Rismayadi dan Arinana
32
PENGEMBANGAN PRODUK FORMULASI UMPAN RAYAP UNTUK PERLINDUNGAN BANGUNAN Development of Termite Formulation Baiting for Building Protection Yudi RISMAYADI1 dan ARINANA2 Corresponding Author :
[email protected]
ABSTRACT The development of baiting system was very advanced, however it was very expensive thus the use of it was limited on certain community. Based on those conditions, it was needed a researches on local resourches basis or low cost material baiting system in order to be applicated in building protection included simple home. This researches consisted of laboratory and field test. The laboratory test was performed to determine preference baiting media (pulp, sawdust, Pinus merkusii wood, WMD (wood monitoring devices) from Pinus radiata and reliability tested between disodium borax decahydrate and chitosan against Coptotermes curvignathus. After the determination of baiting system and reliability, field test was performed on termite attacked building. Field test consisted of termite presence detection,observatory station, determination of consumption rate and baiting system resistance. The laboratory results showed the most preference baiting system was WMD with persentage weight loss was 40.5%. The comparation of reliability between disodium borax decahydrate and chitosan showed that termite mortality of disodium borax decahydrate was higher than chitosan, meanwhile reliability results showed oltherwise. Chitosan field test showed eating consumption level was decreasing at 75th days and on 135th days eating consumption level was rached 15 gr/day. It meaned there was a decreasing of termite population cause of termite baiting system. Keywords : Pulp, disodium borax, Coptotermes curvignathus
chitosan,
baiting,
PENDAHULUAN Kecenderungan bahaya serangan rayap pada bangunan gedung termasuk untuk fungsi hunian pada saat ini semakin tinggi. Kondisi tersebut telah mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan publik terkait penyelenggaraan bangunan gedung yang di dalamnya memasukkan bahaya rayap sebagai bagian dari faktor perusak bangunan sebagaimana dituangkan 1 2
Universitas Winaya Mukti, Bandung Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)
dalam UU No 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung dan peraturan pemerintah No 35 tahun 2005. Demikian pula dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 332/KPTS/M/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang pedoman teknis pembangunan bangunan gedung negara, penanggulangan bahaya rayap merupakan bagian komponen biaya dalam pembangunan bangunan gedung negara. Bahkan sebelum kebijakan publik dalam bentuk peraturan perundangan-undangan lahir, dalam kerangka operasional, pengendalian rayap telah distandarisasi dalam bentuk Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu SNI No 03-2404-2000 mengenai tata cara pencegahan serangan rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan termitisida dan SNI No 03-2405-2000 tentang tata cara penanggulangan rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan termitisida. Walaupun perkembangan termitisida mengarah pada termitisida ramah lingkungan dan cepat terurai, namun penggunaan termitisida dengan teknik penyemprotan tetap dikhawatirkan memberikan dampak lingkungan yang berarti. Teknik penyemprotan pada permukaan tanah apabila dilakukan pada waktu yang tidak tepat, seperti pada saat hujan atau permukaan tanah becek berpeluang untuk tercuci dan terbawa oleh aliran air permukaan ke tempat lain yang tidak diharapkan. Teknik penyemprotan juga berpeluang membunuh organisme bukan sasaran terutama organisme tanah, di samping itu termitisida yang bertahan terlalu lama dikhawatirkan terakumulasi dalam proses rantai makanan/bioakumulasi (Rismayadi & Arinana 2007). Untuk mengurangi dampak merugikan penggunaan termitisida dalam pengendalian rayap, pada era sekitar tahun 90-an berkembang bahan aktif termitisida yang diformulasi dalam bentuk umpan, seperti diflubenzuron dan hexaflumuron (Su et al. 1991). Perkembangan ini memunculkan teknologi pengumpanan dalam pengendalian rayap. Pengembangan formulasi termitisida dalam bentuk umpan bersifat lebih ramah lingkungan, karena target umumnya bersifat spesifik dan bahan aktif tidak dipaparkan secara luas. Umpan rayap yang dikembangkan adalah umpan yang disukai rayap yang ditambah bahan aktif yang bersifat racun terhadap rayap namun tidak bersifat menghambat tingkat kesukaan rayap terhadap media umpan (Rismayadi & Arinana 2007). Produk-produk umpan rayap yang berkembang
Pengembangan Produk Formulasi Umpan Rayap
saat ini, harganya relatif sangat mahal sehingga masyarakat penggunanya sangat terbatas, khususnya tidak terjangkau oleh golongan masyarakat pemilik rumah sederhana, padahal pada tipe rumah tersebut tingkat ancaman serangan rayapnya sangat tinggi. Disodium borak decahydrate dan kitosan merupakan bahan aktif yang bersifat racun, ramah lingkungan dan harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan umpan rayap yang beredar di pasaran saat ini. Jenis rayap Coptotermes sp mampu beradaptasi sangat baik pada lingkungan yang diciptakan manusia, memiliki kemampuan jelajah vertikal yang tinggi, dan kelimpahan anggota dalam satu koloni yang sangat banyak. Di samping sifat-sifat tersebut, rayap Coptotermes sp juga sangat responsif terhadap media umpan yang diberikan dan relatif tahan terhadap gangguan sehingga kontinyuitas konsumsi umpan terus berlanjut hingga umpan tidak tersisa atau hampir habis. Sifat tersebut menguntungkan dalam tinjauan pengendalian rayap Coptotermes sp dengan menggunakan teknik pengumpanan. Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan penelitian pengembangan produk formulasi umpan rayap yang berbasis sumber daya lokal atau bahan-bahan yang terjangkau biaya penyediaannya oleh masyarakat luas sehingga dapat diaplikasikan dalam perlindungan bangunan rumah tinggal termasuk bangunan rumah tinggal sederhana. Maksud penelitian pengembangan produk formulasi umpan rayap untuk perlindungan bangunan rumah tinggal adalah untuk mendapatkan produk baru berupa formulasi umpan rayap berbasis sumber daya lokal atau bahan-bahan yang terjangkau biaya penyediannnya oleh masyarakat luas sehingga dapat diaplikasikan dalam perlindungan bangunan rumah tinggal termasuk bangunan rumah tinggal sederhana. BAHAN DAN METODE Penelitian Pengembangan Produk Formulasi Umpan Rayap untuk Perlindungan Bangunan Rumah Tinggal dilakukan selama lima bulan (150 hari) yang terdiri dari penelitian laboratorium selama dua bulan dan pengujian lapangan selama tiga bulan. Lokasi penelitian terdiri dari: 1) Pengujian laboratorium dilakukan di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor; 2) uji lapangan dilakukan pada bangunan rumah tinggal yang terserang rayap tanah C. curvignathus, yaitu di Asrama Putri Darmaga Bogor. Penelitian dilakukakan secara bertahap yang mencangkup uji laboratorium dan uji lapang. Pengujian Laboratorium Pengujian Media Umpan Tujuan pengujian media umpan adalah untuk mengetahui tingkat palatabilitas (kesukaan) rayap terhadap media umpan rayap. Media umpan (bahan lignoselulosa) yang digunakan adalah pulp yang diperoleh dari Balai Besar
33
Selulosa- Departemen Perindustrian, serbuk kayu Pinus merkusii dan kayu solid Pinus merkusii. Sebagai pembanding digunakan kayu umpan WMD (wood monitoring devices) yang digunakan pada produk umpan Sentricon produksi PT. Dow Agrosciences Indonesia. Media umpan digunakan dalam kondisi kering udara. Uji palatabilitas dilakukan dengan metode uji makan ganda, dimana setiap media umpan diletakkan pada termitarium (kotak biakan rayap) secara acak. Masing-masing media umpan diulang sebanyak 5 kali ulangan. Respon yang diukur adalah persen kehilangan berat.
Kehilangan Berat (%)
Berat Aw al Berat Akhir Berat Aw al
x 100%
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, dimana perlakuannya adalah media umpan pulp, serbuk kayu, kayu solid P. merkusii dan kayu umpan WMD dengan jumlah ulangan 5 kali. Persamaan model acak lengkap : Yij = a + bi + eij Dimana: Yij = Respon perlakuan ke i ulangan ke j a = Rata-rata perlakuan bi = pengaruh perlakuan jenis media umpan eij = galat percobaan pada perlakuan ke i ulangan ke j Analisis pengaruh perlakuan menggunakan analisis ragam. Media umpan terbaik adalah media umpan rayap yang memiliki tingkat kehilangan berat tertinggi, artinya bahwa media tersebut disukai rayap sebagai sumber makanannya. Pengujian Bahan Aktif Disodium Borak Decahydrate dan Kitosan Tujuan pengujian bahan aktif adalah mengetahui keandalan berbagai bahan aktif umpan terhadap rayap tanah C. curvignathus. Bahan aktif yang digunakan adalah disodium borak decahydrate dan kitosan. Pengujian dilakukan dengan uji makan tunggal. Tahapan kegiatan pengujian disodium borak decahydrate dan kitosan adalah sebagai berikut : Konsentrasi Perlakuan Bahan Aktif Konsentrasi bahan aktif kitosan yang digunakan adalah 0% (kontrol), 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% w/v. Pelarut yang digunakan adalah asam asetat 1%. Kemudian pH larutan dibuat netral dengan proses titrasi meggunakan larutan NaOH. Sementara itu, konsentrasi bahan aktif disodium borak decahydrate adalah 0% (kontrol), 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1,5%, dan 2% dengan pelarut air. Untuk menurunkan pH larutan digunakan larutan asam asetat 10% melalui proses titrasi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)
Rismayadi dan Arinana
34
Impregnasi larutan bahan aktif ke dalam media uji Impregnasi larutan bahan aktif ke dalam media uji dilakukan dengan teknik pencelupan (dipping). Selanjutnya media uji yang mengandung bahan aktif dikeringanginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat awal media uji. Media uji kemudian dimasukkan ke dalam botol pengujian yang berisi media hidup rayap dan rayap yang terdiri dari 100 rayap pekerja dan 10 rayap prajurit. Respon yang diukur adalah persen kehilangan berat (KB) umpan dan tingkat kematian rayap (M). Respon tersebut diukur berdasarkan persamaan (Sornnuwat 1996).
KB (%)
M (%)
Berat Aw al Berat Akhir Berat Aw al
x 100%
Ray ap Aw al Ray ap Hidup Ray ap Aw al
x 100%
Rancangan penelitian untuk setiap bahan aktif yang digunakan adalah rancangan percobaan acak lengkap. Pengujian Lapangan Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian (unit percobaan) merupakan lokasi uji lapang formulasi umpan rayap. Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada bangunan rumah tinggal yang terserang rayap tanah C. curvigntahus dan kemudahan akses (aksesibilitas), yaitu di Asrama Putri Darmaga Bogor.
Pemasangan kayu umpan dilakukan pada tanah yang lembab yang diperkirakan tidak terganggu oleh aktivitas yang dilakukan di daerah tersebut. Setiap kayu umpan dibenamkan secara vertikal ke dalam tanah sedalam 23 cm; bagian kayu umpan yang berada diatas permukaan tanah setinggi 5 cm (Gambar 1). Jarak antar kayu umpan 5-10 meter. Pengamatan kayu umpan dilakukan setelah satu bulan. Selanjutnya sebuah stasiun pengamatan ditetapkan pada kayu umpan yang terserang rayap. Pembuatan Stasiun Pengamatan Tanah di sekeliling kayu umpan yang terserang rayap digali dan dibuang sehingga membentuk liang berdiameter 17 cm; dengan kedalaman 13 cm. Sebuah pipa polivinylchoride (PVC) berukuran diameter 7,6 cm; tinggi 15 cm; tebal 0,8 cm dimasukkan secara vertikal ke dalam masing-masing liang tersebut untuk membatasi tanah dan ruangan yang terbentuk oleh rongga pipa PVC. Selanjutnya gulungan pulp kertas diletakkan secara vertikal di dalam rongga pipa PVC mengelilingi kayu umpan yang terserang rayap yang telah dikering tanurkan pada suhu 105 C selama 24 jam dan ditimbang (BKT1). Bagian atas pipa PVC ditutup kembali dengan tutup plastik dan ditimbun tanah. Cara peletakan gulungan pulp kertas ke rongga pipa PVC disajikan pada Gambar 2.
Pulp Kertas Gundukan Tanah Pipa PVC
Deteksi Lokasi Kehadiran Rayap Deteksi lokasi kehadiran rayap di sekitar bangunan gedung dilakukan dengan pemasangan kayu umpan. Kayu umpan (stakes) yang digunakan dibuat dari kayu pinus (Pinus merkusii Jungh) berukuran 2,5 x 4,0 x 28 cm3 dalam keadaan kering udara. Bagian atas kayu umpan dicat dengan warna terang (merah) untuk membantu menandai lokasi kayu umpan selama pengamatan dilakukan.
Permukaan Tanah
Gulungan pulp kertas di dalam rongga PVC
Kayu Umpan Permukaan Tanah
5 cm
Gambar 2. Stasiun Pengamatan Penentuan Laju Konsumsi Kayu 23 cm
Gambar 1. Cara Pemasangan Kayu Umpan di Lapangan
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)
Dalam selang waktu 10 hari gulungan pulp kertas yang terserang rayap dari masing-masing stasiun pengamatan dikumpulkan dan dibersihkan dari tanah atau kotoran lainnya. Kemudian kayu umpan tersebut dikering tanurkan pada suhu 105 C selama 24 jam dan ditimbang (BKT2). Kehilangan berat kayu umpan sebelum dan setelah ditempatkan di stasiun pengamatan (BKT1-BKT2) menunjukkan laju konsumsi kayu oleh koloni rayap tanah (gram/koloni/hari).
Pengembangan Produk Formulasi Umpan Rayap
Tingkat Keampuhan Umpan Rayap Dalam radius 30 cm dari sekitar stasiun pengamatan diletakkan dua sampai tiga stasiun pemasangan tabung umpan in ground yang terbuat dari bahan plastik dengan panjang 22 cm dan diameter 6 cm dan memiliki tutup yang berdiameter 14,5 cm. Pada stasiun tersebut selanjutnya diletakkan kayu pendeteksi kehadiran rayap. Bila kayu pendeteksi telah terserang rayap dan berisi paling sedikit 40 rayap pekerja, kayu pendeteksi diganti dengan tabung umpan rayap yang sudah berisi umpan rayap yang akan diuji. Pada waktu pemasangan tabung umpan rayap yang akan diuji rayap dikumpulkan dari kayu pendeteksi dan dipindahkan ke dalam ruang kosong di bagian atas tabung umpan rayap (recruitment chamber). Proses ini dikenal dengan cara aplikasi umpan rayap secara paksa (self recruitment). Proses pengumpanan secara paksa dilakukan pada setiap penggantian umpan rayap. Cara pemindahan rayap dari kayu pendeteksi ke umpan rayap disajikan pada Gambar 3. Rayap yang telah dipisahkan dari kayu pendeteksi
Permukaan tanah
Umpan rayap yang diuji Stasiun pemasangan tabung umpan rayap
35
kayu pendeteksi tersebut terserang rayap, diganti kembali dengan umpan rayap sampai tidak lagi dijumpai aktivitas rayap. Indikator keberhasilan umpan rayap yang dikembangkan adalah tingkat penurunan populasi rayap yang ditunjukkan oleh penurunan tingkat konsumsi makan. Keandalan umpan yang diteliti dibandingkan pula dengan produk umpan rayap yang telah dipasarkan untuk melihat perbedaan tingkat keefektifannya. Diharapkan produk umpan yang dikembangkan melalui penelitian ini memiliki kesetaran baik dari tingkat keefektifan, mudah diaplikasikan, dan lebih murah sehingga terjangkau oleh daya beli masyarakat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Palatabilitas Media Umpan Pengujian palatabilitas atau tingkat kesukaan rayap tanah terhadap media umpan dilakukan untuk menentukan umpan rayap dengan palatabilita tertinggi. Di samping bahan aktif, media umpan yang disukai rayap menentukan keberhasilan teknik pengumpanan. Hasil peneitian menunjukkan bahwa media umpan Kayu WMD dan pulp relatif lebih disukai dibandingkan media umpan serbuk gergaji dan kayu pinus. Perbedaan palatabilitas antar media umpan ditunjukkan oleh persen kehilangan berat media umpan. Perbedaan palatabilitas antar media umpan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata persentase kehilangan berat media umpan pulp, serbuk gergaji, payu Pinus merkusii dan kayu WMD
Gambar 3. Cara Aplikasi Umpan Rayap di Lapangan Di bagian dalam bangunan gedung rumah yang terserang rayap dilakukan pemasangan stasiun umpan rayap above ground yang ditempelkan pada dinding atau bagian rumah yang terserang rayap. Umpan rayap yang diuji diamati setiap 10 hari. Jika dua pertiga umpan telah dimakan rayap, umpan diganti dengan yang baru. Penggantian ini dilakukan terus-menerus selama masih terdapat aktivitas rayap. Keampuhan umpan ditunjukkan oleh banyaknya umpan rayap yang digunakan sampai populasi rayap dinyatakan nol. Populasi rayap dinyatakan telah lenyap apabila tidak dijumpai lagi aktifitas rayap setelah paling tidak dua periode penggantian umpan dan diikuti dua kali berturut-turut pengumpanan dengan menggunakan kayu pendeteksi kehadiran rayap. Jika sebelum dua periode pengumpanan tidak dijumpai aktivitas rayap, koloni rayap belum dapat dinyatakan tereliminasi. Umpan rayap yang tidak dimakan rayap diganti dengan kayu pendeteksi. Selanjutnya apabila
Media Umpan Pulp Serbuk Gergaji Kayu Pinus Kayu WMD
Kehilangan Berat (%) 35,8 29,5 23,7 40,5
Berdasarkan pengujian tersebut, media umpan pulp walaupun tidak lebih tinggi nilai kehilangan beratnya dibandingkan kayu WMD namun dibandingkan media umpan lain yang ketersediaanya dapat diproduksi sendiri relatif lebih tinggi. Oleh karena itu dalam pengembangan umpan rayap, pulp dapat dipakai sebagai media umpan sekaligus substitusi bagi kayu WMD. Pengujian Keandalan Bahan Aktif Kitosan Mortalitas Rayap Mortalitas atau persentase kematian rayap akibat memakan umpan yang mengandung kitosan berbeda-beda pada setiap tingkat konsentrasi kitosan yang digunakan. Rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)
Rismayadi dan Arinana
36
berbagai konsentrasi kitosan berkisar antara 6,4% sampai dengan 94,2% (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap terus meningkat hingga konsertrasi bahan aktif 4% dengan nilai mortalitas sebesar 94,2%. Setelah itu pada konsentrasi 5% mortalitas menurun menjadi sebesar 72,2%. Tabel 2. Rata-rata persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada berbagai konsentrasi kitosan Konsentrasi Kitosan (%)
Mortalitas (%)
0,00 0,25 0,50 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
6,4 30,1 52,4 70,3 70,6 78,8 94,2 72,2
Kecenderungan peningkatan mortalitas yang terjadi menurut trend logaritmik diduga akibat peningkatan daya racun bahan aktif kitosan yang semakin tinggi seiring dengan peningkatan konsentrasi. Namun pada konsentrasi yang terlalu tinggi (di atas 5%) terdapat efek kekentalan larutan kitosan yang semakin meningkat sehingga tidak dapat diimpregnasikan atau terserap sempurna pada media umpan rayap berbahan aktif kitosan. Akibatnya bahan aktif kitosan tidak dapat tersebar sempurna pada media umpan dan rayap hanya mengkonsumsi sedikit saja bahan aktif yang secara biologis bersifat membunuh rayap. Hasil analisis pengaruh kosentrasi kitosan terhadap mortalitas rayap dengan menggunakan analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi secara signifikan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Kematian rayap tanah C. curvignathus yang mengkonsumsi umpan berbahan aktif kitosan mengindikasikan bahwa kitosan secara biologis bersifat dapat membunuh rayap. Cara kerja bahan aktif kitosan berdasarkan Allan & Hadniger (1929) diacu dalam El-Ghaouoth et al. (1993) diduga karena kitosan memiliki komponen bioaktif yang dapat membunuh mikrooganisme. Diketahui bahwa rayap tidak secara langsung mencerna kayu atau bahan berselulosa lain termasuk media umpan karena tidak memiliki enzim yang dapat mendekomposisi selulosa. Untuk merubah selulosa menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mudah dicerna rayap, di dalam usus rayap terdapat protozoa yang mengeluarkan enzim selulase sehingga rayap tersebut dapat memanfaatkan senyawa-senyawa tersebut sebagai sumber energi. Nandika et al. (2003) menyatakan bahwa dalam usus rayap C. curvignathus ditemukan tiga genus flagellata yaitu Pseudotrichonympha,Holomastigoitoides
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)
dan Spirotrichonympha. Kitosan diduga bekerja membunuh protozoa-protozoa di dalam saluran pencernaan rayap tersebut sehingga proses pencernaan selolosa terganggu akibat ketidakhadiran enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme simbion. Melalui mekanisme kerja (mode of action) kitosan tersebut, maka penggunaan kitosan sangat potensial untuk digunakan sebaga bahan aktif dalam pengembangan teknologi pengumpanan untuk mengendalikan rayap. Mengingat bahan aktifnya dapat membunuh secara perlahan (slow action). Bahan aktif yang membunuh rayap secara perlahan, memungkinkan rayap yang telah memakan umpan dapat memberikan atau mentransfer umpan ke individu rayap lain yang tidak secara langsung memakan umpan rayap sehingga anggota koloni terpapar oleh efek kitosan Kehilangan Berat Media Umpan (Uji Palatabilitas) Indikator kehandalan bahan aktif umpan rayap yang lain adalah bahwa bahan aktif umpan tidak bersifat repelent atau menolak rayap. Oleh karena itu, pengukuran kehilangan berat sangat diperlukan untuk melihat tingkat palatabilitas/kesukaan rayap pada media umpan yang telah diimpregnasi oleh bahan aktif kitosan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan rayap terhadap media umpan yang telah diimpregnasi kitosan berkurang antara 43%-85% dibandingkat kontrol. Semakin tinggi tingkat konsentrasi kitosan semakin berkurang palatabilitas rayap terhadap media umpan. Data rata-rata persentase kehilangan berat media umpan setelah diumpankan terhadap rayap tanah C. curvignathus disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata persentase kehilangan berat media umpan pada berbagai konsentrasi kitosan Konsentrasi (%) 0,00 0,25 0,50 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Kehilangan Berat (%) 46,7 26,0 20,2 15,3 14,5 13,8 7,4 14,4
Berdasarkan Tabel 3, persentase kehilangan berat media umpan semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi kitosan sampai dengan konsentrasi 4%. Pada konsentrasi 5% rata-rata persentase kehilangan berat meningkat kembali, karena bahan aktif kitosan tidak terimpregnasi secara sempurna ke dalam media umpan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi secara signifikan menunjukkan hasil kehilangan berat yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 99%.
Pengembangan Produk Formulasi Umpan Rayap
Pemberian perlakuan konsentrasi kitosan tidak menyebabkan media umpan bersifat menolak (repellent) terhadap rayap C. curvignathus walaupun menurunkan tingkat kesukaan rayap. Dengan demikian bahan aktif kitosan dapat dikembangkan sebagai bahan aktif dalam teknologi pengumpanan. Pengujian Keandalan Bahan Aktif Disodium Borak Decahydrate Mortalitas Rayap Penambahan bahan aktif disodium borak decahydrate mampu meningkatkan mortalitas rayap dibandingkan kontrol. Semakin tinggi konsentrasi bahan aktif tersebut, semakin tinggi mortalitas rayap yang terjadi. Rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada berbagai konsentrasi bahan aktif disodium borak decahydrate disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada berbagai konsentrasi Disodium Borak Decahydrate Konsentrasi Disodium Borak Decahydrate (%) 0,00 0,25 0,50 1,00 1.50 2,00
Mortalitas (%) 6,7 81,5 89,7 92,3 99,0 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap terus meningkat hingga mencapai 100% pada konsentrasi bahan aktif 2%. Hal tersebut menunjukkan tingginya toksisitas bahan aktif disodium borak decahydrate terhadap rayap. Senyawa boron (borak) secara biologis dapat membunuh berbagai jenis serangga. Semakin tinggi konsentrasinya semakin tinggi mortalitas serangga sasaran. Artinya bahwa bahan aktif tersebut sangat tergantung pada dosis dimana kematian akan terjadi lebih cepat pada pemakaian dosis yang tinggi. Pada beberapa kasus pengawetan kayu dengan menggunakan borak. Kayu yang diawetkan borak dengan konsentras tinggi menjadi bersifat menolak untuk dimakan rayap. Kedua sifat tersebut, kurang menguntungkan sebagai bahan aktif dalam pengebangan teknologi umpan. Kehilangan Berat Media Umpan (Uji Palatabilitas) Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa, pengukuran kehilangan berat sangat diperlukan untuk melihat tingkat palatabilitas/kesukaan rayap pada media umpan yang telah diimpregnasi oleh bahan aktif tertentu. Penggunaan Disodium Borak Decahydrate yang diimpregnasikan kedalam media umpan memiliki kecenderungan sangat menurunkan tingkat kesukaan rayap. Rayap hanya mengkonsumsi sedikit
37
saja media umpan yang diberikan. Data rata-rata persentase kehilangan berat media umpan setelah diumpankan terhadap rayap tanah C. curvignathus disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, persentase kehilangan berat media umpan jauh mengalami penurunan hingga 93% setelah media umpan diimpregnasi bahan aktif disodium borak decahyrate. Hal tersebut menunjukkan terdapat peristiwa repelensi atau penurunan yang sangat besar terhadap tingkat kesukaan makan rayap. Tabel 5. Rata-rata persentase kehilangan berat media umpan pada berbagai konsentrasi Disodium Borak Decahydrate Konsentrasi Disodium Borak Decahydrate (%) 0,00 0,25 0,50 1,00 1.50 2,00
Kehilangan Berat (%) 46,7 4,7 4,5 3,7 4,3 2,7
Perbandingan Keandalan Bahan Aktif Kitosan dengan Disodium Borak Decahydrate Berdasarkan data mortalitas rayap pada pengujian keandalan bahan aktif, menunjukkan bahwa bahan aktif disodium borak decahydrate mengakibatkan mortalitas rayap yang lebih tinggi dibandingkan kitosan (Gambar 4). Sementara itu, data uji palatabilitasnya menunjukkan sebaliknya, bahwa rayap memiliki palatabilitas lebih baik terhadap media umpan berbahan aktif kitosan dibandingkan berbahan aktif disodium borak decahydrate (Gambar 5) Berdasarkan perbandingan tersebut di atas, bahan aktif kitosan lebih memungkinkan untuk diformulasi dalam media umpan. Bahan aktif untuk umpan rayap harus memenuhi dua persyaratan utama, yaitu mampu membunuh rayap secara perlahan (slow action) dan apabila diformulasi ke dalam media umpan tidak bersifat menolak atau menghilangkan tingkat kesukaan (palatabilitas) rayap terhadap media umpan. Penggunaan disodium borak decahydrate tampaknya terlalu cepat membunuh rayap dan terdapat kecenderungan menurunkan kesukaan rayap terhadap media umpan. Secara umum penelitian laboratorium menunjukkan bahwa penggunaan pulp sebagai media umpan dan kitosan sebagai bahan aktif merupakan formulasi umpan yang akan dikembangkan. Pemilihan tersebut berdasarkan tingkat kesukaan rayap terhadap media umpan dan pengaruh bahan aktif yang relatif rendah terhadap tingkat kesukaan rayap. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengaruh kombinasi antara media umpan dan bahan aktif, karena faktor perlakuan saling lepas. Berdasarkan perbandingan di bawah, bahan aktif kitosan lebih memungkinkan untuk diformulasi dalam media umpan. Bahan aktif untuk umpan rayap harus memenuhi dua persyaratan utama, yaitu mampu membunuh rayap secara
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)
Rismayadi dan Arinana
38
perlahan (slow action) dan apabila diformulasi ke dalam media umpan tidak bersifat menolak atau menghilangkan tingkat kesukaan (palatabilitas) rayap terhadap media umpan. Penggunaan disodium borak decahydrate tampaknya terlalu cepat membunuh rayap dan terdapat kecenderungan menurunkan kesukaan rayap terhadap media umpan. Secara umum penelitian laboratorium menunjukkan bahwa penggunaan pulp sebagai media umpan dan kitosan sebagai bahan aktif merupakan formulasi umpan yang akan dikembangkan. Pemilihan tersebut berdasarkan tingkat kesukaan rayap terhadap media umpan dan pengaruh bahan aktif yang relatif rendah terhadap tingkat kesukaan rayap. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengaruh kombinasi antara media umpan dan bahan aktif, karena faktor perlakuan saling lepas.
60,0
Pengujian lapang untuk menguji keandalan umpan rayap terdiri dari dua tahapan kegiatan, yaitu 1) pengukuran tingkat konsumsi kayu sebelum pengumpanan dan 2) pengukuran tingkat konsumsi umpan rayap berbahan aktif kitosan (2%) serta pengamatan perkembangan populasi rayap yang dijumpai pada media umpan. Pengujian lapang dilakukan pada bangunan rumah tinggal yang terserang rayap tanah C. curvignathus sebagai unit contoh penelitian yang diambil. Berdasarkan pemasangan kayu umpan untuk mendeteksi lokasi rayap di sekitar bangunan diketahui bahwa dari 25 kayu umpan yang ditanam empat diantaranya dimakan oleh rayap. Selanjutnya pada titik lokasi serangan rayap pada kayu umpan dibuat stasiun pengamatan tingkat konsumsi makan rayap. Kedalam stasiun tersebut dimasukkan umpan rayap untuk melihat tingkat konsumsi makan rayap. Umpan rayap yang terdapat di dalam stasiun diamati setiap dua minggu sekali untuk melihat tingkat konsumsi makan rayap sebelum dan setelah pengumpanan. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat konsumsi makan rayap sebelum pengumpanan adalah seperti pada Tabel 6.
40,0
Tabel 6. Tingkat konsumsi rayap sebelum pengumpanan
Kitosan
120,0
Borak
Mortalitas (%)
100,0 80,0
20,0 0,0 0,00
0,25
0,50
1,00
2,00
3,00
Konsentrasi Gambar 4. Grafik perbandingan nilai mortalitas rayap pada bahan aktif Kitosan dan Disodium Borak Decahydrate
Kehilangan Berat (%)
Pengujian Lapang
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Kitosan Borak
0,00
0,25
0,50
1,00
2,00
Lama Konsumsi (Hari) 15 30 45 60
Tingkat Konsumsi (g/hari) 38,0 36,5 39,5 41,0
Berdasarkan Tabel 6 konsumsi koloni rayap di lapangan berkisar antara 38 hingga 41 g/hari. Selanjutnya koloni rayap diberi umpan beracun yang berbahan aktif kitosan. Perkembangan tingkat konsumsi rayap setelah pemberian umpan berbahan aktif kitosan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat konsumsi rayap setelah pengumpanan
3,00
Konsentrasi Gambar 5. Grafik perbandingan kehilangan berat media umpan berbahan aktif Kitosan dan Disodium Borak Decahydrate
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)
Lama Konsumsi (Hari) 15 30 45 60 75 90 105 120 135
Tingkat Konsumsi (g/hari) 37,5 36,0 40,0 41,0 45,0 34,0 31,0 25,0 15,0
Berdasarkan hasil pengamatan terjadi penurunan jumlah konsumsi makan koloni rayap. Sementara itu jumlah umpan kitosan yang dikonsumsi oleh koloni rayap selama 135 hari adalah 15 g. Penurunan tingkat konsumsi dapat menunjukkan terjadinya penurunan jumlah populasi rayap akibat umpan
Pengembangan Produk Formulasi Umpan Rayap
rayap kitosan. Dibandingkan dengan bahan aktif umpan hexaflumuron, penggunaan bahan aktif kitosan masih relatif lebih rendah keefektifannya. Penggunaan hexaflumuron selama 60 hari umumnya sudah mampu mengeliminasi seluruh koloni rayap. Diduga bahwa toksisitas kitosan lebih rendah dibandingkan dengan hexaflumuron. Demikian pula tingkat kesukaan rayap terhadap umpan berbahan aktif kitosan jauh lebih rendah dibandingkan hexaflumuron. Apabila tingkat kesukaan rayap terhadap umpan berbahan aktif kitosan dapat ditingkatkan maka diharapkan efektifitasnya meningkat. Kitosan memiliki cara kerja yang berbeda dengan hexaflumuron. Kitosan adalah racun perut yang diduga berpengaruh terhadap organisme simbion yang hidup pada saluran pencernaan rayap. Kitosan membunuh organisme tersebut sehingga rayap tidak mampu mencerna makanannya (Arinana 2007). Sebaliknya hexaflumuron merupakan senyawa kimia yang menghambat proses penggantian kulit pada rayap (Nandika et al. 2000). Perbedaan tersebut menjadikan tingkat efektifitasnya berbeda. KESIMPULAN Pengembangan formulasi umpan rayap diharapkan mampu mengembangkan inovasi baru sebagai alternatif pengendalian rayap yang ramah lingkungan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kitosan masih relatif kurang efektif dibandingkan bahan aktif umpan rayap hexaflumuron yang pada saat ini telah dipasarkan secara komersial. Hal ini dapat dilihat dari penurunan konsumsi rayap pada umpan kitosan yang menurun setelah 135 hari sedangkan hexaflumuron mampu mengeliminasi seluruh koloni hanya dengan 60 hari. Namun kitosan tetap memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai bahan aktif pada formulasi umpan rayap dengan meningkatkan tingkat palatabilitas rayap terhadap umpan tersebut.
39
DAFTAR PUSTAKA Arinana. 2007. Teknologi Umpan Berbahan Aktif Kitosan untuk Pengelolaan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae). JIPI 12: 1-7. EI Gaouth, Arul AJ, Grenier J, Benhamou N, Selin A and Belanger R. 1993. Effect of chitosan on cucumber plants: suppression of Pythium aphanidermatum and induction of defense reactor Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2000. Evaluation of Hexaflumuron for Controlling Subterranean Termites Coptotermes curvignathus Holmgren at Australian Embassy Staff Residence, Jakarta. Center For Life Sciences Study. IPB. Bogor Nandika D, Rismayadi Y dan Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press. Surakarta. Rismayadi Y, dan Arinana.2007. Usir Rayap dengan Cara Baru dan Ramah Lingkungan. Serial Rumah Spesial. Prima Infosarana Media. Jakarta, Indonesia. Sornnuwat Y. 1996. Resistance of commercial timber and fast growing timber of Thailand for building construction to Coptotermes gestroi Wasmann. Proc. The 1996 Annual Meeting of The International Research Group on Wood Preservation, Stockholm Sweden. Su NY, Ban RM, and Scheffrahn RH. 1991. Suppression of foraging population of the subterranean termites (Isoptera: Rhinotermitidae) by field application of a slow acting toxicants bait. Journal of Economical Entomology No. 84: 1525-1531. USA.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 32-39 (2009)