Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
PEMBUATAN TIMPHAN INSTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGERINGAN VAKUM Nida El Husna1* , Dewi Yunita2, Juliani3 1,2,3 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah Email:
[email protected]
ABSTRAK Timphan merupakan kue tradisional aceh yang dibuat dari tepung ketan dan dibungkus dengan daun pisang yang memiliki umur simpan rendah (2-3 hari). Pembuatan timphan instan untuk memperpanjang umur simpan serta mempersingkat waktu penyajian timphan dilakukan dengan metode kombinasi antara pembekuan dan pengeringan. Untuk mengetahui pengaruh suhu (50, 60, dan 70oC) dan lama pengeringan (8, 12, dan 16 jam) digunakan metode pengeringan vakum terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik timphan instan. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu dan lama pengeringan menyebabkan kadar air timphan instan sebelum dan setelah rehidrasi semakin rendah dan timphan yang dihasilkan semakin keras. Perlakuan terbaik diperoleh pada kombinasi suhu pengeringan 50oC dan lama pengeringan 8 jam. Kata kunci : rehidrasi, timphan instan, pengeringan vakum ABSTRACT Timphan is an Acehnese traditional cake made from glutinous rice and wrapped in banana leaves that has a low shelf life (2-3 days). Making instant timphan to extend the shelf life and can shorten the presentation timphan was done using a combination of freezing and drying. Determination effect of temperature (50, 60, and 70 ° C) and drying time (8, 12, and 16 hours) using the vacuum drying method on the physical, chemical and organoleptic timphan instant. The results showed that the higher temperature and longer drying moisture timphan cause instant before and after rehydration getting lower and the resulting timphan harder. The best treatment is a combination of temperature obtained at 50oC drying and drying time of 8 hours. Keywords: rehidration, instant timphan, vakuum drying
PENDAHULUAN Timphan merupakan salah satu contoh kue basah tradisional yang berasal dari masyarakat Aceh. Timphan terbuat dari bahan utama tepung ketan
dengan atau tanpa penambahan labu parang (pumpkin) atau pisang dan umumnya diisi dengan srikaya. Srikaya adalah makanan yang terbuat dari campuran telur, santan, dan gula pasir. Adonan timphan dibungkus dengan
22
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
daun pisang muda yang diolesi minyak goreng dan kemudian dikukus. Tidak semua masyarakat Indonesia mengenal timphan atau pernah mencicipi timphan ketika berkunjung ke Aceh. Selain itu, timphan juga sulit dipasarkan di luar Aceh akibat daya simpan yang terbatas. Kue basah seperti timphan pada umumnya mempunyai daya awet yang rendah. Jika disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sekitar 1- 2 hari. Kerusakan yang timbul pada timphan antara lain perubahan rasa menjadi asam dan aroma yang ditandai dengan timbulnya lendir pada kue tersebut. Oleh sebab itu, untuk memperpanjang daya simpan serta mempersingkat waktu penyajian produk timphan, diperlukan alternatif hasil olahan timphan menjadi produk setengah jadi (instan) yang dapat disimpan lama dan praktis dalam penyajiannya. Berbagai metode dapat digunakan untuk menghasilkan produk pangan instan diantaranya metode rendam-rebus-kukus-keringkan, metode penggunaan bahan kimia, metode pembekuan, atau kombinasi dan modifikasi dari metode-metode tersebut. Metode pembekuan yang dikombinasikan dengan pengeringan merupakan metode yang digunakan pada proses penginstanan timphan karena prosedur kerja metode tersebut lebih singkat dibandingkan metode rendam-rebus-kukus-keringkan. Selain itu, metode kombinasi pembekuan dan pengeringan lebih aman karena tidak menggunakan bahan kimia. Metode pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pengeringan vakum bertujuan untuk mencegah reaksi browning non enzimatis akibat gula yang
terkaramelisasi dan memungkinkan penggunaan suhu pengeringan yang lebih tinggi dan waktu pengeringan yang lebih singkat. Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (satuan berat) per satuan waktu tertentu. Laju pengeringan dipengaruhi oleh faktor internal seperti bentuk, ukuran, dan susunan bahan saat dikeringkan. Laju pengeringan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu, kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, besarnya persentase kandungan air yang ingin dicapai, efisiensi mesin pengering, dan kapasitas pengeringan (Suharto, 1991). Suhu pengeringan dan lama pengeringan pada pembuatan timphan instan merupakan faktor penting yang harus dikaji. Perbedaan suhu pengeringan yang digunakan diduga berpengaruh terhadap timphan instan karena dapat menyebabkan perbedaan sifat fisik dan organoleptik timphan instan yang dihasilkan. Semakin lama pengeringan maka semakin banyak air yang teruapkan dan menghasilkan timphan dengan tekstur yang keras. Lama pengeringan optimal diharapkan dapat menghasilkan timphan instan yang kering merata dengan struktur berpori sehingga memudahkan penyerapan air pada saat pengukusan. Berdasarkan pertimbangan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik timphan instan yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk pangan khas Aceh yang berteknologi modern dengan daya simpan yang lebih lama
23
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
sehingga dapat memperluas jaringan
distribusi dan pemasaran timphan.
METODE PENELITIAN (sembilan) kombinasi perlakuan, dengan 3 (tiga) kali ulangan (U), sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Sugandi dan Sugiarto, 1993). Timphandibuang pembungkusnya (daun pisang), dibekukan selama 1 hari dan selanjutnya dikeringkan dengan pengering vakum dengan suhu 50ºC, 60ºC, dan 70ºC dan waktu pengeringan 8, 12, dan 16 jam. Timphan kering didinginkan dan dimasukkan ke dalam plastik kedap udara sebelum dianalisis dan direhidrasi kembali dengan lama pengukusan 20 menit. Analisis produk yang dilakukan adalah analisis cooking loss dan uji kekerasan (tekstur) menggunakan LFRA (Leatherhead Food Research Association) texture analyzer, kadar pati, kadar air, kadar lemak dan kadar protein (Apriyantono dkk., 1989), serta uji pasangan pada timphan instan yang telah dikukus untuk mengetahui adanya perbedaan antara timphan instan dengan timphan tanpa perlakuan dan uji skor pada timphan yang telah dikukus untuk mengetahui tingkat kebagusan produk (Soekarto, 1985).
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timphan yang diperoleh dari industri rumah tangga Star yang beralamat di Desa Meunasah Beutong Lam Lhom, Kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar dan plastik kedap udara (Polipropilen). Bahan kimia yang digunakan dalam proses analisis antara lain CaCl2, larutan Carez I, larutan Carez II, pelarut petroleum eter, K2SO4, H2SO4, H2BO3, NaOHNa2S2O3, dan HCl 0,02 N. Alat-alat yang digunakan adalah panci pengukus, dan pengering vakum. Timbangan analitik, gelas piala, labu takar, erlenmeyer, kertas saring, oven, soxhlet, desikator, kjedahl, cawan porselen, tanur, autoklaf, polarimeter, dan LFRA (Leatherhead Food Research Association) texture analyzer. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah suhu pengeringan (S) terdiri atas S1= 50ºC, S2= 60ºC, dan S3= 70ºC, dan faktor kedua adalah lama pengeringan (L) terdiri atas L1= 8 jam, L2= 12 jam, dan L3 = 16 jam. Kombinasi perlakuan dalam penelitian ini adalah 9
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan sifat kimia pada timphan tidak diinstankan dan timphan instan yang telah direhidrasi dapat
Analisis Proksimat Timphan dan Timphan Instan
24
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
dilihat pada Tabel 1. Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa kandungan air timphan biasa adalah 66,04 %. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air timphan instan yang telah
direhidrasi yaitu 18,31 %. Hal ini menunjukkan bahwa timphan instan tidak mampu menyerap kembali air dalam jumlah yang sama seperti timphan biasa.
Tabel 1. Hasil analisis proksimat timphan dan timphan instan Analisis Proksimat Timphan Timphan Instan Pati (g/100 g) 16,580 16,479 Air (%) 66,043 18,315 Abu (%) 0,323 0,589 Lemak (%) 2,010 1,185 Protein (%) 1,603 0,268 Protein yang terkandung dalam timphan biasa adalah 1,60 % sedangkan kadar protein pada timphan instan yang telah direhidrasi yaitu 0,27 %. Penurunan kadar protein pada timphan instan diduga disebabkan kerusakan protein yang terjadi selama pengeringan akibat reaksi maillard. Menurut Mauron (1981), reaksi maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein. Dari aspek nutrisi, reaksi maillard menyebabkan kehilangan asam amino sehingga menurunkan nilai gizi. Penurunan protein diduga juga terjadi pada saat proses rehidrasi. Protein larut air diduga terikut bersama uap air selama proses pengukusan. Lemak yang terkandung dalam timphan biasa adalah 2,01 % sedangkan kadar protein timphan instan yang telah
direhidrasi yaitu 1,18 %. Penurunan kadar lemak pada timphan instan terjadi pada saat pengeringan yaitu minyak keluar dari timphan instan sehingga membasahi rak pengering. Selain itu, lemak juga tertinggal pada kemasan selama penyimpanan dan lemak juga berkurang selama rehidrasi timphan instan yang dilakukan dengan cara pengukusan. Sifat Fisik Timphan Instan 1. Cooking Loss Cooking loss adalah persentase kehilangan berat produk selama pemasakan. Pada timphan instan cooking loss didefinisikan sebagai persentase kehilangan berat produk selama penginstanan. Cooking loss timphan instan berkisar antara 24,35 %37,38 % dengan rata-rata sebesar 29,81% (Gambar 1).
25
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
Gambar 1. Cooking loss pada pembuatan timphan instan Kehilangan selama proses pembuatan timphan instan hingga rehidrasi diduga terjadi karena ketidakmampuan timphan instan untuk menyerap kembali air sebesar kandungan air timphan sebelum diinstankan. Pengeringan pada suhu 60°C menghasilkan persentase kehilangan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 50°C dan suhu 70°C. Hal ini diduga disebabkan oleh sedikitnya pori yang terbentuk selama pengeringan pada suhu 60°C sehingga menyulitkan penyerapan uap air selama rehidrasi.
Dari hasil analisis tekstur terhadap timphan instan, nilai yang diperoleh berkisar antara 187 g/mm – 3.999,67 g/mm dengan rata-rata 1.708,03 g/mm. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap tekstur timphan instan, sedangkan lama pengeringan dan interaksi antara suhu dan lama pengeringan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tekstur timphan instan yang dihasilkan. Nilai kekerasan terendah dari produk timphan instan diperoleh pada suhu pengeringan 50°C yang berbeda dengan nilai kekerasan timphan instan pada suhu pengeringan 60°C dan 70°C (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa timphan instan yang dikeringkan pada suhu 50°C menghasilkan timphan instan yang paling lunak dibandingkan dengan timphan instan yang dikeringkan dengan suhu 60°C dan 70°C.
2. Kekerasan Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk. Menurut Soekarto (1985), kekerasan pada suatu produk adalah daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diawali dengan perubahan bentuk dan dilanjutkan dengan pecahnya produk.
26
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap tekstur timphan instan.
(a)
(b) Gambar 3. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kadar air (a) timphan instan (b) timphan instan setelah rehidrasi.
27
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
Gambar 4. Pengaruh interaksi suhu dan lama pengeringan terhadap kadar protein timphan instan. Hal tersebut disebabkan oleh pembentukan pori yang lebih besar dan merata pada timphan instan yang dikeringkan pada suhu 50°C. Pengeringan suhu 60°C diduga menghasilkan pori yang tidak merata sedangkan pengeringan suhu 70°C menghasilkan pori yang lebih kecil. Pembentukan pori menyebabkan timphan mudah menyerap uap air sehingga melunakkan tekstur timphan.
Dari hasil analisis, kadar air timphan instan berkisar antara 4,4 %17,26 % dengan rata-rata 7,21%, sedangkan kadar air terhadap timphan instan setelah rehidrasi berkisar antara 17,08 %-26,38 % dengan rata-rata 18,32 %. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan, lama pengeringan, dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap kadar air timphan instan dan timphan instan setelah rehidrasi.
Sifat Kimia Timphan Instan 1. Kadar Air
Tabel 2. Nilai uji pasangan timphan instan dibandingkan dengan timphan tanpa instanisasi Perlakuan Suhu 50oC, Lama pengeringan 8 jam Suhu 50 oC, Lama pengeringan 12 jam Suhu 50 oC, Lama pengeringan 16 jam Suhu 60 oC, Lama pengeringan 8 jam Suhu 60 oC, Lama pengeringan 12 jam Suhu 60 oC, Lama pengeringan 16 jam Suhu 70 oC, Lama pengeringan 8 jam Suhu 70 oC, Lama pengeringan 12 jam Suhu 70 oC, Lama pengeringan 16 jam
Persentase panelis yang menyatakan beda (%) Warna Aroma Rasa Kekerasan 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 3,33 100 100 3,33 10 100 100 3,33 13,33 100 100 6,66 20 100 100 13,33 30 100 100 23,33 36,66 100
28
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
Gambar 5. Pengaruh suhu pengeringan terhadap skor aroma.
Gambar 6. Pengaruh interaksi suhu dan lama pengeringan terhadap skor rasa.
Gambar 7. Pengaruh interaksi suhu dan lama pengeringan terhadap skor tekstur. Kadar air tertinggi timphan instan diperoleh pada pengeringan suhu 50 °C dengan lama pengeringan 8 jam sebesar
17,26 % yang berbeda dengan semua kombinasi perlakuan lainnya (Gambar 3a). Semakin tinggi suhu dan semakin
29
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
lama pengeringan dilakukan maka semakin rendah kadar air dari timphan instan. Pada tekanan ruang pengering konstan, semakin tinggi suhu ruang pengering maka laju pengeringan akan semakin cepat. Hal ini dapat terjadi karena panas yang masuk ke dalam bahan akan menguapkan kandungan air bahan secara bertahap dari permukaan bahan. Tingginya suhu udara di sekitar bahan akan mengakibatkan gaya dorong antara permukaan bahan dengan udara ruang pengering semakin meningkat. Semakin tinggi suhu ruang pengering maka laju penurunan kadar air menjadi lebih cepat (Irawati dkk., 2008). Menurut Muchtadi (1997), semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan, maka semakin cepat pemindahan panas ke dalam bahan pangan dan semakin cepat juga penghilangan air dari bahan. Jumlah waktu yang digunakan untuk mengeringkan bahan pada suhu tertentu mempengaruhi jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan. Semakin lama pengeringan maka semakin banyak air yang dapat teruapkan. Demikian juga dengan kadar air timphan instan setelah rehidrasi, pengeringan pada suhu 50°C dan lama pengeringan 8 jam juga menghasilkan kadar air timphan instan setelah rehidrasi tertinggi yaitu sebesar 26,38 % yang berbeda dengan seluruh kombinasi perlakuan (Gambar 3b). Akan tetapi kecenderungan peningkatan kadar air timphan instan setelah rehidrasi berbeda dengan timpan instan sebelum rehidrasi. Perbedaan tersebut diduga lebih disebabkan oleh perbedaan ukuran dan meratanya pori yang terbentuk pada timphan instan selama pengeringan. Pengeringan suhu 50°C diduga
menghasilkan pori berukuran besar dan merata. Pada pengeringan 60°C, pori yang dihasilkan kecil dan tidak merata, sedangkan pengeringan 70°C menghasilkan pori kecil dan merata. Menurut Arif dkk. (1996), tingkat porositas bahan sangat berpengaruh terhadap sifat rehidrasi. Semakin berpori bahan maka akan lebih mudah untuk menyerap air. Ukuran pori selain mempengaruhi kemampuan menyerap air juga mempengaruhi kemampuan mempertahankan uap air. Ukuran pori yang terlalu besar menyebabkan uap air yang diserap teruapkan kembali sebelum dapat mengembun, pori yang diharapkan adalah pori yang terbentuk merata dan berukuran kecil. 2. Kadar Protein Kadar protein timphan instan berkisar antara 0,03 %-0,73 %, dengan nilai rata-rata 0,268 %. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan, lama pengeringan dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein timphan instan. Kadar protein timphan instan pada suhu 60°C berbeda dengan suhu 50°C, dan suhu 70°C (Gambar 4). Menurut Eriksson (1981), semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu, reaksi maillard semakin banyak terjadi. Tetapi secara umum, suhu lebih berpengaruh dari pada waktu terhadap reaksi maillard. Ketidaksesuaian kadar protein yang diperoleh disebabkan oleh rendahnya kandungan air timphan instan pada suhu pengeringan 60°C setelah direhidrasi dibandingkan dengan suhu 50°C dan 70°C. 3. Nilai Organoleptik Nilai organoleptik merupakan faktor yang penting untuk menguji penerimaan konsumen terhadap suatu
30
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
produk makanan. Penilaian organoleptik yang dilakukan terhadap timphan instan meliputi uji pasangan dan uji skor terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur timphan instan setelah rehidrasi. Parameter organoleptik yang diuji meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur dari timphan instan yang dilakukan oleh 10 penjual timphan.
gelap. Perubahan warna ini diakibatkan oleh reaksi maillard. Reaksi maillard menghasilkan senyawa berwarna coklat yang disebut melanoidin. Menurut Johnson (1993), reaksi Maillard mudah terjadi dengan adanya asam amino, gula, suhu, aktifitas air, pH dan waktu. b. Aroma Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma dapat memberikan rangsangan terhadap penerimaan konsumen pada suatu produk (Winarno, 1997). Syarat suatu produk tercium aromanya adalah karena adanya sejumlah komponen volatil yang berasal dari produk tersebut yang dapat terdeteksi oleh indra pembau. Nilai uji pasangan aroma diperoleh berkisar antara 0 % - 23,3 % dengan nilai rata-rata 5,18 %. Semakin tinggi suhu dan semakin lama pengeringan semakin banyak panelis yang mampu membedakan antara aroma timphan kontrol dengan aroma timphan instan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan peningkatan suhu dan lama pengeringan menyebabkan perbedaan aroma timphan instan dengan timphan kontrol. Perubahan aroma timphan instan diduga disebabkan oleh reaksi maillard yang terjadi selama proses pengeringan. Menurut Johnson (1993), reaksi maillard selain sebagai senyawa pewarna juga merupakan sumber aroma dan flavour. c. Rasa Nilai uji pasangan rasa diperoleh berkisar antara 0 % - 36,66 % dengan nilai rata-rata 15,59 %. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 2 dari 10 panelis menyatakan ada perbedaan rasa antara timphan kontrol dengan timphan
1. Uji Pasangan Uji pasangan merupakan salah satu jenis uji pembedaan untuk membandingkan hasil pengolahan lama sebagai pembanding (kontrol) dan yang diteliti sebagai yang dibandingkan atau dinilai (Soekarto, 1985). Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan terhadap timphan tanpa instanisasi dengan timphan instan setelah rehidrasi. a. Warna Penentuan mutu bahan makanan umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah warna. Warna sangat memegang peranan penting dalam penilaian secara visual, bahkan terkadang sangat menentukan (Winarno, 1997). Nilai warna hasil uji pasangan sama untuk setiap perlakuan timphan instan yaitu sebesar 100% (semua panelis menyatakan ada perbedaan warna antara timphan kontrol dengan timphan instan) (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan mengakibatkan perubahan warna pada timphan instan. Hasil pengujian berbanding terbalik dengan hasil yang diharapkan yaitu 100 % panelis menyatakan tidak ada perbedaan warna antara timphan kontrol dengan timphan instan. Perlakuan instanisasi mengubah warna timphan instan menjadi lebih
31
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
instan sedangkan 87,41% menyatakan bahwa rasa timphan instan sama timphan kontrol. Meningkatnya suhu dan lama pengeringan menyebabkan semakin banyak panelis yang mampu membedakan antara rasa timphan dengan rasa timphan instan (Tabel 2). Hal ini terjadi karena reaksi maillard selama pengeringan semakin meningkat dengan meningkatnya suhu dan lama pengeringan sehingga mengakibatkan perbedaan flavour timphan instan dengan timphan kontrol. Selain itu, rasa manis timphan instan menjadi berkurang akibat berkurangnya jumlah gula bebas (gula yang tidak bereaksi dengan asam amino). d. Kekerasan Kekerasan produk matang dipengaruhi oleh formula, pencampuran dan kondisi pemasakan, juga waktu dan metode penyimpanan. Konsumen umumnya menilai kekerasan produk dengan cara menekan dengan jari dan penekanan selama penguyahan. Hasil uji pasangan kekerasan diperoleh nilai 100 % (semua panelis menyatakan ada perbedaan kekerasan antara timphan dengan timphan instan) (Tabel 2). Perbedaan kekerasan ini diduga disebabkan oleh ketidakmampuan timphan instan untuk menyerap air dalam jumlah yang sama dengan timphan sebelum diinstankan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kadar air setelah rehidrasi yang menunjukkan bahwa timphan instan hanya mampu menyerap air rata-rata 18,31 %, sedangkan timphan tanpa instanisasi mengandung air sebesar 66,04 %. Suhu dan lama pengeringan tidak mempengaruhi kemampuan panelis dalam membedakan antara
kekerasan timphan dengan kekerasan timphan instan. 2. Uji Skor Uji skor disebut juga pemberian skor atau scoring dengan memberikan nilai angka yang menempatkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu. a. Warna Skor warna timphan instan berkisar antara 2,50-3,73 (bagus sampai sedang) dengan rata-rata 3,10 (sedang). Hasil analisis sidik menunjukkan bahwa suhu, lama pengeringan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai skor warna timphan instan. Hal tersebut disebabkan oleh warna timphan instan dari semua perlakuan berubah menjadi agak gelap. b. Aroma Skor aroma timphan instan berkisar antara 2,03- 3,6 (bagus sampai sedang) dengan rata-rata 2,64 (bagus). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa hanya suhu pengeringan yang berpengaruh sangat nyata terhadap aroma timphan instan. c. Skor aroma timphan instan pada suhu pengeringan 50°C tidak berbeda dengan suhu 60°C tetapi berbeda dengan 70°C (Gambar 5). Semakin tinggi suhu semakin rendah tingkat penerimaan terhadap aroma. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi suhu, reaksi maillard yang menyebabkan perubahan aroma pada timphan instan semakin banyak terjadi. Perubahan aroma ini dianggap kurang bagus oleh panelis. c. Rasa Skor rasa timphan instan berkisar antara 2,23-3,40 (bagus sampai sedang) dengan rata-rata 2,72 (sedang). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
32
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
bahwa suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap skor rasa timphan instan, sedangkan lama serta interaksi suhu dan lama pengeringan berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap nilai skor rasa timphan instan. Semakin tinggi suhu pengeringan nilai skor rasa semakin tinggi (mutu timphan instan dari segi rasa semakin berkurang). Peningkatan suhu mengakibatkan timphan instan mulai menunjukkan tanda-tanda terjadinya reaksi maillard yaitu flavour timphan instan berubah menjadi agak kurang manis yang dianggap kurang bagus oleh panelis. d. d. Tekstur Skor tekstur timphan instan berkisar antara 2,97-4,93 (sedang sampai buruk) dengan rata-rata 3,98 (kurang). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama pengeringan serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap nilai skor tekstur timphan instan. Skor tekstur timphan instan terbaik yaitu 2,97 (bagus) diperoleh pada suhu pengeringan 50°C dengan lama pengeringan 8 jam, sedangkan skor terburuk yaitu 4,93 (buruk) diperoleh pada suhu pengeringan 70°C dengan lama pengeringan 16 jam. Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan, penerimaan tekstur timphan instan semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh kadar air timphan instan semakin rendah dan jumlah air yang tersedia tidak mencukupi untuk melunakkan tekstur timphan instan sehingga timphan instan yang dihasilkan tetap tidak cukup lunak.
instan sebelum dan setelah rehidrasi semakin rendah dan timphan yang dihasilkan semakin keras. Perlakuan terbaik diperoleh pada kombinasi suhu pengeringan 50oC dan lama pengeringan 8 jam dengan hasil analisis cooking loss 27,69%, kekerasan 187 g/mm, kadar air timphan instan sebelum rehidrasi 17,26%, kadar air timphan instan setelah rehidrasi 26,38%, kadar protein 0,25%, nilai uji pasangan menunjukkan perbedaan warna 100%, aroma 0%, rasa 0%, dan tekstur 100%, serta nilai skor warna 3,47 (sedang), aroma 2,03 (bagus), rasa 2,37 (bagus), dan tekstur 2,97 (bagus). DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Pusitasari, Sedarnawati, dan S. budiyanto. 1989. Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Bogor, IPB. Arif, S., Maherawati., L. Iswari., Sukarman., dan Y. C. Sari. 1996. Buletin Penalaran Mahasiswa. UGM, Yogyakarta. Eriksson, C. 1981. Maillard Reaction in Food: Chemical Physiological and Technological Aspects. Oxford, Pergamon Press. Irawati, B., Raharjo, dan N. Bintoro. 2008 Perpindahan Massa pada Pengeringan Vakum disertai Pemberian Panas secara Konfektif (Mass Transfer of Vacuum Dryer with Convective Heat Transfer). Yogyakarta, Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian. Johnson, I. 1993. Chemical and Nutritional Changes in Extrution Cooking. Ensiclopedia of Nutrition Science, Food Technology and Nutrition. Edited
SIMPULAN Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan, maka kadar air timphan
33
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X
by Macrae, R., Robinson, RK. And Sadler, MJ. London, Academic PressLtd. Mauron, J. 1981. The Maillard Reaction in Food. A Review Prog. Fd. Nurt. Sci. 5. 5-35. Muchtadi, T. R dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor, IPB. Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor, Depdikbud DIKTI PAU Pangan dan Gizi. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta, Bharata Karya Aksara. Sugandi, E. dan Sugiarto. 1993. Rancangan Percobaan. Yogyakarta, Andi Offset. Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta, Rineka Cipta. Winarno, F. G. 1997. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta, Erlangga.
34