PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN–BIOINDUSTRI BERKELANJUTAN PELUANG DAN TANTANGANNYA Robert Manurung Kelompok Keahlian Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk – Institut Teknologi Bandung Anggota Tim Perumus Strategi Induk Pembangunan Pertanian Republik Indonesia
ABSTRAK Sejak Konferensi PBB tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro (Earth Summit), dunia telah melihat kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun mengorbankan sumber daya alam, keadilan sosial dan kesejahteraan sebagian besar manusia. Sebagai hasil dari alur pertumbuhan ekonomi tersebut, dunia kemudian menghadapi krisis secara bersamaan yang mencakup keseluruhan pilar keberlanjutan, pemanasan global, penipisan atau degradasi modal alam, tingkat polusi yang tinggi secara terus‐ menerus, angka pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang meluas, peningkatan berbagai jenis penyakit, ketimpangan sosial. Krisis tersebut saling terkait dengan jelas ketika sumber daya alam hancur, pembangunan ekonomi dan keadilan sosial menjadi semakin sulit untuk dapat diwujudkan. Esensi pertanian adalah mewadahi berlangsungnya proses fotosintesis atau memanfaatkan (harness) transformasi energi elektromagnetik sinar matahari menjadi energy kimiawi di dalam biomassa tanaman pertanian. Oleh karenanya budidaya pertanian dan pengolahannya seyogyanya meminimalkan penggunaan input eksternal dari sumber lain yang ketersediaannya terbatas (fossil), tapi sebaliknya mengembalikan peran tanaman sebagai produser utama (primary producer ) sumber daya hayat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pangan, bio‐produk non pangan dan bio‐energi secara berkelanjutan. Pembangunan sistem pertanian–bioindustri terpadu yang dilaksanakan dengan memperhatikan daur ulang biogeokimiawi nutrisi tanaman dapat mendukung ekosistem yang harmonis dan menyediakan jasa lingkungan secara berkelanjutan. Pertanian pada hakikatnya mentransformasikan (memanfaatkan‐harness atau memanen‐harvest) energi sinar matahari menjadi energi kimiawi di dalam biomassa tanaman. Oleh karena itu budidaya tanaman (agriculture) merupakan sarana dan peluang yang utama untuk melakukan pembangunan inklusif dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Solusi berbasis lingkungan alam (nature ‐based solution) merupakan fondasi dalam menjamin ketersediaan air, energi dan pangan secara berkelanjutan. Kata kunci: pertanian, bioindustri, berkelanjutan, aneka kacang dan umbi
ABSTRACT The development of sustainable bio-industrial agriculture system: opportunity and challenge. Since the UN Conference in 1992 about The Environment and Development in Rio de Janeiro (Earth Summit), the world has sawn the extensive progress in economic growth but at the same time it has sacrificed natural resources, social justice and welfare of most humankind. As a result of that economic growth, the world then is facing the simultaneous crisis that include the whole pillars of the continuity, global warming, degradation of natural resources, continuous high pollution level, high unemployment figure, global poverty, the incidence of various diseases, and the social imbalance. These crisis’s are clearly relate to each other when the natural resources are destroyed, the development of economics and social justice is becoming more difficult to be realized. The essence of agriculture is facilitate the photosynthesis process or harness the transformation of electromagnetic energy of the sun shine to chemical energy stored in the
32
Manurung: Peluang dan Tantangan Pengembangan Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan
biomass of the plant. Therefore, the agricultural cultivation and its processing are necessarily minimize the external input use from the source that its availability is limited (fossil), but return the role of the crops as the main producer (primary producer) of life resources that can be used as foodstuff, non food bio-product, and sustainable bio-energy. Development of integrated bio-industrial agriculture system that is carried out by thoroughly considering the recycle of biogeochemical nutrition of the crops can support the harmonious ecosystem and continuously provide the environmental service. The essence of agriculture is transforming (harness or harvest) of sun shine energy becomes chemical energy in the crop biomass. So, the plant cultivation (agriculture) is as a means and the main opportunity to carry out the inclusive and continuous development in all over Indonesia territory. The solution with environmental base (natural based solution) is the foundation in guaranteeing the availability of water, energy and food continuously. Keywords: agriculture, bio-industry, sustainable, legumes and tubers crops
PENDAHULUAN Sejak Konferensi PBB tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro (Earth Summit), dunia telah melihat kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun mengorbankan sumber daya alam, keadilan sosial dan kesejahteraan sebagian besar manusia. Sebagai hasil dari alur pertumbuhan ekonomi tersebut, dunia kemudian menghadapi krisis secara bersamaan yang mencakup keseluruhan pilar keberlanjutan: pemanasan global, penipisan atau degradasi modal alam, tingkat polusi yang tinggi secara terus-menerus, angka pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang meluas, peningkatan berbagai jenis penyakit, ketimpangan sosial. Krisis tersebut saling terkait dengan jelas: ketika sumber daya alam hancur, pembangunan ekonomi dan keadilan sosial menjadi semakin sulit untuk dapat diwujudkan. Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB 2012 (Konferensi Rio +20) menilai telah banyak negara di berbagai kawasan dunia yang mengambil tindakan pembangunan yang berwawasan pilar lingkungan, sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Namun pertimbangan terhadap perbaikan kualitas hidup bagi semua (inclusive) masyarakat secara merata masih jauh dari memadai. Oleh karena itu, dimensi manusia yang merupakan inti dari paradigma pembangunan inklusif mengharuskan dilakukan transformasi dari pembangunan “berkelanjutan” yang dipraktikkan saat ini. Keberlanjutan yang diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka mengandung makna perbaikan kualitas hidup bagi semua (generasi sekarang dan generasi berikutnya dan juga spesies lainnya) dalam lingkup batasan daya dukung bumi dan daya laju regenerasi alamiah. Keberlanjutan memiliki pilar: keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial (ecological or environmental, economic and social sustainability). Keberlanjutan harus dipahami sebagai tiga pilar yang saling terkait dan saling memperkuat (bersinergi) yang tidak bisa berfungsi jika dipandang sebagai elemen yang saling berkompetisi. Keadaan saling keterkaitan dan sinergitas (nexus) di antara ketiga pilar ekonomi, diilustrasikan pada Gambar 1. Ketika ‘bio-economy’ yaitu nexus dari pilar 'ekonomi' dan 'lingkungan' dikombinasikan dengan ‘pertumbuhan inklusif’ yaitu nexus dari pilar 'ekonomi' dan 'sosial' akan dihasilkan ‘triple win’ yaitu nexus dari ketiga pilar lingkungan, ekonomi dan sosial. Mengidentifikasi peluang dan hambatan, penetapan kebijakan serta pemilihan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
33
pembiayaan untuk mewujudkan kegiatan ‘triple win’ merupakan langkah yang harus ditempuh dalam pencapaian pembangunan inklusif dan berkelanjutan yang seutuhnya.
Gambar 1. Pembangunan Berkelanjutan dan ‘triple win’ pertumbuhan ekonomi.
Esensi pertanian adalah mewadahi berlangsungnya proses fotosintesis atau memanfaatkan (harness) transformasi energi elektromagnetik sinar matahari menjadi energi kimiawi di dalam biomassa tanaman pertanian. Oleh karenanya budidaya pertanian dan pengolahannya seyogyanya meminimalkan penggunaan input eksternal dari sumber lain yang ketersediaannya terbatas (fossil), tapi sebaliknya mengembalikan peran tanaman sebagai produser utama (primary producer) sumber daya hayati yang dapat digunakan sebagai bahan baku pangan, bio-produk non pangan dan bio-energi secara berkelanjutan. Oleh karena itu pertanian berkelanjutan pada masa depan harus mampu mencapai sasaran memaksimalkan manfaat yang dapat diperoleh secara menyeluruh (holistic) dari pertanian bagi pemenuhan kebutuhan produk primer (consumptive) dan dari jasa ekosistem (non-consumptive) bagi semua masyarakat secara merata. Untuk mencapai kedua manfaat tersebut secara bersamaan harus dikembangkan pertanian akurat (precision agriculture ) melalui penerapan beragam inovasi yang didasarkan pada pengetahuan tentang ekosistem, budaya dan kearifan lokal dari setiap hamparan pertanian di suatu wilayah dan dilandasi sains yang mampu mengungkap pemahaman mendasar tentang agroekologi, proses dan siklus biogeokimia, transformasi tenaga surya, efisiensi nutrisi dan air, pemuliaan benih, pengendalian hama dan penyakit dan lainnya.
PERTANIAN DAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Untuk menjaga lingkungan berkelanjutan yang diwujudkan melalui pemeliharaan ekosistem agar tetap berfungsi baik sebagai ‘sumber’ dari input maupun sebagai ‘resapan’ bagi limbah, terlebih dahulu perlu dicermati dan dipahami pengertian mendasar dari ekosistem seperti definisi dan ciri ekosistem berikut ini. Ekosistem adalah sistem ekologi, saling ketergantungan komunitas makhluk hidup yang berperan mendaur ulang zat sewaktu energi mengalir melalui suatu luasan tertentu yaitu lingkungan alam di sekitarnya. Ciri utama dari suatu ekosistem adalah: ekosistem terdiri dari organisme hidup (biotik) dan bagian tidak hidup (abiotik); energi mengalir (bertransformasi) melalui organisme di dalam 34
Manurung: Peluang dan Tantangan Pengembangan Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan
ekosistem; zat didaur-ulang oleh ekosistem; ekosistem yang stabil memenuhi keseimbangan di antara populasinya; ekosistem selalu dinamik, tidak menetap tetapi berubah dengan waktu. Dari definisi dan ciri di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ekosistem yang harmonis akan lestari apabila komunitas hayati (produser, konsumer dan dekomposer) yang beragam dan seimbang dapat hadir secara bersamaan dan berinteraksi serta saling terhubungkan dan saling bergantung satu sama lain sehingga dimungkinkan terjadi daur ulang zat saat aliran (transformasi) energi berlangsung melalui organisme di dalam kawasan alam suatu ekosistem. Mekanisme transformasi energi dari sumber utama (matahari) ke organisme, melalui komunitas organisme di dalam ekosistem, dan dari dalam ke luar ekositem masih relatif kurang diperhatikan dan dikaji dibanding replikasi genetika. Kajian tentang transformasi energi sama pentingnya dengan kajian genetika, karena pada hakikatnya: kehidupan harus dipandang, pada tingkat yang paling mendasar, sebagai fenomena transformasi energi yang sama pentingnya dengan fenomena replikasi genetika, (“Life must be regarded, at the deepest level, as a matter as much of energy transformation as of genetic replication)”- (Wicken 1987). Secara lebih umum sosok sistem pertanian yang berkelanjutan bergantung pada jasa daya dukung (Supporting Services) ekosistem yang terdiri dari: Jasa Provisi Hayati (Provisioning Services), Jasa Pengendalian Siklus Alam (Regulating Services) dan Jasa Kultural (Cultural Services). Ketiga komponen jasa daya dukung tersebut berperan saling terkait dengan tingkat sumbangan yang berbeda bagi pemenuhan unsur pokok kesejahteraan masyarakat. Kecenderungan perubahan komponen jasa daya dukung tersebut perlu dicermati sebagai landasan membangun dan mengevaluasi sosok pertanian yang mampu menyediakan secara bersamaan produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan produk primer ( food, feed, fibre, fuels) dan jasa eksosistem lainnya.
SISTEM PERTANIAN–BIOINDUSTRI TERPADU BERKELANJUTAN Pemanfatan produk pertanian untuk konsumsi (pangan, pakan, bahan baku industri dan energi) secara berkelanjutan hanya dapat terwujud jika pemanfatan tersebut tidak mengabaikan kesehatan lahan di mana tanaman tersebut berasal. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan keseluruhan komponen biomassa dengan cermat dapat dimanfatakan untuk konsumsi sementara mineral dan bahan-bahan organik yang esensial bagi tanaman dapat didaur-ulang merupakan keharusan untuk menjaga pertanian berkelanjutan. Dengan kata lain, pengertian pertanian berkelanjutan seperti disebutkan di atas mengandung makna meningkatkann efisiensi penggunaan nutrisi (increasing nutrient use efficiency) dan meminimalkan penggunaan input eksternal khususnya bahan dan energi fosil di sektor pertanian (net-zero consumption of fossil energy in agricultural sector).
1. Peningkatan Pendapatan Pelaku Usaha Tani Di masa mendatang di samping menjadi penghasil utama bahan pangan, pertanian dalam artian luas juga dituntut menjadi sektor penghasil bahan baku non-pangan pengganti bahan baku hidro-karbon yang berasal dari fossil untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi khususnya bioenergi. Pembangunan bio-industri yang dekat dengan sumber biomassa merupakan langkah awal strategis meningkatkan nilai tambah hasil Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
35
pertanian dan sekaligus mengurangi ketergantungan pengolahan hasil pertanian pada energi fossil melalui pemanfaatan ‘limbah’ pertanian sebagai sumber energi untuk pengolahan serta memudahkan siklus unsur hara budidaya pertanian yang dapat mengurangi biaya untuk pengadaan input nutrisi eksternal. Dengan sistem pertanian–bioindustri terpadu, peningkatan pendapatan pelaku usaha tani dapat diwujudkan sebagai landasan sangat penting dalam membangun pemahaman dan keyakinan pelaku usaha tani tentang peran strategis dan dampak positif yang diberikan sistem pertanian-bioindustri terpadu dalam menopang sistem pertanian yang berkelanjutan.
2. Biorefinery dan Siklus Biogeokimiawi (Biogeochemical Cycles) Biomassa terdiri dari kumpulan makromolekul (karbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleat) dan bagian lignoselulosik yang sering dianggap sebagai limbah pertanian. Skema inovatif dan strategis yang harus diterapkan dalam menopang keberlanjutan pertanianbioindustri adalah pengolahan produk utama (yang mengandung makro molekul) dan produk samping lignoselulosa budidaya pertanian untuk menghasilkan berbagai bioproduk (material dan energi) dengan nilai tambah yang tinggi dengan input energi dan bahan eksternal yang serendah mungkin (konsep biorefinery). Pengolahan dilakukan dengan mempersyaratkan kemudahan pengembalian unsur nutrisi tanaman ke lahan pertanian asal biomassa (Biogeochemical Cycles). Pengembalian unsur nutrisi ke lahan pertanian dapat meningkatkan produktivitas lahan dan menurunkan input unsur hara eksternal serta menjaga keselarasan interaksi tanaman dengan lingkungan khususnya dengan komunitas organisme yang menunjang keberlanjutan sistem ekologi di sekitar pertanian tersebut. Pengolahan biomassa terpadu untuk menghasilkan berbagai produk yang memiliki nilai tambah tinggi merupakan landasan dalam mewujudkan keberhasilan pengembangan sistem pertanian- bioindustri berkelanjutan.
3. Bioindustri (Material dan Energi): Primary Processing dan Secondary Processing Selain keterpaduan spasial dan keterpaduan budidaya dan pengolahan seperti diuraikan di atas, keberhasilan bio-industri berkelanjutan juga ditentukan keterpaduan antara pengolahan primer (primary processing) dan pengolahan sekunder (secondary processing), yang dapat berskala kecil ataupun besar. Primary processing merupakan pengolahan biomassa hasil panen sampai menjadi produk antara berupa komponen kasar makromolekul. Sedangkan secondary processing kemudian akan memurnikan atau mengolah lanjut produk Primary processing menjadi produk makro molekul yang memenuhi karakteristik dan spesifikasi tertentu atau menjadikannya menjadi bio-produk bernilai tambah tinggi. Secondary processing sebaiknya dikelola pelaku yang memiliki akses pada pasar sehingga menjadi mitra yang memberi kepastian pasar bagi produk Primary processing, dan selanjutnya Primary processing menjadi mitra yang memberi kepastian pasar bagi produk hasil pertanian. Kemitraan seperti ini belum lazim diterapkan di Indonesia, namun seperti diuraikan sebelumnya keberlanjutan produktivitas pertanian sangat tergantung dari peran interaksi beragam komunitas hayati yang sangat tinggi di lahan pertanian. Demikian juga semestinya berlaku bagi usaha pengolahan berbasis biomassa yang harus menjaga dan menjamin keterlibatan dan interaksi beragam para pelaku usaha untuk menjamin keberlangsungan rantai pasok (supply chain) dan rantai nilai (value chain) produk pertanian.
36
Manurung: Peluang dan Tantangan Pengembangan Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan
Untuk menjamin keberlangsungan dan keberhasilan usaha bio-industri, keterlibatan dan interaksi para pelaku usaha rantai pasok dapat diwujudkan melalui integrasi antara primary processing yang relatif berskala kecil dan secondary processing dengan skala relatif lebih besar. Memadukan industri kecil dan besar dapat meminimalisir kelemahan dan memaksimalkan kekuatan masing-masing. Indusri kecil dapat diwujudkan dengan industri yang menetap (fixed) tapi juga dapat diwujudkan dengan indusri yang bergerak (mobile). Keterpaduan industri kecil dan besar dapat dalam berbagai bentuk usaha kerjasama dan disesuaikan dengan kekhususan lokasi dan bahan bioindustri.
4. Peta Jalan Menuju Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan di Indonesia Dalam payung umum platform biorefinery, beberapa kemungkinan platform spesifik yang dapat ditempuh menuju pertanian-bioindustri terpadu adalah: “sugar platform”, “biogas platform”, “carbon-rich chain platform”, dan “thermochemical platform” serta “plant products platform”. Peta jalan sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan untuk Indonesia sebaiknya dimulai dengan “sugar platform” yaitu industri berbasis pati, melalui pengembangan industri yang sudah ada dan tersebar di berbagai daerah di pulau Jawa dan Sumatera. Keterpaduan antara pertanian penghasil pati dan bioindustri “sugar platform”, yang dirangkai dengan keterlibatan “biogas platform” sebagai penghasil sumber energi dari dekomposisi limbah biomasssa, akan dapat meningkatkan perekonomian dan keberlanjutan usaha ini dan pertanian pendukungnya. Paralel dengan alur pengembangan “sugar platform”, pengembangan industri alur proses “carbon-rich chain platform” juga sudah harus diperluas. Carbon-rich chain platform menggunakan minyak nabati alami (lipida) seperti minyak sawit, kedelai, jagung, kanola, jarak dan alga sebagai bahan baku dan sudah digunakan sebagai platform chemicals dalam proses biorefinery untuk menghasilkan berbagai turunan di negara maju. Meningkatkan keragaman sumber lipida dari berbagai jenis tanaman (termasuk aneka kacang) secara bertahap dan berjenjang juga harus dilakukan secara parallel dengan peningkatan produktivitas kelapa sawit rakyat. Alur proses “thermochemical platform” yang mengkonversi bahan dari dua alur platform yang disebut sebelumnya (produk antara) dapat dimulai sedini mungkin sejak jumlah produk antara tersebut memadai memasok kebutuhan bahan baku industri hilir “thermochemical platform” yang umumnya memilki skalanya yang relatif besar. Alur proses “plant products platform” ditempuh melalui rekayasa genetika atau pengendalian lingkungan, sehingga varietas tanaman tertentu dapat memproduksi metabolit sekunder (secondary metabolit) meskipun secara alami mungkin tidak diproduksi. Hal ini mempermudah dan mempersingkat alur proses konsep biorefinery karena proses tersebut terjadi pada tanaman itu sendiri, bukan di suatu pabrik industri. Peta jalan pengembangan alur ini tidak tergantung dari tiga alur platform yang telah disebutkan sebelumnya, sebaliknya pengembangan dan keberhasilan sedini mungkin melalui alur ini akan memberi kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan bio-industri karena mempermudah dan mempersingkat produksi bioproduk yang diinginkan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
37
D. PELUANG DAN TANTANGAN PERTANIAN-BIOINDUSTRI BERKELANJUTAN 1. Pembangunan Pertanian Inklusif dan Berkelanjutan Seperti disampaikan sebelumnya, esensi pertanian adalah memanfaatkan atau memanen (harness) sumber utama energi bagi kehidupan yaitu energi elektromagnetik sinar matahari menjadi energi kimiawi di dalam biomassa tanaman pertanian. Karena lokasi Indonesia yang berada di khatulistiwa, energi matahari yang tersedia secara merata pada seluruh permukaan bumi dan bagi seluruh masyarakat Indonesia merupakan berkat dan landasan yang paling hakiki sebagai peluang penerapan pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Oleh karena itu budidaya tanaman (agriculture) merupakan sarana dan peluang yang utama untuk melakukan pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Model pembangunan inklusif yang kita butuhkan saat ini harus mampu menghubungkan isu-isu kunci meliputi: pengurangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, kesetaraan dan pemerataan, perubahan iklim, krisis lingkungan, ketahanan air, energi dan pangan. Model pembangunan inklusif merupakan sebuah perubahan dramatis dari model pertumbuhan di masa lalu, saat revolusi industri memicu pertumbuhan pesat yang bergantung pada eksploitasi sumber daya alam yang menghasilkan kekayaan besar tapi tidak merata. Model tersebut telah menyebabkan pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan. Model pembangunan inklusif harus mampu menjawab tantangan mendalam yang dihadapi pembangunan ekonomi dengan pendekatan yang berlaku saat ini, tidak hanya untuk kepentingan planet ini, tetapi yang lebih penting untuk kepentingan manusia, terutama untuk kaum yang rentan dan terpinggirkan. Inklusifitas pembangunan harus mengakui bahwa rakyat adalah kekayaan bangsa. Kebijakan dan pengelolaan pembangunan pertanian yang dapat memberi manfaat terbesar bagi masyarakat di sekitar kawasan pembangunan merupakan peluang dan sekaligus tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Paradigma pembangunan berkelanjutan inklusif menuntut perubahan cara investasi dan kebijakan publik yang dibuat yang memberi implikasi tidak hanya untuk memelihara sistem produksi, lingkungan dan kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan. Dalam jangka menengah dan panjang, transformasi ini akan menuntut perubahan radikal dalam bidang perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa, merancang pertumbuhan ekonomi dan bahkan perubahan pola hidup kita. Pewujudan paradigma pembangunan berkelanjutan inklusif secara khusus memperhatikan tiga fokus konsep pembangunan: kelestarian lingkungan, pengentasan kemiskinan dan pemerataan-kesetaraan. Untuk mewujudkan pembangunan inklusif yang berkelanjutan pada tingkat operasioal usaha mempromosikan model bisnis inklusif dan model pilar rantai nilai inklusif berikut ini perlu didorong dan difasilitasi. 1.1
Mempromosikan Model Bisnis yang Inklusif untuk Pembangunan Berkelanjutan Untuk mendukung model bisnis yang inklusif dalam pembangunan berkelanjutan, pendekatan berikut ini dipraktikkan pada berbagai negara: • Penguatan kerangka kerjasama institusi yang mendorong keterlibatan dan kerja38
Manurung: Peluang dan Tantangan Pengembangan Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan
• • • •
sama berbagai institusi dalam pembangunan kawasan, Pendampingan untuk implementasi program pengembangan, Pengembangan pendanaan mencakup kerjasama untuk mendukung dana investasi, meningkatkan akses ke layanan keuangan, memperluas pasar bagi model bisnis yang inklusif. Pemberdayaan Pemangku Kepentingan (stakeholders) melalui kerjasama berbagai pihak untuk mendapatkan pengetahuan spesifik yang dimiliki terkait dengan teknis, bisnis dan organisasi yang mendorong model bisnis inklusif. Menciptakan sinergi dengan donor bilateral dan lembaga-lembaga multilateral agar bersama-ama mengembangkan mekanisme guna mendukung pendekatan bisnis inklusif ke dalam mekanisme ekonomi nasional-internasional.
1.2 Penguatan Pilar Model Rantai Nilai Inklusif Empat pilar utama yang tercakup pada setiap intervensi untuk meningkatkan daya saing serta partisipasi produsen kecil dan menengah dalam jalur berkesinambungan pada rantai nilai nasional atau internasional yang perlu diperkuat dengan kebijakan meliputi: • Akses ke pasar dengan memfasilitasi koneksi antara produsen kecil dengan pembeli potensial hingga produsen kecil berada dalam posisi mengelola secara mandiri interaksi tersebut secara keberlanjutan. • Akses ke pelatihan dengan memfasilitasi pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, memperkenalkan teknologi baru dan varietas tanaman, pemenuhan persyaratan keamanan pangan dan sertifikasi lainnya yang memungkinkan masuknya produk produsen kecil ke rantai nilai nasional, regional dan internasional. • Koordinasi dan membangun kolaborasi dengan memfasiltasi produsen kecil dengan pertukaran informasi dalam produksi dan membangun modal sosial yang memberdayakan produsen kecil hingga mencapai skala ekonomi yang mampu bersaing di pasar. • Akses ke keuangan dengan memfasilitasi produsen kecil sehingga memiliki kesadaran persyaratan kesadaran finansial untuk memiliki akses ke jalur pembiayaan formal.
2. Sains dan Innovasi Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Prasyarat dan kunci pendorong pertama dan utama keberhasilan pengembangan pertanian-bioindustri berkelanjutan di berbagai Negara, adalah Komitmen Pemeritah dan Kebijakan Publik (Government commitment and public policies). Rumusan Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013–2045 diharapkan dapat digunakan menjadi landasan komitmen pemerintah dan kebijakan publik pengembangan bioindustri di Indonesia di masa depan. Prasyarat dan kunci pendorong kedua adalah pengembangan pertanian tropikal berbasis sains dan rekayasa hayati ( Development of bio-science and -engineering based tropical agriculture), melalui tahapan: pengorganisasian ikhtiar (organizing effort), pemaduan kompetensi dan infrastruktur (integrating competence and infrastructure), dan mendorong jejaring penelitian dan proyek (inducing research and projects nets) pengembangan dari pemangku kepentingan dan penggiat pengembangan pertanian-bioindustri. Pertanian yang ada saat ini yang mayoritas merupakan lahan kecil perlu dikelola dalam organisasi sehingga menjadi skala budidaya yang memungkinkan bio-industri layak diProsiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
39
bangun secara ekonomis. Penelitian terpadu dari berbagai disiplin melalui suatu Program Aksi perlu diperkenalkan dan dilaksanakan untuk mengembangkan pertanian tradisional menjadi pertanian yang berbasis ilmu pengetahuan. Program aksi yang dilakukan harus menjadi contoh teladan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam membangun sistem pertanian-bioindustri dan bio-eknomi pada suatu kawasan pertanian. Dari program aksi tersebut, keunikan dari beragam jenis tanaman tidak saja diidentifikasi prospeknya sebagai bahan baku bio-industri untuk menghasilkan bioproduk bernilai tinggi namun juga sebagai fondasi pengembangan pertanian bermartabat yang memberi kemakmuran dan keadilan bagi pelaku usaha pertanian. Paradigma yang memandang peran penting manusia pelaku usaha tani maupun pelaku bio-industri dalam menjaga keberlanjutan ketersediaan produk konsumtif (bioproduk) maupun non-konsumtif (jasa lingkungan) pertanian perlu terus dimaknai oleh semua pihak. Tantangan ilmiah dan kebijakan yang harus dipenuhi untuk mempertahankan dan meningkatkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dari intensifikasi pemanfaatan lahan pertanian adalah konservasi: sumber daya tanah dan air, biodiversitas dan habitatnya, kualitas udara, dan landsekap. Persoalan yang dihadapi sistem pertanian masa depan kemungkinan akan sangat kompleks dan oleh karenanya solusi yang teruji tidak akan mungkin diutarakan pada saat ini. Namun usaha mempertahankan lahan yang sehat melalui penstrukturan hayati (yang akan diuraikan berikutnya) merupakan landasan yang harus dipenuhi dan untuk itu prasyarat utama yang harus dijaga adalah konservasi sumber daya air. Konservasi air melalui langkah-langkah seperti pengendalian laju erosi tanah, dan stabilisasi daerah tepian sungai pada hakikatnya dapat dicapai melalui penstrukturan hayati dengan pedoman (kriteria) mempertahankan interaksi berbagai organisme di lahan pertanian sebagaimana diuraikan sebelumnya. Tantangan ilmiah yang lebih spesifik dan perlu dikaji secara rinci pada pengembangan sistim pertanian-bioindustri adalah: penyelarasan manfaat jangka pendek dan keberlanjutan, penyelarasan nilai ekonomi dan jasa ekosistem, pengelolaan lahan global, penyelarasan produksi bahan pangan dan non pangan terhadap biaya lingkungan (pengendalian konversi ekositem alam menjadi lahan pertanian), peningkatan lanjut produktivitas lahan pertanian, peningkatan efisiensi penggunaan nutrisi, peningkatan efisiensi penggunaan air, mempertahankan dan restorasi kesuburan lahan, pengendalian hama dan penyakit, keberlanjutan produksi sumber protein hewani, penerapan praktik pertanian keberlanjutan.
3. Sinergitas Ketahanan Pangan, Energi, dan Air Sesuai dengan perkiraaan Perserikatan Bangsa Bangsa, dengan proyeksi populasi dunia 10 miliar pada tahun 2050, dalam rentang waktu sekitar 15–20 tahun dari sekarang (sekitar tahun 2030–2035) diperlukan peningkatan ketersediaan air 30%, energi 45% dan pangan 50% dari keteresediaan saat ini. Dengan pertambahan penduduk dan diperburuk oleh perubahan cuaca, semua pemerintah di semua negara diharuskan untuk tetap memberi perhatian serius dan membuat kebijakan penting bagi kepastian ketahanan pangan, air dan energi di kawasannya. Pembangunan infrastruktur sistem produksi dan penggunaan energi, air dan pangan pada hakikatnya saling terkait dan tergantung satu dengan lainnya. Air diperlukan untuk hampir semua bentuk produksi energi dan pembangkit tenaga, energi diperlukan untuk pengolahan dan transportasi air, dan air bersama energi diperlukan untuk menghasilkan pangan. Untuk memastikan ketahanan pangan, energi dan air pada tingkat global, dituntut pendalaman dan pemahaman yang setara tentang keada-
40
Manurung: Peluang dan Tantangan Pengembangan Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan
an saling tergantung di antara ketiga sistem dan pemahaman landasan sumber daya alam yang mendukung ketiga sistem tersebut. Keadaan saling pertalian dan sinergitas (nexus) antara sistem energi, air dan pangan merupakan tantangan mendasar yang akan dihadapi secara bersama oleh masyarakat global. Secara bersama dan seksama dituntut pendekatan terpadu dalam pemahaman menyeluruh di mana nexus di antara interaksi ketiga sistem berada, di mana interaksi di antara keterkaitan ketiga sistem yang paling rentan, dan bagaimana membuat kebijakan yang lebih baik untuk ketahanan ketiga sistem secara berkelanjutan. Berbagai kajian yang menekankan nexus di antara ketiga sistem mensyaratkan kolaborasi di antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat umum. Inisiatif kerjasama pelaku usaha dengan masyarakat umum untuk mendapatkan pengalaman dan pendanaan yang innovatif dalam penerapan solusi teknis (technical solution) yang melibatkan solusi alami (natural solution) yang bisa diterima bersama berbagai pihak harus didukung kebijakan pemerintah. Pemenuhan kebutuhan primer manusia secara berkelanjutan dari suatu kawasan yang terdiri dari beragaman jenis dan struktur hayati mensyaratkan terjaganya ekosistem yang harmonis. Alam raya, dengan beragam jenis ekosistem alami seperti hutan, perairan, tanah, danau, rawa dan lautan yang menyediakan jasa eksosistem alami merupakan unsur kritis bagi semua pendekatan dan solusi sistem budidaya dalam memelihara keberlangsungan ketersedian jasa ekosistem yang berkelanjutan. Sistem pertanianbioindustri yang berkelanjutan bergantung pada daya dukung jasa ekosistem (ecosystem services). Jasa ekositem utama yang dapat disediakan melalui sistem pertanian-bioindustri adalah: pangan, air bersih, bioenergi, kesuburan tanah, pengendalian hama dan stabilisasi cuaca. Dari enam jasa ekosistem utama tersebut, jasa ekosistem pertanian yang paling pokok adalah penyediaan pangan, air bersih dan bioenergi. Oleh karena itu, solusi berbasis alam (nature-based solution) merupakan peluang yang sangat efektif dan handal untuk menjamin ketersediaan air, energi dan pangan oleh tanaman secara berkelanjutan. Ekosistem alami memberikan sumbangan krusial pada ketahanan pangan dan nutrisi dengan dukungan ketersediaan, akses dan penggunaan pangan baik melalui tanaman budidaya maupun tanaman alami (liar). Di samping itu eksosistem alami memperkuat stabilitas sistem pasokan pangan dengan menopang ekosistem kawasan di mana sistem pasokan makanan dibudidayakan. Kelestarian ekosistem akan mempengaruhi kesinambungannya dalam menyediakan jasa ekosistem dan dengan demikian juga berperan penting pada penyediaan pangan. Oleh karena itu, ketersediaan pangan yang berkelanjutan hanya mungkin terwujud pada suatu ekosistem yang harmonis, lahan yang sehat, ketersediaan penyerbukan dan interaksi dengan lingkungan yang menjamin produktivitas lahan yang tinggi. Ketahanan energi dalam konteks keberlanjutan adalah keandalan pasokan energi bersih yang terbaharui dan dalam harga yang terjangkau. Ketersediaan bahan bakar fossil yang murah di Indonesia pada beberapa dekade lalu telah mengantikan bahan bakar biomassa yang telah digunakan selama ratusan tahun dalam pengolahan produk perkebunan (teh, gula, karet, coklat, kopi, dan lainnya). Pupuk sintetis yang berasal dari bahan baku fossil telah menggantikan sebagian besar pemakaian pupuk alami yang sebelumnya juga telah lama didayagunakan dalam usaha pertanian. Dari neraca input dan output energi di sektor pertanian di Eropa dan Amerika diperoleh angka pemakaian energi fossil lebih dari 10 kali dari energi yang terkandung pada produk pangan hasil panen. Kenaikan harga bahan bakar fossil akan memberi pengaruh langsung pada kenaikan harga produk pertanian yang tinggi. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
41
Pengalihan sedini mungkin ketergatungan pada bahan fossil menjadi berbasiskan sumber daya hayati yang terbarukan (renewable resources) pada sektor pertanian sangat penting untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial bagi masyarakat dan negara di masa yang akan datang. Di samping mengurangi dampak negatif, pengalihan tersebut juga merupakan kesempatan meningkatkan nilai tambah produk utama (karena mendapat green label) dan menjadi cara ampuh sebagai pembangkit pendapatan (income generation) dari produk samping pertanian (limbah biomassa) bagi pelaku usaha tani. Pengalihan tersebut, di luar pertimbangan manfaat ekonomi dan sosial, pada jangka panjang akan memberi dampak positif terhadap lingkungan karena dapat menyokong terciptanya daur ulang biogeokimiawi yang baik dan memberi jaminan keberlanjutan produktifitas lahan dan kesehatan tanah di masa mendatang sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Pemanfaatan lahan marginal untuk tujuan produksi biomassa sebagai bahan baku nonpangan bernilai tinggi khususnya bio-energi memungkinkan diwujudkan optimasi pemanfaatan lahan marginal secara bertahap. Sebagai contoh melalui budidaya tanaman rumput gajah atau switch grass yang tidak membutuhkan persyaratan budidaya yang ketat (yang produktivitasnya mencapai 200–300 t/ha/tahun di tanah yang subur) sangat potensial untuk dibudidayakan di lahan marginal untuk digunakan sebagai bahan baku bioindustri (bio-produk dan bio-energi). Seperti diuraikan sebelumnya, tumbuhan adalah spesies utama yang memanen (harness) energi dari sumber energi utama (matahari) menjadi biomassa dan oleh karena itu tanaman berperan sebagai produser utama (primary producer) sumber hayati yang dapat digunakan sebagai bahan baku pangan dan bio-energi. Dari intensitas energi matahari yang mencapai permukaan bumi (1,7 x10¹⁷ Joule/detik), hanya sebagian kecil yang digunakan tanaman untuk proses fotosintesis. Sebagian besar digunakan untuk proses respirasi dan untuk sirkulasi air melalui proses penguapan air. Jumlah air yang diuapkan tanaman sangat besar ( satu tanaman jagung menguapkan air sebesar 200 liter selama siklus hidupnya, sementara satu tanaman pohon keras dengan tinggi 15 m dapat menguapkan air 200 liter per jam pada siang hari). Dengan demikian tanaman berperan sangat penting dalam proses pemurnian air dan sirkulasi air di lingkungan kawasan tumbuhnya. Wujud fisik lansekap kawasan tumbuhnya tanaman khususnya yang berbukit dan bergunung-gunung memiliki potensi yang sangat besar untuk konservasi air, karena elevasi dan floranya berperan dalam daur hidrologi. Perekayasaan daur hidrologi ini di samping untuk menjamin keberlanjutan usaha pertanian juga sangat berpotensi dimanfaatkan sebagai pembangkit energi tenaga air (hydro power). Ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi yang berkelanjutan hanya mungkin tercapai melalui solusi berbasis alam (nature-based solution), dan oleh karena pangan, air dan energi merupakan jasa eksosistem yang saling terkait dan terkoneksi satu sama lain, penciptaan ketahanan ketiganya harus dilakukan secara terpadu dan bersinergi. Penipisan ketersedian sumber daya alam fossil dan kerusakan lingkungan sumber daya alam merupakan tantangan yang harus dimaknai sebagai saat perancangan ulang pemanfaatan sumber daya alam dengan mentransformasi pembangunan itu sendiri dari yang mengancam lingkungan ke arah pembangunan yang selaras dengan lingkungan yang mengandung solusi mandiri berbasis alam. Pembangunan yang selaras dengan lingkungan (eco-development) dimaksudkan di sini adalah pembangunan yang secara rasional dirancang mampu meraih dampak positif dari siklus kehidupan alami melalui peningkatan kapital dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Lebih jelasnya pembangunan harus memiliki 42
Manurung: Peluang dan Tantangan Pengembangan Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan
ruang dan kondisi untuk menciptakan kawasan yang dapat mempertahankan keragaman hayati dan jasa ekosistem secara mandiri. Struktur hayati dalam sistem pertanian sebagaimana diungkapkan sebelumnya adalah cara di mana organisme-tanaman dan hewan—yang dikelola dengan tujuan untuk menghasilkan keluaran bernilai ekonomik ditata berkenaan (interaksi organisme) satu dengan lainnya dan dengan biota lain di lingkungan mereka (Biological structure is the way in which organisms-plants and animals–that are purposefully managed for economic output are arranged with respect to each other and to other biota in their environment), (Harwood 1992). Keberlanjutan tingkat produktivitas pertanian sangat tergantung pada penataan atau pengaturan struktur organisme dalam kaitan interaksi satu dengan lainnya dan khususnya dengan biota di lingkungan lahan pertanian tersebut. Karena sistem pertanian dikelola oleh manusia, strukturnya ditentukan oleh landasan falsafah dan pandangan hidup (paradigma) manusia tentang lingkungan dan ekosistem. Skala atau tingkat interaksi sangat bervariasi, namun struktur satu hamparan pertanian merupakan skala utama dan dominan bagi berlangsungnya interaksi hayati karena kegiatan sosial dan ekonomi pada satu hamparan pertanian berlangsung secara intensif. Dengan demikian keberlanjutan tingkat produktivitas pertanian di suatu wilayah ditentukan oleh bagaiaman keharmonisan ekosistem dari setiap hamparan pertanian yang ada di wilayah tersebut dapat distrukturkan oleh pengelolanya. Meski sangat jelas dan mudah dipahami peran strategis interaksi hayati dalam suatu hamparan dalam menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan, namun karena kompleksitas interaksi hayati itu sendiri dan dampak positif yang diberikannya melintasi rentang waktu yang panjang dan ruang yang luas yang sering di luar jangkauan kemampuan dan perhatian para pelaku usaha tani, penerapannya merupakan tantangan tersendiri yang memerlukan: strategi, tahapan dan keterlibatan banyak pihak –terutama oleh peneliti dan perekayasa. Ketahanan pangan, air dan energi secara berkelanjutan dapat dicapai dengan pendekatan pembangunan sistem pangan, air dan energi secara terpadu dan bersinergi. Unsur utama yang melandasi ketahanan ketiga sistem adalah peningkatan jasa ekosistem berbagai kawasan yang terdegradasi saat ini yang dapat ditempuh dengan penataan atau pengaturan struktur hayati sehingga kawasan yang memiliki indikator ciri ekosistem harmonis harus semakin luas dan dominan. Dengan pola ini, pemanfatan lahan marginal yang cukup luas di Indonesia dapat menjadi pendorong tumbuhnya ketersediaan pangan, energi dan air dan berlangsungnya proses restorasi lahan marginal secara bersamaan.
E. PENUTUP Model pembangunan di masa lalu sejak revolusi industri dimulai telah memicu pertumbuhan pilar ekonomi yang pesat namun telah mengorbankan pilar sosial dan lingkungan yang seharusnya saling terkait dan saling memperkuat (bersinergi) satu dengan lainnya. Cara pandang terhadap pilar yang dianggap saling berkompetisi telah mengabaikan makna dari keberlanjutan yaitu perbaikan kualitas hidup bagi semua (masyarakat) secara merata (inclusive). Memberi manfaat sebesar mungkin bagi masyarakat di sekitar kawasan pembangunan merupakan peluang dan sekaligus tantangan pembangunan inklusif dan berkelanjutan di masa yang akan datang. Peluang dan tantangan pengembangan sistem pertanian bioindustri untuk menghasilkan bahan pangan dan non-angan (khususnya bioenergi) harus dilandasi pemahaman Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
43
kesaling terkaitan pilar ekonomi, lingkungan dan sosial. Pembangunan pertanian–bioindustri di lokasi pertanian di samping dapat meningkatkan nilai tambah hasil pertanian, dan oleh karenanya peningkatan kesejahteraan petani, juga menjadi motor penggerak sektor ekonomi lainnya (yang meningkatkan PDB Nasional) dan terutama menjadi sektor yang dapat penampung tenaga kerja yang melimpah di sektor pertanian saat ini. Pembangunan sistem pertanian-bioindustri terpadu yang dilaksanakan dengan memperhatikan daur ulang biogeokimiawi nutrisi tanaman dapat mendukung ekosistem yang harmonis dan menyediakan jasa lingkungan secara berkelanjutan. Pertanian pada hakikatnya mentransformasikan (memanfaatkan-harness atau memanen-harvest) energi sinar matahari menjadi energi kimiawi di dalam biomassa tanaman. Pancaran sinar energi matahari yang melimpah secara merata dari Sabang sampai Merauke sepanjang tahun merupakan berkat dan landasan yang paling hakiki pembangunan pertanian bioindustri di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu budidaya tanaman (agriculture) merupakan sarana dan peluang yang utama untuk melakukan pembangunan inklusif dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Dari intensitas energi matahari yang diterima tanaman, hanya sebagian kecil yang digunakan tanaman untuk proses fotosintesa. Sebagian besar energi digunakan tanaman untuk proses penguapan air dan dengan demikian tanaman berperan sangat penting dalam proses pemurnian air dan sirkulasi air di lingkungan kawasan tumbuhnya. Dengan kata lain tanaman berperan penting dalam siklus hidrologi alam untuk penyediaan air. Pengolahan biomassa tanaman menjadi bioenergi di perdesaan merupakan salah satu langkah penting menuju keberlanjutan ketersediaan energi bagi dunia usaha khususnya mengurangi tingkat ketergantungan usaha pertanian terhadap bahan bakar fosil. Ketersediaan dan penggunaan bioenergi di perdesaan dapat meningkatkan efisiensi usaha pertanian dan menjadi lokomotif percepatan pertumbuhan ekonomi di pedesaan dan secara bertahap memungkinkan perdesaan menjadi produsen bioenergi di masa depan. Peluang dan tantangan ilmiah dan kebijakan dalam mempertahankan dan meningkatkan manfaat sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan masyarakat adalah dengan mempertahankan jasa ekosistem secara holistik. Dari berbagai jasa ekosistem yang utama, jasa ekosistem pertanian yang paling pokok adalah penyediaan pangan, air bersih dan bioenergi. Sistem produksi dan penggunaan energi, air dan pangan pada hakikatnya saling terkait dan tergantung satu dengan lainnya. Keadaan saling pertalian dan sinergitas (nexus) antara sistem energi, air dan pangan merupakan tantangan mendasar yang akan dihadapi secara bersama oleh masyarakat global. Unsur utama yang melandasi ketahanan ketiga sistem adalah menjaga jasa ekosistem yang harmonis. Oleh karena itu, solusi berbasis lingkungan alam (nature-based solution) merupakan fondasi dalam menjamin ketersediaan air, energi dan pangan secara berkelanjutan.
REFERENSI Anoimous. 2006. Developing Future Ecosystem Service Payments in China: Lessons Learned from International Experience, Forest Trends, 2006. Anonimous. 2007. Ministerial Round Table on: Science, Technology and Innovation for Sustainable Development: The Role of UNESCO, October 2007. Birkeland, J. Design for Ecosystem Services: A New Paradigm for Ecodesign, The World Sustainable Building Conference, September 2005. Business and Ecosystems, World Business Council for Sustainable Development, 2007. Chapin, T. 2011. Science and Technology Needs for a Sustainability Transition, University of
44
Manurung: Peluang dan Tantangan Pengembangan Sistem Pertanian–Bioindustri Berkelanjutan
Alaska Fairbanks, 2011. Costa, J. 2012. Development of a Science-Based, Advanced Tropical Agriculture in Brazil, Embrapa Brazil, April 2012. Dalal, S. 2013. How Shell, Chevron and Coke tackle the energy-water-food nexus, October 2013. Goodland, R., 1995. The concept of environmental sustainability. Annu. Rev. Ecol. Syst. 26, 1– 24. Harwood, R.R. 1992. Biological Principles and Interactions in Sustaining Long-Term Agricultural Productivity, in Proc. of the Workshop on Sustainable Development, ADB, June 1992. National Science Foundation. 2008. Science, Technology, and Sustainability: Building a Research Agenda. National Science Foundation Supported Workshop, September, 2008. Pate, R. et al. 2003. Overview of Energy-Water Interdependencies And The Emerging Energy Demands on Water Resources, Sandia National Laboratories, Albuquerque, New Mexico, March 2003. Promoting inclusive business models for sustainable development: Experiences of German development cooperation, GIZ. Reid, J. and J. Boyd. 2008. Economics and Conservation in the Tropics: A Strategic Dialogue, 2008. Robertson, G.P. et al. Farming for Ecosystem Services: An Ecological Approach to Production Agriculture, BioScience Advance Access, April 9, 2014. Schneider, E.D. and D. Sagan, Into the Cool: Energy Flow Thermodynamics and Life, The Univ. of Chicago Press, 2005. The Post 2015 Development Agenda and The Sustainable Development Goals, IUCN, October 2013. Tilman, D., K.G. Cassman, P.A. Matson, R. Naylor and S. Polasky, 2002. Agricultural sustainability and intensive production practices, Nature, Vol 418, August 2002. United Nations Development Programme. 2012. Triple Wins For Sustainable Development, United Nations Development Programme, January 2012. United Nations. 2012. From Transition to Transformation: Sustainable and Inclusive Development in Europe and Central Asia, United Nations Conference on Sustainable Development, Rio +20, New York and Geneva 2012. van der Werf, H.M.G., J. Petit, 2002. Evaluation of the environmental impact of agriculture at the farm level: a comparison and analysis of 12 indicator-based methods Agriculture, Ecosystems and Environment 93 (2002):131–145.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
45