BAB II KEBEBASAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM A. Kebebasan Manusia dalam Al-Qur’an Konsep kebebasan menempati ruang yang amat luas dalam sejarah manusia. Sejak dulu sampai sekarang manusia ingin merakit kebebasan dan menjadikannya sebagai perangkat “agung” untuk menyusuri perjalanannya yang melelahkan di atas bumi. Konsep kebebasan mempunyai nuansa yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, dari pengertian masa ke masa berikutnya. Pemahaman atau pengertian “kebebasan” dalam suatu masyarakat atau tahapan sejarah tertentu, mustahil sama dan sebangun dengan masyarakat atau tahapan sejarah yang lain. Adalah wajar jika dikatakan bahwa pengertian “kebebasan” dari socrates tidak identik dengan pengertian plato. Demikian juga dengan pemahaman “kebebasan” orang yunani berbeda dengan orang cina.1 Fakta inilah yang kemudian banyak melahirkan perseteruan antara masyarakat. Tapi perlu dicatat, bahwa pengertian keragaman “kebebasan” ini juga dapat dijadikan alasan untuk memperkaya dan mengembangkan konseptualisasi pengertian tentang kebebasan. Sebelum mendefinisikan makna kebebasan lebih luas, ada baiknya penulis mengartikan kata bebas. Bebas dalam kamus umum Bahasa Indonesia berarti “lepas sama sekali (tidak terlarang, terganggu dan sebagainya sehingga dapat bercakap, berbuat dengan leluasa).”2 “Seorang yang bebas adalah yang
1
Ahmed. O. Altwajri, Islam Barat dan Kebebasan Akademis, Penerjemah Mujib, ed., . Musyafak Maimun, (Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997), Cet I. Hlm 31. 2
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm 103.
15
mampu menentukan dirinya sendiri dan tidak merupakan dari suatu sistem,”3 serta tidak adanya suatu paksaan atau rintangan, sementara yang dalam batasbatas tertentu dapat melakukan atau meninggalkan apa yang diinginkan. Para penulis arab menggunakan istilah kebebasan seperti hurriyah al ra’yi (kebebasan berpendapat), hurriyah al qawl (kebebasan berbicara), hurriyah al tafkir (kebebasan berfikir), hurriyah al ta’bir (kebebasan beraskspresi atau penafiran), hurriyah al tadayun (kebebasan beragama), hurriyah al aqidah (kebebasan berkeyakinan).4 Konsep kebebasan pada pengertian yang umum berarti kemerdekaan atau kebebasan dari segala belenggu kebendaan dan kerohanian yang tidak syah yang kadang-kadang di paksakan oleh manusia, tanpa alasan yang benar. Pada kehidupan sehari-hari yang menyebabkan ia tidak sanggup menikmati hak-haknya yang wajar dari segi sipil, agama, pemikiran, politik, sosial, ekonomi. Di samping pengertian-pengertian umum menyeluruh, ada pengertian-pengertian lain tehadap kebebasan yang kurang bersifat umum dan menyeluruh di banding dengan pengertian-pengertian diatas, diantaranya yaitu bahwa kebebasan adalah kebolehan mengerjakan segala yang tidak membahayakan orang lain.5 Menurut Nasution dalam bukunya Maskuri Abdillah berpendapat bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai batas-batas tertentu. Misalnya kebebasan berbicara tidak boleh mengganggu kepentingan umum, kebebasan untuk kaya tidak boleh membahayakan kepentingan umum, sejalan dengan Nasution, Ma’arif juga dalam bukunya Maskuri Abdillah berpendapat bahwa tidak ada kebebasan mutlak dalam arti seseorang dapat melakukan apa saja yang dikehendaki,
3
Dick Hartoko, Memanusiakan Manusia Muda: Tinjauan Pendidikan Humaniora, (Jakarta: BPK Gunung Muria, 1985), hlm 19. 4
M. Hasyim Kamali, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, Alih Bahasa Efa. Y. Nu’man dan Fatiyah Basri, (Bandung: Mizan, 1996), hlm 17. 5
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan, (Bandung: Al-Ma’arif, 1995), hlm 44-45.
16
karena kebebasan dibatasi oleh kepentingan umum yang dimanifestasikan dalam bentuk hukum, tetapi kebebasan itu menekankan untuk bereksis.6 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebebasan adalah sikap hidup seseorang yang terlepas dari belenggu kekerasan, perbudakan, perkosaan, ketakutan dan ancaman dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa macam / bentuk kebebasan manusia diantaranya : 1. Kebebasan beragama kebebasan beragama dapat diartikan sebagai hak untuk memeluk suatu kepercayaan dan melakukan suatu peribadatan dengan bebas tanpa diikuti kekhawatiran. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam AlQur’an : a. Surat Yunus ayat 99.
9
! "# "#$ %&' () * + , 87 +-6 4 3#5# + + -./01 2 /3
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya, maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semua.7 b. Surat Al-Baqaroh ayat 256
9
8A B>6 !< "# =*& "/> =?"-@= !
:;
Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah ada jalan yang benar dari jalan yang salah.8
6
Maskyuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna : Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi, (Yogyakarta: Tiarawacana, 1999), hlm 139. 7
Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),
8
Ibid, hlm 63.
hlm 322.
17
Kepercayaan atau iman adalah persoalan pilihan batin seseorang yang tidak bisa di ganggu gugat. Kepercayaan merupakan suatu keputusan yang asasi bagi setiap manusia karena itu tidak diperkenankan seseorang memaksakan keperyaan yang diyakininya kepada orang lain dengan cara apapun. Andaikata seseorang diberi kebebasan memilih untuk tidak percaya pada risalah Allah SWT, ia sepenuhnya berhak melakukannya tanpa ada tekanan atas bujukan dari pihak lain. Semangat yang melekat pada Nabi Muhammad SAW dan generasi Islam pertama merupakan satu bentuk keyakinan dan ketulusan hati yang sangat teguh, yang selalu berakar yang berlandaskan pada filsafat Islam. Landasan filosofis Islam dapat diringkas menjadi empat prinsip antara lain: 1. Islam mengakui keagungan manusia tanpa memandang kredo, ras atau warna kulit. 2. Islam sangat menekankan bahwa yang berhak menghakimi atau memberikan hukuman kepada sesorang yang tidak beriman bukan tugas seorang muslim melainkan semata-mata adalah preogatif Allah SWT. 3. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT Yang Maha Adil, menyukai keadilan dan bersikap adil terhadap orang-orang yang tidak beriman kepada-Nya. Artinya dia sangat membenci ketidakadilan dan memberikan hukuman kepada orang-orang yang tidak berlaku adil, tanpa memandang siapakah yang menjadi sasaran ketidakadilan itu. 4. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan dibekali kekuatan menentukan suatu pilihan, namun bila dikehendaki semua umat manusia mengikuti saja kepada-Nya.
Maka manusia
tidak mempunyai pilihan atau kemampuan untuk menolak ( pasrah total kepadanya ), oleh karena itu tidak ada paksaan dalam masalah iman.9
9
Ahmed. O. Altwajri, op cit. hlm 63-67
18
Sumber petunjuk universal adalah kapasitas yang melekat pada seseorang untuk meyakini Tuhan. Ia berkaitan dengan penciptaan manusia sebagai makhluk yang memiliki tangung jawab pribadi dan sebagian mengandung arti pilihan dan kehendak bebas. Quran menyebutkan fitrah dalam pernyatan berikut:
C-=>; D 2 /3 E !0F G H E I31 "-@= % , ? 9 8R, 6QO+ -; 2 /3 P /" J, NB "-@= % JK G L M
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah SWT) tataplah fitrah Allah SWT yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.(QS. Ar Rum:30). Al Zamahsari sesuai dengan teori objektifisme rasionalis
Mu’tazilah menafsirkan fitrah sebagai khilqa (watak alamiyah) dalam arti bahwa Tuhan telah menciptakan kapasitas pada manusia untuk mengakui ke Esaan Nya dan menerima Islam. penafsiran yang demikian menurutnya adalah falid atas dasar bahwa ada kemiripan antara fitrah dan akal dan kesesuaian dan fitrah dan pertimbangan logis. Dengan kata lain fitrah adalah pertimbangan obyektif dan universal dan seperti telah diketahui fitrah adalah kapasitas untuk menguji pilihan rasional berkenaan dengan keyakinan, tidak diragukan lagi bahwa fitrah merupakan watak yang di bawa sejak lahir dan kapasitas yang melekat yang memungkinkan seseorang untuk menerima atau menolak keyakinan.10 Dalam arti demikian, keyakinan merupakan sesuatu yang dengan bebas merupakan urusan langsung antara Tuhan dengan manusia dan tidak dapat dipaksa. Pengakuan terhadap kebebasan beraqidah diberikan kepada manusia
semata-mata
akibat
kebebasan
dan 11
mempertanggungjawabkan kebebasan tersebut.
kesanggupannya
Bentuk umum terhadap
10
David Little, John Kelsey dan Abdul Aziz Sachedina, Kajian Lintas Kultural Islam Barat: Kebebasan Agama dan Hak-Hak Azasi Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 90. 11
Aisyiah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, Alih Bahasa Ali Zawawi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm 12.
19
toleransi dan penghargaan Islam terhadap
kebebasan beraqidah dan
beragama tidak cukup hanya dengan memancangkannya keseluruh ufuk yang luas dan meninggi yang mencakup seluruh manusia, akan tetapi Islam dengan pengakuannya terhadap kebebasan beragama, mewajibkan kepada pemeluk-pemeluknya untuk memeluk agama, beraqidah dan berperangai tidak hanya sekedar toleransi bersikap baik maupun perdamaian belaka tapi juga harus bisa membentuk kepribadianyg baik yang disadari oleh nilai-nilai agama. Oleh karena itu manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing dan diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu.12 Al-Qur’an banyak membicarakan tentang kebebasan manusia untuk menentukan sendiri perbuatannya yang bersifat ikhtiarriyah yaitu perbuatan yang dapat dinisbatkan kepada manusia dan yang menjadi tanggungjawabnya, karena memang ia mempunyai kemampuan untuk melakukan atau meninggalkannya. Misalnya yang sering di sebut di dalam Al-Qur’an menerima dan menolak ayat-ayat yang di bawa Rasul. Sebagaimana yang tercantum dalam surat Luqman ayat 21-22, bahwa orang yang menolak untuk mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah SWT dan orang-orang yang menerimanya.13 2. Kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat Dalam hal ini kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat telah dijelaskan di dalam firman Allah SWT :
12
M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm
13
Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm
32-33.
20
a. Surat Al-Baqarah ayat 260
S ?"#5 , S ?. + ! T U ! @V W ':S ?K:, /\% :/"W X FE "# Y ' ZM S ?!>?/"[ E " , . ' FO D, ] %3 -/" D^ /\ )_ /" 3# `C> aC . D C 9 8A B>6 b 1 b_-_D cF
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata : Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah berfirman Apakah kamu belum percaya ? Ibrahim menjawab saya telah percaya akan tetapi agar bertambah tetap hati saya. Allah berfirman (kalau demikian), ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah burung-burung itu kapadamu, kemudian tiap-tiap seekor dari padanya atas tiap-tiap bukit. Sesudah itu panggillah dia, niscaya ia kan datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah SWT Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.14
b. Surat Al-Kahfi ayat 54
P O d O , `CP# aC "# 2 /3 Oe B ZW ! 3/f =B, 9 8U 6 ;= `)!*
Dan sesungguhnya kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Qur’an ini dari bermacam-macam perumpamaan dan manusia adalah mahluk yang paling banyak membantah.15
Menurut pemikiran yang populer kasus pertanyaan Ibrahim itu, biasanya bisa diterapkan dalam kerangka pikiran ilmiah, tapi tidak dapat digunakan untuk mempertanyakan soal-soal yang telah di tetapkan agama sebagai ketetapan hukum baku yang menuntut ketetapan adanya ketundukan mutlak tujuan Al-Qur‘an menceritakan kisah tentang Ibrahim agar menjadi pelajaran dan petunjuk bagi manusia sebagai bentuk nyata
14
Departeman Agama, op cit, hlm 65.
15
Ibid, hlm 452.
21
dari kebebasan
itu adalah perdebatan yang benar dalam masalah
keagamaan dan berbagai masalah yang berkaitan dengannya. Ayat-ayat Al-Quran yang berbunyi Afalaa ta’qiluun dan Afalaa tatafakkaruun menunjukkan bahwa Al-Quran menganjurkan kepa setiap orang untuk berfikir dan tentu saja membolehkan kebebasan berfikir, karena hasil pemikiran antar individu itu tidak sama, namun kebebasan berfikir dan berpendapat harus didasarkan pada tanggung jawab dan tidak mengganggu kepentingan umum, serta tidak menciptakan permusuhan antar manusia. Menurut Ma’arif, bahwa Islam menjamin kebebasan berpendapat semua orang tanpa kecuali. Kebebasan ini terkait dengan masalah-masalah umum seperti moralitas, kepentingan dan hukum. Konsep Al-Amr bi Al-Munkar wa Al-Nahyu an Al-Munkar menunjukkan bahwa Islam mempunyai perhatian yang sangat dalam terhadap moralitas manusia dalam masyarakat. Membatasi kebebasan berpendapat seorang individu
dibenarkan
demi
menjaga
kehidupan
masyarakat
dari
permusuhan yang disebabkan oleh kata-kata atau pembicaraan kotor.16 Pada zaman Rasulullah dan khulafaurrasyidin kebebasan berfikir dan berpendapat sudah dijalankan dalam berbagai masalah kehidupan, mulai dari masalah keluarga hingga masalah penyelenggaran pemerintah. Dengan kata lain Rasulullah SAW menerapkan prinsip demokrasi. Salah satu contoh yaitu ketika Rasulullah SAW memutuskan nasib tawanan perang, ia berdiskusi dengan para sahabatnya. Pada saat perang uhud Rasulullah SAW berpendapat agar kaum muslimin keluar kota menghadapi
kaum
musyrik,
Rasulullah
SAW
menyetujui
dan
melaksanakan pendapat kaum muslimin tersebut. Suatu contoh dalam Perang Parit, Nabi dan sahabatnya terkepung dari segala penjuru oleh orang Makkah dan sekutu kabilahnya. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi kaum muslimin, Nabi bermaksud membuat perdamaian terpisah dengan kabilah Ghatifan yang berjuang melawan orang Mekkah dengan menyetujui untuk memberi mereka sepertiga hasil 16
M. Hasyim Kamali, op.cit., hlm. 225
22
bumi Madinah. Ia musyawarahkan dengan pemimpin golongan Ansor. Sa’ad bin Ubaidah dan Sa’ad bin Mu’ad berkata bahwa apabila hal itu merupakan perintah yang diwahyukan Tuhan, mereka tidak berbuat apaapa kecuali harus mematuhinya, tetapi sebaliknya mereka tidak dapat menyetujui gagasan itu, maka Nabi menghentikan gagasan membuat perdamaian dengan Ghatifan.17 Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pernyataan juga dijamin oleh Islam dalam lembaga syura, yaitu lembaga musyawarah dengan rakyat. Menurut Abdul Al-Karim Zaidan dalam bukunya Muhammad Hasyim Kamali berpendapat bahwa sangat tidak masuk akal jika dikatakan bahwa pemerintah dalam Islam terikat pada prinsip musyawarah tetapi menghambat kebebasan para partisipan syura untuk mengemukakan pendapat. Karena pada dasarnya prinsip musyawarah adalah penerimaan adanya kebebasan berbicara dan berekspresi bagi orang-orang yang dimintai pendapatnya. Oleh karena kebebasan berfikir merupakan satu kebebasan yang ditentang kepada setiap manusia untuk memikirkan sebebas-bebasnya segala yang dapat dipecahkan secara ilmiah dan pada akhirnya mampu meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Pencipta Alam Semesta. Firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 185, mendorong manusia untuk memperhatikan, mempelajari, merenungkan dan meneliti secara ilmiah kepada manusia menurut kemampuan yang dimilikinya. Agama Islam menganugerahkan hak-hak kebebasan berfikir dan mengungkapkan pendapat pada seluruh umat manusia yang berkenaan dengan berbagai masalah kebebasan ini harus dimanfaatkan untuk kebajikan dan kemaslahatan itu. Oleh karena itu kebebasan berfikir dan berpendapat adalah hak setiap orang yang sudah dijamin sejak lahir. Jaminan atas hak itulah yang melahirkan cendikiawan atau negarawan yang mampu memimpin dan mengatur negara demi ketentraman dan
17
Ibid., hlm. 64.
23
kesejahteraan
umat.
Dengan
demikian
berarti
pemimpin
wajib
menghormati rakyatnya untuk berfikir dan mengeluarkan pendapat. 3. Kebebasan berkehendak Di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat: 11
`R+B' (G ^ K, dI ' # , @<- ./01 R`+B' # @<- ; (G FO 9 8 =D 6 `S , "# c,^"# # , c/^ # g h)+] Sesungguhnya Allah tidak merubah sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum maka tak ada yang dapat menolongnya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.18 Kebebasan berkehendak (free will) pada kenyataannya merupakan aspek subtansial yang tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek kebebasan
yang
menyempurnakan
manusia
sesuai
tuntutan
kesanggupannya memikul amanat. Dan pada saat yang sama menetapkan adanya tanggungjawab manusia terhadap amal perbuatan baik dan buruk berupa pahala dan siksa. Memahami masalah ini, para pemikir terpecah menjadi berbagai golongan. Golongan jabariah berpendapat, segala sesuatu terjadi atas kehendak mutlak Tuhan, manusia tidak memiliki andil sedikit pun tentang suatu urusan, berbagai urusan itu terjadi, semata-mata atas qodo’ dan qodar. Golongan mu’tazilah berpendapat bahwa manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatan itu, manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh pada Allah SWT dan atas kehendak dan kemauannya sendiri. Pendapat yang sama mengatakan bahwa perbuatan manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya. Golongan ini mengakui adanya kehendak bebas manusia, hal ini didasarkan atas dalil Al-Qur’an ayat 62. Golongan lain adalah Al18
Departemen Agama, op.cit., hlm. 370
24
Asy’riah, dalam hal ini kaum asy’ariah lebih dekat pada paham jabariah dari pada paham mu’tazilah. Manusia dalam kelemahannya banyak bergantung pada kehendak dan kekuasan Tuhan. Untuk menggambarkan hal tersebut Al Asy’ari memahami kata Al kasb (perolehan). Al kasb menurut Al Asy’ari sendiri ialah bahwa sesuatu terjadi dengan perantara daya yang diciptakan dan dengan demikian menjadi perolehan bagi orang yang dengan dayanya perbuatan itu timbul. Argumen yang diajukan oleh Al Asy’ari tentang penciptaan kasb oleh Tuhan adalah ayat As shaffat ayat 96.
9
8H X 6 O+
#,
Bi cF,
Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.
Jadi dalam paham Al Asy’ari perbuatan-perbuatan manusia adalah diciptakan Tuhan dan tidak ada pembuatan bagi kasb selain Allah SWT. Dalam teori kasb untuk mewujudkan suatu perbuatan manusia terdapat dua perbuatan yaitu perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan adalah hakiki dan perbuatan manusia adalah majasi (lambang). Dengan demikian perbuatan manusia pada hakekatnya terjadi dengan perantaraan daya Tuhan, tetapi manusia dalam pada itu tidak kehilangan sifat sebagai pembuat.19 Dari argumen-argumen diatas Hasan Al Basri nampaknya telah mengambil suatu independen atas jabar dan qodar, Hasan AL Basri berpend.apat bahwa Tuhan tidak menciptakan semua perbuatan manusia. Dia menyuruh manusia hanya untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan keji atau munkar. Menurutnya petunjuk berasal dari Allah SWT tetapi perbuatan buruk datang dari manusia.20 Perbuatan yang baik merupakan anugerah dari Allah SWT, Allahlah yang menentukan kualifikasi kebaikan dan kejujuran pada diri mahluknya. Dengan sikap tersebut diatas 19
Budi Munawar, Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 140-141. 20 Madjid Khudari, Teologi Keadilan Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), hlm. 47.
25
seseorang akan dicatat disisi Allah SWT sebagai orang yang baik dan berserah diri serta dijanjikan akan di masukkan surga, sebaliknya sikap buruk atau perbuatan keji mengakibatkan seseorang terjerumus ke dalam kesesatan dan kesesatan itu akan mengantarkannya ke neraka. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kejujuran akan membawa kepada kebajikan, maka mensucikan akhlak manusia, berkata baik, memberi nasehat, mengajarkan ilmu yang bermanfaat merupakan perwujudan dari kejujuran. Sedangkan kejahatan atau dosa akan menjadikan manusia terjerumus kedalam kesesatan yang akan mengantarkannya
ke
neraka,
atas
dasar
itulah
muncul
adanya
tanggungjawab terhadap niat dan kehendaknya, maka niat dan kehendak seseorang mempunyai peran yang sangat besar dalam nilai amal sekaligus dalam pertanggungjawabannya. Allah SWT hanya menunjukkan jalan yang seyogyanya diikuti manusia mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu manusia harus mengerjakan penyelamatan dirinya dan penyelamatan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang beriman dan beramal shaleh. B. Kebebasan Manusia dalam Hadits Allah telah menciptakan bumi ini dalam kondisi yang seimbang dan serasi, keteraturan alam dan kehidupan ini Allah SWT kuasakan kepada manusia
untuk
memelihara,
mengolah
dan
mengembangkan
demi
kesejahteraan hidup mereka sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
S ? F], c D lG .FX !@>/3 "D c3D lG !j @k =M = ] !' "D O+ U m3 IM0d# (G FO A` ni A+ i &= OF 8 9 d# , 6
26
Dari Abu Said Al Khudry ra, dari Nabi SAW beliau bersabda sesungguhnya dunia ini manis dan indah dan sesungguhnya Allah SWT menguasakan kepada kamu semua untuk mengolah apa yang ada di dalamnya kemudian Allah SWT mengawasi bagaimana kamu sekalian berbuat (HR Muslim).21 Sebagai seorang penguasa atau wakil Allah di bumi ini tidak akan mampu
melaksanakan
tugas
kekhalifahannya
apabila
dirinya
tidak
mempunyai berbagai kemampuan atau potensi sebagai dasar kekuatan dirinya dalam mewujudkan sumber daya manusia maupun menggali, mengolah dan memakmurkan bumi. Dan oleh karena itu Allah SWT telah menciptakan manusia dengan dipersiapi dan dibekali potensi-potensi yang membolehkan manusia memikul tanggungjawab yang besar itu dan menurut salah satu hadits Nabi dijelaskan bahwa kemampuan atau potensi-poteni tersebut disebut dengan fitrah.
"# # 8 F], c D lG .Ff G S+] S ? S+B-O c/ A -W !' "D 9 d# , 6 c d@o -, c @X 3-, c ^@+ - +' A EI . D =+-F; `^+ +# Dari Abu Hurairah dia berkata Rasulullah SAW berkata setiap seseorang yang dilahirkan membawa fitrah dan ibu bapaknyalah yang menjadikan yahudi, nasrani atau majusi.22 Menurut hadits ini manusia lahir membawa potensi. Potensi adalah kemampuan, dan dalam hadits ini kemampuan atau potensi yang diberikan Allah SWT kepada manusia yaitu, bahwa dalam hal ini manusia telah dianugerahkan oleh Allah SWT dengan empat daya yakni : 1. Daya tubuh yang mengantar manusia berkekuatan fisik, berfungsinya organ tubuh dan panca indra berasal dari daya ini. 2. Daya
hidup
yang
menjadikan
manusia
memiliki
kemampuan
mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta mempertahankan hidupnya dalam menghadapi tantangan. 21
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadlu Al-Shalihin, (Beirut: Muasyafah Manahil Al-Arafani, 5931), hlm. 60 22
Imam Abu Husain Muslim bin Hajjat Al-Qusyairy An-Naisabury, Shakhih Muslim, (Beirut, Libanon: Darl Al-Kutub Al-Alamiah, 206-261), hlm. 2047
27
3. Daya akal yang memungkinkannya memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Daya kalbu yang memungkinkannya manusia bermoral merasakan keindahan kekuatan iman dan kehadiran Allah SWT, dan dari daya inilah melahirkan intuisi.23 Berkaitan dengan kebebasan manusia sebagai khalifah Allah SWT diberi hak untuk : 1. Mengatur dunia ini dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Untuk itu ia dibekali dengan dua unsur pokok yaitu : wahyu Allah SWT dan kemampuan berfikir (penggunaan akal), bila keduanya dipergunakan sebagaimana semestinya, maka ia akan meraih keberhasilan dalam kehidupan. 2. Sebagai khalifah Allah SWT, maka manusialah yang bertanggungjawab terhadap Tuhan diantara makhluk-makhluk lainnya.Tanggungjawab itu merupakan akibat logis dari kedudukannya sebagai khalifah, Allah SWT dengan berbagai anugerah kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. 3. Sebagai Khalifah Allah SWT, manusia adalah makhluk yang paling berbeda karena peranannya untuk mengolah dunia ini ia memang paling berperan untuk mengelolah seluruh aspek kehidupan baik aspek spiritual, sosial, dan aspek kehidupan fisik yang didasarkan pada hukum-hukum Allah SWT serta pesan-pesan yang disampaikan oleh nabi-nabinya.24 Dalam bukunya yang luas, studies on the human soul, Muhammad Qutb mengatakan peranan manusia harus lebih besar dan lebih penting ketimbang makhluk-makhluk yang lain, jika tidak maka sungguh tak layak baginya untuk mengemban amanat sebagai khalifah Allah SWT. Peranannya diatas bumi itu dimaksudkan agar ia mampu membangunnya.25 23
M.Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an: Tafsir Maudlu’ atas Pelbagai Persoalan Ummat, (Bandung: Mizan, 1997), hlm 281. 24
Ahmed. O. Altwajri, op.cit., hlm 96-97.
25
Ibid. hlm 98.
28
Satu hal yang patut dicatat dari rumusan kebebasan adalah bahwa segenap tanggungjawab seluruh anggota umat Islam, secara spiritual tetap berkaitan dengan aspirasi-aspirasi dan pernyataan-pernyataan ideologinya. Kebebasan tidak merupakan hak pribadi yang berarti bahwa individu-individu mesti menyita hak-haknya orang lain atau masyarakat, tetapi kebebasan merupakan suatu tugas atau kewajiban yang ditetapkan oleh kepercayaan yang dianut serta aspirasi-aspirasi ummah. Batasan-batasan terhadap kebebasan itu tidak diciptakan oleh manusia, tetapi ditentukan oleh Allah SWT. Oleh karenanya batasan-batasan tersebut suci dan setiap pelanggaran terhadap-Nya berarti pelanggaran terhadap hukum Allah SWT. Abdallati berpendapat bahwa konsep kebebasan Islam tidak lain adalah suatu artikel tentang iman, suatu perintah tegas dari yang Maha Pencipta.
Kebebasan
tersebut
dibangun
berdasarkan
prinsip-prinsip
fundamental sebagai: Pertama, kesadaran manusia hanya tunduk kepada allah saja, yakni Dzat yang kepada-Nya manusia memberikan tanggungjawabnya. Kedua, setiap manusia secara pribadi bertanggungjawab atas segala perilaku sekaligus akan memperoleh ganjaran dari perbuatannya. Ketiga, Allah telah mengajarkan manusia agar menanggung keputusan yang dibuatnya. Keempat, manusia dibekali bimbingan rohani dan kemampuan akal agar mampu mempertanggungjawabkan pilihan-pilihannya.26 C. Kebebasan Manusia dalam Pandangan Ulama 1. Al-Ghazali Al-Ghazali adalah pemikir Islam terbesar dengan gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran Islam). Nama lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad Ibn Ahmad Al-Ghazali Ath-Thusi yang dilahirkan di Thus wilayah Khurasan pada tahun 450H /158M.27
26
Ibid. hlm 101.
27
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 97.
29
Sebagai seorang yang digelari Hujjatul Islam, Al-Ghazali telah menguasai ilmu falsafah dengan mendalam, sehingga ia berhak disebut sebagai seorang filosuf. Kitab yang berjudul Maqosidul falasifah adalah salah satu bukti nyata atas pemahaman yang mendalam terhadap ilmu filsafat. Pemikiran tentang manusia telah banyak dituangkan dalam bukunya yang berjudul filsafat seperti dalam Mi’raj Al-Shalihin atau Fusus Al-Hikam dan masih banyak yang lainnya. Dalam kitab Mi’raj Al-Shalihin, Al-Ghazali menggambarkan bahwa struktur eksistensi manusia itu terdiri dari An-Nafs, Al-Ruh, dan AlJism. Al-Nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat. AlRuh adalah panas alam bumi di (AL-Hararal Al-Ghariziziyat) yang mengalir pada pembuluh nadi, otot-otot dan syaraf. Sedangkan Al-Jizm adalah yang tersusun dari unsur-unsur materi.28 Lebih lanjut AL-Ghazali menjelaskan tentang Al-Nafs atau jiwa yang menurutnya Al-Nafs di sini adalah selain yang telah diterangkan di atas juga Al-Nafs merupakan tempat pengetahuan-pengetahuan intelektual berasal dari alam Malakut atau alam Al-Amr.29 AL-Ghazali juga mengemukakan bahwa jiwa tersebut memiliki daya-daya. Berkaitan dengan kebebasan manusia lebih lanjut Al-Ghazali mengemukakan bahwa manusia dengan daya-daya efektifnya itu telah membawa konsepsi tentang perbuatan manusia yang menurutnya sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Ma’arij Al-Quds perbuatan adalah bagian dari gerak-gerak, apabila dihubungkan dengan manusia terdiri dari gerak yang tidak disadari dan gerak yang disadari. Dengan demikian, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa perbuatan manusia dalam hal ini tidak mempunyai peranan atau sebab dalam mengaktualisasi perbuatannya. Oleh karena itu hanya Tuhanlah yang menjadi sebab dari semua perbuatan manusia pada hakekatnya. 28
Muh. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 89. 29
Ibid., hlm. 69.
30
2. Ali Syariati Ali Syariati adalah seorang ideology dan pemikir revolusi Islam Iran yang terkemuka. Ia dilahirkan di Mazinan, sebuah daerah pinggiran kota Mashad dekat Sab Zafar pada tahun 1933. Ayahnya Muhammad Taqi Syariati seorang ulama terkenal di Iran, adalah gurunya yang utama yang mendidiknya sendiri secara langsung sejak kecil.30 Pandangan Ali Syariati tentang manusia bersumber pada interpretasinya teks wahyu Al-Qur’an (QS. 2 : 30, 34). Karena hakekat kejadian manusia inilah maka ia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada waktu lain dapat pula meluncur ke derajat kerendahan dan kehinaan yang sangat dalam dan paling rendah. Di sini fungsi kebebasan untuk memilih terbuka, baik ke jalan Tuhan maupun sebaliknya ke jurang kehinaan. Kehormatan dan arti penting manusia terletak pada kehendak bebas menentukan arah hidupnya. Hanya manausialah yang dapat mengendalikan tuntutan dan sifat nalurinya untuk dapat mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya sehingga manusia dapat bebas menentukan perbuatannya, baik berbuat baik atau jahat, patuh, setia atau pemberontak.31 Manusia sebagai khalifah merupakan kehormatan yang diberikan Allah kepada manusia dan merupakaan gambaran cipta ideal. Manusia seharusnya menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai kelompok maupun sebagai individu. Selain itu manusia mempunyai tanggung jawab yang besar karena memiliki daya kehendak bebas yang akan menentukan dirinya sebagai makhluk yang tertinggi.
30
Hadi Mulyo, Manusia dalam Perspektif Humanisme Agama: Pandangan Ali Syariati dalam Insan Kamil Konsepsi Manusia Menurut Islam, (Jakarta: Grafity Press, 1987), hlm. 167. 31
Ibid., hlm. 173.
31
D. Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Islam Pendidikan baik segi proses pengembangan potensi-potensi individu maupun sosial ternyata telah diakui keberadaannya sebagai solusi dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup maupun untuk mengatasi keterbelakanngannya. Hal ini dapat dilihat dari realitas historisnya, bahwa pendidikan sebenarnya sudah ada dan dimulai sejak adanya manusia. Ini berarti pendidikan berkembang dan berproses bersama-sama dengan proses perkembangan hidup dan kehidupan. Namun ada satu catatan
bahwa pada zaman permulaan
perkembangan manusia, pendidikan hanya semata-mata sebagai pewarisan budaya nenek moyang saja, akan tetapi kondisi tersebut mengalami perubahan sejalan dengan adanya kemajuan zaman yang menuntut adanya perubahan konsepsi pendidikan itu sendiri. Atas dasar itu, dapat kita ambil suatu pemahaman bahwa prinsipnya pendidikan itu bukan hanya merupakan pewarisan budaya, berupa kecerdasan dan ketrampilan tetapi dengan kondisi yang semakin berkembang pendidikan juga berperan dan berfungsi untuk mengembangkan pribadi individu untuk kegunaan individu tersebut yang selanjutnya demi kebahagian masyarakat. Karena pada dasarnya tujuan umum pendidikan Islam adalah untuk mengaktualisasikan sikap,
tingkah
laku,
penampilan,
kebiasaan dan
pandangan. Hal ini sebagai realisasi dari tujuan pendidikan yang mengarahkan manusia untuk mengembangkan fitrah pada dirinya, tanpa melanggar batasbatas kebebasan orang lain. Pada hakekatnya tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi melalui ketaatan kepada-Nya, dengan memanfaatkan alam semesta sebagai sarana merenungi kebesaran penciptanya. Perealisasian tujuan pendidikan melalui ibadah tidak diartikan sebagai upaya manusia yang terfokus pada aspek ritual pergi ke masjid atau membaca Al Qur’an. Untuk menyempurnakannya, kita harus memaknai ibadah itu sebagai ketaatan yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian pendidikan harus mempertinggi aktivitas individu baik pria maupun wanita sehingga melalui pendidikan prinsip aktualisasi berjalan sesuai dengan hukum alam dan dapat
32
membuktikan berbagai kebenaran hidup, akan tetapi kebebasan dan aktivitas individu harus berjalan dalam keadaan terkontrol sehingga individu itu terlindungi yang merugikan dirinya, karena Allah SWT memberikan kebebasan memilih kepada manusia serta mejelasakan konsekuensi pilihan manusia yang akan dirasakan manusia di akhirat kelak, dan Allah SWT menjadikan penghambaaan dan ketaatan manusia kepada-Nya sebagai tujuan tertinggi. Tujuan-tujuan individual yang ingin di capai oleh pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim yang berada pada perkembangan segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial serta keinginan-keinginannya sesuai dengan dirinya dan orang lain. Dengan kata lain kebebasan orang lain memikul tanggungjawab terhadap dirinya.32 Makna kebebasan individu dalam pendidikan tidak lepas kendali, tapi kebebasan itu terbatas dan yang membatasi kebebasan manusia tidak lain adalah tanggungjawab terhadap Allah SWT kelak di akhirat. Keberanian bertanggungjawab merupakan kepekaan solidaritas individu terhadap batasbatas toleransi masyarakat, maka perlu di tanamkan rasa memiliki harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga sanggup untuk mandiri dan berprakarsa, mampu bersaing sekaligus mampu bekerjasama dengan orang lain. Lebih lanjut Soedjatmiko berpendapat agar di sekolah dasar dan menengah di tanamkan rasa percaya pada daya rasional manusia dan penggunaan kreativitas. Ia harus dibiasakan menggukan teknologi yang sederhana, murid harus mengetahui bahwa lingkungan hidupnya tidak terbatas pada lingkungan yang dikenalinya sekarang. Murid harus di bebaskan dari lingkungan fikiran bahwa tujuan satu-satunya yang layak baginya, ialah menuntut pendidikan tinggi. Jadi kemungkinan untuk mengadakan pilihan diperluas sehingga rasa kebebasan murid sebagai individu akan bertambah karena rasa kebebasan terutama terletak pada kemungkinan memilih. 32
Muhammad Al Thaumy Al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm 444
33
Yang dimaksud kebebasan dalam pendidikan bukan berarti peserta didik harus melepaskan diri dari ikatan guru dan terputus dari manusia lainnya serta hanya berfikir tentang dirinya sendiri. Kebebasan yang diinginkan dalam pendidikan adalah suatu proses yang diciptakan oleh guru atau pendidik agar peserta didik memiliki kebiasaan bebas secara individu dan mendidiknya agar mereka mempunyai kemampuan untuk menentukan kehidupannya tanpa harus bergantung kepada orang lain. Kebebasan dalam pendidikan diarahkan untuk membangun kemandirian, sifat optimis dan berani memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya. Kebebasan sebagai kesempurnaan eksistensi pantas dijadikan tujuan akhir pendidikan itu sendiri bila kesempurnaan eksistensi dipahami sebagai kemandirian, maka sesungguhnya pengertian kebebasan juga termuat dalam rumusan tujuan tersebut. Untuk mencapai kesempurnaan eksistensi manusia sebagai makhluk yang bebas, perlu diupayakan suatu pendidikan yang tidak hanya menyangkut pengalihan, pengetahuan dan latihan ketrampilan semata, melainkan juga pembentukan watak dan sikap hidup. Pendidikan seperti itu tidak terbatas hanya pada pendidikan formal di sekolah melainkan juga pendidikan informal dalam keluarga maupun pendidikan nonformal dalam masyarakat. Pendidikan formal di sekolah lebih memberi tekanan perhatian pada pembinaan intelektual peserta didik,
namun pendidikannya akan
pincang bila peserta didik sama sekali tidak mendapatkan bantuan untuk tumbuh sebagai pribadi yang semakin dapat menghayati kebebasannya secara bertanggungjawab. Membantu
para
peserta
didik
untuk
semakin
menghayati
kebebasannya serta bertanggungjawab berarti membantu mereka untuk memperoleh pengertian yang benar tentang kebebasan dan untuk hidup sesuai dengan pengertian tersebut. Bebas berarti mempunyai kemapuan untuk menentukan dirinya sendiri dalam kondisi objektif yang meliputi dirinya, mampu menentukan diri sendiri berarti dapat mengambil sikap terhadap kondisi objektif tersebut. Peserta didik perlu dibantu untuk berani mengambil posisi dan tidak hanya ikut-ikutan saja.
34
Demikianlah Islam memberi kebebasan kepada individu untuk mengembangkan bakat-bakatnya dan meningkatkan taraf hidupnya tanpa merampas atau melanggar hak-hak orang lain. Jadi harus ada ikatan dalam masyarakat supaya kebebasan-kebebasan dan keinginan-keinginan itu tidak berlawanaan satu sama lain, sehingga terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban sebagai individu dan anggota masyarakat, yakni ketika manusia hendak menjalankan hak dan kebebasan haruslah dalam rangka ukuran-ukuran tingkah laku yang baik dan perbuatan yang baik yang diakui oleh agama Islam.
35