PENGEMBANGAN MODEL MESIN PENGERING METODE VAKUM UNTUK PENGERINGAN KAYU KUMEA BATU
MUHAMMAD SAKTI MUHAMMADIAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DESERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul βPengembangan Model Mesin Pengering Metode Vakum Untuk Pengeringan Kayu Kumea Batuβ adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir desertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Muh.Sakti Muhammadiah NIM F164070081
ABSTRACT Muhammad Sakti Muhammadiah. Development Model The Dryer Method A Vacuum To Drying Of Wood Kumea Batu. Under the Supervision of Budi Indra Setiawan, Erizal, Leopold O. Nelwan, And Naresworo Nugroho Currently, exporters of wood crafts have suffered many losses due to the rejection of their products by the importers. The reason is that many of their crafting goods are cracked after arriving in the countries of destination. The problem is caused by the difference in equilibrium moisture content. The extreme changes of humidity and temperature in the destination countries, which are mostly of temperate regions with equilibrium moisture content of around 10 percent, cause the occurrence of adaptation in moisture content. Consequently, shrinkage or expansion of wood might occur resulting in cracks. Problem in wood drying in Indonesia is particularly experienced by small scale or home industries where small and appropriate dryers are not available. So far, they usually use conventional dryers with bigger or over capacity (>25 m3) and longer drying time. More efficient and appropriate dryer is needed to overcome the problem. A new method by means of vacuum drying might be suitable for that purpose. However, characteristics of such vacuum drying have not been known specifically. Also, this kind of dryer has not been available in the domestic market. Therefore, an experiment was conducted by developing a vacuum dryer model designated for drying of kumea wood. The objectives of this research were: (a) to design and construct a model of vacuum dryer for wood, (b) to know the performance of the vacuum dryer, (c) to study the drying mechanism of kumea wood, and (d) to design small scale vacuum dryer for home industry. The vacuum dryer model was successfully made with a capacity of 0.017 m3 using convective heating. The performance of this machine was shown by its ability to dry materials at a pressure of below 1 Atm with controllable temperature. The change in wood moisture content in this vacuum drying was indicated by its decrease of around 67% at pressure condition of 64 cmHg and temperature of 45oC. Variables used in the process of vacuum drying affecting the wood moisture content were temperature, drying time and vacuum pressure. With combination of treatments of pressure and temperature of 34 cmHg, 49 cmHg, 64 cmHg and 45oC, 55oC, 75 oC, respectively, the drying rate constant (k) was around 0.015/minute or equivalent to a moisture content decrease of 0.9/h. At constant temperature, the lower the pressure of the drying chamber the higher the drying rate was; and at constant pressure, the lower the temperature of the drying chamber the lower the drying rate was. At observed and predicted temperatures that were not far different, a mathematical model was developed showing the relationship of the pressure and temperature of the drying chamber towards the value of the drying rate constant π.πππ (k), i.e., π€ π, π = π. ππππ π.πππ π π .This mathematical model could be applied to study the heat and mass transfers in the thin layer wood vacuum drying with convective heating. This research finally resulted in small scale vacuum dryer using hot vapor flown into a heat exchanger mounted inside the drying chamber with a volume capacity of 10.5 m3. Keywords: design, construction, vacuum drying, βkumeaβ wood, convective
RINGKASAN Muhammad Sakti Muhammadiah. Pengembangan Model Mesin Pengering Metode Vakum Untuk Pengeringan Kayu Kumea Batu. Dibimbing oleh Budi Indra Setiawan, Erizal, Leopold O. Nelwan, dan Naresworo Nugroho Indonesia memiliki potensi hutan sekitar 4.000 jenis kayu, dan diperkirakan 400 jenis diduga akan memegang peranan penting dikemudian hari. Dari 4000 jenis tersebut 258 jenis yang diperdagangkan, paling tidak secara lokal. Sementara sampai tahun 1986 baru sekitar 95 jenis yang telah diteliti sifat dasarnya secara lengkap dan sifat dasar kayu lainnya baru sebagian diteliti Komoditi industri kehutanan merupakan salah satu produk sumberdaya alam yang perlu dikembangkan. Melihat kekuatan sumberdaya kehutanan cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia dapat memainkan peran yang penting sebagai negara penentu pasaran kayu khususnya menyangkut barang kerajinan dan bangunan. Kepentingan pengembangannya tidak hanya bertumpu pada perkembangan permintaan dalam negeri, tetapi juga pada potensi ekspor yang cukup besar.. Selama ini banyak kerugian yang dialami pihak eksportir karena produk mereka dikembalikan oleh pihak pemesan. Hal ini dikarenakan barang kerajinan mengalami cacat keretakan setelah berada di negara pemesan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kadar air seimbang. Perubahan kelembaban udara dan temperatur yang ekstrim di negara tujuan, yang umumnya memiliki empat musim dengan kadar air seimbang mencapai 10%, menyebabkan terjadinya penyesuaian kadar air kayu, sehingga mengakibatkan barang kerajinan tersebut mengalami penyusutan dan pengembangan sehingga menjadi retak Pengering yang saat ini banyak digunakan pelaku usaha furniture kebanyakan pada skala besar yaitu pengeringan konvensional yang membutuhkan investasi besar dan volume pengeringan kayu > 25 m3, ini menjadi permasalahan bagi pengrajin kecil (UKM), karena pada produknya pengrajin hanya membutuh pengeringan kayu ukuran (skala) kecil. Tujuan penelitian ini untuk mendesain dan membuat model mesin pengeringan vakum kayu,mengetahui kinerja dari model mesin pengering vakum kayu,Mengetahui mekanisme pengeringan vakum kayu kumea dan mendesain sistem pengeringan kayu vakum skala kecil . Manfaat penelitian dapat meningkatkan kualitas kayu kumea batu, mempersingkat waktu pengeringaan, industri kayu skala kecil (rumah tangga) dapat membuat produk untuk pangsa pasar export dan sebagai dasar pengembangan suatu sistem pengeringan kayu metode vakum Penelitian ini telah berhasil dibuat mesin model pengering metoda vakum disertai pemberian panas secara konvektif dengan kapasitas ruang pengering sebesar 0.017 m3, kinerja mesin ini dapat mengeringkan bahan dibawah tekanan 1 atm dengan kondisi tekanan dan temperatur yang dapat dikendalikan. Perubahan kadar air kayu pada pengeringan metode vakum mengalami penurunan sekitar 67% kadar air basis kering pada kondisi tekanan 85.33 kPa dan suhu 45oC dibandingkan dengan metode pengeringan konvensional dengan suhu yang sama.
Variabel proses pengeringan metode vakum yang berpengaruh terhadap kadar air kayu adalah pertama suhu pengeringan, kedua waktu pengeringan dan ketiga tekanan vakum pengeringan. Konstanta laju pengeringan (k) pada pengeringan kayu menggunakan pengering vakum dengan pemberian panas secara konveksi dengan variasi tekanan dan suhu ruang pengering masing-masing 34 cmHg, 49 cmHg, 64 cmHg dan 45oC, 55oC, 75 oC berkisar 0,015/menit atau setara dengan penurunan kadar air basis kering 0.6-0.9 %/jam. Pada suhu konstan, semakin rendah tekanan ruang pengering maka laju pengeringan semakin besar dan pada tekanan konstan, semakin rendah suhu udara ruang pengering maka laju pengeringan juga semakin kecil. Suhu udara hitung dengan suhu prediksi tidak berbeda jauh dan diperoleh persamaan model matematika hubungan antara tekanan ruang pengering dan suhu udara ruang pengering terhadap nilai konstanta laju pengeringan (k), yaitu : π.πππ π€ π, π = π. ππππ π.πππ π π Model matematis dapat diaplikasikan untuk mengkaji perpindahan panas dan perpindahan massa pada pengeringan kayu lapisan tipis menggunakan pengering vakum dengan pemberian panas secara konvektif. . Kata Kunci: Pengering,kayu kumea, vakum, konvektif
Β© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN MODEL MESIN PENGERING METODE VAKUM UNTUK PENGERINGAN KAYU KUMEA BATU
MUHAMMAD SAKTI MUHAMMADIAH
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Desrial, M.Eng 2. Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc Ujian Terbuka : 1. Prof.Dr. H. Husain Syam, M.TP 2. Dr.Ir. Dyah Wulandani, M.Si
Judul Disertasi
: Pengembangan Model Mesin Pengering Metode Vakum Untuk Pengeringan Kayu Kumea Batu
Nama
: Muhammad Sakti Muhammadiah
NIM
: F164070081
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. Ketua
Dr.Ir. Erizal, M.Agr. Anggota
Dr.Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si Anggota
Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Keteknikan Pertanian
Dr.Ir.Wawan Hermawan, M.S.
Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr
PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT yang hanya dengan rahmat dan inayah Nya Alhamdulillah dapat diselesaikan disertasi yang diberi judul Pengembangan Model Mesin Pengering Metode Vakum Untuk Pengeringan Kayu Kumea Batu . Penghargaan yang setingginya dan rasa hormat penulis sampaikan atas pendidikan, bimbingan, dorongan, pengorbanan dan doa orangtua Ibunda (almarhum) Dra Asia Muhammadiah, MS, Ayahanda Prof. Drs. H Muhammadiah yang tiada henti-hentinya sejak penulis kecil sampai dapat menyelesaikan pendidikan Doktor ini. Penulis mengucapkan terimah kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr sebagai Ketua Komisi Pembimbing , Dr.Ir. Erizal, M.Agr sebagai Anggota Komisi Pembimbing, Dr.Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, bantuan, nasehat, kritik, saran bimbingan keilmuan dan diskusi-diskusi, serta waktu yang disediakan selama penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, penulisan disertasi, mempersiapkan seminar dan ujian. 2. Pimpinan Institut Pertanian Bogor atas kesempatan yang telah diberikan untuk menempuh pendidikan S3 di perguruan tinggi ini. 3. Pimpinan Universitas Negeri Makassar atas bantuan dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan di IPB. 4. Dirjen DIKTI atas bantuan pendanaan pendidikan melalui program BPPS. 5. Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian IPB, atas dorongan semangat, kerjasama, dan bantuan selama penulis menyelesaikan tugas belajar di IPB. 6. Teman-teman warga Wisma Wageningen: Dr. Ir. Garjdjito, MSc, Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi, Dr. Ir. Mieske Wydarti, M.Sc, Fadli Irsyad STP, M.Si, Chusnul Arief, STP, M.Si, Dr. Yanto Surdianto,M.Si, Ahmad Mulyawatullah, Wiranto, STP, Ir .Rohman dan Pandi, atas kebersamaan, persahabatan, bantuan dan dukungan serta dorongan semangat dalam menyelesaikan disertasi ini. 7. Teman-teman warga Laboratorium Teknik Mesin dan Automisasi : M. Tahir Sapsal,STP,M.Si, Pandu Gunawan, STP, Miftahuddin, STP, atas persahabatan, bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan disertasi ini. 8. Istri tersayang Suarsi Nawir,SH, M.Kn, anak-anak penulis Afzaal Jerarldi, Izyan Darian dan Mazaya Asia, atas kesabaran, pengorbanan, dan ketabahannya dalam mendampingi penulis selama masa tugas belajar yang sangat tidak mudah ditempuh. Semoga bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak menjadi amal sholeh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya penulis beharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2012
Muhammad Sakti Muhammadiah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Oktober 1970. Adalah merupakan anugerah terbesar dari Allah S.W.T karena penulis memiliki sepasang orangtua yang sangat menyayangi penulis. Ayah Prof. Drs. H Muhammadiah dan Ibu (Alm) Dra. Asia Muhammadiah, MS. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan SD, SMP, SMA diselesaikan di Makassar masing-masing tahun 1984, 1987 dan 1990. Setelah lulus dari SMAN 3 Makassar, penulis melanjutkan kuliah di Politeknik Universitas Hasanuddin (UNHAS) jurusan Teknik Mesin sampai lulus tahun 1993. Pendidikan S1 diselesaikan di Surabaya di Institut Teknologi 10 November dengan program studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Produksi diselesaikan tahun 1998, sedangkan pendidikan S2 diselesaikan di Universitas Hasanuddin kota Makassar pada program studi Teknik Mesin tahun 2003. Tahun 1999 diterima menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Universitas Negeri Makassar dan sampai sekarang menjadi staf pengajar di Fakultas Teknik Jurusan Pendidikan Teknik Mesin. Program pendidikan S3 di IPB pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian diikuti penulis sejak Agustus 2007 dengan mendapatkan bantuan beasiswa BPPS. Selama studi di IPB, penulis menghasilkan karya ilmiah dengan judul βRekayasa Mesin Pengering Metode Vakumβ dan βPengeringan Kayu Kumea Metode Vakum Dengan Pemberian Panas Secara Konvektifβ
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi DAFTAR SIMBOL.............................................................................................. xix PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang ....................................................................................................1 Tujuan Penelitian .................................................................................................4 Manfaat Penelitian ...............................................................................................4 Kebaruan Penelitian ............................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5 Anatomi Kayu .....................................................................................................5 Sifat-sifat Kayu....................................................................................................8 Sifat Fisis Kayu ..............................................................................................8 Sifat Mekanis Kayu ......................................................................................13 Pengeringan Kayu .............................................................................................15 Air dalam Kayu.............................................................................................15 Tujuan dan Manfaat Pengeringan Kayu .......................................................17 Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Kayu ...........................................17 Mekanisme Pengeringan Kayu ..........................................................................21 Metode Pengeringan Kayu ...........................................................................22 Metode pengeringan dehumidifier ................................................................23 Metode pengeringan vakum .........................................................................23 Metode pengeringan fan ...............................................................................24 Metoda pengeringan konvensional (kilang pengering) ................................24 Cacat Pengeringan Kayu ...................................................................................25 Perubahan warna (staining) ..........................................................................26 Cacat bentuk (warping) ................................................................................26 Tegangan sisa pengeringan (case hardening)...............................................26 Retak (checking) ...........................................................................................27 Collapse ........................................................................................................28 Jadwal Pengeringan Kayu .................................................................................29 Perpindahan Panas dan Massa ...........................................................................30 METODOLOGI .................................................................................................... 32
Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................................32 Bahan dan Alat ..................................................................................................32 Tahapan Peneltian .............................................................................................32 Desain dan Pembuatan Model Pengeringan Vakum Kayu ...............................34 Analisis Desain .............................................................................................34 Analisis Desain Fungsional ..........................................................................34 Analisis Desain Struktural ............................................................................35 Uji Kinerja Model Pengering Vakum ...............................................................37 Karakteristik Pengeringan Metode Vakum Kayu Kumea Batu ........................38 Rancangan Penelitian ........................................................................................39 Percobaan Faktorial 3x3x3 ...........................................................................39 Analisis Regresi ............................................................................................40 Model Regresi Linier Sederhana ..................................................................40 Model Regresi Linier Berganda...................................................................41 Karakteristik Pengeringan Kayu Kumea Batu ..................................................41 Model Persamaan Pengeringan Newton .......................................................41 Model Persamaan Pengeringan Fick ............................................................42 Difusivitas Panas Kayu Kumea .........................................................................42 Difusi Panas .......................................................................................................43 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 45 Desain Struktural Model Mesin Pengering Vakum Kayu .................................45 Ruang Pengering...........................................................................................46 Pintu Ruang Pengering .................................................................................47 Tekanan Vakum ............................................................................................47 Dimensi Pipa Kondensor ..............................................................................47 Heater ............................................................................................................48 Kontrol Suhu dan Tekanan ...........................................................................48 Prinsip Kerja Model Mesin Pengering Metode Vakum ....................................49 Kinerja Pengering Vakum .................................................................................51 Validasi Tekanan Pada Model Mesin Pengengering ....................................53 Validasi Suhu Pada Model Mesin Pengering ...............................................54 Kamera Pemantau Proses Pengeringan ........................................................54 Karakteristik Pengeringan Metode Vakum Pada Kayu Kumea ........................55 Analisis Kadar Air Kayu ..............................................................................55 Analisis Ragam Percobaan Faktorial Terhadap Kadar Air Pengeringan Metoda Vakum Sebagai Respon ...................................................................58
Analisis Regresi Untuk Kadar Air Pengeringan Metoda Vakum ................59 Analisis Hubungan Parameter Pengeringan Terhadap Kadar Air Kayu ......60 Pengaruh Tekanan dan Suhu Ruang Pengering terhadap Perubahan Kadar Air Kayu.............................................................................................62 Periode Laju Pengeringan .............................................................................63 Penentuan Kadar Air Keseimbangan Kayu (Me) .........................................64 Model Konstanta Laju Pengeringan .............................................................65 Penentuan Kadar Air Kayu Keseimbangan (Me) dan Difusivitas Massa (D) Dengan Model Persamaan Pengeringan Fick .............................68 Model Difusivitas Massa Pengeringan .........................................................69 Model persamaan kadar air kayu (dihitung dengan D model) .....................70 Validasi Data Kadar Air (D hitung dan D model) ........................................71 Perbandingan Kadar Air (dihitung dengan D hitung dan D model) .............71 Kondisi Pengeringan Optimal ......................................................................72 Difusivitas Panas Kayu Kumea .........................................................................73 Penentuan Difusivitas Panas Kayu Dengan Metode Numerik .....................73 Penentuan Difusivitas Panas Kayu Dengan Metode Tidak Langsung .........75 Desain Sistem Pengering Kayu Vakum Skala Kecil .........................................75 Ruang Pengering...........................................................................................77 Pintu Ruang Pengering .................................................................................78 Pompa Vakum ..............................................................................................78 Pemanas ........................................................................................................78 Dimensi Pipa Kondesor ................................................................................79 Kontrol Suhu dan Tekanan ...........................................................................79 Prinsip Kerja Desain Mesin Pengering Metode Vakum Skala Kecil ................81 KESIMPULAN .................................................................................................82 SARAN .............................................................................................................82 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................83
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Beberapa sifat fisik dan thermis kayu kumea batu .......................................38
2.
Perbandingan kadar air kayu antara pengeringan konvensional dan pengeringan metoda vakum ..........................................................................56
3.
Hasil analisis ragam kadar air pengeringan metoda vakum .........................58
4.
Hasil koefisien korelasi ganda dan pengujian signifikansi koefisien korelasi ganda. ..............................................................................................59
5.
Hasil koefesien persamaan garis regresi .......................................................60
6.
Nilai Me kayu pada berbagai variasi tekanan dan suhu ...............................64
7.
Tabel konstanta laju pengeringan kayu (1/jam) pada berbagai variasi.........65
8.
Konstanta laju pengeringan k model ............................................................65
9.
Nilai Me kayu pada berbagai variasi tekanan dan suhu dengan solver ........68
10.
Difusivitas kayu (cm2/jam) pada berbagai variasi suhu dan tekanan dengan solver ................................................................................................69
11.
Konstanta difusivitas D model......................................................................69
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4.
Struktur sel kayu (Budianto, 1996) .................................................................5 Penampang melintang kayu.(Alex W, 2010)..................................................6 Arah longitudinal, tangensial dan radial pada kayu (Budianto,1996) ............7 Kesetimbangan kadar air kayu sebagai fungsi dari kelembaban relatif dan temperature (Glass, 2010) ........................................................................9 5. Kadar air dan kelembaban relatif hubungan dengan kayu adsorpsi Dan desorpsi. ........................................................................................................10 Karakteristik penyusutan dan distorsi dipengaruhi oleh arah lingkaran 6. tahun pertumbuhan.( Zelinka, 2010) ............................................................11 7. Penyusutan kayu dan kadar air pada arah tangensial dan radial. (Glass, 2010) .............................................................................................................11 8. Hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan ..........................................................................................................13 9. Sel Kayu. Air bebas terdapat pada rongga sel. Air terikat berada pada mikrofibril dinding sel [J.E. Reeb, Wood and Moisture Relationship] ........16 10. Tahapan laju pengeringan hydroscopic (Mujumdar,2006)...........................21 11. Cacat bentuk dalam pengeringan: (a) memangkuk (cuping) (b) membusur (bowing) (c) memuntir (twisting) (d) diamonding (e) membungkuk (crook)....................................................................................26 12. Kondisi kayu dalam uji garpu: (a) kondisi awal kayu; (b) tidak terjadi casehardening ; (c) terjadi casehardening (d) reserve casehardening. .......27 13. Cacat retak permukaan (a) cacat pecah ujung (b) (Bergman, 2010) ............27 14. Cacat honeycombing pada papan quartersawn (a) dan pada papan flatsawn (b) (Bergman, 2010) .......................................................................27 15. Kayu yang mengalami collapse. ...................................................................28 16. Diagram alir penelitian .................................................................................33 17. Beban penekanan pada dinding ruang pengering .........................................35 18. Penempatan termokopel untuk distribusi temperatur panas di ruang Pengering ......................................................................................................37 19. Spesimen kadar air kayu ..............................................................................38 20. Skema alat pengering vakum ........................................................................39 21. Penempatan termokopel difusivitas panas kayu kumea ...............................44 22. Susunan model mesin pengering vakum kayu..............................................45 23. Skema peralatan pengering vakum ..............................................................46 24. Skema sistem pengotrolan model mesin pengering vakum ..........................48 25. Peralatan pengering vakum...........................................................................49 26. Prinsip kerja model mesin pengering vakum................................................50 27. Penurunan tekanan terhadap waktu ..............................................................51 28. Perubahan suhu terhadap waktu ...................................................................52 29. Distribusi termperatur di ruang pengering ....................................................52 30. Perubahan kelembaban udara di ruang pengering ........................................53 31. Validasi Tekanan Setpoint ............................................................................53 32. Validasi Suhu Setpoint .................................................................................54 33. Tampak atas kamera pemantau proses pengeringan .....................................54
34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63.
Tampak depan kamera pemantau proses pengeringan .................................55 Tampak samping kamera pemantau proses pengeringan .............................55 Hubungan antara pengeringan konvensional dan pengeringan metode vakum, pada T = 45oC, P = 76 cmHg dan P = 64 cmHg ..............................56 Hubungan antara pengeringan konvensional dan pengeringan metode vakum, pada T = 55oC, P = 76 cmHg dan P = 64 cmHg ..............................57 Hubungan antara pengeringan konvensional dan pengeringan metode vakum, pada T = 75oC, P = 76 cmHg dan P = 64 cmHg ..............................57 Grafik hubungan suhu pengeringan dengan kadar air kayu .........................61 Grafik hubungan tekanan vakum dengan kadar air kayu .............................61 Grafik hubungan waktu pengeringan dengan kadar air kayu .......................61 Perubahan kadar air kayu terhadap waktu pada berbagai variasi .................62 Hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai variasi .............63 Hubungan Ln ((M-Me)/(Mo-Me)) dengan waktu pada variasi tekanan dan suhu udara ruang pengering. ..................................................................64 Kadar air kayu hitung dan model terhadap waktu pada P = 64 cmHg, T = 45Β°C .......................................................................................................66 Kadar air kayu hitung dan kadar air obsevasi terhadap waktu (dihitung dengan k hitung) pada P = 64 cmHg, T = 45Β°C ...........................................67 Validasi kadar air hitung dan prediksi pada P=75 cmHg,T = 45Β°C. ............67 Perbandingan kadar air pada variasi 64 cmHg,T = 45Β°C. ............................68 Kadar air kayu obsevasi dan hitung terhadap waktu (dihitung dengan D hitung) pada P = 64 cmHg, T = 45Β°C .......................................................70 Grafik kadar air kayu hitung dan prediksi terhadap waktu (dihitung dengan D prediksi) pada P = 64 cmHg,T = 45Β°C. ........................................71 Validasi kadar air hitung dan model pada P=64 cmHg,T = 45Β°C. ...............71 Perbandingan kadar air pada variasi 64 cmHg,T = 45Β°C. ............................72 Grafik perubahan kadar air prediksi (dihitung dengan k hitung) .................72 Grafik perubahan kadar air prediksi (dihitung dengan k model) ..................73 Grafik perubahan suhu thermokopel permenit pemanasan ..........................73 Grafik kofesien panas kayu kumea batu .......................................................74 Perubahan suhu kayu sepanjang specimen kayu dengan mengunakan kofesien difusivitas kayu ..............................................................................74 Tampak depan pengering kayu metode vakum skala kecil ..........................76 Tampak samping kanan pengering kayu metode vakum skala kecil ............76 Tampak atas pengering kayu metode vakum skala kecil..............................76 Skema sistem pengotrolan model mesin pengering vakum ..........................80 Desain structural sistem pengering metoda vakum skala kecil ....................80 Kumea batu (Manilkara merrilliana H.J.L.) ................................................91
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Kebutuhan kayu nasional ..............................................................................87
2.
Tabel kombinasi perlakuan faktorial 3x3x4 ................................................87
3.
Data perubahan kadar air kayu proses pengeringan vakum .........................87
4.
Data perbandingan kadar air kayu pengeringan metode vakum dengan pengeringan konvensional ................................................................87
5.
Data perubahan suhu thermokopel pengukuran kondivitas panas jenis kayu kumea. .........................................................................................88
6.
Struktur anatomi, sifat fisis dan mekanis kayu kumea batu .........................90
7.
Listing program kontrol pengering vakum ...................................................94
8.
Pengukuran kapasitas kalor jenis kayu kumea ...........................................105
9.
Psychrometric chart for different pressures. ..............................................110
10.
Tabel jenuh air (berdasarkan temperatur) ...................................................111
11.
A nomograph of composite parameters ......................................................112
12.
Gambar model mesin pengeringan pengeringan vakum ............................113
13.
Gambar desain mesin pengeringan vakum kayu skala kecil ......................121
14.
Metode pengukuran konduktivitas thermal ................................................128
15.
Hibrid Recorder Yokogawa ........................................................................131
16.
Rotari Vacuum Pump Model 2X ................................................................137
DAFTAR SIMBOL
πΉπ‘ π₯ππ ππ ππ¦ βπ A D dc/dx Dm dt dT dx H K q Tβ TW π π π π πT πx πΎπ΄ ππππ π π΄π π΅π π΄π΅ππ πΆπ π΄πΆππ π΅πΆππ π΄π΅πΆπππ Ξ²0 Ξ²1,Ξ²2,Ξ²k
Gaya tarik, (KN) Tebal dinding pengering, (mm) Tegangan ijin bahan, (Mpa) Tegangan mulur bahan, (Mpa) Beda tekanan antara bagian dalam pengering dan tekanan udara luar, (kPa) Luas permukaan (mΒ²) Koefesien difusifitas bahan Gradien konsentrasi Jumlah bahan yang dipindahkan, Perubahan waktu Perubahan suhu (oC) Perubahan arah aliran panas terhadap sumbu x (m) Koefisien perpndahan kalor (W/mΒ² 0C) Konduktivitas termal (W/moC) Laju perpindahan panas (W) Suhu fluda (0C) Suhu plat (0C) Diameter ruang pengering, (m) Panjang ruang pengering, (m) Faktor keamanan bahan. phi, (3.14) Perbedaan suhu (oC) Perbedaan panjang (m) Kadar air, (%) Nilai pengamatan yang diperoleh taraf ke-I dari faktor A,taraf ke-j dari faktor B, taraf ke-k dari faktor C Nilai rata-rata sesungguhnya. Pengaruh adiktif dari taraf ke-i dari faktor A Pengaruh adiktif dari taraf ke-j dari faktor B Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j dari faktor B Pengaruh adiktif dari taraf ke-k dari faktor C Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k dari faktor C Pengaruh interaksi taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k dari faktor C Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j dari faktor B dan taraf ke-k faktor C Konstanta Dugaan koefisien regresi
Ξ΅ ππ π π ππ ππ
Kesalahan pengganggu Perubahan kadar air (%) Konstanta pengeringan Kadar air, (%) Kadar air keseimbangan, (%) Kadar air awal, (%)
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan Indonesia memiliki potensi sekitar 4.000 jenis kayu, dan diperkirakan 400 jenis diduga akan memegang peranan penting dikemudian hari. Dari 4000 jenis tersebut 258 jenis yang diperdagangkan, baik di dalam maupun di luar negeri. Sementara sampai tahun 1986 baru sekitar 95 jenis yang telah diteliti sifat dasarnya secara lengkap dan sifat dasar kayu lainnya baru sebagian diteliti (Mandang dan Martawijaya, 1987). Data BPS (ASMINDO, 2006), ekspor mebel dari Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Data ekspor tahun 2005 menunjukkan total volume ekspor mebel dari Indonesia sebanyak 1.800 ton dengan nilai US$ 1.800 juta. Kontribusi terhadap total pertumbuhan hanya sekitar 2,6% yang membuat peringkat Indonesia (no. 11) jauh di bawah China yang menempati urutan pertama dari 20 besar eksportir mebel dunia. Salah satu masalah krusial yang sering ditemukan di industri permebelan skala UKM/pengrajin adalah mendapatkan produk yang berdaya saing tinggi. Hal ini karena lemahnya penguasaan teknologi. Produk berupa mebel dan kerajinan selalu dituntut harus berkualitas baik, terutama untuk ekspor. Agar ini bisa terwujud maka faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi bahan baku kayu dan penerapan teknologi pengolahan yang sesuai dengan keadaan dan sifat kayu tersebut. Selama ini banyak kerugian yang dialami pihak eksportir karena produk mereka dikembalikan oleh pihak pemesan. Hal ini dikarenakan barang kerajinan mengalami cacat keretakan setelah berada di negara pemesan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kadar air seimbang. Perubahan kelembaban udara dan temperatur yang ekstrim di negara tujuan, yang umumnya memiliki empat musim dengan kadar air keseimbangan mencapai 10% basis kering, menyebabkan terjadinya penyesuaian kadar air kayu, sehingga mengakibatkan barang kerajinan tersebut mengalami penyusutan dan pengembangan sehingga menjadi retak. Kayu kumea batu tergolong kayu sangat berat dengan penyusutan dari keadaan basah ke kering udara rata-rata 2,84% (tangensial) dan dari keadaan basah ke kering tanur rata-rata 9,36 % (tangensial), ini menunjukkan bahwa
kumea batu tergolong kayu yang memiliki penyusutan sangat tinggi. Kayu yang memiliki penyusutan tinggi pada umumnya adalah jenis yang mempunyai dinding serat yang tebal dan kayu kumea batu mempunyai diding serat yang sangat tebal yaitu rata-rata 10,10 ΞΌm (6 - 15 ΞΌm). Perbandingan penyusutan tangensial dan radial (T/R) sebesar 1,48 menunjukkan bahwa kayu tersebut memiliki kestabilan dimensi yang cukup rendah. Panshin dan de Zeeuw (1980) mengemukakan bahwa nilai banding T/R yang makin mendekati 1,00 berarti stabil. Kayu kumea batu dalam bentuk papan atau balok dikeringkan secara alami berubah bentuk (melengkung) dan cacat retak yang cukup berat. Oleh karena itu, pengeringan kayu tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Demikian juga bila menggunakan kayu kumea batu untuk pembuatan produk yang membutuhkan nilai kestabilan dimensi yang cukup tinggi, misalnya untuk mebel dan barang kerajinan, maka kemungkinan retak dan perubahan bentuk harus dipertimbangkan secara seksama dalam pengolahan/pengerjaan kayu agar kualitas produk yang dihasilkan tidak mengecewakan. Penyusutan kayu kumea yang tinggi disebabkan oleh tingginya kerapatan kayu. Menurut Haygreen dan Bowyer (1982), semakin tinggi kerapatan kayu, semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut. Salah satu penentu tingginya kerapatan kayu kumea menurut Panshin dan de Zeeuw (1969) adalah tebal dinding sel. Semakin tebal dinding sel khususnya serabut dan lumen yang kecil, maka kayu tersebut cenderung memiliki kerapatan yang tinggi. Pengeringan kayu adalah proses untuk mengeluarkan air yang terdapat di dalam kayu. Untuk memperoleh kayu dengan kualitas baik, pengeringan kayu mutlak diperlukan. Pengeringan kayu bertujuan antara lain untuk : 1). memperkecil kandungan air di dalam kayu, 2). mencegah serangan terhadap kayu oleh jamur dan serangga, 3). meningkatkan kekuatan kayu, 4). mempermudah pengerjaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan antara lain: suhu dan kelembaban udara pengering yang dialirkan, debit aliran udara pengering, kadar air awal bahan, bentuk, ukuran dan jaringan sel bahan, bentuk kurva sorbsidesorbsi bahan, dan perlakuan/cara pengeringan, yaitu secara kontinyu
3
(pengeringan secara terus-menerus) atau adanya tempering (penundaan antara waktu-waktu pengeringan berlangsung) (Anonim 1994) Salah satu tipe pengeringan pada kayu adalah pengeringan metode vakum, pemberian tekanan vakum pada ruang pengering akan menaikkan beda tekanan uap di permukaan bahan dengan lingkungannya sehingga laju pindah massa uap air juga akan meningkat. Dengan demikian tekanan vakum dapat meningkatkan laju pengeringan (Bazyma et al. 2006; Jena dan Das 2007; Montgometry et al. 1997). Chen dan Lamb (2004), merancang dan membuat pengering vakum untuk pengeringan kayu segar dimana rancangannya sederhana, mudah dibuat, dioperasikan dan pemeliharaan (maintenace). Hasil penelitiannya membuktikan pengering vakum dapat menguapkan air di dalam kayu, yang utama pada laju pengeringan adalah perbedaan tekanan vakum. Pengeringan kayu segar red oak sampai mencapai kadar air kesimbangan 6% membutuhkan waktu 30 jam pada suhu 50 oC dan tekanan 12 mmHg. Distribusi penguapan kadar air arah ketebalan kayu pada pengeringan vakum tidak teratur dibandingkan pengeringan konvensional yang berbentuk parabola. Pengeringan vakum tidak mengubah warna kayu dan keretakan tidak terjadi pada pangkal kayu hanya terjadi pada ujung sekitar 5 mm. Pengering yang saat ini banyak digunakan pelaku usaha furnitur kebanyakan pada skala besar yaitu pengeringan konvensional yang membutuhkan investasi besar dan volume pengeringan kayu > 25 m3, ini menjadi persoalan bagi pengrajin kecil (UKM), karena pada produknya pengrajin hanya membutuh pengeringan kayu ukuran (skala) kecil. Perumusan Masalah 1) Belum adanya pengeringan kayu yang optimum untuk industri kayu skala kecil. 2) Pengeringan konvensional yang umum digunakan membutuhkan waktu pengeringan yang cukup lama . 3) Karakteristik pengeringan kayu kumea batu dengan metode vakum belum di ketahui.. 4) Belum adanya pengeringan kayu metode vakum komersil di Indonesia
Tujuan Penelitian 1) Mendesain dan membuat model mesin pengeringan vakum kayu skala laboratorium. 2) Mengetahui kinerja model mesin pengering vakum kayu 3) Mempelajari karakteristik pengeringan vakum kayu kumea batu 4) Mendesain sistem pengeringan kayu vakum skala kecil . Manfaat Penelitian 1) Meningkat kualitas kayu kumea 2) Mempersingkat waktu pengeringaan 3) Industri kayu skala kecil dapat membuat produk untuk pangsa pasar export 4) Sebagai dasar pengembangan suatu sistem pengeringan kayu metode vakum Kebaruan Penelitian 1) Model mesin pengering kayu dengan tekanan udara diruang pengering dibawah 1 Atm (vakum) dan suhu pengering yang terkendali serta penempatan 3 buah kamera untuk memantau perubahan kayu selama proses pengeringan. 2) Karakteristik pengeringan kayu kumea batu berupa laju pengeringan dengan metode pengeringan dibawah tekanan 1 atm (vakum). 3) Kombinasi suhu pengeringan dan tekanan vakum yang optimal untuk pengeringan kayu kumea
5
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu adalah suatu bahan yang dihasilkan oleh pohon-pohonan. Perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh, daniklim tempat tumbuh menghasilkan pohonpohonan yang sangat bervariasi, yang juga akan menghasilkan kayu yang sangat bervariasi. Banyaknya variasi kayu menyebabkan kayu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian,merupakan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu (Dept. Kehutanan RI, 2007). Anatomi Kayu Batang kayu terdiri sel-sel yang berlekatan satu sama lain. Struktur sel kayu dapat dibedakan menurut kelasnya, yaitu antara kayu berdaun lebar (angiosperma) dan kayu berdaun jarum (gymnosperma). Dinding sel terdiri dari zat selulosa. Antara satu sel dengan sel lainnya dihubungkan dengan zat perekat yang disebut lignin. Karena serat-serat kayu merupakan susunan dari sel-sel maka arah serat kayu adalah sejajar dengan arah sumbu batang. Daya lekat sel-sel dapat menentukan tinggi rendahnya geser sejajar serat kayu. Selain itu kepadatan sel juga menentukan kekokohan batang, karena semakin padat selnya berarti semakin tinggi berat jenis kayunya.
Gambar 1. Struktur sel kayu (Budianto, 1996)
Senyawa utama penyusun kayu adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignindengan komposisi 50 % selulosa, 25% hemiselulosa, dan 25% lignin. Sel-sel kayu ini kemudian secara berkelompok membentuk pembuluh, parenkim, dan serat. Pembuluh memiliki bentuk seperti pipa yang berfungsi menyalurkan air dan zat hara. Parenkim memiliki bentuk kotak, berdinding tipis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara hasil fotosintesis. Serat memiliki panjang langsing dan berdinding tebal serta berfungsi sebagai penguat pohon.
Gambar 2. Penampang melintang kayu.(Alex W, 2010) Penampang sebatang pohon yang dipotong melintang seperti Gambar 2 diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kulit luar (outer bark), bagian ini kering dan bersifat sebagai pelindung. 2. Kulit dalam (bast), bagian ini lunak dan basah. Berfungsi untuk mengangkut bahan makanan dari daerah daun ke bagian lain dari tumbuhan. 3. Kambium, berada di bagian dalam kulit dalam. Bagian inilah yang membuat sel-sel kulit dan sel-sel kayu. Lapisan kambium bagian luar membentuk sel-sel kulit dalam dan lapisan kambium bagian dalam membentuk sel-sel kayu muda. Pembelahan sel-sel kambium terjadi pada musim penghujan dan pada waktu musim kemarau tidak terjadi pembelahan sel sama sekali. Dengan demikian terjadinya pembelahan sel-sel dari satu musim penghujan ke musim
7
penghujan lainnya menimbulkan batas-batas. Batas-batas inilah yang disebut lingkaran tahunan. Pada keadaan musim yang teratur maka lingkaran tahun dapat menunjukkan umur pohon. Pohon kayu yang mengalami pertumbuhan cepat akan memiliki cincin tahunan yang lebih besar bila debandingkan dengan pohon kayu yang pertumbuhannya lambat. Cincin tahunan dapat dipakai sebagai parameter untuk menentukan kualitas kayu. Batang-batang yang memiliki lapisan lingkaran tahunan tipis mempunyai kualitas lebih baik daripada batang yang lapisan tahunannya tebal, karena semakin tipis lingkaran tahunan berarti pori-pori semakin rapat. 4. Kayu gubal (sapwood), biasanya warnanya keputih-putihan. Bagian ini mengangkut air dan zat makanan dari tanah ke daun. 5. Kayu teras (heartwood), bagian ini warnanya lebih tua dari kayu gubal. Kayu teras sebelumnya adalah kayu gubal, namun sudah tidak berfungsi seperti kayu gubal. Perubahannya menjadi kayu teras terjadi secara perlahan-lahan. Dibandingkan kayu gubal, kayu teras umumnya lebih tahan terhadap serangan serangga, bubuk kayu, jamur, dan sebagainya. Kayu teras inilah yang biasanya diambil dan dimanfaatkan sebagai βkayuβ pada bangunan 6. Hati (pith), adalah bagian lingkaran kecil yan berada paling tengah. 7. Jari-jari teras (rays), bagian ini yang menghubungkan berbagai bagian dari pohon untuk penyimpanan dan peralihan makanan. Kayu adalah bahan alam yang tidak homogen. Sifat tidak homogen ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan yang tidak sama. Sifat-sifat fisis dan mekanis kayu berbeda pada arah longitudinal, radial, dan tangensial.
Gambar 3.Arah longitudinal, tangensial dan radial pada kayu (Budianto,1996)
Sifat-sifat Kayu Ketepatan pemilihan jenis kayu untuk sesuatu pemakaian memerlukan pengetahuan tentang sifat dasarnya. Sifat dasar tersebut, diantaranya berat jenis, kekuatan, dan stabilitas dimensi. Sifat tersebut bisa dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik anatomi kayu. Sebagai contoh pohon yang membentuk kayu dengan berat jenis tinggi dipengaruhi antara lain oleh dinding sel yang tebal dan kadar zat ekstraktif. Hal tersebut sangat bernilai bagi pengolahan produk-produk kayu gergajian struktural. Sedangkan jenis pohon yang menghasilkan kayu dengan berat jenis rendah dipengaruhi oleh dinding sel yang tipis dan rongga sel, jumlah dan ukuran pori yang besar. Jenis ini cocok sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Jadi, sifat dasar kayu ini penting dipahami agar didalam proses pengolahan, pengangkutan, maupun penggunaannya dapat dilakukan secara saksama sehingga tidak terjadi pemborosan bahan,waktu, tenaga maupun biaya. Sifat Fisis Kayu Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah : Kadar Air Kayu Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat (imbibisi) yang terdapa pada diding sel. Kondisi dimana diding sel jenuh dengan air sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat (Simpson, et.al, 1999 ;Brown, et.al, 1952). Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kau, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar air titik jenuh serat besarnya berkisa antara 25-30% (Panshin, et.al, 1964). Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa besarnya titik jenuh serat berkisar antara 20-40%. Kayu yang baru ditebang masih basah sekali. Kadar airnya berkisar antara 40% - 200%, bergantung pada jenis kayu. Kayu yang masih basah tersebut semakin lama semakin kering hingga mencapai kadar air 24% - 30% yang disebut fibre saturation point. Setelah fibre saturation point tercapai, kayu tersebut akan
9
memperlihatkan pengerutan. Pengerutan terbesar adalah pada arah tangensial, yang disusul arah radial. Pengerutan arah aksial lebih kecil. Besarnya kadar air pada suatu material biasanya dinyatakan sebagai persentase berat kering dari material terebut. Ada beberapa cara untuk mencari kadar air pada suatu material, antara lain dengan cara pengeringan, dengan peralatan, dan desilasi. Cara yang paling sesuai dan akurat adalah dengan metode pengeringan. Kadar air juga dipengaruhi oleh keadaan udara disekitar kayu yaitu suhu udara dan kelembaman relatif. Semakin besar suhu udara disekitar kayu, maka kadar air akan semakin rendah dan berbanding terbalik dengan kelembaman relatif.
Gambar 4. Kesetimbangan kadar air kayu sebagai fungsi dari kelembaban relatif dan temperature (Glass, 2010) Hubungan antara kadar air keseimbangan (EMC) dan kelembaban relatif pada temperatur konstan disebut adsorpsi isoterm. spesimen kayu juga mempengaruhi EMC; ini histeresis sorpsi disebut dan ditunjukkan dalam Gambar 4. Sebuah isoterm desorpsi diukur membawa kayu basah yang awalnya pada kesetimbangan dengan kelembaban relatif lebih rendah berturut-turut. Sebuah isoterm penyerapan atau adsorpsi diukur dalam arah yang berlawanan (dari keadaan kering berturut-turut lebih tinggi nilai-nilai RH). Seperti mengeringkan kayu dari kondisi awal hijau di bawah titik jenuh serat (desorpsi awal), EMC lebih tinggi daripada di isoterm desorpsi berikutnya (Spalt, 1958).
Gambar 5. Kadar air dan kelembaban relatif hubungan dengan kayu adsorpsi Dan desorpsi. Standar Internasional ISO 15148 (ISO 2002) menjelaskan metode untuk mengukur tingkat penyerapan air. Massa air diserap per satuan luas permukaan spesimen diplot terhadap akar kuadrat dari waktu. Bagian awal dari kurva biasanya linier, dan kemiringan bagian ini linier adalah penyerapan air koefisien Aw (kg m-2 s-1 / 2). nilai terukur dari Aw untuk kayu lunak berada di kisaran 1016 gm-2 s-1 / 2 dalam arah longitudinal dan 1-7 gm-2 s-1 / 2 dalam arah melintang (IEA 1991; Kumaran 1999, 2002).Difusivitas. air cair Dw (m2 s-1) adalah ukuran laju aliran air (kg m-2 s-1) melalui materi mengalami perbedaan unit konsentrasi kelembaban (kg m-3) di ketebalan unit ( m). Berat Jenis Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda, berkisar 0,20 (g/cm3) sampai 1.28 (g/cm3). Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Makin berat kayu itu, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin ringan suatu jenis kayu, akan berkurang pula kekuatannya. Berat jenis kayu diperoleh dari perbandingan antara berat suatu volume kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standar. Menurut Brown et al. (1952), berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu tersebut terhadap benda standart. Penyusutan Kayu Kembang susut kayu mempunyai arah tertentu dikarenakan adanya perbedaan struktur pori-pori kayu. Tiga arah penyusutan utama pada kayu yaitu:
11
1.
Tangensial, merupakan arah penyusutan searah dengan arah lingkaran tahun. Besar penyusutan pada arah ini adalah 4,3%-14% atau rata-rata 10%.
2.
Radial, merupakan arah penyusutan searah dengan jari-jari kayu atau memotong tegak lurus lingkaran tahun, dengan penyusutan antara 2,1%-8,5% atau rata-rata 5%.
3.
Longitudinal, merupakan arah penyusutan searah dengan panjang kayu atau serat kayu, penyusutannya berkisar 0,1%-0,3% atau biasa diperhitungkan 0,3 % (Budianto. 1996)
Gambar 6. Karakteristik penyusutan dan distorsi dipengaruhi oleh arah lingkaran tahun pertumbuhan.( Zelinka, 2010)
Gambar 7.Penyusutan kayu dan kadar air pada arah tangensial dan radial. (Glass, 2010) Keawetan Kayu Alami Keawetaan alami ialah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsureunsur perusak kayu dari luar seperti : jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan mahluk lainnya yang diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu yang merupakan sebagian unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya serta merusak kayu. Misalnya kayu jati memiliki tectoquinon, kayu ulin memiliki silica dan lain-lain.
Warna Kayu Ada beraneka macam, antara lain warna kuning, keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain sebaginya. Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor tempat di dalam batang, umur pohon dan kelembaban udara.Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah : Berat Jenis, Keawetan Alami, Warna, Higroskopik, Berat, Kekerasan dan lain-lain. Tekstur Tekstur ialah ukuran relative sel-sel kayu. Yang dimaksut dengan sel kayu ialah serat-serat kayu. Jadi dapat dikatakan tekstur ialah ukuran relative serat-serat kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu dapat digolongkan ke dalam : 1. Kayu bertekstur halus, contoh : giam, lara, kulim dll 2. Kayu bertekstur sedang, contoh : jati, sonokeling dll 3. Kayu bertekstur kasar, contoh : meranti, kempas dll Serat Bagian ini terutama menyangkut sifat kayu, yang menunjukkan arah sel-sel kayu di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon asal potongan tadi. Arah serat dapat ditentukan oleh alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang, dikatakan kayu itu berserat mencong. Serat mencong dapat dibagi lagi menjadi: 1. Serat berpadu; bila batang kayu terdiri dari lapisan-lapisan yang berselangseling, menyimpang ke kiri kemudian ke kanan terhadap sumbu batang, contoh kayu: kulim, renghas, kapur. 2. Serat berombak; serat-serat kayu yang membentuk gamabaran berombak, contoh kayu: renghas, merbau dan lain-lain
13
3. Serat terpilin; serat-serat kayu yang membuat gambaran terpilin (puntiran), seolah-olah batang kayu dipilin mengelilingi sumbu, contoh kayu: bintangur, kapur, dammar dan lain-lain 4. Serat diagonal; yaitu serat yang terdapat pada potongan kayu atau papan, yang digergaji sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar arah sumbu, tetapi membentuk sudut dengan sumbu. Sifat Mekanis Kayu Kekuatan kayu adalah kemampuan material kayu untuk menahan gaya luar atau beban yang berusaha untuk mengubah bentuk dan ukuran dari material tersebut. Akibat yang terjadi pada material karena bekerjanya gaya luar tersebut adalah timbulnya gaya dalam pada material yang menahan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk tersebut. Perubahan ukuran dan bentuk ini dikenal dengan nama deformasi, dimana deformasi berbanding lurus dengan pertambahan beban. Jika beban kemudian dihilangkan, maka material tersebut akan berusaha kembali ke bentuk semulanya, disebut dengan nama elastisitas material. Dapat atau tidaknya material itu kembali ke bentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material itu. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja hingga pada suatu titik. Titik ini adalah limit proporsional. Setelah melewati limit proporsional ini, besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ini ditunjukkan pada Gambar 8
Gambar 8. Hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan Sifat mekanik atau kekuatan kayu yang terpenting ada beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
Kokoh Tarik (Tension Strength) Kekuatan atau kokoh tarik dari suatu jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha untuk menarik kayu tersebut. Kekuatan tarik terbesar pada kayu adalah pada arah sejajar serat kayu. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat, dan mempunyai
hubungan
dengan
ketahanan
kayu
terhadap
pembelahan
(Dumanauw,2001). Kokoh Tekan Kokoh tekan suatu jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya tekan (kompresi) yang bekerja pada kayu tersebut. Kokoh tekan terbagi atas dua, yaitu kokoh tekan sejajar arah serat dan kokoh tekan tegak lurus arah serat. Kokoh tekan menyebabkan kayu memiliki kekuatan untuk menahan tekuk yang dapat terjadi akibat gaya tekan, baik sejajar arah serat maupun tegak lurus arah serat. Kokoh Geser Kokoh
geser
adalah
suatu
ukuran
kekuatan
kayu
dalam
hal
kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian dari kayu tersebut bergeser atau bergelingsir dari bagian lain di dekatnya. Dalam hubungan ini dibedakan atas 3 macam kekuatan yaitu; kuat geser sejajar arah serat, kuat geser tegak lurus arah serat, dan kuat geser miring. Menurut Dumanauw (2001), kokoh geser adalah ukuran kekuatan kayu dalam hal kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut bergeser kebagian lain di dekatnya. Dalam hubungan ini dibedakan tiga macam keteguhan yaitu, keteguhan geser sejajar arah serat, keteguhan geser tegak lurus serat, dan keteguhan geser miring. Keteguhan geser tegak lurus arah serat jauh lebih besar dari pada keteguhan geser sejajar arah serat. Kokoh Lentur Kokoh lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya yang berusaha melengkungkan kayu, atau untuk menahan beban-beban mati maupun beban hidup selain beban tumbukan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan atas kekuatan lengkung statik dan kekuatan lengkung pukul/tumbuk. Kekuatan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang
15
mengenainya secara perlahan, sedangkan kekuatan lengkung pukul menunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak seperti pukulan/tumbukan. Kekakuan Kekakuan kayu adalah suatu ukuran kekuatan kayu untuk mampu menahan perubahan bentuk ataupun lengkungan. Kekuatan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas, yang berasal dari pengujian keteguhan lengkung statik Kekerasaan (Hardnesss) Kekerasan merupakan ukuran kekerasan kayu untuk menahan kikisan pada permukaannya, sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan kayu,ukuran serat, daya ikat antar serat Nilai yang di dapaat dari hasil pengujian merupakan uji pembanding, yaitu besar gaya yang dibutuhkaan untuk memasukan bola baja berdiameter 0.444 inchi pada kedalamaan 0.22 inchi Pengeringan Kayu Pengeringan kayu merupakan cara untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam kayu dari keadaan semula sampai tingkat kadar air akhir yang diinginkan. Air dalam Kayu Secara alami air terkandung banyak dalam kayu karena kayu (xylem) merupakan bagian dari pohon yang diantaranya berfungi sebagai sarana transportasi air dan hara dari tanah ke daun. Ketika pohon ditebang, air keluar dari kayu secara alami yang memerlukan waktu cukup lama sampai kadar air kayu dalam keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kayu segar, air berada dalam rongga sel dan dinding sel. Kadar air dalam kayu pada kondisi segar sangat beragam bergantung pada jenis pohon dan tempat tumbuhnya (Pandit 2008). Ada dua tipe air yang terdapat didalam kayu, yaitu air terikat dan air bebas. Air bebas merupakan air yang berada dalam ruang-ruang atau rongga sel (lumen), sedangkan air terikat berada didalam dinding sel.
Gambar 9. Sel Kayu. Air bebas terdapat pada rongga sel. Air terikat berada pada mikrofibril dinding sel [J.E. Reeb, Wood and Moisture Relationship] Dalam proses pengeringan kayu, air bebas keluar lebih dulu, tanpa mempengaruhi sifat dan bentuk kayu, namun mempengaruhi berat dari kayu. Keluarnya air terikat dari dinding sel kayu, berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis kayu serta lebih sulit dikeluarkan dari kayu dibandingkan dengan air bebas (Siau 1984). Kondisi ketika air bebas telah keluar dari rongga sel, sedangkan pada dinding sel masih jenuh dengan air, dinamakan titik jenuh serat (Tobing 1988). Mujumdar dan Menon (1995), menjelaskan tedapat 2 metode pelepasan air tak terikat yaitu: 1. Evaporation : Terjadi ketika tekanan uap kandungan air pada permukaan padatan sama dengan tekanan atmosfer (tekanan lingkungannya). Hal ini dilakukan dengan cara menaikkan temperatur kandungan air pada permukaan padatan hingga mencapai titik didihnya, 2.Vaporization : Pengeringan dilakukan secara konveksi dengan melewatkan udara panas pada padatan (kayu). Udara panas tadi kemudian didinginkan oleh padatan (kayu), kemudian air dipindahkan/ditransfer ke udara yang selanjutnya dibawa keluar dari padatan Haygreen dan Bowyer (2007), menjelaskan bahwa pada umumnya kadar air titik jenuh serat kayu adalah sekitar 30%. Kadar air titik jenuh serat sangatlah penting dalam pengeringan karena : 1. Diperlukan energi yang lebih besar untuk mengeluarkan air terikat.
17
2. Penyusutan dinding sel kayu terjadi ketika kadar air kayu dibawah titik jenuh serat. 3. Perubahan kadar air dibawah titik jenuh serat mengakibatkan perubahan sifat fisis dan mekanis kayu. Penurunan kadar air kayu akan berlangsung terus hingga tercapainya kondisi kayu yang tidak lagi dapat melepas air ke lingkungannya. Kadar air pada kondisi ini disebut kadar air kesetimbangan (Tobing 1988). Tujuan dan Manfaat Pengeringan Kayu Tujuan pengeringan ialah untuk menjaga stabilitas dimensi (akibat penyusutan kayu) yang sering menimbulkan cacat bentuk. Pengeringan juga mengurangi berat kayu, meningkatkan kekuatan kayu (dengan berkurangnya kadar air dibawah titik jenuh serat), menghindari serangan agen perusak biologis, mempermudah proses pengerjaan selanjutnya, dan mempermudah pemasukan bahan pengawet (Coto 2004). Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Kayu Proses pengeringan kayu dipengaruhi oleh sifat-sifat kayu dan lingkungan pengeringan. Sifat kayu yang berpengaruh terhadap proses pengeringan adalah struktur anatomi, diantaranya adalah : 1. Kayu gubal dan kayu teras Kayu gubal merupakan bagian dalam batang pohon yang terdiri dari bagian xylem yang masih hidup dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan menyimpan cadangan makanan. Bagian kayu gubal cenderung basah dan lebih mudah dikeringkan. Sedangkan pada kayu teras seluruh proses fisiologi sudah tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan banyak mengandung zat ekstraktif sehingga permeabilitas kayu menurun sehingga sulit dikeringkan dan mudah mengalami cacat pengeringan (Pandit 2008). 2. Empulur (pith) Menurut Tobing (1988), sifat pengeringan bagian empulur berbeda dengan jaringan kayu lainnya, karena empulur memiliki ikatan yang lebih lemah dengan jaringan kayu disekelilingnya sehingga terkadang mudah terlepas dalam proses pengeringannya terutama pada pengeringan suhu yang relatif tinggi.
3. Kayu remaja (Juvenile wood) Kayu remaja merupakan bagian kayu yang terbentuk oleh kambium berumur muda yang memiliki banyak serat spiral dan diding sel yang tipis. Kayu remaja berpotensi susut arah longitudinal lebih besar dibandingkan bagian kayu lainnya. Cacat yang sering terjadi pada bagian ini adalah deformasi (perubahan bentuk) seperti cacat bungkuk (crook) dan collapse (Haygreen dan Bowyer 2007). 4. Jari-jari kayu Menurut Pandit (2008), jari-jari kayu terdiri dari sel-sel berdinding tipis oleh karena itu relatif lebih lemah terutama jari-jari yang rapat, sehingga bagian ini sering mengalami cacat pengeringan seperti retak permukaan, pecah atau retak dalam. 5. Riap tumbuh Pada penampang lintang batang dapat dilihat adanya garis-garis konsentris yang terlihat nyata ataupun samar. Garis-garis konsentris ini memusat pada empulur dan disebut riap tumbuh. Dalam satu riap tumbuh terdiri dari dua bagian kayu, yaitu kayu gubal dan kayu teras (Pandit 2008). Sifat pengeringan kayu gubal dan kayu teras berbeda yang diakibatkan oleh berat jenisnya yang berbeda. Oleh karena itu penyusutan arah radial dan tangensial kayu sering diikuti oleh deformasi. 6. Mata kayu Mata kayu memiliki berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu disekitarnya. Pada saat pengeringan, mata kayu rentan mengalami pecah dan lepas (loose knots). Hal ini dapat menurunkan mutu kayu hasil pengeringan (Tobing 1988). 7. Kayu reaksi Menurut Haygreen dan Bowyer (2007), kayu reaksi berpotensi mengalami deformasi saat pengeringan, seperti crook (bungkuk), twist (muntir) dan sebagainya. Hal ini disebabkan penyusutan longitudinal kayu reaksi yang lebih besar dibandingkan dengan penyusutan normalnya. 8. Serat miring Dampak serat kayu yang miring terhadap sifat pengeringan hampir sama dengan kayu reaksi, yaitu mengalami penyusutan longitudinal yang lebih besar dibanding kayu yang berserat lurus (Pandit 2008).
19
9.Tekstur kayu Tobing (1988) menjelaskan bahwa tekstur kayu yang tidak merata dapat mengakibatkan
cacat
pada
proses
pengeringan,
terutama
berupa
retak
permukanaan dan pecah. 10. Sel pembuluh Kayu yang memiliki sel pembuluh yang berdiameter besar dan tidak tersumbat tylosis maupun zat amorf pada umumnya relatif mudah dikeringkan. Sedangkan sel kayu yang pembuluhnya berdiameter kecil dan berisi banyak tylosis cenderung lambat proses pengeluaran airnya dari dalam kayu, sehingga menimbulkan gradien kadar air yang cukup besar antara bagian permukaan dengan bagian dalam kayu yang dapat mengakibatkan cacat pengeringan (Haygreen dan Bowyer 2007). Jumlah pori yang sedikit dan noktah pada pembuluh yang sempit juga dapat mengahmbat keluarnya air pada proses pengeringan. 11. Dinding sel Semakin tebal dinding sel kayu, maka semakin banyak jumlah air terikat yang harus dikeluarkan dari dalam kayu dibandingkan dengan kayu yang memiliki dinding sel tipis. Dinding sel yang tebal juga menyebabkan masa kayu yang harus dilewati secara difusi oleh air lebih banyak; selain itu masa kayu yang mengalami penyusutan juga lebih besar, sehingga dapat mendorong terjadinya cacat deformasi ataupun retak permukaan dan retak ujung (Tobing 1988). 12. Parenkim Kayu dengan parenkim berbentuk pita apalagi yang kondisinya rapat beraturan dapat memudahkan keluarnya air ke arah tebal dan lebar sortimen. Sehingga pengeringannya relatif cepat (Pandit 2008). Sifat pengeringan diantaranya:
kayu
juga
dipengaruhi
oleh
sifat
fisis
seperti
Berat jenis Berat jenis merupakan suatu indikator yang dapat digunakan untuk menduga mudah atau tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang memiliki berat jenis tinggi pada umumnya mempunyai sifat pengeringan yang lebih lambat serta
kemungkinan mengalami cacat yang lebih besar dibandingkan kayu yang berat jenisnya rendah (Walker 2007). Penyusutan (shirinkage) Penyusutan adalah penurunan dimensi kayu akibat keluarnya air terikat dari dinding sel. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyusutan kayu antara lain:
kadar
air,
kerapatan,
struktur/anatomi
kayu,
kadar
ekstraktif,
kandungan/komposisi bahan penyusun kimia (Tsoumis 1991). Faktor kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pengeringan menurut Tsoumis (1991), antara lain : Temperatur Panas merupakan energi yang diperlukan oleh molekul air untuk melepaskan ikatan antar sesama molekul air pada air bebas yang berada didalam rongga sel, dan untuk melepaskan ikatan gugus hidroksil pada air terikat. Ketersediaan panas haruslah cukup, sehingga terjadi pergerakan air dari dalam menuju permukaan kayu. Kelembaban relatif Kelembaban rei merupakan penentu kapasitas pengeringan. Rendahnya nilai kelembaban relatif mengakibatkan semakin tingginya air yang dapat di tampung udara yang di uapkan dari dalam kayu, sehingga kadar air kayu dapat semakin rendah. Sirkulasi udara Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan kayu, sehingga akan
mencegah terjadinya
atmosfir jenuh
yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan berjalan denganbaik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan Tekanan Udara Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan. Sebaliknya jika tekanan udara
21
semakin besar makaudara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap airterbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan Mekanisme Pengeringan Kayu Keluarnya air dari dalam kayu terjadi secara lambat dan bertahap. Bila kayu basah diletakan pada suatu ruangan, maka air akan keluar dari permukaan kayu sehingga terjadi kondisi yang dinamakan gradien kadar air kayu, yaitu bagian permukaan kayu lebih kering dari pada bagian dalamnya. Hal ini mengakibatkan air dari bagian dalam kayu bergerak keluar. Air dalam kayu bergerak ke segala arah. Pergerakan air yang paling cepat terjadi pada arah longitudinal, sedangkan yang paling lambat terjadi pada arah tangensial. Air ini dapat bergerak dalam bentuk caian (air bebas dan air terikat) maupun dalam bentuk uap (Coto 2004). Pada proses pengeringan kayu buatan terdapat tahapan-tahapan dalam pengeringan yang mencakup periode laju konstan dan periode laju menurun yang dapat terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 10. Tahapan laju pengeringan hydroscopic (Mujumdar,2006) Laju pengeringan adalah banyaknya uap air yang keluar dari bahan pada selang waktu tertentu. Kadar air pada saat laju pengeringan bahan berubah dari laju pengeringan konstan ke laju pengeringan menurun seperti gambar diatas, disebut kadar air kritis (critical moistur content) yaitu kadar air terendah yang akan dicapai selama priode tertentu.
Penambahan laju pengeringan dari laju pengeringan konstan menjadi laju pengeringan turun. Koefisien difusi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pengeringan dan untuk pemodelan sifat-sifat. higroskopis dari kayu (Fotsing,2000). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan konstan menurut Brooker et al (1973) dalam Simarmata (1994) adalah kecepatan aliran udara, suhu udara dan kelembaban udara Karakteristik kurva pengeringan pada banyak bahan hydroscopic mengalami periode laju pengeringan konstan dengan awal yang cepat selama lapisan air pada permukaan bahan cukup banyak, selanjutnya diikuti periode laju pengeringan menurun yang lebih lambat Laju pengeringan menurun akan sebanding dengan penurunan kadar air selama pengeringan. Permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh lapisan air. Jumlah air terikat semakin lama akan berkurang, yang disebabkan proses migrasi dari bagian dalam ke permukaan secara difusi (Henderson and Perry,1976) Tobing (1988) menerangkan bahwa terdapat beberapa gaya yang mempengaruhi pergerakan air secara simultan. Beberapa gaya tersebut antara lain ialah : ο·
Gaya kapiler menyebabkan air bebas bergerak dari lumen, melalui noktah dan membran sel. Gaya ini berhenti ketika kayu mencapai kadar air dibawah titik jenuh serat.
ο·
Perbedaan tekanan uap air menyebabkan uap air bergerak dari lumen, melalui noktah, membran noktah dan ruang antar sel. Gerakan ini efektif pada temperature tinggi dan pada kayu dengan berat jenis rendah.
ο·
Perbedaan kadar air menyebabkan air bergerak melalui dinding sel. Gerakan ini penting pada pengeringan kayu dengan temperatur rendah. Budianto (1996) menerangkan, bahwa mekanisme keluarnya air dari dalam kayu dipengaruhi oleh permeabilitas kayu, proses difusi dan penguapan. Difusi ini dialami uap air dan air terikat dalam kayu.
Metode Pengeringan Kayu Metode pengeringan kayu secara umum terbagi menjadi dua, yaitu metode pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami sering disebut juga
23
pengeringan udara. Pengeringan alami dilakukan dengan menumpuk kayu menurut susunan tertentu dan membiarkan tumpukan itu beberapa lama di lapangan pada kondisi terbuka ataupun dibawah naungan (Budianto 1996). Metode pengeringan alami banyak dilakukan sebagai perlakuan awal untuk membantu mangurangi cacat serta mempercepat waktu pada pengeringan buatan. Adapun kelemahan pengeringan alami yaitu sangat dipengeruhi kondisi cuaca dan lokasi, sulit mencapai kadar air 15%, perlu pencegahan terhadap serangan berbagai organisme perusak kayu selama proses pengeringan, waktu pengeringan relatif lama dan perlu areal yang cukup luas. Maka dikembangkanlah sistemsistem pengeringan lain guna menjamin kelangsungan proses produksi serta untuk mengurangi cacat pengering yang terjadi, yaitu dengan sistem pengeringan buatan (Coto 2004). Sistem pengeringan buatan tidak tergantung pada kondisi cuaca. Beberapa model pengeringan buatan, antara lain ialah : a. Metode pengeringan dehumidifer b. Metode pengeringan vakum c. Metode pengeringan fan d. Metode pengeringan kilang pengering (konvensional) Metode pengeringan dehumidifier Pengeringan dehumidifier berprinsip memanaskan udara agar air dalam kayu terevaporasi keluar dilanjutkan dengan penurunan kelembaban udara. Air yang menguap dari kayu menjadikan udara disekitarnya lembab. Udara lembab tersebut dikondensasikan oleh mesin melalui proses pendinginan udara. Air kondensasi tersebut dibuang keluar kilang, sedangkan udara kering disirkulasikan lagi didalam kilang melalui elemen pemanas. Udara panas dan kering tersebut kembali menguapkan air dari kayu. Proses tersebut terus berulang selama pengeringan (Budianto 1997). Metode pengeringan vakum Sistem pengeringan vakum bekerja berdasarkan prinsip pemanasan dan penurunan tekanan udara untuk mengevaporasi kandungan air dalam kayu. Sistem ini cukup baik untuk proses pengawetan ( Budianto 1997)
Menggunakan penukar kalor dalam ruang pengering. panas tersebut bersumber dari elemen pemanas disirkulasikan menggunakan kipas dan diarahkan ruang pengering.Pada saat yang sama udara di keluarkan dari ruang pengering dengan menggunakan pompa vakum sehingga tekanan udara di ruang pengering di bawah 1 atm. Penguapan air berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan sistem pengering kovensional, dengan tekanan rendah dan temperatur didih air lebih rendah sehingga energi dan waktudapat di efesienkan dengan sistem pengeringan vakum dapat menggurangi kekurangan yang terjadi pada sistem pengeringan konvensional Dalam pengeringan vakum, kayu yang ditempatkan dalam ruang pengering yang ketat. Sistem pengeringan vakum menarik vakum pada kayu sehingga air di kayu mendidih dan ditarik keluar dari kayu (Simpson 1984). Metode pengeringan fan Metode pengeringan ini dilakukan menggunakan fan (kipas), yang cukup efektif untuk mengeringkan kayu yang tergolong mudah dikeringkan dan kadar airnya masih tinggi. Pengeringan menggunakan fan ini berprinsip kepada kecepatan udara yang mempengaruhi penyebaran molekul air yang keluar dari kayu ke udara sekitarnya. Tapi menurut Coto (2004) percepatan sirkulasi udara tidak berpengaruh nyata terhadap kayu yang sulit untuk dikeringkan dan kadar airnya rendah. Metoda pengeringan konvensional (kilang pengering) Coto (2004) menerangkan, kilang pengering kayu konvensional paling sering digunakan karena pengoprasiannya mudah, efisien dan ekonomis. Prinsip yang digunakan dalam metoda pengeringan ini adalah mengalirkan udara panas dari sumber panas melalui uap air dan diradiasikan melalui udara oleh plat metal. Udara panas bergerak keatas. Dinding atas dan sekat akan mengarahkan udara ke tumpukan kayu sehingga air keluar dari dalam kayu. Udara di sekitar kayu menjadi lembab dan bergerak ke bawah. Sebagian uap air udara tersebut akan mengembun dan jatuh ke dasar kilang. Adanya sekat, lantai dan dinding mengarahkan pergerakan udara ke plat metal, menyerap panas, bergerak ke atas
25
dan seterusnya berkelanjutan hingga kayu pada tumpukan tersebut mengering. Metode pengeringan ini dapat digunakan untuk semua jenis kayu. Selain metode pengeringan yang telah dijelaskan di atas, teknik penumpukan memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan lamanya pengeringan kayu. Kayu yang ditumpuk secara berlapis dipisahkan oleh ganjal (sticker). Peletakan sticker dalam penumpukan ini harus tersusun lurus dari bagian bawah hingga bagian atas (vertically alignment) dengan jarak antar sticker tersusun dengan teratur. Hal ini bertujuan agar sirkulasi udara masuk kedalam tumpukan kayu secara merata. Pemberian beban yang cukup dibagian atas tumpukan dan pengaturan jarak ganjal yang baik akan menghasilkan kualitas kayu kering yang baik pula. Martawijaya dan Barly (1995), Rasmussen (1961), He dan Lin (1989) menyarankan percepatan pengeringan dengan melakukan kombinasi pengeringan alami dan pengeringan konvensional. Selain itu, pemberian uap air panas (pengukusan) kayu selama 12-24 jam menjelang akhir pengeringan dapat memulihkan cacat collapse (McMillen 1978, diacu dalam Basri 2000), namun demikian teknik ini tidak selalu cocok untuk setiap jenis kayu, terutama kayu muda. Pengaruh suhu pengukusan yang tinggi dalam waktu yang lama juga dikhawatirkan akan menurunkan kekuatan kayu tersebut (Basri et al 2000). Cacat Pengeringan Kayu Pada penelitian sifat dasar pengeringan, sebagian besar contoh uji kayu yang didapat merupakan kayu berdiameter kecil (diameter 30 β 40 cm). Kayu diameter kecil juga dapat dikategorikan sebagai kayu muda yang memiliki kelemahan antara lain ialah cukup banyak mengandung serat spiral, rasio penyusutan tengensial/radial yang besar, dinding sel relatif tipis dengan sudut mikrofibril dalam dinding sel yang besar sehingga penyusutan longitudinalnya besar. Kondisi tersebut menyebabkan sortimen dari kayu diameter kecil cenderung berubah bentuk (warping), dan atau collapse pada saat dikeringkan (Walker 2007) Menurut Walker (2007), terdapat beberapa cacat kayu yang sering terjadi dalam proses pengeringan diantaranya sebagai berikut :
Perubahan warna (staining) Perubahan warna dapat terjadi karena serangan jamur pewarna terutama pada kayu segar hal ini dapat ditangani dengan meminimalisir waktu antara penebangan dengan pengolahannya. Penumpukan kayu perlu dilakukan secepatnya agar permukaannya cepat mengering dan mencapai kadar kurang dari 20%. Pewarnaan pada kayu hasil pengeringan dapat juga terjadi oleh ganjal yang digunakan, serta bahan-bahan dalam ruang pengering yang mengalami kondensasi seperti karat pada besi. Cacat bentuk (warping) Cacat bentuk pada umumnya terjadi akibat perbedaan susut pada arah radial dan tangensial (Walker 2007). Terjadinya cacat bentuk ini dapat juga disebabkan kesalahan dalam pemilihan jadwal pengeringan serta proses penumpukan kayu yang tidak benar. Beberapa jenis perubahan bentuk yang sering dijumpai dapat dilihat pada gambar 1,2, dan 3 (Tsoumis 1991)
Gambar 11. Cacat bentuk dalam pengeringan: (a) memangkuk (cuping) (b) membusur (bowing) (c) memuntir (twisting) (d) diamonding (e) membungkuk (crook). Tegangan sisa pengeringan (case hardening) Case hardening merupakan tegangan sisa yang terjadi dipermukaan kayu. Cacat ini tampak pada waktu pengerjaan kayu dan sangat mengganggu pada saat kayu akan diserut atau dipotong. Untuk mengetahui ada tidaknya cacat jenis ini dapat dilakukan uji garpu (Gambar 12) pada kayu (Walker 2007).
27
a
b
c
d
Gambar 12. Kondisi kayu dalam uji garpu: (a) kondisi awal kayu; (b) tidak terjadi casehardening ; (c) terjadi casehardening (d) reserve casehardening. Retak (checking) Retak pada kayu dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu retak permukan (surface check) dan retak ujung (end check) dan retak dalam (honey comb). Menurut Tsoumis (1991), retak diakibatkan perubahan dimensi yang tidak sama antara permukaan kayu dengan bagian dalamnya. Retak pada umumnya terjadi pada sepanjang jari-jari karena merupakan bagian terlemah pada kayu.
Gambar 13. Cacat retak permukaan (a) cacat pecah ujung (b) (Bergman, 2010) Retak dalam dapat disebabkan oleh retak permukaan yang berkelanjutan atau karena besarnya tegangan tegak lurus serat melebihi kekuatan yang kayu tersebut. Cara untuk menghindari terjadinya cacat ini adalah dengan memberikan kelembaban udara yang tinggi pada permulaan pengeringan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi ( Walker 2007).
Gambar 14. Cacat honeycombing pada papan quartersawn (a) dan pada papan flatsawn (b) (Bergman, 2010)
Collapse Apabila kadar air kayu cukup tinggi, rongga sel penuh berisi air, maka bila terjadi proses pengeringan yang sangat cepat, air bebas akan bergerak dari dalam rongga sel kayu keluar melalui kapiler yang berakibat tegangan vakum pada lumen sehingga dinding sel mengalami collapse. Collapse terjadi pada kayu ketika tegangan kapiler di rongga sel melebihi keteguhan tekan tegak lurus serat (Walker 2007).
Gambar 15.Kayu yang mengalami collapse. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa collapse merupakan penyusutan sel yang sangat parah sehingga permukaan papan tampak berkerut (Gambar 7). Agar cacat collapse dapat dihindari, maka kayu yang rawan collapse perlu mendapatkan pengeringan pendahuluan (predrying) dengan suhu rendah selama beberapa hari atau dilakukan pengeringan alami dalam beberapa minggu. Selain itu terdapat beberapa cara yang menjelaskan pencegahan terjadinya collapse, antara lain ialah : 1. Mengganti air yang berada dalam kayu dengan cairan lain yang mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah dari air, seperti metanol dan etanol, sehingga tegangan cairan yang terbentuk lebih kecil. Namun usaha ini masih terlalu mahal untuk diterapkan walaupun usaha ini berhasil mencegah collapse (Siau 1984) 2. Usaha yang cukup efektif dan efisien untuk mencegah collapse adalah dengan menggunakan kondisi awal pengeringan yang lunak, karena suhu yang tinggi dan kondisi pengeringan yang terlalu keras pada awal pengeringan merupakan penyebab utama sel collapse (Hadi 1987).
29
Jadwal Pengeringan Kayu Menurut Coto (2004), jadwal pengeringan adalah pengaturan faktor pengering (kelembaban dan suhu) pada setiap tahapan pengeringan agar waktu pengeringan dapat dilakukan sesingkat-singkatnya dan cacat yang terjadi pada kayu yang dikeringkan pun seminimal mungkin. Basri (1990) menjelaskan bahwa jadwal pengeringan sangat penting dalam pengeringan kayu. Jadwal pengeringan yang lazim digunakan ialah yang perubahan suhu dan kelembabannya berdasarkan kadar air kayu yang dikeringkan. Jadwal pengeringan yang berbasis kadar air merupakan pedoman umum yang memuat langkah-langkah perubahan suhu dan kelembaban udara berdasarkan kadar air rerata kayu. Basri dan Rahmat (2001) menerangkan bahwa jadwal pengeringan kayu ditetapkan secara individual atau per jenis kayu melalui beberapa kali percobaan pengeringan. Untuk menetapkan suhu dan kelembaban awal hingga akhir pengeringan agar kayu dapat mengering dalam waktu yang optimal tanpa merusak kualitas kayu, diperlukan pengetahuan dasar tentang sifat pengeringan kayu. Pendugaan sifat pengeringan kayu yang lazim didasarkan pada berat jenis kayu, kayu yang memiliki berat jenis yang kurang lebih sama, diduga memiliki sifat pengeringan yang sama. Menurut Basri (1990), jadwal pengeringan umumnya dibuat dengan melakukan pengujian pengeringan pendahuluan (sifat dasar pengeringan) menggunakan suhu tinggi (100 Β°C). Pengujian pendahuluan ini ditujukan untuk menduga sifat pengeringan (kepekaan) kayu dalam dapur pengering. Hasil pengujian pendahuluan ini dapat digunakan untuk merancang jadwal pengeringan dasar melalui evaluasi tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji selama pengeringan hingga mencapai berat kering tanur. Kemudian jadwal pengeringan diuji lagi di dapur pengering percobaan. Cacat pengeringan yang diamati ialah yang terkait dengan dampak proses pengeringan seperti retak/pecah ujung dan permukaan, retak dalam serta deformasi (collapse). Evaluasi pengamatan tingkat cacat dibuat dengan menggunakan sistem skala. Cacat pecah/retak permukaan kayu menggunakan skala 1-8, 1-6 skala untuk retak bagian dalam dan deformasi. Semakin tinggi skala yang digunakan, maka semakin parah tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji kayu. Walaupun dari
seluruh contoh uji hanya satu contoh uji saja yang mengalami cacat terparah, maka penetapan suhu dan kelembaban tersebut mengacu terhadap tingkat cacat yang terparah (Basri 1990). Perpindahan Panas dan Massa Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air,uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke mediumsekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus ditransfer
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi
panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macamtahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. a. Perpindahan Panas Konduksi - Perpindahan kalor secara perambatan atau konduksi adalah perpindahan kalor dari suatu bagian benda padat ke bagian lain dari benda padat yang sama, atau dari benda padat yang satu ke benda padat yang lain karena terjadi persinggungan fisik atau menempel tanpa terjadinya perpindahan molekulmolekul dari benda padat itu sendiri Hubungan dasar untuk perpindahan panas dengan cara konduksi diusulkan oleh ilmuwan perancis, Fourier dalam tahun 1882. hubungan ini menyatakan bahwa qk, laju aliran panas dengan cara konduksi dalam suatu bahan, sama dengan hasil kali dari tiga besaran berikut 1. k, Konduksi termal bahan (W/m . 0C) 2. A, luas penampang melalui panas mengalir dengan cara konduksi, yang harus diukur tegak lurus terhadap aliran panas (mΒ²) 3. dT/dx, gradien suhu pada penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x (0C/m) b. Perpindahan Panas Konveksi - Perpindahan kalor secara aliran atau konveksi adalah perpindahan kalor yang dilakukan oleh molekul-molekul suatu fluida (cair atau gas). Molekulmolekul fluida tersebut dalam gerakannya melayang kesanakemari membawa sejumlah kalor . Konveksi adalah perpindahan panas melalui
31
media gas atau cairan seperti udara di dalam es dan air yang dipanaskan di dalam ceret. Udara bersinggungan dengan pipa-pipa Evaporator yang dingin di dalam lemari. Udara mengambil panas, udara akan merenggang dan menjadi ringan, kemudian mengalir lagi ke atas sampai udara bersinggungan lagi dengan pipa evaporator c. Perpindahan Panas Radiasi - Perpindahan kalor secara pancaran atau radiasi adalah perpindahan kalor suatu benda ke benda yang lain melalui gelombang elektromagnetik tanpa medium perantara. Bila pancaran kalor menimpa suatu bidang, sebagian dari kalor pancaran yang diterima benda tersebut akan dipancarkan kembali (re-radiated), dipantulkan (reflected) dan sebagian dari kalor akan diserap d. Perpindahan Massa - Mass diffusion adalah perpindahan massa yaitu berupa atom atau melekul di dalam sebuah bahan atau melewati batas antara dua bahan yang bersinggungan. Hal ini biasa terjadi pada bahan dalam kondisi cair dan gas, tetapi juga pada kondisi padat. Pada zat padat, gerakan atom difasilitasi oleh adanya imperfection pada struktur kristalnya. Faktor yang mempengaruhi mass diffusion adalah : o suhu, semakin tinggi suhu maka mass diffusion semakin besar o Gradien konsentrasi dc/dx,yaitu konsentrasi dari dua atom yang berbeda pada arah x.
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 1,5 tahun di mulai dengan desain dan pembuatan model mesin pengeringan kayu vakum pada bulan Desember 2010. Penelitian ini dilakukan laboratorium Teknik Sumberdaya Air (TSDA), Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,FATETA IPB. Pengolahan data dilakukan dengan analisa desain eksperimen dengan bantuan softwere for windows. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam pembuatan model pengering vakum meliputi; plat baja ukuran 60 cm x 120 cm, plat baja diameter 40 cm, plat seng ukuran 20 cm x 50 cm, acrylics ukuran 40 cm x 50 cm dan tebal 5 mm, kaca ukuran 25 cm x 30 cm, pemanas (heater), blower (kipas),pipa tembaga panjang 2 m diameter Β½ inci, selang mampu tekan, katup satu arah, elektroda dan bahan penelitian yang digunakan adalah kayu kumea batu (Manilkara merrilliana H.J.L) yang berasal dari kabupaten Luwu Timur di Propinsi Sulawesi Selatan. Alat lain yang di gunakan meliputi : mesin las, roll plat, bor tangan, gurinda, pompa vakum, hibrid recorder yokogawa 3181, komputer PC, pengukur tekanan vakum, pengukur temperatur, termokopel type E, sensor suhu, sensor tekanan, microkontrol, Oven pengering, Timbangan digital Tahapan Peneltian Keseluruhan penelitian pengeringan kayu vakum dengan bahan kayu kumea batu dilakukan mengikuti diagram aliran seperti Gambar 16 . Bagian utama penelitian ini adalah analisis pengeringan kayu kumea batu dengan metode vakum. Karena diperlukan peralatan pengering vakum sebagai alat penelitian, maka yang pertama dilakukan adalah mendesain dan membuat model mesin pengering metode vakum yang kinerja suhu pengeringan dan tekanan vakum yang dapat dikendalikan. Setelah mesin pengering tersedia, kemudian dapat dilakukan pengujian kinerja dari model mesin pengering tersebut. Analisis pengeringan kayu metode vakum dianalisis dengan metode statistik softwere SPSS dan model
33
pengeringan lapisan tipis. Selanjutnya mendesain pengeringan metode vakum untuk skala kecil yang dapat dipindah-pindahkan(portable). Perencanaan Penelitian
Desain dan Pembuatan Model Mesin Pengering Kayu Vacuum Kinerja Model Mesin Pengering Vakum
Persiapan 1. Model Mesin Pengering Kayu Vacuum 2. Material Kayu Kumea 3. Timbangan Elektronik 4. Hibrid Recorder Yokogawa 318 5. Oven 6. Desikator
Karakteristik Pengeringan Vakum Kayu Kumea Persiapan percobaan
Parameter - Temperatur - Tekanan - Waktu
Pengambilan Data - Kadar Air - Temperatur - Tekanan - Waktu Pengeringan Pemodelan dan Analisa Data
Desain Sistem Pengeringan Kayu Vakum Skala Kecil
Kesimpulan Gambar 16. Diagram alir penelitian
Desain dan Pembuatan Model Pengeringan Vakum Kayu Prosedur Desain Karakteristik pengeringan kayu dengan metode vakum
memerlukan
model mesin pengering kayu yang dapat mengukur variabel-variabel proses pengeringan seperti tekanan ruang pengering dan suhu pengeringan yang merupakan variabel yang mempengaruhi laju pengeringan kayu kumea batu. Desain dan pembuatan model pengering vakum yang sesuai dengan karekteristik pengeringan kayu dengan metode vakum yang akan diteliti terlebih dahulu dibuat. Analisis Desain Analisis desain digunakan untuk menentukan kebutuhan komponen-komponen yang digunakan untuk membuat model pengeringan vakum kayu. Analisis ini terdiri dari analisis fungsional dan analisis struktural yang dilengkapi dengan analisis teknik. Dalam analisis fungsional dilakukan penentuan komponenkomponen yang diperlukan untuk membuat model pengeringan vakum skala laboratorium. Sedangkan analisis struktural menentukan bentuk dan komponenkomponen yang sesuai dengan besarnya kebutuhan bahan yang digunakan. Analisis Desain Fungsional -
Bagian-bagian dari model mesin pengering metode vakum memiliki fungsi adalah : pompa vakum untuk mengkondisikan tekanan P < 1 atmosfer, ruang vakum berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel bahan, heater untuk memanaskan udara dengan sumber pemanas adalah listrik, blower(kipas) untuk menghantar panas dari heater ke permukaan kayu, kondensor untuk menangkap uap air hasil pengeringan menjadi air, manometer sebagai alat pengukur tekanan dalam ruang pengering dan termometer untuk mengukur temperatur ruangan pengering
-
Mesin ini berfungsi untuk menurunkan kadar air kayu mencapai kadar air yang diinginkan dengan perlakuan kombinasi suhu dan tekanan sehingga waktu proses pengeringan lebih cepat dan dapat menghasilkan kualitas kayu yang lebih baik.
35
-
Mesin ini menggunakan elemen pemanas elektrik. Distribusi panas menggunakan blower(kipas) agar perpindahan panas ke permukaan kayu lebih cepat.
-
Proses pengeringan kayu menghasilkan penguapan air dimana uap air yang telah jenuh di ruang pengering menyebabkan proses pengeringan akan terhenti sehingga membutuhkan perangkap uap air(kondensor).
-
Untuk mengetahui temperatur dan tekanan pada proses pengeringan di butuhkan alat pengukur temperatur dan tekanan di model pengeringan kayu.
-
Untuk mendapatkan temperatur yang dikehendaki maka model mesin pengeringan vakum kayu di lengkapi pemanas yang dapat dikendalikan
-
Untuk mendapatkan tekanan vakum yang dikehendaki maka model mesin pengeringan vakum kayu di lengkapi pompa vakum yang dapat di kendalikan
Analisis Desain Struktural -
Ruangan pengering berbentuk silinder agar penggunaan bahan plat lebih tipis, dimensi ukuran ruangan pengering berdiameter 40 cm dan panjang 65 cm, ruang pengering didesain agar mampu bekerja pada tekanan vakum sesuai dengan kemampuan pompa vakum yang digunakan. Penekanan pada dinding ruang pengering terjadi karena perbedaan antara tekanan di dalam ruang pengering pv dan di luar ruang pengering patm. Karena tekanan di dalam ruang pengering sangat kecil (vakum) sedangkan tekanan di luar ruang adalah tekanan atmosfir maka terjadi pembebanan tekan ke dalam (Gambar 17).
Gambar 17. Beban penekanan pada dinding ruang pengering Desain dan analisis elemen struktural berdasarkan nilai batas tegangan regangan material. Nilai batas ini berdasarkan sifat-sifat mekanis bahan. Uji tarik dan hasilnya dalam diagram tegangan-regangan adalah uji yang paling umum
dalam memberikan informasi sifat-sifat mekanis. Setelah beberapa nilai diperoleh untuk membuat diagram tegangan-regangan, hal ini memungkinkan untuk menentukan besar tegangan yang dapat dianggap sebagai tegangan batas atau ijin untuk kondisi atau problem yang diberikan. Tegangan ini disebut tegangan ijin (allowable stress) yangdidefinisikan sebagai tegangan maksimum yang dianggap aman jika sebuah material dikenakan pembebanan. ππ =
ππ¦
β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(1)
π
Untuk mendapatkan tebal dinding ruang pengering dengan mempertimbangkan beberapa macam pembebanan. Beban radial ππ =
πΉπ‘ π΄
π₯ππ =
=
βππππ 2π₯ ππ π
βπππ
β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦.(2) β¦β¦β¦β¦β¦..β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦.(3)
2π π
Beban axial ππ =
πΉπ‘ π΄
π₯ππ = -
π 4
βπ π 2
= ππ₯
ππ π
0.25βππ ππ
..β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦.(4) ..β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦.(5)
Pintu ruang pengering dari bahan kaca agar dapat memantau proses pengeringan dan kedap udara
-
Pemanas temperatur ruang pengering mengunakan elemen pemanas listrik dengan daya 500 watt untuk pemanasan temperatur rendah 45oC β 75oC.
-
Blower(kipas) DC untuk mempindahkan panas dari permanas listrik berjumlah 10 unit dan berdiameter 5 cm dengan tegangan 12 Volt, arus 0.5 A dan daya 0.6 Watt.
-
Kondensor (perangkap uap air) terbuat dari pipa tembaga diameter 1.5 cm didalamnya dialiri air dengan menggunakan pompa air celup yang ditempatkan didalam penampungan air.
-
Recervoir untuk menampung air yang berasal dari uap air yang didinginkan oleh kondensor dan dihubungkan ke pompa vakum.
-
Katup manual yang berfungsi mempercepat kondisi tekanan ruang pengering menjadi tekanan atsmorfir setelah proses pengeringan selesai.
37
-
Penurunan tekanan pada ruang pengering menggunakan pompa vakum kapasitas 16 cmHg atau 21.33 kPa.
-
Pengendalian temperatur mengunakan kontrol PWM dengan sesnsor temperatur yang ditempatkan di ruang pengering.
-
Pengendalian tekanan menggunakan kontrol PWM dengan sensor tekanan yang ditempatkan di ruang pengering. Uji Kinerja Model Pengering Vakum Setelah pembuatan peralatan pengering vakum kayu kemudian dilakukan
uji kinerja untuk memeriksa apakah kriteria yang di butuhkan pada sistem pengering dapat dipenuhi. Kriteria keberhasilan sistem pengering ini ditentukan oleh kemampuannya untuk mencapai suhu permukaan bahan (kayu) pada tiga kondisi suhu pengeringan yaitu suhu 45oC, 55oC dan 75oC dan suhu dapat dikendalikan selama proses pengeringan demikian pula tekanan vakum pada ruang pengering terdiri dari 3 tekanan yaitu 34 cmHg, 49 cmHg dan 64 cmHg. Untuk mendistribusikan suhu di dalam ruang pengering, digunakan blower dan pengarah aliran udara dari pemanas(heater), pengukuran distribusi suhu menggunakan 7 termokopel (Gambar.18), penempatan termokopel masing-masing berjarak 2.5 cm di mulai dari dasar dudukan bahan. Termostik
Barometric
Sensor tekanan termokopel
Cold trap
Sensor suhu
Dinding ruanga pengering
Pengarah Aliran udara
Pengarah Aliran udara
Dudukan bahan heater
blower
Gambar 18. Penempatan termokopel untuk distribusi temperatur panas di ruang Pengering
Karakteristik Pengeringan Metode Vakum Kayu Kumea Batu Bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah kayu kumea batu yang diambil dari kabupaten Luwu Timur di propinsi Sulawesi Selatan. Sampel kayu memiliki kadar air awal Β±15 % yang telah melalui pengeringan udara alami, dimensi ukuran sampel uji kadar air , ketebalan 0.7 cm, panjang sampel 7 cm sedangkan lebar sampel 4 cm. Tabel 1. Beberapa sifat fisik dan thermis kayu kumea batu Sifat fisik dan thermis Kadar air awal Massa Massa jenis Luas permukaan Panas spesifik Konduktivitas Volume
Nilai 15 0,038 1233.7 0.0084 1.75 0.27 19.6
Satuan % kg kg/m3 m2 kJ/kgΒ°K W/mΒ°K cm3
Pada penelitian ini dilakukan perlakuan dengan variasi tekanan ruang pengering (P) adalah 34 cmHg, 49 cmHg, 64 cmHg dan suhu ruang pengering adalah 40ΒΊC, 55ΒΊC, dan 75ΒΊC dengan interval waktu pengeringan 30 menit,60 menit,90 menit dan 120 menit. Peralatan utama yang digunakan adalah alat model mesin pengering metode vakum yang terdiri bagian-bagian utama : pompa vakum, ruang vakum, heater, blower(kipas), kondensor, manometer dan termometer. Alat pengering ini dihubungkan dengan Hibrid Recorder yang dilengkapi data logger untuk menampilkan data suhu hasil pengamatan. Agar data suhu bahan yang ada di dalam ruang pengering dan suhu lingkungan dapat terbaca maka dibutuhkan alat sensor
suhu
(termokopel).
Sedangkan
alat
pendukung
oven,desikator,timbangan digital.
Gambar 19. Spesimen kadar air kayu
lain
adalah
39
Gambar 20.Skema alat pengering vakum Cara penelitian : sampel kayu di masukkan ke ruang pengering dan di tutup rapat sambil menjalankan pompa vakum yang di set sesuai dengan tekanan yang diinginkan,setelah tekanan vakum sesuai dengan set point tekanan, elemen pemanas dan blower di jalankan, proses pengeringan di lakukan sampai waktu tertentu. Untuk pengambilan kadar air sampel kayu yang telah di keringkan dimasukkan ke wadah desikator untuk menjaga kadar air konstan. Pengambilan data kadar air dilakukan dengan menggunakan metode thermogravimetri menggunakan persamaan berikut : πΎπ΄ =
πππππ‘ π πππππ’π ππ πππππππππ βπππππ‘ π ππ‘πππ β ππ πππππππππ πππππ‘ π πππππ’π ππ πππππππππ
π₯ 100β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(6)
Rancangan Penelitian Rancangan faktorial digunakan pada percobaan yang melibatkan beberapa faktor, yang mana diteliti pengaruh dua faktor atau lebih pada suatu respon. Rancangan ini juga akan menentukan apakah terdapat interaksi yang berarti antara dua faktor atau lebih. Percobaan Faktorial 3x3x3 Model statistik untuk percobaan faktorial pada penelitian ini terdiri dari tiga faktor, faktor A adalah temperatur pengeringan, faktor B adalah tekanan di ruang pengering dan faktor C adalah waktu pengeringan dengan menggunakan rancangan acak lengkap RAL (Completely Randomized Design), adalah sebagai berikut : ππππ = π + π΄π + π΅π + π΄π΅ππ + πΆπ + π΄πΆππ + π΅πΆππ + π΄π΅πΆπππ + ππππ β¦β¦β¦β¦β¦(7)
Dimana : Yijk
= Nilai pengamatan yang akan di peroleh taraf ke-I dari faktor A, taraf ke-j dari faktor B, taraf ke-k dari faktor C
Β΅
= Nilai rata-rata sesungguhnya.
Ai
= Pengaruh adiktif dari taraf ke-I faktor A
Bj
= Pengaruh adiktif dari taraf ke-j dari faktor B
πΆπ
= Pengaruh interaksi taraf ke-k dari faktor C
π΄π΅ππ
= Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
π΄πΆππ
= Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k dari faktor C
π΅πΆππ
= Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor B dan taraf ke-k dari faktor C
π΄π΅πΆπππ
= Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j dari faktor B dan taraf ke-k faktor C.
Pada model ini i= 1,2,3, j= 1,2,3, k = 1,2,3 dengan demikian ada 27 kombinasi perlakuan Analisis Regresi Jika mempunyai data yang terdiri atas dua atau lebih variabel,adalah sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu berhubungan. Hubungan yang di dapat umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Studi yang menyangkut masalah ini di kenal dengan analisa regresi. Model Regresi Linier Sederhana Untuk analisis regresi akan dibedakan dua jenis variabel, yaitu antara variabel bebas dan variabel tak bebas. Model regresi linier sederhana dengan sebuah variabel adalah : ππ¦π₯ = π1 + π2 π₯ + π
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(8)
Parameter ΞΈ1 dan ΞΈ2 perlu di taksir, yaitu oleh a dan b. dengan demikian persamaan regresinya adalah π = π + ππ₯
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(9)
Dimana Y adalah variabel tak bebas dan x variabel bebas
41
Model Regresi Linier Berganda Jika hubungan antara variabel Y dengan variabel bebas Xi adalah linier dan dianggap terhadap k variabel bebas serta n pengamatan, maka model regresi berganda untuk hubungan Y dan Xi dapat dinyatakan sebagai berikut (Katz 1982): π = π½0 + π½1 π₯1 + π½2 π₯2 + β― + π½π π₯π + π
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(10)
Dengan : π
= Variabel tak bebas
Ξ²0
= Konstanta
Ξ²1,Ξ²2,Ξ²k
= Dugaan koefisien regresi
Ξ΅
= Kesalahan pengganggu Karakteristik Pengeringan Kayu Kumea Batu
Model Persamaan Pengeringan Newton Selanjutnya dilakukan analisis kurva pengeringan bentuk matematis dari hukum pendingin Newton dengan asumsi bahwa laju kehilangan kadar air dari kayu yang dikelilingi oleh udara pengering sebanding dengan perbedaan antara kadar air kayu dan kadar air kesetimbangan, maka: ππ ππ‘
= π π β ππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦.(11)
Dari persamaan (11), maka di peroleh persamaan penguapan πβππ ππ βππ
ππ
= π βππ‘
πβππ ππ βππ
= βπ. π‘
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦.β¦..(10) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦.(11)
Nilai k sebagai fungsi suhu dan tekanan π π, π
diperoleh dengan cara
membuat grafik hubungan antara kadar air (M) versus waktu (t). dengan menggunakan program Excel, nilai k di peroleh dengan persamaan : πππππ£ = πππππ + π πππ π + π πππ π ππ£ = ππ π π ππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦..β¦...β¦β¦(12)
.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦..(13)
Jika nilai k di ketahui maka dapat memprediksikan kadar air dan waktu untuk mengeringkan hingga mencapai kadar air optimal. Kemudian kadar air obsevasi dan prediksi di plotkan dalam satu grafik dan dilakukan uji korelasi keduanya.
Nilai k sebagai fungsi suhu dan tekanan
π π, π
diperoleh juga
menggunakan solver pada program excel dengan cara membuat table di microsoft excel dengan persamaan : π = ππ π 1 π
π
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(14)
Model Persamaan Pengeringan Fick Solusi dari hukum Fick kedua {Fick's second law) umumnya menjadi dasar dalam memprediksi perpindahan moisture dari suatu bahan (padatan). Secara umum persamaan satu dimensi keseimbangan massa dalam berbagai geometri benda padat homogen dan isotropik seperti bentuk lempeng,bola dan silinder dan mengikuti kaidah Fick berlaku hubungan berikut (Bird et al,1960, Carslaw and Jaeger,1971, Crank,1975, Henderson dan Perry, 1976) ππ ππ
= π·π 2
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(15)
Dimana π 2 merupakan operator yang dinyatakan Untuk kordinat segiempat (cartesian) π2
π2
π2
π 2 = ππ₯ 2 + ππ¦ 2 + ππ§ 2
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(16)
Bila kondisi awal dan kondisi batas Kondisi awal : ΞΈ = 0, M = M0
pada 0 < y < Β± b
β¦β¦β¦β¦.(17)
Kondisi batas : ΞΈ β₯ 0, M = Me
pada y = Β± b
β¦β¦β¦β¦.(18)
Dimasukkan ke persamaan dasar (1) diatas maka pemecahan untuk kadar air ratarata dalam bentuk lempeng dengan tebal 2b dapat dinyatakan: π βππ π0 βππ
=
8 π2
1 β 0 2π +1 2
ππ₯π β 2π + 1
2
π 2 π·π£
π π2
β¦β¦β¦β¦.(19)
Difusivitas Panas Kayu Kumea Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu (temperatur gradient), maka menurut pengalaman akan terjadi perpidahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut : π π¨
ππ»
β ππ
...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(20)
43
Jika dimasukan konstanta proporsionlitas (proportionality constant) atau tetapan kesebandingan, maka sesuai dengan hal diatas. Persamaan dasar untuk konduksi dapat ditulis sebagai berikut; ππ»
π = βππ¨ ππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦..(21)
Tanda minus (-) timbul untuk menunjukkan arah perpindahan kalor terjadi dari bagian temperatur tinggi ke bagian temperatur rendah. Jika persamaan (20) di intergrasikan, maka akan didapatkan: πππ = β π²π¨ππ» β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦.(22) π²π¨
π = β βπ π»π β π»π πβπ
π² = βπ¨ π»
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(23) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(24)
π βπ»π
Difusi Panas Hasil dari ΟC p yang sering muncul dalam transfer panas analisis, dinamakan kapasitas panas dari suatu bahan. Keduanya, panas yang spesifik Cp dan kapasitas panas ΟC pmenggambarkan
kapasitas penyimpanan panas dari
bahan.
per satuan
Tetapi Cp menggambarkannya
massa
dimana ΟCp
menggambarkannya per satuan volume, yang dapat dilihat dari satuannya yaitu J / kg oC dan J / m 3 o C masing-masing. Bagian dari bahan yang muncul dalam
analisis
konduksi
panas sementara
adalah
difusi
panas,
yang
menggambarkan seberapa cepat panas berdifusi melalui suatu bahan dan ditulis sebagai
πΆ=
π ππͺπ
(m2/s) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(25)
Konduktivitas panas k menggambarkan seberapa Baik bahan mengkonduksi panas, dan kapasitas panas ΟC p menggambarkan seberapa banyak energi dari satu bahan dapat menyimpan per satuan volume. Untuk itu, difusi panas dari suatu bahan dapat ditampilkan sebagai perbandingan dari konduksi panas melalui bahan dengan panas yang disimpan per satuan volume.menggambarkan seberapa banyak
energi dari satu bahan dapat menyimpan per satuan volume. Untuk itu, difusi panas dari suatu bahan dapat ditampilkan sebagai perbandingan dari konduksi panas melalui bahan dengan panas yang disimpan per satuan volume. 1.4 cm Isolator Termokopel Termokopel Kayu kumea Isolator 14 cm
Gambar 21.Penempatan termokopel difusivitas panas kayu kumea Untuk menjelaskan perbedaan difusi panas bahan yang terjadi terhadap waktu (non steady state), dikenal dengan metode finite diference untuk menentukan Ξ± sebagai berikut: ππ» ππ
ππ π»
= πΆ πππ
π π»π+π π βπ»π
βπ
πΆ=
=πΆ
βππ βπ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(26) π+π π+π π»π+π π+π βππ +π»πβπ
βππ
π π»π+π π βπ»π π+π π+π π»π+π βππ +π»π+π πβπ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(27) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(28)
45
HASIL DAN PEMBAHASAN Desain Struktural Model Mesin Pengering Vakum Kayu Pengering vakum didesain dan dibuat untuk kinerja proses pengering meliputi tekanan, temperatur dan waktu pengeringan keseluruhan mesin pengering terdiri
dari:
ruang
pengering,
sistem
pemanas,
perangkap
uap
panas
(kondensor),sistem perpipaan,tangki air, pompa vakum dan panel kontrol.Susunan desain mesin ini di tunjukkan pada Gambar 22 dan 23.
Gambar 22. Susunan model mesin pengering vakum kayu Pada sistem vakum, udara di pompa dari ruang pengering melalui selang mampu tekan ke pompa vakum dan melalui selang mampu tekan ke ruang penampung air hasil uap air dari kondensor di ruang pengering ke pompa vakum. Kondensor ini digunakan untuk menangkap uap air yang ada dalam udara untuk menghindari kejenuhan uap air dalam ruang pengering sehingga proses pengeringan bahan dapat berlangsung dan hanya uap kering yang masuk ke dalam pompa vakum.sistem kondensor ini berupa pipa tembaga yang di dalamnya dialiri
air dari tangki air dingin yang bersikulasi selama proses pengeringan dengan menggunakan pompa air celup
Gambar 23. Skema peralatan pengering vakum Ruang Pengering Ruang pengering yang digunakan menggunakan plat yang tipis sehingga berbentuk silinder. Pada perancangan ini digunakan ruang pengering yang terbuat dari baja karbon. Tegangan yiel bahan Οy baja adalah 340 Mpa dan faktor keamanan n yang digunakan 1.67 (Gere et al.1987). Dengan data kekuatan bahan ini, dapat dicari tegangan ijin Οi. ππ =
ππ¦ π
= 203.6πππ
Jika tekanan vakum pv = 10 cmHg atau 13.3 kpa dan tekanan atmosfir patm = 101.3 kpa, maka tekanan dinding ruang pengering Ξp = patm + pv = 114.625 kpa Diameter ruang pengering yang digunakan 0.4 m dan panjang 0.6 m, maka dapat dicari tebal dindingnya dengan mempertimbangkan beberapa macam pembebanan. Beban radial ππ =
πΉπ‘ π΄
Maka,
=
βππππ 2π₯ ππ π
47
βπππ
π₯ππ =
2π π
= 0.35 ππ
Beban axial ππ =
π
βπ π 2
πΉπ‘
= ππ₯ 4
π΄
π₯ππ =
ππ π
0.25βππ ππ
= 0.06 ππ
Dari hasil perhitungan dengan pembebanan radial di dapat tebal plat dinding ruang pengering yang diperlukan 0,35 mm, sedangkan dengan pembebanan axial tebal yang diperlukan 0.044 mm,karena tebal plat yang di gunakan lebih besar (2 mm) dari tebal hasil perhitungan pembebanan, maka plat ruang pengering kuat untuk di bebani. Pintu Ruang Pengering Pintu pengering dibuat dari kaca. Nilai Οult kaca diketahui adalah 10 x 108 Pa. Garmo (1984) mengatakan bahwa jika tegangan yang digunakan adalah Οult, maka faktor keamanan yang harus digunakan adalah 2.8. dengan data-data ini maka dapat dicari Οi (Gere, et al. 1987) ππ =
π π’ππ‘ π
= 3.57 π₯ 108 ππ
Ketebalan pintu ditentukan dengan menggunakan persamaan 4 dengan mengganti variabel xdp menjadi spp. π₯ππ =
0.25βππ ππ
= 3.21 π₯ 104
Karena hasil perhitungan kekuatan bahan menunjukkan tebal pintu kaca yang dibutuhkan adalah 0.321 mm sedangkan tebal kaca yang dibuat 10 mm, maka dapat disimpulkan pintu pengering memenuhi syarat kekuatan bahan Tekanan Vakum Pompa vakum yang digunakan adalah pompa rotari model 2X, 2 fasa, dengan daya listrik 0.18 kw. Pompa ini mampu mengalirkan udara dengan laju 0.5 liter/detik dan menghasilkan 0.07 Pa. Untuk mengalirkan udara bertekanan rendah digunakan pipa flexibel berdiameter Β½ inchi. Dimensi Pipa Kondensor Penurunan temperatur uap air di dalam ruang pengering dilakukan dengan mengalirkan air di dalam pipa yang dipasangkan dengan pompa air celup.
Dimensi pipa dan bahan pipa ditentukan dengan mempertimbangkan perubahan uap air menjadi air pada dinding pipa. Dimensi pipa yang di pilih Β½ inchi dari bahan tembaga yang memiliki konduktifitas yang baik di banding logam-logam lainnya Heater Suhu pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurang dari 100oC. dengan mempertimbangkan volume ruang pengering sehingga digunakan 1 buah heater dan panjang 50 cm dengan daya 500 w Kontrol Suhu dan Tekanan Suhu dan tekanan dipertahankan dengan menggunakan system control. Mikrokontroller yang digunakan adalah DT AVR Low Cost Micro System dengan kapasitas memori pemrograman sebesar 8 kb. Skema pengontrolan dapat di lihat pada gambar 5. Sehingga sensor yang digunakan adalah modul SHT 11 dengan kemampuan pengukuran suhu antara 0 β 130 oC dan juga memiliki kemampuan untuk mengukur kelembaban.Untuk mendeteksi besarnya tekanan dalam ruang pengering yang dapat dihubungkan dengan mikrokontroller maka digunakan DTSense Barometric Pressure & Temperature Sensor yang merupakan sebuah modul sensor berbasis sensor HP03 yang dapat digunakan untuk mendeteksi besarnya tekanan dan temperatur udara di sekitar sensor.Suhu dan tekanan dipertahankan dengan menggunakan system control. Mikrokontroller yang digunakan adalah DT AVR Low Cost Micro System dengan kapasitas memori pemrograman sebesar 8 kb.
Gambar 24. Skema sistem pengotrolan model mesin pengering vakum
49
Mikrokontroller yang berupa DT-AVR Low Cost Micro System menerima input setpoin suhu dan tekanan, selanjutnya setiap satu detik data pembacaan suhu dari SHT 11 dan tekanan dari Barometric akan dibandingkan dengan setpoin yang diberikan.
Gambar 25. Peralatan pengering vakum Prinsip Kerja Model Mesin Pengering Metode Vakum Pada pegembangan mesin pengering metode vakum yang merupakan hasil modifikasi mesin pengeringan beku dengan metode vakum , modifikasi yang membedakan adalah terletak pada sistem kerja pengeringan dan pemantauan proses pengeringan yang melalui 3 buah kamera. Dimana sistem kerja hasil modifikasi yaitu pengering bekerja dengan kondisi tekanan di ruang pengering yang dapat dikendalikan sesuai dengan kebutuhan tekanan vakum pengeringan dan kapasitas kemampuan pompa vakum yang digunakan , pemanasan ruang pengering menggunakan heater yang tegangan listrik diberikan sesuai dengan kondisi suhu pengeringan menggunakan sensor suhu yang dikendalikan oleh mikro controler, blower digunakan untuk mengalirkan udara panas dari heater ke permukaan bahan yang akan dikeringkan dengan menggunakan pengarah aliran udara dan untuk mencegah terjadinya uap air jenuh diruang pengering digunakan
kondesor yang terbuat dari pipa tembaga yang di dalamnya dialiri air dengan mengunakan pompa air celup.
kamera
kondensor
kamera
Gambar 26. Prinsip kerja model mesin pengering vakum Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan mesin pengering metode vakum adalah : 1.
Mula-mula bahan yang akan dikeringkan dimasukan kedalam ruang pengering dengan menempatkan ke posisi fokus dari kamera pemantau.
2.
Pintu kaca ditutup rapat agar udara luar tidak masuk ke ruangan pengering dengan menggunakan palang acrelik yang kedua ujungnya terdapat baut pemutar.
3.
Katup manual di putar searah jarum jam agar tekanan udara luar tidak masuk keruang pengering.
4.
Menghidupkan power listrik di kontrol panel sambil menjalankan blower, pompa air celup dan lampu diruang pengering.
5.
Menghidupkan power listrik komputer PC dan menjalankan program kamera pemantau dan program micro kontroller.
6.
Set up proses pengeringan di panel kontrol dengan menginput suhu pengeringan, tekanan vakum dan waktu pengeringan dengan menggunakan keypad dan tampilan input terlihat dilayar LCD.
51
Kinerja Pengering Vakum Penurunan tekanan pada menit-menit awal dapat berlangsung dengan lebih cepat karena pemompaan udara dari ruang pengering ke udara bebas lebih mudah disebabkan beda tekanan didalam dan diluar belum terlalu besar. Ketika tekanan ruang pengering sudah mencapai tekanan 0.38 cmHg diatas setpoint kerja pompa vakum berhenti. Pompa vakum akan bekerja lagi bila mana tekanan telah mencapai 0.38 cmHg di bawah setpoint. Pada tekanan setpoint 64 cmHg kerja pompa vakum terulang sekitar 2 menit dan waktu pemvakuman 4 detik untuk mencapai 0.38 cmHg diatas setpoint 64 cmHg. Pada tekanan setpoint 49 cmHg kerja pompa vakum terulang sekitar 1.5 menit dan waktu pemvakuman 10 detik untuk mencapai 0.38 cmHg diatas setpoint 49 cmHg. Pada tekanan setpoint 34 cmHg kerja pompa vakum terulang sekitar 1 menit dan waktu pemvakuman 3 menit untuk mencapai 0.38 cmHg diatas setpoint 64 cmHg.
Tekanan (cmHg)
75 65 55 setpoint 64 cmHg
45
setpoint 49 cmHg
35
setpoint 34 cmHg
25 0
3
5
8 10 13 15 18 20 23 25 Waktu (menit)
Gambar 27. Penurunan tekanan terhadap waktu Pada temperatur(suhu) setpoint yang kendalikan, suhu yang terbaca lebih rendah dari setpont maka mikrontroller akan memberikan pwm (pulse width modulation) yang sesuai untuk mencapai setpoint yang diberikan dan jika setpoint suhu telah tercapai maka akan diberikan pwm yang sesuai untuk mempertahankan suhu sesuai dengan setpoint. Waktu pemanasan heater sampai mencapai setpoint 45oC selama 7 menit untuk setpoint 60oC selama 18 menit sedangkan pada setpoint 75oC membutuhkan waktu 40 menit. Perubahan temperatur setelah mencapai setpoint Β± 1 oC
85 75
Suhu (Β°C)
65 55
setpoint 45Β°C
45
setpoint 60 Β°C setpoint 75 Β°C
35 25 0
10
20
30 40 50 60 Waktu (menit)
70
80
. Gambar 28. Perubahan suhu terhadap waktu Distribusi suhu pada ruang pengering terbaca pada penempatan termokopel yang diletakkan diatas dudukan bahan, kenaikan temperatur pada masing-masing termokopel merata selama waktu pengeringan. Pada setpoint suhu 75oC dengan waktu pengeringan 40 menit distribusi suhu belum merata ini disebabkan oleh dinding plat besi ruang pengering juga menyerap panas dari heater. 80 TKP1
70 Suhu(Β°C)
TKP2
60
TKP3
50
TKP4 TKP5
40 TKP6
30
TKP7
20
TKP8
0
20
40 60 Waktu(menit)
80
Gambar 29. Distribusi termperatur di ruang pengering
Penurunan kelembaban udara pada ruang pengering 0
dipengaruhi oleh
peningkatan suhu. Pada setpoint suhu 75 C penurunan kelembaban udara mencapai 12 %.
53
80 70 Suhu(Β°C)/RH
60 50 40
Suhu setpoint 75(Β°C)
30
RH(1/100)
20 10 0 0
20
40 60 Waktu(menit)
80
Gambar 30. Perubahan kelembaban udara di ruang pengering Validasi Tekanan Pada Model Mesin Pengengering Hubungan nilai dari kontrol setpoint tekanan vakum pengeringan pada ruang pengering divalidasi dengan nilai alat pada barometrik yang telah terpasang di dinding luar ruang pengering ditunjukkan pada Gambar 31 di bawah ini dan didapat nilai koefisien determinasi R2 = 0.974 yang dihasilkan mendekati nilai 1, sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian tekanan diruang pengering dengan menggunakan sensor tekanan mendekati hasil pengukuran barometrik.
Tekanan Barometrik
85 75 65 55
y = 1,046x - 0,063 RΒ² = 0,974
45 35 25 25
35
45
55
65
75
Tekanan Setpoint
Gambar 31.Validasi Tekanan Setpoint
85
Validasi Suhu Pada Model Mesin Pengering Hubungan nilai dari kontrol setpoint suhu pengeringan pada ruang pengering divalidasi dengan nilai alat termokopel yang dihubungkan dengan hibrid recorder ditunjukkan pada Gambar 32 di bawah ini dan didapat nilai koefisien determinasi R2 = 0.995 yang dihasilkan mendekati nilai 1, sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian suhu pengeringan diruang pengering mendekati hasil pengukuran termokopel.
80,0
Suhu Setpoint
70,0 60,0 y = 1,026x - 2,732 RΒ² = 0,995
50,0 40,0 30,0 20,0 20
30
40
50
60
70
80
Suhu termokopel
Gambar 32. Validasi Suhu Setpoint Kamera Pemantau Proses Pengeringan Proses pengeringan kayu dapat membuat perubahan dari struktur kayu(cacat pengeringan). Pada Gambar 33, 34 dan 35 menujukkan hasil foto yang mengunakan interval pengambilan gambar setiap 60 detik.
Gambar 33. Tampak atas kamera pemantau proses pengeringan
55
Gambar 34. Tampak depan kamera pemantau proses pengeringan
Gambar 35. Tampak samping kamera pemantau proses pengeringan Pada Gambar 33, dudukan specimen kayu ditempatkan mistar ukur untuk mengetahui perubahan kayu pada uji garpu kayu, pada Gambar 34 dan 35 untuk memantau terjadinya cacat keretakan dan collaps kayu proses pengeringan yang dilakukan. Karakteristik Pengeringan Metode Vakum Pada Kayu Kumea Analisis Kadar Air Kayu Perbandingan kadar air kayu antara proses pengeringan konvesional, kondisi tekanan pengeringan 76 cmHg pada suhu pengeringan 45 oC dan
pengeringan metode vakum dengan kondisi tekanan pengeringan 64 cmHg pada suhu pengeringan 45oC dengan waktu pengeringan bervariasi antara 30 β 120 menit dapat dilihat pada Tabel 2 perbandingan kadar air kayu pengeringan konvensional dan pengeringan metoda vakum dibawah ini. Tabel 2. Perbandingan kadar air kayu antara pengeringan konvensional dan pengeringan metoda vakum Waktu (menit)
T = 45oC P = 76 (cmHg)
P = 64 (cmHg)
0
15.11
15.11
30
14.67
12.57
60
14.34
11.99
90
14.12
10.89
120
13.90
9.38
Untuk memperjelas hasil percobaan diatas, maka data-data tersebut diplotkan pada Gambar 36 berikut :
Kadar air kayu M(%wk)
20
15 T = 45 Β°C, P = 76 cmHg T = 45 Β°C, P = 64 cmHg
10
5
0 0
50
100
150
Waktu pengeringan(menit)
Gambar 36. Hubungan antara pengeringan konvensional dan pengeringan metode vakum, pada T = 45oC, P = 76 cmHg dan P = 64 cmHg
57
Kadar air kayu M(%wk)
20
15 T = 55 Β°C P = 76 cmHg
10
T = 55 Β°C,P = 64 cm/Hg 5
0 0
50
100
150
Waktu pengeringan(menit)
Gambar 37. Hubungan antara pengeringan konvensional dan pengeringan metode vakum, pada T = 55oC, P = 76 cmHg dan P = 64 cmHg
Kadar air kayu M(%wk)
20
15
T = 75 Β°C P = 76 cmHg
10
T = 75 Β°C,P = 64 cmHg 5
0 0
50 100 Waktu pengeringan(menit)
150
Gambar 38. Hubungan antara pengeringan konvensional dan pengeringan metode vakum, pada T = 75oC, P = 76 cmHg dan P = 64 cmHg Dari Gambar 36, 37 dan 38 diatas dapat dilihat bahwa penurunan kadar air kayu pada pengeringan metode vakum mengalami penurunan rata-rata 61% dibandingkan
dengan
pengeringan
konvensional.
Hilderbrand(1989),
menyimpulkan bahwa waktu pengeringan kayu metoda vacuum lebih cepat dibandingkan pengeringan kayu konvensional yaitu bervariasi antara satu setengah sampai sepertiga.Penurunan kadar air ini dikarenakan adanya perbedaan
tekan uap air dari permukaan kayu ke udara ruang pengering. Pada pengeringan vakum, laju difusi air dari dalam kayu lebih besar dari pada pengeringan konvensional. Penguapan air lebih cepat disebabkan perpindahan panas yang efektif ke permukaan kayu. Pada tekanan konstan, semakin tinggi suhu ruang pengering, lebih cepat laju pengeringan. Selanjutnya, semakin rendah tekanan, semakin tinggi pula laju pengeringan. (Zhangjing Chen et al ,2004) Analisis Ragam Percobaan Faktorial Terhadap Kadar Air Pengeringan Metoda Vakum Sebagai Respon Pada percobaan ini digunakan rancangan percobaan faktorial, dengan variabel : -
lama(waktu) pengeringan : 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit.
-
Suhu pengeringan : 45oC, 55oC dan 75oC
-
Tekanan vakum
: 34 cmHg, 49 cmHg dan 64 cmHg
Dengan demikian diperoleh 36 data percobaan, untuk mempermudah dan mempercepat proses pengolahan data, maka dipergunakan bantuan perangkat lunak SPSS (Sastistical Package for Social Sciences) Tabel 3. Hasil analisis ragam kadar air pengeringan metoda vakum Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:kair Source Corrected Model Intercept waktu suhu tekanan waktu * suhu waktu * tekanan suhu * tekanan waktu * suhu * tekanan Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares df a
Mean Square F
Sig. . . . . . . . . .
98.112 3535.888 70.259 21.513 2.736 1.029 .971 .972 .633
35 1 3 2 2 6 6 4 12
2.803 3535.888 23.420 10.756 1.368 .171 .162 .243 .053
.000 3634.000 98.112
0 36 35
.
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .)
. . . . . . . . .
59
Pada Anova Tabel 3 di atas terlihat bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kadar air kayu adalah waktu pengeringan, suhu ruang pengering dan tekanan udara di dalam ruang pengering, yang di tunjukkan dengan nilai-nilai signifikasi F yang kecil (0.000). Dari beberapa literatur juga telah disebutkan bahwa variabel yang berpengaruh pada proses pengeringan bahan pada umumnya waktu pengeringan, suhu pengering dan tekanan udara. Anova pada tabel di atas hanya sesuai dengan data-data penelitian yang dilakukan Analisis Regresi Untuk Kadar Air Pengeringan Metoda Vakum Dari Tabel 3 di atas, telah diketahui variabel-variabel bebas mana yang berpengaruh terhadap kadar air pengeringan metoda vakum, untuk mencari persamaan regresi dari kadar air pengeringan metoda vakum, variabel-variabel bebas yang berpengaruh tersebut digunakan sebagai variabel dependen dalam analisis regresi Tabel 4. Hasil koefisien korelasi ganda dan pengujian signifikansi koefisien korelasi ganda. Model Summary
Model
R
1
.942a
Adjusted R Std. Error of R Square Square the Estimate .887
.877
.58784
a. Predictors: (Constant), tekanan, suhu, waktu
b
ANOVA
Sum of Squares
Model 1
df
Mean Square
Regression 87.055
3
29.018
Residual
11.058
32
.346
Total
98.112
35
F 83.976
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), tekanan, suhu, waktu b. Dependent Variable: kair
Tabel 4 di atas menunjukkan koefisien korelasi ganda R sebesar 0.942 dan
koefesien determinasi R-sq = 88.7 %, yang menunjukkan bahwa total variasi yang
mampu diterangkan oleh model adalah 88.7% dan 11.3% diterangkan oleh faktor lain yang belum dimasukkan dalam model. Koefisien tersebut signifikan karena setelah diuji dengan F-test diperoleh harga F sebesar 83.976 dengan signifikansi 0,00. Hasil lain yang diperoleh adalah persamaan garis regresi, seperti tampak pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Hasil koefesien persamaan garis regresi Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
a
Standardized Coefficients
Std. Error
15.502
.649
waktu
-.040
.003
suhu
-.062
tekanan .020 a. Dependent Variable: kair
Beta
t
Sig.
23.886
.000
-.805
-13.562
.000
.008
-.466
-7.858
.000
.008
.148
2.500
.018
Hasil analisis menunjukkan harga konstanta besarnya 15.502, harga koefisien waktu pengeringan besarnya -0.040, harga koefisien suhu pengeringan besarnya -0.062 dan harga koefsien tekanan vakum besarnya 0.020. Semua koefisen tersebut signifikan karena masing-masing signifikansinya 0,00 dan 0.018. Jadi persamaan garis regresinya adalah : Ka = 15.502 - 0.040 t - 0.062 T + 0.020 P Analisis Hubungan Parameter Pengeringan Terhadap Kadar Air Kayu Pengaruh kondisi parameter pengeringan kayu dengan metode vakum terhadap kadar air (Ka), persamaan regresi adalah : Ka = 15.502 - 0.040 t - 0.062 T + 0.020 P (%) Kemudian ke dalam persamaan regresi dimasukkan harga untuk setiap parameter pengeringan sehingga didapatkan harga prediksi dari model kadar air pengeringan (ka). Untuk menghubungkan parameter pengeringan terhadap kadar air(M) ini ditampilkan grafik hubungan parameter pengeringan terhadap kadar air.
61
Kadar air kayu M (%wb)
15
P = 34 cmHg, t = 120 menit P = 34 cmHg, t = 90 menit P = 34 cmHg, t = 60 menit P = 49 cmHg, t = 120 menit P = 49 cmHg, t = 90 menit P = 49 cmHg, t = 60 menit P = 49 cmHg, t = 30 menit P = 64 cmHg, t = 120 menit P = 64 cmHg, t = 90 menit P = 64 cmHg, t = 60 menit P = 64 cmHg, t = 30 menit P = 34 cmHg, t = 30 menit
10
5
0 45
55
75
Suhu pengeringan (o C)
Gambar 39. Grafik hubungan suhu pengeringan dengan kadar air kayu T = 45 Β°C, t = 120 menit
15
T = 45 Β°C, t = 90 menit
Kadar air kayu M(%wk)
T = 45 Β°C, t = 60 menit T = 45 Β°C, t = 30 menit T = 55 Β°C, t = 90 menit
10
T = 55 Β°C, t = 60 menit T = 55 C, t = 30 menit T = 75 Β°C, t = 90 menit
5
T = 75 Β°C, t = 60 menit T = 75 Β°C, t = 30 menit
0 64
49 Tekanan vakum (cmHg)
34
Gambar 40. Grafik hubungan tekanan vakum dengan kadar air kayu
Kadar air kayu M(%wk)
15
T = 45 Β°C , P = 64 cmHg T = 45 Β°C , P = 49 cmHg T = 45 Β°C , P = 34 cmHg T = 55 Β°C , P = 64 cmHg T = 55 Β°C , P = 49 cmHg T = 55 Β°C , P = 34 cmHg T = 75 Β°C , P = 64 cmHg T = 75 Β°C , P = 49 cmHg T = 75 Β°C , P = 34 cmHg
10
5
0 0
30
60
90
120
150
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 41. Grafik hubungan waktu pengeringan dengan kadar air kayu
Pengaruh Tekanan dan Suhu Ruang Pengering terhadap Perubahan Kadar Air Kayu Kayu yang diletakkan dalam ruang pengering bertekanan rendah maka akan terjadi perpindahan massa air dari dalam kayu ke permukaan kayu serta perpindahan massa uap air dari permukaan kayu ke udara ruang pengering. Laju pindah massa air ditandai oleh adanya perubahan kadar air dimana perubahan kadar air dipengaruhi oleh tekanan dan suhu udara ruang pengering. Pengaruh
Kadar air kayu (%wk)
tekanan dan suhu ruang pengering terhadap kadar air kayu tersaji pada Gambar 42 16 14 12 10 8 6 4 2 0
T = 45 Β°C T = 45 Β°C T = 45 Β°C T = 55 Β°C T = 55 Β°C T = 55 Β°C T = 75 Β°C T = 75 Β°C T = 75 Β°C 0
50
100
P=64 cmHg P=49 cmHg P=34 cmHg P=64 cmHg P=49 cmHg P=34 cmHg P=64 cmHg P=49 cmHg P=34 cmHg
150
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 42. Perubahan kadar air kayu terhadap waktu pada berbagai variasi Pada gambar di atas terlihat bahwa pada suhu ruang pengering konstan maka pada tekanan ruang pengering yang lebih rendah akan mempercepat laju pindah massa air dari permukaan kayu ke udara ruang pengering. Perpindahan massa air terjadi karena perbedaan tekanan uap di permukaan kayu dengan ruang pengering. Jika perbedaan tersebut semakin besar maka laju pengeringan akan semakin cepat. Dan pada tekanan ruang pengering konstan, nampak kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu ruang pengering maka laju pengeringan akan semakin cepat. Hal ini dapat terjadi karena panas yang masuk ke dalam kayu akan menguapkan kandungan air kayu secara bertahap dari permukaan kayu, kemudian akan masuk ke dalam kayu. Uap air akan dibawa oleh udara media panas kemudian dikondensasikan menjadi bentuk cair dalam ruang kondensasi yang dialiri air sebagai media pendingin untuk di alirkan ke luar sistem. Proses hilangnya uap air juga dapat dijelaskan bahwa dengan tingginya suhu udara di sekitar kayu akan mengakibatkan gaya dorong antara permukaan
63
kayu dengan udara ruang pengering semakin meningkat. Jika semakin besar perbedaan suhu antara udara ruang pengering dengan permukaan kayu maka akan semakin tinggi pula gaya dorong yang terjadi sehingga akan terjadi penguapan kadar air dari kayu. Pemberian tekanan vakum pada ruang pengering akan menaikkan beda tekanan uap di permukaan kayu dengan lingkungannya sehingga laju pindah massa uap air juga akan meningkat. Dengan demikian tekanan vakum dapat meningkatkan laju pengeringan (Bazyma et al. 2006; Jena dan Das 2006; Montgometry et al. 1998). Periode Laju Pengeringan Laju pengeringan adalah banyaknya massa air yang dapat dikeluarkan dari kayu per satuan waktu. Pada semua variasi perlakuan, laju pengeringan kayu berada pada laju menurun. Pada awal proses pengeringan, laju penurunan kadar air sangat cepat kemudian semakin lambat hingga proses pengeringan berakhir. Hal ini disebabkan karena pada awal proses pengeringan kandungan air kayu masih tinggi sehingga perbedaan antara kadar air kayu pada awal proses pengeringan dengan kadar air pada saat kadar air seimbang sangat besar. Untuk melihat pengaruh tekanan dan suhu ruang pengering terhadap laju pengeringan dapat diamati pada Gambar 43 berikut : T = 45 Β°C , P = 64 cmHg T = 45 Β°C , P = 49 cmHg T = 45 Β°C , P = 34 cmHg T = 55 Β°C , P = 64 cmHg T = 55 Β°C , P = 49 cmHg T = 55 Β°C , P = 34 cmHg T = 75 Β°C , P = 64 cmHg T = 75 Β°C , P = 49 cmHg T = 75 Β°C , P = 34 cmHg
0,3
dM/dt
0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0
20
40
60
80
100
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 43. Hubungan laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai variasi Pada Gambar 43 di atas dapat dijelaskan bahwa jika tekanan ruang pengering semakin rendah maka laju penurunan kadar air semakin besar. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan uap pada permukaan kayu dengan tekanan uap air pada ruang semakin besar sehingga laju transfer massa akan semakin
cepat. Sedangkan pengaruh suhu terhadap laju pengeringan, bahwa semakin tinggi suhu ruang pengering maka laju penurunan kadar air menjadi lebih cepat. Penentuan Kadar Air Keseimbangan Kayu (Me) Dengan mengetahui kadar air seimbang maka dapat ditentukan kadar air minimum dimana kita dapat melakukan pengeringan. Dari data perubahan kadar air selama pengeringan pada variasi tekanan dan suhu ruang pengering dapat dihitung nilai Me menggunakan Persamaan (11) dengan hasil dibawah ini : Tabel 6. Nilai Me kayu pada berbagai variasi tekanan dan suhu Me (%) Suhu T (oC)
Tekanan P (cmHg) 64
49
34
45
7.75126
7.10637
7.03732
55
6.57685
6.36883
6.03827
75
5.6224
5.28439
4.75111
Konstanta Laju Pengeringan ( k) Berdasarkan Observasi Konstanta laju pengeringan k menunjukkan jumlah uap air yang dipindahkan setiap menit. Nilai k dapat digunakan untuk memperkirakan kadar pada interval tertentu dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air yang diinginkan. Nilai k diperoleh dari slope garis plot yang dibuat antara Ln ((MMe)/(Mo-Me)) vs waktu (t). Salah satu grafik hubungan Ln MR dengan waktu
ln((M-Me)/(Mo-Me))
disajikan pada Gambar 44 dibawah ini : 0
T=45C P=64cmHg T=48C P=61cmHg T=52C P=57cmHg
-5 0
1
2
3
4
5
t (jam)
Gambar 44. Hubungan Ln ((M-Me)/(Mo-Me)) dengan waktu pada variasi tekanan dan suhu udara ruang pengering.
65
Pada Gambar 44 dapat dilihat bahwa grafik bernilai negatif, sehingga slope yang terbentuk juga negatif, hal menyebabkan nilai k adalah negatif. Tabel 7 menunjukkan nilai k pada variasi tekanan dan suhu ruang pengering. Tabel 7. Tabel konstanta laju pengeringan kayu (1/jam) pada berbagai variasi suhu dan tekanan Nilai k hitung Suhu T (oC)
Tekanan P (cmHg) 64
49
34
45
0.64684
0.69707
0.69707
55
0.69973
0.76558
0.76558
75
0.81465
0.84194
0.91071
Tabel di atas menunjukkan nilai k cenderung naik turun dengan semakin naiknya suhu pengeringan. Pada berbagai suhu pengeringan, nilai k memiliki selisih sedikit dengan semakin turunnya tekanan. Model Konstanta Laju Pengeringan Nilai k hitung dapat digunakan untuk menentukan k model sebagai fungsi tekanan (P) dan suhu (T). Dengan menggunakan Persamaan (14) maka persamaan sebagai berikut : π€ π, π = π. ππππ π.πππ π π
π.πππ
Dari persamaan tersebut diperoleh k prediksi yang tertera pada Tabel 8 dan nilai k hitung tidak berbeda jauh dari nilai k model sebagai fungsi suhu. Tabel 8. Konstanta laju pengeringan k model Nilai k model suhu T
Tekanan P (cmHg)
(oC) 64
49
34
45
0.650
0.676
0.713
55
0.712
0.740
0.780
75
0.819
0.851
0.897
Konstanta laju pengeringan k model memiliki kecenderungan semakin besar dengan semakin rendahnya tekanan ruang pengering. Jika tekanan ruang pengering semakin rendah maka nilai k akan semakin besar dan jika suhu pengeringan semakin tinggi maka nilai k akan semakin besar. Dari Tabel 7 dan 8 diatas k berkisar antara 0.6 - 0.9 % per jam. Validasi Konstanta Laju Pengeringan (k) hitung dan (k) model Hasil k hitung dan k model perlu divalidasi yaitu dengan menggambarkan nilai kadar air dari nilai k hitung dan k model. Nilai k observasi yang tertera pada
digunakan untuk memperkirakan
perubahan kadar air kayu. Di bawah ini adalah contoh perbandingan kadar air observasi dan prediksi pada variasi P = 64 cmHg, T =45oC.
Kadar air kayu M (% wb)
20
M prediksi M observasi
15
10
5 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 45. Kadar air kayu hitung dan model terhadap waktu pada P = 64 cmHg, T = 45Β°C Dari gambar di atas terlihat bahwa semakin lama waktu pengeringan yang diperlukan maka kadar air kayu akan semakin mengalami penurunan, hal ini terjadi baik untuk kadar air hitung maupun model. Model Persamaan Kadar Air Kayu (dihitung dengan k hitung) Nilai k model dapat digunakan untuk menentukan kadar air prediksi dari waktu ke waktu dengan persamaan sebagai berikut : π΄ π β π΄(ππ) = ππ±π©β‘ π. ππππ π.πππ π π π΄ ππ β π΄(ππ)
π.πππ
π
67
Untuk menentukan M(t) prediksi digunakan persamaan : πππ π. ππππ π.πππ π π
π΄ π = π΄ ππ β π΄(ππ)
π.πππ
π
+ π΄ ππ
Contoh plot perbandingan antara kadar air observasi dan prediksi (dihitung menggunakan k prediksi) pada variasi P = 64 cmHg, T = 45oC adalah : Kadar air kayu M (% wb)
20 15 10 M k hitung M observasi
5 0 0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 46. Kadar air kayu hitung dan kadar air obsevasi terhadap waktu (dihitung dengan k hitung) pada P = 64 cmHg, T = 45Β°C Validasi Data Kadar Air ( yang dihitung dengan k hitung) Hasil kadar air prediksi (yang dihitung dengan k hitung) di validasi dengan kadar air hitung dengan hasil pada gambar 47 di bawah ini dan nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan mendekati 1, artinya hasil prediksi mendekati hasil hitung (data observasi valid). 17
prediksi
15 13 11
y = 0,966x + 0,374 RΒ² = 0,963
9 7 7
9
11
13
15
17
observasi
Gambar 47.Validasi kadar air hitung dan prediksi pada P=75 cmHg,T = 45Β°C.
Perbandingan Kadar Air (dihitung dengan k hitung & model) Perbandingan kadar air (diperoleh dari k observasi dan k prediksi) dengan variasi tekanan P = 64 cmHg T = 45Β°C disajikan pada Gambar 48. 16
Kadar air kayu M(% wb)
15 P = 64 cmHg, T = 45 oC, k(T)
14
P = 64 cmHg, T = 45 oC, k(T,P)
13 12 11 10 9 0
50 100 150 Waktu pengeringan (menit)
Gambar 48. Perbandingan kadar air pada variasi 64 cmHg,T = 45Β°C. Penentuan Kadar Air Kayu Keseimbangan (Me) dan Difusivitas Massa (D) Dengan Model Persamaan Pengeringan Fick Data hasil pengeringan metode vakum diperoleh sejumlah 45 data selanjutnya disusun (lampiran 2) dan dimasukkan dalam program Excel pada microsoft office. Dari data perubahan kadar air selama pengeringan pada variasi tekanan dan suhu ruang pengering dapat dihitung nilai Me dan nilai D menggunakan program solver pada Excel dengan Persamaan (19) dengan asumsi Dv konstan disetiap ketebalan kayu dengan hasil dibawah ini Tabel 9. Nilai Me kayu pada berbagai variasi tekanan dan suhu dengan solver Suhu T
Me (%)
( oC)
Tekanan P (cmHg) 64
49
34
45
8.06907 8.19917 7.04848
55
6.28743 7.33297 5.73951
75
5.64013 5.22726 4.75643
69
Tabel 10. Difusivitas kayu (cm2/jam) pada berbagai variasi suhu dan tekanan dengan solver Nilai D hitung suhu T ( C)
Tekanan P (cmHg) 64
49
34
45
0.026
0.040
0.025
55
0.025
0.041
0.026
75
0.031
0.032
0.035
Tabel 10 menunjukkan konstanta difusivitas kayu D cenderung naik dengan semakin naiknya suhu pengeringan. Pada berbagai suhu pengeringan, nilai D memiliki selisih sedikit dengan semakin turunnya tekanan. Model Difusivitas Massa Pengeringan Menentukan D hitung sebagai fungsi tekanan (P) dan suhu (T). Dengan menggunakan Persamaan (14) Hasil solver diperoleh persamaan sebagai berikut : π π, π = π. ππππ π.ππ π π
π.πππ
Dari persamaan tersebut diperoleh D model yang tertera pada Tabel 11 Tabel 11. Konstanta difusivitas D model Nilai D model Suhu T ( C)
Tekanan P (cmHg) 64
49
34
45
0.024
0.027
0.030
55
0.026
0.028
0.032
75
0.029
0.031
0.035
Konstanta difusivitas D model memiliki kecenderungan semakin besar dengan semakin rendahnya tekanan ruang pengering. Jika tekanan ruang pengering semakin rendah maka nilai D akan semakin besar dan jika suhu pengeringan semakin tinggi maka nilai D akan semakin besar.
Model Kadar Air Kayu (dihitung menggunakan D hitung) Nilai D hitung yang tertera pada Tabel 10 digunakan untuk memperkirakan perubahan kadar air kayu. Di bawah ini adalah contoh
Kadar air M (%wk)
perbandingan kadar air hitung dan prediksi pada variasi P = 64 cmHg, T = 45oC. 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7
M obsevasi M hitung
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 49. Kadar air kayu obsevasi dan hitung terhadap waktu (dihitung dengan D hitung) pada P = 64 cmHg, T = 45Β°C Dari gambar di atas terlihat bahwa semakin lama waktu pengeringan yang diperlukan maka kadar air kayu akan semakin mengalami penurunan, hal ini terjadi baik untuk kadar air observasi maupun kadar air hitung. Model persamaan kadar air kayu (dihitung dengan D model) Nilai D model dapat digunakan untuk menentukan kadar air model dari waktu ke waktu dengan persamaan sebagai berikut : π(π‘)βπ(ππ ) π(ππ ) βπ(ππ )
=
8 π2
1 β 0 2π+1 2
ππ₯π β 2π + 1
2
π 2 π. πππππ.ππ π π.πππ
π‘ π2
Untuk menentukan M(t) prediksi digunakan persamaan : π(π‘) = π(ππ ) β π(ππ ) +1
2
8 π2
β
0
1 2π + 1
2
ππ₯π β 2π
π 2 π. πππππ.ππ π π.πππ
π‘ π2
+ π(ππ )
Contoh plot perbandingan antara kadar air observasi dan model (dihitung menggunakan D model) pada variasi P = 64 cmHg, T = 45oC adalah :
Kadar air M (%wk)
71
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7
M obsevasi M model
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 50. Grafik kadar air kayu hitung dan prediksi terhadap waktu (dihitung dengan D prediksi) pada P = 64 cmHg,T = 45Β°C. Validasi Data Kadar Air (D hitung dan D model)
Kadar air M,D hitung
15 14 13 y = 0,968x + 0,467 RΒ² = 1
12 11 10 9 9
10
11
12
13
14
15
Kadar air M, D model
Gambar 51.Validasi kadar air hitung dan model pada P=64 cmHg,T = 45Β°C. Hasil kadar air model (yang dihitung dengan D model) di validasi dengan kadar air D hitung dengan hasil pada Gambar 51 diatas ini dan nilai koefisien determinasi (R2) 1, artinya hasil model mendekati hasil hitung (data hitung valid). Perbandingan Kadar Air (dihitung dengan D hitung dan D model) Perbandingan kadar air (diperoleh dari D hitung dan D model) dengan variasi tekanan P = 64 cmHg T = 45Β°C disajikan pada Gambar 58.
15 Kadar air M (%wk)
14 13 12 11 M, D hitung
10
M, D model
9 8 7 0
1
2
3
4
5
6
Waktu pengeringan (jam)
Gambar 52. Perbandingan kadar air pada variasi 64 cmHg,T = 45Β°C. Kondisi Pengeringan Optimal Kadar air optimal kayu semakin lama akan mendekati nilai konstan. Pada kadar air optimal maka kayu tersebut aman pada perubahan bentuk dan untuk disimpan jangka panjang tergantung pada penggunaannya karena relatif stabil sehingga kerusakan karena jamur dapat ditekan dengan kondisi penyimpanan yang tepat. Untuk menghasilkan kadar air optimal pada kayu, maka diperlukan pengeringan dengan variasi tekanan dan suhu yang optimal pula. Hal ini dapat dilihat pada grafik perubahan kadar air ( yang dihitung menggunakan k hitung) dan grafik perubahan kadar air model ( yang dihitung menggunakan k model) dibawah ini : Kadar air kayu observasi (% wk)
20 T = 45 C , P = 64 cmHg T = 45 C , P = 49 cmHg
15
T = 45 C , P = 34 cmHg T = 55 C , P = 64 cmHg T = 55 C , P = 49 cmHg
10
T = 55 C , P = 34 cmHg T = 75 C , P = 64 cmHg 5
T = 75 C , P = 49 cmHg T = 75 C , P = 34 cmHg
0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 53.Grafik perubahan kadar air prediksi (dihitung dengan k hitung)
Kadar air kayu prediksi (%wk)
73
20
T = 45 C , P = 64 cmHg T = 45 C , P = 49 cmHg T = 45 C , P = 34 cmHg T = 55 C , P = 64 cmHg T = 55 C , P = 49 cmHg T = 55 C , P = 34 cmHg T = 75 C , P = 64 cmHg T = 75 C , P = 49 cmHg T = 75 C , P = 34 cmHg
15 10 5 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 54. Grafik perubahan kadar air prediksi (dihitung dengan k model) Dari Gambar 53 dan 54 dapat diamati bahwa perubahan kadar air paling besar dengan lama pengeringan yang sama terjadi pada variasi tekanan dan suhu ruang pengering P = 34 cmHg, T = 75 oC. Hal ini dapat dilihat dari garis grafik dengan posisi paling bawah, maka dapat disimpulkan untuk mendapatkan kadar air optimal untuk kayu maka proses pengeringan sebaiknya dilakukan dengan variasi tekanan dan suhu ruang pengering P = 34 cmHg, T = 75oC Difusivitas Panas Kayu Kumea Penentuan Difusivitas Panas Kayu Dengan Metode Numerik Data dan hasil pengamatan
perubahan suhu thermokopel yang di
tempatkan didalam specimen kayu kumea dengan pembacaannya menggunakan hibrid recorder yang input data tiap 1 menit dapat terlihat pada gambar 55
Suhu oC
dibawah ini. 46 44 42 40 38 36 34 32 30 1
2
3
4
5 6 7 Thermokopel
8
9
10
11
Gambar 55. Grafik perubahan suhu thermokopel permenit pemanasan pada specimen kayu kumea.
Menggunakan persamaan (25), (26) dan (27), didapatkan difusivitas panas kayu kumea batu rata-rata sebesar 0.187 cm2/menit atau 3.11667E-07 m2/detik, perubahan difusivitas panas kayu sepanjang specimen dapat dilihat pada gambar
Kefisien Difusi Panas (cm2/menit)
di bawah ini. 0,250 0,225 0,200 0,175 0,150 0,125 0,100 0
1
3
4
6
7
8
10
11
13
14
Panjang Kayu Sampel (cm)
Gambar 56. Grafik kofesien panas kayu kumea batu Dengan menggunakan masing-masing kofesien difusifitas dapat diplotkan
Suhu kayu (oC)
pada gambar simulasi di bawah ini. 45,0 42,5 40,0 37,5 35,0 32,5 30,0 0
2
4
6
8
10
12
14
Panjang Kayu (cm) t=0 t=8 t=18 t=24 t=30 t=36
t=2 t=9 t=19 t=25 t=31 t=37
t=3 t=14 t=20 t=26 t=32 t=38
t=4 t=15 t=21 t=27 t=33 t=39
t=5 t=16 t=22 t=28 t=34 t=40
t=7 t=17 t=23 t=29 t=35 t=41
Gambar 57. Perubahan suhu kayu sepanjang specimen kayu dengan mengunakan kofesien difusivitas kayu
75
Dari gambar diatas suhu awal dinding kayu kumea 33 oC sedangkan suhu di dalam kayu lebih tinggi dibandingkan suhu dinding luar kayu, selanjutnya suhu ruangan pengering di naikkan sampai mencapai suhu yang stabil, suhu thermokopel 1 yang berada pada dinding kiri specimen kayu lebih tinggi dibandingkan thermokopel 11 yang ditempatkan pada diding kanan specimen kayu, karena arah aliran udara panas dari heater yang diarahkan blower bersasal dari sebelah kiri specimen kayu. Penentuan Difusivitas Panas Kayu Dengan Metode Tidak Langsung Hasil rata-rata penentuan kapasitas panas menggunakan metode campuran dengan menggunakan alat kalorimeter adalah 1.745698 kJ/kgΒ°K. Dari penentuan konduktivitas panas pada kayu kumea dengan menggunakan alat thermal conductuvity meter diperoleh hasil untuk tiga kali pengulangan sebesar k1 = 0.2756 (W/mΒ°K), k2 = 0.2801 (W/mΒ°K) dan k3 = 0.2622 (W/mΒ°K) dengan ratarata 0.2726 (W/mΒ°K), hasil penentuan massa jenis kayu kumea batu adalah sebesar 1233.7 kg/m3 Data sifat thermofisik ini digunakan untuk menghitung difusivitas panas πΆ secara tidak langsung dengan menggunakan persamaan (25) dan diperoleh nilai πΆ rata-rata sebesar 0.089 cm2/menit Desain Sistem Pengering Kayu Vakum Skala Kecil Pengering vakum kayu skala kecil didesain untuk meliputi tekanan, temperatur dan waktu pengeringan
proses pengering keseluruhan mesin
pengering terdiri dari: ruang pengering dengan volume 3 β 10 m3 dengan pajang maksimum kayu 5 m dan dapat dipindahkan dengan mudah sistem portable ,pemanas menggunakan uap air bertekanan yang berasal dari boiler yang dialirkan keruang pengering dengan menggunakan pipa tembaga ke heat exchanger, perangkap uap panas (kondensor),sistem perpipaan, recervoir uap air, pompa vakum dan panel kontrol.Susunan mesin ini ditujukkan pada Gambar 58, 59 dan 60
. Gambar 58. Tampak depan pengering kayu metode vakum skala kecil
Gambar 59. Tampak samping kanan pengering kayu metode vakum skala kecil
Gambar 60. Tampak atas pengering kayu metode vakum skala kecil
77
Ruang Pengering Ruang pengering yang digunakan didesain menggunakan plat berbentuk silinder dengan keliling lingkaran silinder 7.32 m diameter 2.2 m. Sebelum ruang pengering digunakan, terlebih dulu dilakukan perhitungan tebal plat baja yang sesuai dengan kemampuan daya vakum. Penekanan pada dinding ruang pengering terjadi karena perbedaan antara tekanan di dalam ruang pengering pv dan di luar ruang pengering patm. Karena tekanan didalam ruang pengering sangat kecil (vakum) sedangkan tekanan di luar ruang adalah tekanan atmosfir maka terjadi pembebanan tekan ke dalam. Pada desain ini digunakan ruang pengering yang terbuat dari baja karbon. Tegangan yiel bahan Οy baja adalah 340 Mpa dan faktor keamanan n yang digunakan 1.67 (Gere et al.1987). Dengan data kekuatan bahan ini, dapat dicari tegangan ijin Οi. ππ =
ππ¦ π
= 203.6πππ Jika tekanan vakum pv = 10 cmHg atau 13.3 kPa dan tekanan atmosfir patm
= 101.3 kPa, maka tekanan dinding ruang pengering Ξp = patm + pv = 114.625 kPa. Diameter ruang pengering yang digunakan 2.2 m dan panjang 5 m, maka dapat dicari tebal dindingnya dengan mempertimbangkan beberapa macam pembebanan. Beban radial ππ =
πΉπ‘ π΄
=
βππππ 2π₯ ππ π
Maka, π₯ππ =
βπππ 2π π
= 1.178 ππ
Beban axial ππ =
πΉπ‘ π΄
π₯ππ =
π 4
βπ π 2
= ππ₯
ππ π
0.25βππ ππ
= 0.86 ππ
Dari hasil perhitungan dengan pembebanan radial didapat tebal plat dinding ruang pengering yang di perlukan 1.178 mm, sedangkan dengan pembebanan axial tebal yang di perlukan 0.86 mm.
Pintu Ruang Pengering Pintu pengering dibuat dari baja karbon yang lingkaran ujungnya di beri karet agar dapat menahan tekanan vakum. Tegangan yiel bahan Οy baja adalah 340 MPa dan faktor keamanan n yang digunakan 1.67 (Gere et al.1987). Dengan data kekuatan bahan ini, dapat dicari tegangan ijin Οi. ππ =
ππ¦ π
= 203.6πππ Ketebalan pintu ditentukan dengan menggunakan persamaan 5 dengan
mengganti variabel xdp menjadi xpp dan d = 4.5 m π₯ππ =
0.25βππ ππ
= 1.988 ππ
Karena hasil perhitungan kekuatan bahan menunjukkan tebal pintu baja karbon yang dibutuhkan adalah 1.988 mm pada desain pengeringan kayu vakum skala kecil digunakan tebal plat 3 mm, agar dudukan enjsel pintu dapat lebih kuat menahan beban mekanik pintu maka pada tepi ruang pengering diberi penguatan dengan penambahan lapisan pelat penguat. Bagian dari enjsel pintu dapat di rivet atau pengencanganya dengan baut + baut. Pompa Vakum Kapasitas ruang pengering 10 m3 dengan ukuran kayu yang akan dikeringkan panjang 500 cm, lebar 12 cm, tebal 6 cm, jumlah kayu 267 batang, volume 9.612 m3, massa jenis kayu kumea 1233.7 kg/m3, massa 11858.32 kg, massa kering 10311.59 kg, suhu pengeringan 45 oC, tekanan vakum 64 cmHg, kelembaban ruang pengering 38%, difusivitas massa 0.026 cm2/jam, Me 6.28 %, Mo 15 %, dengan menggunakan persamaan (19) didapatkan laju penguapan 0.05598 %/jam dikonversikan dengan massa kering sebesar 5.772452 kg/jam. Menggunakan Psychrometric chart for different pressures (lampiran 9) didapat rasio kelembaban udara dalam tekanan vakum sebesar 0.028 kg/kg u.k, perbandingan laju pengeringan dengan rasio kelembaban udara dalam tekanan vakum didapatkan kebutuhan pompa vakum sebesar 206.159 kg u.k./jam setara dengan 199149.6 liter/jam. Pemanas Pemanas pengeringan yang digunakan dalam desain pengeringan vakum skala kecil menggunakan uap panas yang dialirkan ke heat exchanger yang berada
79
didalam ruang pengering. Agar uap panas yang masuk ke heat exchanger dapat di kendalikan di gunakan katup selenoid yang dihubungkan dengan micro controller. Dengan asumsi panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam kayu sama dengan panas laten penguapan pada suhu yang sama (lampiran 10), kebutuhan energi thermal mesin pengering metode vakum skala kecil sebesar 3.83868 kW Dimensi Pipa Kondesor Penurunan temperatur uap air di dalam ruang pengering dilakukan dengan mengalirkan air didalam pipa yang dipasangkan dengan pompa air celup. Dimensi pipa dan bahan pipa ditentukan dengan mempertimbangkan perubahan uap air menjadi air pada dinding pipa. Dimensi pipa yang di pilih Β½ inchi dari bahan tembaga yang memiliki konduktifitas yang baik di banding logam-logam lainnya Kontrol Suhu dan Tekanan Suhu dan tekanan dipertahankan dengan menggunakan system control. Mikrokontroller yang digunakan adalah DT AVR Low Cost Micro System dengan kapasitas memori pemrograman sebesar 8 kb. Skema pengontrolan dapat di lihat pada gambar 61. Sehingga sensor yang digunakan adalah modul SHT 11 dengan kemampuan pengukuran suhu antara 0 β 130 oC dan juga memiliki kemampuan untuk mengukur kelembaban.Untuk mendeteksi besarnya tekanan dalam ruang pengering yang dapat dihubungkan dengan mikrokontroller maka digunakan DTSense Barometric Pressure & Temperature Sensor yang merupakan sebuah modul sensor berbasis sensor HP03 yang dapat digunakan untuk mendeteksi besarnya tekanan dan temperatur udara di sekitar sensor.Suhu dan tekanan dipertahankan dengan menggunakan system control. Mikrokontroller yang berupa DT-AVR Low Cost Micro System menerima input setpoin suhu dan tekanan, selanjutnya setiap satu detik data pembacaan suhu dari SHT 11 dan tekanan dari Barometric akan dibandingkan dengan setpoin yang diberikan. Jika suhu yang terbaca lebih rendah maka mikrontroller akan memberikan sinyal on untuk mengarahkan katup dari steam ke heat exchanger pada ruang pengering dan jika setpoin suhu telah tercapai maka akan diberikan sinyal off untuk mengarahkan panas dari steam langsung ke kondensator tanpa masuk keruang pengering untuk mempertahankan suhu sesuai dengan setpoin
Gambar 61. Skema sistem pengotrolan model mesin pengering vakum Untuk kelembaban, jika kelembaban yang terbaca lebih besar dari tekanan setpoin, maka motor akan dinyalakan untuk menggerakkan pompa vakum sehingga tercapai setpoin yang diberikan. Untuk memudahkan dalam interaksi dengan mikrokontroler, maka ditambahkan display berupa LCD dan input setting dengan menggunakan keypad.
Gambar 62. Desain structural sistem pengering metoda vakum skala kecil Keterangan : 1. Ruang pengering vakum
81
2. Blower 3. Rel dudukan kayu 4. Kondesor 5. Pendingin kipas 6. Heat exchanger 7. Kabel sensor suhu dan tekanan 8. Conrol panel 9. Komputer PC 10. Selenoid valve 11. Recervoir uap air 12. Pompa vakum 13. Pendingin kipas 14. Boiler Prinsip Kerja Desain Mesin Pengering Metode Vakum Skala Kecil Pada model mesin pengering metode vakum yang telah dibuat memiliki keterbatasan berupa volume ruang pengering yang kecil dan penggunaan heater pemanas yang menggunakan pemakaian listrik yang cukup besar, perlunya didesain mesin pengering kayu metode vakum skala kecil yang dapat digunakan untuk industri rumah tangga, prinsip kerja desain pengering yang membedakan adalah terletak pada skala ruang pengering yang ukurannya 10 m3 dan pemanas yang digunakan berupa uap air yang berasal dari boiler yang dialirkan ke heat exchanger yang berada di dalam ruang pengering vakum dan ditempatkan di depan blower (kipas), untuk memudahkan penempatan kayu yang akan dikeringkan didalam ruang pengering didesain menggunakan dudukan kayu yang terbuat dari rangka besi yang di bawahnya terpasang roda besi agar arah gerakan dudukan kayu stabil dipasang rel roda besi yang berupa 2 buah besi beam H. Agar kehilangan panas dapat dikurangi keluar dari ruang pengering, dinding dalam dilapisi karet dengan ketebalan 3 mm dan plat aluminium ketebalan 2 mm.
KESIMPULAN 1.
Pada penelitian ini telah berhasil dibuat mesin model pengering metode vakum disertai pemberian panas secara konvektif dengan kapasitas ruang pengering sebesar 0.017 m3.
2.
Kinerja mesin ini dapat mengeringkan bahan dibawah tekanan 1 atm dengan kondisi tekanan dan temperatur yang dapat dikendalikan.
3.
Perubahan kadar air kayu pada pengeringan metode vakum mengalami pengurangan kadar air sekitar 61% pada kondisi tekanan 64 cmHg dan suhu 45oC, 55oC dan 75oC dibandingkan dengan metode pengeringan konvensional dengan suhu yang sama.
4.
Konstanta laju pengeringan (k) pada pengeringan kayu menggunakan pengering vakum dengan pemberian panas secara konveksi dengan variasi tekanan dan suhu ruang pengering masing-masing 34 cmHg, 49 cmHg, 64 cmHg dan 45oC, 55oC, 75 oC berkisar penurunan kadar air 0.6 - 0.9 %/jam.
5.
Didapatkan persamaan model matematika hubungan antara tekanan (P) dan suhu udara ruang (T) pengering terhadap nilai k , yaitu : π€ π, π = π. ππππ π.πππ π π
π.πππ
dimana T adalah suhu udara ruang pengering (oC), P adalah tekanan (cmHg) 6.
Didapatkan model matematika perubahan kadar air kayu kumea batu metode pengeringan vakum dengan persamaan Fick kedua , yaitu π(π‘) β π(ππ ) 8 = 2 π(ππ ) β π(ππ ) π
β
0
1 2π + 1
2
ππ₯π β 2π + 1
2
π 2 0.029π0.31 π 0.326
π‘ π2
dimana T adalah suhu udara ruang pengering (oC), P adalah tekanan (cmHg),b adalah tebal kayu (cm) dan t adalah waktu pengeringan (jam)
SARAN 1. Pada mesin pengering ini perlu diberi isolasi panas pada dinding ruang pengering sehingga panas dari heater dapat dioptimalkan untuk pemanasan bahan saja. 2. Perlunya alat ukur timbangan yang dapat ditempatkan di dalam ruang pengering vakum agar bisa mengetahui perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan berlangsung.
83
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Pedoman teknis pengeringan kayu dalam dapur pengeringan konvensional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hlm. 21. Apichart A, Theerakulpisut S, Benjapiyaporn C. 2010. Development of a vacuum heat pump dryer for drying chilli, bio systems engineering 105 : 130 β 138. ASMINDO. 2006. Kebutuhan riset untuk pengembangan industri permebelan dan kerajinan. Makalah disampaikan pada Workshop Kebutuhan Riset di Bidang Hasil Hutan di Bogor. Puslitbang Hasil Hutan. Awadalla HSF, El-Dib AF, Mohamad MA., Reuss M, Hussein HMS. 2004. Mathematical modelling and experimental verificationof wood drying process. Energy Conversion and Management 45 (2004) : 197β207 Basri E dan Nurwati. 2004. Hubungan Sifat Dasar dan Sifat Pengeringan Lima Jenis Kayu Andalan Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 3. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Basri E dan Rahmat. 2001. Pembuatan Kilang Pengeringan Kayu Kombinasi Energi Surya dan Tungku. Petunjuk Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Basri E, K. Hayashi, Hadjib, Roliadi. 2000. The Qualities and Kiln Drying Schedule of Several Wood Species from Indonesia. Proceeding of The Third International Wood Science Symposium, November 12, 2000 in Kyoto Japan. pp. 4348. Basri E. 1990. Bagan Pengeringan Beberapa Jenis Kayu Hutan Tanaman Industri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 (7) : 447451. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bazyma LA, Guskov VP, Basteev AV, Lyashenko AM, Lyakhno V, and Kutovoy VA (2006). The investigation of low temperature vacuum drying processes of agricultural materials. Journal of Food Engineering 74(3): 410-415 Belyamin. 2008. Kajian Energi Pengeringan Beku Dengan Penerapan Pembekuan Vakum dan Pemanasan Dari Bawah [desertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Bramhall dan Wellwood. 1976. [Kiln Drying of Western Canadian Lumber.] [dalam bahasa Indonesia]. Canadian Forestry Service. Western Forest Product Laboratory Vancouver, British Columbia. Brooker DB, FW Bakker-Arkema dan CW Hall. 1973. Drying Creal Grain. The AVI Publishing Company, inc. Westport, Connecticut. Budianto AD. 1996. Sistem Pengeringan Kayu. Semarang : Kanisius. Chen Z, Fred ML .2004. A Vacuum Drying System For Green Hardwood Parts. Drying Technology Vol. 22, No. 3 : 577β595 Chen Z. 1997. Primary Driving Force in Wood Vacuum Drying (Dissertation). Virginia. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University
Coto Z .2005,Penurunan Kadar Air Keseimbangan dan Peningkatan Stabilitas Dimensi Kayu dengan Pemanasan dan Pengekangan, J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 3 β’ No. 1 β’ Coto Z. 1996. Pentingnya Pengeringan Kayu. Buletin Teknologi Hasil Hutan Vol. 1 No. 1. Kelompok Peneliti, Praktisi dan Peminat Industri Hasil Hutan. Coto Z. 2003. Keawetan dan Pengawetan Kayu. Forum Komunikasi dan Industri Kayu. 2:11-12. Coto Z. 2004. Outline Mata Kuliah Pengeringan Kayu. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Dinas Kehutanan. 1997. Pengenalan 30 Jenis Kayu. Jakarta : Pemda Khusus Ibukota Jakarta. Dumanauw JF. 2001. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Kanisius Forest Products Laboratory. 2010. Wood handbook-Wood as an engineering material. General Technical Report FPL-GTR-190. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory. 508 p. Grothe N, Terziev N, Raberg U .2010,Drying of Wood in Oil Under Vacuum. Didalam : Tom MorΓ©n, Lena Antti ,Margot,IUFRO,recent andvance in the field of wood drying, Proceedings of the 11th International IUFRO Wood Drying Conference Recent Advances in the Field of Wood Drying, January 18-22 Hadi YS. 1987. Cacat Collapse Pada Pengeringan Kayu. Bogor : Buletin Jurusan Teknologi Hasil Hutan Vol. I No. 2. Haygreen JG dan Bowyer. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Hadikusuma, penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hee-Suk J,Chang-Deuk E, and Bum-Joon S, 2004, Comparison of Vacuum Drying Characteristics of Radiata Pine Timber Using Different Heating Methods,Drying Technology, Vol. 22, No. 5, pp. 1005β1022 He-Sheng R,Construction of a generalized psychrometric chart for different pressures, International Journal of Mechanical Engineering Education, Volume 32, Number 3, July 2005 , pp. 212-222(11) Hilderbrand R., 1989. Die Schnittholztrocknung (The Drying of Sawn Timber). Hilderbrand Maschinenbau, NuΒ¨rtingen. Inci Tβ¬urk To_grul , Dursun Pehlivan.2003. Modelling of drying kinetics of single apricot. Journal of Food Engineering 58 : 23β32 Irawati, Budi R, Nursigit B, 2008 ,Perpindahan Massa Pada Pengeringan Vakum Disertai Pemberian Panas Secara Konvektif, Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 β Yogyakarta Jaya S. and Das, H. 2003. A Vacuum Drying Model for Mango Pulp',Drying Technology,21:7,1215 -1234. Jena S, and Das H (2007). Modelling for vacuum drying characteristics of coconut presscake. Journal of Food Engineering 79:92-99. Juwana WE .2007,koofesien difusi pada pengeringan kayu mahoni di sekitar kandungan air kritik,gema teknik nomor 1 Kadir K. 1975. Jadwal Pengeringan Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Laporan No. 57. Bogor : Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Kobayashi Y. 1986. Cause of Collapse in Western RedCedar. Mokuzai Gakkaishi 32 (10) : 846847. Tokyo : Japanese Wood Researcher Society.
85
Kutovoy V, Nikolaichuk L, Slyesov V. 2004. To The Theory Of Vacuum Drying. Proceedings Of The 14th International Drying Symposium SΓ£o Paulo, Brazil.Vol. A, Pp. 266-271 Lazarescu, Ciprian, Avramidis, Stavros . Oliveira, Luiz. 2009. 'Modeling Shrinkage Response to Tensile Stresses in Wood Drying: I. ShrinkageMoisture Interaction in Stress-Free Specimens',Drying Technology,27:11,1183 -1191 Lempang M dan Asdar M, 2008, Struktur Anatomi, Sifat Fisis Dan Mekanis Kayu Kumea BatuPenelitian Hasil Hutan Vol. 26 No. 2: 138-147 Liu, Jen Y, William T And Simpson .(1999) 'Two-Stage Moisture Diffusion In Wood With Constant Transport Coefficients',Drying Technology,17;1 :258 β 267 Mandang Y. I. dan A. Martawijaya. 1987. Pemanfaatan jenis kayu kurang dikenal.Prosidi Diskusi Pemanfaatan Kayu Kurang Dikenal Tgl 13-14 Januari 1987,Cisarua, Bogor). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor Mandang Y. I. dan A. Martawijaya. 1987. Pemanfaatan jenis kayu kurang dikenal. Prosiding Diskusi Pemanfaatan Kayu Kurang Dikenal Tgl 13-14 Januari 1987, Cisarua, Bogor). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Mandang YI dan Sudardji. 2001. Anatomi dan Kualitas Serat 10 Jenis Kayu Andalan dari Jawa Barat. Info Hasil Hutan 8(1) : 4169. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. McMillen .1978, diacu dalam Basri. 2000. Teknik Pengeringan Empat Jenis Kayu Diameter Kecil Asal Hutan Tanaman. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 17 No. 4. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Montgomery SW, Goldschmidt VW, and Franchek MA (1997). Vacuum assisted drying of hydrophilic plates: static drying experiments. International Journal of Heat Mass Transfer 41: 735-744 Mujumdar AS. 2006. Handbook of Industrial Drying . third edition, Taylor & Francis Group Mukam Fotsing J.A., Mouongue A. 2000. βStrength Of Some Wood Of Adhesive In Cameroonβ β, International Journal Of Adhesion & Adhesives 23; 287 β 291 Oey DS. 1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Soewarsono PH, penerjemah; Bogor :Pengumuman No. 13. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Ofori J, Brentuo B. 2010. Drying Characteristics And Development Of Kiln Drying Schedules For The Wood Of Alstonia Boonei, Antrocaryon Micraster, Bombax Buonopozense, Dialium Aubrevillei And Sterculia Rhinopetala, Ghana J. Forestry, Vol. 26 : 50-60 Pandit IKN dan Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu (Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdangangan Indonesia). Bogor: Centium. Panshin AJ dan de Zeuw C. 1969. Text Book of Wood Technology, 3 rd. McGrawHill Book Co., pp 150197. New York.
Panshin, A. J.. C. De Zeeuw, and H. P. Brown. 1964. Textbook of wood technology. Vol. I. Structure, identification. uses and properties of the commercial woods of the United States. 2nd ed. McGraw-Hili Book Co., New York.. Ragland KW, Aerts DJ. 1991. Properties of Wood for Combustion Analysis. Bioresource Technology 37 : 161-168 Rasmussen (1961), He dan Lin (1989) diacu dalam Martawijaya dan Barly. 1995. Sifat dan Kegunaan Kayu Gmelina arborea Roxb. Bogor : Ekspose Hasil Hutan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Samuel V. Glass, Samuel L. Zelinka. 2010. Moisture Relations and Physical Properties of Wood, Wood handbookβWood as an engineering material. General Technical Report FPL-GTR-190. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory. 508 p Senft (1986) diacu dalam Martawijaya. 1990. Sifat Dasar Beberapa Jenis Kayu yang Berasal Dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman. Prosiding Diskusi HTI. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Siau. 1984. Transport Processes in Wood. New York : SpringerVerlag. Silitonga T. 1993. Kajian Kayu HTI Untuk Pulp Kertas dan Rayon. Prosiding Diskusi Sifat dan Kegunaan Kayu HTI. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Soedarisman H dan Purwoko H. 1985. Mengenal Macam dan Cara Pengeringan Kayu Gergajian. Jakarta : Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Terazawa S. 1965. An Easy Methods for the Determination of Wood Drying Schedule. Wood Industry 20 (5), Wood Technological Association of Japan. Tobing TL. 1988. SifatSifat Kayu Sehubungan dengan Pengeringan. Bogor : Departemen Kehutanan, Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Tsoumis G, 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York. Vongpradubchai, S., Rattanadecho, P.2011. Microwave and Hot Air Drying of Wood Using a Rectangular Waveguide . Drying Technology, 29; 4:451460 Walker JCF. 1993. Primary Wood Processing Principles and Practice. London : Chapman and Hall. Wang Z, Choong ET, Gopu VK. 1994. Effect of Presteaming in Drying Stresses of Red Oak Using a Coating and Bending Method. Wood and Fiber Science 26 (4) : 527 β 535 Wiedenhoeft Alex. 2010. Structure and Function of Wood Wood Handbook. General Technical Report FPL-GTR-190. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory: Chapter 3 ; 31 - 3-18.
87
Lampiran 1. Kebutuhan kayu nasional Harian Umum Pelita Online kebutuhan kayu secara Nasional diperkirakan mencapai 60 juta m3, pertahun, sedangkan dari departemen kehutanan memberi jatah produksi kayu secara nasional berdasarkan Keputusan Menteri kehutanan sebagai berikut:
Lampiran 2. Tabel kombinasi perlakuan faktorial 3x3x4 T1 P1
P2
T2 P3
P1
P2
T3 P3
P1
P2
P3
t1 t2 t3 t4
Dimana : t = waktu,P = tekanan,T = temperatur Lampiran 3. Data perubahan kadar air kayu proses pengeringan vakum dengan kombinasi faktorial
Waktu
T = 45 C ,
T = 55 C ,
T = 75 C ,
(menit)
P = 64 cmHg
P = 49 cmHg
P = 34 cmHg
P = 64 cmHg
P = 49 cmHg
P = 34 cmHg
P = 64 cmHg
P = 49 cmHg
P = 34 cmHg
0
15.11
15.11
15.11
15.11
15.11
15.11
15.11
15.11
15.11
0.5
12.57
11.44
12.38
12.18
10.81
11.66
10.54
10.28
9.92
1
11.99
10.99
11.73
11.54
10.49
10.79
10.36
10.08
9.34
1.5
10.89
10.61
10.32
9.76
10.04
9.76
9.48
9.20
8.63
2
9.38
8.60
8.68
8.04
7.78
7.38
6.87
6.46
5.81
Lampiran 4. Data perbandingan kadar air kayu pengeringan metode vakum dengan pengeringan konvensional
Table 1. Perbandingan kadar air kayu proses pengeringan vakum dengan pengeringan konvesional pada suhu 55oC
Waktu (t) 0 30 60 90 120
T = 55 C P = 76 P = 64 cmHg cmHg 15.11 15.11 14.2088 12.18089 14.041 11.54422 13.5694 9.759309 13.3618 8.035
Table 2. Perbandingan kadar air kayu proses pengeringan vakum dengan pengeringan konvesional pada suhu 45oC
Waktu (t) 0 30 60 90 120
T = 45 C P = 76 P = 64 cmHg cmHg 15.11 15.11 14.67 12.57 14.34 11.99 14.12 10.89 13.90 9.38
Table 3. Perbandingan kadar air kayu proses pengeringan vakum dengan pengeringan konvesional pada suhu 75oC
Waktu (t) P = 76 cmHg
T = 75 C P = 64 cmHg
0
15.11
15.11
30
13.87285
10.54152
60
13.33358
10.3579
90
12.5397
9.477362
120
12.336
6.869
Lampiran 5. Data perubahan suhu thermokopel pengukuran kondivitas panas jenis kayu kumea.
89
Waktu (menit)
Thermokopel 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1
33
33.2
33.5
33.6
33.7
33.6
33.6
33.6
33.4
33.3
32.5
2
37.9
33.5
34
33.9
34.1
34
33.9
33.9
33.6
33.8
35.7
3
40.3
33.8
34.4
34.2
34.5
34.4
34.2
34.3
33.9
34.3
37.6
4
42.4
34.1
34.9
34.6
34.9
34.7
34.5
34.6
34.3
34.9
39.2
5
43.8
34.6
35.4
34.9
35.3
35
34.7
34.9
34.6
35.3
40.3
6
43.3
34.9
35.5
35
35.5
35
34.9
35
34.7
35.5
40.5
7
40.1
35.1
35.9
34.9
35.2
34.9
34.8
34.7
34.6
35.5
36.4
8
44.7
35.5
36
35.3
35.7
35.3
35.1
35.3
34.9
35.9
41.5
9
43.5
35.8
36.1
35.4
35.9
35.4
35.2
35.4
35.1
36.2
41.1
10
43.2
36
36.1
35.5
35.9
35.4
35.1
35.4
35.1
36.3
40.8
11
41
36.1
36.4
35.5
35.7
35.3
35.2
35.3
35.2
36.1
38
12
40.9
36.3
36.7
35.3
35.6
35.1
35
35.1
35
36
37.2
13
41.4
36.3
36.8
35.3
35.5
35.1
34.9
35.2
35
36
37.1
14
42.2
36.5
37.1
35.4
35.6
35.2
35
35.2
35.1
36.1
37.3
15
45.4
37
37.1
35.9
36.3
35.8
35.6
35.8
35.7
36.9
42.6
16
44.1
37.4
37.2
36
36.5
35.9
35.8
36
35.8
37.1
42.1
17
43.1
37.5
37.1
36
36.5
35.9
35.8
36
35.9
37.2
41.4
18
42.8
37.6
37.1
36.1
36.5
35.9
35.7
36
35.9
37.2
41.2
19
43.6
37.9
37.3
36.3
36.7
36.1
35.8
36.2
36.1
37.4
41.9
20
43.8
38
37.3
36.5
36.8
36.3
35.9
36.3
36.3
37.6
42
21
43.5
38.1
37.5
36.6
36.9
36.3
36.2
36.5
36.4
37.7
41.8
22
43.8
38.2
37.6
36.7
36.9
36.5
36.1
36.6
36.5
37.9
41.9
23
43.8
38.4
37.8
36.7
37.1
36.6
36.2
36.7
36.7
38.1
42
24
43.2
38.7
37.9
36.7
37.2
36.5
36.4
36.7
36.8
38
41.5
25
44
38.6
38
36.9
37.3
36.7
36.4
37
36.9
38.3
42.2
26
43.5
38.8
38.2
37.1
37.4
36.8
36.5
37
37
38.5
42
27
43.3
38.6
38.2
37.1
37.3
36.9
36.7
37.1
37.1
38.5
41.8
28
44.1
39
38.4
37.2
37.5
37
36.7
37.2
37.3
38.7
42.4
29
43.6
39.2
38.5
37.4
37.7
37.1
36.8
37.4
37.4
38.8
42.1
30
43.1
39.3
38.5
37.4
37.6
37.2
36.7
37.3
37.4
38.9
41.7
31
41.8
39.2
38.7
37.5
37.6
37.1
36.8
37.4
37.5
38.7
40
32
42.2
39.3
39
37.4
37.6
37
36.8
37.3
37.5
38.7
39.7
33
42.5
39.4
39.2
37.5
37.6
37.1
36.9
37.4
37.6
38.7
39.7
34
42.6
39.5
39.3
37.6
37.7
37.1
37
37.4
37.6
38.7
39.7
35
42.4
39.5
39.3
37.6
37.7
37.1
37
37.5
37.7
38.7
39.6
36
42.2
39.5
39.1
37.6
37.7
37.1
37
37.4
37.7
38.7
39.5
Waktu
Thermokopel
(menit)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
42.1
39.6
39.1
37.6
37.7
37.1
37
37.5
37.7
38.7
39.5
38
42
39.6
39.1
37.7
37.8
37.2
37.1
37.5
37.8
38.7
39.5
39
41.9
39.6
39.1
37.7
37.7
37.2
37.1
37.6
37.8
38.7
39.4
40
41.7
39.6
39.1
37.7
37.7
37.2
37.1
37.6
37.8
38.6
39.3
41
41.7
39.5
39.1
37.8
37.7
37.2
37.2
37.6
37.8
38.6
39.2
42
41.8
39.6
39.2
37.8
37.8
37.3
37.2
37.6
37.8
38.6
39.2
43
42.4
39.7
39.4
37.9
37.8
37.4
37.3
37.7
37.9
38.7
39.3
44
42.3
39.7
39.4
37.9
37.9
37.4
37.4
37.7
37.9
38.7
39.3
45
42.1
39.7
39.4
37.9
37.9
37.5
37.4
37.8
37.9
38.7
39.3
46
42
39.7
39.3
38
38
37.5
37.4
37.8
38
38.7
39.2
47
41.9
39.8
39.3
38
38
37.5
37.5
37.8
38
38.7
39.2
48
41.8
39.8
39.3
38.1
38
37.6
37.5
37.8
38
38.6
39.1
49
41.7
39.9
39.2
38.1
38.1
37.5
37.5
37.7
38
38.6
39
50
41.6
39.9
39.3
38.1
38.1
37.5
37.5
37.8
38
38.5
39
51
42.1
39.9
39.5
38.2
38.1
37.7
37.6
37.9
38.1
38.6
39.2
52
42.1
40
39.7
38.2
38.2
37.7
37.7
37.9
38.1
38.7
39.2
53
42.1
40
39.7
38.3
38.2
37.8
37.7
38
38.1
38.7
39.2
54
42.1
40
39.6
38.3
38.3
37.8
37.7
38
38.1
38.7
39.2
55
41.9
40
39.5
38.3
38.2
37.8
37.7
38
38.1
38.7
39.2
56
41.8
40
39.5
38.3
38.3
37.8
37.8
38
38.1
38.7
39.2
57
41.7
39.9
39.5
38.3
38.2
37.9
37.8
38
38.1
38.8
39
37
Lampiran 6. Struktur anatomi, sifat fisis dan mekanis kayu kumea batu CiriUmum
91
Warna kayu : kayu teras berwarna coklat kemerahan, dapat dibedakan dengan kayu gubal yang berwarna coklat muda kemerahan. Kayu gubal lebarnya mencapai 3,4 cm dengan proporsi kayu teras hanya sekitar 50% berdasarkan volume. Rendahnya persentase kayu teras kumea batu mungkin disebabkan oleh karena pohon yang ditebang masih berada pada tahap pertumbuhan yang cepat.Corak : bergaris-garis.Tekstur : halus. Kilap : mengkilap. Kesan raba : licin. Kekerasan : keras. Ciri Anatomi Lingkar tumbuh : samar-samar, (tidak jelas). Pori: baur, soliter dan berganda radial dan tangensial 2-4, perforasi sederhana, diameter rata-rata 69,15 ΞΌm (30 105 ΞΌm), frekuensi pori 11,38 permm (5 - 16 permm ), panjang pori 83.06ΞΌm(45 135 ΞΌm), berisi dan endapan coklat kemerahan. Parenkim : difus (menyebar), tangensial pendek sampai panjang dan berbentuk jala dengan frekuensi 5-8 baris permmarah radial. Jari-jari : heteroselular, berseri 1 (kadang sampai 4) dengan tinggi rata-rata 477,80 ΞΌm (150 - 1500 ΞΌm), lebar jari-jari 16 ΞΌm (7,5 - 30 ΞΌm), frekuensi 12 permm(7 - 15 per mm). Serat : panjang rata-rata 677,55 ΞΌm (280 910 ΞΌm), diameter 22,15 ΞΌm (15 - 32,5 ΞΌm), diameter lumen 1,94 ΞΌm (0 - 5 ΞΌm) dan tebal dinding serat 10,10ΞΌm(6 - 15 ΞΌm).
a
b
c Gambar 63. Kumea batu (Manilkara merrilliana H.J.L.) a Penampang lintang (Transversal surface), skala ( ) 250ΞΌm b. Penampang tangensial (Tangential surface), skala ( ) 250ΞΌm c. Penampang radial (Radial surface), skala ( ) 100ΞΌm
Table 4. Nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum karakteristik anatomi kayu kumea batu
Keterangan (remarks): v/mm : Jumlah pori per milimeter persegi (Number of vessels per square milimetre ) r/mm : Jumlah jari-jari per milimeter (Number of rays per milimetre) 2
Table 5. Rata-rata sifat fisis kayu kumea batu (Manilkara merrilliana)
93
Table 6 . Nilai rata-rata sifat mekanis kayu kumea batu
Table 7. Klasifikasi kekuatan kayu pada berbagai ketinggian dalam batang pohon kumea batu
Lampiran 7. Listing program kontrol pengering vakum #include <mega8535.h> #include
#include <stdio.h> #include <stdlib.h> #include <delay.h> #include <math.h> #asm .equ __i2c_port=0x1B ;PORTA .equ __sda_bit=2 .equ __scl_bit=3 #endasm #include flash unsigned char char0[8]={ 0b0000110, 0b0001001, 0b0000110, 0b0000000, 0b0000000, 0b0000000, 0b0000000, 0b0000000}; unsigned int angka, dtkey, dtkeyy, x,y[33],suhu,waktuu,wk; unsigned int pwm=255; char s, e, buf[33]; #define SDAOut PORTA.0 #define SDAIn PINA.0 #define SCLK PORTA.1 #define tinggi 100 #define rendah 200 #define panas 150 #define kering 250 unsigned char TimeOut,AckBit; unsigned int DataTempSHT,DataRHSHT,DataRead,pressure,detik,suuh,tekanan,menit, menit1, detik1, te1,te2, pres1, pres2, rh1, rh2; float RH,Temp, cmHg; int comppres0=0, compsuh=0,comppres1=0; unsigned char RHMSB,RHLSB,TempMSB,TempLSB, temp4,temp5; unsigned int cnt_1Hz=0; char temp1[8]; char temp2[8]; char temp3[8]; char temp7[8]; char temp8[8]; char temp9[8]; //char temp10[8];
95
//char temp11[8]; // Timer 0 overflow interrupt service routine interrupt [TIM0_OVF] void timer0_ovf_isr(void) { // Reinitialize Timer 0 value TCNT0=0x05; cnt_1Hz++; } void define_char(unsigned char flash *pc,unsigned char char_code) { unsigned char i,a; a=(char_code<<3) | 0x40; for (i=0; i<8; i++) lcd_write_byte(a++,*pc++); } void detek_key(void) { PORTB.7=0;PORTB.6=1; PORTB.5=1; PORTB.4=1; if(PINB ==0b01111110){dtkeyy=0xc; while (PINB ==0b01111110); } else if (PINB == 0b01111101){dtkey=3; x++; while (PINB ==0b01111101);} else if (PINB == 0b01111011) {dtkey=2; x++; while (PINB ==0b01111011);} else if (PINB == 0b01110111) {dtkey=1;x++; while (PINB ==0b01110111);} PORTB.7=1; PORTB.6=0; PORTB.5=1; PORTB.4=1; if(PINB ==0b10111110){ dtkeyy=0xd; while (PINB ==0b10111110); } else if (PINB == 0b10111101) {dtkey=6; x++; while (PINB ==0b10111101);} else if (PINB == 0b10111011) {dtkey=5;x++; while (PINB ==0b10111011);} else if (PINB == 0b10110111) {dtkey=4; x++; while (PINB ==0b10110111);} PORTB.7=1; PORTB.6=1; PORTB.5=1; PORTB.4=0; if(PINB ==0b11101110){dtkeyy=0xf; while (PINB ==0b11101110);} else if (PINB == 0b11101101) {dtkeyy=0xb; while (PINB ==0b11101101);} else if (PINB == 0b11101011) {dtkey=0; x++; while (PINB ==0b11101011);} else if (PINB == 0b11100111) {dtkeyy=0xa; while (PINB ==0b11100111);} PORTB.7=1; PORTB.6=1; PORTB.5=1; PORTB.4=1; if(PINB ==0b11101110){dtkeyy=0xf;while (PINB ==0b11101110);} else if (PINB == 0b11101101) {dtkeyy=0xb; while (PINB ==0b11101101);} else if (PINB == 0b11101011) {dtkey=0; x++; while (PINB ==0b11101011);} else if (PINB == 0b11100111) {dtkeyy=0xa; while (PINB ==0b11100111);} PORTB.7=1; PORTB.6=1; PORTB.5=0; PORTB.4=1; if(PINB ==0b11011110){dtkeyy=0xe; while (PINB ==0b11011110);} else if (PINB == 0b11011101) {dtkey=9;x++; while (PINB ==0b11011101);} else if (PINB == 0b11011011) {dtkey=8; x++; while (PINB ==0b11011011);} else if (PINB == 0b11010111) {dtkey=7; x++; while (PINB ==0b11010111);} } void input(void) { resetkey: s=19; if(s==19){ lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("Input Suhu");}
mulai: while(1){ detek_key(); angka=x; if(angka==1){y[angka]=dtkey;} if (angka>=2) {y[angka]=(y[angka-1]*10)+dtkey;} if(dtkeyy==0xc){ //tombol a if(s==19){ suhu=(y[angka]); x=0; lcd_clear(); s++; dtkeyy=~dtkeyy; lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("Input Tekanan"); goto mulai; } else if(s==20) { tekanan=(y[angka]); x=0; lcd_clear(); s++; dtkeyy=~dtkeyy; lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("Input Waktu"); goto mulai; } else if(s==21) { waktuu=(y[angka]); x=0; lcd_clear(); s++; break; } } else { e=0+(x-1); lcd_gotoxy(e,1); sprintf(buf,"%d",dtkey); lcd_puts(buf); } if(dtkeyy==0xe){ lcd_gotoxy(0,1); lcd_putsf(" "); x=0; e=0; dtkeyy=~dtkeyy; goto mulai;
97
} if(dtkeyy==0xf){ lcd_clear(); x=0; e=0; dtkeyy=~dtkeyy; goto resetkey; } } } void StartSignal (void) { unsigned char DDRATemp; DDRATemp = DDRA; DDRA |= 0x01; // PortA.0 sbg Output SDAOut = 1; SCLK = 0; SCLK = 1; //Clock pertama SDAOut = 0; SCLK = 0; SCLK = 1; //Clock kedua SDAOut = 1; SCLK = 0; //Pin Clock = '0' DDRA = DDRATemp; } void ResetSHT (void) { unsigned char i,DDRATemp; DDRATemp = DDRA; DDRA |= 0x01; SDAOut = 1; SCLK = 0; for (i=0; i<=8; i++) { SCLK = 1; //Kirim Data (ShtClock rising edge), 9 kali SCLK = 0; } StartSignal(); //Transmission Start DDRA = DDRATemp; } void SHTWait (void) { unsigned char i,DDRATemp; DDRATemp = DDRA; DDRA |= 0x01; SDAOut=1; //Pin ShtData sebagai input DDRA &= 0xFE; for (i=0; i<250; i++)
{ TimeOut=SDAIn; //Jika pin ShtData = '0' --> pengukuran selesai if (TimeOut==0) goto ExitSHT_Wait; delay_ms(1); } ExitSHT_Wait: DDRA = DDRATemp; } void SHTWriteByte (unsigned char data) { unsigned char i,DDRATemp; DDRATemp = DDRA; DDRA |= 0x01; for (i=0; i<8; i++) { if ((data>>7)==1) SDAOut = 1; //Kirim MSB first else SDAOut = 0; SCLK = 1; //Kirim Data (ShtClock rising edge) SCLK = 0; data <<= 1; // geser data kekiri 1 bit } SDAOut = 1; //Pin ShtData sebagai input SCLK = 1; DDRA &= 0xFE; AckBit = SDAIn; //Ambil sinyal acknowledge SCLK = 0; DDRA = DDRATemp; } void SHTReadByte (void) { unsigned char i,DDRATemp; DataRead = 0x00; DDRATemp = DDRA; DDRA |= 0x01; SDAOut = 1; //Pin ShtData sebagai input DDRA &= 0xFE; for (i=0; i<8; i++) { DataRead<<=1; SCLK = 1; DataRead |= SDAIn; //Ambil Data (MSB first) SCLK = 0; } DDRA |= 0x01; if (AckBit==1) SDAOut = 1; //Kirim Noacknowledge else SDAOut = 0; //Kirim Acknowledge SCLK = 1; SCLK = 0;
99
SDAOut = 1; //Pin ShtData sebagai input DDRA = DDRATemp; } void SHTReadTemp (void) { StartSignal(); SHTWriteByte(0x03); //Command Measure Temperature if (AckBit==0) { SHTWait(); //Tunggu sampai pengukuran selesai if (TimeOut==0) { AckBit=0; //Kirim ACK untuk menerima byte berikutnya SHTReadByte(); // Ambli Byte MSB DataTempSHT = DataRead; TempMSB=DataRead; DataTempSHT <<= 8; AckBit=1; //Kirim NACK untuk mengakhiri pengambilan data SHTReadByte(); DataTempSHT |= DataRead; //Ambil byte LSB TempLSB=DataRead; DataRead = DataTempSHT; } } } void SHTReadHumidity (void) { StartSignal(); SHTWriteByte(0x05); //Command Measure Humidity if (AckBit==0) { SHTWait(); if (TimeOut==0) { AckBit=0; SHTReadByte(); DataRHSHT = DataRead; DataRHSHT <<= 8; RHMSB=DataRead; AckBit=1; SHTReadByte(); DataRHSHT |= DataRead; DataRead = DataRHSHT; RHLSB=DataRead; } } } void press(void)
{ i2c_start(); // Start Condition i2c_write(0xE0); // Tulis ke modul DT-SENSE i2c_write(0x00); // Perintah baca data tekanan i2c_stop(); // Stop Condition delay_ms(15);
// delay 15 ms
i2c_start(); // Start Condition i2c_write(0xE1); // Baca ke modul DT-SENSE temp4 = i2c_read(1); temp5 = i2c_read(0); i2c_stop(); // Stop Condition pressure = (temp4*256 + temp5)/10; cmHg=/*76.-*/(0.07500617*(float)pressure); delay_ms(15); // delay 15 ms } /*void suh(void) { i2c_start(); // Start Condition i2c_write(0xE0); // Tulis ke modul BAROMETRIC PRESSURE i2c_write(0x01); // Perintah βGet Temperature Dataβ i2c_stop(); // Stop Condition delay_ms(15); // delay 15 ms i2c_start(); // Start Condition i2c_write(0xE1); // Baca ke modul BAROMETRIC PRESSURE temp4 = i2c_read(1); // temperatur MSB temp5 = i2c_read(0); // temperatur LSB i2c_stop(); // Stop Condition suuh = (( temp4*256 + temp5 ) - 200 ) / 10; } */ void inis(void) { TCCR0=0x03; TCNT0=0x00; OCR0=0x00; TCCR1A=0x81; TCCR1B=0x0D; TCNT1H=0x00; TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; // Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization TIMSK=0x00; UCSRA=0x00; UCSRB=0x18; UCSRC=0x86;
101
UBRRH=0x00; UBRRL=0x19; OCR1A=255; } void tampil (void) { lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf(" % mt hpa C "); //lcd_gotoxy(8,0); //lcd_putchar(0); // tulis simbol derajat ftoa(RH,1,temp1);//mengubah tipe data float ke tipe data array yg akan ditampilkan di LCD lcd_gotoxy(0,0); lcd_puts(temp1); ftoa(wk,0,temp2);//mengubah tipe data float ke tipe data array yg akan ditampilkan di LCD lcd_gotoxy(6,0); lcd_puts(temp2); itoa(pressure,temp3);//mengubah tipe data float ke tipe data array yg akan ditampilkan di LCD lcd_gotoxy(0,1); lcd_puts(temp3); lcd_gotoxy(10,1); lcd_putchar(0); ftoa(Temp,0,temp7);//mengubah tipe data float ke tipe data array yg akan ditampilkan di LCD lcd_gotoxy(8,1); lcd_puts(temp7); itoa(tekanan,temp8);//mengubah tipe data float ke tipe data array yg akan ditampilkan di LCD if(tekanan<100)lcd_gotoxy(13,0); else if(tekanan<1000)lcd_gotoxy(12,0); else lcd_gotoxy(11,0); lcd_puts(temp8); itoa(suhu,temp9);//mengubah tipe data float ke tipe data array yg akan ditampilkan di LCD lcd_gotoxy(14,1); lcd_puts(temp9); lcd_gotoxy(15,0); lcd_putsf(">"); lcd_gotoxy(13,1); lcd_putsf(">"); } void por(void) { // Declare your local variables here DDRD=0xff; PORTD.6=1;
DDRC=0xff; PORTC.3=0; DDRB=0xf0; PORTB=0xff; PORTA=0x00; DDRA=0x02; } void main(void) { char status,inisial,inisial1,statussuh; por(); inis(); i2c_init(); lcd_init(16); define_char(char0,0); lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("Bismillah"); delay_ms(2000); lcd_clear(); input(); printf("Suhu = %u \n\r",suhu); printf("Tekanan = %u \n\r",tekanan); printf("Waktu = %u \n\r",waktuu); printf("# menit detik Suhu(C) Tekanan(cmHg) RH(/100)\n \r"); inisial=1; inisial1=1; detik=0; menit=0; detik1=0; menit1=0; OCR1A=255; #asm("sei") TIMSK=0x01; while (1) { if(cnt_1Hz>=250){ cnt_1Hz=0; OCR1A=pwm; detik++; if(detik==60){ detik=0; menit++; } SHTReadHumidity(); RH=(((float)DataRead*0.0405)((float)DataRead*(float)DataRead*0.0000028)-4.); ResetSHT(); SHTReadTemp();
103
Temp=((float)(DataRead-4000.))/100.; ResetSHT(); delay_ms(100); press(); delay_ms(100); // suh(); tampil(); if(inisial==1) {if(tekanan>pressure)status = tinggi; else status=rendah; inisial=~inisial; } if(tekanan<=550){ if(status==tinggi) { comppres0=tekanan-pressure; if(comppres0<5)PORTD.7=1; else {PORTD.7=0;status=rendah;delay_ms(100);}} if(status==rendah) { comppres1=pressure-tekanan; if(comppres1<5)PORTD.7=0; else {PORTD.7=1;status=tinggi;delay_ms(100);}} } else { if(status==tinggi) { comppres0=tekanan-pressure; if(comppres0<10)PORTD.7=1; else {PORTD.7=0;status=rendah;delay_ms(100);}} if(status==rendah) { comppres1=pressure-tekanan; if(comppres1<5)PORTD.7=0; else {PORTD.7=1;status=tinggi;delay_ms(100);}} } if (inisial1==1) { if(Temp>=suhu) {statussuh=kering; inisial1=~inisial1; } else statussuh=panas; } compsuh=suhu-Temp; if(compsuh>2){pwm=0; if(suhu>50)PORTD.3=1;
else {PORTD.3=0;} } else { PORTD.3=0; if(Temp>=suhu){pwm=255;PORTD.3=0;} else if(suhu<=40){pwm=150;} else if(suhu<=50){pwm=100;} else if(suhu<=60){pwm=50;} else if(suhu<=73){pwm=0;} else {PORTD.3=1;pwm=50;} } if(statussuh==kering) {detik1++; if(detik1>=60) {menit1++; detik1=0; } } wk=waktuu-menit1; //if(detik%5==0){ delay_ms(50); Temp=Temp*100; te1=(int)Temp/100; te2=(int)Temp%100; cmHg=cmHg*10; pres1=cmHg/10; pres2=(int)cmHg%10; RH=RH*10; rh1=RH/10; rh2=(int)RH%10; if(te2<10){printf("# %u %u %3u.0%u %3u.%u %3u.%u\n\r",menit,detik, te1, te2, pres1, pres2, rh1, rh2) ;} else {printf("# %u %u %3u.%u %3u.%u %3u.%u\n\r",menit,detik, te1, te2, pres1, pres2, rh1, rh2) ;} //} } delay_ms(50); if(menit1>=waktuu)goto lanjut; } lanjut: OCR1A=255; TIMSK=0x00; PORTD.7=0; lcd_clear(); lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("Alhamdulillah"); }
105
Lampiran 8. Pengukuran kapasitas kalor jenis kayu kumea Pendahuluan Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan oleh suatu benda. Dari sisi sejarah kalor merupakan asal kata caloric ditemukan oleh ahli kimia perancis yang bernama Antonnie laurent lavoiser (1743 β 1794). Kalor memiliki satuan Kalori (kal) dan Kilokalori (Kkal). 1 Kal sama dengan jumlah panas yang dibutuhkan untuk memanaskan 1 gram air naik 1 derajat celcius (Akbar, 2010). Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda(zat) bergantung pada 3 faktor yaitu massa zat, jenis zat (kalor jenis), perubahan suhu (Purnomo, 2008). Teori Dasar Bila dua buah benda yang suhunya berbeda digabungkan, maka akan terjadi perpindahan kalor dari benda yang bersuhu lebih tinggi kepada benda yang bersuhu lebih rendah. Menurut azas Black, jumlah kalor yang dilepaskan oleh benda yang bersuhu lebih tinggi kepada benda yang bersuhu lebih rendah sama dengan jumlah kalor yang diserap oleh benda yang bersuhu lebih rendah dari benda yang bersuhu lebih tinggi tersebut. Qi = Qo
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(L.1)
Dengan; Qi : jumlah kalor yang dilepas oleh benda yang bertemperatur lebih tinggi Qo: jumlah kalor yang diterima oleh benda yang bertemperatur lebih rendah. Bila kalor yang diserap atau dilepaskan oleh sebuah benda hanya menyebabkan perubahan suhu benda itu, maka jumlah kalor tersebut adalah
Q = m.c.Ξt
......................................................,,,,,,............................(L.2)
dengan : Q
= jumlah kalor ( kalori )
M
= massa benda ( gram )
c
= kalor jenis ( kalori/gr . oC )
Ξt
= perubahan suhu ( oC )
Bila kalor yang diserap atau dilepaskan oleh sebuah benda hanya menyebabkan perubahan wujud benda itu, maka jumlah kalor itu adalah Q=m.L
............................................................................(L.3)
dengan L (kalori/gram) adalah kalor laten perubahan wujud tersebut ππ€ππ‘ππ = ππ πππππ + ππππππππππ‘ππ
β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦..(L.4)
ππ€ πΆππ€ ππ β ππ€ = ππ πΆππ ππ β ππ + ππ πΆππ ππ β ππ
β¦β¦.β¦β¦β¦..β¦..(L.5)
ππ€ πΆππ€ ππ β ππ€ = ππ€π» πΆππ€ ππ β ππ + πΆπ ππ β ππ
β¦β¦.β¦β¦β¦..β¦..(L.6)
Prinsip Kerja Kalorimeter Panas jenis air jauh lebih besar dari pada panas jenis zat lain. Sebagai contoh, panas jenis air sepuluh kali lebih besar dari pada panas jenis aluminium.Karena kapasitas panasnya yang sangat besar, air adalah bahan yang baik sekali untuk menyimpan
energi
termis,
seperti
misalnya
dalam
sistem
pemanasan
solar/matahari. Air juga merupakan pendingin yang baik. Air dalam jumlah banyak, seperti danau atau lautan, cenderung membuat variasi temperatur tidak berlebihan didekatnya karena air dapat menyerap atau melepas energi termis dalam jumlah yang besar sementara mengalami perubahan tenperatur sangat kecil. Karena panas jenis air praktis konstan meliputi jangkauan temperatur yang lebar, panas jenis sebuah benda dengan mudah dapat diukur dengan memanaskan benda sampai suatu temperatur tertentu yang mudah diukur, dengan menempatkanya dalam bejana air yang massa dan temperaturnya diketahui, dan dengan mengukur temperatur kesetimbangan akhir. Jika seluruh sistem terisolasi dari sekitarnya maka panas yang keluar dari benda sama dengan panas yang masuk ke ai dan wadahnya. Prosedur ini dinamakan kalorimetri, dan wadah air yang terisolasi dinamakan kalorimeter (Tipler, 1998). Tidak ada usaha dikerjakan oleh sistem atau lingkungan. Sebagai akibatnya perubahan suhu lingkungan (air) hanyalah karena kalor yang dipertukarkan antara
107
air dan sistem. Perubahan suhu ini diukur dengan sebuah termometer, dan kalor yang dipertukarkan dihitung dari massa dan kalor jenis air yang diketahui. Dari kekekalan tenaga, kalor yang diperoleh oleh sistem adalah harga negatif dari kalor yang hilang dari lingkungan dan sebaliknya. Dengan demikian kalorimeter mengukur kalor yang dipertukarkan oleh sistem dibawah syarat-syarat tertentu (Cromer, 1994).
Penampang irisan vertikal kalorimeter. Dengan menggunakan sebuah kalorimeter yang dicari terlebih dahulu kapasitas kalornya, dalam percobaan ini akan ditentukan kalor jenis kalor zat padat dan kalor lebur es.
Hasil dan kesimpulan a. Air dingin dan panas Temperature Time (s) (Β°C)
b.
Air dingin dan kayu kumea
Time (s)
Temperature (Β°C)
9.3 10.6 11.1 12.8 13 13.3 13.5 13.6 13.8 14 14.1 14.2
0
9
0
30
9.4
30
60
9.5
60
90
9.6
90
120
9.7
120
150
9.8
150
180
9.9
180
210
10
210
240
10.1
240
270
10.2
270
300
10.3
300
330
10.3
330
a.
Air dingin dan panas
b.Air dingin dan kayu kumea
360
10.4
360
29.3
390
10.5
390
29.5
420
10.6
420
29.1
435
10.7
435
28.6
450
10.8
450
28.5
465
10.8
465
28.4
480
11.2
480
28.1
510
12.2
510
27.7
540
12.5
540
27.7
570
12.6
570
27.6
600
12.8
600
27.5
630
12.8
630
27.7
660
12.8
660
27.7
670
12.9
670
27.6
700
12.9
700
27.5
730
12.8
730
27.7
760
12.9
760
27.7
790
12.9
790
27.6
820
13
820
27.5
850
13
850
27.7
880
13
880
27.7
910
13
910
27.6
940
13
940
27.5
Air dingin +air panas TwH
= 50.03 = 50.05 kg
Β°C = 0.05005 gr
= 50.19 kg = 14.3
= 0.05019 gr Β°C
c pw
= 4.2
kJ/kg
Te Tc Cc
= 30.7
Β°C
= 14.3 =?
Β°C
mwH mw Tw
mw c pw ο¨Te ο Tw ο© ο½ mwH c pw ο¨TwH ο Te ο© ο« Cc ο¨Tc ο Te ο© πΆπ
= 0.036968 kJ/kgΒ°C
109
Air dingin + kayus Ts ms mw Tw c pw Te Tc c ps
= 30.4 = 2.02 kg = 52.14 kg = 10.8 = 4.2 = 11.2 = 10.8 =?
Β°C = 0.00202 gr = 0.05214 gr Β°C kJ/kg Β°C Β°C
mw c pw ο¨Te ο Tw ο© ο½ ms c ps ο¨Ts ο Te ο© ο« Cc ο¨Tc ο Te ο© c ps
=
2.639877 kJ/kgΒ°C
Lampiran 9. Psychrometric chart for different pressures.
111
Lampiran 10. Tabel jenuh air (berdasarkan temperatur)
Lampiran 11. A nomograph of composite parameters
113
Lampiran 12. Gambar model mesin pengeringan pengeringan vakum
115
117
119
121
Lampiran 13. Gambar desain mesin pengeringan vakum kayu skala kecil
123
125
127
Lampiran 14. Metode pengukuran konduktivitas thermal MEASUREMENT OF THERMAL CONDUCTIVITY FOR VARIOUS MATERIALS
A. INTRODUCTION Heat transfer by conduction is accomplished in two types of mechanism. One is occurred by molecular interaction when molecules at relatively higher energy levels import energy to adjacent molecules at lower energy levels. This is true for non-metallic substances. The other one is happened through the movement of free electron present mostly in metallic solids. Each metal has a specific concentration of free electrons thus a specific capability in the rate of heat transfer. The rate of transfer can be expressed mathematically in Fourier equation (Welty, 1978)
q ο½ οkA
dT ............................................................................................................(1) dx
Where q : x-directional heat flow rate, W A : area normal to the direction of heat flow m2
dT dx
: temperature gradient in x direction, K/m
k
: thermal conductivity, W/mK
Every substance has its own thermal conductivity which varies as a function of temperature. This phenomena explains the importancy of knowing the thermal conductivity of materials used as appliances in daily life. If k is large, the material will transfer the heat in no time. If k is low, the material will resist heat. The materials with k less than o.1 W/mK are commonly used as insulator such as the corkboard (k = 0.043 W/mK), the pack wool (k = 0.039 W/mK), and the Styrofoam (k = 0.025 W/mK). B. OBJECTIVES The objectives of this exercise are i.
To observe the probe method in measuring the thermal conductivity of various materials. ii. To determine their value of thermal conductivities. C. MATERIAL AND EQUIPMENT Materials Sample is cut into block with a dimension of 180 mm x 110 mm x 40 mm (l x w x t) as illustrated in Fig 1. The minimum dimension in determined based upon the range of the sample thermal conductivity. The sample surface has to be smoothly flat. For this exercise, samples made out if wood, concrete and Styrofoam are to be developed and measured.
129
Equipment Thermal conductivity meter Kemtherm QTM-D3 (fig 2 and 3) D. METHODS The probe method is a development from the hot wire method which inserts the heating wire between two pieces of measured material cut into a cylindrical or symmetrical block. In the probe method, one site of the material sample is overlayed by another material with a known k. The latter material is insulated The k value is determined by the following formula
I 2 In ο¨t 2 t1 ο© kο½K ο H ο½ .........................................................................................(2) V2 ο V1
Where I K and H t1 and t2 V1 and V2
: constant current, A : probe constants : sampling time, seconds : electrical output of thermocouple probe K, mV
Measurement Procedures Refer to the flow chart of operation procedures (Appendix 1) Preparations 1. The probe and samples (and references plates) shall be brought to the measurement place on the previous day and kept there in order to stabilize their base temperature. If it is not possible, the measurement shall be started after waiting a stabilization of sampleβs temperature or AUTO GRAD mode. 2. Connect the probe to the processing unit 3. Connect the attached power cable to the processing unit and plug it into AC 100 V power supply. 4. Turn on the power of the processing unit and carry out its warming-up more than 30 min. 5. Brush off dusts on samples and three reference plates. If there is water ion the surface of those, wiped them out with soft cloth as well. 6. Verify that the constants K1, H1, K2, and H2 that are indicated in a βProbe constants cardβ are correctly set. 6.1. Hit a K1 key. 6.2. Check if a figure shown on the thermal conductivity display is the same as k1 value indicated in the βConstant cardβ. 6.3. Repeat the same step for the checking of constants H1, K1, and H2. 6.4. Hit the RESET key if all constants are verified. The figure being indicated on the conductivity display fades out. 7. Input of a correct constant shall be made if it is not correct. 7.1. Hit the K1 key. 7.2. Hit the NUME key in order to use the Function keys as numeral-keys. 7.3. Enter a K1 constant indicated in the βConstant card β by the keys looking at the temperature display. 7.4. Hit the ENT key in order to have the K1 set.
7.5. 7.6.
Repeat the same procedure to set-up the constants H1, K2 and H2. Check those constants again by hitting the function key after the set-up.
For a solid sample Range of k Low 0.02 β 0.2 High 0.2 β 10.0 7.7.
Constant K (x 10-4) 252 274
H (x 10-4) 314 488
Hit the RESET KEY
Measurement 1. Measuring mode selection 1.1. When sampleβs temperature is not stable β¦ βAUTO GRADβ mode 1.2. When the same sample is measured repeatedly β¦βAUTO NORβ mode 1.3. Others β¦ βMANβ mode. 2. HEATER current set up A HEATER current set-up shall be made after checking an increase of a sample temperature (1 min after the START) in MAN mode. Relation between sampleβs conductivity and HEATER current
Sampleβs thermal conductivity (W/mK) Less than 0.03 0.03 ~ 0.05 0.05 ~ 0.1 0.1 ~ 0.3 0.3 ~ 2.0 Over 2.0
HEATER Current (A2) 0.25 0.5 1 2 4 8
3. Measuring operation The following page shows the operation for the measurements. E. DISCUSSION i. Fill up Table 1. ii. Calculate k for each material. iii. Discuss the measured k with the values obtained from the references. REFERENCES Welty, J.R. 1978. Engineering Heat Transfer. John Wiley & Sons, Inc., New York. N.Y., USA. Holman, J.P. 1997. Heat Transfer. McGraw Hill, Inc., Singapore. Kemtherm QTM-D3 Instruction Manual. 1987. Kyoto Electronucs Manufacturing Co., Ltd., Tokyo, Japan.
131
Lampiran 15. Hibrid Recorder Yokogawa
133
135
137
Lampiran 16. Rotari Vacuum Pump Model 2X
139
141