PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI
Oleh : FUAD ARIESTYADI F14103063
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Fuad Ariestyadi F14103063
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Fuad Ariestyadi F14103063 Dilahirkan pada tanggal 8 April 1985 Di Magelang, Jawa Tengah Tanggal lulus : Menyetujui, Bogor, Agustus 2007
Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian
RINGKASAN Fuad Ariestyadi. F14103063. Pengembangan Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan Mutu Bunga Potong Krisan White Fiji Tipe Standar Selama Transportasi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr.
Bunga krisan (Dendranthema grandiflora) merupakan salah satu komoditas florikultura yang cukup diandalkan di Indonesia. Saat ini produksi bunga krisan di Indonesia selalu mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah devisa yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Walaupun demikian, kenaikan produksi masih menyisakan peluang yang cukup besar untuk bergerak di industri bunga krisan, dikarenakan permintan bunga krisan di pasaran dunia cukup tinggi. Menghadapi persaingan dalam industri bunga krisan, kualitas bunga menjadi faktor penentu sehingga dibutuhkan teknik penanganan bunga krisan yang tepat agar mutu bunga segar dapat dipertahankan selama mungkin. Penanganan pascapanen yang kurang tepat pada bunga yang akan dipasarkan merupakan salah satu kendala dalam menjamin mutu bunga diterima baik domestik maupun ekspor. Seringkali, komoditas mengalami penurunan kualitas atau kerusakan fisik setelah tiba di tangan konsumen. Kerusakan fisik ini terjadi selama proses transportasi berlangsung. Perhatian utama dalam proses transportasi adalah adanya getaran dan tekanan. Kedua hal ini merupakan penyebab utama kerusakan fisik pada bunga. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan perlakuan kemasan dan tumpukan yang tepat. Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengembangkan teknik pengemasan untuk mempertahankan mutu bunga potong krisan White Fiji tipe standar selama transportasi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh teknik pengemasan untuk mempertahankan mutu bunga potong krisan White Fiji tipe standar selama transportasi, melalui beberapa tahapan sebagai berikut : Menentukan banyaknya bunga yang mengalami kerusakan mekanis selama proses transportasi, mempelajari pengaruh perlakuan jenis kemasan dan penyusunan bunga potong krisan selama transportasi serta menentukan jenis kemasan primer dan jumlah tumpukan bunga potong krisan yang paling baik. Penelitian berlangsung dari bulan April sampai Mei 2007 di PT. Alam Indah Bunga Nusantara (AIBN) Cipanas, Jawa Barat dan perusahaan rekanan PT. AIBN yaitu Bunga 5 Benua (B5B) yang berlokasi di Jakarta. Bahan baku yang digunakan adalah bunga potong krisan White Fiji tipe standar grade A yang diperoleh dari PT. AIBN. Bunga yang digunakan mempunyai tingkat kerusakan 0 %. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, jangka sorong digital, bak air, mistar, gunting bunga dan alat tulis. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini hanyalah kemasan primer yaitu kertas HVS, plastic HDPE, kertas Koran dan kertas buram. Bunga yang telah dikemas dengan kemasan primer (pencontongan di lahan) selanjutnya dibungkus dengan kertas HVS dimana satu ikatan bunga berisi 10 potong bunga krisan. Penelitian ini dimulai dengan pengukuran awal parameter fisik bunga potong krisan yang meliputi panjang tangkai, diameter tangkai, diameter mahkota
bunga dan bobot bunga. Setelah proses transportasi berlangsung, dilakukan penghitungan kerusakan fisik dan pengukuran akhir parameter fisik bunga. Perubahan yang terjadi selama proses transportasi dianalisis menggunakan software SPSS dan Microsoft Excell. Pada tingkat kerusakan bunga, menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan kemasan, tumpukan ataupun interaksi kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan patah batang, adanya pengaruh perlakuan tumpukan terhadap kerusakan rontok daun dan adanya pengaruh perlakuan kemasan terhadap kerusakan rontok mahkota. Tingginya tingkat kerusakan bunga diakibatkan karena tingginya kerusakan rontok daun yang mencapai rata – rata kerusakan sebesar 5.82 %. Pada penurunan parameter fisik, menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan kemasan, tumpukan ataupun interaksi kemasan dan tumpukan terhadap susut panjang tangkai dan susut diameter tangkai, adanya pengaruh perlakuan kemasan terhadap kenaikan diameter mahkota bunga dan adanya pengaruh perlakuan tumpukan terhadap susut bobot. Dari hasil analisis SPSS, dapat disimpulkan bahwa kemasan HVS dengan 15 tumpukan merupakan perlakuan yang paling baik. Kertas HVS mempunyai tingkat kekuatan dan kekakuan yang paling baik diantara kemasan yang lainnya, sehingga mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk menahan tekanan dan getaran. Selain itu, visualisasi dari kemasan ini juga lebih menarik dibandingkan kemasan buram dan koran. Kekurangan dari kemasan ini adalah permukaan kemasan yang agak kasar dan juga harga yang lebih mahal dibandingkan kertas buram dan koran. Hal ini menjadi pertimbangan beberapa produsen bunga, terlebih para petani bunga yang tidak mempunyai modal besar.
Kata kunci : transportasi, kerusakan fisik
RIWAYAT HIDUP
Fuad Ariestyadi dilahirkan di kota Magelang propinsi Jawa Tengah pada tanggal 8 April 1985, merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, putra pasangan Fadjeri dan Hartati. Memulai pendidikan di SDN Kedungsari 5 Magelang lulus tahun 1997, melanjutkan ke SLTPN 1 Magelang lulus tahun 2000. Melanjutkan di SMUN 1 Magelang lulus tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis sempat aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya : HIMATETA, KITA, dan IKM Magelang. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di PTPN VII Unit Usaha Rejosari, Lampung. Topik yang
diambil
PENGOLAHAN
“MEMPELAJARI DAN
ASPEK
PENGEMASAN
KETEKNIKAN KELAPA
DALAM
SAWIT
PTP
NUSANTARA VII UNIT USAHA REJOSARI” . Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG
KRISAN
WHITE
FIJI
TIPE
STANDAR
SELAMA
TRANSPORTASI”. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr.
.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada rosulullah SAW sebagai suri tauladan kita. Skripsi ini berjudul Pengembangan Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan Mutu Bunga Potong Krisan White Fiji Tipe Standar Selama Transportasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyusunan skripsi ini, yaitu : 1. Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ir. Tatan Sutarna, selaku pembimbing lapangan atas bantuan dan bimbingannya selama penelitian di PT Alam Indah Bunga Nusantara. 5. Ibu Desiana Simamora, selaku pembimbing lapangan atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian di Bunga 5 Benua, Jakarta. 6. Ibu, bapak, dan kakak - kakakku (Faozan Haryadi dan Arief Habibie Kurniawan) yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama ini. 7. Teman-teman satu kosan : Ali, Gia, Khafid, Drajat, Anas, Wawi, Danang dan Hary atas segala bantuan yang telah diberikan. 8. Teman – teman satu daerah Magelang atas kebersamaan, kekompakan serta kerjasamanya. 9. Teman-teman TEP 40 khususnya : Rifqi, Irawan dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
i
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
vii
I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ......................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ...................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
3
A. Botani Tanaman Krisan ....................................................................
3
B. Budidaya Tanaman Krisan ................................................................
5
C. Panen .................................................................................................
5
D. Pemutuan Bunga Potong Krisan .......................................................
6
E. Pengemasan .......................................................................................
8
F. Bahan Kemasan .................................................................................
11
1. Plastik .............................................................................................
11
2. Kertas .............................................................................................
12
G. Transportasi .......................................................................................
13
III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................
14
A. Waktu dan Tempat ............................................................................
14
B. Bahan dan Alat ..................................................................................
14
C. Metode Penelitian ..............................................................................
15
D. Kerusakan Mekanis Bunga ...............................................................
18
1. Patah Batang ..................................................................................
18
2. Rontok Daun ..................................................................................
18
3. Rontok Mahkota .............................................................................
19
iii
E. Pengamatan Parameter Fisik .............................................................
20
1. Panjang Tangkai .............................................................................
20
2. Pengukuran Diameter Tangkai ......................................................
20
3. Pengukuran Diameter Mahkota Bunga ..........................................
21
4. Susut Bobot ....................................................................................
21
F. Uji Organoleptik ................................................................................
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
23
A. Tingkat Kerusakan Mekanis .............................................................
23
1. Patah Batang ..................................................................................
25
2. Rontok Daun ..................................................................................
26
3. Rontok Mahkota .............................................................................
30
B. Pengukuran Parameter Fisik ..............................................................
31
1. Susut Panjang Tangkai ...................................................................
31
2. Susut Diameter tangkai ...................................................................
33
3. Kenaikan Diameter Mahkota Bunga .............................................
34
4. Susut Bobot ....................................................................................
36
C. Uji Organoleptik ................................................................................
38
1. Kesegaran dan Bentuk Mahkota ....................................................
39
2. Kesegaran Batang dan Daun ..........................................................
40
3. Kesukaan ........................................................................................
41
D. Analisis Biaya ...................................................................................
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
44
A. KESIMPULAN .................................................................................
44
B. SARAN .............................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
45
LAMPIRAN .................................................................................................
46
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Pengelompokan bunga Krisan menurut SNI ..............................
7
Tabel 2
Nilai persentase rata – rata tingat kerusakan mekanis setelah transportasi .................................................................................
24
Pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan patah batang pada bunga ............................................................
26
Pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan rontok daun pada bunga .............................................................
28
Pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan rontok mahkota pada bunga .......................................................
30
Pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap susut panjang tangkai pada bunga ....................................................................
31
Pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap susut diameter tangkai pada bunga ....................................................................
34
Pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kenaikan diameter mahkota pada bunga ..................................................
36
Pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap susut bobot pada bunga ......................................................................
38
Tabel 10. Nilai uji organoleptik terhadap bunga krisan pada tiap perlakuan kemasan dan tumpukan .............................................
39
Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9.
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Bunga potong krisan White Fiji tipe standar ...........................
4
Gambar 2.
Pola penyusunan bunga dalam pick up ...................................
10
Gambar 3.
Bentuk dan bahan kemasan primer .........................................
14
Gambar 4.
Penumpukan bunga dalam pick up .........................................
16
Gambar 5.
Kegiatan penumpukan bunga dalam mobil pick up ................
16
Gambar 6.
Skema kegiatan penelitian ......................................................
17
Gambar 7.
Kondisi bunga sebelum dilakukan wrapping/pembungkusan
19
Gambar 8.
Banyaknya bunga yang tidak mengalami patah batang selama proses transportasi .......................................................
25
Banyaknya bunga yang tidak mengalami rontok daun selama proses transportasi .......................................................
27
Gambar 10. Banyaknya bunga yang tidak mengalami rontok mahkota selama proses transportasi .......................................................
29
Gambar 11. Perubahan panjang tangkai sebelum dan setelah transportasi ...........................................................
32
Gambar 12. Perubahan diameter tangkai sebelum dan setelah transportasi ............................................................
33
Gambar 13. Perubahan kenaikan diameter mahkota bunga sebelum dan setelah transportasi ...........................................................
35
Gambar 14. Perubahan bobot sebelum dan setelah transportasi .................
37
Gambar 15. Tingkat kesukaan konsumen terhadap kesegaran dan bentuk mahkota sebelum dan setelah transportasi .............................
39
Gambar 16. Tingkat kesukaan konsumen terhadap kesegaran batang dan daun sebelum dan setelah transportasi ............................
41
Gambar 17. Tingkat kesukaan konsumen terhadap bunga sebelum dan setelah transportasi ...........................................................
42
Gambar 9.
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Nilai persentase kerusakan bunga pada tiap perlakuan selama proses transportasi ....................................................
47
Berbagai macam kerusakan pada bunga selama proses transportasi berlangsung ......................................................
48
Hasil pengamatan panjang tangkai selama proses transportasi ................................................................
49
Hasil pengamatan diameter tangkai selama proses transportasi ................................................................
51
Hasil pengamatan diameter mahkota bunga selama proses transportasi ................................................................
53
Hasil pengamatan bobot bunga selama proses transportasi ................................................................
55
Hasil analisis uji Duncan kerusakan mekanis patah batang pada bunga ...........................................................................
57
Hasil analisis uji Duncan kerusakan mekanis rontok daun pada bunga ...........................................................................
58
Hasil analisis uji Duncan kerusakan mekanis rontok mahkota pada bunga ........................................................................... 59
Lampiran 10. Persentase susut panjang tangkai selama transportasi .........
60
Lampiran 11. Hasil analisis uji Duncan susut panjang tangkai ..................
60
Lampiran 12. Persentase susut diameter tangkai ........................................
61
Lampiran 13. Hasil analisis uji Duncan susut diameter tangkai ................
61
Lampiran 14. Persentase kenaikan diameter mahkota selama transportasi
62
Lampiran 15. Hasil analisis uji Duncan kenaikan diameter mahkota ........
62
Lampiran 16. Persentase susut bobot bunga selama transportasi ...............
63
Lampiran 17. Hasil analisis uji Duncan susut bobot bunga .......................
63
Lampiran 18. Banyaknya kerusakan bunga selama proses transportasi berlangsung ..........................................................................
64
Lampiran 19. Analisis biaya transportasi dan kemasan pada bunga potong krisan dalam satu hari ...................................
67
Lampiran 20. Gambar detail box mobil pengangkut ...................................
68
vii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki beraneka ragam produk hortikultura, baik buah-buahan ataupun tanaman hias. Dewasa ini tanaman hias telah berhasil menjadi salah satu kebutuhan yang penting, hal ini berkaitan erat dengan keindahan dari tanaman hias itu sendiri. Salah satu tanaman hias yang banyak disukai adalah jenis bunga, khususnya bunga potong. Hal ini dapat dilihat dari volume permintaan yang terus bertambah tiap tahunnya. Tim Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1988) mencatat pendapat para petani bunga di Jakarta yang menyatakan bahwa jenis bunga potong yang mempunyai nilai komersial di Indonesia antara lain : anggrek, krisan (seruni), mawar, anyelir, anthurium, gladiol, gerbera, amaryllis, sedap malam, aster dan melati. Pada perdagangan internasional tanaman hias, krisan merupakan komoditas bunga potong andalan yang penting. Pada tahun 2003, perdagangan komoditas krisan di Indonesia mengalami surplus sekitar US$ 1 juta. Ekspor komoditas krisan ke negara – negara tujuan seperti Hongkong, Jepang, Singapura dan Malaysia pun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun, dan proyeksi ekspor tahun 2007 diperkirakan mencapai sekitar US$ 15 juta (BPS, 2005). Sekalipun demikian, hingga saat ini pasokan krisan belum mencukupi kebutuhan permintaan kebutuhan dunia. Negara – negara penghasil utama krisan seperti Jepang dan Belanda hanya mensuplai kurang dari 60% dan kontribusi negara penghasil krisan di Asia Tenggara seperti Indonesia hanya sekitar 10% dari total permintaan dunia. Dengan demikian peluang bisnis bunga krisan masih sangat menjanjikan. Peningkatan ekspor bunga krisan dengan mutu yang memadai ke pasaran internasional masih sangat terbuka lebar. Kualitas dan mutu bunga adalah faktor yang sangat mempengaruhi harga jual bunga potong krisan. Banyak kasus menunjukkan bahwa bunga potong krisan yang dihasilkan oleh petani tradisional di Indonesia bermutu rendah. Hal ini berdampak terhadap harga jual bunga yang rendah dan tidak dapat menutup biaya produksi.
Akibatnya, usahatani krisan menjadi tidak ekonomis dan tidak menguntungkan, sehingga banyak petani krisan mengalihkan usahanya pada bidang lain. Mutu bunga krisan bergantung pada penampilan dan kesegarannya. Bunga krisan dengan mutu prima tentu mempunyai nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan bunga krisan berkualitas rendah. Untuk mempertahankan mutu sehingga tetap prima perlu dilakukan beberapa perlakuan terutama saat bunga siap panen sampai kepada konsumen. Salah satu perlakuan yang cukup penting adalah pengemasan selama transportasi. Untuk menghindarai kerusakan maka perlu dilakukan pengemasan terhadap bunga krisan. Sebelum dikirim ke konsumen, kuncup bunga krisan ditutup dengan kemasan primer yang terdiri dari berbagai bahan. Sedangkan untuk pengiriman jarak jauh yang memiliki resiko kerusakan lebih besar, bunga krisan dengan kemasan primer harus dimasukkan kedalam kotak kardus. Untuk mengetahui mutu bunga krisan yang baik, terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk proses pemutuan, antara lain : warna bunga, diameter tangkai, diameter kuntum bunga setengah mekar dan tingkat kemekaran
B. Tujuan Tujuan penelitian ini secara umum adalah
mengembangkan teknik
pengemasan primer untuk mempertahankan mutu bunga potong krisan White Fiji tipe standar selama transportasi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh teknik pengemasan untuk mempertahankan mutu bunga potong krisan White Fiji tipe standar selama transportasi, melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Menentukan banyaknya bunga yang mengalami kerusakan mekanis selama proses transportasi 2. Mempelajari pengaruh perlakuan jenis kemasan dan penyusunan bunga potong krisan selama transportasi 3. Menentukan jenis kemasan primer dan jumlah tumpukan bunga potong krisan yang paling baik.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A Botani Tanaman Krisan Krisan atau dikenal juga dengan sebutan bunga seruni, merupakan tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan potensial untuk dikembangkan secara komersial. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Asia Timur tepatnya daratan Cina. Belum ditemukan data atau informasi yang pasti tentang kapan tanaman krisan masuk ke wilayah Indonesia. Namun beberapa literatur menunjukkan sekitar tahun 1800 krisan mulai ditanam di Indonesia dan sejak tahun 1940, krisan mulai dibudidayakan secara komersial sebagai tanaman hias. Beberapa daerah sentra produksi tanaman hias krisan di antaranya adalah Cipanas (Cianjur), Sukabumi, Lembang (Bandung), Bandungan (Jawa Tengah), Malang (Jawa Timur), dan Brastagi (Sumatera Utara). Pada saat ini krisan telah dibudidayakan di daerah – daerah lain, seperti NTB, Sulawesi Utara, dan Sumatera Selatan. Salah satu keunggulan bunga krisan dibandingkan bunga potong lainnya adalah tanaman krisan dapat diatur pembungaan dan masa panennya menurut kebutuhan pasar. Keanekaragaman varietasnya, baik dari segi bentuk maupun warna menjadikan bunga krisan begitu populer di kalangan pengebun, florist, hingga ke konsumen bunga. Klasifikasi bunga krisan adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotiledonae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asterales
Genus
: Dendranthema
Spesies
: Dendranthema grandiflora
3
Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida yang berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas : a. Krisan lokal (krisan kuno) Berasal dari luar negeri, tetapi telah lama dan beradaptasi di Indonesia maka dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya antara lain sifat hidup di hari netral dan siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contohnya Chrysanthemum maximum berbunga kuning, banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas (Cianjur). b. Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida) Hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini adalah Chrysanthemum indicum hybr. Dark Flamingo, Chrysanthemum indicum hybr. Dolaroid, Chrysanthemum indicum hybr. Indianapolis (berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga putih), Alexandra Van Zaal (berbunga merah) dan Pink Pingpong (berbunga pink). c. Krisan produk Indonesia Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah melepas varietas krisan buatan Indonesia yaitu varietas Balithi 27.108, 13.97, 27.177, 28.7 dan 30.13A.
Gambar 1. Bunga potong krisan White Fiji tipe standar
4
B. Budidaya Tanaman Krisan Di Indonesia tanaman krisan tumbuh sepanjang tahun, baik pada musim penghujan ataupun musim kemarau. Tanaman krisan merupakan tanaman yang membutuhkan banyak air untuk pertumbuhan dan perkembangannya, tetapi tidak tahan terhadap terpaan air hujan sehingga pembudidayaan krisan lebih banyak dilakukan di dalam bangunan tertutup (Greenhouse). Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman ini antara 700 – 1200 dpl sedangkan suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia berkisar antara 20-26°C. Tanaman krisan membutuhkan kelembaban yang tinggi yaitu berkisar antara 90-95% untuk awal pembentukan akar dan bibit, sedang pada tanaman muda sampai dewasa antara 70-80%, diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai. Pada tahap pembungaan, dibutuhkan cahaya yang lebih lama sehingga memerlukan bantuan cahaya dari lampu pada malam hari. Krisan dibudidayakan pada tanah yang bertekstur liat berpasir, subur, gembur dan drainasenya baik serta tidak mengandung hama dan penyakit. Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 5,5-6,7.
C. Panen Penentuan stadium panen adalah ketika bunga setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Umur tanaman siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam. Panen sebaiknya dilakukan pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat bunga krisan berturgor optimum. Pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan: tentukan tanaman siap panen, potong tangkai bunga dengan gunting steril sediameter 60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi 20-30 cm dari permukaan tanah. Perkiraan batang bunga krisan yang ditanam dengan jarak 10 x 10 cm seluas 1 ha sebesar 800.000 tanaman.
5
D. Pemutuan Bunga Krisan Potong Pemutuan dalam pascapanen bunga potong krisan sangat penting karena berpengaruh besar terhadap harga, kualitas, dan penilaian konsumen. Oleh sebab itu diperlukan ketelitian dan perhatian yang lebih dalam pelaksanaannya. Selain itu diperlukan juga fasilitas – fasilitas penunjang yang tepat. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) pengelompokan bunga Krisan dibagi menjadi empat kelompok mutu, yaitu AA, A, B, dan C (SNI 01-4478-1998). Pengelompokan ini berdasarkan atas panjang tangkai minimum, diameter tangkai bunga, diameter bunga setengah mekar, jumlah kuntum bunga setengah mekar pertangkai pada tipe ”spray”, kesegaran bunga, benda asing / kotoran, keadaan tangkai bunga, daun pada 2/3 bagian tangkai dan penanganan pascapanen minimum. Pengelompokannya bunga krisan dapat dilihat pada tabel 1.
6
Tabel 1. Pengelompokan bunga krisan menurut Standar Nasional Indonesia. No. 1
2
3
4 5 6 7
Jenis Uji Panjang tangkai minimum -tipe standard -tipe ”spray” *aster *kancing *santini Diameter tangkai bunga -tipe standard, aster dan kancing -tipe santini Diameter bunga setengah mekar -tipe standard -tipe ”spray” *aster *kancing *santini Jumlah kuntum bunga ½ mekar pertangkai -tipe spray Kesegaran bunga Benda asing / kotoran max Keadaan tangkai bunga
Satuan
Kelas Mutu B
AA
A
cm cm cm cm cm
76 76 76 76 60
70 70 70 70 55
61 61 61 61 50
Asalan Asalan Asalan Asalan Asalan
mm
>5
4.1-5
3-4
Asalan
mm
>4
3.5-4
3-3.5
Asalan
mm mm mm mm mm
>80 >80 >40 >35 >30
71-80 71-80 >40 >35 >30
60-70 60-70 >40 >35 >30
Asalan Asalan Asalan Asalan Asalan
kuntum
>6 segar 3
>6 segar 5
>6 segar 10
Asalan Asalan >10
Kuat, lurus, tidak pecah Seragam Lengkap dan seragam perlu
Asalan
%
Kuat, lurus, Kuat, tidak pecah lurus, tidak pecah 8 Keseragaman kultivar Seragam Seragam 9 Daun pada 2/3 Bagian Lengkap Lengkap Tangkai Bunga dan dan seragam seragam 10 Penanganan Mutlak perlu pascapanen perlu Sumber : Badan Standardisasi Nasional BSN
C
Seragam Asalan Asalan
7
E. Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi dan memperpanjang umur produk yang dikemas. Pengemasan dideskripsikan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melindungi suatu produk atau komoditas selama pengangkutan dari tempat produksi ke konsumen akhir atau dari tahapan produksi satu ke tahapan produksi yang lain atau selama pemasaran, sehingga produk atau komoditas berada dalam kondisi baik dengan harga semurah mungkin. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa fungsi dasar pengemasan adalah membangun ”jembatan” yang layak untuk mengizinkan pengangkutan produk dari produsen sampai ke konsumen akhir dengan selamat dan aman. Fungsi pengemasan yaitu : Fungsi pengemasan menurut susunan lapisan pengemasan: 1. Pengemasan Primer, langsung mewadahi atau membungkus produk yang dikemas 2. Pengemasan Sekunder, berfungsi untuk melindungi kelompok kemasan lainnya 3. Pengemasan Tersier, berfungsi untuk melindungi produk selama pengangkutan yang lebih dikenal sebagai kemasan distribusi. Fungsi pengemasan menurut sifat mutu performa : 1. Perlindungan terhadap produk 2. Pemasaran dan penjualan 3. Informasai tentang produk yang dikemas 4. Transportasi dan distribusi Hambali (1995) menyatakan bahwa selama distribusi, produk – produk hortikultura biasanya mengalami luka memar akibat pukulan, kompresi, vibrasi serta gesekan. Memar pukulan terjadi karena komoditas atau kemasannya jatuh ke atas permukaan yang keras. Penanganan jenis memar ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantalan di dalam kemasan dan menyatukan serta
melakukan
pengisian produk ke dalam kemasan dengan baik. Memar akibat kompresi terjadi karena pengisian kemasan berlebihan sehingga komoditas harus menahan beban tumpukan yang cukup besar.
8
Pengemasan dapat mengurangi kehilangan lembab (pengurangan berat) dan dengan demikian mencegah terjadinya dehidrasi, terutama bila digunakan bahan penghalang lengas uap air (Hardenberg, 1971 dalam Pantastico, 1975). Hal ini merupakan keuntungan utama dari pengemasan yang dapat pula memperpanjang umur ketahanan komoditi yang bersangkutan. Kehilangan air yang disusul dengan laju atau kisutnya komoditas, jelas merupakan sebab hilangnya kesegaran. Pengemasan untuk pengiriman dan penanganan memerlukan wadah - wadah yang dirancang dengan baik untuk melindungi barang dari kememaran, getaran, dan berat wadah - wadah lain yang ditumpuk diatasnya. Kemasan yang ideal meliputi pengisian yang padat namun rata bila wadahnya ditutup, dan dalam tumpukan wadah mempunyai kekuatan yang cukup untuk melindungi isinya dalam berbagai keadaan penanganan. Tiap wadah untuk pengiriman harus dirancang untuk memenuhi persyaratan khusus bagi komoditas yang bersangkutan. Dalam pengemasan, perlu diperhatikan pula arah penyusunan bunga dalam kemasan. Bunga harus disusun dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar searah dengan arah getaran yang dominan selama pengangkutan. Pengemasan bunga pada PT. AIBN dapat dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama yaitu pengemasan primer (pencontongan), untuk bunga tipe standar bertujuan untuk melindungi bagian petal bunga akibat gesekan dan meningkatkan ketahanan tangkai bunga terhadap penanganan yang dilakukan pada pascapanen seperti sortasi dan pengelompokkan serta distribusi. Ada beberapa macam jenis bahan kemasan primer yang dapat digunakan, seperti plastik, berbagai macam kertas dan net bunga dari jaring plastik. Tahap kedua yaitu pembungkusan (wrapping), bertujuan agar bunga menjadi tidak mudah bergerak sehingga kemungkinan tangkai bunga patah selama distribusi dapat dikurangi. Tahap ketiga adalah pengepakan yang bertujuan untuk mengurangi gerak bunga selama distribusi dan memudahkan penanganan selama distribusi. Pengepakan ini hanya dilakukan untuk pesanan – pesanan yang mempunyai jarak relatif jauh.
9
Salah satu hal pokok yang membuat penanganan pascapanen bunga tidak optimal adalah variabel pembentukan harga. Dalam hal pengemasan, produsen – produsen bunga lebih senang menggunakan kemasan primer dari bahan buram, ataupun koran. Dari segi biaya, penggunaan bahan ini merupakan pilihan yang paling tepat. Hanya saja, belum dapat memastikan apakah kualitas dari bahan ini mempunyai hasil yang sama dengan bahan – bahan lain yang mempunyai harga lebih tinggi seperti HVS dan HDPE. Kemasan sekunder Batang bunga
Mahkota bunga
a.
b
Gambar 2. Pola penyusunan bunga dalam pick up Keterangan : a. Tampak depan b. Tampak samping
Pengemasan bunga potong, selain sebagai alat yang berfungsi untuk mempertahankan kualitas produk dan menunjang kelancaran transportasi, juga berfungsi sebagai alat pemasaran yang cukup efektif. Menghadapi persaingan dalam industri bunga, kualitas bunga menjadi faktor penentu, sehingga diperlukan teknik penanganan bunga krisan yang tepat. Dengan demikian bunga tetap dalam kondisi prima sampai di tangan konsumen. Dalam industri bunga, proses distribusi mempunyai peranan yang cukup penting. Proses ini meliputi aktivitas pengemasan, penanganan penggudangan, dan pengangkutan. Selama pendistribusian, kemasan dan produk mengahadapi sejumlah resiko kerusakan antara lain resiko karena faktor lingkungan (suhu dan kelembaban udara), resiko karena faktor fisik (gesekan, distorsi, benturan, dan tekanan), serta resiko lainnya seperti infiltrasi mikroorganisme, pencurian dan kontaminasi (Pantastico,1975).
10
F. Bahan kemasan 1. Plastik Plastik merupakan salah satu bahan kemasan yang terbuat dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan – bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat – sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasai, laminasi dan ekstrusi (Syarief, 1988). Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama – sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar. Beberapa jenis kemasan plastik yang paling dikenal adalah polietilen, polipropilen, poliester, nilon dan vinil film. Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Pembuatan etilen, semula dilakukan dengan tekanan tinggi, namun sekarang dapat dibuat tanpa tekanan tinggi dengan reaksi sebagai berikut : n (CH2 = CH2) Etilen
(-CH2-CH2-CH2)n Polimerisasi
Polietilen
Berdasarkan densitasnya, maka plastik polietilen dibedakan menjadi : a. Polietilen densitas rendah (LDPE = Low Density Polyethylene) LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah dikelim dan murah. Kekakuan dan kekuatan tarik LDPE paling rendah dibandingkan jenis plastik polietilen yang lain (Modulus Young = 20000 – 30000 psi dan kuat tarik 1200 – 2000 psi ). Titik lelehnya berkisar antara 105 – 115 °C. Mempunyai densitas 0.910 – 0.925 g/cm3. b. Polietilen densitas medium (MDPE = Medium Density Polyethylen) Lebih kaku dari LDPE dan mempunyai titik leleh lebih tinggi dari LDPE yaitu antara 115 – 125 °C. Mempunyai densitas 0.926 – 0.940 g/cm3.
11
c. Polietilen densitas tinggi (HDPE = High Density Polyethylene) Dihasilkan dengan cara polimerisasi pada suhu dan tekanan rendah (10 atm dan 50 – 70 °C). HDPE lebih kaku dibandingkan LDPE dan MDPE, tahan terhadap suhu tinggi. Mempunyai densitas 0.941 – 0.965 g/cm3. d.
Linear- Low - Density Polyethylen (LLDPE) Kopolimer etilen dengan sejumlah kecil butana, heksana atau oktana, sehingga mempunyai cabang pada rantai utama dengan interval (jarak) yang teratur. LLDPE lebih kuat dari LDPE dan sifat heat sealing – nya juga lebih baik.
2. Kertas Kertas merupakan bahan yang dihasilkan dari kompresi serat yang berasal dari pulp. Ada beberapa macam kertas yang sengaja dibuat sesuai dengan sifat dan karateristik yang diinginkan. Berbagai macam kertas ini dibuat menggunakan komposisi bahan baku dan bahan – bahan tambahan yang berbeda – beda. Kertas dikenal sebagai media utama untuk menulis, mencetak serta melukis. Selain itu, banyak kegunaan lain dari penggunaan kertas, salah satunya adalah sebagai bahan kemasan. Tidak semua kertas dapat digunakan sebagai kemasan. Untuk menggunakan kertas sebagai kemasan harus diperhatikan sifat – sifat fisik kertas itu sendiri. Sifat – sifat tersebut diantaranya adalah ketahanan tarik, kekuatan tarik, ketahanan gesek, ketahanan sobek, daya regang, daya serap air dan beberapa sifat fisik lainnya (Hambali, 1990). Di perusahaan – perusahaan besar di Indonesia, bahan kemasan primer untuk bunga potong krisan umumnya menggunakan kertas HVS. Salah satunya adalah PT. Alam Indah Bunga Nusantara (AIBN). Kemasan primer ini digunakan karena mempunyai kekuatan dan tampilan yang cukup baik. Hanya saja tidak semua produsen bunga potong krisan menggunakan kertas HVS sebagai kemasan primernya. Kebanyakan petani bunga, masih menggunakan kertas koran atau buram sebagai bahan kemasan. Hal ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran.
12
G. Transportasi Teknik transportasi merupakan penerapan dari sains dan matematika dimana sifat – sifat zat dan sumber – sumber energi alami dipakai untuk mengangkut penumpang dan barang dengan cara yang berguna bagi manusia. Pengangkutan juga diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Pekerjaan pengangkutan ini dilakukan pada saat membawa bunga dari lahan ke gudang penampungan dan dari lokasi penampungan menuju ke konsumen. Di bawah kondisi tropika terjadi kerugian – kerugian yang besar pada beberapa titik dalam urutan distribusi yang disebabkan oleh kerusakan komoditi, penanganan kasar, kelambatan – kelambatan yang tidak dapat dihindarkan, penggunaan wadah – wadah untuk pengangkutan yang tidak sesuai, dan kondisi pengangkutan yang kurang memadai (Pantastico, 1975). Pengangkutan melalui jalan darat adalah yang paling utama di negara – negara berkembang di daerah tropika. Pelaksanaannya memungkinkan adanya keluwesan yang besar, sesuai untuk pengangkutan jarak dekat. Pengangkutan jarak dekat sangat bergantung pada kondisi jalan, pelayanan pengangkutan yang ada, dan organisasi perusahaan – perusahaan pengangkutan. Jalan – jalan kecil mungkin tidak dapat dalam bulan – bulan dengan banyak hujan, dan jembatan – jembatan mungkin menjadi kurang aman. Dengan jalan – jalan semacam itu selalu ada kemungkinan terjadinya kemacetan. Akibatnya terjadi kelambatan dalam pemasaran dan komoditi akan menjadi rusak (Holsten, 1969 dalam Pantastico, 1975). Mengingat sifat bunga yang selalu dikonsumsi dalam keadaan segar dan berpenampilan bagus maka dituntut sistem pengangkutan yang bisa bergerak cepat. Faktor yang perlu diperhatikan yaitu bahan kemasan, suhu udara selama pengangkutan dan susunan kemasan agar tidak terlalu tinggi serta tahan goncangan. Sarana pengangkutan biasa menggunakan mobil box yang dilengkapi alat pengatur suhu udara.
13
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di PT. Alam Indah Bunga Nusantara Jl. Raya Mariwati km 5.5 Desa Kawung Luwuk Sukaresmi Cipanas, Jawa Barat dan PT Bunga 5 Benua Jakarta. Penelitian berlangsung dari bulan April sampai Mei 2007.
B. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga krisan potong White Fiji tipe standar yang diperoleh dari PT. Alam Indah Bunga Nusantara (AIBN) Desa Kawung Luwuk Sukaresmi Cipanas. Cara pemilihan sampel dengan menggunakan purposive random sampling, yaitu pemilihan sampel bunga krisan secara acak. Bahan lain yang digunakan adalah beberapa jenis kemasan yaitu kemasan dengan kertas HVS, plastik HDPE, kertas koran dan kertas buram
Gambar 3. Bentuk dan bahan kemasan primer yang digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
timbangan digital
dengan ketelitian 0.01 gr untuk mengukur bobot, jangka sorong digital dengan ketelitian 0.01mm, bak air, mistar dengan ketelitian 1 mm, gunting bunga dan alat tulis.
14
C. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah : 1. Bunga krisan dipanen pada derajat kemekaran komersial dengan kemekaran 50 – 75 %, lalu tangkai bunga dipotong agar mempunyai panjang yang relatif sama. Bunga yang dipanen merupakan bunga potong dengan grade A. 2. Sebelum dilakukan pemanenan, dilakukan juga pengemasan primer terhadap bunga potong. Pengemasan ini dilakukan dengan cara menutup bagian mahkota bunga (dari leher sampai mahkota bunga) sehingga membentuk contong. Kemasan yang digunakan adalah kertas HVS, plastik HDPE, kertas koran dan kertas buram. 3. Setelah bunga diangkut ke ruang pascapanen, kemudian dilakukan pengamatan, pengukuran dan sortasi terhadap diameter tangkai, diameter tangkai, diameter mahkota bunga, bobot bunga, serta uji organoleptik. 4. Selanjutnya tiap 10 potong bunga dibungkus / dikemas dengan kertas HVS yang telah ada pada perusahaan AIBN. 5. Selanjutnya bunga yang telah dibungkus / dikemas dengan kertas HVS disusun dalam bak pick up tertutup dengan tinggi tumpukan yang berbeda (15 tumpukan dan 25 tumpukan). Gambar penumpukan bunga dalam mobil pick up dapat dilihat pada gambar 4. 6. Pengangkutan dilakukan dari PT. AIBN (Cipanas) ke perusahaan rekanan Bunga 5 Benua (Jakarta) dan ditempuh selama kurang lebih 3 jam perjalanan. 7. Setelah tiba di tempat tujuan dilakukan pengamatan terhadap panjang tangkai, diameter tangkai, diameter mahkota bunga, bobot bunga, tingkat kerusakan bunga. yang meliputi rontok mahkota, rontok daun dan patah batang serta uji organoleptik. 8. Penelitian dilakukan dengan 3 kali ulangan transportasi. Adapun langkah kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini secara skematis seperti terlihat pada Gambar 5.
15
Gambar 4. Penumpukan bunga dalam mobil pick up
Gambar 5. Kegiatan penumpukan bunga dalam mobil pick up
16
Penentuan bunga kualitas / grade A Pengemasan primer di lahan, dilakukan 2 hari sebelum pemanenan. Bahan yang dipakai sebagai kemasan adalah kertas HVS, plastik HDPE, koran dan buram
Pemanenan di lahan pada derajat kemekaran komersial. Pengumpulan bunga krisan potong, sortasi dan grading Pengukuran awal, meliputi : pengukuran panjang tangkai, diameter tangkai, diameter mahkota bunga, bobot bunga, dan uji organoleptik Dilakukan pembungkusan (wrapping) dengan cara mengikat tiap 10 bunga dengan menggunakan kemasan HVS
Bunga dimasukkan dalam pick up dalam dua keadaan tumpukan yang berbeda masing – masing 15 tumpukan dan 25 tumpukan. Bunga diletakkan pada 3 tempat yang berbeda yaitu bawah, tengah dan atas dengan sistem curah (bulky)
Rute transportasi yaitu Cipanas – Jakarta dengan waktu tempuh sekitar 3 jam Tiba di tujuan dilakukan pengamatan terhadap diameter tangkai bunga, panjang tangkai, diameter mahkota bunga, bobot bunga, tingkat kerusakan dan uji organoleptik.
Data hasil pengamatan dan pengukuran diolah menggunakan SPSS dan Excell Menentukan hasil perlakuan kemasan dan tumpukan yang terbaik Gambar 6. Skema kegiatan penelitian yang dilakukan
17
D. Kerusakan Mekanis Bunga Pengamatan tingkat kerusakan mekanis bunga dilakukan setelah proses transportasi berlangsung. Setelah sampai di tujuan, kemasan primer pada bunga segera dilepas, selanjutnya dihitung kerusakan pada tiap – tiap perlakuan.
1. Patah batang Patah batang adalah terjadinya patahan pada tangkai, pengamatan ini diamati secara visual selama proses transportasi. Patah batang disebabkan karena adanya tekanan dan getaran yang besar pada saat terjadinya proses transportasi. Berdasarkan syarat mutu bunga krisan potong terhadap keadaan tangkai bunga, maka tangkai bunga yang masuk mutu A adalah tangkai yang kuat dan lurus. Oleh karena itu setiap bagian tangkai yang telah patah dikategorikan sebagai tangkai yang tidak lurus sehingga dapat dikatakan sebagai bunga cacat. Patah batang (%) =
total bunga yang mengalami patah batang x 100% total sampel
2. Rontok daun Rontok daun diakibatkan karena adanya dorongan dan tekanan yang menimpa bunga selama transportasi. Kesegaran dan kondisi daun juga mempengaruhi mutu bunga itu sendiri. Penanganan pascapanen yang baik harus dilakukan sehingga kondisi daun akan sama, baik sebelum transportasi ataupun setelah transportasi. Rontok daun adalah cacat bunga yang paling sering dijumpai dalam industri bunga potong. Hal ini diakibatkan karena sebagian daun tidak terlindungi secara langsung oleh kemasan, baik primer maupun sekunder Rontok daun diamati selama proses transportasi. Persamaan yang digunakan adalah :
Rontok daun (%) =
total bunga yang mengalami rontok daun x 100% total sampel
18
3. Rontok mahkota Rontok mahkota diamati secara visual selama proses transportasi. Kerontokan ditandai dengan mulai menggulungnya mahkota kearah luar dan dikatakan rontok apabila mahkota benar-benar jatuh kebawah karena sama sekali sudah tidak ada ketegaran mahkota. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan rontok mahkota adalah :
Rontok mahkota (%) =
total bunga yang mengalami rontok mahkota x100% total sampel
Gambar 7. Kondisi bunga sebelum dilakukan wrapping/pembungkusan
19
E. Pengamatan Parameter Fisik Pengamatan dan pengujian mutu bunga potong krisan setelah transportasi meliputi panjang tangkai, diameter tangkai, diameter mahkota bunga, dan bobot bunga. Pengamatan dan pengujian dilakukan pada keadaan awal sebelum dilakukan transportasi, dan setelah bunga sampai ke tempat tujuan.
1. Panjang Tangkai Diameter tangkai bunga diukur dengan menggunakan mistar secara tegak lurus dari ujung bunga sampai ke ujung tangkai. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali dan diambil rata-ratanya. Perhitungan penyusutan diameter tangkai adalah sebagai berikut : % susut diameter tangkai =
Po − Pt x100% Po
Dimana : Po = panjang awal tangkai bunga (cm) Pt = panjang akhir tangkai bunga (cm) 2. Pengukuran diameter tangkai
Pengukuran diameter dilakukan terhadap bunga krisan sebelum dan setelah transportasi. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan atau penyusutan yang terjadi karena proses metabolisme bunga selama proses transportasi. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong digital, dilakukan pada dua titik yang berbeda yaitu bagian bawah dan bagian atas tangkai bunga.
Perhitungan
penyusutan diameter tangkai bunga adalah :
% susut diameter tangkai =
To − Tt x100% To
Dimana : To = diameter awal tangkai bunga (mm) Tt = diameter akhir tangkai bunga (mm)
20
3. Pengukuran diameter mahkota bunga
Pengukuran diameter dilakukan terhadap bunga krisan potong selama proses transportasi. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan diameter bunga pada proses metabolisme bunga selama proses transportasi. Perlakuan pascapanen yang baik, dilakukan untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya kenaikan diameter mahkota yang terlalu besar. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong digital, dilakukan pengukuran pada dua titik yang berbeda kemudian dirata-ratakan. Perhitungan kenaikan diameter bunga adalah % kenaikan diameter bunga =
Dt − Do x100% Do
Dimana : Do = diameter awal bunga (mm) Dt = diameter akhir bunga (mm)
4. Bobot bunga
Berat bunga ditimbang dengan timbangan analitik. Penimbangan dilakukan pada tiap tangkai bunga. Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan presentase penurunan bobot bahan sebelum pengangkutan sampai dengan setelah pengangkutan. Persamaan yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah : % susut bobot =
Wo − Wt x100% Wo
Dimana : Wo = bobot awal bunga (gram) Wt = bobot akhir bunga (gram)
21
F. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan terhadap kesegaran dan bentuk mahkota, kesegaran batang dan daun serta kesukaan. Pengujian dilakukan sebelum dan setelah transportasi. Pengujian dilakukan dengan mengambil panelis sebanyak 9 orang untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap parameter yang akan dianalisa. Panelis yang digunakan adalah panelis yang sudah berkompeten di bidangnya, terutama dalam penilaian fisik bunga krisan. Penilaian berdasarkan kriteria suka dan tidak suka. Skala nilai yang digunakan adalah : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = biasa 4 = suka 5 = sangat suka
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Kerusakan Mekanis
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bunga potong krisan White Fiji kualitas A yang mempunyai tingkat kerusakan 0 % (tidak ada). Pengukuran tingkat kerusakan mekanis hanya dilakukan setelah transportasi. Dua hal yang mempunyai pengaruh besar dalam tingkat kerusakan mekanis bunga adalah adanya getaran dan tekanan terhadap bunga pada saat transportasi berlangsung. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah banyaknya tumpukan yang ikut mempengaruhi tingkat kerusakan mekanis bunga. Selain itu, kondisi jalan buruk yang mengakibatkan terjadinya goncangan – goncangan pada kendaraan. Goncangan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya benturan antar bunga sehingga dapat mengakibatkan kerusakan. Kerusakan – kerusakan yang timbul akibat transportasi pada bunga adalah luka memar karena tumbukan, disebabkan kerena jatuhnya produk, baik secara langsung maupun dalam kemasan ke permukaan keras. Luka ini mungkin saja tidak terlihat di permukaan komoditi, sehingga diperlukan pengontrolan yang sangat teliti untuk mendapatkan kualitas yang sangat baik. Yang kedua adalah luka memar karena getaran, terjadi karena packing yang tidak sesuai ataupun karena pengisian yang berlebihan. Yang terakhir adalah luka memar atau lecet karena getaran, yang diakibatkan karena kurangnya penanganan dalam packing yang menyebabkan mudahnya luka atau lecet pada bunga. Luka atau kerusakan akan semakin banyak bila permukaan kemasan kasar. Berbagai kerusakan pada bunga juga diakibatkan karena perlakuan – perlakuan yang kurang teliti dan kurang hati – hati dari karyawan yang berlangsung selama proses pascapanen. Sebagai contoh adalah kegiatan bongkar muat bunga yang terjadi sebelum dan setelah transportasi. Tidak jarang, timbulnya rontok daun dan rontok mahkota terjadi pada kegiatan ini.
23
Di dalam penelitian, kerusakan mekanis yang diamati pada bunga adalah patah batang, rontok daun dan rontok mahkota. Selanjutnya pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase kerusakan pada tiap – tiap perlakuan bunga setelah proses transportasi. Hasil persentase kerusakan bunga dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Nilai persentase rata – rata tingkat kerusakan mekanis setelah transportasi. Jenis kerusakan (%)
Perlakuan Patah batang
Rontok daun
Rontok mahkota
Total (%)
A1B1
0
3.33
0
3.33
A1B2
1.11
7.78
1.11
9.99
A2B1
0
4.44
1.11
5.55
A2B2
1.11
5.56
0
6.67
A3B1
0
4.44
1.11
5.55
A3B2
1.11
11.1
2.22
14.44
A4B1
0
3.33
4.45
7.78
A4B2
0
6.67
3.33
10.00
Keterangan : A1 = kemasan primer dengan kertas HVS A2 = kemasan primer dengan plastik HDPE A3 = kemasan primer dengan kertas koran A4 = kemasan primer dengan kertas buram
B1 = 15 tumpukan B2 = 25 tumpukan
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa persentase tingkat kerusakan mekanis bunga potong krisan yang tinggi terjadi pada kemasan primer kertas koran dengan rata – rata kerusakan sebesar 9.99%. Hal ini terjadi karena kertas koran mempunyai ketebalan yang tidak cukup kuat untuk menahan besarnya tekanan dan getaran yang terjadi selama proses transportasi berlangsung. Dari tabel juga dapat terlihat bahwa jenis kerusakan terbesar diakibatkan karena adanya rontok daun. Sedangkan kerusakan mekanis patah batang pada bunga mempunyai persentase kerusakan yang paling kecil.
24
1. Patah batang
Patah batang ditandai dengan patahnya batang bunga. Dari hasil pengamatan setelah proses transportasi, didapatkan banyaknya bunga yang mengalami patah batang masing – masing 1 buah pada ulangan 1 dan ulangan 3. Pada ulangan 2 tidak terdapat bunga yang mengalami patah batang. Bunga dengan kualitas mutu A mempunyai batang yang kokoh dan kuat sehingga tidak mudah patah pada perlakuan pascapanen.
Sebelum transportasi
Setelah transportasi
100
Bunga utuh (% )
99
98
97
96
95 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25
KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25
perlakuan
Gambar 8. Banyaknya bunga yang tidak mengalami patah batang selama proses transportasi. Analisis sidik ragam pada tabel 3 menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan kemasan, tumpukan, ataupun interaksi kemasan dan perlakuan
terhadap
kerusakan mekanis patah batang pada bunga. Dari uji lanjut Duncan (lampiran 7) juga menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh tiap – tiap perlakuan terhadap kerusakan patah batang. Kerusakan mekanis patah batang pada bunga lebih disebabkan pada penempatan bunga pada kemasan, di atas, tengah ataupun bawah. Perlakuan yang paling optimum untuk mengurangi kerusakan patah batang pada
25
bunga adalah kemasan HVS dengan 15 tumpukan sedangkan perlakuan paling buruk adalah kemasan koran dengan 25 tumpukan. Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan patah batang pada bunga. Jumlah Derajat Kuadrat Sumber keragaman F hitung F tabel kuadrat bebas tengah Kemasan 1.852 3 .617 .667 3.24 Tumpukan 1.852 1 1.852 2.000 4.49 Kemasan * tumpukan 1.852 3 .617 .667 3.24 Galat 14.815 16 .926 Total 20.370 23 α = 0.05 * = Berpengaruh nyata 2. Rontok daun
Rontok daun adalah cacat bunga yang paling sering dijumpai dalam industri bunga potong. Kerusakan ini ditandai dengan lepasnya daun dari tangkai / batang bunga. Hal ini diakibatkan karena sebagian daun tidak terlindungi secara langsung oleh kemasan primer. Sebagian produsen bunga terutama petani – petani bunga, tidak begitu memperdulikan kondisi daun pada bunga karena fokus mereka adalah melindungi mahkota bunga. Sebaliknya, kondisi dan kesegaran bunga merupakan hal yang sangat penting dalam industri bunga. Dari hasil pengamatan yang disajikan pada gambar 9 dapat dilihat bahwa semua bunga mengalami rontok daun setelah proses transportasi berlangsung. Selain itu, juga terlihat bahwa bunga dengan perlakuan 25 tumpukan mempunyai persentase kerusakan lebih tinggi dibandingkan bunga dengan perlakuan 15 tumpukan dengan kemasan yang sama. Kerusakan terkecil terjadi pada perlakuan kemasan HVS dengan 15 tumpukan (96.67 % utuh) sedangkan kerusakan terbesar terjadi pada perlakuan kemasan koran dengan 25 tumpukan (88.89 % utuh).
26
Sebelum transportasi
Setelah transportasi
102 100 98
bunga utuh (% )
96 94 92 90 88 86 84 82 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25
KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25
perlakuan
Gambar 9. Banyaknya bunga yang tidak mengalami rontok daun selama proses transportasi. Analisis sidik ragam pada tabel 4 menunjukkan adanya pengaruh perlakuan tumpukan terhadap kerusakan rontok daun pada bunga. Dari uji lanjut Duncan (lampiran 8) diketahui bahwa kemasan kertas HVS dan buram 15 tumpukan berpengaruh nyata terhadap kemasan koran dengan 25 tumpukan. Kemasan HVS dan buram mempunyai kekakuan dan kekuatan untuk menahan getaran dan tekanan yang lebih besar dibandingkan kemasan HDPE dan koran. Dari kedelapan perlakuan yang diberikan, 4 perlakuan terbaik merupakan perlakuan dengan 15 tumpukan, sedangkan perlakuan dengan 25 tumpukan berada di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya persentase rontok daun berbanding lurus dengan banyaknya jumlah tumpukan selama proses transportasi berlangsung. Semakin banyak tumpukan, maka bunga yang mengalami kerusakan rontok daun akan semakin besar. Susunan vertikal dalam kemasan menyebabkan bunga krisan yang berada pada lapisan bawah banyak mengalami luka memar dan mengakibatkan kerontokan daun. Dari lampiran 18 terlihat bahwa banyaknya bunga yang mengalami rontok daun terjadi pada tumpukan bunga di bagian bawah.
27
Evaporasi akan menyebabkan berkurangnya air dalam bunga potong. Kehilangan air hingga 10% atau lebih akan menyebabkan daun layu dan menurunnya mutu bunga. Evaporasi akan meningkat bila suhu lingkungan tinggi dan kelembapan udara di sekitar bunga relatif rendah (Soekartawi 1996). Proses transportasi yang dilakukan pada siang hari mengakibatkan pangkal bunga menjadi kering dan mempercepat terjadinya kerontokan daun. Tabel 4. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan rontok daun pada bunga. Jumlah Derajat Kuadrat Sumber keragaman F hitung F tabel kuadrat bebas tengah Kemasan 31.463 3 10.488 .781 3.24 Tumpukan 90.715 1 90.715 6.759* 4.49 Kemasan * tumpukan 24.059 3 8.020 .598 3.24 Galat 214.741 16 13.421 Total 360.978 23 α = 0.05 * = Berpengaruh nyata
28
3. Rontok mahkota
Rontok mahkota ditandai dengan terlepasnya mahkota bunga dari tempat semestinya. Kerontokan terjadi karena kurangnya air yang mengalir ke mahkota akibat tersumbatnya pembuluh tangkai sehingga tidak ada ketegaran pada bunga. Hanya saja, dalam kasus ini (transportasi) kerontokan bunga lebih disebabkan karena pengaruh kontak antar kemasan primer, maupun antar kemasan primer dengan sekunder. Selain itu, kondisi jalan yang buruk juga ikut menentukan banyaknya bunga yang mengalami kerontokan mahkota. Pengaruh goncangan yang besar akibat buruknya jalan mengakibatkan beberapa kemasan primer pada bunga terlepas / melorot sehingga kontak langsung antar mahkota tidak dapat terhindarkan. Banyaknya bunga yang mengalami rontok mahkota tidak dipengaruhi oleh banyaknya tumpukan. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengamatan yang disajikan pada gambar 10. Dari gambar 10 terlihat bahwa pada kemasan HDPE, bunga dengan perlakuan 15 tumpukan mempunyai persentase kerusakan lebih tinggi dibandingkan bunga dengan perlakuan 25 tumpukan. Sebelum transportasi
Setelah transportasi
101 100
Bunga utuh (% )
99 98 97 96 95 94 93 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25 KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25 perlakuan
Gambar 10. Banyaknya bunga yang tidak mengalami rontok mahkota selama proses transportasi.
29
Analisis sidik ragam pada tabel 5 menunjukkan adanya pengaruh perlakuan kemasan terhadap kerusakan rontok mahkota pada bunga. Dari uji lanjut Duncan (lampiran 9) diketahui bahwa kemasan buram 15 tumpukan berbeda nyata terhadap tujuh perlakuan lainnya. Perlakuan A1B1 (HVS, 15 tumpukan) dan A2B2 (HDPE, 25 tumpukan) mempunyai tingkat kerusakan 0 (100 % utuh). Sedangkan tingkat kerusakan tertinggi terjadi pada perlakuan buram dengan 15 tumpukan. Tabel 5. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan rontok mahkota pada bunga. Jumlah Derajat Kuadrat Sumber keragaman kuadrat bebas tengah F hitung F tabel Kemasan 56.967 3 18.989 4.557* 3.24 Tumpukan .463 1 .463 .111 4.49 Kemasan * tumpukan 5.093 3 1.698 .407 3.24 Galat 66.667 16 4.167 Total 129.189 23 α = 0.05 * = Berpengaruh nyata Mahkota bunga bersentuhan langsung dengan kemasan primer. Untuk menghindari luka, memar ataupun kerontokan pada mahkota maka diperlukan kemasan yang mampu melindungi mahkota bunga secara optimum. Untuk itu diperlukan bahan kemasan dengan tahanan gesek yang tinggi. Ketahanan gesek menunjukkan seberapa kuat bahan kemasan digesek dengan beban tertentu sehingga rusak. Gaya gesek pada permukaan kasar lebih besar dibandingkan dengan gaya gesek pada permukaan licin. Plastik HDPE dan kertas HVS mempunyai ketahanan gesek yang besar dibandingkan kemasan koran dan buram. Kemasan yang licin pada HVS dan plastik HDPE membuat kemasan lebih tahan terhadap gesekan. Selain ketahanan gesek, plastik HDPE juga mempunyai kekuatan tarik yang paling baik dibandingkan kemasan lainnya. Plastik dan kertas mempunyai daya serap air yang berbeda. Pada saat pengamatan setelah transportasi berlangsung, dapat terlihat bahwa kemasan kertas koran mengalami kerusakan (sobek) yang paling besar. Kerusakan tersebut diakibatkan karena koran mempunyai daya serap air yang tinggi. Proses evaporasi
30
bunga selama transportasi mengakibatkan koran menjadi basah dan mudah mengalami kerusakan. Berbeda halnya dengan kemasan HDPE, kemasan ini mempunyai daya serap air yang rendah sehingga tingkat kerusakan dapat ditekan.
B. Pengukuran Parameter Fisik 1. Susut panjang tangkai
Perhitungan susut panjang tangkai dilakukan setelah transportasi. Panjang tangkai bunga diukur mulai dari ujung tangkai sampai ke ujung mahkota bunga. Panjang tangkai sangat berpengaruh dalam industri bunga karena hal ini berkaitan langsung dengan permintaan konsumen yang selalu mempunyai standar tertentu dalam membeli bunga. Tabel 6. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap susut panjang tangkai pada bunga. Jumlah Derajat Nilai Sumber keragaman kuadrat bebas tengah F hitung F tabel Kemasan .013 3 .004 .254 3.24 Tumpukan .003 1 .003 .144 4.49 Kemasan * tumpukan .013 3 .004 .252 3.24 Galat .279 16 .017 Total .308 23 α = 0.05 * = Berpengaruh nyata Pada lampiran 10 dapat terlihat bahwa kemasan yang mengalami susut panjang tertinggi adalah kemasan kertas buram dengan 15 tumpukan (A4B1). Sedangkan susut panjang tangkai terkecil adalah kemasan kertas buram dengan 25 tumpukan (A4B2). Hal ini dapat terjadi karena kertas buram mempunyai tingkat kekuatan dan kekakuan yang rendah sehingga tidak dapat melindungi mahkota bunga secara sempurna. Akibatnya, mahkota bunga akan mekar setelah kemasannya dibuka. Kemekaran mahkota bunga ini akan membuat panjang tangkai berkurang karena panjang mahkota akan berkurang. Rata – rata susut panjang tangkai pada tiap kemasan mempunyai selisih yang tidak terlalu besar.
31
Hasil analisis sidik ragam terhadap susut panjang tangkai pada tabel 6 menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan kemasan, tumpukan maupun interaksi kemasan dan tumpukan terhadap susut panjang tangkai. Hal ini terjadi karena terjadinya susut panjang tangkai lebih dipengaruhi oleh penyimpanan bunga yang berhubungan dengan meningkatnya proses metabolisme dan katabolisme bunga. Dari uji lanjut Duncan (lampiran 11) terlihat bahwa ke -8 perlakuan tidak berbeda nyata. Sebelum transportasi
Setelah transportasi
78 77 76
Panjang tangkai (cm)
75 74 73 72 71 70 69 68 67 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25
KORAN+15
KORAN+25
BURAM+15
BURAM+25
Perlakuan
Gambar 11. Perubahan panjang tangkai sebelum dan setelah transportasi.
32
2. Susut diameter tangkai
Perhitungan susut diameter tangkai dilakukan setelah transportasi. Diameter tangkai sangat berpengaruh dalam industri bunga. Konsumen akan selalu menginginkan diameter bunga yang cukup besar. Diameter bunga yang diinginkan konsumen harus kokoh, kuat dan tidak melengkung. Standar diameter tangkai bunga krisan tipe standar adalah 4 – 5 mm. Diameter bunga yang terlalu kecil mengakibatkan bunga tidak dapat berdiri dengan kokoh sehingga kemungkinan terjadinya bent neck semakain tinggi.. Sebelum transportasi
Setelah transportasi
8 7
Diameter tangkai (mm)
6 5 4 3 2 1 0 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25
KORAN+15
KORAN+25
BURAM+15
BURAM+25
Perlakuan
Gambar 12. Perubahan diameter tangkai sebelum dan setelah transportasi. Pada lampiran 12 dapat terlihat bahwa rata – rata susut diameter tangkai pada tiap kemasan mempunyai selisih yang tidak terlalu besar. Hasil analisis sidik ragam terhadap susut diameter tangkai menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan kemasan, tumpukan maupun interaksi kemasan dan tumpukan terhadap susut diameter tangkai. Dari uji lanjut Duncan (lampiran 13), juga terlihat bahwa ke -8 perlakuan tidak berbeda nyata. Pada proses transportasi jarak dekat, perubahan diameter tangkai bunga tidak terlalu signifikan. Terjadinya susut diameter tangkai
33
lebih disebabkan karena proses fisiologis bunga. Pada transportasi jarak jauh, nilai susut diameter bunga akan lebih terlihat. Hal ini berhubungan erat dengan proses evaporasi pada bunga itu sendiri. Semakin lama proses transportasi berlangsung, maka kehilangan air pada bunga akan semakin besar yang mengakibatkan diameter bunga mengalami penurunan, sedangkan pada penyimpanan basah diameter bunga akan mengalami kenaikan bersamaan dengan lamanya penyimpanan bunga. Tabel 7. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap susut diameter tangkai pada bunga. Jumlah Derajat Sumber keragaman kuadrat bebas Nilai tengah F hitung F tabel Kemasan .142 3 .047 .283 3.24 Tumpukan .038 1 .038 .224 4.49 Kemasan * tumpukan .304 3 .101 .606 3.24 Galat 2.678 16 .167 Total 3.162 23 α = 0.05 * = Berpengaruh nyata
3. Kenaikan diameter mahkota
Diameter mahkota bunga merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan kualitas bunga. Bunga krisan dipotong pada tingkat kemekaran 50 – 75%. Hal ini bertujuan agar bunga dapat mengembang sempurna saat berada di tangan konsumen. Kemekaran bunga ditunjukkan dengan peningkatan diameter bunga sampai maksimum dan selanjutnya menurun sampai bunga menjadi layu. Secara fisiologi, kemekaran bunga dapat menunjukkan bahwa jaringan bunga masih aktif melakukan metabolisme dan aktivitas ini akan menurun setelah bunga mencapai mekar penuh. Oksigen dan karbohidrat berperan penting dalam kemekaran bunga. Energi hasil respirasi yang terhimpun dalam ATP digunakan untuk proses esensial kemekaran (Zagory dan Kader, 1998 dalam Arimbawa, 1997). Tingkat kemekaran bunga juga dapat bertambah selama proses transportasi berlangsung. Tekanan yang terlalu besar akan mengakibatkan mahkota bunga
34
mengembang setelah kemasan primer dibuka. Hal ini terjadi karena pangkal mahkota tidak dapat mempertahankan kekokohan mahkota. Mekarnya mahkota bunga karena tekanan membuat mahkota bunga mempunyai tampilan visual yang kurang bagus. Hal ini akan merugikan terutama bagi konsumen yang menginginkan bunga dalam keadaan yang sama seperti sebelum transportasi.
Sebelum transportasi
Setelah transportasi
100
Ken aiakan d iameter mah ko ta (mm)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25
KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25
Perlakuan
Gambar 13.
Perubahan kenaikan diameter mahkota bunga sebelum dan setelah transportasi
Dari lampiran 14 dapat dilihat bahwa bunga pada tiap – tiap perlakuan mengalami kenaikan diameter mahkota. Persentase terbesar adalah perlakuan dengan kemasan kertas buram, sedangkan persentase kenaikan diameter terkecil adalah perlakuan dengan kemasan HVS. Diperlukan kemasan yang cukup kuat untuk dapat menahan berat tumpukan bunga. Kemasan ini berfungsi untuk mencegah kenaikan diameter mahkota bunga karena perlakuan fisik selama transportasi. Kemasan HVS mempunyai kekuatan yang paling baik dibandingkan bahan kemasan lain sehingga mempunyai persentase kenaikan diameter paling kecil.
35
Hasil analisis sidik ragam pada tabel 8 menunjukkan adanya pengaruh perlakuan kemasan terhadap kenaikan diameter mahkota bunga dan tidak adanya pengaruh tumpukan serta interaksi kemaan dan tumpukan terhadap perubahan diameter mahkota. Dari uji lanjut Duncan (lampiran 15) terlihat adanya perbedaan nyata antara perlakuan kemasan HVS 15 tumpukan terhadap kemasan buram 15 tumpukan dan koran 25 tumpukan, serta beda nyata antara
kemasan koran 25
tumpukan terhadap kemasan HVS 15 dan 25 tumpukan. Tabel 8. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap kenaikan diameter mahkota pada bunga. Jumlah Derajat Sumber keragaman kuadrat bebas Nilai tengah F hitung F tabel Kemasan 91.462 3 30.487 3.675* 3.24 Tumpukan 5.899 1 5.899 .711 4.49 Kemasan * tumpukan 14.166 3 4.722 .569 3.24 Galat 132.729 16 8.296 Total 244.256 23 α = 0.05 * = Berpengaruh nyata 4. Susut bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan setelah transportasi. Kehilangan bobot ini cukup berpengaruh dalam industri bunga. Susut bobot dapat diartikan sebagai kehilangan kandungan air. Hanya saja, susut bobot pada saat transportasi lebih disebabkan karena kerontokaan pada daun maupun mahkota bunga.
36
Sebelum transportasi
Setelah transportasi
80 70
Bo b o t b u n g a (g ram)
60 50 40 30 20 10 0 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25
KORAN+15
KORAN+25
BURAM+15
BURAM+25
Perlakuan
Gambar 14. Perubahan bobot bunga sebelum dan setelah transportasi. Dari gambar 14 terlihat bahwa susut bobot dijumpai pada setiap perlakuan. Rata – rata kehilangan bobot pada saat proses transportasi berlangsung adalah 3.08 gram. Susut bobot terbesar terjadi pada kemasan kertas buram 25 dan 15 tumpukan. Masing – masing adalah 7.21 gr dan 5.59 gr. Kehilangan bobot ini sangat berhubungan dengan tingkat kerusakan mekanis, yaitu rontok daun dan rontok mahkota. Semakin besarnya persentase rontok daun dan rontok mahkota maka besarnya susut bobot akan semakin bertambah.
37
Tabel 9. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kemasan dan tumpukan terhadap susut bobot pada bunga. Jumlah Derajat Sumber keragaman kuadrat bebas Nilai tengah F hitung F tabel Kemasan 66.733 3 22.244 1.825 3.24 Tumpukan 73.512 1 73.512 6.033* 4.49 Kemasan * tumpukan 7.001 3 2.334 .192 3.24 Galat 194.975 16 12.186 Total 342.222 23 α = 0.05 * = Berpengaruh nyata Hasil analisis sidik ragam pada tabel 9 menunjukkan adanya pengaruh perlakuan tumpukan terhadap susut bobot dan tidak adanya pengaruh kemasan serta interaksi kemasan dan tumpukan terhadap susut bobot. Hal ini sesuai dengan kesimpulan pada tingkat kerusakan mekanis rontok daun. Hasil uji lanjut Duncan pada lampiran 17 menunjukkan adanya perbedaan nyata perlakuan HVS 15 tumpukan terhadap kemasan buram 15 tumpukan.
C. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan oleh 9 orang panelis yang menilai menggunakan alat indera manusia. Parameter yang diamati dalam uji organoleptik adalah kesegaran dan bentuk mahkota, kesegaran batang dan daun serta kesukaan. Pada uji organoleptik ini, tidak dilakukan pengamatan terhadap warna. Perubahan warna dalam proses transportasi yang dekat (3 jam perjalanan darat) relatif tidak ada. Warna bunga krisan potong setelah proses transportasi dan selama masa pajangan hingga hari ke-6 secvara visual tidak menunjukkan adanya perubahan. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa selama masa pajangan pengaruh model kemasan dan tumpukan tidak berbeda nyata. Hal ini dimungkinkan karena bunga dengan derajat kemekaran 75% mempunyai proses metabolisme yang sudah optimal sehingga memberikan intensitas warna dominan tertinggi pada bunga. (Alamanda, 2007).
38
Tabel 10. Nilai uji organoleptik terhadap bunga krisan pada tiap perlakuan kemsan dan tumpukan. PERLAKUAN A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Kesegaran dan bentuk mahkota 2.88 3.22 3.11 2.67 2.89 2.78 3.00 3.44
2.67 2.67 2.33 2.67 2.44 2.78 2.89 3.33
Kesegaran batang dan daun 3.00 2.78 2.56 2.56 2.56 2.22 3.22 3.44
2.89 2.11 2.11 2.33 2.22 2.33 2.33 3.44
Kesukaan
3.00 2.89 2.67 2.56 2.56 2.33 2.89 3.11
2.33 1.89 2.00 2.33 1.89 2.22 2.22 3.00
1. Kesegaran dan bentuk mahkota
Kesegaran dan bentuk mahkota merupakan hal yang paling utama dalam penilaian konsumen. Sebelum transportasi, nilai kesegaran dan bentuk mahkota berkisar antara 2.67 sampai 3.44 dengan rata rata nilai 3. Nilai tertinggi pada perlakuan kemasan buram dengan 25 tumpukan. Sebelum transportasi 4.00
3.50
Kesegaran dan bentuk mahkota
Setelah transportasi
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25 KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25 Perlakuan
Gambar 15. Tingkat kesukaan konsumen terhadap kesegaran dan bentuk mahkota sebelum dan setelah transportasi.
39
Hampir semua nilai kesegaran dan bentuk mahkota pada semua perlakuan setelah transportasi mengalami penurunan. Faktor yang menjadi penyebabnya adalah bentuk mahkota bunga yang tidak sempurna lagi. Selain itu, memar dan luka pada mahkota ikut mempengaruhi keputusan panelis untuk mengurangi nilai. Penurunan nilai terbesar terjadi pada perlakuan kemasan HDPE dengan 15 tumpukan yang mencapai 15.38 % sedangkan perlakuan HDPE 25 tumpukan dan koran 25 tumpukan tidak mengalami penurunan nilai (konstan). Rata – rata nilai setelah transportasi adalah 2.72 sehingga persentase penurunan nilai sebelum dan setelah transportasi adalah 9.26 %.
2. Kesegaran batang dan daun
Kesegaran batang dan daun bukan merupakan aspek terpenting menurut penilaian konsumen. Sebelum transportasi, nilai kesegaran batang dan daun berkisar antara 2.22 – 3.44 dengan rata – rata nilai 2.79. Dari tabel 10 dapat terlihat bahwa hampir semua perlakuan mengalami penurunan nilai. Hanya saja, pada perlakuan kemasan koran dengan 25 tumpukan mengalami kenaikan persentase sebesar 5 %. Penurunan nilai kesegaran batang dan daun terbesar terjadi pada perlakuan kemasan buram dengan 25 tumpukan dengan persentase 27.59 %. Kurang optimalnya perlakuan pascapanen membuat panelis menurunkan nilai terhadap kesegaran batang dan daun. Penilaian panelis terhadap kesegaran batang dan daun lebih menitikberatkan pada keadaan daun. Secara visual, kesegaran batang selama transportasi tidak mempunyai pengaruh yang besar. Beberapa kemasan yang tidak mampu menahan tekanan dan getaran selama transportasi mengakibatkan terjadinya rontok daun. Banyaknya bunga yang mengalami rontok daun membuat panelis tidak punya pilihan selain memberikan nilai kurang terhadap penilaian kesegaran batang dan daun.
40
Sebelum transportasi
Setelah transportasi
4.00
Kesegaran batang dan daun
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25 KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25 Perlakuan
Gambar 16. Tingkat kesukaan konsumen terhadap kesegaran batang dan daun sebelum dan setelah transportasi. 3. Kesukaan
Kesukaan yaitu semua yang dapat dilihat oleh mata seperti ukuran, bentuk, kecemerlangan dan kebenaran warna dari bunga. Ketidaksukaan pada salah satu sifat organoleptik tersebut bisa berakibat skor yang diberikan panelis rendah. Hal ini dapat menggambarkan konsumen tidak dapat menerima bunga tersebut. Nilai rata – rata yang diberikan panelis sebelum transportasi adalah 2.75. Sedangkan nilai rata – rata nilai setelah berlangsungnya proses transportasi adalah 2.24. Nilai penurunan tertinggi untuk parameter kesukaan adalah perlakuan kemasan HVS dengan 25 tumpukan dengan persentase penurunan sebesar 34.61 %. Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa terjadi penurunaan nilai dari perlakuan dengan 15 tumpukan ke 25 tumpukan dalam kemasan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya tumpukan sangat mempengaruhi penilaian panelis.
41
Sebelum transportasi
Setelah transportasi
3.50 3.00
Kesukaan
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 HVS+15
HVS+25
HDPE+15
HDPE+25 KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25 Perlakuan
Gambar 17. Tingkat kesukaan konsumen terhadap bunga sebelum dan setelah transportasi. D. Analisis Biaya
Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai didefinisikan sebagai biaya untuk kemasan (kertas HVS, plastik HDPE, kertas koran dan kertas buram) dan biaya transportasi. Biaya kemasan terdiri dari harga kemasan, biaya mengemas dan biaya peralatan yang digunakan selama proses pengemasan. Untuk biaya mengemas dan biaya peralatan diasumsikan sama untuk semua perlakuan, hal ini juga berlaku untuk biaya transportasi dimana besarnya biaya sama
untuk
semua
perlakuan.
Pengeluaran
yang
termasuk
dalam
biaya
diperhitungkan adalah biaya penyusutan / persentase kerusakan bunga selama transportasi. Kemasan plastik HDPE mempunyai struktur biaya yang paling tinggi. Biaya kemasan HDPE yang dikeluarkan untuk setiap satu tangkai bunga adalah Rp. 22.5. Biaya untuk kemasan HVS Rp.17.3 per tangkai dan biaya untuk kemasan buram Rp. 6.67 per tangkai, sedangkan biaya kemasan paling rendah adalah kemasan kertas koran sebesar Rp.5 untuk setiap tangkai bunganya.
42
Keuntungan bunga didapatkan dengan cara mengurangi harga seluruh bunga yang terangkut dengan total struktur biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Untuk mendapatkan perlakuan yang paling optimum dari segi biaya, maka dicari perlakuan dengan R/C ratio yang paling tinggi. Dari lampiran 19 dapat dilihat bahwa kemasan HVS mempunyai R/C ratio paling tinggi. R/C ratio tertinggi kedua adalah kemasan kertas koran dimana mempunyai perbedaan nilai R/C ratio yang tidak terlalu jauh dengan kemasan HVS. Kemasan koran mempunyai biaya tunai yang rendah sehingga R/C ratio yang didapat tinggi. Hanya saja, penampilan visual dari kemasan koran kurang menarik. Kemasan HVS dengan 15 tumpukan mempunyai biaya kerusakan paling kecil dibandingkan perlakuan lainnya sehingga didaptkan nilai R/C yang paling tinggi, hanya saja bunga yang terangkut hanya 7500 potong bunga sehingga masih menyisakan ruang yang cukup besar di bak mobil pengangkut. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme sistem pengangkutan yang efektif dan efisien sehingga dapat mengangkut bunga dalam jumlah besar tetapi mempunyai nilai kerusakan yang kecil. Salah satu solusi yang bisa digunakan adalah modifikasi pada alat transportasi. Keadaan saat ini, bunga ditransportasikan dalam mobil box tanpa sekat sehingga dalam sekali transportasi tumpukan bunga bisa mencapai 30 tumpukan. Hal ini tentu saja akan memperbesar persentase kerusakan bunga, karena tingkat kerusakan bunga berbanding lurus dengan banyaknya jumlah tumpukan selama transportasi. Modifikasi yang bisa dilakukan adalah pembuatan rak pada mobil box sehingga terdapat dua tempat yang bisa digunakan untuk meletakkan bunga selama transportasi berlangsung. Rak pertama (bawah) untuk meletakkan 15 tumpukan bunga sedangkan rak kedua (atas) untuk meletakkan bunga yang lainnya. Gambar lebih detail dapat dilihat pada lampiran 20.
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kerusakan rata – rata bunga potong krisan selama transportasi yang diakibatkan karena patah batang adalah 0.42%, rontok daun 5.83% dan rontok mahkota 1.67%. Pada tingkat kerusakan mekanis, ada pengaruh perlakuan tumpukan terhadap kerusakan rontok daun. Semakin banyak jumlah tumpukan selama transportasi, semakin tinggi tingkat kerusakan rontok daun. 2. Ada pengaruh perlakuan kemasan terhadap kerusakan rontok mahkota. Kemasan HDPE merupakan kemasan terbaik karena mempunyai ketahanan gesek yang paling besar. Selain itu, plastik HDPE mempunyai daya serap air yang paling kecil sehingga kerusakan pada kemasan dapat ditekan. 3. Pada penurunan parameter fisik, tidak ada pengaruh perlakuan kemasan, tumpukan maupun interaksi kemasan dan tumpukan terhadap susut panjang tangkai dan susut diameter tangkai. Ada pengaruh perlakuan kemasan terhadap kenaikan diameter mahkota bunga dan ada pengaruh perlakuan tumpukan terhadap susut bobot. 4. Dari hasil keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa bunga dengan 15 tumpukan menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan 25 tumpukan. Sedangkan kemasan terbaik berturut - turut adalah HVS, HDPE, buram dan Koran, hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kemasan HVS merupakan kemasan terbaik. 5. Untuk pengiriman bunga dari Cipanas ke Jakarta tidak diperlukan kemasan sekunder karena dengan kemasan primer saja, kerusakan bunga tidak terlalu besar.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tambahan perlakuan kemasan sekunder untuk transportasi bunga krisan jarak jauh yang mempunyai kerusakan bunga lebih besar.
44
DAFTAR PUSTAKA
ABS Tirtosoekotjo, Roosmani dan Murtiningsih. 1992. Pengepakan Bunga Krisan. Jurnal Hortikultura Volume 14 No. 2. Balai Penelitian Tanaman Hias. Cianjur. Alamanda, Dini Turipanam. 2007. Pengkajian Kemasan Primer pada Transportasi Bunga Potong Krisan (Chrysantemum indicum). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Arimbawa, I. G. R. 1997. Perlakuan Fisik dan Kimia Untuk Memperpanjang Kesegaran Bunga Potong. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2006. http // www.bps.co.id.
Data
Statistik
Tanaman
Hias
Indonesia.
Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI -4478-1998. Bunga Potong Krisan. Budiarto, Kurniawan dkk. 2006. Budidaya Krisan Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. Julianti, Elisa. 2007. Teknologi Pengemasan. Diktat Kuliah. Universitas Sumatera Utara. Medan. Hambali, E. 1995. Pola Distribusi dan Transportasi Produk Hortikultura. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Edisi Khusus. IPB, Bogor. Nurminah, Mimi. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian, USU, Medan. Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Prajawati, Nur Muthia. 2006. Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sjaifullah, Murtiningsih dan P. Sulusi. 2002. Pengepakan Bunga Krisan Untuk Pengiriman Antarprovinsi. Jurnal Hortikultura Volume 12 No. 3. Balai Penelitian Tanaman Hias. Cianjur. Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. UI Pres, Jakarta. Syarief, Rizal. 1989. Teknologi Pengemasan Bahan Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. PAU, IPB, Bogor.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Nilai persentase kerusakan bunga pada tiap perlakuan selama proses transportasi. Jenis kerusakan
PATAH BATANG
RONTOK DAUN
RONTOK MAHKOTA
Perlakuan
Ulangan 1 (%)
Ulangan 2 (%)
Ulangan 3 (%)
Rataan (%)
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
0 0 0 3.33 0 0 0 0 3.33 3.33 6.67 6.67 6.67 13.3 6.67 6.67 0 0 0 3.33 3.33 0 6.67 3.33
0 0 0 0 0 0 0 0 3.33 13.3 3.33 3.33 3.33 6.67 3.33 13.3 0 3.33 3.33 0 0 0 6.67 0
0 3.33 0 0 0 3.33 0 0 3.33 6.67 3.33 6.67 3.33 13.3 0 0 0 0 0 0 0 6.67 0 6.67
0 1.11 0 1.11 0 1.11 0 0 3.33 7.78 4.44 5.56 4.44 11.1 3.33 6.67 0 1.11 1.11 0 1.11 2.22 4.45 3.33
47
Lampiran 2. Berbagai macam kerusakan pada bunga selama proses transportasi berlangsung.
a.
b.
c.
Keterangan : a. Patah batang pada bunga b. Rontok daun pada bunga c. Rontok mahkota pada bunga
48
Lampiran 3. Hasil pengamatan panjang tangkai selama proses transportasi. Ulangan 1
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 78.8 A1B2 78.7 A2B1 73.6 A2B2 73.0 A3B1 70.9 A3B2 73.1 A4B1 68.2 A4B2 76.6
(cm) Setelah 78.8 78.8 73.4 72.5 71.2 72.3 68.0 76.3
Tengah Sampel 2 Sebelum 79.0 72.5 76.9 77.7 74.6 74 70.1 77.5
(cm) Setelah 77.6 71.1 76.0 77.7 74.3 73.3 70.1 77.8
Sampel 1 (cm) Sebelum Setelah 71.0 71.0 77.3 78 78.6 79.0 68.4 68.0 76.5 75.2 73.7 73.2 76.8 76.8 75.8 75.5
Sampel 2 Sebelum 71.5 73.5 71.2 77.2 76.0 75.5 74.5 68.8
Bawah (cm) Setelah 71.8 72.9 70.0 77.5 75.8 77.0 73.9 69.0
Sampel 1 Sebelum 80.8 77.3 77.2 77.5 76.2 70 74.2 72.3
(cm) Setelah 80.6 77.6 77.7 77.7 75.7 69.8 74.1 72.4
Sampel 2 Sebelum 72.5 80.1 76.3 77.5 73.9 69.6 72.6 75.8
(cm) Setelah 72.5 79.6 75.8 77.1 74.0 69.2 72.9 75.4
Ulangan 2
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 76.2 A1B2 77.7 A2B1 74.4 A2B2 78.8 A3B1 73.2 A3B2 75.3 A4B1 72.8 A4B2 75.2
(cm) Setelah 76.0 77.7 75.0 78.5 72.5 75.1 72.5 75
Tengah Sampel 2 Sebelum 78.3 79.8 75.1 70.5 76.8 71.7 76.2 77.6
(cm) Setelah 78.8 79.5 74.0 70.9 76.9 71.7 76.2 77.8
Sampel 1 (cm) Sebelum Setelah 77.9 78.7 75.3 75.0 71.1 71.0 74.0 73.7 71.4 71.5 71.7 71.0 76.2 76.5 75.6 75.1
Sampel 2 Sebelum 79.0 75.7 75.8 78.2 73.3 74.3 76.5 67.5
Bawah (cm) Setelah 78.2 75.8 76.1 78 73.3 74.3 75.0 67.9
Sampel 1 Sebelum 80.2 80 79.0 76.2 73.6 71.9 71.2 75.8
(cm) Setelah 79.8 80.2 79.0 76.0 73.5 71.9 71.5 75.5
Sampel 2 Sebelum 79.5 79.9 78.4 75.3 74.5 69.2 74.9 72.0
(cm) Setelah 79.4 79.7 78.5 75.5 74.6 69.5 75.0 72.2
49
Lampiran 3 (Lanjutan) Ulangan 3
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 79.3 A1B2 70.0 A2B1 77.0 A2B2 76.5 A3B1 72.0 A3B2 70.9 A4B1 72.5 A4B2 77.4
Tengah
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
79.3 69.8 77.8 76.0 72.5 69.5 72.5 77.1
78.0 71.6 73.7 72.3 74.5 73.0 74.5 74.0
77.8 71.3 73.5 72.0 74.1 73.7 73.8 74.1
Sampel 1 (cm) Sebelum Setelah 79.79 78.4 72.7 73.0 69.8 70.3 74.3 78.9
79.4 78.4 73.0 73.2 69.3 70.0 74.5 78.6
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
75.3 74.6 78.3 77.1 70.9 70.4 73.5 72.0
75.4 74.2 77.5 77.1 70.8 70.0 73.4 72.4
77.2 79.9 78.4 76.1 73.5 72.0 75.9 75.5
77.1 79.8 78.2 76.5 73.4 72.1 75.2 75.3
73.4 70.0 77.9 75.5 79.2 70.0 72.9 72.4
73.1 70.0 77.7 75.5 79.8 70.3 73.0 72.1
Keterangan : A1 = kemasan primer dengan kertas HVS A2 = kemasan primer dengan plastik HDPE A3 = kemasan primer dengan kertas koran A4 = kemasan primer dengan kertas buram B1 = 15 tumpukan B2 = 25 tumpukan
50
Lampiran 4. Hasil pengamatan diameter tangkai selama proses transportasi. Ulangan 1
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 6.70 A1B2 5.22 A2B1 5.78 A2B2 5.95 A3B1 5.96 A3B2 4.93 A4B1 5.24 A4B2 6.81
Tengah
(mm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
6.07 5.50 6.12 5.69 5.84 4.63 5.21 6.89
5.07 6.23 5.01 5.26 6.35 4.63 6.04 6.85
5.51 6.05 4.80 5.33 6.13 5.01 6.04 6.51
(mm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
5.77 5.78 5.45 5.81 5.56 5.42 6.39 7.59
6.82 4.67 5.13 5.74 4.26 6.51 6.34 6.89
5.91 4.22 4.96 6.05 4.45 6.8 6.14 6.92
Sampel 1 (mm) Sebelum Setelah 5.51 5.25 5.50 4.37 4.81 5.93 6.81 5.94
4.99 5.5 5.47 4.28 4.77 5.94 6.86 6.03
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(mm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
5.36 4.96 4.66 4.57 5.73 6.09 6.30 6.94
5.66 4.72 4.48 4.21 5.68 5.79 6.10 6.82
6.63 5.12 5.77 4.97 5.72 5.89 6.16 6.95
6.66 5.88 5.75 5.33 5.43 5.73 6.21 7.03
5.53 5.87 6.39 5.28 5.47 5.45 5.25 6.94
5.65 4.76 6.21 5.19 5.86 5.48 5.12 6.82
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(mm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
6.05 5.89 5.45 4.71 4.95 5.16 6.78 6.10
6.11 5.88 5.62 4.59 5.05 5.38 6.69 6.07
5.79 5.81 5.62 6.00 5.84 5.49 6.86 7.00
5.39 5.88 5.75 5.55 5.86 5.65 6.86 7.24
5.29 5.91 5.85 6.19 4.31 5.33 5.85 7.1
5.7 6.00 5.72 6.08 4.60 5.62 6.05 6.77
Ulangan 2
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 5.77 A1B2 5.72 A2B1 5.52 A2B2 5.87 A3B1 5.97 A3B2 6.09 A4B1 6.44 A4B2 7.63
Tengah Sampel 1 (mm) Sebelum Setelah 5.59 4.27 5.72 6.14 5.27 5.48 7.05 6.32
5.99 4.19 5.55 6.27 4.98 5.05 7.08 6.36
Bawah
51
Lampiran 4 (Lanjutan) Ulangan 3
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 5.34 A1B2 4.67 A2B1 5.48 A2B2 4.97 A3B1 5.37 A3B2 5.23 A4B1 6.83 A4B2 6.47
Tengah
(mm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
5.61 4.87 5.32 4.95 5.03 5.23 6.70 6.48
5.77 4.59 4.85 5.95 6.86 5.44 6.96 7.44
5.71 4.72 4.75 6.28 7.02 5.15 7.04 7.39
Sampel 1 (mm) Sebelum Setelah 4.98 5.46 5.47 5.13 6.62 5.97 6.90 7.37
4.89 5.38 6.01 5.23 6.67 6.16 7.07 7.24
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(mm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(mm) Setelah
4.56 5.93 5.23 5.53 6.24 5.63 6.75 6.45
4.67 5.81 4.73 5.43 6.24 5.63 6.52 6.35
4.66 5.38 7.95 4.89 5.6 5.65 7.25 7.57
4.38 5.08 8.09 4.66 5.51 6.01 7.15 7.655
5.03 4.88 5.6 4.92 5.35 6.85 5.98 6.45
4.97 4.89 5.74 4.82 5.31 6.55 6.09 6.14
Keterangan : A1 = kemasan primer dengan kertas HVS A2 = kemasan primer dengan plastik HDPE A3 = kemasan primer dengan kertas koran A4 = kemasan primer dengan kertas buram B1 = 15 tumpukan B2 = 25 tumpukan
52
Lampiran 5. Hasil pengamatan diameter mahkota bunga selama proses transportasi. Ulangan 1
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 66.81 A1B2 74.75 A2B1 81.67 A2B2 86.15 A3B1 71.37 A3B2 72.20 A4B1 72.65 A4B2 77.42
Tengah
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
73.08 77.44 84.97 88.59 72.89 78.51 76.73 72.77
80.62 95.82 84.70 87.90 76.97 78.64 63.86 81.05
76.61 99.23 88.56 97.73 90.94 82.95 71.76 86.55
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
74.70 85.90 71.90 78.78 88.89 82.40 73.55 79.96
80.93 83.67 83.49 83.44 86.21 78.29 98.24 90.245
82.11 86.30 87.60 92.81 85.39 103.43 91.86 87.39
Sampel 1 (cm) Sebelum Setelah 67.95 66.19 70.50 72.04 68.37 78.22 75.13 60.51
74.40 82.88 74.08 76.25 72.16 78.22 75.52 77.10
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
80.09 73.02 87.07 75.68 87.80 89.50 79.54 79.98
92.615 73.92 85.06 76.50 88.40 90.58 79.77 87.60
72.06 81.24 87.22 94.16 76.06 79.17 44.93 78.19
73.08 79.75 85.04 93.41 70.49 80.90 77.13 80.56
63.84 74.13 86.09 82.26 73.18 70.73 53.70 67.25
73.9 76.34 96.76 85.22 88.64 85.39 53.91 76.29
Ulangan 2
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 73.68 A1B2 83.78 A2B1 62.55 A2B2 72.95 A3B1 79.66 A3B2 76.56 A4B1 61.20 A4B2 74.24
Tengah Sampel 1 (cm) Sebelum Setelah 92.30 89.93 64.72 62.68 75.92 82.24 80.92 75.41
93.20 97.47 64.47 79.36 76.47 84.815 89.305 88.45
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
69.48 90.48 91.59 82.48 67.18 73.13 79.83 69.04
73.80 94.80 97.05 92.19 70.62 73.46 77.06 61.62
77.39 95.62 82.52 77.85 85.03 77.43 84.94 76.06
77.90 102.40 91.37 79.61 81.69 88.60 91.63 79.88
71.40 77.39 84.62 85.21 80.41 67.64 71.98 71.58
72.90 79.92 95.29 84.40 88.61 88.35 81.40 83.87
53
Lampiran 5. (Lanjutan) Ulangan 3
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 77.48 A1B2 80.28 A2B1 77.11 A2B2 79.88 A3B1 84.59 A3B2 84.00 A4B1 86.24 A4B2 90.59
Tengah
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
79.94 85.48 78.92 94.40 86.13 86.86 100.88 92.86
80.47 83.89 94.52 80.26 86.20 90.54 72.74 74.41
83.47 83.78 92.83 78.72 86.54 89.77 86.44 91.68
Sampel 1 (cm) Sebelum Setelah 79.36 75.72 80.53 80.51 75.07 88.02 81.75 82.56
83.49 74.58 83.44 88.67 81.86 107.60 83.79 86.93
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(cm) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(cm) Setelah
90.25 69.48 75.22 69.28 74.025 77.07 73.97 73.64
97.48 78.48 90.20 75.87 91.32 80.08 87.18 72.31
89.57 55.89 88.72 78.26 98.71 72.47 94.18 89.91
94.67 61.58 94.890.37 112.34 74.28 96.81 89.64
79.69 69.93 71.53 87.92 81.34 88.84 75.01 95.04
74.99 73.85 72.08 83.46 84.55 89.65 78.30 97.75
Keterangan : A1 = kemasan primer dengan kertas HVS A2 = kemasan primer dengan plastik HDPE A3 = kemasan primer dengan kertas koran A4 = kemasan primer dengan kertas buram B1 = 15 tumpukan B2 = 25 tumpukan
54
Lampiran 6. Hasil pengamatan bobot bunga selama proses transportasi. Ulangan 1
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 52.70 A1B2 52.30 A2B1 46.00 A2B2 41.43 A3B1 38.44 A3B2 34.33 A4B1 55.09 A4B2 81.29
Tengah
(gram) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
51.08 47.62 42.45 33.06 37.23 29.66 54.61 73.45
54.61 74.23 39.72 46.96 52.46 30.06 53.59 72.62
51.64 52.26 34.61 41.43 50.95 28.57 51.68 70.18
Sampel 1 (gram) Sebelum Setelah 45.29 32.52 29.29 27.39 24.66 45.21 51.63 64.95
43.52 34.17 28.88 25.62 26.16 39.57 51.15 54.30
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(gram) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
45.93 38.65 37.21 31.68 40.12 44.23 55.05 55.12
43.63 40.14 33.16 26.05 36.58 45.67 52.05 45.56
68.30 57.84 38.49 41.75 36.14 51.18 60.58 59.8
64.12 52.35 38.34 39.63 34.37 48.89 55.46 54.73
46.81 68.59 46.87 33.05 44.21 48.96 37.59 68.88
41.94 64.77 41.44 30.11 45.29 50.29 34.97 54.73
Ulangan 2
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 42.89 A1B2 38.56 A2B1 37.95 A2B2 42.72 A3B1 39.63 A3B2 27.38 A4B1 50.67 A4B2 87.63
Tengah
(gram) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
39.99 37.99 37.24 39.36 39.18 29.05 46.76 77.67
39.62 37.16 33.55 38.55 39.48 59.52 66.47 72.69
36.38 35.69 33.42 38.89 38.8 54.01 70.2 69.68
Sampel 1 (gram) Sebelum Setelah 60.49 42.78 33.13 50.05 35.59 36.74 68.08 59.11
57.72 41.11 29.29 49.34 33.05 35.47 60.82 54.06
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(gram) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
41.42 41.72 36.26 29.68 33.24 34.51 69.75 55.39
40.9 38.59 37.65 29.36 34.69 35.31 72.3 50.19
53.29 48.91 52.03 40.88 36.73 50.04 70.41 89.07
50.37 47.79 43.62 40.82 38.90 49.69 71.75 80.11
41.49 44.32 44.17 52.38 38.94 36.54 53.94 57.43
39.51 39.52 46.63 52.07 35.49 35.71 49.83 47.97
55
Lampiran 6. (Lanjutan) Ulangan 3
Atas Perlakuan Sampel 1 Sebelum A1B1 36.78 A1B2 45.67 A2B1 48.16 A2B2 34.54 A3B1 34.65 A3B2 48.23 A4B1 69.92 A4B2 57.51
Tengah
(gram) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
34.22 44.39 48.13 35.83 32.27 47.40 65.91 54.69
48.47 47.11 32.25 45.27 45.73 39.90 72.27 82.64
43.93 43.68 32.18 41.60 45.32 36.33 72.50 70.06
Sampel 1 (gram) Sebelum Setelah 43.74 33.75 24.26 50.49 43.06 52.08 76.27 80.26
42.68 33.25 18.76 47.93 41.26 50.76 64.48 70.10
Bawah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
Sampel 1 Sebelum
(gram) Setelah
Sampel 2 Sebelum
(gram) Setelah
39.48 31.04 40.43 35.01 43.81 40.05 70.85 57.85
41.48 29.33 39.70 36.33 43.63 35.23 70.20 55.94
39.90 28.39 62.28 36.83 62.96 47.31 66.64 74.19
38.40 27.18 61.27 37.11 58.39 44.23 44.65 64.12
33.17 29.89 39.09 38.42 45.55 53.73 65.44 64.81
30.06 24.38 38.51 34.05 40.18 50.89 70.14 59.07
Keterangan : A1 = kemasan primer dengan kertas HVS A2 = kemasan primer dengan plastik HDPE A3 = kemasan primer dengan kertas koran A4 = kemasan primer dengan kertas buram B1 = 15 tumpukan B2 = 25 tumpukan
56
Lampiran 7. Hasil analisis uji Duncan kerusakan mekanis patah batang pada bunga. Duncan
Perlakuan
Nilai patah batang
Kemasan HVS, 15 tumpukan
.0000 a
Kemasan HVS, 25 tumpukan
.0000 a
Kemasan HDPE, 15 tumpukan
.0000 a
Kemasan koran, 15 tumpukan
.0000 a
Kemasan buram, 15 tumpukan
.0000 a
Kemasan buram, 25 tumpukan
.0000 a
Kemasan HDPE, 25 tumpukan
1.1111 a
Kemasan koran, 25 tumpukan
1.1111 a Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
57
Lampiran 8. Hasil analisis uji Duncan kerusakan mekanis rontok daun pada bunga. Duncan
Perlakuan
Nilai rontok daun
Kemasan HVS, 15 tumpukan
3.3322 a
Kemasan buram, 15 tumpukan
3.3333 a
Kemasan HDPE, 15 tumpukan
4.4444 ab
Kemasan koran, 15 tumpukan
4.4444 ab
Kemasan HDPE, 25 tumpukan
5.5556 ab
Kemasan buram, 25 tumpukan
6.6656 ab
Kemasan HVS, 25 tumpukan
7.7778 ab
Kemasan koran, 25 tumpukan
11.108 b Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
58
Lampiran 9. Hasil analisis uji Duncan kerusakan mekanis rontok mahkota pada bunga. Duncan
Perlakuan
Nilai rontok mahkota
kemasan HVS, 15 tumpukan
.0000 a
Kemasan HDPE, 25 tumpukan
.0000 a
Kemasan koran, 15 tumpukan
.0000 a
Kemasan koran, 25 tumpukan
.0000 a
Kemasan HDPE, 15 tumpukan
1.110 a
Kemasan HVS, 25 tumpukan
1.111 a
Kemasan buram, 25 tumpukan
2.222 a
Kemasan buram, 15 tumpukan
5.557 b Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
59
Lampiran 10. Hasil pengukuran persentase susut panjang tangkai selama transportasi.
Sampel
Panjang tangkai (%) Ulangan 1
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Ulangan 2
Ulangan 3
Rataan (%)
0.26904527
0.03963744
0.19324601
0.16731
0.30684672
0.10764217
0.22708546
0.213858
0.42164746
0.04492290
0.06296721
0.176513
0.17649952
0.08717862
0.04684588
0.103508
0.41669852
0.11029716
0.01024680
0.179081
0.25975754
0.13429710
0.23409040
0.209382
0.13497883
0.23780394
0.27058571
0.214456
0.09057404
0.04584673
0.13463253
0.090351
Lampiran 11. Hasil analisis uji Duncan susut panjang tangkai bunga. Duncan
Perlakuan
Nilai susut panjang tangkai
Kemasan HVS, 15 tumpukan
.0904 a
Kemasan HVS, 25 tumpukan
.1035 a
Kemasan HDPE, 15 tumpukan
.1673 a
Kemasan koran, 15 tumpukan
.1765 a
Kemasan buram, 15 tumpukan
.1791 a
Kemasan buram, 25 tumpukan
.2094 a
Kemasan HDPE, 25 tumpukan
.2139 a
Kemasan koran, 25 tumpukan
.2145 a Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
60
Lampiran 12. Hasil pengukuran susut diameter tangkai selama transportasi. Sampel
Diameter tangkai (%) Ulangan 1
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Ulangan 2
Ulangan 3
Rataan (%)
0.80824853
1.06193865
0.48503521
0.785074
0.70509083
1.09141609
0.33957402
0.712027
0.86727377
0.73590784
0.04147786
0.54822
1.38128759
0.78251110
0.15956006
0.774453
0.92535893
0.30191917
0.76138666
0.662888
0.92177811
0.29181313
0.23184494
0.481812
0.66869786
0.26993417
0.20564942
0.381427
0.78897742
0.21276595
1.19272173
0.731488
Lampiran 13. Hasil analisis uji Duncan susut diameter tangkai bunga. Duncan
Perlakuan
Nilai susut diameter tangkai
Kemasan HVS, 15 tumpukan
.3814 a
Kemasan HVS, 25 tumpukan
.4818 a
Kemasan HDPE, 15 tumpukan
.5482 a
Kemasan koran, 15 tumpukan
.6629 a
Kemasan buram, 15 tumpukan
.7120 a
Kemasan buram, 25 tumpukan
.7315 a
Kemasan HDPE, 25 tumpukan
.7745 a
Kemasan koran, 25 tumpukan
.7851 a Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
61
Lampiran 14. Hasil pengukuran kenaikan diameter mahkota selama transportasi. Sampel
Diameter mahkota (%) Ulangan 1
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Ulangan 2
Ulangan 3
Rataan (%)
7.52312588
2.000145465
3.46291168
4.328728
5.5569474
4.93059149
5.38544395
5.290994
3.39949238
8.07495299
5.23142888
5.568625
3.90340116
9.49653507
7.51413502
6.971357
6.62903567
3.59832358
8.87144891
6.366269
6.20885853
14.6264807
5.5017199
8.77902
14.0134793
5.85582043
10.3710437
10.08011
8.53643085
5.51453087
5.03560528
6.362189
Lampiran 15. Hasil analisis uji Duncan kenaikan diameter mahkota bunga. Duncan
Perlakuan
Nilai kenaikan diameter mahkota
Kemasan HVS, 15 tumpukan
4.3267 a
Kemasan HVS, 25 tumpukan
5.2933 ab
Kemasan HDPE, 15 tumpukan
7.2333 abc
Kemasan buram, 25 tumpukan
7.6967 abc
Kemasan koran, 15 tumpukan
8.0333 abc
Kemasan HDPE, 25 tumpukan
8.6367 abc
Kemasan buram, 15 tumpukan
10.0800 bc
Kemasan koran, 25 tumpukan
12.1133 c Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
62
Lampiran 16. Hasil pengukuran susut bobot bunga selama transportasi.
Sampel
Susut bobot (%) Ulangan 1
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Ulangan 2
Rataan Ulangan 3
(%)
5.533704
5.279909
4.502643
5.105419
8.004662
4.908166
6.672696
6.528508
7.782149
3.630208
3.774473
5.062277
11.67266
1.801536
3.289197
5.587798
2.333387
1.567853
4.970242
2.957161
5.073749
2.147141
5.838729
4.353206
4.448497
1.932833
8.068216
4.816515
12.81578
9.871805
10.36725
11.01828
Lampiran 17 Hasil analisis uji Duncan susut bobot bunga. Duncan
Perlakuan
Nilai susut bobot
Kemasan HVS, 15 tumpukan
2.9567 a
Kemasan HDPE, 25 tumpukan
5.1033 ab
Kemasan koran, 15 tumpukan
5.5867 ab
Kemasan koran, 25 tumpukan
6.5267 ab
Kemasan HDPE, 15 tumpukan
7.0600 ab
Kemasan HVS, 25 tumpukan
7.6867 ab
Kemasan buram, 25 tumpukan
8.1500 ab
Kemasan buram, 15 tumpukan
11.020 b Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
63
Lampiran 18. Banyaknya kerusakan bunga selama proses transportasi berlangsung. Ulangan 1 PARAMETER KERUSAKAN
PATAH BATANG
RONTOK DAUN
RONTOK MAHKOTA
PERLAKUAN A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Banyaknya bunga yang rusak Atas 1 1 -
Tengah 1 2 2 1 -
Bawah 1 1 2 1 1 1 -
64
Ulangan 2 PARAMETER KERUSAKAN
PATAH BATANG
RONTOK DAUN
RONTOK MAHKOTA
PERLAKUAN A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Banyaknya bunga yang rusak Atas
Tengah
Bawah
1 2 1 -
1 1 1 -
1 1 2 2 -
65
Ulangan 3 PARAMETER KERUSAKAN
PATAH BATANG
RONTOK DAUN
RONTOK MAHKOTA
PERLAKUAN A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
Banyaknya bunga yang rusak Atas 2
Tengah 1 1 2 -
Bawah 1 2 1 2 -
66
Lampiran 19 Analisis biaya transportasi dan kemasan pada bunga potong krisan dalam satu hari. Kemasan HVS+15 HVS+25 HDPE+15 HDPE+25 KORAN+15 KORAN+25 BURAM+15 BURAM+25
Bunga Terangkut (Potong) 7500 12500 7500 12500 7500 12500 7500 12500
Keterangan : Biaya kemasan HVS Biaya kemasan HDPE Biaya kemasan koran Biaya kemasan buram
Biaya Tunai Biaya Biaya Kemasan Transportasi 129750 150000 216250 150000 168750 150000 281250 150000 37500 150000 62500 150000 50025 150000 83375 150000
Biaya Kerusakan
Total Biaya
Total Penerimaan
Keuntungan
R/C ratio
349650 1748250 582750 1167250 582750 2527000 816900 1750000
629400 2114500 901500 1598500 770250 2739500 1016925 1983375
10500000 17500000 10500000 17500000 10500000 17500000 10500000 17500000
9870600 15385500 9598500 15901500 9729750 14760500 9483075 15516625
16.68255 8.276188 11.64725 10.94776 13.63194 6.388027 10.32525 8.823344
: Rp. 17.3 per tangkai : Rp. 22.5 per tangkai : Rp. 5 per tangkai : Rp. 6.67 per tangkai
67
Lampiran 20
68
Lampiran 20 (Lanjutan)
69
Lampiran 20 (Lanjutan)
70
Lampiran 20 (Lanjutan)
71