PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN (Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Skripsi
ARYANTININGSIH I 0305018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN (Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ARYANTININGSIH I 0305018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
ii
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi :
PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN (Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Ditulis oleh: Aryantiningsih I 0305018 Mengetahui,
Dosen Pembimbing 1
Eko Liquiddanu ST, MT NIP. 19710128 199802 1 001
I Wayan Suletra ST, MT NIP. 19750308 200012 1 001
Ketua Jurusan Teknik Industri
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik
Ir. Lobes Herdiman, MT NIP. 19641007 199702 1 001
Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 195403 2 007 Dosen Pembimbing II
iii
LEMBAR VALIDASI Judul Skripsi :
PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN (Studi Kasus Minimarket di Kota Surakarta)
Ditulis oleh: Aryantiningsih I 0305018 Telah disidangkan pada hari ............. tanggal ....... Januari 2010 Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan Dosen Penguji
1. Ir. R. Hari Setyanto NIP. 19630424 199702 1 001
2. Wakhid A. Jauhari ST, MT NIP. 19791005 200312 1 003
Dosen Pembimbing
1. I Wayan Suletra ST, MT NIP. 19750308 200012 1 001
2. Eko Liquiddanu ST, MT NIP. 19710128 199802 1 001
III-1
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Aryantiningsih
Nim
: I 0305018
Judul tugas akhir
: Pengembangan Network Location Model Dengan Split
Demand Untuk Memaksimalkan Ekspektasi Jumlah Pelanggan (Studi Kasus Minimarket Di Kota Surakarta) Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup menanggung segala konsekuensinya.
Surakarta,
Januari 2010
Aryantiningsih I 0305018
III-2
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Aryantiningsih
Nim
: I 0305018
Judul tugas akhir
: Pengembangan Network Location Model Dengan Split
Demand Untuk Memaksimalkan Ekspektasi Jumlah Pelanggan (Studi Kasus Minimarket Di Kota Surakarta) Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk publikasi dari proceeding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian dari publikasi karya ilmiah Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surakarta,
Januari 2010
Aryantiningsih I 0305018
III-3
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan Laporan Skripsi Pengembangan Network Location Model dengan Split Demand Untuk Memaksimalkan Ekspektasi Jumlah Pelanggan (Studi Kasus Minimarket Di Kota Surakarta) ini dengan baik. Dengan segenap ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat menyelasaikan Laporan Tugas Akhir ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Allah SWT karena atas segala izin, rizki, dan rahmat-Nya penulis berhasil menyelesaikan Laporan Skripsi ini. 2. Ibu dan Bapakku yang selalu memberi dukungan dan doa yang tak pernah putus sehingga penulis berhasil menyelesaikan Laporan Skripsi ini. Semoga Allah selalu menyayangi Bapak dan Ibu. 3. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak I Wayan Suletra ST, MT selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas segala bimbingan, bantuan, dan kesabaran bapak selama penyelesaian Laporan Skripsi ini. Penulis banyak belajar dari bapak. 5. Bapak Eko Liquidanu ST, MT selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan bapak selama penyelesaian Laporan Skripsi ini. Penulis banyak belajar dari bapak. 6. Bapak Ir. R Hari Setyanto ST, MT dan Bapak Wakhid A. Jauhari ST, MT selaku Dosen Penguji, terima kasih atas masukan dan perbaikan untuk Laporan Skripsi ini. 7. Bapak Taufik Rohman STP, MT selaku koordinator Tugas Akhir yang telah membantu mempermudah pelaksanaan Skripsi ini.
III-4
8. Ibu Azizah Aisyati selaku Pembimbing Akademis, terimakasih atas segala bimbingan dan nasehat yang telah ibu sampaikan kepada saya selama kurang lebih 4,5 tahun di Teknik Industri ini. 9. Seluruh dosen Teknik Industri yang telah mewariskan indahnya ilmu Teknik Industri kepada penulis. 10. Mbak Yayuk, Mbak Tutik, Mbak Rina & seluruh Admin TI atas segala bantuan administrasinya. 11. Adekku dan seluruh keluargaku atas dukungan, semangat, dan do’anya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan laporan Skripsi ini. 12. Teman-teman angkatan 2005 jurusan Teknik Industri UNS atas kerjasama dan kebersamaan yang sangat berarti bagi penulis – Deny, Tri, Dika, Nancy, Elok, Dewi, Indri, Iffa, Anis, Putri, Dian, Putu, Imung, Anna, Heni, Diesel, Galih, Antok, Edwin, Rizal, Udin, Muha, Puput, Endri, Aji, Agus Susan, Agus Bison, Denta, Bryan, Eryko, Syahrul, juga Fajri & Baarid –, beruntung memiliki sahabat seperti kaliyan semua, semoga kesuksesan selalu menyertai kita. Amiin. 13. Teman-teman terbaik – Deny, Tri, Dika, Nancy, Elok, Dewi, Indri -, tetap jaga ukhuwah, semoga kesuksesan selalu menyertai kita. Amiin. 14. Keluarga besar Laboratorium Sistem Kualitas (LSK), terimakasih atas kebersamaan selama ini. Semoga LSK ke depan jauh lebih baik. 15. Wisma Padang Crew – Melon, Yogi, Hesti Yustina, Nunik, Iffa, Mbak Ipeh, Ratih, Kristin, Dwi, Bryan, Ika, Tia –, beserta tamu tetap Padang – Lilis, Deny, Fitria, Nurin, Iren, Hesti, dll -, kaliyan senantiasa memberikan keceriaan dan semangat untuk meraih semua ini. 16. Teman-teman lama – Nirub, Dieny, Rieke, dan semuanya – yang senantiasa mengirimkan do’anya, semoga kesuksesan selalu menyertai kita. Amiin. 17. Mbak Rini Hadiyati ind’04, Mas Sigit (Mas Yipi) ind’04, serta Mas Heru Mustari ind’03 yang telah banyak mengajari banyak hal kepada penulis. 18. Seseorang yang senantiasa membantu dan melalui hari-hari bersama selama penyelesaian Skripsi ini, terima kasih.
III-5
19. Semua pihak yang belum tertulis di atas, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. Sebagai akhir dari kata pengantar ini, penulis menyampaikan bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Saran dan kritik diharapkan untuk perbaikan. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan inspirasi bagi semua, Amiin. Mohon maaf & terima kasih.
Surakarta,
Penulis
III-6
Januari 2010
ABSTRAK Aryantiningsih, NIM : I 0305018. PENGEMBANGAN NETWORK LOCATION MODEL DENGAN SPLIT DEMAND UNTUK MEMAKSIMALKAN EKSPEKTASI JUMLAH PELANGGAN (STUDI KASUS MINIMARKET DI KOTA SURAKARTA). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Januari 2010. Pasar modern dengan pertumbuhan cukup pesat di Indonesia saat ini adalah minimarket dengan konsep waralaba. Minimarket sebagai peritel modern memberikan kelengkapan, kemudahan, kenyamanan, keamanan berbelanja, kualitas produk terjamin, dan harga relatif stabil. Di Kota Surakarta terdapat 47 pasar modern, yaitu 3 hypermarket, 8 supermarket, 36 minimarket serta 22 pasar tradisional. Namun, jarak antar beberapa minimarket dengan pasar tradisional dan pasar modern lain cukup dekat. Lokasi pasar modern termasuk minimarket juga cenderung di pusat kota, sehingga penambahan minimarket terutama di daerah pinggiran kota dan area yang tidak tercover pasar yang ada dipandang berpotensi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan lokasi pendirian gerai minimarket baru kepada pihak investor. Penelitian ini mempertimbangkan jarak minimal antar minimarket, jarak minimal minimarket dengan pasar modern lain (hypermarket dan supermarket) dan pasar tradisional yang ada, serta faktor preferensi konsumen, yaitu tingkat pendapatan, jarak konsumen berbelanja, volume belanja, dan frekuensi belanja. Hal ini untuk menghitung bobot masingmasing kelas pelanggan sehingga dapat menghitung ekspektasi jumlah pelanggan yang berpeluang berbelanja ke minimarket usulan. Penyelesaian masalah penentuan lokasi minimarket ini menggunakan model optimasi Network Location Model. Pengolahan data menggunakan bantuan software ArcGIS untuk memetakan lokasi dan Risk Solver Platform 9.0 untuk memaksimalkan jumlah pelanggan yang berpeluang berbelanja ke minimarket usulan dengan running 15 skenario. Skenario ke-1 dimaksudkan untuk memilih satu titik usulan minimarket, skenario ke-2 memilih dua titik usulan, dan seterusnya. Untuk running terdapat 19 alternatif usulan lokasi minimarket. Hasil yang diperoleh adalah 15 usulan lokasi fisibel dan 4 usulan lokasi tidak dapat memenuhi batasan omset. Model ini mampu memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan yang berpeluang belanja ke minimarket usulan sebesar 39.444 KK dengan total omset Rp 314.218.198,62 untuk 15 usulan minimarket. Skenario penambahan usulan minimarket yang paling prospektif adalah 10 gerai minimarket karena dengan penambahan jumlah demand tercover 5,46%, tetapi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat memaksimalkan omset dengan kenaikan 12,22%. Kata kunci
: Network Location Model, Penentuan Lokasi, Minimarket.
III-7
xx + 153 hal; 50 gambar; 36 tabel; 11 lampiran Daftar pustaka : 39 (1994 – 2009) ABSTRACT Aryantiningsih, NIM: I 0305018. DEVELOPMENT NETWORK LOCATION MODELS WITH SPLIT DEMAND EXPECTED TO MAXIMIZE TOTAL CUSTOMER (CASE STUDY MINIMARKET IN SURAKARTA). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, University, in January 2010. Modern markets are experiencing fairly rapid growth in Indonesia today is a minimarket with the franchise concept. Minimarket as modern retailers give completeness, convenience, comfort, security to shop, guaranteed product quality and relatively stable prices. In Surakarta there are 47 modern market by 3 hypermarkets, 8 supermarkets, 36 minimarket, and 22 traditional market. However, the distance between some minimarket with traditional markets as well as other modern market are too close. In addition, the location of modern markets, including minimarket tend in downtown, therefore the addition of outlets minimarket especially in suburban areas and non coverage area of existing markets are considered potential. This research aims to provide the proposed location of the establishment of new outlets to the minimarket investors. This research consider minimum distance between minimarket, minimum distance between minimarket with another modern markets (hypermarket and supermarket) and traditional markets, and consumer preferences factors are level of income, shopping distance, volume purchases, and shopping frequency. This is done to calculate the weight of each class so that customers can calculate the expectations of potential customers to shop minimarket proposal. Problem solving is determining the location minimarket using Network Location optimization model Data processing using ArcGIS software to help map the market locations and Risk Solver Platform 9.0 to maximize the potential number of customers shopping at minimarket proposal by running 15 scenarios. The first scenario is intended to select one point minimarket proposal, the second scenario to select two points minimarket, and so on. For running there are 19 alternatives proposed minimarket location. The results obtained is 15 proposed location that are feasible and 4 proposed location can not meet the limits turnover. This model is able to maximize the expected number of customers likely to minimarket proposed expenditures for a total of 39,444 families with a turnover of Rp 314.218.198,62 for the 15 proposed minimarket. Proposed addition of the most prospective minimarket is the proposed addition of 10 outlets minimarket due to demand increase in the number tercover 5.46%, but has a higher purchasing power in order to maximize revenue with the increase of 12.22%. Keywords: Network Location Models, Location Determination, Minimarket.
III-8
xx + 153 p.; 50 pictures; 36 tables; 11 attachments Reference: 39 (1994 - 2009)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
ii
LEMBAR VALIDASI ............................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH ............
iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................
v
KATA PENGANTAR .............................................................................
vi
ABSTRAK ..............................................................................................
ix
ABSTRACT ............................................................................................
x
DAFTAR ISI……………………............................................................
xi
DAFTAR TABEL....................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …..………………….…………………...........
I-1
1.2 Perumusan Masalah……...........................................................
I-4
1.3 Tujuan Penelitian ........….….....................................................
I-5
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................
I-5
1.5 Batasan Masalah ………............................................................
I-5
1.6 Asumsi .......................................................................................
I-6
1.7 Sistematika Penulisan…………………………….……………
I-7
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Retailing ......................................................................................
II-1
2.1.1 Gambaran Umum Bisnis Ritel ........................................
II-1
2.1.2 Perkembangan Pasar Modern .........................................
II-1
2.1.3 Perkembangan Pasar Modern Berdasarkan Jenisnya .....
II-3
2.1.4 Gerai dan Peritail ............................................................
II-3
III-9
2.1.5 Pasar Modern dan Pasar Tradisional ..............................
II-4
2.2 Franchising .................................................................................
II-8
2.2.1 Definisi Franchise...........................................................
II-9
2.2.2 Elemen Franchise ...........................................................
II-10
2.2.3 Tipe Franchise ...............................................................
II-11
2.2.4 Keuntungan da Kerugian Franchise................................
II-12
2.2.5 Waralaba Minimarket Indomaret ...................................
II-13
2.2.6 Waralaba Minimarket Alfamart .....................................
II-14
2.2.7 Lokasi Retail ……….......................................................
II-16
2.3 Facility Location (Penentuan Lokasi) .........................................
II-19
2.3.1 Facility Location Menurut Sule R. Dileep (2001) ..........
II-19
2.3.2 Facility Location Menurut Daskin (2008) .....................
II-20
2.4 Linear Programming ...................................................................
II-29
2.4.1 Komponen Model Integer Linear Programming ...........
II-29
2.4.2 Bentuk Baku Model Pemrograman Linier …………….
II-29
2.4.3 Asumsi – Asumsi Pemrograman Linier ……………….
II-30
2.5 Model Referensi ..........................................................................
II-31
2.6 GIS (Geographical Information System) ……………………....
II-33
2.6.1 Komponen GIS ………………………………..…….…
II-33
2.6.2 Proses Sistem Informasi Geografis ………………….…
II-35
2.6.3 Proyeksi dan Sistem Koordinat …………………….….
II-36
2.7 Sistem Jaringan Jalan ……………………………………….….
II-38
2.8 Sampling ……………………………………………………….
II-41
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ……..…………….………………..…….
III-2
3.1.1 Pengumpulan Data Awal …..……………….....................
III-3
3.1.2 Kerangka konseptual .........................................................
III-3
3.1.3 Karakterisasi Sistem ..........................................................
III-8
3.2 Pengumpulan Data ......................................................................
III-10
3.2.1 Penyusunan Kuesioner ......................................................
III-11
III-10
3.2.2 Desain Pengambilan Sampel .............................................
III-12
3.2.3 Penyebaran Kuesioner .......................................................
III-18
3.3 Pengolahan Data .........................................................................
III-18
3.3.1 Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta …......
III-18
3.3.2 Ketentuan yang Dipertimbangkan Dalam Penentuan Usulan Lokasi Minimarket Baru …………………….…..
III-19
3.3.3 Penentuan Jumlah Alternatif Minimarket ……………….
III-19
3.3.4 Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen ……………….…
III-20
3.3.5 Penentuan alokasi titik – titik permintaan untuk tiap titik lokasi minimarket usulan ………………………………..
III-20
3.3.6 Penentuan bobot titik demand ……………………….….
III-20
3.3.7 Pembentukan Network Location Model …………….…..
III-20
3.3.8 Pencarian Solusi ...............................................................
III-25
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data ......................................................................
IV-1
4.1.1 Peta Kota Surakarta ...........................................................
IV-1
4.1.2 Data alamat lokasi pasar modern di Kota Surakarta .....…
IV-2
4.1.3 Data alamat lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta ....
IV-3
4.1.4 Data Jumlah Penduduk Tiap RW ......................................
IV-4
4.1.5 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendapatan dan Jenis Pekerjaan …………………………………………...
IV-5
4.1.6 Rekap Kuesioner ...............................................................
IV-6
4.2 Pengolahan Data …......................................................................
IV-11
4.2.1 Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta ..........
IV-11
4.2.2 Ketentuan yang Dipertimbangakan dalam Penentuan Usulan Lokasi Minimarket Baru ........................................
IV-13
4.2.3 Penentuan Jumlah Alternatif Usulan Lokasi Minimarket...
IV-19
4.2.4 Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen ...............................
IV-24
III-11
4.2.5 Penentuan Alokasi Titik – titik Permintaan Untuk Tiap Titik Lokasi Minimarket Usulan …………………………
IV-26
4.2.6 Penentuan Bobot Titik Demand ………………………….
IV-27
4.2.7 Pembentukan Network Location Model ………………….
IV-34
4.2.8 Pencarian Solusi ………………………………………….
IV-40
4.2.9 Verifikasi Model ………………………………….……...
IV-44
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1 Analisis Penelitian ……………………………………………... 5.1.1 Analisis
V-1
Lokasi Existing Pasar Tradisional dan Pasar
Modern di Kota Surakarta ………………………………...
V-1
5.1.2 Analisis Rekap Kuesioner ………………………………...
V-7
5.1.3 Analisis Hasil Penelitian ………………………………….
V-17
5.2 Interpretasi Hasil Penelitian …………………………………….
V-20
5.2.1 Interpretasi Hasil Tiap Skenario………............................
V-20
5.2.2 Analisis Perhitungan Kenaikan Marginal Demand dan Omset …………………………………………………...
V-22
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………..
VI-1
6.2 Saran ……………………………………………………………
VI-2
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
III-12
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Karakteristik Beberapa Jenis Ritel Modern ...................
II-1
Tabel 2.2
Karakteristik Pasar-pasar Modern .................................
II-2
Tabel 3.1
Kategori jenis pekerjaan …………………....................
III-15
Tabel 3.2
Strata kelas penduduk yang terbentuk ………….…......
III-16
Tabel 4.1
Lokasi Gerai Pasar Modern di Kota Surakarta ……......
IV-2
Tabel 4.2
Lokasi Pasar Tradisional di Kota Surakarta ..................
IV-4
Tabel 4.3
Data jarak, frekuensi, dan volume belanja di minimarket, serta pengeluaran konsumen .....................
IV-6
Tabel 4.4
Data kebutuhan dan tempat tempat berbelanja ..............
IV-8
Tabel 4.5
Alasan pemilihan minimarket .......................................
IV-8
Tabel 4.6
Pola dan Volume Belanja ..............................................
IV-9
Tabel 4.7
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan Makanan Pokok) ............................................................................
Tabel 4.8
IV-9
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja ( Makanan dan Minuman Kemasan )....................................................... IV-9
Tabel 4.9
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Barang Kebersihan dan Kecantikan) …………………………..
IV-10
Tabel 4.10
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Fresh Food)…..
IV-10
Tabel 4.11
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan Rumah Tangga) ……………………………………….
Tabel 4.12
IV-10
Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Non Makanan) …………………………………………………………. IV-10
Tabel 4.13
Penjelasan Kode Pasar ...................................................
IV-15
Tabel 4.14
Penjelasan Kode Minimarket Lain ................................
IV-16
Tabel 4.15
Penjelasan Kode Supermarket dan Hypermarket ..........
IV-18
Tabel 4.16
Alamat alternatif usulan lokasi minimarket …............... IV-23
III-13
Tabel 4.17
Jarak titik demand terpilih ke dua titik supply usulan terdekat ……................................................................... IV-25
Tabel 4.18
Alokasi titik-titik demand yang berpotensi ke titik usulan minimarket ..............................................……… IV-26
Tabel 4.19
Persentase jumlah langganan minimarket ….................. IV-28
Tabel 4.20
Persentase frekuensi belanja ke minimarket …..............
IV-29
Tabel 4.21
Kelas distribusi pengeluaran ..........................................
IV-30
Tabel 4.22
Adjusment pengelompokan tingkat pendapatan ............. IV-30
Tabel 4.23
Peluang frekuensi tiap kelas pendapatan .......................
Tabel 4.24
Total volume belanja tiap kelas pendapatan per bulan
IV-31
…………………………………………………………. IV-33 Tabel 4.25
Volume belanja per hari untuk tiap kelas pendapatan ...
IV-33
Tabel 4.26
Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible ......... IV-41
Tabel 4.27
Lokasi 2 Titik Usulan Minimarket Baru …………........ IV-43
Tabel 4.28
Lokasi titik usulan minimarket baru terpilih beserta jumlah pelanggan berbobot ……………….................... IV-44
Tabel 5.1
Klasifikasi alasan berbelanja ke minimarket ………….
V-12
Tabel 5.2
Usulan Lokasi yang Tidak Feasibel …………………..
V-19
Tabel 5.3
Urutan Prioritas Lokasi Usulan Minimarket ………….. V-21
Tabel 5.4
Perbandingan total serta kenaikan demand dan omset …………………………………………………………
III-14
V-23
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Segmen pasar retail modern dan retail tradisional ……….
II-5
Gambar 2.2
Perang antar saluran ...........................................................
II-6
Gambar 2.3
Keuntungan dan problema potensial bagi pewaralaba dan terwaralaba ..……………………………….……………..
II-12
Gambar 2.4
Sistem pengadaan barang Indomaret …………….……....
II-14
Gambar 2.5
Sistem pengadaan barang Alfamart ..........…….………....
II-15
Gambar 2.6
Analisis area perdagangan .................................................
II-16
Gambar 2.7
Taksonomi Location Model ………………...........…….…
II-21
Gambar 2.8
Breakdown Discrete Location Models ......…………..…...
II-23
Gambar 2.9
Data Vektor ........................................................................
II-34
Gambar 2.10
Data Raster .........................................................................
II-34
Gambar 2.11
Proses SIG ..........................................................................
II-35
Gambar 2.12
Proyeksi Longlat ………………………………………….
II-37
Gambar 2.13
Proyeksi UTM ....................................................................
II-38
Gambar 3.1
Kerangka Penelitian ……………………............................
III-1
Gambar 3.2
Gambaran Umum Kerangka Konseptual ..........……..........
III-4
Gambar 3.3
Fakta-fakta dalam preferensi konsumen .............................
III-7
Gambar 3.4
Diagran Alir Desain Pengambilan Sampel ……………….
III-13
Gambar 4.1
Peta Kota Surakarta …………………………. ……..........
IV-1
Gambar 4.2
Peta lokasi titik demand tiap RW .............………..............
IV-12
Gambar 4.3
Peta Lokasi Minimarket, Hypermarket, Supermarket, dan Pasar tradisional di Kota Surakarta ....................................
IV-13
Gambar 4.4
Peta Batasan Area Pasar Tradisional di Kota Surakarta ....
IV-14
Gambar 4.5
Peta Batasan Area Minimarket di Kota Surakarta .............
IV-16
Gambar 4.6
Peta Batasan Area Supermarket dan Hypermarket di Kota Surakarta ……………………….........................................
I V-17
Gambar 4.7
Jaringan Jalan di Kota Surakarta ………………..….…….
IV-19
Gambar 4.8
Peta Persebaran Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta …….…………….......................................
III-15
I V-20
Gambar 4.9
Usulan Awal Lokasi Minimarket di Kota Surakarta ……..
I V-22
Gambar 4.10
Usulan Lokasi Minimarket di Kota Surakarta ……………
I V-23
Gambar 4.11
Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible di Kota Surakarta …………………………………………………
Gambar 5.1
Peta Sebaran Pasar Tradisional dengan Coverage Area dan Pasar Modern di Kota Surakarta …………….………
Gambar 5.2
I V-42
V-1
Peta Sebaran Pasar Modern dengan Coverage Area dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta ……………………...
V-4
Gambar 5.3
Grafik Jumlah Berlangganan Minimarket …………….....
V-8
Gambar 5.4
Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-1 ………..
V-9
Gambar 5.5
Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-2 ………..
V-9
Gambar 5.6
Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-1 ..........
V-10
Gambar 5.7
Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-2……...
V-10
Gambar 5.8
Grafik Kebutuhan dan Tempat Belanja ……………..........
V-11
Gambar 5.9
Grafik Alasan Pemilihan Minimarket ……………………
V-12
Gambar 5.10
Grafik Pola Belanja ………………………………………
V-13
Gambar 5.11
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan Makanan Pokok) ………………………………………....
Gambar 5.12
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Makanan dan Minuman Kemasan) …………………………………
Gambar 5.13
V-14
V-14
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Barang Kebersihan dan Kecantikan) ……………………………...
V-15
Gambar 5.14
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Belanja(Fresh food).......
V-15
Gambar 5.15
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan Rumah Tangga) ……………………………………….….
Gambar 5.16
Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Non Makanan atau Durable Goods) ……………………..........
Gambar 5.17
V-16
V-16
Klasifikasi Area (Coverage Area dan Noncoverage Area) …………………………………………………………….
III-16
V-18
Gambar 5.18
Bagan Lokasi Usulan Minimarket Terpilih ……………....
V-22
Gambar 5.19
Grafik Total Demand .……………………………………
V-23
Gambar 5.20
Grafik Total Omset ….…………………………………...
V-24
Gambar 5.21
Grafik Persentase Kenaikan Demand dan Omset ………..
V-24
Gambar 5.22
Grafik Gap % Kenaikan Demand dan Omset …….............
V-25
III-17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Data penomoran indeks dan data jumlah DPT, jumlah penduduk tiap RW di Kota Surakarta ………………… L-1
Lampiran 2
Proyeksi jumlah penduduk menurut pekerjaan di Kota Surakarta ……………………………………………… L-13
Lampiran 3
Proporsi jumlah penduduk berdasar kelas pendapatan di Kota Surakarta ……………………………………..
Lampiran 4
Langkah-langlah untuk memperoleh titik pusat RW dengan ArcGIS ……………………………………….
Lampiran 5
L-20
L-25
Langkah – langkah menggunakan Risk Solver Platform V9.0 dalam Microsoft Excel …………………………..
L-27
Lampiran 6
Jarak titik demand ke titik supply usulan terdekat ……
L-30
Lampiran 7
Profil Usulan Lokasi ………………………………….. L-31
Lampiran 8
Contoh running data menggunakan Risk Solver Platform V9.0 …………………………………………
L-44
Lampiran 9
Perbandingan Pengolahan 30 Data dan 60 Data ……...
L-45
Lampiran 10
Kuesioner Penelitian ………………………………….. L-47
Lampiran 11
Urutan Prioritas Lokasi Usulan Minimarket ………….
L-53
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian yang telah dilakukan. Selanjutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam permasalahan dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian. Pokok bahasan dalam
III-18
bab ini diharapkan memberikan gambaran umum mengenai penelitian yang dilakukan dan perlunya penelitian ini dilakukan.
1.1
LATAR BELAKANG Pasar modern yang mengalami pertumbuhan cukup pesat di
Indonesia saat ini adalah minimarket retail dengan konsep waralaba atau franchise yang mempermudah para pelaku usaha dan investor untuk mengelola bisnis retail ini. Tahun ini, diperkirakan pertumbuhan ritel di Indonesia sekitar 15% hingga 18 %. Hal ini berdasarkan fakta bahwa hingga pertengahan tahun 2007, pertumbuhan makro ekonomi Indonesia adalah yang terbaik selama 10 tahun terakhir. Ditambah lagi, trend kenaikan indeks kepercayaan konsumen, dari 28 % menjadi 30 % (Ramli, 2007). Berdasarkan hasil riset AC Nielsen (2007), peritel modern mengalami pertumbuhan pangsa pasar sebesar 2.4% pertahun terhadap pasar tradisional. Selain itu, pertumbuhanan ritel modern mencapai 14%, sedangkan ritel tradisional hanya 3%. Minimarket sebagai peritel modern memberikan
kelengkapan,
kemudahan,
kenyamanan,
keamanan,
keleluasaan berbelanja, dan kualitas produk terjamin serta harga yang relatif stabil meskipun relatif lebih mahal dibandingkan dengan pasar maupun ritel tradisional. Perkembangan minimarket ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya didukung oleh perubahan pola konsumsi masyarakat saat ini yang bisa dikatakan pada tahap transisi, dari pasar maupun ritel tradisional ke ritel modern, khususnya minimarket. Hal ini dapat
dijadikan
peluang
pendirian
minimarket
baru
dengan
pertimbangan lokasi yang strategis. Pertumbuhan ritel
modern
terutama
pasar modern cukup
signifikan tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di kota yang lebih kecil, termasuk Surakarta. Kota Surakarta dengan jumlah penduduk
III-19
sebesar 564.770 jiwa, tingkat kepadatan penduduk 12.827 jiwa/km2 (Sumber: Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kota Surakarta, 2007), mempunyai tingkat pertumbuhan yang sangat pesat yang dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan sistem aktivitas kota serta pertumbuhan fisik kota. Rizki dan Saleh (2007) menyatakan bahwa Pendapatan Domestik Regional Bruto per kapita (PDRB/kapita) Kota Surakarta di atas rata-rata dengan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata. Berdasarkan pendataan terakhir Pemerintah Kota Surakarta hingga tanggal 11 September 2007 jumlah penduduk miskin sebesar 103.725 jiwa (29.199 kepala keluarga miskin) dan panti asuhan 1.041 jiwa sehingga total penduduk miskin 104.766 jiwa atau 18,55% (Amin, 2007). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi melebihi persentase pentumbuhan penduduk akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang ditandai dengan semakin tingginya pendapatan perkapita masyarakat. Berdasarkan hasil observasi hingga 9 Desember 2009, web Kota Surakarta www.surakarta.go.id, data dari UPT Kota Surakarta, serta Hadiyati (2009), saat ini terdapat 47 pasar modern dengan format hypermarket 3 gerai, 8 gerai supermarket, dan 36 gerai minimarket. Sedangkan pasar tradisional terdiri dari 22 pasar yang tersebar di hampir seluruh wilayah Surakarta. Namun, lokasi pasar modern cenderung di pusat kota, hanya sebagian kecil minimarket yang berada di pinggiran kota. Oleh karena itu, penambahan gerai minimarket terutama di daerah pinggiran kota dan daerah dengan konsumen yang belum tercover pasar modern yang ada, dipandang mempunyai potensi dan prospek yang cukup bagus, melihat tingkat kepadatan dan PDRB/kapita yang cukup tinggi serta tingkat kemiskinan yang rendah, sehingga daya beli dan pola konsumsi masyarakat cenderung tinggi. Usulan penambahan gerai minimarket ini dengan mempertimbangkan perkembangan kebutuhan
III-20
masyarakat dan perubahan gaya hidup yang mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku dalam berbelanja. Tumbuh pesatnya minimarket dengan jarak lokasi yang terlalu dekat baik antar minimarket maupun dengan pasar modern lain dan pasar tradisional, akan berakibat pada kecenderungan penurunan pangsa pasar tradisional dari tahun ke tahun, terjadinya kanibalisme serta persaingan tidak sehat antar fasilitas pasar yang ada. Hal ini juga tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah, seperti PP No. 112 tahun 2007 mengenai penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern, serta SK Menperindag No. 107/1998, PP No. 16/1997 dan Kepmenperindag No.259/MPP/Kep/7/1997 mengenai kebijakan zoning pasar modern dan pasar tradisional. Ma’ruf (2005) menyatakan bahwa lokasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemasaran retail. Oleh karena itu, penentuan lokasi merupakan faktor yang krusial dalam memulai dan menghadapi persaingan dalam bisnis minimarket retail ini. Hal ini terkait dengan prospek minimarket ke depan mengenai tingkat penjualan (omset) dan kepuasan
konsumen.
dimaksudkan juga
Selain
untuk
itu,
penentuan
lokasi
yang
tepat
melindungi kelangsungan hidup
pasar
tradisional dan menghindari kanibalisme antar minimarket. Krajewski dan
Ritzman
(2005)
menyebutkan
faktor-faktor
yang
perlu
dipertimbangkan dalam menentukan usaha jasa, yaitu: (1) lokasi dekat dengan konsumen, (2) biaya transportasi dan jarak, (3) lokasi kompetitor, dan (4) lingkungan lokasi. Dilihat dari sudut pandang konsumen, Ma’ruf (2005) menyebutkan bahwa karakteristik pasar yang dapat menunjang bisnis retailing salah satunya dapat dilihat dari tingkat perekonomian yang meliputi tingkat pendapatan, persebaran pendapatan, dan consumer credit. Oleh karena itu, dalam penentuan lokasi untuk mendirikan minimarket baru perlu memperhatikan keberadaan pasar tradisional
III-21
maupun pasar modern yang sudah ada, terkait dengan jarak, harga, jenis produk yang ditawarkan serta kompetitor. Selain itu, penentuan lokasi juga memperhatikan prospek tingkat penjualan (omset) dan perolehan laba minimarket dengan mempertimbangkan tingkat kepadatan dan pendapatan penduduk tiap wilayah serta kecenderungan perilaku berbelanja masing-masing kelas masyarakat. Untuk mempermudah dalam menentukan lokasi minimarket baru agar dapat memenuhi demand konsumen dapat dilakukan dengan mengembangkan suatu model matematik optimasi, yaitu Network Location Model. Hal ini mengingat alternatif lokasi cukup banyak dan lokasi minimarket harus berada di sepanjang jalan umum (network) agar mudah dijangkau konsumen. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Melkote dan Daskin (2001), model referensi yang digunakan adalah model mixed integer programming dengan asumsi bahwa satu demand hanya dapat dilayani oleh satu fasilitas. Namun, pada kenyataannya dalam menentukan lokasi untuk berbelanja - dalam hal ini adalah minimarket– konsumen tidak selalu memilih satu minimarket dengan jarak terdekat. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen untuk memilih beberapa alternatif minimarket, seperti jarak, harga, kelengkapan produk, pelayanan, keamanan, kenyamanan, kebersihan, faktor objektif (kebutuhan), serta faktor psikologis, seperti rasa bosan dan ingin mencari suasana baru dalam berbelanja (Anonymous, 2007). Perubahan selera atau preferensi konsumen dalam berbelanja menyebabkan konsumen dalam satu lokasi bisa terbagi ke beberapa minimarket atau disebut dengan split demand. Pada penelitian ini model yang telah dibuat oleh Melkote dan Daskin (2001) dikembangkan dengan ketentuan konsumen dapat memilih 2 alternatif minimarket terdekat untuk berbelanja. Penerapan model ini dilakukan pada kasus penentuan lokasi baru untuk minimarket di Kota
III-22
Surakarta. Berdasarkan observasi pendahuluan dan studi literatur (Priyono, dkk., 2003; Anonymous, 2007; Ma’ruf, 2005), faktor-faktor seperti jumlah penduduk, jarak konsumen ke minimarket, frekuensi belanja, volume belanja, serta tingkat pendapatan konsumen akan dipertimbangkan dalam model. Hal ini dilakukan untuk menghitung bobot masing-masing kelas pelanggan sehingga dapat menghitung ekspektasi jumlah pelanggan yang berpeluang untuk berbelanja ke minimarket usulan atau disebut dengan pelanggan berbobot.
1.2
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan suatu model Network Location dengan split demand untuk menentukan usulan lokasi minimarket dengan konsep waralaba di Kota Surakarta dengan mempertimbangkan faktor jumlah penduduk serta keterkaitan antara faktor jarak, frekuensi belanja, volume belanja serta kelas pendapatan penduduk tiap wilayah RW untuk dapat memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan berbobot.
1.3
TUJUAN PENELITIAN Tujuan
yang
ingin
dicapai
dalam
penelitian
ini
yaitu
mengembangkan suatu model menggunakan Network Location Model dengan split demand dengan memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan berbobot untuk memberikan usulan lokasi minimarket dengan konsep waralaba di Kota Surakarta.
1.4
MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diambil dari laporan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
III-23
1. Memberikan usulan lokasi
pendirian minimarket baru yang
dapat mewakili kecenderungan perilaku masyarakat dalam berbelanja sehingga dapat memenuhi demand konsumen. 2. Dengan adanya ekspektasi jumlah pelanggan berbobot dan strategi
pemilihan lokasi yang
tepat diharapkan mampu
memaksimalkan omset penjualan (pihak minimarket). 3. Dengan mengatur lokasi pendirian minimarket baru dengan mempertimbangkan
jarak
minimal,
diharapkan
menghindari kanibalisme antar minimarket serta
dapat menjaga
kelangsungan hidup pasar tradisional.
1.5
BATASAN MASALAH Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian tidak terlalu luas
dan memperjelas obyek penelitian yang akan dilakukan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penentuan
usulan
lokasi
minimarket
mempertimbangkan
keberadaan pasar tradisional, hypermarket, supermarket, dan minimarket yang ada. 2. Penentuan lokasi minimarket baru terletak di pinggir jalan umum, yaitu jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal, sedangkan kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan, kecuali jalan lingkungan dalam perumahan/perkotaan. 3. Kriteria yang dijadikan acuan dalam pemilihan lokasi minimarket adalah jumlah penduduk, jarak konsumen ke minimarket, frekuensi belanja, volume belanja, serta tingkat pendapatan konsumen.
1.6
ASUMSI
III-24
Asumsi
digunakan
untuk
menyederhanakan
kompleksitas
permasalahan yang diteliti. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada pembangunan pasar modern dan pasar tradisional baru selama penelitian karena apabila terjadi perubahan jumlah existing pasar modern dan pasar tradisional akan berpengaruh pada jumlah usulan minimarket, sehingga perubahan data yang terkait tidak dipertimbangkan. 2. Tidak ada pembangunan jalan umum atau network baru selama penelitian karena apabila terjadi perubahan pada network akan berpengaruh pada pengolahan data jarak tempuh, sehingga perubahan data yang terkait tidak dipertimbangkan. 3. Jarak diasumsikan simetris, yaitu jarak dari titik lokasi A ke titik lokasi B sama dengan jarak dari titik lokasi B ke titik lokasi A. Pada kenyataannya jarak konsumen dari dan menuju minimarket bisa saja berbeda karena faktor tertentu, misal kemungkinan jalan searah. Namun, untuk menyederhanakan perhitungan maka diasumsikan jarak simetris. 4. Seluruh data yang terkait dalam penelitian tidak mengalami perubahan selama periode penelitian karena apabila terjadi perubahan akan berpengaruh pada pengolahan data, sehingga perubahan
data
yang
terkait
dengan
penelitian
tidak
dipertimbangkan. 5. Berdasarkan jenis pekerjaan penduduk tiap wilayah kelurahan, tingkat pendapatan diklaster menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini untuk mengklasifikan tingkat daya beli yang berpengaruh pada perhitungan bobot daya beli untuk tiap kelas pendapatan.
III-25
6. Tingkat pendapatan seluruh RW diasumsikan sama untuk tiap kelas. Satu titik RW mewakili satu titik demand, sehingga untuk mempermudah pengelompokan pendapatan dan perhitungan daya beli maka tingkat pendapatan diasumsikan sama untuk tiap kelas. 7. Minimarket yang akan di bangun memiliki satu merk dagang. Hal ini untuk menegaskan bahwa minimarket yang akan diusulkan merupakan satu jaringan minimarket dengan satu merk tertentu. Dari sisi persaingan usaha sebenarnya jarak antar minimarket tidak begitu dipermasalahkan kecuali minimarket tersebut memiliki satu merek dagang. 8. Jarak minimal antara minimarket usulan dengan existing minimarket adalah 1 kilometer. Hal ini untuk menghindari kanibalisme dan persaingan tidak sehat antar minimarket. Jarak minimal
ini
juga
ditetapkan
berdasarkan
referensi
dan
pertimbangan salah satu Perda, yaitu Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 9. Jarak
minimal
antara
minimarket
usulan
dengan
pasar
tradisional, hypermarket, maupun supermarket adalah 500 meter. Hal ini untuk dilakukan untuk melindungi keberadaan pasar tradisional. Jarak minimal ini juga ditetapkan berdasarkan referensi dan pertimbangan beberapa Perda, yaitu Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 dan Perda Kota Jakarta No.2 Tahun 2002.
1.7
SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk memberikan
kemudahan dan pemahaman mengenai hasil penelitian tugas akhir bagi
III-26
pembaca, adapun sistematika yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan latar belakang penelitian, perumusan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi yang digunakan, dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan konsep dan studi literatur mengenai retailing,
franchising,
network location model, Geographic
Information System, dan sampling yang digunakan sebagai landasan teori, referensi, dan dasar pemikiran dalam penelitian yang berhubungan dengan penentuan lokasi yang berasal dari berbagai sumber pustaka. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai tahapan penyelesaian masalah secara umum secara terstruktur dan sistematis yang digambarkan dalam flow chart yang disertai dengan penjelasan singkat. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini diuraikan mengenai proses pengumpulan data yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan proses pengolahan data untuk mengembangkan model penentuan lokasi dan menentukan usulan lokasi minimarket baru di Kota Surakarta. Data yang diperoleh hasil dari penelitian di lapangan baik melalui observasi maupun literatur. BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
III-27
Pada bab ini diuraikan mengenai analisis hasil perhitungan dan interpretasi hasil pengolahan data yang dilakukan untuk memperoleh kesimpulan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini diuraikan mengenai target pencapaian dari tujuan penelitian tugas akhir ini dan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 RETAILING 2.1.1 Gambaran Umum Bisnis Ritel Ritel berasal dari kata retail yang berarti eceran. Bisnis ritel merupakan suatu bisnis menjual dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau pengguna akhir lainnya. Aktivitas nilai tambah yang ada dalam bisnis ritel diantaranya meliputi assortment, holding inventory, dan providing service (Sopiah, 2008). Bisnis ritel di Indonesia dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni ritel tradisional dan ritel modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan lebih dalam berbelanja (Pandin, 2009). Jenis-jenis ritel modern dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik Beberapa Jenis Ritel Modern
III-28
URAIAN
Definisi
Metode Penjualan
PASAR MODERN (PASAR SWALAYAN) Sarana penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembako
MALL/ SUPERMALL/ PLAZA Sarana penjualan barang- Sarana penjualan yang Sarana untuk barang kebutuhan rumah hanya memperdagangkan melakukan tangga termasuk satu kelompok produk perdagangan, rekreasi, kebutuhan sembako, yang saja. Trend saat ini restoran, dan disusun dalam bagian adalah produk elektronik sebagainya, yang yang terpisah-pisah dalam dan bahan bangunan terdiri dari banyak bentuk counter dalam skala yang cukup outlet yang terletak besar dalam bangunan / ruang yang menyatu
* Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan (pembeli mengambil sendiri barang dari rak-rak dagangan dan membayar di kasir). * Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
* Dilakukan secara eceran dan cara pelayanan umumnya dibantu oleh pramuniaga. * Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
DEPARTEMENT STORE
SPECIALITY STORE
* Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan. * Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
* Dilakukan secara eceran langsung pada konsumen akhir, di mana outlet di dalamnya menerapkan metode swalayan maupun dibantu pramuniaga. *Tidak dapat dilakukan tawar menawar harga barang
TRADE CENTRE Pusat jual beli barang sandangm papan, kebutuhan sehari-hari, dll. Secara grosiran dan eceran yang didukung oleh sarana yang lengkap, seperti restoran/food courts
*Dilakukan secara eceran dan grosir, umumnya dibantu oleh pramuniaga. *Dapat dilakukan tawar menawar harga barang
Sumber: Peraturan Presiden no.112 th 2007, Media Data dalam Pandin (2009)
2.1.2 Perkembangan Pasar Modern Pasar Modern adalah tempat penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga (termasuk kebutuhan sehari-hari), dimana penjualan dilakukan secara eceran dan dengan cara swalayan, konsumen mengambil sendiri barang dari rak dagangan dan membayar ke kasir (Anonymous, 2009). Dalam lima tahun terakhir, pasar modern merupakan penggerak utama perkembangan ritel moden di Indonesia. Pada 2004 – 2008, omset pasar modern bertumbuh 19,8%, tertinggi dibanding format ritel modern yang lain. Omset Department Store, Specialty Store dan format ritel modern lainnya masing-masing meningkat hanya 5,2%, 8,1%, dan 10,0% per tahun. Peningkatan omset yang cukup tinggi tersebut membuat pasar modern semakin menguasai pangsa omset ritel modern. Perkembangan market share pasar modern dari tahun 2004-2008 meningkat dari 70,5% menjadi 78,7% dari total omset ritel modern (AC Nielsen dalam Pandin, 2009).
III-29
Setelah diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada era 1970-an, saat ini terdapat tiga jenis pasar modern, yaitu minimarket, supermarket, dan hypermarket. Perbedaan utama dari ketiganya terletak pada luas lahan usaha dan range jenis barang yang diperdagangkan, dapat dilihat pada tabel 2.3. Berikut karakteristik dari ke-3 jenis Pasar Modern tersebut (Pandin, 2009:4): Tabel 2.2 Karakteristik Pasar-pasar Modern Uraian Barang yang diperdagangkan Jumlah item Jenis Produk
Model Penjualan
Minimarket Berbagai macam kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sehari-hari < 5000 item Makanan kemasan, barangbarang hygienis pokok
Supermarket Berbagai macam kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sehari-hari 5000 - 25000 item Makanan, barang-barang rumah tangga
Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan Maksimal 400m2
Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan 4000 - 5000 m2
Hypermarket Berbagai macam kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sehari-hari > 25000 item Makanan, barang-barang rumah tangga, elektronik, pakaian, alat olahraga Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan > 5000 m2
Standard Rp 200 juta - Rp 10 Milyar
Sangat Luas Rp 10 Milyar ke atas
Luas Lantai Usaha (BerdasarPerpres No. 112 th 2007) Luas Lahan Parkir Minim Modal (di luar tanah s/d 200 juta bangunan)
Sumber: Peraturan Presiden no.112 tahun 2007, AC Nielsen, Suryadarma dkk dalam Pandin(2009)
2.1.3 Perkembangan Pasar Modern Berdasarkan Jenisnya Berdasarkan jenisnya, minimarket dan hypermarket adalah pasar modern dengan performance yang sangat signifikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini. Performance minimarket yang sangat baik terlihat dari laju pertumbuhan omsetnya. Pada 2004 – 2008 omset minimarket meningkat sangat tinggi, rata-rata 38,1% per tahun. Omset hypermarket juga meningkat cukup tinggi, yakni 21,5% per tahun. Sementara pada periode 2004 – 2008 tersebut, omset supermarket meningkat hanya 6,2% per tahun (Pandin, 2009:5).
III-30
Penguasaan pangsa omset oleh hypermarket telah terjadi sejak tahun 2005. Sebelumnya, yakni pada 2004, market share omset terbesar dipegang oleh supermarket. Penurunan pangsa omset supermarket yang terjadi terus menerus – bahkan pada tahun 2008, menjadi yang yang terkecil – menunjukkan bahwa format supermarket tidak terlalu favourable lagi. Sebab, dalam hal kedekatan lokasi dengan konsumen, supermarket kalah bersaing dengan minimarket (yang umumnya berlokasi di perumahan penduduk), sementara untuk range pilihan barang, supermarket tersaingi oleh hypermarket. Kinerja cemerlang hypermarket juga ditunjukkan melalui pertumbuhan
jumlah
gerai.
Pada
2004-2008
pertumbuhan
gerai
hypermarket sangat tinggi, yakni 39,8% per tahun. Gerai minimarket juga meningkat cukup tinggi , yakni 16,4% per tahun, sementara gerai supermarket meningkat 10,9% per tahun. Jumlah gerai hypermarket yang bertumbuh sangat tinggi tersebut menunjukkan bahwa format hypermarket yang baru diperkenalkan ke masyarakat di Indonesia pada awal tahun 2000-an disambut baik oleh konsumen di tanah air (Pandin, 2009:6-7). 2.1.4 Gerai dan Peritail Peritel atau pengecer adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen (Ma’ruf, 2005:71). Peritel perorangan atau peritel kecil memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi berbelanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai modern dan tradisional. Peritel besar adalah peritel berbentuk perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan ritel dalam skala besar, baik dalam arti gerai besar maupun dalam arti mempunyai gerai besar dan sekaligus gerai kecil. Perusahaan perdagangan ritel besar dapat memiliki format
III-31
bervariasi dari yang terbesar (perkulakan) hingga yang terkecil atau minimarket (Ma’ruf, 2005:71). 1) Gerai tradisional Adalah gerai yang telah lama beroperasi di negeri ini berupa: warung,toko, dan pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen (tembok penuh) semi permanen (tembok setinggi 1 meter di sambung papan sebagai dinding), atau dinding kayu seutuhnya. Menurut penelitian AC Nilsen dalam Ma’ruf (2005), selama 10 tahun sampai 2002, telah tumbuh 1 juta warung yang kebanyakan di luar kota dengan omset rata-rata Rp 100.000 per hari. 2) Gerai modern Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta, arti modern di sini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional. Modernisasi
bertambah
meluas
pada
dasawarsa
1970-an.
Supermarket mulai di perkenalkan pada dasawarsa ini, konsep one stop shopping mulai dikenal pada dasawarsa 1980-an yang kemudian menjadi populer awal 1990-an.
Macam-macam gerai modern diantaranya
minimarket,
store,
convenience
special
store,
factory
outlet,
distro,
supermarket, perkulakan, super store, hypermarket, mall, dan trade centre (Ma’ruf, 2005:74-75). 2.1.5 Pasar Modern dan Pasar Tradisional Menurut seorang pakar retail, Prodjolalito dalam Tambunan dkk. (2004),
permasalahan
utama
antara
retail
modern
(minimarket,
supermarket dan hypermarket) dan retail tradisional, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta adalah lokasi, di mana retail modern dengan kekuatan modalnya yang luar biasa berkembang begitu pesat yang
III-32
lokasinya berdekatan dengan lokasi retail tradisional. Padahal sudah ada Peraturan Daerah No 2 Tahun 2002 mengenai pengaturan (izin) lokasi bagi retail modern. Dua komponen penting dari SK tersebut adalah jarak minimum antara retail modern dengan retail tradisional, dan jam buka retail moderen berbeda, yakni antara jam 10 pagi hingga jam 10 malam. Perbedaan jarak ini dimaksud untuk memberi kesempatan bagi pasar-pasar tradisional untuk tetap bisa mendapatkan pembeli dari masyarakat sekitar pasar tersebut. Sedangkan perbedaan waktu buka adalah untuk memberi kesempatan bagi pasar-pasar tradisional untuk tetap mendapatkan pembeli yang ingin belanja di bawah jam 10 pagi. Meskipun demikian, dengan berkembangnya retail modern menyebabkan pangsa pasar tradisional dari tahun ke tahun semakin menurun. Menurut seorang pakar retail, Prodjolalito dalam Tambunan dkk. (2004), masih banyaknya pasar yang tetap bisa bertahan hingga saat ini (dan kemungkinan juga di masa depan), walaupun pertumbuhan retail modern sangat pesat, juga disebabkan oleh adanya perbedaan dalam segmen pasar. Berdasarkan pendapatan, konsumen dapat dibagi dalam 5 segmen, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Special market atau toko yang menjual produk dengan kualitas tinggi
Atas - atas
Menengah – atas Menengah Menengah -
Retail Modern
Bawah - bawah
Retail Tradisional
Gambar 2.1 Segmen Pasar Retail Modern dan Retail Tradisional Sumber: Tambunan, dkk., 2004:23
Meskipun segmen pasar retail tradisional dan modern cenderung berbeda, tetapi masih tetap terjadi persaingan dalam memperoleh
III-33
konsumen, baik antar retail tradisional dan modern, maupun intern retail tradisional dan intern retail modern (Ma’ruf, 2005). Gambaran persaingan dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Perang Antar Saluran Sumber: Ma’aruf, 2005:87
Karakteristik pasar yang dapat menunjang bisnis retailing secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 (Ma’ruf, 2005), yaitu : 1. Pola Demografi Pola Demografi meliputi : a. Population growth (Pertumbuhan tingkat populasi) Oleh karena konsumen yang dituju adalah manusia, maka perlu diketahui pertumbuhan tingkat populasi di sejumlah daerah yang diinginkan untuk pendirian toko. Hal ini agar pendirian toko dapat mengena pada target konsumen yang dituju. b. Age Distribution (Distribusi Umur) Adanya tingkat kepentingan yang berbeda untuk beragam kalangan umur. Konsumen dengan umur lebih tua berbelanja lebih sering namun dengan kuantitas yang lebih sedikit dibandingkan yang lebih muda. Dari distribusi umur dapat dijadikan acuan dalam pemilihan jenis toko ritel yang akan dibuat.
III-34
c. Population Mobility Perubahan lokasi tempat tinggal konsumen setidaknya memiliki tiga dampak terhadap retailing : Toko harus mengikuti kemanapun konsumen pergi. Perbedaan gaya hidup. Perbedaan yang mungkin signifikan adalah gaya hidup di daerah perkotaan dan pedesaan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat kota lebih memilih pasar
modern,
dengan
alasan
kenyamanan
sedangkan
masyarakat pedesaan akan cenderung memilih pasar tradisional dengan alasan harga yang relatif lebih murah. Konsumen yang pindah ke daerah baru, cenderung mencari toko yang sama seperti di daerah sebelumnya. d. Suburbanization Pembangunan di daerah suburban saat ini sudah mulai terlihat mengalami perkembangan. Hal ini ditandai dengan adanya pendirian shopping center. 2. Tingkat Perekonomian a. Tingkat Pendapatan konsumen, dapat dijadika pertimbangan jenis barang dan tingkatan harga yang sebaiknya diterapkan. b. Persebaran Pendapatan, dapat diperkirakan seberapa besar daya beli di suatu daerah. c. Consumer Credit, dapat dijadikan alternatif
dalam
menarik
konsumen. 3. Karakteristik konsumen a. Changing Role of Women Wanita pekerja kantoran akan memilih membeli makanan jadi daripada membeli bahan makanan yang mengharuskan mereka untuk memasak b. More informality but little extra leisure
III-35
Penerapan “one stop, self service” di sebuah toko akan memberikan kemudahan dan kenyamanan tersendiri bagi konsumen. Mereka diberikan kebebasan dalam memilih produk namun tetap dapat menghubungi karyawan toko apabila menemui kesulitan. c. Motif Pemilihan Toko Oleh Konsumen Motif pemilihan toko oleh konsumen hingga saat ini masih dipelajari dikarenakan banyaknya alasan yang dapat membuat orang lebih memilih berbelanja di toko A dari pada toko B. Layout toko yang menarik, ruangan yang nyaman, karyawan yang ramah, dan kelengkapan barang dapat menumbuhkan motif pemilihan toko oleh konsumen.
d. Consumerism and ecological interest Dengan semakin banyaknya orang yang berpendidikan, maka mereka akan lebih berhati-hati dalam membeli dan mengkonsumsi suatu produk. e. Increased Crime Adanya sebuah kesenjangan sosial di suatu daerah dapat mendorong seseorang untuk berbuat kejahatan seperti mencuri dan merampok. Dalam mendirikan sebuah toko perlu dipertimbangkan kondisi keamanan lingkungan sekitar.
2.2 FRANCHISING Franchise diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Konsep ini kemudian diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Selanjutnya, diikuti oleh sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898. Dalam
III-36
perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (www.pascaldaddy512.wordpress.com). Di Indonesia, sistem franchise mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an ketika masuknya Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangan kedua franchise ini dilakukan dengan sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur,
tetapi
juga
memiliki
hak
untuk
memproduksi
produknya.
Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Hingga tahun 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil ditandai dengan perseteruan para elit politik. Tahun 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat (www.pascaldaddy512.wordpress.com). Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba (www.pascaldaddy512.wordpress.com). 2.2.1 Definisi Franchise Definisi Waralaba (franchise) secara umum merupakan suatu strategi pemasaran yang bertujuan untuk mengembangkan jaringan usaha. Namun, franchise didefinisikan menjadi beberapa versi, antara lain sebagai berikut (www.bisnis2121.com): 1. International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang
III-37
dijalankan oleh franchisee, di bawah merek dagang yang sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri. 2. Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan caracara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu. 3. PP No.16/1997 waralaba diartikan sebagai perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia.
Definisi franchise menurut sejumlah pakar, antara lain sebagai berikut: a. Campbell Black dalam bukunya Black''s Law Dict menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau jasa atas nama merek tersebut. b. David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor. c. Waralaba adalah hubungan bisnis antara pemilik merek, produk dan sistem operasioal dengan pihak kedua berupa pemberian izin pemakaian merek, produk, sistem operasional dalam jangka waktu tertentu (Ma’aruf, 2005:90). 2.2.2 Elemen Franchise Menurut International Franchise Association (www.Franchise.org), franchise atau waralaba pada hakekatnya memiliki 3 elemen berikut: 1. Merek
III-38
Dalam setiap perjanjian waralaba, sang pewaralaba (franchisor) – selaku pemilik dari sistem waralabanya memberikan lisensi kepada terwaralaba (franchisee) untuk dapat menggunakan merek dagang / jasa dan logo yang dimiliki oleh pewaralaba. 2. Sistem Bisnis Keberhasilan
dari
suatu
organisasi
waralaba
tergantung
dari
penerapan sistem/metode bisnis yang sama antara pewaralaba dan terwaralaba. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang mencakup standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk atau makanan, atau metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis, standar periklanan, sistem reservasi, sistem akuntansi, kontrol persediaan, kebijakan dagang, dan lain-lain. 3. Biaya (Fees) Dalam setiap format bisnis waralaba, pewaralaba baik secara langsung atau tidak langsung menarik pembayaran dari terwaralaba atas penggunaan merek dan partisipasi dalam sistem waralaba yang dijalankan. Biaya biasanya terdiri atas biaya awal, biaya royalti, biaya jasa, biaya lisensi dan atau biaya pemasaran bersama. 2.2.3 Tipe Franchise Menurut International Franchise Association (www.Franchise.org), secara umum terdapat beberapa bentuk, yaitu : 1. Unit franchising Dalam unit franchise, pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba untuk menjalankan sejumlah satu (single) bisnis waralabanya dalam lokasi/daerah
yang
telah
ditentukan.
Ada
2
pihak
yang
berkepentingan dalam bentuk ini, yaitu pewaralaba dan terwaralaba 2. Area development franchising Dalam area development franchising, pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba (disebut area developer) suatu daerah tertentu yang
III-39
harus dikembangkan. Terwaralaba tersebut memiliki hak dan kewajiban untuk membuka dan mengoperasikan sendiri sejumlah unit waralaba tertentu sesuai dengan jadwal rencana pengembangan yang telahditetapkan sebelumnya. Biasanya, jika target jadwal rencana pengembangan
waralaba
yang
bersangkutan
tidak
tercapai,
pewaralaba akan memutuskan kontrak perjanjian pengembangan waralaba pada daerah tersebut. 3. Subfranchising Subfranchising, kadang disebut juga master franchising, sifatnya mirip dengan area development franchising, hanya saja bentuk waralaba ini melibatkan 3 pihak. Perbedaannya adalah, pada bentuk waralaba ini franchisee memiliki pilihan antara membuka sendiri unit waralabanya atau menjual kembali unit waralaba (sub kepada pihak lain (ke-3)), selama tujuan pengembangan waralaba dalam suatu daerah dapat tercapai. 4. Conversion or affiliation franchising Bentuk waralaba ini terjadi jika seorang pemilik dari suatu bisnis yang telah berjalan ingin berafiliasi dengan suatu jaringan waralaba yang telah terkenal.
Tujuannya
adalah
agar
bisnis
tersebut
dapat
memanfaatkan keuntungan dari merek terkenal dan juga sistem operasi dari jejaring waralaba yang bersangkutan. Terwaralaba biasanya diperbolehkan untuk tetap menggunakan merek lama yang telah mereka miliki diikuti dengan merek terkenal dari pewaralaba. Bentuk waralaba ini banyak diterapkan di industri perhotelan. 5. Nontraditional franchising Pada bentuk waraba ini, pewaralaba menjual waralabanya untuk ditempatkan pada tempat-tempat tertentu yang khusus. Misalkan, suatu unit waralaba yang dijual didalam lokasi bisnis (misalnya ritel) milik orang lain. Dalam hal ini pewaralaba membuat 2 perjanjian,
III-40
yaitu perjanjian dengan terwaralaba dan perjanjian dengan pemilik bisnis. 2.2.4 Keuntungan dan Kerugian Franchise Terdapat keuntungan dan problem potensial dalam berbisnis waralaba yang perlu diketahui oleh peminat waralaba dan oleh pemberi hak waralaba sebagaimana di tampilkan dalam gambar berikut: Keuntungan Pewaralaba
Terwaralaba
Peluang pertumbuhan tinggi, tidak memerlukan modal besar, terwaralaba menjadikan pemilik waralaba bersemangat, biaya pengawasan rendah, pewaralaba masih mungkin memiliki sendiri gerai yang dioperasikan sendiri, peluang go internasional, cara mudah melakukan tes pasar atau pengembangan pasar Kerugian Pewaralaba
Mempertahankan kemandirian, reward sejalan dengan performen, resiko pendirian usaha baru sedikit, pinjaman dana mudah diperoleh, adanya bantuan persiapan dan pengoperasian, pengguna merk yang sudah dikenal masyarakat, kegiatan pemasaran yang luas bisa sampai tingkat nasional
Terwaralaba
Kurang pengawasan sehari-hari, repuasi rawan cacat oleh perilaku beberapa terwaralaba, seorang terwaralaba menjadi terlalu kuat sehingga terjadi terwaralaba dalam terwaralaba
Realisasi laba dan omset mungkin tidak sesuai harapan, berpeluang terjadi penolakan terhadap peraturan pewaralaba, pemasok lain menawarkan dengan harga yang lebih rendah, masih diharuskan membayar fee untuk marketing meski telah berhasil menghimpun sejumlah konsumen loyal, Ketika omset meningkat fee juga meningkat
Gambar 2.3 Keuntungan dan Kerugian Bagi Pewaralaba dan Terwaralaba Sumber: MC Goldrick, hal 52 dalam Ma’ruf, 2005:90
2.2.5 Waralaba Minimarket Indomaret Indomaret dari badan usaha PT. Indomarco Prismatama, adalah nama (brand) yang dipakai untuk jaringan minimarket/grocery store, yang mulai beroperasi tahun 1988 dengan dibukanya toko pertama. Indomaret merupakan suatu perusahaan nasional, yang sejak tahun 1997 melakukan pola kemitraan (waralaba) dengan membuka peluang bagi masyarakat luas untuk turut serta memiliki dan mengelola sendiri gerai Indomaret. Dari jumlah toko yang ada, sebagian besar adalah dalam bentuk waralaba yang terdiri dari 3 bentuk, yakni badan hukum/usaha, perorangan, dan koperasi. Rata-rata penjualan per hari
III-41
diperkirakan sebesar 10 juta rupiah, atau per tahunnya hampir mencapai 2,5 triliun rupiah. Indomaret mini market cenderung berada dipinggiran kota dan dekat dengan pemukiman(Tambunan, dkk. 2004). Pengalaman panjang yang telah teruji itu mendapat sambutan positif masyarakat, terlihat dari meningkat tajamnya jumlah gerai waralaba Indomaret, dari 2 gerai pada tahun 1997 menjadi 4000 gerai pada Desember 2009. Indomaret menjadi mini market modern khas Indonesia dengan keunggulan adalah: (a) lokasi toko dekat pemukiman atau aktivitas konsumen, dan (b) kesegaran produk, dijamin dengan pemeriksaan produk mulai dari penerimaan, dan penanganan produk berlaku First In First Out (Tambunan, dkk., 2004). Strategi yang diterapkan oleh Indomaret mini market adalah melakukan segmantasi dari target pasarnya. Indomaret memfokuskan diri pada area pemukiman, perkantoran dan fasilitas umum dengan sasaran utama adalah ibu rumah tangga/perempuan dan kelas menengah. Kategori produk-produk yang dijual adalah untuk kebutuhan sehari-hari (total 3300 item), seperti makanan, produk-produk non-makanan, barang-barang umum
dan produk-produk fresh
food. Pesaing-pesaing langsung bagi Indomaret adalah circle K, Alfa dan Starmart. Sedangkan pesaing-pesaing yang sifatnya tidak langsung karena kategori retailnya memang berbeda adalah supermarket dan hypermarket (Tambunan, dkk. 2004). Jalur distribusi yang diterapkan oleh Indomaret yang memiliki lebih dari 400 produsen / suppliers / distributor/ pemasok besar dan kecil, dan dalam pengadaan barang-barang, adalah menerapkan 2 sistem, yakni langsung dengan pabrik-pabrik besar yang sifatnya nasional, yakni pabrik-pabrik yang mensuplai tidak hanya Indomaret tetapi juga toko-toko lainnya seperti Alfa, Carrefour, dll., termasuk juga pasar-pasar tradisional di Indonesia. Sedangkan jalur distribusi tidak langsung melalui pusat distribusi yang disebut merchandizing, yakni dengan pemasok-pemasok kecil (industri rumah tangga) untuk jenis-jenis barang tertentu (Tambunan, dkk., 2004), seperti dijelaskan pada Gambar 2.4.
III-42
Gambar 2.4 Sistem Pengadaan Barang Indomaret Sumber : Tambunan, dkk., 2004
2.2.6 Waralaba Minimarket Alfamart Pada awalnya ALFA memposisikan sebagai gudang rabat, di mana pedagang kecil merupakan target pasar utama, tetapi di dalam perkembangannya ALFA juga mengembangkan usahanya melalui pembangunan supermarket dan minimarket (Alfamart). Fungsi dari gudang rabatnya juga telah berubah, tidak lagi hanya melayani pedagang tetapi juga konsumen/pemakai akhir. Sampai dengan akhir Septemer 2003, ALFA telah memiliki 492 minimarket, mempekerjakan 5.898 karyawan lokal dan penjualan rata-rata per tahunnya diperkirakan mencapai 1,8 triliun rupiah dengan pangsa pasar sebesar 8%. Sesuai kepemilikan, Alfamart terdiri dari tiga macam, yakni milik Alfa sendiri, waralaba dan independent operator. Sejak tahun 1994, kegiatan perusahaan dibagi menjadi 3 (tiga) divisi, yaitu divisi swalayan, divisi grosir, dan divisi distribusi (Tambunan, dkk., 2004). Sistem pengadaan barang yang diterapkan oleh Alfa adalah sistem yang mana pabrik-pabrik, khususnya yang skala besar, mensuplai produknya ke pusat distribusi (Alfa Distribution Centre), selanjutnya di salurkan ke semua toko Alfamart. Sedangkan pabrik-pabrik kecil mensuplai langsung ke Alfamart. Alfamart juga mempunyai kontrak bisnis dengan sejumlah pengumpul komoditikomoditi pertanian. Pabrik-pabrik dan pengumpul-pengumpul pertanian yang mensuplai Alfa juga mensuplai toko-toko dan distributor lainnya (Tambunan dkk., 2004). Sistem Pengadaan Barang Alfamart dapat dilihat pada gambar 2.5.
III-43
Gambar 2.5 Sistem pengadaan barang Alfamart Sumber : Tambunan dkk., 2004
Alfamart memfokuskan pemasaran pada golongan menengah dan menengah ke bawah. Adapun strategi pemasaran yang ditetapkan oleh divisi swalayan adalah sebagai berikut: (a) promosi dalam gerai; (b) komunikasi dengan pelanggan melalui telepon bebas pulsa 0-800-1090-234 dan situs www.alfaretail.co.id; (c) penjualan murah untuk barang-barang yang dibeli dengan harga khusus dari pemasok dilakukan secara berkala oleh perseroan dan diinformasikan melalui Alfa Info yaitu brosur yang diterbitkan 2 minggu sekali; (d) pembentukan Alfa Familly Club (AFC) sebagai wadah loyalitas konsumen, anggota mendapat diskon khusus; (e) pembentukan divisi customer care melalui pembinaan pelayanan karyawan kepada konsumen, serta melakukan kegiatan sosial dalam pundi amal alfa; dan (f) hadiah undian (Tambunan, dkk., 2004). Alfamart yang mulai berdiri pada 18 Oktiber 1999 dengan outlet pertama yang beroperasi di Jl. Beringin-Tangerang. Total kini Alfamart telah memilki outlet lebih dari 3250 buah, dengan didukung oleh 10 Distribution Centre (DC). Dari keseluruhan outlet tersebut 35%-nya dioperasikan dengan sistem franchise. Perkiraan biaya investasi awal adalah sekitar 300 - 500 juta, tergantung luas area (Mariani, dkk., 2008).
III-44
2.2.7 Lokasi Retail Lokasi merupakan faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel (ritail marketing mix). Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses di banding gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama punya setting yang bagus. Untuk membuka gerai di suatu lokasi baru, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Ma’aruf, 2005): 1. Analisis area perdagangan (trading area analisis) Sebelum suatu toko atau gerai didirikan, langkah pertama adalah mempelajari suatu area agar investasi yang ditanamkan dapat menguntungkan. Area perdagangan adalah suatu wilayah dimana beberapa perusahaan menjual barang atau jasa secara menguntungkan, luas suatu trading area dapat bervariasi pada jenis gerai. Keputusan mendirikan gerai besar atau kecil tergantung pada keadaan trading area yang dilayani. Suatu wilayah yang berpenduduk banyak yang berpenghasilan cukup besar adalah trading area yang menarik banyak pengecer. Wilayah penjualan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu wilayah perdagangan utama, wilayah perdagangan sekunder, dan wilayah tambahan jika digambarkan akan terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.6 Analisis Area Perdagangan Sumber: Ma’aruf, 2005:117
III-45
Informasi itu dipakai untuk memberi gambaran batas geografis tentang wilayah utama,sekunder,dan wilayah tambahan. Informasi itu pula yang memberi gambaran seperti (Sumber: Ma’aruf, 2005:117): a) Frekuensi orang-orang dari wilayah geografis yang berbeda dalam berbelanja. b) Besar belanja rata-rata pada toko oleh orang-orang yang berasal dari suatu wilayah tertentu dalam area perdagangan dimaksud. c) Konsentrasi kepemilikan kartu belanja Sedangkan bagi toko berukuran menengah, wilayah perdagangan primer akan lebih kecil daripada wilayah perdagangan primer gerai besar. Toko kecil akan lebih terbatas lagi wilayah perdagangan primernya. 2. Mengetahui potensi yang tersedia Untuk membuka gerai di suatu lokasi baru, daftar berikut ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi yang tersedia (Engel, dkk.,1995): a) Besarnya populasi dan karateristiknya Jumlah penduduk dan kepadatan pada suatu wilayah menjadi faktor dalam mempertimbangkan suatu area perdagangan ritel. b) Kedekatan dengan sumber pemasok Pemasok mempunyai pengaruh pada peritel dalam hal kecepatan penyediaan, kualitas produk yang terjaga, biaya pengiriman, dan lain-lain. c) Basis ekonomi Industri daerah setempat, potensi pertumbuhan, fluktuasi karena faktor musiman, dan fasilitas keuangan di daerah sekitar yang harus diperhatikan peritel. d) Ketersediaan tenaga kerja
Tenaga kerja yang perlu diperhatikan adalah pada semua tingkat, yaitu tingkat administratif dan lapangan hingga manajemen trainee dan manajerial.
III-46
e) Situasi persaingan Penting mengenali jumlah dan ukuran pada peritel di suatu wilayah.
f) Fasilitas promosi Adanya media massa seperti surat kabar dan radio akan memfasilitasi kegiatan promosi peritel. g) Ketersediaan lokasi toko Faktor bagi suatu area perdagangan dan hal-hal yang terkait dengan lokasi adalah: jumlah lokasi dan jenisnya, akses pada masing-masing lokasi, peluang kepemilikan, pembatasan zona perdagangan, dan biaya-biaya terkait. h) Hukum dan peraturan Hukum dan peraturan perlu di perhatikan khususnya jika terdapat peraturan daerah yang tidak terdapat di daerah lain. 3. Mempertimbangkan faktor dalam letak atau tempat gerai yang akan didirikan. a) Lalulintas pejalan kaki Untuk mendapatkan informasi mengenai: (1) Jumlah pria dan wanita yang melintas (anak-anak usia tertentu kebawah tidak dihitung). (2) Jumlah orang yang melintas pada pagi, siang, sore, dan malam atau sesuai jam (3) Proporsi potensi konsumen (presentase pembelanjaan dari orang yang melintas). (4) Proporsi orang yang berkunjung dari total yang melintas. b) Lalu lintas kendaraan Informasi tentang jumlah dan karakteristik mobil-mobil yang melintas, faktor lebar jalan, kondisi jalan, dan kemacetan akan
III-47
menjadi nilai tambah atau nilai kurang bagi pelangan itu menjadi perhatian penting seorang pemasar. c) Fasilitas parkir Untuk kota-kota besar, pertokoan atau pusat perbelanjaaan yang memiliki fasilitas parkir yang memadai dapat menjadi pilihan yang lebih baik bagi peritel dibandingkan dengan pertokoan dan pusat belanja yang fasilitas perbelanjaan yang fasilitasnya tidak memadai. d) Trasportasi umum Transportasi umum yang banyak melintas di depan pusat perbelanjaan atau pertokoan akan memberi daya tarik yang lebih tinggi karena bentuk konsumen dengan mudah langsung masuk ke areal perbelanjaan e) Komposisi toko Jika ingin membuka toko perlu mempelajari dulu toko apa saja disekitarnya,
karena
toko
yang
saling
melengkapi
akan
menimbulkan sinergi. f) Letak berdirinya gerai Letak berdirinya gerai sering kali dikaitkan dengan visibility (keterlihatan), yaitu mudah terlihatnya toko dan plang namanya oleh pejalan kaki dan pengendara mobil yang melintas di jalan. g) Penilaian keseluruhan Penilaian
keseluruhan
atau
overall
rating
perlu
dilakukan
berdasarkan faktor-faktor diatas agar dapat menentukan pilihan lokasi lebih tepat.
2.3 FACILITY LOCATION (PENENTUAN LOKASI) Model penentuan lokasi telah diterapkan di beberapa permasalahan penempatan fasilitas sektor publik dan privat beberapa tahun terakhir. Aplikasi location modelling juga digunakan dalam penempatan Emergency
III-48
Medical Service (EMS), stasiun pemadam kebakaran, sekolah, rumah sakit, perusahaan penerbangan, tempat pembuangan sampah, gudang, dan beberapa fasilitas lainnya. Teori dan location modelling pertama kali dipelajari oleh Weber pada tahun 1909 yang membahas permasalahan penempatan fasilitas tunggal untuk meminimasi total jarak tempuh antara titik fasilitas dan titik demand. Kemudian, Hotelling pada tahun 1929 mempelajari penempatan dua fasilitas untuk memaksimalkan market share (Daskin, 2008). 2.3.1 Facility Location Menurut Sule R. Dileep Dalam penentuan lokasi, terdapat lima permasalahan penentuan lokasi yang sering muncul (Dileep, 2001), yaitu :
1) p – Median problem p – Median problem atau p-MP berkaitan dengan penempatan fasilitas p (dalam p lokasi) dengan tujuan untuk meminimasi kriteria biaya. Jika besar p adalah 1, maka permasalahannya menjadi 1-MP dst. Biaya dapat dalam bentuk waktu, mata uang, banyaknya perjalanan (number of trip), total jarak, atau bentuk ukuran apapun. p-MP juga sering disebut sebagai minisum problem atau Weber problem. 2) p – Center problem p – Center problem disebut juga p-CP dan berkaitan dengan penempatan sejumlah p fasilitas dengan tujuan meminimasi jarak maksimum dari fasilitas ke titik permintaan yang harusnya dilayani. Umumnya
merupakan
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
pelayanan darurat publik, seperti pemadam kebakaran, pelayanan ambulance, dan kantor polisi. 3) Uncapacitated Facility Location Problem (UFLP)
III-49
UFLP memiliki tujuan akhir bersifat minisum dan memperhitungkan biaya fixed cost tergantung dimana lokasi fasilitas tersebut berada. Jumlah fasilitas yang akan dibangun tidak ditentukan sebelumnya, namun diketahui diakhir perhitungan setelah proses minimasi biaya. Oleh karena kapasitas di tiap fasilitas tidak ditentukan, maka tidak menguntungkan untuk membagi demand kepada lebih dari satu titik supply. 4) Capacitated Facility Location Problem (CFLP) Mirip dengan UFLP namun dengan perbedaan bahwa kapasitas di setiap fasilitas terbatas sehingga solusi optimum yang didapat nantinya akan menyatakan bahwa konsumen dapat dilayani oleh lebih dari satu fasilitas. 5) Quadratic Assignment Problem (QAP) Adalah menentukan sejumlah n fasilitas, contohnya sejumlah mesin yang masing-masing memiliki alur, harus ditempatkan dalam sejumlah n lokasi secara simultan agar didapat minimasi biaya total. Yang diperoleh dengan perhitungan flow dikali jarak.
2.3.2 Facility Location Menurut Daskin Menurut Daskin (2008), model penempatan lokasi modern secara garis besar dibagi menjadi empat, dengan taksonomi yang dapat dilihat pada gambar berikut:
III-50
Gambar 2.7 Taksonomi Location Model Sumber: Daskin, 2008
1. Analytic Models Analytic model merupakan model lokasi yang paling sederhana. Model ini mengasumsikan bahwa demand kontinyu, tersebar di setiap tempat di dalam area pelayanan (service region) secara uniform, dan fasilitas dapat ditempatkan disetiap tempat di area tersebut (kontinyu). Biasanya diselesaikan dengan kalkulus atau teknik sederhana lain. 2. Continuous Models Continuous model memiliki karakter hampir sama dengan analytic model, hanya saja mengasumsikan bahwa titik demand diskret, demand terjadi pada tiap n titik diskret. Lokasi titik demand i diwakili oleh (xi,yi), untuk i=1, 2, ..., n. Intensitas demand pada lokasi diwakili oleh hi. Permasalahan Weber adalah untuk mencari lokasi (X,Y) fasilitas tunggal untuk meminimasi jarak total antara fasilitas dan titik demand, dengan formulasi sebagai berikut:
Model diselesaikan menggunakan prosedur iterasi numerik seperti algoritma Weiszfeld (1936) dalam Daskin (2008).
3. Network Models
III-51
Network model mengasumsikan bahwa demand diskret, hanya terjadi pada node. Sedangkan fasilitas dapat ditempatkan hanya pada node (diskret) dan network (kontinyu). Fokus dari network model adalah menemukan algoritma waktu polinomial. Fungsi tujuan model ini adalah untuk meminimasi total jarak antara fasilitas dan node, disebut 1-median problem on a tree. Goldman (1971) dalam Daskin (2008) menyebutkan bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan pada waktu O(n), di mana n adalah jumlah node dalam tree. Jika demand dalam suatu node 50% total demand di seluruh node, maka lokasi optimal pada node tersebut. Jika tidak, buang node dan linknya dari tree dan tambahkan demand ke node yang telah dihubungkan. Prosedur diteruskan sampai mendapat node dengan demand 50% total demand di seluruh node. Masalah penempatan p fasilitas pada tree untuk meminimasi jarak total demand juga dapat diselesaikan dengan waktu polinomial. Linear time algorithma juga digunakan untuk demand yang tak berbobot (hi=1 untuk semua i), masalah penempatan satu atau dua lokasi untuk meminimasi jarak antara beberapa node dan fasilitas terdekat. 4. Discrete Models Model diskret ini secara umum mengasumsikan bahwa demand maupun fasilitasnya adalah diskret pada titik tertentu, dengan alternatif lokasi fasilitas di luar titik demand. Demand terjadi di tiap node dan fasilitas dibatasi pada sebuah set kandidat lokasi yang terbatas. Model diskret dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, dapat dilihat pada gambar berikut.
III-52
Gambar 2.8 Breakdown Discrete Location Models Sumber: Daskin, 2008
a. Covering – based Models Covering-based model mengasumsikan bahwa terdapat cakupan jarak kritis atau waktu di mana kebutuhan demand harus terlayani apabila masih termasuk dalam daerah cakupan (covered) atau “serve adequately”. Model ini sering digunakan dalam mendesain layanan darurat seperti stasiun pemadam kebakaran, sebuah node mungkin tidak tercovered (misal, lebih dari 10 menit dari stasiun terdekat), tetapi demand pada lokasi tersebut masih di layani apabila masih dalam service region. Model ini memperlakukan jarak sebagai binary (1,0): sebuah node tercover atau tidak. Covering model dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Set covering problem Model set covering (Toregas et al., 1971 dalam Daskin, 2008) bertujuan meminimumkan jumlah titik lokasi fasilitas pelayanan tetapi dapat melayani semua titik permintaan. Untuk menggambarkan model set covering dapat dirumuskan atau formulasikan sebagai berikut : Dimana :
III-53
I
= titik demand dengan indek i
J
= titik alternatif lokasi dengan indek j
dij
= jarak antara titik permintaan i dengan alternatif lokasi j
Dc
= jarak pemenuhan
Ni
= j d ij Dc
= semua alternatif lokasi yang meliputi titik permintaan i Variable keputusannya : 1 jika pada lokasi j xj 0 jika tidak
Dengan notasi di atas maka dapat di formulasikan sebagai berikut : Minimize
x
j
x
j
(2.1)
jJ
Subject to 1 i I
(2.2)
x j 0.1j J
(2.3)
jN i
Berdasarkan Formulasi tersebut dapat diuraikan menjadi tujuan (2.1) untuk meminimasi jumlah alternatif lokasi. Batasan (2.2) setiap titik pemintaan dapat dipenuhi sedikitnya oleh satu fasilitas, (2.3) benar atau tidaknya suatu keputusan. 2) Max covering problem Model lokasi maximal covering (Church and ReVelle, 1974 dalam Daskin, 2008) menunjukkan adanya suatu batasan pada banyaknya fasilitas untuk dijadikan sebagai lokasi. Model max covering memiliki fungsi objektif untuk memaksimumkan jumlah titik permintaan yang terlayani dengan batasan hanya tersedia sejumlah p titik lokasi fasilitas pelayanan yang dapat melayani titik-titik permintaan tersebut. Model maximal covering diformulasikan sebagai berikut :
III-54
zi = titik demand dengan indeks I, zi variabel binary, 1 apabila terdapat titik demand, 0 apabila tidak hi demand atau permintaan pada titik i p banyaknya fasilitas untuk penentuan lokasi
1 jika titik i dipenuhi xj 0 jika tidak
Maximize
h z
(2.4)
i i
iI
Subject to :
x
j
z i 0i I
(2.5)
p
(2.6)
jN i
x
j
jJ
x j 0,1 j J
(2.7)
z i 0,1 i I
(2.8)
Berdasarkan formulasi atau rumus pada model maximal covering dapat diketahui, tujuan (2.4) memaksimalkan total permintaan yang dapat dipenuhi. Batasan (2.5) pemenuhan permintaan pada titik i tidak terhitung, kecuali pada salah satu alternatif lokasi yang dapat memenuhi titik i. (2.6) membatasi banyaknya fasilitas pada daerah penempatan. (2.7 dan 2.8) merupakan suatu keputusan penempatan lokasi sebagai pemenuhan titik-titik permintaan. 3) p-center problem Model p-center fungsi objektifnya adalah meminimumkan rata-rata jarak terjauh (coverage distance) antara titik permintaan dan titik lokasi fasilitas pelayanan. Fungsi objektif dalam model p-center sering disebut MinMax objective. Model p-center diformulasikan sebagai berikut : W = memaksimal antara titik permintaan dan lokasi pada jarak yang telah ditentukan.
III-55
1 jika titik i untuk menentukan suatu lokasi pada titik j yi j 0 jika tidak
Berdasarkan variabel keputusan di atas maka dapat diformulasikan : Maximize
(2.9)
W
Subject to :
x
j
p
(2.10)
jJ
y
ij
1
i I
(2.11)
jJ
yij x j 0
i I , j J
W hi d ij y ij 0
i I
(2.12) (2.13)
jJ
x j 0,1
i I
(2.14)
yij 0,1
i I , j J
(2.15)
Pada formulasi di atas maka dapat diketahui, tujuan (2.9) adalah meminimasi jarak pada demand-weighted pada tiap titik permintaan dengan lokasi yang terdekat sehingga dapat bernilai maksimal. Batasan (2.10) menetapkan p sebagai lokasi, (2.11) setiap titik permintaan hanya dapat dipenuhi oleh satu lokasi saja, (2.12) pembatasan pada titik-titik permintaan hanya pada satu lokasi, (2.13) pada demand-weighted yang maksimal dapat diminimasi dengan jarak yang lebih kecil, 2.(14) variabel keputusan dengan bilangan biner, (2.15) permintaan hanya dapat ditentukan oleh satu titik lokasi saja. b. Median – based Models Median-based model mengukur jarak yang sebenarnya. Model ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1) P-median
III-56
Model
ini
bertujuan
menempatkan
p
fasilitas
untuk
meminimalkan jarak rata-rata antara titik lokasi fasilitas terdekat dengan beberapa titik demand. Model p-median dapat diformulasikan sebagai berikut:
Di mana Yij merupakan variabel assigment, bernillai 1 apabila demand pada node i ditugaskan ke kandidat fasilitas j, dan bernilai 0 jika sebaliknya. Demand node secara otomatis akan ditugaskan ke fasilitas terdekat yang buka di beberapa solusi feasible, dirumuskan dalam constraint berikut.
Model ini dapat diselesaikan dengan mengembangkan algoritma secara heuristik dan optimal. Neighborhood search algorithm berdasar observasi 1-median dapat menemukan waktu polinomial dengan total enumerasi. Selain itu, juga bisa digunakan algoritma tabu search dan algoritma genetika. P-median tidak memperhatikan perbedaan biaya pada fasilitas yang berbeda. Uncpacitated Facility Location Problem (UFLP) hampir sama dengan p-median, hanya saja tidak memakai batasan jumlah fasilitas yang ditempatkan. P-centre tidak memperhatikan demand level, cenderung ditempatkan di area dengan jumlah populasi sedikit, tetapi lebih terpusat. Max covering model menghitung populasi tetapi
III-57
perhitungan jarak binary, cenderung menempatkan fasilitas di area dengan populasi banyak. Sedangkan p-median menghitung baik jumlah populasi maupun jarak aktual, dan cenderung menempatkan fasilitas di area padat penduduk. 2) Fixed Charge Model ini bertujuan untuk meminimalkan biaya fasilitas dan biaya transport demand menuju lokasi terdekat. Input: I
set lokasi demand (customer), diwakili i
J
set kandidat lokasi fasilitas, diwakili j
hi
demand pada node i I
fj
fixed cost menempatkan fasilitas pada kandidat j J
cij
unit cost shipping antara fasilitas j J dan demand di node i
I Model fixed charge facility location dapat diformulasikan sebagai berikut (Balinski, 1965 dalam Daskin, 2008):
Decision Variable:
1 jika menempatkan kandidat fasilitas j J Xj = 0 jika tidak Yij
= fraksi demand di lokasi demand i I yang dilayani oleh fasilitas di j J
c. Model Lain
III-58
1) P-dispersion Model ini bertujuan untuk memaksimalkan jarak minimum antar faslitas. Hal ini dilakukan untuk menghindari kanibalisme antar fasilitas
sejenis,
misal:
franchise.
Model
p-dispersion
dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Decision variabel model ini adalah: M
= konstanta yang besar ( misal : Max d ij )
D
= jarak minimum yang memisahkan antar fasilitas
iI , jJ
2.4 LINEAR PROGRAMMING Linear Programming (LP) merupakan teknik riset operasional (operation research technique) yang telah dipergunakan secara luas dalam berbagai jenis masalah manajemen (Gaspersz, 2004: 315). Pemrograman linier memakai suatu model matematis untuk menggambarkan masalah yang dihadapi. Kata sifat ‘linier’ berarti bahwa semua fungsi matematis dalam model ini harus merupakan fungsi – fungsi linier. Kata ‘pemrograman’ di sini merupakan sinonim untuk kata ‘perencanaan’. Maka, membuat pemrograman linier adalah membuat rencana kegiatan – kegiatan untuk memperoleh hasil yang optimal, ialah suatu hasil yang mencapai tujuan yang ditentukan dengan cara yang paling baik (sesuai
III-59
model matematis) di antara semua alternatif yang mungkin (Lieberman dan Hillier, 1994: 27). 2.4.1 Komponen Model Integer Linear Programming Lieberman dan Hillier (1994) menyatakan bahwa model integer linear programming memiliki tiga komponen utama, yaitu : a. Fungsi Tujuan (Objective Function) Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran dari dalam permasalahan integer linear programming yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya-sumber daya untuk mencapai hasil yang optimal. b. Fungsi Pembatas (Constraint Function) Fungsi pembatas merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan. c. Variabel Keputusan (Decision Variables) Variabel keputusan merupakan aspek dalam model yang dapat dikendalikan. Nilai variabel keputusan merupakan alternatif yang mungkin dari fungsi linier. 2.4.2 Bentuk Baku Model Pemrograman Linier Secara matematis, model umum dari integer linear programming yang terdiri dari sekumpulan variabel keputusan X1, X2, ..., Xn, dirumuskan sebagai berikut (Lieberman dan Hillier, 1994) : Fungsi tujuan : Maksimasi (atau Minimasi) Z C1 x1 C 2 x 2 C 3 x3 ... C n x n ...................................... (2.4)
Kendala : a11 x1 a12 x2 a13 x3 a14 x4 ... a1n xn
a21x1 a22 x2 a23 x3 a24 x4 ... a2 n xn : :
III-60
, ,
, ,
b1
b2
, ,
a1m x1 am 2 x2 am3 x3 am 4 x4 ... amn xn
bm
dan x1 , x2 , x3 , x4 , x5 , x6 ,..., xn 0 dimana : Z
=
nilai
fungsi
tujuan
yang
dimaksimumkan
atau
diminimumkan n
= macam batasan sumber daya atau fasilitas yang ada
m
= macam aktivitas yang menggunakan sumber daya atau
fasilitas xi
= variabel keputusan
bi
=
nilai maksimal sumber daya untuk dialokasikan ke
aktivitas
Ci
= besarnya kenaikan nilai Z setiap ada kenaikan satu satuan
nilai 2.4.3 Asumsi – Asumsi Pemrograman Linier Asumsi dasar yang digunakan dalam model analitis Integer Linear Programming adalah (Lieberman dan Hillier, 1994) : a. Proporsionalitas Naik turunnya nilai fungsi tujuan (Z) dan penggunaan sumber daya berubah sebanding (proporsional) dengan perubahan tingkat aktivitas. b. Additivitas Aktivitas (variabel keputusan) tidak saling mempengaruhi dalam menentukan nilai fungsi tujuan sehingga nilai fungsi tujuan merupakan penjumlahan kontribusi setiap variabel keputusan atau dengan kata lain kenaikan fungsi tujuan yang diakibatkan oleh suatu aktivitas dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai fungsi tujuan yang diperoleh dari aktivitas lain. c. Deterministik
III-61
Semua parameter yang terdapat dalam model matematis (Aij, Cj, bi) dapat ditentukan dengan pasti, meskipun jarang dapat ditentukan dengan tepat. d. Accountability Sumber-sumber yang tersedia harus dapat dihitung sehingga dapat dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang masih tersisa. e. Linearity of Objectives Fungsi tujuan dan kendala-kendala harus dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi linear.
2.5 MODEL REFERENSI Model yang digunakan sebagai referensi dalam menyusun model adalah sebagian model dalam jurnal yang dikembangkan oleh Melkote dan
Daskin
(2001).
Adapun
formulasi
matematis
model
dikembangkan oleh Melkote Daskin (2001) adalah sebagai berikut: A. Input N : Kumpulan beberapa titik dalam sebuah network/jaringan. L : Kumpulan links dalam satu network/jaringan di : Jumlah permintaan pada titik i M : Total permintaan pada network N tij : Biaya transportasi per unit flow on link fi : Biaya pembangunan fasilitas baru di titik i Ki : Kapasitas fasilitas di titik i cij : Biaya pembangunan jaringan baru (i,j) B. Variabel Keputusan 1, jika dibangun fasilitas di titik i Zi = 0, jika tidak
III-62
yang
1, jika terdapat jalan antara titik i,j Xij = 0, jika tidak Yij = flow on link (i,j) Wi = total demand yang dilayani oleh fasilitas di titik i Diasumsikan semua inputs bernilai positif. C. Formulasi Model 1) Fungsi Tujuan Tujuan dari model ini adalah meminimalkan total biaya sehingga dengan rumusan sebagai berikut:
Minimasi
i , j L
t ijYij f i Z i iN
c
ij
X ij
( i , j )L
..................... (2.1)
2) Batasan persamaan arus (flow equation) Sistem yang berlaku dalam model ini adalah customer-to-server dimana demand (dalam hal ini konsumen) bergerak menuju fasilitas untuk dilayani oleh karena itu diperlukan suatu persamaan yang mengatur arus (flow) konsumen (demand) ke dan dari minimarket. Inbound flow = Outbound flow, dimana inbound flow (arus ke fasilitas) merupakan total inbound demand ditambah demand di node sedangkan outbound flow (arus dari fasilitas) merupakan outbound demand ditambah demand yang terlayani di node, sehingga diperoleh persamaan:
Y
ij
jN
di
Y
ij
Wi , i N .............................
iN
(2.2) 3) Batasan satu titik demand hanya dilayani di satu fasilitas saja Single-Assignment
Property
menjadi
acuan
dalam
masalah
pelayanan. Maksudnya adalah bahwa setiap satu titik demand akan
III-63
dilayani oleh satu fasilitas saja sehingga tidak ada pembagian demand ke titik fasilitas lainnya. Berdasarkan acuan tersebut, maka diperoleh rumusan sebagai berikut: Wi
≤ KiZi,
i
N
................................................
(2.3) 4) Batasan yang menyatakan bahwa arus (flow) hanya melalui jalur yang terkonstruksi Yij ≥ MXij
(i,j)
L ..................................................(2.4)
5) Batasan arus (flow) yang mengalir tidak bernilai negatif Yij ≥ 0, Xij 0,1 , (i,j) L ...................................... (2.5) 6) Batasan total demand tidak bernilai negatif Wi ≥ 0, Xij 0,1 , i N .......................................... (2.6)
2.6 GIS (Geographical Information System) GIS (Geographical Information System) atau dikenal pula dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasi tentang peta tersebut (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, menganalisa, memperagakan dan menampilkan data spatial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti permasalahan (Mufidah, 2006). 2.6.1 Komponen GIS Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 5 komponen, yaitu: hardware, software, data, manusia dan metode (Husein:2006). 1) Hardware SIG membutuhkan hardware atau perangkat komputer yang memiliki
spesifikasi lebih tinggi
dibandingkan dengan sistem
informasi lainnya untuk menjalankan software-software SIG, seperti
III-64
kapasitas memori (RAM), hard-disk, prosesor serta VGA Card. Hal tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG baik data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori yang besar dan prosesor yang cepat. 2) Software Sebuah software SIG harus menyediakan fungsi dan tool yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan informasi geografis. Elemen yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah: a) Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis b) Sistem manajemen basis data c) Tool yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi d) Graphical User Interface (GUI), memudahkan akses pada tool geografi 3) Data Hal yang merupakan komponen penting dalam SIG adalah data. Secara fundamental SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis yaitu model data vektor dan model data raster. a) Model data vektor Informasi posisi point, garis dan polygon disimpan dalam bentuk x,y koordinat. Suatu lokasi point dideskripsikan melalui sepasang koordinat x,y.
III-65
Gambar 2.9 Data Vektor Sumber : rahmad, 2006
b) Model data raster terdiri dari sekumpulan grid/sel seperti peta hasil scanning maupun gambar/image. Masing-masing grid/sel atau pixel memiliki nilai tertentu yang bergantung pada bagaimana image tersebut digambarkan. Sebagai contoh, pada sebuah image hasil penginderaan jarak jauh dari sebuah satelit.
Gambar 2.10 Data Raster Sumber : Rahmad, 2006
4) Manusia Teknologi SIG tidaklah menjadi bermanfaat tanpa manusia yang mengelola
sistem
dan
membangun
perencanaan
yang
dapat
diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata. 5) Metode SIG yang baik memiliki keserasian antara rencana desain yang baik dan aturan dunia nyata, dimana metode, model dan implementasi akan berbeda-beda untuk setiap permasalahan. 2.6.2 Proses Sistem Informasi Geografis Sebelum data geografi digunakan dalam SIG, data tersebut harus dikonversi kedalam format digital. Proses tersebut dinamakan digitasi. Untuk mendigitasi peta harus dilekatkan pada peta digitasi titik dan garis ditelusuri dengan kursor digitasi atau keypad dengan software tertentu seperti ARC/INFO Autocad, MapInfo atau software lain yang dapat
III-66
mensupport proses digitasi tersebut. Untuk SIG dengan teknologi yang lebih
modern,
proses
konversi
data
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan teknologi scanning (Utama, 2004).
Gambar 2.11 Proses Sistem Informasi Geografis Sumber: Utama, 2004
Tahapan selanjutnya adalah editing merupakan tahap koreksi atas hasil
digitasi.
Koreksi
tersebut dapat berupa
penambahan atau
pengurangan arc atau feature yaitu dengan mengedit arc yang berlebih (overshoot) atau menambahkan arc yang kurang (undershoot). Editing juga dilakukan untuk menambahkan arc secara manual seperti membuat polygon, line maupun point. Setelah data keruangan dimasukkan maka proses selanjutnya beralih ke pengelolaan data – data deskrptif , dalam hal ini meliputi annotasi (pemberian tulisan pada coverage), labelling (pemberian informasi pada peta bersangkutan) , dan attributing yaitu tahap dimana setiap Label ID hasil proses labelling diberi tambahan atribut yang dapat memberikan sejumlah informasi tentang poligon atau arc yang diwakilinya (Utama, 2004). 2.6.3 Proyeksi dan Sistem Koordinat Untuk menggambarkan obyek atau features permukaan bumi di atas layar komputer, kita memerlukan suatu sistem penggambaran yang
III-67
merepresentasikan keadaan bumi sebenarnya yang kita sebut sebagai proyeksi. Proyeksi kita gambarkan dalam sistem koordinat cartesian, yang umumnya kita kenal dalam unit X dan Y. Berikut akan kita bahas 2 sistem proyeksi yang sering digunakan dalam SIG yaitu proyeksi Longitude Latitude atau Longlat dan Universal Tansverse Mercator atau UTM (Utama, 2004). 1) Proyeksi Longitude Latitude (Geographic Coordinat Systems) Proyeksi ini umum digunakan untuk menggambarkan keadaan global. Satuan units yang digunakan adalah degree (derajat atau 0). Satuan derajat ini dilambangkan dengan satuan decimal degree, DMS (degree minute second) dan DM (Degree minute decimals). Sebagai contoh: a) 150 30 1 2511 berarti 15 derajat (degree) 30 menit dan 25 detik. Pelambangan ini digunakan dalam unit DMS Proyeksi longlat didasari dari bentuk bumi spheroid, yang dibagi atas garis tegak yang mengiris bumi dari belahan bumi utara hingga ke kutub selatan yang dinamakan garis meridian dan garis-garis melintang yang membagi bumi dari timur hingga ke barat yang dinamakan garis paralel. Garis 00 meridian melewati kota Greenwich, Inggris, implikasinya adalah adanya pembagian waktu yang berbeda pada daerah-daerah di bumi bagian timur dan barat. Perubahan nilai garis merdian terjadi secara vertikal sepanjang garis horizontal yang kita sebut sebagai longitude atau titik X. Sedangkan garis paralel berubah secara horizontal sepanjang garis vertikal dan kita sebut sebagai latitude atau titik Y. Proyeksi ini akan dibaca sebagai proyeksi bumi spheroid oleh koordinat cartesian, yang memiliki 4 zone utama yaitu zone timur utara (North East) dengan koordinat (x,y) berupa nilai (+,+), zone timur selatan (South East) sebagai (+,-), zone barat selatan (South Western) dengan (-,-) dan zone barat utara (North Western) (-,+). Berikut adalah
III-68
contoh penerapan proyeksi longlat untuk negara-negara di seluruh dunia.
Gambar 2.12 Proyeksi Longitude Latitude Sumber: Utama, 2004
Proyeksi tersebut walaupun berlaku global tetapi karena bentuk bumi yang cenderung elips menyebabkan adanya perbedaan jarak antar garis meridian dan paralel di setiap belahan bumi. Indonesia menggunakan sistem yang disebut World Geodetic System tahun 1984 (WGS 1984). Untuk menyatakan batas-batas koordinat Indonesia adalah sebagai berikut: Proyeksi Longitude Latitude dalam sistem WGS 1984 adalah: 6 0 Northern (LU) - (-11)0 Southern (LS) dan 950 Eastern (BT) – 141 0 Eastern (BT). 2) Proyeksi Universal Transverse Mercator (projected coordinat systems) Untuk menyatakan proyeksi yang lebih detail dan bersifat lokal kita gunakan, salah satunya yaitu proyeksi Universal Transverse Mercator. Satuan units yang digunakan adalah meter, proyeksi ini didasarkan pada asumsi bahwa jarak datar di permukaan bumi akan homogen setiap lebar 60 antar garis meridian dan 80 antar garis paralell. Dengan demikian apabila perhitungan dimulai dari titik -
III-69
1800W hingga 1800E terdapat 60 zone, tiap zone dinamakan zone 1, zone 2, dan seterusnya hingga zone 60.
Gambar 2.13 Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Sumber: Utama, 2004
Untuk Indonesia, kita akan menggunakan UTM WGS 1984. Zone pada tiap daerah berbeda sehingga satu unit zone sistem yang berlaku di daerah tidak bisa digunakan pada daerah lain. Untuk menyatakan satuan meter atau feet pada peta yang berlaku global kita dapat menggunakan proyeksi lain seperti mercator, robinson, dan lain sebagainya tergantung karakteristik posisi merdian dan paralel tiap daerah/negara.
2.7 SISTEM JARINGAN JALAN Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan, orang dan hewan. Berdasarkan lingkup pengaturan, jalan dikelompokan menurut peruntukan, sistem, fungsi, status dan kelas (www.dardela.com).
a) Berdasarkan Peruntukan, jalan dikelompokan sebagai :
III-70
1) Jalan umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, termasuk disini adalah jalan bebas hambatan dan jalan tol. 2) Jalan khusus adalah jalan yang tidak diperuntukan untuk lalu lintas umum. Termasuk dalam kelompok ini adalah jalan kehutanan, jalan pertambangan, jalan inspeksi pengairan, minyak dan gas, jalan yang dimaksud untuk pertahanan & keamanan dan jalan komplek. b) Berdasarkan Sistem, jaringan jalan dikelompokan sebagai sistem jaringan jalan: 1) Jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah, yang menghubungkan simpul jasa distribusi yang berwujud kota. Jaringan tersebut menghubungkan dalam satu satuan wilayah pengembangan, yang menghubungkan secara menerus kota, yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal, (PKL). 2) Jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peran pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan, yang menghubungkan antar dan dalam pusat kegiatan di dalam kawasan perkotaan. c) Berdasarkan Fungsi, dalam sistem jaringan jalan primer maupun sekunder, tiap ruas mempunyai fungsi masing-masing, yakni : 1) Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciriciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi. Berdasarkan tingkat pengendalian jalan masuk, jalan Arteri bisa dibedakan menjadi Jalan Bebas Hambatan (Freeway), Jalan Expressway dan Jalan Raya (Highway). Dalam Jalan Bebas Hambatan, semua jalan akses secara penuh dikendalikan dan tanpa adanya persimpangan sebidang. Jalan Expressway, pengendalian jalan masuk secara parsial dan boleh adanya persimpangan sebidang, secara
III-71
terbatas. Sedang Jalan Raya, pengendalian secara parsial dan boleh adanya persimpangan sebidang. 2) Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan /pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan ratarata sedang dan jalan masuk dibatasi. 3) Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan lokal dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah dan jumlah jalan masuk, tidak dibatasi. 4) Jalan lingkungan, jalan yang melayani angkutan lingkungan, dengan ciri perjalanan jarak dekat dan dengan kecepatan rendah. d) Pengelompokan Jalan berdasarkan Status, terdiri dari : 1) Jalan nasional adalah jalan umum yang menghubungkan antar ibukota Propinsi, negara atau jalan yang bersifat strategis nasional. Sebagai
penanggung
jawab,
pengaturan,
pembinaan
dan
pengawasan jalan ini adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab yang berkaitan dengan pembangunan. 2) Jalan propinsi, adalah jalan umum yang menghubungkan Ibukota Propinsi dengan Ibukota Kabupaten/Kota, atau antar kota, atau antar Kota atau antar Ibukota Kabupaten, atau antar Ibukota Kabupaten dengan Kota atau jalan yang bersifat strategis regional. Penanggung jawab penyelenggaraan adalah Pemerintah Propinsi. 3) Jalan kabupaten, adalah jalan umum yang menghubungkan Ibukota Kabupaten dengan Kecamatan, antar Ibukota Kecamatan, Ibukota Kabupaten dengan Pusat Kegiatan Lokal atau antar Pusat Kegiatan Lokal dan jalan Strategis Lokal di daerah Kabupaten, serta jaringan jalan sekunder di daerah Kabupaten. Penanggung jawab adalah Pemerintah Kabupaten. 4) Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem sekunder yang menghubungkan
antar
pusat
III-72
kegiatan
lokal
dalam
kota,
menghubungkan menghubungkan
pusat antar
kegiatan persil,
lokal
dengan
menghubungkan
antar
persil, pusat
pemikiman. Tanggung jawab penyelenggaraan ada pada Pemerintah Kota. 5) Jalan desa, adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan di dalam desa dan antar pemikiman. Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan ada pada Pemerintah Kabupaten dan Desa.
2.8 Sampling Menurut Sekaran (1992) populasi (population) mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Sampel (sample) adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain, sejumlah, tetapi tidak semua, elemen populasi akan membentuk sampel. Dengan mempelajari sampel, peneliti akan mampu menarik kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Pengambilan sampel (sampling) adalah proses memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman tentang sifat atau karakteristiknya akan membuat peneliti dapat menggeneralisasikan sifat atau karakteristik tersebut pada elemen populasi (Sekaran, 1992). Sampel yang dapat diandalkan dan valid akan memampukan kita untuk menggeneralisasikan temuan dari sampel untuk populasi yang diteliti. Dengan kata lain, statistik sampel harus menjadi taksiran yang dapat diandalkan dan mencerminkan parameter populasi sedekat mungkin dalam margin kesalahan yang tipis. Jika peneliti mengambil sejumlah besar sampel secara memadai dan memilihnya dengan teliti, maka ia akan memperolah distribusi pengambilan sampel dari rata-rata yang berdistribusi normal. Oleh karena itu, peneliti harus berhati-hati
III-73
dalam menentukan ukuran sampel dan teknik pengambilan sampel (Sekaran, 1992). Ketelitian dan keyakinan adalah isu penting dalam pengambilan sampel karena ketika menggunakan data sampel untuk menarik kesimpulan tentang populasi. Ketelitian (precision) mengacu pada seberapa dekat taksiran peneliti dengan karakteristik populasi yang sebenarnya. Sedangkan keyakinan (confidence) menunjukkan seberapa yakin bahwa taksiran peneliti benar-benar berlaku bagi populasi (Sekaran, 1992). 2.8.1
Ukuran Sampel Menurut Sekaran (1992) sekurang-kurangnya ada empat hal yang
perlu dipertimbangkan dalam menentukan ukuran sampel. Keempat hal tersebut yaitu: 1. Seberapa ketelitian yang dibutuhkan dalam menaksir karakteristik populasi yang diteliti 2. Berapa besar keyakinan yang benar-benar diperlukan 3. Tingkat variabilitas populasi yang diteliti 4. Analisis biaya dan manfaat dari meningkatkan ukuran sampel. Roscoe (1975) dalam Sekaran (1992) memberikan usulan dalam penentuan jumlah sampel yaitu sebagai berikut: a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. b. Bila
sampel
dipecah
ke
dalam
subsampel
(pria/wanita,
junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat. c. Pada penelitian multivariat (termasuk analisis regresi multivariat) ukuran sampel sebaiknya beberapa kali (lebih disukai 10 kali atau lebih) lebih besar dari jumlah variabel yang akan dianalisis.
III-74
d. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana dengan kontrol eksperimen yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen. Studi kualitatif biasanya menggunakan ukuran sampel kecil karena sifatnya yang intensif. Bila studi kualitatif dilakukan untuk tujuan eksploratif, teknik pengambilan sampel yang bisanya digunakan adalah pengambilan sampel yang mudah (Sekaran, 1992). Pada berbagai literatur pengantar statistika disebutkan bahwa angka 30 merupakan pembatas untuk mengkategorikan jumlah sampel. Jika sampel > 30 maka dikategorikan sampel besar, jika ≤ 30 dikategorikan sampel kecil. Hal ini berimplikasi pada rumus statistika yang digunakan jika ingin melakukan pendugaan parameter. Distribusi sampel yang terbentuk mendekati asumsi distribusi normal ketika jumlah sampel mencapai 30, Semakin besar jumlah sampelnya semakin normal distribusinya (Anonymous, 2007). 2.8.2
Teknik Pengambilan Sampel
a. Probability sampling Menurut Istijanto (2005), metode Probability sampling dalam memilih anggota populasi menggunakan proses random, sehingga setiap anggota memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Yang termasuk teknik probability sampling yaitu: 1) Simple random sampling Kata “random” berarti acak, “simple” berarti sederhana atau tanpa prosedur yang rumit. Dengan metode ini, sampel dipilih secara langsung dari populasi dengan peluang setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel sama besar. Teknik ini dilakukan dengan pengambilan langsung secara acak apabila jumlah populasi terbatas (puluhan hingga ratusan). Namun, apabila jumlah populasi cukup besar maka digunakan tabel angka
III-75
random yang terdapat di lampiran buku-buku statistik. Bisa juga digunakan kalkulator atau komputer dengan fasilitas angka random. 2) Stratified random sampling Stratified sampling berusaha membagi populasi menjadi tingkatan atau kelompok. Kemudian, sampel ditarik secara random dari setiap kelompok. Metode ini digunakan jika tujuan riset cenderung untuk melihat sehingga
masing-masing
perbedaan diantara strata populasi sampel
dapat
mewakili
kelompok
populasi. 3) Cluster sampling Cluster sampling mrnggambarkan bahwa sampel ditarik hanya dari salah satu kelompok. Dengan cara ini populasi terlebih dahulu dibagi menjadi kelompok-kelompok, kemudian sampel ditarik secara random dari satu cluster group. Desain pengambilan sampel area merupakan cluster geografis, yaitu jika penelitian berkaitan dengan populasi dalam area gografi yang dapat diidentifikasi, seperti negara, blok kota, atau batas tertentu dalam suatu lokasi. 4) Systematic sampling Kata “systematic” berarti memiliki aturan atau pola tertentu. Dalam metode ini, sampel dipilih dengan mengambil setiap anggota populasi yang memiliki interval tertentu diantara para anggota atau elemen ke- i. jadi interval merupakan pola yang digunakan dalam pengambilan elemen populasi. Pola disini menyerupai deret ukur yang berarti bahwa antar anggota yang satu dengan berikutnya terdapat selang tertentu. b. Nonprobability sampling Menurut Istijanto (2005), pada nonprobability sampling pemilihan elemen populasi tidak maenggunakan proses random, sehingga
III-76
anggota populsi dipilih berdasrkan pertimbangan tertentu atau berdasar alasan kemudahan saja. 1) Convenience Sampling Kata “convenience” berarti nyaman, tidak repot, mudah. Pada metode
ini
kemudahan
periset ditemui
menarik anggota atau
populasi
ketersediaan
berdasarkan
anggota
populasi.
Responden dipilih karena keberadaan pada waktu dan tempat dimana riset sedang dilakukan. Akibatnya peluang terpilih sebagai sampel hanya dimiliki oleh anggota polulasi yang kebetulan berada di sekitar riset, sedangkan anggota populasi yang tidak berada disekitar riset tidak memiliki peluang menjadi sampel. 2) Purposive Sampling Pada metode ini, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. 3) Quota Sampling Dalam metode ini periset menetapkan kuota atau jumlah tertentu
untuk
sampel
yang
memiliki
karakteristik
yang
diinginkan. 4) Snowball Sampling Dalam metode ini pemilihan sampel menyerupan gerak bola salju yang menggelinding dari atas ke bawah. Dalam prakteknya periset mula-mula memilih beberapa responden pertama yang cocok untuk risetnya. Setelah para responden berpartisipasi dalam riset, mereka diminta memberikan daftar referensi anggota lain sebagai partisipan berikutnya. Demikian seterusnya, hingga sampel terkumpul atas dasar referensi sebelumya.
III-77
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah gambaran terstruktur tahap demi tahap proses penyelasaian masalah dalam penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya dijelaskan secara singkat, padat dan jelas. Dalam sebuah penelitian dibutuhkan sebuah metode untuk memperkecil kesalahan dalam pengambilan keputusan. Pada Bab ini diuraikan secara sistematis mengenai gambaran umum metode penelitian yang meliputi 3 tahap, yaitu tahap kerangka konseptual, tahap pengumpulan data, dan tahap pengolahan data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam dalam tiap tahap dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini.
Mulai Pengumpulan Data Awal
Tahap Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual dan Karakterisasi Sistem
Pengumpulan Data Primer 1. Observasi langsung di lapangan - Lokasi Pasar Modern di Kota Solo - Lokasi Pasar Tradisional di Kota Solo 2. Wawancara dan Kuesioner - Jarak Tempuh Konsumen - Data frekuensi belanja - Data volume belanja - Data Pengeluaran Penduduk
Pengumpulan Data Sekunder 1. Data sekunder dari pihak-pihak terkait - Peta Kota Solo - Data Jumlah Penduduk Tiap RW - Data Jenis Pekerjaan Penduduk
Penyusunan Kuesioner Tahap Pengumpulan Data
Design Pengambilan Sampel Penyebaran Kuesioner
A
Gambar 3.1 Metode Penelitian
III-78
Lanjutan Gambar 3.1 Metode Penelitian
Berdasarkan diagram alir metode penelitian di atas dapat dijelaskan menjadi beberapa tahapan sebagai berikut : 3.1
KERANGKA KONSEPTUAL Kerangka konseptual merupakan fondasi di mana seluruh penelitian
didasarkan. Pada tahap ini akan dijelaskan mengenai bagaimana konsep dan dasar pemikiran peneliti yang dituangkan dalam kerangka konseptual. Selain itu, akan dijelaskan bagaimana melakukan simplifikasi kondisi sistem nyata agar model yang akan dikembangkan nantinya dapat merepresentasikan atau sesuai dengan sistem nyata. Simplifikasi sistem nyata dituangkan dalam karakterisasi sistem.
III-79
Selain itu, untuk memperkuat kerangka konseptual penelitian, maka pada tahap kerangka konseptual ini, dilakukan pengumpulan data awal. 3.1.1
Pengumpulan Data Awal Pengumpulan data awal secara umum dilakukan untuk mengetahui
karakteristik obyek penelitian sehingga dapat mengetahui hambatan dan kendala yang mungkin terjadi saat melakukan pengamatan. Selanjutnya, data awal yang diperoleh digunakan sebagai dasar dan referensi untuk membangun kerangka konseptual serta karakterisasi sistem nyata ke dalam model. Data awal yang dibutuhkan sebagai referensi untuk membangun kerangka penelitian yang diperoleh melalui buku literatur, web, artikel, jurnal penelitian, serta Tugas Akhir, yaitu: a) Perkembangan pasar modern terutama retail minimarket dengan konsep waralaba secara umum b) Persaingan antar pasar modern dan pasar tradisional c) Perubahan pola konsumsi masyarakat d) Peraturan yang berlaku mengenai zoning
pasar modern dan pasar
tradisional e) Fakta-fakta preferensi konsumen f) Model optimasi untuk penentuan lokasi (facility location) 3.1.2
Kerangka Konseptual Secara umum, gambaran kerangka konseptual dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
III-80
Gambar 3.2 Gambaran Umum Kerangka Konseptual Tujuan utama dari penelitian ini adalah penentuan titik-titik lokasi optimal untuk usulan lokasi minimarket. Untuk menentukan titik optimal digunakan model penentuan lokasi, hal ini mengingat alternatif lokasi cukup banyak. Perkembangan pasar modern (minimarket, supermarket, dan hypermarket) di Indonesia termasuk Kota Surakarta saat ini sangat pesat, terutama minimarket dalam konsep franchise. Tiap tahun jumlah gerai minimarket bertambah signifikan. Perkembangan minimarket ini disebabkan oleh banyak faktor. Selain kemudahan dalam pengelolaan minimarket dengan konsep franchise itu sendiri, juga didukung oleh perubahan pola konsumsi masyarakat saat ini yang bisa dikatakan pada tahap transisi, sehingga dapat dijadikan peluang untuk mendirikan minimarket baru dengan pertimbangan lokasi yang strategis. Pada era transisi ini, kecenderungan perubahan pola konsumsi masyarakat dapat dibagi menjadi tiga kelas kebutuhan, yaitu: 1. Pola transisi konsumsi kebutuhan pokok (food) Pola belanja cenderung mingguan atau bulanan, dengan pola transisi sebagai berikut:
III-81
Ps. Tradisional Supermarket (luwes, mth)
Hypermarket
Minimarket
Masyarakat pada awalnya cenderung berbelanja kebutuhan pokok di pasar tradisional. Seiring dengan perkembangan pasar modern serta perubahan pola konsumsi, sebagian masyarakat cenderung memilih berbelanja ke supermarket yang memberikan kelengkapan, kemudahan, kenyamanan, keamanan, keleluasaan berbelanja, serta kualitas produk terjamin. Namun, pola konsumsi sebagian masyarakat cenderung berkembang, sehingga format supermarket tidak terlalu favourable lagi. Sebab, dalam hal kedekatan lokasi dengan konsumen, supermarket kalah bersaing dengan minimarket (yang umumnya berlokasi di perumahan penduduk), sementara untuk range pilihan barang, supermarket tersaingi oleh hypermarket (yang menawarkan pilihan barang yang jauh lebih banyak). 2. Pola transisi konsumsi kebutuhan tambahan (food/non food) Pola belanja cenderung tiap hari atau accidental, dengan pola transisi sebagai berikut: Ritel tradisional minimarket (terutama di deket perumahan) Dalam hal pemenuhan kebutuhan tambahan, perubahan pola konsumsi masyarakat terjadi dari berbelanja ke ritel tradisional beralih ke minimarket yang lebih menawarkan kemudahan, kenyamanan, keamanan, keleluasaan berbelanja, serta kualitas produk terjamin. 3. Barang tahan lama (durable good) Pola belanja cenderung dalam jangka waktu relatif lama, dengan pola transisi sebagai berikut: Ritel tradisional hypermarket, seperti: carefour Dalam hal pemenuhan kebutuhan durable good, perubahan pola konsumsi masyarakat terjadi dari berbelanja ke ritel tradisional beralih ke hypermarket yang lebih menawarkan kelengkapan serta kualitas produk. Berdasarkan klaster kebutuhan dan pola transisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa motif konsumen cenderung berbeda untuk berbelanja ke pasar
III-82
tradisional, minimarket, supermarket maupun hypermarket. Meskipun begitu, keberadaan pasar modern khususnya minimarket juga mengurangi pangsa pasar tradisional walaupun tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan zonasi serta jarak antara minimarket dan pasar tradisional mapuan antar minimarket sendiri yang kurang begitu diperhatikan. Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional serta menghindari kanibalisme antar minimarket maka dilakukan pengajuan usulan lokasi minimarket dengan mempertimbangkan jarak minimal antar fasilitas. Ketentuan jarak minimal mengacu beberapa referensi, seperti pada Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah Jakarta No.2 Tahun 2002 yang selanjutnya ditetapkan sebagai asumsi, yaitu jarak minimal antar fasilitas minimarket adalah radius 500 meter atau jarak 1 kilometer, sedangkan jarak antara minimarket dengan pasar tradisional adalah 500 meter. Penentuan usulan lokasi minimarket ini juga mempertimbangkan pola konsumsi dan behaviour masyarakat dalam berbelanja. Pada kenyataannya, konsumen tidak selalu memilih minimarket dengan jarak terdekat karena berbagai pertimbangan, yang nantinya akan diteliti lebih jauh pada penelitian ini. Jadi, ada kemungkinan konsumen tidak hanya memilih 1 minimarket terdekat saja. Berdasarkan KPPU, konsumen rela berpindah apabila toko langganan yang bersangkutan tutup atau karena alasan lain adalah sejauh 2 km atau 20 menit perjalanan. Jadi jarak coverage terjauh untuk usulan minimarket baru adalah 2 kilometer. Jarak yang berbeda-beda juga kemungkinan berpengaruh pada frekuensi belanja. Selain itu, tingkat penghasilan juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada volume belanja. Sehingga, dalam hal ini tingkat penghasilan akan dibagi menjadi tiga kelas untuk mengetahui perbedaan kecenderungan dan pola belanja masing-masing kelas. Pemukiman penduduk yang cenderung di daerah pinggiran, termasuk Surakarta menjadi pertimbangan sasaran usulan minimarket cenderung di daerah dengan lokasi pinggiran kota yang mumnya tidak termasuk coverage area minimarket yang sudah ada. Secara skematis, fakta-fakta dalam preferensi konsumen dapat digambarkan sebagai berikut:
III-83
Gambar 3.3 Fakta-fakta Dalam Preferensi Konsumen Berdasar
pertimbangan
tersebut,
maka
faktor
–
faktor
yang
dipertimbangkan dalam penentuan dan pemilihan lokasi minimarket ini antara lain jarak tempuh, frekuensi belanja, dan volume belanja terkait dengan penghasilan. Berdasar faktor-faktor tersebut, maka dilakukan perhitungan bobot untuk memprediksi peluang konsumen berbelanja ke minimarket usulan. Kemudian dilakukan perhitungan optimasi untuk tiap lokasi usulan minimarket. Selanjutnya dilakukan pemilihan lokasi usulan minimarket dengan jumlah pelanggan berbobot yang optimal. Pada model optimasi network location yang dibuat oleh Melkote dan Daskin (2001), penentuan titik-titik optimal untuk lokasi fasilitas (titik supply) baru diperoleh dengan mempertimbangkan biaya pembangunan fasilitas, biaya transportasi, dan biaya pembangunan network baru sedemikian hingga lokasi yang terpilih adalah dengan biaya investasi minimum.
III-84
Pada model yang akan digunakan dalam penelitian ini, penentuan lokasi optimal tidak dipandang dari segi biaya investasi,
melainkan dengan
mempertimbangkan faktor jarak tempuh, frekuensi belanja, dan volume belanja terkait dengan penghasilan dalam rangka memaksimalkan jumlah pelanggan berbobot dari tiap usulan lokasi sehingga diharapkan omset penjualan maksimal. Model yang akan dikembangkan secara tidak langsung dapat mencerminkan biaya investasi. Jarak antar titik demand dan titik supply yang dipertimbangkan adalah jarak terdekat dan alternatif terdekat ke dua, yang mencerminkan biaya transportasi. Letak lokasi usulan baru dapat mencerminkan besarnya biaya investasi pembangunan fasilitas. Selain itu, pada model yang dibuat oleh Melkote dan Daskin (2001) titik demand hanya diperbolehkan untuk memilih satu alternatif titik supply atau hanya dilayani di satu fasilitas. Namun, pada model yang akan dikembangkan, titik demand diperbolehkan memilih dua alternatif minimarket terdekat dengan jarak maksimal 2 kilometer. Hasil akhir model yang akan dikembangkan adalah proyeksi jumlah pelanggan berbobot yang maksimal. 3.1.3
Karakterisasi Sistem Karakterisasi sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi
minimarket dengan konsep waralaba di Kota Surakarta ini dilakukan agar model yang dikembangkan mendekati karakteristik kenyataan di lapangan. Karakteristik sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi minimarket ini adalah sebagai berikut: a. Demand dan usulan lokasi fasilitas dinyatakan dalam titik (node). Demand (penduduk Kota Surakarta) tersebar di seluruh wilayah Surakarta. Namun, pada penelitian ini sebaran demand diwakili oleh titik-titik pusat RW. Tiap satu satuan demand mewakili satu rumah tangga atau KK. Usulan lokasi minimarket yang merupakan luasan yang berkisar antara 50m2 sampai 400m2 diwakili oleh satu titik. b. Titik permintaan (konsumen) minimarket usulan tidak termasuk titik permintaan yang tercover di dalam area pelayanan minimarket lama. c. Fasilitas dapat dilokasikan di sepanjang network/jalan umum.
III-85
Dalam penentuan usulan lokasi minimarket, tidak mungkin dilakukan apabila tidak ada akses jalan serta dipilih lokasi yang cenderung ramai dengan akses jalan yang mudah. Oleh karena itu, usulan lokasi minimarket dilokasikan di sepanjang jalan umum. Network atau jalan umum yang dipertimbangkan adalah jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal, sementara kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan, kecuali daerah perumahan. d. Apabila terdapat pasar tradisional, maka lokasi usulan fasilitas setidaknya harus berjarak 500m dari pasar tersebut. e. Jarak minimal antara dua fasilitas (minimarket), yaitu fasilitas usulan dengan fasilitas lama adalah 1 kilometer atau radius 500 meter. Sedangkan jarak minimal antara minimarket dengan pasar modern lain, yaitu hypermarket dan supermarket adalah 500 meter. f. Sistem yang berlaku adalah customer-to-server dimana demand (dalam hal ini konsumen) bergerak menuju fasilitas (minimarket) untuk dilayani. Seluruh konsumen yang pergi ke minimarket pasti akan berbelanja dan mendapatkan produk yang diinginkan, sehingga dalam penelitian ini semua demand yang datang terlayani. g. Dalam berbelanja, konsumen berpeluang untuk memilih lebih dari satu minimarket dengan rata-rata jarak maksimal kosumen masih bersedia berpindah tempat berbelanja adalah 2 kilometer atau 20 menit perjalanan. Oleh karena itu, pada penelitian ini demand dapat dilayani di beberapa titik fasilitas, dengan ketentuan jarak maksimal 2 kilometer. Dalam hal ini konsumen dapat memilih 2 alternatif minimarket usulan terdekat. Apabila alternatif minimarket terdekat kedua lebih dari 2 km, maka demand tidak diperbolehkan memilih alternatif minimarket terdekat kedua tersebut.
III-86
3.2
PENGUMPULAN DATA Tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat. Data Primer yang diperoleh, yaitu: 1. Data lokasi pasar modern di Kota Surakarta Data lokasi pasar modern diperoleh dengan obeservasi langsung menggunakan alat bantu GPS untuk menentukan titik lokasi pasar modern tersebut. 2. Data lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta Data lokasi diperoleh dengan obeservasi langsung menggunakan alat bantu GPS untuk menentukan titik lokasi pasar tradisional tersebut. 3. Data frekuensi belanja Data frekuensi belanja diperoleh melalui kuesioner. 4. Data volume belanja Data volume belanja diperoleh melalui kuesioner. 5. Data pengeluaran penduduk Data pengeluaran penduduk diperoleh melalui kuesioner. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang bersumber pada hasil pengamatan sebelumnya dan mempunyai kaitan dengan obyek yang akan diteliti. Data sekunder yang diperoleh, yaitu: 1. Peta Kota Surakarta Peta Kota Surakarta berisikan data batas wilayah kota dan jaringan jalan umum yang ada di Kota Surakarta diperoleh dari Pamungkas (2008). 2. Data jumlah penduduk tiap RW dan jumlah KK Data jumlah penduduk dan jumlah KK tiap kelurahan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta. Kemudian data jumlah penduduk tiap RW diproyeksikan dari data tersebut. 3. Data jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan
III-87
Data jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap kelurahan di Kota Surakarta ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta. 4. Data alamat lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta Data alamat 22 pasar tradisional diperoleh dari Hadiyati (2009) serta dari website resmi Kota Surakarta, www.surakarta.go.id. 5. Data alamat lokasi pasar modern di Kota Surakarta Data alamat sebagian merupakan data yang diperoleh dari Hadiyati (2009) serta dari Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. 3.2.1
Penyusunan Kuesioner Kuesioner dirancang untuk mengetahui pola belanja, tingkat pendapatan
yang dilihat dari jumlah pengeluaran, frekuensi belanja, volume belanja, serta jarak tempuh. Hasil penyusunan kuesioner ini dapat dilihat pada lampiran L-1 sampai L-6. Kuesioner terdiri dari beberapa item pertanyaan yang dibagi kedalam tiga bagian, yaitu: 1. Pola belanja Pada bagian ini, dilakukan penggolongan produk-produk yang sudah mencakup seluruh kebutuhan rumah tangga. Penggolongan produk dilakukan berdasarkan beberapa referensi yang saling melengkapi, yaitu sebagai berikut (sumber: Kompas, 2003 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007): a. Produk non makanan (misal: elektronik, sandang, alat olah raga, dll) b. Barang-barang peralatan rumah tangga lain / umum (misal: lap pel, sapu) c. Perishapble atau fresh food (misal: buah, sayur, daging segar) d. Barang-barang kebersihan dan kecantikan (misal: sabun, pasta gigi, detergen, parfum, bedak) e. Makanan & minuman kemasan (misal: soft drink, snack) f. Bahan makanan pokok (misal: beras, minyak goreng, gula, telur) Tiap golongan produk terdiri dari 4 item pertanyaan, yaitu pilihan tempat berbelanja, alasan pemilihan tempat berbelanja, frekuensi belanja, serta volume belanja.
III-88
2. Pengeluaran Pada bagian ini terdiri dari dua item pertanyaan, yaitu jumlah pengeluara per bulan dan jumlah anggota keluarga. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar penggolongan kelas pendapatan. 3. Minimarket Pada bagian ini terdiri dari empat item pertanyaan, yaitu alasan pemilihan minimarket sebagai tempat berbelanja, jarak tempuh, frekuensi belanja, serta volume belanja. Hasilnya akan digunakan sebagai parameter serta penentuan bobot yang selanjutnya akan dimasukkan ke dalam model penentuan lokasi minimarket. 3.2.2
Desain Pengambilan Sampel Secara sistematis, tahap desain pengambilan sampel dapat dilihat pada
flowchart berikut :
III-89
Gambar 3.4 Diagran Alir Desain Pengambilan Sampel
III-90
Sebelum melakukan penyebaran kuesioner, dirancang desain pengambilan sampel yang dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan dari penelitian serta dapat mewakili populasi yang bersangkutan. Penjelasan tahap-tahap desain pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1.
Karakteristik Masalah Penelitian Pengambilan sampel ini dilakukan untuk tujuan studi eksploratif, yaitu
untuk mengetahui nilai beberapa variabel yang selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan nilai parameter model. Selain itu, digunakan untuk mengetahui tingkat hubungan / korelasional antar variabel tersebut. 2.
Kategori Penelitian Pengambilan sampel ini dilakukan untuk penelitian yang bersifat
kuantitatif. Hasil yang diharapkan berupa nilai variabel jarak, frekuensi belanja, volume belanja serta jumlah pengeluaran. Meskipun dalam rancangan kuesioner juga terdapat atribut item pertanyaan yang bersifat kualitatif, hanya digunakan sebagai referensi tambahan dalam peneltian ini. 3.
Rumusan tujuan Tujuan dari pengambilan sampel ini adalah untuk menilai parameter
berbeda dalam sub kelompok populasi. Hasil real berupa nilai rata-rata variabel jarak, frekuensi belanja, volume belanja serta jumlah pengeluaran dari tiap sub kelompok populasi yang berbeda. 4.
Pendefinisian Populasi a. Penentuan populasi penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk wilayah Kota Surakarta, yaitu sebesar 564.770 jiwa yang terbagi ke dalam 133.364 KK (sumber: Badan Pusat Statistik Surakarta, 2007). b. Analisis Dugaan Karakteristik Populasi Penduduk Kota Surakarta terdiri dari berbagai jenis pekerjaan dengan jumlah penduduk yang berbeda untuk tiap wilayah bagian. Untuk tiap kelurahan terdiri dari berbagai kelompok pekerjaan dengan komposisi yang berbeda. Dalam analisis dugaan karakteristik populasi ini digunakan asumsi bahwa seluruh kelurahan di wilayah Surakarta dapat dibagi
III-91
menjadi beberapa kelas atau strata dengan pertimbangan proporsi komposisi tiap wilayah. Wilayah dengan komposisi yang sama diasumsikan homogen. Perhitungannya adalah sebagai berikut: 1) Perhitungan proporsi penduduk berdasar pekerjaan Konversi jumlah penduduk bekerja menjadi total penduduk untuk tiap kelurahan. Dihitung dengan rumus: Ptn = Pd x Ptk Perhitungan proporsi penduduk berdasar pekerjaan. Dihitung dengan rumus:
Pp = Ptn / Ptk
Keterangan : Ptn = Jumlah penduduk dengan pekerjaan ke-n Pd = Persentase jumlah penduduk dewasa dengan pekerjaan ke-n Ptk = Jumlah penduduk total kelurahan k Pp = Persentase jumlah penduduk dengan pekerjaan ke-n Hasil perhitungan menunjukkan Pp = Pd. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran L2.1 sampai L2.7. 2) Pengelompokan jenis pekerjaan ke dalam kelas pendapatan Pada tahap ini dilakukan adjustment pengelompokan kelas pendapatan berdasarkan pekerjaan, sebagai berikut: Tabel 3.1 Kategori jenis pekerjaan Pendapatan Kelas 1 (atas)
Kategori jenis pekerjaan Pemilik usaha Petani sendiri, pedagang, Kelas 2 (menengah) PNS/TNI/POLRI, pensiunan, lain-lain Kelas 3 (bawah) Buruh tani, Buruh industri, Buruh Sumber: pengolahan data, 2009
3) Perhitungan proporsi kelas pendapatan untuk tiap kelurahan Prop sn = Psn / Ptk Keterangan: Prop sn = Proporsi kelas pendapatan ke-n PSn
= Jumlah penduduk kelas pendapatan ke-n
Ptk
= Jumlah penduduk total kelurahan k
III-92
Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran L3.1 sampai L3.5. 4) Penetapan jumlah strata atau kelas yang terbentuk Berdasarkan perhitungan proporsi, maka terbentuk 2 strata dengan karakteristik yang sama. Dalam hal ini diasumsikan bahwa daerah dengan komposisi penduduk yang sama maka dianggap memiliki pola konsumsi yang sama pula, sehingga dikatakan homogen. Strata yang terbentuk yaitu: - Strata 1 dengan komposisi penduduk yang mendominasi adalah kelas bawah, kemudian kelas menengah, kemudian kelas atas - Strata 2 dengan komposisi penduduk yang mendominasi adalah kelas menengah, kemudian kelas bawah, kemudian kelas atas. Namun dikarenakan data jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, terdapat pekerjaan lain-lain dan pada sebagian besar daerah, jenis pekerjaan lain-lain mendominasi dengan persentase lebih dari 50%, sehingga jenis pekerjaan ini tidak dipertimbangkan dengan asumsi tersebar ke seluruh kelas pendapatan. Sedangkan untuk sebagian daerah lainnya, jenis pekerjaan lain-lain memiliki proporsi yang normal, sehingga jenis pekerjaan lain-lain dipertimbangkan dan dimasukkan ke dalam kelas pendapatan yang kedua. Strata yang terbentuk serta kelurahan mana saja yang memiliki karakteristik yang sama, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.2 Strata yang terbentuk Strata
Jumlah kelurahan
1
43
2
8
Nama Kelurahan Joyotakan, Kratonan, Kemlayan, Nusukan, Gilingan, Gandekan, Sewu, Penumping, Panularan, Joyosuran, Tipes, Danukusuman, Serengan, Jayengan, Sumber, Ketelan, Mangkubumen, Banyu Anyar, Setabelan, Keprabon, Kestalan, Punggawan, Jebres, Mojosongo, Pucang Sawit Manahan, Kauman, Semanggi, Kadipiro, Timuran, Sudiroprajan, Sriwedari, Kampung Baru
Sumber: data diolah, 2009
III-93
5.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mempertimbangkan
keterwakilan tiap kelas atau strata yang telah dibentuk sebelumnya. Oleh karena itu, penyebaran kuesioner adalah merata untuk semua kelas, dengan pengambilan sampel yang random dalam tiap strata. Agar dapat mewakili populasi tiap strata, maka sebaiknya pengambilan sampel minimal untuk tiap strata adalah 30 sampel. 6.
Sasaran Sampel Sasaran sampling dalam penyebaran kuesioner ini adalah seluruh
penduduk wilayah Surakarta, terutama kelompok ibu rumah tangga yang umumnya lebih sering dan terbiasa berbelanja. Jadi penyebaran kuesioner dilakukan dengan proporsi sebagian besar ibu rumah tangga. 7.
Sampling Pendahuluan Sampling ini dilakukan dengan tujuan untuk memvalidasi karakteristik
dugaan masing-masing wilayah bagian (kecamatan / kelurahan). Apabila hasil dari sampling pendahuluan ini terdapat karakteristik yang sama atau homogen, maka untuk sampling berikutnya bisa diambil salah satu dari beberapa wilayah bagian yang homogen tersebut karena dianggap sudah mewakili. Selain itu, sampling pendahuluan dilakukan untuk mengurangi resiko kesalahan metode pengambilan sampel yang dipakai. Untuk sampling pendahuluan ini jumlah sampel yang akan diambil ditetapkan sebesar 30 untuk tiap kelas. Apabila karakteristik populasi cenderung homogen, maka sudah tidak perlu melakukan pengambilan sampel, dikarenakan untuk populasi homogen besar sampel tidak perlu terlalu dipersoalkan. 8.
Memilih Metode Sampling Berdasarkan diagram penentuan sampel di atas, maka metode yang
sesuai digunakan adalah disproporsional stratified sampling atau sampling acak stratifikasi disproporsional. Hal ini dikarenakan dapat mewakili tiap strata yang ada. Strata ditentukan berdasarkan komposisi kelas pendapatan tiap wilayah kelurahan.
III-94
9.
Menetapkan ukuran sampel Metode sampling yang terpilih adalah disproporsional stratified
sampling. Sehingga dalam menentukan jumlah sampel tidak memperhatikan jumlah penduduk tiap kelas atau strata. Jumlah sampel ditetapkan dengan memilih jumlah sample minimal untuk tiap strata sehingga dapat mewakili karakteristik tiap strata, yaitu 30 sampel yang diambil secara random. Jadi, jumlah sample yang diperlukan adalah 30 x 2 = 60 sampel. 3.2.3
Penyebaran Kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan berdasar hasil desain pengambilan sampel
pada tahap sebelumnya. Kuesioner diberikan dengan mengambil sampel penduduk Kota Surakarta di tiap kelas atau strata yang telah ditentukan sebelumnya dengan sasaran utama adalah ibu rumah tangga dan remaja putri. Jumlah sampel untuk masing-masing strata adalah 30 sampel. Jadi, jumlah kuesioner yang disebar adalah 60. Hasil dari penyebaran kuesioner selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar pada tahap pengolahan data.
3.3 PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data terdiri dari dua langkah utama. Pertama adalah digitasi peta, yaitu menentukan titik lokasi demand, pasar modern, dan pasar tradisional ke dalam peta dan menentukan alternatif usulan lokasi minimarket baru. Kedua adalah optimasi pemilihan alternatif lokasi pendirian minimarket dengan Network Location Model menggunakan Mixed Integer Programming. 3.3.1
Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta Penentuan titik demand berdasarkan lokasi rukun warga (RW) sedangkan
nilai demand merupakan jumlah penduduk yang bertempat tinggal di Rukun Warga tersebut dengan mempertimbangkan tingkat pendapatan berdasar pekerjaan. Setiap penduduk yang tinggal diasumsikan sebagai potential buyer. Data jumlah penduduk diperoleh dari Data Pemilih Tetap Pemilu 2009 Kota Surakarta milik KPUD Kota Surakarta. Pemetaan lokasi pasar tradisional dan pasar modern ditentukan berdasarkan data yang diperoleh dari observasi lapangan.
III-95
Dalam menentukan titik lokasi demand, pasar modern, dan pasar tradisional ke dalam peta digunakan alat bantu GPS dan software Arc GIS. 3.3.2
Ketentuan yang Dipertimbangkan Dalam Penentuan Usulan Lokasi Minimarket Baru Dalam menentukan usulan lokasi minimarket yang akan dibangun,
dipertimbangkan beberapa faktor berikut: a. Apabila terdapat pasar tradisional, maka lokasi usulan fasilitas haruslah berjarak setidaknya 500m dari pasar tersebut. Hal ini dilakukan untuk melindungi keberadaan pasar tradisional. Jarak minimal ditetapkan dalam asumsi berdasarkan referensi dan pertimbangan beberapa Perda, yaitu Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 (www.lampungpost.com) dan Perda Kota Jakarta No.2 Tahun 2002. b. Lokasi fasilitas usulan mempertimbangkan syarat bahwa jarak antara fasilitas yang baru dengan fasilitas yang sudah ada adalah 1 kilometer. Jarak minimal ditetapkan dalam asumsi berdasarkan referensi dan pertimbangan beberapa Perda, yaitu Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 (www.lampungpost.com). Terkait dengan asumsi tersebut, maka cakupan area pelayanan (service coverage) minimarket baru ditetapkan dengan radius sebesar 500 meter. c. Fasilitas dapat dilokasikan di sepanjang network/jalan umum. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007, Network/jalan umum yang dipertimbangkan dalam penentuan lokasi minimarket adalah jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal, sedangkan kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan, kecuali jalan lingkungan dalam perumahan. 3.3.3
Penentuan Jumlah Alternatif Minimarket Jumlah alternatif minimarket usulan memperhatikan batasan penentuan
usulan lokasi minimarket. Jumlah minimarket baru ini merupakan batas maksimal (upper bound) minimarket yang dimungkinkan untuk dibangun. Untuk menentukan titik lokasi optimal sejumlah minimarket baru digunakan network
III-96
location model. Penentukan lokasi minimarket dengan metode iterasi radius coverage area berdasarkan titik koordinat tiap RW yang belum tercover minimarket lama serta pasar tradisional dan pasar modern yang sudah ada, untuk kemudian ditentukan titik pusatnya. Selanjutnya titik pusat tersebut dipilih untuk titik lokasi baru minimarket. 3.3.4
Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen Jarak tempuh yang dimaksud adalah jarak tempuh terukur dari masing-
masing titik demand ke titik usulan lokasi minimarket baru. Jarak maksimal antara titik permintaan dengan titik lokasi minimarket baru maksimal 2 kilometer agar dapat dipilih sebagai alternatif tempat berbelanja bagi titik permintaan. Perhitungan jarak berdasarkan rute jalan dilakukan dengan bantuan software Arcgis menggunakan tool measure. Jarak diasumsikan simetris, yaitu jarak dari lokasi A ke lokasi B sama dengan jarak dari lokasi B ke lokasi A. 3.3.5
Penentuan alokasi titik – titik permintaan untuk tiap titik lokasi minimarket usulan Titik permintaan yang berpeluang untuk dialokasikan ke satu titik
minimarket usulan dengan jarak maksimal 2 kilometer. Tiap titik permintaan memiliki peluang yang bersifat probabilistik dengan bobot tertentu untuk berbelanja ke titik minimarket tersebut. 3.3.6
Penentuan bobot titik demand Penentuan bobot pelanggan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor
jarak, frekuensi belanja, volume belanja, dan jumlah pendapatan. Perhitungan estimasi bobot dilakukan dengan metode menghitung rataan dari data yang diperoleh dari kuesioner. Hasil dari nilai rataan ini selanjutnya akan memproyeksikan peluang atau bobot dari masing-masing kelas pelanggan. Setelah diperoleh bobot, kemudian nilai bobot ini digunakan sebagai parameter yang selanjutnya akan dimasukkan ke dalam pengembangan model yang akan dibuat. 3.3.7
Pembentukan Network Location Model Model referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang
telah dikembangkan oleh Melkote dan Daskin (2001). Model disesuaikan dengan
III-97
karakteristik sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi minimarket dan kebutuhan penelitian. Maka diperoleh model seperti berikut: A. Fungsi Tujuan Fungsi tujuan model yang dikembangkan adalah memaksimalkan jumlah pelanggan yang berpeluang untuk berbelanja ke minimarket usulan. Fungsi tujuan jumlah pelanggan berbobot untuk sejumlah tertentu minimarket ini didefinisikan dengan model matematis sebagai berikut : Rn
Maksimasi Z
(Y
ji
Z i ) …………………………………..….…….(3.1)
j R1
untuk i = M1, M2, ..., Mn j = R1, R2, …, R n Keterangan: Yji
= jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn).
Zi
= variabel biner (0,1)
1 jika minimarket dibangun pada lokasi i Zi 0 jika tidak i
= titik lokasi minimarket usulan.
j
= titik permintaan konsumen ditiap RW. n
3
Y ji Pkji d j ………………………………………………………(3.2) j i k 1
Keterangan: Yji
= flow on link (i,j)
Pkji
= peluang titik permintaan j kelas pendapatan k ke minimarket i
dj
= jumlah penduduk di titik j n
Berdasarkan fungsi tujuan di atas,
3
P
kji
dj
merupakan flow on
j 1 k 1
link (i,j). Rumusan ini digunakan untuk mengetahui jumlah konsumen yang berpotensi ke minimarket usulan. Jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW)
III-98
menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn) diperoleh melalui perhitungan peluang tiap titik permintaan j ke minimarket i dengan jarak maksimal 2 km. B. Variabel Keputusan Variabel keputusan yang dicari dalam formulasi matematis diatas, adalah sebagai berikut: Zi
= variabel biner (0,1)
1 jika minimarket dibangun pada lokasi i Zi 0 jika tidak Sedangkan beberapa variable lain yang terlibat dalam model, yaitu: Yij
= flow on link (i,j)
Wi
= total demand yang dilayani oleh fasilitas di titik i
C. Parameter Parameter yang digunakan adalah jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan dan peluang belanja tiap kelas pendapatan ke minimarket terdekat pertama dan terdekat kedua, yang ditetapkan berdasar hasil yang diperoleh melalui kuesioner. Besarnya volume belanja untuk kelas atas adalah B1j, kelas menegah adalah B2j, sedangkan kelas bawah adalah B3j. Sedangkan peluang belanja untuk kelas atas adalah P1ji, kelas menegah adalah P2ji, sedangkan kelas bawah adalah P3ji.
III-99
D. Batasan Kriteria-kriteria yang menjadi constraint pada formulasi matematis diatas, adalah sebagai berikut : 1) Batasan persamaan arus (flow equation) Sistem yang berlaku dalam model ini adalah customer-to-server dimana demand (konsumen) bergerak menuju fasilitas untuk dilayani oleh karena itu diperlukan suatu persamaan yang mengatur arus (flow) konsumen (demand) ke dan dari minimarket. Inbound flow = Outbound flow, dimana inbound flow (arus ke fasilitas) merupakan total inbound demand yaitu seluruh demand (konsumen) yang bergerak menuju fasilitas sedangkan outbound flow (arus dari fasilitas) merupakan outbound demand yaitu jumlah konsumen yang tidak terlayani ditambah demand yang terlayani di node, sehingga diperoleh persamaan: Rn
Y
ji
Z i Y0 i W i
……………………………........................ (3.3)
j R1
Keterangan: Wi
= jumlah konsumen yang dilayani oleh minimarket i.
Y0i
= jumlah konsumen yang tidak terlayani oleh minimarket i.
Yji
= jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn).
Zi
= variabel biner (0,1),
1 jika minimarket dibangun pada lokasi i Zi 0 jika tidak i
= titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., Mn).
j
= titik permintaan konsumen ditiap RW(R1, R2, ....., R n).
2) Batasan Jumlah Minimarket Yang Ingin Dibangun Batasan ini memastikan jumlah minimarket yang ingin dibangun. Berikut adalah formulasi rumusnya: Mn
Z
i M 1
i
L
………………………………………………............…….(3.4)
Keterangan :
V-1
L = jumlah minimarket yang ingin dibangun, L Upper bound usulan alternatif minimarket Zi = variabel biner (0,1),
1 jika minimarket dibangun pada lokasi i Zi 0 jika tidak i = menyatakan titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., Mn). 3) Batasan Omset minimal Batasan ini digunakan untuk memastikan bahwa omset minimarket baru memenuhi target minimal rata-rata minimarket yang ada saat ini. Omset rata-rata per hari untuk sebuah minimarket adalah sebesar 8,5 juta rupiah (www.indomaret.co.id). Omset per hari untuk minimarket baru dihitung dengan mempertimbangkan daya beli untuk tiap kelas pendapatan, total penduduk, serta peluang penduduk berbelanja ke minimarket usulan tersebut dengan ketentuan jarak maksimal 2 km. Omset per hari (Oi) untuk tiap minimarket dapat dirumuskan sebagai berikut: 3
n
Oi Bkj d kji Pkji k 1 j 1
Oleh karena itu, batasan untuk omset perhari minimarket dapat dirumuskan sebagai berikut: 3
n
B
kj
d kji Pkji Z i 8,5 juta ………………….…….………………..(3.5)
k 1 j 1
Namun, untuk memastikan nilai ruas kiri selalu lebih besar dari ruas kanan maka pada ruas kiri ditambah dengan bilangan M yang merupakan bilangan riil yang sangat besar nilainya. Sehingga, persamaan untuk omset perhari minimarket dirumuskan sebagai berikut: 3
n
B
kj
d kji Pkji Z i ( M (1 Z i )) 8,5 juta ………….………………..(3.6)
k 1 j 1
Keterangan : Oi
= omset perhari untuk tiap minimarket
Bkj
= jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan
dkji
= penduduk untuk tiap kelas pendapatan
V-2
Pkji
= peluang titik permintaan j kelas pendapatan k ke minimarket i
M
= Bilangan riil yang sangat besar
Zi
= variabel biner (0,1),
1 jika minimarket dibangun pada lokasi i Zi 0 jika tidak i
= titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., Mn).
j
= titik permintaan konsumen ditiap RW (R1, R2, ......, R n).
k
= kelas pendapatan penduduk di tiap kelurahan (k1, k2, k3)
4) Nonnegatif constrains Batasan ini memastikan bahwa nilai aliran permintaan dan total demand tidak bernilai negatif.
Wi ≥ 0
untuk i = M1, M2, ... Mn ..............(3.7)
Y0i ≥ 0
untuk i = M1, M2, ... Mn ..............(3.8)
5) Binary Batasan ini memastikan bahwa Zi bernilai 0 dan 1, yaitu keputusan membangun minimarket bernilai 1 dan keputusan tidak membangun minimarket bernilai 0. Zi (0,1) 3.3.8
untuk i = M1, M2, ... Mn...............(3.9)
Pencarian Solusi Pencarian Solusi meliputi pemilihan alternatif lokasi pendirian minimarket
dengan menggunakan bantuan program software Risk Solver Premium V9.0 untuk mempermudah perhitungan. Hasil yang akan diperoleh berupa lokasi usulan minimarket di Kota Surakarta. Untuk memvalidasi kebenaran hasil perhitungan software Risk Solver Platform 9.0 dilakukan verifikasi dengan membandingkan output antara hasil running optimasi software Risk Solver Platform 9.0 dengan hasil perhitungan manual.
BAB IV
V-3
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 PENGUMPULAN DATA Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian sebagai bahan untuk langkah selanjutnya yaitu tahap pengolahan data. Data – data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait maupun data primer yang diperoleh dari survey lapangan. Data - data yang diperoleh meliputi: 4.1.1
Peta Kota Surakarta Peta Kota Surakarta meliputi data batas wilayah kota dan jaringan
jalan umum yang ada di Kota Surakarta. Gambar peta Kota Surakarta dapat dilihat pada gambar 4.1.
9168000.000000
-
Kadipiro
Mojosongo Sumber
Nusukan
Jajar
Sondokan Pajang
Tegalharjo Kastalan Mangkubumen Punggawan StabelanKepatihan Kulon Ketelan Kepatihan Wetan Purwosari Purwodiningrat Timuran Jagalan Penumping KeprabonKapungBaru Sudiroprajan Sriwedari Bumi Kemlayan Gandekan Kauman Sewu Panularan Kedunglembu Jayengan
9162000.000000
Laweyan
Gilingan
Manahan
Tipes
Keratonan
Jebres
9164000.000000
9164000.000000
Kerten
PucangSawit
Sangkrah Gajahan BaluwertiPasarKliwon
Keterangan : Serengan Danukusuman Joyosuran
Semanggi
Joyotakan
0
425 850
1.700
2.550
3.400 Meters
Batas kota Rel KA Jalankota JlnRaya
475000.000000 476000.000000 477000.000000 478000.000000 479000 .000000 480000.000000 481000.000000 482000.000000 483000 .000000 484000 .000000 485000 .000000
Gambar 4.1 Peta Kota Surakarta Sumber: Data Diolah, 2009
V-4
9162000.000000
KarangAsem
9160000.000000
9166000.000000
9166000.000000
Banyuanyar
9160000.000000
9168000.000000
475000.000000 476000.000000 477000.000000 478000.000000 479000 .000000 480000.000000 481000.000000 482000.000000 483000 .000000 484000 .000000 485000 .000000
4.1.2
Data Alamat Lokasi Koordinat Pasar Modern Di Kota Surakarta Data alamat lokasi pasar modern di Kota Surakarta diperoleh dari
Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian, dilakukan observasi langsung ke lapangan untuk menentukan titik koordinat lokasi pasar modern dengan menggunakan alat GPS. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan adanya penambahan jumlah minimarket terhitung hingga tanggal 9 Desember 2009. Keseluruhan data titik lokasi pasar modern di Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Lokasi Gerai Pasar Modern di Kota Surakarta
V-5
MINIMARKET
JENIS PASAR NO MODERN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA TOKO Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Alfamart Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret Indomaret S Mart S Mart
ALAMAT USAHA Jl. Adisumarmo No. 208 Kel. Banyuanyar Kec. Banjarsari Jl. Ir. Suryo No. 114 Kel. Jagalan Kec Jebres Jl. Letjend Suprapto No. 41 Kel. Sumber Kec. Banjarsari Jl. Kapten Mulyadi no. 228 Kel. Pasar Kliwon Kec. Pasar Kliwon Jl. R.E. Martadinata No. 219 Kel. Gandekan Kec. Jebres Jl. M. T. Haryono No. 31 Kel. Manahan Kec. Banjarsari Jl. Bridgen Katamso No. 24 Kel. Jebres Kec. Jebres Jl. Samratulangi No. 37 Kel. Manahan Kec. Banjarsari Jl. Monginsidi No. 125 Kel. Kestalan Kec. Banjarsari Jl. Veteran Kec. Serengan Fajar Baru Residence Jl. Jayawijaya Kel. Mojosongo Kec. Jebres Jl. Kyai Mojo Kel. Semanggi Kec. Pasar Kliwon Jl. Kerinci Kec. Banjarsari Jl. Agus Salim no. 13 Kel. Sondakan Kec. Laweyan Jl. Kapten Mulyadi no. 188 Kel. Pasar Kliwon Kec. Pasar Kliwon Jl. Letjend Sutoyo No. 11 kel. Mojosongo Kec. Jebres Jl. Surya No. 117A Kel. Jagalan Kec. Jebres Jl. Letjend Sutoyo No. 29 kel. Nusukan Kec. Banjarsari Jl. M. T. Haryono No. 56 Kel. Mangkubumen Kec. Banjarsari Jl. Kapten Piere Tendean No. 150 Kel. Nusukan Kec. Banjarsari Jl. Kyai Mojo RT. 001 RW. 010 Kel. Semanggi Kec. Pasar Kliwon Jl. Adisumarmo No. 180 Kel. Banyuanyar Kec. Banjarsari Fajar Baru Residence Jl. Jayawijaya Kel. Mojosongo Kec. Jebres Jl. Veteran Kec. Serengan Jl. Radjiman Kel. Pajang Kec. Laweyan Jl. Samanhudi, Kec. Laweyan Jl. Bridgen Sudiarto No.35, Kec. Serengan Jl. Adi Sucipto, Kec. Banjarsari
Sumber : Hadiyati (2009), UPT Kota Surakarta dan Hasil Observasi Lapangan, 2009
Lanjutan Tabel 4.1 Lokasi Gerai Pasar Modern di Kota Surakarta
V-6
Koordinat Selatan Timur 478478 482659 478360 481250 482318 479279 482163 477612 480263 479721 476735 482230 481959 480038 477306 481347 482034 482689 481231 479329 480165 481711 478649 476744 472420 479999 476095 477338 480749 477798
9166664 9163722 9165600 9161865 9163146 9165008 9164734 9164341 9164550 9162013 9165700 9166937 9161306 9167439 9163371 9162111 9166928 9163725 9165398 9165098 9166094 9161432 9166530 9165767 9166847 9161959 9163496 9163802 9161652 9165044
SUPERMARKET
MINIMARKET
JENIS PASAR MODERN
HYPERMARKE T
NO 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
NAMA TOKO Ass Gross Ass Gross Koperasi SFA Toserba Perdana Jaya Viyas Mart Sami Kate Luwes Loji Wetan Luwes Gading Luwes Mojosongo Ratu Luwes Ratu Luwes Sami Luwes Asia Baru Atria Awalayan Hypermart SGM Hypermart Solo Square Makro
ALAMAT USAHA Belakang Kampus UNS, Jebres Jl. Sawo raya Jl. R. E Martadinata, Kec Jebres Jl. Bromoraya, Kec. Banjarsari Jl. Dr. Setia Budi, Kec. Banjarsari Jl. Ks. Tubun, Manahan, Kec. Banjarsari Jl. Kapten Mulyadi Jl. Veteran Jl. Brigjend Katamso Jl. S. Parman Jl. Kapten Piere Tendean Jl. Slamet Riyadi Jl. Urip Sumoharjo No.30 Sudiroprajan Jl. Ronggowarsito Jl. Slamet Riyadi Jl. Slamet Riyadi Jl. Bhayangkara
Koordinat Selatan Timur 484870 476120 482554 480827 479459 478243 481618 480680 482265 480592 480158 479826 481503 480219 478775 476682 478924
Sumber : Hadiyati (2009), UPT Kota Surakarta dan Hasil Observasi Lapangan, 2009
4.1.3
Data Alamat Lokasi Koordinat Pasar Tradisional Di Kota
Surakarta Data alamat lokasi pasar tradisional diperoleh dari website resmi Kota Surakarta dan Hadiyati (2009), sedangkan data koordinat lokasi diperoleh dengan obeservasi langsung menggunakan alat bantu GPS untuk menentukan titik lokasi pasar tradisional tersebut. Dalam penentuan
usulan
lokasi
minimarket
juga
mempertimbangkan
keberadaan pasar tradisional. Hal ini dikarenakan, dengan adanya minimarket akan mempengaruhi kondisi atau iklim usaha serta omset pasar tradisional yang berada di dekat lokasi usulan minimarket. Keseluruhan data titik lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel 4.2.
V-7
9164919 9165476 9163098 9167350 9165129 9164751 9162844 9161754 9165064 9164158 9166379 9163314 9163490 9163514 9163565 9164262 9162354
Tabel 4.2 Lokasi Pasar Tradisional di Kota Surakarta Koordinat Selatan Timur 480837 9161880 481422 9163342 480125 9161698 482305 9164052 476750 9163396 477571 9163276 479633 9162966 479753 9162941 481503 9162610 481945 9164146 480577 9164030 482234 9165046 480226 9165784 477657 9164025 481954 9162642 476682 9164330 480566 9164864 482448 9163114 482223 9162157 479566 9164490 481759 9161038 475665 9164671
Kode Alamat Pasar Pasar P1 Jl. Veteran 1 Gading P2 Jl. Jend. Urip Sumoharjo 2 Gede 3 Harjodaksino P3 Jl. Kom. Yos Sudarso P4 Jl. Prof. W.Z. Yohanes 4 Jebres Jongke P5 Jl. Dr. Rajiman Pajang 5 P6 Jl. Dr. Radjiman Sondakan 6 Kabangan P7 Jl. Dr. Radjiman Penularan 7 Kadipolo P8 Jl. Dr. Radjiman Sriwedari 8 Kembang P9 Jl. Kapten Mulyadi Kedunglumbu 9 Kliwon Ledoksari P10 Jl. Jend. Urip Sumoharjo 10 P11 Jl. Jend. S. Parman Stabelan 11 Legi P12 Jl. Brigjen Katamso Mojosongo 12 Mojosongo P13 Jl. Kapten P. Tendean Nusukan 13 Nusukan P14 Jl. Brigjen Slamet Riyadi Sondakan 14 Purwosari Sangkrah P15 Barat Stasiun KA. Sangkrah 15 P16 Jl. Brigjend Slamet Riyadi 16 Sidodadi P17 Jl. S. Parman Gilingan 17 Sidomulyo P18 Jl. RE. Martadinata Sewu 18 Tanggul 19 Tunggul Sari P19 Jl. Untung Suropati Semanggi P20 Jl. RM. Said Mangkubumen 20 Turi Sari P21 Jl. Silir Kel. Semanggi Kec. Pasar Kliwon 21 Notoharjo P22 Jl. Talas, Kleco 22 Pasar kleco Sumber : www.surakarta.go.id dan Hasil Observasi Lapangan No Nama Pasar
4.1.4
Data jumlah penduduk tiap RW Data
Kependudukan
yang digunakan adalah
data
jumlah
penduduk di tiap kelurahan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta dan Data Pemilih Tetap (DPT) Kota Surakarta Tahun 2009 dari KPU. Untuk mengetahui jumlah penduduk di tiap RW yang diwakili dengan jumlah KK, dilakukan dengan menghitung
proporsi jumlah
penduduk tiap RW berdasarkan jumlah DPT. Hal ini dilakukan sebagai proyeksi jumlah penduduk tiap RW yang sebenarnya. Jumlah penduduk tiap RW dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut :
V-8
Jumlah penduduk di RWn
jumlah _ DPT _ RWn total _ jumlah _ KK _ kelurahan jumlah _ total _ DPT _ kelurahan
Contoh perhitungan jumlah penduduk di RW 1 Kelurahan Serengan
503 2457 159 7750
Data jumlah KK tiap RW selengkapnya dapat dilihat pada lampiran L1.1 sampai L1.12. 4.1.5
Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendapatan dan Jenis
Pekerjaan a. Data jumlah penduduk menurut pekerjaan Data jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap kelurahan di Kota Surakarta diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta. Untuk menghitung jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap RW berdasarkan proporsi jumlah penduduk menurut pekerjaan di kelurahan yang terkait. Jumlah penduduk menurut pekerjaan di tiap RW dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan (PMP) di Kelurahan n (Kn)
jumlah _ PMP _ Kn jumlah _ penduduk _ Kn jumlah _ total _ PMP _ Kn
Contoh perhitungan jumlah penduduk dengan pekerjaan pedagang di Kelurahan Serengan
1021 12640 8522
= 1514 Data jumlah penduduk menurut pekerjaan tiap kelurahan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran L2.1 sampai L2.7. b. Data jumlah penduduk berdasar pendapatan
V-9
Berdasarkan jenis pekerjaan di atas, tingkat pendapatan penduduk tiap RW diklaster menjadi tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan rincian sebagai berikut:
Kelas tinggi
Kelas sedang : petani sendiri, pedagang, PNS/TNI/POL,
: pemilik usaha.
pensiunan, dan kategori pekerjaan lain - lain.
Kelas rendah
: buruh tani, buruh industri, buruh bangunan,
angkutan . Data jumlah penduduk berdasar pendapatan tiap kelurahan dapat dilihat pada lampiran L3.1-L3.5.
4.1.6
Rekap Kuesioner Data yang diperoleh berdasarkan hasil penyebaran kuesioner
adalah data jarak tempuh konsumen, frekuensi belanja, dan volume belanja di minimarket, serta besar pengeluaran konsumen. Selain itu, juga diperoleh data yang bisa digunakan sebagai referensi mengenai alternatif tempat berbelanja dan kebutuhan, pola berbelanja, alasan pemilihan minimarket, serta alasan pemilihan tempat berbelanja. Hasil rekap data selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: a. Data jarak, frekuensi, dan volume belanja di minimarket, serta pengeluaran konsumen Tabel 4.3 Data Jarak, Frekuensi, dan Volume Belanja di Minimarket, serta Pengeluaran Konsumen
V-10
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jumlah Pengeluaran langganan jarak frek (Rp) minimarket (m) (per bl) 2050000 2575000 1000000 2100000 1500000 1100000 1270000 1600000 750000 1500000 1850000 1850000 950000 750000 920000 750000 480000 650000 850000 550000 2100000 2500000 1800000 1060000 2000000 1000000 1280000 3500000 1250000 6000000
1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 3 1 1 2 1 2 4 1 2 1 3 2 1
500 50 25 300 300 2000 400 1200 1500 500 300 1000 200 200 200 100 100 10 200 500 400 300 500 5 500 50 15 400 500
1 4 4 2 2 2 2 1 1 2 3 1 2 1 1 4 2 8 3 2 1 5 5 1 15 1 2 1 1
Dekat volume total belanja belanja per bulan (Rp) 10000 10000 20000 80000 50000 200000 50000 100000 50000 100000 100000 200000 100000 200000 30000 30000 100000 100000 30000 60000 50000 150000 75000 75000 100000 200000 50000 50000 50000 50000 15000 60000 50000 100000 30000 240000 60000 180000 100000 200000 150000 150000 50000 250000 150000 750000 30000 450000 50000 50000 100000 200000 50000 50000 40000 40000
Jauh jarak frek volume total belanja (m) (per bl) belanja (Rp) per bulan 350 2000 500 1200 1200 1000 1000 500 500 2000 800 1000 650 400 500 -
1 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 5 5 1 4 -
50.000 100.000 100.000 30.000 100.000 20.000 30.000 50.000 100.000 200.000 150.000 150.000 50.000 100.000 75.000 -
50000 200000 200000 30000 100000 20000 30000 100000 200000 200000 150000 750000 250000 100000 300000 -
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Lanjutan Tabel 4.3 Data Jarak, Frekuensi, dan Volume Belanja di Minimarket, serta Pengeluaran Konsumen
V-11
No
Jumlah Pengeluaran langganan jarak frek (Rp) minimarket (m) (per bl)
31 2300000 32 1050000 33 2000000 34 2000000 35 700000 36 1500000 37 720000 38 740000 39 3400000 40 1100000 41 3200000 42 1025000 43 2400000 44 1500000 45 1100000 46 2500000 47 1300000 48 3000000 49 1650000 50 3200000 51 2650000 52 900000 53 1300000 54 2900000 55 750000 56 1741000 57 925000 58 1700000 59 1900000 60 2800000 Total 101486000 rata2 1691433 max 6000000 min 480000
2 2 3 3 1 1 3 2 2 2 2 3 2 1 1 1 1 3 2 2 3 1 3 1 2 2 2 1 4 106 2 4 1
100 2000 500 2000 50 200 100 50 500 100 100 100 800 150 200 1000 100 500 1000 300 150 200 2000 200 500 750 500 2000 100 28505 491 2000 5
10 2 3 2 1 1 1 1 1 5 1 2 4 2 2 1 2 4 2 4 1 2 1 3 1 1 2 4 146 3 15 1
Dekat Jauh volume total belanja jarak frek volume total belanja belanja per bulan (m) (per bl) belanja (Rp) per bulan (Rp) 50.000 50000 50000 500000 3000 1 100000 200000 5000 1 200.000 200000 250.000 250000 50000 150000 1000 1 100000 200000 3000 4 100.000 400000 100000 100000 50000 50000 100000 100000 300 1 50.000 50000 20.000 20000 20000 20000 500 1 250.000 250000 300000 300000 750 1 50.000 50000 10000 50000 1000 1 200.000 200000 200000 200000 700 1 54.000 54000 60000 120000 600 1 75.000 75000 50000 200000 2500 1 100000 200000 150000 300000 50000 50000 100000 200000 100.000 200000 200000 800000 600 2 50000 100000 4000 1 50.000 50000 100000 400000 500 1 100.000 100000 350.000 350000 350000 350000 500 1 100000 200000 400000 400000 100000 300000 1000 1 400.000 400000 150.000 150000 150000 150000 1500 1 100000 100000 2000 1 100.000 100000 50000 100000 150000 600000 700 1 100.000 100000 5080000 10765000 42750 53 3954000 5729000 90714 192232 1257 2 116294 168500 400000 800000 5000 5 400000 750000 10000 10000 300 1 20000 20000
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
b. Data Kebutuhan dan Tempat Berbelanja
V-12
Tabel 4.4 Data Kebutuhan dan Tempat Tempat Berbelanja Kebutuhan Bahan makanan pokok makanan minuman kemasan Barang kebersihan dan kecantikan fresh food peralatan rumah tangga non makanan Bahan makanan pokok makanan minuman kemasan Barang kebersihan dan kecantikan fresh food peralatan rumah tangga non makanan
Ps. Minimarket Hypermarket Supermarket Tradisional 28 1 1 47 12 1 90 31,11% 1,11% 1,11% 52,22% 13,33% 1,11%
5 17 9 0 2 0 33 15,15% 51,52% 27,27% 0,00% 6,06% 0,00%
11 28 41 2 23 31 136 8,09% 20,59% 30,15% 1,47% 16,91% 22,79%
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
c. Alasan Pemilihan Minimarket Tabel 4.5 Alasan Pemilihan Minimarket Memilih Minimarket 1 >1 Suasana lebih nyaman 10 Waktu mendesak 7 Pelayanan lebih baik 3 Sekaligus Rekreasi 2 iklan&promosi 5 1 Lokasi / jarak lebih dekat 27 7 Produk lebih lengkap 12 6 Harga lebih murah 8 9 Cari suasana baru 11 lebih mudah dijangkau 5 dalam perjalanan 7 Total 74 46 Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009 Alasan
V-13
Persentase 1 13,51% 9,46% 4,05% 2,70% 6,76% 36,49% 16,22% 10,81%
100%
>1
2,17% 15,22% 13,04% 19,57% 23,91% 10,87% 15,22% 100%
3 8 6 2 4 20 43 6,98% 18,60% 13,95% 4,65% 9,30% 46,51%
Toko 17 9 4 9 19 9 67 25,37% 13,43% 5,97% 13,43% 28,36% 13,43%
d. Pola dan Volume Belanja Tabel 4.6 Pola dan Volume Belanja Pola belanja Kebutuhan
tiap hari
Bahan makanan pokok makanan minuman kemasan Barang kebersihan dan kecantikan fresh food peralatan rumah tangga non makanan Bahan makanan pokok makanan minuman kemasan Barang kebersihan dan kecantikan fresh food peralatan rumah tangga non makanan
2-3 kali 1 kali /minggu /minggu
5 8 4 4 0 1 25 16 0 0 0 0 34 29 8,20% 13,11% 6,67% 6,67% 0,00% 1,64% 40,98% 26,23% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Nilai belanja (Rp)
2 kali /bulan
1 kali /bulan
lainnya
20 10 17 1 13 8 20 11 4 7 42 7 13 4 0 3 0 3 10 48 0 2 6 53 50 34 95 123 32,79% 16,39% 27,87% 1,64% 21,67% 13,33% 33,33% 18,33% 6,56% 11,48% 68,85% 11,48% 21,31% 6,56% 0,00% 4,92% 0,00% 4,92% 16,39% 78,69% 0,00% 3,28% 9,84% 86,89%
Max
min
rata2
500000 400000 350000 300000 200000 2000000
5000 5000 5000 5000 10000 20000
142833 63424 106271 48750 44673 283804
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
e. Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja Tabel 4.7 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan Makanan Pokok)
Ps. Tradisional Minimarket Supermarket Hypermarket Toko / warung
Bahan makanan pokok Suasana jumlah yg Pelayanan Sekaligus Waktu lebih dibeli Total lebih baik rekreasi mendesak nyaman sedikit
jarak lebih dekat
Produk lebih lengkap
Harga lebih murah
Harga fix
13,33% 1,33% 1,33% 1,33%
8,00% 1,33% 2,67% 0,00%
24,00% 0,00% 10,67% 1,33%
0,00% 1,33% 0,00% 0,00%
1,33% 1,33% 1,33% 0,00%
0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
1,33% 0,00% 0,00% 0,00%
0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
2,67% 0,00% 0,00% 0,00%
38 4 12 2
14,67%
0,00%
6,67%
0,00%
0,00%
1,33%
0,00%
0,00%
2,67% 100%
19 75
Total
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.8 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Makanan dan Minuman Kemasan)
V-14
jarak lebih dekat Ps. Tradisional Minimarket Supermarket Hypermarket Toko / warung
Produk lebih lengkap
Makanan dan minuman kemasan Harga Suasana Barang waktu Sekaligus lebih lebih lebih mendesak Rekreasi murah nyaman terjamin
Pelayanan lebih baik
Total
1,28% 0,00% 10,26% 8,97% 3,85% 17,95%
0,00% 1,28% 17,95%
0,00% 2,56% 2,56%
0,00% 1,28% 1,28%
0,00% 0,00% 1,28%
0,00% 0,00% 1,28%
0,00% 0,00% 3,85%
1 19 39
0,00% 10,26%
1,28% 1,28%
1,28% 0,00%
0,00% 2,56%
1,28% 0,00%
0,00% 0,00%
0,00% 0,00% 100,00%
8 11 78
6,41% 0,00%
Total
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.9 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Barang Kebersihan dan Kecantikan) Barang kebersihan dan kecantikan
Ps. Tradisional Minimarket Supermarket Hypermarket Toko / warung
jarak lebih dekat
Produk lebih lengkap
Harga lebih murah
0,00% 4,82%
0,00% 3,61%
1,20% 2,41%
0,00% 0,00%
0,00% 0,00%
0,00% 0,00%
0,00% 0,00%
0,00% 0,00%
1 9
4,82% 0,00% 3,61%
30,12% 4,82% 0,00%
27,71% 1,20% 1,20%
4,82% 0,00% 0,00%
2,41% 0,00% 0,00%
2,41% 0,00% 0,00%
0,00% 0,00% 1,20%
3,61% 0,00% 0,00% 100,00%
63 5 5 83
Pelayanan iklan & lebih baik promosi
Suasana waktu Sekaligus lebih mendesak rekreasi nyaman
Total
Total
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.10 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Fresh Food) jarak lebih dekat Ps. Tradisional Minimarket Supermarket Hypermarket Toko / warung
Produk lebih lengkap
Harga lebih murah
14,29% 18,18% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 10,39% 0,00%
33,77% 0,00% 0,00% 0,00% 1,30%
Fresh food suasana waktu Pelayanan lebih mendesak lebih baik nyaman 1,30% 0,00% 0,00% 0,00% 1,30%
Total
0,00% 0,00% 2,60% 0,00% 0,00%
1,30% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Lebih fresh
Total
11,69% 0,00% 0,00% 2,60% 1,30% 100%
62 0 2 2 11 77
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.11 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan Rumah Tangga)
V-15
Peralatan rumah tangga jarak Produk Harga iklan & Pelayanan Total lebih lebih lebih promosi lebih baik dekat lengkap murah Ps. Tradisional 10,81% 2,70% 8,11% Minimarket 2,70% 0,00% 0,00% 2,70% 20,27% 17,57% Supermarket 0,00% 2,70% 2,70% Hypermarket Toko / warung 18,92% 2,70% 4,05% Total
0,00%
1,35%
0,00%
0,00%
17 2
0,00%
2,70%
32
0,00%
0,00%
4
0,00%
0,00%
19
100,00%
74
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
Tabel 4.12 Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Non Makanan) Non makanan (durable good )
Ps. Tradisional Minimarket Supermarket Hypermarket Toko / warung
jarak lebih dekat
Produk lebih lengkap
Harga lebih murah
suasana lebih nyaman
iklan & promosi
Sekaligus Rekreasi
1,20% 0,00% 3,61% 0,00% 1,20%
0,00% 0,00% 24,10% 14,46% 3,61%
0,00% 0,00% 14,46% 2,41% 2,41% Total
0,00% 0,00% 3,61% 3,61% 0,00%
0,00% 0,00% 2,41% 4,82% 2,41%
0,00% 0,00% 4,82% 3,61% 0,00%
Pelayanan Total lebih baik 0,00% 0,00% 4,82% 2,41% 0,00% 100,00%
1 0 48 26 8 83
Sumber: Rekap Data Kuesioner, 2009
4.2 PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data terdiri dari dua langkah utama. Pertama adalah digitasi peta, yaitu menentukan titik lokasi demand, pasar modern, dan pasar tradisional ke dalam peta dan menentukan alternatif usulan lokasi minimarket baru. Kedua adalah optimasi pemilihan alternatif lokasi pendirian minimarket dengan Network Location Model menggunakan Mixed Integer Programming. Tahapan – tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 4.2.1
Menentukan Titik Lokasi Demand, Pasar Modern, dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta ke Dalam Peta Untuk digitasi titik lokasi pasar tradisional dan pasar modern di
Kota Surakarta digunakan data titik koordinat tiap lokasi yang diperoleh dari Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta serta hasil observasi lapangan menggunakan alat bantu GPS. Kemudian, keseluruhan titik koordinat lokasi tersebut ditempatkan pada peta digital Kota Surakarta. Sedangkan untuk titik demand tiap RW diperoleh melalui pencarian titik
V-16
pusat untuk tiap area RW dengan menggunakan tools dalam software arcGIS, yaitu feature to point. Hasil digitasi lokasi pasar tradisional, pasar modern, dan titik demand dapat dilihat pada gambar berikut. a. Digitasi Titik Demand Jumlah titik demand sesuai dengan jumlah RW di Kota Surakarta, yaitu 598 titik demand. Pemetaan titik demand dilakukan dengan mencari titik pusat tiap RW sejumlah 598 titik RW dengan menggunakan software ArcGIS. Sebaran titik demand digunakan untuk mengetahui potensi demand yang tercover serta alokasi demand tiap minimarket usulan. Hasil digitasi lokasi titik demand yang merupakan titik pusat tiap RW dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Peta Lokasi Titik Demand Tiap RW Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
V-17
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh titik pusat tiap RW adalah dengan menggunakan tool ArcGIS arc Toolboxdata management tool features feature to point. Untuk langkah-langkah lebih jelas dapat dilihat pada lampiran L4.
b. Digitasi Titik Lokasi Minimarket, Hypermarket, Supermarket, dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta Digitasi dilakukan dengan memetakan koordinat lokasi seluruh pasar tradisional dan pasar modern yang diperoleh melalui observasi di lapangan yang terdata hingga tanggal 9 Desember 2009 dengan software ArcGIS. Hal ini dilakukan untuk melihat sebaran 22 pasar tradisional dan 47 pasar modern di Kota Surakarta, sehingga dapat diperoleh informasi mengenai area yang masih berpotensi untuk dilakukan pendirian minimarket. Hasil digitasi lokasi titik pasar modern dan pasar tradisional dapat dilihat pada gambar 4.3.
V-18
Gambar 4.3 Peta Lokasi Minimarket, Hypermarket, Supermarket, dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
4.2.2
Ketentuan yang Dipertimbangkan dalam Penentuan Usulan Lokasi Minimarket Baru Dalam menentukan usulan lokasi minimarket yang akan dibangun,
dipertimbangkan beberapa faktor berikut: d. Apabila terdapat pasar tradisional, maka lokasi usulan fasilitas haruslah berjarak setidaknya 500m dari pasar tersebut. Berdasarkan klaster kebutuhan dan transisi pola belanja masyarakat saat ini, dapat dikatakan bahwa motif konsumen cenderung berbeda untuk berbelanja ke pasar tradisional, minimarket, maupun hypermarket. Meskipun begitu, keberadaan minimarket
V-19
dikhawatirkan mengurangi pangsa pasar tradisional walaupun tidak terlalu signifikan. Jarak antara minimarket dan pasar tradisional sendiri yang kurang begitu diperhatikan. Namun, pihak Pemerintah Daerah Kota Surakarta belum juga mengeluarkan kebijakan mengenai zonasi serta jarak antara pasar tradisional dengan minimarket. Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional maka dilakukan pengajuan usulan lokasi minimarket dengan mempertimbangkan jarak minimal antar fasilitas. Ketentuan jarak minimal ditetapkan dalam asumsi yang mengacu pada Perda yang ada mengenai zoning pasar tradisional dan pasar modern, yaitu Perwali
Kota
Bandar
Lampung
No.
17
Tahun
2009
(www.lampungpost.com) serta Perda Kota Jakarta No.2 tahun 2002, yaitu jarak minimal antara minimarket dengan pasar tradisional adalah 500m. Batasan area untuk 22 pasar tradisional di Kota Surakarta dapat dilihat pada gambar 4.4.
V-20
Gambar 4.4 Peta Batasan Area Pasar Tradisional di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Untuk penjelasan kode pasar dapat dilihat pada tabel 4.13: Tabel 4.13 Penjelasan Kode Pasar No Nama Pasar Kode Pasar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Gading Gede Harjodaksino Jebres Jongke Kabangan Kadipolo Kembang Kliwon Ledoksari Legi
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11
No
Nama Pasar Kode Pasar
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Mojosongo Nusukan Purwosari Sangkrah Sidodadi Sidomulyo Tanggul Tunggul Sari Turi Sari Notoharjo Kleco
P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22
Sumber: Data Diolah, 2009
e. Lokasi Fasilitas Usulan Mempertimbangkan Syarat bahwa Jarak Antara Fasilitas yang Baru Dengan Fasilitas yang Sudah Ada Adalah 1 Kilometer. Jarak
minimal
antara
minimarket
usulan
dan
existing
minimarket ditetapkan dalam asumsi yang mengacu pada Perwali Kota Bandar Lampung No. 17 Tahun 2009 (www.lampungpost.com). Terkait dengan asumsi tersebut, maka cakupan area pelayanan (service coverage) minimarket ditetapkan dengan radius sebesar 500 meter. Minimarket usulan boleh didirikan selama tidak beririsan dengan service coverage dari existing minimarket. Hal ini ditetapkankan untuk menghindari kanibalisme antar minimarket. Selain itu, untuk memperkuat ketetapan jarak minimal 1 kilometer, maka dilakukan penyebaran kuesioner. Berdasarkan hasil kuesioner tersebut diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar konsumen biasanya menempuh jarak 500 meter untuk berbelanja ke minimarket.
Sehingga,
dapat
ditetapkan
V-21
coverage
area
untuk
minimarket adalah 500 meter. Agar coverage area tersebut tidak beririsan, maka ditetapkan jarak minimal antar minimarket adalah 1 kilometer. Batasan area untuk minimarket di Kota Surakarta dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Peta Batasan Area Minimarket di Kota Surakarta Sumber: pengolahan data digitasi, 2009
Untuk penjelasan kode minimarket lain dapat dilihat pada tabel 4.14: Tabel 4.14 Penjelasan Kode Minimarket Lain
V-22
No
Keterangan
L1 S Mart L2 S Mart L3 Ass Gross L4 SFA Toserba L5 Ass Gross Koperasi Mekar L6 Perdana Jaya L7 Viyas Mart L8 Sami Kate Sumber: Data Diolah, 2009
Selain mempertimbangkan minimarket yang sudah ada dan pasar
tradisional,
pasar
modern lain,
yaitu hypermarket
dan
supermarket juga dipertimbangkan. Namun, persaingan yang terjadi tidak secara head to head dikarenakan ada beberapa jenis varian produk yang tidak tersedia di minimarket tetapi tersedia di supermarket dan hypermarket. Jadi, untuk kelengkapan produk supermarket dan hypermarket lebih unggul, tetapi untuk kedekatan jarak dengan konsumen minimarket lebih unggul. Coverage area untuk hypermarket dan supermarket adalah 500m dengan jarak minimal minimarket yang diperbolehkan untuk dibagun adalah 500 meter dari lokasi hypermarket maupun supermarket. Jarak minimal antara minimarket dengan pasar modern lain ditetapkan dalam asumsi, yaitu sebesar 500 meter. Hal ini mempertimbangkan tipe persaingan yang terjadi secara tidak langsung, serta baik minimarket maupun hypermarket dan supermarket sendiri cenderung memilki keunggulan masing-masing. Batasan area untuk hypermarket dan supermarket di Kota Surakarta dapat dilihat pada gambar 4.6.
V-23
Gambar 4.6
Peta Batasan Area Supermarket dan Hypermarket di Kota Surakarta
Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Untuk penjelasan kode supermarket dan hypermarket dapat dilihat pada tabel 4.15. Tabel 4.15 Penjelasan Kode Supermarket dan Hypermarket No S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 H1 H2 H3
Keterangan Luwes Loji Wetan Luwes Gading Luwes Mojosongo Ratu Luwes Ratu Luwes Sami Luwes Asia Baru Atria Awalayan Hypermart SGM Hypermart Solo Square Makro
Sumber: Data Diolah, 2009
V-24
f. Fasilitas dapat dilokasikan di sepanjang network/jalan umum. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007, Network/jalan umum yang dipertimbangkan dalam penentuan lokasi minimarket adalah jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal, sedangkan kelas jalan lingkungan tidak dipertimbangkan kecuali jalan lingkungan di daerah perumahan dalam kota atau perkotaan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan kemudahan akses minimarket merupakan salah satu faktor mengapa konsumen memilih minimarket untuk berbelanja. Peta jaringan jalan di Kota Surakarta dapat dilihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.7 Jaringan Jalan di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
V-25
4.2.3
Penentuan Jumlah Alternatif Usulan Lokasi Minimarket Jumlah alternatif minimarket usulan ini merupakan batas maksimal
(upper bound) minimarket yang dimungkinkan untuk dibangun. Untuk menentukan jumlah optimal minimarket baru digunakan network location model. Penentukan lokasi minimarket dengan metode iterasi berdasarkan titik koordinat tiap RW yang belum tercover minimarket lama. Penentuan alternatif usulan lokasi minimarket adalah dengan melihat daerah atau area yang masih berpeluang untuk didirikan minimarket yang dapat dilihat dari peta sebaran pasar modern dan pasar tradisional yang sudah ada. Untuk mengetahui daerah yang masih berpeluang untuk pendirian minimarket, dapat dilihat dari peta persebaran pasar modern maupun pasar tradisional di Kota Surakarta pada gambar 4.8.
V-26
Gambar 4.8 Peta Persebaran Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Berdasarkan persebaran pasar modern dan pasar tradisional yang sudah ada, secara kasar dapat dilihat bahwa daerah yang masih berpeluang untuk pendirian minimarket adalah Kecamatan Jebres, bagian utara Kecamatan Banjarsari, serta wilayah perbatasan atau pinggiran kecamatan Laweyan dan Pasar Kliwon. Persyaratan untuk membangun minimarket baru adalah dengan mempertimbangkan coverage area dan jarak minimal dari seluruh fasilitas atau pasar yang sudah ada baik pasar tradisional maupun pasar modern. Persyaratan tersebut, yaitu:
V-27
- Jarak minimal antara pasar tradisional dan minimarket usulan adalah 500 meter. - Jarak minimal antara minimarket usulan dengan hypermarket dan supermarket adalah 500 meter. - Jarak minimal antara minimarket yang sudah ada dan minimarket usulan adalah 1 kilometer. - radius area pelayanan minimarket adalah 500 meter. Penentuan lokasi yang baru dilakukan dengan metode iterasi dengan langkah – langkah sebagai berikut: 1. Penentuan titik awal daerah usulan yang feasible. Daerah feasible merupakan daerah di luar radius minimarket yang sudah ada serta mempertimbangkan ketentuan jarak minimal antara minimarket usulan dengan pasar tradisional, hypermarket, dan supermarket yang sudah ada. 2. Penentuan titik – titik lokasi dilakukan secara berurutan (sequential) satu per satu dengan dasar titik awal. 3. Lokasi usulan berikutnya tidak boleh beririsan dengan minimarket yang sudah ada ataupun titik usulan minimarket yang sebelumnya. 4. Penentuan titik lokasi dengan mencari perkiraan titik pusat dari radius yang telah dibuat. 5. Apabila titik pusat jatuh pada daerah yang tidak memungkinkan maka bisa digeser sesuai dengan kondisi agar memungkinkan untuk bisa dibangun minimarket usulan. 6. Titik harus berada di pinggir network / jalan umum dengan jalan yang dipertimbangkan adalah jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, sedangkan
jalan
lingkungan
dilingkungan perumahan.
V-28
tidak
dipertimbangkan
kecuali
Setelah dilakukan tahapan iterasi di atas maka diperoleh 21 titik usulan minimarket yang tersebar di Kota Surakarta. Pemetaan titik lokasi usulan minimarket dapat dilihat pada gambar 4.9.
Gambar 4.9
Usulan Awal Lokasi Minimarket di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Setelah diperoleh titik-titik alternatif usulan lokasi yang diperoleh dengan cara iterasi tersebut, kemudian dilakukan pencarian lokasi real untuk titik usulan lokasi baru minimarket. Setelah dilakukan pencarian titik usulan lokasi baru, maka hanya diperoleh 19 titik usulan yang memungkinkan. Untuk usulan M20 dan M21 tidak memungkinkan dikarenakan tingkat kepadatan pada lokasi tersebut tinggi, sehingga tidak ada lahan ataupun bangunan kosong di sekitar wilayah titik usulan. Pemetaan titik usulan lokasi baru minimarket dapat dilihat pada gambar 4.10.
V-29
Gambar 4.10 Usulan Lokasi Minimarket di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Alamat lengkap untuk tiap titik usulan lokasi dapat dilihat pada tabel 4.16. Untuk lebih mengetahui dan menggambarkan bagaimana kondisi dari tiap titik usulan lokasi pendirian minimarket ini, maka dibuat profil tiap titik usulan lokasi dengan disertai foto atau gambar daerah alternatif usulan lokasi tersebut. Profil usulan lokasi dapat dilihat pada lampiran L7. Tabel 4.16 Alamat Alternatif Usulan Lokasi Minimarket
V-30
No
Lokasi
Selatan
Timur
Alamat
Ket dekat jalan raya
Kode M1
1
Tanah Kosong
481164
9166421 Jl. Sumpah pemuda
2
Tanah & Bangunan Kosong
479522
9163886
Jl. Teratai 1 No.16, RT1 dekat perumahan dan RW13 Mangkubumen pemukiman penduduk
M2
3
Tanah Kosong
481461
9164195
Jl. Arif Rahman Hakim No.49
M3
4
Tanah Kosong
482581
9162045 Jl. Untung Suropati
5
Tanah Kosong
483876
9167108 Jl. Manunggal II
dekat perumahan dan pemukiman penduduk dekat pemukiman penduduk dekat pemukiman penduduk
M4 M5
Sumber: Observasi Lapangan, 2009
Lanjutan Tabel 4.16 Alamat Alternatif Usulan Lokasi Minimarket No
Lokasi
Selatan
Timur
Alamat
Ket dekat pengambilan retribusi jalan dekat pemukiman penduduk dekat Poltekkes, USB, perumahan Dekat Jalan raya, Kampus UNS
Kode M6
6
Tanah Kosong
484400
9166345 Jl. Ringroad
7
Tanah Kosong
483281
9166357
8
Tanah Kosong
482138
9165842 Jl. Wilanda Maramus
9
Bangunan Kosong
484287
9163793 Jl. Ir. Sutami 107
10
Tanah Kosong
483446
9164381 Jl. Guntur
Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk
M10
11
Tanah Kosong
482955
9165336 Jl. Cahaya
dekat perumahan solo elok
M11
12
Tanah Kosong
483907
9165179 Jl. Surya 2, Jebres
Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk
M12
13
Bangunan Kosong
483560
9163285 Jl. Juanda Kertasanjaya Dekat Jalan raya
14
Tanah Kosong
485297
9165929
15
Tanah Kosong
479539
16
Tanah Kosong
475061
17
Tanah Kosong
476404
9162672
RT06/II, Sidodadi, Pajang
18
Bangunan Kosong
478521
9163065
Jl. Radjiman No.401, Panularan
19
Tanah Kosong
480197
9160892 Jl. KH Wakhid Hasyim
RT03, RW34 Mojosongo
Daerah sebrang Ring Road Jetis, RT08 RW III, 9166760 Kadipiro Jl. Duwet II/10, 9165192 Karangasem
Sumber: Observasi Lapangan, 2009
4.2.4
Pengukuran Jarak Tempuh Konsumen
V-31
Dekat pemukiman penduduk dekat perumahan dan pemukiman penduduk Dekat jalan ramai, pemukiman penduduk Dekat pertigaan jalan ramai, pemukiman penduduk
M7 M8 M9
M13 M14 M15 M16 M17
Dekat Jalan raya
M18
Dekat jalan ramai, pemukiman penduduk
M19
Jarak tempuh yang dimaksud adalah jarak tempuh terukur dari titik usulan lokasi minimarket baru ke masing-masing titik demand. Perhitungan jarak dilakukan untuk seluruh titik demand ke dua alternatif minimarket terdekat dengan ketentuan jarak maksimal 2 kilometer. Pengukuran dilakukan dengan software Arcgis menggunakan tool measure sesuai pola jalan umum yang dilewati konsumen dari titik demand ke dua titik alternatif minimarket terdekat. Jalan diasumsikan simetris yaitu jarak dari lokasi titik demand ke lokasi titik minimarket sama dengan jarak dari lokasi titik minimarket ke lokasi titik demand.
Hasil pengukuran jarak tempuh dari titik demand ke dua titik supply usulan terdekat dapat dilihat pada lampiran L6. Contoh hasil pengukuran jarak tempuh titik demand ke dua titik supply usulan terdekat pada tabel 4.17. Tabel 4.17 Jarak Titik Demand Terpilih Ke Dua Titik Supply Usulan Terdekat
V-32
Lokasi Alternatif terdekat ke-1 Alternatif terdekat ke-2 Lokasi Alternatif terdekat ke-1 Alternatif terdekat ke-2 Usulan Titik demand Jarak Titik demand Jarak Usulan Titik demand Jarak Titik demand Jarak R 48 828,132 R 128 1106,03 R 24 514,12 R 457 1703,87 R 49 304,35 R 46 1758,11 R 139 462,54 R 458 1657,84 R 50 749,9 R 47 1189,75 R 140 616,92 R 310 1173,92 R 53 515,84 R 57 896,38 R 142 977,58 R 311 1098,42 M1 R 54 638,46 R 143 954,84 R 312 1208,26 R 55 108,93 R 144 650,04 R 313 1241,24 R 56 570,71 R 145 1091,41 R 314 1120,05 R 58 473,46 R 146 1159,68 R 315 812,79 R 59 757,7 R 230 240,29 R 316 732,36 R 61 1509,09 R 418 1321,87 R 231 498,02 R 318 855,08 R 62 1665,21 R 383 1427,17 R 232 601,53 R 286 1006,96 R 63 1567 R 384 1148,85 R 233 223,89 R 194 869,37 M3 R 64 1399,92 R 386 1369,9 R 234 716,93 R 195 1122,42 R 66 1088,53 R 387 1540,58 R 287 846,59 R 141 930,28 R 80 755,85 R 388 1340,29 R 292 653,11 R 147 1286,05 R 81 969,32 R 375 1806,29 R 293 698,6 R 70 1104,97 R 100 724,47 R 377 1673,24 R 317 547,25 R 71 1356,29 R 102 768,43 R 133 1114,73 R 459 1511,86 R 25 1152,6 R 103 576,27 R 134 1117,97 R 26 1023,16 R 104 568,9 R 135 719,36 R 28 1203,85 R 105 470,66 R 96 958 R 31 1267,18 R 106 341,48 R 101 804,58 R 32 1137,23 R 107 432,79 R 67 1475,46 R 22 932,18 R 108 409,24 R 68 1528,33 R 23 949,21 R 136 715,77 R 69 1468,33 R 295 740 R 492 1204,02 M2 R 137 523,3 R 72 1378,92 R 469 833,14 R 493 1057,96 R 138 379,77 R 73 1507,84 R 489 875,81 R 477 857,5 R 165 433,79 R 74 1146,61 R 490 988,4 R 478 1001,27 R 166 473,48 R 75 1301,25 R 494 869,08 R 167 823,14 R 76 1071,6 R 495 857,13 R 168 752,2 R 77 1237,11 R 496 445,97 R 169 910,68 R 78 1284,39 R 497 690,05 M4 R 419 971,57 R 79 903,99 R 498 141,6 R 420 550,95 R 65 1587,55 R 499 259,2 R 421 479,85 R 555 1543,15 R 500 409,13 R 422 402,78 R 559 1487,73 R 501 522,27 R 423 648,83 R 502 747,36 R 558 1260 R 503 897,57 R 560 1112,82 R 521 849,78 R 385 1051,17 R 522 719,05 R 99 908,3 R 523 581,28
Sumber: Data Diolah, 2009
Hasil
pengukuran
jarak
tempuh
digunakan
sebagai
dasar
penentuan alokasi titik-titik demand ke titik supply tertentu, dalam hal ini adalah titik lokasi minimarket. Tiap titik demand diukur jarak terpendek ke satu dan ke dua dengan titik lokasi minimarket. Titik supply yang merupakan alternatif minimarket terdekat pertama dan kedua yang berpeluang dikunjungi titik demand merupakan titik alokasi demand
V-33
tersebut. Hal ini berlaku selama jarak tempuh dari titik demand ke titik supply maksimal 2 kilometer.
4.2.5
Penentuan Alokasi Titik – titik Permintaan Untuk Tiap Titik Lokasi Minimarket Usulan Titik permintaan yang dialokasikan ke satu titik minimarket usulan
dengan jarak maksimal 2 kilometer. Tiap titik permintaan memiliki peluang yang bersifat probabilistik dengan bobot tertentu untuk berbelanja ke titik minimarket tersebut selama masih dalam area radius 2 kilometer. Perhitungan bobot tiap titik demand untuk memproyeksikan peluang pemilihan minimarket akan dihitung pada tahap selanjutnya. Namun, ada batasan bahwa titik demand hanya boleh memilih sebanyak 2 alternatif
minimarket
terdekat
baik
minimarket
usulan
maupun
minimarket yang sudah ada. Jadi, jumlah peluang titik demand ke minimarket alternatif terdekat akan berkurang sebesar peluang titik demand kemungkinan memilih alternatif minimarket yang ke-2. Alokasi
titik-titik demand yang berpotensi
ke titik usulan
minimarket dapat dilihat pada tabel 4.18. Tabel 4.18 Alokasi Titik-titik Demand yang Berpotensi ke Titik Usulan Minimarket Lokasi Usulan M1
M2
M3
Titik Demand Alternatif terdekat ke-1 R48, R49, R50, R53, R54, R55, R56, 58, R59 R61, R62, R63, R64, R66, R80, R81, R100, R102, R103, R104, R105, R106, R107, R108, R136, R137, R138, R165, R166, R167, R168, R169, R419, R420, R421, R422, R423, R558, R560, R385, R99 R24, R139, R142, R143, R144, R145, R146, R230, R231, R232, R233, R234, R287, R292, R293, R317, R459
V-34
Alternatif terdekat ke-2 R128, R46, R47, R57 R418, R383, R384, R386, R387, R388, R375, R377, R133, R134, R135, R96, R101, R67, R68, R69, R72, R73, R74, R75, R76, R77, R78, R79, R65, R555, R559 R457, R458, R310, R311, R312, R313, R314, R315, R316, R318, R286, R194, R195, R141, R147, R70, R71, R25, R26, R28, R31, R32, R22, R23
Sumber: Data Diolah, 2009
Lanjutan Tabel 4.18 Alokasi Titik-titik Demand yang Berpotensi ke Titik Usulan Minimarket Lokasi Usulan M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10
Titik Demand Alternatif terdekat ke-1 Alternatif terdekat ke-2 R295, R469, R489, R490, R494, R495, R496, R497, R498, R499, R500, R501, R492, R493, R477, R478 R502, R503, R521, R522, R523 R252, R253 R264 R245, R263 R244, R245, R250, R251, R262, R268 R252, R253, R258, R260, R264 R49, R51, R129, R130, R132, R235, R52, R237, R238, R239, R243, R266 R240, R244, R265, R268, R269 R206, R210, R229, R267, R278, R279, R207, R208, R209, R270, R271, R279 R280, R281, R282 R198, R199, R201, R202, R203, R204, R197, R208, R218, R220, R222, R225, R205, R206, R219, R284 R270, R271
M11
R220, R221, R240, R241, R242, R269
M12
M14
R216, R217, R218, R263 R193, R272, R273, R274, R275, R276, R277, R278, R280, R281, R282, R283 R212, R213
M15
R34, R35, R36, R37, R38, R39
M16 M17
R335, R339, R340, R341 R359, R360, R361, R362, R364
M13
R320, R322, R323, R324, R325, R375, R376, R377, R378, R379, R381, R386, M18 R387, R388, R389, R390, R391, R392, R394, R396, R418, R595, R596, R383, R384 R454, R455, R456, R532, R536, R537, M19 R538, R539, R549, R550, R551, R552, R553, R554 Sumber: Data Diolah, 2009
4.2.6
R202, R204, R227, R219, R224, R226, R227, R228, R236, R239, R243, R252 R203, R305, R207, R242 R284 R211, R214, R215 R1, R2, R43, R40, R109, R110, R111, R112, R113, R118, R123, R42, R41 R334, R336, R337 R363, R366, R367 R319, R321, R356, R357, R380, R385, R393, R395, R419, R420, R421, R422, R423, R583, R585
R450, R529, R530, R535
Penentuan Bobot Titik Demand Untuk menentukan bobot atau peluang titik demand, dilakukan
berdasar perhitungan data hasil kuesioner. Tahap-tahap penentuan bobot, yaitu: 1. Perhitungan persentase peluang pemilihan minimarket
V-35
Berdasar hasil rekap kuesioner pada tabel 4.3 maka diperoleh persentase jumlah konsumen yang hanya berlangganan 1 minimarket dan lebih dari 1 minimarket, dengan rata-rata konsumen memilih 2 alternatif
minimarket
terdekat.
Persentase
pemilihan
alternatif
minimarket diperoleh dengan formulasi: Persentase pemilihan 1 alternatif = jumlah konsumen yang memilih 1 minimarket/total responden
Pan
Tan Tr
Keterangan : Pan=Persentase pemilihan alternatif minimarket Tan= Jumlah pemilih alternatif minimarket sebanyak an. Tr = Jumlah total responden an untuk n = 1 atau > 1 Contoh perhitungan: Pa1 =
26 0,43 60
Persentase dapat dilihat pada tabel 4.19. Tabel 4.19 Persentase Jumlah Langganan Minimarket Memilih Minimarket 1 >1 Jumlah konsumen 26 34 persentase 0,43 0,57 Sumber: Data Diolah, 2009
Total 60 1,00
Berdasar perhitungan di atas maka dapat diketahui proyeksi peluang titik demand untuk berlanggan 1 minimarket adalah 0.43, sedangkan untuk berlangganan lebih dari satu minimarket adalah 0.57. 2. Perhitungan bobot untuk pemilihan minimarket Perhitungan
bobot
untuk
pemilihan
minimarket
dilakukan
berdasar proporsi frekuensi yang diperoleh melalui kuesioner. Dari hasil perhitungan dapat diketahui peluang tiap titik demand apakah memilih alternatif minimarket terdekat ke-1 atau ke-2. Tahap-tahap perhitungan bobot pemilihan minimarket adalah sebagai berikut:
V-36
1) Perhitungan persentase frekuensi tiap responden Dalam perhitungan persentase frekuensi belanja, responden yang digunakan dalam pengolahan data adalah responden yang berlangganan lebih dari 1 minimarket, yaitu 33 responden.
Pfn
Tfn Tr
Keterangan: Pfn=Persentase pemilihan alternatif minimarket Tfn= persentase pemilih alternatif minimarket terdekat ke-fn. Tr = Jumlah total responden fn untuk n = 1 (tertdekat ke-1) atau 2 (terdekat ke-2) Contoh perhitungan: Pf1 =
20,18 0,61 33
Hasil perhitungan persentase frekuensi dapat dilihat pada tabel 4.20. Tabel 4.20 Persentase Frekuensi Belanja ke Minimarket
V-37
Responden ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Rata-rata
Pengeluaran 2100000 1100000 1270000 750000 1500000 1850000 750000 480000 650000 2100000 1800000 1060000 1000000 3500000 1250000 2300000 1050000 2000000 2000000 720000 740000 3400000 1100000 3200000 1025000 2400000 3000000 1650000 3200000 2650000 925000 1700000 2800000 1727878,79
Persentase Terdekat Terjauh 0,67 0,33 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,67 0,33 0,67 0,33 0,67 0,33 0,50 0,50 0,67 0,33 0,83 0,17 0,50 0,50 0,75 0,25 0,67 0,33 0,20 0,80 0,91 0,09 0,67 0,33 0,75 0,25 0,33 0,67 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,83 0,17 0,50 0,50 0,67 0,33 0,80 0,20 0,67 0,33 0,67 0,33 0,80 0,20 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,80 0,20 0,61 0,39
Sumber: Data Diolah, 2009
2) Pembuatan kelas distribusi pengeluaran untuk klasifikasi tingkat pendapatan Penentuan panjang kelas dan banyak kelas adalah sebagai berikut: Max Min Jangkauan Banyak Kelas Panjang Kelas
3500000 480000 3020000 6,011 503333,33
6 503333
Setelah ditetapkan panjang kelas dan banyak kelas, maka klasifikasi pengeluaran adalah sebagai berikut:
V-38
Tabel 4.21 Kelas Distribusi Pengeluaran Kelas 1 2 3 4 5 6
BKB BKA Frek 480000 983333 7 983334 1486667 8 1486668 1990001 5 1990002 2493335 6 2493336 2996669 2 2996670 3500003 5 Total 33 Sumber: Data Diolah, 2009
3) Pengelompokan kelas pendapatan Setelah terbentuk 6 kelas distribusi pengeluaran, maka dilakukan adjustment pengelompokan tingkat pendapatan berdasar kelas pengeluaran yang terbentuk. Tingkat pendapatan dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas bawah, menengah, dan atas. Hasil adjusment dapat dilihat pada tabel 4.22. Tabel 4.22 Adjusment Pengelompokan Tingkat Pendapatan Kelas 1 2 3 4 5 6
BKB 480000 983334 1486668 1990002 2493336 2996670
BKA Kelas Pendapatan 983333 3 (bawah) 1486667 2 (menengah) 1990001 2493335 2996669 1 (atas) 3500003 Total Sumber: Data Diolah, 2009
Frek 7 19 7 33
4) Perhitungan peluang frekuensi untuk tiap kelas pendapatan Perhitungan peluang untuk tiap kelas pendapatan diperoleh dengan
menghitung
rata-rata
frekuensi
pendapatan. Formulasi perhitungan adalah sebagai berikut:
Pfkn
Tfkn Trk
Keterangan:
V-39
untuk
tiap
kelas
Pfkn=Persentase
pemilihan
alternatif
minimarket
untuk
kelas
pendapatan k. Tfkn =Persentase total pemilih alternatif minimarket terdekat ke-fn. Trk = Jumlah total responden kelas pendapatan k. fkn untuk n = 1 (tertdekat ke-1) atau 2 (terdekat ke-2) k = kelas pendapatan (kelas atas(1), menengah(2), bawah(3)) Contoh perhitungan: Pf11 =
4,43 0,63 7
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.23. Tabel 4.23 Peluang Frekuensi Tiap Kelas Pendapatan Kelas Menengah Kelas Atas Frekuensi Frekuensi No No terdekat terjauh terdekat terjauh 1 0,67 0,33 1 0,67 0,33 2 0,50 0,50 2 0,50 0,50 3 0,50 0,50 3 0,50 0,50 4 0,50 0,50 4 0,67 0,33 5 0,67 0,33 5 0,80 0,20 6 0,67 0,33 6 0,50 0,50 7 0,83 0,17 7 0,80 0,20 0,63 0,37 8 0,50 0,50 rata2 9 0,75 0,25 Kelas Bawah 10 0,20 0,80 11 0,91 0,09 Frekuensi No 12 0,67 0,33 terdekat terjauh 13 0,75 0,25 1 0,50 0,50 14 0,33 0,67 2 0,67 0,33 15 0,83 0,17 3 0,67 0,33 16 0,67 0,33 4 0,50 0,50 17 0,80 0,20 5 0,50 0,50 18 0,67 0,33 6 0,50 0,50 19 0,50 0,50 7 0,50 0,50 0,63 0,37 0,55 0,45 rata2 rata2 Sumber: Data Diolah, 2009
Hasil perhitungan rata-rata frekuensi untuk tiap kelas dijadikan proyeksi peluang pemilihan minimarket alternatif terdekat ke-1 atau ke-2. Untuk kelas atas dan kelas menengah memiliki peluang yang sama untuk memilih alternatif minimarket, yaitu minimarket
V-40
terdekat ke-1 sebesar 0.63 dan minimarket terdekat ke-2 sebesar 0.37. Sedangkan untuk kelas bawah peluang minimarket terdekat ke-1 sebesar 0.55 dan minimarket terdekat ke-2 sebesar 0.45.
3. Perhitungan bobot volume belanja untuk tiap kelas pendapatan Perhitungan bobot volume belanja untuk tiap kelas pendapatan juga menggunakan metode yang sama dengan bobot peluang pemilihan minimarket, yaitu dengan menghitung rata-rata volume belanja untuk tiap kelas pendapatan per bulan. Namun, data yang digunakan adalah keseluruhan responden, yaitu 60. Dari total volume belanja per bulan kemudian didisagregasi menjadi per hari, yaitu dengan dibagi 30. Dari perhitungan tersebut maka diperoleh rata-rata pembelian per hari untuk tiap kelas pendapatan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar dapat menghitung proyeksi omset perhari minimarket usulan. Formulasi perhitungan adalah sebagai berikut:
Pvk
Tvk Trk
Keterangan: Pvk=Persentase volume belanja untuk kelas pendapatan k. Tvk =Total volume belanja untuk kelas pendapatan k. Trk = Jumlah total responden kelas pendapatan k. vk untuk k = kelas pendapatan (kelas atas(1), menengah(2), bawah(3)) Contoh perhitungan: Pv1 =
4.870.000 405.833,83 12
Hasil perhitungan bobot volume belanja tiap kelas pendapatan dapat dilihat pada tabel 4.24.
V-41
Tabel 4.24 Total Volume Belanja Tiap Kelas Pendapatan per Bulan Kelas Menengah Volume belanja No per bulan 1 10000,00 2 200000,00 3 150000,00 4 100000,00 5 400000,00 6 400000,00 7 0,00 8 200000 9 80000 10 150000 11 400000,00 12 400000,00 13 1500000,00 14 0 15 700000 16 50000 17 350000 18 550000 19 400000 20 400000 21 600000 22 50000 23 100000 24 174000 25 275000 26 200000 27 300000 28 200000 29 150000 30 0 31 400000 32 200000 33 100000 rata2 278454,55
Kelas Atas Volume No belanja per bulan 1 80000,00 2 150000,00 3 300000,00 4 40000,00 5 550000,00 6 400000,00 7 50000,00 8 1000000 9 500000 10 700000 11 400000 12 700000 rata2 405833,33 Kelas Bawah Volume No belanja per bulan 1 60000,00 2 75000,00 3 230000,00 4 50000,00 5 50000,00 6 160000,00 7 300000,00 8 240000,00 9 180000,00 10 100000,00 11 150000,00 12 40000,00 13 200000 14 300000 15 300000 rata2 162333,33
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil rataan total volume belanja tiap bulan, masing-masing dibagi 30 hari. Volume belanja per hari untuk tiap kelas pendapatan dapat dilihat pada tabel 4.25. Tabel 4.25 Volume Belanja per Hari Untuk Tiap Kelas Pendapatan
V-42
volume belanja per hari
Atas
Kelas Pendapatan Menegah Bawah
13527,78
9281,82
5411,11
Sumber: Data Diolah, 2009
Jadi, volume belanja untuk kelas atas sebesar Rp 13.600,00, untuk kelas menengah sebesar Rp 9.300,00, sedangkan untuk kelas rendah sebesar Rp 5.500,00. Nilai yang diperoleh selanjutnya akan dijadikan nilai
parameter
dalam
model
penentuan
lokasi.
Berdasarkan
perhitungan tersebut, maka dapat ketahui bahwa tingkat pendapatan berpengaruh pada volume belanja.
4.2.7
Pembentukan Network Location Model Model referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
yang dikembangkan oleh Melkote dan Daskin (2001). Model disesuaikan dengan karakteristik sistem dalam permasalahan penentuan usulan lokasi minimarket dan kebutuhan penelitian. Maka diperoleh model seperti berikut: E. Fungsi Tujuan Fungsi tujuan model yang dikembangkan adalah memaksimalkan jumlah pelanggan yang berpeluang untuk berbelanja ke minimarket usulan. Fungsi tujuan jumlah pelanggan berbobot untuk sejumlah tertentu minimarket ini didefinisikan dengan model matematis pada persamaan 3.1. Dalam penentuan usulan lokasi baru minimarket ini terdapat 19 titik usulan yang berfungsi sebagai titik supply (i) dan 598 titik pusat RW di Kota Surakarta yang berfungsi sebagai titik demand (j). Sehingga, persamaan fungsi tujuan model penentuan usulan lokasi baru minimarket dirumuskan dengan model matematis sebagai berikut: Fungsi Tujuan:
V-43
Maksimasi Z, di mana Z adalah jumlah pelanggan yang berpeluang belanja ke minimarket usulan. Z [(YR48M1 ZM1) (YR49M1 ZM1) (YR50M1 ZM1) (YR53M1 ZM1) (YR54M1 ZM1) (YR55M1 ZM1) (YR56M1 ZM1) (YR58M1 ZM1) (YR59M1 ZM1) (YR128M1 ZM1) (YR46M1 ZM1) (YR47M1 ZM1) (YR57M1 ZM1)] ...[(YR454M19 ZM19) (YR455M19 ZM19) (YR456M19 ZM19) (YR532M19 ZM19) (YR536M19 ZM19) (YR537M19 ZM19) (YR538M19 ZM19) (YR539M19 ZM19) (YR549M19 ZM19) (YR550M19 ZM19) (YR551M19 ZM19) (YR552M19 ZM19) (YR553M19 ZM19) (YR554M19 ZM19) (YR450M19 ZM19) (YR529M19 ZM19) (YR530M19 ZM19) (YR535M19 ZM19)]
Keterangan: Yji
= jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn).
Zi
= variabel biner (0,1)
1 jika minimarket dibangun pada titik lokasi i Zi = 0 jika tidak i
= titik lokasi minimarket usulan, i = M1, M2, M3, ..., M19
j
= titik permintaan konsumen ditiap RW, j = R1, R2, R3, ..., R598 n
3
Y ji Pkji d j ………………………………………………………(3.2) j i k 1
Keterangan: Yji
= flow on link (i,j)
Pkji
= peluang titik permintaan j kelas pendapatan k ke
minimarket i dj
= jumlah penduduk di titik j n
Berdasarkan fungsi tujuan di atas,
3
P
kji
d j merupakan flow
j 1 k 1
on link (i,j). Rumusan ini digunakan untuk mengetahui jumlah konsumen yang berpotensi ke minimarket usulan. Jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn)
V-44
diperoleh melalui perhitungan peluang tiap titik permintaan j ke minimarket i dengan jarak maksimal 2 km. F. Variabel Keputusan Variabel keputusan yang dicari dalam formulasi matematis diatas, adalah sebagai berikut :
1 jika minimarket dibangun pada titik lokasi i Zi = 0 jika tidak Sedangkan beberapa variabel lain yang terlibat dalam model ini, yaitu: Yij
= flow on link (i,j) (jumlah KK)
Wi
= total demand yang dilayani oleh fasilitas di titik i (jumlah
KK)
G. Parameter Parameter yang digunakan adalah jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan serta peluang tiap kelas pendapatan untuk ke minimarket baik terdekat pertama maupun terdekat ke dua. Nilai parameter tersebut ditetapkan berdasar hasil yang diperoleh melalui kuesioner. Berdasarkan hasil perhitungan bobot sebelumnya, maka diperoleh jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan adalah sebagai berikut: B1j = 13.600 B2j = 9.300 B3j = 5.500 Keterangan : B1j
= jumlah belanja untuk kelas pendapatan atas (Rp/hari)
B2j
= jumlah belanja untuk kelas pendapatan menegah (Rp/hari)
B3j
= jumlah belanja untuk kelas pendapatan bawah (Rp/hari)
V-45
Berdasarkan hasil perhitungan bobot sebelumnya, maka diperoleh peluang tiap kelas pendapatan untuk ke minimarket baik terdekat pertama maupun terdekat ke dua adalah sebagai berikut: Alternatif terdekat ke-satu :
Alternatif terdekat ke-dua :
P1 ji P2 ji 0,63 P3 ji 0,55 P1 ji P2 ji 0,37 P3 ji 0,45
Keterangan : Pkji : peluang untuk kelas pendapatan ke-k (untuk k=1, 2, 3) H. Batasan Kriteria-kriteria yang menjadi constraint pada formulasi matematis diatas, adalah sebagai berikut : 6) Batasan persamaan arus (flow equation) Sistem yang berlaku dalam model ini adalah customer-to-server dimana demand (konsumen) bergerak menuju fasilitas untuk dilayani oleh karena itu diperlukan suatu persamaan yang mengatur arus (flow) konsumen (demand) ke dan dari minimarket. Inbound flow = Outbound flow, dimana inbound flow (arus ke fasilitas) merupakan total inbound demand yaitu seluruh demand (konsumen) yang bergerak menuju fasilitas sedangkan outbound flow (arus dari fasilitas) merupakan outbound demand yaitu jumlah konsumen yang tidak terlayani ditambah demand yang terlayani di node. Berdasarkan persamaan 3.3 maka persamaan arus untuk minimarket usulan dapat diformulasikan sebagai berikut (seluruhnya terdapat 23 persamaan flow):
V-46
[(YR 48 M 1 Z M 1 ) (YR 49 M 1 Z M 1 ) (YR 50 M 1 Z M 1 ) (YR53 M 1 Z M 1 ) (YR 54 M 1 Z M 1 ) (YR 55 M 1 Z M 1 ) (YR56 M 1 Z M 1 ) (YR 58 M 1 Z M 1 ) (YR59 M 1 Z M 1 ) (YR128 M 1 Z M 1 ) (YR 46 M 1 Z M 1 ) (YR 47 M 1 Z M 1 ) (YR 57 M 1 Z M 1 )
Y0 M 1 WM 1
(YR 61M 2 Z M 2 ) (YR 62 M 2 Z M 2 ) (YR 63 M 2 Z M 2 ) (YR 64 M 2 Z M 2 ) (YR 66 M 2 Z M 2 ) (YR 80 M 2 Z M 2 ) (YR 81M 2 Z M 2 ) (YR100 M 2 Z M 2 ) (YR102 M 2 Z M 2 ) (YR103 M 2 Z M 2 ) (YR104 M 2 Z M 2 ) (YR105 M 2 Z M 2 ) (YR106 M 2 Z M 2 ) (YR107 M 2 Z M 2 ) (YR108 M 2 Z M 2 ) (YR136 M 2 Z M 2 ) (YR137 M 2 Z M 2 ) (YR138 M 2 Z M 2 ) (YR165 M 2 Z M 2 ) (YR166 M 2 Z M 2 ) (YR167 M 2 Z M 2 ) (YR168 M 2 Z M 2 ) (YR169 M 2 Z M 2 ) (YR 419 M 2 Z M 2 ) (YR 420 M 2 Z M 2 ) (YR 421M 2 Z M 2 ) (YR 422 M 2 Z M 2 ) (YR 423M 2 Z M 2 ) (YR558 M 2 Z M 2 ) (YR 560 M 2 Z M 2 ) (YR 385 M 2 Z M 2 ) (YR 99 M 2 Z M 2 ) (YR 418 M 2 Z M 2 ) (YR 397 M 2 Z M 2 ) (YR 398 M 2 Z M 2 ) (YR 383 M 2 Z M 2 ) (YR 386 M 2 Z M 2 ) (YR 387 M 2 Z M 2 ) (YR 388 M 2 Z M 2 ) (YR 375 M 2 Z M 2 ) (YR 377 M 2 Z M 2 ) (YR133 M 2 Z M 2 ) (YR134 M 2 Z M 2 ) (YR135 M 2 Z M 2 ) (YR96 M 2 Z M 2 ) (YR101M 2 Z M 2 ) (YR 67 M 2 Z M 2 ) (YR 68 M 2 Z M 2 ) (YR 69 M 2 Z M 2 ) (YR 72 M 2 Z M 2 ) (YR 73M 2 Z M 2 ) (YR 74 M 2 Z M 2 ) (YR 75 M 2 Z M 2 ) (YR 76 M 2 Z M 2 ) (YR 77 M 2 Z M 2 ) (YR 78M 2 Z M 2 ) (YR 79 M 2 Z M 2 ) (YR 65 M 2 Z M 2 ) (YR 555 M 2 Z M 2 ) (YR 559 M 2 Z M 2 )
Y0 M 2 WM 2
(YR 454 M 19 Z M 19 ) (YR 455 M 19 Z M 19 ) (YR 456 M 19 Z M 19 ) (YR 532 M 19 Z M 19 ) (YR 536 M 19 Z M 19 ) (YR 537 M 19 Z M 19 ) (YR538 M 19 Z M 19 ) (YR 539 M 19 Z M 19 ) (YR 549 M 19 Z M 19 ) (YR 550 M 19 Z M 19 ) (YR 551M 19 Z M 19 ) (YR 552 M 19 Z M 19 ) (YR 553 M 19 Z M 19 ) (YR 554 M 19 Z M 19 ) (YR 450 M 19 Z M 19 ) (YR 529 M 19 Z M 19 ) (YR 530 M 19 Z M 19 ) (YR 535 M 19 Z M 19 )
Y0 M 19 WM 19
Keterangan : Wi
= jumlah konsumen yang dilayani oleh minimarket i.
Y0i
= jumlah konsumen yang tidak terlayani oleh minimarket i.
Yji
= jumlah konsumen dari j (mewakili titik RW) menuju titik lokasi minimarket usulan i (Mn).
Zi
= variabel biner (0,1),
1 jika minimarket dibangun pada titik lokasi i Zi = 0 jika tidak i
= titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ...., M19).
j
= titik permintaan konsumen ditiap RW(R1, R2, ....., R598).
V-47
7) Batasan Jumlah Minimarket Yang Ingin Dibangun Batasan ini memastikan jumlah minimarket yang ingin dibangun. Berikut adalah formulasi rumusnya:
Z M 1 Z M 2 Z M 3 Z M 4 Z M 5 ... Z M 23 L Keterangan : L = Jumlah minimarket yang ingin dibangun, dengan L 19 8) Batasan Omset minimal Batasan ini digunakan untuk memastikan bahwa omset minimarket baru memenuhi target minimal rata-rata minimarket yang ada saat ini. Omset rata-rata per hari untuk sebuah minimarket adalah sebesar 8,5 juta rupiah (www.indomaret.co.id). Omset per hari untuk minimarket baru dihitung dengan mempertimbangkan daya beli untuk tiap kelas pendapatan, total penduduk, serta peluang penduduk berbelanja ke minimarket usulan tersebut
dengan ketentuan jarak
maksimal 2 km. Namun, untuk memastikan nilai ruas kiri selalu lebih besar dari ruas kanan maka pada ruas kiri ditambah dengan bilangan M yang merupakan bilangan riil yang sangat besar nilainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas daerah fisibel pada saat pencarian solusi awal, sehingga apabila batasan omset untuk titik lokasi minimarket j tidak terpenuhi, tetap diijinkan untuk dibangun tetapi tidak layak, atau tidak dibangun sama sekali. Berdasarkan persamaan 3.6 maka persamaan omset per hari (Oi) untuk minimarket usulan dapat diformulasikan sebagai berikut (seluruhnya terdapat 19 persamaan omset minimal):
V-48
Z M 1[( B1R 48d1R 48 p1R 48 M 1 ) ( B2 R 48d 2 R 48 p2 R 48 M 1 ) ( B3 R 48 d3 R 48 p3R 48 M 1 ) ( B1R 49 d1R 49 p1R 49 M 1 ) ( B2 R 49 d 2 R 49 p2 R 49 M 1 ) ( B3 R 49d 3 R 49 p3R 49 M 1 ) ( B1R 50d1R 50 p1R 50 M 1 ) ( B2 R 50 d 2 R 50 p2 R 50 M 1 ) ( B3 R 50d 3 R 50 p3 R 50 M 1 ) ( B1R 53d1R 53 p1R 53 M 1 ) ( B2 R 53d 2 R 53 p2 R 53M 1 ) ( B3 R 53d3 R 53 p3 R 53 M 1 ) ( B1R 54 d1R 54 p1R 54 M 1 ) ( B2 R 54 d 2 R 54 p2 R 54 M 1 ) ( B3 R 54 d3 R 54 p3 R 54 M 1 ) ( B1R 55 d1R 55 p1R 55 M 1 ) ( B2 R 55 d 2 R 55 p2 R 55 M 1 ) ( B3 R 55 d3 R 55 p3 R 55 M 1 )] ( B1R 56 d1R 56 p1R 56 M 1 ) ( B2 R 56 d 2 R 56 p2 R 56 M 1 ) ( B3 R 56d 3 R 56 p3 R 56 M 1 )] ( B1R 58d1R 58 p1R 58 M 1 ) ( B2 R 58 d 2 R 58 p2 R 58 M 1 ) ( B3 R 58 d3 R 58 p3 R 58 M 1 )] ( B1R 59 d1R 59 p1R 59 M 1 ) ( B2 R 59 d 2 R 59 p2 R 59 M 1 ) ( B3 R 59 d3 R 59 p3 R 59 M 1 )] ( B1R128d1R128 p1R128 M 1 ) ( B2 R128 d 2 R128 p2 R128 M 1 ) ( B3R128 d3 R128 p3 R128 M 1 )] ( B1R 46 d1R 46 p1R 46 M 1 ) ( B2 R 46 d 2 R 46 p2 R 46 M 1 ) ( B3 R 46 d 3 R 46 p3 R 46 M 1 )] ( B1R 47 d1R 47 p1R 47 M 1 ) ( B2 R 47 d 2 R 47 p2 R 47 M 1 ) ( B3 R 47 d3 R 47 p3 R 47 M 1 )] ( B1R 57 d1R 57 p1R 57 M 1 ) ( B2 R 57 d 2 R 57 p2 R 57 M 1 ) ( B3 R 57 d 3R 57 p3 R 57 M 1 )] ( M (1 Z M 1 )) 8.500 .000 Z M 19 [( B1 R 454 d1R 454 p1 R 454 M 19 ) ( B2 R 454 d 2 R 454 p 2 R 454 M 19 ) ( B3 R 454 d 3 R 454 p3 R 454 M 19 ) ( B1 R 455 d1R 455 p1R 455 M 19 ) ( B2 R 455 d 2 R 455 p 2 R 455 M 19 ) ( B3 R 455 d 3 R 455 p3 R 455 M 19 ) ( B1 R 456 d1R 456 p1R 456 M 19 ) ( B2 R 456 d 2 R 456 p 2 R 456 M 19 ) ( B3 R 456 d 3 R 456 p3 R 456 M 19 ) ( B1 R 532 d1R 532 p1R 532 M 19 ) ( B2 R 532 d 2 R 532 p 2 R 532 M 19 ) ( B3 R 532 d 3 R 532 p3 R 532 M 19 ) ( B1 R 536 d1R 536 p1R 536 M 19 ) ( B2 R 536 d 2 R 536 p 2 R 536 M 19 ) ( B3 R 536 d 3 R 536 p3 R 536 M 19 ) ( B1 R 537 d1R 537 p1R 537 M 19 ) ( B2 R 537 d 2 R 537 p 2 R 537 M 19 ) ( B3 R 537 d 3 R 537 p3 R 537 M 19 ) ( B1 R 538 d1R 538 p1R 538 M 19 ) ( B2 R 538 d 2 R 538 p 2 R 538 M 19 ) ( B3 R 538 d 3 R 538 p3 R 538 M 19 ) ( B1 R 539 d1R 539 p1R 539 M 19 ) ( B2 R 539 d 2 R 539 p 2 R 539 M 19 ) ( B3 R 539 d 3 R 539 p3 R 539 M 19 ) ( B1 R 549 d1R 549 p1R 549 M 19 ) ( B2 R 549 d 2 R 549 p 2 R 549 M 19 ) ( B3 R 549 d 3 R 549 p3 R 549 M 19 ) ( B1 R 550 d1R 550 p1R 550 M 19 ) ( B2 R 550 d 2 R 550 p 2 R 550 M 19 ) ( B3 R 550 d 3 R 550 p3 R 550 M 19 ) ( B1 R 551 d1R 551 p1R 551 M 19 ) ( B2 R 551 d 2 R 551 p 2 R 551 M 19 ) ( B3 R 551 d 3 R 551 p 3 R 551 M 19 ) ( B1 R 552 d1R 552 p1R 552 M 19 ) ( B2 R 552 d 2 R 552 p 2 R 552 M 19 ) ( B3 R 552 d 3 R 552 p3 R 552 M 19 ) ( B1 R 553 d1R 553 p1 R 553 M 19 ) ( B2 R 553 d 2 R 553 p 2 R 553 M 19 ) ( B3 R 553 d 3 R 553 p 3 R 553 M 19 ) ( B1 R 554 d1R 554 p1R 554 M 19 ) ( B2 R 554 d 2 R 554 p 2 R 554 M 19 ) ( B3 R 554 d 3 R 554 p3 R 554 M 19 ) ( B1 R 450 d1R 450 p1R 450 M 19 ) ( B2 R 450 d 2 R 450 p 2 R 450 M 19 ) ( B3 R 450 d 3 R 450 p3 R 450 M 19 ) ( B1 R 529 d1R 529 p1R 529 M 19 ) ( B2 R 529 d 2 R 529 p 2 R 529 M 19 ) ( B3 R 529 d 3 R 529 p3 R 529 M 19 ) ( B1 R 530 d1R 530 p1R 530 M 19 ) ( B2 R 530 d 2 R 530 p 2 R 530 M 19 ) ( B3 R 530 d 3 R 530 p3 R 530 M 19 ) ( B1 R 535 d1R 535 p1R 535 M 19 ) ( B2 R 535 d 2 R 535 p 2 R 535 M 19 ) ( B3 R 535 d 3 R 535 p 3 R 53 v M 19 )] ( M (1 Z M 1 )) 8.500.000
Keterangan : Oi
= omset untuk tiap minimarket (Rp/hari)
Bkj
= jumlah belanja untuk tiap kelas pendapatan (Rp/hari)
V-49
dkj
= jumlah penduduk untuk tiap kelas pendapatan
Pji
= peluang titik permintaan j ke minimarket i
M
= bilangan riil yang sangat besar nilainya
Zi
= variabel biner (0,1),
1 jika minimarket dibangun pada titik lokasi i Zi = 0 jika tidak i
= titik lokasi minimarket usulan (M1, M2, M3, ....., M19).
j
= titik permintaan konsumen ditiap RW (R1, R2, ......, R598).
k
= kelas pendapatan penduduk di tiap kelurahan (k1, k2, k3)
9) Nonnegatif constrains Batasan nonnegatif constrains ini digunakan untuk memastikan bahwa nilai aliran permintaan dan total demand tidak bernilai negatif. Formulasi model dari persamaan 3.7 dan 3.8 untuk i = M1, M2, …, M23 adalah sebagai berikut:
WM 1 0, WM 2 0, WM 3 0, WM 4 0, WM 5 0, , WM 19 0 Y0 M 1 0, Y0 M 2 0, Y0 M 3 0, Y0 M 4 0, Y0 M 5 0, , Y0 M 19 0
10) Binary Salah
satu
keputusan
dalam
penentuan
usulan
lokasi
minimarket ini adalah membangun minimarket atau keputusan tidak membangun minimarket. Hal ini telah dirumuskan pada persamaan 3.9. Pada persamaan ini hanya terdapat dua alternatif keputusan, yaitu bernilai 1 apabila minimarket dibangun dan bernilai 0 apabila minimarket tidak di bangun. Formulasi binary untuk untuk i = M1, M2, …, M23 adalah sebagai berikut: Z i (0,1)
4.2.8
untuk i = M1, M2, ...., M19
Pencarian Solusi
V-50
Pencarian Solusi meliputi pemilihan alternatif lokasi pendirian minimarket dengan menggunakan bantuan program software Risk Solver Premium V9.0 untuk mempermudah perhitungan. Hasil yang akan diperoleh berupa lokasi usulan minimarket di Kota Surakarta. Langkahlangkah dalam menggunakan Risk Solver Platform V9.0 dalam Microsoft Excel dapat dilihat pada lampiran L5. Running model untuk menemukan solusi dilakukan dengan beberapa skenario, yaitu sesuai dengan langkah-langkah penggunaan software Risk Solver Premium V9.0 dengan memasukkan jumlah minimarket yang ingin dibangun pada batasan atau constraint. Selanjutnya, Risk Solver Platform V9.0 akan melakukan pencarian solusi dengan metode iterasi. Hasil pengolahan yang diperoleh adalah nilai optimal untuk fungsi tujuan memaksimalkan jumlah pelanggan berbobot dari sejumlah minimarket terpilih yang ingin dibangun. Setelah dilakukan perhitungan, maka diketahui bahwa jumlah alternatif yang feasible berdasarkan perhitungan model adalah 15 alternatif usulan. Untuk 4 usulan lainnya tidak feasible karena tidak memenuhi batasan omset minimal. List alternatif usulan yang feasibel dapat dilihat pada tabel 4.26, sedangkan peta sebaran alternatif usulan feasible dapat dilihat pada gambar 4.11. Tabel 4.26 Alternatif Usulan Minimarket Baru yang Feasible
V-51
No
Lokasi
Selatan
1
Tanah Kosong Tanah & Bangunan Kosong
481164
3
Tanah Kosong
481461
4
Tanah Kosong
482581
9162045 Jl. Untung Suropati
5
Tanah Kosong
483281
9166357 RT03, RW34 Mojosongo
6
Tanah Kosong
482138
9165842 Jl. Wilanda Maramus
7
Bangunan Kosong
484287
9163793 Jl. Ir. Sutami 107
8
Tanah Kosong
483446
9164381 Jl. Guntur
Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk
M10
9
Tanah Kosong
482955
9165336 Jl. Cahaya
dekat perumahan solo elok
M11
10
Tanah Kosong
483907
9165179 Jl. Surya 2, Jebres
Komplek kost mahasiswa, perumahan penduduk
M12
11
Bangunan Kosong
483560
9163285 Jl. Juanda Kertasanjaya
Dekat Jalan raya
M13
479539
Jetis, RT08 RW III, 9166760 Kadipiro
dekat perumahan dan pemukiman penduduk
M15
2
12
Tanah Kosong
479522
Timur
Alamat
9166421 Jl. Sumpah pemuda Jl. Teratai 1 No.16, RT1 9163886 RW13 Mangkubumen Jl. Arif Rahman Hakim 9164195 No.49
Ket
Kode
dekat jalan raya dekat perumahan dan pemukiman penduduk dekat perumahan dan pemukiman penduduk dekat pemukiman penduduk dekat pemukiman penduduk dekat Poltekkes, USB, perumahan Dekat Jalan raya, Kampus UNS
M1 M2 M3 M4 M7 M8 M9
Sumber: Data Diolah, 2009
Lanjutan Tabel 4.26 Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible No
Lokasi
Selatan (49M)
Timur (UTM)
Alamat
13
Tanah Kosong
476404
9162672 RT06/II, Sidodadi, Pajang
14
Bangunan Kosong
478521
9163065
15
Tanah Kosong
480197
9160892 Jl. KH Wakhid Hasyim
Jl. Radjiman No.401, Panularan
Sumber: Data Diolah, 2009
V-52
Ket
Kode
Dekat pertigaan jalan ramai, pemukiman penduduk
M17
Dekat Jalan raya
M18
Dekat jalan ramai, pemukiman penduduk
M19
Gambar 4.11 Alternatif Usulan Minimarket Baru yang feasible di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Hasil running model dengan Risk Solver Platform V9.0 untuk beberapa scenario adalah sebagai berikut: a) Skenario 1 (Membangun 1 Gerai Minimarket) Pada skenario pertama, dilakukan pencarian solusi di titik usulan lokasi minimarket mana yang terpilih dan paling potensial dilihat dari potensi jumlah pelanggan, apabila jumlah gerai minimarket yang ingin dibangun adalah 1. Setelah dilakukan running model, diperoleh maksimasi jumlah pelanggan yang berpeluang ke minimarket terpilih: Jumlah pelanggan berbobot maksimal = 5.872 KK Lokasi usulan minimarket yang terpilih adalah M2 dengan alamat Jl. Teratai 1 No.16, RT01 RW13, Mangkubumen. Lokasi merupakan tanah
V-53
dan bangunan kosong yang berada di dekat perumahan dan pemukiman padat penduduk.
b) Skenario 2 (Membangun 2 Gerai Minimarket) Pada skenario kedua, dilakukan pencarian solusi di titik usulan lokasi minimarket mana yang terpilih dilihat dari potensi jumlah pelanggan, apabila jumlah gerai minimarket yang ingin dibangun adalah 2. Setelah dilakukan running model, diperoleh maksimasi jumlah pelanggan yang berpeluang ke minimarket terpilih: Jumlah pelanggan berbobot maksimal = 10.549 KK Rincian lokasi dan peluang jumlah pelanggan potensial adalah sebagai berikut: Tabel 4.27 Lokasi 2 Titik Usulan Minimarket Baru No
Lokasi
Selatan
Timur
2
Tanah & Bangunan Kosong
479522
9163886
18
Bangunan Kosong
478521
Alamat
Jl. Teratai 1 No.16, RT1 RW13 Mangkubumen Jl. Radjiman No.401, 9163065 Panularan
Ket dekat perumahan dan pemukiman penduduk
M2
Dekat Jalan raya
M18
Sumber: Data Diolah, 2009
c) Hasil Rekap 15 Model Skenario 15 Model skenario dirunning dengan menggunakan software Risk Solver Premium V9.0, yaitu dengan memasukkan jumlah minimarket yang ingin dibangun sebagai batasan atau constraint. Hasil running skenario 1 hingga 15 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.28 Lokasi Titik Usulan Minimarket Baru Terpilih Beserta Jumlah Pelanggan Berbobot
V-54
Kode
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Usulan M2 M2, M18 M2, M18, M3 M2, M18, M3, M8 M2, M18, M3, M8, M1 M2, M18, M3, M8, M1, M15 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17, M7 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17, M7, M9 M2, M18, M3, M8, M1, M15, M4, M11, M19, M13, M10, M17, M7, M9, M12
Jumlah Pelanggan Berbobot (KK) 5871,75 ≈ 5872 10549,24 ≈ 10549 13959,09 ≈ 13959 17213,32 ≈ 17213 20243,6 ≈ 20244 23242,59 ≈ 23243 26110,25 ≈ 26110 28396,66 ≈ 28397
Jumlah Iterasi 20 24 24 20 22 20 20 20
Omset total (Rp) 46082540,06 82061259,75 110046193,56 134926851,69 159855182,76 183107662,59 193343998,10 213578140,58
30676,72
≈ 30677
20
230282575,67
32351,02
≈ 32351
20
258433760,83
33946,42
≈ 33946
20
270876782,07
35469,73
≈ 35470
20
282663969,36
36899,05
≈ 36899
20
293792503,80
38278,70
≈ 38279
20
305252272,34
39443,74
≈ 39444
20
314218198,62
Sumber: Data Diolah, 2009
Keterangan : L 4.2.9
= jumlah minimarket yang ingin dibangun
Verifikasi Model Untuk mengecek atau memvalidasi kebenaran hasil perhitungan
software
Risk
Solver
Platform
9.0
dilakukan
verifikasi
dengan
membandingkan output antara hasil running optimasi software Risk Solver Platform 9.0 dengan hasil perhitungan manual. Verifikasi dilakukan dengan menggunakan sebagian data sebagai parameter model. Adapun parameter yang digunakan dalam validasi model, sebagai berikut : a) Jumlah minimarket yang ingin dibangun adalah 2 b) Jumlah minimarket usulan yang dipakai adalah 3, yaitu : M17, M18,
dan M19 c)
Usulan alternatif 2 minimarket terpilih merupakan kombinasi 3C2, sehingga ada 3 alternatif kombinasi usulan 2 minimarket terpilih, yaitu M17M18, M17M19, dan M18M19.
V-55
Langkah dalam melakukan pengujian validitas model optimasi adalah sebagai berikut : 1. Menghitung demand yang berpeluang ke masing-masing minimarket usulan a) Minimarket 17 (M17) n
Y17 =
3
P
kji
d ji
j 1 k 1
P1M 17 d1R 359 d1R 360 d1R 361 d1R 362 d1R 364 d1R 363 d1R 366 d1R 367 = [ P2 M 17 (d 2 R 359 d 2 R 360 d 2 R 361 d 2 R 362 d 2 R 364 d 2 R 363 d 2 R366 d 2 R 367 )] P3 M 17 d 3 R 359 d 3 R 360 d 3 R 361 d 3 R 362 d 3 R 364 d 3R 363 d 3 R 366 d 3 R 367 = [0,63 x (2+199+3+240+3+245+2+140+3+227)] + [0,55 x (151+ +182+186+107+ 172)] + [0.37 x (3+271+2+204+1+105)] + [0,45 x 206+155+80] = 669,23 + 439,94 + 216,93 + 198,22 = 1523,32 ≈ 1523 b) Minimarket 18 (M18) n
Y18 =
3
P
kji
d ji
j 1 k 1
[P1M18 (d1R320 d1R322 d1R323 d1R324 d1R325 d1R375 d1R376 d1R377 d1R378 d1R379 d1R381 d1R386 d1R387 d1R388 d1R389 d1R390 d1R391 d1R392 d1R394 d1R396 d1R418 d1R595 d1R596 d1R383 d1R384 d1R319 d1R321 d1R356 d1R357 d1R380 d1R385 d1R393 d1R395 d1R419 d1R420 d1R421 d1R422 d1R423 d1R583 d1R585 )] [P2M18 (d 2R320 d2R322 d2R323 d2R324 d 2R325 d2R375 d2R376 d2R377 d2R378 d2R379
= d2R381 d1R386 d2R387 d2R388 d2R389 d2R390 d2R391 d2R392 d 2R394 d2R396 d2R418 d2R595 d2R596 d2R383 d2R384 d2R319 d2R321 d2R356 d 2R357 d 2R380 d2R385 d2R393 d2R395 d 2R419 d2R420 d2R421 d 2R422 d2R423 d 2R583 d 2R585 )] [P3M18 (d3R320 d3R322 d3R323 d3R324 d3R325 d3R375 d3R376 d3R377 d3R378 d3R379 d3R381 d3R386 d3R387 d3R388 d3R389 d3R390 d3R391 d3R392 d3R394 d3R396 d3R418 d3R595 d3R596 d3R383 d3R384 d3R319 d3R321 d3R356 d3R357 d3R380 d3R385 d3R393 d3R395 d3R419 d3R420 d3R421 d3R422 d3R423 d3R583 d3R585)]
= [0,63x(1+198+1+168+0+156+0+123+0+113+0+88+1+127+1+131+1+
V-56
107+0+55+0+66+4+108+5+122+2+62+3+112+3+118+3+108+2+81 +4+148+3+131+1+149+2+173+3+215+3+91+2+45)]+[0,55x(81+69+ 64+50+47+234+341+351+288+148+176+173+195+99+44+46+42+3 2+58+51+56+27+34+145+72)]+[0.37x(1+233+0+152+5+106+6+117 +0+75+3+71+3+109+3+100+1+123+1+92+0+73+1+185+1+143+3+ 180+3+203)]+[0,45
x
(96+62+38+42+201+113+42+39+46+34+27+69+ 54+29+32)] = 1915,50 + 1608,15 + 737,42 + 416,41 = 4677,49≈ 4677 c) Minimarket 19 (M19) n
Y19 =
3
P
kji
d ji
j 1 k 1
[P1M19 (d1R454 d1R455 d1R456 d1R532 d1R536 d1R537 d1R538 d1R539 d1R549 d1R550 d1R551 d1R552 d1R553 d1R554 d1R450 d1R529 d1R530 d1R535 )]
= [P2M 19 (d 2R454 d 2R455 d 2R456 d 2 R532 d 2R536 d 2 R537 d 2 R538 d 2R539 d 2R549 d 2R550 d 2R551 d 2 R552 d 2R553 d 2R554 d 2R450 d 2R529 d 2R530 d 2R535 )] [P3M19 (d 3R454 d 3R455 d3R456 d 3R532 d3R536 d3R537 d3R538 d3R539 d3R549 d3R550 d3R551 d 3R552 d 3R553 d3R554 d3R450 d3R529 d3R530 d3R535 )]
= [0,63x(6+99+3+45+4+58+9+137+6+93+5+80+6+92+9+130+8+ 52+16+97+22+132+11+66+16+95+10+62)]+[0,55x(271+122+158+6 6+45+38+44+62+129+241+329+165+237+154+)]+[0.37x(5+79+5+7 7+8+121+4+61)]+[0,45 x (214+37+58+29)] = 860,79 + 1133,53 + 133,26 + 152,48 = 2280,06 ≈ 2280 2. Menghitung jumlah omset masing-masing minimarket usulan a) Omset M17 (O17) n
O17 =
3
B
kj
Y ji Z i
j 1 k 1
V-57
B
1j
Z M 17 Y1R 359 Y1R 360 Y1R 361 Y1R 362 Y1R 364 Y1R 363 Y1R 366 Y1R367
= [ B2 j Z M 17 (Y2 R 359 Y2 R 360 Y2 R 361 Y2 R362 Y2 R 364 Y2 R 363 Y2 R 366 Y2 R 367 )]
B
3j
Z M 17 Y3 R 359 Y3 R360 Y3 R 361 Y3 R 362 Y3 R 364 Y3 R363 Y3 R 366 Y3 R 367
= [13600 x (1,38+1,66+1,70+0,97+1,58+1,11+0,83+0,43)]+[9300 x (125,19+150,95+154,40+88,36+143,03+100,24+75,42+38,91]+[5500 x (83,02+100,10+102,39+58,6+92,6+69,68+35,94)] = 131.426,60+8.151.365,18+3.504.395,52 = 11.787.187,29 b) Omset M18 (O18) n
O18 =
3
B
kj
Y ji Z i
j 1 k 1
[B1 j Z M18 (Y1R320 Y1R322 Y1R323 Y1R324 Y1R325 Y1R375 Y1R376 Y1R377 Y1R378 Y1R379 Y1R381 Y1R386 Y1R387 Y1R388 Y1R389 Y1R390 Y1R391 Y1R392 Y1R394 Y1R396 Y1R418 Y1R595 Y1R596 Y1R383 Y1R384 Y1R319 Y1R321 Y1R356 Y1R357 Y1R380 Y1R385 Y1R393 Y1R395 Y1R419 Y1R420 Y1R421 Y1R422 Y1R423 Y1R583 Y1R585)]
=
[B2 j Z M18 (Y2R320 Y2R322 Y2R323 Y2R324 Y2R325 Y2 R375 Y2R376 Y2 R377 Y2 R378 Y2 R379 Y2R381 Y2R386 Y2R387 Y2R388 Y2R389 Y2 R390 Y2R391 Y2R392 Y2 R394 Y2R396 Y2R418 Y2R595 Y2 R596 Y2R383 Y2R384 Y2 R319 Y2R321 Y2R356 Y2 R357 Y2 R380 Y2R385 Y2 R393 Y2 R395 Y2R419 Y2R420 Y2R421 Y2R422 Y2R423 Y2 R583 Y2 R585)] [B3 j Z M18 (Y3R320 Y3R322 Y3R323 Y3R324 Y3R325 Y3R375 Y3R376 Y3R377 Y3R378 Y3R379 Y3R381 Y3R386 Y3R387 Y3R388 Y3R389 Y3R390 Y3R391 Y3R392 Y3R394 Y3R396 Y3R418 Y3R595 Y3R596 Y3R383 Y3R384 Y3R319 Y3R321 Y3R356 Y3R357 Y3R380 Y3R385 Y3R393 Y3R395 Y3R419 Y3R420 Y3R421 Y3R422 Y3R423 Y3R583 Y3R585)]
= [13600x(0,37+0,32+0,29+0,23+0,21+0,31+0,46+0,47+0,39+0,20+ 0,24+2,54+2,85+1,45+1,78+1,88+1,71+1,29+2,36+2,09+0,59+1,57+ 1,94+2,12+1,05+0,26+0,17+1,98+2,20+0,16+0,97+1,01+0,94+0,29+ 0,21+0,17+0,43+0,33+0,96+1,08)]+[9300x(124,60+105,99+98,52+7 7,25+71,44+55,13+80,29+82,53+67,71+34,78+41,35+68,36+76,74+ 38,93+70,4+74,41+67,86+50,99+93,42+82,71+93,75+109,15+135,2 7+57,02+28,3+86,35+56,1+39,1+43,43+27,27+26,23+40,17+37,1+4 5,33+34,06+27,08+68,6+52,95+66,74+75,25 )]+[5500x(44,73+38,05+35,37
V-58
+27,73+25,65+128,95+187,80+193,05+158,37+81,34+96,71+95,35+ 107,19+54,38+24,01+25,38+23,14+17,39+31,86+28,21+30,6+15,06 +18,67+79,64+39,54+43,19+28,06+17,04+18,93+90,47+51,03+19,0 8+17,63+20,61+15,49+12,32+31,2+24,08+12,83+14,47)] = 542.143,48+24.301.448,38+11.135.127,83 = 35.978.719,69 c) Omset M19 (O19) n
3
O19= Bkj Y ji Z i j 1 k 1
[B1 j Z M 19 (Y1R454 Y1R455 Y1R456 Y1R532 Y1R536 Y1R537 Y1R538 Y1R539 Y1R549 Y1R550 Y1R551 Y1R552 Y1R553 Y1R554 Y1R450 Y1R529 Y1R530 Y1R535 )]
=
[B2 j Z M 19 (Y2 R454 Y2 R455 Y2R456 Y2R532 Y2R536 Y2R537 Y2R538 Y2R539 Y2R549 Y2R550 Y2R551 Y2 R552 Y2R553 Y2R554 Y2R450 Y2R529 Y2R530 Y2 R535 )] [B3 j Z M 19 (Y3R454 Y3R455 Y3R456 Y3R532 Y3R536 Y3R537 Y3R538 Y3R539 Y3R549 Y3R550 Y3R551 Y3R552 Y3R553 Y3R554 Y3R450 Y3R529 Y3R530 Y3R535 )]
= [13600x(3,86+1,73+2,25+5,7+3,89+3,33+3,82+5,4+5,34+9,96+ 13,58+6,8+9,79+6,35+1,8+1,88+2,96+1,5)]+[9300x(62,65+28,16+3 6,56+86,35+58,89+50,46+57,87+81,76+32,59+60,8+82,86+41,52+5 9,76+38,75+29,17+28,43+44,79+22,73)]+[5500x(148,8+66,88+86,8 3+36,15+24,66+21,13+24,23+34,23+71,16+132,77+180,93+90,67+1 30,49+84,61+96,52+16,58+26,12+13,26)] = 1223161,71+8408191,21+7073082,16 = 16.704.435,08 3. Menghitung total demand berbobot untuk 2 alternatif minimarket terpilih a) Z M17M18 = Y17 + Y18 = 1523,32 + 4677,49 = 6200,81 ≈ 6201 b) Z M17M19 = Y17 + Y19 = 1523,32 + 2280,06 = 3803,38 ≈ 3803 c) Z M18M19 = Y18 + Y19 = 4677,49 + 2280,06 = 6957,55 ≈ 6958 4. Melakukan pemilihan 2 alternatif minimarket usulan dengan jumlah pelanggan berbobot yang paling maksimal
V-59
Berdasarkan perhitungan total demand berbobot untuk 2 alternatif minimarket terpilih, kombinasi dengan jumlah pelanggan maksimal adalah M18M19. Batasan omset untuk tiap alternatif minimarket juga terpenuhi, yaitu lebih besar sama dengan Rp 8.500.000,00. Jadi, usulan minimarket yang akan dibangun adalah minimarket usulan 18 dan 19 dengan jumlah pelanggan berbobot sebesar 6958 KK. 5. Melakukan pengolahan data dengan software Risk Solver Platform 9.0 Dengan memasukkan Fungsi tujuan, constraint, serta decision variabel pada Risk Solver Platform 9.0 dengan langkah-langkah seperti pada lampiran L6, maka diperoleh output hasil running sebagai berikut: Objective Cell (Max) Cell Name $V$6 Z= Yji.Zi Decision Variable Cells Cell Name $X$12 M17 Zi $X$13 M18 Zi $X$14 M19 Zi Constraints Cell $AB$12 $AB$13 $AB$14 $T$12 $T$13 $T$14 $T$12 $T$13 $T$14 $V$12 $V$13 $V$14 $W$8
Name M17 Oi+(M(1-Zi)) M18 Oi+(M(1-Zi)) M19 Oi+(M(1-Zi)) M17 Yji M18 Yji M19 Yji M17 Yji M18 Yji M19 Yji M17 Wi M18 Wi M19 Wi sigma Zi
Original Value 0 Original Value 0 0 0
Cell Value 1011787187 34486608 16704435 1523 4677 2280 1523 4677 2280 1523 4677 2280 2
Final Value 6957,551034 Final Value
Formula $AB$12>=8500000 $AB$13>=8500000 $AB$14>=8500000 $T$12=$W$12 $T$13=$W$13 $T$14=$W$14 $T$12>=0 $T$13>=0 $T$14>=0 $V$12>=0 $V$13>=0 $V$14>=0 $W$8<=2
0 1 1
Status Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding
Slack 1003287187 25986608,06 8204435,083 0 0 0 1523,317421 4677,491153 2280,059881 1523,317421 4677,491153 2280,059881 0
6. Membandingkan output antara hasil running optimasi software Risk Solver Platform 9.0 dan hasil perhitungan manual. Berdasarkan langkah-langkah di atas, diperoleh output yang sama antara hasil running optimasi software Risk Solver Platform 9.0 dengan hasil perhitungan manual. Dengan demikian, maka hasil perhitungan model
V-60
yang dikembangkan dengan software Risk Solver Platform 9.0 adalah benar atau valid.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada Bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan diuraikan lebih lanjut pada sub bab di bawah ini. 5.1 ANALISIS PENELITIAN 5.1.1
Analisis Lokasi Existing Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Surakarta Berdasarkan data alamat dan lokasi pasar tradisional dan pasar
modern yang ada, maka dapat diketahui sebaran kedua jenis pasar tersebut di Kota Surakarta. Penyebaran titik lokasi pasar tradisional dan pasar modern dapat dilihat pada gambar 5.1 dan 5.2.
V-61
Gambar 5.1 Peta Sebaran Pasar Tradisional dengan Coverage Area dan Pasar Modern di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Lingkaran dengan warna hijau merupakan coverage area untuk pasar tradisional dengan radius 500 meter. Ketentuan jarak minimal antara pasar tradisional dengan pasar modern adalah 500 meter. Berdasarkan sebaran titik lokasi pada gambar 5.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar lokasi pasar modern masih berada pada jarak kurang dari 500 meter dari pasar tradisional. Lokasi pasar modern yang relatif dekat dengan pasar tradisional secara tidak langsung dapat mengurangi pangsa pasar tradisional, sehingga perlu diberlakukan ketentuan jarak minimal antar pasar tradisional dengan pasar modern. Selain itu, terdapat beberapa keunggulan yang dimiliki pasar tradisional dibanding dengan pasar modern, antara lain kokoh terhadap guncangan ekonomi, daya
V-62
menyerap tenaga kerja tinggi, serta keberpihakan terhadap pengusaha kecil dalam rangka mencapai visi ekonomi kerakyatan. Lokasi minimarket yang masih berada dalam jarak kurang dari 500 meter terhadap pasar tradisional, yaitu: a) Alfamart 4 (A4) dan S Mart (L1) masih dalam radius Pasar Gading (P1). Jarak Pasar Gading dengan Alfamart 4 adalah 413,27 meter, sedangkan dengan S Mart adalah 244,39 meter. b) Indomaret 12 (I12) masih dalam radius Pasar Harjodaksino (P3) dengan jarak 289,82 meter. c) Alfamart 2 (A2) masih dalam radius Pasar Jebres (P4) dengan jarak adalah 483,96 meter. d) Indomaret 1 (I1) masih dalam radius Pasar Kabangan (P6) dengan jarak adalah 281,51 meter. e) Alfamart 7 (A7) masih dalam radius Pasar Mojosongo (P12) dengan jarak adalah 319,98 meter. f) Indomaret 7 (I7) masih dalam radius Pasar Nusukan (P13) dengan jarak adalah 315,94 meter. g) Alfamart 8 (A8) dan Indomaret 14 (I14) masih dalam radius Pasar Purwosari (P14). Jarak Pasar Purwosari dengan Alfamart 8 adalah 319,19 meter, sedangkan dengan Indomaret 14 adalah 389,22 meter. h) Alfamart 9 (A9) masih dalam radius Pasar Sidomulyo (P17) dengan jarak adalah 436,35 meter. i) Alfamart 5 (A5) dan SFA Toserba (L4) masih dalam radius Pasar Tanggul (P18). Jarak Pasar Tanggul dengan Alfamart 5 adalah 133,88 meter, sedangkan dengan S Mart adalah 107,20 meter. j) Alfamart 13 (A13) dan Indomaret 8 (I8) masih dalam radius Pasar Notoharjo (P21). Jarak Pasar Notoharjo dengan Alfamart 13 adalah 334,40 meter, sedangkan dengan Indomaret 8 adalah 396,91 meter.
V-63
Lokasi pasar modern lain (hypermarket dan supermarket) yang masih berada dalam jarak kurang dari 500 meter terhadap
pasar
tradisional, yaitu: a) Hypermart Solo Square (H2) masih dalam radius Pasar Sidodadi (P16) dengan jarak hanya 68 meter. Lokasi Hypermart dan Pasar Sidodadi sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Brigjend Slamet Riyadi. b) Ratu Luwes (S4) masih dalam radius Pasar Legi (P11) dengan jarak hanya 128,86 meter. Lokasi Ratu Luwes dan Pasar Legi sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Jend. S. Parman Stabelan Banjarsari. c) Sami Luwes (S6) yang berada di Jl. Slamet Riyadi masih dalam radius Pasar Kadipolo (P7) dan Pasar Kembang (P8) yang berada di Jl. Dr. Radjiman. Jarak Sami Luwes dengan Pasar Kadipolo hanya 397,94 meter, sedangkan dengan Pasar Kembang adalah 380,08 meter. d) Luwes Gading (S2) masih dalam radius Pasar Gading (P1) dengan jarak hanya 201,31 meter. Lokasi Luwes Gading dan Pasar Gading sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Veteran. e) Luwes Loji Wetan (S1) yang berada di Jl. Kapten Mulyadi masih dalam radius Pasar Kliwon yang juga berada di Jl. Kapten Mulyadi (P9) dan Pasar Sangkrah (P15) yang berada di barat stasiun KA Sangkrah. Jarak Luwes Loji Wetan dengan Pasar Kliwon adalah 260,73 meter, sedangkan dengan Pasar Sangkrah adalah 392,05 meter. f) Asia Baru (S7) masih dalam radius Pasar Gede (P2) dengan jarak hanya 168,72 meter. Lokasi Asia Baru dan Pasar Gede sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Urip Sumoharjo. g) Luwes Mojosongo (S3) masih dalam radius Pasar Mojosongo (P12) dengan jarak hanya 35,85 meter. Lokasi Luwes Mojosongo dan Pasar
V-64
Mojosongo sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Brigjend Katamso.
Gambar 5.2 Peta Sebaran Pasar Modern dengan Coverage Area dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta Sumber: Pengolahan Data Digitasi, 2009
Pada gambar 5.2, coverage area untuk tiap jenis pasar modern ditandai dengan lingkaran dengan warna berbeda dengan radius 500 meter. Warna merah untuk minimarket indomaret, biru untuk alfamart, ungu untuk minimarket lain, oranye untuk hypermarket, dan coklat untuk supermarket. Berdasarkan sebaran titik lokasi pada gambar 5.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar coverage area lokasi berhimpitan antar pasar modern satu dengan lainnya. Lokasi minimarket yang masih berada dalam jarak kurang dari 500 meter terhadap pasar modern lain (hypermarket dan supermarket), yaitu:
V-65
a) Indomaret 7 (I7) masih dalam radius Ratu Luwes (S5) dengan jarak hanya 285,08 meter. Lokasi Indomaret 7 dan Ratu Luwes sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Kapten Pierre Tendean. b) Alfamart 7 (A7) masih dalam radius Luwes Mojosongo (S3) dengan jarak hanya 345,40 meter. Lokasi Alfamart 7 dan Luwes Mojosongo sama-sama berada pada satu ruas jalan yang sama, yaitu Jl. Brigjend. Katamso. c) S Mart (L1) yang berada di Jl. Brigjend Sudiarto masih dalam radius Luwes Gading (S2) yang berada di Jl. Veteran dengan jarak adalah 123,15 meter. Lokasi antar minimarket yang saling berdekatan dan memiliki jarak kurang dari 1 kilometer, yaitu: a) Indomaret 10 (I10), Alfamart 11 (A11), dan Ass Gross (L5) Indomaret 10 dan Alfamart 11 terletak di Fajar Baru Residence, Kelurahan Jajar, sedangkan Ass Gross terletak di Jl. Sawo Raya, Kelurahan Karangasem. Jarak antara Indomaret 10 dan Alfamart 11 adalah 67,60 meter, Indomaret 10 dengan Ass Gross adalah 688,52 meter, sedangkan Alfamart 11 dengan Ass Gross adalah 654,52 meter. b) Indomaret 1 (I1) dan Indomaret 14 (I14) Indomaret 14 terletak di Jl. Samanhudi, Kelurahan Sondakan, sedangkan Indomaret 1 terletak di Jl. Agus Salim, Kelurahan Sondakan. Jarak antara Indomaret 14 dan Indomaret 1 adalah 432,19 meter. c) Alfamart 8 (A8), Indomaret 14 (I14), dan S Mart (L2) S Mart terletak di Jl. Adi Sucipto, Kelurahan Kerten, sedangkan Alfamart 8 terletak di Jl. Sam Ratulangi, Kelurahan Manahan. Jarak Indomaret 14 dengan Alfamart 8 adalah 604,65 meter, sedangkan Alfamart 8 dengan S Mart adalah 727,19 meter.
V-66
d) Alfamart 3 (A3) dan S Mart (L2) Alfamart 3 terletak di Jl. Sam Ratulangi, Kelurahan Manahan. Jarak Alfamart 3 dengan S Mart adalah 790,56 meter. e) Alfamart 1 (A1), Indomaret 9 (I9), dan Alfamart Alfamart 1 dan Indomaret 9 terletak di Jl. Adi Sumarmo, Kelurahan Banyuanyar. Jarak antara Alfamart 1 dan Indomaret 9 adalah 217,25 meter, sedangkan Indomaret 9 dengan Alfamart 3 adalah 973,87 meter. f) Alfamart 6 (A6), Indomaret 6 (I6), dan Viyas Mart (L6) Viyas Mart Mart terletak di Jl. Dr. Setia Budi, Kelurahan Manahan, sedangkan Indomaret 6 dan Alfamart 6 terletak di Jl. MT. Haryono, Kelurahan Manahan. Jarak Indomaret 6 dengan Alfamart 6 adalah 102,96 meter, Indomaret 6 dengan Viyas Mart adalah 133,65 meter, sedangkan Alfamart 6 dengan Viyas Mart adalah 216,89 meter. g) Alfamart 14 (A14) dan Ass Gross (L5) Alfamart 14 terletak di Jl. Kerinci, Kelurahan Kadipiro, sedangkan Ass Gross terletak di Jl. Sawo Raya, Kelurahan Kadipiro. Jarak antara Alfamart 14 dan Ass Gross adalah 794 meter. h) Alfamart 12 (A11), Indomaret 3 (I3), dan Indomaret 11 (I11) Alfamart 12 dan Indomaret 11 sama-sama terletak di Jl. Jaya Wijaya, Kelurahan Mojosongo, sedangkan Indomaret 3 terletak di Jl. Letjend Sutoyo, Kelurahan Mojosongo. Jarak antara Alfamart 12 dan Indomaret 11 adalah 210,24 meter, Alfamart 12 dan Indomaret 3 adalah 196,21 meter, sedangkan Indomaret 3 dengan Indomaret 11 adalah 394,41 meter. i) Alfamart 2 (A2), Alfamart 5 (A5), Indomaret 4 (I4), dan SFA Toserba (L4) Alfamart 2 dan Indomaret 4 sama-sama terletak di Jl. Ir. Surya, Kelurahan Jagalan, sedangkan Alfamart 5 dan SFA Toserba terletak di
V-67
Jl. RE. Martadinata, Kelurahan Gandekan. Jarak antara Alfamart 2 dan Indomaret 4 adalah 264,43 meter, Alfamart 2 dan Alfamart 5 adalah 669,37 meter, Alfamart 2 dan SFA Toserba
adalah 632,77 meter,
Indomaret 4 dan Alfamart 5 adalah 687,66 meter, Indomaret 4 dan SFA Toserba adalah 641,37 meter, sedangkan Alfamart 5 dengan SFA Toserba adalah 240,83 meter. j) Alfamart 10 (A10), Indomaret 12 (I12), dan S Mart (L1) Alfamart 10 dan Indomaret 12 terletak di Jl. Veteran, Kelurahan Serengan, sedangkan S Mart terletak di Jl. Brigjend Sugiarto, Kelurahan
Serengan. Jarak antara Alfamart 10 dan Indomaret 12
adalah 283,20 meter, sedangkan Indomaret 12 dan S Mart adalah 810,40 meter.
k) Alfamart 4 (A4), Indomaret 2 (I2), S Mart (L1), dan Indomaret 8 (I8) Alfamart 4 dan Indomaret 2 terletak di Jl. Kapten Mulyadi, Kelurahan Pasar Kliwon, sedangkan dan Indomaret 8 terletak di Jl. Kyai Mojo, Kelurahan Semanggi. Jarak antara Alfamart 4 dan Indomaret 2 adalah 264,43 meter, Indomaret 2 dengan S Mart adalah 753,85 meter, Alfamart 4 dengan S Mart adalah 544,40 meter, Alfamart 4 dan Indomaret 8 adalah 632,46 meter, sedangkan Indomaret 2 dengan Indomaret 8 adalah 770,41 meter. l) Alfamart 4 (A4), Indomaret 8 (I8), dan Alfamart 13 (A13) Alfamart 13 terletak di Jl. Kyai Mojo, Kelurahan Semanggi. Jarak antara Alfamart 4 dan Alfamart 13 adalah 902,86 meter, sedangkan Indomaret 8 dan Alfamart 13 adalah 278,17 meter. m) Sami Kate (L7) dengan Alfamart 3 (A3), Alfamart 8 (A8), dan S Mart (L2) Sami Kate terletak di Jl. Ks. Tubun, Manahan. Jarak antara Sami Kate dan Alfamart 3 adalah 857,02 meter, Sami Kate dan Alfamart 8 adalah
V-68
752,50 meter, sedangkan Sami Kate dengan S Mart adalah 532,80 meter. Apabila dilihat dari sisi persaingan usaha, jarak antar minimarket tidak begitu dipermasalahkan kecuali minimarket yang bersangkutan memiliki satu merek dagang. Namun, apabila pertumbuhan minimarket dari tahun ke tahun semakin pesat, maka diperlukan suatu kebijakan yang mengacu pada aspek tata ruang, persaingan usaha, dan ekonomi untuk mengatur pertumbuhan minimarket secara bertahap. Salah satunya adalah dengan menetapkan jarak minimum antar minimarket. 5.1.2
Analisis Rekap Kuesioner Pada
penelitian
ini,
digunakan
kuesioner
dalam
rangka
memperoleh data nilai jarak tempuh konsumen, frekuensi belanja, dan volume belanja di minimarket, serta besar pengeluaran konsumen. Selain itu, juga diperoleh data yang bisa digunakan sebagai referensi mengenai alternatif tempat berbelanja dan kebutuhan, pola berbelanja, alasan pemilihan minimarket, serta alasan pemilihan tempat berbelanja. Metode sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner adalah disproporsional stratified random sampling dikarenakan dugaan karakteristik populasi yang diperoleh melalui sampling pendahuluan adalah heterogen stratifikasi mengelompok dengan ukuran kelomok tidak sama. Untuk tiap kelas, jumlah sample yang diambil adalah 30 untuk tiap strata, dengan pertimbangan bahwa jumlah sampel 30 sudah mendekati distribusi normal, sehingga dapat mewakili populasi. Analisis hasil rekap kuesioner akan dijelaskan lebih lengkap pada sub bahasan berikut. a) Data jarak, frekuensi, dan volume belanja di minimarket, serta pengeluaran konsumen Rekap hasil kuesioner untuk data jarak, frekuensi, dan volume belanja di minimarket serta pengeluaran konsumen dapat dilihat pada tabel 4.3.
V-69
Gambar 5.3 Grafik Jumlah Berlangganan Minimarket Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa sebagian besar konsumen, yaitu sebesar 81,03% berlangganan 1 hingga 2 minimarket. Pada kenyataannya, konsumen masih berpeluang belanja ke minimarket lain, sehingga pada penelitian ini ditetapkan konsumen boleh memilih dua alternatif minimarket terdekat (split demand). Hal ini diperkuat dari modus hasil perhitungan adalah 2 alternatif.
Gambar 5.4 Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-1 Sumber: Data Diolah, 2009
V-70
Gambar 5.5 Grafik Jarak Tempuh Minimarket Terdekat Ke-2 Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasar grafik 5.4 dan 5.5, dapat diketahui bahwa jarak maksimum yang ditempuh konsumen untuk berbelanja ke minimarket terdekat adalah 2 kilometer, sedangkan ke minimarket terjauh adalah 5 kilometer dengan sebagian besar konsumen menempuh jarak 500 meter (modus). Jarak 500 meter kemudian dijadikan dasar penentuan coverage area
untuk
pelayanan
minimarket,
sehingga
untuk
menghindari
kanibalisme maka jarak minimal antar minimarket adalah 1 km. Jarak 2 km juga dijadikan dasar jarak terjauh konsumen masih boleh memilih 2 alternatif terdekat. Dalam ketentuan tidak mengambil jarak di atas 2 km dikarenakan persentase konsumen yang masih mau menempuh jarak tersebut kecil. Selain itu, setelah dilakukan wawancara lebih lanjut, konsumen menempuh jarak lebih dari 2 km karena kondisi dalam perjalanan, sehingga jarak tersebut tidak dipertimbangkan.
V-71
Gambar 5.6 Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-1 Sumber: Data Diolah, 2009
Gambar 5.7 Grafik Volume Belanja Minimarket Terdekat Ke-2 Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasar grafik 5.6 dan 5.7, dapat diketahui bahwa volume belanja untuk 2 alternatif minimarket hampir sama. Hal ini dikarenakan kebutuhan yang diperlukan untuk dibeli di minimarket cenderung sama sehingga jarak tidak terlalu berpengaruh secara signifikan pada volume belanja.
V-72
b) Data Kebutuhan dan Tempat Berbelanja Rekap hasil kuesioner untuk data kebutuhan dan tempat berbelanja dapat dilihat pada tabel 4.4.
Gambar 5.8 Grafik Kebutuhan dan Tempat Belanja Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasar grafik 5.8, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya baik pasar tradisional maupun pasar modern memiliki segmen yang cenderung berbeda, tetapi untuk tiap saluran tetap terjadi persaingan dalam memperoleh konsumen baik antar pasar tradisional dan modern, maupun intern pasar tradisional dan intern pasar modern. Untuk pasar tradisional cenderung bersaing dengan toko atau warung dengan mayoritas komoditas adalah bahan makanan pokok dan fresh food. Untuk komoditas peralatan rumah tangga, terjadi persaingan antara toko, pasar tradisional, serta hypermarket. Sedangkan untuk minimarket cenderung bersaing dengan supermarket dan hypermarket dengan mayoritas komoditas makanan dan minuman kemasan serta peralatan kebersihan dan kecantikan. Untuk produk non makanan (durable goods), minimarket
V-73
tidak bersaing secara langsung (head to head) dengan supermarket dan hypermarket dikarenakan komoditas tersebut tidak tersedia di minimarket.
c) Alasan Pemilihan Minimarket Rekap hasil kuesioner untuk alasan pemilihan minimarket dapat dilihat pada tabel 4.5.
Gambar 5.9 Grafik Alasan Pemilihan Minimarket Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.9 dapat diketahui bahwa alasan konsumen hanya berlangganan 1 minimarket adalah karena faktor jarak yang relatif dekat. Sedangkan, faktor utama yang berpengaruh mengapa konsumen berlangganan lebih dari 1 minimarket lebih cenderung faktor psikologis, yaitu keinginan untuk mencari suasana baru. Alasan-alasan tersebut dapat dikategorikan menjadi 4 klaster yang dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Klasifikasi alasan berbelanja ke minimarket
V-74
Level Kuat
X1 Suasana lebih nyaman
X1-X2 (Kuat) Harga lebih murah Produk lebih lengkap Lokasi / jarak lebih dekat
Waktu mendesak Lemah Pelayanan lebih baik Sekaligus Rekreasi X1-X2 (Lemah) X2 Level iklan&promosi Cari suasana baru lebih mudah dijangkau Kuat dalam perjalanan Lemah
Sumber: Data diolah, 2009
Keterangan: X1 = memilih 1 minimarket X2 = memilih > 1 minimarket d) Pola dan Volume Belanja Rekap hasil kuesioner untuk pola dan volume belanja dapat dilihat pada tabel 4.6 (Bab IV halaman IV-9).
Gambar 5.10 Grafik Pola Belanja Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.10 serta tabel 4.6 dapat diketahui bahwa untuk fresh food, konsumen cenderung memiliki pola belanja harian dengan jumlah belanja sebagian besar adalah Rp 20.000,00 per hari. Untuk
V-75
bahan makanan pokok, konsumen cenderung memiliki pola belanja mingguan dengan jumlah belanja sebagia besar adalah Rp 100.000,00 per minggu. Untuk makanan dan minuman kemasan (snack) serta barang kebersihan dan kecantikan, konsumen cenderung memiliki pola belanja bulanan dengan jumlah belanja sebagian besar adalah Rp 100.000,00 per bulan. Sedangkan untuk peralatan rumah tangga dan produk non makanan (durable goods), konsumen cenderung memiliki pola belanja yang tidak pasti, biasanya dalam jangka waktu yang relatif lama, sebagian besar 6 bulan atau sampai produk yang bersangkutan mengalami kerusakan. Jumlah belanja sebagian besar adalah Rp 100.000,00 hingga Rp 2.000.000,00.
e) Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja Rekap hasil kuesioner untuk alasan pemilihan tempat berbelanja dapat dilihat pada tabel 4.7 sampai 4.12.
Gambar 5.11 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Bahan Makanan Pokok) Sumber: Data Diolah, 2009
V-76
Berdasarkan grafik 5.11, dapat dilihat bahwa untuk berbelanja bahan makanan pokok, sebagian besar konsumen memilih pasar tradisional yang menawarkan harga lebih murah serta jarak yang relatif dekat dengan konsumen.
Gambar 5.12 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Makanan dan Minuman Kemasan) Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.12, dapat dilihat bahwa untuk berbelanja makanan dan minuman kemasan, supermarket lebih unggul dikarenakan harga lebih murah serta kelengkapan produk. Kompetitor utama adalah minimarket dan toko dengan kelebihan kedekatan jarak dengan konsumen.
V-77
Gambar 5.13 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Barang Kebersihan dan Kecantikan) Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.13, dapat diketahui bahwa supermarket menjadi pemain utama untuk berbelanja barang kebersihan dan kecantikan dikarenakan supermarket menawarkan kelengkapan produk serta harga relatif murah.
Gambar 5.14 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Fresh food) Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.14, dapat diketahui bahwa pasar tradisional tetap menjadi pilihan utama konsumen untuk berbelanja fresh food.
V-78
dikarenakan Pasar tradisional menawarkan produk yang lebih fresh, harga relatif murah serta jarak yang dekat dengan konsumen.
Gambar 5.15 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Peralatan Rumah Tangga) Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.15, dapat diketahui bahwa terjadi persaingan antara supermarket, toko, serta pasar tradisional untuk komoditas peralatan rumah tangga. Supermarket tampil dengan kelebihannya dalam hal kelengkapan produk dan harga yang relatif murah, sedangkan pasar tradisional dan toko tetap menjadi alternatif
dikarenakan jarak yang
dekat dengan konsumen.
Gambar 5.16 Grafik Alasan Pemilihan Tempat Berbelanja (Non Makanan atau Durable Goods)
V-79
Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik 5.16, dapat diketahui bahwa terjadi persaingan antara supermarket dan hypermarket yang sama-sama menawarkan kelengkapan produk. Namun, hypermarket dinilai konsumen lebih unggul dalam hal harga yang lebih murah disbanding dengan supermarket. Berdasar penjelasan tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ada beberapa alasan utama mengapa konsumen cenderung memilih tempat berbelanja tertentu. Alasan utama konsumen memilih pasar tradisional adalah dikarenakan jarak yang dekat serta harga yang lebih murah, tetapi hanya untuk komoditas tertentu yaitu fresh food, bahan makanan pokok serta peralatan rumah tangga. Alasan konsumen memilih toko adalah jarak yang dekat, waktu mendesak, serta harga lebih murah, tetapi hanya untuk komoditas tertentu yaitu fresh food, bahan makanan pokok serta peralatan rumah tangga. Alasan utama konsumen memilih hypermarket dan supermarket adalah kelengkapan produk serta harga lebih murah, dengan alasan lain seperti suasana lebih nyaman, pelayanan lebih baik, sekaligus rekreasi dengan keluarga serta adanya iklan dan promosi. Sedangkan alasan utama konsumen memilih minimarket adalah jarak lebih dekat, kelengkapan produk, harga relatif murah serta suasana lebih nyaman. 5.1.3
Analisis Hasil Penelitian Pemilihan alternatif usulan lokasi lokasi dilakukan dengan
menggunakan Network Location Model yang dikembangkan sesuai dengan karakterisasi sistem pada bab III (halaman III-8 sampai III-9). Batasan yang paling penting untuk diperhatikan adalah batasan omset minimal sebesar Rp 8.500.000,00. Hal ini untuk memastikan minimarket usulan layak untuk dibangun atau tidak. Penentuan alternatif usulan lokasi minimarket adalah dengan melihat daerah atau area yang masih berpeluang untuk didirikan
V-80
minimarket yang dapat dilihat dari peta sebaran pasar modern dan pasar tradisional yang sudah ada. Berdasarkan peta sebaran tersebut maka dapat diklasifikasikan menjadi dua area, yaitu noncoverage area dan coverage area pasar modern maupun pasar tradisional yang sudah ada. Usulan minimarket baru dilokasikan pada noncoverage area. Klasifikasi area dapat dilihat pada gambar 5.17.
Gambar 5.17 Klasifikasi Area (Coverage Area dan Noncoverage Area) Sumber: Data Diolah, 2009
Daerah
dengan warna
biru adalah noncoverage area
yang
merupakan daerah yang masih berpeluang untuk didirikan minimarket. Sedangkan, daerah dengan warna oranye merupakan coverage area pasar tradisional maupun pasar modern yang sudah ada. Area oranye tua menunjukkan bahwa coverage area untuk usulan minimarket tidak boleh beririsan dengan area tersebut dikarenakan jarak minimal antar minimarket adalah 1 kilometer. Namun, coverage area usulan minimarket
V-81
boleh beririsan dengan area oranye muda sepanjang tidak lebih dari 500 meter dikarenakan jarak minimal antar minimarket dengan pasar tradisional maupun pasar modern lain (hypermarket dan supermarket) adalah 500 meter. Setelah dilakukan running pada software Risk Solver Platform V9.0, dari 19 alternatif usulan lokasi hanya 15 yang memenuhi batasan yang telah ditetapkan. Usulan lokasi yang tidak dapat memenuhi batasan omset, yaitu M5 dan M6 (Kelurahan Mojosongo), M14 (Kelurahan Jebres ), dan M16 (Kelurahan Karangasem). Profil usulan lokasi yang tidak terpilih dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Usulan Lokasi yang Tidak Feasibel No Minimarket
Lokasi
Kekurangan
Demand tercover (KK)
Prediksi omset (Rp)
Merupakan jalur pengangkutan sampah menuju TPA Putri Cempo, jarak lokasi usulan relatif dekat dengan TPA, sehingga kurang strategis.
347
2.742.364,93
426
3.259.097,70
Lokasi usulan berada di jalan lokal sehingga tidak terlalu ramai dilalui kendaraan
704
5.347.324,30
lokasi cukup strategis, tetapi dikarenakan di daerah pinggiran Surakarta maka kepadatan penduduk rendah
798
6.322.992,32
Kelebihan
1
M5
Jl. Manunggal, Area perumahan dibagian utara penduduk kelurahan Mojosongo
2
M6
Jl. Ringroad
kepadatan penduduk
Banyak dilalui rendah, terdapat 3 existing kendaraan minimarket
di daerah pemukiman Area pemukiman 3 M14 penduduk sebrang ringroad Area pemukiman penduduk, di Jl. Duwet, 4 M16 Karangasem tepi jalan kolektor yang cukup ramai Sumber: Data Diolah, 2009
Meskipun 4 usulan lokasi tersebut tidak memenuhi batasan omset minimal, tetapi masih boleh didirikan karena sudah memenuhi ketentuan jarak minimal baik antar minimarket, dengan pasar modern lain, dan dengan pasar tradisional. Namun, dikhawatirkan apabila didirikan maka
V-82
minimarket tersebut kurang layak, terkait dengan perolehan omset dan laba minimarket. Berdasarkan tahapan penelitian hingga pencarian solusi, diperoleh 15 titik usulan terpilih yang tersebar di 9 kelurahan di Kota Surakarta, yaitu Kelurahan Mojosongo (M7, M8, M11), Jebres (M9, M10, M12), Kadipiro (M1, M15), Karangasem (M16), Pajang (M17), Mangkubumen (M2), Panularan (M18), Joyotakan (M19), Kepatihan Wetan (M3), dan Sangkrah (M4). Lokasi-lokasi tersebut telah memenuhi ketentuan pendirian, yaitu jarak antar minimarket 1 kilometer, jarak minimarket dengan pasar tradisional 500 meter, jarak antara minimarket dan pasar modern lain adalah 500 meter, serta terpenuhinya batasan omset minimal, sehingga minimarket tersebut layak untuk didirikan.
5.2 INTERPRETASI HASIL PENELITIAN 5.2.1
Interpretasi Hasil Penelitian Tiap Skenario Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil running tiap
skenario pada software Risk Solver Platform V9.0. Tiap skenario dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu jumlah usulan minimarket yang ingin dibangun, dengan ketentuan tidak lebih dari 19 usulan minimarket. Tujuan dari tiap skenario adalah untuk memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan berbobot dari tiap usulan minimarket yang terpilih. Pada perhitungan bab IV dilakukan running untuk 15 skenario. Skenario ke-1 dimaksudkan untuk memilih satu titik usulan minimarket, scenario ke-2 dimaksudkan untuk memilih dua titik usulan minimarket, dan seterusnya hingga skenario ke-15 yang dimaksudkan untuk memilih lima belas titik usulan minimarket. Hasil perhitungan jumlah pelanggan berbobot dari tiap skenario dapat dilihat pada tabel 4.28 (Halaman IV-45). Pada proses pemilihan usulan minimarket terpilih terdapat pola tertentu di mana minimarket yang terpilih pada skenario sebelumnya
V-83
otomatis akan terpilih pada skenario selanjutnya, dikarenakan usulan yang terpilih sebelumnya memiliki potensi demand potensial serta omset yang lebih tinggi dibanding usulan yang belum terpilih. Misal, M2 yang terpilih pada skenario 1 akan menjadi salah satu lokasi terpilih pada skenario 2, begitu seterusnya hingga skenario 15. Sehingga, berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui prioritas untuk lokasi usulan terpilih mulai dari 1 usulan lokasi hingga 15 usulan lokasi. Urutan prioritas sebagian dapat dilihat pada tabel 5.3, selengkapnya pada lampiran 11.
V-84
Tabel 5.3 Urutan Prioritas Lokasi Usulan Minimarket Prioritas Minimarket ke-
1
2
M2
M18
Lokasi
Jl. Teratai 1 No.16, RT01 RW13, Mangkubumen
Jl. Radjiman, Panularan
Keterangan Lokasi
Demand Potensial
Alasan Terpilih
Dekat perumahan dan pemukiman padat penduduk. Di daerah sekitar Mangkubumen sendiri hanya terdapat supermarket, tanah dan hypermarket, serta pasar bangunan tradisional, sehingga apabila kosong didirikan minimarket memiliki prospek yang cukup bagus
Di tepi jalan raya, sehingga cenderung ramai dan banyak dilalui kendaraan serta daerah sekitar merupakan bangunan kawasan padat penduduk. kosong Di daerah sekitar Panularan sendiri hanya terdapat hypermarket dan pasar tradisional, sehingga apabila didirikan minimarket me
Radius 500 meter Kelurahan Mangkubumen (RW9, RW10, RW11, RW12, RW13, RW14), Sriwedari (RW2, RW4, RW5, RW6), dan Punggawan (RW1, RW4, RW5, RW6)
> 500 m s/d ≤ 2 km Kelurahan Keprabon (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5, RW6), Ketelan (RW1, RW2, RW3, RW4, RW6, RW7, RW8, RW9), Mangkubumen (RW2, RW5, RW6, RW7, RW8), Timuran (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5), Kemlayan (RW1, RW4, RW5, RW6), Penumping (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5, RW6), Sriweda
Kelurahan Bumi (RW5, RW6), Panularan (RW1, RW2, RW3), Penumping (RW5, RW6), dan Purwosari (RW1).
Kelurahan Bumi (RW2, RW4, RW7), Panularan (RW4, RW5, RW6, RW7), Penumping (RW1, RW2, RW3, RW4), Purwosari (RW2, RW3, RW4, RW5, RW6, RW7, RW8), Sriwedari (RW1, RW2, RW3, RW4, RW5, RW6), Tipes (RW2, RW4, RW14, RW15), Bumi (RW1, RW3), Laweyan (RW1, RW2)
Sumber: Data Diolah, 2009
V-21
Demand Prediksi Omset Tercover (Rp) (KK)
5872
46.082.540,00
4677
35.978.720,69
Berdasarkan urutan prioritas di atas, maka dapat dibuat bagan lokasi usulan minimarket yang terpilih untuk tiap skenario yang dapat dilihat pada gambar 5.18.
Gambar 5.18 Bagan Lokasi Usulan Minimarket Terpilih Sumber: Data Diolah, 2009
Anak panah biru menunjukkan usulan lokasi minimarket yang terpilih pada tiap skenario. Usulan lokasi minimarket yang terpilih di awal maka akan senantiasa menjadi prioritas apabila ingin membangun lebih banyak gerai lagi, atau bisa dikatakan pada skenario selanjutnya. 5.2.2
Analisis Perhitungan Kenaikan Marginal Demand dan Omset Pada
dasarnya,
seluruh
alternatif
minimarket
terpilih
memaksimalkan jumlah pelanggan berbobot untuk tiap skenario. Semakin banyak gerai minimarket yang dibangun maka total demand yang tercover serta omset yang diperoleh semakin besar, akan tetapi rata-rata demand yang tercover dan omset yang diperoleh semakin kecil. Untuk menentukan berapa penambahan minimarket yang paling menguntungkan (prospektif), terkait dengan jumlah pendapatan yang berbeda-beda untuk seluruh demand maka dilakukan perbandingan antara kenaikan demand dengan omset yang diperoleh. Prospektif yang dimaksudkan adalah meskipun dengan menambah gerai minimarket baru hanya sedikit penambahan demand yang tercover, tetapi dapat memberikan kenaikan omset yang signifikan. Jadi, parameter nilai prospektif yang digunakan apabila persentase kenaikan omset lebih besar dibanding persentase kenaikan V-i
demand. Nilai gap yang paling besar merupakan nilai prospektif jumlah gerai minimarket yang akan didirikan. Setelah dilakukan perhitungan pada bab IV maka diperoleh jumlah demand yang tercover serta omset untuk tiap skenario. Perbandingan total demand yang tercover dan omset, serta kenaikan omset dan demand untuk tiap penambahan 1 gerai minimarket adalah sebagai berikut: Tabel 5.4 Perbandingan total serta kenaikan demand dan omset Skenario Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Omset total (Rp) 46082540,06 82061259,75 110046193,56 134926851,69 159855182,76 183107662,59 193343998,10 213578140,58 230282575,67 258433760,83 270876782,07 282663969,36 293792503,80 305252272,34 314218198,62
Kenaikan omset (Rp) 0,00 35978719,69 27984933,81 24880658,14 24928331,07 23252479,83 10236335,52 20234142,48 16704435,08 28151185,16 12443021,24 11787187,29 11128534,44 11459768,54 8965926,29
Demand total (KK)
0,00% 78,07% 34,10% 22,61% 18,48% 14,55% 5,59% 10,47% 7,82% 12,22% 4,81% 4,35% 3,94% 3,90% 2,94%
5872 10549 13959 17213 20244 23243 26110 28397 30677 32351 33946 35470 36899 38279 39444
Kenaikan demand (KK) 0 0,00% 4677 79,66% 3410 32,32% 3254 23,31% 3030 17,60% 2999 14,81% 2868 12,34% 2286 8,76% 2280 8,03% 1674 5,46% 1595 4,93% 1523 4,49% 1429 4,03% 1380 3,74% 1165 3,04%
Gap % Kenaikan Demand dan Omset 0,00% -1,59% 1,78% -0,70% 0,87% -0,27% -6,75% 1,71% -0,21% 6,77% -0,12% -0,14% -0,09% 0,16% -0,11%
Sumber: Data Diolah, 2009
Total demand dan omset tiap skenario dapat dilihat pada gambar 5.19 dan 5.20.
Gambar 5.19 Grafik Total Demand Sumber: Data Diolah, 2009
V-ii
Gambar 5.20 Grafik Total Omset Sumber: Data Diolah, 2009
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan total demand cenderung lebih stabil dibanding dengan kenaikan total omset. Persentase kenaikan demand tercover dan omset dapat dilihat pada grafik 5.21, sedangkan gap antara persentase kenaikan demand dan omset untuk tiap penambahan satu unit gerai minimarket pada grafik 5.22.
Gambar 5.21 Grafik Persentase Kenaikan Demand dan Omset Sumber: Data Diolah, 2009
V-iii
Gambar 5.22 Grafik Gap Persentase Kenaikan Demand dan Omset Sumber: Data Diolah, 2009
Nilai gap positif menunjukkan bahwa persentase kenaikan omset lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan demand apabila terjadi penambahan 1 minimarket. Sebaliknya, nilai
gap negatif
menunjukkan bahwa persentase kenaikan omset lebih kecil dibandingkan dengan persentase kenaikan demand. Terjadinya perbedaan gap untuk tiap kali penambahan gerai minimarket dikarenakan faktor perbedaan tingkat pendapatan konsumen yang berpengaruh pada tingkat daya beli. Berdasarkan grafik 5.22 dapat diketahui bahwa skenario yang memberikan kenaikan omset yang signifikan dengan hanya penambahan jumlah demand yang tercover kecil adalah skenario ke-10. Hal ini dikarenakan meskipun penambahan jumlah demand yang tercover sedikit, tetapi
demand
memiliki
daya
beli
yang
tinggi
sehingga
dapat
meningkatkan omset. Untuk skenario ke-11 hingga ke-15 tidak terjadi penambahan demand dan omset yang signifikan. Perhitungan ini tidak digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, lebih lanjut untuk menunjukkan bahwa kenaikan demand tidak selalu sebanding dengan kenaikan omset karena perbedaan pendapatan yang berpengaruh pada tingkat daya beli.
V-iv
Pada dasarnya investor hanya berkepentingan dengan omset dan keuntungan, tanpa menghiraukan jumlah demand tercover. Pemilihan jumlah minimarket yang ingin dibangun tergantung anggaran pihak investor, dengan usulan lokasi sesuai dengan hasil pemilihan tiap skenario.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta saran
yang berisi tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya. Kesimpulan dan saran secara rinci dipaparkan pada sub bab berikut:
6.1
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan yang mengacu pada tujuan, yaitu: 1. Terciptanya 19 alternatif usulan lokasi minimarket dengan konsep waralaba di kota Surakarta menggunakan model Network Location Model yang telah mempertimbangkan jarak minimal antar minimarket 1 kilometer, antara minimarket dan pasar tradisional 500 meter maupun antara minimarket dan pasar modern lain (supermarket dan hypermarket) 500 meter, sehingga diharapkan dapat terjadi persaingan yang sehat dan dapat menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional. 2. Model ini mampu memaksimalkan ekspektasi jumlah pelanggan yang berpeluang belanja ke minimarket usulan sebesar 39.444 KK dengan total omset Rp 314.218.198,62 untuk 15 usulan minimarket jika dibangun. 15 minimarket yang akan dibangun memenuhi omset minimal sebesar Rp 8.500.000,00, sehingga dapat dikatakan minimarket layak untuk didirikan. 3. Usulan penambahan minimarket yang paling prospektif adalah dengan usulan penambahan 10 gerai minimarket dikarenakan dengan penambahan
V-v
jumlah demand yang tercover 5,46%, tetapi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat memaksimalkan omset dengan kenaikan 12,22%.
6.2
SARAN Saran
yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah Kota Surakarta sebaiknya mempertimbangkan dan mulai memikirkan untuk membuat peraturan daerah mengenai penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern serta zonasinya. 2. Pihak investor sebaiknya memperhatikan jarak minimal baik antar minimarket, antara minimarket dan pasar tradisional, maupun antara minimarket dan pasar modern lain (supermarket dan hypermarket) , sehingga diharapkan dapat menghindari kanibalisme antar minimarket, persaingan tidak sehat serta menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional. 3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhatikan variabel lain selain tingkat pendapatan, seperti faktor tata ruang, faktor demografi lain (misal jumlah penduduk tidak tetap), serta faktor pejalan kaki dan kendaraan yang melintas (kepadatan arus lalu lintas). 4. DAFTAR PUSTAKA 5. 6. 7. Amin, Muhammad. 2007. Indikator Lokal Kemiskinan Untuk Efektifitas Program Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta. Surakarta: Konsorsium Solo. http:// konsorsiumsolo.multiply.com diakses tanggal 03 Desember 2009. 8. 9. Anonymous. 2007. Kajian Dampak Ekonomi Keberadaan Hypermarket terhadap Ritel/Pasar Tradisional. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI. 10.
V-vi
11. Anonymous. 2007. Mitos Jumlah Sampel Minimum. Zebua: Research Digest. http:// researchexpert.wordpress.com diakses tanggal 25 September 2009. 12. 13. Anonymous. 2009. Alamat Pasar Tradisional. http://www.surakarta.go.id diakses tanggal 25 Juni 2009. 14. 15. Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kota Surakarta. 2007. Data Kependudukan Kecamatan Dalam Angka 2007. Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. 16. 17. Dardela Yasa Guna: Engineering Consultant. 2007. Sistem Jaringan Jalan berdasarkan Konsepsi Pengaturan. http:dardela.com/index.php?option com/content&task/view&id/49&Itemid 9 diakses tanggal 28 Oktober 2009. 18. 19. Daskin, Mark S. 2008. What You Should Know About Location Modeling. Naval Research Logistics, Vol. 55. 20. 21. Dileep, Sule R. 2001. Logistic of Facility Location and Allocation. New York: Marcel Dekker. Inc. 22. 23. Engel, James F., Ronger D. Blakwell, and Paul W. Miniard. 1995. Perilaku Konsumen, Fourth Edition. Fort Wort: Dreyden Press. 24. 25. Gaspersz, Vincent. 2004. Production and Inventory Control Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 26. 27. Hadiyati, Rini. 2009. Penentuan Lokasi Jaringan Minimarket di Kota Surakarta dengan Berbasis Pada Network Location Model. Skripsi Sarjana-1, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 28. 29. Husein, Rahmad. 2006. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (Geographics Information System). www.ilmukomputer.com diakses tanggal 24 Juni 2009. 30. 31. Istijanto. 2005. Aplikasi Riset Pemasaran. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. 32.
V-vii
33. Kompas. 2003. Manajemen marchendise Indomaret. Kompas 9 Februari 2003. 34. 35. Krajewski, Lee J. and Larry P. Ritzman. 2005. Operations Management: Processes And Value Chains 7th Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall. 36. 37. Lieberman, Gerald J., and Frederick S. Hiller. 1994. ”Pengantar Riset Operasi Ed. 5. Terjemahan: Ellen Gunawan dan Ardi Wirda Mulia. Jakarta:Erlangga. 38. 39. Mariani, Vini, dkk. 2008. Evaluasi Terhadap Program Franchise Studi Kasus Alfamart dan Indomaret. The 2 nd National Conference UKWMS. www.lpksl.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/PR10.pdf diakses tanggal 28 April 2009 40. 41. Ma’ruf, Hendri.2005. Pemasaran Ritel. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. 42. 43. Melkote, Sanjay and Daskin, Mark S. 2001. Capacitated Facility Location/Network Design Problem. European Journal Of Operational Research. 44. 45. Mufidah, Nur Meita Indah. 2006. Pengantar GIS (Geographical Information System). www.ilmukomputer.com diakses tanggal 24 Juni 2009 46. 47. Nielsen, AC. 2007. The Growth of Indonesian Retail Sales Grocery in 2006 Reaches 14,3 %. http://www.bni.co.id diakses tanggal 03 Juni 2009 48. 49. Pamungkas, Sigit. B. 2008. Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Di Kota Surakarta dengan Model Integer Linear Programming. Skripsi Sarjana-1, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 50. 51. Pandin, Marina L. 2009. Potret Bisnis Ritel di Indonesia: Pasar Modern (Economic Review No.215). http://www.bni.co.id diakses tanggal diakses tanggal 03 Juni 2009 52. 53. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
V-viii
Perbelanjaan dan Toko Modern. www.bpkp.go.id diakses tanggal 25 September 2009 54. 55. Peraturan Walikota Lampung No.17 Tahun 2009 Tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung. www.lampungpost.com diakses tanggal 28 Juni 2009 56. 57. Perkembangan franchise di Indonesia tahun 2005-2009. http://www.kreditmart.com diakses tanggal 28 April 2009 58. 59. Priyono, Edi dkk. 2003. Analisis Cost-Benefit Kehadiran Pengecer Besar. Bekasi, Indonesia: Akademika – Center for Public Policy Analysis. 30 April 2009 60. 61. Ramli. 2007. Franchise & Enterpreneur: Pertumbuhan Retail di Indonesia. www.ramli31.blogspot.com. Di akses tanggal 28 April 2009 62. 63. Rizki, Bimo dan Saleh, Samsubar. 2007. Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan: Studi Kasus Propinsi di Jawa Tengah, (h. 223–233). Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang. http://journal.uii.ac.id diakses tanggal 03 Desember 2009 64. 65. Sekaran, Uma. 1992. Research Methods For Business (Metodologi Penelitian Untuk Bisnis), Buku 2 Edisi 4. Jakarta:Salemba Empat. 66. 67. Sopiah dan Syihabudhin. 2008. Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta: Penerbit Andi 68. 69. Tambunan, Tulus TH, dkk.2004. Kajian Persaingan Dalam Industri Retail. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). www.kadiindonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-98-2832-9052008.pdf diakses tanggal 30 April 2009 70. 71. UPT Kota Surakarta. 2009. Alamat Pasar Modern se-Kota Surakarta. Surakarta: Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. 72. 73. Utama, Eriko. 2004. Modul Pelatihan ARCGIS/MAPINFO, Comlabs ITB. Bandung. 74. 75. www.alfamartku.com diakses tanggal 30 April 2009 76. 77. www.bisnis2121.com diakses tanggal 05 Mei 2009
V-ix
78. 79. www.franchise.org diakses tanggal 05 Mei 2009 80. 81. www.indomaret.co.id diakses tanggal 30 April 2009 82. 83. www.pascaldaddy512.wordpress.com diakses tanggal 05 Mei 2009 84. 85.
V-x