1
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INOGRATIF (INOVATIF-INTEGRALISTIK-APLIKATIF) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH Oleh Dr. Mulyana, M.Hum FBS Universitas Negeri Yogyakarta e-mail:
[email protected] / HP.081328817165
Bahasa daerah, memiliki sejumlah muatan, substansi, dan konsep luhu dan jujur tentang pembinaan karakter manusia. Kesempatan besar dan luas dalam proses pembinaan karakter bangsa, sebenarnya ada di sini, yaitu optimalisasi dan maksimalisasi proses pembelajaran bahasa daerah dalam kerangka pembinaan karakter dan moral bangsa. Sayangnya, sampai hari ini boleh dibilang pembelajaran bahasa daerah – yang di hampir semua wilayah di tanah air ini hanya didudukkan sebagai muatan lokal wajib – belum menunjukkan hasil yang menggembirakan sebagaimana yang ditargetkan. Sejumlah keluhan tentang ketidakoptimalan pembelajaran bahasa daerah, terutama menyangkut konsep dan target tercapainya pembinaan karakter, unggah-ungguh, sopan santun, dan sekian anasir terkait dengan kandungan bahasa daerah sebagai bentuk kearifan lokal (local wisdom), nyata harus dianggap sebagai problematika pembelajaran bahasa daerah dewasa ini. Para siswa tumbuh tidak dengan ruh dan kearifan karakter lokal. Sudah saatnya pembelajaran bahasa daerah dibawa ke salon dan dicreambath, diubah gayanya secara inovatif agar lebih kreatif, bersih dan nyaman. Proses pembelajaran bahasa daerah dengan konsep „pembelajaran materi secara INOGRATIF (inovatif-integralistik-aplikatif)‟ adalah solusi yang mampu mendaerahb tantangan jaman. Bahkan, konsep aplikatif yang sudah melewati banyak penelitian dan pengembangan (road map reasearch) ini berkembangan dengan baik di wilayah Yogyakarta. Oleh karena itu, dengan sedikit pembenahan dan penyesuaian, konsep pembelajaran bahasa daerah secara inovatif dan integrative ini kiranya mampu menjadi solusi alternative dalam pengembangan pembelajaran bahasa daerah. Sebagaimana diketahui, bahasa daerah di Indonesia ini bahkan sulit dihitung, karena banyak dan variatifnya. Namun, dalam konsep pembelajaran, setiap bahasa daerah tersebut harus dipetakan dan dikembangkan dengan rumusan dan target yang mantap dan bisa diukur ketercapaiannya. Tujuannya jelas: mengembangkan bahasa daerah dalam kerangka pelestarian eksistensi dan pembinaan karakter bangsa secara menyeluruh. Aplikasi pembelajaran bahasa daerah terintegratif, dimulai dengan: (1) pembelajaran inovatif di kelas dan atau di lapangan, (2) pembelajaran terpadu dengan karakter siswa, dan (3) pembelajaran terintegrasi dengan perkembangan dunia siswa. Pembelajaran inovatif di kelas dan lapangan memerlukan persiapan sarana dan prasarana yang disediakan secara inovatif, pengajar inovatif, dan materi inovatif. Di sini, diperlukan pembenahan menyeluruh semua aspek
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
2
pembelajaran. Para guru, penulis buku pelajaran, penyedia sarana pembelajaran berperan penting menciptakan „semangan belajar bahasa daerah yang inovatif dan kreatif‟. Pembelajaran terpadu dengan karakter siswa, dikembangkan dengan memahami benar bagaimana keseharian siswa, kemudian diintegrasikan dengan materi. Dan yang terakhir, penyesuaian pembelajaran dengan perkembangan dunia siswa sekarang ini. Materi bahasa daerah dan orietasi pengembangannya sudah saatnya dikembangkan sesuai dengan pekembangan dunia siswa. Dengan konsep pembelajaran bahasa daerah yang inovatif-integratif yang teraplikatif, dipastikan dapat memberi manfaat yang nyata.
A. Pendahuluan Indonesia adalah negeri dengan sejuta mutiara budaya dan bahasa daerah. Kekayaan luar biasa ini mesti dikelola dan dikembangkan dengan penuh tanggungjawab dan professional. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah pengembangan lewat dunia pendidikan. Namun, perlu diketahui, dalam mengelola pembelajaran bahasa daerah di dunia pendidikan, banyak faktor yang dapat berpengaruh dalam mencapai kualitas yang diinginkan. Faktor-faktor tersebut antara lain: kualitas input siswa, instrumental input (seperti kurikulum, guru, sarana dan prasarana pendidikan, manajemen yang dianut, pemerintah daerah, lingkungan, dan masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung, serta out put atau standar hasil yang diharapkan. Belum lagi kondisi setiap sekolah memiliki sejumlah problem yang relatif berbeda kadarnya satu dengan lainnya. Kesalahan atau bahkan penyelewengan pengelolaan yang dilakukan oleh oknum dunia pendidikan yang mungkin terjadi di sekolah-sekolah juga patut menjadi perhatian, apabila kita ingin memperbaiki keadaan yang ada. Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi pembelajaran bahasa daerah di dunia pendidikan yang dirasakan kurang menguntungkan itu, sebenarnya
telah
diantisipasi dengan diberlakukannya kurikulum dan materi aplikatif dalam proses pembelajaran, yaitu KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) yang berbasis pada kondisi nyata dan kompetensi siswa. Kurikulum ini diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah besar dan krusial yang dihadapai para pengelola pendidikan. Salah satu masalah besar yang banyak diperbincangkan hingga hari ini adalah rendahnya kualitas prestasi belajar siswa. Intinya, pendidikan kita kurang menempatkan subjek didik secara proporsional. Apa yang diluncurkan Direktorat PLP dalam buku Pedoman Pembelajaran Tuntas (PPT), dijelaskan bahwa sebagai subjek didik, siswa kurang mendapat tempat untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh),
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
3
kreatif, objektif, dan logis (Direktorat PLP, 2004:2). Pembelajaran bahasa daerah juga belum memanfaatkan quantum learning sebagi salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual. Suyata (1998:3) menganjurkan dunia pendidikan harus segera melakukan pembaharuan diri (self-renewal), mencari format yang cocok dengan kebutuhan (reinventing), menata kembali organisasi dan kultur sekolah (restructuring). Ringkasnya, bahasa daerah harus berkembang di dunia pendidikan. Bahasa daerah harus menjadi pelajaran favorit siswa di sekolah. Pengelolaan proses pembelajaran bahasa daerah harus lebih ditingkatkan lagi untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Harus diakui, selama ini proses pembelajaran yang dilakukan kebanyakan guru terbukti kurang mendalam dan kurang variatif. Beberapa guru bahasa bahasa daerah, baik SD, SMP, maupun SMA, hanya menggantungkan proses pembelajaran di kelas berdasarkan buku, tanpa pengembangan yang berarti. Bergantung pada buku dalam belajar memang baik, namun guru harus mencari format pengembangan sendiri secara lebih luas dan aplikatif. Para guru kiranya perlu mencari format yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut.
B. Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Daerah Persoalan peningkatan pembelajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah, perlu segera dicari solusinya dengan mengembangkan model pembelajaran yang sesuai. Model yang dimaksud adalah pengembangan penmbelajaran yang berangkat justru dari sejumlah factor penghambat yang langsung dihadapi siswa dan guru dalam proses pembelajarannya. Faktor ini perlu diupayakan peningkatan kualitas dan efektifitasnya dengan berkesinambungan. Secara umum, syarat kongkrit pembelajaran adalah tersedianya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kebutuhan proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa. Faktor ini perlu dipikirkan sebelum dan selama proses pembelajaran berlangsung. Selama ini sekolah-sekolah yang minim sarana dan prasarana pembelajarnnya
terbukti
kurang
mampu
meningkatkan
prestasi
belajar
dan
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal ini tidak dapat disangkal, karena kemampuan dan pengalaman siswa tidak tersalurkan dengan tidak adanya sarana
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
4
belajar. Beberapa sarana dan prasarana proses pembelajaran yang harus diprioritaskan antara lain adalah: (a) perpustakaan yang memadai; buku-buku atau media pembelajaran bahasa daerah perlu disediakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan siswa mendalami bahasa daerah. Buku-buku tentang wayang, adat daerah, kitab-kitab atau karya sastra daerah, dan budaya daerah pada umumnya perlu tersedia, (b) ruang belajar yang nyaman, kalau sekolah mampu perlu adanya pusat belajar bahasa dan budaya daerah, laboratorium bahasa dan budaya daerah, (c) gedung sekolah yang representatif, (d) ruang sosialisasi yang luas.
1. Pembelajaran Bahasa Daerah secara Inovatif Kepala sekolah dan guru di sekolah adalah para innovator pembelajaran. Keduanya harus secara bersama-sama terus menerus mengupayakan peningkatan metode pembelajaran yang selama ini telah diterapkan. Sebagai pimpinan, kepala sekolah senantiasa memantau bagaimana para guru melaksanakan tugasnya dalam proses pembelajaran. Beberapa guru yang kurang atau tidak berkembang dalam kegiatan
pembelajaran
perlu
ditingkatkan
kemampuannya
agar
dapat
mengimplementasikan kurikulum yang dianut dengan cara yang tepat dan efektif. Metode pembelajaran yang dapat dilakukan dan dikembangkan guru antara lain adalah: (1) metode ceramah dan tatap muka yang efisien, (2) metode pengalaman belajar yang sesuai dan mendidik, dan metode aplikatif lainnya yang lebih rekreatif dan edukatif. Misalnya siswa langsung diajak melihat hasil budaya daerah, terjun langsung di pasarpasar tradisional untuk praktek berbahasa daerah, dan sebagainya. Kepala sekolah dan guru harus memberi ruang interaksi kepada siswa secara harmonis,
menempatkan
mereka
pada
posisi
yang
paling
menguntungkan
perkembangan psikologis pendidikan yang dilaluinya. Status, kedudukan, dan peran siswa dikelola dan ditempatkan secara bijak dan terhormat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengangkat harkat dan martabat manusia. pada aplikasinya, sekolah seharusnya menerapkan kewajiban: satu atau dua hari berbahasa daerah di sekolah. Kegiatan ini, di samping melatih kemampuan siswa, juga akan membangun kemuliaan budi pekerti siswa dan seluruh elemen yang terkait di sekolah. Secara periodik proses pembelajaran harus dievaluasi untuk mendapatkan laporan dan gambaran keadaan dan hasil yang telah dicapai. Evaluasi sangat penting
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
5
untuk melangkah pada kegiatan dan tujuan berikutnya. Mengajarkan bahasa daerah sama sekali berbeda dengan mengajarkan masalah-masalah bahasa daerah. Harus diakui, materi bahasa daerah yang diajarkan guru di sekolah dasar dan menengah didominasi oleh materi abstrak yang kurang aplikatif. Misalnya, materi bahasa Jawa atau bahasa Sunda, yang penuh dengan materi kognitif yang harus dihafalkan siswa. Apalagi, berdasarkan amatan valid yang telah dilakukan, banyak terjadi miskomunukasi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar bahasa daerah. Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran favorit: misalnya (1) menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa daerah baik di rumah maupun di sekolah, (2) menyesuaikan bahan/materi pelajaran bahasa daerah, dalam arti persoalan atau muatannya harus diusahakan sesuai dengan lingkungan dan pemahaman siswa sehari-hari, (3) sekolah harus menyiapkan manajemen berupa pendanaan dan strategi pembelajaran bahasa daerah yang efektif dan efisien, dan (4) guru, sekali lagi adalah sosok orang yang perilakunya bisa digugu lan ditiru, oleh karena itu guru adalah suri teladan siswa. Hubungan dengan siswa yang bersifat positif perlu dijalin sedemikian indah dan penuh kasih sayang, dengan tujuan menimbulkan kesan baik terhadap guru dan mata pelajaran yang diajarkannya. Tidak ada salahnya guru memberi hadiah atau tanda prestasi bagi siswa yang nilainya baik untuk mata pelajaran bahasa daerah
2. Pengembangan Bahasa Daerah secara Integralistik Bahasa daerah merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang memiliki status dan kedudukan yang amat penting. Oleh karena itu bahasa daerah mempunyai hak sepenuhnya untuk dihormati dan dipelihara oleh negara. Dalam realisasinya, bentuk penghormatan dan pemeliharaan terhadap bahasa itu salah satunya ialah dengan memasukkan bahasa daerah sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah (formal) yang wilayahnya termasuk penutur bahasa daerah. Dari segi permasalahan di atas, terlihat bahwa bahasa daerah secara kultural sangat dekat dengan kehidupan dan kognisi siswa. Namun kenyataannya, permasalahan klasik tentang bahasa daerah sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak disenangi siswa masih terus menerus dikeluhkan guru, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
6
Berkaitan dengan kehidupan berbahasa daerah, yang disinyalir semakin merosot di kalangan generasi muda; dunia pendidikan juga tidak boleh tinggal diam atau masa bodoh karena merasa sudah menjalankan pengajaran bahasa daerah di sekolah. Pelajaran Bahasa daerah di lingkungan SD/MI, SMP/Mts, SMA/SMK/MA memerlukan penataan ulang secara menyeluruh (Panduan KBJ IV, 2005:1). Pemantapan kurikulum, peneingkatan kompetensi guru, penerbitan dan penyediaan buku-buku ajar (termasuk buku bacaan fiksi), serta sistem evaluasinya perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar. Bahasa daerah memang sudah diajarkan di sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di seluruh tempat yang wilayah penduduknya menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari. Namun sayangnya, kondisi dan pola pembelajaran bahasa daerah saat ini masih menempatkan bahasa daerah sebagai bahan atau materi untuk DIPELAJARI bukan DIGUNAKAN. Akibatnya, bahasa daerah menjadi bahan pelajaran yang tidak integral dengan kehidupan siswa itu sendiri. Meskipun pendekatan komunikatif sudah dikembangkan sejak 1988-an, kenyataannya bahasa daerah belum menyatu dengan siswa (Wibawa, 1993:3). Siswa merasa jauh dan tidak mengenal bahasanya sendiri. Padahal mereka adalah pemilik asli bahasa daerah. Sejalan dengan rekomendasi Dialog Nasional Bahasa Sastra dan Budaya Daerah yang diadakan di Universitas Negeri Yogyakarta (tahun 2002) ketika itu, pembelajaran bahasa daerah di sekolah perlu direvitalisasi. Artinya pembelajaran bahasa daerah perlu disegarkan kembali dengan semangat pengembangan dan pelestarian secara proporsional. Siswa diarahkan supaya berani dan mampu tampil menggunakan bahasa daerah dengan baik dan benar (trep kaliyan kawontenan). Ini tampaknya justru lebih sesuai dengan apa yang terjadi di Suriname. Perbedaan kondisi dan ruh pembelajaran bahasa daerah di Daerah (Indonesia) dengan Suriname adalah, kalau di Indonesia, semangat pembelajaran bahasa daerah adalah “menjaga kerusakan dan kepunahan”, sementara di Suriname semangat pembalajaran bahasa daerah adalah “bagaimana menggunakannya”. Ini jauh lebih relevan untuk pengembangan bahasa dan budaya daerah di era global saat ini. oleh karena itu, arah pembelajaran bahasa daerah harus diluruskan menjadi: “mempelajari bahasa daerah untuk digunakan dalam komunikasi sehari-hari”. Dan inilah ruh
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
7
sesungguhnya pengembangan pembelajaran bahasa daerah di Indonesia. Pembelajaran bahasa daerah harus bersifat APLIKATIF! Seperti telah dimafhumi, bahan pengajaran bahasa daerah di sekolah berisi antara lain paramasastra (tata bahasa), undha usuk (tingkat tutur), aksara daerah, tembang, susastra, cerita-cerita lokal, dan aspek budaya lainnya. Materi yang masuk dalam pengajaran Paramasastra daerah harus diakui, memang penuh dengan kaidahkaidah atau aturan-aturan struktural yang rumit (lihat kembali buku-buku paramasastra bahasa daerah). Sangat mungkin, materi inilah salah satu yang menjadikan siswa “alergi” dan merasa ora dhong dengan bahasanya sendiri. Bentuk-bentuk dan sejumlah istilah paramasastra yang sulit dihafal memungkinkan siswa merasa bosan mempelajarinya. Sementara para guru masih saja mengajarkan persoalan tersebut secara struktural. Misalnya, salah satu materi gramatika bahasa Jawa tentang morfologi (rimbag tembung); bentuk dakgawa „saya bawa‟ rimbag-nya disebut sambawane tanggap utama kriya wantah (Antunsuhono, 1956:23). Bagaimana siswa dapat menghafal istilah tersebut? Dan apa manfaatnya untuk pengalaman belajar mereka? Belum lagi mereka dipusingkan oleh gejala-gejala bahasa yang sulit dijelaskan, misalnya peristiwa dwi lingga saling swara (perulangan bentuk dasar berubah fonem), camboran tugel (kata majemuk singkatan), dan sebagainya. Idealnya, bahasa daerah yang notabene adalah bahasa sehari-hari (bahasa ibu) para siswa dapat dengan mudah dipahami dan dipelajari oleh siswa. Lebih dari itu seharusnya mata pelajaran ini dapat pula menjadi mata pelajaran favorit mereka. Tidak perlu berargumentasi, sangat jelas tampak, apabila bahasa daerah dapat menjadi mata pelajaran favorit di sekolah-sekolah, maka bisa diramalkan kehidupan berbahasa daerah akan lebih kondusif dan menggembirakan. Jadi perlu diupayakan bagaimana menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran yang ditunggu-tunggu oleh siswa. Sebagaimana semangat mereka berteriak kegirangan karena mendengar bel istirahat atau bel pulang. Jadi, mengapa upaya ke arah tersebut tidak segera dilakukan? Sikap positif terhadap bahasa daerah perlu ditanamkan baik di rumah maupun di sekolah, selama ini terjadi sikap mendua yang dilakukan oleh masyarakat kita. Penghargaan mereka hanya terjadi selama di rumah dan lingkungan sosialnya, sementara di sekolah terjadi sikap sebaliknya. Bisa juga terjadi, oleh orang tuanya, siswa justru ditanamkan sikap “meremehkan bahasa daerah”. misalnya anak tidak
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
8
disarankan belajar bahasa daerah, tetapi belajar yang dianggap “lebih penting” misalnya pelajaran matematika, bahasa Inggris, IPA, dan lainnya. Orientasi orang tua jelas telah terpengaruh dominasi global yang mengubah arah pendidikan dari pembangunan watak bangsa ke menempati posisi sosial tertentu. Keberhasilan pendidikan identik dengan keberhasilan mencapai derajat hidup secara sosial dan ekonomis (Kuntoro, 2001:3). Dibanding pelajaran eksakta, pelajaran bahasa daerah dirasa kurang memberikan kontribusi bagi kesuksesan hidup seseorang. Sering kali terdengar hardik melecehkan, “rasah sinau basa daerah” (tidak perlu belajar bahasa daerah) atau “Mlebu jurusan basa daerah arep dadi apa?!” (masuk di jurusan bahasa daerah mau jadi apa?) Harus diakui, banyak orang tua yang sudah tidak merasa perlu lagi berkomunikasi dengan anaknya menggunakan bahasa daerah. mereka lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari. Bahkan, banyak orang tua yang berprofesi atau berkecimpung langsung dengan dunia bahasa dan budaya Daerah, namun tetap tidak merasa perlu memilihnya sebagai bahasa kemunikasi sehari-hari di rumah. Di sini sekali lagi tampak sikap negatif terhadap bahasa sendiri. Dibandingkan dengan bahasa Indonesia, atau bahasa gaul Betawian, bahasa daerah berada pada posisi under dog, bahasa daerah adalah bahasa ndesa! Oleh karena itu, sekaranglah saatnya, menanamkan sikap positif terhadap bahasa daerah dengan cara mengaplikasikan dalam kehidupan berbahasa baik di rumah maupun di sekolah.
3. Pembelajaran Bahasa Daerah secara Aplikatif Pembelajaran bahasa daerah di sekolah perlu ditata dengan lebih terarah dan dibuat
lebih
aplikatif
dan
menyenangkan.
Konsep
“aplikatif”
dan
“lebih
menyenangkan” sangat penting diperhatikan untuk memenuhi rasa menyatu dengan materi sehingga tumbuh rasa kenyamanan dan menumbuhkan minat belajar siswa terhadap bahasa daerah. Upaya ke arah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara atau teknik pengajaran efektif dan efisien, antara lain: a) Teknik Rekreasi atau Outbond Materi bahasa daerah banyak menuntut guru untuk menunjukkan kepada siswa tentang hasil-hasil budaya Daerah. Dalam proses pembelajaran yang lebih menyenangkan, guru atau pihak sekolah harus memprogram berapa kali atau kemana saja siswa diajak pergi rekreasi atau outbond untuk belajar bahasa dan budaya Daerah
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
9
secara nyata. Tempat yang perlu dikunjungi antara lain, museum batik, museum wayang, museum keris, perpustakaan, keraton, candi, pasar, pertunjukan wayang, pertunjukan kesenian daerah, lokasi peninggalan sejarah, atau tempat budaya Daerah lainnya. Cara ini jelas membutuhkan dana. Namun, perlu dicatat, teknik ini tidak harus ke tempat yang jauh dan mahal. Guru harus bisa menyesuaikan antara materi dengan dana yang tersedia. Dibanding hanya belajar di kelas secara klasikal, belajar dengan cara melihat langsung dapat menyegarkan semangat siswa dalam belajar mata pelajaran tertentu. Di museum naskah lama misalnya, guru bisa membacakan naskah aksara Daerah kepada para siswa. Atau menceritakan proses pembuatan wayang kulit purwa beserta sejarahnya. Di pasar, para siswa diajarkan bagaimana cara menawar dagangan dengan menggunakan bahasa daerah. Demikian seterusnya. Pelajaran bahasa daerah semestinya paling banyak menggunakan teknik rekreasi dalam pembelajarannya. Dengan cara ini, siswa pasti akan menyambut jam mata pelajaran bahasa daerah dengan penuh keceriaan. b) Teknik Mempermudah Belajar Pada bagian awal telah disinggung, bahwa materi bahasa daerah dirasakan lebih rumit dan sulit dibanding bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Sekarang ini perlu dibicarakan terlebih dahulu, sebenarnya apa yang akan dilestarikan dan dikembangkan dari bahasa daerah? Apakah paramasatra, tembang, aksara Daerah, unggah-ungguh,atau lainnya. Setiap materi tersebut harus mampu mendaerahb untuk apa diajarkan dan dikembangkan kepada generasi muda (anak didik) di sekolah-sekolah. Untuk apa paramasatra diajarkan? Untuk apa tembang diajarkan? Untuk apa siswa diwajibkan bisa membaca dan menulis aksara Daerah? apa manfaatanya mengajarkan unggah-ungguh basa? Dan seterusnya. Kalau sudah tidak relevan, tidak perlu bersedih kalau materi tertentu tidak diajarkan kepada anak didik di sekolah. Masih relevankah siswa mengetahui nama-nama anak binatang, nama kembang, atau alat-alat pertanian, sementara binatang, tanaman dan alat tersebut sudah tidak ada lagi (punah). Belajar adalah mempermudah sesuatu yang semula sulit. Jangan sampai terjadi siswa justru merasa semakin kesulitan karena belajar bahasa daerah. Konsep mempermudah adalah menyesuaikan dan menyederhanakan bahan/materi pelajaran bahasa daerah, dalam arti persoalan atau muatannya harus diusahakan sesuai dengan lingkungan dan pemahaman siswa sehari-hari, (tidak perlu lagi membuat contoh-contoh yang sama sekali asing bagi
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
10
pengetahuan dan pengalaman siswa). Dalam hal ini guru harus terus menerus meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar sehingga mampu memformulasikan materi secara lebih mudah (Sudirman dkk, 1992:4). Bila keliru, guru harus bersedia menerima kritikan dengan bijaksana. c) Teknik Lomba atau Kompetisi Materi Teknik ini perlu dijalankan atau diprogram secara periodik. Bisa setiap bulan sekali atau menyesuaikan materinya. Lomba atau kompetisi dapat memacu kemampuan siswa lebih tinggi dari biasanya. Alasannya, lomba menyangkut beberapa aspek; misalnya harga diri, kebanggaan, kesenangan, kepuasan, dan perjuangan. Guru yang jeli dapat dengan mudah menentukan materi apa yang dapat dilombakan untuk memacu kemampuan siswa. Misalnya lomba menulis aksara Daerah halus dan benar, mengarang tembang Macapat, melagukan tembang macapat, menggambar wayang kulit, kaligrafi aksara Daerah, menjadi pranatacara, lomba sesorah (pidato), lomba ketoprak, drama Daerah, lomba dongeng, atau materi lainnya. Lomba bisa antar siswa dalam satu kelas, atau antar kelas dalam satu sekolah. Dan seterusnya. Bagi siswa yang berprestasi (atau menjadi juara) beri mereka penghargaan dan hadiah, tidak perlu mahal. Umumkan kejuaraan tersebut di hadapan siswa-siswa lainnya (misalnya waktu upacara hari Senin). Cara ini jelas dapat mengangkat citra dan rasa bangga siswa terhadap kemampuannya dan kemandiriannya (Freire, 1977:23). Pada gilirannya, bahasa daerah pasti dapat menjadi kenangan indah di hati siswa hingga mereka dewasa kelak. d) Teknik kesantunan, kesabaran dan keteladanan Ini adalah teknik yang perlu dan penting dimiliki setiap guru atau pengajar bahasa daerah, baik di tingkat sekolah dasar maupun lanjutan. Tujuannya tidak ada lain kecuali membangun citra baik dalam proses pembelajaran bahasa daerah. Dulu, konon, guru matematika bisa dipastikan galak dan suka main bentak. Akibatnya, matematika adalah momok yang menakutkan siswa. Kehadiran guru matematika identik dengan ketakutan siswa. Mencoba mengambil analogi terbalik dari kasus tersebut, maka untuk menjadikan sebuah mata pelajaran menjadi disenangi dan bahkan menjadi favorit bagi siswa, antara lain adalah menampilkan guru yang santun dan sabar. Jangan cepat gusar apabila mendapati siswanya selalu kesulitan membaca aksara Daerah. Jangan sekali-kali menghukum dengan hukuman yang keras, hanya gara –gara siswanya salah menulis /dh/ selalu menjadi /d/ saja. Guru, sekali lagi adalah sosok orang yang perilakunya bisa
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
11
digugu lan ditiru, oleh karena itu jadilah guru sekaligus pendidik dan orang tua bagi mereka. Hubungan dengan siswa yang bersifat positif perlu dijalin sedemikian indah agar timbul kesan baik terhadap guru dan mata pelajaran yang diajarkannya. Tidak ada salahnya guru memberi hadiah atau tanda prestasi bagi siswa yang nilainya baik untuk mata pelajaran bahasa daerah. Materi bahasa daerah sarat dengan moral dan budi pekerti mulia. Oleh karena itu guru bahasa daerah harus dapat menjadi panutan bagi siswanya. Jangan sampai terjadi atau terdengar berita guru bahasa daerah tertangkap polisi garagara main judi sambil menonton wayang. Kesabaran dan sikap santunnya dalam mengajar pasti akan dikenang siswa sepanjang hayat. Sikap terakhir terkait dengan materi aplikatif adalah proses belajar mengajar harus bersifat aplikatif dalam keseharian siswa (terutama di lingkungan sekolah). Memang waktunya sangat terbatas, namun yang urgen adalah modal menanamkan kebiasaan. Inilah yang oleh orang dahoeloe disebut sebagai metode pakulinan (metode kebiasaan). Segala hal akan menjadi kenal, bisa, dan bahkan mudah apabila dibiasakan. Tidak terkecuali mengembangkan bahasa daerah di dunia pendidikan.
C. Penutup Tersedianya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kebutuhan proses pembelajaran adalah satu hal. Hal lain adalah model pengembangan proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa. Faktor ini perlu dipikirkan sebelum dan selama proses pembelajaran berlangsung. Selama ini sekolah-sekolah yang minim sarana dan prasarana, miskin inovasi dan kreativitas dalam pembelajarnnya terbukti kurang mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini tidak dapat disangkal, karena kemampuan dan pengalaman siswa tidak tersalurkan dengan tidak adanya kondisi atau suasana akademis yang kondusif. Beberapa aspek yang pernting dalam pengembangan pembelajaran bahasa daerah antara lain adalah: (a) perpustakaan yang memadai, (b) ruang belajar yang nyaman, (c) gedung sekolah yang representatif, (d) ruang sosialisasi yang luas, dan d) proses pembelajaran yang inogratif (inovatifintegralistik-aplikatif). Bahasa daerah yang dikemas, dikembangkan dan dikelola dengan baik akan menjadi modal besar bagi suatu bangsa untuk menata dan mengembangkan karakter sesuai dengan local wisdom sendiri.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
12
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1998. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta. Direktorat Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar. 1968. Kurikulum Sekolah Dasar. Jakarta. Freire, Paulo. 1977. Pedagogy of The Oppressed. Aucland New Zealand: Penguin Bokks. Hadiatmaja, dkk. 1998. Pengajaran Bahasa daerah di Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Deopdikbud. Kedaulatan Rakyat. 2006. “KBK ditarik Kembali”, Edisi 22 Februari. Kuntoro, Sodiq A. 2001. Pendidikan dalam Perspektif tantangan Bangsa: Kajian Pendidikan Sepanjang Masa. Pidato Dies Natalis UNY. Muhammad, Hamid. 2004. Refleksi Pelaksanaan KBK pada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Yogyakarta: Depdikbud-UNY. Mulyana. 2002. “Mengeliminasi Kejahatan Pendidikan di Indonesia”. Surat Kabar Harian (SKH). Bernas, 6 Mei. Mulyana. 2004. “Menyoal Kemerosotan Dunia Pendidikan Kita”, dalam Daerah Pos Radar Jogja. Mulyasa, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Panduan Praktis. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Nurhayati, Endang. 1991. Peranan Bahasa Daerah terhadap Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Seminar Nasional Bahasa Indonesia. Panitia KBJ IV. 2005. Panduan Pemakalah Kongres Bahasa Jawah (KBJ) IV. Semarang. Prawiradisastra, S. 1991. Paramasastra Jawi Salebeting Piwulang Basa Jawi Sekolah Dasar. Yogyakarta: Penyuluhan Guru Sekolah Dasar Sudirman. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sumantri, 2005. “Upaya Kepala Sekolah Membangun Sekolah Yang Efektif dan Efisien menuju Hasil Belajar yang Berkualitas”, Makalah Calon Kepala Sekolah. Suryabrata, S. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Radali. Suyata. 1998. Perbaikan Mutu Pendidikan Transformasi Sekolah dan Implikasi Kebijakan. Pidato Guru Besar UNY.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
13
Taufiq Ismail. 2005. Pencucian Citra SDM Warisan Kolonial, Peletakan Paradigma SDM Baru; Mungkinkah?. Yogyakarta: UNY
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu