Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
PENGEMBANGAN MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC Ofyar Z. Tamin Staf Pengajar Sekolah Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil Fak. Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa No.10 Bandung Telp: (022) 2502350, Fax: (022) 2502350
[email protected]
Dimas B.E Dharmowijoyo Mahasiswa Program S3 Program Studi Teknik Sipil Fak.Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa No.10 Bandung Telp: (022)2502350., Fax: (022) 2502350
[email protected]
Abstrak Tata ruang dan transportasi merupakan dua sistem yang saling mempengaruhi. Sebelumnya kedua sistem ini mempengaruhi hanya dari satu sisi dimana pengembangan wilayah harus didukung oleh sistem transportasi. Ternyata sistem transportasi mempunyai kapasitas sehingga pengembangan wilayah harus diredam disesuaikan dengan kapasitas jaringan prasarana/pelayanan transportasi yang melayani. Ketidakseimabangan antara kedua hal tersebut mengakibatkan kemacetan atau ketidakseimbangan antara supply dan demand. Penelitian ini mencoba untuk menemukan model hubungan antara sistem tata ruang dan sistem transportasi di wilayah perkotaan. Pengembangan tata ruang harus mempunyai opsi sehingga pengembangan dapat memilih investasinya. Selain itu tiap wilayah pengembangan haruslah dilayani oleh jaringan prasarana/pelayanan transportasi yang dapat ditingkatkan kapasitasnya sesuai dengan jenis modanya. Model ini mencoba mendekati pengaruh terbesar yang mengakibatkan kemacetan dan penataan yang diusulkan. Metodologi sistem dinamik diprediksi menjadi metode yang dapat mendeskripsikan hubungan tersebut sehingga sebab terbesar kemacetan dapat diidentifikasi dan usulan penanganan dapat dikembangkan. Kata kunci: tata ruang, jaringan prasarana/pelayanan transportasi, keseimbangan, system dyanamic, system thinking
PENDAHULUAN Transportasi merupakan “public needs” yang perlu selalu diefisienkan operasinnya. Permasalahan transportasi seringkali merupakan suatu gunung es, dimana permasalahan sesungguhnya bisa saja bukan merupakan permasalahan transportasi. Selama ini permasalahan transportasi selalu dipecahkan menggunakan indikator dan model transportasi. Padahal untuk memecahkan permasalahan mungkin dibutuhkan pemecahan permasalahan di sektor lain. Di beberapa kondisi terlihat bahwa masalah transportasi ditimbulkan oleh sulitnya memfungsikan prasarana transportasi sesuai dengan fungsi dan perannya. Hambatan samping dan konflik di jaringan jalan arteri mengakibatkan rendahnya kecepatan rata-rata operasi di jaringan jalan tersebut. Hambatan samping dan konflik tersebut seringkali bukan diakibatkan oleh operasi transportasi tetapi diakibatkan oleh pengembangan tata ruang yang tidak dijaga di sepanjang jaringan jalan arteri. Pengurangan kapasitas persimpangan seringkali disebabkan oleh adanya berkembangnya tata guna lahan di kawasan persimpangan. Sirkulasi masuk ke tata guna lahan di kawasan persimpangan akan menambah tundaan di persimpangan, belum lagi penggunaan kawasan sebagai parkir. Pengembangan tata guna lahan yang dapat membangkitkan bangkitan dan/atau tarikan baru di jaringan jalan arteri akan menambah volume lalu lintas. Selain itu sirkulasinya akan 1267
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
menambah konflik, menambah tundaan dan mengurangi kecepatan rata-rata operasi di ruas jalan tersebut. Pengembangan tata ruang seringkali tidak memperhatikan daya dukung prasarana dan pelayanan transportasi yang melayaninya. Oleh karena itu pengembangan tata ruang terutama dengan jenis tata guna lahan komersial sangat perlu disertai perencanaan daya dukung prasarana dan pelayanan transportasi.
PENGEMBANGAN WILAYAH
PENGEMBANGAN PRASARANA/ PELAYANAN TRANSPORTASI
BANGKITANTARIKAN
KAPASITAS PRASARANA/ PELAYANAN TRANSPORTASI
PENGEMBANGAN WILAYAH LAIN
PENGEMBANGAN JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI
RETRIKSI PENGEMBANGAN WILAYAH
PENGEMBANGAN JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI
Gambar 1 Hubungan antara Tata Ruang dan Sistem Transportasi Daya dukung prasarana dan pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh strategi penyediaan prasarana dan pelayanan transportasi. Suatu rencana pengembangan wilayah perlu diatur dan ditata dengan pembangunan prasarana/pelayanan transportasi yang memadai sehingga bangkitan dan tarikan yang dihasilkan dapat dilayani oleh prasarana/pelayanan transportasi. Selain itu wilayah yang sudah berkembang cukup padat perlu diretriksi pengembangannya sehubungan dengan kondisi prasarana transportasi yang terbatas. Inilah hubungan sebab-akibat antara tata ruang dan transportasi, saling berkait saling berhubungan dan harus saling mendukung. Ketidakseimbangan antara keduanya akan mengakibatkan permasalahan yang tak kunjung usai. Seringkali struktur ruang tidak dapat diatur atau diretriksi dengan mudah atau begitu saja. Ini disebabkan mekanisme pasar harus terus diberlakukan agar pasar dapat hidup dan mencari keseimbangannya sendiri. Tetapi perlu ada insentif lain dan dikembangkannya wilayah lain sebagai pilihan agar asal tujuan perjalanan dapat dipecah tidak ke satu titik saja. Tetapi di wilayah yang sudah berkembang jaringan prasarana/pelayanan transportasi harus terus
1268
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
dikembangkan sesuai dengan permintaannya. Tetapi pengembangan tersebut harus semakin diretriksi agar sesuai dengan kapasitas jaringan transportasi yang mendukung. Pajak pengembangan dapat ditingkatkan di kawasan berkembanga tersebut dengan harapan pengembang juga dapat mengembangkan wilayah lainnya dimana Pemerintah memfasilitasinya dengan insentif. Dengan dasar tersebut maka pengembangan wilayah dapat dikontrol dan transportasi menjadi salah satu alat untuk mengkontrolnya.
KAJIAN KONSEPTUAL Hubungan Antara Tata Ruang Dan Transportasi Pengembangan jaringan transportasi pada awalnya merupakan usaha untuk memfasilitasi pergerakan yang timbul akibat kegiatan sosial dan ekonomi. Pergerakan transportasi atau angkutan barang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang mencoba untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu barang. Oleh karena itu kebutuhan sistem transportasi yang efisien dengan biaya transportasi yang murah menjadi dasar atau acuan dalam perencanaan dan pengembangan sistem transportasi. Perencanaan transportasi sangat dipengaruhi oleh perencanaan tata ruang di suatu zona wilayah yang menjadi fokus studi. Ide atau perencanaan, pengembangan dan pembangunan prasarana transportasi merupakan implikasi dari proses pemenuhan kebutuhan manusia atau peningkatan nilai ekonomis dari suatu barang. Oleh karena itu perencanaan transportasi sangat berkaitan dengan perencanaan atau sistem ekonomi dari suatu wilayah. Seperti diketahui perencanaan transportasi merupakan upaya untuk memutus hambatan ruang dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Ruang atau jarak dan waktu merupakan permasalahan dari manusia atau barang dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia atau barang harus bergerak dari suatu ruang ke ruang yang lain karena di suatu tempat tersebut tidak mungkin manusia atau barang tersebut memenuhi seluruh kebutuhannya. Pada Gambar 2 diperlihatkan skema kebutuhan pergerakan transportasi akibat hambatan ruang dan aplikasi dari jaringan atau prasarana transportasi dalam mengatasinya. Manusia atau barang berpindah dari suatu ruang ke ruang yang lain tentunya mempunyai sebab. Sebab tersebut adalah adanya potensi dari tiap ruang bagi manusia atau barang untuk meningkatkan nilai ekonomisnya atau kebutuhan ekonomisnya. Barang berpindah dari tempat barang tersebut dihasilkan (barang mentah) menuju lokasi pengolahan selanjutnya kemudian dilanjutkan ke lokasi pemasaran. Manusia bergerak dari ruang atau lokasi pemukiman menuju ruang atau lokasi pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Begitu seterusnya, berulang-ulang dan berbalik sesuai dengan perubahan kebutuhan ekonomis. Jaringan transportasi mempunyai peran dalam pemenuhan kebutuhan tersebut untuk menghubungkan ruang-ruang tersebut. Moda transportasi atau sarana mempunyai peran dalam mendistribusikan obyek yang bergerak tersebut baik manusia maupun barang. Setiap moda transportasi memiliki karakteristik tertentu dalam mengangkut manusia dan barang. Karakteristik operasi yang spesifik baik dari kecepatan, kapasitas angkut, axle load dan sebagainya sangat berpengaruh dalam obyek yang akan diangkut.
1269
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
akse sibili tas
RUANG
AKTIVITAS
n ta ba m Ha
g an ru
POTENSI PERGERAKAN
si Kapa
tas
SISTEM TRANSPORTASI
PERFORMANCE INDICATOR
Direpresentasikan oleh: 1. Jaringan transportasi a. Prasarana b. Sarana 2. Pengaturan
Sumber: Santoso, et al (2005) Gambar 2 Skema Pemenuhan Ekonomi Oleh Jaringan Transportasi
Hubungan Antara Transportasi Dan Sistem Kegiatan Sistem transportasi di suatu kota berkaitan erat dengan sistem sosial ekonominya, sehingga kinerja sistem transportasi akan mempengaruhi bagaimana perkembangan dan perubahan perikehidupan sosial ekonomi populasinya, demikian pula sebaliknya. Hubungan tersebut disampaikan pada Gambar 3. Sistem pada Gambar 3 dapat didefinisikan dalam 3 variabel dasar, yakni: T (sistem transportasi), A (sistem kegiatan, yakni pola kegiatan ekonomi dan sosial), dan F (pola lalulintas di dalam sistem transportasi, misalnya: asal-tujuan, rute dan volume lalulintas). Hubungan diantara ketiga variabel tersebut didefinisikan dalam 3 angka (1, 2, dan 3) pada gambar ini yang masing-masing menyatakan: 1. Pola arus lalulintas di dalam sistem transportasi ditentukan baik oleh sistem transportasi maupun sistem kegiatan, 2. Pola lalulintas eksisting akan mendorong adanya perubahan dalam sistem aktivitas dari waktu ke waktu: melalui pola penyediaan pelayanan transportasi dan melalui sumberdaya yang dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan tersebut, 3. Pola lalulintas eksisting juga akan mendorong adanya perubahan dalam sistem transportasi dari waktu ke waktu: sebagai respon terhadap arus lalulintas eksisting atau yang diprediksi maka pemerintah dan/atau operator angkutan akan mengembangkan pelayanan transportasi baru dan/atau memodifikasi pelayanan eksisting,
1270
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
3
Sistem Transportasi
Arus
1
F Sistem Kegiatan
2 Gambar 3 Hubungan Dasar Antara Transportasi dan Sistem Kegiatan1
Hubungan interaktif antara ketiga sistem (T, A, F) akan berlangsung sepanjang waktu. Data kondisi transportasi perkotaan di suatu waktu -misal: tahun tertentu- merupakan potret sesaat (snap-shoot) resultan dari interaksi ketiga sistem tersebut. Oleh karena itu pengumpulan kondisi transportasi secara berkala –idealnya setiap tahun- akan lebih baik dalam memahami interkasi dan permasalahan yang terjadi. Permasalahan umumnya disebabkan oleh gangguan kelancaran interaksi diantara sistem, misalnya: keterlambatan atau ketidaktepatan antisipasi sistem transportasi untuk mengikuti perkembangan sistem aktivitas, dan sebaliknya. Tamin (2000)2 menerjemahkan hubungan antar sistem tersebut dalam konsep transportasi makro sebagaimana disampaikan pada Gambar 4. Dalam sistem transportasi makro tersebut terdiri atas: sistem kegiatan, sistem jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kelembagaan. Semua elem dalam sistem transportasi makro tersebut berinteraksi menghasilkan “realitas” dari kondisi dan kinerja sistem transportasi yang ada. Satu hal terpenting adalah semua sistem tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem kelembagaan (institutional system) yang mengatur pengembangan dan interaksi pada setiap elemen dalam sistem transportasi. Oleh karena itu, penyelesaian masalah transportasi perkotaan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kapabilitas lembaga yang mengelola sistem tersebut.
1
Manheim, Marvin L. (1979) Fundamentals of Transportation System Analysis. Volume 1: Basic Concept, MIT Press, USA. 2 Tamin, Ofyar Z. (2000) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung.
1271
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Sistem
Sistem
Kegiatan
Jaringan
Sistem
Pergerakan Sistem Kelembagaan Gambar 4 Sistem Transportasi Makro 3
Manajemen Kebutuhan Transportasi Definisi Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT) seperti yang dinyatakan oleh Orski (1998) adalah sebagai berikut: … is the art of influencing traveller behaviour for the purpose of reducing travel demand or redistributing travel demand in space and time… Secara umum, konsep MKT tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 5 berikut. Terlihat pada Gambar 5a, pendekatan konvensional mengusulkan berbagai kebijakan peningkatan sistem prasarana transportasi yang dapat mengakomodir besarnya kebutuhan trans-portasi tanpa sedikitpun memperhatikan kondisi sosial, lingkungan, dan operasional yang ditimbulkan oleh pelaksanaan kebijakan tersebut. Tambahan lain tentunya, kebijakan ini membutuhkan biaya yang sangat besar yang tidak mungkin dapat tersedia pada kondisi ekonomi seperti sekarang ini.
3
- Idem – No. 5
1272
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Batasan Lingkungan
KT1
PT1
PT1
KT0
KT2
PT2
PT0
a. Pendekatan Konvensional Catatan:
PT0
b. Pendekatan MKT
KT0 - Kebutuhan transportasi pada situasi ideal PT0 - Prasarana transportasi pada situasi ideal KT1 - Kebutuhan transportasi pada situasi sekarang PT1 - Peningkatan prasarana transportasi dengan pendekatan konvensional KT2 - Kebutuhan transportasi dengan pendekatan MKT PT2 - Peningkatan sistem transportasi secara selektif dengan pendekatan MKT
Gambar 5 Pergeseran paradigma dalam kebijakan transportasi perkotaan Sumber: Ohta (1998)
Akan tetapi, dengan pendekatan MKT seperti terlihat pada Gambar 5b, diusulkan berbagai usaha untuk memperkecil atau meredam kebutuhan transportasi sehingga pergerakan yang ditimbulkannya masih berada dalam syarat batas kondisi sosial, lingkungan, dan operasional. Selain itu, juga diusulkan berbagai usaha peningkatan sistem prasarana transportasi yang akan ditentukan secara sangat selektif tergantung dengan kondisi keuangan yang tersedia serta memperhatikan syarat batas tersebut di atas. Kemacetan yang biasanya terjadi di daerah perkotaan timbul karena proses pergerakan dilakukan pada lokasi yang sama dan terjadi pada saat yang bersamaan pula. Dalam pelaksanaan konsep MKT ini, pembatasan kebutuhan transportasi sama sekali bukan berarti membatasi jumlah pergerakan yang akan terjadi akan tetapi bagaimana mengelola atau mengatur proses pergerakan tersebut agar jangan terjadi pada saat yang bersamaan dan/atau terjadi pada lokasi atau tempat yang bersamaan pula. Pembatasan kebutuhan transportasi dengan cara membatasi pergerakan yang akan terjadi merupakan hal yang sangat keliru karena akan menyebabkan berkurangnya mobilitas penduduk yang akan secara tidak langsung akan berakibat terhambatnya proses pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, kebijakan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan konsep MKT ini harus dapat mengarah pada terjadinya beberapa dampak pergeseran pergerakan dalam ruang dan waktu seperti berikut ini: • Dampak Pergeseran Waktu: proses pergerakan terjadi pada lokasi yang sama, akan tetapi pada waktu yang berbeda; • Dampak Pergeseran Rute/Lokasi: proses pergerakan terjadi pada waktu yang sama, akan tetapi pada rute atau lokasi yang berbeda; • Dampak Pergeseran Moda: proses pergerakan terjadi pada lokasi yang sama dan pada waktu yang sama, akan tetapi dengan moda transportasi yang berbeda;
1273
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
•
Dampak Pergeseran Lokasi Tujuan: proses pergerakan terjadi pada lokasi yang sama, waktu yang sama, dan moda transportasi yang sama, akan tetapi dengan lokasi tujuan yang berbeda.
Metodologi System Dynamic Metodologi System Dynamics telah dan sedang berkembang sejak diperkenaklan pertam kali oleh Jay W Forresster pada tahun 1950-an dan berpusat di MIT Amerika. Sesuai dengan namanya metode ini erat hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensitendensi dinamika sistem-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metodologi ini lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pengertian kita tentang bagaimana tingkah laku sistem itu muncul dari strukturnya. Pengertian ini sangat penting dalam perancangan kebijakan yang efektif. Persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan menggunakan metodologi System Dinamic adalah masalah yang: – Mempunyai sifat dinamik (berubah terhadap waktu) – Struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan-balik (feedback structure) Dalam metodologi sistem dinamik yang dimodelkan adalah struktur informasi sistem yang didalamnya terdapat aktor-aktor, sumber-sumber informasi dan jaringan aliran informasi yang menghubungkan keduanya Dalam pendekatan system thinking dikenal adanya suatu paradigma yang menyatakan bahwa suatu perubahan (perilaku atau dinamika) dimunculkan oleh suatu struktur dimana unsur pembentuk antar unsurnya saling bergantung atau interdependent. Untuk fenomena sosial strukturnya akan terdiri atas struktur fisik dan struktur pembuat kepusan oleh aktor-aktor dalam sistem yang saling berinteraksi. Struktur fisik dibentuk oleh akumulasi (stok) dan jaringan aliran orang, barang, energi dan bahan. Sedangkan struktur pembuat keputusan dibentuk oleh akumulasi dan jaringan aliran informasi yang digunakan oleh aktor-aktor manusia dalam sistem yang menggambarkan kaidah-kaidah proses pembuatan keputusan. Serge (1990) menyatakan bahwa esensi system thinking adalah: • Melihat hubungan saling bergantungan (dipengaruhi dan dapat mempengaruhi atau umpan balik) bukan hubungan sebab akibat searah • Melihat adanya proses-proses perubahan yang berlanjut (on going process), bukan potret-potret sesaat
1274
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Gambar 6 Metodologi System Dynamic
Gambar 7 Contoh Metodologi System Dynamic Kebalikan dari System thinking adalah laundry list thinking (Richmond, 1993) • Membentuk persamaan multinier • Setiap faktor (independet variable) berkontribusi sebagai suatu sebab terhadap akibat (sebab akibat satu arah) • Setiap faktor bertindak sendiri-sendiri • Weighting factors selamanya tetap atau fixed direpresentasikan nilai koefisien • Cara pengaruh suatu faktor terhadap y hanya melalui tanda koefisiennya (positif atau negatif)
1275
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Gambar 8 Contoh Laundry List Thinking
Gambar 9 Contoh System Thinking
PENGEMBANGAN METODOLOGI Metodologi penelitian ini menggunakan konsep sistem dinamik. Tata ruang dan transportasi mempunyai hubungan saling ketergantungan. Ketergantungan tersebut perlu diatur dan ditata sehingga pengembangan wilayah tidak mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Selain itu pengembangan wilayah juga dapat memberikan pendapatan berlebih di wilayah berkembang dimana retriksi diberikan dengan penambahan pajak dalam pengembangan di wilayah berkembang. Tetapi terdapat wilayah lain yang dikembangkan dengan insentif tertentu sehingga pengembang mendapatkan alternatif. Tentunya wilayah tersebut juga perlu dilayani oleh jaringan prasarana/pelayanan transportasi tertentu sehingga mempunyai daya tarik bagi pengembang.
1276
Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009
Bangkitan/ Tarikan
Arus
+
+
Indicator Performance
+
Kapasitas Prasarana/Pelayanan Transportasi
Pengembangan Wilayah
+ +
Penambahan Kapasitas Prasarana/Pelayanan Transportasi
+ Parkir
-
Hambatan Samping
+ Penambahan Kapasitas Jaringan Angkutan Umum
+ Penambahan Kapasitas Jaringan Jalan
Tundaan
Gambar 10 Model Perilaku Sistem Transportasi Perkotaan Pada Gambar 10 disampaikan model hubungan antara tata ruang dan transportasi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Model ini berusaha untuk memdeskripsikan dampak pengembangan wilayah dan jaringan transportasi di dalam sistem transportasi perkotaan. Seluruh dampak yang diakibatkan oleh kedua sektor ini akan mempengaruhi indicator performace sehingga dapat diperlihatkan dampak terbesar dari sistem kegagalan masingmasing sector atau sistem dalam mempengaruhi sistem transportasi perkotaan
1277