PENGEMBANGAN STRUKTUR ALTERNATIF KAPAL PUKAT CINCIN di NANGGROE ACEH DARUSALAM
NUSA SETIANI TRIASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi
Pengembangan Alternatif
Struktur Kapal Pukat Cincin Di Nanggroe Aceh Darusalam adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor Februari 2008
Nusa Setiani Triastuti NIM C561040051
3
ABSTRACT
NUSA SETIANI TRIASTUTI. Development on Structure Design Alternative of Purse Seiner in Nanggroe Aceh Darusalam . Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR, SUGENG HARI WISUDO, JOHN HALUAN The aim of this research was to prove the concrete structure could be used for keel, frame, and stern. The structure was analyzed into three dimension manners that used the package program based on finite element and the stability was analyzed using the Maxsurf package program. Compare the stability of the existing purseine ship structure to the combination structure of wood and concrete, indicated that the combination structure was more stable than the wood structure. The structure calculation was approached into two manners. The first method was called shell and the second method was called frame. Such method was done by means that the weight of ship was include into the weight of each element, the fixed load (crews, fishing gear and other equipments) , temporary load (fish, food accommodation) at frame and deck beam. The research was done in the Lampulo Aceh at June 2004 in the 6.15 knot win speed. The load was calculated in the return trip condition which the ship carried full fishing and in depart trip condition the ship carried full accommodation load. The load variations of each load are 1, 2 DL + 1.6 LL + 0.9 WL and 1.2 DL + 1.6 LL that substituted as shell and frame method, until 8 load variation. The output of package program consisted of element forces of shell area, element forces of frame area, stresses shell area, joint displacement, joint reaction, moment and shear stress each structure element such as frame, deck beam, shear line and bilge, keel before inspection of joint concrete and wood connection between hull frame and shear line also keel and bow bilge. The result showed that the highest force of reinforced concrete of keel, frame and stern bilge was in return trip condition..The absorption test indicated that had high absorption result. The concrete stress of keel, stern bilge and frame were not exceed the allowable stress of wood structure on deck beam, shear line at stern. The allowable stress concrete and wood based on Indonesia Concrete Standard (SNI Peraturan Beton) No. 3-2487-2002 and Indonesia wood Standard (SNI No. 52002). The maximum deflection of keel are not more than allowable deflection based on PKKI-NI 5-2002 is fulfil the standardization compare to maximum deflection , fmax ≤ 1/400 l. The wood stress on deck beam and shear lines that exceed the allowable stress should be arranged in double beam structure and necessary to establish the deflection standardization for fishing gear ship. Keywords: purseiner, three dimension structure analysis, wood and concrete structure
4
RINGKASAN Kapal tradisionil harus disempurnakan, perlu dikembangkan alternatif struktur dan alternatif material untuk kapal ikan, perlu dipertimbangkan sistim sambungan dan desain. Penelitian ini berdasarkan kapal yang digunakan saat ini di Nanggroe Aceh Darusalam di daerah Lampulo. Data kapal pukat cincin yang digunakan yaitu : Tabel 1. Kapal Pukat cincin Yang Diteliti 1) LOA= 25 m ; LPP = 20,50 m ; LWL = 20,70 m 2) B= 6,50 m ; BWL= 6,10 m ; D = 1,33 m ; d = 1,00 m 3) Cw0,777; Cb = 0,504; CΦ = 0,741; Cvp = 0,649; Cp = 0,680 Dimensi kayu kapal pukat cincin di Nanggroe Aceh Darusalam adalah 1) Lunas dan linggi haluan lebar 25 cm, tinggi 35 cm. 2) Linggi buritan lebar 23 cm, tinggi 35 cm. 3) Gading-gading lebar 10 cm atau 8 cm dan tinggi15 cm. 4) Balok deck lebar 8 cm dan tinggi 15 cm. 5) Papan lambung tebal 4 cm dan lebar 20 cm. Tujuan penelitian adalah menganalisis stabilitas kapal pukat cincin eksisting dan kapal alternatif serta menghitung dan menganalis struktur alternatif kapal penangkap ikan, berdasarkan gaya dan beban yang bekerja pada masing-masing bagian struktur kapal. Manfaat bagi ilmu perkapalan yang merupakan struktur alternatif yang dapat dikembangkan dan diharapkan sebagai bahan acuan standar kapal penangkapan ikan. Untuk menganalisis struktur alternatif dilakukan simulasi package program berbasis finite element terhadap beban dan gaya yang bekerja pada kapal ikan dengan , selain itu dilakukan analisis stabilitas. dengan package program Maxsurf. Dalam menguji stabilitas menggunakan instrumen sebagai berikut : 1) Kurva stabilitas melalui Metode Attwood Formula (Hind 1982) dan IMO (International Maitime Organization) pada International Convention for The Safety of Fishing Vessel-Regulation 28 (1977). 2)
Hasil simulasi dengan package program Maxsurf..
Beban kapal diperhitungkan terhadap distribusi muatan kapal pada kondisi kapal dalam keadaan yaitu : 1) Kapal berangkat dalam keadaan bekal penuh. 2) Kapal pulang dengan keadaan muatan atau hasil tangkapan penuh. 3) Kapal pulang dalam keadaan muatan atau hasil tangkapan setengah penuh. 4) Kapal pulang dalam keadan muatan atau hasil tangkapan penuh. Kapal kayu dan kapal alternatif menunjukkan kedua struktur kapal memiliki stabilitas yang baik. Stabilitas kapal alternatif lebih baik dari kapal kayu pada 3 muatan yaitu pulang dengan muatan 50%, pulang dengan muatan 0%, berangkat bekal penuh, sedangkan pada pulang muatan penuh stabilitas kapal kayu lebih baik dari kapal alternatif. Dimensi elemen struktur kapal adalah : 1) Kapal kayu (eksisting) (1) Gading-gading vertikal (atas) lebar 8 cm, tinggi 15 cm. (2) Gading-gading horizontal (bawah) lebar 10 cm, tinggi 15 cm. (3) Linggi haluan lebar 25 cm, tinggi 35 cm.
5
(4) Linggi buritan lebar 23 cm, tinggi 35 cm. (5) Lunas lebar 25 cm, tinggi 35 cm 2) Kapal alternatif (1) Gading-gading lebar 6 cm, tinggi 15 cm (2) Linggi buritan lebar 15 cm, tinggi 25 cm (3) Lunas lebar 17 cm, tinggi 50 cm Pendekatan struktur dengan dua cara yaitu pertama disebut shell yaitu berat sendiri dimasukkan beban pada setiap elemen sedangkan muatan tetap (awak kapal, alat tangkap dan alat bantu), muatan sementara (bekal, hasil tangkapan) pada gading-gading, balok deck dan kedua disebut frame semua beban dimasukkan pada gading-gading dan balok deck. Gelombang laut berkisar 6,15 knot kecepatan angin di Lampulo Aceh berdasarkan data Juni 2004. Tumpuan lunas dibuat sendi. Beban yang diperhitungkan pada kondisi kapal pulang hasil tangkapan 100% dan kondisi berangkat bekal penuh dengan masing-masing variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL dan 1,2 DL + 1,6 LL, sehingga 8 variasi pembebanan. Output package program terdiri dari element forces (shell area), elemen forces (frame area), stresses area shell, joint displacement, joint reaction, pembesian momen dan geser beton juga momen, geser dan axial kayu. Pemeriksaan sambungan kayu dan beton antara gadinggading dengan lambung dan galar demikian juga antara lunas dan linggi haluan ternyata gaya terbesar adalah pada kondisi pulang hasil tangkapan 100% dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL demikian juga pembesian lunas, gading-gading dan linggi buritan pada kondisi tersebut. Penelitian ini untuk membuktikan struktur beton dapat digunakan untuk lunas, gading-gading dan linggi buritan. Membandingkan stabilitas struktur kapal pukat cincin eksisting dengan struktur gabungan beton dan kayu, menunjukkan bahwa struktur gabungan beton dan kayu lebih stabil dibandingkan struktur kayu. Perbedaan volume 6,88 m3 struktur kayu eksisting yang diganti struktur beton dengan volume 4,98 m3 , sehingga perbedaan biaya cukup besar. Perbedaan biaya struktur kapal eksisting dan kapal alternatif berdasarkan harga material 2006adalah 1) Dengan alat sambung (1) Kapal eksisting Rp 64.672.121,(2) Kapal alternatif Rp 39.491.951,Selisih biaya Rp 25.180.170,2) Tanpa alat sambung (1) Kapal eksisting Rp 39.280.253,(2) Kapal alternatif Rp 21.837.327,Selisih biaya Rp 17.445.926,Sambungan beton dan kayu yang diperhatikan adalah : 1) Lunas beton dan linggi haluan kayu. 2) Gading-gading beton dan lambung. 3) Lunas beton dan lambung. Sambungan gading-gading dan lambung digunakan baut 3 D 19, .sambungan gading-gading dan galar menggunakan baut 3 D13, sambungan lunas dan gading-gading beton digunakan baut 2 D 13 sedangkan sambungan lunas dan
6
linggi haluan digunakan baut 9 D 13 tertanam pada beton dan ditambahkan dynabolt . Sambungan lunas dan gading-gading kayu menggunakan baut 2 D 13. Pembesian gading-gading 1 D 13 sengkang Ø8- 150, sedangkan pembesian lunas 3 D 16 (atas) dan 3 D 16 (bawah) sengkang Ø 8-100. Tegangan beton yang terjadi pada lunas, linggi buritan dan gading-gading tidak melampaui yang diizinkan demikian juga tegangan kayu pada lambung, linggi haluan dan sebagian balok deck serta galar. Tetapi ada sebagian kayu yaitu balok deck dan galar buritan dan midship melampaui tegangannya. Tegangan tesebut dibandingkan dengan tegangan izin struktur beton berdasarkan SNI peraturan beton No 3-2487-2002 SNI Kayu No. 5-2002. Sedangkan defleksi terbesar pada lunas memenuhi syarat dibandingkan defleksi maksimum, Tegangan kayu pada balok deck dan galar yang melampaui tegangan izin (overstress) sebaiknya dibuat balok susun dan perlu dibuat standar defleksi kapal penangkap ikan Struktur alternatif dapat digunakan sebagai struktur kapal karena stabilitas, kekuatan dan umur pakai (life time ) lebih baik dari kapal kayu. Untuk menghasilkan struktur beton yang baik perlu dilakukan pengawasan terhadap kepadatan beton dan baut harus tertanam dibeton sehingga sebelum mengecor harus terpasang terlebih dahulu dan diikat dengan kawat sehingga tidak mengalami pergeseran.
7
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pegutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
8
PENGEMBANGAN STRUKTUR ALTERNATIF KAPAL PUKAT CINCIN di NANGGROE ACEH DARUSALAM
NUSA SETIANI TRIASTUTI C561040051
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
9
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Disertasi
:
Pengembangan Struktur Alternatif Kapal Kapal Pukat Cincin di Nanggroe Aceh Darusalam
Nama Mahasiswa
:
Nusa Setiani Triastuti
NRP.
:
C561040051
Program Studi
: Teknologi Kelautan Menyetujui. 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Ketua
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Anggota Mengetahui,
2. Program Studi Teknologi Kelautan
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Ketua,
Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Tanggal ujian 29 Februari 2008
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal lulus
10
PRAKATA Penulis sangat bersyukur pada Allah SWT, yang karena kurnia-Nya telah menjadikan penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Dalam penyusunan disertasi ini penulis mencoba untuk mengatasi masalah penggunaan kayu dengan dimensi besar dan jumlah yang besar di Indonesia . Penggunaan kayu secara besar-besaran tanpa di imbangi penanaman atau reboisasi serimbang akan merupakan bencana besar. Menurut informasi yang penulis terima dari media elektronik bahwa Indonesia penyumbang nomor tiga didunia dalam pemanasan global terutama dari illegal logging dan pengrusakan hutan.
.Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi eksploitasi hutan besar-besaran dengan mencari alternative penggani kayu untuk struktur kapal Pukat Cincin. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melakukan penelitian untuk memperoleh dimensi dan detail sambungan antara kayu dan beton. Terima kasih kepada
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar
Sugeng Hari Wisudo M.Si, Prof. Dr. Ir. John Haluan
M.Sc
M.Si, Dr. Ir yang telah
meluangkan waktu dalam membimbing dan penyusunan disertasi ini. Demikian pula penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas Institut Pertanian Bogor atas
dukungan moril yang penulis peroleh selama penulis menempuh
pendidikan S3. Selain itu mengucapkan terima kasih kepada Universitas Mpu Tantular
yang memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan S3. Semoga disertasi ini dapat dipergunakan sebagai dasar penelitian dalam pengembangan kapal penangkap ikan di masa mendatang Bogor, Februari 2008
11
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 14 Januari 1959. Pendidikan sarjana S1 dan S2 ditempuh di jurusan sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia, lulus pada tahun 1986 dan 1996. Sejak tahun 1983 sampai 1997 di konsultan bangunan di Jakarta dan tahun 1997 sampai tahun 2000 di perusahaan pengembang (developer) perumahan di Jakarta. Dari tahun 1996 sampai sekarang penulis mengajar di Departemen Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mpu Tantular dan membantu mengajar di Departemen Sipil Universitas Indonesia. Selain itu sejak 1993 sampai sekarang membantu Lembaga Teknologi Universitas Indonesia ( LEMTEK-UI) dalam penelitian, instruktur pelatihan , pendukung
studi bidang konstruksi dan studi
konstruksi , bidang struktur dan manajemen konstruksi
dan
membantu instansi lain dengan berprofesi mandiri dalam industri konstruksi dan instruktur pelatihan bidang konstruksi
12
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................................... DAFTAR TABEL
.i
............................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ……………………..……………………………….................... vii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………................... ix 1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah............................................. ............................. 3 1.3.TujuanPenelitian ........................................................................................................ 5 1.4..Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 5 1.5. Batasan Penelitian ...................................................................................................... 5 1.6. Hipotesis...................................................................................................................... 5 1.7. Kerangka Pemikiran .................................................................................................. 6
2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Desain Kapal Ikan ................................................................................................... 7 2.1.1. Koefisien Bentuk (Coefficient of Fineness) ............................................................ 16 2.2. Material Kapal ........................................................................................................... 19 2.2.1. Kayu ....................................................................................................................... 19 2.2.2 Beton Bertulang ....................................................................................................... 22 2.3. Stabilitas .................................................................................................................... 23 2.4. Gelombang Laut dan Kapal ........................................................................................ 23 2.5. Seakeeping .................................................................................................................. 24 2.6. Struktur Kapal Ikan .................................................................................................. 24 2.7. Gaya Yang Terjadi pada Kapal ............................................................................... 27
13
2.8. Sambungan Baut. ....................................................................................................... 31
3. KAJIAN DESAIN KAPAL 3.1. Pendahuluan .............................................................................................................. 33 3.1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 33 3.1.2 Tujuan .................................................................................................................... 38 3.1.3. Manfaat .................................................................................................................. 38 3.1.4. Lingkup Penelitian ................................................................................................. 38 3.2. Metoda Penelitian .................................................................................................... 38 3.2.1 Pengumpulan Data ................................................................................................... 39 3.2.1.1 Kondisi Existing Kapal Pukat Cincin .................................................................. 39 3.2.1.2. Material Kayu....................................................................................................... 41 3.2.1.3.Material Beton Bertulang ...................................................................................... 41 3.2.2 Variabel Penelitian ................................................................................................... 42 3.2.3 Analisis Data ............................................................................................................ 42 3.2.4. Analisis Stabilitas .................................................................................................... 42 3.4. Hasil Stabilitas ........................................................................................................... 43 3.5. Kesimpulan ................................................................................................................ 49
4. KAJIAN STRUKTUR KAPAL 4.1. Pendahuluan .............................................................................................................. 51 4.1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 51 4.1.2. Tujuan ..................................................................................................................... 53 4.1.3. Manfaat .................................................................................................................. 53 4.1.4. Lingkup Penelitian ................................................................................................. 53 4.2. Metoda Penelitian .................................................................................................... 54 4.2.1 Pengumpulan Data ................................................................................................... 54 4.2.2 Variabel Penelitian ................................................................................................... 54 4.2.3 Analisis Data ............................................................................................................ 54 4.2.3.1. Pendekatan Material Komponen Kapal ............................................................... 57 4.2.3.2 Pendekatan Struktur .............................................................................................. 58 4.2.3.3. Analisis Tiga Dimensi dengan Package Program .............................................. 59
14
4.2.3.4. Tegangan Yang Terjadi Pada Struktur ................................................................. 66 4.3. Hasil .......................................................................................................................... 67 4.3.1. Simulasi Komputer ................................................................................................. 67 4.3.2. Sambungan Antara Beton dan Kayu ....................................................................... 71 4.3.2.1.Sambungan gading-gading dan lambung .............................................................. 74 4.3.2.2 Sambungan gading-gading dan galar .................................................................... 76 4.3.2.3 Sambungan.lunas dan linggi haluan kayu ............................................................. 77 4.3.2.4 Sambungan lunas dan gading-gading haluan kayu ............................................... 78 4.3.2.5 Gambar Kapal Pukat Cincin dan Detail I sampai III dan Potongan 4. ................. 79 4.3.3 Pembesian Pada Struktur Beton ............................................................................. 79 4.3.4. Balok Kayu Yang Mengalami Overstress............................................................ 80 4.3.5 Perkiraan Biaya Kapal Kayu dan Kapal Alternatif ................................................ 83 4.4.
Uji Model Sambungan ........................................................................................... 84
4.5.
Kesimpulan ............................................................................................................. 85
Gambar 15 ........................................................................................................................ 90 Gambar 16 ........................................................................................................................ 91 Gambar 17 ........................................................................................................................ 92 Gambar 18 ........................................................................................................................ 93 Gambar 19 ......................................................................................................................... 94
5. 5.1
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Kajian Desain Kayu dan Struktur Beton Pada Rangka Kapal Pukat Cincin............ 96
5.1.1 Perbedaan Desain Kapal Kayu dan Kapal Gabungan Beton, Kayu ....................... 96 5.2.
Perbedaan Struktur Kapal Gabungan Beton dan Kayu Pada Kapal Pukat
Cincin ................................................................................................................................ 96 5.2.1 Perbedaan Gaya dan Defleksi dengan Variasi Pembebanan 1,2 DL+1,6 LL+0,9 W .............................................................................................................. 97 5.2.2. Perbedaan Gaya dan Defleksi dengan Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL ..................................................................................................................................... 97 5.3. Sambungan Antara Beton dan Kayu .......................................................................... 98 5.3.1. Sambungan gading-gading dan lambung .............................................................. 98 5.3.2. Sambungan gading-gading dan galar .................................................................... 99
15
5.3.3. Sambungan lunas dan linggi ................................................................................... 99 5.3.4. Sambungan lunas dan gading-gading kayu ............................................................. 99 5.4. Defleksi Pada Lunas................................................................................................... 99 5.5.Tegangan Struktur Pada Perhitungan Dengan Shell dan Frame ................................. 99 5.6.Pembesian Struktur Beton ........................................................................................... 100 5.6.1. Pada gading-gading .............................................................................................. 100 5.6.2. Pada lunas ............................................................................................................. 100 5.7. Perkiraan Biaya dan Waktu Pembuatan Kapal Kayu dan Kapal Alternatif.. ............. 100 5.8. Hasil Uji Sambungan.. ............................................................................................... 101
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 102 6.2 Saran....................................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................
16
DAFTAR TABEL halaman 1.
Aspek Teknis Upaya Penangkapan Ikan..................................................
13
2. Nilai Rasio Dimensi Utama Untuk Kapal Encircling Gear oleh Nomura dan Yamazaki(1977), Fyson (1985)............................................................... 16 3.
Standar Nilai Rasio antar Dimensi Utama Kapal Kayu Pukat Cincin.......... 16
4.
Nilai dari Beberapa Koefisien Kapal........................................................... 18
5.
Kayu yang Digunakan untuk Konstruksi Utama Kapal Ikan........................19
6.
Hubungan antara Skala Beaufort dan Sea Condition Aktual........................ 30
7.
Contoh Data Diberikan oleh Waktu pada Tiap Weather Grup……………31
8.
Data Kapal Pukat Cincin Sibolga.............................................................. ..40
9.
Data Kapal Pukat Cincin Medan....................................................................40
10.
Data Kapal Pukat Cincin Yang Diteliti.........................................................41
11.
Nilai Stabilitas Kapal Penangkap Ikan Pukat Cincin dengan Struktur Kayu dan Gabungan Beton dan Kayu....................................................................44
12.
Dimensi Elemen Struktur Kapal...................................................................60
13.
Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Berangkat Bekal Penuh .....61
14.
Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Pulang Hasil Tangkapan 100%.......................................................................................................... 61
15. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Berangkat
Bekal
Penuh.............................................................................................................63 16.
Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Pulang Hasil Tangkapan100%..........................................................................................64
17. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Pulang dengan Hasil Tangkapan 0%.............................................................................................64 18. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Pulang Hasil Tangkapan 0%...............................................................................................................65 19. Nilai Kuat Acuan (Mpa) Berdasarkan atas Pemilahan Secara Mekanis pada Kadar Air 15%.............................................................................................67 20 Hasil Simulasi Gaya pada Lambung, Muatan 100% Variasi Pembebanan 1,2DL+1,6LL+0,9WL…………………………………………………… 68 21.
Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Muatan 100% Variasi
17
Pembebanan1,2DL+1,6LL+0,9WL…………………………………… 69 22.
Hasil Simulasi Gaya pada Lambung dengan Berangkat Bekal Penuh Variasi Pembebanan 1,2DL+1,6LL+0,9WL…………………………… 69
23.
Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Bekal Penuh Variasi Pembebanan 1,2 DL+1,6 LL+0,9 WL………………………… 70
24.
Hasil Simulasi Gaya pada Lambung dengan Muatan 100% Variasi Pembebanan 1,2 DL+1,6 LL…………………………………… 70
25. Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Muatan 100% Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL…………………………………………………… . 71 26. Hasil Simulasi Gaya pada Lambung dengan Bekal Penuh Variasi Pembebanan 1,2 DL+1,6 LL........................................................... 71 27. Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Bekal Penuh dengan Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL......................................................................72 28. Gaya Izin Baut dalam Satuan kg....................................................................74 29. Jumlah Baut Sambungan Gading-Gading dan Lambung pada Kondisi Pulang dengan 100% dengan Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL......75 30 . Jumlah Baut Sambungan Gading-Gading dan Lambung pada Kondisi Kapal Berangkat Bekal Penuh Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL 75 . 31. Jumlah Baut Sambungan Gading-Gading dan Galar Kondisi Kapal Pulang Muatan 100% Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL 0,9 WL ..................76 32. Jumlah Baut Sambungan Gading-Gading dan Galar Kondisi Kapal Berangkat Bekal Penuh Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL 0,9 WL. .... 77 33. Jumlah Baut Sambungan Lunas dan Linggi pada Kondisi Kapal Pulang Muatan 100% . .................................................................................................. 77 34
Jumlah Baut Sambungan Lunas dan Gading-Gading Haluan Kayu pada Kondisi Kapal Pulang Muatan 100% ................................................................... 78
35. Luas dan Jumlah Pembesian Lunas dan Gading-Gading................ ....................... 79 36. Batang yang Overstress pada Pulang Hasil Tangkapan Penuh dengan Memasukkan Sebagai Shell dan Frame (1,2DL+1,6LL+0,9WL)............. 80 37.
Batang yang Overstress pada Berangkat Bekal Penuh Penuh dengan Memasukkan Sebagai Shell dan Frame (1,2 DL+1,6 LL+0,9 WL). .................... 81
18
38. Batang yang Overstress pada Pulang Hasil Tangkapan Penuh dengan Memasukkan Sebagai Shell dan Frame (1,2 DL+1,6 LL) ................................. 81 39. Batang yang Overstress pada Berangkat Bekal Penuh dengan Memasukkan Sebagai Shell dan Frame (1,2 DL+1,6 LL). ......................................................... 82 40. Perkiraan Biaya Struktur Kapal Eksisting dan Kapal Alternatif .............................. 84
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Kerangka Pemikiran.................................................................................... .6
2.
Gerakan oscillatory pada kapal.....................................................................23
3.
Hogging pada Air Tenang. ..........................................................................26
4.
Nilai Lengan Penegak GZ………………………………………………… 34
5.
Kurva Stabilitas (kurvaGZ)......................................................................... 36
6.
Grafik Stabilitas Kapal Kayu ada Kondisi Kapal Dengan Bekal Penuh...................
45
7.
Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal Dengan Bekal Penuh...................................................................................46
8.
Grafik Stabilitas Kapal Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 100% .....................................................................................46 Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan100%....................................................................47
9. 10.
Grafik Stabilitas Kapal Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan50%...........................................................................................47
11.
Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal Dengan Hasil Tangkapan50%................................................................... 48
12.
Grafik Stabilitas Kapal Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 0%...............................................................................................................48
13.
Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 0%........................................................................49
19
14
Rangka Kapal Pukat incin.............................................................................78
15
Detail Sambungan Lambung Kayu dengan Gading-Gading Beton, Galar Kayu dan Balok Deck kayu ....................................................................90
16
Sambungan Gading - Gading dengan Balok Galar, Balok Deck Kayu ..................... 91
17
Detail II Menunjukkan Sambungan Lunas Beton dan Linggi Kayu Haluan, Detail III Menunjukkan Sambungan Lunas Beton dan Linggi Buritan Beton dan Linggi Poros Beton ........................................................................................... 92
18
Sambungan Lunas dengan Gading-Gading Kayu ................................................... 93
19. Sambungan Lunas dengan Gading-Gading Beton .................................................... 94
DAFTAR LAMPIRAN
20
halaman 1.
Perhitungan Gaya Izin Baut................................................................... 108
2.
Rencana Anggaran Biaya Struktur Kapal Kayu dan Kapal Alternatif tanpa Memperhitungkan Biaya Sambungan………………………… 111
3.
Rencana Anggaran Biaya Struktur Kapal Kayu dan Kapal Alternatif dengan Memperhitungkan Biaya Sambungan……………………… 112
4.
Daftar Istilah
.................. .................................................................113
5.
Terminologi............................................................................................. 115
6.
CD Berisi Output Simulasi 8 Variasi Pembebanan
21
1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Aceh berhubungan langsung dengan Samudra Hindia berada di sebelah barat Sumatra dan mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Luas perairan laut Aceh adalah 56.563 km2, terdiri dari laut teritorial seluas 23.563 km2 dan perairan ZEE seluas 33.000 km2. Kebanyakan kapal yang digunakan para nelayan untuk menangkap ikan di perairan Aceh adalah jenis kapal pukat cincin dengan panjang 25 m, draft 1,8 m dan lebar 6 m (Husni, 2003). Mesin yang digunakan juga bervariasi mulai dari 105 hingga 320 PK. Kecepatan rata-rata kapal adalah 3.090 m/det (6 knot = 6,90 mil / jam) yang merupakan kecepatan pada saat berlayar menuju ke tempat lokasi penangkapan maupun saat pulang dengan berbagai kondisi muatan kapal. Dari jumlah jenis kapal yang digunakan menunjukkan jenis alat tangkap pukat cincin termasuk kedalam alat tangkap yang produktif. Berdasarkan informasi dari pusat kajian kelautan Syiah Kuala Banda Aceh bahwa rata-rata tinggi gelombang laut pada musim timur adalah 3 m dengan panjang gelombang 28 m. Jika ditinjau dari perbandingan tinggi gelombang dan panjang gelombang terhadap pengaruh yang ditimbulkan, maka kapal pukat cincin yang dioperasikan di daerah tersebut harus memiliki efektivitas pengoperasian yang cukup baik dari segi kenyamanan bekerja dan kenyamanan nelayan selama berada diatas kapal serta cukup kuat untuk bertahan terhadap pengaruh eksternal terutama gelombang laut pada saat cuaca buruk sekalipun. Kelayakan desain sebuah kapal akan mempengaruhi keragaman teknis kapal pada saat berlayar di laut (Bhattacharyya,1978). Gaya yang bekerja pada elemen struktur digunakan,
dapat menentukan dimensi
dan sambungan yang
untuk memprediksi gerakan kapal yang sebenarnya di laut,
tahanan, karakteristik, propulsi kapal, muatan struktural dan pengaruh dinamik seperti keabsahan geladak dan slamming merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu, pemilihan bentuk lambung dan dimensi kapal yang sesuai harus dipertimbangkan sebaik mungkin agar dapat dioperasikan pada berbagai kondisi laut.
22
Nomura dan Yamazaki (1975) mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal ikan yang dibangun yakni : 1) Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal. 2) Keberhasilan operasi penangkapan. 3) Memiliki stabilitas yang tinggi. 4) Memiliki fasilitas penyimpangan yang lengkap. Tsunami di Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias pada 24 Desember 2004 menimbulkan dampak yang luar biasa pada berbagai sektor. Sektor perikanan pada umumnya dan kapal khususnya banyak yang hilang atau rusak. Selain itu sarana dan prasarana perikanan tersapu, sehingga hanya tinggal daratan yang kosong dan tanpa kehidupan. Akibat gempa dan badai tsunami telah menghancurkan sebahagian besar armada perikanan tangkap, juga menghancurkan fasilitas yang ada di Pelabuhan Lampulo. Dengan adanya program rehabilitasi Aceh maka pengadaan kapal dan sarana prasarana perikanan mulai dikembangkan. Hal ini merupakan tantangan membuat suatu desain dan struktur kapal ikan khususnya pukat cincin yang memadai. Saat ini pemerintah NAD sedang menyiapkan tipe kapal ikan menurut kelompok area lokasi dengan ukuran kapal terdiri dari 5 GT, 10 GT dan 30 GT. Kelompok lokasi dibagi lima group yaitu : 1) Group 1 adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang ,Aceh jaya, Pidie. 2) Group 2 adalah Bireuen, Aceh utara, Lhoksemauwe, Langsa Aceh, Tamiang. 3) Group 3 adalah Idie (Aceh Timur). 4) Group 4 adalah Aceh Barat Daya, Aceh Selatan. 5) Group 5 adalah Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulu, Aceh Singkil. Pukat cincin Aceh mempunyai konstruksi yang agak berbeda dengan pukat cincin yang dioperasikan di daerah lain di Indonesia, terutama untuk ukuran pukat cincin. Panjang pukat cincin Aceh antara 600 – 1350 m dan lebar rata-rata 60 m. Badan pukat cincin terdiri dari lima bagian, setiap bagian memiliki ukuran mata (mesh size) yang berbeda setiap bagian (Mahdi, 2005). Kapal pukat cincin Aceh ada di Lampulo memiliki panjang
23
antara 16-28 m, lebar antara 3,5 – 6 m dan dalam antara 1,4 – 2 m. Kapalkapal tersebut diperkirakan memiliki tonase 40 GT dengan mesin utama kapal berkekuatan mulai dari 105 sampai 320 PK. Penampang melintang kapal pukat cincin Aceh berbentuk V, ruang dibagi menjadi satu ruang mesin, ruang kemudi, palka dan gudang. Ruang kemudi letaknya agak kebelakang sehingga menyisakan bagian depan yang luas untuk menyusun dan memperbaiki pukat cincin. Palka terletak dibagian bawah haluan (depan), gudang terletak dibagian buritan (belakang). Kapal pukat cincin Aceh terbuat dari bahan kayu yang dilapisi dengan seng setebal 0,4 mm. Hampir semua kapal tersebut dibuat oleh galangan kapal milik rakyat yang terletak di Kota Banda Aceh. Ada 4 (empat) jenis kayu yang dijadikan bahan pembuat kapal, yaitu kayu semantok (damar hutan), kruing, rengas dan tempiris. Penelitian kapal pukat cincin yang telah dilakukan adalah : 1) Moch. Rizal Mahdi 2005. Pengembangan Perikanan Pukat Cincin di Lampulo kota Banda Aceh Propinsi NAD. 2) Eddi Husni 2003. Analisis Gerakan Coupled Heaving – Pitching Kapal Pukat cincin Terhadap Gelombang Regular Head Seas. 3) Rosdianto 2003. Studi Tentang Stabilitas Statis Kapal Pukat cincin & kapal Longline di Propinsi Kalimantan Selatan. 4) Saifan Noer 1976. Penelitian Tentang Penangkapan Ikan Cakalang Dengan Pukat cincin di Perairan Aceh Besar. 5) Juliaty Golda R.S.1997. Kinerja Laut Kapal Kayu Pukat Cincin.
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Prosiding seminar pengembangan kapal ikan di Indonesia dalam rangka implementasi wawasan nusantara, November 1984, permasalahan adalah : 1) Kayu sebagai bahan utama kapal ikan berukuran sedang (30-250 GT) ternyata kurang optimal dimanfaatkan, walaupun berdasarkan kenyataan sekarang ada jenis kayu tertentu yang agak susah didapat dalam stok yang mencukupi.
24
2) Pengetahuan tentang perkembangan teknologi material kayu untuk pembuatan kapal ikan masih kurang dikuasai. 3) Belum ada informasi (data-data) prototipe kapal ikan yang dikaitkan dengan alat tangkap, wilayah penangkapan dan kondisi perairan bagi jenis-jenis dan ukuran kapal ikan. 4) Peraturan keselamatan kapal secara nasional masih untuk kapal dibawah100m3 (sekitar 35 GT). 5) Dalam rangka pembangunan kapal ikan tradisional supaya tetap mempertahankan segi arsitektur perahu atau kapal, tetapi perlu dipertimbangkan peningkatan pada stabilitas dan konstruksi serta kualitas kapal. 6) Kapal tradisional masih terlalu boros dalam pemakaian bahan baku . Perlu dipikirkan efisiensi penggunaan bahan baku dengan membuat suatu pedoman. 7) Akibat pembuatan kapal yang masih tradisional, sering dijumpai cacat, bentuk kapal tidak simetris dan adanya sambungan pada posisi yang seharusnya tidak diperbolehkan. 8) Perlu dikembangkan suatu Metode konstruksi kapal ikan yang diharapkan lebih tepat guna dan berhasil guna untuk bahan kayu laminasi, aluminium, fiber dan lain-lain. Kapal ikan dari kayu yang digunakan adalah kayu dengan kelas kuat I . Umur kayu yang biasanya digunakan
berasal dari pohon dengan umur
panjang, konsumsi banyak sehingga menimbulkan kelangkaan, hal ini menjadi problem dikemudian hari bila digunakan secara besar-besaran tanpa penanaman dan lahan yang memadai, perlu dicari alternatif material untuk satu komponen kapal. Selain itu pembuatan kapal ikan belum berdasarkan Naval Architecture tetapi berdasarkan keterampilan yang turun temurun, sehingga tingkat akurasi kapal dan gaya-gaya yang bekerja pada kapal belum dapat diketahui.
25
1.3.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menganalisis stabilitas kapal pukat cincin eksisting dan kapal alternatif serta menghitung dan menganalis
struktur
alternatif kapal penangkap ikan, berdasarkan gaya dan beban yang bekerja pada masing-masing bagian struktur kapal.
1.4.Manfaat Penelitian Manfaat bagi ilmu perkapalan yang merupakan struktur alternatif yang dapat dikembangkan dan diharapkan sebagai bahan acuan
standar kapal
penangkapan ikan. Selain itu di harapkan memberi kontribusi bagi ilmu pengetahuan.dan masyarakat terutama masyarakat yang berkecimpung dalam bidang perkapalan.
1.5.Batasan Penelitian Kapal penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat cincin didaerah propinsi Nanggroe Aceh Darusalam dan sekitarnya. Batasan masalah yang akan diteliti adalah : 1) Kapal pukat cincin 30 GT. 2) Struktur dan dimensi kapal pukat cincin eksisting. 3) Kelengkapan dan perbekalan yang harus dimasukkan pada beban pada deck dan lantai bawah seperti air bersih, provision, awak kapal, alat tangkap dan bumb. 4) Penggunaan struktur beton pada gading-gading dibagian 1/5 dari haluan sampai dengan linggi buritan, lunas dan linggi buritan.
1.6. Hipotesis Struktur alternatif beton dan kayu dapat menggantikan kapal kayu. Stabilitas kapal pukat cincin pada dimensi LOA 25 m gabungan beton dan kayu lebih baik dari kapal kayu
26
1.7. Kerangka Pemikiran Identifikasi masalah
kapal tradisionil harus disempurnakan, perlu
dikembangkan alternatif struktur dan alternatif material untuk kapal ikan, perlu dipertimbangkan sistim sambungan dan desain. Untuk menganalisis struktur alternatif dilakukan simulasi terhadap beban dan gaya yang bekerja pada kapal ikan, selain itu dilakukan analisis stabilitas. Dari hasil analisis maka menghasilkan output struktur dan material altenatif kapal, sambungan beton dengan kayu dan stabilitas kapal ikan. Menghasilkan struktur kapal pukat cincin gabungan beton dan kayu dan mengkaji stabilitas kapal kayu. Identifikasi Masalah 1) Kapal tradisional belum memperhitungkan struktur dan boros dalam pemakaian bahan baku . Perlu dipikirkan efisiensi penggunaan bahan baku dengan membuat suatu pedoman 2) Perlu dikembangkan suatu alternatif struktur kapal ikan yang diharapkan lebih tepat guna dan berhasil guna 3) Alternatif penggunaan material beton supaya penggunaan kayu secara besar-besaran dihindari 4) Pengetahuan tentang struktur dan perkembangan teknologi material kayu untuk pembuatan kapal ikan masih kurang dikuasai. 5) Perlu dipertimbangkan sistem sambungan , stabilitas dan kualitas kapal.
Kajian terhadap 1) Stabilitas desain eksisting kapal pukat cincin. 2) Beban dan gaya luar yang bekerja pada kapal. 3) Gaya yang terjadi pada kapal eksisting dan alternatif. 4) Stabilitas dan kapal eksisting dan alternatif. 5) Tegangan, kekuatan dan defleksi kapal eksisting dan struktur kapal alternatif. Penggunaan material beton pada lunas, linggi buritan dan gading-gading.
Hasil perhitungan stabilitas purseiner eksisting dan alternatif.
Hasil perhitungan struktur, sambungan kapal alternatif.
Kapal pukat cincin struktur gabungan beton dan kayu Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran
27
2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Desain Kapal Sebuah kapal ikan harus memiliki karakteristik dasar seperti mampu terapung dalam posisi tegak stabil, bergerak dengan kecepatan cukup, mampu melakukan manuver di laut dan di perairan terbatas serta cukup kuat menghadapi cuaca buruk dan hempasan gelombang. Untuk membangun kapal ikan yang memiliki karakteristik seperti ini, perancang kapal ikan harus memiliki pengetahuan tentang dinamika kapal (Nomura dan Yamazaki,1975). Dengan pengetahuan sederhana tentang hidrostatika, perancang kapal ikan dapat menghasilkan sebuah kapal ikan yang mampu terapung tegak stabil pada perairan tenang. Namun kapal ikan jarang berlayar pada perairan tenang. Gelombang laut sangat mempengaruhi keragaan kapal. Keberhasilan desain kapal ikan terutama tergantung pada keragaannya di laut. Perkiraan gerakan, tahanan, tenaga dan muatan struktural kapal di laut merupakan masalah rumit. Hal ini biasanya menyebabkan perancang kapal ikan memilih bentuk badan dan dimensi kapal berdasarkan keragaan di perairan tenang tanpa banyak mempertimbangkan kondisi laut, misalnya cuaca disepanjang rute operasi kapal ikan. Di Portugis di syaratkan kapal pukat cincin yang baru harus di desain memenuhi keselamatan, memperbaiki kodisi tempat kerja dan tempat tinggal anak kapal, memenuhi kebutuhan
operasional dan mekanisasi sehingga
terjamin kualitas produk. Untuk mempelajari pengaruh gelombang laut terhadap dinamika kapal ikan, bahwa gelombang laut bentuknya tidak beraturan dan sangat rumit. ilmu statika dipakai untuk mempelajari tingkah laku gelombang laut yang tidak beraturan dan dipakai untuk mengetahui karakteristik gerakan kapal. Dalam mempelajari tingkah laku kapal ikan di laut, tidak hanya karakteristik gelombang laut yang penting, tetapi juga pengaruh gerak dinamis yang disebabkan oleh gelombang tersebut. Pengaruh ini mencakup air diatas dek, peran haluan dalam menyebabkan hempasan kapal dan pengaruh percepatan yang disebabkan lonjakan, anggukan, olengan atau kombinasi ketiganya.
28
Dalam desain kapal ikan, kecepatan adalah faktor penting. Harus diperhatikan bahwa kecepatan kapal akan berkurang saat berlayar ditengah laut. Hal ini terjadi karena meningkatnya tahanan gerak dan hilangnya efisiensi baling-baling. Akibat selanjutnya adalah konsumsi bahan bakar meningkat sehingga membatasi jarak pelayaran. Uji model dapat digunakan untuk menentukan keakuratan tahanan dan baling-baling kapal ikan di perairan tenang. Kecepatan maksimum yang dapat dicapai oleh kapal ikan ditentukan terutama bukan oleh tenaga yang tersedia, tetapi oleh percepatan yang dialami di laut. Hal-hal umum harus dipertimbangkan saat mendesain kapal ikan yang laik laut sebagai berikut : 1) Gerakan berlebihan, yang tidak diinginkan karena gerakan tersebut dapat mengganggu stabilitas kapal dan menyebabkan ketidak nyamanan bagi anak buah kapal dan penumpang. 2) Tekanan tambahan, yang disebabkan oleh bengkokan kapal atau oleh benturan gelombang laut. 3) Tenaga inersia, yang menyebabkan kerusakan peralatan, struktur alat-alat operasi kapal dan sebagainya. 4) Hempasan. 5) Pengurangan kecepatan dan kondisi baling-baling kapal saat mulai bergerak. 6) Kualitas penanganan kapal. Kapal ikan harus mampu mempertahankan kualitas keragaan yang tinggi pada berbagai macam cuaca agar mampu mencapai tujuan operasinya. Perancang kapal ikan bertugas untuk mengembangkan teknologi pengukuran, perkiraan dan peningkatan kualitas pengaturan gerak dinamis kapal. Tugas ini mencakup aplikasi teknologi bagi desain spesifik identifikasi, kesalahan desain dan perbaikan desain. Dengan demikian perancang kapal ikan memiliki kemampuan yang cukup dalam menentukan keragaan kapal yang diinginkan. Sebagian besar kapal ikan yang beroperasi di Indonesia dibangun secara tradisional dengan mengandalkan kepandaian yang diajarkan sejak dulu secara turun-menurun. Kapal penangkap ikan tersebut dibangun
tanpa
29
menggunakan gambar-gambar disain
seperti general arrangement, lines
plan, deck profile, profile construction, engine seating dan lain-lain. Kapal tersebut tidak dilengkapi dengan perhitungan hidrostatik, stabilitas, trim dan sebagainya (Pasaribu, 1984). Faktor-faktor yang mempengaruhi desain kapal ikan dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian besar (Fyson, 1985) yaitu : 1) Tujuan penangkapan. 2) Alat dan metode penangkapan. 3) Karakteristik geografis daerah penangkapan. 4) Seaworthiness dari kapal dan keselamatan awak kapal. 5) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan disain kapal ikan. 6) Pemilihan material yang tepat untuk konstruksi. 7) Penangkapan dan penyimpanan hasil tangkapan. 8) Faktor-faktor ekonomis. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal ikan yang dibangun (Nomura dan Yamazaki, 1975) yakni : 1) Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal. 2) Keberhasilan operasi penangkapan. 3) Memiliki stabilitas yang tinggi. 4) Memiliki fasilitas penyimpangan yang lengkap. Menurut Pasaribu (1984) aspek teknis adalah : 1) Sifat fisik dan mekanik dari jenis kayu yang digunakan. 2) Kelayakan desain dan metode konstruksi kapal. 3) Pengelolaan dan perawatan kapal. Kelengkapan
dari
perencana
disain
dan
konstruksi
dalam
pembangunan kapal ikan yaitu dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plane), tabel offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasi (general arrangement) dan gambar konstruksi beserta spesifikasinya (construction profile plan) (Fyson, 1985). Pengembangan bentuk badan kapal rounded telah menunjukkan hasil-hasil dalam aspek hidrodinamik yang lebih baik yaitu hambatan total kapal lebih kecil, propulsi kapal yang lebih efisien dan seekeeping yang lebih baik.
30
Jenis kapal yang dioperasikan pada perikanan di laut dalam adalah kapal tonda, kapal huhate, kapal rawai, kapal pukat cincin. Batasan terhadap nilai-nilai parameter hidrostatik untuk masing-masing jenis kapal merupakan hal yang sangat penting untuk ditentukan dan sesuai dengan kondisi laut dalam di Indonesia. Penentuan kapasitas kapal, perhitungan stabilitas, serta material yang digunakan untuk masing-masing jenis kapal merupakan hal-hal yang juga berperan dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas kapal. Kemampuan kapal di laut dalam diuji dengan perhitungan dalam teori perkapalan. Disampng itu pengaruh gaya-gaya yang bekerja terhadap kapal merupakan faktor yang menentukan untuk stabilitas kapal. Untuk mendesain kapal-kapal kayu penangkap ikan, perhatian utama ditujukan kepada dimensi kapal yakni panjang antara garis tegak (L), lebar kapal (B) dan dalam kapal (D). Perbandingan antara L, B dan D dalam bentuk L/B, L/D dan B/D merupakan parameter awal yang menggambarkan bentuk dan jenis kapal (Inamura, 1960). Menurut hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, pada umumnya kapal-kapal kayu di Indonesia kurang mengindahkan parameter tersebut diatas, karena kapal-kapal tersebut dibangun secara tradisional, tanpa menggunakan gambar-gambar dan perhitungan (Pasaribu, 1984). Demikian juga halnya dengan metode konstruksi. Pada umumnya kapal kayu tradisional dibangun menggunakan prosedur yang dibuat oleh Biro Klasifikasi Indonesia. Dalam gambar rancangan umumnya (general requirement) kapal dibagi sebagai berikut : 1) Gudang, sebagai tempat penyimpanan peralatan perkapalan seperti suku cadang, kunci-kunci perbengkelan, tali-temali, jangkar cadangan dan lainlain. 2) Gudang alat tangkap, sebagai tempat penyimpanan alat tangkap ikan berupa jaring, pancang serta peralatan penangkapan lainnya. 3) Palkah, merupakan bagian terbesar pada kapal ini. Salah satu dari ketiga palkah ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan es saat kapal akan beroperasi menuju daerah penangkapan ikan dan sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan saat kembali dari daerah penangkapan ikan.
31
4) Dalam ruang bahan bakar minyak (ruang BBM) ditempatkan tangki bahan bakar dan biasanya para nelayan menyimpan cadangan minyak pelumas pada ruang ini. 5) Ruang mesin sebagai tempat mesin penggerak beserta as propeller menghubungkannya dengan propeller di bagian buritan kapal. Anak buah kapal dapat masuk ke ruang ini untuk mengontrol kerja mesin. 6) Tangki air tawar, sebagai tempat penyimpanan air tawar untuk kebutuhan makan, minum dan bilas ABK, biasanya air tawar ini disimpan dalam wadah berbentuk tangki silindris (drum / tong). Sebagian besar nelayan menggunakan drum dari bahan plastik yang anti korosif dibandingkan yang terbuat dari besi. 7) Ruang kemudi dan ruang ABK, terdapat di bagian atas dek, ruang ABK terletak di belakang ruang kemudi. Ruang ABK ini digunakan oleh ABK untuk berteduh dan istirahat. Ruang kemudi letaknya lebih tinggi dibandingkan ruang mesin yang sama pada kapal tradisional. Hal ini memudahkan nakhoda mengemudikan kapalnya karena dengan letak ruang yang lebih tinggi tersebut memungkinkan nakhoda untuk melihat lebih luas. Prinsip menangkap ikan dengan pukat cincin ialah melingkar gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk dinding vertikal, dengan demikian gerakan ikan kearah horizontal dapat di halangi. Setelah itu, bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan lari kebawah jaring. Panjang pukat cincin bergantung pada dimensi kapal , waktu operasi dan jenis ikan yang akan ditangkap. Pukat cincin yang akan ditujukan untuk operasi penangkapan ikan pada siang hari adalah lebih panjang dari pukat cincin yang akan ditujukan untuk operasi penangkapan ikan pada malam hari. Begitu pula untuk jenis ikan untuk menangkap ikan tuna pukat cincin harus lebih panjang karena jenis ikan ini termasuk perenang cepat. Jaring yang terlalu pendek akan kurang berhasil dalam mendapatkan hasil tangkapan dan sebaliknya penambahan jaring yang berlebih-lebihan tidak akan menjamin bertambahnya hasil tangkapan. Jadi perlu ditentukan panjang optimum jaring yang dapat menghasilkan hasil tangkapan paling banyak
32
dalam waktu yang sama. Hasil tersebut perlu ditinjau baik dari segi teknis maupun ekonomis ( Sudirman dan Mallawa, 2004 ). Dimensi kapal, semakin besar dimensi kapal maka kemampuan kapal tersebut untuk membawa jaring dan alat bantu penangkapan ikan tersebut semakin besar, dengan demikian jarak jangkau fishing ground akan semakin luas. Demikian juga lebar (depth) dari purse siene harus ditentukan dengan memperhatikan tingkah laku ikan yang akan ditangkap dan kondisi perairan setempat. Minimum lebar dari jaring dimaksudkan untuk mengikuti swimming depth dari shoaling ikan. Depth dan jaring dikatakan cukup apabila ujung bawah jaring tersebut pada permulaan proses penarikan purse line lebih dalam dari swimming layer shoaling ikan. Satu unit pukat cincin terdiri dari jaring, kapal dan alat bantu1 (roller, lampu, echosounder dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring pukat cincin terdiri dari kantong (bag, bunt), badan jaring, tepi jaring, pelampung (float, crack), tali, pelampung
(corck line, float line), sayap (wing), pemberat
(sinker, lead), tali penarik (purse line), tali cincin (purse ring) dan selvage Pada umumnya dalam pengoperasian pukat cincin dikenal dua cara yaitu 1) Pukat cincin dioperasikan dengan mengejar gerombolan ikan, hal yang biasa dilakukan pada siang hari. 2) Menggunakan alat bantu penangkapan seperti rumpon, cahaya fish finder, hal ini dilakukan pada siang hari dan malam hari. Parameter-parameter perubah teknis kapal-kapal pukat cincin dihitung dengan menggunaan formulasi-formulasi berikut : 1)
Menghitung gross tonage kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu : GT = L . B . D .Cb . 0,353 GT = Gross tonnage kapal (ton) L
= Panjang total kapal (meter)
B
= Lebar total kapal (meter)
D
= Tinggi total kapal (meter)
Cb
= Koefisien block
33
0,353= Volume ruang muatan (metrik = 1 m3 (ton)) 2)
Menghitung kecepatan kapal maksimum formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu V2 = IHP x C /Δ 2/3
3)
Menghitung volume displacement tonnage kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu =▼= Σ Σ (y.s’)s x 2/3 x h xk/3
4)
Menghitung stabilitas kapal formulasi Poehl (1977) yaitu :
5)
Menghitung koefisien block (Cb) kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cb = ▼ / (Lwl x B wl x d )
6)
Menghitung koefisien penampang tengah (Cm) kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cm= Am /(B wl x d)
7)
Menghitung koefisien prisma (Cp) kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cp = ▼ / (Am xL wl )
8)
Menghitung koefisien
penampang garis air (Cw) kapal
dengan
formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cw = Aw / (L wl x B wl ) 9)
Menghitung luas bidang-bidang kapal dengan metode Shimpson dalam Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Luas = h/ (yo + 4 y 1+2 y 2+4 y 3+2y4+4y5+y6)
Bagian kapal yang menunjang operasional kapal sesuai tabel 1. Tabel 1. Aspek Teknis Upaya Penangkapan Ikan No 1
Aspek Teknis
Upaya Penangkapan
Palka
Penampungan ikan yang luas / besar dapat meningkatkan upaya penangkapan sehingga menangkap
lebih
banyak,
asalkan
penampungan baik dan tersedia cold storage. 2
Lambung
Lambung
besar
untuk
menampung
hasil
tangkapan dalam jumlah besar. Kapal pukat cincin tidak boleh terlalu gemuk karena berpengaruh buruk terhadap kemampuan olah gerak dan kecepatannya baik saat melaju, mengejar dan melingkari kelompok ikan. 3
Besar Kapal
Dalam banyak hal efisiensi kapal telah berubah dalam beberapa tahun, sering kapal tersebut
34
telah
menjadi
lebih
besar
dan
telah
diperlengkapi dengan baik. 4
Kecepatan(berat &
1) Jumlah kapal.
bentuk kapal)
2) Jumlah hari kapal. 3) Jumlah dari kapal dan tipe kapal. 4) Jumlah hari kapal standar.
5
Kekuatan
mesin
Perubahan
pada
kapal
kaitan dengan
penangkapan
upaya penangkapan ikan dalam peningkatan kekuatan mesin
pada kapal penangkapan
yang digunakan
sesuai dengan stok berat & bentuk kapal. 6 7
Perlengkapan
Hasil tangkapan yang tersimpan dengan baik
storage
akan meningkatkan nilai jual ikan.
Alat penangkapan
Perubahan
upaya penangkapan ikan dalam
kaitan dengan tipe alat penangkapan yang digunakan sesuai dengan stok ikan dan ramah lingkungan. Ukuran dari area yang dipengaruhi oleh alat penangkapan dalam satu unit upaya. 8
Laju hasil tangkapan
Jumlah jam penangkapan dikalikan kekuatan
merupakan
ukuran
mesin merupakan ukuran upaya yang memadai
memadai,
didalam sejumlah perikanan trawl dasar,
yang
bahwa 2 unit dari upaya
jumlah gillnet yang dipasang per hari.
penangkapan
lebih banyak dari 1 unit bila ber operasi pada kondisi sama Sumber : Berbagai referensi, pertanyaan prelim tertulis TKL 2006 Dalam mendesain
kapal pukat cincin hal ini perlu diperhitungkan
karena dimensi utama menentukan kemampuan kapal. Ukuran dimensi utama kapal ( Fyson, 1985) meliputi : 1) Loa (Length over all) : panjang seluruh kapal yang diukur dari bagian paling ujung buritan hingga bagian paling ujung dari haluan kapal.
35
2) Lpp (length perpendicular) : panjang kapal antara after perpendicular (AP) dan fore perpendicular (FP) . (1) AP : garis tegak lurus pada perpotongan antara Lwl pada bagian buritan kapal atau poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (2) FP : garis tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan (3) Lwl : (Load water line), garis air (wl) pada kondisi kapal penuh. Biasanya tinggi Lwl sama dengan tinggi draft (d) (4) Wl (water line), merupakan garis air sebagai batas kapal terendam air. Pada kapal, wl berbentuk garis lurus tampak depan dan samping dan berbentuk kurva tamak atas. 3) Lw (Length of water line) : panjang garis air yang diukur antara titik perpotongan Lwl pada badan kapal bagian buritan dan badan kapal bagian huluan. 4) B (Breadth) : lebar kapal terlebar yang diukur dari sisi luar kapal yang satu ke sisi lainnya. 5) D (depth) : dalam / tinggi kapal yang diukur mulai dari dek terendah hingga ke bagian bagian kapal terbawah. 6) d (draft) : dalam : sarat kapal yang diukur dari Lwl hingga ke badan kapal terbawah atau lunas bagian atas. Besar kecilnya nilai rasio dimensi dari suatu kapal dapat digunakan untuk menganalisis bentuk (performance) dan kemampuan suatu kapal secara umum. Nilai rasio dimensi utama yang dimaksud adalah L/B, L/D dan B/D. Diketahui bila rasio L/B mengecil akan berpengaruh negatif terhadap kecepatan kapal. Namun bila rasio L/D membesar akan berpengaruh negatif terhadap kekuatan longitudinal kapal, sedangkan jika nilai B/D membesar akan memberi pengaruh positif terhadap stabilitas tetapi berpengaruh negative terhadap propulsive ability (Fyson, 1985). Lpp/B atau Lwl/B yakni perbandingan panjang Lpp dan lebar kapal mempengaruhi tahanan dan stabilitas kapal. B/T yakni perbandingan lebar dan draft kapal yang merupakan faktor yang mempengaruhi tahanan dan stabilitas kapal, LOA/D
36
yakni perbandingan panjang LOA dan dalam kapal yang merupakan ukuran bagi kekuatan longitudinal kapal. Sebagai acuan, dibawah ini disajikan tabel rasio dimensi utama untuk kapal pukat cincin di Jepang yang telah dan masih di operasikan (Tabel 2). Penggunaan nilai acuan adalah sebagai pembanding dan bukan sebagai nilai standarisasi. Dalam hal ini digunakan nilai dimensi utama dari kapal pukat cincin Jepang di karenakan dalam pembangunannya kapal pukat cincin Jepang telah mengikuti prosedur desain dan sesuai dengan peruntukkannya dan keadaan perairannya. Tabel 2. Nilai Rasio Dimensi Utama untuk Kapal Encircling Gear oleh Nomura dan Yamazaki (1975), Fyson (1985) Kel.Kapal Pukat cincin
Panj Kapal (L)
GT
L/B
L/D
B/D
< 22 m
-
4,30
<10.00
>2,15
> 22 m
-
4,50
11.00
2,10
Ayodhyoa (1972) memberikan standar nilai perbandingan antar dimensi utama kapal pukat cincin sebagai berikut sesuai tabel 3 Tabel 3. Standar Nilai Rasio antar Dimensi Utama Kapal Kayu Pukat Cincin Jenis kapal ikan
Lpp (m)
Lpp/B
Lpp/D
B/D
Pukat cincin
<22,00
4,300
10,000
2,150
Pukat cincin
>22,00
4,500
11,000
2,100
2.1.1. Koefisien Bentuk (Coefficient of Fineness) Fyson (1985) menyatakan bahwa bentuk tubuh kapal ada yang langsing dan ada yang gemuk. Koefisien yang menggambarkan bentuk kasko tersebut disebut koefisien bentuk (Coefficient of Fineness), yang terdiri dari Cb (Coefficient of Block), Cp(Coefficient of Prismatics), Cvp (Coefficient of Vertical Prismatic), Cө (Coefficient of Midship) dan Cw (Coefficient of Waerplane). Hubungan antara koefisien ini adalah Cb = Cp x Cө dan dari besar nilainya untuk kapal-kapal ikan mengikuti urutan sebagai berikut : Cb < Cp < Cө Fyson (1985) mengemukakan bahwa koefisien bentuk (Coefficient of Fineness) menunjukan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas
37
area badan kapal yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masingmasing dimensi utama kapal, yaitu 1) Cw (Coefficient of Waterplane) menunjukkan perbandingan luas area penampang membujur pada garis water line kapal dengan luas empat persegi panjang pada garis penampang tesebut.. 2) Cb (Coefficient of Block) menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang empat persegi panjang yang mengelilingi tubuh kapal. 3) Cө (Coefficient of Midship) menunjukan perbandingan luas area penampang melintang tengah kapal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. . 4) Cvp (Coefficient of
Vertical Prismatic) menunjukkan perbandingan
volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area waterline dengan draught kapal. 5) Cp (Coefficient of Prismatics) menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dengan panjang kapal. Nilai Cp juga dapat diperoleh dengan membandingkan dengan nilai Cb dan Cө. Menurut penelitian Rosdianto 2003 di Propinsi Kalimantan Selatan menyatakan nilai CB pada dua kapal pukat cincin yaitu 0,3980 dan 0,3780 pada kapal pukat cincin 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk badan kapal pada draft 0,25 mWL ramping dan kembali gemuk pada draft 0,5 mWL, tapi nilai Cb kapal masih jauh dibawah nilai acuan yang ada. Menunjukkan bahwa kapasitas kapal belum sesuai dengan peruntukkannya sebagai kapal pukat cincin. Hal ini disebabkan karena alat tangkap
pukat
cincin menangkap ikan yang bermigrasi dalam bentuk kelompok (schooling fish) yang memerlukan kecepatan dan stabilitas yang tinggi untuk melingkari gerombolan ikan. Bentuk dari lambung kapal / tubuh kapal sangat menentukan besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan kapal tersebut, artinya hal ini sangat berkaitan erat dengan kecepatan kapal dan mempengaruhi besarnya daya muat, kenyamanan serta ketertarikan dari kapal itu sendiri (Gillmer and
38
Johnson, 1982). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa hal terpenting dari bentuk tubuh kapal adalah besarnya tubuh kapal tersebut yang dapat memberikan rasa aman dan stabilitas yang baik pada saat kapal tersebut melakukan pelayaran. Penggunaan nilai acuan yang berasal dari kapal pukat cincin Jepang dikarenakan kapal pukat cincin Jepang dalam pembangunannya telah mengikuti prosedur desain dan sesuai dengan peruntukkan dan kondisi perairan. Nilai dari beberapa koefisien kapal dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Nilai dari Beberapa Koefisien Kapal Kelompok kapal ikan Encircling gear
Cw
Cb
0,91-0,95
0,57-0,68
Cө
Cvp
0,67-0,78 0,68-0,86
Cp 0,76-0,94
Fyson (1985) menyatakan bahwa selain mesin penggerak, faktor-faktor seperti dimensi utama, displacement, bentuk bagian kapal yang berada dalam air, trim, propulsive engine dan lain sebagainya, akan menentukan kecepatan kapal pukat cincin. Kecepatan suatu kapal umumnya berkorelasi dengan bentuk badan kapal terutama yang berada dibawah air. Fyson (1985) menyatakan bahwa kelangkapan dari perencanaan, desain dan konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu dengan adanya gambargambar rencana garis (lines plan), tabel offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar rencana konstruksi beserta spesifikasinya (construction profile and plane). Iskandar dan Pujiati (1995) menyatakan bahwa di Indonesia pembuatan kapal ikan di galangan rakyat belum melihat kepada fungsi kapal sehubungan dengan alat tangkap ikan dan metode operasi penangkapan ikan yang digunakan. Pengrajin kapal umumnya hanya membuat saja dan pembeli (pengguna ) yang menentukan peruntukkan. Produk yang dihasilkan bukan tidak baik tetapi sering terjadi pemborosan bahan sehingga bobot kapal sering menjadi lebih besar. Hasil penelitian Iskandar (1997) menyebutkan bahwa kesesuaian antara desain kapal dan peruntukkannya belum begitu terlihat di Indonesia, sebagai contoh sebuah kapal cantrang didaerah tertentu dengan dimensi tertentu belum tentu memiliki kesesuaian antara fungsinya sebagai penghela
39
jaring dengan dimensinya serta besar tenaga penggerak kapal yang digunakan. Hal yang sering terjadi adalah pembuat kapal hanya berpatokan pada kapal-kapal yang telah dibangun lebih dulu, selanjutnya masalah tenaga penggerak dan besar alat tangkap yang akan dioperasikan tergantung kepada pemilik kapal.
2.2. Material Kapal 2.2.1. Kayu Fyson (1985) menyatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam memilih kayu untuk kapal adalah : 1) Kekuatannya. 2) Ketahanannya terhadap pembusukan. 3) Kualitaas, jumlah dan ukuran yang diperlukan. Pasaribu
(1984) menyatakan bahwa sifat fisik kayu meliputi
penyusutan dan berat jenis. Fyson (1985) menyatakan bahwa berat jenis kayu merupakan indikator utama dari sifat mekanis dan sifat fisik kayu. Dari hasil pengamatan Tristianti (2003) di lapangan beberapa jenis kayu yang digunakan untuk konstruksi utama kapal ikan di galangan kapal marunda seperti Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Kayu yang Digunakan untuk Konstruksi Utama Kapal Ikan. No Nama
Nama Ilmiah
Penggunaan Untuk
Daerah 1
Kempas
Koompasia
malaccensis
Lunas
Maing 2
Giam
Cotylelobium spp
Linggi, galar, deck
3
Laban
Vitex pubescens
Gading-gading
4
Kulim
Scorodocarpus
boornensis
Badan Kapal
Becc Dalam penelitian ini luas badan kapal mengalami tekanan gelombang didapat dengan menggunakan hukum Simpson II. Nilai Aw (luas permukaan kapal yang basah) didapat perhitungan adalah 56,863 m2.
40
Material kayu setelah pemakaian mengalami penurunan nilai berat jenis. Penurunan signifikan yang terjadi pada kayu kering sebesar 26,03%. Hal ini disebabkan oleh kondisi kayu kering pada bagian lambung kapal gillnet, dimana kayu mendapat penjemuran paling banyak sehingga mengakibatkan kayu menjadi lebih kering dibanding dibagian kayu transisi dan basah. Penjemuran dalam kurun waktu lama akan menyebabkan keluarnya air dari dalam rongga sel, sehingga akan mulai meninggalkan dinding sel. Hal ini akan berdampak pada hilangnya sebagian massa kayu dan perubahan sifat fisik sehingga kayu menjadi lebih ringan. Bagian kayu transisi dan basah mengalami penurunan nilai berat jenis yang tidak terlalu berbeda, yaitu untuk kayu transisi menurun sebesar 15,07 % dan kayu basah menurun sebesar 16,44%. Kondisi kadang terendam kadang kering pada kayu bagian transisi dari lambung kapal gillnet mengakibatkan kayu mengalami penyerapan air dan pengeringan dalam jangka waktu sekitar 3 tahun secara bergantian. Hal ini menyebabkan massa kayu bagian transisi tidak jauh berbeda dengan kayu basah (Sampurna, 2004 ). Material kayu pada kondisi asli
belum mengalami pengaruh fisik
akibat kontak langsung dengan air laut. Hal ini dapat diartikan bahwa kadar air pada kondisi sebelum pemakaian adalah normal. Bagian kayu setelah pemakaian, yaitu kayu kering mengalami penurunan nilai kadar air sebesar 3%. Hal ini disebabkan olah adanya proses penjemuran dalam kurun waktu 3 tahun, namun hal ini berarti bahwa kayu kering pada bagian lambung kapal selalu dalam kondisi kering terus menerus, kayu juga mengalami penyerapan air dari hujan yang turun. Proses penjemuran akan mengakibatkan keluarnya cairan sel dalam rongga sel dan akan diganti oleh sejumlah uap air dan udara. Sehingga
menyebabkan kayu menjadi kering dan kehilangan sebagian
kandungan air. Lain halnya dengan kayu basah dan transisi, kayu ini mengalami kenaikan kadar air setelah pemakaian. Kayu bagian basah dari lambung kapal berdasarkan hasil uji mengalami kenaikan paling besar yaitu sebesar 7% dan kayu transisi mengalami kenaikan sebesar 1%. Kenaikan kadar air pada kayu basah disebabkan oleh kondisi kayu pada bagian lambung kapal yang selalu terendam air. Hal ini menyebabkan kayu basah mengalami
41
proses penyerapan air yang lebih banyak dibanding kayu transisi, sehingga terjadi penambahan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan kayu transisi. Sifat fisik dan mekanik kayu pada konstruksi utama kapal Menurut BKI (1996) 1) Lunas Konstruksi kayu bagian lunas memiliki berat jenis minimum 0,7 g/cm3. Lunas kapal sebaiknya menggunakan balok tunggal dari kayu yang memenuhi standar minimum yaitu kelas kuat I dan kelas awet III. Kayu utuh ini harus terhindar dari cacat kayu. Bagian lunas kapal ikan yang diteliti menggunakan kayu kempas (Koompasia malaccensis maing) yang berbentuk balok tunggal. 2) Linggi Konstruksi kayu bagian linggi memiliki berat jenis minimum 0,7 g/cm3. Kayu utuh yang digunakan untuk linggi kapal harus terhindar dari cacat kayu. Linggi haluan dan buritan kapal ini menggunakan kayu giam (Catylelobium spp ). 3) Gading-gading Gading-gading merupakan tulang atau rangka pembentuk kapal. Gadinggading kayu balok dapat dibuat berupa balok tunggal atau kayu balok berganda. Untuk gading-gading lengkung dapat digunakan kayu yang bentuknya menyerupai bentuk gading-gading. Sortimen memiliki berat jenis minimum 0,7 g/cm3. Berdasarkan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia)
menyatakan kapal
dengan angka penunjuk L (B/3 + H) lebih kecil dari 140, tidak perlu dipasang lunas dalam. Kapal yang lebih besar harus dipasang lunas-dalam (dari linggi buritan sampai linggi haluan ) dan lunas luar. Lunas luar dan lunas dalam dari kapal yang panjang sampai 14 m masing-masing harus dibuat dari satu potong kayu. Lunas luar dari kapal-kapal yang lebih besar, maksimal hanya boleh terdiri dari tiga potong yang satu sama lain disambung. Bagian yang terpendek dari lunas luar tersebut paling sedikit panjangnya harus 6 m. Sambungan lunas dibagian belakang kapal pada kapal-kapal bermotor harus dihindarkan. Sambungan lunas tidak boleh berada dibawah lubang palka atau
42
bukaan-bukaan geladak yang besar. Letak sambungan terhadap sekat yang terdekat paling sedikit harus satu jarak gading-gading, sedangkan terhadap pemikul membujur mesin paling sedikit harus dua jarak gading-gading. Jarak antara sambungan lunas luar dan lunas dalam paling sedikit 5 jarak gadinggading. 2.2.2 Beton Bertulang Beton lebih kuat menahan tekan sedangkan baja lebih kuat menahan tarik sehingga beton bertulang bekerjasama untuk menahan tekan dan tarik pada struktur. Ketentuan SNI 03-2847-2002 adalah : 1) Lebar badan balok tidak boleh diambil kurang dari 1/50 kali bentang bersih. Tinggi balok harus dipilih sedemikian rupa, hingga dengan lebar badan yang dipilih. 2)
Lebar retak beton diluar ruangan bangunan yang tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung, kontinu berhubungan dengan air dan tanah atau berada dalam lingkungan agresif yaitu 0,1 mm.. Lebar etak dapat dikali dengan 1,5 apabila permukaan beton dilapis dengan lapisan pelindung yang disetujui.
3)
Lendutan izin maksimum λb / 480 bagian dari lendutan total yang terjadi setelah peasangan komponen non struktur (jumlah dari lendutan jangka panjang akibat semua beban tetap yang bekerja dan lendutan seketika, akibat penambahan beban hidup. Menurut Naval Architect Bruce J (198
2.3. Stabilitas Menurut Naval Architect Gillmer dan Johnson (1982) yang terbanyak panjang
kapal jauh lebih
besar dibandingkan
lebar untuk
melawan
perubahan kemiringan (inclination) longitudinal dibanding transversal.
2.4 Gelombang Laut dan Kapal Pergerakan kapal pada permukaan laut hampir selalu dalam gerakan oscillatory sesuai gambar 2 (Bhattacharyya, 1978 ) yaitu : 1)
Surging = a = gerak ke depan dan ke belakang sesuai arah jalan kapal.
2)
Swaying = b = gerak ke kiri dan kanan kapal.
43
3)
Heaving = lonjakan = c = gerak ke atas dan ke bawah.
4)
Rolling = olengan = d = gerak sudut ke kiri , ke kanan sepanjang sumbu longitudinal.
5)
Pitching = anggukan = e = gerak sudut ke depan, ke belakang sumbu vertikal.
6)
Yawing = f = gerakan sudut sepanjang sumbu vertikal.
Z
f Y
c
e b d X
a X = Sumbu longitudinal Y = Sumbu transversal Z = Sumbu vertikal Gambar 2 : Gerakan Oscillatory pada Kapal (Bhattacharyya, 1978 ) Bila tidak ada data tinggi gelombang laut yang berasal dari perairan sekitar dapat digunakan maka menggunakan tinggi gelombang signifikan perairan tertutup Pierson-Moskowitz. Tinggi gelombang laut yang digunakan adalah tinggi gelombang laut terbesar 3.00 m.
2.5. Seakeeping Dari pertimbangan Naval Architecture, tiga domain dipertimbangkan dalam awal tahap desain. Kebutuhan penyelidikan lebih lanjut aspek seakeeping oleh perancang adalah : 1) Variasi gerakan kapal heaving, pitching dan rolling.
44
2) Percepatan disebabkan gerakan (motion). 3) Gerakan ekstrem dan percepatan vessel yang tak nyaman. 4) Steadiness dan kasus dalam gerakan heaving, pitching dan rolling dan tentu saja steadiness termasuk pertimbangan broaching. 5) Gerakan tidak sesuai pada deck wetness, slamming atau percepatan tinggi dihasilkan, tetapi diatas batas spesifik bahwa gaya pengurangan kecepatan atau perubahan. 6) Beban inertial karena gerakan kapal. 7) Strength
struktur
kapal
dalam
seaway
(antara
lain
gelombang
menyebabkan stress dan deflection lambung kapal). 8) Ketersediaan daya yang layak untuk merawat kecepatan kapal pada seaway. 9) Pencelupan (Immersion) cukup pada alat perlengkapan tenaga penggerak dan keberadaan racing engine karena proppelar emergen.
2.6. Struktur Kapal Ikan Lambung kapal pertama-tama harus dapat menahan gaya apung, stabil dan gaya geser adalah V=∫(Qga-mg)dx. Integrasi kedua momen yang disebabkan lengkung longitudinal kapal ditentukan momen lentur adalah M= ∫∫ (Qga-mg) dx dx. Perhatian biasanya terpusat pada longitudinal bending kapal hanya pada vertical plane. Kecuali kalau kapal menggerakkan head long, puncak dua efek lainya akan meningkat yaitu longitudinal bending dalam plane horizontal dan yang kedua adalah twisting atau torsi kapal pada garis pusat longitudinal. Perhitungan bending longitudinal dan shear stress pada struktur kapal. Sekarang perlu mempertimbangkan bagaimana variasi strukstur dapat menahan tegangan tekan. Jika struktur mendapat gaya tekan maka akan mengalami beban kritis dimana tekuk akan terjadi yang berakibat pada lateral deflection dan kemungkinan akan colaps. Gaya tekuk adalah Pcr= π²EI/l².
45
Untuk panel memanjang maka tegangan buckling yaitu longitudinal stiffness adalah ƒcr = π²Ei²/ 3(1-υ²)b². Struktur lambung kapal penerima pertama gaya apung. Kekuatan dan kelaik laut harus layak dan memiliki bentuk memanjang bebas, licin / halus, bentuk dibawah air tahanan minimum. Lambung harus mempunyai gaya keatas cukup dan bentuknya stabil. Harus dibuat batang struktur yang lurus, rangka struktur dipertimbangkan kekuatan menyeluruh kapal dan kekakuan shell / kulit dan plat yang kedap. Struktur rangka, secara umum, berlanjut dari lunas ke galangan. Lantai rangka dalam dari lunas luar ke lambung atau titik dimana garis horizontal dari atas lunas vertikal bertemu dengan samping kapal. Total gaya apung semua bagian harus sama total berat. Andaikata kapal menjadi akhir rangkaian gelombang mempunyai panjang dari puncak ke puncak atau dari lembah ke lembah. Akan menerima dua ekstrem kondisi yaitu : 1) Kapal mempunyai puncak pada amidship gelombang disebut terjadi hogging. 2) Kapal mempunyai lembah pada amidship gelombang disebut terjadi sagging. Struktur biasanya terdiri dari struktur statik tertentu dan struktur statik tak tentu ( statically determinate dan statically indeterminate). Analisis struktur diperhatikan sesuai ketentuan gaya dalam dan deformasi pada batang (member ) struktur, bersama dengan defleksi tiap titik (joint). Ada beberapa prinsip dan teori bilamana digunakan secara extensive pada analisis struktur. Penyebab deformasi dan gaya dalam, tiga kondisi dasar akan selalu membutuhkan pertimbangan dalam melaksanakan analisis struktur. Ada tiga yang harus dipertimbangkan yaitu : 1)
Equilibrium.
2)
Compatibility.
3)
Karakteristik batang.
46
Distribusi gaya apung dan berat / beban gravitasi pada air tenang sepanjang kurva, cocok dalam unit panjang dan tipikal pada diagarm block.
Gambar 3. Hogging pada Air Tenang Gambar 3.
ini memberi hasil titik yang akan membuat lengkung
concave kapal keatas atau hog. Kondisi kebalikan sebagai sagging. Ketika beban penuh, pertimbangan hogging dan sagging air tenang adalah vital Beban dimana balok utama (girder) lambung lengkap, dalam fakta diutamakan: 1) Penyebab distribusi longitudinal berbeda gaya kebawah pada berat dan gaya keatas pada gaya apung, pertimbangan ketenangan pada air tenang. 2) Beban tambahan pada lintasan gelombang berurutan, kapal tetap tenang. 3) Superposition beban gelombang berturutan, gerakan kapal itu melewati air tenang. 4) Variasi distribusi berat karena percepatan disebabkan gerakan kapal. Lentur kapal disebabkan panjang gelombang single sesuai panjang kapal dengan 1). Amidship puncak dan lembah masing-masing dan menyebabkan maksimum hogging.
47
2). Amidship lembah dan puncak masing-masing dan menyebabkan maksimum sagging.
2.7. Gaya Yang Terjadi pada Kapal Tingkah laku dinamik sangat berbeda dari kapal yang sama
karena
perubahan magnitude gaya-gaya hydrodinamik dan momen. Kontrol hidrodinamik dipengaruhi dapat dikelompokkan katagori : 1) Efek air dalam berhubungan dengan draft kapal. 2) Efek lebar channal dan karakter topografi yang berhubungan dengan beam kapal. 3) Perubahan penting pada air dalam atau lebar channel berhubungan dengan ukuran kapal. 4)
Interaksi dua kapal.
5) Kombinasi foregoing. Pada kapal kayu penangkap ikan
tradisional papan lambung
dikonstruksi terlebih dahulu kemudian diikuti pemasangan gading-gading (frame), sedangkan pada kapal kayu penangkapan ikan yang modern sebaliknya dimana gading-gading (frame) dikonstruksi terlebih dahulu. Hasil penelitian Iskandar (1997), menyebabkan kapal kayu penangkap ikan tradisionil sering tidak simetris dan terlalu berat. Taylor (1987) dan Hind (1982) menyebut bahwa stabilitas kapal dipengaruhi
oleh titik-titik
konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Ketiga titik tersebut adalah titik B (center of buoyancy) yakni titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya apung pada kapal yang bekerja vertikal keatas, Titik kedua adalah titik G (center of gravity) yakni titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya berat pada kapal yang bekerja vertikal ke bawah. Titik ke tiga adalah titik M (metacentre ) yakni titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal yang melalui titik B dan G saat kapal berada posisi titik tegak dengan garis khayal yang melalui kedua titik tersebut saat kapal berada pada posisi miring akibat bekerjanya gaya pada kapal. Titik M merupakan tinggi maksimum bagi titik G. Hind (1982) menyatakan bahwa posisi G tergantung dari bentuk badan kapal yang terendam didalam air. Diskusi stabilitas kapal, terminologi
48
equilibrium tidak dapat ditinggalkan, Taylor (1987) menerangkan bahwa equlibrium adalah kondisi keseimbangan (balance) yang terjadi akibat bekerja gaya yang berlawanan. Pada kapal, kedua gaya yang berlawanan adalah gaya apung (arah vertikal keatas)
dan gaya berat
(arah vertikal ke bawah).
Interaksi kedua gaya yang berlawanan mempengaruhi stabilitas kapal. Gaya-gaya yang terjadi pada kapal dan berpengaruh pada lunas diantaranya adalah hogging, sagging dan slamming berdasarkan (1989). Hogging adalah gaya yang terjadi pada
Lewis
kapal pada saat kapal
melewati gelombang yang panjangnya lebih panjang dari panjang kapal. Sehingga kapal berada di puncak gelombang. Hal ini mengakibatkan adanya gaya tekan keatas pada kapal. Sagging adalah gaya yang terjadi pada kapal pada saat kapal melewati gelombang yang panjangnya lebih pendek dari panjang kapal. Sehingga terbentuk ruang kosong dibawah kapal. Hal ini mengakibatkan adanya gaya tekan kebawah pada kapal. Slamming adalah hempasan yang terjadi pada kapal setelah melewati suatu gelombang yang pendek. Hal ini biasanya berpengaruh pada linggi dan lunas bagian haluan Regangan hogging, bagian atas tarik dan bagian bawah tekan sebaliknya sagging bagian atas tekan dan bagian bawah tarik. Struktur harus dapat menahan sagging dan hogging pada
geladak utama dan pengupas
(stringers), sheer strake dan plating dibawah , plating diatas dan bawah bilge, kedua inner dan outer bottom, keel, keelson dan rangka longitudinal dan lantai dasar. Menurut Saunders (1965) pada The Society of Naval Architecture bahwa struktur kapal yang diam terapung pada air tenang cendrung mengalami regangan berubah. Ketika rolling dan pitching pada waktu melaut , propelled oleh layar atau uap, gaya bertambah besar, Regangan kapal dibagi pada : 1) Regangan struktural : regangan yang mempengaruhi struktur kapal secara keseluruhan. Di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Regangan cendrung menyebabkan kapal lentur dalam gaya langsung. (2) Regangan cendrung mengubah bentuk transversal kapal.
49
2) Regangan lokal regangan yang mempengaruhi sebagian kapal. Di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Regangan goncangan (panting). (2) Regangan karena berat lokal seperti mesin. (3) Regangan yang disebabkan thrust pada propeler. (4) Regangan karena benturan anjungan. (5) Regangan karena tambat. Mengetahui gaya yang bekerja pada struktur, tegangan diperkiraan dan tiang penunjang sebagian dan hubungan layak untuk memelihara tegangan dengan batas aman. Pada kasus kapal, gaya menerus, variasi tergantung kondisi laut. Juga pada struktur lambung sangat kompleks bahwa tegangan tidak mungkin ditandai tertentu. Untuk alasan ini, sistem ekstrem konvensional beban dan setelah membuat perhitungan standar tegangan yang dihasilkan. Perbandingan ini dibuat antara perbedaan pendekatan struktur lambung dan menyediakan hubungan petunjuk pelayanan untuk praktek. 3) Regangan Lentur Longitudinal. Kapal sebagai balok besar, terutama lentur pada bagian belakang kapal (aft) dan bagian depan (fore). Tiap bagian mempunyai berat dan gaya keatas. Suatu bagian berat melampaui gaya apung, bagian lain gaya apung melampaui berat , Total gaya apung semua bagian harus sama total berat. Andaikata kapal menjadi akhir rangkaian gelombang mempunyai panjang dari puncak ke puncak atau dari lembah ke lembah. Akan menerima dua kondisi yaitu : (1) Kapal diperkirakan mempunyai puncak pada amidship gelombang disebut terjadi hogging. (2)
Kapal di perkirakan mempunyai lembah pada amidship gelombang disebut terjadi sagging.
4) Regangan hogging, bagian atas tarik dan bagian bawah tekan sebaliknya saggin bagian atas tekan dan bagian bawah tarik. Struktur harus dapat menahan sagging dan hogging pada
geladak utama dan pengupas
(stringers), sheer strake dan plating dibawah , plating diatas dan bawah
50
bilge, kedua inner dan outer bottom, keel, keelson dan rangka longitudinal. dan lantai dasar. Untuk perkiraan draft pada L oleh L/20, berikut ditemukan penggunaan’: 1) Keel to C.L pada amidship gelombang = 4/5d hogging. 2) Keel to C.L pada amidship gelombang = 4/5d sagging. Kapal beroperasi dilaut mempunyai gerakan yang menyebabkan gaya dinamis termasuk percepatan. Penyebab utama gaya heaving dan pitching. Analisis short term dapat dibagi dalam 12 grup. Penelitian terbanyak, mempertimbangkan menggunakan 5 (lima) divisi pada intensitas cuaca untuk memperhitungkan range tersebut sesuai Tabel 6 Tabel 6. Hubungan antara Skala Beaufort dan Sea Condition Aktual
Weather group
Beaufort number
Sea condition
I
0-3
Calm or slight
II
4-5
Moderate
III
6-7
Rough
IV
8-9
Very rough
V
10-12
Extremely rough
Distribusi long term probability, total probability akan melampaui nilai xj dalam rup weather khusus dikatakan i, ditemukan oleh kombinasi probability Rayleigh dan probability normal. Jadi total tegangan adalah : Qι (x > xј ) =
∫
+8
-8
2π Si) ¯½ exp (-(√ Eĸ-mј)² / 2 Si ) exp {- xј²/ Eĸ ) d √ E.
Dimana : S
= standar deviasi = {
k =n
∑
( √ Ek-m ) ² / N }½
k =1
k = elastisitas modulus pada nilai k
m=
k =n
∑ k =1
√ Ek / N
51
Tabel 7 Contoh Data Diberikan oleh Waktu pada Tiap Weather Grup Weather Grup I
II
III
IV
V
General routes 0,51
0,51
0,14
0,035
0,005
0,71
0,23
0,055
0,00038
0,0002
Tanker routes
2.8. Sambungan Baut Kepala angkur baut konvensional tertanam pada pondasi beton biasanya hancur / gagal dicabut tegangan kerucut (cone) akibat gaya tarik. Mekanisme keru ntuh an tidak menentu. Baut/angkur diameter 12 dan 16 mm di test dengan ditanam sekitar 40 sampai 160 mm, grouting angkur diameter 16 mm di test pada kedalaman tertanam 80,120,160 mm. Hasil test menujukkan bahwa kapasitas penarikan tidak signifikan mempengaruhi penambahan serat baja (steel fiber)
pada
beton. Defleksi ultimate dan kekerasan, ditingkatkan. Ketentuan sambungan dengan baut sesuai Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia adalah : 1) Alat penyambung baut harus dibuat dari baja ST 37 atau dari besi yang mempunyai kekuatan paling sedikit seperti St.37. 2) Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh lebih dari 1,3 mm. 3) Garis tengah baut
paling kecil harus 10 mm (3/8”) sedang untuk
sambungan, baik bertampang satu maupun bertampang dua, dengan tebal kayu lebih besar dari 8 cm, harus dipakai baut dengan garis tengah paling kecil 12,7 mm (1/2”). 4) Baut harus disertai pelat ikutan yang tebalnya minimum 0,3 d dan maksimum 5 mm dengan garis tengah 3d atau jika mempunyai bentuk persegi empat, lebar 3d, dimana d adalah garis tengah baut. Jika baut hanya sebagai pelengkap maka tebal pelat ikutan dapat diambil minimum 0,2 d dan maksimum 4 mm. 5) Sambungan dengan baut dibagi dalam 3 golongan menurut kekuatan kayu
52
6) yaitu golongan I, II, III. Agar sambungan dapat memberi hasil kekuatan yang sebaik-baiknya, hendaknya λb = b/d.
53
3 KAJIAN DESAIN KAPAL 3.1. Pendahuluan 3.1.1. Latar Belakang. Schmid (1960)
mengatakan bahwa untuk mendesain sebuah kapal
pukat cincin haruslah mempertemukan kebutuhan-kebutuhan umum sebagai berikut : 1) Kapal dirancang dengan menggunakan tenaga yang efisien. 2) Kapal pukat cincin dirancang untuk penangkapan pada cuaca buruk dan tenang. 3) Kapal dirancang dengan memperhatikan keamanan bagi nelayan. 4) Setting dan hauling dapat dilakukan dengan waktu yang singkat dan 5) Kapal pukat cincin harus efektif pada pengoperasian siang dan malam. Menurut hasil studi Gema Samudra Consultant tentang rancang bangun kapal perikanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam 2006, bentuk kapal ikan saat ini pada dasarnya adalah kompromi antara tahanan kapal yang baik dengan kualitas kelaikan laut kapal yang sempurna. Sebagai contoh untuk menentukan lebar kapal penangkap ikan berdasarkan pengalaman sangat tergantung pada stabilitas kapal dan kebutuhan ruang muat ikan hasil tangkapan. Bentuk kapal ikan biasanya mempunyai haluan tajam dan condong ke depan untuk memecah gelombang yang mempengaruhi besarnya tahanan. Bagian haluan ini pada umumnya berbentuk baji dengan penampang tengahnya agak penuh dan titik berat volume dibawah air bergeser agak ke belakang. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari Gema Samudra Consultant menyatakan bahwa badan kapal dengan sudut masuk garis air relatif kecil antara 14 hingga 20 supaya kapal mempunyai tahanan
yang relatif kecil,
bentuk tersebut diatas mempunyai tahanan jauh lebih kecil dari kapal yang mempunyai bentuk ketajaman harmonis. Begitu pula sudut keluar garis air pada bagian buritan yang mempunyai baling-baling dan kemampuan olah gerak. Pada umumnya kapal penangkap ikan mempunyai letak titik berat volume dibawah air antara 1% LWL dimuka garis tengah kapal hingga 3%
54
LWL dibelakang garis tengah kapal. Kapal penangkap ikan sebaiknya lambung yang timbul minimum adalah 1/75 LWL. Stabilitas merupakan hal terpenting bagi pelayaran kapal sewaktu digunakan untuk operasi penangkapan ikan, karena pada kapal ikan dilakukan kerja operasi pada berbagai kondisi cuaca dalam batas-batas kemampuan kapal tersebut. Stabilitas kapal ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya, dimensi kapal, bentuk badan kapal yang berada didalam air, distribusi bendabenda diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap bidang horizontal serta faktor eksternal lain seperti gelombang. 1)
Stabilitas Statis Kapal. Analisis stabilitas melalui kurva stabilitas statis GZ dilakukan melalui metode Attwood’s Formula (Hind, 1982). Metode ini menganalisis stabilitas statis kapal pada sudut keolengan 0° - 90°. Nilai lengan penegak GZ diperoleh dengan cara yang digambarkan pada gambar 4. sebagai berikut
Gambar 4. Nilai Lengan Penegak GZ Perhitungan pada gambar diatas adalah sebagai berikut GZ = BR – BT
55
BR adalah perubahan horizontal pusat gaya apung. Perubahan momen pada daerah arsiran adalah : Vxhhi = BR x ∆ BR =
vxhhi Δ
BT = BG sin Ө Dimana v
adalah volume arsiran
hhi adalah perubahan horizontal daerah arsiran ∆ adalah volume displacement kapal Sehingga GZ =
vxhhi - BG sin Ө Δ
Kurva stabilitas statis GZ menggambarkan tinggi lengan penegak GZ pada sudut keolengan 0° – 80°. Berdasarkan kurva GZ, selanjutnya dilakukan analisis terhadap beberapa sudut keolengan. Hasil perhitungan stabilitas kemudian dibandingkan dengan standar stabilitas kapal yang dikeluarkan oleh United Kingdom Regulation [ The
Fishing Vessel (Safety Provision) Rules, 1975] (Hind, 1982) dan International
Maritime
Organization
(IMO)
pada
Torremolinos
International Convention for the Safety of Fishing Vessel-regulation 28 (1977) melalui kurva GZ yaitu : 1) Luas area dibawah kurva GZ tidak boleh kurang dari 0,055 m.rad hingga sudut oleh 30° (A)dan tidak kurang dari 0,090 m.rad sampai sudut oleng 40° (B) atau sudut flooding Өr jika sudutnya kurang dari 40°. Area dibawah kurva GZ antara sudut oleng 30° dan 40° atau antara 30° dan Өr, jika sudut kurang dari 40° tidak boleh kurang dari 0,030 m.rad (C). 2) Lengan penegak (lighting lever) GZ minimum 200 mm pada sudut oleng sama atau lebih besar dari 30° (E). Lengan penegak maksimum, GZ max sebaiknya dicapai pada sudut oleng 30° tetapi tidak kurang dari 25°. 3) Tinggi metacentre (GM) awal tidak boleh kurang dari 350 m untuk kapal dengan dek tunggal Pada kapal dengan superstructure yang
56
lenkap atau kapal dengan panjang > 70 m, GM dapat dikurangi untuk kelayakan administrasi tetapi tidak boleh kurang dari 150 mm (F).
F Static GZ (m)
E
Deg 57,3
D
Dynamic GZ area (m-rad)
C
B A
Deg
30 40 Sumber :IMO (1995) Gambar 5. Kurva Stabilitas (Kurva GZ) Nilai-nilai yang diperoleh dari hasil analisis stabilitas statis, selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis stabilitas dinamis. 2)
Stabillitas Dinamis Kapal Stabilitas dinamik didefinisikan sebagai kerja dimana harus dilakukan kapal untuk miring pada sudut angular. Gambar arsiran dibawah ini adalah kerja yang dilakukan pada kemiringan dari sudut Ө +d Ө dan sama dengan. Total kerja dinyatakan
∫
a
0
∆GZd Ө
dimana a adalah sudut kemiringan dengan nilai energi potensial maksimum. Nilai periode oleng kemudian diplotkan terhadap nilai KG yang diperoleh pada perhitungan nilai KG pada lima kondisi distribusi muatan. Nilai periode oleng sebuah kapal amat tergantung dari nilai tinggi
metacentre (GM) dan
radius gyrasi ( radius of gyration) dari kapal
57
tersebut. Semakin besar GM dengan lebar kapal yang tetap, periode oleng akan semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil nilai GM maka nilai periode oleng akan semakin besar. Selanjutnya dilakukan analisis data untuk memperoleh nilai frekuensi dan amplitudo gerakan rolling kapal pada gelombang beraturan beam seas. Perhitungan ini dilakukan terhadap berbagai nilai GM kapal. Untuk menjelaskan berbagai pengaruh rolling terhadap kestabilan kapal di laut, ada dua hal penting yang harus diketahui dari karakteristik
rolling kapal . Pertama, free rolling kapal pada air tenang untuk roll decay dengan periode rolling natural. Kedua, synchronous rolling kapal pada kondisi bergelombang untuk amplitudo rolling. Menurut Aisyah (2006) perbaikan nilai kriteria stabilitas dapat dilakukan dengan perbaikan distribusi muatan diatas kapal. Rekondisi pada kapal untuk memperbaiki kualitas stabilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya : 1) Perubahan dimensi utama kapal. 2) Penambahan anti roll devices, misalkan bilge keel dan sekat pada ruang bak umpan dan palkah ikan. 3) Pengaturan distribusi muatan yang baik. 4) Pembuatan palkah ikan. Nilai perbandingan L/B mempunyai pengaruh terhadap kecepatan, stabilitas dan kekuatan memanjang kapal. Jika nilainya besar akan menambah kecepatan kapal, menambah nilai perbandingan ruangan kapal yang lebih baik, mengurangi kemampuan olah gerak dan mengurangi stabilitas kapal. Apabila nilai perbandingan L/B kecil, akan menambah kemampuan stabilitas kapal yang lebih baik dan menambah tahanan air. Perbandingan L/D memiliki pengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Jika nilainya besar akan mengurangi kekuatan memanjang kapal. Perbandingan antara lebar dan draft kapal berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Apabila nilai perbandingan B/d kecil, mengurangi stabilitas kapal dan jika nilai perbandingan besar maka akan menambah stabilitas kapal.
58
Untuk meredam gerakan-gerakan pada kapal biasanya ditambahkan
antiroll devices seperti bilge keel, controllable fins, controlling tanks dan sebagainya. Bilge keel umumnya merupakan tambahan pada badan kapal berupa struktur steel plate yang di tempatkan pada permukaan lambung kapal. Penempatan struktur spesifik dan detail pada badan kapal seperti
bilge keel bekerja berdasarkan teori sederhana, yaitu (Gillmer and Johnson, 1982) T =
1,108k GM
dimana k merupakan radius mass gyration rolling kapal 3.1.2. Tujuan Membandingkan stabilitas kapal struktur gabungan beton dan kayu dengan struktur kapal kayu 3.1.3. Manfaat. .Manfaat bagi ilmu perkapalan adalah mengetahui stabilitas struktur kapal gabungan beton dan kayu
yang dapat dikembangkan dan
diharapkan sebagai bahan acuan standar kapal penangkapan ikan. 3.1.4. Lingkup Penelitian Desain mencakup semua aspek yaitu bentuk, dimensi badan kapal, dimensi struktur dan finishing kapal. Kajian ini difokuskan pada stabilitas kapal pukat cincin yang saat ini digunakan dan stabilitas kapal gabungan material kayu dan beton. Beton bertulang digunakan pada lunas, gadinggading dan linggi buritan
3.2. Metode Penelitian Metode studi kasus pada penelitian stabilitas kapal. Penelitian ini berdasarkan kapal yang digunakan saat ini di Nanggroe Aceh Darusalam di daerah Lampulo. Dilaksanakan selama 4 bulan yakni dari bulan Agustus 2006 sampai dengan November 2006 di : 1) Pelabuhan Lampulo Banda Aceh. 2) Galangan Kapal Rakyat di Lampulo Banda Aceh. Menggunakan alat pengukur antara lain meteran, penggaris siku, benang dan paku selain itu alat dokumentasi yaitu tustel / handycam.
59
3.2.1
Pengumpulan Data Data sekunder dikumpulkan dari penelitian terdahulu yaitu dari tesis, disertasi
dan studi kapal dari laporan konsultan di Departemen Kelautan dan Perikanan, sedangkan data primer dilakukan dengan melihat dan mengukur dimensi struktur kapal langsung ke pelabuhan Lampulo, galangan kapal rakyat di Lampulo. Data yang dikumpulkan bentuk dan dimensi kapal, dimensi lambung, gading-gading, balok deck, galar, linggi. 3.2.1.1 Kondisi Eksisting Kapal Pukat Cincin Berdasarkan data kapal yang telah beroperasi yaitu dari data sekunder penelitian terdahulu, data yang ada adalah : 1)
Panjang total (LOA).
2)
Panjang garis dek (Lpp).
3)
Lebar (B), Cb.
4)
Dalam (D).
5)
Draft penuh (d).
6)
Berat Kapal GT, kecepatan kapal Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa data stuktur
belum
diukur, yaitu data struktur yang diperlukan antara lain: 1)
Dimensi kayu lunas, linggi haluan dan linggi buritan dan kulit lambung,
2)
Dimensi gading-gading dan jarak gading-gading
3)
Sambungan papan kayu, alat sambung dan diameter alat sambung Berdasarkan kapal pukat cincin (Sitompul. 2003) sesuai tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Data Kapal Pukat Cincin Sibolga Cw
Cb
CΦ
Cvp
Cp
LOA(m)LPP(m) LWL(m)B(m) D(m) d (m) BWL GT
V(m/s)
1 0,787 0,484 0,712 0,615 0,679 25,00 20,50 20,70 6,50 2,00
1,50 6,10 62,533 6,419
2 0,771 0,501 0,712 0,650 0,703 25,00 21,00 21,15 6,60 1,93
1,50 6,10 76,156 6,338
3 0,806 0,499 0,714 0,619 0,699 25,00 21,00 21,50 6,50 2,00
1,50
4 0,827 0,521 0,715 0,630 0,728 25,00 21,00 21,10 6,30 2,20
1,75 6,00 74,447 6,009
5 0,791 0,479 0,692 0,606 0,692 26,50 22,00 22,20 7,00 2,20
1,50 6,40 78,097 6,266
6 0,826 0,502 0,694 0,607 0,723 27,00 22,50 22,65 7,20 2,00
1,50 6,65 86,136 6,123
7 0,797 0,521 0,726 0,654 0,717 27,00 22,50 22,70 6,90 2,20
1,75 6,60 85,769 5,875
6,345
60 8 0,785 0,490 0,718 0,624 0,682 27,00 23,00 23,15 8,20 1,88
1,50 7,55 96,142 5,954
9 0,795 0,493 0,710 0,620 0,695 28,00 23,50 23,70 7,50 2,00
1,50 6,95 91,887 6,024
100,823 0,518 0,713 0,629 0,727 28,00 23,50 23,65 7,60 2,00
1,50 7,00 89,706
5,953
Tabel 9. Data Kapal Pukat Cincin Medan Cw
Cb
CΦ
Cvp
Cp
LOA(m) LPP(m) LWL(m)B(m) D(m) d (m) BWL
GT
V(m/s
1 0,777 0,504 0,741 0,649 0,680 25,00
20,50 20,70
6,50 1,33 1,00
6,10 22,469 6,960
2 0,796 0,509 0,741 0,640 0,688 25,00
20,50 20,65
7,00 1,50 1,125 6,60 27,571 6,651
3 0,774 0,513 0,745 0,662 0,688 25,00
21,00 20,70
6,70 1,50 1,125 6,30 26,557 6,706
4 0,825 0,542 0,761 0,657 0,712 26,50
21,00 22,65
7,20 1,96 1,50
7,00 45,494 5,950
5 0,753 0,476 0,753 0,632 0,632 27,00
22,50 20,40
6,50 1,56 1,25
6,25 26,678 6,694
6 0,788 0,527 0,751 0,668 0,702 27,00
22,50 24,65
6,70 1,60 1,25
6,50 37,244 6,221
7 0,775 0,482 0,732 0,622 0,659 27,00
22,50 22,65
7,20 1,65 1,25
6,50 31,312 6,465
8 0,802 0,509 0,725 0,635 0,702 27,00
22,50 22,65
7,30 2,00 1,50
6,85 41,791 6,063
9 0,759 0,473 0,720 0,624 0,657 27,00
23,00 22,60
7,80 1,60 1,125 6,90 29,286 6,410
10 0,737 0,571 0,727 0,639 0,649 28,00
23,50 20,05
7,10 1,50 1,125 6,25 23,454 6,894
Cb menentukan tingkat kegemukan kapal. Semakin mendekati nilai 1, kapal dikatakan semakin gemuk dan bila mencapai 1 maka bagian kapal yang terendam air memiliki bentuk balok. Dimensi kayu kapal pukat cincin di Nanggroe Aceh Darusalam adalah 6) Lunas dan linggi haluan lebar 25 cm, tinggi 35 cm. 7) Linggi buritan lebar 23 cm, tinggi 35 cm. 8) Gading-gading lebar 10 cm atau 8 cm dan tinggi15 cm. 9) Balok deck lebar 8 cm dan tinggi 15 cm. 10) Papan lambung tebal 4 cm dan lebar 20 cm. Selain itu data kapal pukat cincin yang digunakan sesuai tabel 10. Tabel 10. Data Kapal Pukat Cincin Yang Diteliti Cw
Cb
CΦ
0,777
0,504 0,741
Cvp
Cp
LOA(m) LPP(m) LWL(m) B(m)
0,649 0,680 25,00 20,50
20,70
6,50
D(m)
d (m)
BWL
1,33
1,00
6,10
Kayu yang digunakan untuk strukur kapal adalah kayu batu (menurut bahasa masyarakat nelayan) kayu tersebut sangat keras setara dengan kayu klas kuat I dan II sehingga berat jenis kayu diambil rata2 1040 kg/m3, sedangkan berat jenis beton
61
2500 kg/m3 karena menggunakan beton mutu tinggi K 350. Dimensi struktur alternatif dibuat dengan memperhitungkan berat total struktur gading-gading, lunas, linggi buritan kapal eksisting dibagi berat jenis beton dan dihitung dimensi beton yang didapat dari berat total kayu yang akan diganti dibagi berat jenis beton dan dihitung dimensi struktur beton, sedangkan struktur kayu eksisting dibagian haluan yaitu linggi haluan dan gading-gading haluan dimensinya tidak diubah. 3.2.1.2 Material Kayu Kayu yang digunakan untuk Lunas, linggi adalah kayu batu (masyarakat setempat menyebut demikian) sedangkan lambung dan gadinggading dengan kayu bungah. Bla dilihat kayu yang digunakan kemungkinan bangkirai dan masyarakat mendapatkan dari gunung (peneliti menyelidiki kemungkinan dari Indrapuri). Ukuran kayu yang digunakan besar-besar dibandingkan kapal pukat cincin dari pulau Jawa karena masing banyak kayu glondongan yang mudah didapat. 3.2.1.3. Material Beton Bertulang Beton bertulang yang digunakan mutu tinggi minimal K350 yang memiliki tegangan karakteristik minimal 350 kg/cm2. Tegangan mutu tinggi mempunyai sifat water tight hal ini sangat diperlukan struktur kapal mengingat selalu berada di air asin dan lingkungan yang mudah korosi. Selain mutu tinggi yang perlu diperhatikan pada pengunaan struktur beton adalah kepadatan pada waktu pengecoran dan selimut beton. Bila dalam pengecoran dan selimut beton diragukan kepadatan maka sebaiknya diberi water proof
liquid yang dilaburkan terutama pada lunas bagian bawah, samping kiri kanan dan linggi buritan bagian luar. Hal ini untuk mencegah air laut masuk yang dapat mempercepat korosi pembesian. 3.2.2
Variabel Penelitian Variabel penelitian yang dimasukkan untuk analisis stabilitas adalah beban
pada 4 kondisi yaitu : (1) Kapal berangkat dalam keadaan bekal penuh. (2) Kapal pulang dengan keadaan muatan atau hasil tangkapan penuh. (3) Kapal pulang dalam keadaan muatan atau hasil tangkapan setengah penuh.
62
(4) Kapal pulang dalam keadan muatan atau hasil tangkapan penuh. Penyebaran muatan harus diperkirakan dengan tepat sesuai kondisi kapal yang sebenarnya pada kondisi berangkat dan pulang. Perkiraan distribusi muatan dimasukkan dalam package program. 3.2.3
Analisis Data Bentuk, ukuran kapal dan dimensi struktur kapal dimasukkan pada package
program dan disimulasi, kemudian menghasilkan nilai stabilitas. Dalam menguji stabilitas menggunakan instrumen sebagai berikut : 3) Kurva
stabilitas melalui
Metode Attwood Formula (Hind 1982) dan IMO
(International Maritime Organization) pada International Convention for The Safety of Fishing Vessel-Regulation 28 (1977) 4)
Hasil simulasi dengan package program Maxsurf.
3.2.4. Analisis Stabilitas Dasar pemikiran perlu dianalisis stabilitas dan titik berat kapal yaitu : 1) Penempatan muatan sesuai dengan kondisi sebenarnya kapal. 2) Dibuat lima kondisi ruang muat untuk mengetahui titik berat (center of gravity). 3) Analisis stabilitas. 4) Analisis titik berat dan gaya apung. Kondisi ekisting kapal pukat cincin ditabulasi dan dimasukkan kedalam package program, karena data sekunder tidak ada data struktur maka data struktur dari pengukuran langsung di galangan kapal rakyat di Lampulo Dari data sekunder kapal pukat cincin
maka dilakukan uji stabilitas
kapal kayu sesuai kondisi saat ini dan stabilitas kapal alternatif dengan material gabungan beton dan kayu dilakukan beberapa kali uji
dengan
beberapa kondisi pembebanan. 1) Pembebanan yang diperhitungkan Beban kapal diperhitungka
pada 4 kondisi kapal dalam keadaan
yaitu : (1) Kapal berangkat dalam keadaan bekal penuh. (2) Kapal pulang dengan keadaan muatan atau hasil tangkapan penuh.
63
(3) Kapal pulang dalam keadaan muatan atau hasil tangkapan setengah penuh. (4) Kapal pulang dalam keadan muatan atau hasil tangkapan penuh. Penyebaran muatan harus diperkirakan dengan tepat sesuai kondisi kapal yang sebenarnya pada kondisi berangkat dan pulang. Perkiraan distribusi muatan dimasukkan dalam package program. 2) Uji Stabilitas Hasil simulasi komputer stabilitas kapal pukat cincin eksisting dan kapal alternatif dibandingkan dengan stabilitas standar yang berlaku.
3.3. Hasil Stabilitas Hasil stabilitas kapal eksisting dan kapal alternatif dari simulasi komputer dibanding dengan stabilitas standar sesuai tabel 11. hasil simulasi package program kapal dengan diperhitungkan empat kondisi beban . Ternyata semua kapal baik kapal kayu maupun kapal gabungan beton dan kayu menunjukkan stabilitas yang baik.
Tabel 11. Nilai Stabilitas Kapal Penangkap Ikan Pukat Cincin dengan Struktur Kayu dan Gabungan Beton dan Kayu.
Kriteria Stabilitas Berangkat 0-30 0-40 30-40 MaxGz pd 30 or > Angel of max GZ Initial GM Pulang 100% 0-30 0-40 30-40
Seluruh
Kayu
Beton
Value ; Aktual
Beda
Status Value ; Aktual
0.055 ; 0.437
6.9455
0.090 ; 0.691
6.6778
0.030 ; 0.254
7.4667
0.200 ; 1.530
6.6500
pass pass pass pass
25.0 ; 43.0
0.7200
0.150 ; 3.980
Kayu Beda
Status
0.055 ; 0.460
7.3636
0.090 ; 0.729
7.1000
0.030 ; 0.269
7.9667
0.200 ; 1.627
7.1350
pass pass pass pass
pass
25.0 ; 46.0
0.8400
pass
25.533
pass
0.150 ; 4.129
26.5267
pass
0.055 ; 0.289
4.2545
3.9636
4.0333
0.090 ; 0.421
3.6778
0.030 ; 0.164
4.4667
pass pass pass
0.055 ; 0.273
0.090 ; 0.453
0.030 ; 0.148
3.9333
pass pass pass
64
Max Gz at 30 0.200 ; 0.945 3.7250 pass 0.200 ; 0.855 3.2750 pass or > 0.4400 0.3600 Angle of max 25.0 ;36 pass 25.0 ; 34.0 pass GZ 0.150 ;2.382 14.8800 pass 0.150 ; 2.265 14.1000 pass Initial GM Pulang 50% 0.055 ; 0.195 2.5455 0-30 pass 0.055 ; 0.202 2.6727 pass 0.090 ; 0.279 2.1000 0-40 pass 0.090 ; 0.295 2.2778 pass 0.030 ;0.084 1.8000 30-40 pass 0.030 ; 0.093 2.1000 pass Max Gz at 30 0.200 ; 0.540 1.7000 pass 0.200 ; 0.579 1.8950 pass or > 0.0800 0.1200 Angle of max 25.0 ; 27˚ pass 25.0 ; 28.0 pass GZ 0.150 ;1.831 11.2067 pass 11.3200 pass 0.150 ; 1.848 Initial GM Pulang 0% 0.055 ; 0.343 5.2364 0-30 pass 0.055 ; 0.388 6.0545 pass 0.090 ; 0.513 4.7000 0-40 pass 0.090 ; 0.595 5.6111 pass 0.030 ;0.171 4.7000 30-40 pass 0.030 ; 0.207 5.9000 pass Max Gz at 30 0.200 ; 0.995 3.9750 pass 0.200 ; 1.222 5.1100 pass or > 0.5200 0.5600 Angle of max 25.0 ; 38.0 pass 25.0 ; 39.0 pass GZ 0.150 ;3.811 24.4067 pass 25.5933 pass 0.150 ; 3.989 Initial GM Perbandingan kurva GZ dan heel to starboard struktur kapal kayu dan struktur kapal gabungan beton dan kayu sesuai grafik 6. s/d 13. Pada empat kondisi yaitu
65
2.5 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 3.980 m 2 Max GZ = 1.53 m at 43 deg. 1.5
GZ m
1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
175
Gambar 6. Grafik Stabilitas Kapal Kayu pada Kondisi Kapal dengan Bekal Penuh 2.5 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 4.129 m 2 Max GZ = 1.627 m at 46 deg. 1.5
GZ m
1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
Gambar 7. Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal dengan Bekal Penuh
175
66
1.6
3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 2.382 m
1.2 Max GZ = 0.945 m at 36 deg.
GZ m
0.8 0.4 0 -0.4 -0.8 -1.2
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
175
Gambar 8. Grafik Stabilitas Kapal Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 100% 1.6 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 2.265 m 1.2 Max GZ = 0.855 m at 34 deg.
GZ m
0.8 0.4 0 -0.4 -0.8 -1.2
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
175
Gambar 9. Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 100%
67 1
3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 1.831 m Max GZ = 0.55 m at 27 deg.
0.5
-0.5
-1
-1.5
-2
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
175
Gambar 10. Grafik Stabilitas Kapal Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 50 %
1 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 1.848 m Max GZ = 0.583 m at 28 deg. 0.5
0
GZ m
GZ m
0
-0.5
-1
-1.5
-2
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
175
Gambar 11. Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 50%
68 1.5 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 3.811 m Max GZ = 0.995 m at 38 deg.
1
GZ m
0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
175
Gambar 12. Grafik Stabilitas Kapal Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 0% 2 3.1.2.4: Initial GMt GM at 0.0 deg = 3.989 m 1.5
Max GZ = 1.222 m at 39 deg.
1
GZ m
0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2
0
25
50
75 100 Heel to Starboard deg.
125
150
175
Gambar 13. Grafik Stabilitas Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kondisi Kapal dengan Hasil Tangkapan 0%
3.4. Kesimpulan Dari output package program berikut :
menunjukkan hal-hal sebagai
69
1) Kapal struktur gabungan beton dan kayu lebih stabil dibandingkan struktur kapal kayu pada kondisi : (1) Kapal berangkat dalam keadaan bekal penuh. (2) Kapal pulang dengan muatan atau hasil tangkapan setengah penuh. (3) Kapal pulang dalam keadaan kosong. 2) Kapal struktur kayu lebih stabil dibandingkan kapal struktur gabungan beton dan kayu pada kondisi : (1) Kapal pulang dengan muatan atau hasil tangkapan penuh. 3) Nilai GZ yang dihasilkan lebih besar atau lebih panjang dari nilai aktual pada kapal menunjukkan lebih stabil. 4) Derajat dan maksimum GZ pada struktur gabungan beton dan kayu lebih besar dari struktur kayu pada kondisi : (1) Kapal berangkat dalam keadaan bekal penuh. (2) Kapal pulang dengan muatan atau hasil tangkapan setengah penuh. (3) Kapal pulang dalam keadaan kosong. 5) Derajat dan maksimum GZ pada struktur kayu lebih besar dari struktur gabungan beton dan kayu pada kondisi : (1) Kapal pulang dengan muatan atau hasil tangkapan penuh.
70
4 KAJIAN STRUKTUR KAPAL 4.1. Pendahuluan 4.1.1. Latar Belakang Struktur bangunan harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan stabilitas. Struktur kapal yang menerima semua gaya luar dan gaya dalam yang bekerja pada kapal tersebut. Gaya dalam yang bekerja pada struktur kapal yaitu 1) Beban tetap terdiri dari (1) Muatan tetap yaitu berat sendiri kapal, berat alat tangkap, berat perlengkapan keselamatan dan kesehatan (2) Muatan sementara antara lain 1} Berat perbekalan. 2} Berat nelayan atau penumpang kapal. 3} Berat bahan bakar : minyak oli 910 kg/m3. 4} Berat air tawar :1000 kg/m3. 5} Berat es. 6} Hasil tangkapan. 2) Beban sementara yaitu beban tetap ditambah ombak. Dari studi pustaka menunjukkan memperkirakan berat kapal ringan (pendekatan awal). Dengan cubic number (CUNO)
dinyatakan
LOA/WLL =12,5 m CUNO diperkirakan =95 m3. berdasarkan tersebut maka : (1) Perlengkapan = 50 kg /m3 CUNO (2) Machinery
=15 kg /m3 CUNO
Tambahan berat yang biasa diiizinkan 7-10%. Berat lainnya dapat dinilai : (1) BBM: konsumsi keseluruhan 0,19 kg/HP/jam dan 100HP/motor diasumsikan untuk fishing trip 10 hari. Sehingga jumlah total =4560 kg (4-5 ton). (2) Air bersih : 10 l/orang /hari jumlah jadi berat air bersih 500 l=0,5 ton. (3) Persediaan (Provision) :5kg/orang /hari. Total jadi 250 kg . (4) Awak kapal : 75 kg/orang, jadi berat 5 orang = 375 kg.
71
(5) Alat tangkap dinyatakan 0,5 ton. (6) Hasil tangkapan 0,5 t/m3, beban diterima gading-gading. (7) Es : 5 ton pada saat berangkat, beban diterima gading-gading. (8) Perbekalan untuk mesin, beban diterima gading-gading. (9) Mesin dan perlengkapan mesin, beban diterima gading-gading. Peralatan merupakan keperluan yang menjadi satu kesatuan dengan kebutuhan nelayan Power take-offs dan winch drives : medium dan high
pressure system 105-210 kgf/cm2 digunakan paling banyak pada kapal ikan 30-120 t, 100-600 HP.Di Asia Tenggara pukat cincin menggunakan 18,5 m,120HP, ukuran 200-400 m dan dalam 30-60m. Capstan (jangkar). Berat jangkar 270-1000 gram. Pada pukat cincin digunakan bumb langsung diterima gading-gading. Gaya luar yang terjadi pada kapal yaitu : 1) Hantaman ombak karena kecepatan ombak. 2) Angin (resistant). 3) Gaya keatas / apung dari air laut. Uraian dari ketiga gaya tersebut diatas adalah : 1) Gaya ombak, angin
=
massa air dikali percepatan
gelombang.
Percepatan adalah turunan (differential ) dari kecepatan. Berdasarkan data Juni 2004 kecepatan angin di Lampulo Aceh berkisar 6.15 knot . T = 6,7 detik, tinggi gelombang 1,5 m sehingga gaya
pada struktur
kapal 1023 kg/m. 2) Analisis gaya apung didapat dari ρg∑Adz, ∑Adz adalah volume di bawah air,ρ adalah berat jenis 1,03 ton/m3 = 1030 kg /m3, g adalah percepatan gravitasi = 9,8 m /det2. Besarnya gaya apung adalah 388114,3 kg. Gaya pada kapal dibagi dua yaitu : 1) Statik : Gaya konstan karena rencana struktur kapal, perlengkapan dan peralatan atau beban kapal berlayar. Biasanya distribusi berat, distribusi gaya apung, berat waktu melakukan perjalanan (BBM, air,gudang, es, ikan dll).
72
2) Dinamik disebabkan gelombang, benturan oleh beban luar atau gaya mesin yang fluktuatif. Biasanya slamming, pounding (pukulan) dan
panting ( hentakan). (1) Yang disebabkan pergerakan vessel antar gelombang pitch, heave,
roll, benturan badan kapal, deck. (2) Gelombang, mendarat dan penarikan /peletakan
alat tangkap dan
penurunan ikan, benturan dengan kapal lain dan dermaga. (3) Abrasi menyebabkan alat tangkap yang digerakan, angkur. (4) Vibrasi menyebabkan mesin utama dan perlengkapan. Dalam penelitian ini dihitung hanya gaya statik. Pengurangan volume struktur kayu kapal eksisting yang diganti struktur beton dihitung selisih biaya pengurangan harga kayu / m3 dan biaya penambahan beton / m3. Kapal selesai tuntas dikerjakan sekitar 4 bulan dengan jumlah tenaga tidak tetap antara 5 sampai 10 orang. Beton digunakan pada gading-gading, lunas, linggi buritan dan linggi poros. 4.1.2. Tujuan Mengkaji struktur gabungan beton dan kayu termasuk pembesian dan sambungan sebagai struktur alternatif pada kapal pukat cincin. 4.1.3. Manfaat Manfaat bagi ilmu struktur kapal adalah mengetahui struktur beton, struktur alternatif dan struktur
kayu
dikembangkan dan diharapkan sebagai bahan acuan
dimensi
yang dapat standar kapal
penangkapan ikan. 4.1.4. Lingkup Penelitian Bentuk kapal dan dimensi struktur kapal dari data sekunder dan primer digunakan untuk struktur kayu sedangkan dimensi struktur beton bertulang dihitung dengan berat total hampir sama dengan struktur eksisting. Struktur alternatif dihitung dan dianalisis dengan melakukan simulasi dengan SAP 2000, hasil simulasi tersebut untuk mengontrol kekuatan stuktur, sambungan dan pembesian. Selain itu dihitung perbedaan biaya dan waktu antara struktur alternatif dan struktur kapal eksisting berdasarkan pengalaman penulis dibidang konstruksi selama di Aceh.
73
4.2. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yakni dari bulan Agustus 2006 sampai dengan November 2006 di : 3) Pelabuhan Lampulo Banda Aceh. 4) Galangan Kapal Rakyat di Lampulo Banda Aceh. 5) Pelabuhan Muara Angke Jakarta. 6) Direktorat Kapal Pengkapan Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan 7) Biro Klasifikasi Indonesia Jakarta Menggunakan alat pengukur antara lain meteran, penggaris siku, benang dan paku selain itu alat dokumentasi yaitu tustel / handicam 4.2.1
Pengumpulan Data Data sekunder dikumpulkan dari penelitian terdahulu yaitu dari tesis, disertasi
dan studi kapal dari laporan konsultan
Departemen Kelautan dan Perikanan,
sedangkan data primer dilakukan langsung ke pelabuhan Lampulo, Muara Angke serta galangan kapal rakyat di Lampulo dengan melihat dan mengukur dimensi struktur kapal. Data yang dikumpulkan bentuk dan dimensi kapal, dimensi lambung, gading-gading, balok deck, galar, linggi 4.2.2
Variabel Data Variable data yang digunakan adalah :
1) Beban mati (DL) yaitu berat sendiri dan berat beban yang tidak bergerak. 2) Beban hidup (LL) yaitu beban yang bergerak 3) Beban Ombak (WL) 4) Menggunakan data kapal eksisting. Analisis gelombang berdasarkan data Juni 2004 di Lampulo dengan kecepatan angin 6, 15 knot, gaya ombak 1023,94 kg/m2 4.2.3
Analisis Data Pembebanan berdasarkan variasi :
1) Beban tetap dengan kombinasi 1,2 DL + 1,6 LL digunakan pada analisis struktur dalam penelitian ini karena kombinasi 1,2 DL + 1,6 LL lebih besar dibandingkan
74
kombinasi beban tetap 1,4 DL atau 1,2DL + 1 LL yang merupakan standar beban tetap SNI Kayu No 5-2002 dan SNI beton No 3-2487-2002 2) Beban sementara terdiri dari beban tetap ditambah beban gelombang dengan kombinasi 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL. Namun demikian beban gelombang belum ada pada stándar SNI, sehingga
beban gelombang (0,9WL) dalam analisis
struktur dipertimbangkan sebagai nilai antara kombinasi 1,2 DL + 1,0 LL + 1,0 E (gempa) pada beban sementara pada SNI beton No 3-2487-2002 dan kombinasi beban 1,2 DL + 1,6 LL + 0,8 W (angin) pada struktur kayu.SNI No-5-2002. Perkiraan biaya dan waktu berdasarkan data proyek konstruksi di Aceh dengan menggunakan kayu kelas I atau II dan perkiraan biaya beton K350 demikian juga harga pembesian dan penulangan. Metodologi studi kasus digunakan untuk mengeksplorasi struktur berdasarkan prinsip-prinsip mekanika teknik. Dalam menganalisis struktur digunakan instrumen sebagai berikut : 5) Tegangan izin, defleksi / lendutan izin untuk struktur kapal. Hasil simulasi komputer diperiksa terhadap tegangan izin sesuai SNI beton No 3-2487-2002 dan SNI No.5-2002 dengan rumus : (2) Beton Perencanaan penampang terhadap geser ø Vu > Vn. Vu adalah gaya geser terfaktor, Vn=Vc + Vs. Vn adalah kuat geser nominal, Vc adalah kuat geser nomnal yang disumbangkan beton sedangkan Vs adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Untuk komponen struktur yang dibebani lentur dengan tekan aksial dimana kuat rencana φ Pn < 0,10 f’c Ag.
φ Pn (max) = 0,80 φ [0,85 fc (Ag-Ast) + fy Ast Lendutan yang menahan atau disatukan dengan komponen non struktur yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar lb/480, bbatas lendutan boleh dilampaui bila langkah pencegahan kerusakan terhadap komponen yang disatukan telah dlakukan. Lendutan yang menahan atau disatukan dengan komponen non struktur yang mungkin tidak akan rusak oleh lendutan yang besar ld/240, dbatasan ini
boleh dilampaui bila ada lawan lendut yang
75
disediakan sedemikian hingga lendutan total dikurangi lawan lendut tidak melebihi batas lendutan yang ada. (3) Kayu
Pu < λ φc P’ Dengan Pu adalah gaya tekan terfaktor, λ adalah faktor waktu yaitu 0,8 jika beban hidup dari ruang umum, φc = 0,90 adalah faktor tahanan tekan sejajar serat, dan P’ adalah tahanan terkoreksi. Dengan
R’ adalah tahanan terkoreksi, R adalah tahanan acuan, Ci adalah faktor-faktor terkoreksi. Tahanan rencana dihitung untuk setiap keadaan batas yang berlaku sebagai hasil kali antara tahanan terkoreksi, R’, faktor tahanan, φ, dan faktor waktu, λ. Tahanan rencana harus sama dengan atau melebihi beban terfaktor, Ru:
Ru ≤ λφ R’ Dengan R’ adalah tahanan terkoreksi untuk komponen struktur, elemen, atau sambungan, seperti tahanan lentur terkoreksi, M’, tahanan geser terkoreksi, V’, dan lain-lain. Begitu pula Ru diganti dengan Mu, Vu, dan sebagainya untuk gaya-gaya pada komponen struktur atau sambungan.
T’ = Ft’An Dengan Ft’ adalah kuat taris sejajar serat terkoreksi dan An adalah luas penampang netto. 6) Gaya izin baut untuk menghitung jumlah baut dengan memperhatikan syarat tiga kali diameter jarak antar baut. 7) Pembesian ulir mutu BJTD 30 untuk pembesian utama sedangkan sengkang BJTP 24 dihitung dengan memperhatikan jarak pembesian minimal 2,5 cm dan selimut minimal 3 cm. Selain dari sisi struktur , untuk mengetahui perbedaan biaya dan waktu pembuatan kapal kayu dan kapal alternatif maka
dilakukan pengamatan
langsung di galangan kapal rakyat di Lampulo dan pengalaman pada konstruksi kayu dan beton di Aceh.
76
Sesuai tata cara perencanaan konstruksi kayu Indonesia ( NI–5-2000). Lendutan strukur bangunan akibat berat sendiri dan muatan tetap dibatasi yaitu: 1) Untuk balok-balok pada truktur bangunan yang terlindung, lendutan maksimum, fmax < 1/300 l. 2) Untuk balok-balok pada struktur bangunan yang tidak terlindung, lendutam maksimum, fmax < 1/400 l. 3) Untuk balok-balok pada konstruksi kuda-kuda, antara lain gording dan kasau, lendutan maksimum, fmax < 1/200 l. 4) Untuk struktur rangka batang yang tidak terlindung, lendutan maksimum, fmax < 1/700 l. Yang mana l adalah panjang bentang bersih. Perkiraan biaya dan waktu harus dikaji lagi bila akan dibuat tipologi kapal pukat cincin yang akan operasional. 4.2.3.1. Pendekatan Material Komponen Kapal Bila dominan gaya tekan menggunakan beton bertulang
misalkan
linggi haluan sedangkan dominan gaya tarik dan untuk bagian yang mudah kena karang digunakan kayu misalkan lambung
menggunakan kayu.
Penggunaan beton bertulang mutu tinggi K350 dimaksud supaya watertight dan tahan terhadap benturan karang terutama pada lunas. Material beton dan kayu mempunyai tegangan yang diizinkan sebagai acuan dalam menganalisis kebutuhan pembesian, sambungan dan dimensi elemen struktur. Perkiraan biaya kayu terpasang mutu kelas I-II enam juta rupiah.sedangkan beton K350 dengan pembesian dan acuan multipleks tergantung jumlah kg baja dalam m3 beton. Waktu pelaksanaan tergantung metode pelaksanaan yang dilakukan dan perkiraan berdasarkan volume beton dan volume kayu. Pelaksanaan kapal kayu yang diamati di galangan kapal rakyat sekitar empat bulan. Sedangkan kapal alternatif .diperkirakan sekitar dua bulan mengingat metode pelaksanaan pengecoran dapat dilakukan sekaligus terutama dalam satu molen harus langsung dicor. Untuk gadinggading kira-kira lima kali pembuatan beton sedangkan lunas dan linggi juga lima kali
77
pembuatan beton karena volume molen beton yang tersedia dipasaran 0,5 m3 dan 0,8 m3. 4.2.3.2. Pendekatan Struktur Pendekatan struktur berdasarkan sifat material beton dan kayu yang memiliki karakter berbeda yaitu beton lebih kuat menahan tekan sedangkan kayu lebih kuat mendapat gaya tarik, sehingga dibatasi oleh tegangan izin lentur, geser, axial dan defleksi. Sedangkan sambungan dan pembesian / tulangan dibatasi oleh gaya izin yang dapat diterima baut dan pembesian, selain itu dibatasi jarak yang harus dipenuhi antar baut dan jarak antar sambungan. Metode analisis struktur dengan bantuan package program. Dalam memasukkan / input ke package program dibuat 2 katagori sebagai berikut : 1) Berat sendiri dimasukkan pada masing-masing (shell) yaitu lambung dan rangka kapal sedangkan beban hidup yaitu muatan dan awak kapal dimasukkan pada gading-gading.dan balok deck. 2) Beban hidup dan beban mati dimasukkan pada struktur kapal (gadinggading, linggi dan lunas) disebut frame. Masing-masing dimasukkan dua variasi pembebanan dan 2 kondisi yaitu : 1) 1,2 DL + 1,6 LL : (1) Pulang dengan muatan 100%. (2) Berangkat dengan bekal penuh. 2) 1,2 DL + 1,6 LL +0,9 WL (1) Pulang dengan muatan 100% (2) Berangkat dengan bekal penuh Ketentuan yang dimasukkan package program kedua katagori adalah : 1) Struktur kayu pada 1/5 panjang dari linggi haluan sesuai dengan kondisi eksisting kapal pukat cincin baik linggi maupun gading-gading. Struktur pada 4/5 panjang dari linggi buritan dibuat desain dari beton bertulang pada gading-gading, linggi buritan dan lunas. 2) Pada struktur kapal dimasukkan dimensi struktur, properties data, tumpuan (restraint), beban atau gaya yang akan dialami kapal pada
package program.
78
3) Semua input dimasukkan dan di run. Hasil run (output) diperiksa bentuk struktur, ouput gaya, tegangan (lentur, torsi, momen, axial), deflection. 4) Output package program digunakan untuk menghitung dan memeriksa dimensi kapal, pembesain struktur beton dan menghitung sambungan. Kapal pukat cincin di Aceh kayu yang digunakan untuk gading-gading kelas kuat II, lunas dan linggi kayu kelas kuat I misalkan kayu damar. Kapal alternatif dengan gading-gading beton jarak satu meter dan lambung lebar 4 cm tinggi 20 cm kelas kuat II diperhitungkan menahan ombak. 4.2.3.3. Analisis tiga dimensi dengan package program Metode analisis dengan memberi beban yang bekerja pada elemen struktur dan beban tersebut terdistribusi oleh package program menurut kekakuan. Hasil output komputer dengan struktur tiga dimensi yang di run pada package program yaitu momen, geser, axial dan tegangan. Gaya di periksa terhadap tegangan yang diizinkan
dari material yang digunakan
Dalam memasukkan data beban ke komputer maka perlu diperhatikan hal-hal berikut : 1) Lanes plane : sesuai dengan bentuk kapal pukat cincin eksisting. 2) Beban akibat berat sendiri kapal dan muatan. 3) Berat sendiri dimasukkan sebagai beban tetap. 4) Berat kapal berangkat dengan bekal penuh. 5) Kapal pulang dengan hasil tangkapan penuh. Untuk kapal pulang dengan hasil tangkapan setengah penuh dan kapal pulang dengan hasil tangkapan nihil tidak dimasukkan pada input package
program karena beban keadaan penuh, berangkat sudah memenuhi syarat struktur maka semua kondisi dapat dipenuhi. 1) Struktur : (1) Haluan : Linggi kayu lebar 25 cm, tinggi 35 cm (25/35). Gadinggading kayu lebar 10 cm, tinggi 15 cm (10/15). Papan lambung tebal 4 cm, tinggi 20 cm (4/20) (2) Midship : Lunas beton lebar 17 cm, tinggi 50 cm (17/50). Gadinggading beton lebar 6 cm, tinggi 15 cm (6/15). Papan lambung tebal 4 cm, tinggi 20 cm (4/20)
79
(3) Buritan : Linggi beton lebar 15 cm, tinggi 25 cm (15/25). Gadinggading beton lebar 6 cm, tinggi 15 cm (6/15). Papan lambung tebal 4 cm, tinggi 20 cm (4/20) 2) Tumpuan pada lunas dengan translasi arah x,y,z ditahan. Dimensi struktur kapal dimasukkan package program sesuai tabel 12. Tabel 12. Dimensi elemen struktur kapal Material Kayu
Gading-gading atas Linggi haluan & Lunas dan bawah (cm)
buritan (cm)
(cm)
8/15 &10/15
25/35 & 23/35
25/35
15/25 (buritan)
17/50
Beton (midship 6/15 s/d buritan
Penggunaan struktur kayu kelas II dan struktur beton K350 sesuai ketentuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia dan Tata Cara Perencanaan Beton Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung serta ketentuan dalam mekanika teknik menunjukkan 1) Tegangan lentur kayu kelas II yaitu Kuat izin lentur = 560 kg/cm2, Kuat izin geser = 61 kg/cm2. 2) Tegangan lentur beton σizin = 0,71√σbk=13,27 kg/cm2 , geser τizin = 1,78√σbk= 41,7 kg/cm2. 3) Gaya momen maximum yang diterima oleh balok kayu adalah Mmax = σizin dikali Inersia (Ix) dibagi y dan gaya geser maximum D = τ dikali lebar dikali inersia (Ix) dibagi statis momen (Sx). 4) Gaya momen maximum yang diterima oleh balok beton adalah Mmax = σizin dikali Inersia (Ix) dibagi y dan gaya geser maximum = τizin dikali lebar (b) dikali 7/8 tinggi untuk elastis atau 0,9 tinggi untuk ultimate. Dalam memasukkan beban pada struktur kapal dalam kondisi kapal berangkat dengan bekal penuh dan kapal pulang dengan muatan penuh. Perhitungan tersebut sebagai berikut : 1) Kapal kosong hanya berat sendiri (BS) =172 kg/m2. Tiap gading-gading sepanjang gading- gading bawah= 86kg/m’. Berat sendiri balok deck = 12,5 kg/m2
80
2) Kapal berangkat dalam keadaan bekal penuh tabel 13. Tabel 13. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Berangkat Bekal Penuh
Deck
Haluan (kg/m2)
Midship (kg/m2)
Buritan (kg/m2)
BS, awak kapal 3
BS, air bersih 100%,
BS, awak kapal
orang,
boom,
persediaan 100%, alat tangkap,
Kayu=
Kayu=
28,2+ BS, Beton
(84+167)x0.5+BS.
56,25 +BS
Beton 251 + BS
2 orang,
Kayu 72=36+BS Beton=72 + BS
Lantai 172
BS,es100%,Kayu=26
BS, mesin dan BBM 100%, Kayu
dasar
+BS. Beton =52 +BS
= 150+BS Beton =300 + BS
3). Kapal pulang dengan muatan atau hasil tangkapan penuh sesuai tabel 14. Tabel 14. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Pulang Hasil Tangkapan 100% Haluan(kg/m2) Buritan (kg/m2) Deck Lantai dasar
BS BS,
Midship (kg/m2)
BS, mesin dan BBM 10%,
BS,es 10%, Kayu=167,85
Kayu= 27.5+BS. Beton = 55 +BS
+ BS Beton 167,85 +BS
BS,
BS,air bersih10%, bumb,
awak
kapal
100%,
persediaan 10%, alat tangkap,
hasill tangkapan 100%.
Kayu=30+BS. Beton=60 +BS
Beton= 656+BS
Gading-gading beton pada jarak satu meter maka diperhitung papan lambung tersebut kuat tidaknya menahan ombak dengan tumpuan satu meter. Papan lambung diperhitungkan terhadap gaya ombak 1023,9 kg/m2, sehingga setiap papan menerima gaya = 204,78 kg/m’. Maka momen = 25,6 kgm. Tegangan lentur yang terjadi = 85,33,25 kg/cm2 < σizin (560 kg/cm2) jadi papan lambung kuat untuk jarak gading-gading 1 m dengan tebal efektif 3 cm. Selain itu harus dihitung muatan tetap, sementara yang harus diterima oleh stuktur kapal. Perhitungan perataan muatan dengan asumsi awak dan persediaan dalam ruang awak kapal. Mesin dan BBM dibawah ruang awak kapal. Awak kapal berangkat dan pulang dalam keadaan kosong 3 orang di haluan.. Berat sendiri kapal = 172 kg/m2, total beton bila dimasukkan pada sekat sampai dengan buritan adalah -2405,7 kg. Bila digabung berat lunas dari sisa berat gading-gading, linggi dan lunas(kayu) = 4529,952 kg maka ukuran lunas = 0,5 m maka ukuran lunas bisa 17/50 berarti lunas dapat diperbesar
81
menjadi 17/50 yaitu lebar 17 cm, timggi 50 cm (bila dari sekat ke belakang). Total beton bila dimasukkan pada sekat sampai dengan buritan adalah -1385,8 kg. Linggi buritan beton 13/25 lebar 13 cm, tinggi 25 cm. Bila digabung berat lunas dari sisa berat gading-gading, linggi dan lunas(kayu) = 3510.052 kg maka ukuran lunas = 3510.052 / (0.13x2500x21) =0.66 m, bila lebar 17 cm maka ukuran lunas bisa lebar 13 cm, tinggi 66 cm atau lebar 17 cm, tinggi 50 cm
berarti lunas dapat diperbesar menjadi lebar 13cm, tinggi 66 cm atau
lebar 17 cm, tinggi 50 cm (beton dari sekat ke belakang). Analisis peggantian dimensi struktur kayu menjadi beton tidak menambah berat total kapal tersebut karena telah diperhitungkan sebagai berikut : 1) Gading-gading kayu 10/15 (BJ rata2 1,04) maka berat sendiri =
17,16
kg/m’ Gading-gading dari beton ukuran lebar 6 cm, tinggi 15 cm maka berat sendiri beton 22,5 kg/m’. Bila jarak gading2 beton 1m maka selisih berat kayu dan beton = 11,82 kg. Ukuran gading-gading 8/15 (BJ rata2 1,04) maka berat sendiri = 13,728 kg. 2) Linggi haluan kayu 25/35. Linggi buritan kayu 23/35. (1) Bila beton dari midship ke buritan maka perhitngan berat sendiri kapal = 172 kg/m2 x gading-gading beton (gading-gading kayu 42), total beton bila dimasukkan pada sekat sampai dengan buritan adalah =-2405,7 kg. Bila lebar linggi dari 13 membesar 17 cm kearah bawah maka berat linggi beton 93,75.kg. (2) Bila beton hanya pada midship maka perhitungan berat sendiri kapal = 172 kg/m2 x gading-gading beton (gading-gading kayu 22 ). Total beton bila dimasukkan pada sekat sampai dengan buritan adalah -1145,94 kg. Total berat linggi buritan kayu= 207,552 kg. Berat linggi beton 13/25 = 81,25 kg/m’. Selisih antara berat linggi kayu dan beton = 2,256 x (93,75-81,25) = 28,2 kg. 3) Lunas kayu 25/35. Lunas kayu = 91 kg/m’. Berat total lunas kayu =100 kg/m. Panjang lunas 21 m maka berat total lunas kayu 2100 kg. Linggi 23/35 =
83,72 kg/m’. Berat total linggi buritan = 92 kg/m’. Panjang
linggi 2,256m.
82
(1) Bila beton dari midship ke buritan .Selisih antara berat linggi beton dan kayu adalah - 17,55 kg. Bila digabung berat lunas dari sisa berat gading-gading, linggi dan lunas (kayu) adalah 4488,2 kg maka ukuran lunas 0,65761 m, bila lebar 17 cm = 4488,2 / (0,17x2500x21) = 0,50288 maka digunakan lebar 17 cm , tinggi 65.cm. (2)
Bila beton hanya pada midship, selisih antara berat linggi beton dan kayu adalah = -21,875 kg. Bila digabung berat lunas dari sisa berat gading-gading, linggi dan lunas(kayu) = 3463, 93 kg maka ukuran lunas = 3463,93 / (0.13x2500x21) = 0,50754 m, bila lebar 17 cm maka lebar 13 cm, tinggi 50 cm atau lebar 17 cm, tinggi 39 cm. Total beban pada kapal sesuai tabel 15 sampai dengan tabel 18 adalah :
1) Kapal berangkat dalam keadaan bekal penuh. Tabel 15. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Berangkat Bekal Penuh Kondisi
Haluan (kg)
Midship (kg)
Buritan (kg)
500/(3x2)=84
Awak kapal 100%
225/(2x2)=56,25
150
Persediaan 100%
400/(5,7x3)=24
Alat tangkap 100%
500/(1,5x2+5x2)=48
ES 100%
500/(3x2+1,5x2)=52
Mesin & perleng
100
BBM 100%
5100/(5,7x3)=300
Bumb
500/(1,5x2)=167
Hasiltangkapan 0%
225(dek)
1500 (500+1000)
6150(550 +5600)
air bersih 100%
kapan 100%
TOTAL 2)
Kapal pulang dalam keadaan muatan atau hasil tangkapan 100% Tabel 16. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Dengan Hasil Tangkapan 100%.
Kondisi air bersih 10%
Haluan(kg)
Midship (kg) 5 /(3x2)=0,85
Buritan (kg)
Pulang
83
Awak kapal 100%
(150+225+25)/5,7x3)=30
Persediaan 10%
25
alat tangkap 100%
500(48)
ES 10%
50/9=6
100+50/(5,7x3)=9
BBM 10%
50/(5,7x3)=3
Bumb
500(167)
Hasil tangkapan 100%
15000/
Mesin
dan
perlengkapan 100%
(5,7x3+3x2)=650
TOTAL
15555
1125 (425+700)
(555+15000)
3) Kapal pulang dalam keadan muatan atau hasil tangkapan 50% Tabel 17. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Dengan Hasil Tangkapan 50% Haluan(kg)
Kondisi
Midship (kg)
Pulang
Buritan (kg)
air bersih 10%
5 (0,85)
Awak kapal 100%
225+150+25 (30)
Persediaan 10%
25
alat tangkap 100%
500(48)
ES 10%
50(6)
100+50(9)
BBM 10%
50/(5,7x3)=3
Bumb
500(167)
Hasil tangkapan 50%
7500/(5,7x3+3x2)=
Mesin
dan
perlengkapan 100%
325
TOTAL
12555(555+750)
1125(425+700)
4) Kapal pulang dengan hasil tangkapan 0% Tabel 18. Perhitungan Penyebaran Beban Kondisi Kapal Dengan Hasil Tangkapan 0 % Kondisi
Haluan(kg)
Midship (kg)
Pulang
Buritan (kg)
84
air bersih 10% 225=56,25
Awak kapal 100%
5
150+25/(5,7x3)=10, 3
Persediaan 10%
25
alat tangkap 100%
500 (48)
ES 30%
50/9=17
Mesin
dan
100+50 (9)
perlengkapan 100% BBM10%
50/(5,7x3)=3
Bumb
500 (167)
Hasil tangkapan 0%
0
225(dek)
555 (505 +50)
900 (200 +700)
TOTAL
Data tersebut kemudian dianalisis dengan package program. Output
package program dianalisis : 1)
Gaya yang terjadi pada lunas, linggi, gading-gading, kulit lambung.
2)
Alternatif material pukat cincin.
3)
Kekuatan, kekakuan, stabilitas, deformasi dan deflection.
4)
Alternatif material pada lunas, linggi, gading-gading, kulit lambung sesuai dengan gaya yang terjadi. Dari data kapal yang digunakan untuk desain maka dilakukan analisis
struktur dengan package program . Data yang dimasukkan antara lain : (1) Material beton K350 untuk lunas, linggi belakang, gading-gading bagian tengah dan belakang. (2) Gading-gading depan, linggi depan digunakan kayu kelas kuat dan kelas awet II. (3) Lunas dengan
translasi di tahan tetapi rotasi di lepas yaitu
x,y,z,Øx,Øy,Øz = 1,1,1,0,0,0. (4) Variasi pembebanan tiap katagori adalah (1) 1,2 DL + 1,6 LL (2) 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL (5) Yang dimasukkan package pogram adalah 1)
Berangkat dengan Bekal penuh.
85
2)
Pulang dengan hasil tangkapan penuh Output package program struktur yang digunakan adalah :
(3) Elemen forces area shell. (4) Elemen forces –frames.
(5) Elemen stresses. (6) Joint reaction. (7) Joint displacement elemen stresses. 4.2.3.4 Tegangan Yang Terjadi Pada Struktur Jalur (seaway) kapal dipertimbangkan serupa balok dengan dukungan dan beban distribusi. Dukungannya adalah gaya apung gelombang dan beban adalah berat struktur kapal dan muatan. Sesuai tata cara perencanaan konstruksi kayu Indonesia (NI – 5-2002) Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15%. Tabel 19. Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15%.
66
24000
62
58
45
6.5
23
E24
23000
59
56
45
6.4
22
E23
22000
56
53
43
6.2
21
E22
21000
54
50
41
6.1
20
E21
20000
56
47
40
5.9
19
E26 E25
Kode mutu
Kuat lentur Fb
Kuat tekan Kuat sejajar Geser serat Fv Fc 46 6.6
Kuat tekan Tegak lurus Serat Fc⊥ 24
Kuat tarik sejajar serat Ft 60
Modulus Elastisitas Lentur Ew 25000
Nilai tersebut diatas dapat dikali 1,3 karena factor Cr kayu masif = 1,15, Cf
komponen struktur berpenampang persegi panjang yang terlentur
terhadap sumbu diagonal.=1,4 . Cb = 0,95; φs = 0,85 adalah faktor tahanan stabilitas. Kayu kelas kuat II dan kelas awet II diperkirakan ekivalen dengan E21,E22 dan E23 maka nilai tegangan izin, muatan sementara (s) dikali 1,3 1) Kuat lentur 560 kg/cm2
86
2) Kuat tarik sejajar serat 500 kg/cm2(t), 650 kg/cm2 (s). 3) Kuat tekan sejajar serat 410 kg/cm2 (t), 533 kg/cm2 (s). 4) Kuat geser 61 kg/cm2. 5) Kuat tekan tegak lurus serat 200 kg/cm2. Dari output package program didapat tegangan sebagai berikut : 1) Tegangan yang terjadi (lentur, geser, axial, torsi). untuk kayu dan beton 2) Tegangan izin (lentur, geser, axial, torsi). untuk kayu dan beton Output menunjukkan seluruh struktur beton tdak melampaui tegangan izin sehingga struktur lunas, linggi dan gading-gading dimensi dan mutu beton memenuhi syarat. Sedangkan gading-gading kayu, linggi haluan memenuhi syarat dimensi dan mutu kayu. Sedangkan sebagian kecil balok deck dan galar tidak memenuhi syarat tegangan terutama pada buritan. Hal ini disebabkan beban tersebut terkonsentrasi pada area tertentu menyebabkan beban kg/m2 tinggi diterima oleh balok dan galar tersebut. Sebagian kecil struktur kayu nilai kelangsingan yaitu LK/imin atau kL/r > 200. dengan LK adalah panjang tekuk sedangkan i =r adalah jari-jari gyrasi .k = koefisien tekuk.tergantung tumpuan yang diperhitungkan. Untuk mengatasi panjang tekuk diberi pengaku ntuk memperkecil panjang tekuk.
4.3.
Hasil
4.3.1. Simulasi Komputer Pada output elemen forces area shell dan elemen forces
frames
didapat momen, geser, axial. Untuk mengetahui tegangan yang terjadi melampaui atau tidak tegangan izinnya dapat dilihat dari elemen stresses frame dan shell Output komputer sesuai tabel antara lain : 1) Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL dengan output kg-cm. (1) Kondisi pulang dengan muatan 100% 1} Gaya pada lambung Tabel 20. Hasil Simulasi Gaya pada Lambung dengan Muatan 100% Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL Beban pada Momen(kgcm) Geser (kg) Axial(kg) Tegangan /cm2)
87
/ batang
Shell Haluan 751
10235,89
9715,66
11570,20
33,63
Midship238
70572,57
59595,53
129497
290,50
Buritan 192
54204,28
19353,29
249746
Haluan 751
6172,99
6480,24
7404,96
19,66
Midship238
75120,15
51390,49
81593,99
198,31
Buritan 192
36821,18
13167,3
249746
438,24
641,91> 533
Frame
2} Gaya pada galar . Tabel 21. Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Muatan 100% Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL Beban pada Momen(kgcm) Geser (kg) Axial (kg)Tegangan(kg/cm2) / batang
Shell Haluan874
-2070
-221,6
1816,24
377,35
Midship848
9915
12,71
-57450,6
478,76<533
Buritan 890
8435
-43,93
-43872,8
501,183<533
Haluan 874
1444
-155,67
1167,66
330,96
Midship 853
-4925
309,11
14955,57
109,84
Buritan 890
-5798
-340,07
29857,45
210,804
Frame
(2) Berangkat dengan bekal penuh. 1} Gaya pada lambung Tabel 22. Hasil Simulasi Gaya pada Lambung dengan Bekal Penuh Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL Beban pada / Momen(kgcm) Geser(kg) Axial (kg)Tegangan(kg/cm2) batang
Shell Haluan 751
12961,74
4143,69
707,06
-58,95
88
Midship238
60603,85
101779,9
878,1
106,643
Buritan192
20852,58
54677,78
72525,1
217,955
Haluan 751
12824,43
4047,04
667,72
17,75
Midship238
60727,97
101957,8
899,84
58,89
Buritan192
20349,97
80145,85
107380,1
72,41
Frame
2} Gaya yang diterima galar Tabel 23. Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Bekal Penuh Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL Beban pada Momen (kgcm)Geser (kg) Axial (kg) Tegangan(kg/cm2) / batang
Shell Haluan868
5422
-36,62
43872,1
10,04
Midship814
-4070
316,39
25679,08
190,93
Buritan887
9104
-10,96
48067,18
400,56
Haluan868
-1689
-159,64
-1224,37
10,20
Midship814
-4068
316,39
25712,85
214,37
Buritan887
9111
91,11
48132,29
401,10
Frame
2) Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL dengan output kg-cm (1) Pulang muatan penuh 1} Gaya pada lambung Tabel 24. Hasil Simulasi Gaya pada Lambung dengan Muatan 100% Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL Beban pada / Momen(kg/cm) Geser (kg) Axial (kg)Tegangan(kg/cm2) batang
Shell Haluan751
13886
64545
5629,9
25,2807
Midship238
70556
48238
76566
244,5
Buritan192
34619
12360
160042
405,165
Frame
89
Haluan751
8203,3
76,73
92,98
27,05
Midship238
83299
566,76
904,24
288,61
Buritan192
40849
145,76
1889,2
485,65>410 overstress
2} Gaya pada galar Tabel 25. Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Muatan 100% Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL Beban pada Momen(kgcm) Geser (kg) Axial (kg) Tegangan(kg/cm2) / batang
Shell Haluan 868
-14,57
-148,9
-1278
10,65
Midship814
-40,43
302,39
22911
190,93
Buritan887
74,46
-8,31
42978
358,15
Haluan 868
656,56
-0,64
-1521
11,88
Midship814
4327,9
7,11
27072
179,15
Buritan 887
8768,4
-9,82
50732
330,95
Frame
Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL dengan output kg-cm (2) Berangkat dengan bekal penuh 1} Gaya pada lambung
Tabel 26. Hasil Simulasi Gaya pada Lambung dengan Bekal Penuh Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL. Beban pada Momen(kgcm) Geser (kg) Axial (kg) Tegangan(kg/cm2) / batang
Shell Haluan847
1566,19
6472,34
55,1
-18,15
Midship411
-31351,65
120556,88
6751,53
52,48
Buritan195
71371,3
139058,03
74225,98
238,05
1651,86
6630,59
-159,98
-17,44
Frame Haluan847
90
Midship411
43053,35
71173,99
6868,43
-135,15
Buritan195
106121,02
99098,47
3208,23
274,07
2} Gaya pada galar Tabel 27. Hasil Simulasi Gaya pada Galar dengan Bekal Penuh Variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL Beban padaMomen (kgcm) Geser (kg)Axial (kg) Tegangan(kg/cm2) /batang
Shell Haluan868
-16,58
146,95
-293,52
2,35
Midship814
43,96
6,62
26269,12
151,31
Buritan887
70,97
-8,88
2720,11
246,16
Haluan868
-1506
-141,9
-1088,47
9,071
Midship814
-3592
281,29
23268,2
193,99
Buritan887
8297
-9,85
43525,24
362,71
Frame
4.3.2 Sambungan antara beton dan kayu Perpaduan penggunaan material kayu dan beton untuk mengefisienkan penggunaan sumber alam yang terbatas dan memanfaatkan kelebihan masingmasing material dalam menghadapi atau menerima gaya yang bekerja pada kapal. Hubungan antara beton dan kayu harus kuat dan baik. Untuk menghasilkan sambungan yang kuat dan monolith maka baut untuk sambungan beton dan kayu dipasang sebelum beton dicor, sehingga untuk menyambung struktur kayu maka kayu tersebut terlebih dahulu dilubangi dan dipasang ulir atau kepala baut. Jumlah baut yang dipasang sebelum dicor disesuaikan dengan kebutuhan sambungan. Penggunaan beton K350 termasuk beton mutu tinggi, dianggap mudah didapat di berbagai tempat dan kedap air. Pada area yang akan dipasang baut maka sekitar area beton diberi pengikat dan penguat dengan memasang tambahan pembesian. Untuk mengurangi berat beton maka dilokasi yang gayanya relatif kecil maka beton bagian tengah dibuat hollow. Prinsip pengecoran harus tidak terputus pada pekerjaan berikut :
91
1) Lunas dan linggi belakang beton bertulang. 2) Gading-gading beton bertulang. Sambungan beton dan kayu yang diperhatikan adalah : 1) Lunas dan linggi haluan kayu. 2) Galar dan gading-gading kayu. 3) Gading-gading dan lambung. 4) Lunas dan lambung. 5) Linggi buritan dan lambung. Jarak antar baut sesuai dengan standar yaitu 3 kali diameter baut. Dalam hal ini penulis sudah memperhatikan tempat (kecukupan lokasi penyambungan) pada setiap sambungan. Panjang baut yang masuk beton dibuat lima centimeter atau minimal 1/3 dari tinggi beton dan hal ini dimasukkan juga pada perhitungan gaya izin cabut yang bisa diterima oleh baut. Pada sambungan beton dan kayu harus diperhatikan dengan baik supaya kerusakan bukan diakibatkan baut terlepas dari beton. Untuk menjaga menyatunya hubungan beton dan kayu maka kepala baut di pasang sebelum di diperhitungkan adalah : 1) Sambungan lambung kayu dengan gading-gading beton, galar kayu dan balok deck kayu sesuai detail I (gambar 15). 2) Sambungan baut pada lambung diisi latek (gambar 16). 3) Sambungan lunas beton dengan linggi kayu haluan dan lambung.sesuai detail II (gambar 17). 4) Sambungan lunas beton dengan linggi buritan beton dan linggi poros beton sesuai detail III (gambar 17). 5) Sambungan Lunas dengan Gading-gading Kayu (gambar 18). Hasil perhitungan sambungan antara gading-gading beton dan lambung, sambungan gading-gading dan galar kayu dimensi lebar 8 cm, tinggi 15 cm dan sambungan lunas dan linggi haluan kayu dimensi lebar 25 cm, tinggi 35 cm diperhitungkan terhadap kayu (tampang satu kayu kelas kuat 2) yaitu: S = 40 x d x bx (1-0,6 sin α ); atau S = 215 x d2 x (1-0,35 sinα) dan terhadap beton, gaya izin diambil nilai yang kecil dari
92
Pgeser = π x d2 x 0,58σ’; Ptumpu= d x t x 1,35 σ’; dan Pcabut = π x d x L x 0,7 √σbk Dimana : P adalah gaya yang dapat diterima satu baut pada beton S adalah gaya yang dapat diterima satu baut pada kayu b adalah lebar kayu d adalah diameter baut α adalah sudut kemiringan kayu L adalah panjang baut σ’ adalah tegangan izin baut σbk adalah tegangan beton karakteristik Perhitungan gaya maksimum yang dapat diterima baut sesuai hasil perhitungan dibawah ini : 1) Sambungan antara gading-gading beton dan lambung (1) Terhadap Kayu Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 menggunakan D19. Maka gaya izin baut 505 kg. Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 menggunakan D13. Maka gaya izin baut 236 kg. (2) Terhadap beton pakai baut St 37. Terhadap beton gaya izin baut D19 dengan baut St 37 adalah : 1} P geser =10.528 kg. 2} P tumpu =16.416 kg. 3} P cabut =754 kg. Terhadap beton gaya izin baut D13 dengan baut St 37 adalah : 1} P geser = 4928 kg. 2} P tumpu =11.232 kg. 3} P cabut = 418 kg. Jarak antar baut sesuai dengan standar yaitu 3 kali diameter baut. Panjang baut yang masuk beton dibuat 5 cm atau minimal 1/3 dari tinggi beton. Gaya izin yang digunakan disampaikan pada Tabel 28 Tabel 28. Gaya izin baut dalam satuan kg
93
Gading-gading Struktur dan lambung
Kayu Beton
Gading-gading dan galar
Lunas dan linggi Lunas dan haluan gading -gading kayu D13 D19 D13 D19
D13
D19
D13
D19
236
505
166
505
236
505
239
350
1641,6
1123,2
1641,6
1123,2
1641,6
754
418
754
1123,2 1641,6 1123,2
Cabut 418 754 418 754 418 beton 4.3.2.1.Sambungan gading-gading dan lambung
1) Jumlah baut yang diperlukan pada kondisi kapal pulang dengan muatan 100% dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL sesuai tabel 29. Tabel 29. Jumlah baut sambungan gading-gading dan lambung pada kondisi pulang dengan 100% dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL Beban pada / batang
No.Titik Momen Geser Axial Defleksi izin (kgcm) (kg) (kg) =0,3325 (cm)
Axial Axial/ /momen Momen
Shell Haluan 334 Midship 57 Buritan 512 Frame Haluan 342-345
2)
Jumlah Jumlah baut D baut D 13 19
(375,376) 0,289
-3520
-290,3 2830,88
7
1
4
1
(63,64) 0,379 (580,581) 0,283
-717
-71,24
220,4
1
1
1
1
-609
56,57 991,48
3
1
2
1
(387,388) 0,287
-5229
420,4 4091,7 8
10
1
6
1
(63,64) -490 -45,88 187,68 1 1 1 1 Midship 0,259 36,57 (647,648) -1035 166,25 -632,54 2 1 1 1 Buritan 0,131 572 Jumlah baut yang diperlukan pada kapal berangkat bekal penuh variasi
pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL sesuai tabel 30 Tabel 30. Jumlah baut sambungan gading-gading dan lambung pada kondisi kapal berangkat dengan bekal penuh dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL
94
Beban No.Titik Momen Geser pada / Defleksi izin (kgcm) (kg) batang = 0,3325(cm) Shell Haluan 370 Midship 122
(415,416) 0,161 (135,137) 0,264
Buritan 487
(550,552) 0,301
Axial (kg)
Jumlah baut D 13 Axial/ momen
Jumlah baut D 19 Axial/ momen
916
-30,81 2415,03
6
1
4
1
-349
-39,28
1
1
1
1
3
1
2
1
-1523
-53,61
128,21 1069,61
Frame (415,416) 914 -62,12 2449,03 6 1 4 Haluan 0,15 370 -349 -39,28 -53,63 1 1 1 Midship (135,137) 0,194 122 (550,552) -1524 128,21 1071,03 3 Buritan 1 2 0,28 487 Dari dua kondisi tersebut maka sambungan digunakan baut 3
1 1
1 D 19,
sedangkan kebutuhan baut karena gaya axial dapat dipegang pada tiap pertemuan gading-gading. 4.3.2.2 Sambungan gading-gading dan galar Jumlah baut yang diperlukan pada kondisi kapal pulang muatan 100% dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL
sesuai
tabel 31.
Tabel 31. Jumlah baut sambungan gading-gading dan galar kondisi kapal pulang muatan 100% variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL. Beban No.Titik Momen Geser pada / Defleksi izin (kgcm) (kg) batang =0,3325 (cm) Shell Haluan 876 Midship 852 Buritan 882
(403,424)
Axial (kg)
Jumlah baut D 13 Geser/ momen
Jumlah baut D 19 Geser/ Momen
-2360
225,4
1800,91
1
1
1
1
-6740
445,2 29176,6
6
1
3
1
11980
445,3
66000,4 14
1
7
1
0,0274
(38,63) 0,022
(541,560) 0,015
95
Frame 103 158,21 1129,53 1 1 1 1 Haluan (403,424) 0,027 876 -4750 312,61 19906,8 5 1 2 1 (38,63) Midship -0,015 852 8230 312,74 44957,2 10 1 5 1 Buritan (541,560) 0,01 882 Jumlah baut diperlukan pada kondisi kapal berangkat bekal penuh
dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL sesuai tabel 32. Tabel 32. Jumlah baut sambungan gading-gading dan galar kondisi kapal berangkat bekal penuh variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL Beban No.Titik pada / Defleksi izin batang =0,33(cm) Shell Haluan 870 Midship 814 Buritan 887 Frame
(393,414)
Haluan 870 Midship 814 Buritan
(393,414)
887
0,019 (3,26)
0,015 (550,569)
0,025
0,019 (3,26)
0,017 (550,569)
0,024
Momen Geser (kgcm) (kg)
Axial (kg)
1326,04
Jumlah baut 13 Geser/ momen
Jumlah baut D19 Geser/ momen
-1628
-158,5
1
1
1
1
-4070
316,39 25679,08 6
1
3
1
9104
-10,96
48067,18 10
1
5
1
-1627
158,4
1341,85
1
1
1
1
-4068
316,4 25712,85 6
1
3
1
9111
445,3 48142,61 10
1
5
1
Maka sambungan gading-gading dan galar menggunakan baut 3D13 4.3.2.3 Sambungan lunas dan linggi haluan kayu Jumlah baut yang diperlukan pada kondisi kapal pulang muatan 100% variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL sesuai tabel 33 Tabel 33. Jumlah baut sambungan lunas dan linggi pada kondisi kapal pulang muatan 100%
96
Beban pada
No.Titik.
Momen Geser
Defleksi(cm) (kgcm) (kg)
Axial
Jumlah
(kg)
baut D13 baut D 19
Shell Haluan
1073 frame Haluan
1073
Jumlah
Axial
Axial
/ geser
/ geser
( 817,819) -0,059
-10300
1582,3 7695,81
19
1
11
1
( 817,819) -0,040
-6944
1061,8 5321,42
13
1
8
1
Digunakan baut 9 D 13 tertanam pada beton dan ditambahkan dynabolt 10 M 12 untuk kemudahan pelaksanaan selain menambah kekuatan. 4.3.2.4 Sambungan lunas dan gading-gading haluan kayu Jumlah baut yang diperlukan pada kondisi kapal pulang muatan 100% variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL sesuai tabel 34 Tabel 34. Jumlah baut sambungan lunas dan gading-gading haluan kayu pada kondisi kapal pulang muatan 100% Beban pada
No.Titik.
Momen Geser
Defleksi(cm) (kgcm) (kg)
Jumlah
(kg)
baut D13 baut D 19
Shell Haluan
( 364,371)
330 frame
-0,2086
Haluan
( 364,371)
330
-0,2683
Jumlah
Axial
Momen
Momen
/ geser
/ geser
3989
271,97 7474,66
2
2
2
1
3683
259,39 4592,18
2
2
2
1
Digunakan baut 2 D 13 tertanam pada beton dan kayu 4.3.2.5. Gambar Kapal Pukat Cincin dan Detail I sampai III dan Potongan 4.
97
Detail I adalah lambung kayu dengan gading-gading beton dan galar kayu Detail II adalah lunas beton, linggi haluan kayu dan lambung kayu. Detail III adalah lunas beton, linggi buritan beton dan linggi poros beton. Gambar 14. Rangka Kapal Pukat Cincin Seluruh detail dan potongan pada gambar 15 s/d gambar 19 sesuai halaman 4.3.3 Pembesian Pada Struktur Beton Struktur beton harus diberikan pembesian, walaupun pembesian minimal . Hal ini untuk mengatasi retak (crack). Sesuai SNI 5-2002 ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”
pembesian
minimal setiap elemen struktur ditentukan sebagai berikut : 1) Pelat = 0,18% dari luas pelat/m2. 2) Balok = 0,035%. 3) Kolom 1%. Sambungan beton dengan beton yang diperhatikan adalah 4) Panjang penyaluran pembesian (stek). 5) Panjang overlap pembesian. 6) Kesinambungan pengecoran. 7) Tidak berongga (padat). Bila output package program /hasil perhitungan luas pembesian lebih kecil dari presentase yang ditentukan diatas maka pembesian yang digunakan luas minimal tersebut. Hasil output luas pembesian dan jumlah pembesian (tulangan ) utama menunjukkan pembesian yang diperlukan
98
sesuai tabel 35. dengan kondisi kapal pulang muatan 100% dengan variasi pembebanan 1,2DL+1,6LL+0,9WL. Tabel 35. Luas dan jumlah pembesian lunas dan gading-gading Beban pada
Lunas. / Tulangan
Lunas.
Gading-gading
Gading-gading ,
Tulangan
&linggi buritan linggi buritan
Atas cm2) Bawah (cm2) Tul.Atas (cm2)
Tul.Bawah(cm2)
Haluan
0,0402
0,02011
Kayu
Kayu
643
(1D16)
(1 D16)
Midship
0,22
0,11
0,00455
655
(1 16)
(1 D16)
(1 Ø 10 )
0,002275(58) (1 Ø 10 )
Buritan
0,06
0,03029
663
(1 D16)
(1 D16)
0,6 (622) (1 Ø 10)
0,3 (622) (1 Ø 10)
Haluan
0,01332
0,00666
Kayu
Kayu
643
(1 D16)
(1 D16)
Midship
0,08591
0,04284
0,07081 (58)
0,03533 (58)
655
(1 D16)
(1 D16)
(1 Ø 10 )
(1 Ø 10 )
Buritan
0,04649 (1 D16)
0,02321
0,22 (1 Ø 10)
0,11
batang
shell
frame
663
(1 D16)
(1 Ø 10)
Maka pembesian gading-gading 2 D 13 (atas dan bawah) sengkang Ø8- 150, sedangkan pembesian lunas 3 D 16 (atas) dan 3 D 16 (bawah) sengkang Ø 8-100. Pembesian lunas, gading-gading dan sambungan gadinggading dengan galar dan balok deck sesuai gambar 19.
4.3.4. Balok Kayu Yang Mengalami Overstress Dari output SAP beberapa elemen mengalami overstress pada pembebanan : 1) Pulang hasil tangkapan penuh dengan beban mati, beban hidup, ombak (1,2 DL+1,6 LL+0,9 WL) pada batang yang overstress dengan memasukkan sebagai shell.dan frame sesuai tabel 36.
99
Tabel 36. Batang yang overstress pada pulang hasil tangkapan penuh dengan memasukkan sebagai shell dan frame (1,2 DL+1,6 LL+0,9 WL) Batang
Shell dan frame
Poros buritan
629,630,1074,1076 967,968, 1078 Tidak ada
Balok
deck 782
Shell Tidak ada
Frame Tidak ada
dekat midship Galar buritan
antara Tidak ada dan
811,812,813, Tidak ada 848,849,850
midship Galar buritan
Tidak ada
880,881,882, Tidak ada 883,886,887, 890,891
Balok
Deck 1058
Buritan Balok
1016,1062,
Tidak ada
1067 atas 837,914,1060,1086 789,825,1063, Tidak ada
buritan
,1087,1088
1072,1085, 1089,1090, 1091
Buritan
Tidak ada
Tidak ada
567
lintang Tidak ada
Tidak ada
721
Tidak ada
Tidak ada
916,917,918,919,
gading-gading ujung Balok
midship Buritan penghubung
920,921,922,923,
gading-gading
927,929
2) Berangkat bekal penuh dengan beban mati, beban hidup, ombak (1,2 DL+1,6 LL+0,9 WL) pada batang dengan memasukkan sebagai shell dan frame sesuai tabel 37. Tabel 37. Batang yang overstress pada berangkat bekal penuh penuh denganmemasukkan sebagai shell dan frame(1,2 DL+1,6 LL+0,9 WL).
100
Batang
Shell dan frame
Shell
Frame
Poros buritan
629, 1074
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
825
Tidak ada
922
917
Tidak ada
Tidak ada
Gading-gading
520
buritan belakang Balok Atas Buritan
Tidak ada
Buritan Penghubung 920,921,923 Gading-Gading Balok
Deck
782
Midship 3) Pulang hasil tangkapan penuh dengan beban mati, beban hidup (1,2 DL+1,6 LL) dengan memasukkan sebagai sebagai shell dan frame sesuai tabel 38. Tabel 38. Batang yang overstress pada pulang hasil tangkapan penuh dengan memasukkan sebagai shell dan frame(1,2 DL+1,6 LL)
Shell dan frame
Batang Buritan
Gading- 567
Shell Tidak ada
Frame Tidak ada
gading ujung Poros buritan
629,630
967,968,
Tidak ada
1074,1076 lintang Tidak ada
Balok
721
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
883,886,887,891
Tidak ada
916
midship Balok deck midship 782
cantlever Galar buritan
880,881,882
Buritan penghubung 916,918,919,92 gading-gading
0,921,922,923,9 27,928,929
Buritan deck
1058
Tidak ada
Tidak ada
Balok atas buritan
837,914
Tidak ada
825,1060,1063
Tidak ada
1086,1089
Balok buritan
atas
galar 1087,1088
101
Balok lintang deck
Tidak ada
Tidak ada
791
Tidak ada
Tidak ada
811,848,849
Tidak ada
Tidak ada
967,968,1074,
buritan Antara galar buritan dan midship Poros buritan
1076
4)
Berangkat hasil bekal penuh dengan beban mati, beban hidup (1,2 DL+1,6 LL) dengan memasukkan sebagai shell dan frame sesuai tabel 39.
Tabel 39. Batang yang overstress pada berangkat bekal dengan memasukkan sebagai shell dan frame(1,2 DL+1,6 LL)
Shell dan frame Shell
Batang
penuh
Frame
Poros buritan
629,1074
Tidak ada
Tidak ada
Balok deck midship
782
Tidak ada
Tidak ada
Gading-gading
Tidak ada
Tidak ada
520
Balok lintang deck Tidak ada
Tidak ada
791
Tidak ada
880,881,882,883
buritan belakang buritan Galar buritan
Tidak ada
,887,890 Penghubung
Tidak ada
Tidak ada
gading-gading pada
917,918,919,920 ,921,922,923
buritan (sambungan antar lambung) Balok atas buritan Balok
atas
Tidak ada
Tidak ada
825,837,914
galar Tidak ada
Tidak ada
1086,1087,1088
buritan 4.3.5. Perkiraan Biaya Kapal Kayu dan Kapal Alternatif.
102
Volume kayu yang dibuat alternatif beton dihitung dan dibandingkan maka volume masing-masing dihasilkan sebagai berikut : 1) Beton pada gading-gading, lunas, linggi buritan dan linggi poros dihasilkan volume sebagai berikut : (1) Gading-gading 2,44 m3. (2) Lunas depan 0,21 m3. (3) Lunas belakang 2,14 m3. (4) Linggi buritan 0,19 m3. 2) Volume kayu hasil perhitungan sebagai berikut (1) Gading-gading 4,06 m3. (2) Lunas 2,35 m3. (3) Linggi buritan 0,47 m3. Perkiraan biaya kapal alternatif dengan kapal kayu dibandingkan tetapi bukan keseluruhan kapal tetapi bagian struktur kapal yang dibuat alternatif yang dibandingkan dengan struktur kapal sebenarnya. Perkiraan biaya tersebut sesuai tabel 40. Tabel 40. Perkiraan Biaya Struktur Kapal Eksisting dan Kapal Alternatif No
Kapal Alternatif Kapal kayu (Rp) , Selisih (Rp)
Keterangan
(Rp),harga 2006 harga 2006 tanpa alat sambung
1
21.837.327
39.280.253
17.445.926
2
39.491.951
64.672.121
25.180.170. dengan alat sambung
4.4. Uji Model Sambungan Model suatu struktur harus dilakukan analisis yang mendalam dan diimbangi oleh kelengkapan alat uji di laboratorium. Hal yang umum dilakukan adalah melakukan simulasi dari bentuk, material, dimensi yang sesungguhnya dan dibandingkan dengan uji model dengan alat uji di laboratorium. Saat ini penulis tidak melakukan hal tersebut, tetapi diharapkan lain waktu dapat dilakukan, mengingat waktu yang dibutuhkan untuk
103
melakukan analisis tersebut cukup lama +/- lima tahun dan alat uji model di laboratorium belum tersedia. Membuat model harus memperhatikan koefisien material, koefisien gaya dan koefisien geometri. Karena model yang sesuai dengan ukuran sebenarnya belum mendapatkan formulanya, maka dibuat dua detail sambungan yang akan dilakukan uji kekedapannya.
Problem pada
kapal kayu yang ada (eksisting) sampai saat ini tidak mungkin kedap total, tetapi untuk mengatasi masuknya air laut dari celah kayu saat ini diatasi dibagian lambung diberi lapisan seng, dicat dengan ter warna hitam sampai batas draft. Model yang diwujudkan adalah 2 (dua) sambungan yaitu : 1)
Sambungan lunas dengan gading-gading kayu dan lambung.
2)
Sambungan gading-gading beton dengan galar kayu dan balok deck kayu. Alat uji untuk kekuatan sambungan dan getaran untuk bentuk
sambungan kapal belum ada walaupun dibuat sambungan yang relatif simpel. Yang dapat dilakukan adalah membuat model sambungan agar menjadi contoh sambungan dari kapal alternatif dan di uji sampai seberapa jauh tingkat kekedapannya. Alat uji standar yang tersedia antara lain : 1) Uji tekan beton berbentuk kubus 15x15x15 cm, selinder tinggi 30 cm, diameter 15 cm. 2) Uji lentur balok beton panjang 50 cm, tebal 15 cm, lebar 15 cm dengan gaya P 20 KN atau 2 ton. 3) Uji lentur balok beton panjang 60 cm, tebal 15 cm, lebar 15 cm dengan gaya P 150 KN atau 15 ton. 4) Uji susut beton dengan benda uji ukuran panjang 50 cm lebar 10 cm, tinggi 10 cm. 5) Uji tarik baja tulangan. 6) Uji tekuk metal. 7) Uji impermeabilitie beton dengan bentuk benda uji beton silinder diameter 15 cm, tinggi 30 cm. 8) Uji lentur balok kayu lebar 8 cm tebal 15 cm. 9) Uji frekwensi beton diameter 215 mm, tinggi 200 mm.
104
Sambungan pada struktur kapal belum ada bentuk yang memadai untuk diuji maka diharapkan kemudian hari ada alat uji sesuai dengan bentu sambungan yang dapat memenuh kriteria sebagai berikut : 1) Kekuatan terhadap lentur, geser, axial tarik, axial tekan dan torsi. 2) Kekuatan terhadap kejut, fatique (kelelahan), pukulan benda tajam. 3) Damping (peredaman). 4) Kekedapan
4.5. Kesimpulan Dari hasil perhitungan dan output komputer menunjukkan hal-hal berikut : 1)
Material kayu kelas II dan beton K 350 memenuhi syarat dan mudah didapat Beton K350 digunakan karena masih bisa dibuat dengan molen / mixer .dengan memperhatikan mutu material dan kebersihan mateial antara lain batu pecah, pasir dan semen yang sesuai standar
SNI
material beton. 2)
Gaya luar dengan memperhitungkan Lampulo Juni 2004 dibuat dengan
ombak berdasarkan data dari
variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6
LL.+ 0,9 WL dan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL dengan memasukkan berat sendiri pada masing-masing elemen struktur. (diberi istilah shell) dan dimasukkan pada struktur (gading-gading, balok deck) dengan istilah frame menunjukkan hasil sebagai berikut : (1). Pada lambung 1} Kapal pulang dengan muatan 100% ,di bagian haluan, midship tegangan tidak melampaui yang dizinkan, lambung buritan tegangan pada sumbu x (S11) ada yang melampaui tegangan yang diizinkan tetapi hanya sedikit. 2} Kapal berangkat dengan bekal penuh, di bagian haluan, midship dan buritan tegangan tidak melampaui yang dizinkan. 3)
Gaya luar dengan memperhitungkan, ombak berdasarkan data dari Lampulo Juni 2004 dibuat variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL.+ 0,9
105
WL dengan memasukkan berat sendiri pada masing-masing elemen struktur (diberi istilah shell) dan struktur gading-gading dan balok deck (diberi istilah frame) menunjukkan hasil pada batang yang mengalami
overstress sebagai berikut : (1) Kapal pulang dengan muatan 100% 1} Poros buritan 4 batang. 2} Balok deck dekat midship 1 batang. 3} Balok deck buritan 1 batang. 4} Balok atas buritan 6 batang. (2) Kapal berangkat dengan bekal penuh 1} Buritan penghubung gading-gading 2 batang. 2} Gading-gading buritan belakang 1 batang. 3} Buritan penghubung gading-gading 3 batang. 4} Balok deck midship 1 batang. 4)
Gaya luar dengan memperhitungkan Lampulo Juni 2004 dibuat dengan
ombak berdasarkan data dari
variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6
LL.+ 0,9 WL dengan memasukkan berat sendiri pada masing-masing elemen struktur. (diberi istilah shell) menunjukkan hasil pada batang yang mengalami overstress sebagai berikut : (1) Kapal pulang dengan muatan 100%. 1} Poros buritan 3 batang. 2} Galar antara buritan dan midship 6 batang. 3} Galar buritan 8 batang. 4} Balok deck buritan 3 batang. 5} Balok atas buritan 8 batang. (1) Kapal berangkat dengan bekal penuh 1} Balok atas buritan 1 batang. 2} Buritan penghubung gading-gading 1 batang. 5)
Gaya luar dengan memperhitungkan Lampulo Juni 2004 dibuat dengan
ombak berdasarkan data dari
variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6
LL.+ 0,9 WL dengan memasukkan berat sendiri dan muatan tetap dan
106
sementara pada gading-gading dan balok deck (diberi istilah frame). menunjukkan hasil pada batang sebagai berikut : (1) Kapal pulang dengan muatan 100%. 1} Buritan gading-gading ujung 1 batang. 2} Balok lintang midship 1 batang. 3} Buritan penghubung gading-gading 10 batang. (2) Pada kondisi berangkat dengan bekal penuh 1} Buritan penghubung gading-gading 1 batang. 6)
Pulang hasil tangkapan penuh dengan beban mati, beban hidup (1,2 DL+1,6 LL) pada batang dengan memasukkan sebagai shell dan frame (1). Kapal pulang dengan muatan 100% 1} Buritan gading-gading ujung 1 batang. 2} Poros buritan 2 batang. 3} Balok deck midship cantlever 1 batang. 4} Galar buritan batang 3 batang. 5} Buritan penghubung gading-gading 9 batang. 6} Buritan deck 1 batang. 7} Balok atas buritan 2 batang. 8} Balok atas galar buritan 2 batang. (2) Kapal berangkat dengan bekal penuh 1} Poros buritan 2 batang.. 2} Gading-gading buritan belakang 1 batang. 3} Buritan penghubung gading-gading 3 batang. 4} Balok deck midship 1 batang.
7)
Pulang hasil tangkapan penuh dengan beban mati, beban hidup (1,2 DL+1,6 LL) pada batang dengan memasukkan sebagai shell (1). Kapal pulang dengan muatan 100%. 1} Poros buritan 4 batang. 2} Balok lintang midship 1 batang. (2) Kapal berangkat dengan bekal penuh. 1} Tidak ada yang overstress.
107
8)
Pulang hasil tangkapan penuh dengan beban mati, beban hidup (1,2 DL+1,6 LL) dengan memasukkan sebagai frame (1). Kapal pulang dengan muatan 100%. 1} Balok memanjang deck haluan 1 batang. 2} Galar antara buritan dan midship 3 batang. 3} Galar buritan 4 batang. 4} Buritan penghubung gading-gading 1 batang. 5} Poros buritan 4 batang. 6} Balok atas buritan 3 batang. 7} Balok atas galar buritan 2 batang. (2) Kapal berangkat dengan bekal penuh 1} Gading-gading buritan belakang 1 batang. 2} Balok memanjang deck haluan 1 batang. 3} Galar buritan 6 batang. 4}Buritan penghubung gading-gading merupakan sambungan antar lambung 7 batang. 5} Balok atas buritan 3 batang. 6} Balok atas galar buritan.
9)
Sambungan dengan baut diameter 19 dan 13 hal ini dimaksudkan pada struktur rangka dengan gaya yang diterima besar menggunakan diameter 19 agar tidak terlalu banyak karena lokasi tidak memadai.
10)
Persyaratan pembesian pada beton masing memenuhi syarat SNI yaitu dengan jarak antara pembesian minimal 2,5 cm dan selimut beton lebih dari 3 cm. Demikian persyaratan baut masih memenuhi syarat yaitu minimal diameter baut.
11)
Uji model dari bentuk sesungguhnya kapal alternatif belum dapat dibuat karena keterbatasan waktu untuk melakukan analisis dan alat ujinya.
12)
Uji sambungan dilakukan hanya pada tingkat kekedapan terhadap semprotan air tekanan tinggi dan ternyata mengalami sedikit rembesan.
108
Biaya dan waktu pelaksanaan kapal eksisting lebih mahal dan lebih lama dibandingkan dengan biaya dan waktu kapal alternatif, ditunjukkan oleh halhal berikut : 1) Volume kayu lebih besar dari valume beton sedangkan harga kayu 1 m3 tepasang mutu kelas I-II enam juta rupiah sedangkan beton K350 dengan pembesian dan acuan multipleks sekitar dua juta rupiah.atau lebih tergantung jumlah baja kg setiap m3 beton. 2) Waktu pelaksanaan kapal eksisting empat bulan, sedangkan waktu pelaksanaan tergantung metode pelaksanaan yang dilakukan. Pelaksanaan kapal tiap elemen saling menunggu yang dimaksud ketergantungan satu elemen dengan elemen lain, sedangkan pelaksanaan kapal alternatif dengan beton precast yaitu beton dicetak sekaligus dengan baut / angkur sudah terpasang dan langsung dipasang .
109
5. KAJIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Kajian Desain Kayu dan Struktur Beton pada Rangka Kapal Pukat Cincin 5.1.1. Perbedaan Desain Kapal Kayu dan Kapal Gabungan Beton, Kayu. Perbedaan desain kapal kayu dan kapal gabungan beton dan kayu menunjukkan sebagai berikut : 1) Kapal gabungan beton dan kayu relatif lebih stabil dibandingkan kapal kayu. 2) Berat kapal kayu relatif hampir sama dengan berat kapal gabungan beton dan kayu karena dimensi beton dihitung dengan membandingkan berat gading-gading, linggi haluan dan lunas kayu terhadap dimensi beton. 3) Kayu yang digunakan dimensi sangat besar sehingga sangat sulit untuk didapat atau akan banyak menggunakan kayu yang seharusnya pohon sebagai pelindung atau hutan lindung yang bukan untuk ditebang, sedangkan material beton relatif mudah didapat terutama di Aceh banyak quarry. 4) Untuk galar atau balok deck yang overstress harus menggunakan kayu dengan balok atau profil susun. 5) Penggunaan gabungan beton dan kayu diharapkan menambah umur pakai kapal (life time). Umur pakai beton bisa mencapai lebih dari 30 tahun asalkan pengecoran beton tidak keropos.
5.2
Perbedaan Struktur Kapal Gabungan Beton dan Kayu pada Kapal Pukat Cincin Struktur gabungan beton dan kayu dengan 2 tipe / kondisi input yaitu dengan beban dimasukkan hanya pada rangka struktur (frame) dan dimasukkan pada masing-masing bagian kapal (shell) yaitu berat sendiri lambung dimasukkan pada lambung demikian juga lunas, linggi, balok deck, galar dimasukkan pada bagian masing-masing dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL +0,9 WL dan 1,2 DL + 1,6 LL.
110
5.2.1. Perbedaan Gaya dan Defleksi Dengan Variasi Pembebanan 1,2 DL+ 1,6 LL+ 0,9 WL Perbedaan memasukkan berat sendiri dan muatan pada masing-masing bagian (shell) dan memasukkan seluruh berat sendiri dan muatan hanya pada gading-gading, balok deck (frame). 1)
Pada kondisi pulang dengan muatan penuh (1) Dengan memasukkan beban pada masing-masing (shell), gaya momen, geser, axial pada lambung lebih besar
pada shell
dibandingkan memasukkan frame. (2) Dengan memasukkan beban pada masing-masing
(shell), gaya
momen,geser,axial pada batang (galar, gading-gading, balok galar) lebih kecil pada shell dibandingkan frame. (3) Defleksi lambung pada haluan, midship dan buritan lebih besar dengan memasukkan shell dibandingkan frame. (4) Defleksi batang (galar, gading-gading, balok galar)
pada haluan,
midship dan buritan lebih besar dengan memasukkan shell dibandingkan frame. 2) Pada kondisi berangkat dengan bekal penuh (1) Dengan memasukkan beban pada masing-masing (shell), gaya momen,geser,axial pada lambung lebih besar
pada shell
dibandingkan memasukkan frame. (2) Dengan memasukkan beban pada masing-masing
(shell), gaya
momen,geser,axial pada batang (galar, gading-gading, balok galar) lebih kecil pada shell dibandingkan frame. (3) Defleksi lambung pada haluan, midship dan buritan lebih besar dengan memasukkan shell dibandingkan frame. (4) Defleksi batang (galar, gading-gading, balok galar)
pada haluan,
midship dan buritan ada yang lebih besar dengan memasukkan shell dibandingkan frame.
111
5.2.2. Perbedaan Gaya dan Defleksi dengan Variasi Pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL Perbedaan memasukkan
beban pada masing-masing (shell) dan
memasukkan seluruh berat dan muatan hanya pada gading-gading, balok deck (frame). 1) Pada kondisi pulang dengan muatan penuh. (1)
Dengan memasukkan beban pada masing-masing (shell), gaya momen,geser,axial lambung lebih kecil dengan pada shell dibandingkan frame.
(2)
Dengan memasukkan beban pada masing-masing
(shell), gaya
momen,geser,axial pada batang (galar, gading-gading, balok galar) lebih kecil pada shell dibandingkan frame. 2) Pada kondisi berangkat dengan bekal penuh. (1) Dengan memasukkan
beban pada masing-masing (shell), gaya
momen,geser,axial pada lambung
lebih besar
pada shell
dibandingkan frame. (2) Dengan memasukkan beban pada masing-masing
(shell), gaya
momen,geser,axial pada batang (galar, gading-gading, balok galar) lebih kecil pada shell dibandingkan frame.
5.3.Sambungan Antara Beton dan Kayu Sambungan antar beton dan kayu telah memenuhi yaitu : 1) Diperhatikan sambungan baut minimal dan jarak yang dipersyaratkan SNI. 2)
Baut yang tertanam di beton (dipasang sebelum beton di cor) sehingga sambungannya monolith.
3) Baut yang tertanam harus dikait dengan pembesian beton , agar pada waktu mengecor baut tidak bergeser atau berpindah tempat. 5.3.1. Sambungan Gading-Gading dan Lambung
112
Sambungan gading-gading dan lambung dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1) Pada kondisi pulang dengan muatan penuh dengan memasukkan pada shell lebih sedikit jumlah baut dari pada memasukkan pada frame. 2) Pada kondisi berangkat dengan bekal penuh dengan memasukkan beban pada shell jumlah baut sama dengan memasukkan beban pada frame. 5.3.2. Sambungan Gading-Gading dan Galar Sambungan gading-gading dan galar dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1) Pada kondisi pulang dengan muatan penuh dengan memasukkan pada
shell jumlah baut lebih banyak dari memasukkan pada frame. 2) Pada kondisi berangkat dengan bekal penuh dengan memasukkan beban pada shell jumlah baut sama dengan memasukkan beban pada
frame. 5.3.3. Sambungan Lunas dan Linggi Sambungan lunas dan linggi hanya dibuat dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL kondisi pulang muatan penuh menunjukkan bahwa perhitungan dengan shell jumlah baut lebih banyak dari perhitungan dengan frame. 5.3.4. Sambungan Lunas dan Gading-Gading Kayu Sambungan lunas dan linggi hanya dibuat dengan variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL kondisi pulang muatan penuh menunjukkan bahwa perhitungan dengan shell jumlah baut sama banyak dari perhitungan dengan frame.
5.4. Defleksi Pada Lunas Perbedaan defleksi pada lunas
menunjukkan perhitungan dengan
shell lebih besar dibanding perhitungan dengan frame tetapi masih lebih kecil dari yang diizinkan. Bila tumpuan hanya pada haluan dan buritan maka defleksi lunas pada midship besarnya 2,0072 cm lebih kecil dari yang diizinkan 5,25 cm (1/400 LOA)
113
5.5.Tegangan Struktur Pada Perhitungan Dengan Shell dan Frame Tegangan struktur kayu pada lambung, galar dan balok deck menunjukkan 1) Pada variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL (1) Kondisi pulang dengan muatan penuh. Pada lambung secara umum tidak mengalami overstress, ada sedikit lambung bawah yang mengalami overstress dibagian buritan
tetapi dapat diatasi dengan menambah balok diantara
gading-gading bawah untuk menerima beban. Beberapa batang (galar, balok deck, balok atas) dengan memasukkan shell dan frame dibagian buritan dan midship mengalami overstress. (2) Kondisi berangkat dengan berangkat bekal penuh. Pada lambung tidak mengalami overstress sedangkan pada dengan memasukkan shell dan frame dibagian buritan mengalami
overstress. Satu batang pada midship mengalami overstress. 2) Pada variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6 LL (1) Kondisi pulang dengan muatan penuh Pada lambung , galar / balok deck tidak mengalami
overstress . (2) Kondisi berangkat dengan berangkat bekal penuh. Pada lambung, galar tidak mengalami overstress. Dengan memasukkan shell dan frame
balok deck
midship dan poros
buritan mengalami overstress, sedangkan dengan memasukkan frame batang (balok memanjang, galar, balok atas ) lebih banyak lagi yang mengalami overstress.
5.6. Pembesian Struktur Beton 5.6.1. Pada Gading-Gading Jumlah pembesian gading-gading lebih banyak pada perhitungan
shell dibanding perhitungan frame. 5.6.2. Pada Lunas
114
Jumlah pembesian lebih besar pada bagian buritan dengan perhitungan shell dibanding perhitungan frame.
5.7.
Perkiraan Biaya dan Waktu Pembuatan Kapal Kayu dan Kapal
Alternatif Struktur kapal alternatif Pukat Cincin (gabungan beton dan kayu) lebih hemat / murah 63,76% dibanding dengan struktur kapal kayu dengan memperhitungkan alat sambung. Bila tidak memperhitungkan alat sambung maka struktur alternatif Pukat Cincin (gabungan beton dan kayu) lebih hemat / murah 79, 89% dibanding dengan struktur kapal kayu.. Perbedaan pembuatan kapal alternatif lebih cepat 100 % dan waktu pembuatan kapal kayu Pelaksanaan kapal kayu yang diamati di galangan kapal rakyat sekitar empat bulan. . Sedangkan kapal alternatif .diperkirakan sekitar dua bulan mengingat metoda pelaksanaan yang dilakukan pengecoran dapat dilakukan sekaligus terutama dalam satu molen harus langsung dicor. Untuk gading-gading kira-kira lima kali pembuatan beton sedangkan lunas dan linggi juga lima kali pembuatan beton karena volume molen beton yang tersedia dipasaran 0,5 m3 dan 0,8 m3.
5.8.
Hasil Uji Sambungan Uji sambungan panjang benda uji 30 cm pada lunas beton berbentuk T dan gading-gading kayu ukuran lebar 8 cm, tinggi 15 cm dengan papan lambung ukuran lebar 20 cm ,tinggi 3cm dengan cara disemprot menunjukan tingkat rembesannya kecil.
115
6. KESIMPULAN dan SARAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini mencakup perbedaan stabilitas kapal kayu dan kapal alternatif (beton digabung kayu)
dan struktur kapal
gabungan beton dan kayu, serta terhadap material yang digunakan kapal penangkap ikan. Kesimpulan terhadap stabilitas yaitu : 1)
Struktur kapal alternatif tidak mengubah kualitas stabilitas kapal eksisting, kedua kapal stabil.
2)
Stabilitas kapal alternatif
relatif lebih stabil dibandingkan stabilitas
kapal kayu (eksisting). Kesimpulan terhadap struktur kapal alternatif (gabungan beton dan kayu). 1)
Struktur kapal alternatif tidak melampaui tegangan izin lentur,geser, torsi, axial pada elemen struktur gading-gading beton, gading-gading kayu, lunas beton, linggi buritan beton, linggi haluan kayu dan sebagian besar balok deck dan galar.
2)
Tegangan batang (galar ,balok deck) pada buritan sebagian kecil mengalami overstress.
3)
Tegangan bekerja pada lambung lebih kecil dari yang diizinkan sehingga memenuhi syarat dengan gading-gading beton jarak satu meter, tetapi ada sebagian kecil lambung bawah yang melampaui yang diizinkan
4)
Pembesian geser relatif tidak diperlukan tetapi tetap digunakan untuk memenuhi syarat beton bertulang dan untuk mengatasi crack.
5)
Sambungan gading-gading dengan lambung digunakan baut 3 D 19, gading-gading dengan galar digunakan baut 3 D13 yang dihasilkan dari perhitungan jumlah baut kondisi pulang muatan penuh dengan
frame. 6)
Sambungan lunas dan linggi haluan digunakan baut 9 D 13 tertanam pada beton dan ditambahkan dynabolt 10 M 12 untuk kemudahan
116
pelaksanaan
selain
menambah
kekuatan.dipasang
perhitungan kondisi pulang muatan penuh
dari
hasil
variasi pembebanan 1,2
DL + 1,6 LL +0,9 WL. dengan shell . 7)
Sambungan lunas dan gading-gading haluan kayu, digunakan baut 2 D 13 perhitungan shell dan frame menghasilkan jumlah baut yang sama pada kondisi pulang muatan penuh
variasi pembebanan 1,2 DL + 1,6
LL +0,9 WL. Kesimpulan terhadap material yaitu 1)
Berat total rangka kapal eksisting / kayu (4488,2 kg ) sebanding atau hampir sama dengan berat total gabungan beton dan kayu (4529,952 kg)
2)
Penggunaan material beton dapat meminimalkan kerusakkan hutan karena penggunaan kayu kapal alternatif (penambahan volume beton 4,98 m3) jauh lebih sedikit dari kapal kayu eksisting. (pengurangan volume kayu 6,88 m3).
3)
Kapal menjadi lebih variatif tanpa mengubah desain bentuk kapal hanya penggunaan material yang berbeda.
4)
Biaya pembuatan kapal alternatif (Rp 64.672.121,-) lebih murah dibanding kapal kayu eksisting.(Rp 39.491.951,-), berdasarkan harga tahun 2006.
5)
Diperkirakan pembuatan kapal alternatif (2 bulan) lebih cepat dari kapal kayu eksisting (4 bulan) karena sambungan antara gading-gading dan lambung dapat dibuat dengan bersamaan dengan terlebih dahulu papan lambung dilubangi. Kesimpulan terhadap benda uji sambungan lunas dan gading-
gading kayu yaitu : 1) Menunjukkan masih terjadi rembesan tetapi hanya sedikit (lembab).
6.2. Saran Saran terhadap stabilitas adalah :
117
1) Struktur gabungan beton dan kayu dapat digunakan sebagai alternatif pembuatan kapal ikan karena stabilitas stuktur gabungan lebih baik dari kapal kayu. Saran terhadap struktur adalah 1) Pada waktu pemasangan baut yang ditanam harus presisi dan terikat kuat supaya tidak berubah tempat pada waktu beton dicor. 2) Sambungan struktur kayu dan beton dengan baut/angkur
ditanam
sebelum dicor dengan diberi pengikat agar baut / angkur yang tertanam tidak bergerak pada waktu pengecoran beton. 3) Defleksi pada kapal ikan sebaiknya dibuat standar. 4) Balok deck dan galar yang melampaui tegangan yang di izinkan dapat diselesaikan dengan balok susun. Yang perlu diperhatikan adalah sambungan balok susun dari bahan yang tahan karat misalkan kayu. Saran terhadap material adalah 1) Penggunaan struktur beton harus menjadi perhatian pihak berwenang dengan membuat peraturan dan standar kapal ikan dari gabungan beton dan kayu mengingat material beton relatif mudah didapat dan saat ini penebangan hutan dibatasi. Selain itu life time beton lebih lama dari kayu. 2) Pembuatan kapal gabungan beton dan kayu harus dengan ketelitian dan presisi yang tinggi. 3) Dudukan mesin harus diberi bantalan yang baik supaya dapat meredam getaran. Selain itu pada lambung buritan mengalami overstress dibagian lambung bawah diberi balok untuk menerima beban. Saran terhadap model benda uji adalah : 1) Sebaiknya tersedia alat uji di laboratorium untuk model kapal alternatif. 2) Sebaiknya ada mahasiswa pasca sarjana yan melakukan penelitian untuk menentukan koefisien geometris, material dan gaya agar bisa dibuat model struktur kapal alternatif.
118
Lampiran 1. Perhitungan Gaya Izin Baut Perhitungan gaya izn yang diterima baut sesuai hasil perhitungan dibawah ini : 3)
Sambungan antara gading-gading beton dan lambung (3)
Terhadap Kayu Terhadap kayu menggunakan D19 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,9 x 20 (1-0,6x1) = 608 kg
atau S=215 (1,9) 2 x (1-
0,35x1) = 505 kg. Maka gaya ijin baut 505 kg Terhadap kayu menggunakan D13 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,3 x 20 (1-0,6x1) = 416 kg
atau S=215 (1,3) 2 x (1-
0,35x1) = 236 kg. Maka gaya ijin baut 236 kg (4)
Terhadap beton pakai baut St 37 . Diperhitungkan cabut dengan demikian gaya cabut adalah momen dibagi jarak
( P cabut
memperhitungkan panjang baut yang masuk beton minimal 9 cm ) Terhadap beton pakai baut St 37 menggunakan baut D 19 dan D 13 Ditinjau dari gaya ijin baut D19 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,9)2 0,58x 1600 =10.528 kg P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,9 x 0,4 x 1,35 x 1600 =1641,6 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 √σbk = 754 kg Ditinjau dari gaya ijin baut D13 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,3)2 0,58x 1600 =4928 kg P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,3 x 0,4 x 1,35 x 1600 =1123,2 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 σ√bk = 418 kg 6)
Sambungan antara gading-gading beton dan galar (8/15) (1)
Terhadap Kayu Terhadap kayu menggunakan D19 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2
119
S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,9 x 20 (1-0,6x1) = 608 kg
atau S=215 (1,9) 2 x (1-
0,35x1) = 505 kg. Maka gaya ijin baut 505 kg Terhadap kayu menggunakan D13 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,3 x 20 (1-0,6x1) = 416 kg
atau S=215 (1,3) 2 x (1-
0,35x1) = 236 kg. Maka gaya ijin baut 236 kg (2)
Terhadap beton pakai baut St 37 . Diperhitungkan cabut dengan demikian gaya cabut adalah momen dibagi jarak
( P cabut
memperhitungkan panjang baut yang masuk beton minimal 9 cm ) Terhadap beton pakai baut St 37 menggunakan baut D 19 dan D 13 Ditinjau dari gaya ijin baut D19 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,9)2 0,58x 1600 =10.528 kg P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,9 x0,4 x 1,35 x 1600 =1641,6 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 √σbk = 754 kg Ditinjau dari gaya ijin baut D13 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,3)2 0,58x 1600 =4928 kg P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,3 x 0,4 x 1,35 x 1600 =1123,2 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 σ√bk = 418 kg 7) Sambungan lunas dan linggi haluan (25/35) (1)
Terhadap Kayu Terhadap kayu menggunakan D19 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,9 x 20 (1-0,6x1) = 608 kg
atau S=215 (1,9) 2 x (1-
0,35x1) = 505 kg. Maka gaya ijin baut 505 kg Terhadap kayu menggunakan D13 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,3 x 20 (1-0,6x1) = 416 kg
atau S=215 (1,3) 2 x (1-
0,35x1) = 236 kg. Maka gaya ijin baut 236 kg
120
(2)
Terhadap beton pakai baut St 37 . Diperhitungkan cabut dengan demikian gaya cabut adalah momen dibagi jarak
( P cabut
memperhitungkan panjang baut yang masuk beton minimal 9 cm ) Terhadap beton pakai baut St 37 menggunakan baut D 19 dan D 13 Ditinjau dari gaya ijin baut D19 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,9)2 0,58x 1600 =10.528 kg P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,9 x 0,4 x 1,35 x 1600 =1641,6 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 √σbk = 754 kg Ditinjau dari gaya ijin baut D13 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,3)2 0,58x 1600 =4928 kg P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,3 x 0,4 x 1,35 x 1600 =1123,2 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 σ√bk = 418 kg 8) Sambungan lunas (17/30)dan gading-gading kayu (8/15) (1) Terhadap Kayu Terhadap kayu menggunakan D19 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,9 x 8 (1-0,6x 1/2√2) = 350,05 kg atau S=215 (1,9) 2 x (1-0,35x1/2√2) = 584,07 kg. Maka gaya ijin baut 350,05 kg Terhadap kayu menggunakan D13 Merupakan sambungan tampang satu untuk kayu kelas 2 S=40 d1 b (1-0,6 sin α ) atau S=215 d2 (1-0,35 sin α ) Maka S = 40 x1,3 x 8 (1-0,6x1/2√2) = 239,5061474 k g atau S=215 (1,3) 2 x (1-0,35x1/2√2) = 273,4254629 kg .Maka gaya ijin baut 239,5 kg =3989/(8)=498,625 (2)
498,625/239,5
Terhadap beton pakai baut St 37 . Diperhitungkan cabut dengan demikian gaya cabut adalah momen dibagi jarak
( P cabut
memperhitungkan panjang baut yang masuk beton minimal 9 cm ) Terhadap beton pakai baut St 37 menggunakan baut D 19 dan D 13 Ditinjau dari gaya ijin baut D19 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,9)2 0,58x 1600 =10.528 kg
121
P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,9 x 0,4 x 1,35 x 1600 =1641,6 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 √σbk = 754 kg Ditinjau dari gaya ijin baut D13 P geser = π Ø2 0,58σ = π (1,3)2 0,58x 1600 =4928 kg P tumpu = Ø t 1,35 σ = 1,3 x 0,4 x 1,35 x 1600 =1123,2 kg P cabut = π Øx L baut x 0,75 σ√bk = 418 kg
122 ISTILAH dan SIMBOL After perpendicular (AP) garis tegak lurus pada perpotongan antara Lwl pada bagian buritan kapal atau poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi. B (Breadth) : lebar kapal terlebar yang diukur dari sisi luar kapal yang satu ke sisi lainnya. Cb (Coefficient of Block) menunjukkan perbandingan antara nilai kapasitas displacement kapal dengan volume bidang empat persegi panjang yang mengelilingi tubuh kapal. Nilai Cb akan lebih kecil dari satu. Cө (Coefficient of Midship) menunjukan perbandingan luas area penampang melintang tengah kapal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Nilai Cө akan lebih kecil dari satu. Cp(Coefficient of Prismatics) menunjukkan perbandingan antara kapasitas displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dengan panjang kapal. Nilai Cp juga dapat diperoleh dengan membandingkan dengan nilai Cb dan Cө. Cvp (Coefficient of Vertical Prismatic) menunjukkan perbandingan kapasitas displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area waterline dengan draught kapal. Cw (Coefficient of Waterplane) menunjukkan perbandingan luas area penampang membujur tengah kapal dengan empat persegi panjang pada penampang membujurnya. D (depth) : dalam / tinggi kapal yang diukur mulai dari dek terendah hingga ke bagian bagian kapal terbawah. d (draft) : dalam : sarat kapal yang diukur dari Lwl hingga ke badan kapal terbawah atau lunas bagian atas. fore perpendicular (FP) : garis tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Gross tonnage kapal (GT) (ton) Inersia Horse Power : IHP : Jarak antar ordinat (s) Length over all (Loa) : panjang seluruh kapal yang diukur dari bagian paling ujung buritan hingga bagian paling ujung dari haluan kapal, Panjang total kapal (meter). Lpp (length perpendicular) : panjang kapal antara dan fore perpendicular (FP) . Lw (Length of water line) : panjang garis air yang diukur antara titik perpotongan Lwl pada badan kapal bagian buritan dan badan kapal bagian huluan. Load water line (Lwl) : garis air (wl) pada kondisi kapal penuh. Biasanya tinggi Lwl sama dengan tinggi draft (d).
123 Restoring force (c) (ton/meter ): gaya yang bekerja mengembalikan kapal pada kondisi seimbang setelah posisi kapal berubah oleh gaya eksternal. Ton Displacement (Δ) (kg) : berat badan kapal yang terendam dalam air Volume displacement (▼) (m3) : Volume badan kapal yang terendam dalam air Wl (water line), merupakan garis air sebagai batas kapal terendam air. Pada kapal, wl berbentuk garis lurus tampak depan dan samping dan berbentuk kurva tamak atas.
`
Lampiran 2. Rencana Anggaran Biaya Struktur Kapal Kayu dan Kapal Alternatif tanpa Memperhitungkan Biaya Sambungan
NO.
ITEM PEKERJAAN
111
VOLUME UNITARGA SATUA SUB TOTAL (Rp.) (Rp.)
I. PEKERJAAN BETON 1 Gading Gading 60/150 Tul pokok 2 ø 13 Tul bagi ø 8 - 150 Cor beton Bekisting Baut untuk lambung dan galar (baut d1/2"-8 cm 2 Lunas Depan 250/500 Tul pokok 5 ø 16 Tul bagi ø 8 - 100 Cor beton Bekisting Angkur +plat 4 mm Dynabolt + plat 4 mm 3 Lunas Belakang 170/500 Tul pokok 6 ø 16 Tul bagi ø 8 - 100 Cor beton Bekisting 3 Linggi Buritan 130/250 Tul pokok 4 ø 10 Tul bagi ø 8 - 150 Cor beton Bekisting
564,22 142,59 2,44 75,81 0,00
Kg Kg M3 M2 pc
14.000 10.000 850.000 27.000 5.083
7.899.110 1.425.897 2.071.161 2.046.794 0
13,41 6,72 0,21 2,55 0,00 0,00
Kg Kg M3 M2 pc pc
14.000 10.000 850.000 27.000 6.188 9.282
187.782 67.150 180.625 68.850 0 0
238,40 133,28 2,14 29,46
Kg Kg M3 M2
14.000 10.000 850.000 27.000
3.337.659 1.332.777 1.819.255 795.436
14,31 12,22 0,19 4,41
Kg Kg M3 M2
14.000 10.000 850.000 27.000
200.402 122.187 160.225 119.016
TOTAL (Rp.)
21.834.327 II. 1 2 3 4 5 6
PEKERJAAN KAYU Gading Gading 10/15 Paku ke l;ambung (lath nail), baut ke galar Lunas 25/35 Baut ke lambung Linggi Buritan 23/35 baut ke lunas
4,06 0,00 2,35 0 00 0,00 0,47 0,00
M3 kg M3 kg M3 pc
6.000.000 72.800 5.250.000 72 800 72.800 5.500.000 5.083
24.366.600 0 12.345.703 0 2.567.950 0 39.280.253
REKAPITULASI
I. PEKERJAAN BETON
Rp.
21.834.327
II. PEKERJAAN KAYU
Rp.
39.280.253
Rp.
17.445.926
SELISIH
Lampiran 3. Rencana Anggaran Biaya Struktur Kapal Kayu dan Kapal Alternatif dengan Memperhitungkan Biaya Sambungan
NO.
ITEM PEKERJAAN
112
VOLUME UNITARGA SATUA SUB TOTAL (Rp.) (Rp.)
I. PEKERJAAN BETON 1 Gading Gading 60/150 Tul pokok 2 ø 13 Tul bagi ø 8 - 150 Cor beton Bekisting Baut untuk lambung dan galar (baut d1/2"-8 cm 2 Lunas Depan 250/500 Tul pokok 5 ø 16 Tul bagi ø 8 - 100 Cor beton Bekisting Angkur +plat 4 mm Dynabolt + plat 4 mm 3 Lunas Belakang 170/500 Tul pokok 6 ø 16 Tul bagi ø 8 - 100 Cor beton Bekisting 4 Linggi Buritan 130/250 Tul pokok 4 ø 10 Tul bagi ø 8 - 150 Cor beton Bekisting
564,22 142,59 2,44 75,81 3.431,25
Kg Kg M3 M2 pc
14.000 10.000 850.000 27.000 5.083
7.899.110 1.425.897 2.071.161 2.046.794 17.441.044
13,41 6,72 0,21 2,55 20,00 10,00
Kg Kg M3 M2 pc pc
14.000 10.000 850.000 27.000 6.188 9.282
187.782 67.150 180.625 68.850 123.760 92.820
238,40 133,28 2,14 29,46
Kg Kg M3 M2
14.000 10.000 850.000 27.000
3.337.659 1.332.777 1.819.255 795.436
14,31 12,22 0,19 4,41
Kg Kg M3 M2
14.000 10.000 850.000 27.000
200.402 122.187 160.225 119.016
TOTAL (Rp.)
39.491.951 II. 1 2 3 4 5 6
PEKERJAAN KAYU Gading Gading 10/15 Paku ke l;ambung (lath nail), baut ke galar Lunas 25/35 Baut ke lambung Linggi Buritan 23/35 baut ke lunas
4,06 343,13 2,35 5,04 0,47 9,00
M3 kg M3 kg M3 pc
6.000.000 72.800 5.250.000 72.800 5.500.000 5.083
24.366.600 24.979.500 12.345.703 366.621 2.567.950 45.747 64.672.121
REKAPITULASI
I. PEKERJAAN BETON
Rp.
39.491.951
II. PEKERJAAN KAYU
Rp.
64.672.121
Rp.
25.180.170
SELISIH
124 Lampiran 5. Terminologi Arah x,y,z : arah x searah panjang kapal, arah y adalah arah vertical dan arah z searah lebar kapal. Kapal Alternatif adalah kapal penangkap ikan dengan struktur gabungan beton dan kayu DL = Dead load adalah berat sendiri ditambah dengan berat finishing LL = Live load adalah berat awak kapal ditambah dengan bekal , hasil tangkapan , alat tangkap, alat bantu misalkan bumb WL = Wave load adalah gaya ombak yang harus diterima badan kapal Muatan/ beban sementara adalah beban yang tidak menetap yaitu ombak. Dalam penelitian muatan sementara adalah semua beban yang ada di kapal ikan pada saat operasional sehingga variasi pembebanan yaitu 1,2 DL + 1,6 LL + 0,9 WL Muatan/ beban tetap adalah beban yang menetap selama kapal operasional yaitu berat sendiri, berat finishing, bekal, hasil tangkapan, awak kapal, alat tangkap, alat bantu. Variasi pembebanan yaitu 1,2 DL + 1,6 LL Shell digunakan untuk membedakan dengan frame karena berat sendiri lambung dimasukkan ke lambung pada package program sedangkan frame berat sendiri lambung dimasukkan pada gadinggading. Shell dalam pengertian mekanika teknik adalah sruktur yang kerangka dan kulitnya diperhitungkan sebagai satu kesatuan tiga dimensi. Portal (frame) : Batang vertikal dan horizontal yang dihubungkan membentuk rangkaian dua dimensi atau tiga dimensi. Rangka (truss) : Batang saling dikaitkan dengan titik buhul (joint) sendi dan batang yang saling terkait biasanya membentuk segitiga-segitiga Range pada haluan adalah ¼ panjang total kapal (LOA) ikan dari bagian depan Range pada midship adalah ½ panjang (setelah haluan) total kapal ikan (LOA) Range pada buritan adalah ¼ panjang total kapal ikan dari bagian belakang (LOA) Perletakan tiga dimensi dan lambangnya Rol (0,0,1) adalah pergeseran arah z ditahan sedangkan pergeseran arah x ,y dan putaran atau momen tak ditahan atau free Sendi (1,1,1) adalah pergeseran arah x, y,z ditahan sedangkan putaran atau momen tak ditahan atau free