PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERMAKNA MELALUI LESSON STUDY: SOLUSI TEPAT IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN Dr. Eddy Sutadji, M.Pd Teknik Mesin FT UM Abstrak: Implementasi Kurikulum 2013 yang sarat dengan paradigma pembelajaran bermakna ("konstruktivistik") yakni pembelajaran berbasis saintifik melalui discovery, problem based learning, project based learning, dan inkuiri membutuhkan guru-guru yang inovatif, kreatif, dan selalu melakukan pengembangan diri sebagai guru profesional. Pengembangan perangkat pembelajaran bermakna di sekolah merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan guru dalam menyiapkan pembelajaran yang bermutu. Perangkat pembelajaran dimaksud adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didalamnya berisi pengembangan (1) strategi pembelajaran, (2) bahan pembelajaran, (3) media pembelajaran, (4) lembar kerja siswa, dan (5) instrumen penilaian pembelajaran, yang selama ini merupakan keterbatasan kemampuan guru-guru SD dalam membuat RPP bermakna. Untuk mendorong tumbuhnya kemampuan profesional guru dalam mengembangkan RPP yang bermutu, guru perlu dilatih untuk mengembangkan strategi pembelajaran, media pembelajaran, bahan pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen penilaian dalam pembelajaran, selanjutnya perangkat pembelajaran tersebut diintegrasikan dengan pembelajaran di dalam kelas melalui lesson study. Karena alasan di atas, pengembangan perangkat RPP yang baik dan benar serta untuk peningkatan proses pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah sebagai solusi tepat dalam implementasi Kurikulum 2013. Kata kunci: perangkat pembelajaran bermakna, lesson study, kurikulum 2013
Kurikulum 2013 Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Peran guru sangat fundamental dan strategis dalam mewujudkan generasi emas bangsa. Amanah RPJMN Kemendikbud 2010-2014 mengarahkan untuk memantapkan pelaksanaan sistem pendidikan nasional, melalui penyediaan sistem pembelajaran, penyempurnaan kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pembelajaran (Renstra, Kemendikbud, 2010). Salah satu sasaran adalah penyempurnaan kurikulum sekolah dasarmenengah sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014. Pemerintah akan memberlakukan kurikulum baru mulai tahun ajaran 2013/2014, untuk kemudian disebut Kurikulum 2013. Beberapa alasan perlunya pengembangan Kurikulum 2013 adalah: (1) perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran; (2) kecenderungan banyak negara menambah jam pelajaran; dan (3) perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia dengan negara lain relatif lebih singkat (Kemendikbud, 2013). Arah pengembangan kurikulum 2013 antara lain (1) karakteristik penguatan, (2) menggunakan pendekatan saintifik melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, (3) menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembelajaran untuk semua mata pelajaran, (4) menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi tahu (discovery learning), (5) menekankan kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan dan berfikir logis, sistematis, dan kreatif, (6) mengukur tingkat berfikir siswa mulai dari rendah sampai tinggi, (7) menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan pemikiran mendalam (bukan sekedar 1413
hafalan), (8) mengukur proses kerja siswa, bukan hanya hasil kerja siswa, dan (9) menggunakan portofolio pembelajaran siswa. Dari paparan di atas jelas bahwa Kurikulum 2013 sarat akan pengimplementasian paradigma pembelajaran positivistik di mana (1) siswa adalah subyek dalam belajar, (2) siswa diminta untuk selalu bernalar dalam belajar dengan tuntutan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) pada level 4, 5, dan 6, yakni mulai dari analysis, evaluation, dan creating, dan (3) pembelajaran yang dikembangkan guru adalah pembelajaran yang bermakna. Untuk memenuhi tiga tuntutan di atas, ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh guru, mulai bagaimana guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran, menggunakan berbagai pendekatan yang muaranya bagaimana siswa belajar, bukan bagaimana guru mengajar. Selanjutnya, berkait dengan pembelajaran bermakna, lesson study (LS) adalah salah satu pilihan yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran. Apa dan bagaimana itu LS dilaksanakan sehingga menyebabkan pembelajaran bermakna? Ada berbagai definisi tentang lesson study, di antaranya: (1) praktik pengembangan profesional berkelanjutan di mana guru-guru berkolaborasi untuk merencanakan, mengamati dan merevisi pembelajaran (Northwest Regional Education Laboratory, 2004); (2) LS merupakan suatu proses yang digunakan oleh guru-guru di Jepang untuk mengkaji ulang secara sistematis keefektifan dari cara mengajar mereka untuk pencapaian tujuan pembelajaran seperti yang diinginkan (Garfield, 2002); (3) LS adalah proses di mana guruguru bergabung dalam merencanakan, mengamati, menganalisa dan memperbaiki pembelajaran aktual dalam kelas (disebut dengan research lessons); dan (4) LS adalah kegiatan yang berorientasi pada praktik untuk meningkatkan keterampilan mengajar oleh guruguru itu sendiri (SISTEMS, 2006). Di antara keempat definisi itu terdapat persamaan yang merupakan ciri khas lesson study (LS) yaitu guru-guru yang berkolaborasi/bergabung dalam merencanakan (plan), mengamati (observe), dan memperbaiki/merevisi (revisi/refine). Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa LS memiliki empat tujuan utama, yaitu untuk: (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar, (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta LS, (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif, dan (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, di mana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Konsep Belajar dalam Pembelajaran Bermakna Konsep belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya. Belajar aktif adalah kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksi rangsangan, dan memecahkan masalah, sedangkan belajar bermakna adalah proses belajar, pengalaman belajar dan hasil belajar memiliki makna fungsional bagi kehidupan peserta didik. Dalam UU Sisdiknas disebutkan bahwa belajar adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU sisdiknas). Ditambahkan bahwa belajar adalah usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Prinsip pembelajaran yang mendidik adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Sisdiknas, 2003). Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dalam kegiatan inti paling tidak terdapat tiga kegiatan, yakni kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan eksplorasi, melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; melibatkan peserta didik secara 1414
aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. Dalam elaborasi membiasakan peserta didik (1) membaca dan menulis yang beragam melalui tugas tertentu yang bermakna; (2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; (3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; (4) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; (5) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; (6) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; dan (7) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Dalam konfirmasi memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar, berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; dan memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. Di sisi lain, strategi pembelajaran memandang ―science‖ sebagai: (1) science process meliputi observing, classifying, measuring, using spatial relationship, communicating, predicting, inferring, defining operationally, formulating hypotheses, interpreting data, controlling variables, dan experimenting, (2) science as content/product, (3) science as attitude, dan (4) science as technology. Bagaimana menciptakan pembelajaran, salah satunya adalah menggunakan pendekatan laboratoris melalui (1) pengalaman langsung, (2) belajar melalui bekerja lebih dari sekedar membaca, (3) pengalaman dan penguatan langsung, (4) menggunakan sain dalam kehidupan sehari-hari, dan (5) didukung oleh semua sarana pendukung kegiatan seperti buku petunjuk, bahan-bahan praktik yang dapat digunakan oleh siswa. Strategi pembelajaran dalam pendekatan laboratories meliputi (1) Elementary Science Studies (ESS), (2) Science Curriculum Improvement Study (SCIS), dan (3) Science A Process Approach II (SAPA II) (Semiawan, 1992). Dalam Elementary Science Studies (ESS), langkah-langkah yang dilakukan adalah (1) diskusi (pembuka) tentang suatu topik atau kejadian yang dapat memancing rasa ingin tahu dan menimbulkan pertanyaan, (2) mengadakan spekulasi (speculation), siswa mulai memikirkan permasalahan dan alternatif pemecahannya. Siswa merumuskan hipotesis dan mengujinya dalam diskusi terbuka atau dalam pikiran siswa, (3) melakukan eksperimen; siswa terlibat dalam melakukan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, dan (4) penerapan; siswa didorong untuk menggunakan pengetahuan yang diperolehnya untuk menghadapi situasi yang baru. Di sisi lain, Science Curriculum Improvement Study (SCIS) langkah-langkahnya meliputi: (1) eksplorasi: guru menyediakan bahan belajar yang dapat memancing rasa ingin tahu dan menuntut mereka untuk menemukan apa yang seharusnya mereka lakukan dengan bahan belajar tersebut, (2) penyelidikan (invention): guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan hasil eksplorasinya dan menemukan/membentuk konsep-konsep yang dipelajarinya, dan (3) penemuan (discovery): siswa menemukan penerapan baru dalam berbagai situasi terhadap konsep-konsep yang telah dipelajarinya, sedangkan Science A Process Approach II (SAPA II) langkah-langkah yang dilalui (1) tahap pendahuluan: guru mengenalkan konsep-konsep melalui diskusi atau demonstrasi, (2) tahap kegiatan: siswa melakukan aktivitas yang sudah dijabarkan dalam pedoman yang disediakan oleh guru (LK), (3) tahap penilaian/evaluasi: sejumlah kegiatan yang dilakukan mencerminkan penguasaan siswa terhadap perilaku yang diharapkan terhadap mereka. Guru dapat menyediakan item tes dan melancarkannya ke siswa untuk selanjutnya digunakan untuk menilai kemajuan belajar siswa. 1415
Sudarwan (2003) menjelaskan bahwa pendekatan scientific bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilainilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Sementara itu Kemendikbud (2013) dalam Standar Proses dikemukakan bahwa pendekatan scientific menekankan pada pencapaian sikap, pengetahuan dan keterampilan disajikan pada Tabel 1 berikut.
Sikap Menerima Menjalankan Menghargai Menghayati Mengamalkan
1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
Tabel 1. Batasan Baru dalam Ranah Domain Bloom Pengetahuan Keterampilan Mengingat Memahami Menerapkan Menganalisis Mengevaluasi Menciptakan
Mengamati Menanya Mencoba Menalar Menyaji Mencipta
Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bermakna, LKS Dalam pembelajaran bermakna, unsur penting untuk mengkondisikan siswa agar belajar aktif dan memiliki daya nalar adalah bagaimana guru menyiapkan perangkat pembelajaran. Perangkat dimaksud adalah adanya lembar kerja siswa (LKS). Cain dan Jack (1994) mengemukakan sebagai berikut. ―As an elementary science teacher, you must think of science not as a noun---a body of knoeledge or facts to be memorized---but as a verb—acting, doing, investigating; that is, science as a means to an end. At this level how the children acquire scientific information is more important than their committing scientific content to memory‖. Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa siswa SD memerlukan pengalaman langsung (hands-on experiences) dalam mengumpulkan, menyusun, menganalisis dan mengevaluasi materi pembelajaran. Dengan pengalaman langsung seperti itu, siswa akan dapat membangun pengetahuan, sikap dan keterampilannya secara relatif permanen. Untuk mengaktualisasikan hal tersebut, siswa diarahkan untuk belajar melalui proses penemuan, dengan menerapkan keterampilan proses. Terdapat beberapa keterampilan proses seperti melakukan pengamatan, pengelompokan, pengukuran, mencari hubungan ruang dan waktu, mengkomunikasikan, meramalkan, memberikan penjelasan hasil pengamatan, membuat 1416
definisi operasional, membuat hipotesis, melakukan interpretasi data, mengontrol variabel dan melakukan eksperimen. Di samping itu, dalam belajar siswa diarahkan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor mulai dari tingkat terendah sampai ke tingkat yang tertinggi. Misalnya pada aspek kognitif, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir pada tahap pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan sampai berpikir evaluatif. Demikian pula pada aspek afektif mulai dari tingkat penerimaan sampai ke karakterisasi, dan pada aspek psikomotor mulai dari tahap persepsi sampai originasi. Untuk mencapai hal tersebut, dalam belajar siswa memerlukan pedoman (guide line) berupa lembar kerja (worksheet). Lembar kerja siswa diarahkan pada proses penemuan bukan berisi kumpulan soal-soal yang perlu dijawab. Lembar kerja siswa berisi urutan langkahlangkah/kegiatan belajar yang tersusun secara sistematis dan logis, sehingga menyebabkan siswa menemukan konsep-konsep penting yang menjadi tujuan belajarnya. Langkah-langkah dalam membuat lembar kerja siswa adalah sebagai berikut. 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP yang disusun hendaknya mengarah pada proses penemuan yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan proses dan melibatkan tingkat berpikir tinggi. 2. Mengembangkan LKS yang merupakan bagian integral dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Langkah-langkahnya adalah: a. Menentukan identitas mata pelajaran atau mata pelajaran terkait (pada pembelajaran tematik) b. Menentukan topik/pokok dan subpokok bahasan (tema dan subtema dalam pembelajaran tematik) c. Menuliskan peruntukan kelas/semester d. Menentukan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan e. Mengidentifikasi keterampilan proses/kompetensi yang hendak dicapai f. Menuliskan petunjuk singkat tentang cara mengerjakan LKS g. Mengidentifikasi alat/bahan yang diperlukan h. Menyusun langkah-langkah kegiatan secara urut dan logis i. Mengembangkan pengamatan yang akan dilakukan oleh siswa bersamaan dengan langkah-langkah kegiatan sebelumnya dalam bentuk pertanyaan yang menuntun. j. Mengembangkan instrumen asesmen untuk mengukur kinerja dan hasil kerja siswa. Untuk memperjelas langkah-langkah tersebut, berikut disajikan contoh LKS yang sesuai untuk mengembangkan keterampilan proses siswa SD. Contoh LEMBAR KERJA SISWA Mata Pelajaran Topik Sub Topik Kelas/semester Waktu
: IPA : Udara : Pengaruh Udara pada Pembakaran : IV/I : 3 jam pelajaran
Keterampilan yang Dikembangkan: Observasi, menanya, eksperimen, menalar, dan komunikasi, dan mencipta. Petunjuk: Buatlah kelompok masing-masing terdiri dari 3 siswa. Masing-masing kelompok menyiapkan peralatan/bahan yang diperlukan. Selanjutnya masing-masing kelompok melakukan kegiatan sesuai dengan langkah-langkah pada LKS. Hati-hatilah saat melakukan kegiatan, karena bahan/alat yang dipakai dapat membahayakan diri dan lingkungan kelasmu. Ikutilah dengan seksama petunjuk gurumu. Modul merupakan suatu unit program pembelajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan belajar, dalam pengertian ini dapat diketahui bahwa modul yang dimaksud sebagai modul pembelajaran (instructional module). Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran.
1417
No
Nama
Tabel 2. Penilaian LKS Aspek Penilaian Keruntutan Kerjasama pelaksanaan Kehati-hatian kegiatan
Kelengkapan laporan
1. 2. 3. 4. 5. Rubrik Penilaian. 1. Kerjasama Skor 1 jika siswa tidak terlibat dalam kegiatan kelompok Skor 2 jika siswa hanya menjadi pengamat dalam kegiatan kelompok Skor 3 jika siswa saling membantu dalam kegiatan kelompok Skor 4 jika siswa saling bantu dalam semua kegiatan kelompok dan mampu memimpin teman/anggota kelompoknya. 2. Keruntutan pelaksanaan kegiatan Skor 1 jika siswa melaksanakan kegiatan secara acak Skor 2 jika beberapa kegiatan dilakukan secara berurutan Skor 3 jika sebagian besar rangkaian kegiatan dilaksanakan secara berurutan. Skor 4 jika semua langkah-langkah kegiatan dilakukan secara berurutan. 3. Kehati-hatian Skor 1 jika dalam melaksanakan kegiatan siswa bermain-main dengan bahan/alat yang dipakainya dan membahayakan temannya Skor 2 jika bahan-bahan yang dipakai ada yang tercecer di lantai Skor 3 jika siswa melakukan percobaan dengan tertib sesuai perintah guru. Skor 4 jika siswa sangat cermat dan penuh konsentrasi dalam melakukan kegiatan; 4. Kelengkapan laporan Skor 1 jika siswa hanya mampu menjawab kurang dari separo pertanyaan dalam LKS. Skor 2 jika siswa hanya mampu menjawab separo dari pertanyaan dalam LKS Skor 3 jika siswa mampu menjawab tiga perempat pertanyaan dalam LKS Skor 4 jika semua pertanyaan dijawab dengan benar dan menggambarkan cara berpikir tingkat tinggi. Menurut BP3K Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, modul didefinisikan sebagai suatu unit program pembelajaran terkecil yang secara rinci menggariskan hal sebagai berikut. a. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai b. Topik yang akan dijadikan dasar proses pembelajaran c. Pokok-pokok materi yang dipelajari d. Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas e. Peranan guru dalam proses pembelajaran f. Alat-alat dan sumber yang akan digunakan g. Kegiatan belajar yang harus dilakukan h. Lembar kerja yang harus dikerjakan i. Program evaluasi yang harus dilaksanakan Secara prinsip latihan hendaknya; relevan dengan materi yang disajikan, sesuai dengan kemampuan siswa, bentuknya bervariasi, bermakna/bermanfaat, menantang siswa untuk berpikir kritis dan penyajiannya sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Sementara langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penyajian latihan adalah: (1) tentukan konsep, dalil, teori yang memerlukan latihan, (2) cari berbagai bentuk latihan yang sesuai, (3) pilih bentuk latihan yang paling sesuai, (4) tentukan teknik latihan yang digunakan, (5) tentukan sasaran, (6) rumuskan latihan, dan (7) dan membuat rambu-rambu pengerjaan latihan. Komponen-komponen pada handout tidaklah serumit seperti pada modul, karena telah dijelaskan sebelumnya bahwa handout tidak disajikan dalam unit-unit terkecil bagian 1418
pembelajaran. Handout berisi materi ajar dalam suatu mata pembelajaran secara utuh tanpa disajikan dalam kegiatan belajar. Biasanya penyajiannya berdasarkan pada pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam suatu mata pelajaran pada semester tertentu. Jika dilihat sepintas handout hampir sama dengan buku teks biasa, tetapi yang membedakan adalah dalam handout terdapat panduan belajar bagi siswa dan tujuan/kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran. Komponen-komponen LKS: 1. Kata pengantar 2. Daftar isi 3. Pendahuluan (berisi analis/daftar dari tujuan pembelajaran dan indikator ketercapaian berdasarkan hasil analisis dari RPS) 4. Bab 1 berisi: ringkasan materi/penekanan materi dari pokok bahasan tersebut. 5. Lembar kerja: berisi berbagai soal yang dikembangkan dalam berbagai bentuk dan teknik. 6. Bab 2 dst 7. Daftar Pustaka Materi yang disajikan dalam LKS bukanlah pemaparan secara menyeluruh seperti layaknya dalam modul maupun handout, tetapi hanya berupa ringkasan saja, tetapi pada bagian materi tertentu yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi maka pemaparan materi lebih difokuskan. Perlu diperhatikan, bahwa latihan dan soal-soal yang dikembangkan harus menggunakan berbagai bentuk dan teknik yang beraneka ragam sehingga tidak membosankan. Harus dicantumkan pula langkah-langkah pengerjaannya jika soal tersebut berbentuk esai dan penugasan. Kesimpulan Dari paparan makalah di atas dapat disimpulkan: 1. Terwujudnya perangkat pembelajaran konstruktivistik dengan lesson study yang memiliki daya tarik, efektifitas, dan efisiensi yang tinggi. 2. Pelaksanaan pembelajaran bermakna melalui lesson study adalah salah satu yang dapat dilakukan untuk melihat secara nyata bagaimana siswa belajar, bukan bagaimana guru mengajar. 3. Lembar kerja siswa (LKS) adalah salah satu unsur penting dalam menciptakan agar siswa belajar dengan bernalar karena di dalam LKS berisi tugas agar siswa berpikir analitis, kritis, dan menemukan hasil pengamatannnya sebagai bentuk perwujudan pembelajaran berbasis saintifik. 4. Kemampuan guru dalam menghasilkan produk pembelajaran berupa perangkat pembelajaran seperti LKS perlu adanya pembiasaan dalam rangka menyongsong implementasi penerapan kurikulum 2013. Saran 1. Guru lebih meluangkan waktu untuk pengembangan diri untuk meningkatkan profesionalitasnya melalui pengembangan perangkat pembelajaran bermakna, khususnya bagaimana membuat LKS yang dapat mengkondisikan bagaimana bernalar untuk menemukan. 2. Guru perlu banyak berlatih bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran bermakna yang dapat dipadukan dengan lesson study dalam proses pembelajaran. 3. Guru lebih proaktif merespon perkembangan pembelajaran terkini dengan memaknai secara lebih baik implementasi Kurikulum 2013. 4. Para stakeholder di bidang pendidikan, seperti kepala sekolah dan pengawas harus berupaya mendorong dan memotivasi para guru untuk pengembangan diri, khususnya penerapan pembelajaran bermakna. Daftar Rujukan AECT. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali. Andik, N. 2008. Keefektifan Lesson Study dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Matematika di SMA Laboratorium UM. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang. 1419
Bill Cerbin & Bryan Kopp. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project. online: http://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm (diakses 20 Agustus 2012). Cain, S.E. dan Jack, M.E. 1994. Sciencing. Ohio: Merril Publishing Company. Danim, S. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Garfield, J. 2006. Exploring the Impact of Lesson study on Developing Effective Statistics Curriculum, (Online), www.stat.auckland.ac.nz/-iase/ publications/11/- Garfield.doc, (diakses 15 Juli 2010). Gay, L.R. 1981. Educational Research: Competencies for Analysis & Application. (2rd ed). Ohio: Charles E. Merril Publishing Co. Istamar, S. dan Ibrohim. 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran): Model Pembinaan Pendidik dipetik dari Pengalaman Implementasi Lesson Study dalam Program SISTTEMS JICA di Kabupaten Pasuruan. Malang: FMIPA UM. Kemendikbud. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Jakarta: Kemendikbud. Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. Lewis, C.C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia: Research For Better School. Inc. Lewis, C. Perry, R. dan Murata, A., 2006. How Should Research Contribute to Instructional Improvement?: The Case of Lesson study. Educational Researcher, 35(3):3-14. Miarso, Y.H. 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali. Michael, O, McClendon, & Robert, M.B. 2006. Educational Media and Technology Yearbook. Vol 31. Published in cooperation with the Association for Educational Communications and Technology. Saito, E., 2005. Changing Lessons, Changing Learning: Case Study of Piloting Activities under IMSTEP. Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP. Malang, 5-6 September. Scheerens, J. dan Bosker, R. 1997. The Foundation of Educational Effectiveness. London: Pergamon. Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar?. Jakarta: Grasindo. Singarimbun, M., & Efendi, S. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. SISTTEMS. 2006. Studi Khusus Lesson Study, (online), (http://www.SISTTEMS.org/id/lessonstudy.html diakses 3 Februari 2010). Slameto, 2004. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, R.. 1987. Cooperative Learning: Student Teams. NEA Professional Library: National Education Association. Sutadji, E. dan Nyoto, A. 2010. Pengembangan Model Evaluasi Mutu Sekolah: Penerapannya pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP). Laporan Penelitian. Malang: LP2M. Suyanto, K. 2008. Model Membelajaran. Malang: PSG Rayon 15 Universitas Negeri Malang. Syah, M. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia. Woods, P., Jeffrey, B. Troman, G. dan Boyle, M. 1997. Restructuring Schools, Reconstructing Teachers. Buchinhham: Open University Press.
1420
KOMPETENSI GURU SMK DALAM MELAKSANAKAN PENILAIAN PEMBELAJARAN Dr. Sihkabuden, M.Pd Dr. Agus Wedi, M.Pd Universitas Negeri Malang Abstrak: Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut model dan teknik penilaian yang dilakukan secara internal dan eksternal oleh seorang guru sehingga dapat diketahui perkembangan dan ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, dibutuhkan petunjuk teknis penilaian yang diperuntukkan bagi pelaksanaan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Permasalahan kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa masih sangat terbatas, terutama bagaimana cara menilai proses pembelajaran dan produk hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian pendidikan. Dalam melakukan penilaian hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian pendidikan, seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai. Kompetensi guru diperlukan mengingat tugas utama guru selain melakukan pembelajaran di kelas, guru memiliki tugas yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran yaitu guru harus melakukan penilaian hasil belajar. Kata kunci: kompetensi guru, KBK, penilaian hasil belajar
Standar Nasional Pendidikan yang tertuang dalam PP 19 Tahun 2005 menjelaskan bahwa kurikulum yang diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum berbasis kompetensi atau kurikulum berbasis standar adalah kurikulum yang menggunakan acuan standar kompetensi. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi merupakan tantangan dan akan memotivasi semua lembaga pendidikan untuk mencapainya. Tujuan penulisan makalah ini adalah: (1) memberikan penjelasan mengenai orientasi baru dalam penilaian hasil belajar yang berbasis kompetensi, (2) memberikan wawasan secara umum tentang konsep penilaian internal dan eksternal, (3) memberikan rambu-rambu proses penilaian hasil belajar, (4) memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip pengolahan dan pelaporan hasil penilaian, dan (5) memberikan penjelasan tentang pengembangan butir soal yang didalamnya mencakup pengembangan kisi-kisi dan pengembangan soal, baik soal teori maupun praktik. Sejalan dengan karakteristik KBK yang berorientasi pada penguasaan kompetensi maka sistem penilaian yang diterapkan berupa sistem penilaian berbasis kompetensi. Dengan demikian standar penilaian pendidikan untuk KBK adalah standar sistem penilaian yang berorientasi pada tingkat penguasaan kompetensi yang ditargetkan di dalam kurikulum. Penerapan pendidikan berbasis kompetensi juga disebut berbasis kompetensi dasar, mencakup masalah pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Standar kompetensi dapat diuraikan menjadi sejumlah kompetensi dasar. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran siswa, sedangkan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup jenis tagihan dan bentuk instrumen. Penilaian hasil belajar pada Sekolah Menengah Kejuruan, selain dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah juga oleh masyarakat (Du/Di). Penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan merupakan penilaian internal (internal assessment) dalam rangka penjaminan mutu, sedangkan penilaian oleh pemerintah dan masyarakat (Du/Di) merupakan penilaian eksternal (external assessment) sebagai pengendali mutu (Direktorat PSMK, 2008). Kurikulum berbasis kompetensi menuntut model dan teknik penilaian yang dilakukan secara internal dan eksternal sehingga dapat diketahui perkembangan dan ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, dibutuhkan petunjuk teknis penilaian yang diperuntukkan bagi pelaksanaan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). 1421
Pengembangan sistem penilaian hasil kegiatan belajar mengajar berbasis kompetensi mengikuti urutan tertentu, yang secara berturutan adalah: standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator, dan sistem penilaian. Sistem penilaian memiliki dua komponen yaitu: jenis tagihan dan bentuk instrumen. Standar penilaian pendidikan dapat dicapai manakala ada aturan yang baku tentang sistem penilaian pendidikan yang diterapkan dalam setiap jenjang pendidikan, baik menyangkut dasar, prinsip, tujuan, dan strategi penilaiannya. Menurut Mardapi (2008:10) peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian. Keduanya saling terkait sebab sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran tersebut akan dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya, sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar secara lebih baik. Pedoman penilaian berbasis kompetensi disiapkan untuk memberi dasar bagi guru dan siswa agar mampu melakukan pengukuran, penilaian, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pembelajaran di sekolah terhadap peserta didik (siswa) atas penguasaan kompetensi yang dikuasainya setelah melalui proses pembelajaran untuk membangun sistem penilaian yang baku bagi guru SMK yang bersifat teori maupun praktikum dengan kelompok Matadiklat Adaptif, Normatif, dan Produktif sehingga dapat memberi informasi yang akurat mengenai tingkat kompetensi yang dicapai siswa. Sistem tersebut meliputi kegiatan perancangan penilaian, penyajian hasil penilaian, dan tindak lanjutnya. Perancangan penilaian mencakup penyusunan kisi-kisi yang memuat indikator dan strategi penilaian. Strategi penilaian mencakup pemilihan metode dan teknik penilaian, pemilihan bentuk instrumen dan penyusunan contoh instrumen penilaian. Penyajian hasil penilaian mencakup penilaian pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dan ditampilkan dalam bentuk profil hasil belajar. Permasalahannya adalah kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa masih sangat terbatas, terutama bagaimana cara menilai proses pembelajaran dan produk hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian pendidikan. Oleh karena itu, lingkup petunjuk teknis penilaian ini meliputi konsep dasar penilaian, teknik penilaian, langkah-langkah pelaksanaan penilaian, pengelolaan hasil penilaian, serta pemanfaatan dan pelaporan hasil penilaian, dilengkapi dengan bagaimana cara mengembangkan butir soal perlu dipahami oleh guru. Penilaian Hasil Belajar Penilaian atau asesmen adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja seseorang. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi. Informasi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan data pengukuran dan nonpengukuran. Informasi disajikan dalam bentuk profil siswa untuk menetapkan apakah siswa dinyatakan sudah atau belum menguasai kompetensi yang ditargetkan (Allen & Yen, 1979). Pengukuran dan non pengukuran adalah proses untuk memperoleh deskripsi tentang karakteristik seseorang dengan aturan tertentu. Hasil pengukuran berupa data numerik atau kuantitatif, sedangkan hasil nonpengukuran berupa data kualitatif. Contoh pengukuran adalah memberikan ulangan atau tugas, sedangkan contoh non pengukuran adalah pengamatan terhadap aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran. Evaluasi merupakan tindakan untuk menetapkan tingkat keberhasilan suatu program pendidikan, termasuk menetapkan keberhasilan siswa dalam program pendidikan yang diikuti (Stark & Thomas, 1993). Fokus evaluasi adalah keberhasilan program atau kelompok siswa. Sebagai contoh, guru harus mengevaluasi apakah program pembelajaran yang dirancang sudah menunjukkan hasil yang diharapkan. Demikian pula, suatu program studi harus mengevaluasi apakah seluruh siswa yang menempuh suatu program berhasil atau gagal. Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah meningkatkan kinerja individu atau lembaga. Usaha meningkatkan kinerja harus berdasarkan pada kondisi saat ini yang diperoleh melalui kegiatan penilaian. Data untuk keperluan penilaian diperoleh dengan menggunakan alat ukur. Alat ukur yang banyak digunakan dalam melakukan penilaian bermacam-macam, salah satu di antaranya tes. Agar diperoleh informasi yang akurat, tes yang digunakan harus memiliki bukti-bukti tentang kesahihan dan keandalan. Jadi, usaha meningkatkan kualitas pendidikan 1422
memerlukan kegiatan evaluasi yang didahului oleh tindakan penilaian. Untuk melakukan penilaian dilakukan pengukuran dengan alat ukur yang sahih dan andal. Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa tes dan/atau nontes. Tes adalah alat ukur, berupa satu set pertanyaan, untuk mengukur sampel tingkah laku, dan jawaban yang diberikan dapat dikategorikan menjadi benar dan salah. Nontes juga merupakan alat ukur untuk mengukur sampel tingkah laku, tetapi jawaban yang diberikan tidak dapat dikategorikan benar dan salah, misalnya kategori positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, atau suka dan tidak suka. Menurut Cuningham (1998:3) setidaknya terdapat tujuh standar bagi guru agar dapat melakukan penilaian dengan benar untuk mengambil keputusan pembelajaran, yakni guru harus terampil dalam: (1) memilih metode penilaian, (2) mengembangkan metode penilaian, (3) mengadministrasikan, mencetak, dan menafsirkan hasil penilaian, (4) menggunakan hasil penilaian ketika membuat keputusan pada masing-masing siswa, perencanaan pengajaran, pengembangan kurikulum, dan perbaikan sekolah, (5) mengembangkan prosedur penilaian siswa yang tepat, (6) mengkomunikasikan hasil penilaian kepada siswa, orang tua, pendidik lainnya, serta masyarakat, dan (7) mengenali metode penilaian yang melanggar etika, ilegal, dan tidak layak yang akan digunakan sebagai informasi penilaian. Pokok-pokok Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian memaparkan bahwa penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Prosedur penilaian yang baik setidaknya memiliki empat syarat, yakni: (1) mengetahui prosedur yang benar dalam melakukan penilaian siswa, (2) ketersediaan jumlah waktu yang cukup, (3) direncanakan, dan (4) adanya analisis reflektif dari proses penilaian. Di sisi lain, assessment purposes adalah untuk (1) keeping track, melacak kemajuan peserta didik, (2) checking up, mengecek ketercapaian kemampuan, (3) finding out, mendeteksi kesalahan, dan (4) summing up, menyimpulkan. Dalam PP 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa prinsip-prinsip penilaian pembelajaran bidang studi antara lain adalah sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, serta akuntabel. Pembelajaran di SMK yang berbasis kompetensi, pengertian penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka atau deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi untuk mengambil keputusan. Sedangkan penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Dalam hal ini, keputusan berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi. Jadi, penilaian merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi. Penilaian merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian dilaksanakan melalui berbagai bentuk antara lain: penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan penilaian diri. Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan. Prinsip, Kegunaan, dan Fungsi Penilaian dalam Pembelajaran Dalam melaksanakan penilaian dalam pembelajaran, seorang guru harus mempertimbangkan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut: (1) memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu, (2) mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri, (3) melakukan berbagai strategi penilaian di dalam 1423
program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik, (4) mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik, (5) mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik, dan (5) menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian dapat dilakukan dengan cara tertulis, lisan, produk portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah laku. Hal ini perlu dipahami guru dalam melakukan penilaian secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil, dalam bentuk: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dapat dilakukan bila sudah menyelesaikan satu atau beberapa indikator atau satu kompetensi dasar (KD), ulangan tengah semester dilakukan bila telah menyelesaikan beberapa KD atau satu stándar kompetensi (SK), ulangan akhir semester dilakukan setelah menyelesaikan semua KD atau SK semester bersangkutan, sedangkan ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap dengan menilai semua SK semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada semester genap. Dalam pelaksanaannya, penilaian kompetensi pada uji kompetensi melibatkan pihak sekolah dan Institusi Pasangan/Asosiasi Profesi, dan pihak lain terutama DU/DI. Idealnya, lembaga yang menyelenggarakan uji kompetensi ini independen; yakni lembaga yang tidak dapat diintervensi oleh unsur atau lembaga lain. Agar penilaian objektif, pendidik harus berupaya secara optimal untuk (1) memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dari sejumlah penilaian, dan (2) membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya). Kegunaan penilaian dalam pembelajaran setidaknya mengandung beberapa poin, yakni: (1) memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya dalam proses pencapaian kompetensi, (2) memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial, (3) untuk umpan balik bagi pendidik/guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, (4) memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan, dan (5) memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan (Dinas Pendidikan Daerah) dalam meningkatkan kualitas penilaian yang digunakan. Di sisi lain, penilaian pembelajaran memiliki fungsi untuk (1) menggambarkan sejauhmana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi, (2) mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk perencanaan program belajar, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan), (3) menemukan kesulitan belajar, kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik, dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik/guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan, (4) menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya, dan (5) pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik. Pengintegrasian Penilaian dalam Pembelajaran Seorang guru dikatakan kompeten dalam melakukan penilaian siswa diasumsikan oleh dua hal, (1) penilaian siswa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peran guru, dan (2) pembelajaran dan penilaian yang baik berjalan bersama-sama (Cunningham, 1998:5). Karena itu, sebelum melakukan penilaian, seorang guru diharapkan memiliki kemampuan memahami tujuan penilaian. Tujuan penilaian adalah untuk (1) menilai kemampuan individual melalui tagihan dan tugas tertentu, (2) menentukan kebutuhan pembelajaran, (3) membantu dan mendorong peserta didik, (4) membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik, (5) menentukan strategi pembelajaran, (6) akuntabilitas lembaga, dan (7) meningkatkan kualitas pendidikan. Tenaga pendidik (guru) yang akan mengadakan penilaian tentang siswa harus tahu bahwa penilaian mengandung berbagai asumsi, dan jika asumsi-asumsi tidak dapat dipenuhi maka validitas hasil tes dan interpretasinya dianggap kurang. Newland (1971) mengidentifikasikan dan mendiskusikan lima macam asumsi yang melandasi penilaian antara lain: (1) orang-orang yang melakukan tes harus ahli, (2) kesalahan akan selalu terjadi, (3) 1424
akulturisasi sebanding, (4) sampel tingkah laku harus memadai, dan (5) tingkahlaku sekarang diobservasi, dikemudian hari merupakan kesimpulan. 5. Orang-orang yang Melakukan Tes Harus Ahli Bila siswa dites, maka kita berasumsi bahwa orang yang melakukan tes telah memperoleh latihan yang cukup untuk mengadakan tes. Diasumsikan pula bahwa pengetes mengetahui dan memang ia akrab dengan siswa-siswa; siswa-siswa biasanya penampilannya baik bila iklimnya penuh kepercayaan dan kepastian. Diasumsikan bahwa pengetes tahu bagaimana harus menjalankan tes secara baik. Pengetesan mengandung pengungkapan stimulusstimulus atau rangsangan-rangsangan yang standar. Bila pengetes tidak dapat menyajikan materi atau pertanyaan-pertanyaan yang betul, maka skor yang diperoleh tidak lagi syah. Para pengetes dianggap tahu bagaimana memberi skor. Pemberian skor yang betul merupakan keharusan untuk mendapatkan gambaran yang berarti dari hasil yang dicapai siswa. Diasumsikan bahwa interpretasi yang diberikan pengetes akurat (betul dan teliti). Pengelolaan tes, pemberian skor dan mengeluarkan hasil interpretasi membutuhkan pelbagai tingkat latihan dan keahlian tergantung jenis tes dan seberapa jauh dapat memberikan interpretasi tentang penampilan yang dites. Walaupun hampir semua guru dapat mengadakan tes inteligensi dan prestasi siswa-siswanya, namun harus memperoleh latihan untuk memberikan skor dan mengadakan interpretasi inteligensi perorangan dan tes kepribadian. Dikebanyakan negara hak untuk mengetes diserahkan kepada ahli psikolog. Nampaknya asumsi pertama ini sangatlah penting dan pengetesan harus dilakukan oleh seorang ahli. Sering terjadi dan hal ini kita sesalkan bahwa banyak orang yang mengadakan tes intelegensi atau tes kepribadian tanpa latar belakang yang memadai. Tes-tes yang diberikan nampaknya memang mudah, tetapi pemberian skor dan interpretasi sangatlah kompleks. Tes menentukan nasib siswa, karena itu pengetes harus ahli. k. Kesalahan Akan Selalu Terjadi Tidak ada pengukuran psikologi atau pendidikan yang bebas kesalahan. Bila kita mengetes tentu akan terjadi beberapa kesalahan. Pada bagian lain dijelaskan tentang kesalahankesalahan, tetapi pada bagian ini akan diulas sedikit. Nunnally (1978) membagi adanya dua macam kesalahan atau error, yaitu kesalahan sistematik (systematic error) dan kesalahan acak (random error). Sebagai contoh sebuah kesalahan sistematik diperlihatkan bahwa seorang ahli kimia yang menggunakan termometer yang akurat, selalu membaca 2 derajat lebih tinggi dari temperatur yang seharusnya dari cairan. Semua pernyataan derajat temperatur selalu 2 derajat lebih tinggi, apapun yang diukurnya, sehingga kelebihan 2 derajat ini merupakan kesalahan yang sistematik. Dalam proses pengukuran kesalahan acak terbagi dalam dua jenis. Pertama, pengukur tidak konsisten. Nunnally menggambarkan seorang ahli kimia yang berpenglihatan dekat (near sighted) yang membaca termometer yang akurat secara tidak akurat. Pembacaan termometer selalu salah, tetapi kesalahan akan bersifat acak. Pada saat tertentu ahli kimia tersebut membaca termeometer 5 derajat lebih dan pada saat lain membacanya 4 derajat lebih rendah. Kesalahan tersebut mengganggu pengukuran. Kedua, alat-alat pengukur dapat menghasilkan data yang tidak konsisten. Misalnya, alat pengukur terbuat dari karet akan menyebabkan pengukuran berbeda-beda. Rehabilitasi menandai seberapa jauh alat pengukur bebas dari kesalahan acak. Sebuah tes yang sangat kecil kesalahan acaknya, atau disamakan dengan tes yang akurat, dikatakan dapat dipercaya (reliable), sedangkan tes dengan kebanyakan kesalahan acak atau tes yang tidak akurat, dikatakan tidak dapat dipercaya. Bermacam-macam tes berbeda realibilitasnya. Perangkat-perangkat tes yang tidak dapat dipercaya, yaitu banyak kesalahan acaknya, mengecohkan keputusan tentang siswa. Akulturisasi Sebanding Tiap siswa mempunyai latar belakang dan pengalaman yang berbeda, seperti lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Bila kita mengetes siswa dengan menggunakan perangkat yang sudah standar dan kemudian menentukan indeks kedudukan siswa tersebut, maka kita berasumsi bahwa siswa tersebut cocok dengan perangkat standar yang digunakan atau dengan kata lain akulturisasi sebanding, tetapi tidak identik. Jika seorang siswa mempunyai latar belakang dan pengalaman yang berbeda dengan siswa lainnya dan kemudian tes standar dengan norma yang telah ditentukan, maka penggunaan tes tersebut dapat menghasilkan indeks yang salah dan menelurkan keputusan pendidikan yang 1425
keliru pula. Perlu ditandaskan di sini bahwa akulturisasi merupakan latar belakang dan pengalaman seseorang dan tidak tergantung warna kulit, suku dan bangsa. Akulturisasi seorang siswa dikatakan berbeda dengan siswa-siswa lain yang dipergunakan sebagai norma bila latar belakang pengalamannya berbeda. Susahnya kebanyakan ahli psikologi, konselor, dan spesialis remedial menganut paham yang salah tentang latar belakang pengalaman ini. Tes Cepat (the Quick Test) misalnya distandarkan pada anak-anak Amerika berkulit putih dari Missoula, Montana dan sehari-hari dipergunakan untuk mengukur inteligensi anak-anak Negro yang hidup di ghetto (daerah kumuh) yang latar belakang pendidikan, sosial dan budayanya dapat berbeda dengan norma standar yang dipergunakan. Bagian pengungkap penampilan dari WISC-R (the Wechsler intelligence ScaleRevised) terdiri atas berbagai tes (kebanyakan manipulatif, seperti pembentukan sebuah obyek dengan potongan-potongan ―puzzle‖) yang tidak membutuhkan tanggapan verbal dari anak. Fakta bahwa dalam tes ini anak tak perlu berbicara, maka tes ini sering dipergunakan untuk anak tuna rungu wicara. Levin (1974) mengatakan bagaimana mungkin, tes tersebut dibuat untuk anak normal dan tak boleh dipergunakan untuk anak bisu. Berbagai subtes dari skala Wechsler misalnya: ―Picture Completion― dan ―Picture Arrangement‖ memerlukan kompetensi verbal. Sampel Tingkah Laku Harus Memadai Asumsi keempat yang mendasari penilaian psiko pendidikan haruslah mempunyai sample yang memadai dalam jumlah dan mewakili area. Tes apapun merupakan sample dari tingkah laku. Bila kita ingin mendapat informasi kecakapan seorang siswa tentang matematika, maka siswa mendapat soal-soal tentang matematika yang harus dipecahkan. Demikian pula bila kita ingin mengetahui kepandaian siswa dalam mengeja, maka siswa diminta mengeja berbagai macam kata. Bila kita memberikan tes matematika atau pengejaan kata, maka asumsi kita telah tersedia cukup sample dari butir-butir soal-soal, hingga dapat ditentukan kecakapan siswa pada area yang bersangkutan. Ada beberapa guru yang hanya memberikan dua soal berhitung atau aritmatika dan berasumsi bahwa kepandaian siswa telah dapat diketahui dalam aritmatika. Mengetes memerlukan sample tingkah laku yang mencukupi untuk membantu menentukan keputusan. Pengambilan sample tingkah laku haruslah cukup jumlahnya, sebab kita asumsikan bahwa tes mengukur seperti yang dikehendaki penyusun tes tersebut. Kita berasumsi bahwa tes inteligensi mengukur inteligensi dan tes pengejaan mengukur kepandaian mengeja. Tes penjumlahan matematika secara keseluruhan, sebab matematika mencakup lebih banyak daripada penjumlahan saja. Banyak tes membaca yang kurang mencukupi, sebab membaca memerlukan komponen-komponen lain, seperti rekognisi, komprehensi, dan analisis fonetik. Dengan demikian semua tes jangan hanya dibatasi oleh karena namanya saja, seperti tes membaca ya hanya membacanya saja. Tingkahlaku Sekarang Diobservasi: Dikemudian Hari Merupakan Kesimpulan Apabila guru mengadakan tes hanya mengobservasi penampilan siswa yang dites pada satu sampel tingkah laku, pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu dan situasi tertentu. Guru mengobservasi apa yang mampu dikerjakan siswa tersebut di kemudian hari. Guru hanya mengambil contoh tingkah laku yang terbatas dan mengadakan generalisasi penampilan individual untuk semua tingkah laku. Sebagai contoh dapatlah diambil hal sebagai berikut: Heathcote mengerjakan 10 soal penjumlahan dan betul semua, tetapi angka-angka yang digarap hanya terdiri atas 1 digit, yaitu 1, 2, 4 dan seterusnya, dan kita mengambil kesimpulan bahwa Heatcote dapat pula menggarap soal penjumlahan yang berdigit 2 (24, 27 dst.). Jadi prediksi atau keputusan untuk tingkah laku seseorang untuk hari yang akan datang dapat digambarkan semudah itu. Prediksi ini merupakan kesimpulan-kesimpulan yang dapat diandalkan dengan derajat tertentu. Kesimpulan tentang penampilan hari depan dapat dipercaya bila asumsi-asumsi lain pada asesmen secara keseluruhan juga memuaskan atau sinkron. Bila kita menjalankan tes terhadap sample yang cocok dan mewakili tingkah laku yang akan diungkapkan, serta latar belakang sample yang dipergunakan untuk menyusun tes tersebut, dan di samping itu cara memberi skor dan pengadaan interpretasi bebas kesalahan, maka dapatlah observasi tersebut dikatakan andal.
1426
KESIMPULAN Dalam melakukan penilaian hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian pendidikan, seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai. Kompetensi guru diperlukan mengingat tugas utama guru selain melakukan pembelajaran di kelas, guru memiliki tugas yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran adalah guru harus melakukan penilaian hasil belajar. Penilaian pembelajaran meliputi penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran. Kegunaan penilaian dalam pembelajaran setidaknya mengandung beberapa poin, yakni: (1) memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya dalam proses pencapaian kompetensi, (2) memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial, (3) untuk umpan balik bagi pendidik/guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, (4) memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan, dan (5) memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan. Di sisi lain, penilaian pembelajaran memiliki fungsi untuk (1) menggambarkan sejauhmana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi, (2) mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk perencanaan program belajar, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan), (3) menemukan kesulitan belajar, kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik, dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik/guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan, (4) menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya, dan (5) pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik. Dalam melakukan penilaian hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian pendidikan, seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai. Karena hubungan antara pembelajaran dan penilaian yang sangat erat maka kompetensi guru dalam penilaian pembelajaran merupakan kebutuhan mutlak harus dimiliki seorang guru. DAFTAR RUJUKAN Allen, M.J. & Yen, W.M. 1979. Introduction to Measurement Theory. Belmont, California: Wadswort, Inc. Cunningham, G.K. 1998. Assessment in the Classroom: Constructing and Interpreting Test. Falmer Press. Mardapi, D. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes. Jogjakarta: Mitra Cendekia. Erickson, R.C., & Wentling, T.L. 1988. Measuring Student Growth: Techniques and Procedures for Occupational Education. Urbana, Illinois: Griffon Press. Fernandes, H.J.X.1984. Testing and Measurement. Jakarta: National Education Planning, Evaluation and Curricuoum Development. Marzano, R.J. 2006. Classroom Assessment and Grading that Work. Alexandria: ASCD. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pokok-pokok Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian. Stark, S.J., & Thomas, A. 1994. Assessment and Program Evaluation. Ashe Reader Series: Simon & Schutster Custom Publishing. Eggen, P., Kauchak, D. 2004. Educational Psychology, Windows on Classroom. International Edition. New Jersey: Pearson Education International. Elliot, S. N., Kratochwill, T. R., Littlefield, J., Travers, J. 1996. Educational Psychology, Effective Teaching, Effective Learning. London: Brown & Benchmark. Fetsco, T., McClure, J. 2005. Educational Psychology, An Integrated Approach to Classroom Decisions. New York: Pearson Education Inc. Heineke, W. F., Willis, J. 2001. Methods of Evaluating Educational Technology. Greenwich, Connecticut: Information Age Publishing Inc. Ormrod, J. E. 2006. Essentials of Educational Psychology. New Jersey: Pearson Education Inc. Lee Krause, K. Bochner, S., Duchesne, S, McMaugh. 2007. Educational Psychology for Teaching and Learning. South Melbourne: Cengage Learning Australia. Lefranqois, G. R. 1991. Psychology for Teaching. Belmont, California: Wadworth Publishing Company Inc. 1427
Gage, N. L., Berliner, D. C. Educational Psychology. Third Edition. Boston: Houghton Mifflin Company Inc. Slavin, R. E. 1997. Educational Psychology, Theory and Practice. Third Edition. London: Allyn and Bacon. Thornburg, H. D. 1984. Introduction to Educational Psychology. New York: West Publishing Company Inc. Woolfolk, A. 2010. Educational Psychology. New Jersey: Pearson Education, Global Edition.
PENERAPAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN Ririn Tamora Sembiring
[email protected] Abstract: Lesson study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Lesson study dapat dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis MGMP. Lesson study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik yang terdiri dari: (1) perencanaan (plan) ; (2) pelaksanaan (do) ; refleksi (see). Kata kunci: lesson study, kolaboratif, plan, do, see
Salah satu masalah atau topik pendidikan yang belakangan ini menarik untuk diperbincangkan adalah lesson study yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik pembelajaran konvensional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered) daripada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa. Pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa karena guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas tidak mengaitkan teori dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa, dan siswa kurang diberi kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide yang dimilikinya, sehingga anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasi materi pelajaran yang diperolehnya. LESSON STUDY Istilah lesson study masih relatif asing di kalangan sebagian besar guru di Indonesia. Banyak kalangan yang menganggap lesson study sebagai suatu pendekatan, metode, atau model pembelajaran layaknya pembelajaran kooperatif, inkuiri, CTL atau sejenisnya. Lesson study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok orang secara kolaboratif dan berkesinambungan dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi, dan melaporkan hasil pembelajaran. Konsep dan praktik lesson study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepangnya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan lesson study tampaknya mulai diikuti oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika yang dikembangkan oleh Catherine Lewis. Istilah lesson study yang telah lama berkembang di Jepang, yakni sekitar abad-19 ini baru masuk dan berkembang di Indonesia sekitar akhir tahun 2004 oleh para tenaga ahli JICA (Japan International Cooperation Agency) melalui proses IMSTEP (Indonesian Mathematics and 1428
Science Teaching Education Project). Kemudian dilanjutkan pengembangannya melalui proses SISTTEMS (Strenghtening In Service Teacher Training of Mathematics and Science Education at Junior Secondary Level) pada tahun 2006 – 2008, dan juga PELITA (Program for Enhancing Quality of Junior Secondary Education) pada tahun 2009 – 2012. PENERAPAN LESSON STUDY Lesson study merupakan proses pengkajian pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Ibrohim, Dosen Fakultas MIPA dari Universitas Negeri Malang, merumuskan definisi operasional Lesson Study sebagai model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Pengkajian pembelajaran tersebut dilakukan oleh sekelompok guru yang sadar terhadap pentingnya upaya peningkatan kompetensi mereka dalam proses belajar mengajar. Para guru ini sadar bahwa proses pembelajaran yang selama ini telah dilaksanakan harus dikaji secara kolaboratif dan berlangsung dari waktu ke waktu agar dapat meningkatkan efektivitasnya bagi upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Proses ini dilakukan secara kolaboratif dan berkelanjutan. Harapan ideal yang ingin dicapai dalam kegiatan lesson study ini adalah membangun masyarakat belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hayat (long life education). Lesson study dapat dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis MGMP. Dalam tahap awal pengenalan lesson study, Saito (2005)mengenalkan ada 3 tahap utama lesson study, yakni: (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (do) dan refleksi (see). Penyederhanaan menjadi 3 tahap saja dilakukan dengan pertimbangan untuk memudahkan praktiknya dan menghilangkan kesan bahwa lesson study sebagai kegiatan yang rumit dan sulit dilakukan. Ketiga tahapan tersebut dilakukan secara berulang dan terus menerus (siklus). Lesson study dimulai saat guru atau dosen mau membuka kelas (pembelajaran) untuk diamati oleh sejawat atau komponen stakeholder pendidikan lainnya, kemudian direfleksi. Rencana pembelajaran disusun sebagai persiapan pelaksanaan pembelajaran yang akan diobservasi yang disebut open class atau open lesson. Dalam tahap perencanaan (plan) pembelajaran sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dalam kelompok kerja (KKG). Hal ini sangat penting agar masing-masing guru khususnya yang merasa kurang mampu, dapat saling belajar dengan yang lain. Rencana pembelajaran ini secara spesifik disebut skenario pembelajaran yang akan digunakan guru model berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi kelas atau siswa yang akan diajarkan. Pada tahap pelaksanaan akan diamati apakah rencana pembelajaran yang telah disusun dapat menghasilkan pembelajaran yang efektifdengan hasil belajar siswa yang maksimal. Para observer akan mengamati setiap langkah aktivitas belajar siswa dan mencata setiap fakta dengan menyertakan bukti autentik sehingga dapat menemukan hal-hal yang mendukung dan menghambat proses pembelajaran. Perlu disadari bahwa tidak ada pembelajaran yang sempurna. Kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran merupakan hal yang harus disadari. Oleh karena itu akan banyak ditemukan hal menarik yang dicatat oleh pengamat.Kegiatan refleksi dalam lesson study dilakukan dalam bentuk diskusi yang dipimpin oleh seorang moderator dan dilakukan secara interaktif. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh oleh guru model dan pengamatakan digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas masing-masing. SARAN Perencanaan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan keadaan kelasnya masingmasing. Setiap pengamat dapat memetik pengalaman penting dari pembelajaran yang telah dilakukan dan guru model dapat menyusun kegiatan tindak lanjut dengan merevisi rencana pembelajaran berdasarkan masukan dari refleksi. DAFTAR RUJUKAN Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang: Universitas Negeri Malang. http://psy-educacao.blogspot.com/2009/05/tujuan-lesson-study.html?m=1 Lesson Study Research Group online: tc.edu/ lesson study/ whatislessonstudy.html Wikipedia.2007.Lesson Study.en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study 1429
STRATEGI PENGELOLAAN KELAS PADA DISEMINASI 1 ILMU PENGETAHUAN ALAM ( IPA) TEACHER QUALITY IMPROVEMENT PROGRAM (TEQIP) 2013 Yanto Pengawas SMP Kabupaten Sanggau
[email protected] Abstrak: Pengalaman dua calon trainer IPA di Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat pada kegiatan Diseminasi 1. Yang dilaksanakan di Kapuas Dharma Pontianak pada tanggal 26 sampai dengan 31 Agustus 2013. Menunjukan bahwa Strategi Pengelolaan Kelas pada mata Pelajaran IPA sangat bergantung pada persiapan diri para trainer dan semangat guru- guru peserta diseminasi. KataKunci: diseminasi,pengelolaan kelas,metode,kelompok,kolaborasi.
TEQIP (Teacher Quality Improvement Program) merupakan program Kerjasama Universitas Negeri Malang dengan PT Pertamina (Persero). TEQIP merupakan Program Peningkatan Kualitas Guru melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi dengan Lesson Study. Peningkatan kualitas guru program TEQIP melalui serangkaian kegiatan Pelatihan Guru menggunakan sistem TOT (Training of Trainer), Diseminasi 1 dan 2, dan Ongoing 1-3 (Suswinto, dkk. 2013). Karakteristik peningkatan kualitas guru melalu TEQIP sebagai berikut. (1) Berbasis Pembelajaran Bermakna: mengubah pola pikir dari guru mengajar menjadi guru pembangkit belajar. ((2) Banyak praktik (75%): pemodelan, PLAN, Microteaching, Real Teaching (DO), Refleksi dan Tindak lanjut (See). (3) Training of Trainer (TOT): seorang trainer untuk memberdayakan 9 guru. (4) On going: pelatihan diintegrasikan dengan praktek pembelajaran di sekolah. (5) Konkrit: sesuai kebutuhan guru di lapangan. (5) Induktif: berangkat dari kasuskasus untuk meningkatkan profesional guru. (6) Berbasis Lesson Study: plan, do, see. TEQIP pada kegiatan tahun ke 4 (2013) melatih para trainer dari Sabang sampai Merauke sebanyak 3 kali yaitu TOT 1, TOT 2, dan TOT 3. Pelatihan dilaksanakan di Batu, selama 10 hari. Apun target dari TOT adalah sebagai berikut. (1) Terbentuknya Sistem pengembangan Profesionalisme guru di KKG secara kontinu dan terprogram sebagai hasil dari lesson study. (2) Karya Nyata Peserta dalam Pengembangan Media Pembelajaran Alternatif. (3) Pemanfaatan Media Pembelajaran Alternatif di Kelas. (4) Muaranya adalah Pembelajaran Bermakna dan kemampuan menulis karya ilmiah (PTK dan Jurnal). Terkait dengan tercapainya target tersebut banyak pihak yang terlibat diantaranya (1) ekspert, (2) trainer, (3) dan peserta diseminasi, dan (4) pengawas pendamping. Keberhasilan diseminasi juga tidak lepas dari peran beberpa pihak yang terlibat. Pelaksanaan Diseminasi 1.Peserta Diseminasi Peserta diseminasi Ilmu Penge- tahuan Alam sebanyak 18 orang yang terdiri dari 10 laki- laki dan 8 perempuan terlihat sangat bersemangat mengikuti pelak- sanaan diseminasi 1 karena metode learning by doing mendominasi ceramah. Selama lima hari penuh peserta mendengarkan penjelasan, berdiskusi, mengemukakan pendapat dan berbagi pengalaman, mengakses internet untuk mencari bahan ajar. Peserta diseminasi juga dikenalkan dengan lesson study yang terdiri rangkaian kegiatan plan, do, dan see (Ibrohim, 2013). Kegiatan plan yaitu bekerja dalam kelompok merancang pembuatan RPP dan membuat alat peraga. Selain itu melaksanakan peserta diseminasi melakukan peer teaching. Peserta diseminasi juga dikenalkan dengan open class (do). Pada latihan open class salah satu jadi guru model, 3 orang jadi observer, dan peserta yang lain jadi murid. Setelah do trainer melatih peserta diseminasi melakukan refleksi (see). Refleksi ini bertujuan untuk belajar mengidentifikasi berbagai permasalahan selama pembelajaran dan mencari solusinya. Pada hari ke 4 peserta diseminasi dilatih oleh trainer membuat alat peraga secara berkelompok. Hasl kerja kelompok berupa 1430
diagram, model, animasi sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah, arus listrik, garisgaris gaya magnet ―ditampilkan‖. Peserta diseminasi sangat antusias, keceriaan mereka juga diexpresikan dengan berfoto bersama setiap kelompok bersama hasil karya alat peraga mereka yang dipamerkan. 2.Trainer Trainer IPA Kabupaten Sanggau ada 2 orang yaitu Ibu Masdalifah dan Ibu Ida Fitriyati. Salah satu kekhawatiran disampaiakan ke dua trainer pada pengawas adalah ―Dapatkah pelaksanaan diseminasi ini berhasil?‖.Langkah pertama yang mereka lakukan adalah berkoordinasi dengan pengawas pendamping. Pengawas mengingatkan pesan- pesan expert: percaya diri, pertanyaan peserta jangan langsung dijawab melainkan dilempar kepada peserta lain, kalau dari peserta ada jawaban yang benar trainer mengukuhkan jawaban tersebut, kalau jawaban belum ditemukan, jawaban ditunda dulu, sementara itu menemui expert untuk menemukan jawabannya. Menyarankan mereka supaya mempelajari materi yang diberikan pada TOT 1 dan 2, karena pada prinsipnya materi sama, trainer sebagai pengimbas. Pengawas pendam ping memberikan penguatan dan motivasi pada para trainer. 3.Pengawas Pendamping Pengawas pendamping sangat diringankan pada pelaksanaan diseminasi 1 ini. Tugas pengawas pendamping sebagai koordinator peserta disemninasi sehingga proses diseminasi berjalan lancar. Dengan demikian, pengawas pendamping juga membantu trainer. Salah satu yang dilakukan pengawas pendamping adalah memotivasi peserta diseminasi dengan menyampaikan bahwa kesempatan ini merupakan kesempatan emas dan jangan disia- siakan. 4.Expert Peran expert pada waktu diseminasi adalah mendampingi trainer bila sewaktu waktu trainer mengalami kesulitan. Dalam sambutan penutupan diseminasi 1 Bp.Drs.Dwiyana, M.Pd. mewakili Pejabat dari Universitas Negeri Malang menyampai ucapan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta mensukseskan diseminasi ini dengan luar biasa. Pembahasan Menjadi tantangan tersendiri bagi calon trainer yang baru akan dibentuk menjadi trainer,yang lulus tes seleksi dari LP3 serta Universitas Negeri Malang sudah memenuhi kriteria yaitu menguasai materi akademik dan informasi tehnologi selanjutnya dilatih menjadi trainer. Namun, beberapa tantangan dihadapai oleh para trainer yaitu (1) dituntut mampu beradaptasi dengan guru- guru peserta diseminasi 1 yang terdiri dari guru senior maupun guru yunior. (2) guru peserta diseminasi pada umumnya tidak menguasai informasi teknologi, (3) dituntut mampu menerapkan pola mengajar dengan pembelajaran bermakna yang diintegrasikan dengan lesson study, (4) guru senior tidak mudah menerima pembaharuan baik berupa teori-teori pembelajaran baru atau hasil-hasil penelitian pembelajaran, (5) kurang percaya diri melatih guru yang lebih senior. Beberapa tantangan tersebut harus dihadapi oleh para trainer dengan beberapa cara. (1) Para trainer membiasakan guru senior berpikir dan berbuat untuk berubah sesuai dengan perubahan pengetahuan dan teknologi. Perubahan pola pembelajaran dari teacher centered ke student centered adalah implementasi dari perubahan pola pikir. perkembangan ilmu. (2) Menyamakan persepsi guru senior dan yunior. Trainer berusaha meyakinkan dosen dan yunior akar bisa bekerjasama. Keberadaan guru senior dan yunior dalam kegiatan diseminasi tidak harus dipertentangkan. Para trainer mendorong peserta diseminasi baik guru senior maupoun yunior untuk selalu berkreasi, inovatif, menyesuaikan diri dengan perubahan, pemahaman baru berdasarkan keunikan guru masing-masing akan membawa guru bersangkutan menuju perubahan. Guru merupakan individu unik yang memiliki potensi untuk mengembangkan diri dan pola pikirnya. Dengan demikian, dalam diseminasi ini peran guru baik senior maupun yunior dan trainer harus saling mengisi, asah, asih, dan asuh (3) Trainer memberi contoh cara mengajar dengan pembelajaran yang berorientasi pada pemberdayaan berpikir siswa. Pola pembelajaran yang demikian nampaknya merupakan keharusan yang tidak dapat di-tunda lagi. Karena hakekat pembelajaran adalah mengem bangkan berpikir siswa, sehingga mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya 1431
yang cukup dinamis. Untuk itu perlu ada upaya meningkatkan kualitas pendidikan Ilimu Pengetahuan alam melalui pemberdayaan berpikir siswa. (4) Kiat trainer berikutnya adalah untuk meningkatkan percaya diri yaitu mengumpulkan kembali bahan- bahan pendalaman materi yang didapat pada saat TOT 1( 20 s/d 25 Mei 2013),untuk dapat tampil meyakinkan dihadapan peserta diseminasi. Tampilan yang meyakinkan inilah yang akan diimbaskan kepada peserta diseminasi. Apabila peserta dapat diyakinkan dalam mengelola tugasnya sebagai guru maka akan ada harapan baru. Harapanharapan baru yang mem bentang dihadapan para diseminator akibat imbas dari trainer akan membuat peserta diseminasi berperilaku baru, seperti kata salah satu trainer (Ibu Ida Fitriyati):‖Keberhasilan yang didapat pada diseminasi adalah peserta diseminasi sudah lebih kreatif dalam membuat perangkat pembelajaran dan alat peraga‖ Sikap- sikap kreatif inilah yang sangat diharapkan timbul secara sadar pada guru peserta diseminasi pada kususnya, dan guru pada umumnya. Tanpa perubahan sikap pada diri seorang pendidik dari sikap lama yang tidak inovatif lagi ke sikap- sikap produktif berarti perilaku seorang pendidik ini akan statis malahan cenderung mele- mah/ memudar, dan yang sangat disayangkan kalau pemudaran ini dapat menjauhkan guru dari tugas pokoknya.Kekawatiran ini sangat disadari oleh pakar- pakar kita di TEQIP (Universitas Negeri Malang).
KESIMPULAN Dari paparan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Keberhasilan diseminasi 1 karena keberhasilan trainer dalam mengelola kelas. 2. Trainer harus mempunyai kiat-kiat untuk mengatasi berbagai tantangan, salah satunya adalah percaya diri. 3. Melihat aktivitas dan kerja sama antara trainer, guru senior dan guru yunior terjalin sangat harmonis dan serasi, maka hilanglah perasaan tidak menentu yang dikawatirkan kedua trainer. DAFTAR RUJUKAN Suswinto, W., Isnandar, Subanji, Santosa, A. 2013. Pedoman Umum Teachers Quality Improvement Program Tahun 2013. Peningkatan Kualitas Guru SD/MI dan SMP/MTS ―Dari Sabang Sampai Merauke‖ Melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi Dengan Lesson Study. Jakarta: Kerjasama Universitas Negeri Malang (Um) Dengan Pt Pertamina (Persero). Ibrohim. 2013. Panduan pelaksanaan Lesson Study. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
1432
PEMBELAJARAN BERMAKNA PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF BUDIDAYA TANAMAN PANGAN: PENGALAMAN PEMBELAJARAN DI SMKN 2 TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR Eny Setyowati SMKN 2 Tanah Grogot Kalimantan Timur Abstrak: Tujuan penyelenggaraan jenjang SMK adalah menyiapkan siswa dengan bekal keterampilan. Salah satu pembelajaran yang dapat mengakomodasi tujuan tersebut adalah pembelajaran bermaknsa. Pada mata pelajaran produktif budidaya tanaman diperlukan pembelajaran teori dan praktik dengan proporsi 30% dan 70%. Dalam melakukan praktik budidaya tanaman. jika siswa berhasil mencapai ketuntasan maka siswa tersebut akan bangga dan bersemangat untuk melakukan kegiatan praktik berikutnya. Kebanggaan tersebut akan terbawa dalam kehidupannya kelak dan akan bisa mandiri. Dalam pembelajaran untuk mencapai keberhasilan, guru perlu melakukan strategi pembelajaran berbasis pengalaman. Guru perlu menyiapkan semua keperluan pembelajaran dan melakukan pantauan yang disesuiakan dengan irama pertanian. Kata Kunci: pembelajaran bermakna, budidaya tanaman pangan
Jenjang pendidikan yang menyiapkan siswa yang memiliki kemampuan dalam aspek keterampilan adalah jenjang pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki kemampuan mengembangkan diri (Depdiknas, 2006). Salah satu tujuan penyelenggara pendididika kejuruan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK bertujuan untuk menyiapkan siswa agar menjadi produktif, terampil bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya. Upaya pencapaian tujuan tersebut dilakukan guru dan sekolah dengan peningkatan kualiatas pembelajaran. Guru di SMK hendaknya mampu menyiapkan siswa agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja dan mengembangkan sikap profesional di bidang keahlian yang dimilikinya. Guru SMK hendaknya memiliki kemampuan keterampilan yang cukup agar membekali siswanya. Untuk itu, seorang guru SMK dituntut untuk membekali keterampilan pada siswanya strategi yang diterapkan guru harus mengarah pada pembekalan keterampilan dan pembelajaran bermakna. PEMBELAJARAN BERMAKNA Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik, dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan tingkah laku. Pembelajaran di SMK diarahkan pada pengembangan keahlian dan keterampilan (Depdiknas, 2006). Pembelajaran yang demikian dapat dikembangkan dengan pembelajaran bermakna. Menurut Ausubel, Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah sipelajari dan dingat siswa (dalam Samani 2007). Jonassen (1999 dalam Zubaidah, dkk. 2013) 1433
menyatakan bahwa pembelajaran bermakna memiliki lima elemen yang saling terkait. Guru hendaknya mengaplikasikannya untuk menggalakkan siswa dalam pembelajaran aktif, konstruktif, intentional atau reflektif, autentik dan kooperatif. Secara ringkas, kelima elemen tersebut dapat dinyatakan seperti berikut ini. 1. Aktif: siswa belajar melalui lingkungan secara tidak langsung, mengadaptasi apa yang ada di sekeliling untuk mendapatkan pengetahuan baru sebelum mempelajarinya secara formal. 2. Konstruktif: membuat refleksi melalui kegiatan yang dilakukan untuk memperolehpembelajaran 3. Intentional/Reflektif: siswa mempunyai (atau diberi) alasan, sebab, atau tujuan untuk dicapai. Lebih kuat tujuan, lebih tinggi rangsangan untuk pelajar mencapainya. 4. Autentik: pelajar dihadapkan pada situasi sebenarnya dalam kegiatan pemikiran kritis (higher order thinking skills). 5. Kooperatif: pembelajaran melalui rekan sebaya, memanipulasi kemahiran dankelebihan individu yang ada untuk menghasilkan penyelesaian dalam tugas kelompok. Pembelajaran bermakna merupakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan kontekstual. Pembelajaran bermakna mengandung kebermaknaan personal bagi seluruh siswa, mengkaitkan materi dengan pengalaman siswa masa lalu, untuk mengantisipasi masa depan. Depdiknas (2002 dalam Zubaidah, dkk., 2013) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna menuntut keterkaitan pembelajaran di kelas dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini pembelajaran kontekstual akan memberikan makna yang lebih produktif bagi siswa. Suparno (1997) menyatakan bahwa pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seorang-orang yang sedang dalam proses pembelajaan. Pembelajaran bermakan terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsepkonsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, factor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.Pembelajaran bermakna, adalah pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang menyenangkan, akan memiliki keunggulan dalam meraup segenap informasi secara utuh, konsekuensi akhirnya adalah meningkatkan kemampuan siswa. PEMBELAJARAN BERMAKNA DI SMK Pembelajaran bermakna di SMK disusun dengan merancang strategi pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran dirancang dengan menggunakan modalitas belajar yang tinggi, yaitu menyediakan visualisasi dengan akses informasi melihat, mengucapkan, dan melakukan. Penyampaian materi disajikan dengan menggunakan media visual. Langkah ini diterapkan pada 30% pembelajaran teori. Pembelajaran bermakna di SMK menggunakan pembagian 30% untuk informasi materi pembelajaran dan 70% untuk kegiatan praktik. Informasi materi pembelajaran dilakukan guru dan kegiatan praktik dilakukan siswa. Penyediaan waktu 70% untuk praktik secara otomatis mengajak siswa akan belajar dengan perolehan pengalaman langsung. Kompetensi yang telah disusun baru akan terbentuk bila ada sarana siswa untuk memperolehnya yakni pengalaman belajar. Kompetensi yang ingin dicapai pada mata pelajaran budidaya tanaman ini difokuskan pada beberapa aktivitas belajar siswa seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
No 1
Tabel 1. Kompetensi dan Aktivitas Belajar Siswa Kompetensi yang ingin Aktivitas Siswa dicapai Pengetahuan dialami, Melakukan pengamatan atau penyelidikan dipelajari, dan Membaca dengan aktif (misal dengan pena di tangan untuk ditemukan oleh siswa menggarisbawahi atau membuat catatan kecil atau tanda-tanda tertentu pada teks) Mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon, misal tersenyum atau tertawa saat mendengar hal-hal lucu yang 1434
2
Membangun Pemahaman
3
Mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya
4
Berpikir reflektif
disampaikan, terkagum-kagum bila mendengar sesuatu yang menakjubkan, dsb) Berlatih (misalnya mencobakan sendiri konsep-konsep misal berlatih dengan soal-soal) Berpikir kreatif (misalnya mencoba memecahkan masalahmasalah pada latihan soal yang mempunyai variasi berbeda dengan contoh yang diberikan) Berpikir kritis (misalnya mampu menemukan kejanggalan, kelemahan atau kesalahan yang dilakukan orang lain dalam menyelesaikan soal atau tugas) Mengemukakan pendapat Menjelaskan Berdiskusi Mempresentasikan laporan Memajang hasil karya Mengomentari dan menyimpulkan proses pembelajaran Memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran Menyimpulkan materi pembelajaran dengan kata-katanya sendiri
Langkah berikutnya mengaitkan materi yang diajarkan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar siswa akan mendukung muatan emosi yang kuat pada diri siswa. Penyampaian materi di SMKN 2 Tanah Grogot dikaitkan dengan pengalaman kehidupan sehari hari, dalam hal ini mayoritas siswa SMK Negeri 2 Tanah Grogot mempunyai latar belakang orang tua sebagai petani sehingga pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sebagai petani. Dalam penyampaian materi pembelajaran, guru melibatkan partisipasi siswa untuk menghasilkan manfaat yang nyata dan dapat langsung dirasakan oleh siswa. Siswa merasa mempunyai kemampuan untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Untuk menghindari kebosanan siswa, guru menyampaikan materi kepada siswa dengan melibatkan emosinya. Keterlibatan emosi dan suasana yang menyenangkan membuat siswa berhasil dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, sangat baik bila guru selalu berpikir untuk mengajak para siswa menghasilkan produk tertentu dalam pembelajaran sebagai hasil belajar para siswa. Produk ini akan lebih bertahan lama dalam memori jangka panjang siswa. Tahap berikutnya dalam pembelajaran dengan pengalaman bermakna adalah mendorong siswa untuk berhasil dalam melakukan serangkaian praktik budidaya tanaman. Kegiatan ini dimulai dari penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pemasaran hasil praktik. Jenis komoditas yang ditanam disesuaikan dengan tingkat kesulitan berbudidaya dan jenjang kelas. Pada semester 1, komoditas masih terbatas pada tanaman sayur daun misalnya kangkung, bayam dan sebagainya. Pada semester 2, budidaya jagung, sayur buah tanpa pesemaian misalnya timun. Pada semester 3, budidaya sayur buah dengan pesemaian misalnya tomat, cabe, dan terong. Sebelum praktik, siswa memperoleh pembekalan teori dan panduan kegiatan belajar praktik. Panduan kegiatan praktik tersebut diwujudkan dalam lembar kerja siswa (LKS) untuk setiap tahap kegiatan. Setelah mempelajari kegiatan yang akan dilakukan, siswa melakukan praktik. Pada saat praktik, siswa dikumpulkan kembali untuk mengingatkan kegiatan yang akan dilakukan dan pengecekan alat, bahan serta keselamatan kerja seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2.
1435
Gambar1. Pengarahan Persiapan Praktik Sebelum ke Lapangan
Gambar 2. Pengecekan Kondisi Lahan Praktik dengan Tanah Podsolik Merah Kuning
Pada saat mendampingi siswa, guru membimbing praktik dan memberikan contoh kerja yang benar. Selain itu, guru juga bertindak sebagai konsultan bagi siswa yang menghadapi kendala dilapangan. Hal ini berlangsung selama siklus tanaman berlangsung hingga panen. Untuk menyelesaikan satu siklus dengan hasil yang baik, jika ada kegiatan di luar jam sekolah misalnya sore hari menyiram maka siswa harus melakukannya tanpa menunggu jam produktif tiba. Proses pembimbingan guru dan tanaman praktik siswa ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4.
Gambar3. Guru mendampingi siswa saat di lapangan
Gambar4. Tanaman Umur 18 Hari
Strategi pembelajaran pada budidaya tanaman menuntut guru dan siswa untuk melakukan pembelajaran sesuai irama pertanian. Jam kerja guru tidak terbatas hanya pada jam kerja kantor tetapi guru harus tetap memastikan siswanya untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan saat itu, karena pekerjaan pertanian tidak dapat ditunda. Jika waktunya tanaman harus disiram, dipupuk, atau saat terjadi serangan hama, saat melakukan panen, dan melakukan penjualan, saat itu juga harus dilakukan tidak boleh ditunda, walaupun bukan jam kerja sekolah. Strategi pembelajaran dengan pengalaman menuntut guru untuk kreatif dalam mengatasi masalah di lapangan dan memantau serta memastikan siswa bekerja sesuai yang telah disepakati bersama pada lembar kerja siswa (LKS). KENDALA DAN CARA MENGATASI KENDALA DI LAPANGAN Strategi pembelajaran dengan pengalaman menuntut guru dan siswa harus berhasil dalam melakukan praktik budidaya tanaman sayur. Jika ada kendala yang muncul di lapangan, kendala tersebut harus segera diatasi agar tidak mengganggu proses pembelajaran dan hasil praktik budidaya tanaman. Banyak kendala dilapangan dalam praktik budi daya tanaman karena lahan praktik SMK Negeri 2 Tanah Grogot Kab. Paser Kalimantan Timur. Tanah di daerah tersebut termasuk jenis tanah podsolik merah kuning dengan ciri tanahnya yang kurang subur dengan pH rendah. Kendala lain yang dihadapi dalam berbudidaya tanaman sayur semusim lainnya diantaranya iklim yang tidak menentu dengan curah hujan yang tinggi, hama berupa binatang liar (babi, 1436
monyet, kijang) atau binatang ternak yang diliarkan. Semua kendala tersebut harus diselesaikan dengan baik karena jika gagal dalam kegiatan praktik akan mengakibatkan siswa akan mudah putus asa dan pesimis. Lahan yang kurang subur dapat diatasi dengan penggunaan pupuk dasar organik yakni pupuk kandang sapi yang telah masak dan dilakukan pengapuran untuk menaikkan pH tanah. Iklim yang tidak menentu diatasi dengan pembuatan saluran drainase untuk membuang kelebihan air jika terjadi hujan terus-menerus, sedangkan untuk mengantisipasi jika tidak ada hujan (satu minggu tidak hujan tanah kering kerontang) dipersiapkan sumber air yang dapat untuk menyiram tanaman. Hama kambing diatasi dengan menjaga dan mengusir binatang pada saat tertentu sekiranya masuk areal budidaya dan kambing diserahkan pada penduduk yang punya untuk tidak diliarkan dengan harapan tidak merusak hasil praktik siswa. Hama babi dan kijang dikendalikan dengan memasang jaring dan tali berwarna mencolok disekeliling areal praktik. Hama monyet yang banyak merusak bukan hanya tanaman tetapi juga merusak jaring dan pagar di sekitar areal praktik dikendalikan dengan membuat sambal dengan cabe yang banyak dengan cara diulek (bukan diblender) dan diletakkan di sekitar tanaman membuat monyet tidak akan kembali menyerang. Cara mengatasi kendala di lapangan ditunjukkan Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Tanaman Umur 45 Hari
Gambar 6. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
Tahap terakhir strategi pembelajaran siswa dengan pengalaman adalah membuat laporan selama praktik di lapangan dan mempresentasikan laporan di depan kelas. Laporan berisi tentang kegiatan praktik di lapangan, kendala yang dihadapi siswa selama praktik, cara mengatasi kendala, serta hasil praktik dan perhitungan ekonomi apakah praktik yang telah dilakukan bernilai ekonomis terhadap siswa. HASIL BELAJAR Keberhasilan pembelajaran ditunjukkan dengan pencapaian hasil belajar siswa. Keberhasilan pembelajaran mata pelajaran produktif budidaya tanaman pangan ditinjau dari sisi ekonomi dan prestasi belajar. Melalui pembelajaran dengan pengalaman memunculkan semangat pada siswa untuk melakukan praktik di lahan bahkan beberapa siswa minta tambahan lahan dari yang telah ditentukan guru untuk melakukan kegiatan berbudidaya tanaman sayur. Kegiatan berbudidaya tanaman sayur di luar ketentuan praktik ini sebagian besar karena didorong untuk mencukupi kebutuhan ekonomi untuk tetap terus dapat bersekolah karena biaya dari orang tua tidak mencukupi. Selain keberhasilan dari sisi ekonomi, prestasi belajar siswa juga menunjukkan hasil yang cukup baik dengan nilai tuntas tanpa ada remedial bahkan siswa tertentu mencapai nilai yang sangat menggembirakan yaitu sembilan (90). Rerata perolehan nilai pada mata pelajaran budidaya tanaman ini mencapai 77,4. Skor ini melampaui KKM di kelas tersebut yaitu 70. Ditinjau dari keaktifan siswa selama pembelajaran, siswa lebih aktif dalam pembelajaran, aktif melakukan pengamatan, kreatif dalam berpikir, dan berlatih mengemukakan hasil praktik dalam bentuk laporan seperti terlihat Tabel 2 yang dilakukan guru lain sebagai observer. Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan pembelajaran bermakna mencapai skor 4,4 dari skor maksimal 5 atau 88% untuk keseluruhan siswa. 1437
No 1 2 3 4
Tabel 2. Pencapaian Hasil belajar Siswa Kompetensi yang ingin Dicapai Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa Membangun Pemahaman Mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya Berpikir reflektif rerata
Skor 3,7 4 5 5 4,4
PENUTUP Kesimpulan Pembelajaran dengan menekankan kaitan dengan kehidupan sehari-hari dan lingkungan siswa mendorong kebermaknaan pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan pembelajaran tersebut mendorong siswa untuk mandiri karena pembelajaran lebih mengutamakan aspek praktik (70%) dibanding teori (30%). Perbandingan aspek praktik dan teori tersebut memberi peluang pada siswa untuk mandiri dan memperoleh peluang untuk menambah penghasilan. Saran Untuk melakukan strategi pembelajaran dengan pengalaman sebaiknya guru menyiapkan seluruh keperluan pembelajaran mulai alat, bahan, Lembar Kerja Siswa (LKS) dan sarana prasarana praktik yang mendukung pembelajaran. Selain itu, guru juga menyiapkan instrumen penilaian di luar jam tatap muka sekolah untuk melakukan pemantauan kegiatan siswa, baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja.
DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006. Tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Samani, M. 2007. Pendidikan Bermakna: Integrasi Life Skill-KBK-CTL-MBS. SIC Surabaya. Suparno, P. 2007. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius Yogyakarta. Zubaidah, S., Yuliati, L., Mahanal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang:Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang.
PENINGKATAN MOTIVASI MENGAJAR GURU IPA DI KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMURPASCA DISEMINASI TEACHER QUALITY IMPROVEMENT PROGRAM (TEQIP) Entin Martini
[email protected] Guru SMPN 2 Longkali Kab. Paser Abstrak: Guru di daerah umumnya masih banyak mengalami kendala dalam pengembangan media, materi dan penulisan karya ilmiah. Hal tersebut berdampak pada siswa dan guru sendiri, seperti misalnya kuranya inovasi guru, serta moivasi dalam pembelajaran. Beberapa guru terpilih yang tersebar di seluruh Indonesia tahun 2013 ini mendapat pelatihan TEQIP yang di berpusat di Universitas Negeri Malang. Para trainer hasil TOT di Malang, akan mendesdiminasikan ke teman sejawat guru di daerah masingmasing. Kegiatan Diseminasi Kabupaten Paser dilaksanakan dalam dua tahap di hotel Bintang Balikpapan.Tahap pertama dimulai tgl 26 – 31 Agustus 2013 dan tahap kedua 23 – 28 September 2013.Peserta Diseminasi guru IPA berjumlah 18 orang yang berasal dari beberapa Sekolah yang tersebar di kabupaten Paser. Setiap selesai kegiatan Diseminasi di
1438
tempat khusus (Hotel) dilanjutkan dengan kegiatan On Going yaitu praktek mengajar di sekolah. Dari hasil Diseminasi ini ditemukan beberapa perubahan yang terjadi pada peserta yaitu: (1).Bertambahnya kepercayaan diri peserta dalam membelajarkan siswa (2). Terjadinya perubahan pola pikir peserta bahwa Perencanaan Pembelajaran itu sangat penting dan guru harus mampu menyusun RPP sendiri dengan metode,model, yang sesuai dengan kondisi siswa di sekolah sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik.(3). Pembelajaran secara kolaboratif dengan open class dapat meningkatkan potensi diri untuk selalu belajar dari kekurangan dan menerima saran serta kritik dari orang lain. Kata kunci: Motivasi Mengajar; Pasca Diseminasi
Saat ini Pendidikan di Sekolah diartikan sebagai pemberi bekal pengetahuan dan ketrampilan pada anak didik.Sekolah juga menjadi tumpuan harapan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,mengembangkan potensi anak didik menjadi manusi yang Beriman,Bertaqwa kepada Tuhan YME,berilmu,sehat jasmani dan Rohani,cakap dan kreatif serta berakhlak mulia.Demikian besarnya peranan guru dalam pembelajaran di sekolah,sehingga guru dituntut untuk dapat selalu meningkatkan potensi diri dan ketrampilan mengajarnya.Guru juga harus menyadari bahwa dia adalah komponen yang utama dalam sistem pendidikan Nasional. (Marno & M.Idris, (2010 ; 50). Program TEQIP (Teacher Quality Improvement Program) 2013 adalah kegiatan Peningkatan kualitas guru SD dan SMP melalui In Servis Training dengan pola Training Of Trainer (TOT) dibina oleh expert dari Universitas Negeri Malang bekerjasama denga Pertamina Persero, dengan yang berlabel TEQIP 2013 dengan tema ― Peningkatan kualitas Guru SD dan SMP Sabang – Meraoke melalui pembelajaran bermakna,Terintegrasi dengan Lesson Study ―.Sasaran Teqip 2013 diperluas dari tahun sebelumnya, jika pada tahun 2010,2011 dan tahun 2012 adalah guru Sekolah Dasar,maka TEQIP 2013 sasarannya adalah guru SD dan SMP. Daerah sasaran TEQIP 2013 terdiri dari 6 Provinsi untuk SD dan 6 Provinsi untuk TEQIP SMP.Enam Propinsi Daerah sasaran TEQIP SD tahu 2013 adalah: (1) Nangro Aceh Darussalam (NAD) (2) Sumatra Utara (Sumut),(3) Sulawesi Utara (Sulut) (4) Nusa Tenggara Timur (NTT) (5) Papua Barat,(6) Papua. Sedangkan Daerah sasdaran TEQIP SMP terdiri dari: (1) Kepulauan Riau (Kepri),(2) Jambi,(3) Kalimantan Barat (Kalbar),(4) Kalimantan Timur (kaltim),(5) Nusa Tenggara Timur (NTT) dan (6) Sulawesi Utara (Sulut). Daerah yang menjadi sasaran TEQIP adalah daerah – daerah yang temasuk katagori daerah Perbatasan langsung dengan Negara tetangga dan dengan katagori tertinggal,yakni perolehan pencapaian rata-rata skor yang kurang memuaskan dalam UN. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah untuk mengurangi kesenjangan Pendidikan di daerah tertinggal dan perbatasan serta pemerataan Pendidikan agar sejajar atau setara dengan daerah lain di Indonesia.Pedoman Umum TEQIP (2013: 6) Kegiatan TEQIP 2013 dilaksanakan selama Sembilan bulan dimulai bulan April sampai Desember 2013,meliputi kegiatan Sosialisasi,Seleksi,TOT 1 sampai TOT 3,Monev dan On Going,Diseminasi, Seminar nasional TEQIP,Saresehan dan Workshop Penulisan Jurnal Ilmiah.Peserta TEQIP 2013 yang sudah mengikuti pelatihan dan lulus menjadi Trainer mempunyai tugas untuk mendiseminasikan hasil pelatihannya kepada guru – guru di daerah masing – masing, sehingga guru – guru di daerah juga dapat tertular virus baik yang di bawa trainer melalui pelatihan di TEQIP ini. Kegiatan Diseminasi dilaksanakan dalam dua tahap,untuk kabupaten Paser kegiatan Diseminasi dilaksanakan di Hotel Bintang Balikpapan.tahap Pertama dilaksanakan tanggal 26 – 31 Agustus 2013 dan Diseminasi tahap kedua dimulai tanggal 23 – 28 September 2013.Peserta Diseminasi untuk guru IPA berjumlah 18 Orang yang berasal dari guru–guru IPA yang tersebar dari berbagai Sekolah SMP dan Madrasah yang ada di kabupaten Paser, terdiri dari 7 orang guru IPA laki–laki dan 11 guru IPA wanita. Kegiatan diseminasi pelatihanguru dilaksanakan dalam dua kegiatan,yaitu kegiatan pembelajaran di tempat khusus ( Hotel ) dengan materi: (1) kurikulum 2013, (2) Perangkat pembelajaran bermakna, (3) Pengembangan media, (4) lesson study (Plan,Do,See),(5) Peer teaching dan (6) plan ongoing,setelah pembelajaran di hotel dilanjutkan kegiatan on going yaitu 1439
praktek mengajar berbasis lesson study di sekolah yang di tunjuk dengan pola seperti yang di dapat pada saat pelatihan di hotel. Dari kegiatan diseminasi tersebut penulis ingin mengetahui seberapa jauh peserta dapat termotivasi untuk melakukan perbaikan terhadap perangkat,media maupun pada proses pembelajaran IPA pasca diseminasi. Berdasarkan kajian terhadap 18 0rang peserta Diseminasi,nilai Pretes hasilnya masih tergolong rendah. Para guru setelah mengikuti pelatihan diseminasi selama seminggu di hotel Bintang Balikpapan menunjukkan Post Test peserta diseminasi mengalami peningkatan. Hasil pre test dan post test peserta diseminasi seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel.1 Hasil tes peserta diseminasi sebelum dan sesudah mengikuti diseminasitahap 1 No.
Nama Peserta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Peserta 01 Peserta 02 Peserta 03 Peserta 04 Peserta 05 Peserta 06 Peserta 07 Peserta 08 Peserta 09 Peserta 10 Peserta 11 Peserta 12 Peserta 13 Peserta 14 Peserta 15 Peserta 16 Peserta 17 Peserta 18
∑
Kenaikan Skors
Pretes
Postes
43 64 62 47 40 58 53 67 68 59 56 53 57 73 51 67 61 65
73 93 72 70 83 78 78 87 75 70 83 78 76 88 79 75
30 29 10 23 43 20 25 20 7 11 27 25 19 15 28 8
78
13
Tabel 2. Hasil tes peserta diseminasi sebelum dan sesudah mengikuti diseminasi tahap 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Peserta Peserta 01 Peserta 02 Peserta 03 Peserta 04 Peserta 05 Peserta 06 Peserta 07 Peserta 08 Peserta 09 Peserta 10 Peserta 11 Peserta 12 Peserta 13 Peserta 14 Peserta 15 Peserta 16 Peserta 17 Peserta 18
Pretes
Postes
55 80
77 91
52 68 69 74 71 63 63 71 68 61 82
78 81 72 83 85 80 79 81 77 76 87
79 57 74
89 83 88
∑ Kenaikan Skor 22 11 0 26 13 3 9 14 17 16 10 9 15 5 0 10 26 14
Seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 dilitinjau dari kemampuan pemahaman terhadap materi IPA dari diseminasi tahap 1 maupun diseminasi tahap 2, semua peserta mengalami kenaikanyang cukup signifikan. Artinya selama proses pelatihan terjadi proses saling pembelajaran antara trainer dan peserta, sehingga dengan adanya proses tersebut dapat 1440
meningkatkan pemahaman guru terhadap isi materi IPA. Selain Data kemampuan kognitif guru yang meningkat yang diperoleh dari hasil pretes dan postes juga diperoleh data hasil dari perolehan wawancara dalam bentuk angket kepada peserta diseminasi. Kegiatan diseminasi meliputi antara lain peserta menyusun RPP untuk pengajaran teman sejawat dan juga dipersiapkan untuk real teaching dengan kegiatan seperti pada Gambar 1 dan Gambar 2. Kegiatan pembelajaran dalam kerangka lesson study pada on going pasca diseminasi selalu diakhiri dengan kegiatan refleksi seperti pada Gambar 3, untuk mengkaji kelemahan-kelemahan selama proses pemebelajaran. Selama kegiatan diseminasi peserta juga dilatih utuk mengembangkan media pembelajaran yang inovatif, dan hasil media yang dibuat oleh peserta hasilnya sangat bagus untuk digunakan sebagai media di sekolah seperti pada Gambar 4. Gambaran kegiatan diseminasi dan ongoing yang dilakukan peserta tampak dilakukan dengan semangat dan motivasi yang tinggi, berikut gambar yang diambil pada saat diseminasi serta ongoing yang memberikan gambaran betapa diseminasi ini sangat membantu meningkatkan motivasi mengajar guru IPA di kabupaten Paser.
Gambar 1. Peserta Diseminasi sedang membuat RPP untuk going Diseminasi
Gambar 2 Peserta Diseminasi praktek real teaching di sekolah
1441
Gambar 3 Guru model, trainer dan peserta diseminasi mengadakan refleksi pembelajaran
Gambar 4 Media pembelajaran hasil karya peserta diseminasi IPA Kabupaten Paser PEMBAHASAN Kegiatan Diseminasi yang telah dilaksanakan di kabupaten Paser dimulai sejak tgl 2631 Agustus 2013 untuk tahap 1 dan tanggal 23-28 September 2013 untuk tahap II dengan materi: Pembelajaran bermakna,Pendalaman materi,Pengembangan media,Perangkat Pembelajaran,Peer Teaching berbasis lesson study (PLAN,DO,SEE),Penelitian Tindakan Kelas (PTK),Penulisan Jurnal Ilmiah dan menyusun RPP Plan untuk on going. Hasil wawancara dan isian angket peserta peserta diseminasi Kabupaten Paser yang di laksanakan di Hotel Bintang Balikpapan ada hikmah yang luar biasa dipoeroleh oleh peserta maupun trainer. Hikmah yang dirasakan oleh peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan diseminasiadalah dapat memotivasi peserta dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Data-data tersebut diambil setelah peserta mengikuti kegiatan On Going II atau pada akhir kegiatan Diseminasi tahap II. Dari kegiatan desiminasi ini diperoleh beberapa hikmah diantaranya adalalah: (1) Mendapatkan pengalaman dari teman sejawat, dengan adanya diseminasi guru-guru IPA di kabupaten Paser yang berjumlah 18 orang guru yang berasal dari beberapa sekolah yang tersebar dari beberapa kecamatan berkumpul dan saling berbagi pengalaman dengan bimbingan Trainer mereka saling membagikan pengalaman baik itu tentang pendalaman materi pelajaran maupun tentang pengalaman mengajar di sekolah masing masing.Letak geografis kabupaten Paser yang saling berjauhan antar kecamatan tidak memungkinkan guru-guru Ipa dapat bertemu dan berbagi.Tetapi dengan adanya diseminasi ini kami yang tidak pernah berkumpuldapat bersilaturahim dan merencanakan untuk program kegiatan selanjutnya. (2).Memahami dan 1442
memilih model – model pembelajaran serta menerapkan dalam proses pembelajaran. Walaupun selama ini mereka telah mengenal beberapa model pembelajaran bahkan sudah mencantumkannya pada RPP tetapi pada kenyataannya belum benar – benar memahami pengertian yang sebenarnya.Dengan adanya materi Model-model pembelajan membuat peserta benar-benar memahami bahkan mampu memilih dan menerapkannya pada penyusunan RPP PlANsesuai dengan materi pembelajaran yang diajarkan dan melaksanakannya di Kelas. (3).Dapat menyusun RPP sendiri sesuai dengan tujuan Pembelajaran.Selama ini kami dalam penyusunan RPP selalu mengambil contoh yang sudah ada dan hanya mengedit menjadi RPP yang disesuaikan dengan keperluan.Pada saat diseminasi seluruh peserta diwajibkan utuk menyusun RPP PLAN sendiriyang lebih sederhana dan mudah dipahami tanpa mengurangi pencapaian tujuan pembelajaran dan sesuai denganPERMENDIKNAS. (4) Pembelajaran di kelas menjadi lebih menarik; Walaupun sudah lama menjadi guru tetapi dalam proses pembelajaran masih terdapat banyak kekurangan yang perlu diperbaiki.Dengan mengetahui berbagai model dan metode serta pembuatan media pembelajaran yang sesuai akan membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tapi berpusat pada siswa, serta pemanfaatan media yang sesuai, berdampak siswa akan menjadi lebih aktif dan tertarik dengan materi pembelajaran saat itu. (5).Meningkatkan rasa percaya diri;Melalui kegiatan Peer Teaching di dalam ruang belajar di hotel dan Real Teaching pada kegiatan On Going yang berbasis lesson study membuat peserta memiliki kebiasaan untuk mereflekasi memperbaiki pembelajarandan berusaha untuk meningkatkan potesi dirinya,mampu berkolaborasi dengan orang lain, untuk dan dapat menetima kritik dan saran orang lain.Sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan rasa percaya diri menjadi pendidik yang profesional. KESIMPULAN Kegiatan diseminasi (pengimbasan) TEQIP di daerah yang telah di laksanakan selama dua tahap ternyata mampu meningkatkan motivasi mengajar guru–guru IPA di Kabupaten Paser. Melalui kegiatan ini guru mampu menyusun RPP sendiri dengan memilih model serta media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakter sekolah, serta guru dapat melaksananakan pembelajaran di sekolah dengan berbasis lesson study. Dari hasil instrumen pretes dan postes pada umumnya terjadi peningkatan nilai dan hasil angket menyatakan bahwa kegiatan diseminasi ini benar-benar dapat meningkatan peningkatan profesionalisme peserta.Namun demikian tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga disarankan para alumni TEQIP dan guru imbas di seluruh Indonesia dapat menularkan pengalamannya dalam mengembangkan TEQIP di daerah serta untuk meningkatkan keprofesionalan sebagai guru yang profesional.
DAFTAR RUJUKAN Subanji,,2013.Kurikulum TEQIP In Service Training GuruSekolah Menengah:PT Pertamina dan Universitas Negeri Malang Wahyu Suswinto, Isnandar, Subanji & Anang Santoso, 2013. Pedoman Umum TEQIP ; PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang Marno & Idris,2010,Srategi & Metode Pengajaran, Ar-ruzz media Jogjakarta.
1443
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH BERPENGARUH KEPADA TUGAS POKOK GURU DANPRESTASI BELAJAR SISWA Iking Sudrajat Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa kelas VI semester 1 tahun 2012 - 2013 di Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. Masalah dalam penelitian ini adalah:1) Seberapa besar pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap prestasi belajar siswa kelas VI 2) Seberapa besar pengaruh kinerja mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa kelas VI 3) Seberapa besar secara bersama pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar terhadap prestasi belajar siswa. Kata Kunci: Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kinerja Mengajar Guru, Prestasi Belajar Siswa.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan pengaruh sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambunagan pembangunan oleh karena itu pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak diperlukan. Dalam konteks pembangunan sumber daya manusia pendidikan pada dasarnya merupakan proses mencerdaskan kehidupan bangsa dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, dijelaskan dalam Sisdiknas pasal 3 Bab 3 (2003.5): ―Bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk wadah serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab‖. Mengingat betapa pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, selain faktor Kepala Sekolah yang cukup memegang pengaruh penting dalam pencapaian prestasi belajar siswa, juga kinerja mengajar guru. Pentingnya kinerja mengajar dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang optimal, merupakan salah satu kekuatan eksternal yang dapat digunakan oleh seorang guru untuk melaksanakan pengaruhnya dalam mengajar. Prestasi hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi derajat kemampuan dalam perubahan prilaku diantaranya hasil belajar siswa. Dari uraian tersebut kenyataan yang ditemukan dilapangan yaitu di Sekolah Dasar Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser belum diterapkan sepenuhnya yang diuraikan diatas trsebut, terbukti penulis masih menemukan hasil sebagai berikut: 1. Kepemimpinan Kepala Sekolah kurang optimal dalam melaksanakan kepemimpinannya sebagai Edukator, Manager, Administrasi, Leader, Inovator, dan Monivator terhadap prestasi siswa. 2. Kinerja mengajar guru belum dapat melaksanakan secara optimal dalam merencanakan program pembelajaran, dan melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran terhadap peserta didik. 3. Nilai prestasi belajar siswa kurang optimal setiap tahunnya. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kepemimpinan Istilah kepemimpinan banyak sekali dimunculkan (dikemukakan) oleh para ahli baik secara umum maupun secara khusus. Kepemimpinan merupakan factor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi kerja organisasi, karena kepemimpinan merupakan aktivitas utama dimana tujan organisasi dapat dicapai.
1444
Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepala sekolah merupakan suatu faktor yang terpenting dalam proses pencapaian, keberhasilan sekolah dalam pencapaian tujuannya. Dengan demikian Kepala sekolah sangat diharapkan pengaruhnya untuk mengendalikan agar pendidikan berjalan sesuai harapan semua pihak. Dalam menjalankana kepemimpinannya Kepala Sekolah tergantung kepada guru merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Peranan Kepala Sekolah Dalam penelitian ini yang dibahas lebih rinci pengaruh kepala sekolah (Mulyasa.2003.98) adalah sebagai berikut: 1. Sebagai Edukator (Pendidik) 2. Sebagai Manager 3. Sebagai Administrator 4. Sebagai Supervisor 5. Sebagai Leader 6. Sebagai Inovator 7. Sebagai Motivator Kinerja Mengajar Guru Untuk konsep kinerja guru penulis mencoba menyimpulkan bahwa kinerja adalah tampilan prilaku guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik yang tentu memiliki latar belakang yang relefan dengan tugas yang dihadapi dan hubungannya intraksi dengan lingkungan. Sejalan dengan Mulyasa (2004:98), guru yang memiliki kinerja tinggi akan bernafsu dan berusaha meningkatkan kompetensinya, baik dalam kaitannya dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian sehingga diperoleh hasil yang optimal. Prestasi Belajar Siswa Belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan mahasiswa akan menghasilkan perubahanperubahan dalam dirinya. Yang oleh belum dan kawan-kawan dikelompokan kedalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Prestasi belajar adalah hasil yang di capai oleh siswa setelah belajar dengan waktu tertentu, dalam hal ini setiap akhir semester. Menurut Mulyasa (2004;170) hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indicator kompetensi dan derajat perubahan prilaku. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif Kuantitatif yang bertujuan untuk menjabarkan, menguraikan, dan menfsirkan kondisi peristiwa yang sedang terjadi dalam konteks permasalahan yang ada di lapangan. Dalam (Suharsimi Arikunto (2002;10) Metode Deskriptif Kuantitatif bertujuan unt uk mengumpulkan data penelitian, menafsirkan data penelitian, menampilkan hasil penelitian, menggunakan angka dalam penelitian. Lokasi dan Objek Penelitian 1) Lokasi Penelitian - Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser 2) Objek Penelitian - Kepala Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis (8 Kepala Sekolah) - Guru kelasVI Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis (8 guru kelas VI) - Siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis (8 kelas) Instrumen Pengumpulan Data 1) Angket - Angket digunakan untuk mengumpulkan data tentang informasi kepemimpinan kepala sekolah sebagai educator, sebagai manager, sebagai administrator, sebagai supervisor, sebagai leader, sebagai innovator dan sebagai motivator. Dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VI di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser.
1445
-
Angket digunakan untuk mengumpulkan data tentanginformasi kenerja mengajar guru kelas VI dalam merencanakan pengajaran, melaksanakan program pengajaran dan mengevaluasi hasil pengajaran. 2) Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar siswa, diambil dari nilai rata-rata raport setiap siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri se Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis. HASIL PEMBAHASAN Dari hasil perhitungan melalui angket menunjukan bahwa aspek-aspek kepemimpinan kepala sekolah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Kterhubungan variable tersebut ditunjukan pula oleh koefisen sebesar 0,68 dengan tingkat korelasi signifikan dan KP=46 %. Dari hasil penelitian melalui angket menunjukan bahwa aspek kinerja mengajar guru mempunyai pengaruh yang signifikan, keterhubungan antara variable tersebut ditunjukan oleh koefisen korelasi sebesar 0,73 adapun koefisien korelasi sebesar (KP) sebesar 53 %. Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa variable kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar guru secara sendiri-sendiri dan bersama-sama mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap prestasi belajar siswa, dengan koefisien korelasi multiple sebesar 0,82 de ngan koefisien determinasi (R2) sebesar 67%. Hal ini berarti secara bersama-sama pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar guru kelas VI Sekolah Dasar turut menentukan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis sebesar 67 %. Hipotesis 1 Terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis. Maka diperoleh tesnya = 3,81 pada tk 95%, pada dk (17) dengan uji 2 diperlukan t hitung terletak diantara -2,11 sampai dengan +2,11 jelas bahwa t hitung 3,81 terletak diluar kedua batas kritis tersebut. Hipotesis 2 Terdapat pengaruh yang signifikan kenerja mengajar guru sekolah dasar terhadap prestasi belajar siswa kelas VI. Maka diperoleh tesnya = 4,39 pada tk 95% pada dk (17) dengan uji 2 diperlukan t hitung terletak diantara -2,11 sampai dengan -2,11. Jelas bahwa thitung 4,39 terletak diluar kedua batas kritis tersebut. Hipotesis 3 Terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri. Maka tesnya = 16,2 pada tk 95%, db = 2, n = 8,k=2, maka diperoleh t tabel (2,16) dan ftabelnya = 2 sebagai angka pembilang dan 16 sebagai angka penyebut sehingga f tabelnya 3,63. Fhitungnya lebih besar dari ftabel atau 16,2 > 3,63 dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis Hasil pengujian stastik ketiga hipotesis diatas dapat dilihat pada table sebagai berikut: No
Hipotesis
r
1
Pengaruh kepemimpinan kepala Sekolah Dasar signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Pengaruh kenerja mengajar guru kelas VI Sekolah Dasar signifikan dengan prestasi belajar siswa. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar guru signifikan terhadap prestasi belajar siswa
0,68
Uji Signifikasi Terhitung tabel 3,81 2,11
0,73 0,82
2 3
1446
KP
Ket
46%
diterima
4,39 2,11
53%
diterima
16,2 3,63
67%
diterima
KESIMPULAN 1. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dsar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis Paser. 2. Kinerja mengajar guru memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. 3. Prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Se Gugus VIII Kecamatan Long Ikis tidak hanya dipengaruhi oleh kedua factor tersebut yaitu kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar guru, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: Reneka Cipta. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sumidjo, Wadjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
PENERAPAN ADVANCE ORGANIZER DAN PROGRESIVE DIFFERENTIATION DALAM PEMBELAJARAN CIVICS EDUCATION PADA STAIN CURUP Kurniawan Abstrak, Penelitian ini ditujukan untuk menguji teori belajar bermakna Meaningful Learning Theory David Ausubel (1968) dalam pembelajaran Civics Education pada Mahasiswa STAIN Curup,serta penerapan pendekatan Advance Organizer dan pendekatan Progressive Differentiation untuk mengukur hasil belajar tentang; (1) Beda antara hasil belajar Civics Education yang diajar dengan pendekatan AO dengan pendekatan Konvensional. (2) Beda antara hasil belajar Civics Education yang diajar dengan pendekatan PD dengan pendekatan Konvensional. (3) Beda antara hasil belajar Civics Education yang diajar dengan pendekatan AO dan PD dengan pendekatan Konvensional. Kata Kunci; Civics Education, Advance Organizer, Progressive Differentiation
Civics Education telah diajarkan selama 7 (tujuh) tahun berjalan dengan jumlah mahasiswa peserta sebanyak 2400 orang, dalam tiga program studi; Pendidikan Agama Islam (PAI), Tadris Bahasa Inggris, dan Komunikasi Penyiaran Agama Islam (KPI). Ketercapaian materi, dilihat dari perolehan hasil belajar, terlihat pada tabel 1 di bawah ini; Tabel 1 Hasil Belajar Kognitif Civics Education (Di STAIN Curup Tahun 2001-2007) NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
MHS/ ANGKATAN 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
KUALIFIKASI NILAI CUKUP BAIK BAIK CUKUP BAIK BAIK BAIK SANGAT BAIK SANGAT BAIK
KUANTIFIKASI NILAI 78,16 81,23 70,88 89,02 87,65 90,45 92,14
Perubahan sikap yang terlihat dari kompetensi yang diharapkan tersebar dalam empat pandangan psikologis; (1) sikap terhadap materi, (2) sikap terhadap pengajar, (3) sikap terhadap pendekatan belajar, dan (4) sikap terhadap realitas kehidupan. Uraian terhadap sikap-sikap tersebut, tergambar pada tabel 2 berikut;
1447
Tabel 2 Sikap Mahasiswa terhadap Pembelajaran Civics Education (Di STAIN Curup Tahun 2001-2007) NO 1.
SIKAP Materi
2.
Pengajar
3.
Pendekatan Belajar
4.
Realitas Kehidupan
PENILAIAN a. Terlalu padat b. Banyak Istilah asing c. Provokatif d. Pro Barat; Eropah, Amerika e. Marjinalisasi sistem Islam a. Formal dan kaku b. Bahasa kurang praktis c. Peran masih terbatas d. Terlalu banyak menuntut e. Tidak ada ujian a. Konvensional b. Kurang variasi c. Tidak berkembang d. Cenderung diskusi semata e. Tidak memaksa dan membiarkan a. Kurang disentuh lebih jelas b. Tidak lokal c. Lebih banyak menilai negatif d. Kompleks dan carut marut e. Kehilangan solusi
Orientasi penilaian yang terungkap mengarah pada pandangan bahwa Civics Education kurang sentuhan. Sentuhan terpenting yang diharapkan berdasarkan hasil pemetaan total mengkerucut pada tiga persoalan, yaitu; (1) perlu adanya konteks lokal disetiap materi, agar unsur kedekatan geografis dan demografis lebih membangkitkan kesadaran lokal. (2) perlu kupasan mondial antara konteks global dengan dinamika lokal, bukan dengan maksud membandingkan, tetapi mencari titik kesuaian. Sebab, banyak konteks-konteks kewilayahan yang bertautan secara ideologis. Misal, persoalan tentang konflik sara, friksi kesukuan, bahkan peperangan modern yang lebih ekonomis (meskipun dibungkus ideologi tertentu). (3) dibutuhkan segera adanya model pembelajaran yang lebih proporsional; tepat, strategik, dan menyenangkan, sehingga capaian kompetensi terwujud. Arah yang dikehendaki adalah hadirnya pendekatan yang lebih konstruktivistik dalam setiap pembelajaran, agar makna Civics Education memberi rasa nasionalisme yang kuat. Termasuk tumbuhnya rasa cita kepada daerah dan kepedulian sosial sebagai basis keterampilan yang dibidik oleh Civics Education. Untuk memperkuat desakan urgensi pendekatan yang lebih konstruktivistik, penelitian ini mencoba memberi perlakuan) dua prinsip pembelajaran bermakna David Ausabel (1968) dengan teori belajarnya Meaningful LearningTheory yaitu; penerapan Advance Organizer (AO) dan Progressive Differentiation (PD). Empat persoalan di atas; (1) materi, (2) pengajar, (3) pendekatan, dan (4) kepedulian lingkungan/realitas kehidupan, adalah inti permasalahan yang terungkap. Problematika ini berdasarkan hasil indentifikasi berkaitan dengan; (a) Masalah membaca mahasiswa yang masih terbatas, sehingga sikap dan penilaiannya terhadap materi cenderung berat, bukan bertekad menguasai. (b) Masalah diskusi yang belum dipahami benar tentang kaidah dan prosedurnya, sehingga sikap terhadap perbedaan pendapat cenderung kontradiktif-kontraproduktif, bukan solutif. (c) Masalah tanya jawab yang belum lugas dijawab (masih berbelit-belit), karena pemahaman terhadap pertanyaan dan permasalahan tidak dicatat, hanya mengandalkan ingatan. (d) Masalah ketergantungan terhadap pengajar (dosen) atas setiap persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Ketergantungan ini yaitu cepat memutuskan minta pendapat, bukan melemparkannya ke audiens untuk dikaji lebih terbuka. (e) Masalah pendekatan pembelajaran yang kurang sukses menghantarkan keterlibatan banyak pihak. Masih ditemui sikap diam dan tidak peduli dari mahasiswa yang tidak memiliki keberanian berbicara. Sementara bagi mahasiswa yang terbiasa berbicara cenderung mendominasi. (f) Masalah kepedulian terhadap lingkungan yang belum terbentuk, karena interaksi di luar kelas tidak diarahkan pada 1448
membangun hubungan dengan masyarakat. Masih banyak mahasiswa yang terlepas komunikasinya dengan masyarakat, karena memiliki perasaan sebagai kaum elit. Sorotan terhadap masalah tersebut, secara metodologis terletak pada kekurangtepatan dalam memilih metode pembelajaran. Pemilihan metode yang kurang strategis, materi yang padat, pengajar yang kaku, pendekatan yang kurang variasi, dan tuntutan berinteraksi dengan warga sosial, dapat diatasi dengan model pembelajaran yang tepat. Sejauhmana jembatan metodologis tersebut dapat membantu?, jawaban prediktifnya adalah pemilihan pendekatan? Apakah demikian? Dapat dilihat pada hasil perlakuan yang diperoleh.
LANDASAN TEORI Belajar dan Pembelajaran Teori belajar pada dasarnya bersifat deskriptif, karena bertujuan untuk menjelaskan proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif, karena bertujuan untuk menetapkan model pembelajaran (pendekatan, strategi, metode, teknik) yang optimal. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Artinya teori belajar terfokus pada bagaimana siswa belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya, yaitu menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar belajar. Artinya, teori pembelajaran bertugas sebagai pengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar, agar dapat memudahkan belajar. Menurut Budiningsih (2005;12) variabel metode pembelajaran berhubungan secara timbal balik dengan; (1) kondisi pembelajaran, dan (2) hasil belajar. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif, dan untuk memperbaiki hasil belajar, maka metode pembelajaran harus fleksibel dan variatif. Teori lain yang banyak dipakai adalah teori Belajar Bermakna David Ausubel (1968), seorang ahli psikologi pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna serta retensi dan variabel-variabel yang berhubungan dengan macam belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Menurut Ausubel (1968), belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Belajar bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan dalam struktur kognitif siswa. Pembentukan konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep-konsep. Faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul sewaktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif siswa, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah; (1) secara potensial materi yang akan dipelajari harus bermakna, (2) siswa memiliki kesiapan untuk belajar bermakna sebagai tujuannya. Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna. Sebab banyak siswa yang mengikuti pelajaran-pelajaran yang tidak sejalan dengan tujuannya. Misalnya, penekanan pengajaran materi dengan cara hafalan, yang menyebabkan siswa tidak dapat menghubungkan materi yang diterimanya dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Kebermaknaan materi ini juga berarti harus logis dan relevan dengan struktur kognitif siswa. Penerapan Teori Ausubel dalam pembelajaran mengikuti apa yang dinyatakan oleh Ausubel (1968) bahwa; the most single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly. Faktor paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Faktor ini harus diyakini dan diajarkan oleh guru kepada siswa. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah pengkaitan konsep baru 1449
(informasi baru) dengan struktur kognitif siswa (fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dimiliki siswa). Inti dari proses belajar bermakna terletak pada kemampuan siswa dalam mengasimilasikan atau menyesuaikan pengetahuan baru yang didapat dengan struktur kognitifnya. Sedangkan proses belajar dilakukan melalui tahap-tahap; (a) memperhatikan stimulus yang diberikan guru, (b) memahami makna stimulus, dan (c) menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Menurut Suciati dan Irawan (2001) langkahlangkah penerapan teori Bermakna Ausubel adalah: a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (berupa; kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti. d. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk ―pengatur kemajuan‖ (advance organizer) yang akan dipelajari siswa. e. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata (konkrit). f. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diperhatikan dalam penerapan teori Ausubel (1968) dalam pendidikan adalah; 1) Pengatur Kemajuan (Advance Organizer) Pengatur awal mengarahkan siswa pada materi yang mereka pelajari, dan membantu siswa mengingat kembali pengetahuan awalnya. Pengatur awal ini berguna untuk menanamkan pengetahuan baru kepada siswa, sesuai dengan pengetahuan awal yang dimilikinya. Efek dari pengatur awal ini banyak tergantung pada bagaimana pengatur-pengatur awal tersebut digunakan. 2) Diferensiasi Progresif (Progressive Differentiation) Syarat terbentuk belajar bermakna adalah terjadinya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya ditempuh dengan memperkenalkan terlebih dahulu konsep-konsep secara umum (inklusif), selanjutnya memberikan hal-hal khusus yang lebih mendetail (eksklusif). Artinya, suatu konsep harus diketahui terlebih dahulu oleh siswa secara umum. Pendekatan Pembelajaran Rekayasa proses pembelajaran dapat didisain guru dengan cara dan bentuk sedemikian rupa. Disain pembelajaran yang dibuat guru bertujuan untuk membantu siswa dapat belajar menurut karakteristiknya masing-masing. Begitupun ketika guru membuat pengelompokkan atas siswa pandai, kurang pandai, dan tidak pandai. Maka untuk menjembatani keunikan pada masing-masing tersebut, penting dipahami adanya dua pendekatan pembelajaran yaitu; (1) pendekatan psikologis, dan (2) pendekatan sosio-kultural (Madjid, 2005). Pendekatan psikologis (kejiwaan) berhubungan dengan aspek rasionalitasintelektualitas, aspek emosional, dan ingatan yang dapat mendorong siswa untuk berfikir dan merasa. Sedangkan pendekatan sosio-kultural menekankan pada pertimbangan bahwa siswa tidak saja dilihat dari dimensi keindividualannya, tetapi juga sebagai makhluk sosial-budaya yang memiliki berbagai potensi signifikan bagi pengembangan masyarakat dan pengembangan sistem budaya. Kerangka konseptual untuk membuat suatu kegiatan belajar berdasarkan pendekatan belajar di atas dibentuk oleh model pembelajaran. Model pembelajaran merupakan bentuk aplikatif dari pendekatan pembelajaran. Menurut Soekamto dan Winataputra (1995) model pembelajaran adalah: ....kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Joice dan Weill (1986) mengelompokkan model-model pembelajaran dalam empat kategori, yaitu: (1) kelompok model pengolahan informasi, (2) kelompok model personal, (3) kelompok model sosial, dan (4) kelompok model sistem perilaku. 1450
Bentuk operasional dari model pembelajaran terwujud dalam penggunaan strategi dan metode pembelajaran. Aplikasi model pembelajaran yang efektif dan efisien berhubungan dengan penentuan strategi dan metode pembelajaran. Suatu model pembelajaran yang baik dilihat dari komponen pilihan strategi dan metode. Termasuk memperkaya variasi-variasi metode pembelajaran yang dapat menstimulasi belajar siswa. Civics Education Civics Education merupakan Pendidikan Kewargaan yang ditujukan agar terbentuk kemampuan dan kecakapan yang terukur setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran secara keseluruhan yang meliputi kemampuan akademik, sikap, dan keterampilan. Kompetensi dasar dalam pelajaran Civics Education (CE) yaitu; (1) penguasaan pengetahuan CE yang terdiri dari; demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani. (2) sikap kewargaan berupa; pengakuan kesetaraan, toleransi, kebersamaan, pengakuan keagamaan, kepekaan terhadap masalah warga. (3) kemampuan mengartikulasikan keterampilan kewargaan seperti; kemampuan berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara dan pemerintahan. Tabel 3. Kompetensi Dasar Civics Education KOMPETENSI DASAR 1. Penguasaan Pengetahuan Kewargaan 2.
Sikap Kewargaan
3.
Keterampilan Kewargaan
WUJUD a. Demokrasi b. Hak Asasi Manusia c. Masyarakat Madani a. Pengakuan Kesetaraan b. Toleransi c. Kebersamaan d. Pengakuan Keagamaan e. Kepekaan a. Partisipatitif dalam proses pembuatan kebijakan publik b. Kontroling terhadap terhadap penyelengara negara
Tujuan perkuliahan Civics Education (CE) di perguruan tinggi adalah: a. membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggungjawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal, nasional, regional, dan global. b. menjadikan warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, dan demokratis. c. menghasilkan mahasiswa yang berpikir komprehensif, analitis, kritis, dan bertindak demokratis. d. mengembangkan kultur demokrasi yaitu kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, kemampuan menahan diri, kemampuan melakukan dialog, negosiasi, kemampuan mengambil keputusan, serta kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan politik kemasyarakatan. e. mampu membentuk mahasiswa menjadi good and responsible citizen (warga negara yang baik dan bertanggungjawab) melalui penanaman moral dan keterampila sosial (social skill) sehingga mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan aktual kewarganegaraan seperti; toleransi, perbedaan pendapat, bersikap empati, menghargai pluralitas, kesadaran hukum, dan tertib sosial, menjunjung tinggi HAM, mengembangkan demokratisasi dalam berbagai lapangan kehidupan dan menghargai kearifan lokal (locak wisdom). Tabel 4. Tujuan Perkuliahan Civics Education TUJUAN Membentuk kecakapan partisipatif. Membentuk
TINGKAT-BENTUK Dalam kehidupan politik dan masyarakat (lokal, nasional, regional, dan global). Mampu menjaga integritas dan persatuan bangsa (kuat,
1451
warganegara yang baik. Menghasilkan mahasiswa yang berpikir komprehensif. Mengembangkan kultur demokrasi.
sejahtera, dan demokratis). Menjadi mahasiswa yang analitis, kritis, dan demokratis.
Membentuk mahasiswa yang baik dan bertanggungjawab.
Mampu memahami dan memecahkan persoalanpersoalan aktual kewarganegaraan seperti; toleransi, perbedaan pendapat, bersikap empati, menghargai pluralitas, kesadaran hukum, dan tertib sosial, menjunjung tinggi HAM, mengembangkan demokratisasi dalam berbagai lapangan kehidupan dan menghargai kearifan lokal (local wisdom).
Yaitu; kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, kemampuan menahan diri, kemampuan melakukan dialog, negosiasi, kemampuan mengambil keputusan, serta kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan politik kemasyarakatan.
Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu kecakapan nyata yang dapat diukur secara langsung melalui tes (Woodworth, dalam Madjid, 2005). Keberhasilan setiap kegiatan belajar selalu diukur dari hasil belajarnya. Artinya, kegiatan belajar dianggap baik apabila hasil belajarnya meningkat sesuai dengan apa yang diharapkan. Menurut Imam Sodikun (1989:19, dalam Kurniawan, 2007), hasil belajar selalu dalam bentuk pengetahuan atau keterampilan. Gagne (1996) menggolongkan hasil belajar dalam lima ranah, yaitu; (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilan motorik. Ada juga penggolongan yang membagi hasil belajar dalam tiga kategori ranah (domain) yaitu; domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Herman (2003, dalam Kurniawan, 2007) memberi penjelasan ranah ini sebagai berikut; Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar yang berupa tugas-tugas pikir, nalar, dan intelektual lain. Ranah ini terkandung dalam semua mata pelajaran seperti matematika. Ranah Afektif berkenaan dengan hasil belajar berupa perasaan, emosi, nilai, sikap, dan sifat-sifat kepribadian umumnya. Ranah ini terkandung dalam semua mata pelajaran, terutama di dalam mata pelajaran seperti seni musik, seni lukis, dan agama. Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar yang mengacu pada keterampilan siswa dalam melakukan kegiatan. Pelajaran yang sarat dengan kandungan psikomotor misalnya olah raga, dan seni tari. Romizowsky (1981) menyebut bahwa perolehan hasil belajar terwujud dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan. Hasil belajar dalam bentuk pengetahuan dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu; fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Fakta merupakan sesuatu yang berhubungan dengan objek nyata, asosiasi dari kenyataan dan informasi verbal dari suatu objek, peristiwa, atau manusia. Konsep merupakan pengetahuan tentang seperangkat objek konkrit atau defenisi. Prosedur merupakan pengetahuan tentang tindakan demi tindakan yang bersifat linear dalam mencapai suatu tujuan. Prinsip merupakan pernyataan mengenai hubungan dari dua konsep atau lebih. Sedangkan hasil belajar dalam bentuk keterampilan dikelompokkan kepada empat kategori, yaitu; keterampilan kognitif, akting, reakting, dan interaksi. Kognitif berkaitan dengan keterampilan seseorang dalam menggunakan pikirannya untuk mengambil keputusan atau memecahkan masalah. Akting berkaitan dengan keterampilan fisik atau teknik seperti olah raga dan mengerjakan sesuatu. Reakting berkaitan dengan keterampilan bereaksi terhadap suatu situasi dalam arti nilai-nilai emosi, dan perasaan yang disebut sikap. Interaksi berkaitan dengan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan seperti komunikasi, persuasi, pendidikan, dan lain-lain.
1452
Metodologi Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimen, yaitu Quasi Experiment atau ―eksperimen pura-pura‖ (Arikunto, 1985) Menurut Sugiyono (2005), kuasi eksperimen tidak dapat sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen. Melalui eksperimen ini peneliti membandingkan model pembelajaran konvensional berbasis ceramah dan diskusi dengan model pembelajaran konstruktivistik berbasis Advance Organizer (Pemandu Awal) dan progressive Differentiation (Perbedaan Kemajuan). Subjek penelitian dibagi atas dua kelompok secara acak, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. ... pada kelompok eksperimen diberikan pengaruh atau tritmen tertentu, sedangkan di kelompok kontrol tidak diberikan; kemudian diobservasi untuk melihat/menentukan perbedaan atau perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen, tentu saja perbedaan atau perubahan sebagai hasil bandingan dengan yang terdapat di kelompok kontrol (Bvest, 1982). Kelompok eksperimen diajar dengan model pembelajaran konstruktivisme berbasis Advance Organizer dan Progressive Differentiation. Kelompok kontrol diajar dengan model pembelajaran konvensional dengan metode Ceramah, dan Diskusi menggunakan buku teks sebagai sumber belajar utama. Kemudian setelah selesai, hasil belajar siswa kedua kelompok diperbandingkan (dikomparasikan). Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) pada jurusan Tarbiyah program studi Tadris Bahasa Inggris semester I (Satu) tahun akademik 20072008 kelas A, B, dan C hari Senin jam pertama dan jam terakhir, serta hari Kamis jam kedua. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik berkelompok (cluster random sampling) pada peringkat kelas yang sama. Pilihan ini didasari atas pemanfaatan teknik klaster yang sering terpakai pada penelitian pendidikan. Melalui teknik ini peneliti secara penuh dapat menerima karakteristik seluruh individu anggota sampel di kedua kelas penelitian, sebagaimana menurut Ary, et al. (1985) bahwa sepanjang individu-individu (anggota sampel) mempunyai persamaan ciri yang ada hubungannya dengan variabel penelitian, maka individu-individu tersebut merupakan suatu kelompok (cluster). Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik berkelompok (cluster random sampling) pada peringkat kelas yang sama. Pilihan ini didasari atas pemanfaatan teknik klaster yang sering terpakai pada penelitian pendidikan. Melalui teknik ini peneliti secara penuh dapat menerima karakteristik seluruh individu anggota sampel di kedua kelas penelitian, sebagaimana menurut Ary, et.al.(1985) bahwa sepanjang individu-individu (anggota sampel) mempunyai persamaan ciri yang ada hubungannya dengan variabel penelitian, maka individu-individu tersebut merupakan suatu kelompok (cluster). Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-Random Pretest Posttest Control Group. Rancangan ini dipilih karena tidak mungkin mengubah kelas yang telah ada. Prates digunakan untuk menyetarakan pengetahuan awal kedua kelompok. Sedangkan postes digunakan untuk membandingkan hasil belajar yang diberi perlakuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu; (1) Pengumpulan data melalui instrumen pilihan ganda, yang dilakukan dengan cara memberikan tes objektif kepada mahasiswa yang berisi 25 butir kognitif, dan 25 butir psikomotorik. Untuk satu jawaban benar pada setiap butir diberi skor "1" dan jawaban salah diberi skor "0". (2) Pengumpulan data melalui portofolio dengan cara mengkuantifikasi pertanyaan kualitatif menjadi kuantitatif. Hasil kuantifikasi diberi skor 1 untuk jawaban benar, dan skor 0 untuk jawaban salah. Sedangkan pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan komputer, yang dibagi ke dalam dua bentuk penggunaan software, yaitu: 1. Penggunaan program Microsoft Excel 2000 for Windows melalui fasilitas Mobile Data System (excel manual) untuk pengolahan seluruh data ujicoba instrumen. 2. Penggunaan program SPSS (Statistik Package for Social Science) version 12,00 for Windows untuk pengolahan data hasil penelitian, khususnya pada uji normalitas (salah satu uji persyaratan analisis) dan uji-t (sebagai uji hipotesis). Untuk memenuhi kebutuhan uji hipotesis dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari hasil tes awal dan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, akan dianalisis dengan Uji-t. Pemahaman umum tentang uji-t adalah pengujian data dengan membandingkan signifikansi nilai rata-rata tes. Alasan melakukan analisis data dengan Uji-t adalah untuk 1453
memastikan: ―Apakah perbedaan hasil belajar (dengan indikator perbedaan nilai rata-rata tes), diyakini sebagai akibat dari pemberian pendekatan pembelajaran yang berbeda di kedua kelas penelitian yang homogen?‖ Pemberlakuan uji-t sebagai formula statistik penguji hipotesis penelitian digunakan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar Civics Education mahasiswa secara umum dari kedua kelas penelitian, sebagaimana yang dieksplisitkan pada hipotesis. Dalam analisisnya, uji-t akan membuktikan ada tidaknya perbedaan signifikansi rata-rata pasangan kelompok sampel. Temuan Penelitian dan Pembahasan Korelasi Tingkat hubungan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) adalah sebagai berikut; a. Hubungan Metode Ceramah (X1) terhadap Pengetahuan Civics Education (Y1) mahasiswa STAIN sebesar -0,161 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,357. Meskipun probabilitas hubungan tinggi, tapi hubungan metode ceramah dengan hasil belajar kognitif berlawanan (negatif). b. Hubungan Metode Ceramah (X1) terhadap Sikap Civics Education (Y2) mahasiswa STAIN sebesar -0,080 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,648. Ceramah dan hasil belajar apektif juga berhubungan secara berlawanan (negatif). c. Hubungan Metode Ceramah (X1) terhadap Keterampilan Civics Education (Y3) mahasiswa STAIN sebesar 0,047 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,789. Terdapat hubungan yang rendah di bawah signifikansi 0,05 antara ceramah dengan hasil belajar psikomotorik. d. Hubungan Metode Diskusi (X2) terhadap Pengetahuan Civics Education (Y1) mahasiswa STAIN sebesar 0,76 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,665. Diskusi menyebutkan ada hubungan yang tinggi dengan hasil belajar kognitif. e. Hubungan Metode Diskusi (X2) terhadap Sikap Civics Education (Y2) mahasiswa STAIN sebesar -0,115 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,512. Diskusi ternyata berlawanan (negatif) dengan hasil belajar apektif dalam pembelajaran Civics education. f. Hubungan Metode Diskusi (X2) terhadap Keterampilan Civics Education (Y3) mahasiswa STAIN sebesar 0,35 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,841. Diskusi memiliki hubungan dengan hasil belajar psikomotorik, meskipun dalam taraf hubungan yang rendah. g. Hubungan Metode AO (X3) terhadap Pengetahuan Civics Education (Y4) mahasiswa STAIN sebesar 0,185 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,287. Metode konstruktivisme yang diduga berhubungan secara erat dengan hasil belajar kognitif, ternyata tingkat hubungannya rendah di bawah hubungan antara diskusi dan hasil belajar psikomotorik. h. Hubungan Metode AO (X3) terhadap Sikap Civics Education (Y5) mahasiswa STAIN sebesar -0,231 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,181. Advance Organizer juga ternyata memiliki hubungan perlawanan (negatif) dengan hasil belajar apektif mahasiswa dalam belajar Civics education. i. Hubungan Metode AO (X3) terhadap Keterampilan Civics Education (Y6) mahasiswa STAIN sebesar 0,192 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,269. Begitu juga hubungan rendah yang terbukti antara Advance Organizer dengan hasil belajar psikomotorik. j. Hubungan Metode Progressive Differentiation (X4) terhadap Pengetahuan Civics Education (Y4) mahasiswa STAIN sebesar 0,196 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,260. PD juga tampak berhubungan rendah dengan hasil belajar kognitif pembelajaran Civics education. k. Hubungan Metode Progreesive Differentiation (X4) terhadap Sikap Civics Education (Y5) mahasiswa STAIN sebesar -0,439 dengan probabilitas rendah yaitu 0,008. PD berhubungan berlawanan baik Pearson maupun Probabilitas dengan hasil belajar apektif pembelajaran Civics education. l. Hubungan Metode Progreesive Diffrentiation (X4) terhadap Keterampilan Civics Education (Y6) mahasiswa STAIN sebesar 0,141 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,419. Hubungan PD dengan hasil belajar psikomotorik pembelajaran Civics education juga rendah. 1454
Regresi Hasil penghitungan regresi menunjukkan; (1) tidak ada variabel yang dikeluarkan, karena metode yang dipakai adalah single step bukan stepwise. (2) hasil pengkuadratan dari koefisien korelasi adalah; (a) Hubungan metode ceramah dengan hasil belajar Civics education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,030 (3%). (b) Hubungan metode diskusi dengan hasil belajar Civics education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,025 (2,5%). (c) Hubungan metode AO dengan hasil belajar Civics education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,042 (4,2%). (d) Hubungan metode DP dengan hasil belajar Civics education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,067 (6,7%). (3) hasil uji F di dapat F hitung yang didapat dari masing-masing variabel antara lain; a. Hasil F hitung metode ceramah 0,32 dengan probabilitas 0,811. Probabilitas ini lebih tinggi dari signifikansi 0,05, sehingga metode ceramah dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar Civics education. b. Hasil F hitung metode diksusi 0,262 dengan probabilitas 0,852. Probabilitas ini lebih tinggi dari signifikansi 0,05, sehingga metode diskusi dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar Civics education. c. Hasil F hitung metode advance organizer (AO) 1,550 dengan probabilitas 0,221. Probabilitas ini lebih tinggi dari signifikansi 0,05, sehingga metode AO dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar Civics education. d. Hasil F hitung metode progressive differentiation (PD) 4,047 dengan probabilitas 0,015. Probabilitas ini lebih rendah dari signifikansi 0,05, sehingga metode PD tidak dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar Civics Education. Uji T Hasil penghitungan uji T ditemukan nilai beda antara hasil perlakukan sebelum dan sesudah dari kelas kontrol dan kelas eksperimen, sebagai berikut; a. Hasil rata-rata sebelum perlakuan didapat X1= 22,20 dan X2= 22,71. b. Hasil rata-rata setelah perlakuan didapat X3=24,31 dan X4=25,60. Tabel 5. Nilai Rata-rata Perlakuan Sebelum dan Sesudah X1 Sebelum X2 Sebelum X3 Sesudah X4 Sesudah
22,20 22,71 24,31 25,60
c. Hasil korelasi X1 dengan Y1, Y2, dan Y3 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (-0,161, -0,080, dan 0,047). d. Hasil korelasi X2 dengan Y1, Y2, dan Y3 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (0,076, -0,115, dan 0,035). e. Hasil korelasi X3 dengan Y4, Y5, dan Y6 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (0,185, -0,231, dan 0,192). f. Hasil korelasi X4 dengan Y4, Y5, dan Y6 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (0,196, -0,439, dan 0,141). Hasil hipotesis didasarkan pada hasil perhitungan statistik dengan keputusan Ujihitu T, yaitu; (1) jika t hitung lebih besar dari t tabel, maka hipotesis ditolak. (2) jika t hitung lebih kecil dari t tabel, maka hipotesis diterima. (3) tingkat sigsifikansi (alfa) adalah 5% dengan tingkat kepercayaan 95%. (4) derajat kebebasan (df) adalah n (jumlah data) – 1 atau 35 – 1 = 34. (5) uji dilakukan dua sisi karena akan diketahui apakah rata-rata ―sebelum‖ sama dengan ―sesudah‖, ataukah tidak. Berdasarkan nilai probabilitas, maka ditetapkan ketentuan pembahasan; a. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima. b. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak. Keputusan yang diambil dari t hitung adalah ; a. X1 dengan t hit -0,35,48 dan probabilitas 0,000 b. X2 dengan t hit -0,37,16 dan probabilitas 0,000 c. X3 dengan t hit -0,40,27 dan probabilitas 0,000 1455
d. X4 dengan t hit -0,40,01 dan probabilitas 0,000 Artinya kesemua metode, baik konvensional maupun konstruktivis dapat dipilih sebagai model pembelajaran. Atau, perlakuan sebelum dan sesudah memiliki angka rata-rata relatif sama, meskipun terdapat perlawanan secara korelatif. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa; (1) Terdapat hubungan 3% antara pendekatan Ceramah dengan Hasil belajar Civics education mahasiswa. (2) Terdapat hubungan 2,5% antara pendekatan Diskusi dengan Hasil belajar Civics education mahasiswa. (3) Terdapat hubungan 4,2% antara pendekatan Advance Organizer dengan Hasil belajar Civics education mahasiswa. (4) Terdapat hubungan 6,7% antara pendekatan Progressive Differentiation dengan Hasil belajar Civics education mahasiswa. (5) Hasil belajar dengan pendekatan Konvensional memiliki selisih rata-rata lebih kecil 2,52 (kognitif), 6,55 (apektif), dan 3,4 (psikomotorik) dibanding dengan pendekatan Konstruktivisme. (6) Probabilitas pendekatan Konvensional dan Konstruktivisme memiliki nilai relatif sama, sehingga kedua pendekatan hanya memiliki selisih yang relatif kecil dan dapat diterima. Penelitian ini menyarankan bahwa hasil uji T belumlah memberi gambaran yang utuh, karena masih belum bisa menangkap bias hasil belajar yang subjektif. Diperlukan alat uji yang lebih luas cakupannya, agar faktor-faktor penganggu variabel dapat diminimalisasi. Semoga hasil sederhana ini membuka peluang untuk diteliti ulang untuk menjaga akurasi yang lebih rigid. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi.1995. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Ausubel, David. 1968. The Pscychologi of Meaningful Verbal Learning. New York: Grune and Straton. Ary, Donald, Jacob Lucy Chaser, dan Razavieh Agshar. 1985. Introduction to Research in Education. New York: Holt Rinehart and Winston. Best, John W. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan., Disunting oleh Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso, Surabaya: Usaha Nasional. Budiningsih, Asri. 2005. Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta: PT. Rineka Cipta Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Gagne RM. 1996. Essentials of Learning for Instruction. New York: Holt Rinehart and Winston. Joice, Bruce dan Marsha Weil. 1986. Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Kurniawan. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal. Disertasi, Universitas Negeri Padang. Madjid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Romiszowski, AJ. 1981. Designing Instructional System. London: The Free Press. Suciati dan Prasetya Irawan. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1995. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1456
PENINGKATKAN KUALITAS GURU MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERMAKNA TERINTEGRASI DENGAN LESSON STUDY Titik Sulastri Yopi Kristianto SMP Negeri 1 Penajam Paser Utara SMP Negeri 14 Penajam Paser Utara Abstrak: Masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia umunya disebabkan oleh pemilihan model pembelajaran. Dominasi guru dalam kelas, dikarenakan guru tidak memanfaatkan model pembelajaran yang inovatif dan kreatif dengan memberdayakan fungsi media atau alat peraga. Salah satu pilihan pemecahan masalah yang ditawarkan oleh Program TEQIP kerjasama PT Pertamina dan UM adalah pembelajaran bermakna terintegrasi dengan Lesson Study (LS). Pada program tersebut guru dilatih menghasilkan media sederhana yang relevan dengan kebutuhan dan karakteristik pokok bahasan yang direncanakan. Kata Kunci: peningkatan kualitas guru, pembelajaran bermakna, lesson study
Pembelajaran pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran sangat berkaitan dengan kompetensi pengajar, karakteristik peserta didik, bahan ajar, strategi pembelajaran dan media yang digunakan. Kegiatan belajar mengajar yang bermakna selalu mengupayakan siswa bertindak aktif, inovatif, kreatif, efektif (PAIKEM). Pembelajaran berciri bermakna apabila struktur masalah (apa yang akan dipelajari) terkait dengan struktur berpikir siswa (apa yang sudah diketahui). Dalam hal ini, struktur masalah yang dihadapi dapat dikaitkan dengan struktur berpikir (skemata) yang sudah ada di dalam pikiran siswa ( Kusubakti.A, dkk, 2013: 25). Pada kedudukan tersebut guru bukan penyampai materi pelajaran, tetapi pengelola kelas dan kelompok dan fasilitator yang memberikan kemungkinan siswa bertindak aktif, inovatif, kreatif, dan efektif. Guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran senantiasa sering dihadapkan pada berbagai masalah. Timbulnya permasalahan itu antara lain disebabkan banyak siswa yang menganggap pembelajaran bahasa Indonesia membosankan. Hal ini disebabkan siswa sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, baik dilingkungan keluarga, masyrakat, maupun sekolah. Diperparah lagi oleh tindakan guru kurang yang tidak tepat, maksudnya guru lebih dominan di dalam kelas. Kondisi terjadi antara lain karena guru tidak memaknai pentingnya media dan alat peraga dalam proses pembelajaran. Sehubungan dengan itu, Morse dan Wingo menegaskan bahwa mengajar adalah memberikan valitas ruang dan waktu yang memungkin siswa bertindak belajar, baik secara perorangan maupun kelompok. Dengan tindakan seperti siswa memperoleh pengalaman belajar dari fakta yang sengaja dimaknai, bukan dari informasi yang diceramahkan guru . Rumusan ini juga sejalan dengan pandangan William H. Burton, bahwa mengajar adalah upaya dalam memberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar (Sumiati, 2007: 24). Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Salah satunya adalah dengan mengadakan pelatihan guru untuk memperbaiki kinerja dan tindakan pembelajaran yang kurang tepat. Kegiatan Diseminasi Pelatihan Guru SMP Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi dengan LS yang dilaksanakan Program TEQIP kerjasama PT Pertamina-UM pada tanggal 23 – 28 September 2013 dapat dimaknai sebagai program penularan pembelajaran berciri PAIKEM. Pada kegiatan tersebut para peserta dilatih menyusun RPP bermakna, membuat media sederhana, mengembangkan alat evaluasi yang otentik, serta dilatih melaksanakan pembelajaran dalam kegiatan peer teaching terinterasi dengan LS. Dengan 1457
kegiatan tersebut semua peserta secara otentik melakukan siklus tindakan pembelajaran mulai dari perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Dalam kondisi tersebut peserta merefleksi secara langsung terhadap tindakan yang dilakukan sebelum dan setelah mengikuti desiminasi. Pada kegiatan disiminasi tersebut diberitahukan tentang prinsip dan langkah-langkah pelaksanaan LS dikembangkan oleh Richardson (2006), yakni seperti berikut ini. Tahap 1: Membentuk sebuah tim lesson study. Tahap 2: Memfokuskan lesson study. Tahap 3: Merencanakan rencana pembelajaran (Study Lesson). Tahap 4: Persiapan untuk observasi. Tahap 5: Melaksanakan pengajaran dan observasinya. Tahap 6: Melaksanakan tanya-jawab/diskusi pembelajaran. Tahap 7: Melakukan refleksi dan merencanakan tahap selanjutnya Langkah-langkah tersebut oleh TEQIP disikapi terlalu rumit, karena itu LS yang dikembangkan dalam desiminasi TEQIP merujuk dan mengadopsi pendapat Saito (2005) dalam Ibrahim (2013: 10). Saito mengenalkan tiga tahap utama lesson study, yakni (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Daur LS yang terorientasi pada praktik tersebut jika diilustrasikan seperti berikut ini. PERENCANAAN
PELAKSANAAN
REFLEKSI
(PLAN)
(DO)
(SEE)
-
Penggalian akademik Perencanaan pembelajaran Penyiapan alatalat
-
Pelaksanaan Pembelajaran
-
Pengamatan oleh rekan sejawat.
Refleksi dengan rekan sejawat
Penerapan pembelajaran bermakna pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang diintegrasikan dengan LS di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan merancang alat peraga sebagai media pembelajaran. Penggunaan alat peraga yang dirancang disesuaikan dengan materi pelajaran dalam RPP, sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran otentik, menyenangkan, dan bermakna. MATERI KEGIATAN Materi dalam kegiatan diseminasi beroreintasi pembelajaran bermakna yang terintegrasi dengan LS. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif. LS merupakan salah satu bentuk pelatihan guru dalam jabatan. Adapun rincian materi kegiatan desiminasi itu adalah sebagai berikut. Penelitian Kelas (Tindakan dan Deskriptif) Penulisan artikel atau jurnal Penilaian berbasis kelas Pendalaman materi yang beroreintasi pada pembelajaran bermakna Model-model pembelajaran Penyusunan RPP (Plan) Pengembangan Media Pembelajaran Pengajaran sejawat beroreintasi pada Lesson Study (Wahyudi Suswinto, dkk. 2013)
1458
PELAKSANAAN KEGIATAN Pendalaman materi yang beroreintasi pada pembelajaran bermakna yakni mendiskusikan tentang bagaimana materi pelajaran itu diajarkan. Pembelajaran materi disesuaikan dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.. Peserta diarahkan untuk berdiskusi menyusunan RPP), meliputi tindakan pemilihan topik atau materi yang akan diajarkan berdasarkan urutan materi yang dituangkan dalam Program Semester dan Silabus; menganalisis kesesuaian Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran dengan materi yang akan disampaikan; terakhir mendiskusikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan pemilihan metode, strategi, dan media pembelajaran. Materi yang sulit dipahami dalam kegiatan diseminasi ketika menganalisis langkahlangkah kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan strategi, metode, dan alat peraga yang digunakan dikonsultasikan dengan expert pendamping. Peserta terlihat sangat aktif dan antusias dalam mengembangkan model-model pembelajaran serta pembuatan alat peraga yang dirancang sesuai dengan materi yang akan disajikan. Dalam penentuan model-model pembelajaran, trainer (guru sebaya yang telah mengikuti TOT di Malang) mengarahkan agar menggunakan model yang mudah dipahami cara penerapannya dan disesuaikan dengan faktor kondisi linkungan siswa setempat. Selain itu juga model pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan materi atau bahan ajar. Peserta diseminasi sangat kreatif membuat media sebagai alat peraga untuk membantu proses pembelajaran. Dalam pembuatan media pembelajaran, mereka dengan disiplin menuliskan dengan jelas petunjuk penggunaan media tersebut. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menggunakan media tersebut untuk memahami materi yang sedang dipelajari. Setelah kegiatan diseminasi, dilanjutkan dengan kegiatan ongoing. Kegiatan ongoing 3 dilaksanakan di SMPN 5 PPU dan SMPN 11 PPU pada tanggal 17 September 2013 dan 19 September 2013. Dalam pelaksanaan ongoing guru menerapkan hasil rancangan RPP, LKS, dan media pembelajaran yang dibuat secara kelompok dalam kegiatan diseminasi. HASIL KEGIATAN Pelaksanaan kegiatan diseminasi beroreintasi pada pembelajaran bermakna yang terintegrasi dengan LS. Dalam pelaksanaan kegiatan, hal yang dilakukan adalah mendiskusikan berbagai masalah yang dihadapi ketika melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Bertukar pendapat untuk mencari solusi permasalahan yang dihadapi. Berbagi informasi mengenai pembelajaran yang baik dan benar bagi peserta didik. Hasil pelaksanaan kegiatan diseminasi yang diperoleh adalah secara garis besar, yakni (1) memanfaatkan berbagai literature untuk mempersiapkan materi bahan ajar, (2) menyusun RPP kolaboratif, (3) menyusun RPP kreatif, (4) memilih dan menggunakan pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran kreatif dan inovatif, (5) menerapkan pembelajaran dengan memanfaatkan media, (6) melaksanakan pembelajaran bermakna dan menyenangkan, (7) melaksanakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, (8) melaksanakan metode pembelajaran bervariasi, (9) mendorong siswa untuk berpikir kreatif, (10) membuat media pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, (11) menyusun PTK, karya ilmiah/artikel, (12) menyusun bahan ajar dengan menerapkan pembelajaran bermakna, (13) melaksanakan LS, dan (14) melaksanakan penilaian pembelajaran sesuai dengan rencana. Kegiatan LS dilaksanakan sesuai dengan rancagan RPP yang dibuat dalam kegiatan diseminasi. Kemudian mnggunakan alat peraga sebagai media pembelajaran dan strategi atau metode sesuai yang dirancang dalam RPP agar siswa mudah memahami materi yang disampaikan.Temuan hasil kegiatan lesson study yang diperoleh mengenai RPP tujuan pembelajaran sudah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai. Namun ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa ada yang merasa sulit untuk memahami atau menggunakan alat peraga yang diberikan. Selain itu media yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Ada penggunaan media pembelajaran yang tidak relefan dengan materi yang diajarkan. Hasil kegiatan diseminasi menjadi inspirasi dan memotivasi guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efaktif dan menciptakan pembelajaran yang 1459
menyenangkan bagi siswa. Ketika media diterapkan pada kegiatan ongoing, siswa merasa senang, tertarik dan sangat antusias untuk mengikuti pembelajaran yang diberikan. Hasil kegiatan diseminasi juga dibuktikan dengan hasil pratest dan postest yang diperoleh peserta selama mengikuti kegiatan diseminasi 1 dan 2, rata-rata mengalami kenaikan. Nilai rata-rata tes diseminasi 1 pada kegiatan pratest adalah 54, sedang hasil rata-rata postest adalah 87. Nilai rata-rata tes diseminasi 2 pada kegiatan prates adalah 61 dan rata-rata nilai postest adalah 82. Walaupun nilai rata-rata postest hasil diseminasi tahap 1 lebih tinggi dari pada nilai rata-rata hasil disemnasi tahap 2 tetapi pada umumnya nilai perorangan peserta mengalami kenaikan. Adapun perolehan nilai pratest dan postest pada kegiatan desiminasi 1 dan 2 dalam prosentase adalah sebagai berikut: Hasil Pretest dan Postest Kegiatan Diseminasi I 23-31 Agustus 2013 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
50%
50%
39% 28% Prates 11% 0
11%
0
Postes
0
40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Berikut gambaran hasil pretes dan postes kegiatan diseminasi 2 tanggal 23-28 September 2013
8
39%
39%
7 6
28%
5
22%
4 3
Prates
17%
17%
2 1
28%
Postes 6%
0
6%
0
0 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lansung terhadap peserta, faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil postest diseminasi 2 daripada hasil postest diseminasi 1 disebabkan oleh tingkat kesulitan soal. Soal test diseminasi 2 dianggap lebih sulit dibanding 1460
soal test diseminasi 1. Faktor lain karena peserta merasa jenuh dan letih yang mengakibatkan kesehatan peserta sedikit terganggu. RESPON PESERTA DISEMINASI Secara umum respon peserta terhadap materi yang disajikan sangat puas, puas dan cukup puas. Walaupun pada kegiatan desiminasi 2 ada beberapa peserta yang menyatakan kurang puas terhadap penyajian materi. Peserta pada umumnya merasa kurang puas atau tidak puas dengan fasilitas tempat penyelenggaraan kegiatan desiminasi. Peserta terlihat sangat antusias ketika materi pembelajaran bermakna, model-model pembelajaran, penyusunan RPP, Pengembangan Media Pembelajaran, dan Pengajaran Sejawat disampaikan. Secara umum peserta merasa senang mengikuti kegiatan diseminasi. Mereka berpendapat bahwa materi yang disampaikan benar-benar bermanfaat bagi perbaikan pengajaran yang selama ini mereka lakukan di sekolah masing-masing. Pendapat peserta didukung dari instrumen penilaian peserta terhadap pelaksanaan kegiatan TEQIP. Berdasarkan hasil respon peserta dapat disimpulkan bahwa secara umum peserta merasa termotivasi, senang dan bermanfaat ketika mengikuti kegiatan diseminasi. Hasil kegiatan dari desiminasi dapat digunakan sebagai kontribusi dalam pengajaran di sekolah. Peserta juga beranggapan bahwa dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah selama ini perlu perbaikan. Perlunya penggunaan media atau alat peraga dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas. KESIMPULAN DAN SARAN Pembelajaran bermakna terwujud apabila struktur masalah (apa yang akan dipelajari) terkait dengan struktur berpikir siswa (apa yang sudah diketahui. Dalam hal ini, struktur masalah yang dihadapi dapat dikaitkan dengan struktur berpikir (skema) yang sudah ada di dalam pikiran siswa. Pada konteks tersebut pengadaan dan pemanfaatan media dan atau alat peraga menjadi penentu kebermaknaan pembelajaran. Hal tersebut terjadi, karena penggunaan media dan atau alat peraga dapat mengurangi, bahkan meniadakan dominasi guru dalam proses pembelajaran. Kegiatan desiminasi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk berbagi informasi dan bertukar pendapat dengan rekan sejawat dalam memecahkan persoalan yang terjadi ketika kegiatan pembelajaran di sekolah. Diharapkan setelah melaksanakan kegiatan ini, semua materi dan informasi yang diperoleh dapat dijadikan kontribusi dalam perbaikan pengajaran yang lebih kreatif dan inovatif di sekolah masingmasing. Guru termotivasi untuk membuat media pembelajaran yang sesuai dengan materi bahan ajar. DAFTAR RUJUKAN Andayani, Kusubakti,dkk. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang: Universitas Negeri Malang Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima Suswinto, dkk. 2013. Pedoman Umum Teqip. Malang: Universitas Negeri Malang
1461
APPLYING PPP PROCEDUREWITH AN APPROPRIATE MEDIA TOTEACHSPEAKING IN A LESSON STUDY Jelpris
[email protected] Abstract:There are various kinds of teaching and learning models which are applicable to the teaching of EFL. However, in this article the writer focuses on PPP (Presentation, Practice and Production) with an appropriate media as applied in a lesson study. This techniquehelps teachersimprovetheir skill and ability in teaching speaking. Keywords:PPP, media, lesson study
The use of media in a teaching-learning process helps teachers to lead student‘s understanding on what they are learning. It means that students can understand a lesson more easily after experiencing a learning activity with interesting and contextual media in the class. In other words, media, such as pictures, slides, authentic media, are very important in a teachinglearning process. When students learn something, learning must be made meaningful so that there aremeaningful thingsthat they can remember from what they have learnt. Using media during the learning process may help learning become meaningful and so, students remember the lesson. As stated above, there are various kinds of teaching and learning models which are applicable to the teaching of EFL. However, applying PPPprocedures with an appropriate media is considered to be an effective strategy for teaching productive skill, i.e. speaking.Therefore, in this article, the writer explores the procedures of applying PPP with appropriate media in a teaching-learning activity, i.e. speaking, wrapped up in a lesson study.The procedures are described in detail as follows. Presentation:explaining the pattern of the grammar. The teacher presents or shows pictures, slides, or other media to lead student‘s understanding on the teaching material. Then, teacher explains the pattern of the grammar of past event and how to use regular and irregular verbs, to be, and adverb of time used in explaining past events, for example: Present Verb Past Verb Adverb of Timefor past event am was yesterday is was last night are were this morning go went last week play played last month swim swam a few minutes ago Practice: giving exercises The teacher needs to ask students to practice what he or she has explained orally or in written and it is possible for students to complete a blank recount text by using to be, past verb, adverb of time, etc. Production: applying the pattern in speaking. The teacher assigns students to produce what they have learnt from the lesson orally or in the form of dialogue. So, the students have to speak or write about what they have just learnt, read, seen during the main activity. At least students can retell the recount text with their own sentences. ACTIVITY STEPS The model teachers started with a preparation for the lesson study or open class by discussing and working collaboratively with other teachers.They started from making plan, continued with do and see. 1462
Plan In this step, the model teachers did some activities as follow: Determining the Standard of Competence and Basic Competence Making lesson plans collaboratively. Choosing relevant and suitable learning approach and method Preparing learning media Appointing model teachers and moderator. Do The learning material used by the teacher was recount text. Recount text is a piece of text that retells past event chronologically. Its purpose is to provide the audience with a description of what occurred and when it occurred. The model teacher started her teaching activity by greeting students and checking their attendance. Motivating students with a slogan was a good way to give them reinforcement after reviewing the lesson. Then, she tried to ask aboutwhat students understood with the previous lesson before she continued the lesson. On the main activity, she used a simple media to present a recount text in front of the class. This presentation was done by showing pictures related to the learning material then the teacher explained the language features for past events. During the practice session, the teacher divided the class into 4 groups and asked students to complete a recount text in groups after giving some examplesof simple past sentences such as: We went to the beach last week. I swam in the beach yesterday. The beach was very nice Every group worked well even though it took more time for them to finish it because they had to check and look irregular and regular verbs in the dictionary and how to use to be and verb for past events. After all groups finished completing the recount text about trip to Mahengetang Island, the teacher checked and corrected some mistakes they have made. Then, the model teacher asked students to read the completed text by groups. During the production session, all the groups were assigned to retell the text orally in front of the class. All representatives of the groups were able to do it. The writer noticed that most of the students were highly motivated to speak but the time was not enough to assign them individually in front of the class. It became the writer‘s curiosity to find more detailed information about their physical and emotional involvement. Therefore, the writer intended to have more meetings in the same class in the near future. During the closing activity, the model teacher summarized the learning material after asking students some questions related to the material they have learned. Then, she asked them to find other recount text for the assignment in the next meeting. Reflection This reflection was guided by a moderator and all observers could paraphrase their comments on what they have observed in the class during the lesson study. The reflection was conducted based on the steps below: Opening of the reflection A moderator directed the stocktaking activities and she congratulated the model teacher after teaching and learning process. A moderator informed the rules of the stocktaking activities and determined the time allotment for the whole steps. Reflecting on Teaching On this step, the model teacher was given opportunity to express her feeling, new experiences, and impression related to implementation of lesson plan. Then the model teacher expressed the sense of achievement in the lesson plan implementation and change of action. The 1463
model teacher was asked to explain whether she changed the action or not, and it was successful or not. The model teacher was also asked about future plan for better teaching performance. The model teacher admitted that she got a different experience during the class and she was quite nervous when some observers came into the class. The sense of achievement was not low, because most of the students could work together. She didn‘t make any change on the lesson plan procedures, and realized that she couldn‘t implement the lesson plan well but it was successful. In the future, the model teacher expected a better teaching performance. Feedback and Comments All observers were given chance to express their observation result that was focused on students‘ learning activity and students‘ involvement including physical, emotional, and cognitive performance. The lesson study was observed by 4 observers. They all wrote and delivered their comments. Observers stated that there was no problem for teachers in mastering the lesson but the problem was on class and time management. Duration of each activity must be controlled based on time allotment in the lesson plan. However, the use of media was suitable and implementation of lesson plan was good enough. Observers said that PPP Procedure would be very effective if all students were active in the class and it would be advisable for the model teacher to use LCD in teaching so the class atmosphere would be very interesting and fun because she could present some more slides or pictures in the class. Most of the observers said that they seldom applied such as procedure even though they did almost the same as what the model teacher has done. So, the PPP procedure along with appropriate media may improve teacher‘s ability and skill in implementing the lesson and presenting the lesson material. The teacher felt more relax in teaching because she could make the class enjoy at the end of main activity and the students were highly motivated. Response to observers’ feedback On this step, the model teacher could give responses to issues delivered by observers and provide reasons relevant to comments.The model teacher didn‘t get any inconvenience after hearing some comments from observers, because they commented on students‘ activities. Clarification on Issues This step was the explanation from expert or trainers which included Question – Answer, Explanation, Reinforcement and Enrichment.Both the trainer and expert explained or answered some issues and questions related to teaching and student‘s problem during the class.Reinforcement and enrichment were delivered by expert at the end reflection session. A summary Note Reflecting on the teaching-learning activities adopting PPP in a lesson study, the writer identified the following benefits and issues: The teaching-learning process turned out to create a better atmosphere thanthe classes practised so far. The teacherwas more enthusiatic about going through the steps and developed a better sense of learning achievement. In addition, the teaching performance improved significantly. On the part of the students, it was noted that their physical and emotional involvement could be controlled well. They werealso happily surprised with the teacher‘s action during the class. As a result, they enthusiastically participated in the class activities. With the media that the teacher used, they did not feel hesitant about speaking up in class. However, in the future the teachershould share attention to some students who seemed to be left behindand approached them kindly. The teacher can give them one easier exercise to do and ask them to do it in front of the class. For example: the teacher may instruct them to say one word or one English sentence in their own way. After that, the teacher may tell them that English is very easy to learn and give him reward by saying, ― Great, you do your best !‖. Summing up, implementing the PPP Procedure with an appropriate media is indeed a help for teachers. It improves teacher‘s skill in teaching productive skills. Using appropriate media and technique in teaching English is one of the strategies to make students understand, know, and able to speak. 1464
The use of appropriate media in teaching is very important to encourage students‘ to speak and give comment on what they see. The students can easily remember something they see in the class, and automatically they can improve their speaking ability. Recount slide is also possible for the teacher to present a chronology of the past events. Recount slide here is the series of pictures or video without text which is arranged or shown chronologically. The writer thinks it is good for the teacher to stimulate students‘ cognitive involvement so they can respond to the slides orally. With this observation result, the observer or writer strongly consider that applying PPP Procedure with an appropriate media is very effective for teaching speaking skill, because students may have their own ideas not only based on what they read but also on what they have seen in the form of pictures, slide, video, events, film or other projected visual, computer, television, printed materials, etc. The word ‗medium‘ or media derives from a Latin word which means ‗between‘. According to Heinich et al (1982) the term ‗media‘ refers to anything that carries information between a source and a receiver. The main job of a teacher is to facilitate learning, so he or she is required to use ‗instructional media‘ in assisting learners to learn what is learned. Selected References Andreani Sri., IrawatyEnny. 2013. PendalamanMateriBahasaInggris. Malang: Kerjasam PT. Pertamina (Persero) denganUniversitasNegeri Malang Anugrahwati, M., Facrurrazy.2013. PembelajaranBahasaInggrisKreatifdanInovatif. Malang: Kerjasama PT. Pertamina (Persero) denganUniversitasNegeri Malang LaksmiEkaning., MunirohSiti., Rachmajanti Sri,. 2013. Media PembelajaranBahasaInggris. Malang: Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan UM.
KUALITAS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN BERMAKNA DI KKG GUGUS 02 SIMPANG TIGA CUBADAK KABUPATEN PASAMAN Reni Erpina Samrisal Abstrak: Makalah ini mendeskripskan kualitas rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dirancang oleh para guru diGugus 02 Simpang Tiga C Kecamatan Dua Koto Kabupaten Pasaman setelah mengikuti program peningkatan mutu guru dengan Lesson Study. Bentuk RPP sudah operasional, yang terlihat pada perumusan indikator yang sesuai dengan objek pada kompotensi dasar,perumusan tujuan pembelajaran, pemilihan materi, penulisan skenario pembelajaran dengan sintak dari model pembelajaran yang jelas dan mengacu pada tujuan pembelajaranmedia pembelajaran yang sesuai dengan materi, intrumen-intrumen yang mendukungdan penilaian yang sesuai dengan indikator. Kata kunci: Lesson Study, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ), Pembelajaran Bermakna
Pelaksanaan pembelajaran di kelas akan berlangsung dengan baik apabila didukung oleh, antara lain, perangkat pembelajaran yang baik. Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan perangkat pembelajaran yang harus dibuat oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran. . Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dirancang harus memenuhi kriteria yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran bermakna, yaitu: 1. Rumusan indikator merupakan bentuk operasional pencapaian kompetensi dasar yang ditandai dengan perubahan tingkah laku yang dapat diukur. 1465
2. Tujuan pembelajaran merupakan jabaran dari indikator dan sebagai dasar penyusunan skenario pembelajaran. 3. Pengembangan materi berdasarkan objek dari rumusan KD, sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial dan spiritual peserta didik, serta bermakna dan bermanfaat. 4. Metode pembelajaranyang dipilih bertumpu pada prinsip pelaksanaan kurikulum yaitu penggunaan multi strategi sehinggga siswa dapat belajar secara aktif, kreatif, menyenangkan, dan inovatif. 5. Skenario pembelajaran terstruktur dan relevan dengan sintak yang mengacu pada metode/model pembelajaran tertentu yang dijabarkan dalam 3 tahap, yaitu: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. 6. Media pembelajaran sesuai dengan setiap materi pembelajaran. 7. Penyertaan instrumen penilaian ang mendukung prosespembelajaran. 8. Pencatuman karakter nilai bangsa yang sesuai dengan materi pembelajaran. Selama ini RPP yang dirancang oleh guru-guru di Gugus 02 Simpang Tiga Cubadaksecara individual belum memenuhi kriteria tersebut di atas.Untuk mengatasi permasalahan guru-guru dalam menciptakanRPP sesuai dengan kriteria yang dipaparkan kepada para guru diberikan kesempatan meningkuti program peningkatan mutu guru dengan Lesson Study.Dalam program ini para guru mendapatkan pendampingan dari para trainer. Selain itu, ada juga kolaborasi dengan sesama guru dari bidang studi yang sama dalam pelaksanaannya. Dengan demikian RPP yang disusundapat diterapkan bukan hanya pada saat pendampingan melainkan juga dikelas mereka masing-masing. Lesson Study Lesson Study adalah suatu proses sistematis yang dipelopori oleh guru-guru Jepang untuk menguji keefektifan proses pengajaran dalam meningkatkan hasil pembelajaran (Grafel: 2006). Proses sistematis yang dimaksud adalah kerja guru-guru secara kolaboratif untuk mengembangkan rencana dan perangkat pembelajaran, melakukan observasi, refleksi dan revisi rencana pembelajaran secara bersiklus dan terus-menerus. Lesson Study memiliki prinsip: Kolaboratif, kolegalitas, berkelanjutan dan mutual learning. Langkah-langkah Lesson Study.
PLAN
DO
(Perencanaan)
(Melaksanakan)
SEE (Merefleksi)
Gambar: Daur Lesson Study yang berorientasi pada praktek ( Saito:2005)
Peningkatan mutupendidikan melalui Lesson Study dimulai dari tahap perencanaan ‗‘Plan ‗‘ yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat mambelajarkan siswa dan berpusat pada siswa. Bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.Perencanaan yang baik tidak dilakukan guru secara sendirian tetapi dilakukan bersama; beberapa guru dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa: 1466
1. Materi bidang studi, bagaimana menjelaskan suatu konsep. 2. Pedagogi tentang metode pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif dan efisien. 3. Permasalahan fasilitas, bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran. Selanjutnya guru secara bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi, yang dituangkan dalam rancangan pemeblajaran atau Lesson Plan, teaching materials berupa media pembelajaran dan lebar kerja siswa serta metode evaluasi. Teaching materials yang telah dirancang perlu diujicoba sebelum diterapkan didalam kelas.Kegiatan perencanaan memerlukan beberapa kali pertemuan (2-3 kali) agar lebih mantap. Peretemuan-pertemuan yang sering dilakukan dalam workshop antara guru-guru dan dosen-dosen dalam rangka perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara guru dengan guru, dosen dengan guru, juga dosen dengan dosen, sehingga dosen tidak merasa lebih tinggi atau guru tidak merasa lebih rendah. Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga melalui kegiatan-kegiatan pertemuan dalam rangka Lesson Study ini terbentuk mutual learning (saling belajar) Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan ‗‘ Do ‗‘ pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah disepakati siapa guru yang akan mengimplentasikan pembelajaran, dan sekolah yang akan menjadi tuan rumah. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektifitas medel pembelajaran yang telah dirancang. Guru-guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Juga dosen-dosen atau mahasiswa melakukan pengamatan dalam pembelajaran dan memandu kegiatan. Sebelum pembelajaran dimulai dilakukan briefing kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran; mereka mengamati aktifitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan bukan ditujukan pada guru model, melainkan interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan bahan ajar, siswa dengan guru, sesrta siswa dengan lingkungan yang terkait dengan 4 kompetensi guru sesuai dengan UU No. 14 tentang guru dan dosen. Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi ‗‘ See ‗‘. Setelah selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran.Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar dan Lesson Learntdari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktifitas siswa.Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajaran.Sebaiknya, guru harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikut.Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah perangkat pembelajaran yang harus dibuat oleh guru ketika akan melaksanakan kegiatan pembelajaran. RPP merupakan rencana yang akan menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai 1 kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan silabus (Subanji: 2010) Langkah-langkah Penyusunan Rencana Pembelajaran: Mencantumkan Identitas o Nama Sekolah o Mata Pelajaran o Kelas/Semester o Alokasi Waktu Catatan: RPP disusun untuk 1 Kompetensi Dasar ( Tidak Mutlak ) Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator dikutip dari silabus yang disusun oleh stuan pendidikan. Alokasi Waktu diperhitungkan untuk pencapaian 1 kompetensi dasar yang bersangkutan, yang dinyatakan dalam jam pelajarandan banyaknya pertemuan. 1467
Mencantumkan karakteristik nilai Bangsa sesuai tuntutan sikap yang diharapkan dari materi pelajarn tersebut. 1. Standar Kompetensi Standar kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap keterampilan yang diharapakn dicapai pada mata pelajaran tertentu, standar kompetensi diambil dari standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Sebelum menuliskan standar kompetensi penyusun terlebih dahulu mengkaji standar isi mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Urutan berdasarkan hirarki konsep disiplin ilmu dan SK dan KD b. Keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran. c. Keterkaitan standar kompetensi dan kopetensi dasar antar mata pelajaran. 2. Komptensi Dasar Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam rangka menguasai SK mata pelajaran tertentu.Kompetensi dasar dipilih dari yang tercantum dalam standar isi. Sebelum menentukan atau memilih kompetensi dasar. Dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktifitas pembelajaran yang dapat dilukukan dalam bentuk bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaiandan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut. Sumber Belajar Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan Penutup Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrument dan instrument yang dipakai untuk mengumpulkan data.Dalam sajian dapat dituangkan dalam bentuk matrik horizontal atau vertikal.Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian. PENUTUP Setelah mengikuti Lesson Study, kualitas RPP telah sesuai dengan yang disyaratkan. Di samping itu, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelaksanaan Lesson Study sangat berpengaruh terhadap peningkatan kulitas RPP yang disusun secara berkolaborasi. 2. Paradigma guru terhadap proses pembelajaran juga mengalami perubahan. Guru-guru sudah semakin terbuka dan bersedia menerima kritikan sebagai hasil refleksi dan semakin memahami bahwa hasil kerja dan pemikiran banyak orang akan lebih baik dari ide dan pemikiran 1 orang. 3. RPP hasil rancangan kelompok Lesson Study digugus 02 Simpang Tiga Cubadak sudah semakin memadai untuk terciptanya pembelajran bermakna. 4. Para guru semakin memahami pentingnya kebersamaan dengan adanya prinsip kolaboratative dalam Lesson Study.
1468
LESSON STUDY SEBAGAI WADAH PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU Yopi Kristianto Guru SMP Penajam Paser Utara Abstrak: Profesionalitas guru perlu terus ditingkatkan secara berkelanjutan.Untuk itu, Lesson study (LS) yang memiliki tahapan perencanaan (Plan), pelaksanaan (Do)dan refleksi (See), dapat dimanfaatkan guna meningkatkan kualitas kinerja guru yang berdampak pada kualitas proses dan hasil pembelajaran siswa. Dalam praktiknya, melalui LS guru dapat mengembangkan empat kemampuan kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Kata Kunci: profesionalitas guru, lesson study, proses dan hasil belajar
Pembelajaran pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan proses belajar mengajar. Proses pembelajaran sangat berkaitan dengan kompetensi pengajar, karakteristik peserta didik, bahan ajar, strategi pembelajaran, dan media yang digunakan dalam pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar selalu mengupayakan agar terciptanya proses pembelajaran pada siswa yang lebih aktif, inovatif, kreatif, dan efektif dengan menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan (PAIKEM). Dalam kegiatan itu diberikan pembelajaran bermakna bagi siswa. Kusubakti (2013: 25) menyatakan, pembelajaran dapat dikatakan bermakna apabila siswa dapat memahami dan mengerti informasi yang disampaikan guru. Suatu pembelajaran dikatakan bermakna apabila struktur masalah (apa yang akan dipelajari) terkait dengan struktur berpikir siswa (apa yang sudah diketahui). Dalam hal ini, struktur masalah yang dihadapi dapat dikaitkan dengan struktur berpikir (skema) yang sudah ada di dalam pikiran siswa. Guru dapat dengan lebih efektif memotivasi murid dengan cara mendorong mereka untuk secara pribadi bertanggung jawab atas cara belajar, cara mengatur suasana kelas, menetapkan standar, memberi tantangan, serta memberikan penguatan dan semangat dalam mengerjakan tugas-tugas. Siswa melihat sosok guru yang efektif seperti ini sebagai sosok pemimpin yang memotivasi.Meskipun sadar bahwa ada beberapa murid mungkin lebih suka duduk tenang, guru efektif tidak berhenti untuk terus memberikan motivasi dan melibatkan siswa.Bahwa tiap-tiap siswa punya tingkat motivasi berbeda-beda, sang guru dapat secara kreatif menemukan strategi yang cocok untuk masing-masing. Guru Imengetahui bagaimana memberikan dukungan kepada siswa yang sudah memiliki motivasi intrinsik; sekaligus ia terus mencari jalan bagaimana memberikan motivasi ekstrinsik bagi siswa yang membutuhkan. Guru efektif mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman. Guuru efektif mampu membekali siswa dengan keahlian strategi belajar sesuai potensi dan minat masing-masing individu. Sejalan dengan tindakan menyediakan keahlian strategi belajar, tindakan melatihkan proses berpikir yang lebih tinggi akan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, baru, dan membetahkan. Guru memiliki kemampuan meniupkankan api semangat siswa. Hal itu merupakan faktor amat penting untul memperkuat motivasi anak didik. Berdasarkan uraian di atas, dipahami bahwa guru bukanlah informan yang sekadar menyamapiakn informasi. Guru adalah fasilitator yang memudahkan perolehan informasis bagi siswa. Jadi, yang penting dalam pembelajaran bukan upaya guru untuk menyampaikan materi pembelajaran, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari materi pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. Salah satu model pembinaan guru untuk mencapai kualitas dan profesionalitas pembelajaran di sekolah adalah denganLS.Ibrahim (2013:10) menyebutkan, LS adalah model pembelajaran kolaboratif dan berkelanjutan, dengan tahapan: Plan (merencanakan), Do (melaksanakan)dan See (merefleksi). Terkait dengan LS sebagai wadah pengembangan profesionalitas guru, secara berurutan akan dibahas (a) profesionalitas guru, (b) LS dan pengembangan profesionalitas guru serta (c) proses dan hasil belajar berbasis LS. PROFESIONALITAS GURU Mutu pendidikantidak lepas dari mutu pendidik (guru).Berperilaku profesional sama dengan bagaimana mutu pendidik itu mengajar. Guru sebagai tenaga pendidik merupakan tenaga penting, karena mereka yang nantinya menjadi penentu kualitas suatu bangsa. Peran guru 1469
diantaranya mewariskan kebudayaan, menjadi contoh tindakan/perilaku di sekolah maupun di lingkungan masyarakat, sebagai komponen dan motor penentu tingginya kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Profesionalitas guru tertuang dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005, berisi uraian mengenai kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliput pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Selanjutnya, yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (BSNP, 2005:15-16). LESSON STUDY UNTUK PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU Tahapan Lesson Study Model LSmerupakan salah satu upaya peningkatan kompetensi pedagogi yang efektif karena memperoleh pengalaman langsung mulai dari penentuan topik pembelajaran, pembuatan RPP, pelaksanaan pembelajaran (melalui model LS) yang terdiri atas empat tahapan, yakni plan, do dan see. Berikut tahapannya: Perencanaan (Plan) Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah di kelas yang akan digunakan untuk kegiatan LS dan perencanaan alternatif pemecahannya. Identifikasi masalah dalam rangka perencanaan pemecahan masalah tersebut berkaitan dengan pokok bahasan (materi pelajaran) yang relevan dengan kelas dan jadwal pelajaran, karakteristik siswa dan suasana kelas, metode/pendekatan pembelajaran, media, alat peraga dan evaluasi proses hasil belajar.Dari hasil identifikasi tersebut didiskusikan (dalam kelompok LS)tentang pemilihan materi pembelajaran, pemilihan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa, serta jenis evaluasi yang akan digunakan. Pada saat diskusi, akan muncul pendapat dan saran untuk menetapkan pilihan yang akan diterapkan. Pada tahap ini, guru atau teman sejawat mengemukakan hal-hal penting/baru yang perlu diketahui dan diterapkan oleh para Guru Model, seperti pendekatan pembelajaran konstruktif, pendekatan pembelajaran yang memandirikan belajar siswa, pembelajaran kontekstual, pengembangan Life Skill, pemutakhiran materiajaratau yang lainnya. Hal penting yang didiskusikan di kegiatan LS ini adalah penyusunan/penggunaan lembar observasi, terutama penentuan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu proses pembelajaran dan indikator-indikatornya, terutama dilihat dari segi tingkah laku siswa. Aspekaspek proses pembelajaran dan indikator-indikator itu disusun berdasarkan perangkat pembelajaran yang dibuat serta kompetensi dasar yang ditetapkan untuk dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.Dari hasil identifikasi masalah dan diskusi perencanaan pemecahannya, selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas:RPP, LKS, Media atau alat peraga pembelajaran, instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran serta lembar observasi pembelajaran. Pelaksanaan (Do) Pada tahap ini guru model melakukan implementasi RPP yang telah disusun. Guru, Dosen Pembimbing dan Guru Moedel/peserta lainnya melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan dan perangkat lain yang diperlukan. Para observer ini mencatat hal-hal positif dan negatif dalam proses pembelajaran, terutama dilihat dari segi tingkah laku siswa. Selain itu dilakukan rekaman foto dan video berkenaan dengan kejadian-kejadian khusus (pada guru atau siswa) selama pelaksanaan pembelajaran.Hasil rekaman ini digunakan sebagai bukti untuk didiskusikan dalamtahaprefleksi.
1470
Refleksi (See) Pada tahap refleksi ini, guru model yang tampil dan para observer mengadakan diskusi tentang pembelajaran yang baru saja dilakukan.Pertama, Guru Model menyatakan kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terhadap siswa yang dihadapi.Selanjutnya observer menyampaikan hasil analisis data observasinya, terutama yang menyangkut kegiatan siswa selama berlangsung pembelajaran.Selanjutnya, Guru Model memberikan tanggapan balik atas komentar para observer.Hasil tahap refleksi ini selanjutnya digunakan untuk mempertimbangkan kembali rencana pembelajaran yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan rencana pembelajaran berikutnya.Apakah rencana pembelajaran tersebut telah sesuai dan dapat meningkatkan performa keaktifan belajar siswa. Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi dalam LKS, media atau alat peraga, atau yang lainnya. Pertimbangan-pertimbangan ini digunakan untuk perbaikan rencana pembelajaran selanjutnya. Implementasi LS yang diterapkan dalam kegiatan ini mengadopsi dari pendapat Ibrahim (2013:10) yang mengenalkan ada tiga tahap utama LS, yakni: Perencanaan (Plan), Pelaksanaan (Do)dan Refleksi (See). Daur LS yang berorientasi pada praktik sebagaimana dikemukakan oleh Saito sebagai berikut: PERENCANAAN
PELAKSANAAN
REFLEKSI
(PLAN)
(DO)
(SEE)
-
Penggalian akademik Perencanaan pembelajaran Penyiapan alatalat
-
Pelaksanaan Pembelajaran
-
Pengamatan oleh rekan sejawat.
Refleksi dengan rekan sejawat
Penerapan pembelajaran bermakna diintegrasikan dengan LS dengan merancang media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran disesuaikan dengan materi pelajaran dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penggunaan media pembelajaran ternyata dapat mempermudah daya serap siswa terhadap materi yang disampaikan. Pendalaman materi yang beroreintasi pada pembelajaran bermakna, yakni mendiskusikan bagaimana materi pembelajaran itu diajarkan. Pembelajaran materi disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam penentuan model-model pembelajaran, sebaiknya menggunakan model yang mudah dipahami cara penerapannya dan disesuaikan dengan faktor kondisi lingkungan siswa setempat. Selain itu juga model pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan materi atau bahan ajar.Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menggunakan media tersebut untuk memahami materi yang sedang dipelajari. Hal-hal untuk melaksanaan kegiatan tersebut dengan mendiskusikan berbagai masalah yang dihadapi ketika melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Bertukar pendapat untuk mencari solusi permasalahan yang dihadapi. Berbagi informasi mengenai pembelajaran yang baik dan benar bagi peserta didik. Pengembangan Profesionalitas Guru Orientasi pada pembelajaran bermakna yang terintegrasi dengan LS, guru menerapkan hasil rancangan RPP, lembar kerja siswa (LKS) dan media pembelajaran yang dibuat secara kelompok. Kompetensi kepribadian, yakni kemampuan yang melekat dengan pribadi pendidik. Beberapa karakter yang merupakan bagian dari kompetensi ini ialah bahwa seorang guru haruslah: beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, bersikap arif dan bijaksana, demokratis, berkepribadian mantap, berwibawa, memiliki sikap dan perilaku yang stabil, dewasa, jujur dan sportif, dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara objektif mau dan 1471
mampu mengevaluasi kinerja sendiri serta mau dan mampu mengembangkan potensi dirinya secara mandiri dan berkelanjutan. Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya (2000:42). Melalui pendidikan yang diberikan kepada generasi muda (peserta didik), maka guru akan menjadi panutan dalam setiap tindakan anak didiknya. Tentu mereka akan menuruti apa yang telah diajarkan. Oleh karena itu guru harus senantiasa memiliki kemampuan dan keahlian untuk mengatur, membimbing dan mengarahkan anak didik dengan baik.Kemampuan guru yangseperti itu,dapat dikatakan sebagai guru profesional dengan kompetensi kepribadian. Kompetensi sosial yakni, kemampuan guru dalam berinteraksi dengan lingkungannya sebagai bagian dari masyarakat. Terkait dengan hal ini, maka sekurang-kurangnya setiap guru harus memiliki kompetensi yang baik dalam hal:berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan. Kompetensi profesional tercermin dalam kemampuan guru menguasai suatu bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni serta budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi:materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu. Hal lainnya guru tersebut mampu menyesuaikan kondisi yang tepat pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, menerapkan metode apa yang tepat untuk diberikan kepada peserta didiknya, dengan cara menyajikan materi kepada siswa. Jadi, melalui implementasi model pembelajaran ini dapat diketahui bagaimanakah guru yang profesional menguasaicara mengajar. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pendidik yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman tentang: wawasan atau landasan kependidikan, potensi peserta didik, pengembangan kurikulum, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, pemanfaatan informasi, komputer dan teknologi, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. PROSES DAN HASIL BELAJAR Proses Belajar Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Berhasil atau tidaknya sesorang dalam belajar disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar.Masalah belajar terdapat di sekolah, perguruan tinggi, maupun di masyarakat. Ada tiga kategori besar masalah belajar (Dimyati & Mudjiono 1994:27), yakni (a) masalah yang berasal dari siswa, berupa kekurangmampuan secara intelektual, kurang motivasi, tidak mampu berkonsentrasi, dan mengatur waktu, (b) masalah yang berasal dari pihak fasilitator atau guru, seperti kurang mampu menguasai materi, melaksanakan variasi strategi mengajar, evaluasi, dan memanfaatkan sumber-sumber belajar, (c) masalah yang berasal dari lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, ekonomi, maupun kelembagaan. Berdasarkan konsep pemikiran di atas, disimpulkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk menghasilkan perubahan dalam dirinya yang meliputi perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Perubahan tersebut merupakan hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan sumber belajar.Belajar bukan hanya sekadar menghapal, tetapi lebih dari itu, yakni perolehan pengalaman. Hasil Belajar Penerapan sikap profesionalitas guru dapat diketahui dari bagaimana seorang guru tersebut mampu menerapkan metode pembelajaran dengan cara menyajikan, menguraikan, 1472
memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu, yakni proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam menyajikan pelajaran kepada siswa-siswa, seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, penampilan, metode studi mandiri, pembelajaran terprogaram, latihan sesama teman, simulasi, karya wisata, induksi, deduksi, simulasi, studi kasus, pemecahan masalah, insiden, seminar, bermain peran, proyek, praktikum, dan lain-lain. Tujuan umum dalam meningkatkan kompetensi pendidik meliputi: (a) kompetensi profesional: meningkatnya pengetahuan tentang materi ajar, (b) kompetensi pedagogik: meningkatnya pengetahuan tentang pembelajaran, meningkatnya kemampuan mengobservasi aktivitas belajar peserta didik, memperkuat hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehaihari dengan tujuan jangka panjang dan meningkatnya kualitas rencana pembelajaran; (c) kompetensi sosial: memperkuat hubungan kolegial, (d) kompetensi kepribadian: meningkatnya motivasi dan semangat kerja
PENUTUP LS merupakan kajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutanyang bisa digunakan sebagai wadah pengembangan profesionalitas guru. Pada pelaksanaan LS yang dimulai dari plan, do hingga see.Diisimpulkan bahwa LS sangat efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran sepanjang tidak mengganggu mata pelajaran yang lain. LS dapat meningkatkan keprofesionalan guru dari empat kompetensi, yakni: kompetensi pedagogik, kepribadian, keprofesionalan, dan sosial. Masing-masing kompetensi dapat membantu siswa dalam meningkatkan kompetensinya sebagai peserta didik, juga kontribusi dalam perbaikan pengajaran yang lebih kreatif dan inovatif di sekolah masingmasing, termasuk motivasi guru untuk membuat media pembelajaran yang sesuai dengan materi bahan ajar. SARAN-SARAN Berdasarkan simpulan disarankan kepada (1) Guru SLTP agar membuka kelas. Dengan membuka kelas kinerja guru akan dikaji oleh beberapa pengamat untuk perbaikan proses belajar siswa. (2) Guru SLTP agar membuka kelas. Dengan membuka kelas, profesionalitas guru ditingkatkan. (3) Kepala sekolah agar memberikan kebijakan agar LS dilaksanakan secara secara terus menerus di sekolah. DAFTAR RUJUKAN Andayani, K.,dkk. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang. Dimyati & Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ibrahim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang: Universitas Negeri Malang. Presiden RI.2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
1473
PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEWIRAUSAHAAN BAGI ANAK USIA SD Uke Prajogo
[email protected] STIE Malangkucecwara Malang Abstrak: Saat ini banyak terjadi kekerasan sosial di masyarakat. Pengangguran menjadi akar permasalahan tersebutParadigma berpikir masyarakat Indonesia bahwa menjadi pegawai/ karyawan lebih terpandang daripada berwirausaha mandiri masih kuat dan telah membudaya dari generasi ke generasi. Paradigma tersebut harus diubah agar jumlah wirausahawan Indonesia dapat ditingkatkan sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan Indonesia menjadi bangsa yang potensial menciptakan lapangan kerja. Untuk itu, upaya pembentukan karakter berbasis kewirausahaan perlu dilakukan sedini mungkin. Salah satu di antaranya melalui media cerita dan book-talk. Hal utama yang mendasari pemikiran ini adalah kegemaran pada umumnya anak terhadap cerita. Kata kunci: karakter bangsa, kewirausahaan, media cerita, book-talk
Indonesia sebagai negara dengan anugerah sumber daya yang begitu melimpah ternyata belum mampu di kelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat. Tingginya angka pengangguran merupakan masalah mendesak untuk segara diatasi. Daya saing bangsa merupakan indikator keberhasilan suatu bangsa yang maju. Indonesia saat ini tergolong negara yang daya saingnya sangat rendah, yaitu di urutan 108 dari 168 negara. Daya saing ini merupakan barometer dari minimnya entrepreneur di Indonesia yang berpenduduk sekitar 230 juta jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik (2013), jumlah pengangguran per Agustus 2013 7,39 juta. Sementara jumlah angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 121,2 juta orang, bertambah 3,1 juta jiwa dari tahun 2012. Kondisi tersebut berdampak pada masalah sosial yang besar seperti kejahatan dengan kekerasan, perusakan, kejahatan seksual dan perkelahian massa. Di sisi lain, paradigma berpikir masyarakat Indonesia yang memandang bahwa menjadi pegawai/ karyawan lebih ‗mulia‘ daripada berwirausaha mandiri sangat kuat. Paradigma berpikir ini menjadikan masyarakat Indonesia memiliki mental kemandirian yang rendah, tidak kreatif, cenderung menggantungkan diri pada orang lain, dan pada akhirnya berpotensi kembali menjadi bangsa yang terjajah dalam sektor ekonomi dan perindustrian. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan terus menerus berlangsung. Perlu upaya serius dan segera untuk mengubah arah paradigma lama tersebut menjadi paradigma baru yang memandang bahwa wirausaha lebih kontekstual dan menguntungkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pembentukan karakter bangsa berbasis kewirausahaan bagi anak usia SD. Usia SD, yaitu 7—12 tahun, merupakan usia paling efektif untuk membentuk budaya dan karakter seseorang. Usia tersebut merupakan masa emas (golden period) pembentukan pola pikir seseorang, terkait dengan fase perkembangannya yang berada pada tahap operasional konkret. Untuk memaksimalkan hasil, mengingat subjek penelitiannya adalah anak usia SD, maka upaya tersebut dilakukan melalui pemanfaatan media cerita dan book-talk. Dengan demikian, diharapkan jiwa kewirausahaan dapat tertanam sedini mungkin pada diri anak usia SD. HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar dan diciptakan oleh seorang usahawan (Covey, 2005; Kasali, 2007). 1474
Wirausaha merupakan potensi pembangunan karena wirausaha mampu melancarkan proses produksi, distribusi, konsumsi dan membuka lapangan pekerjaan karena kemampuan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan sangat terbatas. Di samping itu, wirausaha juga mampu meningkatkan ketahanan nasional dalam bidang ekonomi, dan mampu mengurangi ketergantungan pada bangsa asing (Alma, 2008). Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki sikap dan jiwa wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausahawan adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Selain itu, wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan, serta memiliki sifat, watak, dan kemauan mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses meningkatkan pendapatan. Intinya, wirausahawan adalah orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Konsep di atas menunjukkan seolah kewirausahaan identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha, padahal kenyataannya kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat wirausahawan pun dimiliki seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soemahamidjaja, 1980). Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang dan perbaikan hidup (Prawirokusumo, 1997). KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA Data pengangguran terbuka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2013) menunjukan bukti masih banyak penduduk yang perlu ditingkatkan produktivitasnya, dan tidak tertutup kemungkinan angka pengangguran akan terus meningkat setiap tahunnya. Sementara itu, berdasarkan realita di lapangan, jumlah wirausaha Indonesia masih sedikit dan mutunya belum bisa dikatakan hebat. Masyarakat Indonesia mempunyai persepsi negatif terhadap kewirausahaan. Persepsi negatif yang dimaksud antara lain meliputi agresif, ekspansif, egois, penghasilan tidak jelas, dan kikir. Hal tersebut menyebabkan minat terjun menjadi wirausaha sangat kecil. Karenanya, persoalan pembangunan wirausaha Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi penunjang suksesnya pembangunan (Ciputra, 2008). Untuk membangun semangat kewirausahaan dan memperbanyak wirausahawan, Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, yang mengamanatkan masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan. Pemerintah menyadari betul bahwa dunia usaha merupakan tulang-punggung perekonomian nasional, sehingga harus diupayakan untuk terus ditingkatkan. Melalui gerakan ini diharapkan budaya kewirausahaan menjadi bagian dari etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga dapat melahirkan wirausahawan baru yang handal, tangguh, dan mandiri. Hal ini penting mengingat aktivitas kewirausahaan tidak hanya berada dalam tataran micro-economy. Meskipun pemerintah telah berupaya memasyarakatkan kewirausahaan, namun upaya tersebut belum membawa pengaruh signifikan karena masih banyak penduduk yang tidak produktif setiap tahun. Hal itu memunculkan pertanyaan, seberapa jauh keberhasilan pelaksanaan Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan yang telah dilakukan sejak tahun 1995. Karenanya, pembentukan karakter kewirausahaan memiliki peran yang sangat strategis untuk mengatasi persoalan yang berkenaan dengan pengangguran. Dalam konteks ini, pembentukan karakter kewirausahaan dilakukan dalam rangka mengubah paradigma berpikir masyarakat yang selalu beorientasi ‗menjadi karyawan‘ diputar balik sehingga menjadi berorientasi untuk ‗mencari karyawan‘. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pembentukan karakter kewirausahaan pada diri seseorang perlu dilakukan sedini mungkin, sehingga transformasi pengetahuan kewirausahaan dapat dimiliki secara alami 1475
pada setiap individu. Jika hal ini terjadi, niscaya pada generasi Indonesia mendatang jiwa kewirausahaan telah menjadi hal yang given bagi bangsa Indonesia. FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN Kewirausahaan merupakan suatu proses dinamis untuk melakukan aktivitas ekonomi yang terencana dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang, hambatan dalam melakukan suatu usaha yang bemanfaat bagi kesejahteraan. Makna penting kewirausahaan, menurut Kristanto (2009), yaitu ilmu, seni, perilaku, sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemampuan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif (create a new and different). Tiga indikator utama kewirausahaan, yaitu berpikir sesuatu yang baru (kreatif), bertindak melakukan sesuatu yang baru (inovatif), dan berkeinginan menciptakan nilai tambah (value added). Adapun faktor-faktor yang berperan terhadap pengembangan kewirausahaan meliputi persepsi, minat, kompetensi, dan kreativitas. Persepsi, menurut Fabozzi (1999), merupakan proses yang kompleks di mana orang menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasikan stimuli ke dalam gambaran yang sesungguhnya dan sesuai dengan keadaan. Adapun menurut Fleming & Levie (dalam Ciputra, 2008), persepsi adalah suatu proses yang kompleks dalam menerima dan menyadap informasi dari lingkungan serta menginterpretasikannya. Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Menurut Zhang (2006), minat dan sikap merupakan dasar bagi prasangka. Minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Gal (2006) dan Drake (2007) membagi minat menjadi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Berdasarkan intensitasnya, menurut Appelbaum (2004), minat dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) minat rendah, yang terjadi jika seseorang tidak menginginkan objek minat; (2) minat sedang, yang terjadi jika seseorang menginginkan objek minat akan tetapi tidak dalam waktu segera; serta (3) minat tinggi, yaitu terjadi jika seseorang sangat menginginkan objek minat dalam waktu segera. Adapun cara yang dapat menimbulkan minat, yaitu berupaya membangkitkan suatu kebutuhan, menghubungkan dengan pengalaman yang lampau, serta memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik (Clerk, 2005). Kompetensi diartikan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan individu yang langsung berpengaruh pada kinerja (Hemingway, 2005). Wirausaha sukses adalah mereka yang memiliki kompetensi dalam ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai, serta tingkah laku untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan (Drucker, 1997). Kompetensi yang harus dimiliki wirausaha meliputi managerial skill, conceptual skill, human skill (ketrampilan memahami, mengerti, berkomunikasi, berrelasi), decision making skill (ketrampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan), serta time managerial skill (keterampilan mengatur dan menggunakan waktu). Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide baru dan menemukan cara baru dalam melihat peluang atau problem yang dihadapi (Drucker, 1997). Kreatif adalah thinking new thing atau old thing in new way. Seorang wirausaha akan berhasil apabila ia selalu kreatif, dan menggunakan hasil kreativitas itu dalam usahanya. Kreativitas akan berarti jika digunakan, jika tidak digunakan maka kreativitas tidak ada gunanya (Daryanto & Daryanto, 2006). Meredith (dalam Pusposutardjo, 1999) memberikan ciri-ciri seseorang yang memiliki jiwa wirausaha sebagai orang yang percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, berani mengambil risiko, berjiwa kepemimpinan, berorientasi ke depan, serta keorisinalan. Adapun Timons & Spinelli (2007) mengelompokkkan tindakan kewirausahaan dalam enam hal, yakni commitment and determination; leadership; obsession to the opportunity; tolerance toward risks, ambiquity, uncertainty; creativity, tougness, adaption; dan motivation for achievement. Penumbuhan kewirausahaan membutuhkan tiga syarat, yaitu adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan. Kemauan dan kemampuan dapat dimunculkan melalui media lingkungan, seperti diklat, workshop, pelatihan, atau sejenisnya. Kesempatan dimunculkan oleh iklim usaha yang mendukung, baik yang diusahakan oleh pemerintah, swasta, maupun pribadi. Iklim usaha dimunculkan pemerintah, antara lain melalui program pengembangan kemitraan 1476
usaha yang saling menguntungkan dengan praktik yang wajar, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan kewirausahaan (Dweck, 2007; Chand & Mauborge, 2007). PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan akibat dari keputusan yang dibuat. Dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (2010) dituliskan bahwa pembentukan karakter merupakan satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas Tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona (dalan Suyanto, 2009), tanpa ketiga aspek ini, pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seseorang akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena ia akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu (1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) kemandirian dan tanggungjawab; (3) kejujuran/amanah, diplomatis; (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; (6) percaya diri dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati, serta (9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan (Suyanto, 2009). Kesembilan pilar karakter itu diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bias mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga, tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan. Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (dalam Joseph Zins, et.al, 2001) mengompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman (dalam Suyanto, 2009) tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, yang ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak yang bermasalah ini dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah umum yang dihadapi remaja seperti kenakalan, tawuran, seks bebas, dan sebagainya. 1477
CERITA ANAK Cerita merupakan salah satu jenis wacana narasi yang disampaikan secara sederhana, tetapi kompleks. Kesederhanaan itu terlihat dalam sistematika wacananya yang baku dan berkualitas tinggi tetapi tidak ruwet, sehingga cerita terasa ringan dibaca dan komunikatif. Cerita menempatkan imajinasi sebagai kekuatan cerita. Terkait dengan hal tersebut, penulis harus mampu mengalihkan ide dan pola pikir anak, bahkan orang dewasa, kepada dunia anakanak dalam bahasa yang sederhana. Keberadaan jiwa dan sifat anak-anak yang tersirat dalam sebuah cerita nantinya menjadikan cerita tersebut digemari. Hal ini sejalan dengan pendapat (Sutherland, Monsons, & Arbuthnot, 2001) yang mendefinisikan cerita sebagai penggunaan pandangan anak atau kacamata anak dalam menghadirkan cerita atau dunia imajiner. Itu sebabnya, sangat sering ditemukan cerita, yang di dunia nyata sangatlah mustahil terjadi. Pola pikir imajinatif juga masih dominan bagi anak usia SD. Itu sebabnya, buku cerita fiksi yang imajinatif juga sangat cocok untuk dikonsumsi anak, termasuk di antaranya anak usia SD. Dapat ditegaskan bahwa unsur imajinasi dapat disematkan di semua bentuk cerita tanpa ada batasan untuk berimajinasi. Imajinasi dapat dilakukan seliar mungkin, namun tetap mempertimbangkan sisi pendidikan. Selain menawarkan kesenangan/keceriaan/ kelucuan, sebaiknya cerita juga disesuaikan nalar dan tidak bertentangan dengan moral. Selain untuk membantu daya imajinasi anak, cerita juga akan membantu daya kreativitas mereka. Substansi isi cerita yang disajikan dalam rangkaian bahasa yang sederhana dan menarik membuat anak secara tak sadar berimajinasi untuk membayangkan peristiwa dalam cerita tersebut. Lebih lanjut anak mengembangkan imajinasinya sedemikian rupa, sehingga tanpa sadar mereka pun telah mengembangkan daya kreativitasnya. Sebuah cerita juga harus sarat dengan pesan moral. Hal yang perlu diperhatikan, pesan moral tersebut dapat disampaikan kepada anak tanpa harus mereka merasa digurui. Selain itu, elemen moral tersebut harus dapat diintegrasikan dalam jalinan cerita yang menyenangkan. Aspek struktur yang menentukan sebuah bangun cerita, sesuai pemaparan Sarumpaet (2010), antara lain meliputi alur, tokoh, latar, tema, dan gaya. Bangun yang menentukan atau mendasari cerita fiksi adalah alur. Alur menentukan sebuah cerita menarik atau tidak. Hal yang penting dari alur ini adalah konflik, karena konflik dapat menggerakkan sebuah cerita. Konflik juga dapat menyebabkan seseorang menangis, tertawa, marah, senang, jengkel ketika membaca sebuah cerita. Alur cerita biasanya dirancang secara kronologis, yang menaungi periode tertentu dan menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam periode tertentu. Alur lain adalah sorot balik, yang digunakan penulis untuk menginformasikan peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Biasanya alur sorot balik ini dijumpai pada bacaan anak yang lebih tua dan biasanya akan membingungkan anak-anak di bawah usia sembilan tahun. Tokoh adalah pemain dalam cerita. Tokoh yang digambarkan secara baik dapat menjadi teman, tokoh identifikasi, atau bahkan menjadi orang tua sementara bagi pembaca. Peristiwa menjadi tak menarik bagi anak jika tokoh yang digambarkan tidak digandrungi. Hal penting dalam memahami tokoh adalah penokohan yang berkaitan dengan cara penulis dalam membantu pembaca untuk mengenal tokoh. Hal ini terlihat dari penggambaran secara fisik tokoh serta kepribadiannya. Aspek lain adalah perkembangan tokoh. Perkembangan tokoh menunjuk pada perubahan baik atau buruk yang dijalani tokoh dalam cerita-cerita. Latar adalah waktu yang menunjukkan kapan sebuah cerita terjadi dan tempat di mana cerita itu terjadi. Misalnya, dalam cerita kesejarahan penciptaan waktu yang otentik sangatlah penting untuk memahami sebuah cerita. Keberadaan latar sangat menunjang keberadaan alur dalam suatu cerita. Artinya, alur cerita dapat dideskripsikan dengan memanfaatkan deskripsi latar demi latar, baik itu latar waktu maupun latar tempat. Tema sebuah cerita adalah makna yang tersembunyi. Tema mencakup moral atau pesan/amanat cerita. Tema cerita haruslah yang perlu dan baik bagi mereka, serta mampu menerjemahkan kebenaran. Hal penting yang perlu diperhatikan bahwa tema tidak boleh mengalahkan alur dan tokoh-tokoh cerita. Isi cerita yang baik tidak hanya menyampaikan pesan moral, tetapi juga harus bercerita tentang sesuatu pesan secara mengalir. Dengan cara itu, tema dapat disampaikan kepada anak secara tersamar. Jadi, jika nilai moral hendak disampaikan pada anak, tema harus terjahit dalam bahan cerita yang kuat. Dengan demikian, anak dapat membangun pengertian baik atau buruk tanpa merasa diindoktrinasi. Gaya adalah cara bagaimana penulis berkisah dalam tulisan. Aspek yang digunakan untuk menelaah gaya dalam sebuah cerita fiksi adalah pilihan kata, meliputi panjang atau 1478
pendek, biasa atau tidak, membosankan atau menggairahkan. Kata-kata yang digunakan harus tepat dengan maksud cerita itu. Hal ini dikarenakan pilihan kata dapat menimbulkan efek tertentu bagi pemahaman anak terhadap isi cerita. Bahkan, tingkat keterpahaman anak terhadap aspek moral yang disampaikan melalui cerita ditentukan oleh gaya penyampaian yang dipilih penulisnya. Selain itu, kalimat dalam cerita anak harus lugas, tidak bertele-tele, namun tidak harus berupa kalimat tunggal. Kalimat yang kompleks juga dapat digunakan selama kalimat tersebut logis dan langsung mengarah kepada apa yang ingin disampaikan. Kedudukan penulis, dalam hal ini penulis cerita, sangat sentral. Hal ini dikarenakan penulislah yang menulis, menerbitkan, menjual, memilih, membeli, dan menyampaikan kepada anak. Anak hanya disuguhi, yang bertanggung jawab adalah penulis. Hal penting yang harus dimiliki penulis cerita, menurut Nurgiyantoro (2005), meliputi bakat, kemauan atau niat, wawasan luas, kaya imajinasi, disiplin, kreatif, persepsi, tanggung jawab dan tidak mudah putus asa, menguasai teknik menulis, serta memahami bahasa. Dengan mendengarkan/membaca cerita, secara kritis mereka dapat mengenali karakter tokoh yang dimainkan dalam cerita tersebut, konflik-konflik yang ada, serta alternatif-alternatif penyelesaian terhadap konflik-konflik itu. Dengan mendengarkan/ membaca cerita, secara kritis anak juga belajar mengenai nilai-nilai edukatif yang terkandung di dalam cerita tersebut. Apabila aktivitas mendengarkan/membaca cerita ini dilakukan secara rutin, maka secara perlahan dan tanpa disadari, karakter kewirausahaan anak dapat terbentuk dan ditingkatkan. Dan, hampir dapat dipastikan bahwa nilai-nilai edukatif itu akan dipahami oleh anak, untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan dewasanya kelak. Tentunya, semua itu dapat terjadi apabila kualitas cerita yang diberikan kepada anak memang telah memenuhi standar edukatif suatu cerita. Wacana narasi cerita merupakan bangun cerita yang menampilkan sebuah dunia yang dikreasikan pengarang dalam wujud kata-kata. Sebagai sebuah bangun yang utuh, cerita memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain, termasuk di dalamnya bahasa. Pesan yang terkandung dalam sebuah narasi cerita, serta gagasan yang ada di dalamnya, dikomunikasikan melalui wacana bahasa. Jadi, bahasa dalam cerita mengembangkan fungsi utamanya, yaitu fungsi komunikatif. Dunia dalam cerita diciptakan, dibangun, ditawarkan, diabstraksikan, dan ditafsirkan melalui bahasa. CERITA ANAK BERBASIS KEWIRAUSAHAAN Berikut diberikan contoh bacaan beserta pertanyaan bermakna (book talk) sebagai model produk dalam penelitian ini. LOPER SUSU
Setiap sore aku selalu ingin menyaksikan Pak Is memerah susu. Pada mulanya, Pak Is akan memandikan sapinya. Sambil menunggu bulu sapi itu kering, Pak Is membersihkan kandang. Sisa-sisa rumput dan kotoran sapi dibersihkan. Sisa-sisa rumput kemudian dibakar di belakang kandang. Kata Pak Is, asap dari pembakaran itu sekaligus untuk mengusir lalat dan nyamuk agar tidak menggigit sapi. Setelah kandang kembali bersih, sapi diberi makan rumput, mengatur posisi tubuh sapi agar lurus. Kemudian Pak Is duduk di dekat kaki bagian belakang sapi. Pak Is memerah susu sapi. Hasilnya ditampung pada gayung. Aliran susu sapi ke dalam gayung sangat menakjubkan. Pada waktu air susu itu tiba di gayung, akan terdengar bunyi ker...ker...ker.... Lucu sekali. Pak Is lalu memberi tugas padaku untuk menuangkan susu dari gayung ke dalam bak penampung susu. Warga desa menyebutnya dengan milk end. Suatu sore, sambil memasukkan susu ke dalam botol-botol yang akan diantarkan kepada pelanggan, Pak Is menawariku untuk membantunya setiap hari. Tugasku adalah mengantar susu kepada para pelanggan setiap sore. Jika setuju, aku bisa mulai bekerja besok sore. Pak Is akan memberitahu para pelanggannya. Aku langsung menyanggupinya tanpa bertanya dulu pada ibu dan bapakku.
1479
Ibu dan bapakku tidak keberatan dengan keputusanku untuk bekerja pada Pak Is. Bapak bahkan tersenyum senang. Bahkan menyalamiku sambil berucap, ―Selamat Teto, kamu telah diterima sebagai loper susu.‖ ―Ya... daripada Kau hanya menonton Pak Is memerah susu sapi, lebih baik jika kau membantunya,‖ ibu ikut menasihatiku. ***** Hari pertama aku dengan gembira menuju rumah pelanggan susu. Aku mengira Pak Is akan menugasiku mengantarkan seluruh botol susu yang telah diisinya. Dugaanku ternyata keliru. Pak Is hanya menugasiku mengantarkan empat botol. Pak Is memberiku petunjuk rumah-rumah yang harus kutuju. Rumahrumah itu semua berada pada satu deretan dengan rumah Pak Is. Rumah pertama yang kutuju adalah rumah Pak Doni. Kebetulan Pak Doni duduk di teras. Botol pertama aku serahkan pada Pak Doni. Rumah ke dua adalah rumah Bu Nafa. Pintu pagar Bu Nafa tidak terkunci, aku mendorongnya dan kemudian mengetuk pintu. Bu Nafa sendiri yang menerima botol susu yang aku antarkan. Ketika tiba di rumah ketiga, yaitu rumah Bu Ade, pagarnya sangat tinggi. Pintu pagar digembok dari dalam. Aku berusaha mencari bel rumah, ternyata posisi bel sangat tinggi. Aku pukul-pukul pintu rumah Bu Ade dengan batu kerikil. Tetap tidak ada yang keluar. Aku mulai bosan dan lelah menunggu Bu Ade. Aku putuskan untuk mengantar susu ke rumah Pak Soli dulu. Aku mengetuk pintu agak keras dengan harapan segera ada yang membuka. Aku kaget, ternyata setelah pintu dibuka yang kutemui adalah Marsha, teman sekelasku. Ternyata Marsha putri Pak Soli. ―Mengapa kamu yang mengantar susu hari ini? Bukankah biasanya diantar sendiri oleh Pak Is?‖ tanya Marsha. ―Ya, mulai... sore ini aku... membantu Pak Is mengantar... susu,‖ jawabku setengah terbata-bata dan agak malu sembari melirik wajah Marsha yang cantik. ―Mau duduk dulu, Teto?‖ Marsha menawari masuk rumah. ―Tidak, terima kasih. Masih ada satu botol yang belum kuantarkan,‖ jawabku cepat. Aku segera pamit. Sekarang kembali ke rumah Bu Ade. Semoga segera ada yang membukakan pintu. Belum lama berjalan, dari arah berlawanan jalan kulihat teman-teman bermainku. Mereka akan menuju lapangan untuk bermain bola. ―Teto...main bola yuk!‖ ajak Rofik. ―Mulai sore ini aku membantu Pak Is mengantar susu. Nanti aku menyusul ya,‖ jawabku. ―Aduh...kalau kamu tidak ikut bermain, siapa penyerang tim kita?‖ Dodo bertanya penuh harap. ―Tim kita sore ini bertanding melawan tim Ajo.... Kalau kamu gak ikut main, besok tim kita jadi olokolok di sekolah!‖ ajak Zam sambil memegang lenganku. Aku agak kaget, karena Zam mencekeram lenganku erat. Botol susu hampir jatuh dari peganganku. Terbayang Tim Dodo yang kuat dan juga sombong. Terbayang Dodo dua hari lalu mengejar Marsha sambil membawa anak ular sawah. Marsha berlari sambil menjerit ketakutan dan Dodo dengan temantemannya malah menertawakannya. Aku ingin menunjukkan bahwa timku juga kuat. Aku ikut berbalik arah, botol susu terakhir aku bawa ke lapangan. Susu milik Bu Ade akan kuantar sepulang bermain bola. Awalnya aku gembira, karena timku menang 1-0 atas tim Dodo. Tetapi kegembiraan itu hanya sebentar. Botol susu Bu Ade telah kosong. Hari hampir petang. Bagaimana aku akan menyampaikannya pada Pak Is? Aku memberanikan diri mampir ke rumah Bu Ade. Lampu rumah sudah dinyalakan. Rumah tampak terang benderang. Pintu pagar tidak dikunci. Aku ketuk pintu dan Bu Ade membukannya sendiri. Aku ceritakan apa yang kualami. Bu Ade hanya tersenyum mendengar ceritaku. Bu Ade menyarankanku memberitahukan apa yang telah kualami pada Pak Is. Tiba di rumah Pak Is, aku deg-degan. Aku telah melakukan kesalahan. Aku tidak mengerjakan tugasku dengan benar. Pak Is menatap botol kosong yang kubawa kembali. Pak Is mendengarkan ceritaku dengan tenang. ―Lain kali, kalau kamu ditugasi seseorang dan mengalami kesulitan jangan kamu pecahkan sendiri. Beritahukan kesulitanmu pada orang yang telah memberi tugas itu. Minta saran, bagaimana jalan keluarnya,‖ kata Pak Is tenang. ―Bapak tidak marah pada saya?‖ tanyaku dengan rasa salah. ―Tidak. Bu Ade tadi ke rumah Bapak. Bu Ade mengira Bapak lupa tidak mengiriminya susu. Bapak sudah memberikan sebotol pengganti, ― jawab Pak Is tetap tenang. ―Tugasmu adalah mencari tahu, siapa yang telah mengambil sebotol susu yang kamu bawa ke lapangan,‖ lanjut Pak Is. ***** Malam itu aku sulit tidur. Bagaimana caranya menemukan pencuri atau peminum sebotol susu di pinggir lapangan itu. Sampai keesokan hari aku pergi ke sekolah, belum juga muncul ide bagaimana menemukan si peminum susu.
1480
Sebelum pelajaran IPS dimulai, ibu guru mengisi presensi. Bimo tidak hadir ke sekolah karena sakit. Aku lihat kursi di ujung depan sebelah kanan memang kosong. Bimo kemarin juga ikut bermain bola, tapi di tengah pertandingan ia berhenti dan digantikan anggota tim yang lain. Pak Yuda menyarankan kami untuk menjenguknya. ―Anak-anak, Bimo hari ini sakit dan dirawat di Puskesmas. Sepulang sekolah, Bapak harapkan ada yang menjenguknya,‖ saran Pak Yuda. Sepulang sekolah aku dan beberapa anggota tim sepak bolaku langsung ke puskesmas untuk menjenguk Bimo. Ia dirawat di kamar anak-anak nomor 2-A. Kami berlima memasuki kamar Bimo. Dodo yang paling awal menyalami Bimo. Saat kami pamit, Bimo meminta aku tinggal dulu dan menyuruh teman lain untuk pulang dulu. Aku agak heran. Bimo adalah penyerang tengah dari tim Dodo. Biasanya dia agak sinis padaku. Tapi kali ini ia lebih ramah. ―Teto...maafkan aku ya. Aku kemarin minum sebotol susu yang kamu letakkan di pinggir lapangan,‖ wajah penuh harap. ―Oh...!‖ aku sangat kaget. ―Ya, kata dokter perutku tidak kuat jika minum susu mentah. Aku diare sejak tadi malam. Orang tuaku akan membayar susu Pak Is yang kamu bawa itu.‖ ―Ya...aku akan memberitahukannya,‖ jawabku singkat. Sore itu, sepulang melaksanakan tugas mengantar susu aku diajak Pak Is menjenguk Bimo. Pak Is menyuruhku membawakan sebungkus biskuit. Orang tua Bimo meminta maaf dan akan memberi Pak Is uang. Pak Is menolaknya. Pak Is mengatakan, anak-anak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Pada akhir bulan, aku mendapat kejutan. Pak Is memberiku sebuah kotak pensil bergambar wajah salah satu pemain klub Arema yaitu Kurnia Meiga. Aku sangat gembira. Pak Is sangat menghargai jerih payahku. Book-Talk Cerita didiperoleh atas mengandung nilai-nilai edukatif yang berpotensi membentuk karakter 1. Apa tugas yang Teto dari Pak Is? kewirausahaan pada anak usiatugasnya? SD yang Apakah membaca ceritanya. Cerita tersebut 2. Bagaimana Teto menjalankan dia atau malu mendengarkan atas pekerjaannya? mengandung karakterpekerjaannya berani menerima tantangan, kejujuran, keras, tanggung 3. Teto meninggalkan mengantar susu untuk bermain kegigihan, bola terlebihkerja dahulu dan mengantarnya setelah bermain bola. apakah tindakan berani Teto inimenerima benar? Apa tantangan alasannya? dimunculkan saat jawab, tenggang rasa,Menurutmu kasih sayang. Karakter 4. Bagaimana sikapmenerima Teto mengetahui salah satu botol yang seharusnya diantarkannya kosong? tokoh aku (Teto) tawaranbahwa Pak Is sebagai lopersusu susu. Karakter kejujuran, keberanian, bertanggung kepada Bu Adesaat dan Pak Is? aku (Teto) mengakui kesalahannya danBagaimana tanggungdiajawab antara jawab lain dimunculkan tokoh 5. Bagaimana sikap dan Teto mengetahui bahwa botol Bima yang susu yang hendak kepada Bu Ade Pak Is tentang susumeminum yang hilang, serta saatdiantarkannya? Dodo mengakui 6. Pekerjaan apa saja yang dapat kalian peroleh dari cerita Teto dan pekerjaannya sebagai loper susu?
kesalahannya kepada Teto bahwa dialah yang mengambil botol susu yang hilang itu.
KESIMPULAN Pengubahan paradigma berpikir seseorang memerlukan proses dan waktu yang panjang. Itu pun seringkali hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka paradigma yang diharapkan tersebut harus ditanamkan sedini mungkin. Demikian halnya dengan paradigma berpikir yang berpandangan bahwa wirausaha lebih kontekstual dan menguntungkan. Jika karakter kewirausahaan semacam ini tertanam dalam diri seseorang sejak ia masih kanak-kanak, maka secara otomatis akan meningkatkan tanggung jawab, profesionalisme, kinerja, dan daya saing mereka kelak di berbagai bidang kehidupan, termasuk di antaranya bidang akademik. Pembentukan karakter berbasis kewirausahaan pada anak-anak lebih efektif dengan menggunakan media cerita yang dari substansi isinya menunjang pengembangan nilai-nilai kewirausahaan bagi anak usia sekolah dasar. DAFTAR PUSTAKA Appelbaum, Steven, at.all. 2004. Organizational Citizenship Behavior: A Case Study of Culture, Leadership and Trust. Management Decision Journal. Volume 12, Nomor 1, Ann Arbor: Emerald Group Publishing Limited. Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik No. 37/07/Th. XI. 1 Desember 2013. (online), (http://www.BPN. go.id). Ciputra. 2008. Quantum Leap: Bagaimana Kewirausahaan Dapat Mengubah Masa Depan Anda dan masa depan Bangsa. Jakarta: Penerbit Gramedia Elex Media Komputindo. Clerk, J.J. 2005. Motivation to Work, Work Commitment, and Man’s Will to Meaning. Pretoria: Faculty of Economics and Management Science, University of Pretoria. Covey, S.R. 2005. The 8 Habit: Melampaui Efektivitas Menggapai Keagungan. Terjemahan Wandi S. Brata. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. 1481
Daryanto, Heny & Daryanto, Arief. 2006. Motivational Theories and Organisation Design. Australia: University of New England. Drake, R. 2007. Empowerment, Motivation, and Performance: Examining the Impact of Feedback and Incentives on Management Employees. Behavioral Research in Accounting; Vol. 19, ABI/INFORM Global Drucker, Peter F. 1997. Inovasi dan Kewirausahaan. Erlangga. Jakarta. Dweck, Carol S. 2007. Change your Mindset Change Your Life. Jakarta: PT. Serambi. Fabozzi, Frank J. 1999. Investment Management. New Jersey. Prentice Hall. Gal, Peter. 2006. Motivation and Performance. Slovac Republic: Comenius University. Hemingway, A.C. 2005. Personal Values as A Catalyst for Corporate Social Kewirausahaan. Journal of Business Ethics. Volume 60: 233–249. Kasali, Rhenald. 2007. Your Change DNA: Membebaskan Belenggu-Belenggu untuk meraih keberanian dan Kebersamaan dalam Pembaharuan. Re-Code. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gajah Mada Universiy Press. Sarumpaet, Riris K. Toha. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Sutherland, Z., Monson, D.L., & Arbuthnot, M.H. 2001. Children & Books. Seventh Edition. Illinois: Scott, Foresman Company. Zhang, Lixuan. 2006. A Social Capital Perspective on It Professionals Work Behavior and Attitude. Texas: University of Nort Texas.
PENTINGNYA MENGELOLA PROSES PEMBELAJARAN BIDANG STUDI MATEMATIKA BERBASIS CTL MELALUI LESSON STUDY Paulus Hansko Abstrak: Pembelajaran Matematika mempunyai karakteristik menekankan pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami permasalahan matematika secara tepat dan benar. Kenyataan yang ditemui di lapangan jarang sekali guru-guru Matematika dalam menjalankan tugasnya belum melaksanakan pembelajaran kontekstual, bahkan cenderung tidak pernah memanfaatkan media dan lingkungan sekitar sebagai sarana pendukung untuk melaksanakan pembelajaran. Akibatnya siswa kurang mampu menyelesaikan soal Ujian Nasional, terbukti hasil UN Matematika berada dibawah nilai rata-rata Nasional. Berbagai cara/metode yang dilakukan selama ini belum mampu memberikan hasil yang signifikan. Melalui pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama mengikuti kegiatan Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) yang merupakan kerjasama PT. Pertamina (Persero) dan Universitas Negeri Malang merancang sebuah pengelolaan pembelajaran dalam bentuk Lesson Study. Pada kegiatan tersebut lebih ditekankan bagaimana guru mentransferkan pengetahuan kepada peserta didik yang dilandasi pada penguasaan materi, kelengkapan perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran yang berbasis pada Contekstual Teaching and Learning (CTL). Kata Kunci: Pengelolaan proses pembelajaran, Kompetensi guru, CTL dan Lesson Study.
Proses pembelajaran melibatkan aktivitas yang kompleks, bukan sekedar transfer of knowledge dari pendidik kepada peserta didik secara tekstual. Dalam setiap pembelajaran, harus diupayakan untuk mengantarkan peserta didik pada penguasaan kompetensi yang dicanangkan, termasuk nilai–nilai sikap yang melandasinya. Menurut Uzer (dalam Suryosubroto (2002)), proses belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, atau suatu 1482
rangkaian events ( kejadian, peristiwa, kondisi, dsb) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi peserta didik (pembelajar) sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah (Gagne dan Brigg, 1979). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa; proses pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan oleh guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan Menurut A. Badawi (dalam Suryosubroto (2002)) kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar yang berkualitas meliputi, (1) kemampuan dalam mempersiapkan pengajaran dan (2) kemampuan dalam melaksanakan pengajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan bukan hanya sekedar menyampaiakan materi pelajaran akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Hal ini mengisyaratkan siswa sebagai pusat dari kegiatan, Pembelajaran ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik, artinya pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pebelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Selain itu pembelajaran harus menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan demikian, dalam mengelola proses pembelajaran di dalam kelas, guru perlu mengaktifkan siswa secara optimal. Kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu, (1) kemampuan merencanakan pengajaran, (2) kemampuan melaksanakan pembelajaran dan (3) kemampuan mengevaluasi pengajaran (Suryosubroto, 2002), Pengelolaan pembelajaran akan lebih efektif jika guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL). Pembelajaran kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan konsep dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari–hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yakni,Konstruktivisme (Constructivism) bertanya (quistioning), inkuiri (inquiry),masyrakat belajar (learning community ), pemodelan (modeling) dan penilaian autentik (autentic assesement ) (Trianto, 2008). Keterlibatan pembelajar dalam pembelajaran ini menyebabkan pembelajar akan lebih memiliki pengetahuan yang mendasar/mendalam serta hanya oleh pemahaman masalah dan cara penyelesaiannya, pembelajar dapat menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang study apa saja, dan kelas bagaimanapun keadaannya (Anonimus, 2002). Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut: 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4) Ciptakan masyarakat belajar ( belajar dalam kelompok-kelompok) 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Anonimus, 2006). Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip–prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Mulyono, 2007), juga merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran (Akhmad Sudrajat, 2008). Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama yaitu, (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar, (2) memperoleh hasil–hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya,diluar peserta Lesson Study,(3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif,membangun sebuah 1483
pengetahuan pedagogis, dan (4) di mana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari gurunya (Carbin dan Kopp, 2006) Langkah-Langkah Pembelajaran Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran guru model melakukan persiapan bersama tim yang dimulai dari tahap plan dilanjutkan tahap do dan see Tahapan perencanaan (plan) Dalam tahapan perencanaan, pembelajar yang terlibat dalam pembelajaran berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Kebutuhan dan permasalahan yang dianalisi mencakup kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas sarana belajar, sehingga dapat diketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Para pembelajar secara bersama – sama mencari solusi untuk memecahkan segala permasalahan yang ditemukan. Hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar–benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran. Tahapan pelaksanaan (Do) Ada dua kegiatan utama dalam tahapan ini yakni, (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktekkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (guru, kepala sekolah / pengawas sekolah ) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan, diantaranya: a) Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama b) Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study c) Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru dan siswa. d) Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa–siswa, siswa–bahan ajar, siswa–guru, siswa–lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama–sama. e) Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlansung dan bukan untuk mengevaluasi guru. f) Pengamat dapat melakukan perekaman melalui vidio camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran. g) Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP. Tahapan Refleksi ( See ) Tahapan ketiga merupakan tahapan pengecekan kembali seluruh kegiatan yang sudah dilakukan sebagai upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para peserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti oleh semua peserta yang dipandu oleh kepala sekolah/ pengawas sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi diawali dengan penyampaian kesan–kesan baik oleh pembelajar maupun oleh pengamat. Kesan yang disampaikan pembelajar berupa kesulitan atau masalah yang diharapkan dalam melaksanakan RPP yang telah disusunnya. Pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru 1484
yang bersangkutan). Berdasarkan bukti–bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Maka seluruh seluruh peserta yang terlibat dalam tipe pembelajaran ini harus memiliki catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi. Melalui refleksi dapat diperoleh pengetahuan baru atau keputusan–keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran individual, maupun manajerial. Pada tatanan individual, berbagai temuan dan masukan yang disampaikan pada saat diskusi menjadi modal bagi pembelajar, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun pengamat untuk mengembangkan proses pembelajaran yang lebih baik. Sedangkan pada tatanan manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah akan lebih memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh pembelajar dan pebelajar dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujutkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Instrumen Penilaian Pelaksanaan Proses Pembelajaran a. Indikator yang diamati Ada tiga tahapan kegiatan selama berlangsungnya pembelajaran yaitu kegiatan tahapan Pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. yang terdiri dari 23 indikator dan tiap indikator terdapat 4 diskriptor yang dipergunakan dalam penilaian, Indikator tersebut adalah: 1). Membuka pelajaran a) Memeriksa kesiapan siswa b) Menuliskan Kompetensi/tujuan c) Melakukan kegiatan apersepsi dan motivasi 2). Kegiatan inti ( pempelajaran CTL ) a) Sikap guru dalam proses pembelajaran b) Penguasaan materi pelajaran c) Mengaitkan materi dengan pengetahuan yang relevan d) Mampu mengaitkan materi dengan realitas kehidupan e) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi (tujuan) f) Melaksanakan pembelajaran secara runtut g) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan metode h) Melaksanakan pembelajaran mendorong, membimbing kemampuan berfikir siswa i) Menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran j) Menggunakan media sesuai dengan materi pembelajaran k) Menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa l) Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa dalam belajar m) Melibatkan siswa dalam dalam memanfaatkan media pembelajaran n) Memantau kemajuan belajar siswa selama proses o) Melakukan evaluasi sesuai dengan kompetensi p) Menguasai kelas dan menghasilkan pesan menarik q) Menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar 3). Penutup/kegiatan akhir a) Membuat rangkuman/kesimpulan dengan melibatkan siswa b) Melakukan refleksi/ mengecek apakah pembelajaran dapat dikuasai siswa c) Memberikan tugas/PR Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaan pembelajran melalui Lesson study terdiri dari tiga tahapan yaitu: Perencanaan (Plan), Pelaksanaan ( Do), dan Refleksi ( See ) a) Perencanaan ( Plan ) Guru Matematika yang bergabung dalam tim Lesson study secara bersama – sama berdiskusi dan menganalisis permasalahan–permasalahan yang mereka hadapi pada saat 1485
melaksanakan pembelajaran, guru model bertindak sebagai fasilitator. Setelah itu guru– guru Matematika secara bersama merancang pembelajaran dengan jalan mengembangkan silabus yang sudah ada dan menyusun RPP dan LKS. Para guru juga berdiskusi tentang bahan ajar, media pembelajaran yang digunakan dan strategi pembelajaran atau langkah–langkah yang harus dilakukan siswa sewaktu melaksanakan pembelajaran b) Pelaksanaan (Do) Pada saat guru model melaksanakan pembelajaran, guru–guru lainnya bertindak sebagai pengamat/observer. Pengamat akan mengamati kegiatan siswa, bagaimana interaksi siswa–dengan siswa, Siswa dengan guru, siswa dengan bahan ajar pada pelaksanaan pembelajaran. Masing – masing pengamat menilai dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan. Pada saat pelaksanaan pembelajaran pengamat tidak diperkenankan mengganggu jalannya pembelajaran. Setelah selesai satu KD dalam pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan ulangan dengan menggunakan soal yang telah disusun bersama oleh tim Lesson studi c) Refleksi ( See ) Setelah guru yang bertindak sebagai model selesai dalam melaksanakan pembelajaran maka guru tersebut bersama–sama dengan pengamat akan mengadakan diskusi, guru yang bertindak sebagai model akan diperkenankan terlebih dahulu oleh moderator (salah satu observer yang ditentukan berdasarkan kesepakatan) untuk menyampaikan kesan-kesannya. Kemudian pengamat secara bergiliran akan menyampaikan usul, kritik dan saran yang bersifat membangun/ memperbaiki pelaksanaan pembelajaran. Semua guru yang bergabung dalam tim Lesson Study secara bergiliran akan bertindak sebagai model dan pengamat. Rencana tindak lanjut Berdasarkan hasil refleksi dari kegiatan pembelajaran, kekurangan/kelemahan yang terjadi perlu diperbaiki pada kegiatan pembelajaran berikutnya. PENUTUP Kesimpulan 1. Lesson Study dapat dipakai sebagai acuan dalam mengelola proses pembelajaran berbasis CTL untuk meningkatkan daya pemahaman dan kemampuan peserta didik terhadap permasalahan-permasalahan pada bidang studi matematika 2. Pembelajaran berbasis CTL dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menghubungkan situasi nyata dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Saran 1. Lesson Study dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan dapat diterapkan untuk mata pelajaran lain selain mata pelajaran Matematika 2. CTL wajib dilakukan pada pelaksanaan proses pembelajaran Matematika. 3. Semua SMP Negeri dan Swasta sebaiknya melaksanakan Lesson Study berbasis sekolah atau kelompok dalam DAFTAR PUSTAKA Annonimus, 2001. Training for Indonesian Education Team In Contextual Teaching and Learning. Seatle. University Of Washington. USA Anonimus, 2002. Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning). Depdiknas.Jakarta Suryo Subroto, 2002. Proses Mengajar Di Sekolah. Rineka Cipta.Jakarta Sudrajat, 2008. Lesson Study Untuk Meningkatkan Proses Dan hasil Pembelajaran. Artikel Kurikulum Dan Pembelajaran Trianto, 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Cerdas Pustaka Publisher.Jakarta Trianto, 2007. Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorentasi Konstruktivistik konsep, Landasan Teoritis Praktis dan Implementasinya. Prestasi Pustaka Publisher.Jakarta Uzer Usman, 1990. Menjadi Guru Profesional. Rosda Karya.Bandung. 1486
PENINGKATAN KUALITAS GURU DALAM PEMBELAJARAN BERMAKNA MELALUI LESSON STUDY DI KABUPATEN MERAUKE Sri Subekti Pengawas SD Kabupaten Merauke, Papua Abstrak : Secara umum di Kabupaten Merauke kualitas pendidikannya masih tergolong rendah. Melalui pengamatan dan observasi serta supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas masih banyak ditemukan permasalahan/kendala yang ada di lapangan (sekolah-sekolah). Pada tulisan ini dibahas pengamatan tentang proses pembelajaran bermakna dengan Lesson Study yang didalamnya mencakup (1) kualitas guru, (2) guru professional, (3) pembelajaran bermakna, (4) langkah-langkah lesson Study, serta ( 5) hasil pengamatan pembelajaran melalui Lesson Study di Sekolah Dasar di Kabupaten Merauke. Kata kunci : guru, pembelajaran, lesson study
Pendidikan merupakan salah satu penentu terciptanya suatu perikehidupan yang sejahtera, damai, aman dan sentosa lahir batin sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur merata material dan spiritual di seluruh tanah air Indonesia. Secara umum, di Kabupaten Merauke kualitas pendidikannya masih tergolong rendah. Melalui pengamatan dan observasi serta supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas masih banyak ditemukan permasalahan/kendala yang ada di lapangan (sekolahsekolah ), di antaranya: 1. Masih rendahnya kemampuan Kepala Sekolah dalam mengelola manajemen sekolah; 2. Masih rendahnya kesadaran guru akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang guru sekaligus sebagai pendidik; 3. Masih rendahnya kualitas pembelajaran yang dilakukan guru sehingga produk yang dihasilkannya juga rendah; 4. Masih rendahnya tingkat kualifikasi akademik guru; 5. Rendahnya daya dukung lingkungan pendidikan ( masyarakat ); dan 6. Rendahnya fasilitas sekolah dalam hal ini gedung, dan sarana lainnya. Berdasarkan temuan di atas, masalah yang ingin diungkap adalah bagaimana meningkatkan kualitas guru dalam proses pembelajaran yang bermakna melalui lesson study di kabupaten Merauke. Secara rinci, masalah yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah (1) kualitas guru, (2) guru profesional, (3) pembelajaran bermakna, (4) lesson study, dan (5) pelaksanaan lesson study untuk meningkatkan kualitas guru. Masalah itu diungkapkan dengan harapan dapat meningkatkan kualitas guru dalam pembelajaran bermakna sehingga hasil yang diharapkan optimal. KUALITAS GURU Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu pendidiknya dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikannya. Faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas guru dilihat dari pelaksanaan tugasnya yaitu (1) latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru yang belum memadai , (2) kurangnya motivasi guru untuk melaksanakan tugas secara baik, (3) kesempatan guru untuk mengembangkan diri ( kurangnya pelatihan-pelatihan/penyegaran ), dan (4 ) kurang nya pemberdayaan organisasi pembinaan profesional guru seperti KKG. Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, guru harus memiliki empat kompentensi antara yaitu : Kompetensi Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, cultural, emosional, dan intelektual. 1487
Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang terkait mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik. Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke peserta didik. Menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar. Kompetensi Kepribadian Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, social dan budaya bangsa Penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Menampilkan dirisebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan Kompetensi Sosial Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman social budaya. Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Kompetensi Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang dimampu Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri. Ke-empat kompetensi tersebut harus dikembangkan dan mendapat perhatian baik dari guru sendiri maupun dari pihak-pihak yang berwenang termasuk pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Pengajaran di Kabupaten. PROFESIONAL GURU Pengertian profesional guru Profesional berakar pada kata profesi yang berarti pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian. Profesionalitas itu sendiri dapat berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Profesionalitas guru dapat berarti guru yang profesional, yaitu seorang guru yang mampu merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan memimpin , menilai kemajuan proses pembelajaran , dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan pembelajaran serta informasi lainnya dalam penyempurnaan Proses Belajar Mengajar (PBM). Rice & Bishoporik (dalam Bafadal, 2003) mendiskripsikan guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Profesionalisasi guru oleh kedua pasangan tersebut dipandang sebagai sebuah proses gerak yang dinamis, dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan (other-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri. Sedangkan Glickman dalam Bafadal (2003: 5) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Strategi yang dapat ditempuh dalam meningkatkan profesialisme guru seperti yang dibahas di atas adalah: 1. melalui pelatihan yang efektif, setelah pelatihan harus ada umpan balik berupa ujian, 1488
2. 3. 4. 5. 6.
magang pada guru yang profesional, membaca buku atau hasil penelitian tentang guru yang profesional, melakukan refleksi diri terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan, melakukan refleksi diri terhadap prilaku yang ditampilkan di depan kelas dan di sekolah melakukan evaluasi diri terhadap kinerja yang telah dicapai. Faktor lain yang penting dalam meningkatkan profesionaslisme guru adalah pemberian pelatihan secara berkala. Setiap tahun guru harus diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan yang terprogram dan sistematik. Pelatihan ini juga merupakan arena untuk penyegaran dan tukar menukar pengalaman antar guru. Kinerja guru ditentukan oleh banyak faktor, namun yang paling utama adalah ptofesionaslisme guru. Guru yang professional adalah yang menguasai bahan ajar, menguasai peserta didik, trampil dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran, dan menjadi teladan dalam penampilan maupun ucapan di kelas dan di sekolah maupun di masyarakat. PEMBELAJARAN BERMAKNA Pembelajaran bermakna (meaningful learning) menurut David P Ausubel (dalam Subanji, 2013) adalah suatu proses pembelajaran di mana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan ―membeo‖ atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam system pengertian yang telah dimilikinya. Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktifitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi. Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu: 1. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada. 2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan. 3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki. 4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki. Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu: 1. Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi belajar bermakna, 2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, 3. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa. Jadi belajar bermakna (meaningful learning) itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur 1489
kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.Dalam belajar siswa harus paham lebih dari sekedar tahu sehingga bisa menjawab apa – mengapa – bagaimana. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Peran guru perlu berkembang dari sekedar pengajar atau fasilitor menjadi pembangkit belajar, pemicu berpikir dan pemberi scaffolding. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Pembelajaran itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar lebih bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Hal ini cocok sekali dengan kondisi daerah Merauke, khususnya sekolah atau siswa yang yang berada di daerah pedalaman yang masih akrab sekali dengan alam. Guru dapat memanfaatkan alam sebagai sumber belajar dalam pembelajaran bermakna ini dengan maksimal . Pemanfaatan sumber belajar dalam proses pembelajaran memegang peranan penting dalam proses belajar, karena berfungsi untuk memberikan kemudahan peserta didik dalam belajar, mengingat siswa dalam menerima pengalaman belajar atau mendalami materi pembelajaran masih banyak memerlukan benda-benda yang sifatnya konkrit, mudah diamati, langsung diamati, sehingga pengalaman tersebut akan lebih mudah dipahami dan mengesan serta mudah diingat oleh siswa. Dengan demikian sebenarnya bila direnungkan tidak pernah proses pembelajaran itu berlangsung tanpa kehadiran sumber belajar. Jadi dapat ditegaskan bahwa sumber belajar merupakan komponen yang mutlak perlu ada dalam proses pembelajaran, karena setiap kegiatan belajar menghendaki adanya interaksi yang aktif antara siswa dengan sumber belajar. Lingkungan sekitar juga merupakan sumber belajar yang mudah didapat dan luas cakupannya. LESSON STUDY Menurut Walker dalam Ibrohim ( 2013 ) Lesson Study adalah suatu model pembinaan/ pengembangan profesi pendidik. Menurut Lewis dalam Ibrohim ( 2013 ) ide yang terkandung dalam Lesson Study sebenarnya singkat dan sederhana yaitu jika seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang, mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Secara lebih operasional Lesson Study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN LESSON STUDY Ada 8 tahapan / langkah dalam LessonStudy menurut Robinson (dalam Ibrohim, 2013): 1. Pemilihan topik Lesson Study 2. Melakukan reviu silabus untuk mendapatkan kejelasan tujuan pembelajaran untuk topik tersebut dan mencari ide-ide dari materi yang ada dalam buku pelajaran. Selanjutnya bekerja dalam kelompok untuk menyusun rencana pembelajaran. 3. Setiap tim yang telah menyusun rencana pembelajaran menyajikan atau mempresentasikan rencana pembelajarannya, sementara kelompok lain memberi masukan, sampai akhirnya diperoleh rencana pembelajaran yang lebih baik. 4. Guru yang ditunjuk oleh kelompok menggunakan masukan-masukan tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran. 5. Guru yang ditunjuk tersebut mempresentasikan rencana pembelajarannya di depan 1490
semua anggota kelompok Lesson Study untuk mendapatkan balikan. 6. Guru yang ditunjuk tersebut memperbaiki kembali secara lebih detail rencana pembelajaran dan mengirimkan pada semua guru anggota kelompok, agar mereka tahu bagaimana pembelajaran akan dilaksanakan di kelas. 7. Guru yang ditunjuk melaksanakan pembelajaran di kelas, sementara guru yang lain bersama pakar mengamati sesuai dengan tugas masing-masing untuk memberi masukan. Pertemuan refleksi dilakukan segera setelah pelaksanaan kegiatan pembelajaran, untuk memperoleh masukan dari observer, dan akhirnya komentar dari pakar luar tentang keseluruhan proses serta saran untuk peningkatan pembelajaran, jika mereka melaksanakan pembelajaran di kelas mereka masing-masing atau untuk topik yang berbeda. 8. Guru yang ditunjuk melaksanakan pembelajaran di kelas, sementara guru yang lain bersama pakar mengamati sesuai dengan tugas masing-masing untuk memberi masukan. Pertemuan refleksi dilakukan segera setelah pelaksanaan kegiatan pembelajaran, untuk memperoleh masukan dari observer, dan akhirnya komentar dari pakar luar tentang keseluruhan proses serta saran untuk peningkatan pembelajaran, jika mereka melaksanakan pembelajaran di kelas mereka masing-masing atau untuk topik yang berbeda. Dalam tahap awal pengenalann Lesson Study , Saito ( dalam Ibrohim, 2013) mengenalkan tiga tahapan utama : 1. Perencanaan (plan). Guru secara kelompok sesuai bidangnya membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 2. Pelaksanaan (do) dan Observasi . Seorang guru mengimplementasikan rencana pembelajaran di kelas atau menjadi guru model, sementara guru lainnya atau pakar menjadi observer bagi guru model tersebut. 3. Refleksi (see). Guru pelaksana pembelajaran melakukan refleksi, kemudian guru pengamat / observer memberikan tanggapan umum yang diikuti presentasi dan diskusi tentang hasil pengolahan data dari pengamat dan diakhiri tanggapan serta saran dari ahli/ pakar. PELAKSANAAN LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS GURU Berawal dari kegiatan 6 guru dan seorang pengawas ke Malang mengikuti Pelatihan peningkatan kualitas guru tahap I, maka terbukalah pikiran untuk meningkatkan kualitas guru melalui Pembelajaran Bermakna dengan Lesson Study di Kabupaten Merauke. Dalam TOT I dan II guru – guru dari Merauke yang dikirim ke Malang banyak dibekali keterampilan dan pengetahuan, perangkat pembelajaran seperti penyusunan RPP, model pembelajaran, pengembangan media pembelajaran, metode pembelajaran dan penilaian. Dalam kaitannya dengan tindak lanjut dari TOT tahap I dan II, guru melakukan praktik mengajar di sekolah sasaran dengan model / bentuk Lesson Study sesuai dengan bidang studinya masing-masing. Guru mengimplementasikan teori dan pengetahuan serta keterampilannya yang didapat dari pelatihan untuk melakukan pembelajaran atau membelajarkan siswa. Di sana mulai terlihat dampak dari pembelajaran ini baik terhadap sekolah, peserta TOT, guru-guru di sekolah sasaran dan siswa sendiri. Terlebih saat dilaksanakannya pengimbasan dari peserta TOT kepada guruguru atau yang disebut Diseminasi. Begitu pula setelah Deseminasi I dan II dilakukan Ongoing ke sekolah – sekolah yang sudah di tentukan. Terlihat sekali dampak dari kegiatan ini, antara lain : 1. Bagi siswa: Siswa merasa senang / gembira, betah / krasan tinggal dalam kelas , suasana belajar kondusif, anak aktif berkegiatan . Hal seperti ini dikarenakan persiapan guru matang, alat peraga mendukung dan guru dapat menyesuaikan model pembelajaran dengan karakter siswa maupun materi pembelajaran. 2. Bagi Guru–guru di sekolah sasaran : Karena mereka ikut terlibat menjadi pengamat / observer maka dapat melihat sendiri proses pembelajaran dan dampaknya terhadap siswa yang pada akhirnya menjadi motivasi bagi guru untuk memperbaiki kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. 3. Bagi guru peserta TOT : Masukan-masukan yang berharga dari pengamat maupun pakar akan menjadikan guru lebih professional. 4. Bagi guru peserta Diseminasi : Semakin terbuka pikiran maupun wawasan dalam 1491
meningkatkan kinerjanya terlebih dalam proses pembelajaran yang bermakna di sekolah, disamping kompetensi kepribadiannya yang berkembang karena kegiatan lesson study ini. 5. Bagi Sekolah: Bila kinerja guru dan kompetensinya berkembang pasti akan dikuti hasil yang memadai , hasil kelulusan meningkat yang pada akhirnya mutu sekolah akan meningkat pula. 6. Bagi daerah : Terwujudnya peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Merauke . PENUTUP Betapa pentingnya peran guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran lewat Lesson Study yang sudah jelas banyak memberikan hasil , untuk itu diharapkan pihak instansi terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan setempat dapat menindaklanjuti secara berkelanjutan demi meningkatnya mutu pendidikan di Kabupaten Merauke. DAFTAR RUJUKAN Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru SD. Jakarta: Bumi Aksara. Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study, Teachers Quality Improvement Program ( TEQIP ),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI ― dari Sabang Sampai Merauke ―. Subanji, Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, Teachers Quality Improvement Program ( TEQIP ),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI ― dari Sabang Sampai Merauke ―.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD DALAM PEMBELAJARAN MATERI OTOT PADA MANUSIA DI SMPN 1 BUNGURAN TENGAH (Pengalaman Berharga Saat Lesson Study Pada Kegiatan Ongoing Pasca Diseminasi II TEQIP 2013) Rifchotul Nadifah
[email protected] SMPN 1 Bunguran Utara Abstrak: Makalah ini berisi tentang pengalaman berharga yang diperoleh penulis saat menjadi guru model pada pelaksanaan peningkatan mutu guru dengan pendekatan belajar bermakna yang terintegrasi dengan lesson study, yang diselenggarakan melalui kegiatan TEQIP 2013 (Teacher Quality Improvement Program). Penerapan Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas VII SMPN 1 Bunguran Tengah, dengan materi sistem gerak pada manusia, ternyata dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan hasil. Kegiatan ini dilakukaan saat kegiatan pendampingan (ongoing) peserta pelatihan. Pengalaman berharga yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah rasa kepercayaan diri guru saat tampil mengajar dan dilakukan observasi oleh teman sejawat cukup tinggi. Kritikan dan masukan yang bersifat membangun dapat diterima dengan baik. Kata kunci: kooperatif STAD , Lesson Study
Peningkatan kualitas pendidikan tidak lepas dari peningkatan kemampuan profesionalisme guru dalam merancang, melakukan pembelabelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran di kelas. Model peningkatan mutu guru diantaranya adalah melalui pelatihan guru dalam jabatan (in service teacher training) yang disingkat INSET. Tujuan umum INSET adalah 1492
membantu guru memperbaiki kualitas mengajar untuk meningkatkan karir profesionalnya dengan mendorong mereka untuk selalu bekerjasama antar mereka sendiri (Noor,2006 dalam Ibrohim,2013:1). Implementasi peningkatan kompetensi guru dapat melalui suatu kegiatan yang disebut Lesson Study. TEQIP (Teacher Quality Improvement Program) merupakan salah satu kegiatan pelatihan guru dalam jabatan yang dilaksanakan dalam rangka ―Peningkatan kualitas Guru SD dan SMP dari Sabang sampai Merauke melalui Pembelajaran Bermakna terintegrasi dengan lesson Study‖yang dilaksanakan atas kerjasama dari PT Pertamina (Persero dengan Universitas Negeri Malang (UM). Pola pelatihan untuk meningkatkan mutu guru yang dilakukan Teqip bersifat terpadu dan berkelajutan selama satu tahun. Tahapan pertama adalah pelatihan guru untuk meningkatkan kompentensi profesionalnya, dilatih secara khusus oleh fasilitator dari Universitas Negeri Malang sesuai dengan bidang studi masing-masing, kemudian dilanjutkan dengan aplikasi pelatihan di kelas nyata dan didampingi oleh fasilitator, kegiatan ini disebut dengan kegiatan ongoing.Ongoing dilaksanakan di sekolah-sekolah daerah tempat peserta pelatihan bertugas.Kegiatan ongoing meliputi merencanakan, melaksanakan, mengobservasi, refleksi pembelajaran yang dikenal dengan tahapan Lesson Study. Lesson study bukan merupakan metode pembelajaran tetapi merupakan pendekatan pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan. Menurut Saito (2005) dalam Ibrohim (2013:9) mengenalkan ada tiga tahap utama lesson study yakni : (1) Perencanaan (Plan), (2) Pelaksanaan (Do), dan (3) Refleksi (See). Tahap perencanaan (plan) bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mempu membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran (Ibrohim, 2013 : 10). Pada tahap plan, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran lebih baik tidak disusun secara sendirian tetapi di rancang dengan bersama-sama mencakup pengorganisasian bahan ajar, penyiapan media pembelajaran, termasuk lembar kerja siswa dan prosedur pengamatan. Tahap Pelaksanaan (Do) dimaksudkan untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya.Pada tahap ini, telah ditunjuk salah satu guru sebagai ―Guru Model‖ yang menjalankan skenario pembelajaran. Sedangkan guru yang lain bertindak sebagai observer (pengamat). Pengamat tidak harus dari guru mata pelajaran yang sama tetapi dapat dari guru mata pelajaran yang lain.Observer hanya boleh mengamati aktivitas dari peserta didik dengan berpedoman pada skenario perencanaan pelaksanaan pembelajaran, bukan untuk mengamati dan mengevaluasi penampilan dari guru model yang sedang mengajar dan tidak diperkenankan membantu kerja siswa. Observer boleh mengambil dokumentasi dari aktivitas peserta didik dengan syarat pengambilan dokumentasi tidak diperkenankan menggunakan blitz kamera serta tidak diperkenankan berdiskusi dengan sesama observer. Tahap Refleksi (See) dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Dalam tahap ini, guru yang bertindak sebagai observer akan menyampaikan hasil pengamatannya melalui diskusi yang dipimpin oleh salah seorang guru yang ditunjuk sebagai moderator dan salah seorang guru yang ditunjuk sebagai notulen yang bertugas untuk mencatat semua hasil dari pengamatan observer. Sebelum mendengarkan hasil pengamatan dari observer, moderator hendaknya memberi ucapan selamat dan memberi kesempatan kepada guru model untuk mengungkapkan perasaannya ketika menjadi guru model.Dalam penyampaian hasil pengamatan, observer menyampaikan kritik dan saran dengan cara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti guru model demi perbaikan. Guru model yang menerima kritikan harus dapat menerima sebagai masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran. Miller dan peterson (2002) dalam Zubaidah S (2013) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai sekelompok siswa yang bekerjasama dalam satu tim untuk memecahkan suatu masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Slavin (2005) dalam Zubaidah S (2013) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya. 1493
Tipe Pembelajaran kooperatif sangat bermacam-macam antara lain STAD (Student Teams Achievement Division), jigsaw, TPS (Think Pair Share), NHT (Number Heads Together). Pembelajaran STAD merupakan pembelajaran yang paling sederhana sehingga sering digunakan bagi guru pemula. Slavin (2005) dalam Zubaidah S (2013) meyatakan bahwa pembelajaran kooperatif STAD dapat dibagi menjadi lima komponen utama, yaitu : (1) Presentasi Kelas, (2) Pembentukan kelompok, (3) Pelaksanaan kuis atau tes, (4) peningkatan skor individual, (5) Penghargaan kelompok. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN PLAN (perencanaan) Pada tahap plan, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dilakukan dengan cara (1)menentukan standar kompetensi (SK) (2) menentukan Kompetensi Dasar (KD) (3) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (4) menentukan guru model, moderator dan notulen (5) menentukan alat peraga yang sesuai. Plan disusun pada tanggal 30 September 2013.Standar Kompetensi yang akan dilakukan adalah Memahami berbagai sistem dalam kehidupan dengan Kompetensi Dasar mendeskripsikan sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Model dan metode yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif STAD dan metode ceramah dan diskusi.Sesuai kesepakatan yang menjadi sebagai guru model adalah ibu Elly N Pasaribu, S.Si, tempat pelaksanaan lesson study SMPN 1 Bunguran Tengah Kabupaten Natuna pada tanggal 10 Oktober 2013. DO (pelaksanaan) Open class dilakakukan pada tanggal 10 Oktober 2013 dengan materi pokok Sistem Gerak Pada Manusia yang difokuskan pada sub bab otot pada kelas VIII di SMPN 1 Bunguran Tengah. Guru model melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun di plan. Pada awal pembelajaran, guru model memberi salam, memberikan motivasi kepada siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa setelah pembelajaran selesai. Guru model mengingatkan kembali materi tulang pada pertemuan sebelumnya.Jumlah siswa dalam kelas ongoing sebanyak 30 orang, sehingga diperoleh 7 kelompok.Untuk membentuk kelompok guru model membuat permainan sedikit dengan memerintah kepada siswa untuk mencari teman dengan syarat tiga perempuan dan tiga laki-laki kemudian memerintahkan kembali untuk mencari teman dengan syarat dua perempuan dan dua laki-laki.Setelah terbentuk kelompok yang terdiri dua perempuan dan dua laki-laki, mulailah lembar tugas kelompok dibagikan. Pada kegiatan inti, guru modelmenyampaikan materi otot pada tubuh manusia, bahwa otot pada tubuh manusia terdiri dari 3 macam yaitu otot polos, otot lurik dan otot jantung.Guru model menjelaskan prosedur kerja yang akan dilakukan oleh siswa.Prosedur kerja yang akan dilakukan oleh siswa adalah (1) siswa membaca literatur tentang otot (2) siswa menyiapkan preparat dan mengamati dengan mikroskop (3) siswa menggambar hasil yang tampak dari mikroskop (4) siswa menjawab pertanyaan dengan mencari perbedaan dari otot pada tubuh manusia.Setelah diskusi kelompok, setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Pada kegiatan penutup, guru model melakukan penguatan dari hasil presentasi kelompok dengan didukung materi otot pada tubuh manusia dalam literatur.Dan diakhir pembelajaran, guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca materi pada pertemuan selanjutnya yaitu sistem percernaan pada manusia. SEE (refleksi) Pada tahap see,dipimpin oleh moderator sekaligus notulen danpara observer yang terdiri dari guru sejawat sebanyak 9 orang.Moderator mengawali kegiatan see dengan memberikan ucapan selamat kepada guru model. Tahap selanjutnya moderator memberikan kesempatan kepada guru model untuk mengungkapkan pengalamannya sebagai guru model ketika melaksanakan proses pembelajaran di kelas dengan materi pokok otot pada tubuh manusia. Kemudian dilanjutkan, tiap observer mengungkapkan pengamatan yang telah 1494
dilakukan karena jumlah observer 9 orang maka dibagi tiga sesi dengan tiap sesi mendengarkan pengamatan dari tiga orang observer kemudian ditanggapi oleh guru model sesuai dengan keadaan yang terjadi di kelas. HASIL PENGAMATAN Berdasarkan hasil dari pengamatan observer, diperoleh : 1. Kegiatan Pembelajaran Selama kegiatan pembelajaran berlangsung secara keseluruhan berjalan dengan baik dan sesuai dengan skenario pembelajaran.Siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Ketika proses pembentukan kelompok, siswa juga antusias mengikuti perintah. Interaksri yang terjadi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru juga berjalan dengan baik. 2. Siswa yang mengalami gangguan belajar Ada salah satu siswa yang kurang dalam mengikuti pembelajaran yang terjadi dari mulai awal pembelajaran sampai pembelajaran selesai.Siswa tersebut cenderung bersifat individual sehingga dalam kerja kelompok juga bekerja sendiri. 3. Upaya guru dalam mengatasi gangguan belajar Ketika proses pembentukan kelompok dengan permainan, ada salah satu siswa yang pasif, diam saja tidak bergerak seperti yang lain. Yang dilakukan guru untuk mengatasi gangguan tersebut dengan cara menegur siswa yang bersangkutan, dengan pertanyaan, ―mengapa kamuhanya diam saja?‖ 4. Alternatif untuk mengatasi siswa yang terganggu dalam belajar Alternatif yang bisa diterapkan untuk mengatasinya adalah lebih diperhatikan lagi siswa yang bermasalah tersebut, memberikan motivasi dan dorongan untuk lebih bersemangat dalam belajar. 5. Hikmah pembelajaran Dengan penerapan model pembelajaran STAD pada materi otot pada manusia ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman siswa dari 55% menjadi 80%, sedangkan kriteria ketuntasan minimal adalah 70. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan observer yang telah dilakukan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dapat mengembangkan kemampuan intelektual, pemikiran kreatif dan kemampuan dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain, penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Johnson dan johnson, 1991 dalam Zubaidah, 2013). Pada awal pembelajaran ketika guru memberikan motivasi dengan mengaitkan materi pembelajaran yang akan dipejari dengan materi sebelumnya, siswa dapat menjawab pertanyaan guru dengan benar. Mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya dapat mendorong siswa untuk mengingat dan menghubungkan dengan materi baru. Siswanto dan Subanji (2010) dalam Zubaidah (2013) menjelaskan bahwa pada dasarnya sebelum proses pembelajaran, seorang peserta didik pasti sudah memiliki struktur berpikir. Struktur berpikir tersebut sebegai modal dasar peserta didik untuk mengkontruksi (termasuk memahami, mempersepsi, membentuk konsepsi dan konsep serta memecahkan) masalah baru yang akan dipelajari. Pada kegaiatan inti, pembentukan kelompok yang dibuat oleh guru model sudah cukup heterogen yang terdiri dari siswa berjenis kelamin laki-laki dan berjenis kelamin perempuan. Pembentukan kelompok atas dasar alasan-alasan tertentu misalnya berdasarkan tingkat kemampuan, keragaman ras, etnis atau jenis kelamin (Zubaidah, 2013).Setelah pembentukan kelompok guru model membagikan Lembar Kerja Kelompok yang harus dikerjakan tiap kelompok.Diharapkan semua siswa aktif menyumbangkan pikiran kreatifnya untuk memecahkan masalah yang ada di Lembar kerja Kelompok.Guru model membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang diperlukan.Penyajian hasil kerja kelompok lewat presentasi tiap kelompok dilakukan dengan bimbingan guru. Guru memberikan jawaban penguatan berdasarkan terori otot pada tubuh manusia. Pada kegiatan penutup, guru menutup pembelajaran dengan menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan tugas kepada siswa untuk membaca materi pada pertemuan selanjutnya yaitu sistem pencernaan pada manusia. 1495
Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan interaksi antar siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitif serta kinerja dalam kelompok.Lebih lanjut arend (2004) dalam Zubaidah (2013) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya pada tiga tujuan yaitu (1) meningkatkan hasil belajar akademik (2) mengembangkan penerimaan terhadap keberagaman atau perbedaan individual (3) mengembangkan keterampilan sosial. Proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran STAD, siswa dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya, mempunyai kepedualian dan kerjasama dalam kelompoknya, mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah serta dapat meningkatkan hasil belajar.Hal ini ditunjukkan bahwa pemahaman dan ketuntasan belajar siswa menjadi meningkat.Dikarenakan siswa lebih banyak berpikir kreatif untuk memecahkan masalah.Pembelajaran disekolah semestinya mengajarkan siswa untuk berpikir (Dewey, 1916 dalam Zubaidah, 2013). KESIMPULAN Penerapan model pembelajaran kooperatif yang dirancang sesuai dengan karakteristik siswa dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Model pembinaan guru dengan menggunakan pendekataan pembelajaran bermakna yang terinregrasi dengan lesson studi, mampu meningkatkan rasa kepercayaan diri guru. DAFTAR RUJUKAN Ibrohim, 2013.Panduan Pelaksanaan Lesson Study.Peningkatan Kualitas Guru SMP/MTs dari Sabang sampai Merauke melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi dengan Lesson Study.TEQIP.Kerjasama PT Pertamina dengan Universitas Negeri Malang.Penerbit Universitas Negeri Malang. Mardiatun dan Rosnah, 2013. Penerapan cooperative STAD dalam pembelajaran IPA di kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat : Pengalaman Lesson Study Pada Kegiatan Ongoing TEQIP 2012. J-TEQIP.Tahun IV No.1 Hal.39-43. Subanji, 2013. Kurikulum TEQIP : In Service Training Guru Sekolah Menengah Pertama. Peningkatan Kualitas Guru SMP/MTs dari Sabang sampai Merauke melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi dengan Lesson Study.TEQIP.Kerjasama PT Pertamina dengan Universitas Negeri Malang.Penerbit Universitas Negeri Malang. Suswinto W, dkk, 2013. Pedoman Umum TEQIP. Peningkatan Kualitas Guru SMP/MTs dari Sabang sampai Merauke melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi dengan Lesson Study.TEQIP.Kerjasama PT Pertamina dengan Universitas Negeri Malang.Penerbit Universitas Negeri Malang. Zubaidah S, dkk, 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA.Peningkatan kualitas guru SMP/MTs dari Sabang sampai Merauke melalui pembelajaran bermakna terintegrasi dengan lesson study.TEQIP.Kerjasama PT Pertamina dengan Universitas Negeri Malang.Penerbit Universitas Negeri Malang.
1496