BAB 3
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
39
3.1 Integrasi National Forest Inventory (NFI) ke dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang Akan Dibangun di Daerah Oleh: Dr. Ernawati, M.Sc – Direktorat IPSDH, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan
3.1.1 Inventarisasi hutan klaster TSP/PSP 1992-2014 TSP dan PSP bukan merupakan barang baru di Kemenhut, sejak tahun 1985 pada saat itu telah dibangun 2376 TSP/PSP. Jarak antar plot inventarisasi hutan nasional adalah 20 km x 20 km.
Gambar 17. Peta Sebaran Klaster TSP/PSP Dalam proses Data TSP/PSP perlu dilakukan validasi dan verifikasi data. Validasi dan verifikasi data dilakukan pada tahun 2012 dan 2013.Dari pengukuran PSP dapat ditentukan Jatah Produksi Tebangan (JPT) dari masing-masing HPH.Kemudian pada tahun 2005 JPT di Drop Out menjadi IHMB yang berada di Direktorat Jenderal
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
41
Bina Usaha Kehutanan (Dirjen BUK). Ditjen IPSDH kembali pada NFI yang membagi kawasan hutan menjadi 20x20 km. Pengukuran terestrial (TSP/PSP) Checking: 1. Format data 2. Informasi klaster
Validasi data
Analysa data Cross check: 1. Kebenaran data sesuai dengan referensi lainnya; 2. Kebenaran data dng penggunaan lainnya (citra, landsat, alos, dll)
Verifikasi data
Perolehan data: 1. Data potensi hutan 2. Data biomassa hutan; 3. Data karbon stok hutan; 4. Data ekosistem; dll
Gambar 18. Proses PengukuranPSP dan TSP saat ini
Peta lokasi dan Peta penutupan lahan
Cek jumlah klaster/plot yang diukur bandingkan dengan luasan
Cek pengukuran di lapangan (sesuai??)
Peta kerja (termasuk mencapai lokasi)
Cek hasil inventarisasi hutan
Cek pembagian petak (sesuai dengan methode klaster?
Cek lokasi klaster di atas peta (peta induk Klaster)
Cek Nilai potensi kayu
Cek pengukuran kayu y di bawah diameter er 20 cm
Teknik inventarisasi hutan Cek teknik pengambilan sample (sistematik, jalur, stratifikasi)
Cek Jenis dan diameter kayu yang diukur
Cek informasi lainnya nnya (tanah, iklim, topografi dll)
Gambar 19. Langkah Verifikasi dan Validasi Hasil Inventarisasi Hutan
42
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Jumlah PSP dan TSP di Kawasan Indonesia yang berada dibawah pengawasan BPKH Wilayah I sampai dengan Wilayah XVII pada tahun 2011 sebanyak 277 plot, pada tahun 2012 sebanyak 625 plot dan pada tahun 2013 sebanyak 619 plot. Pada tahun 2014 jangkauan akan diperluas hingga BPKH Wilayah XXII dengan jumlah 599 plot TSP/PSP. Untuk wilayah Sulawesi Utara berada dalam pengawasan BPKH wilayah VI Manado yang jumlahnya pada tahun 2011 sebanyak 23 plot, pada tahun 2012 sebanyak 59 plot, pada tahun 2013 sebanyak 26 plot dan pada tahun 2014 direncanakan sebanyak 25 plot. Inventarisasi terdiri dari enumerasi dan re-enumerasi. Enumerasi dilakukan pada areal tidak atau belum pernah diukur, sedangkan re-inumerasi merupakan pengukuran ulang. Inventarisasi nasionaldilakukan secara terestris atau langsung datang ke lapangan dan dipadukan dengan citra satelit sebagai upaya untuk cross check.
INPUT: -
PETA SPASIAL + DATA ATRIBUT BATAS ADMINISTRASI LAND COVER BATAS HPH GRID TSP/PSP
OUTPUT: - PETA TEMATIK - INFORMASI SUMBER DAYA HUTAN - HASIL ANALISIS LAIN
GIS AUXILIARY DATA
PENUTUPAN LAHAN/ PENGGUNAAN LAHAN
VOLUME TEGAKAN & HUBUNGAN DENGAN STRATIFIKASI
DAFTAR GRID KLASTER + STRATA
DATA UNTUK UJI COBA
DIAS
FDS Program Pengolahan Data TSP/PSP
OUTPUT : - HARD COPY INDERAJA - MOSAIK INDERAJA INPUT : - DATA INDERAJA (DIGITAL) - DATA UNTUK UJI COBA
OUTPUT : - STATISTIK SUMBER DAYA HUTAN
INPUT : - MASTER FILE DATA LAPANGAN
Kedepannya Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan akan membangun portal data dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana data dapat diakses oleh publik.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
43
Melaksanakan analysa potensi tegakan, biomassa, carbon dan ekosistem tingkat nasional
Nasional (Dit IPSDH)
PORTAL DATA
1. 2. 3.
Tingkat BPKH
USERS
Melaksanakan IH Melaksanakan entry data Melaksanakan analysa potensi tegakan,bimassa, ekosistem, carbon provinsi
Gambar 20. Gambar Langkah ke depan yang akan dilakukan Ditjen IPSDH PersiapandanPengu mpulan Data Hasil Inventarisasi Tegakan
Citra
Pengkonversian Nilai Dijital
Perhitungan VolumedanBiomassa
Nilai backscatter/reflektansi
Dimensi Tegakan dan Nilai Biomassa Overlay Data
Analisis Statistik dan Penyusunan Model Pendugaan Potensi dan Biomassa Model Terbaik
Perhitungan Overall Accuracy dan Kappa Accuracy
Pembuatan Peta Sebaran potensi dan Biomassa
Selesai
Gambar 21. Gambar TahapanPelaksanaan Pembuatan Peta Potensi dan Peta Biomassa Neraca Sumberdaya Hutan merupakan gabungan antara Manajemen hutan yang baik dengan Regulasi dan Pemikiran Pro Lestari yang akan membentuk Manajemen
44
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Hutan Lestari. Manajemen Hutan yang baik dapat dilihat dari pemantapan kawasan, manajemen pengelolaan dan metode silvikultur yang digunakan. Untuk regulasi dan pemikiran pro lestari dapat lakukan dengan mendukung program REDD+, Penurunan Emisi GRK, Moratorium Hutan, Jasa Lingkungan dan Upaya minimalisasi degradasi dan deforestasi. Dalam rangka mendukung REDD++ diperlukan kelengkapan yang menunjang, diantaranya Sistem Distribusi Manfaat (BDS), sistemMonitoring Reporting and Verification (MRV), Penentuan Reference Emission Level (REL), peningkatan Safeguards, penguatan Institution dan Policy.
3.2 Potensi Penyelarasan INCAS Dan NFMS Serta Perannya Terhadap Sistem Monitoring Pelaporan Emisi Di Tingkat Provinsi Oleh: Dr. Haruni Krisnawati, FORDA INCAS merupakan singkatan dari Indonesian National Carbon Accounting System. Sistem ini merupakan sistem perhitungan karbon yang didisain untuk Mengukur (Measured (M)) emisi dari lahan hutan di Indonesia pada skala nasional (wall-to-wall coverage) secaraperiodik (annual basis) Sistem ini pertama kali didesain tahun 20092010 yang merupakan kerjasama antara Indonesia – Australia. Tergantung pada tujuannya, hasil pengukuran/penghitungan emisi ini dapat dilaporkan (Reported (R)) untuk keperluan Nasional/domestik yang mendukung kebijakan pemerintah, implementasi dan target mitigasi, untuk keperluan internasional dapat dijadikan sebagai dasar pelaporan ke UNFCCC, REDD+, pasar karbon maupun komitmen penurunan emisi. Hasil pelaporan tingkat emisi selanjutnya dapat diverifikasi (Verified (V)) seberapa besar kredibilitasnya. INCAS mengembangkan perhitungan karbon nasional dengan memonitor perubahan luas hutan dan perubahan stok karbon hutan (dari perubahan penggunaan lahan dan aktifitas manajemen). INCAS dikembangkan mengikuti panduan praktis internasional untuk perhitungan karbon dari sector berbasis lahan dan dengan fleksibilitas yang cukup untuk memenuhi persyaratan berbagai pelaporan emisi tahunan Indonesia. Net emisi merupakan perkalian antara faktor emisi dengan data aktivitas. Data aktifitas diperoleh melalui sistem satelit monitoring lahan sedangkan untuk faktor emisi dapat diperoleh dari hasil inventory/ field measurement.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
45
INCAS didisain berdasarkan pada empat modul informasi utama (A, B, C, D), dan satu modul (E) yang mengintegrasikan semua data untuk mengkuantifikasi emisi. Modul tersebut diantaranya: 1. 2. 3. 4.
Klasifikasi biomasa Analisis perubahan tutupan lahan. Klasifikasi tingkat gangguan hutan Pendugaan stok karbon
Data utama untuk analisis berasal dari : 1. 2. 3. 4.
Data remote sensing/citra satelit Data inventarisasi/pengukuran hutan Data terkait iklim dan geofisik Data manejemen
Model Perhitungan dan Pelaporan Karbon Incas dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Land cover change data
Climate data
Land use/ managmnt data
Carbon Accounting and Reporting Model
Biomass and Growth data
Soil data including peatlands
Gambar 22. Model Perhitungan dan Pelaporan Karbon Incas
46
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Alur pikir INCAS adalah mengadopsi full carbon accounting dari Australia tetapi semua input data yang digunakan adalah data yang ada dan sesuai kondisi yang ada di Indonesia. Carbon model operation dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 23. Carbon model operation Progress kegiatan INCAS sampai saat ini adalah sudah menyelesaikan analisis perubahan tutupan lahan hutan untuk Kalimantan, Sumatera dan Papua, sedangkan data on going adalah Sulawesi. Provinsi contoh untuk kegiatan ini adalah Provinsi Kalimantan Tengah. National Forest Monitoring System (NFMS) dikembangan di Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, yang mencakup inventarisasi hutan, monitoring hutan, networking data spasial dan pemetaan.
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
47
Gambar 24. Potensi INCAS 1. Komponen utama sistem MRV untuk REDD+ 2. Memonitor perubahan tahunan emisi dan serapan dari sector berbasis lahan 3. Mengkuantifikasi dampak praktek-praktek penggunaan lahan dan hutan di Indonesia terhadap stok karbon, emisi dan serapan 4. Memberikan dasar (secara ilmiah dan teknis) dalam penyusunan kebijakan dan mempromosikan kepentiangan Indonesia dalam forum international 5. Memberikan input yang diperlukan untuk menyusun scenario tingkat emisi acuan (REL/RL) yang dapat dipercaya 6. Didisain untuk menghasilkan output yang diperlukan untuk pelaporan emisi GRK secara nasional dengan implementasi sub-nasional 7. Mendukung Sistem Pemantauan Hutan Nasional (National Forest Monitoring System (NFMS)) dalam membuat kebijakan bagaimana mengelola emisi GRK dari hutan dan mengelola hutan Indonesia dengan baik.
48
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
3.3 Strategi Monitoring PSP dan Peluang Pengintegrasian Kegiatan dengan PSP Lain di Provinsi Sulawesi Utara Oleh: Ir. Sipayung, BPKH Wilayah VI Manado UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah mengamanatkan bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Pada bagian III UU No. 41 Tahun 1999 yaitu Penguasaan Hutan, pasal 4 ayat 2 “wewenang mengurus” hutan adalah pemerintah. Pada Bab III pasal 10 ayat 2 disebutkan bahwa kegiatan pengurusan hutan meliputi (a) Perencanaan Kehutanan, (b) Pengelolaan hutan, (c) Penelitian dan pengembangan, Pendidikan dan latihan, serta Penyuluhan kehutanan, (d) Pengawasan. Perencanaan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.
Inventarisasi Hutan Pengukuhan Kawasan Hutan Penatagunaan Kawasan Hutan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan Penyusunan Rencana Kehutanan
Inventarisasi hutan yang dilakukan Ditjen Planologi berdasarkan Inventarisasi Nasional atau National Forest Inventory (NFI) telah dilaksanakan sejak tahun 1989. Dasar-dasar dalam pelaksanaan inventarisasi terdiri dari dasar umum dan dasar teknis. Dasar-dasar umum dalam pelaksanaan Inventarisasi hutan yaitu: 1. UU No. 41 Th. 1999 tentang Kehutanan 2. Permenhut No. P. 57/Menhut-II/2007 tgl 14 Sep. 2010 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Hutan 3. Permenhut No. P. 42/Menhut-II/ 2010 tgl 14 Sep. 2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan 4. Permenhut No. P. 16/Menhut-II/2013 tgl 26 Peb. 2013 tentang Perubahan ketiga atas Kepmenhut No. : 6188/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemantapan Kawasan Hutan
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
49
Dasar-dasar teknis terkait pelaksanaan inventarisasi yaitu: 1. Juknis Enumersi TSP/PSP (Pusat Inventarisasi Dan Perpetaan Kehutanan, Baplan Kehutanan Dephut. Jakarta, 2007). 2. Surat Kapus Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan No. S. 547/VII/ Pusin-2/2007 tgl 19 Sep. 2007 hal Peta Redesign TSP/PSP Prov. Sulawesi Utara.
3.3.1 Pelaksanaan Permanent Sample Plot (PSP) 3.3.1.1 Desain TSP/PSP TSP/PSP dibuat pada tahun 90-an yang sampai saat ini terus dipantau. Dana untuk kegiatan ini selalu ada dan konsisten. Tujuan pembangunan TSP adalah untuk menduga volume, mengetahui kondisi tegakan serta distribusi spesies dan biodiversity. 1 (satu) TSP memiliki 9 (sembilan) track, 1 track berukuran 100 X 100 m, jarak antar track adalah 500 m, jadi 1 klaster berukuran 1300 x 1300 m atau 1 kluster dapat mengcover 169 ha (Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan).
Gambar 25. Gambar Desain TSP
50
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Dalam 1 kluster TSP, track yang berada di pusat yang atau pada gambar diatas track 5 dirInci kembali menjadi PSP. Kegunaan PSP adalah untuk mengetahui perubahan sumberdaya hutan dan mengetahui riap pertumbuhan 4 sampai 5 tahun kedepan. Dalam 1 PSP yang berukuran 100 x 100 m dibagi lagi menjadi 16 Record Unit (RU) sehingga 1 RU berukuran 25x25 m.
Gambar 26. Rinci Gambar Desain TSP Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
51
Gambar 27. Peta Sebaran TSP/PSP di Provinsi Sulawesi Utara Peta sebaran PSP di Provinsi Sulawesi Utara ini didasarkan pada Surat Kepala Pusat Inventarisasi Dan Perpetaan Kehutanan No. S. 547/VII/Pusin-2/2007 tanggal 19 September 2007 perihal Peta Redesign TSP/PSP Prov. Sulawesi Utara. Jumlah klaster sebanyak 39 klaster yang terdiri dari 9 klaster lama dan 30 kluster baru. Dari gambar peta diatas dapat dilihat simbol yang berwarna ungu merupakan titik pengukuran pada tahap awal di provinsi Sulawesi Utara dengan koordinat yang jelas dimana enumerasi dilakukan.Pada awalnya jarak antar plot yang dibuat adalah sebesar 20 km, namun karena adanya deforestasi jarak dirapatkanatau di redesign menjadi per 10 km. Kedepannya, apabila deforestasi semakin tinggi maka jarak antar plot pun akan dibuat semakin dekat. Penjagaan lokasi PSP BPKH tidak dilakukan karena ingin mengetahui dinamika hutan ada.
52
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Tabel 6. Tabel Rincian Sebaran PSP pada tiap Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. No
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jumlah Klaster 11 7 9 5 1 3 1 1 1 + + + + + 39
6c`acb[ 6caih 6c`gY` 6c`h]a A]bU\UgU A]bih ?Ydi`UiUbHU`UiX 6]hib[ Hcac\cb A]bgY` A]hfU GUb[]\Y G]hUfc AUbUXc Jumlah
Terdapat perbedaan antara PSP yang dibangun oleh Ditjen Planologi dan PSP yang dibuat oleh Litbang. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: No
Uraian
Planologi
Litbang
1
?cbX]g]
=bjYbhUf]gUg]
2
AYhcXY
G]ghYaUh]g
GhfUh]´_Ug]¦difdcg]jYfUbXca gUad`]b[
3
I_ifUb GUadY`
} } } } }
} } } } }
Dc\cb&gYbgig'ŽżżlŽżża H]Ub[fUX,ƁaXfdigUhFI-d`ch DUbWUb[fUX,žaXfdigUhFI-d`ch GYaU]fUX,ŽaXfdghFI-d`ch FchUb&Ub_fUX,Ɓ*fUXŽżXkg'
H]dYY_cg]ghYa.DUbhU]*XhfUbfbX\* Xhfbh]b[[]XUb`iaih
Dc\cbžżlžża H]Ub[ŽżlŽża DUbWUb[ƁlƁa GYaU]*hV\VkŻgYfUgU\ŽlŽa BY_fcaUgUŽżlžża&_maUh] Żd\bah'
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
53
No
Uraian
Planologi
Litbang
4
DUfUaYhYf
} } } } }
5
DYf]cXY
ƀ+ƁhU\ib
H]UdhU\ib
6
Cihdih
F]Ud*jc`
6Ug]gXUhUWUXUb[UbWUfVcbŻ dYfiVU\UbmU
Dc\cb&XV\*HVVWXUbHH*^Yb]g' H]Ub[& XV\*^Yb]g' DUbWUb[& ^a`*^Yb]g' GYaU]& ^a`*^Yb]g' FchUb*Ub_& ^a`*^Yb]g',8kg&d^[* ^a`*^Yb]g'
} } } } } }
Dc\cb&XV\Ż^Yb]g*H]b[[]' H]Ub[&XV\*^Yb]g*H]b[[]' DUbWUb[&XV\*^Yb]g*H]b[[]' GYaU]*hV\VkŻgYfUgU&VYfUh' ?miaUh]&XV\*i^b[Żdb[_`' 5_Uf
Pengintegrasian PSP antara yang dimiliki Ditjen Planologi dengan Litbang dapat dilakukan mulai tahap persiapan, pelaksanaan dan pengolahan data. Pada tahap persiapan BPKH dan BPK Manado bisa mempersiapkan sample plot yang akan diukur pada waktu yang sama agar transparan dan efektif. Pada saat pelaksanaan pengukuran, tim/regu yang terlibat pengukuran dapat digabungkan. Pada saat pengolahan data, dapat dilakukan sharing data untuk data pada tingkat pohon. Degradasi hutan di Sulawesi Utara menyebabkan 14 Klaster yang dibangun pada tahun 1989 hanya tersisa 9 pada tahun 2013 ini. Pengintegrasian pelaksanaan PSP merupakan upaya positif yang harus dilaksanakan dengan serius dan memerlukan komitmen dari berbagai pihak untuk singkronisasi data. Pengintegrasian pelaksanaan PSP ini perlu dukungan dan regulasi agar tidak tumpang tindih tugas dan kewenangan.
3.4 Peran dan Tanggung Jawab Para Pihak pada Tingkat Provinsi untuk Pelaksanaan Sistem Monitoring Karbon Hutan Oleh: Dr. Johny S. Tasirin, Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Sam Ratulangi, Manado Kebijakan dalam menghadapi climate change adalah Mitigasi dan Adaptasi. Adaptasi adalah upaya menyesuaikan dengan perubahan sedangkan Mitigasi adalah upaya mencegah atau menghentikan perubahan iklim. Upaya yang harus dilakukan terkait adaptasi perubahan iklim dari berbagai aspek diantaranya:
54
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
3.4.1 Sumber-sumber air dan pengelolaannya Menghindari risiko akibat ketidakpastian hidrologi
3.4.2 Ekosistems 1. Mencegah kepunahan tumbuhan dan satwa 2. Mencegah perubahan struktur dan fungsi ekosistem 3. Mencegah menghilangnya jasa ekosistem
3.4.3 Pangan, sandang dan produk kehutanan Mengantisipasi pengubahan kultivar dan waktu tanam
3.4.4 Daerah pantai dan pesisir Meningkatkan kapasitas adaptasi
3.4.5 Industri dan settlement 1. Kesiagaan bencana terutama di daerah pantai dan medan banjir 2. Peningkatan kapasitas bagi industri yang sensitif terhadap iklim
3.4.6 Kesehatan Masyarakat Mengantisipasi perubahan distribusi penyakit. Sedangkan upaya yang harus dilakukan terkait mitigasi perubahan iklim dari berbagai aspek diantaranya:
3.4.7 Menangkap karbon (dan Gas Rumah Kaca lainnya) 1. Penghutanan 2. Produksi biologi berwawasan lingkungan (laut dan darat) 3. Memelihara keanekaan hayati (laut dan darat)
3.4.8 Mengurangi emisi 1. Hemat energi 2. Meningkatkan efisiensi
3.4.9 Mengembangkan energi alternatif 1. Biofuel 2. Energi Surya
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara
55
3.4.10 Mengubah gaya hidup Produktif dan Pengamatan hutan untuk akumulasi karbon dapat dilihat dari aspek: 1. Tumbuhan, berada pada tipe vegetasi apa dan kondisi lantai hutan 2. Satwa, merupakan konsumen primer (herbifora) atau konsumen sekunder (karnifora) 3. Dekomposisi, yang dipengaruhi variasi musim, elevasi dan variasi ekosistem Berikut adalah gambar untuk skema hutan untuk akumulasi karbon.
Pohon
Standing Biomass
Lantai Hutan
Predictive Trending Carbon Balance
Konsumer primer (herbifora)
Ecosystem Contribution
Konsumer sekunder (karnifora) Variasi Musim
Carbon Equivalent
Elevasi
Net Carbon Equivalent
Variasi Ekosistem
Organisme Ekosistem
Serasah Debris Sosial
Perguruan Tinggi Badan/Balai Penelitian Dinas Kehutanan BKSDA Taman Nasional BPKH BPDAS Lingkungan Hidup
Akumulasi Biomasa Laju Dekomposisi Neraca Karbon Sinkronisasi Data Diseminasi Hasil
Bappeda
Gambar 28. Skema hutan untuk akumulasi karbon Karakteristik bentangan Sulawesi Utara dapat dijadikan sebagai Laboratorium untuk Studi Global. Sulawesi Utara memiliki Keanekaragaman hayati dengan tingkat keunikan yang tinggi, Variasi ekosistem yang kompleks, Keunikan geologis dengan tanah dalam pengaruh vulkanik, Tingkat alterasi lahan tinggi dan Potensi restorasi alami tinggi.
56
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi