PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH QS AL-BAQARAH 2: 30-37)
SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: IKA FITRI SUCIATI NIM: 111-12-066
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Qs Al-Isra‟ 17: 70)
vi
PERSEMBAHAN Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1.
Ibuku tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa restunya yang tidak pernah putus serta naihatnasihatnya.
2.
Keluarga besarku yang senantiasa memberikan semangat dan nasihat-nasihat dalam meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat.
3.
Mbak Umi, Tilam, Septine, Kummi, Mbak Alfi, dan seluruh sahabatku yang telah memberikan goresan warna di setiap langkahku serta terimakasih atas motivasi dan kebersamaan kita selama ini karena kalian telah mengajarkanku bagaimana menjadi teman yang sesungguhnya dan menghargai indahnya persahabatan.
4.
Teman-teman PAI B angkatan 2012 senasib seperjuangan yang telah memberikan kenangan-kenangan indah dalam kebersamaan kita selama ini.
5.
Teman-teman PPL SMK PELITA Salatiga dan KKN 2016 yang telah mengajarkanku bagaimana menjalin kebersamaan dengan penuh tanggung jawab.
6.
Seseorang yang senantiasa mengajarkanku bagaiamana menjadi pribadi yang lebih baik dan telah memberikan lukisan indah disetiap hari-hariku.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH QS AL-BAQARAH 2: 30-37)”. Alhamdulillah proses perjuangan dalam penyusunan skripsi ini telah penulis lalui dengan baik. Tidak aka penggambaran lain yang dapat penulis utarakan selain ucapan syukur yang tiada tara kepada Allah SWT kerena hanya atas ridho dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada: 1.
Bapak Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
2.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Suwardi, M.Pd.
3.
Kepala Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.
viii
4.
Dosen pembimbing Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. atas bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan.
5.
Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
6.
Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7.
Keluargaku yang telah mencurahkan pengorbanan dan doa restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.
8.
Semua pihak yang ikut serta memberikan bantuan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa, semoga amal dan kebaikan semua
pihak dapat diterima oleh Allah sebagai amal sholeh dan mendapatkan balasan sebaik-baiknya. Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini melainkan Ia yang Maha Sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini mempunyai nilai guna dan manfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca umumnya.
Salatiga, Juni 2016 Penulis
Ika Fitri Suciati 111-12-066
ix
ABSTRAK
Suciati, Ika Fitri. 2016. Pengembangan Potensi Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag. Kata kunci: Potensi Manusia, Pendidikan Islam Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam dalam Surat Al-Baqarah ayat 30-37. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pengembangan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 30-37. 2) Implementasi pengembangan potensi manusia dalam pendidikan Islam. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu studi kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksud-maksudnya secara terinci sesuai urutan ayat dan surat, mengemukakan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37, Allah SWT secara khusus menjelaskan potensi yang dianugerahkan kepada Nabi Adam, yaitu potensi kekhalifahan dan potensi pedagogis. Potensi manusia sebagai khalifah dan juga sebagai makhluk pedagogis membawa peran bagi dirinya untuk selalu bertindak sesuai dengan ajaran Sang Pencipta. Segala potensi yang dimiliki manusia tidak lain sebagai jalan pengabdian kepada-Nya. 2) Implementasi pengembangan potensi manusia dalam pendidikan Islam. Tugas pendidikan Islam merupakan realisasi dari pengertian tarbiyah al-insya (menumbuhkan atau mengaktualisasikan potensi). Manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut yang dimiliki oleh setiap peserta didik, dan mengarahkan fitrah dan potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan. Pengembangan berbagai potensi manusia (fitrah) dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak berfokus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun melalui institusi sosial keagamaan yang ada. Pendidikan dalam Islam berusaha untuk mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah SWT.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN BERLOGO ............................................................................... ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v MOTTO ......................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................. viii ABSTRAK .................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5 D. Penegasan Istilah ............................................................................. 6 E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10 F. Metode Penelitian
.......................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................................... 12 BAB II DESKRIPSI QS AL-BAQARAH 2: 30-37 A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Qs Al-Baqarah 2: 30-37 .................. 14
xi
B. Makna Mufrodat ............................................................................... 15 C. Isi Kandungan Qs Al-Baqarah 2: 30-37
......................................... 25
BAB III MUNASABAH QS AL-BAQARAH 2: 30-37 A. Pengertian Munasabah ...................................................................... 32 B. Munasabah Surat Al-Baqarah dengan Surat Sebelum dan Sesudahnya ...................................................................................... 32 C. Munasabah Surat Al-Baqarah ayat 30-37 dengan Ayat Sebelum dan Sesudahnya ...................................................................................... 41 BAB IV PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM BERDASARKAN QS AL-BAQARAH 2: 30-37 A. Pandangan Ahli Tafsir Terhadap Qs Al-Baqarah 2: 30-37 ............. 43 B. Potensi Manusia ............................................................................... 52 C. Pendidikan Islam ............................................................................. 53 D. Pengembangan Potensi Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam berdasarkan Qs Al-Baqarah 2: 30-37 .............................................. 57 E. Implementasi
Pengembangan
Potensi
Manusia
dalam
Perspektif
Pendidikan Islam ............................................................................. 59 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 61 B. Saran ................................................................................................ 64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK 2. Nota Pembimbing Skripsi 3. Lembar Konsultasi 4. Daftra Riwayat Hidup
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang istimewa memang memiliki latar belakang kehidupan yang penuh rahasia. Lembaran-lembaran kitab suci Al-Quran yang memuat petunjuk Ilahi tentang penciptaan manusia memuat sejumlah informasi, baik yang tersurat (jelas maknanya) maupun tersirat (perlu penafsiran) tentang hakikat makhluk manusia ini. Manusia selaku makhluk ciptaan dengan segala fungsi dan peran yang harus dilakukannya, semuanya diinformasikan dalam Kitab Suci (Jalaluddin, 2003:11). Ada pula penjelasan tentang manusia yang diungkapkan secara rinci, antara
lain
tentang
proses
penciptaan
dan
pertumbuhan
maupun
perkembangannya. Oleh sebab itu pembahasan tentang manusia merupakan masalah yang kompleks. Selain mengenai dirinya, juga terkait dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Manusia selain dikenal sebagai makhluk alternatif, juga dinilai sebagai makhluk potensial yang dapat berkembang dan dikembangkan. Dimaksud dengan makhluk alternatif, karena manusia dianugerahkan kemampuan untuk menentukan arah dan pilihan hidupnya. Semuanya itu menjadi mungkin, karena manusia dianugerahi oleh Penciptanya sejumlah potensi yang berpeluang untuk dikembangkan, dan sekaligus mampu mengembangkan potensi dirinya. Dengan demikian
14
manusia mampu untuk menjadikan dirinya sebagai makhluk yang berperadaban (Jalaluddin, 2003:12). Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun psikisnya, serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan (Muhaimin, 2008:22). Sebagaimana firman Allah dalam Qs At-Tiin 95: 4, sebagai berikut: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya.” Keistimewaan ini menyebabkan manusia dijadikan khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi, yang kemudian dipercaya untuk memikul amanah berupa tugas dalam menciptakan tata kehidupan yang bermoral dimuka bumi. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia karena kesempurnaan bentuk dan kelebihan akal pikiran yang ikut membedakannya dari makhluk lainnya. Sebagai konsekuensinya, manusia dituntut untuk berbakti kepada Allah dengan memanfaatkan kesempurnaan dan kelebihan akal pikiran dan segala kelebihan lain yang telah dianugerahkan kepadanya (Jalaluddin, 2003:13). Secara lebih jelas, keistimewaan dan kelebihan manusia diantaranya berbentuk daya dan bakat sebagai potensi yang memilki peluang begitu besar untuk dikembangkan. Dalam kaitan dengan pertumbuhan fisiknya, manusia
15
dilengkapi dengan potensi berupa kekuatan fisik, fungsi organ tubuh dan panca indera. Kemudian dari aspek mental, manusia dilengkapi dengan potensi akal, bakat, fantasi maupun gagasan. Potensi ini dapat mengantarkan manusia memiliki peluang untuk bisa mengausai serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sekaligus menempatkannya sebagai makhluk berbudaya (Jalaluddin, 2003:13-14). Allah telah memberikan kepada manusia kemampuan untuk belajar dan
berpengetahuan,
serta
membekalinya
dengan
segala
peralatan
kemampuan. Adapaun peralatan kemampuan belajar itu ialah pendengaran, penglihatan dan hati. Pendegaran bertugas memelihara ilmu pengetahuan yang telah ditemukan oleh orang lain. Penglihatan bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menambahkan hasil-hasil penelitian dan pengkajian kepadanya. Hati bertugas membersihkan ilmu pengetahuan dari segala noda dan kotorannya, kemudian mengambil beberapa kesimpulan darinya (AnNahlawi, 1992:59). Manusia dilengkapi dengan potensi agar dengan potensi itu ia dapat mengembangkan dirinya. Pertumbuhan dan perkembangan manusia berjalan secara evolusi (berjenjang dan bertahap). Melalui perjenjangan dan pertahapan tersebut, manusia mengisi dirinya dengan pengalaman dan pengetahuan. Dengan demikian manusia memperoleh pengetahuan secara berproses, berasal dari pengembangan potensi dirinya, pengalaman dengan lingkungannya serta dari Tuhan. Karena itu hubungan antara lingkungan,
16
manusia dengan Khaliq (Pencipta) maupun antar sesama makhluk tidak dapat dipisahkan (Jalaluddin, 2003:32-33). Manusia adalah makhluk Allah yang paling potensial. Berbagai kelengkapan yang dimilikinya memberi kemungkinan bagi manusia untuk meningkatkan kualitas sumber daya dirinya. Selain itu manusia juga memiliki kemampuan untuk menghayati berbagai masalah yang bersifat abstrak seperti simbol-simbol, ucapan dan ungkapan hingga kepada pengenalan terhadap Penciptanya. Potensi tersebut seluruhnya dinilai sebagai pengarahan dari penciptanya agar manusia mampu mejalani perannya sebagai pengabdi Allah dalam pola dan perilaku yang benar. Potensi dapat diibaratkan lembaga pada tumbuh-tumbuhan. Ujudnya baru akan nampak nyata apabila dipelihara, dirawat, dijaga, dibimbing serta dikembangkan. Kodratnya manusia memang dianugerahi oleh Penciptanya berupa kemampuan potensial dasar (Jalaluddin, 2003:37). Islam memandang manusia sebagai makhluk pendukung dan pencipta kebudayaan. Dengan akal, ilmu dan perasaan, ia membentuk kebudayaan, dan sekaligus mewariskan kebudayaannya itu kepada anak dan keturunannya, kepada orang atau kelompok lain yang dapat mendukungnya. Kesanggupan mewariskan dan menerima warisan ini merupakan anugerah Allah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia (Daradjat, 2011:8). Kelebihan manusia yang tidak dimiliki oleh malaikat sekalipun, bahwa manusia adalah makhluk yang disiapkan untuk berpengetahuan (Gojali, 2004:73). Dalam penciptaan makhluk khususnya manusia, Allah
17
telah membekalinya dengan tiga modal dasar yaitu akal, pengetahuan serta potensi untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya (Munir, 2008:27). Berdasarkan uraian tersebut penulis akan mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana pengembangan potensi manusia melalui pendidikan yang akan penulis kemas dalam judul penelitian yaitu “PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH QS AL-BAQARAH 2: 30-37)”.
B. Rumusan Masalah Mengacu latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah: 1.
Bagaimana pengembangan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam berdasarkan Qs Al-Baqarah 2: 30-37?
2.
Bagaimana implementasi pengembangan potensi manusia dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan tujuan penelitian yaitu: 1.
Untuk memperoleh deskripsi tentang pengembangan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam berdasarkan Qs Al-Baqarah 2: 30-37.
2.
Untuk memperoleh deskripsi tentang implementasi pengembangan potensi manusia dalam pendidikan Islam.
18
D. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini antara lain: 1.
Pengembangan Potensi Manusia Dalam bahasa Inggris disebut development; dalam bahasa Jerman disebut durchführung. Pengembangan adalah pengolahan frase-frase dan motif-motif dengan detail terhadap tema atau subyek yang dikemukakan sebelumnya. Pengembangan juga dapat diartikan sebagai suatu bagian dari karangan yang memperluas, memperdalam, dan menguatkan argumentasi yang terdapat dalam bagian eksposisi (Komaruddin, 2006:186). Sedangkan eksposisi dalam bahasa Inggris disebut exposition yang berasal dari bahasa Latin, exponere, expono; menguraikan, menjelaskan. Eksposisi merupakan bagian dari karya tulis ilmiah yang menyajikan argumentasi dan analisis terhadap pembuktian-pembuktian data yang dihimpun berdasarkan penelitian. Syarat penting bagi keberhasilan eksposisi adalah data yang sah, metode penelitian yang tepat, dan ketajaman analisis dan argumentasi (Komaruddin, 2006:66). Menurut Haryanta (2012:213), potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Pengertian potensi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006:908) potesi berarti kesanggupan; kekuatan; kemampuan.
19
Sedangkan pengertian manusia menurut Soetriono (2007:1) manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, berdiri sebagai pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonis jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengembangan potensi manusia adalah pengolahan potensi atau kemampuan yang dianugerahkan Allah kepada manusia dengan memperluas, memperdalam dan menguatkan kemampuan tersebut.
2.
Pendidikan Islam Pendidikan dalam wacana keislaman populer dengan istilah tarbiyah. Tarbiyah berasal dari kata rabba, yarbu, tarbiyah yang memiliki makna tambah dan berkembang. Artinya, pendidikan merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual (Mujib, 2006:10). Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik; mendidik, yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara, dsb) mendidik (Poerwadarminta, 1982:250). Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:263) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
20
Menurut Poerbakawatja dan Harahap (1982:257) pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memilku tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Menurut Hamdani (1987:8) pendidikan mencakup segala usaha dan perbuatan
dari
generasi
tua
untuk
mengalihkan
pengalamannya,
kecakapannya serta ketrampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya. Menurut Suhartono (2008:43) pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah diketahui itu. Sedangkan pengertian Islam, Islam berasal dari Bahasa Arab yamg berasal dari kata
سهم
yang berarti damai dan
اسهم
yang artinya
menyerahkan (Yunus, 2010:177). Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur‟an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:442). Selain itu Islam adalah menyaksikan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah pesuruh Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan melakukan puasa di Bulan Ramadhan serta berhaji ke Baitullah jika mampu menuju jalannya.
21
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia dan sumber daya insani untuk membentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.
3.
Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah 2: 30-37 Secara etimologis, Al-Qur‟an berarti bacaan atau yang dibaca. Adapaun menurut istilah, Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang disampaikan secara mutawatir, bernilai ibadah bagi umat muslim yang membacanya, dan ditulis dalam mushaf (Amrullah, 2008:1). Surat Al-Baqarah termasuk surat yang pertama kali turun di Madinah.
Khalid bin Ma‟ berkata: “Surat Al-Baqarah disebut juga
Fusbaatul Qur‟an (rangkuman Al-Qur‟an).” Sementara para ulama menyatakan bahwa surat Al-Baqarah mengandung seribu kabar berita, seribu
perintah,
dan
seribu
larangan.
Orang-orang
yang
telah
menghitungnya mengatakan: “Surat Al-Baqarah ini terdiri dari 287 ayat, 6221 kata, dan 25.500 huruf (Alu Syaikh, 2008:42).
22
E. Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat dari peneltian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Memberikan
sumbangan
pemikiran
ilmu
tentang
bagaimana
mengembangakan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam yang terkandung dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37. 2.
Penelitian ini memiliki relevansi dengan ilmu agama Islam khusunya jurusan pendidikan agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah literatur atau bacaan tentang pengembangan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37.
3.
Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi pembaca khusunya
penulis
untuk
mengetahui
dan
memahami
tentang
pengembangan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37. 4.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi manusia agar senantiasa mengembangkan potensinya melalui pendidikan yang telah dianugerahan oleh Allah sejak ia dilahirkan.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk library reseacrh atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan
membaca
literatur-literatur
23
yang
ada
hubungannya
dengan
permasalahan merupakan
yang menjadi obyek penelitian. Studi kepustakaan
teknik
pengumpulan
data
dengan
mengadakan
studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti (Nazir, 1985:111).
2. Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barangbarang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan hari dan, dan sebagainya (Arikunto, 2010:201). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data karena sesuai dengan jenis penelitian ini, yaitu dengan mencari dan menganalisis buku-buku yang diperlukan, mulai dari buku tafsir, buku-buku tentang pendidikan dan buku-buku lain yang relevan. Dikarenakan metode ini menggunakan penelitian yang bersifat library research dalam pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian, maka penulis membagi sumber data menjadi dua bagian: a.
Sumber data primer, yaitu Al-Qur‟an yang berkaitan dengan pengembangan potensi manusia melalui pendidikan Islam, yakni QS Al-Baqarah 2: 30-37.
24
b.
Sumber data sekunder, yaitu tafsir-tafsir Al-Qur‟an yang berkaitan dengan pengembangan potensi manusia melalui pendidikan oleh mufassir dan buku-buku yang bersangkutan dengan pembahasan skripsi ini.
3. Metode Analisis Data Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan metode Tahlili. Metode Tahlili adalah metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan maksud-maksudnya secara terinci sesuai urutan ayat dan surat. Mufassir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Mufassir juga mengemukakan munãsabah (korelasi) ayatayat, dan menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain, membahas asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat) jika ada (Budihardjo, 2012:132).
G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai berikut: Pada BAB I berisi Pendahuluan, bab ini akan dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan
25
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Pada BAB II merupakan pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Qs Al-Baqarah 2: 30-37 yang meliputi: deskripsi Qs AlBaqarah 2: 30-37 yang disertai makna mufradat dan isi kangdungan ayat tersebut. Pada BAB III merupakan tafsir Qs Al-Baqarah 2: 30-37. Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang meliputi munãsabah dan azbãbun nuzûl Qs Al-Baqarah 2: 30-37. Pada BAB IV penulis lebih memfokuskan dalam inti pembahasan yaitu menganalisis tentang Pengembangan Potensi Manusia Melalui Pendidikan dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37. Pada BAB V yaitu Penutup, Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting serta daftar pustaka.
26
BAB II DESKRIPSI QS AL-BAQARAH 2: 30-37
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Qs Al-Baqarah 2: 30-37
30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan 27
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 32. mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." 33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" 34. dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. 35. dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim. 36. lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." 37. kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
B. Makna Mufradat 1.
Mufradat Ayat 30
ِ مَهَئِكَةberasal dari kata dasar مَهَكyang berarti malaikat (Yunus, 2010:429). Malaikat adalah makhluk alam gaib. Manusia tidak bisa mengetahui hakikatnya. Al-Qur‟an menyatakan bahwa mereka terdiri dari bermacam-macam golongan yang masing-masing memiliki tugas yang berbeda (Ash-Shiddieqy, 2000:72).
28
ٌجَبعِم
berasal dari kata
جَعْهًب- ُجَعَمَ ـ يَجْ َعم
yang memiliki arti
mengadakan, menjadikan, memulai (Yunus, 2010:89). Dalam ayat ini, Allah menjelasakan bahwa Dia akan menjadikan khalifah di bumi sebagai pengganti kaum yang telah binasa.
خَهِفَة
berasal dari kata
ًخَهَفَ ـ يَخْهُفُ ـ خِهَبفَة
yang artinya
menggantikan (Yunus, 2010:120). Menurut Abdullah (2005:46) kata khalifah diambil dari kata kerja khalafa (َ )خَهَفyang berarti mengganti dan melanjutkan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan khalifah adalah orang yang menggantikan orang lain. Seperti halnya Abu Bakar telah menggantikan Nabi Muhammad SAW setelah Nabi wafat, maka Abu Bakar disebut sebagai khalifah Rasulullah. Taufik
Rahman
mengutip
dari
Ar-Raghib
Al-Asfahani
menjelaskan bahwa menggantikan berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik orang yang digantikannya itu ada bersamanya maupun tidak. Sedangkan Al-Maraghi yang dikutip oleh Taufik Rahman menerangkan bahwa khalifah merupakan pelaksana wewenang Allah SWT dalam merealisasikan berbagai perintah-Nya di dalam kehidupan sesama manusia. Manusia harus mampu menjadi khalifah dalam arti membimbing dan mengarahkan sesama manusia serta bekerja sama dengan seluruh makhluk yag ada di muka bumi sehingga tujuan penciptaan manusia dapat tercapai (Rahman, 1999:22).
29
ُ يُفْسِذberasal
dari kata
فَسُذَ ـ فَسَبدًا ـ فُسُىدًا- ُ يَفْسُذ- َفَسَذ
yang
berarti rusak, binasa, busuk (Yunus, 2010:316). Salah satu sifat manusia yang disebutkan oleh malaikat dalam ayat tersebut adalah berbuat kerusakan.
ُيَسْفِك
سَفَكَ ـ يَسْفِكُ ـ سَفْكًب
berasal dari kata
yang memiliki arti
mencurahkan, menumpahkan (Yunus, 2010:172). Dalam ayat ini, malaikat juga menyebutkan sifat manusia yang lain yaitu suka membunuh dan menunpahkan darah. Dijelaskan juga, bahwa malaikat merasa heran, mengapa Allah menjadikan makhluk yang akan berbuat kerusakan dan pertumpahan darah itu sebagai khalifah di bumi. Allah menegaskan, Dia Maha Tahu atas hikmah penciptaan Adam sebagai khalifah di bumi (Ash-Shiddieqy, 2000:75).
ُوُسَجِح
يُسَجِحُ ـ جَسْجِيْحًب- َسَجَح
berasal dari kata
yang berarti
memahasucikan Allah dengan bertasbih (Yunus, 2010:161). Malaikat merupakan makhluk Allah yang senantiasa bertasbih dan mensucikanNya. Mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak patut bagi Allah.
ُوُقَذِس
berasal dari kata
قَ ُذسَ ـ يَقْذُسُ ـ قُذْسًب
yang berarti suci,
berkat (Yunus, 2010:332). Dalam ayat ini makna at-taqdis berarti menetapkan sifat-sifat yang layak bagi Allah, yakni sifat-sifat yang sempurna.
30
2. Mufradat Ayat 31
َعَهَم
berasal dari kata
عَهِمَ ـ يَعْهَمُ ـ عِهْمًبyang berarti mengetahui
sesuatu (Yunus, 2010:277). Dedeng Rosidin mengutip dari Al-Maraghi menjelaskan bahwa kata „allama dengan alhamahu (memberi ilham), maksudnya Allah memberi ilham kepada Nabi Adam untuk mengetahui jenis-jenis yang telah diciptakan beserta zat, sifat dan nama-namanya. Sedangkan Ash-Shawi, menjelaskan dengan makna alqa (memberikan atau menuangkan), maksudnya Allah memberikan atau menuangkan ilmu ke dalam hati Nabi Adam. Secara konteks, „allama menunjukkan adanya tadrij (tahapan), bahwa penyampaian itu dilakukan melalui tahap demi tahap. Akan tetapi, pada ayat ini menunjukkan secara sekaligus. Secara struktur, „allama mempunyai dua objek, baik disebut ataupun tidak. Jika dilihat dari jabatan kata dalam kalimat, tersusun dari fi‟il (pekerjaan), hal ini berarti menunjukkan pada pekerjaan mengajar, atau proses belajar mengajar yang didalamnya terdapat teknik dan metode mengajar. Fa‟il (yang melakukan pekerjaan), di sini berarti menunjukkan pengajar (guru) yang melakukan pekerjaan mengajar. Maf‟ul bih pertama (objek pertama) menunjukkan murid yang menerima pelajaran, dan maf‟ul bih kedua (objek kedua) menunjukkan materi yang diajarkan. Jadi, dalam ta‟lim tersirat beberapa unsur penting, yaitu guru, murid, proses pembelajaran dan materi pelajaran (Rosidin, 2003:67-68).
َاالَسْمَبء
berasal dari kata dasar
ٌاِسْم
yang berarti nama (Yunus,
2010:42). Secara bahasa berarti istilah atau sesuatu yang bisa diketahui 31
dengan menyebut namanya. Al-Asma‟ berarti nama-nama benda. Allah SWT telah mengajari Nabi Adam berbagai nama makhluk yang telah diciptakan-Nya. Kemudian Allah memberinya ilham untuk mengetahui eksistensi nama-nama tersebut (Al-Maraghy, 1985:138).
ًِأَوْجِئُىو
berasal dari kata dasar
َأَوْجَأ
yang memiliki arti
mengabarkan, memberi kabar (Yunus, 2010:50). Dalam ayat ini, kata tersebut mengandung pengertian bahwa para malaikat dituntut untuk menyebutkan nama-nama benda, tetapi mereka tidak akan mungkin mampu mengatakannya. Hal ini karena mereka sama sekali belum pernah mengetahuinya (Al-Maraghy, 1985:139).
3.
Mufradat Ayat 32
َسُجْحَىَك
berasal dari kata
يُسَجِحُ ـ جَسْجِيْحًب- َسَجَح
yang berarti
memahasucikan Allah dengan bertasbih (Yunus, 2010:161). Para malaikat mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak pantas, yakni sifat keterbatasan pengetahuan yang mengakibatkan Allah menciptakan khalifah tetapi Allah tidak mengetahui hikmah dan faedahnya (AlMaraghy, 1985:139).
َعِهْم
berasal dari kata
عَهِمَ ـ يَعْهَمُ ـ عِهْمًب
yang berarti mengetahui
sesuatu (Yunus, 2010:277). Maksud pengetahuan dalam ayat ini ialah bersifat terbatas, tidak mencakup semua nama. Ayat ini juga merupakan
32
pengakuan para malaikat atas ketidakmampuan mendatangkan apa yang dibebankan kepada mereka (Al-Maraghy, 1985:140).
عَهَمْحَىَبberasal dari kata جَعْهِيم
yang berarti hal mengajar, melatih
(Yunus, 2010:278). Dalam ayat ini, malaikat mengakui bahwa ilmu yang dimilikinya terbatas, tidak mencakup segala benda dan segala yang diberi nama. Tidak ada ilmu yang dimiliki malaikat, selain apa yang diajarkan Allah kepada mereka.
4.
Mufradat Ayat 33
ْ أَوْجِئْهُمyang berasal dari kata َأَوْجَأ (Yunus,
2010:50).
Allah
yang memiliki arti mengabarkan
memerintahkan
kepada
Adam
untuk
mengajarkan kepada para malaikat tentang nama-nama yang tidak mereka ketahui karena kelemahannya.
َغَيْت
berasal dari kata
يَغِيْتُ ـ غَيْجًب ـ غَيْجَةً ـ غِيَبثًب- َغبة َ
yang
berarti ghaib, tidak hadir (Yunus, 2010:304). Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah Maha Mengetahui hal-hal gaib yang ada di langit ataupun bumi (Al-Maraghy, 1985:141).
َجُجْذُوْن
berasal dari kata dasar
(Yunus, 2010:55). Sedangkan kata
ِثَبد
yang memiliki arti yang nyata
َ جَكْحُمُىْنberasal dari kata كَحَمَ ـ يَكْحُمُ ـ
َ كَحْمًب ـ كِحْمَبوًب ـ كَحَمَ ـ اِكْحَحَمyang berarti menyembunyikan sesuatu (Yunus, 2010:367). Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah tidak menciptakan
33
sesuatu dengan percuma dan Allah tidak menjadikan khalifah tanpa arti dan himah. Allah mengetahui apa yang nyata dan apa yang disembunyikan (Ash-Shiddieqy, 2000:79).
5.
Mufradat Ayat 34
ْج ُذوا ُ ْ اسberasal dari kata سَجَذَ ـ يَسْجُذُ ـ سُجُىْدًاyang berarti sujud, menundukkan kepala sampai ke tanah (Yunus, 2010:163). Sujud adalah penghormatan, penghargaan dan pemuliaan (Alu Syaikh, 2008:106). Ungkapan yang paling kongkrit dari sujud ini ialah meletakkan kening di lantai (tanah). Hal ini merupakan kebiasaan pada masa dahulu di dalam menghormati raja. Seperti sujudnya Nabi Ya‟qub dan putra-putranya kepada Nabi Yusuf (Al-Maraghy, 1985:143).
ًَ أَثberasal dari kata ـ يَأْثًَ ـ إِثَبءًأَثَي
yang berarti enggan, tidak
mau (Yunus, 2010:32). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa iblis menolak melakukan sujud kepada Adam. Karena ia merasa lebih mulia dibanding manusia.
َاسْحَكْجَر
berasal dari kata
جَكَجُر
yang berarti takabur, sombong
(Yunus, 2010:366). Takabur adalah sifat iblis. Ia menampakkan kesombongannya, menentang kebenaran dengan keyakinan bahwa dirinya lebih baik dibanding Adam dan lebih mulia ditinjau dari segi penciptaanya (Al-Maraghy, 1985:149).
34
6.
Mufradat Ayat 35
ْاسْكُه mendiami,
berasal dari kata tinggal
(Yunus,
سَكَهَ ـ يَسْكُهُ ـ سَكَىًب
2010:174).
Dalam
ayat
yang berarti ini,
Allah
memerintahkan Adam dan Hawa untuk berdiam di surga dengan aturan, dilarang memakan buah satu pohon.
رَغَذًا
berasal dari kata
رَغَذَ ـ يَرْغَذُ ـ رَغَذًا
yang berarti baik,
lapang, senang (Yunus, 2010:144). Dalam ayat di atas kata
رَغَذًا
memiliki makna bahwa Allah memperkenankan Adam untuk tinggal di Surga di mana saja yang ia sukai, memakan makanan yang ada di Surga sepuasnya, makanan yang banyak, lezat, lagi baik (Alu Syaikh, 2008:108). Jadi, kata tersebut dapat diartikan kebebasan untuk melakukan apa saja.
جَقْرَثَبberasal dari kata َـ يَقْرُةُ ـ قُرْثًب ـ قُرْثَبوًبقَرُة
yang berarti
menghampiri, mendekati (Yunus, 2010:335). Allah memperkenankan Adam untuk tinggal di surga di mana saja yang ia sukai, tetapi Allah melarang Adam untuk mendekati satu pohon terlarang yang ada di surga.
َ انظَهِمِيْهberasal dari kata ظُهًمَ ـ يَظْهِمُ ـ ظُهْمًب ـ ظَهْمًب ـ مَظْهِمَة
yang
berarti aniaya, menganiaya (Yunus, 2010:248). Dalam ayat ini, kata tersebut berarti bahwa kalian termasuk orang-orang yang aniaya terhadap diri sendiri karena berani memakan buah yang dilarang. Kata tersebut juga bisa diartikan dengan melanggar batasan-batasan Allah SWT (AlMaraghy, 1985:154). 35
7.
Mufradat Ayat 36
َاَ َّزل
berasal dari kata
َّزلَ ـ يَزِلُ ـ ّزَنًب ـ ّزَنَهًب
yang memiliki arti
tergelincir dan jatuh (Yunus, 2010:156). Dalam bukunya, Al-Maraghy mejelaskan bahwa az-zalal berarti terpeleset (jatuh). Pengertiannya ialah dipakai untuk terpeleset (tergelincir) karena licin, atau tergelincir lidah (berbicara) (Al-Maraghy, 1985:150).
اهْجِطُىاberasal
dari kata
ُهَجَطَ ـ يَهْجِطُ ـ هُجُىطًب ـ هَجْطًب ـ اَهْجَطَه
yang memiliki arti turun (Yunus, 2010:476). Sebagaimana Al-Maraghy mengutip dari Ar-Raghib Al-Ashfahany menjelaskan kata turun dalam pengertian ada unsur paksaan. Sehingga kata turun disamakan arti dengan mengusir (Al-Maraghy, 1985:150).
ٌمُسْحَقَر
berarti tempat kediaman, tempat tinggal. Sedangkan
ٌمَحَع
berarti waktu yang ditentukan. Dalam ayat tersebut, berarti bahwa manusia akan bertempat tinggal di bumi dan akan memperoleh kegembiraan dan kemanfaatan dalam suatu jangka waktu yang ditentukan. Maksudnya, keberadaan manusia di muka bumi akan berkesudahan samapi suatu waktu yang ditentukan, bukan terus-menerus kekal sepanjang masa (Ash-Shiddieqy, 2000:86).
36
8.
Mufradat Ayat 37
ٍ كَهِمَثberasal dari kata كَهِمٌ ـ كَهِمَبتyang berarti kata-kata, kalimat (Yunus, 2010:381). Pada ayat ini, setelah melakukan pengusiran, Allah memberikan ilham kepada Nabi Adam beberapa kalimat yang dilaksanakan dengan baik oleh Nabi Adam. Kemudian barulah Allah menerima taubatnya (Al-Maraghy, 1985:156).
َ فَحَبةberasal dari kata جَىْثَة- جَىَثًب- ُ يَحُىْة- َجَبة
yang memiliki
arti bertaubat, menyesal atas perbuatan dosa, kembali (Yunus, 2010:79). Jika seorang hamba melakuka taubat berarti ia telah kembali taat dan meninggalkan kemaksiatan. Taubat tidak akan bisa diterima apabila tidak diikuti dengan rasa penyesalan terhadap apa yang telah dilakukan oleh orang yang bertaubat, meninggalkan perbuatan dosa sejak bertaubat, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan maksisat yang pernah dilakukan. Setelah melakukan taubat kemudian mengembalikan hak kepada orang yang dianiaya dan meminta maaf kepada yang bersangkutan secara lisan (Al-Maraghy, 1985:157). Jadi, dalam pengertian ayat di atas, Allah menerima taubat Nabi Adam dan Allah kembali melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Nabi Adam.
ُ انحَىَاةberarti Maha Penerima Taubat. Kata tersebut berasal dari kata
َجىْثَة- جَىَثًب- ُ يَحُىْة- َجَبة
yang memiliki arti bertaubat, menyesal
atas perbuatan dosa, kembali (Yunus, 2010:79). Seberapa besar dosa yang dilakukan oleh seseorang, apabila ia menyesali apa yang dilakukan
37
dan tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut, maka taubatnya akan diterima oleh Allah SWT (Al-Maraghy, 1985:157).
ُانرَحِيْم
berarti Maha Penyayang. Kata tersebut berasal dari kata
ً يَرْحَمُ ـ رَحْمَة- َ رَحِمyang memiliki arti mengasihi, menaruh kasihan (Yunus, 2010:139). Ar-Rahim artinya yang selalu melimpahi hambahamba-Nya dengan kasih sayang jika mereka kembali kepada-Nya atau bertaubat dari kesalahan yang mereka lakukan (Al-Maraghy, 1985:157).
C. Isi Kandungan Qs Al-Baqarah 2: 30-37 1.
Kandungan Qs Al-Baqarah Secara Umum Surat Al-Baqarah terdiri dari 286 aya. Surat ini dinamai AlBaqarah yang berarti seekor sapi, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak jelas dengan sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya. Dinamakan juga Futsal Al-Quran yang berarti puncak Al-Quran, karena surat ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut dalam suratsurat yang lain. Juga dinamakan Alif Lam Mim, karena surat ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah alif, lam, dan mim (Departemen Agama RI, 2009:31). Seluruh ayat Al-Baqarah diturunkan di Madinah. Kecuali ayat 281 yang diturunkan di Mina ketika Nabi Muhammad sedang menjalankan Haji Wada‟ (haji penutup). Surat Al-Baqarah adalah surat 38
Al-Qur‟an yang terpanjang. Sedangkan surat terpendek adalah Surat AlKautsar (Al-Maraghy, 1985:57). Tujuan dan tema surat ini adalah: a.
Akidah
tauhid
dan
argumentasi-argumentasinya,
antara
lain
fenomena alam yang terbentang di alam raya. b.
Kisah
kejadian
dikembangkan
manusia, dan
potensi
diembannya,
dan serta
fungsi
yang
harus
permusuhan
setan
terhadapnya. c.
Bukti kebenaran Al-Qur‟an/tantangan terhadap yang meragukannya.
d.
Pemaparan yang cukup panjang tentang orang Yahudi dan munafik.
e.
Aneka ketetapan hukum, seperti shalat, kiblat, puasa, haji, perkawainan, perceraian, perdagangan, utang-piutang, dan riba, serta minuman keras dan wasiat (Shihab, 2012:12).
2.
Kandungan Qs Al-Baqarah 2: 30-37 Qs Al-Baqarah 2: 30, menjelaskan pengangkatan manusia oleh Tuhan menjadi khalifah. Tuhan mengangkat manusia sebagai khalifah atau menjadikan khalifah meliputi: a.
Pengangkatan sebagian anggota masyarakat manusia dengan mewahyukan syariat-Nya kepada mereka untuk menjadi khalifah.
b.
Pengangkatan seluruh manusia pada posisi di atas makhluk lain dengan diberi kekuatan akal.
39
Dalam ayat tersebut terdapat kisah yang dikemukakan dalam bentuk dialog untuk mendekatkan pemahaman tentang bagaimana penciptaan Adam dan keutamaan apa yang ada padanya. Tuhan memberi tahu malaikat bahwa Adam akan dijadikan sebagai khalifah di bumi. Kemudian para malaikat seolah memprotes tentang manusia yang sedemikian keadaanya akan dijadikan khalifah di bumi, bukan para malaikat yang telah terpelihara (bebas) dari kesalahan-kesalahan. Tuhan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, karena Tuhan tahu kemaslahatan yang tidak diketahui oleh para malaikat. Dalam rangkaian ayat ini, Tuhan menjelaskan bahwa segala perbuatan-Nya mengandung hikmah yang dalam, meskipun tersembunyi bagi malaikat (AshShiddieqy, 2000:72). Jadi, dalam ayat ini mengandung pemahaman bahwa para malaikat ingin mengetahui apa hikmah Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, sedangkan keadaan manusia seperti itu (suka membuat kerusakan). Para malaikat juga ingin mengetahui apa sebabnya Tuhan tidak menjadikan mereka sebagai khalifah di bumi, sedangkan mereka selalu bertasbih dan menyucikan Allah. Tuhan pun menjelaskan, dalam diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan yang tidak diberikan kepada malaikat. Qs Al-Baqarah 2: 31, 32, dan 33, menjelaskan bahwa Tuhan memberi ilham kepada Adam tentang nama-nama segala yang ada,
40
seperti manusia, binatang, darat, laut, gunung, dan sebagainya. Tuhan menggambarkan bentuk segala makhluk dan memberinya nama. Dengan demikian, hikmah Tuhan mengajarkan nama-nama kepada Adam dan kemudian mengajukannya kepada para malaikat. Hal tersebut bertujuan untuk memuliakan Adam dan mengutamakannya, sehingga malaikat tidak membanggakan diri dengan ilmunya. Selain itu, juga
untuk
menunjukkan
rahasia
ilmu
yang tersimpan
dalam
perbendaharaan ilmu Allah yang maha luas dengan perantaraan lisan seorang hamba yang dikehendaki-Nya. Kemudian Adam mengajarkan kepada para malaikat nama-nama yang tidak mereka ketahui karena kelemahannya. Hal ini bertujuan untuk menujukkan bahwa ilmu Adam telah diakui dan tidak perlu diuji, serta untuk menujukkan bahwa Adam telah layak memberi pelajaran kepada orang lain. dengan demikian jadilah Adam sebagai guru, dan para malaikat sebagai murid (Ash-Shiddieqy, 2000:77-78). Jadi, dalam ayat-ayat ini menjelaskan bahwa setelah Tuhan mengajari Adam tentang segala macam benda, Tuhan mengemukakan hal itu kepada para malaikat. Dengan itu, para malaikat tahu bahwa Adam (manusia) mempunyai kemampuan untuk mengetahui apa yang tidak mereka katahui dan manusia sanggup memegang kekhalifahan di bumi. Karakter manusia sebagai penumpah darah seperti yang dikhawatirkan malaikat tidak menghilangkan hikmah Tuhan menjadikan Adam sebagai khalifah. Dalam ayat-ayat ini juga dijelaskan bahwa manusia lebih mulia
41
daripada malaikat. Para malaikat memang lebih banyak beribadah daripada Adam. Namun, mereka tidak ahli untuk mengendalikan kekhalifahan. Syarat mutlak untuk memegang kekhalifahan adalan ilmu. Adam menjadi lebih utama dibanding malaikat karena dia lebih alim daripada malaikat. Qs Al-Baqarah 2: 34, menjelaskan bahwa Allah memberi perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam. Sujud para malaikat itu dilakukan atas nama ibadah kepada Allah, bukan ibadah kepada Adam. Sebab, sujud itu dilakukan atas perintah Allah sebagai penghormatan kepada Adam. Sedangkan iblis menolak sujud kepada Adam, mereka justru memperlihatkan kesombongan dan keangkuhannya. Mereka merasa lebih baik dalam masalah asal kejaidan. Iblis memang makhluk yang mengingkari kebenaran dan durhaka. Menurutnya, dialah yang paling patut memegang kekhalifahan (Ash-Shiddieqy, 2000:81). Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam ayat terseut, Allah lebih menegaskan lagi kemuliaan Adam, dengan memerintah seluruh malaikat untuk bersujud kepadanya. Semua malaikat tunduk dan bersujud, kecuali iblis yang menolaknya dan tidak mau bersujud kepada Adam. Qs Al-Baqarah 2: 35, 36 dan 37, dalam ayat-ayat ini disebutkan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada Adam dan istrinya (Hawa) agar bertempat di surga dan menikmati apa saja yang ada di dalamnya. Allah pun melarang Adam dan Hawa memakan buah pohon tertentu. Mereka diberitahu bahwa mendekat saja sudah merupakan perbuatan
42
dzalim terhadap diri sendiri. Kemudian setan menggoda Adam dan istrinya hingga berakibat terusirnya mereka berdua dari kenikmatan hidup di surga. Kemudian Adam bertaubat kepada Allah, dan Allah pun menerima taubatnya (Al-Maraghy, 1985:151). Jadi, dalam ayat-ayat tersebut terkandung pemahaman bahwa Allah memerintah Adam dan Hawa untuk berdiam di surga dengan aturan dilarang memakan buah pohon tertentu. Tetapi setan berupaya menipu Adam dan istrinya, sehingga menyebabkan mereka berdua dikeluarkan dari surga dan tinggal di bumi untuk masa tertentu. Dapat disimpulkan bahwa Qs Al-Baqarah 2: 30-37 memiliki kandungan makna yang dapat dipahami, yaitu ayat-ayat tersebut merupakan ayat yang berisi tentang dialog antara Allah dan malaikat. Informasi tentang pengukuhan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini mendapat interupsi dari malaikat yang dalam pandangannya meragukan by product dari pembakuan kedudukan khlaifah manusia atas alam ini (Munir, 2008:17). Selain itu ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa ilmu yang diterima Adam dari Allah dengan segala potensi yang diciptakan Allah padanya telah menjadi sebab diutamakannya Adam atas para malaikat, dan para malaikat diperintah oleh Allah SWT supaya sujud kepada Adam dan dijadikannya umat manusia sebagai khlaifahkhalifah Allah di muka bumi (Jalal, 1988:26). Dilanjutkan dengan uraian tentang ulah setan menyesatkan manusia dan ketergelinciran Nabi Adam serta taubat beliau yang diterima
43
Allah SWT sehingga beliau terbebaskan dari dosa. Semua itu dijadikan pelajaran dalam rangka menyukseskan tugas kekhalifahan, yakni membangun dunia sesuai dengan rencana yang dikehendaki Allah SWT (Shihab, 2012:17).
44
BAB III MUNÃSABAH QS AL-BAQARAH 2: 30-37
D. Pengertian Munãsabah Kata munãsabah berasal dari kata
وبست ـ يىبست ـ مىبسجة
yang
berarti hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Munãsabah berarti muqãrabah ( )مقبرثةatau kedekatan dan kemiripan. Hal ini tentunya bisa terjadi antara dua hal atau lebih, sedangkan kemiripan tersebut dapat terjadi pada seluruh unsur-unsurnya, dapat juga terjadi pada sebagiannya saja. Dengan demikian munãsabah menurut istilah adalah adanya kecocokan, kepantasan dan keserasian antara ayat dengan ayat atau surat- dengan surat, atau munãsabah adalah kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayatnya yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya (Budihardjo, 2012: 39).
E. Munãsabah surat Al-Baqarah dengan surat sebelum dan sesudahnya. 1.
Munãsabah surat Al-Baqarah dengan surat Al-Fatikhah (Departemen Agama RI, 2009:32). a.
Surat Al-Fatikhah merupakan pokok-pokok pembahsan yang akan dirinci dalam surat Al-Baqarah dan surat-surat sesudahnya. Pokokpokok isi surat Al-Fatikhah yaitu akidah, ibadah, hukum-hukum, janji dan ancaman, serta kisah-kisah (Departemen Agama RI, 2009:4). 45
Sedangkan pokok-pokok isi dari surat Al-Baqarah ialah: 1) Keimanan, yaitu dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik. 2) Hukum, yaitu perintah mengerjakan shalat, perintah menuanikan zakat, puasa, haji dan umrah, qisas, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsio ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkan dan yang berhak menerimanya, wasial kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‟, ila, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain. 3) Kisah, yaitu penciptaan Nabi Adam, kisah Nabi Ibrahim, dan kisah Nabi Musa dengan Bani Israil. 4) Sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati (Departemen Agama RI, 2009:31).
b.
Di bagian akhir surat Al-Fatikhah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus. Ditegaskan dalam ayat
َ“اِهْذِوَب انّصِرَاطَ انمُسْحَقٍيْمTunjukilah
kami jalan yang
lurus”. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat,
46
Allah mengadakan peraturan-peraturan, hukum-hukum, menjelaskan kepercayaan, memberi pelajaran dan contoh-contoh. Ini semua adalah laksana jalan lurus yang dibentangkan Allah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiannya di dunia dan di akhirat. Maka berbahagialah mereka yang menjalaninya dan sengsaralah orang yang menghindari diri dari jalan itu (Departemen Agama RI, 2009:7).
Sedangkan surat Al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur‟an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu. Hal tersebut dijelaskan dalam ayat
َ“ رنِكَ انْكِحَتُ نَبرَيْتَ فِيْهِ هُذًي نِهمُحَقِيْهKitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. Al-Quran merupakan bimbingan bagi orang yang bertakwa, untuk hidup di dunia dan di akhirat nanti (Departemen Agama RI, 2009:36).
c.
Di akhir surat Al-Fatikhah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat. Orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu rasul-rasul, nabinabi, orang-orang saleh dan siddiqin. Orang-orang yang semacam ini akan diberi pahala dan ganjaran oleh Allah, yaitu surga. Ada pula orang-orang yang dimurkai Allah yaitu mereka yang tidak mau menjalani jalan yang lurus, padahal dia tahu bahwa itulah jalan yang benar, dan ada pula orang yang sesat, yaitu orang yang tidak
47
mengetahui jalan yang lurus atau dia mengetahuinya, tetapi dia tersesat dalam menempuh jalan itu (Departemen Agama RI, 2009:9). Sedangkan di awal surat Al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir dan, orang munafik. Orang yang bertakwa ialah orang yang memelihara dan menjaga dirinya dari azab Allah dengan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa ialah sebagai berikut: Pertama; Beriman kepada yang gaib. Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunuk-petunjuk Allah SWT. Karena jika beriman kepada Allah, maka beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya. Termasuk yang gaib, ialah Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gian ialan iman kepada Allah SWT. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia. Kedua; melaksanakan shalat, yaitu mengerjakan dan dan menunaikan shalat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
48
Ketiga;
Menginfakkan
sebagian
rezeki
yang
telah
dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. Menginfakkan sebagian rezeki ialah memberikan sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama. Keempat; Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkanNya, yaitu Al-Qur‟an dan kitab-kitab (wahyu), Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Beriman kepada kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu. Kelima; Beriman kepada adanya hari akhir. Beriman kepada adanya hari akhir ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir (Departemen Agama RI, 2009:36-39). Orang kafir ialah orang yang tidak beriman kepada Allah sebagaimana yang diperintahkan-Nya. Kafir adalah orang-orang yang tidak percaya kepada Allah, rasul-rasul-Nya, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari kiamat. Di dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa orang-orang kafir yaitu orang-orang musyrik, yang sangat ingkar kepada Rasulullah SAW. Mereka tidak akan beriman walaupun diberi peringatan yang disertau dengan ancaman.
49
Bagi mereka sama saja, apakah mereka diberi peringatan keras atau tidak (Departemen Agama RI, 2009:40). Sedangkan orang munafik adalah orang yang mengaku bahwa mereka beriman, tetapi sebenarnya tidak beriman. Pengakuan mereka
tidaklah
benar.
Mereka
mengaku
beriman
untuk
mengelabuhi mata dan mempermainkan orang Islam (Departemen Agama RI, 2009:44).
2.
Munãsabah surat Al-Baqarah dengan surat Ali-Imron (Departemen Agama RI, 2009:451). a.
Dalam surat Al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam langsung diciptakan Allah, yang tercantum dalam ayat 30, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang
yang
akan
membuat
kerusakan
padanya
dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Sedangkan dalam surat Ali-Imron disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa, yang disebutkan dalam ayat 45, “(ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang
50
diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)”.
b.
Dalam surat Al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, yang dijelaskan dalam ayat 99-101. “99. dan Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayatayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. 100. Patutkah (mereka ingkar kepada ayatayat Allah), dan Setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.101. dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebahagian
dari
orang-orang
yang
diberi
kitab
(Taurat)
melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah)”. Sedangkan dalam surat Ali-Imron dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani, yang dijelaskan dalam ayat 66. “Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, Maka kenapa kamu
51
bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
c.
Surat Al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik. Sedangkan surat Ali-Imron menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai
keahlian
dalam
menakwilkannya.
Hal
tersebut
dijelaskan dalam ayat ke 7, “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayatayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
d.
Surat Al-Baqarah diakhiri dengan meyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan kesalahan dalam melaksanakan 52
ketaatan. Hal tersebut tertera dalam ayat ke 286, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." Sedangkan surat Ali-Imron disudahi dengan perhmohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya. Hal tersebut disebutkan dalam ayat 135, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.
e.
Surat Al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, yang dijelaskan dalam ayat 214. “Apakah
53
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat”. Sedangkan surat Ali-Imron dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang meraka minta pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. Hal tersebut dijelaskan dalam ayat ke 2, “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya”.
F. Munãsabah Qs Al-Baqarah 2: 30-37 dengan Ayat Sebelum dan Sesudahnya Surat Al-Baqarah 2: 30-37 memiliki munãsabah (korelasi) dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan antara ayat-ayat dalam satu tema. Ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dimulai dari ayat 29, ayat yang mengingatkan manusia kepada nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka. Jika mereka senantiasa ingat kepada nikmat tersebut, niscaya mereka akan senantiasa bersyukur dan bertakwa kepada-
54
Nya, dan mereka tidak akan durhaka dan menghindari nikmat-nikmat-Nya itu. Kemudian pada ayat 30-34, Allah SWT menerangkan nimat-Nya yang jauh lebih besar, yang disyukuri oleh semua keturunan Adam dengan cara menaati perintah-perintah-Nya, serta menjauhkan diri dari kedurhakaan dan kekafiran terhadap-Nya. Nikmat tersebut ialah diangkatnya manusia sebagai khalifah di bumi (Departemen Agama RI, 2009:75). Pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa Allah telah mengangkat Adam menjadi khalifah di bumi dan Adam telah diberi-Nya ilmu pengetahuan kemudian para malaikat diperintahkan agar bersujud kepadanya dan mereka mematuhi perintah itu, kecuali iblis. Selanjutnya dalam ayat 3537, Allah SWT menjelaskan penempatan Adam dan istrinya di surga, godaan setan terhadap mereka, dan akibat dari godaan itu. Kemudian diakhiri-Nya dengan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya, dan ancaman terhadap orang-orang yang kafir (Departemen Agama RI, 2009:85). Pada ayat 38-39, Allah menjelaskan keuntungan yang akan diperoleh orang-orang yang mengikuti petunjuk-Nya dan kerugian yang akan diperoleh orang-orang kafir dan orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya (Departemen Agama RI, 2009:89).
55
BAB III MUNÃSABAH QS AL-BAQARAH 2: 30-37
G. Pengertian Munãsabah Kata munãsabah berasal dari kata
وبست ـ يىبست ـ مىبسجة
yang
berarti hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Munãsabah berarti muqãrabah ( )مقبرثةatau kedekatan dan kemiripan. Hal ini tentunya bisa terjadi antara dua hal atau lebih, sedangkan kemiripan tersebut dapat terjadi pada seluruh unsur-unsurnya, dapat juga terjadi pada sebagiannya saja. Dengan demikian munãsabah menurut istilah adalah adanya kecocokan, kepantasan dan keserasian antara ayat dengan ayat atau surat- dengan surat, atau munãsabah adalah kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayatnya yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya (Budihardjo, 2012: 39).
H. Munãsabah surat Al-Baqarah dengan surat sebelum dan sesudahnya. 3.
Munãsabah surat Al-Baqarah dengan surat Al-Fatikhah (Departemen Agama RI, 2009:32). d.
Surat Al-Fatikhah merupakan pokok-pokok pembahsan yang akan dirinci dalam surat Al-Baqarah dan surat-surat sesudahnya. Pokokpokok isi surat Al-Fatikhah yaitu akidah, ibadah, hukum-hukum, janji dan ancaman, serta kisah-kisah (Departemen Agama RI, 2009:4). 56
Sedangkan pokok-pokok isi dari surat Al-Baqarah ialah: 5) Keimanan, yaitu dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik. 6) Hukum, yaitu perintah mengerjakan shalat, perintah menuanikan zakat, puasa, haji dan umrah, qisas, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsio ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkan dan yang berhak menerimanya, wasial kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‟, ila, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain. 7) Kisah, yaitu penciptaan Nabi Adam, kisah Nabi Ibrahim, dan kisah Nabi Musa dengan Bani Israil. 8) Sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati (Departemen Agama RI, 2009:31).
e.
Di bagian akhir surat Al-Fatikhah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus. Ditegaskan dalam ayat
َ“اِهْذِوَب انّصِرَاطَ انمُسْحَقٍيْمTunjukilah
kami jalan yang
lurus”. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat,
57
Allah mengadakan peraturan-peraturan, hukum-hukum, menjelaskan kepercayaan, memberi pelajaran dan contoh-contoh. Ini semua adalah laksana jalan lurus yang dibentangkan Allah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiannya di dunia dan di akhirat. Maka berbahagialah mereka yang menjalaninya dan sengsaralah orang yang menghindari diri dari jalan itu (Departemen Agama RI, 2009:7).
Sedangkan surat Al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur‟an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu. Hal tersebut dijelaskan dalam ayat
َ“ رنِكَ انْكِحَتُ نَبرَيْتَ فِيْهِ هُذًي نِهمُحَقِيْهKitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. Al-Quran merupakan bimbingan bagi orang yang bertakwa, untuk hidup di dunia dan di akhirat nanti (Departemen Agama RI, 2009:36).
f.
Di akhir surat Al-Fatikhah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat. Orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu rasul-rasul, nabinabi, orang-orang saleh dan siddiqin. Orang-orang yang semacam ini akan diberi pahala dan ganjaran oleh Allah, yaitu surga. Ada pula orang-orang yang dimurkai Allah yaitu mereka yang tidak mau menjalani jalan yang lurus, padahal dia tahu bahwa itulah jalan yang benar, dan ada pula orang yang sesat, yaitu orang yang tidak
58
mengetahui jalan yang lurus atau dia mengetahuinya, tetapi dia tersesat dalam menempuh jalan itu (Departemen Agama RI, 2009:9). Sedangkan di awal surat Al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir dan, orang munafik. Orang yang bertakwa ialah orang yang memelihara dan menjaga dirinya dari azab Allah dengan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa ialah sebagai berikut: Pertama; Beriman kepada yang gaib. Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunuk-petunjuk Allah SWT. Karena jika beriman kepada Allah, maka beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya. Termasuk yang gaib, ialah Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gian ialan iman kepada Allah SWT. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia. Kedua; melaksanakan shalat, yaitu mengerjakan dan dan menunaikan shalat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
59
Ketiga;
Menginfakkan
sebagian
rezeki
yang
telah
dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. Menginfakkan sebagian rezeki ialah memberikan sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama. Keempat; Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkanNya, yaitu Al-Qur‟an dan kitab-kitab (wahyu), Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Beriman kepada kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu. Kelima; Beriman kepada adanya hari akhir. Beriman kepada adanya hari akhir ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir (Departemen Agama RI, 2009:36-39). Orang kafir ialah orang yang tidak beriman kepada Allah sebagaimana yang diperintahkan-Nya. Kafir adalah orang-orang yang tidak percaya kepada Allah, rasul-rasul-Nya, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari kiamat. Di dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa orang-orang kafir yaitu orang-orang musyrik, yang sangat ingkar kepada Rasulullah SAW. Mereka tidak akan beriman walaupun diberi peringatan yang disertau dengan ancaman.
60
Bagi mereka sama saja, apakah mereka diberi peringatan keras atau tidak (Departemen Agama RI, 2009:40). Sedangkan orang munafik adalah orang yang mengaku bahwa mereka beriman, tetapi sebenarnya tidak beriman. Pengakuan mereka
tidaklah
benar.
Mereka
mengaku
beriman
untuk
mengelabuhi mata dan mempermainkan orang Islam (Departemen Agama RI, 2009:44).
4.
Munãsabah surat Al-Baqarah dengan surat Ali-Imron (Departemen Agama RI, 2009:451). f.
Dalam surat Al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam langsung diciptakan Allah, yang tercantum dalam ayat 30, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang
yang
akan
membuat
kerusakan
padanya
dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Sedangkan dalam surat Ali-Imron disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa, yang disebutkan dalam ayat 45, “(ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang
61
diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)”.
g.
Dalam surat Al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, yang dijelaskan dalam ayat 99-101. “99. dan Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayatayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. 100. Patutkah (mereka ingkar kepada ayatayat Allah), dan Setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.101. dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebahagian
dari
orang-orang
yang
diberi
kitab
(Taurat)
melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah)”. Sedangkan dalam surat Ali-Imron dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani, yang dijelaskan dalam ayat 66. “Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, Maka kenapa kamu
62
bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
h.
Surat Al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik. Sedangkan surat Ali-Imron menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai
keahlian
dalam
menakwilkannya.
Hal
tersebut
dijelaskan dalam ayat ke 7, “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayatayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
i.
Surat Al-Baqarah diakhiri dengan meyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan kesalahan dalam melaksanakan 63
ketaatan. Hal tersebut tertera dalam ayat ke 286, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." Sedangkan surat Ali-Imron disudahi dengan perhmohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya. Hal tersebut disebutkan dalam ayat 135, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.
j.
Surat Al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, yang dijelaskan dalam ayat 214. “Apakah
64
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat”. Sedangkan surat Ali-Imron dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang meraka minta pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. Hal tersebut dijelaskan dalam ayat ke 2, “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya”.
I.
Munãsabah Qs Al-Baqarah 2: 30-37 dengan Ayat Sebelum dan Sesudahnya Surat Al-Baqarah 2: 30-37 memiliki munãsabah (korelasi) dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan antara ayat-ayat dalam satu tema. Ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dimulai dari ayat 29, ayat yang mengingatkan manusia kepada nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka. Jika mereka senantiasa ingat kepada nikmat tersebut, niscaya mereka akan senantiasa bersyukur dan bertakwa kepada-
65
Nya, dan mereka tidak akan durhaka dan menghindari nikmat-nikmat-Nya itu. Kemudian pada ayat 30-34, Allah SWT menerangkan nimat-Nya yang jauh lebih besar, yang disyukuri oleh semua keturunan Adam dengan cara menaati perintah-perintah-Nya, serta menjauhkan diri dari kedurhakaan dan kekafiran terhadap-Nya. Nikmat tersebut ialah diangkatnya manusia sebagai khalifah di bumi (Departemen Agama RI, 2009:75). Pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa Allah telah mengangkat Adam menjadi khalifah di bumi dan Adam telah diberi-Nya ilmu pengetahuan kemudian para malaikat diperintahkan agar bersujud kepadanya dan mereka mematuhi perintah itu, kecuali iblis. Selanjutnya dalam ayat 3537, Allah SWT menjelaskan penempatan Adam dan istrinya di surga, godaan setan terhadap mereka, dan akibat dari godaan itu. Kemudian diakhiri-Nya dengan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya, dan ancaman terhadap orang-orang yang kafir (Departemen Agama RI, 2009:85). Pada ayat 38-39, Allah menjelaskan keuntungan yang akan diperoleh orang-orang yang mengikuti petunjuk-Nya dan kerugian yang akan diperoleh orang-orang kafir dan orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya (Departemen Agama RI, 2009:89).
66
BAB IV PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM BERDASARKAN QS ALBAQARAH 2: 30-37
A. Pandangan Ahli Tafsir Terhadap Qs Al-Baqarah 2: 30-37 1.
Tafsir Ayat 30
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." a. Tafsir Al-Maraghy Pada ayat ini menceritakan kisah tentang kejadian umat manusia. Dalam penciptaa manusia itu mnegadung hikmah dan rahasia yang diungkap dalam bentuk dialog dan musyawarah sebelum melakukan penciptaan. Allah memberitahukan kepada para malaikat tentang akan diciptakan-Nya seorang khalifah di bumi. Mendengar keputusan ini, para malaikat merasa terkejut. Karenaya, mereka bertanya kepada Allah dengan cara dialog. Para malaikat
67
seakan-akan mengatakan, kenapa Tuhan menciptakan jenis makhluk ini dengan irãdah (kehendak) yang mutlak dan ikhtiar yang tak terbatas pula? Sebab, sangat mungkin jika ia mempergunakan irãdah ini akan bertentangan dengan hikmah yang berakibat fatal, yakni kerusakan. Untuk menjawab pertanyaan para malaikat ini, Allah memberi peringatan kepada mereka dengan cara ilham agar tunduk dan patuh kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu (AlMaraghy, 1985:132). Kesimpulannya, para malaikat ingin mengetahui hikmah yang terkandung dari penciptaan makhluk jenis manusia, karena makhluk ini akan melakukan pertikaian selama di dunia. Para malaikat ingin pula mengetahui rahasia yang mengakibatkan Allah mengesampingkan malaikat yang hanya bertasbih dan menyucikanNya. Kemudian Allah menjelaskan kepada mereka bahwa Allah telah menganugerahi manusia ini suatu rahasia yang tidak pernah diberikan kepada para malaikat.
b. Tafsir Muyassar Dalam tafsir ini dikatakan bahwa melalui ayat ini, Allah memberitahukan kepada malaikat bahwa Dia akan menjadikan khalifah di muka bumi ini. Makhluk yang akan memakmurkan dan menghidupkan dengan iman. Mereka itu adalah Adam dan seluruh keturunannya, dari generasi ke generasi. Mereka akan menghuni
68
bumi ini secara bergantian, sehingga keberlangsungan kemakmuran, pertumbuhan, dan kehidupan ini terpelihara. Selain itu, agar kehendak Allah untuk menjadikan bumi ini sebagai tempat pengujian bagi para makhluk-Nya dan hikmah dari penciptaannya terlaksana. Begitu mendengar pemberitahuan tersebut, para malaikat berkata, “Apakah Engkau akan menjadikan di muka bumi ini seorang khalifah yang akan berbuat kerusakan padanya dengan cara berbuat maksiat, zalim, fitnah (kekacauan), dan menumpahkan darah dengan cara yang tidak benar?”. Para malaikat berkata seperti itu karena mereka adalah makhluk yang senantiasa terpelihara dari segala dosa dan kesalahan, terjaga dari perbuatan zalim dan permusuhan. Maka Allah pun mengabarkan kepada mereka bahwa Dia mengetahui apa yang tidak mereka ketahui, mulai dari rahasia penciptaan, akhir dari segala kejadian, dan berbagai hikmah yang menakjubkan (Al-Qarni, 2007:26).
2.
Tafsir Ayat 31-33
69
31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 32. mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." 33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Namanama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Namanama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" a.
Tafsir Al-Maraghy Pada ayat 31-33 Al-Maraghy (1985:137) menjelaskan bahwa Allah telah mengajari Nabi Adam berbagai nama makhluk yang telah diciptakan-Nya. Kemudian Allah memberinya ilham untuk mengetahui eksistensi nama-nama tersebut. Juga keistimewaankeistimewaan, ciri-ciri khas dan istilah-istilah yang dipakai. Para malaikat dituntut untuk menyebutkan nama-nama tersebut, tetapi mereka tidak akan mampu mengatakannya. Hal ini karena mereka sama sekali belum pernah mengetahuinya. Kemudian Adam mengajarkan kepada para malaikat beberapa nama tersebut. Dalam pengajaran dan penuturan Adam kepada malaikat terkandung tujuan memuliakan kedudukan Adam dan terpilihnya Adam sebagai khalifah. Dengan demikian, malaikat tidak lagi merasa iri hati.
70
Sekaligus
merupakan
penunjukan
ilmu
Allah
yang
ganya
dianugerahkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa memegang tampuk khalifah, mengatur kehidupannya, menata peraturan-peraturannya dan menegakkan keadilan selama di dunia ini diperlukan pengetahuan khusus yang membidangi masalah kekhalifahan. Ayat ini juga merupakan penghargaan terhadap diri Adam berkat ilmu pengetahuan yang dikuasainya.
b. Tafsir Muyassar Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semua makhluk, langit, bumi, gunung, pohon-pohon, dan sebagainya. Tujuannya adalah agar pengetahuan tersebut menjadikannya lebih istimewa dari para malaikat. Setelah mengajarkan nama-nama tersebut kepada Adam, Allah menanyakan nama benda-benda tersebut kepada para malaikat. Tatkala Allah memerintahkan mereka agar menyebutkan nama-nama tersebut, para malaikat berkata, “Wahai Rabb kami, Maha Tinggi dan Maha Suci nama-Mu, kami tidak mampu menyebutkan
nama-nama
semua
ini
kecuali
bila
Engkau
mengajarkannya kepada kami, karena ilmu-Mua Maha Luas lagi Maha Meliputi (Al-Qarni, 2007:27).
71
Setelah para malaikat tidak mampu menyebutkan nama-nama benda
tersebut,
Allah
memerintahkan
kepda
Adam
agar
menyebutkan nama-nama tersebut di hadapan para malaikat. Kebijaksanaan Allah ini adalah dalam rangka untuk menampakkan keutamaan Adam, menjelasakan kemuliaannya, dan menunjukkan bahwa ia memang benar-benar berhak untuk dipilih sebagai khalifah Allah di bumi (Al-Qarni, 2007:28).
3.
Tafsir Ayat 34
34. dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. a.
Tafsir Al-Maraghy Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa setelah Allah memberitahukan kepada Adam tentang kedudukan sebagai khalifah di bumi, Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud menghormati Adam. Sujud ini bukan berarti sujud dalam pengertian menyembah, melainkan sebagai tanda penghormatan dan permintaan maaf atas apa yang mereka katakan “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan ...”(Al-Maraghy, 1985:143).
72
Semua malaikat melakukan sujud kecuali iblis yang tidak mau melakukannya. Iblis menolak melakukan sujud dengan menampakkan sikap sombongnya, menentang kebenaran dengan keyakinan bahwa dirinya lebih baik dibanding khalifah (Adam) dan lebih mulia ditinjau dari segi penciptaanya.
b. Tafsir Muyassar Pada ayat ini, Al-Qarni (2007:29) menjelaskan bahwa setaah terlihat oleh para malaikat bahwa keutamaan Adam adalah pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Allah memerintahkan mereka untuk bersujud di hadapan Adam sebagai tanda hormat atas kelebihan yang telah dianugerahkan Allah kepadanya berupa pengetahuan. Maka, mereka pun menjunjung perintah-Nya dengan bersujud kepada Adam. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan iblis. Dengan kesombongan dan keangkuhannya, ia menolak untuk bersujud. Ia membantah perintah Allah dengan membanding-bandingkan materi penciptaan dirinya dengan materi penciptaan Adam, ia juga membuat berbagai alasan atas keberatannya itu dengan takabur dan sombong. Maka, Allah pun menghinakannya dan merendahkannya dengan mengusirnya dari surga dan mngutuknya sebagai makhluk yang paling celaka selama-lamanya.
73
4.
Tafsir Ayat 35-37
35. dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini[37], yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim. 36. lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu[38] dan dikeluarkan dari Keadaan semula[39] dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." 37. kemudian Adam menerima beberapa kalimat[40] dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
a.
Tafsir Al-Maraghy Pada ayat-ayat ini, Al-Maraghy (1985:151) menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada Adam dan istrinya (Hawa) agar bertempat tinggal di surga dan menikmati apa saja yang ada di dalamnya. Allah pun melarang Adam dan Hawa memkan buah pohon tertentu. Kemudia mereka diberitahu bahwa mendekat saja sudah merupakan perbuatan zhalim terhadap diri sendiri. Kemudian setan menggoda Adam dan istrinya hingga berakibat terusirnya mereka berdua dari kenikmatan hidup di surga.
74
Kemudian Adam bertaubat kepada Allah, dan Allah pun menerima taubat Adam.
b. Tafsir Muyassar Allah memerintahkan Adam agar tinggal di surga bersama istrinya dalam keamanan, kedamaian, kebaikan, dan keridhaan. Bahkan di dalamnya terdapat berbagai macam kenikmatan, beraneka ragam kelezatan serta berbagai jenis buah-buahan yang semuanya pasti disukai oleh jiwa, menyenagkan pandangan, dan melapangkan dada. Hanya saja, Allah melarang satu hal kepada Adam dan istrinya sebagai satu bentuk untuk melihat kesabaran dan perjuangannya melawan hawa nafsu. Allah melarang keduanya memakan buah suatu jenis pohon. Allah juga telah mengingatkan dan mengancam keduanya tentang akibat yang akan mereka peroleh jika melanggar larangan tersebut. Karena siapa pun yang melakukan pelanggaran setelah datangnya penjelasan maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri dan berbuat durhaka terhadap Allah (Al-Qarni, 2007:30). Kemudian setan membujuk dan memperdaya Adam dan istrinya dengan caranya yang penuh muslihat. Keduanya pun tergoda hingga akhirnya terjerumus ke dalam perangkap setan. Sementara itu, akibat melanggar larangan Allah tersebut, keduanya pun
75
dijauhkan dari kesenangan dan kegembiraan yang sebelumnya mereka rasakan. Kemudian Allah memerintahkan kepada Adam, Hawa, dan setan agar turun ke bumi. Allah juga menentapkan bumi bagi keturunan Adam sebagai tempat untuk hidup, berdiam diri, dan bersenang-senang sampai waktu yang sudah ditentukan, yakni sampai Allah mengizinkan terjadinya hari kiamat dan berakhirnya alam semesta. Diantara rahmat dan kasih sayang Allah kepada Adam dan keturunannya adalah bahwa Allah mengajarkan kepada mereka beberapa kalimat untuk memperoleh rahmat dan ampunan yaitu kalimat pengakuan dosa, pernyataan taubat, dan permintaan maaf.
B. Potensi Manusia Potensi manusia meurut pandangan Islam tersimpul pada Al-Asma‟ Al-Husna, yaitu sifat-sifat Allah yang berjumlah 99. Pengembangan sifat-sifat ini pada diri manusia itulah ibadah, sebab tujuan manusia diciptakan adalah untuk menyembah Allah. Untuk mencapi tingkat menyembah ini dengan sempurna, haruslah sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Asma‟ AlHusna itu dikembangkan sebaik-baiknya pada diri manusia (Langgulung, 1986:262). Sebagai contoh, sifat suci (Al-Qudus). Untuk mengembangkan kesucian ini pada diri manusia, diperintahkan mengerjakan ibadah formal yang terkadung dalam rukun Islam, syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji.
76
Syahadat nertujuan mensucikan niat dan pikiran manusia dari segala syirik. Shalat hendaknya didahului oleh kesucia badan, seperti suci dari hadas besar dan hadas kecil. Hati juga harus suci dari riya‟, supaya tidak termasuk dalam golongan orang munafiq. Zakat adalah mensucikan harta dari segala harta yang tidak halal. Puasa adalah untuk mensucikan diri dari makanan yang berlebihan. Haji untuk mengembangkan sifat suci itu pada diri manusia (langgulung, 1986:263).
C. Pendidikan Islam 1.
Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Definisi ini memiliki lima unsur pokok pendidikan Islam, yaitu: a.
Proses transinternalisasi. Upaya pendidikan Islam dilakukan scara bertahap, berjenjang, terencana, terstruktur, sistematik, dan terus menerus
dengan
cara
transformasi
dan
internalisasi
ilmu
pengetahuan dan nilai Islam pada peserta didik. b.
Pengetahuan dan nilai Islam. Materi yang diberikan kepada peserta didik adalah ilmu pengetahuan dan nilai Islam, yaitu pengetahuan dan nilai yang diturunkan dari Tuhan (Ilahiyah).
77
c.
Kepada peserta didik. Pendidikan diberikan kepada peserta didik sebagai subjek dan objek pendidikan. Dikatakan subjek didik karena ia mengembangkan dan mengaktualisasikan potensinya sendiri, sedangkan pendidik hanya menstimulasi dalam pengembangan dan aktualisasi itu. Dikatakan objek didik karena ia menjadi sarana dan transformasi ilmu pengetahuan dan nilai Islam, agar ilmu dan nilai itu tetap lestari dari generasi ke generasi berikutnya.
d.
Melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya. Tugas pokok pendidik adalah
memberikan
pengajaran,
pembiasaan,
bimbingan,
pengasuhan, dan pengembangan potensi peserta didik agar terbentuk dan berkembang daya kreativitas dan produktivitasnya tanpa mengabaikan potensi dasarnya. e.
Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah tercipta insan kamil (manusia sempurna), yaitu manusia yang mampu menyelaraskan dan memenuhi kehidupan di dunia dan akhirat, dan kebutuhan fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Orientasi pendidikan Islam tidak hanya memenuhi hajat hidup jangka pendek, seperti pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi juga memenuhi hajat hidup jangka panjang seperti pemenuhan kebutuhan di akhirat kelak (Mujib, 2006:27-29).
78
2.
Urgensi Pendidikan Islam Allah SWT telah mengangkat manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan menungaskannya untuk mengaplikasikan hukum Allah karena kamampuan akalnya, dan kemampuan untuk belajar. Allah telah mengirim pula para rasul sesudah Adam kepada umat manusia, agar membawanya dari kegelapan kepada petunjuk, dan dari kebodohan kepada pengetahuan melalui kitab, kebijaksanaan dan pendidikan. Pendidikan dan pengajaran dalam Islam telah berlangsung dan berjalan sejalan dengan sejarah umat Islam, dan pendidikan merupakan media untuk memperoleh petunjuk dan jalan kebaikan bagi individu, masyarakat dan umat manusia seluruhnya. Dalam proses untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan hidup, maka setiap orang/ individu diperintahkan untuk belajar terus menerus sepanjang hidupnya, dan hal itu merupakan konsekuensi ditetapkannya manusia sebagai di muka bumi ini. Pendidikan merupakan bagian dari tugas kekhalifahan manusia. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan harus dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab. Allah SWT memberi pendengaran, penglihatan, dan hati kepada manusia agar dipergunakan untuk merenung, memikirkan, dan memperhatikan apa yang ada disekitarnya. Hal tersebut merupakan motivasi bagi umat manusia untuk mencari ilmu pengetahuan melalui jalur pendidikan, dan sekaligus merupakan kewajiban bagi setiap muslim selama ia hidup.
79
Dengan adanya pendidikan Islam manusia dapat mengolah dan atau
mempergunakan
potensinya
dengan
baik
sehingga
dapat
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi dengan baik.
3.
Tujuan Pendidikan Islam dalam Pengembangan Potensi Manusia Setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pendiidkan harus berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. di samping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpentig lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan (Mujib, 2006:71). Tujuan pendidikan Islam adalah: a.
Adanya kedekatan (taqarrub) kepada Allah SWT melalui pendidikan akhlak.
b.
Menciptakan individu untuk memiliki pola pikir yang ilmiah dan pribadi yang paripurna, yaitu yang dapat mengintegrasikan antara agama dengan ilmu serta amal saleh, guna memperoleh ketinggian derajat dalam berbagai dimensi kehidupan.
80
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil yang di dalamnya memiliki wawasan khaffah (menyeluruh) agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan, dan pewaris nabi (Mujib, 2006:83).
D. Pengembangan Potensi Manusia Melalui Pendidikan Islam dalam Qs AlBaqarah 2: 30-37 Dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37, Allah SWT secara khusus menjelaskan potensi yang dianugerahkan kepada Nabi Adam, yaitu potensi kekhalifahan dan potensi pedagogis. 1.
Potensi Kekhalifahan Dalam Qs Al-Baqarah ayat 30, Allah telah menjelaskan secara khusus bahwa manusia terlahir sebagai khalifah dan hamba Allah. Selain untuk menyembah Allah, manusia juga sebagai pemimpin di muka bumi. Maka jelas bahwa manusia itu memiliki peran sebagai pemimpin. Ibarat seorang ayah yang menjadi pemimpin dalam keluarga, maka sudah seharusnya dia membimbing anak dan istrinya. Begitu juga dengan guru, dia harus bisa membimbing dan memimpin peserta didik agar menjadi anak yang lebih baik. Dalam mengembangkan potensi kekhalifahan tersebut, Allah telah memuliakan Adam atas malaikat dengan mengajarkan nama-nama benda. Selanjutnya barulah Adam mengajarkannya kepada para malaikat. Kemudian para malaikat menyadari bahwa secara fitrah manusia
81
mempunyai bakat untuk mengetahui hal-hal yang belum mereka ketahui. Karena itulah, manusia berhak menjadi khalifah di bumi.
2.
Potensi Pedagogis Manusia adalah makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Potensi itulah yang dapat menjadikan khalifah di muka bumi. Hal tersebut dapat membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya dan inilah yang membuat manusia itu istimewa dan lebih mulia yang sekaligus bahwa manusia adalah makhluk pedagogis. Untuk mengembangkan potensi pedagogis ini, Allah telah menganugerahkan kepada manusia yaitu Adam dan keturunannya, kekuatan akal dan daya pikir yang memungkinkannya mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menyelidiki dan memanfaatkan segala yang tersedia dibumi. Apabila seseorang belum mempunyai pengetahuan tentang suatu hal, hendaklah ia mempelajarinya dari yang sudah mengetahuinya. Demikian pula sebaliknya, apabila mempunyai ilmu, hendaklah ia mengajarkannya kepada orang lain dengan rendah hati, tulus ikhlas dan penuh rasa kasih sayang. Potensi manusia sebagai khalifah dan juga sebagai makhluk
pedagogis membawa peran bagi dirinya untuk selalu bertindak sesuai dengan ajaran Sang Pencipta. Segala potensi yang dimiliki manusia tidak lain sebagai jalan pengabdian kepada-Nya.
82
E. Implementasi Pengembangan Potensi Manusia dalam Pendidikan Islam Potensi dasar manusia harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberi kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia yang dimilikinya. Tugas pendidikan Islam merupakan realisasi dari pengertian tarbiyah al-insya
(menumbuhkan
atau
mengaktualisasikan
potensi).
Manusia
mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut yang dimiliki oleh setiap peserta didik, dan mengarahkan fitrah dan potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan. Pengembangan berbagai potensi manusia (fitrah) dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak berfokus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun melalui institusi sosial keagamaan yang ada. Secara umum memang pendidikan Islam diarahkan kepada usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah manusia hingga ia dapat memerankan diri secara maksimal sebagai pengabdi Allah yang taat. Namun dalam kenyataannya manusia selaku makhluk individu memiliki kadar kemampuan yang berbeda. Selain itu manusia juga sebagai makhluk sosial yang menghadapi lingkungan dan masyarakat yang bervariasi.
83
Pendidikan dalam Islam berusaha untuk mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah SWT.
84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan berkaitan tentang pengembangan potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37. Dari pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Kandungan Qs Al-Baqarah 2: 30-37 Ayat-ayat tersebut merupakan ayat yang berisi tentang dialog antara Allah dan malaikat. Informasi tentang pengukuhan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini mendapat interupsi dari malaikat yang dalam pandangannya meragukan by product dari pembakuan kedudukan khalifah manusia atas alam ini. Selain itu ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa ilmu yang diterima Adam dari Allah dengan segala potensi
yang
diciptakan
Allah
padanya
telah
menjadi
sebab
diutamakannya Adam atas para malaikat, dan para malaikat diperintah oleh Allah SWT supaya sujud kepada Adam dan dijadikannya umat manusia sebagai khlaifah-khalifah Allah di muka bumi. Dilanjutkan dengan uraian tentang ulah setan menyesatkan manusia dan ketergelinciran Nabi Adam serta taubat beliau yang diterima Allah SWT sehingga beliau terbebaskan dari dosa. Semua itu dijadikan
85
pelajaran dalam rangka menyukseskan tugas kekhalifahan, yakni membangun dunia sesuai dengan rencana yang dikehendaki Allah SWT.
2.
Potensi Manusia Potensi manusia menurut pandangan Islam tersimpul pada AlAsma‟
Al-Husna,
yaitu
sifat-sifat
Allah
yang
berjumlah
99.
Pengembangan sifat-sifat ini pada diri manusia itulah ibadah, sebab tujuan manusia diciptakan adalah untuk menyembah Allah. Untuk mencapi tingkat menyembah ini dengan sempurna, haruslah sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Asma‟ Al-Husna itu dikembangkan sebaik-baiknya pada diri manusia.
3.
Pendidikan Islam Pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Dengan adanya pendidikan Islam manusia dapat mengolah dan atau
mempergunakan
potensinya
dengan
baik
sehingga
dapat
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi dengan baik.
86
4.
Pengembangan potensi manusia dalam pendidikan Islam Dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37 terdapat potensi yang diberikan Allah kepada Adam, yaitu potensi kekhalifahan dan potensi pedagogis. Untuk mengembangkan potensi kekhalifahan, Allah telah memuliakan Adam atas malaikat dengan mengajarkan nama-nama benda. Selanjutnya barulah Adam mengajarkannya kepada para malaikat. Kemudian para malaikat menyadari bahwa secara fitrah manusia mempunyai bakat untuk mengetahui hal-hal yang belum mereka ketahui. Karena itulah, manusia berhak menjadi khalifah di bumi. Sedangkan untuk mengembangkan potensi pedagogis, Allah telah menganugerahkan kepada manusia yaitu Adam dan keturunannya, kekuatan akal dan daya pikir yang memungkinkannya mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menyelidiki dan memanfaatkan segala yang tersedia dibumi. Apabila seseorang belum mempunyai pengetahuan tentang suatu hal, hendaklah ia mempelajarinya dari yang sudah mengetahuinya. Demikian pula sebaliknya, apabila mempunyai ilmu, hendaklah ia mengajarkannya kepada orang lain dengan rendah hati, tulus ikhlas dan penuh rasa kasih sayang.
5.
Implementasi Pengembangan Potensi Manusia Melalui Pendidikan Islam Pengembangan berbagai potensi manusia (fitrah) dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak berfokus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga
87
dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun melalui institusi sosial keagamaan yang ada. Secara umum memang pendidikan Islam diarahkan kepada usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah manusia hingga ia dapat memerankan diri secara maksimal sebagai pengabdi Allah yang taat. Namun dalam kenyataannya manusia selaku makhluk individu memiliki kadar kemampuan yang berbeda. Selain itu manusia juga sebagai makhluk sosial yang menghadapi lingkungan dan masyarakat yang bervariasi. Pendidikan dalam Islam berusaha untuk mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin utuk dapat difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah SWT.
B. Saran Pendidikan Islam yang pada dasarnya sebagai wahana penanaman nilai dan pengembangan potensi manusia harus mampu merealisasikan tujuan pendidikan itu sendiri. Sehingga peserta didik dapat mencapai hakikat penciptaannya yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan mengemban amanah untuk memakmurkan bumi.
88
Dari penelitian ini, penulis menyarankan sebagai berikut: 1.
Untuk pendidik Bagi pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar hendaknya tidak hanya mentransfer ilmu tetapi juga disertai usaha sungguh-sungguh untuk mengoptimalkan potensi peserta didik agar berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan. Kegiatan mendidik tidak hanya dipahami sebagai profesi, sehingga terkesan formal, tetapi dalam kegiatan itu pendidik sedang menjalan tugasnya sebagai khalifah.
2.
Untuk lembaga pendidikan Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebuah lembaga pendidikan harus menafsirkan tujuan utama pendidikan yaitu untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi peserta didik. Sehingga diharapakan tindakan-tindakan yang diambil yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik sepenuhnya mengarah pada tujuan pendidikan.
3.
Untuk penulis Bahwa hasir dari analisis tentang pengembangan potensi manusia melalui pendidikan Islam dalam Qs Al-Baqarah 2: 30-37 ini masih banyak kekurangannya, maka dari itu diharapkan ada peneliti baru yang mengkaji ulang dari hasil penulisan ini.
89
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2005. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan AlQuran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Al-Maraghy, Ahmad Mushthafa. 1985. Terjemah Tafsir Al-Maraghy. Semarang: CV. Toha Putra. Al-Qarni, „Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press. Alu Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman. 2008. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i. Amrullah, Fahmi. 2008. Ilmu Al-Qur‟an untuk Pemula. Jakarta: CV Artha Rivera. An-Nahlawi, Abdurahman. 1992. Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam. Bandung: CV. Diponegoro. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nuur. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Budihardjo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur‟an. Yogyakarta: Lokus. Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Departeman Pendidikan Nsioanal. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur‟an Departemen Agama. Gojali, Nanang. 2004. Manusia, Pendidikan dan Sains. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hamdani. 1987. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang. Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta: Aksara Sinergi Media. Jalal, Abdul Fattah. 1988. Azas-azas Pendidikan Islam. Bandung: CV. Diponegoro.
90
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Komaruddin, Yooke Tjuparmah S. 2006. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Muhaimin, dkk. 2008. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mujib, abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi. Yogyakarta: Teras. Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Poerbakawatja, Soegarda, Harahap. 1982. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rahman, Taufik. 1999. Moralitas Pemimpin dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: CV. Pustaka Setia. Rosidin, Dedeng. 2003. Akar-akar Pendidikan dalam Al-Quran dan Hadits. Bandung: Pustaka Umat. Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Penjelasan dari Surahsurah Al-Qur‟an. Tangerang: Lentera Hati. Soetriono & Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV Andi Offset. Suparlan, Suhartono. 2008. Wawasan Pendidikan: Sebuah Pengantar Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah.
91
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertada tangan di bawah ini, saya: Nama
: Ika Fitri Suciati
Tempat/Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 24 Desember 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Karanglo, Barukan RT 13 RW 03, Kec. Tengaran, Kab. Semarang
Riwayat Pendidikan
:
1. SD N Plumbon 2, lulus tahun 2006 2. MTs N Salatiga, lulus tahun 2009 3. SMK N 1 Salatiga, lulus tahun 2012 4. IAIN Salatiga, lulus tahun 2016
Demikian data ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 14 Juni 2016 Penulis
Ika Fitri Suciati 111-12-066
92