utama kedua setelah beras dan dijadikan makanan pokok di sebagian daerah Indonesia. Menurut Suprapto (1998), jagung memiliki pati sebesar 60-72%, protein 10%, air 13,5%, lemak 4%, serat kasar 2,3%, dan abu 1,4%. Menurut Hoseney (1998), jagung terdiri dari empat bagian-bagian pokok
yaitu kulit (perikarp), perikarp), endosperma, lembaga dan tudung pangkal biji (tipcap). Perikarp merupakan lapisan pembungkus pembungkus biji yang disusun oleh enam lapis sel
yaitu epikarp (lapisan paling luar), mesokarp dan tegmen (seed coat). Bagian tegmen (seed coat) terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak.
Gambar 2. Struktur biji jagung (Damardjati et al., 1988)
Bagian terbesar dari biji jagung yaitu endosperma, lapisan pertama yaitu aleuron yang merupakan pembatas antara endosperm dengan kulit (perikarp). Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperma dan
lembaga. Lapisan aleuron terdiri dari 1-7 lapis sel sedangkan untuk jagung hanya terdiri dari satu lapis sel, demikian juga untuk gandum (Muchtadi dan Sugiyono,
1989). Menurut Dickerson (2003), jagung dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan kandungan kandungan endospermanya, yaitu jagung tepung (floury
7
corn), jagung gigi kuda (dent corn), jagung mutiara (flint corn), jagung berondong (pop corn), dan jagung manis (sweet corn). Bagian endosperma merupakan bagian terbesar dari biji (lebih dari 80%) yang merupakan sumber pati dan protein (Jamin dan Flores, 1998). Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam butir jagung. Sekitar 85% dari total pati terdapat dalam endosperma. Jagung yang sesuai untuk proses ekstrusi adalah jagung kuning dari berbagai varietas yang mengandung amilosa 25-75%. Bentuk penggunaan jagung dalam produk pangan dapat berupa grits. Grits merupakan hasil penggilingan kering biji jagung setelah bagian-bagian kulit ari, lembaga, dan tip cap dipisahkan. Bentuk grits ini dapat digunakan sebagai bahan baku produk ekstrusi. Jagung umum digunakan untuk proses ekstrusi karena mempunyai harga yang murah dan mudah tersedia. Jagung yang sudah diolah menjadi grits umum dipakai untuk ekstrusi karena karakter pati yang mudah mengembang dan memberikan tekstur crunchy produk akhir (Muchtadi et al., 1988).
B. SEREAL SARAPAN Sereal sarapan adalah makanan yang umumnya dimakan sebagai sarapan. Makanan ini umumnya dimakan dingin, dan dimakan bersama susu, yoghurt, atau dimakan langsung. Beberapa jenis sereal, seperti havermut, dapat dipanaskan sehingga menjadi seperti bubur. Sereal umumnya dipromosikan sebagai penunjang kesehatan dengan memakan sarapan berserat tinggi. Sereal juga mengandung vitamin dan mineral namun ada beberapa sereal yang mengandung kadar gula dalam jumlah yang cukup tinggi (Anonima, 2010). Menurut Tribelhorn (1991), sereal sarapan yang ada di pasaran saat ini dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik alami dari produk. Jenis pertama adalah sereal tradisional yang memerlukan pemasakan (cooking). Sereal jenis ini di jual di pasaran dalam bentuk bahan mentah yang telah di proses, biasanya dalam bentuk sereal yang biasa di konsumsi panas. Jenis sereal yang kedua adalah sereal panas instan tradisional (instant traditional hot cereal). Sereal ini di jual dalam bentuk biji masak dan hanya
8
memerlukan air mendidih dalam persiapannya untuk dapat dikonsumsi. Jenis ketiga adalah sereal siap santap (ready-to-eat cereal) adalah produk sereal di buat dari biji yang sudah di masak dan di rekayasa menurut jenis atau bentuknya seperti flaked, puffed, dan shredded. Jenis sereal yang keempat adalah ready-to-eat cereal mixes yaitu produk sereal yang dikombinasikan dari bermacam-macam biji sereal, polong-polongan atau oil seeds, serta buah kering. Jenis kelima adalah produk sereal lainnya (miscellaneous cereal products) yang tidak dapat dikategorikan dalam keempat jenis sereal di atas karena adanya pengkhususan dari proses dan/atau kegunaan akhirnya. Contoh sereal jenis ini adalah makanan bayi dan cereal nuggets. Sebagian besar sereal mengandung biji sereal dalam jumlah besar dan hanya sedikit bahan tambahan pangan lainnya. Bahan tambahan pangan digunakan untuk memperbaiki tekstur sereal atau mengubah karakteristik fungsional dari produk akhir. Eastman et al. (2001) menyatakan bahwa produk sereal sarapan dihasilkan oleh flaking, oven dan gun-puffing, pemanggangan, shredding, dan direct expansion. Pemilihan bahan baku untuk fomulasi sereal perlu dilakukan untuk meningkatkan nutrisi, kualitas, dan variasi dari produk akhir. Pemilihan bahan baku dan proses digunakan untuk memproduksi berbagai macam sereal sarapan dengan proses tradisional. Perkembangan pemasakan ekstrusi dalam proses pembuatan sereal dapat diperluas untuk berbagai macam fomulasi sereal sarapan, tidak hanya menggunakan biji utuh tetapi tepung dan bahan bubuk juga dapat digunakan sebagai sumber bahan dalam formula sereal (Eastman et al., 2001). Sereal yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sereal siap santap yang tergolong produk puffed cereal. Sereal sarapan tipe ini populer karena produk akhir dapat dimodifikasi menghasilkan bentuk yang beragam sehingga lebih dapat diterima konsumen.
C. TEKNOLOGI EKSTRUSI 1.
Proses Ekstrusi Dewasa ini, ekstrusi bahan pangan telah berkembang menjadi suatu proses
pengolahan pangan yang serbaguna. Perkembangan teknologi ini terutama
9
terletak pada kemampuan ekstruder untuk membentuk produk pangan secara kontinyu
melalui
pencampuran,
pengulian,
pemotongan,
pemasakan,
pembentukan, dan pengembangan (Chang et al., 1999). Produk pangan seperti breakfast cereal, kudapan ringan, pati termodifikasi, makanan bayi dapat diproduksi menggunakan proses ekstrusi. Menurut Ahza (1996), teknologi pangan ekstrusi dapat didefinisikan sebagai teknologi pengolahan pangan yang menggunakan prinsip-prinsip proses mendorong bahan di dalam suatu laras dengan mekanisme transport menggunakan ulir sampai melewati suatu lubang pencetak atau die untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan. Fungsi pengekstrusi meliputi gelatinisasi atau pemasakan, pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan, dan penggelembungan atau pengeringan (puffing atau drying) (Muchtadi et al., 1988). Menurut Riaz (2001), proses pemasakan ekstrusi menggabungkan proses pemanasan dengan proses ekstrusi yang menghasilkan produk pangan yang matang dan memiliki bentuk yang khas. Komponen-komponen pangan seperti air, karbohidrat, dan protein mengalami pemasakan selama proses ekstrusi sehingga menghasilkan adonan yang viscous. Secara singkat prinsip pemasakan ekstrusi adalah suatu proses pengolahan yang menggunakan alat yang sekaligus dapat mendorong bahan dan mengadoni bahan sampai melewati lubang cetakan. Semua proses tersebut umumnya dilakukan dengan menggunakan aplikasi suhu tinggi dalam waktu singkat. Proses ini menimbulkan efek yang sama dengan UHT (Ultra High Temperature) yaitu mikroba mati namun kerusakan gizi kecil (Riaz, 2001). Hasil pemasakan proses ekstrusi adalah gelatinisasi pati, denaturasi protein serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah (Harper, 1981). Teknologi ekstrusi memiliki aturan yang penting dalam industri pangan sebagai proses produksi yang efisien. Teknologi pemasakan ekstrusi digunakan untuk pembuatan sereal dan memproses protein dalam pangan (Guy, 2001). Pemasakan ekstrusi merupakan metode yang paling popular untuk memproduksi produk sereal dalam menentukan bentuk, ukuran, dan formulasi yang diinginkan (Eastman et al., 2001).
10
Proses ekstrusi lebih mudah diprediksi dan memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan proses pemasakan batch. Pemasakan dengan ekstrusi mempunyai beberapa keuntungan meliputi keluaran produk yang tinggi, efisiensi energi, kontrol suhu, dan mampu menyesuaikan varietas bahan untuk menghasilkan produk akhir yang sesuai dengan keinginan (Eastman et al., 2001). Pengembangan produk sereal dengan kualitas yang tinggi bergantung pada formulasi dan proses ekstrusi. Umumnya
bahan
berupa
tepung
atau
grits
dapat
ditingkatkan
kelembabannya dengan steam atau penambahan air. Proses panas pada ekstrusi dihasilkan dari gesekan ulir sedangkan panas pada barrel diperoleh dari steam. Dibawah suhu dan tekanan, produk sereal menjadi mencair karena kenaikkan suhu dan berubah bentuk menjadi plastis di dalam barrel (Hoseney, 1998). Komposisi bahan baku yang akan diekstrusi perlu diperhatikan. Kadar air memegang peranan penting terhadap pengembangan dalam proses ekstrusi. Holay dan Harper (1982) mengatakan bahwa kadar air sangat mempengaruhi derajat gelatinisasi dan air juga berfungsi sebagai reaktan dalam reaksi kompleks dengan komponen lainnya. Hasil ekstrusi dengan kelembaban tinggi mempunyai ukuran pori-pori lebih besar dan dinding sel lebih tebal. Bila hasil ekstrusi terlalu lembab, produk yang diperoleh dapat mengembang cukup besar setelah keluar dari cetakan tetapi menyusut sebelum dingin, memadat dan menjadi produk dengan tekstur keras yang tidak disukai (Muchtadi et al., 1988).
2.
Ekstruder Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi. Ekstruder dapat
digunakan untuk menunjukkan beberapa fungsi yang berbeda meliputi pencampuran, pembentukan, puffing, dan pengeringan, bergantung pada model ekstruder dan kondisi proses (Eastman et al., 2001). Kombinasi satu atau lebih fungsi tersebut merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam proses ekstrusi. Selain itu ekstruder memiliki beberapa keuntungan seperti mampu mengolah bahan pangan dengan cepat, biaya produksi yang rendah, alat mudah diotomisasi dan tidak banyak menghasilkan limbah.
11
Ekstruder terdiri dari ulir putar (screw) yang terpasang dalam laras yang tertutup rapat dan sering dikelilingi oleh jaket pemanas. Pemasukan panas utama sering dihasilkan dari perputaran screw meskipun pemanas laras juga digunakan. Bahan menjadi tebal dan berat menyerupai fluida kental di dalam proses ekstrusi yang akan menghambat perputaran screw. Penggunaan motor berkekuatan tinggi akan membuat screw terus berputar, namun akan menghasilkan panas yang tinggi akibat gesekan antar bahan. Perputaran screw memaksa produk bergerak sepajang laras dan membangkitkan tekanan yang akhirnya digunakan untuk pembentukan produk (Miller, 1993). Ekstruder yang umum digunakan terdiri dari ekstruder ulir tunggal (single screw) dan ekstruder ulir ganda (twin screw) yang berputar dalam barrel (Eastman et al., 2001). Menurut Bhattacharva dan Padmanabhan (1992), ekstruder ulir ganda mempunyai kelebihan daripada eksruder ulir tunggal yaitu kontrol dan keseragaman produk lebih baik. Ekstruder ulir ganda atau ulir kembar terdiri dari dua ulir yang sama panjang dan terletak berdampingan dalam satu barel. Berdasarkan arah putarannya, ekstruder ulir ganda dapat dibedakan menjadi counter rotating dan co-rotating seperti terlihat pada Gambar 3. Berdasarkan pada bentuk dan cara pemasangan ulir di dalam laras maka terdapat ekstruder ulir ganda intermeshing dan nonintermeshing (Harper, 1981).
Gambar 3. Tipe ulir ektruder ulir ganda (Anonimb, 2010)
Sistem konfigurasi non-intermeshing, sumbu kedua ulir tersebut terletak cukup berjauhan sehingga putaran ulir yang satu tidak terlalu mempengaruhi putaran ulir yang lain. Hal ini dapat dinyatakan bahwa konfigurasi non-
12
intermeshing dianggap sebagai dua ekstruder ulir tunggal dengan kapasitas yang lebih besar (Hariyadi, 1996). Sistem intermeshing, kedua sumbu ulir tersebut cukup berdekatan sehingga flight dari ulir yang satu dapat masuk ke dalam channel pada ulir yang lain, sedemikian rupa sehingga saling terkait. Sistem demikian ini memungkinkan self-cleaning dan self-wiping (flight dari satu ulir menyapu dan membersihkan bahan yang berada dalam channel ulir yang lain) maka kapasitas transportasi ekstruder ulir ganda, khususnya dengan konfigurasi intermeshing akan meningkat. Kapasitas transport yang baik ini dapat digunakan untuk membawa bahan yang bersifat lengket, yang tentunya sangat sulit untuk ditangani dengan ekstruder ulir tunggal (Hariyadi, 1996). Keunggulan dari ekstruder ulir ganda, yaitu: (1) kontrol yang teliti untuk produk-produk yang karakteristik, (2) ekstrusi untuk produk-produk yang peka terhadap panas, (3) mengurangi penguapan aroma, (4) proses kering terhadap bahan-bahan yang biasanya membutuhkan kelembaban tambahan, dan (5) memiliki karakteristik adukan bagian dalam yang baik (Muchtadi et al., 1988). Ekstruder ulir ganda memiliki beberapa konfigurasi yang mungkin. Hasil produknya dapat dibentuk dengan ulir yang melakukan rotasi searah (co-rotating) atau ulir dengan rotasi berlawanan dimana keduanya bisa saling berpaut atau tidak saling berpaut. Model yang saling berpaut biasanya lebih efektif. Ekstruder ulir ganda saling berpaut adalah jenis ekstruder yang paling banyak digunakan pada industri makanan. Mesin seperti ini, ulir dapat diubah-ubah untuk mengalirkan lebih banyak bahan (conveying), meningkatkan peremasan adonan, pemotongan, tekanan serta pengisian ulir (Muchtadi et al., 1988). Ulir-ulir yang saling berpaut mempunyai saluran di antara ulir sehingga bahan mengalir dan ditekan. Aliran mirip sumbat yang dihasilkan oleh kecepatan ulir yang lambat membatasi banyaknya pemotongan terhadap bahan. Umumnya panas tambahan harus diberikan agar diperoleh pemasakan yang tepat (Muchtadi et al., 1988). Ekstruder ulir ganda telah digunakan untuk membuat berbagai produk yang biasanya diekstrusi dengan ekstruder ulir tunggal. Aplikasi lainnya adalah produk-produk yang membutuhkan bentuk yang teliti atau produk dengan kelemahan rendah. Ekstruder berulir ganda dapat digunakan dengan baik untuk
13
mengekstrusi formula yang mengandung gula setinggi 20% dan produk dengan kelembaban serendah 5% (Muchtadi et al., 1988). Model ekstruder ulir ganda (twin screw extruder) lebih sering dipilih oleh perusahaan-perusahaan pengolahan makanan. Model ini merupakan pilihan yang tepat
untuk
melakukan
diversifikasi
jenis-jenis
makanan,
dikarenakan
kemampuannya yang baik dalam mengatur daya tekan mekanis dan daya giling efektif pada adonan di dalam selubung mesin ekstruder (barrel) (Baianu, 1992). Ekstruder ulir ganda terdapat dua ulir yang paralel ditempatkan dalam laras berbentuk angka delapan. Jarak ulir yang diatur dengan rapat akan mengakibatkan bahan bergerak diantara ulir dan laras.
D. PERUBAHAN KOMPONEN BAHAN 1.
Pati Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai
macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin serta material antara seperti lipid dan protein. Pati terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman sebagai cadangan karbohidrat. Pati pada sereal terdapat dalam dua bentuk yaitu amilosa (fraksi terlarut) dan amilopektin (fraksi tidak larut). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 2002). Pati mempunyai peranan yang penting bagi produk ekstrusi, selain berpengaruh pada tekstur juga pada daya awetnya. Pengaruh itu terutama disebabkan pada ratio amilosa-amilopektin dalam pati. Amilopektin diketahui bersifat merangsang terjadinya proses pengembangan (puffing), sehingga produk ekstrusi yang berasal dari pati-patian dengan kandungan amilopektin tinggi akan bersifat ringan, porous, kering, dan renyah. Sebaliknya pati dengan kandungan amilosa tinggi cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses mekar hanya terjadi secara terbatas (Muchtadi et al., 1988). Amilosa yang
14
diperlukan untuk memperoleh produk mengembang yang renyah berkisar antara 5-20% (Miller, 1995). Proses utama yang dialami oleh bahan yang mengandung pati melalui proses ekstrusi adalah proses gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi pati melibatkan suatu rangkaian peristiwa molekular karena adanya perlakuan suhu tinggi dan tergantung pada ketersediaan air (Tester, 2004). Menurut Hariyadi (2006), gelatinisasi pati akan menyebabkan peningkatan daya cerna pati produk ekstrusi. Menurut Camire (2001), proses ekstrusi adalah suatu proses yang unik karena gelatinisasi terjadi pada kadar air rendah (12-20%), dimana kadar air merupakan hal yang sangat penting dalam gelatinisasi pati. Kondisi proses ekstrusi yang dapat meningkatkan suhu, gesekan (shear), dan tekanan cenderung untuk meningkatkan laju gelatinisasi. Selama proses ekstrusi, amilosa dan amilopektin mengalami pengurangan berat molekul. Cabang-cabang amilopektin dapat dengan mudah dilepas di dalam barrel selama proses ekstrusi. Mekanisme proses gelatinisasi diuraikan secara ringkas oleh Harper (1981). Pertama butiran pati akan menyerap air yang akan memecahkan kristal amilosa dan memutuskan ikatan-ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Adanya penambahan air dan pemanasan, maka amilosa mulai berdifusi keluar butiran. Akhirnya butiran tersebut hanya akan terdiri sebagian amilopektin kemudian pecah dan membentuk suatu matriks dengan amilosa yang merupakan gel. Mekanisme proses gelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Granula pati mentah terdiri atas amilosa (helix) dan amilopektin (bercabang-cabang) Penambahan air memecah kristalinitas dan merusak keteraturan bentuk amilosa dengan melonggarkan ikatan helix granula pati. Granula Penambahan panas dan air yang berlebihan akan mengembang menyebabkan granula pati lebih mengembang. Amilosa mulai berdifusi keluar granula Granula pati mengandung hanya sebagian besar amilopektin, terperangkap dan terlihat dalam struktur amilosa, membentuk suatu sel
Gambar 4. Mekanisme gelatinisasi butiran pati (Harper, 1981)
15
2. Protein Setiap protein memiliki karakterisasi berbeda-beda sesuai bentuk konformasi. Konformasi protein yang berasal dari struktur sekunder, tersier dan kuartener mudah terputus. Perlakuan protein seperti dengan asam, alkali, pelarut, panas dan radiasi menyebabkan terjadinya modifikasi konformasi struktur-struktur tersebut. Proses ekstrusi yang menggunakan suhu tinggi menyebabkan protein akan terdenaturasi
(Smith,
1981).
Denaturasi
merupakan
fenomena
dimana
terbentuknya konformasi baru dari struktur yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivitas biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah diserang oleh enzim proteolitik (Fennema, 1985). Proses ekstrusi dapat memperbaiki daya cerna protein melalui denaturasi protein, sehingga sisi aktif enzimnya terbuka. Sebagian besar protein seperti enzim dan enzim inhibitor kehilangan aktivitasnya akibat adanya proses denaturasi protein. Adanya denaturasi protein dinilai dapat mengakibatkan perubahan kelarutan protein di dalam air (Camire, 2001). Komponen protein dalam bahan baku mempengaruhi produk ekstrusi yang dihasilkan. Protein turut berperan dalam menentukan tekstur produk ekstrudat. Pengaruh protein ini tergantung pada tipe dan konsentrasi protein. Semakin tinggi kadar protein semakin rendah derajat pengembangan produk ekstrudat (Faubion dan Hoseney, 1982).
3. Lemak Umumnya bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk ekstrusi memiliki kadar lemak yang rendah (kurang dari 10%). Kandungan lemak yang tinggi dapat mengakibatkan berkurangnya gesekan di dalam barrel, sehingga menurunkan konversi energi mekanis menjadi panas selama proses ekstrusi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap pengembangan produk (Camire, 2001). Lemak dan minyak pada produk ekstrusi akan mempengaruhi tekstur, rasa dan flavor produk (Harper, 1981). Selama proses ekstrusi, lemak dan pati akan membentuk stuktur yang baru sehingga dapat menghambat pengembangan produk ekstrusi (Faubion dan Hoseney, 1982). Lemak dalam biji-bijian akan membentuk kompleks dengan pati bila diproses dengan ekstrusi. Lemak akan
16
berikatan dengan amilosa dan amilopektin sehingga dapat menghambat pengembangan dan mengurangi sifat renyah dari produk (Muchtadi et al., 1988). Mekanisme penghambatannya adalah lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi rendah (Polina, 1995). Namun menurut Ahza (1996), jika lemak berada dalam kondisi bebas (tidak terikat dengan bahan lain) berfungsi sebagai pelumas dalam laras sehingga akan mengurangi konversi energi mekanis untuk menaikkan suhu gelatinisasi pati dan sekaligus menurunkan ekspansi produk.
4. Garam Garam dapat meningkatkan viskositas dalam laras ekstruder sehingga meningkatkan tingkat konversi energi mekanik (mempercepat pemasakan) dan meningkatkan ekspansi produk. Garam juga mempengaruhi kelarutan dan kekentalan protein sehingga meningkatkan kekuatan tekstur dan ekspansi ekstrudat (Miller, 1995).
17
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu bekatul dan grits jagung. Bekatul yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi varietas wai apu. Bekatul diperoleh dari penggilingan padi di Kebun Percobaan Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB sedangkan grits jagung diperoleh dari Laboratorium Seafast Center IPB. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 10 M, HCl 0.5 M, larutan iodium, akuades, buffer fosfat 1 M pH 6.0, HCL 4 M, enzim termamyl, enzim pankreatin, enzim pepsin, etanol 78%, etanol 90%, etanol 95%, aseton, dan bahan kimia untuk analisis proksimat. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk sereal bekatul adalah ekstruder ulir ganda model puffing 2256 Berto Company, mixer, oven pengering, timbangan, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk analisis fisik, kimia, dan sensori meliputi pipet mohr, neraca analitik, gelas kimia, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, tabung sentrifuse, sudip, gelas pengaduk, pipet tetes, corong, botol semprot, gegep, bulb, desikator, labu Kjeldahl, cawan porselen, cawan alumunium, Rheoner, oven, tanur, sentrifuse, spektofotometer, soxhlet, , jangka sorong, ayakan ukuran 50 mesh, penangas air, penyaring vakum, dan kertas saring.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu tahap persiapan bahan, pemilihan formula dan pengujian formula terpilih. Penelitian diawali dengan tahap persiapan bekatul yaitu inaktivasi enzim lipase bekatul hasil penyosohan dengan proses ekstrusi tanpa die. Tahap pemilihan formula bertujuan untuk menentukan formula sereal bekatul berdasarkan penilaian deskriptif. Tahap pengujian formula terpilih adalah penelitian utama yang bertujuan untuk karakterisasi produk sereal bekatul meliputi analisis fisik, analisis kimia dan uji organoleptik. Berdasarkan hasil analisis obyektif (analisis sifat fisiko kimia) dan subyektif (analisis organoleptik) dilakukan penentuan formula terbaik hasil penelitian ini.
18
1.
Tahap Persiapan Bahan Baku Penelitian diawali dengan persiapan bekatul yaitu inaktivasi lipase bekatul
hasil penyosohan dengan proses ekstrusi tanpa die dengan tiga tingkat suhu ekstruder yaitu 230oC pada T3, 180oC pada T2 dan 130oC pada T1 (Ubaidillah, 2010), kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran + 40 mesh. Produk ini selanjutnya disebut SRB (stabilized rice bran). Skema proses stabilisasi bekatul dengan ekstrusi tanpa die dapat dilihat pada Gambar 5.
Bekatul setelah penyosohan
Pemasakan ekstrusi pada suhu 230oC (T3), 180oC (T2) dan 130oC (T1)
Pengayakan ukuran 40 mesh
Bekatul hasil stabilisasi
Pengemasan
Gambar 5. Proses stabilisasi bekatul dengan ekstrusi tanpa die
2.
Tahap Pemilihan Formula Pemilihan formula bertujuan untuk menentukan formula sereal bekatul dan
pemilihan produk sereal bekatul berdasarkan penilaian deskriptif. Penentuan formula sereal yang digunakan memperhitungkan perbandingan antara SRB (stabilized rice bran) dan jagung, penambahan air, dan suhu proses ekstrusi. 19
Penentuan perbandingan bahan berdasarkan jumlah bekatul sebagai bahan baku utama dalam pembuatan sereal bekatul, penambahan jagung digunakan untuk membantu proses puffing pada produk sereal bekatul. Penentuan penambahan air ke dalam formula berdasarkan kadar air campuran bahan baku untuk mencapai kadar air formula yang diinginkan. Penentuan parameter proses ekstrusi dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum proses serta mendapatkan produk sereal bekatul yang bisa dibentuk sesuai cetakan. Sebelum menentukan formula sereal bekatul, terlebih dahulu dilakukan analisis kadar air dari SRB dan grits jagung ukuran 40 mesh. Analisis kadar air bahan ini diperlukan untuk menentukan jumlah air yang akan ditambahkan ke dalam formula sereal bekatul. Menurut Guy (2001), total kadar air bahan baku untuk proses ekstrusi berkisar antara 16-20%. Formulasi bahan baku yang dipilih yaitu formulasi jagung dan SRB dengan perbandingan 85:15 (A1), 80:20 (A2), dan 75:25 (A3). Penentuan perbandingan bahan baku berdasarkan pemanfaatan bekatul sebagai bahan baku utama pada pembuatan sereal bekatul. Masing-masing formulasi dilakukan penambahan garam sebanyak 1%. Hal ini dilakukan untuk menutupi aftertaste akibat penggunaan bekatul. Selanjutnya dilakukan penambahan air pada masing-masing perbandingan bahan yaitu 5% (B1), 8% (B2) dan 11% (B3) dari jumlah kadar air bahan baku yang telah diukur sebelumnya. Kondisi suhu ekstrusi adalah 135oC, 150oC dan 165oC pada T3 dengan suhu pada T1 dan T2 tetap yaitu 80oC dan 100oC. Penetapan suhu ini hasil dari percobaan pendahuluan yang menghasilkan ekstrudat yang baik. Proses penentuan formulasi terpilih dari produk sereal bekatul ditentukan berdasarkan penilaian subyektif yaitu bentuk dan keseragaman produk oleh panelis terbatas (5 orang). Skema pembuatan sereal bekatul dengan ekstrusi dapat dilihat pada Gambar 6.
20
Grits jagung 40 mesh
Bekatul hasil stabilisasi (SRB)
Air
Garam 1%
Pencampuran bahan sampai homogen
Proses ekstrusi suhu 800C (T1) dan 1000C (T2)
Pengeringan dengan suhu 800C selama 60 menit
Produk sereal bekatul
Pengemasan
Gambar 6. Proses pembuatan produk sereal bekatul mengembang/puffed dengan ekstruder ulir ganda
3.
Tahap Pengujian Formula Terpilih Produk sereal terbaik yang diperoleh dari tahapan pemilihan formula
didapatkan formula terpilih untuk dilakukan analisis sifat fisiko kima dan analisis organoleptik. Tahap penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terbaik berdasarkan hasil analisis obyektif (analisis sifat fisiko kimia) dan subyektif (analisis organoleptik).
3.1 Analisis Sifat Fisik a. Derajat Gelatinisasi, Metode Spektrofotometri (Wooton et al.,1971 di dalam Muchtadi et al,. 1988) Derajat gelatinisasi didefinisikan sebagai rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati dari produk yang dihitung dengan metode spektrofotometer
21
dengan mengukur kompleks pati-iod yang terbentuk dari suspensi contoh sebelum dan sesudah dilarutkan dalam alkali. Persiapan contoh dilakukan dengan menghaluskan produk sampai 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 gram dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi ini kemudian disentrifus pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0,5 ml HCl 0,5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0,1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Suspensi lain disiapkan dengan cara mendispersikan 1 gram produk yang sudah dihaluskan pada 95 ml air dan ditambahkan 5 ml NaOH 10M. Suspensi dikocok selama 5 menit kemudian disentrifus pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo, lalu masingmasing ditambah 0,5 ml HCl 0,5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0,1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Pengamatan dilakukan sebagai berikut: (1) larutan yang ditambah HCL digunakan sebagai blanko pati tergelatinisasi; (2) larutan bahan yang ditambah HCl dan larutan iodium digunakan sebagai larutan pati tergelatinisasi; (3) larutan bahan yang ditambahkan NaOH dan HCl sebagai blanko total pati; (4) larutan yang ditambahkan NaOH, HCl dan iodium sebagai larutan total pati. Sehingga derajat gelatinisasi di hitung dengan persamaan (1) : Derajat Gelatinisasi %=
Nilai abs pati tergelatinisasi x 100% Nilai abs total pati
(1)
b. Derajat Pengembangan (Linko et.al., 1981) Derajat pengembangan produk dihitung berdasarkan perbandingan diameter produk dengan diameter cetakan. Derajat pengembangan produk ditentukan dengan persamaan (2) : Derajat Pengembangan %=
Dp x 100% Dd
(2)
22
dimana : Dp = diameter produk (mm) Dd = diameter die (cetakan ekstruder) (mm) Pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali ulangan dengan menggunakan jangka sorong.
c. Tekstur (kekerasan dan kerenyahan) Tekstur produk diukur dengan menggunakan alat Rheoner dengan probe berbentuk jarum. Gaya tekan yang diberikan oleh probe diukur dengan satuan Kgf. Semakin besar gaya yang digunakan untuk menekan produk hingga patah, maka nilai kekerasan akan semakin besar yang berarti produk semakin keras. Hal ini ditunjukkan pada titik puncak peak tertinggi dari hasil pengukuran sampel. Kekerasan dianggap berbanding terbalik dengan kerenyahan produk. Kerenyahan produk ditunjukkan pada titik puncak peak yang pertama muncul pada pengukuran sampel. Pengukuran dilakukan sebanyak 6 kali ulangan untuk masing-masing sampel.
Tabel 2. Setting Rheoner untuk pengukuran tekstur produk sereal Parameter Probe
Setting Bentuk jarum
Sensitivitas
2 Volt
Probe speed
0.5 mm/s
Chart speed
60 mm/menit
Distance
5.0 mm
Preset no.1
0.01 mm
Force maximum
200 gf
d. IPA dan IKA, Metode Sentrifugasi (Anderson, 1969 dikutip dari Muchtadi et al., 1988) Ekstrudat digiling dan disaring dengan saringan 60 mesh. Sebanyak 1 gram tepung ekstrudat dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Kemudian ditambahkan 10 ml akuades, diaduk dengan menggunakan vorteks sampai semua bahan
23
terdispersi secara merata, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifus beserta residunya dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dengan posisi miring (25o) dan oven diatur pada suhu 50oC selama 25 menit. Akhirnya tabung residu ditimbang untuk menentukan berat air yang terserap. Supernatan yang diperoleh, diambil contoh sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 110oC sampai semua air menguap. Kemudian didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering yang terdapat dalam supernatan. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air dapat ditentukan dengan persamaan (3.1) dan (3.2):
Indeks Penyerapan Air (IPA) =
Berat air yang terserap Berat awal – berat bahan terlarut
Indeks Kelarutan Air IKA=
Berat bahan terlarut dalam 2 ml larutan (3.2) 2 ml larutan
(3.1)
e. Ketahanan dalam Susu (Apsari, 2006) Sampel sereal sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah mangkuk kemudian ditambahkan susu cair sesuai dengan takaran saji yaitu 100 ml. Kemudian dihitung waktu ketahanan sereal di dalam susu. Waktu ketahanan dalam susu dihitung berdasarkan waktu sampel sereal masih terapung sampai sampel sereal tenggelam dalam susu. Uji ketahanan dalam susu dilakukan pula terhadap produk sereal komersial yang bertujuan sebagai waktu pembanding.
3.2 Analisis Sifat Kimia a. Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1999) Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 0,5-1 gram contoh yang telah ditepungkan dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105oC selama 6 jam. Cawan yang telah
24
berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dikurangi berat akhir. Penetapan kadar air basis basah berdasarkan perhitungan dengan persamaan (4): Kadar air % bb=
W-(W1-W2) x 100% W
(4)
Keterangan : % bb = kadar air per bahan basah (%) W
= bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g)
W1
= bobot contoh + cawan kosong kering (g)
W2
= bobot cawan kosong (g)
b. Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC, 1999) Pengukuran kadar abu ditentukan dengan menggunakan alat tanur. Cawan porselen dipanaskan terlebih dahulu dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Contoh sebanyak 3-5 gram di dalam cawan porselen dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur bersuhu 600oC sampai berwarna putih (semua sampel telah menjadi abu) dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu produk dapat dilihat pada persamaan (5) : Kadar abu % bb =
W1 – W2 x 100% W
(5)
Keterangan : % bb= kadar abu per bahan basah (%) W = bobot bahan awal sebelum diabukan (g) W1 = bobot contoh+cawan kosong setelah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)
25
c. Kadar Protein, Metode Kjeldahl (AOAC, 1999) Contoh ditimbang sejumlah 0,2 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1,9 + 0,1 gram K2SO4, 40 + 10 mg HgO, dan 2,0 + 0,1 ml H2SO4. Kemudian contoh didestruksi sampai cairan menjadi jernih (sekitar 1 jam). Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan akuades (1-2 ml) kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam di dalam larutan H3BO3. Kemudian isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml lalu titrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Prosedur yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Hitung %N dan kadar protein contoh dengan persamaan (6.1) dan (6.2) :
%N =
ml HCl-ml HCl blankox N HCl x 14.007 x 100% mg sampel
Kadar protein (%bb) = %N x faktor konversi (6.25)
Keterangan : % bb %N
(6.1)
(6.2)
= kadar protein per bahan basah (%) = kandungan nitrogen pada contoh (%)
d. Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1999) Metode yang digunakan di dalam analisis lemak adalah metode ekstrasi soxhlet. Pertama, labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstrasi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat ekstrasi soxhlet sampai contoh terendam.
26
Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dipanaskan di dalam oven pada suhu 150oC hingga mencapai berat konstan, kemudian didinginkan di dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Perhitungan kadar lemak dapat dilihat pada persamaan (7). Kadar lemak % bb=
W1 – W2 x 100% W
(7)
Keterangan : % bb = kadar lemak per bahan basah (%) W = bobot contoh (g) W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)
e. Kadar Karbohidrat (by difference), (Soedioetomo, 1996) Kadar karbohidrat basis basah dihitung dengan menggunakan persamaan (8): Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A+ KA + L) Keterangan
(8)
: % bb = kadar karbohidrat per bahan basah (%) P
= kadar protein (%)
A
= kadar abu (%)
KA
= kadar air (%)
L
= kadar lemak (%)
f. Kadar Serat Pangan (AOAC, 1995) Sampel dua gram diekstrak lemaknya dengan heksana selama 15 menit. Kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke Erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6,0. Lalu ditambahkan 0,1 ml termamyl dan tutup Erlenmeyer dengan alumunium foil. Kemudian inkubasi dalam penangas air bergoyang dengan suhu 80oC selama 15 menit. Selanjutnya dibiarkan dingin dan
27
ditambahkan 20 ml air destilata, dan pH diatur menjadi 1,5 dengan HCl. Lalu ditambahkan 0,1 gram pepsin, ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur pH menjadi 6,8 dengan NaOH. Selanjutnya ditambahkan 0,1 gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 40oC selama 60 menit, serta pH diatur menjadi 4,5 dengan HCl. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 4.2, dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata. Residu (insoluble fiber) dalam kertas saring dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC sampai bobot tetap dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 500oC kurang lebih 5 jam setelah didinginkan dalam desikator (L1). Volume filtrat (soluble fiber) diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 280 ml etanol 95% hangat (60C) dan dibiarkan presipitasi selama satu jam (waktu dapat diperpendek). Lalu disaring dengan Whatman no. 4.2, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah kertas saring dikeringkan dalam oven suhu 105oC sampai bobot tetap kemudian ditimbang (D2), dan terakhir diabukan dalam tanur pada suhu 500oC selama kurang lebih 5 jam serta timbang setelah pendinginan dalam desikator (L2). Dilakukan pula perhitungan nilai serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti diatas tetapi tanpa menggunakan sampel Nilai IDF % =
D − I − blanko x 100% Berat kering sampel
(9.1)
D − I − blanko x 100% Berat kering sampel
(9.2)
Nilai TDF (%) = Nilai SDF (%) + Nilai IDF (%)
(9.3)
Nilai SDF % =
28
3.3 Uji Organoleptik Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik) dan uji peringkat hedonik. Uji hedonik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan produk dari formula yang dibuat. Skala yang digunakan adalah skala 1 (sangat tidak disukai) sampai 7 (sangat disukai). Atribut yang diuji adalah rasa, kerenyahan dan warna. Uji peringkat hedonik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui urutan sampel yang paling disukai oleh panelis. Atribut yang digunakan adalah penilaian keseluruhan (overall) dengan menggunakan skala 1 (paling disukai) sampai 4 (paling tidak disukai). Pengujian dilakukan oleh 30 panelis tidak terlatih. Panelis menilai produk secara subyektif dan spontan tanpa membandingkan antar sampel.
3.4 Pembobotan (Satiarini, 2006) Penentuan produk terpilih diperoleh dari hasil pembobotan secara subyektif. Penentuan ini dilakukan dengan mempertimbangkan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap produk sereal bekatul yang dihasilkan. Pemberian bobot pada penelitian ini dengan menggunakan metode pemberian bobot secara langsung kepada setiap kriteria. Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) di dalam Satiarini (2006) bahwa pemberian bobot secara langsung kepada setiap kriteria bersifat subyektif, karena penilaian setiap kriteria akan terpisah. Pemberian bobot ini bias dilakukan oleh orang yang mengerti, paham, dan berpengalaman dalam menghadapi masalah keputusan yang dihadapi. Pemilihan secara subyektif ini dinilai oleh 5 orang panelis. Penentuan produk terpilih dilakukan dengan memberikan nilai dari skala 1 sampai 5 berdasarkan nilai kepentingannya pada setiap parameter yang diberikan. Nilai 5 diberikan jika parameter tersebut dianggap paling penting, 4 jika penting, 3 jika biasa, 2 jika kurang penting, dam 1 jika tidak penting. Nilai kepentingan kemudian dibobotkan ke dalam persen. Nilai kepentingan setiap parameter kesukaan dapa dilihat pada Tabel . Nilai kepentingan kemudian dibobotkan dalam persen. Nilai hasil analisa dari setiap parameter kesukaan kemudian diurutkan berdasarkan rangking terbail. Nilai
29
total akhir diperoleh dari akumulasi perkalian antara nilai peringkat dikalikan dengan bobot setiap parameter. Tabel 3. Penilaian kepentingan setiap parameter Parameter
Nilai
Bobot
Bentuk
5
0,63
Keseragaman
3
0,37
Total
8
1
C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga faktor dan satu kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah faktor perbandingan grits jagung dan SRB (stabilized rice bran), penambahan air, dan suhu ekstruder. Faktor perlakuan yang digunakan adalah: A : Perbandingan grits jgung dan SRB A1
= 85:15
A2
= 80:20
A3
= 75:25
B : Penambahan air B1
= 5%
B2
= 8%
B3
= 11%
C : Suhu ekstruder C1
= 135oC
C2
= 150oC
C3
= 165oC
30
Menurut Satiarini (2006), model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = + A + +
!
+ "# + " #! + ! + $#!
dimana, Yijk
= Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan A, B, dan C
µ
= Pengaruh rata-rata atau pengaruh umum
Ai
= Pengaruh perlakuan A taraf ke-i
Bj
= Pengaruh perlakuan B taraf ke-j
Ck
= Pengaruh perlakuan C taraf ke-k
ɛij
= Pengaruh sisa (galat percobaan)
Data diolah dengan menganalisa keragaman untuk melihat pengaruh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Analisa keragaman dilanjutkan dengan uji lanjut wilayah berganda Duncan untuk perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata (F hitung > F tabel).
31
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990). Kenaikan tajam asam lemak bebas bekatul dari 1-3 % menjadi 33 % setelah seminggu dan mencapai 46 % setelah 3 minggu (Damardjati et al., 1990). Dari penelitian oleh Goftman (2003) yang diperkuat hasil penelitian Budijanto et al., (2010) dan Ubaidillah (2010), menunjukkan bahwa kecepatan hidrolisis trigliserida bekatul dipengaruhi oleh varietas padi. Peningkatan asam lemak bebas yang terjadi diakibatkan oleh aktivitas enzim lipase pada bekatul. Selama proses penggilingan, lemak bekatul kontak dengan lipase yang menghidrolisis ikatan ester melepaskan asam lemak yang disebut asam lemak bebas (Ramezanzadeh et al., 1999). Enzim lipase merupakan enzim hidrolitik, dimana enzim ini bekerja dengan adanya air pada bahan pangan. Enzim ini akan menghidolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim lipase in situ dari kulit padi dan dari mikroba menyebabkan kerusakan hidrolitik pada lipid bekatul (Champagne et al., 1992). Oleh karena itu, sebelum digunakan sebagai bahan baku, dilakukan inaktivasi enzim lipase pada bekatul. Inaktivasi enzim lipase menggunakan metode Ubaidillah (2010). Bekatul diekstrusi dengan menggunakan twin screw extruder no dye dengan kondisi pada T1= 130oC, T2= 180 oC dan T3=230 oC. Setelah itu dilakukan pengukuran kadar air bahan yaitu grits jagung dan SRB (stabilized rice bran). Kadar air bahan sangat penting untuk mengetahui kisaran penambahan air agar mencapai kadar air yang diperlukan dalam formula sereal. Menurut Guy (2001), kebutuhan air untuk proses pemasakan berasal dari bahan baku dan pengaturan kelembaban, total kadar air dalam proses ekstrusi berada pada kisaran 16% sampai dengan 20%. Hasil pengukuran kadar air bahan yaitu 12,40% untuk grits jagung ukuran 40 mesh dan 5,96% untuk bekatul hasil stabilisasi (stabilized rice bran). Penentuan penambahan air pada formulasi diperoleh dari perhitungan kadar air campuran bahan. Berdasarkan pada perhitungan kadar air campuran bahan untuk
32
mencapai kadar air formula pada kisaran 16-20% sehingga dilakukan penentuan penambahan air pada formulasi yaitu 5%, 8% dan 11%.
B. PEMILIHAN FORMULA Parameter proses ekstrusi perlu diketahui terlebih dahulu agar diperoleh produk ekstrusi yang dapat dibentuk sesuai cetakan. Parameter proses ekstrusi diantaranya suhu proses, kecepatan putar ulir, kecepatan putar pisau, dan kecepatan pemasukan bahan. Ekstruder yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstruder ulir ganda model puffing 2256 Berto Company. Ekstruder ini memiliki panjang barel sebesar 98 cm dan diameter barel sebesar 64 mm. Panjang ulir sebesar 93 cm dan memiliki diameter ulir sebesar 54 mm. Diameter die/cetakan yang digunakan berbentuk oval dengan diameter 11 mm x 7 mm. Gambar ekstruder ulir ganda ditunjukan pada Gambar 7 dan tampak depan die dan pisau ditunjukkan pada Gambar 8. Ekstruder ini tidak dilengkapi dengan alat pengukur tekanan sehingga besar tekanan dalam barrel tidak dapat diketahui serta tidak dapat mengatur besar tekanan yang diinginkan. Namun alat ini disertai dengan alat pengatur suhu yang terdiri dari tiga panel pengatur suhu, kecepatan ulir, kecepatan pemasukan bahan dan kecepatan putar pisau. Suhu pengaturan pemanas pada alat ekstruder yang dilakukan pada penelitian ini yaitu 1350C, 1500C, dan 1650C pada T3. Menurut Muchtadi et al. (1988), proses pemasakan di dalam alat pengekstrusi dibutuhkan panas yang tinggi yaitu lebih dari 1500C. Kondisi proses ekstrusi adalah kecepatan ulir 400 rpm, kecepatan pemasukan bahan 350 rpm, kecepatan putar pisau 1200 rpm, suhu T1 = 800C dan T2 = 1000C. Kondisi proses ekstrusi konstan dan digunakan untuk membuat produk sereal bekatul.
33
Gambar 7. Ekstruder ulir ganda
Gambar 8. Tampak depan die dan pisau ekstruder ulir ganda Proses pembuatan produk sereal bekatul meliputi persiapan bahan baku, pengaturan komposisi bahan, pencampuran, dan proses ekstrusi. Kemudian dilakukan pengamatan organoleptik secara subyektif dengan parameter bentuk dan keseragaman pada produk sereal bekatul oleh 5 orang panelis. Penentuan produk dengan perlakuan terbaik diperoleh dari hasil pembobotan
secara
mempertimbangkan
subyektif.
Metode
pembobotan
karakteristik-karakteristik
yang
dilakukan
berpengaruh
dengan terhadap
produk yang dihasilkan. Setiap karakteristik diberi bobot berdasarkan nilai kepentingannya kemudian diakumulasikan perkalian antara nilai rataan dengan bobot setiap karakteristik. Formula dengan skor tertinggi adalah formula terpilih dengan perlakuan terbaik. Hasil penilaian produk secara subyektif dapat dilihat pada Tabel 4.
34
Tabel 4. Hasil pengamatan subyektif seleksi formula sereal bekatul Sampel A1B1C1 A1B2C1 A1B3C1 A2B1C1 A2B2C1 A2B3C1 A3B1C1 A3B2C1 A3B3C1 A1B1C2 A1B2C2 A1B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A2B3C2 A3B1C2 A3B2C2 A3B3C2 A1B1C3 A1B2C3 A1B3C3 A2B1C3 A2B2C3 A2B3C3 A3B1C3 A3B2C3 A3B3C3
Nilai Pembobotan 2.5 2.038 5.0 4.213 4.538 5.0 1.713 1.713 1.713 2.038 1.250 1.713 2.5 2.038 2.038 2.038 2.5 2.038 1.713 2.038 2.5 1.713 2.5 2.038 1.250 2.038 2.5
Keterangan : • Perlakuan: A = Kadar Bekatul (A1= 15%, A2= 20%, A3= 25%) B = Penambahan air (B1= 5%, B2= 8%, B3=11%) C = Suhu ekstruder (C1= 135, C2= 150, C3= 165oC)
Berdasarkan tiga taraf suhu yang dicobakan yaitu 1350C, 1500C dan 1650C, ternyata suhu 1350C menghasilkan bentuk dan keseragaman produk yang lebih baik dibandingkan dengan suhu 1500C dan 1650C. Semakin tinggi suhu ekstruder, proses pemasakan ekstrusi semakin sulit dikendalikan sehingga produk yang dihasilkan semakin kurang baik bentuknya dan kurang seragam. Hasil penelitian Hidayah et al. (2005) menunjukkan kondisi optimal proses ekstrusi terhadap pengembangan produk terjadi pada suhu minimum 1000C.
35
Perbandingan grits jagung dengan SRB (stabilized rice bran) 75:25 menghasilkan bentuk dan keseragaman yang kurang baik jika dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Penambahan bekatul lebih tinggi dari 20% menyebabkan produk tidak mengembang dengan baik. Hal ini karena bekatul mengandung serat dan protein yang relatif tinggi menyebabkan produk tidak mengembang. Berdasarkan Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat empat perlakuan yang memiliki skor pembobotan tertinggi. Formula yang terpilih adalah formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 85:15, penambahan air 11% dan suhu ekstruder 1350C disebut Formula 1;
formula grits jagung dan SRB dengan
perbandingan 80:20, penambahan air 5% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 2; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 8% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 3; dan formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 11% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 4. Secara umum, produk sereal bekatul yang terpilih memiliki bentuk yang baik dan seragam, berwarna kecoklatan, mengembang, dan berbentuk bulat pipih. Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisiko kimia dan uji sensori terhadap keempat formula diatas untuk menentukan formula terbaik. Produk sereal bekatul yang dijadikan sampel untuk analisis dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
\
Gambar 9. Produk sereal bekatul terpilih tampak depan
36
Gambar 10. Produk sereal bekatul terpilih tampak samping
C. ANALISIS FORMULA TERPILIH Analisis yang dilakukan pada produk sereal bekatul terpilih meliputi analisis fisik (derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur (kekerasan), indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, dan ketahanan dalam susu), analisis kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat pangan), dan uji organoleptik.
1. Analisis Fisik a. Derajat Gelatinisasi Derajat gelatinisasi merupakan
rasio antara pati yang tergelatinisasi
dengan total pati (Wooton et al., 1971 dikutip Hermanianto et al., 2000). Tingkat derajat gelatinisasi produk menunjukkan tingkat pemasakan yang terjadi, artinya derajat gelatinisasi yang tinggi menunjukkan bahwa produk lebih mudah dicerna oleh tubuh. Produk dengan derajat gelatinisasi yang sangat rendah akan mengganggu sistem pencernaan karena pemasakan
yang belum sempurna.
Kesempurnaan gelatinisasi pada produk ekstrusi perlu di evaluasi untuk mengetahui batas maksimum pati mudah dicerna oleh tubuh. Secara garis besar, kesempurnaan gelatinisasi pati dipengaruhi kadar air dan suhu proses (Muchtadi et al., 1988). Menurut Ahza (1996), faktor luar yang mempengaruhi derajat gelatinisasi yaitu energi (gelatinisasi adalah reaksi endotermik atau reaksi yang memerlukan panas), jumlah air yang ditambahkan pada saat proses (rasio air dan pati), waktu untuk berlangsungnya reaksi dan gesekan (shear) yang dapat dihasilkan dari ulir dengan bahan dan barrel.
37
Derajat gelatinisasi (%)
38
36.81c
35.27b
36 34 32
31.51a
30.82a
30 28 26 Formula1
Formula2
Formula3
Formula4
Sampel
Gambar 11. Hasil pengukuran derajat gelatinisasi sereal bekatul Keterangan : Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%
Derajat gelatinisasi produk sereal bekatul berkisar antara 30,82% hingga
36,81%. Berdasarkan analisis keragaman keragaman dengan tingkat kepercayaan 5%, derajat gelatinisasi dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula (Lampiran 11). Selanjutnya, dengan uji Duncan (p=0,05) terhadap sampel dapat diketahui bahwa nilai derajat gelatinisasi Formula 1 dan Formula 4 lebih besar dan berbeda nyata dengan sampel lainnya. lainnya. Hal ini disebabkan oleh penambahan air pada formula yang membantu proses gelatinisasi pati. Namun Formula 2 dan Formula 3 tidak berbeda nyata secara signifikan. Derajat gelatinisasi produk sereal yang dihasilkan relatif rendah yaitu
sekitar 30%. Penambahan air berpengaruh terhadap derajat gelatinisasi sereal bekatul yang dihasilkan. Menurut Muchtadi et al., (1988) proses gelatinisasi akan mudah terjadi jika rasio antara air dan pati pada bahan tinggi. Gelatinisasi pati akan sempurna jika terdapat air yang cukup. Umumnya derajat gelatinisasi akan tinggi atau maksimum jika bahan dengan kadar air 25% pada suhu pemasakan
145-2050C (Eldash et al., 1982). Gambar 11 menunjukkan penambahan konsentrasi bekatul menyebabkan terjadinya penurunan derajat gelatinisasi. Penyebab utama turunnya derajat gelatinisasi adalah turunnya jumlah pati dan meningkatnya jumlah serat pada
38
formula. Serat mempunyai daya serap yang tinggi termasuk terhadap air (Cahyono, 1999). Oleh karena itu, adanya serat pada formula dapat mengurangi ketersediaan air yang dapat digunakan untuk proses gelatinisasi. Gelatinisasi akan berpengaruh terhadap daya cerna produk yang dihasilkan. Sebagai produk untuk kesehatan derajat gelatinisasi rendah akan menurunkan daya cerna sehingga cocok untuk produk diet atau keperluan khusus seperti penderita diabetes. Hasil penelitian Holm et al., (1988) menunjukkan bahwa tingkat gelatinisasi pati merupakan faktor penentu yang penting untuk tingkat hidrolisis pati secara in vitro dan respon metabolism pati secara in vivo. Siller (2006) melaporkan bahwa umumnya saat proses gelatinisasi pati sorgum mengarah pada gelatinisisasi penuh maka daya cerna pati akan meningkat. Hal ini juga didukung oleh Hongtrakul et al., (1997) yang melaporkan bahwa peningkatan derajat gelatinisasi pada jagung secara nyata dapat meningkatkan daya cerna.
b. Derajat Pengembangan Salah satu parameter penting pada produk ekstrusi adalah kemampuan menghasilkan produk yang mengembang (puffing). Derajat pengembangan dipengaruhi oleh jumlah pati yang terdapat dalam bahan baku (Shukla, 1995). Jumlah pati tersebut erat hubungannya dengan jumlah pati tergelatinisasi. Besar kecilnya derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan oleh banyak sedikitnya jumlah pati yang tergelatinisasi selama proses ekstrusi. Menurut Harper (1981) derajat gelatinisasi yang semakin tinggi diikuti dengan derajat pengembangan yang semakin tinggi. Menurut Harper (1981) komponen pati yang berperan terhadap puffing produk ekstrusi adalah amilopektin. Jika digunakan bahan dengan kandungan amilopektin yang cukup tinggi maka akan dihasilkan produk yang mudah mengembang, sedangkan produk yang terbuat dari bahan beramilosa tinggi akan lebih rapat, lebih keras, dan kurang mengembang ketika diekstrusi (Muchtadi et al., 1988). Bahan yang memiliki kandungan air yang sama, amilopektin lebih mudah mengembang dari pada amilosa. Pengembangan produk akan berdampak positif terhadap sifat kerenyahan produk (Wang, 1997).
39
Derajat pengembangan (%)
149.77d
160 140 120 100 80 60 40 20 0
135.27c 121.14b
Formula1
118.64a
Formula2
Formula3
Formula4
Sampel
Gambar 12. Hasil pengukuran derajat pengembangan sereal bekatul Keterangan : Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%
Nilai derajat pengembangan produk sereal bekatul dapat dilihat pada
Gambar 12. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh derajat pengembangan produk sereal bekatul berkisar antara 118,64% hingga 149,77%. Berdasarkan analisis
sidik ragam pada tingkat kepercayaan 5%, nilai derajat pengembangan dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula (Lampiran 13). Selanjutnya dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui nilai derajat pengembangan untuk seluruh formula berbeda nyata satu sama lain. Formula 3 memiliki nilai derajat pengembangan yang paling tinggi. Derajat pengembangan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bekatul. Gambar 12 menunjukkan bahwa Formula 1 memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Formula 2. Hal ini dipengaruhi persentase bekatul yang meningkat sehingga kadar pati semakin menurun dan serat yang semakin meningkat. Menurunnya derajat pengembangan terkait dengan penurunan derajat gelatinisasi (Gambar 11). Semakin tinggi persentase serat maka derajat derajat pengembangan produk ekstrusi akan menurun (Wulandari, 1997). Menurut Syamsir (2008) serat cenderung untuk
memperkuat
struktur fisik
produk
dan
menghambat
kemampuannya untuk mengembang. Berglund et al., (1994) melaporkan bahwa
40
kadar serat yang tinggi pada barley yang digunakan pada penelitiannya dapat menghambat pengembangan selama proses ekstrusi. Berdasarkan data hasil analisis menunjukkan bahwa meningkatnya penambahan
air
pada
formula
bahan
cenderung
menurunkan
derajat
pengembangan produk sereal bekatul. Ding et al., (2004) melaporkan bahwa peningkatan kadar air dapat menurunkan derajat pengembangan dengan tajam. Ketergantungan yang tinggi derajat pengembangan terhadap kadar air dapat mengubah karakteristik elastisitas pada bahan dasar pati. Meningkatnya kadar air selama proses ekstrusi dapat mengubah struktur molekul amilopektin pada bahan yang mengurangi elastisitas sehingga menurunkan derajat pengembangan. Batisuti et al., (1991) mengoptimasi proses pemasakan ekstrusi untuk tepung chick-pea dan dilaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara suhu dan kadar air terhadap derajat pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan maksimum derajat pengembangan terjadi pada kadar air 13% dengan suhu ekstrusi 1300C.
c. Tekstur (kekerasan dan kerenyahan) Tekstur berperan penting dalam penerimaan keseluruhan dari sebuah produk pangan dan merupakan kriteria penting bagi konsumen untuk menyatakan mutu dan kesegaran dari produk pangan. Persepsi terhadap tekstur pangan merupakan proses dinamis karena sifat-sifat fisik pangan berubah-ubah secara terus menerus dengan adanya proses pengunyahan, pembalutan dengan air liur, dan perubahan suhu tubuh (Apriani, 2009). Hasil pengukuran
kekerasan tekstur dengan Rheoner menunjukkan
bahwa nilai kekerasan produk berkisar antara 0,551 – 1,179 Kgf. Analisis ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa kekerasan dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula (Lampiran 15). Kemudian dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui bahwa nilai tekstur produk sereal bekatul berbeda nyata untuk masing-masing formula. Semakin tinggi nilai kekerasan maka produk tersebut mempunyai tekstur relatif keras dan bersifat kurang renyah dibandingkan produk yang memiliki nilai kekerasan lebih rendah (Melianawati, 1998). Hasil pengukuran kerenyahan
41
tekstur menunjukkan bahwa nilai kerenyahan produk berkisar antara 0,115 –
0,203 Kgf. Analisis ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa
Tekstur kekerasan (Kgf)
kerenyahan dipengaruhi secara nyata perlakuan formula (Lampiran 17). 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1.179d 0.917c
0.835b 0.551a
Formula1
Formula2
Formula3
Formula4
Sampel
Gambar 13. Hasil pengukuran tekstur (kekerasan) sereal bekatul
Tekstur kerenyahan (Kgf)
Keterangan : Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%
0,25 0,2
0.203c
0.198c
0.152b 0,15
0.115a
0,1 0,05 0 Formula1
Formula2
Formula3
Formula4
Sampel
Gambar 14. Hasil pengukuran tekstur (kerenyahan) sereal bekatul Keterangan : Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%
42
Tekstur produk sereal yang paling renyah mempunyai nilai kekerasan yang rendah yaitu sebesar 0,551 Kgf. Hasil diperoleh pada produk sereal pada Formula 2. Formula yang memiliki tekstur paling keras diperoleh nilai kekerasan sebesar 1,178 Kgf yaitu pada produk sereal Formula 4 namun memiliki nilai kerenyahan yang relatif rendah. Apabila dibandingkan dengan nilai kerenyahan formula yang lain, nilai kerenyahan Formula 4 lebih tinggi dari nilai kerenyahan Formula 2. Menurut Tripalo et al., (2006), kelembaban bahan, kecepatan ulir, dan temperatur mempengaruhi kekerasan produk ekstrusi. Kelembaban memiliki efek paling signifikan terhadap kekerasan produk, namun rata-rata kecepatan pemasukan bahan (feeder) tidak memberi efek signifikan pada kekerasan produk ekstrusi (Apriani, 2009). Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai kekerasan yang tinggi dibandingkan Formula 2 dan Formula 3. Ding et al., (2004) melaporkan bahwa peningkatan kadar air bahan dapat meningkatkan kekerasan ekstrudat dan menurunkan kerenyahan ekstrudat. Kekerasan dan kerenyahan ekstrudat berhubungan dengan derajat pengembangan dan perubahan struktur sel dari produk.
d. Indeks Penyerapan Air (IPA) Indeks penyerapan air (IPA) adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap air dalam jumlah tertentu (Harianto, 1996). Gomez dan Aguilera (1983) menyatakan bahwa penyerapan air tergantung pada dua hal, yaitu ketersediaan gugus hidrofilik yang mengikat molekul air dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul, yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi. Secara umum nilai IPA berbanding terbalik dengan indeks kelarutan air (IKA). IPA dan IKA dapat digunakan sebagai indikator fungsional derajat pemasakan produk ekstrusi. Pati, protein, dan lemak akan terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih kecil setelah proses ekstrusi sehingga lebih mudah larut. Amilopektin akan mengalami degradasi paling besar
selama proses
ekstrusi sehingga semakin banyak molekul-molekul kecil yang akan berpengaruh dalam kelarutan air (Apriani, 2009). Semakin meningkat jumlah pati yang
43
tergelatinisasi pada proses ekstrusi (suhu dan tekanan) tinggi akan menyebabkan semakin banyak pati yang mengalami dekstrinasi. Pati yang terdekstrinisasi inilah yang berperan di dalam penyerapan air (Wulandari, 1997).
4,8
4.780b
IPA (g/ml)
4,75 4.670ab
4.679ab
Formula3
Formula4
4,7 4.646a
4,65 4,6 4,55 Formula1
Formula2
Sampel
Gambar 15. Hasil pengukuran indeks penyerapan air (IPA) sereal bekatul Keterangan : Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%
Indeks penyerapan air produk sereal berkisar antara 4,646 g/ml hingga 4,780 g/ml. Berdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 5%, indeks penyerapan air dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula
(Lampiran 19). Selanjutnya dengan uji Duncan Duncan (p=0,05) dapat diketahui nilai indeks penyerapan air Formula 2 berbeda nyata dengan Formula 1 namun tidak berbeda nyata dengan Formula 3 dan Formula 4. Sedangkan Formula 1 tidak berbeda nyata dengan Formula 3 dan 4. Berdasarkan data hasil pengukuran IPA IPA menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan air, indeks penyerapan air semakin besar. Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai indeks penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan Formula 2 dan Formula 3. Polina (1995) menyatakan indeks penyerapan air
dipengaruhi kadar air, ukuran partikel, dan komposisi bahan. Penelitian Singh et al., (2005) melaporkan bahwa meningkatnya kadar air bahan dapat meningkatkan
44
IPA. Peningkatan IPA pada ekstrudat dapat dipengaruhi oleh denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan swelling serat kasar yang berubah selama proses ekstrusi. Nilai IPA meningkat dengan peningkatan kelembaban karena degradasi pati yang lebih besar selama ekstrusi pada level kelembaban rendah sehingga semakin banyak pati yang terlarut mengakibatkan penurunan nilai IPA dan peningkatan nilai IKA (Apriani, 2009). Gomez dan Aguilera (1983) menyatakan bahwa proses degradasi pati pada kadar air yang lebih rendah selain meningkatkan IKA juga menurunkan IPA. Gambar 15 menunjukkan Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai indeks penyerapan air menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi bekatul dalam formula bahan baku. Hal ini terkait dengan nilai derajat gelatinisasi, semakin meningkatnya jumlah pati tergelatinisasi maka jumlah amilosa yang berdifusi keluar juga semakin tinggi. Amilosa yang terdifusi dari struktur asalnya merupakan gugus pengikat air yang baik. Sehingga semakin banyak amilosa yang terdifusi keluar, semakin banyak pula air yang bisa terserap (Cahyono, 1999).
e. Indeks Kelarutan Air (IKA) Indeks kelarutan air menunjukkan banyaknya bahan yang dapat larut dalam air dalam jumlah tertentu. Indeks kelarutan air (IKA) menunjukkan jumlah partikel produk yang dapat larut dalam air (Apsari, 2006). Colona et al., (1984) melaporkan bahwa setelah pati mengalami gelatinisasi maka akan terjadi degradasi amilosa dan amilopektin menghasilkan molekul yang lebih kecil. Degradasi tersebut disebabkan pada saat ekstrusi bahan berada dalam keadaan suhu dan tekanan tinggi. Molekul yang relatif kecil inilah yang lebih mudah larut dalam air (Apriani, 2009). Menurut Polina (1995), partikel yang terlarut dalam air adalah karbohidrat yang mempunyai berat molekul besar dan mengembang merupakan pecahan dari molekul pati. Terjadinya dekstrinasi pada proses pemasakan ekstrusi akan meningkatkan indeks kelarutan air. Tingkat pemasakan dapat ditunjukkan oleh nilai derajat gelatinisasi. Oleh karena itu, semakin tinggi derajat gelatinisasi maka indeks kelarutan airnya akan meningkat.
45
IKA (g/ml)
0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
0.0287d
0.0144b
0.0139a
Formula1
Formula2
Formula3
0.0171c
Formula4
Sampel
Gambar 16. Hasil pengukuran indeks kelarutan air (IKA) sereal bekatul Keterangan : Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%
Indeks kelarutan air produk berkisar antara 0,0139 g/ml hingga 0,0287
g/ml. Berdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 5%, indeks kelarutan air dipengaruhi oleh perlakuan formula (Lampiran 21). Selanjutnya dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui bahwa nilai nilai indeks kelarutan air
untuk masing-masing sampel berbeda nyata. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan air maka indeks kelarutan air akan
menurun. Menurut Rzedzicki et al., (2004), nilai IKA dipengaruhi oleh parameter proses, seperti kelembaban bahan dan temperatur ekstrusi. Peningkatan kelembaban bahan menyebabkan penurunan nilai IKA. Peningkatan kelembaban bahan mentah dalam pemasakan ekstrusi akan mempengaruhi intensitas tekanan dalam proses yaitu lebih menurun sehingga menurunkan pula derajat dekstrinasi polimer pati yang mempengaruhi nilai IKA. Singh et al., (2005) melaporkan bahwa menurunkan kadar air bahan dapat meningkatkan IKA. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya degradasi pati. Peningkatan persentase bekatul dalam bahan baku menyebabkan indeks kelarutan air menurun. Hal ini terlihat pada nilai indeks kelarutan air antara Formula 1 dan Formula 4. Menurut Pontoh (1986) di dalam Cahyono (1999),
46
semakin besar nilai derajat gelatinisasi, indeks kelarutan air akan meningkat karena karbohidrat yang tergelatinisasi lebih mudah larut.
f. Ketahanan dalam Susu Uji ketahanan dalam susu biasa dilakukan untuk produk sereal sarapan. Makanan ini umumnya dimakan dingin, dimakan bersama susu atau dimakan langsung. Uji ketahanan dalam susu dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh produk ekstrusi untuk mempertahankan kerenyahan di dalam susu. Menurut Baik et al., (2003), karakteristik fisik yang diinginkan dari produk sereal sarapan mengembang (puffed cereal) adalah tekstur yang renyah dan daya tahan kerenyahan di dalam susu yang cukup baik. Hasil uji ketahanan dalam susu pada produk sereal bekatul dapat dilihat pada Tabel 5. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh produk ekstrusi untuk mempertahankan kerenyahan dalam susu menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik fisik yang mendekati produk sereal sarapan (Apsari, 2006).
Tabel 5. Hasil uji ketahanan produk sereal bekatul dalam susu
Formula 1
Ketahanan produk sereal dalam susu 52 menit 48 detik
Formula 2
44 menit 58 detik
Formula 3
53 menit 04 detik
Formula 4
45 menit 20 detik
Formula
Uji ketahanan dalam susu dilakukan pula terhadap produk sereal sarapan komersial. Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui daya tahan kerenyahan produk sereal sarapan komersial di dalam susu dan untuk membandingkan daya tahan kerenyahan produk sereal ekstrusi di dalam susu. Produk sereal ekstrusi yang memiliki waktu ketahanan dalam susu yang mendekati atau lebih lama dibandingkan dengan waktu ketahanan dalam susu produk sereal sarapan komersial berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk sereal sarapan (Apsari, 2006). 47
Produk sereal sarapan komersial yang diuji terbuat dari campuran jagung dan tepung gandum utuh. Produk sereal sarapan ini dilapisi dengan gula sehingga mempengaruhi waktu ketahanan dalam susu. Waktu yang dibutuhkan produk sereal sarapan komersial untuk mempertahankan kerenyahannya di dalam susu adalah 22 menit 39 detik. Berdasarkan data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat variasi waktu ketahanan dalam susu pada produk sereal bekatul. Adanya penambahan bekatul cenderung menurunkan waktu ketahanan dalam susu. Hal ini karena kandungan serat yang tinggi pada bekatul sehingga produk sereal lebih mudah menyerap susu.
2. Uji Organoleptik Penilaian organoleptik banyak dilakukan untuk mengetahui kesukaan produk di pasaran. Salah satu uji organoleptik yang sering digunakan untuk tujuan pengembangan produk adalah uji kesukaan (hedonik). Hasil uji hedonik merupakan respon kesukaan konsumen terhadap rangsangan motorik indra penglihatan, peraba, pembau, dan perasa tanpa membandingkan dengan produk sejenis (Muliany, 2005). Atribut yang diujikan adalah rasa, kerenyahan, dan warna dengan skala 1 (amat sangat tidak suka) sampai 7 (amat sangat suka) dengan uji hedonik. Atribut penilaian keseluruhan (overall) diujikan dengan skala 1 (paling disukai) sampai 4 (paling tidak disukai) dengan uji peringkat hedonik. Hasil uji peringkat kesukaan menempatkan formula 3 menjadi formula yang paling disukai panelis seperti terlihat pada pada Gambar 17.
Dimana
Formula 3 mendapatkan nilai terendah (1.90) dan berbeda nyata dibandingkan dengan ketiga formula lainnya (p<0.05). Hasil pengujian peringkat hedonik diperkuat dengan hasil uji kesukaan dengan atribut sampel yang telah ditentukan.
48
Skor
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
3,07
2,80 2,23
Formula 1
1,90
Formula 2
Formla 3
Formula 4
Formula
Gambar 17. Uji peringkat hedonik sereal bekatul atribut keseluruhan (overall)
Pengujian organoleptik dengan uji kesukaan dilakukan terhadap atribut rasa, kerenyahan dan warna. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 18
untuk atribut rasa, Gambar 19 untuk atribut kerenyahan dan Gambar 20 untuk atribut warna. Berdasarkan Gambar 18, 18, 19, dan 20 dapat dilihat bahwa Formula 3 lebih
disukai panelis pada atribut rasa. Penilaiam hedonik pada atribut kerenyahan memperoleh skor lebih rendah dibandingkan dengan Formula 1 dan atribut warna memperoleh skor lebih rendah dibandingkan dengan Formula Formula 2 akan tetapi masih pada taraf disukai oleh panelis yaitu dengan skor lebih tinggi dari 4,00. Uraian di atas menjelaskan bahwa Formula 3 merupakan formula terbaik dari sisi uji
Skor
hedonik. 4,60 4,50 4,40 4,30 4,20 4,10 4,00 3,90 3,80 3,70
4.50b
4.17ab 4.03ab
Formula 1
Formula 2
3.97a
Formula 3
Formula 4
Formula
Gambar 18. Uji hedonik sereal bekatul atribut rasa
49
6,00
5.17b
5.03b
5,00
4.00a
Skor
4,00
3.60a
3,00 2,00 1,00 0,00
Formula 1
Formula 2
Formla 3
Formula 4
Formula
Gambar 19. Uji hedonik sereal bekatul atribut kerenyahan
6,00
5.33c
5,00 4,00
4.43b
4.13ab
3.83a
Skor
3,00 2,00 1,00 0,00
Formula 1
Formula 2
Formla 3
Formula 4
Formula
Gambar 20. Uji hedonik sereal bekatul atribut warna
Penambahan konsentrasi bekatul cenderung menurunkan kesukaan terhadap rasa. Penampilan rasa dapat diperbaiki dengan penambahan bahan lain seperti gula dan flavor; dan pelapisan (coating) pada produk akhir sereal bekatul. Menurut Hollingsworth (1996), parameter yang mempengaruhi panelis dalam menilai kerenyahan adalah kekerasan, kecenderungan untuk pecah atau hancur,
kunyahan, kelembaban atau kadar air, dan gigitan (toothpacking (toothpacking). Peningkatan konsentrasi
bekatul
cenderung
menurunkan
kesukaan
panelis
terhadap
kerenyahan produk. Hal ini terkait dengan konsentrasi serat yang tinggi pada bekatul, sehingga dengan meningkatnya konsentrasi bekatul maka produk sereal akan semakin keras.
50
Parameter warna tidak akan mempengaruhi secara nyata terhadap penilaian penampakkan produk sereal karena desain kemasan produk akan dibuat dalam bentuk aluminium foil. Selain itu penampilan warna dapat diperbaiki dengan pelapisan (coating) setelah proses ekstrusi.
3. Analisis Proksimat Analisis kimia dilakukan terhadap formula sereal bekatul terpilih. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air (metode oven), kadar abu (metode pengabuan kering), kadar protein (metode Kjeldahl), kadar lemak (metode Soxhlet), kadar karbohidrat (by difference), dan kadar serat pangan (metode enzimatis). Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung pada keempat formula terpilih. Komposisi kimia produk sereal bekatul terpilih dapat dilihat pada Tabel 6.
Formula Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4
Air 3.33b 3.30b 3.67c 2.89a
Tabel 6. Hasil analisis proksimat formula terpilih Hasil Analisis Proksimat (% bb) Protein Lemak Abu Karbohidrat Serat Pangan*) b a b 10.26 2.25 3.11 81.05d 7.26a 9.70a 4.47b 2.79a 79.73c 7.93b bc b c a 10.52 4.41 3.40 77.99 8.19b 10.73c 4.51b 3.12b 78.74b 7.47a
Catatan: Huruf yang sama pada kolom hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa formula tersebut tidak berbeda nyata. *) Total Dietary Fiber (TDF)
Berdasarkan formula yang dihasilkan dapat dilihat bahwa keempat sereal yang dihasilkan mempunyai kadar air yang relatif rendah yaitu sekitar 3%. Kadar air pada produk sereal menjadi faktor kritis dalam penerimaan mutu. Nilai kadar air yang dihasilkan memenuhi syarat mutu kadar air makanan produk ekstrusi. Menurut SNI 01-2886-2000, kadar air makanan produk ekstrusi maksimal 4% (bb). Menurut Winarno (2002), pada tingkat kadar air 5 persen produk sereal tetap aman dikonsumsi. Bahan dengan kadar air 3-7 persen akan mencapai kestabilan yang optimum. Kadar protein produk sereal bekatul sekitar 10%. Menurut Cahyono (1999), bertambahnya bekatul pada formula bahan baku meningkatkan kadar protein dari bahan tersebut. Kadar lemak produk sereal bekatul sekitar 4% kecuali Formula 1 memiliki kadar lemak relatif rendah yaitu 2,25%. Nilai kadar lemak yang 51
dihasilkan memenuhi syarat mutu kadar lemak makanan produk ekstrusi tanpa proses penggorengan. Menurut SNI 01-2886-2000, kadar lemak makanan produk ekstrusi tanpa proses penggorengan maksimal 30% (bb). Kadar abu relatif rendah yaitu berkisar antara 3%.
Hasil kadar abu pada Tabel 6 memperlihatkan
peningkatan kadar abu berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi bekatul pada formula. Kadar karbohidrat pada produk sereal bekatul cukup rendah yaitu berkisar antara 75-80%. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Konsentrasi bekatul yang semakin tinggi pada formula, menurunkan kadar karbohidrat produk sereal. Hal ini disebabkan oleh kadar karbohidrat pada bekatul cukup rendah yaitu 33,5-52,3% (Hui, 1996). Peningkatan penambahan air pada formula juga menurunkan kadar karbohidrat. Hal ini disebakan karena semakin banyak pati yang mengalami gelatinisasi. Kadar total serat pangan produk sereal bekatul berkisar antara 7-8%. Namun Formula 1 memiliki nilai kadar serat pangan yang paling rendah yaitu 7,26%. Muchtadi (2000) menyatakan bahwa serat makanan tidak larut merupakan kelompok terbesar dari serat dalam makanan, sedangkan serat larut menempati jumlah sepertiganya.
52
V.
A.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Parameter formula dan proses ekstrusi perlu diketahui terlebih dahulu agar
menghasilkan produk sereal bekatul dengan karakteristik fisikokimia dan sensori yang baik. Parameter yang digunakan pada penelitian ini diantaranya ialah konsentrasi bekatul, penambahan air, dan suhu proses ekstrusi. Suhu ekstruder berpengaruh terhadap penampakan dan keseragaman produk ekstrusi yang dihasilkan. Suhu lebih besar atau sama dengan 1500C, terlalu tinggi untuk proses ekstrusi dengan formula yang ditentukan. Penambahan bagian SRB sampai 20% masih menunjukkan produk ekstrusi dengan penampakan dan kekompakan yang baik. Penambahan 25% menghasilkan penampakan dan kekompakan yang tidak baik. Kadar air formula sangat berpengaruh terhadap hasil ekstrusi yang dihasilkan. Berdasarkan penilaian deskriptif formula sereal bekatul oleh 5 orang panelis dengan parameter bentuk dan keseragaman produk yang dihasilkan, maka formula yang terpilih untuk dilakukan analisis sifat fisikokimia dan uji organoleptik adalah Formula 1 (konsentrasi bekatul 15%, penambahan air 11%, dan suhu ekstrusi 1350C), Formula 2 (konsentrasi bekatul 20%, penambahan air 5%, dan suhu ekstrusi 1350C), Formula 3 (konsentrasi bekatul 20%, penambahan air 8%, dan suhu ekstrusi 1350C), dan Formula 4 (konsentrasi bekatul 20%, penambahan air 11%, dan suhu ekstrusi 1350C). Pemilihan produk sereal bekatul terbaik dengan mempertimbangkan sifat produk yang dihasilkan meliputi sifat fisik, kimia dan organoleptik. Produk sereal bekatul yang memiliki sifat fisikokimia dan sensori yang baik adalah Formula 3 dengan konsentrasi bekatul 20%, penambahan air 8%, dan suhu ekstrusi 1350C. Berdasarkan sifat fisiknya, Formula 3 memiliki nilai derajat gelatinisasi sebesar 31,51%; derajat pengembangan 149,77%; kekerasan produk 0,835 Kgf; kerenyahan produk 0,203 Kgf; IPA 4,670 g/ml; IKA 0,0144 g/ml; dan ketahanan dalam susu 53 menit 04 detik. Hasil analisis kimia dari formula 3 yaitu kadar air sebesar 3,67% (bb); kadar abu 3,40% (bb); kadar protein 10,52% (bb); kadar lemak 4,41% (bb); kadar karbohidrat 77,99% (bb); dan kadar total serat pangan sebesar 8,19 % (bb).
53
B.
Saran • Pengembangan produk sereal bekatul perlu dilakukan untuk memperoleh produk sereal bekatul yang lebih baik yaitu dengan coating produk dan pemilihan kemasan yang sesuai untuk menentukan masa simpan produk sereal bekatul. • Pengembangan untuk proses pembuatan produk sereal bekatul perlu diperbaiki yaitu proses pencampuran air dengan spray agar air dapat tercampur merata dengan bahan dan pemasukan bahan ke dalam ekstruder dilakukan dengan sistem batch untuk memperoleh hasil produk yang lebih baik. • Penentuan bahan baku untuk pembuatan produk sereal bekatul perlu dikembangkan untuk memperoleh produk yang lebih baik yaitu penggunaan bahan tambahan lain seperti gula atau bubuk coklat dan penambahan air yang tepat sesuai dengan kondisi kelembaban yang sesungguhnya.
54
DAFTAR PUSTAKA Ahza AB. 1996. Kondisi parameter operasional pada teknologi ekstrusi, bakery dan penggorengan. Makalah Pelatihan Produk-produk Olahan Ekstrusi, Bakery dan Frying, 2-3 Oktober 1989, Tambun, Bekasi. Anderson RA, HF Conway, VF Pfeifer, dan EL Griffin. 1969. Gelatinization of corn grits by roll and extrusion cooking. J Cer Sci 14 : 4-12. Anonima. 2010. Sereal sarapan. http://id.wikipedia.org/wiki/Sereal_sarapan.html. [9 November 2010]. Anonimb. 2010. Double screw ekstruder. http://plastics.com/extrusion-whatispg2.html. [24 Agustus 2010]. Anonimc. 2010. Rice bran oil the world's healthiest oil. http://whatscookingamerica.net/Information/RiceBranOil.htm. [10 November 2010]. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official of Analytical Chemist. AOAC, Inc., Washington D. C. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1999. Official Methods of Analysis of The Association of Official of Analytical Chemist. AOAC, Inc., Washington D. C. Apriani RN. 2009. Mempelajari Pengaruh Ukuran Partikel dan Kadar Air Tepung Jagung Serta Kecepatan Ulir Ekstruder terhadap Karakteristik Snack Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Apsari KW. 2006. Pengaruh Substitusi Pati Sagu terhadap Sifat Fisiko Kimia Produk Ekstrusi Berbasis Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Astawan M. 2009. Bekatul gizinya kaya betul. http://www.kompas.com/. [15 Februari 2010]. Astika ND. 2009. Stabilisasi Tepung Bekatul Melalui Metode Pengukusan dan Pengeringan Rak Serta Pendugaan Umur Simpannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Azizah N, S Widowati, Misgiyarta, dan Nurlaela. 1999. Produksi protease dari Bacillus circulans 9b3 dan aplikasinya pada bekatul. Di dalam Moeljopawiro S, Purwadaria T, Herman M, Rukyani A, Sutrisno, dan Kasim H (Eds.). Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Bioteknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian hlm 396-403. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Produksi padi nasional. http://www.bsp.go.id/. [25 November 2010]. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Makanan ringan ekstrudat. Standar Nasional Indonesia 01-2886-2000, Jakarta. Baianu IC. 1992. Basic aspect of food extrusion. Di dalam Baianu IC (ed). Physical Chemistry of Food Process: Principle, Techniques and Application. Textbook VNR Vol.1, NewYork. 55
Baik BK, J Powers, dan LT Nguyen. 2003. Extrusion of regular and waxy barley flours for production of expanded cereal. J Cer Chem 81 (1) : 94-99. Barnes P dan T Galliard. 1991. Rancidity in cereal products. Lipid Tech 3: 23-28. Batisuti JP, RM Barros, dan JAG Areas. 1991. Optimization of extrusion cooking process chickpea (Cicer arietinum L.) deffated flour by response surface methodology. J Food Sci. 56 : 1695-1698. Berglund PT, Fastnaught CE, dan Holm ET. 1994. Physicochemical and sensory evaluation of extruded high-fiber barley cereals. J Cer Chem. 71 (1) : 91-95. Bhattacharva M dan M Padmanabhan. 1992. Extrusion processing: texture and rheology. Di dalam Hui YH (ed). Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willey & Sons Inc., Toronto, Chichester, Brisbane, Singapore. Budijanto S, Sukarno, dan B Kosbiantoro. 2010. Inaktivasi enzim lipase untuk stabilisasi bekatul (maksimum FFA 5%) 4 varietas padi sebagai bahan ingredient pangan fungsional yang dapat disimpan 6 bulan. Laporan Penelitian KKP3T. LPPM-IPB, Bogor. Cahyono U. 1999. Karakteristik Mutu Fisiko-Kimia dan Organoleptik Produk Sereal Sarapan dengan Teknologi Ekstrusi Ulir Tunggal dari Hasil Samping Penggilingan Padi (Menir dan Bekatul). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Camire ME. 2001. Extrusion and nutritional quality. Di dalam Guy R (ed). Extrusion Cooking Tehnologies and Application. CRC Press, Boca Raton, USA. Champagne ET, RJ Hron, dan G Abraham. 1992. Utilizing ethanol to produce stabilized brown rice product. JAOCS 69 (3) : 205 -208 Champagne ET. 1994. Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist. Inc, St. Paul. Chang YK, FM Bustos, TS Park dan JL Kokini. 1999. The influence of specific mechanical energy on cornmeal measured by an on-line system during twinscrew extrution. Braz J Chem Eng 16 (3), September 1999, Sao Paulo. Colonna P, JL Doublier, JP Melcion, De Monredon, dan C Mercier. 1984. Extrusion cooking and drum drying of wheat starch physical and macromolecular modifications. J Cer Chem 61 (6) : 538-543. Da Silva MA, S Cristina, dan RA Edna. 2006. Prevention of hidrolytic rancidity in rice bran. J Food Eng 75 : 487- 491. Damardjati DS, BAS Santoso, dan SJ Munarso. 1988. Struktur, komposisi, dan nilai gizi jagung. Di dalam Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Damardjati DS, BA Santosa, J Munarso. 1990. Studi kelayakan dan rekomendasi teknologi pabrik pengolahan bekatul. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi, Subang. Dickerson GW. 2003. Speciality Corns. Guide H-232. Extension Horticulture Specialist. Coorperative Extension Service College of Agriculture and Home Economics. 56
Ding Q-B, P Ainsworth, G Tucker, dan H Marson. 2004. The effect of extrusion conditions on the physicochemical properties and sensory characteristics of rice-based expanded snacks. J Food Eng. 66 : 283-289 Eastman J, F Orthoefer, dan S Solorio. 2001. Using extrusion to create breakfast cereal products. J Cer Foods World 40 (1) : 469-471. El-Dash AA, R Gonzales, dan C Marcia. 1982. Response surface methodology in the control of thermoplastic extrusion of starch. Di dalam Jowitt R (ed). Extrusion cooking technology. J Food Eng 2 (1) : 2-4. Faubion JM dan RC Hoseney. 1982. High temperature short time extrusion cooking of wheat and flour ii: effect of moisture and flour type on extrudate properties. J Cer Chem 59 (6) : 329. Fennema OR. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York. Goftman FD dan Bergman C. 2003. Phenolics in rice: genetic variation, chemical characterization and antiradical efficiency. http://www. scisoc.org /aacc/meeting/2002/abstracts/. American Association of Cereal Chemistry, St. Paul. Gomez MH dan Aguilera JM. 1983. Change in starch fraction during extrusion cookers. J Food Sci 48 : 378-381. Guy R. 2001. Extrusion Cooking Technologies and Applications. Woohead Publishing Limited Cambridge England. CRC Press, Boca Raton Boston. New York, Washington DC. Harianto. 1996. Proses Pengawetan Bekatul Secara Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hariyadi P. 1996. Pengenalan peralatan proses ekstrusi, bakery, dan penggorengan. Makalah Pelatihan Produk-Produk Olahan Ekstrusi, Bakery, dan Frying. 2-3 Oktober 1996, Tambun, Bekasi. Hariyadi P. 2006. Variasi produk ekstrusi. Food Review 1 (7) : 23-27. Harper JM. 1981. Extrusion of Food Vol II. CRC Press Inc., Boca Raton, Florida. Helal AM. 2005. Rice Bran in Egypt. Kaha for Environmental and Agricultural Projects, Kairo. Hermanianto J, R Syarief dan Z Wulandari. 2000. Analisis sifat fisikokimia produk ekstrusi hasil samping penggilingan padi (menir dan bekatul). J Teknologi dan Industri Pangan XI (1) : 5-10. Hidayah TN, D Mangunwidjaja, TC Sunarti. dan Sutrisno. 2005. Pengaruh suhu proses ekstrusi dan campuran ubi jalar merah (Ipomoea batatas L) dengan kacang bogor (Voandzeia subterranean L thouars) terhadap beberapa karakteristik fisik ekstrudat. J Tek Pang 6 (2) : 121-130. Holay SH dan JM Harper. 1982. Influence of the extrusion shear environment on plant protein texturization. J Food Sci 47 : 1869.
57
Hollingsworth P. 1996. Sensory testing and the language of the consumer : deciphering the difference between what consumer say and what they mean is key to success in sensory evaluation. J Food Tech 2 : 65-69. Holm J, I Lundquist, I Bjorck, AC Eliasson dan NG Asp. 1988. Degree of starch gelatinization, digestion rate of starch in vitro, and metabolic response in rats. American J Clinical Nutri. 47 : 1010-1016. Hongtrakul K, RD Goodband, KC Behnke, JL Nelssen, MD Tokach, JR Bergstrom, WB Nessmith Jr, dan IH Kim. 1997. Effects of starch gelatinization on weanling pig performance. http://krex.k-state.edu/dspace/bitstream/2097/2787 /1/Swine97pg79-81.pdf. [10 November 2010]. Hoseney RC. 1998. Principles of Cereal Science and Techonolgy Second Edition. American Association of Cereal Chemists Inc., St.Paul, Minnesota, USA. Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil & Fat Products. John Willey & Sons inc. United Stats of America. Jamin FF dan RA Flores. 1998. Effect of additional separation and grinding on the chemical and physical properties of selected corn drymilled streams. J Cer Chem 75 : 166-170. Kahlon TS, FI Chow, dan RN Sayre. 1994. Cholesterol-lowering properties of rice bran. J Cer Food World 39 (2) : 99-102. Lakkakula NR, M Lima, dan T Walker. 2003. Rice bran stabilization and rice bran oil extraction using ohmic heating. Bioresource Tech 92 : 157–161. Linko PP, P Colonna, dan C Mercier. 1981. HTST extrusion cooking. Di dalam Pomeranz Y (ed). Advance in Cereal Science and Technology. The Avi AACC Inc., St. Paul, Minnesota. Luh S. 1991. Rice Production and Utilition. The Avi Publ. Co. Westport, Connecticut. Ma’arif MS dan H Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Grasindo, Jakarta. Melianawati A. 1998. Karakteristik Produk Ekstrusi Campuran Menir Beras-Tepung Pisang-Kedelai Olahan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Miller RC. 1993. A primer on cooking ekstruders. Buletin Sustain Notes 5 (3). Miller RC. 1995. Raw material types and finished products characteristics. Di dalam snack food and breakfast cereal training program. Prosiding Pelatihan. IUC for Food and Nutrition, IPB, Bogor. Muchtadi D. 2000. Sayuran, Sumber Serat Dan Antioksidan : Mencegah Penyakit Degeneratif. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Muchtadi TR, Purwiyatno, dan A Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. LSI Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi TR dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor.
58
Muliany E. 2005. Sereal Sarapan Siap Saji Multi-Mix Jagung-Talas-Bungkil KedelaiWheat Germ-Bran sebagai Sumber Prebiotik Kaya Gizi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Orthoefer FT. 2001. Rice bran oil. Di dalam Champagne ET (ed). Rice Chemistry and Technology 3th edition. American Association of Cereal Chemist Inc., St. Paul. Polina. 1995. Studi Pembuatan Produk Ekstrusi dari Campuran Jagung, Sorgum dan Kacang Hijau. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Pontoh J. 1986. Mempelajari Pembuatan dan Sifat Fisikokimia Makanan Ekstrusi Sorgum dan Kacang Hijau. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Ramezanzadeh FM, RM Rao, M Windhauser, W Prinyawiwatkul, R Tulley, dan WE Marshall. 1999. Prevention of hydrolytic rancidityin rice bran during storage. J Agri Food Chem 47 : 3050-3052. Riaz MN. 2001. Selecting the right extruder. Di dalam Guy R (ed). Extrusion Cooking, Cambridge, Woodhead Publishing Ltd hlm 29–50. Rosmimik S, Widowati E, Siregar dan Damardjati DS. 1998. Skrining mikroba proteolitik dalam inaktivasi lipase pada bekatul. Di dalam Moeljopawiro S, Machmud M, Gunarto L, Mariska I, dan Kasim H (Eds). Prosiding Temu Ilmiah Bioteknologi Pertanian hlm 43-48. Rzedzicki Z, A Sobota, dan P Zarzycki. 2004. Influence of pea hulls on the twin screw extrusion-cooking process of cereal mixtures and the physical properties of the extrudate. Int Agrophysics 18 : 73-81. Satiarini B. 2006. Kajian Produksi dan Profitabilitas Pembuatan Susu Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Shukla. 1995. Factors affecting extrusion and product quality. Di dalam Snack Food Breakfast Cereal Extrusion Training Program. July 11-13 1995. IUC for Food and Nutrition, IPB, Bogor. Siller ADCP. 2006. In vitro starch digestibility and estimated glycemic index of sorghum products. Thesis. Master of Science, Texas A&M University. Texas. Singh B, KS Sekhon, dan N Singh. 2005. Effects of moisture, temperature and level of pea grits on extrusion behavior and product characteristics of rice. Food Chem. 100 : 198-202. Smith OB. 1981. Extrusion cooking of cereal and fortified foods. Makalah Proceeding Extruder Technology. Eight ASEAN Workshop, 14-25 Januari 1980, Bangkok. Suprapto. 1998. Bertanam Jagung. Cetakan ke-18. Penebar Swadaya, Jakarta. Syamsir E. 2008. Resistant starch untuk produk bakery. http://foodreview.biz/. [10 November 2010]. Tao J, RM Rao, dan JA Liuzzo. 1993. Thermal efficiencies of conventional and microwave heat stabilization of rice bran. Louisiana Agric 36 (3) : 15.
59
Tester RF. 2004. Non-starch polysaccharide interactions with starch during gelatinisasion. http://ift.confex.com/ift/2004.techprogram/session_2940.htm [9 November 2010] Tribelhorn RE. 1991. Breakfast cereal. Di dalam Lorenz KJ dan K Kulp (ed). Handbook of Cereal Science and Technology. Marcel Dekker Inc., New York, Basel, Hong Kong. Tripalo B, JD Zek, B Ci, D Semenski, N Drvar, dan M Ukrainczyk. 2006. Effect of twin-screw extrusion parameters on mechanical hardness of direct-expanded extrudates. J Sadhana 31(5) : 527-536. Ubaidillah F. 2010. Optimasi Proses Stabilisasi Bekatul Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda Tanpa Dye. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor Wang SS. 1997. Gelatinization and melting of starch and tribochemistry in extrusion starch. J Cer Chem 45 : 388-390. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wooton M, D Weeden dan N Munk. 1971. A rapid method for the estimation of strach gelatinitation in prcessed food. J Food Tech : 612-615. Wulandari Z. 1997. Analisa Sifat Fisiko Kimia dan Finansial Produk Ekstrusi Hasil Samping Penggilingan Padi (Menir dan Bekatul). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
60
61
Lampiran 1. Data hasil pengukuran kadar air bahan Sampel
Ulangan
Kadar Air (% bb)
Jagung
1
12.3985
2
12.3906
3
12.3984
1
5.9301
2
5.9336
3
6.0037
SRB*)
Rataan ± SD
12.40 ± 0.005
5.96 ± 0.042
*) Stabilized Rice Bran
Lampiran 2. Keterangan kode formula Perlakuan
Kode formula Perbandingan jagung : SRB
Penambahan air (%)
Suhu ekstrusi (0C)
1
85:15
11
135
2
80:20
5
135
3
80:20
8
135
4
80:20
11
135
62
Lampiran 3. Kuesioner penilaian subyektif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi 1350C Tanggal : Sampel : Sereal
Nama : No. Hp :
Instruksi : 1. Lakukan pengamatan sereal satu persatu 2. Setelah mengamati satu sampel, nilailah bentuk dan keseragaman sereal dengan memberikan tanda cek (V) pada kolom yang tersedia sesuai dengan kode sampel. Parameter Bentuk Sampel
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
A1B1C1 A1B2C1 A1B3C1 A2B1C1 A2B2C1 A2B3C1 A3B1C1 A3B2C1 A3B3C1 Parameter Keseragaman Sampel A1B1C1 A1B2C1 A1B3C1 A2B1C1 A2B2C1 A2B3C1 A3B1C1 A3B2C1 A3B3C1 Komentar :
63
Lampiran 4. Kuesioner penilaian subyektif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi 1500C Tanggal : Sampel : Sereal
Nama : No. Hp :
Instruksi : 1. Lakukan pengamatan sereal satu persatu 2. Setelah mengamati satu sampel, nilailah bentuk dan keseragaman sereal dengan memberikan tanda cek (V) pada kolom yang tersedia sesuai dengan kode sampel. Parameter Bentuk Sampel
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
A1B1C2 A1B2C2 A1B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A2B3C2 A3B1C2 A3B2C2 A3B3C2 Parameter Keseragaman Sampel A1B1C2 A1B2C2 A1B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A2B3C2 A3B1C2 A3B2C2 A3B3C2 Komentar :
64
Lampiran 5. Kuesioner penilaian deskriptif formula sereal bekatul dengan suhu ekstrusi 1650C Tanggal : Sampel : Sereal
Nama : No. Hp :
Instruksi : 1. Lakukan pengamatan sereal satu persatu 2. Setelah mengamati satu sampel, nilailah bentuk dan keseragaman sereal dengan memberikan tanda cek (V) pada kolom yang tersedia sesuai dengan kode sampel. Parameter Bentuk Sampel
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Tidak baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
A1B1C3 A1B2C3 A1B3C3 A2B1C3 A2B2C3 A2B3C3 A3B1C3 A3B2C3 A3B3C3 Parameter Keseragaman Sampel A1B1C3 A1B2C3 A1B3C3 A2B1C3 A2B2C3 A2B3C3 A3B1C3 A3B2C3 A3B3C3 Komentar :
65
Lampiran 6. Data hasil penilaian subyektif formula dengan parameter bentuk Sampel A1B1C1 A1B2C1 A1B3C1 A2B1C1 A2B2C1 A2B3C1 A3B1C1 A3B2C1 A3B3C1 A1B1C2 A1B2C2 A1B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A2B3C2 A3B1C2 A3B2C2 A3B3C2 A1B1C3 A1B2C3 A1B3C3 A2B1C3 A2B2C3 A2B3C3 A3B1C3 A3B2C3
Panelis 1 2 3 4 3 4 4 1 1 1 2 1 1 1 2 3 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2
Panelis 2 1 2 4 3 4 4 1 1 1 1 1 1 2 3 2 1 2 2 1 3 2 1 1 3 1 2
Panelis 3 2 1 4 4 4 4 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2
Panelis 4 3 1 4 2 4 4 1 1 1 3 1 1 2 1 2 3 3 2 1 2 2 1 3 2 1 1
Panelis 5 2 3 4 3 4 4 1 1 1 2 1 1 3 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 1 3
Rataan 2 2 4 3 4 4 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2
Keterangan : tidak baik (1); kurang baik (2) ; cukup baik (3); baik (4) A = Kadar Bekatul (A1= 15%, A2= 20%, A3= 25%) B = Penambahan air (B1= 5%, B2= 8%, B3=11%) C = Suhu ekstruder (C1= 135, C2= 150, C3= 165oC)
66
Lampiran 7. Data hasil penilaian subyektif formula dengan parameter keseragaman Sampel A1B1C1 A1B2C1 A1B3C1 A2B1C1 A2B2C1 A2B3C1 A3B1C1 A3B2C1 A3B3C1 A1B1C2 A1B2C2 A1B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A2B3C2 A3B1C2 A3B2C2 A3B3C2 A1B1C3 A1B2C3 A1B3C3 A2B1C3 A2B2C3 A2B3C3 A3B1C3 A3B2C3 A3B3C3
Panelis 1 2 1 4 4 3 4 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2
Panelis 2 2 1 4 4 3 4 2 1 2 1 1 3 2 1 1 1 3 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2
Panelis 3 3 1 4 4 4 4 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2
Panelis 4 1 1 4 4 3 4 2 2 3 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 3 2 2 1 1 1 2
Panelis 5 2 1 4 4 2 4 2 3 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 3 1 2 2 3 1 1 1 2
Rataan 2 1 4 4 3 4 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2
Keterangan : tidak baik (1); kurang baik (2) ; cukup baik (3); baik (4) A = Kadar Bekatul (A1= 15%, A2= 20%, A3= 25%) B = Penambahan air (B1= 5%, B2= 8%, B3=11%) C = Suhu ekstruder (C1= 135, C2= 150, C3= 165oC)
67
Lampiran 8. Nilai rata-rata penilaian subyektif seleksi formula sereal bekatul Sampel A1B1C1 A1B2C1 A1B3C1 A2B1C1 A2B2C1 A2B3C1 A3B1C1 A3B2C1 A3B3C1 A1B1C2 A1B2C2 A1B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A2B3C2 A3B1C2 A3B2C2 A3B3C2 A1B1C3 A1B2C3 A1B3C3 A2B1C3 A2B2C3 A2B3C3 A3B1C3 A3B2C3 A3B3C3
Bentuk 2.50 2.50 5.00 3.75 5.00 5.00 1.25 1.25 1.25 2.50 1.25 1.25 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 1.25 2.50 2.50 1.25 2.50 2.50 1.25 2.50 2.50
Keseragaman 2.50 1.25 5.00 5.00 3.75 5.00 2.50 2.50 2.50 1.25 1.25 2.50 2.50 1.25 1.25 1.25 2.50 1.25 2.50 1.25 2.50 2.50 2.50 1.25 1.25 1.25 2.50
68
Lampiran 9. Contoh perhitungan dengan metode pembobotan pada penentuan formula terpilih dengan penilaian subyektif Total pembobotan Bentuk
: 100%
63%
Keseragaman 37%
A1B1C1 = (0,63 x 2,5) + (0,37 x 2,5) = 2,5 A1B2C1 = (0,63 x 2,5) + (0,37 x 1,25) = 2,038 A1B3C1 = (0,63 x 5) + (0,37 x 5) = 5,00 A2B1C1 = (0,63 x 3,75) + (0,37 x 5) = 4,213 A2B2C1 = (0,63 x 5) + (0,37 x 3,75) = 4,538 A2B3C1 = (0,63 x 5) + (0,37 x 5) = 5,00 A3B1C1 = (0,63 x 1,25) + (0,37 x 2,5) = 1,713 A3B2C1 = (0,63 x 1,25) + (0,37 x 2,5) = 1,713 A3B3C1 = (0,63 x 1,25) + (0,37 x 2,5) = 1,713 Keterangan : A = Kadar Bekatul (A1= 15%, A2= 20%, A3= 25%) B = Penambahan air (B1= 5%, B2= 8%, B3=11%) C = Suhu ekstruder (C1= 135, C2= 150, C3= 165oC)
69
Lampiran 10. Data hasil analisis derajat gelatinisasi produk sereal bekatul terpilih Formula
Ulangan
Abs Pati Tergelatinisasi
Abs Total Pati
Derajat Gelatinisasi (%)
1
0.358
1.170
36.7506
2
0.350
1.120
36.8231
3
0.343
1.120
36.8990
4
0.342
1.110
36.7629
1
0.113
0.648
30.5983
2
0.112
0.642
31.2500
3
0.114
0.634
30.6250
4
0.111
0.602
30.8108
1
0.096
1.290
30.6977
2
0.095
1.230
32.1138
3
0.093
1.220
32.2131
4
0.097
1.280
31.0156
1
0.148
1.580
34.6835
2
0.146
1.540
35.4545
3
0.148
1.580
34.6835
4
0.144
1.500
36.2667
1
2
3
4
Rataan ± SD
36.81 ± 0.07
30.82 ± 0.30
31.51 ± 0.77
35.27 ± 0.76
Lampiran 11. Data hasil analisis derajat gelatinisasi produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ANOVA
Sum of Squares 100.733 3.765 104.498
Between Groups Within Groups Total
df 3 12 15
Mean Square 33.578 .314
F 107.033
Sig. .000
Duncan
sampel Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 1
N 1 4 4 4 4
Subset for alpha = .05 a b c 30.8210 31.5101 35.2721 36.8089
70
Lampiran 12. Data hasil analisis derajat pengembangan produk sereal bekatul terpilih Formula
1
2
3
Ulangan
Diameter die (mm)
Diameter produk (mm)
1
11.00
13.25
Derajat Pengembangan (%) 120.45
2
11.00
13.20
120.00
3
11.00
13.00
118.18
4
11.00
13.20
120.00
5
11.00
13.30
120.91
6
11.00
13.35
121.36
7
11.00
13.40
121.82
8
11.00
13.45
122.27
9
11.00
13.55
123.18
10
11.00
13.55
123.18
1
11.00
15.30
139.09
2
11.00
14.70
133.64
3
11.00
14.50
131.82
5
11.00
14.85
135.00
6
11.00
14.80
134.55
7
11.00
14.90
135.45
8
11.00
15.15
137.73
9
11.00
15.00
136.36
10
11.00
14.80
134.55
1
11.00
14.80
150.91
2
11.00
16.60
148.64
3
11.00
16.35
151.36
4
11.00
16.65
144.09
5
11.00
15.85
149.55
6
11.00
16.45
147.27
7
11.00
16.20
150.45
8
11.00
16.55
151.82
9
11.00
16.70
150.00
10
11.00
16.50
153.64
Rataan ± SD
121.14 ± 1.56
135.27 ± 2.06
149.77 ± 2.65
71
Lampiran 12. Lanjutan data hasil analisis derajat pengembangan produk sereal bekatul terpilih Formula
Ulangan
Diameter die (mm)
Diameter produk (mm)
1
11.00
12.90
Derajat Pengembangan (%) 117.27
2
11.00
13.10
119.09
3
11.00
12.95
117.73
4
11.00
13.05
118.64
5
11.00
13.05
118.64
6
11.00
13.40
121.82
7
11.00
13.20
120.00
8
11.00
12.65
115.00
9
11.00
12.95
117.73
10
11.00
13.25
120.45
4
Rataan ± SD
118,64 ± 1.89
Lampiran 13. Data hasil analisis derajat pengembangan produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6206.869 155.636 6362.505
df 3 36 39
Mean Square 2068.956 4.323
F 478.570
Sig. .000
Duncan
sampel Formula4 Formula1 Formula2 Formula3
N 1 10 10 10 10
a 118.6370
Subset for alpha = .05 b c
d
121.1350 135.2740 149.7730
72
Lampiran 14. Data hasil analisis tekstur (kekerasan) produk sereal bekatul terpilih Formula
1
Tekstur kekerasan (Kgf) 0.9480
2
0.9180
3
0.8840
1
0.5380
2
0.5720
3
0.5440
1
0.8240
2
0.8240
3
0.8560
1
1.1900
2
1.1980
3
1.1480
Ulangan
1
2
3
4
Rataan ± SD
0.917 ± 0.032
0.551 ± 0.018
0.835 ± 0.018
1.179 ± 0.027
Lampiran 15. Data hasil analisis tekstur (kekerasan) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .601 .005 .606
df 3 8 11
Mean Square .200 .001
F 331.356
Sig. .000
Duncan
sampel Formula2 Formula3 Formula1 Formula4
N 1 3 3 3 3
a .55133
Subset for alpha = .05 b c
d
.83467 .91667 1.17867
73
Lampiran 16. Data hasil analisis tekstur (kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih Formula
1
Tekstur kerenyahan (Kgf) 0.2040
2
0.1900
3
0.2000
1
0.1120
2
0.1160
3
0.1160
1
0.2080
2
0.2000
3
0.2000
1
0.1520
2
0.1440
3
0.1600
Ulangan
1
2
3
4
Rataan ± SD
0.198 ± 0.007
0.115 ± 0.002
0.203 ± 0.005
0.152 ± 0.008
Lampiran 17. Data hasil analisis tekstur (kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .016 .000 .016
df 3 8 11
Mean Square .005 .000
F 145.704
Sig. .000
Duncan
sampel Formula2 Formula4 Formula1 Formula3
N 1 3 3 3 3
Subset for alpha = .05 a b c .11467 .15200 .19800 .20267
74
Lampiran 18. Data hasil analisis indeks penyerapan air (IPA) produk sereal bekatul terpilih Formula
W1 (g)
W2 (g)
IPA (g/ml)
1
5.5031 11.4803
1.0323
4.7902
2
5.5821 11.5879
1.0536
4.7003
3
5.6305 11.7507
1.0464
4.8488
1
5.6431 11.4077
1.0276
4.6098
2
5.5165 11.2967
1.0175
4.6808
3
5.3434 11.2480
1.0454
4.6482
1
5.5772 11.3551
1.0281
4.6200
2
5.6199 11.7133
1.0703
4.6932
3
5.6621 11.6115
1.0446
4.6954
1
5.6691 11.4093
1.0239
4.6062
2
5.5154 11.4497
1.0491
4.6566
3
5.3388 11.3040
1.0330
4.7746
Ulangan
1
2
3
4
W (g)
Rataan ± SD 4.78 ± 0.07
4.65 ± 0.04
4.67 ± 0.04
4.68 ± 0.09
Lampiran 19. Data hasil analisis indeks penyerapan air (IPA) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .031 .032 .064
df 3 8 11
Mean Square .010 .004
F 2.586
Sig. .126
Duncan
sampel Formula2 Formula3 Formula4 Formula1
N 1 3 3 3 3
Subset for alpha = .05 a b 4.64627 4.66953 4.66953 4.67913 4.67913 4.77977
75
Lampiran 20. Data hasil analisis indeks kelarutan air (IKA) produk sereal bekatul terpilih Formula
Rataan ± SD
Ulangan
W (g)
W1 (g)
IKA (g/ml)
1
2.2134
2.1791
0.0172
2
2.1539
2.1198
0.0171
0.017 ±
3
6.7353
6.7008
0.0172
0.0001
4
2.1413
2.1073
0.0170
1
2.1778
2.1205
0.0287
2
2.1000
2.0429
0.0286
0.029 ±
3
2.1419
2.0846
0.0287
0.0001
4
2.0935
2.0360
0.0288
1
2.1127
2.0839
0.0144
2
2.0720
2.0437
0.0142
0.014 ±
3
4.7941
4.7651
0.0145
0.0002
4
4.6346
4.6054
0.0146
1
2.0898
2.0622
0.0138
2
2.0847
2.0570
0.0139
0.014 ±
3
4.7760
4.7482
0.0139
0.0001
4
4.7064
4.6785
0.0140
1
2
3
4
Lampiran 21. Data hasil analisis indeks kelarutan air (IKA) produk sereal bekatul terpilih metode ANOVA-Duncan ANOVA
Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Mean Square
df
.001
3
.000
.000 .001
12 15
.000
F 14832.58 1
Sig. .000
Duncan
sampel Formula1 Formula3 Formula4 Formula2
N 1 4 4 4 4
a .01390
Subset for alpha = .05 b c
d
.01443 .01713 .02870 76
Lampiran 22. Grafik hasil pengukuran tekstur (kekerasan dan kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih Formula 1 60
50
50
45
45
40
40
35
35
30
30
25
25
20
20
15
15
10
10
5
5
50
40
30
20
10
0
0
0
U2
U1
U3
Formula 2 60
40
40
35
35 50
30
30 40
25
25
20
30
20
15
15 20
10
10 10
5
5
0
0
U1
0
U2
U3
77
Lampiran 22. Lanjutan grafik hasil pengukuran tekstur (kekerasan dan kerenyahan) produk sereal bekatul terpilih Formula 3 50
45
40
45
40
35
40
35
35
30
30 25
30 25 25
20 20
20
15 15
15
10
10
10 5
5
5
0
0
0
U1
U2
U3
Formula 4 70
70
60
60
50
50
60
50
40 40
40 30
30
30
20
20
10
10
20
0
10
0
U1
0
U2
U3
78
Lampiran 23. Kuesioner uji sensori (hedonik) sereal bekatul Kuesioner Uji Hedonik
Nama : Instruksi
Tanggal:
Lakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan. Setelah mencicip satu contoh, berikan penilaian anda terhadap rasa, kerenyahan dan warna contoh dengan memberikan tanda cek (√) pada kolom yang tersedia. Selesai menilai netralkan mulut dengan air minum, kemudian cicip contoh berikutnya. Atribut
: Rasa Intensitas
Kode
Amat sangat suka Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Amat sangat tidak suka Atribut
: Kerenyahan Intensitas
Kode
Amat sangat suka Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Amat sangat tidak suka Atribut
: Warna Intensitas
Kode
Amat sangat suka Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Amat sangat tidak suka Komentar :
79
Lampiran 24. Data hasil uji hedonik atribut rasa sereal bekatul terpilih Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Formula 1 Formula 2 3 3 5 5 6 3 5 3 4 4 5 4 5 4 1 2 4 5 3 7 5 5 4 3 4 5 3 5 4 4 6 2 5 3 4 3 4 2 6 5 6 5 2 4 2 4 4 4 5 5 4 6 5 4 3 3 4 5 4 4
Formula 3 4 6 4 4 5 4 5 3 5 6 5 4 4 5 4 5 3 5 3 6 5 4 4 3 5 6 5 4 5 4
Formula 4 5 5 5 4 4 3 4 5 5 5 4 5 4 5 4 4 2 3 2 5 6 3 2 3 3 5 4 3 3 4
80
Lampiran 25. Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut rasa sereal bekatul terpilih Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor
Type III Sum Source of Squares Model 2157.067(a) Sampel 5.067 Panelis 68.667 Error 72.933 Total 2230.000
df 33 3 29 87 120
Mean Square 65.366 1.689 2.368 .838
F 77.973 2.015 2.824
Sig. .000 .118 .000
a R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .955) Skor Duncan
Sampel Formula4 Formula2 Formula1 Formula3 Sig.
N 1
Subset 30 30 30 30
2 3.97 4.03 4.17 .430
1 4.03 4.17 4.50 .064
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .838. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
81
Lampiran 26. Data hasil uji hedonik terhadap atribut sereal bekatul terpilih Panelis
Formula 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
5 7 6 5 5 5 7 3 5 5 6 5 5 5 6 6 4 4 5 7 5 5 3 5 5 5 6 5 5 5
Formula 2 4 5 4 3 3 3 3 1 3 5 3 5 5 3 4 2 2 4 3 5 6 3 3 3 5 5 3 3 3 4
Formula 3 5 6 5 5 5 4 7 4 5 3 6 5 4 6 5 6 5 5 5 6 4 4 4 4 6 6 6 5 5 5
Formula 4 6 4 4 3 4 5 6 3 4 6 5 5 4 3 5 4 4 3 3 3 5 3 2 3 3 5 3 4 3 5
82
Lampiran 27. Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut kerenyahan sereal bekatul terpilih Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor
Type III Sum Source of Squares Model 2483.367(a) Panelis 53.700 Sampel 53.367 Error 66.633 Total 2550.000
df 33 29 3 87 120
Mean Square 75.254 1.852 17.789 .766
F 98.255 2.418 23.226
Sig. .000 .001 .000
a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .964) Skor Duncan
Sampel Formula2 Formula4 Formula3 Formula1 Sig.
N 1
Subset 30 30 30 30
2 3.60 4.00
.080
1
5.03 5.17 .557
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .766. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
83
Lampiran 28. Data hasil uji hedonik atribut warna sereal bekatul terpilih Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Formula 1 6 5 3 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 2 5 3 3 2 3 3 6 2 3 4 4 3 4 4 5 5
Formula 2 5 6 6 5 6 4 5 5 6 6 5 6 6 5 6 6 6 5 4 7 3 6 5 6 6 6 3 5 5 5
Formula 3 6 6 5 5 4 4 4 3 5 4 6 4 5 4 5 5 2 3 3 5 4 3 4 5 5 4 5 5 5 5
Formula 4 6 5 3 4 5 4 5 4 4 5 4 4 3 3 4 3 5 4 5 5 4 2 3 4 5 4 4 4 4 5
84
Lampiran 29. Data hasil uji hedonik metode ANOVA-Duncan atribut warna sereal bekatul terpilih Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor
Type III Sum Source of Squares Model 2435.800(a) Panelis 39.467 Sampel 37.800 Error 66.200 Total 2502.000
df 33 29 3 87 120
Mean Square 73.812 1.361 12.600 .761
F 97.004 1.789 16.559
Sig. .000 .021 .000
a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .964) Skor Duncan
Sampel Formula1 Formula4 Formula3 Formula2 Sig.
N 1 30 30 30 30
2 3.83 4.13
.186
Subset 3
1
4.13 4.43 .186
5.33 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .761. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
85
Lampiran 30. Kuesioner uji sensori (peringkat hedonik) sereal bekatul Kuesioner Uji Peringkat Hedonik Nama :
Tanggal:
Instruksi Urutkan contoh di bawah ini berdasarkan tingkat kesukaan terhadap overall dari yang paling disukai (tulis angka 1 di bawah kolom rangking) hingga yang paling tidak suka (tulis angka 4 di bawah kolom rangking). Ujilah masing-masing contoh dan netralkan mulut Anda sebelum melakukan pengujian. Kriteria
: Overall Kode Sampel
Peringkat
Komentar:
86
Lampiran 31. Data hasil uji peringkat hedonik terhadap overall sereal bekatul terpilih Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah peringkat
Formula 1 4 4 4 3 4 2 4 2 2 1 4 1 1 3 4 4 2 4 3 1 4 1 3 2 2 1 4 2 4 4
Formula 2 2 2 1 2 2 3 2 3 1 3 1 3 2 1 1 2 3 3 2 3 2 2 1 3 1 2 1 1 1 1
Formula 3 1 3 3 4 3 4 3 1 4 2 2 4 4 2 3 3 4 1 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3
Formula 4 3 1 2 1 1 1 1 4 3 4 3 2 3 4 2 1 1 2 1 2 1 4 2 1 3 4 2 4 2 2
84
57
92
67
87
Lampiran 32. Data hasil uji rangking hedonik metode Friedman’s terhadap overall sereal bekatul Ranks
Mean Rank 2.80 1.90 3.07 2.23
rank_formula2 rank_formula3 rank_formula4 rank_formula1 Test Statistics(a)
N Chi-Square df Asymp. Sig.
30 15.160 3 .002
a Friedman Test
Pengolahan Data Uji Rangking Hedonik Analisis Friedman’s %
=&
12 - ./0 1 − 3 ()+ + 1, (). + + + 1,
= {(45667 88 84 + 57 + 92 + 67 − 3(304 + 1, = 0.02 (23258) – 450 = 15.16 Ket :
k
= jumlah panelis (30)
j
= jumlah sampel (4)
Tj
= Jumlah SUM masing-masing perlakuan
Berdasar tabel : α = 0.05;
v = 3, maka % = 7.82
Nilai % hitung > % tabel, berarti ada perbedaan signifikan diantara sampel. LSDR ( List Significant Different for Rank) LSDR = t ?
!. 7 @
= 2.395 ?
6 447 44@
= 2.395 √48 = 13.8593
88
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Rank rata-rata
2.23
2.80
1.90
3.07
Jumlah peringkat
67
84
57
92
Nilai LSDR dibandingkan dengan selisih kombinasi produk AB= 17 > LSDR;
AC= 25 > LSDR;
BC= 8 < LSDR;
BD= 27 > LSDR
AD= 10 < LSDR
CD= 38 > LSDR Jika diurutkan berdasar jumlah peringkat dari masing-masing sampel maka tingkat kesukaan C
D Keterangan : A = Formula 1 B = Formula 2
C = Formula 3 D = Formula 4
89
Lampiran 33. Data hasil analisis kadar air produk sereal bekatul terpilih Formula Ulangan
1
2
3
4
W (g)
W1
W2
Kadar air (%)
(g)
(g)
%bb
%bk
Rata-rata (%) %bb
%bk
1
5.0328 6.9097 2.0458 3.3560 3.4725
3.30 ±
3.42 ±
2
5.0121 6.9170 2.0701 3.2960 3.4084
0.006
0.006
1
5.0564 6.9954 2.1059 3.3008 3.4134
3.67 ±
3.81 ±
2
5.0133 6.9164 2.0690 3.3092 3.4225
0.020
0.021
1
5.0672 6.9896 2.1079 3.6608 3.7999
2.89 ±
2.98 ±
2
5.0721 6.9230 2.0380 3.6888 3.8301
0.088
0.094
1
5.0447 6.9753 2.0797 2.9556 3.0456
3.33 ±
3.44 ±
2
5.0448 6.9740 2.0720 2.8306 2.9131
0.042
0.045
Lampiran 34. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar air produk sereal bekatul terpilih ANOVA
Sum of Squares Between Groups .613 Within Groups .010 Total .624
df 3 4 7
Mean Square .204 .003
F 81.474
Sig. .000
Duncan
sampel Formula4 Formula2 Formula1 Formula3
N 1 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 a b c 2.89310 3.30500 3.32600 3.67480
90
Lampiran 35. Data hasil analisis kadar protein produk sereal bekatul terpilih Formula
Berat
HCl
(mg)
(ml)
1
0.0604
2.55
2
0.0618
1
Ulangan
1
2
3
4
Kadar protein (%)
%N
%bb
%bk
Rata-rata (%) %bb
%bk
1.6284 10.1773 10.5307
10.26 ±
10.62 ±
2.65
1.6564 10.3527 10.7055
0.124
0.124
0.0743
2.95
1.5398
9.6240
9.9525
9.70 ±
10.04 ±
2
0.0641
2.60
1.5657
9.7855
10.1204
0.114
0.119
1
0.0758
3.30
1.6947 10.5921 10.9946
10.52 ±
10.92 ±
2
0.0816
3.50
1.6727 10.4542 10.8546
0.098
0.099
1
0.0684
3.00
1.7020 10.6376 10.9616
10.73 ±
11.05 ±
2
0.0765
3.40
1.7317 10.8232 11.1384
0.131
0.125
Lampiran 36. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar protein produk sereal bekatul terpilih ANOVA
Sum of Squares 1.181 .055 1.236
Between Groups Within Groups Total
df 3 4 7
Mean Square .394 .014
F 28.547
Sig. .004
Duncan
sampel Formula2 Formula1 Formula3 Formula4
N 1 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 a b c 9.70475 10.26500 10.52315 10.52315 10.73040
91
Lampiran 37. Data hasil analisis kadar lemak produk sereal bekatul terpilih Formula Ulangan
1
2
3
4
W (g)
W1 (g)
W2 (g)
Kadar lemak (%) %bb
Rata-rata (%)
%bk
%bb
%bk
1
2.5127 107.0826 107.1382 2.2128
2.2896
2.25 ±
2.33 ±
2
2.8248 102.7055 102.7701 2.2869
2.3648
0.052
0.053
1
2.5017 101.8192 101.9294 4.4050
4.5554
4.47 ±
4.62 ±
2
2.4173 107.0849 107.1945 4.5340
4.6892
0.091
0.095
1
2.5270 102.7069 102.8180 4.3965
4.5636
4.41 ±
4.58 ±
2
2.5161 115.7236 115.8349 4.4235
4.5929
0.019
0.021
1
2.5081
97.2596
97.3718
4.4735
4.6098
4.51 ±
4.65 ±
2
2.7106
93.1084
93.2318
4.5525
4.6851
0.056
0.053
Lampiran 38. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar lemak produk sereal bekatul terpilih ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 7.365 .015 7.380
df 3 4 7
Mean Square 2.455 .004
F 674.917
Sig. .000
Duncan
sampel Formula1 Formula3 Formula2 Formula4
N 1 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 a b 2.24985 4.41000 4.46950 4.51300
92
Lampiran 39. Data hasil analisis kadar abu produk sereal bekatul terpilih Kadar abu (%)
Rata-rata (%)
%bb
%bk
%bb
%bk
28.9399
3.0974
3.1964
3.11 ±
3.21 ±
20.2461
20.1005
3.1158
3.2160
0.013
0.014
3.0103
19.8992
19.8156
2.7771
2.8565
2.79 ±
2.87 ±
2
3.4702
21.2053
21.1078
2.8096
2.8909
0.023
0.024
1
3.7771
20.1780
20.0492
3.4100
3.5304
3.40 ±
3.52 ±
2
3.7291
18.0502
17.9239
3.3869
3.5056
0.016
0.018
1
3.4387
19.5462
19.4391
3.1145
3.2147
3.12 ±
3.22 ±
2
4.0400
21.9242
21.7977
3.1312
3.2324
0.012
0.013
Formula Ulangan
1
2
3
4
W (g)
W1 (g)
W2 (g)
1
3.9646
29.0627
2
4.6730
1
Lampiran 40. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar abu produk sereal bekatul terpilih ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .367 .001 .368
df 3 4 7
Mean Square .122 .000
F 443.519
Sig. .000
Duncan
sampel Formula2 Formula1 Formula4 Formula3
N 1 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 a b c 2.79335 3.10660 3.12285 3.39845
93
Lampiran 41. Data hasil analisis kadar serat pangan produk sereal bekatul terpilih
1 1 2 1 2 2 1 3 2 1 4 2 1 Blanko 2
Kadar serat pangan (%)
D1 (g)
I1 (g)
D2 (g)
I2 (g)
0.048 8 0.059 5 0.071 0 0.073 8 0.047 9 0.055 9 0.049 9 0.049 2 0.001 0 0.001 0
0.012 4 0.015 1 0.014 1 0.013 4 0.012 5 0.012 7 0.012 5 0.013 4 0.000 5 0.000 4
0.047 3 0.054 3 0.056 1 0.056 6 0.050 7 0.062 3 0.059 2 0.058 0 0.000 9 0.000 9
0.005 2 0.005 5 0.003 4 0.002 9 0.005 1 0.007 5 0.005 1 0.003 4 0.000 7 0.000 6
Formula U
IDF (%) 3.367 6 3.456 1 4.154 8 4.435 6 3.216 4 3.340 3 3.237 5 3.142 8 0.000 5 0.000 6
SDF (%)
TDF (%)
3.8949
7.2625
3.7986
7.2546
3.8481
8.0029
3.9436
8.3792
4.1442
7.3606
4.2361
7.5764
4.6843
7.9219
4.7965
7.9394
Rata-rata (%) IDF (%)
SDF (%)
TDF (%)
3.41 ± 0.06
3.85 ± 0.07
7.26 ± 0.01
3.19 ± 0.07
4.74 ± 0.08
7.93 ± 0.01
4.30 ± 0.20
3.90 ± 0.07
8.19 ± 0.27
3.28 ± 0.09
4.19 ± 0.07
7.47 ± 0.15
0.0002 0.0003
Lampiran 42. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar serat pangan produk sereal bekatul terpilih ANOVA kadar_idf
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.555 .056 1.611
df 3 4 7
Mean Square .518 .014
F 37.359
Sig. .002
kadar_idf Duncan N sampel Formula2 Formula4 Formula1 Formula3
Subset for alpha = .05
1 2 2 2 2
a 3.19015 3.27835 3.41185
b
4.29520
94
ANOVA kadar_sdf
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.011 .020 1.031
df 3 4 7
Mean Square .337 .005
F 68.363
Sig. .001
F 15.338
Sig. .012
kadar_sdf Duncan sampel
N 1
Formula1 Formula3 Formula4 Formula2
2 2 2 2
Subset for alpha = .05 a b c 3.84675 3.89585 4.19015 4.74040 ANOVA
kadar_tdf
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.084 .094 1.179
df 3 4 7
Mean Square .361 .024
kadar_tdf Duncan sampel Formula1 Formula4 Formula2 Formula3
N 1 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 2 1 7.25855 7.46850 7.93065 8.19105
95
Lampiran 43. Data hasil analisis kadar karbohidrat produk sereal bekatul terpilih
Formula Ulangan
KA (%) %bb
1
2
3
4
%bk
P (%) %bb
%bk
L (%) %bb
%bk
A (%) %bb
Kadar karbohidrat (%)
Rata-rata (%)
%bk
%bb
%bk
%bb
%bk
1
3.3560 3.4725 3.0974 3.1964 10.1773 10.5307 2.2128
2.2896
81.1566
80.5108
81.05 ±
80.41 ±
2
3.2960 3.4084 3.1158 3.2160 10.3527 10.7055 2.2869
2.3648
80.9486
80.3053
0.147
0.145
1
3.3008 3.4134 2.7771 2.8565
9.6240
9.9525
4.4050
4.5554
79.8931
79.2222
79.73 ±
79.05 ±
2
3.3092 3.4225 2.8096 2.8909
9.7855
10.1204 4.5340
4.6892
79.5617
78.8771
0.234
0.244
1
3.6608 3.7999 3.4100 3.5304 10.5921 10.9946 4.3965
4.5636
77.9406
77.1115
78.74 ±
78.10 ±
2
3.6888 3.8301 3.3869 3.5056 10.4542 10.8546 4.4235
4.5929
78.0466
77.2168
0.110
0.097
1
2.9556 3.0456 3.1145 3.2147 10.6376 10.9616 4.4735
4.6098
78.8188
78.1684
3.12 ±
3.22 ±
2
2.8306 2.9131 3.1312 3.2324 10.8232 11.1384 4.5525
4.6851
78.6625
78.0309
0.012
0.013
96
Lampiran 44. Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar serat pangan produk sereal bekatul terpilih ANOVA
Sum of Squares Between Groups 10.498 Within Groups .094 Total 10.593
df 3 4 7
Mean Square 3.499 .024
F 148.316
Sig. .000
Duncan
sampel Formula3 Formula4 Formula2 Formula1
N 1 2 2 2 2
2 77.99360
Subset for alpha = .05 3 4
1
78.74065 79.72740 81.05260
97
Lampiran 45. Syarat mutu makanan ekstrudat (SNI 01-2886-2000) Kriteria Uji 1. Keadaan 1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna 2. Air 3. Kadar Lemak 3.1. Tanpa Proses Penggorengan 3.2. Dengan Proses penggorengan 4. Bahan tambahan makanan
Satuan
Spesifikasi
% b/b
Normal Normal Normal Maks. 4
%b/b
Maks. 30
%b/b
4.1. Pemanis buatan 4.2. Pewarna 5. Silikat (Si) 6. Cemaran logam 6.1. Timbal (Pb) 6.2. Tembaga (Cu) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg) 7. Arsen (As) 8. Cemaran mikroba 8.1. Angka lempeng total 8.2. Kapang 8.3. E. Coli
%b/b
Maks. 38 Sesuai SNI No 01-0222-1995 dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 Tidak boleh ada Maks. 0,1
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 10 Maks. 40 Maks. 0,05 Maks. 0,5
koloni/g koloni/g APM/g
Maks. 1,0 x 104 Maks. 50 Negatif
98