PENGEMBANGAN SISTEM PERSEDIAAN DALAM RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU
HERFIANI RIZKIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Sistem Persediaan Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Herfiani Rizkia NRP. F.361050061
ABSTRACT HERFIANI RIZKIA. Developing of Inventory Systems in Mango var. Gedong Gincu Supply Chain. Supervised by MACHFUD, ERIYATNO, and SUTRISNO. Characteristic of inventory for perishable products is the product can not be kept forever. Especially for fresh fruit, their inventory system have limited shelflife and a decline in quality over the whole period of inventory. The aim of the research were to develop inventory systems in mango var.Gedong Gincu supply chain. Inventory system is built on exporter level of mango var Gedong Gincu for export purposes with due respect to reduction in fruit quality. Inventory at the exporter level was modeled by mathematical equation. The model was developed based on Economic Order Quantity (EOQ) model. The phenomenon of quality deterioration of fresh fruit followed an exponential degradation rate, ð¡
approximated by the equation ðð¢ðððð¡ðŠ ð¡ = ðŒððð¡ððð ðð¢ðððð¡ðŠ ð âð . The model developed in this study can be used to determine the optimal quantity of mango var. Gedong Gincu that was ordered for export with due respect to deterioration during periods of stock.In inventory management at the exporter level, the model can be used to determine the optimal number of orders gedong gincu on exporters with due respect to the level of quality and reduction in weight over a period of inventory. Output model of the optimum order quantity (Q*) at room temperature storage, the storage temperature of 13 °C and storage temperature of 10 °C), is 0,6 tons per day; 1,2 tons per day and 1,4 tons per day, respectively. In order to meet the needs of exporters, gapoktan can make improvements appropriate postharvest handling along supply chain of mango var. Gedong Gincu postharvest handling can be done at the farm level such as by removing the heat field to minimize weight loss of fruit and maintain the flow of sap from the fruit skin by leaving a stalk 1-2 cm when picking.
Key words : inventory, quality deterioration, perishable, model, mango, supply chain, mango var.Gedong Gincu
RINGKASAN HERFIANI RIZKIA. Pengembangan Sistem Persediaan Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu. Dibimbing oleh : MACHFUD, ERIYATNO, dan SUTRISNO. Kendala utama dalam sistem persediaan untuk komoditas hasil pertanian adalah umur simpan. Umumnya, model-model persediaan yang dibangun dalam sistem persediaan mengasumsikan bahwa produk memiliki umur simpan tidak terbatas sehingga dapat disimpan selama-lamanya untuk memenuhi permintaan di masa datang. Kenyataannya, produk mempunyai umur simpan terbatas karena mengalami perubahan dalam penyimpanan akibat penurunan mutu, kerusakan dan keusangan (obsolescence). Untuk produk hasil pertanian, selain aspek musiman dan kamba, aspek mudah rusak (perishable) menjadi faktor penting dalam sistem persediaan komoditas hasil pertanian. Khusus untuk produk segar, misalnya buah segar, aspek penurunan mutu dan susut bobot yag menunjukkan tingkat kesegaran (freshness) merupakan parameter mutu kritis yang dijadikan pertimbangan dalam mempertahankan mutunya. Mangga gedong gincu merupakan salah satu produk yang termasuk dalam klasifikasi produk yang tidak tahan lama dalam penyimpanan (perishable product), dimana akan terjadi penurunan mutu dalam waktu tertentu. Setelah dipanen, buah mangga tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan perubahan fisikokimia buah pascapanen, seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Kondisi tersebut memerlukan kebijakan yang tepat untuk mendukung sistem persediaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. Manfaat penelitian ini adalah : dapat digunakan oleh pedagang buah mangga gedong gincu untuk menentukan jumlah persediaan dengan memperhatikan aspek penurunan mutu buah segar selama penyimpanan, Model yang dihasilkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun model persediaan buah segar dengan memperhatikan aspek perishable produk segar hasil pertanian yaitu terhadap parameter freshness yang direpresentasikan oleh penurunan mutu dan susut bobot selama penyimpanan. Penelitian dilakukan pada lingkup persediaan di tingkat eksportir dalam rantai satu pemasok, satu eksportir, dan satu importir. Sistem persediaan dimodelkan menggunakan model matematika. Anggota rantai pasok mangga gedong gincu di tingkat eksportir terdiri dari petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Buah (KTB), gapoktan, dan eksportir. Eksportir melakukan pemesanan mangga gedong gincu ke gapoktan yang telah terikat kontrak kerjasama dengan eksportir untuk menyediakan pesanan eksportir selama periode musim panen (Oktober-Desember). Gapoktan berfungsi sebagai gudang penampungan sementara hasil panen dari kebun petani yang tergabung dalam KTB yang kebunnya telah terdaftar penerapan GAP/SOP, sedangkan eksportir berfungsi sebagai gudang penyimpanan persediaan sebelum diekspor. Eksportir mengekspor mangga gedong gincu 2-3 kali seminggu dengan kapasitas ï± 4 ton per sekali kirim.
Karena kemampuan gapoktan menyediakan pasokan mangga gedong gincu untuk eksportir masih terbatas, maka eksportir memerlukan waktu tunggu untuk memenuhi target volume minimal pengiriman. Terbatasnya pasokan mangga dari gapoktan karena terbatasnya produksi mangga gedong gincu yang dapat memenuhi kualitas ekspor dan terbatasnya jumlah kebun petani yang terdaftar GAP/SOP. Dari total jumlah mangga yang dikirim gapoktan ke gudang eksportir, hanya 29,1 - 50,5 % yang bisa diekspor karena selama tranportasi dari gapoktan ke gudang eksportir mengalami kerusakan mekanis berupa 2,1 - 6,4 % buah tidak bertangkai; 9,4 - 19,2 % luka memar/benturan; dan 15,2 - 31,9 % luka gesekan. Model persediaan yang dikembangkan dalam sistem persediaan di tingkat eksportir terdiri dari elemen biaya simpan, biaya pesan, biaya penurunan mutu dan biaya susut bobot. Model dapat digunakan eksportir untuk menentukan jumlah pesanan optimal gedong gincu dengan memperhatikan aspek penurunan mutu dan susut bobot selama periode persediaan. Berdasarkan keluaran model, jumlah pemesanan optimum oleh eksportir ke gapoktan untuk penyimpanan suhu ruang, suhu 13 oC dan suhu 10 oC, masing-masing adalah 0,6 ton per hari; 1,2 ton per hari; dan 1,4 ton per hari. Bila dibandingkan antara performa komponen biaya persediaan pada penyimpanan ruang dengan performa komponen biaya persediaan pada penyimpanan suhu dingin, maka walaupun terjadi kenaikan biaya simpan sebesar 52,8%, tetapi secara keseluruhan terjadi penghematan total biaya persediaan sebesar 38 â 41%. Penghematan total biaya persediaan tersebut terjadi karena penghematan biaya akibat penurunan mutu sebesar 38-42 % dan penghematan biaya akibat susut bobot sebesar 60-71 %. Walaupun perbedaan TC persediaan pada suhu 13 oC dengan TC persediaan pada suhu 10 oC, relatif kecil, tetapi secara agregat, penyimpanan pada suhu 10 oC memiliki TC yang lebih efisien daripada penyimpanan pada suhu 13 oC. Selain itu, penyimpanan pada suhu 10 oC memberikan kelebihan berupa umur simpan menjadi lebih panjang yaitu 28 hari bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 13 0C yaitu 21 hari. Untuk memenuhi kebutuhan eksportir mangga gedong gincu, gapoktan melakukan perencanaan kebutuhan mangga melalui pengaturan waktu panen petani Kelompok Tani Buah (KTB). Dengan kemampuan petani KTB yang hanya bisa menyediakan mangga gedong gincu kualitas ekspor sebanyak 0,7 ton per empat hari, maka gapoktan mengatur kebutuhan eksportir mangga gedong gincu sebanyak 1,4 ton per hari dengan cara melibatkan dua KTB, masing-masing KTB 0,7 ton per hari. Untuk tujuan penetapan jumlah pemesanan optimum mangga gedong gincu di tingkat eksportir, pada pengembangan model persediaan selanjutnya perlu mempertimbangkan aspek kerusakan mangga gedong gincu selama transportasi dan mengintegrasikan model persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir dengan model persediaan mangga gedong gincu pada pelaku rantai pasok yang lain yaitu gapoktan dan petani. Dalam mempertahankan mutu hasil panen sesuai syarat mutu untuk buah ekspor, petani dan gapoktan yang terlibat dalam rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor perlu melakukan penanganan pascapanen sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure) mangga gedong gincu ekspor dan melakukan upaya-upaya mempertahankan mutu hasil panen.
Dukungan kebijakan dari Pemerintah Daerah dan instansi pembina dalam lingkup Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor perlu terus dilakukan melalui : (a) pengembangan luas areal tanaman, (b) memfasilitasi penyediaan bibit mangga gedong gincu yang bersertifikat, (c) memfasilitasi pengadaan ruang penyimpanan, transportasi, dan peralatan pascapanen yang memadai di sentra produksi mangga gedong gincu sehingga penerapan GAP/SOP mangga gedong gincu dapat dilaksanakan dengan baik, (d) melakukan pembinaan kebun buah mangga gedong gincu dalam upaya penambahan kebun mangga gedong gincu yang terdaftar sebagai kebun yang telah menerapkan GAP/SOP. Dengan demikian, hasil panen dari kebun tersebut dapat memenuhi syarat untuk ekspor sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas mangga gedong gincu untuk ekspor sekaligus juga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen luar negeri terhadap mutu buah yang diekspor, (e) melakukan pembinaan pada pelaku usaha mangga gedong gincu untuk mendapatkan sertifikasi Prima sebagai upaya pengakuan bahwa hasil panen yang dihasilkan atau yang ditangani telah memenuhi syarat yang ditetapkan sesuai sistem jaminan mutu hasil pertanian, serta (f) terus melakukan pengembangan teknologi penanganan pascapanen dalam upaya mempertahankan mutu magga gedong gincu selama persediaan di sepanjang rantai pasok mangga gedong gincu. Dengan adanya teknologi pembungaan, maka petani dapat melakukan panen di luar musim panen, sehingga dalam penelitian lebih lanjut perlu dikembangkan model perencanaan persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir pada periode perencanaan offâseason (di luar musim panen).
Kata kunci : persediaan, penurunan mutu,mudah rusak, model, rantai pasok, mangga gedong gincu
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN SISTEM PERSEDIAAN DALAM RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU
HERFIANI RIZKIA
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : 1.Dr.Ir.Aris Purwanto, M.Sc Staf Pengajar pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian, IPB 2.Dr.Ir. Sukardi, MM Staf Pengajar pada Program Studi Teknik Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Penguji pada Ujian Terbuka :
1.Prof. Dr.Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Guru Besar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
2.Dr.Ir.Ridwan Rahmat M.Agr Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian Pertanian, Balai Besar Pascapanen Bogor
Judul Disertasi
: Pengembangan Sistem Persediaan Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu.
Nama Mahasiswa : Herfiani Rizkia NRP
: F 361050061
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Machfud, MS Ketua
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Anggota
Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian : 30 Januari 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur hanya kepada Allah Subhanawataâala karena berkat rahmat dan ridho-Nya, disertasi yang berjudul Pengembangan Sistem Persediaan Dalam Rantai Pasok Dalam Mangga Gedong Gincu dapat penulis selesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (TIP SPs IPB). Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan hormat, penghargaan, dan ucapan terimakasih yang mendalam kepada: 1.
Bapak Dr. Ir. Machfud, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, pemikiran, arahan, dan waktu tanpa kenal lelah serta terus memotivasi dan mendorong semangat penulis untuk terus berjuang hingga terselesaikannya disertasi ini.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno MSAE dan Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr yang telah bersedia menjadi anggota komisi pembimbing yang secara konsisten dan tidak bosan untuk terus membimbing dan memberikan pemikiran dan pengarahan dengan sangat baik hingga terselesaikannya disertasi ini.
3.
Bapak Dr. Ir. Aris Purwanto, M.Sc., Dr. Ir. Sukardi, MM., Prof. Dr. Ir. Roedy Poerwanto, M.Sc., dan Dr. Ir. Ridwan Rahmat, M.Agr yang telah meluangkan tenaga, waktu, dan pikirannya sebagai penguji luar komisi pembimbing serta telah memberi masukan pada perbaikan disertasi ini.
4.
Ketua Program Studi TIP Dr. Ir. Machfud, MS beserta seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi TIP SPs IPB, atas semua bantuan dan motivasi yang tiada henti pada penulis.
5.
Seluruh pimpinan dan karyawan SPs IPB, terutama Program Studi TIP yang telah memberi bantuan dan fasilitas kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan S3 di Program Studi TIP SPs IPB.
6.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan serta Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan, yang telah memberikan izin studi S3, bantuan dana pendidikan, dan dukungan motivasinya sejak tahun akademik 2005/2006 hingga terselesaikannya studi ini.
7.
Bapak Herman (sie Buah Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon). Bapak Haerudin (ketua Gabungan Kelompok Tani Sarimulya Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon). CV Buah SAE yang telah memberikan banyak kemudahan dan bantuan selama proses studi lapangan yang dilakukan penulis.
8.
Ayahanda Bapak Drs. HM. Fachir Roâi, ayah mertua Bapak HMA Sunarya dan adik-adikku : dr. Herleni Kartika, Fitrah Subhan, SE, MM, Indah Nur Rachmi, SE, Fitria, A.Md Kebidanan, Aulia Mardiyah, dan Rayya Aqil Abdurrahman atas dukungan dan doa yang telah diberikan.
9.
Suami Ahmad Gamal Firdaus dan anak-anak (Raihan Abdurrahman dan Radhwa Kamilah) atas kasih, dukungan, dan pengertian yang telah diberikan.
10.
Seluruh paman, bibi, dan saudara dalam keluarga besar H.M. Roâi (alm) atas bantuan, dukungan, dan doâa yang diberikan pada penulis.
11.
Bapak Rika Ampuh Hadiguna, Bapak Alexie, Bapak Rachman Jaya, Ibu Eveline Anne Marie, Pudji Astuti, Hendrastuti, dan Ibu Nora Azmi atas semua bantuan, pemikiran, empati dan dukungan motivasi untuk penyelesaian studi penulis.
12.
Teman-teman seperjuangan di S3 TIP SPs IPB angkatan 2005 : Luluk SB, Novizar, Yuli Wibowo, Cut Meurah Rosnelly, Ida Bagus Udayana, Fahmi Riadi dan Henny Purwaningsih serta seluruh teman-teman S3 TIP SPs IPB lainnya yang tidak kenal lelah memotivasi penyelesaian studi S3 penulis di IPB.
13.
Saudara Panji Laksamana dan Saudara Jefri yang telah membantu dalam teknis penyelesaian model.
14.
Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan bantuan dan saran hingga terselesaikannya disertasi ini dengan baik. Semoga tulisan disertasi ini dapat memberikan manfaat untuk banyak pihak serta
menjadi titik awal penulis untuk terus menghasilkan karya-karya lainnya. Bogor, Januari 2012
Herfiani Rizkia
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 Februari 1974 sebagai anak pertama dari Ayah yang bernama Drs. HM. Fachir Roâi dan Ibu yang bernama Sofiah Burlian (alm). Pendidikan dasar diselesaikan penulis di SD Advent II Palembang pada tahun 1986. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMPN 3 Palembang pada tahun 1989 dan di SMAN 1 Bandung pada tahun 1992. Pada tahun 1997, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Udayana, Denpasar. Sejak tahun 1998, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Pertanian Republik Indonesia dan ditempatkan sebagai analis benih di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Penulis kemudian ditugaskan sebagai analis benih di BPSB Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur pada tahun 1999. Dari tahun 2000 hingga saat ini, penulis bertugas di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan. Tahun 2001, penulis melanjutkan studi S-2 pada Program Studi Teknologi Pascapanen Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Magister Science (M.Si) pada tahun 2004. Tahun 2002, penulis menikah dengan Ahmad Gamal Firdaus dan dikaruniai dua orang putra/i yaitu Raihan Abdurrahman (8 tahun) dan Radhwa Kamilah (4 tahun). Pada tahun 2005, penulis mendapat tugas belajar dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui beasiswa APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk melanjutkan studi S-3 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Karya ilmiah penulis, yang berjudul Rancangbangun Sistem Persediaan Mangga Gedong Gincu Untuk Ekspor : Pendekatan Perishable Inventory akan diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Gema Agro (ISSN : 14010-08431), terbitan tahun XII No. 30, Maret 2012. Karya ilmiah lainnya yang berjudul Mengelola Persediaan Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu Untuk Ekspor Dengan Mempertimbangkan Aspek Penurunan Mutu Mangga akan diterbitkan pada Jurnal Teknologi Pertanian Andalas (ISBN1410-1920) pada Volume 16, No.1, Maret 2012. Kedua karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
xxiii
DAFTAR TABEL âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ....
xxv
DAFTAR GAMBAR âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
xxvii
DAFTAR LAMPIRANâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
xxix
DAFTAR ISTILAH âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
xxxi
PENDAHULUAN âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
1
1.1.
Latar Belakang âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
1
1.2.
Tujuan Penelitian âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
4
1.3.
Ruang Lingkup âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
4
1.4.
Manfaat âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
5
TINJAUAN PUSTAKAâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
7
2.1.
Mangga Gedong Gincu âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
7
2.2.
Pascapanen Mangga Gedong Gincu âŠâŠâŠâŠâŠ..âŠâŠâŠâŠ
12
2.3.
Parameter Mutu Buah Mangga âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
22
2.4.
Pendekatan Sistem âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
24
2.5.
Persediaan âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
29
2.6.
Landasan Matematik âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
35
2.7.
Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
43
III. METODOLOGI PENELITIAN âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
47
3.1. Kerangka Pemikiran âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
47
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
48
3.3. Teknik-teknik yang digunakan âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
49
3.4. Pengumpulan Data dan Informasi âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
49
3.5. Tahapan Penelitian âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.âŠâŠâŠâŠâŠ
50
3.6. Verifikasi dan Validasi Model âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
50
IV. ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
53
4.1. Potensi dan Produksi Mangga Gedong Gincu âŠâŠâŠâŠâŠâŠ
53
I.
II.
xxiii
4.2. Elemen Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu âŠâŠâŠâŠâŠ...
57
PEMODELAN SISTEM âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
75
Pendekatan Sistem âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
75
5.2. Model Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong Gincu
79
5.3. Sistem Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Eksportir âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
81
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ......
91
6.1. Manajemen Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat.. Eksportir âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
91
6.2. Manajamen Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Gapoktan âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
100
VII. SIMPULAN DAN SARAN âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..âŠâŠ..
103
7.1. Simpulan âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
103
7.2. Saran âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
104
DAFTAR PUSTAKAâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
107
LAMPIRAN âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
115
V.
5.1
xxiv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Kelas Mutu Mangga Berdasarkan SNI 3164-2009 âŠ.âŠâŠ.
9
Tabel 2.
Kelas Mutu Mangga Berdasarkan Codex Stand 184-1993 ..
10
Tabel 3.
Syarat Umum Mutu Mangga âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
11
Tabel 4.
Perubahan Parameter Mutu Selama Penyimpanan Mangga Gedong Gincu Pada Suhu 13 0C âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ
22
Tabel 5.
Posisi Penelitian Yang Dilaksanakan âŠâŠâŠâŠâŠ.âŠâŠâŠ..
46
Tabel 6.
Produksi dan Volume Eekspor Mangga Indonesia 2007-2009 âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
53
Tabel 7.
Perbedaan Mangga Gedong Gincu Dengan Gedong Biasa...
53
Tabel 8.
Perbandingan Mangga Gedong Gincu Dengan Mangga Varietas Indonesia âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ....
54
Rata-Rata Harga Mangga Kualitas Ekspor (Grade A) Di Tingkat Petani di Kabupaten Cirebon Tahun 2010 âŠâŠâŠ..
55
Tabel 10.
Produksi Mangga Gedong Gincu Tahun 2005-2010 âŠâŠâŠ
55
Tabel 11.
Rata-Rata Harga (Dalam Rupiah Per Kg) Mangga Gedong Gincu Berdasarkan Tingkat Kematangan (Setelah Disortir) Tingkat Petani di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Tahun 2011 âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
63
Kriteria Petik Mangga Gedong Gincu Berdasarkan Umur Dan Warna Kulit Buah âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
64
Harga Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon Pada Tingkat Eksportir Berdasarkan Bobotnya âŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
71
Pelaku, Fungsi Pelaku, Dan Kebutuhan Tiap Pelaku Yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Mangga Cinggu Di Tingkat Eksportir âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
78
Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong Gincu Selama Musim Panen âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
92
Keluaran Model Dengan Input Hasil Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong GincuâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
93
Keluaran Model Dengan Q =1.2 Ton Pada Pada Skenario Suhu PenyimpananâŠâŠâŠ..âŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
95
Keluaran Model Dengan Q= 1.4 Ton Pada Pada Skenario Suhu Penyimpanan âŠâŠ..âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
97
Tabel 9.
Tabel 12. Tabel 13 Tabel 14.
Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18.
xxv
Halaman Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21.
xxvi
Performa Persediaan Mangga Gedong Gincu Berdasarkan Model Persediaan Terhadap Q OptimumâŠâŠ.
99
Data Pesanan Dan Pengiriman Mangga Gedong Gincu Dari Gapoktan Ke Eksportir âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
101
Perencanaan Kebutuhan Buah Mangga di Tingkat Gapoktan Untuk Pemenuhan Pesanan Eksportir Sebanyak 1,4 Ton Per Hari âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...................
102
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Mangga gedong gincu untuk ekspor âŠâŠâŠâŠâŠâŠ........
12
Gambar 2.
Diagram alir penanganan pacsapanen mangga gedong untuk ekspor âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
13
Diagram alir penanganan pascapanen mangga gedong gincu âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ......
14
Perubahan warna mangga gedong gincu selama Penyimpanan pada suhu 13 0C âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
21
Gambar 5.
Klasifikasi pemodelan sistem âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.........
25
Gambar 6.
Proses pemodelan matematik âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
28
Gambar 7.
Model deterministik vs probabilistik âŠâŠâŠâŠâŠâŠ.........
34
Gambar 8.
Situasi persediaan untuk model EOQ âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ....
38
Gambar 9.
Biaya total persediaan per periode perencanaan âŠâŠâŠ....
39
Gambar 10.
Kerangka pemikiran âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
48
Gambar 11.
Tahapan pemodelan dalam penelitian âŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ.
49
Gambar 12.
Elemen rantai pasok mangga Gedong Gincu untuk eksportir âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ...
57
Berbagai pola rantai pasok mangga gedong gincu di daerah cirebon âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
58
Gambar 14.
Rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor âŠ........
60
Gambar 15.
Aktifitas di sepanjang rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.....
63
Alat petik âcadukâ dan cara petik mangga gedong gincu di kecamatan Sedong âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
65
Keranjang pengumpulan mangga gedong gincu petani KTB Sukamulya âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ...
67
Penampungan mangga di gudang eksportir dalam keranjang plastik HDPE âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.........
70
Proses sortasi dan pengkelasan mutu mangga gedong Gincu pada tingkat eksportir di Kabupaten Cirebon âŠâŠ..
72
Mangga gedong gincu untuk ekspor di dalam kemasan âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ...
73
Kemasan karton mangga gedong gincu untuk ekspor âŠ.
73
Gambar 3. Gambar 4.
Gambar 13.
Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21.
xxvii
Halaman Gambar 22.
Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
Gambar 30.
Gambar 31.
Gambar 32.
xxviii
Hubungan antar kegiatan rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
74
Pola data masa lalu penjualan ekspor mangga gedong gincu âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠâŠ.....
80
Sebaran nilai koefisien autokorelasi deret angka permintaan mangga gendong gincu âŠâŠâŠâŠ..âŠ...âŠ.....
80
Sebaran nilai koefiesien parsial penjualan mangga Gedong gincu âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ.....
81
Situasi model persediaan dengan mempertimbangkan laju kerusakan buah âŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠâŠâŠâŠâŠ..âŠâŠ.
84
Grafik komponen biaya dalam sistem persediaan manggga gedong gincu pada berbagai skenario teknologi penyimpananâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
93
Grafik total biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu pada berbagai skenario teknologi penyimpananâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
94
Grafik komponen biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.2 ton berbagai skenario suhu penyimpananâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
96
Grafik total biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.2 ton berbagai skenario suhu penyimpananâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
96
Grafik komponen biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.4 ton berbagai skenario suhu penyimpananâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
97
Grafik total biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.4 ton berbagai skenario suhu penyimpananâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..
98
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Rata-rata Tingkat Kerusakan Buah Mangga Gedong) Gincu Per Hari di Gudang Eksportir Pada Musim Panen dan Pada Panen di Luar Musim (Off-Seasson Tahun 2010 âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
117
Proses Pemeriksaan Kesesuaian Dimensi Elemenelemen Dalam Model Persediaan Mangga Gedong Gincu untuk Ekspor âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
118
Daftar Jumlah Pohon Mangga Gedong Gincu Menurut Kecamatan di Kabupaten Cirebon tahun 2011 âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
120
Daftar Nomor Registrasi Kebun Buah Mangga Gedong Gincu Kecamatan di Kabupaten Cirebon âŠâŠ
121
Lampiran 5.
Indeks Kematangan Mangga Gedong Gincu âŠâŠâŠâŠ
122
Lampiran 6.
Penerapan SOP Oleh Petani SOP di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...
123
Penjelasan Persamaan (36) Sampai Dengan Persamaan (37) âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
124
Penjelasan Persamaan (36) Sampai Dengan Persamaan (41) âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
126
Teorema dasar yang digunakan dalam penyelesaian Persamaan (37) sampai dengan Persamaan (41)âŠâŠâŠ
128
Lampiran 10. Codex standard for mangoes (Codex stan 184-1993)âŠ
129
Lampiran 11. Standar nasional Indonesia untuk komoditas mangga (SNI 3164-2009)âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ
134
Lampiran 12. Input data ke dalam model persediaan mangga gedong Gincu âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.
144
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
xxix
xxx
DAFTAR ISTILAH
Manajemen rantai pasok
Manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi (pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk/jasa untuk pelanggan.
Rantai pasok
Merupakan pergerakan fisik bahan baku atau produk, aliran informasi, pergerakan uang, penciptaan dan penjabaran modal intelektual. Rantai pasokan tidak sama dengan istilah logistik karena di dalamnya akan termasuk fungsi pembelian, produksi, pemasaran, keuangan, perekayasaan, dan aktivitas pengendalian.
Persepsi pembeli
Pandangan pembeli mengenai mangga gedong gincu baik dilihat dari segi harga, mutu dan segi perbedaan mangga gedong gincu yang dibeli dari setiap lembaga pemasaran.
Harga jual petani (Rp) Harga rata-rata mangga gedong gincu yang diterima petani per kg. Pedagang pengumpul
Pedagang yang melakukan pembelian langsung dari petani dan menyalurkan mangga gedong gincu yang dibeli kepada pedagang besar atau langsung kepada pedagang pengecer.
Pedagang besar
Pedagang yang memperoleh barang sebagai barang niaga langsung dari satu aatau lebih pengumpul.
Pedagang grosir
pedagang yang memperoleh mangga gedong gincu dari satu atau lebih pedagang besar untuk dijual kepada pedagang pengecer.
Pedagang pengecer
Pedagang yang memperoleh mangga gedong gincu dari satu atau lebih pedagang grosir atau petani produsen untuk dijual kepada konsumen akhir.
Mangga Gedong Gincu
Mangga jenis gedong yang dipanen pada tingkat kematangan 80 â 85% (umur petik 100 -120 hari setelah bunga mekar)
Gapoktan
Gabungan kelompok tani yaitu sejenis dalam satu wilayah
Kelompokk Tani Buah (KTB)
Kumpulan petani buah yang berada dalam satu wilayah.
xxxi
GAP
Good Agricuture Practices atau pedoman umum budidaya buah yang baik yaitu panduan dalam melaksanakan budidaya tanaman buah secara benar dan tepat sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan optimum, ramah lingkungan, dan memperhatikan aspek keamanan, kesehatan dan kesejahteraan petani dan usaha produksi yang berkelanjutan serta prinsip traceability (suatu produk dapat ditelusuri asal usulnya dari pasar hingga kebun).
SOP
Standard Operational Precedure atau standar prosedur operasional merupakan acuan pelaksanaan kegiatan proses produksi yang disusun berdasarkan kondisi nyata di lapangan serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang bergerak di bidang pengembangan buah-buahan. SOP memuat keterangan/instruksi kerja yang meliputi semua proses produksi (pra-panen sampai dengan pascapanen) buah-buahan dalam bentuk buah segar. Bahasa yang digunakan dalam SOP adalah kalimat praktis, sederhana dan dapat dimengerti bagi semua pihak yang membacanya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pedoman untuk memproduksi buah bermutu dan berdaya saing.
SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon
Standard Operational Precedure atau standar prosedur operasional mangga gedong gincu yang disusun oleh tim penyusun SOP mangga gedong gincu untuk Kabupaten Cirebon yaitu yang memuat prosedur pelaksanaan penanganan pra panen, panen sampai pascapanen mangga gedong gincu di kabupaten Cirebon.
Varietas
Bagian dari satu jenis tanaman yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifatsifat lainnya yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama.
Chilling injury
Merupakan salah satu jenis kerusakan fisiologi dari produk segar hasil pertanian yang disebabkan oleh pengaruh suhu penyimpanan dingin di atas titik beku (kisaran suhu 0 â 10 oC) sehingga mengakibatkan penurunan kualitas dari produksi. Gejala kerusakan berupa kulit produk memar atau terdapat legokan, gagal menjadi matang, dan internal discoloration.
Grading mangga
Pemilahan buah mangga berdasarkan kriteria kelas, warna, berat, bentuk, dan ukuran.
xxxii
Sortasi
Kegiatan pemisahan secara visual berdasarkan tampilan fisik (warna dan bentuk) antara yang baik, tidak rusak, tidak cacat, sehat, dan benda asing lainnya.
Respirasi
Proses oksidasi glukosa menggunakan oksigen dari udara sehingga menghasilkan karbondioksida, air dan sejumlah energi. Intensitas laju respirasi dapat dianggap sebagai ukuran laju metabolime buah sesudah panen sehingga merupakan petunjuk tentang potensi daya simpan produk segar. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan semakin pendek umur simpan suatu produk.
Tranpirasi
Penguapan air pada permukaan buah
Klimakterik
Perubahan mendadak dari terjadinya proses pelayuan
Buah klimakterik
Buah yang dicirikan dengan adanya peningkatan respirasi yang menyolok setelah panen, bersamaan dengan saat pemasakan dan disertai dengan perubahan warna, citrasa, dan teksturnya. Sesaat setelah panen, buah menunjukan laju respirasi yang rendah di awal diikuti kenaikan laju respiurasi mendadak sampai maksimum kemudian terjadi penuruan laju respirasi.
Registrasi kebun
Merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada produsen buah-buahan yang telah menerapkan prinsipprinsip IndoGAP, SOP dan prinsip PHT (pengendalian Hama Terpadu) dalam praktik budidaya pada kebun buah-buahan, disamping juga merupakan tahapan sertfifikasi produk.
Sertifikasi
Pemberian sertifikat kepada pelaku usaha pagan hasil pertanian sebagai bukti pengakuan bahwa pelaku usaha pangan hasil pertanian tersebut telah memenuhi persyaratan dalam menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian (Deptan, 2007).
Prima
Peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani. Peringkat terdiri dari Prima 1 (P-1) yaitu produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu, dan baik serta cara produksi ramah terhadap lingkungan; Prima 2 (P-2) yaitu produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik ; serta Prima 3 (P-3) yaitu produk yang dihasilkan aman dikonsumsi (Deptan, 2007)
laju respirasi
sebelum
xxxiii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rantai pasok merupakan sekumpulan entitas baik berupa organisasi maupun individual yang secara langsung dan bersama-sama terlibat dalam aliran mulai hulu sampai hilir dari produk, jasa, keuangan dan atau informasi dari suatu sumber ke konsumen (Mentzer et al, 2001). Salah satu tipe masalah yang berkembang saat ini di bidang rantai pasok adalah penanganan produk-produk mudah rusak (perishable). Menurut Hug et al (2005), produk mudah rusak adalah semua produk yang mengalami perubahan secara fisik yang dapat mempengaruhi umur hidupnya baik tetap maupun acak, dan menjadi rusak atau kadaluarsa saat nilai ekonomisnya turun pada saat tiba di konsumen. Salah satu contoh produk perishable adalah produk hasil pertanian. Berbagai penelitian mengenai rantai pasok produk hasil pertanian dan industrinya telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir diantaranya adalah : Ahuma and Villalobos (2007), Gal et al (2008) Perdana (2009), Hadiguna (2010), Verdouw et al (2010). Penelitian tersebut memfokuskan pada rantai pasok di industri yang berbahan baku produk hasil pertanian. Walaupun jumlahnya masih terbatas, bahasan mengenai rantai pasok produk segar hasil pertanian sudah mulai dilakukan, diantaranya oleh : Widodo et al (2004), Stringer et al (2009), dan Jacxsens (2010). Pada dasarnya, terdapat dua tipe produk yang dikelola dalam rantai pasok produk pertanian, yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar tidak memerlukan pengolahan khusus atau transformasi kimia, sedangkan produk yang diproses memerlukan transformasi kimia. Rantai pasok produk segar hasil pertanian misalnya buah-buahan dan sayuran memiliki karakteristik yang khas seperti : mudah rusak, musiman, mutu hasil panen beragam, proses kehilangan kesegaran setiap produk dimulai sesaat setelah panen dan tergantung pada proses penanganan setelah panen, serta semua produk segar harus segera mungkin dikonsumsi oleh konsumen atau digunakan sebagai bahan baku segar pada pabrik makanan sebelum produk tersebut menjadi rusak atau busuk. Selain itu, tantangan mengelola rantai pasok produk segar hasil pertanian adalah karena produk sensitif terhadap waktu (Widodo et al, 2004). Nilai produk menurun secara signifikan dari
2 waktu ke waktu di sepanjang rantai pasok pada tingkat yang sangat tergantung suhu dan kelembaban. Widodo et al (2004) menjelaskan bahwa berdasarkan Food and Fertilizer Centre, total kerugian akibat kerusakan atau penurunan mutu pada produk segar hasil pertanian di berbagai negara mencapai 20 â 60 % dari total yang dipanen. Diperlukan strategi untuk mempertahankan mutu dan mengurangi kerusakan pada produk segar hasil pertanian di sepanjang rantai pasoknya. Rantai pasok produk segar hasil pertanian melibatkan rangkaian kegiatan pasokan, pemrosesan, persediaan, dan pengiriman kepada konsumen. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok pertanian memberikan perhatian pada pasokan, produksi, persediaan dan pendistribusian sebagai strategi mengurangi resiko kerusakan atau penurunan kualitas produk secara total. Salah satu faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam rantai pasok produk segar hasil pertanian adalah persediaan. Sistem persediaan menjadi salah satu aspek penting dari manajemen rantai pasok karena biaya persediaan dapat mencapai 25 â 40 persen dari total harga produk yang disimpan. Alasan paling mendasar mengapa perlu membangun sistem persediaan adalah tidak mungkin secara fisik atau ekonomi produk dapat diperoleh dengan seketika saat permintaan produk tersebut terjadi. Kendala utama dalam sistem persediaan untuk produk hasil pertanian adalah umur simpan. Umumnya, model-model persediaan yang dibangun dalam sistem persediaan mengasumsikan bahwa produk memiliki umur simpan tidak terbatas sehingga dapat disimpan selama-lamanya untuk memenuhi permintaan di masa datang. Kenyataannya, produk mempunyai umur simpan terbatas karena mengalami perubahan dalam penyimpanan akibat penurunan mutu, kerusakan dan keusangan (obsolescence). Untuk produk hasil pertanian, selain aspek musiman dan kamba, aspek mudah rusak (perishable) menjadi faktor penting dalam sistem persediaan produk hasil pertanian. Khusus untuk produk segar, misalnya buah segar, aspek penurunan mutu dan susut bobot yag menunjukkan tingkat kesegaran (freshness) merupakan parameter mutu kritis yang dijadikan pertimbangan dalam mempertahankan mutunya. Berbagai literatur telah banyak menjelaskan tentang sistem persediaan perishable, yaitu : Nahmias (1982), Raafat (1991), Goyal dan Giri (2001) serta Lucio dan Zanoni (2007). Namun kebanyakan dari model-model tersebut
3 memperlakukan produk segar sebagai kasus perishable khusus dengan kecepatan penurunan mutu secara tetap dan masih bisa digunakan atau dikonsumsi sebelum tanggal kadaluarsanya. Mangga gedong gincu merupakan varietas mangga unggulan nasional yang banyak diusahakan di Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon, Indramayu, dan Majalengka. Mangga gedong gincu banyak diminati baik oleh konsumen domestik maupun luar negeri, karena rasanya yang manis, daging buah tebal, aroma kuat, kandungan air banyak, ukuran yang tidak terlalu besar, serta memiliki warna yang eksotis dan menarik. Harga produk ini cukup menjanjikan baik bagi petani, pedagang, maupun pelaku agribisnis hortikultura lainnya. Mangga gedong gincu dipasarkan ke beberapa kota di Indonesia yaitu : Jakarta, Jambi, Semarang, Riau, Padang, Palembang, Bandung, Bogor, dan sebagian besar kota-kota lainnya di Jawa Barat. Selain itu, mangga gedong gincu terutama yang berasal dari kabupetan Cirebon juga telah masuk ke pasaran luar negeri seperti Arab Saudi, Bahrein, Kuwait, Hongkong, Singapura, Malaysia, Dubai, Qatar, Homan, dan Ukraina. Melihat peluang pasar yang ada, diperkirakan produksi mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon akan meningkat secara nyata pada tahun-tahun mendatang. Mangga merupakan salah satu produk yang termasuk dalam klasifikasi produk yang tidak tahan lama dalam penyimpanan (perishable product), dimana akan terjadi penurunan mutu dalam waktu tertentu. Setelah dipanen, buah mangga tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan perubahan fisikokimia buah pascapanen, seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Kondisi tersebut memerlukan kebijakan yang tepat untuk mendukung sistem persediaan sehingga distributor mangga dapat tetap memenuhi permintaan konsumen mangga dan dapat meminimumkan biaya akibat kerusakan buah mangga tersebut.
4 1.2. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut : 1. Umum : mengembangkan sistem persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. 2. Khusus : a. Mempelajari kondisi rantai pasok mangga gedong gincu. b. Mempelajari pengaruh teknologi pascapanen pada mutu buah dan performa persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. c. Menganalisis manajemen
persediaan di tingkat eksportir dan
tingkat gapoktan. d. Mengembangkan model pengendalian persediaan di tingkat eksportir. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada lingkup persediaan di tingkat eksportir pada rantai satu pemasok, satu eksportir dan satu importir. Penelitian dibatasi pada : 1. Sistem persediaan dibangun dengan memperhatikan aspek freshness yaitu penurunan mutu dan susut bobot. 2. Sistem yang dilihat adalah sistem persediaan single-vendor (satu pemasok) dan one-buyer (satu pembeli). 3. Model hanya untuk satu jenis produk pertanian yaitu yang dibangun berdasarkan umur simpan buah akibat adanya teknologi penyimpanan dingin, dan berdasarkan susut bobot selama penyimpanan. 4. Produk hasil pertanian yang dikaji adalah buah mangga gedong gincu produksi Kabupaten Cirebon didistribusikan ke luar negeri dalam keadaan segar. 5. Rantai pasok yang dikaji adalah anggota rantai pasok mangga gedong gincu pada tingkat eksportir. 6. Model persediaan dikembangkan di tingkat eksportir. 7. Model dikembangkan dalam periode perencanaan satu kali musim panen yaitu bulan Oktober sampai Desember.
5 1.4. Manfaat Penelitian 1. Dapat digunakan oleh pedagang buah mangga gedong gincu untuk menentukan jumlah persediaan dengan memperhatikan aspek penurunan mutu buah segar selama penyimpanan, sehingga dapat meminimalisasi kerugian akibat kerusakan buah mangga gedong gincu pada saat persediaan. 2. Dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun model sistem persediaan buah segar dengan memperhatikan aspek perishable produk segar hasil pertanian yaitu terhadap parameter freshness yang direpresentasikan oleh penurunan mutu dan susut bobot selama penyimpanan.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mangga Gedong Gincu Mangga (Magifera Indica L.) merupakan buah daerah tropis dan subtropis yang terkenal dengan aroma eksotis dan biasanya disebut sebagai raja buah (Sivakumar, 2010). Mangga juga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit yaitu buah khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri selain manggis dan pisang (Deptan RI, 2007). Sebagai salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai komoditas ekspor, mangga diproduksi secara komersial oleh lebih dari 87 negara, diantaranya yang paling menonjol adalah : India, Cina, Thailand, Indonesia, Filipina, Pakistan, dan Meksiko (Tharanathan et al, 2006). Menurut Lebrun et al (2008), terdapat 49 jenis dan ribuan kultivar mangga. Buah mangga populer di pasar internasional karena rasa yang khas, aroma yang menarik, warna yang indah, dan kandungan gizinya (Arauz, 2000). Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga lainnya karena memiliki aroma lebih tajam, rasa manis segar, dan kulit buah berwarna merah menyala sehingga diminati oleh kelompok konsumen ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar negeri. Disebut gedong gincu karena warna kulitnya yang merah-oranye hampir menyerupai gincu pemerah bibir wanita atau lipstik, serta bentuk buahnya bulat. Masyarakat Majalengka menyebut mangga gedong gincu sebagai mangga seraton atau mangga selera keraton karena tampilan yang memikat dan harganya yang cukup mahal, sehingga mangga gedong gincu dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit. Mangga gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Hal yang membedakan sebutan mangga gedong dengan mangga gedong gincu adalah waktu panennya. Mangga gedong dipanen pada tingkat kematangan mencapai 60%-70%, sedangkan mangga gedong gincu dipanen saat buahnya mencapai tingkat kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah (Gambar 1a). Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga, sedangkan
8 daging mangga gedong gincu akan berwarna merah oranye atau kuning kemerahan. Mangga gedong gincu memiliki bentuk pohon tegak dengan ketinggian 9 â 15 m, bercabang banyak, berdaun lebat, letak daun mendatar, permukaan daun sempit berbentuk lancip pada dasarnya dan datar pada pucuknya, bentuk malai bunga lancip berwarna merah (Broto, 2003). Jarak tanam yang dianjurkan untuk mangga gedong gincu adalah 8 -10 m. Untuk mendapatkan pohon mangga gedong gincu yang subur, tidak terlalu tinggi, dan berdaun lebat, maka batang dan cabang pohon harus dipangkas saat tanaman berusia 8 bulan. Pohon yang tidak tinggi akan mempermudah saat perawatan dan pemanenan. Tanaman mangga gedong gincu dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (dpl), memiliki curah hujan 750-2.250 mm per tahun, suhu harian 24-28 oC, kelembaban 50-60%, jenis tanah gembur yang mengandung pasir dan kedalaman air 50-150 cm. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Jika ditanam di daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama dan penyakit serta gugur bunga/buah jika bunga muncul saat hujan. Suhu harian yang ideal untuk pembuahan antara 24 - 40 oC (Rukmana, 2007). Berdasarkan syarat tumbuh tersebut, maka selain cocok tumbuh di wilayah barat (Cirebon, Indramayu, Majalengka), mangga gedong gincu juga cocok tumbuh di wilayah timur (Bali, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Maluku). Namun, dalam praktiknya, untuk wilayah kering perlu memperhatikan pengairannya. Karenanya, mangga gedong gincu banyak dibudidayakan di wilayah Barat (Cirebon, Indramayu, dan Majalengka). Broto (2003) dan Satuhu (2000) mendeskripsikan bentuk mangga gedong gincu yaitu hampir bulat dengan ukuran 10 cm x 8 cm x 6 cm, lekuk pangkal buah sedikit, kulit buah tebal dan halus berlilin, kulit buah saat masak berwarna merah jingga pada bagian pangkal dan merah kekuningan pada bagian pucuk. Daging buah tebal, kenyal, berserat halus, berwarna merah oranye, banyak mengandung air dan beraroma khas harum menyengat. Berat mangga gedong gincu rata-rata 100 - 400 g. Ukuran berat mangga gedong gincu diklasifikasikan menjadi empat yaitu besar, sedang, kecil dan sangat kecil. Mangga gedong gincu dikatakan besar
9 jika beratnya > 250 g, sedang jika beratnya 200 â 250 g, kecil jika beratnya 150 199 g dan sangat kecil jika beratnya 100 â 149 g (Satuhu, 2000). Secara umum, Codex Stand 184-1993 dan SNI 3164-2009 telah mengatur ketentuan kriteria mutu minimum untuk semua kelas mutu dan pembagian kelas mutu mangga yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Kelas Mutu Mangga Berdasarkan SNI 3164-2009
Kelas mutu
Kriteria
Semua kelas (Super, A, dan B)
mutu Syarat minimum : utuh, padat, penampilan segar, layak konsumsi, bersih/bebas dari benda asing yang tampak, bebas dari memar, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan atau tinggi, bebas dari kelembapan eksternal yang abnormal kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan rasa asing, memiliki kematangan yang cukup, serta panjang tangkai buah tidak boleh lebih dari 1 cm.
Kelas Mutu Super
Mangga berkualitas super yaitu bebas dari segala jenis cacat.
Kelas Mutu A
Mangga berkualitas baik. Cacat yang diperkenankan : sedikit penyimpangan bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 2cm2 (mangga < 250 g) dan 3 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.
Kelas Mutu B
Mangga berkualitas baik. Cacat yang diperkenankan : sedikit penyimpangan bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 4 cm2 (mangga < 250 g) dan 5 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.
Sumber: http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/9481. Diunduh 2 Februari 2012
10 Tabel 2. Kelas Mutu Mangga Berdasarkan Codex Stand 184-1993
Kelas mutu Semua kelas (Ekstra, I, dan II)
Kriteria mutu Syarat minimum : utuh, padat, penampilan segar, layak konsumsi, bersih/bebas dari benda asing yang tampak, bebas dari memar, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan atau tinggi, bebas dari kelembapan eksternal yang abnormal kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan rasa asing, memiliki kematangan yang cukup, serta panjang tangkai buah tidak boleh lebih dari 1 cm.
Kelas Mutu Ekstra
Mangga berkualitas unggul yaitu bebas dari segala jenis cacat. Diperkenankan cacat sangat kecil, asalkan ini tidak mempengaruhi penampilan produk secara keseluruhan.
Kelas Mutu I
Mangga berkualitas baik. Cacat yang diperkenankan : cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 3cm2 (mangga 200-350 g) dan 4 cm2 (mangga 300-550 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.
Kelas Mutu II
Mangga yang tidak memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam kelas lebih tinggi, tetapi masih memenuhi persyaratan minimum untuk semua mangga. Cacat yang diperkenankan : cacat bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 5 cm2 (mangga < 250 g) dan 6 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.
Sumber : http://www.codexalimentarius.org/standards/list-of-standards/en/CSX 184e.pdf. Diunduh 2 Februari 2012.
11 Satuhu (2000), menjelaskan secara umum mutu mangga dibagi menjadi dua kelas yaitu mutu I dan mutu II seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat Umum Mutu Mangga Karakteristik
Mutu I
Mutu II
Keseragaman varietas
Seragam
Seragam
Tingkat ketuaan
Tua tidak matang
Tua agak matang
Kekerasan
Keras
Cukup keras
Keseragaman ukuran
Seragam
Kurang seragam
Jumlah buah cacat (%)
0
0
Kadar kotoran
Bebas
Bebas
Jumlah buah busuk (%)
0
0
1
1
Panjang tangkai buah maks(cm) Sumber : Satuhu (2000)
Selain yang telah ditetapkan, adakalanya syarat mutu masih ditambah lagi berdasarkan permintaan pasar (pihak eksportir atau pasar swalayan). Mangga untuk ekspor mempunyai syarat mutu lebih banyak daripada untuk pasar domestik. Satuhu (2000) menerangkan beberapa syarat umum mutu mangga untuk ekspor yaitu : permukaan kulit mulus (tidak berbintik, tidak berlubang, tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda âscabâ, bebas dari luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan bentuk normal (Gambar 1). Kriteria buah untuk ekspor masih dikatakan mulus adalah noda hitam pada permukaan kulit adalah noda getah yang kering (maksimum 5 % dari total permukaan kulit buah atau 2 cm2) dan luas noda âscabâ pada permukaan kulit adalah maksimal 5 %. Kader (1992) juga menerangkan beberapa syarat mutu tambahan untuk ekspor yaitu matang fisiologis, kolorasi kuning 30 - 50%, tingkat kematangan merata dan berat serta ukuran seragam berdasarkan varietasnya. Satuhu (2000) juga menjelaskan syarat mutu mangga untuk pasar domestik (pasar swalayan) yaitu : permukaan kulit buah tidak mesti 100 % mulus, tidak luka (luka mekanis atau mikrobiologis), tidak ada bintik hitam dan lubang pada kulit, bebas penyakit pascapanen, serta bentuk normal. Khusus mangga gedong gincu, tambahan syarat mutu ekspor adalah sudah muncul warna kemerahan pada buah, ukuran di atas 200 g, dan kulit buah bersih dari bekas gigitan lalat buah atau serangga lain.
12
a.Mangga gedong gincu memenuhi kualitas ekspor karena bentuknya normal, mulus dan tidak ada noda.
b. Mangga gedong gincu yang tidak memenuhi kualitas ekspor karena bentuknya yang tidak normal (Satuhu, 2000).
Gambar 1. Mangga gedong gincu untuk ekspor 2.2. Pascapanen Mangga Gedong Gincu Sesaat setelah dipanen, buah mangga gedong gincu masih melakukan kegiatan
metaboliknya
(respirasi
dan
transpirasi)
yang
berpengaruh
terhadap mutu buah. Karena itu, diperlukan penanganan pascapanen untuk mempertahankan mutu buah mangga gedong gincu yang dilakukan mulai dari tingkat petani, pengumpul, pedagang, sampai sesaat sebelum ke tangan konsumen akhir. Menurut Setyadjid dan Syaifullah (1992), kerusakan pascapanen buah mangga dapat mencapai 30% yang disebabkan oleh perlakuan pascapanen yang tidak tepat dan adanya serangan hama penyakit. Kerusakan dan penurunan mutu adalah masalah pascapanen utama pada rantai ekspor buah segar. Dalam konsep Standard Operational Procedure (SOP) penanganan pascapanen mangga gedong untuk tujuan ekspor yang disusun oleh Dewandari et al (2009), dijelaskan bahwa diagram alir proses penanganan pascapanen mangga gedong untuk ekspor seperti pada Gambar 2.
13
Panen
Sortasi dan pencucian
Tidal layak jual Mutu II dan III/ Grade B dan C
Grading
Mutu I /Grade A
Pelilinan
Adaptasi
Labelling dan pengemasan
Penyimpanan
Pengangkutan
Gambar 2. Diagram alir penanganan pascapanen mangga gedong untuk ekspor (Dewandari et al, 2009) Hampir serupa dengan konsep SOP mangga gedong untuk ekspor yang disusun oleh Dewandari et al (2009), dalam SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon yang dikeluarkan oleh Deptan tahun 2005, dijelaskan bahwa pascapanen mangga gedong gincu meliputi : pemanenan, gudang,
sortasi,
pengkelasan
mutu
(grading),
penyimpanan, dan pendistribusian (Gambar 3).
pengumpulan di
pelabelan,
pengemasan,
14
Panen
Pengumpulan di gudang
Sortasi
Grading
Tidal layak jual
Mutu III/Grade C
Mutu I dan II /Grade A dan B
Pelabelan
Pengemasan
Penyimpanan
Pendistribusian
Gambar 3. Diagram alir penanganan pascapanen mangga gedong gincu (diolah dari Deptan, 2005) Secara tradisional, mangga dipanen berdasarkan penilaian oleh petani dengan mengamati penampilan buah. Selain dapat dilihat dari parameter fisik, fisiologis, dan kimia, tingkat kematangan juga dapat dilihat dari umur buah yaitu dihitung dari mulai berbunga, mekar penuh dan menjadi buah. Umumnya, mangga dipanen saat umur 12-16 minggu setelah bunga mekar (Yahia, 1998). Untuk mangga gedong gincu, Satuhu (2000) menjelaskan bahwa umur panennya adalah 90 - 125 hari setelah bunga mekar (hsbm). Mangga dipanen dengan bantuan alat
15 panen, misalnya tiang yang dilengkapi gunting atau pisau dan keranjang. Waktu panen adalah pagi hari saat suhu tidak tinggi karena dapat mengurangi panas lapang pada buah sehingga dapat mengurangi aktifitas metabolik buah setelah panen. Buah dipetik dengan menyisakan tangkai sekitar 1-2 cm untuk mencegah semburan getah dari tangkai buah mengenai kulit buah yang akan mempengaruhi warna kulit dan menimbulkan peluang terjadinya pembusukan. Kerugian akibat getah pada buah mangga dapat dikurangi dengan menggunakan beberapa metode yaitu : menyisakan tangkai sekitar 1-2 cm, meletakkan buah pada rak panen/hamparan dengan posisi tangkai menghadap ke bawah untuk menghentikan aliran getah, pencelupan dan penyemprotan dengan deterjen, membersihkan getah dari kulit mengunakan larutan 0,5-5% CaCO3, dan mencuci buah di aluminium sulfat 1%. Dari semua metode tersebut, metode yang direkomendasikan Holmes & Ledger (1992) adalah meletakkan buah segera setelah panen ke dalam rak panen dengan posisi tagkai menghadap ke bawah, karena merupakan metode paling efektif mengurangi kerusakan akibat getah yaitu sekitar 16%. Sortasi dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh pasar. Setelah sortasi, mangga dicuci dengan air untuk membersihkan kotoran dan sisa getah yang menempel pada permukaan kulit buah. Kemudian, dilakukan proses grading untuk memisahkan buah berdasarkan standar mutu yang ditetapkan (warna, bentuk, berat, keberadaan bahan asing/kotoran). Pelilinan dilakukan untuk menekan respirasi dan transpirasi pada buah sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Buah kemudian dikemas untuk melindungi buah dari luka, memudahkan penyimpanan, pengelolaan dan pengangkutan, mencegah kehilangan air, serta memberikan nilai estetika pada konsumen. Kemasan transportasi untuk mangga, umumnya terbuat dari keranjang bambu, keranjang plastik, peti kayu atau kotak karton. Kemasan untuk konsumen biasanya dilakukan di tingkat pedagang eceran yaitu berupa jala busa dan kertas tipis. Secara umum, tahapan proses penanganan mangga gedong gincu meliputi : pemanenan, sortasi dan grading, pengemasan, serta pengangkutan. Penelitian Dewandari et al (2009) menjelaskan bahwa untuk tujuan pengiriman jarak jauh
16 terutama ekspor, tahapan proses dalam penanganan mangga gedong gincu meliputi : 1. Pemanenan Buah mangga dipanen dengan tingkat ketuaan 80-85% yaitu berumur 100 - 120 (hari setelah bunga mekar (hsbm) yaitu saat warna buah hijau dengan pangkal berwarna kemerahan. Waktu petik yang disarankan adalah pada pukul 07.00 - 08.00 WIB. Perlakuan saat panen juga perlu diperhatikan antara lain : buah tidak dilempar, buah yng telah dipetik tidak langsung terkena sinar matahari, dan buah dipanen dengan menyisakan tangkai 1- 2 cm. 2. Sortasi dan grading Sortasi dan grading mangga gedong gincu dilakukan manual dengan cara memisahkan dan mengelompokan buah berdasarkan ukuran, tidak cacat, utuh, tidak duduk (bentuk buah datar di ujung), tidak bernoda hitam, tidak berlubang dan tidak tergores. 3. Pelilinan Pelilinan (waxing) merupakan salah satu alternatif untuk : (a) memperpanjang masa simpan buah. karena dapat menekan laju respirasi buah sehingga dapat menunda proses pematangan, (b) memperbaiki penampilan buah, dan (c) mencegah kerusakan buah akibat serangan antracnose. Pelilinan buah dilakukan dengan cara pencelupan atau penyemprotan menggunakan emulsi lilin selama 10 - 30 detik. Kemudian dilakukan penirisan dan dianginanginkan. Dari hasil penelitian Dewandari et al (2009), pelilinan 6% yang diikuti dengan penggunaan benomyl 1000 ppm dan 0,125% glossy agent, dapat mempertahankan kesegaran buah hingga mencapai minggu ke-4 dibandingkan dengan buah tanpa pelilinan Meskipun pelilinan merupakan salah satu perlakuan yang direkomendasikan, pelilinan jarang dilakukan di tingkat kelompok tani. 4. Pengemasan Pengemasan dilakukan untuk melindungi mangga dari kerusakan yang terjadi selama distribusi. Untuk pemasaran ekspor, mangga diberi pelapis net foam. untuk mencegah kerusakan fisik akibat benturan selama dalam transportasi.
17 Kemudian mangga dimasukkan dalam kemasan karton ukuran 40x30x10 cm dan berkapasitas 2 kg per karton. 5. Adaptasi suhu Adaptasi suhu dilakukan pada cold room (suhu 15 °C selama 24 jam) untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat penyimpanan dingin (chilling injury). Setelah itu buah dipindahkan ke ruang berpendingin dengan suhu 10 °C untuk penyimpanan 6. Penyimpanan Penyimpanan buah mangga dilakukan dalam suhu dingin untuk membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen dalam jangka waktu lebih lama. Penyimpanan buah mangga juga dapat dilakukan dengan mengkombinasikan penyimpanan Control/Modified Atmosphere (CA/MA) dan suhu dingin. 7. Pengangkutan Sivakumar et al (2010) merangkum informasi yang tersedia dan hasil berbagai penelitian untuk mempertahankan kualitas buah mangga secara keseluruhan dan untuk mengurangi kerugian pascapanen di sepanjang rantai pasok dengan mengadopsi teknologi pascapanen yang cocok, diantaranya adalah : 1. Pengendalian penyakit pascapanen melalui : penggunaan fungisida, Hot Water Treatment (HWT), penggunaan mikroba, pengaturan lingkungan ruang penyimpanan (CA/MA), pengembangan perangkat deteksi dini terhadap adanya penyakit pascapanen. 2. Pengendalian serangan lalat buah melalui : HWT dan Vapour Heat Treatment (VHT). 3. Pengaturan suhu pematangan. 4. Perlakuan
untuk
memperpanjang
umur
simpan,
mencegah
rusaknya
penampilan, mencegah terjadinya chilling injury, dan mempertahankan aroma buah. 5. Penerapan manajemen mutu di sepanjang rantai pasok mangga. Diantara teknologi
pascapanen tersebut, Sivakumar
et
al
(2010)
menjelaskan bahwa praktik teknologi pascapanen di masa mendatang akan lebih
18 berfokus pada pengendalian penyakit dan mempertahankan mutu yang melibatkan penggunaan fungisida, perlakuan panas (HWT atau VHT), dan manajemen suhu dalam penyimpanan dingin. Manajemen suhu selama penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi mutu buah segar. 2.2.1. Penyimpanan dingin Penyimpanan adalah salah satu cara memperpanjang umur simpan, terutama untuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan nilai komoditas yang disimpan. Umur pemasaran mangga dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat. Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktifitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air, dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisi atmosfirnya (Broto, 2003). Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Penyimpanan di bawah suhu 15 °C dan di atas titik beku bahan, dikenal dengan penyimpanan dingin. Menurut Broto (2003),
prinsip penyimpanan dengan pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup. Panas yang diperlukan untuk. mengubah refrigerant menjadi uap diambil dari ruangan tempat penyimpanan hasil hortikultura. Secara umum, tujuan penyimpanan dingin adalah untuk membatasi kerusakan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan lain yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen (Broto, 2003). Penurunan suhu dalam penyimpanan dingin akan mengurangi kelayuan, menurunkan laju respirasi, menghambat perubahan tekstur dan kehilangan vitamin C, mengurangi
19 laju pertumbuhan mikrobiologis, serta mencegah perkecambahan spora dari beberapa jamur pada bahan yang disimpan. Beberapa perubahan fisikokimia selama penyimpanan buah adalah : 1. Susut bobot dan kadar air Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah. Semakin tinggi susut bobot, maka buah tersebut semakin berkurang tingkat kesegarannya. Peningkatan susut bobot lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena respirasi lebih cepat terjadi. Kader (1992) menjelaskan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan hilangnya air dalam buah dan oleh respirasi yang mengubah gula menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Kehilangan bobot pada buah dan sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Kehilangan air bukan hanya menyebabkan susut bobot, tetapi juga menyebabkan penampilan buah menjadi kurang menarik, tekstur buruk, dan menurunkan mutu. 2. Kekerasan Kekerasan buah semakin menurun dengan semakin lama penyimpanan dan penurunan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi. Penurunan kekerasan selama penyimpanan terjadi karena perombakan komponen penyusun dinding sel sehingga buah semakin melunak. Winarno (2002) menerangkan bahwa saat buah mulai masak dan menjadi masak, ketegaran buah berkurang karena pektin yang tidak larut (protopektin) telah dirombak menjadi pektin yang larut. 3. Total Padatan Terlarut Kandungan total padatan terlarut pada mangga adalah gula dan vitamin larut air seperti vitamin B dan C. Pengukuran total padatan terlarut dinyatakan dalam derajat brix sukrosa. Sukrosa memberikan rasa manis pada mangga sehingga semakin tinggi nilai total padatan terlarut, buah semakin manis. Pantastico (1993), menjelaskan bahwa besarnya laju degradasi pati menjadi gula yang lebih sederhana dipengaruhi oleh suhu dan enzim sehingga semakin tinggi suhu, maka degradasi pati akan semakin cepat sampai batas tertentu dimana aktifitas enzim hidrolase akan terhambat.
20 4. Total asam Total asam mangga gedong gincu semakin menurun dengan semakin lama penyimpanan dan penurunan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi. Kays (1991) menjelaskan bahwa kandungan asam pada buah akan mengalami penurunan setelah dipanen. Hal serupa dijelaskan juga oleh Pantastico et al (1997) bahwa kandungan asam pada buah akan mencapai nilai maksimum selama pertumbuhan dan perkembangan dan akan menurun selama penyimpanan. Penurunan kandungan asam pada buah terjadi karena digunakan sebagai substrat pada respirasi. Penjelasan tersebut didukung juga oleh Eskin (1980) bahwa penurunan konsentrasi asam organik dalam buah disebabkan oleh penggunaan asam organik dalam siklus krebs respirasi. 5. Warna Pantastico (1993), menjelaskan bahwa suhu sangat mempengaruhi terjadinya degradasi klorofil dan pembentukan pigmen pada buah dan sayuran sehingga mempengaruhi perubahan warna buah selama penyimpanan. Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga tergantung varietasnya. Umur simpan mangga pada umumnya terbatas untuk 14 - 21 hari pada suhu 10 -15 °C (Yahia, 1998), 14 - 21 pada suhu 13 °C (USDA, 1968), dan 22 hari pada suhu 15 â 20 °C (Satuhu 2000). Umumnya, penyimpanan pada suhu 12 °C dengan RH 85 â 90% merupakan kondisi optimum untuk mangga (Kader, 1992). Menurut Pantastico et al (1997), suhu yang aman untuk penyimpanan dingin buah mangga adalah 10 - 13°C. Bila disimpan di bawah batas aman tersebut, maka buah akan mengalami chilling injury yang ditandai dengan rasa buah menjadi tidak manis, warna kulit menjadi kusam, pematangan tidak merata, dan terdapat
bercak-bercak. Menurut Sivakumar et al (2010),
umumnya mangga disimpan dan dikirim pada suhu 8 â 13 0C dan RH 85 â 90% (tergantung varietas, lamanya penyimpanan dan pengiriman). Saat berada di rak jual, mangga sebaiknya disimpan pada suhu 8 â 14 0C. Pada suhu ruang (26-28 oC), mangga gedong gincu untuk ekspor yaitu buah mangga yang dipetik dengan tingkat kematangan 80-85 % (100 - 120 hsbm),
21 dapat disimpan selama 6 hari. Broto (2003) menerangkan bahwa mangga gedong dapat disimpan selama 28 hari pada suhu 10 0C setelah sebelumnya dilakukan adaptasi penyimpanan pada suhu 15 0C selama sehari. Saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin, buah tersebut masih bisa matang normal serta bermutu baik dalam waktu 2 - 3 hari pada suhu ruang. Adaptasi penyimpanan mangga gedong gincu pada suhu 15 0C juga dilakukan Rizkia (2004).
Selama penyimpanan
mangga gedong gincu pada suhu 13 oC, Rizkia (2004) mengamati parameter mutu yang merupakan parameter mutu kritis yaitu : laju respirasi, susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, total kandungan asam, dan uji organoleptik terhadap : penampakan, tekstur, rasa, aroma, warna, dan tingkat penerimaan panelis. Penentuan batas penyimpanan didasarkan pada penampakan buah secara visual yang mengalami kemunduran mutu dan perubahan warna kulit yang mengarah pada kerusakan buah Hasil penelitian tersebut, mangga gedong gincu yang disimpan pada suhu 13 oC dan RH 85 â 90%, diterima baik oleh panelis sampai 21 hari penyimpanan. Saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan, buah masih baik 4 - 5 hari pada suhu ruang. Perubahan laju respirasi, susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, total kandungan asam, dan uji organoleptik terhadap : penampakan, tekstur, rasa, aroma, warna, dan tingkat penerimaan panelis pada mangga gedong gincu yang disimpan pada suhu 13 oC dan RH 85 â 90% dapat dilihat pada Tabel 4. Perubahan warna mangga gedong gincu selama penyimpanan pada suhu 13 oC dapat dilihat pada Gambar 4. 21 hr 14 hr 0 hr ï¬ ï¬ ï¬
Gambar 4. Perubahan warna mangga gedong gincu selama penyimpanan pada suhu 13 0C (Rizkia, 2004).
22 Tabel 4. Perubahan Parameter Mutu Selama Penyimpanan Mangga Gedong Gincu Pada Suhu 13 0C Parameter Mutu
Pengamatan hari ke14 21 0,59 0,99 9,73 4,08 1,01 0,76 14,50 15,73 7,5 Gy â 5 GY 5 GY -2,5 GY 4,17 3.56
0 Susut bobot (%) 0,00 Kekerasan (Newton) 28,40 Total asam 1,16 0 Total padatan terlarut ( brix) 12,10 Warna* 7,5 GY Laju respirasi (ml CO2/kg-jam) 7,53** Organoleptik*** 1. Warna 4 (1/2 orange) 5 (orange) 2. Tekstur 5( keras) 4 (agak keras) 3. Rasa 3 (agak asam) 4 (agak manis) 4. Aroma 3 (agak harum) 5(harum) 5. Tingkat kesukaan 3 (agak suka) 5 (suka) Sumber : Rizkia (2004) *) Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter (Minolta CR- 200) dengan metode Hunter dan Munsell Color GY = Green Yellow (hijau kekuningan), semakin kecil nilainya, semakin berkurang warna hijaunya atau bertambah kuningnya. **) laju respirasi setelah 12 jam dalam ruang penyimpanan (laju respirasi tertinggi selama 24 jam penyimpanan) ***) Uji organoleptik terhadap 10 panelis berdasarkan skala mutu hedonik 1 â 6 2.3. Paramater Mutu Buah Mangga Mutu hasil hortikultura segar didefinisikan Kader (1992) sebagai kombinasi dari karakteristik dan sifat-sifat yang memberikan nilai komoditas sebagai bahan makanan dan bahan kesenangan. Secara umum mutu akhir buah yang dihasilkan dipengaruhi oleh faktor prapanen (mutu benih/bibit, lingkungan tempat tumbuh, agroklimat dan teknik budidaya tanaman) serta faktor pascapanen (umur petik, pemanenan,dan penanganan hasil panen). Tingkat mutu yang dihasilkan saat prapanen tidak dapat diperbaiki pada saat pascapanen, dan tingkat mutu yang dihasilkan saat prapanen dapat dipertahankan dengan penanganan pascapanen. Pada sepanjang rantai pasok mangga, keberagaman mutu yang dapat ditemukan meliputi ukuran, rasa, warna, aroma, berat, dan bentuk. Menurut Kader (2002), konsumen mangga menilai perfoma mutu mangga tergantung pada parameter mutu eksternal atau penampilan visual (bebas memar, bebas getah, bebas cedera, berat, warna, dan bentuk) dan pada parameter mutu
23 internal (warna daging, kerusakan, tingkat keasaman, dan derajat kemanisan). Komponen mutu eksternal merupakan penilaian pertama yang dapat memberi gambaran tingkat mutu suatu komoditas karena dapat terlihat langsung. Dalam pemasaran, mutu visual merupakan faktor yang sangat penting, karena konsumen akan lebih dulu menilai hal yang terlihat langsung. Komponen yang berhubungan dengan mutu eksternal terdiri dari bentuk, ukuran, warna, kesegaran, kebersihan, kerusakan fisik, dan kerusakan mikrobiologis. Kerusakan atau cacat suatu komoditas dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab dan sangat berpengaruh terhadap mutu visual hasil hortikultura. Cacat fisik seperti keriput, layu, terpotong, tergores, dan memar. Cacat fisiologis meliputi kerusakan akibat penyimpanan di bawah batas suhu penyimpanan optimal, kerusakan akibat terik matahari, memar, dan sebagainya. Cacat patologis adalah pembusukan akibat jamur atau bakteri dan cacat atau kelainan/penyimpangan akibat virus. Mutu internal merupakan kondisi di dalam komoditas, terutama menyangkut jumlah yang dapat dikonsumsi (tebal kulit, rendemen jus, dan jumlah kerusakan), tekstur, citarasa, dan nilai gizi. Tingkat kekerasan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan tingkat kesegaran (freshness) buah saat dinikmati dan juga berkaitan
dengan
kemampuan
dalam
menahan
tekanan
selama
proses
pengangkutan dan distribusi. Buah yang lunak bila dikirim jarak jauh akan mengalami kehilangan dan kerusakan cukup tinggi akibat kerusakan fisik. Citarasa merupakan penilaian terhadap rasa dan aroma beberapa komponen dalam suatu komoditas hortikultura. Umumnya, konsumen menilai komponen nilai gizi sebagai bahan pertimbangan di tahap keputusan akhir. Pada rantai pasok mangga segar, pasar lebih menekankan penampilan visual dan umur simpannya. Kriteria mutu kritis yang menentukan pada penampilan visual adalah warna dan kekerasan atau ketegaran (firmness). Perubahan warna pada buah mangga berkaitan dengan tingkat kematangan. Umumnya, konsumen mengasumsikan warna merah atau kuning kemerah-merahan merupakan warna mangga yang sudah matang. Warna eksotis mangga gedong gincu untuk tujuan ekspor adalah adanya warna merah pada pangkal buah yang terjadi jika buah matang pohon yaitu saat buah berumur 100-120 hsbm dengan tingkat kematangan 80-85%. Ketegaran buah berkaitan dengan tingkat kesegaran (freshness) buah
24 tersebut sehingga freshness merupakan kriteria mutu penting dalam tingkat penerimaan konsumen buah atau sayuran segar. Freshness dijelaskan oleh Kays (1991) sebagai suatu kriteria mutu yang berkaitan dengan tingkat kebersihan (cleanlines) dan tingkat kematangan (maturity) yang merupakan faktor yang memunculkan kondisi pertimbangan mutu termasuk kondisi mutu visual secara umum dari suatu produk. Pada buah segar, freshness menurun dengan semakin meningkatnya maturity dan semakin menurunnya firmness. Penurunan freshness, menyebabkan semakin menurun pula umur simpan (self-life) buah dan tingkat penerimaan (acceptance) konsumen terhadap mutu buah. Hal ini berarti, bahwa untuk mempertahankan mutu buah segar, perlu memperhatikan aspek freshness buah tersebut. Secara kuantitatif, parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran (freshness) buah adalah : susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, total asam, dan perubahan warna. Perubahan susut bobot berbanding lurus dengan semakin tingginya suhu penyimpanan dan lama penyimpanan, sedangkan perubahan tingkat kekerasan dan total asam berbanding terbalik dengan semakin tingginya suhu penyimpanan dan lamanya penyimpanan. Keberhasilan memperpanjang umur simpan buah-buahan segar ditunjukkan dengan menurunnya laju pemasakan atau tertundanya awal pemasakan dan mencegah
kerusakan
fisik
dan
mikrobiologis
sehinga
freshness
dapat
dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima oleh konsumen. Hal ini dapat dicapai dengan merubah lingkungan produk segera setelah pemanenan yaitu dengan cara penurunan suhu, penggunaan bahan kimia, memodifikasi atmosfir sekitar produk, atau kombinasi perlakuan tersebut (Irving, 1984). 2.4. Pendekatan Sistem Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi dalam satu kesatuan untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Eriyatno (1999) menjelaskan bahwa pendekatan sistem merupakan metode pemecahan masalah dengan menggunakan abstraksi keadaan nyata atau penyederhanaan sistem nyata untuk pengkajian suatu masalah. Pendekatan sistem dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan kegiatan yang bersifat multi disiplin dan terorganisir, penggunaan
25 model matematika, mampu berpikir kuantitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan bantuan komputer. Adakalanya lingkungan nyata terlalu rumit sehingga sekedar untuk memahaminya ataupun untuk mengkomunikasikan dengan orang lain diperlukan sebuah model yang representatif. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa untuk kondisi tertentu perlu membangun sebuah model yang mewakili sistem nyata serta mempelajarinya sebagai pengganti sistem nyata. Teori dasar yang dapat digunakan dalam pendekatan sistem adalah :
model matematik, analisa fungsi model matematik, teori kontrol, teori estimasi, dan teori keputusan. 2.4.1. Pemodelan Sistem Elemen aktifitas pembuatan model disebut Eriyatno (1999) sebagai pemodelan. Menurut Marquez (2010), pemodelan adalah proses menghasilkan model sebagai representasi abstrak dari beberapa entitas dunia nyata, proses atau sistem. Jadi pemodelan sistem dapat diartikan sebagai proses menghasilkan model sebagai gambaran atau representasi dari suatu sistem. Klasifikasi pemodelan sistem dapat dilihat pada Gambar 5.
Sistem
Ekperimen dengan sistem nyata
Eksperimen dengan model sistem
Model fisik
Model matematika
Penyelesaian analitis
Simulasi
Gambar 5. Klasifikasi Pemodelan Sistem (Law and Kelton, 1991 dalam Manona dan Soetopo, 2008) Eriyatno (1999) menjelaskan tahap pemodelan sistem yaitu : seleksi konsep, rekayasa model, implementasi komputer (verifikasi), validasi, dan aplikasi model. Tahap seleksi konsep dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang
26 bermanfaat dan bernilai cukup untuk pemodelan berkaitan dengan kinerja sistem yang akan dihasilkan. Rekayasa model dilakukan untuk menentukan jenis model yang akan digunakan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Pada tahap rekayasa model dilakukan asumsi model, konsistensi internal pada struktur model, data input dan pendugaan parameter, hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual, dan membandingkan model dengan kondisi aktual. Pada tahap implementasi komputer, model diwujudkan dalam bentuk berbagai persamaan. Pada tahap ini, dilakukan pembuktian (verifikasi) bahwa model komputer mampu melakukan simulasi dari model yang dikaji. Validasi dilakukan untuk menyimpulkan apakah model sistem merupakan perwakilan yang sah dari keadaan nyata yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi dapat dimulai dengan uji sederhana meliputi pengamatan tanda aljabar, tingkat kepangkatan dari besaran, format respon (linier, eksponensial, logaritma, dan sebagainya), arah perubahan peubah jika parameter diganti-ganti, serta nilai peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem. Prinsip pemodelan sistem tidak terlalu menitik beratkan kepada bentuk model apa untuk merancang sebuah sistem. Bentuk model bebas, bisa menggunakan bentuk apa saja sesuai dengan keinginan kita. Bentuknya bisa berupa narasi, prototipe atau gambar, yang terpenting adalah harus mampu merepresentasikan visualisasi bentuk sistem yang diinginkan oleh pengguna (user), karena sistem akhir yang dibuat bagi pengguna akan diturunkan dari hasil model tersebut. 2.4.2. Model Matematik Dalam Pemodelan Sistem Pemodelan sistem identik dengan mathematical modeling. Dimulai dengan intepretasi dari kondisi yang ada, menyederhanakannya dalam sebuah model, merepresentasikannya ke dalam model matematis, lalu menerjemahkannya ke dalam model komputerisasi sehingga dapat disimulasikan untuk mengeluarkan output atau kesimpulan. Jadi, model adalah representasi dari sebuah permasalahan agar mudah untuk diselesaikan. Menurut Stewart (1999), model bertujuan untuk memahami suatu fenomena dan mungkin membuat prakiraan tentang perilaku di masa depan.
27 Marquez (2010), mendefinisikan model sebagai representasi dari sesuatu, yaitu deskripsi sederhana dari sebuah elemen atau proses yang komplek. Model dapat berupa model fisik (maket atau prototipe), model citra (gambar, komputerisasi,grafis), model simbolik atau simbol abstrak (formulasi matematik) yang dikenal dengan model matematik. Jika formulasi model adalah sederhana maka solusinya cukup diperoleh secara analitis (model analitik), tetapi jika sangat komplek, solusinya harus menggunakan teknik komputasi numeris (disebut dengan model simulasi). Dari sistem yang sama dapat dibangun model yang sederhana sampai model yang komplek tergantung pada persepsi, kemampuan, dan sudut pandang peneliti sistem tersebut. Eriyatno (1999) menjelaskan bahwa perumusan matematika dapat mempernudah pengkajian sistem yang umumnya merupakan suatu kompleksitas. Model matematika menyatakan hubungan antara beragam komponen dari sistem yang diamati dalam bentuk kuantitatif. Aspek yang dapat dikendalikan disebut variabel keputusan yang merupakan alternatif tindakan yang telah melalui pengkajian. Aspek yang tidak dapat dikendalikan diarahkan menjadi parameter, koefisien atau konstanta. Pada kondisi tertentu, jika nilai variabel keputusan dibatasi rentang nilai tertentu, maka dimunculkan fungsi pembatas atau kendala. Model matematika memungkinkan eksplorasi dengan cepat terhadap adanya pengaruh perubahan masukan dari fungsi objektif. Stewart (1999) menjelaskan bahwa model matematika merupakan uraian secara matematika dengan menggunakan fungsi atau persamaan dari fenomena dunia nyata, misalnya populasi, permintaan suatu barang, laju penurunan, dan lain-lain. Pada Gambar 6 diilustrasikan proses pemodelan matematika yaitu dimulai dari persoalan dunia nyata kemudian merumuskan model matematika dengan cara mengenali dan memberi notasi pada variabel bebas dan tidak bebas sehingga dapat ditelusuri secara matematika. Persamaan yang menghubungkan variabel-variabel tersebut diperoleh dengan bantuan pengetahuan tentang situasi fisik dan keterampilan matematika. Model matematika yang telah dirumuskan kemudian disimpulkan dan ditafsirkan sebagai informasi tentang dunia nyata dengan cara membuat penjelasan atau prakiraan. Jika prakiraan tidak sesuai dengan kenyataan, maka model perlu diperhalus atau dirumuskan kembali.
28
Rumuskan Persoalan dunia nyata
Model matematika
Uji
Prakiraan dunia nyata
Pecahkan
Tafsirkan
Kesimpulan matematika
Gambar 6. Proses pemodelan matematika (Stewart, 1999) Sebenanya, setiap model mempunyai keterbatasan. Model matematika tidak pernah merupakan pernyataan akurat secara lengkap dari suatu situasi fisik, tetapi hanya merupakan proses membuat menjadi ideal. Model matematika yang baik menyederhanakan kenyataan untuk tujuan memungkinkan kalkulasi matematika tetapi cukup akurat untuk memberikan kesimpulan yang berharga (Stewart, 1999). Pada dasarnya, ilmu sistem fokus pada model matematik yang berupa angka, simbol dan rumus sebagai gambaran dari realitas yang dikaji. Model matematik digunakan dalam menginterprestasikan perencanaan dan pengelolaan suatu sistem karena dapat menggambarkan perilaku sistem berdasarkan input atau elemen penyusunnya, yang dinyatakan dalam bentuk simbol dan pernyataan matematika. Dengan kata lain, model matematika merepresentasikan sebuah sistem dalam bentuk hubungan kuantitatif dan logika berupa suatu persamaan matematika. Pada model matematika, replika/tiruan dari fenomena keadaan nyata dideskripsikan melalui satu set persamaan matematika. Kecocokan model terhadap fenomena keadaan nyata yang dideskripsikan tergantung dari ketepatan formulasi persamaan matematikanya. Model matematika dari sebuah sistem diartikan sebagai kumpulan
persamaan yang digunakan untuk mewakili sistem. Ketepatan suatu model dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kerumitan persamaan-persamaan, tetapi tidak pernah dapat dicapai kepastian. Perumusan matematika yang terpilih dapat mempermudah pengkajian sistem. Model matematika mungkin mengambil banyak bentuk yang berbeda-beda. Ketika model matematika dari sistem sudah diperoleh, berbagai macam alat bantu analisis dan komputer dapat digunakan untuk tujuan analisis sintesis. Model matematika menjadi lebih bermanfaat jika penerapannya dapat membantu manajemen atau pimpinan suatu perusahaan, lembaga atau organisasi dalam pengambilan keputusan. Pada tingkat ini, istilah
29 pemodelan sistem menjadi lebih tepat dibandingkan dengan hanya pemodelan matematika, karena model matematika diangkat dari sistem yang sedang diteliti, sedangkan sistem tidak cukup diwakili dengan model matematika tetapi juga ada serangkaian keputusan logis yang bersama-sama membentuk model dari sistem tersebut. Eriyatno (1999) menjelaskan gambaran umum langkah-langkah untuk membangun sebuah model sebagai berikut : 1. Mendefiniskan masalah/formulasi model, yaitu menentukan permasalahan utama dalam sistem yang hendak diselesaikan 2. Mengidentifikasi komponen yaitu menentukan karakteristik sistem, meliputi tujuan sistem (objective), kriteria sistem, interval waktu sistem, sifat statis/dinamis, menentukan variabel, parameter, serta hubungan antara variabel dan parameter 3. Menggambarkan model konseptual 4. Memilih metodologi 5. Formulasi model 6. Verifikasi dan validasi model Validasi model untuk memeriksa apakah model sesuai dengan kondisi nyata, sedangkan verifikasi model adalah untuk memastikan model yang dibuat sesuai dengan metodologi dan kaidah keilmuan 7. Implementasi Secara sederhana, langkah pemodelan matematika meliputi : formulasi masalah (aspek yang harus dimasukkan ke dalam model, asumsi yang bisa dan harus dibuat), deduksi (rasionalisasi, analisa dan konseptualisasi yang melibatkan aspek pemecahan persamaan secara matematika, mengurutkan pernyataan logika, sejalan dengan asumsi), serta interprestasi. 2.5. Persediaan Persediaan didefinisikan sebagai stok barang (bahan baku, komponen, produk setengah jadi, dan produk jadi) yang menunggu untuk diproses, didistribusikan atau dijual. Russell dan Taylor (2006) mendefinisikan persediaan sebagai stok barang yang disimpan untuk memenuhi permintaan konsumen.
30 Persediaan diartikan juga sebagai aktiva suatu perusahaan, apakah dalam bentuk mentah (bahan baku) atau dalam bentuk sedang diproses atau dalam bentuk barang jadi (Maâarif dan Tanjung, 2003). Dengan kata lain, persediaan dapat diartikan semua produk yang diperlukan dalam proses produksi dan distribusi untuk disimpan sementara yang menunggu untuk diproses lebih lanjut atau didistribusikan. Sistem persediaan didefinisikan oleh Rangkuti (2000) sebagai serangkaian kebijakan dan pengendalian yang mengawasi dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem persediaan bertujuan untuk menentukan jumlah persediaan dalam kualitas dan pada waktu yang tepat dalam rangka untuk meminimalkan total biaya persediaan melalui penentuan jenis dan banyaknya produk serta melakukan pesanan secara optimal. Sistem persediaan dibedakan berdasarkan : ukuran kompleksitasnya, tipe dari produk yang disimpan, biaya yang terkait dalam pengelolaan persediaan, dan perilaku sistem persediaan (perilaku permintaan, parameter sistem, dan informasi yang tersedia). Berdasarkan ukuran kompleksitasnya (posisi bahan dalam urutan pengerjaan produk), persediaan dikelompokkan dalam empat tipe yaitu : persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang setengah jadi, dan persediaan barang jadi (Russell dan Taylor, 2006). Berdasarkan perilaku sistem persediaan yaitu banyaknya jumlah persediaan dan kapan harus disediakan, Maâarif dan Tanjung (2003), mengelompokkan persediaan dalam dua jenis yaitu : 1. Persediaan terikat (dependent demand), yaitu persediaan yang terikat dengan jadwal induk yang sudah dibuat. Persediaan jenis ini disebut juga MRP (Material Requirement Planning). 2. Persediaan bebas (independent demand), yaitu persediaan yang bebas yang berhubungan langsung oleh pasar. Jumlah persediaannya ditentukan oleh permintaan konsumen. Persediaan jenis ini disebut juga EOQ (Economic Order Quantity). Goyal dan Giri (2001), menjelaskan tipe produk yang berada dalam persediaan meliputi :
31 1. Produk yang mengalami keusangan (obsolescence), yaitu yang mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi yang cepat atau adanya produk baru dari pesaing. Keusangan mengakibatkan turunnya harga produk tersebut. Contohnya : suku cadang suatu kendaraan (mobil, pesawat, motor, dsb) akan menjadi usang saat terjadi pergantian model kendaraan tersebut. 2. Produk yang mengalami penurunan kualitas (deterioration) atau berupa kerusakan (damage), pembusukan (spoilage), kekeringan (dryness), dan penguapan (vaporization). Contohnya : yang tergolong dalam perishable product (produk mudah rusak atau produk dengan umur simpan maksimum yang dapat disimpan) yaitu bahan makanan, sayuran dan buah segar, darah, dan obat-obatan serta yang tergolong dalam decaying product (produk yang sudah habis umur simpannya karena membusuk atau rusak) yaitu alkohol, gasoline, dan bahan radioaktif. 3. Produk yang tidak mengalami keusangan (obsolescence) atau penurunan kualitas (deterioration) yaitu produk yang umur hidupnya tidak terbatas. Alasan mengapa perlu adanya persediaan diantaranya adalah : 1. Secara fisik atau ekonomi perusahaan tidak mungkin dengan cepat dan tepat memperoleh produk pada saat pemesanan terjadi. 2. Khusus untuk buah segar dan musiman, persediaan bertujuan menyediakan produk musiman sepanjang tahun. Produk musiman dapat disimpan di dalam gudang saat waktu panen atau produksi dan dijual pada waktu berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan adalah (Maâarif dan Tanjung, 2003) : 1. Perkiraan pemakaian untuk membuat keputusan jumlah persediaan yang akan dilakukan untuk mengantsipasi masa mendatang. 2. Harga bahan. 3. Biaya âbiaya dari persediaan. 4. Kebijakan pembelanjaan yang ditentukan oleh sifat bahan. Untuk bahan yang cepat rusak (perishable), tentunya tidak mungkin dilakukan penyimpanan terlalu lama, kecuali ada teknologi atau alat yang dapat memperpanjang umur simpan bahan tersebut, misalnya refrigerator atau ruang dengan pengontrol suhu dan pengatur komposisi udara ruang penyimpanan.
32 5. Pemakaian nyata dari tahun-tahun sebelumnya. Dari data pemakaian nyata tahun sebelumnya dapat dilakukan peramalan (forecasting) pemakaian tahun mendatang. 6. Waktu tunggu (lead time) mulai dari barang dipesan sampai barang datang. Sifatnya bervariasi, tergantung jumlah yang dipesan dan waktu pemesanan. Biaya persediaan yang dapat menentukan keoptimalan dari masalah persediaan meliputi : biaya pembelian, biaya pengadaan bahan (biaya pemesanan dan biaya set-up), biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan bahan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan konsumen (Tersin, 1994). Russell dan Taylor (2006) juga menjelaskan biaya-biaya yang terdapat dalam persediaan sebagai berikut : 1. Biaya pemesanan, yaitu biaya yang berkaitan dengan kegiatan pemesanan atau pengadaan barang hingga barang tiba di gudang persediaan, meliputi semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang yaitu : biaya administrasi dan audit keuangan, biaya telekomunikasi (telepon, faksimili, internet), biaya pengangkutan dan pengantaran barang, biaya bongkar muat, biaya penanganan barang, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang. Biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah barang yang dipesan. Besarnya biaya pemesanan berbanding terbalik dengan biaya penyimpanan. Semakin banyak jumlah barang yang dipesan dalam satu kali pemesanan, maka jumlah pemesanan semakin sedikit sehingga mengurangi biaya pemesanan. Namun, memesan sejumlah barang akan meningkatkan jumlah persediaan sehingga meningkatkan biaya penyimpanan. 2. Biaya penyimpanan, yaitu semua biaya yang berkaitan dengan penyimpanan barang sebagai stok di gudang meliputi : biaya fasilitas penyimpanan (sewa gudang, penerangan, pendingin, keamanan, pajak, asuransi), biaya penanganan bahan (perlengkapan dan alat-alat), biaya pekerja di fasilitas penyimpanan, biaya administrasi, biaya pinjaman untuk membeli barang persediaan (bunga pinjaman, pajak, dan asuransi), biaya risiko produk (kerusakan, kehilangan dan penyusutan produk selama penyimpanan). Secara umum, semua biaya yang meningkat secara linier seiring dengan bertambahnya jumlah persediaan merupakan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan per periode semakin besar dengan semakin banyaknya tingkat persediaan dan semakin lamanya
33 waktu persediaan tersebut disimpan. Biaya penyimpanan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu : a. Menjumlahkan seluruh biaya individual yang ada dalam komponen biaya penyimpanan ke dalam basis per unit per periode waktu tertentu, misalnya bulanan atau tahunan. Contohnya : Rp 2.000 per unit per tahun b. Dinyatakan dalam persentase dari nilai sebuah barang atau persentase dari nilai rata-rata persediaan. Umumnya, persentase biaya persediaan antara 10 - 40% dari nilai barang yang diproduksi. 3. Biaya kekurangan persediaan (stockout), yaitu biaya akibat kekurangan persediaan baik secara internal maupun eksternal. Biaya kekurangan persediaan terjadi ketika permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi. Konsumen menjadi tidak puas dan hilang kepercayaannya pada perusahaan sehingga menyebabkan kehilangan konsumen dan penjualan di masa mendatang. Jika kekurangan persediaan tersebut menyebabkan kehilangan penjualan secara tetap, maka kehilangan laba penjualan tersebut termasuk ke dalam biaya kekurangan persediaan. Dalam beberapa kasus, keterlambatan atau ketidakmampuan memenuhi pesanan konsumen menyebabkan pemberian potongan harga atau diskon bagi pemasok. Kekurangan persediaan secara internal dapat menyebabkan terhentinya atau tertundanya proses produksi sehingga menimbulkan biaya akibat menganggurnya sumber daya. Biaya kekurangan persediaan mempunyai hubungan terbalik dengan biaya penyimpanan. Siswanto (2002), menjelaskan bahwa berdasarkan dua karakteristik utama parameter permasalahan persediaan (tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan), maka model persediaan dibedakan menjadi dua yaitu : model persediaan deterministik dan model persediaan probabilistik. Ciri dari kelompok model permintaan deterministik adalah tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan untuk selang periode tertentu.dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Ciri model permintaan probabilistik adalah jika tingkat permintaan dan atau periode kedatangan pesanan tidak diketahui secara pasti sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas. Perbedaan model deteministik dan probabilistik dapat dilihat pada Gambar 7.
34
Masalah Persediaan
Deterministik
1. P sistem 2. Q sistem 3. EOQ dasar 4. EOQ potongan harga 5. EOQ back order 6. EPQ Wagner dan Within 7. Silver dan Meal 8. MRP
Probabilistik
1. Analisa marjinal 2. EOQ probabilistik 3. Simulasi 4. ABC
Gambar 7. Model deterministik Vs probabilistik (Siswanto, 2002) Rafaat (1991) mengklasifikasikan model persediaan berdasarkan parameter yang terlibat dalam model, meliputi : 1. Single dan multiple item 2. Deterministic dan probabilistic demand 3. Static dan varying demand 4. Single period dan multiple period 5. Purchase dan production model 6. Quantity discount 7. No shortage dan shortage Menurut Siswanto (2002), pada model persediaan probabilistik, ketika permintaan atau waktu tunggu tidak bisa diketahui pasti, maka ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yaitu : persediaan habis ketika pesanan belum tiba, persediaan habis tepat pada saat pesanan tiba, dan persediaan belum habis saat pesanan tiba. Hal mendasar yang terkait dalam sistem persediaan adalah : apa, kapan dan berapa? Apa merujuk pada apa yang harus disediakan. Kapan merujuk pada kapan melakukan persediaan dan kapan harus memesan ulang untuk menambah persediaan. Berapa merujuk pada berapa banyak yang harus dipesan. Persediaan produk segar hasil pertanian merupakan persediaan bebas (independent demand)
35 karena jumlah persediaannya ditentukan oleh permintaan konsumen dan berhubungan langsung oleh pasar. Persediaan independent demand sering disebut juga EOQ (Economic Order Quantity) atau Jumlah Pemesanan Ekonomis. 2.6. Landasan Matematik 2.6.1. Model Laju Kerusakan Buah Distribusi umur hidup suatu produk merupakan salah satu alat yang dapat menggambarkan panjang umur dari suatu produk secara sistematis. Umur hidup tersebut digambarkan baik melalui fungsi densitas, fungsi distribusi kumulatif, fungsi keandalan, dan fungsi laju deteriorasi. Jika f(t) menyatakan fungsi densitas dari variabel acak t yang kontinyu menggambarkan panjang umur suatu produk, maka f(t) memiliki sifat seperti yang dijelaskan Jonrinaldi (2004) yaitu : ð ð¡ â¥0 ð¡ 0
âŠâŠâŠâŠ...âŠ..(1)
ð ð¡ ðð¡ = 1
..........................(2)
Fungsi distribusi kumulatif, F(t) menyatakan probabilitas bahwa umur hidup produk ada dalam rentang (0,t) yang digambarkan dalam persamaan berikut : ð¹ ð¡ =ð ðâ€ð¡ = ð ð¡ =
ð¡ 0
ð ð¡ ðð¡
ðð¹(ð¡)
.................................(3) .................................(4)
ðð¡
Fungsi keandalan, R(t) menyatakan probabilitas bahwa suatu produk akan bertahan hidup dalam rentang (0,t) atau probabilitas bahwa produk akan rusak setelah saat t, yang digambarkan dalam persamaan berikut : ð
ð¡ =ð ðâ€ð¡ =
ð¡ 0
ð ð¡ ðð¡
.................................(5)
Karena F(t) dan R(t) bersifat mutually exclusive, maka persamaan menjadi : ð¹ ð¡ = 1 â ð
(ð¡)
.................................(6)
Fungsi laju kerusakan, ð(ð¡) menyatakan peluang bahwa produk akan rusak sesaat setelah t dengan syarat produk tetap baik sampai t, yang digambarkan dalam persamaan berikut : ð(ð¡)
ð ð¡ = ð
(ð¡)
.................................(7)
36 Uji distribusi yang dilakukan Maflahah (2010) memperoleh laju kerusakan buah segar mengikuti laju distribusi eksponensial. Fenomena penurunan mutu buah segar tersebut dapat didekati dengan persamaan : Mutu (t) = Mutu awal x e-t/T
âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ...âŠ(8)
dimana, t adalah waktu aktivitas dan T adalah waktu rusak. 2.6.2. Model Pendugaan Umur Simpan Buah Mangga Gedong Gincu Selama penyimpanan, mutu produk akan berubah karena adanya pengaruh lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Melalui model matematika, dapat diketahui laju perubahan mutu yang akan terjadi pada kondisi tertentu. Model laju perubahan mutu dapat digunakan untuk mengetahui umur simpan suatu produk. Untuk menyusun model perubahan mutu diperlukan beberapa pengamatan parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan mencerminkan keadaan mutu produk yang diperiksa, misalnya : hasil uji kimiawi, uji fisik, uji organoleptik, dan uji mikrobiologis (Syarief dan Halid, 1991). Jika diasumsikan faktor waktu adalah tetap, maka untuk menduga konstanta laju perubahan mutu mangga dapat menggunakan Persamaan Arrhenius yaitu : k ïœ k 0 .e ï E / RT
âŠ...âŠâŠâŠâŠâŠâŠ..(9)
dimana : k adalah konstanta laju perubahan mutu, k 0 adalah konstanta (tidak tergantung pada suhu), E adalah energi aktivasi, T adalah suhu mutlak (oC+273) dan R adalah konstanta gas (8.314 joule/mol.K). Setelah mengetahui kontanta laju perubahan mutu mangga, maka umur simpan mangga dapat diduga dengan menggunakan rumus penentuan waktu atau masa kadaluarsa yaitu : t = (yawal â y)/k
âŠâŠâŠ.âŠ...âŠ...âŠ(10)
dimana : t adalah lama penyimpanan (hari), yawal adalah mutu pengamatan awal, dan y adalah mutu akhir. Rizkia (2004) memperoleh konstanta laju perubahan mutu untuk susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan total asam mangga gedong gincu selama penyimpanan adalah sebagai berikut : ï·
Susut bobot
k = 1.53 x 10-14 . e-10188.0(1/T) âŠâŠâŠâŠ.âŠâŠ....⊠(11)
ï·
Kekerasan
k = 1.39 x 10-8. e-5473.5(1/T) âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ.......(12)
37 ï·
Total padatan terlarut
k = 2.39 x 10-7. e-5519.5(1/T) âŠ.âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..(13)
ï·
Total asam
k = 6.80 x 10-1. e-1091.7(1/T) âŠ.âŠâŠâŠâŠâŠâŠâŠ..(14)
Mutu akhir (y) adalah suatu keputusan manajemen mengenai mutu produk yang dinyatakan oleh manajemen sebagai mutu yang ditawarkan kepada konsumen di akhir masa penjualan di pasar (Hariyadi, 2006). 2.6.3. Model Peramalan Peramalan penting penggunaannya dalam berbagai situasi perencanaan dan pengambilan keputusan. Peramalan merupakan proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahan dapat diperkecil (Assauri, 1993). Model ARIMA (Autoregressie/Integrated/Moving Average) merupakan salah satu model peramalan yang menggunakan data historis masa lalu untuk memproyeksikan ke masa depan. Model ARIMA dapat diterapkan untuk menganalisa deret berkala, peramalan, dan pengendalian (Makridakis et al, 1999). Model ARIMA adalah jenis model linier yang mampu mewakili deret waktu baik yang stasioner maupun non stasioner. Model ARIMA menggunakan informasi dalam deret waktu untuk menghasilkan ramalan atau prakiraan. Makridakis et al (1999), menjelaskan model umum ARIMA sebagai berikut : ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)â
.............................(15)
dimana : p : menunjukkan ordo proses AR (Autoregresi), jika p = 0 berarti tidak dibangkitkan oleh proses AR d : menunjukkan tingkat pembeda agar deret data bersifat stasioner yaitu jika D>0 berarti data tidak bersifat stasioner (mengandung trend) q : menunjukkan orde proses MA (Moving Average), jika q=0 berarti deret data tidak dibangkitkan oleh proses MA P : ordo AR untuk data musiman D : indeks kecenderungan untuk data musiman Q : ordo MA untuk data musiman
38 2.6.4. Model Dasar EOQ Dalam Sistem Persediaan Model persediaan yang paling dasar dan sederhana untuk menentukan ukuran pesanan ekonomis adalah model EOQ (Economic Order Quantity). Model EOQ mempertimbangkan dua biaya persediaan yaitu biaya pesan dan biaya simpan sehingga biaya total persediaan adalah biaya pesan ditambah biaya simpan. Biaya pesan adalah biaya tetap yang keluar setiap kali pemesanan dilakukan dan tidak tergantung pada ukuran atau volume pesanan. Biaya simpan adalah biaya yang terjadi akibat penyimpanan selama satu periode tertentu. Model EOQ dapat digunakan cukup baik bila memenuhi atau mendekati sejumlah asumsi yaitu : persediaan akan dipesan sebesar Q unit dan pesanan datang secara bersamaan. Situasi persediaan untuk model EOQ dapat dilihat pada Gambar 8.
Q/2
Gambar 8. Situasi persediaan untuk model EOQ (Siswanto, 2002) Persediaan berkurang dengan laju tetap selama waktu t, sehingga pada akhir periode perencanan persediaan sama dengan nol. Saat yang sama, bahan yang dipesan sudah datang sehingga tingkat persediaan mencapai jumlah sebanyak Q. Pola tersebut berulang terus selama periode T. Pada periode awal perencanaan dilakukan pemesanan sebesar (Q). Adanya permintaan menyebabkan produk yang ada akan menurun yang digambarkan oleh garis slope negatif sampai mencapai titik nol, sehingga dilakukan pemesanan kembali sebesar (Q). Rata-rata persediaan yang ada di gudang setiap saat digambarkan
dengan
garis
putus-putus
sebesar
Q/2.
Siswanto
(2002)
menggambarkan formulasi biaya total persediaan per periode perencanaan sebagai berikut : Biaya Total Persediaan (TC) = Biaya Pesan + Biaya Simpan
39 Kurva biaya total persedian dapat dilihat pada Gambar 9.
TC (biaya total persediaan)
Biaya
hQ/2 (biaya simpan)
Cr (persediaan rata-rata)
kr/Q (biaya pesan)
Ukuran lot (Q) Q*
Gambar 9. Biaya total persediaan per periode perencanaan (Siswanto, 2002) Biaya pesan adalah biaya yang dikeluarkan karena pemesanan suatu barang yaitu kebutuhan dalam suatu periode pemesanan dibagi jumlah produk yang dipesan setiap kali pesanan dibuat dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesanan dibuat. Biaya pesan digambarkan dalam formulasi matematika sebagai berikut : ðð =
ð ð ð
.............................(16)
Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan penyimpanan persediaan yaitu rata-rata jumlah barang yang dipesan setiap kali pesanan dibuat dikalikan biaya yang harus dikeluarkan untuk menyimpan setiap unit persediaan. Biaya simpan digambarkan dalam formulasi matematika sebagai berikut : ðð =
ð ð¡ ð
.............................(17)
Karena perediaan datang bersamaan sebesar Q, maka persediaan awal adalah Q, persediaan akhir adalah nol, dan persediaan rata-rata adalah Q/2. Biaya total persediaan semakin naik dengan semakin banyak unit (Q) yang dipesan. Kondisi minimum tercapai saat biaya pesan sama dengan biaya simpan. Secara matematik, digambarkan sebagai berikut : ðð = ðð + ðð
.............................(18)
40 ð
ð
ðð = ð ð + ð ð¡, syarat TC minimum BP=BS ð ð ð= ð¡ ð ð ðð =
ð=
ððð ð¡ ððð ð¡
.............................(19)
dimana : TC : Biaya total persediaan BP : Biaya pesan BS : Biaya simpan D
: Kebutuhan dalam suatu periode perencanaan
Q
: Jumlah barang yang dipesan setiap kali pesanan dibuat
S
: Biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesanan dibuat
h
: Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyimpan setiap unit persediaan
2.6.5. Model Persediaan Untuk Produk Perishable Model persediaan perishable product (produk yang mudah rusak) merupakan model persediaan dimana persediaan tidak hanya berkurang karena permintaan saja tetapi juga karena adanya kerusakan. Beberapa bentuk kerusakan produk adalah kebusukan/membusuk (direct spoilage), habis secara fisik (physical depletion) misal cairan yang mudah menguap; atau penurunan kualitas (deterioration) misal komponen elektronik. Model persediaan untuk produk yang mengalami penurunan mutu dikelompokkan oleh Goyal dan Giri (2001) dalam tiga kelompok yaitu : a. Model persediaan dengan umur hidup produk yang tetap (fixed lifetime) b. Model persediaan dengan umur hidup produk yang tidak tetap (random lifetime) c. Model persediaan untuk produk yang mengalami penurunan jumlah secara proporsional
41 Nahmias (1982) dan Rafaat (1991) menjelaskan konsep analisis produk yang mengalami penurunan mutu yaitu (1) situasi dimana produk yang berbeda dalam persediaan secara bersama-sama mengalami keusangan pada akhir periode perencanaan, misalnya produk pakaian dan (2) situasi dimana produk mengalami penurunan mutu sepanjang periode perencanaan, misalnya buah dan sayuran segar. Situasi yang kedua kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu produk dengan umur simpan tetap (fixed lifetime) dan produk dengan umur simpan simpan acak (random lifetime). Khusus untuk produk segar hasil pertanian, mempunyai umur simpan acak (random lifetime) karena parameter mutu kritisnya yaitu freshness menurun secara acak dan terus menerus secara eksponensial dari waktu ke waktu. Bai dan Kendall (2008), mengembangkan model persediaan untuk produk segar dengan asumsi sebagai berikut : meski produk segar mempunyai umur simpan acak yang menurun secara ekponensial, umur produk dapat diduga masa simpannya, namun freshness produk akan terus menurun berdasarkan fungsi waktu. Permintaan untuk produk segar bersifat deterministik dan diasumsikan tergantung pada dua hal yaitu tingkat persediaan yang ada dan kondisi freshness produk. Hal yang pertama mengasumsikan semua produk yang belum rusak menggambarkan permintaan yang sama bagaimana pun kondisi freshness produk tersebut. Gambaran tersebut sesuai untuk produk perishable yang berumur panjang, misalnya produk fotografi dan obat-obatan., tetapi tidak sesuai untuk produk segar karena kondisi freshness merupakan salah satu aspek penting dalam mengukur kualitas produk segar. Semua produk segar diasumsikan mempunyai umur simpan tertentu tetapi sangat pendek dan tidak rusak hingga batas waktu kadaluarsa. Bagaimanapun, kondisi freshness akan menurun berdasarkan waktu dan berpengaruh pada tingkat persediaan. Model Bai dan Kendall (2008) dibangun berdasarkan bahwa fungsi permintaan merupakan perkalian persediaan dengan kondisi freshness yaitu ð·ð ð¡ = ð·âð ðð ð¡ , dimana ðð ð¡ adalah penurunan fungsi dari waktu ke waktu. Kondisi freshness menurun dari waktu ke waktu secara ekponensial yaitu ðð ð¡ = ðâððð ð¡ ,dimana ðð > 0 adalah konstanta laju penurunan sehingga diperoleh fungsi persediaan sebagai berikut :
42 ðŒð ð¡ = ðð +
ðŒ ð ð ð ðœ ð ðð
(ð âðŒ ð ð¡ â 1) , 0 †t †t1t
..........................(20)
dimana, Ii(t) = tingkat persediaan produk ke-i pada waktu t qi
= jumlah pemesanan produk ke-i
ðð = laju kerusakan dari produk ke-i si
= jumlah produk ke-i yang dipajang
ðŒð = parameter skala dari produk ke-i ðœð
= elastisitas ruang produk ke-i
fi(t) = fungsi penurunan yang mereprentasikan kondisi freshness produk dari waktu ke waktu. Indrianti et al (2001), mengembangkan model dasar perencanaan persediaan EOQ dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsa bahan untuk menentukan jumlah optimal bahan yang dipesan dengan cara meminimalkan biaya persediaan serta untuk menentukan saat pemesanan bahan yang optimal. Asumsi yang digunakan dalam penelitian Indrianti et al (2001) adalah kuantitas pemesanan tetap, laju produksi konstan, kekurangan bahan akan terjadi apabila bahan yang melewati batas masa pakai, waktu tunggu merupakan parameter yang diketahui, kapasitas produksi terbatas, dan masa pakai bahan (waktu kadaluarsa) merupakan variabel yang bersifat deterministik. Biaya persediaan yang dikembangkan dalam model tersebut meliputi : biaya simpan, biaya pesan, biaya kekurangan bahan, dan biaya kadaluarsa bahan. Persamaan matematikanya sebagai berikut : TC = Cs + Cp + Ckb + Ckd
..........................(21)
Cs = ð/ð ð + ðð€ . ðð¬ð ð
..........................(22)
ðð€ð = ð/ð ðð€ . ðð€ ð ð
..........................(23)
ðð€ð = ðð€ ð â ð
..........................(24)
sehingga diperoleh total biaya persediaan selama kurun waktu T adalah : ðð = Cs + Cp + Ckb + Ckd ð/ð
..........................(25)
Dengan mensubsitusi Persamaan (23), (25) dan (26), maka diperoleh persamaan :
43 ðð = ð/ð ð + ðð€ ðð¬ ð ð + Cp + ð/ð ðð€ . ðð€ ð ð + ðð€ ð â ð ð ............(26) /ð dimana, ðð = ðð =
ð â ðð€ ð ð ðð€ ð ð
..........................(27)
..........................(28)
Persamaan untuk mendapatkan jumlah pemesanan optimal (Q*) adalah : ð â=
ððð© . ð ð â ð ð ðð + ðð¬ ð ðð¬ â ðð€ . ðð¬ ðð
..........................(29)
dimana : TC : biaya total persediaan Cs : biaya simpan per unit per periode perencanaan Cp : biaya pemesanan per sekali pesan Ckb : biaya kekurangan bahan akibat adanya bahan yang kadaluarsa Ckd : biaya kadaluarsa bahan Ck : biaya kekurangan per unit per periode perencanaan Q
: jumlah bahan baku yang dipesan
Qk : jumlah bahan baku yang kadaluarsa D
: jumlah permintaan bahan selama periode T
P
: harga bahan baku per unit
J
: harga jual bahan baku yang sudah kadaluarsa per unit
T
: periode perencanaan, tahun
t
: kurun waktu (periode) pesanan
t1
: kurun waktu (periode ) penyimpanan bahan sebelum kadaluarsa
t2
: kurun waktu (periode) terjadinya kekuranga bahan
tk
: waktu kadaluarsa bahan
2.7. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian Berbagai penelitian telah dilakukan yang berkaitan dengan masalah dalam persediaan yang mengalami penurunan kualitas (inventory for deteriorating
44 product). Diawali oleh penelitian Within (1957) terhadap produk berkaitan dengan fashion yang mengalami penurunan nilai (deteriorating) di akhir periode penyimpanan yang ditetapkan. Kemudian, Ghare dan Schrader (1963), mengamati bahwa produk tertentu menyusut berdasarkan waktu dengan proporsi yang dapat didekati dengan fungsi eksponensial sehingga diperoleh model persediaan untuk produk yang rusak/membusuk secara eksponensial. Sejak itu, dilakukan penelitian tentang sistem persediaan untuk produk yang mengalami penurunan kualitas (deteriorating inventory system) seperti yang dijelaskan dalam Nahmias (1982), Rafaat (1991), Greenberg et al (1993), Heng et al (1991), Hariga dan Becherouf (1994), Wee dan Shum (1999), Ravichandram (1995), Nandakumar dan Morton (1993), serta Liu dan Lian (1999). Khusus untuk produk segar misalnya buah segar, sayuran segar, dikategorikan dalam model persediaan dengan umur tidak tetap (random lifetime) karena tidak dapat diketahui pasti kapan tepatnya saat terjadi pembusukan atau kerusakan sehingga umur simpannya tidak dapat ditentukan terlebih dahulu secara pasti. Beberapa penelitian mengenai model persediaan dengan umur tidak tetap (random lifetime) antara lain Liu dan Yang (1999). Berbagai literatur telah menjelaskan tentang sistem persediaan perishable, namun kebanyakan dari model-model tersebut memperlakukan produk segar sebagai kasus perishable khusus dengan kecepatan deteriorasi tetap dan tidak membusuk sebelum tanggal kadaluarsanya. Belum banyak penelitian yang secara khusus membahas tentang produk segar sebagai kasus dalam sistem persediaan perishable product. Demikian juga, penelitian yang memperhatikan aspek freshness sebagai parameter mutu kritis pada sistem persediaan produk segar hasil pertanian, masih sangat terbatas. Umumnya, penelitian sistem persediaan perishable product mengkategorikan produk segar hasil pertanian ke dalam kategori deteriorasi secara umum yaitu random lifetime dan dengan utilitas tidak membusuk (non-decaying). Bai dan Kendall (2008), menyusun model keputusan menggunakan teknik Generalized Reduced Gradient (GRG) untuk menentukan jumlah pemajangan produk segar hasil pertanian di rak-rak swalayan dengan memperhatikan aspek freshness. Model Bai dan Kendall (2008) mengunakan
45 asumsi bahwa kondisi freshness produk segar hasil pertanian menurun secara eksponensial. Produk segar hasil pertanian, misal : sayuran, buah, daging segar mempunyai umur hidup yang relatif sangat singkat (very short lifetime) sehingga untuk memperpanjang umur simpannya perlu dilakukan beberapa perlakuan pascapanen dalam sistem persediaannya. Penelitian ini, mengintegrasikan aspek teknologi perlakuan pascapanen yaitu berupa penyimpanan dingin pada sistem persediaan buah mangga gedong gincu yang mungkin dapat berpengaruh pada performa pemenuhan pesanan mangga gedong gincu. Posisi penelitian yang dilakukan dapat dilihat dari berbagai sisi, yaitu: (1) persediaan, (2) produksi, (3) analisis numerik, (4) teknik heuristik (5) teknik lain (meta heuristik, algoritma genetika, GRG algorithm, goal programing), (6) umur simpan dipengaruhi waktu (probabilistik), (7) umur simpan tetap (deterministik), (8) fixed demand, (9) random demand (10) freshness (penurunan mutu), (11) waktu kadaluarsa/rusak, (12) susut bobot selama penyimpanan, dan (13) umur simpan karena input teknologi pascapanen yang dapat dilihat pada Tabel 5. Penelitian ini mengembangkan model yaitu model persediaan (1) yang disusun menggunakan metode analisis numerik (3) terhadap produk segar yang umur simpannya bersifat probabilistik (6) dengan memperhatikan aspek freshness yaitu penurunan mutu (10), susut bobot selama penyimpanan (12), dan umur simpan akibat adanya input teknologi pascapanen (13). Model memperhatikan umur simpan produk dalam persediaan sebagai suatu hal yang bersifat probabilistik yang dipengaruhi penurunan mutu secara terus menerus sepanjang periode penyimpanan mengikuti pola eksponensial.
46
Tabel 5. Posisi Penelitian Yang Dilaksanakan
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
cakupan Peneliti
Umur simpan
Metode
1
2
3
Indrianti et al (2001) Chande et al (2003) Yadavalli and Schoor (2004) Gulrer dan Ozkaya (2006) Lawrence et al (2006) Panda et al (2008)
â
â
â
â
â
Bai et al (2008)
â
â
â
â
â
Bai dan Kendall (2008) Rajurkar dan 9. Jain (2009) Manica et al 10. (2009) Broekmeulen dan 11. Donselaar (2009) Penelitian yang 12. dilaksanakan 8.
Keterangan : Ruang lingkup Metode Umur simpan Demand Pertimbangan
4
5
6
7
8
â
â
â
â
Demand 9
Pertimbangan 10
11
12
13
â
â
â
â
â â
â
â
â
â
â
â
â
â â
â
â
â â
â
â â
â
â â
â
â
: (1) persediaan, (2) produksi : (3) analisis numerik, (4) teknik heuristik (5) teknik lain (meta heuristik, algoritma genetika, GRG algorithm, goal programing) : (6) umur simpan dipengaruhi waktu (probabilistik), (7) umur simpan tetap (deterministik) : (8) fixed demand, (9) random demand : (10) freshness (penurunan mutu), (11) waktu kadaluarsa/rusak, (12) susut bobot selama penyimpanan, dan (13) umur simpan karena input teknologi pascapanen
47
III. METODOLOGI PENELITAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam membangun model persediaan buah segar, hal yang dijadikan pertimbangan adalah aspek perishability dari buah tersebut. Menurut Kader (2002), pada rantai pasok buah segar, pasar lebih menekankan pada penampilan visual dan umur simpannya. Kriteria mutu kritis yang menentukan penampilan visual adalah tingkat kesegaran (freshness). Kays (1991) menerangkan bahwa freshness pada buah segar semakin menurun dengan semakin menurunnya mutu buah. Semakin menurunnya freshness, menyebabkan semakin menurun pula umur simpan dan tingkat penerimaan konsumen terhadap mutu buah. Secara kuantitatif, parameter yang mencerminkan freshness buah adalah susut bobot, kekerasan, dan perubahan warna. Kekerasan dan perubahan warna merupakan parameter mutu kritis yang menggambarkan penurunan mutu, sehingga dapat dikatakan bahwa penurunan mutu dan susut bobot merupakan cerminan freshness buah. Karena itu, pengembangan model persediaan buah segar pada penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan aspek biaya akibat penurunan mutu dan biaya susut bobot. Bagian yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah : sisi pemasok yang direpresentasikan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta sisi agroindustri yang direpresentasikan oleh eksportir yang menyalurkan buah mangga gedong gincu dari Kabupaten Cirebon ke negara tujuan konsumen. Pada sisi eksportir, hal yang perlu dikaji adalah berkaitan dengan pengendalian persediaan buah mangga gedong gincu di tingkat eksportir. Produksi buah mangga adalah musiman (Oktober-Desember). Sebagai buah dengan pola respirasi klimakterik, mangga gedong gincu akan terus mengalami penurunan mutu sehingga mempunyai umur simpan terbatas. Karena itu, diperlukan teknologi penanganan pascapanen untuk menunda penurunan mutu mangga. Dengan adanya teknologi penyimpanan, mangga gedong gincu diharapkan dapat disimpan lebih lama. Pada tahap ini keputusan yang diperlukan meliputi : jumlah mangga gedong gincu yang dapat disimpan jika digunakan input teknologi penyimpanan dengan objektif minimasi total biaya
48 Dalam penelitian ini, teknologi pascapanen yang digunakan adalah teknologi penyimpanan dingin yang dilakukan oleh Broto (2003) dan Rizkia (2004) untuk memperpanjang umur simpan mangga gedong gincu. Dari hasil penelitian Broto (2003), mangga gedong gincu yang disimpan pada suhu 10 oC dapat bertahan sampai 28 hari, sedangkan hasil penelitian Rizkia (2004), mangga gedong gincu yang dismpan pada suhu 13 oC dapat bertahan sampai 21 hari. Data umur simpan tersebut kemudian dialirkan ke dalam pengembangan model persediaan di tingkat eksportir mangga gedong gincu. Diagram kerangka pemikiran dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.
Petani ·
Dengan sortasi dan grading
Pedagang pengumpul besar (eksportir)
Gapoktan ·
Dengan sortasi dan grading
·
·
Jumlah pemesanan optimal jika tanpa input teknologi penyimpanan Jumlah pemesanan optimal jika ada input teknologi penyimpanan
Konsumen
·
Jumlah permintaan
Model sistem persediaan Di tingkat eksportir
Gambar 10. Kerangka pemikiran 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Model yang dihasilkan dalam penelitian ini divalidasi pada objek yang sesuai dengan ruang lingkup dan batasan penelitian. Model divalidasi pada sebuah perusahaan eksportir mangga gedong gincu di daerah Cirebon, kebun mangga milik petani anggota Kelompok Tani Buah (KTB) yang telah terdaftar sebagai kebun penerapan GAP dan SOP, serta gapoktan di desa Sedong Lor Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon. Pengumpulan data, informasi dan diskusi dengan narasumber yang terkait dilaksanakan bulan Juli - Agustus 2010 dan September - Nopember 2011.
49
3.3. Teknik-teknik yang Digunakan Penelitian ini menggunakan berbagai teknik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Prakiraan penjualan ekspor mangga gedong gincu menggunakan teknik Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Hasil prakiraan permintaan eskpor mangga gedong gincu akan menjadi masukan pada pengendalian persediaan. Pengendalian persediaan mangga gedong gincu untuk ekspor dimodelkan secara matematik sebagai abstraksi sistem persediaan dengan mempertimbangkan aspek penurunan mutu dan susut bobot buah. 3.4. Pengumpulan Data dan Informasi Data adalah fakta yang diketahui dan digunakan untuk perhitungan, sedangkan informasi adalah pengetahuan seseorang berdasarkan pengalaman dan pendidikannya (Hussey dan Hussey, 1997). Dalam penelitian ini, data diperoleh dari laporan yang dimiliki eksportir, dinas pertanian, dan petani/gapoktan, sedangkan informasi diperoleh dari pendapat dan pengetahuan manajer perusahaan eksportir dan petani/gapoktan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung ke lapangan untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan topik penelitian. Data sekunder dikumpulkan melalui desk research yaitu dengan menelusuri kembali berbagai literatur yang berkaitan dengan topik penelitian, berupa hasil penelitian sebelumnya dan berbagai publikasi lainnya (jurnal ilmiah, buletin, dan buku). Data yang dikumpulkan adalah : data historis penjualan pada eksportir, data historis hasil panen pada petani, umur simpan buah mangga gedong gincu segar pada suhu ruang, umur simpan buah mangga gedong gincu akibat adanya teknologi pascapanen, dan data yang berkaitan dengan proses pemanenan, dan penyimpanan. Data umur simpan yang digunakan adalah data hasil penelitian Broto (2003) dan Rizkia (2004) yaitu 28 hari pada suhu 10 oC dan 21 hari pada suhu 13 oC.
50 3.5. Tahapan penelitian Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Tahapan penelitian yang dilakukan sebagai berikut : 1. Mempelajari sistem persediaan mangga gedong gincu melalui diskusi pendahuluan dengan beberapa pihak yang memahami komoditas mangga gedong gincu. Selain itu, dilakukan studi pustaka yang berhubungan dengan komoditas mangga gedong gincu dan metoda-metoda yang bisa digunakan dalam menyelesaikan model persediaan untuk komoditas yang mudah rusak (perishable). 2. Pengumpulan berbagai data dan informasi. 3. Pemodelan yaitu mendeskripsikan fenomena ke dalam formulasi matematika. Setelah mengetahui prakiraan penjualan ekspor mangga gedong gincu, tahap selanjutnya adalah pemodelan persediaan di tingkat eksportir dengan mengintegrasikan model laju penurunan mutu karena adanya teknologi penyimpanan ke dalam model persediaan untuk produk perishable yang dikembangkan dari model persediaan EOQ. Model persediaan buah mangga gedong gincu dirumuskan melalui proses kreatif berdasarkan kondisi nyata. 4. Verifikasi model menggunakan data dari objek studi kasus. Nilai-nilai yang dihasilkan model akan diperiksa kesesuaiannya berdasarkan logika dan kerja komputasi. 5. Validasi model untuk mendapatkan keabsahan dan keyakinan bahwa model mampu bekerja sesuai kebutuhan. 3.6. Verifikasi dan Validasi Model Verifikasi dan validasi model adalah bagian dari proses pengembangan model agar model dapat diterima dan digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan. Tujuan verifikasi dan validasi adalah memeriksa kesesuaian model dengan teori-teori dan konsep-konsep yang diterapkan dengan sistem nyata. Verifikasi adalah proses untuk memastikan bahwa model yang dikembangkan sudah bekerja dengan benar, sedangkan validasi adalah proses untuk memastikan bahwa model memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil yang diperoleh. Setelah dilakukan verifikasi untuk
51 mengetahui kebenaran kerja model, selanjutnya dilakukan validasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap peruntukannya (Carson, 2002). Dalam proses verifikasi, dilakukan pemeriksaan apakah logika operasional model sesuai dengan logika diagram alur untuk memastikan bahwa model terbebas dari kekeliruan proses logis (logical errors) sehingga dapat berfungsi sebagaimana dikehendaki. Dalam pengembangan model persediaan mangga gedong gincu, dilakukan verifikasi untuk mendapatkan relevansi asumsi-asumsi dan teori-teori yang digunakan dalam memodelkan sistem persediaan yang telah diwujudkan dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan. Teknik verifikasi yang digunakan adalah menelusuri apakah konsistensi pemakaian relasi dan fungsi pada model telah sesuai dengan aturan matematik dan menggambarkan fungsi dari variabel keputusan serta dengan cara menelusuri kesesuaian dimensi elemenelemen dalam model yang dikembangkan. Validasi model dilakukan setelah proses verifikasi. Model persediaan yang dikembangkan dalam penelitian ini divalidasi dengan teknik face validity yaitu dengan cara bertanya pada orang yang mempunyai pengetahuan dalam sistem persediaan mangga gedong gincu tentang kesesuaian model dan kondisi sebenarnya.
52
Mempelajari sistem persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir
Pengumpulan data dan informasi
Pemodelan
Sub model prakiraan permintaan mangga gedong gincu untuk ekspor
Rancangan model sistem persediaan mangga gedong gincu untuk ekspor
Verifikasi
tidak sesuai ya
Validasi
Valid tidak ya Model Sistem Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Eksportir
Gambar 11. Tahapan pemodelan dalam penelitian
IV. ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU UNTUK EKSPOR 4.1. Potensi dan Produksi Mangga Gedong Gincu Buah-buahan Indonesia diminati di pasar luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kegiatan ekspor buah Indonesia ke pasar luar negeri. Potensi mangga di pasar internasional cukup prospek. Dari tahun ke tahun permintaan mangga asal Indonesia di negara tujuan ekspor cenderung terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari produksi ekspor dan volume ekspor mangga Indonesia yang mengalami peningkatan (Tabel 6). Tabel 6. Produksi dan Volume Ekspor Mangga Indonesia Tahun 2007-2009 Tahun
Produksi (ton)
Volume ekspor (kg)
2007
1.621,997
1.181.881 kg
2008
1.818,619
1.198.213 kg
2009
2.105.085
1.908.001 kg
Sumber : BPS (2010) Mangga gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Mangga gedong gincu selintas terlihat hampir mirip dengan mangga gedong biasa, tetapi sesungguhnya terdapat banyak perbedaannya (Tabel 7). Tabel 7.Perbedaan Mangga Gedong Gincu Dengan Gedong Biasa No.
Kriteria
Gedong gincu
Gedong biasa
1.
Warna kulit
2.
Ujung buah
3.
Pangkal buah (tempat Membulat tangkai buah)
Ada lekukan
4.
Posisi bisa âdudukâ
Ujung buah di bawah
5.
Rasa
6.
Umur panen
Manis segar (manis dengan sedikit asam) 90- 95 hsbm
Pangkal buah di bawah manis
7.
Aroma
Harum (sangat kuat)
8.
Warna daging buah saat Merah oranye atau kuning matang kemerahan
Merah keunguan pada pangkal buah dengan masih menyisakan semburat hijau tua pada ujung buah Lekukan rata/hampir hilang
Kuning
Membulat
100 â 120 hsbm Biasa Kuning
hsbm = hari setelah bunga mekar (setelah buah sebesar kelereng)
54 Konsumen luar negeri pada umumnya menghendaki buah mangga ukuran sedang (250-350 g per buah), warna kulit buah bersih mencolok, misalnya kuning kemerahan, sedangkan rasa manis bukan satu-satunya persyaratan utama (Anshari, 2006). Pasar Eropa menghendaki mangga yang berukuran seragam kecil-sedang (200 - 300 g), kulit berwarna menarik (merah atau oranye), rasa manis dengan sedikit asam, agak berserat, tahan lama disimpan, serta mudah penyajiannya atau cara makannya. Kriteria ini cocok dengan deskripsi varietas gedong gincu sehingga untuk pasar ekspor, tampaknya mangga gedong gincu menjadi andalan yang tepat. Berbagai keunggulan yang menjadikan mangga gedong gincu digemari pasar luar negeri dibanding varietas favorit mangga asal Indonesia lainnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan Mangga Gedong Gincu Dengan Mangga Varietas Indonesia No.
Kriteria
1.
Warna
2.
Rasa
3.
Tekstur
4.
Ukuran
5.
Aroma
Gedong gincu
Gedong
Merah keunguan pada Kuning pangkal buah Manis segar (manis Manis dengan sedikit asam) Lembut agak berserat Lembut agak berserat Kecil sampai sedang Kecil sampai (200 â 400 g) sedang (200 â 400 g) Harum (sangat kuat) Biasa
Arumanis Kuning Sangat manis Lembut tanpa serat Besar (ï³ 500 g) Harum
Saat ini, harga mangga gedong gincu merupakan harga tertinggi bagi varietas mangga Indonesia. Tingginya harga mangga gedong gincu bukan hanya disebabkan faktor pasokan dan permintaan (permintaan tinggi tetapi produksi masih terbatas), tetapi juga karena pola pemanenannya. Mangga gedong gincu dipetik saat semburat merah sudah keluar di pangkal buah sehingga dijamin tua optimal (sudah cukup tua tapi belum terlalu matang) sehingga rata-rata tingkat ketuaan dipastikan seragam. Jika mangga gedong gincu dipetik belum keluar semburat merah pada pangkal buahnya, maka saat matang warna kulitnya akan kuning seperti gedong biasa. Terbentuknya tampilan âGincuâ di pangkal buah memerlukan sinar matahari saat buah masih di pohon. Untuk keperluan ekspor,
55 mangga gedong gincu mempunyai harga jual yang tinggi dibanding varietas mangga lainnya (Tabel 9). Tabel 9. Rata-Rata Harga Mangga Kualitas Ekspor di Tingkat Petani di Kabupaten Cirebon Tahun 2010.
No. 1. 2. 3.
Musim Panen Awal panen raya Puncak panen raya Akhir panen raya
Bulan Oktober Nopember Desember
Rata-rata Harga Kualitas Ekspor per kg (dalam rupiah) Harumanis Dermayu Gedong Gincu 7.000 8.000 25.000 6.000 6.000 15.000 7.000 7.000 20.000
Sumber : Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon (2010) Daerah sentra produksi mangga gedong gincu di Indonesia adalah Jawa Barat meliputi Kabupaten Indramayu, Cirebon, dan Majalengka. Kabupaten Cirebon menjadikan mangga gedong gincu sebagai komoditas unggulan daerahnya. Perkembangan produksi mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon tahun 2005-2010 menunjukkan kecenderungan peningkatan (Tabel 10) Tabel 10. Produksi Mangga Gedong Gincu Tahun 2005-2010 Tahun Jumlah produksi (ton) 2005 2.412 2006 3.859 2007 4.461 2008 6.994 2009 8.079 2010 12.058 Sumber : Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon (2010) Berdasarkan data Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon (2010) pada tahun 2010, Kabupaten Cirebon mempunyai luas areal mangga 6.910 ha dengan populasi sebanyak 691.046 pohon. Dari jumlah luas dan pohon yang ada, terdapat kebun mangga gedong gincu seluas 3.022 ha dengan jumlah pohon yang produktif sebanyak 211.540 pohon dengan jumlah produksi sebanyak 12.058 ton. Dari 3.022 ha kebun mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, sekitar 2 % (60 ha) telah terdaftar di Departemen Pertanian. Kebun mangga yang bisa didaftarkan adalah kebun mangga yang sudah menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dan Standard Operational Procedure (SOP). Para importir mengharuskan mangga gedong gincu yang diekspor mempunyai asal usul yang jelas agar bisa
56 diketahui jaminan kualitasnya. Bahkan beberapa negara mengharuskan kebun dan rumah pengemasan (packing house) buah sudah disertifikasi. Untuk meningkatkan kualitas mangga gedong gincu dari Kabupaten Cirebon, sejak tahun 2005 pemerintah Kabupaten Cirebon sudah mencanangkan penerapan GAP dan SOP pada kebun-kebun mangga gedong gincu di wilayah Cirebon. Dasar hukum penerapan
GAP
di
Indonesia
adalah
peraturan
menteri
nomor
61/Permentan/OT.160/11/2006, tanggal 28 November 2006 untuk komoditi buah. Sampai saat penelitian ini dilaksanakan kebun buah mangga baru sampai tahap terdaftar sebagai kebun penerapan GAP/SOP. Sekitar 23%, petani mangga di Cirebon telah menerapkan teknologi pembungaan sehingga dapat meningkatkan jumlah bunga yang juga akan meningkatkan jumlah buah. Pada saat kemarau panjang, tanaman mangga di wilayah Cirebon, berbunga antara Maret sampai Juli sehingga menghasilkan buah siap panen antara Oktober sampai Desember. Panen raya terjadi pada November setiap tahunnya. Mangga gedong gincu baru bisa dipanen saat berusia 3 tahun dengan produksi sebesar 1- 2 ton per hektar per sekali panen. Setelah berusia 5 tahun, produksi buah akan meningkat menjadi 3 ton per hektar per sekali panen.Satu hektar kebun mangga gedong gincu berkapasitas 100 pohon. Sentra mangga gedong gincu yang terbesar di Kabupaten Cirebon berada di Kecamatan Sedong. Kondisi lingkungan di
Kecamatan Sedong sangat
mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan maangga gedong gincu karena memiliki tingkat keasaman tanah yaitu pH 5 dan suhu harian 26 â 30 oC. Pada tahun 2010, dari 211.540 pohon mangga gedong gincu yang produktif di Kabupaten Cirebon, sebanyak 43.254 pohon mangga gedong gincu ada di Kecamatan Sedong, sisanya tersebar di 36 kecamatan lainnya pada wilayah Kabupaten Cirebon.(Lampiran 3). Jumlah petani mangga di Kecamatan Sedong merupakan jumlah terbesar diantara kecamatan lain di Kabupaten Cirebon. Pohon-pohon mangga di Kecamatan Sedong dikelola oleh 1.295 petani mangga yang tergabung dalam 11 Kelompok Tani Buah (KTB) mangga dalam satu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
57 4.2. Elemen Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu Rantai pasok produk pertanian lebih kompleks dari rantai pasok pada umumnya karena : produk pertanian bersifat mudah rusak, tergantung iklim dan musim, dan bentuk serta ukuran hasil panen bervariasi. Elemen yang diperhatikan dalam rantai pasok meliputi fasilitas, fungsi, dan aktifitas (Maâarif dan Tanjung, 2003). Elemen dalam rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor digambarkan pada Gambar 12.
Elemen Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu Untuk Ekspor
Fasilitas 1. Kebun mangga 2. Gudang penampungan hasil panen milik gapoktan 3. Gudang dan packing house milik eksportir
Fungsi 1. Petani mangga/KTB 2. Gapoktan 3. Eksportir 4. Konsumen luar Negeri
Aktifitas 1. Pemanenan 2. Pengumpulan dan penampungan hasil panen 3. Pembersihan, sortasi I pengemasan dan penimbangan 4. Pengiriman ke gudang eksportir 5. Sortasi II dan grading 6. Pelabelan buah, pembungkusan, pengemasan, dan penimbangan 7. Pelabelan kemasan dan peletizing 8. pengiriman ekspor.
Gambar 12. Elemen dalam rantai pasok mangga gedong gincu pada tingkat eksportir 4.2.1. Fasilitas Fasilitas yang diperlukan dalam rantai pasok mangga gedong gincu di tingkat eksportir adalah kebun mangga sebagai pabrik yang memproduksi mangga gedong gincu, gudang milik gapoktan tempat penampungan hasil panen, dan gudang eksportir yang juga berfungsi sebagai packing house. 4.2.2. Fungsi Fungsi produksi dan distribusi mangga gedong gincu dari kebun ke konsumen dilakukan oleh pelaku rantai pasok mangga gedong gincu. Jika
58 ditelusuri dari hasil penelitian Eryani (1999) tentang pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, maka akan diperoleh berbagai pola saluran pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon (Gambar 13). Petani
Pedagag pengumpul kecil
Petani
Petani
Pedagag pengumpul kecil
Petani
Petani
Pedagag pengumpul kecil
Petani
Petani
Petani
Pedagag pengumpul kecil
Pedagang pengumpul besar
Pedagang pengecer di wilayah Cirebon
Konsumen di wilayah Cirebon
Pedagang pengumpul besar
Pedagang pengecer di wilayah Cirebon
Konsumen di wilayah Cirebon
Pedagang di pasar induk
Pedagang pengecer di luar wilayah Cirebon
Konsumen di luar Cirebon
Pola 1 Cara bayar : tunai Grade B : Rp 14.000/kg Grade C : Rp 6000-7000/kg
Pola 2 Cara bayar : tunai Grade B : Rp 14.000/kg Grade C : Rp 6000-7000/kg
Pedagang pengumpul besar
Pedagang di pasar induk
Pedagang pengecer di luar wilayah Cirebon
Konsumen di luar Cirebon
Pedagang pengumpul besar
Pedagang di pasar induk
Pedagang pengecer di luar wilayah Cirebon
Konsumen di luar Cirebon
Pola 3 Cara bayar : DP Grade A : Rp 17.000/kg Grade B : Rp 15.000/kg
Pola 4 Cara bayar : DP Grade A : Rp 17.000/kg Grade B : Rp 15.000/kg
Pola 5 Cara bayar : DP Grade A : Rp 20.000/kg Grade B : Rp 17.000/kg
Pedagang pengumpul besar
Supermarket
Konsumen di luar Cirebon
Pedagang pengumpul besar
Supermarket
Konsumen Grade A : Rp 20.000/kg
Pedagang pengumpul besar
Ekportir
Konsumen luar negeri
Pola 7 Cara bayar : tunda Grade A
Pedagang pengumpul besar
Ekportir
Konsumen luar negeri
Pola 8 Cara bayar : tunda Grade A
Pola 6 Cara bayar : tunda
Grade B : Rp 17.000/kg
Gambar 13. Berbagai pola saluran pemasaran mangga gedong gincu di wilayah Cirebon (diolah kembali dari hasil penelitian Eryani, 1999) Umumnya, petani mangga gedong gincu melakukan sendiri kegiatan pemanenan dan pengangkutan. Pada saat jumlah mangga gedong gincu sedikit, sedangkan permintaan dan harga jual tinggi, maka pengangkutan dari kebun ke lokasi pengumpulan dilakukan oleh pedagang pengumpul. Pada kondisi tersebut, resiko dan biaya tranportasi akan ditanggung oleh pedagang pengumpul. Volume rata-rata yang mampu petani penuhi adalah 0,2 ton per 2 hari. Harga yang diterima petani ditentukan oleh mutu mangga gedong gincu yang dihasilkan
59 petani tersebut. Bagi petani yang sudah menerapkan GAP/SOP dan serangkaian tindakan pascapanen (pembersihan, sortasi, dan grading), akan mendapatkan harga yang lebih baik. Pedagang pengumpul terdiri dari pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul kecil merupakan pedagang pengumpul di desa atau kecamatan yang mempunyai informasi lokasi kebun petani mangga gedong gincu yang siap panen dan harga mangga gedong gincu di wilayah Cirebon. Pedagang pengumpul kecil akan mencari sampel mangga gedong gincu untuk ditawarkan ke pedagang pengumpul besar dan akan memperoleh komisi dari petani sebesar 5 â 10 % dari jumlah penjualan mangga gedong gincu yang berhasil ditawarkan ke pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul besar adalah pedagang yang menampung mangga gedong gincu untuk dijual ke pedagang pengecer, pedagang pasar induk, supermarket atau eksportir. Pada penelitian ini, pedagang pengumpul besar direpresentasikan oleh Gapoktan Samimulya Desa Sedong Lor Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon. Volume rata-rata mangga gedong gincu yang mampu dijual oleh Gapoktan Samimulya adalah 1 ton per hari. Pedagang pengecer terdiri dari pedagang pengecer di wilayah Cirebon dan di luar Cirebon. Pedagang pengecer di wilayah Cirebon adalah pihak yang membeli mangga gedong gincu dari pedagang pengumpul besar yang kemudian menjualnya kembali ke konsumen, sedangkan pedagang pengecer di luar wilayah Cirebon adalah pihak yang membeli mangga gedong gincu dari pedagang pasar induk yang kemudian menjualnya kembali ke konsumen di luar wilayah Cirebon. Rata-rata jumlah mangga gedong gincu yang dibeli pedagang pengecer adalah kurang lebih 0,03 ton per hari. Pedagang di pasar induk adalah pedagang yang berdomisili di luar wilayah Cirebon. Rata-rata volume penjualan mangga gedong gincu di pedagang pasar induk adalah 1-5 ton per hari. Pedagang supermarket adalah pedagang yang membeli mangga gedong gincu dari pedagang pengumpul besar untuk dijual kembali ke konsumen akhir. Rata-rata volume penjualan mangga gedong gincu di supermarket adalah 0,4 ton per 2 minggu.
60 Eksportir adalah pedagang yang membeli mangga gedong gincu dari pengumpul besar untuk dijual kembali ke pasar luar negeri. Antara eksportir dan pedagang pengumpul besar melakukan perjanjian kontrak berdasarkan volume mangga gedong gincu yang sanggup dipenuhi oleh pedagang pengumpul besar dalam suatu periode kontrak yang disepakati. Pada penelitian ini, rantai pasok yang diamati adalah rantai pasok mangga gedong gincu di tingkat eksportir yang dilihat dari sisi sistem persediaan mangga gedong untuk ekspor. Pemasok direpresentasikan oleh petani dan gapoktan yaitu gapoktan di Desa Sedong Lor Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon. Perusahaan direpresentasikan oleh eksportir yang merupakan pedagang besar di Kabupaten Cirebon. Pelanggan akhir direpresentasikan oleh importir. Rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor dapat dilihat pada Gambar 14.
Petani (KTB)
Gapoktan
Keterangan :
Pedagang besar (Eksportir)
Pengecer/ Konsumen dalam negeri
Importir
Arus produk Arus kas/uang Arus informasi
Gambar 14. Rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor Mangga gedong gincu dipesan eksportir dari gapoktan yang sudah terikat kontrak untuk menyediakan pesanan eksportir mangga gincu selama periode musim panen. Gapoktan akan mengirim pesanan ke gudang eksportir di hari yang sama dengan hari pemetikan. Eksportir akan mengirim buah ke konsumen luar negeri di malam hari dengan menggunakan angkutan udara. Pengiriman dilakukan malam hari untuk mengurangi kerusakan akibat suhu yang panas dalam kemasaan. Pada lokasi penelitian ini, Gapoktan Samimulya adalah satu-satunya gapoktan di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon. Dalam Gapoktan Samimulya terdapat 11 KTB yaitu Sri Makmur, Sukamulya, Samoja, Makmur Jaya, Sugihmurti, Pakembaran, Datar Indah, Astana, Barokah, dan Cikondang Indah. Selain menjadi
pemasok mangga gedong gincu untuk eksportir, Gapoktan
Samimulya juga menjual mangga gedong gincu untuk pasar di wilayah Cirebon
61 dan di luar wilayah Cirebon. Gapoktan Samimulya memperoleh pasokan mangga gedong gincu dari petani mangga yang sudah menerapkan GAP/SOP pada kebun mangganya. Tidak semua petani dalam KTB telah menerapkan GAP/SOP. Di kecamatan Sedong, baru 10 petani dari berbagai KTB yang kebunnya mendapatkan nomor registrasi dari Departemen Pertanian karena sudah menerapkan GAP/SOP (Lampiran 4). Persyaratan importir, mangga gedong gincu yang dikirim haruslah berasal dari kebun yang sudah menerapkan GAP/SOP. Saat ini, baru KTB Sukamulya yang memasok mangga gedong gincu ekspor untuk Gapoktan Samimulya. Eksportir pada penelitian ini adalah salah satu pedagang besar mangga yang sejak tahun 2007 sudah mengekspor mangga gedong gincu dari Cirebon ke berbagai negara meliputi : Arab Saudi, Bahrein, Kuwait, Hongkong, Singapura, Malaysia, Dubai, Qatar, Homan, dan Ukraina. Selain mengirim mangga gedong gincu untuk pasar luar negeri, eksportir juga menjual mangga gedong gincu untuk pasar dalam negeri. Hal tersebut, dilakukan eksportir untuk menghindari kerugian akibat rusaknya mangga gedong gincu di gudang persediaannya. Sebagai buah tropis klimakterik, mangga gedong gincu mempunyai umur simpan terbatas dan mudah mengalami kerusakan di sepanjang rantai pasoknya. Negara importir menginginkan mangga gedong gincu yang dipetik pada tingkat kematangan 80-85%. Pada suhu ruang, mangga dengan tingkat kematangan 80-85% mempunyai umur simpan 6 hari, sehingga buah harus segera dikeluarkan dari gudang persediaan sebelum rusak untuk menghindari kerugian. 4.2.3. Aktifitas Dalam SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon yang dikeluarkan oleh Deptan tahun 2005, aktifitas pada sepanjang rantai pasok mangga gedong gincu meliputi : pemanenan, pengumpulan di gudang, sortasi, grading, pelabelan, pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian. Aktifitas pemilihan dan penyimpanan belum banyak dilakukan petani mangga gedong gincu. Pemilihan, penyimpanan dan aktifitas pascapanen lainnya banyak dilakukan tengkulak, pedagang
pengumpul,
dan
pedagang
antar
kota.
Pemilihan
dilakukan
berdasarkan: cacat, tua, dan sesuai ukuran yang diinginkan. Kemudian
62 dikumpulkan dalam keranjang atau wadah penyimpanan sampai adanya transaksi pemasaran ke konsumen. Petani mangga gedong gincu yang telah menerapkan SOP selain melakukan aktifitas pemanenan dan pengumpulan, juga melakukan aktifitas sortasi, grading, dan distribusi. Daftar penerapan SOP oleh petani SOP di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada penelitian ini, aktifitas pada sepanjang rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor (Gambar 15) meliputi : 1. Pemanenan. Pemanenan adalah pemisahan buah dari tanaman induknya. Pemanenan yang benar dan pada tingkat kematangan yang sesuai akan mempengaruhi kualitas mangga. Umumnya, mangga gedong gincu dipetik saat buah telah memenuhi ciri-ciri tua optimal yaitu adanya lapisan lilin buah, bentuk buah sudah padat penuh terutama bagian ujung, bila buah diketuk menghasilkan nada tinggi, buah akan melayang bila dimasukkan ke dalam air, tangkai buah kering, dan warna kulit kuning kemerahan pada ujungnya. Akan lebih baik jika dipetik matang di pohon sehingga warna kemerahan terlihat bagus dan rasa pun lebih manis. Musim panen mangga gedong gincu adalah Oktober sampai Desember. Petani melakukan pemanenan disesuaikan dengan harga dan permintaan. Di luar waktu panen raya, petani memanen buah saat berumur 100 hsbm (tingkat kematangan 70%) karena saat tersebut harga mangga tua optimal rata-rata Rp 12.500 hingga Rp 15.000 per kg. Saat puncak panen raya (Nopember), mangga dengan tingkat kematangan 70% harganya rendah (Rp 6.000 â 7.000 per kg) dibanding mangga yang dipanen dengan tingkat kematangan 80-85% (Rp 15.000 per kg). Di luar waktu panen raya, petani hanya akan memanen mangga gedong gincu pada umur buah 100-120 hsbm (tingkat kematangan 80-85%) jika ada pesanan dari pembeli karena pemanenan pada umur tersebut sangat beresiko yaitu umur simpan buah sangat pendek dan resiko jumlah buah yang terserang lalat buah semakin besar. Pemanenan saat musim hujan, mengakibatkan buah rentan terkena hujan dan penyakit akibat air hujan sehingga buah akan cepat busuk.
63
Pemanenan
Pengumpulan dan penampungan hasil panen
Tidak Layak Jual
Pembersihan, sortasi, pengemasan, penimbangan Layak Jual
Pengiriman ke gudang eksportir
sortasi dan grading di gudang eksportir
Grade B dan C
Pasar dalam negeri Grade A
Pelabelan buah, pembungkusan, pengemasan, penimbangan
Pelabelan kemasan, paletizing
Pengiriman ekspor
Gambar 15. Aktifitas di sepanjang rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor Rata-rata harga mangga gedong gincu berdasarkan tingkat kematangan di tingkat petani di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11.
No. 1. 2. 3.
Rata-Rata Harga (Dalam Rupiah Per Kg) Mangga Gedong Gincu Berdasarkan Tingkat Kematangan di Tingkat Petani di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Tahun 2011 Musim panen
Awal panen raya (Oktober) Puncak panen raya (Nopember) Akhir panen raya (Desember)
Sortir 70% ï³ 80% 10.000 25.000 6.000 15.000 8.000 20.000
Tanpa sortir 70% ï³ 80% 6.000 10.000 2.500 8.000 4.000 10.000
64 Pemanenan pada tingkat kematangan 80-85% dilakukan secara berkala 1- 2 hari sekali. Hal ini karena, masa kematangan antara satu buah dengan buah lain baik dalam satu pohon maupun pohon lain berada dalam waktu yang tidak bersamaan. Khusus mangga gedong gincu untuk ekspor, mangga dipetik saat umur buah 100 â 120 hsbm (80-85%), yaitu lekukan ujung buah rata/hampir hilang, lapisan lilin mulai menebal pada permukaan buah, cabang tangkai buah telah kering, bentuk buah padat penuh terutama pada bagian ujung buah, buah tidak runcing (dapat duduk), bila dimasukkan ke dalam air akan melayang, bila buah diketok sudah berbunyi nyaring, rasa manis segar (total padatan terlarut 17-19 obrix), tingkat kekerasan 15kg/m2, dan warna kulit buah hijau dengan pangkal kemerahan. Kriteria petik mangga gedong gincu berdasarkan umur dan warna kulit buah dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 5. Tabel 12. Kriteria Petik Mangga Gedong Gincu Berdasarkan Umur Dan Warna Kulit Buah Tingkat kematangan 70%
Umur buah (hsbm) 90-100
80%
95-100
85%
110-120
95% (siap konsumsi)
125
100% (over ripe)
130
Warna kulit buah Seluruh bagian buah masih berwarna hijau Bagian atas ujung buah berwarna hijau tua dengan pangkal buah berwarna orange Bagian atas ujung buah berwarna hijau tua dengan pangkal buah berwarna merah Bagian ujung dan tengah buah berwarna kuning dengan pangkal buah berwarna merah Bagian ujung dan tengah buah berwarna kuning kemarahan dengan pangkal buah berwarna merah
Rasa buah Asam segar Manis-asam segar
Manis segar
Manis segar
Manis segar
Sumber : Deptan (2005) Pemanenan dilakukan oleh petani, pedagang pengumpul, pedagang antar kota atau tenaga upahan. Pemanenan di wilayah Cirebon dilakukan pada pagi
65 (pukul 06.00 - 10.00) atau sore (pukul 14.00 - 17.00) tergantung cuaca dan sesuai keperluan. Untuk keperluan ekspor, mangga gedong gincu dipanen pada pagi hari dengan tujuan mangga gedong gincu dapat diangkut ke gudang eksportir di hari yang sama dengan hari pemanenan. Mangga gedong gincu bisa dipanen saat berusia 3 tahun, namun biasanya buah yang dihasilkan masih sekitar 2-3 ton per panen. Setelah usianya 5 tahun, buah yang dihasilkan mencapai 4 ton per panen. Berdasarkan SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon (Lampiran 13), buah dipanen harus dengan menyisakan tangkai sepanjang 10 cm supaya tidak terjadi penyebaran getah. Namun, praktik tersebut belum sepenuhnya dijalankan karena masih ada buah yang dipanen dengan tidak menyisakan tangkai. Panjang tangkai yang disisakan pun bervariasi antara 2-10 cm. Petani menyisakan tangkai hanya pada buah yang dapat dijangkau dengan tangan. Buah yang tidak terjangkau dengan tangan, dipanen menggunakan alat petik yang disebut âcadukâ yaitu semacam tongkat yang ujungnya terbuat dari besi yang dilengkapi jala (Gambar 16). Pemakaian âcadukâ mengakibatkan buah beresiko terkena benturan, getah buah, dan luka yang akan mempengaruhi mutu dan harga jual di tingkat petani. Seyogyanya, tenaga petik menggunakan tangga segitiga untuk mencapai buah yang letaknya tinggi sehingga dapat menggunakan gunting sebagai alat petik. Pemetikan dengan gunting dapat memungkinkan tenaga pemetikan mengatur panjang tangkai buah yang disisakan.
a. Alat petik âcadukâ
b. Pemetikan menggunakan âcadukâ
Gambar 16. Alat petik âcadukâ dan cara petik mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong
66 2. Pengumpulan dan Penampungan Hasil Panen Saat menunggu proses pemanenan selesai, buah yang sudah dipetik, kemudian dikumpulkan dalam keranjang. Pengumpulan merupakan rangkaian kegiatan setelah panen sebelum buah mendapat penanganan selanjutnya. Setelah dipetik, mangga dikumpulkan dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung dalam waktu lama supaya buah tetap segar. Kontak sinar matahari secara langsung menyebabkan susut bobot, mempercepat proses metabolisme (respirasi) yang akan mempercepat proses pematangan, pelayuan, dan pembusukan. Karenanya, berbagai acuan penanganan pascapanen buah mangga juga memberikan perhatian cukup besar pada proses penghilangan panas lapang atau panas kebun terutama jika panen dilakukan pada waktu suhu udara panas untuk menghambat respirasi, menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba, mengurangi kehilangan air, dan memudahkan pemindahan ke dalam ruang penyimpanan dingin atau sistem transportasi dingin. Pada praktiknya, proses penghilangan panas lapang belum dilakukan di tingkat petani terutama petani tradisional karena menganggap tahapan tersebut memerlukan fasilitas dan peralatan khusus sehingga menambah biaya produksi. Sebenarnya, praktik penghilangan panas lapang dapat dilakukan dengan cara sederhana yaitu memasukkan mangga yang telah dipetik ke dalam cooler box yang diberi media pendingin berupa air dingin yang telah dicampur dengan bongkahan es (suhu berkisar 4 - 5
o
C). Penelitian Nurmawanti (2008),
menunjukkan bahwa perlakuan penghilangan panas lapang pada mangga cengkir menggunakan cooler box yang diberi media pendingin berupa air dingin yang telah dicampur dengan bongkahan es, dapat mengurangi persen susut bobot mangga tersebut daripada mangga tanpa perlakuan pra pendinginan. Susut bobot penyimpanan mangga sampai hari ke enam di suhu ruang adalah 12,80 % (pra pendinginan cooler box
yang diberi air
dingin+bongkahan es ) dan 16, 32 % (tanpa pra pendinginan). Petani KTB Sukamulya mengumpulkan mangga gedong gincu yang telah dipetik dengan cara meletakkan mangga ke dalam keranjang yang terbuat dari plastik HDPE (High Density Polyethylene) berkapasitas ï£ 20 kg. Tumpukan keranjang ditata maksimal 2 tumpukan dan diletakkan di tempat yang teduh
67 (Gambar 17). Praktik yang dilakukan petani KTB Sukamulya tersebut sesuai dengan SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon, yang mengijinkan tumpukan maksimal hanya 8 tumpukan.
Gambar 17. Keranjang pengumpulan mangga gedong gincu petani KTB Sukamulya Setelah proses pemanenan selesai, buah dalam keranjang pengumpulan dibawa ke gudang penampungan hasil panen dan dilakukan penimbangan. Petani KTB Sukamulya membawa mangga ke gudang penampungan hasil Gapoktan Samimulya dengan menggunakan kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat. Gapoktan Samimulya telah memiliki gudang penampungan hasil panen yang juga berfungsi sebagai packing house sehingga selain digunakan untuk menampung hasil panen, juga dapat digunakan untuk aktifitas penanganan pascapanen lainnya berupa, penimbangan, pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan. Saat ini, Gapoktan Samimulya juga mulai merintis penggunaan packing house Samimulya sebagai tempat pengolahan mangga menjadi dodol mangga. 3. Pembersihan, Sortasi, dan Pengemasan Di gudang penampungan hasil, mangga gedong gincu dibersihkan dengan cara dicuci dengan air bersih atau dilap dengan kain halus yang bersih dan basah untuk membersihkan kotoran, sisa getah yang menempel pada permukaan kulit mangga. Kemudian, mangga dikeringkan dengan cara di angin-anginkan. Segera setelah pembersihan, mangga mendapat perlakuan sortasi untuk memisahkan mangga gedong gincu yang layak jual dan tidak layak jual agar diperoleh mangga yang seragam bentuk, warna, ukuran, dan kematangannya. Saat sortasi, buah mangga dipilih dan dipisahkan secara
68 visual, berdasarkan tampilan fisik terhadap buah yang cacat, bergetah, kerusakan mekanis (luka atau tergores saat pemetikan), mangga dapat duduk, warna gincu, dan tingkat kematangan buah. Rata-rata mangga yang rusak di gudang gapoktan adalah sekitar 10 % (100 kg dari 1.000 kg). Gapoktan Samimulya hanya melakukan aktifitas sortasi, karena aktfitas pemilahan kelas mutu (grading) dilakukan oleh eksportir. Jadi, mangga gedong gincu yang dikirim Gapoktan Samimulya ke gudang eksportir adalah mangga yang sudah seragam mutunya sesuai standar mutu ekspor, tapi belum diklasifikasikan kelas mutunya (grade). Dalam SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon, pelaksanaan sortasi dilakukan dengan tahapan : a. Memisahkan buah yang baik dengan buah yang tidak baik, kemudian memotong tangkai buah sehingga tersisa sepanjang 2 cm. b. Memilih buah matang dengan cara memasukkan buah dalam bak penampung berisi air, bila buah tenggelam, artinya buah telah matang (9095%), sedangkan jika buah melayang artinya buah belum begitu matang (80-85%). c. Mengelompokkan secara terpisah antara buah yang tenggelam dengan buah yang melayang. d. Meletakan buah hasil sortasi ke dalam keranjang dengan posisi tangkai menghadap ke bawah. Pada praktiknya, Gapoktan Samimulya tidak sepenuhnya berpedoman pada tahapan sortasi SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon karena proses sortasi dan grading akan dilakukan kembali pihak eksportir di gudang milik eksportir. Berdasarkan dengan standar Codex STAN 184-1993 (Lampiran 10) dan SNI 3164:2009 (Lampiran 11), panjang tangkai yang buah yang disisakan tidak boleh lebih dari 1 cm. Gapoktan Samimulya melakukan sortasi secara manual berdasarkan : a. Tangkai buah, yaitu tangkai masih hijau, tidak busuk, tidak berpenyakit, tidak patah, dan tidak mengeluarkan getah. b. Buah, yaitu buah sudah tua tapi belum matang (tingkat kematangan ï³ 80%), keras (tidak lunak bila ditekan dengan jari), sehat, bentuk buah normal,
69 permukaan kulit bersih (tidak bergetah, tidak ada spot hitam), serta buah tidak pecah, memar, luka akibat gesekan atau rusak terbakar matahari. Saat sortasi, selain berdasarkan syarat minimum mutu mangga yang diatur dalam Codex Stand 184-1993 dan atau SNI 3164-2009, gapoktan melakukan pengelompokan mangga gedong gincu menjadi tiga kelompok yaitu : a. Kelompok I, yaitu mangga yang bentuknya sempurna, warna semburat pada pangkal buah merah merata, berat buah 200- 350 g b. Kelompok II, yaitu mangga yang bentuknya sempurna warna semburat pada pangkal buah merah merata, berat buah 180 - < 200 g. c. Kelompok III, yaitu mangga yang rusak karena jatuh saat pemanenan, gigitan lalat buah dan serangga pengganggu lainnya, bentuk tidak sempurna (tidak dapat duduk yaitu buah tidak dapat diletakkan dengan posisi berdiri, terlalu besar yaitu > 350 g, atau terlalu kecil yaitu < 180 g, serta banyak getah yang tertinggal di kulit buah). Setelah disortir, masing-masing kelompok mangga gedong gincu tersebut dimasukkan dalam keranjang plastik HDPE kapasitas ï£ 20 kg (ukuran 62 x 43 x 25 cm) yang dialasi dan ditutup kertas koran, kemudian dilakukan penimbangan. Gapoktan akan mengirim mangga kelompok I ke gudang eksportir, sedangkan mangga kelompok II dan kelompok III dijual gapoktan untuk pasar supermarket dan lokal. Jika dilihat berdasarkan SNI 3164-2009 (Lampiran 11), sesungguhnya mangga yang digolongkan gapoktan dalam kategori kelompok I dan II adalah mangga yang termasuk dalam ciri-ciri mangga kelas âsuperâ dengan kode ukuran 3 (bobot 251-350 g) untuk kelompok I (200 - 300 g) dan kode ukuran 4 (bobot 151-250 g) untuk kelompok II (180 - < 200 g), sedangkan untuk kelompok III tidak termasuk dalam kelas mutu manapun dalam aturan SNI 3164-2009 dan atau Codex Stand 184-1993. Dalam SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon (Lampiran 13), pengkelasan mutu (grading) kualitas dilakukan berdasarkan beratnya yaitu grade A (>450-550 g), grade B (350 - <450 g), dan grade C (250 -350 g). Pada praktiknya, kriteria pengelompokkan kelas mutu yang digunakan oleh gapoktan berdasarkan kesepakatan antara gapoktan dan eksportir.
70 4. Pengiriman ke gudang eksportir Gapoktan Samimulya kemudian mengirim mangga gedong gincu ke gudang eksportir menggunakan mobil bak terbuka berkapasitas
rata-rata
0,8 - 1,5 ton mangga. Perjalanan dari gudang penampungan hasil milik Gapoktan Samimulya ke gudang eksportir memerlukan waktu kurang lebih 1 jam dengan jarak tempuh ï± 25 km. Biaya tranportasi dari gudang gapoktan ke gudang eskportir ditanggung oleh pihak eksportir. Pada buah mangga gedong gincu dari gapoktan, eksportir akan memotong 5% dari total penjualan. Jadi, jika mangga gedong gincu yang dikirim Gapoktan Samimulya ke gudang eksportir adalah sebesar 0,8 ton, maka eksportir menganggap jumlah mangga yang dikirim adalah 0,75 ton. 5. Sortasi dan grading di gudang eksportir Setelah mangga gedong gincu sampai di gudang eskportir, mangga dikeluarkan dari keranjang plastik HDPE milik gapoktan untuk dipindahkan ke keranjang plastik HDPE milik eksportir (Gambar 18).
Gambar 18. Penampungan mangga di gudang eskportir dalam keranjang plastik HDPE Saat mengeluarkan mangga gedong gincu dari kotak kayu, eksportir melakukan aktifitas sortasi kedua dan aktifitas grading. Aktifitas sortasi dilakukan untuk memisahkan buah berdasarkan yang rusak (cacat, memar, luka mekanis), dan memotong tangkai buah yaitu disisakan sepanjang 1 cm. Eksportir menganggap perlu melakukan sortasi kembali karena untuk menghindari tercampurnya buah yang rusak akibat tranportasi. Pada musim panen, mangga yang masuk ke gudang eksportir mengalami kerusakan akibat
71 transportasi yaitu kerusakan mekanis berupa tidak bertangkai sebanyak 2,16,4 %, luka memar (benturan) sebanyak 9,4 â 19,2 %, dan luka gesekan sebanyak 15,2 â 31,9% sehingga, dari total mangga yang masuk ke gudang eksportir hanya sekitar 29,1 â 50,5 % yang bisa diekspor (Lampiran1). Pada off-season (di luar musim panen), mangga yang masuk ke gudang eksportir mengalami kerusakan akibat transportasi yaitu kerusakan mekanis berupa tidak bertangkai sebanyak 1,0- 3,2 %, luka memar (benturan) sebanyak 4,2 â 6,2 %, dan luka gesekan sebanyak 10,5 â 18,7 % sehingga, dari total mangga yang masuk ke gudang eksportir hanya sekitar 16,2 â 26,5 % yang bisa diekspor. Grading di gudang eksportir dilakukan untuk memperoleh mangga yang seragam ukurannya berdasarkan bobot buah (besar, sedang, atau kecil). Grading mangga gedong gincu dilakukan berdasarkan kriteria yang telah disepakati antara ekportir dengan importir. Mangga Kelompok I dari gapoktan adalah mangga dengan kriteria umum kelas mutu yang telah disepakati bersama antara eskportir dengan importir. Kriteria mutu ekspor belum tentu sama antara tiap importir, tergantung tingkat kesukaan konsumen di negara importir. Mangga yang dikelompokkan gapoktan sebagai mangga Kelompok I adalah mangga yang termasuk dalam ciri-ciri mangga kelas mutu âsuperâ kode ukuran 3 berdasarkan SNI 3164-2009, atau dengan syarat kelas mutu I kode ukuran A pada Codex Stand 184-1993) Pada penelitian ini, eksportir mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon memilah kembali mangga gedong gincu Kelompok I menjadi tiga kelompok sesuai dengan bobot buah (Tabel 13). Tujuan pemilahan pengelompokan tersebut adalah untuk membedakan harga jual berdasarkan bobot buah. Proses sortasi dan pengkelasan mutu mangga gedong gincu untuk ekspor dapat dilihat pada Gambar 19. Tabel 13. Harga Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon Pada Tingkat Eksportir Berdasarkan Bobotnya Kriteria Bobot > 250 g
Harga jual (rupiah/kg) 40.000
Bobot < 250 g
30.000
Bobot 200 g
20.000 - < 30.000
72
Mangga gedong gincu yang telah memenuhi syarat minimum mangga yang diatur oleh Codex Stand 1841993 dan atau SNI 3164-2009
Kelompok I Berat 200 -350 g
>250 g Harga jual Rp 40.000/kg
Kelompok II Berat 180 - <200 g
<250 g Harga jual Rp 30.000/kg
Kelompok III Berat <180 atau >350
200 g Harga jual Rp 20.000 - < 30.000/kg
Gudang gapoktan
Gudang eksportir
Keterangan : - Kelompok I setara dengan kelas mutu â superâ kode ukuran 3 pada SNI 3164:2009 atau setara dengan kelas mutu I kode ukuran A pada Codex STAN 184-1993 - Kelompok II setara dengan kelas mutu âsuperâ kode ukuran 4 pada SNI 3164:2009 - Kelompok III : di luar kelas mutu berdasarkan SNI 3164:2009 dan atau Codex STAN 184-1993
Gambar 19. Proses sortasi dan pengkelasan mutu mangga gedong gincu pada tingkat eksportir di Kabupaten Cirebon. Tidak ada aktifitas penyimpanan khusus di gudang eksportir. Mangga gedong gincu yang sudah disortir dan grading serta belum dikemas dalam kemasan karton, dikumpulkan saja dalam keranjang plastik HDPE yang berventilasi. Mangga gedong gincu yang sudah dikemas dalam kemasan karton tapi belum segera diekspor, dibiarkan dalam keadaan terbuka, kemudian diamati setiap hari dan dilakukan sortasi ulang untuk memisahkan jika ada mangga yang mengalami kerusakan atau terlalu matang (over ripe). 6. Pelabelan buah, pembungkusan, pengemasan, dan penimbangan Mangga gedong gincu yang sudah melalui aktifitas sortasi dan grading, kemudian diberi label nama perusahaan eksportir dan diberi pembungkus sebagai pelapis berupa net foam (Gambar 20). Setelah itu, mangga dimasukkan ke dalam kemasan kotak karton (Gambar 21) kapasitas 1,5 kg (ukuran 24 x 20 x 9 cm), kapasitas 3 kg (ukuran 34 x 27 x 9 cm), dan kemasan 10 kg (ukuran 47 x 34 x 9 cm).
73
Gambar 20. Mangga gedong gincu untuk ekspor di dalam kemasan
3 kg
1,5 kg
10 kg
Gambar 21. Kemasan karton mangga gedong gincu untuk ekspor Setelah buah dimasukkan ke dalam kotak karton, maka dilakukan aktifitas penimbangan. Untuk karton kapasitas 3 kg, memuat
ï± 10 buah mangga
gedong gincu dengan bobot ï± 300 g per buah. Jumlah buah per kemasan tergantung permintaan importir. 7. Pelabelan kemasan dan paletizing Setelah melalui aktifitas penimbangan, mangga gedong gincu yang akan segera dikirim ke luar negeri, kemasannya ditutup dan direkat. Selanjutnya kemasan diberi label nama perusahaan eksportir kemudian kemasan tersebut disusun di atas papan palet (palletizing). 8. Pengiriman ekspor Pengiriman
mangga
gedong
gincu
ke
negara
tujuan
dilakukan
menggunakan angkutan udara. Dari gudang eksportir, mangga diangkut dalam kemasan karton menggunakan mobil bak terbuka (kapasitas 1,5 ton) dan truk terbuka yang atasnya ditutup terpal (kapasitas 4 ton). Pengangkutan dari gudang eksportir ke bandara memerlukan waktu 5 â 6 jam dengan jarak angkut ï± 350 km.
74 Hubungan antar kegiatan rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor dapat dilihat pada Gambar 22.
Panen
Penanganan hasil panen di pemasok
Sediaan di gudang gapoktan
Pasokan ke eksportir
Pengendalian persediaan di tingkat eksportir
Gambar 22. Hubungan antar kegiatan rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor Berdasarkan hubungan antar kegiatan rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor, maka ada tiga fungsi pokok dalam rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor yaitu fungsi panen, fungsi penangangan hasil panen, dan fungsi persediaan. Fungsi panen adalah bagian dari sistem manajemen panen mangga di kebun mangga gedong gincu. Hal yang menjadi perhatian adalah peningkatan produksi dan penerapan cara panen yang sesuai SOP untuk menjaga mutu panen agar sesuai standar mutu untuk ekspor. Fungsi penanganan hasil panen adalah bagian dari sistem manajemen mengelola hasil panen sesuai standar mutu ekspor. Hal yang menjadi perhatian dalam pengelolaan hasil panen di tingkat pemasok adalah penerapan teknologi pascapanen yang sesuai dengan SOP mangga gedong gincu sehingga menjaga mutu panen agar tetap sesuai standar mutu untuk ekspor. Fungsi persediaan merupakan kebijakan eksportir mengelola persediaannya dan sebagai upaya menjaga tingkat pelayanan kepada konsumen. Hal yang menjadi perhatian dalam fungsi persediaan adalah penentuan jumlah persediaan minimal di tingkat eksportir dengan mempertimbangkan aspek penurunan mutu dan terbatasnya umur simpan mangga gedong gincu.
V. PEMODELAN SISTEM 5.1. Pendekatan Sistem 5.1.1.Analisis Sistem Kegiatan awal dalam rantai pasok mangga gedong gincu adalah pemanenan. Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam), tapi merupakan awal dari pekerjaan pascapanen, yaitu melakukaan persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran. Pada dasarnya yang dituju pada perlakuan panen adalah mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman, pada tingkat kematangan yang tepat, dengan kerusakan yang minimal, dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya yang ârendahâ. Kriteria mangga gedong gincu yang siap panen (petik) adalah lekukan ujung buah rata atau hampir hilang, pori-pori merata dan berwarna coklat, lapisan lilin mulai menebal pada permukaan buah, cabang tangkai buah telah kering 65%, buah berbunyi nyaring bila disentil, dan bentuk buah padat. Buah mangga gedong gincu untuk ekspor dipetik pada tingkat kematangan 80-85% (100-120 hsbm) yaitu saat bagian atas ujung buah berwarna hijau tua dengan pangkal buah berwarna merah. Pada kondisi tersebut, umur simpan mangga pada suhu ruang (tanpa teknologi penyimpanan dingin) adalah 6 hari. Pemanenan dilakukan pada pagi hari hingga menjelang siang. Setelah dipanen, buah dikumpulkan di packing house yang dimiliki gapoktan untuk dilakukan sortasi dan grading. Pada hari yang sama, buah langsung dikirim ke gudang eksportir menggunakan mobil bak terbuka. Pasokan mangga gedong gincu bersumber dari kebun petani mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. Pada penelitian ini, pasokan buah mangga gedong gincu untuk ekspor, diperoleh eksportir sebagian besar dari kebun gapoktan di kecamatan Sedong Lor kabupaten Cirebon yang telah menerapkan GAP/SOP. Antara eksportir dan gapoktan sudah mempunyai perjanjian bahwa gapoktan sanggup untuk memenuhi permintaan buah mangga gedong gincu dari eksportir selama satu kali periode musim panen. Artinya, gapoktan berkewajiban memenuhi semua permintaan eksportir terhadap mangga gedong gincu dengan kualitas ekspor. Konsekuensinya, jika pasokan dari kebun gapoktan tidak dapat memenuhi jumlah permintaan eksportir, gapoktan akan mencari mangga di kebun petani
76 lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Buah (KTB) yang sudah menerapkan GAP/SOP. Eksportir akan membayar jumlah pesanan sebesar total jumlah mangga per pesanan dikurangi 5% dari total jumlah mangga per pesanan dikalikan harga beli mangga per kg. Jadi, jika jumlah mangga yang dikirim gapoktan ke gudang eksportir sebanyak 1000 kg, maka eksportir akan membayar mangga tersebut sebesar 995 kg. Biaya transportasi mangga gedong gincu ditanggung oleh pihak eksportir. Mangga diangkut dengan mobil bak terbuka yang dapat memuat 20 peti berkapasitas 40 kg mangga per peti. Buah yang telah dipanen, dibersihkan, dan disortir oleh gapoktan, kemudian langsung diantar ke gudang eksportir di hari yang sama dengan hari pemetikan. Di gudang eksportir, buah yang datang langsung disortir kembali dan dikemas dalam kemasan karton kapasitas 3 kg; 1,5 kg; atau 10 kg (tergantung pesanan importir) untuk dikirim pada malam hari ke negara tujuan ekspor dengan menggunakan transportasi udara. Jika buah masih tersisa di gudang eksportir karena persediaan melebihi jumlah yang dikirim ke konsumen, maka buah akan dikirim kembali pada periode pengiriman pesanan berikutnya sepanjang buah masih memenuhi kriteria mutu ekspor seperti yang disepakati antara eksportir dengan masing-masing importir. Jika sudah tidak memenuhi kriteria mutu ekspor, buah akan dijual ke pasar domestik dengan harga jual pasar domestik. Karena itu, diperlukan pengendalian persediaan di gudang eksportir. Ciri khas persediaan untuk produk perishable adalah produk tidak dapat disimpan selamanya dalam persediaan. Khusus untuk buah segar, sistem persediaannya, dibatasi umur simpan yang sangat pendek. Buah mangga gedong gincu merupakan buah tropis dengan pola respirasi klimakterik. Sesaat setelah panen, respirasi dan transpirasi buah akan terus berlangsung pada sepanjang rantai pasoknya. Semakin tinggi respirasi, maka semakin cepat buah menjadi rusak karena kehilangan kesegarannya (freshness) yang ditandai dengan semakin melunaknya daging buah dan meningkatnya susut bobot. Salah satu faktor yang paling signifikan terhadap kecepatan respirasi adalah suhu ruang penyimpanan. Respirasi buah akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya suhu di ruang penyimpanan buah. Karena itu, pemakaian manajemen suhu (penyimpanan dingin) menjadi penting dalam teknologi pascapanen buah segar untuk
77 memperpanjang umur simpan buah segar. Pada penelitian ini, ekportir hanya menyimpan persediannya pada suhu ruang. Proses transpirasi menyebabkan buah kehilangan air sehingga buah mengalami susut bobot yang menyebabkan susut bahan sehingga merupakan kehilangan rupiah dalam sistem persediaan buah segar. Masalah penurunan mutu buah segar dalam sistem persediaan buah segar, akan berkaitan dengan jumlah buah yang dapat dikirim ke konsumen sesuai standar mutu yang diinginkan konsumen. Hal tersebut berdampak langsung pada performa persediaan sehingga diperlukan perencanan persediaan yang memperhatikan umur simpan buah. 5.1.2. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan diperlukan untuk mendapatkan model yang dapat mengakomodir setiap kebutuhan di sepanjang sistem persediaan mangga gedong gincu di tingkat eskportir. Identifikasi hal-hal yang berkaitan dengan sistem persediannya menjadi langkah awal yang penting. Sistem persediaan buah mangga gedong gincu di tingkat eksportir melibatkan gapoktan dan eskportir. Gapoktan adalah gabungan kelompok tani yang dalam hal ini adalah kelompok tani buah mangga. Gapoktan memerlukan informasi tentang jumlah buah mangga gedong gincu yang dibutuhkan eskportir sehingga dapat mengatur pasokan mangga gedong gincu di gapoktan. Sumber pasokan buah mangga gedong gincu akan ditambah dari pihak luar gapoktan sesuai dengan perjanjian. Di tingkat eksportir, diperlukan informasi tentang jumlah persediaan optimum
dengan memperhatikan umur simpan mangga
gedong gincu, jumlah permintaan ekspor mangga gedong gincu, umur simpan, dan komponen biaya yang mempengaruhi biaya total persediaan buah mangga gedong gincu. Eksportir adalah pengambil keputusan terhadap jumlah yang harus dipesan ke gapoktan dalam kegiatan sistem persediaan mangga gedong gincu. Mengetahui jumlah persediaan optimum membantu pihak eksportir menentukan jumlah yang harus dipesan ke gapoktan sehingga tidak terjadi penumpukan persediaan di gudang eksportir yang dapat menyebabkan kerugian karena buah memiliki umur simpan terbatas. Pelaku, fungsi pelaku, dan kebutuhan tiap pelaku yang terlibat
78 dalam rantai pasok mangga gedong gincu di tingkat eksportir dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pelaku, Fungsi Pelaku, dan Kebutuhan Tiap Pelaku Yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu di Tingkat Eksportir No. Pelaku 1. Petani KTB
2.
Gapoktan
Fungsi pelaku Pemasok untuk gapoktan
Kebutuhan Informasi jumlah pesanan
a. Pemasok untuk eksportir
Informasi jumlah pesanan dari eksportir
b. Gudang penampungan hasil sementara sebelum mangga dikirim ke eksportir 3.
Eksportir
Gudang persediaan sebelum mangga dikirim ke importir
a. Jumlah persediaan optimum berdasarkan umur simpan mangga pada berbagai suhu penyimpanan b. Jumlah permintaan ekspor c. Komponen biaya yang mempengaruhi dalam total biaya persediaan dengan mempertimbangkan freshness dan umur simpan mangga gedong gincu
5.1.3. Identifikasi Sistem Persediaan dipandang sebagai suatu sistem yang mempunyai elemen-elemen yang saling berkaitan. Sebagai kumpulan elemen, sistem diidentifikasi untuk memfokuskan pemodelan. Model persediaan berperan sebagai penunjang keputusan pengendalian persediaan maupun pemenuhan permintaan. Meskipun ada dua jenis persediaan yaitu di tingkat gapoktan dan di tingkat eksportir, tetapi persediaan di tingkat gapoktan hanya berfungsi sebagai fasilitas pengumpulan sementara yang siap dikirim ke gudang eksportir. Model persediaan di tingkat eksportir, difokuskan pada jumlah pemesanan optimum.
79 Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi dalam pemodelan sistem persediaan adalah variabel keputusan, kendala (constraint), serta tujuan (objective) model. Dalam model sistem persediaan mangga gedong gincu untuk ekspor, variabel keputusannya adalah jumlah persediaan optimum dengan mempertimbangkan penurunan mutu dan aspek kesegaran (freshness) buah mangga gedong gincu dalam sistem persediaan. Faktor mutu menjadi fokus perhatian karena berperan penting dalam sistem persediaan mangga gedong gincu. Aspek penurunan mutu akan diakomodir dalam model sehingga kompleksitas dari situasi tidak tereduksi. Fungsi tujuan (objective) model sistem persediaan yang dikembangkan adalah minimasi total biaya/Total Cost (TC) yang terdiri dari komponen biaya simpan, biaya pesan, biaya penurunan mutu, dan biaya susut bobot. Model perlu ditunjang oleh informasi yang diolah dari data masa lalu yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam perencanaan dan penentuan kebijakan sistem persediaan mangga gedong gincu untuk eskpor. Informasi yang diperlukan yaitu prakiraan permintaan ekspor mangga gedong gincu dan umur simpan mangga gedong gincu baik di suhu ruang (tanpa teknologi pascapanen), maupun umur simpan di suhu dingin (dengan teknologi pascapanen). Informasi tersebut dialirkan ke model persediaan yang dikembangkan. 5.2. Model Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong Gincu Mangga gedong gincu di gudang eksportir akan dikirimkan ke importir. Gudang eksportir berfungsi sebagai fasilitas penyimpanan sebelum dikirim ke pelanggan di luar negeri. Data yang digunakan dalam pemodelan prakiraan permintaan ekspor mangga gedong gincu didasarkan data masa lalu jumlah pengiriman dari eksportir ke importir. Asumsi yang digunakan dalam hal ini adalah jumlah mangga gedong gincu yang dikirim pada masa lalu merupakan jumlah mangga yang berhasil di jual. Prakiraan permintaan dibutuhkan sebagai bagian dari kegiatan perencanaan persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir. Data masa lalu yang digunakan adalah penjualan selama musim panen dari tahun 2005 sampai dengan 2010 atau sebanyak 18 periode. Langkah awal dalam pemodelan ini adalah mempelajari pola data masa lalu tersebut dengan
80 jalan memplot data dalam bentuk grafis untuk mengetahui pola informasi data masa lalu, seperti yang tersaji pada Gambar 23. Time Series Plot of Permintaan 300
Permintaan (ton)
250 200 150 100 50 0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
Index Bulan
Gambar 23. Pola data masa lalu permintaan ekspor mangga gedong gincu Sesuai dengan tahapan analisis metode ARIMA untuk menentukan model atau pola dari data permintaan, hasil analisis nilai koefisien autokorelasi data permintaan pada berbagai nilai time lag yang hasilnya disajikan pada Gambar 24. Autocorrelation Function for Permintaan (with 5% significance limits for the autocorrelations)
1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 2
4
6
8
10
12
14
16
Lag
Gambar 24. Sebaran nilai koefisien autokerolasi deret angka permintaan ekspor mangga gedong gincu
81
Partial Autocorrelation Function for Permintaan (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 2
4
6
8
10
12
14
16
Lag
Gambar 25. Sebaran nilai koefisien parsial autokorelasi deret permintaan ekspor mangga gedong gincu Berdasarkan pola sebaran nilai koefisien autokorelasi (Gambar 24), disimpulkan bahwa pola data bersifat stasioner (d=0). Pola sebaran nilai koefisien parsial autokorelasi (Gambar 25) dan pola sebaran nilai koefisien autokorelasi (Gambar 24), menunjukkan bahwa data deret waktu permintaan mengandung komponen proses autoregresif ordo 1 (p=1) dan komponen proses moving average ordo 1 (q=1). Dengan demikian pola atau atau model deret data permintaan mangga gedong gincu adalah ARIMA (1,0,1) atau ðð¡ = ð + ðð ðð¡â1 + â
ð ðð¡â1 + ðð¡
..................(30)
5.3. Sistem Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Eksportir Persediaan buah mangga gedong gincu di eksportir mempunyai fungsi utama melayani pengiriman buah ke konsumen di luar negeri melalui angkutan udara. Model sistem persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total (TC) melalui penentuan jumlah buah optimum yang dipesan.
82 5.3.1. Asumsi Penyusunan Model Penyusunan model dalam penelitian ini menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Model yang dikembangkan dengan mempertimbangkan umur simpan buah mangga gedong gincu segar pada suhu ruang, suhu 13 oC, dan suhu 10 oC serta dengan mempertimbangkan susut bobot selama berada dalam persediaan. 2. Model hanya berlaku untuk negara tujuan ekspor yang dapat dicapai maksimal dalam 1 hari dengan angkutan udara. Delay di penerbangan hanya dijinkan 1 hari. 3. Semua pesanan buah segar dari eksportir dapat dipenuhi oleh gapoktan/petani karena antara gapoktan/petani dan eksportir sudah membuat kontrak pemenuhan pesanan dalam satu kali periode musim panen. 4. Harga buah tidak berubah, sumber daya dan fasilitas yang digunakan selama proses tetap 5. Buah yang sampai di gudang persediaan adalah buah yang berasal dari kebun terdaftar penerapan GAP/SOP. 6. Model hanya untuk pengendalian persediaan di tingkat eksportir mangga gedong gincu segar. 7. Umur simpan mangga gincu yang layak diekspor harus 4 hari (0,13 bulan) sebelum umur simpan maksimal di gudang eksportir baik tanpa perlakuan teknologi pascapanen (penyimpanan suhu ruang) maupun dengan perlakuan teknologi pascapanen (penyimpanan suhu dingin). Dengan kata lain, batas waktu maksimum ekspor mangga yang ada dalam persediaan adalah 4 hari sebelum umur simpan maksimumnya yaitu umur simpan hari ke-2 (dari 6 hari umur simpan pada suhu ruang), hari ke-17 (dari 21 hari umur simpan pada suhu 13oC), dan hari ke-24 (dari 28 hari umur simpan pada suhu 10 oC). Keputusan membatasi waktu maksimum ekspor ini berkaitan dengan pertimbangan waktu yag diperlukan untuk pengiriman mangga ke negara tujuan ekspor. Saat sisa umur simpan mangga gedong gincu adalah 4 hari sebelum umur simpan maksimalnya dalam persediaan, maka diharapkan mutu buah masih baik saat tiba di negara tujuan dengan memperhitungkan waktu transportasi dari gudang eksportir ke negara tujuan adalah 1 hari, waktu delay
83 penerbangan (jika ada) maksimal 1 hari, maka saat tiba di negara tujuan, umur buah masih tersisa 2-3 hari lagi. Umur simpan mangga gedong gincu adalah 6 hari pada suhu ruang, 28 hari pada suhu 10 oC (Broto 2003), dan 21 hari pada suhu 13 oC (Rizkia, 2004). 8. Waktu pengiriman bersifat konstan 9. Kebutuhan disimpan dalam satuan per unit per bulan 10.Tidak terdapat kerusakan buah selama transportasi 5.3.2. Penyusunan Model Model persediaan buah mangga gedong gincu di tingkat eksportir dalam penelitian ini, mengembangkan model persediaan Indrianti et al (2001) yang mengembangkan model perencanaan kebutuhan bahan dari model dasar EOQ dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsa bahan. Pada model sistem persediaan Indrianti et al (2001), TC minimum diperoleh dengan memasukkan elemen biaya simpan, biaya pesan, biaya kekurangan bahan, dan biaya kadaluarsa. Pada model tersebut, bahan didefinisikan kadaluarsa karena bahan sudah melewati masa pakai yang terjadi di akhir periode, sehingga waktu kadaluarsa bersifat deterministik. Pada buah segar, penurunan mutu terjadi secara eksponensial sepanjang periode persediaan. Penelitian Maflahah (2010) menunjukkan bahwa laju kerusakan buah segar mengikuti laju distribusi eksponensial. Selain mengalami penurunan mutu, buah segar juga mengalami susut bobot pada sepanjang periode persediaan, Pengembangan model ini bertujuan untuk perencanaan persediaan buah mangga gedong gincu dengan mempertimbangkan umur simpan yang berkaitan dengan penurunan mutu dan susut bobot buah selama berada dalam persediaan. Hasil dari model tersebut adalah mendapatkan kebijakan persediaan berupa penentuan jumlah pemesanan yang optimal. Penerapan teknologi pascapanen merupakan upaya memperpanjang umur simpan buah segar. Karena itu, model dikembangkan dengan mengintegrasikan beberapa skenario teknologi pascapanen yang dapat memberi pengaruh terhadap umur simpan buah dalam persediaan. Salah satu teknologi pascapanen yang sering dan aman digunakan adalah manajemen suhu yaitu penyimpann dingin di gudang
84 persediaan. Pada suhu ruang, umur simpan mangga gedong gincu dengan tingkat kematangan 80 - 85% adalah 6 hari. Penelitian Rizkia (2004), menjelaskan umur simpan mangga gedong gincu dapat mencapai 21 hari jika disimpan pada suhu 13oC, sedangkan Broto (2003) menjelaskan mangga gedong gincu dapat disimpan sampai 28 hari pada suhu 10 oC. Berdasarkan dari hasil penelitian Rizkia(2004) dan Broto (2003), maka dalam pengembangan model digunakan masukan umur simpan 28 hari pada penyimpanan suhu 10 oC dan 21 hari pada penyimpanan 10 o
C sebagai representasi skenario masukan pada model dengan penggunaan
teknologi pascapanen (penyimpanan suhu dingin) dalam persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir. Skenario masukan pada model tanpa penggunaan teknologi pascapanen direpresentasikan oleh umur simpan mangga gedong gincu pada suhu ruang yaitu 6 hari. Berangkat dari situasi model persediaan untuk model EOQ (Gambar 8), maka digambarkan situasi model persediaan dengan mempertimbangkan laju kerusakan buah seperti pada Gambar 26.
ð¡
ð ð¥ = ðð = ð. ð âð¡ð Q1
Q2
Qn
Gambar 26. Situasi model persediaan dengan mempertimbangkan laju kerusakan buah Gambar (26) menunjukan buah dalam persediaan (jumlah buah yang dipesan setiap kali pesanan) adalah sebesar Q dan terdapat buah yang rusak/mengalami penurunan mutu sebesar Qb yang terjadi terus menerus selama umur simpannya yaitu tb pada periode pesanan t. Bila jumlah kebutuhan selama periode T adalah sebesar D = Q1+Q2+⊠+ Qn, maka :
85
ð¡=
ðð ð·
..................(31)
Biaya persediaan pada model sistem persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi beberapa elemen, sebagai berikut: 1. Biaya simpan (Cs) berkaitan dengan penyimpanan persediaan. Pada model persediaan yang dikembangkan dalam penelitian ini, biaya simpan meliputi biaya gudang tanpa teknologi atau biaya gudang dengan teknologi. Biaya gudang dengan teknologi akan memiliki biaya simpan yang lebih tinggi dengan fraksi biaya penyimpanan lebih besar dari biaya penyimpanan tanpa teknologi. Besarnya biaya simpan per unit dinyatakan dalam fraksi dari harga per unit, yaitu : ð¶ð = âð
...................(32)
dimana, h adalah fraksi biaya simpan per unit per periode perencanaan dan R adalah harga bahan baku per unit (Rp/ton). Dalam model EOQ, siklus persediaan adalah âdatang - digunakan - habisâ, 1
maka volume persediaan didasarkan pada persediaan rata-rata (2 ð). Jika Cs adalah biaya simpan, Q adalah buah dalam persediaan (jumlah buah yang dipesan setiap kali pesanan dilakukan) dan Cs adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk menyimpan setiap unit persediaan, maka besarnya biaya simpan yang dikeluarkan selama periode t (Cst) adalah : ð¶ð ð¡ =
1 . ð. ð¶ð . ð¡ 2
..................(33)
Pada persediaan komoditas segar hasil pertanian, produk yang dipesan (dalam hal ini dalah buah mangga) dapat mengalami penurunan mutu di sepanjang periode persediaannya. Penelitian Maflahah (2010) menunjukkan bahwa laju penurunan mutu buah segar mengikuti distribusi eksponensial yaitu kecenderungan data dimana perubahannya semakin lama semakin menurun secara eksponensial. Penurunan kualitas dan kuantitas pada bahan segar yang diakibatkan adanya laju penurunan mutu dari waktu ke waktu, membentuk sebuah grafik eksponensial yang bisa didekati dengan Persamaan (8) yaitu :
86 ð¡
ðŸð¢ðððð¡ðð ð ððð¡ ð¡ = ðŸð¢ðððð¡ðð ðŽð€ðð ð âð
Akibat adanya penurunan mutu, maka jumlah buah dalam persediaan (Q) diartikan sebagai jumlah buah yang tersedia dengan kondisi freshness yang dianggap masih dapat diterima konsumen atau jumlah buah dengan kualitas saat t (Qi). Yang dimaksud jumlah buah dengan kualitas saat t pada model ini adalah merupakan agregasi dari perubahan parameter mutu seperti yang telah diteliti oleh Rizkia (2004). Berkaitan dengan persediaan buah segar yang dapat mengalami penurunan mutu di sepanjang periode persediaannya, maka dari grafik pada Gambar 25, Persamaan (8) dapat diartikan juga sebagai berikut : ð¡
ðð = ð . ð âð¡ð
...............(34)
Buah yang rusak langsung dikeluarkan dari persediaan, sehingga biaya simpan yang dikeluarkan pada periode t (Cst) diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan sejumlah buah dengan kualitas saat t (Q i), sehingga Persamaan (33) menjadi : ð¶ð ð¡ =
1 ð .ð¶ .ð¡ 2 ð ð
....................(35)
Persamaan (34) disubsitusikan ke Persamaan (35) sehingga diperoleh persamaan : ð¶ð ð¡ =
ð¡ 1 . ð . ðâð¡ð . ð¶ð . ð¡ 2
....................(36)
Jumlah buah dengan kualitas saat t (Qi) diartikan sebagai luas daerah di bawah ð¡
kurva Q(x) = Qi = ð . ð âð¡ð , maka untuk mencari Qi digunakan integral tertentu (definite integral) dari 0 sampai t pada Persamaan (34), sehingga Persamaan (36) menjadi : ð¡
ð¶ð ð¡ =
1 2
ð¶ð ð¡ =
ð¡ 1 â âð¡ð . ð. ð ð¡ð â 1 . ð¶ð 2
1
0
â
ð. ð
ð¡ ð¡ð . ð¶ð . ðð¡
ð¡
ð¶ð ð¡ = ð¡ð. ð. 1 â ðâð¡ð . ð¶ð 2
...................(37)
87 Persamaan (31) disubsitusikan ke Persamaan (37), sehingga persamaan menjadi : 1
ðð
ð¶ð ð¡ = ð¡ð. ð. 1 â ðâð·ð¡ð . ð¶ð 2
..................(38)
Penurunan lebih rinci dari Persamaan (36) ke Persamaan (37) dapat dilihat pada Lampiran 7. 2. Biaya pesan, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memesan buah meliputi: biaya administrasi, biaya telekomunikasi, biaya transportasi, dan biaya pekerja bongkar muat. Biaya per sekali pesan dinyatakan dengan Cp. 3. Biaya penyusutan bobot, adalah biaya yang dikeluarkan akibat adanya penyusutan bobot buah karena ada penurunan mutu buah. Biaya yang dikeluarkan adalah biaya pembelian dikalikan dengan jumlah buah yang mengalami penyusutan bobot, maka biaya penyusutan bobot per unit (Cpb) dan biaya penyusutan bobot selama periode t (Cpbt) adalah : ðð
ð¶ðð = ðµ 1 â ð âð·ð¡ð
...................(39)
ð¶ððð¡ = ð¶ðð . ð
...................(40)
Karena Persamaan (39) merupakan fungsi eksponensial, maka Persamaan (39) diintegralkan dan disubsitusikan ke Persamaan (40) sehingga diperoleh : ð
ð¶ððð¡ =
ðð
ðµ 1 â ð âð·ð¡ð . ðð
0
ð¶ððð¡ = ðµ (ð â 0) â (
ð¶ððð¡ = ðµð â ðµ
ðð ð·ð¡ð 1 â ð âð·ð¡ð ð
ðð ð·ð¡ð 1 â ð âð·ð¡ð ð
...............(41)
Penurunan lebih rinci Persamaan (40) ke Persamaan (41) dapat dilihat pada Lampiran 8. 4. Biaya penurunan mutu, adalah biaya yang terjadi karena buah yang masih dalam persediaan tidak dapat lagi diekspor (berdasarkan asumsi penyusunan model poin ke-7) sehingga dijual ke pasar lokal. Jika P adalah harga jual ekspor, J adalah harga jual ke pasar lokal, dan Qi adalah jumlah buah yang tersedia saat t (buah yang masih berada dalam persediaan dengan kualitas yang
88 masih memenuhi kualitas ekspor), maka biaya penurunan mutu per unit (Cpm) adalah : ð¶ðð = ð â ðœ . ðð
..............(42)
Persamaan (34) disubtitusikan pada Persamaan (42) sehingga diperoleh persamaan biaya penurunan mutu selama periode t (Cpmt), yaitu: ð¡
ð¶ððð¡ = ð â ðœ . ð. ð âð¡ð
.............(43)
Dari asumsi penyusunan model, diterangkan bahwa eksportir hanya akan mengekspor buah yang memiliki kualitas dengan umur simpan maksimal 4 hari ð¡
sebelum waktu rusaknya atau sekitar 0,133 bulan, sehingga ð âð¡ð menjadi : ð¡
ð¡ð â0,133 ð¡ð
ð âð¡ð â ð â
.............(44)
Dengan demikian, Persamaan (43) menjadi : ð¡ð â0,133 ð¡ð
ð¶ððð¡ = ð â ðœ ð. ð â
.............(45)
Dengan demikian, biaya total (TC) persedian mangga gedong gincu untuk eskpor selama kurun waktu T adalah : Biaya total (TC) = Biaya simpan + biaya pesan + biaya penyusutan bobot + biaya penurunan mutu ðð¶ = ð¶ð ð¡ + ð¶ð + ð¶ððð¡ + ð¶ððð¡
ð· ð
..............(46)
Dengan subtitusi Persamaan (38,41,45) ke Persamaan (46), maka diperoleh persamaan sebagai berikut : ðð¶ =
ðð 1 ð¡ð. ð. 1 â ð âð·ð¡ð 2
+
ðð¶ =
ð¡ð â0,133 ð¡ð
ð â ðœ . ð. ð â
ðð 1 ð¡ð. ð·. 1 â ð âð·ð¡ð 2
+
ð¶ð + ð¶ð + ðµð â ðµ
ð¶ð + ð¶ð .
ð· ð
ðð ð· ð· 2 ð¡ð + ðµð· â ðµ 1 â ð âð·ð¡ð ð ðð
ð¡ð â0,133 ð¡ð
ð â ðœ . ð·. ð â
ðð ð·ð¡ð 1 â ð âð·ð¡ð ð
89
ðð¶ =
ðð 1 ð¡ð. ð·. 1 â ð âð·ð¡ð 2
ð¶ð + ð¶ð .
ð· ð· 2 ð¡ð 1 1 â ðð + ðµð· â ðµ â ð ð·ð¡ð ð ð ð ð
ð¡ð â0,133 ð¡ð
+ ð â ðœ . ð·. ð â
..(47) Total biaya minimal dalam model ini tercapai apabila Persamaan (47) diturunkan terhadap Q dengan syarat optimum sebagai berikut: ððð¶ =0 ; ðð
ð 2 ðð¶ >0 ðð 2
ðð ðð ðð 1 ð ð· ð·2 ð¡ð 1 1 1 ð ððð¶ = ð¡ð. ð·. 0â ð âð·ð¡ð Cs â ð¶ð. 2 + 0 â ðµ â 2 â â 2 . ð âð·ð¡ð + â ð âð·ð¡ð ðð 2 ð·ð¡ð ð ð ð ð ð ð·ð¡ð
ðð ðð 1 ð ð· ð·2 ð¡ð ð·2 ð¡ð â ðð ð·2 ð¡ð ð ððð¶ ð·ð¡ð + ðµ = ð¡ð. ð·. . ð âð·ð¡ð . Cs â ð¶ð. 2 + ðµ â ðµ . ð â ð âð·ð¡ð 2 2 2 ð·ð¡ð ð ðð ðð ðð ð·ð¡ð ðð
ðð ððð¶ 1 ð ð· ð·2 ð¡ð ð·2 ð¡ð â ðð ð· ðð ð·ð¡ð â ðµ ðâð·ð¡ð = ð¡ð. ð·. . ðâð·ð¡ð . Cs â ð¶ð. 2 + ðµ â ðµ . ð ðð 2 ð·ð¡ð ð ð ðð2 ðð2
...(48)
Untuk mendapatkan Q optimal, maka dilakukan perhitungan terhadap Persamaan (48) menggunakan program bantuan Microsoft Office Excel 2007. Dengan menggunakan fungsi logika
ððð¶ ðð
= 0 sehingga mendapatkan Q optimal. Untuk
mendapatkan TC yang minimum maka nilai Q optimal dimasukkan ke Persamaan (47).
+0
90
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Model persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir, diformulasikan menggunakan model matematika. Pada model persediaan dilakukan penghitungan dengan program bantuan Microsoft Office Excel 2007 untuk mendapatkan Q optimal dengan fungsi tujuan minimasi Total Cost (TC). Pembuktian nilai optimal dilakukan berdasarkan pembuktian turunan kedua yang menghasilkan nilai selalu positif. Verifikasi model matematika dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap proses komputasi, kerja logika, kesesuaian dimensi, dan elemen-elemen substansi yang diakomodir dalam model persediaan. Hasil verifikasi
(Lampiran
2)
menunjukkan
bahwa
model
persediaan
yang
dikembangkan dalam penelitian ini menghasilkan keluaran sesuai dengan konsep yang ditetapkan dan logis. Untuk
meyakinkan
bahwa
model
persediaan
yang dikembangkan
berdasarkan sejumlah kondisi yang diasumsikan, model mampu mewakili kondisi nyata sehingga dapat menjadi pengikat dimana peneliti dan pengguna (end user) sebagai pengambil keputusan menyetujui aspek-aspek yang dimasukan dalam model, maka dilakukan validasi. Proses validasi dilakukan menggunakan face validity yang melibatkan penilaian dari beberapa ahli (partisipasi peneliti, praktisi, dan akademisi) yang memahami konsep persediaan mangga gedong gincu untuk ekspor terhadap hasil dan kemampuan model dalam menentukan perencanaan persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir. Keberadaan model persediaan mangga gedong gincu secara prinsip diperlukan oleh pengambil keputusan. Analisis persediaan di tingkat eksportir membantu pihak eksportir merencanakan persediaan mangga gedong gincu untuk
ekspor dengan
memperhatikan aspek penurunan mutu selama periode persediaan sehingga dapat menghindari kerugian akibat terbatasnya umur simpan mangga gedong gincu. 6.1. Manajemen Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Eksportir Perencanaan persediaan merupakan faktor penting dalam rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor. Ketersediaan mangga gedong gincu dengan mutu yang baik akan memberikan dampak positif bagi tingkat pelayanan eksportir. Optimasi persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir
92 berorientasi pada pemenuhan permintaan ekspor dengan memperhatikan aspek penurunan mutu akibat umur simpan yang sangat terbatas.Hasil optimasi akan menjadi kebijakan eksportir dalam hal jumlah pemesanan mangga gedong gincu ke pemasok. Untuk merencanakan persediaan mangga gedong gincu, pihak eksportir perlu memperkirakan jumlah permintaan ekspor mangga gedong gincu. Prakiraan permintaan ekspor mangga gedong gincu merupakan prakiraan jumlah mangga gedong gincu yang terjual ke pasar luar negeri selama musim panen (Oktober sampai Desember). Mekanisme penjualan dilakukan eksportir mangga gedong gincu berdasarkan permintaan kirim dari importir. Pengiriman mangga gedong gincu ke luar negeri oleh eksportir dianggap sebagai realisasi permintaan kirim dari importir ke eksportir tersebut. Hasil prakiraan permintaan ekspor mangga gedong gincu selama musim panen berdasarkan model pola data ARIMA (1,0.1) dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong Gincu Selama Musim Panen Periode Awal musim panen (Oktober)
Permintaan (ton) 108,79
Puncak musim panen (Nopember)
97,06
Akhir musim panen (Desember)
91,67
Hasil prakiraan permintaan ekspor akan menjadi masukan dalam perencanaan persediaan di tingkat eksportir. Model persediaan mangga gedong gincu yang dikembangkan menghasilkan informasi persediaan optimum (Q*) mangga gedong gincu untuk ekspor di gudang persediaan eksportir. Dengan mengalirkan keluaran model prakiraan permintaan ekspor mangga gedong gincu (Tabel 15) serta data dan informasi lainnya (Lampiran 13), maka diperoleh keluaran model persediaan seperti yang ditampilkan dalam Tabel 15. Keluaran model mengenai total biaya persediaan pada berbagai skenario teknologi penyimpanan dan komponen biaya yang dikembangkan dalam model disajikan pada Gambar 27 dan 28.
93 Tabel 16. Keluaran Model Dengan Input Hasil Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong Gincu Komponen
Suhu Ruang
Suhu 13 oC
Suhu 10 oC
Cst (Rp)
472.813
1.973.369
2.679.933
Cp (Rp)
100.165.067
50.082.533
42.927.886
Cpbt (Rp)
63.483.265
36.432.633
31.901.461
Cpmt (Rp)
4.256.457.749
2.647.083.437
2.524.286.489
TC (Rp)
4.420.668.894
2.735.572.000
2.601.795.769
Q* (ton)
0,6
1,2
1,4
Biaya Simpan 3.000.000
Biaya Pesan 2.679.933
1.973.369
2.000.000
Rupiah
Rupiah
2.500.000
1.500.000
1.000.000 500.000
472.813
-
Suhuruang Ruang Suhu
110.000.000 100.000.000 90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 -
Suhu Suhuruang Ruang
42.927.886
Biaya Penurunan Mutu
31.901.461
0 o Suhu C Suhu 1010oC C Suhu13 13oC Suhu
Rupiah
63.483.265
36.432.633
50.082.533
0 o SuhuSuhu ruang 1313oC C Suhu 1010oC C Ruang Suhu Suhu Suhu
0 o Suhu 13 13 oCC Suhu Suhu Suhu 1010oC C
Biaya Susut Bobot 100.000.000 90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 -
100.165.067
5.000.000.000 4.500.000.000 4.000.000.000 3.500.000.000 3.000.000.000 2.500.000.000 2.000.000.000 1.500.000.000 1.000.000.000 500.000.000 -
4.420.668.894
2.647.083.437
2.524.286.489
0 o SuhuSuhu ruang 1313oC C Suhu 1010oC C Ruang Suhu Suhu Suhu
Gambar 27. Grafik komponen biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu pada berbagai skenario suhu penyimpanan.
94
Rupiah
Total Biaya 5.000.000.000 4.500.000.000 4.000.000.000 3.500.000.000 3.000.000.000 2.500.000.000 2.000.000.000 1.500.000.000 1.000.000.000 500.000.000 -
4.420.668.894
2.735.572.000
Suhu Suhuruang Ruang
0 Suhu C Suhu13 13oC
2.601.795.769
o Suhu Suhu10 10oCC
Gambar 28. Grafik total biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu pada berbagai skenario suhu penyimpanan. Dari Tabel 16, dapat dilihat bahwa adanya input teknologi pascapanen berupa penyimpanan dingin pada mangga gedong gincu menyebabkan biaya simpan menjadi meningkat karena eksportir perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk sumber daya ruang penyimpanan dingin. Walaupun demikian, jika dibandingkan dengan penyimpanan suhu ruang (tanpa teknologi penyimpanan), maka sesungguhnya total biaya yang dikeluarkan eksportir menjadi lebih kecil dengan adanya teknologi penyimpanan dingin. Total biaya pada penyimpanan suhu dingin (dengan teknologi penyimpanan) menjadi lebih hemat berkisar antara 38 - 41 % daripada total biaya pada penyimpanan suhu ruang (tanpa teknologi penyimpanan). Keluaran model menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan penyimpanan suhu ruang, biaya akibat terjadinya penurunan mutu dan biaya akibat terjadinya susut bobot buah menjadi lebih kecil dengan adanya teknologi penyimpanan dingin. Upaya penyimpanan dingin pada buah segar dapat memperpanjang umur simpan buah dengan cara memperlambat laju penurunan mutu. Broto (2003) menerangkan bahwa mangga gedong dapat disimpan selama 28 hari pada suhu 10 oC. Saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dengan pendinginan, buah tersebut masih bisa matang normal serta bermutu baik dalam waktu 2 - 3 hari pada suhu ruang. Hasil penelitian Rizkia (2004), mangga gedong gincu yang disimpan pada suhu 13 oC dan RH 85 â 90%, diterima baik oleh panelis sampai 21 hari penyimpanan. Saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan, buah masih baik 4 - 5 hari pada suhu ruang.
95 Penyimpanan dingin juga dapat memperlambat laju transpirasi yang dapat mengurangi laju kecepatan susut bobot buah. Hasil penelitian Rizkia (2004), penyimpanan dingin pada pada suhu 13 0C, mangga gedong gincu mengalami susut bobot lebih kecil yaitu 0,59% dibandingkan pada penyimpanan suhu ruang yaitu 4,15%. Keluaran model juga memperlihatkan bahwa biaya pesan pada penyimpanan suhu ruang lebih tinggi daripada penyimpanan suhu dingin (suhu 13 oC dan suhu 10 oC). Karena umur simpan mangga gedong gincu yang terbatas, eksportir akan melakukan pesanan lebih sering untuk memenuhi permintaan importir. Adanya input teknologi pascapanen berupa penyimpanan dingin untuk memperpanjang umur simpan buah memberikan kemungkinan eksportir dapat mengurangi frekuensi pemesanan dengan melakukan jumlah pesanan lebih banyak untuk menjaga persediaannya. Jumlah frekuensi pemesanan Q optimum selama periode musim panen (Oktober sampai Desember) untuk suhu ruang, suhu 13 oC, dan suhu 10 oC berturut-turut adalah 496, 248, dan 213 kali pesan. Untuk memperlihatkan lebih jelas pengaruh teknologi penyimpanan dingin terhadap sistem persediaan mangga gedong gincu untuk ekspor, maka dialirkan berbagai skenario Q (jumlah buah yang dipesan) ke dalam model seperti yang disajikan pada Tabel 17 dan 18 serta Gambar 29, 30, 31, dan 32. Tabel 17. Keluaran Model Dengan Skenario Q = 1,2 Ton Pada Berbagai Skenario Suhu Penyimpanan Komponen
Suhu ruang
Suhu 13 oC
Suhu 10 oC
Cst (Rp)
931.538
1.973.369
2.298.990
Cp (Rp)
50.082.533
50.082.533
42.927.886
Cpbt (Rp)
125.702.270
36.432.633
42.464.067
Cpmt (Rp)
4.256.547.749
2.647.083.437
2.647.083.437
TC (Rp)
4.433.264.090
2.735.572.000
2.734.774.382
1,2
1,2
1,2
Q (ton)
96
Biaya Simpan (skenario Q =1,2 ton)
Biaya Pesan (skenario Q = 1,2 ton)
3.000.000 2.298.992 1.973.369
2.000.000
Rupiah
Rupiah
2.500.000
1.500.000 931.538
1.000.000 500.000 -
0 Suhu Suhu 13 13oCC
Suhu Suhuruang Ruang
50.082.533 42.927.886
Biaya Penurunan Mutu (skenario Q=1,2 ton)
125.702.270
5.000.000.000
4.256.547.749
4.000.000.000
42.464.067
36.432.633
Rupiah
Rupiah
50.082.533
0 o Suhu ruang C Suhu C Suhu Ruang Suhu Suhu1313oC Suhu1010oC
o Suhu Suhu10 10oCC
Biaya Susut Bobot (skenario Q =1,2 ton) 130.000.000 120.000.000 110.000.000 100.000.000 90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 -
90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 -
3.000.000.000
2.647.083.437
2.647.083.437
2.000.000.000 1.000.000.000 -
0
0 o SuhuSuhu ruang 1313oC C Suhu C RuangSuhu Suhu Suhu10 10oC
o
Suhu Ruang Suhu Suhu13 13oC Suhu ruang C
Suhu10 10oCC Suhu
Gambar 29. Grafik komponen biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1,2 ton pada berbagai skenario suhu penyimpanan
Total Biaya (skenario Q=1,2 ton) 5.000.000.000
Rupiah
4.000.000.000 3.000.000.000 2.000.000.000
1.000.000.000 SuhuRuang ruang Suhu
0
Suhu 13oC 13 C Suhu
o Suhu C Suhu1010oC
Gambar 30. Grafik total biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1,2 ton pada berbagai skenario suhu penyimpanan
97
Tabel 18. Keluaran Model Dengan Skenario Q = 1,4 Ton Pada Berbagai Skenario Suhu Penyimpanan Komponen
Suhu ruang
Suhu 13 oC
Cst (Rp)
1.081.388
2.299.563
2.679.933
Cp (Rp)
42.927.886
50.082.533
42.927.886
Cpbt (Rp)
146.165.901
27.363.764
31.901.461
Cpmt (Rp)
4.256.547.749
2.524.286.489
2.524.286.489
TC (Rp)
4.446.722.925
2.604.032.350
2.601.795.769
1,4
1,4
1,4
Q (ton)
Biaya Pesan (skenario Q=1,4 ton)
Biaya Simpan (skenario Q=1,4 ton) 3.000.000
2.679.933 2.299.563
2.000.000 1.500.000
Rupiah
Rupiah
2.500.000
1.081.388
1.000.000 500.000 0 Suhu ruang Suhu Suhu Ruang Suhu13 13oCC
0 Suhu ruang Suhu Suhu Ruang Suhu 13 13oCC
31.901.461
o Suhu Suhu10 10oCC
42.927.886
o Suhu Suhu10 10oCC
Biaya Penurunan Mutu
146.165.901
27.363.764
50.082.533 42.927.886
0 Suhu ruang Suhu C Suhu Ruang Suhu13 13oC
Rupiah
150.000.000 140.000.000 130.000.000 120.000.000 110.000.000 100.000.000 90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 -
90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 -
o Suhu Suhu10 10oCC
Biaya Susut Bobot (skenario Q =1,4 ton)
Rupiah
Suhu 10 oC
5.000.000.000 4.500.000.000 4.000.000.000 3.500.000.000 3.000.000.000 2.500.000.000 2.000.000.000 1.500.000.000 1.000.000.000 500.000.000 -
4.256.547.749
2.524.286.489
2.604.032.350
0 o Suhu 1313oC C Suhu 1010oC C Suhuruang Ruang Suhu Suhu Suhu
Gambar 31. Grafik komponen biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1,4 ton pada berbagai skenario suhu penyimpanan
98
Rupiah
Total Biaya (skenario Q=1,4 ton) 5.000.000.000 4.500.000.000 4.000.000.000 3.500.000.000 3.000.000.000 2.500.000.000 2.000.000.000 1.500.000.000 1.000.000.000 500.000.000 -
4.446.722.925
SuhuRuang ruang Suhu
2.604.032.350
2.601.795.769
Suhu13oC 13 0C Suhu
o Suhu Suhu10 10oCC
Gambar 32. Grafik total biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1,4 ton pada berbagai skenario suhu penyimpanan Dari Tabel 17 dan Tabel 18, dapat dilihat bahwa pada kondisi Q yang sama untuk semua skenario suhu penyimpanan, total biaya persediaan pada suhu penyimpanan dingin lebih rendah daripada suhu ruang yaitu berkisar antara 38 - 41 %. Penghematan total biaya persediaan tersebut terjadi karena penghematan biaya akibat penurunan mutu sebesar 38-42 % dan penghematan biaya akibat susut bobot sebesar dan 60-71 %. Pada teknologi penyimpanan dingin buah segar, laju respirasi dan transpirasi akan lebih lambat atau lebih rendah dengan semakin rendahnya
suhu
penyimpanan
sehingga
dapat
memperkecil tingkat kerusakan buah. Walaupun perbedaan TC persediaan pada suhu 13 oC dengan TC persediaan pada suhu 10 oC adalah relatif kecil, tetapi secara agregat penyimpanan pada suhu 10 oC memiliki TC yang lebih efisien daripada penyimpanan pada suhu 13 oC. Selain itu, penyimpanan pada suhu 10 0C memberikan kelebihan berupa umur simpan menjadi lebih panjang yaitu 28 hari bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 13 oC yaitu 21 hari. Saat ini, eksportir mengekspor mangga gedong gincu 2-3 kali dalam seminggu dengan kapasitas ï± 4 ton per sekali kirim. Berbagai performa persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir berdasarkan keluaran model persediaan yang dikembangkan terhadap Q optimum mangga yang dipesan eksportir ke pemasok dapat dilihat pada Tabel 19
99 Tabel 19. Performa Persediaan Mangga Gedong Gincu Berdasarkan Keluaran Model Persediaan Terhadap Q Optimum Q* suhu ruang= 0,6 ton
Q* suhu 13 oC= 1,2 ton
1 2 3
0,6 1,2 1,8
1,2 2,4 3,6
4
2,4
5 6
3,0 3,6
Hari ke-
Harus dikeluarkan dari gudang
4,8
rusak
4,4
8 9
1,6 2,8
10
4,0
11 12
1,2 2,4
13 14
3,6 4,8
15
2,0
16 17
3,2 4,4
18
1,6
19 20
2,8 4,0
21 22 23
1,2 2,4 3,6
24
4,8
25 26
2 3,2
27
4,4
28 29
1,4 2,8 4,2 Kirim 4,ton sisa lot hari-1 (0,8 ton)
2,0 3,2
7
Q* suhu 10 oC= 1,4 ton
1,6 3 4,4
Kirim 4 ton, lot hari-1 habis sisa lot hari-5 (0,4 ton)
Kirim 4 ton Lot hari-16 habis Sia lot hari-19 (0,2 ton)
1,6
3 4,4
Kirim 4 ton Lot hari-21 habis
Kirim 4 ton Lot hari-14 habis Sisa lot hari-16 (1,2 ton)
2,6 4 1,4 2,8 4,2
Kirim 4 ton Sisa lot hari 21 (0,8 ton)
Kirim 4 ton Lot hari-10 habis Sisa lot hari-14 (1 ton)
2,4 3,8
5,2
Kirim 4 ton Lot hari-5 habis
Kirim 4 ton Lot hari 7 habis Sisa lot hari 10 (0,8 ton)
2,2 3,6
5,0
Kirim 4 ton Lot hari-11 habis Sisa lot hari 15 (0,4 ton)
Kirim 4 ton Lot hari-4 habis Sisa lot hari-7(0,6 ton)
2 3,4 4,8
Kirim 4 ton Sisa lot hari-11 (0,8 ton)
Kirim 4 ton Lot hari-1 habis Sisa lot hari-4 (0,4 ton)
1,8
3,2 4,6
Kirim 4 ton Lot hari-5 habis
Kirim 4 ton Sisa lot hari-1 (0,2 ton)
1,8
Kirim 4 ton Lot hari-19 habis Sisa lot hari-24 (0,4 T)
100 Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa performa persediaan pada suhu ruang memberikan kesempatan eksportir melakukan pengiriman sebanyak 4 ton pada lot hari ke-7. Persediaan yang dikembangkan membatasi umur simpan di gudang eksportir adalah maksimum 4 hari sebelum umur simpan berakhir (hari ke dua pada penyimpanan suhu ruang, hari ke-19 pada penyimpanan 13 oC, dan hari ke24 pada penyimpanan suhu 10 oC). Pertimbangannya adalah bahwa, waktu pengiriman ke negara tujuan dengan adanya teknologi penyimpanan mangga adalah 1 hari dengan pesawat udara sehingga saat sampai di negara tujuan, mangga masih mempunyai umur simpan 3-4 hari. Dari hasil penelitian Broto (2003) dan Rizkia (2004), mangga yang disimpan pada suhu 13 dan 10 oC masih baik dan dapat matang dengan baik 4-6 hari setelah dikeluarkan pada suhu ruang. Penggunaan teknologi penyimpanan mangga gedong gincu, di tingkat eksportir, memungkinkan eksportir dapat menjaga tingkat pelayanan kepada konsumen baik dari segi mutu, maupun kemampuan eksportir memenuhi permintaan importir. Hal ini diharapkan dapat berdampak pada peningkatan daya saing eksportir mangga gedong gincu. 6.2. Manajemen Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Gapoktan Dalam hal eksportir mangga gedong gincu membuat kebijakan dalam sistem persediannya, maka tidak terlepas dari kemampuan pemasok untuk memenuhi pesanan eksportir. Pada kasus penelitian ini, eksportir memesan mangga gedong gincu pada gapoktan yang telah terikat perjanjian antara eksportir dan gapoktan dimana gapoktan harus memenuhi pesanan eksportir dalam satu periode musim panen. Gapoktan mangga gedong gincu merupakan pedagang pengumpul yang menampung mangga dari petani anggotanya. Khusus untuk mangga gedong gincu ekspor, ada persyaratan bahwa mangga harus berasal dari kebun mangga yang telah terdaftar di Departemen Pertanian sebagai kebun yang telah menerapkan GAP/SOP. Jadi, tidak semua petani anggota memenuhi persyaratan menjadi pemasok mangga gedong gincu. Pasokan mangga gedong gincu juga masih terbatas karena masih terbatasnya produksi mangga gedong gincu yang dapat memenuhi kualitas ekspor. Selain itu, terbatasnya pasokan juga karena masih terbatasnya jumlah petani yang
101 kebunnya terdaftar sebagai kebun penerapan GAP/SOP. Negara importir menginginkan mangga yang diimpor harus dapat ditelusuri asal usulnya (traceability). Konsekuensinya, mangga yang dikirim adalah mangga yang berasal dari kebun terdaftar penerapan GAP/SOP. Saat ini penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon, jumlah petani yang kebunnya terdaftar sebagai kebun penerapan GAP/SOP masih terbatas (Lampiran 4). Kemampuan Kelompok Tani Buah (KTB) yang menyediakan pesanan gapoktan dapat dilihat pada Tabel 20. Karena petani juga sudah terikat kontrak pemenuhan pesanan di tingkat gapoktan, maka petani berusaha memenuhi pesanan dengan cara mencari mangga dari petani mangga gedong gincu lainnya Tabel 20. Data Pesanan dan Pengiriman Mangga Gedong Gincu Dari Gapoktan ke Eksportir No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tanggal Pengiriman 02/11/2011 04/11/2011 06/11/2011 08/11/2011 14/11/2011 18/11/2011 22/11/2011 28/11/2011 02/12/2011 04/12/2011 08/12/2011 14/12/2011 18/12/2011 22/12/2011 TOTAL
Volume Pesanan Pengiriman (Kg) (Kg) 1000 700 1000 1000 700 500 1000 1000 800 600 1000 1000 1000 1000 600 500 500 500 500 500 500 300 500 350 1000 1000 800 600 10900
9550
Tambahan
Keterangan
300
(petani )
200
(petani )
200
100
(petani )
200 150
(petani ) (petani )
200 1350
Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa pada minggu pertama November, gapoktan mampu memenuhi pesanan per dua hari dengan jumlah pengiriman 500-1000 kg, dan pada Minggu kedua, gapoktan mampu memenuhi permintaan sebanyak satu kali. Pada minggu ketiga, gapoktan mampu memenuhi pesanan sebanyak dua kali dan sebanyak satu kali pada minggu keempat. Performa pemenuhan pesanan tersebut terjadi karena waktu pemanenan mangga gedong untuk ekspor harus menunggu sampai tingkat kematangan 80-85 %. Dengan
102 pengaturan pemanenan yang lebih baik, maka secara rata-rata gapoktan akan mampu memenuhi permintaan dengan interval empat hari, namun dengan jumlah sekitar 700 kg (0,7 ton). Berdasarkan kemampuan rata-rata tersebut disusun perencanaan kebutuhan buah mangga di tingkat gapoktan yang disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Perencanaan Kebutuhan Buah Mangga Di Tingkat Gapoktan Untuk Pemenuhan Pesanan Eksportir Sebanyak 1,4 Ton Per Hari Hari pengiriman
KTB 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
A B C D D E F G
Untuk tujuan pemenuhan kebutuhan eksportir, maka gapoktan dapat melakukan perbaikan penanganan pascapanen sesuai SOP mangga gedong gincu di sepanjang rantai pasoknya, mulai dari kebun sampai pada pengiriman ke gudang eksportir. Berbagai penanganan pascapanen yang dapat dilakukan di tingkat petani misalnya dengan penghilangan panas lapang untuk menekan terjadinya susut bobot buah, menjaga kulit buah dari aliran getah dengan cara menyisakan tangkai 1-2 cm saat pemetikan. Selain itu, diperlukan juga upaya meminimalisasi tingkat kerusakan mekanis selama penanganan dan saat tranportasi dengan cara menerapkan manajemen fresh handling (penanganan segar), misalnya pengaturan tumpukan buah dalam keranjang, pengaturan tumpukan kemasan serta jenis dan cara pengemasan mulai dari kebun sampai ke gudang eksportir sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat kerusakan buah (tidak bertangkai, luka memar/benturan, luka gesekan) saat tiba di gudang eksportir.
28
29
30
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil yang telah dicapai dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Anggota rantai pasok mangga gedong gincu di tingkat eksportir terdiri dari petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Buah (KTB), gapoktan, dan eksportir. Eksportir melakukan pemesanan mangga gedong gincu ke gapoktan yang telah terikat kontrak kerjasama dengan eksportir untuk menyediakan pesanan eksportir selama periode musim panen (Oktober-Desember). Gapoktan berfungsi sebagai gudang penampungan sementara hasil panen dari kebun petani yang tergabung dalam KTB yang kebunnya telah terdaftar penerapan GAP/SOP, sedangkan eksportir berfungsi sebagai gudang penyimpanan persediaan sebelum diekspor. Eksportir mengekspor mangga gedong gincu 2-3 kali seminggu dengan kapasitas ï± 4 ton per sekali kirim.
2.
Karena kemampuan gapoktan menyediakan pasokan mangga gedong gincu untuk eksportir masih terbatas, maka eksportir memerlukan waktu tunggu untuk memenuhi target volume minimal pengiriman. Terbatasnya pasokan mangga dari gapoktan karena terbatasnya produksi mangga gedong gincu yang dapat memenuhi kualitas ekspor dan terbatasnya jumlah kebun petani yang terdaftar GAP/SOP. Dari total jumlah mangga yang dikirim gapoktan ke gudang eksportir, hanya 29,1 - 50,5 % yang bisa diekspor karena selama tranportasi dari gapoktan ke gudang eksportir mengalami kerusakan mekanis berupa 2,1 - 6,4 % buah tidak bertangkai; 9,4 - 19,2 % luka memar/benturan; dan 15,2 - 31,9 % luka gesekan.
3.
Model persediaan yang dikembangkan dalam sistem persediaan di tingkat eksportir terdiri dari elemen biaya simpan, biaya pesan, biaya penurunan mutu dan biaya susut bobot. Model dapat digunakan eksportir untuk menentukan jumlah pesanan optimal gedong gincu dengan memperhatikan aspek penurunan mutu dan susut bobot selama periode persediaan. Berdasarkan keluaran model, jumlah pemesanan optimum oleh eksportir ke
104 gapoktan untuk penyimpanan suhu ruang, suhu 13 oC dan suhu 10 oC, masing-masing adalah 0,6 ton per hari; 1,2 ton per hari; dan 1,4 ton per hari. 4.
Bila dibandingkan antara performa komponen biaya persediaan pada penyimpanan ruang dengan performa komponen biaya persediaan pada penyimpanan suhu dingin, maka walaupun terjadi kenaikan biaya simpan sebesar 52,8%, tetapi secara keseluruhan terjadi penghematan total biaya persediaan sebesar 38 â 41%. Penghematan total biaya persediaan tersebut terjadi karena penghematan biaya akibat penurunan mutu sebesar 38-42 % dan penghematan biaya akibat susut bobot sebesar 60-71 %. Walaupun perbedaan TC persediaan pada suhu 13 oC dengan TC persediaan pada suhu 10 oC, relatif kecil, tetapi secara agregat, penyimpanan pada suhu 10 oC memiliki TC yang lebih efisien daripada penyimpanan pada suhu 13 oC. Selain itu, penyimpanan pada suhu 10 oC memberikan kelebihan berupa umur simpan menjadi lebih panjang yaitu 28 hari bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 13 0C yaitu 21 hari.
5.
Untuk memenuhi kebutuhan eksportir mangga gedong gincu, gapoktan melakukan perencanaan kebutuhan mangga melalui pengaturan waktu panen petani Kelompok Tani Buah (KTB). Dengan kemampuan petani KTB yang hanya bisa menyediakan mangga gedong gincu kualitas ekspor sebanyak 0,7 ton per empat hari, maka gapoktan mengatur kebutuhan eksportir mangga gedong gincu sebanyak 1,4 ton per hari dengan cara melibatkan dua KTB, masing-masing KTB 0,7 ton per hari.
7.2. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk tujuan penetapan jumlah pemesanan optimum mangga gedong gincu di tingkat eksportir, pada pengembangan model persediaan selanjutnya perlu mempertimbangkan aspek kerusakan mangga gedong gincu selama transportasi dan mengintegrasikan model persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir dengan model persediaan mangga gedong gincu pada pelaku rantai pasok yang lain yaitu gapoktan dan petani.
105 2.
Dalam mempertahankan mutu hasil panen sesuai syarat mutu untuk buah ekspor, petani dan gapoktan yang terlibat dalam rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor perlu melakukan penanganan pascapanen sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure) mangga gedong gincu ekspor dan melakukan upaya-upaya mempertahankan mutu hasil panen.
3.
Dukungan kebijakan dari Pemerintah Daerah dan instansi pembina dalam lingkup Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor perlu terus dilakukan melalui : (a) pengembangan luas areal tanaman, (b) memfasilitasi penyediaan bibit mangga gedong gincu yang bersertifikat, (c) memfasilitasi pengadaan ruang penyimpanan, transportasi, dan peralatan pascapanen yang memadai di sentra produksi mangga gedong gincu sehingga penerapan GAP/SOP mangga gedong gincu dapat dilaksanakan dengan baik, (d) melakukan pembinaan kebun buah mangga gedong gincu dalam upaya penambahan kebun mangga gedong gincu yang terdaftar sebagai kebun yang telah menerapkan GAP/SOP. Dengan demikian, hasil panen dari kebun tersebut dapat memenuhi syarat untuk ekspor sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas mangga gedong gincu untuk ekspor sekaligus juga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen luar negeri terhadap mutu buah yang diekspor, (e) melakukan pembinaan pada pelaku usaha mangga gedong gincu untuk mendapatkan sertifikasi Prima sebagai upaya pengakuan bahwa hasil panen yang dihasilkan atau yang ditangani telah memenuhi syarat yang ditetapkan sesuai sistem jaminan mutu hasil pertanian, serta (f) terus melakukan pengembangan teknologi penanganan pascapanen dalam upaya mempertahankan mutu magga gedong gincu selama persediaan di sepanjang rantai pasok mangga gedong gincu.
4.
Dengan adanya teknologi pembungaan, maka petani dapat melakukan panen di luar musim panen, sehingga dalam penelitian lebih lanjut perlu dikembangkan model perencanaan persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir pada periode perencanaan offâseason (di luar musim panen).
106
DAFTAR PUSTAKA
Ahumada, O. and Villalobos, J.R. 2009. Application of planning models in the agri-food supply chain: A review. European Journal of Operational Research.195:1-20. Assauri, S. 1993. Manajemen Produksi.Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Anshari S. 2006. Meningkatkan Keunggulan Buah-buahan Tropis. Andi, Yogyakarta
Arauz, L. (2000). Mango anthracnose: Economi impact and current options for integrated management. Plant Disease.84: 600-611. Bai, R. and Kendall, G. 2008.A model for fresh produce shelf-space allocation and inventory management with freshness-condition-dependent demand. INFORMS Journal of Computing. 20 :78-85. Bai, R., Burke, E.K., and Kendall, G.2008. Heuristic,meta-heuristic and hyperheuristic approaches for fresh produce inventory control and shelf space allocation. Journal of Operation Research Society. 59 :1387-1397. Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. BPS, Indonesia. Broto, W. 2003. Mangga, Budi Daya, Pascapanen dan Tataniaganya. Agromedia Pustaka, Jakarta. Broekmeulen, R.A.C.M. and Donselaar, K.H. 2009. A heuristic to manage perishable inventory with batch ordering, positive lead-times, and timevarying demand. Computers and Operations Research. 36 : 3013 -3018. Carson, J.S.2002. Model Verivcation and Validation. Di dalam : Yucesan E, Chen C-H, Snowdon L, Charnes JM, editor. Proceeding of the 2002 Winter Simulation Conference:52-58. Chande, A., Hemachandra, N., and Rangaraj, N. 2003.Fixed Life Perishable Inventory Problem and Approximation under Price Promotion. Industrial Engineering and Operations Research Programme IIT Bombay, Mumbai, India. Codex Alimentarius. Codex Standard for Mangoes (Codex STAN 184-1993). http://www.codexalimentarius.org/standards/list-of-standards/en/CSX 184e.pdf. Diunduh 2 Februari 2012. Dewandari, K.T., Mulyawanti,I., dan Setyabudi, D.A. (2009). Konsep SOP Untuk Penanganan Pascapanen Mangga Cv. Gedong Untuk Tujuan Ekspor.
108 Deptan. 2005. Standard Operational Procedure (SOP) Mangga Gedong Gincu Kabupaten Cirebon. Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Deptan RI, Indonesia. Deptan. 2007. Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Deptan RI, Indonesia. Deptan.2006. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan RI, Indonesia. Deptan.2007. Panduan Sertifikasi Prima. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan RI, Indonesia. Deptan.2007. Panduan Umum Penggunaan Label Prima. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Deptan RI, Indonesia. Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon.2010. Perkembangan Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon, Cirebon Distanbunnakhut (Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan) Kabupaten Cirebon.2007. Potensi Investasi Hortikultura (Komoditi Mangga) Kabupaten Cirebon, Cirebon. Eriyatno.1999.Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.Jilid Satu.Edisi Ketiga. IPB Press, Bogor. Eryani, Y.1999. Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangiera indica L) di Kabupaten Cirebon, Propinsi jawa Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Eskin, N.A.M. 1980. Biochemistry of Food. Second Edition. Academic, California. Gal, P.Y.L., Lyne, P.W.L., Meyer, E., and Soler, L.G. 2008. Impact of sugarcane supply scheduling on mill sugar production: A South African Study Case. Agricultural System. 96:64-74. Ghare, P.N. and Schrader, G.F.1963. A model for exponentially decaying inventories. Journal of Industrial Engineering. 15:238-243. Goyal, S.K. and Giri, B.C. 2001. Recent trends in modeling of deteriorating inventory.European Journal of Operational Research. 134:1-16. Greenberg, B.S., Goh, H., and Matsuo, H.1993. Two-stage perishable inventory models. Management Science. 39(5):633-649. Gurler, U. and Ozkaya, B.Y. 2006. Analysis of the (s,S) policy for perishable with random shelf life.IIE Transactions. 40:759-781.
109 Hadiguna, R. A. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok dan Penilaian Risiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hariga, M. and Becherouf, L.1994. Optimal and heuristic replenishment models for deteriorating items with eksponential time varying demand. European Journal of Operational Research. 79:123-137. Hariyadi, P. 2006. Prinsip-prinsip Penetapan dan Pendugaan Masa Kadaluarsa produk Pangan. Materi Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan, Bogor 7 â 8 Agustus. Heng, K.J., Labban, L., and Linn, R.J.1991. An order-level lot size inventory model for deteriorating items with finite replenishment rate. Computers and Industrial Engineering. 20:187-197. Holmes, R. and Ledger, S. (1992). Handling systems to reduce mango sapbum. International Mango symposium International Society for Horticultural Science, abstracts:98 Hug, F., Asnani, S., Jones, V., and Cutright, K. 2005. Modelling the influence of multiple expiration dates on revenue generation in the supply chain. International Journal of Physical Distribution and Logistic Management. 35(3):152-160 Hussey, J. and Hussey, R. 1997. Business Research: A Practical Guide for Undergraduate and Postgraduate Students.Chippenham: Macmillan Business. Indrianti, N, Ming, T., dan Toha, I.S. 2001. Model Perencanaan Kebutuhan Bahan Dengan Mempertimbangkan Waktu Kadaluarsa Bahan. Media Teknik. 2(23):60-65 Irving, A.R. 1984. Transport of fresh horticultural produce under modified atmosphere.CSIRO Food Res.Q.44(22):25-33 Jacxsens, L. 2010. Simulation modeling and risk Assessment as tools to identify the impact of global climate change on microbiological food safety-the case study of fresh produce supply chain. Food Research International. 43:1925-1935. Jonrinaldi. 2004. Model Siklus Persediaan Optimal Gabungan untuk Produk yang Mengalami Deteriorasi dengan Mengijinkan Penundaan dalam Pembayaran [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung. Kader, A.A. 1992. Preventing of ripening in fruits by use of controlled atmosphere. Food Technology.34(3):51-54.
110 Kader, A. A. (2002). Quality and safety factors: Defnition and evaluation for fresh horticultural crops. Postharvest technology of horticultural crops : 279-285 Kays, S.J.1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products.Van Nostrand Reinhold, New York. Lawrence, A. S., Sivakumar, B., and Arivarignan, G. 2006.Perishable InventorySystem with Random Supply Quantity and Negative Demands. Advance Modelling and Optimization.8:151-168. Lebrun, M., Plotto, A., Goodner, K., Ducamp, M. N., and Baldwin, E. (2008). Discriminationof mango fruit maturity by volatiles using electron nose and gas chromatography.Postharvest Biology and Technology.48:122-131. Liu, L. and Lian, Z. 1999. (s, S) continuous review models for inventory with fixed lifetimes. Operation Research.47:1022-1028. Lucio, Z. and Zanoni, S. 2007. Single-vendor single buyer with integrated transport-inventory system : model and heuristics in the case of perishable goods.Computers and Industrial Engineering.52:107-123. Maâarif, M.S. dan Tanjung, H. 2003. Manajemen Operasi. PT. Gramedia, Jakarta. Maflahah, I. 2010. Pengembangan Model perencanaan Produksi Agregat dan Jadwal Induk Produksi Jus Berbahan Baku Buah Segar [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Manetsch, T.J. and Park, G.L. 1977. System Analysis and Simulation with Aplication to Economic and Social Systems. Michigan State University, Michigan. Mananoma, T. dan Soetopo, W. 2008. Pemodelan Sebagai Sarana Dalam Mencapai Solusi Optimal. Jurnal Teknik Sipil FT UGM.8(3):184-192 Makridakis, S, Steven, C.W., and Victor, E.M. 1999.Metode Peramalan dan Aplikasi Peramalan. Ed ke-2. Suminto. Penerjemah Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahann dari: Forecasting : Method and Applications. Marquez, A.C.2010. Dynamic Modelling for Supply Chain Management. Springer London Dordcrecht Heidelberg, New York. Mentzer, J. T., Dewitt, W., Keebler, J. S., Min, S., Nix, N. W., Smith, C. D., and Zacharia, Z. G. 2001. Defining supply chain management. Journal of Business Logistics.22:1-25. Nahmias, S.1982. Perishable inventory theory : a review. Journal of Operational Research Society of America.30:680-708.
111 Nandakumar, P. and Morton, T.E. 1993. Near myopic heuristic for the fixed life perishability problem. Management Science.39:1490-1498. Nurmawanti, N.E.2008. Pengaruh Pra Pendiginan dan Suhu penyimpanan Terhadap Mutu Buah Mangga Cengkir Indamayu. Skripsi. Institut Pertanian Boogor, Bogor. Panda, S., Saha, S., and Basu, M. 2008. A note on EPQ model for seasonal perishable products with stock dependent demand. Asia-Pacific Journal of Operation Research.25(3):301-315. Pantastico, Er.B. 1993. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The AVI. Westport, Connecticut. Pantastico, Er.B., Matto, A.K., Murata, T., and Ogata, K.1997.KerusakanKerusakan Karena Pendinginan dalam Fisiologi Pascapanen dan Penanganan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Editor Er. B. Pantastico. Penerjemah kamarariyani. Gajah mada University Press, Yogyakarta. Perdana, T. 2009. Pemodelan Dinamika Sistem Rancang Bangun Manajemen Rantai Pasokan Industri Teh Hijau. [disertasi]. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor. Pujawan. N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya. Raafat, F. 1991. Survey of literature on continuously deteriorating inventory models. Journal of Operational Research Society.1:27-37. Rajurkar, S. and Jain, R. 2009. Optimal order quantity model for retailers of perishable products with non-deterministic demand. Rangkuti, F. 2000. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis.PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ravichandram, N. 1995. Stochastic analysis of a continuous review perishable inventory system with positive leadtime and poisson demand. European Journal of Operational Research.84:444-457. Rizkia, H. 2004. Kajian Laju Respirasi Dan Perubahan Mutu Buah Mangga Gedong Gincu Selama Penyimpanan Dan Pematangan Buatan [Tesis].Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rukmana, R.2007. Mangga Gedong Gincu : Budi daya, Pengendalian Mutu, dan Pascapanen. Aneka Ilmu, Semarang.
112 Russell, R.S. and Taylor, W. 2006. Operations Management. John Wiley & Sons, Inc. Satuhu, S. 2000. Penanganan Mangga Segar Untuk Ekspor. Penebar Swadaya, Jakarta. Setyadjit dan Syaifullah.1992. Pengaruh ketebalan plastik untuk penyimpanan atmosfir termodifikasi mangga arumanis dan indramayu. Jurnal Hortikultura.2(1):31-42. Siswanto. 2002.Operations Research.Jilid II. PT. Erlangga, Jakarta. Sivakumar, D., Jiang Y., and Yahia, E.M. 2010. Maintaining mango (Mangifera indica L.) fruit quality during the export chain. A review. Food Research International.03411:1-10. Smith, S.B. 1989. Computer-Based Production and Inventory Control.New Jersey: Prentice-Hall, Inc. SNI.SNI 3164:2009, Standar Nasional Indonesia : Mangga. http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/9481. Diunduh 2 Februari 2012 Stewart, J. 1999. Calculus, Fourth Edition. International Thmson Publishing Inc. Stringer, R., Sang, N., and Croppenstedt, A. 2009. Producers, processor and procurement decision: the case of vegetable sSupply chain in china. World Development.37(11):1773-1780. Syarief , R dan Halid, H. 1991.Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta. Tersine, R.J. 1994. Principles of Inventory and Materials Management. Prentice hall, Inc., New Jersey. Tharanathan, R. N., Yashoda, H. M., and Prabha, T. N. (2006). Mango (Mangifera indica L.),âThe King of Fruitsâ â An overiew. Food Reviews International.22:95-123. USDA.1968. Penyimpanan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan Bunga-bungaan. Penerjemah Soesarsono, W. Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor. Yadavalli, V.S.S. and Schoor, C.D.W.van. 2004. A perishable product inventory system operating in random environment. South African Journal of Industrial Engineering.15(2):107-131. Yahia,E.M. 1998. Postharvest handling of mangoes.Technical Report.Agricultural Technology Utilization and Transfer Project, Giza,Egypt.
113 Van der Vorst, J.G.A.J. 2004.Performance levels in food traceability and the impact on chain design : results of an international bencmark study. In : Bremmers, H.J., Omta, S.W.F., Trienekens, J.H., et al.eds Dynamics in chains and networks : proceeding of the sixth international conference on chain and network management in agribusiness and the food industry (Ede, 27-28 may 2004). Ageningen Academic Press, Wageningen: 175-183. Verdouw, C.N., Beulens, A.J.M., Trienekens, J.H., and Wolfert, J. 2010. Process modeling in demand-driven supply chain: a references model for the fruit industry. Computers and Electronic in Agriculture.3:174-187. Waters, C.D. 1992. Inventroy Control and Management. Jhon Wiley and Sons Inc., New York Wee, H.M. and Shum, Y.S. 1999. Model development for deteriorating inventory inmaterial requirement planning system. Computer and Operational Research.26:545-558. Widodo, K.H., Nagasaka, H., Morizawa, K., and Ota, M. 2004. A periodical flowering-harvesting model for delivering agricultural fresh products. European Journal of Operational Research. Article in Press. Winarno, F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio Pr., Bogor. Within, T.M. 1957. Theory of Inventory Management. Princeton University Press, Princeton.
Lampiran-Lampiran
116
117
Lampiran 1. Rata-rata Tingkat Kerusakan Buah Mangga Gedong Gincu Per Hari di Gudang Eksportir Pada Musim Panen dan Pada Panen di Luar Musim (Off-Seasson) Tahun 2010
No
1.
2.
3.
No
1. 2. 3.
Panen (bulan)
Oktober (awal panen ) Nopember (puncak panen) Desember (akhir panen) Rata-rata
Panen (bulan)
Mei (off season) Juni (off season) Juli (off season) Rata-rata
Jumlah Mangga yg Masuk (kg)
Jumlah Ekspor (kg)
Tingkat Kerusakan Mekanis (%) Tidak Luka Memar Luka Gesekan Bertangkai (Benturan) (%)
(kg)
(%)
(kg)
(%)
(kg)
(%)
(kg)
97.000
4,5
4.365
9,4
9.118
15,2
14.744
29,1
68.773
98.000
6,4
6.272
12,2
11.956
32
31.262
50,5
48.510
74.000
2,1
1.554
19,2
14.208
29
21.460
50,3
36.778
4,3
Jumlah Mangga yg Masuk (kg)
9,9
25,4
43,3
Jumlah Ekspor (kg)
Tingkat Kerusakan Mekanis (%) Tidak Luka Memar Luka Gesekan Bertangkai (Benturan) (%)
(kg)
(%)
(kg)
(%)
(kg)
(%)
(kg)
6.000
2,1
126
6,2
372
10,5
630
18,8
4.872
7.000
3,2
224
4,6
322
18,7
1.309
26,5
5.145
6.550
1,0
66
4,2
275
11
721
16,2
5.489
2,1
5,0
13,4
20,5
118 Lampiran 2. Proses Pemeriksaan Kesesuain Dimensi Elemen-Elemen Dalam Model Persediaan Mangga Gedong Gincu Untuk Ekspor Cpbt Cpmt Cst Cp Cs Cpb Cpm D h J P J R B Q Qb Qi t T tb
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Biaya penyusutan bobot selama periode t (Rp) Biaya penurunan mutu selama periode t (Rp) Biaya simpan selama periode t (Rp) Biaya pesan per sekali pesan (Rp/jumlah pesan) Biaya simpan per unit (Rp/ton) Biaya penyusutan bobot per unit (Rp/ton) Biaya penurunan mutu per unit t (Rp/ton) Jumlah permintaan buah selama T (ton) Fraksi biaya simpan per unit per periode perencanaan Harga jual buah kualitas non ekspor per unit (Rp/ton) Harga jual buah ekspor per unit (Rp/ton) Harga jual buah yang sudah busuk/rusak per unit (Rp/ton) Harga bahan baku per unit (Rp/ton) Harga beli ke petani (Rupiah) Jumlah buah yang dipesan (ton) Jumlah buah yang rusak (ton) Jumlah buah yang tersedia (ton) Kurun waktu (periode) pesanan (bulan) Periode perencanaan, (bulan) Umur simpan buah mangga (bulan)
ðð¶ =
ð
ð¢ðððð =
ð
ð¢ðððð =
ðð 1 ð· ð¡ð. ð·. 1 â ð âð·ð¡ð Cs + ð¶ð. + ðµð· 2 ð 2 ð¡ð â0.1 ð· ð¡ð 1 1 â ðð âðµ â ð ð·ð¡ð + ð â ðœ . ð·. ð â ð¡ð ð ð ð
ðð¢ððð .ð¡ðð 1 Rupiah ð¡ðð ðð¢ððð . ð¡ðð. 1 â ð âð¡ðð .ðð¢ððð . + ð
ð¢ðððð . 2 ton. bulan ð¡ðð ð
ð¢ðððð + ð¡ðð ð¡ðð ð
ð¢ðððð ð¡ðð2 ðð¢ððð 1 1 âðð¢ððð .ð¡ðð â â ð ð¡ðð .ðð¢ððð ð¡ðð ðð¢ððð ð¡ðð ð¡ðð ðð¢ððð â0.1ðð¢ððð ð
ð¢ðððð ð
ð¢ðððð ðð¢ððð + â . ð¡ðð. ð â ð¡ðð ð¡ðð ðð¢ððð .ð¡ðð 1 Rupiah ð¡ðð ðð¢ððð . ð¡ðð. 1 â ð âð¡ðð .ðð¢ððð . + ð
ð¢ðððð . 2 ton. bulan ð¡ðð ð
ð¢ðððð + ð¡ðð ð¡ðð ð
ð¢ðððð ð¡ðð2 ðð¢ððð 1 1 âðð¢ððð .ð¡ðð â â ð ð¡ðð .ðð¢ððð ð¡ðð ðð¢ððð ð¡ðð ð¡ðð ðð¢ððð â0.1ðð¢ððð ð
ð¢ðððð ð
ð¢ðððð ðð¢ððð + â . ð¡ðð. ð â ð¡ðð ð¡ðð
119
ð
ð¢ðððð =
1 Rupiah ð¡ðð ð
ð¢ðððð ðð¢ððð . ð¡ðð. . + ð
ð¢ðððð . + ð¡ðð 2 ton. bulan ð¡ðð ð¡ðð ð
ð¢ðððð ð¡ðð2 ðð¢ððð 1 1 â â ð¡ðð ðð¢ððð ð¡ðð ð¡ðð ð
ð¢ðððð ð
ð¢ðððð + â . ð¡ðð ð¡ðð ð¡ðð
ð
ð¢ðððð =
1 Rupiah ðð¢ððð . 2 bulan â ð
ð¢ðððð
ð
ð¢ðððð =
1 Rupiah 2 +
+ ð
ð¢ðððð + ð
ð¢ðððð
ðð¢ððð + ðð¢ððð
ð
ð¢ðððð â ð
ð¢ðððð
+ ð
ð¢ðððð + ð
ð¢ðððð â ð
ð¢ðððð
ð
ð¢ðððð â ð
ð¢ðððð
120 Lampiran 3. Daftar Jumlah Pohon Mangga Gedong Gincu Menurut Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun 2011
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
Kecamatan Waled Pesaleman Ciledug Pabuaran Losari Pabedilan Babakan Gebang Karangsembung Karangwereng Lemahabang Susukan lebak Sedong Astanajapura Pangenan Mundu Beber Cirebon Selatan Sumber Dukupuntang Palimanan Gempol Plumbon Depok Weru Plered Kedawung Tengah Tani Cirebon Utara Kapetakan Klangenan Arjawinangun Panuragan Ciwaringin Susukan Gegesik Kaliwedi Jumlah
Gedong Gincu (pohon) 4.726 724 1.115 484 18.081 248 982 1.117 785 1.215 12.427 1.578 43.254 19.419 54 2.674 31.765 11.981 2.252 30.617 4.562 1.786 787 1.154 542 642 1.318 1.854 2.487 754 2.854 1.645 458 624 5.465 425 2.453 215.308
Mangga lainnya (pohon) 9.473 6.155 8.512 7.907 16.325 4.709 9.212 4.933 3.919 13.433 37.282 13.304 86.060 32.311 340 6.216 33.919 2.531 3.150 71.440 39.797 22.396 13.558 16.897 2.484 4.427 9.267 16.005 29.958 27.057 34.697 10.865 2.347 2.856 21.990 2.805 11.347 639.884
Jumlah keseluruhan (pohon) 14.199 6.879 9.627 8.391 34.406 4.957 10.194 6.050 4.704 14.648 49.709 14.882 129.314 51.730 394 8.890 65.684 14.512 5.402 102.057 44.359 24.182 14.345 18.051 3.026 5.069 10.585 17.859 32.445 27.811 37.551 12.510 2.805 3.480 27.455 3.230 13.800 855.192
121
Lampiran 4. Daftar Nomor Registrasi Kebun Buah Mangga Gedong Gincu Kecamatan di Kabupaten Cirebon
No.
Nama KTB
Luas Lahan (Ha)
No. Registrasi
Tanggal registrasi
1.
Sri Makmur
3
GAP 01-32.09.21-I.036
26-02-2009
2.
Sukamulya
5
GAP 01-32.09.1-I.036
3.
Subur Makmur
1
GAP 01-32.09.17-I.036
26-02-2009
4.
Samoja
1
GAP 01-32.09.9-I.036
07-10-2008
5.
Sukamulya
1
GAP 01-32.09.8-I.036
06-10-2008
6.
Makmur Jaya
2
GAP 01-32.09.32-I.036
26-12-2009
7.
Sugihmurti
2
GAP 01-32.09.7-I.036
06-10-2008
8.
Pakembaran
3
GAP 01-32.09.6-I.036
06-10-2008
9.
Datar Indah
1
GAP 01-32.09.10-I.036
07-10-2008
10.
Subur Makmur
3
GAP 01-32.09.19-I.036
26-02-2009
Mei 2008
Sumber : Diolah dari Departemen Pertanian Provinsi Jawa Barat tahun 2010
122 Lampiran 5. Indeks Kematangan Mangga Gedong Gincu (Deptan, 2005) Kematangan 70% Umur buah
: 90 â 100 hsbm*
Warna kulit buah
: seluruh bagian berwarna hijau
buah
masih
Rasa buah
: asam segar Kematangan 80% Ketahanan simpan : 21- 25 hari Umur buah
: 95 â 100 hsbm*
Warna kulit buah
: bagian atas ujung buah berwarna hijau tua dengan pangkal buah berwarna orange
Rasa buah
: manis-asam segar
Ketahanan simpan
Kematangan 85% : 21- 25 hari
Umur buah
: 110 â 120 hsbm*
Warna kulit buah
: bagian atas ujung buah berwarna hijau tua dengan pangkal buah berwarna merah
Rasa buah
: manis segar Kematangan 95% (siap konsumsi) Ketahanan simpan : 14- 17 hari Umur buah : 125 hsbm* Warna kulit buah
: bagian ujung dan tengah buah berwarna kuning dengan pangkal buah berwarna merah
Rasa buah : manis segar Kematangan 100% (over ripe) Ketahanan simpan : 5 hari Umur buah : 130 hsbm* Warna kulit buah
: bagian ujung dan tengah buah berwarna kuning kemerahan dengan pangkal buah berwarna merah
*hsbm = hari sesudah bunga mekar Rasa buah
: manis segar
Ketahanan simpan
: 1 hari
123 Lampiran 6. Penerapan SOP Oleh Petani SOP di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon Aktifitas Pemangkasan
Pemupukan
Penyiangan
Pengairan
Penjarangan buah
Pembungkusan buah
Pengendalian Operasi Pengganggu Tanaman (OPT)
Pemanenan
Pascapanen
SOP
Realisasi SOP oleh Petani SOP
Pangkas cabang yang bersudut kecil, dahan dan ranting yang rapat, ranting yang terserang hama, lalu bakar pada tempat yang sudah disediakan Dilakukan pada saat menjelang betbunga, saat buah sebesar kelereng, awal musm dengan komposisi pupuk Urea (N), SP 36, KCL, dan pupuk kandang Penyiangan dengan mencabut dan membersihkan gulma dengan herbisida Dilakukan sebelum panen, saat buah sebesar bola pimpong dengan volume tertentu Dilakukan saat buah berukuran sebesar bola pimpong dan menyisakan 2-3 buah serta memotong tangkai buah yang tidak baik Membungkus buah dengan kain pembungkus. Warna kain pembungkus dibedakan sesuai umur buah dan ditandai untuk memudahkan pemanenan. Memantau dan melakukan tindakan sesuai dengan OPT menggunakan cara biologi, kimiawi dan mekanik . Brongsong dan tangkai buah disertakan. Tangkai disisakan sepanjang 10 cm Meliputi pengumpulan, sortasi, grading, pelabelan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi.
Memangkas cabang yang mati dan digunakan sebagai bahan bakar
Dilakukan pada awal musim dengan pupuk kandang dan pupuk kimialainnya (Urea, Ponska, NPK,ZPT,TSP,ZA). Pemupukan dilakukan 1-2 bulan setelah awal musim Dilakukan dengan mencabut dan menggunakan herbisida Dilakukan secara alami dan penyemprotan dengan volume air secukupnya. Dilakukan dengan membuang buah yang kecil dan berpotensi untuk tidak berkembang
Hampir tidak ada petani yang melakukan. Hanya petani KTB Sukamulya yang melakukan pembungkusan buah. Memantau dan melakukan tindakan sesuai OPT dengan cara kimiawi Dilakukan dengan alat berupa caduk besi dan gunting sesuai letak buah Hanya melakukan pengumpulan, sortasi dan ditribusi. Grading, pelablean, dan oengemasan dilakukan oleh pedagang pengumpul besar.
124 Lampiran 7. Penjelasan Persamaan (36 ) Sampai Dengan Persamaan (37) ð¶ð ð¡ =
ð¡ 1 . ð . ð âð¡ð . ð¶ð . ð¡ 2 ð¡1 .ð 0 2
=
âŠ(36)
ð¡
. ð âð¡ð . ð¶ð . ðð¡ ð ðð ð
Sifat integral
ð ð
ð = ð
ð ð ð
ð ð
ð , dengan c konstanta sembarang
Dengan demikian : 1
ð¶ð ð¡ = 2
ð¡ 0
ð¡
ð ð âð¡ð . ð¶ð . ðð¡
Fungsi integral
ð¡ 0
ð âð
Misalkan : ð¢=â
ð¡ â ð¡ð
ðð¡ diselesaikan dengan menggunakan aturan substitusi.
ð¡ ð¡ð ð¡
âŠ(i)
ð¢ = â ð¡ð .t Aturan pangkat
Jika n bilangan bulat positif, maka
ð
ð
ð
ðð = ðððâð
maka, ðð¢ ð¡ = â . 1. ð¡ (1â1) ðð ð¡ð ðð¢ ð¡ = â . ð¡0 ðð ð¡ð ðð¢ ð¡ = â .1 ðð ð¡ð ðð¢ ð¡ =â ðð ð¡ð ðð¢ = â
ð¡ ðð¡ ð¡ð
ðð¡ = âð¡ð. ðð¢ 0
t
Dari persamaan (i), saat t = 0, maka u = â tb . = 0 dan saat t = t, maka u = â tb sehingga : ð¡
1
ð¡ 0
1
â ð¡ð 0
ð¶ð ð¡ = 2 =2
ð ð âð¡ð . ð¶ð . ðð¡ ð¡
ð ð ð¢ . ð¶ð âð¡ð. ðð¢
125
1 = 2
ð¡ â ð¡ð 0
âð¡ð. ð ð ð¢ . ð¶ð ðð¢
1 = âð¡ð. ð. ð¶ð 2
ð¡ â ð¡ð
ð ð¢ ðð¢
0 ð¡ â ð¡ð 0
=
1 âð¡ð. ð. ð¶ð . ð ð¢ 2
=
ð¡ 1 âð¡ð. ð. ð¶ð . ð âð¡ð â âð¡ð. ð. ð¶ð . ð 0 2
ð¡ 1 âð¡ð. ð. ð¶ð . ð âð¡ð + ð¡ð. ð. ð¶ð . 1 2 ð¡ 1 = âð¡ð. ð. ð¶ð . ð âð¡ð + ð¡ð. ð. ð¶ð 2 ð¡ 1 = âð¡ð. ð. ð¶ð ð âð¡ð â 1 2 ð¡ 1 = âð¡ð . ð ð âð¡ð â 1 ð¶ð 2 ð¡ 1 = ð¡ð. ð âð âð¡ð + 1 ð¶ð 2 ð¡ 1 = ð¡ð. ð. 1 â ð âð¡ð ð¶ð 2
=
âŠ(37)
Teorema dasar yang digunakan dalam penyelesaian Persamaan (36) sampai dengan Persamaan (37) dapat dilihat pada Lampiran 9.
126 Lampiran 8. Penjelasan Persamaan (40 ) Sampai Dengan Persamaan (41)
ð¶ððð¡ = ð¶ðð . ð
âŠ(40)
ð
=
ð¶ðð ðð
0 ð
=
ðð
ðµ(1 â ð âð·ð¡ð ) ðð
0 ð
= ðµ
ðð
1 â ð âð·ð¡ð ) ðð
0 ð
= ðµ
ð
1 ðð â 0
ðð
ð âð·ð¡ð ) ðð
0 ð
= ðµ(1 ð â 0 â
ðð
ð âð·ð¡ð ) ðð
âŠ(i)
0
Fungsi integral Misalkan :
ð ð 0
ðð â ð·ð¡ð
ðð diselesaikan dengan menggunakan aturan substitusi.
ðð ð·ð¡ð ð ð¢=â .ð ð·ð¡ð ð¢=â
âŠ(ii)
maka, ðð¢ ð =â . 1. ð (1â1) ðð ð·ð¡ð ðð¢ ð =â . ð0 ðð ð·ð¡ð ðð¢ ð =â ðð ð·ð¡ð ð·ð¡ð. ðð¢ = âððð ðð =
ð·ð¡ð ðð¢ âð
âŠ(iii)
127 T
Dari persamaan (ii), saat Q = 0, maka u = â Dtb . 0 = 0 dan saat Q = Q, maka T
u = â Dtb . Q , sehingga : ð
ðð ð âð·ð¡ð
ðð =
0
ð â .ð ð·ð¡ð
ðð¢
0
ð·ð¡ð ðð¢ âð
ð â .ð ð·ð¡ð
ð·ð¡ð = âð
ð ð¢ ðð¢
0
ð ð·ð¡ð ð¢ âð·ð¡ð .ð = (ð 0 ) âð ð·ð¡ð â ð = (ð ð·ð¡ð â ð 0 ) âð ð·ð¡ð â ð = (ð ð·ð¡ð â 1) âð ð·ð¡ð â ð =â (ð ð·ð¡ð â 1) ð
âŠ(iv)
Persamaan (iv), disubsitusikan ke persamaan (i), maka : ð
ð¶ððð¡ = ðµ(1 ð â 0 â
ðð
ð âð·ð¡ð ) ðð
0
=ðµ 1 ðâ0 â â
ð·ð¡ð ð
ð
ð âð·ð¡ð â 1
=ðµ 1 ðâ0 +
ð ð·ð¡ð âð âð·ð¡ð â 1 ð
=ðµ 1 ðâ0 â
ð ð·ð¡ð âð âð·ð¡ð + 1 ð
=ðµ
ðâ0 â
=ðµ ðâ
âŠ(v)
ð ð·ð¡ð 1 â ð âð·ð¡ð ð
ð ð·ð¡ð 1 â ð âð·ð¡ð ð
ð¶ððð¡ = ðµð â ðµ
ð ð·ð¡ð 1 â ð âð·ð¡ð ð
âŠ(41)
Teorema dasar yang digunakan dalam penyelesaian Persamaan (40) sampai dengan Persamaan (41) dapat dilihat pada Lampiran 9.
128 Lampiran 9. Teorema Dasar Yang Digunakan Dalam Penyelesaian Persamaan (37) Sampai Dengan (41) Sifat integral tentu (Stewart, 1999) ð ð
1.
ð ð ð¥ ðð¥ = ð
ð ð
ð ð¥ ðð¥ , dengan c konstanta sembarang
ð
2.
ð
ð ð¥ â ð(ð¥) ðð¥ = ð
ð
ð ð¥ ðð¥ â ð
ð ð¥ ðð¥ ð
Teorema dasar kalkulus (Stewart, 1999) : Jika f kontinu pada (a,b), maka : ð ð
ððð¥ = ð(ð¥)
ð ð
= ð ð â ð(ð) = ð(ð â ð) , dengan c konstanta sembarang
Aturan Subtitusi dalam persamaan Integral (Stewart, 1999) : ð¹â² ð ð¥
ðâ² ð¥ ðð¥ = ð¹ ð ð¥
+ ð¶
karena menurut Aturan Rantai, ð ð¹ ð ð¥ = ð¹ â² ð ð¥ ðâ² ð¥ ðð¥ ðð¥ Jika kita membuat âpenggantian variableâ atau âpen-subsitusianâ u = g(x), maka kita mempunyai : ð¹â² ð ð¥
ðâ² ð¥ ðð¥ = ð¹ ð ð¥
+ ð¶ =ð¹ ð¢ +ð¶ =
ð¹ â² ð¢ ðð¢
Atau, dengan menuliskan Fâ = f, maka diperoleh : ð¹â² ð ð¥
ðâ² ð¥ ðð¥ =
ð¹ â² ð¢ ðð¢
Dengan demikian, jika u = g(x) adalah fungsi terdiferensialkan, maka : ð¹â² ð ð¥
ðâ² ð¥ ðð¥ =
ð¹ â² ð¢ ðð¢
Rumus dasar Integral (Stewart, 1999) : ð ð¥ ðð¥ = ð ð¥ + ð¶ Aturan Pangkat dalam rumus turunan (Stewart, 1999) : Jika n bilangan bulat positif, maka : ð ð ð¥ = ðð¥ ðâ1 ðð¥
129 Lampiran 10. Codex Standard For Mangoes (Codex Stan 184-1993) CODEX STANDARD FOR MANGOES (CODEX STAN 184-1993) 1. DEFINITION OF PRODUCE This Standard applies to commercial varieties of mangoes grown from Mangifera indica L., of the Anacardiaceae family, to be supplied fresh to the consumer, after preparation and packaging. Mangoes for industrial processing are excluded. 2. PROVISIONS CONCERNING QUALITY 2.1 MINIMUM REQUIREMENTS In all classes, subject to the special provisions for each class and the tolerances allowed, the mangoes must be: - whole; - sound, produce affected by rotting or deterioration such as to make it unfit for consumption is excluded; - clean, practically free of any visible foreign matter; - practically free of damage caused by pests; - free of abnormal external moisture, excluding condensation following removal from cold storage; - free of any foreign smell and/or taste; - firm; - fresh in appearance; - free of damage caused by low temperatures; - free of black necrotic stains or trails; - free of marked bruising; - sufficiently developed and display satisfactory ripeness. -When a peduncle is present, it shall be no longer than 1 cm. 2.1.1 The development and condition of the mangoes must be such as to enable them: - to ensure a continuation of the maturation process until they reach the appropriate degree of maturity corresponding to the varietal characteristics; - to withstand transport and handling; and
130 - to arrive in satisfactory condition at the place of destination. In relation to the evolution of maturing, the colour may vary according to variety. 2.2 CLASSIFICATION Mangoes are classified in three classes defined below: 2.2.1 âExtraâ Class Mangoes in this class must be of superior quality. They must be characteristic of the variety. They must be free of defects, with the exception of very slight superficial defects, provided these do not affect the general appearance of the produce, the quality, the keeping quality and presentation in the package. 2.2.2 Class I Mangoes in this class must be of good quality. They must be characteristic of the variety. The following slight defects, however, may be allowed, provided these do not affect the general appearance of the produce, the quality, the keeping quality and presentation in the package: - slight defects in shape; - slight skin defects due to rubbing or sunburn, suberized stains due to resin exudation (elongated trails included) and healed bruises not exceeding 3, 4, 5 cm² for size groups A, B, C respectively. 2.2.3 Class II This class includes mangoes which do not qualify for inclusion in the higher classes, but satisfy the minimum requirements specified in Section 2.1 above. The following defects, however, may be allowed, provided the mangoes retain their essential characteristics as regards the quality, the keeping quality and presentation: - defects in shape; - skin defects due to rubbing or sunburn, suberized stains due to resin exudation (elongated trails included) and healed bruises not exceeding 5, 6, 7 cm² for size groups A, B, C respectively. In Classes I and II, scattered suberized rusty lenticels, as well as yellowing of green varieties due to exposure to direct sunlight, not exceeding 40% of the surface and not showing any signs of necrosis are allowed.
131
3. PROVISIONS CONCERNING SIZING Size is determined by the weight of the fruit, in accordance with the following table:
Size Code A B C
Weight (in grams) 200 - 350 351 - 550 551 - 800
The maximum permissible difference between fruit in the same package belonging to one of the above mentioned size groups shall be 75, 100 and 125 g respectively. The minimum weight of mangoes must nobe less than 200 g. 4. PROVISIONS CONCERNING TOLERANCES Tolerances in respect of quality and size shall be allowed in each package for produce not satisfying the requirements of the class indicated. 4.1 QUALITY TOLERANCES 4.1.1 âExtraâ Class Five percent by number or weight of mangoes not satisfying the requirements of the class, but meeting those of Class I or, exceptionally, coming within the tolerances of that class. 4.1.2 Class I Ten percent by number or weight of mangoes not satisfying the requirements of the class, but meeting those of Class II or, exceptionally, coming within the tolerances of that class. 4.1.3 Class II Ten percent by number or weight of mangoes satisfying neither the requirements of the class nor the minimum requirements, with the exception of produce affected by rotting, marked bruising or any other deterioration rendering it unfit for consumption. 4.2 SIZE TOLERANCES For all classes, 10% by number or weight of mangoes in each package are permitted to be outside (above or below) the group size range by 50% of the maximum permissible difference for the group. In the smallest size range, mangoes must not be less than 180 g and for those in the largest size range a maximum of 925 g applies, as follows:
132
Size Code
A B C
Normal Size Range 200 â 350 351 â 550 551 â 800
Permissible Size Range (â€10% of fruit/package exceeding the normal size range)
Max. permissible difference between fruit in each package
180 â 425
112.5
251 â 650
150
426 â 925
187.5
5. PROVISIONS CONCERNING PRESENTATION 5.1 UNIFORMITY The contents of each package must be uniform and contain only mangoes of the same origin, variety, quality and size. The visible part of the contents of the package must be representative of the entire. 5.2 PACKAGING Mangoes must be packed in such a way as to protect the produce properly. The materials used inside the package must be new1, clean, and of a quality such as to avoid causing any external or internal damage to the produce. The use of materials, particularly of paper or stamps bearing trade specifications is allowed, provided the printing or labelling has been done with non-toxic ink or glue. Mangoes shall be packed in each container in compliance with the Recommended International Code of Practice for Packaging and Transport of Fresh Fruits and Vegetables (CAC/RCP 44-1995). 5.2.1 Description of Containers The containers shall meet the quality, hygiene, ventilation and resistance characteristics to ensure suitable handling, shipping and preserving of the mangoes. Packages (or lot for produce presented in bulk) must be free of all foreign matter and smell. 6. MARKING OR LABELLING 6.1 CONSUMER PACKAGES In addition to the requirements of the Codex General Standard for the Labelling of Prepackaged Foods (CODEX STAN 1-1985), the following specific provisions apply: 6.1.1 Nature of Produce If the produce is not visible from the outside, each package shall be labelled as to the name of the produce and may be labelled as to name of the variety.
133 6.2 NON-RETAIL CONTAINERS Each package must bear the following particulars, in letters grouped on the same side, legibly and indelibly marked, and visible from the outside, or in the documents accompanying the shipment. For produce transported in bulk these particulars must appear on a document accompanying the goods. 6.2.1 Identification Name and address of exporter, packer and/or dispatcher. Identification code (optional)2. 6.2.2 Nature of Produce Name of the produce if the contents are not visible from the outside. Name of the variety or commercial type (optional). 6.2.3 Origin of Produce Country of origin and, optionally, district where grown or national, regional or local place name. 6.2.4 Commercial Identification - Class; - Size (size code or weight range in grams); - Number of units (optional); - Net weight (optional). 6.2.5 Official Inspection Mark (optional) 7. CONTAMINANTS 7.1 The produce covered by this Standard shall comply with the maximum levels of the Codex General Standard for Contaminants and Toxins in Food and Feed (CODEX STAN 193-1995). 7.2 The produce covered by this Standard shall comply with the maximum residue limits for pesticides established by the Codex Alimentarius Commission. 8. HYGIENE 8.1. It is recommended that the produce covered by the provisions of this Standard be prepared and handled in accordance with the appropriate sections of the Recommended International Code of Practice â General Principles of Food Hygiene (CAC/RCP 1-1969), Code of Hygienic Practice for Fresh Fruits and Vegetables (CAC/RCP 53-2003), and other relevant Codex texts such as Codes of Hygienic Practice and Codes of Practice. 8.2. The produce should comply with any microbiological criteria established in accordance with the Principles for the Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997).
134 Lampiran 11. Standar Nasional Indonesia Untuk Komoditas Mangga (SNI 3164:2009)
SNI 3164:2009 Standar Nasional Indonesia
Mangga Daftar isi Daftar isi.................................................................................................................i Prakata ..................................................................................................................ii 1.
Ruang lingkup.................................................................................................1
2.
Acuan normatif................................................................................................1
3.
Istilah dan definisi ......................................................................................... 1
4.
Ketentuan mengenai mutu............................................................................. 3
5.
Ketentuan mengenai ukuran.......................................................................... 4
6.
Ketentuan mengenai toleransi ....................................................................... 4
7.
Ketentuan mengenai penampilan .................................................................. 5
8.
Penandaan dan pelabelan............................................................................ 5
9.
Rekomendasi................................................................................................. 6
10. Higienis........................................................................................................... 6 11. Metode pengambilan contoh.......................................................................... 6 12 . Metode pengujian .......................................................................................... 7 Lampiran A (normatif) Batas maksimum cemaran logam berat pada buah ......... 8 Bibliografi............................................................................................................... 9
Tabel 1 - Kode ukuran berdasarkan bobot ........................................................... 4 Tabel 2 - Spesifikasi batas toleransi pada mangga............................................... 5 Tabel A.1 - Batas maksimum cemaram logam berat pada buah.......................... 8
SNI 3164:2009
135 Prakata Mangga (Mangifera indica L.) merupakan buah yang mempunyai nilai komersial di Indonesia dan memiliki pasar yang jelas mulai dari pasar dalam negeri hingga ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas mangga sudah dikonsumsi secara merata dan memiliki daya saing yang baik. Dalam rangka meningkatkan daya saing tersebut maka buah mangga yang dihasilkan harus dapat memenuhi standar pasar dalam negeri maupun pasar internasional dan diterima secara luas oleh konsumen. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3164-1992, Mangga direvisi berdasarkan usulan dari seluruh pemangku kepentingan sebagai upaya untuk menghasilkan mangga berkualitas sesuai permintaan pasar. Standar Nasional Indonesia (SNI) ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 65-03 Pertanian dan telah dibahas dalam rapat-rapat teknis dan terakhir disepakati dalam rapat konsensus di Jakarta pada tanggal 11 Desember 2007 yang dihadiri oleh anggota Panitia Teknis. Standar ini juga telah melalui tahap jajak pendapat pada tanggal 7 April 2008 sampai dengan 7 Juni 2008, namun untuk mencapai kuorum diperpanjang sampai dengan tanggal 7 Juli 2008 dan langsung disetujui menjadi RASNI.
SNI 3164:2009
136
Mangga 1.
Ruang lingkup
Standar ini menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada buah mangga (Mangifera indica L.). Standar ini berlaku untuk varietas komersial mangga dari famili Anacardiaceae yang dipasarkan untuk konsumsi segar setelah penanganan dan pengemasan. Mangga untuk kebutuhan industri/olahan tidak termasuk dalam standar ini. 2.
Acuan normatif
SNI 7313:2008, Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. CODEX STAN 1-1985, Adopted 1991, 1999, 2001, 2003, 2005 and 2008, Codex general standard for the labelling of prepackaged food. CODEX STAN 228-2001, General methods of analysis for contaminants. CAC/GL 21-1997, Principles microbiological criteria for food.
for
the
establishment and
application
of
CAC/GL 50-2004, General guidelines on sampling. CAC/RCP 1-1969, Rev.4-2003, Recommended international code of practice general principles of food hygiene. CAC/RCP 44-1995, Amd.1-2004, Recommended international code of practice for packaging and transport of tropical fresh fruit and vegetables. CAC/RCP 53-2003, Code of hygienic practice for fresh friuts and vegetables. OECD, 2005, Guidance on objective tests to determine quality of fruits and vegetables and dry and dried produce. Pedoman pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian, 2006. 3. Istilah dan definisi 3.1 utuh buah sempurna tidak cacat (kecuali memar) yang mempengaruhi penampilan umum 3.2 cacat kerusakan fisik pada buah 3.3 cacat sangat kecil kerusakan fisik pada buah yang sangat sedikit sehingga tidak mempengaruhi mutu dan penampilan buah secara umum SNI 3164:2009
137
3.4. Cacat kecil sedikit kerusakan fisik pada buah yang sedikit mempengaruhi mutu dan penampilan buah secara umum 3.5. Tampilan segar keadaan fisik buah yang tidak menunjukkan keriput akibat berkurangnya kandungan air 3.6. Padat, kenyal atau âfirmâ buah tidak memar akibat benturan 3.7. Layak konsumsi buah tidak busuk atau rusak 3.8. Bersih buah bebas dari kotoran dan benda asing lainnya 3.9. Bebas dari hama dan penyakit buah tidak terkontaminasi hama dan penyakit dan atau mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit. 3.10. Bebas dari kerusakan akibat perubahan temperatur yang ekstrim buah bebas dari kerusakan akibat perubahan temperatur yang mencolok dalam penyimpanan 3.11. Bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal buah bebas dari penyimpanan pada lingkungan yang mengalami perubahan kelembaban yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan fisik atau kimia buah 3.12. Bebas dari aroma dan rasa asing buah bebas dari aroma dan rasa selain khas mangga 3.13. Pengkelasan penggolongan buah berdasarkan mutu dengan mempertimbangkan toleransi yang ditentukan 3.14. Kode ukuran penggolongan buah berdasarkan bobot buah 3.15. Tingkat kematangan kondisi perkembangan fisiologis buah 4. Ketentuan mengenai mutu 4.1 Ketentuan minimum 4.1.1 Untuk semua kelas buah, ketentuan minimum yang harus dipenuhi antara lain adalah: SNI 3164:2009
138 - utuh; - padat (firm); - penampilan segar; - layak dikonsumsi; - bersih, bebas dari benda-benda asing yang tampak; - bebas dari memar; - bebas dari hama dan penyakit; - bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan atau tinggi; - bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin; - bebas dari aroma dan rasa asing; - memiliki kematangan yang cukup; - apabila terdapat tangkai buah, panjangnya tidak boleh lebih dari 1 cm. 4.1.2. Buah mangga harus dipanen dengan hati-hati dan telah mencapai tingkat kematangan yang tepat sesuai dengan kriteria ciri varietas dan atau jenis komersial dan lingkungan tumbuhnya. Perkembangan dan kondisi buah mangga pada saat panen harus dapat: - menjamin berlangsungnya proses kematangan buah sehingga mencapai tingkat kematangan yang tepat, - mendukung penanganan dan pengangkutan, - sampai tujuan dalam kondisi yang diinginkan. Perkembangan kematangan, warna buah dapat bervariasi antar varietas. 4.2. Pengkelasan Mangga digolongkan dalam 3 (tiga) kelas mutu seperti berikut: - kelas super; - kelas A; - kelas B. 4.2.1. Kelas super Mangga berkualitas paling baik (super) yaitu bebas dari cacat kecuali cacat sangat kecil. 4.2.2. Kelas A Mangga berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai berikut: - sedikit penyimpangan pada bentuk; - cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar sinar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet yang tidak lebih dari 2 cm 2 untuk ukuran 5 dan ukuran 4, 3 cm2 untuk ukuran 3, 4 cm2 untuk ukuran 2 dan 5 cm 2 untuk ukuran 1; - cacat tidak mempengaruhi daging buah. 4.2.3. Kelas B Mangga berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai berikut: - sedikit kelainan pada bentuk; - cacat pada kulit akibat tergores atau terbakar sinar matahari, noda akibat getah danbekas lecet yang tidak lebih dari 4 cm 2 untuk ukuran 5 dan ukuran 4, 5 cm 2 untuk ukuran 3, 6 cm2 untuk ukuran 2 dan 7 cm 2 untuk ukuran 1; - cacat tidak mempengaruhi daging buah. SNI 3164:2009
139 Dalam kelas A dan B, penebalan lentisel perubahan warna menjadi kuning pada varietas yang hijau akibat terbakar sinar matahari masih dibolehkan selama tidak lebih dari 40 % dari total permukaan dan tidak memperlihatkan tanda-tanda nekrosis. 5 Ketentuan mengenai ukuran 5.1 Kode ukuran ditentukan berdasarkan bobot, sesuai dengan Tabel 1. Tabel 1 - Kode ukuran berdasarkan bobot Bobot Kode ukuran (gram) 1 2 3 4 5
> 450 351 - 450 251 â 350 151 - 250 < 150
5.2.Perbedaan berat antar buah dalam satu kemasan untuk tiap masing-masing kode ukuran diatas maksimum adalah 50 gram kecuali untuk kode ukuran 5 yaitu 100 gram. Bobot minimum mangga adalah 100 gram. 6.Ketentuan mengenai toleransi 6.1 Toleransi mutu 6.1.1 Kelas super Batas toleransi mutu kelas super yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu, maksimum 5 % dari jumlah atau bobot mangga tetapi masih termasuk dalam kelas A. 6.1.2 Kelas A Batas toleransi mutu kelas A yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu, maksimum 10 % dari jumlah atau bobot mangga tetapi masih masuk kelas B. 6.1.3 Kelas B Batas toleransi mutu kelas B yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu maksimum 10 % dari jumlah atau bobot mangga tapi masih memenuhi ketentuan minimum. 6.2 Toleransi ukuran Untuk semua kelas, batas toleransi yang diperbolehkan adalah 10 % di atas atau di bawah kisaran ukuran yang ditentukan, seperti tercantum pada Tabel 2.
140 Tabel 2 - Spesifikasi batas toleransi pada mangga satuan dalam gram Perbedaan Kisaran ukuran maksimum antar buah/kemasan buah yang yang dibolehkan dibolehkan diluar kisaran dalam ukuran normal tiap kemasan
Kode ukuran
Kisaran ukuran normal
1
> 450
> 600
2
351 â 450
276 -525
3
251 â 350
171 â 425
4
151 - 250
101 -300
5
< 150
< 100
100 75 75 50 50
7. Ketentuan mengenai penampilan 7.1. Keseragaman Isi setiap kemasan mangga harus seragam dan berasal dari kawasan, kelas mutu dan ukuran yang sama. Mangga yang tampak dari kemasan atau yang curah harus mencerminkan keseluruhan isi. 7.2. Pengemasan Mangga harus dikemas dengan cara yang dapat melindungi buah dengan baik. Bahan yang digunakan di dalam kemasan harus bersih dan memiliki mutu yang cukup untuk mencegah kerusakan eksternal maupun internal buah. Penggunaan bahan-bahan terutama kertas atau label spesifikasi buah yang dicetak masih dimungkinkan dengan menggunakan tinta atau lem yang tidak beracun. Mangga dikemas dalam kontainer sesuai dengan rekomendasi internasional untuk pengemasan dan pengangkutan buah dan sayuran segar (CAC/RCP 44-1995, Amd.1-2004). Kemasan harus memenuhi syarat mutu, higienis, ventilasi dan ketahanan untuk menjamin kesesuaian penanganan dan pengiriman untuk mempertahankan mutu. Kemasan harus bebas dari bahan dan aroma asing. 8. Penandaan dan pelabelan 8.1. Kemasan konsumen Penandaan dan pelabelan pada kemasan harus sesuai dengan standar kemasan CODEX STAN 1-1985, Adopted 1991, 1999, 2001, 2003, 2005 and 2008. Apabila isi kemasan tidak tampak dari luar, maka kemasan harus diberi label yang berisi informasi mengenai nama buah dan ditulis sebagai nama varietas.
SNI 3164:2009
141 8.2. Kemasan bukan eceran Setiap kemasan dalam kontainer harus menggunakan tulisan pada sisi yang sama, mudah dibaca dan tidak dapat dihapus, serta tampak dari luar atau ditunjukkan pada dokumen yang menyertai pengiriman barang. Untuk buah yang diangkut dalam bentuk curah, label harus ditunjukkan pada dokumen yang menyertai buah. Pelabelan sekurang-kurangnya mencantumkan: - nama dan varietas buah; - nama dan alamat perusahaan eksportir, pengemas dan atau pengumpul; - asal buah; - kelas; - ukuran (kode ukuran atau kisaran bobot dalam gram); - jumlah buah. 9. Rekomendasi 9.1. Cemaran logam berat Mangga harus memenuhi syarat di bawah batas maksimum cemaran logam berat sesuai dengan Lampiran A. 9.2 Residu pestisida Mangga harus memenuhi syarat di bawah batas maksimum residu pestisida sesuai dengan SNI 7313:2008. 10. Higienis 10.1. Mangga dianjurkan untuk memenuhi syarat higienis sesuai prinsip dasar higienis makanan (CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, CAC/RCP 53-2003) atau ketentuan lainnya yang relevan. 10.2. Mangga harus memenuhi syarat mikrobiologi sesuai dengan ketentuan standar mikrobiologi untuk makanan (CAC/GL 21-1997) atau ketentuan lainnya yang relevan. 11. Metode pengambilan contoh 11.1. Uji organoleptik Pengambilan contoh yang digunakan dalam ketentuan ini harus sesuai CAC/GL 50-2004. 11.2. Uji residu pestisida Pengambilan contoh yang digunakan dalam ketentuan ini harus sesuai dengan Pedoman pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian. 11.3. Uji cemaran logam berat Pengambilan contoh yang digunakan dalam ketentuan ini harus sesuai CAC/GL 50-2004.
SNI 3164:2009
142
12. Metode pengujian 12.1. Uji organoleptik Pengujian organoleptik dalam ketentuan ini harus sesuai dengan pedoman pengujian organoleptik pada buah. (OECD, 2005). 12.2. Uji residu pestisida Pengujian residu pestisida dalam ketentuan ini harus sesuai dengan pedoman pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian. 12.3.Uji cemaran logam berat Pengujian cemaran logam berat dalam ketentuan ini sesuai dengan CODEX STAN 228-2001.
SNI 3164:2009
143 Lampiran A (normatif) Batas maksimum cemaran logam berat pada buah Tabel A.1 - Batas maksimum cemaram logam berat pada buah Maksimum Jenis logam berat No (mg/kg) Batas 1
Arsen (As)
2
Kadmium (Cd)
3
Merkuri (Hg)
4
Timbal (Pb)
5
Timah (Sn)
0,25 0,2 0,03 0,5 40
Bibliografi Keputusanan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan. CODEX STAN 184-1993, Amd.1-2005, Codex standard for mangoes. RSNI4 7387:2008, Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.
SNI 3164:2009
144 Lampiran 12. Input Data ke Dalam Model Persediaan Mangga Gedong Gincu
Jumlah permintaan bahan selama T
Waktu busuknya buah mangga
Harga jual buah ekspor per unit
Harga jual buah kualitas non ekspor per unit
Biaya pemesanan per sekali pesan
Biaya simpan sesuai penerapan teknologi
tb (bulan)
D (ton)
Non -Tech (Suhu Ruang)
6 297,52
0,2
Cs (Rp/ton bulan pesan)
Tech 1 o (Suhu 13 C)
Tech 2 (Suhu o 10 C)
21
28
0,70
Periode perencanaa n (bulan)
0,93
P (Rp/ton)
J (Rp/ton)
4000000 0
20000000
Cp (Rp/jumlah pesan
Non -Tech
202000
266667
Tech 1
Tech 2
552917
642917
Data tersebut dialirkan ke dalam model persediaan yang dikembangkan (Persamaan 47) ðð¶ =
Harga beli petani (Rp 15000/kg
ðð 1 ð¡ð. ð·. 1 â ð âð·ð¡ð 2
ð¡ð â0,133 ð· ð· 2 ð¡ð 1 1 â ðð Cs + ð¶ð. + ðµð· â ðµ â ð ð·ð¡ð + ð â ðœ . ð·. ð â ð¡ð ð ð ð ð
B(Rp/ton)
T (bulan)
3
14250000
145