KONSEP KEBEBASAN MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT FAZLUR RAHMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.i)
Disusun Oleh Mohammad Irfan Zidni 109011000268
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK Mohammad Irfan Zidni, NIM 109011000268. “Konsep Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebebasan merupakan hak setiap individu manusia untuk mencapai kebahagiaan tanpa merusak kebahagiaan orang lain, yang memiliki kapasitas yang berbeda-beda terhadap kebutuhan kebebasan. Sama halnya dengan pendidikan, manusia bebas menemukan dimanakah letak kebahagiaannya ketika ia mendapatkan pendidikan. Tanpa kebebasan, manusia sulit mengembangkan kreativitas dan inovasi yang ada pada dirinya. Maka dari itu, penulis menghadirkan tokoh pemikir Islam yang terkemuka dan kredibel dalam hal ini yaitu Fazlur Rahman, dalam penelitian ini pemikiran-pemikiran Fazlur Rahman akan diungkapkan dengan lugas apakah memang benar ada integrasi antara kebebasan dengan pendidikan Islam atau memang hanya topik bualan saja. Tujuan peneltian ini adalah memberikan pemikiran yang konkrit mengenai sistem pendidikan yang ada di Indonesia agar menjadi lebih maju dan baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Diawali dengan pengumpulan data sebagai bahan primer dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis data. Proses penulisan dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Kemudian data tersebut dianalisis dan dipelajari secara cermat dan didekskripsikan secara komprehensif. Dari hasil analisis di atas maka penulis dapat memberikan konsep tentang pemikiran Fazlur Rahman mengenai Kebebasan dalam Pendidikan Islam. Hasil penelitian ini pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan mengembangkan kebebasan peserta didik, karena tanpa kebebasan kreativitas peserta didik tidak dapat berkembang. Dengan kata lain dalam ajaran Islam juga mengembangkan demokratisasi pendidikan. Karena dalam demokratisasi pendidikan, kebebasan peserta didik dikembangkan dengan dibantu pengajar yang profesional, sehingga peserta didik tidak merasa takut dalam mengembangkan kreativitasnya. Sehingga peserta didik termotivasi mengembangkan dirinya.
Kata Kunci: Kebebasan, Manusia, Pendidikan Islam, Fazlur Rahman
i
ABSTRACT Mohammad Irfan Zidni, NIM 109011000268. “Freedom Concept Man in Islamic Education According to Fazlur Rahman” . Thesis of Islamic Education, The Faculty of Tarbiyah and Teaching UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Freedom is the right of every an individual human to reach happiness without damaging happiness for another person , that has the capacity different to the needs freedom .The same as education , mankind free find where are the his happiness when he received education .Without freedom , human difficult develop creativity and innovation that is in himself .Therefore, writer call figures thinker islamic the leading and credible in this case that is Fazlur Rahman, in this research thoughts Fazlur Rahman will expressed by pointedly is really here integration between freedom with islamic education or are only topic just story. The purpose of this research is to give the kind of thinking that a number of concrete on the system to the education system in indonesia in order to become more advanced and good. Methods used in this study was a qualitative methodology with the approach descriptive analysis.Started by data collection as a primary in this research. The next step who writers do is analyzed data. The process of writing done with review all available data from various sources. Then the data analyzed and studied carefully and in described comprehensively. From the results of the above analysis hence writers can provide the concept of about ideas Fazlur Rahman of Freedom In Islamic Education. The result of this research education should be held by developing freedom students, because without freedom creativity learners cannot have developed. In other words in the teachings of islam also developed democratization education. Because in democratization education, freedom students and teachers developed by professional, so students would not be scared to develop their creativity. So students motivated develop itself. Keywords: Freedom, Human, Islamic Education, Fazlur Rahman
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tiada terhingga penulis sampaikan kehadirat Ilahi Rabbi Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Nabi Muhammad saw., keluarganya, sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang telah mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak sedikit mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan baik yang berasal dari penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2. DR. Abdul Majid Khon, M.Ag, ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Marhamah Saleh, M.Ag, sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 4. DR. Jejen Musfah, M.A, dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia dengan tulus memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada peneliti selama menyelesaikan skripsi ini. 5. H. Ghufron Ikhsan, M.A, dosen Penasihat Akademik yang telah bersedia dengan tulus memberikan bimbingan, petunjuk dan saran dalam keakademikan dan kemahasiswaan.
ii
6. Semua Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah dengan sabar dan tekun, rela mentransfer ilmunya kepada penulis selama penulis menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. 8. Kedua Orangtuaku tersayang dan tercinta Ayahanda (Alm) Moh. Hatta dan Ibunda Maswanih yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan moril, spiritual maupun material yang tiada henti. Terima kasih semua atas jasamu, semoga apa yang Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin. 9. Teman-teman PAI angkatan 2009, terutama PAI G yang sama-sama telah memberikan doa’a, saran dan krtik dalam penulisan skripsi ini. 10. Sahabat dan orang terdekat yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, bantuan dan motivasi kepada saya sehingga bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Bagi mereka semua, tiada untaian kata dan ungkapan hati selain ucapan terima kasih dari penulis, semoga Allah SWT membalas semua amal baik mereka, dan akhirnya peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya kepada pembaca.
Jakarta, 21 April 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................................i KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 B. Identifikasi masalah ................................................................................. 8 C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 8 D. Perumusan Masalah ..................................................................................8 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 8 BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Kebebasan Manusia ....................................................................10 1. Pengertian Konsep ..............................................................................10 2. Pandangan Islam tentang Manusia .....................................................11 3. Kebebasan Manusia dalam Islam .......................................................21 4. Macam-macam Kebebasan ................................................................25 5. Pengaruh yang dapat Merubah Kebebasan ........................................27 6. Pemaknaan Kreativitas .......................................................................27 B. Konsep Pendidikan Islam ........................................................................29 1. Pengertian Pendidikan Islam ..............................................................29 2. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam...................................................34 3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam...................................................37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian ......................................................................................42 B. Metode Penelitian ....................................................................................42 C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................43 D. Analisis Data ............................................................................................44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi Fazlur Rahman ..........................................................................45 B. Karya-Karya Fazlur Rahman ..................................................................48 C. Kebebasan Manusia dalam Pendidikan ...................................................49 iv
D. Keterkaitan Kebebasan Manusia dengan Pendidikan Islam ...................53 E. Dasar dan Tujuan Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Islam ...........56 F. Implikasi dan Pengembangan Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Islam ........................................................................................................64 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................................69 B. Implikasi ..................................................................................................70 C. Saran ........................................................................................................70 DAFTAR PUSTAKA
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya, bahkan merupakan makhluk yang paling mulia jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainya, oleh karena itu dibekali dengan akal pikiran. Manusia yang merasa dirinya memiliki akal, tentunya memiliki perspektif pemikiran yang berbeda-beda. Ketika setiap manusia memiliki suatu perbedaan dalam hal apapun maka hakikatnya manusia memiliki kebebasan, entah itu kebebasan dalam berfikir, berkehendak, berkreativitas, serta kebebasan melakukan apapun di muka Bumi ini. Kebebasan merupakan problem yang terus-menerus digeluti dan diperjuangkan oleh manusia.
Keinginan manusia untuk bebas merupakan
keinginan yang sangat mendasar.1
Oleh karena itu tidak mengherankan
kalau dalam sejarah perkembangan pemikiran muncul berbagai pendapat yang berusaha menjawab problem tersebut. Meskipun demikian tetap harus diakui bahwa persoalan kebebasan manusia merupakan suatu persoalan yang masih tetap terbuka sampai dewasa ini. Mengapa? Karena titik tolak yang digunakan untuk menjawab persoalan itu bukan hanya sering kali berbeda, namun juga sering kali bertentangan. Kebebasan adalah suatu kata yang enak kedengaranya, menarik hati dan pendengaran. Kebebasan telah memberi ilham bagi timbulnya berbagai nyanyian dan pujaan, sehingga membuka pintu bagi cita-cita yang tinggi memenuhi tuntutan hak-hak orang teraniaya dan tertekan. 2 Melihat perkembangan zaman yang semakin modern sekarang ini, perkembangan gaya hidup manusia yang semakin mengikuti perkembangan zaman dalam hidup berpola bebas dan banyak sekali manusia itu sendiri tidak mengenal arti kebebasan yang sebenar-benarnya, dan juga ketika melihat peserta didik zaman sekarang yang masih di bawah umur khususnya banyak 1 2
Nico Syukur Dister OFM, Filsafat Kebebasan, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h..5. Hassan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991),
h. 257.
1
2
sekali terlibat kedalam jurang kriminalis seperti seks bebas, memakai narkoba, perselisihan antar sekolah, hidup terlalu bermewahan yang harusnya perilaku tersebut tidak terjadi pada peserta didik di zaman globalisasi ini, seakan-akan manusia bermental hedonis dan liberalis yang merubah dirinya tidak ada bedanya dengan binatang, maka dari itu kebebasan manusia dipertanyakan kembali dalam perihal ini yang memang dilihat kurang sekali dalam mengeksplor kreativitas. Banyak kalangan belum puas dengan kualitas pendidikan di negeri ini. Tidak jarang terdengar ungkapan-ungkapan seperti: “pendidikan di Indonesia tidak berkualitas”,”pendidikan di Indonesia telah tertinggal jauh dari negaranegara lain”,”kapan bisa maju kalau pendidikan berjalan di tempat”, dan masih banyak lagi nada sumir dan sinis dalam memandang postur pendidikan di Negeri ini. 15 September 2004 lalu United Nations of Development Programme (UNDP) telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negaranegara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.3 Di dunia internasional, kualitas pendidikan pendidikan Indonesia berada diperingkat ke-64 dari 120 negara di seluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education
3
Moch. Agus Krisno Budiyanto, Faktor Penentu Kemajuan Pendidikan Indonesia, http://arfaumg.blogspot.com/2012/05/faktor-penentu-kemajuan-pendidikan.html?m=1, diakses 26 November 2014
3
Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 negara pada 2011.4 Wajah buram yang sama sesungguhnya juga masih terdapat pada dunia Islam secara umum. Bagaimana tidak, kawasan dunia Islam merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang di antara penganut agama-agama besar. Negeri-negeri Islam jauh tertinggal oleh Eropa Utara, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru yang Protestan;oleh Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang Katolik Romawi; oleh Eropa Timur yang Katolik Ortodoks; oleh Israel yang Yahudi; oleh India yang Hindu; oleh Cina, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura yang Budhist-Konfusianis; oleh jepang yang Budhist-Taois, dan oleh Thailand yang Budhist. Praktis tidak ada satu pun agama besar di bumi ini yang lebih rendah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya daripada umat Islam. Padahal, dunia Islam pernah mewarnai peradaban yang mencengangkan seperti yang diakui oleh Max I. Dimont berikut ini: “Dalam hal ilmu pengetahuan, bangsa Arab (Muslim) jauh meninggalkan bangsa Yunani. Peradaban Yunani, dalam esensinya, adalah ibarat sebuah kebun subur yang penuh dengan bunga-bunga indah namun tidak banyak berbuah. Peradaban Yunani itu merupakan sebuah peradaban yang kaya dengan filsafat dan sastra, tetapi miskin dalam teknik dan teknologi. Karena itu, merupakan suatu usaha bersejarah dari bangsa Arab dan Yunani Islamik bahwa mereka mendobrak jalan buntu ilmu pengetahuan Yunani itu dengan merintis jalan ilmu pengetahuan baru; menemukan konsep nol, tanda minus, bilangan-bilangan irasional, dan meletakkan dasar-dasar ilmu kimia baru, yaitu ide-ide yang meratakan jalan ke dunia ilmu pengetahuan modern melalui pemikiran kaum intelektual Eropa pasca-Renaisans”5 Suatu sistem pendidikan dapat dipandang bekualitas apabila kegiatan belajar-mengajar berjalan secara menarik dan menantang peserta didik dapat belajar sebanyak dan sebaik mungkin melalui proses yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan lulusan yang bermutu 4
U.S Agency for International Development (USAID), Kilas Balik Dunia Pendidikan di Indonesia, www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/68-kilas-balik-dunia-pendidikan-diIndonesia, diakses 26 November 2014 5 M. Taufik, Kreativitas Jalan Baru Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2012), h. 22.
4
serta relevan dengan perkembangan zaman. Agar terwujud sebuah pendidikan yang bermutu dan efesien, maka perlu disusun dan dilaksanakan programprogram pendidikan yang mampu membelajarkan secara berkelanjutan. Karena dengan mutu pendidikan yang optimal akan menghasilkan keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang makin pesat. Untuk dapat mencapai sebuah proses pendidikan yang berkualitas diperlukan kreasi-kreasi baru dalam pendidikan yang mampu memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Di antaranya adalah pengelolaan proses pembelajaran yang mampu merangsang dan menantang peserta didik. Sayangnya, sampai sekarang ini masih berlangsung sistem pengelolaan yang menggunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal kreativitas bermanfaat untuk pengembangan diri peserta didik sekaligus perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya
membuahkan
hasil.6
Dengan
adanya
kreativitas
yang
diimplementsikan dalam sistem pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah sehingga dapat bersaing dalam kompetisi global yang berubah tanpa henti. Implikasi pendidikan dari konsep kemauan bebas sudah jelas. Bila murid percaya bahwa tingkahlakunya telah ditentukan lebih dahulu maka ia tentu akan memiliki sikap pasif. Mungkin ia tidak mau bekerja keras. Kegagalan atau kejayaan disebabkan faktor-faktor luar. Sebaliknya, bila seseorang percaya tanggungjawab akan memberi makna yang lebih dalam kepada pendidikan. Pendidikan menumpukan perhatian untuk menolong 6
Ibid., h. 23
5
murid-murid memilih berbagai pilihan dan memilih yang benar. Pendidikan tidak dapat dipandang sebagai proses yang memaksa dimana guru menentukan setiap langkah yang harus diambil oleh murid. Pendidikan yang memelihara kebebasan lebih bersifat bimbingan daripada sebagai paksaan.7 Pendidikan merupakan aktivitas dan wadah bagi pengembangan diri sekaligus ruang bagi tersemainya pengembangan pemikiran orisinal dan muculnya gagasan baru. Oleh karena itu, dunia pendidikan sekarang menuntut kreativitas yang lebih dari pada pendidik untuk menjawab dan memenuhi ekspetasi wajah baru pendidikan, dan yang lebih penting, tentunya, kebutuhan peseta didik demi pelecutan kreativitas, bakat, dan potensinya sebagai modal untuk menyonsong masa depannya. Islam merupakan agama yang menganjurkan umatnya untuk selalu berinovasi dan menuntut ilmu pengetahuan. Perhatikan firman Allah:8
“Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan” (QS 96: 1). Demikian pula dalam hal kebebasan. Rasulullah bersabda,
عن سهل بن سعد قال جاء جبريل إلى النبي صلى اهلل عليو و سلم فقال يا محمد عش ما شئت فانك ميت واعمل ما شئت فانك مجزي بو واحبب من شئت فانك مفارقو واعلم ان شرف المؤمن قيام الليل وعزه استغناؤه عن 9
الناس
“Dari Sahil bin sa’ad telah datang kepadaku Malaikat Jibril dan berkata, ‘Hai Muhammad, hiduplah sesuka hatimu, maka sesungguhnya engkau akan 7
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan,Cet. 3, (Jakarta; PT. Alhusna Zikra, 1995), h. 80. 8 Tim penyusun Endang Hendra, et.al, Al-qur’an Cordoba, (Bandung: PT.Cordoba International Indonesia, 2012), h.597. 9 Mu’jam al-ausath, Bab Man Ismuhu ‘Abdullah, Juz 4, h. 306.
6
mati. Dan cintailah apa yang engkau cintai, sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengan kecintaanmu itu. Dan, beramallah apa yang engkau kehendaki, karena sesungguhnya engkau akan mendapatkan balasan. Lalu, ketahuilah bahwa semulia-mulianya orang mukmin ialah orang yang melaksanakan tahajud dan manusia yang terhormat adalah orang yang tidak meminta-minta kepada orang lain’.” (HR Baihaqi dari Jabir). Hadis di atas menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang menjunjung kebebasan manusia. Islam memberikan kebebasan hidup, kebebasan beramal, kebebasan berkreativitas, kebebasan mencintai dan dicintai, kebebasan bekerja, bahkan kebebasan berpendapat. Namun, kebebasan yang diajarkan Islam bukanlah kebebasan tanpa batas. Melainkan kebebasan
yang
bertanggung
jawab,
yaitu
suatu
kebebasan
yang
dipertimbangkan secara matang dan komprehensif. Sebagaimana analisis Fazlur Rahman yang menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan Islam, beliau berpendapat bahwa “kita tidak bisa lepas dari sistem pendidikan Barat karena umat Islam juga ingin belajar
dunia
Barat,
tetapi
sistem pendidikan Barat
telah
mendehumanisasi dan membekukan jiwa manusia”. Sedangkan dalam dunia Muslim sendiri terdapat sifat defensif yang berlebihan di mana hal tersebut dilakukan karena untuk menyelamatkan pikiran kaum Muslimin dari pencemaran atau kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak dari gagasan Barat melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan yang mengancam akan meledakkan standar-standar moralitas tradisional Islam.10 Fazlur Rahman merupakan seorang neomodernis sejati, pemikiran-pemikiranya pun dianggap dari kalangan tradisionalitas dan fundamentalis terkontaminasi dengan pikiran-pikiran Barat, sedangkan pemikiran pendidikan Barat yang positif dapat diambil manfaatnya oleh Fazlur Rahman, sifat defensif terlalu berlebihan terhadap pendidikan Barat itu merupakan sifat tidak baik, namun
10
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 219
7
melupakan standar moralitas tradisional Islam ketika belajar sistem pendidikan Barat itu juga merupakan tidak baik. Fazlur Rahman juga mengatakan bahwa ilmu yang tidak meluaskan wawasan dan tindakan seseorang adalah ilmu yang setengah matang dan berbahaya. Bagaimana orang bisa memperoleh pengetahuan tentang “tujuantujuan akhir” kehidupan yakni, nilai yang lebih tinggi tanpa mengetahui realitas yang aktual. Konsep pemikiran pendidikan Fazlur Rahman menerangkan intinya dalam Islam memberikan kebebasan dalam arti positif dalam pendidikan dimaksudkan agar peserta didik berwawasan terbuka dalam mengembangkan kreativitasnya.11 Adalah kenyataan bahwa perkembangan zaman selalu berubah, maka pendidikan Islam harus dapat merespons hal tersebut agar pendidikan Islam dapat berkompetisi dalam peradaban global. Untuk itu wahana sumber daya yang paling penting yang harus dikembangkan adalah dunia pendidikan. Karena pendidikan berperan besar dalam usaha membentuk pribadi yang sempurna di samping untuk mempersiapkan manusia masa depan yang ideal. Dalam hal ini perkembangan zaman yang selalu berkembang maka dunia pendidikan dituntut pula untuk berkembang dinamis dalam mewujudkan manusia yang kritis dan kreatif sehingga mampu mandiri dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Melihat permasalahan yang dijelaskan diatas, maka dibutuhkan suatu konsep yang mendasar sebagai bahan rujukan untuk mengarahkan manusia dalam memahami hakikat kebebasan yang sebenar-benarnya, maka dari itu penulis tertarik meneliti penelitian yang diungkapkan oleh Fazlur Rahman kebebasan dalam arti positif senantiasa agar peserta didik berwawasan terbuka dalam mengembangkan kreativitasnya. Dengan adanya kenyataan tersebut maka penelitian ini diberi judul: “KONSEP KEBEBASAN MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT FAZLUR RAHMAN”
11
Ibid., h. 220
8
B. Identifikasi Masalah Adalah kenyataan bahwa perkembangan zaman selalu berubah, maka pendidikan Islam harus dapat merespons hal tersebut agar pendidikan Islam dapat berkompetisi dalam peradaban global. Untuk itu wahana sumber daya yang paling penting yang harus dikembangkan adalah dunia pendidikan. Karena pendidikan berperan besar dalam usaha membentuk pribadi yang sempurna di samping untuk mempersiapkan manusia masa depan yang ideal. Fazlur Rahman juga mengatakan bahwa ilmu yang tidak meluaskan wawasan dan tindakan seseorang adalah ilmu yang setengah matang dan berbahaya. C. Pembatasan Masalah Pembahasan pokok pada penelitaian skripsi ini mengenai konsep kebebasan manusia dalam pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman. D. Rumusan Masalah Dari identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, penulis ingin mengetahui beberapa hal dari hasil penelitian ini yakni : 1. Bagaimana pandangan Fazlur Rahman mengenai konsep dan tujuan kebebasan manusia dalam pendidikan Islam? 2. Bagaimana implikasi dan pengembangan kebebasan dalam pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman? E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui konsep dan tujuan kebebasan manusia dalam pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman. 2. Untuk mengetahui implikasi dan pengembangan kebebasan dalam pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman. Kegunaan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai: 1. Diharapkan
memiliki
nilai
akademis
dan
mampu
memberikan
sumbangan pemikiran tentang konsep kebebasan manusia dalam pendidikan Islam, khususnya di lingkungan Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9
2. Sebagai informasi bagi pendidik bagaimana mengeksplor untuk bebas berkreativitas agar pendidikan tidak menjadi seprangkat nilai yang dogmatis dan kaku 3. Membentuk karakter manusia yang menjunjung tinggi nilai kebebasan berkreativitas yang merujuk terhadap agama sebagai petunjuk dan batasanya, serta sebagai solusi alternatif terhadap masalah yang dihadapi bangsa. 4. Bagi penulis agar menambah wawasan tentang konsep kebebasan manusia dalam pendidikan Islam, serta mengetahui berbagai macam literatur yang berkaitan dengan konten ini sehingga menjadi sarana mengaktualisasikan diri menjadi lebih baik.
BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Kebebasan Manusia 1. Pengertian Konsep Para ahli memiliki definisi tersendiri dalam memberi definisi untuk suatu pengertian. Untuk menjelaskan definisi tentang sebuah makna kata konsep, para ahli juga memiliki pandanagan yang berbeda. Berikut ini adalah pengertian definisi konsep menurut para ahli:1 Woodruf Bahri
Soedjadi
KONSEP
Woodruf mendefinisikan konsep adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Bahri menjelaskan konsep adalah satuan ahli yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Soedjadi mendefinisikan konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menagadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangakaian kata. 1
Carapedia, Pengertian Definisi Konsep Menurut Para Ahli, http://carapedia.com/pengertian_definisi_konsep_menurut_para_ahli_info402.html, artikel diunduh 10 Juli 2014.
10
11
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep dapat didefinisikan sebagai generalisasi tingkat tinggi yang dinyatakan dalam sifat objek atau tanda-tanda dan nama verbal yang dapat ditanggapi. Konsep juga merupakan cara sederhana mengklasifikasikan data dan membuat ramalan-ramalan tambahan tentang ciri-ciri data yang tak dapat ditanggapi. Konsep itu membolehkan kita mencatatkan dan menyusun objek-objek, peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman yang tidak sama dan tidak serupa ke dalam suatu generalisasi atau klasifikasi berdasar pada sifat-sifat penting.2 Penulis mendefiniskan konsep sendiri sebagai suatu gagasan atau ide yang relatif sempurna dirancang secara tersusun dan sistematis dalam mengklasifikasikan objek yang ingin dicapai. 2. Pandangan Islam tentang Manusia Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya dan rupa yang seindah-indahnya dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indera dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi keistimewaan-keistimewaan
itu.
Keistimewaan-keistimewaan
yang
dianugerahkan Allah kepada manusia antara lain adalah kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta dan dirinya sendiri, akal untuk memahami tanda-tanda keagungan-Nya, nafsu yang paling rendah sampai yang tertinggi kalbu untuk mendapat cahaya tertinggi, dan ruh yang kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia.3 Konsep manusia adalah konsep sentral bagi setiap disiplin ilmu sosial kemanusiaan yang menjadikan manusia sebagai objek formal dan materialnya. Agar konsep manusia yang kita bangun bukan semata-mata merupakan konsep yang spekulatif, maka kita mesti bertanya pada Dzat yang mencipta dan mengerti manusia, yaitu Allah SWT, melalui alQur‟an. Lewat al-Qur‟an Allah memberikan rahasia-rahasia tentang 2
Hassan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna,1988), h.
263. 3
Al- Rasyidin dan Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005), h. 17.
12
manusia. Al-Qur‟an memberikan gambaran tentang manusia sebagai berikut4: Bani Adam
Manusia Insan
Basyar
a. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam insan, ins, atau annas. b. Menggunakan kata basyar. c. Menggunakan kata bani Adam, dan zuriyat adam. Kata basyar dari akar kata yang pada mulanya berarti “menampakkan sesuatu dengan baik dan indah”. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena memiliki kulit yang jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain. Proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Rum : 20 5
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
4
Fadhillah Suralaga, dkk., Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press,2005), h. 11. 5 Tim penyusun Endang Hendra, et.al,Al-qur‟an Cordoba,(Bandung: PT.Cordoba International Indonesia,2012),h.406.
13
Kata insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan Nampak. Kata insan dalam al-Qur‟an digunakan untuk menunjukkan kepada manusia dengan segala totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain. Akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan. Manusia oleh Allah SWT diciptakan dengan bentuk pisik (rupa, organ psikofisik) yang sebaik-baiknya. Allah menjelaskan dalam alQur‟an surat at-Thagaabun ayat 3 : 6
Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. dia membentuk rupamu dan dibaguskanNya rupamu itu dan Hanya kepada Allah-lah kembali(mu). Dan an-Nahl ayat 78 :7
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. Disamping itu manusia juga diberikan Allah kemampuan untuk berpikir, akal, kalbu dan nafsu agar dapat mempelajari dan memahami alam semesta. Apa yang dijelaskan Allah dalam al-Qur‟an al-karim teredahulu mengisyaratkan bahwa manusia pada hakikatnya bukanlah hanya sekedar 6 7
Tim penyusun Endang Hendra, et.al..., h.556. Ibid, h.275.
14
binatang menyusui yang hanya memerlukan pemenuhan kebutuhan dasarnya saja seperti makan, minum dan berhubungan seks, tetapi ia juga merupakan makhluk yang berpikir (thingking animal), حيوان ناطقyang memiliki potensi fitrah dan keunikan dalam dirinya. Isyarat yang berkaitan dengan aspek psikis manusia dijelaskan dalam al-Qur‟an dengan sifat-sifat positif maupun negatif dari manusia serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah fitrah, nafs, ruh dan akal.8 Kita dapat mengenal manusia dan membedakanya dari makhlukmakhluk yang lain melalui ciri-cirinya. Diantara ciri-ciri tersebut : a. Manusia mempunyai raga dengan bentuk yang sebaik-baiknya, dengan rupa dan bentuk yang sebaik-baiknya ini diharapkan manusia menjadi bersyukur kepada Allah. b. Manusia itu sebaik dari segi fitrah. Dia tidak mewarisi dosa asal usulnya. Ciri utama fitrah manusia adalah menerima Allah sebagai Tuhan c. Ruh. Al-Qur‟an secara tegas menyatakan bahwa kehidupan manusia tergantung pada wujud ruh dan badan. d. Kebebasan, kemauan atau kebebasan berkehendak, yaitu kebebasan untuk memilih tingkahlaku sendiri, kebaikan atau keburukan. e. Akal. Akal dalam pengertian Islam, bukan otak melainkan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam mempunyai ikatan pada tiga unsur yakni pikiran, perasaan dan kemauan. f. Nafs. Nafs atau nafsu seringkali dikaitkan dengan gejolak atau dorongan yang terdapat dalam diri manusia apabila dorongan itu berkuasa dan manusia tidak mengndalikanya, maka manusia akan tersesat. Kesesatan tersebut menjadi karena manusia yang dikuasai
8
Fadhillah Suralaga, Dkk., Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 15.
15
nafsunya itu tidak menggunakan hati dan indra (mata dan telinga yang dimilikinya).9 Dalam Q.S al-Mu‟minun: 115 menyatakan:10
Artinya: Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan manusia bukan secara main-main, melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi. Secara global tujuan dan fungsi penciptaan manusia itu dapat diklasifikasikan kepada dua, yaitu:11 a. Khalifah Al-Qur‟an menegaskan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanat. Diantara amanat yang dibebankan kepada manusia memakmurkan kehidupan di bumi. Karena amat mulianya manusia sebagai pengemban amanat Allah, maka manusia diberi kedudukan sebagai Khalifah-Nya di muka Bumi. b. „Abd (Pengabdi Allah) Konsep „abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan. Pemenuhan fungsi ini memerlukan penghayatan agar seorang hamba sampai pada tingkat religiusitas dimana tercapainya kedekatan diri dengan Allah SWT. Bila tingkat ini berhasil diraih, maka seorang hamba akan bersikap tawadhu‟, tidak arogan dan akan senantiasa pasrah pada semua titah perintah Allah SWT (tawaqqal).
9
Fadhillah Suralaga, Dkk., Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 17. 10 Tim penyusun Endang Hendra, et.al, Al-qur‟an Cordoba, (Bandung: PT.Cordoba International Indonesia, 2012), h.349. 11 Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat : PT.Ciputat Press, 2005), h. 17 – 19.
16
Hanna Djumhana Bastaman (1995) mengemukakan bahwa pandangan Islam tentang manusia antara lain dapat disimpulkan dari riwayat Nabi Adam a.s a. Manusia itu mempunyai derajat yang sangat tinggi sebagai khalifah Allah untuk pemegang amanah-Nya, beribadah kepada-Nya. Hal ini dijelaskan dalam surah al Baqarah ayat 30:12
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Dalam surah al Azhab 72 juga dikemukakan:13
Artinya: Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir
12
Tim penyusun Endang Hendra, et.al, Al-qur‟an Cordoba, (Bandung : PT.Cordoba International Indonesia, 2012), h.6. 13 Tim penyusun Endang Hendra, et.al, Al-qur‟an Cordoba, (Bandung : PT.Cordoba International Indonesia, 2012), h.427.
17
akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, b. Manusia tidak mengandung dosa asal atau dosa turunan
Artinya: dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1252]. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya[1253] dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu). c. Manusia merupakan kesatuan dari empat dimensi; fisik-biologis, mental-psikis, sosio-kultural dan spiritual.
Artinya: dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
18
d. Dimensi spiritual (rohani) memungkinkan manusia mengadakan hubungan dan mengenal Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan-Nya
Artinya: mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia[218], dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu[219] karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu[220] disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. e. Manusia memiliki kebebasan berkehendak (freedom of will) yang memungkinkan manusia untuk secara sadar mengarahkan dirinya kearah keluhuran atau kearah kesesatan
Artinya: (7) dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), (8) Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
(9)
Sesungguhnya
beruntunglah
orang
yang
19
mensucikan jiwa itu, (10) dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. f. Manusia memiliki akal sebagai kemampuan khusus dan dengan akal itu mengembangkan ilmu serta peradaban.
Artinya: Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). g. Manusia tidak dibenarkan hidup tanpa bimbingan dan petunjuk –Nya.
Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
Hampir semua agama meyakini bahwa hidup manusia didukung oleh dua unsur atau komponen, yaitu unsur yang bersifat fisik dan unsur metafisik ( ruhani, Spiritual). Fisik terdiri atas tubuh atau raga, sedangkan metafisik adalah unsur “dalam” (Inner Self) diri manusia yang biasanya disebut dengan ruh atau nafs (jiwa). Nilai tambah manusia dalam kehidupanya sesungguhnya tidak ditentukan oleh unsur fisiknya, tetapi
20
oleh unsur metafisiknyayang berupa ruh atau jiwa dan kualitas-kualitas internal lainya. Karena fisik manusia nilainya tidak terlalu mahal.14 Menurut Prof. Muhammad al-Ghazali cendikiawan Mesir dalam buku Dinamika Kehidupan Religius, ia menulis sebuah buku berjudul “Nadharat al-Qur‟an” (Pandangan-pandangan di dalam al-Qur‟an). Menurut dia, sekiranya dihitung atau diuraikan unsur-unsur apa yang terdapat dalam tubuh manusia, maka sebetulnya tubuh manusia sangat murah dan tidak ada nilainya. Jika seluruh unsur atau bahan-bahan kimiawi dikandung tubuh manusia itu dijual atau di beli dari sebuah toko niscaya tidak akan mengeluarkan banyak uang.15 Lalu apa yang menjadikan manusia mahal dan dihargai tinggi? Mengapa seseorang dihargai lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain padahal tubuhnya sama, warna kulit dan rambutnya sama, mungkin pakainya juga sama. Ada dua orang berjalan bersama, yang satu pejabat dan seorang lagi ulama‟ besar, tetapi mengapa penghormatan orang terhadap ulama‟ lebih besar daripada pejabat. Disini ada nilai tambah yang bukan bersifat fisik, melainkan non-fisik (metafisik). Menyadari kenyataan ini, Islam melarang umatnya hanya memikirkan hal-hal yang bersifat fisik. Dalam istilah al-Qur‟an, orang yang hanya mengikuti kemauan fisiknya disebut ya‟kulu wa yatamatta‟u (hanya urusan perut dan bersenang-senang). Sebaliknya, Islam mengajak kepada umatnya agar memperhatikan unsur yang mendukung hidup terutama menyangkut unsur metafisik, seperti ilmu, agama, dan moral. Pilihan terhadap model dan cara hidup seseorang bisa dilihat sejauhmana orang tersebut memberikan perhatian dan apresiasi terhadap unsur-unsur penunjan kehidupan. Orang yang mengapresiasi unsur-unsur fisik maka yang dikejar dalam hidupnya adalah hal-hal yang dapat
memuaskan
unsur-unsur tubuhnya. Sebaliknya, orang mengapresiasi unsur metafisik
14
Muhammad Tholchah Hasan, PT.Listafariska Putra, 2000), h.95. 15 Ibid., h. 96 – 97.
Dinamika Kehidupan Religius,
(Jakarta Utara:
21
tampak pada cara hidupnya yang mengutamakan kepuasan spiritual, penghormatan terhadap nilai dan menjunjung tinggi moralitas.16 3. Kebebasan Manusia dalam Islam Dalam mengartikan arti kebebasan terdapat dua kata imbuhan dari kata kebebasan yaitu ke-an, Asal kata kebebasan yakni bebas, yang dikatakan Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menjelaskan arti kata “bebas” yakni:
Bebas
Lepas sama sekali
Lepas dari; tidak dikenakan; tidak terikat atau terbatas
Merdeka
a. Lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dengan leluasa) b. Lepas dari (kewajiban, tuntutan, ketakutan, dsb.); tidak dikenakan (pajak, hukuman dsb.); tidak terikat atau terbatas; c. Merdeka (tidak diperintah atau sangat dipengaruhi oleh Negara lain). Arti pertama dan kedua yang dikemukakan Poerwadarminta itu arti yang umum dan dasariah (sedangkan arti “merdeka” sudah merupakan arti khusus, karena diterapkan pada hubungan antarnegara). Arti yang umum tadi terdapat dalam semua arti khusus dan mendasarinya. Arti ini memang arti yang paling elementer dan fundamental. Akan tetapi yang paling
16
Muhammad Tholchah Hasan, PT.Listafariska Putra, 2000), h.98
Dinamika Kehidupan Religius,
(Jakarta Utara:
22
mendasar belum tentu paling kaya akan isi, paling tinggi dan luhur. Contoh di bawah dapat menjelaskan hal ini. Dalam artinya yang umum, kata “bebas” bisa menunjuk misalnya kepada keadaan “lepas dari kewajiban atau tuntutan apapun”. Disini “bebas” menjadi sama artinya dengan leluasa, sesuka hati, sewenangwenang, membiarkan naluri dan hawa nafsu tak terkekang. Seorang manusia yang mencita-citakan kebebasan macam itu, taraf hidupnya dalam hal ini tidak melebihi taraf hewan. Dalam arti ini seekor anjing pun dapat “bebas” berkeliling (tidak terikat oleh tali), burung terbang “bebas” (tidak dikurung dalam sangkar) dan binatang buas berkeliaran di hutan secara “bebas”.17 Seorang disebut bebas, apabila18 :
Tidak terikat
Dapat memilih Menentukan tujuan sendiri
a. Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuanya dan apa yang dilakukanya b. Dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya c. Tidak dipaksa/terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang lain, Negara atau kekuasaan apapun. 17 18
Nico Syukur Dister OFM, Filsafat Kebebasan, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 45. Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 40
23
Manusia bebas memilih aktifitasnya. Manusia bebas selama ia mengamalkan proses pemilihan di antara berbagai pilihan di berbagai suasana kehidupanya. Kebebasan manusia itu terbatas sebab watak kejadianya dan sebab watak kehidupanya dengan oang lain. Ia bebas dalam batas-batas yang dibenarkan oleh berbagai potensinya yang terbatas itu. Ia bebas sekedar kebebasan orang lain dalam mengekspolitasi kebebasanya. Jadi manusia itu bebas mengamalkan aktivitas terus menerus yang bertujuan memilih yang sesuai dengan apa yang di anggapnya sesuai dengan konsepnya tentang dirinya dan apa yang membawa kepada pertumbuhan dan perkembangan.19 Menurut Hamzah Fanshuri, yang mengomentari mengenai konsepsi yang berkenaan dengan nasib manusia, menurutnya adalah seseorang itu menjadi baik ataupun jahat bergantung pada keadaan apakah potensi primordialnya dari sifat Jamal atau Jalal Allah SWT. Meskipun demikian, dari sudut realitas, tidak ada satu pun yang bisa disebut dengan kejahatan absolut, sebab hakikat segala sesuatu tidak berbeda dengan hakikat Tuhan dan Tuhan itu sendiri adalah kebaikan dan suka pada kebaikan. 20 Pertanyaan di seputar permasalahan tanggungjawab moral dalam kehidupan di dunia ini dan mengenai pahala dan dosa pada hari kemudian berkaitan erat dengan keyakinan terhadap kebebasan manusia seperti iman, dan kepercayaan ini, terlepas dari asumsi bahwa manusia juga memiliki kemampuan untuk menaati ataupun mendurhakai printah Tuhan yang terdapat dalam hukum agama (syariat), juga berarti percaya pada eksistensi kehidupan akhir sebagaimana terdapat dalam hukum agama. Meskipun mengetahui bahwa kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang tidak memiliki eksistensi yang sebenarnya dibandingkan 19
Hassan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991),
h. 230. 20
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.Naqub AlAttas, Terj.dari The Educational Philosophy and Practice Of Syed Muhammad Naquib Al-Attas oleh Hamid Fahmy, M.Arifin Ismail, dan Iskandar Amel Cet.1, (Bandung: Mizan, 2003), h.100101.
24
Tuhan, manusia tetap harus memiliki kepercayaan terhadap eksistensinya sebab ini adalah landasan moral.21 Dalam masalah ini, Syed M. Naquib Al-Attas sependapat dengan Hamzah bahwa kembailnya ruh yang jahat ataupun yang baik ke neraka ataupun surga adalah kembailnya sesuatu ketempat asalnya. Sebab, kejahatan dan neraka itu hanyalah partikulasi sifat Jalal Allah Swt. Sedangkan kebaikan dan surga itu berasal dari sifat Jamal Allah Swt. Hal ini selaras dengan keadilan sebab Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu ruh. Syed Muhammad Naquib Al-Attas menegaskan bahwa pencarian manusia akan kehidupan beragama yang benar hanya akan dapat ditemukan dengan cara kembali pada fitrah yang asal. Keinginan dan pengetahuan mengenai penyerahan diri kepada Tuhanlah yang sebenarnya disebut dengan kebebasan manusia yang sejati. Dia mengemukakan bahwa istilah yang tepat untuk perkataan kebebasan dalam Islam terkandung dalam salah satu istilah teologis, ikhtiar. Ikhtiar, sebagaimana yang dipakai dalam teologi Islam, tidaklah sama dengan ide modern mengenai kebebasan, sebab akar kata ikhtiar adalah khair atau baik, yang berarti “memilih sesuatu yang terbaik”. Oleh karena itu, jika bukan memilih sesuatu yang baik, pilihan itu bukanlah benar-benar pilihan, melainkan ketidakadilan (zhulm). Memilih sesuatu yang terbaik adalah kebebasan yang sejati dan untuk melakukanya seseorang dituntut untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Sebaliknya, memilih sesuatu yang buruk adalah pilihan yang berdasarkan kejahilan dan bersumber dari aspek-aspek tercela nafsu hewani.22 Selaras dengan pandangan Ibn „Arabi, Al-Attas menganggap bahwasanya ketika diberi kemampuan untuk mengikuti atau menolak perintah Allah Swt.(amr) yang termaktub dalam hukum agama (syariat), 21
Ibid., h. 100. Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.Naqub AlAttas, Terj.dari The Educational Philosophy and Practice Of Syed Muhammad Naquib Al-Attas oleh Hamid Fahmy, M.Arifin Ismail, dan Iskandar Amel Cet.1, (Bandung: Mizan, 2003), h.102. 22
25
manusia tetap tidak bisa menolak kehendak Allah Swt. (masyi‟ah). Kebebasan yang sejati hanya bisa dicapai ketika manusia telah memperoleh iluminasi spiritual atau gnosis (ma‟rifah), yaitu ketika ia berhasil mengesampingkan bahwa nafsunya untuk memperoleh jati diri yang lebih tinggi. Bahkan pada tahap ini pun, ia masih terikat dengan kewajiban untuk menghambakan diri kepada Tuhan („ubudiyyah).23 Pada prinsipnya Islam memberikan peluang dan kebebasan kepada seseorang untuk memperoleh hak milik melalui proses usaha dan kerja, apapun bentuknya guna memenuhi kebutuhan hidupya. Islam hanya memberikan rambu-rambu, yang penting proses tersebut tidak dilakukan dengan cara-cara yang tidak dianjurkan dalam islam, seperti dzalim, berbohong, merugikan dan lain sebagainya. 24
4. Macam-macam Kebebasan
Kebebasan Jasmaniah
Macammacam Kebebasan Kebebasan Moral
Kebebasan Kehendak
Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itu dapat dibagi tiga.25 Pertama kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan 23
Ibid., h. 102-103. Muhammad Tholchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, (Jakarta Utara: PT.Listafariska Putra, 2000), h.270. 25 Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 41. 24
26
mempergunakan anggota badan yang kita miliki. Dan kita dijumpai adanya batas-batas jangkauan yang dapat dilakukan oleh anggota badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan, melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu. Manusia misalnya berjenis kelamin dan berkumis, tetapi tidak dapat terbang, semua itu tidak disebut melanggar kebebasan jasmaniah kita, karena kemampuan terbang berada di luar kapasitas kodrati yang dimiliki manusia. Yang dapat dikatakan melanggar kebebasan jasmaniah hanyalah paksaan, yaitu pembatasan oleh seorang atau lembaga masyarakat berdasarkan kekuatan jasmaniah yang ada padanya. Kedua, kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh kemungkinan untuk berfikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat menghendaki apa saja. Kebebasan kehendak berada dengan kebebasan jasmaniah. Kebebasan kehendak tidak dapat secara langsung dibatasi dari luar. Orang tidak dapat dipaksakan menghendaki sesuatu, sekalipun jasmaniahnya dikurung. Ketiga, kebebasan moral dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan, larangan dan lain desakan yang tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinankemungkinan untuk bertindak. Selain itu kebebasan itu meliputi segala macam kegiatan manusia, yaitu kegiatan yang disadari, disengaja dan dilakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan. Namun bersamaan dengan itu manusia juga memiliki keterbatasan atau dipaksa menerima apa adanya. Misalnya keterbatasan dalam menentukan jenis kelaminnya, keterbatasan kesukuan kita, keterbatasan asal keturunan kita, bentuk tubuh kita, dan sebagainya. Namun keterbatasan yang demikian itu sifatnya fisik, dan tidak membatasi kebebasan yang bersifatnya rohaniah. Dengan demikaian keterbatasanketerbatasan tersebut tidak mengurangi kebebasan kita.
27
5. Pengaruh yang Dapat Merubah Kebebasan 26 a. Ketidaktahuan terhadap apa-apa yang seharusnya diketahui. Dapat pula terjadi bahwa ketidaktahuan itu secara mutlak tak dapat diatasi atau paling tidak secara praktis takdapat diatasi. Dalam keadaan ini tidak mungkin ada kebebasan. b. Tidak adanya pengendalian hawa nafsu, emosi kuat kuat dari daya keinginan. Hawa nafsu dapat timbul sebelum kemauan kita mempengaruhinya. Dengan demikian
hawa
nafsu mengurangi
kebebasan perbuatan, tetapi jarang meniadakan kebebasan sama sekali. c. Ketakutan, kegelisahan jiwa yang disebabkan orang melihat bahaya yang bakal datang. Kalau suatu tindakan didorong oleh ketakutan, kebebasanya terkurangi. d. Kekerasan, adalah kekuatan dari luar, yang memaksa kita mengerjakan sesuatu yang tidak kita kehendaki. Kalau kekerasan tidak dapat dielakan , kebebasan dilenyapkan, selama hati tidak menyetujui tindakan itu. 6. Pemaknaan Umum Kreativitas Pada dasarnya kreativitas dirumuskan dalam aspek pribadi, proses, press, dan produk yang disebutnya sebagai four P‟s of creativity: person, prosess, press, product. Dan kebanyakan rumusan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat “P” ini.27 Pertama,
definisi
kreativitas
berkenaan
dengan
person,
sebagaimana dirumuskan Sternberg, bahwa kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis: intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi. Ketiga segi alam pikiran ini akan sangat membantu untuk memahami apa yang melatarbelakangi individu yang kreatif. Kedua, berkenaan dengan proses di mana kreativitas meliputi 26
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 4950. 27 M. Taufik, Kreativitas Jalan Baru Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2012) h. 28.
28
seluruh
proses
kreatif
mulai
dari
menemukan
masalah
hingga
menyampaikan hasil dari proses kreatif. Ketiga, berkenaan dengan press (dorongan), baik dari internal diri berupa hasrat mencipta atau bersibuk diri secara kreatif maupun dari eksternal, yaitu lingkungan sosial psikologis atau lainnya. Keempat, berkenaan dengan product yang memberi aksentuasi pada orisinalitas atau kombinasi yang menghadirkan cara pandang baru. Makna demikian sepadan dengan rumusan Haefele bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinas-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Kreativitas dapat dipahami dalam tiga sudut pandang, yakni: sebagai gaya hidup (the creative person) atau sering disebut sikap kreatif (the creative attitude), sebagai karya tertentu (the creative product), dan proses intelektual atau berpikir kreatif (the creative thingking).28 Dalam sudut pandang yang pertama, sebagai gaya hidup atau sikap kreatif, menurut Erich Fromm memiliki dua makna, abstrak dan konkret. Dalam maknanya yang abstrak menyebabkan seseorang memiliki cara pandang yang baru pada sesuatu yang lama. Artinya, orang yang kreatif tidak melihat kecuali yang baru sehingga reaksi-respons serta sikapnya selalu baru dan orisinal. Dari sisi konkret, sikap kreatif menghasilkan sesuatu yang baru yang dapat dilihat dan didengar orang lain. Menurut Hopkins dan Andrews dalam mendefinisikan sikap kreatif adalah proses yang dilalui oleh seseorang ketika menghadapi suasan-suasana di mana ia terlibat dan menghayatinya dengan mendalam kemudian bergerak balas terhadapnya sesuai dengan dirinya.29 Gerak balas disini dianggap kreatif karena menjadi pembeda antara seseorang dengan orang lainnya. Dengan demikian kreativitas dalam kehidupan seseorang menjadi seperti yang dikehendakinya sendiri bukan yang dikehendaki oleh orang lain. Kedua, kreativitas sebagai karya tertentu (the creative product) yang ditandai dengan hasil karya dan kebaruannya. Menurut Margareth 28
Ibid., h. 29. Hassan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991), h. 172. 29
29
Mead menandaskan bahwa dalam pandangan ini, kreativitas adalah proses yang dilakukan seseorang, yang mendorongnya menciptakan sesuatu yang baru.30 Kreativitas disini adalah proses atau aktivitas yang dikerjakan seseorang kemudian menciptakan sesuatu yang baru, baru disini kembali kepada seseorang dan bukan kepada apa yang wujud dalam bidang di mana berlaku kreativitas itu. Ketiga, kreativitas sebagai proses intelektual atau berpikir kreatif memandang antara kreativitas dengan kemampuan problem solving terkait sangat kuat seperti dinyatakan MacKinnon bahwa perlu konsentrasi pemecahan masalah sebagai intelektual. Dalam hal ini, keterampilan problem solving dapat dipandang sebagai salah satu bagian kreativitas. Kreativitas sebagai proses intelektual adalah semacam pemikiran di mana seseorang berpikir keluar dari apa yang dibiasakan oleh kelompok dalam berbagai bidang.
B. Konsep Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti “pendidikan”
dan paedagogia
yang berarti “pergaulan
dengan anak-anak”. Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhanya agar dapat berdiri sendir paedogogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (membimbing, memimpin).31 Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulanya dengan anakanak untuk membimbing memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.‟‟ Atau dengan kata lain pendidikan ialah “bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak
30 31
Ibid., h 174. Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), h. 17.
30
dalam pertumbuhanya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakatnya”. Para pakar pendidikan amat beragam dalam memberikan makna pendidikan. Jhon Dewey misalnya, mengartikan pendidikan sebagai organisasi pengalaman hidup, pmbentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi Nasional Pendidikan mendefinisikan, pendidikan adalah usaha nyata menyeluruh yang setiap program dan kegiatanya selalu terkait dengan tujuan akhir pendidikan.32 Penekanan makna pendidikan Islam ialah menuju kepada pembentukan kepribadian, perbaikan sikap mental yang memadukan iman dan amal shaleh yang bertujuan pada individu dan masyarakat, penekanan pendidikan yang mampu menanamkan ajaran Islam dengan menjadikan manusia yang sesuai dengan cita-cita Islam yang berorientasi pada dunia akhirat. Adapun dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang mengantarkan kepada kreativitas yang dicita-citakan. Nilai-nilai yang terkandung harus mencerminkan yang universal dan yang dapat mengevaluasi kegiatan aspek manusia, serta merupakan standar nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan yang sedang berjalan.33 Sedangkan Pendidikan Agama Islam berarti "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam".34 Syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan nabi sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan dari satu segi kita lihat bahwa pendidikan islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik bagi
32
Ibid., h. 18. Bashori Muchsin, dkk, Pendidikan Islam Humanistik Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 5. 34 Zuhaerini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 27 33
31
keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan islam tidak bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu, pendidikan islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal dan juga karena ajaran islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semula yang bertugas mendidik adalah para Nabi dan Rasul selanjutnya para ulama, dan cerdik pandailah sebagai penerus tugas, dan kewajiban mereka.35 Menurut penulis ada yang dilewatkan oleh Zakiah Drajat bahwasanya semula yang bertugas mendidik adalah Nabi dan Rasul kemudian keluarga yaitu orangtua selanjutnya para ulama, guru, lingkungan dan masyarakat sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Q.S At-Tahrim: 6
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Pendidikan agama dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mengaktualkan sifat-sifat kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt kepada manusia, upaya tersebut dilaksanakan tanpa pamrih apapun kecuali untuk semata-mata beribadah kepada Allah.
35
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 25-28.
32
Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformutasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah : a. Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. b. Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya. c. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil) d. Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.36 Dari batasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) agar dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologis atau gaya pandang umat islam selama hidup di dunia. Adapun pengertian lain pendidikan agama islam secara alamiah adalah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi 36
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 45.
33
setingkat, pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian adalah berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai “sunnatullah”. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmani juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya. Dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa para ahli pendidikan Islam berbeda pendapat mengenai rumusan pendidikan Islam. Ada yang menitikberatkan pada segi pembentukan akhlak anak, ada pula yang menuntut pendidikan teori dan praktik, sebagian lagi menghendaki terwujud
kepribadian
muslim,
dan
lain-lain.
perbedaan
tersebut
diakibatkan sesuatu hal yang lebih penting. Namun perbedaan tersebut terdapat titik yang persamaan yaitu pendidikan Islam dipahami sebagai suatu proses pembentukan manusia menuju terciptanya insan kamil. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika islam dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah Swt (HablumminAllah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Dari beberapa pengertian di atas terlihat bahwa penekanan pendidikan Islam adalah pada aspek bimbingan, dimana guru sebagai subjek pendidikan memiliki otoritas penuh terhadap proses belajar mengajar di kelas. Guru lebih berfungsi sebagai fasilitator atau petunjuk jalan ke arah penggalian potensi peserta didik. Dengan demikian, guru bukanlah segala-galanya, melainkan sebagai mitra bagi peserta didik dalam mengaktualisasikan potensi dirinya.
34
2. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat.37 Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya. Dalam pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.38 Pendidikan merupakan sarana terbaik yang didesain guna menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri, tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan di setiap cabang pengetahuan. Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupanya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.39 37
Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005), h. 32. 38 Bashori Muchsin, dkk, Pendidikan Islam Humanistik Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.14. 39 Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005), h. 32-33.
35
Sedangkan secara khusus, pendidikan Islam bukan hanya ditinjau dari sisi esensi, tetapi juga dari tujuan atau fungsinya. Khan (1986) mendefinisikan maksud dan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut: a. Memberikan pengajaran al-Qur‟an
sebagai langkah pertama
pendidikan. b. Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi. c. Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang
jelas bahwa hal-hal tersebut dapat
berubah sesuai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. d. Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang. e. Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan, f. Mengembangkan manusia Islami yang berkualitas tinggi yang diakui secara universal.40 Telaah literatur di atas, dapat difahami bahwa, tugas pendidikan Islam setidaknya dapat dilihat dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut adalah; Pendidikan Islam sebagai pengembangan potensi, proses pewarisan budaya, serta interaksi antara potensi dan budaya. Sebagai pengembangan potensi, tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pewarisan budaya, tugas pendidikan Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan 40
Bashori Muchsin, dkk, Pendidikan Islam Humanistik Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 7-8.
36
lingkunganya. Dengan proses ini, peserta didik (manusia) akan dapat menciptakan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan diperlukan
untuk
mengubah
atau
memperbaiki
yang
kondisi-kondisi
kemanusiaan dan lingkunganya.41 Untuk menjamin terlaksananya tugas pendidikan Islam secara baik, hendaknya terlebih dahulu dipersiapkan situasi kondisi pendidikan bernuansa elastis, dinamis, dan kondusif yang memungkinkan bagi pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya, baik secara struktural maupun institusional. Secara struktural, pendidikan Islam menuntut adanya strukutur organisasi yang mengatur jalanya proses pendidikan, baik pada dimensi vertkal maupun horizontal. Sementara secara institusional, ia mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang. Untuk itu, diperlukan kerjasama berbagai jalur dan jenis pendidikan, mulai dari system pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.42 Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu43 : a. Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkattingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan nasional. b. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.
41
Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005), h. 33. 42 Ibid h. 33-34. 43 Ibid h. 34.
37
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kea rah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah al-Quran dan Sunnah Rasulullah (hadis).44 Adapun dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang mengantarkan kepada kreativitas yang dicita-citakan. Nilai-nilai yang terkandung harus mencerminkan yang universal dan yang dapat mengevaluasi kegiatan aspek manusia, serta merupakan standar nilai yang dapat mengevaluasi kegiatan yang sedang berjalan.45 Menetapkan al-Quran dan hadis sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman, al-Quran tidak ada keraguan padanya (Q.S. Al Baqarah/2:2).
Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Ia tetap terpelihara kesucianya dan kebenaranya (Q.S. Al Hijr/15:9),
44
Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005), h. 34. 45 Bashori Muchsin, dkk, Pendidikan Islam Humanistik Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 5.
38
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengan kebenaran hadis sebgai dasar kedua bagi pendidikan Islam. Secara umum, hadis difahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapanya. Keperibadian Rasul sebagi uswat al-hasanah yaitu contoh tauladan yang baik (Q.S. Al Ahzab/33:21)
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. Tujuan, merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan manusia. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi lebih dinamis, terarah, dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktivitas manusia akan kabur dan terombang ambing. Dengan demikian, seluruh karya dan karsa manusia terutama dalam pandangan Islam hendaknya memiliki orientasi tujuan tertentu.46 Plato, salah seorang filosuf Yunani, dalam buku klasik berjudul Republic menyatakan: “Tujuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari tujuan Negara. Karena itu, pendidikan dan politik tidak bisa dipisah-
46
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana,2008), h. 116.
39
pisahkan, sarana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur ialah melalui pendidikan”. Tujuan Negara sebagai tujuan pendidikan tercantum dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional “Mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
yang menyebutkan:
mengembangkan
manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Sedangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.47 Adapun tujuan pendidikan menurut Zuhairini, dkk. adalah membimbing anak agar menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara. 48 Secara filosofis, pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk alinsan al-kamil atau manusia sempurna. Beranjak dari konsep di atas, maka setidaknya pendidikan Islam seyogianya diarahkan pada dua dimensi, yaitu: Pertama, dimensi dialektika horizontal terhadap sesamanya. Kedua, dimensi ketundukan vertikal kepada Allah.49 Pada dimensi pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan pemahaman tentang kehidupan konkret dalam konteks dirinya, sesama manusia,
dan
alam
semesta.
Akumulasi
berbagai
pengetahuan
keterampilan dan sikap mental merupakan bekal utama pemahaman terhadap makna kehidupan. Sementara pada dimensi kedua, memberikan arti bahwa pendidikan sains dan teknologi, selain menjadi alat untuk 47
Bashori Muchsin, dkk., Pendidikan Islam Humanistik Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 11. 48 Ibid., h. 11. 49 Samsul Nizar, Memperbincangkan …. h. 116.
40
memanfaatkan, memelihara dan melestarikan sumber daya alami, dirinya juga menjadi jembatan dalam mencapai hubungan yang abadi dengan sang pencipta, pelaksanaan ibadah dalam arti seluas-luasnya adalah merupakan sarana yang dapat menghantarkan manusia ke arah ketundukan vertikal pada Khaliknya. Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan Islam adalah “mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia”, serta “mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya”.50 Pandangan ini memberikan makna, bahwa secara substansial pendidikan Islam tidak hanya bertujuan mencetak ulama. Tujuan ini bahkan mungkin hanya periperal, mengingat keulamaan bukan sekedar soal kedalaman ilmu, akan tetapi juga berkaitan dengan akhlak, pengakuan masyarakat, dan aktivitas kehidupan kekinian. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam sesungguhnya lebih berorientasi pada transinternalisasi ilmu kepada peserta didik agar mereka menjadi insan yang berkualitas, baik dalam aspek keagamaan maupun sosial. Dalam arti lain, tujuan pendidikan Islam yang dibangunya bukan hanya bersifat internal bagi peserta didik guna memiliki sejumlah ilmu pengetahuan dan mengenal Khaliknya, akan tetapi juga secara eksternal mampu hidup dan merefleksikan ilmu yang dimiliki bagi kemakmuran alam semesta. Untuk mencapai tujuan ideal ini, maka pendidikan Islam hendaknya diformulasi secara sistematis dan integral, sehingga dapat merangsang tumbuhnya dinamika fitrah peserta didik secara optimal Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke 50
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajamurni, 1962), h. 190.
41
arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.51 Dari sini dapat disimpulakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempersiapkan anak didik atau individu dan menumbuhkan segenap potensi yang ada, baik jasmani maupun rohani, dengan pertumbuhan yang terus menerus agar dapat hidup dan berpenghidupan sempurna, sehingga ia dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umatnya.
51
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. (Jakarta : Kencana,2008), h. 119
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian Penelitian
skripsi
yang
berjudul
“KONSEP
KEBEBASAN
MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT FAZLUR RAHMAN” dilaksanakan mulai Mei 2014, dengan jadwal sebagai berikut: awal digunakan untuk pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari koleksi, buku-buku yang ada diperpustakaan, internet serta sumber lain yang mendukung penelitian. Kemudian waktu selebihnya digunakan untuk melakukan menganalisis data, menyimpulkan penelitian serta menyusunnya dalam bentuk penelitian atau laporan. Selanjutnya tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini bertempat di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, “Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.1 Dan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Best, “metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.”2 Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.3 Penelitian deskriptif pada umumnya
1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.60. 2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta :PT. Bumi Aksara, 2009), cet 9. h. 157. 3 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), Cet. 2, h. 3.
42
43
dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Adapun definisi lain penelitian kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan, mengulas dan membahas penemuan data yang ditemukan.4 Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu penelaahan terhadap buku-buku, karya ilmiah, karya populer, dan literatur lain yang berhubungan dengan tema yang diteliti. C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan adapun metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research) maka dari itu diperlukan banyaknya literatur-literatur yang relevan dengan konten kebebasan manusia dalam berkreativitas ditinjau pendidikan Islam. Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data, fakta dan informasi berupa tulisan-tulisan dengan bantuan bermacammacam material yang terdapat di ruangan perpustakaan untuk mencari pijakan atau fondasi landasan teori, misalnya berupa jurnal, buku-buku yang relevan, majalah, naskah, catatan kisah sejarah; surat kabar, internet dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Sumber data pokok yang akan diteliti dalam penelitian ini berupa buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Literature yang terdiri dari: Pertama, sumber data utama (Primer), yaitu: buku-buku yang mengacu kepada pokok bahasan terutama pemikiran tokoh Fazlur Rahman. Kedua, sumber data Skunder yang merupakan buku-buku penunjang ataupun pembanding terhadap judul yang akan diteliti
4
Amin Abdullah, Metedologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner, (Yogyakarta: kurnia Kalam semesta, 2006), h. 140.
44
D. Analisis Data Analisis data penelitian kualitatif bersifat interaktif, berlangsung dalam lingkaran yang saling tumpang tindih. Teknik yang digunakan fleksibel, tergantung pada strategi terdahulu yang digunakan dan data yang telah diperoleh.5 Secara umum langkah-langkahnya ada kesamaan antara satu penelitian dengan penelitian lainya, tetapi di dalamnya ada variasi. Dalam menganalisis data yang telah berkumpul menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu teknik analisa data yang menggunakan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan membandingkan fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui langkah pengumpulan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data dengan metode berpikir: a.
Deduktif: merupakan teknik berpikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu lalu hendak menilai suatu kejadian yang bersifat khusus.
b.
Induktif: berpikir dengan menelaah dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus konkret itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.
5
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.114.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Fazlur Rahman Fazlur Raman Malik lahir pada 21 September 1919 dan wafat pada 26 Juli 1988. Beliau adalah cendikiawan Islam yang terkenal. Fazlur Rahman lahir di Hazzra, sebuah wilayah jajahan Inggris di India (sekarang Pakistan). Ia dididik dalam keluarga Muslim yang taat beragama dengan menganut mazhab Hanafi. Seperti pengakuanya sendiri, keluarganya memperaktikkan ibadah sehari-hari secara teratur. Pada usia 10 tahun, ia telah menghafal Al-Qur’an. Ayahnya Maulana Sahab al-Din, adalah seorang alim terkenal lulusan Dar al-Ulum, Deoband, India. Di sekolah ini, Sahab al-Din belajar dari tokoh-tokoh terkemuka seperti Mawlana Mahmud Hasan (w.1920), yang lebih populer dikenal dengan Syaikh al-Hind, dan seorang faqih ternama, Mawlana Rasyid Ahmad Gangihi (w.1905). Meskipun Rahman tidak belajar di Dar al-Ulum, ia menguasai kurikulum Darse-Nizami yang ditawarkan lembaga tersebut dalam kajian privat dengan ayahnya. Ini melengkapi latar belakangnya dalam memahami Islam tradisional, dengan perhatian khusus pada fiqh, teologi dialektis atau ilmu kalam, hadis, tafsir, logika (manthiq) dan falsafah. Rahman kecil beruntung memiliki ayah yang benar-benar memerhatikan pendidikanya. Ayahnya sangat memerhatikan tentang mengaji dan menghafal Al-Qur’an. Ayahnya mengajarkan tentang disiplin tinggi sehingga ia mampu menghadapi berbagai macam peradaban dan tantangan alam modern, di samping pengajaran dari ibunya tentang kasih sayang, kejujuran, serta kecintaan sepenuh hati darinya.1 Pada 1933, Rahman dibawa ke Lahore untuk memasuki sekolah modern. Kemudian ia melanjutkan ke Punjab University dan lulus menyandang gelar B.A. pada tahun 1940 dalam spesialisasi bahasa Arab. Dua tahun berikutnya ia berhasil menyelesaikan Masternya dalam bidang yang sama di Universitas yang sama pula. Fazlur Rahman belajar bahasa Arab di Universitas Punjab dan melanjutkan ke Universitas Oxford di mana ia menulis disertasi tentang Ibn Sina. Tahun 1946, Rahman berangkat ke Inggris melanjutkan studinya di Universitas Oxford. Ia mempunyai kesempatan
1
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 213.
45
46
mempelajari bahasa Baarat sehingga ia menguasai bahasa Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab, dan Urdu. Penguasaan yang bagus sangat membantunya dalam studi Islam dan penelusuran literatur ke-Islaman yang ditulis orientalis dalam bahasa mereka. Dengan penglaman ini, ia tidak menjadi apologetik, tetapi justru lebih memperlihatkan penalaran objektif. Di bawah bimbingan Profesor S.Van den Bergh dan H.A.R. Gibb, Rahman menyelesaikan Program Ph.D-nya pada tahun 1949, dengan disertasi tentang Ibn Sina. Dua tahun kemudian disertasi tersebut diterbitkan oleh Oxford University Press dengan judul Avicenna‟s Psychology. Pada tahun 1959 karya suntingan Rahman dari kitab al-Nafs karya Ibn Sina diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan judul Avicenna‟s De Anima.2 Setelah meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dari Oxford University, Rahman tidak langsung pulang ke negerinya, ia memilih mengajar di Eropa, yang dimulainya dengan mengajar bahasa Persia dan falsafah Islam di Durham University, Inggris, pada 1950-1958. Ia mulai meniti kariri mengajar, semula di Universitas Durham di mana ia mengajar falsafah Islam dan bahasa Persia. Ketika mengajar di Universitas ini ia merampungkan karya orisinilnya, Prophercy in Islam: Philosophy and Orthodoxy, namun baru kemudian diterbitkan di London oleh George Allen & Unwin, Ltd. Pada 1958. Lalu ia mengajar di Universitas McGill di mana ia mengajar Islamic Studies.3 Pada tahun 1960, Rahman pulang ke negerinya, Pakistan, dan ia ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Riset Islam setelah sebelumnya ia menjabat sebagai staf di lembaga tersebut selama beberapa saat. Penunjukkan Rahman untuk mengepalai lembaga tersebut kurang mendapat restu dari kalangan ulama tradisional. Sebab, menurut mereka, jabatan direktur lembaga tersebut seharusnya hak istimewa ulama yang terdidik secara tradisional. Sementara, Rahman dianggap sebagai kelompok modernis dan telah banyak
2
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 316. 3 Abd. Rachman Assegaf, Op. Cit., h. 215.
47
terkontaminasi dengan pikiran-pikiran barat. Dengan kondisi awal semacam ini, dapat dimaklumi jika selama kepemimpinan Rahman, lembaga riset tersebut selalu mendapat tantangan keras dari kalangan tradisionalis dan fundamentalis. Selama kepemimpinannya, lembaga ini berhasil menerbitkan dua jurnal ilmiah, yaitu Islamic Studies dan Fik u-Nazr (berbahasa Urdu). Karena situasi politik di Pakistan tersebut, maka Fazlur Rahman dihalangi dari membuat kemajuan usahanya, lalu ia pun mengundurkan diri dari jabatannya. Ia kembali mengajar dan pindah ke Amerika Serikat serta mngajar di UCLA (University of California Los Angeles) sebagai profesor tamu selama beberapa tahun. Ia diangkat menjadi profesor dalam bidang pemikiran Islam di Universitas Chicago. Universitas ini merupakan tempat terakhirnya bekerja, hingga ia wafat. Dia pindah Universitas Chicago pada tahun 1969. Di Chicago, ia aktif mendirikan program kajian Timur Dekat yang berlanjut hingga menjadi yang terbaik di dunia. Fazlur Rahman juga menjadi pendukung bagi reformasi pemerintahan Islam dan menjadi penasihat jabatan negara. Selama menjadi pengajar di Universitas Chicago, dengan posisi sebagai Muslim modernis, Rahman telah memberikan banyak kontribusi pada ilmuwan Muslim generasi berikutnya untuk memberi kepercayaan diri, baik melalui publikasi, konsultasi, dakwah, dan pengkaderan ilmuwan muda yang datang dari berbagai negara untuk belajar dibawah asuhanya. Selain memberi kuliah tentang al-Qur’an, filsafat Islam, kajian-kajian tentang al-Ghazali, Ibn Taimiyah, Syaikh Waliyullah, Muhammad Iqbal dan lain-lain, Rahman juga aktif sebagai pemimpin berbagai proyek penelitian universitas tersebut. Salah satu proyek yang dipimpin bersama-sama dengan Prof. Dr. Leonard Binder, adalah tentang Islam dan perubahan sosial yang melibatkan banyak sarjana yunior. Riset ini memusatkan perhatian pada lima masalah pokok, yaitu pendidikan agama dan perubahan peran ulama dalam Islam; Syariah dan kemajuan ekonomi; keluarga dalam masyarakat dan hukum Islam masa kini; Islam dan masalah legalitas politik, serta perubahan konsep stratifikasi di dalam masyarakat Muslim masa kini. Riset ini
48
dilakukan di negara-negara Pakistan, Mesir, Turki, Iran, Maroko, dan Indonesia. Tidak kurang dari 18 tahun lamanya, Rahman menetap di Chicago, dan mengomunikasikan ide-idenya, sampai akhirnya Tuhan memanggilnya pada 26 Juli 1988. Kepergian sarjana pemikir neomodernis ini merupakan sebuah kehilangan bagi dunia Intelektual Islam kontemporer. Sejak kematian Fazlur Rahman, tulisan-tulisannya segera populer di kalangan para cendikiawan Muslim dan wilayah Timur Dekat. Kontribusinya kepada Universitas Chicago masih menjadi bukti dalam berbagai program unggulan di wilayah tersebut. Dapat diketahui bahwa Fazlur Rahman adalah seorang pemikir Islam terkemuka dan kredibel. Latar belakang keluarganya yang taat beragama, latar belakang pendidikanya yang kredibel, kemampuan intelektual dan kepribadiannya yang baik, ketekunannya dalam melakukan penelitian dan melaksanakan tugas-tugas, menyebabkan pemikiran dan gagasannya pantas untuk dijadikan rujukan. B. Karya-karya Fazlur Rahman Fazlur Rahman merupakan seorang pemikir Islam terkemuka dan kredibel bagi dunia Islam, dengan kemampuan intelektual yang dimilikinya melahirkan berbagai macam karya-karya ilmiah tertulis dalam bentuk buku atau artikel. Karya-karya Fazlur Rahman sebagai berikut4: 1. Islam. 1979. University of Chicago Press, 2nd edition. 2. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. 1982. University of Chicago Press. 3. Major Themes of the Qur‟an. 2009. University of Chicago Press. 4. Revival and Reform in Islam (ed. Ebrahim Moosa). 1999. Oneworld Research.
4
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 217.
49
5. Islamic Methodology in History. 1965. Central Institute of Islamic Research. 6. Health and Medicine in the Islamic Tradition. 1987. Crossroad Pub Co. 7. Riba and Interest, Islamic Studies (Karachi) 3 (1), Mar. 1964:1-43. 8. Shariah, Chapter from Islam [Anchor Book, 1968], pp. 117-137. 9. “An Authobiographical Note”, the Courage of Conviction. 1985, diedit oleh Philip L. Berman. New York: Ballantine Bookers. 10. “Approaches to Islam in Religious Studies: Review Essay” 1985. Approaches to Islam in Religious Studies, diedit oleh Richard C. Martin. Temple: University of Arizona Press. 11. Avicenna‟s Psychology. 1952. London: Oxford University Press. 12. “Devine, Revealation and the Prophet”. 1979. Hamdard Islamicus, I No.2. 13. “Funcional Interdependence of Law an Theology”. 1971. Theology and Law in Islam, diedit oleh G.E. von Grunebaum. Wiesbaden: Otto Harrassowitz. 14. “Ibn Sina, a History of Muslim Philosopy”. 1996, diedit oleh M.M. Syarif. Delhi: Low Price Publications. 15. “Interpreting the Qur’an”. Mei 1986. Inquiry.
C. Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Kebebasan manusia sebagai konsep pendidikan yang menghargai pembawaan, persamaan dan kebebasan bagi peserta didik agar dapat mengembangkan potensi pribadinya peserta didik ke arah pribadi yang berwawasan demokratis. Hal tersebut telah mendapat perhatian dari berbagai pemerhati
masalah pendidikan karena pendidikan khususnya
dunia
pendidikan Islam pada akhir-akhir ini mengalami tidak relevan dengan tuntutan
perkembangan
zaman,
bersifat
stagnan,
kurang
merespon
perkembangan sosial yang begitu cepat berubah. Menurut Fazlur Rahaman yang dikutip oleh Abd. Rahman Assegaf Kebebasan adalah hak dasar bagi setiap manusia yang ada di dunia ini. Dengan kebebasan manusia dapat kreatif dan dapat mengetahui tujuan yang
50
dianggapnya baik. Dalam mengembangkan kebebasan tentunya tidak melanggar kebebasan orang lain. 5 Hal tersebut sama dengan pendapat Al-Abrasyi yang memandang manusia itu memiliki kebebasan (liberal), dan kebebasan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari khazanah intelektualitas Islam. Kebebasan berpikir sebagaimana diakui Islam, sebenarnya telah mampu mengubah pendirian lama orang-orang sebelum kedatangan Islam, yakni orang-orang yang mengikuti saja apa yang diikuti oleh nenek moyangnya (QS Luqman:21), atau menganggap telah mendapat petunjuk dengan mengikuti agama nenek moyang mereka (QS Al-Zukhruf:22).6 Kebebasan itu perkara nisbi (relatif). Apabila dikatakan bahwa manusia itu makhluk liberal, maksudnya adalah bebas menentukan sikap terhadap sesuatu yang sedang dihadapi (ada). Liberalisme mengandung arti tidak adanya belenggu dan kekangan yang bisa terjadi. Jika dikatakan: bebas di sekolah atau bebas belajar, tidak berarti para muridnya bebas dari segala aturan, tanggung jawab atau beban. Justru yang dimaksud disini adalah bebas menentukan sikap terhadap segala aturan, tanggung jawab atau beban yang telah ditetapkan kepada mereka sebelumnya, dan boleh menentukan masa depanya. Fazlur Rahman berpendapat bahwa setiap interpretasi dan pendekatan terhadap kebenaran selalu bersifat subjektif. Setiap pandangan mengandung tujuan tertentu. Tapi hal itu tidak apa-apa, sepanjang suatu sudut pandangan tersebut tidak menyimpang dari objek pandangan. Berbagai pandangan dapat diperbandingkan. Adanya perbedaan pandangan adalah sehat, sejauh pandangan itu memiliki alasan yang jelas.7 Kebebasan hendaknya berjalan erat dengan pemikiran untuk kepentingan individu. Dikatakan bahwa apabila kita hendak menjadikan 5
Ibid., h. 225. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 194. 7 M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim, (Bandung, Mizan, 1999), Cet., IV, h. 262. 6
51
pelajaran pada peserta didik bisa membawa hasil yang konkret, kita harus memberikan banyak kebebasan kepada anak. Dan apabila kita ingin mengetahui secara jelas watak anak sebagaimana yang terdapat dalam dirinya, kita wajib memberinya kebebasan, menuntunya secara konsisten dan membimbingnya dengan cara bijaksana. Pendidikan individual adalah pendidikan yang memerhatikan kemampuan tiap individu.8 Pandangan tentang manusia sebagai makhluk liberal-individualis tidak mengurangi perhatiannya terhadap manusia sebagai homo-sosial. Sebab, kebebasan yang dimiliki oleh tiap individu dibatasi oleh kebebasan individu lain. Misalnya menunjukkan bahwa murid bebas menentukan ketetapanya sendiri terhadap sikapnya di sekolah atau belajar. Namun, kebebasan itu bukanlah sebagai alasan baginya untuk melanggar aturan sekolah dan tanggung jawab belajarnya. Dan oleh karena dalam sekolah terdapat individuindividu lain, maka kebebasanya juga dibatasi oleh kebebasan individu tersebut. Ivan Illich memandang bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dan mengembangkan potensinya dengan memilih berbagai sarana dan lembaga yang tersedia di masyarakat yang sifatnya senantiasa dinamis. Dengan sifatnya yang demikian itu, maka manusia bebas mengambil pendidikan dari manapun tidak hanya di sekolah, lembaga-lembaga lain juga bisa sebagai alternatif yang dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan.9 Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh situasi dan kondisi sosial. Lingkungan di mana seseorang itu berada membawa dampak tertentu pada manusia, dan kebudayaan yang mewarnai kehidupan sosial berperan dalam pembentukan sifat-sifat manusia. Meskipun demikan, kedaan sosio-kultural smacam itu tidaklah sebagai
8
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 195. 9 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 282.
52
barometer atas baik-buruknya sifat-sifat manusia. Keadaan masyarakat dan budaya diakuinya dapat mengarahkan dan mempengaruhi perbuatan manusia yang bernilai baik dan buruk, tetapi kondisi masyarakat dan budaya itu sendiri bukan sebagai ukuran baik dan buruk. Ukuran baik dan buruk dalam perbuatan dan sifat manusia adalah agama (Islam). Manusia itu dapat menerima sifat/nilai baik dan buruk karena ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian, lingkungan memengaruhinya menjadi baik dan buruk. Menurut Fazlur Rahman dalam pandangan kebebasan ini tidak ada manusia yang bebas sama sekali karena manusia selalu terikat dengan sistem etis yang ada disekitarnya.10 Manusia dikatakan bebas dalam batas-batas tertentu, kebebasan itu penting karena manusia bebas mengambil keputusan, memilih aktivitas yang sesuai dengan ketetapanya. Ada berbagai suasana yang membatasi kebebasan manusia, tetapi manusia masih tetap bebas mengambil keputusan terhadap suasana yang membatasi kebebasanya itu. Jadi pada hakikatnya manusia itu memiliki kebebasan, kebebasan yang terbatas dengan individu lain serta kebebasan yang bertanggung jawab. Bahwa sesungguhnya di dunia ini tidak ada kebebasan yang mutlak karena kebebasan seseorang akan dibatasi oleh kebebasan yang dimiliki orang lain. Hidup seseorang tidak dapat dipikirkan tanpa orang lain. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk politik (zoon politicon). Kebebasan yang dapat dibenarkan dalam suatu kehidupan demokratis adalah kebebasan yang terbatas, karena harus ada penghargaan yang wajar atas hak setiap orang. Dengan kata lain kebebasan itu harus disertai tanggung jawab terhadap masyarakat.11 Konsep pemikiran pendidikan Fazlur Rahman menerangkan yang intinya dalam Islam memberikan kebebasan dalam arti positif dalam pendidikan dimaksudkan agar peseta didik berwawasan terbuka dalam
10
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 226. 11 Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 110.
53
mengembangkan kreativitasnya. Menurut Fazlur Rahman bahwa dalam Islam pemaksaan tidak akan membuahkan hasil, bahkan tidak akan bisa bekerja, dan teknik indoktrinasi pencucian otak menunjukkan bahwa teknik ini hanya akan membawa senjata makan tuan.12 Menurut Fazlur Rahman Inti dari demokrasi pendidikan adalah menginginkan agar peserta didik dapat mengembangkan kebebasanya melalui proses pendidikan yaitu dapat mengembangkan kapasitasnya yang positif, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemudian dituangkan dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dalam bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan dinyatakan; dalam pasal (1) pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak deskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa, (2) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna, (3) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, (4) pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.13 D. Keterkaitan Kebebasan Manusia dengan Pendidikan Islam Kebebasan adalah hak dasar bagi setiap manusia yang ada di dunia ini. Dengan kebebasan manusia dapat kreatif dan dapat mengetahui tujuan yang dianggapnya baik. Namun, dalam mengimplementasikan kebebasan tentunya tidak melanggar kebebasan orang lain. kebebasan di sini kalau ditarik dalam dunia pendidikan, yakni hendaknya pendidikan dapat mengembangkan (kebebasan bagi peserta didik dalam arti positif), karena dalam kebebasan itu peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya. Dalam mengembangkan kreativitasnya tersebut, tentunya tidak melanggar
12
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 220. 13 Ibid., h. 224.
54
kebebasan orang lain. dengan kata lain, kebebasan yang dikembangkan adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Dalam mengembangkan kebebasan, manusia itu melakukan action (tindakan). Kalau manusia berhenti melakukan action akibatnya manusia tidak akan maju. Sebagaimana yang dikatakan Fazlur Rahman “Apabila proses berpikir kembali berhenti jelas masyarakat akan macet atau kalau tidak demikian akan mengambil jalan sekularisme”.14 Jelas dalam hal ini ditekankan bagi setiap muslim untuk bertindak, tidak tinggal diam terhadap problem-problem kehidupan umat. Menurut Fazlur Rahman manusia harus terus-menerus melakukan perjuangan
yang
tak
henti-hentinya
dalam
mengembangkan
hidup,
kreativitas, kekuasaan, keadilam, hal itu dilakukan agar manusia tetap survive dan makmur.15 Perjuangan yang terus-menerus inilah demi kebaikan yang merupakan kunci dari eksistensi normatif dan merupakan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan yang Maha Esa yang diwajibkan kepada manusia secara tegas oleh al-Qur’an. Hendaknya manusia itu mengembangkan ide-ide pengetahuan, kreativitas (gagasan) adalah suatu tindakan yang bernilai tinggi, dengan kata lain, manusia ditekankan pada kebebasan untuk mengembangkan kreativitas maupun pengetahuannya agar manusia dapat memperbaiki hidupnya. Fazlur
Rahman
berpendapat
bahwa
pendidikan
hendaknya
diselenggarakan dengan mengembangkan kebebasan peserta didik, karena tanpa kebebasan kreativitas peserta didik tidak dapat berkembang. Dengan kata lain dalam ajaran Islam juga mengembangkan demokratisasi pendidikan. Karena
dalam
demokratisasi
pendidikan,
kebebasan
peserta
didik
dikembangkan dengan dibantu pengajar yang profesional, sehingga peserta
14 15
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran ..... h. 225. Ibid., h. 225.
55
didik tidak merasa takut dalam mengembangkan kreativitasnya. Sehingga peserta didik termotivasi mengembangkan dirinya.16 Manusia adalah benda hidup yang selalu bergerak. Manusia berkembang terus dalam usahanya mencari yang lebih baik, dan yang lebih baik itu adalah dalam perwujudan kemanusiaan (self-actualization). Asumsi ini berbeda daripada yang menjadi dasar psikologi tradisional di mana manusia dianggap benda hidup yang tidak membuat respons kecuali jika ia berhadapan dengan perangsang. Jadi aktivitasnya sekedar sebagai reaksi terhadap perangsang yang diterimanya. Menurut Hasan Langgulung pendidikan dituntut agar menawarkan materi pendidikan universal, yaitu pendidikan yang dapat menyentuh potensi peserta didik. Dengan cara demikian akan dapat dihasilkan manusia yang seutuhnya. Hal ini sejalan dengan pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang dilihat secara integral dan seimbang. Oleh sebab itu, wajar jika pendidikan Islam dituntut untuk mengayomi seluruh potensi peserta didik secara utuh, baik sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial.17 Pendidikan menggunakan epistimologi tersendiri yang disebut sebagai epistimologi komprehensif. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa hakekat pendidikan Islam adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagi konsekuensi keberagaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Sehingga sumber pengetahuan adalah teks-teks kitab suci, realitas alam, fenomena sosial, dan intuisi, indrawi, dan akal
(rasio).
Peringkat
umum
yang
harus
dilakukan
gerakan
memperhitungkan kondisi-kondisi sosial sekarang. Dengan kata lain pendidikan itu harus dapat berhubungan dengan masyarakat, sehingga peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kapasitasnya dalam masyarakat. Menurut Fazlur Rahman pengetahuan itu bersifat progresif dan dinamis, karena vitalitas sebuah karya intelektual sangat tergantung dari
16 17
Ibid,. h. 224. Abuddin Nata, Op. Cit,. h. 344.
56
lingkungan kebebasan intelektual. Tidak bisa dikatakan bahwa pikiran itu dapat bertahan tanpa kebebasan. Dengan kebebasan peserta didik maka sifat kritis dan kreatif peserta didik dapat berkembang. Kritis dan kreatif manusia berlaku pada hal penciptaan yang berjalan secara terus-menerus, yaitu mengubah suatu bentuk ke bentuk lain. hal ini meliputi semua aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali dalam ilmu pengetahuan, pemikiran, dan pendidikan.18 E. Dasar dan Tujuan Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Islam Asas kebebasan akan nampak dengan jelas dalam hak Tuhan yang diberikan kepada manusia atas sebab ciptaan Allah yang independen bagi hamba-Nya, wujud Allah yang independen, mengharuskan senantiasa menjaga kelestarian hak hidup tanpa harus membedakan terhadap sebab apapun yang terjadi di antara semua manusia; baik para penguasa atau rakyat, atasan maupun bawahan, kaya atau miskin, pintar ataupun bodoh, serta para direktur maupun karyawan. Hak kebebasan ataupun lainya termasuk halnya hak-hak asasi manusia adalah hak setiap manusia dengan sama rata, merupakan pemberian Tuhan selamanya, hak tersebut tidak diperoleh dari sebab kekuatan, kekuasaan, undang-undang atau adat manapun. Menurut Fazlur Rahman tujuan kebebasan pendidikan menekankan kepada aspek moral. Ia mengatakan, bahwa tanggung jawab pendidikan yang pertama adalah menanamkan pada pikiran-pikiran siswa mereka dengan nilainilai moral. Pendidikan Islam didasarkan dengan ideologi Islam. Karena itu, pada hakikatnya, pendidikan Islam tidak dapat meninggalkan keterlibatannya pada persepsi benar dan salah.19 Tugas-tugas yang dibebankan Tuhan ataupun kewajiban-kewajiban agama
yang dibebankan kepada manusia sekalipun adalah berarti
memuliakan manusia itu sendiri. Di saat manusia penuh tanggungjawab,
18
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 228. 19 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 321.
57
maka ia menjadi agung dan mulia, akan tetapi ketika manusia menyepelekan dan meninggalkan tugas tanpa ada beban apa-apa, maka ia menjadi hina, kehormatanya menjadi hilang, serta keberadaanya seperti ia tidak ada. Tugas yang diberikan Tuhan kepada manusia merupakan tujuan Tuhan untuk memuliakan manusia itu sendiri, hal ini senada dengan firman Allah dalam Q.S Al-Ahzab : 72
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.” Dengan demikian sebagaimana yang telah diungkapkan al-Qur’an dasar kebebasan adalah kemuliaan manusia,20 sedangkan timbulnya kemuliaan merupakan hak manusia, suatu tuntutan untuk menetapi hak-hak yang melekat dengan kehidupan, serta kewajiban-kewajiban antar sesama manusia. Menurut Fazlur Rahman menunjukkan dalam al-Qur’an bahwa sering dijumpai ayat-ayat membicarakan pasangan antara al-dun-ya dan al-akhirah. Al-dun-ya bermakna bernilai lebih rendah, sisi kehidupan materil, sedikit hasil serta tidak memuaskan. Sementara al-akhirah menunjukkan sisi sebaliknya, yakni bernilai lebih tinggi, lebih baik, dan menjadi tujuan dari kehidupan. 21 Pemikiran tersebut mengajarkan kepada umat manusia bahwasanya aldun-ya merupakan bukan tujuan manusia hidup, karena sisi kehidupan aldun-ya bernilai lebih rendah dan bersifat sementara tidak kekal. Nilai yang
20
Wahbah Az-zuhaili, Kebebasan dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 11. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 321. 21
58
lebih tinggi dibandingkan al-dun-ya adalah al-akhirah inilah yang menjadi tujuan dari kehidupan manusia untuk hidup karena sisi kehidupan al-akhirah lebih baik, bernilai tinggi dan bersifat kekal. Kebebasan dalam pendidikan membuat manusia mempelajari kejadian yang terjadi pada diri sendiri, alam semesta dan sejarah umat manusia di muka bumi dengan cermat dan mendalam serta mengambil pelajaran darinya agar dapat menggunakan pengetahuannya dengan tepat,
serta agar tidak
mengikuti orang yang berbuat kerusakan sehingga bisa menetapkan kepada pribadi yang baik dan benar. Dasar ideal pendidikan Islam menurut Said Ismail Ali terdiri atas enam macam, yaitu: al-Qur‟an, al-Sunnah, Qawl al-Shahabah, mashalih almursalah, „urf, dan hasil ijtihad intelektual Muslim.22 Namun, dasar ideal ini secara aktual dioperasionalkan oleh: 1. Dasar historis Dasar yang memberi persiapan kepada pendidik dengan hasil pengalaman masa lalu, undang-undang dan peraturan-peraturanya, batas-batas, dan kekuranganya. 2. Dasar sosial Dasar yang memberi kerangka budaya yang pendidikanya itu bertolak dan bergerak, seperti memindah budaya, memilih dan mengembangkan. 3. Dasar ekonomi Dasar yang memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggungjawab terhadap anggaran pembelajaran. 4. Dasar politik dan administratif Dasar yang memberikan ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang dibuat.
22
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan,Cet. 3, (Jakarta: PT. Alhusna Zikra, 1995), h. 35.
59
5. Dasar psikologis Dasar yang memberi informasi tentang watak dan subjek didik, para dewan guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian, penilaian, dan pengukuran secara bimbingan. 6. Dasar filosofis Dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol, dan memberi kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.23 Menurut Fazlur Rahman pendidikan seharusnya berorientasi pada Al-Qur’an,
dinamika
pendidikan
dapat
mempengaruhi,
bahkan
menentukan dinamika peradaban. Dengan kata lain, dasar peradaban manusia ditentukan sistem pengetahuan, sehingga fungsi pendidikan terutama pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman dari sisi sosial sangat strategis yakni mencari worldview dan elan dasar Al-Qur’an dari pencarian itu ditemukan “moral” dan keadilan sosial.24 Fazlur Rahman menganjurkan dikembangkanya “etika Al-Qur’an”, sebagai titik tolak dikembangkanya hukum Islam yang dinamis. Pandanganya tentang perlunya dikembangkan suatu konsep etika AlQur’an ini sekaligus membawanya kepada pendekatan tekstual, dalam mencari akar-akar etika Islam.25 Dari pencarianya itu ditemukan moral dan keadilan sosial. Dari sini kemudian ia temukan tiga kata kunci etika AlQur’an, yaitu iman, Islam, dan takwa.26 Kebebasan individu memiliki beberapa corak yang berbeda, yang setiap coraknya terdapat beberapa dimensi yang jelas, begitu juga istilah
23
Hassan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna,1988), h.
5-7 24
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 229. 25 M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim, (Bandung, Mizan, 1999), Cet., IV, h. 264. 26 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 328.
60
kebebasan dalam Islam memiliki arti sosial. Dalam hal ini Islam memberikan dua ikatan dalam kebebasan; 1. Ikatan dari dalam yang bangkit dari jiwa yang paling dalam, berfungsi dalam penguasaan jiwa, patuh terhadap putusan akal maupun perasaan, dan mengikat kebebasan manusia dari mengikuti hawa nafsu maupun kesenangan. Diantara fenomena macam ikatan ini yang paling nampak adalah rasa malu. Dalam hadits disebutkan:
ٍ َح َّدثَنَا ُزَه ْي ر بْ ُن َح ْر ب َح َّدثَنَا َج ِر ٌير َع ْن ُس َه ْي ٍل َع ْن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ِدينَا ٍر َع ْن ُ ِ ُ ال رس صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َ َصالِ ٍح َع ْن أَبِي ُه َريْ َرَة ق َ ول اللَّه َ أَبِي ُ َ َ َ ق:ال ِْ ضلُ َها قَ ْو ُل ََل إِلَهَ إََِّل ْ ِض ٌع َو َس ْب عُو َن أ َْو ب ْ ِيما ُن ب َ ْض ٌع َو ِستُّو َن ُش ْعبَةً فَأَف َ اْل 27
ِ ِ اْليم .ان َ َاللَّهُ َوأَ ْدن َ اها إِ َماطَةُ ْاْلَذَى َع ْن الطَّ ِر ِيق َوال َ ِْ ْحيَاءُ ُش ْعبَةٌ م ْن
“Dikabarkan oleh Zuhair bin Harb dikabarkan oleh Jarir dari Suhail dari „Abdillah bin Dinar dari Abi Shalih dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah S.A.W : “Iman itu ada tujuh puluh macam atau lebih, yang paling utama adalah ucapan la ilaha illallah, sedang yang paling rendah adalah membuang gangguan dari jalan, Rasa malu termasuk cabang dari iman.”(H.R. Muslim) Dalam hadits lain disebutkan,
27
h. 140.
Sahih Muslim, Bab Bayan „Adad Su‟bu al-Iman wa Afdholuha wa Adnaha, Juz 1, No.51,
61
ِ ِ ِ اعيل بْن َع ْب ِد َع ْن، س َّ اهلل ُ ُ َح َّدثَنَا إِ ْس َم َ َح َّدثَنَا ع، الرقِّ ُّي َ ُيسى بْ ُن يُون ِ ُ ال رس ٍ َ َع ْن أَن، ي صلَّى َ َ ق، س ُّ َع ِن، ُم َعا ِويَةَ بْ ِن يَ ْحيَى ِّ الزْه ِر َ ول اهلل ُ َ َ َ ق: ال ِ ِ ِ َ َو ُخلُ ُق ا ِْل ْسالَِم ال، إِ َّن ل ُك ِّل دي ٍن ُخلًُقا: وسلَّ َم َ اهلل َع ْليه ُْحيَاء
28
“Dikabarkan oleh Ismail bin „Abdillah Arraqi, dikabarkan oleh „Isa bin Yunus, dari Mu‟awiyah bin Yahya, dari Zuhriyi dari Anas berkata: Bersabda Rasulullah SAW. : Setiap agama memiliki akhlak, sedang akhlak agama Islam adalah rasa malu.”(H.R.Ibnu Majah) 2. Ikatan dari luar terhadap jiwa yang diatur undang-undang. Faktor yang mendasari adanya ikatan ini adalah lemahnya beberapa ikatan jiwa dari dalam, padahal dalam realitanya ia sangat menjaga kebebasan, tidak ada ikatan bagi kebebasan.29 Imam As-Sakhawi menyebutkan beberapa ikatan dalam kebebasan, beliau mengatakan, “Islam telah memberikan kebebasan kepada manusia, islam telah mengikat kebebasan itu dengan keutamaan sehingga manusia tidak menyeleweng, dengan keadilan sehingga manusia tidak melewati batas, dengan kebenaran sehingga manusia tidak tergelincir mengikuti hawa nafsu, dengan kebajikan dan pengutamaan sehingga manusia tidak terhinggapi sikap egois, dan dengan jauh dari marabahaya sehingga watak kemanusiaan yang dimiliki manusia tidak menjadi besar”.30 Kebebasan dalam individu juga harus didasari dengan konsep etika Al-Qur’an yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman, yaitu iman, Islam dan, takwa. Ketiga kata kunci tersebut mengandung maksud yang sama, yaitu percaya, menyerahkan diri, dengan menaati segala yang diperintahkan Allah Swt, dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya.
28
Sunan Ibnu Majah, Bab Az-Zuhd, Juz 5, No. 4181, h. 276. Wahbah Az-zuhaili, Kebebasan dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 33. 30 Ibid., h. 33. 29
62
Dengan
konsep
etika
Al-Qur’an
menjadi
dasarnya
maka
pendidikan Islam pangkalnya adalah mengarahkan peserta didik untuk memiliki etika Al-Qur’an. Dengan didasari etika Al-Qur’an, ia dapat mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya dengan kemampuan untuk mengatur segala yang ada di alam ini untuk kemaslahatan kehidupan seluruh umat manusia.31 Dasar etika Al-Qur’an ini menjadi acuan sebagai tujuan kebebasan dalam pendidikan Islam. Secara normatif ada tiga fungsi penting dari tujuan pendidikan, yaitu: 1. Memberi arah pada proses yang bersifat edukatif 2. Mendorong atau memberikan motivasi yang baik. 3. Memberikan pedoman atau menyediakan kriteria-kriteria dalam menilai proses pendidikan.32 Menurut Fazlur Rahman tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa, sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkinkan manusia dapat memanfaatkan sumbersumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemauan dan keteraturan dunia.33 Hassan Langgulung berpendapat bahwa tujuan akhir yang akan dicapai dalam pendidikan Islam adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, psikis, kemauan, dan akalnya secara dinamis sehingga terbentuk pribadi yang utuh bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah.34 Ulasan menarik dikemukakan oleh Ahmad Tafsir di mana tujuan pendidikan dilihatnya secara berjenjang dari segi karakteristik
31
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 328. 32 M. Taufik, Kreativitas Jalan Baru Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2012), h. 133. 33 Lihat Fazlur Rahman, The Qur‟anic Solution of Pakistan‟s Education Problems, dalam Sutrisno, Fazlur Rahman, Kajian terhadap Metode Epistimologi dan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), cet. I, h. 171. 34 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan,Cet. 3, (Jakarta: PT. Alhusna Zikra, 1995), h. 67.
63
lulusan yang diharapkan dari suatu sistem atau lembaga pendidikan, yaitu: “lulusan yang merupakan manusia terbaik” dengan karakter, yaitu: 1. Berdisiplin tinggi 2. Jujur 3. Kreatif 4. Ulet 5. Berdaya saing tinggi 6. Mampu hidup berdampingan dengan orang lain 7. Demokratis 8. Menghargai waktu 9. Memiliki kemampuan mengendalikan diri yang tinggi Terlihat Ahmad Tafsir berupaya hendak menyederhanakan, mengkonkretisasi untuk memudahkan berbagai pihak dalam memahami hakekat dari tujuan pendidikan Islam, tanpa mengurangi keutuhan dan liputan makna yang dikandung sosok insan kamil yang menjadi format final rumusan tujuan pendidikan Islam selama ini. Hal tersebut dapat membantu dalam memahami kemudian merumuskan tujuan pendidikan Islam kreatif. Berdasarkan berbagai rumusan tentang tujuan pendidikan Islam kreatif yaitu terbinanya fitrah peserta didik dalam keseluruhan aspeknya secara maksimal dan bermuara pada terwujudnya sosok manusia terbaik (insan kamil). Menuju sosok pribadi demikan, diharapkan terlebih dahulu mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kepribadian yang dinamis, kreatif, dan harmonis untuk memperoleh kehidupan yang tenang dan produktif. Menurut Fazlur Rahman tujuan utama pendidikan adalah untuk menyelamatkan manusia mulai dari diri sendiri oleh diri sendiri dan untuk
64
diri sendiri. Selain itu, pendidikan seharusnya tidak hanya menekankan aspek kognitif, melainkan juga aspek afektif dan psikomotorik.35 Manusia bebas memilih aktifitasnya. Manusia bebas selama ia mengamalkan proses pemilihan di antara berbagai pilihan di berbagai suasana kehidupanya. Kebebasan manusia itu terbatas sebab watak kejadianya dan sebab watak kehidupanya dengan oang lain. Ia bebas dalam batas-batas yang dibenarkan oleh berbagai potensinya yang terbatas itu. Ia bebas sekedar kebebasan orang lain dalam mengekspolitasi kebebasanya. Jadi manusia itu bebas mengamalkan aktivitas terus menerus yang bertujuan memilih yang sesuai dengan apa yang di anggapnya sesuai dengan konsepnya tentang dirinya dan apa yang membawa kepada pertumbuhan dan perkembangan.36 F. Pengembangan dan Implikasi Kebebasan Manusia Terhadap Pendidikan Islam Implikasi Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman agar peserta didik dapat mengembangkan sifat kritisnya, untuk mengembangkan sikap tersebut diperlukan kemampuan dalam menganalisis pengetahuan kritis (Critical Knowledge), pengetahuan kritis adalah pengetahuan yang diyakini sebagai katalisator dan mobilisator yang mampu membebaskan manusia dari segenap ketidakadilan dan problematika sosial. Pengetahuan kritis bukan hanya menjadi penjelas bagi problematika sosial, melainkan dijadikan sebagai motor penggerak terjadinya perubahan sistem dan struktur sosial yang timpang. Ketimpangan sosial yang disebabkan oleh hegemoni ekonomi, intelektual, politik, ideologi, atau bahkan penafsiran terhadap realitas harus dilenyapkan dengan melakukan analisis kritis yang mampu memberdayakan setiap orang. Dengan demikian, tidak ada lagi
35
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 321. 36 Hassan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991), h. 230.
65
manusia yang termarjinalisasi karena memang kalah dalam hal modal, kemampuan teknis, akses, dan pengaruh kekuasaan.37 Implikasi kebebasan manusia dalam pendidikan Islam juga untuk menghasilkan subjek didik yang kreatif, untuk itu maka proses pembelajaran hendaknya berpusat pada siswa. Karena setiap siswa memiliki perbedaan minat (interest), kemampuan (ability), kesenangan (preference), pengalaman (experience) dan cara belajar (learning style), ada siswa yang cukup mendengar dan membaca, sedangkan peserta didik yang lain menggunakan cara learning by doing. Kegiatan pembelajaran perlu menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar dan mendorong peserta didik untuk mengembangkan segenap bakat dan potensinya secara optimal. Menurut Fazlur Rahman karakteristik pengetahuan, ada tiga macam: 1. Pengetahuan diperoleh melalui observasi dan eksperimen, 2. Pengetahuan selalu berkembang dan bersifat dinamis, bukannya bersifat stagnan dan pengulangan, 3. Pengetahuan merupakan kesatuan yang organik.38 Pada hakikatnya, siswa belajar sambil melakukan aktivitas (learning by doing). Karena itu, siswa perlu diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan sendiri. Peserta didik akan memperoleh harga diri dan kegembiraan kalau diberi kesempatan menyalurkan kemampuan dan melihat hasil karyanya. Belajar dengan melakukan perlu ditekankan karena setiap peserta didik hanya belajar 10% dari yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang dilihat dan didengar, dan 90% dari yang dikatakan dan dilakukan.39
37
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 230. 38 Ahmad Abdul Qiso, Filsafat dan Pemukiran Pendidikan Fazlur Rahman, http://abdullahqiso.blogspot.com/2013/11/filsafat-dan-pemikiran-pendidikan.html diakses 11 November 2014. 39 Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 230.
66
Pendidikan
semacam
ini
dapat
dilakukan
dengan
cara
mengembangkan pendidikan andragogi. Pedagogi memandang subjek didik sebagai pribadi yang bergantung atau dependent, sehingga segala sesuatu masih ditentukan oleh pihak lain, yaitu orang tua di rumah, guru di sekolah, tokoh atau lembaga masyarakat di masyarakat. Sedangkan andragogi memiliki asumsi yang sebaliknya, yaitu menganggap bahwa subjek didik adalah pribadi yang sudah dapat mengarahkan dirinya sendiri. Subjek didik adalah orang dewasa yang sudah memahami kebutuhanya dan apa yang bermanfaat bagi dirinya. Belajar dilakukan atas pengarahan dirinya sendiri. Fasilitator berfungsi mempermudah dan mendorong belajar. Pedagogi mempunyai asumsi bahwa subjek didik merupakan sesuatu yang dibentuk, sehingga belum layak sebagai sumber belajar. Sedangkan andragogi berasumsi bahwa subjek didik telah memiliki pengalaman. Pengalaman itu dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi dirinya dan bagi orang lain. Teknik pembelajaran yang dapat diterapkan adalah sharing of ideas, sharing of experience, simulasi, dan berbagai penampilan lainnya. Sedangkan untuk konsep kesiapan untuk belajar, menurut pedagogi, kesiapan anak untuk belajar perlu diseragamkan sesuai dengan tingkat kurikulum dan tingkat usia. Sedangkan pada andragogi memandang kesiapan subjek didik ditentukan oleh tugas-tugas kehidupan dan masalahmasalah yang dia hadapi, ia siap belajar kalau pengalaman mereka sesuai dengan kebutuhan hidup dan masalah hidup. Pada konsep orientasi terhadap belajar pedagogi berasumsi belajar hendaknya berpusat pada mata pelajaran tertentu, sedangkan pada andragogi memusatkan perhatian pada tugas dan masalah yang dihadapi oleh subjek didik. inti belajar andragogi melatih tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah kehidupan problem solving. Dari analisis di atas dapat dijelaskan bahwa dalam prinsip pendidikan andragogi menekankan pada belajar mandiri dengan belajar mandiri peserta didik diberi kebebasan dalam mengembangkan kreativitas mereka dan memilih topik-topik
yang lebih mereka sukai. Hal ini
67
bermaksud agar peserta didik dapat melakukan proses pembelajaran sesuai dengan keinginannya dalam mengkonstruk pengetahuan dengan cara problem solving atau pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi pendidikan yang menekankan pada kebebasan peserta didik perencanaan proses pembelajaran di dalam kelas. Hal ini dapat diberi contoh yakni dengan kontrak belajar bahan sesuai dengan subjek didik. tugas dilakukan dengan mencari sendiri hal yang menarik bagi peserta didik untuk dapat dipecahkan dengan dihubungkan dengan teknik pengalaman peserta didik, sehingga metode yang digunakan merupakan tugas mandiri. Sarana pembelajaran dicari sendiri oleh subjek didik dengan bantuan fasilitator atau mentor. Menurut pemikiran Fazlur Rahman pendidikan perlu ditekankan untuk pengembangan potensi peserta didik dan sekaligus mengarahkan pada amal (ibadah). Jadi ilmu dan amal bersifat komprehensif. Pemikirannya menginginkan peserta didik kreatif sehingga dapat menyelesaikan problem yang ia hadapi dan dapat memberikan solusi berguna bagi masyarakat, sehingga pandanganya liberal, progresif, sosio-antropo-theologis. Dengan kata lain, liberal dalam berpikir ilmiah karena manusia dianggap memiliki kebebasan dalam melakukan aktivitas penelitian sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan objektif yang berguna dalam memperbaiki tatanan sosial dengan menuntaskan masalah praktis yang berkembang dimasyarakat. Progresif berarti bersifat futuristik. Rasional yaitu manusia memiliki kemampuan dalam berpikir sehat maka segala aktivitasnya harus berdasarkan akal sehat. Sosio-antropo-theologis yaitu berorientasi pada kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan pertanggungjawaban di akhirat.40 Implikasi pendidikan dari konsep kemauan bebas sudah jelas. Bila murid percaya bahwa tingkahlakunya telah ditentukan lebih dahulu maka ia
40
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 232.
68
tentu akan memiliki sikap pasif. Mungkin ia tidak mau bekerja keras. Kegagalan atau kejayaan disebabkan faktor-faktor luar. Sebaliknya, bila seseorang percaya tanggungjawab akan memberi makna yang lebih dalam kepada pendidikan. Pendidikan menumpukan perhatian untuk menolong murid-murid memilih berbagai pilihan dan memilih yang benar. Pendidikan tidak dapat dipandang sebagai proses yang memaksa dimana guru menentukan setiap langkah yang harus diambil oleh murid. Pendidikan yang memelihara kebebasan lebih bersifat bimbingan daripada sebagai paksaan.41 Penulis ingin menyampaikan bahwasanya perlu ada perubahan dalam sistem pembelajaran pendidikan Islam di Indonesia, guru atau lembaga pemerintahan harus terus mengeksplorasi menciptakan kreasi belajar mengajar untuk menggali kemampuan yang dimiliki peserta didik, salah satu yang ditekankan oleh penulis dalam menggali kreativitas peserta didik yaitu dengan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab seutuhnya kepada peserta didik demi terbentuknya peserta didik yang mandiri, kreatif dan kritis. Peran guru sebagai pembimbing dan pengarah peserta didik tidak mendoktrinasi apa yang diinginkan oleh guru, karena dengan mendoktrinasi dapat membekukan kreatifitas peserta didik. Dengan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab peserta didik dapat menemukan jati diri, berkembang menjadi pribadi yang seutuhnya dan percaya pada dirinya sendiri.
41
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan,Cet. 3, (Jakarta; PT. Alhusna Zikra, 1995), h. 80.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah,
Amin.
Metedologi
Penelitian
Agama
Pendekatan
Multidisipliner.Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2006. _________________,. Metedologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: kurnia Kalam semesta, 2006. Arief, Armai. Reformulasi Pendidikan Islam. Jakarta: CRSD PRESS, 2005. Arifin, Anwar. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011. Assegaf, Abd. Rahman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam:Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013. Az-zuhaili, Wahbah. Kebebasan dalam Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005. Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992. ____________,. Kepribadian Guru. Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005. Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011. Hamka. Lembaga Hidup. Jakarta: Djajamurni, 1962. Hasan, Muhammad Tholchah. Dinamika Kehidupan Religius. Jakarta Utara: PT.Listafariska Putra, 2000. Hendra, Endang., et.al. Al-qur’an Cordoba. Bandung: PT.Cordoba International Indonesia, 2012. Langgulung, Hassan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna, 1988.
_______________,. Kreativitas dan Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991. ________________,. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: PT. Alhusna Zikra, 1995. Leahy, Louis. Manusia Sebuah Misteri:Sintesa Filosofis Tentang Makhluk Paradoksal. Jakarta: Gramedia, 1984. Muchsin, Bashori., dkk. Pendidikan Islam Humanistik Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak. Bandung: PT Refika Aditama, 2010. Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012. Nizar, Samsul dan Al-Rasyidin. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005. Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2008. Nor Wan Daud, Wan Mohd. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nauquib Al-Attas. Bandung: MIzan, 2003. OFM, Nico Syukur Dister. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Putra, Nusa dan Santi, Lisnawati. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Raharjo, M. Dawam. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim. Bandung: Mizan, 1999. Rahman, Fazlur. Cita-Cita Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. _____________,. Islam. Bandung: PUSTAKA,1994.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009. Sukmadinata,
Nana
Syaodih.
Metode
Penelitian
Pendidikan.
Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2010. Suralaga, Fadillah., dkk. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Susanto, Laurentius Heru. Filsifat Kebebasan Albert. Malang: STFT Widya Sasana, 1991. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Pespektif Islam. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2005. Taufik, M. Kreativitas Jalan Baru Pendidikan Islam. Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2012. Zubair, Achmad Charris. Kuliah Etika. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995. Zuhaerini. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional, 1983.
) 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12
13
t4 15 16
t7 18
t9 20
2t
Hassan Langgulun g, As as -As as P endi dikan Is I am, (Jakarta Pustaka Al Husna,1988), h. 263. Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,
:
(Cioutat : Ciputat Press. 2005). h. 17. Fadhillah Suralaga, dl
b
t| \,'
\t V lJ'
v b
w
tg
I
6 /
\4 /
Syed Muhammad Naquib Al-Attas oleh Hamid Fahmy,
M.Arifin Ismail, dan Iskandar Amel Cet.1, (Bandung: Mizan,
))
23
24 25
26 27 28
29 30 31
32 33
34
35
36
37
2003). h.100. Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.Naqub AlAttas, Terj-dari The Educational Philosophy and Practice Of Syed Muhammad Naquib Al-Attas oleh Hamid Fahmy, M.Arifin Ismail, dan Iskandar Amel Cet.1, (Bandung: };4izan, 2003). h.t02. Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.Naqtrb AlAttas, Terj.dari The Educational Philosophy and Practice Of Syed Muhammad Naquib Al-Attas oleh Hamid Fahmy, M.Arifin Ismail, dan Iskandar Amel Cet.1, (Bandung: Mizan, 2003). h.102-103. Muhammad Tholchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, ( I akarta U taru PT. Li stafari ska Putra, 2 0 0 0), h.2l 0 . Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 4T. Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995), h.49-50. M. Taufik, Kreativitas Jalan Baru Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2012)h.28. M. Taufik, Kreativitas Jalan Baru Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2012)h.28. Hassan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, fiakarta: Pustaka Al Husna, 1991), h.172.. Hassan Langgulun g, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991), h.174. Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005),h. t7. Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS,2005), h. 18. Bashori Muchsin, dl
2
k /
\
2
t^
38
39 40
4t 42 43
44 45
46
47
48
49
(Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005), h.32. Bashori Muchsin, dl
50
I 2
3
/
5
Y
I
(
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamikn Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. (Jakarta : Kencana,2008), h. 1 19
Referensi Bab No
(
III
Referensi Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Banduns: PT Remaia Rosdakarva. 2010). h.60. Amin Abdullah, Metedologi Penelitian Agama Pendekatan M u I t i di s ip I in e r, (Y o gy akaria'. kurni a Kal am s em es ta, 20 0 6), h. 140. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta:PT. Bumi Aksara, 2009), cet 9. h. 157.
Paraf
l4
4 5
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (lakarta: RaiaGrafindo Persada,201l), Cet. 2,h. 3. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaia Rosdakarya, 2010), h. 114.
Referensi Bab IV No
I 2 3
4
5
6
7
8
9 10
11 12
13
74
Referensi Pemikiran Pendidikan Islam: Assegaf Aliran Abd. Rachman Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 213 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Iakarta: PT Raia Grafindo Persada, 2012), h. 316. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 215. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 2L1 . Abd. Rachman Assegaf Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilnruan Tokah Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 225. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013\, h. 194. M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim, (Bandung, Mizan, 1999), Cet., IV, h.262. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 195. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raia Grafindo Persada, 2012),h.282. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pentikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 226. Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 110. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h.220. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pentikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakar1a, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 224. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pentikiran Pendidikan Islam:
Paraf
ft
q
It
l.
2 ry
\
15
16
t7 18
19
20
2t 22
23 24
25
26
)1 28
,o 30 31
32
Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 225. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h.225. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 224. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Takarta PT Raia Grafindo Persada, 2012),h.344. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 228. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (lakarta PT Raia Grafindo Persada, 2012\,h. 321. Wahbah Az-zuhalli, Kebebasan dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 11. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Oakarta: PT Raia Grafindo Persada, 2012),h. 321. Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi, Filsafot dan Pendidikan,Cet.3, (Jakarta: PT. Alhusna 21kra,1995), h. 35. Hassan Langgulun g, As a s -As as P endi dikan I s I am, (J akarta : Pustaka Al Husna,1988), h. 5-7. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (lakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013\, h. 229. M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilalan Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim, (Bandung, Mizan, 1999), Cet., IV, h.264. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raia Grafindo Persada. 2012\. h. 328. Wahbah Az-nthalli, Kebebasan dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2005). h. 33. Wahbah Az-zuhaili, Kebebasan dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2005), h. 33. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raia Grafindo Persada, 2012), h. 328. M. Taufik, Kreativitas Jalan Baru Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2012), h. 133. Lihat Fazlur Rahman, The Qur'anic Solilion of Pakistan's Education Problems, dalam Sutrisno, Fazlur Rahman, Kajian terhadap Metode Epistimologi dan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelaiar), cet. I, h. L71. Hasan lanssuluns. Manusia dan Pendidikan Suattt Analisct
l.
")
)
t
I )
)
33 34 35
36
37
38
39
Psikologi, Filsafat dan Pendidikan,Cet.3, (Jakarta: PT. Alhusna 21kra,1995), h. 67. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, $akarta: PT Raia Grafindo Persada, 2012),h.321. Hassan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991), h.230. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 230. Ahmad Abdul Qiso, Filsafat dan Pemukiran Pendidikan Fazlur Rahman, http:iiabdullahqiso.blo gspot.com/20 I 3/ I I /fi lsafat-danoemikiran-oendidikan.html diakses 1 1 November 201 4. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013), h. 230. Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta, PT RaiaGrafindo Persada, 2013\, h. 232. Hasan langgulung, Manusia dan Pendidiknn Suatu Analisa Psikologi, Filsafot dan Pendidikan,Cet.3, (Jakarta; PT. Alhusna Zlkra,1995), h. 80.
k
t,
Jakarta, 27 November 2014 Pembimbing,
'{+'"
f-
DR. Jeien Musfah. M.A.
NIP. 1977060 200501
I 004